117 ABSTRAK DETEKSI COLIFORM DAN

advertisement
Jurnal Wahana-Bio Volume XIV Desember 2015
ABSTRAK
DETEKSI COLIFORM DAN Escherichia coli PADA SUSU KEDELAI
YANG DIJUAL DI KAWASAN KECAMATAN BANJARMASIN UTARA
OLEH: Syarifin, Sri Amintarti, Bunda Halang
Kedelai merupakan sumber protein dan lemak nabati yang sangat penting
peranannya dalam kehidupan. Salah satu produk olahan kedelai adalah
susu kedelai. Susu kedelai mempunyai kandungan protein yang cukup
tinggi dengan harga relatif lebih murah jika dibanding dengan susu
lainnya. Mengingat pentingnya kualitas atau keamanan makanan dan
minuman yang dikonsumsi, maka perlu diadakan penelitian untuk
mengetahui kualitas susu kedelai yang beredar secara mikrobiologis.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kandungan coliform dan MPN
Escherichia coli pada susu kedelai yang dijual di kawasan Kecamatan
Banjarmasin Utara. Metode yang digunakan adalah metode deskriptif
dengan mengambil 9 sampel uji dari 28 penjual, kemudian dilakukan
pengujian dengan menggunakan metode MPN ragam 5-1-1, yang meliputi
uji pendahuluan dan uji penegasan. Hasil penelitian kemudian dianalisis
secara deskriptif dengan mengacu pada Standar Nasional Indonesia susu
kedelai SNI 01-3830-1995 dan disesuaikan dengan Tabel MPN menurut
Formula Thomas. Hasil penelitian menunjukkan Nilai MPN coliform
berkisar antara 9 - >979 per 100 ml sampel sedangkan Escherichia coli
berkisar antara 4 - 27 per 100 ml sampel. 9 sampel susu kedelai yang
diambil di kawasan Kecamatan Banjarmasin Utara melebihi ambang batas
yang diperbolehkan.
Kata kunci : Deteksi, Susu Kedelai, MPN, Coliform, Escherichia coli
117
Jurnal Wahana-Bio Volume XIV Desember 2015
PENDAHULUAN
Kedelai merupakan sumber protein dan lemak nabati yang sangat
penting peranannya dalam kehidupan. Kedelai mengandung protein 35 %
bahkan pada varietas unggul kadar proteinnya dapat mencapai 40 - 43 %.
Dibandingkan dengan beras, jagung, tepung singkong, kacang hijau,
daging, ikan segar, dan telur ayam, kedelai mempunyai kandungan
protein yang lebih tinggi, hampir menyamai kadar protein susu skim
kering. Bila seseorang tidak boleh atau tidak dapat makan daging atau
sumber protein hewani lainnya, kebutuhan protein sebesar 55 gram per
hari dapat dipenuhi dengan makanan yang berasal dari 157,14 gram
kedelai (Anonim, 2012).
Salah satu produk olahan kedelai adalah susu kedelai. Menurut
Cahyadi (2007) susu kedelai akhir-akhir ini telah banyak dikenal sebagai
susu alternatif pengganti susu sapi. Hal ini dikarenakan susu kedelai
mempunyai kandungan protein yang cukup tinggi dengan harga relatif
lebih murah jika dibanding dengan susu lainnya. Protein susu kedelai
memiliki susunan asam amino yang hampir sama dengan susu sapi. Susu
kedelai tidak mengandung vitamin B12 dan kandungan mineralnya
terutama kalsium lebih sedikit daripada susu sapi. Secara umum susu
kedelai mempunyai kandungan vitamin B2, B2 niasin, piridoksin, dan
golongan vitamin B yang tinggi. Vitamin lain yang terkandung dalam
jumlah cukup banyak ialah vitamin E dan K.
Dari hasil wawancara dengan penjual susu kedelai yang ada di
Kecamatan Banjarmasin Utara, menyatakan bahwa cara pengolahan susu
kedelai
yang
mereka
lakukan
sangatlah
sederhana
dan
masih
menggunakan alat-alat yang tradisional. Kelemahan dari susu kedelai ini
yakni tidak tahan lama sehingga gizi dan cita rasa berubah. Susu kedelai
menjadi media pertumbuhan bakteri yang sempurna karena mengandung
banyak gizi sehingga menjadi cepat basi.
