PENGARUH KEPRIBADIAN DAN SENSE OF HUMOR TERHADAP

advertisement
PENGARUH KEPRIBADIAN DAN SENSE OF HUMOR
TERHADAP PSYCHOLOGICAL WELL-BEING
(Studi pada Jurnalis di DKI Jakarta)
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Psikologi sebagai Salah Satu Syarat untuk
Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi (S.Psi)
Oleh :
IRLIENE FEBRIANA
NIM : 109070000144
FAKULTAS PSIKOLOGI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1436 H/2014 M
i
ABSTRAK
A)
B)
C)
D)
Fakultas Psikologi
Oktober 2014
Irliene Febriana
Pengaruh Kepribadian dan Sense of Humor terhadap Psychological Well-Being (Studi
pada Jurnalis di DKI Jakarta)
E) xiii + 110 + lampiran
F) Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh kepribadian the HEXACO model of
personality
(honesty-humility,
emotionality,
extraversion,
agreeableness,
conscientiousness, & openness to experience) dan sense of humor (humor production,
social uses of humor, attitudes toward humor and humorous people, & uses of humor for
coping) serta variabel demografis (usia, jenis kelamin, penghasilan, & intensitas
pekerjaan) terhadap psychological well-being jurnalis di DKI Jakarta.
Sampel berjumlah 150 orang jurnalis di DKI Jakarta yang diambil dengan teknik nonprobability sampling, yakni accidental sampling. Ryff’s Psychological Well-Being Scales,
Skala HEXACO Personality Inventory-Revised (HEXACO-PI-R) yang dikembangkan
oleh Lee dan Ashton, dan Multidimensional Sense of Humor Scale (MSHS) yang
dikembangkan oleh Thorson dan Powell digunakan sebagai instrument pengumpulan data
dan diadaptasi ke bahasa Indonesia. Pengujian validitas item menggunakan uji CFA
dengan bantuan software LISREL 8.7, selanjutnya data dianalisis dengan menggunakan
analisis regresi linear berganda dengan bantuan software SPSS 19.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa hipotesis mayor diterima, artinya terdapat pengaruh
yang signifikan antara kepribadian the HEXACO model of personality, sense of humor,
dan variabel demografis (usia, jenis kelamin, penghasilan, dan intensitas pekerjaan)
terhadap psychological well-being. Hasil uji hipotesis minor menunjukkan opennes to
experience, honesty-humility, penghasilan, dan intensitas pekerjaan sebagai prediktor
yang signifikan untuk psychological well-being.
Pada hasil kategorisasi psychological well-being pada penelitian ini menunjukkan bahwa
hasil sebaran paling banyak berada pada kategori rendah. Memperhatikan kondisi fisik
dan menjaga kesehatan psikologis adalah suatu keharusan agar manusia dapat
menjalankan hidupnya dengan bahagia, tenang, dan mampu mengatasi segala masalah
maupun tekanan yang datang. Penelitian Ryff (1989) mengenai psychological well-being
menyatakan, seseorang yang jiwanya sejahtera tidak sekadar bebas dari tekanan atau
masalah mental. Lebih dari itu, ia juga memiliki penilaian positif terhadap dirinya dan
mampu bertindak secara otonomi, serta tidak mudah hanyut oleh pengaruh lingkungan.
Bila hal ini dikaitkan dengan dunia pekerjaan, maka tingkat psychological well-being
seseorang akan berguna dalam komitmen individu, produktivitas kerja individu, targettarget dalam pekerjaan, hubungan dengan rekan kerja, serta penguasaan lingkungan kerja
(Horn, Taris, Schaufeli, & Schreurs, 2004).
G) Bahan bacaan: 67; Buku: 27 + Jurnal: 22 + Skripsi: 6 + Artikel: 12
v
ABSTRACT
A)
B)
C)
D)
Psychology Faculty
October 2014
Irliene Febriana
Influence of Personality and Sense of Humor to Psychological Well-Being (Study for
Journalists in Jakarta)
E) xiii + 110 + attachment
F) This study has been done for knowing influence of personality the HEXACO model of
personality
(honesty-humility,
emotionality,
extraversion,
agreeableness,
conscientiousness, & openness to experience) and sense of humor (humor production,
social uses of humor, attitudes toward humor and humorous people, & uses of humor for
coping) also demographic variables (age, sex, income, & job intensity) to journalist’s
psychological well-being in Jakarta.
There was 150 journalists in Jakarta as sample that was taken by non-probability
sampling techniques, the techniques are accidental sampling. Ryff’s Psychological WellBeing Scales, HEXACO Personality Inventory-Revised Scales (HEXACO-PI-R) which
was improved by Lee and Ashton, and Multidimensional Sense of Humor Scales (MSHS)
which are improved by Thorson and Powell, used for collecting data instrument and be
adapted to Indonesian. Validity examination item use CFA test with software LISREL
8.7, then data was analyzed by use multiple linear regression analysis with software SPSS
19.
The result showed that major hypothesis is accepted, means there are significant
influences between personality the HEXACO model of personality, sense of humor, and
demographic variable (age, sex, income, & job intensity) to psychological well-being.
Result of minor hypothesis showed openness to experience, honesty-humility, income,
and job intensity as significant predictor for psychological well-being.
The categorization results of psychological well-being in this study indicate that most of
the result distribution is in the low category. Consider the physical condition and maintain
psychological health is a must for humans to live her/his life with a happy, calm, and able
to overcome all the problems and pressures that come. Ryff (1989) research on the
psychological well-being states, someone whose soul is prosperous not only free from
pressure or problems. More than that, he/she also has a positive assessment of him and
able to act autonomously, also not easily washed away by the influence of the
environment. If it is associated with the world of work, then levels of person’s
psychological well-being would be useful in an individual commitment, individual work
productivity, targets in the work, relationships with colleagues, and also control of the
work environment (Horn, Taris, Schaufeli, & Schreurs, 2004).
G) Literature: 67; Book: 27 + Journal: 22 + Essay: 6 + Article: 12
vi
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah yang
diberikan-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi dengan judul
“Pengaruh Kepribadian dan Sense of Humor terhadap Psychological Well-Being (Studi pada
Jurnalis di DKI Jakarta)”. Shalawat serta salam semoga selalu tercurahkan kepada junjungan
Nabi kita semua, nabi Muhammad SAW. Penulis menyadari bahwa terselesaikannya skripsi
ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, dengan segala kerendahan hati
penulis menyampaikan terima kasih kepada :
1. Dekan Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, periode 2014-2019,
Prof.Dr. Abdul Mujib, M.Ag, M.Si, beserta jajarannya.
2. Dekan Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, periode 2009-2013, Jahja
Umar, Ph.D, beserta jajarannya.
3. Dosen Pembimbing I Dra. Zahrotun Nihayah, M.Si dan Dosen Pembimbing II S.
Evangeline I. Suaidy, M.Si, Psi., terima kasih Ibu atas segala bimbingan, arahan,
masukkan serta kritik yang membangun, dan juga waktu yang diberikan selama masa
penelitian skripsi ini.
4. Dosen Pembimbing Akademik Solicha, M.Si., terima kasih Ibu atas segala perhatian,
bimbingan dan nasehat selama penulis menjalani perkuliahan.
5. Seluruh dosen Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, terima kasih atas
ilmu dan pengetahuan yang telah diberikan, sekaligus seluruh karyawan fakultas yang
telah membantu penulis dalam proses penyelesaian skripsi.
6. Para jurnalis di DKI Jakarta yang telah bersedia memberikan waktunya untuk
diwawancara dan membantu mengisi angket penelitian yang penulis berikan.
vii
7. Orang tua penulis, Bapak Irwan Gaos dan Ibu Cut Magdalena yang senantiasa
memberikan kasih sayang sepanjang masa sehingga penulis bisa sampai ke titik ini.
Cinta dan dukungan berupa moril maupun materil dari kedua orang tua penulis
terkasih. Terima kasih atas segala yang telah dilakukan dan atas setiap cinta yang
terpancar serta doa dan restu yang selalu mengiringi tiap langkah penulis.
8. Anhar Rizki Affandi, yang senantiasa ada di kala suka maupun duka, melantunkan
doa serta mengusahakan segala macam bantuan terkait penyelesaian skripsi ini.
Terima kasih atas semua yang telah dilakukan serta telah senantiasa menguatkan,
memberikan dukungan dan motivasi.
9. Arif, Wisti, dan Isnidiniyah yang telah membantu mengarahkan penulis dalam proses
pengolahan data skripsi ini.
10. Kelas D Psikologi 2009. Terima kasih teman-teman atas segala kisah kasih, canda
tawa dan persahabatan terhebat bersama kalian selama ini.
11. Seluruh pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu, terima kasih atas segala
dukungan dan bantuan yang telah diberikan untuk membantu penulis dalam
menyelesaikan skripsi ini.
Penulis menyadari bahwa dalam penulisan skripsi ini masih banyak kekurangan. Oleh
karena itu, penulis menerima saran serta kritik yang membangun. Semoga penelitian ini dapat
memberikan manfaat dan pengetahuan bagi pembaca. Terimakasih. Wassalam
Jakarta, Oktober 2014
Penulis
viii
MOTTO DAN PERSEMBAHAN
“Tidak ada masalah yang terlalu besar untuk dihadapi,
tidak ada langkah yang terlalu panjang untuk dijalani, dan tidak
ada orang yang terlalu sulit untuk dihadapi, ketika kita mampu
menyikapi setiap peristiwa yang terjadi dengan hati yang jernih
dan kepala dingin.”
-Setengah Isi Setengah Kosong-
Skripsi ini kupersembahkan untuk ayah dan ibu,
dan juga untuk orang-orang yang kucintai.
ix
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.........................................................................................................
i
LEMBAR PERNYATAAN..............................................................................................
ii
HALAMAN PERSETUJUAN.........................................................................................
iii
HALAMAN PENGESAHAN...........................................................................................
iv
ABSTRAK..........................................................................................................................
v
KATA PENGANTAR........................................................................................................ vii
MOTTO DAN PERSEMBAHAN.................................................................................... ix
DAFTAR ISI......................................................................................................................
x
DAFTAR TABEL.............................................................................................................. xii
DAFTAR GAMBAR......................................................................................................... xiii
BAB 1. PENDAHULUAN................................................................................................ 1-18
1.1. Latar Belakang Masalah................................................................................................
1
1.2. Pembatasan dan Perumusan Masalah............................................................................ 13
1.2.1. Pembatasan masalah............................................................................................ 14
1.2.2. Perumusan masalah............................................................................................. 15
1.3. Tujuan dan Manfaat Penelitian...................................................................................... 16
1.3.1. Tujuan penelitian................................................................................................. 16
1.3.2. Manfaat penelitian............................................................................................... 17
1.4. Sistematika Penulisan..................................................................................................... 17
BAB 2. LANDASAN TEORI.......................................................................................... 19-52
2.1. Psychological Well-Being.............................................................................................. 19
2.1.1. Definisi psychological well-being...................................................................... 19
2.1.2. Dimensi psychological well-being...................................................................... 21
2.1.3. Faktor-faktor yang mempengaruhi psychological well-being............................ 25
2.1.4. Pengukuran psychological well-being................................................................ 31
2.1.5. Penelitian terdahulu............................................................................................ 32
2.2. Kepribadian (Personality)............................................................................................. 33
2.2.1. Definisi kepribadian (personality)...................................................................... 33
2.2.2. Definisi the HEXACO model of personality....................................................... 35
2.2.3. Pengukuran the HEXACO model of personality................................................. 36
2.2.4. Penelitian terdahulu............................................................................................ 37
2.3. Sense of Humor............................................................................................................. 38
2.3.1. Definisi humor.................................................................................................... 38
2.3.2. Jenis-jenis humor................................................................................................ 39
2.3.3. Definisi kepekaan terhadap humor (sense of humor)......................................... 41
2.3.4. Dimensi sense of humor..................................................................................... 43
2.3.5. Pengukuran sense of humor................................................................................ 44
2.3.6. Penelitian terdahulu............................................................................................ 45
2.4. Kerangka Berpikir.......................................................................................................... 46
2.5. Hipotesis Penelitian....................................................................................................... 51
2.5.1. Hipotesis mayor................................................................................................... 51
2.5.2. Hipotesis minor.................................................................................................... 51
BAB 3. METODE PENELITIAN................................................................................... 53-76
3.1. Populasi, Sampel, dan Teknik Pengambilan Sampel...................................................
53
3.2. Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel................................................ 54
x
3.2.1. Variabel penelitian.............................................................................................
3.2.2. Definisi operasional variabel.............................................................................
3.3. Instrument Pengumpulan Data.....................................................................................
3.4. Uji Validitas Konstruk..................................................................................................
3.4.1. Uji validitas skala psychological well-being......................................................
3.4.2. Uji validitas skala the HEXACO model of personality.......................................
3.4.2.1. Honesty-humility....................................................................................
3.4.2.2. Emotionality...........................................................................................
3.4.2.3. Extraversion...........................................................................................
3.4.2.4. Agreeableness.........................................................................................
3.4.2.5. Conscientiousness...................................................................................
3.4.2.6. Openness to experience..........................................................................
3.4.3. Uji validitas skala sense of humor.......................................................................
3.4.3.1. Humor production..................................................................................
3.4.3.2. Social uses of humor..............................................................................
3.4.3.3. Attitudes toward humor and humorous people......................................
3.4.3.4. Uses of humor for coping.......................................................................
3.5. Teknik Analisis Data......................................................................................................
3.6. Prosedur Penelitian.........................................................................................................
54
54
56
59
60
61
61
62
64
65
65
67
68
68
69
69
70
71
75
BAB 4. HASIL PENELITIAN........................................................................................ 77-96
4.1. Karakteristik Responden Penelitian...............................................................
77
4.2. Hasil Analisis Deskriptif................................................................................. 79
4.3. Kategorisasi Hasil Penelitian.......................................................................... 81
4.3.1. Kategorisasi psychological well-being................................................. 81
4.3.2. Kategorisasi honesty-humility............................................................... 82
4.3.3. Kategorisasi emotionality...................................................................... 82
4.3.4. Kategorisasi extraversion...................................................................... 82
4.3.5. Kategorisasi agreeableness.................................................................... 83
4.3.6. Kategorisasi conscientiousness.............................................................. 83
4.3.7. Kategorisasi openness to experience..................................................... 84
4.3.8. Kategorisasi humor production.............................................................. 84
4.3.9. Kategorisasi social uses of humor......................................................... 85
4.3.10. Kategorisasi attitudes toward humor and humorous people................ 85
4.3.11. Kategorisasi uses of humor for coping................................................. 86
4.4. Uji Hipotesis Penelitian.................................................................................... 86
4.4.1. Uji regresi berganda............................................................................... 86
4.4.2. Pengujian proporsi varians pada masing-masing variabel independen.. 93
BAB 5. KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN...................................................... 97-111
5.1. Kesimpulan..................................................................................................................
97
5.2. Diskusi.........................................................................................................................
98
5.3. Saran............................................................................................................................ 108
5.3.1. Saran metodologis............................................................................................. 109
5.3.2. Saran praktis...................................................................................................... 110
DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................ 112
LAMPIRAN.......................................................................................................................
xi
DAFTAR TABEL
Tabel 2.3.2.
Tabel 3.3.1.
Tabel 3.3.2.
Tabel 3.3.3.
Tabel 3.3.4.
Tabel 3.4.1.
Tabel 3.4.2.1.
Tabel 3.4.2.2.
Tabel 3.4.2.3.
Tabel 3.4.2.4.
Tabel 3.4.2.5.
Tabel 3.4.2.6.
Tabel 3.4.3.1.
Tabel 3.4.3.2.
Tabel 3.4.3.3.
Tabel 3.4.3.4.
Tabel 4.1.
Tabel 4.2.
Tabel 4.3.
Tabel 4.3.1.
Tabel 4.3.2.
Tabel 4.3.3.
Tabel 4.3.4.
Tabel 4.3.5.
Tabel 4.3.6.
Tabel 4.3.7.
Tabel 4.3.8.
Tabel 4.3.9.
Tabel 4.3.10.
Tabel 4.3.11.
Tabel 4.4.1.1.
Tabel 4.4.1.2.
Tabel 4.4.1.3.
Tabel 4.4.2.
Dimensi & Aspek The HEXACO Model of Personality............................ 36
Blue Print Skala Psychological Well-Being............................................... 56
Blue Print Skala The HEXACO Model of Personality............................... 57
Blue Print Skala Sense of Humor.............................................................. 58
Skor Skala Model Likert........................................................................... 59
Muatan Faktor Psychological Well-Being................................................. 61
Muatan Faktor Honesty-Humility.............................................................. 62
Muatan Faktor Emotionality...................................................................... 63
Muatan Faktor Extraversion...................................................................... 64
Muatan Faktor Agreeableness.................................................................... 65
Muatan Faktor Conscientiousness.............................................................. 66
Muatan Faktor Openness to Experience..................................................... 67
Muatan Faktor Humor Production.............................................................. 68
Muatan Faktor Social Uses of Humor........................................................ 69
Muatan Faktor Attitudes Toward Humor and Humorous People............... 70
Muatan Faktor Uses of Humor for Coping................................................. 71
Karakteristik Responden Penelitian............................................................ 77
Deskripsi Statistik Variabel Penelitian........................................................ 80
Pedoman Interpretasi Skor.......................................................................... 81
Kategorisasi Psychological Well-Being....................................................... 81
Kategorisasi Honesty-Humility................................................................... 82
Kategorisasi Emotionality........................................................................... 82
Kategorisasi Extraversion........................................................................... 82
Kategorisasi Agreeableness......................................................................... 83
Kategorisasi Conscientiousness................................................................. 83
Kategorisasi Openness to Experience........................................................ 84
Kategorisasi Humor Production................................................................ 84
Kategorisasi Social Uses of Humor........................................................... 85
Kategorisasi Attitudes Toward Humor and Humorous People.................. 85
Kategorisasi Uses of Humor for Coping.................................................... 86
RSquare........................................................................................................ 87
ANOVAb................................................................................................... 87
Koefisien Regresi....................................................................................... 88
Proporsi Varians Psychological Well-Being............................................... 94
xii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.4.
Kerangka Berpikir......................................................................................... 50
xiii
BAB I
PENDAHULUAN
Pada bab ini berisi latar belakang masalah, pembatasan dan perumusan masalah,
tujuan dan manfaat penelitian serta sistematika penulisan.
1.1 Latar Belakang Masalah
Informasi saat ini menjadi suatu kebutuhan yang sangat penting dan tidak dapat
dipisahkan dari kehidupan manusia. Rasa ingin tahu yang merupakan sifat dasar
manusia menjadi faktor pendorong terbesar akan kebutuhan tersebut. Manusia
mencari informasi untuk pelbagai tujuan hidup. Selain menambah pengetahuan
yang dapat memperluas cakrawala berpikir, informasi juga berperan sebagai salah
satu sumber pertimbangan dalam pengambilan keputusan untuk mempertahankan
hidup dan memperbaiki mutu kehidupan (Hidayat & Prakosa, 1997).
Media pers sebagai penyedia informasi bagi masyarakat tidak dapat
melakukan perannya tanpa adanya jurnalis. Jurnalis adalah ujung tombak media
pers yang menyediakan informasi bagi masyarakat (Hidayat & Prakosa, 1997).
Jurnalis dengan pengetahuan jurnalistiknya dapat mengolah informasi yang
berguna dan memilah informasi yang sesuai dengan kaidah jurnalistik (Ishwara,
2005). Hubungan itu jelas menempatkan jurnalis sebagai faktor terpenting karena
mereka yang paling berperan dalam memberikan informasi yang perlu
disampaikan kepada masyarakat.
1
2
Tanggung jawab sebagai seorang jurnalis sangatlah besar karena jurnalis
merupakan penghubung antara sumber berita dan masyarakat luas. Akurasi
merupakan satu hal penting dalam kerja seorang jurnalis, lemahnya akurasi dapat
menyebabkan tidak tepatnya penggunaan data, fakta, dan nama sehingga
melahirkan kesalahan dalam sebuah berita dan masyarakat pun mendapatkan
informasi yang salah. Jurnalis yang tidak mampu menyampaikan informasi
secepatnya ke kantor dan menyebabkan berita tidak muncul di media tempat ia
bekerja keesokan harinya akan berisiko kehilangan pekerjaannya. Hal ini
disebabkan karena surat kabar mereka akan berisi berita-berita yang tidak aktual
sehingga pada akhirnya akan ditinggalkan oleh para pembacanya (Muflih, 1997).
Kebebasan pers saat ini menuntut lebih banyak agar jurnalis mampu
mengerahkan segenap pikiran dan tenaga untuk memberikan kepada masyarakat.
Akibatnya, media pers yang mempekerjakan jurnalis meminta kontribusi yang
maksimal mulai dari hasil karya hingga tuntutan jam kerja yang tidak beraturan.
Sehingga, hal tersebut membuat jurnalis menghadapi pelbagai tekanan psikis yang
memang menjadi risiko ketika berkecimpung di dunia jurnalistik.
Tekanan psikis bagi seorang jurnalis mulai dari diri sendiri dalam
hubungan sosial masyarakat, keluarga, lingkungan kerja baik dari perusahaan
yang menuntut lebih kinerja namun tidak menyelaraskan dengan insentif yang
sepadan, hingga tuntutan dalam mencari dan mengolah informasi yang disajikan
ke masyarakat. Bahkan, kasus terkecil tidak naiknya berita jurnalis yang
dikirimkan ke redaksi, juga membuat tekanan (Ari, 2012). Selain itu, banyak
kendala yang sering muncul dalam usahanya mengumpulkan informasi untuk
3
membuat sebuah berita, diantaranya waktu yang terbatas, sulitnya mendapatkan
sudut pandang dari peristiwa yang diliput serta sumber-sumber yang tidak
kooperatif (Ishwara, 2005).
Psikolog Irma S. Martam dari Yayasan Pulih, mengatakan bahwa jurnalis
adalah profesi yang rentan terkena gangguan psikologis, ini karena pola kerjanya
yang berada di bawah tekanan baik dari segi deadline pembuatan berita serta
kemungkinan tekanan dari lingkungan peliputan yang cenderung merupakan
kondisi-kondisi abnormal (Susanto, 2009). Jurnalis yang bertugas di aura negatif
seperti meliput kasus perampokan, pembunuhan, mayat dari segala kasus,
seringnya menyaksikan kejadian-kejadian traumatis seperti kerusuhan atau
bencana alam dan sebagainya, tentu akan dapat menimbulkan pengaruh psikologis
dalam diri jurnalis. Beragam kekerasan (informasi negatif) yang sering dilaporkan
jurnalis dalam kerjanya bisa saja membekas dalam pikiran bawah sadar.
AL Tompkins (dalam Hight & McMahon, 2006) dari Poynter Institut
untuk Studi Media di Amerika Serikat menulis pernyataan berikut ini tidak lama
setelah terjadinya serangan pada tahun 2001 di New York dan Washington, “Para
wartawan, wartawan foto, sound engineer, juru suara dan produser lapangan
sering kali bekerja bahu-membahu dengan para petugas darurat. Gejala-gejala
stres traumatis dari para wartawan sangat mirip dengan para petugas kepolisian
dan para petugas pemadam kebakaran yang bekerja segera setelah terjadinya
suatu tragedi. Namun, para wartawan biasanya menerima sedikit sekali
dukungan setelah mereka memasukkan peliputan mereka. Sementara para pekerja
4
keselamatan publik ditawari (dukungan psikologis) setelah trauma, sedangkan
para wartawan hanya ditugaskan untuk mencari berita lain.”
Sebuah penelitian menyebutkan tiga dari sepuluh jurnalis mengalami PostTraumatic Stress Disorder (PTSD) setelah bekerja dalam tugas-tugas yang
berbahaya, depresi, kecemasan, dan masalah dalam hubungan interpersonal juga
dilaporkan terjadi (Witchel, 2005). Penemuan tersebut didukung oleh penelitian
dari Anthony Feinstein, John Owen & Nancy Blair (2002) yang menemukan
bahwa hampir 30 persen jurnalis yang ditempatkan di daerah konflik
menunjukkan tanda-tanda Post-Traumatic Stress.
Dalam literatur psikologi terapan, pekerjaan jurnalis, di samping pekerjaan
supir, pelawak, ataupun tentara, termasuk dalam kategori rentan penyakit dan
memiliki harapan hidup rendah. Sebab, pekerjaan menjadi seorang jurnalis
memiliki pola kerja yang tidak mengenal waktu, mereka harus siap meliput
kapanpun ada peristiwa penting terjadi. Hal tersebut membuat waktu istirahat
mereka berkurang, terlebih lagi mereka harus memenuhi tenggat waktu (deadline)
pengumpulan berita yang diberikan perusahaan. Penelitian membuktikan bahwa
desakan
waktu
kronis
memberikan pengaruh tidak baik
pada
sistem
cardiovascular, sehingga menyebabkan terjadinya serangan jantung prematur dan
tekanan darah tinggi (Friedman & Rosenman dalam Munandar, 2001). Selain itu,
pekerjaan jurnalis yang selalu dikejar deadline tersebut telah mendorong
akumulasi stres yang bisa menimbulkan penyakit syaraf (Broto, 2008).
Profesi jurnalis juga memiliki risiko ancaman keselamatan yang tinggi.
Kekerasan terhadap jurnalis bukanlah hal yang baru terjadi di Indonesia. Aliansi
5
Jurnalis Independen (AJI) Indonesia mencatat angka kekerasan terhadap jurnalis
mengalami peningkatan. Berdasarkan data yang dirilis AJI Indonesia, selama
kurun waktu lima tahun terakhir, yaitu tahun 2008 - 2012, terjadi 89 kasus
kekerasan fisik yang dialami oleh jurnalis. Kasus kekerasan yang menimpa
jurnalis Indonesia beragam, mulai larangan peliputan, serangan fisik, teror dan
intimidasi, hingga serangan peretas. Aksi kekerasan terhadap para jurnalis pun
masih terus berlanjut pada tahun 2013 (Bambani, Rahardjo, Dwiyanto, Saefullah
& Wulandari, 2013).
Selain itu, setiap tahun ada saja jurnalis yang meninggal karena dibunuh.
Tentu motif pelaku karena terpengaruh atas pemberitaan yang ditulisnya. Delapan
kasus pembunuhan jurnalis itu yang kasusnya tidak terselesaikan adalah kasus
pembunuhan Fuad Muhammad Syarifuddin alias Udin (jurnalis Harian Bernas di
Yogyakarta, 16 Agustus 1996), Naimullah (jurnalis Harian Sinar Pagi di
Kalimantan Barat, ditemukan tewas pada 25 Juli 1997) dan Agus Mulyawan
(jurnalis Asia Press di Timor Timur, 25 September 1999). Juga ada Muhammad
Jamaluddin (jurnalis kamera TVRI di Aceh, ditemukan tewas pada 17 Juni 2003),
Ersa Siregar (jurnalis RCTI di Nangroe Aceh Darussalam, 29 Desember 2003),
dan Herliyanto (jurnalis lepas tabloid Delta Pos Sidoarjo di Jawa Timur,
ditemukan tewas pada 29 April 2006). Sementara Adriansyah Matrais Wibisono
(jurnalis TV lokal di Merauke, Papua, ditemukan pada 29 Juli 2010) dan Alfred
Mirulewan (jurnalis tabloid Pelangi, Maluku, ditemukan tewas pada 18 Desember
2010) (Winarno, 2014).
6
Permasalahan lain yang juga menambah beban kerja jurnalis adalah
rendahnya tingkat kesejahteraan. Rendahnya gaji jurnalis juga disebabkan banyak
perusahaan pers yang belum layak memenuhi standar perusahaan pers yang ideal
atau sehat, yaitu sebuah perusahaan pers yang mampu memberikan gaji yang
memadai kepada jurnalisnya, memiliki struktur karier yang jelas bagi jurnalisnya
serta jaminan kesejahteraan lainnya. Berdasarkan data dari AJI Jakarta, secara
keseluruhan total pengeluaran, perusahaan media di Indonesia masih relatif lebih
rendah porsi pengeluran gaji untuk pegawainya (Rosadi, 2014). Hal yang sama
juga dikatakan oleh Erik Tanjung, Koordinator Divisi Serikat Pekerja AJI Jakarta
bahwa upah jurnalis Indonesia untuk kawasan Asia Tenggara paling murah bila
dibandingkan dengan beberapa negara Asia Tenggara (Sutanto, 2013).
Upah layak untuk jurnalis pemula di Jakarta pada 2014 sebesar Rp 5,7
juta per bulan. Namun, kenyataannya rata-rata upah jurnalis di Jakarta saat ini
masih di bawah standar upah layak. Sebagian besar media di Jakarta menggaji
jurnalisnya di kisaran Rp 3 juta hingga Rp 4 juta per bulan. Bahkan ada media di
Jakarta menggaji di bawah Upah Minimum Provinsi di Jakarta sebesar Rp 2,2 juta
(Rahadi, 2014).
Lahirnya Undang-Undang No. 40 Tahun 1999 tentang Pers hanya
membuahkan sebuah harapan dan belum menyentuh secara baik nasib akan
perlindungan hukum maupun dari negara itu sendiri serta kesejahteraan jurnalis,
padahal peran dan kontribusi jurnalis tidak dapat diabaikan karena mempunyai
peran yang sangat strategis sebagai wahana komunikasi massa, penyebar
informasi, dan pembentuk opini dalam pelbagai sektor kehidupan. Sebagai pilar
7
penting dari industri media, nasib jurnalis seharusnya mendapat perhatian yang
pantas dari pelaku industri media. Apalagi jika mengingat beban yang dipikulkan
undang-undang kepada pekerja media, yaitu menjadi alat kontrol sosial, selain
menjalankan fungsi pendidikan dan hiburan (Manan, 2011).
