Efek Ekstrak Etanolik Daun Ubi Jalar Ungu [Ipomoea batatas (L

advertisement
Efek Ekstrak Etanolik Daun Ubi Jalar Ungu [Ipomoea batatas (L.) Lam]
Terhadap Kadar MDA dan Kadar SOD Jaringan Otot Skelet Mencit
Dengan Aktivitas Fisik Maksimal
Erna Sulistyowati*, Maulida Rachmani**
Staf Pengajar Program Program Pendidikan Dokter Fakultas Kedokteran Unisma
Mahasiswa Kepaniteraan Klinik Fakultas Kedokteran Unisma
Abstrak
Pendahuluan : Aktivitas fisik berat meningkatkan konsumsi oksigen oleh otot sampai seratus
kali lebih tinggi dibanding istirahat, sehingga terjadi peningkatan pembentukan ROS
(Reactive Oxigen Spesies) yang dapat merusak sel otot. Daun Ipomoea batatas dengan
kandungan flavonoid dan antosianin berfungsi sebagai antioksidan (scavenger radikal bebas)
diharapkan mampu mencegah pembentukan ROS yang berlebihan sehingga tidak terjadi stres
oksidatif. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui efek ekstrak etanolik daun Ipomoea
batatas terhadap kadar MDA dan SOD jaringan otot skelet mencit setelah perlakuan aktivitas
fisik maksimal.
Metode Penelitian : Penelitian eksperimental control group post test only menggunakan
mencit Balb/c jantan. Mencit disuplementasi daun Ipomoea batatas dengan konsentrasi 10%,
20%, dan 40% selama 7 hari. Pada hari ke 7 dilakukan perlakuan aktivitas fisik maksimal.
Kemudian dilakukan pemeriksan kadar MDA dan SOD jaringan otot skelet. Data hasil
pemeriksaan MDA dan SOD dianalisa dengan uji one way ANOVA, kemudian dilanjutkan
dengan uji beda nyata terkecil (BNT). Uji korelasi Pearson untuk mengetahui hubungan kadar
MDA dan SOD. Hasil dikatakan bermakna bila p < 0.05.
Hasil : Aktivitas fisik maksimal menurunkan kadar SOD dan meningkatkan kadar MDA
yakni masing-masing 6.55 U/mL dan 12.03 U/mL. Suplementasi ekstrak etanolik daun
Ipomoea batatas konsentrasi 10% dan 40% mampu menurunkan kadar MDA berturut-turut
6,28 U/mL dan 6,68 U/mL secara signifikan dibandingkan dengan kelompok kontrol positif,
sedangkan konsentrasi 20% tidak mampu menurunkan kadar MDA yakni 12.57 U/mL.
Suplementasi ekstrak etanolik daun Ipomoea batatas konsentrasi 10%, 20% dan 40% mampu
meningkatkan kadar SOD berturut-turut 49.02 U/mL, 41.39 U/mL, 46.55 U/mL secara
signifikan dibandingkan kelompok kontrol positif. Terdapat korelasi negatif antara penurunan
kadar MDA dan peningkatan kadar SOD, tetapi tidak didapatkan korelasi signifikan.
Kesimpulan : Suplementasi ekstrak daun Ipomoea batatas konsentrasi 10% dan 40% mampu
menurunkan kadar MDA sedangkan konsentrasi 10%, 20% dan 40% mampu meningkatkan
kadar SOD jaringan otot skelet setelah perlakuan aktivitas fisik maksimal, tetapi tidak ada
hubungan langsung antara penurunan kadar MDA dengan peningkatan kadar SOD.
Kata kunci : Ipomoea batatas, ubi jalar ungu, aktivitas fisik maksimal, MDA, SOD, otot
skelet
Jurnal Penelitian Al-Buhuts Universitas Islam Malang
47
PENDAHULUAN
Radikal bebas dapat diproduksi
melalui proses metabolisme oksidatif
dalam tubuh (Schneider and Alvaro, 2004).
Sekitar 2-5% oksigen yang dikonsumsi
mengalami
reduksi
tak
sempurna
membentuk reactive oxygen spesies (ROS)
yang dapat merusak biomolekul terutama
lipid dan protein membran sel serta DNA
(Halliwel and Gutteridge, 1999).
Aktivitas
fisik
berat
dapat
meningkatkan
pembentukan
reactive
oxygen
species
(ROS).
Hal
ini
dihubungkan
dengan
peningkatan
penggunaan oksigen selama aktivitas fisik
oleh tubuh dan sel terutama otot skelet dan
jantung (Vollard et al., 2005:Ji, 2003).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
terjadi peningkatan MDA dan penurunan
antioksidan enziamtik (SOD) pada otot
tikus setelah berlari sampai kelelahan
(Wresdiyati dan Astawan, 2004; Voces et
al., 2004). Ketidak seimbangan jumlah
oksidan dan antioksidan menyebabkan
stres oksidatif dan memicu berbagai
penyakit (Ji, 2003). Oleh karena itu tubuh
memerlukan sumber antioksidan dari luar
untuk mengimbangi jumlah radikal bebas
dalam tubuh.
