1 HUBUNGAN KEPERCAYAAN DIRI DENGAN KEMAMPUAN HUBUNGAN INTERPERSONAL PADA ANGGOTA UB (UNIVERSITAS BRAWIJAYA) FITNESS CENTER Bayu Febrianto Ika Herani Yoyon Supriyono ([email protected]) PROGRAM STUDI PSIKOLOGI - FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS BRAWIJAYA ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bentuk hubungan kepercayaan diri dengan kemampuan hubungan interpersonal pada anggota UB Fitness Center. Variabel X penelitian adalah kepercayaan diri dan variabel Y adalah kemampuan hubungan interpersonal. Subjek yang digunakan sebanyak 100 orang yang seluruhnya merupakan mahasiswa Universitas Brawijaya yang menjadi anggota UB Fitness Center. Teknik pengambilan sampel non probability sampling – sampling purposive. Alat pengumpul data berupa kuesioner yang menggunakan skala Likert. Hasil penelitian menunjukkan bahwa uji asumsi terpenuhi, yaitu variabel kepercayaan diri dan variabel kemampuan hubungan interpersonal memiliki data yang berdistribusi normal dan memiliki hubungan linier. Analisis data menggunakan teknik statistik korelasi produk moment dari Pearson, dengan bantuan program statistik SPSS 17.0. Dari hasil analisis data diperoleh nilai korelasi antara kepercayaan diri dengan kemampuan hubungan interpersonal sebesar 0,580 dan p sebesar 0,000. Hal ini menunjukkan terdapat korelasi linier positif yang signifikan antara kepercayaan diri dengan kemampuan hubungan interpersonal pada anggota UB Fitness Center. Kata kunci: kepercayaan diri, kemampuan hubungan interpersonal, UB Fitness Center. ABSTRACT The aim of this study is to know the correlation between confidence and interpersonal relationship ability to members of UB fitness center. The X variable in this study is confidence and the Y variable is interpersonal relationship ability. The research subject were 100 students of Brawijaya University who become members of UB Fitness Center. Sampling technique was nin probability sampling-sampling purposive, and we used questionnaire with Likerts scale to collect data. Results of this study showed that the test was meet the assumption, that the data of confidence and interpersonal relationship ability have normal distribution data and they have a linear correlation. Data analysis method used statistic Pearson’s correlation product moment, that run by SPSS 17.0. Result data analysis showed that correlation value is 0,580 and p= 0,000. This shown that there are significant positive linier correlation between confidence and interpersonal relationship ability to members of UB fitness center. Keywords: confidence, interpersonal relationship ability, UB Fitness Center. 2 Latar Belakang Kebutuhan untuk menjalin sebuah hubungan merupakan kebutuhan dasar dari setiap manusia, karena manusia memang tercipta sebagai makhluk sosial, jadi walaupun manusia terkadang menjadi individual ketika menjalani kebutuhan pribadinya, ia akan selalu berhubungan dengan lingkungan sekitarnya. Seiring berkembangnya jaman, kebutuhan manusia semakin berkembang mengikuti perkembangan globalisasi yang akhirnya semakin berkembang juga alat pemuas kebutuhan tersebut. Untuk mengatasi fenomena perkembangan kebutuhan manusia dan alat pemuas kebutuhan tersebut dibutuhkan pengembangan kemampuan yang lebih baik, salah satunya adalah pembenahan kemampuan hubungan interpersonal tiap individu. Sebuah hubungan yang baik akan tercipta apabila memenuhi beberapa aspek salah satunya adalah penampilan. Penampilan yang baik akan menunjang terciptanya sebuah hubungan yang baik pula. Menurut Stone (Hafiar, 2010), penampilan adalah fase transaksi sosial yang menegaskan identitas para partisipan. Perawatan penampilan saat ini bukanlah didominasi oleh kaum hawa lagi, sudah banyak kaum pria yang menyadari akan pentingnya menjaga penampilannya. Salah satu contohnya adalah mereka yang menjaga bentuk tubuhnya dengan mengikuti olahraga yang telah menghabiskan banyak waktu, tenaga, maupun biaya yang tidak sedikit. Olahraga yang sedang diminati oleh banyak kalangan saat ini adalah olahraga di pusatpusat kebugaran atau gym atau yang lebih dikenal dengan sebutan fitness. Peminat olahraga fitness pun berasal dari berbagai kalangan, baik remaja yang masih duduk di bangku sekolah, maupun orang dewasa seperti mahasiswa dan orang kantoran yang rela menyempatkan waktu untuk berlatih ke gym atau fitness center disela-sela kesibukannya. 3 Penampilan atau bentuk tubuh yang ideal akan menumbuhkan rasa percaya diri seseorang. Kepercayaan diri merupakan suatu keyakinan yang dimiliki seseorang bahwa dirinya mampu berperilaku seperti yang dibutuhkan untuk memperoleh hasil seperti yang diharapkan. Menurut Angelis (Nurhayati, 2008) kepercayaan diri berawal dari tekad pada diri sendiri untuk melakukan segala yang diinginkan dan dibutuhkan dalam hidup serta terbina dari keyakinan diri sendiri. Meskipun kepercayaan diri diidentikan dengan kemandirian, orang yang kepercayaan dirinya tinggi umumnya lebih mudah terlibat secara pribadi dengan orang lain dan lebih berhasil dalam hubungan interpersonal (Nurhayati, 2008). Fakta-fakta tentang trend fitness yang berkembang di masyarakat tentang kepercayaan diri yang didapat dari proses mengikuti latihan bodybuilding telah memberikan ide kepada penulis untuk melakukan penelitian tentang hubungan antara kepercayaan diri para anggota peserta fitness dengan kemampuan hubungan interpersonal yang mereka miliki. Diharapkan dari penelitian ini menjadi tambahan pengetahuan bagi ilmu psikologi khususnya psikologi sosial sebagai disiplin ilmu yang penulis dalami. Harapan lainnya adalah menjadi tambahan pengetahuan tentang hubungan interpersonal, hal apa saja yang berhubungan dengannya dan cara untuk mengembangkan kemampuan hubungan interpersonal tersebut. Rumusan Masalah Permasalahan yang ditemukan dalam penelitian ini adalah apakah ada hubungan linier positif yang signifikan antara kepercayaan diri dengan kemampuan hubungan interpersonal pada anggota UB Fitness Center? 