status pengetahuan keanekaragaman hayati tumbuhan

advertisement
STATUS PENGETAHUAN KEANEKARAGAMAN HAYATI
TUMBUHAN PADA MASYARAKAT DI HUTAN LINDUNG
SUNGAI WAIN KALIMANTAN TIMUR
IBNU HAJAR
SEKOLAH PASCASARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2009
PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN
SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Status Pengetahuan
Keanekaragaman Hayati Tumbuhan Pada Masyarakat Di Hutan Lindung Sungai
Wain Kalimantan Timur adalah karya saya dengan arahan dari komisi
pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi
mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan
maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan
dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini.
Bogor, Januari 2009
Ibnu Hajar
NIM G 351060321
ABSTRAK
Ibnu Hajar.The Status of Flora Diversity Knowledge of Local People in
Sungai Wain Protected Forest, East Kalimantan. Under direction of SRI
SUDARMIYATI and EKO BAROTO WALUJO.
People living around forests have dependency on varieties of flora, as
shown by the people of Sungai Wain Protected Forest. The utilization of flora
diversity by local people will effect the sustainability of forest natural resources.
This research aimed to study the knowledge status of people on flora diversity, to
determine flora use value, to determine flora for conservation priority and to
arrange the strategy of flora diversity conservation. Methods used were
exploration survey method and partisipative observation. The result shown there
were 305 species, 224 genus, and 90 family of flora known by local people.
Species with highest value was ulin (Eusideroxylon zwagery T.&B.). Species for
conservation priority were ulin, bangkirai (Shorea laevis Ridl.), meranti (Shorea
spp), lai (Durio kutejensis Becc.), pasak bumi (Eurycoma longifolia Jack), nibung
(Oncosperma tigilarium Ridl.), akar kuning (Coscinium spp), anggrek hitam
(Coelogyne spp), kantong semar (Nephenthes spp), gaharu (Aquilaria microcarpa
Baill.), kayu pait-pait (Quasia indica Noot.), tabat barito (Ficus deltoidea Jack)
dan rotan (Calamus spp). Conservation strategies should be conducted are
implementations of three main cores of conservation activities, which are save it,
study it and use it. The conclusion is that people already has knowledge and
highly interacted with flora diversity in which needed proper conservation
strategies directed to ensure its sustainability.
Keyword : status, knowledge, flora diversity, conservation
RINGKASAN
IBNU HAJAR. Status Pengetahuan Keanekaragaman Hayati Tumbuhan Pada
Masyarakat Di Hutan Lindung Sungai Wain Kalimantan Timur. Dibimbing oleh
SRI SUDARMIYATI dan EKO BAROTO WALUYO.
Masyarakat di sekitar kawasan Hutan Lindung Sungai Wain (HLSW)
telah lama berinteraksi dengan hutan dan sumberdaya hayati yang ada di
dalamnya. Hubungan interaksi yang panjang ini tentu melahirkan berbagai
kearifan dan pengetahuan dalam mengelola dan memanfaatkan sumberdaya hayati
termasuk tumbuhan hutan. Pengetahuan tradisional masyarakat tentang
pemanfaatan tumbuhan baik yang berasal dari dalam kawasan hutan maupun yang
telah dibudidayakan masyarakat belum dikaji dengan baik. Sehingga belum
diketahui secara rinci jenis tumbuhan apa saja yang telah dimanfaatkan, bentuk
pemanfaatan, nilai guna keanekaragaman hayati tumbuhan yang ada bagi
masyarakat. Semua itu akan menunjukan seberapa besar interaksi yang telah
terjadi antara masyarakat dan HLSW.
Pengelolaan hutan yang baik perlu untuk selalu memerhatikan kondisi dan
tradisi masyarakat di sekitar hutan dalam setiap kegiatannya, kepentingan
masyarakat lokal hendaknya menjadi pertimbangan dalam pengelolaan hutan.
Masyarakat di sekitar HLSW merupakan masyarakat heterogen atau multi etnis,
masyarakat yang heterogen ini tentunya memiliki keanekaragaman yang tinggi
dalam kegiatan pemanfaatan keanekaragaman hayati tumbuhan. Dengan latar
belakang tersebut maka perlu dilakukan penelitian mengenai status pengetahuan
keanekaragaman hayati tumbuhan pada masyarakat di sekitar HLSW. Informasi
ini sangat diperlukan sebagai masukan untuk pengelolaan di masa depan sehingga
bentuk pengelolaan yang dilakukan dapat lebih sesuai dengan harapan dan
kepentingan masyarakat.
Penelitian dilakukan melalui survey eksploratif, observasi partisipatif
yang disesuaikan pada sebaran penduduk setempat. Penelitian ini berusaha untuk
menggali kondisi sosial, ekonomi dan budaya masyarakat, pengetahuan
masyarakat terhadap keanekaragaman hayati tumbuhan, pola pemanfaatan dan
keanekaragaman hayati tumbuhan yang dimanfaatkan, dan berbagai kebijakan
pemerintah yang terkait dengan pola pemanfaatan dan pengelolaan HLSW.
Berdasarkan berbagai informasi tersebut dilakukan analisis untuk mengetahui
nilai keanekaragaman hayati tumbuhan bagi masyarakat lokal, jenis-jenis
tumbuhan prioritas untuk dikonservasi dan arahan strategi konservasi tumbuhan di
hutan lindung Sungai Wain. Arahan strategi konservasi ini dapat digunakan
sebagai masukan bagi pemerintah dalam hal ini Badan Pengelola Hutan Lindung
Sungai Wain (BPHLSW) dalam kegiatan pengelolaan hutan lindung Sungai Wain
dengan tetap memerhatikan masyarakat. Penelitian didasari oleh suatu pemikiran
akan perlunya pengelolaan kawasan lindung yang memerhatikan kepentingan
masyarakat. Selama ini kawasan lindung merupakan kawasan yang seakan-akan
menutup akses terhadap kehadiran dan kegiatan masyarakat. Pada sisi lain
masyarakat seringkali juga menjadi agen perusak sumberdaya hayati di kawasan
lindung.
Hasil penelitian menunjukan masyarakat telah mengenal 305 jenis, 224
marga, dan 90 suku. Jenis dengan nilai guna tertinggi adalah jenis ulin
(Eusideroxylon zwagery). Jenis- jenis prioritas konservasi adalah Ulin
(Eusideroxylon zwagery), Bengkirai (Shorea laevis), Meranti (Shorea spp),
Lai(Durio kutejensis), Pasak Bumi (Eurycoma longifolia), Nibung (Oncosperma
tigilarium), Akar Kuning (Coscinium fenestratum), Anggrek Hitam (Coelogyne
spp), Kantong Semar (Nephenthes spp), Gaharu (Aquilaria spp), Kayu Pait-Pait
(Quasia indica), Tabat Barito (Ficus deltoidea) dan Rotan (Calamus spp). Sebagai
kesimpulan bahwa masyarakat telah memiliki pengetahuan dan interaksi yang
tinggi terhadap keanekaragaman hayati tumbuhan di HLSW sehingga diperlukan
suatu arahan strategi konservasi yang tepat guna menjamin kelestariannya.
Strategi konservasi yang dibuat hendaknya merupakan penjabaran dari tiga pokok
utama kegiatan konservasi yaitu melindungi (save it), mempelajari (study it) dan
memanfaatkan (use it).
Kata kunci: status, pengetahuan, keanekaragaman tumbuhan, konservasi
© Hak cipta milik IPB, tahun 2009
Hak cipta dilindungi Undang-undang
Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan
nama atau menyebutkan sumber. Pengutipan hanya untuk kepentingan
pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan
kritik atau tinjauan suatu masalah.Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang
wajar IPB.
Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis
dalam bentuk apapun tanpa izin IPB
STATUS PENGETAHUAN KEANEKARAGAMAN HAYATI
TUMBUHAN PADA MASYARKAT DI HUTAN LINDUNG SUNGAI
WAIN KALIMANTAN TIMUR
IBNU HAJAR
Tesis
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister Sains pada Program Studi Biologi
SEKOLAH PASCA SARJANA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2009
Penguji Luar Komisi : Dr. Nunik Sri Aryanti, M.Si
Judul
Nama
NRP
: Status Pengetahuan Keanekaragaman Hayati Tumbuhan Pada
Masyarakat Di Hutan Lindung Sungai Wain Kalimantan Timur
: Ibnu Hajar
: G 351060321
Disetujui
Komisi Pembimbing
Dr.Ir. S.Sudarmiyati Tjitrosoedirdjo, M.Sc.
Ketua
Prof. Dr.Ir. Eko Baroto Walujo, M.Sc
Anggota
Mengetahui
Ketua Program Studi Biologi
Dekan Sekolah Pascasarjana
Dr. Dedy Duryadi Solihin, DEA.
Prof. Dr.Ir. Khairil A. Notodipuro, M.S.
Tanggal Ujian : 18 Desember 2008
Tanggal Lulus:
Kupersembahkan karya ini
Kepada :
Ayah dan Bunda,
Istriku yang Sholehah
yang InsyaAllah Telah menggapai cita-cita dan kemuliaanNYA
sebagai Syahiidah disisiNYa
Ukhti Noorhidayah Rahiimahullah,
Putra dan putriku tersayang yang semoga Allah selalu menjaganya
M. Albani Abdillah Hajar
Rhumaisa Noorhajar
&
Pendamping hidupku yang baru, yang dengannya Kuberharap
Bisa membuat hidupku jauh lebik baik tuk meniti jalan Ass sunnah dan atsar salafus shalih
Terutama Dalam menggapai kebahagian dan keselamatan hidup di dunia dan akherat
Ukhti..........................
PRAKATA
Sesungguhnya segala puji (hanyalah) bagi Allah SWT, Kami memujinya,
kami memohon pertolongan kepadanya, dan kami memohon ampunan (hanyalah)
kepadanya. kami pun berlindung dari keburukan diri-diri kami dan kejelekan
amal-amal kami. Barangsiapa yang diberi petunjuk Allah maka tiada yang dapat
menyesatkannya, dan barangsiapa yang disesatkan maka tiada yang dapat
memberinya petunjuk. Aku bersaksi bahwasannya tiada Ilah yang berhak
disembah kecuali Allah saja, yang tiada sekutu baginya, dan aku bersaksi bahwa
Muhammad adalah hambanya dan (sekaligus) utusannya. Semoga shalawat dan
salam senantiasa terlimpahkan kepada beliau dan keluarganya.
Allah berfirman (yang artinya) : “Wahai orang-orang yang beriman
bertaqwalah kepada Allah dengan taqwa yang sebenar-benarnya, janganlah
kalian mati kecuali dalam keadaan islam.” [Ali Imraan : 102]
Alhamdulillah, dengan pertolongan dan iradah Allah SWT akhirnya kami
dapat menyelesaikan tesis yang berjudul: Status Pengetahuan Keanekaragaman
Hayati Tumbuhan Pada Masyarakat di Hutan Lindung Sungai Wain Kalimantan
Timur. Tesis ini merupakan salah satu syarat dalam menyelesaikan studi untuk
memperoleh gelar Magister Sains dalam bidang keahlian Biologi. Pada
kesempatan ini kami menyampaikan rasa terimakasih, jazakumullah khairan
katsiro wa barokallahu fiik ( Semoga Allah SWT membalas kebaikan anda dan
melimpahkan kebaikannya pada anda) atas segala kontribusi dan bantuannya
kepada : Dr. Sri Sudarmiyati, M.Sc selaku ketua komisi pembimbing, Prof. Riset
Dr. Eko Baroto Walujo selaku anggota komisi pembimbing yang telah banyak
memberikan bimbingan dan arahan ditengah segala aktifitas dan kesibukannya
yang padat selama ini, teman-teman di Badan Pengelola Hutan Lindung Sungai
Wain; mbak Diana, mas Iwan, mba Ayu, mas Nono, yang telah banyak membantu
dilapangan dalam pengumpulan data dan berkomunikasi dengan masyarakat,
demikian juga teman-teman angkatan 2006 taksonomi; Mila, mba Ida, Ibu
Endang, Ibu Susi, mba Himah, Ratman, Kang Deden atas segala masukan,
dorongan dan persahabatan yang baik selama ini. Demikian pula ungkapan
terimakasih dan penghargaan penulis sampaikan kepada ayah, ibu, abah, mama,
Ka Ida dan Ka Didin di Banjarbaru Kalsel atas dukungan doa, kasih sayang dan
bantuannya dalam merawat buah hati kami Albani dan Rhumaisa sehingga kami
bisa menyelesaikan tesis ini dengan baik.
