pengelolaan agroekosistem dataran tinggi

advertisement
1
PENGELOLAAN AGROEKOSISTEM DATARAN
TINGGI
(MK. Manajemen Agroekosistem, smno.jurstnh.fpub.2013)
Ekosistem Dataran Tinggi = Highland ecosystem.
The interacting systems of the biological communities and their non-living
surroundings in regions of relatively high elevation, typically characterized by
decreased air pressure and temperature, reduced oxygen availability and
increased isolation. (Source: TOE / APD)
Ekosistem Pegunungan = Mountain ecosystem
Ekosistem Pegunungan sangat rentan (vulnerable), biasanya
sangat peka terhadap erosi tanah, tanah longsor dan kehilangan
habitat dan diversitas genetik. Berkembangnya fenomena
kemiskinan dan bertambahnya penduduk telah mengakibatkan
penggundulan hutan, budidaya pada lahan marjinal, kehilangan
biomasa vegetasi penutup tanah dan bentuk-bentuk degradasi
lingkungan. Karena terbatasnya pengetahuan tentang ekosistem
pegunungan, Agenda 21 telah menetapkan adanya database
tentang ekosistem pegunungan secara global. Data ini sangat
penting untuk program-program yang akan mengembangkan
ekosistem pegunungan yang lestari. Misalnya, pengembangan
DAS dan kesempatan kerja alternative bagi masyarakat yang
pencahariannya
berkaitan
dengan
degradasi
ekosistem
pegunungan (Sumber: WRIGHT)
Mountain and highland ecosystems are found in every continent, and
encompass an array of topography, flora and fauna as well as human cultural
differentiation. More than half the world's fresh water originates in the
mountains and the highlands. Managing the land and the water to meet the
growing domestic needs upstream and to serve the needs of downstream
countries is a major concern of many mountainous regions.
Generally plant and animal communities in the mountains and highlands are
more tolerant to stress because of the diversity of species with many survival
mechanisms. However, when damaged or stressed beyond a certain point or
when key species and soil are removed the mountainous ecosystems can
easily become fragile because they need long periods of time to recover.
Events that trigger large-scale landscape destabilisation are harmful to both
the people of the mountains and highlands and those living downstream. In
the past such events did not generally influence the development policies of
mountainous countries. As a result, highland farm communities in many
countries are enmeshed in a complex of expanding population, declining
resources, poverty and environmental degradation.
Di daerah dataran tinggi, praktek-praktek pertanian tradisional
“tidak lestari” karena meningkatnya tekanan penduduk dan
berubahnya tatanan system sosial. Ekosistem dataran tinggi juga
menunjukkan gejala degradasi yang progresif, dinyatakan oleh
berkuerangnya areal hutan, vegetasi rumput alamiah, biodiversitas
dan hara tanah. Dengan semakin meningkatnya ancaman
2
lingkungan global, pengelolaan sumberdaya alam senantiasa
dikaitkan dengan kelestarian sumberdaya alam dan keamanan
lingkungan.
Natural resources management should start with the analysis of factors
contributing to differences within production systems. Individual
components and their interactions at different production levels, e.g. farm
and community, region etc are also influenced by the socio-economic and
policy goals, and they need to be studied further. The long-term capacity to
provide for the household needs depends on the restorative power of the
natural resources available on the farm. Otherwise, the farmer has to
substitute resources or intensify use of other resources to make up for the
loss of productivity from one of them. Changes in soil resources, at the plot
level, affect the internal processes (including sub-surface) and therefore,
affect the production rate and stability of the type of land use. Activities
likely to have adverse effects on a broader scale will however become
important national concerns for the long-term use of the resources to meet
food security targets. Hence, one of the major challenges for resources
management research is to harmonise individual economic considerations
and individual resources use objectives with those of the entire community.
Agro-ecosystems bersifat kompleks, tetapi kompleksitasnya
disebabkan oleh adanya interaksi antara proses-proses ekologis
dengan social-ekonomis. Oleh karena itu, untuk mengevaluasi
agro-ecosystems dan untuk membantu memperbaiki system
tersebut, maka dampaknya terhadap manusia yang berhubungan
dengannya harus diperhatikan. Oleh kaena itu harus ada criteria
yang dapat digunakan untuk analisis pembandingan system dan
untuk menginterpretasikan perubahan bentang lahan yang terjadi
menurut waktu.
Praktek penggunaan lahan dan kendala
perbaikan produksi di dataran tinggi.
utama
untuk
Solusi-solusi teknologis telah diperoleh dari hasil-hasil kajian ilmiah
yang dilakukan pada sekala petak-percobaan, lahan usahatani dan
sekala usaha ternak. Akan tetapi pada setiap saat para petani
menggarap banyak petakan kecil-kecil lahan usaha yang tersebar
di seluruh bentang lahan.
Conventionally, highland ecosystems, like any other ecosystems, have been
viewed primarily as biophysical systems with geo-chemical and biological
functions or at best, as human production systems with product yields or
economic returns as the focus. However, changes occurring in one part or
'niche' of the highland ecosystem have impact not restricted to the highlands
and extends to the plains. Therefore, inter-relationships between biophysical
and human dimensions need to be integrated both spatially and temporally,
to identify ways to improve conditions of the ecosystems and human
welfare. There are no well tested and accepted methods to integrate
biophysical and socio-economic impacts of technology interventions.
3
Sumber:
http://www.ilri.org/InfoServ/Webpub/fulldocs/Aesh/highland.htm .....
diunduh 30/6/2011
Dengan mengenali dimensi-dimensi sumberdaya manusia, kebijakan, dan
dimensi teknis yang diperlukan untuk mengingkatkan hasil pertanian secara
lestari, maka dapat diadopsi suatu pendekatan holistic untuk riset dan kolaborasi
dengan sejumlah mitra kerja.
Potensi lahan dan praktek penggunaan lahan ternyata beragam dengan
ketinggian tempat dan kemiringan lerengnya. Paraketer ini juga menentukan
kendala-kendala utama untuk memperbaiki produktivitas dan degradasi
sumberdaya lahan. Beberapa kendala utamanya adalah:
 Penggenangan musiman membatasi penggunaan laha di daerah yang
rendah (lereng bawah)
 Fragmentasi lahan, hilangnya masa bero, keseimbangan negative hara
tanah, hasil tanaman dan pakan yang rendah, dan defisit pangan di
daerah lereng tengah
4

Karena semakin meningkatnya tekanan penduduk atas lahan untuk
budidaya tanaman, maka lahan dataran tinggi yang sangat miring
terpaksa diolah dengan risiko erosi tanah sangat besar.
Pilihan teknologi untuk perbaikan penggunaan lahan di dataran tinggi dan
dampaknya. Sumber:
http://www.ilri.org/InfoServ/Webpub/fulldocs/Aesh/highland.htm .....
diunduh 30/6/2011
Produktivitas lahan relatif rendah, penguasaan lahan sempitsempit, kebutuhan rumahtangga akan pangan dan pakan belum dapat
dicukupi oleh rata-rata produksinya dan potensi produksi bio-genetik
tanaman pangan / pakan / ternak belum dapat tercapai.
Intensification of land-use to increase feed production per unit land (in terms
of quality and quantity) and to minimise the effects of seasonal feed
availability, without affecting the food production potential of the land, is the
major challenge. Associations of food and forage crops have been achieved
by manipulating spatial and temporal resource sharing attributes of the crops
and forages.




Kajian-kajian ilmiah yang masih sangat diperlukan adalah:
Seleksi jenis-jenis tanaman hijauan pakan berdasarkan syarat
tumbuhnya
Penilaian pangsa sumberdaya (light, water dan nutrients) pada
berbagai asosiasi spatial dan temporer antara tanaman pangan
dan tanaman pakan
Praktek pengolahan tanah yang sesuai dengan alternative pola
tanam
Penilaian nilai kualitas dan kuantitas nutrisi dari hijauan pakan
pada berbagai periode/ fase panen
5

Alokasi penggunaan lahan rumahtangga untuk berbagai campuran
tanaman dan hijauan pakan untuk memenuhi keseimbangan
kebutuhan pangan dan pakan ternak.
INTEGRASI TANAMAN-TERNAK DI EKOSISTEM DATARAN
TINGGI
Integrasi tanaman-ternak untuk petani-petani kecil lahan miring
dataran tinggi mempunyai pertimbangan ekologis sangat penting.
System integrasi ini akan mempengaruhi pola aliran hara dan material
lainnya pada tingkat usahatani dan bentang-lahan, produktivitas
menyeluruh, transfer hama dan penyakit, konservasi tanah dan air, serta
emisi gas-gas rumah-kaca. Fungsi-fungsi ekologis ini harus
dipertimbangkan dalam disain dan manajemen integrasi tanaman-ternak
di lahan miring dataran tinggi, untuk memperbaiki produktivitas dan
kelestarian ekosistem dataran tinggi tropis yang rentan degradasi.
Model diagramatik toposequens agroekosistem (Cuc,L., K.Gillogly and A.T.Rambo, 1990)
(Sumber: http://www.agnet.org/library/eb/461/ ….. diunduh 2/6/2011)
6
Peranan ekologis integrasi tanaman-ternak
Dalam konteks Asia Tenggara dan daerah tropika basah pada
umumnya, ada dua prinsip dasar ekologi yang harus diperhatikan dalam
memahami implikasi dari integrasi tanaman-ternak di lahan miring dataran
tinggi.
1. Tanpa tutupan vegetasi yang memadai, lahan miring di daerah
tropika basah rentan terhadap erosi tanah. Lahan-lahan seperti
ini biasanya “tadah hujan” dan sering menderita kekurangan
air, dan menjadi kurang produktif dan tidak stabil. Ekosistem
yang paling stabil di daerah tropis lembab adalah ekosistem
hutan hujan tropis, yang multi strata, beragam, pelindung
tanah, hidrologi stabil, produktif dan protektif terhadap proses
ekologi lainnya. Pola integrasi yang secara ekologis bagus
adalah integrasi tanaman-ternak di Asia Tenggara yang mampu
meniru ekosistem orisinalnya.
2. Integrasi tanaman-ternak mengikuti struktur trophic-level dari
ekosistemnya, dimana tanaman mencerminkan produsen
primer dan ternak perumput atau herbivora. It therefore follows
the regular food chain, and energy and nutrient transfer
processes, characteristic of natural ecosystems.
Struktur trofik-level dalam system ternak-tanaman (Sumber:
http://www.agnet.org/library/eb/461/ ….. diunduh 2/6/2011)
Kerangka konsep ini membantu memberikan pemahaman yang
lebih baik tentang peranan ekologi integrasi tanaman dan ternak. Beberapa
fungsi ekologisnya yang paling signifikan adalah sebagai berikut.
7
Produksi Biomasa dan Produktivitas
Secara umum, integrasi tanaman-ternak dapat meningkatkan
produktivitas ekosistem. Produktivitas primer dapat dikaitkan dengan
komponen tanaman, ternak sebagai herbivora dapat menambah
produktivitas ekosistem, terutama jika mereka memanfaatkan sisa-sisa
panen atau limbah tanaman. Ternak dalam sistem pertanian rakyat sekala
kecil tidak hanya berfungsi untuk meningkatkan produksi pangan dan
pasokan protein, tetapi juga menyediakan bahan mentah, tenaga-kerja
hewan dan pupuk kandang, dan merupakan penyangga risiko dan menjadi
tabungan.
Aliran hara dan aliran energy di dalam ekosistem dataran tinggi. (Sumber:
http://www.agnet.org/library/eb/461/ ….. diunduh 2/6/2011)
Regulasi Aliran Hara dan Material
Sesuai dengan tingkat trofik dan prinsip ekologi rantai makanan,
integrasi tanaman-ternak akan menentukan pola siklus hara, serta aliran
materi dan energi dalam agroekosistem.
8
Komponen independen dari Sistem Pertanian dan keterkaitannya dengan komponen
lainnya dalam Agrosystem (Amir, P. dan H. Knipscheer, 1989)
(Sumber: http://www.agnet.org/library/eb/461/ ….. diunduh 2/6/2011)
Pola-pola aliran ini akan menentukan stabilitas dan sustainabilitas
agroekosistem lahan miring dataran tinggi. Kalau pola-pola aliran hara,
energy, dan material ini bersifat "tertutup" dan terintegrasi, maka
agroecosystem relatif lestari, dibandingkan dengan agroekosistem yang
aliran-alirannya tersebut bersifat “terbuka". Suatu agroekosistem terbuka
biasanya menyebabkan lebih banyak pencemaran, karena ia dicirikan oleh
besarnya erosi tanah dan pencucian unsure hara. Oleh karena itu, ia
mempunyai dampak eksternal lebih besar, dan memerlukan lebih banyak
input untuk memelihara productivitasnya jangka panjang.
9
Menentukan tingkat Biodiversitas
Integrasi
tanaman-ternak
umumnya
dapat
memperbaiki
biodiversitas agroekosistem dataran tinggi, dibandingkan dnegan
monokultur. Tingkat biodiversitas, dan kompatibilitas beragam tanaman
dan ternak dalam system usahatani, akan mempengaruhi stabilitas
produktivitas lahan marjinal dataran tinggi.