4 Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan linier antara kepercayaan diri dengan kemampuan hubungan interpersonal pada anggota UB Fitness Center. KAJIAN PUSTAKA A. Definisi Kepercayaan Diri Kepercayaan diri merupakan rasa keyakinan seseorang akan kemampuan dan pengetahuan yang dimilikinya sehingga dapat diaplikasikan pada setiap kegiatan yang dilakukannya. Kaitannya dengan judul yang diangkat adalah kepercayaan diri adalah keyakinan seseorang akan potensi dirinya sendiri sehingga dapat menjalin hubungan dengan orang lain secara efektif. B. Karakteristik Kepercayaan Diri Lindenfield (Ratnasari, 2009) mengemukakan ada dua jenis rasa percaya diri, yaitu percaya diri lahir dan percaya diri batin. Percaya diri lahir memungkinkan individu untuk tampil dan berperilaku dengan cara menunjukkan pada dunia luar bahwa individu tersebut yakin akan dirinya. Sedangkan percaya diri batin adalah percaya diri yang memberi seseorang perasaan dan anggapan bahwa individu dalam keadaan baik. Ciri utama yang memiliki kepercayaan diri batin ada empat, yaitu: 1. Cinta diri adalah suatu perasaan peduli terhadap dirinya sendiri. 2. Pemahaman diri adalah suatu perasaan memahami dirinya dengan cara mau menerima segala kritik maupun saran dari orang lain. 5 3. Memiliki tujuan yang jelas, artinya memiliki suatu pandangan terhadap sesuatu hal yang ingin dicapai. 4. Berpikir positif, yang berarti melihat sesuatu tidak dari satu sisi saja, tetapi melihat dari berbagai sudut pandang sehingga terbentuklah suatu pemikiran yang jelas. Selain ciri percaya diri batin di atas, individu yang memiliki kepercayaan diri juga memiliki ciri-ciri percaya diri lahir, yaitu: 1. Keterampilan komunikasi, maksudnya adalah mampu menjalin komunikasi dengan orang lain yang berasal dari berbagai usia dan latar belakang, tahu dan bagaimana berganti topik, selain itu ia memiliki kemampuan yang baik dalam komunikasi verbal maupun non-verbal yang menunjukkan ia memiliki rasa percaya diri, dapat berbicara di depan umum tanpa rasa takut, dan membaca dan memanfaatkan bahasa tubuh orang lain. 2. Ketegasan adalah sikap yang pasti, tentu dan tidak ragu-ragu yang dimiliki oleh seseorang. 3. Penampilan diri, adalah suatu gaya yang dimiliki oleh sesorang dalam bermasyarakat, yang meliputi gaya bicara, bersikap, dan gaya dalam berpenampilan. 4. Pengendalian perasaan, adalah suatu perasaan pengelolaan diri yang dimiliki oleh individu dalam kehidupan sehari-hari. 6 C. Faktor Yang Mempengaruhi Kepercayaan Diri Kepercayaan diri terbentuk tidak secara tiba-tiba, akan tetapi dipengaruhi oleh beberapa faktor, menurut Sears (1992), ada beberapa faktor yang mempengaruhi terbentuknya kepercayaan diri seseorang, yaitu: 1. Pola asuh 2. Sekolah 3. Teman sebaya 4. Masyarakat 5. Pengalaman D. Proses Terbentuknya Kepercayaan Diri Kepercayaan diri terbentuk secara bertahap yang membentuk sebuah proses, menurut Hakim (2002), secara garis besar proses terbentuknya rasa percaya diri sebagai berikut: 1. Pemahaman seseorang terhadap kelebihan-kelebihan yang dimilikinya dan melahirkan keyakinan kuat untuk bisa berbuat sesuatu dengan memanfaatkan kelebihankelebihannya. 2. Pemahaman dan reaksi positif seseorang terhadap kelemahan-kelemahan yang dimilikinya agar tidak menimbulkan rasa rendah diri atau rasa sulit menyesuaikan diri. 3. Pengalaman di dalam menjalani berbagai aspek kehidupan dengan menggunakan segala kelebihan yang ada pada dirinya. 7 E. Manfaat Memiliki Rasa Kepercayaan Diri Percaya diri berasal dari tekad pada diri sendiri untuk melakukan segala sesuatu yang dibutuhkan dan diinginkan dalam hidup. Rasa percaya diri juga bisa berbentuk tekad yang kuat untuk mencapai tujuan yang diharapkan (De Angelis, 2005). Percaya diri akan menimbulkan rasa aman, dua hal ini akan tampak pada sikap dan tingkah laku seseorang yang terlihat tenang, tidak mudah bimbang atau ragu-ragu, tidak mudah gugup, dan tegas. Berdasar apa yang yang telah dibahas, maka dapat diperoleh suatu pemahaman bahwa kepercayaan diri tumbuh dalam diri setiap individu. Hal ini berarti dengan rasa percaya diri dapat mendorong seorang individu untuk mewujudkan harapan dan cita-cita, karena tanpa adanya rasa percaya diri maka seseorang akan cenderung ragu-ragu dalam mengambil tindakan dan pengambilan keputusan dan hal ini dapat merugikan diri sendiri dan orang lain. F. Definisi Hubungan Interpersonal Hubungan interpersonal adalah hubungan antar individu satu dengan individu lainnya dalam sebuah interaksi sosial dimana interaksi sosial tersebut bisa terdiri dari satu orang maupun lebih. Hubungan interpersonal dapat berupa komunikasi baik verbal maupun non verbal. Kemampuan hubungan interpersonal adalah kemampuan seorang individu untuk membangun sebuah hubungan dengan individu lainnya dalam sebuah interaksi sosial. G. Faktor Pembentuk Hubungan Interpersonal Agar seseorang bisa menciptakan hubungan interpersonal dengan baik saat dia berhubungan dengan orang lain, maka individu tersebut harus memiliki tiga hal yaitu percaya, sikap suportif dan sikap terbuka (Rakhmat, 2005). 