Kami berharap semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi semua pihak baik yang
terkait langsung maupun tidak, dunia ilmu pengetahuan, dan juga dapat digunakan
sebagai masukan dalam pengelolaan Hutan Lindung Sungai Wain, Kalimantan
Timur. Sehingga potensinya yang luar biasa dapat dikonservasi, lestari dan
menjadi warisan yang baik bagi generasi mendatang. Amin.
Bogor, Desember 2008
Ibnu Hajar
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan pada tanggal 3 April 1978 di Kabupaten Cilacap, Jawa
Tengah sebagai anak pertama dari 2 bersaudara dari ayah Aziz Darmono S.Pd dan
Ibu Watoyah.
Tahun 1996 penulis lulus dari SMA Negeri 7 Yogyakarta dan pada tahun yang
sama diterima di Fakultas Kehutanan UGM Yogyakarta dan menamatkan pada
tahun 2001. Sejak tahun 2001 sampai 2003 penulis bekerja sebagai staf pengajar
pada jurusan budidaya hutan Sekolah Tinggi Pertanian Kutai Timur, Kaltim.
Tahun 2003 - sekarang penulis diterima sebagai pegawai negeri sipil tepatnya staf
pengajar pada jurusan manajemen hutan Fakultas Kehutanan UNMUL Samarinda,
Kaltim.
Tahun 2006, penulis memperoleh kesempatan untuk melanjutkan pendidikan
pascasarjana pada program studi Biologi Sekolah Pascasarjana IPB. Beasiswa
pendidikan diperoleh dari Beasiswa Program Pasca Sarjana (BPPS) Dirjen Dikti
Depdiknas.
DAFTAR ISI
Hal.
DAFTAR TABEL ....................................................................................
xi
DAFTAR GAMBAR................................................................................
xii
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................ xiii
PENDAHULUAN
Latar Belakang ..................................................................................
Perumusan Masalah ..........................................................................
Tujuan Penelitian ..............................................................................
Manfaat Penelitian ............................................................................
Kerangka Pemikiran..........................................................................
1
3
3
4
5
TINJAUAN PUSTAKA
Potensi Keanekaragaman Hayati Tumbuhan Indonesia....................
Hutan dan Fungsi Hutan ...................................................................
Etnobotani .........................................................................................
Indek Kepentingan Budaya...............................................................
Konservasi Tumbuhan ......................................................................
6
8
10
10
11
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu Penelitian ...........................................................
Bahan dan Alat..................................................................................
Analisis Data .....................................................................................
14
14
17
HASIL DAN PEMBAHASAN
Heterogenitas Masyarakat.................................................................
Keanekaragaman Tumbuhan dan Pengetahuan Masyarakat............
Pemanfaatan Tumbuhan....................................................................
Nilai Guna Keanekaragaman Hayati Tumbuhan ..............................
Status dan Prioritas Konservasi ........................................................
Kebijakan Pengelolaan HLSW .........................................................
20
21
31
48
50
56
SIMPULAN DAN SARAN......................................................................
63
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................
67
LAMPIRAN..............................................................................................
71
DAFTAR TABEL
Halaman
1 Tahapan kegiatan dan aspek yang dikaji..................................................... . 16
2 Penggunaan tumbuhan untuk adat dan religi..... ......................................... . 28
3 Persentase responden terkait pemanfaatan tumbuhan
untuk adat dan religi di HLSW...................................................................... 29
4 Sifat pemanfaata tumbuhan oleh masyarakat di HLSW................................ 31
5 Jenis-jenis tumbuhan yang banyak dimanfaatkan di HLSW......................... 34
6 Tingkat pemanfaatan tumbuhan oleh masyarakatdi HLSW.......................... 36
7 Tumbuhan untuk obat.................................................................................... 37
8 Tumbuhan obat penting di HLSW................................................................ 39
9 Tumbuhan untuk kerajinan........................................................................... 40
10 Jenis-jenis tumbuhan penting untuk konstruksi........................................... 43
11 Tumbuhan untuk penghasil arang dan kayu bakar...................................... 46
12 Tumbuhan untuk racun dan pestisida alami................................................
47
13 Jenis-jenis dengan ICS tertinggi..................................................................
49
14 Tumbuhan priorotas konservasi HLSW......................................................
54
DAFTAR GAMBAR
Halaman
1 Road map penelitian.................................................................................. 5
2 Keanekaragaman etnis di HLSW .............................................................. 21
3 Keanekaragaman habitus........................................................................... 23
4 Pengetahuan keanekaragaman jenis tumbuhan berdasarkan etnis......... ... 24
5 Pengetahuan keanekaragaman jenis tumbuhan berdasarkan usia ............ 25
6 Pengetahuan keanekaragaman jenis tumbuhan berdasarkan kelamin...... 26
7 Bagian tumbuhan yang dimanfaatkan masyarakat
di Wain Dalam berdasarkan jumlah responden..................................... ... 34
8 Bagian tumbuhan yang dimanfaatkan masyarakat
di Wain Luar berdasarkan jumlah responden........................................... 34
9 Pemanfaatan tumbuhan untuk makanan dan minuman
di Wain Dalam ......................................................................................... 41
10 Pemanfaatan tumbuhan untuk makanan dan minuman
di Wain Luar ............................................................................................. 41
11 Status keberadaan tumbuhan di alam.......................................... .............. 50
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
1 Peta lokasi penelitian ............................................................................... 71
2 Nilai indek kepentingan budaya (ICS)..................................................... 72
3 Rekapitulasi pengetahuan tumbuhan masyarakat Wain Luar .................. 73
4 Rekapitulasi pengetahuan tumbuhan masyarakat
Wain Dalam ............................................................................................. 83
5 Beberapa jenis tumbuhan prioritas konservasi dengan tingkat
keterancaman tinggi ................................................................................. 92
6 Beberapa jenis tumbuhan prioritas konservasi khas HLSW.................... 93
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Hutan merupakan satu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi
sumberdaya hayati yang didominasi oleh pepohonan dalam persekutuan alam
lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan (UndangUndang RI No. 41 Tahun 1999). Sebagai sebuah kesatuan ekosistem, hutan
memiliki tiga peran besar bagi kehidupan, yakni peran ekonomi, lingkungan, dan
untuk hiburan/pendidikan.
Dalam dimensi ekonomi, hutan menghasilkan
berbagai produk yang memiliki nilai ekonomi. Hutan membantu mengkonservasi
dan memperbaiki lingkungan hidup, menjadi tempat tinggal berbagai jenis
tumbuhan dan binatang. Keindahan alam dan kedamaian di dalam hutan dapat
menjadi hiburan yang sangat luar biasa dan langka. Selain itu hutan merupakan
misteri ilmiah yang senantiasa memerlukan kajian dan penelitian.
Keanekaragaman tumbuhan hutan memiliki banyak manfaat bagi
kehidupan manusia. Pada sisi lain manusia yang mendiami sekitar maupun hidup
di dalam kawasan hutan yang berinteraksi langsung dengan sumberdaya hutan
memiliki pengetahuan tradisional tentang pemanfaatan tumbuhan hutan. Adanya
keterpaduan antara potensi sumberdaya hayati tumbuhan yang ada dan
pengetahuan tentang pemanfaatan yang bijaksana akan melahirkan hubungan
timbal balik yang harmonis.
Hutan Lindung Sungai Wain (HLSW) merupakan sebuah contoh unik
dan khas atas tipe hutan Dipterocarpa dataran rendah, yang dulunya menutupi
hampir seluruh wilayah antara Balikpapan – Samarinda. Sebagai suatu kawasan
hutan hujan tropis yang masih tersisa, HLSW memberikan banyak manfaat,
terutama bagi masyarakat sekitarnya, misalnya sumber daya air. Selain manfaat
yang langsung terasa, manfaat yang tidak terlihat langsung adalah berupa jasa
ekosistem ataupun jasa lainnya.
Berdasarkan pada fungsi dan manfaatnya,
kawasan hutan lindung adalah suatu kawasan hutan yang memiliki sifat khas yang
mampu memberikan perlindungan kepada kawasan sekitar maupun di bawahnya
sebagai pengatur tata air, pencegah erosi serta memelihara kesuburan tanah
(Badan Pengelola HLSW, 2007).
Masyarakat di sekitar Hutan Lindung Sungai Wain seperti halnya
masyarakat sekitar hutan pada umumnya tentunya sedikit banyak juga memiliki
ketergantungan terhadap sumberdaya hutan. Terdapat 30 juta penduduk yang
secara langsung mengandalkan hidupnya pada sektor kehutanan dan sebagian
besar hidup dengan perladangan berpindah, memancing, berburu, menebang dan
menjual kayu seta mengumpulkan hasil hutan non kayu (FWI/GWF, 2001).
Keanekragaman hayati tumbuhan yang ada akan memiliki hubungan keterkaitan
yang erat dengan kehidupan masyarakat setempat dimana masyarakat memiliki
akses langsung terhadap sumberdaya hayati tumbuhan yang ada. Masyarakat juga
memiliki pengetahuan tradisional tentang pemanfaatan keanekaragaman hayati
tumbuhan, akan tetapi yang disayangkan sekarang ini terdapat kecenderungan
hilangnya berbagai pengetahuan tradisional diberbagai belahan dunia karena
berbagai faktor (Ramirez, 2007). Pengelolaan hutan yang baik perlu untuk selalu
memerhatikan kondisi dan tradisi masyarakat sekitar hutan dalam setiap
kegiatannya, kepentingan masyarakat lokal hendaknya menjadi pertimbangan
dalam pengelolaan hutan. Masyarakat di sekitar Hutan Lindung Sungai Wain
merupakan masyarakat heterogen atau multi etnis, masyarakat yang heterogen ini
tentunya memiliki keanekaragaman yang tinggi dalam kegiatan pemanfaatan
keanekaragaman hayati tumbuhan.
Dengan latar belakang tersebut maka perlu dilakukan penelitian mengenai
status pengetahuan keanekaragaman hayati tumbuhan pada masyarakat di sekitar
hutan lindung Sungai Wain. Informasi ini sangat diperlukan sebagai masukan
untuk pengelolaan di masa depan sehingga bentuk pengelolaan yang dilakukan
dapat lebih sesuai dengan harapan dan kepentingan masyarakat. Ketika
sumberdaya hutan terdegradasi sedemikian rupa, maka upaya untuk pengelolaan
hutan berasaskan kelestarian dan berbasiskan masyarakat diperlukan, mengingat
pengelolaan sumberdaya hutan yang lestari telah menjadi kerangka pengelolaan
yang ada dalam nilai-nilai luhur masyarakat yang tinggal di dalam atau di sekitar
hutan (Handoyo, 2003). Dengan demikian mengkonservasi suatu sumberdaya
bukan berarti menutup mati akses masyarakat terhadap pemanfaatannya, tetapi
bagaimana membuat pola pengelolaan yang lebih sesuai dengan harapan dan
kepentingan masyarakat tanpa harus merusak sumber daya yang ada. Pengelolaan
kawasan yang sesuai dengan aspirasi masyarakat diharapkan akan lebih menjamin
upaya pelestarian Hutan Lindung Sungai Wain di masa depan.
Perumusan Masalah
Masyarakat di sekitar kawasan Hutan Lindung Sungai Wain telah lama
berinteraksi dengan hutan dan sumberdaya hayati yang ada di dalamnya.
Hubungan interaksi yang panjang ini tentu melahirkan berbagai kearifan dan
pengetahuan dalam mengelola dan memanfaatkan sumberdaya hayati termasuk
tumbuhan hutan. Pengetahuan tradisional masyarakat tentang pemanfaatan
tumbuhan baik yang berasal dari dalam kawasan hutan maupun yang telah
dibudidayakan masyarakat di lahan mereka belum dikaji dengan baik. Sehingga
belum diketahui secara rinci jenis tumbuhan apa saja yang telah dimanfaatkan,
bentuk pemanfaatan, nilai guna keanekaragaman hayati tumbuhan yang ada bagi
masyarakat. Semua itu akan menunjukan seberapa besar interaksi yang telah
terjadi antara masyarakat dan Hutan Lindung Sungai Wain.