Karier Biotik untuk transfer Hama dan Penyakit
Integrasi tanaman-ternak, while regulating the flow of nutrients and
materials, also serves as a carrier of biotic elements which may affect the
spread of pests and diseases.
Mempengaruhi keseimbangan gas-gas yang penting secara
global
Integrasi tanaman-ternak memberikan kontribusi terhadap produksi
gas metana. Produksi metana oleh ternak adalah hasil dari aktivitas
bakteri anaerob dalam saluran pencernaan ternak pada saat melakukan
dekomposisi
bahan organik. Hewan ruminansia di seluruh dunia
memberikan kontribusi sekitar 15% dari emisi metana dunia. Sapi dan
kerbau mencapai sekitar 80% dari total metana yang dihasilkan oleh
hewan.
Implikasi Ekologis dari system Integrasi Tanaman-ternak
Pola Tanam dan Kompatibilitas Tanaman-Ternak
Sistem SALT yang dikembangkan di Filipina adalah contoh dari
sistem yang kompatibel dimana tanaman pagar legume mengontrol erosi
tanah dan merupakan sumber pupuk bagi tanaman yang ditanam pada
lorong di antara tanaman-pagar; dan hijauan pakan untuk kambing yang
dipelihara dnegan system cut-and-carry. Jika kambing dilepaskan untuk
merumput dengan bebas, maka vegetasi penutup tanah akan rusak,
menyebabkan erosi tanah dan hilangnya hara. Dalam kasus di DAS Phu
Wiang, Timur Laut Thailand, tanaman singkong ditanam di lereng atas
DAS menjadi sumber utama aliran hara ke luar DAS. Hal ini dapat
mengakibatkan degradasi kesuburan tanah. Dalam bentuk lain integrasi
tanaman-ternak ada di Asia Tenggara, seperti sistem integrasi kelapa
dengan ternak, kotoran sapi dapat menjadi habitat kumbang yang
menyerang tunas muda pohon kelapa. Kombinasi Tanaman-tanaman dan
tanaman-ternak akan mempengaruhi produktivitas dan keberlanjutan sistem
pertanian rakyat terpadu sekala kecil.
10
Estimasi aliran ke luar dari system pertanian untuk beberapa macam unsur hara
(Sumber: http://www.agnet.org/library/eb/461/ ….. diunduh 2/6/2011)
Aliran Hara dan Material
Integrasi tanaman-ternak di dataran tinggi berkontribusi pada siklus
hara dan material serta konservasi tanah dan air. Akan tetapi data hasil
penelitian di DAS Phu Wiang, Thailand timur-laut dan di VAC dataran
tinggi Vietnam menyatakan bahwa pola-pola penggembalaan ternak
mempengaruhi produktivitas lahan kering jangka panjang (Suan-Eapi
1987, Cuc et al. 1990). Kalau budidaya ternak berupa pemeliharaan ternak
di dataran tinggi dan dijual di dataran rendah, maka akan terjadi akumulasi
hara di dataran rendah sedangkan dataran tinggi akan mengalami
pengurasan. Pada jangka panjang hal seperti ini akan mengakibatkan
penurunan produktivitas lahan dataran tinggi. Pembuangan limbah ternak
ke sungai , seperti di Jawa Tengah, mengakibatkan pencemaran air
sungai.
Penyebaran Hama dan Penyakit
Penggembalaan ternak secara bebas, atau pemeliharaan ternak di
kandang, dapat berfungsi sebagai karier biotic hama dan penyakit. For
example, the manure of grazing livestock could serve as a carrier of
upland weed species when applied as fertilizer to home gardens or
lowland rice fields. Such weeds may become dominant on bunds, and get
dispersed into other ecosystems.
Emisi Gas-gas Global
Emisi gas metan dari ternak, terutama jenis ruminan,
menyumbangkan gas rumah kaca, penyebab terjadinya pemanasan
11
global. The level of methane emitted can be partially reduced by the use of
certain chemicals which suppress the activity of anaerobic bacteria in the
rumen of livestock, or by integrating non-ruminants into the farming
system.
Perubahan Pola Integrasi Tanaman-ternak
Integrasi tanaman-ternak di Asia Tenggara , terutama bagi petani
kecil , sedang mengalami perubahan yang cepat. Di dataran tinggi
Vietnam, kebijakan pemerintah adalah mempromosikan ekonomi pasar,
dan mengalokasikan lahan untuk petani dataran tinggi . Ini telah
meningkatkan penghijauan lahan dataran tinggi , karena para petani telah
didorong untuk menanam pohon buah-buahan untuk memenuhi
kebutuhan pasar . Peningkatan tutupan vegetasi di lahan berbukit ini telah
meningkatkan produktivitas dan konservasi tanah. Introduksi daya listrik ke
wilayah Wiang Phu, Timur Laut Thailand, telah memungkinkan keluarga
untuk menikmati fasilitas dan peralatan seperti televisi. Hal ini membuka
akses informasi baru tentang barang-barang komersial , termasuk bajaktraktor (lokal dikenal sebagai "kerbau besi"). Hal ini telah mengakibatkan
penggantian banyak kerbau oleh bajak-traktor, yang berarti ada
pengurangan produksi pupuk kandang kotoran kerbau. Karena kerbau
biasanya cenderung digembalakan oleh anak-anak, hal ini berarti
peningkatan waktu luang bagi anak-anak untuk kegiatan “belajar”.
Pola integrasi tanaman-ternak di daerah lahan miring dataran tinggi
dapat diubah oleh gaya-gaya kebijakan pemerintah, gaya-gaya pasar, dan
pola penguasaan lahan.
Hal-hal penting dalam Integrasi Tanaman-Ternak
Pola integrasi ternak-tanaman mempunyai implikasi ekologis yang
sangat kuat, untuk daerah-daerah yang lahannya miring. Oleh karena itu
direkomendasikan
hal-hal
berikut
dalam
perencanaan
dan
pengelolaannya.
 Pola integrasi harus menjamin kompatibilitas ekonomis dan
ekologis antara tanaman-tanaman dan tanaman-ternak, untuk
mendapatkan produkdi biomasa yang optimum dan
perlindungan lingkungannya.
 Keberlanjutan integrasi tanaman-ternak harus dinilai dalam
konteks aliran hara dan meterial pada tingkat daerah aliran
sungai, dan tidak pada tingkat petakan lahan usahatani.
 Crop-livestock integration should promote soil and water
conservation, nutrient conservation, and minimize the emission
of greenhouse gases, especially methane.
 In developing crop-livestock integration, the possible spread of
pests, diseases and polluting chemicals should be kept in mind,
and their potential impact on human health and welfare.
 An appropriate Environmental Impact Assessment Framework
should be developed for crop-livestock integration in
slopelands, of a kind that smallholders can use in their farm
planning. This framework should extend to monitoring and
evaluation at both a farm and watershed level, to ensure the
sustainability of the farming system.
12
Ghabru, S.K. and Pradeep Kumar. 2002. Land-Use Planning for Sustainable
Highland Farming in Western Himalayas. Archives of Agronomy and Soil Science.
Volume 48, Issue 4, 2002 . pages 385-394.
Dampak revolusi hijau telah meluas ke segala penjuru dunia,
terutama pertanian dataran rendah; sedangkan di daerah
pegunungan masih relative sulit tersentuh. Sistem pertanian
pegunungan dianggap lebih penting dibandingkan dengan
dataran rendah karena alasan-alasan kerentanan lingkungannya.
Pada dasarnya, pertanian merupakan komponen penting dari
semua system usahatani di pegunungan dan selain alas analasan ekonomi; kemandirian menjadi factor pentingnya.
Himachal Pradesh mempunyai total area geografis 55673 km2
dimana seluas 11322, 14645, 8901, 782, 2530 and 18164 km2
digunakan untuk pertanian, hutan, wastelands, perairan, lahan
rumput dan tertutup salju. Negara bagian ini mempunyai jumlah
penduduk enam juta jiwa dengan kepadatan penduduk berkisar 2
- 330 jiwa. Lahan-lahan budidaya kebanyakan termasuk kelas IV
dan lahan marjinal, yang peka terhadap ancaman degradasi oleh
agen-agen alamiah dalam situasi tidak ada pengelolaan yang
tepat.
A case study being conducted in Lahaul Valley, Himachal Pradesh has
shown the basic problems experienced by the farmers are: race against time
in agricultural operations because of single growing season, farming for
self-sustenance, a compulsion, small land holdings/limited arable land,
erosion threats to land resource, poor knowledge of production
technology, traditional farming methods, female illiteracy and, besides
others, heavy dependence on supportlands, forests and rangelands for fuel
and fodder. Being an aboriginal area, there have been hardly any large scale
scientific interventions in the past from the state agencies/institutions.
Lack of land resources database makes it even more difficult for the
planners.
Studi kasus ini menunjukkan bahwa hampir 85% lahan budidaya
ditanami tanaman biji-bijian, yang memberikan pendapatan
rendah kepada petani. Akan tetapi para petani tetap menanam
serealia untuk memenuhi kebutuhan pakan ternaknya. Tanaman
yang bernilai ekonomi tinggi seperti buah-buahan, sayuran, bijibijian dan tanaman obat hanya menempati kurang dari 15% total
lahan. Rataan penguasaan lahanya hanya 1.2 ha untuk 62% dari
total petani. Lembah tertutup dari dunia luar selama musim dingin
(October-March) pada saat salju lebat memutus jalan darat.
Petani hanya mempunyai satu musim tanam untuk memenuhi
kebutuhannya. Hal ini mengakibatkan tingginya tekanan atas
sumberdaya lahan dan juga mempengaruhi kesehatannya dan
kelestariannya.
Budidaya Kentang Dataran Tinggi
Kondisi lingkungan yang sesuai bagi tanaman kentang adalah
curah hujan rata-rata 1500 mm/tahun, lama penyinaran 9-10 jam/hari,
13
suhu optimal 18-21 °C, kelembaban 80-90% dan ketinggian antara 1.0003.000 m dpl. Struktur remah, gembur, banyak mengandung bahan organik,
berdrainase baik dan memiliki lapisan olah yang dalam dan pH antara 5,87,0.
Sumber: http://blogs.unpad.ac.id/thon043/2010/06/07/budidaya-kentang/ ….. diunduh
1/7/2011
14
PENGELOLAAN LAHAN DI DAERAH HULU DAS
Daerah aliran sungai (DAS) merupakan daerah yang menangkap
dan menyalurkan air hujan melalui alur-alur sungai; dan seringkali
dihantui oleh adanya ancaman banjir pada setiap tahunnya, khususnya
di musim penghujan. Sementara itu pada musim kemarau debit sungai
seringkali menjadi sangat kecil. Dengan demikian terjadi fluktuasi debit
sungai yang sangat besar antara musim kemarau dan musim penghujan.
Adanya fluktuasi debit sungai yang besar tersebut merupakan salah satu
indikator yang menunjukkan bahwa Daerah Aliran Sungai (DAS), telah
mengalami kerusakan. Daerah aliran sungai (DAS) ini pada dasarnya
adalah suatu wilayah daratan yang dibatasi oleh pembatas topografi
(punggung bukit) yang menerima dan menyimpan air hujan, dan
kemudian mengalirkannya melalui anak-anak sungai dan keluar pada
satu titik (outlet) melalui sungai utama.
Terjadinya limpasan air yang besar pada saat musim penghujan
menunjukkan bahwa DAS tersebut tidak lagi mampu menyerap curah
hujan yang ada sehingga air yang diterima sebagian besar langsung
dialirkan melalui aliran permukaan (run off) ke sungai. Terbatasnya
jumlah air yang masuk ke dalam tanah juga berdampak pada sedikitnya
jumlah air yang memasok air tanah (groundwater), sehingga pada musim
kemarau debit air sungai menjadi kecil. Disamping itu besarnya limpasan
permukaan dapat menimbulkan erosi, yang dicirikan oleh warna air
sungai yang keruh (tidak jernih). Pada kondisi DAS yang baik, fluktuasi
antara debit sungai di musim penghujan dan kemarau adalah kecil,
karena sebagian besar curah hujan dapat diserap ke dalam tanah,
sehingga aliran permukaan sangat kecil. Oleh karena itu aliran airnya
tampak jernih sebagai indikator bahwa lingkungan di DAS tersebut dalam
kondisi baik.
Sumber: luk.staff.ugm.ac.id/.../slide0098.htm ….. .... diunduh 14/6/2011
15
DAS sebagai sebuah ekosistem umumnya dibagi ke dalam 3
(tiga) daerah, yaitu daerah hulu, daerah tengah dan daerah hilir.
Ekosistem DAS bagian hulu merupakan bagian yang penting karena
mempunyai fungsi perlindungan fungsi tata air terhadap seluruh bagian
DAS. Keterkaitan daerah hulu dan hilir adalah melalui keterkaitan
biofisik, yaitu melalui siklus hidrologi. Hulu DAS merupakan tempat yang
sangat strategis, karena pada akhirnya penduduk di sekitar DAS pada
hakikatnya sangat tergantung pada berfungsinya secara optimal sungai
tersebut. Oleh karena itu dalam kajian pengelolaan DAS
ini lebih
difokuskan pada penelaahan pengelolaan lahan di bagian hulu.