Berdasarkan pemaparan diatas, bahwa menjadi jurnalis berarti memasuki
kawasan kerja yang bebannya berlipat-lipat dan rentan terhadap konflik. Tidak
jarang dalam keseharian pekerjaannya mereka sering dihadapkan pada dilema
antara mencari informasi dan menjaga keselamatan diri. Bekerja menjadi jurnalis
memerlukan kualifikasi baik secara profesi maupun psikologis sehingga mampu
bertahan dengan situasi penuh tekanan.Hal ini yang menjadi dasar pemikiran
penulis untuk meneliti mengenai bagaimana keadaan psychological well-being
jurnalis dengan segala risiko, tuntutan, dan tanggung jawab dalam pekerjaannya.
Psychological well-being merujuk pada perasaan seseorang mengenai aktifitas
kehidupan sehari-hari. Perasaan ini dapat berkisar dari kondisi mental negatif
(misalnya: ketidakpuasan hidup, kecemasan, dan sebagainya) sampai ke kondisi
mental positif (misalnya: realisasi potensi atau aktualisasi diri) (Bradburn, 1995).
Penelitian mengenai psychological well-being (Ryff dalam Nurhayati,
2010) menyatakan, seseorang yang jiwanya sejahtera tidak sekadar bebas dari
tekanan atau masalah mental. Lebih dari itu, ia juga memiliki penilaian positif
terhadap dirinya dan mampu bertindak secara otonomi, serta tidak mudah hanyut
oleh pengaruh lingkungan. Bila hal ini dikaitkan dengan dunia pekerjaan, maka
tingkat psychological well-being seseorang akan berguna dalam komitmen
individu, produktivitas kerja individu, target-target dalam pekerjaan, hubungan
8
dengan rekan kerja, serta penguasaan lingkungan kerja (Horn, Taris, Schaufeli, &
Schreurs, 2004).
Ryff (1995) mengemukakan enam komponen fungsi psychological wellbeing mencakup, evaluasi positif seseorang mengenai diri dan masa lalu (selfacceptance), pertumbuhan dan perkembangan individu (personal growth),
kepercayaan mengenai tujuan dan makna hidup individu (purpose in life), kualitas
hubungan dengan individu lain (positive relations with other), kapasitas untuk
mengatur kehidupan dan diri seseorang secara efektif (environmental mastery),
dan perasaan self-determination (autonomy).
Berdasarkan Ryff dan Singer (2002), psychological well-being berkaitan
dengan faktor usia, jenis kelamin, tingkat pendidikan, status sosial-ekonomi, dan
latar belakang budaya. Kelompok usia yang terdiri dari tiga bagian: dewasa muda,
dewasa menengah, dan dewasa akhir. Ryff dan Singer menemukan adanya
perbedaan psychological well-being, khususnya pada dimensi penguasaan
lingkungan, pertumbuhan pribadi, tujuan hidup, dan otonomi. Lalu, kelompok
wanita lebih tinggi pada dimensi hubungan positif dengan orang lain dan
pertumbuhan pribadi daripada kelompok pria. Kelompok yang berpendidikan
tinggi memiliki dimensi tujuan hidup dan pertumbuhan pribadi yang lebih tinggi
dibandingkan kelompok yang berpendidikan rendah. Status sosial-ekonomi
berhubungan dengan dimensi penerimaan diri, tujuan hidup, penguasaan
lingkungan, dan pertumbuhan pribadi. Selanjutnya, pada budaya Barat dan Timur
juga memberikan pengaruh yang berbeda. Dimensi yang lebih berorientasi pada
diri sendiri (penerimaan diri dan otonomi) lebih menonjol dalam konteks budaya
9
Barat, sedangkan dimensi yang berorientasi pada orang lain (seperti hubungan
positif dengan orang lain) lebih menonjol pada budaya Timur.
Menurut Davis (dalam Rahayu, 2008), individu dengan tingkat
penghasilan tinggi, status menikah, dan mempunyai dukungan sosial tinggi akan
memiliki psychological well-being yang lebih tinggi. Berdasarkan faktor-faktor
demografis yang telah dijelaskan, penulis menggunakan faktor usia, jenis kelamin,
penghasilan, dan intensitas pekerjaan sebagai variabel demografis untuk ikut
dianalisis pengaruhnya terhadap psychological well-being. Alasannya, karena
faktor demografis tersebut sesuai karakteristik profesi sebagai seorang jurnalis.
Faktor lain yang juga dapat mempengaruhi psychological well-being
seseorang adalah dukungan sosial, evaluasi terhadap pengalaman hidup, locus of
control (LOC), religiusitas, dan kepribadian (Ryff, 1989; Ryff, 1994; Ryff &
Essex, 1992; Sarafino, 2011). Selain itu, dalam beberapa penelitian ditemukan
bahwa sense of humor terbukti dapat meningkatkan baik kesejahteraan fisik
maupun psikologis seseorang (Martin, 2001; Kuiper, Martin, Olinger, Kazarian, &
Jetté, 1998; Herzog & Strevey, 2008).
Kepribadian adalah salah satu prediktor paling kuat dan konsisten terhadap
well-being. Ada juga beberapa bukti hubungan genetik antara kepribadian dan
well-being (Weiss, Bates, & Luciano dalam Aghababaei & Arji, 2013). Penelitian
yang mendukung pernyataan tersebut adalah Costa dan McCrae (1980),
menemukan bahwa kepribadian extraversion dan neuroticism berhubungan secara
signifikan dengan psychological well-being. Oleh karena itu, penulis menjadikan
10
kepribadian sebagai independent variable pertama untuk dianalisis pengaruhnya
terhadap psychological well-being dalam studi pada jurnalis di DKI Jakarta.
Ada beberapa pendekatan yang dikemukakan oleh para ahli untuk
memahami kepribadian. Salah satu pendekatan yang digunakan adalah teori trait.
Pendekatan keterampilan dan trait terhadap kepribadian berusaha mencari
beberapa dimensi utama yang dapat menggambarkan pola respons seseorang.
Jumlah dimensi itu masih diperdebatkan. Pendekatan faktor terhadap kepribadian
dari Cattell melihat perlu adanya 16 trait. Eysenck yakin bahwa teori harus
mendasarkan seleksi faktor-faktor tersebut, dan ia menganggap bahwa semua trait
berasal dari tiga sistem biologis, yaitu extraversion, neuroticism, dan
psychoticism. Tetapi banyak peneliti setuju bahwa lima dimensi cukup
memuaskan untuk diterapkan di sebagian besar situasi–disebut Big Five, yang
terdiri dari extraversion, agreeableness, conscientiousness, neuroticism, dan
openness to experience. Peneliti lain membantah klaim bahwa kepribadian yang
baik hanya dijelaskan oleh lima faktor. Ashton, mendorong kasus untuk enam
faktor, model, HEXACO (Ashton & Lee dalam John, Robins, & Pervin, 2008).
Enam faktor tersebut yaitu honesty-humility, emotionality, extraversion,
agreeableness, conscientiousness, dan openess to experience.
Dalam penelitian ini, penulis lebih memilih untuk menggunakan
pendekatan the HEXACO model of personality dari Lee dan Ashton (2007) untuk
memahami kepribadian pada studi jurnalis di DKI Jakarta karena mengacu pada
hasil penelitian Naser Aghababaei dan Akram Arji (dalam Journal of Personality
and Individual Differences, 2013), dimana dalam penelitian tersebut mereka
11
membandingkan dua model dengan serangkaian hierarchical regressions. Pada
model pertama Big Five dimasukkan, dan kemudian dimensi HEXACO
ditambahkan untuk menguji validitas tambahan. Dengan efek dari Big Five
dikendalikan, dimensi HEXACO masih signifikan memprediksi semua aspek
psychological well-being. Namun, dengan faktor-faktor HEXACO dikendalikan,
Big Five gagal untuk secara signifikan memprediksi otonomi, hubungan positif
dengan orang lain, dan tujuan hidup, tetapi berhasil memprediksi penguasaan
lingkungan, pertumbuhan pribadi, dan penerimaan diri.
Sheehy (dalam Hasanat dan Subandi, 1998) dalam penelitiannya,
menemukan bahwa kemampuan untuk melihat humor merupakan salah satu hal
yang dapat digunakan untuk mengatasi krisis dalam hidup, sebagai perlindungan
terhadap perubahan dan ketidaktentuan. Hubungan antara sense of humor dan
kecemasan sebagai krisis dalam kehidupan individu dikaji oleh O’Connel (dalam
Hasanat dan Subandi, 1998) dengan menyatakan bahwa melalui humor seseorang
dapat menjauhkan diri dari situasi yang mengancam dan memandang masalah dari
sudut kelucuannya untuk mengurangi kecemasan dan rasa tidak berdaya.
Penelitian lain yang hampir serupa, yaitu penelitian Thorson dan Powell (1993)
yang mengatakan bahwa rasa humor berkorelasi positif dengan adaptasi pada
hidup yang aman, selain itu diperoleh korelasi negatif antara rasa humor dengan
adaptasi yang buruk.
Menurut Ancok (1996), ada studi yang mempelajari bahwa humor dapat
menimbulkan gairah baru. Perasaan senang dan punya selera humor yang cukup
dalam menjalani kehidupan dapat meningkatkan produktivitas di dalam pekerjaan
12
dan mempertahankan hubungan baik dalam sosial (sebagai alat kontrol sosial).
Selain itu, McGee dan Shevlin (2009) yang melakukan penyelidikan mengenai
keinginan dalam bersosialisasi (social desirability), menemukan bahwa sense of
humor
termasuk
dalam
karakteristik
kepribadian
yang
dinilai
paling
menguntungkan dalam kehidupan interpersonal individu. Kemampuan ini
memupuk empati individu untuk lebih memahami lingkungannya dan
menyadarkan kebutuhan untuk bersosialisasi dengan individu lainnya, sehingga
kebahagiaan mengenai pemaknaan hidupnya dapat pula tercapai.
Berdasarkan beberapa penelitian di atas inilah yang menjadi dasar
pemikiran penulis untuk meneliti lebih jauh lagi mengenai respon humor yang ada
pada jurnalis dalam menghadapi permasalahan dalam pembahasan ‘psychological
well-being-nya’. Sehingga, penulis menjadikan variabel sense of humor sebagai
independent variable kedua untuk dianalisis pengaruhnya terhadap psychological
well-being dalam studi pada jurnalis di DKI Jakarta.
Sampel yang diambil oleh penulis dalam penelitian ini adalah pria dan
wanita yang bekerja sebagai jurnalis di wilayah DKI Jakarta. Alasan penulis
memilih kota DKI Jakarta sebagai area penelitian karena Daerah Khusus Ibukota
(DKI) Jakarta adalah ibu kota negara Indonesia. Wilayah metropolitan Jakarta
(Jabotabek) yang berpenduduk sekitar 28 juta jiwa, merupakan metropolitan
terbesar di Asia Tenggara atau urutan kedua di dunia. Jakarta juga merupakan
pusat bisnis, politik, dan kebudayaan, serta tempat berdirinya kantor-kantor pusat
BUMN, perusahaan swasta, dan perusahaan asing. Kota ini juga menjadi tempat
kedudukan lembaga-lembaga pemerintahan dan kantor sekretariat ASEAN.
13
Jakarta merupakan kota dengan tingkat pertumbuhan ekonomi yang cukup
pesat. Penduduk yang bermukim di Jakarta pun memiliki tingkat ekonomi yang
beragam, mulai dari tingkat ekonomi menengah ke atas sampai menengah ke
bawah pun ada di Jakarta. Selain itu, agama yang dianut oleh penduduk DKI
Jakarta beragam. Jumlah penduduk dan komposisi etnis di Jakarta pun selalu
berubah dari tahun ke tahun. Berdasarkan sensus penduduk tahun 2000, tercatat
bahwa setidaknya terdapat tujuh etnis besar yang mendiami Jakarta. Jakarta
merupakan pusat kegiatan sosial dan budaya yang paling lengkap memiliki
sarana, prasarana terbaik dalam bidang pendidikan, budaya, olah raga, kesehatan,
dan juga fasilitas pariwisatanya dibandingkan kota-kota lain di Indonesia. Bahkan,
sampai saat ini, Jakarta masih dijadikan tujuan utama masyarakat sebagai tempat
untuk mengejar masa depan. Para pendatang dari daerah luar Jakarta berbondongbondong untuk tinggal, belajar, dan bekerja di ibukota.
Berangkat dari fenomena-fenomena yang telah dipaparkan di atas tersebut,
maka penulis tertarik untuk mengetahui “Apakah Kepribadian dan Sense of
Humor berpengaruh terhadap Psychological Well-Being (Studi pada Jurnalis
di DKI Jakarta) ?”.
1.2 Pembatasan dan Perumusan Masalah
Dalam sebuah karya ilmiah sangat diperlukan adanya pembatasan dan perumusan
masalah. Hal ini dimaksudkan agar dalam penulisan tidak menyimpang dari
sasaran yang ingin dicapai.
14
1.2.1 Pembatasan masalah
a. Psychological well-being merupakan kondisi berfungsinya dengan
penuh potensi-potensi sejati individu dalam menjalani tantangan
eksistensial kehidupan (Ryff & Keyes, 1995) dilihat berdasarkan
pada tingkat penerimaan diri (self-acceptance), hubungan positif
dengan orang lain (positive relations with others), otonomi
(autonomy), penguasaan lingkungan (environmental mastery),
tujuan hidup (purpose in life), dan pertumbuhan pribadi (personal
growth).
b. Kepribadian adalah keseluruhan cara seorang individu bereaksi dan
berinteraksi dengan individu lain (Robbins & Timothy, 2008).
Teori yang dipakai penulis dalam penelitian ini adalah The
HEXACO Model of Personality (Lee & Ashton, 2007), yaitu tipe
kepribadian yang terdiri dari enam dimensi, honesty-humility,
emotionality, extraversion, agreeableness, conscientiousness dan
openness to experience.
c. Sense of humor ialah cara memandang dan berinteraksi dengan
dunia melalui filter berupa hiburan, tawa, dan keceriaan (Martin
et.al., 2003; Thorson & Powell, 1993). Sense of humor terdiri dari
4 dimensi, yaitu humor production, uses of humor for coping,
social uses of humor dan attitudes toward humor and humorous
people.
15
d. Sampel penelitian ini adalah pria dan wanita yang bekerja sebagai
jurnalis di wilayah DKI Jakarta, dengan dua kelompok rentang usia
yang dibatasi oleh Hurlock (1980) yaitu usia dewasa awal (20 - 39
Tahun) dan usia dewasa madya (40 - 59 Tahun).
1.2.2 Perumusan masalah
Berdasarkan hal-hal di atas, maka perumusan masalah dalam penelitian ini
adalah :
1. Apakah ada pengaruh antara kepribadian the HEXACO model of
personality dan sense of humor terhadap psychological well-being
jurnalis ?
2. Apakah ada pengaruh kepribadian the HEXACO model of
personality
honesty-humility,
emotionality,
extraversion,
agreeableness, conscientiousness, dan openness to experience
terhadap psychological well-being jurnalis ?
3. Apakah ada pengaruh sense of humor humor production, social
uses of humor, attitudes toward humor and humorous people, dan
uses of humor for coping terhadap psychological well-being
jurnalis ?
4. Apakah ada pengaruh faktor demografis usia, jenis kelamin,
penghasilan, dan intensitas pekerjaan terhadap psychological wellbeing jurnalis ?
16
1.3 Tujuan dan Manfaat Penelitian
1.3.1 Tujuan penelitian
Tujuan penelitian ini adalah untuk menguji pengaruh kepribadian dan
sense of humor serta faktor demografis terhadap psychological well-being
jurnalis.
1.3.2 Manfaat penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat, baik secara teoritis
maupun praktis, yaitu sebagai berikut :
1. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat menambah literatur
pengetahuan dalam bidang psikologi, khususnya Psikologi Klinis.
Selain itu, dapat dijadikan sebagai salah satu sumber informasi dan
acuan dalam pengembangan bagi penelitian selanjutnya, khususnya
mengenai pengaruh kepribadian dan sense of humor terhadap
psychological well-being jurnalis.
2. Secara praktis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan beberapa
manfaat, yaitu menambah wawasan bagi masyarakat umum terutama
bagi para jurnalis, mengenai pengaruh kepribadian dan sense of
humor terhadap psychological well-being, pentingnya menjaga
psychological well-being bagi seseorang, dapat membantu untuk
mengembangkan diri ke arah yang lebih positif serta memahami
pentingnya humor dalam lingkungan kerja dan juga kemampuan
mengatasi pelbagai masalah dan tekanan dengan lebih efektif
sehingga dapat mencapai jiwa (psikologis) yang sehat.
17
1.4 Sistematika Penulisan
Penulisan hasil penelitian ini mengacu pada pedoman penulisan skripsi
Fakultas Psikologi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta,
dengan sistematika sebagai berikut :
BAB 1 : Pendahuluan, menguraikan tentang latar belakang dilakukannya
penelitian mengenai pengaruh kepribadian dan sense of humor terhadap
psychological well-being jurnalis, pembatasan dan perumusan masalah
penelitian, tujuan dan manfaat penelitian, serta sistematika penulisan.
BAB 2 : Landasan Teori, menguraikan sejumlah teori yang digunakan dalam
penelitian diantaranya :
1. Penjabaran dan definisi psychological well-being, faktor-faktor yang
mempengaruhi psychological well-being, dimensi psychological wellbeing,
pengukuran
psychological
well-being,
dan
penelitian
terdahulu; definisi kepribadian, definisi the HEXACO model of
personality, pengukuran the HEXACO model of personality, dan
penelitian terdahulu; definisi humor, jenis-jenis humor, definisi sense
of humor, dimensi sense of humor, pengukuran sense of humor, dan
penelitian terdahulu.
2. Kerangka berpikir dan hipotesis.
BAB 3 : Metode Penelitian, menguraikan tentang populasi dan sampel
penelitian, variabel penelitian, definisi konseptual dan operasional, teknik
pengumpulan data, uji instrumen, prosedur penelitian, dan teknik analisis data.
18
BAB 4 : Hasil Penelitian, menguraikan tentang hasil pengolahan dari data
yang terkumpul dari penelitian ini, meliputi gambaran umum dari subjek
penelitian, serta hasil penelitian yang telah dilaksanakan.
BAB 5 : Kesimpulan, Diskusi dan Saran, pada bagian ini menguraikan
tentang kesimpulan, diskusi dan saran dari hasil penelitian.
19
BAB II
LANDASAN TEORI
Pada bab ini akan dipaparkan tentang teori yang digunakan dalam penelitian ini,
pengukurannya, kerangka berpikir, dan hipotesis penelitian.
2.1 Psychological Well-Being
2.1.1 Definisi psychological well-being
Secara umum, ada dua konsep atau pengertian tentang psychological well-being.
Konsep pertama disampaikan oleh Bradburn (dalam Ryff, 1989) yang
mengartikan psychological well-being sebagai kebahagiaan (happiness). Ia
membuat penelitian untuk mengetahui pengaruh perubahan-perubahan sosial
secara makro, misalnya perubahan dalam tingkat pendidikan, pola tenaga kerja,
dan ketegangan politik terhadap kondisi psikologis individu. Saat menjabarkan
kondisi psikologis individu, Bradburn (1969) menggunakan kebahagiaan yang
dirujuk dari istilah eudaimonia (kebahagiaan yang dikemukakan oleh Aristoteles).
Dimana menurut buku yang ditulis Aristoteles (berjudul ‘Nicoman Ethics’, 1947),
mengatakan bahwa eudaimonia merupakan hal tertinggi yang dapat diraih
manusia. Dalam penelitian tersebut,kebahagiaan dioperasionalkan sebagai adanya
keseimbangan antara afek positif dan negatif.
Konsep kedua mengartikan well-being sebagai kepuasan hidup. Istilah
kedua ini juga didapatkan dari penelitian yang tidak secara khusus mengukur
psychological well-being. Life Satisfaction Index atau sering disingkat dengan
19
20
istilah LSI (Neugarten, Havighurst & Tobin dalam Ryff, 1989) misalnya,
ditujukan untuk mengetahui perbedaan antara individu yang sukses dengan yang
tidak pada kelompok lanjut usia. Alat ukur LSI ini tidak digunakan untuk
mengukur psychological well-being tetapi kondisi psikologis individu sukses dan
tidak sukses, yang diukur dalam alat ukur ini serupa dengan apa yang ingin digali
dari konsep psychological well-being.
Menurut Ryff dan Keyes (1995), psychological well-being adalah saat
dimana seseorang dapat hidup dengan bahagia berdasarkan pengalaman hidupnya
dan bagaimana mereka memandang pengalaman tersebut berdasarkan potensi
yang mereka miliki. Evaluasi terhadap pengalaman akan dapat menyebabkan
seseorang menjadi pasrah terhadap keadaan yang membuat psychological wellbeing-nya rendah, atau berusaha memperbaiki keadaan hidupnya yang akan
membuat psychological well-being-nya meningkat. Sehingga, individu dengan
psychological well-being berarti tidak hanya individu yang terbebas dari hal-hal
yang menjadi indikator mental negatif, akan tetapi mengetahui potensi-potensi
positif yang ada pada dirinya.
Psychological well-being memimpin individu untuk menjadi kreatif dan
memahami apa yang sedang dilakukannya (Bartram & Boniwell, 2007). Menurut
Snyder dan Lopez (2002), psychological well-being bukan hanya merupakan
ketiadaan penderitaan, namun psychological well-being meliputi keterikatan aktif
dalam dunia, memahami arti dan tujuan dalam hidup dan hubungan seseorang
pada objek ataupun orang lain.
21
Ryff (1989) menyimpulkan bahwa individu berusaha berpikir positif
tentang dirinya meskipun mereka sadar akan keterbatasan-keterbatasan dirinya
(penerimaan diri). Mereka juga mencoba mengembangkan dan menjaga
kehangatan dan rasa percaya dalam hubungan interpersonal (hubungan positif
dengan orang lain) dan membentuk lingkungan mereka, sehingga kebutuhan
pribadi dan keinginannya dapat terpenuhi (penguasaan lingkungan). Ketika
mempertahankan individualitas dalam konteks sosial makro, individu juga
mengembangkan self-determination dan kewibawaan (otonomi). Upaya yang
paling penting adalah menemukan makna dari tantangan yang telah dilalui dan
dari upaya-upaya yang dilakukan dalam menghadapinya (tujuan hidup). Terakhir,
mengembangkan bakat dan kemampuan secara optimal (pertumbuhan pribadi)
merupakan yang paling utama dalam psychological well-being (Ryff, 1989).
Berdasarkan penjelasan di atas, maka penulis mengambil kesimpulan
bahwa psychological well-being merupakan kondisi psikologis ideal seseorang
yang sejahtera ketika individu dapat menerima kekuatan dan kelemahan diri apa
adanya, memiliki tujuan hidup, mengembangkan relasi yang positif dengan orang
lain, menjadi pribadi yang mandiri, mampu mengendalikan lingkungan, dan terus
bertumbuh secara personal.
2.1.2 Dimensi psychological well-being
Menurut Ryff (1989) psychological well-being adalah gambaran kesehatan
psikologis individu berdasarkan pemenuhan kriteria fungsi psikologis positif
(positive psychological functioning) individu tersebut. Adapun kriteria individu
yang mempunyai psychological well-being yang baik, yaitu :
22
1. Penerimaan diri (self-acceptance)
Seorang individu dikatakan memiliki nilai yang tinggi dalam dimensi
penerimaan diri apabila ia memiliki sikap yang positif terhadap dirinya
sendiri, menghargai dan menerima pelbagai aspek yang ada pada dirinya,
baik kualitas diri yang baik maupun yang buruk. Selain itu, orang yang
memiliki nilai penerimaan diri yang tinggi juga dapat merasakan hal yang
positif dari kehidupannya di masa lalu (Ryff & Keyes, 1995). Sebaliknya,
seseorang dikatakan memiliki nilai yang rendah dalam dimensi
penerimaan diri apabila ia merasa kurang puas terhadap dirinya sendiri,
merasa kecewa dengan apa yang telah terjadi pada kehidupannya di masa
lalu, memiliki masalah dengan kualitas tertentu dari dirinya, dan berharap
untuk menjadi orang yang berbeda dari dirinya sendiri (Ryff & Keyes,
1995).
2. Hubungan positif dengan orang lain (positive relations with others)
Seseorang yang memiliki hubungan positif dengan orang lain mampu
membina hubungan yang hangat dan penuh kepercayaan dengan orang
lain. Selain itu, individu tersebut memiliki kepedulian terhadap
kesejahteraan orang lain, dapat menunjukkan empati, afeksi, dan intimitas,
serta memahami prinsip memberi dan menerima dalam hubungan antar
pribadi (Ryff & Keyes, 1995). Sebaliknya, Ryff dan Keyes (1995)
mengemukakan bahwa seseorang yang kurang baik dalam dimensi
hubungan positif dengan orang lain ditandai dengan tingkah laku yang
tertutup dalam berhubungan dengan orang lain, sulit untuk bersikap
23
hangat, peduli, dan terbuka dengan orang lain, terisolasi dan merasa
frustasi dalam membina hubungan interpersonal, tidak berkeinginan untuk
berkompromi dalam mempertahankan hubungan dengan orang lain.
3. Otonomi (autonomy)
Ciri utama dari seorang individu yang memiliki otonomi yang baik antara
lain dapat menentukan segala sesuatu seorang diri (self-determining) dan
mandiri. Ia mampu untuk mengambil keputusan tanpa tekanan dan campur
tangan orang lain. Selain itu, orang tersebut memiliki ketahanan dalam
menghadapi tekanan sosial, dapat mengatur tingkah laku dari dalam diri,
serta dapat mengevaluasi diri dengan standar personal (Ryff & Keyes,
1995). Sebaliknya, seseorang yang kurang memiliki otonomi akan sangat
memperhatikan dan mempertimbangkan harapan dan evaluasi dari orang
lain, berpegang pada penilaian orang lain untuk membuat keputusan
penting, serta bersikap konformis terhadap tekanan sosial (Ryff & Keyes,
1995).
4. Penguasaan lingkungan (environmental mastery)
Seseorang yang baik dalam dimensi penguasaan lingkungan memiliki
keyakinan dan kompetensi dalam mengatur lingkungan. Ia dapat
mengendalikan pelbagai aktivitas eksternal yang berada di lingkungannya
termasuk mengatur dan mengendalikan situasi kehidupan sehari-hari,
memanfaatkan kesempatan yang ada di lingkungannya, serta mampu
memilih dan menciptakan lingkungan yang sesuai dengan kebutuhan dan
nilai-nilai pribadi. Sebaliknya, seseorang yang memiliki penguasaan
24
lingkungan yang kurang baik akan mengalami kesulitan dalam mengatur
situasi
sehari-hari,
merasa
tidak
mampu
untuk
mengubah
atau
meningkatkan kualitas lingkungan sekitarnya, kurang peka terhadap
kesempatan yang ada di lingkungannya dan kurang memiliki kontrol
terhadap lingkungan (Ryff & Keyes, 1995).
5. Tujuan hidup (purpose in life)
Seseorang yang memiliki nilai tinggi dalam dimensi tujuan hidup memiliki
rasa keterarahan (directedness) dalam hidup, mampu merasakan arti dari
masa lalu dan masa kini, memiliki keyakinan yang memberikan tujuan
hidup, serta memiliki tujuan dan target yang ingin dicapai dalam hidup
(Ryff & Keyes, 1995). Sebaliknya, seseorang yang kurang memiliki tujuan
hidup akan kehilangan makna hidup, memiliki sedikit tujuan hidup,
kehilangan rasa keterarahan dalam hidup, kehilangan keyakinan yang
memberikan tujuan hidup, serta tidak melihat makna yang terkandung
untuk hidupnya dari kejadian di masa lalu (Ryff & Keyes, 1995).
6. Pertumbuhan pribadi (personal growth)
Seseorang yang memiliki pertumbuhan pribadi yang baik ditandai dengan
adanya perasaan mengenai pertumbuhan yang berkesinambungan dalam
dirinya, memandang diri sendiri sebagai individu yang selalu tumbuh dan
berkembang, terbuka terhadap pengalaman-pengalaman baru, memiliki
kemampuan dalam menyadari potensi diri yang dimiliki, dapat merasakan
peningkatan yang terjadi pada diri dan tingkah lakunya setiap waktu, serta
dapat berubah menjadi pribadi yang lebih efektif dan memiliki
25
pengetahuan yang bertambah (Ryff & Keyes, 1995). Sebaliknya,
seseorang yang memiliki pertumbuhan pribadi yang kurang baik akan
merasa dirinya mengalami stagnansi, tidak melihat peningkatan dan
pengembangan diri, merasa bosan dan kehilangan minat terhadap
kehidupannya, serta merasa tidak mampu dalam mengembangkan sikap
dan tingkah laku yang lebih baik (Ryff & Keyes, 1995).
2.1.3 Faktor-faktor yang mempengaruhi psychological well-being
Faktor-faktor yang mempengaruhi psychological well-being, antara lain :
1. Faktor demografis
Beberapa faktor demografis yang mempengaruhi psychological well-being
antara lain adalah sebagai berikut :
a) Usia
Ryff dan Keyes (1995) mengemukakan bahwa perbedaan usia
mempengaruhi perbedaan dalam dimensi-dimensi psychological wellbeing. Dalam penelitiannya, Ryff dan Keyes (1995) menemukan
bahwa dimensi penguasaan lingkungan dan dimensi otonomi
mengalami peningkatan seiring bertambahnya usia, terutama dari
dewasa muda hingga dewasa madya. Dimensi hubungan positif dengan
orang lain juga mengalami peningkatan seiring bertambahnya usia.
