Headline Fokus Utama Mieke Fokus Utama Headline Hanny Setia GAYA KEPEMIMPINAN BUKAN KARENA Gender Dunia HRD menempanya hingga menjadi salah satu srikandi kelistrikan Indonesia. Menurutnya, masih banyak hal yang bias dilakukan oleh pe­rem­ puan Indonesia dalam men­jawab peluang di sektor industri kelistrikan. Bagaimana Meike menyikapi hal ini? ERIKA PUTRI 18 S edari awal memilih bidang Human Resources Development (HRD), Meike Hanny Setia memang yakin bidang inilah yang menjadi garis kesuksesan karirnya, ditambah dukungan keluarga juga cukup kuat. Meike telah berkecimpung di bidang ini selama tujuh belas tahun dan saat ini memegang jabatan sebagai Country HR Manager PT ABB Sakti Industri. PT ABB Sakti Industri merupakan bagian ABB Group, perusahaan di bidang ketenagalistrikan dan otomatisasi, yang berperan dalam membantu utility, industri, transportasi dan infrastruktur dalam meningkatkan kinerja dan pada saat yang sama mengurangi dampak terhadap lingkungan. ABB Group beroperasi di seitar 100 negara dan di Indonesia mulai beroperasi sejak 1980an. Meike bergabung ke ABB sekitar dua tahun yang lalu. “Saya masuk ke ABB karena industri kelistrikan di Indonesia sangat menarik dan menyimpan potensi yang besar terlebih dengan masih banyaknya daerah yang belum tersambung listrik. Perusahaan ketenagalistrikan seperti ABB tentunya akan dapat berpartisipasi membantu pemerintah dalam melistriki Indonesia,” ujarnya ketika ditemui Listrik Indonesia di kantornya belum lama ini. Menurutnya salah satu tantangan terbesar di kelistrikan adalah jumlah tenaga kerja yang spesifik di sektor tersebut. “Ada riset dari asosiasi engineer yang menyebutkan bahwa ternyata Indonesia masih kekurangan engineer elektrik. Kebutuhan industri akan engineer masih jauh lebih besar dibandingkan jumlah lulusan sarjana elektro,” tambahnya. Menurutnya, hal ini sangat disayangkan, terutama ketika Indonesia punya kesempatan besar mengembangkan sektor kelistrikan harus terhambat dengan terbatasnya sumberdayamanusia (SDM). Sebagai bagian dari perusahaan global, ABB di Indonesia memiliki panduan dan strategi pengembangan sumber daya manusia yang diatur secara terpusat, namun tetap dengan mematuhi peraturan pemerintah Indonesia. “Misalnya dalam hal sertifikasi kompetensi yang wajib dimiliki karyawan, baik secara local maupun standar ABB, kami akan selalu dipenuhi. Secara lokal, kami akan terus berusaha memperkuat sumber daya manusia, baik dari segi kemampuan teknis dan manajerial,” ujarnya. Adanya proyek 35,000 MW yang digagas pemerintah tentunya membuka peluang bisnis bagi ABB, khususnya kesempatan berkarir bagi tenagakerja Indonesia. Edisi 50 | 20 Maret - 20 April2016 “Di ABB, kami mengembangkan beberapa program perekrutan baik bagi tenaga kerja profesional yang memilki pengalaman maupun juga bagi adik-adik yang baru lulus, seperti program GEP, Graduate Engineering Program. Mereka ditempatkan secara rotasi di beberapa unit bisnis ABB dan juga di kantor ABB di negara lain yang ditunjuk. Dengan begini, mereka mendapatkan pengalaman dan exposure bekerja dengan berbagai latar belakang budaya dan orang-orangnya,” ujarnya. Tidak Gender Alumnus Psikologi Universitas Indonesia (UI) dan S2 Manajemen PPM Business School ini tidak sepakat jika kepemimpinan seseorang ditentukan oleh gendernya. Menurutnya, memang banyak anggapan