8 1. Percaya (trust) Dari berbagai faktor yang mempengaruhi hubungan interpersonal, percaya merupakan faktor yang paling penting. Untuk menumbuhkan atau membangun sebuah hubungan, antara orang yang melakukan hubungan tersebut harus saling mempercayai. Hal ini bisa dilakukan dengan cara saling mengungkapkan labih banyak tentang pikiran, perasaan dan reaksi mereka tehadap situasi yang mereka hadapi. Atau dengan cara saling menunjukkan penerimaan, dukungan dan kerjasama. Tanpa adanya rasa saling percaya, tidak akan ada rasa pengertian. Hal tersebut akan menghambat perkembangan hubungan interpersonal yang akrab. Tingkat kepercayaan dalam melakukan suatu hubungan akan berubah-ubah sesuai dengan kemampuan individu untuk mempercayai dan dapat dipercaya. Terdapat tiga faktor utama yang dapat menumbuhkan sikap percaya yaitu menerima, empati, dan kejujuran. a. Menerima. Menerima adalah kemampuan berhubungan dengan orang lain tanpa menilai dan tanpa berusaha mengendalikan. Menerima adalah sikap yang melihat orang lain sebagai manusia, sebagai individu yang patut dihargai. Apabila individu cenderung menilai dan sukar menerima, bisa mengakibatkan hubungan interpersonal tidak berlangsung seperti yang diharapkan. Menerima bukan berarti individu harus menyetujui semua perilaku orang lain atau rela menanggung akibat dari perilakunya. 9 b. Empati. Orang yang mempunyai rasa empati merupakan orang yang mampu memahami keadaan orang lain dengan menunjukkan reaksi secara emosional ketika orang lain mengalami suatu emosi. Berempati berarti membayangkan diri kita pada kejadian yang menimpa orang lain, berusaha melihat seperti orang lain melihat, dan merasakan seperti orang lain merasakannya. c. Kejujuran. Untuk mendapatkan suatu tanggapan yang sebenarnya, seorang individu harus jujur mengungkapkan diri kepada orang lain. Orang lain biasanya menaruh kepercayaan pada orang yang jujur atau tidak menyembunyikan pikiran dan pendapatnya. Kejujuran menyebabkan orang lain dapat menduga perilaku yang dilakukan sehingga akan mendorong orang lain untuk percaya. 2. Sikap Suportif Sikap suportif adalah sikap yang mengurangi sikap defensif dalam komunikasi. Orang yang defensif akan cenderung lebih banyak melindungi diri dari ancaman yang ditanggapinya dalam situasi komunikan ketimbang memahami pesan orang lain (Rakmat, 2005). Orang yang bersikap defensif biasanya disebabkan oleh faktor-faktor personal seperti ketakutan, kecemasan, harga diri yang rendah dan sebagainya. Rakhmat (2005) menjelaskan tentang sikap defensive dengan perilaku suportif menurut Gibb (1961), terdapat beberapa perilaku yang menimbulkan perilaku suportif, perilaku tersebut antara lain deskripsi, orientasi masalah, spontanitas, persamaan, dan profesionalisme. 10 a. Deskripsi. Deskripsi adalah penyampaian pesan, perasaan dan persepsi tanpa menilai atau mengecam kelemahan dan kekurangan orang lain. Deskripsi dapat terjadi ketika seorang individu mengevaluasi orang lain, tetapi orang tersebut merasa bahwa dia dihargai (menerima orang lain sebagai individu yang patut dihargai). b. Orientasi masalah. Orientasi masalah adalah mengkomunikasikan keinginan untuk bekerja sama mencari pemecahan masalah. Mengajak orang lain bersama-sama menetapkan tujuan dan memutuskan bagaimana mencapainya. c. Spontanitas. Spontanitas artinya sikap jujur dan dianggap tidak menyelimuti motif yang terpendam. d. Persamaan. Tidak mempertegas perbedaan, dalam melakukan suatu hubungan tidak melihat perbedaan walaupun status berbeda, penghargaan dan rasa hormat terhadap perbedaan-perbedaan pandangan dan keyakinan. Persamaan merupakan sikap memperlakukan orang lain secara horizontal dan demokratis. e. Provisionalisme. Provisionalisme adalah kesediaan untuk meninjau kembali pendapat diri sendiri, dan mengakui bahwa pendapat pribadi tidak selamanya benar. 11 3. Sikap Terbuka Membuka diri berarti membagikan kepada orang lain perasaan kita terhadap sesuatu yang telah dikatakan atau dilakukannya, atau perasaan kita terhadap kejadian-kejadian yang baru saja disaksikan. Rakhmat (2005) sendiri menjelaskan karakteristik dari sikap terbuka berdasarkan pendapat dari Brooks dan Emmert (1977). Karakteristik orang yang memiliki sikap terbuka antara lain: a. Menilai pesan secara objektif, dengan menggunakan data dan ketetapan logika. b. Mampu membedakan dengan mudah mana yang benar, salah atau tengah-tengah. c. Berorientasi pada isi. Orang yang bersikap terbuka akan melihat apa yang dibicarakan bukan siapa yang berbicara. d. Mencari informasi dari berbagai sumber. Orang yang terbuka tidak akan hanya mempercayai sumber informasi mereka sendiri, namun mereka akan meneliti tentang orang lain dari sumber yang lain. e. Lebih bersifat provisional dan bersedia mengubah kepercayaannya. f. Mencari pengertian pesan yang tidak sesuai dengan rangkaian kepercayaannya. Orang yang terbuka akan mencari informasi yang tidak sesuai dengan pendapatnya dan akan mencari kebenaran informasi tersebut. H. Tahap Hubungan Interpersonal Menurut Wisnuwardhani dan Mashoedi (2012), hubungan interpersonal terjadi melalui beberapa tahapan, berikut adalah tahapan-tahapan tersebut: 12 1. Tahap Kontak (Contact) Setiap hubungan akan diawali dengan adanya kontak dengan orang lain. Fase pertama adalah terjadinya persepsi dimana seseorang dapat melihat, mendengar atau membaui orang lain. Penampilan fisik menjadi sangat penting karena hal tersebut paling terbuka dan mudah untuk diamati. Namun demikian, kualitas-kualitas pribadi yang sudah mulai terungkap pada tahap ini akan mendorong atau menahan seseorang untuk maju ke fase kedua tahap ini, yaitu menjalin interaksi dengan orang lain, maka sifat interaksi di sini masih dangkal atau formal. Bila terjadi kesesuaian, maka hubungan dapat dilanjutkan ke tahap berikutnya. Namun, bila tidak ada kesesuaian, maka orang dapat keluar dari hubungan. Kemungkinan lain yang dapat terjadi adalah seseorang tetap berada di tahap ini, artinya hubungannya dengan seseorang hanya sebatas berkenalan, tidak berlanjut ke tahap yang lebih akrab, misalnya hubungan seseorang dengan tetangga yang hanya sebatas kenal sebgai sesama satu warga. 