1 PENGELOLAAN AGROEKOSISTEM DATARAN TINGGI (MK. Manajemen Agroekosistem, smno.jurstnh.fpub.2013) Ekosistem Dataran Tinggi = Highland ecosystem. The interacting systems of the biological communities and their non-living surroundings in regions of relatively high elevation, typically characterized by decreased air pressure and temperature, reduced oxygen availability and increased isolation. (Source: TOE / APD) Ekosistem Pegunungan = Mountain ecosystem Ekosistem Pegunungan sangat rentan (vulnerable), biasanya sangat peka terhadap erosi tanah, tanah longsor dan kehilangan habitat dan diversitas genetik. Berkembangnya fenomena kemiskinan dan bertambahnya penduduk telah mengakibatkan penggundulan hutan, budidaya pada lahan marjinal, kehilangan biomasa vegetasi penutup tanah dan bentuk-bentuk degradasi lingkungan. Karena terbatasnya pengetahuan tentang ekosistem pegunungan, Agenda 21 telah menetapkan adanya database tentang ekosistem pegunungan secara global. Data ini sangat penting untuk program-program yang akan mengembangkan ekosistem pegunungan yang lestari. Misalnya, pengembangan DAS dan kesempatan kerja alternative bagi masyarakat yang pencahariannya berkaitan dengan degradasi ekosistem pegunungan (Sumber: WRIGHT) Mountain and highland ecosystems are found in every continent, and encompass an array of topography, flora and fauna as well as human cultural differentiation. More than half the world's fresh water originates in the mountains and the highlands. Managing the land and the water to meet the growing domestic needs upstream and to serve the needs of downstream countries is a major concern of many mountainous regions. Generally plant and animal communities in the mountains and highlands are more tolerant to stress because of the diversity of species with many survival mechanisms. However, when damaged or stressed beyond a certain point or when key species and soil are removed the mountainous ecosystems can easily become fragile because they need long periods of time to recover. Events that trigger large-scale landscape destabilisation are harmful to both the people of the mountains and highlands and those living downstream. In the past such events did not generally influence the development policies of mountainous countries. As a result, highland farm communities in many countries are enmeshed in a complex of expanding population, declining resources, poverty and environmental degradation. Di daerah dataran tinggi, praktek-praktek pertanian tradisional “tidak lestari” karena meningkatnya tekanan penduduk dan berubahnya tatanan system sosial. Ekosistem dataran tinggi juga menunjukkan gejala degradasi yang progresif, dinyatakan oleh berkuerangnya areal hutan, vegetasi rumput alamiah, biodiversitas dan hara tanah. Dengan semakin meningkatnya ancaman 2 lingkungan global, pengelolaan sumberdaya alam senantiasa dikaitkan dengan kelestarian sumberdaya alam dan keamanan lingkungan. Natural resources management should start with the analysis of factors contributing to differences within production systems. Individual components and their interactions at different production levels, e.g. farm and community, region etc are also influenced by the socio-economic and policy goals, and they need to be studied further. The long-term capacity to provide for the household needs depends on the restorative power of the natural resources available on the farm. Otherwise, the farmer has to substitute resources or intensify use of other resources to make up for the loss of productivity from one of them. Changes in soil resources, at the plot level, affect the internal processes (including sub-surface) and therefore, affect the production rate and stability of the type of land use. Activities likely to have adverse effects on a broader scale will however become important national concerns for the long-term use of the resources to meet food security targets. Hence, one of the major challenges for resources management research is to harmonise individual economic considerations and individual resources use objectives with those of the entire community. Agro-ecosystems bersifat kompleks, tetapi kompleksitasnya disebabkan oleh adanya interaksi antara proses-proses ekologis dengan social-ekonomis. Oleh karena itu, untuk mengevaluasi agro-ecosystems dan untuk membantu memperbaiki system tersebut, maka dampaknya terhadap manusia yang berhubungan dengannya harus diperhatikan. Oleh kaena itu harus ada criteria yang dapat digunakan untuk analisis pembandingan system dan untuk menginterpretasikan perubahan bentang lahan yang terjadi menurut waktu. Praktek penggunaan lahan dan kendala perbaikan produksi di dataran tinggi. utama untuk Solusi-solusi teknologis telah diperoleh dari hasil-hasil kajian ilmiah yang dilakukan pada sekala petak-percobaan, lahan usahatani dan sekala usaha ternak. Akan tetapi pada setiap saat para petani menggarap banyak petakan kecil-kecil lahan usaha yang tersebar di seluruh bentang lahan. Conventionally, highland ecosystems, like any other ecosystems, have been viewed primarily as biophysical systems with geo-chemical and biological functions or at best, as human production systems with product yields or economic returns as the focus. However, changes occurring in one part or 'niche' of the highland ecosystem have impact not restricted to the highlands and extends to the plains. Therefore, inter-relationships between biophysical and human dimensions need to be integrated both spatially and temporally, to identify ways to improve conditions of the ecosystems and human welfare. There are no well tested and accepted methods to integrate biophysical and socio-economic impacts of technology interventions. 3 Sumber: http://www.ilri.org/InfoServ/Webpub/fulldocs/Aesh/highland.htm ..... diunduh 30/6/2011 Dengan mengenali dimensi-dimensi sumberdaya manusia, kebijakan, dan dimensi teknis yang diperlukan untuk mengingkatkan hasil pertanian secara lestari, maka dapat diadopsi suatu pendekatan holistic untuk riset dan kolaborasi dengan sejumlah mitra kerja. Potensi lahan dan praktek penggunaan lahan ternyata beragam dengan ketinggian tempat dan kemiringan lerengnya. Paraketer ini juga menentukan kendala-kendala utama untuk memperbaiki produktivitas dan degradasi sumberdaya lahan. Beberapa kendala utamanya adalah: Penggenangan musiman membatasi penggunaan laha di daerah yang rendah (lereng bawah) Fragmentasi lahan, hilangnya masa bero, keseimbangan negative hara tanah, hasil tanaman dan pakan yang rendah, dan defisit pangan di daerah lereng tengah 4 Karena semakin meningkatnya tekanan penduduk atas lahan untuk budidaya tanaman, maka lahan dataran tinggi yang sangat miring terpaksa diolah dengan risiko erosi tanah sangat besar. Pilihan teknologi untuk perbaikan penggunaan lahan di dataran tinggi dan dampaknya. Sumber: http://www.ilri.org/InfoServ/Webpub/fulldocs/Aesh/highland.htm ..... diunduh 30/6/2011 Produktivitas lahan relatif rendah, penguasaan lahan sempitsempit, kebutuhan rumahtangga akan pangan dan pakan belum dapat dicukupi oleh rata-rata produksinya dan potensi produksi bio-genetik tanaman pangan / pakan / ternak belum dapat tercapai. Intensification of land-use to increase feed production per unit land (in terms of quality and quantity) and to minimise the effects of seasonal feed availability, without affecting the food production potential of the land, is the major challenge. Associations of food and forage crops have been achieved by manipulating spatial and temporal resource sharing attributes of the crops and forages. Kajian-kajian ilmiah yang masih sangat diperlukan adalah: Seleksi jenis-jenis tanaman hijauan pakan berdasarkan syarat tumbuhnya Penilaian pangsa sumberdaya (light, water dan nutrients) pada berbagai asosiasi spatial dan temporer antara tanaman pangan dan tanaman pakan Praktek pengolahan tanah yang sesuai dengan alternative pola tanam Penilaian nilai kualitas dan kuantitas nutrisi dari hijauan pakan pada berbagai periode/ fase panen 5 Alokasi penggunaan lahan rumahtangga untuk berbagai campuran tanaman dan hijauan pakan untuk memenuhi keseimbangan kebutuhan pangan dan pakan ternak. INTEGRASI TANAMAN-TERNAK DI EKOSISTEM DATARAN TINGGI Integrasi tanaman-ternak untuk petani-petani kecil lahan miring dataran tinggi mempunyai pertimbangan ekologis sangat penting. System integrasi ini akan mempengaruhi pola aliran hara dan material lainnya pada tingkat usahatani dan bentang-lahan, produktivitas menyeluruh, transfer hama dan penyakit, konservasi tanah dan air, serta emisi gas-gas rumah-kaca. Fungsi-fungsi ekologis ini harus dipertimbangkan dalam disain dan manajemen integrasi tanaman-ternak di lahan miring dataran tinggi, untuk memperbaiki produktivitas dan kelestarian ekosistem dataran tinggi tropis yang rentan degradasi. Model diagramatik toposequens agroekosistem (Cuc,L., K.Gillogly and A.T.Rambo, 1990) (Sumber: http://www.agnet.org/library/eb/461/ ….. diunduh 2/6/2011) 6 Peranan ekologis integrasi tanaman-ternak Dalam konteks Asia Tenggara dan daerah tropika basah pada umumnya, ada dua prinsip dasar ekologi yang harus diperhatikan dalam memahami implikasi dari integrasi tanaman-ternak di lahan miring dataran tinggi. 1. Tanpa tutupan vegetasi yang memadai, lahan miring di daerah tropika basah rentan terhadap erosi tanah. Lahan-lahan seperti ini biasanya “tadah hujan” dan sering menderita kekurangan air, dan menjadi kurang produktif dan tidak stabil. Ekosistem yang paling stabil di daerah tropis lembab adalah ekosistem hutan hujan tropis, yang multi strata, beragam, pelindung tanah, hidrologi stabil, produktif dan protektif terhadap proses ekologi lainnya. Pola integrasi yang secara ekologis bagus adalah integrasi tanaman-ternak di Asia Tenggara yang mampu meniru ekosistem orisinalnya. 2. Integrasi tanaman-ternak mengikuti struktur trophic-level dari ekosistemnya, dimana tanaman mencerminkan produsen primer dan ternak perumput atau herbivora. It therefore follows the regular food chain, and energy and nutrient transfer processes, characteristic of natural ecosystems. Struktur trofik-level dalam system ternak-tanaman (Sumber: http://www.agnet.org/library/eb/461/ ….. diunduh 2/6/2011) Kerangka konsep ini membantu memberikan pemahaman yang lebih baik tentang peranan ekologi integrasi tanaman dan ternak. Beberapa fungsi ekologisnya yang paling signifikan adalah sebagai berikut. 7 Produksi Biomasa dan Produktivitas Secara umum, integrasi tanaman-ternak dapat meningkatkan produktivitas ekosistem. Produktivitas primer dapat dikaitkan dengan komponen tanaman, ternak sebagai herbivora dapat menambah produktivitas ekosistem, terutama jika mereka memanfaatkan sisa-sisa panen atau limbah tanaman. Ternak dalam sistem pertanian rakyat sekala kecil tidak hanya berfungsi untuk meningkatkan produksi pangan dan pasokan protein, tetapi juga menyediakan bahan mentah, tenaga-kerja hewan dan pupuk kandang, dan merupakan penyangga risiko dan menjadi tabungan. Aliran hara dan aliran energy di dalam ekosistem dataran tinggi. (Sumber: http://www.agnet.org/library/eb/461/ ….. diunduh 2/6/2011) Regulasi Aliran Hara dan Material Sesuai dengan tingkat trofik dan prinsip ekologi rantai makanan, integrasi tanaman-ternak akan menentukan pola siklus hara, serta aliran materi dan energi dalam agroekosistem. 