9 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1 Hakekat Matematika Apakah matematika itu?. Sangat sulit untuk menelusuri jawaban dari pertanyaan tersebut. Hingga saat ini belum ada kesepakatan yang bulat di antara para matematikawan tentang apa yang disebut matematika itu. Untuk mendeskripsikan definisi matematika, para matematikawan belum pernah mencapai satu titik “puncak” kesepakatan yang “sempurna”. Banyaknya definisi dan beragamnya deskripsi yang berbeda di kemukakan oleh para ahli mungkin disebabkan oleh pribadi (ilmu) matematika itu sendiri, dimana matematika termasuk satu disiplin ilmu yang memiliki kajian sangat luas, sehingga masingmasing ahli bebas mengemukakan pendapatnya tentang matematika berdasarkan sudut pandang, kemampuan, pemahaman, dan pengalamannya masing-masing. Kitcher (dalam Fathani, 2009:19) misalnya, berpendapat bahwa matematika terdiri atas komponen-komponen: 1) bahasa (language) yang dijalankan oleh para matematikawan, 2) pernyataan (statements) yang digunakan oleh para matematikawan, 3) pertanyaan (questions) penting yang hingga saat ini belum terpecahkan, 4) alasan (reasonings) yang digunakan untuk menjelaskan pernyataan, dan 5) ide matematika itu sendiri. Bahkan secara lebih luas, matematika dipandang sebagai the science of pattern. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), matematika didesifinisikan sebagai ilmu tentang bilangan, hubungan antara bilangan dan prosedur 10 operasional yang digunakan dalam penyelesaian masalah pada bilangan. Sedangkan matematika dalam sudut pandang Andi Hakim Nasution (dalam Fathani, 2009: 22), bahwa: “Istilah matematika berasal dari kata yunani, mathein atau mantheneini berarti mempelajari. Kata ini memiliki hubungan yang erat dengan kata sansekerta, medha atau widya yang memiliki arti kepadaian, ketahuan, atau inteligensia. Dalam bahasa belanda, matematika disebut dengan kata wiskunde yang berarti ilmu tentang belajar”. Selanjutnya Soedjadi (2000: 11) menguraikan pengertian matematika antara lain: a) Matematika adalah cabang ilmu pengetahuan eksak dan terorganisir secara sistematik. b) Matematika adalah pengetahuan tentang bilangan kalkulasi. c) Matematika adalah pengetahuan tentang pembenaran logik dan berhubungan dengan bilangan d) Matematika adalah pengetahuan tentang fakta–fakta kuantitatif dan masalah tentang ruang dan bentuk. e) Matematika adalah pengetahuan tentang struktur–struktur yang logik. f) Matematika adalah pengetahuan tentang aturan–aturan yang ketat. Menurut Uno (2007: 130), hakikat belajar matematika adalah suatu aktivitas mental untuk memahami arti dan hubungan-hubungan serta simbol-simbol, kemudian diterapkannya pada situasi nyata. Berdasarkan pandangan para ahli yang telah dipaparkan tersebut, menurut penulis dapat ditarik benang merah sebagai pengertian umum matematika, yaitu: matematika adalah ilmu tentang bilangan, serta merupakan salah satu cabang ilmu eksakta, yang berhubungan dengan operasi, fakta-fakta, symbol, dan logika yang tersusun secara sistematik dan mengunakan nalar deduktif. 