Dalam pengelolaan hutan di harapkan hutan dapat lestari dan masyarakat
di sekitarnya sejahtera. Oleh karena itu kepentingan masyarakat lokal juga harus
diperhatikan. Keanekaragaman hayati tumbuhan yang ada di sekitar masyarakat
tentu memiliki arti penting bagi kehidupan mereka. Permasalahan yang akan
diteliti adalah tingkat pengetahuan masyarakat terhadap kanekaragaman hayati
tumbuhan, pemanfaatan keanekaragaman hayati tumbuhan (jenis dan pola
pemanfaatan), dan nilai keanekaragaman hayati tumbuhan yang dimanfaatkan
masyarakat.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji status pengetahuan masyarakat
terhadap keanekaragaman hayati tumbuhan yang ada di hutan lindung Sungai
Wain dan disekitar lingkungan mereka, menilai keanekaragaman hayati tumbuhan
yang dimanfaatkan, menentukan jenis-jenis tumbuhan prioritas untuk konservasi
dan menyusun arahan strategi konservasi keanekaragaman hayati tumbuhan di
hutan lindung Sungai Wain.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat mendokumentasikan pengetahuan
tradisional masyarakat seputar kearifan masyarakat dalam berinteraksi dengan
keanekaragaman hayati tumbuhan terutama yang berada dalam kawasan hutan
lindung Sungai Wain sehingga terhindar dari kepunahan, menyediakan data
potensi dan prioritas konservasi keanekaragaman hayati tumbuhan berdasarkan
pengetahuan
tempatan,
sebagai
masukan
dalam
kebijakan
pengelolaan
keanekragaman hayati tumbuhan hutan lindung Sungai Wain yang lebih dapat
menjamin kelestarian (Sustainaibilitas).
Kerangka Penelitian
Kawasan Hutan Lindung Sungai Wain, Balikpapan Kalimantan Timur
memiliki potensi keanekaragaman hayati tumbuhan yang dapat dan telah
dimanfaatkan oleh masyarakat di sekitarnya. Jenis, bagian dan pola pemanfaatan
keanekaragaman hayati tumbuhan ini tentunya tidak terlepas dari kondisi sosial,
ekonomi dan budaya masyarakat tersebut. Penelitian ini berusaha untuk menggali
kondisi sosial, ekonomi dan budaya masyarakat, pengetahuan masyarakat
terhadap
keanekaragaman
hayati
tumbuhan,
pola
pemanfaatan
dan
keanekaragaman hayati tumbuhan yang dimanfaatkan, dan berbagai kebijakan
pemerintah yang terkait dengan pola pemanfaatan dan pengelolaan Hutan
Lindung Sungai Wain.
Berdasarkan berbagai informasi tersebut dilakukan analisis untuk
mengetahui nilai keanekaragaman hayati tumbuhan bagi masyarakat lokal, jenisjenis tumbuhan prioritas untuk dikonservasi dan arahan strategi konservasi
tumbuhan di hutan lindung Sungai Wain. Arahan strategi konservasi ini dapat
digunakan sebagai masukan bagi pemerintah dalam hal ini Badan Pengelola
Hutan Lindung Sungai Wain (BPHLSW) dalam kegiatan pengelolaan hutan
lindung Sungai Wain dengan tetap memerhatikan masyarakat. Penelitian didasari
oleh suatu pemikiran akan perlunya pengelolaan kawasan lindung yang
memerhatikan kepentingan masyarakat. Selama ini kawasan lindung merupakan
kawasan yang seakan-akan menutup akses terhadap kehadiran dan kegiatan
masyarakat.
Pada sisi lain masyarakat seringkali juga menjadi agen perusak
sumberdaya hayati di kawasan lindung. Secara skematis kerangka pemikiran
dalam penelitian ini disajikan pada Gambar 1.
Hutan Lindung Sungai Wain
HLSW
Masyarakat Sekitar
Kondisi sosekbud :
- mata pencaharian
- jenis kelamin
- usia
- pendidikan
- adat dan religi yang terkait
dengan pemanfaatan
tumbuhan
Keanekaragaman hayati
tumbuhan
Tumbuhan
berguna
Pemerintah
(BP-HLSW)
Kebijakan
- Pengelolaan
- Pemanfaatan
- Peranserta
masyarakat
Pemanfaatan tumbuhan oleh masyarakat
- Jenis-jenis yang dimanfaatkan
- Bentuk pemanfaatan
- Bagian yang digunakan
- Habitus
- Intensitas penggunaan
- Keterancaman
- Penyebaran di alam
- Status di alam
- Kekhasan
- Sifat pemanfaatan
- Nilai ekonomi penting
- ICS
JENIS-JENIS PRIORITAS KONSERVASI
Arahan strategi
konservasi tumbuhan di HLSW
Gambar 1. Kerangka Penelitian
Penggalian data :
- Studi literature
- Wawancara
Analisis Data :
- Cek herbarium
- Studi literature
- Cek silang hasil
wawancara
Wawancara
survey
Sintesis
TINJAUAN PUSTAKA
Potensi Keanekaragaman Hayati Tumbuhan di Indonesia
Hutan tropika Indonesia memiliki keanekaragaman hayati yang sangat
tinggi di dunia. Indonesia termasuk dalam daftar negara megabiodiversiti, yang
hanya tertandingi oleh Afrika dan Zaire, dan sebagian dari kekayaan hayati
tersebut banyak diantaranya tidak dijumpai di belahan bumi manapun. Kekayaan
Spesies Indonesia tercatat dalam urutan kesatu untuk mamalia (436 spesies, 51 %
endemik), kupu-kupu (121 spesies, 44 % endemik), palem (477 spesies, 47 %
endemik), keempat untuk reptil (512 spesies, 29 % endemik), kelima untuk
burung (1.519) spesies, 28 % endemik), keenam untuk amphibi (270 spesies, 37
% endemik), dan ketujuh tumbuhan berbunga (29.375 spesies, 59 % endemik)
(Dirjen PHKA, 2007).
Keanekaragaman hayati yang sangat tinggi ini apabila dikelola dengan
baik tentunya akan memberikan manfaat yang sangat besar bagi kehidupan bangsa
indonesia bahkan dunia dimasa depan.
Tumbuhan Obat
Terdapat sekitar 1260 jenis tumbuhan yang sudah diketahui bermanfaat
sebagai bahan baku obat-obatan. Tumbuhan berkhasiat obat ini dikelompokan
menjadi tiga kelompok sebagai berikut ( Zuhud, Ekarelawan, dan Riswan, 1994) :
1. Tumbuhan obat tradisional merupakan spesies tumbuhan yang diketahui
atau dipercayai masyarakat memiliki khasiat obat dan telah digunakan
sebagai bahan baku obat tradisional,
2. Tumbuhan obat modern merupakan spesies tumbuhan yang secara ilmiah
telah dibuktikan mengandung senyawa atau bahan bioaktif yang berkhasiat
obat dan penggunaannya dapat dipertanggungjawabkan secara medis,
3. Tumbuhan obat potensial merupakan spesies tumbuhan yang diduga
mengandung atau memiliki senyawa atau bahan bioaktif berkhasiat obat,
tetapi belum dibuktikan penggunaannya secara ilmiah-medis sebagai
bahan obat.
Suku-suku bangsa di Indonesia memiliki pengetahuan yang berbeda-beda tentang
pengobatan tradisional.
Buah-buahan
Buah-buahan merupakan
kelompok komoditas yang besar dan
beranekaragam. Verheij dan Coronel (1991) adalah jenis buah-buahan tahunan
yang dapat dimakan baik dalam keadaan segar maupun yang telah dikeringkan
yang umumnya dikonsumsi mentah. Buah-buahan terutama mengandung vitamin
dan mineral untuk menyeimbangkan menu makan. Jenis-jenis buah-buahan
tersebut diantaranya
adalah salak (Zalacca salacca Bl.), pisang (Musa
paradisiaca L.), rambutan (Nephelium lappaceum L.), Durian (Durio zibethinus
Murr.), mangga (Mangifera indica L.) dan lain sebaginya.
Sayuran
Merupakan komoditas tumbuhan yang biasanya mengandung air atau
dikonsumsi sebagai bahan makanan yang mengandung zat tepung dan kadang
digunakan sedikit pada makanan untuk menambah rasa dan kelezatan makanan
(Siemonsma dan Piluek, 1994). Jenis sayuran yang biasa dikonsumsi untuk
makanan diantaranya adalah selada (Lactuca sativa L.), Katuk (Sauropus
androgynus (L.) Merr. ), jenis-jenis kobis, kol (Brassica oleraceae L.), kangkung
(Ipomea aquatica Forsk), dan sebagainya. Sayuran yang digunakan sebagai
penambah rasa pada makanan diantaranya adalah, bawang merah (Allium cepa
L.), bawang putih (Allium sativum L.), daun bawang (Allium ampeloprasum L.),
seledri (Apium graveolens L.). Sedangkan jenis tumbuhan yang fungsi
sekundernya sebagai sayuran antara lain pepaya (Carica papaya L), daun ubi jalar
(Ipomea batatas L), jagung muda (Zea mays L), daun singkong (Manihot
utillisima Pohl). Sayuran ini biasanya ditanam intensif dalam kebun dan
merupakan tanaman hortikultura.
Hutan dan Fungsi Hutan
Definisi Hutan
Hutan merupakan satu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi
sumberdaya hayati yang didominasi oleh pepohonan dalam persekutuan alam
lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan (UU No. 41
Tahun 1999). Menurut Soerianegara (1977) suatu masyarakat hutan adalah
sekelompok tumbuh-tumbuhan yang dikuasai pohon yang menempati suatu
tempat tumbuh atau habitat, dimana terdapat hubungan timbal balik antara
tumbuh-tumbuhan itu satu sama lain dan dengan lingkungannya. Berdasarkan
uraian di atas kawasan hutan lindung Sungai Wain merupakan kawasan hutan
yang masih baik, hal ini dapat dilihat dari kondisinya yang masih menyimpan
potensi flora dan fauna yang besar dan terjaga pada kondisi alaminya. Hutan
Lindung Sungai Wain (HLSW) merupakan sebuah contoh unik dan khas atas tipe
hutan Dipterocarpa dataran rendah, yang dulunya menutupi hampir seluruh
wilayah antara Balikpapan – Samarinda. Hutan ini merupakan kawasan hutan
hujan tropis yang masih tersisa di Balikpapan.
Fungsi Hutan
Berdasarkan fungsi pokoknya pemerintah menetapkan hutan konservasi,
hutan lindung dan hutan produksi.
Hutan konservasi adalah kawasan hutan
dengan ciri khas tertentu, yang mempunyai fungsi pokok pengawetan
keanekargaaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya. Hutan lindung adalah
kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan sistem
penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan
erosi, mencegah intrusi air laut dan memelihara kesuburan tanah. Hutan produksi
adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok memproduksi hasil hutan.
(Budiman et al., 2004).
Menurut Undang-Undang No. 41 tahun 1999, hutan mempunyai tiga
fungsi, yaitu fungsi konservasi, fungsi lindung dan fungsi produksi.
Pada
Undang-Undang tersebut juga disebutkan bahwa penyelenggaraan perlindungan
hutan dan konservasi alam bertujuan menjadikan hutan, kawasan hutan dan
lingkungannya agar memiliki fungsi lindung, fungsi konservasi dan fungsi
produksi tercapai secara optimum dan lestari.
Ketergantungan masyarakat sekitar hutan terhadap sumberdaya hutan
Masyarakarakat yang hidup disekitar hutan pada umumnya memiliki
ketergantungan terhadap sumberdaya hutan. Terdapat 30 juta penduduk yang
secara langsung mengandalkan hidupnya pada sektor kehutanan ( FWI/GFW
2001). Sebagian besar masyarakat tersebut hidup dengan perladangan berpindah,
memancing, berburu, menebang dan menjual kayu seta mengumpulkan hasil
hutan non kayu. Jutaan orang juga menggunakan tumbuhan hutan yang diketahui
khasiatnya untuk pengobatan (FWI/GWF, 2001).
Masyarakat di Papasena memanfaatkan keanekaragaman hayati untuk
bahan pondok, anyaman, obat-obatan, rekreasi, masa depan, bahan berburu,
dijual, pekakas, bahan perahu, bahan bangunan, lat berburu, kayu bakar, tempat
berburu, makanan dan hiasan (Boissiere et al., 2004). Sedangkan Purwanto dan
Walujo (1992) mengelompokan tumbuhan sebagai bahan sandang, pangan,
bangunan, alat rumah tangga dan alat pertanian, tali-temali, anyam-anayaman,
pelengkap upacara adat, obat-obatan dan kosmetika, sosial dan lain-lain.