laki-laki lebih tegas atau perempuan jauh lebih teliti. “Saya tidak sepakat kepemimpinan berdasarkan gender. Gaya kepemimpinan lebih di tentukan oleh karakter setiap individu, budaya organisasi dan kerjasama tim itu sendiri,” tambah ibu tiga anak ini. Meike juga menekankan salah satu faktor yang paling berpengaruh terhadap gaya kepemimpinan perempuan adalah budaya masyarakat. “Tuntutan sosial terhadap perempuan di Indonesia lebih tinggi dari pada terhadap pria. Perempuan dituntut tetap bertanggungjawab mengurus keluarga di samping perannya sebagai seorang profesional, juga di komunitas sosial. Disini pentingnya kita sebagai perempuan memainkan peran kita untuk menjaga agar tetap seimbang,” tambahnya. Dari pengalamannya bekerja di berbagai industri, ia juga melihat saat ini p eluang perempuan berkarir, khususnya di engineering lebih terbuka. Banyak perusahaan, salah satunya ABB, yang tidak lagi mempermasalahkan gender. “Contohnya ketika kami memasang iklan lowongan pekerjaan, kami tidak lagi mensyaratkan harus pria atau wanita. Keduanya memiliki peluang yang sama. Kompetensilah yang akan menentukan keberhasilan,” tegasnya. Di ABB sendiri, komposisi pelamar laki-laki dan perempuan saatini 80% : 20%. Kedepannya memang harapanny adalah menyeimbangkan komposisi tersebut. Hanya saja lagi-lagi keterbatasan SDM dari universitas masih terlihat. www.listrikindonesia.com “Bagi sebagian lingkungan kerja, perbedaan gender kerap menjadi tantangan bagi karyawan perempuan, namun saya percaya begitu orang melihat kapabilitas kita, penilaian obyektif orang akan muncul dengan sendirinya, menepiskan perbedaan gender,” tambahnya. Meike sendiri, walaupun belum pernah mengalami diskriminasi gender di tempat kerja, terus berusaha membuktikan kapabilitasnya sebagai seorang profesional. Di masa depan seiring dengan besarnya potensi kelistrikan di Indonesia, Meike berharap sumber daya manusia di Indonesia juga akan terus meningkat baik dari segi kualitas dan kuantitas. “Sangat sayang kalau para ahli harus didatangkan dari luarnegeri, padahal ini satu kesempatan untuk orang Indonesia mendapat pengalaman dan penghasilan yang lebih baik,” ujarnya lagi. Ia juga menyayangkan jika generasi sekarang menghindari jurusan kelistrikan, apalagi ilmu ini peluangnya besar baik bagi lakilaki maupun perempuan,” tambahnya. Bagi karyawan perempuan, Meike berpesan untuk terus mengasah kompetensi mereka sehingga dapat berkarir mencapai posisi yang lebih tinggi dan menjadi pengambil keputusan di sektor industri kelistrikan. Dirinya sendiri mengaku mendapat dukungan yang optimal dari keluarga. “Bagi saya meniti karir itu menyenangkan, namun penting juga untuk menyeimbangkan karir dan keluarga. Tiap keluarga pasti punya challenge sendiri-sendiri, kita yang harus pintar dalam mengatur kompromi dan skala prioritas,” ujarnya. Meike juga mengakui bahwa produktivitas erat kaitannya dengan keluarga. “Sebisa mungkin saya membagi waktu secara adil. Apa yang jadi pekerjaan kantor, saya kerjakan di kantor, demikian juga bila di rumah, saya focus pada keluarga, walaupun saya tetap menjagai handphone tetap aktif. Saya harus punya quality time yang bagus juga untuk keluarga,” tutupnya. n Saya nggak sepakat kepemimpinan berdasarkan gender. Gaya kepemimpinan lebih ditentukan oleh kepribadian, gaya organisasi dan timnya itu sendiri. 19