Sebaliknya,
dimensi
tujuan
hidup
dan
pertumbuhan
pribadi
memperlihatkan penurunan seiring bertambahnya usia, penurunan ini
terutama terjadi pada dewasa madya hingga dewasa akhir. Dari
penelitian tersebut menunjukkan tidak adanya perbedaan yang
26
signifikan dalam dimensi penerimaan diri selama usia dewasa muda
hingga dewasa akhir.
b) Jenis kelamin
Penelitian Ryff (dalam Ryff & Keyes, 1995) menemukan bahwa
dibandingkan pria, wanita memiliki skor yang lebih tinggi pada
dimensi hubungan yang positif dengan orang lain dan dimensi
pertumbuhan pribadi.
c) Status sosial-ekonomi
Meliputi besarnya income (penghasilan) keluarga, tingkat pendidikan,
keberhasilan
pekerjaan,
kepemilikan
materi,
status
sosial
di
masyarakat. Ryff dan Singer (2002) menemukan bahwa gambaran
psychological well-being yang lebih tinggi dan jabatan tinggi dalam
pekerjaan, terutama untuk dimensi tujuan hidup dan pertumbuhan
pribadi. Adanya kesuksesan-kesuksesan termasuk (materi) dalam
kehidupan merupakan faktor protektif yang penting dalam menghadapi
stres, tantangan, dan musibah. Sebaliknya, mereka yang kurang
mempunyai pengalaman keberhasilan akan mengalami kerentanan
pada psychological well-being-nya.
Data yang diperoleh dari Wisconsin Longitudinal Study
memperlihatkan gradasi sosial dalam kondisi well-being pada dewasa
madya. Data tersebut memperlihatkan bahwa pendidikan tinggi dan
status pekerjaan meningkatkan psychological well-being, terutama
pada dimensi penerimaan diri dan dimensi tujuan hidup (Ryff, 1994).
27
Mereka yang menempati kelas sosial yang tinggi memiliki perasaan
yang lebih positif terhadap diri sendiri dan masa lalu mereka, serta
lebih memiliki rasa keterarahan dalam hidup dibandingkan dengan
mereka yang berada di kelas sosial yang lebih rendah.
d) Budaya
Penelitian mengenai psychological well-being yang dilakukan di
Amerika dan Korea Selatan menunjukkan bahwa responden di Korea
Selatan memiliki skor yang lebih tinggi pada dimensi hubungan positif
dengan orang lain dan skor yang rendah pada dimensi penerimaan diri.
Hal ini dapat disebabkan oleh orientasi budaya yang lebih bersifat
kolektif dan saling ketergantungan. Sebaliknya, responden Amerika
memiliki skor yang tinggi dalam dimensi pertumbuhan pribadi (untuk
responden wanita) dan dimensi tujuan hidup (untuk responden pria),
serta memiliki skor yang rendah dalam dimensi otonomi, baik pria
maupun wanita (Ryff, 1994).
2. Dukungan sosial
Menurut
Davis
(dalam
Rahayu,
2008),
individu-individu
yang
mendapatkan dukungan sosial memiliki tingkat psychological well-being
yang lebih tinggi. Dukungan sosial sendiri diartikan sebagai rasa nyaman,
perhatian, penghargaan, atau pertolongan yang dipersepsikan oleh seorang
individu yang didapat dari orang lain atau kelompok (Cobb, 1976; Gentry
& Kobasa, 1984; Wallston, Alagna, DeVellis & DeVellis, 1983; Wills,
1974 dalam Sarafino, 2011). Dukungan ini dapat berasal dari pelbagai
28
sumber, diantaranya pasangan, keluarga, teman, rekan kerja, dokter,
maupun organisasi sosial.
3. Evaluasi terhadap pengalaman hidup
Ryff (1989) mengemukakan bahwa pengalaman hidup tertentu dapat
mempengaruhi kondisi psychological well-being seorang individu.
Pengalaman-pengalaman tersebut mencakup pelbagai bidang kehidupan
dalam pelbagai periode kehidupan.
Evaluasi individu terhadap pengalaman hidupnya memiliki
pengaruh yang penting terhadap psychological well-being (Ryff & Keyes,
1995). Pernyataan ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Ryff
dan Essex (1992) mengenai pengaruh interpretasi dan evaluasi individu
pada pengalaman hidupnya terhadap kesehatan mental. Interpretasi dan
evaluasi pengalaman hidup diukur dengan mekanisme evaluasi diri oleh
Rosenberg
(dalam
Ryff
&
Essex,
1992)
dan
dimensi-dimensi
psychological well-being digunakan sebagai indikator kesehatan mental
individu. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa mekanisme evaluasi diri
ini berpengaruh pada psychological well-being individu, terutama dalam
dimensi penguasaan lingkungan, tujuan hidup, dan hubungan positif
dengan orang lain.
4. Locus of control (LOC)
Locus of control didefinisikan sebagai suatu ukuran harapan umum
seseorang
mengenai
pengendalian
(kontrol)
terhadap
penguatan
(reinforcement) yang mengikuti perilaku tertentu (Rotter dalam Anastasi,
29
2007). Robinson et.al. (dalam Rahayu, 2008) mengemukakan bahwa locus
of control dapat memberikan peramalan terhadap well-being seseorang.
Individu dengan locus of control internal pada umumnya memiliki tingkat
psychological well-being yang lebih tinggi dibanding individu dengan
locus of control eksternal.
5. Faktor religiusitas
Penelitian-penelitian mengenai psikologi dan religiusitas yang dilakukan
antara lain oleh Ellison dan Levin (1998), Ellison et.al. (2001), Koenig
(2004), Krause dan Ellison (2003), menemukan hubungan positif antara
religiusitas dan psychological well-being (Flannelly, Koenig, Ellison,
Galek & Krause, 2006). Kemudian, Chatters dan Ellison (dalam Levin,
1994) juga menemukan adanya kaitan antara keterlibatan religius
(religious involvement) dengan well-being.
Dalam penelitian yang berjudul “Religious Involvement Among
Older African Americans” yang ditulis oleh Levin (1994) ditemukan
beberapa hal yang menunjukkan fungsi psikososial dari agama yang antara
lain : 1) Doa dapat berperan penting sebagai coping dalam menghadapi
masalah pribadi, 2) Partisipasi aktif dalam kegiatan keagamaan dapat
berdampak pada persepsi rasa penguasaan lingkungan dan meningkatkan
self-esteem, 3) Keterlibatan religius merupakan prediktor evaluasi
kepuasan hidup.
30
6. Kepribadian
Individu yang memiliki banyak kompetensi pribadi dan sosial, seperti
penerimaan diri, mampu menjalin hubungan yang harmonis dengan
lingkungan, coping skill yang efektif cenderung terhindar dari konflik dan
stress. Para ahli berpendapat bahwa variabel kepribadian merupakan
komponen dari kesejahteraan psikologis. Hal ini ditunjukkan salah satunya
dari penelitian yang dilakukan Costa dan McCrae pada tahun 1980 yang
menyimpulkan
bahwa
kepribadian
extraversion
dan
neuroticsm
berhubungan secara signifikan dengan kesejahteraan psikologis (Andrew
& Robinson dalam Nurhayati, 2010).
7. Sense of humor
Penelitian dengan sampel nonklinis telah menunjukkan bahwa individu
dengan humor tinggi menampilkan tingkat yang lebih rendah dari distress
dan umumnya terlibat dalam interaksi yang lebih positif dengan
lingkungannya (Deaner & McConatha, 1993; Kuiper & Martin, 1993
dalam Kuiper, Martin, Olinger, Kazarian, & Jetté, 1998). Kedua jenis
temuan dapat dilihat sebagai indikator peningkatan psychological wellbeing. Sehubungan dengan tingkat distress, individu dengan rasa humor
yang lebih besar melaporkan tingkat yang lebih rendah dari stres yang
dirasakan dan tingkat yang lebih rendah dari pengaruh depresi (Deaner &
McConatha, 1993; Frecknall, 1994; Kuiper & Martin, 1993 dalam Kuiper
et.al., 1998). Individu tersebut juga berinteraksi dengan lingkungan
mereka dengan cara yang lebih positif, membuat penilaian kognitif yang
31
lebih fasilitatif atau mengevaluasi situasi, dan menilai hasil dari peristiwa
dengan cara yang lebih positif (Kuiper et.al., 1995; Kuiper, Martin, &
Olinger, 1993). Akibatnya, individu dengan humor tinggi melaporkan
tingkat yang lebih tinggi dari afek positif dan tingkat yang lebih rendah
dari afek negatif (Kuiper et.al., 1995; Martin et.al., 1993).
2.1.4 Pengukuran psychological well-being
Pada umumnya untuk mengukur psychological well-being di beberapa penelitian
sebelumnya, para peneliti menggunakan skala baku yang dibuat oleh Ryff (1996)
yaitu Ryff’s Psychological Well-Being Scales dengan versi aslinya berjumlah 120
item, selain itu terdapat versi lainnya yaitu 84, 52, 42, dan 18 item yang umumnya
dengan jumlah item yang sama pada setiap aspeknya.
Secara teoritis Ryff’s PWB Scales adalah instrument yang secara khusus
mengukur enam dimensi dari psychological well-being, dimensi tersebut meliputi:
penerimaan diri (self-acceptance), hubungan positif dengan orang lain (positive
relations
with
others),
otonomi
(autonomy),
penguasaan
lingkungan
(environmental mastery), tujuan hidup (purpose in life), dan pertumbuhan pribadi
(personal growth).
Pengukuran pada penelitian ini menggunakan alat ukur Ryff’s PWB
Scales (1995) yang terdiri dari 18 item pernyataan, dimana item-item tersebut
terdiri atas: 3 item mengukur dimensi self-acceptance, 3 item mengukur dimensi
positive relations with others, 3 item mengukur dimensi autonomy, 3 item
mengukur dimensi environmental mastery, 3 item mengukur dimensi purpose in
life dan 3 item mengukur dimensi personal growth.
32
Pada penelitian ini, penulis menggunakan Ryff’s PWB Scales versi 18
item yang telah diadaptasi dari instrument bakunya yang berbahasa Inggris
kemudian diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia. Selain itu, penulis juga
melakukan modifikasi pada skala model likert, dimana pada skala aslinya
menggunakan skala model likert dengan rentangan enam point dimodifikasi
menjadi rentang skala empat point, untuk menghindari bias dan mempermudah
subjek dalam merespon item.
2.1.5 Penelitian terdahulu
Ada beberapa penelitian terdahulu yang meneliti tentang psychological wellbeing. Berikut beberapa penelitian mengenai psychological well-being : Bradburn
(dalam Ryff, 1989), meneliti tentang perubahan sosial pada level makro
(perubahan yang terjadi akibat tekanan politik, urbanisasi, pekerjaan, dan
pendidikan). Menurutnya, tujuan tertinggi yang ingin diraih individu adalah
kebahagiaan. Kebahagiaan berdasarkan pendapat Bradburn berarti adanya
keseimbangan afek positif dan negatif. Selain itu, Bradburn, Neugarten,
Havigurst, dan Tobin (dalam Ryff, 1989) juga mengukur kesejahteraan sosial
pada masa usia lanjut. Ia membuat alat ukur Life Satisfaction Index (LSI) untuk
membedakan individu lanjut usia yang termasuk successful aging dan yang tidak.
Pada pengukuran ini, psychological well-being diterjemahkan sebagai kepuasan
hidup.
33
2.2 Kepribadian (Personality)
2.2.1 Definisi kepribadian (personality)
Eysenck (dalam Suryabrata, 2010) mengatakan :
“Personality is the sum-total of actual or potential behavior-pattern of the
organism as determined by heredity and environment; it originates and develops
through the functional interaction of the four main sectors into which these
behavior patterns are or the conative sector (character), the affective sector
(temperament), and the somatic sector (constitution).”
Kepribadian adalah total-jumlah dari aktual atau potensial pola-perilaku
organisme yang ditentukan oleh keturunan dan lingkungan, tetapi berasal dan
berkembang pemikiran interaksi fungsional dari empat sektor utama dimana polapola perilaku atau sektor konatif (karakter), sektor afektif (temperamen), dan
sektor somatik (konstitusi).
Istilah kepribadian (personality) memiliki beberapa arti, menurut disiplin
ilmu psikologi yang diambil dari beberapa rumusan teori kepribadian terkemuka
seperti Gordon Allport (dalam Friedman & Schustack, 2006) mendefinisikan
bahwa kepribadian merupakan organisasi dinamis dalam sistem psikofisik
individu yang menentukan caranya yang khas untuk menyesuaikan diri dengan
lingkungannya. Carl Rogers (dalam Rathus, 2010) mengungkapkan bahwa
kepribadian merupakan pola yang teratur dan konsisten dari persepsi mengenai
diri yang ada dalam pengalaman individu. R.B. Cattel (dalam Chaplin, 2005)
mengatakan kepribadian yaitu segala sesuatu yang memungkinkan diperolehnya
34
suatu ramalan mengenai perbuatan apa yang akan dilakukan seseorang dalam
situasi tertentu.
Personality adalah tingkah laku yang ditampakkan ke lingkungan sosial
(kesan mengenai diri yang diinginkan agar dapat ditangkap oleh lingkungan
sosial) (Alwisol, 2009). Sedangkan menurut John dan Pervin (2001), kepribadian
mewakili karakteristik individu yang terdiri dari pola-pola pikiran, perasaan, dan
perilaku yang konsisten. Definisi tersebut memiliki arti yang cukup luas yang
membolehkan kita untuk fokus pada banyak aspek yang berbeda pada setiap
orang. Pada waktu yang bersamaan, hal tersebut menganjurkan kita untuk
konsisten pada pola tingkah laku dan kualitas dalam diri orang tersebut yang
diukur secara teratur.
Ada beberapa pendekatan yang dikemukakan oleh para ahli untuk
memahami kepribadian. Salah satu pendekatan yang digunakan adalah teori trait.
Pendekatan keterampilan dan trait terhadap kepribadian berusaha mencari
beberapa dimensi utama yang dapat menggambarkan pola respons seseorang.
Jumlah dimensi itu masih diperdebatkan. Pendekatan faktor terhadap kepribadian
dari Cattell melihat perlu adanya 16 trait. Eysenck yakin bahwa teori harus
mendasarkan seleksi faktor-faktor tersebut, dan ia menganggap bahwa semua trait
berasal dari tiga sistem biologis, yaitu extraversion, neuroticism, dan
psychoticism. Tetapi banyak peneliti setuju bahwa lima dimensi cukup
memuaskan untuk diterapkan di sebagian besar situasi–disebut Big Five, yang
terdiri dari extraversion, agreeableness, conscientiousness, neuroticism, dan
openness to experience. Peneliti lain membantah klaim bahwa kepribadian yang
35
baik hanya dijelaskan oleh lima faktor. Ashton, mendorong kasus untuk enam
faktor, model, HEXACO (Ashton & Lee dalam John, Robins, & Pervin, 2008).
Enam faktor tersebut yaitu Honesty-Humility (H), Emotionality (E), eXtraversion
(X), Agreeableness (A), Conscientiousness (C), dan Openess to Experience (O).
Dalam penelitian ini, penulis lebih memilih untuk menggunakan
pendekatan the HEXACO model of personality dari Lee dan Ashton (2007) untuk
memahami kepribadian pada studi jurnalis di DKI Jakarta karena mengacu pada
hasil penelitian Naser Aghababaei dan Akram Arji (dalam Journal of Personality
and Individual Differences, 2013), dimana dalam penelitian tersebut mereka
membandingkan dua model dengan serangkaian hierarchical regressions. Pada
model pertama Big Five dimasukkan, dan kemudian dimensi HEXACO
ditambahkan untuk menguji validitas tambahan. Dengan efek dari Big Five
dikendalikan, dimensi HEXACO masih signifikan memprediksi semua aspek
psychological well-being. Namun, dengan faktor-faktor HEXACO dikendalikan,
Big Five gagal untuk secara signifikan memprediksi otonomi, hubungan positif
dengan orang lain, dan tujuan hidup, tetapi berhasil memprediksi penguasaan
lingkungan, pertumbuhan pribadi, dan penerimaan diri.
2.2.2 Definisi the HEXACO model of personality
Struktur kepribadian HEXACO adalah tipe kepribadian yang terdiri dari enam
dimensi, dikembangkan oleh Ashton dan Lee dari beberapa studi leksikal (Lee &
Ashton, 2007). Enam faktor atau dimensi tersebut yaitu Honesty-Humility (H),
Emotionality (E), eXtraversion (X), Agreeableness (A), Conscientiousness (C),
dan Openess to Experience (O).
36
Tipe kepribadian model HEXACO mirip dengan tipe kepribadian big five
sehubungan dengan tiga dimensi extraversion, agreeableness, dan openness to
experience. Perubahan yang penting adalah pada penambahan dimensi
kepribadian baru yaitu honesty-humility, yang mewakili perbedaan individu dalam
kecenderungan untuk menjadi tulus, adil, dan sederhana dibandingkan
manipulatif, serakah, dan megah. Kedua perubahan yang paling penting adalah
rotasi big five pada dimensi honesty-humility dan emotionality (De Vries, 2011).
HEXACO-PI-R menilai enam faktor kepribadian dari HEXACO, masingmasing dari faktor memuat empat aspek, atau karakteristik kepribadian yang
sempit. Tambahan 25 aspek yang sempit, disebut altruism, yang juga termasuk
dan menampilkan perpaduan dari faktor honesty-humility, emotionality, dan
agreeableness. Empat aspek dalam setiap faktor yang mengikuti adalah sebagai
berikut :
Tabel 2.2.2 Dimensi & Aspek The HEXACO Model of Personality
DIMENSI
ASPEK
Honesty-Humility
Tulus dalam bertindak, keadilan dalam hukum, tidak
serakah, dan hidup sederhana.
Emotionality
Rasa takut, kecemasan, ketergantungan, dan sentimental.
Extraversion
Harga diri sosial, keberanian sosial, suka bergaul, dan
keaktifan.
Agreeableness
Memaafkan, bersikap lemah lembut, fleksibilitas, dan
kesabaran.
Conscientiousness
Keteraturan, ketekunan, kesempurnaan, dan
kebijaksanaan.
Openness to
Apresiasi estetika karya seni, rasa ingin tahu, kreativitas,
Experience
dan hal yang tidak biasa.
2.2.3 Pengukuran the HEXACO model of personality
Pengukuran the HEXACO model of personality pada penelitian ini menggunakan
alat ukur HEXACO Personality Inventory-Revised (HEXACO-PI-R), yaitu
37
operasionalisasi kuesioner dari model kepribadian enam dimensi HEXACO Lee
dan Ashton. Skala ini menggunakan 60 item berdasarkan enam dimensi yaitu
Honesty-Humility (H), Emotionality (E), eXtraversion (X), Agreeableness (A),
Conscientiousness (C), dan Openness to Experience (O).
2.2.4 Penelitian terdahulu
Berikut ringkasan penelitian terdahulu mengenai sense of humor terhadap
psychological well-being. Penelitian Naser Aghababaei dan Akram Arji (2013),
menyimpulkan bahwa dari HEXACO, extraversion berkorelasi paling kuat
terhadap psychological well-being. Faktor honesty-humility terkait dengan tingkat
yang lebih tinggi psychological well-being, dengan subfaktor honesty (aspek
sincerity dan fairness) beroperasi sebagai pendorong utama untuk hubungan ini.
Dalam penelitian tersebut Naser Aghababaei dan Akram Arji (2013)
membandingkan dua model kepribadian, yaitu Big Five dan HEXACO dengan
hierarchical regressions. Pada model pertama Big Five dimasukkan, dan
kemudian dimensi HEXACO ditambahkan untuk menguji validitas tambahan.
Dengan efek dari Big Five dikendalikan, dimensi HEXACO masih signifikan
memprediksi seluruh aspek psychological well-being. Namun, dengan faktorfaktor HEXACO dikendalikan, Big Five gagal untuk secara signifikan
memprediksi autonomy, positive relations with others, dan purpose in life, tapi
berhasil memprediksi environmental mastery, personal growth, dan selfacceptance.
38
2.3 Sense of Humor
2.3.1 Definisi humor
Seligman dan Peterson (2004) mendefinisikan humor sebagai berikut :
“Humor is as an umbrella for all funny phenomena, including the capacities to
perceive, interpret, enjoy, create, and relay incongruous communications.”
Humor ialah istilah yang mencakup semua fenomena yang lucu, termasuk
kemampuan untuk melihat, menginterpretasi, menikmati, menciptakan, serta
menyampaikan hal yang tidak lazim.
Definisi di atas sejalan dengan definisi dari Sarwono (dalam Rumondor,
2007) yang mendefinisikan humor sebagai segala sesuatu baik keadaan,
perbuatan, maupun perkataan yang bisa menimbulkan kesan lucu sehingga
memancing reaksi tertawa. Agar menimbulkan kesan lucu maka perlu persyaratan
tertentu, yaitu adanya kepekaan terhadap humor (sense of humor) pada pihak yang
melihat kejadian humor tersebut.
Menurut Setiawan (dalam Rahmanadji, 2007), humor itu kualitas untuk
menghimbau rasa geli atau lucu, karena keganjilannya atau ketidakpantasannya
yang menggelikan; paduan antara rasa kelucuan yang halus di dalam diri manusia
dan kesadaran hidup yang iba dengan sikap simpatik. Chaplin (2005) mengartikan
humor dalam dua arti, pertama, sikap menyenangkan, ramah-tamah, baik hati, dan
sopan santun. Kedua, seberang sekresi atau pengeluaran zat kelenjar atau sekresi
organisasi.
39
Menurut Martin (2001) dalam perspektif psikologis :
“Humor is a rather broad and multifaceted concept, which can be theoretically
and operationally defined in a number of ways. It involves cognitive, emotional,
behavioral, psychophysiological, and social aspects.”
Humor merupakan konsep yang luas dan memiliki banyak aspek yang dapat
didefinisikan secara teoritis maupun operasional dengan pelbagai cara. Misalnya
aspek kognitif, emosional, perilaku, dan aspek sosial. Kata “humor” dapat
digunakan untuk menunjuk pada stimulus misalnya film komedi, proses mental
misalnya persepsi atau penciptaan inkongruenitas yang menghibur, atau respon
misalnya tawa.
Tawa adalah ekspresi perilaku yang paling umum dari pengalaman yang
berkaitan dengan humor. Tawa melibatkan suatu pola pernapasan-suara-perilaku
tertentu yang memiliki hubungan dengan faktor psikofisiologis tertentu. Humor
dan tawa biasanya berhubungan dengan keadaan emosi yang menyenangkan.
Secara kognitif, humor melibatkan persepsi dari inkongruenitas atau paradoks
dalam konteks “bermain-main”. Sebagai suatu fenomena sosial, humor dan tawa
memainkan peranan penting dalam komunikasi interpersonal dan ketertarikan,
sementara sense of humor atau kepekaan terhadap humor dapat menjadi
komponen penting dalam kompetensi sosial (Martin, 2001).
2.3.2 Jenis-jenis humor
Sarwono (dalam Rumondor, 2007) menyebutkan beberapa jenis humor, yaitu :
40
1. Jenis gerak (slapstick)
Humor jenis ini sangat sederhana dan mudah sehingga tidak memerlukan
pemikiran yang canggih. Karena itu humor jenis ini bisa ditangkap oleh
hampir semua orang. Contoh dari humor jenis ini ialah film kartun anakanak “Tom & Jerry”, Charlie Chaplin dan karakter The Three Stooges,
misalnya pada adegan kepala dipukul dengan panci, wajah dilempar
dengan kue.
2. Jenis intelektual
Humor jenis ini memerlukan pemikiran dan daya tangkap tertentu untuk
mencernanya. Contoh humor jenis ini misalnya pada teka-teki : dalam
bahasa Inggris, kucing adalah cat (baca : ket), apa bahasa Inggrisnya
kucing yang bisa menempel ? (jawab : lengket).
Humor jenis ini mengandalkan asosiasi-asosiasi dan harapanharapan yang dibangun atau dikembangkan pada awal cerita dan ditutup
dengan klimaks yang aneh atau tidak terduga pada akhir cerita. Faktor
latar belakang sosial-budaya, pengetahuan, dan pengalaman dari si
pembuat humor maupun pendengarnya sangat berpengaruh pada sukses
atau tidaknya humor jenis ini.
3. Jenis gabungan
Humor jenis ini menggabungkan gerak, busana, dengan kata-kata. Humor
ala Srimulat dan Ekstravaganza termasuk dalam jenis ini. Misalnya
seseorang dengan busana pembantu namun berbicara tentang bisnis
dengan bergaya seperti bos. Atau seorang kakek-kakek berpakaian
41
tradisional Jawa tiba-tiba menyanyikan lagu “Fly me to the moon” dengan
bahasa Inggris yang fasih. Hal-hal tersebut mengusik rasa humor dan
menyebabkan orang lain tertawa. Humor jenis ini juga membutuhkan
persyaratan intelektual tertentu walaupun tidak secanggih jenis intelektual
murni. Hal ini karena pada jenis humor ini masih terbantu oleh gerak dan
gaya yang visual.
2.3.3 Definisi kepekaan terhadap humor (sense of humor)
Sense of humor ialah cara memandang dan berinteraksi dengan dunia melalui
filter berupa hiburan, tawa, dan keceriaan (Martin et.al., 2003; Thorson & Powell,
1993). Hal ini dapat dilihat dari perbedaan kebiasaan individu dalam bentuk
perilaku, pengalaman, perasaan, sikap, dan kemampuan berkaitan dengan hiburan,
tawa, kelucuan, dan sebagainya (Martin, 2001).
Menurut Eysenck (1988), tokoh dan peneliti pada studi sense of humor,
sense of humor adalah karakter kepribadian yang penting dan berharga, yang
melibatkan kemampuan individu dalam mengapresiasi dan memproduksi suatu
humor/kelucuan, yaitu melalui sense of humor yang dimiliki, individu mampu
untuk mengapresiasi/tertawa terhadap stimulus yang dipersepsi lucu, dan mampu
pula untuk mencetuskan hal jenaka yang membuat orang di sekelilingnya tertawa.
Martin (2007) menyatakan bahwa sense of humor adalah karakteristik yang
merujuk pada perbedaan respon emosional individu dalam konteks kegembiraan
sosial, yang ditunjukkan melalui persepsi mengenai keganjilan yang lucu dan
diekspresikan melalui senyuman dan tawa.
42
Drever (dalam Roeckelein, 2002) juga menjelaskan bahwa sense of humor
merupakan sensasi psikologis melalui rasa simpati (secara langsung) dan empati
(secara tidak langsung) mengenai karakter dalam situasi kompleks yang
membangkitkan kegembiraan dan tawa. Ruch (dalam Martin et.al., 2003)
menyatakan bahwa sense of humor merupakan kontributor yang potensial, yang
dimiliki individu dalam mencapai kebahagiaan hidup (good life).
Sense of humor dapat dikonseptualisasikan sebagai :
1. Kemampuan kognitif, misalnya kemampuan untuk menciptakan, mengerti,
dan memproduksi ulang, serta mengingat lelucon (Feingold & Mazzella
dalam Martin, Doris, Larsen, Gray, & Weir, 2003).
2. Respon estetis, misalnya apresiasi humor, dapat menikmati materi humor
dengan jenis tertentu (Ruch & Hehl dalam Martin et.al., 2003).
3. Pola
kebiasaan
perilaku
(habitual
behavior
pattern),
misalnya
kecenderungan untuk sering tertawa, menceritakan lelucon dan menghibur
orang lain, menertawakan lelucon orang lain (Craik, Lampert & Nelson,
1996; Martin & Lefcourt dalam Martin et.al., 2003).
4. Temperament trait yang terkait dengan emosi, misalnya habitual
cheerfulness (Ruch & Kohler dalam Martin et.al., 2003).
5. Sikap, misalnya pandangan kagum akan kehidupan (bemused outlook on
life) dan sikap positif terhadap humor (Svebak dalam Martin et.al., 2003).
6. Strategi coping atau mekanisme pertahanan diri, seperti kecenderungan
untuk mempertahankan perspektif humoris dalam menghadapi masa-masa
sulit (Lefcourt & Martin dalam Martin et.al., 2003).
43
2.3.4 Dimensi sense of humor
Thorson, Powell, Schuller, dan Hampes (1997) mengelompokkan dimensi yang
ada menjadi 4 (empat) dimensi sense of humor, yaitu :
1. Humor
production
:
bagaimana
seseorang
dapat
menghasilkan,
memproduksi, atau melontarkan humor.
2. Social uses of humor (penggunaan humor untuk tujuan sosial), dan
3. Attitudes toward humor and humorous people (sikap-sikap terhadap
humor dan orang-orang yang humoris).
4. Uses of humor for coping : penggunaan humor dalam menghadapi masalah
(coping), mengatasi situasi sulit dengan menggunakan humor.
Svebak (dalam Martin, 2007) membedakan 3 (tiga) dimensi sense of
humor, yaitu :
1. Meta-message
sensitivity
:
kepekaan
untuk
mengenali
atau
mengidentifikasi situasi humor. Dimensi ini dengan komponen kognitif,
yaitu cara pandang yang tidak serius atau memiliki kemampuan untuk
mengubah perspektif dengan cara yang kreatif.
2. Liking or enjoyment of humor : kesukaan terhadap humor. Dimensi ini
mencakup sikap yang menyenangkan dan tidak adanya pembelaan diri
terhadap humor.