Sumber: temp1o0whnjao4qhs.blogspot.com/2009/12/daur-h... .... diunduh
16/5/2011
Ekosistem Lahan di DAS Hulu
Ekosistem lahan di DAS Hulu pada umumnya dipandang sebagai
suatu ekositem pedesaan yang terdiri dari empat komponen utama, yaitu
desa, sawah/ladang, sungai dan hutan. Interaksi dari
keempat
komponen tersebut akan berdampak pada output yang akan dihasilkan,
yaitu air, dalam hal ini sungai, dalam bentuk debit dan kualitas air.
Desa merupakan komponen sentral dalam pengelolaan DAS,
antara lain dikarenakan faktor manusia di dalamnya. Pertumbuhan
jumlah manusia mengakibatkan ketidak seimbangan perbandingan
antara lahan pertanian dan kepemilikan lahan pertanian. Dengan kondisi
dimana lapangan kerja semakin terbatas serta ketrampilan terbatas
berdampak pada kecilnya pendapatan petani. Hal tersebut sering
menyebabkan terjadinya perambahan hutan dan lahan marjinal yang
berakibat pada menurunnya kualitas lingkungan. Kondisi inilah yang
16
kemudian mengakibatkan terjadinya peningkatan aliran permukaan, erosi
dan muatan sedimen yang berdampak pada penurunan kualitas air dan
terjadinya fluktuasi debit sungai pada musim kemarau dan musim
penghujan. Peningkatan aliran permukan ini dipicu pula perubahan tata
guna lahan, dimana daerah yang semula berfungsi sebagai daerah
penampung dan penyerap air hujan telah berubah fungsi sebagai daerah
hunian, industri dan lainnya. Perubahan tersebut dipicu oleh
pengembang atau individu yang melihat peluang ekonomi kawasan yang
dapat dikembangkan sebagai kawasan pemukiman.
Matahari
Hutan
Desa
Sawah/
ladang
Tumbuhan
Tanah
Manusia
Air
Sungai
Debit/Lumpur/Unsur hara
Hewan
17
Sumber: www.litbang.deptan.go.id/berita/one/753/ …… .... diunduh
14/6/2011
Penyebab utama terjadinya perambahan hutan dan kerusakan
lingkungan biasanya dikaitkan dengan alasan “ekonomi”. Alasan
ekonomi ini tidak hanya terkait dengan kelaparan dan kemiskinan, tetapi
juga menyangkut masalah “kerakusan” untuk memperoleh daerah yang
strategis. Jika dikaitkan dengan kerusakan lingkungan di DAS Hulu
sangatlah relevan, di satu sisi adanya tekanan eknomi bagi masyarakat
di pedesaan, di sisi lain terjadinya perubahan tataruang akibat alih fungsi
lahan dari lahan pertanian menjadi pemukiman dan bangunan lainnya.
Permasalahan inilah yang akan menjadi fokus bahasan dalam rangka
pengelolaan DAS di bagian hulu.
Dengan mengacu pada indikator kerusakan suatu DAS, yang
dicirikan oleh Rasio debit sungai maksimum dan minimum, koefisien
limpasan, erosi dan sedimentasi, muka air tanah dan debit mata air;
beberapa indikator telah menunjukkan bahwa DAS Hulu telah mengalami
kerusakan, yaitu antara lain :
a. Nilai koefisien limpasan DAS
telah mencapai 60-70%,
dengan mengacu pada debit sungai yang mencapai 2.500
mm/tahun dan curah hujan rata-rata 3.500 mm/tahun. Data
dari hidrograf menunjukkan bahwa koefisien aliran permukaan
berkisar antara 60-75%.
b. Rasio debit air sungai maksimum dan minimum
Rasio debit air sungai maksimu dan minimum mencapai 145
: 1 yang menunjukkan ancaman kekeringan dan turunnya
muka air tanah yang tajam pada musim kemarau. Angka
tersebut telah sangat jauh melebihi batas wajar yang aman.
c. Debit maksimum
Terjadinya perubahan tataguna lahan di DAS
telah
meningkatkan debit puncak (maksimum).
d. Erosi dan sedimentasi
18
Secara kumulatif laju erosi yang terjadi di DAS Hulu dapat
mencapai 20 ton/ha/tahun, dengan indeks erosi sebesar 1,30
(lebih besar dari 1), dengan kehilangan lapisan tanah akibat
erosi sebesar 1,5 mm/tahun.
e. Debit mata air
Telah terjadi penurunan debit mata air, khususnya
pemanfaatan oleh PDAM sebesar 5-15%
Kondisi di atas mencerminkan bahwa DAS Hulu perlu mendapat
perhatian dan penanganan serius. Dengan mengacu pada konsep
pendekatan ekosistem DAS yang berbasis desa, kondisi lapangan yang
ada dan data yang tersedia, kerusakan yang terjadi di DAS
Hulu
disebabkan antara lain oleh :
a. Luasan hutan yang semakin kecil akibat
terjadinya
perambahan hutan dan perubahan hutan menjadi lahan
pertanian, yang berdampak pada meningkatnya aliran
permukaan dan berkurangnya kapasitas tanah untuk
menyimpan air
b. Beralih-fungsinya lahan-lahan pertanian menjadi areal
pemukiman & hotel, yang juga berdampak pada
meningkatnya aliran permukaan
c. Budidaya pertanian yang tidak mengacu pada kaidah
konservasi, yang berdampak pada meningkatnya erosi
Analisis Permasalahan
Dalam menganalisis DAS, output yang diharapkan adalah
tersedianya air dalam jumlah yang memadai dengan fluktuasi yang kecil
antara musim penghjan dan musim kemarau serta kualitas air yang baik.
Dalam pengelolaan DAS, perlu mempertimbangkan aspek-aspek
sosial, ekonomi, budaya dan kelembagaan yang beroperasi di dalam dan
di luar DAS. Artinya, pendekatan teknis saja melalui berbagai kegiatan
yang terkait dengan konservasi tanah, hutan dan air saja tidak cukup,
diperlukan pendekatan lainnya dalam mendukung aspek pendekatan
teknis. Keterpaduan dalam pemulihan, penyelamatan, pelestarian dan
pemanfaatan potensi sumber daya alam dan lingkungan DAS secara
optimal yang akan memberikan keuntungan ekologis, ekonomis maupun
sosial dikenal dengan pendekatan bioregional. Hal ini mengacu pada
keharmonisan hubungan manusia dengan alam dan lingkungannya.
Dalam pendekatan ini berkembangnya sosio-teknosistem cenderung
akan mendesak keberadaan ekosistem suatu DAS. Sosiosistem
ditelusuri melalui pola hidup masyarakat, tingkat pengetahuan dan
pendidikan, kesehatan, pendapatan perkapita dan tingkat kepedulian
terhadap potensi sumberdaya alam dan lingkungannya. Sedangkan
teknosistem ditelusuri berdasarkan aspek penggunaan tanah baik untuk
penerapan teknologi budidaya, industri, maupun pemanfaatan lainnya
yang erat kaitannya dengan konservasi tanah.
Pola dasar sistem penyelesaian baik secara fisik maupun
ekonomi yang dilakukan selama ini menunjukkan hanya sebatas
penyelesaian sementara antara lain dengan pengerukan dan normalisasi
19
sungai, penghijauan sporadis, pemberian ijin perubahan fungsi lahan
untuk kawasan permukiman yang tidak didasarkan pertimbangan
kepentingan sektor lain dan keseimbangan lingkungan. Oleh karena itu
Master Plan suatu DAS yang sudah ada mudah mudahan dapat
digunakan sebagai acuan Pemerintah Kota/ Kabupaten dalam
melaksanakan program pembangunan di daerahnya termasuk program
berbagi pendanaan yang secara diagramatis dapat dikemukakan pada
gambar berikut ini
Shifting the Burden
S/+
Program bersifat
tahunan dan
hanya
mengandalkan
dana APBN dan
APBD
B1
Penanganan DAS
belum dilakukan
secara komprehensif
dan terpadu
S/+
B2
Penetapan Master
Plan DAS untuk
menjamin alokasi
dana dan program
sharing
pendanaan serta
dasar pemberian
ijin kawasan
S/+
O/-
R
Ketergantungan
pada APBN dan
APBD
O/-
O/-
Sehubungan dengan hal itu pendekatan dalam menjawab
permasalahan DAS Hulu dikelompokkan kedalam 4 (empat) pendekatan,
yaitu pendekatan (a) teknis biofisik, (b) teknis fisik, (c) sosial ekonomi,
dan (d) kebijakan.
a. Pendekatan teknis biofisik.
Merupakan pendekatan pada aspek biofisik, dengan penekanan
pada pengembangan kultur teknis, pola tanam, pilihan komoditas yang
akan dikembangkan yang terkait dengan sistim usahatani yang
berkelanjutan.
1. Pertanian hutan (agroforestry)
Merupakan suatu sistim usaha tani yang telah lama dipraktekan
di Negara-negara berkembang dan sangat relevant dengan kondisi
sosial-ekonomi masyarakat di negara-negara berkembang. Sistim
20
pertanian-hutan pada prinsipnya merupakan suatu sistim usaha tani atau
penggunaan tanah yang mengintegrasikan tanaman tahunan berkayu di
atas lahan yang sama dengan tanaman rendah (semusim) secara spatial
dan atau temporal.
Sumber: sgp.undp.org/.../1558/agroforestry_system.html …..... diunduh
14/6/2011
Dengan demikian sistem ini merupakan penggunaan tanah
terpadu dengan mengakomodasikan aspek ekologi dan ekonomi, dan
sesuai untuk tanah-tanah marjinal dan sistim masukan rendah. Pertanian
hutan dapat memadukan bermacam-macam tanaman yang masingmasing memiliki fungsi konservasi tanah dan air, maupun fungsi
pendukung ekonomi masyarakat. Sistem usaha tani pertanian-hutan ini
dapat dikelompokkan ke dalam :
Kebun Pekarangan
Merupakan kebun campuran yang tidak teratur antara
tanaman tahunan (buah-buahan) dan tanaman semusim di
sekitar pekarangan dengan fungsi penyediaan karbohidrat,
vitamin dan mineral, serta obat-obatan sepanjang tahun
21
Sumber: www.agnet.org/library/bc/48005/ ….. .... diunduh 14/6/2011
Talun-kebun
Merupakan pertanian-hutan tradisional dimana berbagai
macam tanaman ditanam secara spatial dan urutan temporal.
Lokasinya jauh dari pekarangan, dengan fungsi (1)
penyediaan subsisten karbohidrat, protein, vitamin dan
mineral, (2) produksi komoditas komersial, (3) konservasi
tanah dan genetic, (4) sosial (penyediaan kayu baker bagi
desa, (5) peningkatan ekonomi masyarakat dari hasil
komoditas komersial. Pertanian talon-kebun ini telah berhasil
dikembangkan di daerah Jawa Barat.
22
Sumber: www.leeds.ac.uk/.../Vanga,%20web%20English.htm .... diunduh 14/6/2011
Tumpang sari
Tumpang sari bertujuan untuk mengintensifkan kegiatan
Pertanian, pemanfaatan sumber daya secara optimal, serta
menyelamatkan sumber daya lahan dan air, serta mengurangi
resiko kegagalan panen (Direktorat Pengembangan Usaha,
2003). Prinsip tumpang sari adalah keanekaragaman
vegetasi, dengan penanaman bermacam-macam tanaman,
berupa tanaman keras/ kayu-kayuan dan buah-buahan,
dengan intercrop tanaman semusim seperti tanaman pangan,
tanaman obat-obatan, tanaman penutup dll.
Sumber: ifgtb.icfre.gov.in/ifgtb-pic/flucc/pages/Casu... .... diunduh 14/6/2011
23
Rumput-hutan
Merupakan usahatani campuran antara kehutanan dan
peternakan (sylvopasture), dimana rumput ditanam di bawah
pohon damar, pinus dan Albisia sp. Pengembangan system
ini dapat berhasil di daerah yang petaninya mempunyai
ternak, tapi tidak ada ladang untuk penggembalaan. Selain
sebagai pakan ternak, rumput berfungsi sebagai pencegah
erosi yang ditanam sebagai penutup tanah, penguat teras
dan guludan serta penguat tebing-tebing pada tanah yang
miring. Dalam usaha Pertanian, rumput dapat dimanfaatkan
sebagai mulsa dan pupuk kompos.
Sumber: www.glci.org/GLCI%20Newsletters/SeptOct99.htm.... diunduh 14/6/2011
Pertanaman lorong
Merupakan penanaman tanaman semusim atau tanaman
pangan di lorong antara barisan pagar tanaman pohon.
Tanaman pagar dijaga agar tetap rendah agar tanaman
semusim tidak ternaungi, kecuali jika tidak ada tanaman
semusim maka tanaman pagar dibiarkan tumbuh bebas. Pada
tanah yang berlereng, tanaman pagar dan tanaman semusim
ditanam mengikuti kontur agar erosi dapat tercegah dengan
baik.
Sistem usahatani pertanian-hutan ini merupakan system
usahatani tradisional yang telah dikenal oleh masyarakat namun telah
dilupakan, tetapi ternyata efektif untuk mengatasi berbagai masalah
kerusakan lingkungan di negara-negara berkembang akibat adanya
pertambahan penduduk. Disamping itu, hasil usaha pertanian tersebut
sekaligus dapat meningkatkan pendapatan masyarakat.
