PENGARUH KEPRIBADIAN DAN SENSE OF HUMOR TERHADAP PSYCHOLOGICAL WELL-BEING (Studi pada Jurnalis di DKI Jakarta) Skripsi Diajukan kepada Fakultas Psikologi sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi (S.Psi) Oleh : IRLIENE FEBRIANA NIM : 109070000144 FAKULTAS PSIKOLOGI UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1436 H/2014 M i ABSTRAK A) B) C) D) Fakultas Psikologi Oktober 2014 Irliene Febriana Pengaruh Kepribadian dan Sense of Humor terhadap Psychological Well-Being (Studi pada Jurnalis di DKI Jakarta) E) xiii + 110 + lampiran F) Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh kepribadian the HEXACO model of personality (honesty-humility, emotionality, extraversion, agreeableness, conscientiousness, & openness to experience) dan sense of humor (humor production, social uses of humor, attitudes toward humor and humorous people, & uses of humor for coping) serta variabel demografis (usia, jenis kelamin, penghasilan, & intensitas pekerjaan) terhadap psychological well-being jurnalis di DKI Jakarta. Sampel berjumlah 150 orang jurnalis di DKI Jakarta yang diambil dengan teknik nonprobability sampling, yakni accidental sampling. Ryff’s Psychological Well-Being Scales, Skala HEXACO Personality Inventory-Revised (HEXACO-PI-R) yang dikembangkan oleh Lee dan Ashton, dan Multidimensional Sense of Humor Scale (MSHS) yang dikembangkan oleh Thorson dan Powell digunakan sebagai instrument pengumpulan data dan diadaptasi ke bahasa Indonesia. Pengujian validitas item menggunakan uji CFA dengan bantuan software LISREL 8.7, selanjutnya data dianalisis dengan menggunakan analisis regresi linear berganda dengan bantuan software SPSS 19. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hipotesis mayor diterima, artinya terdapat pengaruh yang signifikan antara kepribadian the HEXACO model of personality, sense of humor, dan variabel demografis (usia, jenis kelamin, penghasilan, dan intensitas pekerjaan) terhadap psychological well-being. Hasil uji hipotesis minor menunjukkan opennes to experience, honesty-humility, penghasilan, dan intensitas pekerjaan sebagai prediktor yang signifikan untuk psychological well-being. Pada hasil kategorisasi psychological well-being pada penelitian ini menunjukkan bahwa hasil sebaran paling banyak berada pada kategori rendah. Memperhatikan kondisi fisik dan menjaga kesehatan psikologis adalah suatu keharusan agar manusia dapat menjalankan hidupnya dengan bahagia, tenang, dan mampu mengatasi segala masalah maupun tekanan yang datang. Penelitian Ryff (1989) mengenai psychological well-being menyatakan, seseorang yang jiwanya sejahtera tidak sekadar bebas dari tekanan atau masalah mental. Lebih dari itu, ia juga memiliki penilaian positif terhadap dirinya dan mampu bertindak secara otonomi, serta tidak mudah hanyut oleh pengaruh lingkungan. Bila hal ini dikaitkan dengan dunia pekerjaan, maka tingkat psychological well-being seseorang akan berguna dalam komitmen individu, produktivitas kerja individu, targettarget dalam pekerjaan, hubungan dengan rekan kerja, serta penguasaan lingkungan kerja (Horn, Taris, Schaufeli, & Schreurs, 2004). G) Bahan bacaan: 67; Buku: 27 + Jurnal: 22 + Skripsi: 6 + Artikel: 12 v ABSTRACT A) B) C) D) Psychology Faculty October 2014 Irliene Febriana Influence of Personality and Sense of Humor to Psychological Well-Being (Study for Journalists in Jakarta) E) xiii + 110 + attachment F) This study has been done for knowing influence of personality the HEXACO model of personality (honesty-humility, emotionality, extraversion, agreeableness, conscientiousness, & openness to experience) and sense of humor (humor production, social uses of humor, attitudes toward humor and humorous people, & uses of humor for coping) also demographic variables (age, sex, income, & job intensity) to journalist’s psychological well-being in Jakarta. There was 150 journalists in Jakarta as sample that was taken by non-probability sampling techniques, the techniques are accidental sampling. Ryff’s Psychological WellBeing Scales, HEXACO Personality Inventory-Revised Scales (HEXACO-PI-R) which was improved by Lee and Ashton, and Multidimensional Sense of Humor Scales (MSHS) which are improved by Thorson and Powell, used for collecting data instrument and be adapted to Indonesian. Validity examination item use CFA test with software LISREL 8.7, then data was analyzed by use multiple linear regression analysis with software SPSS 19. The result showed that major hypothesis is accepted, means there are significant influences between personality the HEXACO model of personality, sense of humor, and demographic variable (age, sex, income, & job intensity) to psychological well-being. Result of minor hypothesis showed openness to experience, honesty-humility, income, and job intensity as significant predictor for psychological well-being. The categorization results of psychological well-being in this study indicate that most of the result distribution is in the low category. Consider the physical condition and maintain psychological health is a must for humans to live her/his life with a happy, calm, and able to overcome all the problems and pressures that come. Ryff (1989) research on the psychological well-being states, someone whose soul is prosperous not only free from pressure or problems. More than that, he/she also has a positive assessment of him and able to act autonomously, also not easily washed away by the influence of the environment. If it is associated with the world of work, then levels of person’s psychological well-being would be useful in an individual commitment, individual work productivity, targets in the work, relationships with colleagues, and also control of the work environment (Horn, Taris, Schaufeli, & Schreurs, 2004). G) Literature: 67; Book: 27 + Journal: 22 + Essay: 6 + Article: 12 vi KATA PENGANTAR Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah yang diberikan-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul “Pengaruh Kepribadian dan Sense of Humor terhadap Psychological Well-Being (Studi pada Jurnalis di DKI Jakarta)”. Shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada junjungan Nabi kita semua, nabi Muhammad SAW. Penulis menyadari bahwa terselesaikannya skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati penulis menyampaikan terima kasih kepada : 1. Dekan Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, periode 2014-2019, Prof.Dr. Abdul Mujib, M.Ag, M.Si, beserta jajarannya. 2. Dekan Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, periode 2009-2013, Jahja Umar, Ph.D, beserta jajarannya. 3. Dosen Pembimbing I Dra. Zahrotun Nihayah, M.Si dan Dosen Pembimbing II S. Evangeline I. Suaidy, M.Si, Psi., terima kasih Ibu atas segala bimbingan, arahan, masukkan serta kritik yang membangun, dan juga waktu yang diberikan selama masa penelitian skripsi ini. 4. Dosen Pembimbing Akademik Solicha, M.Si., terima kasih Ibu atas segala perhatian, bimbingan dan nasehat selama penulis menjalani perkuliahan. 5. Seluruh dosen Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, terima kasih atas ilmu dan pengetahuan yang telah diberikan, sekaligus seluruh karyawan fakultas yang telah membantu penulis dalam proses penyelesaian skripsi. 6. Para jurnalis di DKI Jakarta yang telah bersedia memberikan waktunya untuk diwawancara dan membantu mengisi angket penelitian yang penulis berikan. vii 7. Orang tua penulis, Bapak Irwan Gaos dan Ibu Cut Magdalena yang senantiasa memberikan kasih sayang sepanjang masa sehingga penulis bisa sampai ke titik ini. Cinta dan dukungan berupa moril maupun materil dari kedua orang tua penulis terkasih. Terima kasih atas segala yang telah dilakukan dan atas setiap cinta yang terpancar serta doa dan restu yang selalu mengiringi tiap langkah penulis. 8. Anhar Rizki Affandi, yang senantiasa ada di kala suka maupun duka, melantunkan doa serta mengusahakan segala macam bantuan terkait penyelesaian skripsi ini. Terima kasih atas semua yang telah dilakukan serta telah senantiasa menguatkan, memberikan dukungan dan motivasi. 9. Arif, Wisti, dan Isnidiniyah yang telah membantu mengarahkan penulis dalam proses pengolahan data skripsi ini. 10. Kelas D Psikologi 2009. Terima kasih teman-teman atas segala kisah kasih, canda tawa dan persahabatan terhebat bersama kalian selama ini. 11. Seluruh pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu, terima kasih atas segala dukungan dan bantuan yang telah diberikan untuk membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak kekurangan. Oleh karena itu, penulis menerima saran serta kritik yang membangun. Semoga penelitian ini dapat memberikan manfaat dan pengetahuan bagi pembaca. Terimakasih. Wassalam Jakarta, Oktober 2014 Penulis viii MOTTO DAN PERSEMBAHAN “Tidak ada masalah yang terlalu besar untuk dihadapi, tidak ada langkah yang terlalu panjang untuk dijalani, dan tidak ada orang yang terlalu sulit untuk dihadapi, ketika kita mampu menyikapi setiap peristiwa yang terjadi dengan hati yang jernih dan kepala dingin.” -Setengah Isi Setengah Kosong- Skripsi ini kupersembahkan untuk ayah dan ibu, dan juga untuk orang-orang yang kucintai. ix DAFTAR ISI HALAMAN JUDUL......................................................................................................... i LEMBAR PERNYATAAN.............................................................................................. ii HALAMAN PERSETUJUAN......................................................................................... iii HALAMAN PENGESAHAN........................................................................................... iv ABSTRAK.......................................................................................................................... v KATA PENGANTAR........................................................................................................ vii MOTTO DAN PERSEMBAHAN.................................................................................... ix DAFTAR ISI...................................................................................................................... x DAFTAR TABEL.............................................................................................................. xii DAFTAR GAMBAR......................................................................................................... xiii BAB 1. PENDAHULUAN................................................................................................ 1-18 1.1. Latar Belakang Masalah................................................................................................ 1 1.2. Pembatasan dan Perumusan Masalah............................................................................ 13 1.2.1. Pembatasan masalah............................................................................................ 14 1.2.2. Perumusan masalah............................................................................................. 15 1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian...................................................................................... 16 1.3.1. Tujuan penelitian................................................................................................. 16 1.3.2. Manfaat penelitian............................................................................................... 17 1.4. Sistematika Penulisan..................................................................................................... 17 BAB 2. LANDASAN TEORI.......................................................................................... 19-52 2.1. Psychological Well-Being.............................................................................................. 19 2.1.1. Definisi psychological well-being...................................................................... 19 2.1.2. Dimensi psychological well-being...................................................................... 21 2.1.3. Faktor-faktor yang mempengaruhi psychological well-being............................ 25 2.1.4. Pengukuran psychological well-being................................................................ 31 2.1.5. Penelitian terdahulu............................................................................................ 32 2.2. Kepribadian (Personality)............................................................................................. 33 2.2.1. Definisi kepribadian (personality)...................................................................... 33 2.2.2. Definisi the HEXACO model of personality....................................................... 35 2.2.3. Pengukuran the HEXACO model of personality................................................. 36 2.2.4. Penelitian terdahulu............................................................................................ 37 2.3. Sense of Humor............................................................................................................. 38 2.3.1. Definisi humor.................................................................................................... 38 2.3.2. Jenis-jenis humor................................................................................................ 39 2.3.3. Definisi kepekaan terhadap humor (sense of humor)......................................... 41 2.3.4. Dimensi sense of humor..................................................................................... 43 2.3.5. Pengukuran sense of humor................................................................................ 44 2.3.6. Penelitian terdahulu............................................................................................ 45 2.4. Kerangka Berpikir.......................................................................................................... 46 2.5. Hipotesis Penelitian....................................................................................................... 51 2.5.1. Hipotesis mayor................................................................................................... 51 2.5.2. Hipotesis minor.................................................................................................... 51 BAB 3. METODE PENELITIAN................................................................................... 53-76 3.1. Populasi, Sampel, dan Teknik Pengambilan Sampel................................................... 53 3.2. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel................................................ 54 x 3.2.1. Variabel penelitian............................................................................................. 3.2.2. Definisi operasional variabel............................................................................. 3.3. Instrument Pengumpulan Data..................................................................................... 3.4. Uji Validitas Konstruk.................................................................................................. 3.4.1. Uji validitas skala psychological well-being...................................................... 3.4.2. Uji validitas skala the HEXACO model of personality....................................... 3.4.2.1. Honesty-humility.................................................................................... 3.4.2.2. Emotionality........................................................................................... 3.4.2.3. Extraversion........................................................................................... 3.4.2.4. Agreeableness......................................................................................... 3.4.2.5. Conscientiousness................................................................................... 3.4.2.6. Openness to experience.......................................................................... 3.4.3. Uji validitas skala sense of humor....................................................................... 3.4.3.1. Humor production.................................................................................. 3.4.3.2. Social uses of humor.............................................................................. 3.4.3.3. Attitudes toward humor and humorous people...................................... 3.4.3.4. Uses of humor for coping....................................................................... 3.5. Teknik Analisis Data...................................................................................................... 3.6. Prosedur Penelitian......................................................................................................... 54 54 56 59 60 61 61 62 64 65 65 67 68 68 69 69 70 71 75 BAB 4. HASIL PENELITIAN........................................................................................ 77-96 4.1. Karakteristik Responden Penelitian............................................................... 77 4.2. Hasil Analisis Deskriptif................................................................................. 79 4.3. Kategorisasi Hasil Penelitian.......................................................................... 81 4.3.1. Kategorisasi psychological well-being................................................. 81 4.3.2. Kategorisasi honesty-humility............................................................... 82 4.3.3. Kategorisasi emotionality...................................................................... 82 4.3.4. Kategorisasi extraversion...................................................................... 82 4.3.5. Kategorisasi agreeableness.................................................................... 83 4.3.6. Kategorisasi conscientiousness.............................................................. 83 4.3.7. Kategorisasi openness to experience..................................................... 84 4.3.8. Kategorisasi humor production.............................................................. 84 4.3.9. Kategorisasi social uses of humor......................................................... 85 4.3.10. Kategorisasi attitudes toward humor and humorous people................ 85 4.3.11. Kategorisasi uses of humor for coping................................................. 86 4.4. Uji Hipotesis Penelitian.................................................................................... 86 4.4.1. Uji regresi berganda............................................................................... 86 4.4.2. Pengujian proporsi varians pada masing-masing variabel independen.. 93 BAB 5. KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN...................................................... 97-111 5.1. Kesimpulan.................................................................................................................. 97 5.2. Diskusi......................................................................................................................... 98 5.3. Saran............................................................................................................................ 108 5.3.1. Saran metodologis............................................................................................. 109 5.3.2. Saran praktis...................................................................................................... 110 DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................ 112 LAMPIRAN....................................................................................................................... xi DAFTAR TABEL Tabel 2.3.2. Tabel 3.3.1. Tabel 3.3.2. Tabel 3.3.3. Tabel 3.3.4. Tabel 3.4.1. Tabel 3.4.2.1. Tabel 3.4.2.2. Tabel 3.4.2.3. Tabel 3.4.2.4. Tabel 3.4.2.5. Tabel 3.4.2.6. Tabel 3.4.3.1. Tabel 3.4.3.2. Tabel 3.4.3.3. Tabel 3.4.3.4. Tabel 4.1. Tabel 4.2. Tabel 4.3. Tabel 4.3.1. Tabel 4.3.2. Tabel 4.3.3. Tabel 4.3.4. Tabel 4.3.5. Tabel 4.3.6. Tabel 4.3.7. Tabel 4.3.8. Tabel 4.3.9. Tabel 4.3.10. Tabel 4.3.11. Tabel 4.4.1.1. Tabel 4.4.1.2. Tabel 4.4.1.3. Tabel 4.4.2. Dimensi & Aspek The HEXACO Model of Personality............................ 36 Blue Print Skala Psychological Well-Being............................................... 56 Blue Print Skala The HEXACO Model of Personality............................... 57 Blue Print Skala Sense of Humor.............................................................. 58 Skor Skala Model Likert........................................................................... 59 Muatan Faktor Psychological Well-Being................................................. 61 Muatan Faktor Honesty-Humility.............................................................. 62 Muatan Faktor Emotionality...................................................................... 63 Muatan Faktor Extraversion...................................................................... 64 Muatan Faktor Agreeableness.................................................................... 65 Muatan Faktor Conscientiousness.............................................................. 66 Muatan Faktor Openness to Experience..................................................... 67 Muatan Faktor Humor Production.............................................................. 68 Muatan Faktor Social Uses of Humor........................................................ 69 Muatan Faktor Attitudes Toward Humor and Humorous People............... 70 Muatan Faktor Uses of Humor for Coping................................................. 71 Karakteristik Responden Penelitian............................................................ 77 Deskripsi Statistik Variabel Penelitian........................................................ 80 Pedoman Interpretasi Skor.......................................................................... 81 Kategorisasi Psychological Well-Being....................................................... 81 Kategorisasi Honesty-Humility................................................................... 82 Kategorisasi Emotionality........................................................................... 82 Kategorisasi Extraversion........................................................................... 82 Kategorisasi Agreeableness......................................................................... 83 Kategorisasi Conscientiousness................................................................. 83 Kategorisasi Openness to Experience........................................................ 84 Kategorisasi Humor Production................................................................ 84 Kategorisasi Social Uses of Humor........................................................... 85 Kategorisasi Attitudes Toward Humor and Humorous People.................. 85 Kategorisasi Uses of Humor for Coping.................................................... 86 RSquare........................................................................................................ 87 ANOVAb................................................................................................... 87 Koefisien Regresi....................................................................................... 88 Proporsi Varians Psychological Well-Being............................................... 94 xii DAFTAR GAMBAR Gambar 2.4. Kerangka Berpikir......................................................................................... 50 xiii BAB I PENDAHULUAN Pada bab ini berisi latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah, tujuan dan manfaat penelitian serta sistematika penulisan. 1.1 Latar Belakang Masalah Informasi saat ini menjadi suatu kebutuhan yang sangat penting dan tidak dapat dipisahkan dari kehidupan manusia. Rasa ingin tahu yang merupakan sifat dasar manusia menjadi faktor pendorong terbesar akan kebutuhan tersebut. Manusia mencari informasi untuk pelbagai tujuan hidup. Selain menambah pengetahuan yang dapat memperluas cakrawala berpikir, informasi juga berperan sebagai salah satu sumber pertimbangan dalam pengambilan keputusan untuk mempertahankan hidup dan memperbaiki mutu kehidupan (Hidayat & Prakosa, 1997). Media pers sebagai penyedia informasi bagi masyarakat tidak dapat melakukan perannya tanpa adanya jurnalis. Jurnalis adalah ujung tombak media pers yang menyediakan informasi bagi masyarakat (Hidayat & Prakosa, 1997). Jurnalis dengan pengetahuan jurnalistiknya dapat mengolah informasi yang berguna dan memilah informasi yang sesuai dengan kaidah jurnalistik (Ishwara, 2005). Hubungan itu jelas menempatkan jurnalis sebagai faktor terpenting karena mereka yang paling berperan dalam memberikan informasi yang perlu disampaikan kepada masyarakat. 