3. Emotional expressiveness : kecenderungan untuk tertawa dalam pelbagai
macam situasi. Berkaitan dengan emosi positif dari kegembiraan dan
ekspresi melalui tertawa.
44
2.3.5 Pengukuran sense of humor
Saat ini, beberapa alat ukur dikembangkan dengan maksud untuk mengukur sense
of humor, diantaranya adalah Situational Humor Response Questionnaire (SHRQ)
dan Coping Humor Scale (CHS) yang dikembangkan oleh Martin dan Lefcourt
(1984). SHRQ mengukur respons (berupa rating tertawa/tersenyum yang
ditampilkan, karena adanya stimulus tertentu). Sedangkan The Coping Humor
Scale (CHS) untuk mengukur seberapa jauh individu merasa bahwa humor dapat
mengatasi stres yang sedang dialaminya. Di samping dua alat ukur sense of humor
di atas, sebelumnya pada tahun 1974 juga telah dikembangkan oleh Svebak
(dalam Martin, 2003), yaitu The Sense of Humor Questionnaire (SHQ) yang
digunakan untuk mengukur 3 dimensi humor: (a) metamessage sensitivity
(kepekaaan
untuk
mengenali/mengidentifikasi
situasi
humor),
(b)
liking/enjoyment of humor (kesukaan terhadap humor), dan (c) emotional
expressiveness. Alat ukur SHQ tidak signifikan terhadap Marlowe-Crowne Social
Desirability scale (Lefcourt & Martin dalam Martin, 2003). Hal ini menunjukkan
bahwa alat ukur SHQ tidak memiliki muatan social desirability, walaupun bentuk
dari alat ukur ini berupa self-report. Alat ukur sense of humor lain yang cukup
popular adalah Multidimensional Sense of Humor Scale (MSHS), yang
dikembangkan oleh Thorson dan Powell pada tahun 1993.
Pengukuran sense of humor pada penelitian ini menggunakan alat ukur
Multidimensional Sense of Humor Scale (MSHS). Thorson dan Powell (1993)
berpendapat bahwa humor adalah sebuah konstruk yang multidimensional. Oleh
karena itu, alat ukur humor seharusnya adalah sebuah konstruk yang
45
multidimensional, sedangkan alat ukur humor yang selama ini sudah ada masih
bersifat unidimensional. MSHS terdiri dari empat dimensi humor, yaitu humor
production, social uses of humor, attitudes toward humor and humorous people,
dan uses of humor for coping.
MSHS terdiri dari 24 item pernyataan yang telah diadaptasi dari
instrument bakunya yang berbahasa Inggris kemudian diterjemahkan ke dalam
bahasa Indonesia. Selain itu, penulis juga melakukan modifikasi pada skala model
likert, dimana pada skala aslinya menggunakan skala model likert dengan
rentangan lima point dimodifikasi menjadi rentang skala empat point, untuk
menghindari bias dan mempermudah subjek dalam merespon item. Semakin
tinggi nilai total yang didapat, semakin tinggi pula rasa humor yang dimiliki.
Thorson dan Powell (1993) melaporkan realibilitas alpha cronbach adalah sebesar
0.912, serta cenderung stabil dan netral secara gender maupun tingkat usia.
2.3.6 Penelitian terdahulu
Berikut ringkasan penelitian terdahulu mengenai sense of humor terhadap
psychological well-being. Penelitian Thomas R. Herzog dan Sarah J. Strevey
(2008), menyimpulkan bahwa humor appreciation memiliki korelasi paling kuat
(p < .001 for 12 of 14 correlations) dan humor tolerance adalah yang paling
lemah (p < .001 for only one correlation). Selain itu, humor appreciation adalah
satu-satunya prediktor signifikan dari emotional well-being dan personal
development memiliki korelasi yang lebih besar dengan humor appreciation (.32).
Pelbagai model teoritis yang menghubungkan sense of humor terhadap
well-being menyebabkan prediksi kuat bahwa sense of humor akan berhubungan
46
positif dengan positive affect, happiness, dan measures of personal development
(skala Ryff) dan berhubungan negatif dengan negative affect, depression, dan
stress. Semua prediksi ini didukung (p <.001) untuk humor appreciation, dan
banyak dari mereka juga didukung untuk humor production dan coping humor.
2.4 Kerangka Berpikir
Pekerjaan menjadi seorang jurnalis memerlukan kualifikasi, baik secara profesi
maupun psikologis, sehingga mampu bertahan dengan situasi penuh tekanan.
Kesehatan psikologis seorang jurnalis adalah sama pentingnya dengan fisik.
Seorang jurnalis yang telah mengalami stres maupun trauma dapat mempengaruhi
pelbagai sektor kehidupannya, baik sebagai manusia atau sebagai seorang jurnalis.
Berdasarkan hasil-hasil penelitian tentang psychological well-being yang
didasarkan pada teori Ryff (1989), diketahui bahwa salah satu faktor yang
mempengaruhi psychological well-being adalah kepribadian. Adanya masalah
yang sama, belum tentu setiap orang memiliki cara pemecahan masalah yang
sama pula. Semua itu tergantung pada kepribadian mereka masing-masing.
Kepribadian merupakan ciri khas seseorang yang membedakan dengan orang lain.
Baru-baru ini, bukti statistik dan leksikal, dari berbagai budaya dan
bahasa, telah terakumulasi dalam mendukung kerangka struktur kepribadian enam
dimensi yang disebut HEXACO (Honesty-Humility, Emotionality, eXtraversion,
Agreeableness, Conscientiousness, Openness). Penelitian sebelumnya telah
menunjukkan keuntungan dari model HEXACO atas Big Five/Five Factor,
terutama yang berkaitan dengan variabel yang terkait dengan eksploitasi selfish
47
orang lain, seperti materialisme, kecakapan sosial, pelanggaran di tempat kerja,
psikopati, narsisme, Machiavellianism, manipulatif, dan egoisme (Ashton & Lee,
2008; De Vries, De Vries, De Hoogh, & Feij, 2009; Lee & Ashton, 2005; Lee,
Ashton, & De Vries, 2005a; Lee, Ogunfowora, & Ashton, 2005b).
Hasil penelitian Naser Aghababaei dan Akram Arji (dalam Journal of
Personality and Individual Differences, 2013) yang menunjukkan bahwa dimensi
HEXACO signifikan memprediksi semua aspek psychological well-being.
Extraversion berkorelasi kuat terhadap psychological well-being. Faktor HonestyHumility terkait dengan tingkat yang lebih tinggi psychological well-being,
dengan subfaktor Honesty (aspek Sincerity dan Fairness) beroperasi sebagai
pendorong utama untuk hubungan ini.
Dalam beberapa penelitian ditemukan bahwa sense of humor terbukti
dapat meningkatkan baik kesejahteraan fisik maupun psikologis seseorang
(Martin, 2001; Kuiper, Martin, Olinger, Kazarian, & Jetté, 1998; Herzog &
Strevey, 2008). Humor telah dikaitkan dengan peningkatan fungsi kekebalan
tubuh dan pengurangan baik stres yang dirasakan atau dampak dari variabel yang
menghasilkan stres (Abel, 2002; Lefcourt, 2001; Martin, 2001). Hal ini jelas
bahwa humor dipandang sebagai faktor penting bagi well-being. Sense of humor
dianggap sebagai personality trait atau set of traits. Menurut Martin (1998), sense
of humor mengacu pada "perbedaan individu dalam segala macam perilaku
kebiasaan, pengalaman, pengaruh, sikap, dan kemampuan yang berhubungan
dengan hiburan, tawa, kelucuan, dan sebagainya".
48
Penelitian yang dilakukan oleh Herzog dan Strevey (2008) menemukan
sehubungan dengan sense of humor dan well-being, bahwa humor appreciation
mempunyai korelasi paling kuat (p < .001 for 12 of 14 correlations) dan humor
tolerance adalah yang paling lemah (p < .001 for only one correlation). Berbagai
model teoritis yang menghubungkan antara sense of humor terhadap well-being
menyebabkan prediksi kuat bahwa sense of humor akan berhubungan positif
dengan positive affect, kebahagiaan, dan langkah-langkah pengembangan pribadi
(skala Ryff) dan berhubungan negatif dengan negative affect, depresi, dan stres.
Semua prediksi tersebut didukung (p <.001) untuk humor appreciation, dan
banyak dari mereka juga didukung untuk humor production dan coping humor.
Faktor lain yang juga dapat mempengaruhi psychological well-being
seseorang adalah faktor demografis. Faktor demografis yang digunakan oleh
penulis dalam penelitian ini adalah usia, jenis kelamin, penghasilan, dan intensitas
pekerjaan. Ryff dan Keyes (1995) mengemukakan bahwa perbedaan usia
mempengaruhi perbedaan dalam dimensi-dimensi psychological well-being. Ryff
dan Singer (2002) menemukan adanya perbedaan psychological well-being,
khususnya pada dimensi penguasaan lingkungan, pertumbuhan pribadi, tujuan
hidup, dan otonomi pada kelompok usia yang terdiri dari tiga bagian: dewasa
awal, dewasa madya/menengah, dan dewasa akhir.
Selanjutnya, pada variabel jenis kelamin, kelompok wanita lebih tinggi
pada dimensi hubungan positif dengan orang lain dan pertumbuhan pribadi
daripada kelompok pria. Ryff (1996) menjelaskan bahwa jenis kelamin
mempengaruhi tingkat psychological well-being seseorang. Hal tersebut
49
dikarenakan adanya stereotype gender yang telah tertanam di dalam diri anak lakilaki yang digambarkan sebagai sosok yang agresif dan mandiri, sementara itu
perempuan digambarkan sebagai sosok yang pasif dan tergantung. Lalu, menurut
Davis (dalam Rahayu, 2008), individu dengan tingkat penghasilan tinggi, status
menikah, dan mempunyai dukungan sosial tinggi akan memiliki psychological
well-being yang lebih tinggi.
Dari kerangka berpikir di atas dapat diilustrasikan ke dalam bagan sebagai
berikut :
50
Honesty-Humility
Emotionality
Kepribadian
Extraversion
(The HEXACO
Model of
Personality)
Agreeableness
Conscientiousnes
s
Openness to
Experience
Humor Production
Social Uses of
Humor
Sense of
Humor
Attitudes Toward
Humor and
Humorous People
Uses of Humor for
Coping
Usia
Jenis Kelamin
Demografis
Penghasilan
Intensitas
Pekerjaan
Gambar 2.4 Kerangka Berpikir
Psychological
Well-Being
51
2.5 Hipotesis Penelitian
2.5.1 Hipotesis mayor
Ada pengaruh kepribadian the HEXACO model of personality dan sense of humor
terhadap psychological well-being jurnalis.
2.5.2 Hipotesis minor
H1
: Ada pengaruh variabel honesty-humility terhadap psychological wellbeing jurnalis.
H2
: Ada pengaruh variabel emotionality terhadap psychological well-being
jurnalis.
H3
: Ada pengaruh variabel extraversion terhadap psychological well-being
jurnalis.
H4
: Ada pengaruh variabel agreeableness terhadap psychological well-being
jurnalis.
H5
: Ada pengaruh variabel conscientiousness terhadap psychological wellbeing jurnalis.
H6
: Ada pengaruh variabel openness to experience terhadap psychological
well-being jurnalis.
H7
: Ada pengaruh variabel humor production terhadap psychological wellbeing jurnalis.
H8
: Ada pengaruh variabel social uses of humor terhadap psychological wellbeing jurnalis.
H9
: Ada pengaruh variabel attitudes toward humor and humorous people
terhadap psychological well-being jurnalis.
52
H10
: Ada pengaruh variabel uses of humor for coping terhadap psychological
well-being jurnalis.
H11
: Ada pengaruh variabel demografis usia terhadap psychological wellbeing jurnalis.
H12
: Ada pengaruh variabel demografis jenis kelamin terhadap psychological
well-being jurnalis.
H13
: Ada pengaruh variabel demografis penghasilan terhadap psychological
well-being jurnalis.
H14
:
Ada pengaruh variabel demografis intensitas pekerjaan terhadap
psychological well-being jurnalis.
53
BAB III
METODE PENELITIAN
Pada bab ini menjelaskan tentang metode penelitian yang terdiri dari populasi dan
sampel serta teknik sampling yang digunakan, variabel penelitian, instrument
pengumpulan data, uji validitas konstruk serta hasilnya, teknik analisis data, dan
prosedur penelitian.
3.1 Populasi, Sampel, dan Teknik Pengambilan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah seorang individu yang bekerja sebagai
jurnalis di wilayah DKI Jakarta. Selanjutnya dalam penelitian ini, peneliti
mengambil sampel sebanyak 150 orang. Sedangkan untuk pengambilan sampel
menggunakan teknik yang bersifat non probability sampling dimana tidak
memberi peluang/kesempatan sama bagi setiap unsur atau anggota populasi untuk
dipilih menjadi sampel (Sugiyono, 2010).
Peneliti menggunakan teknik non probability sampling, yaitu accidental
sampling dimana teknik penentuan sampel berdasarkan kebetulan, yaitu siapa saja
yang secara kebetulan/insidental bertemu dengan peneliti dapat digunakan sebagai
sampel, bila dipandang orang yang kebetulan ditemui itu cocok sebagai sumber
data (Sugiyono, 2010). Alasan peneliti menggunakan teknik tersebut adalah
karena tidak memiliki data populasi yang memadai. Selain itu, keterbatasan waktu
dan biaya juga menjadi alasan bagi peneliti dalam menggunakan teknik tersebut.
53
54
3.2 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Variabel
3.2.1 Variabel penelitian
Adapun variabel-variabel dalam penelitian ini, diantaranya :
1. Dependent Variable (DV) : Psychological Well-Being
2. Independent Variable (IV) : Kepribadian the HEXACO model of
personality (honesty-humility, emotionality, extraversion, agreeableness,
conscientiousness, openness to experience), sense of humor (humor
production, social uses of humor, attitudes toward humor and humorous
people, uses of humor for coping), dan faktor demografis (usia, jenis
kelamin, penghasilan, intensitas pekerjaan).
3.2.2 Definisi operasional variabel
Adapun definisi operasional dari masing-masing variabel dalam penelitian ini
adalah sebagai berikut :
1. Psychological Well-Being
Psychological well-being adalah kondisi dimana seseorang dapat hidup
dengan bahagia berdasarkan pengalaman hidupnya dan bagaimana mereka
memandang pengalaman tersebut berdasarkan potensi yang mereka miliki,
yang meliputi enam dimensi (Ryff, 1989), yaitu 1) Autonomy (otonomi),
2) Environmental mastery (penguasaan lingkungan), 3) Personal growth
(pertumbuhan pribadi), 4) Positive relations with others (hubungan positif
dengan orang lain), 5) Purpose in life (tujuan hidup, dan 6) Selfacceptance
(penerimaan
diri).
Skala
psychological
well-being
55
menggunakan alat ukur Ryff’s Psychological Well-Being Scales (1995)
yang diperoleh dari keenam dimensi psychological well-being tersebut.
2. Kepribadian The HEXACO Model of Personality
Kepribadian adalah keseluruhan cara seorang individu bereaksi dan
berinteraksi dengan individu lain. The HEXACO Model of Personality
yaitu tipe kepribadian yang dikembangkan oleh Lee & Ashton (2007) dari
beberapa studi leksikal. The HEXACO Model of Personality terdiri dari
enam
dimensi,
yaitu
1)
Honesty-Humility,
2)
Emotionality,
3)
Extraversion, 4) Agreeableness, 5) Conscientiousness, dan 6) Openness to
Experience. Skala The HEXACO Model of Personality menggunakan alat
ukur HEXACO Personality Inventory-Revised (HEXACO-PI-R), yaitu
operasionalisasi kuesioner dari model kepribadian keenam dimensi
HEXACO Lee dan Ashton tersebut.
3. Sense of Humor
Sense of humor adalah cara individu memandang dan berinteraksi dengan
dunia melalui filter berupa hiburan, tawa, dan keceriaan yang meliputi
empat aspek, yaitu 1) Humor Production, 2) Social Uses of Humor, 3)
Attitudes Toward Humor and Humorous People, dan 4) Uses of Humor for
Coping. Skala sense of humor menggunakan alat ukur Multidimensional
Sense of Humor Scale (MSHS) yang dikembangkan oleh Thorson, Powell,
Schuller, dan Hampes (1997). MSHS terdiri atas 24 item pernyataan dari
keempat dimensi sense of humor tersebut.
56
3.3 Instrument Pengumpulan Data
Penelitian ini menggunakan instrument berupa skala dan kuesioner, terdiri dari :
1. Kuesioner berupa biodata subjek penelitian yang berisi pertanyaan
mengenai data pribadi responden, seperti nama atau inisial, jenis kelamin,
usia, jabatan, lama bekerja, penghasilan, dan intensitas pekerjaan.
2. Skala psychological well-being menggunakan Ryff’s Psychological WellBeing Scales (1995) yang disusun berdasarkan dimensi psychological
well-being, yaitu dimensi penerimaan diri (self-acceptance), hubungan
positif dengan orang lain (positive relations with others), otonomi
(autonomy), penguasaan lingkungan (environmental mastery), tujuan
hidup (purpose in life), dan pertumbuhan pribadi (personal growth) (dalam
Indra, 2013) :
No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Tabel 3.3.1 Blue Print Skala Psychological Well-Being
Dimensi
Indikator
F
UF Jumlah
Independen dan mampu
2, 3
1
3
Otonomi
melawan tekanan sosial
Mampu mengendalikan dan
4, 6
5
3
Penguasaan
bertindak dalam lingkungan
Lingkungan
Keinginan untuk terus
7, 8
9
3
Pertumbuhan
berkembang dan
Pribadi
memperbaiki diri
Kepuasan dan kepercayaan
11 10,
3
Hubungan Positif
12
dengan Orang Lain dalam berhubungan dengan
orang lain
Keyakinan untuk hidup yang 14, 13
3
Tujuan Hidup
lebih berarti
15
Sikap positif tentang diri
16, 18
3
Penerimaan Diri
sendiri
17
Jumlah Item
11
7
18
Skala psychological well-being menggunakan pilihan jawaban: Sangat
Sesuai (SS), Sesuai (S), Tidak Sesuai (TS), Sangat Tidak Sesuai (STS).
57
3. Skala the HEXACO model of personality menggunakan alat ukur
HEXACO
Personality
Inventory-Revised
(HEXACO-PI-R),
yaitu
operasionalisasi kuesioner dari model kepribadian enam dimensi
HEXACO dari Lee & Ashton (2007). Skala ini peneliti adaptasi dari situs
resmi Kibeom Lee, Ph.D., & Michael C. Ashton, Ph.D (http://hexaco.org).
Skala menggunakan 60 item berdasarkan enam dimensi, yaitu honestyhumility (H), emotionality (E), extraversion (X), agreeableness (A),
conscientiousness (C), dan openness to experience (O).
No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Tabel 3.3.2 Blue Print Skala The HEXACO Model of Personality
Aspek
Indikator
F
UF
Jumlah
Sincerity
6, 54
30
3
HonestyFairness
36
12, 60
3
Humility
Greed-Avoidance
18
42
2
Modesty
24, 48
2
5, 29
53
3
Emotionality Fearfulness
Anxiety
11
35
2
Dependence
17
41
2
Sentimentality
23, 47
59
3
4
28, 52
3
Extraversion Social Self-Esteem
Social Boldness
34, 58
10
3
Sociability
16, 40
2
Liveliness
22
46
2
3, 27
2
Agreeableness Forgiveness
Gentleness
33, 51
9
3
Flexibility
39
15, 57
3
Patience
45
21
2
2
26
2
Conscientious- Organization
Diligence
8
32
2
ness
Perfectionism
38, 50
14
3
Prudence
20, 44, 56
3
25
1
2
Openness to Aesthetic Appreciation
Inquisitiveness
7
31
2
Experience
Creativity
13, 37
49
3
Unconventionality
43
19, 55
3
Jumlah Item
31
29
60
58
Skala the HEXACO model of personality menggunakan pilihan jawaban:
Sangat Setuju (SS), Setuju (S), Tidak Setuju (TS), Sangat Tidak Setuju
(STS). Peneliti tidak menggunakan lima pilihan jawaban dalam skala ini
karena menghindari pilihan jawaban Ragu-Ragu (R).
4. Skala sense of humor menggunakan Multidimensional Sense of Humor
Scale atau yang sering disingkat MSHS yang dikembangkan oleh Thorson,
Powell, Schuller, & Hampes (1997). MSHS terdiri dari 24 item pernyataan
dan empat dimensi humor (dalam Setianikusumah, 2013), yaitu :
1. Humor production (produksi humor) - kreasi dan tampilan humor
2. Social uses of humor (penggunaan humor untuk tujuan sosial)
3. Attitudes toward humor and humorous people (sikap-sikap terhadap
humor dan orang-orang yang humoris)
4. Uses of humor for coping (penggunaan humor sebagai mekanisme
coping)
No.
1.
2.
3.
4.
Tabel 3.3.3 Blue Print Skala Sense of Humor
Dimensi
Indikator
F
UF
Bagaimana seseorang
1, 2,
Humor
dapat menghasilkan,
3, 4,
Production
memproduksi atau
5, 6,
melontarkan humor.
7, 19
Penggunaan humor dalam
21,
22
Uses of humor
menghadapi masalah atau
23,
for Coping
mengatasi situasi sulit.
24
Penggunaan humor untuk
8, 9,
Social Uses of
tujuan sosial.
10,
Humor
11
14,
12, 13,
Attitudes Toward Sikap-sikap individu
terhadap humor dan orang17,
15, 16,
Humor and
orang yang humoris.
18
20
Humorous
People
Jumlah Item
18
6
Jumlah
8
4
4
8
24
59
Skala sense of humor menggunakan pilihan jawaban: Selalu (SL), Sering
(SR), Kadang-Kadang (KD), Tidak Pernah (TP).
Di dalam penelitian ini, peneliti menggunakan tiga skala berupa kuesioner.
Kuesioner yang akan digunakan berupa skala model Likert, yang disusun dengan
menggunakan empat pilihan jawaban. Peneliti membagi dua kategori item
pernyataan yaitu favorable dan unfavorable serta menentukan bobot nilai. Untuk
item favorable, skor subjek dimulai dari 4, 3, 2, 1. Sementara untuk item
unfavorable, skor subjek dimulai dari 1, 2, 3, 4.
Tabel 3.3.4 Skor Skala Model Likert
Pilihan Jawaban Favorable Unfavorable
(SS)
(SL)
4
1
(S)
(SR)
3
2
(TS)
(KD)
2
3
(STS)
(TP)
1
4
3.4 Uji Validitas Konstruk
Sebelum melakukan analisis data, penulis melakukan pengujian terhadap validitas
konstruk instrumen yang digunakan dalam penelitian, yaitu psychological wellbeing, kepribadian the HEXACO model of personality, dan sense of humor. Untuk
menguji validitas alat ukur yang digunakan dalam penelitian ini, penulis
menggunakan Confimatory Factor Analysis (CFA). Item dikatakan valid apabila
hasil Chi-Square tidak signifikan p > 0.05, maka hipotesis nihil tersebut diterima.
Artinya, teori unidimensionalitas tersebut dapat diterima bahwa item hanya
mengukur satu faktor saja. Lalu, apabila item memiliki t-value lebih dari 1.96 (t >
1.96) dan positif. Jika t > 1.96 maka item tersebut signifikan dan jika t < 1.96
maka item tersebut tidak signifikan. Syarat lainnya adalah dengan melihat
60
koefisien muatan faktor dari item. Jika item tersebut sudah diskoring dengan
favorable (pada skala Likert), maka nilai koefisien muatan faktor item bernilai
negatif dan item tersebut akan dieliminasi begitupun sebaliknya. Adapun
pengujian analisis CFA seperti ini dilakukan dengan menggunakan software
LISREL 8.70.
3.4.1 Uji validitas skala psychological well-being
Pada skala psychological well-being, penulis menguji apakah 18 item tersebut
bersifat unidimensional mengukur satu faktor atau tidak. Hasil awal analisis CFA
yang dilakukan pada 18 item, didapatkan model satu faktor tidak fit dengan, ChiSquare = 668.73, df = 135, P-value = 0.00000, RMSEA = 0.163. Setelah dilakukan
modifikasi pada model ini, dimana kesalahan pengukuran pada beberapa item
dibebaskan berkorelasi satu sama lain, maka diperoleh model fit dengan Chi –
Square = 100.44, df = 82, P-value = 0.08147, RMSEA = 0.039. Nilai Chi-Square
menghasilkan P-value > 0.05 (tidak signifikan), yang artinya model dengan satu
faktor saja (unidimensional) dapat diterima, bahwa seluruh item mengukur satu
faktor saja yaitu psychological well-being. Langkah selanjutnya adalah dengan
melihat nilai t bagi setiap koefisien muatan faktor, seperti pada tabel 3.4.1 berikut
ini :
61
Tabel 3.4.1 Muatan Faktor Psychological Well-Being
No. Item
Koefisien
Standar Error
Nilai t Signifikan
1
-0.10
0.10
-1.07
×
2
0.47
0.09
5.19
√
3
0.00
0.09
0.03
×
4
0.79
0.08
10.24
√
5
0.05
0.09
0.55
×
6
0.75
0.08
9.30
√
7
0.69
0.08
8.27
√
8
0.68
0.08
8.41
√
9
0.13
0.10
1.31
×
10
0.03
0.09
0.35
×
11
0.46
0.09
5.29
√
12
0.30
0.10
3.03
√
13
0.37
0.09
4.22
√
14
0.59
0.08
7.09
√
15
0.21
0.09
2.35
√
16
0.71
0.08
8.66
√
17
0.36
0.10
3.76
√
18
0.08
0.09
0.92
×
Keterangan : √ = signifikan (t > 1.96), × = tidak signifikan (t < 1.96)
Pada tabel 3.4.1 hanya terdapat satu item, yaitu item 1 yang memiliki
koefisien negatif dan nilai t < 1.96 dan juga item yang memiliki koefisien positif
namun nilai t < 1.96, item tersebut diantaranya item 3, 5, 9, 10, dan 18.
Selanjutnya item tersebut di drop out, artinya item-item tersebut tidak diterima
dan tidak akan ikut serta dianalisis.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa dari keseluruhan item dalam skala
psychological well-being yang berjumlah 18 item terdapat 6 item yang tidak
diikutsertakan dalam analisis uji hipotesis.
3.4.2 Uji validitas skala the HEXACO model of personality
3.4.2.1 Honesty-humility
Dari hasil awal analisis CFA dilakukan pada 10 item, didapatkan model satu
faktor tidak fit, dengan Chi-Square = 172.92, df = 35, P-value = 0.00000, RMSEA
62
= 0.163, setelah dilakukan modifikasi pada model ini, dimana kesalahan
pengukuran pada beberapa item dibebaskan berkorelasi satu sama lain, maka
diperoleh model fit dengan Chi-Square = 32.15, df = 25, P-value = 0.15373,
RMSEA = 0.044. Nilai Chi-Square menghasilkan P-value > 0.05 (tidak
signifikan), yang artinya model dengan satu faktor (unidimensional) dapat
diterima, bahwa seluruh item mengukur satu faktor saja yaitu honesty-humility.
Langkah selanjutnya adalah dengan melihat nilai t bagi setiap koefisien muatan
faktor, seperti pada tabel 3.4.2.1 berikut ini :
Tabel 3.4.2.1 Muatan Faktor Honesty - Humility
No. Item
Koefisien
Standar Error
Nilai t Signifikan
6
0.30
0.09
3.27
√
30
0.69
0.08
8.13
√
54
0.35
0.09
3.90
√
12
0.72
0.08
8.45
√
36
0.29
0.09
3.13
√
60
0.65
0.09
7.50
√
18
0.14
0.10
1.46
×
42
0.42
0.10
4.43
√
24
0.47
0.09
5.12
√
48
0.66
0.08
7.80
√
Keterangan : √ = signifikan (t > 1.96), × = tidak signifikan (t < 1.96)
Pada tabel 3.4.2.1 semua item memiliki koefisien positif namun ada satu
item yang nilai t < 1.96, yaitu item 18, sehingga item tersebut di drop out, artinya
item tersebut tidak diterima dan tidak akan ikut serta dianalisis. Selanjutnya, itemitem yang memiliki koefisien positif dan nilai t > 1.96 pada dimensi ini diterima
dan akan ikut serta dianalisis.
3.4.2.2 Emotionality
Dari hasil awal analisis CFA dilakukan pada 10 item, didapatkan model satu
faktor tidak fit, dengan Chi-Square = 150.65, df = 35, P-value = 0.00000, RMSEA
63
= 0.149, setelah dilakukan modifikasi pada model ini, dimana kesalahan
pengukuran pada beberapa item dibebaskan berkorelasi satu sama lain, maka
diperoleh model fit dengan Chi-Square = 31.94, df = 27, P-value = 0.23418,
RMSEA = 0.035. Nilai Chi-Square menghasilkan P-value > 0.05 (tidak
signifikan), yang artinya model dengan satu faktor (unidimensional) dapat
diterima, bahwa seluruh item mengukur satu faktor saja yaitu emotionality.