2. Tahap keterlibatan(Involvement) Merupakan tahap pengenalan lebih lanjut ketika seseorang sudah memutuskan untuk lebih mengenal orang lain. Tahap ini terjadi karena ada daya tarik untuk mengenal lebih jauh orang tersebut. Bisa salah satu yang aktif untuk membuka diri, bisa juga kedua belah pihak sama-sama saling membuka diri untuk bisa mengenal lebih jauh. Satu dengan lainnya saling menjajaki untuk lebih mengenal. Selanjutnya, hubungan akan semakin intensif. Pada tahap ini, orang mulai melakukan kegiatan-kegiatan bersama untuk meyakinkan diri tentang kualitas masing-masing. Bila hubungan yang ada bersifat pertemanan maka dapat melakukan kegiatan-kegiatan yang menyangkut minat bersama, 13 atau belajar bersama, sementara bila hubungan bersifat percintaan maka seseorang dapat melakukan kencan dengan pasangannya. Bila pada tahap ini seseorang tertarik untuk melanjutkan hubungan maka dapat dilanjutkan ke tahap keakraban (intimacy), namun bila tidak maka ia dapat keluar dari hubungan atau kembali ke tahap sebelumnya yaitu fase kedua dari tahap kontak (menjalin interksi saja). 3. Tahap Keakraban (Intimacy) Pada tahap keakraban, orang lebih mengikat diri satu sama lainnya (komitmen interpersonal). Masing-masing berusaha untuk mempertahankan hubungannya agar tidak putus, sehingga terbentuklah pertalian (ikatan sosial) satu dengan yang lainnya. Pada hubungan pertemanan akan terbina persahabatan yang kuat, sementara pada hubungan percintaan komitmen dapat terbentuk sebuah perkawinan. Apabila tahap ini dapat dijalani dengan baik, maka seseorang dapat mempertahankan hubungannya yang harmonis dengan orang lain. Pada hubungan pertemanan, maka dapat membentuk ikatan persahabatan yang kuat antara satu dengan yang lainnya untuk rentang waktu yang lama dan bila hubungan mereka adalah dalam ikatan perkawinan, maka mereka dapat menjadi pasangan suami-istri yang harmonis dalam mebangun rumah tangga mereka sampai akhir hayat mereka. namun, sering kali yang terjadi justru sebaliknya, yaitu masing-masing dari mereka merasa sudah tidak merasa bahagia lagi dengan sahabat atau pasangannya, sehingga hubungan menjadi merenggang. 4. Tahap Pemudaran (Deterioration) Tahap ini ditandai oleh adanya ikatan yang semakin melemah di antara kedua belah pihak. Pada tahap ini, masing-masing mulai menyadari bahwa hubungannya tidak 14 sepenting yang dibayangkan sebelumnya. Waktu yang dilalui bersama semakin sedikit dan bila keduanya bertemu, maka hal yang terjadi adalah saling berdiam diri, tidak lagi terjadi pengungkapan diri ataupun perhatian pada kepentingan teman akrab atau pasangan. Selain itu, terjadi konflik-konflik, mulai konflik-konflik kecil sampai akhirnya konflik-konflik yang cukup besar dan muncul ketidakpuasan terhadap sahabat atau pasangan yang menyebabkan hubungan antara keduanya menjadi melemah (memudar). Pemudaran dalam sebuah hubungan akrab atau intim dapat terjadi secara sedikit demi sedikit, tetapi dapat juga terjadi secara tiba-tiba, tergantung pada apa yang menyebabkan memudarnya hubungan di antara mereka. Melanggar aturan-aturan yang dianggap penting dan sudah disepakati bersama dalam hubungan (misalnya, melanggar kesetiaan atau selingkuh) dapat menyebabkan rusaknya hubungan secara tiba-tiba. Namun, bila yang terjai antara kedua belah pihak adalah ketidak cocokan pada kebiasaan hidup pasangan yang sedikit demi sedikit terungkap, maka pemudaran dapat berlangsung secara sedikit demi sedikit. 5. Tahap Pemulihan (Repair) Pada tahap pemudaran, masing-masing pihak dapat melakukan usaha pemulihan agar hubungan dapat membaik seperti semula. Hal ini disebut dengan tahap pemulihan atau perbaikan. Usaha perbaikan dapat dilakukan terhadap diri sendiri dan selanjutnya dilanjutkan unruk memperbaiki hubungannya dengan orang lain. Kedua belah pihak dapat secara bersama-sama melakukan usaha perbaikan atau hanya salah satu pihak yang melakukan usaha perbaikan. Usaha ini dapat berhasil dan dapat pula gagal. Bila usaha pemulihan berhasil, maka hubungan akan kembali ke tahap keakraban. Sebaliknya, bila hubungan gagal, maka hubungan akan putus. 15 6. Tahap pemutusan (Dissolution) Tahap pemutusan merupakan pemutusan hubungan di antara kedua belah pihak. Pemutusan hubungan berupa ikatan perkawinan dapat berbentuk perceraian. Pemutusan hubungan diawali dengan perpisahan di antara kedua orang yang memiliki hubungan, misalnya yang satu meninggalkan yang lain atau masing-masing meninggalkan yang lain atau yang disebut juga dengan perpisahan antarpribadi. Selanjutnya, pemutusan hubungan yang dapat dilakukan terhadap orang-orang yang masih terkait dengan orang yang kita tinggalkan disebut dengan perpisahan sosial atau publik. Misalnya, ketika sepasang kekasih telah memutuskan untuk berpisah, maka mereka juga berpisah dengan teman-teman atau keluarga mantan kekasihnya tersebut. Bila sebelumnya satu dengan lainnya saling mengunjungi keluarga pasangannya, maka sekarang sudah tidak lagi. Tidak tertutup kemungkinan bahwa seseorang yang telah memutuskan untuk berpisah dapat membina hubungan lagi dengan orang yang sama dan menjalani siklus seperti sebelumnya. I. Jenis Hubungan Interpersonal Terdapat beberapa jenis hubungan interpersonal, yaitu: a. berdasarkan jumlah individu yang terlibat; b. berdasarkan tujuan yang ingin dicapai; c. berdasarkan jangka waktu; serta d. berdasarkan tingkat kedalaman atau keintiman. 