KOMUNIKASI ANTARBUDAYA PADA PROSES ENKULTURASI MAHASISWA TURKI DI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH-JAKARTA Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S. Kom. I) Oleh: Dewi Mufarrikhah NIM: 1112051000101 JURUSAN KOMUNIKASI DAN PENYIARAN ISLAM FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1437 H/ 2016 M ABSTRAK Dewi Mufarrikhah, NIM: 1112051000101, Komunikasi Antarbudaya Pada Proses Enkulturasi Mahasiswa Turki di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah-Jakarta, Di Bawah Bimbingan Dr. Arief Subhan, MA Dalam proses komunikasi, perbedaan budaya dapat memengaruhi orang yang berkomunikasi. Demikian juga yang terjadi pada mahasiswa Turki di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah-Jakarta yang bertemu mahasiswa Indonesia yang memiliki beragam budaya. Setiap pelaku komunikasi tentunya berharap komunikasi yang mereka lakukan dapat berjalan efektif. Namun, terlepas dari keefektifan tersebut tentunya ada beberapa faktor yang dapat memengaruhi komunikasi antarbudaya pada proses enkulturasi mahasiswa Turki di UIN Jakarta. Berdasarkan konteks di atas, pertanyaan mayor pada penelitian ini adalah: Bagaimana komunikasi antarbudaya pada proses enkulturasi mahasiswa Turki di UIN Jakarta? Bagaimana proses adaptasi yang dilalui mahasiswa Turki di UIN Jakarta? Untuk menganalisis dan memahami komunikasi antarbudaya pada proses enkulturasi mahasiswa Turki di UIN Jakarta, penelitian ini menggunakan teori Joseph A. Devito yang menyatakan bahwa komunikasi antarbudaya mengacu pada komunikasi antara orang-orang dari kultur yang berbeda serta orang-orang yang memiliki pekerjaan, nilai bahkan cara berperilaku kultural yang berbeda. Dan teori dari Adamson Hoebel yang menyatakan bahwa enkulturasi merupakan kondisi saat seseorang secara sadar maupun tidak sadar mencapai kompetensi suatu budaya dan menginternalisasikan budaya tersebut ke dalam kehidupan sehari-hari. Metode dalam penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, yaitu prosedur yang menghasilkan data deskriptif yang didapat melalui data lisan atau wawancara dari para informan penelitian serta data dokumentasi sesuai dengan fokus penelitian terkait komunikasi antarbudaya pada proses enkulturasi mahasiswa Turki di UIN Jakarta. Kemudian akan dituangkan dalam bentuk katakata sebagai bentuk dari hasil penelitian ini. Komunikasi antarbudaya mahasiswa Turki di UIN Jakarta berjalan dengan baik karena mereka dapat memahami dan menghargai perbedaan-perbedaan dengan mahasiswa Indonesia. Komunikasi yang mereka lakukan adalah komunikasi interpersonal dan komunikasi kelompok. Proses adaptasi mahasiswa Turki di UIN Jakarta dilalui penuh dengan rintangan dan banyak mengalami kesulitan. Proses enkulturasi yang dialami mahasiswa Turki belum berjalan dengan semestinya, karena sampai saat ini mereka masih merasa bingung dan mengalami kesulitan dalam proses komunikasi. Kata kunci: Komunikasi, Antarbudaya, Enkulturasi, Mahasiswa, Turki. i KATA PENGANTAR Alhamdulillahi Rabbil „aalamiin, segala puji dan syukur penulis haturkan kepada Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karuniaNya, serta shalawat dan salam senantiasa dilimpahkan kepada junjungan Nabi Muhammad SAW, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Komunikasi Antarbudaya pada Proses Enkulturasi Mahasiswa Turki di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah-Jakarta”. Sepenuhnya penulis menyadari bahwa dalam menyelesaikan skripsi ini banyak mengalami kesulitan, sehingga rasa putus asa kerap kali datang dan selalu dirasakan. Namun, berkat bantuan, motivasi, bimbingan dan pengarahan yang sangat berharga dari berbagai pihak, menjadikan penulis semakin bersemangat untuk menyelesaikan skripsi ini dan pada akhirnya skripsi ini dapat terselesaikan. Oleh karena itu dengan segala ketulusan, perkenankan penulis untuk menyampaikan rasa terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu penulis, dengan bimbingan, arahan, serta semua kebaikan yang telah diberikan kepada penulis, terutama kepada: 1. Dr. Arief Subhan, MA selaku Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, sekaligus Dosen Pembimbing yang telah bersedia meluangkan waktu dikalapadatnya aktifitas dan meluangkan pikiran untuk memberikan pengarahan dan inspirasinya kepada penulis dikala berkonsultasi, serta teramat sabar dalam membimbing dan mengarahkan penulis. Terima kasih juga kepada Suparto, M. Ed, Ph. D selaku Wakil Dekan I Bidang Akademik, Dr. Hj. Roudhonah, M.Ag selaku wakil Dekan II Bidang Administrasi Umum, serta Dr. Suhaimi, M.Si selaku Wkil Dekan III Bidang Kemahasiswaan. 2. Drs. Masran, MA selaku Ketuan Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam dan Fita Fathurokhmah, M.Si selaku Sekretaris Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam. ii 3. Prof. Andi Faisal Bakti, MA, Ph. D selaku Dosen Pembimbing Akademik. 4. Seluruh Dosen Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah-Jakarta yang telah memberikan ilmu dan pengetahuannya kepada penulis selama penulis mengikuti perkuliahan. 5. Seluruh Staff dan Karyawan Perpustakaan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Jakarta yang telah membantu penulis dalam hal peminjaman buku-buku yang digunakan sebagai referensi dan memberikan pelayanan dengan baik kepada penulis sehingga penyusunan skripsi ini dapat terselesaikan. 6. Seluruh Staff dan Karyawan Tata Usaha Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi yang telah membantu penulis dalam pembuatan suratmenyurat. 7. Dr. Ali Unsal selaku Direktur Fethullah Gulen Chair, Indah Kusuma selaku staff di Kantor PLKI, Zakir Ekin, Kadar Turker, Meryam Sari dan Elci Nurullah selaku teman-teman mahasiswa Turki dan juga Kaisan Putera serta Iqlima selaku teman-teman mahasiswa Indonesia yang telah membantu penulis untuk dijadikan narasumber dan telah meluangkan waktu serta banyak memberikan informasi yang bermanfaat selama penyusunan skripsi ini. 8. Orang tua tercinta, Bapak yang sudah berada di surga dan Mama yang selalu memberikan dukungan yang tulus demi keberhasilan anaknya dalam menyelesaikan skripsi ini. Dan juga Kakak Adi dan Temi yang selalu menghibur penulis dengan cara mereka. 9. Andriko Robianto Wibowo, yang telah menjadi pahlawan super dalam proses pengerjaan skripsi ini. Terima kasih atas segala usaha dan bantuannya. iii iv DAFTAR ISI ABSTRAK....................................................................................................i KATA PENGANTAR................................................................................ii DAFTAR ISI...............................................................................................v DAFTAR TABEL...................................................................................viii DAFTAR GAMBAR.................................................................................ix BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah............................................1 B. Pembatasan dan Perumusan Masalah........................4 1. Pembatasan Masalah............................................4 2. Perumusan Masalah.............................................4 C. Tujuan dan Manfaat Penelitian..................................5 1. Tujuan Penelitian.................................................5 2. Manfaat Penelitian...............................................5 D. Metodologi Penelitian................................................6 1. Metode Penelitian................................................6 2. Paradigma Penelitian...........................................6 3. Subjek dan Objek Penelitian...............................7 4. Lokasi dan Waktu Penelitian...............................8 5. Teknik Pengumpulan Data dan Analisis Data....................................................................10 E. Tinjauan Pustaka......................................................12 F. Sistematika Penulisan..............................................14 BAB II TINJAUAN TEORETIS A. Landasan Komunikasi..............................................16 v 1. Pengertian Komunikasi......................................16 2. Prinsip-prinsip Komunikasi...............................17 3. Unsur-unsur Komunikasi...................................18 4. Karakteristik Komunikasi..................................21 5. Jenis Pesan dalam Komunikasi..........................21 B. Landasan Kebudayaan.............................................22 1. Pengetian Budaya..............................................22 2. Pengertian Komunikasi Antarbudaya................23 3. Model Komunikasi Antarbudaya.......................24 4. Unsur-unsur Material dan Non-Material Kebudayaan.......................................................25 5. Pentingnya Komunkasi Antarbudaya................28 6. Fungsi Komunikasi Antarbudaya......................29 7. Prinsip komunikasi Antarbudaya.......................30 8. Hambatan Komunikasi Antarbudaya.................30 C. Adaptasi dengan Budaya Baru.................................32 BAB III GAMBARAN CHAIR UMUM DAN UNIVERSITAS FETHULLAH MAHASISWA ISLAM GULEN TURKI NEGERI DI SYARIF HIDAYATULLAH-JAKARTA A. Fethullah Gulen Chair..............................................36 1. Biografi Fethullah Gulen Hoja Effendi..............36 2. Fethulah Gulen Chair.........................................38 3. Visi & Misi........................................................42 B. Daftar Mahasiswa Turki di UIN Jakarta..................43 BAB IV ANALISIS KOMUNIKASI ANTARBUDAYA PADA PROSES ENKULTURASI MAHASISWA TURKI DI UNIVERSITAS ISLAM HIDAYATULLAH-JAKARTA vi NEGERI SYARIF 1. Komunikasi Antarbudaya Mahasiswa Turki di UIN Jakarta......................................................................44 2. Adaptasi dengan Budaya Baru.................................60 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan...................................................................67 B. Saran.............................................................................68 DAFTAR PUSTAKA.............................................................................69 LAMPIRAN-LAMPIRAN vii DAFTAR TABEL Tabel 1. Daftar Mahasiswa Turki di UIN Jakarta..................................................43 viii DAFTAR GAMBAR Gambar 1. Prinsip dasar komunikasi..................................................................18 Gambar 2. Unsur-unsur komunikasi...................................................................19 Gambar 3. Model komunikasi antarbudaya........................................................24 Gambar 4. Muhammad Fethullah Gulen Hoja Effendi.......................................36 Gambar 5. Rombongan dari Indonesia bersama Direktur Fethullah Gulen Chair mengunjungi lembaga hizmet di laos...............................................40 Gambar 6. Pembukaan acara Turkish Cultural Day 2012..................................40 Gambar 7. Kursus bahasa Turki yang dilakukan mahasiswa Indonesia.............41 Gambar 8. Seorang guru yang mengajarkan bahasa Turki.................................41 Gambar 9. Model komunikasi antarbudaya........................................................58 ix BAB 1 PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Penelitian ini mencoba memberikan gambaran mengenai komunikasi antarbudaya yang dilakukan mahasiswa Turki selama berkuliah di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah-Jakarta. Dalam proses komunikasi, perbedaan budaya dapat memengaruhi orang yang berkomunikasi. Dengan kata lain, perbedaan yang ada dapat mengakibatkan berbagai macam kesulitan atas solusi pada proses komunikasi.1 Dapat disadari perbedaan-perbedaan yang terjadi pada orang lain dan sistem kultur yang dibawa orang tersebut. Semua tindakan komunikasi berasal dari konsep kebudayaan. Berlo berasumsi bahwa kebudayaan mengajarkan kepada anggotanya untuk melaksanakan tindakan itu.2 Berarti kontribusi latar belakang kebudayaan sangat penting terhadap perilaku komunikasi seseorang termasuk memahami makna-makna yang dipersepsi terhadap tindakan komunikasi yang bersumber dari kebudayaan yang berbeda. Dalam konteks hubungan sosial budaya, manusia akan terus melakukan interaksi dengan manusia lain, dengan segala maksud dan tujuan masing-masing. Pengajaran terhadap komunikasi antarbudaya menjadi penting adanya. Dalam roda kehidupan yang dilalui, pertemuan dengan orang-orang yang 1 Joseph. A. Devito, Komunikasi Antarmanusia (Jakarta: Profesional Books, 1997), h. 478. 2 Alo liliweri, Gatra-Gatra Komunikasi Antarbudaya (Yogyakarta: PUSTAKA PELAJAR, 2011), h. 2. 1 2 berbeda budaya sukar untuk dihindari. Sehingga, komunikasi yang diharapkan dapat memberi pemahaman dan saling menghormati bagi orang yang juga berbeda budaya.3 Maka, pada akhirnya besarnya pemahaman dan penghormatan terhadap budaya menjadikan peluang untuk memahami komunikasi yang efektif.4 Di UIN Jakarta, terdapat mahasiswa yang berasal dari berbagai macam budaya, bahkan yang melintasi batas negara. Bukan hanya yang berkebangsaan Indonesia saja, melainkan ada pula mahasiswa asing yang berasal dari berbagai negara. Menurut data Pusat Layanan Kerja Internasional/PLKI, terdapat 117 orang mahasiswa asing yang terdaftar sebagai mahasiswa aktif di UIN Jakarta, yang berasal dari beberapa negara, yaitu Afrika Selatan, Rusia, Malaysia, Thailand, Somalia, Palestina, Turki, Turkmenistan, Tajikistan, Korea Selatan, Jepang, Iran, Kenya, Timor Leste, Yaman, dan Mesir.5 Perbedaan kebudayaan ini kerapkali membuat kelompok-kelompok kecil berdasarkan budaya dari asal mereka tinggal. Salah satunya para mahasiswa Turki di UIN Jakarta. Masuknya budaya Turki ke wilayah Indonesia, secara tidak langsung akan terjadi proses enkulturasi. Menurut Adamson Hoebel, enkulturasi adalah kondisi saat seseorang secara sadar ataupun 3 tidak sadar, mencapai kompetensi suatu budaya Deddy Mulyana, Komunikasi Antarbudaya (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2009), h.20. 4 dan Alo Liliweri, Makna Komunikasi dalam Komunikasi Antarbudaya (Yogyakarta: PT. Lkis Pelangi Askara, 2007), h. 14. 5 http://www.uinjkt.ac.id/?p=7986, diakses 04 Februari pada pukul 20.03. 3 menginternalisasikan budaya tersebut ke dalam kehidupan sehari-hari.6 Hal ini tentunya diawali dari gaya hidup dan kebiasaan-kebiasaan para mahasiswa Turki di UIN Jakarta yang berbeda dengan mahasiswa lainnya, terutama mahasiswa Indonesia. Mengutip Mochtar Lubis7, etos kerja orang Indonesia adalah sebagai berikut: 1. Munafik atau hipokrit. Suka berpura-pura, lain di mulut lain di hati. 2. Enggan bertanggung jawab. Suka mencari kambing hitam. 3. Berjiwa feodal. Suka dihormati daripada menghormati. 4. Percaya takhayul. Gemar hal keramat, mistis dan gaib. 5. Berwatak lemah. Kurang kuat mempertahankan keyakinan, plinplan dan gampang terintimidasi. Keberadaan mereka yang cenderung minoritas, membuat mereka banyak belajar agar terhindar dari kesalahpahaman dalam berkomunikasi. Kesalahpahaman seringkali terjadi ketika seseorang berinteraksi dengan orang dari kelompok budaya yang berbeda. Masalah utamanya adalah setiap individu memiliki kecenderungan untuk menjadikan budayanya sebagai sesuatu yang dianggap sangat penting. Oleh karenanya setiap orang atau kelompok akan menggunakan budayanya sebagai standardisasi untuk mengukur budaya-budaya lain. 6 7 Larry A. Samovar, Komunikasi Lintas Budaya, (Jakarta: Salemba Humanika). Mochtar Lubis, Manusia Indonesia, (Jakarta: Idayu Press, 1977). 4 Dari penjelasan di atas, peneliti mengidentifikasikan bahwa terdapat komunikasi antarbudaya yang terjadi pada proses enkulturasi antara mahasiswa Turki di UIN Jakarta. Melihat hal tersebut, maka peneliti ingin meneliti skripsi yang berjudul “KOMUNIKASI ANTARBUDAYA PADA PROSES ENKULTURASI MAHASISWA TURKI DI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA”. B. Pembatasan dan Perumusan Masalah 1. Pembatasan Masalah Agar penulisan skripsi ini tidak meluas hingga keluar dari pembahasan dan lebih fokus, maka penulis memokuskan hanya pada komunikasi antarbudaya pada proses enkulturasi antara mahasiswa Turki di UIN Jakarta. 2. Perumusan Masalah Adapun rumusan masalah yang akan menjadi objek penelitian ini dibagi dalam pertanyaan utama (major) dan pertanyaan tambahan (minor). a. Bagaimana komunikasi antarbudaya pada proses enkulturasi mahasiswa Turki di UIN Jakarta? b. Bagaimana proses adaptasi yang dilalui mahasiswa Turki di UIN Jakarta? C. Tujuan dan Manfaat Penelitian 1. Tujuan Penelitian 5 Berdasarkan pokok permasalahan di atas, maka tujuan yang hendak dicapai dalam penelitian ini adalah: a. Mengetahui dan mendeskripsikan upaya-upaya yang dilakukan mahasiswa Turki di UIN Jakarta dalam melakukan proses enkulturasi dengan mahasiswa Indonesia. b. Mengetahui dan mendeskripsikan proses adaptasi yang dilalui mahasiswa Turki dalam melakukan komunikasi dengan mahasiswa Indonesia di UIN Jakarta. 2. Manfaat Penelitian a. Manfaat Akademis 1) Diharapkan dengan adanya penulisan skripsi ini dapat menambah referensi bagi Studi Komunikasi. 2) Penelitian ini dapat memberikan informasi kepada semua kalangan dan menambah wawasan mengenai komunikasi antarbudaya di Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah-Jakarta, khususnya Jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam. b. Manfaat Praktis Diharapkan dengan diselesaikannya penelitian ini dapat ditemukan komunikasi antarbudaya yang tepat bagi para mahasiswa Turki di UIN Jakarta melalui proses enkulturasi yang dilakukan, dalam upaya membangun komunikasi yang baik dengan mahasiswa lainnya. 6 D. Metodologi Penelitian 1. Metode Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan menggunakan metode deskriptif analisis, dimana pendekatan ini bertujuan untuk mendeskripsikan atau menggambarkan secara sistematis, faktual dan akurat, mengenai faktor-faktor, sifat, serta hubungan antara fenomena yang diteliti.8 Penulis berharap dengan menggunakan pendekatan kualitatif deskriptif dapat mengumpulkan data sebanyak-banyaknya dan selengkap-lengkapnya. Kemudian penulis dapat mengolah data agar memperoleh gambaran atau informasi yang luas dan mendalam mengenai pola komunikasi antarbudaya melalui proses enkulturasi. 2. Paradigma Penelitian Paradigma yang digunakan dalam penelitian ini adalah konstruktivis yang memandang realitas sosial bukanlah realitas yang natural, tetapi dari hasil konstruksi. Paradigma konstruktivis memandang suatu realitas atau temuan suatu penelitian merupakan produk interaksi antara peneliti dengan yang diteliti. Paradigma ini lebih menekankan kepada empati dan interaksi dialektis antara peneliti-responden untuk mengkonstruk realitas yang diteliti melalui metode-metode kualitatif. 3. Subjek dan Objek Penelitian 8 Lexy. J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung, Rosdakarya, 2007), cet. Ke-23, h. 9-10. 