Langkah selanjutnya adalah dengan melihat nilai t bagi setiap koefisien muatan
faktor, seperti pada tabel 3.4.2.2 berikut ini :
Tabel 3.4.2.2 Muatan Faktor Emotionality
No. Item
Koefisien
Standar Error
Nilai t Signifikan
5
0.34
0.10
3.33
√
29
0.59
0.10
5.85
√
53
0.36
0.09
3.93
√
11
-0.06
0.09
-0.66
×
35
-0.31
0.10
-3.04
√
17
0.45
0.09
5.05
√
41
0.53
0.09
5.95
√
23
0.28
0.09
3.07
√
47
0.51
0.11
4.68
√
59
-0.21
0.09
-2.25
√
Keterangan : √ = signifikan (t > 1.96), × = tidak signifikan (t < 1.96)
Pada tabel 3.4.2.2 terdapat satu item, yaitu item 11 yang memiliki
koefisien negatif dan nilai t < 1.96, sehingga item tersebut di drop out, artinya
item tersebut tidak diterima dan tidak akan ikut serta dianalisis. Lalu, untuk semua
item yang memiliki koefisien positif maupun koefisien negatif (merupakan item
unfavorable) dan memiliki nilai t > 1.96 tetap diterima dan akan ikut serta
dianalisis.
64
3.4.2.3 Extraversion
Dari hasil awal analisis CFA dilakukan pada 10 item, didapatkan model satu
faktor tidak fit, dengan Chi-Square = 184.22, df = 35, P-value = 0.00000, RMSEA
= 0.169, setelah dilakukan modifikasi pada model ini, dimana kesalahan
pengukuran pada beberapa item dibebaskan berkorelasi satu sama lain, maka
diperoleh model fit dengan Chi-Square = 27.07, df = 22, P-value = 0.20842,
RMSEA = 0.039. Nilai Chi-Square menghasilkan P-value > 0.05 (tidak
signifikan), yang artinya model dengan satu faktor (unidimensional) dapat
diterima, bahwa seluruh item mengukur satu faktor saja yaitu extraversion.
Langkah selanjutnya adalah dengan melihat nilai t bagi setiap koefisien muatan
faktor, seperti pada tabel 3.4.2.3 berikut ini :
Tabel 3.4.2.3 Muatan Faktor Extraversion
No. Item
Koefisien
Standar Error
Nilai t Signifikan
4
0.25
0.08
3.04
√
28
0.29
0.11
2.55
√
52
0.26
0.10
2.58
√
10
0.40
0.08
4.94
√
34
0.13
0.08
1.59
×
58
0.27
0.09
3.06
√
16
0.50
0.08
5.85
√
40
0.68
0.09
7.77
√
22
0.71
0.08
8.65
√
46
0.62
0.09
7.04
√
Keterangan : √ = signifikan (t > 1.96), × = tidak signifikan (t < 1.96)
Pada tabel 3.4.2.3 semua item memiliki koefisien positif namun ada satu
item yang nilai t < 1,96, yaitu item 34. Selanjutnya, item tersebut di drop out,
artinya item tersebut tidak diterima dan tidak akan ikut serta dianalisis.
65
3.4.2.4 Agreeableness
Dari hasil awal analisis CFA dilakukan pada 10 item, didapatkan model satu
faktor tidak fit, dengan Chi-Square = 165.51, df = 35, P-value = 0.00000, RMSEA
= 0.158, setelah dilakukan modifikasi pada model ini, dimana kesalahan
pengukuran pada beberapa item dibebaskan berkorelasi satu sama lain, maka
diperoleh model fit dengan Chi-Square = 24.95, df = 20, P-value = 0.20330,
RMSEA = 0.041. Nilai Chi-Square menghasilkan P-value > 0.05 (tidak
signifikan), yang artinya model dengan satu faktor (unidimensional) dapat
diterima, bahwa seluruh item mengukur satu faktor saja yaitu agreeableness.
Langkah selanjutnya adalah dengan melihat nilai t bagi setiap koefisien muatan
faktor, seperti pada tabel 3.4.2.4 berikut ini :
Tabel 3.4.2.4 Muatan Faktor Agreeableness
No. Item
Koefisien
Standar Error
Nilai t Signifikan
3
0.50
0.09
5.54
√
27
0.39
0.09
4.23
√
9
0.31
0.09
3.48
√
33
0.30
0.10
3.14
√
51
0.64
0.09
6.80
√
15
0.29
0.09
3.15
√
39
0.60
0.10
5.97
√
57
0.30
0.09
3.42
√
21
0.48
0.13
3.55
√
45
0.60
0.11
5.41
√
Keterangan : √ = signifikan (t > 1.96), × = tidak signifikan (t < 1.96)
Pada tabel 3.4.2.4 semua item memiliki koefisien positif dan nilai t > 1.96,
artinya semua item pada dimensi ini diterima dan akan ikut serta dianalisis.
3.4.2.5 Conscientiousness
Dari hasil awal analisis CFA dilakukan pada 10 item, didapatkan model satu
faktor tidak fit, dengan Chi-Square = 219.75, df = 35, P-value = 0.00000, RMSEA
66
= 0.188, setelah dilakukan modifikasi pada model ini, dimana kesalahan
pengukuran pada beberapa item dibebaskan berkorelasi satu sama lain, maka
diperoleh model fit dengan Chi-Square = 12.37, df = 14, P-value = 0.57633,
RMSEA = 0.000. Nilai Chi-Square menghasilkan P-value > 0.05 (tidak
signifikan), yang artinya model dengan satu faktor (unidimensional) dapat
diterima, bahwa seluruh item mengukur satu faktor saja yaitu conscientiousness.
Langkah selanjutnya adalah dengan melihat nilai t bagi setiap koefisien muatan
faktor, seperti pada tabel 3.4.2.5 berikut ini :
Tabel 3.4.2.5 Muatan Faktor Conscientiousness
No. Item
Koefisien
Standar Error
Nilai t Signifikan
2
0.48
0.13
3.71
√
26
-0.22
0.09
-2.38
√
8
0.42
0.09
4.71
√
32
0.54
0.09
6.17
√
14
0.55
0.10
5.71
√
38
0.39
0.10
3.87
√
50
-0.10
0.11
-0.99
×
20
0.65
0.10
6.52
√
44
0.49
0.10
5.07
√
56
0.49
0.12
3.98
√
Keterangan : √ = signifikan (t > 1.96), × = tidak signifikan (t < 1.96)
Pada tabel 3.4.2.5 terdapat satu item, yaitu item 50 yang memiliki
koefisien negatif dan nilai t < 1.96, sehingga item tersebut di drop out, artinya
item tersebut tidak diterima dan tidak akan ikut serta dianalisis. Lalu untuk semua
item yang memiliki koefisien positif maupun koefisien negatif (merupakan item
unfavorable) dan memiliki nilai t > 1.96 tetap diterima dan akan ikut serta
dianalisis.
67
3.4.2.6 Openness to experience
Dari hasil awal analisis CFA dilakukan pada 10 item, didapatkan model satu
faktor tidak fit, dengan Chi-Square = 161.35, df = 35, P-value = 0.00000, RMSEA
= 0.156, setelah dilakukan modifikasi pada model ini, dimana kesalahan
pengukuran pada beberapa item dibebaskan berkorelasi satu sama lain, maka
diperoleh model fit dengan Chi-Square = 26.98, df = 24, P-value = 0.30519,
RMSEA = 0.029. Nilai Chi-Square menghasilkan P-value > 0.05 (tidak
signifikan), yang artinya model dengan satu faktor (unidimensional) dapat
diterima, bahwa seluruh item mengukur satu faktor saja yaitu openness to
experience. Langkah selanjutnya adalah dengan melihat nilai t bagi setiap
koefisien muatan faktor, seperti pada tabel 3.4.2.6 berikut ini :
Tabel 3.4.2.6 Muatan Faktor Openness to Experience
No. Item
Koefisien
Standar Error
Nilai t Signifikan
1
0.45
0.09
5.21
√
25
0.62
0.08
7.36
√
7
0.59
0.08
7.02
√
31
0.23
0.10
2.34
√
13
0.77
0.08
9.34
√
37
0.35
0.09
3.79
√
49
0.14
0.09
1.58
×
19
0.20
0.09
2.17
√
43
0.29
0.10
3.05
√
55
0.34
0.09
3.93
√
Keterangan : √ = signifikan (t > 1.96), × = tidak signifikan (t < 1.96)
Pada tabel 3.4.2.6 semua item memiliki koefisien positif namun ada satu
item yang nilai t < 1.96, yaitu item 49. Selanjutnya item tersebut di drop out,
artinya item tersebut tidak diterima dan tidak akan ikut serta dianalisis.
68
Jadi, dapat disimpulkan bahwa dari keseluruhan item dalam skala the
HEXACO model of personality yang berjumlah 60 item terdapat 5 item yang tidak
diikutsertakan dalam analisis uji hipotesis.
3.4.3 Uji validitas skala sense of humor
3.4.3.1 Humor production
Dari hasil awal analisis CFA dilakukan pada 8 item, didapatkan model satu faktor
tidak fit, dengan Chi-Square = 152.22, df = 20, P-value = 0.00000, RMSEA =
0.211, setelah dilakukan modifikasi pada model ini, dimana kesalahan pengukuran
pada beberapa item dibebaskan berkorelasi satu sama lain, maka diperoleh model
fit dengan Chi-Square = 13.53, df = 12, P-value = 0.33192, RMSEA = 0.029. Nilai
Chi-Square menghasilkan P-value > 0.05 (tidak signifikan), yang artinya model
dengan satu faktor (unidimensional) dapat diterima, bahwa seluruh item
mengukur satu faktor saja yaitu humor production. Langkah selanjutnya adalah
dengan melihat nilai t bagi setiap koefisien muatan faktor, seperti pada tabel
3.4.3.1 berikut ini :
Tabel 3.4.3.1 Muatan Faktor Humor Production
No. Item
Koefisien
Standar Error
Nilai t Signifikan
1
0.62
0.08
8.21
√
2
0.82
0.07
11.96
√
3
0.92
0.06
14.30
√
4
0.88
0.07
13.30
√
5
0.73
0.07
9.70
√
6
0.71
0.07
9.71
√
7
0.81
0.07
11.73
√
19
0.63
0.08
8.06
√
Keterangan : √ = signifikan (t > 1.96), × = tidak signifikan (t < 1.96)
Pada tabel 3.4.3.1 semua item memiliki koefisien positif dan nilai t > 1.96,
artinya semua item pada dimensi ini diterima dan akan ikut serta dianalisis.
69
3.4.3.2 Social uses of humor
Dari hasil awal analisis CFA yang dilakukan pada 4 item, didapatkan model satu
faktor tidak fit dengan, Chi-Square = 3.01, df = 2, P-value = 0.22188, RMSEA =
0.058. Setelah dilakukan modifikasi pada model ini, dimana kesalahan
pengukuran pada beberapa item dibebaskan berkorelasi satu sama lain, maka
diperoleh model fit dengan Chi-Square = 0.00, df = 0, P-value = 1.00000, RMSEA
= 0.000. Nilai Chi-Square menghasilkan P-value > 0.05 (tidak signifikan), yang
artinya model dengan satu faktor saja (unidimensional) dapat diterima, bahwa
seluruh item mengukur satu faktor saja yaitu social uses of humor. Langkah
selanjutnya adalah dengan melihat nilai t bagi setiap koefisien muatan faktor,
seperti pada tabel 3.4.3.2 berikut ini :
Tabel 3.4.3.2 Muatan Faktor Social Uses of Humor
No. Item
Koefisien
Standar Error
Nilai t Signifikan
8
0.50
0.08
6.05
√
9
0.84
0.07
12.32
√
10
0.93
0.07
14.25
√
11
0.86
0.07
12.63
√
Keterangan : √ = signifikan (t > 1.96), × = tidak signifikan (t < 1.96)
Pada tabel 3.4.3.2 semua item memiliki koefisien positif dan nilai t > 1.96,
artinya semua item pada dimensi ini diterima dan akan ikut serta dianalisis.
3.4.3.3 Attitudes toward humor and humorous people
Dari hasil awal analisis CFA yang dilakukan pada 8 item, didapatkan model satu
faktor tidak fit dengan, Chi-Square = 82.41, df = 20, P-value = 0.00000, RMSEA
= 0.145. Setelah dilakukan modifikasi pada model ini, dimana kesalahan
pengukuran pada beberapa item dibebaskan berkorelasi satu sama lain, maka
diperoleh model fit dengan Chi-Square = 16.30, df = 15, P-value = 0.36231,
70
RMSEA = 0.024. Nilai Chi-Square menghasilkan P-value > 0.05 (tidak
signifikan), yang artinya model dengan satu faktor saja (unidimensional) dapat
diterima, bahwa seluruh item mengukur satu faktor saja yaitu attitudes toward
humor and humorous people. Langkah selanjutnya adalah dengan melihat nilai t
bagi setiap koefisien muatan faktor, seperti pada tabel 3.4.3.3 berikut ini:
Tabel 3.4.3.3 Muatan Faktor Attitudes Toward Humor and Humorous People
No. Item
Koefisien
Standar Error
Nilai t Signifikan
12
0.00
0.08
0.05
×
13
-0.50
0.08
-6.67
√
14
-0.52
0.07
-6.99
×
15
-0.52
0.07
-7.00
√
16
-0.61
0.07
-8.31
√
17
-1.05
0.06
-17.37
×
18
-0.71
0.07
-9.83
×
20
-0.20
0.08
-2.62
√
Keterangan : √ = signifikan (t > 1.96), × = tidak signifikan (t < 1.96)
Pada tabel 3.4.3.3 hanya terdapat satu item, yaitu item 12 yang memiliki
koefisien positif namun nilai t < 1.96 dan juga item yang memiliki koefisien
negatif serta t < 1.96, item tersebut diantaranya item 14, 17, dan 18. Selanjutnya
item tersebut di drop out, artinya item-item tersebut tidak diterima dan tidak akan
ikut serta dianalisis. Lalu untuk item yang memiliki koefisien negatif lainnya dan
memiliki nilai t > 1.96 tetap diterima dan akan ikut serta dianalisis karena
merupakan item unfavorable, yaitu item 13, 15, 16, dan 20.
3.4.3.4 Uses of humor for coping
Dari hasil awal analisis CFA yang dilakukan pada 4 item, didapatkan model satu
faktor tidak fit dengan, Chi-Square = 1.64, df = 2, P-value = 0.44035, RMSEA =
0.000. Setelah dilakukan modifikasi pada model ini, dimana kesalahan
pengukuran pada beberapa item dibebaskan berkorelasi satu sama lain, maka
71
diperoleh model fit dengan Chi-Square = 0.00, df = 0, P-value = 1.00000, RMSEA
= 0.000. Nilai Chi-Square menghasilkan P-value > 0.05 (tidak signifikan), yang
artinya model dengan satu faktor saja (unidimensional) dapat diterima, bahwa
seluruh item mengukur satu faktor saja yaitu uses of humor for coping. Langkah
selanjutnya adalah dengan melihat nilai t bagi setiap koefisien muatan faktor,
seperti pada table 3.4.3.4 berikut ini :
Tabel 3.4.3.4 Muatan Faktor Uses of Humor for Coping
No. Item
Koefisien
Standar Error
Nilai t Signifikan
21
0.88
0.09
10.13
√
22
-0.51
0.08
-6.17
√
23
0.87
0.08
10.67
√
24
0.86
0.08
10.51
√
Keterangan : √ = signifikan (t > 1.96), × = tidak signifikan (t < 1.96)
Pada tabel 3.4.3.4 terdapat tiga item memiliki koefisien positif dan nilai t >
1.96, yaitu item 21, 23, dan 24. Lalu, terdapat satu item, yaitu item 22 memiliki
koefisien negatif namun nilai t > 1.96, item tersebut tetap diterima dan akan ikut
serta dianalisis karena merupakan item unfavorable. Selanjutnya, semua item
pada dimensi ini diterima dan akan ikut serta dianalisis.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa dari keseluruhan item dalam skala sense of
humor yang berjumlah 24 item terdapat 4 item yang tidak diikutsertakan dalam
analisis uji hipotesis.
3.5 Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan untuk menguji hipotesis penelitian mengenai
pengaruh kepribadian the HEXACO model of personality dan sense of humor
terhadap psychological well-being jurnalis adalah analisis regresi berganda.
72
Analisis regresi berganda adalah sebuah pendekatan yang digunakan untuk
mendefinisikan hubungan antara variabel dependen (Y) dengan satu atau beberapa
variabel independen (X). Digunakan untuk meramalkan atau memprediksi nilai
(Y) berdasarkan nilai (X) tertentu. Dengan analisis regresi akan diketahui variabel
independen yang benar-benar signifikan mempengaruhi variabel dependen dan
dengan variabel yang signifikan tadi dapat digunakan untuk memprediksi nilai
variabel dependen. Perhitungan regresi pada penelitian ini menggunakan
komputerisasi program SPSS versi 19.0.
Persamaan regresi pada penelitian ini adalah :
Y = a + b1X1 + b2X2 + b3X3 + b4X4 + b5X5 + b6X6 + b7X7 + b8X8 + b9X9 +
b10X10 + b11X11 + b12X12 + b13X13 + b14X14 + e
Keterangan :
Y
: Nilai Y (Psychological Well-Being)
a
: Konstan (Intercept)
b
: Koefisien Regresi Untuk Masing-Masing X
X1
: Honesty-Humility
X2
: Emotionality
X3
: Extraversion
X4
: Agreeableness
X5
: Conscientiousness
X6
: Openness to Experience
X7
: Humor Production
X8
: Social Uses of Humor
73
X9
: Attitudes Toward Humor and Humorous People
X10
: Uses of Humor for Coping
X11
: Usia
X12
: Jenis Kelamin
X13
: Penghasilan
X14
: Intensitas Pekerjaan
e
: Residu
Untuk menilai apakah model regresi yang dihasilkan merupakan model
yang paling sesuai (memiliki error terkecil) dibutuhkan beberapa pengujian dan
analisis sebagai berikut :
1. R² (RSquare, Koefisien Determinasi Berganda)
Melalui regresi berganda ini akan diperoleh nilai R², yaitu antara the
HEXACO
model
extraversion,
of
personality
agreeableness,
(honesty-humility,
conscientiousness,
dan
emotionality,
openness
to
experience) dan sense of humor (humor production, social uses of humor,
attitudes toward humor and humorous people, dan uses of humor for
coping) serta usia, jenis kelamin, penghasilan dan intensitas pekerjaan
terhadap psychological well-being. R² digunakan untuk mengetahui
besarnya pengaruh independent variable (X) terhadap dependent variable
(Y) atau merupakan perkiraan proporsi varians dari IV. Untuk
mendapatkan R², akan dilakukan perhitungan dengan sistem komputerisasi
menggunakan SPSS 19.0.
74
2. Uji F
Untuk membuktikan signifikansi regresi Y pada X maka digunakan uji F.
Berdasarkan hasil uji F, maka dapat dilihat pengaruh IV terhadap DV.
Untuk membuktikan hal tersebut dilakukan uji F dengan sistem
komputerisasi menggunakan SPSS 19.0.
3. Uji T
Uji t digunakan untuk melihat signifikansi pengaruh yang diberikan
independent variable (X) terhadap dependent variable (Y) secara sendirisendiri atau parsial. Uji t ini digunakan untuk menguji kontribusi yang
diberikan sebuah independent variable terhadap dependent variable.
Penghitungan skor faktor pada tiap variabel tidak menjumlahkan item-item
seperti pada umumnya, tetapi dihitung dengan menggunakan maximum
likelihood, skor ini disebut true score. Item-item yang dianalisis oleh
maximum likelihood adalah item yang bermuatan positif dan signifikan.
Adapun true score yang dihasilkan oleh maximum likelihood satuannya
berbentuk Zscore. Untuk menghilangkan bilangan negatif dari Zscore, semua
skor ditransformasi ke skala T yang semuanya positif dengan menetapkan
harga mean = 50 dan standar deviasi = 10. Langkah selanjutnya adalah
melakukan proses komputerisasi melalui formula Tscore = 50 + (10.z). Hasil
uji t ini akan diperoleh dari hasil regresi yang akan dilakukan oleh penulis
dengan menggunakan SPSS 19.0.
75
3.6 Prosedur Penelitian
Prosedur penelitian ini meliputi tahap persiapan, tahap pelaksanaan dan tahap
pengolahan data. Berikut penjelasannya :
1. Tahap Persiapan
a. Merumuskan masalah yang akan diteliti.
b. Menentukan variabel yang akan diteliti dan melakukan studi pustaka
untuk mendapatkan landasan teori yang sesuai dengan variabel dalam
penelitian.
c. Menentukan subjek penelitian.
d. Mempersiapkan alat pengumpulan data dengan menenetukan dan
menyusun alat ukur atau instrument penelitian yang akan digunakan.
Dalam penelitian ini terdapat tiga alat ukur yang digunakan yaitu skala
psychological well-being, skala the HEXACO model of personality,
dan skala sense of humor.
2. Tahap Pelaksanaan
a. Memperbanyak instrument/kuisioner penelitian untuk dibagikan
kepada 150 jurnalis yang bekerja di wilayah DKI Jakarta.
b. Mengambil data dengan datang ke beberapa tempat liputan dimana
para jurnalis sedang mencari suatu berita untuk menemui langsung
responden dan memberikan secara langsung kuisioner.
c. Mengambil data secara online menggunakan aplikasi goggle docs yang
disebar melalui email dan facebook untuk para jurnalis yang tidak
dapat ditemui secara langsung.
76
3. Tahap Pengolahan Data
a. Melakukan skoring dengan membuat tabulasi terhadap hasil jawaban
responden.
b. Menganalisa jawaban responden dengan uji validitas terlebih dahulu,
lalu dilanjutkan dengan analisis statistik multiple regression untuk
menguji hipotesis.
4. Tahap Penulisan Laporan
a. Membuat kesimpulan, diskusi dan saran penelitian.
77
BAB IV
HASIL PENELITIAN
Pada bab
ini, akan penulis uraikan mengenai gambaran subjek penelitian,
deskripsi data, analisis data dan hasilnya.
4.1 Karakteristik Responden Penelitian
Dalam sub bab ini dibahas mengenai usia, jenis kelamin, penghasilan, dan
intensitas pekerjaan responden. Responden dalam penelitian ini adalah para
jurnalis yang bekerja di wilayah DKI Jakarta. Kemudian pada tabel 4.1 penulis
memaparkan
karakteristik
responden
berdasarkan
usia,
jenis
kelamin,
penghasilan, dan intensitas pekerjaan sebagai berikut :
Tabel 4.1 Karakteristik Responden Penelitian
N = 150
Karakteristik Responden
n (%)
20 - 39 Tahun
139 (92.67)
Usia
40 - 59 Tahun
11 (7.33)
Laki-Laki
101 (67.33)
Jenis
Perempuan
49 (32.67)
Kelamin
2 - 4 juta
75 (50)
5 - 7 juta
53 (35.33)
Penghasilan
> 7 juta
22 (14.67)
5 - 11 jam/hari
71 (47.33)
Intensitas
12 - 18 jam/hari
62 (41.33)
Pekerjaan
19 - 24 jam/hari
17 (11.33)
Dari tabel 4.1, penulis membagi karakteristik usia responden berdasarkan
teori dari Hurlock (1980) untuk melihat perbedaan antara usia dewasa awal
dengan usia dewasa madya. Terlihat bahwa responden yang memiliki jumlah
terbanyak adalah responden dengan rentang usia antara 20 - 39 tahun (dewasa
77
78
awal) dengan jumlah sebanyak 139 orang (92.67%). Sedangkan, responden
dengan rentang usia antara 40 - 59 tahun (dewasa madya) memiliki jumlah paling
sedikit, yaitu sebanyak 11 orang (7.33%). Dari hasil pengisian kuisioner, terlihat
bahwa responden dalam penelitian ini umumnya berada pada rentang usia 20 - 39
tahun.
Pekerjaan jurnalis lebih banyak digeluti oleh individu dengan usia dewasa
awal karena menurut Hurlock (1980) secara biologis merupakan masa puncak
pertumbuhan fisik yang prima dan usia tersehat dari populasi manusia secara
keseluruhan (healthiest people in population). Sedangkan, pada masa dewasa
madya/setengah baya (midle age), aspek fisik sudah mulai agak melemah,
termasuk fungsi-fungsi alat indera, dan mengalami sakit dengan penyakit tertentu
yang belum pernah dialami (reumatik, asam urat, dll.).
Selanjutnya, berdasarkan jenis kelamin terlihat bahwa responden dalam
penelitian ini mayoritas berjenis kelamin laki-laki dengan jumlah 101 orang
(67.33%), sedangkan wanita sebanyak 49 orang (32.67%). Pekerjaan yang
menyangkut dunia jurnalistik mayoritas dipegang oleh laki-laki karena profesi
sebagai jurnalis dianggap penuh resiko, sebab menyangkut keselamatan diri yang
menjadi taruhannya (Pratiwi, 2013). Selain itu, intensitas kerja yang tinggi
membuat jurnalis bisa bekerja hampir 24 jam sehari, siang dan malam. Dunia
jurnalistik adalah dunia yang penuh tantangan, sehingga diperlukan tekad dan
mental yang kuat untuk menggelutinya.
Selanjutnya, berdasarkan penghasilan responden terlihat bahwa responden
penelitian memiliki beragam tingkat penghasilan. Penghasilan responden
79
terbanyak yakni berada pada rentang antara 2 - 4 juta sebesar 75 orang (50%),
sedangkan penghasilan responden pada rentang 5 - 7 juta sebanyak 53 orang
(35.33%) dan penghasilan responden > 7 juta memiliki jumlah paling sedikit,
yaitu hanya sebanyak 22 orang (14.67%). Upah layak untuk jurnalis pemula di
Jakarta pada 2014 sebesar Rp 5,7 juta per bulan (Rahadi, 2014). Artinya, rata-rata
upah jurnalis di Jakarta saat ini masih di bawah standar upah layak. Hal tersebut
sesuai dengan data dari AJI Jakarta yang menyebutkan bahwa sebagian besar
media di Jakarta menggaji jurnalisnya di kisaran Rp 3 juta hingga Rp 4 juta per
bulan. Bahkan ada media di Jakarta menggaji di bawah Upah Minimum Provinsi
di Jakarta sebesar Rp 2,2 juta.
Berdasarkan intensitas pekerjaan, terlihat bahwa responden dengan
intensitas pekerjaan 5 - 11 jam/hari memiliki jumlah terbanyak, yakni sebanyak
71 orang (47.33%). Kemudian, sebanyak 62 orang responden (41.33%) memiliki
intensitas pekerjaan 12 - 18 jam/hari, dan intensitas pekerjaan responden yang
memiliki jumlah paling sedikit 19 - 24 jam/hari sebanyak 17 orang (11.33%).
Artinya, intensitas pekerjaan jurnalis di DKI Jakarta masih banyak yang sesuai
dengan jam kerja di perkantoran, walaupun ada juga yang intensitas kerjanya
masih cukup tinggi.
4.2 Hasil Analisis Deskriptif
Pada tabel 4.2 digambarkan hasil deskriptif statistik dari variabel dalam penelitian
ini yang berisi nilai mean, standar deviasi (SD), nilai maksimum dan minimum
dari masing-masing variabel. Nilai tersebut disajikan dalam tabel di bawah ini :
80
Tabel 4.2 Deskripsi Statistik Variabel Penelitian
N Minimum Maximum Mean
150
21.71
71.83
50.0000
PWB
150
17.51
70.46
50.0000
HH
150
29.26
66.12
50.0000
EMO
150
12.73
75.35
50.0000
EX
150
15.34
72.12
50.0000
AG
150
27.61
73.42
50.0000
CO
150
29.13
70.47
50.0000
OE
150
34.57
78.18
50.0000
HP
150
30.50
76.06
50.0000
SUH
150
28.56
56.54
50.0000
ATH
150
27.89
67.08
50.0000
UHC
Valid N (listwise) 150
SD
8.94052
8.63780
8.25905
8.01726
8.38161
8.06042
8.06842
9.54677
9.24299
7.46582
9.29633
Berdasarkan tabel 4.2 di atas, dapat diketahui jumlah subjek penelitian
sebanyak 150 orang dengan nilai psychological well-being terendah 21.71 dan
nilai tertinggi 71.83. Kepribadian honesty-humility dari the HEXACO model of
personality memiliki nilai terendah 17.51 dan nilai tertinggi 70.46. Kepribadian
emotionality dari the HEXACO model of personality memiliki nilai terendah 29.26
dan nilai tertinggi 66.12. Kepribadian extraversion dari the HEXACO model of
personality memiliki nilai terendah 12.73 dan nilai tertinggi 75.35. Kepribadian
agreeableness dari the HEXACO model of personality memiliki nilai terendah
15.34 dan nilai tertinggi 72.12. Kepribadian conscientiousness dari the HEXACO
model of personality memiliki nilai terendah 27.61 dan nilai tertinggi 73.42.
Kepribadian openness to experience dari the HEXACO model of personality
memiliki nilai terendah 29.13 dan nilai tertinggi 70.47.
Humor production dari sense of humor memiliki nilai terendah 34.57 dan
nilai tertinggi 78.18. Social uses of humor dari sense of humor memiliki nilai
terendah 30.50 dan nilai tertinggi 76.06. Attitudes toward humor and humorous
people dari sense of humor memiliki nilai terendah 28.56 dan nilai tertinggi 56.54.
81
Uses of humor for coping dari sense of humor memiliki nilai terendah 27.89 dan
nilai tertinggi 67.08.
4.3 Kategorisasi Hasil Penelitian
Kategorisasi variabel bertujuan untuk menempatkan individu ke dalam kelompokkelompok yang terpisah secara berjenjang menurut suatu kontinum berdasarkan
atribut yang diukur. Kontinum jenjang ini contohnya adalah dari rendah ke tinggi
yang akan penulis gunakan dalam kategorisasi variabel penelitian. Untuk
mendapatkan norma kategorisasi tersebut yaitu dengan menggunakan pedoman
sebagai berikut :
Tabel 4.3 Pedoman Interpretasi Skor
Norma
Rentang
Interpretasi
X ≥ Nilai Mean
≥ 50
Tinggi
X < Nilai Mean
< 50
Rendah
4.3.1 Kategorisasi psychological well-being
Tabel 4.3.1 Kategorisasi Psychological Well-Being
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Rendah
81
54.0
54.0
54.0
Valid
Tinggi
69
46.0
46.0
100.0
Total
150
100.0
100.0
Diperoleh hasil persentase variabel psychological well-being sebanyak 81
subjek (54%) pada kategori rendah dan 69 subjek (46%) pada kategori tinggi.