8 Komponen independen dari Sistem Pertanian dan keterkaitannya dengan komponen lainnya dalam Agrosystem (Amir, P. dan H. Knipscheer, 1989) (Sumber: http://www.agnet.org/library/eb/461/ ….. diunduh 2/6/2011) Pola-pola aliran ini akan menentukan stabilitas dan sustainabilitas agroekosistem lahan miring dataran tinggi. Kalau pola-pola aliran hara, energy, dan material ini bersifat "tertutup" dan terintegrasi, maka agroecosystem relatif lestari, dibandingkan dengan agroekosistem yang aliran-alirannya tersebut bersifat “terbuka". Suatu agroekosistem terbuka biasanya menyebabkan lebih banyak pencemaran, karena ia dicirikan oleh besarnya erosi tanah dan pencucian unsure hara. Oleh karena itu, ia mempunyai dampak eksternal lebih besar, dan memerlukan lebih banyak input untuk memelihara productivitasnya jangka panjang. 9 Menentukan tingkat Biodiversitas Integrasi tanaman-ternak umumnya dapat memperbaiki biodiversitas agroekosistem dataran tinggi, dibandingkan dnegan monokultur. Tingkat biodiversitas, dan kompatibilitas beragam tanaman dan ternak dalam system usahatani, akan mempengaruhi stabilitas produktivitas lahan marjinal dataran tinggi. Karier Biotik untuk transfer Hama dan Penyakit Integrasi tanaman-ternak, while regulating the flow of nutrients and materials, also serves as a carrier of biotic elements which may affect the spread of pests and diseases. Mempengaruhi keseimbangan gas-gas yang penting secara global Integrasi tanaman-ternak memberikan kontribusi terhadap produksi gas metana. Produksi metana oleh ternak adalah hasil dari aktivitas bakteri anaerob dalam saluran pencernaan ternak pada saat melakukan dekomposisi bahan organik. Hewan ruminansia di seluruh dunia memberikan kontribusi sekitar 15% dari emisi metana dunia. Sapi dan kerbau mencapai sekitar 80% dari total metana yang dihasilkan oleh hewan. Implikasi Ekologis dari system Integrasi Tanaman-ternak Pola Tanam dan Kompatibilitas Tanaman-Ternak Sistem SALT yang dikembangkan di Filipina adalah contoh dari sistem yang kompatibel dimana tanaman pagar legume mengontrol erosi tanah dan merupakan sumber pupuk bagi tanaman yang ditanam pada lorong di antara tanaman-pagar; dan hijauan pakan untuk kambing yang dipelihara dnegan system cut-and-carry. Jika kambing dilepaskan untuk merumput dengan bebas, maka vegetasi penutup tanah akan rusak, menyebabkan erosi tanah dan hilangnya hara. Dalam kasus di DAS Phu Wiang, Timur Laut Thailand, tanaman singkong ditanam di lereng atas DAS menjadi sumber utama aliran hara ke luar DAS. Hal ini dapat mengakibatkan degradasi kesuburan tanah. Dalam bentuk lain integrasi tanaman-ternak ada di Asia Tenggara, seperti sistem integrasi kelapa dengan ternak, kotoran sapi dapat menjadi habitat kumbang yang menyerang tunas muda pohon kelapa. Kombinasi Tanaman-tanaman dan tanaman-ternak akan mempengaruhi produktivitas dan keberlanjutan sistem pertanian rakyat terpadu sekala kecil. 10 Estimasi aliran ke luar dari system pertanian untuk beberapa macam unsur hara (Sumber: http://www.agnet.org/library/eb/461/ ….. diunduh 2/6/2011) Aliran Hara dan Material Integrasi tanaman-ternak di dataran tinggi berkontribusi pada siklus hara dan material serta konservasi tanah dan air. Akan tetapi data hasil penelitian di DAS Phu Wiang, Thailand timur-laut dan di VAC dataran tinggi Vietnam menyatakan bahwa pola-pola penggembalaan ternak mempengaruhi produktivitas lahan kering jangka panjang (Suan-Eapi 1987, Cuc et al. 1990). Kalau budidaya ternak berupa pemeliharaan ternak di dataran tinggi dan dijual di dataran rendah, maka akan terjadi akumulasi hara di dataran rendah sedangkan dataran tinggi akan mengalami pengurasan. Pada jangka panjang hal seperti ini akan mengakibatkan penurunan produktivitas lahan dataran tinggi. Pembuangan limbah ternak ke sungai , seperti di Jawa Tengah, mengakibatkan pencemaran air sungai. Penyebaran Hama dan Penyakit Penggembalaan ternak secara bebas, atau pemeliharaan ternak di kandang, dapat berfungsi sebagai karier biotic hama dan penyakit. For example, the manure of grazing livestock could serve as a carrier of upland weed species when applied as fertilizer to home gardens or lowland rice fields. Such weeds may become dominant on bunds, and get dispersed into other ecosystems. Emisi Gas-gas Global Emisi gas metan dari ternak, terutama jenis ruminan, menyumbangkan gas rumah kaca, penyebab terjadinya pemanasan 11 global. The level of methane emitted can be partially reduced by the use of certain chemicals which suppress the activity of anaerobic bacteria in the rumen of livestock, or by integrating non-ruminants into the farming system. Perubahan Pola Integrasi Tanaman-ternak Integrasi tanaman-ternak di Asia Tenggara , terutama bagi petani kecil , sedang mengalami perubahan yang cepat. Di dataran tinggi Vietnam, kebijakan pemerintah adalah mempromosikan ekonomi pasar, dan mengalokasikan lahan untuk petani dataran tinggi . Ini telah meningkatkan penghijauan lahan dataran tinggi , karena para petani telah didorong untuk menanam pohon buah-buahan untuk memenuhi kebutuhan pasar . Peningkatan tutupan vegetasi di lahan berbukit ini telah meningkatkan produktivitas dan konservasi tanah. Introduksi daya listrik ke wilayah Wiang Phu, Timur Laut Thailand, telah memungkinkan keluarga untuk menikmati fasilitas dan peralatan seperti televisi. Hal ini membuka akses informasi baru tentang barang-barang komersial , termasuk bajaktraktor (lokal dikenal sebagai "kerbau besi"). Hal ini telah mengakibatkan penggantian banyak kerbau oleh bajak-traktor, yang berarti ada pengurangan produksi pupuk kandang kotoran kerbau. Karena kerbau biasanya cenderung digembalakan oleh anak-anak, hal ini berarti peningkatan waktu luang bagi anak-anak untuk kegiatan “belajar”. Pola integrasi tanaman-ternak di daerah lahan miring dataran tinggi dapat diubah oleh gaya-gaya kebijakan pemerintah, gaya-gaya pasar, dan pola penguasaan lahan. Hal-hal penting dalam Integrasi Tanaman-Ternak Pola integrasi ternak-tanaman mempunyai implikasi ekologis yang sangat kuat, untuk daerah-daerah yang lahannya miring. Oleh karena itu direkomendasikan hal-hal berikut dalam perencanaan dan pengelolaannya. Pola integrasi harus menjamin kompatibilitas ekonomis dan ekologis antara tanaman-tanaman dan tanaman-ternak, untuk mendapatkan produkdi biomasa yang optimum dan perlindungan lingkungannya. Keberlanjutan integrasi tanaman-ternak harus dinilai dalam konteks aliran hara dan meterial pada tingkat daerah aliran sungai, dan tidak pada tingkat petakan lahan usahatani. Crop-livestock integration should promote soil and water conservation, nutrient conservation, and minimize the emission of greenhouse gases, especially methane. In developing crop-livestock integration, the possible spread of pests, diseases and polluting chemicals should be kept in mind, and their potential impact on human health and welfare. An appropriate Environmental Impact Assessment Framework should be developed for crop-livestock integration in slopelands, of a kind that smallholders can use in their farm planning. This framework should extend to monitoring and evaluation at both a farm and watershed level, to ensure the sustainability of the farming system. 12 Ghabru, S.K. and Pradeep Kumar. 2002. Land-Use Planning for Sustainable Highland Farming in Western Himalayas. Archives of Agronomy and Soil Science. Volume 48, Issue 4, 2002 . pages 385-394. Dampak revolusi hijau telah meluas ke segala penjuru dunia, terutama pertanian dataran rendah; sedangkan di daerah pegunungan masih relative sulit tersentuh. Sistem pertanian pegunungan dianggap lebih penting dibandingkan dengan dataran rendah karena alasan-alasan kerentanan lingkungannya. Pada dasarnya, pertanian merupakan komponen penting dari semua system usahatani di pegunungan dan selain alas analasan ekonomi; kemandirian menjadi factor pentingnya. Himachal Pradesh mempunyai total area geografis 55673 km2 dimana seluas 11322, 14645, 8901, 782, 2530 and 18164 km2 digunakan untuk pertanian, hutan, wastelands, perairan, lahan rumput dan tertutup salju. Negara bagian ini mempunyai jumlah penduduk enam juta jiwa dengan kepadatan penduduk berkisar 2 - 330 jiwa. Lahan-lahan budidaya kebanyakan termasuk kelas IV dan lahan marjinal, yang peka terhadap ancaman degradasi oleh agen-agen alamiah dalam situasi tidak ada pengelolaan yang tepat. A case study being conducted in Lahaul Valley, Himachal Pradesh has shown the basic problems experienced by the farmers are: race against time in agricultural operations because of single growing season, farming for self-sustenance, a compulsion, small land holdings/limited arable land, erosion threats to land resource, poor knowledge of production technology, traditional farming methods, female illiteracy and, besides others, heavy dependence on supportlands, forests and rangelands for fuel and fodder. Being an aboriginal area, there have been hardly any large scale scientific interventions in the past from the state agencies/institutions. Lack of land resources database makes it even more difficult for the planners. Studi kasus ini menunjukkan bahwa hampir 85% lahan budidaya ditanami tanaman biji-bijian, yang memberikan pendapatan rendah kepada petani. Akan tetapi para petani tetap menanam serealia untuk memenuhi kebutuhan pakan ternaknya. Tanaman yang bernilai ekonomi tinggi seperti buah-buahan, sayuran, bijibijian dan tanaman obat hanya menempati kurang dari 15% total lahan. Rataan penguasaan lahanya hanya 1.2 ha untuk 62% dari total petani. Lembah tertutup dari dunia luar selama musim dingin (October-March) pada saat salju lebat memutus jalan darat. Petani hanya mempunyai satu musim tanam untuk memenuhi kebutuhannya. Hal ini mengakibatkan tingginya tekanan atas sumberdaya lahan dan juga mempengaruhi kesehatannya dan kelestariannya. Budidaya Kentang Dataran Tinggi Kondisi lingkungan yang sesuai bagi tanaman kentang adalah curah hujan rata-rata 1500 mm/tahun, lama penyinaran 9-10 jam/hari, 13 suhu optimal 18-21 °C, kelembaban 80-90% dan ketinggian antara 1.0003.000 m dpl. Struktur remah, gembur, banyak mengandung bahan organik, berdrainase baik dan memiliki lapisan olah yang dalam dan pH antara 5,87,0. Sumber: http://blogs.unpad.ac.id/thon043/2010/06/07/budidaya-kentang/ ….. diunduh 1/7/2011 14 PENGELOLAAN LAHAN DI DAERAH HULU DAS Daerah aliran sungai (DAS) merupakan daerah yang menangkap dan menyalurkan air hujan melalui alur-alur sungai; dan seringkali dihantui oleh adanya ancaman banjir pada setiap tahunnya, khususnya di musim penghujan. Sementara itu pada musim kemarau debit sungai seringkali menjadi sangat kecil. Dengan demikian terjadi fluktuasi debit sungai yang sangat besar antara musim kemarau dan musim penghujan. Adanya fluktuasi debit sungai yang besar tersebut merupakan salah satu indikator yang menunjukkan bahwa Daerah Aliran Sungai (DAS), telah mengalami kerusakan. Daerah aliran sungai (DAS) ini pada dasarnya adalah suatu wilayah daratan yang dibatasi oleh pembatas topografi (punggung bukit) yang menerima dan menyimpan air hujan, dan kemudian mengalirkannya melalui anak-anak sungai dan keluar pada satu titik (outlet) melalui sungai utama. Terjadinya limpasan air yang besar pada saat musim penghujan menunjukkan bahwa DAS tersebut tidak lagi mampu menyerap curah hujan yang ada sehingga air yang diterima sebagian besar langsung