11 2.2 Pembelajaran Matematika Dalam Undang-Undang Sisdiknas No. 20 Tahun 2003 bab 1 pasal 1 ayat 20 “pembelajaran adalah proses interaksi peserta didik dengan pendidik dan sumber belajar suatu lingkungan belajar”. Melalui proses tersebut diharapkan tercipta hubungan yang baik, sehingga pembelajaran menjadi lebih bermakna. Siswa juga dapat merasakan manfaat dari proses tersebut untuk membawa perubahan ke arah yang lebih baik. Menurut Suyono dan Hariyanto (2012: 9), belajar adalah suatu aktivitas atau suatu proses memperoleh pengatahuan, meningkatkan keterampilan, meperbaiki perilaku, sikap dan mengokohkan kepribadian. Dalam konteks menjadi tahu atau proses memperoleh pengetahuan, menurut pemahaman sains konvensional, kontak manusia dengan alam diistilahkan dengan pengalaman (experience). Pengalaman yang terjadi berulang kali melahirkan pengetahuan (knowledge), atau a body of knowledge. Definisi ini merupakan definisi umum dalam pembelajaran sains secara konvensional, dan beranggapan bahwa pengetahuan sudah terserak dialam, tinggal bagaimana siswa ataua pembelajar bereksplorasi, menggali dan menemukan kemudian memungutnya, untuk memperoleh pengetahuan. Berdasarkan beberapa pandangan tersebut, penulis dapat menarik kesimpulan bahwa pembelajaran pada dasarnya suatu usaha atau upaya dari guru menyediakan berbagai fasilitas belajar bagi peserta didik untuk memperoleh pengatahuan, meningkatkan keterampilan, meperbaiki perilaku, sikap dan mengokohkan kepribadian. 12 Dari pandangan ini hasil belajar bukan semata-mata bergantung pada apa yang disajikan guru, melainkan dipengaruhi oleh interaksi antara berbagai informasi yang diminati kepada anak dan bagaimana anak mengolah informasi berdasarkan pemahaman yang telah dimiliki sebelumnya. Sedangkan dalam hal belajar mengajar matematika, perlu diketahui karakteristik matematika terlebih dahulu. Dengan mengetahui karakteristik matematika, maka seharusnya dapat pula diketahui bagaimana belajar dan mengajar matematika.Karakteristik matematika yang dimaksud adalah objek matematika bersifat abstrak, materi matematika disusun secara hirarkis, dan cara penalaran matematika adalah deduktif. Abbas (2007: 64) mengungkapkan secara cukup rinci terkait hakikat belajar matematika, sebagai berikut: “Belajar matematika pada hakekatnya merupakan suatu aktivitas mental atau kegiatan psikologis untuk memahami hubungan antara objek-objek dalam suatu struktur matematika serta berbagai hubungan antara strukturstruktur tersebut melalui manipulasi symbol-simbol sehingga diperoleh pengetahuan baru. Peroleh pengetahuan sebagai hasil belajar matematika dapat dilihat dari kemampuan seseorang untuk memfungsikan matematika baik secara konseptual maupun secara praktis. Secara konseptual siswa diharapkan dapat mempelajari matematika lebih lanjut, dan secara praktis dapat menerapkan matematika di berbagai bidang keperluan dalam kehidupan sehari-hari. Karena itu, sampai batas-batas tertentu siswa perlu memahami dan mengusai matematika”. Oleh karena objek matematika bersifat abstrak, maka belajar matematika memerlukan daya nalar yang tinggi. Demikian pula dalam mengajar matematika guru harus mampu mengabstraksikan objek-objek matematika dengan baik sehingga siswa dapat memahami objek matematika yang diajarkan. Materi matematika disusun secara hirarkis artinya suatu topik matematika akan 13 merupakan prasyarat bagi topik berikutnya. Oleh karena itu, untuk mempelajari suatu topik matematika yang baru, pengalaman belajar yang lalu dari seseorang akan mempengaruhi proses belajar mengajar matematika tersebut. Ini berarti proses belajar matematika akan terjadi dengan lancar bila belajar itu sendiri dilakukan secara kontinyu. Karena dalam belajar matematika memerlukan materi prasyarat untuk memahami materi berikutnya, maka dalam mengajar matematika guru harus mengidentifikasikan materi-materi yang menjadi prasyarat suatu topik mata pelajaran matematika. 