24
2. Reboisasi
Reboisasi merupakan upaya untuk penghutanan kembali
(penanaman kembali) hutan-hutan yang telah rusak dengan tanaman
hutan, atau pada daerah-daerah yang berlereng curam dimana faktor
erosi dapat terjadi. Upaya reboisasi ini dapat berhasil apabila masyarakat
di sekitar hutan terlebih dahulu diberdayakan. Pemilihan pohon untuk
reboisasi hendaknya memperhatikan faktor ekologidan faktor ekonomi
serta faktor sosial penduduk di sekitarnya. Khusus untuk reboisasi tanah
gundul, disamping dipilh jenis tanaman yang bernilai juga harus cepat
tumbuh, sehingga mampu menahan dan mengawetkan tanah dan air.
3. Penghijauan
Merupakan upaya penanaman pohon-pohonan di lahan-lahan di
luar kawasan hutan. Tujuannya adalah untuk meningkatkan pendapatan
masyarakat dan sekaligus mengawetkan lahan (mengurangi terjadinya
erosi). Penghijauan akan efektif bila diarahkan pada penanaman
tanaman pohon yang bernilai ekonomis, seperti buah-buahan.
Pemerintah pada saat ini tengah menggalakkan Gerakan Nasional
Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GNRHL), dimana tanaman buah-buahan
menjadi salah satu pilihan yang digunakan untuk penghijauan. Pada
penerapan program ini peran dan partisipasi masyarakat perlu dilibatkan
sejak awal perencanaan, sehingga dapat dikembangkan komoditaskomoditas yang sesuai dengan harapan petani, khususnya yang
mempunyai nilai ekonomis tinggi serta baik untuk konservasi lahan.
Penghijauan dapat dilaksanakan pada jalur penyangga, jalur hijau dan
daerah aliran sungai, sebagai berikut :
o
o
Penghijauan pada daerah penyangga
Penghijauan dilakukan pada daerah perbatasan antara hutan
dengan pemukiman masyarakat atau areal budidaya
tanamanm yang dinamakan daerah pengangga hutan (buffer
zone), yang cukup rentan terhadap timbulnya permasalahan
lingkungan. Derah ini merupakan pintu masuk bagi
masyarakat kawasan hutan, oleh karena itu pengembangan
dan pengelolaan buffer zone dengan penanaman komoditas
komersial seperti buah-buahan sangat penting, sehingga
dapat mencegah dan mengurangi minat masyarakat untuk
merambah hutan.
Penghijauan pada jalur hijau/ koridor
Penghijauan
dilakukan
di
daerah
“antara”
yang
menghubungakan hutan dengan pemukiman. Daerah koridor
ini sebaiknya ditanam bermacam-macam tanaman yang
mempunyai nilai ekonomi. Disamping untuk meningkatkan
pendapatan masyarakat, keaneka ragaman tersebut sebagai
relung kehidupan fauna, sehingga tidak terjadi proses
pemutusan flora dan fauna dari ekosistem hutan ke daerah
budidaya tanaman.
4. Sistem perkebunan/ mokokultur
Merupakan penanaman satu jenis komoditas tanaman dengan
maksud untuk meningkatkan produksi dan produktivitas dalam usaha
25
tani. Komoditas yang dikembangkan adalah komoditas tanaman pohon,
yang mempunyai sistem perakaran yang dalam, seperti tanaman buahbuahan, disamping juga mempunyai nilai ekonomi yang tinggi Biasanya
menggunakan input sarana produksi yang tinggi (intensifikasi). Dalam
penanaman monokultur perlu diikuti oleh upaya konservasi antara lain :
o Pada lahan yang bergelombang/ miring perlu pembuatan
teras-teras dan guludan untuk menghambat aliran permukaan
air dan mengurangi erosi, serta menampung dan
menyalurkan aliran air dengan kekuatan yang tidak merusak.
o Pengolahan tanah minimum, dilakukan secara terbatas/
seperlunya pada lobang tanam saja
o Tanaman utama misalnya komoditas buah-buahan seperti
jeruk, durian, mangga dll, pada teras ditanam menurut sabuk
gunung atau memotong lereng
o Penanaman rumput-rumputan pada guludan dan lerenglereng/ tebing untuk mencegah erosi
Sumber: www.trivago.com/.../picture-i303841 .... diunduh 14/6/2011
5. Penanaman rumput
Selain sebagai tanaman penutup, rumput juga berperan sebagai
tanaman penguat teras dan guludan. Jenis tanaman rumput yang
dianjurkan ialah rumput gajah, rumput kolonjono dan rumput bahi
(Paspalum notatum).
Tempat penanaman rumput dapat di galengan/pematang, talud
teras, dinding dan dasar saluran pengairan, serta di tebing-tebing sungai.
Sedangkan cara penanamannya dapat dilakukan secara rapat, secara
barisan menurut arah kontur, atau secara berselang-seling menurut arah
lereng. Tanaman rumput harus disulam terus menerus sehingga rapat
26
dan dipangkas secara periodik untuk mencegah supaya tidak menjadi
sarang tikus.
6. Penanaman menurut kontur
Penanaman menurut kontur berarti penanaman dilakukan
menurut sabuk gunung atau memotong lereng. Cara ini dilakukan pada
tanah-tanah yang berlereng dengan membuat guludan-guludan
Sumber: knol.google.com/k/soil-conservation-then-and-now …..
diunduh4/5/2011
b. Pendekatan teknis fisik
Merupakan pendekatan yang mengacu pada pembangunan
sarana dan prasarana bangunan dalam rangka pengendalian banjir
(limpasan air sungai)
1. Channel reservoir
Merupakan upaya untuk menampung, menyimpan dan
mendistribusikan air di alam, dengan membendung aliran air di sungai,
sehingga air tersebut dapat mengalir ke samping dan mengisi reservoir.
Pola ini mengacu pada pengembangan sistim sawah teras bertingkat.
Terdapat 3 (tiga) manfaat yang dapat diperoleh, yaitu : (a) menampung
sebagian besar volume air hujan dan aliran permukaan, (b) menurunkan
kecepatan aliran permukaan, (c) peningkatan cadangan air tanah.
2. Pemanenan Air (Water harvesting)
Merupakan upaya penampungan air aliran permukaan melalui
pembangunan waduk-waduk kecil. Teknologi ini telah dikembangkan di
27
Gunung kidul dengan ukuran waduk yang mampu menampung air
sejumlah 300 m3 (20 m x 5 m x 3 m). dan dapat mengurangi volume dan
kecepatan aliran air permukaan, menyimpan air untuk musim kemarau.
Pembuatan waduk-waduk kecil dalam jumlah yang banyak, jika
diterapkan di DAS Hulu akan mampu meretensi air dan mengurangi
volume air yang dialirkan melalui aliran permukaan.
Sumber: edaa.in/Members/edea/rain-water-harvesting/ ….. diunduh 20/6/2011
3. Pembangunan sumur resapan
Salah satu penyebab terjadinya peningkatan aliran air permukaan
di DAS Hulu adalah akibat terjadinya alih fungsi lahan dari lahan
pertanian menjadi areal pemukiman. Dengan demikian air hujan yang
jatuh tidak dapat diserap oleh tanah tetapi air mengalir dari permukaan
beton atau aspal menuju saluran (parit), dan selanjutnya menuju
sungai. Untuk itu agar mengurangi air yang melimpas tersebut diperlukan
pembuatan sumur-sumur resapan di setiap bangunan, yang mampu
menyimpan/menahan air yang jatuh dari talang-talang bangunan agar
tidak melimpas, tetapi dapat mengisi air di dalam tanah.
28
Sumber: www.southeastexcellence.co.uk/.../?/789/Water/ ….. diunduh 5/6/2011
Teknologi resapan air dapat dikembangkan dengan beragam
model, misalnya dengan “sistem drainase air hujan berwawasan
lingkungan”. Akhir akhir ini dikeluhkan adanya intrusi air laut jauh ke
wilayah daratan yang akan mengakibatkan defisit air di beberapa wilayah
khususnya kota kota di pulau Jawa. Dengan system tersebut dan di
padukan dengan upaya reboisasi di daerah hulu dan penataan pola
konsumsi air yang benar maka kekhawatiran kekurangan sumber air
bersih akan dapat dihindarkan.
Sistem drainase air hujan berwawasan lingkungan pada
prinsipnya adalah sistem sumur resapan yang telah dikemukakan diatas
yakni dimulai dari masing masing rumah/ tempat bermukim dengan cara
menampung air hujan yang jatuh di atap atau diperkerasan untuk tidak
dialirkan langsung ke system drainase perkotaan/ sungai melainkan
dialirkan kedalam sumuran yang di buat di setiap halaman rumah atau
hamparan terbuka baik secara individual maupun secara kolektif. Cara
tersebut dimaksudkan untuk menampung air yang berkualitas dapat
meresap kembali ke dalam tanah.
Konstruksi sumur resapan seperti halnya sumur gali yakni dengan
dinding perkuatan di bagian atas dan ruang sumur dibagian bawah di
rencanakan kosong untuk menampung air sebanyak mungkin. Manfaat
yang diperoleh dari system ini antara lain :
 Mencegah intrusi air laut untuk perkotaan daerah pantai
 Mereduksi dimensi jaringan drainase perkotaan
 Menghindari kemungkinan terjadinya banjir di daerah hilir
 Menurunkan konsentrasi pencemaran air tanah
 Mempertahankan tinggi muka air tanah
 Melestarikan teknologi tradisional
 Meningkatkan peran serta masyarakat
 Membudayakan pola pikir pelestarian lingkungan
29
Disain sumur resapan tersebut disesuaikan dengan : debit air
yang mungkin dapat di tampung di sumur resapan, faktor geometrik,
durasi aliran, radius sumur.
4. Transfer air antar DAS (water transfer from basin to basin)
Merupakan upaya untuk menurunkan debit maksimum (peak
discharge) dan waktu puncak (time to peak discharge), dengan
mengalirkan air dari sungai ke sungai Cisadane melalui pembangunan
saluran (sodetan), yang kini telah menjadi salah satu bahan
pertimbangan pemerintah dalam mengatasi banjir di DKI Jakarta akibat
melimpahnya volume air sungai .
5. Konservasi mekanik lahan
Konservasi cara mekanik menggunakan sarana fisik seperti batu,
tanah dll, yang bertujuan untuk memperlambat aliran permukaan dan
mengurangi erosi, serta menampung dan menyalurkan aliran permukaan
dengan kekuatan yang tidak merusak. Menurut Direktorat Tanaman
Buah (2001) dikenal beberapa teknik konservasi mekanik lahan untuk
usaha pertanian sebagai berikut :
o Pengolahan tanah menurut kontur/ memotong lereng
Pengolahan tanah yang dilakukan menurut kontur atau sabuk
gunung, baik dengan pembajakan, pencangkulan atau
perataan, sehingga terbentuk alur-alur dan jalur-jalur
tumpukan tanah yang searah dengan kontur. Alur tanah
tersebut akan merupakan penghambat erosi. Pengolahan
tanah menurut kontur ini sebainya diikuti dengan penanaman
dalam baris-baris memotong lereng.
Sumber: bensoninstitute.org/.../LandPreparation.asp ….. diunduh 2/6/2011
30
o
o
Pembuatan guludan, teras, dan saluran/ pembuangan air.
Beberapa cara dikenal guludan biasa, teras (teras guludan,
teras kredit/sederhana dan teras bangku). Sedangkan saluran
air berupa saluranpembuangan dan got buntu/rorak.
Guludan biasa
Guludan biasa dibuat pada lahan dengan kemiringan lereng
dibawah 6%, dimaksudkan untuk aliran permukaan yang
mengalir menurut arah lereng. Dibuat menurut kontur, sedikit
miring yang menuju saluran pembuangan. Pada guludan
sebaiknya ditanami rumput penguat guludan dan tanaman
tahuan penguat teras seperti lamtoro.
o
Teras guludan dan teras kredit
Teras guludan dibuat pada lahan dengan kemiringan lereng
6-15%, arah memanjang sejajar kontur dan menuju ke
saluran. Teras kredit merupakan penyempurnaan dari teras
guludan yang memungkinkan daya tampung lumpur lebih
besar lagi.
o
Teras bangku
Teras bangku dibuat pada lahan dengan kemiringan lereng 830%. Teras bangku memiliki bentuk khas, antar bidang olah
teras dibatasi oleh terjunan. Teras bangku terdiri dari
beberapa bagian utama yaitu bidang olah, talut, guludan atau
galengan dan saluran pembuangan air.
Sumber: nzdl.sadl.uleth.ca/cgi-bin/library.cgi?e=d-00... diunduh 1/6/2011
31
o
Saluran/pembuangan air
Untuk mengatasi genangan air dan mengatur jalannya air
perlu dibuat saluran air. Pembuatan saluran pembuangan air
dilakukan untuk mengendalikan air sehingga tidak merusak
teras, guludan dan untuk meningkatkan presapan air ke
dalam tanah. Saluran air dibuat pada tempat-tempat yang
terjadi akumulasi air hujan dan air tsb dialirkan menuju
saluran pembuangan air alami. Pada permukaan saluran
perlu ditanami rumput.