Banyak penelitian menunjukkan
bahwa suplementasi antioksidan vitamin
yang dikenal saat ini seperti vitamin C,
vitamin E, β-karoten dan α-tokoferol telah
terbukti memiliki kemampuan untuk
mencegah berbagai macam penyakit
sebagai akibat stres oksidatif. Namun pada
beberapa penelitian in vitro senyawasenyawa ini tidak berhasil menunjukkan
kemampunnya sebagai antioksidan secara
signifikan (Reynertson, 2007). Selain itu,
diketahui bahwa penggunaan antioksidan
sintesis (BHA dan BHT) yang berlebihan
dan lama dapat meningkatkan resiko toksik
pada tubuh (Rosenbloom, 2009).
Adanya trend back to nature di
masyarakat dalam memelihara kesehatan
dan kebugaran tubuh mendorong pencarian
sumber antioksidan yang berasal dari alam
serta memiliki aktivitas antioksidan lebih
tinggi (Adhe, 2009). Penelitian terbaru
menyatakan
bahwa
suplementasi
antioksidan bahan nutrisi tertentu sedang
dijalankan bagi individu yang aktif dalam
kegiatan fisik untuk melindungi dari
kelelahan yang lebih cepat dan mencegah
kerusakan akibat latihan fisik (Banarjee et
al., 2003).
Studi sebelumnya diketahui bahwa
ubi jalar ungu (Ipomoea batatas)
mengandung komponen yang sangat baik
sebagai
sumber
antioksidan
yakni
polifenolik (Islam, 2002). Senyawa
flavonoid dan antosianin yang tersimpan
dalam
Ipomoea
batatas
mampu
menghalangi laju perusakan sel radikal
bebas, mencegah gangguan pada fungsi
hati dan menurunkan kadar gula darah.
Selain itu, antosianin juga memiliki
kemampuan sebagai antimutagenik dan
antikarsinogenik (Yusuf dan Hasim, 2008).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
pemberian ekstrak umbi Ipomoea batatas
dapat menurunkan kadar MDA hati tikus
setelah aktivitas fisik maksimal (Jawi,
Suprapta dan Sutiryasa, 2008). Pengujian
secara in vitro menunjukkan bahwa daun
Ipomoae
batatas
secara signifikan
mempunyai kadar fenolik dan aktivitas
antioksidan lebih tinggi (Padda, 2006).
Berdasarkan hasil studi di atas,
maka pada penelitian ini ingin mengetahui
efek suplementasi ekstrak daun Ipomoea
batatas
dengan
melakukan
studi
eksperimen secara in vivo. Metode
pengujian dilakukan dengan menentukan
kadar MDA dan SOD jaringan otot skelet
mencit dengan aktivitas fisik maksimal.
METODE PENELITIAN
Pendekatan Penelitian
Penelitian
dilaksanakan
secara
eksperimental laboratorik non random
menggunakan desain penelitian control
group post test only secara in vivo dengan
menggunakan hewan coba mencit Balb/c
jantan dengan umur 4-5 bulan biakan local
sebanyak 25 ekor tikus.
Jurnal Penelitian Al-Buhuts Universitas Islam Malang
48
Tahapan Kerja
Pembuatan Ekstrak Daun Ipomoea
batatas
Pembuatan simplisia : Daun Ipomoea
batatas disortasi, kemudian dibersihkan.
Daun dikeringkan dengan di anginanginkan dan tidak terkena sinar matahari
langsung selama 3-5 hari. Setetah
dikeringkan daun Ipomoea batatas
diperkecil ukurannya dan siap dilakukan
ekstraksi.
Proses ekstraksi : Daun sebanyak 500 g
diekstraksi dengan 6 liter etanol 80 %.
Larutan dikocok dengan menggunakan
Shacker water bath selama 6 jam
kemudian didiamkan selama 24 jam
selanjutnya disaring dengan kertas saring.
Rendaman dialiri pelarut yang baru sambil
dikocok selama 3 jam dan difiltrasi. Filtrat
yang diperoleh di evaporasi pada suhu
40°C untuk menguapkan etanol sehingga
tinggal tersisa ekstrak kental. Bila akan
digunakan ekstrak tanaman diambil
kemudian diencerkan dengan aquadest
hingga diperoleh konsentrasi 10%, 20%,
dan 40% sebanyak 1 ml.
Proses Adaptasi Hewan Coba
Mencit akan diadaptasikan di dalam
kandang hewan coba yang diletakkan di
laboratorium selama 7 hari, dan diberikan
makan dan minum sesuai standar.
Pemberian Ekstrak Daun Ipomoea
batatas
Setelah masa adaptasi selama 1 minggu
selanjutnya diberikan ekstrak etanolik daun
Ipomoea batatas personde selama 7 hari
dengan perincian sebagai berikut :
Kelompok A tidak diberikan ekstrak daun
ubi jalar ungu (kontrol negatif), kelompok
B tidak diberikan ekstrak daun ubi jalar
ungu (kontrol positif ), kelompok C
diberikan ekstrak daun ubi jalar ungu
konsentrasi 10 %, kelompok D diberikan
ekstrak daun ubi jalar ungu konsentrasi 20
%, kelompok E diberikan ekstrak daun ubi
jalar ungu konsentrasi 40 %.