2.3 Penguasaan Matematika Pengertian penguasaan dalam artian kata sebagaimana yang disebutkan dalam KBBI (Kamus Besar Bahasa Indonesia) berarti “proses, cara, perbuatan menguasai atau menguasakan. Atau dapat juga berarti pemahaman atau kesanggupan untuk mengunakan (pengetahuan, kepandaian, dsb)”. Sedangkan kesanggupan dalam KBBI diartikan sebagai kemampuan dan kecakapan. Penguasaan erat kaitannya dengan pemahaman. Dimana pemahaman itu sendiri berarti bukan hanya sekedar mengetahui saja melainkan bisa mengungkapkan kembali minimal dengan mengunakan kalimat yang disusun sendiri terkait dengan suatu objek yang dipahami. Sehingga sesuatu itu mudah dimengerti makna kandungan yang dipelajari, tetapi tidak mengubah arti dari objek yang ada. Melihat pengertian tersebut, dapat dikatakan bahwa penguasaan matematika merupakan kecakapan atau kemampuan yang lahir dari kepandaian dan pengetahuan dalam memecahkan atau menyelesaikan suatu objek. 14 2.3.1 Penguasaan dalam Taksonomi Dalam taksonomi pendidikan yang dikenal umum, yaitu kognitif, afektif dan psikomotor. Dimana ranah kognitif itu sendiri berhubungan dengan inteligensi, ranah afektif itu berhubungan dengan sikap, serta ranah psikomotor berhubungan dengan tingka laku. Berdasarkan pandangan tersebut penguasaan terhadap suatu objek yang dipelajari masuk dalam ranah kognitif. Arikunto (2009: 117-121) memberi gambaran terkait aspek-aspek dalam ranah kognitif sebagai berikut: 1. Mengenal (recognition) atau mengungkap/mengingat kembali (recall) Dalam aspek ini siswa yang diuji dituntut untuk mengenal suatu hal yang diajarkan guru. Selain itu berbeda dengan dengan mengenal dalam mengingat kembali ini siswa diminta untuk mengingat kembali satu atau lebih fakta-fakta yang telah diajarkan. Contoh: Kedua garis disebut sejajar, jika keduanya tidak saling ….. Mengenal dan mengungkap kembali, pada umumnya dikategorikan menjadi satu jenis yakni ingatan. Kategori ini merupakan kategori yang paling rendah tingkatnya karena tidak terlalu banyak meminta energi. 2. Pemahaman (comprehension) Dengan pemahaman, siswa diminta untuk membuktikan bahwa ia memahami hubungan yang sederhanan diantara fakta-fakta atau konsep. Contoh: Keliling alas kubus adalah 36 cm. Volume kubus tersebut adalah …. Untuk dapat mencari berapa volume kubus tersebut, maka ia harus menghubungkan konsep mencari keliling kubus dan konsep mencari volume kubus. 3. Penerapan atau aplikasi (application) Untuk penerapan atau aplikasi ini siswa dituntut memiliki kemampuan untuk menyeleksi atau memilih suatu abstraksi tertentu (konsep, hukum, dalil, aturan, gagasan, cara) secara tepat untuk diterpakan dalam suatu situasi baru dan menerapkannya secara benar. Contoh: Untuk menyelesaikan hitungan 51 x 40 = n Maka paling tepat kita gunakan …. a. Hukum asosiatif b. Hukum komutatif c. Hukum distributif 15 4. Analisis (analysis) Dalam tugas analisis siswa diminta untuk menganalisis suatu hubungan atau situasi yang kompleks atas konsep-konsep dasar. Contoh: Siswa disuruh menerangkan apa sebab jika terdapat dua sudut bisa disebut sudut yang bersisian. Disamping itu, jika kita korelasikan dengan pengertian matematika yang sudah kita jabarkan sebelumnya, dapat ditarik sebuah benang merah yang bisa mengerucut pada pengertian penguasaan matematika itu sendiri. Dimana penguasaan matematika bisa dikatakan merupakan pemahaman atau kesanggupan seseorang dalam menerapkan sejumlah pengetahuan yang berkaitan dengan ilmu abstrak yang terstruktur atau berkenaan dengan ide-ide, yang hubunganhubungannya diatur secara logika dan bersifat bilangan dan ruang, yang merupakan sekumpulan system yang mempunyai struktur tersendiri dan bersifat deduktif. 