1 2 Tanggung jawab sebagai seorang jurnalis sangatlah besar karena jurnalis merupakan penghubung antara sumber berita dan masyarakat luas. Akurasi merupakan satu hal penting dalam kerja seorang jurnalis, lemahnya akurasi dapat menyebabkan tidak tepatnya penggunaan data, fakta, dan nama sehingga melahirkan kesalahan dalam sebuah berita dan masyarakat pun mendapatkan informasi yang salah. Jurnalis yang tidak mampu menyampaikan informasi secepatnya ke kantor dan menyebabkan berita tidak muncul di media tempat ia bekerja keesokan harinya akan berisiko kehilangan pekerjaannya. Hal ini disebabkan karena surat kabar mereka akan berisi berita-berita yang tidak aktual sehingga pada akhirnya akan ditinggalkan oleh para pembacanya (Muflih, 1997). Kebebasan pers saat ini menuntut lebih banyak agar jurnalis mampu mengerahkan segenap pikiran dan tenaga untuk memberikan kepada masyarakat. Akibatnya, media pers yang mempekerjakan jurnalis meminta kontribusi yang maksimal mulai dari hasil karya hingga tuntutan jam kerja yang tidak beraturan. Sehingga, hal tersebut membuat jurnalis menghadapi pelbagai tekanan psikis yang memang menjadi risiko ketika berkecimpung di dunia jurnalistik. Tekanan psikis bagi seorang jurnalis mulai dari diri sendiri dalam hubungan sosial masyarakat, keluarga, lingkungan kerja baik dari perusahaan yang menuntut lebih kinerja namun tidak menyelaraskan dengan insentif yang sepadan, hingga tuntutan dalam mencari dan mengolah informasi yang disajikan ke masyarakat. Bahkan, kasus terkecil tidak naiknya berita jurnalis yang dikirimkan ke redaksi, juga membuat tekanan (Ari, 2012). Selain itu, banyak kendala yang sering muncul dalam usahanya mengumpulkan informasi untuk 3 membuat sebuah berita, diantaranya waktu yang terbatas, sulitnya mendapatkan sudut pandang dari peristiwa yang diliput serta sumber-sumber yang tidak kooperatif (Ishwara, 2005). Psikolog Irma S. Martam dari Yayasan Pulih, mengatakan bahwa jurnalis adalah profesi yang rentan terkena gangguan psikologis, ini karena pola kerjanya yang berada di bawah tekanan baik dari segi deadline pembuatan berita serta kemungkinan tekanan dari lingkungan peliputan yang cenderung merupakan kondisi-kondisi abnormal (Susanto, 2009). Jurnalis yang bertugas di aura negatif seperti meliput kasus perampokan, pembunuhan, mayat dari segala kasus, seringnya menyaksikan kejadian-kejadian traumatis seperti kerusuhan atau bencana alam dan sebagainya, tentu akan dapat menimbulkan pengaruh psikologis dalam diri jurnalis. Beragam kekerasan (informasi negatif) yang sering dilaporkan jurnalis dalam kerjanya bisa saja membekas dalam pikiran bawah sadar. AL Tompkins (dalam Hight & McMahon, 2006) dari Poynter Institut untuk Studi Media di Amerika Serikat menulis pernyataan berikut ini tidak lama setelah terjadinya serangan pada tahun 2001 di New York dan Washington, “Para wartawan, wartawan foto, sound engineer, juru suara dan produser lapangan sering kali bekerja bahu-membahu dengan para petugas darurat. Gejala-gejala stres traumatis dari para wartawan sangat mirip dengan para petugas kepolisian dan para petugas pemadam kebakaran yang bekerja segera setelah terjadinya suatu tragedi. Namun, para wartawan biasanya menerima sedikit sekali dukungan setelah mereka memasukkan peliputan mereka. Sementara para pekerja 4 keselamatan publik ditawari (dukungan psikologis) setelah trauma, sedangkan para wartawan hanya ditugaskan untuk mencari berita lain.” Sebuah penelitian menyebutkan tiga dari sepuluh jurnalis mengalami PostTraumatic Stress Disorder (PTSD) setelah bekerja dalam tugas-tugas yang berbahaya, depresi, kecemasan, dan masalah dalam hubungan interpersonal juga dilaporkan terjadi (Witchel, 2005). Penemuan tersebut didukung oleh penelitian dari Anthony Feinstein, John Owen & Nancy Blair (2002) yang menemukan bahwa hampir 30 persen jurnalis yang ditempatkan di daerah konflik menunjukkan tanda-tanda Post-Traumatic Stress. Dalam literatur psikologi terapan, pekerjaan jurnalis, di samping pekerjaan supir, pelawak, ataupun tentara, termasuk dalam kategori rentan penyakit dan memiliki harapan hidup rendah. Sebab, pekerjaan menjadi seorang jurnalis memiliki pola kerja yang tidak mengenal waktu, mereka harus siap meliput kapanpun ada peristiwa penting terjadi. Hal tersebut membuat waktu istirahat mereka berkurang, terlebih lagi mereka harus memenuhi tenggat waktu (deadline) pengumpulan berita yang diberikan perusahaan. Penelitian membuktikan bahwa desakan waktu kronis memberikan pengaruh tidak baik pada sistem cardiovascular, sehingga menyebabkan terjadinya serangan jantung prematur dan tekanan darah tinggi (Friedman & Rosenman dalam Munandar, 2001). Selain itu, pekerjaan jurnalis yang selalu dikejar deadline tersebut telah mendorong akumulasi stres yang bisa menimbulkan penyakit syaraf (Broto, 2008). Profesi jurnalis juga memiliki risiko ancaman keselamatan yang tinggi. Kekerasan terhadap jurnalis bukanlah hal yang baru terjadi di Indonesia. Aliansi 5 Jurnalis Independen (AJI) Indonesia mencatat angka kekerasan terhadap jurnalis mengalami peningkatan. Berdasarkan data yang dirilis AJI Indonesia, selama kurun waktu lima tahun terakhir, yaitu tahun 2008 - 2012, terjadi 89 kasus kekerasan fisik yang dialami oleh jurnalis. Kasus kekerasan yang menimpa jurnalis Indonesia beragam, mulai larangan peliputan, serangan fisik, teror dan intimidasi, hingga serangan peretas. Aksi kekerasan terhadap para jurnalis pun masih terus berlanjut pada tahun 2013 (Bambani, Rahardjo, Dwiyanto, Saefullah & Wulandari, 2013). Selain itu, setiap tahun ada saja jurnalis yang meninggal karena dibunuh. Tentu motif pelaku karena terpengaruh atas pemberitaan yang ditulisnya. Delapan kasus pembunuhan jurnalis itu yang kasusnya tidak terselesaikan adalah kasus pembunuhan Fuad Muhammad Syarifuddin alias Udin (jurnalis Harian Bernas di Yogyakarta, 16 Agustus 1996), Naimullah (jurnalis Harian Sinar Pagi di Kalimantan Barat, ditemukan tewas pada 25 Juli 1997) dan Agus Mulyawan (jurnalis Asia Press di Timor Timur, 25 September 1999). Juga ada Muhammad Jamaluddin (jurnalis kamera TVRI di Aceh, ditemukan tewas pada 17 Juni 2003), Ersa Siregar (jurnalis RCTI di Nangroe Aceh Darussalam, 29 Desember 2003), dan Herliyanto (jurnalis lepas tabloid Delta Pos Sidoarjo di Jawa Timur, ditemukan tewas pada 29 April 2006). Sementara Adriansyah Matrais Wibisono (jurnalis TV lokal di Merauke, Papua, ditemukan pada 29 Juli 2010) dan Alfred Mirulewan (jurnalis tabloid Pelangi, Maluku, ditemukan tewas pada 18 Desember 2010) (Winarno, 2014). 6 Permasalahan lain yang juga menambah beban kerja jurnalis adalah rendahnya tingkat kesejahteraan. Rendahnya gaji jurnalis juga disebabkan banyak perusahaan pers yang belum layak memenuhi standar perusahaan pers yang ideal atau sehat, yaitu sebuah perusahaan pers yang mampu memberikan gaji yang memadai kepada jurnalisnya, memiliki struktur karier yang jelas bagi jurnalisnya serta jaminan kesejahteraan lainnya. Berdasarkan data dari AJI Jakarta, secara keseluruhan total pengeluaran, perusahaan media di Indonesia masih relatif lebih rendah porsi pengeluran gaji untuk pegawainya (Rosadi, 2014). Hal yang sama juga dikatakan oleh Erik Tanjung, Koordinator Divisi Serikat Pekerja AJI Jakarta bahwa upah jurnalis Indonesia untuk kawasan Asia Tenggara paling murah bila dibandingkan dengan beberapa negara Asia Tenggara (Sutanto, 2013). Upah layak untuk jurnalis pemula di Jakarta pada 2014 sebesar Rp 5,7 juta per bulan. Namun, kenyataannya rata-rata upah jurnalis di Jakarta saat ini masih di bawah standar upah layak. Sebagian besar media di Jakarta menggaji jurnalisnya di kisaran Rp 3 juta hingga Rp 4 juta per bulan. Bahkan ada media di Jakarta menggaji di bawah Upah Minimum Provinsi di Jakarta sebesar Rp 2,2 juta (Rahadi, 2014). Lahirnya Undang-Undang No. 40 Tahun 1999 tentang Pers hanya membuahkan sebuah harapan dan belum menyentuh secara baik nasib akan perlindungan hukum maupun dari negara itu sendiri serta kesejahteraan jurnalis, padahal peran dan kontribusi jurnalis tidak dapat diabaikan karena mempunyai peran yang sangat strategis sebagai wahana komunikasi massa, penyebar informasi, dan pembentuk opini dalam pelbagai sektor kehidupan. Sebagai pilar 7 penting dari industri media, nasib jurnalis seharusnya mendapat perhatian yang pantas dari pelaku industri media. Apalagi jika mengingat beban yang dipikulkan undang-undang kepada pekerja media, yaitu menjadi alat kontrol sosial, selain menjalankan fungsi pendidikan dan hiburan (Manan, 2011). Berdasarkan pemaparan diatas, bahwa menjadi jurnalis berarti memasuki kawasan kerja yang bebannya berlipat-lipat dan rentan terhadap konflik. Tidak jarang dalam keseharian pekerjaannya mereka sering dihadapkan pada dilema antara mencari informasi dan menjaga keselamatan diri. Bekerja menjadi jurnalis memerlukan kualifikasi baik secara profesi maupun psikologis sehingga mampu bertahan dengan situasi penuh tekanan.Hal ini yang menjadi dasar pemikiran penulis untuk meneliti mengenai bagaimana keadaan psychological well-being jurnalis dengan segala risiko, tuntutan, dan tanggung jawab dalam pekerjaannya. Psychological well-being merujuk pada perasaan seseorang mengenai aktifitas kehidupan sehari-hari. Perasaan ini dapat berkisar dari kondisi mental negatif (misalnya: ketidakpuasan hidup, kecemasan, dan sebagainya) sampai ke kondisi mental positif (misalnya: realisasi potensi atau aktualisasi diri) (Bradburn, 1995). Penelitian mengenai psychological well-being (Ryff dalam Nurhayati, 2010) menyatakan, seseorang yang jiwanya sejahtera tidak sekadar bebas dari tekanan atau masalah mental. Lebih dari itu, ia juga memiliki penilaian positif terhadap dirinya dan mampu bertindak secara otonomi, serta tidak mudah hanyut oleh pengaruh lingkungan. Bila hal ini dikaitkan dengan dunia pekerjaan, maka tingkat psychological well-being seseorang akan berguna dalam komitmen individu, produktivitas kerja individu, target-target dalam pekerjaan, hubungan 8 dengan rekan kerja, serta penguasaan lingkungan kerja (Horn, Taris, Schaufeli, & Schreurs, 2004). Ryff (1995) mengemukakan enam komponen fungsi psychological wellbeing mencakup, evaluasi positif seseorang mengenai diri dan masa lalu (selfacceptance), pertumbuhan dan perkembangan individu (personal growth), kepercayaan mengenai tujuan dan makna hidup individu (purpose in life), kualitas hubungan dengan individu lain (positive relations with other), kapasitas untuk mengatur kehidupan dan diri seseorang secara efektif (environmental mastery), dan perasaan self-determination (autonomy). Berdasarkan Ryff dan Singer (2002), psychological well-being berkaitan dengan faktor usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, status sosial-ekonomi, dan latar belakang budaya. Kelompok usia yang terdiri dari tiga bagian: dewasa muda, dewasa menengah, dan dewasa akhir. Ryff dan Singer menemukan adanya perbedaan psychological well-being, khususnya pada dimensi penguasaan lingkungan, pertumbuhan pribadi, tujuan hidup, dan otonomi. Lalu, kelompok wanita lebih tinggi pada dimensi hubungan positif dengan orang lain dan pertumbuhan pribadi daripada kelompok pria. Kelompok yang berpendidikan tinggi memiliki dimensi tujuan hidup dan pertumbuhan pribadi yang lebih tinggi dibandingkan kelompok yang berpendidikan rendah. Status sosial-ekonomi berhubungan dengan dimensi penerimaan diri, tujuan hidup, penguasaan lingkungan, dan pertumbuhan pribadi. Selanjutnya, pada budaya Barat dan Timur juga memberikan pengaruh yang berbeda. Dimensi yang lebih berorientasi pada diri sendiri (penerimaan diri dan otonomi) lebih menonjol dalam konteks budaya 9 Barat, sedangkan dimensi yang berorientasi pada orang lain (seperti hubungan positif dengan orang lain) lebih menonjol pada budaya Timur. Menurut Davis (dalam Rahayu, 2008), individu dengan tingkat penghasilan tinggi, status menikah, dan mempunyai dukungan sosial tinggi akan memiliki psychological well-being yang lebih tinggi. Berdasarkan faktor-faktor demografis yang telah dijelaskan, penulis menggunakan faktor usia, jenis kelamin, penghasilan, dan intensitas pekerjaan sebagai variabel demografis untuk ikut dianalisis pengaruhnya terhadap psychological well-being. Alasannya, karena faktor demografis tersebut sesuai karakteristik profesi sebagai seorang jurnalis. Faktor lain yang juga dapat mempengaruhi psychological well-being seseorang adalah dukungan sosial, evaluasi terhadap pengalaman hidup, locus of control (LOC), religiusitas, dan kepribadian (Ryff, 1989; Ryff, 1994; Ryff & Essex, 1992; Sarafino, 2011). Selain itu, dalam beberapa penelitian ditemukan bahwa sense of humor terbukti dapat meningkatkan baik kesejahteraan fisik maupun psikologis seseorang (Martin, 2001; Kuiper, Martin, Olinger, Kazarian, & Jetté, 1998; Herzog & Strevey, 2008). Kepribadian adalah salah satu prediktor paling kuat dan konsisten terhadap well-being. Ada juga beberapa bukti hubungan genetik antara kepribadian dan well-being (Weiss, Bates, & Luciano dalam Aghababaei & Arji, 2013). Penelitian yang mendukung pernyataan tersebut adalah Costa dan McCrae (1980), menemukan bahwa kepribadian extraversion dan neuroticism berhubungan secara signifikan dengan psychological well-being. Oleh karena itu, penulis menjadikan 10 kepribadian sebagai independent variable pertama untuk dianalisis pengaruhnya terhadap psychological well-being dalam studi pada jurnalis di DKI Jakarta. Ada beberapa pendekatan yang dikemukakan oleh para ahli untuk memahami kepribadian. Salah satu pendekatan yang digunakan adalah teori trait. Pendekatan keterampilan dan trait terhadap kepribadian berusaha mencari beberapa dimensi utama yang dapat menggambarkan pola respons seseorang. Jumlah dimensi itu masih diperdebatkan. Pendekatan faktor terhadap kepribadian dari Cattell melihat perlu adanya 16 trait. Eysenck yakin bahwa teori harus mendasarkan seleksi faktor-faktor tersebut, dan ia menganggap bahwa semua trait berasal dari tiga sistem biologis, yaitu extraversion, neuroticism, dan psychoticism. Tetapi banyak peneliti setuju bahwa lima dimensi cukup memuaskan untuk diterapkan di sebagian besar situasi–disebut Big Five, yang terdiri dari extraversion, agreeableness, conscientiousness, neuroticism, dan openness to experience. Peneliti lain membantah klaim bahwa kepribadian yang baik hanya dijelaskan oleh lima faktor. Ashton, mendorong kasus untuk enam faktor, model, HEXACO (Ashton & Lee dalam John, Robins, & Pervin, 2008). Enam faktor tersebut yaitu honesty-humility, emotionality, extraversion, agreeableness, conscientiousness, dan openess to experience. Dalam penelitian ini, penulis lebih memilih untuk menggunakan pendekatan the HEXACO model of personality dari Lee dan Ashton (2007) untuk memahami kepribadian pada studi jurnalis di DKI Jakarta karena mengacu pada hasil penelitian Naser Aghababaei dan Akram Arji (dalam Journal of Personality and Individual Differences, 2013), dimana dalam penelitian tersebut mereka 11 membandingkan dua model dengan serangkaian hierarchical regressions. Pada model pertama Big Five dimasukkan, dan kemudian dimensi HEXACO ditambahkan untuk menguji validitas tambahan. Dengan efek dari Big Five dikendalikan, dimensi HEXACO masih signifikan memprediksi semua aspek psychological well-being. Namun, dengan faktor-faktor HEXACO dikendalikan, Big Five gagal untuk secara signifikan memprediksi otonomi, hubungan positif dengan orang lain, dan tujuan hidup, tetapi berhasil memprediksi penguasaan lingkungan, pertumbuhan pribadi, dan penerimaan diri. Sheehy (dalam Hasanat dan Subandi, 1998) dalam penelitiannya, menemukan bahwa kemampuan untuk melihat humor merupakan salah satu hal yang dapat digunakan untuk mengatasi krisis dalam hidup, sebagai perlindungan terhadap perubahan dan ketidaktentuan. Hubungan antara sense of humor dan kecemasan sebagai krisis dalam kehidupan individu dikaji oleh O’Connel (dalam Hasanat dan Subandi, 1998) dengan menyatakan bahwa melalui humor seseorang dapat menjauhkan diri dari situasi yang mengancam dan memandang masalah dari sudut kelucuannya untuk mengurangi kecemasan dan rasa tidak berdaya. Penelitian lain yang hampir serupa, yaitu penelitian Thorson dan Powell (1993) yang mengatakan bahwa rasa humor berkorelasi positif dengan adaptasi pada hidup yang aman, selain itu diperoleh korelasi negatif antara rasa humor dengan adaptasi yang buruk. Menurut Ancok (1996), ada studi yang mempelajari bahwa humor dapat menimbulkan gairah baru. Perasaan senang dan punya selera humor yang cukup dalam menjalani kehidupan dapat meningkatkan produktivitas di dalam pekerjaan 12 dan mempertahankan hubungan baik dalam sosial (sebagai alat kontrol sosial). Selain itu, McGee dan Shevlin (2009) yang melakukan penyelidikan mengenai keinginan dalam bersosialisasi (social desirability), menemukan bahwa sense of humor termasuk dalam karakteristik kepribadian yang dinilai paling menguntungkan dalam kehidupan interpersonal individu. Kemampuan ini memupuk empati individu untuk lebih memahami lingkungannya dan menyadarkan kebutuhan untuk bersosialisasi dengan individu lainnya, sehingga kebahagiaan mengenai pemaknaan hidupnya dapat pula tercapai. Berdasarkan beberapa penelitian di atas inilah yang menjadi dasar pemikiran penulis untuk meneliti lebih jauh lagi mengenai respon humor yang ada pada jurnalis dalam menghadapi permasalahan dalam pembahasan ‘psychological well-being-nya’. Sehingga, penulis menjadikan variabel sense of humor sebagai independent variable kedua untuk dianalisis pengaruhnya terhadap psychological well-being dalam studi pada jurnalis di DKI Jakarta. Sampel yang diambil oleh penulis dalam penelitian ini adalah pria dan wanita yang bekerja sebagai jurnalis di wilayah DKI Jakarta. Alasan penulis memilih kota DKI Jakarta sebagai area penelitian karena Daerah Khusus Ibukota (DKI) Jakarta adalah ibu kota negara Indonesia. Wilayah metropolitan Jakarta (Jabotabek) yang berpenduduk sekitar 28 juta jiwa, merupakan metropolitan terbesar di Asia Tenggara atau urutan kedua di dunia. Jakarta juga merupakan pusat bisnis, politik, dan kebudayaan, serta tempat berdirinya kantor-kantor pusat BUMN, perusahaan swasta, dan perusahaan asing. Kota ini juga menjadi tempat kedudukan lembaga-lembaga pemerintahan dan kantor sekretariat ASEAN. 13 Jakarta merupakan kota dengan tingkat pertumbuhan ekonomi yang cukup pesat. Penduduk yang bermukim di Jakarta pun memiliki tingkat ekonomi yang beragam, mulai dari tingkat ekonomi menengah ke atas sampai menengah ke bawah pun ada di Jakarta. Selain itu, agama yang dianut oleh penduduk DKI Jakarta beragam. Jumlah penduduk dan komposisi etnis di Jakarta pun selalu berubah dari tahun ke tahun. Berdasarkan sensus penduduk tahun 2000, tercatat bahwa setidaknya terdapat tujuh etnis besar yang mendiami Jakarta. Jakarta merupakan pusat kegiatan sosial dan budaya yang paling lengkap memiliki sarana, prasarana terbaik dalam bidang pendidikan, budaya, olah raga, kesehatan, dan juga fasilitas pariwisatanya dibandingkan kota-kota lain di Indonesia. Bahkan, sampai saat ini, Jakarta masih dijadikan tujuan utama masyarakat sebagai tempat untuk mengejar masa depan. Para pendatang dari daerah luar Jakarta berbondongbondong untuk tinggal, belajar, dan bekerja di ibukota. Berangkat dari fenomena-fenomena yang telah dipaparkan di atas tersebut, maka penulis tertarik untuk mengetahui “Apakah Kepribadian dan Sense of Humor berpengaruh terhadap Psychological Well-Being (Studi pada Jurnalis di DKI Jakarta) ?”. 1.2 Pembatasan dan Perumusan Masalah Dalam sebuah karya ilmiah sangat diperlukan adanya pembatasan dan perumusan masalah. Hal ini dimaksudkan agar dalam penulisan tidak menyimpang dari sasaran yang ingin dicapai. 14 1.2.1 Pembatasan masalah a. Psychological well-being merupakan kondisi berfungsinya dengan penuh potensi-potensi sejati individu dalam menjalani tantangan eksistensial kehidupan (Ryff & Keyes, 1995) dilihat berdasarkan pada tingkat penerimaan diri (self-acceptance), hubungan positif dengan orang lain (positive relations with others), otonomi (autonomy), penguasaan lingkungan (environmental mastery), tujuan hidup (purpose in life), dan pertumbuhan pribadi (personal growth). b. Kepribadian adalah keseluruhan cara seorang individu bereaksi dan berinteraksi dengan individu lain (Robbins & Timothy, 2008). Teori yang dipakai penulis dalam penelitian ini adalah The HEXACO Model of Personality (Lee & Ashton, 2007), yaitu tipe kepribadian yang terdiri dari enam dimensi, honesty-humility, emotionality, extraversion, agreeableness, conscientiousness dan openness to experience. c. Sense of humor ialah cara memandang dan berinteraksi dengan dunia melalui filter berupa hiburan, tawa, dan keceriaan (Martin et.al., 2003; Thorson & Powell, 1993). Sense of humor terdiri dari 4 dimensi, yaitu humor production, uses of humor for coping, social uses of humor dan attitudes toward humor and humorous people. 15 d. Sampel penelitian ini adalah pria dan wanita yang bekerja sebagai jurnalis di wilayah DKI Jakarta, dengan dua kelompok rentang usia yang dibatasi oleh Hurlock (1980) yaitu usia dewasa awal (20 - 39 Tahun) dan usia dewasa madya (40 - 59 Tahun). 1.2.2 Perumusan masalah Berdasarkan hal-hal di atas, maka perumusan masalah dalam penelitian ini adalah : 1. Apakah ada pengaruh antara kepribadian the HEXACO model of personality dan sense of humor terhadap psychological well-being jurnalis ? 2. Apakah ada pengaruh kepribadian the HEXACO model of personality honesty-humility, emotionality, extraversion, agreeableness, conscientiousness, dan openness to experience terhadap psychological well-being jurnalis ? 3. Apakah ada pengaruh sense of humor humor production, social uses of humor, attitudes toward humor and humorous people, dan uses of humor for coping terhadap psychological well-being jurnalis ? 4. Apakah ada pengaruh faktor demografis usia, jenis kelamin, penghasilan, dan intensitas pekerjaan terhadap psychological wellbeing jurnalis ? 16 1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian 1.3.1 Tujuan penelitian Tujuan penelitian ini adalah untuk menguji pengaruh kepribadian dan sense of humor serta faktor demografis terhadap psychological well-being jurnalis. 1.3.2 Manfaat penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, baik secara teoritis maupun praktis, yaitu sebagai berikut : 1. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat menambah literatur pengetahuan dalam bidang psikologi, khususnya Psikologi Klinis. Selain itu, dapat dijadikan sebagai salah satu sumber informasi dan acuan dalam pengembangan bagi penelitian selanjutnya, khususnya mengenai pengaruh kepribadian dan sense of humor terhadap psychological well-being jurnalis. 2. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan beberapa manfaat, yaitu menambah wawasan bagi masyarakat umum terutama bagi para jurnalis, mengenai pengaruh kepribadian dan sense of humor terhadap psychological well-being, pentingnya menjaga psychological well-being bagi seseorang, dapat membantu untuk mengembangkan diri ke arah yang lebih positif serta memahami pentingnya humor dalam lingkungan kerja dan juga kemampuan mengatasi pelbagai masalah dan tekanan dengan lebih efektif sehingga dapat mencapai jiwa (psikologis) yang sehat. 17 1.4 Sistematika Penulisan Penulisan hasil penelitian ini mengacu pada pedoman penulisan skripsi Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, dengan sistematika sebagai berikut : BAB 1 : Pendahuluan, menguraikan tentang latar belakang dilakukannya penelitian mengenai pengaruh kepribadian dan sense of humor terhadap psychological well-being jurnalis, pembatasan dan perumusan masalah penelitian, tujuan dan manfaat penelitian, serta sistematika penulisan. BAB 2 : Landasan Teori, menguraikan sejumlah teori yang digunakan dalam penelitian diantaranya : 1. Penjabaran dan definisi psychological well-being, faktor-faktor yang mempengaruhi psychological well-being, dimensi psychological wellbeing, pengukuran psychological well-being, dan penelitian terdahulu; definisi kepribadian, definisi the HEXACO model of personality, pengukuran the HEXACO model of personality, dan penelitian terdahulu; definisi humor, jenis-jenis humor, definisi sense of humor, dimensi sense of humor, pengukuran sense of humor, dan penelitian terdahulu. 2. Kerangka berpikir dan hipotesis. BAB 3 : Metode Penelitian, menguraikan tentang populasi dan sampel penelitian, variabel penelitian, definisi konseptual dan operasional, teknik pengumpulan data, uji instrumen, prosedur penelitian, dan teknik analisis data. 18 BAB 4 : Hasil Penelitian, menguraikan tentang hasil pengolahan dari data yang terkumpul dari penelitian ini, meliputi gambaran umum dari subjek penelitian, serta hasil penelitian yang telah dilaksanakan. BAB 5 : Kesimpulan, Diskusi dan Saran, pada bagian ini menguraikan tentang kesimpulan, diskusi dan saran dari hasil penelitian. 19 BAB II LANDASAN TEORI Pada bab ini akan dipaparkan tentang teori yang digunakan dalam penelitian ini, pengukurannya, kerangka berpikir, dan hipotesis penelitian. 2.1 Psychological Well-Being 2.1.1 Definisi psychological well-being Secara umum, ada dua konsep atau pengertian tentang psychological well-being. Konsep pertama disampaikan oleh Bradburn (dalam Ryff, 1989) yang mengartikan psychological well-being sebagai kebahagiaan (happiness). Ia membuat penelitian untuk mengetahui pengaruh perubahan-perubahan sosial secara makro, misalnya perubahan dalam tingkat pendidikan, pola tenaga kerja, dan ketegangan politik terhadap kondisi psikologis individu. Saat menjabarkan kondisi psikologis individu, Bradburn (1969) menggunakan kebahagiaan yang dirujuk dari istilah eudaimonia (kebahagiaan yang dikemukakan oleh Aristoteles). Dimana menurut buku yang ditulis Aristoteles (berjudul ‘Nicoman Ethics’, 1947), mengatakan bahwa eudaimonia merupakan hal tertinggi yang dapat diraih manusia. Dalam penelitian tersebut,kebahagiaan dioperasionalkan sebagai adanya keseimbangan antara afek positif dan negatif. Konsep kedua mengartikan well-being sebagai kepuasan hidup. Istilah kedua ini juga didapatkan dari penelitian yang tidak secara khusus mengukur psychological well-being. Life Satisfaction Index atau sering disingkat dengan 19 20 istilah LSI (Neugarten, Havighurst & Tobin dalam Ryff, 1989) misalnya, ditujukan untuk mengetahui perbedaan antara individu yang sukses dengan yang tidak pada kelompok lanjut usia. Alat ukur LSI ini tidak digunakan untuk mengukur psychological well-being tetapi kondisi psikologis individu sukses dan tidak sukses, yang diukur dalam alat ukur ini serupa dengan apa yang ingin digali dari konsep psychological well-being. Menurut Ryff dan Keyes (1995), psychological well-being adalah saat dimana seseorang dapat hidup dengan bahagia berdasarkan pengalaman hidupnya dan bagaimana mereka memandang pengalaman tersebut berdasarkan potensi yang mereka miliki. Evaluasi terhadap pengalaman akan dapat menyebabkan seseorang menjadi pasrah terhadap keadaan yang membuat psychological wellbeing-nya rendah, atau berusaha memperbaiki keadaan hidupnya yang akan membuat psychological well-being-nya meningkat. Sehingga, individu dengan psychological well-being berarti tidak hanya individu yang terbebas dari hal-hal yang menjadi indikator mental negatif, akan tetapi mengetahui potensi-potensi positif yang ada pada dirinya. Psychological well-being memimpin individu untuk menjadi kreatif dan memahami apa yang sedang dilakukannya (Bartram & Boniwell, 2007). Menurut Snyder dan Lopez (2002), psychological well-being bukan hanya merupakan ketiadaan penderitaan, namun psychological well-being meliputi keterikatan aktif dalam dunia, memahami arti dan tujuan dalam hidup dan hubungan seseorang pada objek ataupun orang lain. 21 Ryff (1989) menyimpulkan bahwa individu berusaha berpikir positif tentang dirinya meskipun mereka sadar akan keterbatasan-keterbatasan dirinya (penerimaan diri). Mereka juga mencoba mengembangkan dan menjaga kehangatan dan rasa percaya dalam hubungan interpersonal (hubungan positif dengan orang lain) dan membentuk lingkungan mereka, sehingga kebutuhan pribadi dan keinginannya dapat terpenuhi (penguasaan lingkungan). Ketika mempertahankan individualitas dalam konteks sosial makro, individu juga mengembangkan self-determination dan kewibawaan (otonomi). Upaya yang paling penting adalah menemukan makna dari tantangan yang telah dilalui dan dari upaya-upaya yang dilakukan dalam menghadapinya (tujuan hidup). Terakhir, mengembangkan bakat dan kemampuan secara optimal (pertumbuhan pribadi) merupakan yang paling utama dalam psychological well-being (Ryff, 1989). Berdasarkan penjelasan di atas, maka penulis mengambil kesimpulan bahwa psychological well-being merupakan kondisi psikologis ideal seseorang yang sejahtera ketika individu dapat menerima kekuatan dan kelemahan diri apa adanya, memiliki tujuan hidup, mengembangkan relasi yang positif dengan orang lain, menjadi pribadi yang mandiri, mampu mengendalikan lingkungan, dan terus bertumbuh secara personal. 