Pada tempat yang memiliki ketinggian yang berbeda, perlu dibuat
bangunan terjunan air yang diberi penguat dengan batu, bambu atau
kayu. Dengan demikian air yang mengalir turun tidak akan mengikis
tanah yang menimbulkan longsor.
Dikenal saluran air yang buntu, yang disebut rorak. Rorak dibuat
untuk menampung air hujan yang jatuh dan air aliran permukaan dari
bagian atas, sehingga tanah-tanah yang tererosi dari bagian atasnya
diendapkan pada rorak dan tidak hanyut/hilang terbawa air. Setelah rorak
penuh endapan tanah erosi, digali lagi dan tanah diratakan pada bidang
olah teras.
c. Pendekatan Sosial & Ekonomi
Merupakan pendekatan dari sisi pemberdayaan masyarakat di
dalam DAS dalam menjaga dan memelihara lahan, yang sekaligus
sebagai sarana dalam mengembangkan usaha ekonomi
1.
Pemberdayaan Masyarakat
Karena pemberdayaan masyarakat merupakan inti dan sekaligus
tujuan setiap proses pengembangan masyarakat (community
development), maka kerangka berpikir pemberdayaan masyarakat akan
sepenuhnya terkait dengan pengembangan masyarakat. Dalam hal
pemberdayaan masyarakat dalam konsep pembangunan ini, istilah
pengembangan atau pembangunan masyarakat tetap menekankan pada
pendekatan swadaya. Karena itu pengembagan masyarakat perlu
dibangun di atas realitas masyarakat.
Pada dasarnya pengembangan masyarakat yang dibangun di
atas realitas diyakini akan lebih mampu menjamin pemberdayaan
masyarakat, yakni proses untuk membina kemampuan masyarakat untuk
mewujudkan daya kerjanya dalam memperbaiki martabat dan kedudukan
sendiri.
Ada 4 (empat) strategi yang dapat digunakan dalam melakukan
pemberdayaan yaitu:
o Strategi fasilitas, strategi ini dipergunakan ketika kelompok
atau sistem yang dijadikan target mengetahui ada suatu
masalah dan membutuhkan perubahan, kemudian ada
keterbukaan terhadap bantuan dari luar dan keinginan pribadi
untuk terlibat.
o Strategi reeduktif, strategi ini membetuhkan waktu, khususnya
dalam membentuk pengetahuan dan keahlian.
32
o
o
Strategi persuasif, strategi ini berupaya membawa perubahan
melalui kebiasaan.
Strategi kekuasaan, membutuhkan agen perubahan yang
mempunyai sumber-sumber untuk memberi bonus atau
sanksi pada target serta mempunyai kemampuan untuk
memonopoli akses.
Berdasarkan pemikiran di atas, maka kegagalan dan
keberhasilan pengembangan dan pemberdayaan masyarakat akan
ditentukan oleh kemampuan semua pihak yang terlibat pada proses
pengembangan masyarakat dalam memahami realitas masyarakat dan
lingkungannnya, sistem keprcayaan dan sistem nilai masyarakat tentang
arti perubahan dan arti masa depan, mindscape masyarakat dalam
bersikap dan berperilaku, serta faktor-faktor yang menentukan
terbentuknya suatu mindscape tertentu. Dengan kata lain, pemahaman
akan budaya dan faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan budaya
masyarakat akan menentukan keberhasilan suatu program atau proyek
pengembangan dan pemberdayaan masyarakat.
2. Pengembangan kelembagaan
Pengembangan kelembagaan diarahkan untuk dapat lebih
melibatkan masyarakat dan memberdayakan masyarakat,
dengan basis agar aktivitas ekonomi dapat berjalan tanpa
mengganggu kelangsungan ekosistem atau mampu menjaga
kelestarian alam., antara lain:
- Pengembangan Koperasi
Koperasi
dikembangkan
untuk
memenuhi
dan
menampung kebutuhan warga
- Pemberdayaan Pondok Pesantren
Pesantren mempunyai peran strategis sebagai institusi
yang bergerak di bidang spiritual, ekonomi dan penjaga
kelestarian alam. Oleh karena itu pemberdayaan
pesantren diharapkan akan mampu menjadi acuan dan
panutan dalam pengembangan model-model percontohan
usaha pertanian yang terkait dengan pelestarian alam
3. Penyuluhan
Penyuluhan ditekankan pada pengembangan usaha ekonomi
produktif yang tidak merusak lingkungan, khususnya di bidang usaha
pertanian, penguatan dan pemberdayaan kelembagaan, serta
pelestarian lingkungan. Penyuluhan dapat dilaksanakan dalam bentuk
pameran pendidikan, penyuluhan ke sekolah-sekolah,
kelompokkelompok tani, pesantren, PKK, karang taruna, dan lain-lainnya.
4. Pengembangan Produk Ekowisata
Pariwisata telah menjadi salah satu kegiatan ekonomi global yang
terbesar, dan melalui pengembangan produk ekowisata diharapkan
dapat menjadi salah satu cara untuk membiayai konservasi alam dan
meningkatkan nilai lahan yang dibiarkan alami (The Ecotourism Society,
1999). Karena itu, pengembangan sebuah produk yang mampu
memberikan kontribusi positif bagi lingkungan harus menjadi prioritas.
33
Ekowisata merupakan gabungan dari berbagai kepentingan yang muncul
dari kepedulian terhadap masalah sosial, ekonomi dan lingkungan.
Dengan kata lain, ekowisata adalah wisata bertanggung jawab ke daerah
alami yang melestarikan lingkungan.
Pengembangan ekowisata yang benar harus dilakukan
berdasarkan system pandang yang mencakup di dalamnya prinsip
berkelanjutan dan partisipasi keterlibatan penduduk setempat di dalam
area DAS yang potensial untuk pengembangan ekowisata. Jadi, di sini
ekowisata harus berupa kerangka sebuah usaha bersama antara
penduduk setempat dan pengunjung yang peduli dan berpengetahuan
untuk melindungi lahan-lahan liar dan asset biologi, serta kebudayaan
melalui dukungan dari pengembangan masyarakat. Pengembangan
masyarakat di sini kita definisikan sebagai pemberdayaan kelompok
setempat yang sudah ada untuk mengontrol dan mengelola sumber daya
yang berharga dengan cara yang tidak hanya menjaga kelangsungan
sumber daya tersebut tetapi juga memenuhi kebutuhan sosial, budaya
dan ekonomi dari kelompok tersebut (Nasution, 2004)
5. Pengembangan pemasaran
Dalam pengelolaan lahan agar dapat lestaris perlu ditangani
melalui penanganan teknis dan sosial ekonomi, untuk memasarkan
produk produk hasil pertanian tidak sulit, selain DAS hulu merupakan
daerah wisata, juga dekat dengan daerah pemasaran potensial yaitu
kota-kota besar di daerah bawahnya. Dengan melalui kelompok
kelompok masyarakat yang dibentuk yang diikat melalui paguyuban
usaha Koperasi, sehingga produk produk tersebut mudah cara
pemasarannya, baik melalui pasar tradisional, supermaket dan mall.
Yang lebih penting justru menjaga kualitas dan kontinuitasnya, shg
dengan demikian pemasaran dapat diusahakan secara effisien. Untuk itu
perlu diciptakan jaringan yang mantap antara produsen (petani) dengan
tempat pemasaran (pasar tradisional, Super maket dan mall).
d. Pendekatan kebijakan
Kawasan DAS dapat dibagi atas zona Budibaya (B) dan zona
Non budidaya (N). Zona Budidaya dan zona Non budidaya adalah zonazona yang ditetapkan karakteristik pemanfatan ruangnya, berdasarkan
dominasi fungsi kegiatan masing-masing zona pada kawasan budidaya
dan kawasan lindung. Untuk DAS hulu masalah yang penting
menyangkut kedua jenis zona tersebut adalah :
- Keseimbangan lingkungan secara terpadu
- Penyediaan dan pengelolaan air baku
- Sistem pengendalian banjir, sbb:
o Reboisasi hutan dan penghijauan tangkapan air
o Pentaan kawasan sungai dan anak-anak sungainya
o Normalisasi sungai dan anak-anak sungainya
o Pengembangan waduk-waduk pengendali banjir dan
pelestarian situ-situ
o Pembangunan prasarana dan pengendali banjir
- Sistem pengelolaan persampahan
34
Dari hulu ke hilir DAS
akan mempengaruhi dan melalui
kawasan-kawasan (zona N) yang diarahkan untuk konservasi air dan
tanah :
- Kawasan hutan lindung
- Kawasan resapan air
- Kawasan dengan kemiringan tertentu
- Sempadan sungai
- Sempadan pantai
- Kawasan sekitar danau/ waduk/ situ
- Kawasan sekitar mata air
- Kawasan pantai berhutan bakau
- Taman hutan raya
- Taman wisata alam
Sedangkan untuk kawasan budidaya lainnya maka akan
dipengaruhi oleh permukiman sepanjang DAS dan peruntukan lain
seperti industri. Penataan bangunan dan lingkungan di perkotaan dan di
perdesaan yang sesuai dengan pola pemanfaatan ruangnya.
Pengendalian pemanfaatan ruang sangat penting antara lain dengan
pemberian izin membangun bangunan gedung, prasaranan dan sarana
lingkungan.
Dalam penataan ruang dan penataan bangunan di DAS dan
sekitarnya hendaknya berwawasan lingkungan dan berkelanjutan
dengan mengacu pada pendekatan bioregional yang memiliki 4(empat)
hal pokok :
- Wilayah-wiayah
yang
didefinisikan
secara
biologis
menawarkan skala spasial paling menguntungkan dimana
sejumlah bentuk human governance dan pembangunan bisa
dipraktekkan.
- Human governance (tatanan yang berkemanusiaan) dalam
sebuah bioregional hendaknya bersifat demokratis dan
bertanggung jawab pada pengendalian lokal, serta harus
mengembangkan kualitas hidup yang tinggi dan berkeadilan
social
- Pembangunan
ekonomi
dalam
sebuah
bioregional
hendaknya dikelola secara lokal menggunakan teknologi yang
layak dan mengembangkan ekploitasi ekosistem.
- Interdependensi politik dan ekonomi bioregional hendaknya
dilembagakan ditingkat-tingkat pemerintahan
KONSERVASI TANAH DAN AIR
DI LAHAN KERING DATARAN TINGGI
Lahan kering dalam keadaan alamiah memiliki kondisi antara lain
peka terhadap erosi, terutama bila keadaan tanahnya miring atau tidak
tertutup vegetasi, tingkat kesuburannya rendah, air merupakan faktor
pembatas dan biasanya tergantung dari curah hujan serta lapisan olah
dan lapisan bawahnya memiliki kelembaban yang amat rendah.
Merosotnya produktivitas lahan pada tanah datar dapat pula terjadi karena
hilangnya unsur hara lewat pencucian dan aliran permukaan. Di daerah
35
yang penduduknya masih menggunakan sistem ladang berpindah,
menggunakan lahan yang berlereng curam untuk kegiatan-kegiatan
usahatani pangan semusim dimana para petani tidak atau belum
memperhatikan konservasi lahan.
Kerusakan tanah tersebut pada umumnya terjadi karena tindakan
manusia sendiri yang tidak mengindahkan kaidah-kaidah konservasi tanah
dan air dalam mengelola usahataninya yang merupakan kemunduran
dalam penggunaan sumber daya alam. Hingga mengakibatkan kerugian
dengan banyak bencana misalnya banjir, kekeringan, erosi dan lain-lain.
Oleh karena itu dalam pengelolaan sumber daya alam (tanah dan air)
penting dilakukan tindakan konservasi.
Berdasarkan data yang dibuat oleh puslitbangtanak pada tahun
2002, potensi lahan kering di Indonesia sekitar 75.133.840 ha. Suatu
keadaan lahan yang sangat luas. Akan tetapi lahan2 kering tersebut tidak
begitu menghasilkan dan berguna bagi masyarakat yang tinggal di sekitar
area lahan kering. Hal ini disebabkan oleh masih kurangnya teknologi
pengelolaan lahan kering sehingga sering mengakibatkan makin kritisnya
lahan kering.
Erosi, kekurangan air dan kahat unsur hara adalah masalah yg
paling serius di daerah lahan kering. Paket teknologi untuk mananggulangi
masalah tersebut juga sudah banyak, akan tetapi kurang optimal di
manfaatkan karena tidak begitu signifikan dalam meningkatkan
kesejahteraan petani lahan kering. Memang perlu kesabaran dalam
pengelolaan lahan kering, karena meningkatkan produktivitas lahan kering
yang kondisi lahannya sebagian besar kritis dan potensial kritis, sangat
sulit.
Konservasi tanah dan air merupakan cara konvensional yang
cukup mampu menanggulangi masalah-masalah di atas. Dengan
menerapkan sisitem konservasi tanah dan air diharapkan dapat
menanggulangi erosi, menyediakan air dan meningkatkan kandungan hara
dalam tanah serta menjadikan lahan tidak kritis lagi. Ada tiga metode
dalam dalam melakukan konservasi tanah dan air yaitu metode fisik
dengan pegolahan tanahnya, metode vegetatif dengan memanfaatkan
vegetasi dan tanaman untuk mengurangi erosi dan penyediaan air serta
metode kimia yaitu memanfaatkan bahan kimia untuk mengawetkan tanah.