2.3.2 Objek-objek Penguasaan Matematika Dalam mempelajari matematika objek yang harus diperhatikan adalah fakta, konsep, prinsip, dan operasi. Dimana keempat objek tersebut merupakan kompenen-kompenen yang sangat penting dalam matematika. Karena untuk bisa menguasai matematika secara tidak langsung harus menguasai objek tersebut. Yang perlu disadari adalah bahwa memiliki objek yang abstrak merupakan salah satu ciri dan karakteristik matematika. Menurut Begle (dalam NakiI, 1999:18), objek matematika terdiri dari fakta, konsep, operasi, dan prinsip. Adapun objek dalam matematika dijelaskan sebagai berikut: 1. Fakta Fakta dalam matematika merupakan suatu ide yang disajikan dalam bentuk symbol. Guru atau Siswa telah memahami dan menguasai fakta dalam matematika apabila ia telah dapat menuliskan dan mengunakan 16 fakta tersebut secara tepat dalam situasi yang berbeda. Misalnya, symbol bilangan “9” secara umum bilangan tersebut dipahami sebagai bilangan “Sembilan”. Jika dalam situasi yang berbeda disajikan angka “9” orangorang dengan sendirinya akan menangkap maksud symbol tersebut adalah “Sembilan”. Demikian pula jika dikatakan “sepuluh kali tiga” yang dihubungkan dengan symbol “10 x 3”, juga merupakan fakta. Untuk bisa mengetahui apakah sudah memahami tentang penguasaan fakta ini, maka syaratnya harus mampu mengidentifikasi fakta-fakta yang terdapat dalam masalah tersebut. Misalnya, menguasai untuk membedakan unsur-unsur pada bangun datar dan bangun ruang seperti membedakan unsur-unsur yang ada pada segitiga dan persegi. 2. Konsep Konsep dalam matematika adalah ide abstrak yang dapat digunakan untuk mengklasifikasikan objek ataupun kejadian khusus kedalam contoh atau bukan contoh. Misalnya, “trapesium” adalah nama suatu konsep abstrak. Dengan konsep itu sekumpulan objek dapat digolongkan sebagai contoh trapezium ataukah bukan contoh trapesium. Contoh lainnya, “Bilangan asli” adalah suatu konsep yang lebih kompleks. Dikatakan lebih kompleks karena bilangan asli terdiri atau banyak konsep sederhana yaitu bilangan “satu”, “dua”, “tiga”, dan seterusnya. Pembentukan konsep merupakan langkah awal terhadap penamaan konsep. Seseorang dikatakan telah menguasai konsep apabila ia sudah dapat menentukan identitas dan definisi dari konsep itu serta dapat memisahkan contoh konsep dan bukan konsep. Peserta didik dianggap telah memahami penguasaan konsep jika peserta didik tersebut dihadapkan pada suatu soal dan mampu menyebutkan pengertian, mampu menggolongkan ataupun mengklasifikasikan sekumpulan objek pada masalah tersebut. Contohnya mengunakan rumus untuk memecahkan masalah tersebut. 3. Operasi Operasi dalam matematika adalah pengerjaan hitung. Unsur-unsur yang dioperasikan berupa abstrak. Pada dasarnya operasis adalah aturan untuk memperoleh elemen tunggal dari satu atau lebih elemen yang diketahui. Misalnya “penjumlahan”, “perkalian”, “gabungan” dan “irisan”. Unsurunsur yang di operasikan juga abstrak. Pada dasarnya operasi dalam matematika adalah suatu fungsi yaitu relasi khusus, karena operasi adalah aturan untuk memperoleh elemen tunggal dari satu atau lebih elemen yang diketahui. Semesta dari elemen-elemen yang diketahui maupun elemen yang diperoleh dapat sama tetapi dapat juga berbeda. Elemen tunggal yang diperoleh disebut hasil operasi, satu atau lebih elemen yang diketahui disebut elemen yang dioperasikan. 