Masyarakat Rimba di Kawasan Hutan Bukit Dua Belas, Jambi telah
berabad-abad dari dulu sampai sekarang memanfaatkan sumberdaya hutan di
kawasan tersebut. Hasil penelitian Anwar (2001) memperlihatkan pemanfaatan
yang mereka lakukan diiringi dengan memperhatikan aspek konservasi
sumberdaya hutan yang dilakukan melalui mekanisme denda terhadap pihak yang
mengambil/memanfaatkan hasil hutan yang tidak boleh ditebang atau milik
pribadi pihak lain. Pelanggaran ditebus dengan membayar denda berupa kain
sarung atau kain panjang, dimana jumlah denda disesuaikan dengan tingkat
pelanggaran. Mekanisme denda ini berlaku bagi semua pihak yang melanggar
(masyarakat rimba maupun bukan).
Masyarakat Kasepuhan di sekitar Taman Nasional Gunung Halimun
memiliki mata pencaharian pokok sebagian besar sebagai petani, berladang dan
mengumpulkan hasil hutan ikutan (Adimihardja, Kramadibrata dan Abdullah,
1994). Sumberdaya hutan yang dimanfaatkan masyarakat Kasepuhan antara lain
daun patat ( Halopegia blumei) digunakan untuk penutup padi, tepus (Achasma
megalochelios) untuk bahan pembuatan atap rumah. Jenis tanaman yang dipakai
sebagi lalaban dan buah-buahan diantaraya ela (Languas galanga), pakis benyeur
(Eugenia cupprea), seuhang (Ficus grossularoides), kecapi (Sandoricum koetjapi)
dan ceuri (Garcinia diocia). Tanaman untuk obat adalah Harereus (Rubus
moluccanus) untuk obat kencing batu, hadangan (Melodorum latifolium) untuk
obat diuratikum. Pemanfaatan jenis-jeis tumbuhan ini sebagian besar dipakai
untuk kebutuhan keluarga dan harang yang dijual (Aritonang, 1999).
Etnobotani
Etnobotani memiliki banyak definisi akan tetapi secara umum dan
ringkas Evans (1994) mendefinisikan bahwa etnobotani adalah suatu studi tentang
pengetahuan dan penggunaan tumbuhan dalam masyarakat primitif dimasa lalu
dan masa sekarang. Lebih lanjut Evans juga menjelaskan definisi yang lebih
spesifik bahwa etnobotani merupakan studi tentang penggunaan, manipulasi
teknologi, klasifikasi, sistem pertanian, konsep religi, teknik konservasi dan
ekonomi secara umum serta nilai pentig sosial dari tumbuhan dalam masyarakat
primitif.
Indeks Kepentingan Budaya (Index of Cultural Significance)
Indeks
kepentingan
budaya
tumbuhan
dalam
kaian
etnobotani
merupakan suatu langkah penting dalam berbagai tipe penelitian. Kajian ini dapat
membantu mengkonservasi keragaman spesies dan habitat dan memberi
pengetahuan keragaman hubungan antara manusia dan tumbuhan. Spesies
tumbuhan yang dianggap memiliki beberapa kaitan budaya berdasarkan
pelibatannya dalam inventarisasi etnobotani menunjukan nilai sangat penting
hingga tidak penting dalam suatu kebudayaan (Kartikawati, 2004).
Tumbuhan yang digunakan dalam suatu budaya baik sebagai makanan,
material, obat-obatan, mitologi, ritual dan lain sebagainya harus dipertimbangkan
sebagai kegunaan. Semakin luas atau intensif penggunaan suatu tumbuhan
semakin besar nilai budayanya. Seperti yang ditunjukan oleh Turner (1988),
konsekuensinya adalah semakin banyak penggunaan suatu jenis tumbuhan
daripada jenis lain, semakin besar nilainya.
Turner (1988) menyatakan bahwa untuk mengukur atau mengevaluasi
nilai budaya harus mempertimbangkan nilai kualitas, intensitas dan eksklusivitas.
Ilmu ini dikembangkan oleh Turner untuk mengukur informasi subyektif sehingga
dapat dianalisis. Lebih lanjut, keragaman individu dalam persepsi mengenai nilai
budaya suatu tumbuhan harus dipertimbangkan pula. Mungkin suatu tumbuhan
mempunyai relevansi dan utilitas bagi suatu kelompok orang atau individu
tertentu dalam suatu kebudayaan, meskipun tumbuhan tersebut tidak diketahui
dan tidak digunakan oleh populasi secara umum. Misalnya, para ahli herbal,
dukun, pemburu, pembuat kerajinan dan yang lainnya mungkin memiliki
pengetahuan yang khusus dan terbatas mengenai tumbuhan tertentu. Dalam
beberapa kasus, tumbuhan tersebut kadangkala memiliki nilai budaya yang jauh
lebih tinggi daripada yang disadari oleh populasi tersebut, karenanya bahkan
tumbuhan yang diketahui oleh sedikit anggota suatu kebudayaan harus
dipertimbangkan memiliki nilai.
Lebih lanjut Turner (1988) menyatakan bahwa selain faktor kualitas,
intensitas dan eksklusivitas, terdapat faktor keluaran yang mempengaruhi nilai
budaya suatu spesies tumbuhan, yaitu pengenalan, penandaan bahasa dan reputasi.
Pengenalan suatu tumbuhan secara luas oleh anggota suatu kelompok budaya
dianggap sebagai indikasi derajat nilai budaya yang tinggi; sebaliknya, tumbuhan
yang memiliki nilai rendah akan sedikit sekali dikenali oleh anggota populasi
secara keseluruhan.
Konservasi Tumbuhan
Penyebab Kelangkaan dan Kepunahan Tumbuhan
Laju berkurangnya keanekaragaman hayati pada masa kini, diperkirakan
sama cepatnya dengan pada masa kepunahan dinosaurus, yaitu sekitar 65 juta
tahun yang lalu. Tingkat kepunahan yang paling parah diperkirakan terdapat di
hutan tropis, sekitar 10 juta spesies yang hidup di bumi diperkirakan 50% hingga
90% berada di hutan tropis. Dengan tingginya deforestasi maka antara 5% sampai
10% jenis di hutan tropis akan punah dalam waktu 30 tahun mendatang. Hal ini
berarti kita akan mengalami kehilangan spesies tumbuhan tropis yang beragam
jenisnya dan memiliki aneka keunikan dan kegunaan bagi manusia (UNEP 1995).
Menurut UNEP (1995), penyebab utama kepunahan keanekaragaman hayati
yang juga menjadi penyebab punahnya spesies tumbuhan antara lain disebabkan
oleh:
1. Peningkatan laju populasi manusia dan konsumsi sumberdaya alam yang tidak
berkelanjutan
2. Penyempitan spektrum produk yang diperdagangkan dalam bidang pertanian,
kehutanan, dan perikanan. Ekonomi global yang berdasarkan prinsip
persaingan dan spesialisasi telah meningkatkan keseragaman dan saling
ketergantungan
3. Sistem kebijakan ekonomi yang gagal dalam memberi penghargaan kepada
lingkungan dan sumberdayanya.
4. Kurangnya pengetahuan dan penerapannya. Ketidak tahuan ini terjadi akibat
erosi kebudayaan tradisional yang mempunyai pemahaman tersendiri
mengenai alam.
5. Sistem hukum dan kelembagaan yang mendorong eksploitasi
Strategi Konservasi Keanekaragaman Hayati
Undang-undang nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam
Hayati dan Ekosistemnya menyatakan bahwa konservasi sumberdaya alam hayati
adalah pengelolaan sumberdaya alam hayati yang pemanfaatannya dilakukan
secara bijaksana untuk menjamin kesinambungan persediaannya dengan tetap
memelihara
dan meningkatkan kualitas keanekaragaman dan nilainya.
Konservasi ini bertujuan mengusahakan terwujudnya kelestarian sumbedaya alam
hayati serta keseimbangan ekosistem, sehingga dapat lebih mendukung upaya
peningkatan kesejahteraan masyarakat dan mutu kehidupan manusia. Konservasi
sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya dilakukan melalui kegiatan: (1)
perlindungan sistem penyangga kehidupan; (2) pengawetan keanekaragaman jenis
tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya; (3) pemanfaatan secara lestari
sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya.
Pasal 13 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990, menyebutkan bahwa
pengawetan jenis tumbuhan dan satwa dapat dilakukan di dalam maupun di luar
kawasan suaka alam. Konservasi jenis tumbuhan dan satwa di dalam kawasan
(insitu) dilakukan dengan membiarkan agar populasi semua jenis tumbuhan dan
satwa tetap seimbang menurut proses alami di habitatnya. Sedangkan konservasi
jenis tumbuhan dan satwa di luar kawasan (exsitu) dilakukan dengan cara menjaga
dan mengembangbiakan jenis tumbuhan dan satwa untuk menghindari bahaya
kepunahan.
Prioritas utama untuk memepertahankan ragam hayati diarahkan pada
konservasi insitu, baik didalam kawasan konservasi maupun di lautan, hutan,
lahan-lahan serbaguna dan lahan-lahan pertanian. Sedangkan konservasi exsitu
dapat menjadi pelengkap untuk perlindungan spesies di dalam ekosistem alami
dan untuk mengawetkan keragaman genetik dalam sistem pertanian. Prioritas
konservasi exsitu diberikan pada spesies yang habitatnya telah rusak atau tidak
bisa diamankan lagi, konservasi exsitu juga harus digunakan untuk meningkatkan
spesies lokal yang hampir punah menjadi tersedia kembali di alam (Zuhud, 1999).
METODE PENELITIAN
Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Hutan Lindung Sungai Wain Kalimantan
Timur (Lampiran 1) mulai bulan Agustus 2007 sampai dengan Maret 2008.
Hutan Lindung Sungai Wain secara Administratif Pemerintahan terletak di
Kelurahan Karang Joang, Kecamatan Balikpapan Utara dan Kelurahan Kariangau,
Kecamatan Balikpapan Barat, Kota Balikpapan, Propinsi Kalimantan Timur.
Secara geografis terletak antara 116047’ – 116055’ Bujur Timur dan 01002’ –
01010’ Lintang Selatan ( BPHLSW, 2007).
Bahan dan Alat
Bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian antara lain peta kawasan
Hutan Lindung Sungai Wain, gunting, parang, peralatan untuk membuat
herbarium (alkohol, kantong plastik, kertas koran, kertas karton, label, tali, pres
herbarium), daftar kuisioner, alat tulis, kamera, tally sheet dan perlengkapan
survey lainnya.
Pengumpulan Data
Pengumpulan data primer dilakukan secara langsung dilapangan melalui
pengamatan, pengambilan spesimen dan wawancara langsung. Data primer yang
diambil meliputi data botani, data pemanfaatan tumbuhan oleh masyarakat, data
kondisi sosial, ekonomi dan budaya masyarakat. Data sekunder
yang
dikumpulkan meliputi kondisi umum kawasan hutan lindung Sungai Wain, data
pendukung sosial ekonomi masyarakat, dan berbagai literatur yang terkait
kebijakan pemerintah, pengelolaan, pemanfaatan dan peran serta masyarakat
sekitar kawasan Hutan Lindung Sungai Wain.
Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dilakukan melalui survey eksploratif, observasi
partisipatif
yang disesuaikan pada sebaran penduduk setempat. Kegiatan ini
dilakukan langsung dalam kegiatan kehidupan sehari-hari masyarakat Sungai
Wain dan bekerja sama dengan nara sumber yang dianggap memiliki pengetahuan
luas atau spesifik dari adat budayanya, seperti tokoh masyarakat atau tokoh adat,
ahli pengobatan tradisional, dan masyarakat yang memiliki pengetahuan terhadap
tumbuh-tumbuhan. Semua informasi dicatat kemudian di cross check di lapangan,
dikumpulkan dan dibuat material herbariumnya. Identifikasi material herbarium
dilakukan di Herbarium Wanariset Samboja dan Herbrium Mulawarman Fakultas
Kehutanan UNMUL, Samarinda. Tahapan kegiatan dalam penelitian disajikan
pada Tabel 1.
Survey eksploratif yang dilakukan adalah inventarisasi keanekaragaman
hayati tumbuhan yang dikenal dan dimanfaatkan oleh masyarakat di dalam
kawasan hutan lindung maupun di lahan masyarakat yang berada di sekitar
kawasan Hutan Lindung. Pengumpulan data dilakukan melalui quisioner dan
wawancara. Pengambilan sampel dilakukan dengan purposive sampling. Seleksi
responden sebagai sumber informasi sangat relevan untuk penelitian etnobotani.