7 Berdasarkan karakteristik penelitian kualitatif, “teknik pemilihan informan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sampel bertujuan (purposive sampling)”.9 Penulis memilih subjek yang dianggap memiliki dan dapat memberikan data serta informasi yang dibutuhkan dalam penelitian ini. Subjek utama dalam penelitian ini adalah mahasiswa Turki di UIN Jakarta yang aktif dan bersosialisasi dengan mahasiswa lain diantaranya adalah Zakir Ekin, Kadar Turker, Elci Nurullah dan Meryam Sari. Pemilihan subjek ini dilakukan karena mereka memiliki perhatian, keinginan serta perannya dalam melakukan komunikasi antarbudaya dengan mahasiswa Indonesia. Menurut data PLKI terdapat delapan mahasiswa Turki yang terdaftar sebagai mahasiswa aktif, dan hasil temuan peneliti terdapat sembilan mahasiswa aktif dari Turki di UIN Jakarta. Mahasiswa asal Turki ini akan dijadikan sebagai subjek utama dalam penelitian. Sedangkan subjek pendukung dalam penelitian ini adalah mahasiswa Indonesia di UIN Jakarta, yaitu Kaisan Putera dan Iqlima, serta Staff PLKI yaitu Indah Kusuma. Objek dalam penelitian ini adalah komunikasi antarbudaya terhadap proses enkulturasi mahasiswa Turki di UIN Jakarta. 4. Lokasi dan Waktu Penelitian Adapun tempat dan waktu penelitian yang peneliti lakukan, yaitu: 9 Lexy. J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, h.4. 8 a. Pada tanggal 04 April 2016, peneliti pertama kali bertemu dengan Zakir Ekin dan sedikit bertanya mengenai komunikasi antarbudaya yang dilakukan Zakir selama berkuliah di UIN Jakarta, serta mengamati aktivitas Zakir selama berkomunikasi dengan temanteman satu kelompok KKN (Kuliah Kerja Nyata). b. Pada tanggal 19 April 2016, peneliti melakukan wawancara dengan Dr. Ali Unsal di kantor Fethullah Gulen Chair untuk mendapatkan gambaran umum mengenai gambaran umum mengenai kantor Fethullah Gulen Chair di UIN Jakarta. Di hari yang sama, peneliti juga datang ke kantor PLKI untuk meminta data lengkap mahasiswa Turki di UIN Jakarta. c. Pada tanggal 16 Mei 2016, peneliti datang ke kantor PLKI untuk mendapatkan data lebih lengkap mengenai mahasiswa Turki di UIN Jakarta. Peneliti mendapat data wawancara yang dibantu oleh Indah Kusuma selaku staff PLKI di UIN Jakarta d. Pada tanggal 16-19 Mei 2016, peneliti melakukan wawancara dengan Zakir Kein selaku mahasiswa Turki di UIN Jakarta melalui via email. e. Pada tanggal 20 Mei 2016, peneliti melakukan wawancara dengan Kadar Turker selaku mahasiswi Turki di UIN Jakarta yang sedang menjalankan tugas akhirnya sebagai guru di sekolah Kharisma Bangsa, Pondok Cabe. Di hari yang sama peneliti juga melakukan wawancara dengan Kaisan Putera selaku mahasiswa Indonesia yang berteman dengan Zakir Ekin dan melakukan wawancara di 9 Fakultas Ushuluddin, untuk mendapatkan data lebih lengkap mengenai komunikasi antarbudaya yang dilakukan Zakir Ekin selama berkuliah di UIN Jakarta. f. Pada tanggal 21-23 Mei 2016, peneliti melakukan wawancara dengan Elci Nurullah selaku mahasiswa Turki di UIN Jakarta melalui via email. g. Pada tanggal 24 Mei, peneliti melakukan wawancara dengan mahasiswa Turki bernama Meryam Sari di perpustakaan Fetullah Gulen Chair. h. Pada tanggal 28 Mei 2016, peneliti bertemu dengan Iqlima yang pada saat itu sedang melakukan acara penutupan untuk tugas akhirnya di MAN 4 Jakarta. Iqlima membantu peneliti untuk memberikan gambaran mengenai komunikasi antarbudaya Kadar Turker selama berkuliah di UIN Jakarta Pemilihan lokasi ini didasarkan pada 4D dalam penelitian, yaitu data, date, daya dan dana.10 Pertama, data yang diperoleh penulis lebih mudah diperoleh karena penulis berasal dari UIN Jakarta. Kedua, date atau waktu penelitian yang tersedia sesuai dengan waktu yang dibutuhkan. Ketiga, daya yang ditempuh penulis dalam penelitian ini terjangkau karena lokasi yang tidak terlalu jauh sehingga memberi kemudahan bagi penulis dalam melakukan penelitian. Keempat, dana yang dibutuhkan juga mencukupi mengingat lokasi yang ditempuh tidak terlalu jauh. 10 Jumroni dan Suhaimi, Metode-metode Penelitian Komunikasi, (Jakarta: UIN press, 2006), cet. Ke-1, h. 123. 10 5. Teknik Pengumpulan Data dan Analisis Data a. Teknik Pengumpulan Data 1) Observasi Secara luas, observasi atau pengamatan berarti kegiatan untuk melakukan pengukuran mengenai suatu fenomena.11 Observasi yang dilakukan oleh peneliti adalah observasi partisipan, yaitu peneliti melakukan pengamatan langsung terhadap objek penelitian. Dalam penelitian ini, peneliti mengamati langsung di lapangan untuk melihat bentuk komunikasi antarbudaya yang dilakukan mahasiswa Turki. Pada tanggal 04 April 2016, peneliti melakukan pengamatan kepada Zakir Kein, mahasiswa Turki dari Fakultas Saintek yang sedang bertemu dengan teman-teman kelompok KKN. Pada tanggal 20 Mei 2016, peneliti mengamati Kadar Turker yang berbicara dengan teman dari Fakultas Tarbiyah yang menemuinya di sekolah Karisma Bangsa. 2) Wawancara Wawancara adalah “percakapan dengan maksud tertentu. Berbentuk tanya jawab lisan antara dua orang atau lebih secara langsung. Pewawancara disebut interviewer, yaitu yang mengajukan pertanyaan. Sedangkan orang yang diwawancarai 11 Irawan Soehartono, Metode Penelitian Sosial, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2011), h. 69. 11 disebut interviewee, yang memberikan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan itu.”12 Pada penelitian ini, yang menjadi narasumber adalah Dr. Ali Unsal selaku Direktur kantor Fethullah Gulen Chair, mahasiswa Turki di UIN Jakarta yang diantaranya ialah Zakir Kein (Fakultas Saintek), Kadar Turker (Fakultas Tarbiyah), Elci Nurullah (Fakultas Tarbiyah), Meryam Sari (Fakultas Tarbiyah), mahasiswa Indonesia di UIN Jakarta yang diantaranya ialah teman Zakir Kein yaitu Kaisan Putra (Fakultas Dakwah), teman Kadar Turker yaitu Iqlima (Fakultas Tarbiyah), dan juga Staff di kantor PLKI bernama Indah Kusuma. 3) Dokumentasi Pengumpulan dokumentasi yaitu pengumpulan catatan yang diungkapkan dalam bentuk tulisan, lisan dan bentuk karya yang berhasil didokumentasikan oleh pihak tertentu.13 Selanjutnya dokumen yang telah terkumpul akan diolah dengan pola analisis. Dokumen yang dimaksud dalam sebuah penelitian adalah berupa dokumen tertulis, dokumen gambar (foto), dan artikel terkait komunikasi antarbudaya, enkulturasi dan mahasiswa Turki, dan juga hasil dokumnetasi (foto) 12 Lexy. J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung, Rosdakarya, 2007), cet. Ke-23, h. 186. 13 Djam‟an Satori dan Aan Komariah, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: Alfabeta, 2010), h. 148. 12 pribadi dari hasil penelitian serta data mentah (video atau rekaman wawancara) terkait penelitian yang dilakukan. b. Teknik Analisis Data Dalam menganalisis data, peneliti mengolah data yang diperoleh agar sistematis. Data tersebut disusun dan dikategorikan berdasarkan hasil wawancara, observasi, dokumen maupun laporan yang kemudian dideskripsikan ke dalam bentuk bahasa yang mudah dipahami. 1) Tahap pertama adalah reduksi data, peneliti mencoba memilah data yang relevan dengan komunikasi antarbudaya pada proses enkulturasi mahasiswa Turki di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah-Jakarta. 2) Tahap kedua adalah penyajian data setelah data mengenai komunikasi antarbudaya pada proses enkulturasi mahasiswa Turki di UIN Jakarta diperoleh, maka data tersebut disusun dalam bentuk narasi, visual gambar, tabel dan sebagainya. 3) Tahap ketiga adalah penyimpulan atas yang disajikan. E. Tinjauan Pustaka Dalam penyusunan skripsi ini, ada beberapa buku primer yang digunakan, antara lain yaitu; William Gudykunst (Communicating with Strangers)14, Julia T. Woods (Communication in Our Lives)15, Hafied 14 William Gudykunst, Communicating with Strangers, (Library of Congress Cataloging in Publication Data, 1984), 15 Julia T. Wood, Communication in Our Lives, (Wadsworth Cengage Learning: Boston, 2009). 13 Cangara (Pengantar Ilmu Komunikasi)16, Deddy Mulyana (Komunikasi Antarbudaya)17 dan Lexy J. Moleong (Metode Penelitian Kualitatif)18. Dari pengamatan peneliti di lingkungan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah-Jakarta, peneliti tidak menemukan penelitian skripsi yang memiliki persamaan subjek dan objek dengan skripsi peneliti. Tetapi, peneliti menemukan judul-judul skripsi terdahulu yang membahas mengenai komunikasi antarbudaya, di antaranya adalah: 1. Komunikasi Antarbudaya di Pondok Pesantren Darunnajah Ulujami oleh Upik Anila. Komunikasi Penyiaran Islam 2015. Yang menjadi objek dalam penelitian ini adalah komunikasi antarbudaya yang dilakukan para santri di pesantren Darunnajah yang berasal dari berbagai daerah yang ada di Indonesia. 2. Akulturasi Budaya Antara Tradisi Sunda Wiwitan dengan Islam Dalam Bentuk Ritual Sesajen di Desa Narimbang, Kecamatan Conggeang, Kabupaten Sumedang oleh Pipit Pitriani. Komunikasi dan Penyiaran Islam 2010. Penelitian ini membahas perubahan makna atau unsur inti yang ada pada ritual sesajen yang telah terakulturasi dengan Islam. 3. Komunikasi Antarbudaya: Studi pada Pola Komunikasi masyarakat suku Betawi dengan Madura di Kelurahan Condet Batu Ampar oleh Ahmad Syukri. Komunikasi Penyiaran Islam 2013. Penelitian ini 16 Hafied Cangara, Pengantar Ilmu Komunikasi, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007). Deddy Mulyana, Komunikasi Antarbudaya (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2009). 18 Lexy. J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung, Rosdakarya, 2007), cet. 17 Ke-23. 14 membahas objek penelitian, yakni kajian komunikasi antarbudaya tentang pola komunikasi yang terjadi antara suku budaya Betawi dan Madura. F. Sistematika Penulisan Penulisan skripsi ini, penulis membagi menjadi lima bab yang pada tiap-tiap babnya terdiri dari sub bab sebagai berikut: BAB I PENDAHULUAN Terdiri atas latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian, metodologi penelitian, tinjauan pustaka dan sistematika penulisan. BAB II TINJAUAN TEORETIS Berisi tentang: pertama, ruang lingkup komunikasi yang terdiri dari landasan komunikasi, landasan kebudayaan dan adaptasi dengan budaya baru. BAB III GAMBARAN UMUM FETHULLAH GULEN CHAIR DAN MAHASISWA TURKI DI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH-JAKARTA Bab ini memuat tentang sejarah dan kegiatan kantor Fethullah Gulen Chair serta profil mahasiswa Turki di UIN Jakarta yang terdiri dari latar belakang dan aktivitas mahasiswa Turki di UIN Jakarta. 15 BAB IV ANALISIS KOMUNIKASI ANTARBUDAYA PADA PROSES ENKULTURASI MAHASISWA TURKI DI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA Berisi tentang komunikasi antarbudaya yang dilakukan mahasiswa Turki di UIN Jakarta, proses adaptasi yang dilalui mahasiswa Turki dalam berkomunikasi antarbudaya pada proses enkulturasi dengan mahasiswa Indonesia di UIN Jakarta. BAB V PENUTUP Berisi kesimpulan dan saran-saran berkaitan dengan komunikasi antarbudaya pada proses enkulturasi mahasiswa Turki di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah-Jakarta. BAB II TINJAUAN TEORETIS A. Landasan Komunikasi 1. Pengertian Komunikasi Secara etimologis menurut Onong Ucjhana Effendi19, istilah komunikasi berasal dari bahasa Inggris yaitu communication yang bersumber dari bahasa latin. Communication memiliki arti sebagai suatu pemberitahuan atau pertukaran pikiran yang dilalui oleh para pelaku komunikasi. Adapun pengertian komunikasi menurut pendapat beberapa ahli, mengutip dari Willbur Schramm20, komunikasi merupakan bentuk kontak antara pengirim dan penerima pesan. Pesan dari pengirim dan penerima memiliki beberapa pengalaman bersama yang memberi arti pada pesan dan simbol yang dikirim oleh pengirim dan diterima serta ditafsirkan oleh penerima. Komunikasi yang terjadi antara pengirim dan penerima pesan yang memiliki pengalaman berbeda, dapat saling bertukar pikiran dan memberi arti dari penafsiran masing-masing sehingga terjadi komunikasi yang efektif. Mengutip dari Hovland, Janis dan Kelly21, komunikasi adalah proses yang dilalui oleh individu dalam mengirim stimulus yang biasanya dalam bentuk verbal untuk mengubah tingkah laku orang 1, h. 4. 19 Onong Uchjana Effendi, Spektrum Komunikasi, (Bandung: Bandar Maju, 1992), cet ke- 20 Suranto AW, Komunikasi Sosial Budaya, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2010), h. 3 Arni Muhammad, Komunikasi Organisasi, (Jakarta: Bumi Aksara, 2007), Cet. Ke-8, h. 21 2. 16 17 lain. Dalam proses komunikasi, para pelaku komunikasi dapat mengubah stimulus atau pemikiran seseorang dengan cara melakukan komunikasi verbal yang merupakan daya rangsang seseorang untuk melakukan komunikasi dan membawa pengaruh atau efek yang signifikan serta membangkitkan efek yang dapat mengendalikan diri seseorang. Dan yang terakhir, mengutip dari Everett M. Rogers22, komunikasi adalah proses interaksi melalui suatu ide yang dialihkan dari sumber kepada penerima atau lebih dengan maksud untuk mengubah tingkah laku mereka. Komunikasi dapat diterima dan dicerna dengan baik serta dapat mengubah dan memengaruhi seseorang sehingga bertingkah laku sesuai dengan lingkungannya. 2. Prinsip-prinsip Komunikasi Kesamaan dalam berkomunikasi dapat diibaratkan dengan dua buah lingkaran yang bertindihan satu sama lain. Daerah yang tertindih itu disebut kerangka pengalaman (Field of Experience) yang menunjukkan adanya persamaan anatara A dan B dalam hal tertentu, misalnya bahasa atau simbol.23 h. 20. 22 Hafied Cangara, Pengantar Ilmu Komunikasi, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007), 23 Hafied Cangara, Pengantar Ilmu Komunikasi, h. 20. 18 A B Gambar 1: prinsip dasar komunikasi Dari gambar di atas, terdapat tiga prinsip dasar komunikasi. Pertama, dikatakan bahwa komunikasi hanya dapat terjadi jika diantara orang-orang yang terlibat dalam proses komunikasi saling bertukar pengalaman (sharing similiar of experiences). Kedua, apabila dari gambar di atas terjadi tumpang tindih (the field experiences), lalu menyebar dan menutupi lingakaran yang sama, maka akan semakin besar kemungkinan akan terjadi proses komunikasi yang efektif. Ketiga, apabila lingkaran yang tumpang tindih semakin mengecil dan menjauhi kedua lingkaran, maka kemungkinan besar komunikasi yang terjadi menjadi lebih canggung dan menyebabkan gagalnya komunikasi yang efektif. 3. Unsur-unsur Komunikasi Menurut Joseph Dominick, setiap peristiwa komunikasi akan melibatkan delapan elemen komunikasi yang meliputi sumber, 19 enkoding, pesan, saluran, dekoding, penerima, umpan balik, dan gangguan.24 Ada pendapat lain yang menyatakan bahwa unsur komunikasi terbagi atas hal-hal di bawah ini, yaitu: Sumber Pesan Media Penerima Efek Umpan balik Lingkungan Gambar 2: Unsur-unsur komunikasi Dari gambar di atas dapat terlihat unsur-unsur komunikasi yang diawali dengan sumber (source), dalam setiap proses komunikasi, tentunya akan melibatkan sumber sebagai pihak yang mengirim informasi. Dalam proses komunikasi yang dilakukan dalam kehidupan sehari-hari, sumber bisa saja terdiri dari satu orang, tetapi bisa juga dalam bentuk kelompok yang jumlahnya lebih banyak, misalnya organisasi atau lembaga. Kedua, pesan (message) yang dalam proses komunikasi disebut sebagai sesuatu yang disampaikan oleh pengirim kepada penerima. Pesan dapat disampaikan dengan berbagai cara, bisa disampaikan dengan bertatap muka, bisa juga disampaikan melalui media komunikasi. Pesan yang disampaikan pengirim kepada penerima harus 24 Joseph R. Dominick, The Dynamics of Mass Communication: Media in the Digital Age, 7th edition, (McGraw Hill, 2002), h. 4. 20 memiliki inti yang penting dalam usaha mengubah sikap dan tingkah laku komunikan. Ketiga, media yang memiliki arti sebagai sesuatu yang digunakan untuk memindahkan pesan dari sumber kepada penerima. Media komunikasi dapat berbentuk apapun misalkan, surat, pager atau bahkan handphone. Keempat, penerima yang dalam komunikasi diartikan sebagai pihak yang menjadi sasaran bagi sumber dalam pengiriman pesan. Seperti halnya sumber, penerima juga dapat terdiri dari satu orang atau lebih, bisa juga dalam bentuk kelompok. Ada beberapa istilah bagi penerima, seperti khalayak, sasaran, komunikan yang dalam bahasa Inggris disebut dengan audience atau receiver. Kelima, pengaruh atau efek diartikan sebagai perbedaan yang dirasakan, dipikirkan dan dilakukan oleh penerima sebelum dan sesudah menerima pesan. Pengaruh dapat berupa positif dan negatif, tergantung dari pesan yang diterima oleh komunikan. Keenam, umpan balik (feedback) merupakan salah satu bentuk dari pengaruh yang diperoleh dari kenyamanan dalam berkomunikasi yang dilalui oleh pengirim dan penerima pesan. Umpan balik berasal dari penerima pesan. Dan yang terakhir lingkungan, lingkungan dapat diartikan sebagai faktor-faktor yang terdapat disekitar pengirim dan penerima pesan yang dapat memengaruhi jalannya komunikasi. Faktor ini dapat 21 digolongkan ke dalam empat macam, diantaranya lingkungan fisik, lingkungan sosial budaya, lingkungan psikologis dan dimensi. 4. Karakteristik Komunikasi Ada beberapa karakteristik komunikasi yang akan penulis jabarkan, diantaranya, komunikasi sebagai suatu proses yang diartikan sebagai tindakan atau peristiwa yang terjadi secara berurutan dalam kurun waktu tertentu. Komunikasi dilakukan dengan sengaja, memiliki tujuan, dilakukan secara sadar dan disesuaikan dengan tujuan dan keinginan para pelaku komunikasi. Komunikasi dapat berjalan dengan baik apabila terlihat adanya partisipasi dari pengirim dan penerima pesan (dua orang atau lebih). Ada juga komunikasi yang bersifat simbolik, dan komunikasi jenis ini dilakukan dengan menggunakan lambang-lambang. Komunikasi bersifat transaksional yang pada dasarnya menuntut dua tindakan yaitu memberi dan menerima (keep and take). 5. Jenis Pesan dalam Komunikasi Pada umumnya, pesan dalam komunikasi terbagi dalam dua jenis, yaitu pesan verbal dan pesan nonverbal. Pesan komunikasi verbal diartikan sebagai sarana untuk menyatakan pikiran, perasaan dan harapan kepada orang lain. Pesan verbal dilakukan dengan menggunakan kata-kata sebagai ungkapan perasaan yang terbagi dalam dua cara, yaitu secara vokal (lisan) dan nonvokal (tertulis). Sedangkan pesan non verbal adalah pesan yang disampaikan melalui simbol-simbol tertentu untuk menyatakan suatu hal. 22 B. Landasan Kebudayaan 1. Pengertian Budaya Secara bahasa, kata budaya berasal dari kata budi, yang diambil dari bahasa Sangsekerta yang artinya akal.25 Budaya didefinisikan sebagai tatanan pengetahuan, pengalaman, kepercayaan, nilai, sikap, makna, hirarki, agama, waktu, peranan, konsep alam semesta dan kepemilikan yang diperoleh sekelompok orang dari generasi ke generasi melalui usaha individu dan kelompok tertentu. Budaya menampakkan diri dalam pola-pola bahasa dan dalam bentuk-bentuk kegiatan serta perilaku yang berfungsi sebagai modelmodel bagi tindakan penyesuaian diri dan gaya komunikasi yang memungkinkan orang-orang tinggal dalam suatu masyarakat di suatu lingkungan geografis tertentu pada suatu tingkat perkembangan teknis tertentu serta pada saat-saat tertentu. Sedangkan arti dari kebudayaan itu sendiri menurut Edward Burnett Tylor26, kebudayaan adalah kompleks yang mencangkup semua pengetahuan, kepercayaan, kesenian, hukum, adat-istiadat dan semua kemampuan serta kebiasaan-kebiasaan yang terdapat dalam diri manusia yang didapatkan oleh manusia sebagai anggota masyarakat. Sedangkan dari sudut pandang pandang komunikasi, budaya dapat diartikan sebagai kombinasi yang kompleks dari simbol-simbol umum, pengetahuan, cerita rakyat, adat, bahasa, pola pengolahan informasi, 25 Yusron Rozak, Sosiologi Sebuah Pengantar: Tinjauan Pemikiran Sosiologi Perspektif Islam, (Jakarta: Laboratorium Sosiologi Agama, 2008) h. 136. 26 Soerjono Soekanto, Sosiologi: Suatu Pengantar, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1999), ed. Ke-27, h. 188. 23 ritual, kebiasaan dan pola perilaku lain yang berkaitan serta memberi identitas bersama kepada sebuah kelompok orang tertentu pada suatu titik waktu tertentu. 