4. Prinsip Prinsip merupakan salah satu objek matematika yang kompleks. Prinsip dapat terdiri atas beberapa fakta, beberapa konsep yang dikaitkan oleh suatu relasi ataupun operasi. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa prinsip adalah hubungan antara berbagai objek dasar matematika. Prinsip dapat berupa aksioma, teorema, dalil, sifat dan sebagainya. Pada 17 penguasaan prinsip ini, peserta didik mampu untuk mengungkapkan hubungan antara beberapa objek matematika, sehingga dapat menyebutkan fakta-fakta yang ada, mampu membedakan konsep, mampu mengunakan rumus, serta mampu mengoperasikan. Sehingga prinsip disini terdapat fakta, konsep dan operasi. (NakiI, 1999: 19-22). Menurut Prihandoko (2005: 1), “matematika merupakan ilmu dasar yang sudah menjadi alat untuk mempelajari ilmu-ilmu yang lain. Oleh karena itu penguasaan terhadap matematika mutlak diperlukan dan konsep-konsep matematika harus dipahami dengan betul dan benar sejak dini”. Sebab tidak bisa kita pungkiri bahwa penguasaan konsep dasar matematika ini sangat diperlukan, dimana konsep dasar inilah melahirkan konsep-konsep dasar sesudahnya. Sehingga bisa dikatakan konsep dasar ini merupakan pijakan untuk menentukan konsep-konsep selanjutnya. Jadi kurangnya penguasaan terhadapa matematika dasar atau terjadinya pemahaman yang salah terhadap suatu konsep dasar, dapat berakibat pada kesalahan pemahaman terhadap konsep-konsep selanjutnya. Sedangkan Muchtar A. Karim, dkk (1996: 1) mengatakan: Mahasiswa PGSD sebagai calon guru sekolah dasar perlu dibekali pengetahuan, pemahaman, dan keterampilan yang baik tentang matematika SD dan cara mengerjakannya. Hal ini penting karena dengan hanya memiliki pengetahuan, pemahaman, dan keterampilan tentang matematika SD saja, tanpa memiliki pengetahuan, pemahaman, dan keterampilan tentang cara mengajarkannya, calon guru tersebut belum bisa dijamin akan menjadi guru yang handal. Hal yang sama juga berlaku bagi calon guru yang hanya memiliki pengetahuan, pemahaman, dan keterampilan tentang cara mengajar dengan baik saja. Tanpa dibekali pengetahuan, pemahaman, dan keterampilan yang baik tentang matematika SD, maka dia juga belum dapat disebut calon guru yang baik. Kebanyakan guru dan mahasiswa sebagai calon guru pada umumnya memandang materi matematika yang diberikan pada siswa sekolah dasar (SD) sangatlah sederhana dan mudah, padahal sebenarnya materi matematika SD 18 memuat konsep-konsep yang mendasar dan penting serta tidak boleh dipandang sepele. Amat sangat diperlukan kecermatan dalam menyajikan konsep-konsep tersebut, agar siswa mampu memahaminya secara benar, sebab kesan dan pandangan yang diterima siswa terhadap suatu konsep di sekolah dasar dapat terus terbawa pada masa-masa selanjutnya. Misalnya, ada sebuah ilustrasi yang sering menjadi kasus salah kapra bagi siswa. Jika sejak semula dalam suatu gambar segitiga guru selalu menunjuk bahwa alas suatu segitiga adalah sisi yang berada di bagian bawah dan tinggi selalu ditunjukkan oleh segmen garis vertikal yang tegak lurus terhadap sisi alas dan berujung di titik sudut di atas sisi tersebut, maka untuk selanjutnya siswa akan terus melakukan hal serupa. Apabila dalam suatu ilustrasi segitiga tidak