Konservasi tanah berarti menggunakan setiap bidang tanah
dengan cara yang sesuai dengan kemampuannya dan memperlakukannya
sesuai dengan syarat-syarat yang diperlukan agar tidak terjadi kerusakan
tanah. Sedangkan konservasi air merupakan upaya penyimpanan air
secara maksimal pada musim penghujan dan pemanfaatannya secara
efisien pada musim kemarau. Konservasi tanah dan konservasi air selalu
berjalan beriringan dimana saat melakukan tindakan konservasi tanah
juga di lakukan tindakan konservasi air.
Dengan dilakukan konservasi tanah dan air di lahan kering
diharapkan mampu mengurangi laju erosi dan menyediakan air sepanjang
tahun yang akhirnya mampu meningkatkan produktivitasnya. Tanah2 di
daerah lahan kering sangat rentan terhadap erosi. Daerah lahan kering
biasanya mempunyai curah hujan yg rendah dan intensitas yg rendah
pula, dengan kondisi seperti itu menyebabkan susahnya tanaman2
tumbuh dan berkembang, padahal tanaman merupakan media
penghambat agar butiran hujan tidak berbentur langsung dengan tanah.
36
Benturan seperti inilah yg menyebabkan tanah mudah terurai sehingga
gampang di bawa oleh aliran air permukaan dan akhirnya terjadi erosi.
Pemanfaatan vegetasi pada system konservasi tanah dan air selain
sebagai penghambat benturan juga berguna sebagai penghambat aliran
permukaan, memperbaiki tekstur tanah dan meningkatkan kadar air tanah.
Penggabungan metode vegetatif dan fisik dalam satu teknologi
diharapkan mampu mengefisienkan waktu dan biaya yg dibutuhkan.
Misalkan penanaman tanaman pada sebuah guludan ato penanaman
tanaman di sekitar rorak. Dan langkah terakhir yg di harapkan adalah
penanaman tanaman yg bernilai ekonomis tinggi seperti jambu mete.
Teknologi Konservasi Tanah dan Air
Teknologi konservasi tanah diterapkan untuk mengendalikan erosi
dan mencegah degradasi lahan. Untuk memanen air dan mencegah
kehilangan air melalui aliran permukaan, perkolasi, dan evaporasi
diperlukan teknologi konservasi air.
Sistem Pertanaman Lorong
Adalah suatu sistem di mana tanaman pangan ditanam pada
lorong di antara barisan tanaman pagar. Sangat bermanfaat dalam
mengurangi laju limpasan permukaan dan erosi, dan merupakan sumber
bahan organik dan hara terutama N untuk tanaman lorong.
Pertanaman lorong (alley cropping) adalah sistem bercocok tanam
dan konservasi tanah dimana barisan tanaman perdu leguminosa ditanam
rapat (jarak 10-25 cm) menurut garis kontur (nyabuk gunung) sebagai
tanaman pagar dan tanaman semusim ditanam pada lorong di antara
tanaman pagar. Menerapkan pertanaman lorong pada lahan miring
biayanya jauh lebih murah dibandingkan membuat teras bangku, tapi
efektif menahan erosi. Setelah 3-4 tahun sejak tanaman pagar tumbuh
akan terbentuk teras. Terbentukannya teras secara alami dan berangsur
sehingga sering disebut teras kredit.
a. Persyaratan
• Kelerengan 3-40% dan kedalaman tanah > 20 cm.
37
• Cocok untuk tanah dengan tingkat kesuburan rendah sampai sedang.
b. Pembuatan dan pemeliharaan
• Jarak antara barisan tanaman pagar ditentukan oleh
kemiringan lahan dan kemampuan tanaman pagar
menyediakan bahan organik. Aturan yang umum digunakan
adalah dengan memilih IV sekitar 1-1,5 m tetapi untuk
kemiringan lahan 3-10%, IV diatur dengan jarak antara 0,3-1,0
m (jarak antar baris tanaman pagar tidak lebih dari 10 m). Hal
ini dimaksudkan agar bahan organik yang disumbangkan
tanaman pagar cukup banyak jumlahnya.
• Biasanya pada lereng bawah dari tanaman pagar yang
berbentuk perdu, ditanami rumput yang tahan naungan.
Penanaman rumput sejajar dengan barisan tanaman perdu
dimaksudkan untuk meningkatkan efektivitas menahan erosi
karena jika hanya perdu, masih sering terjadi erosi.
• Tanaman pagar dipangkas secara berkala (terutama bila
tanaman pagar mulai menaungi tanaman pokok) dan bahan
hijauannya digunakan sebagai mulsa atau pakan ternak.
Apabila bahan hijauan digunakan untuk pakan ternak maka
pupuk kandang yang dihasilkan dikembalikan untuk memupuk
tanaman pokok agar kesuburan lahan dapat dipertahankan.
c. Persyaratan tanaman untuk digunakan sebagai tanaman pagar
• Dapat tumbuh dengan cepat dan apabila dipangkas secara
berkala dapat cepat bertunas kembali.
• Menghasilkan banyak bahan hijauan.
• Dapat menambat nitrogen dari udara (jenis leguminosa) sehingga
baik untuk pupuk hijau.
38
•
•
•
•
Tingkat persaingan terhadap unsur hara dan air dengan
tanaman pokok relatif rendah.
Memiliki perakaran vertikal yang kuat dan dalam. Tanaman
pagar yang mempuyai penyebaran akar lateral (menyebar pada
lapisan permukaan tanah) akan sangat menyaingi tanaman
pokok.
Tidak bersifat alelopatik (mengeluarkan zat racun) terhadap
tanaman pokok tetapi akan sangat ideal apabila tanaman pagar
bersifat alelopatik terhadap hama dan gulma.
Supaya mudah diterima petani, sebaiknya tanaman pagar
mempunyai manfaat ganda yaitu disamping sebagai penahan
erosi juga dapat dimanfaatkan sebagai sumber pakan ternak,
menghasilkan buah atau untuk kayu bakar.
Silvopastural
Sistem silvopastural sebenarnya bentuk lain dari tumpangsari,
tetapi yang ditanam di sela-sela tanaman hutan bukan tanaman pangan
melainkan tanaman pakan ternak, seperti rumput gajah, setaria, dll. Ada
beberapa bentuk silvipastura yang dikenal di Indonesia antara lain (a)
tanaman pakan di hutan tanaman industri, (b) tanaman pakan di hutan
sekunder, (c) tanaman pohon-pohonan sebagai tanaman penghasil pakan
dan (d) tanaman pakan sebagai pagar hidup.
Persyaratan
• Terutama untuk lereng agak curam dan curam.
• Pemilihan jenis tanaman disesuaikan dengan keinginan petani.
Jika tidak, akan mematikan motivasi petani menanam dan
memelihara tanaman sampai menghasilkan.
Sistem tumpangsari (barisan tanaman) antara tanaman pangan,
albizia dan rumput pakan ternak
39
Strip Rumput
Adalah sistem pertanaman yang hampir sama dengan pertanaman
lorong, tetapi tanaman pagarnya adalah rumput. Strip rumput dibuat
mengikuti kontur dengan lebar strip 0,5 m atau lebih. Semakin lebar strip
semakin efektif mengendalikan erosi. Sistem ini dapat diintegrasikan
dengan ternak. Strip rumput, hampir sama dengan sistem pertanaman
lorong, dibuat mengikuti kontur (sabuk gunung) dan lebar strip 0,5 m atau
lebih, dimaksudkan untuk mengurangi erosi dan penyedia pakan ternak.
a. Persyaratan
• Terutama bagi rumah tangga yang memiliki ternak ruminansia.
• Cocok untuk daerah beriklim kering maupun daerah beriklim
basah.
• Jenis rumput yang digunakan mempunyai penyebaran
perakaran vertikal yang dalam sehingga daya saingnya
terhadap tanaman utama menjadi rendah.
• Jenis rumput yang tahan naungan dan kekeringan.
• Mempunyai daya adaptasi yang tinggi pada tanah yang tidak
subur.
• Sangat baik jika memberikan efek alelopati terhadap hama.
Contohnya, aroma yang dihasilkan vetiver dapat mengusir tikus.
b. Penanaman dan pemeliharaan
• Rumput ditanam menurut kontur terdiri dari 3 barisan rumput
atau lebih dengan jarak antara barisan 20 cm.
• Lebar strip rumput 0,5 m atau lebih.
• Jarak antara strip rumput tergantung IV yang diinginkan dan HI
bervariasi dari 2,5 m untuk kemiringan 60% sampai 40 m untuk
kemiringan 5%.
• Jika ditanam dari biji memerlukan tenaga kerja lebih sedikit
dibandingkan dengan dari stek/tunas hidup/bonggol.
40
Strip rumput alami
Merupakan teknik konservasi dengan cara membiarkan sebagian
tanah pada barisan/strip sejajar kontur (di antara tanaman perkebunan)
ditumbuhi rumput secara alami selebar 20-30 cm.
Strip rumput alami pada lahan usaha tani tanaman perkebunan
Manfaat strip rumput alami
Strip rumput bermanfaat untuk konservasi tanah dengan cara
mengurangi kuatnya aliran permukaan. Selain itu strip rumput juga dapat
berfungsi sebagai sumber pakan ternak. Dengan berjalannya waktu (3-4
tahun setelah aplikasi), strip rumput alami dapat membentuk teras kredit.
Tanaman Penutup Tanah
Merupakan tanaman yang ditanam tersendiri atau bersamaan
dengan tanaman pokok. Bermanfaat untuk menutupi tanah dari terpaan
langsung curah hujan, mengurangi erosi, menyediakan bahan organik
tanah, dan menjaga kesuburan tanah.
Tanaman penutup tanah adalah tanaman yang khusus ditanam
untuk melindungi tanah dari ancaman erosi serta memperbaiki sifat kimia
dan fisik tanah.
Manfaat tanaman penutup tanah
Tanaman penutup berfungsi untuk menahan dan mengurangi daya
rusak butir-butir hujan dan aliran permukaan, sebagai sumber pupuk
organik, dan untuk menghindari dilakukannya penyiangan yang intensif.
Penyiangan intensif dapat menyebabkan tergerusnya lapisan atas tanah.
Untuk menghindari persaingan antara tanaman penutup dengan tanaman
utama, dapat dilakukan penyiangan melingkar (ring weeding).
41
Tanaman penutup tanah Arachis pintoii pada lahan usaha tani
tanaman kopi
Kriteria tanaman penutup tanah
Tanaman yang digunakan sebagai tanaman penutup memerlukan
persyaratan berikut: (a) mudah diperbanyak; (b) sistem perakaran tidak
menimbulkan kompetisi dengan tanaman utama; (c) tumbuh cepat dan
banyak menghasilkan daun; (d) tidak mensyaratkan tingkat kesuburan
yang tinggi; (e) toleran terhadap pemangkasan, resisten terhadap hama,
penyakit, kekeringan, naungan, dan injakan; (f) mampu menekan
pertumbuhan gulma; (g) tidak akan berubah menjadi gulma; dan (h) tidak
mempunyai sifat-sifat yang mengganggu seperti duri dan sulur-sulur yang
membelit.
Beberapa jenis tanaman yang biasa digunakan sebagai tanaman
penutup tanah di lahan perkebunan antara lain: Arachis pintoii,
Centrosema pubescens, Calopogonium muconoides, Mucuna sp., dan
tanaman legum menjalar lainnya.
Teras Gulud
Merupakan sistem pengendalian erosi secara mekanis yang
berupa barisan gulud yang dilengkapi rumput penguat gulud dan saluran
air di bagian lereng atas.
Bermanfaat untuk mengurangi laju limpasan permukaan dan
meningkatkan resapan air ke dalam tanah. Dapat diterapkan pada tanah
dengan infiltrasi/permeabilitas tinggi dan tanah-tanah agak dangkal
dengan lereng 10-30%.
Teras Bangku
Adalah teras yang dibuat dengan cara memotong lereng dan
meratakan tanah di bidang olah sehingga terjadi deretan menyerupai
tangga. Bermanfaat sebagai pengendali aliran permukaan dan erosi.
Diterapkan pada lahan dengan lereng 10-40%, tanah dengan solum dalam
(> 60 cm), tanah yang relatif tidak mudah longsor, dan tanah yang tidak
mengandung unsur beracun bagi tanaman seperti aluminium dan besi.
42
Teras bangku atau teras tangga dibuat dengan jalan memotong
lereng dan meratakan tanah di bidang olah sehingga terjadi suatu deretan
berbentuk tangga. Ada 3 jenis teras bangku : datar, miring ke luar, miring
ke dalam, dan teras irigasi (lihat gambar). Teras bangku datar adalah teras
bangku yang bidang olahnya datar (membentuk sudut 0o dengan bidang
horizontal). Teras bangku miring ke luar adalah teras bangku yang bidang
olahnya miring ke arah lereng asli, namun kemiringannya sudah berkurang
dari kemiringan lereng asli.