Teknologi pembuatan susu kedelai sebenarnya sangat mudah dan
murah. Asalkan bahan utama berupa kedelai dan air bersih tersedia, susu
kedelai siap dibuat (Warisno, 2010). Untuk memperoleh susu kedelai
118
Jurnal Wahana-Bio Volume XIV Desember 2015
dengan mutu yang tinggi ada 2 (dua) hal yang harus diperhatikan yaitu
pemilihan bahan baku yang rusak dan cara pengolahan yang tidak benar
justru akan mempengaruhi produk akhir susu kedelai, dan pada akhirnya
tidak layak diminum.
Untuk
mengetahui
keamanan
air
minum
(minuman)
yang
dikonsumsi perlu dilakukan pemeriksaan terhadap minuman tersebut.
Mikroorganisme indikator polusi atau indikator sanitasi air adalah bakteri
golongan coli, baik fekal (coli tinja) maupun non fekal (Fardiaz, 1993).
Pendeteksi organisme petunjuk tersebut menggunakan metode standar
Most Probable Number (MPN) atau jumlah perkiraan terdekat kuman
golongan coli (Lay, 1992)
Semakin tinggi tingkat kontaminasi bakteri coliform, semakin tinggi
pula risiko kehadiran bakteri-bakteri patogen lain yang biasa hidup dalam
kotoran manusia dan hewan. Mengingat pentingnya kualitas atau
keamanan makanan dan minuman yang dikonsumsi, maka perlu diadakan
penelitian untuk mengetahui kualitas minuman yang beredar secara
mikrobiologis.
Berdasarkan uraian di atas tersebut, maka penulis tertarik untuk
mengetahui kualitas biologi susu kedelai melalui suatu penelitian yang
berjudul ”Deteksi Coliform dan Escherichia coli pada susu kedelai yang
dijajakan di kawasan Kecamatan Banjarmasin Utara”.
METODE PENELITIAN
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode deskriptif
yaitu dengan melakukan wawancara dan survei kepada penjual susu
kedelai yang ada di Kawasan Kecamatan Banjarmasin Utara dan
eksploratif yaitu dengan melakukan pemeriksaan terhadap adanya bakteri
pada sampel susu kedelai dan data yang didapat dari hasil pemeriksaan
selanjutnya dianalisis berdasarkan literatur.
119
Jurnal Wahana-Bio Volume XIV Desember 2015
2.2 Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan selama 5 bulan yaitu dari bulan
Agustus sampai Desember 2012 termasuk persiapan sampai pengolahan
data. Adapun sampel susu kedelai diambil dari susu kedelai yang dijual di
kawasan Kecamatan Banjarmasin Utara yang selanjutnya dilakukan
pemeriksaan di Laboratorium Mikrobiologi Balai Laboratorium Kesehatan
Provinsi Kalimantan Selatan Jalan Bumi Mas Raya No. 22 Banjarmasin.
2.3 Populasi dan Sampel Penelitian
2.3.1 Populasi Penelitian
Populasi dalam penelitian ini adalah semua susu kedelai yang dijual
di kawasan Kecamatan Banjarmasin Utara yang berjumlah 28 penjual
susu kedelai.
2.3.2 Sampel Penelitian
Sampel dalam penelitian ini adalah 9 bungkus plastik susu kedelai
yang dijual di Kawasan Kecamatan Banjarmasin Utara. Sampel susu
kedelai tersebut kemudian di masukkan ke dalam termos yang sudah
berisi es batu, yang diambil dari 9 penjual susu kedelai di kawasan
Kecamatan Banjarmasin Utara.
3.4 Bahan Penelitian
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah susu kedelai
sebagai sampel, aquadest, media Lauryl Sulfate Broth (LSB), media
Briliant Green Lactosa Broth (BGLB), media Trypton Water (TW) dan
Reagen Kovacs.
120
Jurnal Wahana-Bio Volume XIV Desember 2015
3.5 Cara Pengumpulan Data
Data yang dikumpulkan berupa data primer yang terdiri dari :
3.5.1 Kuisioner
1) Pendataan Jumlah Penjual Susu Kedelai Di Kecamatan Banjarmasin
Utara
2) Membagi kuisioner
3) Mengambil kuisioner
3.5.2. Hasil Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium dengan ragam 5:1:1 dilakukan di
Laboratorium
Mikrobiologi
Balai
Laboratorium
Kesehatan
Provinsi
Kalimantan Selatan.
3.5.2.1.Pengambilan Sampel
Sampel susu kedelai diambil dari susu kedelai yang dijual di
kawasan Kecamatan Banjarmasin Utara dengan menggunakan plastik
yang diikat dengan karet gelang.
3.5.2.2 Penanganan dan Pengiriman Sampel
Sampel yang dibungkus plastik dan diikat disertai dengan
keterangan yang lengkap tentang sampel, segera dimasukkan ke
dalam termos.