dialirkan melalui aliran permukaan (run off) ke sungai. Terbatasnya jumlah air yang masuk ke dalam tanah juga berdampak pada sedikitnya jumlah air yang memasok air tanah (groundwater), sehingga pada musim kemarau debit air sungai menjadi kecil. Disamping itu besarnya limpasan permukaan dapat menimbulkan erosi, yang dicirikan oleh warna air sungai yang keruh (tidak jernih). Pada kondisi DAS yang baik, fluktuasi antara debit sungai di musim penghujan dan kemarau adalah kecil, karena sebagian besar curah hujan dapat diserap ke dalam tanah, sehingga aliran permukaan sangat kecil. Oleh karena itu aliran airnya tampak jernih sebagai indikator bahwa lingkungan di DAS tersebut dalam kondisi baik. Sumber: luk.staff.ugm.ac.id/.../slide0098.htm ….. .... diunduh 14/6/2011 15 DAS sebagai sebuah ekosistem umumnya dibagi ke dalam 3 (tiga) daerah, yaitu daerah hulu, daerah tengah dan daerah hilir. Ekosistem DAS bagian hulu merupakan bagian yang penting karena mempunyai fungsi perlindungan fungsi tata air terhadap seluruh bagian DAS. Keterkaitan daerah hulu dan hilir adalah melalui keterkaitan biofisik, yaitu melalui siklus hidrologi. Hulu DAS merupakan tempat yang sangat strategis, karena pada akhirnya penduduk di sekitar DAS pada hakikatnya sangat tergantung pada berfungsinya secara optimal sungai tersebut. Oleh karena itu dalam kajian pengelolaan DAS ini lebih difokuskan pada penelaahan pengelolaan lahan di bagian hulu. Sumber: temp1o0whnjao4qhs.blogspot.com/2009/12/daur-h... .... diunduh 16/5/2011 Ekosistem Lahan di DAS Hulu Ekosistem lahan di DAS Hulu pada umumnya dipandang sebagai suatu ekositem pedesaan yang terdiri dari empat komponen utama, yaitu desa, sawah/ladang, sungai dan hutan. Interaksi dari keempat komponen tersebut akan berdampak pada output yang akan dihasilkan, yaitu air, dalam hal ini sungai, dalam bentuk debit dan kualitas air. Desa merupakan komponen sentral dalam pengelolaan DAS, antara lain dikarenakan faktor manusia di dalamnya. Pertumbuhan jumlah manusia mengakibatkan ketidak seimbangan perbandingan antara lahan pertanian dan kepemilikan lahan pertanian. Dengan kondisi dimana lapangan kerja semakin terbatas serta ketrampilan terbatas berdampak pada kecilnya pendapatan petani. Hal tersebut sering menyebabkan terjadinya perambahan hutan dan lahan marjinal yang berakibat pada menurunnya kualitas lingkungan. Kondisi inilah yang 16 kemudian mengakibatkan terjadinya peningkatan aliran permukaan, erosi dan muatan sedimen yang berdampak pada penurunan kualitas air dan terjadinya fluktuasi debit sungai pada musim kemarau dan musim penghujan. Peningkatan aliran permukan ini dipicu pula perubahan tata guna lahan, dimana daerah yang semula berfungsi sebagai daerah penampung dan penyerap air hujan telah berubah fungsi sebagai daerah hunian, industri dan lainnya. Perubahan tersebut dipicu oleh pengembang atau individu yang melihat peluang ekonomi kawasan yang dapat dikembangkan sebagai kawasan pemukiman. Matahari Hutan Desa Sawah/ ladang Tumbuhan Tanah Manusia Air Sungai Debit/Lumpur/Unsur hara Hewan 17 Sumber: www.litbang.deptan.go.id/berita/one/753/ …… .... diunduh 14/6/2011 Penyebab utama terjadinya perambahan hutan dan kerusakan lingkungan biasanya dikaitkan dengan alasan “ekonomi”. Alasan ekonomi ini tidak hanya terkait dengan kelaparan dan kemiskinan, tetapi juga menyangkut masalah “kerakusan” untuk memperoleh daerah yang strategis. Jika dikaitkan dengan kerusakan lingkungan di DAS Hulu sangatlah relevan, di satu sisi adanya tekanan eknomi bagi masyarakat di pedesaan, di sisi lain terjadinya perubahan tataruang akibat alih fungsi lahan dari lahan pertanian menjadi pemukiman dan bangunan lainnya. Permasalahan inilah yang akan menjadi fokus bahasan dalam rangka pengelolaan DAS di bagian hulu. Dengan mengacu pada indikator kerusakan suatu DAS, yang dicirikan oleh Rasio debit sungai maksimum dan minimum, koefisien limpasan, erosi dan sedimentasi, muka air tanah dan debit mata air; beberapa indikator telah menunjukkan bahwa DAS Hulu telah mengalami kerusakan, yaitu antara lain : a. Nilai koefisien limpasan DAS telah mencapai 60-70%, dengan mengacu pada debit sungai yang mencapai 2.500 mm/tahun dan curah hujan rata-rata 3.500 mm/tahun. Data dari hidrograf menunjukkan bahwa koefisien aliran permukaan berkisar antara 60-75%. b. Rasio debit air sungai maksimum dan minimum Rasio debit air sungai maksimu dan minimum mencapai 145 : 1 yang menunjukkan ancaman kekeringan dan turunnya muka air tanah yang tajam pada musim kemarau. Angka tersebut telah sangat jauh melebihi batas wajar yang aman. c. Debit maksimum Terjadinya perubahan tataguna lahan di DAS telah meningkatkan debit puncak (maksimum). d. Erosi dan sedimentasi 18 Secara kumulatif laju erosi yang terjadi di DAS Hulu dapat mencapai 20 ton/ha/tahun, dengan indeks erosi sebesar 1,30 (lebih besar dari 1), dengan kehilangan lapisan tanah akibat erosi sebesar 1,5 mm/tahun. e. Debit mata air Telah terjadi penurunan debit mata air, khususnya pemanfaatan oleh PDAM sebesar 5-15% Kondisi di atas mencerminkan bahwa DAS Hulu perlu mendapat perhatian dan penanganan serius. Dengan mengacu pada konsep pendekatan ekosistem DAS yang berbasis desa, kondisi lapangan yang ada dan data yang tersedia, kerusakan yang terjadi di DAS Hulu disebabkan antara lain oleh : a. Luasan hutan yang semakin kecil akibat terjadinya perambahan hutan dan perubahan hutan menjadi lahan pertanian, yang berdampak pada meningkatnya aliran permukaan dan berkurangnya kapasitas tanah untuk menyimpan air b. Beralih-fungsinya lahan-lahan pertanian menjadi areal pemukiman & hotel, yang juga berdampak pada meningkatnya aliran permukaan c. Budidaya pertanian yang tidak mengacu pada kaidah konservasi, yang berdampak pada meningkatnya erosi Analisis Permasalahan Dalam menganalisis DAS, output yang diharapkan adalah tersedianya air dalam jumlah yang memadai dengan fluktuasi yang kecil antara musim penghjan dan musim kemarau serta kualitas air yang baik. Dalam pengelolaan DAS, perlu mempertimbangkan aspek-aspek sosial, ekonomi, budaya dan kelembagaan yang beroperasi di dalam dan di luar DAS. Artinya, pendekatan teknis saja melalui berbagai kegiatan yang terkait dengan konservasi tanah, hutan dan air saja tidak cukup, diperlukan pendekatan lainnya dalam mendukung aspek pendekatan teknis. Keterpaduan dalam pemulihan, penyelamatan, pelestarian dan pemanfaatan potensi sumber daya alam dan lingkungan DAS secara optimal yang akan memberikan keuntungan ekologis, ekonomis maupun sosial dikenal dengan pendekatan bioregional. Hal ini mengacu pada keharmonisan hubungan manusia dengan alam dan lingkungannya. Dalam pendekatan ini berkembangnya sosio-teknosistem cenderung akan mendesak keberadaan ekosistem suatu DAS. Sosiosistem ditelusuri melalui pola hidup masyarakat, tingkat pengetahuan dan pendidikan, kesehatan, pendapatan perkapita dan tingkat kepedulian terhadap potensi sumberdaya alam dan lingkungannya. Sedangkan teknosistem ditelusuri berdasarkan aspek penggunaan tanah baik untuk penerapan teknologi budidaya, industri, maupun pemanfaatan lainnya yang erat kaitannya dengan konservasi tanah. Pola dasar sistem penyelesaian baik secara fisik maupun ekonomi yang dilakukan selama ini menunjukkan hanya sebatas penyelesaian sementara antara lain dengan pengerukan dan normalisasi 19 sungai, penghijauan sporadis, pemberian ijin perubahan fungsi lahan untuk kawasan permukiman yang tidak didasarkan pertimbangan kepentingan sektor lain dan keseimbangan lingkungan. Oleh karena itu Master Plan suatu DAS yang sudah ada mudah mudahan dapat digunakan sebagai acuan Pemerintah Kota/ Kabupaten dalam melaksanakan program pembangunan di daerahnya termasuk program berbagi pendanaan yang secara diagramatis dapat dikemukakan pada gambar berikut ini Shifting the Burden S/+ Program bersifat tahunan dan hanya mengandalkan dana APBN dan APBD B1 Penanganan DAS belum dilakukan secara komprehensif dan terpadu S/+ B2 Penetapan Master Plan DAS untuk menjamin alokasi dana dan program sharing pendanaan serta dasar pemberian ijin kawasan S/+ O/- R Ketergantungan pada APBN dan APBD O/- O/- Sehubungan dengan hal itu pendekatan dalam menjawab permasalahan DAS Hulu dikelompokkan kedalam 4 (empat) pendekatan, yaitu pendekatan (a) teknis biofisik, (b) teknis fisik, (c) sosial ekonomi, dan (d) kebijakan. a. Pendekatan teknis biofisik. Merupakan pendekatan pada aspek biofisik, dengan penekanan pada pengembangan kultur teknis, pola tanam, pilihan komoditas yang akan dikembangkan yang terkait dengan sistim usahatani yang berkelanjutan. 1. Pertanian hutan (agroforestry) Merupakan suatu sistim usaha tani yang telah lama dipraktekan di Negara-negara berkembang dan sangat relevant dengan kondisi sosial-ekonomi masyarakat di negara-negara berkembang. Sistim 20 pertanian-hutan pada prinsipnya merupakan suatu sistim usaha tani atau penggunaan tanah yang mengintegrasikan tanaman tahunan berkayu di atas lahan yang sama dengan tanaman rendah (semusim) secara spatial dan atau temporal. Sumber: sgp.undp.org/.../1558/agroforestry_system.html …..... diunduh 14/6/2011 Dengan demikian sistem ini merupakan penggunaan tanah terpadu dengan mengakomodasikan aspek ekologi dan ekonomi, dan sesuai untuk tanah-tanah marjinal dan sistim masukan rendah. Pertanian hutan dapat memadukan bermacam-macam tanaman yang masingmasing memiliki fungsi konservasi tanah dan air, maupun fungsi pendukung ekonomi masyarakat. Sistem usaha tani pertanian-hutan ini dapat dikelompokkan ke dalam : Kebun Pekarangan Merupakan kebun campuran yang tidak teratur antara tanaman tahunan (buah-buahan) dan tanaman semusim di sekitar pekarangan dengan fungsi penyediaan karbohidrat, vitamin dan mineral, serta obat-obatan sepanjang tahun 21 Sumber: www.agnet.org/library/bc/48005/ ….. .... diunduh 14/6/2011 Talun-kebun Merupakan pertanian-hutan tradisional dimana berbagai macam tanaman ditanam secara spatial dan urutan temporal. Lokasinya jauh dari pekarangan, dengan fungsi (1) penyediaan subsisten karbohidrat, protein, vitamin dan mineral, (2) produksi komoditas komersial, (3) konservasi tanah dan genetic, (4) sosial (penyediaan kayu baker bagi desa, (5) peningkatan ekonomi masyarakat dari hasil komoditas komersial. Pertanian talon-kebun ini telah berhasil dikembangkan di daerah Jawa Barat. 22 Sumber: www.leeds.ac.uk/.../Vanga,%20web%20English.htm .... diunduh 14/6/2011 Tumpang sari Tumpang sari bertujuan untuk mengintensifkan kegiatan Pertanian, pemanfaatan sumber daya secara optimal, serta menyelamatkan sumber daya lahan dan air, serta mengurangi resiko kegagalan panen (Direktorat Pengembangan Usaha, 2003). Prinsip tumpang sari adalah keanekaragaman vegetasi, dengan penanaman bermacam-macam tanaman, berupa tanaman keras/ kayu-kayuan dan buah-buahan, dengan intercrop tanaman semusim seperti tanaman pangan, tanaman obat-obatan, tanaman penutup dll. Sumber: ifgtb.icfre.gov.in/ifgtb-pic/flucc/pages/Casu... .... diunduh 14/6/2011 23 Rumput-hutan Merupakan usahatani campuran antara kehutanan dan peternakan (sylvopasture), dimana rumput ditanam di bawah pohon damar, pinus dan Albisia sp. Pengembangan system ini dapat berhasil di daerah yang petaninya mempunyai ternak, tapi tidak ada ladang untuk penggembalaan. Selain sebagai pakan ternak, rumput berfungsi sebagai pencegah erosi yang ditanam sebagai penutup tanah, penguat teras dan guludan serta penguat tebing-tebing pada tanah yang miring. Dalam usaha Pertanian, rumput dapat dimanfaatkan sebagai mulsa dan pupuk kompos. Sumber: www.glci.org/GLCI%20Newsletters/SeptOct99.htm.... diunduh 14/6/2011 Pertanaman lorong Merupakan penanaman tanaman semusim atau tanaman pangan di lorong antara barisan pagar tanaman pohon. Tanaman pagar dijaga agar tetap rendah agar tanaman semusim tidak ternaungi, kecuali jika tidak ada tanaman semusim maka tanaman pagar dibiarkan tumbuh bebas. Pada tanah yang berlereng, tanaman pagar dan tanaman semusim ditanam mengikuti kontur agar erosi dapat tercegah dengan baik. Sistem usahatani pertanian-hutan ini merupakan system usahatani tradisional yang telah dikenal oleh masyarakat namun telah dilupakan, tetapi ternyata efektif untuk mengatasi berbagai masalah kerusakan lingkungan di negara-negara berkembang akibat adanya pertambahan penduduk. Disamping itu, hasil usaha pertanian tersebut sekaligus dapat meningkatkan pendapatan masyarakat. 