2. Pengertian Komunikasi Antarbudaya Berbicara mengenai komunikasi antarbudaya, tentunya tidak dapat dipisahkan dari pengertian kebudayaan. Budaya dan komunikasi berinteraksi secara erat dan dinamis. Inti budaya adalah komunikasi, karena budaya muncul melalui komunikasi. Hubungan antara budaya dan komunikasi adalah hubungan timbal balik. Budaya tidak dapat dipahami tanpa mempelajari komunikasi dan komunikasi hanya dapat dipahami dengan memahami budaya yang mendukungnya. Mengutip dari Joseph A. Devito27, ia mengatakan bahwa komunikasi antarbudaya mengacu pada komunikasi antara orang-orang dari kultur yang berbeda antara orang-orang yang memiliki pekerjaan, nilai atau cara berperilaku kultural yang berbeda. 27 Joseph. A. Devito, Komunikasi Antarmanusia (Tangerang Selatan: KARISMA Publishing Group, 2011), h. 535. 24 3. Model Komunikasi Antarbudaya Strategi Komunikasi yang akomodatif Kebudayaan Kebudayaan C Kepribadian Kepribadian A Persepsi terhadap relasi antarpribadi B Persepsi terhadap relasi antarpribadi Ketidakpastian Kecemasan Gambar 3: Model komunikasi antarbudaya Gambar di atas menunjukkan A dan B merupakan dua orang yang berbeda latar belakang kebudayaan dan memiliki perbedaan kepribadian serta persepsi terhadap relasi antarpribadi.28 Ketika A dan B saling berbicara, itulah yang disebut komunikasi antarbudaya, karena dua pihak saling “menerima” perbedaan sehingga bermanfaat untuk menurunkan tingkat ketidakpastian dan kecemasan dalam relasi antarpribadi. 28 Alo Liliweri, Dasar-Dasar Komunikasi Antarbudaya, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011), cet. Ke- 5, h. 32. 25 Menurunnya tingkat ketidakpastian dan kecemasan dapat menjadi motivasi bagi komunikasi yang bersifat akomodatif. Komunikasi tersebut dihasilkan karena terbentuknya sebuah “kebudayaan” baru “C” yang secara psikologis menyenangkan kedua orang tersebut. Hasil akhir adalah komunikasi yang bersifat adaktif yakni A dan B saling menyesuaikan diri dan menghasilkan komunikasi antarpribadi- antarbudaya yang efektif. 4. Unsur-unsur Material dan Non-Material Kebudayaan Pada dasarnya, budaya terbagi menjadi dua komponen atau unsur, yaitu material dan non-material. Komponen material diartikan sebagai benda nyata yang mengandung zat fisik yang telah diubah oleh campur tangan manusia. Benda budaya tersebut menciptakan nilai-nilai, kebutuhan, tujuan dan hiburan. Contohnya mobil, telepon, komputer, sekop dan palu. Benda tersebut dibangun dengan bahan baku alami seperti logam dan pohon yang dibentuk dan dijadikan sebagai penggunaan baru. Sedangkan komponen non-material adalah sesuatu yang berwujud yang mencerminkan nilai-nilai budaya dan memengaruhi perilaku pribadi dan sosial di sekitarnya. Ada empat unsur utama komponen non material, diantaranya keyakinan, nilai, norma dan bahasa. Keyakinan dapat diartikan sebagai sesuatu yang dianggap benar, faktual dan valid. Keyakinan berakar pada iman, pengalaman serta ilmu pengetahuan. Keyakinan budaya sering dianggap sebagai suatu kebenaran meskipun kerap kali salah. Pada tahun 1600-an, masyarakat 26 Amerika Serikat percaya pada penyihir dan siapapun yang diduga sebagai penyihir akan ditenggelamkan atau dibakar. Ada juga yang meyakini bahwa bumi itu datar dan matahari berputar mengenlilingin bumi. Keyakinan budaya, meski tidak akurat tetapi dapat memengaruhi perilaku pribadi dan sosial seseorang.29 Nilai pada umumnya terdiri dari berbagai pandangan mengenai sesuatu yang baik, benar, berharga dan penting ketika melakukan suatu hal dalam kehidupan. Budaya yang berbeda memiliki nilai yang berbeda pula dalam memaknai dunia sekitar. Nilai didukung oleh budaya yang diekspresikan melalui komunikasi para anggotanya. Seseorang menganggap sesuatu dianggap benar atau baik, semua bergantung pada budaya itu sendiri. Budaya memiliki nilai yang berbeda terhadap alam. Banyak suku Indian-Amerika yang menghargai hidup secara harmonis dengan alam, serta dengan makhluk lain yang ada di bumi. Oleh karena itu, mereka menyesuaikan diri dengan irama musim, menciptakan ritual komunikasi untuk merayakan perubahan musim, bekerja dengan bahan tanah dan berburu untuk memenuhi kebutuhan hiudp, bukan untuk berolahraga. Menganut nilai-nilai yang sangat berbeda, masyarakat Eropa yang menetap di Amerika Serikat, melihat alam sebagai sesuatu yang harus ditaklukkan untuk melayani manusia. Norma diartikan sebagai aturan yang menuntun para anggota budaya 29 dalam berpikir dan mengambil Julia T. Wood, Communication in Our Lives, h. 165. tindakan. Norma 27 mendefinisikan sesuatu yang dianggap normal atau telah sesuai dalam situasi tertentu. Aturan-aturan tersebut bersifat mutlak dan diwariskan dari zaman ke zaman. Norma mencerminkan nilai-nilai budaya. Di Amerika Serikat, banyak norma yang mencerminkan penghormatan terhadap privasi dan properti individu. Misalnya, kebiasaan untuk mengetuk pintu yang tertutup, alat makan yang terpisah untuk mengambil makanan dan memiliki tempat sendiri bagi setiap orang dengan alat makan yang terpisah juga.. Namun demikian, di negaranegara lain, terdapat norma komunikatif yang berbeda. Misalkan, orang Korea yang tidak menentukan tempat sendiri, mereka menggunakan alat makan yang sama untuk mengambil makanan dan untuk makan. Bahasa dapat membentuk seseorang dalam berpikir mengenai dunia, diri sendiri, dan hal-hal disekitarnya. Dalam hal ini, seseorang dapat belajar mengenai keyakinan suatu budaya, nilai dan norma. Bahasa, keyakinan, nilai-nilai dan norma merupakan sesuatu yang akan dibawa oleh budaya dalam kehidupan ke masa yang akan datang, dari hari ke hari dan dari generasi ke generasi. Bahasa dan budaya berjalan bersama karena bahasa merupakan suatu bentuk ikatan sosial dan identifikasi yang terjadi setiap waktu dalam roda kehidupan.30 Dalam proses mempelajari bahasa, seseorang juga akan mempelajari nilai-nilai budayanya. 30 Stephen W. Littlejohn dan Karen A. Foss, Teori Komunikasi, (Jakarta: Salemba Humanika, 2008), cet. Ke- 9, h. 491. 28 5. Pentingnya Komunikasi Antarbudaya Kesulitan berkomunikasi dengan orang lain, khususnya yang berbeda budaya, bukan hanya sulitnya memahami bahasa mereka yang tidak dikuasai, melainkan juga sistem nilai dan bahasa nonverbal. Keberhasilan komunikasi bergantung pada sejauh mana seseorang memahami umpan-balik dari orang lain. Komunikasi tidak akan berhasil jika seseorang mengabaikan umpan-balik nonverbal dari orang lain. Beberapa faktor yang menyebabkan pentingnya komunikasi antarbudaya adalah mobilitas, saling ketergantungan ekonomi, teknologi komunikasi dan pola imigrasi. Mobilitas sosial yang terjadi pada warga dari negara lain, terlihat dari perjalanan dari satu negara ke negara lain dan dari satu benua ke benua lain yang saat ini sedang banyak dilakukan. Beberapa orang kerap kali mengunjungi budaya-budaya lain untu mengenal daerah baru dan orang-orang yang berbeda serta menggali peluang ekonomis. Saat ini, kebanyakan negara secara ekonomis juga bergantung pada negara lain. Oleh karena itu, komunikasi antarbudaya menjadi sangat penting. Meningkatnya teknologi komunikasi, secara tidak langsung telah membawa budaya luar masuk ke suatu negara tertentu. Pada hampir setiap kota besar di dunia, orang-orang dari bangsa lain kerap kali ditemui. Mereka bergaul, bekerja atau bersekolah dengan orang-orang yang berbeda budaya. Pengalaman sehari-hari tersebut secara tidak langsung telah terjadi komunikasi antarbudaya. 29 6. Fungsi Komunikasi Antarbudaya Secara umum, terdapat dua fungsi dari komunikasi antarbudaya. Fungsi pribadi yang merupakan beberapa fungsi komunikasi yang ditunjukkan melalui perilaku komunikasi yang berasal dari seorang individu. Ada beberapa hal yang terdapat dalam fungsi pribadi yang harus dilakukan oleh seorang individu. Seorang individu yang melakukan proses komunikasi antarbudaya harus menyatakan identitas dirinya maupun identitas sosial. Dengan adanya komunikasi antarbudaya, seseorang dapat memperkenalkan dirinya kepada orangorang yang ada disekitarnya. Para pelaku komunikasi juga harus bisa menyatakan integrasi sosial, dapat menerima kesatuan dan persatuan antarpribadi dan antarkelompok, tetapi juga tetap mau mengakui perbedaan-perbedaan yang terjadi satu sama lain. Kesatuan pada masyarakat majemuk akan tercipta, sehingga tidak ada lagi perdebatan mengenai perbedaan diantara mereka. Terdapat pula fungsi sosial dalam komunikasi antarbudaya yang mengharuskan para pelaku komunikasi untuk saling mengawasi, menjembatani perbedaan yang terjadi diantara para pelaku komunikasi dan mengajarkan serta memperkenalkan nilai-nilai kebudayaan suatu masyarakat kepada masyarakat lain. 30 7. Prinsip Komunikasi Antarbudaya Menurut Devito31, seseorang dapat memahami komunikasi antarbudaya dengan menelaah prinsip-prinsip umum yang terdapat dalam budaya tersebut. Prinsip-prinsip ini sebagian besar diturunkan dari teori-teori komunikasi yang sekarang diterapkan ke dalam komunikasi antarbudaya. Semakin besar perbedaan komunikasi, semakin besar perbedaan budaya, baik dalam bahasa maupun dalam isyarat-isyarat nonverbal. Semakin besar ketidakpastian perbedaan dalam antarbudaya, komunikasi. semakin Semakin besar besar pula perbedaan antarbudaya, semakin besar pula kesadaran diri (mindfulness) para partisipan komunikasi. Dalam interaksi awal, orang-orang yang memiliki perbedaan budaya, tingkat kepentingan yang terjadi secara berangsur akan berkurang ketika hubungan menjadi lebih akrab. Dalam setiap komunikasi, termasuk komunikasi antarbudaya, para pelaku senantiasa berusaha memaksimalkan hasil interaksi. 8. Hambatan Komunikasi Antarbudaya Dalam setiap proses komunikasi antarbudaya, pasti akan menghadapi hambatan dan masalah. Ada baiknya jika pelaku komunikasi menghindari atau menanggulangi hal tersebut. Ada beberapa hambatan komunikasi antarbudaya yang menunjukkan sifat 31 Joseph. A. Devito, Komunikasi Antarmanusia ( Tangerang Selatan: KARISMA Publishing Group, 2011), h. 542-545. 31 unik sebagaimana yang dikatakan oleh Barna32, yang mengatakan bahwa kejutan budaya mengacu pada reaksi psikologis yang dialami seseorang karena berada di tengah suatu budaya yang berbeda dengan budayanya. Kejutan budaya merupakan hal yang wajar. Sebagian besar orang mengalaminya apabila memasuki budaya baru dan berbeda. Hal ini menimbulkan ketidaksenangan dan frustasi bagi sebagian orang. Kejutan ini timbul karena perasaan terasing yang menonjol dan berbeda dari yang lain. Contoh beberapa hal yang menimbulkan kejutan budaya adalah masuk ke perguruan tinggi, menikah, memasuki dinas militer dll. Mengutip Devito33, setiap kultur memiliki aturan komunikasi masing-masing. Aturan tersebut menetapkan hal yang patut dan yang tidak patut untuk dilakukan. Sebagai contoh, pada beberapa kultur, ada yang menunjukkan rasa hormat dengan menghindari kontak mata langsung dengan lawan bicaranya. Dalam kultur lain, penghindaran kontak mata seperti ini dianggap mengisyaratkan tidak adanya ketertarikan atau minat. Di sisi lain, para pelaku juga tidak diperbolehkan menilai perbedaan tersebut sebagai suatu hal yang negatif meskipun para pelaku menyadari adanya perbedaan di antara beberapa budaya. Contohnya, meludah. Kebanyakan budaya, menganggap meludah sebagai tanda penghinaan dan ketidaksenangan yang tidak boleh dilakukan di muka umum. 306-310. 306-310. 32 Marheini Fajar, Ilmu Komunikasi Teori & Praktik, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2009), h. 33 Marheini Fajar, Ilmu Komunikasi Teori & Praktik, (Yogyakarta: Graha Ilmu, 2009), h. 32 C. Adaptasi dengan Budaya Baru Memasuki lingkungan dan budaya baru, tentunya menjadi proses adaptasi yang sulit bagi seorang imigran. Berkomunikasi dengan budaya baru dapat mengubah perilaku seorang imigran dalam beradaptasi dengan lingkungan baru tersebut. Biasanya adaptasi dilakukan oleh para imigran yang berpindah tempat dari satu lokasi ke lokasi lain. Mengutip dari Taft34, ada beberapa situasi yang terjadi pada proses adaptasi lintas budaya. Contohnya, pada saat seorang imigran memasuki universitas baru, perpindahan diri dari sekolah lalu bekerja, profesi yang berubah, menikah, bercerai, pensiun, menua, juga perubahan teknologi dan inovasi baru. Situasi seperti ini merupakan situasi yang wajar bagi seorang imigran yang baru memasuki suatu wilayah dan mengalami ketidakpastian. Hal ini disebabkan terjadinya perubahan budaya, pengalaman baru yang memberikan ilmu bagi proses adaptasi lintas budaya. Seorang imigran yang melakukan perpindahan wilayah pasti memiliki alasan yang bervariasi. Karena sifat keberangkatan yang berbeda-beda, sebagian imigran memiliki sedikit kesempatan untuk mempersiapkan diri dengan wilayah barunya. Pada tahap awal, biasanya para imigran banyak mengalami rasa rindu dengan kampung halamannya. 34 William Gudykunst, Communicating with Strangers, (Library of Congress Cataloging in Publication Data, 1984), h. 336. 33 Hal ini akan membuat seorang imigran termotivasi untuk beradaptasi dengan lingkungan baru untuk menciptakan suasana baru. Imigran akan merasa peduli dengan lingkungan baru ketika mereka merasa membutuhkan wilayah tersebut, contohnya untuk mendapatkan gelar di suatu universitas. Hal ini akan membuat imigran melakukan perilaku yang sama dengan penduduk pribumi. Ketika seorang imigran pindah dan memasuki peraturan sebuah budaya baru, mereka akan berinteraksi pada budaya tersebut. Proses yang dilalui oleh para imigran untuk memperoleh aturan-aturan baru dalam suatu budaya, dimulai pada saat awal pertemuan dengan orang-orang yang memiliki budaya yang berbeda. Melalui proses sosialisasi dan pendidikan, pola-pola budaya ditanamkan dan menjadi bagian dari kepribadian dan perilaku seseorang. Proses pembelajaran yang terinternalisasikan tersebut memungkinkan untuk dapat berinteraksi dengan anggota-anggota budaya lain yang juga memiliki pola komunikasi serupa. Proses pembelajaran ini disebut dengan enkulturasi. Adamson Hoebel dan Fost35 mengatakan bahwa, enkulturasi merupakan kondisi saat seseorang secara sadar ataupun tidak menyadari bahwa dirinya telah mencapai kompetensi suatu budaya dan menginternalisasikan budaya tersebut ke dalam kehidupan sehari-hari. Perubahan kebiasaan, perilaku, nilai dan norma akan terlihat bagi para pendatang baru, secara bertahap mereka akan mengalami proses 35 Larry A. Samovar, Komunikasi Lintas Budaya, (Jakarta: Salemba Humanika), h. 33. 34 adaptasi lintas budaya. Mengutip dari Brim36, seorang imigran akan menunjukkan perubahan yang signifikan. Mereka dapat dipaksa untuk memenuhi persyaratan dalam interaksi sosial, tetapi tidak dapat dipaksa untuk menerima dan menghargai nilai-nilai dasar pada wilayah baru tersebut. Melalui adanya dukungan suatu kelompok, lembaga yang diakui dan keberadaan teman yang dapat dipercaya bagi seorang imigran, hal ini memiliki pengaruh yang besar bagi perubahan perilaku psikologis dan sosial seorang imigran. Seorang imigran akan mengalami perubahan-perubahan secara bertahap dan perlahan-lahan. Biasanya, hal ini akan membawa rasa bingung yang besar dari diri seorang imigran yang akan memperjuangkan keinginan untuk mempertahankan kebiasaan lama dari budaya sebelumnya atau keinginan untuk mengadopsi budaya yang ada di lingkungan barunya. Mengutip dari Dyal & Dyal37, inti dari adaptasi budaya adalah bentuk perubahan. Berbeda dengan masyarakat pribumi yang lahir di wilayah tersebut dan berhasil menjadikan lingkungan sebagai suatu kebutuhan dalam hidup. Seorang imigran, dalam jangka waktu yang singkat harus meresapi inti dari budaya baru yang ada di lingkungannya. Pada dasarnya, proses adaptasi adalah proses komunikasi yang dilakukan oleh para imigran. Seperti halnya masyarakat pribumi yang telah memperoleh pola budaya di lingkungannya, seorang imigran juga harus mendapatkan suasana lingkungannya melalui interaksi dengan orang 36 William Gudykunst, Communicating with Strangers, (Library of Congress Cataloging in Publication Data, 1984), h. 336. 37 William Gudykunst, Communicating with Strangers, (Library of Congress Cataloging in Publication Data, 1984), h. 338. 35 lain. melalui komunikasi yang dilakukan secara terus-menerus dan mendapatkan banyak pengalaman baru, seorang imigran secara bertahap akan belajar dan menginternalisasikan simbol-simbol yang terdapat dalam wilayah baru tersebut. Kemampuan berkomunikasi yang dimiliki seorang imigran, akan berfungsi sebagai alat untuk memenuhi kebutuhan pribadi dan sosialnya. BAB III GAMBARAN UMUM FETHULLAH GULEN CHAIR DAN MAHASISWA TURKI DI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA A. Fethullah Gulen Chair 1. Biografi Fethullah Gulen Hoja Effendi Gambar 4. Muhammad Fethullah Gulen Hoja Effendi Sumber: www.fgulenchair.com38 Muhammad Fethullah Gulen atau yang biasa dikenal dengan Fethullah Gulen Hoja Effendi lahir pada 27 April 1941 di desa Korucuk, kota Erzurum, Turki Timur. Ia merupakan sosok ulama paling berpengaruh di Turki bahkan seluruh dunia. Sejak kecil ia sudah hafal Al-qur‟an dan belajar ilmu agama di madrasah. Ia juga 38 www.fgulenchair.com, diakses pada 20 April 2016 pada pukul 19.38. 36 37 secara autodidak mempelajari berbagai ilmu lain, seperti Ilmu Pengetahuan Alam, Ilmu Pengetahuan Sosial, Filsafat serta kesustraan Timur dan Barat. “...Hoja Effendi, Fethullah Gulen, dulu dia baca, apapun dia dapat, ia baca. Ia hatam al-quran pertama kali, empat tahun, anak kecil. Sepuluh tahun ia hafal semua qur‟an dan menghafalnya Allah kasih hadiah, sangat kuat. Kalau ia dengar satu kalimat saja, dia langsung hafal. Dia baca buku history, sains, kimia, biologi, sastra barat, sastra timur, semuanya, rahasia dia baca. dia bilang, di madrasah tidak bisa baca buku-buku yang lain, harus fokus ke hadits saja. Dia dididik sendiri, fokus pendidikan sendiri.”39 Sejumlah pemikirannya mengenai isu-isu sosial, politik dan agama serta ilmu pengetahuan tersebar di seluruh dunia. Sekitar 80 buku telah ia tulis dan telah diterjemahkan ke dalam 40 bahasa.40 Begitu juga lebih dari 1000 kaset dan CD mengenai ceramah-ceramahnya telah dipublikasikan.41 Pada tahun 1994 ia juga berpartisipasi dalam pendirian Journalist and Writers Foundation (Lembaga Jurnalis dan Penulis) dan memperoleh jabatan Presiden Kehormatan. Sejumlah penghargaan dunia telah diberikan kepadanya, salah satunya di tahun 2008, Majalah 39 populer di Amerika, Foreign Policy Magazine, Wawancara Pribadi dengan Dr. Ali Unsal, Jakarta, 19 April 2016. Mengenal lebih Dekat Fethullah Gulen Chair, (Jakarta: Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, 2014), h. 9. 41 Wawancara Pribadi dengan Dr. Ali Unsal, Jakarta, 19 April 2016. 40 38 menobatkannya sebagai orang nomer satu dari 100 tokoh paling berpengaruh di seluruh dunia.42 Perhatiannya kepada pendidikan dan kesejahteraan manusia diwujudkan dengan usahanya membangun berbagai lembaga pendidikan yang diawali di Turki dan berlanjut ke seluruh dunia. Impiannya untuk mendidik generasi baru dengan nilai-nilai Islam, berakhlak seperti Rasulullah SAW dan dapat berbicara dengan beberapa bahasa mendapat respon positif dari beberapa pihak. Ia mendorong masyarakat umum seperti pebisnis, orang yang memiliki materi berlebih, dokter untuk membuat sekolah dengan pendidikan modern dan berakhlak mulia. Orang-orang dermawan didorong untuk menjadi guru. “...dia mendorong masyarakat yang orang bisnis, orang kaya, orang muslim, orang dermawan untuk bangun sekolah. Sekolah modern. Ayo buka sekolah sendiri dengan pendidikan modern dan akhlak yang mulia. Hoja Effendi mengajak orang dermawan supaya jadi guru. Kami menyebut ini hizmet, gerakan sosial.”43 Ia dan para sukarelawan yang kemudian disebut dengan hizmet (pelayanan terhadap umat manusia) memulai kegiatan dialog antar agama dan budaya demi membuat generasi baru yang cinta damai dan hidup dengan menghidupkan orang lain. 2. Fethullah Gulen Chair Fethullah Gulen Chair merupakan lembaga swasta hasil kerjasama antara Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta dan 42 Mengenal lebih Dekat Fethullah Gulen Chair, (Jakarta: Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, 2014), h. 9. 