Teknik purposive sampling merupakan tipe pengambilan sampling yang bersifat
non-probability yang sangat efektif untuk mempelajari kultural tertentu dalam
pengetahuan tertentu (Tongco, 2007). Teknik ini dapat digunakan baik untuk
penelitian kualitatif maupun kuantitatif.
Sampel atau responden dibagi ke dalam dua kelompok berdasarkan
letaknya yaitu masyarakat Wain Dalam (kelompok masyarakat yang tinggal di
dalam kawasan Hutan Lindung Sungai Wain) dan Wain Luar (kelompok
masyarakat yang berada di sekitar kawasan Hutan Lindung Sungai Wain),
Berdasarkan etnis dibagi menjadi lima etnis utama yaitu etnis Bugis, Banjar,
Jawa, Buton, Toraja, dan etnis lainnya yang mungkin dijumpai di Sungai Wain.
Berdasarkan jenis kelamin dibagi dua yaitu laki-laki dan perempuan sedangkan
berdasarkan usia responden dibagi kedalam tiga kelompok umur yaitu :
1. 15 - 23 tahun (dianggap belum banyak menerima nilai-nilai sosial, budaya)
2. 24 - 59 tahun ( proses pematangan sampai matang dalam adaptasi nilai-nilai)
3. > 59 tahun ( dianggap kemampuan extrativisme mulai menurun)
Penentuan jumlah sampel mengacu pada nomogram Harry King (Sugiyono,
2007) yang memungkinkan untuk dipakai pada populasi sebanyak 2000 orang,
Tingkat ketelitian yang diambil sebesar 90% atau tingkat kesalahan 10%. Data
prosentase suku yang ada dimasyarakat hasil penelitian terdahulu digunakan
sebagai acuan dalam penyebaran kuesioner di lapangan.
Tabel 1. Tahapan Kegiatan dan Aspek yang Dikaji Dalam Pengumpulan Data
Tahapan Kegiatan Aspek Pengamatan
Metode Pengumpulan Data
A.Pengumpulan
1. Studi Literatur
data sekunder
1. Kondisi umum lokasi
2. Vegetasi yang ada dilokasi
3. Kondisi sosekbud
4. Kebijakan terkait
B. Wawancara
1. Data Sosekbud Masyarakat
1. Survey lapangan
a. Mata pencaharian
2. Kuesioner
b. Jenis kelamin
3. Identifikasi di Herbarium
c. Usia
4. Analisis data
d. Pendidikan
g. Adat dan Religi terkait
2. Data Pemanfaatan Tumbuhan
a. Nama jenis tumbuhan
b. Tujuan pemanfaatan
c. Bagian yang digunakan
d. Habitus
C. Nilai Kehati
1. Nilai guna ( ICS )
1. Analisis data
1. Keterancaman
1. Studi literatur
tumbuhan prioritas
2. Penyebaran di alam
2. Survey
Konservasi
3. Status di alam
3. Wawancara
4. Kekhasan
4. Analisis data
5. Sifat Pemanfaatan
5. Sintesis
Tumbuhan
D. Penentuan jenis
6. Nilai Ekonomi Penting
7. ICS
Kuisioner
tersebut
juga
mengumpulkan
informasi
mengenai
sumberdaya tumbuhan (jenis-jenis tumbuhan) yang penting bagi masyarakat dan
kategori kegunaan tumbuhan yang dilakukan oleh masyarakat.
Selanjutnya
dilakukan skoring untuk menilai jenis tumbuhan dari masing-masing kategori
sebagaimana yang ditetapkan masyarakat.
Hasil skoring dan alasan yang
dikemukakan masyarakat dimanfaatkan untuk memahami dengan lebih baik
sesuatu yang menjadi prioritas lokal.
Analisa Data
Identifikasi Spesimen
Data yang berkaitan dengan morfologi dan identifikasi spesimen yang
belum diketahui jenisnya dilakukan di Herbarium Wanariset Samboja dan
Herbarium Mulawarman Fakultas Kehutanan UNMUL Samarinda, Kaltim.
Analisis Data Primer dan Sekunder
Analisa data dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif. Analisa kualitatif
dilakukan dengan mentabulasi dan mengklasifikasikan data yang diperoleh
kemudian dianalisa secara deskriptif. Dengan demikian akan diketahui sejauh
mana tingkat pengetahuan masyarakat terhadap jenis-jenis tumbuhan yang
memiliki nilai manfaat, bentuk pemanfaatannya dan informasi lainnya.
Sedangkan analisa kuantitatif dilakukan untuk mencari nilai guna jenis-jenis
tumbuhan yang ada dengan menggunakan perhitungan indek kepentingan budaya
atau Index Of Cultural Significance (ICS).
Penentuan prioritas jenis tumbuhan yang akan dikonservasi dapat
dilakukan dengan mempertimbangkan hal-hal berikut: Kartikawati (2004)
mengemukakan empat hal yang bisa dipertimbangkan yaitu: Indek kepentingan
budaya, penyebaran, status di alam dan
sifat pemanfaatan oleh masyarakat.
Primack et al, 1998 mengemukakan tiga kriteria yang dapat digunakan untuk
menentukan prioritas konservasi bagi perlindungan jenis dan komunitas, yaitu
kekhasan, keterancaman dan kegunaan. Sedangkan Vijay (1998) dalam Gunawan
(2003), mengemukakan bahwa dalam pemilihan jenis untuk konservasi dikenal
istilah species kunci (key species) termasuk species kunci bagi sosial ekonomi.
Species kunci bagi sosial ekonomi berkaitan dengan pemanfaatannya seperti (1)
sebagai komoditas ekonomi yang penting seperti kayu, pangan, pakan ternak,
serat dan obat-obatan (2) sumber genetik, (3) memiliki nilai budaya dan (4)
bermanfaat dalam pengelolaan lingkungan. Dengan mempertimbangkan hal-hal
tersebut diatas maka penentuan tumbuhan prioritas konservasi di HLSW
didasarkan pada kriteria berikut:
1. Keterancaman
2. Penyebaran di alam
3. Status di alam
4. Kekhasan/keunikan
5. Sifat pemanfaatan
6. Nilai ekonomi penting
7. Nilai guna tumbuhan bagi masyarakat (ICS)
Indeks Kepentingan Budaya ( Index of Cultural Significance )
Nilai keanekaragaman hayati tumbuhan bagi masyarakat sekitar dihitung
berdasarkan nilai Indek Kepentingan Budaya atau Index Of Cultural Significance
(ICS). Penilaian ICS setiap jenis tumbuhan menggunakan teknik yang
dikembangkan oleh Turner (1988) yang dimodifikasi oleh Purwanto (2002).
Teknik ini terdiri dari 3 komponen penilaian, yaitu kualitas penggunaan ( Quality
of use ), intensitas penggunaan ( Intensity of use ) dan eklusivitas penggunaan
(Exclusivity of use ). Nilai penggunaan dari tiga komponen tersebut dapat dilihat
pada lampiran 2. Penilaian ICS dihitung dengan menggunakan rumus sebagai
berikut:
ICS = Σ
n
(q x i x e )ni
i =1
Suatu jenis tumbuhan yang memiliki kegunaan lebih dari satu maka formula
perhitungannya menjadi sebagai berikut:
ICS = Σ
n
(q1 x i1 x e1 )n1 + (q2 x i2 x e2 ) n2 + ...................+ (qn x in x en )n
i =1
Keterangan:
ICS : Index of Cultural Significance
q
: nilai kualitas (quality value)
i
: nilai intensitas ( intensity value )
e
: nilai ekslusivitas (exclusivity value)
Penyebaran Keanekaragaman Hayati Tumbuhan
Data penilaian penyebaran jenis tumbuhan dilakukan berdasarkan hasil
pengamatan masyarakat (Kartikawati, 2004 ), yaitu:
a. penyebaran jenis-jenis tumbuhan yang diasumsikan sedikit atau terbatas
karena keberadaannya secara alamiah sudah jarang dan atau hanya ditemukan
pada jarak tempuh yang relatif jauh dari kawasan pemukiman (skor 2).
b. Penyebaran jenis-jenis tumbuhan yang diasumsikan banyak dan mudah
ditemukan karena biasanya terdapat di pahumaan hingga sekitar pemukiman
(skor 1)
Status Di Alam
Status keberadaan di alam dibedakan dalam dua kategori yaitu liar
(tumbuh sebagai tumbuhan liar di alam dan belum ditanam masyarakat sama
sekali) dan Budidaya (sudah ditanam atau dibudidayakan masyarakat) dengan
skoring sebagai berikut:
a. Liar, skor 2
b. Budidaya, skor 1
Sifat Pemanfaatan Oleh Masyarakat
Berdasarkan sifat pemanfaatannya oleh masyarakat ini tumbuhan dibagi
dalam dua kategori (Kartikawati ,2004)yaitu:
a. Komersial : masyarakat telah memanfaatkan jenis tumbuhan untuk mendapat
keuntungan finansial dengan cara dijual, skor 2
b. Subsisten, artinya, masyarakat hanya memanfaatkan jenis tumbuhan sesuai
kebutuhan, skor 1
Penyusunan Status
Pengetahuan Keanekaragaman Hayati Tumbuhan
Masyarakat Hutan Lindung Sungai Wain
Hasil
identifikasi
jenis
disusun
dan
dianalisis
sesuai
dengan
kegunaannya. Status pengetahuan masyarakat merupakan gabungan dari hasil
pengamatan, wawancara dan studi literatur yang mendukung untuk ditabulasikan
secara sistematis dan dianalisis secara deskriptif.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Heterogenitas Masyarakat di Hutan Lindung Sungai Wain
Masyarakat
di
kawasan
Hutan
Lindung
Sungai
Wain
dapat
dikelompokkan menjadi dua, yaitu masyarakat Wain Dalam dan masyarakat Wain
Luar. Masyarakat Wain Dalam adalah masyarakat yang bermukim di dalam
kawasan Hutan Lindung Sungai Wain. Lokasi pemukiman tepat berada di dalam
kawasan zona pemanfaatan, dimana masyarakat
di kawasan ini masih
diperbolehkan melakukan kegiatan budidaya pertanian dengan ijin dari
pemerintah daerah melalui Badan Pengelola Hutan Lidung Sungai Wain.
Sedangkan masyarakat Wain Luar adalah masyarakat yang tempat tinggalnya
berada di sekitar atau berbatasan langsung dengan Hutan Lindung Sungai Wain.
Dengan demikian kepemilikannya berada di luar kawasan hutan lindung.
Beragam etnis tinggal di kawasan ini. Gambar 2 menunjukkan
keragaman berbagai kelompok etnis yang terdapat di Hutan Lindung Sungai
Wain. Terdapat 5 kelompok etnis yang terdapat di lokasi Wain Dalam dan Wain
Luar yaitu: Bugis, Jawa, Banjar, Toraja, Buton. Sedangkan kelompok etnis yang
lain misal Dayak hanya ada di Wain Dalam, Pasir, Mandar dan Madura hanya
terdapat di Wain Luar. Dari sejumlah kelompok etnis tersebut Pasir dan Dayak
adalah etnis asli dari Kalimantan.
Sementara kelompok etnis dari luar
Kalimantan adalah Jawa, Bugis, Buton, Mandar, Madura dan Toraja.
Pola persebaran seperti yang tertera pada Gambar 2 menunjukan bahwa
masyarakat Wain Luar memiliki keragaman etnis yang lebih tinggi daripada
masyarakat Wain Dalam. Hal ini mengindikasikan bahwa:
-
Faktor aksesibilitas secara langsung ataupun tidak langsung berpengaruh
terhadap banyak sedikitnya jumlah penduduk/pemukim, termasuk didalamnya
adalah kelompok etnisnya;
-
Faktor legalitas lahan menjadi daya tarik terhadap kemapanan penguasaan
terhadap lahan. Dengan demikian faktor hutan lindung menjadi salah satu
pertimbangan dalam menentukan pilihan untuk bertempat tinggal atau
bermukim;
-
Faktor waktu bermukim rupanya juga sangat berpengaruh terhadap keragaman
etnis yang bermukim. Masyarakat Wain Luar jauh lebih lama bertempat
tinggal dibandingkan dengan masyarakat Wain Dalam yang baru bermukim,
jauh sebelum kawasan ini ditetapkan sebagai kawasan hutan lindung.