24 2. Reboisasi Reboisasi merupakan upaya untuk penghutanan kembali (penanaman kembali) hutan-hutan yang telah rusak dengan tanaman hutan, atau pada daerah-daerah yang berlereng curam dimana faktor erosi dapat terjadi. Upaya reboisasi ini dapat berhasil apabila masyarakat di sekitar hutan terlebih dahulu diberdayakan. Pemilihan pohon untuk reboisasi hendaknya memperhatikan faktor ekologidan faktor ekonomi serta faktor sosial penduduk di sekitarnya. Khusus untuk reboisasi tanah gundul, disamping dipilh jenis tanaman yang bernilai juga harus cepat tumbuh, sehingga mampu menahan dan mengawetkan tanah dan air. 3. Penghijauan Merupakan upaya penanaman pohon-pohonan di lahan-lahan di luar kawasan hutan. Tujuannya adalah untuk meningkatkan pendapatan masyarakat dan sekaligus mengawetkan lahan (mengurangi terjadinya erosi). Penghijauan akan efektif bila diarahkan pada penanaman tanaman pohon yang bernilai ekonomis, seperti buah-buahan. Pemerintah pada saat ini tengah menggalakkan Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GNRHL), dimana tanaman buah-buahan menjadi salah satu pilihan yang digunakan untuk penghijauan. Pada penerapan program ini peran dan partisipasi masyarakat perlu dilibatkan sejak awal perencanaan, sehingga dapat dikembangkan komoditaskomoditas yang sesuai dengan harapan petani, khususnya yang mempunyai nilai ekonomis tinggi serta baik untuk konservasi lahan. Penghijauan dapat dilaksanakan pada jalur penyangga, jalur hijau dan daerah aliran sungai, sebagai berikut : o o Penghijauan pada daerah penyangga Penghijauan dilakukan pada daerah perbatasan antara hutan dengan pemukiman masyarakat atau areal budidaya tanamanm yang dinamakan daerah pengangga hutan (buffer zone), yang cukup rentan terhadap timbulnya permasalahan lingkungan. Derah ini merupakan pintu masuk bagi masyarakat kawasan hutan, oleh karena itu pengembangan dan pengelolaan buffer zone dengan penanaman komoditas komersial seperti buah-buahan sangat penting, sehingga dapat mencegah dan mengurangi minat masyarakat untuk merambah hutan. Penghijauan pada jalur hijau/ koridor Penghijauan dilakukan di daerah “antara” yang menghubungakan hutan dengan pemukiman. Daerah koridor ini sebaiknya ditanam bermacam-macam tanaman yang mempunyai nilai ekonomi. Disamping untuk meningkatkan pendapatan masyarakat, keaneka ragaman tersebut sebagai relung kehidupan fauna, sehingga tidak terjadi proses pemutusan flora dan fauna dari ekosistem hutan ke daerah budidaya tanaman. 4. Sistem perkebunan/ mokokultur Merupakan penanaman satu jenis komoditas tanaman dengan maksud untuk meningkatkan produksi dan produktivitas dalam usaha 25 tani. Komoditas yang dikembangkan adalah komoditas tanaman pohon, yang mempunyai sistem perakaran yang dalam, seperti tanaman buahbuahan, disamping juga mempunyai nilai ekonomi yang tinggi Biasanya menggunakan input sarana produksi yang tinggi (intensifikasi). Dalam penanaman monokultur perlu diikuti oleh upaya konservasi antara lain : o Pada lahan yang bergelombang/ miring perlu pembuatan teras-teras dan guludan untuk menghambat aliran permukaan air dan mengurangi erosi, serta menampung dan menyalurkan aliran air dengan kekuatan yang tidak merusak. o Pengolahan tanah minimum, dilakukan secara terbatas/ seperlunya pada lobang tanam saja o Tanaman utama misalnya komoditas buah-buahan seperti jeruk, durian, mangga dll, pada teras ditanam menurut sabuk gunung atau memotong lereng o Penanaman rumput-rumputan pada guludan dan lerenglereng/ tebing untuk mencegah erosi Sumber: www.trivago.com/.../picture-i303841 .... diunduh 14/6/2011 5. Penanaman rumput Selain sebagai tanaman penutup, rumput juga berperan sebagai tanaman penguat teras dan guludan. Jenis tanaman rumput yang dianjurkan ialah rumput gajah, rumput kolonjono dan rumput bahi (Paspalum notatum). Tempat penanaman rumput dapat di galengan/pematang, talud teras, dinding dan dasar saluran pengairan, serta di tebing-tebing sungai. Sedangkan cara penanamannya dapat dilakukan secara rapat, secara barisan menurut arah kontur, atau secara berselang-seling menurut arah lereng. Tanaman rumput harus disulam terus menerus sehingga rapat 26 dan dipangkas secara periodik untuk mencegah supaya tidak menjadi sarang tikus. 6. Penanaman menurut kontur Penanaman menurut kontur berarti penanaman dilakukan menurut sabuk gunung atau memotong lereng. Cara ini dilakukan pada tanah-tanah yang berlereng dengan membuat guludan-guludan Sumber: knol.google.com/k/soil-conservation-then-and-now ….. diunduh4/5/2011 b. Pendekatan teknis fisik Merupakan pendekatan yang mengacu pada pembangunan sarana dan prasarana bangunan dalam rangka pengendalian banjir (limpasan air sungai) 1. Channel reservoir Merupakan upaya untuk menampung, menyimpan dan mendistribusikan air di alam, dengan membendung aliran air di sungai, sehingga air tersebut dapat mengalir ke samping dan mengisi reservoir. Pola ini mengacu pada pengembangan sistim sawah teras bertingkat. Terdapat 3 (tiga) manfaat yang dapat diperoleh, yaitu : (a) menampung sebagian besar volume air hujan dan aliran permukaan, (b) menurunkan kecepatan aliran permukaan, (c) peningkatan cadangan air tanah. 2. Pemanenan Air (Water harvesting) Merupakan upaya penampungan air aliran permukaan melalui pembangunan waduk-waduk kecil. Teknologi ini telah dikembangkan di 27 Gunung kidul dengan ukuran waduk yang mampu menampung air sejumlah 300 m3 (20 m x 5 m x 3 m). dan dapat mengurangi volume dan kecepatan aliran air permukaan, menyimpan air untuk musim kemarau. Pembuatan waduk-waduk kecil dalam jumlah yang banyak, jika diterapkan di DAS Hulu akan mampu meretensi air dan mengurangi volume air yang dialirkan melalui aliran permukaan. Sumber: edaa.in/Members/edea/rain-water-harvesting/ ….. diunduh 20/6/2011 3. Pembangunan sumur resapan Salah satu penyebab terjadinya peningkatan aliran air permukaan di DAS Hulu adalah akibat terjadinya alih fungsi lahan dari lahan pertanian menjadi areal pemukiman. Dengan demikian air hujan yang jatuh tidak dapat diserap oleh tanah tetapi air mengalir dari permukaan beton atau aspal menuju saluran (parit), dan selanjutnya menuju sungai. Untuk itu agar mengurangi air yang melimpas tersebut diperlukan pembuatan sumur-sumur resapan di setiap bangunan, yang mampu menyimpan/menahan air yang jatuh dari talang-talang bangunan agar tidak melimpas, tetapi dapat mengisi air di dalam tanah. 28 Sumber: www.southeastexcellence.co.uk/.../?/789/Water/ ….. diunduh 5/6/2011 Teknologi resapan air dapat dikembangkan dengan beragam model, misalnya dengan “sistem drainase air hujan berwawasan lingkungan”. Akhir akhir ini dikeluhkan adanya intrusi air laut jauh ke wilayah daratan yang akan mengakibatkan defisit air di beberapa wilayah khususnya kota kota di pulau Jawa. Dengan system tersebut dan di padukan dengan upaya reboisasi di daerah hulu dan penataan pola konsumsi air yang benar maka kekhawatiran kekurangan sumber air bersih akan dapat dihindarkan. Sistem drainase air hujan berwawasan lingkungan pada prinsipnya adalah sistem sumur resapan yang telah dikemukakan diatas yakni dimulai dari masing masing rumah/ tempat bermukim dengan cara menampung air hujan yang jatuh di atap atau diperkerasan untuk tidak dialirkan langsung ke system drainase perkotaan/ sungai melainkan dialirkan kedalam sumuran yang di buat di setiap halaman rumah atau hamparan terbuka baik secara individual maupun secara kolektif. Cara tersebut dimaksudkan untuk menampung air yang berkualitas dapat meresap kembali ke dalam tanah. Konstruksi sumur resapan seperti halnya sumur gali yakni dengan dinding perkuatan di bagian atas dan ruang sumur dibagian bawah di rencanakan kosong untuk menampung air sebanyak mungkin. Manfaat yang diperoleh dari system ini antara lain : Mencegah intrusi air laut untuk perkotaan daerah pantai Mereduksi dimensi jaringan drainase perkotaan Menghindari kemungkinan terjadinya banjir di daerah hilir Menurunkan konsentrasi pencemaran air tanah Mempertahankan tinggi muka air tanah Melestarikan teknologi tradisional Meningkatkan peran serta masyarakat Membudayakan pola pikir pelestarian lingkungan 29 Disain sumur resapan tersebut disesuaikan dengan : debit air yang mungkin dapat di tampung di sumur resapan, faktor geometrik, durasi aliran, radius sumur. 4. Transfer air antar DAS (water transfer from basin to basin) Merupakan upaya untuk menurunkan debit maksimum (peak discharge) dan waktu puncak (time to peak discharge), dengan mengalirkan air dari sungai ke sungai Cisadane melalui pembangunan saluran (sodetan), yang kini telah menjadi salah satu bahan pertimbangan pemerintah dalam mengatasi banjir di DKI Jakarta akibat melimpahnya volume air sungai . 