2.1.2 Dimensi psychological well-being Menurut Ryff (1989) psychological well-being adalah gambaran kesehatan psikologis individu berdasarkan pemenuhan kriteria fungsi psikologis positif (positive psychological functioning) individu tersebut. Adapun kriteria individu yang mempunyai psychological well-being yang baik, yaitu : 22 1. Penerimaan diri (self-acceptance) Seorang individu dikatakan memiliki nilai yang tinggi dalam dimensi penerimaan diri apabila ia memiliki sikap yang positif terhadap dirinya sendiri, menghargai dan menerima pelbagai aspek yang ada pada dirinya, baik kualitas diri yang baik maupun yang buruk. Selain itu, orang yang memiliki nilai penerimaan diri yang tinggi juga dapat merasakan hal yang positif dari kehidupannya di masa lalu (Ryff & Keyes, 1995). Sebaliknya, seseorang dikatakan memiliki nilai yang rendah dalam dimensi penerimaan diri apabila ia merasa kurang puas terhadap dirinya sendiri, merasa kecewa dengan apa yang telah terjadi pada kehidupannya di masa lalu, memiliki masalah dengan kualitas tertentu dari dirinya, dan berharap untuk menjadi orang yang berbeda dari dirinya sendiri (Ryff & Keyes, 1995). 2. Hubungan positif dengan orang lain (positive relations with others) Seseorang yang memiliki hubungan positif dengan orang lain mampu membina hubungan yang hangat dan penuh kepercayaan dengan orang lain. Selain itu, individu tersebut memiliki kepedulian terhadap kesejahteraan orang lain, dapat menunjukkan empati, afeksi, dan intimitas, serta memahami prinsip memberi dan menerima dalam hubungan antar pribadi (Ryff & Keyes, 1995). Sebaliknya, Ryff dan Keyes (1995) mengemukakan bahwa seseorang yang kurang baik dalam dimensi hubungan positif dengan orang lain ditandai dengan tingkah laku yang tertutup dalam berhubungan dengan orang lain, sulit untuk bersikap 23 hangat, peduli, dan terbuka dengan orang lain, terisolasi dan merasa frustasi dalam membina hubungan interpersonal, tidak berkeinginan untuk berkompromi dalam mempertahankan hubungan dengan orang lain. 3. Otonomi (autonomy) Ciri utama dari seorang individu yang memiliki otonomi yang baik antara lain dapat menentukan segala sesuatu seorang diri (self-determining) dan mandiri. Ia mampu untuk mengambil keputusan tanpa tekanan dan campur tangan orang lain. Selain itu, orang tersebut memiliki ketahanan dalam menghadapi tekanan sosial, dapat mengatur tingkah laku dari dalam diri, serta dapat mengevaluasi diri dengan standar personal (Ryff & Keyes, 1995). Sebaliknya, seseorang yang kurang memiliki otonomi akan sangat memperhatikan dan mempertimbangkan harapan dan evaluasi dari orang lain, berpegang pada penilaian orang lain untuk membuat keputusan penting, serta bersikap konformis terhadap tekanan sosial (Ryff & Keyes, 1995). 4. Penguasaan lingkungan (environmental mastery) Seseorang yang baik dalam dimensi penguasaan lingkungan memiliki keyakinan dan kompetensi dalam mengatur lingkungan. Ia dapat mengendalikan pelbagai aktivitas eksternal yang berada di lingkungannya termasuk mengatur dan mengendalikan situasi kehidupan sehari-hari, memanfaatkan kesempatan yang ada di lingkungannya, serta mampu memilih dan menciptakan lingkungan yang sesuai dengan kebutuhan dan nilai-nilai pribadi. Sebaliknya, seseorang yang memiliki penguasaan 24 lingkungan yang kurang baik akan mengalami kesulitan dalam mengatur situasi sehari-hari, merasa tidak mampu untuk mengubah atau meningkatkan kualitas lingkungan sekitarnya, kurang peka terhadap kesempatan yang ada di lingkungannya dan kurang memiliki kontrol terhadap lingkungan (Ryff & Keyes, 1995). 5. Tujuan hidup (purpose in life) Seseorang yang memiliki nilai tinggi dalam dimensi tujuan hidup memiliki rasa keterarahan (directedness) dalam hidup, mampu merasakan arti dari masa lalu dan masa kini, memiliki keyakinan yang memberikan tujuan hidup, serta memiliki tujuan dan target yang ingin dicapai dalam hidup (Ryff & Keyes, 1995). Sebaliknya, seseorang yang kurang memiliki tujuan hidup akan kehilangan makna hidup, memiliki sedikit tujuan hidup, kehilangan rasa keterarahan dalam hidup, kehilangan keyakinan yang memberikan tujuan hidup, serta tidak melihat makna yang terkandung untuk hidupnya dari kejadian di masa lalu (Ryff & Keyes, 1995). 6. Pertumbuhan pribadi (personal growth) Seseorang yang memiliki pertumbuhan pribadi yang baik ditandai dengan adanya perasaan mengenai pertumbuhan yang berkesinambungan dalam dirinya, memandang diri sendiri sebagai individu yang selalu tumbuh dan berkembang, terbuka terhadap pengalaman-pengalaman baru, memiliki kemampuan dalam menyadari potensi diri yang dimiliki, dapat merasakan peningkatan yang terjadi pada diri dan tingkah lakunya setiap waktu, serta dapat berubah menjadi pribadi yang lebih efektif dan memiliki 25 pengetahuan yang bertambah (Ryff & Keyes, 1995). Sebaliknya, seseorang yang memiliki pertumbuhan pribadi yang kurang baik akan merasa dirinya mengalami stagnansi, tidak melihat peningkatan dan pengembangan diri, merasa bosan dan kehilangan minat terhadap kehidupannya, serta merasa tidak mampu dalam mengembangkan sikap dan tingkah laku yang lebih baik (Ryff & Keyes, 1995). 2.1.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi psychological well-being Faktor-faktor yang mempengaruhi psychological well-being, antara lain : 1. Faktor demografis Beberapa faktor demografis yang mempengaruhi psychological well-being antara lain adalah sebagai berikut : a) Usia Ryff dan Keyes (1995) mengemukakan bahwa perbedaan usia mempengaruhi perbedaan dalam dimensi-dimensi psychological wellbeing. Dalam penelitiannya, Ryff dan Keyes (1995) menemukan bahwa dimensi penguasaan lingkungan dan dimensi otonomi mengalami peningkatan seiring bertambahnya usia, terutama dari dewasa muda hingga dewasa madya. Dimensi hubungan positif dengan orang lain juga mengalami peningkatan seiring bertambahnya usia. Sebaliknya, dimensi tujuan hidup dan pertumbuhan pribadi memperlihatkan penurunan seiring bertambahnya usia, penurunan ini terutama terjadi pada dewasa madya hingga dewasa akhir. Dari penelitian tersebut menunjukkan tidak adanya perbedaan yang 26 signifikan dalam dimensi penerimaan diri selama usia dewasa muda hingga dewasa akhir. b) Jenis kelamin Penelitian Ryff (dalam Ryff & Keyes, 1995) menemukan bahwa dibandingkan pria, wanita memiliki skor yang lebih tinggi pada dimensi hubungan yang positif dengan orang lain dan dimensi pertumbuhan pribadi. c) Status sosial-ekonomi Meliputi besarnya income (penghasilan) keluarga, tingkat pendidikan, keberhasilan pekerjaan, kepemilikan materi, status sosial di masyarakat. Ryff dan Singer (2002) menemukan bahwa gambaran psychological well-being yang lebih tinggi dan jabatan tinggi dalam pekerjaan, terutama untuk dimensi tujuan hidup dan pertumbuhan pribadi. Adanya kesuksesan-kesuksesan termasuk (materi) dalam kehidupan merupakan faktor protektif yang penting dalam menghadapi stres, tantangan, dan musibah. Sebaliknya, mereka yang kurang mempunyai pengalaman keberhasilan akan mengalami kerentanan pada psychological well-being-nya. Data yang diperoleh dari Wisconsin Longitudinal Study memperlihatkan gradasi sosial dalam kondisi well-being pada dewasa madya. Data tersebut memperlihatkan bahwa pendidikan tinggi dan status pekerjaan meningkatkan psychological well-being, terutama pada dimensi penerimaan diri dan dimensi tujuan hidup (Ryff, 1994). 27 Mereka yang menempati kelas sosial yang tinggi memiliki perasaan yang lebih positif terhadap diri sendiri dan masa lalu mereka, serta lebih memiliki rasa keterarahan dalam hidup dibandingkan dengan mereka yang berada di kelas sosial yang lebih rendah. d) Budaya Penelitian mengenai psychological well-being yang dilakukan di Amerika dan Korea Selatan menunjukkan bahwa responden di Korea Selatan memiliki skor yang lebih tinggi pada dimensi hubungan positif dengan orang lain dan skor yang rendah pada dimensi penerimaan diri. Hal ini dapat disebabkan oleh orientasi budaya yang lebih bersifat kolektif dan saling ketergantungan. Sebaliknya, responden Amerika memiliki skor yang tinggi dalam dimensi pertumbuhan pribadi (untuk responden wanita) dan dimensi tujuan hidup (untuk responden pria), serta memiliki skor yang rendah dalam dimensi otonomi, baik pria maupun wanita (Ryff, 1994). 2. Dukungan sosial Menurut Davis (dalam Rahayu, 2008), individu-individu yang mendapatkan dukungan sosial memiliki tingkat psychological well-being yang lebih tinggi. Dukungan sosial sendiri diartikan sebagai rasa nyaman, perhatian, penghargaan, atau pertolongan yang dipersepsikan oleh seorang individu yang didapat dari orang lain atau kelompok (Cobb, 1976; Gentry & Kobasa, 1984; Wallston, Alagna, DeVellis & DeVellis, 1983; Wills, 1974 dalam Sarafino, 2011). Dukungan ini dapat berasal dari pelbagai 28 sumber, diantaranya pasangan, keluarga, teman, rekan kerja, dokter, maupun organisasi sosial. 3. Evaluasi terhadap pengalaman hidup Ryff (1989) mengemukakan bahwa pengalaman hidup tertentu dapat mempengaruhi kondisi psychological well-being seorang individu. Pengalaman-pengalaman tersebut mencakup pelbagai bidang kehidupan dalam pelbagai periode kehidupan. Evaluasi individu terhadap pengalaman hidupnya memiliki pengaruh yang penting terhadap psychological well-being (Ryff & Keyes, 1995). Pernyataan ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Ryff dan Essex (1992) mengenai pengaruh interpretasi dan evaluasi individu pada pengalaman hidupnya terhadap kesehatan mental. Interpretasi dan evaluasi pengalaman hidup diukur dengan mekanisme evaluasi diri oleh Rosenberg (dalam Ryff & Essex, 1992) dan dimensi-dimensi psychological well-being digunakan sebagai indikator kesehatan mental individu. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa mekanisme evaluasi diri ini berpengaruh pada psychological well-being individu, terutama dalam dimensi penguasaan lingkungan, tujuan hidup, dan hubungan positif dengan orang lain. 4. Locus of control (LOC) Locus of control didefinisikan sebagai suatu ukuran harapan umum seseorang mengenai pengendalian (kontrol) terhadap penguatan (reinforcement) yang mengikuti perilaku tertentu (Rotter dalam Anastasi, 29 2007). Robinson et.al. (dalam Rahayu, 2008) mengemukakan bahwa locus of control dapat memberikan peramalan terhadap well-being seseorang. Individu dengan locus of control internal pada umumnya memiliki tingkat psychological well-being yang lebih tinggi dibanding individu dengan locus of control eksternal. 5. Faktor religiusitas Penelitian-penelitian mengenai psikologi dan religiusitas yang dilakukan antara lain oleh Ellison dan Levin (1998), Ellison et.al. (2001), Koenig (2004), Krause dan Ellison (2003), menemukan hubungan positif antara religiusitas dan psychological well-being (Flannelly, Koenig, Ellison, Galek & Krause, 2006). Kemudian, Chatters dan Ellison (dalam Levin, 1994) juga menemukan adanya kaitan antara keterlibatan religius (religious involvement) dengan well-being. Dalam penelitian yang berjudul “Religious Involvement Among Older African Americans” yang ditulis oleh Levin (1994) ditemukan beberapa hal yang menunjukkan fungsi psikososial dari agama yang antara lain : 1) Doa dapat berperan penting sebagai coping dalam menghadapi masalah pribadi, 2) Partisipasi aktif dalam kegiatan keagamaan dapat berdampak pada persepsi rasa penguasaan lingkungan dan meningkatkan self-esteem, 3) Keterlibatan religius merupakan prediktor evaluasi kepuasan hidup. 30 6. Kepribadian Individu yang memiliki banyak kompetensi pribadi dan sosial, seperti penerimaan diri, mampu menjalin hubungan yang harmonis dengan lingkungan, coping skill yang efektif cenderung terhindar dari konflik dan stress. Para ahli berpendapat bahwa variabel kepribadian merupakan komponen dari kesejahteraan psikologis. Hal ini ditunjukkan salah satunya dari penelitian yang dilakukan Costa dan McCrae pada tahun 1980 yang menyimpulkan bahwa kepribadian extraversion dan neuroticsm berhubungan secara signifikan dengan kesejahteraan psikologis (Andrew & Robinson dalam Nurhayati, 2010). 7. Sense of humor Penelitian dengan sampel nonklinis telah menunjukkan bahwa individu dengan humor tinggi menampilkan tingkat yang lebih rendah dari distress dan umumnya terlibat dalam interaksi yang lebih positif dengan lingkungannya (Deaner & McConatha, 1993; Kuiper & Martin, 1993 dalam Kuiper, Martin, Olinger, Kazarian, & Jetté, 1998). Kedua jenis temuan dapat dilihat sebagai indikator peningkatan psychological wellbeing. Sehubungan dengan tingkat distress, individu dengan rasa humor yang lebih besar melaporkan tingkat yang lebih rendah dari stres yang dirasakan dan tingkat yang lebih rendah dari pengaruh depresi (Deaner & McConatha, 1993; Frecknall, 1994; Kuiper & Martin, 1993 dalam Kuiper et.al., 1998). Individu tersebut juga berinteraksi dengan lingkungan mereka dengan cara yang lebih positif, membuat penilaian kognitif yang 31 lebih fasilitatif atau mengevaluasi situasi, dan menilai hasil dari peristiwa dengan cara yang lebih positif (Kuiper et.al., 1995; Kuiper, Martin, & Olinger, 1993). Akibatnya, individu dengan humor tinggi melaporkan tingkat yang lebih tinggi dari afek positif dan tingkat yang lebih rendah dari afek negatif (Kuiper et.al., 1995; Martin et.al., 1993). 2.1.4 Pengukuran psychological well-being Pada umumnya untuk mengukur psychological well-being di beberapa penelitian sebelumnya, para peneliti menggunakan skala baku yang dibuat oleh Ryff (1996) yaitu Ryff’s Psychological Well-Being Scales dengan versi aslinya berjumlah 120 item, selain itu terdapat versi lainnya yaitu 84, 52, 42, dan 18 item yang umumnya dengan jumlah item yang sama pada setiap aspeknya. Secara teoritis Ryff’s PWB Scales adalah instrument yang secara khusus mengukur enam dimensi dari psychological well-being, dimensi tersebut meliputi: penerimaan diri (self-acceptance), hubungan positif dengan orang lain (positive relations with others), otonomi (autonomy), penguasaan lingkungan (environmental mastery), tujuan hidup (purpose in life), dan pertumbuhan pribadi (personal growth). Pengukuran pada penelitian ini menggunakan alat ukur Ryff’s PWB Scales (1995) yang terdiri dari 18 item pernyataan, dimana item-item tersebut terdiri atas: 3 item mengukur dimensi self-acceptance, 3 item mengukur dimensi positive relations with others, 3 item mengukur dimensi autonomy, 3 item mengukur dimensi environmental mastery, 3 item mengukur dimensi purpose in life dan 3 item mengukur dimensi personal growth. 32 Pada penelitian ini, penulis menggunakan Ryff’s PWB Scales versi 18 item yang telah diadaptasi dari instrument bakunya yang berbahasa Inggris kemudian diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia. Selain itu, penulis juga melakukan modifikasi pada skala model likert, dimana pada skala aslinya menggunakan skala model likert dengan rentangan enam point dimodifikasi menjadi rentang skala empat point, untuk menghindari bias dan mempermudah subjek dalam merespon item. 2.1.5 Penelitian terdahulu Ada beberapa penelitian terdahulu yang meneliti tentang psychological wellbeing. Berikut beberapa penelitian mengenai psychological well-being : Bradburn (dalam Ryff, 1989), meneliti tentang perubahan sosial pada level makro (perubahan yang terjadi akibat tekanan politik, urbanisasi, pekerjaan, dan pendidikan). Menurutnya, tujuan tertinggi yang ingin diraih individu adalah kebahagiaan. Kebahagiaan berdasarkan pendapat Bradburn berarti adanya keseimbangan afek positif dan negatif. Selain itu, Bradburn, Neugarten, Havigurst, dan Tobin (dalam Ryff, 1989) juga mengukur kesejahteraan sosial pada masa usia lanjut. Ia membuat alat ukur Life Satisfaction Index (LSI) untuk membedakan individu lanjut usia yang termasuk successful aging dan yang tidak. Pada pengukuran ini, psychological well-being diterjemahkan sebagai kepuasan hidup. 33 2.2 Kepribadian (Personality) 2.2.1 Definisi kepribadian (personality) Eysenck (dalam Suryabrata, 2010) mengatakan : “Personality is the sum-total of actual or potential behavior-pattern of the organism as determined by heredity and environment; it originates and develops through the functional interaction of the four main sectors into which these behavior patterns are or the conative sector (character), the affective sector (temperament), and the somatic sector (constitution).” Kepribadian adalah total-jumlah dari aktual atau potensial pola-perilaku organisme yang ditentukan oleh keturunan dan lingkungan, tetapi berasal dan berkembang pemikiran interaksi fungsional dari empat sektor utama dimana polapola perilaku atau sektor konatif (karakter), sektor afektif (temperamen), dan sektor somatik (konstitusi). Istilah kepribadian (personality) memiliki beberapa arti, menurut disiplin ilmu psikologi yang diambil dari beberapa rumusan teori kepribadian terkemuka seperti Gordon Allport (dalam Friedman & Schustack, 2006) mendefinisikan bahwa kepribadian merupakan organisasi dinamis dalam sistem psikofisik individu yang menentukan caranya yang khas untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya. Carl Rogers (dalam Rathus, 2010) mengungkapkan bahwa kepribadian merupakan pola yang teratur dan konsisten dari persepsi mengenai diri yang ada dalam pengalaman individu. R.B. Cattel (dalam Chaplin, 2005) mengatakan kepribadian yaitu segala sesuatu yang memungkinkan diperolehnya 34 suatu ramalan mengenai perbuatan apa yang akan dilakukan seseorang dalam situasi tertentu. Personality adalah tingkah laku yang ditampakkan ke lingkungan sosial (kesan mengenai diri yang diinginkan agar dapat ditangkap oleh lingkungan sosial) (Alwisol, 2009). Sedangkan menurut John dan Pervin (2001), kepribadian mewakili karakteristik individu yang terdiri dari pola-pola pikiran, perasaan, dan perilaku yang konsisten. Definisi tersebut memiliki arti yang cukup luas yang membolehkan kita untuk fokus pada banyak aspek yang berbeda pada setiap orang. Pada waktu yang bersamaan, hal tersebut menganjurkan kita untuk konsisten pada pola tingkah laku dan kualitas dalam diri orang tersebut yang diukur secara teratur. Ada beberapa pendekatan yang dikemukakan oleh para ahli untuk memahami kepribadian. Salah satu pendekatan yang digunakan adalah teori trait. Pendekatan keterampilan dan trait terhadap kepribadian berusaha mencari beberapa dimensi utama yang dapat menggambarkan pola respons seseorang. Jumlah dimensi itu masih diperdebatkan. Pendekatan faktor terhadap kepribadian dari Cattell melihat perlu adanya 16 trait. Eysenck yakin bahwa teori harus mendasarkan seleksi faktor-faktor tersebut, dan ia menganggap bahwa semua trait berasal dari tiga sistem biologis, yaitu extraversion, neuroticism, dan psychoticism. Tetapi banyak peneliti setuju bahwa lima dimensi cukup memuaskan untuk diterapkan di sebagian besar situasi–disebut Big Five, yang terdiri dari extraversion, agreeableness, conscientiousness, neuroticism, dan openness to experience. Peneliti lain membantah klaim bahwa kepribadian yang 35 baik hanya dijelaskan oleh lima faktor. Ashton, mendorong kasus untuk enam faktor, model, HEXACO (Ashton & Lee dalam John, Robins, & Pervin, 2008). Enam faktor tersebut yaitu Honesty-Humility (H), Emotionality (E), eXtraversion (X), Agreeableness (A), Conscientiousness (C), dan Openess to Experience (O). Dalam penelitian ini, penulis lebih memilih untuk menggunakan pendekatan the HEXACO model of personality dari Lee dan Ashton (2007) untuk memahami kepribadian pada studi jurnalis di DKI Jakarta karena mengacu pada hasil penelitian Naser Aghababaei dan Akram Arji (dalam Journal of Personality and Individual Differences, 2013), dimana dalam penelitian tersebut mereka membandingkan dua model dengan serangkaian hierarchical regressions. Pada model pertama Big Five dimasukkan, dan kemudian dimensi HEXACO ditambahkan untuk menguji validitas tambahan. Dengan efek dari Big Five dikendalikan, dimensi HEXACO masih signifikan memprediksi semua aspek psychological well-being. Namun, dengan faktor-faktor HEXACO dikendalikan, Big Five gagal untuk secara signifikan memprediksi otonomi, hubungan positif dengan orang lain, dan tujuan hidup, tetapi berhasil memprediksi penguasaan lingkungan, pertumbuhan pribadi, dan penerimaan diri. 2.2.2 Definisi the HEXACO model of personality Struktur kepribadian HEXACO adalah tipe kepribadian yang terdiri dari enam dimensi, dikembangkan oleh Ashton dan Lee dari beberapa studi leksikal (Lee & Ashton, 2007). Enam faktor atau dimensi tersebut yaitu Honesty-Humility (H), Emotionality (E), eXtraversion (X), Agreeableness (A), Conscientiousness (C), dan Openess to Experience (O). 36 Tipe kepribadian model HEXACO mirip dengan tipe kepribadian big five sehubungan dengan tiga dimensi extraversion, agreeableness, dan openness to experience. Perubahan yang penting adalah pada penambahan dimensi kepribadian baru yaitu honesty-humility, yang mewakili perbedaan individu dalam kecenderungan untuk menjadi tulus, adil, dan sederhana dibandingkan manipulatif, serakah, dan megah. Kedua perubahan yang paling penting adalah rotasi big five pada dimensi honesty-humility dan emotionality (De Vries, 2011). HEXACO-PI-R menilai enam faktor kepribadian dari HEXACO, masingmasing dari faktor memuat empat aspek, atau karakteristik kepribadian yang sempit. Tambahan 25 aspek yang sempit, disebut altruism, yang juga termasuk dan menampilkan perpaduan dari faktor honesty-humility, emotionality, dan agreeableness. Empat aspek dalam setiap faktor yang mengikuti adalah sebagai berikut : Tabel 2.2.2 Dimensi & Aspek The HEXACO Model of Personality DIMENSI ASPEK Honesty-Humility Tulus dalam bertindak, keadilan dalam hukum, tidak serakah, dan hidup sederhana. Emotionality Rasa takut, kecemasan, ketergantungan, dan sentimental. Extraversion Harga diri sosial, keberanian sosial, suka bergaul, dan keaktifan. Agreeableness Memaafkan, bersikap lemah lembut, fleksibilitas, dan kesabaran. Conscientiousness Keteraturan, ketekunan, kesempurnaan, dan kebijaksanaan. Openness to Apresiasi estetika karya seni, rasa ingin tahu, kreativitas, Experience dan hal yang tidak biasa. 2.2.3 Pengukuran the HEXACO model of personality Pengukuran the HEXACO model of personality pada penelitian ini menggunakan alat ukur HEXACO Personality Inventory-Revised (HEXACO-PI-R), yaitu 37 operasionalisasi kuesioner dari model kepribadian enam dimensi HEXACO Lee dan Ashton. Skala ini menggunakan 60 item berdasarkan enam dimensi yaitu Honesty-Humility (H), Emotionality (E), eXtraversion (X), Agreeableness (A), Conscientiousness (C), dan Openness to Experience (O). 2.2.4 Penelitian terdahulu Berikut ringkasan penelitian terdahulu mengenai sense of humor terhadap psychological well-being. Penelitian Naser Aghababaei dan Akram Arji (2013), menyimpulkan bahwa dari HEXACO, extraversion berkorelasi paling kuat terhadap psychological well-being. Faktor honesty-humility terkait dengan tingkat yang lebih tinggi psychological well-being, dengan subfaktor honesty (aspek sincerity dan fairness) beroperasi sebagai pendorong utama untuk hubungan ini. Dalam penelitian tersebut Naser Aghababaei dan Akram Arji (2013) membandingkan dua model kepribadian, yaitu Big Five dan HEXACO dengan hierarchical regressions. Pada model pertama Big Five dimasukkan, dan kemudian dimensi HEXACO ditambahkan untuk menguji validitas tambahan. Dengan efek dari Big Five dikendalikan, dimensi HEXACO masih signifikan memprediksi seluruh aspek psychological well-being. Namun, dengan faktorfaktor HEXACO dikendalikan, Big Five gagal untuk secara signifikan memprediksi autonomy, positive relations with others, dan purpose in life, tapi berhasil memprediksi environmental mastery, personal growth, dan selfacceptance. 38 2.3 Sense of Humor 2.3.1 Definisi humor Seligman dan Peterson (2004) mendefinisikan humor sebagai berikut : “Humor is as an umbrella for all funny phenomena, including the capacities to perceive, interpret, enjoy, create, and relay incongruous communications.” Humor ialah istilah yang mencakup semua fenomena yang lucu, termasuk kemampuan untuk melihat, menginterpretasi, menikmati, menciptakan, serta menyampaikan hal yang tidak lazim. Definisi di atas sejalan dengan definisi dari Sarwono (dalam Rumondor, 2007) yang mendefinisikan humor sebagai segala sesuatu baik keadaan, perbuatan, maupun perkataan yang bisa menimbulkan kesan lucu sehingga memancing reaksi tertawa. Agar menimbulkan kesan lucu maka perlu persyaratan tertentu, yaitu adanya kepekaan terhadap humor (sense of humor) pada pihak yang melihat kejadian humor tersebut. Menurut Setiawan (dalam Rahmanadji, 2007), humor itu kualitas untuk menghimbau rasa geli atau lucu, karena keganjilannya atau ketidakpantasannya yang menggelikan; paduan antara rasa kelucuan yang halus di dalam diri manusia dan kesadaran hidup yang iba dengan sikap simpatik. Chaplin (2005) mengartikan humor dalam dua arti, pertama, sikap menyenangkan, ramah-tamah, baik hati, dan sopan santun. Kedua, seberang sekresi atau pengeluaran zat kelenjar atau sekresi organisasi. 