3.5.2.3 Metode
Metode tabung ganda dengan ragam 5-1-1 (5x10 ml, 1x1 ml,
1x0,1 m) yang meliputi tes pendahuluan (tes perkiraan) dan
penegasan.
3.5.2.4 Pembuatan Media
1) LSB SS (Lauryl Sulfate Broth Single Strength), dengan cara
melarutkan 35,6 g LSB (Lauryl Sulfate Broth) ke dalam 1 liter
aquadest.
2) LSB TS (Lauryl Sulfate Broth Triple Strength), dengan cara
melarutkan 106,8 g LSB (Lauryl Sulfate Broth) ke dalam 1 liter
aquadest.
3) BGLB (Brilliant Green Lactose Broth), dengan cara melarutkan 40
g BGLB (Brilliant Green Lactose Broth) ke dalam 1 liter aquadest.
121
Jurnal Wahana-Bio Volume XIV Desember 2015
4) TW (Tryptone Water), dengan cara melarutkan 15 g TW (Tryptone
Water) ke dalam 1 liter aquadest.
5) Semua media dihomogenkan dengan menggunakan Hot Plate
with Stirer pada suhu 70 °C.
3.5.2.5 Persiapan Media
1) Menyiapkan media LSB TS (Lauryl Sulfate Broth Triple Strength)
sebanyak 5 tabung, masing-masing tabung berisi 5 ml.
2) Menyiapkan media LSB SS (Lauryl Sulfate Broth Single Strength)
sebanyak 2 tabung, masing-masing tabung berisi 10 ml.
3) Menyiapkan media BGLB (Brilliant Green Lactose Broth) yang
berisi 10 ml.
4) Menyiapkan media TW (Trytone Water) yang berisi 5 ml.
5) Semua medium disterilkan dengan autoclave pada suhu 121 °C
dan tekanan 2 atm selama 15 menit.
3.5.2.6 Prosedur Penelitian
a. Uji Perkiraan (Presumptive Test)
1) Menyiapkan :
- Tabung yang masing-masing berisi LSB TS (Lauryl Sulfate
Broth Triple Strength) sebanyak 5 ml (tabung 1-5).
- 2 tabung yang masing-masing berisi LSB SS (Lauryl Sulfate
Broth Single Strength) sebanyak 10 ml (tabung 6-7).
- Masing-masing tabung diberi keterangan nomor urut dan
volume.
2) Menggunakan pipet steril untuk menginokulasikan sampel susu
kedelai ke dalam tabung 1-5 masing-masing 10 ml, ke dalam
tabung ke-6 sebanyak 1 ml dan tabung ke-7 sebanyak 0,1 ml.
3) Menginkubasi pada suhu 35 ± 0,5 0C selama 24 jam. Setelah 24
jam diperiksa ada tidaknya pembentukkan gas pada tabung
Durham. Apabila setelah 24 jam masa inkubasi tidak tampak
menghasilkan gas maka inkubasi dilanjutkan selama 24 jam
kedua.
122
Jurnal Wahana-Bio Volume XIV Desember 2015
4) Mengamati gas pada tabung Durham, jika terbentuk gas maka
kuman mengadakan fermentasi sehingga pada tes perkiraan
dinyatakan positif (+) dan dilanjutkan dengan tes penegasan.
Bila tidak terbentuk gas berarti Coliform negatif (-).
b. Uji Penegasan (Confirmed Test)
1) Cara pemeriksaan
- Dari tiap-tiap tabung yang positif (+) pada Uji Perkiraan
(Presumptive Test) dipindahkan 1-2 mata ose ke dalam tabung
Uji Penegasan yang berisi 10 ml BGLB (Brilliant Green Lactose
Broth) untuk mengetahui MPN coliform.
- Satu seri tabung BGLB (Brilliant Green Lactose Broth)
diinkubasi dalam inkubator pada suhu 35 ± 0,5 °C selama 24 –
48 jam.
- Dari tiap-tiap tabung yang positif (+) pada Uji Perkiraan
(Presumptive Test) dipindahkan 1-2 mata ose ke dalam tabung
Uji Penegasan yang berisi 10 ml TW (Tryptone Water) untuk
mengetahui MPN Escherichia coli.
- Satu seri tabung BGLB (Trytone Water) diinkubasi dalam
waterbath pada 44,5 0C selama 24 jam.
2) Pembacaan hasil
- Most Probable Number (MPN) Coliform
Pembacaan hasil dari Uji Penegasan dilakukan dengan
menghitung jumlah tabung yang menunjukkan adanya gas
pada tabung Durham, maka uji pada tabung tersebut
dinyatakan positif.