5. Konservasi mekanik lahan Konservasi cara mekanik menggunakan sarana fisik seperti batu, tanah dll, yang bertujuan untuk memperlambat aliran permukaan dan mengurangi erosi, serta menampung dan menyalurkan aliran permukaan dengan kekuatan yang tidak merusak. Menurut Direktorat Tanaman Buah (2001) dikenal beberapa teknik konservasi mekanik lahan untuk usaha pertanian sebagai berikut : o Pengolahan tanah menurut kontur/ memotong lereng Pengolahan tanah yang dilakukan menurut kontur atau sabuk gunung, baik dengan pembajakan, pencangkulan atau perataan, sehingga terbentuk alur-alur dan jalur-jalur tumpukan tanah yang searah dengan kontur. Alur tanah tersebut akan merupakan penghambat erosi. Pengolahan tanah menurut kontur ini sebainya diikuti dengan penanaman dalam baris-baris memotong lereng. Sumber: bensoninstitute.org/.../LandPreparation.asp ….. diunduh 2/6/2011 30 o o Pembuatan guludan, teras, dan saluran/ pembuangan air. Beberapa cara dikenal guludan biasa, teras (teras guludan, teras kredit/sederhana dan teras bangku). Sedangkan saluran air berupa saluranpembuangan dan got buntu/rorak. Guludan biasa Guludan biasa dibuat pada lahan dengan kemiringan lereng dibawah 6%, dimaksudkan untuk aliran permukaan yang mengalir menurut arah lereng. Dibuat menurut kontur, sedikit miring yang menuju saluran pembuangan. Pada guludan sebaiknya ditanami rumput penguat guludan dan tanaman tahuan penguat teras seperti lamtoro. o Teras guludan dan teras kredit Teras guludan dibuat pada lahan dengan kemiringan lereng 6-15%, arah memanjang sejajar kontur dan menuju ke saluran. Teras kredit merupakan penyempurnaan dari teras guludan yang memungkinkan daya tampung lumpur lebih besar lagi. o Teras bangku Teras bangku dibuat pada lahan dengan kemiringan lereng 830%. Teras bangku memiliki bentuk khas, antar bidang olah teras dibatasi oleh terjunan. Teras bangku terdiri dari beberapa bagian utama yaitu bidang olah, talut, guludan atau galengan dan saluran pembuangan air. Sumber: nzdl.sadl.uleth.ca/cgi-bin/library.cgi?e=d-00... diunduh 1/6/2011 31 o Saluran/pembuangan air Untuk mengatasi genangan air dan mengatur jalannya air perlu dibuat saluran air. Pembuatan saluran pembuangan air dilakukan untuk mengendalikan air sehingga tidak merusak teras, guludan dan untuk meningkatkan presapan air ke dalam tanah. Saluran air dibuat pada tempat-tempat yang terjadi akumulasi air hujan dan air tsb dialirkan menuju saluran pembuangan air alami. Pada permukaan saluran perlu ditanami rumput. Pada tempat yang memiliki ketinggian yang berbeda, perlu dibuat bangunan terjunan air yang diberi penguat dengan batu, bambu atau kayu. Dengan demikian air yang mengalir turun tidak akan mengikis tanah yang menimbulkan longsor. Dikenal saluran air yang buntu, yang disebut rorak. Rorak dibuat untuk menampung air hujan yang jatuh dan air aliran permukaan dari bagian atas, sehingga tanah-tanah yang tererosi dari bagian atasnya diendapkan pada rorak dan tidak hanyut/hilang terbawa air. Setelah rorak penuh endapan tanah erosi, digali lagi dan tanah diratakan pada bidang olah teras. c. Pendekatan Sosial & Ekonomi Merupakan pendekatan dari sisi pemberdayaan masyarakat di dalam DAS dalam menjaga dan memelihara lahan, yang sekaligus sebagai sarana dalam mengembangkan usaha ekonomi 1. Pemberdayaan Masyarakat Karena pemberdayaan masyarakat merupakan inti dan sekaligus tujuan setiap proses pengembangan masyarakat (community development), maka kerangka berpikir pemberdayaan masyarakat akan sepenuhnya terkait dengan pengembangan masyarakat. Dalam hal pemberdayaan masyarakat dalam konsep pembangunan ini, istilah pengembangan atau pembangunan masyarakat tetap menekankan pada pendekatan swadaya. Karena itu pengembagan masyarakat perlu dibangun di atas realitas masyarakat. Pada dasarnya pengembangan masyarakat yang dibangun di atas realitas diyakini akan lebih mampu menjamin pemberdayaan masyarakat, yakni proses untuk membina kemampuan masyarakat untuk mewujudkan daya kerjanya dalam memperbaiki martabat dan kedudukan sendiri. Ada 4 (empat) strategi yang dapat digunakan dalam melakukan pemberdayaan yaitu: o Strategi fasilitas, strategi ini dipergunakan ketika kelompok atau sistem yang dijadikan target mengetahui ada suatu masalah dan membutuhkan perubahan, kemudian ada keterbukaan terhadap bantuan dari luar dan keinginan pribadi untuk terlibat. o Strategi reeduktif, strategi ini membetuhkan waktu, khususnya dalam membentuk pengetahuan dan keahlian. 32 o o Strategi persuasif, strategi ini berupaya membawa perubahan melalui kebiasaan. Strategi kekuasaan, membutuhkan agen perubahan yang mempunyai sumber-sumber untuk memberi bonus atau sanksi pada target serta mempunyai kemampuan untuk memonopoli akses. Berdasarkan pemikiran di atas, maka kegagalan dan keberhasilan pengembangan dan pemberdayaan masyarakat akan ditentukan oleh kemampuan semua pihak yang terlibat pada proses pengembangan masyarakat dalam memahami realitas masyarakat dan lingkungannnya, sistem keprcayaan dan sistem nilai masyarakat tentang arti perubahan dan arti masa depan, mindscape masyarakat dalam bersikap dan berperilaku, serta faktor-faktor yang menentukan terbentuknya suatu mindscape tertentu. Dengan kata lain, pemahaman akan budaya dan faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan budaya masyarakat akan menentukan keberhasilan suatu program atau proyek pengembangan dan pemberdayaan masyarakat. 2. Pengembangan kelembagaan Pengembangan kelembagaan diarahkan untuk dapat lebih melibatkan masyarakat dan memberdayakan masyarakat, dengan basis agar aktivitas ekonomi dapat berjalan tanpa mengganggu kelangsungan ekosistem atau mampu menjaga kelestarian alam., antara lain: - Pengembangan Koperasi Koperasi dikembangkan untuk memenuhi dan menampung kebutuhan warga - Pemberdayaan Pondok Pesantren Pesantren mempunyai peran strategis sebagai institusi yang bergerak di bidang spiritual, ekonomi dan penjaga kelestarian alam. Oleh karena itu pemberdayaan pesantren diharapkan akan mampu menjadi acuan dan panutan dalam pengembangan model-model percontohan usaha pertanian yang terkait dengan pelestarian alam 3. Penyuluhan Penyuluhan ditekankan pada pengembangan usaha ekonomi produktif yang tidak merusak lingkungan, khususnya di bidang usaha pertanian, penguatan dan pemberdayaan kelembagaan, serta pelestarian lingkungan. Penyuluhan dapat dilaksanakan dalam bentuk pameran pendidikan, penyuluhan ke sekolah-sekolah, kelompokkelompok tani, pesantren, PKK, karang taruna, dan lain-lainnya. 4. Pengembangan Produk Ekowisata Pariwisata telah menjadi salah satu kegiatan ekonomi global yang terbesar, dan melalui pengembangan produk ekowisata diharapkan dapat menjadi salah satu cara untuk membiayai konservasi alam dan meningkatkan nilai lahan yang dibiarkan alami (The Ecotourism Society, 1999). Karena itu, pengembangan sebuah produk yang mampu memberikan kontribusi positif bagi lingkungan harus menjadi prioritas. 33 Ekowisata merupakan gabungan dari berbagai kepentingan yang muncul dari kepedulian terhadap masalah sosial, ekonomi dan lingkungan. Dengan kata lain, ekowisata adalah wisata bertanggung jawab ke daerah alami yang melestarikan lingkungan. Pengembangan ekowisata yang benar harus dilakukan berdasarkan system pandang yang mencakup di dalamnya prinsip berkelanjutan dan partisipasi keterlibatan penduduk setempat di dalam area DAS yang potensial untuk pengembangan ekowisata. Jadi, di sini ekowisata harus berupa kerangka sebuah usaha bersama antara penduduk setempat dan pengunjung yang peduli dan berpengetahuan untuk melindungi lahan-lahan liar dan asset biologi, serta kebudayaan melalui dukungan dari pengembangan masyarakat. Pengembangan masyarakat di sini kita definisikan sebagai pemberdayaan kelompok setempat yang sudah ada untuk mengontrol dan mengelola sumber daya yang berharga dengan cara yang tidak hanya menjaga kelangsungan sumber daya tersebut tetapi juga memenuhi kebutuhan sosial, budaya dan ekonomi dari kelompok tersebut (Nasution, 2004) 5. Pengembangan pemasaran Dalam pengelolaan lahan agar dapat lestaris perlu ditangani melalui penanganan teknis dan sosial ekonomi, untuk memasarkan produk produk hasil pertanian tidak sulit, selain DAS hulu merupakan daerah wisata, juga dekat dengan daerah pemasaran potensial yaitu kota-kota besar di daerah bawahnya. Dengan melalui kelompok kelompok masyarakat yang dibentuk yang diikat melalui paguyuban usaha Koperasi, sehingga produk produk tersebut mudah cara pemasarannya, baik melalui pasar tradisional, supermaket dan mall. Yang lebih penting justru menjaga kualitas dan kontinuitasnya, shg dengan demikian pemasaran dapat diusahakan secara effisien. Untuk itu perlu diciptakan jaringan yang mantap antara produsen (petani) dengan tempat pemasaran (pasar tradisional, Super maket dan mall). d. Pendekatan kebijakan Kawasan DAS dapat dibagi atas zona Budibaya (B) dan zona Non budidaya (N). Zona Budidaya dan zona Non budidaya adalah zonazona yang ditetapkan karakteristik pemanfatan ruangnya, berdasarkan dominasi fungsi kegiatan masing-masing zona pada kawasan budidaya dan kawasan lindung. Untuk DAS hulu masalah yang penting menyangkut kedua jenis zona tersebut adalah : - Keseimbangan lingkungan secara terpadu - Penyediaan dan pengelolaan air baku - Sistem pengendalian banjir, sbb: o Reboisasi hutan dan penghijauan tangkapan air o Pentaan kawasan sungai dan anak-anak sungainya o Normalisasi sungai dan anak-anak sungainya o Pengembangan waduk-waduk pengendali banjir dan pelestarian situ-situ o Pembangunan prasarana dan pengendali banjir - Sistem pengelolaan persampahan 34 Dari hulu ke hilir DAS akan mempengaruhi dan melalui kawasan-kawasan (zona N) yang diarahkan untuk konservasi air dan tanah : - Kawasan hutan lindung - Kawasan resapan air - Kawasan dengan kemiringan tertentu - Sempadan sungai - Sempadan pantai - Kawasan sekitar danau/ waduk/ situ - Kawasan sekitar mata air - Kawasan pantai berhutan bakau - Taman hutan raya - Taman wisata alam Sedangkan untuk kawasan budidaya lainnya maka akan dipengaruhi oleh permukiman sepanjang DAS dan peruntukan lain seperti industri. Penataan bangunan dan lingkungan di perkotaan dan di perdesaan yang sesuai dengan pola pemanfaatan ruangnya. Pengendalian pemanfaatan ruang sangat penting antara lain dengan pemberian izin membangun bangunan gedung, prasaranan dan sarana lingkungan. Dalam penataan ruang dan penataan bangunan di DAS dan sekitarnya hendaknya berwawasan lingkungan dan berkelanjutan dengan mengacu pada pendekatan bioregional yang memiliki 4(empat) hal pokok : - Wilayah-wiayah yang didefinisikan secara biologis menawarkan skala spasial paling menguntungkan dimana sejumlah bentuk human governance dan pembangunan bisa dipraktekkan. - Human governance (tatanan yang berkemanusiaan) dalam sebuah bioregional hendaknya bersifat demokratis dan bertanggung jawab pada pengendalian lokal, serta harus mengembangkan kualitas hidup yang tinggi dan berkeadilan social - Pembangunan ekonomi dalam sebuah bioregional hendaknya dikelola secara lokal menggunakan teknologi yang layak dan mengembangkan ekploitasi ekosistem. - Interdependensi politik dan ekonomi bioregional hendaknya dilembagakan ditingkat-tingkat pemerintahan KONSERVASI TANAH DAN AIR DI LAHAN KERING DATARAN TINGGI Lahan kering dalam keadaan alamiah memiliki kondisi antara lain peka terhadap erosi, terutama bila keadaan tanahnya miring atau tidak tertutup vegetasi, tingkat kesuburannya rendah, air merupakan faktor pembatas dan biasanya tergantung dari curah hujan serta lapisan olah dan lapisan bawahnya memiliki kelembaban yang amat rendah. Merosotnya produktivitas lahan pada tanah datar dapat pula terjadi karena hilangnya unsur hara lewat pencucian dan aliran permukaan. Di daerah 35 yang penduduknya masih menggunakan sistem ladang berpindah, menggunakan lahan yang berlereng curam untuk kegiatan-kegiatan usahatani pangan semusim dimana para petani tidak atau belum memperhatikan konservasi lahan. Kerusakan tanah tersebut pada umumnya terjadi karena tindakan manusia sendiri yang tidak mengindahkan kaidah-kaidah konservasi tanah dan air dalam mengelola usahataninya yang merupakan kemunduran dalam penggunaan sumber daya alam. Hingga mengakibatkan kerugian dengan banyak bencana misalnya banjir, kekeringan, erosi dan lain-lain. Oleh karena itu dalam pengelolaan sumber daya alam (tanah dan air) penting dilakukan tindakan konservasi. Berdasarkan data yang dibuat oleh puslitbangtanak pada tahun 2002, potensi lahan kering di Indonesia sekitar 75.133.840 ha. Suatu keadaan lahan yang sangat luas. Akan tetapi lahan2 kering tersebut tidak begitu menghasilkan dan berguna bagi masyarakat yang tinggal di sekitar area lahan kering. Hal ini disebabkan oleh masih kurangnya teknologi pengelolaan lahan kering sehingga sering mengakibatkan makin kritisnya lahan kering. Erosi, kekurangan air dan kahat unsur hara adalah masalah yg paling serius di daerah lahan kering. Paket teknologi untuk mananggulangi masalah tersebut juga sudah