43 Wawancara Pribadi dengan Dr. Ali Unsal, Jakarta, 19 April 2016. 39 PASIAD (Pacific Countries Social and Economic Solidarity Association). Sejak bulan April tahun 2009, Fethullah Gulen Chair memulai kegiatan kiprahnya di UIN Jakarta dengan menyelenggarakan kegiatan yang melibatkan masyarakat dengan membawa misi menyebarkan perdamaian dan cinta ke seluruh dunia.44 Menurut Prof. Dr. Komaruddin Hidayat, Fethullah Gulen Chair adalah representasi dari gerakan yang menebarkan ilmu pengetahuan, peradaban serta dialog yang disampaikan dengan damai dan intelek.45 Fethullah Gulen Chair memiliki peran yang sangat penting untuk memperkuat kerjasama dalam bidang akademik antara Turki dan Indonesia. Selama tujuh tahun, Fethullah Gulen Chair mengadakan puluhan seminar, konferensi, panel dan forum akademik untuk mengenalkan pemikiran Fethullah Gulen yang sangat memperhatikan pendidikan, mendukung toleransi dan cinta serta merangkul manusia dengan perhatian dunia. Fethullah Gulen juga mewujudkan pemikirannya didalam kehidupan agar jauh dari politik, menutup diri terhadap pemikiran materialisme, mengabdikan diri untuk melayani umat manusia, menjauhkan diri dari semua kenikmatan dunia, harta, jabatan, bahkan berhijrah untuk meninggalkan tanah air untuk berdakwah.46 Fethullah Gulen Chair mengadakan kegiatan kunjungan ke negara Amerika, Australia, Thailand, Kamboja, Laos, Vietnam, Jordania, 44 Mengenal lebih Dekat Fethullah Gulen Chair, (Jakarta: Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, 2014), h. 6. 45 Mengenal lebih Dekat Fethullah Gulen Chair, (Jakarta: Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, 2014), h. 12. 46 Wawancara Pribadi dengan Dr. Ali Unsal, Jakarta, 19 April 2016. 40 Qatar, Singapura dan Turki, untuk memberikan kesempatan kepada intelektual Indonesia agar mengenal lebih dekat dengan Hizmet yang ada di negara-negara tersebut.47 Gambar 5. Rombongan dari Indonesia bersama Direktur Fethullah Gulen Chair mengunjungi lembaga hizmet di Laos Sumber: www.fgulenchair.com48 Fethullah Gulen Chair juga mengadakan kegiatan “Cultural Day” sebagai jembatan antara dua warga negara Turki dan Indonesia dengan memperkenalkan kerajinan tangan, tarian dan masakan khas Turki. Gambar 6. Pembukaan acara Turkish Cultural Day 2012 Sumber: www.fgulenchair.com49 47 Mengenal lebih Dekat Fethullah Gulen Chair, (Jakarta: Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, 2014), h. 5. 48 www.fgulenchair.com, diakses pada 20 April 2016 pada pukul 19.38. 49 www.fgulenchair.com, diakses pada 20 April 2016 pada pukul 19.38. 41 Atas kerjasama dengan rektorat dan International Office, Fethullah Gulen Chair dapat memberikan kursus bahasa Arab, Turki, Inggris dan Rusia. Para peserta juga difasilitasi untuk melakukan kunjungan ke lembaga pendidikan mitra hizmet di Indonesia. Gambar 7. Kursus bahasa Turki yang dilakukan mahasiswa Indonesia Sumber: www.fgulenchair.com50 Gambar 8. Seorang guru yang mengajarkan bahasa Turki Sumber: www.fgulenchair.com51 Fethullah Gulen Chair juga memberikan kursus di sekolah pascasarjana, serta memberikan bimbingann dan sumber penelitian 50 51 www.fgulenchair.com, diakses pada 20 April 2016 pada pukul 19.38. www.fgulenchair.com, diakses pada 20 April 2016 pada pukul 19.38. 42 kepada mahasiswa S1, S2 dan S3 yang sedang melakukan penelitian mengenai hizmet, Fethullah Gulen dan Turki.52 3. Visi & Misi Visi: Mempromosikan penelitian diberbagai bidang akademik yang merupakan akar dari berbagai aktifitas yang menuju pada perubahan sosial positif dalam pembentukan tercapainya perdamaian abadi, keadilan dan harmonisasi sosial.53 Misi: Mencapai tujuan-tujuan dengan berfokus pada pendidikan yang bekerjasama dengan lembaga-lembaga pendidikan yang ada di Indonesia, penelitian akademik, pengabdian sosial dan inisiatif masyarakat. Fethullah Gulen Chair percaya bahwa setiap solusi harus melibatkan inisiatif sipil dan mencangkup komponen pendidikan. Fethullah Gulen Chair juga berusaha menunjukkan pentingnya keterlibatan dan peran orang-orang yang berasal dari berbagai latar belakang etnis agar tercipta masyarakat yang harmonis dalam berbagai bidang kehidupan.54 B. Daftar Mahasiswa Turki di UIN Jakarta 52 Mengenal lebih Dekat Fethullah Gulen Chair, (Jakarta: Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, 2014), h. 5. 53 www.fgulenchair.com, diakses pada 30 April 2016 pukul 13.03. 54 www.fgulenchair.com, diakses pada 30 April 2016 pukul 13.16. 43 No. Fak/Jurusan Nama 1. FST/TI Hudai Hangun Jenis No. Hp No. Paspor Kelamin L 085883378569 U02495213 2. FST/TI Zakir Ekin L 085774995484 U02818561 3. FITK/PAI Elci Nurullah L 083895459353 U02690607 4. FITK/Pend.IPA Meral Ozturk P 085781815359 U00219650 5. FITK/PMTK Kader Turker P 083877191312 U00043175 6. FITK/PMTK Seyma Cicek P 087809081577 U00099640 7. FITK/PAI Muhammet L 085881538114 U06994996 P 085893983927 U02745479 Centinkaya 8. FITK/PBI Zehra Kartal Tabel 1. Data mahasiswa Turki di Universitas Islam Negeri Jakarta periode 2015/2016 Sumber: Pusat Layanan Kerja Internasional UIN Jakarta BAB IV ANALISIS KOMUNIKASI ANTARBUDAYA PADA PROSES ENKULTURASI MAHASISWA TURKI DI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1. Komunikasi Antarbudaya Mahasiswa Turki di UIN Jakarta Dari hasil pengamatan peneliti di lapangan dan wawancara dengan beberapa mahasiswa Turki dan mahasiswa Indonesia yang telah ditetapkan, dapat ditemukan bahwa proses komunikasi antarbudaya yang terjadi pada mahasiswa Turki di UIN Jakarta antara lain adalah komunikasi interpersonal dan komunikasi kelompok. Komunikasi interpersonal melibatkan dua orang dalam situasi berinteraksi. Mahasiswa Turki dapat menjadi komunikator yang menjadi sumber pesan, lalu menyampaikan kepada mahasiswa Indonesia dan mahasiswa Indonesia akan memaknai pesan yang disampaikan oleh mahasiswa Turki. Hal ini terjadi di antara mahasiswa Turki dan mahasiswa Indonesia selama mereka berkuliah di UIN Jakarta, seperti bertanya atau bahkan saling bertukar cerita satu sama lain. Hal ini menjadikan antara mahasiswa Turki dan mahasiswa Indonesia dapat mengenal satu sama lain. Dalam hal ini, mahasiswa Turki memiliki peran ganda, yaitu sebagai komunikator dan sebagai komunikan. Mereka mencoba untuk menyesuaikan diri agar komunikasi yang terjalin selama mereka berkuliah di UIN Jakarta menjadi efektif. 44 45 Sebagaimana mahasiswa pada umumnya, biasanya mereka berkomunikasi dengan cara membuat kerumunan yang semula terdiri dari dua orang dan kemudian membentuk suatu kelompok untuk mendiskusikan suatu hal yang dianggap penting dan menarik. Mereka berkumpul dengan teman sekelas untuk membahas pelajaran atau hal yang dianggap menarik. “Saya diskusi dan bicara dengan teman-teman dimana-mana kita bisa ketemu. Kadang-kadang saya mungkin bicaranya salah gitu mereka bantu saya. Tapi yang kelas saya sudah mengerti saya karena mereka, kalo saya bicara nanti mereka bisa berbalik ke saya. Tapi teman-teman juga mengerti kalau saya butuh belajar banyak mengenai Indonesia dan bahasanya jadi mereka bantu saya kalau saya ada yang bingung. misalkan saya tau budaya yang lain kan seneng kan, jadi pintar gitu ya. Saya tau budayanya mereka juga senang gitu kan. Kalo misalkan dari orang Indonesia juga anak-anak mau belajar budaya kita mau belajar gitu, itu kita juga seneng karena mereka pahamin kita.”55 Dan hal ini diperkuat oleh ucapan dari mahasiswa Indonesia, yang juga merupakan teman dari Kadar Turker. ”Ga unsos banget ko kalo di kelas mereka masih suka ngobrol kalo ada tugas yang dia ga paham. Maklum wi kan orang jauh. Dia suka nanya kalo Indonesia kerudungannya yang khas kaya gimana, lebih ke fashion si. Terus nanya tempat-tempat traveling di Indonesia. Dan kalo Kadar tuh tipe yang suka jalan-jalan loh wi. Kan dia pernah ke Bandung waktu itu trus ke Semarang apa Yogya gitu, apa dua-duanya kali ya, mungkin pernah juga.”56 Berdasarkan hal di atas dapat diketahui bahwa komunikasi antarbudaya yang dilakukan mahasiswa Turki di UIN Jakarta berlangsung dengan baik. Hal ini terbukti dengan adanya feed back dari mahasiswa 55 56 Wawancara pribadi dengan Kadar Turker, mahasiswa Turki, 13 Mei 2016. Wawancara pribadi dengan Iqlima, mahasiswa Indonesia, 28 Mei 2016. 46 Indonesia yang turut membantu proses komunikasi antarbudaya yang dilakukan mahasiswa Turki. Komunikasi yang terjadi antara Kadar dan Iqlima berjalan dengan efektif (sharing similiar of experiences), karena kedua pihak saling bertukar pengalaman dan saling belajar mengenai keunikan masingmasing. Menurut Dr. Ali Unsal selaku Direktur di kantor Fethullah Gulen Chair UIN Jakarta, mahasiswa Turki di UIN Jakarta sering mengikuti kegiatan yang diadakan oleh mahasiswa Indonesia, bahkan sebaliknya. Berikut adalah kutipan hasil wawancara dengan Dr. Ali Unsal: “Dulu mahasiswa dan mahasiswi. Terutama mahasiswi, mereka mau kegiatan-kegiatan disini, dan mereka datang ke saya bermusyawarah, kami ada mahasiswi Indonesia dan mahasiswi Turki. Misalnya kegiatan budaya. Saya bilang ini sangat bagus. Karena orang Turki tau Indonesia dari Merapi dan khasnya. Ini jalan baik. Semua akan jadi ambassador. Mereka hidup disini punya teman-teman baik dan mereka pulang ke Turki mereka akan cerita. Mereka lomba-lomba, baca buku ada. Misalnya siapa masak baik, siapa jahit baik, siapa cantik, yang perempuan punya dress baik di student center, mereka juga punya picnic or trip, mereka juga punya kegiatan-kegiatan. mereka datang, kalau saya punya budget saya akan bantu, kalau tidak punya saya bantu advice aja pikiran aja. Mereka sangat aktif. Dan saya sangat senang dengan semua aktivitas mereka.”57 Berdasarkan hal di atas, terlihat bahwa antusias mahasiswa Turki untuk mengikuti kegiatan yang terdapat di UIN Jakarta sangatlah tinggi. Jika ada acara yang diadakan di kampus, mahasiswa Turki akan mengikuti lomba-lomba yang diadakan dan ketika mereka kembali ke Turki, hal ini akan diceritakan ke teman-teman disana. Tidak hanya 57 Wawancara Pribadi dengan Dr. Ali Unsal, Jakarta, 19 April 2016. 47 kegiatan yang diadakan oleh mahasiswa Indonesia saja, ketika acara Turki‟s Day pun antusias mahasiswa Indonesia juga sangat tinggi. Komunikasi antarbudaya yang dilakukan mahasiswa Turki di UIN Jakarta berjalan dengan baik, walaupun terdapat banyak kendala yang dialami ketika pertama kali masuk ke UIN Jakarta. Seiring berjalannya waktu, mahasiswa Turki mulai menyesuaikan diri dengan banyaknya budaya dan suku yang ada di Indonesia. Peneliti juga menemukan beberapa faktor-faktor yang memengaruhi komunikasi antarbudaya mahasiswa Turki di UIN Jakarta, salah satunya adalah faktor bahasa. Dalam proses komunikasi yang dilakukan oleh mahasiswa Turki, mereka seringkali merasa bingung dengan bahasa di Indonesia yang sangat banyak. Bukan hanya bahasa daerah saja, tetapi juga ada bahasa gaul yang digunakan sehari-hari oleh mahasiswa Indonesia. Hal ini tidak sesuai dengan apa yang dipelajari oleh mahasiswa Turki yang pada saat masuk ke negara Indonesia, mereka belajar dengan bahasa Indonesia yang resmi. Berikut adalah hasil kutipan wawancara peneliti dengan Kadar Turker selaku mahasiswa Turki yang berkaitan dengan bahasa di Indonesia. “Saya nanti datang kesini saya ambil kursus bahasa Indonesia, setelah udah selesai kursus bahasa Indonesia, saya daftar UIN gitu. Untuk tahun pertama untuk saya susah, tapi alhamdulillah kalau saya sudah belajar bahasa lama-lama bisa. Tapi temanteman juga bantu saya kalau saya ada yang bingung. Bahasa Jawa yaa, karena kita disini pakai itu kan bahasa biasa ya bahasa Indonesia semuanya, kalau kita kan mau belajar ini nanti kalo diganti dengan yang Jawa atau Sumatera nanti beda, tapi tidak beda banget. Misalkan saya cuman dengar dari nomor-nomor gitu, itu dia juga beda. Satu, dua, itu jadi siji, 48 loro. Itu kan beda. Seperti bahasa yang baru lagi. Misalkan bahasa yang gaul atau bahasa syarat gitu.”58 Berikut kutipan langsung dari Meryam Sari selaku mahasiswa Turki yang berpendapat mengenai bahasa di Indonesia. “Waktu awal iya karena saya takut salah perilaku, sikap. Saya takut yang saya, sikap saya beda dengan disini. Terkadang saya bingung karena bahasa Indonesia sangat banyak dan sering ada yang tidak tercantum di buku terjemahan seperti itu. Saya banyak diam dan melihat bagaimana sikap teman Indonesia yang lain. Kami komunikasi baik tetapi cukup sulit untuk saya karena saya sulit memahami bicara orang Indonesia. Terkadang saya tidak tau mereka bicara apa, dan itu yaa Indonesia bahasanya banyak pula. Dan bahasanya suka ada bahasa apa, gaul ya. Iya saya bingung dengan disini. saya sering dengar bahasa Jawa ya yang suka bicara opo itu saya suka bingung dan sering sekali gitu. Kalo Indonesia kan bahasanya beda-beda yang bicara saya dan gua ya kalau tidak salah jadi banyak suka bingung. Tapi teman lain baik juga dengan saya, mungkin kalau yang pulaunya jauh dengan pulau ini sepertinya dia juga bingung seperti saya karena bahasanya kan banyak sekali ya, jadi ya dia susah berteman juga.”59 Ada pula pendapat lain dari Zakir Ekin mengenai perbedaan bahasa di Indonesia. “Waktu saya datang ke Indonesia enam bulan saya belajar Bahasa Indonesia, jadi tahun yang pertama komunikasi saya susah. Iya saya langsung bisa akrab sama mahasiswa UIN. Kalo Anda mau bisa akrab karena saya orang asing dan mahasiswa UIN sangat senang jika akrab sama saya. Menurut saya tidak sulit untuk berinteraksi dengan mahasiswa UIN. Karena ada banyak teman saya. Saya sangat mudah untuk menginteraksi manusia jika saya mau. Saya belum pernah memahami yang salah tetapi ada yang banyak memahami salah ke saya tetapi gara gara bahasa saya.”60 Berikut adalah kutipan hasil wawancara dengan mahasiswa Turki bernama Elci Nurulah 58 Wawancara pribadi dengan Kadar Turker, mahasiswa Turki, 13 Mei 2016. Wawancara pribadi dengan Meryam Sari, mahasiswa Turki, 24 Mei 2016. 60 Wawancara pribadi dengan Zakir Ekin, mahasiswa Turki, 19 Mei 2016, via email. 59 49 “Waktu pertama di UIN saya susah komunikasi. Saya cukup bingung karena tidak tahu perkenalan. Saya diam karena perbedaan kami banyak dan saya suka bingung. Lalu mereka baik dan mensapa saya jadi saya baik dengan mereka. Saya sering kesulitan karena Indonesia bahasanya sulit. Dan mereka tidak menggunakan bahasa formal di kehidupan. Banyak juga yang tidak mengkuasain bahasa Inggris. Kalau saya kesulitan, saya mendatangkan mereka dan minta tolong. Saya banyak meminta tolong mereka dan mereka bantu saya. Misalkan ada apa homework gitu yang sulit nanti saya kontak mereka dan mereka bantu.”61 Berdasarkan hal di atas, dapat diketahui bahwa perbedaan bahasa menjadi faktor utama yang memengaruhi komunikasi mahasiswa Turki selama mereka berkuliah di UIN Jakarta. Banyaknya bahasa yang ada di Indonesia menjadikan mahasiswa Turki mengalami kesulitan dalam berkomunikasi. Bukan hanya bahasa daerah saja, tetapi ada juga bahasa gaul yang digunakan mahasiswa Indonesia dalam berkomunikasi dengan mahasiswa lain. Selama mahasiswa Turki kursus bahasa Indonesia, mereka tidak dikenalkan dengan bahasa keseharian orang Indonesia yang pada umumnya yang tidak menggunakan bahasa Indonesia resmi. Seperti penggunaan kata “gua” yang dalam bahasa Indonesia berarti “saya” atau “aku”. Hal seperti ini yang membuat mahasiswa Turki kerap kali merasa bingung dengan penggunaan kata-kata yang harus digunakan. Untuk mengatasi rasa bingungnya, ada mahassiswa Turki yang memilih untuk diam dan bahkan ada juga yang bertanya dengan teman mahasiswa Indonesia. Dan hal ini yang menciptakan bentuk komunikasi antarbudaya antara mahasiswa Turki dengan mahasiswa Indonesia. Berikut 61 Wawancara pribadi dengan Elci Nurullah, mahasiswa Turki, 23 Mei 2016, via email. 50 adalah hasil kutipan wawancara dengan Kaisan Putera selaku mahasiswa Indonesia: “Keliatan ko kalo dia mau tau, dari cara dia pengen belajar bahasa Indonesia, trus dia mau ngikutin bahasa-bahasa gaulnya kita, trus cara bercandanya.”62 Berdasarkan hal di atas, peneliti sudah dapat melihat adanya proses enkulturasi yang terjadi pada Zakir Ekin yang mulai mempelajari cara berbicara orang Indonesia yang tidak menggunakan bahasa Indonesia resmi. Lalu ada juga faktor keyakinan yang peneliti artikan sebagai sesuatu yang dianggap benar dan dijadikan patokan dalam hidup. Keyakinan berakar pada iman, pengalaman serta ilmu pengetahuan. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah-Jakarta merupakan salah satu Universitas Islam di Indonesia yang dianggap baik oleh mahasiswa Turki. Keyakinan (agama) yang sama menjadi salah satu faktor bagi mahasiswa Turki memilih berkuliah di UIN Jakarta. Meskipun memiliki agama yang sama, tetapi ada beberapa perbedaan yang dirasakan oleh mahasiswa Turki selama berkuliah di UIN Jakarta akibat Imam yang berbeda. Berikut adalah kutipan hasil wawancara dengan Kadar Turker: “Alhamdulillah agamanya kita sama cuma itu ya Imam kita beda. Saya misalkan Imam Hanafi yang disini Imam Syafi‟i ada cuman beberapa perbedaannya, dari Islam ga ada bedanya tapi dari budaya makanan, culturenya itu ada. Beda banget. Di Turki boleh makan seafood tapi kadang-kadang itu ya yang untuk Imam kita beda ya, kita tidak bisa makan semuanya gitu ya, cuma ikan semacamnya gitu. kadang-kadang ada temen saya udah dekat ya, deket banget, nanti dia bilang mereka panggil kakak atau abla. Nanti mereka panggil abla, jangan makan itu nanti di dalamnya ada seafood”.63 62 63 Wawancara pribadi dengan Kaisan Putera, mahasiswa Indonesia, 20 Mei 2016. Wawancara pribadi dengan Kadar Turker, mahasiswa Turki, 13 Mei 2016. 51 Berikut adalah kutipan hasil wawancara dengan Meryam Sari terkait dengan agama di Indonesia yang sama tetapi pandangannya berbeda. “Waktu dulu cari informasi tentang kampus dunia yang Islam dan bagus. Lalu teman ada yang bantu informasi dan bilang Indonesia ada kampus bagus seperti itu. Kalo saya suka sekali disini karena semuanya baik. Agama sama tapi kita beda pandangan ya tetapi tidak masalah bagi saya karena Islam tetap satu. Yaa kan kalau disini Imam Syafi‟i dan itu buat cara kehidupan kami juga terlihat berbeda tetapi kami coba untuk tidak terlihat berbeda dan kami tetap menghargai”64 Ada juga hasil kutipan wawancara dari Elci Nurullah yang memilih UIN Jakarta dan Indonesia karena agama Islamnya bagus. “UIN merupakan salah satu kampus Islam yang baik dan jurusannya dibilang bagus. Negaranya dapat menerima kami yang berbeda tempat jauh dengan Indonesia. Saya memilih Indonesia karena menurut teman Indonesia Islamnya bagus.”65 Berikut adalah kutipan hasil wawancara dengan Zakir Ekin terkait dengan alasannya memilih Indonesia sebagai tempat ia menuntut ilmu: “Yang pertama saya orang muslim dimana saja saya bisa melakukan ibadah saya. Yang kedua apa yang mau menjelaskan dan apa yang mau melakukan untuk ridhoi Allah, Anda bisa melakukan di Indonesia.”66 Berdasarkan hal di atas, dapat diketahui bahwa agama Islam yang terdapat di Indonesia dianggap baik bagi mahasiswa Turki. Agama yang sama menjadi salah satu faktor mahasiswa Turki datang ke Indonesia dan memilih UIN Jakarta sebagai tempat mereka belajar. Alasan lain juga karena Indonesia memiliki kebebasan untuk melaksanakan ibadah sehingga mahasiswa Turki dapat melaksanakan solat dimana saja. Namun, 64 Wawancara pribadi dengan Meryam Sari, mahasiswa Turki, 24 Mei 2016. Wawancara pribadi dengan Elci Nurullah, mahasiswa Turki, 23 Mei 2016, via email. 