16 1. Hubungan berdasar jumlah individu Hubungan interpersonal berdasarkan jumlah individu yang terlibat, dibagi menjadi dua, yaitu hubungan diad dan hubungan triad. Hubungan diad merupakan hubungan atara dua individu. Kebanyakan hubungan kita dengan orang lain bersifat diadik. Sedangkan hubungan triad merupakan hubungan antara tiga orang. Hubungan triad ini memiliki ciri lebih kompleks, tingkat keintiman/kedekatan antar individu lebih rendah, dan keputusan yang diambil lebih didasarkan voting atau suara terbanyak (dalam hubungan diad, keputusan diambil melalui negosiasi). 2. Hubungan berdasar tujuan yang ingin dicapai Hubungan interpersonal berdasarkan tujuan yang ingin dicapai, dibagi menjadi dua, yaitu hubungan tugas dan hubungan sosial. Hubungan tugas merupakan sebuah hubungan yang terbentuk karena tujuan menyelesaikan sesuatu yang tidak dapat dikerjakan oleh individu sendirian. Misalnya hubungan antara pasien dengan dokter, hubungan mahasiswa dalam kelompok untuk mengerjakan tugas, dan lain-lain. Sedangkan hubungan sosial merupakan hubungan yang tidak terbentuk dengan tujuan untuk menyelesaikan sesuatu. Hubungan ini terbentuk (baik secara personal dan sosial). Sebagai contoh adalah hubungan dua sahabat dekat, hubungan dua orang kenalan saat makan siang dan sebagianya. 3. Hubungan berdasar jangka waktu Hubungan interpersonal berdasarkan jangka waktu juga dibagi menjadi dua, yaitu hubungan jangka pendek dan hubungan jangka panjang. Hubungan jangka pendek merupakan hubungan yang hanya berlangsung sebentar. Misalnya hubungan antara dua orang yang saling menyapa ketika bertemu di jalan. Sedangkan hubungan jangka panjang berlangsung dalam waktu yang lama. Semakin lama suatu hubungan semakin banyak investasi yang ditanam didalamnya 17 (misalnya berupa emosi atau perasaaan, materi, waktu, komitmen dan sebagainya), karena investasi yang ditanam itu banyak maka semakin besar usaha kita untuk mempertahankannya. 4. Hubungan berdasar kedalaman atau keintiman Selain ketiga jenis hubungan interpersonal yang sudah dijelaskan di atas, masih terdapat satu lagi jenis hubungan interpersonal yang didasarkan atas tingkat kedalaman atau keintiman, yaitu hubungan biasa dan hubungan akrab atau intim. Hubungan biasa merupakan hubungan yang sama sekali tidak dalam atau impersonal atau ritual, sedangkan hubungan akrab atau intim ditandai dengan penyingkapan diri (self-disclosure). J. Faktor Yang Mempengaruhi Hubungan Interpersonal Dalam penelitian Fribasari (2006) dijelaskan bahwa terdapat beberapa hal yang mempengaruhi hubungan interpersonal, yaitu: 1. Komunikasi efektif 2. Ekspresi wajah 3. Kepribadian 4. Stereotyping 5. Kesamaan karakter personal 6. Daya tarik 7. Ganjaran 8. Kompetensi 18 METODE PENELITIAN A. Partisipan dan Desain Penelitian Partisipan dalam penelitian ini dipilih mengikuti populasi, dan populasi dalam penelitian ini adalah seluruh anggota UB (Universitas Brawijaya) Fitness Center dengan status mahasiswa Universitas Brawijaya Malang. Sampel adalah bagian dari jumlah karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut (Sugiyono, 2008). Sampel penelitian ini adalah beberapa anggota UB Fitness Center yang telah sesuai dengan kriteria populasi. Penentuan jumlah sampel pada penelitian ini didasarkan oleh pendapat Roscoe (dalam Sugiyono, 2008), dimana jumlah sampel yang layak dalam penelitian adalah antara 30 sampai 500 orang, sehingga peneliti memutuskan untuk mengambil sampel penelitian sejumlah 100 orang. Alasan penentuan jumlah sampel juga dikarenakan keterbatasan yang dimiliki peneliti, yaitu untuk menghemat waktu maupun biaya penelitian. Teknik pengambilan sampling yang digunakan adalah non probability sampling – purposive sampling. Non probability sampling adalah teknik pengambilan sampel yang tidak memberi peluang/kesempatan sama bagi setiap unsur atau anggota populasi untuk dipilih menjadi sampel (Sugiyono, 2008). Pemilihan teknik sampling tersebut karena jumlah populasi yang tidak menentu sehingga tidak semua individu di dalamnya memiliki kesempatan yang sama untuk menjadi sampel penelitian.Sampling purposive adalah teknik penentuan sampel dengan pertimbangan tertentu (Sugiyono, 2008). Jadi ketika menemukan seseorang yang memenuhi kriteria yang diinginkan, maka akan diminta untuk menjadi sampel penelitian. Penelitian ini tergolong pada tipe penelitian korelasional, artinya penelitian hendak menguji dan menjelaskan ada tidaknya hubungan antar variabel. Selain itu, penelitian korelasional bertujuan untuk menyelidiki sejauh mana variasi pada satu variabel berkaitan dengan variasi pada satu atau lebih variabel lain, berdasarkan koefisien korelasi (Azwar, 2006). Penelitian ini memiliki satu variabel 19 bebas (independent) dan satu variabel terikat (dependent). Kedua variabel tersebut akan diungkap dengan menggunakan skala yang berbentuk kuesioner, dimana data dari kedua variabel yang ingin diteliti akan dicari hubungannya dengan teknik statistik tertentu. B. Alat Ukur Alat ukur yang digunakan dalam penelitiian ini berupa skala kepercayaan diri dan skala kemampuan hubungan interpersonal. Pada skala kepercayaan diri dalam penelitian ini disusun berdasarkan dimensi dan indikator yang diadaptasi dari penelitian oleh Ratnasari (2009). Dalam penelitian tersebut skala kepercayaan diri disusun berdasarkan delapan aspek kepercayaan diri yang dikemukakan oleh Gael Lindenfield (1997), sedangkan skala hubungan interpersonal disusun berdasarkan teori faktor pembentuk hubungan interpersonal yang dikemukakan oleh Rakhmat (2005). Pembuatan skala dalam penelitian ini menggunakan skala Likert. Skala Likert digunakan untuk mengukur sikap, pendapat, dan persepsi seseorang atau kelompok orang akan fenomena sosial. Setiap respon jawaban pada skala Likert akan menghasilkan skor berupa angka yang menunjukkan skor sikap seseorang akan sebuah fenomena, dimana sikap dari skala Likert akan berupa gradasi dari sangat