banyak, akan tetapi kurang optimal di manfaatkan karena tidak begitu signifikan dalam meningkatkan kesejahteraan petani lahan kering. Memang perlu kesabaran dalam pengelolaan lahan kering, karena meningkatkan produktivitas lahan kering yang kondisi lahannya sebagian besar kritis dan potensial kritis, sangat sulit. Konservasi tanah dan air merupakan cara konvensional yang cukup mampu menanggulangi masalah-masalah di atas. Dengan menerapkan sisitem konservasi tanah dan air diharapkan dapat menanggulangi erosi, menyediakan air dan meningkatkan kandungan hara dalam tanah serta menjadikan lahan tidak kritis lagi. Ada tiga metode dalam dalam melakukan konservasi tanah dan air yaitu metode fisik dengan pegolahan tanahnya, metode vegetatif dengan memanfaatkan vegetasi dan tanaman untuk mengurangi erosi dan penyediaan air serta metode kimia yaitu memanfaatkan bahan kimia untuk mengawetkan tanah. Konservasi tanah berarti menggunakan setiap bidang tanah dengan cara yang sesuai dengan kemampuannya dan memperlakukannya sesuai dengan syarat-syarat yang diperlukan agar tidak terjadi kerusakan tanah. Sedangkan konservasi air merupakan upaya penyimpanan air secara maksimal pada musim penghujan dan pemanfaatannya secara efisien pada musim kemarau. Konservasi tanah dan konservasi air selalu berjalan beriringan dimana saat melakukan tindakan konservasi tanah juga di lakukan tindakan konservasi air. Dengan dilakukan konservasi tanah dan air di lahan kering diharapkan mampu mengurangi laju erosi dan menyediakan air sepanjang tahun yang akhirnya mampu meningkatkan produktivitasnya. Tanah2 di daerah lahan kering sangat rentan terhadap erosi. Daerah lahan kering biasanya mempunyai curah hujan yg rendah dan intensitas yg rendah pula, dengan kondisi seperti itu menyebabkan susahnya tanaman2 tumbuh dan berkembang, padahal tanaman merupakan media penghambat agar butiran hujan tidak berbentur langsung dengan tanah. 36 Benturan seperti inilah yg menyebabkan tanah mudah terurai sehingga gampang di bawa oleh aliran air permukaan dan akhirnya terjadi erosi. Pemanfaatan vegetasi pada system konservasi tanah dan air selain sebagai penghambat benturan juga berguna sebagai penghambat aliran permukaan, memperbaiki tekstur tanah dan meningkatkan kadar air tanah. Penggabungan metode vegetatif dan fisik dalam satu teknologi diharapkan mampu mengefisienkan waktu dan biaya yg dibutuhkan. Misalkan penanaman tanaman pada sebuah guludan ato penanaman tanaman di sekitar rorak. Dan langkah terakhir yg di harapkan adalah penanaman tanaman yg bernilai ekonomis tinggi seperti jambu mete. Teknologi Konservasi Tanah dan Air Teknologi konservasi tanah diterapkan untuk mengendalikan erosi dan mencegah degradasi lahan. Untuk memanen air dan mencegah kehilangan air melalui aliran permukaan, perkolasi, dan evaporasi diperlukan teknologi konservasi air. Sistem Pertanaman Lorong Adalah suatu sistem di mana tanaman pangan ditanam pada lorong di antara barisan tanaman pagar. Sangat bermanfaat dalam mengurangi laju limpasan permukaan dan erosi, dan merupakan sumber bahan organik dan hara terutama N untuk tanaman lorong. Pertanaman lorong (alley cropping) adalah sistem bercocok tanam dan konservasi tanah dimana barisan tanaman perdu leguminosa ditanam rapat (jarak 10-25 cm) menurut garis kontur (nyabuk gunung) sebagai tanaman pagar dan tanaman semusim ditanam pada lorong di antara tanaman pagar. Menerapkan pertanaman lorong pada lahan miring biayanya jauh lebih murah dibandingkan membuat teras bangku, tapi efektif menahan erosi. Setelah 3-4 tahun sejak tanaman pagar tumbuh akan terbentuk teras. Terbentukannya teras secara alami dan berangsur sehingga sering disebut teras kredit. a. Persyaratan • Kelerengan 3-40% dan kedalaman tanah > 20 cm. 37 • Cocok untuk tanah dengan tingkat kesuburan rendah sampai sedang. b. Pembuatan dan pemeliharaan • Jarak antara barisan tanaman pagar ditentukan oleh kemiringan lahan dan kemampuan tanaman pagar menyediakan bahan organik. Aturan yang umum digunakan adalah dengan memilih IV sekitar 1-1,5 m tetapi untuk kemiringan lahan 3-10%, IV diatur dengan jarak antara 0,3-1,0 m (jarak antar baris tanaman pagar tidak lebih dari 10 m). Hal ini dimaksudkan agar bahan organik yang disumbangkan tanaman pagar cukup banyak jumlahnya. • Biasanya pada lereng bawah dari tanaman pagar yang berbentuk perdu, ditanami rumput yang tahan naungan. Penanaman rumput sejajar dengan barisan tanaman perdu dimaksudkan untuk meningkatkan efektivitas menahan erosi karena jika hanya perdu, masih sering terjadi erosi. • Tanaman pagar dipangkas secara berkala (terutama bila tanaman pagar mulai menaungi tanaman pokok) dan bahan hijauannya digunakan sebagai mulsa atau pakan ternak. Apabila bahan hijauan digunakan untuk pakan ternak maka pupuk kandang yang dihasilkan dikembalikan untuk memupuk tanaman pokok agar kesuburan lahan dapat dipertahankan. c. Persyaratan tanaman untuk digunakan sebagai tanaman pagar • Dapat tumbuh dengan cepat dan apabila dipangkas secara berkala dapat cepat bertunas kembali. • Menghasilkan banyak bahan hijauan. • Dapat menambat nitrogen dari udara (jenis leguminosa) sehingga baik untuk pupuk hijau. 38 • • • • Tingkat persaingan terhadap unsur hara dan air dengan tanaman pokok relatif rendah. Memiliki perakaran vertikal yang kuat dan dalam. Tanaman pagar yang mempuyai penyebaran akar lateral (menyebar pada lapisan permukaan tanah) akan sangat menyaingi tanaman pokok. Tidak bersifat alelopatik (mengeluarkan zat racun) terhadap tanaman pokok tetapi akan sangat ideal apabila tanaman pagar bersifat alelopatik terhadap hama dan gulma. Supaya mudah diterima petani, sebaiknya tanaman pagar mempunyai manfaat ganda yaitu disamping sebagai penahan erosi juga dapat dimanfaatkan sebagai sumber pakan ternak, menghasilkan buah atau untuk kayu bakar. Silvopastural Sistem silvopastural sebenarnya bentuk lain dari tumpangsari, tetapi yang ditanam di sela-sela tanaman hutan bukan tanaman pangan melainkan tanaman pakan ternak, seperti rumput gajah, setaria, dll. Ada beberapa bentuk silvipastura yang dikenal di Indonesia antara lain (a) tanaman pakan di hutan tanaman industri, (b) tanaman pakan di hutan sekunder, (c) tanaman pohon-pohonan sebagai tanaman penghasil pakan dan (d) tanaman pakan sebagai pagar hidup. Persyaratan • Terutama untuk lereng agak curam dan curam. • Pemilihan jenis tanaman disesuaikan dengan keinginan petani. Jika tidak, akan mematikan motivasi petani menanam dan memelihara tanaman sampai menghasilkan. Sistem tumpangsari (barisan tanaman) antara tanaman pangan, albizia dan rumput pakan ternak 39 Strip Rumput Adalah sistem pertanaman yang hampir sama dengan pertanaman lorong, tetapi tanaman pagarnya adalah rumput. Strip rumput dibuat mengikuti kontur dengan lebar strip 0,5 m atau lebih. Semakin lebar strip semakin efektif mengendalikan erosi. Sistem ini dapat diintegrasikan dengan ternak. Strip rumput, hampir sama dengan sistem pertanaman lorong, dibuat mengikuti kontur (sabuk gunung) dan lebar strip 0,5 m atau lebih, dimaksudkan untuk mengurangi erosi dan penyedia pakan ternak. a. Persyaratan • Terutama bagi rumah tangga yang memiliki ternak ruminansia. • Cocok untuk daerah beriklim kering maupun daerah beriklim basah. • Jenis rumput yang digunakan mempunyai penyebaran perakaran vertikal yang dalam sehingga daya saingnya terhadap tanaman utama menjadi rendah. • Jenis rumput yang tahan naungan dan kekeringan. • Mempunyai daya adaptasi yang tinggi pada tanah yang tidak subur. • Sangat baik jika memberikan efek alelopati terhadap hama. Contohnya, aroma yang dihasilkan vetiver dapat mengusir tikus. b. Penanaman dan pemeliharaan • Rumput ditanam menurut kontur terdiri dari 3 barisan rumput atau lebih dengan jarak antara barisan 20 cm. • Lebar strip rumput 0,5 m atau lebih. • Jarak antara strip rumput tergantung IV yang diinginkan dan HI bervariasi dari 2,5 m untuk kemiringan 60% sampai 40 m untuk kemiringan 5%. • Jika ditanam dari biji memerlukan tenaga kerja lebih sedikit dibandingkan dengan dari stek/tunas hidup/bonggol. 40 Strip rumput alami Merupakan teknik konservasi dengan cara membiarkan sebagian tanah pada barisan/strip sejajar kontur (di antara tanaman perkebunan) ditumbuhi rumput secara alami selebar 20-30 cm. Strip rumput alami pada lahan usaha tani tanaman perkebunan Manfaat strip rumput alami Strip rumput bermanfaat untuk konservasi tanah dengan cara mengurangi kuatnya aliran permukaan. Selain itu strip rumput juga dapat berfungsi sebagai sumber pakan ternak. Dengan berjalannya waktu (3-4 tahun setelah aplikasi), strip rumput alami dapat membentuk teras kredit. Tanaman Penutup Tanah Merupakan tanaman yang ditanam tersendiri atau bersamaan dengan tanaman pokok. Bermanfaat untuk menutupi tanah dari terpaan langsung curah hujan, mengurangi erosi, menyediakan bahan organik tanah, dan menjaga kesuburan tanah. Tanaman penutup tanah adalah tanaman yang khusus ditanam untuk melindungi tanah dari ancaman erosi serta memperbaiki sifat kimia dan fisik tanah. Manfaat tanaman penutup tanah Tanaman penutup berfungsi untuk menahan dan mengurangi daya rusak butir-butir hujan dan aliran permukaan, sebagai sumber pupuk organik, dan untuk menghindari dilakukannya penyiangan yang intensif. Penyiangan intensif dapat menyebabkan tergerusnya lapisan atas tanah. Untuk menghindari persaingan antara tanaman penutup dengan tanaman utama, dapat dilakukan penyiangan melingkar (ring weeding). 41 Tanaman penutup tanah Arachis pintoii pada lahan usaha tani tanaman kopi Kriteria tanaman penutup tanah Tanaman yang digunakan sebagai tanaman penutup memerlukan persyaratan berikut: (a) mudah diperbanyak; (b) sistem perakaran tidak menimbulkan kompetisi dengan tanaman utama; (c) tumbuh cepat dan banyak menghasilkan daun; (d) tidak mensyaratkan tingkat kesuburan yang tinggi; (e) toleran terhadap pemangkasan, resisten terhadap hama, penyakit, kekeringan, naungan, dan injakan; (f) mampu menekan pertumbuhan gulma; (g) tidak akan berubah menjadi gulma; dan (h) tidak mempunyai sifat-sifat yang mengganggu seperti duri dan sulur-sulur yang membelit. Beberapa jenis tanaman yang biasa digunakan sebagai tanaman penutup tanah di lahan perkebunan antara lain: Arachis pintoii, Centrosema pubescens, Calopogonium muconoides, Mucuna sp., dan tanaman legum menjalar lainnya. Teras Gulud Merupakan sistem pengendalian erosi secara mekanis yang berupa barisan gulud yang dilengkapi rumput penguat gulud dan saluran air di bagian lereng atas. Bermanfaat untuk mengurangi laju limpasan permukaan dan meningkatkan resapan air ke dalam tanah. Dapat diterapkan pada tanah dengan infiltrasi/permeabilitas tinggi dan tanah-tanah agak dangkal dengan lereng 10-30%. Teras Bangku Adalah teras yang dibuat dengan cara memotong lereng dan meratakan tanah di bidang olah sehingga terjadi deretan menyerupai tangga. Bermanfaat sebagai pengendali aliran permukaan dan erosi. Diterapkan pada lahan dengan lereng 10-40%, tanah dengan solum dalam (> 60 cm), tanah yang relatif tidak mudah longsor, dan tanah yang tidak mengandung unsur beracun bagi tanaman seperti aluminium dan besi. 42 Teras bangku atau teras tangga dibuat dengan jalan memotong lereng dan meratakan tanah di bidang olah sehingga terjadi suatu deretan berbentuk tangga. Ada 3 jenis teras bangku : datar, miring ke luar, miring ke dalam, dan teras irigasi (lihat