Perlakuan Aktivitas Fisik Maksimal
Setelah pemberian ekstrak daun ubi jalar
ungu selama 7 hari kemudian dilakukan
perlakuan aktivitas fisik pada hewan coba
pada kelompok B, C, D, dan E. Kelompok
A tidak diberi aktifitas maksimal karena
sebagai
kelompok kontrol
negatif.
Perlakuan aktivitas fisik maksimal berupa
renang
maksimal
sampai
hampir
tenggelam atau nampak tanda-tanda
kelelahan berupa tenggelamnya hampir
semua badan kecuali hidung dan
melemahnya gerakan anggota gerak.
Lamanya renang berkisar antara 45-50
menit. Setelah 24 jam perlakuan aktivitas
fisik dilakukan, mencit diuetanasia
kemudian
diambil
jaringan
otot
gastrocnemius mencit ± 1 gram untuk
diperiksa kadar MDA dan SOD jaringan.
Pemeriksaan Kadar MDA dan SOD
Jaringan Otot
Pemeriksaan kadar MDA menggunakan
metode
uji
asam
tiobarbiturat
(thiobarbituric acid atau TBA test).
Sedangkan pemeriksaan kadar SOD
menggunakan metode uji hambatan
reduksi NBT (nitro blue tetrazolium).
Kemudian hasilnay dibaca dengan
spektrofotometer dengan λ max= 500-600
nm.
Teknik Analisa Data
Hasil pengukuran kadar MDA dan SOD
jaringan otot skelet mencit dianalisa secara
statistik dengan menggunakan uji one-way
ANOVA. Kemudian dilanjutkan dengan
uji beda nyata terkecil (BNT). Hasil
dikatakan bermakna bila p < 0,05.
HASIL PENELITIAN
Pengaruh Aktivitas Fisik Maksimal
terhadap Kadar MDA dan SOD
Jaringan Otot Skelet
Berdasarkan hasil pemeriksaan jaringan
otot skelet mencit, didapatkan kadar MDA
dan SOD kelompok kontrol negatif dan
kontrol positif sebagai berikut :
Jurnal Penelitian Al-Buhuts Universitas Islam Malang
49
Tabel 1. Rerata Kadar MDA dan SOD
Jaringan Otot Skelet Kelompok Kontrol
Negatif dan Kontrol Positif (U/mL) ± SD
Perlakuan
N
Kadar MDA
Kadar SOD
1.
Kontrol negatif (tanpa
aktivitas maksimal)
5
10.85±3.98
6.55±3.86
2
Kontrol positif
(dengan aktifitas
maksimal)
5
12.03±6.70#
4.92±4.00#
Mean MDA dan SOD
#: p ≥ 0.05, tidak berbeda signifikan
dibandingkan kontrol negatif (LSD test
post hoc ANOVA)
14
12
10
8
6
4
2
0
No
Perlakuan
N
Rerata
MDA
Rerata SOD
1.
Kontrol positif
(aktifitas fisik
maksimal)
5
12.03±6.7
0
4.92±4.00
2.
Ipomoea batatas 10
%
+ aktifitas maksimal
5
6.28±1.63
*
49.03±4.28*
3.
Ipomoea batatas 20
%
+ aktifitas maksimal
5
12.56±2.3
7
41.39±10.69
*
4.
Ipomoea batatas 40
%
+ aktifitas maksimal
5
6.68±2.48
*
46.55±9.47*
12,03
10,85
6,55
MDA
4,92
SOD
Kontrol negatif
Kontrol positif
Gambar 1.Grafik Kadar MDA dan SOD
Jaringan Otot Skelet Kelompok Kontrol
Negatif dan Kontrol Positif
Keterangan
Grafik diatas menunjukkan rata-rata kadar
MDA kelompok kontrol positif terjadi
peningkatan
yang
tidak
signifikan
dibandingkan dengan kelompok kontrol
negatif yaitu 12.03. Sedangkan rata-rata
kadar SOD kelompok kontrol positif
terjadi penurunan yang tidak signifikan
dibandingkan dengan kelompok kontrol
negatif yaitu 4.92.