positif samapi sangat negatif (Sugiyono, 2008). Validitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah validitas isi. Validitas isi merupakan validitas yang diestimasi melalui pengujian terhadap isi tes. Validitas ini akan menjawab pertanyaan sejauh mana isi sebuah tes/skala/instrument dapat mengukur apa yang seharusnya diukur (Idrus, 2009). Pada penelitian ini validitas isi akan didapatkan melalui peninjau sebagai profesional judgement yang akan diminta untuk memberikan penilaian serta saran terhadap skala Kepercayaan Diri dan skala Kemampuan Hubungan Interpersonal sebelum dilakukan pengambilan data pada subjek penelitian. Saran dari peninjau tersebut akan digunakan penulis 20 sebagai pertimbangan dalam memperbaiki skala yang digunakan dalam penelitian ini, sehingga keseluruhan konsep yang digunakan dalam penelitian dapat terwakili dengan baik. 1. Analisis Aitem Salah satu teknik yang digunakan untuk mengukur validitas adalah dengan menggunakan analisis aitem. Parameter aitem yang diuji adalah daya beda atau daya diskriminasi aitem yaitu kemampuan aitem dalam membedakan antara subjek yang memiliki atribut yang diukur atau tidak. Teknik statistic analisis aitem yang digunakan untuk menguji validitas alat ukur dalam penelitian ini adalah teknik item-total correlation. Syarat yang digunakan untuk menentukan aitem yang memiliki validitas tinggi adalah apabila aitem tersebut memiliki nilai korelasi aitem dengan total diatas 0,20 (Nisfiannoor, 2009). Valid atau tidaknya butir adalah sama dengan fungsi yang dinyatakan oleh daya beda butir. Penggunaan patokan 0,20 untuk menyatakan bahwa butir telah valid dapat dilihat pada beberapa rujukan kriteria empirik yang telah dirangkum oleh Naga (Nisfiannoor, 2009). Artinya adalah apabila koefisien korelasi aitem dengan skor tes secara keseluruhan positif dan di atas 0,20 maka aitem tersebut memiliki validitas konstrak yang baik dan cocok digunakan untuk mengukur variabel yang ingin diukur. Sebaliknya, apabila nilai koefisien korelasi aitem dengan skor tes secara keseluruhan di bawah 0,20 maka aitem tersebut memiliki validitas konstrak yang rendah dan tidak dapat digunakan untuk mengukur variabel yang ingin diukur. Apabila nilai koefisien korelasi aitem dengan total skor tes keseluruhan negatif, maka terjadi cacat pada aitem dan aitem tersebut harus digugurkan. Setelah dilakukan uji coba, skala kepercayaan diri yang terdiri dari 68 butir menjadi 49 butir aitem yang valid, dan untuk skala kemampuan hubungan interpersonal dari 52 butir aitem menjadi 26 butir aitem yang valid. 21 Reliabilitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah teknik konsistensi internal yang digunakan dalam penelitian adalah koefisien alpha dari Cronbach (Cronbach’s alpha coefficient). Syarat sebuah dimensi dikatakan reliabel adalah apabila nilai alpha dari Cronbachnya diatas 0,70, sehingga jika nilai cronbach alpha-nya kurang dari 0,70 dinyatakan tidak reliabel. Batas ini diambil berdasarkan teori Nunmaly, Kaplan dan Saccuzo yang menyatakan bahwa koefisien reliabilitas 0,70 sampai 0,80 adalah cukup tinggi untuk penelitian data (Surapranata, 2004). Hasilnya adalah sebagai berikut: Tabel 1. Analisis Reliabilitas Skala Penelitian No Skala Cronbach Alpha Keterangan 1. Kepercayaan Diri 0,907 Reliabel 2. Kemampuan Hubungan Interpersonal 0,887 Reliabel C. Prosedur Penelitian 1. Penyusunan Alat Ukur Terdapat tiga hal dalam pembuatan alat ukur yaitu perencanaan alat ukur, uji coba alat ukur, serta revisi alat ukur yang dilakukan setelah alat ukur tersebut di uji coba. a. Perencanaan alat ukur Sebelum pembuatan aitem sebelumnya ditentukan dimensi dan indikator dimana peneliti menyusun dan mengembangkannya dari penelitian terdahulu dengan menyusun sendiri aitem penelitiannya. b. Uji coba alat ukur Uji coba dilakukan dengan memberikan skala yang telah disusun kepada para anggota MAX Gym Malang sejumlah 50 orang. Uji coba ini dilakukan dengan meminta para anggota MAX 22 Gym Malang untuk mengisi kuesioner dengan suka rela untuk akhirnya nanti diuji validitas dan reliabilitasnya. c. Revisi alat ukur Revisi alat ukur dilakukan setelah peneliti melakukan uji coba terhadapa alat ukur dengan melakukan pengujian validitas dan reliabilitas skala. Setelah diketahui aitem-aitem mana saja yang memenuhi standar validitas dan reliabilitas, maka peneliti selanjutnya menyusun aitemaitem tersebut ke dalam alat ukur yang digunakan yang digunakan untuk mengambil data penelitian. 2. Pelaksanaan Penelitian Pengisian kuesioner dilakukan di lingkungan UB fitness center baik di dalam ruangan latihan maupun di sekitar cafeteria yang tersedia. Ketika peneliti menemukan individu yang dirasa cocok dengan kriteria subjek penelitian maka peneliti meminta orang tersebut untuk mengisi kuesioner penelitian yang ada. Subjek mengisi kuesioner dengan sukarela dan setelah mengisi kuesioner, peneliti memberikan reward berupa susu murni UHT kemasan ukuran 250 ml. Hal tersebut terus dilakukan sampai jumlah subjek yang mengisi dianggap cukup yaitu 100 orang selama kurun waktu dua minggu. 3. Pengolahan Data Setelah data diperoleh maka selanjutnya dilakukan pengolahan data dengan metode statistik yang dibantu dengan perangkat lunak SPSS versi 17.0 dan Microsoft Office Excel. 