Keragam an Etnis Masyarakat Wain Dalam
Keragam an Etnis Masyarakat Wain Luar
Dayak
2%
Mandar
8%
Madura
6%
Toraja
3%
Jaw a
30%
Pasir
8%
Toraja
4%
Banjar
21%
Jaw a
29%
Banjar
8%
Bugis
31%
Buton
6%
Bugis
42%
Buton
2%
Gambar 2 Keanekaragaman etnis di Hutan Lindung Sungai Wain
Keanekaragaman Tumbuhan dan Pengetahuan Masyarakat
Keanekaragaman Tumbuhan
Keanekaragaman Jenis
Keanekaragaman hayati tumbuhan yang dikenali oleh masyarakat di
Hutan Lindung Sungai Wain yang disarikan berdasarkan pengetahuan sembilan
kelompok etnis tercuplik tercatat sebanyak 305 jenis, 224 marga, dan 90 suku
tumbuhan. Dari total jenis itu, 221 jenis, 181 marga dan 78 suku tumbuhan,
dikenali oleh masyarakat Wain Dalam (Lampiran 3) dan 196 jenis, 161 marga dan
73 suku tumbuhan dikenali oleh masyarakat Wain Luar (Lampiran 4). Kekayaan
pengetahuan masyarakat ini tidak terlepas dari lingkungan yang mengelelinginya.
Perbedaan angka antara Wain Dalam dan Wain Luar lebih banyak disebabkan
karena letak dan latar belakang mata pencahariannya. Sebagian besar profesi
masyarakat Wain Dalam adalah petani dan mengambil hasil hutan, profesi ini
mengharuskan tingkat pengenalan yang tinggi terhadap tumbuhan.
Berdasarkan 90 suku yang dicatat, Arecaceae (16 jenis), Orchidaceae (16
jenis), Euphorbiaceae (13 jenis), Arecaceae (16 jenis), Moraceae (13 jenis),
Orchidaceae (16 jenis) dan Zingiberaceae (12 jenis) merupakan suku tumbuhan
yang memiliki kekayaan jenis tertinggi di bandingkan dengan suku lainnya.
Sementara itu beberapa jenis pohon yang dianggap penting bagi masyarakat
adalah bangkirai (Shorea Laevis), ulin (Eusideroxylon zwageri), meranti (Shorea
spp) dari suku Dipterocarpaceae dan gaharu (Aquilaria microcarpa) dari suku
Thymelaeaceae. Tumbuhan yang dianggap memiliki kekhasan dan keunikan juga
terdapat di kawasan ini yaitu beberapa jenis kantong semar (Nephenthes spp) dari
suku Nephentaceae dan beberapa jenis anggrek hitam (Coelogyne spp) dari suku
Orchidaceae (Lampiran 5).
Keanekaragaman Habitus Tumbuhan
Terdapat 10 habitus dikenali oleh masyarakat Wain Dalam maupun Wain
Luar. Dari sejumlah itu hanya habitus pohon dan herba yang paling banyak
dikenali (Gambar 3.). Hal ini wajar bagi masyarakat yang bermukim disekitar
hutan, pohon merupakan komponen utama penyusun vegetasi hutan. Dengan
demikian pengenalan pohon lebih baik dibandingkan dengan habitus lainnya.
Begitu pula karena mereka umumnya adalah bertani, maka habitus herba juga
memegang peran penting dalam kehidupannya. Dengan demikian herba juga
merupakan habitus yang banyak dikenali. Khususnya masyarakat Wain Dalam
ternyata tidak mengenali jamur dan paku dalam kelompok tumbuhan berguna.
Masyarakat Wain Luar telah mengenal habitus jamur, besar kemungkinan karena
kelompok jamur telah dikenal dalam menu makanan harian mereka, dan bahkan
sudah ada anggota masyarakat yang mencoba membudidayakannya untuk tujuan
komersial.
Liana dan rotan termasuk habitus yang banyak dikenali, baik masyarakat
Wain Dalam maupun Wain Luar. Selain karena kegunaannya, kedua kelompok
habitus tadi sering dijumpai disekitar pemukiman dan jenis-jenis yang tergolong
ke dalam dua habitus tadi memiliki nilai guna yang cukup tinggi dalam kehidupan
keseharian mereka.
120
Jum lah Jenis
100
80
60
Wain Luar
40
Wain Dalam
20
rb
a
Lia
na
Ep
ipi
t
Pa
lem
Ba
m
bu
Ja
m
ur
Pa
k
Pa u
nd
an
Ro
ta
n
ho
Po
He
n
0
Habitus
Gambar 3 Keanekaragaman habitus tumbuhan berguna di HLSW
Pengetahuan Masyarakat Tentang Keanekaragaman Jenis
Berdasarkan Kelompok Etnis
Status pengetahuan dan pengelolaan sumber daya hayati termasuk di
dalamnya pengetahuan tentang keanekaragaman jenis tumbuh-tumbuhan berbeda
antara kelompok etnis satu dengan lainnya. Perbedaan ini selain disebabkan
karena adat dan kebiasaan tetapi juga pengaruh faktor lingkungan. Terdapat 9
kelompok etnis yang tersebar baik di Wain Dalam maupun Wain Luar.
Berdasarkan pengetahuan mereka tentang jenis-jenis tumbuhan, tiga kelompok
etnis yaitu Jawa, Bugis, dan Buton memiliki tingkat pengetahuan tentang jenisjenis tumbuhan relatif lebih tinggi dibandingkan enam kelompok etnis lainnya
(Gambar 4.). Perbedaan ini banyak dipengaruhi oleh latar belakang kehidupannya.
Hampir seluruh responden yang mewakili ketiga kelompok etnis ini (Jawa, Bugis,
Buton) adalah petani. Jarang dan bahkan sangat sedikit mereka yang berprofesi
sebagai pegawai. Sebaliknya ke enam kelompok etnis yang lain (Banjar, Toraja,
Madura, Dayak, Mandar, Pasir) umumnya adalah pedagang, pegawai dan kuli
bangunan atau buruh di kota. Dengan demikian pengetahuan mereka tentang
dunia tetumbuhan dan pemanfaatannya juga terbatas.
180
167
Jumlah Jenis
128
125
Jawa
132
140
Bugis
160
111
120
100
73
80
75
66
60
44
40
65
59
33
28
22
20
Wain Dalam
Buton
Banjar
Toraja
Pasir
Madura
Mandar
Bugis
Buton
Jawa
Toraja
Dayak
Banjar
0
Wain Luar
Suku
Gambar 4 Pengetahuan terhadap keanekaragaman jenis tumbuhan berguna
berdasarkan kelompok etnis
Tradisi yang kental dengan budaya pertanian seperti yang ditekuni oleh
etnis Jawa menyebabkan kelompok etnis ini lebih banyak mengenali hal-hal yang
terkait dengan tumbuh-tumbuhan berguna. Oleh karena itu etnis Jawa merupakan
kelompok etnis dengan tingkat pengetahuan jenis yang tertinggi. Etnis Bugis dan
Buton, walaupun mereka lebih dikenal dengan tradisi nelayannya, akan tetapi sifat
budayanya cukup terbuka dengan berbagai pembaharuan serta mudahnya mereka
beradaptasi dengan lingkungan, mereka menetapkan kehidupannya sebagai petani.
Dengan demikian wajar kalau mereka lebih memahami dan banyak mengetahui
tentang jenis-jenis tumbuhan berguna. Sebaliknya etnis Dayak yang semestinya
mereka memahami dan banyak mengetahui tentang tumbuh-tumbuhan, namun
karena mereka adalah kaum muda yang profesinya sebagai pegawai, sehingga
mereka kurang begitu baik dalam mengenali dunia tumbuhan dengan berbagai
aspeknya.
Pengetahuan Berdasarkan Usia
Faktor usia sangat berperan dalam hal pengenalan dunia tetumbuhan. Hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa pada tingkat usia 24 – 59 tahun, mereka lebih
banyak tahu dibandingkan dengan kelompok usia dibawahnya atau diatasnya
(Gambar 5). Rupanya faktor kematangan jiwa dan faktor-faktor pengalaman
mempengaruhi tingkat pengetahuan masyarakat terhadap pengenalan tumbuhtumbuhan ini. Pada usia yang relatif masih muda (15 – 23 tahun), umumnya
mereka masih dalam taraf pengenalan sampai pada akhirnya tingkat pematangan
jiwa dan kematangan dalam adaptasi terhadap lingkungan termasuk di dalamnya
adalah pematangan pengenalan tumbuhan terjadi pada usia 24 – 59 tahun. Pada
akhirnya pada usia lebih dari 60 tahun upaya merefleksi pengetahuan mereka
tentang tumbuhanpun mulai menurun. Hal ini dibuktikan oleh kelompok etnis di
Wain Dalam dan Wain Luar, pada usia muda dengan taraf pengenalan, mereka
baru mampu mengenal 97 jenis (Wain Dalam), 83 jenis (Wain Luar). Kemudian
meningkat menjadi 174 jenis (Wain Dalam), 146 jenis (Wain Luar) sejalan
dengan kematangan jiwanya. Pada akhirnya kembali menurun menjadi 56 jenis
(Wain Dalam), 37 jenis (Wain Luar) sebagai akibat menurunnya daya ingat yang
Jumlah Jenis
secara psikologi berpengaruh terhadap pengenalan jenis itu sendiri.
200
180
160
140
120
100
80
60
40
20
0
15 - 23
24 - 59
> 60
15 - 23
Wain Dalam
24 - 59
> 60
Wain Luar
Tingkat Usia
Gambar 5 Pengetahuan terhadap keanekaragaman jenis tumbuhan berguna
berdasarkan tingkat usia masyarakat
Pengetahuan Berdasarkan Jenis Kelamin
Hasil penelitian memperlihatkan bahwa tingkat pengetahuan jenis kaum
laki-laki di Wain Dalam Maupun di Wain Luar cenderung lebih tinggi dari kaum
wanita (Gambar 6).
Jumlah Jenis
250
200
150
100
50
0
laki-laki
perempuan
laki-laki
Wain Dalam
perempuan
Wain Luar
Jenis Kelam in
Gambar 6 Pengetahuan terhadap keanekaragaman jenis tumbuhan berguna
masyarakat berdasarkan jenis kelamin
Kaum laki-laki di Wain Dalam mengenal dan memanfaatkan tidak
kurang dari 205 jenis tumbuhan, sementara wanita hanya 196 jenis tumbuhan,
sedangkan di Wain Luar laki-laki mengenal 186 jenis sementara wanita 157 jenis.
Tumbuhan yang terkait dengan aktifitas gender laki-laki seperti berburu, meramu
dan pertukangan biasanya tidak banyak diketahui oleh kaum wanita. Misalnya
pengetahuan akan tumbuhan untuk berburu, racun ikan, racun sumpit seperti ipuh
(Strychnos ignatii) dan upas (Koilodepas brevipes), pengetahuan terhadap jenis
tumbuhan untuk bangunan atau pertukangan seperti mangerawan (Hopea
mengerawan), meranti putih (Shorea lamelata), angsana (Pterocarpus indicus),
dan berbagai jenis rotan seperti rotan cacing (Calamus melanoloma), rotan sega
(Calamus caesius), rotan merah (Korthalasia echinometra) kebanyakan diketahui
hanya oleh kaum laki-laki. Kaum wanita lebih banyak mengetahui jenis-jenis
yang terkait dengan sumber bahan makanan, bumbu, dan sayuran seperti bawang
putih (Allium sativum), kunyit putih (Curcuma zedoaria), kulur (Arthocarus
artilis), salam (Syzigium polyanthum), labu merah (Cucurbita moschata), dan
sawi (Brassica rapa). Kaum wanita banyak yang mengenal jenis-jenis tersebut
karena tumbuhan tersebut banyak digunakan dalam aktifitas rumah tangga. Hal ini
serupa dengan masyarakat di Tanjung Jan, Kalimantan Timur. Kaum lelaki di
kawasan ini juga kebanyakan mengenali sumberdaya tumbuhan berupa kayu
untuk pertukangan, rotan, dan tumbuhan obat. Sementara kaum wanitanya
kebanyakan mengenali tumbuhan untuk makanan seperti rebung bambu dan rotan,
paku-pakuan yang dapat di makan, kangkung, dll (Nanang et al., 2004).
Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa jenis kelamin akan
mempengaruhi tingkat pengetahuan masyarakat terhadap keanekaragaman hayati
tumbuhan, hal ini dibuktikan dimana tumbuhan yang terkait dengan aktifitas
gender laki-laki yang memerlukan kekuatan dan ketrampilan khusus sebagian
besar tidak diketahui oleh kaum wanita.