Efek Ekstrak Etanolik Daun Ipomoea
batatas terhadap Kadar MDA dan SOD
Jaringan Otot Skelet Mencit yang Diberi
Perlakuan Aktivitas Fisik Maksimal
*: p ≤ 0.05 berbeda signifikan
dibandingkan kontrol positif (LSD test post
hoc ANOVA)
60
Mean MDA dan SOD
No
Tabel 2. Rerata Kadar MDA dan SOD
Jaringan Otot Skelet Kelompok Kontrol
Positif dan Kelompok dengan Ekstrak
daun Ipomoea batatas (U/mL) ± SD
50
40
MDA
30
SOD
20
10
0
Kontrol Positif + Positif Positif +
positif
10%
+20%
40%
Gambar 2.Grafik Kadar MDA dan SOD
Jaringan Otot Skelet Kelompok Kontrol
Positif dan Kelompok dengan Ekstrak
Daun Ipomoea batatas
Keterangan
Grafik diatas menunjukkan rata-rata kadar
MDA pada kelompok yang diberi ekstrak
10% dan 40% terjadi penurunan yang
signifikan dibandingkan dengan kelompok
kontrol positif yaitu 6.28 dan 6.68,
sedangkan kelompok ekstrak 20% tidak
terjadi penurunan kadar MDA yaitu 12.57.
Rata-rata kadar SOD yang diberi ekstrak
10%, 20% dan 40% terjadi peningkatan
Jurnal Penelitian Al-Buhuts Universitas Islam Malang
50
yang signifikan
dibandingkan dengan
kelompok kontrol positif yaitu 49.03,
41.93 dan 46.55.
PEMBAHASAN
Pengaruh Aktivitas Fisik Maksimal
terhadap Kadar MDA dan SOD
Jaringan Otot Skelet
Aktivitas
fisik
berat
dapat
meningkatkan
pembentukan
reactive
oxygen species (ROS). Peningkatan ROS
ini dihubungkan dengan peningkatan
penggunaan oksigen selama aktivitas fisik
oleh tubuh dan sel terutama otot skelet dan
jantung (Vollard et al., 2005:Ji, 2003).
Hasil penelitian Voces et al., (2004)
menunjukkan bahwa terjadi peningkatan
kadar MDA pada jaringan otot yang
diperiksa setelah aktivitas fisik sampai
kelelahan. Peningkatan kadar MDA terjadi
akibat peningkatan konsentrasi peroksidasi
lipid pada otot rangka yang yang diinduksi
aktivitas
fisik
(Kayetekin,
2002).
Pembentukan radikal bebas selama
aktivitas fisik maksimal juga diperantarai
oleh terjadinya iskemia/hipoksia dan
reperfusi pada jaringan otot. Kontraksi otot
yang terus menerus dan kuat akan
memeras pembuluh darah intramuskuler di
bagian otot yang aktif, akibatnya terjadi
penurunan aliran darah ke otot yang aktif
untuk sementara. Setelah selesai aktifitas
fisik, darah dengan cepat kembali ke otot
yang kekurangan aliran darah tersebut,
sehingga terjadi perfusi yang dapat
menyebabkan sejumlah radikal bebas turut
dalam sirkulasi.
Aktivitas fisik maksimal juga dapat
menyebabkan stress oksidatif, sehingga
menyebabkan penurunan kadar antioksidan
endogen. Hasil penelitian Niu (2008)
menunjukkan bahwa terjadi penurunan
kadar SOD pada jaringan otot setelah
aktivitas
fisik
sampai
kelelahan.
Bertambahnya jumlah radikal bebas akibat
peningkatan konsumsi oksigen untuk
menghasilkan energi selama aktivitas fisik
maksimal akan menyebabkan antioksidan
tubuh tidak dapat mengatasi kelebihan
radikal
bebas
tersebut
sehingga
menimbulkan stres oksidatif di mana
jumlah
oksidan
melebihi
jumlah
antioksidan (Hanarya, 2009). Hal ini
disebabkan oleh kerja enzim yang semakin
berat
karena
makin
bertambahnya
pembentukan radikal bebas sebagai akibat
dari perlakuan stres oksidatif pada mencit
(Aguilo, 2005). Peningkatan jumlah
radikal bebas yang terus-menerus pada
kondisi
stres
akan
meningkatkan
pemakaian enzim antioksidan intraseluler,
hal ini dapat menurunkan aktivitas maupun
kandungan
antioksidan.
Peningkatan
radikal bebas yang tidak diikuti oleh
peningkatan
antioksidan
akan
menyebabkan terjadinya stres oksidatif
yang akan menimbulkan kerusakan sel dan
komponen jaringan lainnya (Ogonovszky,
2005).
Peningkatan intensitas dari
olahraga
anaerob
yang
intermiten
memaksimalkan lipid peroksidasi jaringan,
sebagai kompensasi terjadi penurunan
kapasitas antioksidan, memicu turunnya
ketahanan fisik dan terjadinya kerusakan
jaringan (Hou dan Liu, 2005).
Berdasarkan
hasil
penelitian,
tampak adanya peningkatan kadar MDA
dan penurunan kadar SOD jaringan otot
skelet kelompok kontrol positif bila
dibandingkan dengan kelompok kontrol
negatif. Namun peningkatan kadar MDA
dan penurunan kadar SOD ini tidak
menunjukkan perbedaan yang signifikan,
hal ini disebabkan oleh beberapa faktor,
salah satunya karakteristik otot yang
diperiksa.