66 Wawancara pribadi dengan Zakir Ekin, mahasiswa Turki, 19 Mei 2016, via email. 65 52 agama yang sama tidak juga menjadikan mahasiswa Turki merasa nyaman. Perbedaan pandangan yang terjadi pada mahasiswa Turki yang mengikuti ajaran Imam Hanafi, membuat mereka harus banyak menyesuaikan diri dengan mahasaiwa Indonesia yang mereka anggap menganut ajaran Imam Syafi‟i. Seperti yang telah dikatakan oleh Kadar Turker bahwa ajaran Imam Hanafi tidak mengonsumsi semua jenis sea food. Ketika ia pergi dengan mahasiswa Indonesia, mereka sering kali mengingatkan Kadar agar lebih berhati-hati dalam mengonsumsi makanan yang diperkirakan mengandung sea food. Ada juga faktor nilai yang diartikan sebagai sesuatu yang dianggap baik, benar, berharga, dan penting dalam kehidupan. Nilai didukung oleh budaya yang diekspresikan melalui komunikasi para anggotanya. Budaya Turki dan budaya Indonesia tentunya berbeda. Budaya yang berbeda memiliki nilai yang berbeda pula dalam memaknai dunia sekitar. Selama berkuliah di UIN Jakarta, begitu banyak perbedaan nilainilai yang dialami oleh mahasiswa Turki. Ada sebagian mahasiswa Turki yang datang ke kampus untuk belajar, kerap kali merasa tidak nyaman karena ulah mahasiswa Indonesia yang dianggap tidak baik. Hal ini bukanlah masalah besar, karena setiap negara pasti memiliki nilai yang berbeda. Berikut adalah kutipan hasil wawancara dengan Zakir Ekin mengenai pendapatnya terkait mahasiswa Indonesia: “Hidup mereka sangat santai. Tidak ada yang memikir untuk membangunan negaranya, agamanya dan lain-lain. Tidak ada roh sahabat Rasullullah (SAW). Tidak ada yang sensitif membuat yang baik untuk masyarakat Indonesia orang-orang 53 semua memikir sendiri saja seperti orang egois. Dan mahasiswa UIN tidak menyari ilmu yang benar tidak ada yang dapat ilmu agamanya. Contohnya mereka sholat tetapi kenapa sholat dia tidak mengetahui ini.”67 Berikut adalah kutipan hasil wawancara dengan Kaisan Putera terkait Zakir Ekin: “Zakir tuh orangnya baik banget, lama-lama kebuka ternyata orangnya itu Islamic banget, rajin solat, orangnya suka negur juga. Jadi kalo misalkan kita lagi berisik sampai waktu solat dia pasti marah. Zakir itu sering nyuruh kita baca Al-Quran, nanti pas kita baca Al-Quran, yang salah dikoreksi sama dia, dia tuh bener-bener Islam baget deh. Trus juga Zakir itu membedakan interaksi cowo sama cewe. Dia orangnya pendidikan banget, mungkin kalo kita bisa ke dunia lain, dia bakal belajar sampe kesana kali.”68 Berdasarkan hal di atas, Zakir menganggap bahwa mahasiswa Indonesia sangat santai dengan kehidupannya karena tidak peduli dengan negara, agama dan lain-lain. Hal ini peneliti anggap wajar karena menurut Kaisan Putera selaku teman sekelompok KKN Zakir, Zakir memang dikenal sebagai seseorang yang sangat mementingkan agama dan rajin belajar. Nilai-nilai yang ada dalam diri Zakir sangatlah berbeda dengan mahasiswa Indonesia yang ia anggap egois. Dan yang terakhir adalah faktor norma yang diartikan sebagai aturan yang menuntun para anggota budaya dalam berpikir dan mengambil tindakan. Norma dianggap sebagai kebiasaan-kebiasaan yang dilakukan seseorang berdasarkan letak wilayahnya. Banyak sekali perbedaan kebiasaan yang terjadi antara mahasiswa Turki dengan mahasiswa Indonesia di UIN Jakarta. Berikut adalah kutipan hasil wawancara dengan 67 68 Wawancara pribadi dengan Zakir Ekin, mahasiswa Turki, 19 Mei 2016, via email. Wawancara pribadi dengan Kaisan Putera, mahasiswa Indonesia, 20 Mei 2016. 54 Kaisan Putera terkait kebiasaan di Turki yang Zakir terapkan di desa KKN: “waktu itu di SD kan ngajar tuh, nah kalo dia, anak SD itu dipegang-pegang sama dia, dicium keningnya, katanya si kalo di Turki kebiasannya kaya gitu. Nah pas kita rapat, kita pada bilang, “Zakir, lu jangan pegang-pegang anak SD, soalnya disini beda” trus dia bales, “kalau disana kalau kita megang dan nyium anak SD kaya gitu tandanya kita sayang sama anak kecil”, terus akhirnya kita bilangin kalo yaa ga bisa soalnya nanti bisa dikira pedofil. Gitu jadi, kaya beda-beda gitu doang si karna beda budaya ya.”69 Dari cerita Kaisan di atas, terlihat bahwa terdapat kebiasaan yang sangat berbeda antara budaya Turki dan budaya Indonesia. Di Turki, mencium kening anak kecil dianggap sebagai hal yang biasa karena memiliki arti bahwa orang tersebut menyayangi anak kecil. Namun, di Indonesia hal ini bukanlah hal yang biasa, bahkan Kaisan khawatir kalau Zakir akan dianggap sebagai pedofil di mata masyarakat di desa. Ada juga kutipan hasil wawancara peneliti dengan Kaisan Putera terkait dengan hal yang tidak disukai Zakir: “Dia sempet ngeluh gara-gara makanan waktu KKN kan paling tempe, tahu. Mungkin dia biasa makan enak yaa, jadi dia ngomong “makanannya yang enak dong, ayam gitu”, jadi kita ikut maunya dia, tapi dia juga yang modalin. Paling royal deh. Dia juga ga suka rokok, menurut dia yaa rokok itu dosa. Trus dia kan kalo tidur anteng ya, waktu KKN ada yang tidur sama dia, namanya laki kalo tidur kan kemanamana. Nah Zakir kalo subuh udah bangun duluan, soalnya katanya temen KKN kitanya itu rusuh. Jadi dia ga betah kali yaa.”70 Berdasarkan hal di atas, selama berada di desa KKN, Zakir kerap kali mengeluh karena makanan yang disajikan oleh teman sekelompoknya 69 70 Wawancara pribadi dengan Kaisan Putera, mahasiswa Indonesia, 20 Mei 2016. Wawancara pribadi dengan Kaisan Putera, mahasiswa Indonesia, 20 Mei 2016. 55 hanya tahu dan tempe. Bagi orang Indonesia, tahu dan tempe adalah makanan pokok khas Indonesia yang rasanya kurang jika tidak disajikan. Selain itu, biasanya selama KKN, mahasiswa UIN Jakarta kerap kali meminimalisir keuangan agar bisa bertahan hidup selama sebulan di wilayah lain, salah satunya dengan menghemat pengeluaran makanan. Berbeda dengan budaya Turki yang dianggap Kaisan terbiasa dengan makanan enak, Zakir meminta agar temannya menyajikan ayam dan makanan yang dianggap enak dengan modal dari Zakir sendiri. Sehingga selama di desa KKN, Zakir dikenal sebagai teman yang royal. Menurut Kaisan, Zakir juga tidak menyukai rokok. Menurutnya merokok adalah dosa. Pendapat yang sama juga dikatakan oleh Elci Nurullah terkait ketidaksukaannya terhadap rokok, berikut kutipan hasil wawancara dengan Elci: “Saya tidak suka rokok. Di fakultas Tarbiyah tidak boleh merokok tetapi mereka melakukan rokok dimanapun. Seharusnya mereka sadar supaya tidak rokok dimanapun karena kotor dan merusak.”71 Berdasarkan hal di atas, terlihat bahwa mahasiswa Turki tidak menyukai kebiasaan merokok orang Indonesia yang seringkali merokok di sembarang tempat. Kesadaran yang dimiliki oleh mahasiswa Indonesia dianggap rendah oleh mahasiswa Turki. Ketika peneliti pertama kali bertemu dengan Zakir Ekin bersama dengan teman-teman KKN-nya, ada beberapa teman Zakir yang merokok dan Zakir terlihat sangat tidak nyaman dengan keadaan tersebut. Ia terlihat seringkali mengibasngibaskan tangan dan menutup hidung. 71 Wawancara pribadi dengan Elci Nurullah, mahasiswa Turki, 23 Mei 2016, via email. 56 Disinilah salah satu peran Fethullah Gulen Chair untuk membantu mahasiswa Indonesia agar lebih baik lagi, berikut adalah kutipan hasil wawancara dengan Dr. Ali Unsal: “Visi misinya adalah mengenalkan pikiran-pikiran Fethullah Gulen sebagai „alim ulama islam yang berasal dari Turki, pikiran-pikirannya mengenalkannya di Indonesia di aspek akademik, akademic research. Bagaimana pikiran-pikiran ini bisa tersebar. Hidup dengan menghidupkan orang lain Fethullah Gulen bilang, aspek hidup semua, generasi ini harus berkhitmah. Mereka berkorban sendiri. Mereka tidak punya akhlak yang jelek. Mereka tidak ada alkohol, tidak ada zinah, tidak ada termasuk rokok. Mereka tidak suka merokok. Satu anak tidak masuk kriminal, sampai 50 tahun, jutaan orang, semua orang akan dermawan dan damai.”72 Selain menjadi Direktur di kantor Fethullah Gulen Chair, Dr. Ali Unsal juga mengajar di beberapa Fakultas di UIN Jakarta. Di dalam kelas ia juga sering kali mengenalkan pikiran-pikiran dari Hoja Effendy atau biasa dikenal dengan Fethullah Gulen terkait dengan pikiran-pikirannya yang hidup dengan menghidupkan orang lain. Hal ini dilakukan agar mahasiswa Indonesia memiliki akhlak yang baik, terhindar dari hal-hal yang negatif, dan peduli dengan keadaan disekitar. Selama berkuliah di UIN Jakarta, mahasiswa Turki mencoba untuk bergaul dan berusaha agar bisa berbaur dengan mahasiswa Indonesia lainnya. Komunikasi antarbudaya yang terjadi antara mahasiswa Turki dengan mahasiswa Indonesia menunjukkan adanya nilai kemanusiaan yang mereka terapkan. Hal ini dapat dilihat dari mahasiswa Turki yang berusaha menjaga sikap dan memilih untuk diam ketika mereka merasa tidak nyaman dengan perilaku mahasiswa Indonesia yang berbeda dengan 72 Wawancara Pribadi dengan Dr. Ali Unsal, Jakarta, 19 April 2016. 57 kebiasaan di Turki. Meskipun sering kali terjadi kesalahpahaman akibat perbedaan tersebut, mereka tetap mencoba untuk bisa menumbuhkan sikap saling menghargai. Mahasiswa Turki di UIN Jakarta menyadari, dalam mewujudkan komunikasi yang efektif dengan latar budaya yang berbeda, tidaklah mudah. Mereka harus berusaha agar komunikasi yang dilakukan dengan mahasiswa Indonesia dapat berjalan dengan baik. Dalam mewujudkan komunikasi yang efektif, tentunya ada beberapa hal yang harus diperhatikan, salah satunya munculnya sikap prasangka sosial, akibat perbedaan yang terjadi di antara mahasiswa Turki dan mahasiswa Indonesia. Jika hal ini dibiarkan maka akan terjadi disintegrasi sosial. Hal seperti ini tentunya sangat tidak diharapkan oleh mahasiswa Turki di UIN Jakarta. Hal di atas sesuai dengan bentuk komunikasi antarbudaya yang telah dibahas pada bab sebelumnya yang menjelaskan bahwa ketika dua budaya (budaya Turki dan budaya Indonesia) berkomunikasi, maka akan ada dua kemungkinan yang dapat terjadi. Pertama, komunikasi akan berhasil sehingga menyebabkan berkurangnya kecemasan antara mahasiswa Turki dan mahasiswa Indonesia, sehingga akan muncul keharmonisan di antara mereka. Kedua, komunikasi yang terjadi akan gagal dan menyebabkan kecemasan semakin meningkat serta tidak adanya relasi antarpribadi. Untuk dapat memahami mengenai komunikasi yang terjadi pada mahasiswa Turki di UIN Jakarta, dapat dilihat pada gambar model komunikasi antarbudaya berikut: 58 Strategi Komunikasi yang akomodatif Kebudayaan Kebudayaan C Kepribadian Kepribadian A Persepsi terhadap relasi antarpribadi B Ketidakpastian Persepsi terhadap relasi antarpribadi Kecemasan Gambar 9: Model komunikasi antarbudaya Berdasarkan gambar di atas, komunikasi akan menjadi efektif ketika tingkat ketidak pastian menjadi lebih sedikit. Begitu juga sebaliknya, komunikasi menjadi kurang efektif apabila tingkat kecemasan yang terjadi semakin meningkat. Berdasarkan latarbelakang mahasiswa Turki dan mahasiswa Indonesia yang berbeda, tentunya semua kemungkinan di atas dapat terjadi. Berdasarkan wawancara yang peneliti lakukan dengan beberapa informan, maka peneliti menemukan bahwa rendahnya tingkat kecemasan yang dialami mahasiswa Turki di UIN Jakarta. Hal tersebut tentunya akan membawa komunikasi yang terjadi menuju ke arah yang lebih baik, 59 sehingga perbedaan di antara mereka akan tertutupi karena adanya peleburan budaya yang dirasakan oleh mahasiswa Turki dan mahasiswa Indonesia. Berikut adalah kutipan hasil wawancara peneliti dengan Kadar Turker, mahasiswa asal Turki yang mecoba untuk belajar bahasa Indonesia dan mulai mengetahui beberapa bahasa di Indonesia: “Saya nanti datang kesini saya ambil kursus bahasa Indonesia, setelah udah selesai kursus bahasa Indonesia, saya daftar UIN gitu. Untuk tahun pertama untuk saya susah, tapi alhamdulillah kalau saya sudah belajar bahasa lama-lama bisa. Tapi teman-teman juga bantu saya kalau saya ada yang bingung. Bahasa Jawa yaa, karena kita disini pakai itu kan bahasa biasa ya bahasa Indonesia semuanya, kalau kita kan mau belajar ini nanti kalo diganti dengan yang Jawa atau Sumatera nanti beda, tapi tidak beda banget. Misalkan saya cuman dengar dari nomor-nomor gitu, itu dia juga beda. Satu, dua, itu jadi siji, loro. Itu kan beda. Seperti bahasa yang baru lagi. Misalkan bahasa yang gaul atau bahasa syarat gitu.”73 Berdasarkan hasil wawancara di atas dapat terlihat adanya usaha yang dilakukan oleh mahasiswa Turki untuk dapat berbaur dengan mahasiswa Indonesia. Pada awalnya ia merasa bingung, namun ia tetap belajar sehingga seiring berjalannya waktu, ia lancar dalam berbahasa Indonesia. Bahkan, ia mengetahui beberapa bahasa di Indonesia seperti bahasa Jawa dan Sumatera serta bahasa gaul yang biasa digunakan oleh mahasiswa Indonesia. Semua ini dapat terjadi karena bantuan dari mahasiswa Indonesia. Hal ini tentunya memberikan pengaruh pada komunikasi antarbudaya yang terjadi di antara mereka. 2. Adaptasi dengan Budaya Baru Bagi mahasiswa Turki, adaptasi yang dilakukan dari awal mereka datang ke Indonesia dilakukan dengan penuh rintangan. Memasuki negara 73 Wawancara pribadi dengan Kadar Turker, mahasiswa Turki, 13 Mei 2016. 60 Indonesia yang sebagian besar belum pernah mereka kunjungi menjadikan proses adaptasi yang dilakukan menjadi amat sulit. Dari hasil wawancara peneliti dengan para mahasiswa Turki, alasan mereka datang ke Indonesia adalah untuk menuntut ilmu dan mendapatkan gelar sarjana. Mereka tidak memiliki keluarga dan datang ke Indonesia hanya seorang diri. Karena kehadiran mereka di Indonesia karena suatu kebutuhan, pada akhirnya mereka banyak beradaptasi dengan mahasiswa Indonesia agar memahami budaya di Indonesia dan melakukan hal yang sama dengan mahasiswa Indonesia. Pada tahap awal, mahasiswa Turki mempelajari bahasa Indonesia terlebih dahulu. Mereka les bahasa Indonesia agar dapat berinteraksi dengan mahasiswa Indonesia. Berikut adalah kutipan hasil wawancara dengan Kadar Turker: “Saya nanti datang kesini saya ambil kursus bahasa Indonesia, setelah udah selesai kursus bahasa Indonesia, saya daftar UIN gitu. Untuk tahun pertama untuk saya susah, tapi alhamdulillah kalau saya sudah belajar bahasa lama-lama bisa. Tapi temanteman juga bantu saya kalau saya ada yang bingung. Bahasa Jawa yaa, karena kita disini pakai itu kan bahasa biasa ya bahasa Indonesia semuanya, kalau kita kan mau belajar ini nanti kalo diganti dengan yang Jawa atau Sumatera nanti beda, tapi tidak beda banget. Misalkan saya cuman dengar dari nomor-nomor gitu, itu dia juga beda. Satu, dua, itu jadi siji, loro. Itu kan beda. Seperti bahasa yang baru lagi. Misalkan bahasa yang gaul atau bahasa syarat gitu.”74 Setelah mereka menyadari bahwa bahasa Indonesia yang mereka pelajari di tempat les berbeda dengan bahasa yang digunakan dalam kehidupan sehari-hari, para mahasiswa Turki ini mulai belajar agar dapat 74 Wawancara pribadi dengan Kadar Turker, mahasiswa Turki, 13 Mei 2016. 61 berbaur dengan bahasa yang digunakan oleh mahasiswa Indonesia pada umumnya. Hal ini akan berdampak pada perubahan kebiasaan dan perilaku bagi para mahasiswa Turki. Hal ini terlihat dari Kadar Turker yang juga kerap kali sudah terbiasa dan nyaman dengan budaya dan kebiasaan orang Indonesia. Berikut adalah kutipan hasil wawancara dengan Kadar Turker terkait dengan beberapa aktivitas yang pernah ia lakukan di Indonesia: “ya saya bukan cuma yang Indonesia, saya suka dari karakter saya juga saya ingin tau mau apa-apa gitu budayanya, saya ingin tau dan saya sudah cari-cari tau juga culture. Misalkan ada yang misalkan saya pakai jalan, itu angkot gitu, naik angkot nanti disitu ada mereka lihat kita mau bicara tapi mereka sedikit. saya bicara atau engga gitu, takut beda bahasa, nanti kalo mereka atau kita sudah bisa bahasa Indonesia mereka juga mau ngobrol gitu, senang gitu Kalo nanti misalkan saya tau budaya yang lain kan seneng kan, jadi pintar gitu ya. Batik gitu ada dimana-mana, batik juga beda yaa, macam-macam gitu. Ke pasar gitu kan, orang asing dimanamana kalo jual harganya jadi sedikit tinggi gitu ya, soalnya kan itu orang asing. Nanti mereka dari mahal, nanti temen-temen kita bantu gitu. Iya saya suka dan sudah biasa juga makanannya yang bumbu, iya rempah.”75 Berdasarkan hal di atas, Kadar Turker mengatakan bahwa ia sering kali menggunakan angkot sebagai angkutan umum sehari-hari. Ketika berada di angkot, ia merasa orang Indonesia yang berada di dalam angkot ingin menyapanya, tapi mereka takut karena menganggap bahwa Kadar tidak bisa berbahasa Indonesia. Kadar ingin menyapa mereka tetapi ia juga khawatir kalau bahasa yang ia gunakan salah. Karena itu ia ingin mempelajari bahasa Indonesia agar dapat berkomunikasi dengan orang Indonesia. Selain itu, Kadar juga pernah mendatangi pasar tradisional dan ia menyadari kalau orang asing yang belanja di pasar, harganya akan 75 Wawancara pribadi dengan Kadar Turker, mahasiswa Turki 13 Mei 2016. 62 ditinggikan. Hal ini juga diperkuat oleh Iqlima selaku teman Kadar di Fakultas Tarbiyah terkait dengan kesukaan Kadar di Indonesia: “dia suka nanya kalo Indonesia kerudungannya yang khas kaya gimana, lebih ke fashion si. Terus nanya tempat-tempat traveling di Indonesia. Dan kalo Kadar tuh tipe yang suka jalan-jalan loh wi. Kan dia pernah ke Bandung waktu itu trus ke Semarang apa Yogya gitu, apa dua-duanya kali ya, mungkin pernah juga.”76 Dari jawaban Iqlima, sudah terlihat bahwa ada usaha Kadar yang ingin mempelajari budaya Indonesia dan menerapkannya ke dalam kehidupan sehari-hari. Kadar sering menanyakan fashion Indonesia yang sedang trend, dan menurut pengakuan Kadar, ia juga menyukai batik dan makanan-makanan khas Indonesia. Proses enkulturasi telah terjadi pada Kadar, ia sudah mulai menginternalisasikan budaya Indonesia ke dalam kehidupan sehari-hari. Dan hal ini menunjukkan adanya perubahan yang signifikan dari Kadar Turker. Ada juga mahasiswa Turki lain yang bernama Zakir Ekin yang terlihat ingin mempelajari budaya Indonesia dan menerapkan ke dalam kehidupan sehari-hari. Berikut adalah kutipan hasil wawancara dengan Kaisan Putera: “Keliatan ko kalo dia mau tau, dari cara dia pengen belajar bahasa Indonesia, trus dia mau ngikutin bahasa-bahasa gaulnya kita, trus cara bercandanya, trus kaya cara dia pengen pake sarung gitu. Kalo disana kayanya kan ga ada kali ya, sarung gitu, dia tuh pengen make sarung, mungkin gara-gara terlalu tinggi kali ya jadi susah nyari sarung yang pas. Kan yang kita bawa pas KKN yaa sebadan kita, sedangkan dia tinggi banget. Kalo sate nasi goreng keliatannya dia kurang suka deh, pernah nyobain waktu itu, tapi mungkin gara-gara anak KKN juga yang masak si. Mungkin juga karna masakannya yang ga enak jadi dia ga suka.”77 76 77 Wawancara pribadi dengan Iqlima, mahasiswa Indonesia, 28 Mei 2016. Wawancara pribadi dengan Kaisan Putera, mahasiswa Indonesia, 20 Mei 2016. 