Pengetahuan Berdasarkan Adat dan Religi
Masyarakat di dalam dan sekitar hutan diketahui memiliki keterkaitan
dengan tumbuhan dalam adat dan religi kehidupannya. Masyarakat Dayak Bukit
di Loksado, Kalimantan Selatan memanfaatkan beberapa jenis tumbuhan untuk
keperluan adat dan religi mereka, terutama untuk upacara-upacara yang terkait
dengan budaya huma (Noorhidayah, 2003). Demikian pula masyarakat Dayak
Bukit yang ada di daerah pegunungan meratus (Kartikawati, 2004). Masyarakat
juga masih banyak yang mempercayai tumbuhan tertentu sebagai simbol mistis.
Masyarakat di Hutan Lindung Sungai Wain sama dengan kebanyakan
etnis lainnya di Kalimantan memiliki pengetahuan yang cukup tentang
anekaragam jenis tumbuhan untuk keperluan adat dan religi tertentu. Tabel 2
memperlihatkan terdapat 8 kelompok penggunaan yang berkaitan dengan adat dan
religi. Masing-masing adalah yang berkaitan dengan upacara mendirikan rumah,
kematian, kehamilan, pengobatan, perkawinan, makhluk halus, peribadatan dan
khitanan. Berdasarkan persentase jumlah responden, kelompok etnis Banjar, Jawa
dan Bugis tercatat sebagai kelompok etnis yang banyak mengenali anekaragam
penggunaan tumbuhan. Masyarakat Banjar mengenal tumbuhan yang berkenaan
dengan adat dan religi misalnya untuk perkawinan, kematian, kehamilan,
pengobatan, makhluk halus. Kemudian masyarakat Jawa mengenalnya untuk
mendirikan rumah, kehamilan, perkawinan, kematian, peribadatan. Selanjutnya
masyarakat Bugis mengenalnya untuk mendirikan rumah, kehamilan, perkawinan,
kematian, pengobatan, makhluk halus dan khitanan. Dengan demikian jelas bahwa
dalam kaitannya dengan adat dan religi, tumbuhan umumnya dimanfaatkan hanya
untuk keperluan-keperluan tertentu.
Masyarakat Dayak yang justru sangat kental dengan adat dan religi,
ternyata hasil penelitian ini tidak menunjukkan angka yang signifikan bahkan
cenderung tidak mengetahui samasekali tentang tumbuhan untuk keperluan adat
dan religi. Besar kemungkinannya karena mereka (responden) adalah orang yang
relatif masih muda dan berprofesi sebagai karyawan swasta di kota-kota terdekat.
Tabel 2 Penggunaan tumbuhan untuk adat dan religi di HLSW
Kategori Ritual
Pendirian
rumah
Kehamilan
Perkawinan
Peribadatan
Kematian
Pengobatan
Makhluk halus
Khitan
1
Wain dalam
2 3 4 5
3
2
4
1
4
3
1
3
3
1
3
4
6
3
1
1
1
-
-
4
3
7
1
3
4
1
2
Jumlah jenis/etnis
Wain Luar
6 1 2 3 5 6 7
1
1
2
1
1
1
1
1
1
1
0
0
1
0
1
3
2
6
1
1
2
1
2
-
4
1
3
1
1
1
1
2
-
1
1
1
8
9
1
1
2
1
1
1
2
1
1
1
1
2
Keterangan :
1.Banjar; 2.Bugis; 3.Buton; 4.Dayak; 5.Jawa; 6.Toraja; 7.Madura; 8.Mandar; 9.Pasir;
-.Tidak menggunakan/mengenali.
Begitu pula kelompok etnis Buton di Wain Luar, sama dengan
masyarakat Dayak, yang selain populasinya sangat terbatas juga sebagian besar
adalah kuli bangunan di kota. Latar belakang ini pula yang sangat mempengaruhi
pengetahuan mereka terhadap tumbuhan yang berkenaan dengan pemanfaatannya
untuk adat dan religi. Etnis Bugis dan Banjar di Wain Dalam merupakan
kelompok etnis yang paling banyak pengetahuannya terhadap pemanfaatan
tumbuhan untuk adat dan religi. Etnis Bugis mengetahui 7 ragam pemanfaatan
(87,5%) dan etnis Banjar mengetahui 6 (75%) dari 8 kategorisasi penggunaan
tumbuhan untuk adat dan religi yang dikenal masyarakat. Sementara di Wain Luar
yang paling tinggi adalah etnis Bugis dan Jawa masing-masing mengetahui 4
(50%). Jika kita bandingkan antara Wain Dalam dan Wain Luar maka etnis Bugis
dapat dikatakan sebagai etnis yang paling tinggi tingkat pengetahuannya dengan
menguasai 87,5% dari kategorisasi pengetahuan akan penggunaan tumbuhan
untuk adat dan religi yang merupakan gabungan dari keseluruhan pengetahuan
etnis yang ada. Tingginya pengetahuan etnis Bugis selain dikarenakan karena
keberadaan etnis ini yang dominan baik di Wain Dalam maupun Wain Luar, hal
ini juga menunjukan bahwa orang-orang Bugis masih relatip memegang teguh
adat dan religinya walaupun mereka tinggal jauh dari tanah kelahirannya dan
telah berinteraksi dengan beragam etnis lainnya.
Tabel 3 Persentase jumlah responden terkait dengan pemanfaatan tumbuhan untuk
keperluan adat dan religi di Wain Dalam dan Wain Luar
Persentase jumlah responden
Wain Dalam
Nama Ilmiah
1
2
3
4
Wain Luar
5
6
1
2
3
5
6
7
8
9
Allium ascalonicum L.
20
8
-
-
7
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Allium sativum L.
-
-
-
-
7
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Tetrastigma pubinerve
(miq.) Planch
20
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Ficus benjamina L.
-
-
-
-
14
-
-
12
-
-
-
-
-
-
Aquilaria
Baill.
microcarpa
40
-
20
-
-
25
-
4
-
7
-
-
-
-
Cocos nucifera L
60
29
-
-
36
25
17
21
-
14
-
13
33
12
Moringa oleifera Lamk.
20
12
-
-
14
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Cananga odorata (Lam.)
hook. F.Thomson
-
-
-
-
14
-
-
4
-
-
-
-
-
-
Rosa sinensis L.
-
-
-
-
14
-
-
13
-
-
-
-
-
-
Jasminum sambac (L.)
Ait.
-
-
-
-
7
26
-
4
-
-
-
-
-
-
Piper nigrum L.
20
8
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Ananas comosus L.
20
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Oryza sativa L.
-
-
-
-
7
-
-
-
-
7
-
-
-
-
Pandanus sp
-
-
-
-
14
25
-
17
-
-
-
-
-
13
Areca catechu L.
40
33
-
-
35
-
-
4
-
7
-
13
-
13
Musa paradisiaca L.
40
8
-
-
50
-
-
4
-
7
-
-
-
13
Salacca
(Gaertn.)
-
-
-
-
-
-
-
zalacca
Voss
-
-
-
-
-
25
-
Cymbopogon nardus (L.)
Rendle
-
4
20
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Piper betle L.
20
12
-
-
14
25
-
-
-
-
-
-
-
-
40
8
-
-
14
-
-
8
-
7
-
13
-
-
-
-
-
-
-
-
-
4
-
-
-
-
-
-
Saccharum
L.
officinarum
Artocarpus heterophylus
Lamm.
Keterangan :
1.Banjar; 2.Bugis; 3.Buton; 4.Dayak; 5.Jawa; 6.Toraja; 7.Madura; 8.Mandar; 9.Pasir;
-.Tidak menggunakan/mengenali.
Berdasarkan jenisnya masyarakat telah mengetahui 21 jenis tumbuhan
yang digunakan untuk keperluan adat dan religi. Masyarakat Wain Dalam
mengetahui 20 jenis sedangkan masyarakat Wain Luar hanya 12 jenis (Tabel 3).
Pemanfaatan tumbuhan paling banyak adalah dalam rangka ritual kehamilan atau
kelahiran. Terdapat sekitar 8 jenis tumbuhan yang dimanfaatkan dalam berbagai
kegiatan terkait dengan pra dan pasca persalinan baik untuk ibu maupun bayinya.
Jenis-jenis tumbuhan tersebut antara lain adalah kelapa (Cocos nucifera) tebu
(Saccharum officinarum), nanas (Ananas comosus), pinang (Areca catechu),
jariangau (Acorus calamus), buah agar (Scapium macropadum) dan belaran
(Tetrastigma pubinerve). Jenis-jenis tersebut digunakan untuk keperluan adat
dalam upacara bukan sesuatu yang bersifat untuk perawatan atau obat. Berbeda
dengan hal tersebut, masyarakat di Minahasa telah memanfaatkan berbagai
tumbuhan untuk perawatan sebelum dan sesudah melahirkan (Zumsteg, 2005).
Jenis yang paling dikenal oleh semua etnis adalah kelapa. Kelapa telah
dikenali oleh 7 dari 9 suku yang ada (77,8%) dalam kegiatan ritual mereka. Hal
ini berkorelasi positif dengan ritual favorit yang merupakan ritual paling dikenal
oleh semua etnis yaitu perkawinan (Gambar 8 dan 9). Daun kelapa yang muda dan
dikenal dengan sebutan janur kuning banyak digunakan pada ritual perkawinan.
Terdapat 6
dari 9 kelompok etnis (66,67%) yang telah menggunakan janur
kuning sebagai hiasan dekorasi dan simbol dalam acara pernikahan. Perkawinan
sebagai sebuah acara yang penuh kebahagiaan dan kenangan bagi semua orang
dari semua tingkat usia dan etnis menjadikan kelapa sebagai tumbuhan yang
paling banyak dikenal dan diingat orang.
Hasil pengamatan di lapangan juga membuktikan bahwa sebagian besar
tumbuhan yang dimanfaatkan untuk keperluan adat dan religi adalah tumbuhan
yang telah dibudidayakan. Beberapa tumbuhan dapat digunakan pada beberapa
keperluan adat dan sebaliknya satu keperluan adat dapat memerlukan lebih dari
satu jenis tumbuhan.
Pengetahuan ini diturunkan dari generasi ke generasi
berikutnya. Kepentingan terhadap suatu jenis tumbuhan dalam rangka adat atau
religi akan menyebabkan orang cenderung melestarikan jenis tersebut dengan cara
menanamnya baik di ladang, kebun atau halaman rumahnya. Sehingga tanpa
disadari masyarakat telah melakukan upaya domestikasi suatu jenis tumbuhan dan
berkontribusi terhadap konservasi jenis tersebut. Oleh karena itu adat dan religi
masyarakat jika ditempatkan secara tepat dapat dijadikan sebagai salah satu bahan
pertimbangan pengambilan suatu kebijakan atau keputusan dalam rangka
konservasi tumbuhan.
Pemanfaatan Tumbuhan Oleh Masyarakat
Sifat Pemanfaatan
Berdasarkan sifat pemanfaatannya tumbuhan dikelompokan dalam dua
kategori yaitu komersial dan subsisten. . Tumbuhan dikelompokan komersial jika
masyarakat telah memanfaatkan jenis tumbuhan tersebut untuk mendapatkan
keuntungan finansial dengan cara dijual.
Sedangkan pemanfaatan bersifat
subsisten hanya untuk memenuhi kebutuhan hidup saja tanpa upaya untuk
mencari keuntungan finansial.
Hasil analisis terhadap pengelompokan ini menunjukkan bahwa dari total
jenis yang diketahui pemanfaatannya (305 jenis) terdapat di Wain Dalam maupun
Wain Luar. Dari jumlah tersebut, 149 jenis diantaranya bersifat komersial dan 156
jenis bersifat subsisten. Jenis-jenis yang bersifat komersial, dari 149 jenis, 112
jenis diantaranya (75.2%) terdapat di Wain Dalam, 80 jenis (53.7%) terdapat di
Wain Luar. Kemudian yang sifatnya subsisten, dari total 156 jenis, 110 jenis
diantaranya (70.5%) terdapat di Wain Dalam dan 116 jenis (74.4%) terdapat di
Wain Luar (Tabel 4)
Tabel 4 Sifat pemanfaatan tumbuhan oleh masyarakat di HLSW
HLSW
Wain Dalam
Wain Luar
Kelompok
Jumlah Jenis
(%)
Jumlah Jenis
(%)
Jumlah Jenis
(%)
Komersial
149
48,9
112
37
80
26
Subsisten
156
51.1
110
36
116
39
Total
305
100
222
73
196
64
Diantara jenis-jenis yang komersial,
memiliki jumlah
Orchidaceae adalah suku yang
jenis terbanyak (11 jenis). Berikutnya suku Arecaceae (10
jenis), Dipterocarpaceae (8 jenis), Euphorbiaceae (8 jenis), Moraceae (8 jenis) dan
Zingiberaceae (8 jenis). Sedangkan jenis-jenis yang dimanfaatkan secara subsisten
Araceae (9 jenis) adalah suku yang memiliki jumlah jenis terbesar, disusul oleh
Leguminosae (6 jenis), Zingiberaceae(6 jenis), Anonaceae (5 jenis) dan
Apocynaceae (5 jenis).