gambar). Teras bangku datar adalah teras bangku yang bidang olahnya datar (membentuk sudut 0o dengan bidang horizontal). Teras bangku miring ke luar adalah teras bangku yang bidang olahnya miring ke arah lereng asli, namun kemiringannya sudah berkurang dari kemiringan lereng asli. Teras bangku miring ke dalam (gulir kampak) adalah teras bangku yang bidang olahnya miring ke arah yang berlawanan dengan lereng asli. Air aliran permukaan dari setiap bidang olah mengalir dari bibir teras ke saluran teras dan terus ke SPA sehingga hampir tidak pernah terjadi pengiriman air aliran permukaan dari satu teras ke teras yang di bawahnya. Teras bangku gulir kampak memerlukan biaya yang mahal karena lebih banyak penggalian bidang olah. Selain itu bagian bidang olah di sekitar saluran teras merupakan bagian yang kurang/tidak subur karena merupakan bagian lapisan tanah bawah (subsoil) yang tersingkap di permukaan tanah. Namun jika dibuat dengan benar, teras bangku gulir kampak sangat efektif mengurangi erosi. Teras irigasi biasanya diterapkan pada lahan sawah, karena terdapat tanggul penahan air. a. Persyaratan • Tanah mempunyai solum dalam dan kemiringan 10-60%. Solum tanah > 90 cm untuk lereng 60% dan >40 cm kalau lereng 10%. • Tanah stabil, tidak mudah longsor. • Tanah tidak mengandung bahan beracun seperti aluminium dan besi dengan konsentrasi tinggi. Tanah Oxisols, Ultisols, dan sebagian Inceptisols yang berwarna merah atau kuning (podsolik merah kuning) biasanya mengandung aluminium dan atau besi tinggi. • Ketersediaan tenaga kerja cukup untuk pembuatan dan pemeliharaan teras. • Memerlukan kerjasama antar petani yang memiliki lahan di sepanjang SPA. 43 Bangunan teras bangku pada lahan miring b. Cara pembuatan teras bangku • Pembuatan teras dimulai dari bagian atas dan terus ke bagian bawah lahan untuk menghindarkan kerusakan teras yang sedang dibuat oleh air aliran permukaan bila terjadi hujan. • Tanah bagian atas digali dan ditimbun ke bagian lereng bawah sehingga terbentuk bidang olah baru. Tampingan teras dibuat miring; membentuk sudut 200% dengan bidang horizontal. Kalau tanah stabil tampingan teras bisa dibuat lebih curam (sampai 300%). • Kemiringan bidang olah berkisar antara 0% sampai 3% mengarah ke saluran teras. • Bibir teras dan bidang tampingan teras ditanami rumput atau legum pakan ternak. Contohnya adalah rumput Paspalum notatum, Brachiaria brizanta, Brachiaria decumbens, atau Vetiveria zizanioides dll. Sedangkan contoh legum pohon adalah Gliricidia, Lamtoro (untuk tanah yang pH-nya >6), turi, stylo, dll. • Sebagai kelengkapan teras perlu dibuat saluran teras, saluran pengelak, saluran pembuangan air serta terjunan. Ukuran saluran teras : lebar 15-25 cm, dalam 20-25 cm. • Untuk mengurangi erosi dan meningkatkan infiltrasi, pembuatan rorak bisa dilakukan dalam saluran teras atau saluran pengelak. • Kalau tidak ada tempat untuk membuat SPA, bisa dibuat teras bangku miring ke dalam • Perlu mengarahkan air aliran permukaan ke SPA yang ditanami rumput Paspalum notatum dan bangunan terjunan air. c. Pemeliharaan Pemeliharaan saluran teras meliputi, memindahkan/mengeluarkan sedimen dari dalam saluran dan dari rorak ke bidang olah, menyulam 44 tanaman tampingan dan bibir teras yang mati, memangkas rumput yang tumbuh pada saluran, tampingan dan bibir teras untuk dijadikan pakan ternak. Rorak Adalah lubang atau penampang yang dibuat memotong lereng yang berfungsi untuk menampung dan meresapkan air aliran permukaan. Bermanfaat untuk (1) memperbesar peresapan air ke dalam tanah; (2) memperlambat limpasan air pada saluran peresapan; dan (3) sebagai pengumpul tanah yang tererosi, sehingga sedimen tanah lebih mudah dikembalikan ke bidang olah. Rorak adalah lubang yang dibuat di bidang olah atau saluran peresapan sebagai tempat penampungan air aliran permukaan dan sedimen. Ukuran rorak yang umum digunakan pada lahan usaha tani tanaman perkebunan adalah panjang 50-100 cm, lebar 50 cm, dan dalam 30-50 cm. Hal yang harus diperhatikan dalam penggunaan rorak adalah: air hanya boleh tergenang beberapa saat. Apabila penggenangan berlanjut dikhawatirkan akan menimbulkan masalah berupa penyakit yang dapat menyerang tanaman. Rorak, diletakkan pada bidang olah dan saluran resapan air Ukuran rorak sangat bergantung pada kondisi dan kemiringan lahan serta besarnya limpasan permukaan. Umumnya rorak dibuat dengan ukuran panjang 1-2 m, lebar 0,25-0,50 m dan dalam 0,20-0,30 m, atau panjang 1-2 m, lebar 0,3-0,4 m dan dalam 0,4-0,5 m. Jarak antar-rorak dalam kontur adalah 2-3 m dan jarak antara rorak bagian atas dengan rorak di bawahnya 3-5 m. Manfaat rorak Selain berfungsi untuk menampung sedimen (sediment trap) dan menyalurkan air, rorak juga dapat menampung serasah, sehingga rorak dapat berfungsi sebagai fasilitas untuk aplikasi mulsa vertikal. Rorak juga dapat merangsang pertumbuhan akar baru, yang berdampak pada peningkatan produksi tanaman kopi. 45 Rorak yang telah terisi serasah (mulsa vertikal) Embung Merupakan bangunan penampung air yang berfungsi sebagai pemanen limpasan air permukaan dan air hujan. Bermanfaat untuk menyediakan air pada musim kemarau. Agar pengisian dan pendistribusian air lebih cepat dan mudah, embung hendaknya dibangun dekat dengan saluran air dan pada lahan dengan kemiringan 5-30%. Tanah-tanah bertekstur liat dan atau lempung sangat cocok untuk pembuatan embung. Mulsa Adalah bahan-bahan (sisa-sisa panen, plastik, dan lain-lain) yang disebar atau digunakan untuk menutup permukaan tanah. Bermanfaat untuk mengurangi penguapan (evaporasi) serta melindungi tanah dari pukulan langsung butir-butir hujan yang akan mengurangi kepadatan tanah. Pemberian mulsa dimaksudkan untuk menutupi permukaan tanah agar terhindar dari pukulan butir hujan. Mulsa merupakan teknik pencegahan erosi yang cukup efektif. Jika bahan mulsa berasal dari bahan organik, maka mulsa juga berfungsi dalam pemeliharaan bahan organik tanah. Bahan organik yang dapat dijadikan mulsa dapat berasal dari sisa tanaman, hasil pangkasan tanaman pagar dari sistem pertanaman lorong, hasil pangkasan tanaman penutup tanah atau didatangkan dari luar lahan pertanian. Fungsi lain mulsa adalah : • Jika sudah melapuk dapat meningkatkan kemampuan tanah menahan air sehingga air lebih tersedia untuk pertumbuhan tanaman, dan memperkuat agregat tanah. • Mengurangi kecepatan serta daya kikis aliran permukaan. • Mengurangi evaporasi, memperkecil fluktuasi suhu tanah, meningkatkan jumlah pori aerasi sebagai akibat meningkatnya kegiatan jasad hidup di dalam tanah dan meningkatkan kapasitas infiltrasi tanah. 46 • • • • • Menyediakan sebagian zat hara bagi tanaman. Dianjurkan menggunakan 6 ton mulsa/ha/tahun atau lebih. Bahan mulsa yang paling mudah didapatkan adalah sisa tanaman. Mulsa diberikan dengan jalan menyebarkan bahan organik secara merata di permukaan tanah. Bahan mulsa yang baik adalah bahan yang sukar melapuk seperti jerami padi dan batang jagung. Mulsa dapat juga diberikan ke dalam lubang yang dibuat khusus dan disebut sebagai mulsa vertikal. Dam Parit Adalah suatu cara mengumpulkan atau membendung aliran air pada suatu parit dengan tujuan untuk menampung aliran air permukaan, sehingga dapat digunakan untuk mengairi lahan di sekitarnya. Dam parit dapat menurunkan aliran permukaan, erosi, dan sedimentasi. Keunggulan: - Menampung air dalam volume besar akibat terbendungnya aliran air di saluran/parit. - Tidak menggunakan areal/lahan pertanian yang produktif. - Mengairi lahan cukup luas, karena dibangun berseri di seluruh daerah aliran sungai (DAS). - Menurunkan kecepatan aliran permukaan, sehingga mengurangi erosi dan hilangnya lapisan tanah atas yang subur serta sedimentasi. - Memberikan kesempatan agar air meresap ke dalam tanah di seluruh wilayah DAS, sehingga mengurangi risiko kekeringan pada musim kemarau. - Biaya pembuatan lebih murah, sehingga dapat dijangkau petani. 47 Teras gulud Teras gulud adalah guludan yang dilengkapi dengan rumput penguat dan saluran air pada bagian lereng atasnya. Teras gulud dapat difungsikan sebagai pengendali erosi dan penangkap aliran permukaan dari permukaan bidang olah. Aliran permukaan diresapkan ke dalam tanah di dalam saluran air sedangkan air yang tidak meresap dialirkan ke Saluran Pembuangan Air (SPA). • • a. Persyaratan Cocok untuk kemiringan lahan antara 10-40%, dapat juga digunakan pada kemiringan 40-60%, namun kurang efektif. Dapat dibuat pada tanah-tanah agak dangkal (> 20 cm). Tetapi mampu meresapkan air dengan cepat. b. Pembuatan dan pemeliharaan • • • • • • Buat garis kontur sesuai dengan interval tegak (IV = interval vertical) yang diinginkan. Pembuatan guludan dimulai dari lereng atas dan berlanjut ke bagian bawahnya. Teras gulud dan saluran airnya dibuat membentuk sudut 0,10,5% dengan garis kontur menuju ke arah saluran pembuangan air. Saluran air digali dan tanah hasil galian ditimbun di bagian bawah lereng dijadikan guludan. Tanami guludan dengan rumput penguat seperti Paspalum notatum, bebe (Brachiaria brizanta), bede (Brachiaria decumbens), atau akarwangi (Vetiveria zizanioides) agar guludan tidak mudah rusak. Diperlukan SPA yang diperkuat rumput Paspalum notatum agar aman. 48 Konservasi Tanah dan Air: Metode Vegetatif Konservasi tanah vegetatif merupakan semua tindakan konservasi yang menggunakan tumbuh-tumbuhan (vegetasi), baik tanaman legum yang menjalar, semak perdu atau pohon, maupun rumputrumputan dan tumbuh-tumbuhan lainnya, serta sisa-sisa tanaman yang ditujukan untuk mengendalikan erosi dan aliran permukaan. Manfaat lain dari metode konservasi vegetatif adalah dapat mendukung sistem pengelolaan bahan organik, karena semua tindakan konservasi vegetatif dapat berperan sebagai penghasil bahan organik. Kalaupun tanaman konservasi digunakan sebagai pakan ternak, tidak berarti mengubah fungsinya sebagai penghasil bahan organik bila pupuk kandang dikembalikan ke lahan, bahkan perpanjangan rantai ini akan memperbaiki kualitas bahan organik yang dihasilkan. Beberapa contoh teknik konservasi yang tergolong sebagai metode konservasi vegetatif adalah pemilihan dan pengaturan pola tanam, penanaman tanaman penutup tanah, penggunaan tanaman/sisa tanaman sebagai mulsa, sistem alley copping (budidaya lorong), strip rumput, dan wanatani (agroforestry). Penanaman penutup tanah/pupuk hijau seperti Cayanus cayan (gude), Mucuna sp. (benguk), kacang tunggak, atau komak sesudah tanaman pangan, merupakan pengaturan pola tanam yang bisa berdampak positif terhadap perbaikan kesuburan kimia dan biologi serta sifat fisik tanah. Hijauan yang dihasilkan tanaman penutup atau tanaman konservasi lainnya seperti tanaman pagar atau strip, serta sisa tanaman dapat dimanfaatkan sebagai mulsa, yang mana penggunaan mulsa mempunyai beberapa keuntungan, yaitu (i) melindungi tanah dari pukulan air hujan; (ii) mengurangi penguapan sehingga dapat mempertahankan kelembaban udara dan suhu dalam tanah; (iii) menciptakan kondisi lingkungan yang baik bagi aktivitas mikroorganisme tanah; (iv) setelah bahan mulsa melapuk, akan meningkatkan bahan organik tanah; (v) memperlambat aliran permukaan yang berdampak pada penurunan erosi. Dalam penanggulangan erosi, penggunaan mulsa harus dikombinasikan dengan teknik konservasi yang lain. Budidaya lorong (alley cropping) dan strip rumput) merupakan teknik konservasi vegetatif yang efektif dalam