Dengan demikian, dari hasil sebaran pada variabel psychological well-being
paling banyak berada pada kategori rendah.
Kemudian, tabel berikutnya menjelaskan sebaran variabel honestyhumility yang dikategorikan menjadi dua, yaitu tinggi dan rendah.
82
4.3.2 Kategorisasi honesty-humility
Tabel 4.3.2 Kategorisasi Honesty-Humility
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Rendah
75
50.0
50.0
50.0
Valid
Tinggi
75
50.0
50.0
100.0
Total
150
100.0
100.0
Diperoleh hasil persentase yang sama pada kategori rendah dan tinggi
variabel honesty-humility sebanyak 75 subjek (50%) di masing-masing kategori.
Kemudian, tabel berikutnya menjelaskan sebaran variabel emotionality
yang dikategorikan menjadi dua, yaitu tinggi dan rendah.
4.3.3 Kategorisasi emotionality
Tabel 4.3.3 Kategorisasi Emotionality
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Rendah
65
43.3
43.3
43.3
Valid
Tinggi
85
56.7
56.7
100.0
Total
150
100.0
100.0
Diperoleh hasil persentase variabel emotionality sebanyak 65 subjek
(43.3%) pada kategori rendah dan 85 subjek (56.7%) pada kategori tinggi. Dengan
demikian, dari hasil sebaran pada variabel emotionality paling banyak berada pada
kategori tinggi.
Kemudian, tabel berikutnya menjelaskan sebaran variabel extraversion
yang dikategorikan menjadi dua, yaitu tinggi dan rendah.
4.3.4 Kategorisasi extraversion
Tabel 4.3.4 Kategorisasi Extraversion
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Rendah
69
46.0
46.0
46.0
Valid
Tinggi
81
54.0
54.0
100.0
Total
150
100.0
100.0
83
Diperoleh hasil persentase variabel extraversion sebanyak 69 subjek
(46%) pada kategori rendah dan 81 subjek (54%) pada kategori tinggi. Dengan
demikian, dari hasil sebaran pada variabel extraversion paling banyak berada pada
kategori tinggi.
Kemudian, tabel berikutnya menjelaskan sebaran variabel agreeableness
yang dikategorikan menjadi dua, yaitu tinggi dan rendah.
4.3.5 Kategorisasi agreeableness
Tabel 4.3.5 Kategorisasi Agreeableness
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Rendah
67
44.7
44.7
44.7
Valid
Tinggi
83
55.3
55.3
100.0
Total
150
100.0
100.0
Diperoleh hasil persentase variabel agreeableness sebanyak 67 subjek
(44.7%) pada kategori rendah dan 83 subjek (55.3%) pada kategori tinggi. Dengan
demikian, dari hasil sebaran pada variabel agreeableness paling banyak berada
pada kategori tinggi.
Kemudian,
tabel
berikutnya
menjelaskan
sebaran
variabel
conscientiousness yang dikategorikan menjadi dua, yaitu tinggi dan rendah.
4.3.6 Kategorisasi conscientiousness
Tabel 4.3.6 Kategorisasi Conscientiousness
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Rendah
78
52.0
52.0
52.0
Valid
Tinggi
72
48.0
48.0
100.0
Total
150
100.0
100.0
Diperoleh hasil persentase variabel conscientiousness sebanyak 78 subjek
(52%) pada kategori rendah dan 72 subjek (48%) pada kategori tinggi. Dengan
84
demikian, dari hasil sebaran pada variabel conscientiousness paling banyak berada
pada kategori rendah.
Kemudian, tabel berikutnya menjelaskan sebaran variabel openness to
experience yang dikategorikan menjadi dua, yaitu tinggi dan rendah.
4.3.7 Kategorisasi openness to experience
Tabel 4.3.7 Kategorisasi Openness to Experience
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Rendah
89
59.3
59.3
59.3
Valid
Tinggi
61
40.7
40.7
100.0
Total
150
100.0
100.0
Diperoleh hasil persentase variabel openness to experience sebanyak 89
subjek (59.3%) pada kategori rendah dan 61 subjek (40.7%) pada kategori tinggi.
Dengan demikian, dari hasil sebaran pada variabel openness to experience paling
banyak berada pada kategori rendah.
Kemudian, tabel berikutnya menjelaskan sebaran variabel humor
production yang dikategorikan menjadi dua, yaitu tinggi dan rendah.
4.3.8 Kategorisasi humor production
Tabel 4.3.8 Kategorisasi Humor Production
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Rendah
87
58.0
58.0
58.0
Valid
Tinggi
63
42.0
42.0
100.0
Total
150
100.0
100.0
Diperoleh hasil persentase variabel humor production sebanyak 87 subjek
(58%) pada kategori rendah dan 63 subjek (42%) pada kategori tinggi. Dengan
demikian, dari hasil sebaran pada variabel humor production paling banyak
berada pada kategori rendah.
85
Kemudian, tabel berikutnya menjelaskan sebaran variabel social uses of
humor yang dikategorikan menjadi dua, yaitu tinggi dan rendah.
4.3.9 Kategorisasi social uses of humor
Tabel 4.3.9 Kategorisasi Social Uses of Humor
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Rendah
88
58.7
58.7
58.7
Valid
Tinggi
62
41.3
41.3
100.0
Total
150
100.0
100.0
Diperoleh hasil persentase variabel social uses of humor sebanyak 88
subjek (58.7%) pada kategori rendah dan 62 subjek (41.3%) pada kategori tinggi.
Dengan demikian, dari hasil sebaran pada variabel social uses of humor paling
banyak berada pada kategori rendah.
Kemudian, tabel berikutnya menjelaskan sebaran variabel attitudes toward
humor and humorous people yang dikategorikan menjadi dua, yaitu tinggi dan
rendah.
4.3.10 Kategorisasi attitudes toward humor and humorous people
Tabel 4.3.10 Kategorisasi Attitudes Toward Humor and Humorous
People
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Rendah
55
36.7
36.7
36.7
Valid
Tinggi
95
63.3
63.3
100.0
Total
150
100.0
100.0
Diperoleh hasil persentase variabel attitudes toward humor and humorous
people sebanyak 55 subjek (36.7%) pada kategori rendah dan 95 subjek (63.3%)
pada kategori tinggi. Dengan demikian, dari hasil sebaran pada variabel attitudes
toward humor and humorous people paling banyak berada pada kategori tinggi.
86
Kemudian, tabel berikutnya menjelaskan sebaran variabel uses humor for
coping yang dikategorikan menjadi dua, yaitu tinggi dan rendah.
4.3.11 Kategorisasi uses of humor for coping
Tabel 4.3.11 Kategorisasi Uses of Humor for Coping
Frequency Percent Valid Percent Cumulative Percent
Rendah
70
46.7
46.7
46.7
Valid
Tinggi
80
53.3
53.3
100.0
Total
150
100.0
100.0
Diperoleh hasil persentase variabel uses of humor for coping sebanyak 70
subjek (46.7%) pada kategori rendah dan 80 subjek (53.3%) pada kategori tinggi.
Dengan demikian, dari hasil sebaran pada variabel uses of humor for coping
paling banyak berada pada kategori tinggi.
4.4 Uji Hipotesis Penelitian
4.4.1 Uji regresi berganda
Pada tahapan ini penulis menguji hipotesis penelitian dengan teknik analisis
regresi berganda yang penghitungannya dibantu oleh software SPSS 19.0. Seperti
yang sudah disebutkan pada BAB III, dalam regresi ada tiga hal yang dilihat
yaitu, melihat besaran Rsquare untuk mengetahui berapa persen (%) varians pada
DV yang dijelaskan oleh IV, kedua apakah IV berpengaruh signifikan terhadap
DV, kemudian terakhir melihat signifikan atau tidaknya koefisien regresi dari
masing-masing IV.
Langkah pertama penulis menganalisis besaran Rsquare untuk mengetahui
berapa persen (%) varians pada DV yang dijelaskan oleh IV. Untuk tabel Rsquare,
dapat dilihat sebagai berikut :
87
Tabel 4.4.1.1 Rsquare
Model
R
RSquare
Adjusted RSquare
Std. Error of the Estimate
a
1
.585
.343
.263
7.67310
a. Predictors: (Constant), Usia, HH, IP1, AG, EMO, P2, Gender, SUH, ATH,
CO, EX, UHC, OE, HP, P1, IP2
Dari tabel 4.4.1.1 dapat dilihat bahwa perolehan Rsquare sebesar .343.
Artinya proporsi varians dari psychological well-being yang dijelaskan oleh
semua variabel independen adalah sebesar 34.3%, sedangkan 65.7% sisanya
dipengaruhi oleh variabel lain di luar penelitian ini. Langkah kedua penguji
menganalisis dampak dari seluruh IV terhadap psychological well-being. Adapun
hasil uji F dapat dilihat pada tabel 4.4.1.2 berikut :
Model
1
a.
b.
Tabel 4.4.1.2 ANOVAb
Sum of
Mean
Squares
df
Square
F
Sig.
Regression 4079.435
16
254.965
4.331
.000a
Residual
7830.568
133
58.876
Total
11910.003
149
Predictors: (Constant), Usia, HH, IP1, AG, EMO, P2, Gender, SUH, ATH,
CO, EX, UHC, OE, HP, P1, IP2
Dependent Variable: PWB
Jika melihat kolom signifikansi (p < 0.05), maka hipotesis nihil yang
menyatakan tidak ada pengaruh yang signifikan seluruh variabel independen
terhadap psychological well-being ditolak. Artinya ada pengaruh yang signifikan
honesty-humility, emotionality, extraversion, agreeableness, conscientiousness,
openness to experience, humor production, social uses of humor, attitudes toward
humor and humorous people, uses of humor for coping, usia, jenis kelamin,
penghasilan, dan intensitas pekerjaan terhadap psychological well-being.
Langkah ketiga adalah melihat koefisien regresi tiap independen variabel.
Jika p < 0.05 maka koefisien regresi tersebut signifikan yang berarti bahwa IV
88
tersebut memiliki dampak yang signifikan terhadap psychological well-being.
Adapun penyajiannya ditampilkan pada tabel 4.4.1.3 berikut :
Tabel 4.4.1.3 Koefisien Regresi
Unstandardized
Standardized
Coefficients
Coefficients
Model
B
Std. Error
Beta.
t
Sig.
1
(Constant)
9.610
10.140
.948
.345
HH*
.225
.084
.217
2.667
.009
EMO
.151
.086
.140
1.770
.079
EX
.004
.095
.004
.045
.964
AG
.038
.091
.035
.416
.678
CO
.050
.094
.045
.530
.597
OE*
.374
.104
.337
3.594
.000
HP
.109
.099
.116
1.100
.273
SUH
-.112
.104
-.116
-1.080
.282
ATH
-.028
.097
-.024
-.290
.773
UHC
.084
.089
.087
.944
.347
Gender
-.705
1.428
-.037
-.493
.622
P1
-.180
1.965
-.010
-.091
.927
P2*
-4.771
2.013
-.256
-2.370
.019
IP1*
-5.237
2.302
-.294
-2.275
.025
IP2
-3.727
2.341
-.206
-1.592
.114
Usia
2.159
2.577
.063
.838
.404
a. Dependent Variable: PWB
Keterangan : * = signifikan
Dari tabel 4.4.1.3 terdapat koefisien regresi honesty-humility, openness to
experience, penghasilan (5 - 7 juta) dan intensitas pekerjaan (5 - 11 jam/hari) yang
memiliki nilai signifikan, sedangkan variabel lainnya tidak. Penjelasan dari nilai
koefisien regresi yang diperoleh pada masing-masing IV adalah sebagai berikut :
1. Variabel Honesty-Humility
Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar 0.217 dengan signifikansi 0.009 (p <
0.05). Hal ini menunjukan bahwa secara positif terdapat pengaruh yang
signifikan dari variabel honesty-humility terhadap psychological well-being.
89
Artinya, semakin tinggi honesty-humility jurnalis maka psychological wellbeing mereka semakin tinggi, begitu pula sebaliknya.
2. Variabel Emotionality
Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar 0.140 dengan signifikansi 0.079 (p <
0.05). Hal ini menunjukkan bahwa secara positif tidak terdapat pengaruh yang
signifikan dari variabel emotionality terhadap psychological well-being.
3. Variabel Extraversion
Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar 0.004 dengan signifikansi 0.964 (p <
0.05). Hal ini menunjukkan bahwa secara positif tidak terdapat pengaruh yang
signifikan dari variabel extraversion terhadap psychological well-being..
4. Variabel Agreeableness
Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar 0.035 dengan signifikansi 0.678 (p <
0.05). Hal ini menunjukkan bahwa secara positif tidak terdapat pengaruh yang
signifikan dari variabel agreeableness terhadap psychological well-being.
5. Variabel Conscientiousness
Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar 0.045 dengan signifikansi 0.597 (p <
0.05). Hal ini menunjukkan bahwa secara positif tidak terdapat pengaruh yang
signifikan dari variabel conscientiousness terhadap psychological well-being.
6. Variabel Openness to Experience
Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar 0.337 dengan signifikansi 0.000 (p <
0.05). Hal ini menunjukan bahwa secara positif terdapat pengaruh yang
signifikan dari variabel openness to experience terhadap psychological well-
90
being. Artinya, semakin tinggi openness to experience jurnalis maka
psychological well-being mereka semakin tinggi, begitu pula sebaliknya.
7. Variabel Humor Production
Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar 0.116 dengan signifikansi 0.273 (p <
0.05). Hal ini menunjukkan bahwa secara positif tidak terdapat pengaruh yang
signifikan dari variabel humor production terhadap psychological well-being.
8. Variabel Social Uses of Humor
Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar -0.116 dengan signifikansi 0.282 (p <
0.05). Hal ini menunjukkan bahwa secara negatif tidak terdapat pengaruh yang
signifikan dari variabel social uses of humor terhadap psychological wellbeing.
9. Variabel Attitudes Toward Humor and Humorous People
Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar -0.024 dengan signifikansi 0.773 (p <
0.05). Hal ini menunjukkan bahwa secara negatif tidak terdapat pengaruh yang
signifikan dari variabel attitudes toward humor and humorous people terhadap
psychological well-being.
10. Variabel Uses of Humor for Coping
Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar 0.087 dengan signifikansi 0.347 (p <
0.05). Hal ini menunjukkan bahwa secara positif tidak terdapat pengaruh yang
signifikan dari variabel uses of humor for coping terhadap psychological wellbeing.
91
11. Variabel Jenis Kelamin
Diperoleh nilai koefisien regresi sebesar -0.037 dengan signifikansi 0.622 (p <
0.05). Hal ini menunjukkan bahwa secara negatif tidak terdapat pengaruh yang
signifikan dari variabel jenis kelamin terhadap psychological well-being.
12. Variabel Penghasilan
Perbandingan mean penghasilan (2 - 4 juta) dengan grup reference (> 7 juta)
adalah -0.010 dengan signifikansi 0.927 (p < 0.05). Sedangkan perbandingan
mean penghasilan (5 - 7 juta) dengan grup reference (> 7 juta) adalah -0.256
dengan signifikansi 0.019 (p < 0.05). Dari hasil tersebut menunjukan bahwa
variabel penghasilan secara negatif berpengaruh signifikan terhadap
psychological well-being. Namun, karena hasil yang diperoleh adalah negatif,
maka penghasilan dengan kategori > 7 juta yang lebih memiliki psychological
well-being.
13. Variabel Intensitas Pekerjaan
Perbandingan mean intensitas pekerjaan (5 - 11 jam/hari) dengan grup
reference (19 - 24 jam/hari) adalah -0.294 dengan signifikansi 0.025 (p <
0.05). Sedangkan perbandingan mean intensitas pekerjaan (12 - 18 jam/hari)
dengan grup reference (19 - 24 jam/hari) adalah -0.206 dengan signifikansi
0.114 (p < 0.05). Dari hasil tersebut menunjukan bahwa variabel intensitas
pekerjaan secara negatif berpengaruh signifikan terhadap psychological wellbeing. Namun, karena hasil yang diperoleh adalah negatif, maka intensitas
pekerjaan dengan rata-rata lama bekerja 19 - 24 jam/hari yang lebih memiliki
psychological well-being.
92
14. Variabel Usia
Diperoleh nilai koefisien regresi positif sebesar 0.063 dengan signifikansi
0.404 (p < 0.05). Hal ini menunjukkan bahwa secara positif tidak terdapat
pengaruh yang signifikan dari variabel usia terhadap psychological well-being.
Persamaan Regresi Psychological Well-Being
Psychological Well-Being = 9.610 + 0.217*Honesty-Humility + 0.140
Emotionality
+ 0.004
Extraversion
+ 0.035
Agreeableness
+
0.045
Conscientiousness + 0.337*Openness to Experience + 0.116 Humor Production
– 0.116 Social Uses of Humor – 0.024 Attitudes Toward Humor and Humorous
People + 0.087 Uses of Humor for Coping – 0.037 JenisKelamin –
0.256*Penghasilan – 0.294*Intensitas Pekerjaan + 0.063 Usia + e
Keterangan : * = signifikan
Pada tabel koefisien regresi di atas, dari keempat IV yang berpengaruh
signifikan terhadap DV dapat diketahui IV mana yang memiliki pengaruh paling
besar. Untuk melihat perbandingan besar kecilnya pengaruh antara IV terhadap
DV dapat diketahui dengan melihat standardized coeficient (beta). Maka dari
tabel di atas dapat diketahui perbandingan atau urutan IV yang memiliki pengaruh
terbesar adalah sebagai berikut :
1. Opennes to Experience dengan beta
= 0.337
2. Honesty-Humility dengan beta
= 0.217
3. Penghasilan dengan beta
= - 0.256
4. Intensitas Pekerjaan dengan beta
= - 0.294
93
Kemudian langkah selanjutnya penguji menguji penambahan proporsi
varians dari tiap variabel independen jika IV tersebut dimasukkan satu per satu ke
dalam analisis regresi. Tujuannya adalah melihat penambahan (incremented)
proporsi varians dari tiap IV apakah signifikan atau tidak. Untuk analisis
lengkapnya dibahas pada sub bab berikut.
4.4.2 Pengujian proporsi varians pada masing-masing variabel independen
Pengujian pada tahapan ini bertujuan untuk melihat apakah signifikan tidaknya
penambahan (incremented) proporsi varians dari tiap IV, yang mana IV tersebut
dianalisis secara satu per satu. Pada tabel kolom pertama adalah IV yang
dianalisis secara satu per satu, kolom ketiga merupakan total penambahan varians
DV dari tiap IV yang dianalisis satu per satu tersebut, kolom keenam merupakan
nilai murni varians DV dari tiap IV yang dimasukkan secara satu per satu, kolom
ketujuh adalah harga f hitung bagi IV yang bersangkutan, kolom df adalah derajat
bebas bagi IV yang bersangkutan pula, yang terdiri dari numerator dan
denumerator, kolom terakhir adalah kolom Sig. F Change yang fungsinya untuk
mengetahui signifikansinya. Apabila p < 0.05 maka IV memiliki sumbangan yang
signifikan. Jika signifikan artinya bahwa penambahan (incremented) proporsi
varians dari IV yang bersangkutan, dampaknya signifikan. Besarnya proporsi
varians pada psychological well-being dapat dilihat pada tabel 4.4.2 berikut :
94
Tabel 4.4.2 Proporsi Varians Psychological Well-Being
Std.
Change Statistics
M
Adjusted Error of
od
R
RSquare
RSquare
F
df
Sig. F
RSquare
the
df2
el
Change Change 1
Change
Estimate
1
.127a
.016
.009
8.89860
.016
2.407
1 148
.123
2
.127b
.016
.003
8.92849
.000
.011
1 147
.917
c
3 .209 *
.044
.024
8.83226
.028
4.221
1 146
.042
4 .292d*
.085
.060
8.66739
.042
6.607
1 145
.011
e
5 .386 *
.149
.119
8.38982
.064
10.753 1 144
.001
6
.410f
.168
.133
8.32546
.019
3.235
1 143
.074
g
7
.412
.169
.128
8.34636
.002
.285
1 142
.594
8
.416h
.173
.127
8.35556
.004
.687
1 141
.408
9 .445i*
.198
.146
8.26146
.024
4.230
1 140
.042
j
10 .509 *
.260
.206
7.96533
.062
11.603 1 139
.001
11 .512k
.262
.203
7.98060
.003
.469
1 138
.495
l
12 .536 *
.287
.224
7.87423
.025
4.753
1 137
.031
13 .560m* .313
.248
7.75544
.026
5.229
1 136
.024
n
14 .571
.326
.256
7.70965
.013
2.620
1 135
.108
15 .582o
.339
.265
7.66457
.013
2.593
1 134
.110
p
16 .585
.343
.263
7.67310
.003
.702
1 133
.404
a. Predictors: (Constant), HP
b. Predictors: (Constant), HP, SUH
c. Predictors: (Constant), HP, SUH, ATH
d. Predictors: (Constant), HP, SUH, ATH, UHC
e. Predictors: (Constant), HP, SUH, ATH, UHC, HH
f. Predictors: (Constant), HP, SUH, ATH, UHC, HH, EMO
g. Predictors: (Constant), HP, SUH, ATH, UHC, HH, EMO, EX
h. Predictors: (Constant), HP, SUH, ATH, UHC, HH, EMO, EX, AG
i. Predictors: (Constant), HP, SUH, ATH, UHC, HH, EMO, EX, AG, CO
j. Predictors: (Constant), HP, SUH, ATH, UHC, HH, EMO, EX, AG, CO, OE
k. Predictors: (Constant), HP, SUH, ATH, UHC, HH, EMO, EX, AG, CO, OE,
Gender
l. Predictors: (Constant), HP, SUH, ATH, UHC, HH, EMO, EX, AG, CO, OE,
Gender, P1
m. Predictors: (Constant), HP, SUH, ATH, UHC, HH, EMO, EX, AG, CO, OE,
Gender, P1, P2
n. Predictors: (Constant), HP, SUH, ATH, UHC, HH, EMO, EX, AG, CO, OE,
Gender, P1, P2, IP1
o. Predictors: (Constant), HP, SUH, ATH, UHC, HH, EMO, EX, AG, CO, OE,
Gender, P1, P2, IP1, IP2
p. Predictors: (Constant), HP, SUH, ATH, UHC, HH, EMO, EX, AG, CO, OE,
Gender, P1, P2, IP1, IP2, Usia
95
Maka dapat disimpulkan :
1. Variabel humor production memberikan sumbangan varians sebesar 1.6%
pada psychological well-being. Sumbangan ini tidak signifikan, (F(1.148)
= 2.407, p < 0.05).
2. Variabel social uses of humor memberikan sumbangan sebesar 0% pada
psychological well-being. Sumbangan ini tidak signifikan, (F(1.147) =
0.011, p < 0.05).
3. Variabel attitudes toward humor and humorous people memberikan
sumbangan varians sebesar 2.8% pada psychological well-being.
Sumbangan ini signifikan, (F(1.146) = 4.221, p < 0.05).
4. Variabel uses of humor for coping memberikan sumbangan varians
sebesar 4.2% pada psychological well-being. Sumbangan ini signifikan,
(F(1.145) = 6.607, p < 0.05).
5. Variabel honesty-humility memberikan sumbangan varians sebesar 6.4%
pada psychological well-being. Sumbangan ini signifikan, (F(1.144) =
10.753, p < 0.05).
6. Variabel emotionality memberikan sumbangan varians sebesar 1.9% pada
psychological well-being. Sumbangan ini tidak signifikan, (F(1.143) =
3.235, p < 0.05).
7. Variabel extraversion memberikan sumbangan varians sebesar 0.2% pada
psychological well-being. Sumbangan ini tidak signifikan, (F(1.142) =
0.285, p < 0.05).
96
8. Variabel agreeableness memberikan sumbangan varians sebesar 0.4%
pada psychological well-being. Sumbangan ini tidak signifikan, (F(1.141)
= 0.687, p < 0.05).
9. Variabel conscientiousness memberikan sumbangan varians sebesar 2.4%
pada psychological well-being. Sumbangan ini signifikan, (F(1.140) =
4.230, p < 0.05).
10. Variabel openness to experience memberikan sumbangan varians sebesar
6.2% pada psychological well-being. Sumbangan ini signifikan, (F(1.139)
= 11.603, p < 0.05).
11. Variabel jenis kelamin memberikan sumbangan varians sebesar 0.3% pada
psychological well-being. Sumbangan ini tidak signifikan, (F(1.138) =
0.469, p < 0.05).
12. Variabel penghasilan memberikan sumbangan varians sebesar 2.5% dan
2.6% pada psychological well-being. Sumbangan ini signifikan, (F(1.137)
= 4.753, p < 0.05) dan (F(1.136) = 5.229, p < 0.05)
13. Variabel intensitas pekerjaan memberikan sumbangan varians sebesar
1.3% dan 1.3% pada psychological well-being. Sumbangan ini tidak
signifikan, (F(1.135) = 2.620, p < 0.05) dan (F(1.134) = 2.593, p < 0.05)
14. Variabel usia memberikan sumbangan varians sebesar 0.3% pada
psychological well-being. Sumbangan ini tidak signifikan, (F(1.133) =
0.702, p < 0.05).
97
BAB V
KESIMPULAN, DISKUSI, DAN SARAN
Dalam bab ini memuat kesimpulan, diskusi, dan saran. Secara rinci dijelaskan
sebagai berikut.
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan hasil uji hipotesis mayor, maka kesimpulan yang dapat diambil dari
penelitian ini adalah ada pengaruh yang signifikan antara kepribadian the
HEXACO model of personality dan sense of humor terhadap psychological wellbeing jurnalis.
Kemudian berdasarkan hasil uji hipotesis minor yang menguji signifikansi
masing-masing koefisien regresi terhadap dependent variable, diperoleh hanya
ada 4 (empat) koefisien regresi yang signifikan mempengaruhi psychological
well-being jurnalis yaitu honesty-humility, openness to experience, penghasilan,
dan
intensitas
pekerjaan.
Dengan
demikian
dapat
disimpulkan
bahwa
psychological well-being dipengaruhi oleh honesty-humility dan openness to
experience yang merupakan aspek dari kepribadian the HEXACO model of
personality, serta penghasilan dan intensitas pekerjaan yang merupakan variabel
demografis.
97
98
5.2 Diskusi
Hasil dari penelitian yang telah dilakukan membuktikan bahwa ada pengaruh
yang signifikan antara kepribadian the HEXACO model of personality dan sense
of humor terhadap psychological well-being (studi pada jurnalis di DKI Jakarta).
Hal ini sesuai dengan hasil penelitian Naser Aghababaei dan Akram Arji (dalam
Journal of Personality and Individual Differences, 2013) yang menunjukkan
bahwa dimensi HEXACO signifikan memprediksi semua aspek psychological
well-being dan penelitian Thomas R. Herzog dan Sarah J. Strevey (dalam Journal
of Environment and Behavior, 2008) yang menunjukkan bahwa sense of humor
adalah prediktor independent dan additive dari aspek-aspek tertentu dari
psychological well-being.
Berdasarkan hasil penelitian ini bahwa ada pengaruh positif dari dimensi
honesty-humility dari the HEXACO model of personality terhadap psychological
well-being dengan sumbangan varians terbesar sebanyak 6.4%. Dari hasil
penelitian menunjukkan bahwa individu dengan skor honesty-humility yang tinggi
cenderung memiliki psychological well-being yang tinggi. Hal ini sesuai dengan
hasil penelitian yang dilakukan oleh Naser Aghababaei dan Akram Arji (2013)
bahwa faktor honesty-humility terkait dengan tingkat yang lebih tinggi
psychological well-being, dengan subfaktor honesty (aspek dan fairness)
beroperasi sebagai pendorong utama untuk hubungan tersebut. Dari hasil
penelitiannya menunjukkan bahwa honesty-humility dari HEXACO PI-R
berkorelasi dengan psychological well-being (aspek-aspek Ryff) dan dinyatakan
signifikan.
99
Seseorang yang memiliki honesty-humility cenderung menghindari
memanipulasi orang lain untuk keuntungan pribadi, merasa sedikit godaan untuk
melanggar peraturan, tidak tertarik pada kekayaan mewah dan kemewahan, dan
merasa tidak ada hak istimewa dengan status sosial tinggi (Lee & Ashton, 2002),
sehingga dapat berpengaruh positif terhadap psychological well-being.
Selanjutnya, berdasarkan penelitian ini bahwa ada pengaruh positif dari
dimensi openness to experience dari the HEXACO model of personality dengan
sumbangan varians sebanyak 6.2% terhadap psychological well-being. Dari hasil
penelitian menunjukkan bahwa individu dengan skor openness to experience yang
tinggi cenderung memiliki psychological well-being yang tinggi. Hal ini sesuai
dengan hasil penelitian Naser Aghababaei dan Akram Arji (2013) menggunakan
skala Ryff versi 42 item sebagai alat ukur psychological well-being dan
menggunakan 60 item skala dari HEXACO Personality Inventory-Revised untuk
mengukur kepribadian. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa openness to
experience dari HEXACO PI-R berkorelasi dengan psychological well-being
(aspek-aspek Ryff) dan dinyatakan signifikan.