Pada
penelitian
ini
menggunakan otot gastrocnemius yang
memilki 2 tipe serat otot sekaligus yakni
serat otot merah (tipe IIa) dan serat otot
putih (tipe IIb). Pada tikus, aktivitas SOD
tertinggi terdapat pada serat otot tipe I dan
IIa dibandingkan dengan serat otot tipe IIb
yang
memilki
sedikit
mitokondria
(Diplock, 2000). Pada otot tipe IIa
memiliki aktivitas antioksidan lebih tinggi
sehingga lebih tahan terhadap kerusakan
oksidatif akibat latihan fisik (Voces, 2004).
Perbedaan tipe otot rangka berpengaruh
terhadap
morfologi,
fisiologi
dan
komponen biokimianya (Radak et al.,
Jurnal Penelitian Al-Buhuts Universitas Islam Malang
51
2001). Selain itu dipengaruhi juga oleh
adanya respon penurunan antioksidan
enzimatik terhadap aktivitas fisik sampai
kelelahan. Penurunan ini terjadi selama
dan segera setelah aktivitas fisik, tetapi
mungkin meningkat kembali selama
periode pemulihan (Steinberg et al., 2006).
Perbedaan
hasil
pengukuran
petanda radikal bebas dan antioksidan
setelah diberikan aktivitas fisik maksimal
antar organ tergantung pada beberapa
faktor,
seperti
konsumsi
oksigen,
ketahanan terhadap oksidan. aktivasi enzim
antioksidan, kadar antioksidan, dan sistem
perbaikan atau repair. Otot dan jantung
merespon
stres
oksidatif
berbeda
dibandingkan dari organ-organ lain, seperti
otak dan hati, mungkin karena perbedaan
dalam biogenesis mitokondria dan
terjadinya
kecenderungan
proses
degenerasi yang diinduksi oksidan (Liu et
al., 2000). Otot skelet dan jantung adalah
organ aerob dan memilki rata-rata
konsumsi oksigen paling tinggi. Oleh
karena itu jantung dan otot merespon
adanya peningkatan pembentukan oksidan
dengan meningkatkan aktivitas antioksidan
enzimatik sebagai mekanisme kompensasi
terutama pada aktivitas fisik akut.
Mekanisme ini disebut juga sebagai
mekanisme
keseimbangan
(buffering
action) sistem antioksidan (Liu et al.,
2000). Faktor lain yang mungkin
mempengaruhi hasil pengukuran ini adalah
adanya mostatin, suatu protein yang
berperan dalam regulasi masa otot skelet.
Menurut Patruni dan Matsakas, latihan
berenang
menginduksi
penekanan
miostatin agar dapat meningkatkan
aktivitas sel satelit, mempengaruhi
pembesaran serat otot atau untuk
memperbaiki kerusakan pada serat otot.
Perbedaan protokol latihan serta derajat
pertahanan antioksidan menimbulkan
perbedaan hasil pengukuran radikal bebas
(Goto et al., 2007 ;Bloomer et al., 2009).
Efek Pemberian Ekstrak Etanolik Daun
Ipomoea batatas terhadap Kadar MDA
Jaringan Otot Skelet dengan Aktivitas
Fisik Maksimal
Perbedaan kadar MDA yang
signifikan (p<0.05) pada kelompok
perlakuan dibandingkan dengan kelompok
kontrol positif menjelaskan bahwa
pemberian ekstrak etanol daun Ipomoea
batatas mampu menurunkan kadar MDA
jaringan otot mencit yang diinduksi
aktivitas fisik maksimal. Hal ini sesuai
dengan penelitian Jawi (2008) dimana
ekstrak dan sirup umbi Ipomoea batatas
dapat menurnkan kadar MDA akibat
pemberian beban aktifitas fisik maksimal.
Selain itu dari hasil penelitian Chen et al.,
(2008) memberikan informasi bahwa
pemberian diet dengan daun Ipomoea
batatas pada manusia dapat menurunkan
kadar MDA. Daun Ipomoea batatas
mengandung senyawa polifenol serta zat
warna antosianin yang berfungsi sebagai
antioksidan (Islam, 2002;Jawi, 2008).
Hasil penelitian ini menunjukkan
bahwa pemberian ekstrak daun Ipomoea
batatas konsentrasi 10% dan 40%
memiliki kemampuan yang sama dalam
menurunkan kadar MDA jaringan otot
mencit yang diberi perlakuan aktifitas fisik
maksimal (p < 0.05). Kadar MDA yang
menurun
pada
kelompok
ini
mengindikasikan berkurangnya radikal
bebas. Hal ini disebabkan oleh senyawa
polifenol seperti flavonoid dan antosianin
pada daun Ipomoea batatas berfungsi
sebagai
antioksidan,
yang
mampu
menghambat reaksi oksidasi melalui
mekanisme radical scavenging sehingga
banyaknya
radikal
bebas
menjadi
berkurang (Pokorny et al., 2001). Selain
sebagai scavenger, senyawa flavonoid
dengan kandungan anthosianin dalam daun
Ipomoea batatas diduga berfungsi sebagai
antioksidan dengan cara menghambat
langkah propagasi, yaitu memutus rantai
autoksidasi atau disebut juga Chainbreaking antioxidants. Senyawa fenol
mendonasikan satu atom hidrogen pada
senyawa radikal peroksil (ROO.) diikuti
Jurnal Penelitian Al-Buhuts Universitas Islam Malang
52
oksidasi lebih lanjut membentuk produk
akhir yang stabil nondestruktif. Produk
akhir yang dihasilkan tidak akan
mempropagasi lebih lanjut rantai reaksi,
sehingga tahap propagasi terputus dan
pembentukan radikal selanjutnya dapat
dicegah.