39 Menurut Martin (2001) dalam perspektif psikologis : “Humor is a rather broad and multifaceted concept, which can be theoretically and operationally defined in a number of ways. It involves cognitive, emotional, behavioral, psychophysiological, and social aspects.” Humor merupakan konsep yang luas dan memiliki banyak aspek yang dapat didefinisikan secara teoritis maupun operasional dengan pelbagai cara. Misalnya aspek kognitif, emosional, perilaku, dan aspek sosial. Kata “humor” dapat digunakan untuk menunjuk pada stimulus misalnya film komedi, proses mental misalnya persepsi atau penciptaan inkongruenitas yang menghibur, atau respon misalnya tawa. Tawa adalah ekspresi perilaku yang paling umum dari pengalaman yang berkaitan dengan humor. Tawa melibatkan suatu pola pernapasan-suara-perilaku tertentu yang memiliki hubungan dengan faktor psikofisiologis tertentu. Humor dan tawa biasanya berhubungan dengan keadaan emosi yang menyenangkan. Secara kognitif, humor melibatkan persepsi dari inkongruenitas atau paradoks dalam konteks “bermain-main”. Sebagai suatu fenomena sosial, humor dan tawa memainkan peranan penting dalam komunikasi interpersonal dan ketertarikan, sementara sense of humor atau kepekaan terhadap humor dapat menjadi komponen penting dalam kompetensi sosial (Martin, 2001). 2.3.2 Jenis-jenis humor Sarwono (dalam Rumondor, 2007) menyebutkan beberapa jenis humor, yaitu : 40 1. Jenis gerak (slapstick) Humor jenis ini sangat sederhana dan mudah sehingga tidak memerlukan pemikiran yang canggih. Karena itu humor jenis ini bisa ditangkap oleh hampir semua orang. Contoh dari humor jenis ini ialah film kartun anakanak “Tom & Jerry”, Charlie Chaplin dan karakter The Three Stooges, misalnya pada adegan kepala dipukul dengan panci, wajah dilempar dengan kue. 2. Jenis intelektual Humor jenis ini memerlukan pemikiran dan daya tangkap tertentu untuk mencernanya. Contoh humor jenis ini misalnya pada teka-teki : dalam bahasa Inggris, kucing adalah cat (baca : ket), apa bahasa Inggrisnya kucing yang bisa menempel ? (jawab : lengket). Humor jenis ini mengandalkan asosiasi-asosiasi dan harapanharapan yang dibangun atau dikembangkan pada awal cerita dan ditutup dengan klimaks yang aneh atau tidak terduga pada akhir cerita. Faktor latar belakang sosial-budaya, pengetahuan, dan pengalaman dari si pembuat humor maupun pendengarnya sangat berpengaruh pada sukses atau tidaknya humor jenis ini. 3. Jenis gabungan Humor jenis ini menggabungkan gerak, busana, dengan kata-kata. Humor ala Srimulat dan Ekstravaganza termasuk dalam jenis ini. Misalnya seseorang dengan busana pembantu namun berbicara tentang bisnis dengan bergaya seperti bos. Atau seorang kakek-kakek berpakaian 41 tradisional Jawa tiba-tiba menyanyikan lagu “Fly me to the moon” dengan bahasa Inggris yang fasih. Hal-hal tersebut mengusik rasa humor dan menyebabkan orang lain tertawa. Humor jenis ini juga membutuhkan persyaratan intelektual tertentu walaupun tidak secanggih jenis intelektual murni. Hal ini karena pada jenis humor ini masih terbantu oleh gerak dan gaya yang visual. 2.3.3 Definisi kepekaan terhadap humor (sense of humor) Sense of humor ialah cara memandang dan berinteraksi dengan dunia melalui filter berupa hiburan, tawa, dan keceriaan (Martin et.al., 2003; Thorson & Powell, 1993). Hal ini dapat dilihat dari perbedaan kebiasaan individu dalam bentuk perilaku, pengalaman, perasaan, sikap, dan kemampuan berkaitan dengan hiburan, tawa, kelucuan, dan sebagainya (Martin, 2001). Menurut Eysenck (1988), tokoh dan peneliti pada studi sense of humor, sense of humor adalah karakter kepribadian yang penting dan berharga, yang melibatkan kemampuan individu dalam mengapresiasi dan memproduksi suatu humor/kelucuan, yaitu melalui sense of humor yang dimiliki, individu mampu untuk mengapresiasi/tertawa terhadap stimulus yang dipersepsi lucu, dan mampu pula untuk mencetuskan hal jenaka yang membuat orang di sekelilingnya tertawa. Martin (2007) menyatakan bahwa sense of humor adalah karakteristik yang merujuk pada perbedaan respon emosional individu dalam konteks kegembiraan sosial, yang ditunjukkan melalui persepsi mengenai keganjilan yang lucu dan diekspresikan melalui senyuman dan tawa. 42 Drever (dalam Roeckelein, 2002) juga menjelaskan bahwa sense of humor merupakan sensasi psikologis melalui rasa simpati (secara langsung) dan empati (secara tidak langsung) mengenai karakter dalam situasi kompleks yang membangkitkan kegembiraan dan tawa. Ruch (dalam Martin et.al., 2003) menyatakan bahwa sense of humor merupakan kontributor yang potensial, yang dimiliki individu dalam mencapai kebahagiaan hidup (good life). Sense of humor dapat dikonseptualisasikan sebagai : 1. Kemampuan kognitif, misalnya kemampuan untuk menciptakan, mengerti, dan memproduksi ulang, serta mengingat lelucon (Feingold & Mazzella dalam Martin, Doris, Larsen, Gray, & Weir, 2003). 2. Respon estetis, misalnya apresiasi humor, dapat menikmati materi humor dengan jenis tertentu (Ruch & Hehl dalam Martin et.al., 2003). 3. Pola kebiasaan perilaku (habitual behavior pattern), misalnya kecenderungan untuk sering tertawa, menceritakan lelucon dan menghibur orang lain, menertawakan lelucon orang lain (Craik, Lampert & Nelson, 1996; Martin & Lefcourt dalam Martin et.al., 2003). 4. Temperament trait yang terkait dengan emosi, misalnya habitual cheerfulness (Ruch & Kohler dalam Martin et.al., 2003). 5. Sikap, misalnya pandangan kagum akan kehidupan (bemused outlook on life) dan sikap positif terhadap humor (Svebak dalam Martin et.al., 2003). 6. Strategi coping atau mekanisme pertahanan diri, seperti kecenderungan untuk mempertahankan perspektif humoris dalam menghadapi masa-masa sulit (Lefcourt & Martin dalam Martin et.al., 2003). 43 2.3.4 Dimensi sense of humor Thorson, Powell, Schuller, dan Hampes (1997) mengelompokkan dimensi yang ada menjadi 4 (empat) dimensi sense of humor, yaitu : 1. Humor production : bagaimana seseorang dapat menghasilkan, memproduksi, atau melontarkan humor. 2. Social uses of humor (penggunaan humor untuk tujuan sosial), dan 3. Attitudes toward humor and humorous people (sikap-sikap terhadap humor dan orang-orang yang humoris). 4. Uses of humor for coping : penggunaan humor dalam menghadapi masalah (coping), mengatasi situasi sulit dengan menggunakan humor. Svebak (dalam Martin, 2007) membedakan 3 (tiga) dimensi sense of humor, yaitu : 1. Meta-message sensitivity : kepekaan untuk mengenali atau mengidentifikasi situasi humor. Dimensi ini dengan komponen kognitif, yaitu cara pandang yang tidak serius atau memiliki kemampuan untuk mengubah perspektif dengan cara yang kreatif. 2. Liking or enjoyment of humor : kesukaan terhadap humor. Dimensi ini mencakup sikap yang menyenangkan dan tidak adanya pembelaan diri terhadap humor. 3. Emotional expressiveness : kecenderungan untuk tertawa dalam pelbagai macam situasi. Berkaitan dengan emosi positif dari kegembiraan dan ekspresi melalui tertawa. 44 2.3.5 Pengukuran sense of humor Saat ini, beberapa alat ukur dikembangkan dengan maksud untuk mengukur sense of humor, diantaranya adalah Situational Humor Response Questionnaire (SHRQ) dan Coping Humor Scale (CHS) yang dikembangkan oleh Martin dan Lefcourt (1984). SHRQ mengukur respons (berupa rating tertawa/tersenyum yang ditampilkan, karena adanya stimulus tertentu). Sedangkan The Coping Humor Scale (CHS) untuk mengukur seberapa jauh individu merasa bahwa humor dapat mengatasi stres yang sedang dialaminya. Di samping dua alat ukur sense of humor di atas, sebelumnya pada tahun 1974 juga telah dikembangkan oleh Svebak (dalam Martin, 2003), yaitu The Sense of Humor Questionnaire (SHQ) yang digunakan untuk mengukur 3 dimensi humor: (a) metamessage sensitivity (kepekaaan untuk mengenali/mengidentifikasi situasi humor), (b) liking/enjoyment of humor (kesukaan terhadap humor), dan (c) emotional expressiveness. Alat ukur SHQ tidak signifikan terhadap Marlowe-Crowne Social Desirability scale (Lefcourt & Martin dalam Martin, 2003). Hal ini menunjukkan bahwa alat ukur SHQ tidak memiliki muatan social desirability, walaupun bentuk dari alat ukur ini berupa self-report. Alat ukur sense of humor lain yang cukup popular adalah Multidimensional Sense of Humor Scale (MSHS), yang dikembangkan oleh Thorson dan Powell pada tahun 1993. Pengukuran sense of humor pada penelitian ini menggunakan alat ukur Multidimensional Sense of Humor Scale (MSHS). Thorson dan Powell (1993) berpendapat bahwa humor adalah sebuah konstruk yang multidimensional. Oleh karena itu, alat ukur humor seharusnya adalah sebuah konstruk yang 45 multidimensional, sedangkan alat ukur humor yang selama ini sudah ada masih bersifat unidimensional. MSHS terdiri dari empat dimensi humor, yaitu humor production, social uses of humor, attitudes toward humor and humorous people, dan uses of humor for coping. MSHS terdiri dari 24 item pernyataan yang telah diadaptasi dari instrument bakunya yang berbahasa Inggris kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Selain itu, penulis juga melakukan modifikasi pada skala model likert, dimana pada skala aslinya menggunakan skala model likert dengan rentangan lima point dimodifikasi menjadi rentang skala empat point, untuk menghindari bias dan mempermudah subjek dalam merespon item. Semakin tinggi nilai total yang didapat, semakin tinggi pula rasa humor yang dimiliki. Thorson dan Powell (1993) melaporkan realibilitas alpha cronbach adalah sebesar 0.912, serta cenderung stabil dan netral secara gender maupun tingkat usia. 2.3.6 Penelitian terdahulu Berikut ringkasan penelitian terdahulu mengenai sense of humor terhadap psychological well-being. Penelitian Thomas R. Herzog dan Sarah J. Strevey (2008), menyimpulkan bahwa humor appreciation memiliki korelasi paling kuat (p < .001 for 12 of 14 correlations) dan humor tolerance adalah yang paling lemah (p < .001 for only one correlation). Selain itu, humor appreciation adalah satu-satunya prediktor signifikan dari emotional well-being dan personal development memiliki korelasi yang lebih besar dengan humor appreciation (.32). Pelbagai model teoritis yang menghubungkan sense of humor terhadap well-being menyebabkan prediksi kuat bahwa sense of humor akan berhubungan 46 positif dengan positive affect, happiness, dan measures of personal development (skala Ryff) dan berhubungan negatif dengan negative affect, depression, dan stress. Semua prediksi ini didukung (p <.001) untuk humor appreciation, dan banyak dari mereka juga didukung untuk humor production dan coping humor. 2.4 Kerangka Berpikir Pekerjaan menjadi seorang jurnalis memerlukan kualifikasi, baik secara profesi maupun psikologis, sehingga mampu bertahan dengan situasi penuh tekanan. Kesehatan psikologis seorang jurnalis adalah sama pentingnya dengan fisik. Seorang jurnalis yang telah mengalami stres maupun trauma dapat mempengaruhi pelbagai sektor kehidupannya, baik sebagai manusia atau sebagai seorang jurnalis. Berdasarkan hasil-hasil penelitian tentang psychological well-being yang didasarkan pada teori Ryff (1989), diketahui bahwa salah satu faktor yang mempengaruhi psychological well-being adalah kepribadian. Adanya masalah yang sama, belum tentu setiap orang memiliki cara pemecahan masalah yang sama pula. Semua itu tergantung pada kepribadian mereka masing-masing. Kepribadian merupakan ciri khas seseorang yang membedakan dengan orang lain. Baru-baru ini, bukti statistik dan leksikal, dari berbagai budaya dan bahasa, telah terakumulasi dalam mendukung kerangka struktur kepribadian enam dimensi yang disebut HEXACO (Honesty-Humility, Emotionality, eXtraversion, Agreeableness, Conscientiousness, Openness). Penelitian sebelumnya telah menunjukkan keuntungan dari model HEXACO atas Big Five/Five Factor, terutama yang berkaitan dengan variabel yang terkait dengan eksploitasi selfish 47 orang lain, seperti materialisme, kecakapan sosial, pelanggaran di tempat kerja, psikopati, narsisme, Machiavellianism, manipulatif, dan egoisme (Ashton & Lee, 2008; De Vries, De Vries, De Hoogh, & Feij, 2009; Lee & Ashton, 2005; Lee, Ashton, & De Vries, 2005a; Lee, Ogunfowora, & Ashton, 2005b). Hasil penelitian Naser Aghababaei dan Akram Arji (dalam Journal of Personality and Individual Differences, 2013) yang menunjukkan bahwa dimensi HEXACO signifikan memprediksi semua aspek psychological well-being. Extraversion berkorelasi kuat terhadap psychological well-being. Faktor HonestyHumility terkait dengan tingkat yang lebih tinggi psychological well-being, dengan subfaktor Honesty (aspek Sincerity dan Fairness) beroperasi sebagai pendorong utama untuk hubungan ini. Dalam beberapa penelitian ditemukan bahwa sense of humor terbukti dapat meningkatkan baik kesejahteraan fisik maupun psikologis seseorang (Martin, 2001; Kuiper, Martin, Olinger, Kazarian, & Jetté, 1998; Herzog & Strevey, 2008). Humor telah dikaitkan dengan peningkatan fungsi kekebalan tubuh dan pengurangan baik stres yang dirasakan atau dampak dari variabel yang menghasilkan stres (Abel, 2002; Lefcourt, 2001; Martin, 2001). Hal ini jelas bahwa humor dipandang sebagai faktor penting bagi well-being. Sense of humor dianggap sebagai personality trait atau set of traits. Menurut Martin (1998), sense of humor mengacu pada "perbedaan individu dalam segala macam perilaku kebiasaan, pengalaman, pengaruh, sikap, dan kemampuan yang berhubungan dengan hiburan, tawa, kelucuan, dan sebagainya". 48 Penelitian yang dilakukan oleh Herzog dan Strevey (2008) menemukan sehubungan dengan sense of humor dan well-being, bahwa humor appreciation mempunyai korelasi paling kuat (p < .001 for 12 of 14 correlations) dan humor tolerance adalah yang paling lemah (p < .001 for only one correlation). Berbagai model teoritis yang menghubungkan antara sense of humor terhadap well-being menyebabkan prediksi kuat bahwa sense of humor akan berhubungan positif dengan positive affect, kebahagiaan, dan langkah-langkah pengembangan pribadi (skala Ryff) dan berhubungan negatif dengan negative affect, depresi, dan stres. Semua prediksi tersebut didukung (p <.001) untuk humor appreciation, dan banyak dari mereka juga didukung untuk humor production dan coping humor. Faktor lain yang juga dapat mempengaruhi psychological well-being seseorang adalah faktor demografis. Faktor demografis yang digunakan oleh penulis dalam penelitian ini adalah usia, jenis kelamin, penghasilan, dan intensitas pekerjaan. Ryff dan Keyes (1995) mengemukakan bahwa perbedaan usia mempengaruhi perbedaan dalam dimensi-dimensi psychological well-being. Ryff dan Singer (2002) menemukan adanya perbedaan psychological well-being, khususnya pada dimensi penguasaan lingkungan, pertumbuhan pribadi, tujuan hidup, dan otonomi pada kelompok usia yang terdiri dari tiga bagian: dewasa awal, dewasa madya/menengah, dan dewasa akhir. Selanjutnya, pada variabel jenis kelamin, kelompok wanita lebih tinggi pada dimensi hubungan positif dengan orang lain dan pertumbuhan pribadi daripada kelompok pria. Ryff (1996) menjelaskan bahwa jenis kelamin mempengaruhi tingkat psychological well-being seseorang. Hal tersebut 49 dikarenakan adanya stereotype gender yang telah tertanam di dalam diri anak lakilaki yang digambarkan sebagai sosok yang agresif dan mandiri, sementara itu perempuan digambarkan sebagai sosok yang pasif dan tergantung. Lalu, menurut Davis (dalam Rahayu, 2008), individu dengan tingkat penghasilan tinggi, status menikah, dan mempunyai dukungan sosial tinggi akan memiliki psychological well-being yang lebih tinggi. Dari kerangka berpikir di atas dapat diilustrasikan ke dalam bagan sebagai berikut : 50 Honesty-Humility Emotionality Kepribadian Extraversion (The HEXACO Model of Personality) Agreeableness Conscientiousnes s Openness to Experience Humor Production Social Uses of Humor Sense of Humor Attitudes Toward Humor and Humorous People Uses of Humor for Coping Usia Jenis Kelamin Demografis Penghasilan Intensitas Pekerjaan Gambar 2.4 Kerangka Berpikir Psychological Well-Being 51 2.5 Hipotesis Penelitian 2.5.1 Hipotesis mayor Ada pengaruh kepribadian the HEXACO model of personality dan sense of humor terhadap psychological well-being jurnalis. 2.5.2 Hipotesis minor H1 : Ada pengaruh variabel honesty-humility terhadap psychological wellbeing jurnalis. H2 : Ada pengaruh variabel emotionality terhadap psychological well-being jurnalis. H3 : Ada pengaruh variabel extraversion terhadap psychological well-being jurnalis. H4 : Ada pengaruh variabel agreeableness terhadap psychological well-being jurnalis. H5 : Ada pengaruh variabel conscientiousness terhadap psychological wellbeing jurnalis. H6 : Ada pengaruh variabel openness to experience terhadap psychological well-being jurnalis. H7 : Ada pengaruh variabel humor production terhadap psychological wellbeing jurnalis. H8 : Ada pengaruh variabel social uses of humor terhadap psychological wellbeing jurnalis. H9 : Ada pengaruh variabel attitudes toward humor and humorous people terhadap psychological well-being jurnalis. 52 H10 : Ada pengaruh variabel uses of humor for coping terhadap psychological well-being jurnalis. H11 : Ada pengaruh variabel demografis usia terhadap psychological wellbeing jurnalis. H12 : Ada pengaruh variabel demografis jenis kelamin terhadap psychological well-being jurnalis. H13 : Ada pengaruh variabel demografis penghasilan terhadap psychological well-being jurnalis. H14 : Ada pengaruh variabel demografis intensitas pekerjaan terhadap psychological well-being jurnalis. 53 BAB III METODE PENELITIAN Pada bab ini menjelaskan tentang metode penelitian yang terdiri dari populasi dan sampel serta teknik sampling yang digunakan, variabel penelitian, instrument pengumpulan data, uji validitas konstruk serta hasilnya, teknik analisis data, dan prosedur penelitian. 3.1 Populasi, Sampel, dan Teknik Pengambilan Sampel Populasi dalam penelitian ini adalah seorang individu yang bekerja sebagai jurnalis di wilayah DKI Jakarta. Selanjutnya dalam penelitian ini, peneliti mengambil sampel sebanyak 150 orang. Sedangkan untuk pengambilan sampel menggunakan teknik yang bersifat non probability sampling dimana tidak memberi peluang/kesempatan sama bagi setiap unsur atau anggota populasi untuk dipilih menjadi sampel (Sugiyono, 2010). Peneliti menggunakan teknik non probability sampling, yaitu accidental sampling dimana teknik penentuan sampel berdasarkan kebetulan, yaitu siapa saja yang secara kebetulan/insidental bertemu dengan peneliti dapat digunakan sebagai sampel, bila dipandang orang yang kebetulan ditemui itu cocok sebagai sumber data (Sugiyono, 2010). Alasan peneliti menggunakan teknik tersebut adalah karena tidak memiliki data populasi yang memadai. Selain itu, keterbatasan waktu dan biaya juga menjadi alasan bagi peneliti dalam menggunakan teknik tersebut. 53 54 3.2 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel 3.2.1 Variabel penelitian Adapun variabel-variabel dalam penelitian ini, diantaranya : 1. Dependent Variable (DV) : Psychological Well-Being 2. Independent Variable (IV) : Kepribadian the HEXACO model of personality (honesty-humility, emotionality, extraversion, agreeableness, conscientiousness, openness to experience), sense of humor (humor production, social uses of humor, attitudes toward humor and humorous people, uses of humor for coping), dan faktor demografis (usia, jenis kelamin, penghasilan, intensitas pekerjaan). 3.2.2 Definisi operasional variabel Adapun definisi operasional dari masing-masing variabel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Psychological Well-Being Psychological well-being adalah kondisi dimana seseorang dapat hidup dengan bahagia berdasarkan pengalaman hidupnya dan bagaimana mereka memandang pengalaman tersebut berdasarkan potensi yang mereka miliki, yang meliputi enam dimensi (Ryff, 1989), yaitu 1) Autonomy (otonomi), 2) Environmental mastery (penguasaan lingkungan), 3) Personal growth (pertumbuhan pribadi), 4) Positive relations with others (hubungan positif dengan orang lain), 5) Purpose in life (tujuan hidup, dan 6) Selfacceptance (penerimaan diri). Skala psychological well-being 55 menggunakan alat ukur Ryff’s Psychological Well-Being Scales (1995) yang diperoleh dari keenam dimensi psychological well-being tersebut. 2. Kepribadian The HEXACO Model of Personality Kepribadian adalah keseluruhan cara seorang individu bereaksi dan berinteraksi dengan individu lain. The HEXACO Model of Personality yaitu tipe kepribadian yang dikembangkan oleh Lee & Ashton (2007) dari beberapa studi leksikal. The HEXACO Model of Personality terdiri dari enam dimensi, yaitu 1) Honesty-Humility, 2) Emotionality, 3) Extraversion, 4) Agreeableness, 5) Conscientiousness, dan 6) Openness to Experience. Skala The HEXACO Model of Personality menggunakan alat ukur HEXACO Personality Inventory-Revised (HEXACO-PI-R), yaitu operasionalisasi kuesioner dari model kepribadian keenam dimensi HEXACO Lee dan Ashton tersebut. 3. Sense of Humor Sense of humor adalah cara individu memandang dan berinteraksi dengan dunia melalui filter berupa hiburan, tawa, dan keceriaan yang meliputi empat aspek, yaitu 1) Humor Production, 2) Social Uses of Humor, 3) Attitudes Toward Humor and Humorous People, dan 4) Uses of Humor for Coping. Skala sense of humor menggunakan alat ukur Multidimensional Sense of Humor Scale (MSHS) yang dikembangkan oleh Thorson, Powell, Schuller, dan Hampes (1997). MSHS terdiri atas 24 item pernyataan dari keempat dimensi sense of humor tersebut. 56 3.3 Instrument Pengumpulan Data Penelitian ini menggunakan instrument berupa skala dan kuesioner, terdiri dari : 1. Kuesioner berupa biodata subjek penelitian yang berisi pertanyaan mengenai data pribadi responden, seperti nama atau inisial, jenis kelamin, usia, jabatan, lama bekerja, penghasilan, dan intensitas pekerjaan. 2. Skala psychological well-being menggunakan Ryff’s Psychological WellBeing Scales (1995) yang disusun berdasarkan dimensi psychological well-being, yaitu dimensi penerimaan diri (self-acceptance), hubungan positif dengan orang lain (positive relations with others), otonomi (autonomy), penguasaan lingkungan (environmental mastery), tujuan hidup (purpose in life), dan pertumbuhan pribadi (personal growth) (dalam Indra, 2013) : No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. Tabel 3.3.1 Blue Print Skala Psychological Well-Being Dimensi Indikator F UF Jumlah Independen dan mampu 2, 3 1 3 Otonomi melawan tekanan sosial Mampu mengendalikan dan 4, 6 5 3 Penguasaan bertindak dalam lingkungan Lingkungan Keinginan untuk terus 7, 8 9 3 Pertumbuhan berkembang dan Pribadi memperbaiki diri Kepuasan dan kepercayaan 11 10, 3 Hubungan Positif 12 dengan Orang Lain dalam berhubungan dengan orang lain Keyakinan untuk hidup yang 14, 13 3 Tujuan Hidup lebih berarti 15 Sikap positif tentang diri 16, 18 3 Penerimaan Diri sendiri 17 Jumlah Item 11 7 18 Skala psychological well-being menggunakan pilihan jawaban: Sangat Sesuai (SS), Sesuai (S), Tidak Sesuai (TS), Sangat Tidak Sesuai (STS). 57 3. Skala the HEXACO model of personality menggunakan alat ukur HEXACO Personality Inventory-Revised (HEXACO-PI-R), yaitu operasionalisasi kuesioner dari model kepribadian enam dimensi HEXACO dari Lee & Ashton (2007). Skala ini peneliti adaptasi dari situs resmi Kibeom Lee, Ph.D., & Michael C. Ashton, Ph.D (http://hexaco.org). Skala menggunakan 60 item berdasarkan enam dimensi, yaitu honestyhumility (H), emotionality (E), extraversion (X), agreeableness (A), conscientiousness (C), dan openness to experience (O). No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. Tabel 3.3.2 Blue Print Skala The HEXACO Model of Personality Aspek Indikator F UF Jumlah Sincerity 6, 54 30 3 HonestyFairness 36 12, 60 3 Humility Greed-Avoidance 18 42 2 Modesty 24, 48 2 5, 29 53 3 Emotionality Fearfulness Anxiety 11 35 2 Dependence 17 41 2 Sentimentality 23, 47 59 3 4 28, 52 3 Extraversion Social Self-Esteem Social Boldness 34, 58 10 3 Sociability 16, 40 2 Liveliness 22 46 2 3, 27 2 Agreeableness Forgiveness Gentleness 33, 51 9 3 Flexibility 39 15, 57 3 Patience 45 21 2 2 26 2 Conscientious- Organization Diligence 8 32 2 ness Perfectionism 38, 50 14 3 Prudence 20, 44, 56 3 25 1 2 Openness to Aesthetic Appreciation Inquisitiveness 7 31 2 Experience Creativity 13, 37 49 3 Unconventionality 43 19, 55 3 Jumlah Item 31 29 60 58 Skala the HEXACO model of personality menggunakan pilihan jawaban: Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Tidak Setuju (TS), Sangat Tidak Setuju (STS). Peneliti tidak menggunakan lima pilihan jawaban dalam skala ini karena menghindari pilihan jawaban Ragu-Ragu (R). 4. Skala sense of humor menggunakan Multidimensional Sense of Humor Scale atau yang sering disingkat MSHS yang dikembangkan oleh Thorson, Powell, Schuller, & Hampes (1997). MSHS terdiri dari 24 item pernyataan dan empat dimensi humor (dalam Setianikusumah, 2013), yaitu : 1. Humor production (produksi humor) - kreasi dan tampilan humor 2. Social uses of humor (penggunaan humor untuk tujuan sosial) 3. Attitudes toward humor and humorous people (sikap-sikap terhadap humor dan orang-orang yang humoris) 4. Uses of humor for coping (penggunaan humor sebagai mekanisme coping) No. 1. 2. 3. 4. Tabel 3.3.3 Blue Print Skala Sense of Humor Dimensi Indikator F UF Bagaimana seseorang 1, 2, Humor dapat menghasilkan, 3, 4, Production memproduksi atau 5, 6, melontarkan humor. 7, 19 Penggunaan humor dalam 21, 22 Uses of humor menghadapi masalah atau 23, for Coping mengatasi situasi sulit. 24 Penggunaan humor untuk 8, 9, Social Uses of tujuan sosial. 10, Humor 11 14, 12, 13, Attitudes Toward Sikap-sikap individu terhadap humor dan orang17, 15, 16, Humor and orang yang humoris. 