Teras bangku miring ke dalam (gulir kampak) adalah teras bangku
yang bidang olahnya miring ke arah yang berlawanan dengan
lereng asli. Air aliran permukaan dari setiap bidang olah mengalir
dari bibir teras ke saluran teras dan terus ke SPA sehingga hampir
tidak pernah terjadi pengiriman air aliran permukaan dari satu teras
ke teras yang di bawahnya. Teras bangku gulir kampak
memerlukan biaya yang mahal karena lebih banyak penggalian
bidang olah. Selain itu bagian bidang olah di sekitar saluran teras
merupakan bagian yang kurang/tidak subur karena merupakan
bagian lapisan tanah bawah (subsoil) yang tersingkap di
permukaan tanah. Namun jika dibuat dengan benar, teras bangku
gulir kampak sangat efektif mengurangi erosi. Teras irigasi
biasanya diterapkan pada lahan sawah, karena terdapat tanggul
penahan air.
a. Persyaratan
• Tanah mempunyai solum dalam dan kemiringan 10-60%.
Solum tanah > 90 cm untuk lereng 60% dan >40 cm kalau
lereng 10%.
• Tanah stabil, tidak mudah longsor.
• Tanah tidak mengandung bahan beracun seperti aluminium
dan besi dengan konsentrasi tinggi. Tanah Oxisols, Ultisols,
dan sebagian Inceptisols yang berwarna merah atau kuning
(podsolik merah kuning) biasanya mengandung aluminium dan
atau besi tinggi.
• Ketersediaan tenaga kerja cukup untuk pembuatan dan
pemeliharaan teras.
• Memerlukan kerjasama antar petani yang memiliki lahan di
sepanjang SPA.
43
Bangunan teras bangku pada lahan miring
b. Cara pembuatan teras bangku
• Pembuatan teras dimulai dari bagian atas dan terus ke bagian
bawah lahan untuk menghindarkan kerusakan teras yang
sedang dibuat oleh air aliran permukaan bila terjadi hujan.
• Tanah bagian atas digali dan ditimbun ke bagian lereng bawah
sehingga terbentuk bidang olah baru. Tampingan teras dibuat
miring; membentuk sudut 200% dengan bidang horizontal.
Kalau tanah stabil tampingan teras bisa dibuat lebih curam
(sampai 300%).
• Kemiringan bidang olah berkisar antara 0% sampai 3%
mengarah ke saluran teras.
• Bibir teras dan bidang tampingan teras ditanami rumput atau
legum pakan ternak. Contohnya adalah rumput Paspalum
notatum, Brachiaria brizanta, Brachiaria decumbens, atau
Vetiveria zizanioides dll. Sedangkan contoh legum pohon
adalah Gliricidia, Lamtoro (untuk tanah yang pH-nya >6), turi,
stylo, dll.
• Sebagai kelengkapan teras perlu dibuat saluran teras, saluran
pengelak, saluran pembuangan air serta terjunan. Ukuran
saluran teras : lebar 15-25 cm, dalam 20-25 cm.
• Untuk mengurangi erosi dan meningkatkan infiltrasi, pembuatan
rorak bisa dilakukan dalam saluran teras atau saluran pengelak.
• Kalau tidak ada tempat untuk membuat SPA, bisa dibuat teras
bangku miring ke dalam
• Perlu mengarahkan air aliran permukaan ke SPA yang ditanami
rumput Paspalum notatum dan bangunan terjunan air.
c. Pemeliharaan
Pemeliharaan saluran teras meliputi, memindahkan/mengeluarkan
sedimen dari dalam saluran dan dari rorak ke bidang olah, menyulam
44
tanaman tampingan dan bibir teras yang mati, memangkas rumput yang
tumbuh pada saluran, tampingan dan bibir teras untuk dijadikan pakan
ternak.
Rorak
Adalah lubang atau penampang yang dibuat memotong lereng
yang berfungsi untuk menampung dan meresapkan air aliran permukaan.
Bermanfaat untuk (1) memperbesar peresapan air ke dalam tanah; (2)
memperlambat limpasan air pada saluran peresapan; dan (3) sebagai
pengumpul tanah yang tererosi, sehingga sedimen tanah lebih mudah
dikembalikan ke bidang olah.
Rorak adalah lubang yang dibuat di bidang olah atau saluran
peresapan sebagai tempat penampungan air aliran permukaan dan
sedimen. Ukuran rorak yang umum digunakan pada lahan usaha tani
tanaman perkebunan adalah panjang 50-100 cm, lebar 50 cm, dan dalam
30-50 cm.
Hal yang harus diperhatikan dalam penggunaan rorak adalah: air
hanya boleh tergenang beberapa saat. Apabila penggenangan berlanjut
dikhawatirkan akan menimbulkan masalah berupa penyakit yang dapat
menyerang tanaman.
Rorak, diletakkan pada bidang olah dan saluran resapan air
Ukuran rorak sangat bergantung pada kondisi dan kemiringan
lahan serta besarnya limpasan permukaan. Umumnya rorak dibuat dengan
ukuran panjang 1-2 m, lebar 0,25-0,50 m dan dalam 0,20-0,30 m, atau
panjang 1-2 m, lebar 0,3-0,4 m dan dalam 0,4-0,5 m. Jarak antar-rorak
dalam kontur adalah 2-3 m dan jarak antara rorak bagian atas dengan
rorak di bawahnya 3-5 m.
Manfaat rorak
Selain berfungsi untuk menampung sedimen (sediment trap) dan
menyalurkan air, rorak juga dapat menampung serasah, sehingga rorak
dapat berfungsi sebagai fasilitas untuk aplikasi mulsa vertikal. Rorak juga
dapat merangsang pertumbuhan akar baru, yang berdampak pada
peningkatan produksi tanaman kopi.
45
Rorak yang telah terisi serasah (mulsa vertikal)
Embung
Merupakan bangunan penampung air yang berfungsi sebagai
pemanen limpasan air permukaan dan air hujan. Bermanfaat untuk
menyediakan air pada musim kemarau.
Agar pengisian dan pendistribusian air lebih cepat dan mudah,
embung hendaknya dibangun dekat dengan saluran air dan pada lahan
dengan kemiringan 5-30%.
Tanah-tanah bertekstur liat dan atau lempung sangat cocok untuk
pembuatan embung.
Mulsa
Adalah bahan-bahan (sisa-sisa panen, plastik, dan lain-lain) yang
disebar atau digunakan untuk menutup permukaan tanah.
Bermanfaat untuk mengurangi penguapan (evaporasi) serta melindungi
tanah dari pukulan langsung butir-butir hujan yang akan mengurangi
kepadatan tanah.
Pemberian mulsa dimaksudkan untuk menutupi permukaan tanah
agar terhindar dari pukulan butir hujan. Mulsa merupakan teknik
pencegahan erosi yang cukup efektif. Jika bahan mulsa berasal dari
bahan organik, maka mulsa juga berfungsi dalam pemeliharaan bahan
organik tanah. Bahan organik yang dapat dijadikan mulsa dapat berasal
dari sisa tanaman, hasil pangkasan tanaman pagar dari sistem
pertanaman lorong, hasil pangkasan tanaman penutup tanah atau
didatangkan dari luar lahan pertanian.
Fungsi lain mulsa adalah :
• Jika sudah melapuk dapat meningkatkan kemampuan tanah
menahan air sehingga air lebih tersedia untuk pertumbuhan
tanaman, dan memperkuat agregat tanah.
• Mengurangi kecepatan serta daya kikis aliran permukaan.
• Mengurangi evaporasi, memperkecil fluktuasi suhu tanah,
meningkatkan jumlah pori aerasi sebagai akibat meningkatnya
kegiatan jasad hidup di dalam tanah dan meningkatkan
kapasitas infiltrasi tanah.
46
•
•
•
•
•
Menyediakan sebagian zat hara bagi tanaman.
Dianjurkan menggunakan 6 ton mulsa/ha/tahun atau lebih.
Bahan mulsa yang paling mudah didapatkan adalah sisa
tanaman.
Mulsa diberikan dengan jalan menyebarkan bahan organik
secara merata di permukaan tanah.
Bahan mulsa yang baik adalah bahan yang sukar melapuk
seperti jerami padi dan batang jagung.
Mulsa dapat juga diberikan ke dalam lubang yang dibuat
khusus dan disebut sebagai mulsa vertikal.
Dam Parit
Adalah suatu cara mengumpulkan atau membendung aliran air
pada suatu parit dengan tujuan untuk menampung aliran air permukaan,
sehingga dapat digunakan untuk mengairi lahan di sekitarnya. Dam parit
dapat menurunkan aliran permukaan, erosi, dan sedimentasi.
Keunggulan:
- Menampung air dalam volume besar akibat terbendungnya
aliran air di saluran/parit.
- Tidak menggunakan areal/lahan pertanian yang produktif.
- Mengairi lahan cukup luas, karena dibangun berseri di seluruh
daerah aliran sungai (DAS).
- Menurunkan
kecepatan
aliran
permukaan,
sehingga
mengurangi erosi dan hilangnya lapisan tanah atas yang subur
serta sedimentasi.
- Memberikan kesempatan agar air meresap ke dalam tanah di
seluruh wilayah DAS, sehingga mengurangi risiko kekeringan
pada musim kemarau.
- Biaya pembuatan lebih murah, sehingga dapat dijangkau
petani.
47
Teras gulud
Teras gulud adalah guludan yang dilengkapi dengan rumput
penguat dan saluran air pada bagian lereng atasnya. Teras gulud dapat
difungsikan sebagai pengendali erosi dan penangkap aliran permukaan
dari permukaan bidang olah. Aliran permukaan diresapkan ke dalam tanah
di dalam saluran air sedangkan air yang tidak meresap dialirkan ke
Saluran Pembuangan Air (SPA).
•
•
a. Persyaratan
Cocok untuk kemiringan lahan antara 10-40%, dapat juga digunakan
pada kemiringan 40-60%, namun kurang efektif.
Dapat dibuat pada tanah-tanah agak dangkal (> 20 cm). Tetapi mampu
meresapkan air dengan cepat.
b. Pembuatan dan pemeliharaan
•
•
•
•
•
•
Buat garis kontur sesuai dengan interval tegak (IV = interval
vertical) yang diinginkan.
Pembuatan guludan dimulai dari lereng atas dan berlanjut ke
bagian bawahnya.
Teras gulud dan saluran airnya dibuat membentuk sudut 0,10,5% dengan garis kontur menuju ke arah saluran pembuangan
air.
Saluran air digali dan tanah hasil galian ditimbun di bagian
bawah lereng dijadikan guludan.
Tanami guludan dengan rumput penguat seperti Paspalum
notatum, bebe (Brachiaria brizanta), bede (Brachiaria
decumbens), atau akarwangi (Vetiveria zizanioides) agar
guludan tidak mudah rusak.
Diperlukan SPA yang diperkuat rumput Paspalum notatum agar
aman.
48
Konservasi Tanah dan Air: Metode Vegetatif
Konservasi tanah vegetatif merupakan semua tindakan konservasi
yang menggunakan tumbuh-tumbuhan (vegetasi), baik tanaman legum
yang menjalar, semak perdu atau pohon, maupun rumputrumputan dan
tumbuh-tumbuhan lainnya, serta sisa-sisa tanaman yang ditujukan untuk
mengendalikan erosi dan aliran permukaan. Manfaat lain dari metode
konservasi vegetatif adalah dapat mendukung sistem pengelolaan bahan
organik, karena semua tindakan konservasi vegetatif dapat berperan
sebagai penghasil bahan organik. Kalaupun tanaman konservasi
digunakan sebagai pakan ternak, tidak berarti mengubah fungsinya
sebagai penghasil bahan organik bila pupuk kandang dikembalikan ke
lahan, bahkan perpanjangan rantai ini akan memperbaiki kualitas bahan
organik yang dihasilkan.
Beberapa contoh teknik konservasi yang tergolong sebagai metode
konservasi vegetatif adalah pemilihan dan pengaturan pola tanam,
penanaman tanaman penutup tanah, penggunaan tanaman/sisa tanaman
sebagai mulsa, sistem alley copping (budidaya lorong), strip rumput, dan
wanatani (agroforestry).
Penanaman penutup tanah/pupuk hijau seperti Cayanus cayan
(gude), Mucuna sp. (benguk), kacang tunggak, atau komak sesudah
tanaman pangan, merupakan pengaturan pola tanam yang bisa
berdampak positif terhadap perbaikan kesuburan kimia dan biologi serta
sifat fisik tanah.
Hijauan yang dihasilkan tanaman penutup atau tanaman
konservasi lainnya seperti tanaman pagar atau strip, serta sisa tanaman
dapat dimanfaatkan sebagai mulsa, yang mana penggunaan mulsa
mempunyai beberapa keuntungan, yaitu (i) melindungi tanah dari pukulan
air hujan; (ii) mengurangi penguapan sehingga dapat mempertahankan
kelembaban udara dan suhu dalam tanah; (iii) menciptakan kondisi
lingkungan yang baik bagi aktivitas mikroorganisme tanah; (iv) setelah
bahan mulsa melapuk, akan meningkatkan bahan organik tanah; (v)
memperlambat aliran permukaan yang berdampak pada penurunan erosi.
Dalam penanggulangan erosi, penggunaan mulsa harus dikombinasikan
dengan teknik konservasi yang lain.