23 HASIL PENELITIAN A. Deskripsi Data Berdasarkan data penelitian yang telah diolah dengan menggunakan program SPSS 17.0 for windows, dapat diketahui bahwa variabel kepecayaan diri memiliki rata-rata sebesar 151,61 dengan nilai terendah tingkat kepercayaan diri sebesar 109 dan nilai tertinggi tingkat kepercayaan diri sebesar 177, sedangkat standar deviasinya sebesar 12,410. Variabel kemampuan hubungan interpersonal memiliki rata-rata sebesar 59,08 dengan nilai terendah tingkat kemampuan hubungan interpersonal sebesar 46 dan nilai tertinggi tingkat kemampuan hubungan interpersonal sebesar 79, sedangkan standar deviasinya sebesar 7,237. B. Uji Asumsi 1. Uji Normalitas Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah sampel mengikuti bentuk distribusi populasi yaitu distribusi normal. Kriteria pengujian normalitas ini adalah jika nilai signifikansi p > 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa data berdistribusi normal. Sebaliknya jika nilai signifikansi p < 0,05 maka data berdistribusi tidak normal (Cahyono, 2006). Uji normalitas dilakukan dengan metode statistik one sample Kolmogrov-Smirnov test. Berdasarkan pengujian didapatkan nilai signifikan variabel kepercayaan diri yang bernilai 0,604, dimana nilai tersebut lebih besar daripada α = 0,05. Dengan nilai signifikansi lebih besar daripada α = 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa asumsi normalitas telah terpenuhi sehingga dapat dinyatakan bahwa variabel kepercayaan diri telah menyebar normal. Begitu juga dengan pengujian pada variabel kemampuan hubungan interpersonal, didapatkan 24 nilai signifikan p variabel kemampuan hubungan interpersonal yang bernilai 0,071, dimana nilai tersebut lebih besar daripada α = 0,05. Dengan nilai signifikansi lebih besar daripada α = 0,05 maka dapat disimpulkan bahwa asumsi normalitas telah terpenuhi sehingga dapat dinyatakan bahwa variabel kemampuan hubungan interpersonal telah menyebar normal. Hasil uji normalitas variabel kepercayaan diri dan kemampuan hubungan interpersonal juga dapat dilihat dari pola penyebaran skor skalanya dengan menggunakan histogram. Gambar 1. Kurva Distribusi Normal Variabel Kepercayaan Diri Berdasar gambar 1 diketahui bahwa pola penyebaran data menyebar di sekeliling kurva, sehingga dapat disimpulkan data terdistribusi normal. 25 Gambar 2. Kurva Distribusi Normal Variabel Kemampuan Hubungan Interpersonal Berdasar gambar 2 diketahui bahwa pola penyebaran data menyebar di sekeliling kurva, sehingga dapat disimpulkan data terdistribusi normal. 2. Uji Linieritas Uji linieritas dilakukan untuk menunjukkan bahwa data variabel X (kepercayaan diri) berkolerasi secara linier dengan variabel Y (kemampuan hubungan interpersonal). Data penelitian dikatakan berkolerasi secara linier apabila nilai signifikan p kurang dari 0,05. Uji linieritas dilakukan dengan uji F dan diagram pencar. Berdasar hasil uji linieritas diperoleh nilai F sebesar 56,093 dengan nilai signifikan p sebesar 0,000 yang lebih kecil nilainya dari 0,05. Hasil tersebut menunjukkan bahwa variabel kepercayaan diri memiliki bentuk hubungan yang linier dengan kemampuan hubungan interpersonal. Hubungan linieritas tersebut juga dapat dilihat dari pola penyebaran skor skalanya dengan menggunakan diagram pencar seperti pada gambar. kemampuan hubungan interpersonal 26 85 80 75 70 65 60 55 50 45 40 penyebaran skor Linear (penyebaran skor) 100110120130140150160170180190 kepercayaan diri Gambar 3. Diagram Pencar Skor Kepercayaan Diri dengan Kemampuan Hubungan Interpersonal Berdasarkan gambar 3 terlihat bahwa penyebaran data berada di sekitar gari linier. Grafik yang terbentuk dari penyebaran data dimulai dari bagian kiri bawah menuju kanan atas yang berarti bahwa kedua variabel memiliki hubungan linier positif. Hubungan linier positif berarti jika kepercayaan diri tinggi maka kemampuan hubungan interpersonalnya pun akan tinggi. C. Uji Korelasi Berdasarkan hasil uji asumsi yang telah terpenuhi, maka selanjutnya akan dilakukan uji hipotesis menggunakan teknik korelasi Product Moment Person untuk mendapatkan nilai korelasi antara kedua variabel penelitian. Hipotesis dalam penelitian ini adalah terdapat hubungan linier positif yang signifikan antara kepercayaan diri dengan kemampuan hubungan interpersonal pada anggota UB fitness center, yang akan diuji dengan teknik uji korelasi. Sesuai dengan pedoman interpretasi korelasi dari Sugiyono (2009) disebutkan bahwa apabila koefisien korelasi antar variabel bernilai antara 0,40 sampai 0,599 maka hubungan antar variabel penelitian tersebut termasuk dalam kategori sedang. Berdasar hasil uji korelasi diperoleh besarnya korelasi antara variabel kepercayaan diri dengan kemampuan hubungan interpersonal 27 adalah 0,580 dengan signifikan 0,000. Hal tersebut menunjukkan bahwa hubungan antara kedua variabel adalah sedang. Selain itu, dapat dilihat pula bahwa nilai korelasi product-moment Pearson yang dihasilkan bernilai positif. Hal ini menunjukkan suatu hubungan lurus antara variabel kepercayaan diri dan kemampuan hubungan interpersonal di mana semakin tinggi nilai tingkat kepercayaan diri, maka semakin tinggi tingkat kemampuan hubungan interpersonal yang diperoleh. Begitu pula sebaliknya, semakin rendah nilai tingkat kepercayaan diri, maka semakin rendah tingkat kemampuan hubungan interpersonal yang diperoleh. D. Prosentase Hubungan Variabel Kepercayaan Diri dengan Kemampuan Hubungan Interpersonal Setelah mendapatkan nilai koefisiensi korelasi antara variabel kepercayaan diri dengan variabel kemampuan hubungan interpersonal langkah selanjutnya adalah mencari prosentasi hubungan antara kedua variabel atau yang disebut koefisien determinasi, dengan cara mengkuadratkan hasil koefisien yang ditemukan. Jadi koefisien determinasi pada kasus ini adalah 0,5802 = 0,336. Hal ini berarti varian yang terjadi pada variabel kemampuan hubungan interpersonal 33,6% berhubungan dengan variabel kepercayaan diri. Pengertiannya adalah hubungan variabel kepercayaan diri dengan variabel kemampuan hubungan interpersonal adalah 33,6%, dan sisanya 66,4% berhubungan dengan faktor lain yang tidak terdapat pada penelitian ini. E. Kategorisasi Data Penelitian Penentuan norma penilaian, dilakukan setelah diketahui nilai mean (M) dan standar deviasi (SD) pada masing-masing variabel. Tabel 2 merupakan norma dan penggolongan menurut Arikunto (2002). 