63 Dari jawaban Kaisan di atas terlihat bahwa selama di desa KKN, Zakir terlihat ingin mengikuti budaya kita dengan menggunakan kain sarung untuk solat. Menurut sepengetahuan Kaisan, di Turki, Zakir tidak menggunakan kain sarung sebagai alat untuk solat. Jadi ketika mereka melaksanakan solat dengan sarung, Zakir juga ingin memakainya. Menurut Kaisan, Zakir tidak menyukai makanan khas Indonesia seperti nasi goreng dan sate. Namun, hal ini diduga karena teman sekelompok KKN mereka yang memasak. Setelah peneliti bertanya dengan Zakir, ternyata Zakir menyukai makanan khas Indonesia seperti nasi dendeng, nasi uduk dan gorengan.78 Satu lagi mahasiswa Turki di UIN Jakarta yang terlihat ingin mempelajari budaya Indonesia. Ketika peneliti bertemu dengan Meryam Sari, peneliti sudah dapat melihat antusias Meryam sangat besar untuk mempelajari budaya Indonesia. Hal tersebut terlihat dari cara Meryam bercerita mengenai Indonesia, berikut kutipan hasil wawancara dengan Meryam: “ada teman yang pernah memberikan saya makan dan itu sangat enak seperti cemilan pisang ditempelkan bubuk coklat tapi saya lupa teman saya asal dimana, nanti saya beritahu kalau saya bertemu. Teman UIN sangat baik kepada kami yang bukan warga Indonesia. Mereka terlihat sangat suka tersenyum kepada kami jadi kami juga ikut baik kepada mereka. Kalau saya mulai cocok dengan semuanya karena kan makanan Indonesia beda rasa ya jadi prosesnya lama juga. Kalau sekarang saya suka sama nasi goreng yang ada di jalan dekat kampus dua yang banyak apa itu namanya, bawang yaa Aceh atau nasi goreng Aceh. Lalu saya suka bicara dengan teman mengenai hal-hal yang terkenal di Indonesia dan saya pingin gitu ikut. Saya tau batik Indonesia banyak dan motifnya bagus. Saya ada rencana ke Jawa karena menurut teman disana batiknya banyak macam. Saya sedang tidak pakai batik 78 Wawancara pribadi dengan Zakir Ekin, mahasiswa Turki, 19 Mei 2016, via Line. 64 biasa hari saya suka pakai karena saya terlihat keren ya kalau pakai batik. Kalau makanan saya banyak suka tapi belum semua telah dicoba. Saya suka nasi goreng Aceh, soto ayam saya lupa nama yang ikan lalu ada cabai, yaa pecel lele juga.”79 Berdasarkan cerita Meryam di atas, terlihat bahwa Meryam sangat menyukai makanan, pakaian dan kebiasaan orang Indonesia yang suka tersenyum dan hal ini membuatnya membalas keramahan mahasiswa Indonesia. Proses enkulturasi terlihat jelas pada keseharian Meryam Sari yang ingin mencoba banyak makanan yang ada di Indonesia, lalu rencana Meryam untuk jalan-jalan ke pulau Jawa untuk mencari baju batik. Bahkan, menurut pengakuan Meryam, biasanya ia suka menggunakan baju batik ketika datang ke UIN Jakarta. Para mahasiswa Turki di UIN Jakarta perlahan-lahan telah mengalami perubahan tanpa mereka sadari. Hal ini tentunya juga akan membawa rasa bingung pada diri mereka untuk mempertahankan kebiasan lamanya atau bahkan malah mengadopsi budaya baru yang ada di Indonesia. Menurut salah satu Teman Zakir Ekin yang bernama Kaisan Putera, Zakir pernah ditegur karena mencoba untuk mempertahankan kebiasaan lamanya selama ia di Turki. Berikut kutipan hasil wawancara dengan Kaisan Putera: “waktu itu di SD kan ngajar tuh, nah kalo dia, anak SD itu dipegang-pegang sama dia, dicium keningnya, katanya si kalo di Turki kebiasannya kaya gitu. Nah pas kita rapat, kita pada bilang, “Zakir, lu jangan pegang-pegang anak SD, soalnya disini beda” trus dia bales, “kalau disana kalau kita megang dan nyium anak SD kaya gitu tandanya kita sayang sama anak kecil”, terus akhirnya kita bilangin kalo yaa ga bisa soalnya nanti bisa dikira 79 Wawancara pribadi dengan Meryam Sari, mahasiswa Turki, 24 Mei 2016. 65 pedofil. Gitu jadi, kaya beda-beda gitu doang si karna beda budaya ya.”80 Berdasarkan hasil wawancara di atas, terlihat sempat terjadi perlawanan yang dilakukan Zakir Ekin mengenai kebiasaan yang biasa ia lakukan selama di Turki. Namun setelah Kaisan beri tahu bahwa di Indonesia hal tersebut tidak diperkenankan, Zakir Ekin memilih untuk diam. Hal ini peneliti anggap wajar karena ketika seseorang memasuki wilayah baru, tentunya ada kebiasaan-kebiasaan yang diterapkan oleh masyarakat pribumi setempat. Peneliti juga sempat mewawancarai salah satu staff di kantor PLKI bernama Indah Kusuma. Mahasiswa Turki dianggap tidak sopan karena kerap kali masuk ke kantor PLKI tanpa mengucap salam atau tersenyum. Berikut hasil kutipan wawancara dengan Indah Kusuma: “Mereka tuh kurang gaul, kalo dateng kesini mah ya ga nyapa apa lah atau apa kek gitu engga, duduk duduk aja. Beda maksudnya, beda sama. Ini kan kita lagi banyak banget mahasiswa asal Gamia. Gamia mah malah sopan, beda banget deh. Dateng mah nyegir gitu, walaupun dia dateng segerombolan juga kita mah seneng kan soalnya ramah. Iya mereka baru pada datang. Beda sama Turki. Ada yang ga senyum ada yang ga salim. Dateng mah dateng aja gitu, terkadang juga saya suka aneh si. kalo aku pribadi si aku diemin aja, kalo dia jutek aku jadi ikutan jutek juga kan. Mungkin ga semuanya gitu, cuma sebagian aja. Mereka ga pernah kenalan sama aku, ga pernah. jadi aku diem aja. jadi mereka kalo kesini yaa ga kenal muka kalo ga sama Pak Furqon soalnya udah lama kan.”81 Berdasarkan hasil wawancara peneliti dengan Indah Kusuma, mahasiswa Turki di UIN kerap kali datang ke kantor PLKI tanpa mengucap kata permisi atau salam. Menurutnya, hal ini berbeda dengan 80 81 Wawancara pribadi dengan Kaisan Putera, mahasiswa Indonesia, 20 Mei 2016. Wawancara pribadi dengan Indah Kusuma, staff di kantor PLKI, 26 Mei 2016. 66 mahasiswa asal Gambia yang kalau datang selalu tersenyum dan mengucap salam. Sempat dua orang asal Turki ditegur oleh Pak Furqon karena mereka tidak sopan ketika masuk ke ruangan PLKI. Dan setelah kejadian tersebut, mahasiswa Turki yang datang ke kantor PLKI, mulai mengucap salam dan tersenyum. BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian dan data-data yang peneliti kumpulkan mengenai komunikasi antarbudaya pada proses enkulturasi mahasiswa Turki di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah-Jakarta, dapat peneliti tarik kesimpulan sebagai hasil penelitian, yaitu sebagai berikut: 1. Komunikasi antarbudaya yang terjadi antara mahasiswa Turki dan mahasiswa Indonesia terjadi dalam bentuk komunikasi interpersonal dan komunikasi kelompok. Biasanya mereka saling berdiskusi dengan teman satu kelas mengenai hal-hal yang penting untuk dibicarakan. Dari dua orang yang saling berbicara, pada akhirnya mereka akan membentuk satu kelompok untuk mendiskusikan suatu hal. 2. Proses adaptasi mahasiswa Turki di UIN Jakarta dilalui penuh dengan rintangan dan banyak mengalami kesulitan. Pada awal mereka datang ke Indonesia dan mulai mempelajari bahasa beserta budayanya, mereka kerap kali merasa bingung karena bahasa Indonesia dianggap sangat banyak dan budaya Indonesia dianggap sangat beragam. Secara bertahap mahasiswa Turki dapat mempelajari budaya Indonesia dan mulai menerapkan ke dalam kehidupan sehari-hari. Proses enkulturasi yang dialami mahasiswa Turki belum berjalan dengan semestinya, karena sampai saat ini mereka masih merasa bingung dan mengalami kesulitan dalam proses komunikasi. 67 68 B. Saran Dalam kesempatan ini, peneliti mengemukakan beberapa saran yang berhubungan dengan komunikasi antarbudaya pada proses enkulturasi mahasiswa Turki di Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah-Jakarta: 1. Penulis berharap UIN Jakarta dapat menjadi kampus yang dapat menyatukan mahasiswa-mahasiswa asing yang berbeda budaya, sehingga tidak ada permasalahan yang muncul dan melibatkan perbedaan agama, suku, ras, bahasa, ideologi dan sebagainya. 2. Semoga kiprah Fethullah Gulen Chair di Indonesia semakin baik demi mewujudkan pikiran-pikiran Hoja Effendi dalam memanusiakan manusia. Dan penulis berharap, kantor Fethullah Gulen Chair dapat lebih banyak lagi untuk bekerjasama dengan lembaga-lembaga di Indonesia bahkan mancanegara untuk menyebarkan visi-misinya. 3. Semoga mahasiswa asing, terutama mahasiswa Turki dan mahasiswa Indonesia di seluruh dunia dapat lebih menghargai arti dari sebuah perbedaan. DAFTAR PUSTAKA A. Buku dan Artikel Anila, Upik, Komunikasi Antarbudaya di Pondok Pesantren Darunnajah Ulujami, Jakarta: Skripsi Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah-Jakarta, 2015. AW, Suranto, Komunikasi Sosial Budaya, Yogyakarta: Graha Ilmu, 2010. Brent D. Ruben & Lea P. Stewart, Komunikasi dan Prilaku Manusia, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2013. Cangara, Hafied, Ilmu Komunikasi, Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2007. Devito, Joseph A, Komunikasi Antarmanusia, Jakarta: Profesional Books, 1997. Djam‟an Satori dan Aan Komariah, Metode Penelitian Kualitatif, Bandung: Alfabeta, 2010. Dominick, Joseph R, The Dynamics of Mass Communication: Media in the Digital Age, 7th edition, McGraw Hill, 2002. Effendi, Onong Uchjana, Dinamika Komunikasi, Bandung: Remaja Rosdakarya, 1992. Effendi, Onong Uchjana, Spektrum Komunikasi, Bandung: Bandar Maju, 1992. Fajar, Marhaeni, Ilmu Komunikasi Teori & Praktik, Yogyakarta: Graha Ilmu, 2009. Gudykunst, William, Communicating with Strangers, Library of Congress Cataloging in Publication Data, 1984. Jumroni dan Suhaimi, Metode-metode Penelitian Komunikasi, Jakarta: UIN press, 2006. Liliweri, Alo, Dasar-Dasar Komunikasi Antarbudaya, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2011. Liliweri, Alo, Gatra-Gatra Komunikasi Antarbudaya, Yogyakarta: PUSTAKA PELAJAR, 2011. 69 70 Liliweri, Alo, Makna Komunikasi dalam Komunikasi Antarbudaya, Yogyakarta: PT. Lkis Pelangi Askara, 2007 Lubis, Mochtar, Manusia Indonesia, Jakarta: Idayu Press, 1977. Moleong, Lexy J, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung, Rosdakarya, 2007. Muhammad, Arni, Komunikasi Organisasi, Jakarta: Bumi Aksara, 2007. Mulyana, Deddy, Komunikasi Antarbudaya, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2009. Mulyana, Deddy, Komunikasi Efektif, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2005. Pitriani, Pipit, Akulturasi Budaya Antara Tradisi Sunda Wiwitan dengan Islam Dalam Bentuk Ritual Sesajen di Desa Narimbang, Kecamatan Conggeang, Kabupaten Sumedang. Jakarta: Skripsi Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah-Jakarta, 2010. Roudhonah, Ilmu Komunikasi, Jakarta: UIN PRESS, 2007. Rozak, Yusron, Sosiologi Sebuah Pengantar: Tinjauan Pemikiran Sosiologi Perspektif Islam, Jakarta: Laboratorium Sosiologi Agama, 2008. Samovar, Larry A, Komunikasi Lintas Budaya, Jakarta: Salemba Humanika. Soehartono, Irawan, Metode Penelitian Sosial, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2011. Soekanto, Soerjono, Sosiologi: Suatu Pengantar, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1999. Stephen W. Littlejohn dan Karen A. Foss, Teori Komunikasi, Jakarta: Salemba Humanika, 2008. Stewart L. Tubss & Sylvia Moss, Human Communication (Kontekskonteks Komunikasi), Bandung: Remaja Rosdakarya, 2005. Syukri, Ahmad, Komunikasi Antarbudaya: Studi pada Pola Komunikasi masyarakat suku Betawi dengan Madura di Kelurahan Condet Batu Ampar, Jakarta: Skripsi Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu 71 Komunikasi, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah-Jakarta, 2013. Wood, Julia T, Communication in Our Lives, Wadsworth Cengage Learning: Boston, 2009. Mengenal lebih Dekat Fethullah Gulen Chair, Jakarta: Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, 2014. B. Web Site http://www.uinjkt.ac.id/?p=7986. www.fgulenchair.com C. Wawancara Pribadi 1. Dr. Ali Unsal, Direktur kantor Fethullah Gulen Chair UIN Jakarta 2. Kadar Turker, mahasiswa Turki Fakultas Tarbiyah 3. Meryam Sari, mahasiswa Turki Fakultas Tarbiyah 4. Zakir Ekin, mahasiswa Turki Fakultas SAINTEK 5. Elci Nurullah, mahasiswa Turki Fakultas Tarbiyah 6. Kaisan Putera, mahasiswa Indonesia Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi 7. Iqlima, mahasiswa Indonesia Fakultas Tarbiyah 8. Indah Kusuma, Staff Pusat Layanan Kerja Internasional (PLKI) UIN Jakarta 72 LAMPIRAN 73 74 75 HASIL WAWANCARA Nama : Dr. Ali Unsal Jabatan : Direktur Fethullah Gulen Chair Hari/Tanggal : Selasa, 19 April 2016 Waktu Wawancara : 13.05-13.45 Tempat Wawancara : Kantor Direktur Fethullah Gulen Chair 1. Bagaimana awal terbentuknya Fethullah Gulen Chair? Fethullah Gulen Hojaeffendi sangat terkenal di seluruh dunia dan menginspirasi generasi yang muda dan jutaan orang terinspirasi oleh beliau. Dia salah satu „alim ulama. Dia memiliki sekitar 80 buku, ribuan kasetnya dan dia punya mimpi, gimana di abad ini islam Islam tidak present dengan baik tidak dengan damai, karena di dunia ini Islam seperti orang-orang Islam mempresentasikannya kurang, ilmunya kurang, praktiknya kurang, dimana-mana Di Turki, dia berfikir kalau kami bisa mendidik generasi yang baru dengan nilai-nilai islam, dengan akhlakul karimah dari Rasulullah SAW dan sahabatnya, tetapi mereka beradaptasi modern. Artinya generasi ini harus mempunyai akhlakul karimah, kejujuran, kebersihan, suci, jujur dan lainlainnya. Tetapi mereka bisa berbicara dengan beberapa bahasa, termasuk utama ini bahasa Inggris atau bahasa Prancis atau bahasa Arab, yang 76 bahasa besar-besar dan bahasa sendiri juga. Juga mereka punya ilmu pengetahuan. Dengan ini, dengan doa saya, generasi ini dengan ilmu pengetahuan, ilmu Islam atau akhlakul karimah, bisa representasi Islam di dunia ini. Islam itu Peace, damai. Tapi representasinya kurang di dunia Gimana Islam itu Rakhmatan Lil‟alamin? Ya ini mimpinya. Ia mulai menjalani 50 tahun yang lalu. Kalau saya mendidik generasi yang baru, mereka bisa mengajar ke generasi yang lain. Dan dimulai di Turki. Yang pentingnya, misalnya dakwah Rasulullah SAW, dua macam, berbicara, kasih tau, ambil wahyu dan kasih tau serta jelas mereka. Yang kedua temphty, temphty itu praktice, praktik. Dia melakukan sendiri. Ibadahnya, akhlaknya, semua dari al-qur‟an, karena membaca al-quran. Akhlaknya Rasulullah SAW, itu al-qur‟an. Ia melakukan praktiknya sendiri dulu. Semua ada metodologinya Apa maksud saya, Hoja Effendi, Fethullah Gulen, dulu dia baca, apapun dia dapat, ia baca. Ia hatam al-quran pertama kali, empat tahun, anak kecil. Sepuluh tahun ia hafal semua qur‟an dan menghafalnya Allah kasih hadiah, sangat kuat. Kalau ia dengar satu kalimat saja, dia langsung hafal. Di madrasah, pesantren misalnya ayahnya imam juga tapi miskin, dia tidak punya buku. Harus kasih hafalan kepada gurunya dulu metodologinya begitu. Dia mendengar satu kalimat langsung hafal. Jadi dia kasih homeworknya kepada gurunya tanpa buku. Dia baca buku history, sains, kimia, biologi, sastra barat, sastra timur, semuanya. Tapi dilarang di madrasahnya, rahasia dia baca. Apa artinya, dia bilang, di madrasah tidak bisa baca buku-buku yang lain, harus fokus ke hadits saja. Dia dididik 77 sendiri, fokus pendidikan sendiri. Dia mencoba hidup seperti Rasulullah SAW dan para sahabatnya. Sangat sederhana. Dia tidur hanya dua jam, sehari. Kalau dia tidur tiga jam, dia pusing. Makan satu kali dan roti kecil itu. Ia fokus ilmu. Ia belum menikah. Dia fokus di agama dan ilmu. Kemudian dia lihat generasi hampir hilang di Turki. Selalu perang. Di Masjid-masjid, jamaah semua orang tua. Tidak ada lagi anak SMP, SMA, Universitas. Dia khawatir, kalau generasi hilang, gimana? Ini tanggung jawabnya. Dia punya mimpi, kami harus mendidik generasi emas, golden generation. Apa golden generation? Mereka harus dapat ilmu pengetahuan dan ilmu agama. Dan dia jadi penceramah. Usianya 17 tahun. Dan ilmunya sangat kuat. Dia juga baca ensiklopedia Di tradisi Turki ada yang namanya wa‟as, sebelum solat jumat ada ceramah, satu setengah jam. Ada orang muda yang wa‟as, sangat bagus, masih muda. Ada seorang anak muda datang, tapi dia minum alkohol, dia punya senjata, kalau kami bilang, seperti geng gitu, seperti mafia. Gimana saya pergi ke masjid? Saya datang ke masjid, tapi saya duduk disitu. Kenapa? Karna saya tidak suka masjid, saya tidak suka solat, seperti itu. Sang penceramah mulai ceramah, dia berbicara dengan biologi, fisika, dia berbicara dengan ilmu-ilmu yang lain. Dia bilang, Islam tidak perang dengan ilmu-ilmu lain. kemudian muda itu berjanji akan datang lagi dan bertanya solat jumat berapa rakaat? Lalu di jawab, dua rakaat. Dan dia ikut setiap minggu. Apa artinya? Orang yang lain, mereka suka Hoja Effendy. Hoja artinya guru, Effendi artinya yang terhormat. Semua orang tau dan suka Hoja Effendy. Dia bilang ini kredit. Saya harus pakai kredit ini, 78 bukan untuk fashion. Untuk generasi. Dan dia mendorong masyarakat yang orang bisnis, orang kaya, orang muslim, orang dermawan untuk bangun sekolah. Sekolah modern. Ayo buka sekolah sendiri dengan pendidikan modern dan akhlak yang mulia Kalau sekolah Kharisma bangsa itu pemiliknya orang Indonesia, bukan Turki. Yayasan Indonesia tapi kerjasama dengan Fethullah Gulen. Di Turki sangat sukses sekolahnya. Tapi Hoja Effendi mengajak orang dermawan supaya jadi guru. Kami menyebut ini hizmet, gerakan sosial. Bukan politik, bukan dari pemerintah, fokus pendidikan, namanya hizmet. Apa itu? Orang-orang yang terinspirasi oleh Fethullah Gullen tapi fokus pendidikan atau peran dengan social problem. Misalnya kebodohan, kemiskinan dan konflik. Tiga masalah besar. Fethullah Gulen bilang, aspek hidup semua, generasi ini harus berkhitmah. Mereka berkorban sendiri. Mereka tidak punya akhlak yang jelek. Mereka tidak ada alkohol, tidak ada zinah, tidak ada termasuk rokok. Mereka tidak suka merokok. Satu anak tidak masuk kriminal, sampai 50 tahun, jutaan orang, semua orang akan dermawan dan damai Di Irak, ada khurdi, sunny semua campur, tapi tidak ada konflik di sekolah-sekolah ini, ada 30an sekolah ada disana. Ada satu Thesis tentang fungsi-fungsi hizmet, solusi masalah konflik di Timur Turki. Ada satu teroris PKK, tapi hizmet juga disana buka reading house, rumah baca, ini bebas, gratis, semua anak fakir miskin bisa datang. Disana ada guru, mereka bantu. Kalau mereka tidak datang, guru akan ngambil anak-anak ke gunung, diajak. Ini menjaga anak-anaknya dari terorisme 79 Fethullah Gullen Hojaeffendi fokus pada pendidikan, di Turki dulu, baru dunia. Bagaimana pikiran-pikiran ini bisa tersebar. Hidup dengan menghidupkan orang lain. Jangan konflik. Hizmet tidak untuk akternatif yang lain. misal, di Indonesia hizmet datang kesini mau kerja sama dengan pemerintah, kalau pemerintah ini bersih, legal, tidak ada gelap. Kami punya pikiran, hizmet tidak punya alternatif untuk yang lain, bisa kerjasama tapi hubungannya harus baik dan tidak gelap Atas nama Fethullah Gullen, dibuka ini selama tujuh tahun dan kami berorganisasi untuk mengenalkan pikiran-pikiran ini 2. Sejak kapan masuknya Fethullah Gulen Chair di Universitas Islam Negeri Jakarta? Fethullah Gulen Chair or the Turkies Studies, nama aslinya. Sudah dibangun atau didiri oleh UIN Syarif Hidayatullah dan waktu itu sudah ada wasiat, didiri dengan orang dermawan dan direktorat orang Turki datang kesini dan kerja sama dengan orang Indonesia, waktu itu Bapak Qomaruddin Hidayat. Dan mereka bersama, setuju untuk mendirikan Fethullah Gulen Chair, waktu itu tahun 2009. Waktu itu saya di Amerika, bukan disini, lalu saya diundang sebagai direktur Turki dan menjadi dosen di beberapa fakultas disini Selama tujuh tahun Fethullah Gulen chair melakukan kegiatannya atau visi misinya. Visi misinya adalah mengenalkan pikiran-pikiran Fethullah Gulen sebagai „alim ulama