Hasil penelitian juga menunjukkan
bahwa pemberian ekstrak daun Ipomoea
batatas konsentrasi 20% tidak mampu
menurunkan kadar MDA jaringan otot
mencit
jika
dibandingkan
dengan
kelompok kontrol positif. Salah satu faktor
yang mungkin berpengaruh adalah faktor
ketahanan fisik hewan coba pada
kelompok D (aktivitas fisik dan ekstrak
20%) lebih kuat. Hal ini menyebabkan
hewan coba beraktivitas fisik lebih kuat
sehingga oksigen yang dibutuhkan
semakin banyak. Peningkatan konsumsi
oksigen (VO2) akan menyebabkan
peningkatan pengeluaran katekolamin
sehingga terjadi peningkatan metabolism
oksidatif dalam otot, yang potensial dalam
meningkatkan produksi ROS dalam
mitokondria (Ji, 1999).
Faktor
lain
yang
mungkin
berpengaruh adalah respon inflamasi yang
berlebihan karena kerusakan otot akibat
aktivitas fisik. Adanya jejas/injury pada sel
otot akan menyebabkan migrasi dan invasi
neutrofil yang dapat menghasilkan radikal
superoksid melalui mieloperoksidase dan
NADPH oksidase. Kemudian radikal
superoksid akan dirubah menjadi hidrogen
peroksida oleh SOD, selanjutnya hidrogen
peroksida akan dirubah menjadi radikal
hidroksil oleh ion logam atau asam
hidroklorik. Peningkatan radikal bebas
akibat proses di atas semakin menambah
kerusakan sel otot (Tidball, 2005). Selain
itu, kemungkinan ekstrak etanolik daun
Ipomoea
batatas
konsentrasi
20%
memiliki aktivitas sebagai imunomodulator
yakni dengan meningkatkan aktivitas
fagositosis dan proliferasi sel-sel imun,
sehingga menambah peningkatan produksi
radikal bebas (Zhao et al., 2005).
Efek Pemberian Ekstrak Etanolik Daun
Ipomoea batatas terhadap Kadar SOD
Jaringan Otot Skelet dengan Aktivitas
Fisik Maksimal
Superoksida dismutase merupakan
enzim yang berada dalam cairan
intraseluler yang berpartisipasi pada proses
degradasi
senyawa
radikal
bebas
intraseluler.
Superoksida
dismutase
mengkatalisis dismutasi O2• menjadi H2O2.
Hasil
penelitian
menunjukkan
adanya perbedaan yang signifikan antara
kadar SOD jaringan otot skelet kelompok
kontrol
positif
dengan
kelompok
pemberian ekstrak etanolik daun ubi jalar
ungu (lpomoea batatas) dosis 10%, 20%
dan 40% dengan nilai p < 0.05. Perbedaan
yang signifikan ini menjelaskan bahwa
pemberian ekstrak lpomoea batatas
mampu meningkatkan kadar SOD jaringan
otot skelet diberi aktivitas maksimal. Hal
ini menunjukkan bahwa suplementasi
ekstrak etanol daun Ipomoea batatas
menunjukkan efek pencegahan terhadap
keruskan otot rangka dan mungkin juga
menunda kelelahan akibat latihan fisik.
Peningkatan kadar SOD tersebut
diduga disebabkan oleh kandungan
antosianin pada daun lpomoea batatas
yang berfungsi sebagai scavenger radikal
bebas (Teow, 2005) sehingga dapat
mengurangi terjadinya kerusakan pada sel
otot. Daun Ipomoea batatas juga
mengandung polifenol yang merupakan
antioksidan kuat. Polifenol berperan
sebagai antioksidan yang membantu kerja
SOD sebagai antioksidan endogen dalam
menahan serangan dari radikal bebas.
Akibatnya semakin sedikit antioksidan
SOD yang melakukan perlawanan terhadap
radikal bebas sehingga sisa antioksidan
SOD yang dipertahankan lebih banyak.
Hal
tersebut
yang
menyebabkan
kandungan antioksidan endogen pada
kelompok perlakuan aktivitas fisik
maksimal yang diberi ekstrak etanol daun
Ipomoea batatas lebih tinggi dibandingkan
dengan kelompok aktivitas fisik maksimal
saja (kontrol positif).