18 20 Humorous People Jumlah Item 18 6 Jumlah 8 4 4 8 24 59 Skala sense of humor menggunakan pilihan jawaban: Selalu (SL), Sering (SR), Kadang-Kadang (KD), Tidak Pernah (TP). Di dalam penelitian ini, peneliti menggunakan tiga skala berupa kuesioner. Kuesioner yang akan digunakan berupa skala model Likert, yang disusun dengan menggunakan empat pilihan jawaban. Peneliti membagi dua kategori item pernyataan yaitu favorable dan unfavorable serta menentukan bobot nilai. Untuk item favorable, skor subjek dimulai dari 4, 3, 2, 1. Sementara untuk item unfavorable, skor subjek dimulai dari 1, 2, 3, 4. Tabel 3.3.4 Skor Skala Model Likert Pilihan Jawaban Favorable Unfavorable (SS) (SL) 4 1 (S) (SR) 3 2 (TS) (KD) 2 3 (STS) (TP) 1 4 3.4 Uji Validitas Konstruk Sebelum melakukan analisis data, penulis melakukan pengujian terhadap validitas konstruk instrumen yang digunakan dalam penelitian, yaitu psychological wellbeing, kepribadian the HEXACO model of personality, dan sense of humor. Untuk menguji validitas alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini, penulis menggunakan Confimatory Factor Analysis (CFA). Item dikatakan valid apabila hasil Chi-Square tidak signifikan p > 0.05, maka hipotesis nihil tersebut diterima. Artinya, teori unidimensionalitas tersebut dapat diterima bahwa item hanya mengukur satu faktor saja. Lalu, apabila item memiliki t-value lebih dari 1.96 (t > 1.96) dan positif. Jika t > 1.96 maka item tersebut signifikan dan jika t < 1.96 maka item tersebut tidak signifikan. Syarat lainnya adalah dengan melihat 60 koefisien muatan faktor dari item. Jika item tersebut sudah diskoring dengan favorable (pada skala Likert), maka nilai koefisien muatan faktor item bernilai negatif dan item tersebut akan dieliminasi begitupun sebaliknya. Adapun pengujian analisis CFA seperti ini dilakukan dengan menggunakan software LISREL 8.70. 3.4.1 Uji validitas skala psychological well-being Pada skala psychological well-being, penulis menguji apakah 18 item tersebut bersifat unidimensional mengukur satu faktor atau tidak. Hasil awal analisis CFA yang dilakukan pada 18 item, didapatkan model satu faktor tidak fit dengan, ChiSquare = 668.73, df = 135, P-value = 0.00000, RMSEA = 0.163. Setelah dilakukan modifikasi pada model ini, dimana kesalahan pengukuran pada beberapa item dibebaskan berkorelasi satu sama lain, maka diperoleh model fit dengan Chi – Square = 100.44, df = 82, P-value = 0.08147, RMSEA = 0.039. Nilai Chi-Square menghasilkan P-value > 0.05 (tidak signifikan), yang artinya model dengan satu faktor saja (unidimensional) dapat diterima, bahwa seluruh item mengukur satu faktor saja yaitu psychological well-being. Langkah selanjutnya adalah dengan melihat nilai t bagi setiap koefisien muatan faktor, seperti pada tabel 3.4.1 berikut ini : 61 Tabel 3.4.1 Muatan Faktor Psychological Well-Being No. Item Koefisien Standar Error Nilai t Signifikan 1 -0.10 0.10 -1.07 × 2 0.47 0.09 5.19 √ 3 0.00 0.09 0.03 × 4 0.79 0.08 10.24 √ 5 0.05 0.09 0.55 × 6 0.75 0.08 9.30 √ 7 0.69 0.08 8.27 √ 8 0.68 0.08 8.41 √ 9 0.13 0.10 1.31 × 10 0.03 0.09 0.35 × 11 0.46 0.09 5.29 √ 12 0.30 0.10 3.03 √ 13 0.37 0.09 4.22 √ 14 0.59 0.08 7.09 √ 15 0.21 0.09 2.35 √ 16 0.71 0.08 8.66 √ 17 0.36 0.10 3.76 √ 18 0.08 0.09 0.92 × Keterangan : √ = signifikan (t > 1.96), × = tidak signifikan (t < 1.96) Pada tabel 3.4.1 hanya terdapat satu item, yaitu item 1 yang memiliki koefisien negatif dan nilai t < 1.96 dan juga item yang memiliki koefisien positif namun nilai t < 1.96, item tersebut diantaranya item 3, 5, 9, 10, dan 18. Selanjutnya item tersebut di drop out, artinya item-item tersebut tidak diterima dan tidak akan ikut serta dianalisis. Jadi, dapat disimpulkan bahwa dari keseluruhan item dalam skala psychological well-being yang berjumlah 18 item terdapat 6 item yang tidak diikutsertakan dalam analisis uji hipotesis. 3.4.2 Uji validitas skala the HEXACO model of personality 3.4.2.1 Honesty-humility Dari hasil awal analisis CFA dilakukan pada 10 item, didapatkan model satu faktor tidak fit, dengan Chi-Square = 172.92, df = 35, P-value = 0.00000, RMSEA 62 = 0.163, setelah dilakukan modifikasi pada model ini, dimana kesalahan pengukuran pada beberapa item dibebaskan berkorelasi satu sama lain, maka diperoleh model fit dengan Chi-Square = 32.15, df = 25, P-value = 0.15373, RMSEA = 0.044. Nilai Chi-Square menghasilkan P-value > 0.05 (tidak signifikan), yang artinya model dengan satu faktor (unidimensional) dapat diterima, bahwa seluruh item mengukur satu faktor saja yaitu honesty-humility. Langkah selanjutnya adalah dengan melihat nilai t bagi setiap koefisien muatan faktor, seperti pada tabel 3.4.2.1 berikut ini : Tabel 3.4.2.1 Muatan Faktor Honesty - Humility No. Item Koefisien Standar Error Nilai t Signifikan 6 0.30 0.09 3.27 √ 30 0.69 0.08 8.13 √ 54 0.35 0.09 3.90 √ 12 0.72 0.08 8.45 √ 36 0.29 0.09 3.13 √ 60 0.65 0.09 7.50 √ 18 0.14 0.10 1.46 × 42 0.42 0.10 4.43 √ 24 0.47 0.09 5.12 √ 48 0.66 0.08 7.80 √ Keterangan : √ = signifikan (t > 1.96), × = tidak signifikan (t < 1.96) Pada tabel 3.4.2.1 semua item memiliki koefisien positif namun ada satu item yang nilai t < 1.96, yaitu item 18, sehingga item tersebut di drop out, artinya item tersebut tidak diterima dan tidak akan ikut serta dianalisis. Selanjutnya, itemitem yang memiliki koefisien positif dan nilai t > 1.96 pada dimensi ini diterima dan akan ikut serta dianalisis. 3.4.2.2 Emotionality Dari hasil awal analisis CFA dilakukan pada 10 item, didapatkan model satu faktor tidak fit, dengan Chi-Square = 150.65, df = 35, P-value = 0.00000, RMSEA 63 = 0.149, setelah dilakukan modifikasi pada model ini, dimana kesalahan pengukuran pada beberapa item dibebaskan berkorelasi satu sama lain, maka diperoleh model fit dengan Chi-Square = 31.94, df = 27, P-value = 0.23418, RMSEA = 0.035. Nilai Chi-Square menghasilkan P-value > 0.05 (tidak signifikan), yang artinya model dengan satu faktor (unidimensional) dapat diterima, bahwa seluruh item mengukur satu faktor saja yaitu emotionality. Langkah selanjutnya adalah dengan melihat nilai t bagi setiap koefisien muatan faktor, seperti pada tabel 3.4.2.2 berikut ini : Tabel 3.4.2.2 Muatan Faktor Emotionality No. Item Koefisien Standar Error Nilai t Signifikan 5 0.34 0.10 3.33 √ 29 0.59 0.10 5.85 √ 53 0.36 0.09 3.93 √ 11 -0.06 0.09 -0.66 × 35 -0.31 0.10 -3.04 √ 17 0.45 0.09 5.05 √ 41 0.53 0.09 5.95 √ 23 0.28 0.09 3.07 √ 47 0.51 0.11 4.68 √ 59 -0.21 0.09 -2.25 √ Keterangan : √ = signifikan (t > 1.96), × = tidak signifikan (t < 1.96) Pada tabel 3.4.2.2 terdapat satu item, yaitu item 11 yang memiliki koefisien negatif dan nilai t < 1.96, sehingga item tersebut di drop out, artinya item tersebut tidak diterima dan tidak akan ikut serta dianalisis. Lalu, untuk semua item yang memiliki koefisien positif maupun koefisien negatif (merupakan item unfavorable) dan memiliki nilai t > 1.96 tetap diterima dan akan ikut serta dianalisis. 64 3.4.2.3 Extraversion Dari hasil awal analisis CFA dilakukan pada 10 item, didapatkan model satu faktor tidak fit, dengan Chi-Square = 184.22, df = 35, P-value = 0.00000, RMSEA = 0.169, setelah dilakukan modifikasi pada model ini, dimana kesalahan pengukuran pada beberapa item dibebaskan berkorelasi satu sama lain, maka diperoleh model fit dengan Chi-Square = 27.07, df = 22, P-value = 0.20842, RMSEA = 0.039. Nilai Chi-Square menghasilkan P-value > 0.05 (tidak signifikan), yang artinya model dengan satu faktor (unidimensional) dapat diterima, bahwa seluruh item mengukur satu faktor saja yaitu extraversion. Langkah selanjutnya adalah dengan melihat nilai t bagi setiap koefisien muatan faktor, seperti pada tabel 3.4.2.3 berikut ini : Tabel 3.4.2.3 Muatan Faktor Extraversion No. Item Koefisien Standar Error Nilai t Signifikan 4 0.25 0.08 3.04 √ 28 0.29 0.11 2.55 √ 52 0.26 0.10 2.58 √ 10 0.40 0.08 4.94 √ 34 0.13 0.08 1.59 × 58 0.27 0.09 3.06 √ 16 0.50 0.08 5.85 √ 40 0.68 0.09 7.77 √ 22 0.71 0.08 8.65 √ 46 0.62 0.09 7.04 √ Keterangan : √ = signifikan (t > 1.96), × = tidak signifikan (t < 1.96) Pada tabel 3.4.2.3 semua item memiliki koefisien positif namun ada satu item yang nilai t < 1,96, yaitu item 34. Selanjutnya, item tersebut di drop out, artinya item tersebut tidak diterima dan tidak akan ikut serta dianalisis. 65 3.4.2.4 Agreeableness Dari hasil awal analisis CFA dilakukan pada 10 item, didapatkan model satu faktor tidak fit, dengan Chi-Square = 165.51, df = 35, P-value = 0.00000, RMSEA = 0.158, setelah dilakukan modifikasi pada model ini, dimana kesalahan pengukuran pada beberapa item dibebaskan berkorelasi satu sama lain, maka diperoleh model fit dengan Chi-Square = 24.95, df = 20, P-value = 0.20330, RMSEA = 0.041. Nilai Chi-Square menghasilkan P-value > 0.05 (tidak signifikan), yang artinya model dengan satu faktor (unidimensional) dapat diterima, bahwa seluruh item mengukur satu faktor saja yaitu agreeableness. Langkah selanjutnya adalah dengan melihat nilai t bagi setiap koefisien muatan faktor, seperti pada tabel 3.4.2.4 berikut ini : Tabel 3.4.2.4 Muatan Faktor Agreeableness No. Item Koefisien Standar Error Nilai t Signifikan 3 0.50 0.09 5.54 √ 27 0.39 0.09 4.23 √ 9 0.31 0.09 3.48 √ 33 0.30 0.10 3.14 √ 51 0.64 0.09 6.80 √ 15 0.29 0.09 3.15 √ 39 0.60 0.10 5.97 √ 57 0.30 0.09 3.42 √ 21 0.48 0.13 3.55 √ 45 0.60 0.11 5.41 √ Keterangan : √ = signifikan (t > 1.96), × = tidak signifikan (t < 1.96) Pada tabel 3.4.2.4 semua item memiliki koefisien positif dan nilai t > 1.96, artinya semua item pada dimensi ini diterima dan akan ikut serta dianalisis. 3.4.2.5 Conscientiousness Dari hasil awal analisis CFA dilakukan pada 10 item, didapatkan model satu faktor tidak fit, dengan Chi-Square = 219.75, df = 35, P-value = 0.00000, RMSEA 66 = 0.188, setelah dilakukan modifikasi pada model ini, dimana kesalahan pengukuran pada beberapa item dibebaskan berkorelasi satu sama lain, maka diperoleh model fit dengan Chi-Square = 12.37, df = 14, P-value = 0.57633, RMSEA = 0.000. Nilai Chi-Square menghasilkan P-value > 0.05 (tidak signifikan), yang artinya model dengan satu faktor (unidimensional) dapat diterima, bahwa seluruh item mengukur satu faktor saja yaitu conscientiousness. Langkah selanjutnya adalah dengan melihat nilai t bagi setiap koefisien muatan faktor, seperti pada tabel 3.4.2.5 berikut ini : Tabel 3.4.2.5 Muatan Faktor Conscientiousness No. Item Koefisien Standar Error Nilai t Signifikan 2 0.48 0.13 3.71 √ 26 -0.22 0.09 -2.38 √ 8 0.42 0.09 4.71 √ 32 0.54 0.09 6.17 √ 14 0.55 0.10 5.71 √ 38 0.39 0.10 3.87 √ 50 -0.10 0.11 -0.99 × 20 0.65 0.10 6.52 √ 44 0.49 0.10 5.07 √ 56 0.49 0.12 3.98 √ Keterangan : √ = signifikan (t > 1.96), × = tidak signifikan (t < 1.96) Pada tabel 3.4.2.5 terdapat satu item, yaitu item 50 yang memiliki koefisien negatif dan nilai t < 1.96, sehingga item tersebut di drop out, artinya item tersebut tidak diterima dan tidak akan ikut serta dianalisis. Lalu untuk semua item yang memiliki koefisien positif maupun koefisien negatif (merupakan item unfavorable) dan memiliki nilai t > 1.96 tetap diterima dan akan ikut serta dianalisis. 67 3.4.2.6 Openness to experience Dari hasil awal analisis CFA dilakukan pada 10 item, didapatkan model satu faktor tidak fit, dengan Chi-Square = 161.35, df = 35, P-value = 0.00000, RMSEA = 0.156, setelah dilakukan modifikasi pada model ini, dimana kesalahan pengukuran pada beberapa item dibebaskan berkorelasi satu sama lain, maka diperoleh model fit dengan Chi-Square = 26.98, df = 24, P-value = 0.30519, RMSEA = 0.029. Nilai Chi-Square menghasilkan P-value > 0.05 (tidak signifikan), yang artinya model dengan satu faktor (unidimensional) dapat diterima, bahwa seluruh item mengukur satu faktor saja yaitu openness to experience. Langkah selanjutnya adalah dengan melihat nilai t bagi setiap koefisien muatan faktor, seperti pada tabel 3.4.2.6 berikut ini : Tabel 3.4.2.6 Muatan Faktor Openness to Experience No. Item Koefisien Standar Error Nilai t Signifikan 1 0.45 0.09 5.21 √ 25 0.62 0.08 7.36 √ 7 0.59 0.08 7.02 √ 31 0.23 0.10 2.34 √ 13 0.77 0.08 9.34 √ 37 0.35 0.09 3.79 √ 49 0.14 0.09 1.58 × 19 0.20 0.09 2.17 √ 43 0.29 0.10 3.05 √ 55 0.34 0.09 3.93 √ Keterangan : √ = signifikan (t > 1.96), × = tidak signifikan (t < 1.96) Pada tabel 3.4.2.6 semua item memiliki koefisien positif namun ada satu item yang nilai t < 1.96, yaitu item 49. Selanjutnya item tersebut di drop out, artinya item tersebut tidak diterima dan tidak akan ikut serta dianalisis. 68 Jadi, dapat disimpulkan bahwa dari keseluruhan item dalam skala the HEXACO model of personality yang berjumlah 60 item terdapat 5 item yang tidak diikutsertakan dalam analisis uji hipotesis. 3.4.3 Uji validitas skala sense of humor 3.4.3.1 Humor production Dari hasil awal analisis CFA dilakukan pada 8 item, didapatkan model satu faktor tidak fit, dengan Chi-Square = 152.22, df = 20, P-value = 0.00000, RMSEA = 0.211, setelah dilakukan modifikasi pada model ini, dimana kesalahan pengukuran pada beberapa item dibebaskan berkorelasi satu sama lain, maka diperoleh model fit dengan Chi-Square = 13.53, df = 12, P-value = 0.33192, RMSEA = 0.029. Nilai Chi-Square menghasilkan P-value > 0.05 (tidak signifikan), yang artinya model dengan satu faktor (unidimensional) dapat diterima, bahwa seluruh item mengukur satu faktor saja yaitu humor production. Langkah selanjutnya adalah dengan melihat nilai t bagi setiap koefisien muatan faktor, seperti pada tabel 3.4.3.1 berikut ini : Tabel 3.4.3.1 Muatan Faktor Humor Production No. Item Koefisien Standar Error Nilai t Signifikan 1 0.62 0.08 8.21 √ 2 0.82 0.07 11.96 √ 3 0.92 0.06 14.30 √ 4 0.88 0.07 13.30 √ 5 0.73 0.07 9.70 √ 6 0.71 0.07 9.71 √ 7 0.81 0.07 11.73 √ 19 0.63 0.08 8.06 √ Keterangan : √ = signifikan (t > 1.96), × = tidak signifikan (t < 1.96) Pada tabel 3.4.3.1 semua item memiliki koefisien positif dan nilai t > 1.96, artinya semua item pada dimensi ini diterima dan akan ikut serta dianalisis. 69 3.4.3.2 Social uses of humor Dari hasil awal analisis CFA yang dilakukan pada 4 item, didapatkan model satu faktor tidak fit dengan, Chi-Square = 3.01, df = 2, P-value = 0.22188, RMSEA = 0.058. Setelah dilakukan modifikasi pada model ini, dimana kesalahan pengukuran pada beberapa item dibebaskan berkorelasi satu sama lain, maka diperoleh model fit dengan Chi-Square = 0.00, df = 0, P-value = 1.00000, RMSEA = 0.000. Nilai Chi-Square menghasilkan P-value > 0.05 (tidak signifikan), yang artinya model dengan satu faktor saja (unidimensional) dapat diterima, bahwa seluruh item mengukur satu faktor saja yaitu social uses of humor. Langkah selanjutnya adalah dengan melihat nilai t bagi setiap koefisien muatan faktor, seperti pada tabel 3.4.3.2 berikut ini : Tabel 3.4.3.2 Muatan Faktor Social Uses of Humor No. Item Koefisien Standar Error Nilai t Signifikan 8 0.50 0.08 6.05 √ 9 0.84 0.07 12.32 √ 10 0.93 0.07 14.25 √ 11 0.86 0.07 12.63 √ Keterangan : √ = signifikan (t > 1.96), × = tidak signifikan (t < 1.96) Pada tabel 3.4.3.2 semua item memiliki koefisien positif dan nilai t > 1.96, artinya semua item pada dimensi ini diterima dan akan ikut serta dianalisis. 3.4.3.3 Attitudes toward humor and humorous people Dari hasil awal analisis CFA yang dilakukan pada 8 item, didapatkan model satu faktor tidak fit dengan, Chi-Square = 82.41, df = 20, P-value = 0.00000, RMSEA = 0.145. Setelah dilakukan modifikasi pada model ini, dimana kesalahan pengukuran pada beberapa item dibebaskan berkorelasi satu sama lain, maka diperoleh model fit dengan Chi-Square = 16.30, df = 15, P-value = 0.36231, 70 RMSEA = 0.024. Nilai Chi-Square menghasilkan P-value > 0.05 (tidak signifikan), yang artinya model dengan satu faktor saja (unidimensional) dapat diterima, bahwa seluruh item mengukur satu faktor saja yaitu attitudes toward humor and humorous people. Langkah selanjutnya adalah dengan melihat nilai t bagi setiap koefisien muatan faktor, seperti pada tabel 3.4.3.3 berikut ini: Tabel 3.4.3.3 Muatan Faktor Attitudes Toward Humor and Humorous People No. Item Koefisien Standar Error Nilai t Signifikan 12 0.00 0.08 0.05 × 13 -0.50 0.08 -6.67 √ 14 -0.52 0.07 -6.99 × 15 -0.52 0.07 -7.00 √ 16 -0.61 0.07 -8.31 √ 17 -1.05 0.06 -17.37 × 18 -0.71 0.07 -9.83 × 20 -0.20 0.08 -2.62 √ Keterangan : √ = signifikan (t > 1.96), × = tidak signifikan (t < 1.96) Pada tabel 3.4.3.3 hanya terdapat satu item, yaitu item 12 yang memiliki koefisien positif namun nilai t < 1.96 dan juga item yang memiliki koefisien negatif serta t < 1.96, item tersebut diantaranya item 14, 17, dan 18. Selanjutnya item tersebut di drop out, artinya item-item tersebut tidak diterima dan tidak akan ikut serta dianalisis. Lalu untuk item yang memiliki koefisien negatif lainnya dan memiliki nilai t > 1.96 tetap diterima dan akan ikut serta dianalisis karena merupakan item unfavorable, yaitu item 13, 15, 16, dan 20. 3.4.3.4 Uses of humor for coping Dari hasil awal analisis CFA yang dilakukan pada 4 item, didapatkan model satu faktor tidak fit dengan, Chi-Square = 1.64, df = 2, P-value = 0.44035, RMSEA = 0.000. Setelah dilakukan modifikasi pada model ini, dimana kesalahan pengukuran pada beberapa item dibebaskan berkorelasi satu sama lain, maka 71 diperoleh model fit dengan Chi-Square = 0.00, df = 0, P-value = 1.00000, RMSEA = 0.000. Nilai Chi-Square menghasilkan P-value > 0.05 (tidak signifikan), yang artinya model dengan satu faktor saja (unidimensional) dapat diterima, bahwa seluruh item mengukur satu faktor saja yaitu uses of humor for coping. Langkah selanjutnya adalah dengan melihat nilai t bagi setiap koefisien muatan faktor, seperti pada table 3.4.3.4 berikut ini : Tabel 3.4.3.4 Muatan Faktor Uses of Humor for Coping No. Item Koefisien Standar Error Nilai t Signifikan 21 0.88 0.09 10.13 √ 22 -0.51 0.08 -6.17 √ 23 0.87 0.08 10.67 √ 24 0.86 0.08 10.51 √ Keterangan : √ = signifikan (t > 1.96), × = tidak signifikan (t < 1.96) Pada tabel 3.4.3.4 terdapat tiga item memiliki koefisien positif dan nilai t > 1.96, yaitu item 21, 23, dan 24. Lalu, terdapat satu item, yaitu item 22 memiliki koefisien negatif namun nilai t > 1.96, item tersebut tetap diterima dan akan ikut serta dianalisis karena merupakan item unfavorable. Selanjutnya, semua item pada dimensi ini diterima dan akan ikut serta dianalisis. Jadi, dapat disimpulkan bahwa dari keseluruhan item dalam skala sense of humor yang berjumlah 24 item terdapat 4 item yang tidak diikutsertakan dalam analisis uji hipotesis. 3.5 Teknik Analisis Data Teknik analisis data yang digunakan untuk menguji hipotesis penelitian mengenai pengaruh kepribadian the HEXACO model of personality dan sense of humor terhadap psychological well-being jurnalis adalah analisis regresi berganda. 72 Analisis regresi berganda adalah sebuah pendekatan yang digunakan untuk mendefinisikan hubungan antara variabel dependen (Y) dengan satu atau beberapa variabel independen (X). Digunakan untuk meramalkan atau memprediksi nilai (Y) berdasarkan nilai (X) tertentu. Dengan analisis regresi akan diketahui variabel independen yang benar-benar signifikan mempengaruhi variabel dependen dan dengan variabel yang signifikan tadi dapat digunakan untuk memprediksi nilai variabel dependen. Perhitungan regresi pada penelitian ini menggunakan komputerisasi program SPSS versi 19.0. Persamaan regresi pada penelitian ini adalah : Y = a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + b4X4 + b5X5 + b6X6 + b7X7 + b8X8 + b9X9 + b10X10 + b11X11 + b12X12 + b13X13 + b14X14 + e Keterangan : Y : Nilai Y (Psychological Well-Being) a : Konstan (Intercept) b : Koefisien Regresi Untuk Masing-Masing X X1 : Honesty-Humility X2 : Emotionality X3 : Extraversion X4 : Agreeableness X5 : Conscientiousness X6 : Openness to Experience X7 : Humor Production X8 : Social Uses of Humor 73 X9 : Attitudes Toward Humor and Humorous People X10 : Uses of Humor for Coping X11 : Usia X12 : Jenis Kelamin X13 : Penghasilan X14 : Intensitas Pekerjaan e : Residu Untuk menilai apakah model regresi yang dihasilkan merupakan model yang paling sesuai (memiliki error terkecil) dibutuhkan beberapa pengujian dan analisis sebagai berikut : 1. R² (RSquare, Koefisien Determinasi Berganda) Melalui regresi berganda ini akan diperoleh nilai R², yaitu antara the HEXACO model extraversion, of personality agreeableness, (honesty-humility, conscientiousness, dan emotionality, openness to experience) dan sense of humor (humor production, social uses of humor, attitudes toward humor and humorous people, dan uses of humor for coping) serta usia, jenis kelamin, penghasilan dan intensitas pekerjaan terhadap psychological well-being. R² digunakan untuk mengetahui besarnya pengaruh independent variable (X) terhadap dependent variable (Y) atau merupakan perkiraan proporsi varians dari IV. Untuk mendapatkan R², akan dilakukan perhitungan dengan sistem komputerisasi menggunakan SPSS 19.0. 74 2. Uji F Untuk membuktikan signifikansi regresi Y pada X maka digunakan uji F. Berdasarkan hasil uji F, maka dapat dilihat pengaruh IV terhadap DV. Untuk membuktikan hal tersebut dilakukan uji F dengan sistem komputerisasi menggunakan SPSS 19.0. 3. Uji T Uji t digunakan untuk melihat signifikansi pengaruh yang diberikan independent variable (X) terhadap dependent variable (Y) secara sendirisendiri atau parsial. Uji t ini digunakan untuk menguji kontribusi yang diberikan sebuah independent variable terhadap dependent variable. Penghitungan skor faktor pada tiap variabel tidak menjumlahkan item-item seperti pada umumnya, tetapi dihitung dengan menggunakan maximum likelihood, skor ini disebut true score. Item-item yang dianalisis oleh maximum likelihood adalah item yang bermuatan positif dan signifikan. Adapun true score yang dihasilkan oleh maximum likelihood satuannya berbentuk Zscore. Untuk menghilangkan bilangan negatif dari Zscore, semua skor ditransformasi ke skala T yang semuanya positif dengan menetapkan harga mean = 50 dan standar deviasi = 10. Langkah selanjutnya adalah melakukan proses komputerisasi melalui formula Tscore = 50 + (10.z). Hasil uji t ini akan diperoleh dari hasil regresi yang akan dilakukan oleh penulis dengan menggunakan SPSS 19.0. 75 3.6 Prosedur Penelitian Prosedur penelitian ini meliputi tahap persiapan, tahap pelaksanaan dan tahap pengolahan data. Berikut penjelasannya : 1. Tahap Persiapan a. Merumuskan masalah yang akan diteliti. b. Menentukan variabel yang akan diteliti dan melakukan studi pustaka untuk mendapatkan landasan teori yang sesuai dengan variabel dalam penelitian. c. Menentukan subjek penelitian. d. Mempersiapkan alat pengumpulan data dengan menenetukan dan menyusun alat ukur atau instrument penelitian yang akan digunakan. Dalam penelitian ini terdapat tiga alat ukur yang digunakan yaitu skala psychological well-being, skala the HEXACO model of personality, dan skala sense of humor. 2. Tahap Pelaksanaan a. Memperbanyak instrument/kuisioner penelitian untuk dibagikan kepada 150 jurnalis yang bekerja di wilayah DKI Jakarta. b. Mengambil data dengan datang ke beberapa tempat liputan dimana para jurnalis sedang mencari suatu berita untuk menemui langsung responden dan memberikan secara langsung kuisioner. c. Mengambil data secara online menggunakan aplikasi goggle docs yang disebar melalui email dan facebook untuk para jurnalis yang tidak dapat ditemui secara langsung. 76 3. Tahap Pengolahan Data a. Melakukan skoring dengan membuat tabulasi terhadap hasil jawaban responden. b. Menganalisa jawaban responden dengan uji validitas terlebih dahulu, lalu dilanjutkan dengan analisis statistik multiple regression untuk menguji hipotesis. 4. Tahap Penulisan Laporan a. Membuat kesimpulan, diskusi dan saran penelitian. 77 BAB IV HASIL PENELITIAN Pada bab ini, akan penulis uraikan mengenai gambaran subjek penelitian, deskripsi data, analisis data dan hasilnya. 4.1 Karakteristik Responden Penelitian Dalam sub bab ini dibahas mengenai usia, jenis kelamin, penghasilan, dan intensitas pekerjaan responden. Responden dalam penelitian ini adalah para jurnalis yang bekerja di wilayah DKI Jakarta. Kemudian pada tabel 4.1 penulis memaparkan karakteristik responden berdasarkan usia, jenis kelamin, penghasilan, dan intensitas pekerjaan sebagai berikut : Tabel 4.1 Karakteristik Responden Penelitian N = 150 Karakteristik Responden n (%) 20 - 39 Tahun 139 (92.67) Usia 40 - 59 Tahun 11 (7.33) Laki-Laki 101 (67.33) Jenis Perempuan 49 (32.67) Kelamin 2 - 4 juta 75 (50) 5 - 7 juta 53 (35.33) Penghasilan > 7 juta 22 (14.67) 5 - 11 jam/hari 71 (47.33) Intensitas 12 - 18 jam/hari 62 (41.33) Pekerjaan 19 - 24 jam/hari 17 (11.33) Dari tabel 4.1, penulis membagi karakteristik usia responden berdasarkan teori dari Hurlock (1980) untuk melihat perbedaan antara usia dewasa awal dengan usia dewasa madya. Terlihat bahwa responden yang memiliki jumlah terbanyak adalah responden dengan rentang usia antara 20 - 39 tahun (dewasa 77 78 awal) dengan jumlah sebanyak 139 orang (92.67%). Sedangkan, responden dengan rentang usia antara 40 - 59 tahun (dewasa madya) memiliki jumlah paling sedikit, yaitu sebanyak 11 orang (7.33%). Dari hasil pengisian kuisioner, terlihat bahwa responden dalam penelitian ini umumnya berada pada rentang usia 20 - 39 tahun. Pekerjaan jurnalis lebih banyak digeluti oleh individu dengan usia dewasa awal karena menurut Hurlock (1980) secara biologis merupakan masa puncak pertumbuhan fisik yang prima dan usia tersehat dari populasi manusia secara keseluruhan (healthiest people in population). Sedangkan, pada masa dewasa madya/setengah baya (midle age), aspek fisik sudah mulai agak melemah, termasuk fungsi-fungsi alat indera, dan mengalami sakit dengan penyakit tertentu yang belum pernah dialami (reumatik, asam urat, dll.). Selanjutnya, berdasarkan jenis kelamin terlihat bahwa responden dalam penelitian ini mayoritas berjenis kelamin laki-laki dengan jumlah 101 orang (67.33%), sedangkan wanita sebanyak 49 orang (32.67%). Pekerjaan yang menyangkut dunia jurnalistik mayoritas dipegang oleh laki-laki karena profesi sebagai jurnalis dianggap penuh resiko, sebab menyangkut keselamatan diri yang menjadi taruhannya (Pratiwi, 2013). Selain itu, intensitas kerja yang tinggi membuat jurnalis bisa bekerja hampir 24 jam sehari, siang dan malam. Dunia jurnalistik adalah dunia yang penuh tantangan, sehingga diperlukan tekad dan mental yang kuat untuk menggelutinya. Selanjutnya, berdasarkan penghasilan responden terlihat bahwa responden penelitian memiliki beragam tingkat penghasilan. Penghasilan responden 79 terbanyak yakni berada pada rentang antara 2 - 4 juta sebesar 75 orang (50%), sedangkan penghasilan responden pada rentang 5 - 7 juta sebanyak 53 orang (35.33%) dan penghasilan responden > 7 juta memiliki jumlah paling sedikit, yaitu hanya sebanyak 22 orang (14.67%). Upah layak untuk jurnalis pemula di Jakarta pada 2014 sebesar Rp 5,7 juta per bulan (Rahadi, 2014). Artinya, rata-rata upah jurnalis di Jakarta saat ini masih di bawah standar upah layak. Hal tersebut sesuai dengan data dari AJI Jakarta yang menyebutkan bahwa sebagian besar media di Jakarta menggaji jurnalisnya di kisaran Rp 3 juta hingga Rp 4 juta per bulan. Bahkan ada media di Jakarta menggaji di bawah Upah Minimum Provinsi di Jakarta sebesar Rp 2,2 juta. Berdasarkan intensitas pekerjaan, terlihat bahwa responden dengan intensitas pekerjaan 5 - 11 jam/hari memiliki jumlah terbanyak, yakni sebanyak 71 orang (47.33%). Kemudian, sebanyak 62 orang responden (41.33%) memiliki intensitas pekerjaan 12 - 18 jam/hari, dan intensitas pekerjaan responden yang memiliki jumlah paling sedikit 19 - 24 jam/hari sebanyak 17 orang (11.33%). Artinya, intensitas pekerjaan jurnalis di DKI Jakarta masih banyak yang sesuai dengan jam kerja di perkantoran, walaupun ada juga yang intensitas kerjanya masih cukup tinggi. 