1 BAB I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Saluran pencernaan merupakan gerbang utama masuknya zat gizi sebagai sumber pemenuhan kebutuhan tubuh baik untuk melakukan metabolisme hingga aktivitas sehari-hari. Lambung merupakan tempat yang paling utama makanan dicerna untuk diserap sebagai zat gizi, oleh sebab itu kesehatan lambung menjadi hal yang sangat penting dalam optimalisasi pencernaan dan penyerapan gizi (Anggita, 2012). Gangguan lambung seperti gastritis merupakan salah satu penyakit yang paling banyak dijumpai di klinik penyakit dalam dan kehidupan sehari-hari (Hirlan, 2009). Gastritis adalah proses inflamasi pada lapisan mukosa dan submukosa lambung dan secara histopatologi dapat dibuktikan dengan adanya infiltrasi sel-sel radang pada daerah tersebut (Valle, 2008). Gastritis bukan berarti penyakit tunggal, tetapi terbentuk dari beberapa kondisi yang kesemuanya itu mengakibatkan peradangan pada lambung. Gastritis akut cenderung menyebabkan mual dan membakar rasa sakit atau ketidaknyamanan pada perut bagian atas. Gastritis kronis berkembang secara bertahap dan lebih besar kemungkinannya untuk menimbulkan rasa sakit tumpul dan perasaan 2 penuh atau kehilangan nafsu makan setelah beberapa gigitan makanan (Karwati, 2013). Gastritis dapat disebabkan karena iritasi, infeksi, atropi mukosa lambung, stres, alkohol dan penggunaan obat-obat jangka panjang seperti Obat Anti Inflamasi Non Steroid (OAINS) (Misnadiarly, 2009). Penyakit gastritis ini paling sering disebabkan karena infeksi bakteri Helicobacter pylori, sehingga Infeksi ini dapat menyebabkan peradangan pada lambung. Beberapa kasus menunjukkan lambung terjadi luka (tukak lambung). Kebanyakan kasus gastritis tidak secara permanen merusak lapisan perut tetapi seseorang yang menderita gastritis sering mengalami serangan kekambuhan yang mengakibatkan nyeri di ulu hati (Ehrlich, 2011). Badan penelitian kesehatan WHO mengadakan tinjauan terhadap delapan negara dunia dan mendapatkan beberapa hasil persentase dari angka kejadian gastritis di dunia, dimulai dari negara yang angka kejadian gastritisnya paling tinggi yaitu Amerika dengan persentase mencapai 47% kemudian diikuti oleh India dengan persentase 43%, lalu beberapa negara lainnya seperti Indonesia 40,8%, Kanada 35%, China 31%, Perancis 29,5%, Inggris 22% dan Jepang 14,5%. Dari penelitian dan pengamatan yang dilakukan oleh Departemen Kesehatan RI angka kejadian gastritis di beberapa kota di Indonesia ada yang tinggi mencapai 91,6% yaitu di kota Medan, sedangkan di beberapa kota lainnya seperti Jakarta 50%, Denpasar 46%, Palembang 35,3%, Bandung 32,5%, Aceh 31,7%, Surabaya dan Pontianak masing-masing 31,2% (Karwati, 2013). 3 Berdasarkan data yang didapat dari Dinas Kesehatan kota Bandarlampung, gastritis merupakan salah satu dari sepuluh besar penyakit terbanyak pada tahun 2013 maupun tahun 2014 di hampir seluruh puskesmas kota Bandar Lampung, dimana Puskesmas Rawat Inap Kemiling merupakan Puskesmas dengan jumlah kasus gastritis terbanyak dengan jumlah 6.309 kasus (Dinkes kota Bandar Lampung, 2014). Gejala yang umum muncul pada penderita gastritis yaitu nyeri ulu hati, rasa tidak nyaman sampai nyeri pada saluran pencernaan terutama bagian atas, rasa mual, muntah, kembung, lambung terasa penuh, disertai sakit kepala. Gejala ini bisa menjadi akut, berulang dan kronis. Kekambuhan penyakit gastritis atau gejala muncul berulang karena salah satunya dipengaruhi faktor kejiwaaan atau stres (Misnadiarly 2009). Banyak cara yang digunakan untuk mengatasi hipersekresi asam lambung. Menurut Neal (2006) terapi tukak lambung terutama ditujukan untuk menurunkan sekresi asam lambung untuk memperbaiki keseimbangan antara faktor agresif/ofensif (asam lambung dan pepsin) dan faktor defensif dengan meningkatkan resistensi mukosa lambung (pembentukan dan sekresi mukus, sekresi bikarbonat, aliran darah mukosa dan regenerasi sel epitel). Pengobatan gastritis selama ini menggunakan obat kimia yang bersifat menetralkan atau mengurangi asam lambung, seperti golongan antasida, menghambat sekresi asam lambung (ranitidin dan