islam yang berasal dari Turki, pikiran- 80 pikirannya mengenalkannya di Indonesia di aspek akademik, akademic research 3. Sejak kapan masuknya mahasiswa Turki di UIN Jakarta? Orang hizmet datang kesini untuk promosi, memperkenalkan orang muda di Turki. Kalau tidak mau di Turki atau tidak ada kesempatan di Turki, ayo disini ada Indonesia, kami punya hubungan dengan universitas seperti UIN, mereka bisa bantu, masyarakatnya sangat sopan sangat sederhana atau rendah hati. Muda Turki sangat percaya. New Experience. Pengalaman baru, mereka mau berkembang di luar negeri. Ini langsung promosi dari sini ke Turki. Tapi bukan di UIN aja tapi di UI, UNJ dan pulau-pulau lain juga ada di Kalimantan ada, di Jawa Tengah ada Mahasiswa Turki yang pertama, kalau saya tidak salah 1994. Sebelum chair 4. Apakah ada bentuk kegiatan yang dilakukan mahasiswa Turki dengan mahasiswa Indonesia? Ada. Dulu mahasiswa dan mahasiswi. Terutama mahasiswi, mereka mau kegiatan-kegiatan disini, dan mereka datang ke saya bermusyawarah, kami ada mahasiswi Indonesia dan mahasiswi Turki. Misalnya kegiatan budaya. Saya bilang ini sangat bagus. Karena orang Turki tau Indonesia dari Merapi dan khasnya. Ini jalan baik. Semua akan jadi ambassador. Mereka hidup disini punya teman-teman baik dan mereka pulang ke Turki mereka akan cerita. Ada 250 juta penduduk, tapi orangnya sangat rendah hati, 81 sangat senyum. Ini sangat penting, ini bagus. Mahasiswa biasanya berorganisasi, mereka lomba-lomba, baca buku ada. Misalnya siapa masak baik, siapa jahit baik, siapa cantik, yang perempuan punya dress baik di student center, mereka juga punya picnic or trip, mereka juga punya kegiatan-kegiatan. mereka datang, kalau saya punya budget saya akan bantu, kalau tidak punya saya bantu advice aja pikiran aja. Mereka sangat aktif. Disini ada kursus bahasa Turki, bahasa Rusia, bahasa Arab, bahasa Belanda, bahasa Inggris. Semua ada. Mau bahasa Rusia, orang dari Rusia, mau Belanda orang dari Belanda. Mereka berorganisasi. Dan saya sangat senang dengan semua aktivitas mereka Narasumber Peneliti 82 (Dr. Ali Unsal) (Dewi Mufarrikhah) Nama : Kadar Turker (Mahasiswa Turki) Usia : 24 tahun Fakultas : TARBIYAH Jurusan : Pendidikan Matematika Waktu Wawancara : 20 Mei 2016 Tempat wawancara : Sekolah Kharisma Bangsa, Pondok Cabe 1. Apa alasan anda memilih UIN Jakarta sebagai tempat untuk belajar? Saya ingin, kalau misalkan saya pilih Indonesia salah satunya kan itu, waktu zaman saya di kuliah saya tidak bisa pakai jilbab dan alasan-alasan pertama saya itu, nanti saya pilih-pilih tuh ya negeri yang muslim, gitu, lalu nanti itu di Turki ada ujian seperti untuk keluar negeri, saya dapat beasiswa ke Indonesia seneng deh saya. Iya saya nanti datang kesini saya ambil kursus bahasa Indonesia, setelah udah selesai kursus bahasa Indonesia, saya daftar UIN gitu, kalo misalkan ada syarat-syarat gitu kan yang UIN, kita harus tau bahasa Indonesia ada TOEFL gitu bahasa Inggris atau bahasa Arab, kalo udah lulus dari itu TOEFL atau bahasa-bahasa entar bisa masuk 2. Apa bahasa harian yang anda gunakan di kampus? Biasanya kalo di kampus pakenya bahasa Indonesia. Saya kan kelas saya semuanya orang Indonesia 83 3. Berdasarkan yang anda ketahui, dari mana saja daerah asal teman-teman mahasiswa Indonesia di sekitar anda? Saya itu ya kalau teman-teman yang dulu saya tidak tau, tapi saya tinggal disini udah lama ya enam tahun gitu, saya diskusi dan bicara dengan temanteman dimana-mana kita bisa ketemu dan saya misalkan tinggal di sekolah Turki ya dari situ juga ada temen-temen yang banyak ada sekolah Turki kita komunikasi dengan itu. Saya dengar dan kadang-kadang saya jalan juga, saya sudah pergi ke Yogya, Bandung, Semarang. Kan waktu ada liburan panjang suka jalan jadinya sama teman 4. Menurut anda, bagaimana komunikasi anda dengan mahasiswa Indonesia di UIN Jakarta? Bukan lancar banget, tapi alhamdulillah bisa, kadang-kadang saya mungkin bicaranya salah gitu mereka bantu saya. Tapi yang kelas saya sudah mengerti saya karena mereka, kalo saya bicara nanti mereka bisa berbalik ke saya, saya selalu bersama siswi Karisma Bangsa ya, kita belajar bersama mereka juga bantu kita. Alhamdulillah jadi lancar 5. Apakah anda bisa langsung akrab dengan mahasiswa Indonesia? Yang sebelumnya susah karena kita tidak tahu bahasa yang misalkan mereka mau komunikasi tapi dari komunikasi mereka juga susah, kan kadang-kadang teman saya juga tidak tahu bahasa Inggris. Kalau kita juga tau bahasa Inggris sedikit, kita tidak bisa. Nanti kita pakai bahasa badan. Iya nanti gitu kita jelasin, untuk tahun pertama untuk saya susah, tapi alhamdulillah kalau saya sudah belajar bahasa lama-lama bisa. Tapi teman-teman juga mengerti kalau 84 saya butuh belajar banyak mengenai Indonesia dan bahasanya jadi mereka bantu saya kalau saya ada yang bingung. Jadi awalnya yaa sulit 6. Bagaimana komunikasi dan interaksi yang anda lakukan dengan mahasiswa Indonesia? Jelaskan. Biasanya saya duluan yang mulai berkomunikasi dengan orang Indonesia, karena itu kan kalau kita orang asing yang disini sedikit, menurut saya ini ya saya tidak tau, takutnya mereka deket kita sedikit beda ya orang asing yang tidak tau bahasa, kalau mereka misalkan ada yang misalkan saya pakai jalan, itu angkot gitu, naik angkot nanti disitu ada mereka lihat kita mau bicara tapi mereka sedikit, saya bicara atau engga gitu, takut beda bahasa, nanti kalo mereka atau kita sudah bisa bahasa Indonesia mereka juga mau ngobrol gitu, senang gitu 7. Dilihat dari perbedaan budaya dan bahasa antara mahasiswa Turki dan mahasiswa Indonesia, apakah anda pernah mengalami kesulitan dalam berkomunikasi? Kadang-kadang iya karena itu kan masih belum beberapa itu misalkan bahasa yang gaul atau bahasa syarat gitu, itu kita sudah bisa dan mengerti, tapi kalau untuk bahasa ilmu masih kurang 8. Diantara teman-teman mahasiswa Indonesia, etnik manakah yang sulit diajak untuk berteman? Bahasa Jawa yaa, karena kita disini pakai itu kan bahasa biasa ya bahasa Indonesia semuanya, kalau kita kan mau belajar ini nanti kalo diganti dengan yang Jawa atau Sumatera nanti beda, tapi tidak beda banget. Misalkan saya 85 cuman dengar dari nomor-nomor gitu, itu dia juga beda. Satu, dua, itu jadi siji, loro. Itu kan beda. Seperti bahasa yang baru lagi 9. Menurut anda, apakah anda termasuk orang yang sulit ataukah orang yang mudah dalam berinteraksi? Ya itu ya, kadang-kadang iya, karena itu ya orang Indonesia misalkan bicara cepat, ga bisa paham, karena itu mereka yang hurufnya keluar beda gitu ya. Jadi karena saya tidak paham jadi terlihat sulit gitu ya 10. Bagaimana cara anda mengatasi perbedaan-perbedaan yang terjadi agar interaksi tetap berjalan dengan baik? Yaa gitu saya misalkan seperti terbagi dalam bahasa, seperti semuanya kita tidak mengerti semuanya kata-katanya ya. Cuman ambil yang kata-kata yang tau nanti kita itu ya. Seperti magic ya, ambil kata dari situ, pasti nanti dia bilangnya mau begitu. Kalo kita misalkan dari otak kita langsung terjemah itu biasanya tidak cocok, yaudah nanti mungkin maksudnya dia ini gitu. Biasanya pake bahasa badan si gitu biar mudah dipahami 11. Adakah hal-hal yang membuat anda kurang nyaman ketika berinteraksi dengan mahasiswa Indonesia? Jika ada, hal apakah itu dan bagaimana cara anda mengatasinya agar interaksi tetap berjalan lancar? Yaa gitu, yang sampai sekarang saya alhamdulillah engga tapi saya cuman dengar-dengar gitu, misalkan itu ya budaya kita makanannya, alhamdulillah agamanya kita sama cuma itu ya Imam kita beda. Saya misalkan Imam Hanafi yang disini Imam Syafi‟i ada cuman beberapa perbedaannya, dari Islam ga ada bedanya tapi dari budaya makanan, culturenya itu ada. Beda 86 banget. Iya saya suka dan sudah biasa juga makanannya yang bumbu, iya rempah 12. Apa pendapat anda mengenai INDONESIA? (Orangnya, adatnya, makanannya, bahasa dan budaya) Kalau saya sudah enam tahun disini, saya lihat dari Indonesia, dulu itu ya lebih kurang, sekarang alhamdulillah membaik ke aas ya, kaya itu ya. Kan kita semua Islam ya negeri ini, orang muslim selalu mau maju maju maju, saya juga ingin Indonesia selalu maju 13. Apakah anda tertarik untuk mempelajari budaya Indonesia secara mendalam? Tertarik tentu, karena itu ya saya bukan cuma yang Indonesia, saya suka dari karakter saya juga saya ingin tau mau apa-apa gitu budayanya, saya ingin tau dan saya sudah cari-cari tau juga culture. Karena itu kan disini di sekolah ini bukan Turki saja ada Indonesianya juga, campur-campur ya. Kalo nanti misalkan saya tau budaya yang lain kan seneng kan, jadi pintar gitu ya. Saya tau budayanya mereka juga senang gitu kan. Kalo misalkan dari orang Indonesia juga anak-anak mau belajar budaya kita mau belajar gitu, itu kita juga seneng karena mereka pahamin kita, kalau misalkan kadang-kadang ada temen saya udah dekat ya, deket banget, nanti dia bilang mereka panggil kakak atau abla. Nanti mereka panggil “abla, jangan makan itu nanti di dalamnya ada seafood” kan kita tidak bisa makan seafood ya, mereka harus perhatian ke kita juga. Di Turki boleh makan seafood tapi kadang-kadang itu ya yang untuk Imam kita beda ya, kita tidak bisa makan semuanya gitu ya, cuma ikan semacamnya gitu. Tapi ada juga yang alergi gitu. Kakak jangan 87 makan disini ada seafood atau misalkan abla jangan beli ini mahal gitu. Batik gitu ada dimana-mana, batik juga beda yaa, macam-macam gitu. Ke pasar gitu kan, orang asing dimana-mana kalo jual harganya jadi sedikit tinggi gitu ya, soalnya kan itu orang asing. Nanti mereka dari mahal, nanti temen-temen kita bantu gitu 14. Apa harapan anda terhadap teman-teman mahasiswa Indonesia? Kalau saya, saya tidak tau kalau misalkan disini yang saya tinggal di Indonesia tapi saya mau harapan saya kalau Indonesia selalu yang baik kan sekarang alhamdulillah ekonominya juga bagus disini. Mau insya allah lebih baik lagi dari education, dari culturenya, kebersihan. Dari culture bagus, tapi mungkin dari perekonomiannya harus lebih maju dan educationnya Narasumber (Kadar Turker) Peneliti (Dewi Mufarrikhah) 88 Nama : Meryam Sari (Mahasiswa Turki) Usia : 22 tahun Fakultas : TARBIYAH Jurusan : Pendidikan Guru MI Waktu Wawancara : 24 Mei 2016 Tempat Wawancara : Perpustakaan Fethullah Gulen Chair 1. Apa alasan anda memilih UIN Jakarta sebagai tempat untuk belajar? Dulu sebelum saya disini, waktu dulu cari informasi tentang kampus dunia yang Islam dan bagus. Lalu teman ada yang bantu informasi dan bilang Indonesia ada kampus bagus seperti itu. Saya cari kampus Islam karena di Turki kampusnya bagus tapi saya pingin cari sesuatu yang baru. Di Indonesia saya belajar bahasa Indonesia dengan guru dan sekarang saya masih kurang lancar, begitu. Lalu saya seperti tes ya yang waktu itu ada TOEFL juga dan saya diterima di UIN dan saya jadi mahasiswa UIN. Saya pilih jurusan Tarbiyah karena saya ingin jadi guru dan mengajarkan hal baik kepada anakanak yang pendidikannya dicari seperti itu 2. Apa bahasa harian yang anda gunakan di kampus? Kalo bahasa sehari-hari tentu bahasa Indonesia ya karena semua bicara dengan bahasa formalnya Indonesia. Terkadang saya bingung karena bahasa 89 Indonesia sangat banyak dan sering ada yang tidak tercantum di buku terjemahan seperti itu. Tetapi kalau disini kami bicara dengan bahasa kami 3. Berdasarkan yang anda ketahui, dari mana saja daerah asal teman-teman mahasiswa Indonesia di sekitar anda? Saya tidak tau banyak ya. Tapi saya kenal teman yang asal dari Jawa, ada juga yang Betawi ya kalau tidak salah dan ada teman yang pernah memberikan saya makan dan itu sangat enak seperti cemilan pisang ditempelkan bubuk coklat tapi saya lupa teman saya asal dimana, nanti saya beritahu kalau saya bertemu 4. Menurut anda, bagaimana komunikasi anda dengan mahasiswa Indonesia di UIN Jakarta? Teman UIN sangat baik kepada kami yang bukan warga Indonesia. Mereka terlihat sangat suka tersenyum kepada kami jadi kami juga ikut baik kepada mereka. Tetapi ada beberapa teman yang memang sudah mengerti kalau saya kesulitan seperti itu, nanti teman itu bantu saya bicara. Kalau sulit saya akan menggunakan gambaran-gambaran seperti itu supaya teman saya paham maksud saya 5. Apakah anda termotivasi untuk berinteraksi dengan mahasiswa Indonesia? Hal apa yang membuat anda termotivasi? Harus tentunya dan menjadi suatu kewajiban karena kami belajar disini jadi kami harus komunikasi dengan lancar seperti itu. Kan itu, kalau kita belajar di negara orang, misalkan kamu, tentu kamu harus baik dan komunikasi lancar dengan teman disana, saya begitu. Dan mereka juga baik ke kami jadi kami harus membalas kebaikan dengan lebih baik ya tentunya 90 6. Apakah anda bisa langsung akrab dengan mahasiswa Indonesia? Waktu awal iya karena saya takut salah perilaku, sikap. Saya takut yang saya, sikap saya beda dengan disini. Saya banyak diam dan melihat bagaimana sikap teman Indonesia yang lain. Lalu saya punya teman di kelas dan saya banyak belajar untuk apa, menyesuaikan ya, supaya diakui seperti itu. Teman Indonesia banyak menyapa kami jadi kami tidak takut di kemudian untuk menyapa mereka 7. Bagaimana komunikasi dan interaksi yang anda lakukan dengan mahasiswa Indonesia? Komunikasi kami, kami komunikasi baik tetapi cukup sulit untuk saya karena saya sulit memahami bicara orang Indonesia. Terkadang saya tidak tau mereka bicara apa, dan itu yaa Indonesia bahasanya banyak pula. Dan bahasanya suka ada bahasa apa, gaul ya. Iya saya bingung dengan disini. Tetapi saya nyaman karena Islam di Indonesia bagus 8. Dilihat dari perbedaan budaya dan bahasa antara mahasiswa Turki dan mahasiswa Indonesia, apakah anda pernah mengalami kesulitan dalam berkomunikasi? Sering sekali, mungkin setiap hari ya karena kami kan suka sulit paham dengan maksud mereka dan sepertinya mereka juga suka sulit terimanya gitu. Dan bahasa Inggris pun mereka kurang jadi yaa seperti itu 9. Diantara teman-teman mahasiswa Indonesia, etnik manakah yang sulit diajak untuk berteman? Sepertinya yang saya tau semua baik dan teman kelas justru terlihat sangat ingin belajar bersama seperti itu. Tapi saya sering dengar bahasa Jawa ya 91 yang suka bicara “opo” itu saya suka bingung dan sering sekali gitu. Kalo Indonesia kan bahasanya beda-beda yang bicara “saya” dan “gua” ya kalau tidak salah jadi banyak suka bingung. Tapi teman lain baik juga dengan saya, mungkin kalau yang pulaunya jauh dengan pulau ini sepertinya dia juga bingung seperti saya karena bahasanya kan banyak sekali ya, jadi ya dia susah berteman juga. 10. Dan menurut anda etnik manakah yang mudah untuk diajak berinteraksi? Yaa semua teman di UIN baik sekali 11. Menurut anda, apakah anda termasuk orang yang sulit ataukah orang yang mudah dalam berinteraksi? Gimana itu ya, kalo saya si sepertinya ya salah satu yang sulit karena saya masih suka bingung dan takut salah bicara juga. Tetapi alhamdulillahnya mereka baik ke saya jadi saya suka mudah jika bingung bicaranya 12. Bagaimana cara anda mengatasi perbedaan-perbedaan yang terjadi agar interaksi tetap berjalan dengan baik? Makanya itu kan saya bahasa Indonesianya suka sulit ya apalagi banyak kata yang beda diucap gitu, biasanya saya suka bicara kata Inggris supaya teman paham atau dengan gerakan tangan gitu jadi mereka mencoba lihat, menebak saya 13. Pernahkah anda salah memahami perilaku mahasiswa Indonesia? Apa yang kemudian anda lakukan untuk dapat memahami perilaku tersebut? Kalau itu hampir selalu salah karena Indonesia bicaranya suka rapat seperti itu jadi pahamnya sulit. Terkadang saya bilang pelankan supaya paham tapi 92 tetap saja cepat. Kalau saya yang penting bahasanya formal jangan bahasa lain supaya paham 14. Adakah hal-hal yang membuat anda kurang nyaman ketika berinteraksi dengan mahasiswa Indonesia? Jika ada, hal apakah itu dan bagaimana cara anda mengatasinya agar interaksi tetap berjalan lancar? Indonesia suka pada melihat dengan serius dan sebenernya itu membuat saya seperti tidak nyaman gitu. Mungkin karena kami tidak terlihat sama dari badan dan lain-lain ya jadi terlihat aneh. Jadi terkadang suka pikir apa bajunya salah padahal kalo saya coba ikuti trend Indonesia yang lagi terkenal tapi tetap saja dilihat terus 15. Apa pendapat anda mengenai INDONESIA? (Orangnya, adatnya, makanannya, bahasa dan budaya) Kalo saya suka sekali disini karena semuanya baik. Agama sama tapi kita beda pandangan ya tetapi tidak masalah bagi saya karena Islam tetap satu. Yaa kan kalau disini Imam Syafi‟i dan itu buat cara kehidupan kami juga terlihat berbeda tetapi kami coba untuk tidak terlihat berbeda dan kami tetap menghargai 16. Apakah anda tertarik untuk mempelajari budaya Indonesia secara mendalam? Tentu ya karena kan tinggal disini jadi harus pelajarin juga. Kalau saya mulai cocok dengan semuanya karena kan makanan Indonesia beda rasa ya jadi prosesnya lama juga. Kalau sekarang saya suka sama nasi goreng yang ada di jalan dekat kampus 2 yang banyak apa itu namanya, bawang yaa Aceh atau 93 nasi goreng Aceh. Lalu saya suka bicara dengan teman mengenai hal-hal yang terkenal di Indonesia dan saya pingin gitu ikut 17. Apa saja yang anda ketahui mengenai Indonesia? Saya tau batik Indonesia banyak dan motifnya bagus. Saya ada rencana ke Jawa karena menurut teman disana batiknya banyak macam. Saya sedang tidak pakai batik biasa hari saya suka pakai karena saya terlihat keren ya kalau pakai batik. Kalau makanan saya banyak suka tapi belum semua telah dicoba. Saya suka nasi goreng Aceh, soto ayam saya lupa nama yang ikan lalu ada cabai, yaa pecel lele juga. 18. Apa harapan anda terhadap teman-teman mahasiswa Indonesia? Semoga teman di Indonesia tidak lupa saya dan tetap menjadi sahabat baik meski kita jauh dan semoga Indonesia bisa lebih baik lagi dalam banyak hal karena kan Indonesia Islamnya baik harus bisa lebih baik harusnya gitu. Narasumber (Meryam Sari) Peneliti (Dewi Mufarrikhah) 94 Nama : Zakir Ekin (Mahasiswa Turki) Usia : 25 tahun Fakultas : SAINS DAN TEKNOLOGI Jurusan : Teknik Informatika Waktu Wawancara : 16 Mei 2016-19 Mei 2016 Tempat wawancara : Melalui via email 1. Apa alasan anda memilih UIN Jakarta sebagai tempat untuk belajar? Karena teman-teman saya telah merekomendasikan kepada saya 2. Apa bahasa harian yang anda gunakan di kampus? Bahasa Indonesia dan bahasa Turki 3. Berdasarkan yang anda ketahui, dari mana saja daerah asal teman-teman mahasiswa Indonesia di sekitar anda? Saya tidak tahu karena sebelum saya ke Indonesia saya tidak kenal sama orang Indonesia jadi saya tidak dapat informasi tentang UIN sebelum saya ke Indonesia. 4. Menurut anda, bagaimana komunikasi anda dengan mahasiswa Indonesia di UIN Jakarta? Menurut saya, Anda mau kemana saja kalo kamu tahu bahasa arah disana pasti sangat mudah komunikasi dengan orang-orang disana. Waktu saya datang ke Indonesia 6 bulan saya belajar Bahasa Indonesia, jadi tahun yang pertama komunikasi saya susah tetapi tahun yang lalu komunikasi mudah dengan mahasiswa UIN. 95 5. Apakah anda termotivasi untuk berinteraksi dengan mahasiswa Indonesia? Hal apa yang membuat anda termotivasi? Menurut saya, Indonesia sangat bagus buat mewujudkan mimpi dan target saya. Yang pertama saya orang muslim dimana saja saya bisa melakukan ibadah saya. Yang kedua apa yang mau menjelaskan dan apa yang mau melakukan untuk ridhoi Allah, Anda bisa melakukan di Indonesia. Tentu saja saya ingin berinteraksi dengan Indonesia. 