Budidaya lorong (alley cropping) dan strip rumput) merupakan
teknik konservasi vegetatif yang efektif dalam menekan erosi dan aliran
permukaan. Prinsip dari kedua teknik konservasi ini adalah sama, yaitu
menanam tanaman konservasi dengan mengikuti garis kontur, jarak antar
barisan tanaman konservasi ditentukan oleh kemiringan lahan (semakin
miring jaraknya semakin rapat). Perbedaannya terletak pada jenis
tanaman konservasi yang dipilih. Pada sistem alley cropping, jenis
tanaman yang digunakan sebagai tanaman konservasi adalah tanaman
legume pohon atau perdu, sedangkan pada sistem tanaman strip adalah
tanaman rumput dan sejenisnya misalnya akar wangi (Vetiver).
Pengolahan tanah Konservasi
Setiap upaya pengolahan tanah akan menyebabkan terjadinya
perubahan sifat-sifat tanah. Tingkat perubahan yang terjadi sangat
ditentukan oleh cara atau metode pengolahan tanah. Perubahan sifat
49
tanah akibat pengolahan tanah juga berhubungan dengan seringnya tanah
dalam keadaan terbuka, terutama antara 2 musim tanam, sehingga
menjadi lebih riskan terhadap dispersi agregat, erosi, dan proses iluviasi
yang selanjutnya dapat memadatkan tanah.
Olah tanah konservasi (OTK) menjadi alternatif penyiapan lahan
yang dilaporkan dapat mempertahankan produktivitas tanah tetap tinggi.
Namun demikian terdapat beberapa hasil penelitian yang melaporkan
terjadinya penurunan hasil tanaman akibat olah tanah konservasi atau
tidak mempengaruhi hasil tanaman. Hal yang menentukan keberhasilan
olah tanah konservasi adalah pemberian bahan organik dalam bentuk
mulsa yang cukup. Mulsa dapat menekan pertumbuhan gulma dan
mengurangi laju pemadatan tanah.
Beberapa cara pengolahan tanah yang memenuhi kriteria sebagai
OTK di antaranya adalah tanpa olah tanah (Zero tillage), olah tanah
seperlunya (reduced tillage), dan olah tanah strip (strip tillage). Aplikasi
dari ketiga jenis OTK tersebut harus selalu disertai dengan penggunaan
mulsa organik. Selain berpengaruh terhadap sifat-sifat tanah seperti
kandungan bahan organik, struktur tanah (kegemburan dan porositas),
aplikasi OTK juga dapat menghemat tenaga kerja.
TEKNIK MULSA VERTIKAL
Konservasi tanah dan air merupakan upaya menempatkan setiap
bidang tanah pada cara penggunaan yang sesuai dengan syarat-syarat
yang diperlukan agar tidak terjadi kerusakan tanah (Arsyad, 1986). Salah
satu teknik konservasi tanah dan air adalah teknik mulsa vertikal.
Teknik mulsa vertikal adalah pemanfaatan limbah hutan yang
berasal dari bagian tumbuhan atau pohon seperti serasah, gulma, cabang,
ranting, batang maupun daun-daun bekas tebangan dengan cara
memasukkannya ke dalam saluran atau alur yang dibuat menurut kontur
pada bidang tanah yang diusahakan. Penerapan mulsa vertikal pada
dasarnya selalu dikombinasikan dengan pembuatan guludan.
a. Penempatan Saluran
Teknik mulsa vertikal dapat dilakukan di lahan yang baru dibuka
dengan tanaman sampai berumur 3 tahun maupun di hutan tanaman
dengan tanaman utama yang telah membentuk tajuk (Pratiwi 2000 dan
2001). Perbedaannya adalah, di lahan yang baru dibuka mulsa vertikal
ditempatkan pada saluran dengan jarak antara 5-6 meter pada lahan
dengan kelerengan >15o atau dengan jarak antara saluran 10-20 meter
pada lahan dengan kelerengan <15o. Sedangkan di hutan tanaman, mulsa
vertikal ditempatkan di bagian hilir individu tanaman
b. Pembuatan Saluran
Pembuatan saluran dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:
1. Saluran ditempatkan di antara pohon dengan jarak 10-20 m
(kelerengan < 15o) atau 5-6 meter (kelerengan >15o) (untuk
areal baru dibuka) atau di bagian hilir individu tanaman (jika
tanaman telah bertajuk).
50
2. Tanah digali pada jalur saluran tersebut dengan kedalaman 4080 cm dan lebar 20-100 cm, tergantung jumlah limbah yang
tersedia.
3. Tanah hasil galian dibuat guludan di bagian hulu di sepanjang
saluran (jika kemiringan lahan > 15o) atau diletakkan di bagian
hilir di sepanjang saluran (jika kemiringan < 15o).
4. Limbah dimasukan ke dalam saluran yang telah dibuat
tersebut.
c. Bahan dan biaya yang diperlukan
Dari segi biaya, berdasarkan kebutuhan tenaga yang diperlukan
untuk merehabilitasi hutan seluas 1 hektar dengan menggunakan teknik
mulsa vertikal dengan jarak antara saluran 6 meter adalah sebesar Rp
400.000,-/ha. Sedangkan untuk mulsa vertikal yang diletakkan di bagian
hilir individu tanaman diperlukan biaya sebesar Rp 600.000,-/ha.
Limbah hutan dalam keadaan basah yang diperlukan untuk
penerapan mulsa vertikal dengan jarak antara saluran 6 meter dan mulsa
vertikal yang diletakkan di bagian hilir individu tanaman untuk areal seluas
1 ha diperlukan masing-masing 250 kwintal dan 112,5 kwintal.
d. Peranan mulsa vertikal
Teknik mulsa vertikal mempunyai tiga komponen, yaitu
pemanfaatan limbah hutan (serasah), pembuatan saluran, dan guludan.
Limbah hutan (serasah) berfungsi sebagai:
1. Limbah hutan yang dimasukkan dalam saluran, akan
terdekomposisi dan menghasilkan unsur-unsur hara penting
bagi tanaman. Aktivitas mikroba meningkat dalam proses
penghancuran unsur-unsur hara penting bagi tanaman.
Aktivitas mikroba meningkat dalam proses penghancuran atau
dekomposisi bahan organik;
2. Biomas segar yang telah terdekomposisi tersebut merupakan
media yang dapat menyerap dan memegang massa air dalam
jumlah besar, sehingga penyimpanan air dalam tanah dapat
berjalan efisien;
3. Bahan organik yang telah terdekomposisi di dalam saluran
dapat diangkat dan digunakan sebagai kompos. Kompos ini
akhirnya dapat memperbaiki kesuburan tanah;
4. Dapat meningkatkan keragaman biota tanah, karena mulsa
merupakan niche ecology bagi berbagai jenis biota tanah. Biota
ini akan memanfaatkan energi dan unsur hara di dalam mulsa
dan akan menghasilkan senyawa organik yang dapat
memantapkan agregat tanah;
5. Limbah hutan yang dimasukkan dalam saluran dapat berfungsi
sebagai penghambat penyumbatan pori makro dinding saluran
oleh sedimen sehingga air akan mudah meresap ke dalam
saluran.
51
Penempatan mulsa vertikal di lahan yang baru dibuka.
Penempatan mulsa vertikal di hutantanaman yang telah bertajuk.
Sedangkan saluran berfungsi sebagai:
1. Adanya saluran maka infiltrasi akan meningkat sehingga aliran
permukaan yang menyebabkan erosi akan menurun tajam,
karena air akan masuk ke dalam saluran;
2. Saluran merupakan tempat menyimpan partikel tanah yang
terbawa oleh aliran dari bidang di atas saluran sehingga dapat
terendapkan di bagian saluran mulsa vertikal tersebut.
Guludan berfungsi sebagai penahan aliran permukaan dan
partikel-partikel tanah sebelum tererosi ke bagian hilir. Dengan
demikian partikel-partikel tanah akan terhenti di bagian guludan
tersebut.
Sistem Multistrata
Merupakan konservasi tanah dengan cara penanaman tanaman
buah-buahan, kayu-kayuan, dan/atau tanaman legum multiguna
(multipurpose leguminous) di antara tanaman perkebunan (tanaman
utama), sehingga tercipta komunitas tanaman dengan berbagai strata
tajuk. Dengan kondisi yang demikian, hanya sebagian kecil saja air hujan
yang langsung menerpa permukaan tanah.
52
Sistem multistrata pada kebun kopi dengan naungan pohon (Sumber:
http://www.wisatanesia.com/2010/05/perkebunan-kopi-losari-magelang.html)
Manfaat sistem multistara
Selain menguntungkan dari segi konservasi tanah, penerapan
sistem multistrata dapat memberikan keuntungan lain, yakni: (1)
tersedianya naungan untuk tanaman utama sehingga dapat menekan
pertumbuhan gulma; (2) pangkasan dari tanaman legum pohonan dapat
berfungsi sebagai sumber mulsa dan pupuk hijau; dan (3) tanaman lainnya
yang ditanam dalam sistem multistrata dapat menjadi sumber pendapatan
tambahan.
53
DAFTAR PUSTAKA
Amir, P. dan H. Knipscheer. 1989. Conducting On-farm Animal Research:
Procedures and Economic Analysis. Singapore National Printers
Unlimited, Singapore.
Bhati J.P., Singh R., Rathore M.S. dan L.R.Sharma. 1992. Diversity of
mountain farming systems in Himachal Pradesh, India. In: Jodha
N.S., Banskota M. and Partap T. (eds), Sustainable mountain
agriculture: Farmers' strategies and approaches. Volume 2. Oxford
& IBH Publishing Co. Pvt. Ltd., India.
Chand, R. 1997. Agricultural diversification and development of mountain
regions, with special reference to Himachal Pradesh. MD
Publications, New Delhi, India. 416 pp.
Conway, G.R. dan J.N. Pretly. 1991. Unwelcome Harvest: Agriculture and
Pollution. Earthscan, London, England.
Cuc, L.T., K. Killogly dan A. Terry Rambo. 1990. Agroecosystems of the
Midlands of Northern Vietnam. East-West Center, Hawaii, USA.
Miller, D.J. 1993. Rangelands in Northern Nepal: Balancing livestock
development and environmental conservation. USAID (United
States Agency for International Development), Kathmandu, Nepal
(Mimeo).
Negi, G.C. 1994. Livestock development in Himachal Pradesh: Retrospect
and prospect. MFS Series 7. ICIMOD (International Centre for
Integrated Mountain Development), Kathmandu, Nepal.
Partap, T. dan H. Watson. 1994. Sloping agricultural land technology
(SALT): A regenerative option for sustainable mountain farming.
ICIMOD Occasional Paper 23. ICIMOD (International Centre for
Integrated Mountain Development), Kathmandu, Nepal.
Rao, K.S. dan K.G.Saxena. 1994. Sustainable development and
rehabilitation of degraded village lands in Himalaya. HIMVIKAS
Publication 8. G.B. Pant Institute of Himalayan Environment and
Development, Almora, India.
Ruddle, K. 1991. Integrated farming systems and future directions for
Asian farming systems research and extension. Journal of the
Asian Farming Association 1,1: 91-99.
Sharma, H.R. 1996. Mountain agricultural development process and
sustainability-Micro-level evidence from Himachal Pradesh, Indian
Himalayas. Discussion Paper Series MFS 96/2. ICIMOD
(International Centre for Integrated Mountain Development),
Kathmadu, Nepal.
Sharma, P., K. Rijal, P.Tulachan, D.Miller dan S.H.Malik. 1997.
Sustainable development in the mountain areas of Pakistan. Report
prepared for the ADB. ICIMOD (International Centre for Integrated
Mountain Development), Kathmandu, Nepal.
Sharma, S. 1997. Agricultural transformation processes in the mountains
of Nepal: Empirical evidence from Ilam District. Discussion Paper
Series MFS 97/3. ICIMOD (International Centre for Integrated
Mountain Development), Kathmadu, Nepal.
54
Singh, V. 1992. Dynamics of unsustainability of mountain agriculture.
Report of the MFS-ICIMOD commissioned Study in the Garhwal
Himalaya, India. ICIMOD (International Centre for Integrated
Mountain Development), Kathmandu, Nepal.
Wang'ati, F. 1994. The African Highlands Initiative: A conceptual
framework. ICRAF (International Centre for Research in
Agroforestry), Nairobi, Kenya.
Wang'ati, F. dan K. Kebaara. 1993. Integrated natural resource
management research for the highlands of East and Central Africa.
Report of the consultative workshop held at Lake Victoria Hotel,
Entebbe, Uganda, 6–8 January 1993. ICRAF (International Centre
for Research in Agroforestry), Nairobi, Kenya. 44 pp.
Waters-Bayer A. dan W. Bayer. 1992. The role of livestock in the rural
economy. Proceedings, International Workshop on Livestock
Production in Rural Development. International Agricultural Centre,
Wageningen, Netherlands.
Wu, N. 1994. Changing agro-pastoral systems and agro-biodiversity of
Qinghai-Tibet Plateau. Paper presented at working seminar on
managing agricultural biodiversity for sustainable mountain
agriculture: Issues and Experiences, 15–16 March 1996, Organised
by LI-BIRD, Pokhara in partnership with ICIMOD, Kathmandu and
IPGRI, Nepal.
Download