ada sisi yang mendatar, maka siswa akan kebingungan untuk menentukan sisi alasnya, sebab siswa telah menangkap pengertian alas sebagai sisi segitiga yang horizontal dan berada di bawah. Berkenaan dengan konsep alas sebuah segitiga, sebenarnya ketiga sisinya memiliki kesempatan yang sama untuk dipilih sebagai sisi alas, dan tinggi segitiga ditunjukkan oleh jarak antara garis yang melalui sisi alas dengan garis yang sejajar sisi alas dan melalui titik sudut di hadapan sisi alas. Dengan demikian, sisi alas sebuah segitiga tidak harus selalu sisi bagian bawah dan tinggi segitiga juga tidak selalu harus ditentukan oleh segmen garis vertikal, sebab tinggi segitiga tergantung pada penetapan sisi alas. Dari contoh tersebut bisa dipetik sebuah kesimpulan bahwa, penguasaan matematika SD itu sangat penting dan tidak bisa dipandang sepeleh. Sebab, sedikit saja guru tidak menguasai materi matematika SD yang akan diajarkan pada 19 siswa, maka dipastikan dimulai dari situlah akan terjadi miskonsepsi antara pemahaman guru dan siswa. 2.4 Gambaran Umum Matematika Kelas Tinggi SD di PGSD Terdapat banyak sekali materi pada matematika Sekolah Dasar (SD), untuk mahasiswa PGSD sendiri semua materi itu terangkung dalam dua mata kuliah, yakni mata kuliah Pembelajaran Matematika Kelas Awal SD dan Pembelajaran Matematika Kelas Tinggi SD. Mengingat luasnya cakupan materi yang dalam mata pembelajaran matematika SD, maka berdasarkan pada batasan masalah yang telah penulis uraikan pada Bab I, penulis membatasi materi yang jadi fokus penelitian hanya pada mata kuliah Pembelajaran Matematika Kelas Tinggi SD. Dimana berdasarkan silabus yang ada, materi pada mata kuliah ini pada umumnya mencakup pokok materi Bilangan termasuk didalamnya pembelajaran bilangan cacah, pembelajaran bilangan pecahan, pembelajaran Geometri dalam hal ini bangun datar dan ruang, dan pembelajaran Pengukuran dalam hal ini satuan pengukuran. 2.4.1 Bilangan Tidak dapat disangkal bahwa bilangan merupakan bagian tak terpisahkan dari matematika yang telah menyatu dengan kehidupan manusia, bahkan bilangan merupakan kebutuhan dasar manusia dari semua lapisan masyarakat dalam pergaulan kehidupan sehari-hari. keadaan ini menurut Karim, dkk (1996: 59), dapat ditunjukkan dengan fakta-fakta bahwa dengan mengunakan bilangan orang dapat (1) menyebut banyak, sedikit, kurang, sama, atau tambah, (2) memberikan 20 harga atau nilai kepada barang atau jasa dalam transaksi sehari-hari, dan (3) menyatakan ciri, sifat, atau keadaan benda sebagai hasil pengamatana dan pengukuran sehingga, antara lain, diperoleh ukuran panjang, tinggi, kecepatan, jarak, temperature, dan kekuatan. Adanya bilangan ini membantu manusia untuk melakukan banyak perhitungan, mulai dari perhitungan sederhana tentang keperluan belanja di dapur sampai perhitungan yang rumit tentang keperluan peluncuran pesawat ruang angkasa. Mengingat pentingnya bilangan dalam kehidupan manusia, maka pengetahuan tentang bilangan perlu diperkenalkan kepada anak sedini mungkin, tentunya dengan cara dan kaidah yang benar. Untuk dapat memperkenalkan dan mengajarkan bilangan kepada siswa di SD dengan cara dan kaidah yang benar, seorang guru SD perlu mengenal sejarah bilangan dan memahami dengan jelas makna dan konsep bilangan. Karena pengenalan sejarah bilangan dan pemahaman tentang system numerasi diharapkan dapat menambah kemampuan guru SD dalam mengajarkan matematika. Selanjutnya guru juga dituntut untuk bisa menguasai cabang-cabang materi tentang bilangan itu sendiri, seperti: bilangan cacah, bilangan rasional dan irasional, bilangan pecahan. 