4.2 Hasil Analisis Deskriptif Pada tabel 4.2 digambarkan hasil deskriptif statistik dari variabel dalam penelitian ini yang berisi nilai mean, standar deviasi (SD), nilai maksimum dan minimum dari masing-masing variabel. Nilai tersebut disajikan dalam tabel di bawah ini : 80 Tabel 4.2 Deskripsi Statistik Variabel Penelitian N Minimum Maximum Mean 150 21.71 71.83 50.0000 PWB 150 17.51 70.46 50.0000 HH 150 29.26 66.12 50.0000 EMO 150 12.73 75.35 50.0000 EX 150 15.34 72.12 50.0000 AG 150 27.61 73.42 50.0000 CO 150 29.13 70.47 50.0000 OE 150 34.57 78.18 50.0000 HP 150 30.50 76.06 50.0000 SUH 150 28.56 56.54 50.0000 ATH 150 27.89 67.08 50.0000 UHC Valid N (listwise) 150 SD 8.94052 8.63780 8.25905 8.01726 8.38161 8.06042 8.06842 9.54677 9.24299 7.46582 9.29633 Berdasarkan tabel 4.2 di atas, dapat diketahui jumlah subjek penelitian sebanyak 150 orang dengan nilai psychological well-being terendah 21.71 dan nilai tertinggi 71.83. Kepribadian honesty-humility dari the HEXACO model of personality memiliki nilai terendah 17.51 dan nilai tertinggi 70.46. Kepribadian emotionality dari the HEXACO model of personality memiliki nilai terendah 29.26 dan nilai tertinggi 66.12. Kepribadian extraversion dari the HEXACO model of personality memiliki nilai terendah 12.73 dan nilai tertinggi 75.35. Kepribadian agreeableness dari the HEXACO model of personality memiliki nilai terendah 15.34 dan nilai tertinggi 72.12. Kepribadian conscientiousness dari the HEXACO model of personality memiliki nilai terendah 27.61 dan nilai tertinggi 73.42. Kepribadian openness to experience dari the HEXACO model of personality memiliki nilai terendah 29.13 dan nilai tertinggi 70.47. Humor production dari sense of humor memiliki nilai terendah 34.57 dan nilai tertinggi 78.18. Social uses of humor dari sense of humor memiliki nilai terendah 30.50 dan nilai tertinggi 76.06. Attitudes toward humor and humorous people dari sense of humor memiliki nilai terendah 28.56 dan nilai tertinggi 56.54. 81 Uses of humor for coping dari sense of humor memiliki nilai terendah 27.89 dan nilai tertinggi 67.08. 4.3 Kategorisasi Hasil Penelitian Kategorisasi variabel bertujuan untuk menempatkan individu ke dalam kelompokkelompok yang terpisah secara berjenjang menurut suatu kontinum berdasarkan atribut yang diukur. Kontinum jenjang ini contohnya adalah dari rendah ke tinggi yang akan penulis gunakan dalam kategorisasi variabel penelitian. Untuk mendapatkan norma kategorisasi tersebut yaitu dengan menggunakan pedoman sebagai berikut : Tabel 4.3 Pedoman Interpretasi Skor Norma Rentang Interpretasi X ≥ Nilai Mean ≥ 50 Tinggi X < Nilai Mean < 50 Rendah 4.3.1 Kategorisasi psychological well-being Tabel 4.3.1 Kategorisasi Psychological Well-Being Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Rendah 81 54.0 54.0 54.0 Valid Tinggi 69 46.0 46.0 100.0 Total 150 100.0 100.0 Diperoleh hasil persentase variabel psychological well-being sebanyak 81 subjek (54%) pada kategori rendah dan 69 subjek (46%) pada kategori tinggi. Dengan demikian, dari hasil sebaran pada variabel psychological well-being paling banyak berada pada kategori rendah. Kemudian, tabel berikutnya menjelaskan sebaran variabel honestyhumility yang dikategorikan menjadi dua, yaitu tinggi dan rendah. 82 4.3.2 Kategorisasi honesty-humility Tabel 4.3.2 Kategorisasi Honesty-Humility Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Rendah 75 50.0 50.0 50.0 Valid Tinggi 75 50.0 50.0 100.0 Total 150 100.0 100.0 Diperoleh hasil persentase yang sama pada kategori rendah dan tinggi variabel honesty-humility sebanyak 75 subjek (50%) di masing-masing kategori. Kemudian, tabel berikutnya menjelaskan sebaran variabel emotionality yang dikategorikan menjadi dua, yaitu tinggi dan rendah. 4.3.3 Kategorisasi emotionality Tabel 4.3.3 Kategorisasi Emotionality Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Rendah 65 43.3 43.3 43.3 Valid Tinggi 85 56.7 56.7 100.0 Total 150 100.0 100.0 Diperoleh hasil persentase variabel emotionality sebanyak 65 subjek (43.3%) pada kategori rendah dan 85 subjek (56.7%) pada kategori tinggi. Dengan demikian, dari hasil sebaran pada variabel emotionality paling banyak berada pada kategori tinggi. Kemudian, tabel berikutnya menjelaskan sebaran variabel extraversion yang dikategorikan menjadi dua, yaitu tinggi dan rendah. 4.3.4 Kategorisasi extraversion Tabel 4.3.4 Kategorisasi Extraversion Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Rendah 69 46.0 46.0 46.0 Valid Tinggi 81 54.0 54.0 100.0 Total 150 100.0 100.0 83 Diperoleh hasil persentase variabel extraversion sebanyak 69 subjek (46%) pada kategori rendah dan 81 subjek (54%) pada kategori tinggi. Dengan demikian, dari hasil sebaran pada variabel extraversion paling banyak berada pada kategori tinggi. Kemudian, tabel berikutnya menjelaskan sebaran variabel agreeableness yang dikategorikan menjadi dua, yaitu tinggi dan rendah. 4.3.5 Kategorisasi agreeableness Tabel 4.3.5 Kategorisasi Agreeableness Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Rendah 67 44.7 44.7 44.7 Valid Tinggi 83 55.3 55.3 100.0 Total 150 100.0 100.0 Diperoleh hasil persentase variabel agreeableness sebanyak 67 subjek (44.7%) pada kategori rendah dan 83 subjek (55.3%) pada kategori tinggi. Dengan demikian, dari hasil sebaran pada variabel agreeableness paling banyak berada pada kategori tinggi. Kemudian, tabel berikutnya menjelaskan sebaran variabel conscientiousness yang dikategorikan menjadi dua, yaitu tinggi dan rendah. 4.3.6 Kategorisasi conscientiousness Tabel 4.3.6 Kategorisasi Conscientiousness Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Rendah 78 52.0 52.0 52.0 Valid Tinggi 72 48.0 48.0 100.0 Total 150 100.0 100.0 Diperoleh hasil persentase variabel conscientiousness sebanyak 78 subjek (52%) pada kategori rendah dan 72 subjek (48%) pada kategori tinggi. Dengan 84 demikian, dari hasil sebaran pada variabel conscientiousness paling banyak berada pada kategori rendah. Kemudian, tabel berikutnya menjelaskan sebaran variabel openness to experience yang dikategorikan menjadi dua, yaitu tinggi dan rendah. 4.3.7 Kategorisasi openness to experience Tabel 4.3.7 Kategorisasi Openness to Experience Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Rendah 89 59.3 59.3 59.3 Valid Tinggi 61 40.7 40.7 100.0 Total 150 100.0 100.0 Diperoleh hasil persentase variabel openness to experience sebanyak 89 subjek (59.3%) pada kategori rendah dan 61 subjek (40.7%) pada kategori tinggi. Dengan demikian, dari hasil sebaran pada variabel openness to experience paling banyak berada pada kategori rendah. Kemudian, tabel berikutnya menjelaskan sebaran variabel humor production yang dikategorikan menjadi dua, yaitu tinggi dan rendah. 4.3.8 Kategorisasi humor production Tabel 4.3.8 Kategorisasi Humor Production Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Rendah 87 58.0 58.0 58.0 Valid Tinggi 63 42.0 42.0 100.0 Total 150 100.0 100.0 Diperoleh hasil persentase variabel humor production sebanyak 87 subjek (58%) pada kategori rendah dan 63 subjek (42%) pada kategori tinggi. Dengan demikian, dari hasil sebaran pada variabel humor production paling banyak berada pada kategori rendah. 85 Kemudian, tabel berikutnya menjelaskan sebaran variabel social uses of humor yang dikategorikan menjadi dua, yaitu tinggi dan rendah. 4.3.9 Kategorisasi social uses of humor Tabel 4.3.9 Kategorisasi Social Uses of Humor Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Rendah 88 58.7 58.7 58.7 Valid Tinggi 62 41.3 41.3 100.0 Total 150 100.0 100.0 Diperoleh hasil persentase variabel social uses of humor sebanyak 88 subjek (58.7%) pada kategori rendah dan 62 subjek (41.3%) pada kategori tinggi. Dengan demikian, dari hasil sebaran pada variabel social uses of humor paling banyak berada pada kategori rendah. Kemudian, tabel berikutnya menjelaskan sebaran variabel attitudes toward humor and humorous people yang dikategorikan menjadi dua, yaitu tinggi dan rendah. 4.3.10 Kategorisasi attitudes toward humor and humorous people Tabel 4.3.10 Kategorisasi Attitudes Toward Humor and Humorous People Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Rendah 55 36.7 36.7 36.7 Valid Tinggi 95 63.3 63.3 100.0 Total 150 100.0 100.0 Diperoleh hasil persentase variabel attitudes toward humor and humorous people sebanyak 55 subjek (36.7%) pada kategori rendah dan 95 subjek (63.3%) pada kategori tinggi. Dengan demikian, dari hasil sebaran pada variabel attitudes toward humor and humorous people paling banyak berada pada kategori tinggi. 86 Kemudian, tabel berikutnya menjelaskan sebaran variabel uses humor for coping yang dikategorikan menjadi dua, yaitu tinggi dan rendah. 4.3.11 Kategorisasi uses of humor for coping Tabel 4.3.11 Kategorisasi Uses of Humor for Coping Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent Rendah 70 46.7 46.7 46.7 Valid Tinggi 80 53.3 53.3 100.0 Total 150 100.0 100.0 Diperoleh hasil persentase variabel uses of humor for coping sebanyak 70 subjek (46.7%) pada kategori rendah dan 80 subjek (53.3%) pada kategori tinggi. Dengan demikian, dari hasil sebaran pada variabel uses of humor for coping paling banyak berada pada kategori tinggi. 4.4 Uji Hipotesis Penelitian 4.4.1 Uji regresi berganda Pada tahapan ini penulis menguji hipotesis penelitian dengan teknik analisis regresi berganda yang penghitungannya dibantu oleh software SPSS 19.0. Seperti yang sudah disebutkan pada BAB III, dalam regresi ada tiga hal yang dilihat yaitu, melihat besaran Rsquare untuk mengetahui berapa persen (%) varians pada DV yang dijelaskan oleh IV, kedua apakah IV berpengaruh signifikan terhadap DV, kemudian terakhir melihat signifikan atau tidaknya koefisien regresi dari masing-masing IV. Langkah pertama penulis menganalisis besaran Rsquare untuk mengetahui berapa persen (%) varians pada DV yang dijelaskan oleh IV. Untuk tabel Rsquare, dapat dilihat sebagai berikut : 87 Tabel 4.4.1.1 Rsquare Model R RSquare Adjusted RSquare Std. Error of the Estimate a 1 .585 .343 .263 7.67310 a. Predictors: (Constant), Usia, HH, IP1, AG, EMO, P2, Gender, SUH, ATH, CO, EX, UHC, OE, HP, P1, IP2 Dari tabel 4.4.1.1 dapat dilihat bahwa perolehan Rsquare sebesar .343. Artinya proporsi varians dari psychological well-being yang dijelaskan oleh semua variabel independen adalah sebesar 34.3%, sedangkan 65.7% sisanya dipengaruhi oleh variabel lain di luar penelitian ini. Langkah kedua penguji menganalisis dampak dari seluruh IV terhadap psychological well-being. Adapun hasil uji F dapat dilihat pada tabel 4.4.1.2 berikut : Model 1 a. b. Tabel 4.4.1.2 ANOVAb Sum of Mean Squares df Square F Sig. Regression 4079.435 16 254.965 4.331 .000a Residual 7830.568 133 58.876 Total 11910.003 149 Predictors: (Constant), Usia, HH, IP1, AG, EMO, P2, Gender, SUH, ATH, CO, EX, UHC, OE, HP, P1, IP2 Dependent Variable: PWB Jika melihat kolom signifikansi (p < 0.05), maka hipotesis nihil yang menyatakan tidak ada pengaruh yang signifikan seluruh variabel independen terhadap psychological well-being ditolak. Artinya ada pengaruh yang signifikan honesty-humility, emotionality, extraversion, agreeableness, conscientiousness, openness to experience, humor production, social uses of humor, attitudes toward humor and humorous people, uses of humor for coping, usia, jenis kelamin, penghasilan, dan intensitas pekerjaan terhadap psychological well-being. Langkah ketiga adalah melihat koefisien regresi tiap independen variabel. Jika p < 0.05 maka koefisien regresi tersebut signifikan yang berarti bahwa IV 88 tersebut memiliki dampak yang signifikan terhadap psychological well-being. Adapun penyajiannya ditampilkan pada tabel 4.4.1.3 berikut : Tabel 4.4.1.3 Koefisien Regresi Unstandardized Standardized Coefficients Coefficients Model B Std. Error Beta. t Sig. 1 (Constant) 9.610 10.140 .948 .345 HH* .225 .084 .217 2.667 .009 EMO .151 .086 .140 1.770 .079 EX .004 .095 .004 .045 .964 AG .038 .091 .035 .416 .678 CO .050 .094 .045 .530 .597 OE* .374 .104 .337 3.594 .000 HP .109 .099 .116 1.100 .273 SUH -.112 .104 -.116 -1.080 .282 ATH -.028 .097 -.024 -.290 .773 UHC .084 .089 .087 .944 .347 Gender -.705 1.428 -.037 -.493 .622 P1 -.180 1.965 -.010 -.091 .927 P2* -4.771 2.013 -.256 -2.370 .019 IP1* -5.237 2.302 -.294 -2.275 .025 IP2 -3.727 2.341 -.206 -1.592 .114 Usia 2.159 2.577 .063 .838 .404 a. Dependent Variable: PWB Keterangan : * = signifikan Dari tabel 4.4.1.3 terdapat koefisien regresi honesty-humility, openness to experience, penghasilan (5 - 7 juta) dan intensitas pekerjaan (5 - 11 jam/hari) yang memiliki nilai signifikan, sedangkan variabel lainnya tidak. Penjelasan dari nilai koefisien regresi yang diperoleh pada masing-masing IV adalah sebagai berikut : 1. Variabel Honesty-Humility Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar 0.217 dengan signifikansi 0.009 (p < 0.05). Hal ini menunjukan bahwa secara positif terdapat pengaruh yang signifikan dari variabel honesty-humility terhadap psychological well-being. 89 Artinya, semakin tinggi honesty-humility jurnalis maka psychological wellbeing mereka semakin tinggi, begitu pula sebaliknya. 2. Variabel Emotionality Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar 0.140 dengan signifikansi 0.079 (p < 0.05). Hal ini menunjukkan bahwa secara positif tidak terdapat pengaruh yang signifikan dari variabel emotionality terhadap psychological well-being. 3. Variabel Extraversion Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar 0.004 dengan signifikansi 0.964 (p < 0.05). Hal ini menunjukkan bahwa secara positif tidak terdapat pengaruh yang signifikan dari variabel extraversion terhadap psychological well-being.. 4. Variabel Agreeableness Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar 0.035 dengan signifikansi 0.678 (p < 0.05). Hal ini menunjukkan bahwa secara positif tidak terdapat pengaruh yang signifikan dari variabel agreeableness terhadap psychological well-being. 5. Variabel Conscientiousness Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar 0.045 dengan signifikansi 0.597 (p < 0.05). Hal ini menunjukkan bahwa secara positif tidak terdapat pengaruh yang signifikan dari variabel conscientiousness terhadap psychological well-being. 6. Variabel Openness to Experience Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar 0.337 dengan signifikansi 0.000 (p < 0.05). Hal ini menunjukan bahwa secara positif terdapat pengaruh yang signifikan dari variabel openness to experience terhadap psychological well- 90 being. Artinya, semakin tinggi openness to experience jurnalis maka psychological well-being mereka semakin tinggi, begitu pula sebaliknya. 7. Variabel Humor Production Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar 0.116 dengan signifikansi 0.273 (p < 0.05). Hal ini menunjukkan bahwa secara positif tidak terdapat pengaruh yang signifikan dari variabel humor production terhadap psychological well-being. 8. Variabel Social Uses of Humor Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar -0.116 dengan signifikansi 0.282 (p < 0.05). Hal ini menunjukkan bahwa secara negatif tidak terdapat pengaruh yang signifikan dari variabel social uses of humor terhadap psychological wellbeing. 9. Variabel Attitudes Toward Humor and Humorous People Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar -0.024 dengan signifikansi 0.773 (p < 0.05). Hal ini menunjukkan bahwa secara negatif tidak terdapat pengaruh yang signifikan dari variabel attitudes toward humor and humorous people terhadap psychological well-being. 10. Variabel Uses of Humor for Coping Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar 0.087 dengan signifikansi 0.347 (p < 0.05). Hal ini menunjukkan bahwa secara positif tidak terdapat pengaruh yang signifikan dari variabel uses of humor for coping terhadap psychological wellbeing. 91 11. Variabel Jenis Kelamin Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar -0.037 dengan signifikansi 0.622 (p < 0.05). Hal ini menunjukkan bahwa secara negatif tidak terdapat pengaruh yang signifikan dari variabel jenis kelamin terhadap psychological well-being. 12. Variabel Penghasilan Perbandingan mean penghasilan (2 - 4 juta) dengan grup reference (> 7 juta) adalah -0.010 dengan signifikansi 0.927 (p < 0.05). Sedangkan perbandingan mean penghasilan (5 - 7 juta) dengan grup reference (> 7 juta) adalah -0.256 dengan signifikansi 0.019 (p < 0.05). Dari hasil tersebut menunjukan bahwa variabel penghasilan secara negatif berpengaruh signifikan terhadap psychological well-being. Namun, karena hasil yang diperoleh adalah negatif, maka penghasilan dengan kategori > 7 juta yang lebih memiliki psychological well-being. 13. Variabel Intensitas Pekerjaan Perbandingan mean intensitas pekerjaan (5 - 11 jam/hari) dengan grup reference (19 - 24 jam/hari) adalah -0.294 dengan signifikansi 0.025 (p < 0.05). Sedangkan perbandingan mean intensitas pekerjaan (12 - 18 jam/hari) dengan grup reference (19 - 24 jam/hari) adalah -0.206 dengan signifikansi 0.114 (p < 0.05). Dari hasil tersebut menunjukan bahwa variabel intensitas pekerjaan secara negatif berpengaruh signifikan terhadap psychological wellbeing. Namun, karena hasil yang diperoleh adalah negatif, maka intensitas pekerjaan dengan rata-rata lama bekerja 19 - 24 jam/hari yang lebih memiliki psychological well-being. 92 14. Variabel Usia Diperoleh nilai koefisien regresi positif sebesar 0.063 dengan signifikansi 0.404 (p < 0.05). Hal ini menunjukkan bahwa secara positif tidak terdapat pengaruh yang signifikan dari variabel usia terhadap psychological well-being. Persamaan Regresi Psychological Well-Being Psychological Well-Being = 9.610 + 0.217*Honesty-Humility + 0.140 Emotionality + 0.004 Extraversion + 0.035 Agreeableness + 0.045 Conscientiousness + 0.337*Openness to Experience + 0.116 Humor Production – 0.116 Social Uses of Humor – 0.024 Attitudes Toward Humor and Humorous People + 0.087 Uses of Humor for Coping – 0.037 JenisKelamin – 0.256*Penghasilan – 0.294*Intensitas Pekerjaan + 0.063 Usia + e Keterangan : * = signifikan Pada tabel koefisien regresi di atas, dari keempat IV yang berpengaruh signifikan terhadap DV dapat diketahui IV mana yang memiliki pengaruh paling besar. Untuk melihat perbandingan besar kecilnya pengaruh antara IV terhadap DV dapat diketahui dengan melihat standardized coeficient (beta). Maka dari tabel di atas dapat diketahui perbandingan atau urutan IV yang memiliki pengaruh terbesar adalah sebagai berikut : 1. Opennes to Experience dengan beta = 0.337 2. Honesty-Humility dengan beta = 0.217 3. Penghasilan dengan beta = - 0.256 4. Intensitas Pekerjaan dengan beta = - 0.294 93 Kemudian langkah selanjutnya penguji menguji penambahan proporsi varians dari tiap variabel independen jika IV tersebut dimasukkan satu per satu ke dalam analisis regresi. Tujuannya adalah melihat penambahan (incremented) proporsi varians dari tiap IV apakah signifikan atau tidak. Untuk analisis lengkapnya dibahas pada sub bab berikut. 4.4.2 Pengujian proporsi varians pada masing-masing variabel independen Pengujian pada tahapan ini bertujuan untuk melihat apakah signifikan tidaknya penambahan (incremented) proporsi varians dari tiap IV, yang mana IV tersebut dianalisis secara satu per satu. Pada tabel kolom pertama adalah IV yang dianalisis secara satu per satu, kolom ketiga merupakan total penambahan varians DV dari tiap IV yang dianalisis satu per satu tersebut, kolom keenam merupakan nilai murni varians DV dari tiap IV yang dimasukkan secara satu per satu, kolom ketujuh adalah harga f hitung bagi IV yang bersangkutan, kolom df adalah derajat bebas bagi IV yang bersangkutan pula, yang terdiri dari numerator dan denumerator, kolom terakhir adalah kolom Sig. F Change yang fungsinya untuk mengetahui signifikansinya. Apabila p < 0.05 maka IV memiliki sumbangan yang signifikan. Jika signifikan artinya bahwa penambahan (incremented) proporsi varians dari IV yang bersangkutan, dampaknya signifikan. Besarnya proporsi varians pada psychological well-being dapat dilihat pada tabel 4.4.2 berikut : 94 Tabel 4.4.2 Proporsi Varians Psychological Well-Being Std. Change Statistics M Adjusted Error of od R RSquare RSquare F df Sig. F RSquare the df2 el Change Change 1 Change Estimate 1 .127a .016 .009 8.89860 .016 2.407 1 148 .123 2 .127b .016 .003 8.92849 .000 .011 1 147 .917 c 3 .209 * .044 .024 8.83226 .028 4.221 1 146 .042 4 .292d* .085 .060 8.66739 .042 6.607 1 145 .011 e 5 .386 * .149 .119 8.38982 .064 10.753 1 144 .001 6 .410f .168 .133 8.32546 .019 3.235 1 143 .074 g 7 .412 .169 .128 8.34636 .002 .285 1 142 .594 8 .416h .173 .127 8.35556 .004 .687 1 141 .408 9 .445i* .198 .146 8.26146 .024 4.230 1 140 .042 j 10 .509 * .260 .206 7.96533 .062 11.603 1 139 .001 11 .512k .262 .203 7.98060 .003 .469 1 138 .495 l 12 .536 * .287 .224 7.87423 .025 4.753 1 137 .031 13 .560m* .313 .248 7.75544 .026 5.229 1 136 .024 n 14 .571 .326 .256 7.70965 .013 2.620 1 135 .108 15 .582o .339 .265 7.66457 .013 2.593 1 134 .110 p 16 .585 .343 .263 7.67310 .003 .702 1 133 .404 a. Predictors: (Constant), HP b. Predictors: (Constant), HP, SUH c. Predictors: (Constant), HP, SUH, ATH d. Predictors: (Constant), HP, SUH, ATH, UHC e. Predictors: (Constant), HP, SUH, ATH, UHC, HH f. Predictors: (Constant), HP, SUH, ATH, UHC, HH, EMO g. Predictors: (Constant), HP, SUH, ATH, UHC, HH, EMO, EX h. Predictors: (Constant), HP, SUH, ATH, UHC, HH, EMO, EX, AG i. Predictors: (Constant), HP, SUH, ATH, UHC, HH, EMO, EX, AG, CO j. Predictors: (Constant), HP, SUH, ATH, UHC, HH, EMO, EX, AG, CO, OE k. Predictors: (Constant), HP, SUH, ATH, UHC, HH, EMO, EX, AG, CO, OE, Gender l. Predictors: (Constant), HP, SUH, ATH, UHC, HH, EMO, EX, AG, CO, OE, Gender, P1 m. Predictors: (Constant), HP, SUH, ATH, UHC, HH, EMO, EX, AG, CO, OE, Gender, P1, P2 n. Predictors: (Constant), HP, SUH, ATH, UHC, HH, EMO, EX, AG, CO, OE, Gender, P1, P2, IP1 o. Predictors: (Constant), HP, SUH, ATH, UHC, HH, EMO, EX, AG, CO, OE, Gender, P1, P2, IP1, IP2 p. Predictors: (Constant), HP, SUH, ATH, UHC, HH, EMO, EX, AG, CO, OE, Gender, P1, P2, IP1, IP2, Usia 95 Maka dapat disimpulkan : 1. Variabel humor production memberikan sumbangan varians sebesar 1.6% pada psychological well-being. Sumbangan ini tidak signifikan, (F(1.148) = 2.407, p < 0.05). 2. Variabel social uses of humor memberikan sumbangan sebesar 0% pada psychological well-being. Sumbangan ini tidak signifikan, (F(1.147) = 0.011, p < 0.05). 3. Variabel attitudes toward humor and humorous people memberikan sumbangan varians sebesar 2.8% pada psychological well-being. Sumbangan ini signifikan, (F(1.146) = 4.221, p < 0.05). 4. Variabel uses of humor for coping memberikan sumbangan varians sebesar 4.2% pada psychological well-being. Sumbangan ini signifikan, (F(1.145) = 6.607, p < 0.05). 5. Variabel honesty-humility memberikan sumbangan varians sebesar 6.4% pada psychological well-being. Sumbangan ini signifikan, (F(1.144) = 10.753, p < 0.05). 6. Variabel emotionality memberikan sumbangan varians sebesar 1.9% pada psychological well-being. Sumbangan ini tidak signifikan, (F(1.143) = 3.235, p < 0.05). 7. Variabel extraversion memberikan sumbangan varians sebesar 0.2% pada psychological well-being. Sumbangan ini tidak signifikan, (F(1.142) = 0.285, p < 0.05). 96 8. Variabel agreeableness memberikan sumbangan varians sebesar 0.4% pada psychological well-being. Sumbangan ini tidak signifikan, (F(1.141) = 0.687, p < 0.05). 9. Variabel conscientiousness memberikan sumbangan varians sebesar 2.4% pada psychological well-being. Sumbangan ini signifikan, (F(1.140) = 4.230, p < 0.05). 10. Variabel openness to experience memberikan sumbangan varians sebesar 6.2% pada psychological well-being. Sumbangan ini signifikan, (F(1.139) = 11.603, p < 0.05). 11. Variabel jenis kelamin memberikan sumbangan varians sebesar 0.3% pada psychological well-being. Sumbangan ini tidak signifikan, (F(1.138) = 0.469, p < 0.05). 12. Variabel penghasilan memberikan sumbangan varians sebesar 2.5% dan 2.6% pada psychological well-being. Sumbangan ini signifikan, (F(1.137) = 4.753, p < 0.05) dan (F(1.136) = 5.229, p < 0.05) 13. Variabel intensitas pekerjaan memberikan sumbangan varians sebesar 1.3% dan 1.3% pada psychological well-being. Sumbangan ini tidak signifikan, (F(1.135) = 2.620, p < 0.05) dan (F(1.134) = 2.593, p < 0.05) 14. Variabel usia memberikan sumbangan varians sebesar 0.3% pada psychological well-being. Sumbangan ini tidak signifikan, (F(1.133) = 0.702, p < 0.05). 97 BAB V KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN Dalam bab ini memuat kesimpulan, diskusi, dan saran. Secara rinci dijelaskan sebagai berikut. 5.1 Kesimpulan Berdasarkan hasil uji hipotesis mayor, maka kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian ini adalah ada pengaruh yang signifikan antara kepribadian the HEXACO model of personality dan sense of humor terhadap psychological wellbeing jurnalis. Kemudian berdasarkan hasil uji hipotesis minor yang menguji signifikansi masing-masing koefisien regresi terhadap dependent variable, diperoleh hanya ada 4 (empat) koefisien regresi yang signifikan mempengaruhi psychological well-being jurnalis yaitu honesty-humility, openness to experience, penghasilan, dan intensitas pekerjaan. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa psychological well-being dipengaruhi oleh honesty-humility dan openness to experience yang merupakan aspek dari kepribadian the HEXACO model of personality, serta penghasilan dan intensitas pekerjaan yang merupakan variabel demografis. 97 98 5.2 Diskusi Hasil dari penelitian yang telah dilakukan membuktikan bahwa ada pengaruh yang signifikan antara kepribadian the HEXACO model of personality dan sense of humor terhadap psychological well-being (studi pada jurnalis di DKI Jakarta). Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Naser Aghababaei dan Akram Arji (dalam Journal of Personality and Individual Differences, 2013) yang menunjukkan bahwa dimensi HEXACO signifikan memprediksi semua aspek psychological well-being dan penelitian Thomas R. Herzog dan Sarah J. Strevey (dalam Journal of Environment and Behavior, 2008) yang menunjukkan bahwa sense of humor adalah prediktor independent dan additive dari aspek-aspek tertentu dari psychological well-being. Berdasarkan hasil penelitian ini bahwa ada pengaruh positif dari dimensi honesty-humility dari the HEXACO model of personality terhadap psychological well-being dengan sumbangan varians terbesar sebanyak 6.4%. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa individu dengan skor honesty-humility yang tinggi cenderung memiliki psychological well-being yang tinggi. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Naser Aghababaei dan Akram Arji (2013) bahwa faktor honesty-humility terkait dengan tingkat yang lebih tinggi psychological well-being, dengan subfaktor honesty (aspek dan fairness) beroperasi sebagai pendorong utama untuk hubungan tersebut. Dari hasil penelitiannya menunjukkan bahwa honesty-humility dari HEXACO PI-R berkorelasi dengan psychological well-being (aspek-aspek Ryff) dan dinyatakan signifikan. 99 Seseorang yang memiliki honesty-humility cenderung menghindari memanipulasi orang lain untuk keuntungan pribadi, merasa sedikit godaan untuk melanggar peraturan, tidak tertarik pada kekayaan mewah dan kemewahan, dan merasa tidak ada hak istimewa dengan status sosial tinggi (Lee & Ashton, 2002), sehingga dapat berpengaruh positif terhadap psychological well-being. Selanjutnya, berdasarkan penelitian ini bahwa ada pengaruh positif dari dimensi openness to experience dari the HEXACO model of personality dengan sumbangan varians sebanyak 6.2% terhadap psychological well-being. Dari hasil penelitian menunjukkan bahwa individu dengan skor openness to experience yang tinggi cenderung memiliki psychological well-being yang tinggi. Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Naser Aghababaei dan Akram Arji (2013) menggunakan skala Ryff versi 42 item sebagai alat ukur psychological well-being dan menggunakan 60 item skala dari HEXACO Personality Inventory-Revised untuk mengukur kepribadian. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa openness to experience dari HEXACO PI-R berkorelasi dengan psychological well-being (aspek-aspek Ryff) dan dinyatakan signifikan. Openness to experience dapat membangun pertumbuhan pribadi. Dimensi kepribadian opennes to experience sering dikaitkan dengan intelektualitas, ketertarikan pada hal-hal yang baru, innovativeness, dan keterbukaan terhadap pengalaman baru (John & Srivastava, 1999). Individu ini memiliki keinginan dan keyakinan untuk dapat melakukan tugas-tugas yang dihadapinya. Pencapaian kreatifitas lebih banyak pada orang yang memiliki tingkat openness to experience yang tinggi dan tingkat agreeableness yang rendah (Costa & McCrae, 1992). 100 Seseorang yang kreatif, memiliki rasa ingin tahu, atau terbuka terhadap pengalaman lebih mudah untuk mendapatkan solusi untuk suatu masalah. Oleh karena itu, dimensi kepribadian openness to experience dapat berpengaruh positif terhadap psychological well-being. Selanjutnya, berdasarkan hasil penelitian ini bahwa tidak ada pengaruh dari dimensi emotionality dari the HEXACO model of personality terhadap psychological well-being. Hal ini tidak sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Naser Aghababaei dan Akram Arji (2013) bahwa dimensi emotionality dari HEXACO PI-R berkorelasi secara negatif dengan psychological well-being (aspek-aspek Ryff) namun dinyatakan signifikan. Skor tinggi pada dimensi emotionality cenderung mengalami ketakutan bahaya fisik, pengalaman kecemasan dalam menghadapi tekanan hidup, merasa perlu dukungan emosional dari orang lain, serta merasa empati dan sentimental attachments dengan orang lain (Lee & Ashton, 2007). Sehingga, kepribadian emotionality kurang sesuai dengan karakteristik dari pekerjaan sebagai jurnalis. Selanjutnya, berdasarkan hasil penelitian ini bahwa tidak ada pengaruh dari dimensi extraversion dari the HEXACO model of personality terhadap psychological well-being. Hal ini tidak sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Naser Aghababaei dan Akram Arji (2013) yang menunjukkan bahwa dimensi extraversion dari HEXACO PI-R berkorelasi dengan psychological well-being (berdasarkan aspek-aspek Ryff) dan dinyatakan signifikan. 101 Seseorang dengan skor tinggi pada dimensi extraversion ini, disaat seseorang tersebut memiliki masalah maka dengan emosi positifnya ia dapat mengontrol emosi. Begitu pula dengan tingkat motivasi dalam bergaul biasanya cukup tinggi, sehingga memudahkan ia untuk berbagi dalam menyelesaikan masalah. Hal ini sangat mendukung untuk berpengaruh positif bagi psychological well-being. Namun, hasil penelitian untuk dimensi extraversion ini pada koefisien regresi dalam uji regresi berganda maupun proporsi varians pada masing-masing variabel independen menunjukkan hasil yang tidak signifikan, walaupun pada hasil kategorisasi paling banyak berada di kategori tinggi. Bila dilakukan analisis lebih dalam terhadap item-item yang digunakan untuk mengukur kepribadian extraversion, pada item nomor 34 terdapat kalimat yang ambiguitas, contohnya “Dalam situasi sosial, saya biasanya menjadi orang yang memulai melakukan sesuatu hal pertama kali” atau dalam item aslinya “In social situations, I’m usually the one who makes the first move”. Kalimat yang memiliki makna kurang jelas tersebut mungkin mengakibatkan sampel salah dalam menginterpretasikan item. Hal ini yang mungkin dapat menjadi penyebab mengapa hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian terdahulu. Selanjutnya, berdasarkan hasil penelitian ini bahwa tidak ada pengaruh dari dimensi agreeableness dari the HEXACO model of personality terhadap psychological well-being. Hal ini tidak sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Naser Aghababaei dan Akram Arji (2013) yang menunjukkan bahwa dimensi agreeableness dari HEXACO PI-R berkorelasi dengan 102 psychological well-being (berdasarkan aspek-aspek Ryff) dan dinyatakan signifikan. Agreeableness dapat disebut juga social adaptibility atau likability yang mengindikasikan seseorang yang ramah, memiliki kepribadian yang selalu mengalah, menghindari konflik dan memiliki kecenderungan untuk mengikuti orang lain. Berdasarkan penelitian, seseorang yang memiliki skor tinggi pada kepribadian agreeableness digambarkan sebagai seseorang yang memiliki nilai suka membantu, pemaaf, dan penyayang (John, Robins, & Pervin, 2001). Namun, ditemukan pula sedikit konflik pada hubungan interpersonal orang yang memiliki tingkat agreeableness yang tinggi. Selain itu, menghindar dari usaha langsung dalam menyatakan kekuatan sebagai usaha untuk memutuskan konflik dengan orang lain merupakan salah satu ciri dari seseorang yang memiliki tingkat agreeableness yang tinggi. Berdasarkan yang telah dijelaskan pada bab 1 mengenai latar belakang masalah penelitian ini bahwa menjadi jurnalis berarti memasuki kawasan kerja yang bebannya berlipat-lipat dan rentan terhadap konflik. Bahkan, tidak jarang dalam keseharian pekerjaannya mereka sering dihadapkan pada dilema antara mencari informasi dan menjaga keselamatan diri. Sehingga, hasil dari penelitian ini menjadi tidak sejalan dengan penelitian terdahulu. Menurut hasil observasi penulis, dalam pekerjaan seorang jurnalis mereka cenderung menggunakan power yang tinggi, serta cenderung untuk lebih agresif dan kurang kooperatif akibat tuntutan dari sebuah profesi maupun perusahaan tempat ia bekerja. 103 Selanjutnya, dimensi conscientiousness dari the HEXACO model of personality juga tidak berpengaruh terhadap psychological well-being. Hal ini tidak sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Naser Aghababaei dan Akram Arji (2013) yang menunjukkan bahwa dimensi conscientiousness dari HEXACO PI-R berkorelasi dengan psychological well-being (berdasarkan aspekaspek Ryff) dan dinyatakan signifikan. Seseorang yang memiliki kepribadian conscientiousness biasanya mengatur waktu dan lingkungan fisik mereka, bekerja dengan cara disiplin terhadap tujuan mereka, berusaha untuk akurasi dan kesempurnaan dalam tugastugas mereka, dan sangat hati-hati ketika membuat keputusan sehingga dapat berpengaruh positif pada psychological well-being. Salah satu indikator dari conscientiousness, yaitu perfectionism dimana menilai kecenderungan secara menyeluruh dan sangat peduli dengan detail, selalu memeriksa dengan seksama suatu kesalahan dan melakukan perbaikan. Dengan pekerjaan sebagai jurnalis yang biasanya dikejar oleh deadline, maka mereka lebih mentolerir beberapa kesalahan dalam pekerjaan mereka dan cenderung mengabaikan detail. Pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Thomas R. Herzog dan Sarah J. Strevey (dalam Journal of Environment and Behavior, 2008) yang menunjukkan bahwa sense of humor adalah prediktor independent dan additive dari aspek-aspek tertentu dari psychological well-being. Namun, di dalam hasil penelitian ini tidak ada dimensi dari sense of humor yang hasilnya signifikan terhadap psychological well-being. Hal ini berkaitan dengan hasil kategorisasi pada dimensi-dimensi sense of humor yang kebanyakan berada pada kategori 104 rendah, terutama pada dimensi humor production dan social uses of humor. Humor production adalah bagaimana seseorang dapat meghasilkan, memproduksi atau melontarkan humor dan social uses of humor adalah penggunaan humor untuk tujuan sosial. Michael Mulkay (dalam Martin, 2007) mengemukakan bahwa fungsi lelucon mungkin lebih berkaitan dengan ekspresi sosial, topiknya biasa dianggap tabu oleh budaya. Ada beberapa jenis humor yang dianggap tidak pantas dikatakan pada situasi normal, namun ada pula yang dapat diterima oleh lingkungan sosial karena dalam arti “hanya bercanda” atau tidak dianggap serius. Fenomena tersebut yang mungkin saja terjadi pada para jurnalis yang menjadi sampel dalam penelitian ini, dimana dalam mengekspresikan humor setiap orang tentunya akan berbeda-beda, begitu pula dengan selera humor mereka. Perbedaan situasi lingkungan sosial yang ada pada jurnalis inilah yang mungkin menjadi salah satu penyebab hasil dari penelitian ini berbeda dengan penelitian terdahulu. Variabel jenis kelamin tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap psychological well-being. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian terdahulu yang dilakukan oleh Creed dan Watson (2003) dimana dalam penelitiannya, ia meneliti apakah ada perbedaan antara pria dan wanita pada interaksi bekerja dan manfaat nyata dari bekerja sebagai prediktor psychological well-being. Hasilnya ternyata tidak ada perbedaan yang signifikan tingkat psychological well-being antara pria dan wanita. Perez (2012) memperkuat hasil temuan dari penelitian ini. Ia menyebutkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan pada seluruh dimensi dari psychological well-being antara pria dan wanita. Perbedaannya pada wanita 105 memiliki skor yang lebih rendah pada dimensi autonomy dibandingkan dengan pria. Menurut Pastor Shantha Sagara Hettiarachchi (2012), editor mingguan Katolik Gnanartha Pradeepaya (Cahaya Kebijaksanaan), perempuan tampaknya lebih baik dalam beberapa hal ketimbang rekan-rekan pria mereka. Menurutnya, wartawati lebih baik dalam laporan investigasi daripada pria. Oleh karena itu, ia juga berpendapat bahwa harus ada keseimbangan gender di media dan kita harus mendukung mereka (para wartawati). Sehingga hal tersebut dapat mendukung hasil dari penelitian ini, yang menyebutkan bahwa variabel jenis kelamin tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap psychological well-being. Variabel usia juga tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap psychological well-being. Hal ini sesuai dengan studi yang dilakukan oleh Arnold (2007) tentang hubungan antara transformational leadership dengan psychological well-being. Lebih lanjut Arnold (2007) juga melihat pengaruh usia dan jenis kelamin. Hasilnya tidak memberikan perbedaan yang signifikan terhadap psychological well-being. Namun, hal ini tidak sesuai dengan Ryff dan Keyes (1995) yang mengemukakan bahwa perbedaan usia mempengaruhi perbedaan dalam dimensi-dimensi psychological well-being. Dalam penelitiannya, Ryff dan Keyes (1995) menemukan bahwa dimensi penguasaan lingkungan dan dimensi otonomi mengalami peningkatan seiring bertambahnya usia, terutama dari dewasa muda hingga dewasa madya. Dimensi hubungan positif dengan orang lain juga mengalami peningkatan seiring bertambahnya usia. Sebaliknya, dimensi tujuan hidup dan pertumbuhan pribadi memperlihatkan penurunan seiring 106 bertambahnya usia, penurunan ini terutama terjadi pada dewasa madya hingga dewasa akhir. Namun, pada dimensi penerimaan diri dalam penelitian tersebut menunjukkan tidak adanya perbedaan yang signifikan selama usia dewasa muda hingga dewasa akhir. Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa usia tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap psychological well-being dapat disebabkan karena sampel penelitian pada usia dewasa awal jauh lebih banyak jumlahnya dibandingkan dengan sampel penelitian pada usia dewasa madya. Selain itu, hasil kategorisasi psychological well-being dari hasil sebaran pada variabel psychological wellbeing paling banyak berada pada kategori rendah. Sehingga, ini berarti bahwa psychological well-being jurnalis di wilayah DKI Jakarta mungkin memang masih rendah, yang salah satunya dapat diakibatkan oleh kesejahteraan hidupnya yang masih rendah dan belum terjamin, sementara pekerjaannya lebih banyak menguras waktu, tenaga, serta pikiran setiap harinya. Selain itu, pekerjaan jurnalis memang sudah dikenal sebagai pekerjaan yang beresiko tinggi dan penuh tekanan. Resiko teror, dimaki narasumber atau terjebak kerusuhan, hanyalah sebagian dari resiko tersebut. Selain banyak berhubungan dengan manusia lain, tekanan juga bisa datang dari keredaksian (kantor), karena jurnalis dituntut untuk memperoleh berita yang profesional sesuai dengan deadline yang ditentukan. Bahkan, tekanan tersebut juga datang dari lingkungan keluarga, di mana seorang jurnalis memiliki keluarga yang harus diperhatikan dan diayomi. Selanjutnya ditemukan hasil bahwa variabel penghasilan dengan > 7 juta cenderung lebih memiliki psychological well-being. Hasil ini sesuai dengan Ryff, 107 dkk (dalam Ryan & Deci, 2001) yang mengemukakan bahwa status sosial ekonomi berhubungan dengan dimensi penerimaan diri, tujuan hidup, penguasaan lingkungan, dan pertumbuhan pribadi. Individu yang memiliki status sosial ekonomi yang rendah cenderung membandingkan dirinya dengan orang lain yang memiliki status sosial ekonomi yang lebih baik dari dirinya. Menurut Davis (dalam Rahayu, 2008), individu dengan tingkat penghasilan tinggi, status menikah, dan mempunyai dukungan sosial tinggi akan memiliki psychological well-being yang lebih tinggi. Adanya kesuksesan-kesuksesan (termasuk materi) dalam kehidupan merupakan faktor protektif yang penting dalam menghadapi stres, tantangan, dan musibah (Ryff & Singer, 2002). Variabel terakhir yaitu intensitas pekerjaan, ditemukan hasil bahwa intensitas pekerjaan dengan rata-rata 19 - 24 jam/hari lebih memiliki psychological well-being. Intensitas pekerjaan 19 - 24 jam/hari dalam penghitungannya dijadikan sebagai grup reference dan hanya diwakili sebanyak 15 orang (11.33%) dari jumlah sampel yang ada. Namun dari hasil tersebut menunjukan bahwa variabel intensitas pekerjaan secara negatif berpengaruh signifikan terhadap psychological well-being maka grup reference-lah yang hasil akhirnya lebih memiliki psychological well-being. Secara umum ketidaksesuaian/perbedaan yang dihasilkan dari penelitian ini baik dengan hasil penelitian terdahulu maupun dengan asumsi penulis mungkin disebabkan oleh prosedur penelitian yang kurang baik. Beberapa hal yang dikeluhkan pada saat pengambilan data oleh sampel penelitian ini adalah pada lembar kuisioner yang dicetak dengan huruf terlalu kecil, yaitu times new 108 roman 11 dengan dua halaman dibuat menjadi satu; item yang cukup banyak (102 item); serta ada beberapa pertanyaan yang tidak sesuai dengan jawaban dalam kolom. Selain prosedur penelitian yang kurang baik, teknik pengambilan sampel ini juga menggunakan teknik non probability sampling, yaitu accidental sampling dimana metode pengambilan sampel dengan memilih siapa yang kebetulan ada/dijumpai. Sehingga, terdapat kemungkinan telah menyamaratakan pengalaman yang sudah dijalani oleh para jurnalis. Kemudian, hal lain yang menyebabkan hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian sebelumnya adalah dalam mengadaptasi alat ukur masih terdapat kerancuan dari segi bahasa sehingga memunculkan social desirability dalam alat ukur tersebut. Oleh karena itu, dari kelemahan-kelemahan tersebut sangat memungkinkan sekali hasil yang diperoleh tidak sesuai dengan harapan penulis. 5.3 Saran Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penelitian ini. Oleh karena itu, penulis akan memberikan beberapa saran yang dibagi menjadi dua, yaitu saran metodologis dan saran praktis. Agar dapat dijadikan bahan pertimbangan bagi penelitian selanjutnya dan masukan bagi pembaca, jurnalis, dosen dan masyarakat umum sehingga dapat mengambil manfaat dari penelitian ini. 109 5.3.1 Saran Metodologis 1. Pada penelitian ini, sampel yang digunakan adalah jurnalis yang bekerja di DKI Jakarta, peneliti menggunakan teknik non probability sampling, yaitu accidental sampling dimana metode pengambilan sampel dengan memilih siapa yang kebetulan ada/dijumpai. Sehingga, terdapat kemungkinan telah menyamaratakan pengalaman yang sudah dijalani oleh para jurnalis, misalnya jurnalis dengan job desk nasional dan metro tentu berbeda dengan jurnalis dengan job desk life style dan entertainment. Saran bagi penelitian selanjutnya, agar menggunakan sampel yang lebih spesifik dan fokus pada tujuan penelitian, sehingga mampu mendapatkan gambaran lain di luar penelitian ini. 2. Untuk penelitian selanjutnya, disarankan untuk lebih memperbanyak jumlah sampel yang akan dilibatkan, agar hasil penelitian yang dilakukan lebih representatif. 3. Dari hasil penelitian ini ditemukan bahwa sense of humor, kepribadian the HEXACO model of personality, jenis kelamin, penghasilan, intensitas pekerjaan, dan usia memiliki pengaruh yang signifikan terhadap psychological well-being jurnalis di DKI Jakarta sebesar 36.3% dan 63.7% dipengaruhi oleh variabel lainnya di luar dari penelitian ini. Sehingga saran bagi penelitian selanjutnya, agar menambahkan variabel lain yang memiliki pengaruh terhadap psychological well-being seperti life satisfaction, self-esteem, religiusitas, optimisme, happiness, dukungan sosial, beban kerja, dan lain sebagainya. 110 4. Untuk penelitian selanjutnya, diharapkan melakukan pengkajian lebih dalam pada variabel yang tidak signifikan dalam penelitian ini, antara lain variabel sense of humor (humor production, social uses of humor, attitudes toward humor and humorous people, dan uses of humor for coping), variabel the HEXACO model of personality (extraversion, agreeableness, dan conscientiousness), usia dan jenis kelamin. 5.3.2 Saran Praktis 1. Pada hasil kategorisasi psychological well-being pada penelitian ini menunjukkan bahwa hasil sebaran paling banyak berada pada kategori rendah. Memperhatikan kondisi fisik dan menjaga kesehatan psikologis adalah suatu keharusan. Memperhatikan kondisi fisik adalah dengan makan teratur dan bernutrisi, olahraga teratur, atau bahkan ambil cuti dan waktu berlibur jika benar-benar diperlukan. Untuk menjaga kesehatan psikologis, bisa dilakukan dengan berbagi kepada orang-orang terdekat, menulis, dan membaca buku. 2. Guna menjaga agar jurnalis tidak stres atau trauma dengan liputan yang dilakukan, para jurnalis harus mampu menjaga kesehatan psikologis, dengan berolahraga, istirahat yang cukup, berbagi pengalaman dengan orang lain dan supervisi pekerjaan secara reguler. Bila perlu melakukan konsultasi kepada profesional kesehatan mental, apabila membutuhkan ruang untuk curhat tanpa dievaluasi. 3. Bagi para pembaca, perlu diketahui bahwa pentingnya psychological wellbeing adalah agar manusia dapat menjalankan hidupnya dengan bahagia, 111 tenang, dan mampu mengatasi segala masalah maupun tekanan yang datang. Cara untuk menjaga kesehatan fisik yang sekaligus akan berdampak pada kesehatan psikologis, antara lain: cukup istirahat, pola makan yang baik, olahraga, mendapatkan sinar matahari yang cukup setiap hari, berinteraksi sosial, serta batasi alkohol dan menghindari rokok. 112 DAFTAR PUSTAKA Aghababaei, N., & Arji, A. (2013). Well-being and the HEXACO model of personality. Personality and Individual Differences, 56, 139-142. Retrieved from http://dx.doi.org/10.1016/j.paid.2013.08.037 Alwisol. (2009). Edisi revisi: Psikologi kepribadian. Malang: UMM Press. Anastasi, A., & Urbina, S. Psychological testing, seventh edition. Tes psikologi, edisi ketujuh. Robertus Hariono S. Imam (terj). 2007. Jakarta: PT Indeks. Ari. (2012). Forwakes akan adakan, diskusi psikologi jurnalisme. http://medan.tribunnews.com/2012/01/31/forwakes-akan-adakan-diskusipsikologi-jurnalisme (Diakses pada Senin, 19 Agustus 2013) Bambani, A., Rahardjo, A., Dwiyanto, I., Saefullah, A., & Wulandari, C.R. (2013). Laporan tahunan (Aliansi Jurnalis Independen) AJI 2013, etika media di tahun politik. Jakarta: Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Indonesia. Bartram, D., & Boniwell, I. (2007). The science of happiness: Achieving sustained psychological well-being. Positive Psychology, In Practice, 29, 478-482. Caprio. (1996). How to develop your sense of humor (221-227). Dubuque, IA: Kendal & Hunt. Chaplin, J.P. Dictionary of psychology. Kamus lengkap psikologi. Kartini Kartono (terj). (2005). Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. Chatters, L., & Taylor, R. (1994). Religious involvement among older African Americans. Dalam J.S. Levin (ed). Religion in aging and health. Newbury Park CA: Sage Publications. Costa, P.T., & McCrae, R.R. (1992). Normal personality assessment in clinical practice: The NEO personality inventory. Psychological Assessment, 4 (1), 5-13. DOI: 10.1037/1040-3590.4.1.5. 112 113 De Vries, R.E. (2011). No evidence for a general factor of personality in the HEXACO personality inventory. Journal of Research in Personality, 45, 229-232. DOI: 10.1016/j.jrp.2010.12.002. Feinstein, A., Owen, J., & Blair, N. (2002). A hazardous profession: War, journalist, and psychopathology. (Am J Psychiatry; 159: 1570-1575). London: Department of Psychiatry, University of Toronto and Sunnybrook and Women’s College Health Sciences Centre; and the Freedom Forum European Centre. Friedman, H.S., & Schustack, M.W. Personality: Classic theories and modern research (3rd edition). Kepribadian: Teori klasik dan riset modern (edisi ketiga) jilid 1. Fransiska D.I., Maria H., Andreas P.P. (terj). (2006). Jakarta: Erlangga. Hasanat, N.U. & Subandi. (1998). Pengembangan alat kepekaan terhadap humor. Jurnal Psikologi, XXV (1), 45-52. Herzog, T.R., & Strevey, S.J. (2008). Contact with nature, sense of humor, and psychological well-being. Environment and Behavior, 40 (6), 747-776. DOI: 10.1177/0013916507308524. Hidayat, F., & Prakosa, H. (1997). Motivasi berprestasi dan stres kerja wartawan republika. Anima, XIII (49). Hight, J., & McMahon, C. (2006). Dart center for journalism and trauma. Meliput trauma: Panduan dart centre untuk para wartawan, redaktur dan manajer. Universitas Washington, Seattle: Dart Centre Europe for Journalism & Trauma. Hodgkinson, L. (1991). Smile therapy: How smiling and laughter can change your life (245-247). London: McDonald & Co. Pub., Ltd. Horn, J.E.V., Taris, T.W., Schaufeli, W.B., & Schreurs, P.J.G.. (2004). The structure of occupational well-being: A study among Dutch teachers. Journal of Occupational and Organizational Psychology, 77, 365-375. 114 Hurlock, E.B. Developmental psychology: A life-span approach, fifth edition. Psikologi perkembangan: Suatu pendekatan sepanjang rentang kehidupan, edisi kelima. Istiwidayanti, Soedjarwo, Ridwan M.S. (terj). (1980). Jakarta: Erlangga. Indra, N. N. (2013). Pengaruh psychological well-being dan dukungan sosial terhadap tingkat stres petugas pemadam kebakaran di DKI Jakarta. Skripsi. Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah. Ishwara, L. (2005). Catatan-catatan jurnalisme dasar. Jakarta: Kompas. John, O.P., Robins, R.W., & Pervin, L.A. (2001). Handbook of personality: Theory and research (3rd edition). New York: The Guilford Press. John, O.P., & Srivastava, S. (1999). Chapter four: The big five trait taxonomy: History, measurement, and theoretical perspectives. Dalam Lawrence A. Pervin, Oliver P. John (ed). Handbook of personality: Theory and research - 2nd ed. (102-138). New York: The Guilford Press Kelly, W.E. (2002). An investigation of worry and sense of humor. Journal of Clinical Psychology, 136, 657-666. Lee, K., & Ashton, M.C. (2002). Six independent factors of personality variation: A response to saucier. European Journal of Personality, 16, 63-75. DOI: 10.1002/per.433. Lee, K., & Ashton, M.C. (2007). Empirical, theoretical, and practical advantages of the HEXACO model of personality structure. The Society for Personality and Social Psychology, Inc. PSPR, 11 (2), 150-166. DOI: 10.1177/1088868306294907. Manan, A. (2011). Upah layak jurnalis: Survey upah layak AJI di 16 kota di Indonesia. Jakarta: Aliansi Jurnalis Independen. Martin, R.A. (1998). Approaches to the sense of humor: A historical review. Dalam W. Ruch (ed). The sense of humor: Explorations of a personality characteristic (15-60). New York: Mouton de Gruyter. 