6. Apakah anda bisa langsung akrab dengan mahasiswa Indonesia? Iya saya langsung bisa akrab sama mahasiswa UIN. Kalo Anda mau bisa akrab karena saya orang asing dan mahasiswa UIN sangat senang jika akrab sama saya. 7. Dilihat dari perbedaan budaya dan bahasa, apakah anda pernah mengalami kesulitan dalam berkomunikasi? Emang ada beda sekali di antara budaya Indonesia dan budaya Turki. Makanan, baju tradisional, karakternya manusia, rumahnya, dan lain –lain. Bahasa Turki seperti bahasa Arab sangat sulit tetapi bahasa Indonesia mudah untuk komunikasi. Tetapi ada yang sama juga karena agama islam. Jadi cukup sulit juga. 8. Bagaimana pendapat Anda mengenai mahasiswa Indonesia? Hidup mereka sangat santai. Tidak ada yang memikir untuk membangunan negaranya, agamanya dan lain-lain. Tidak ada roh sahabat Rasullullah (SAW). Tidak ada yang sensitif membuat yang baik untuk masyarakat Indonesia orang-orang semua memikir sendiri saja seperti orang egois. Dan mahasiswa UIN tidak menyari ilmu yang benar tidak ada yang dapat ilmu agamanya. 96 Contohnya mereka sholat tetapi kenapa sholat dia tidak mengetahui ini. Pertama bahasanya harus sama buat komunikasi, yang kedua agamanya karena, kalo agama kalian sama budaya, karakter manusia, pikiran kalian juga menjadi sama. Saya mendapat yang menarik Bahasa dan budaya Indonesia. 9. Menurut anda, apakah anda termasuk orang yang sulit ataukah orang yang mudah berinteraksi? Menurut saya tidak sulit untuk berinteraksi dengan mahasiswa UIN. Karena ada banyak teman saya. Saya sangat mudah untuk menginteraksi manusia jika saya mau. 10. Bagaimana cara anda mengatasi perbedaan-perbedaan yang terjadi agar interaksi tetap berjalan dengan baik? Apa kita yang mau lakukan harus memahami zaman ini kita harus belajar, membaca zaman ini, harus belajar ilmu agamanya, sainsnya, teknologi zaman ini dan lain lain. 11. Pernahkah anda salah memahami perilaku mahasiswa Indonesia? Apa yang kemudian anda lakukan untuk dapat memahami perilaku tersebut? Saya belum pernah memahami yang salah tetapi ada yang banyak memahami salah ke saya tetapi gara gara bahasa saya. Saya memikir saya tidak menjelaskan apa yang saya mau kasih tau orang yang didepan saya. 12. Adakah hal-hal yang membuat anda kurang nyaman ketika berinteraksi dengan mahasiswa Indonesia? Jika ada, hal apakah itu dan bagaimana cara anda mengatasinya agar interaksi tetap berjalan lancar? Iya pasti ada yang kurang misal tidak terlalu berkomunikasi dan tidak bersosialisasi dengan mereka, jadi ikut acara-acara yang mereka lakukan. 97 13. Apakah anda tertarik untuk mempelajari budaya Indonesia secara mendalam? Saya tertarik untuk mempelajari budaya Indonesia tetapi tidak secara mendalam. Karena saya bukan orang Indonesia tetapi orang Indonesia harus membelajari budaya Indonesia seraca mendalam kalo anda tidak tahu budaya dan sejarah negaranya anda tidak tahu masa depannya. 14. Apa saja yang anda ketahui mengenai Indonesia? Luas bangat, sering gempa bumi dan banyak punya pulau. 15. Apa harapan anda terhdap teman-teman mahasiswa Indonesia? Saya harap kita selalu berkomunikasi dengan mereka dan saya berharap tidak berhenti persahabatan kita. Narasumber (Zakir Ekin) Peneliti (Dewi Mufarrikhah) 98 Nama : Zakir Ekin (Mahasiswa Turki) Waktu Wawancara : 21 Mei 2016 Tempat Wawancara : Melalui via Line 1. Zakir aku mau nanya. Apakah Zakir tau daerah apa saja yang ada di Indonesia? Jakarta, Semarang, Jogjakarta, Jambi, Pulau Seribu, Depok, Bogor, Bandung, Tanggerang. 2. Apakah Zakir suka dan cocok dengan makanan Indonesia? Iya Suka 3. Apa saja yang Zakir suka? Nasi Dendeng, nasi uduk, gorengan dan lain- lain. Narasumber Peneliti (Zakir Ekin) (Dewi Mufarrikhah) 99 Nama : Elci Nurullah (Mahasiswa Turki) Usia : 24 tahun Fakultas : TARBIYAH Jurusan : Pendidikan Agama Islam Waktu Wawancara : 21-23 Mei 2016 Tempat Wawancara : Melalui via email 1. Apa alasan anda memilih UIN Jakarta sebagai tempat untuk belajar? Karena menurut saran teman, UIN merupakan salah satu kampus Islam yang baik dan jurusannya dibilang bagus. Negaranya dapat menerima kami yang berbeda tempat jauh dengan Indonesia 2. Apa bahasa harian yang anda gunakan di kampus? Bahasa Indonesia dan bahasa Turki 3. Berdasarkan yang anda ketahui, dari mana saja daerah asal teman-teman mahasiswa Indonesia di sekitar anda? Banyak sekali karena Indonesia banyak pulau. Ada dari Jawa, Sunda, Bandung, Jakarta, Tangerang, Bogor, Bekasi, Palembang dan Padang 4. Menurut anda, bagaimana komunikasi anda dengan mahasiswa Indonesia di UIN Jakarta? Bagus. Kami cukup dekat karena mereka baik kepada saya. Mereka banyak bantu saya belajar bahasa mereka 100 5. Apakah anda termotivasi untuk berinteraksi dengan mahasiswa Indonesia? Hal apa yang membuat anda termotivasi? Karena orang Indonesia sangat ramah dan sopan. Mereka sangat baik dengan orang-orang dari negara lain. Jadi saya ikut baik dengan mereka 6. Apakah anda bisa langsung akrab dengan mahasiswa Indonesia? Waktu pertama di UIN saya susah komunikasi. Saya cukup bingung karena tidak tahu perkenalan. Lalu mereka baik dan mensapa saya jadi saya baik dengan mereka 7. Bagaimana komunikasi dan interaksi yang anda lakukan dengan mahasiswa Indonesia? Kalau saya kesulitan, saya mendatangkan mereka dan minta tolong. Saya banyak meminta tolong mereka dan mereka bantu saya. Misalkan ada apa homework gitu yang sulit nanti saya kontak mereka dan mereka bantu 8. Dilihat dari perbedaan budaya dan bahasa antara mahasiswa Turki dan mahasiswa Indonesia, apakah anda pernah mengalami kesulitan dalam berkomunikasi? Saya sering kesulitan karena Indonesia bahasanya sulit. Dan mereka tidak menggunakan bahasa formal di kehidupan. Banyak juga yang tidak mengkuasain bahasa Inggris. 9. Diantara teman-teman mahasiswa Indonesia, etnik manakah yang sulit diajak untuk berteman? Saya tidak tahu karena mereka banyak baik ke saya. Dan saya bingung dengan Indonesia yang banyak pulau jadi sulit membedakan 10. Dan menurut anda etnik manakah yang mudah untuk diajak berinteraksi? 101 Jawa. Banyak teman saya Jawa. Dan mereka senyum sering 11. Menurut anda, apakah anda termasuk orang yang sulit ataukah orang yang mudah dalam berinteraksi? Menurut saya tidak sulit karena berkomunikasi harus dan saya di negara lain. kalau tidak komunikasi saya akan banyak kesulitan. Saya mau dan saya bicara dengan yang lain dan saya banyak teman 12. Bagaimana cara anda mengatasi perbedaan-perbedaan yang terjadi agar interaksi tetap berjalan dengan baik? Saya diam karena perbedaan kami banyak dan saya suka bingung 13. Pernahkah anda salah memahami perilaku mahasiswa Indonesia? Apa yang kemudian anda lakukan untuk dapat memahami perilaku tersebut? Sering sekali dan kalau saya kesulitan mereka bantu saya. Saya sering bingung karena apa yang saya pahami sering beda. Saya gunakan body language supaya mereka bantu apa yang pahami saya. 14. Adakah hal-hal yang membuat anda kurang nyaman ketika berinteraksi dengan mahasiswa Indonesia? Jika ada, hal apakah itu dan bagaimana cara anda mengatasinya agar interaksi tetap berjalan lancar? Saya tidak suka rokok. Di fakultas Tarbiyah tidak boleh merokok tetapi mereka melakukan rokok dimanapun. Seharusnya mereka sadar supaya tidak rokok dimanapun karena kotor dan merusak. 15. Apa pendapat anda mengenai INDONESIA? (Orangnya, adatnya, makanannya, bahasa dan budaya) Indonesia sangat sopan. Saya memilih Indonesia karena menurut teman Indonesia Islamnya bagus. Adatnya sangat banyak saya suka bingung tapi 102 sangat indah. Makanannya saya suka tidak banyak. Saya suka soto dan gulay. Untuk bahasa sangat banyak. Jawa juga bahasanya cukup sulit, dan budaya saya suka karena indah seperti batik. 16. Apakah anda tertarik untuk mempelajari budaya Indonesia secara mendalam? Ya dan saya suka sekali budayanya. Batiknya banyak macam dan bagus. Jualnya juga tidak mahal. 17. Apa saja yang anda ketahui mengenai Indonesia? Budaya Indonesia sangat indah dan tempat wisata bagus. Saya sudah ke Jawa dan cuacanya saya suka. Budayanya bagus saya beli banyak batik untuk dipakai baju. Saya suka makanan di Jawa tetapi saya lupa 18. Apa harapan anda terhadap teman-teman mahasiswa Indonesia? Saya ingin bisa jalan-jalan di Indonesia karena Indonesia pulaunya banyak dan saya belum cukup waktu untuk berjalan-jalan ke semuanya. Saya ingin lihat batik yang lain dari tempat lain. Narasumber (Elci Nurullah) Peneliti (Dewi Mufarrikhah) 103 Nama : Kaisan Putra (Mahasiswa Indonesia. Teman Zakir Kein) Usia : 21 tahun Fakultas : DAKWAH Jurusan : Manajemen Dakwah Waktu Wawancara : 20 Mei 2016 Tempat wawancara : Kampus UIN Syarif Hidayatullah, Jakarta 1. Bagaimana pendapat Kaisan mengenai Zakir? Dia kan satu KKN tuh, bareng-bareng waktu semester 6. Pendapatnya kalau tentang Zakir, Zakir itu waktu pertama kali ketemu pendiem si, pendiem banget, trus kalo mau beradaptasi sama lingkungan, lama dia. Sempet ngumpul KKN beberapa kali, 5 kali ada itu masih belum tuh, pas kita udah seminggu di desa baru deh tuh dia mulai keliatan enak, baru mulai keliatan lancar mau ngobrol. Tapi kalo masih awal-awal dia pendiem banget. Kita harus mulai bercanda, gaya-gaya yaa bikin dia ketawa deh nanti baru dia enak orangnya. Awalnya emang diem gitu si, soalnya di kosan saya ada orang Yaman juga, nah kalo Yaman tuh kelakuannya sama banget sama Zakir. Awalnya pendiem sampe sekarang kalo ketemu ketawa-tawa mulu. Harus dipancing si baru bisa bercanda. Dia tuh belajar aja orangnya, jadi ga ikutikut komunitas kaya gitu-gitu, fokus sama pendidikan UIN aja gitu. Trus juga Zakir tuh termasuk tertutup, jadi kelar KKN, udah. Ga ada komunikasi lagi sama kita. Pas kemaren doang pas Dewi bilang mau ketemu sama kita, jadi baru ngechat itu. Iya dia ngikutin aturan sini aja, kaku, kaku banget parah. 104 Dia orangnya pendidikan banget, mungkin kalo kita bisa ke dunia lain, dia bakal belajar sampe kesana kali 2. Apakah setelah kaisan saling mengenal, Zakir menjadi lebih terbuka? Zakir tuh orangnya baik banget, lama-lama kebuka ternyata orangnya itu Islamic banget, rajin solat, orangnya suka negur juga. Jadi kalo misalkan kita lagi berisik sampai waktu solat dia pasti marah. Zakir itu sering nyuruh kita baca Al-Quran, nanti pas kita baca Al-Quran, yang salah dikoreksi sama dia, dia tuh bener-bener Islam baget deh. Trus juga Zakir itu membedakan interaksi cowo sama cewe. Justru kalo sama cewe dia rada nganggep kaya sodara kali ya, tapi kalo ke cowo, tetep kaya temen 3. Bagaimana sikap Zakir dalam berteman dengan kamu? Dia baik banget si. dia keliatan kalo dia tuh sama temen kaya sayang gitu. Misalkan, kalo dia mau beli makan, nanti dia ngajak-ngajak bareng makan, sama bayarin juga tiap kali makan, demen banget bayarin, kayanya bawaan dianya deh suka bayarin orang gitu. Ngertiin orang si, kalo dia ga suka, dia diem ga ngomong apa-apa 4. Apakah Zakir terlihat seperti orang yang ingin mempelajari budaya kita selama kalian di desa KKN? Keliatan ko kalo dia mau tau, dari cara dia pengen belajar bahasa Indonesia, trus dia mau ngikutin bahasa-bahasa gaulnya kita, trus cara bercandanya, trus kaya cara dia pengen pake sarung gitu. Kalo disana kayanya kan ga ada kali ya, sarung gitu, dia tuh pengen make sarung, mungkin gara-gara terlalu tinggi kali ya jadi susah nyari sarung yang pas. Kan yang kita bawa pas KKN yaa sebadan kita, sedangkan dia tinggi banget. Kalo makanan si dia rada kurang 105 cocok sama tempe tahu. Kalo sate nasi goreng keliatannya dia kurang suka deh, pernah nyobain waktu itu, tapi mungkin gara-gara anak KKN juga yang masak si. Mungkin juga karna masakannya yang ga enak jadi dia ga suka. Waktu KKN dia paling royal. Dia sempet ngeluh gara-gara makanan waktu KKN kan paling tempe, tahu. Mungkin dia biasa makan enak yaa, jadi dia ngomong “makanannya yang enak dong, ayam gitu”, jadi kita ikut maunya dia, tapi dia juga yang modalin. Paling royal deh. Trus juga mungkin dia nyaman karena Indonesia orangnya sopan-sopan kali ya. Kan suka ngobrol, suka nongkrong, suka negor. Jadi, ga sibuk sama urusannya masing-masing. Kalo dia, suka di Indonesia kaya gitu alasannya 5. Apakah pernah terjadi kesalahpahaman dalam berkomunikasi? Pernah, kaya apa ya, waktu itu di SD kan ngajar tuh, nah kalo dia, anak SD itu dipegang-pegang sama dia, dicium keningnya, katanya si kalo di Turki kebiasannya kaya gitu. Nah pas kita rapat, kita pada bilang, “Zakir, lu jangan pegang-pegang anak SD, soalnya disini beda” trus dia bales, “kalau disana kalau kita megang dan nyium anak SD kaya gitu tandanya kita sayang sama anak kecil”, terus akhirnya kita bilangin kalo yaa ga bisa soalnya nanti bisa dikira pedofil. Gitu jadi, kaya beda-beda gitu doang si karna beda budaya ya. Yaa sampai akhirnya dia udah ga megang-megang anak kecil lagi, cuma anak kecilnya pada demen sama dia sama guru-guru juga yaa karna dia bule. Dia juga ga suka rokok, menurut dia yaa rokok itu dosa. Trus dia kan kalo tidur anteng ya, waktu KKN ada yang tidur sama dia, namanya laki kalo tidur kan kemana-mana. Nah Zakir kalo subuh udah bangun duluan, soalnya katanya temen KKN kitanya itu rusuh. Jadi dia ga betah kali yaa. Tapi sejauh itu dia 106 ga ada masalah kayanya. Kalo ada yang dia ga paham, dia nanti gerakin badannya gitu pake bahasa tubuh buat ngasih tau kita. Orangnya tuh penuh dengan gerakan tubuh. Narasumber (Kaisan Putera) Peneliti (Dewi Mufarrikhah) 107 Nama : Iqlima (Mahasiswa Indonesia, teman Kadar Turker) Usia : 22 tahun Fakultas : TARBIYAH Jurusan : Pendidikan Matematika Waktu Wawancara : 20 Mei 2016 Tempat wawancara : Melalui via Line 1. Eki aku boleh minta tolong buat jawab pertanyaan tentang Kader Turker ga ki? Hmm aku wi 2. Gini ki, setau Eki Kader Turker orangnya gimana ki? Pendiem wi 3. Dia suka ikut organisasi atau UKM di kampus ga ki? Kayanya engga deh wi Narasumber (Iqlima) Peneliti (Dewi Mufarrikhah) 108 Nama : Iqlima (Mahasiswa Indonesia, teman Kadar Turker) Waktu Wawancara : 28 Mei 2016 Tempat wawancara : MAN4 Jakarta Selatan 1. Eqi emang setau Eqi Kadar Turker orangnya gimana deh? Gitu wi kalo di kampus diem banget trus dia suka berduaan aja sama Seyma. Udah sempet ketemu Seyma belum wi? Kalo Kadar si dia masih suka ngebaur wi trus orangnya kepoan juga jadi seru. Kalo Seyma diem banget anaknya. Yaa tapi ga unsos banget ko kalo di kelas mereka masih suka ngobrol kalo ada tugas yang dia ga paham. Maklum wi kan orang jauh 2. Dia kepo sama budaya kita apa gimana ki? Budaya yaa termasuk ko wi, dia suka nanya kalo Indonesia kerudungannya yang khas kaya gimana, lebih ke fashion si. Terus nanya tempat-tempat traveling di Indonesia. Dan kalo Kadar tuh tipe yang suka jalan-jalan loh wi. Kan dia pernah ke Bandung waktu itu trus ke Semarang apa Yogya gitu, apa dua-duanya kali ya, mungkin pernah juga. Trus sering deh pokonya. Kita aja sering ngerasa kaya, kita aja yang orang Indonesia belom ampe segitunya. Kalo makanan si kayanya aku kurang tau wi. Dia jarang jajan dan kayanya mereka tuh suka ngumpul ke kantor yang Turki-Turki itu loh wi, nah iya Fethullah Gulen Chair. Kayanya ada perkumpulan kali ya aku juga kurang tau. Tapi kalo jam kosong emang mereka ga main sama kita. Tapi mereka seru ko wi baik juga. Baiknya yaa mereka kan, ibaratnya gitu wi Indonesia sama Turki. Awalnya aku kira mereka bakal sombong gitu. Tapi pas aku 109 pikir-pikir lagi kalo aku ada di negara orang berdua doang gitu, aku juga pasti minder trus lebih banyak diem. Jadi wajar kalo mereka di awal pada diem. Tapi kebelakangnya mereka seru ko 3. Tapi serius itu mereka ga ikutan organisasi? Serius wi setau aku si engga yaa. Soalnya mereka itu bener-bener mentingin pendidikan banget. Trus kayanya ambisius jadi guru. Dan setau aku anak Turki di Tarbiyah lumayan banyak ko. Kayanya emang mereka pada cita-cita dari sana atau gimana aku ga ngerti tapi keliatannya mereka pada mau jadi guru beneran. Trus kalo di kampus yaa bener-bener semangat belajar wi ga setengah-setengah. Kayanya si, kalo menurut aku yaa, kayanya mereka ga ikutan organisasi. Narasumber (Iqlima) Peneliti (Dewi Mufarrikhah) 110 Nama : Indah Kusuma. D Jabatan : Staff di PLKI Waktu Wawancara : 16 Mei 2014 Tempat Wawancara : Kantor PLKI 1. Emang menurut kakak mahasiswa Turki kaya gimana deh ka? Mereka tuh kurang gaul, kalo dateng kesini mah ya ga nyapa apa lah atau apa kek gitu engga, duduk duduk aja. Beda maksudnya, beda sama. Ini kan kita lagi banyak banget mahasiswa asal Gamia. Gamia mah malah sopan, beda banget deh. Dateng mah nyegir gitu, walaupun dia dateng segerombolan juga kita mah seneng kan soalnya ramah. Iya mereka baru pada datang. Beda sama Turki. Ada yang ga senyum ada yang ga salim. Dateng mah dateng aja gitu, terkadang juga saya suka aneh si. kalo aku pribadi si aku diemin aja, kalo dia jutek aku jadi ikutan jutek juga kan. Mungkin ga semuanya gitu, cuma sebagian aja. Soalnya aku malah sama yang cowo malah ga pernah kesini, si Zakir cowo kan ya? Dia ga pernah keliatan kesini. Mereka ga pernah kenalan sama aku, ga pernah. Aku juga baru si, cuma ngeliat mereka kaya gitu kan jadi, ko gini si? jadi aku diem aja. jadi mereka kalo kesini yaa ga kenal muka kalo ga sama Pak Furqon soalnya udah lama kan. 2. Setau kakak mereka ada pertukaran pelajar atau memang murni mau kuliah disini? Engga mereka tuh ada yang ngurus langsung. Ini kan sekarang ada yang semester delapan ya, berarti kan mereka emang mau kuliah disini, tapi ngurus 111 ini itunya di Turki dan emang mau kuliah S1nya disini. Trus mungkin karna ada Fethullah Gullen Chair juga kan ya yang kerjasama disini dari zamannya Pak Qomaruddin Hidayat, tapi udah mau abis masa berlakunya Fethullah Gullen Chair ini. Tapi kalo mahasiswa Turkinya kalo ada yang mau kuliah mah masih tetep bisa aja gitu. 3. Trus mahasiswa Turki kalo kesini ngapain aja kak? Yaa itu katanya kalo mereka kesini itu mereka ngurus imigrasi. Kebanyakan si ngurus imigrasi kesini. Sekarang imigrasi itu buat pribadi masing-masing, misalnya si mahasiswa itu yang ngurusin sendiri kemana-kemana. Tapi sekarang pihak imigrasi gak mau lagi, jadi ada kantor yang ngurus gitu, maksudnya dikolektifin gitu. Jadinya kalau misalnya visa mereka habis, ijin belajar mereka habis, pasti kesini, gitu. 4. Mahasiswa Turki yang kakak tau seperti apa kak? Tingginya sekita lah, cuman kadang bajunya suka gamis langsung gitu loh. Pake gamis terus. Gak pernah liat dia pake celana atau jeans aku ga pernah liat. Kayanya si mereka kalau ada yang ini mah, bertemannya gitu, mereka gaulnya sama mereka-mereka doang. Narasumber (Indah Kusuma) Peneliti (Dewi Mufarrikhah) 112 Kutipan hasil wawancara dengan Zakir Ekin via email 113 Kutipan hasil wawancara dengan Elci Nurullah via email 114 Screen shoot obrolan penulis dengan Zakir Ekin via whats up pada tanggal 26 Maret 2016 115 Screen shoot obrolan penulis dengan Zakir Ekin via Line pada tanggal 16 Mei 2016 116 Screen shoot obrolan penulis dengan Iqlima via Line pada tanggal 20 Mei 2016 117 Screen shoot obrolan penulis dengan Zakir Ekin via Line pada tanggal 21 Mei 2016 118 Screen shoot obrolan penulis dengan Elci Nurullah via whats up pada tanggal 21 Mei 2016 119 Fethullah Gulen Chair UIN Jakarta 120 Wawancara dengan Dr. Ali Unsal di kantor Direktur Fethullah Gulen Chair 121 Wawancara dengan Kadar Turker di sekolah Kharisma Bangsa Pondok Cabe Wawancara dengan Meryam Sari di perpustakaan Fethullah Gulen Chair 122 Wawancara dengan Kaisan Putera di Fakultas Ushuluddin UIN Jakarta Wawancara dengan Indah Kusuma di kantor PLKI UIN Jakarta 123 Foto Zakir Ekin