simetidin) dan menghambat pompa proton yang menstransfor H+ keluar dari sel parietal lambung (proton pump inhibitor) seperti omeprazol, lansoprazol dan lain-lain. Keseluruhan obat-obatan sintetis 4 tersebut tidak lepas dari efek samping. Diantara obat yang paling konvensional digunakan untuk pengobatan gastritis adalah obat pompa proton inhibitor (PPI) seperti omeprazol namun sebagian besar obat ini menghasilkan efek samping yang tidak diinginkan (Neal, 2006). Pelayanan kesehatan yang bermutu merupakan salah satu kebutuhan dasar yang diperlukan setiap orang. Puskesmas sebagai penyedia pelayanan kesehatan menjadi salah satu tujuan pasien untuk berobat. Peresepan dan penggunaan obat merupakan salah satu andalan utama pelayanan kesehatan di Puskesmas. Pemberian informasi mengenai pengonsumsian obat sangatlah penting guna kesembuhan pasien. Ketidaktepatan akan menyebabkan sejumlah akibat yang tidak diinginkan, seperti sakit bertambah lama atau kondisi medis memburuk sehingga pasien perlu perawatan di rumah sakit atau rawatan rumah atau akibat ekstrem, yaitu kematian. Akhirnya, timbul biaya sangat besar yang harus ditanggung oleh masyarakat dan sistem pelayanan kesehatan yaitu tidak hanya biaya yang dikeluarkan untuk mengobati akibat ketidaktepatan yang membahayakan, tetapi juga biaya obatobatan yang terbuang percuma dan kehilangan waktu kerja (Rantucci, 2009). Ada lima masalah yang berkaitan dengan ketidaktepatan, yaitu menggunakan atau mendapatkan obat yang benar, tetapi terlalu sedikit, menggunakan atau mendapatkan obat yang benar, tetapi terlalu banyak, frekuensi minum obat yang tidak sesuai, tidak menggunakan atau mendapatkan obat yang diresepkan, dan cara minum obat yang tidak benar. Kebanyakan di masyarakat, obat antasida langsung diminum tanpa dikunyah saat sebelum dan setelah makan sehingga apabila terdapat kesalahan dalam teknik dan saat 5 pengonsumsian obat antasida maka dapat mengakibatkan angka kesakitan dan kematian akibat penyakit ini terus bertambah. Berdasarkan hal diatas penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang ketepatan teknik dan saat pemberian obat gastritis pada pasien dewasa di Puskesmas Rawat Inap Kemiling Kota Bandar Lampung. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan kajian latar belakang di atas, maka penulis dapat merumuskan masalah sebagai berikut: Apakah teknik dan saat pemberian obat gastritis pada pasien dewasa di Puskesmas Rawat Inap Kemiling Kota Bandar Lampung tahun 2013 sudah tepat ? 1.3 Tujuan Penelitian 1.3.1 Tujuan Umum Untuk mengetahui ketepatan teknik dan saat pemberian obat gastritis pada pasien dewasa di Puskesmas Rawat Inap Kemiling Kota Bandar Lampung. 1.3.2 Tujuan Khusus Yang menjadi tujuan khusus dalam penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui kesesuaian teknik mengkonsumsi obat penyakit gastritis di Puskesmas Rawat Inap Kemiling Kota Bandar Lampung terhadap standar pengobatan penyakit gastritis yang dikeluarkan oleh Kemenkes; 6 2. Untuk mengetahui kesesuaian waktu/saat mengkonsumsi obat penyakit gastritis di Puskesmas Rawat Inap Kemiling Kota Bandar Lampung terhadap standar pengobatan penyakit gastritis yang dikeluarkan oleh Kemenkes; 1.4 Manfaat Penelitian 1.4.1 Bagi Peneliti 1. Untuk meningkatkan pengetahuan dan wawasan penulis serta dapat menjadi pengalaman yang bermanfaat dalam menerapkan ilmu yang didapat selama perkuliahan; 2. Penelitian ini diharapkan bermanfaat bagi peneliti lain sebagai acuan untuk melakukan penelitian di bidang ilmu farmasi. 1.4.2 Bagi Institusi Pendidikan Diharapkan dapat menambah bahan kepustakaan dalam lingkungan Fakultas Kedokteran Universitas Lampung. 1.4.3 Bagi Pemerintah Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi masukan bagi Dinas Kesehatan Kota Bandar Lampung untuk mengadakan program peningkatan pengetahuan penulis resep agar menulis resep obat gastritis sesuai standar dengan terapi. 7 1.4.4 Bagi Masyarakat Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan ketepatan dalam pemberian jenis obat, dosis obat, cara pemberian dan lama penggunaan obat gastritis sesuai dengan standar terapi.