Openness to experience dapat membangun pertumbuhan pribadi. Dimensi
kepribadian opennes to experience sering dikaitkan dengan intelektualitas,
ketertarikan pada hal-hal yang baru, innovativeness, dan keterbukaan terhadap
pengalaman baru (John & Srivastava, 1999). Individu ini memiliki keinginan dan
keyakinan untuk dapat melakukan tugas-tugas yang dihadapinya. Pencapaian
kreatifitas lebih banyak pada orang yang memiliki tingkat openness to experience
yang tinggi dan tingkat agreeableness yang rendah (Costa & McCrae, 1992).
100
Seseorang yang kreatif, memiliki rasa ingin tahu, atau terbuka terhadap
pengalaman lebih mudah untuk mendapatkan solusi untuk suatu masalah. Oleh
karena itu, dimensi kepribadian openness to experience dapat berpengaruh positif
terhadap psychological well-being.
Selanjutnya, berdasarkan hasil penelitian ini bahwa tidak ada pengaruh
dari dimensi emotionality dari the HEXACO model of personality terhadap
psychological well-being. Hal ini tidak sesuai dengan hasil penelitian yang
dilakukan oleh Naser Aghababaei dan Akram Arji (2013) bahwa dimensi
emotionality dari HEXACO PI-R berkorelasi secara negatif dengan psychological
well-being (aspek-aspek Ryff) namun dinyatakan signifikan.
Skor tinggi pada dimensi emotionality cenderung mengalami ketakutan
bahaya fisik, pengalaman kecemasan dalam menghadapi tekanan hidup, merasa
perlu dukungan emosional dari orang lain, serta merasa empati dan sentimental
attachments dengan orang lain (Lee & Ashton, 2007). Sehingga, kepribadian
emotionality kurang sesuai dengan karakteristik dari pekerjaan sebagai jurnalis.
Selanjutnya, berdasarkan hasil penelitian ini bahwa tidak ada pengaruh
dari dimensi extraversion dari the HEXACO model of personality terhadap
psychological well-being. Hal ini tidak sesuai dengan hasil penelitian yang
dilakukan oleh Naser Aghababaei dan Akram Arji (2013) yang menunjukkan
bahwa
dimensi
extraversion
dari
HEXACO
PI-R
berkorelasi
dengan
psychological well-being (berdasarkan aspek-aspek Ryff) dan dinyatakan
signifikan.
101
Seseorang dengan skor tinggi pada dimensi extraversion ini, disaat
seseorang tersebut memiliki masalah maka dengan emosi positifnya ia dapat
mengontrol emosi. Begitu pula dengan tingkat motivasi dalam bergaul biasanya
cukup tinggi, sehingga memudahkan ia untuk berbagi dalam menyelesaikan
masalah. Hal ini sangat mendukung untuk berpengaruh positif bagi psychological
well-being. Namun, hasil penelitian untuk dimensi extraversion ini pada koefisien
regresi dalam uji regresi berganda maupun proporsi varians pada masing-masing
variabel independen menunjukkan hasil yang tidak signifikan, walaupun pada
hasil kategorisasi paling banyak berada di kategori tinggi.
Bila dilakukan analisis lebih dalam terhadap item-item yang digunakan
untuk mengukur kepribadian extraversion, pada item nomor 34 terdapat kalimat
yang ambiguitas, contohnya “Dalam situasi sosial, saya biasanya menjadi orang
yang memulai melakukan sesuatu hal pertama kali” atau dalam item aslinya “In
social situations, I’m usually the one who makes the first move”. Kalimat yang
memiliki makna kurang jelas tersebut mungkin mengakibatkan sampel salah
dalam menginterpretasikan item. Hal ini yang mungkin dapat menjadi penyebab
mengapa hasil penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian terdahulu.
Selanjutnya, berdasarkan hasil penelitian ini bahwa tidak ada pengaruh
dari dimensi agreeableness dari the HEXACO model of personality terhadap
psychological well-being. Hal ini tidak sesuai dengan hasil penelitian yang
dilakukan oleh Naser Aghababaei dan Akram Arji (2013) yang menunjukkan
bahwa dimensi agreeableness dari HEXACO PI-R berkorelasi dengan
102
psychological well-being (berdasarkan aspek-aspek Ryff) dan dinyatakan
signifikan.
Agreeableness dapat disebut juga social adaptibility atau likability yang
mengindikasikan seseorang yang ramah, memiliki kepribadian yang selalu
mengalah, menghindari konflik dan memiliki kecenderungan untuk mengikuti
orang lain. Berdasarkan penelitian, seseorang yang memiliki skor tinggi pada
kepribadian agreeableness digambarkan sebagai seseorang yang memiliki nilai
suka membantu, pemaaf, dan penyayang (John, Robins, & Pervin, 2001). Namun,
ditemukan pula sedikit konflik pada hubungan interpersonal orang yang memiliki
tingkat agreeableness yang tinggi. Selain itu, menghindar dari usaha langsung
dalam menyatakan kekuatan sebagai usaha untuk memutuskan konflik dengan
orang lain merupakan salah satu ciri dari seseorang yang memiliki tingkat
agreeableness yang tinggi.
Berdasarkan yang telah dijelaskan pada bab 1 mengenai latar belakang
masalah penelitian ini bahwa menjadi jurnalis berarti memasuki kawasan kerja
yang bebannya berlipat-lipat dan rentan terhadap konflik. Bahkan, tidak jarang
dalam keseharian pekerjaannya mereka sering dihadapkan pada dilema antara
mencari informasi dan menjaga keselamatan diri. Sehingga, hasil dari penelitian
ini menjadi tidak sejalan dengan penelitian terdahulu. Menurut hasil observasi
penulis, dalam pekerjaan seorang jurnalis mereka cenderung menggunakan power
yang tinggi, serta cenderung untuk lebih agresif dan kurang kooperatif akibat
tuntutan dari sebuah profesi maupun perusahaan tempat ia bekerja.
103
Selanjutnya, dimensi conscientiousness dari the HEXACO model of
personality juga tidak berpengaruh terhadap psychological well-being. Hal ini
tidak sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Naser Aghababaei dan
Akram Arji (2013) yang menunjukkan bahwa dimensi conscientiousness dari
HEXACO PI-R berkorelasi dengan psychological well-being (berdasarkan aspekaspek Ryff) dan dinyatakan signifikan.
Seseorang
yang memiliki
kepribadian
conscientiousness
biasanya
mengatur waktu dan lingkungan fisik mereka, bekerja dengan cara disiplin
terhadap tujuan mereka, berusaha untuk akurasi dan kesempurnaan dalam tugastugas mereka, dan sangat hati-hati ketika membuat keputusan sehingga dapat
berpengaruh positif pada psychological well-being. Salah satu indikator dari
conscientiousness, yaitu perfectionism dimana menilai kecenderungan secara
menyeluruh dan sangat peduli dengan detail, selalu memeriksa dengan seksama
suatu kesalahan dan melakukan perbaikan. Dengan pekerjaan sebagai jurnalis
yang biasanya dikejar oleh deadline, maka mereka lebih mentolerir beberapa
kesalahan dalam pekerjaan mereka dan cenderung mengabaikan detail.
Pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Thomas R. Herzog dan
Sarah J. Strevey (dalam Journal of Environment and Behavior, 2008) yang
menunjukkan bahwa sense of humor adalah prediktor independent dan additive
dari aspek-aspek tertentu dari psychological well-being. Namun, di dalam hasil
penelitian ini tidak ada dimensi dari sense of humor yang hasilnya signifikan
terhadap psychological well-being. Hal ini berkaitan dengan hasil kategorisasi
pada dimensi-dimensi sense of humor yang kebanyakan berada pada kategori
104
rendah, terutama pada dimensi humor production dan social uses of humor.
Humor production adalah bagaimana seseorang dapat meghasilkan, memproduksi
atau melontarkan humor dan social uses of humor adalah penggunaan humor
untuk tujuan sosial.
Michael Mulkay (dalam Martin, 2007) mengemukakan bahwa fungsi
lelucon mungkin lebih berkaitan dengan ekspresi sosial, topiknya biasa dianggap
tabu oleh budaya. Ada beberapa jenis humor yang dianggap tidak pantas
dikatakan pada situasi normal, namun ada pula yang dapat diterima oleh
lingkungan sosial karena dalam arti “hanya bercanda” atau tidak dianggap serius.
Fenomena tersebut yang mungkin saja terjadi pada para jurnalis yang menjadi
sampel dalam penelitian ini, dimana dalam mengekspresikan humor setiap orang
tentunya akan berbeda-beda, begitu pula dengan selera humor mereka. Perbedaan
situasi lingkungan sosial yang ada pada jurnalis inilah yang mungkin menjadi
salah satu penyebab hasil dari penelitian ini berbeda dengan penelitian terdahulu.
Variabel jenis kelamin tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap
psychological well-being. Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian terdahulu
yang dilakukan oleh Creed dan Watson (2003) dimana dalam penelitiannya, ia
meneliti apakah ada perbedaan antara pria dan wanita pada interaksi bekerja dan
manfaat nyata dari bekerja sebagai prediktor psychological well-being. Hasilnya
ternyata tidak ada perbedaan yang signifikan tingkat psychological well-being
antara pria dan wanita. Perez (2012) memperkuat hasil temuan dari penelitian ini.
Ia menyebutkan bahwa tidak ada perbedaan yang signifikan pada seluruh dimensi
dari psychological well-being antara pria dan wanita. Perbedaannya pada wanita
105
memiliki skor yang lebih rendah pada dimensi autonomy dibandingkan dengan
pria.
Menurut Pastor Shantha Sagara Hettiarachchi (2012), editor mingguan
Katolik Gnanartha Pradeepaya (Cahaya Kebijaksanaan), perempuan tampaknya
lebih baik dalam beberapa hal ketimbang rekan-rekan pria mereka. Menurutnya,
wartawati lebih baik dalam laporan investigasi daripada pria. Oleh karena itu, ia
juga berpendapat bahwa harus ada keseimbangan gender di media dan kita harus
mendukung mereka (para wartawati). Sehingga hal tersebut dapat mendukung
hasil dari penelitian ini, yang menyebutkan bahwa variabel jenis kelamin tidak
memiliki pengaruh signifikan terhadap psychological well-being.
Variabel usia juga tidak memiliki pengaruh signifikan terhadap
psychological well-being. Hal ini sesuai dengan studi yang dilakukan oleh Arnold
(2007)
tentang
hubungan
antara
transformational
leadership
dengan
psychological well-being. Lebih lanjut Arnold (2007) juga melihat pengaruh usia
dan jenis kelamin. Hasilnya tidak memberikan perbedaan yang signifikan
terhadap psychological well-being. Namun, hal ini tidak sesuai dengan Ryff dan
Keyes (1995) yang mengemukakan bahwa perbedaan usia mempengaruhi
perbedaan dalam dimensi-dimensi psychological well-being. Dalam penelitiannya,
Ryff dan Keyes (1995) menemukan bahwa dimensi penguasaan lingkungan dan
dimensi otonomi mengalami peningkatan seiring bertambahnya usia, terutama
dari dewasa muda hingga dewasa madya. Dimensi hubungan positif dengan orang
lain juga mengalami peningkatan seiring bertambahnya usia. Sebaliknya, dimensi
tujuan hidup dan pertumbuhan pribadi memperlihatkan penurunan seiring
106
bertambahnya usia, penurunan ini terutama terjadi pada dewasa madya hingga
dewasa akhir. Namun, pada dimensi penerimaan diri dalam penelitian tersebut
menunjukkan tidak adanya perbedaan yang signifikan selama usia dewasa muda
hingga dewasa akhir.
Hasil dari penelitian ini menunjukkan bahwa usia tidak memiliki pengaruh
signifikan terhadap psychological well-being dapat disebabkan karena sampel
penelitian pada usia dewasa awal jauh lebih banyak jumlahnya dibandingkan
dengan sampel penelitian pada usia dewasa madya. Selain itu, hasil kategorisasi
psychological well-being dari hasil sebaran pada variabel psychological wellbeing paling banyak berada pada kategori rendah. Sehingga, ini berarti bahwa
psychological well-being jurnalis di wilayah DKI Jakarta mungkin memang masih
rendah, yang salah satunya dapat diakibatkan oleh kesejahteraan hidupnya yang
masih rendah dan belum terjamin, sementara pekerjaannya lebih banyak menguras
waktu, tenaga, serta pikiran setiap harinya. Selain itu, pekerjaan jurnalis memang
sudah dikenal sebagai pekerjaan yang beresiko tinggi dan penuh tekanan. Resiko
teror, dimaki narasumber atau terjebak kerusuhan, hanyalah sebagian dari resiko
tersebut. Selain banyak berhubungan dengan manusia lain, tekanan juga bisa
datang dari keredaksian (kantor), karena jurnalis dituntut untuk memperoleh berita
yang profesional sesuai dengan deadline yang ditentukan. Bahkan, tekanan
tersebut juga datang dari lingkungan keluarga, di mana seorang jurnalis memiliki
keluarga yang harus diperhatikan dan diayomi.
Selanjutnya ditemukan hasil bahwa variabel penghasilan dengan > 7 juta
cenderung lebih memiliki psychological well-being. Hasil ini sesuai dengan Ryff,
107
dkk (dalam Ryan & Deci, 2001) yang mengemukakan bahwa status sosial
ekonomi berhubungan dengan dimensi penerimaan diri, tujuan hidup, penguasaan
lingkungan, dan pertumbuhan pribadi. Individu yang memiliki status sosial
ekonomi yang rendah cenderung membandingkan dirinya dengan orang lain yang
memiliki status sosial ekonomi yang lebih baik dari dirinya. Menurut Davis
(dalam Rahayu, 2008), individu dengan tingkat penghasilan tinggi, status
menikah, dan mempunyai dukungan sosial tinggi akan memiliki psychological
well-being yang lebih tinggi. Adanya kesuksesan-kesuksesan (termasuk materi)
dalam kehidupan merupakan faktor protektif yang penting dalam menghadapi
stres, tantangan, dan musibah (Ryff & Singer, 2002).
Variabel terakhir yaitu intensitas pekerjaan, ditemukan hasil bahwa
intensitas pekerjaan dengan rata-rata 19 - 24 jam/hari lebih memiliki
psychological well-being. Intensitas pekerjaan 19 - 24 jam/hari dalam
penghitungannya dijadikan sebagai grup reference dan hanya diwakili sebanyak
15 orang (11.33%) dari jumlah sampel yang ada. Namun dari hasil tersebut
menunjukan bahwa variabel intensitas pekerjaan secara negatif berpengaruh
signifikan terhadap psychological well-being maka grup reference-lah yang hasil
akhirnya lebih memiliki psychological well-being.
Secara umum ketidaksesuaian/perbedaan yang dihasilkan dari penelitian
ini baik dengan hasil penelitian terdahulu maupun dengan asumsi penulis
mungkin disebabkan oleh prosedur penelitian yang kurang baik. Beberapa hal
yang dikeluhkan pada saat pengambilan data oleh sampel penelitian ini adalah
pada lembar kuisioner yang dicetak dengan huruf terlalu kecil, yaitu times new
108
roman 11 dengan dua halaman dibuat menjadi satu; item yang cukup banyak
(102 item); serta ada beberapa pertanyaan yang tidak sesuai dengan jawaban
dalam kolom.
Selain prosedur penelitian yang kurang baik, teknik pengambilan sampel
ini juga menggunakan teknik non probability sampling, yaitu accidental sampling
dimana metode pengambilan sampel dengan memilih siapa yang kebetulan
ada/dijumpai.
Sehingga,
terdapat
kemungkinan
telah
menyamaratakan
pengalaman yang sudah dijalani oleh para jurnalis. Kemudian, hal lain yang
menyebabkan hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian sebelumnya adalah
dalam mengadaptasi alat ukur masih terdapat kerancuan dari segi bahasa sehingga
memunculkan social desirability dalam alat ukur tersebut. Oleh karena itu, dari
kelemahan-kelemahan tersebut sangat memungkinkan sekali hasil yang diperoleh
tidak sesuai dengan harapan penulis.
5.3 Saran
Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penelitian ini. Oleh
karena itu, penulis akan memberikan beberapa saran yang dibagi menjadi dua,
yaitu saran metodologis dan saran praktis. Agar dapat dijadikan bahan
pertimbangan bagi penelitian selanjutnya dan masukan bagi pembaca, jurnalis,
dosen dan masyarakat umum sehingga dapat mengambil manfaat dari penelitian
ini.
109
5.3.1 Saran Metodologis
1. Pada penelitian ini, sampel yang digunakan adalah jurnalis yang bekerja di
DKI Jakarta, peneliti menggunakan teknik non probability sampling, yaitu
accidental sampling dimana metode pengambilan sampel dengan memilih
siapa yang kebetulan ada/dijumpai. Sehingga, terdapat kemungkinan telah
menyamaratakan pengalaman yang sudah dijalani oleh para jurnalis,
misalnya jurnalis dengan job desk nasional dan metro tentu berbeda
dengan jurnalis dengan job desk life style dan entertainment. Saran bagi
penelitian selanjutnya, agar menggunakan sampel yang lebih spesifik dan
fokus pada tujuan penelitian, sehingga mampu mendapatkan gambaran
lain di luar penelitian ini.
2. Untuk penelitian selanjutnya, disarankan untuk lebih memperbanyak
jumlah sampel yang akan dilibatkan, agar hasil penelitian yang dilakukan
lebih representatif.
3. Dari hasil penelitian ini ditemukan bahwa sense of humor, kepribadian the HEXACO model of personality, jenis kelamin, penghasilan, intensitas
pekerjaan, dan usia memiliki pengaruh yang signifikan terhadap
psychological well-being jurnalis di DKI Jakarta sebesar 36.3% dan 63.7%
dipengaruhi oleh variabel lainnya di luar dari penelitian ini. Sehingga
saran bagi penelitian selanjutnya, agar menambahkan variabel lain yang
memiliki pengaruh terhadap psychological well-being seperti life
satisfaction, self-esteem, religiusitas, optimisme, happiness, dukungan
sosial, beban kerja, dan lain sebagainya.
110
4. Untuk penelitian selanjutnya, diharapkan melakukan pengkajian lebih
dalam pada variabel yang tidak signifikan dalam penelitian ini, antara lain
variabel sense of humor (humor production, social uses of humor, attitudes
toward humor and humorous people, dan uses of humor for coping),
variabel the HEXACO model of personality (extraversion, agreeableness,
dan conscientiousness), usia dan jenis kelamin.
5.3.2 Saran Praktis
1. Pada hasil kategorisasi psychological well-being pada penelitian ini
menunjukkan bahwa hasil sebaran paling banyak berada pada kategori
rendah. Memperhatikan kondisi fisik dan menjaga kesehatan psikologis
adalah suatu keharusan. Memperhatikan kondisi fisik adalah dengan
makan teratur dan bernutrisi, olahraga teratur, atau bahkan ambil cuti dan
waktu berlibur jika benar-benar diperlukan. Untuk menjaga kesehatan
psikologis, bisa dilakukan dengan berbagi kepada orang-orang terdekat,
menulis, dan membaca buku.
2. Guna menjaga agar jurnalis tidak stres atau trauma dengan liputan yang
dilakukan, para jurnalis harus mampu menjaga kesehatan psikologis,
dengan berolahraga, istirahat yang cukup, berbagi pengalaman dengan
orang lain dan supervisi pekerjaan secara reguler. Bila perlu melakukan
konsultasi kepada profesional kesehatan mental, apabila membutuhkan
ruang untuk curhat tanpa dievaluasi.
3. Bagi para pembaca, perlu diketahui bahwa pentingnya psychological wellbeing adalah agar manusia dapat menjalankan hidupnya dengan bahagia,
111
tenang, dan mampu mengatasi segala masalah maupun tekanan yang
datang. Cara untuk menjaga kesehatan fisik yang sekaligus akan
berdampak pada kesehatan psikologis, antara lain: cukup istirahat, pola
makan yang baik, olahraga, mendapatkan sinar matahari yang cukup setiap
hari, berinteraksi sosial, serta batasi alkohol dan menghindari rokok.
112
DAFTAR PUSTAKA
Aghababaei, N., & Arji, A. (2013). Well-being and the HEXACO model of
personality. Personality and Individual Differences, 56, 139-142.
Retrieved from http://dx.doi.org/10.1016/j.paid.2013.08.037
Alwisol. (2009). Edisi revisi: Psikologi kepribadian. Malang: UMM Press.
Anastasi, A., & Urbina, S. Psychological testing, seventh edition. Tes psikologi,
edisi ketujuh. Robertus Hariono S. Imam (terj). 2007. Jakarta: PT Indeks.
Ari.
(2012). Forwakes akan adakan, diskusi psikologi jurnalisme.
http://medan.tribunnews.com/2012/01/31/forwakes-akan-adakan-diskusipsikologi-jurnalisme (Diakses pada Senin, 19 Agustus 2013)
Bambani, A., Rahardjo, A., Dwiyanto, I., Saefullah, A., & Wulandari, C.R.
(2013). Laporan tahunan (Aliansi Jurnalis Independen) AJI 2013, etika
media di tahun politik. Jakarta: Aliansi Jurnalis Independen (AJI)
Indonesia.
Bartram, D., & Boniwell, I. (2007). The science of happiness: Achieving
sustained psychological well-being. Positive Psychology, In Practice, 29,
478-482.
Caprio. (1996). How to develop your sense of humor (221-227). Dubuque, IA:
Kendal & Hunt.
Chaplin, J.P. Dictionary of psychology. Kamus lengkap psikologi. Kartini Kartono
(terj). (2005). Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.
Chatters, L., & Taylor, R. (1994). Religious involvement among older African
Americans. Dalam J.S. Levin (ed). Religion in aging and health. Newbury
Park CA: Sage Publications.
Costa, P.T., & McCrae, R.R. (1992). Normal personality assessment in clinical
practice: The NEO personality inventory. Psychological Assessment, 4 (1),
5-13. DOI: 10.1037/1040-3590.4.1.5.
112
113
De Vries, R.E. (2011). No evidence for a general factor of personality in the
HEXACO personality inventory. Journal of Research in Personality, 45,
229-232. DOI: 10.1016/j.jrp.2010.12.002.
Feinstein, A., Owen, J., & Blair, N. (2002). A hazardous profession: War,
journalist, and psychopathology. (Am J Psychiatry; 159: 1570-1575).
London: Department of Psychiatry, University of Toronto and Sunnybrook
and Women’s College Health Sciences Centre; and the Freedom Forum
European Centre.
Friedman, H.S., & Schustack, M.W. Personality: Classic theories and modern
research (3rd edition). Kepribadian: Teori klasik dan riset modern (edisi
ketiga) jilid 1. Fransiska D.I., Maria H., Andreas P.P. (terj). (2006).
Jakarta: Erlangga.
Hasanat, N.U. & Subandi. (1998). Pengembangan alat kepekaan terhadap humor.
Jurnal Psikologi, XXV (1), 45-52.
Herzog, T.R., & Strevey, S.J. (2008). Contact with nature, sense of humor, and
psychological well-being. Environment and Behavior, 40 (6), 747-776.
DOI: 10.1177/0013916507308524.
Hidayat, F., & Prakosa, H. (1997). Motivasi berprestasi dan stres kerja wartawan
republika. Anima, XIII (49).
Hight, J., & McMahon, C. (2006). Dart center for journalism and trauma.
Meliput trauma: Panduan dart centre untuk para wartawan, redaktur dan
manajer. Universitas Washington, Seattle: Dart Centre Europe for
Journalism & Trauma.
Hodgkinson, L. (1991). Smile therapy: How smiling and laughter can change
your life (245-247). London: McDonald & Co. Pub., Ltd.
Horn, J.E.V., Taris, T.W., Schaufeli, W.B., & Schreurs, P.J.G.. (2004). The
structure of occupational well-being: A study among Dutch teachers.
Journal of Occupational and Organizational Psychology, 77, 365-375.
114
Hurlock, E.B. Developmental psychology: A life-span approach, fifth edition.
Psikologi perkembangan: Suatu pendekatan sepanjang rentang kehidupan,
edisi kelima. Istiwidayanti, Soedjarwo, Ridwan M.S. (terj). (1980).
Jakarta: Erlangga.
Indra, N. N. (2013). Pengaruh psychological well-being dan dukungan sosial
terhadap tingkat stres petugas pemadam kebakaran di DKI Jakarta. Skripsi.
Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah.
Ishwara, L. (2005). Catatan-catatan jurnalisme dasar. Jakarta: Kompas.
John, O.P., Robins, R.W., & Pervin, L.A. (2001). Handbook of personality:
Theory and research (3rd edition). New York: The Guilford Press.
John, O.P., & Srivastava, S. (1999). Chapter four: The big five trait taxonomy:
History, measurement, and theoretical perspectives. Dalam Lawrence A.
Pervin, Oliver P. John (ed). Handbook of personality: Theory and research
- 2nd ed. (102-138). New York: The Guilford Press
Kelly, W.E. (2002). An investigation of worry and sense of humor. Journal of
Clinical Psychology, 136, 657-666.
Lee, K., & Ashton, M.C. (2002). Six independent factors of personality variation:
A response to saucier. European Journal of Personality, 16, 63-75. DOI:
10.1002/per.433.
Lee, K., & Ashton, M.C. (2007). Empirical, theoretical, and practical advantages
of the HEXACO model of personality structure. The Society for
Personality and Social Psychology, Inc. PSPR, 11 (2), 150-166. DOI:
10.1177/1088868306294907.
Manan, A. (2011). Upah layak jurnalis: Survey upah layak AJI di 16 kota di
Indonesia. Jakarta: Aliansi Jurnalis Independen.
Martin, R.A. (1998). Approaches to the sense of humor: A historical review.
Dalam W. Ruch (ed). The sense of humor: Explorations of a personality
characteristic (15-60). New York: Mouton de Gruyter.
115
Martin, R.A. (2001). Humor, laughter, and physical health: Methodological issues
and research finding. Psychological Bulletin, 127 (4), 504-519. DOI:
10.1037//0033-2909.127.4.504.
Martin, R.A. (2003). Sense of humor. Dalam S.J. Lopez & C.R. Snyder (ed).
Positive psychological assessment: A handbook of models and measures
(313-326). Washington, DC: American Psychological Association.
Martin, R.A., Doris, P.P., Larsen, G., Gray, J., & Weir, K. (2003). Individual
differences in uses of humor and their relation to psychological wellbeing: Development of the humor styles questionnaire. Journal of
Research in Personality, 37, 48-75.
Martin, R.A. (2007). The psychology of humor: An integrative approach.
Burlington, MA: Elsevier Academic Press.
Muflih, I. (1997). Kecenderungan perilaku pengambilan risiko dan pemberitaan
pada wartawan surat kabar harian. Skripsi. Fakultas Psikologi Universitas
Gajah Mada.
Munandar, A.S. (2001). Psikologi industri dan organisasi. Jakarta: UI-Press.
Nurhayati, H. (2010). Pengaruh big five personality terhadap psychological wellbeing remaja di Sekolah Menengah Kejuruan Negeri 5 Madiun. Skripsi.
Fakultas Psikologi UIN Maulana Malik Ibrahim.
Oktaviani, K. (2011). Ini dia profesi yang rentan perceraian.
http://wolipop.detik.com/read/2011/01/21/114029/1551547/857/ini-diaprofesi-yang-rentan-perceraian?w992202858 (Diakses pada Senin, 19
Agustus 2013)
Peterson, C., & Seligman, M.E.P. (2004). Character strengths and virtues: A
handbook and classification. American Psychological Association, New
York: Oxford University Press.
Perez, J.A. (2012). Gender difference in psychological well-being among Filipino
college student samples. International Journal of Humanities and Social
Science, 2 (13), 84-93.
116
Pratiwi, K. (2013). Catatan jurnalistik online Khestin Pratiwi. Perempuan &
Jurnalistik. http://khestin.blogspot.com/2013/04/artikel.html (Diakses
pada Minggu, 21 September 2014)
Rahadi, F. (2014). AJI: Gaji wartawan di Jakarta di bawah standar.
http://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/13/04/30/mm2oka-ajigaji-wartawan-di-jakarta-di-bawah-standar (Diakses pada Minggu, 21
September 2014)
Rahayu, M.A. (2008). Psychological well-being pada istri kedua dalam
pernikahan poligami (studi kasus pada dewasa muda). Skripsi. Fakultas
Psikologi UI.
Rahmanadji, D. (2007). Sejarah, teori, jenis, dan fungsi humor. Bahasa dan Seni,
Tahun 35, Nomor 2. Malang: Fakultas Sastra Universitas Negeri Malang.
Rathus, S.A. (2010). Psychology: Concepts and connections (10th edition). United
States: Wadsworth Cengage Learning.
Robbins, S.P., & Judge, T.A. Organizational behavior (12th ed). Perilaku
organisasi, edisi 12, buku 1. Diana A., Ria C., Abdul R. (terj). (2008).
Jakarta: Salemba Empat.
Roeckelein, J.E. (2002). Psychology of humor: A reference guide and annotated
bibliography. United States: Greenwood Press.
Rosadi, D. (2014). Mayoritas perusahaan media gaji wartawan Rp3 juta per
bulan. http://suara.com/news/2014/04/30/174307/mayoritas-perusahaanmedia-gaji-wartawan-rp3-juta-per-bulan/ (Diakses pada Minggu, 21
September 2014)
Rumondor, P.C.B. (2007). Hubungan dimensi humor styles dengan stres pada
mahasiswa tahun pertama. Skripsi. Fakultas Psikologi UI.
Ryff, C.D., & Keyes, C.L.M. (1995). The structure of psychological well-being
revisited. Journal of Personality and Social Psychology, 69 (4), 719-727.