115 Martin, R.A. (2001). Humor, laughter, and physical health: Methodological issues and research finding. Psychological Bulletin, 127 (4), 504-519. DOI: 10.1037//0033-2909.127.4.504. Martin, R.A. (2003). Sense of humor. Dalam S.J. Lopez & C.R. Snyder (ed). Positive psychological assessment: A handbook of models and measures (313-326). Washington, DC: American Psychological Association. Martin, R.A., Doris, P.P., Larsen, G., Gray, J., & Weir, K. (2003). Individual differences in uses of humor and their relation to psychological wellbeing: Development of the humor styles questionnaire. Journal of Research in Personality, 37, 48-75. Martin, R.A. (2007). The psychology of humor: An integrative approach. Burlington, MA: Elsevier Academic Press. Muflih, I. (1997). Kecenderungan perilaku pengambilan risiko dan pemberitaan pada wartawan surat kabar harian. Skripsi. Fakultas Psikologi Universitas Gajah Mada. Munandar, A.S. (2001). Psikologi industri dan organisasi. Jakarta: UI-Press. Nurhayati, H. (2010). Pengaruh big five personality terhadap psychological wellbeing remaja di Sekolah Menengah Kejuruan Negeri 5 Madiun. Skripsi. Fakultas Psikologi UIN Maulana Malik Ibrahim. Oktaviani, K. (2011). Ini dia profesi yang rentan perceraian. http://wolipop.detik.com/read/2011/01/21/114029/1551547/857/ini-diaprofesi-yang-rentan-perceraian?w992202858 (Diakses pada Senin, 19 Agustus 2013) Peterson, C., & Seligman, M.E.P. (2004). Character strengths and virtues: A handbook and classification. American Psychological Association, New York: Oxford University Press. Perez, J.A. (2012). Gender difference in psychological well-being among Filipino college student samples. International Journal of Humanities and Social Science, 2 (13), 84-93. 116 Pratiwi, K. (2013). Catatan jurnalistik online Khestin Pratiwi. Perempuan & Jurnalistik. http://khestin.blogspot.com/2013/04/artikel.html (Diakses pada Minggu, 21 September 2014) Rahadi, F. (2014). AJI: Gaji wartawan di Jakarta di bawah standar. http://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/13/04/30/mm2oka-ajigaji-wartawan-di-jakarta-di-bawah-standar (Diakses pada Minggu, 21 September 2014) Rahayu, M.A. (2008). Psychological well-being pada istri kedua dalam pernikahan poligami (studi kasus pada dewasa muda). Skripsi. Fakultas Psikologi UI. Rahmanadji, D. (2007). Sejarah, teori, jenis, dan fungsi humor. Bahasa dan Seni, Tahun 35, Nomor 2. Malang: Fakultas Sastra Universitas Negeri Malang. Rathus, S.A. (2010). Psychology: Concepts and connections (10th edition). United States: Wadsworth Cengage Learning. Robbins, S.P., & Judge, T.A. Organizational behavior (12th ed). Perilaku organisasi, edisi 12, buku 1. Diana A., Ria C., Abdul R. (terj). (2008). Jakarta: Salemba Empat. Roeckelein, J.E. (2002). Psychology of humor: A reference guide and annotated bibliography. United States: Greenwood Press. Rosadi, D. (2014). Mayoritas perusahaan media gaji wartawan Rp3 juta per bulan. http://suara.com/news/2014/04/30/174307/mayoritas-perusahaanmedia-gaji-wartawan-rp3-juta-per-bulan/ (Diakses pada Minggu, 21 September 2014) Rumondor, P.C.B. (2007). Hubungan dimensi humor styles dengan stres pada mahasiswa tahun pertama. Skripsi. Fakultas Psikologi UI. Ryff, C.D., & Keyes, C.L.M. (1995). The structure of psychological well-being revisited. Journal of Personality and Social Psychology, 69 (4), 719-727. 117 Ryff, C.D. (1989). Happiness is everything, or is it? Explorations on the meaning of psychological well-being. Journal of Personality and Social Psychology, 57 (6), 1069-1081. Ryff, C.D. (1989a). Beyond ponce de leon and life satisfaction: New directions in quest of successful ageing. International Journal of Behavioral Development, 12 (1), 35-55. DOI: 10.1177/016502548901200102. Ryff, C.D., Keyes, C.L.M., & Shmotkin, D. (2002). Optimizing well-being: The empirical encounter of two traditions. Journal of Personality and Social Psychology, 82 (6), 1007-1022. DOI: 10.1037//0022-3514.82.6.1007. Ryff, C.D. & Singer, B. (2002). From social structure to biology. Dalam C.R. Snyder & S.J. Lopez. Handbook of positive psychology (541-555). Oxford: Oxford University Press. Ryff, C.D. (1994). Psychological well-being in adult life. Current directions in psychological science. Retrieved from http://midmac.med.harvard.edu/bullet3.html Ryff, C.D. & Essex, M.J. (1992). The interpretation of life experience and wellbeing: The sample case of relocation. Psychology and Aging, 7 (4), 507517. Sarafino, E.P. & Smith, T.W. (2011). Health psychology: Biopsychosocial interactions (7th edition). New York: John Wiley & Sons, Inc. Schaefer, C.E. (2002). Play therapy with adults. Hoboken, NJ: John Wiley & Sons. Setianikusumah, R.W. (2013). Pengaruh sense of humor dan beban kerja terhadap stres kerja karyawan PLN. Skripsi. Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah. Sugiyono. (2010). Statistika untuk penelitian. Bandung: Alfabeta. Suryabrata, S. (2010). Psikologi kepribadian. Jakarta: Rajawali Press. 118 Susanto, A. (2009). Waspadai burn-out bagi para pekerja. http://female.kompas.com/read/2009/02/09/1228352/waspadai.burnout.bagi.para.pekerja (Diakses pada Minggu, 21 September 2014) Sutanto, D. (2013). Di Asia Tenggara, gaji jurnalis Indonesia paling rendah. http://www.merdeka.com/peristiwa/di-asia-tenggara-gaji-jurnalisindonesia-paling-rendah.html (Diakses pada Minggu, 21 September 2014) Thorson, J.A. & Powell, F.C. (1993). Sense of humor and dimensions of personality. Journal of Clinical Psychology, 49 (6), 799-809. Thorson, J.A., Powell, F.C., Schuller, I.S., & Hampes, W.P. (1997). Psychological health and sense of humor. Journal of Clinical Psychology, 53 (6), 605619. Utomo, U.H.N. (2007). Peran teknologi media iklan dalam internalisasi nilai-nilai pemahaman arti dan manfaat humor. Seminar Nasional Teknologi 2007 (SNT 2007). ISSN : 1978 – 9777. Yogyakarta: Fakultas Psikologi Universitas Ahmad Dahlan. Winarno, H.H. (2014). Hari pers nasional dan kekerasan terhadap jurnalis. http://www.merdeka.com/peristiwa/hari-pers-nasional-dan-kekerasanterhadap-jurnalis.html (Diakses pada Senin, 19 Agustus 2013) Witchel, E. (2005). To receive dangerous assignments and support CPJ. Retrieved from www.cpj.org/briefings/2005/DA_spring05/stress_DA/stress_DA.html Lampiran 2. Kuesioner Penelitian Kepada Yth. Responden Penelitian Assalammualaikum Wr, Wb. Saya Irliene Febriana adalah mahasiswi Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang sedang mengadakan penelitian tentang psychological well-being jurnalis dalam rangka untuk memenuhi tugas akhir (skripsi). Oleh karena itu, saya mengharapkan kesediaan Saudara untuk menjadi responden dalam penelitian ini dan mengisi kuesioner sesuai dengan keadaan pada diri Saudara. Dalam kuesioner ini tidak ada jawaban benar atau salah. Adapun informasi dan data Saudara akan sangat bermanfaat bagi penelitian saya dan akan dijamin kerahasiaannya serta hanya digunakan untuk kepentingan pengumpulan data. Atas perhatian dan bantuannya saya ucapkan terimakasih. Hormat saya, Irliene Febriana IDENTITAS PRIBADI Silahkan isi serta lingkari pilihan yang tersedia sesuai dengan diri Anda ! Nama / Inisial : ..................................... Jenis kelamin :L/P - 2 juta – 4 juta Usia : ….... Tahun - 5 juta – 7 juta Jabatan : - > 7 juta Reporter / Fotografer / Kameramen / Penghasilan : Berapa jam dalam sehari Anda harus Editor / Lainnya, Sebutkan ! ................... bekerja ? Lama Bekerja : ..................................... - 5 – 11 jam/hari - 12 – 18 jam/hari - 19 – 24 jam/hari Apakah menjadi jurnalis adalah pekerjaan yang Anda minati ? Ya / Tidak. Apakah Anda bahagia selama bekerja menjadi jurnalis ? Ya / Tidak. Sebutkan alasannya secara singkat ! .............................................................................................................................................. Apakah Anda mencapai kepuasan hidup dengan bekerja sebagai jurnalis ? Ya / Tidak. Jika Anda memiliki kesempatan, apakah Anda ingin mencari pekerjaan lain ? Ya / Tidak. Jika Ya, pekerjaan apa yang ingin Anda tekuni selain menjadi jurnalis ? ......................................... Apakah menjadi jurnalis merupakan pekerjaan pokok Anda ? Ya / Tidak. Jika Ya, apakah Anda memiliki pekerjaan sampingan ? Sebutkan ! ................................................. Jika Tidak, apakah pekerjaan pokok Anda ? ...................................................................................... PETUNJUK PENGISIAN SKALA 1. Bacalah dan pahami setiap pernyataan yang ada dengan teliti 2. Beri tanda checklist () pada kolom di sebelah kanan Anda pada setiap pernyataan yang PALING SESUAI DENGAN KEADAAN SAUDARA. 3. Dalam hal ini TIDAK ADA JAWABAN BENAR ATAU SALAH. Semua jawaban adalah baik. Contoh : Jika jawaban Anda Sesuai : No. PERNYATAAN Saya menyukai olahraga. STS TS S SS SKALA I No. PERNYATAAN 1. Saya mudah dipengaruhi oleh pendapat orang lain. 2. Saya yakin dengan pendapat saya meskipun berbeda dengan pendapat kebanyakan orang. 3. Saya menilai diri saya lebih penting dari orang lain. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. Secara keseluruhan saya bertanggung jawab atas keadaan dimanapun saya berada. Tuntutan karena deadline sebuah berita sering membuat saya tidak bersemangat. Saya cukup baik dalam mengelola tanggung jawab saya dalam akurasi sebuah berita saat pekerjaan sehari-hari. Saya pikir sangat penting untuk memiliki pengalaman baru yang menantang cara saya untuk berpikir tentang diri saya dan dunia. Bagi saya, kehidupan adalah proses untuk terus belajar, berubah, dan berkembang. Saya menyerah untuk mencoba melakukan perubahan yang lebih baik dalam kehidupan karir saya sebagai jurnalis. Mempertahankan hubungan yang baik cukup sulit bagi saya dan membuat saya frustasi. Orang-orang akan menilai saya sebagai pemberi info suatu berita dan bersedia untuk berbagi dengan teman-teman sesama jurnalis lainnya. Saya tidak mempunyai hubungan yang baik dan saling percaya dengan orang lain. Saya hidup hanya untuk hari ini dan tidak berpikir untuk masa depan. Saya adalah orang yang memiliki tujuan hidup. Saya kadang merasa sudah melakukan semua yang ada untuk karir saya sebagai jurnalis. Ketika saya melihat kehidupan saya, saya senang dengan hal-hal yang telah berubah. 17 Saya menyukai sebagian besar aspek dari kepribadian saya. 18. Dalam banyak hal, saya merasa kecewa dengan pencapaian dalam hidup saya, terutama pada karir saya sebagai jurnalis. Sangat Tidak Sesuai Tidak Sesuai Sesuai Sangat Sesuai SKALA II No. PERNYATAAN 1. Saya sering mencairkan suasana dengan hal-hal yang saya katakan. 2. Menurut orang lain, saya mengatakan hal-hal yang lucu. 3. Saya memiliki ide yang cemerlang untuk membuat lelucon. 4. Saya bisa mengatakan hal-hal yang lucu untuk membuat orang lain tertawa. 5. Terkadang saya memikirkan lelucon atau cerita lucu. 6. Saya cukup mahir/terampil untuk mengucapkan hal-hal yang membuat orang lain takjub. 7. Saya yakin bahwa saya dapat membuat orang lain tertawa. 8. 9. 10. 11. 12. 13. Orang lain memperhatikan saya karena saya dapat membuat mereka kagum. Saya menggunakan humor untuk menghibur teman saya saat liputan. Saya dapat merubah situasi yang tegang ketika liputan dengan mengatakan sesuatu yang lucu. Dengan humor saya dapat mengkontrol berbagai situasi tertekan saat liputan. Saya dapat menceritakan hal-hal yang lucu, hingga orang lain mengalami sakit di leher dikarenakan tertawa. Memanggil seseorang dengan sebutan “pelawak” sebenarnya adalah penghinaan. 14. Saya suka lelucon yang bagus. 15. Ketika orang lain membuat lelucon, saya merasa tidak nyaman. 16. Saya tidak suka cerita humor. 17. Saya menghargai orang-orang yang humoris. 18. Dengan humor, saya merasa nyaman. 19. Saya dapat mencairkan suasana dengan hal-hal yang lucu. 20. Mengatasi situasi dengan melucu sebenarnya adalah suatu kebodohan. 21. Humor membantu saya mengatasi tekanan karena deadline. 22. 23. 24. Humor adalah penyelesaian masalah yang buruk ketika saya tertekan akibat deadline. Humor membantu saya mengatasi situasi yang sulit saat liputan. Humor adalah cara terbaik dan elegan untuk menyesuaikan diri saat liputan di tempat baru dengan orang-orang baru. Tidak Pernah KadangKadang Sering Selalu SKALA III No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19. 20. 21. PERNYATAAN Saya merasa bosan saat mengunjungi sebuah galeri seni. Saya merencanakan dan mengatur suatu hal diawal sebagai bentuk antisipasi. Saya jarang menyimpan dendam, walaupun pada orang yang pernah menganiaya saya. Secara keseluruhan, saya merasa cukup puas dengan diri saya saat ini. Saya merasa takut saat harus melakukan liputan dalam kondisi cuaca buruk. Saya tidak akan menggunakan sanjungan untuk mendapatkan kenaikan gaji atau promosi di tempat kerja, bahkan jika saya pikir itu akan berhasil. Saya tertarik untuk belajar tentang sejarah dan politik dari negara-negara lain. Saya sering memberi dorongan yang kuat pada diri sendiri ketika berusaha mencapai suatu tujuan. Orang-orang terkadang memberitahu saya bahwa saya terlalu kritis terhadap orang lain. Saya jarang mengungkapkan pendapat saya dalam pertemuan kelompok. Saya tidak mudah khawatir terhadap hal-hal kecil. Jika saya tahu bahwa saya tidak akan pernah bisa tertangkap, saya bersedia untuk mencuri sepuluh miliar rupiah. Saya menikmati saat-saat menciptakan karya seni, seperti novel, lagu, atau lukisan. Ketika mengerjakan sesuatu, saya tidak terlalu memperhatikan hal-hal kecil. Orang-orang kadang mengatakan bahwa saya terlalu keras kepala. Saya lebih suka pekerjaan yang melibatkan interaksi sosial yang aktif daripada bekerja sendirian. Ketika saya meliput kejadian yang menyakitkan, saya membutuhkan seseorang untuk membuat saya merasa nyaman. Memiliki banyak uang tidak terlalu penting bagi saya. Saya berpikir bahwa memperhatikan ide-ide radikal adalah buang-buang waktu. Saya membuat keputusan berdasarkan perasaan saat itu, bukan pada pemikiran yang cermat.. Orang menganggap saya sebagai seseorang yang temperamental. 22. Hampir setiap hari, saya merasa gembira dan optimis. 23. Saya ingin menangis ketika melihat orang lain menangis. 24. 25. Saya berpikir bahwa saya berhak untuk lebih dihargai dibandingkan orang pada umumnya. Jika saya memiliki kesempatan, saya ingin menghadiri konser musik klasik. Sangat Tidak Setuju Tidak Setuju Setuju Sangat Setuju Sangat Tidak Setuju 26. 27. 28. 29. 30. 31. 32. 33. 34. 35. 36. 37. 38. 39. 40. 41. 42. 43. 44. 45. 46. 47. 48. 49. 50. 51. Ketika bekerja dalam keadaan yang tidak teratur, saya kadangkadang mengalami kesulitan. Sikap saya terhadap orang yang telah memperlakukan saya dengan buruk adalah "memaafkan dan melupakan". Saya merasa bahwa saya orang yang tidak terkenal. Saya merasa takut ketika meliput suatu berita yang dapat membahayakan fisik. Jika saya ingin sesuatu dari seseorang, saya akan tertawa saat orang tersebut melawak walaupun tidak lucu. Saya tidak pernah benar-benar menikmati saat membaca bukubuku mengenai ilmu pengetahuan. Saya hanya melakukan jumlah minimum yang diperlukan dalam melakukan suatu pekerjaan. Saya cenderung lemah dalam menilai orang lain. Dalam situasi sosial, saya biasanya menjadi orang yang memulai melakukan sesuatu hal pertama kali. Kekhawatiran saya lebih kuat dibandingkan kebanyakan orang pada umumnya. Saya tidak akan pernah menerima suap, bahkan jika itu sangat besar. Orang-orang sering mengatakan kepada saya bahwa saya memiliki imajinasi yang baik. Saya selalu mencoba untuk lebih teliti dalam pekerjaan saya, walaupun harus mengorbankan waktu. Saya biasanya cukup fleksibel terhadap pendapat saya sekalipun ketika orang tidak setuju dengan saya. Hal pertama yang saya selalu lakukan di tempat baru adalah untuk mencari teman. Saya dapat menangani situasi sulit saat liputan tanpa perlu dukungan emosional dari orang lain. Saya mendapatkan banyak kesenangan saat memiliki barangbarang mewah yang mahal. Saya suka orang-orang yang memiliki pandangan modern. Saya membuat banyak kesalahan karena saya tidak berpikir sebelum bertindak. Kebanyakan orang cenderung untuk lebih cepat marah daripada saya. Kebanyakan orang pada umumnya lebih ceria dan dinamis dibandingkan saya. Saya merasakan emosi yang kuat ketika seseorang yang dekat dengan saya akan pergi untuk waktu yang lama. Saya ingin orang tahu bahwa saya orang penting dari status yang tinggi. Saya tidak menganggap diri saya sebagai seseorang yang artistik atau kreatif. Orang sering memandang saya sebagai seseorang yang perfeksionis. Saya jarang mengatakan sesuatu yang negatif, walaupun saat orang lain membuat banyak kesalahan. Tidak Setuju Setuju Sangat Setuju Sangat Tidak Setuju 52. Saya kadang-kadang merasa bahwa saya orang yang tidak berharga. 53. Saya tidak akan merasa panik, walaupun dalam keadaan darurat. 54. Saya tidak akan berpura-pura untuk menyukai seseorang hanya untuk mendapatkan keuntungan dari orang tersebut. 55. Menurut saya, membahas filsafat membosankan. 56. 57. 58. 59. 60. Saya lebih memilih untuk melakukan apa pun yang muncul dalam pikiran, daripada berdasarkan atas rencana yang telah disusun. Ketika orang mengatakan kepada saya bahwa saya salah, reaksi pertama saya adalah berdebat dengan mereka. Ketika saya berada di suatu kelompok, saya orang yang sering berbicara atas nama kelompok. Saya tetap tanpa emosi bahkan dalam situasi di mana kebanyakan orang menjadi sangat sentimental Saya akan tergoda untuk menggunakan uang palsu, jika saya yakin bisa lolos dengan itu. Tidak Setuju Setuju Sangat Setuju LAMPIRAN Lampiran 3. Path Diagram Uji Validitas CFA LISREL CFA Psychological Well-Being CFA Humor Production CFA Social Uses of Humor CFA Attitudes Toward Humor and Humorous People CFA Uses of Humor for Coping CFA Honesty-Humility CFA Emotionality CFA Extraversion CFA Agreeableness CFA Conscientiousness CFA Openness to Experience Lampiran 4. Hasil Regresi SPSS Regresi Bersama Variables Entered/Removed Variables Entered Model 1 Variables Removed Usia, HH, IP1, . AG, EMO, P2, Gender, SUH, ATH, CO, EX, UHC, OE, HP, P1, IP2a Method Enter a. All requested variables entered. Model Summary Change Statistics Model 1 R .585a Adjusted R Square R Square .343 .263 Std. Error of the Estimate 7.67310 R Square Change .343 F Change 4.331 df1 16 a. Predictors: (Constant), Usia, HH, IP1, AG, EMO, P2, Gender, SUH, ATH, CO, EX, UHC, OE, HP, P1, IP2 ANOVAb Model 1 Sum of Squares df Mean Square Regression 4079.435 16 254.965 Residual 7830.568 133 58.876 Total 11910.003 149 F 4.331 Sig. .000a a. Predictors: (Constant), Usia, HH, IP1, AG, EMO, P2, Gender, SUH, ATH, CO, EX, UHC, OE, HP, P1, IP2 b. Dependent Variable: PWB df2 133 Sig. F Change .000 Coefficientsa Unstandardized Coefficients Model 1 B Std. Error (Constant) 9.610 10.140 HP .109 .099 SUH -.112 .104 ATH -.028 UHC .084 HH Sig. .116 1.100 .273 -.116 -1.080 .282 .097 -.024 -.290 .773 .089 .087 .944 .347 .225 .084 .217 2.667 .009 EMO .151 .086 .140 1.770 .079 EX .004 .095 .004 .045 .964 AG .038 .091 .035 .416 .678 CO .050 .094 .045 .530 .597 OE .374 .104 .337 3.594 .000 Gender -.705 1.428 -.037 -.493 .622 P1 -.180 1.965 -.010 -.091 .927 P2 -4.771 2.013 -.256 -2.370 .019 IP1 -5.237 2.302 -.294 -2.275 .025 IP2 -3.727 2.341 -.206 -1.592 .114 Usia 2.159 2.577 .063 .838 .404 Variables Entered/Removedb 2 3 4 5 6 7 8 t .345 Regresi Proporsi 1 Beta .948 a. Dependent Variable: PWB Model Standardized Coefficients Variables Entered CO, AG, HP, EMO, ATH, HH, EX, UHC, SUHa OEa Gendera P1a P2a IP1a IP2a Usiaa Variables Removed Method . Enter . . . . . . . Enter Enter Enter Enter Enter Enter Enter a. All requested variables entered. b. Dependent Variable: PWB Model Summary Model 1 dim ensi on0 R R Square .445a .198 Adjusted R Std. Error of Square the Estimate .146 8.26146 Change Statistics R Square Change F Change df1 df2 Sig. F Change .198 3.833 9 140 .000 2 .509b .260 .206 7.96533 .062 11.603 1 139 .001 3 .512c .262 .203 7.98060 .003 .469 1 138 .495 4 .536d .287 .224 7.87423 .025 4.753 1 137 .031 5 .560e .313 .248 7.75544 .026 5.229 1 136 .024 6 .571f .326 .256 7.70965 .013 2.620 1 135 .108 7 .582g .339 .265 7.66457 .013 2.593 1 134 .110 8 .585h .343 .263 7.67310 .003 .702 1 133 .404 a. Predictors: (Constant), CO, AG, HP, EMO, ATH, HH, EX, UHC, SUH b. Predictors: (Constant), CO, AG, HP, EMO, ATH, HH, EX, UHC, SUH, OE c. Predictors: (Constant), CO, AG, HP, EMO, ATH, HH, EX, UHC, SUH, OE, Gender d. Predictors: (Constant), CO, AG, HP, EMO, ATH, HH, EX, UHC, SUH, OE, Gender, P1 e. Predictors: (Constant), CO, AG, HP, EMO, ATH, HH, EX, UHC, SUH, OE, Gender, P1, P2 f. Predictors: (Constant), CO, AG, HP, EMO, ATH, HH, EX, UHC, SUH, OE, Gender, P1, P2, IP1 g. Predictors: (Constant), CO, AG, HP, EMO, ATH, HH, EX, UHC, SUH, OE, Gender, P1, P2, IP1, IP2 h. Predictors: (Constant), CO, AG, HP, EMO, ATH, HH, EX, UHC, SUH, OE, Gender, P1, P2, IP1, IP2, Usia ANOVAi Model 1 Regression Sum of Squares 2354.772 Residual 149 Regression 3090.948 10 309.095 Residual 8819.055 139 63.446 11910.003 149 Regression 3120.789 11 283.708 Residual 8789.213 138 63.690 11910.003 149 3415.519 12 284.627 62.004 Regression Residual 8494.484 137 11910.003 149 Regression 3730.034 13 286.926 Residual 8179.968 136 60.147 11910.003 149 Regression 3885.783 14 277.556 Residual 8024.220 135 59.439 11910.003 149 4038.097 15 269.206 58.746 Total 5 Total 6 Total 7 Regression Residual 7871.905 134 11910.003 149 Regression 4079.435 16 254.965 Residual 7830.568 133 58.876 11910.003 149 Total 8 68.252 140 Total 4 Mean Square 261.641 9555.231 Total 3 9 11910.003 Total 2 df Total F 3.833 Sig. .000a 4.872 .000b 4.455 .000c 4.590 .000d 4.770 .000e 4.670 .000f 4.583 .000g 4.331 .000h a. Predictors: (Constant), CO, AG, HP, EMO, ATH, HH, EX, UHC, SUH b. Predictors: (Constant), CO, AG, HP, EMO, ATH, HH, EX, UHC, SUH, OE c. Predictors: (Constant), CO, AG, HP, EMO, ATH, HH, EX, UHC, SUH, OE, Gender d. Predictors: (Constant), CO, AG, HP, EMO, ATH, HH, EX, UHC, SUH, OE, Gender, P1 e. Predictors: (Constant), CO, AG, HP, EMO, ATH, HH, EX, UHC, SUH, OE, Gender, P1, P2 f. Predictors: (Constant), CO, AG, HP, EMO, ATH, HH, EX, UHC, SUH, OE, Gender, P1, P2, IP1 g. Predictors: (Constant), CO, AG, HP, EMO, ATH, HH, EX, UHC, SUH, OE, Gender, P1, P2, IP1, IP2 h. Predictors: (Constant), CO, AG, HP, EMO, ATH, HH, EX, UHC, SUH, OE, Gender, P1, P2, IP1, IP2, Usia i. Dependent Variable: PWB Coefficientsa Model Unstandardized Coefficients B Std. Error 13.421 9.009 Standardized Coefficients Beta 1.490 Sig. .139 .112 -.068 .032 .187 .215 .171 -.056 -.064 .179 1.023 -.604 .374 2.084 2.492 2.117 -.649 -.829 2.057 .239 .308 .547 .709 .039 .014 .036 .518 .408 .042 .811 .099 .106 .099 .088 .086 .086 .093 .091 .096 .105 9.387 .123 -.110 .012 .088 .211 .128 -.062 .078 .106 .323 1.166 -1.005 .149 .970 2.545 1.622 -.747 .913 1.226 3.406 .327 .246 .317 .881 .334 .012 .107 .456 .363 .222 .001 .744 .118 -.104 .011 .071 .224 .132 -.071 .090 .114 .367 -.999 3.480 .099 .106 .100 .090 .087 .086 .093 .092 .096 .106 1.460 9.264 .126 -.108 .010 .074 .217 .122 -.064 .085 .103 .331 -.053 1.187 -.984 .115 .785 2.592 1.535 -.760 .979 1.187 3.457 -.685 .376 .237 .327 .908 .434 .011 .127 .448 .329 .237 .001 .495 .708 HP SUH ATH UHC HH EMO EX AG CO OE Gender P1 (Constant) .134 -.112 .018 .080 .201 .108 -.063 .070 .095 .379 -.640 2.924 6.949 .098 .105 .098 .089 .086 .086 .092 .091 .095 .105 1.450 1.341 9.249 .144 -.116 .015 .084 .194 .099 -.056 .066 .086 .342 -.034 .164 1.372 -1.070 .181 .902 2.331 1.254 -.679 .766 .995 3.614 -.442 2.180 .751 .172 .287 .856 .369 .021 .212 .498 .445 .321 .000 .660 .031 .454 HP SUH ATH UHC HH .122 -.109 -.006 .067 .208 .097 .103 .097 .088 .085 .131 -.112 -.005 .070 .201 1.265 -1.051 -.059 .765 2.451 .208 .295 .953 .446 .016 1 (Constant) 2 HP SUH ATH UHC HH EMO EX AG CO (Constant) .105 -.066 .038 .180 .222 .185 -.063 -.069 .198 2.221 .102 .109 .103 .086 .089 .088 .097 .083 .096 9.288 3 HP SUH ATH UHC HH EMO EX AG CO OE (Constant) .115 -.106 .015 .085 .219 .139 -.070 .083 .117 .358 3.066 4 HP SUH ATH UHC HH EMO EX AG CO OE Gender (Constant) 5 t .139 -.054 .064 .088 .392 -.959 -.429 -4.650 7.312 .086 .091 .090 .094 .103 1.435 1.973 2.033 9.198 .128 -.049 .060 .079 .354 -.050 -.024 -.249 6 EMO EX AG CO OE Gender P1 P2 (Constant) 1.620 -.600 .711 .934 3.791 -.668 -.217 -2.287 .795 .107 .550 .478 .352 .000 .505 .828 .024 .428 .145 -.130 -.003 .083 .210 .132 -.025 .049 .063 .399 -.917 -.162 -4.663 -2.172 12.222 .097 .103 .097 .088 .084 .085 .092 .090 .095 .103 1.427 1.969 2.021 1.342 9.639 .155 -.135 -.002 .086 .203 .122 -.023 .045 .056 .360 -.048 -.009 -.250 -.122 7 HP SUH ATH UHC HH EMO EX AG CO OE Gender P1 P2 IP1 (Constant) 1.492 -1.257 -.030 .939 2.492 1.549 -.274 .539 .662 3.880 -.643 -.082 -2.307 -1.619 1.268 .138 .211 .976 .349 .014 .124 .785 .591 .509 .000 .521 .935 .023 .108 .207 .114 -.109 -.025 .095 .222 .145 -.015 .030 .055 .370 -.823 -.066 -4.748 -5.187 -3.765 9.610 .098 .104 .097 .088 .084 .085 .092 .090 .094 .104 1.420 1.958 2.010 2.299 2.338 10.140 .122 -.113 -.021 .099 .214 .134 -.013 .028 .049 .334 -.043 -.004 -.255 -.291 -.208 8 HP SUH ATH UHC HH EMO EX AG CO OE Gender P1 P2 IP1 IP2 (Constant) 1.163 -1.049 -.256 1.081 2.633 1.705 -.159 .330 .581 3.565 -.580 -.033 -2.362 -2.256 -1.610 .948 .247 .296 .799 .282 .009 .091 .874 .742 .562 .001 .563 .973 .020 .026 .110 .345 HP .109 .099 .116 1.100 .273 SUH -.112 .104 -.116 -1.080 .282 ATH -.028 .097 -.024 -.290 .773 UHC .084 .089 .087 .944 .347 HH .225 .084 .217 2.667 .009 EMO .151 .086 .140 1.770 .079 EX .004 .095 .004 .045 .964 AG .038 .091 .035 .416 .678 CO .050 .094 .045 .530 .597 OE .374 .104 .337 3.594 .000 Gender -.705 1.428 -.037 -.493 .622 P1 -.180 1.965 -.010 -.091 .927 P2 -4.771 2.013 -.256 -2.370 .019 IP1 -5.237 2.302 -.294 -2.275 .025 -3.727 2.159 2.341 2.577 -.206 .063 -1.592 .838 .114 .404 IP2 Usia a. Dependent Variable: PWB