- MPN Escherichia coli
Pembacaan hasil dari Uji Penegasan dilakukan dengan
meneteskan 0,2 – 0,3 cc Reagen Kovacs pada setiap tabung
jika menunjukkan adanya cincin merah pada tabung reaksi,
maka uji pada tabung tersebut dinyatakan positif.
- Menghitung jumlah tabung yang positif untuk masing-masing
seri
tabung
kemudian
mencocokkan
123
angka-angka
yang
Jurnal Wahana-Bio Volume XIV Desember 2015
diperoleh dengan tabel MPN menurut Formula Thomas (hasil
yang diperoleh dalam satuan per 100 ml sampel).
ANALISIS DATA
Untuk menganalisis kualitas susu kedelai dilakukan dengan data
kuisioner dan deteksi bakterinya yang mengacu pada Standar Nasional
Indonesia susu kedelai SNI 01-3830-1995 dan disesuaikan dengan tabel
Most Probable Number (MPN) 5-1-1 menurut Formula Thomas.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Tabel 1. Data Kuisioner Penjual Susu Kedelai Di Kawasan Banjarmasin
Utara
No.
Pertanyaan
Frekuensi
Persentase
(%)
1.
Pencucian alat menggunakan air ledeng
Pencucian alat menggunakan air sungai
3
6
33,33
66,67
2.
Pembuatan susu kedelai dibuat sendiri oleh penjual
Penjual hanya menjualkan susu kedelai saja
2
7
22,22
77,78
3.
Susu kedelai yang dijual bisa bertahan selama 1 hari
9
100
4.
Susu kedelai biasanya habis dalam 1 hari
9
100
5.
Pembuatan susu kedelai tidak memakai bahan pengawet
9
100
6.
Air yang digunakan dalam pembuatan susu kedelai
adalah air PDAM
9
100
7.
Air yang digunakan dimasak
Air yang digunakan tidak dimasak terlebih dahulu
4
5
44,44
55,56
8.
Es batu yang digunakan memakai plastik
Es batu yang digunakan memakai es balok
7
2
77,78
22,22
9.
Susu kedelai yang dijual selalu habis
9
100
10.
Susu kedelai yg tidak habis biasanya dibuang karena
sudah basi
-
-
11.
Jauh dari sumber pencemaran
Dekat dengan sumber pencemaran
6
3
66,67
33,33
12.
Lokasi berjualan bersih
Lokasi berjualan tidak bersih
6
3
66,67
33,33
13
Termos selalu tertutup rapat
Termos tidak tertutup rapat
8
1
88,89
11,11
124
Jurnal Wahana-Bio Volume XIV Desember 2015
Berdasarkan tabel 1 di atas, diketahui bahwa susu kedelai yang
dijual bisa bertahan selama 1 hari dan selalu habis dalam 1 hari. Selain
itu, susu kedelai tidak mengandung bahan pengawet dan pembuatannya
menggunakan air PDAM. Pencucian alat menggunakan air ledeng
sebesar 33,33 % dan air sungai sebesar 66,67 %. Dari 9 penjual susu
kedelai hanya 2 penjual saja yang membuat susu kedelai sendiri. Dalam
pembuatan susu kedelai hanya 44,44 % saja yang menyatakan airnya di
masak selebihnya menggunakan air mentah (tidak dimasak). Penjual susu
kedelai menggunakan es batu plastik sebesar 77,78 % dan menggunakan
es batu balok sebesar 22,22 %. Lokasi berjualan susu kedelai jauh dari
sumber pencemar (Pabrik, TPA) dan lokasinya tergolong bersih sebesar
66,67%.
Hasil Pemeriksaan Laboratorium
Tabel 2: Nilai MPN coliform dan MPN Escherichia coli pada susu kedelai
yang dijual di Kawasan Kecamatan Banjarmasin Utara.
Hasil
Kode/
Keterangan
Sampel
MPN Coliform
1.
Sampel 1
>979
2.
Sampel 2
21
3.
Sampel 3
>979
4.
Sampel 4
27
5.
Sampel 5
27
6.
Sampel 6
>979
7.
Sampel 7
>979
8.
Sampel 8
27
9.
Sampel 9
9
No.