Jurnal Penelitian Al-Buhuts Universitas Islam Malang
53
Hubungan Kadar MDA dan SOD
Jaringan Otot Skelet SOD pada Mencit
yang Diberi Perlakuan Aktivitas Fisik
Maksimal
dan Pemberian Ekstrak
Etanolik Daun Ipomoea batatas
Berdasarkan uji korelasi sederhana
didapatkan hasil korelasi negatif (r= 0.192) antara mean kadar MDA dan SOD
jaringan otot skelet. Hal ini menunjukkan
bahwa penurunan atau peningkatan kadar
SOD menyebabkan peningkatan atau
penurunan kadar MDA jaringan otot skelet
pada kelompok kontrol positif dan
kelompok perlakuan. Penurunan aktivitas
antioksidan
endogen
menyebabkan
timbulnya ketidak seimbangan antra prooksidan dan antioksidan sehingga terjadi
peningkatan peroksidasi lipid yang
ditandai dengan peningkatan kadar MDA.
Pemberian ekstrak etanolik daun Ipomoea
batatas yang mengandung fenolik dapat
membantu aktivitas antioksidan endogen
(SOD) sehingga dapat menurunkan kadar
MDA jaringan otot skelet pada mencit
yang diberikan aktivitas fisik maksimal
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil analisa data dan
pembahasan dalam penelitian ini, dapat
disimpulkan bahwa:
1. Ekstrak etanolik daun ubi jalar ungu
(Ipomoea batatas) klon MSU 03028-10
dosis 10% dan 40% dapat menurunkan
kadar MDA jaringan otot skelet mencit
yakni 6.28 U/mL dan 6.68 U/mL.
2. Ekstrak etanolik daun ubi jalar ungu
(Ipomoea batatas) klon MSU 03028-10
dosis 20% tidak dapat menurunkan
kadar MDA otot skelet mencit yakni
12.57 U/mL.
3. Ekstrak etanolik daun ubi jalar ungu
(Ipomoea batatas) klon MSU 03028-10
dosis 10%, 20% dan 40% sebanyak
mampu meningkatkan kadar SOD
jaringan otot skelet mencit yakni 49.03.
41.39, 46.55 U/mL.
SARAN
Berdasarkan hasil penelitian ini, guna
pengembangan lebih lanjut peneliti
menyarankan:
1. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut
untuk mengetahui kadar dan aktivitas
antioksidan senyawa flavonoid maupun
antosianin pada daun ubi jalar ungu
(Ipomoea batatas) klon MSU 03028-10
secara in vitro.
2. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut
dengan menggunakan otot tipe yang
lebih spesifik yakni serat otot putih
atau serat otot merah
3. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut
dengan variasi dosis yang berbeda
untuk mengetahui efek ekstrak daun
Ipomoea batatas.
4. Perlu dilakukan penelitian efek ekstrak
daun Ipomoea batatas pada hewan
coba dengan diberi perlakuan aktivitas
fisik maksimal yang lain dan protokol
aktivitas fisik maksimal yang berbeda
atau aktivitas fisik kronis.
5. Perlu dilakukan penelitian dengan
pengukuran indikator yang lain
sehingga dapat diketahui pengaruh
pemberian ekstrak etanolik Ipomoea
batatas sebelum dan setelah aktivitas
fisik maksimal.
PUSTAKA
Aguilo, P. Tauler, E. Fuentespina, J.A.
Tur, A. Cordova, A. Pons, Physiol.
Behav.84 (2005) 1–7
Banerjee AK, Mandal A, Chanda D,
Chakraborti
S.2003.Oxidant,
antioxidant and physical exercise.
Mol Cell Biochem 253, 307–312.
Bloomer RJ, Davis PG, Consitt LA,
Wideman L. 2007. Plasma protein
carbonyl response to increasing
exercise duration in aerobically
trained men and women. Int J
Sports Med. 39(2):283-288
Bloomer RJ, Kelsey FW. 2009. Acute
exercise and oxidative stress:a 30
year history. Dynamic Medcine. 8:1
Jurnal Penelitian Al-Buhuts Universitas Islam Malang
54
Chen Chiao-Ming, Lin Ya-Ling, Chen
C-Y
Oliver, et
al. 2008.
Consumption of purple sweet
potato leaves decrease lipid
peroxidation and DNA damage in
humans. Asia Pac J Clin Nut;17
(3):408-414
Diplock AT. Introduction: markers of
oxidative
damage
and
antioxidant modulation. Free
Radic Res 33 Suppl: S21–S26,
2000.
Goto C, Nishioka K, Umemura T,
Jitsuiki, et al. 2007. Acute
moderate-intensity
exercise
induces vasodilation through an
increase
in
nitric
oxide
bioavailibilitry in humans. Am J
Hypertens. 28(1):825-830
Islam, S.,M. Yoshimoto, S. Yahara,
S.Okuno, K. Ishiguro and O.