2.4.2 Geometri Telah disadari bahwa geometri sangat membantu anak untuk memahami dunia sekitarnya. Oleh karena itu sejak berpuluh tahun yang lalu sampai sekarang, geometri dimasukkan dalam kurikulum sekolah dasar. 21 Menurut Prihandoko (2005: 214), bangun-bangun geometri baik dalam kelompok bangun datar maupun bangun ruang merupakan sebuah konsep abstrak. Artinya bangun-bangun tersebut bukan merupakan sebuah benda kongkrit yang dapat dilihat maupun dipegang. Bangun-bangun tersebut merupakan suatu sifat (bentuk) dari benda-benda kongrit. Untuk memperjelas pernyataan tersebut, konsep bangun geometri bisa kita analogikan dengan misalnya konsep indah pada lukisan. Keindahan jelas bukan merupakan sebuah benda kongkrit yang dapat dilihat maupun dipegang. Yang kongkrit itu adalah lukisannya, kita bisa melihat dan memegang lukisan tersebut. Jika lukisan itu memiliki komposisi warna yang bagus, menarik hati, dan sebagainya, maka kita katakan bahwa lukisan tersebut indah. Demikian pula dengan konsep bangun geometri, bangun-bangun tersebut merupakan suatu sifat, sedangkan yang kongkrit, yang bisa dilihat maupun dipegang adalah benda-benda yang memiliki sifat bangun geometri. Misalnya persegi panjang. Konsep persegi panjang merupakan sebuah konsep abstrak yang diidentifikasikan melalui sebuah karaktersitik: memiliki dua pasang sisi yang sejajar dan sama panjang dan keempat sudutnya merupakan sudut siku-siku. Jika kita memperagakan persegi panjang menggunakan pintu, selembar kertas, jendela, papan tulis, bagian atas meja, atau benda-benda kongkrit lain yang sesuai, bukan berarti benda-benda tersebut adalah persegi panjang, tetapi lebih tepatnya, tepi masing-masing benda tersebut berbentuk persegi panjang. Peragaan semacam ini diperlukan agar melalui benda-benda kongkrit yang bisa kita lihat dan pegang, kita memiliki gambaran dari suatu konsep bangun geometri yang abstrak. Sama halnya dengan konsep “indah”, kita memerlukan 22 benda-benda kongkrit seperti lukisan, pemandangan alam, rumah, atau media lain yang sesuai untuk dapat memahami makna keindahan itu sendiri. Matematis dari Belanda, yaitu Dina Van Hiele Geldof dan Pire Marie Van Hiele, (dalam Sa’dijah: 1998:59), merupakan sepasang suami istri yang menyelidiki dan mendeskripsikan sejumlah tahapan dalam perkembangan geometri anak. Mereka menyimpulkan bahwa anak akan melewati lima tahapan dalam perkembangannya dalam mempelajari geometri. Tahap-tahap ini serupa dengan tahap perkembangan kognitif Piaget. Lima tahap tersebut adalah sebagai berikut: a. Tahap 0 (Pemvisualisasian) Tahap ini merupakan tahap pengenalan dan penamaan gambar-gambar. b. Tahap 1 (Analisis) Tahap ini merupakan tahap penggambaran sifat-sifat. c. Tahap 2 (Kesimpulan/Deduksi informal) Tahap ini merupakan tahap pengklasifikasian dan penggeneralisasian melalui sifat-sifat. d. Tahap 3 (Kesimpulan/Deduksi) Tahap ini merupakan tahap pengembangan bukti melalui aksioma definisi. e. Tahap 4 (Rigor/Ketat) Tahap ini merupakan tahap dimana individu bekerja dalam berbagai system geometris. (Sa’dijah: 1998: 60) Bagi calon guru di sekolah dasar, seyogyanya harus mengenal tahap-tahap tersebut yaitu paling tidak mengenal tiga tahap pertama yang dialami oleh anak usia sekolah dasar. Hal ini dimaksudkan agar dapat merancang kegiatan pembelajaran geometri dengan cepat. 