Kadar
Maksimum yang
diperbolehkan
Maks. 20
Maks. 20
Maks. 20
Maks. 20
Maks. 20
Maks. 20
Maks. 20
Maks. 20
Maks. 20
MPN
Escherichia
coli
27
12
16
27
27
4
4
27
7
Kadar
Maksimum
yang
Diperbolehkan
<3
<3
<3
<3
<3
<3
<3
<3
<3
Keterangan :
1. Sampel 1 : Lokasi berjualan di Depan Masjid Hasanuddin
Madjedie
2. Sampel 2 : Lokasi berjualan di Depan Pengadilan Tata Usaha
Negara
3. Sampel 3 : Lokasi berjualan di Depan Jalan Cendana 3A
4. Sampel 4 : Lokasi berjualan di Depan Panti Asuhan Sungai
Andai
125
Jurnal Wahana-Bio Volume XIV Desember 2015
5. Sampel 5 : Lokasi berjualan di Kompleks Melati Jalan Padat
Karya
6. Sampel 6 : Lokasi berjualan di Depan SDN Surgi Mufti
7. Sampel 7 : Lokasi berjualan di Depan Mesjid Jami
8. Sampel 8 : Lokasi berjualan di SDN Alalak Selatan 1
9. Sampel 9 : Lokasi berjualan di Depan Makam Sultan Suriansyah
Berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium terhadap sampel susu
kedelai yang dijual di Kecamatan Banjarmasin Utara diperoleh data nilai
MPN coliform dari 9 sampel yang diuji, ada 8 sampel yang nilai MPN
coliformnya melebihi ambang batas yang diperbolehkan, hanya sampel 9
saja yang nilai MPN coliformnya di bawah standar yang diperbolehkan.
Selanjutnya, untuk Nilai MPN Escherichia coli dari 9 sampel yang diuji
diperoleh data bahwa semua sampel positif mengandung Escherichia coli
dengan Nilai MPN Escherichia coli yang melebihi ambang batas yang
diperbolehkan. Semua sampel yang diuji tidak aman untuk dikonsumsi
karena tidak memenuhi Standar Nasional Indonesia susu kedelai SNI 013830-1995 dimana total coliform per 100 ml susu kedelai yang
diperbolehkan adalah maks. 20 dan total Escherichia coli per 100 ml susu
kedelai yang diperbolehkan adalah < 3.
PEMBAHASAN
Kuisioner
Terdapatnya coliform dan Escherichia coli pada susu kedelai
diduga berasal dari bahan baku yaitu air yang digunakan untuk membuat
susu kedelai. Air yang diduga sudah terkontaminasi oleh bakteri colifrom
dan Escherichia coli, berasal dari berbagai sumber diantaranya yaitu air
sungai sebesar 66,67 % dan air PDAM sebesar 33,33 %. Walaupun air
yang digunakan untuk membuat susu kedelai ini berasal dari air PDAM
yang sudah melalui berbagai tahapan dalam pemurnian air termasuk
tahapan perlakuan kimia untuk menjamin bahwa tidak ada organisme
patogen dalam air, namun air ini bisa saja mengalami kontaminasi dalam
proses distribusinya ke rumah-rumah penduduk sebelum digunakan untuk
membuat susu kedelai tersebut. Hal ini diperjelas lagi oleh Rahmatullah
126
Jurnal Wahana-Bio Volume XIV Desember 2015
(2012) yang menyatakan kualitas baku mutu air PDAM buruk, karena saat
ini air sungai di Kalimantan Selatan jauh berada di bawah standar baku
mutu sehingga pihaknya harus melakukan beberapa kali tahapan untuk
mendapatkan air yang sehat.
Berdasarkan hasil observasi peneliti, terdapat beberapa penjual
susu kedelai yang belum menyediakan tempat khusus untuk mengangkut
susu kedelai serta penjual susu kedelai yang tidak menggunakan
kendaraan yang bersih untuk mengangkut susu kedelai. Namun penjual
telah mengangkut susu kedelai dalam keadaan tertutup. Pengangkutan
susu kedelai yang sehat akan sangat berperan di dalam mencegah
terjadinya pencemaran minuman. Oleh karena itu, dalam prinsip
pengangkutan susu kedelai perlu diperhatikan antara lain setiap minuman
mempunyai wadah masing-masing, wadah yang dipergunakan harus utuh
dan kuat, kendaraan pengangkut disediakan khusu serta tidak digunakan
untuk keperluan mengangkut bahan lain dan kondisinya harus bersih.
Dalam proses pengangkutan hingga sampai ke tangan konsumen, susu
kedelai harus dalam keadaan tertutup untuk menghindari pencemaran
ulang maupun silang.
Dalam penyajiannya, penjual juga biasanya menggunakan es batu
yang sudah dimasukkan ke dalam termos. Terdapat 77,78 % penjual susu
kedelai yang menggunakan es batu plastik dan 22,22 % yang
menggunakan es batu balok. Es batu ini diduga dapat menjadi penyebab
terkontaminasinya susu kedelai tersebut oleh bakteri, karena biasanya es
batu dibuat dengan menggunakan air yang tidak dimasak (air mentah),
walaupun air tersebut sudah berubah wujud menjadi es, akan tetapi
bakteri yang ada pada air tersebut masih tetap ada.