Yamakawa. 2002. Identification
and characterization of foliar
polyphenolic
composition
in
sweetpotato (Ipomoea batats L)
genotypes. J Agric. Food Chem.,
50: 3718-3722
Jawi I Made, Suprapta Dewa Ngurah,
Subawa AA Ngurah. 2008. Sirup
atau Ekstrak Air Umbii Ubi
Jalar Ungu (Ipomoea Batatas L)
Dosis 4 ml Efektif sebagai
Antioksidan pada Tikus Putih
yang Diberikan Beban Aktifitas
Fisik Maksimal. Dexa Media, Vol.
21, no 4, edisi NovemberDesember.
Ji L.L. 2003.Free radicals and exercise
: Implication in health and
fitness. Jornal of exercise science
and fitness.1(1):15-22
Ji L. L., Z. Radak, S. Goto, 2008.
Hormesis and Exercise: How the
Cell Copes with Oxidative Stress.
American Journal of Pharmacology
and Toxicology 3 (1): 44-5. ISSN
1557-4962
Kayatekin BM, Gönenc S, Acikgöz O,
Uysal N & Dayi A (2002). Effects
of sprint exercise on oxidative
stress in skeletal muscle and liver.
European Journal of Applied
Physiology, 87: 141-144
Liu, Jiankang, Helen c. Yeo,, Stephanie
J. Doniger, Daniel W. et al.2000.
Chronically and acutely exercised
rats: biomarkers of oxidative
stress
and
endogenous
antioxidants. J Appl Physiol 89:
21–28
Mc Ardle A, Jackson MJ. Exercise,
oxidative stress and ageing. Anat
197: 539–541, 2000.
Merchant SH, Gurule DM, and Larson
RS.2003.
Amelioration
of
ischemia- reperfusion injury with
cyclic peptide blockade of ICAM1. Am J Physiol Heart Circ Physiol
284: H1260–H1268
Niu Ai-jun, Jing-mei Wu, Ding-hai Yu,
Ru Wang. 2008. Protective effect
of
Lycium
barbarum
polysaccharides on oxidative
damage in skeletal muscle of
exhaustive exercise in rats.
International Journal of Biological
Macromolecules 42: 447–449
Ogonovszky H, Sasvari M, Dosek A, et
al. 2005. The effect of moderate,
strenuous, and overtraining on
oxidative stress markers and
DNA repair in rat liver. Can J
Appl Physiol, 30(2):186-95
Padda Malkeet Singh. 2006. Phenolic
Composition and Antioxidant
Activity
of
Sweetpotatoes
(Ipomoea batatas (l.) Lam). The
Department of Horticulture :
Faculty of the Louisiana State
University and Agricultural and
Mechanical College.
Reynertson,
K.A.,
2007,
Phytochemical
Analysis
of
Bioactive
Constituens
from
Edible
Myrtaceae
Fruit,
Dissertation, The City University of
New York, New York.
Schneider
C.D.,Alvaro
R.O.2004.
Oxygen free
radicals and
exercise:mechanism of synthesis
Jurnal Penelitian Al-Buhuts Universitas Islam Malang
55
and application to the physical
training. Rev Bras Med Esporte
Vol.10 No.4
Stangel M, Mix E, Zettl UK & Gold
R.2001. Oxides and apoptosis
ininflammatory
myopathies.
Microscopy
Research
and
Technique,55: 249-258.
Steinberg JG, Delliaux S, Jammes Y.
Reliability of different blood
indices to explore the oxidative
stress in respons to maximal
cycling and static exercise.2006.
Clin Physiol Funct Imaging,
26(2):106-112
Tidball, James G.,2005. Inflammatory
processes in muscle injury and
repair. Am J Physiol Regul Integr
Comp Physiol 288: R345–R353.
Urso, M. L. and Clarkson, P. M.
2003.Oxidative
stress,exercise,
and antioxidant supplementation.
Toxicology 189, 41-54.
Voces1 J, A.C. Cabral de Oliveir, J.G.
Prieto, et al .2004. Ginseng
administration protects skeletal
muscle from oxidative stress
induced by acute exercise in rat.
Brazilian Journal Medical And
Biological Research. 37: 18631871. ISSN 0100-879X
Vollard NB, Shearman JP, Cooper CE.
2005. Exercise-induced oxidative
stress:myths,
realities
and
physiological relevance. Sports
Med, 35(12):1045-1062
Yusuf, M dan Hasim Ahsol. 2008. Ubi
Jalar Kaya Antosianin Pilihan
Pangan Sehat. Sinar Tani, edisi
Agustus 2008. Diakses Juni 24,
2009.
http://www.nature.com/cdd/journal/
v12/n11/full/4401738a.html
Zhao G, Kan J, Li Z, Chen Z, 2005.
Characterization
and
immunostimulatory activity of an
(1-->6)-a-D-glucan from the root
of Ipomoea batatas.5(9):1436-45.
Wresdiyati Tutik , Made A., Dini F., et
al. 2008. Pengaruh α-Tokoferol
Terhadap Profil Superoksida
Dismutase dan Malondialdehida
pada Jaringan Hati Tikus di
Bawah Kondisi Stres. Veteriner
Jurnal Penelitian Al-Buhuts Universitas Islam Malang
56
Download