28 Tabel 2. Norma dan Penggolongan Kepercayaan Diri dan Kemampuan Hubungan Interpersonal Kriteria JenjangKategori (M + 1,50 SD) < X Sangat Tinggi (M + 0,50 SD) < X ≤ (M + 1,50 SD) Tinggi (M – 0,50 SD) < X ≤ (M + 0,50 SD) Sedang (M – 1,50 SD) < X ≤ (M – 0,50 SD) Randah X ≤ (M – 1,50 SD) Sangat Rendah Diketahui variabel kepercayaan diri memiliki nilai M = 151,61 dan SD=12,410. Nilai mean dan dan standar deviasi akan dimasukkan dalam rumus seperti pada tabel 2, maka diperoleh 3 orang kategori sangat tinggi, 33 orang dengan kategori tinggi, 35 orang kategori sedang, 22 orang kategori rendah, dan 7 orang dengan kategori sangat rendah. Sedangkan untuk tingkat kemampuan hubungan interpersonal pada anggota UB fitness center, diketahui nilai M adalah 59,08 dan SD sebesar 7,237. Nilai mean dan dan standar deviasi akan dimasukkan dalam rumus seperti pada tabel 2, maka diperoleh 9 orang kategori sangat tinggi, 22 orang dengan kategori tinggi, 30 orang kategori sedang, 36 orang kategori rendah, dan 3 orang dengan kategori sangat rendah. F. Diskusi Nilai korelasi antara variabel X (kepercayaan diri) dengan variabel Y (kemampuan hubungan interpersonal) adalah sebesar 0,580, yang setelah melihat tabel interpretasi taraf korelasi antar variabel berarti kedua variabel memiliki hubungan linier positif dalam kategori sedang. Artinya variabel kemampuan hubungan interpersonal yang memiliki hubungan linier positif dengan variabel kepercayaan diri juga memiliki kemungkinan berhubungan dengan variabel lain yang tidak diukur dalam penelitian ini. Apabila kepercayaan diri meningkat maka kemampuan hubungan interpersonal akan meningkat, sebaliknya apabila kepercayaan diri menurun maka 29 akan diikuti dengan menurunnya kemampuan hubungan interpersonal. Hal tersebut sejalan dengan teori dari Lindenfield yaitu karakteristik kepercayaan diri yang menyatakan bahwa dengan kepercayaan diri dapat meningkatkan kemampuan-kemampuan yang dimiliki oleh individu termasuk kemampuan hubungan interpersonal. Koefisien determinasi variabel kepercayaan diri sebesar 33,6 % terhadap pembentukan kemampuan hubungan interpersonal. Artinya 33,6% perubahan yang terjadi pada variabel kemampuan hubungan interpersonal berhubungan dengan perubahan yang terjadi pada variabel kepercayaan diri, sedangkan sisanya sebesar 66,4 % berhubungan dengan faktor-faktor lain yang tidak diteliti dalam penelitian ini seperti usia, jenis kelamin, budaya, status sosial ekonomi, religiusitas, maupun faktor-faktor lain yang mempengaruhi hubungan interpersonal seperti kepribadian, stereotyping, kesamaan karakter personal, ganjaran, dan juga kompetensi pribadi. Berdasarkan hasil penelitian, disarankan bagi peneliti selanjutnya untuk memilih subjek dengan dengan latar belakang yang lebih spesifik lagi, contohnya berdasarkan jenis kelamin, sehingga dapat memberikan variasi hasil penelitian yang serupa. Peneliti selanjutnya juga dapat menambahkan jumlah sampel penelitian sehingga akan lebih representative dan memperkaya hasil penelitian. Selain itu disarankan mengontrol faktor-faktor lain yang diperkirakan dapat mempengaruhi kepercayaan diri dan kemampuan hubungan interpersonal. 30 DAFTAR PUSTAKA Arikunto, S. 2002. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek edisi V. Jakarta: Rineka Cipta Azwar, Saifuddin. 2006. Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Cahyono, T. 2011) Uji Normalitas. 1 juli 2011. www. Sribd.com/doc/19375287/uji-normalitasdata-statistik. Diaksestanggal 18 Mei 2012. De Angelis, Barbara. 2005. Percaya Diri Sumber Sukses dan Kemandirian. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama. Fribasari, Wahidah. 2006. Efektivitas Layanan Bimbingan Kelompok Dalam Bidang Bimbingan Sosial Untuk Meningkatkan Hubungan Interpersonal Remaja Di Panti Asuhan Kumuda Putra Putri Magelang Tahun 2005. Skripsi tidak diterbitkan. Semarang: Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Semarang. Hafiar, Hanny. 2010. BODY BUILDER: Motif Tersembunyi Di Balik Otot Besar. Makalah Ilmiah tidak diterbitkan. Bandung: Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Padjadjaran. Hakim, Thursan. 2002. Mengatasi Rasa Tidak Percaya Diri. Jakarta: Puspa Swara. Idrus, M. 2009. Metode Penelitian Ilmu Sosial Pendekatan Kualitatif dan Kuantitatif. Jakarta: Erlangga. Nisfiannoor, Muhammad. 2009. Pendekatan Statistika Modern Untuk Ilmu Sosial. Jakarta: Salemba Humanika Nurhayati, Sri. 2008. Hubungan Antara Kepercayaan Diri Dan Lamanya Berorganisasi Dengan Persepsi Terhadap Prestasi Akademik Di Kampus. Skripsi tidak diterbitkan. Surakarta: Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta. Rakhmat, Jalaluddin. 2005. Psikologi Komunikasi. Bandung: Remaja Rosdakarya. -------------------------. 2005. Metode Penelitian Komunikasi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Ratnasari, Dyanita. 2009. Hubungan Kepercayaan Diri Dengan Keterampilan Komunikasi Interpersonal Siswa SMA Negeri 1 Srengan Kabupaten Blitar. Skripsi tidak diterbitkan. Malang: Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Malang. Sears, D.O. 1992. Psikologi Sosial. Jakarta: Erlangga. Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Kuantitatif Dan Kualitatif Dan R&D. Malang: Alfabeta. Surapranata, S. 2004. Analisis Validitas, Reliabilitas & Interpretasi Hasil Tes. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya. Wisnuwardhani, Dian; Mashoedi, Sri Fatmawati. 2012. Hubungan Interpersonal. Jakarta: Salemba Humanika.