Faktor lain yang menyebabkan susu kedelai terkontaminasi adalah
kebersihan alat-alat yang digunakan untuk membuat susu kedelai
tersebut. Kebanyakan dari penjual menggunakan air sungai untuk
membersihkan alat-alat yang mereka gunakan, dari 9 penjual ada 6
penjual dengan persentase 66,67 % yang menggunakan air sungai untuk
membersihkan alat yang mereka gunakan. Hasil penelitian Hikmah (2003)
127
Jurnal Wahana-Bio Volume XIV Desember 2015
yang menyatakan bahwa telah ditemukan Escherichia coli pada sungai
bangau (anak sungai martapura) hal ini menunjukkan bahwa air sungai
martapura khususnya tidak layak digunakan untuk mencuci peralatan
makan.
Selanjutnya berdasarkan observasi peneliti, pada penyajian susu
kedelai ada penjual yang tidak menggunakan peralatan yang bersih untuk
menyajikan susu kedelai, penjual yang tidak mencuci peralatan setelah 1
(satu) kali pemakaian, tidak mencuci dengan air mengalir dan tidak
dikeringkan. Seharusnya dilakukan pencucian dengan air yang mengalir,
setelah itu dikeringkan sebelum digunakan kembali. Hal ini dalam upaya
pencegahan penularan sumber penyakit jika masih terdapat sumber
penyakit pada peralatan yang sebelumnya telah dipergunakan.
Faktor lain yang diduga dapat mengkontaminasi susu kedelai yaitu
faktor lingkungan mereka berjualan di lingkungan yang kurang bersih. Dari
9 pedagang, ada 3 pedagang (33,33 %) yang berjualan di lingkungan
yang kurang bersih yaitu dekat saluran pembuangan air, dekat pasar dan
dekat tumpukan sampah. Berdasarkan pengamatan peneliti, pada lokasi
berjualan terdapat 33,33 % penjual susu kedelai yang menjual
dagangannya di lokasi yang dekat dengan sumber pencematan (TPS atau
TPA). Lokasi usaha tidak dilengkapi tempat penampungan sampah
tertutup serta tidak dilengkapi fasilitas air bersih. Semua lokasi usaha susu
kedelai harus jauh atau minimal 500 meter dari sumber pencemaran.
Menurut Chenliyana (2007) dalam Ulina (2010) lokasi usaha yang tidak
memenuhi syarat kesehatan akan memudahkan terjadinya kontaminasi
makanan oleh mikroorganisme seperti jamur, virus dan parasit serta
bahan-bahan kimia yang dapat menimbulkan resiko terhadap kesehatan.
Untuk itu penting bagi setiap usaha kecil memilih lokasi yang bersih, sehat
dan terhindar dari sumber pencemaran (TPA atau TPS).
Penyebab terkontaminasinya susu kedelai ini selain dari faktorfaktor yang telah disebutkan diatas maka dapat juga berasal dari kacang
kedelai yang digunakan dalam pembuatan susu kedelai. Menurut Amrin
(2007) dalam Ulina (2010) bahwa bahan baku yang busuk, tidak segar
128
Jurnal Wahana-Bio Volume XIV Desember 2015
dan utuh kemungkinan sudah mengalami kontaminasi serta pembusukan
dan tidak layak dimakan.
Proses penyajian pada botol kaca dan di bungkus plastik yang
kurang bersih dapat sebagai penyebab terkontaminasinya minuman susu
kedelai tersebut. Tempat penyimpanan dan penyajian yang tidak
memenuhi syarat kesehatan akan memudahkan terjadinya kontaminasi
oleh mikroorganisme serta suhu bagi penyimpanan biji-bijian adalah pada
suhu kamar yaitu 25 °C (Prabu, 2009) dalam (Ulina,2010).
Cara pengolahan yang tidak benar juga dapat menjadi penyebab
susu kedelai tersebut terkontaminasi, apabila air yang digunakan penjual
tidak dimasak terlebih dahulu atau dimasak tetapi suhunya tidak sampai
100 °C bisa menyebabkan bakteri tersebut tetap berada di air tersebut.
Terdapat 44,44 % pembuatan susu kedelai menggunakan air yang sudah
di masak dan 55,56 % yang tidak dimasak airnya. Menurut Fardiaz (1993)
proses pengolahan seperti pemanasan dapat membunuh sebagian atau
seluruh jasad renik, terutama yang tidak tahan panas, sedangkan
perlakuan pengolahan lainnya mungkin hanya memperlambat kecepatan
pertumbuhan jasad renik.