menekan erosi dan aliran permukaan. Prinsip dari kedua teknik konservasi ini adalah sama, yaitu menanam tanaman konservasi dengan mengikuti garis kontur, jarak antar barisan tanaman konservasi ditentukan oleh kemiringan lahan (semakin miring jaraknya semakin rapat). Perbedaannya terletak pada jenis tanaman konservasi yang dipilih. Pada sistem alley cropping, jenis tanaman yang digunakan sebagai tanaman konservasi adalah tanaman legume pohon atau perdu, sedangkan pada sistem tanaman strip adalah tanaman rumput dan sejenisnya misalnya akar wangi (Vetiver). Pengolahan tanah Konservasi Setiap upaya pengolahan tanah akan menyebabkan terjadinya perubahan sifat-sifat tanah. Tingkat perubahan yang terjadi sangat ditentukan oleh cara atau metode pengolahan tanah. Perubahan sifat 49 tanah akibat pengolahan tanah juga berhubungan dengan seringnya tanah dalam keadaan terbuka, terutama antara 2 musim tanam, sehingga menjadi lebih riskan terhadap dispersi agregat, erosi, dan proses iluviasi yang selanjutnya dapat memadatkan tanah. Olah tanah konservasi (OTK) menjadi alternatif penyiapan lahan yang dilaporkan dapat mempertahankan produktivitas tanah tetap tinggi. Namun demikian terdapat beberapa hasil penelitian yang melaporkan terjadinya penurunan hasil tanaman akibat olah tanah konservasi atau tidak mempengaruhi hasil tanaman. Hal yang menentukan keberhasilan olah tanah konservasi adalah pemberian bahan organik dalam bentuk mulsa yang cukup. Mulsa dapat menekan pertumbuhan gulma dan mengurangi laju pemadatan tanah. Beberapa cara pengolahan tanah yang memenuhi kriteria sebagai OTK di antaranya adalah tanpa olah tanah (Zero tillage), olah tanah seperlunya (reduced tillage), dan olah tanah strip (strip tillage). Aplikasi dari ketiga jenis OTK tersebut harus selalu disertai dengan penggunaan mulsa organik. Selain berpengaruh terhadap sifat-sifat tanah seperti kandungan bahan organik, struktur tanah (kegemburan dan porositas), aplikasi OTK juga dapat menghemat tenaga kerja. TEKNIK MULSA VERTIKAL Konservasi tanah dan air merupakan upaya menempatkan setiap bidang tanah pada cara penggunaan yang sesuai dengan syarat-syarat yang diperlukan agar tidak terjadi kerusakan tanah (Arsyad, 1986). Salah satu teknik konservasi tanah dan air adalah teknik mulsa vertikal. Teknik mulsa vertikal adalah pemanfaatan limbah hutan yang berasal dari bagian tumbuhan atau pohon seperti serasah, gulma, cabang, ranting, batang maupun daun-daun bekas tebangan dengan cara memasukkannya ke dalam saluran atau alur yang dibuat menurut kontur pada bidang tanah yang diusahakan. Penerapan mulsa vertikal pada dasarnya selalu dikombinasikan dengan pembuatan guludan. a. Penempatan Saluran Teknik mulsa vertikal dapat dilakukan di lahan yang baru dibuka dengan tanaman sampai berumur 3 tahun maupun di hutan tanaman dengan tanaman utama yang telah membentuk tajuk (Pratiwi 2000 dan 2001). Perbedaannya adalah, di lahan yang baru dibuka mulsa vertikal ditempatkan pada saluran dengan jarak antara 5-6 meter pada lahan dengan kelerengan >15o atau dengan jarak antara saluran 10-20 meter pada lahan dengan kelerengan <15o. Sedangkan di hutan tanaman, mulsa vertikal ditempatkan di bagian hilir individu tanaman b. Pembuatan Saluran Pembuatan saluran dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut: 1. Saluran ditempatkan di antara pohon dengan jarak 10-20 m (kelerengan < 15o) atau 5-6 meter (kelerengan >15o) (untuk areal baru dibuka) atau di bagian hilir individu tanaman (jika tanaman telah bertajuk). 50 2. Tanah digali pada jalur saluran tersebut dengan kedalaman 4080 cm dan lebar 20-100 cm, tergantung jumlah limbah yang tersedia. 3. Tanah hasil galian dibuat guludan di bagian hulu di sepanjang saluran (jika kemiringan lahan > 15o) atau diletakkan di bagian hilir di sepanjang saluran (jika kemiringan < 15o). 4. Limbah dimasukan ke dalam saluran yang telah dibuat tersebut. c. Bahan dan biaya yang diperlukan Dari segi biaya, berdasarkan kebutuhan tenaga yang diperlukan untuk merehabilitasi hutan seluas 1 hektar dengan menggunakan teknik mulsa vertikal dengan jarak antara saluran 6 meter adalah sebesar Rp 400.000,-/ha. Sedangkan untuk mulsa vertikal yang diletakkan di bagian hilir individu tanaman diperlukan biaya sebesar Rp 600.000,-/ha. Limbah hutan dalam keadaan basah yang diperlukan untuk penerapan mulsa vertikal dengan jarak antara saluran 6 meter dan mulsa vertikal yang diletakkan di bagian hilir individu tanaman untuk areal seluas 1 ha diperlukan masing-masing 250 kwintal dan 112,5 kwintal. d. Peranan mulsa vertikal Teknik mulsa vertikal mempunyai tiga komponen, yaitu pemanfaatan limbah hutan (serasah), pembuatan saluran, dan guludan. Limbah hutan (serasah) berfungsi sebagai: 1. Limbah hutan yang dimasukkan dalam saluran, akan terdekomposisi dan menghasilkan unsur-unsur hara penting bagi tanaman. Aktivitas mikroba meningkat dalam proses penghancuran unsur-unsur hara penting bagi tanaman. Aktivitas mikroba meningkat dalam proses penghancuran atau dekomposisi bahan organik; 2. Biomas segar yang telah terdekomposisi tersebut merupakan media yang dapat menyerap dan memegang massa air dalam jumlah besar, sehingga penyimpanan air dalam tanah dapat berjalan efisien; 3. Bahan organik yang telah terdekomposisi di dalam saluran dapat diangkat dan digunakan sebagai kompos. Kompos ini akhirnya dapat memperbaiki kesuburan tanah; 4. Dapat meningkatkan keragaman biota tanah, karena mulsa merupakan niche ecology bagi berbagai jenis biota tanah. Biota ini akan memanfaatkan energi dan unsur hara di dalam mulsa dan akan menghasilkan senyawa organik yang dapat memantapkan agregat tanah; 5. Limbah hutan yang dimasukkan dalam saluran dapat berfungsi sebagai penghambat penyumbatan pori makro dinding saluran oleh sedimen sehingga air akan mudah meresap ke dalam saluran. 51 Penempatan mulsa vertikal di lahan yang baru dibuka. Penempatan mulsa vertikal di hutantanaman yang telah bertajuk. Sedangkan saluran berfungsi sebagai: 1. Adanya saluran maka infiltrasi akan meningkat sehingga aliran permukaan yang menyebabkan erosi akan menurun tajam, karena air akan masuk ke dalam saluran; 2. Saluran merupakan tempat menyimpan partikel tanah yang terbawa oleh aliran dari bidang di atas saluran sehingga dapat terendapkan di bagian saluran mulsa vertikal tersebut. Guludan berfungsi sebagai penahan aliran permukaan dan partikel-partikel tanah sebelum tererosi ke bagian hilir. Dengan demikian partikel-partikel tanah akan terhenti di bagian guludan tersebut. Sistem Multistrata Merupakan konservasi tanah dengan cara penanaman tanaman buah-buahan, kayu-kayuan, dan/atau tanaman legum multiguna (multipurpose leguminous) di antara tanaman perkebunan (tanaman utama), sehingga tercipta komunitas tanaman dengan berbagai strata tajuk. Dengan kondisi yang demikian, hanya sebagian kecil saja air hujan yang langsung menerpa permukaan tanah. 52 Sistem multistrata pada kebun kopi dengan naungan pohon (Sumber: http://www.wisatanesia.com/2010/05/perkebunan-kopi-losari-magelang.html) Manfaat sistem multistara Selain menguntungkan dari segi konservasi tanah, penerapan sistem multistrata dapat memberikan keuntungan lain, yakni: (1) tersedianya naungan untuk tanaman utama sehingga dapat menekan pertumbuhan gulma; (2) pangkasan dari tanaman legum pohonan dapat berfungsi sebagai sumber mulsa dan pupuk hijau; dan (3) tanaman lainnya yang ditanam dalam sistem multistrata dapat menjadi sumber pendapatan tambahan. 53 DAFTAR PUSTAKA Amir, P. dan H. Knipscheer. 1989. Conducting On-farm Animal Research: Procedures and Economic Analysis. Singapore National Printers Unlimited, Singapore. Bhati J.P., Singh R., Rathore M.S. dan L.R.Sharma. 1992. Diversity of mountain farming systems in Himachal Pradesh, India. In: Jodha N.S., Banskota M. and Partap T. (eds), Sustainable mountain agriculture: Farmers' strategies and approaches. Volume 2. Oxford & IBH Publishing Co. Pvt. Ltd., India. Chand, R. 1997. Agricultural diversification and development of mountain regions, with special reference to Himachal Pradesh. MD Publications, New Delhi, India. 416 pp. Conway, G.R. dan J.N. Pretly. 1991. Unwelcome Harvest: Agriculture and Pollution. Earthscan, London, England. Cuc, L.T., K. Killogly dan A. Terry Rambo. 1990. Agroecosystems of the Midlands of Northern Vietnam. East-West Center, Hawaii, USA. Miller, D.J. 1993. Rangelands in Northern Nepal: Balancing livestock development and environmental conservation. USAID (United States Agency for International Development), Kathmandu, Nepal (Mimeo). Negi, G.C. 1994. Livestock development in Himachal Pradesh: Retrospect and prospect. MFS Series 7. ICIMOD (International Centre for Integrated Mountain Development), Kathmandu, Nepal. Partap, T. dan H. Watson. 1994. Sloping agricultural land technology (SALT): A regenerative option for sustainable mountain farming. ICIMOD Occasional Paper 23. ICIMOD (International Centre for Integrated Mountain Development), Kathmandu, Nepal. Rao, K.S. dan K.G.Saxena. 1994. Sustainable development and rehabilitation of degraded village lands in Himalaya. HIMVIKAS Publication 8. G.B. Pant Institute of Himalayan Environment and Development, Almora, India. Ruddle, K. 1991. Integrated farming systems and future directions for Asian farming systems research and extension. Journal of the Asian Farming Association 1,1: 91-99. Sharma, H.R. 1996. Mountain agricultural development process and sustainability-Micro-level evidence from Himachal Pradesh, Indian Himalayas. Discussion Paper Series MFS 96/2. ICIMOD (International Centre for Integrated Mountain Development), Kathmadu, Nepal. Sharma, P., K. Rijal, P.Tulachan, D.Miller dan S.H.Malik. 1997. Sustainable development in the mountain areas of Pakistan. Report prepared for the ADB. ICIMOD (International Centre for Integrated Mountain Development), Kathmandu, Nepal. Sharma, S. 1997. Agricultural transformation processes in the mountains of Nepal: Empirical evidence from Ilam District. Discussion Paper Series MFS 97/3. ICIMOD (International Centre for Integrated Mountain Development), Kathmadu, Nepal. 54 Singh, V. 1992. Dynamics of unsustainability of mountain agriculture. Report of the MFS-ICIMOD commissioned Study in the Garhwal Himalaya, India. ICIMOD (International Centre for Integrated Mountain Development), Kathmandu, Nepal. Wang'ati, F. 1994. The African Highlands Initiative: A conceptual framework. ICRAF (International Centre for Research in Agroforestry), Nairobi, Kenya. Wang'ati, F. dan K. Kebaara. 1993. Integrated natural resource management research for the highlands of East and Central Africa. Report of the consultative workshop held at Lake Victoria Hotel, Entebbe, Uganda, 6–8 January 1993. ICRAF (International Centre for Research in Agroforestry), Nairobi, Kenya. 44 pp. Waters-Bayer A. dan W. Bayer. 1992. The role of livestock in the rural economy. Proceedings, International Workshop on Livestock Production in Rural Development. International Agricultural Centre, Wageningen, Netherlands. Wu, N. 1994. Changing agro-pastoral systems and agro-biodiversity of Qinghai-Tibet Plateau. Paper presented at working seminar on managing agricultural biodiversity for sustainable mountain agriculture: Issues and Experiences, 15–16 March 1996, Organised by LI-BIRD, Pokhara in partnership with ICIMOD, Kathmandu and IPGRI, Nepal.