2.4.3 Pengukuran Pengukuran itu menurut Kennedy dan Tipps dalam Sa’dijah (1998: 215), adalah suatu proses memberikan bilangan kepada kualitas fisik panjang, kapasitas, 23 volume, luas, sudut, berat (massa), dan suhu. Kita juga bisa menghitung waktu, tetapi ada kekurangan kualitas fisiknya. Uang adalah suatu ukuran nilai atau harga. Setiap unit yang digunakan untuk mengukur memiliki sifat yang sama sebagaimana benda yang akan diukur. Misalnya tongkat meteran memiliki sifat panjang dan digunakan untuk mengukur panjang, tinggi, dan jarak. Satu senti meter persegi memiliki sifat dua dimensi yang digunakan untuk mengukur luas daerah. Setiap benda diukur dengan menerapkan suatu unit ukuran sekali atau lebih pada benda tersebut. Jika tongkat meteran digunakan untuk mengukur panjang salah satu gedung Jurusan Matematika misalnya, maka jumlah banyak kali diterapkan sepanjang sisi gedung tersebut, menentukan ukuran panjang gedung itu sendiri. Sa’dijah (1998: 216), mengungkapkan pengukuran dapat dilakukan secara langsung atau tidak langsung. Proses menentukan ukuran panjang dan kapasitas adalah langsung, yaitu dengan cara menerapkan unit (satuan) secara langsung pada benda yang sedang diukur. Misalnya jika ingin menghitung kuantitas sari buah jeruk yang dibuat dari 100 buah jeruk. Kita dapat mengunakan satuan ukuran cangkir, yaitu dengan mengisi dan mengosongkan cangkir dan menghitung cangkir yang berisi penuh sampai semua sari buah jeruk dituangkan. Sedangkan berat (massa0, suhu, dan waktu tidak dapat diukur secara langsung, mereka memerlukan pengukuran yang secara tidak langsung menerjemahkan sifat yang dapat diukur ke dalam bilangan. Misalnya, suatu 24 thermometer memiliki jumlah skala, seperti derajat Celcius dan derajat Fahrenheit. Pengukuran ini juga bisa dikatakan sebuah taksiran. Seperti contoh, jika seorang anak menghitung banyaknya kelereng yang dimilikinya, jumlah hitungannya adalah tepat. Tetapi jika kita mengukur tinggi tiang bendera dengan mengunakan satuan meter maka hasil pengukuran tersebut adalah “taksiran”. Ini disebabkan karena adanya kenyataan bahwa setiap kali kita mengukur dengan mengunakan satuan (unit) pengukuran, misalnya sent meter, maka ada kesalahan sekitar satu satuan pengukuran lebih kecil, dalam hal ini adalah mili meter. Misalnya jika tinggi bendera menghasilkan 4 meter, mungkin bisa menghasilkan 391 senti meter apabila kita mengunakan satuan senti meter. Dalam hal ini sentimeter menghasilkan pengukuran lebih tepat. Oleh karena itu, hemat penulis, berdasarkan penjelasan diatas dapat kita simpulkan bahwa, semakin kecil satuan yang dipakai untuk pengukuran, maka akan semakin mendekati ukuran sebenarnya dari objek yang diukur tersebut. 2.5 Hipotesis Penelitian Merujuk pada latar belakang masalah, rumusan masalah, dan tujuan penelitian yang telah peneliti ungkapkan, secara umum telah memberi gambaran bahwa penelitian ini akan mengarah pada penelitian deskriptif. Berdasarkan metode penelitian ini maka hipotesis yang dipakai adalah hipotesis dekriptif juga. Menurut Sugiyono (2009: 84), dalam peneletian hipotesis diartikan sebagai jawaban sementara terhadap rumusan masalah penelitian. 25 Berdasarkan rumusan masalah yang akan diteliti maka hipotesis penelitian yang penulis rumuskan adalah; “Penguasaan Matematika SD pada Mahasiswa PGSD FIP Universitas Negeri Gorontalo Semester VII Tahun Akademik 2013/2014 paling tinggi 70 % dari skor rata-rata nilai ideal”.