Berdasarkan data kuisioner, terdapat 88,89 % penjual susu kedelai
yang memperhatikan tempat penyimpanan dalam keadaan tertutup pada
saat tidak ada pembeli dan 11,11 % yang membiarkannya dalam keadaan
terbuka. Sebaiknya setiap makanan masak mempunyai wadah masingmasing yang terpisah. Dan pemisahan didasarkan pada saat makanan
mulai diolah. Hal ini untuk menghindari pencemaran silang ataupun
pencemaran ulang. Serta menggunakan wadah yang bersih dan tertutup
dengan baik untuk menghindari pencemaran langsung terhadap sumber
pencemaran (Depkes, 2004). Susu kedelai yang tidak menggunakan
pengawet juga diduga menjadi terkontaminasi bakteri. Susu kedelai yang
tidak tahan lama (cepat basi) menyebabkan cita rasa berubah dan gizinya
berkurang.
129
Jurnal Wahana-Bio Volume XIV Desember 2015
Selain faktor-faktor diatas kebersihan penjual juga sangat penting
untuk menentukan kebersihan dari susu kedelai itu sendiri. Penjual yang
tidak bersih dan sehat akan menularkan penyakit pada konsumen. Untuk
itu perlu adanya hygiene dan sanitasi pada penjual susu kedelai
(Syarifuddin, 2007). Kebersihan dari penjualpun bisa menimbulkan
keberadaan dari bakteri Escherichia coli karena apabila penjual terinfeksi
bakteri patogen, penjual tersebut bisa memindahkan bakteri patogen dari
luar ke susu kedelai. Seperti diungkapkan Fardiaz (1993) kontaminasi
bahan pangan bisa dengan memegang, sehingga setiap pekerja yang
menangani makanan dapat memindahkan bakteri patogen ke makanan
atau minuman. Volk & Wheller (1989) mengatakan bahwa berbagai
penyakit atau infeksi yang berbeda-beda mungkin terjadi karena
memakan makanan dan minuman yang terkontaminasi dengan organisme
patogen. Hal ini khususnya untuk infeksi usus seperti Escherichia coli
enterotoksigen, kolera, disentri dan tifus.
Hasil Pemeriksaan Laboratorium
Berdasarkan hasil pemeriksaan laboratorium terhadap MPN
coliform dari 9 sampel yang diuji, nilai MPN coliform tertinggi terdapat
pada sampel 1, sampel 3, sampel 6 dan sampel 7 yaitu >979 per 100 ml
sampel. Pada tabung yang diduga positif mengandung coliform ditemukan
adanya gelembung udara atau gas pada tabung durham dan warnanya
agak mengeruh. Gelembung udara atau gas ini diduga merupakan hasil
aktivitas dari bakteri coliform yang melakukan fermentasi terhadap laktosa
dan warna menjadi agak mengeruh diduga media sudah menjadi asam.
Sedangkan untuk nilai MPN coliform terendah terdapat pada
sampel 9 yaitu 9 per 100 ml sampel. Walaupun nilai MPN coiform pada
sampel 9 memiliki hasil di bawah Standar Nasional Indonesia susu kedelai
SNI 01-3830-1995 yang diperbolehkan yakni maks. 20 per 100 ml, namun
sampel 9 ini tetap tidak aman dikonsumsi karena jika dilihat dari hasil uji
berikutnya yaitu MPN Escherichia coli sampel 9 ini memiliki nilai MPN
Escherichia coli melebihi ambang batas yang diperbolehkan yaitu 7 per
130
Jurnal Wahana-Bio Volume XIV Desember 2015
100 ml yang harusnya menurut Standar Nasional Indonesia susu kedelai
SNI 01-3830-1995 yang diperbolehkan yakni < 3 per 100 ml.
Selanjutnya untuk Nilai MPN Escherichia coli dari 9 sampel yang
diuji di Laboratorium Mikrobiologi Balai Laboratorium Kesehatan Provinsi
Kalimantan Selatan diperoleh data bahwa Nilai MPN Escherichia coli-nya
melebihi ambang batas yang diperbolehkan. Semua sampel yang diuji
pada MPN Escherichia coli tidak aman untuk dikonsumsi karena tidak
memenuhi Standar Nasional Indonesia susu kedelai SNI 01-3830-1995 di
mana total Escherichia coli per 100 ml susu kedelai yang diperbolehkan
adalah < 3. Pada tabung yang diduga positif mengandung Escherichia coli
jika menunjukkan adanya cincin merah pada tabung reaksi setelah
sebelumnya diteteskan 0,2 – 0,3 cc Reagen Kovacs. Terbentuknya cincin
merah karena bakteri membentuk indol dari triptopan sebagai sumber
karbon (Raihana, 2011).
PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian mengenai deteksi coliform dan
Escherichia coli pada susu kedelai yang dijual di Kawasan Kecamatan
Banjarmasin Utara, dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1) Kandungan coliform susu kedelai yang dijual di Kawasan Kecamatan
Banjarmasin Utara berkisar antara 9 - >979 per 100 ml sampel
sedangkan Kandungan Escherichia coli berkisar antara 4 - 27 per 100
ml sampel. Jadi, Kandungan coliform dan Escherichia coli pada susu
kedelai melebihi ambang batas yang diperbolehkan.
2) Berdasarkan hasil observasi dan wawancara kepada penjual susu
kedelai, kemungkinan terkontaminasinya bakteri terjadi pada saat
penyajian, proses pendistribusian/ pengangkutan, dan lokasi berjualan
susu kedelai di tempat yang lalu lintasnya padat. Oleh karena itu,
penjual harus lebih memperhatikan lagi aspek kebersihan dalam
menjual susu kedelai.
131
Jurnal Wahana-Bio Volume XIV Desember 2015
Saran
1) Pihak yang berwenang yaitu Dinas Kesehatan Kota Banjarmasin
sebaiknya melakukan pengawasan dan pembinaan kepada pembuat
dan penjual susu kedelai agar susu kedelai yang dijual kepada
konsumen dapat memenuhi standar kesehatan.
2) Konsumen
dianjurkan
untuk
lebih
teliti
dalam
memilih
dan
mengkonsumsi susu kedelai yang dijual.
3) Karena kandungan susu kedelai hampir sama dengan susu sapi,
sebaiknya konsumen memanaskan susu kedelai terlebih dahulu
sebelum dikonsumsi. Untuk menghindari kontaminasi bakteri melebihi
ambang batas yang diperbolehkan.
4) Sebaiknya dilakukan penelitian lanjutan terhadap susu kedelai yang
disajikan secara panas dan dingin untuk membedakan mana yang
aman untuk dikonsumsi secara mikrobiologis.
5) Sebaiknya
dilakukan
penelitian
lebih
lanjut
tentang
kualitas
mikrobiologis (jumlah coliform) terhadap minuman yang lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 1993. Susu Kedelai. (http://www.iptek.net.id/ind/warintek/?mnu=6
&ttg=6&doc=6c16, Diakses tanggal 1 September 2012)
Cahyadi, Wisnu. 2007. Kedelai Khasiat dan Teknologi. Bumi Aksara.
Jakarta.
Depkes RI. 2004. Hygiene Sanitasi Makanan dan Minuman. Dirjen PPM
dan
PL.
Jakarta.
(http://www.hukor.depkes.go.id/up_prod_kepmenkes/KMK%20
No.%20942%20ttg%20Pedoman%20Persyaratan%20Hygiene%20
Sanitasi%20Makanan%20Jajanan.pdf, diakses 28 Desember
2012).
Fardiaz, S. 1993. Analisis Mikrobiologi Pangan. Binarupa aksara. Jakarta.
Hikmah, N. 2003. Deteksi Coliform dan Escherichia coli untuk Menentukan
Kualitas Air Sungai Bangau Kecamatan Banjarmasin Selatan Kota
Banjarmasin. FKIP Unlam Banjarmasin. Tidak dipublikasikan.
132
Jurnal Wahana-Bio Volume XIV Desember 2015
Lay, B. W. dan Hastowo, S. 1992. Mikrobiologi. Penerbit IPB. Bogor.
Raihana, Nadia. 2011. Profil Kultur Dan Uji Sensitivitas Bakteri Aerob Dari
Infeksi Luka Operasi Laparatomi Di Bangsal Bedah Rsup Dr. M.
Djamil Padang. Padang. Universitas Andalas.
Ulina Sirait, Efni. 2010. Hygiene Sanitasi Pengolahan Dan Pemeriksaan
Escherichia Coli Dalam Susu Kedelai Pada Usaha. Kecil Di Kota
Medan.
(http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/14632/1/10E00288.pdf,
diakses 28 Desember 2012).
Volk, W. A. & Wheeler, M. F. 1989. Mikrobiologi Dasar Jilid 2. Terjemahan
Markham. Erlangga, Jakarta.
Warisno dan Kres Dahana. 2010. Meraup Untung dari Olahan Kedelai.
AgroMedia Pustaka. Jakarta Selatan.
133
Download