117
Ryff, C.D. (1989). Happiness is everything, or is it? Explorations on the meaning
of psychological well-being. Journal of Personality and Social
Psychology, 57 (6), 1069-1081.
Ryff, C.D. (1989a). Beyond ponce de leon and life satisfaction: New directions in
quest of successful ageing. International Journal of Behavioral
Development, 12 (1), 35-55. DOI: 10.1177/016502548901200102.
Ryff, C.D., Keyes, C.L.M., & Shmotkin, D. (2002). Optimizing well-being: The
empirical encounter of two traditions. Journal of Personality and Social
Psychology, 82 (6), 1007-1022. DOI: 10.1037//0022-3514.82.6.1007.
Ryff, C.D. & Singer, B. (2002). From social structure to biology. Dalam C.R.
Snyder & S.J. Lopez. Handbook of positive psychology (541-555). Oxford:
Oxford University Press.
Ryff, C.D. (1994). Psychological well-being in adult life. Current directions in
psychological
science.
Retrieved
from
http://midmac.med.harvard.edu/bullet3.html
Ryff, C.D. & Essex, M.J. (1992). The interpretation of life experience and wellbeing: The sample case of relocation. Psychology and Aging, 7 (4), 507517.
Sarafino, E.P. & Smith, T.W. (2011). Health psychology: Biopsychosocial
interactions (7th edition). New York: John Wiley & Sons, Inc.
Schaefer, C.E. (2002). Play therapy with adults. Hoboken, NJ: John Wiley &
Sons.
Setianikusumah, R.W. (2013). Pengaruh sense of humor dan beban kerja terhadap
stres kerja karyawan PLN. Skripsi. Fakultas Psikologi UIN Syarif
Hidayatullah.
Sugiyono. (2010). Statistika untuk penelitian. Bandung: Alfabeta.
Suryabrata, S. (2010). Psikologi kepribadian. Jakarta: Rajawali Press.
118
Susanto,
A.
(2009).
Waspadai
burn-out
bagi
para
pekerja.
http://female.kompas.com/read/2009/02/09/1228352/waspadai.burnout.bagi.para.pekerja (Diakses pada Minggu, 21 September 2014)
Sutanto, D. (2013). Di Asia Tenggara, gaji jurnalis Indonesia paling rendah.
http://www.merdeka.com/peristiwa/di-asia-tenggara-gaji-jurnalisindonesia-paling-rendah.html (Diakses pada Minggu, 21 September 2014)
Thorson, J.A. & Powell, F.C. (1993). Sense of humor and dimensions of
personality. Journal of Clinical Psychology, 49 (6), 799-809.
Thorson, J.A., Powell, F.C., Schuller, I.S., & Hampes, W.P. (1997). Psychological
health and sense of humor. Journal of Clinical Psychology, 53 (6), 605619.
Utomo, U.H.N. (2007). Peran teknologi media iklan dalam internalisasi nilai-nilai
pemahaman arti dan manfaat humor. Seminar Nasional Teknologi 2007
(SNT 2007). ISSN : 1978 – 9777. Yogyakarta: Fakultas Psikologi
Universitas Ahmad Dahlan.
Winarno, H.H. (2014). Hari pers nasional dan kekerasan terhadap jurnalis.
http://www.merdeka.com/peristiwa/hari-pers-nasional-dan-kekerasanterhadap-jurnalis.html (Diakses pada Senin, 19 Agustus 2013)
Witchel, E. (2005). To receive dangerous assignments and support CPJ.
Retrieved
from
www.cpj.org/briefings/2005/DA_spring05/stress_DA/stress_DA.html
Lampiran 2. Kuesioner Penelitian
Kepada Yth. Responden Penelitian
Assalammualaikum Wr, Wb.
Saya Irliene Febriana adalah mahasiswi Fakultas Psikologi UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta yang sedang mengadakan penelitian tentang psychological well-being jurnalis dalam
rangka untuk memenuhi tugas akhir (skripsi).
Oleh karena itu, saya mengharapkan kesediaan Saudara untuk menjadi responden dalam
penelitian ini dan mengisi kuesioner sesuai dengan keadaan pada diri Saudara. Dalam kuesioner
ini tidak ada jawaban benar atau salah. Adapun informasi dan data Saudara akan sangat
bermanfaat bagi penelitian saya dan akan dijamin kerahasiaannya serta hanya digunakan untuk
kepentingan pengumpulan data.
Atas perhatian dan bantuannya saya ucapkan terimakasih.
Hormat saya,
Irliene Febriana
IDENTITAS PRIBADI
Silahkan isi serta lingkari pilihan yang tersedia sesuai dengan diri Anda !


Nama / Inisial : .....................................

Jenis kelamin
:L/P
-
2 juta – 4 juta

Usia
: ….... Tahun
-
5 juta – 7 juta

Jabatan
:
-
> 7 juta
Reporter / Fotografer / Kameramen /


Penghasilan
:
Berapa jam dalam sehari Anda harus
Editor / Lainnya, Sebutkan ! ...................
bekerja ?
Lama Bekerja : .....................................
-
5 – 11 jam/hari
-
12 – 18 jam/hari
-
19 – 24 jam/hari

Apakah menjadi jurnalis adalah pekerjaan yang Anda minati ? Ya / Tidak.

Apakah Anda bahagia selama bekerja menjadi jurnalis ? Ya / Tidak. Sebutkan alasannya secara
singkat ! ..............................................................................................................................................

Apakah Anda mencapai kepuasan hidup dengan bekerja sebagai jurnalis ? Ya / Tidak.

Jika Anda memiliki kesempatan, apakah Anda ingin mencari pekerjaan lain ? Ya / Tidak.
Jika Ya, pekerjaan apa yang ingin Anda tekuni selain menjadi jurnalis ? .........................................

Apakah menjadi jurnalis merupakan pekerjaan pokok Anda ? Ya / Tidak.
Jika Ya, apakah Anda memiliki pekerjaan sampingan ? Sebutkan ! .................................................
Jika Tidak, apakah pekerjaan pokok Anda ? ......................................................................................
PETUNJUK PENGISIAN SKALA
1. Bacalah dan pahami setiap pernyataan yang ada dengan teliti
2. Beri tanda checklist () pada kolom di sebelah kanan Anda pada setiap pernyataan yang
PALING SESUAI DENGAN KEADAAN SAUDARA.
3. Dalam hal ini TIDAK ADA JAWABAN BENAR ATAU SALAH. Semua jawaban
adalah baik.
Contoh :
Jika jawaban Anda Sesuai :
No.
PERNYATAAN
Saya menyukai olahraga.
STS
TS
S

SS
SKALA I
No.
PERNYATAAN
1.
Saya mudah dipengaruhi oleh pendapat orang lain.
2.
Saya yakin dengan pendapat saya meskipun berbeda dengan
pendapat kebanyakan orang.
3.
Saya menilai diri saya lebih penting dari orang lain.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
Secara keseluruhan saya bertanggung jawab atas keadaan
dimanapun saya berada.
Tuntutan karena deadline sebuah berita sering membuat
saya tidak bersemangat.
Saya cukup baik dalam mengelola tanggung jawab saya
dalam akurasi sebuah berita saat pekerjaan sehari-hari.
Saya pikir sangat penting untuk memiliki pengalaman baru
yang menantang cara saya untuk berpikir tentang diri saya
dan dunia.
Bagi saya, kehidupan adalah proses untuk terus belajar,
berubah, dan berkembang.
Saya menyerah untuk mencoba melakukan perubahan yang
lebih baik dalam kehidupan karir saya sebagai jurnalis.
Mempertahankan hubungan yang baik cukup sulit bagi saya
dan membuat saya frustasi.
Orang-orang akan menilai saya sebagai pemberi info suatu
berita dan bersedia untuk berbagi dengan teman-teman
sesama jurnalis lainnya.
Saya tidak mempunyai hubungan yang baik dan saling
percaya dengan orang lain.
Saya hidup hanya untuk hari ini dan tidak berpikir untuk
masa depan.
Saya adalah orang yang memiliki tujuan hidup.
Saya kadang merasa sudah melakukan semua yang ada
untuk karir saya sebagai jurnalis.
Ketika saya melihat kehidupan saya, saya senang dengan
hal-hal yang telah berubah.
17
Saya menyukai sebagian besar aspek dari kepribadian saya.
18.
Dalam banyak hal, saya merasa kecewa dengan pencapaian
dalam hidup saya, terutama pada karir saya sebagai jurnalis.
Sangat
Tidak
Sesuai
Tidak
Sesuai
Sesuai
Sangat
Sesuai
SKALA II
No.
PERNYATAAN
1.
Saya sering mencairkan suasana dengan hal-hal yang saya
katakan.
2.
Menurut orang lain, saya mengatakan hal-hal yang lucu.
3.
Saya memiliki ide yang cemerlang untuk membuat lelucon.
4.
Saya bisa mengatakan hal-hal yang lucu untuk membuat orang
lain tertawa.
5.
Terkadang saya memikirkan lelucon atau cerita lucu.
6.
Saya cukup mahir/terampil untuk mengucapkan hal-hal yang
membuat orang lain takjub.
7.
Saya yakin bahwa saya dapat membuat orang lain tertawa.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
Orang lain memperhatikan saya karena saya dapat membuat
mereka kagum.
Saya menggunakan humor untuk menghibur teman saya saat
liputan.
Saya dapat merubah situasi yang tegang ketika liputan dengan
mengatakan sesuatu yang lucu.
Dengan humor saya dapat mengkontrol berbagai situasi
tertekan saat liputan.
Saya dapat menceritakan hal-hal yang lucu, hingga orang lain
mengalami sakit di leher dikarenakan tertawa.
Memanggil seseorang dengan sebutan “pelawak” sebenarnya
adalah penghinaan.
14.
Saya suka lelucon yang bagus.
15.
Ketika orang lain membuat lelucon, saya merasa tidak nyaman.
16.
Saya tidak suka cerita humor.
17.
Saya menghargai orang-orang yang humoris.
18.
Dengan humor, saya merasa nyaman.
19.
Saya dapat mencairkan suasana dengan hal-hal yang lucu.
20.
Mengatasi situasi dengan melucu sebenarnya adalah suatu
kebodohan.
21.
Humor membantu saya mengatasi tekanan karena deadline.
22.
23.
24.
Humor adalah penyelesaian masalah yang buruk ketika saya
tertekan akibat deadline.
Humor membantu saya mengatasi situasi yang sulit saat
liputan.
Humor adalah cara terbaik dan elegan untuk menyesuaikan diri
saat liputan di tempat baru dengan orang-orang baru.
Tidak
Pernah
KadangKadang
Sering
Selalu
SKALA III
No.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
16.
17.
18.
19.
20.
21.
PERNYATAAN
Saya merasa bosan saat mengunjungi sebuah galeri seni.
Saya merencanakan dan mengatur suatu hal diawal sebagai
bentuk antisipasi.
Saya jarang menyimpan dendam, walaupun pada orang yang
pernah menganiaya saya.
Secara keseluruhan, saya merasa cukup puas dengan diri saya
saat ini.
Saya merasa takut saat harus melakukan liputan dalam kondisi
cuaca buruk.
Saya tidak akan menggunakan sanjungan untuk mendapatkan
kenaikan gaji atau promosi di tempat kerja, bahkan jika saya
pikir itu akan berhasil.
Saya tertarik untuk belajar tentang sejarah dan politik dari
negara-negara lain.
Saya sering memberi dorongan yang kuat pada diri sendiri
ketika berusaha mencapai suatu tujuan.
Orang-orang terkadang memberitahu saya bahwa saya terlalu
kritis terhadap orang lain.
Saya jarang mengungkapkan pendapat saya dalam pertemuan
kelompok.
Saya tidak mudah khawatir terhadap hal-hal kecil.
Jika saya tahu bahwa saya tidak akan pernah bisa tertangkap,
saya bersedia untuk mencuri sepuluh miliar rupiah.
Saya menikmati saat-saat menciptakan karya seni, seperti novel,
lagu, atau lukisan.
Ketika mengerjakan sesuatu, saya tidak terlalu memperhatikan
hal-hal kecil.
Orang-orang kadang mengatakan bahwa saya terlalu keras
kepala.
Saya lebih suka pekerjaan yang melibatkan interaksi sosial yang
aktif daripada bekerja sendirian.
Ketika saya meliput kejadian yang menyakitkan, saya
membutuhkan seseorang untuk membuat saya merasa nyaman.
Memiliki banyak uang tidak terlalu penting bagi saya.
Saya berpikir bahwa memperhatikan ide-ide radikal adalah
buang-buang waktu.
Saya membuat keputusan berdasarkan perasaan saat itu, bukan
pada pemikiran yang cermat..
Orang menganggap saya sebagai seseorang yang
temperamental.
22.
Hampir setiap hari, saya merasa gembira dan optimis.
23.
Saya ingin menangis ketika melihat orang lain menangis.
24.
25.
Saya berpikir bahwa saya berhak untuk lebih dihargai
dibandingkan orang pada umumnya.
Jika saya memiliki kesempatan, saya ingin menghadiri konser
musik klasik.
Sangat
Tidak
Setuju
Tidak
Setuju
Setuju
Sangat
Setuju
Sangat
Tidak
Setuju
26.
27.
28.
29.
30.
31.
32.
33.
34.
35.
36.
37.
38.
39.
40.
41.
42.
43.
44.
45.
46.
47.
48.
49.
50.
51.
Ketika bekerja dalam keadaan yang tidak teratur, saya kadangkadang mengalami kesulitan.
Sikap saya terhadap orang yang telah memperlakukan saya
dengan buruk adalah "memaafkan dan melupakan".
Saya merasa bahwa saya orang yang tidak terkenal.
Saya merasa takut ketika meliput suatu berita yang dapat
membahayakan fisik.
Jika saya ingin sesuatu dari seseorang, saya akan tertawa saat
orang tersebut melawak walaupun tidak lucu.
Saya tidak pernah benar-benar menikmati saat membaca bukubuku mengenai ilmu pengetahuan.
Saya hanya melakukan jumlah minimum yang diperlukan dalam
melakukan suatu pekerjaan.
Saya cenderung lemah dalam menilai orang lain.
Dalam situasi sosial, saya biasanya menjadi orang yang
memulai melakukan sesuatu hal pertama kali.
Kekhawatiran saya lebih kuat dibandingkan kebanyakan orang
pada umumnya.
Saya tidak akan pernah menerima suap, bahkan jika itu sangat
besar.
Orang-orang sering mengatakan kepada saya bahwa saya
memiliki imajinasi yang baik.
Saya selalu mencoba untuk lebih teliti dalam pekerjaan saya,
walaupun harus mengorbankan waktu.
Saya biasanya cukup fleksibel terhadap pendapat saya sekalipun
ketika orang tidak setuju dengan saya.
Hal pertama yang saya selalu lakukan di tempat baru adalah
untuk mencari teman.
Saya dapat menangani situasi sulit saat liputan tanpa perlu
dukungan emosional dari orang lain.
Saya mendapatkan banyak kesenangan saat memiliki barangbarang mewah yang mahal.
Saya suka orang-orang yang memiliki pandangan modern.
Saya membuat banyak kesalahan karena saya tidak berpikir
sebelum bertindak.
Kebanyakan orang cenderung untuk lebih cepat marah daripada
saya.
Kebanyakan orang pada umumnya lebih ceria dan dinamis
dibandingkan saya.
Saya merasakan emosi yang kuat ketika seseorang yang dekat
dengan saya akan pergi untuk waktu yang lama.
Saya ingin orang tahu bahwa saya orang penting dari status
yang tinggi.
Saya tidak menganggap diri saya sebagai seseorang yang artistik
atau kreatif.
Orang sering memandang saya sebagai seseorang yang
perfeksionis.
Saya jarang mengatakan sesuatu yang negatif, walaupun saat
orang lain membuat banyak kesalahan.
Tidak
Setuju
Setuju
Sangat
Setuju
Sangat
Tidak
Setuju
52.
Saya kadang-kadang merasa bahwa saya orang yang tidak
berharga.
53.
Saya tidak akan merasa panik, walaupun dalam keadaan darurat.
54.
Saya tidak akan berpura-pura untuk menyukai seseorang hanya
untuk mendapatkan keuntungan dari orang tersebut.
55.
Menurut saya, membahas filsafat membosankan.
56.
57.
58.
59.
60.
Saya lebih memilih untuk melakukan apa pun yang muncul
dalam pikiran, daripada berdasarkan atas rencana yang telah
disusun.
Ketika orang mengatakan kepada saya bahwa saya salah, reaksi
pertama saya adalah berdebat dengan mereka.
Ketika saya berada di suatu kelompok, saya orang yang sering
berbicara atas nama kelompok.
Saya tetap tanpa emosi bahkan dalam situasi di mana
kebanyakan orang menjadi sangat sentimental
Saya akan tergoda untuk menggunakan uang palsu, jika saya
yakin bisa lolos dengan itu.
Tidak
Setuju
Setuju
Sangat
Setuju
LAMPIRAN
Lampiran 3. Path Diagram Uji Validitas CFA LISREL
CFA Psychological Well-Being
CFA Humor Production
CFA Social Uses of Humor
CFA Attitudes Toward Humor and Humorous People
CFA Uses of Humor for Coping
CFA Honesty-Humility
CFA Emotionality
CFA Extraversion
CFA Agreeableness
CFA Conscientiousness
CFA Openness to Experience
Lampiran 4. Hasil Regresi SPSS
Regresi Bersama
Variables Entered/Removed
Variables
Entered
Model
1
Variables
Removed
Usia, HH, IP1, .
AG, EMO, P2,
Gender,
SUH,
ATH, CO, EX,
UHC, OE, HP,
P1, IP2a
Method
Enter
a. All requested variables entered.
Model Summary
Change Statistics
Model
1
R
.585a
Adjusted R
Square
R Square
.343
.263
Std. Error of the
Estimate
7.67310
R Square
Change
.343
F Change
4.331
df1
16
a. Predictors: (Constant), Usia, HH, IP1, AG, EMO, P2, Gender, SUH, ATH, CO, EX, UHC, OE, HP, P1, IP2
ANOVAb
Model
1
Sum of Squares
df
Mean Square
Regression
4079.435
16
254.965
Residual
7830.568
133
58.876
Total
11910.003
149
F
4.331
Sig.
.000a
a. Predictors: (Constant), Usia, HH, IP1, AG, EMO, P2, Gender, SUH, ATH, CO, EX, UHC, OE,
HP, P1, IP2
b. Dependent Variable: PWB
df2
133
Sig. F Change
.000
Coefficientsa
Unstandardized Coefficients
Model
1
B
Std. Error
(Constant)
9.610
10.140
HP
.109
.099
SUH
-.112
.104
ATH
-.028
UHC
.084
HH
Sig.
.116
1.100
.273
-.116
-1.080
.282
.097
-.024
-.290
.773
.089
.087
.944
.347
.225
.084
.217
2.667
.009
EMO
.151
.086
.140
1.770
.079
EX
.004
.095
.004
.045
.964
AG
.038
.091
.035
.416
.678
CO
.050
.094
.045
.530
.597
OE
.374
.104
.337
3.594
.000
Gender
-.705
1.428
-.037
-.493
.622
P1
-.180
1.965
-.010
-.091
.927
P2
-4.771
2.013
-.256
-2.370
.019
IP1
-5.237
2.302
-.294
-2.275
.025
IP2
-3.727
2.341
-.206
-1.592
.114
Usia
2.159
2.577
.063
.838
.404
Variables Entered/Removedb
2
3
4
5
6
7
8
t
.345
Regresi Proporsi
1
Beta
.948
a. Dependent Variable: PWB
Model
Standardized
Coefficients
Variables
Entered
CO, AG, HP,
EMO, ATH, HH,
EX, UHC, SUHa
OEa
Gendera
P1a
P2a
IP1a
IP2a
Usiaa
Variables
Removed
Method
.
Enter
.
.
.
.
.
.
.
Enter
Enter
Enter
Enter
Enter
Enter
Enter
a. All requested variables entered.
b. Dependent Variable: PWB
Model Summary
Model
1
dim
ensi
on0
R
R Square
.445a
.198
Adjusted R
Std. Error of
Square
the Estimate
.146
8.26146
Change Statistics
R Square
Change
F Change
df1
df2
Sig. F Change
.198
3.833
9
140
.000
2
.509b
.260
.206
7.96533
.062
11.603
1
139
.001
3
.512c
.262
.203
7.98060
.003
.469
1
138
.495
4
.536d
.287
.224
7.87423
.025
4.753
1
137
.031
5
.560e
.313
.248
7.75544
.026
5.229
1
136
.024
6
.571f
.326
.256
7.70965
.013
2.620
1
135
.108
7
.582g
.339
.265
7.66457
.013
2.593
1
134
.110
8
.585h
.343
.263
7.67310
.003
.702
1
133
.404
a. Predictors: (Constant), CO, AG, HP, EMO, ATH, HH, EX, UHC, SUH
b. Predictors: (Constant), CO, AG, HP, EMO, ATH, HH, EX, UHC, SUH, OE
c. Predictors: (Constant), CO, AG, HP, EMO, ATH, HH, EX, UHC, SUH, OE, Gender
d. Predictors: (Constant), CO, AG, HP, EMO, ATH, HH, EX, UHC, SUH, OE, Gender, P1
e. Predictors: (Constant), CO, AG, HP, EMO, ATH, HH, EX, UHC, SUH, OE, Gender, P1, P2
f. Predictors: (Constant), CO, AG, HP, EMO, ATH, HH, EX, UHC, SUH, OE, Gender, P1, P2, IP1
g. Predictors: (Constant), CO, AG, HP, EMO, ATH, HH, EX, UHC, SUH, OE, Gender, P1, P2, IP1, IP2
h. Predictors: (Constant), CO, AG, HP, EMO, ATH, HH, EX, UHC, SUH, OE, Gender, P1, P2, IP1, IP2, Usia
ANOVAi
Model
1
Regression
Sum of Squares
2354.772
Residual
149
Regression
3090.948
10
309.095
Residual
8819.055
139
63.446
11910.003
149
Regression
3120.789
11
283.708
Residual
8789.213
138
63.690
11910.003
149
3415.519
12
284.627
62.004
Regression
Residual
8494.484
137
11910.003
149
Regression
3730.034
13
286.926
Residual
8179.968
136
60.147
11910.003
149
Regression
3885.783
14
277.556
Residual
8024.220
135
59.439
11910.003
149
4038.097
15
269.206
58.746
Total
5
Total
6
Total
7
Regression
Residual
7871.905
134
11910.003
149
Regression
4079.435
16
254.965
Residual
7830.568
133
58.876
11910.003
149
Total
8
68.252
140
Total
4
Mean Square
261.641
9555.231
Total
3
9
11910.003
Total
2
df
Total
F
3.833
Sig.
.000a
4.872
.000b
4.455
.000c
4.590
.000d
4.770
.000e
4.670
.000f
4.583
.000g
4.331
.000h
a. Predictors: (Constant), CO, AG, HP, EMO, ATH, HH, EX, UHC, SUH
b. Predictors: (Constant), CO, AG, HP, EMO, ATH, HH, EX, UHC, SUH, OE
c. Predictors: (Constant), CO, AG, HP, EMO, ATH, HH, EX, UHC, SUH, OE, Gender
d. Predictors: (Constant), CO, AG, HP, EMO, ATH, HH, EX, UHC, SUH, OE, Gender, P1
e. Predictors: (Constant), CO, AG, HP, EMO, ATH, HH, EX, UHC, SUH, OE, Gender, P1, P2
f. Predictors: (Constant), CO, AG, HP, EMO, ATH, HH, EX, UHC, SUH, OE, Gender, P1, P2, IP1
g. Predictors: (Constant), CO, AG, HP, EMO, ATH, HH, EX, UHC, SUH, OE, Gender, P1, P2, IP1, IP2
h. Predictors: (Constant), CO, AG, HP, EMO, ATH, HH, EX, UHC, SUH, OE, Gender, P1, P2, IP1, IP2,
Usia
i. Dependent Variable: PWB
Coefficientsa
Model
Unstandardized Coefficients
B
Std. Error
13.421
9.009
Standardized
Coefficients
Beta
1.490
Sig.
.139
.112
-.068
.032
.187
.215
.171
-.056
-.064
.179
1.023
-.604
.374
2.084
2.492
2.117
-.649
-.829
2.057
.239
.308
.547
.709
.039
.014
.036
.518
.408
.042
.811
.099
.106
.099
.088
.086
.086
.093
.091
.096
.105
9.387
.123
-.110
.012
.088
.211
.128
-.062
.078
.106
.323
1.166
-1.005
.149
.970
2.545
1.622
-.747
.913
1.226
3.406
.327
.246
.317
.881
.334
.012
.107
.456
.363
.222
.001
.744
.118
-.104
.011
.071
.224
.132
-.071
.090
.114
.367
-.999
3.480
.099
.106
.100
.090
.087
.086
.093
.092
.096
.106
1.460
9.264
.126
-.108
.010
.074
.217
.122
-.064
.085
.103
.331
-.053
1.187
-.984
.115
.785
2.592
1.535
-.760
.979
1.187
3.457
-.685
.376
.237
.327
.908
.434
.011
.127
.448
.329
.237
.001
.495
.708
HP
SUH
ATH
UHC
HH
EMO
EX
AG
CO
OE
Gender
P1
(Constant)
.134
-.112
.018
.080
.201
.108
-.063
.070
.095
.379
-.640
2.924
6.949
.098
.105
.098
.089
.086
.086
.092
.091
.095
.105
1.450
1.341
9.249
.144
-.116
.015
.084
.194
.099
-.056
.066
.086
.342
-.034
.164
1.372
-1.070
.181
.902
2.331
1.254
-.679
.766
.995
3.614
-.442
2.180
.751
.172
.287
.856
.369
.021
.212
.498
.445
.321
.000
.660
.031
.454
HP
SUH
ATH
UHC
HH
.122
-.109
-.006
.067
.208
.097
.103
.097
.088
.085
.131
-.112
-.005
.070
.201
1.265
-1.051
-.059
.765
2.451
.208
.295
.953
.446
.016
1
(Constant)
2
HP
SUH
ATH
UHC
HH
EMO
EX
AG
CO
(Constant)
.105
-.066
.038
.180
.222
.185
-.063
-.069
.198
2.221
.102
.109
.103
.086
.089
.088
.097
.083
.096
9.288
3
HP
SUH
ATH
UHC
HH
EMO
EX
AG
CO
OE
(Constant)
.115
-.106
.015
.085
.219
.139
-.070
.083
.117
.358
3.066
4
HP
SUH
ATH
UHC
HH
EMO
EX
AG
CO
OE
Gender
(Constant)
5
t
.139
-.054
.064
.088
.392
-.959
-.429
-4.650
7.312
.086
.091
.090
.094
.103
1.435
1.973
2.033
9.198
.128
-.049
.060
.079
.354
-.050
-.024
-.249
6
EMO
EX
AG
CO
OE
Gender
P1
P2
(Constant)
1.620
-.600
.711
.934
3.791
-.668
-.217
-2.287
.795
.107
.550
.478
.352
.000
.505
.828
.024
.428
.145
-.130
-.003
.083
.210
.132
-.025
.049
.063
.399
-.917
-.162
-4.663
-2.172
12.222
.097
.103
.097
.088
.084
.085
.092
.090
.095
.103
1.427
1.969
2.021
1.342
9.639
.155
-.135
-.002
.086
.203
.122
-.023
.045
.056
.360
-.048
-.009
-.250
-.122
7
HP
SUH
ATH
UHC
HH
EMO
EX
AG
CO
OE
Gender
P1
P2
IP1
(Constant)
1.492
-1.257
-.030
.939
2.492
1.549
-.274
.539
.662
3.880
-.643
-.082
-2.307
-1.619
1.268
.138
.211
.976
.349
.014
.124
.785
.591
.509
.000
.521
.935
.023
.108
.207
.114
-.109
-.025
.095
.222
.145
-.015
.030
.055
.370
-.823
-.066
-4.748
-5.187
-3.765
9.610
.098
.104
.097
.088
.084
.085
.092
.090
.094
.104
1.420
1.958
2.010
2.299
2.338
10.140
.122
-.113
-.021
.099
.214
.134
-.013
.028
.049
.334
-.043
-.004
-.255
-.291
-.208
8
HP
SUH
ATH
UHC
HH
EMO
EX
AG
CO
OE
Gender
P1
P2
IP1
IP2
(Constant)
1.163
-1.049
-.256
1.081
2.633
1.705
-.159
.330
.581
3.565
-.580
-.033
-2.362
-2.256
-1.610
.948
.247
.296
.799
.282
.009
.091
.874
.742
.562
.001
.563
.973
.020
.026
.110
.345
HP
.109
.099
.116
1.100
.273
SUH
-.112
.104
-.116
-1.080
.282
ATH
-.028
.097
-.024
-.290
.773
UHC
.084
.089
.087
.944
.347
HH
.225
.084
.217
2.667
.009
EMO
.151
.086
.140
1.770
.079
EX
.004
.095
.004
.045
.964
AG
.038
.091
.035
.416
.678
CO
.050
.094
.045
.530
.597
OE
.374
.104
.337
3.594
.000
Gender
-.705
1.428
-.037
-.493
.622
P1
-.180
1.965
-.010
-.091
.927
P2
-4.771
2.013
-.256
-2.370
.019
IP1
-5.237
2.302
-.294
-2.275
.025
-3.727
2.159
2.341
2.577
-.206
.063
-1.592
.838
.114
.404
IP2
Usia
a. Dependent Variable: PWB
Download