Angka pada Tabel 4 memperlihatkan bahwa secara kumulatif pemanfaatan
tumbuhan baik yang komersial maupun subsisten relatif nilainya sama. Ini
menunjukkan bahwa ketergantungan masyarakat Wain Dalam dan Wain Luar
terhadap sumberdaya di lingkungannya masih cukup tinggi, terutama hasil-hasil
hutan dari kawasan Hutan Lindung. Sementara kegiatan komersialisasi produk
hasil-hasil yang berasal dari tumbuhan juga cukup tinggi. Ini menunjukkan bahwa
sebagian besar masyarakat masih bertumpu pada hasil-hasil pertanian sebagai
usaha mendapatkan nilai ekonomi. Contoh jenis-jenis yang komersial misalnya,
aren (Arenga pinnata), padi (Oryza sativa), jagung (Zea mays), pisang (Musa
paradisiaca), jahe (Zingiber officinale), salak (Salacca zalacca), sayur-sayuran
dan kelapa (Cocos nucifera).
Sebaliknya tidak sedikit jenis-jenis liar yang bernilai ekonomi tinggi juga
menjadi andalan ekonomi mereka. Diantaranya adalah jenis-jenis kayu seperti
lahung (Durio dulcis), ulin (Eusideroxylon zwagery), bangkirai (Shorea laevis),
laban (Vitex pinnata), meranti (Shorea spp) dan gaharu (Aquilaria microcarpa).
Selain itu dicatat pula beberapa jenis hasil hutan non kayu yang dikomersilkan
seperti jenis-jenis rotan (Calamus spp), daun nipah (Nypa pructicans), gaharu,
pasak bumi (Eurycoma longifolia), akar kuning (Coscinium fenestratum) dan
tumbuhan hias terutama beberapa jenis kantong semar (Nephenthes spp) dan
anggrek hitam (Coelogyne spp). Komersialisasi tumbuhan liar di HLSW di masa
depan apabila dibiarkan tanpa ada upaya konservasi bisa mengancam kelestarian
tumbuhan liar tersebut.
Pemanfaatan Bagian Tumbuhan
Bagian tumbuhan merupakan hal penting untuk diketahui dalam
kaitannya dengan cara penggunaan atau dalam proses pemanenan, terutama untuk
jenis-jenis yang liar. Asumsi yang mendasari pemikiran ini khusus untuk
tumbuhan liar adalah jika bagian–bagian yang dimanfaatkan itu dapat
menyebabkan keterbatasan ketersediaannya di alam, tentu harus mendapat
perhatian akan keberlanjutan pelestariannya. Berdasarkan hasil penelitian ini
tercatat sebanyak 12 kategori bagian tumbuhan yang dimanfaatkan (Gambar 7 dan
8). Untuk jenis-jenis tanaman budidaya melalui 12 kategori bagian tumbuhan
yang dimanfaatkan tadi tidak akan menimbulkan permasalahan. Berbeda dengan
tumbuhan liar, permasalahan muncul jika pemanfaatannya menimbulkan
kerusakan. Contoh yang sering dijumpai di Hutan Lindung Sungai Wain adalah,
pemanfaatan batang ulin, meranti, benkirai, kapur, keruing dengan cara menebang
seluruh bagian tumbuhan, pemanfaatan seluruh bagian tumbuhan seperti pada
pemanenan anggrek hitam, kantong semar, lama kelamaan akan mengakibatkan
penyusutan populasinya. Sama halnya jika jenis tumbuhan itu yang dimanfaatkan
adalah akarnya, seperti akar pasak bumi, kulit batangnya seperti pada akar kuning,
dengan sendirinya cara pengambilannya dapat mengakibatkan kematian pada
individu tumbuhan tersebut (Tabel 5).
Hasil tabulasi berdasarkan data kuesioner yang didistribusikan ke semua
kelompok etnis di kawasan ini. Buah, batang dan daun merupakan bagian
tumbuhan yang paling tinggi pemanfaatannya. Masyarakat Wain Dalam dan Wain
Luar lebih banyak memanfaatkan bagian buah, batang, dan daun dibandingkan
dengan bagian lainnya.
rimpang
3% Umbut
1%
umbi
3%
kulit
2%
biji
1%
getah
1% bunga
3%
Buah
30%
semua bagian
15%
akar
1%
Batang/ranting
20%
Daun
20%
Gambar 7 Bagian tumbuhan yang dimanfaatkan masyarakat Wain Dalam
berdasarkan jumlah responden
biji
1%
umbi
1%
kulit
2%
rimpang bunga
5%
4%
umbut
2%
Buah
29%
semua bagian
26%
akar
2%
Daun
11%
Batang/ranting
17%
Gambar 8 Bagian tumbuhan yang dimanfaatkan masyarakat Wain Luar
berdasarkan jumlah responden
Tingginya pemanfaatan bagian buah dan batang dari tumbuhan
dikarenakan bagian ini merupakan sumber kebutuhan primer masyarakat terutama
kebutuhan akan pangan dan papan.
Tabel 5 Jenis-jenis tumbuhan yang banyak di manfaatkan masyarakat di HLSW
Nama lokal
Padi
Aren
Alpukat
Asam jawa
Salak
Durian
Jagung
Ulin
Bangkirai
Meranti
Kapur
Keruing
Lontar
Nipah
Bayam
Kantong
semar
Anggrek
hitam
Nama ilmiah
Oryza sativa L
Arenga pinata (Wurmb) Merr.
Persea gratissima P.Mill
Tamarindus indicus L.
Salacca zalacca (Gaertn.) Voss
Durio zibethinus Murr.
Zea mays L.
Eusideroxylon zwagery T.& B.
Shorea laevis Ridl.
Shorea spp.
Dryobalanops lanceolata Burck
Dipterocarpus sp
Borassus flabellifera L.
Nipa fructicans Wurmb.
Amaranthus spp
Nephenthes spp
Coelogyne spp
Bagian
buah
buah
buah
buah
buah
bua
buah
batang
batang
batang
batang
batang
daun
daun
daun
semua
bagian
semua
bagian
Pemanfaatan
makanan pokok
makanan sekunder
makanan sekunder
bumbu masak
Makanan sekunder
makanan sekunder
makanan pokok
konstruksi/bangunan
konstruksi/bangunan
konstruksi/bangunan
konstruksi/bangunan
konstruksi/bangunan
atap
atap
makanan/obat
tanaman hias
tanaman hias
Kategori Pemanfaatan
Pengetahuan masyarakat Wain Dalam dan Wain Luar terhadap
keanekaragaman hayati tumbuhan berguna dapat dikelompokan kedalam 11
kategori pemanfaatan (Tabel 6). Jumlah pengelompokan ini lebih sedikit
dibandingkan dengan kategori yang dihasilkan oleh Sheil et al. (2004) yang
mengklasifikasikan 15 kategori untuk masyarakat Dayak di Kalimantan Timur,
dan Nanang, (2004) mengklasifikasikan 13 kategori pemanfaatan kehati
tumbuhan yang dimanfaatkan oleh masyarakat Muara Jawa, Kalimantan Timur.
Perbedaan jumlah kategori ini disebabkan karena perbedaan tingkat pengetahuan
antar etnis-etnis tersebut dan juga perbedaan kategorisasi yang dilakukan oleh
peneliti. Nanang, (2004) membagi buah-buahan, sayuran dan madu sebagai
kelompok yang terpisah satu dengan lainnya sedangkan dalam kategorisasi yang
dibuat di HLSW ketiganya termasuk dalam satu kategori besar yaitu makanan dan
minuman. Demikian pula pada kategorisai yang dilakukan Sheil et al.( 2004)
kayu untuk konstruksi dibagi ke dalam tiga kategori yaitu konstruksi berat, ringan
dan kapal semantara di HLSW dijadikan satu kategori saja yaitu konstruksi dan
bangunan.
Tabel 6 di bawah ini menggambarkan bahwa dari 11 kategori yang
dikenali masyarakat, etnis Jawa, Bugis, Banjar tercatat sebagai kelompok etnis
yang paling kaya dengan pengetahuan tentang keanekaragaman jenis tumbuhan
untuk masing-masing kategori. Diantara kelompok etnis yang miskin dengan
pengetahuan tumbuhan dan pemanfaatannya adalah etnis Dayak. Miskinnya
pengetahuan ini bukan karena tidak menhayati pentingnya tumbuhan dalam
kehidupan sehari-harinya, akan tetapi lebih karena profesinya pegawai yang
menjadikan mereka kurang mengenali jenis itu beserta pemanfaatannya.
Sementara itu dari 11 kategori pemanfaatan, yang paling umum dikenali jenisjenisnya adalah kategori makanan dan minuman, bahan banungan dan konstruksi,
tanaman hias dan bahan obat-obatan tradisional.
Tabel 6 Tingkat pemanfaatan tumbuhan oleh masyarakat di HLSW
Pemanfaatan
Makanan dan
minuman
Bumbu masak,
rempah-rempah dan
penyedap rasa
Bahan bangunan
dan Konstruksi
Tanaman hias
Bahan obat
tradisional
Kayu bakar/arang
Bahan Kerajinan
(tikar, topi, dll)
Keperluan adat dan
religi
Peneduh,
penghijauan
Racun
Hijauan makanan
ternak
Jumlah Jenis (Wain Dalam)
1
2
3
4
5
6
24
33
15
3
7
12
4
1
Jumlah Jenis (Wain Luar)
2
3
5 6
7
8
15
9
6
34
10
21
27
29
28
8
22
3
-
12
3
3
8
4
9
4
3
-
3
24
7
5
5
6
3
21
8
9
4
8
9
20
15
13
18
16
17
4
3
14
3
-
15
12
6
11
58
9
18
8
12
2
56
9
19
5
19
5
43
7
34
4
63
5
9
3
27
4
8
6
25
6
2
7
1
-
5
1
5
8
3
12
2
2
2
4
6
11
4
1
9
3
10
12
5
11
4
5
1
7
7
1
4
2
6
1
2
-
5
5
3
3
5
1
3
2
8
-
9
3
2
2
4
-
3
-
6
-
7
9
6
2
11
5
5
2
4
9
3
6
1
7
Keterangan :
1.Banjar; 2.Bugis; 3.Buton; 4.Dayak; 5.Jawa; 6.Toraja; 7.Madura; 8.Mandar; 9.Pasir;
-.Tidak memanfaatkan/mengenali.
28
Tumbuhan untuk Obat
Pemanfaatan tumbuhan untuk kepentingan pengobatan merupakan salah
satu bentuk pengetahuan yang paling umum dikenali oleh masyarakat, baik di
Wain Dalam maupun Wain Luar. Tidak kurang dari 90 jenis tumbuhan dikenali
masyarakat Wain Dalam dan 79 jenis tumbuhan dikenali masyarakat Wain Luar
bermanfaat untuk keperluan obat-obatan tradisional. Diantara jenis-jenis tersebut
suku dengan jumlah jenis terbanyak adalah Zingiberaceae (7 jenis); temu ireng
(Curcuma colorata), temu kuning (Curcuma domestica). Selanjutnya suku
Euphorbiaceae (4 jenis); meniran (Phylanthus niruri), kemiri (Aleurites
molucana) dan Lauraceae (4 jenis); Alpukat (Persea americana), kayu manis
(Cinnamomum burmanii).
Berdasarkan ragam pengobatan yang ada pada masyarakat maka
pengetahuan pengobatan masyarakat dapat dikelompokan kedalam 15 kelompok
pengobatan (Tabel 7). Jenis-jenis tumbuhan untuk kepentingan pengobatan
penyakit dalam dan kebugaran tercatat sebagai jenis yang paling banyak dikenali
oleh hampir seluruh kelompok etnis di Sungai Wain. Khusus untuk penyakit
dalam, orang-orang Banjar, Bugis, Buton, Pasir dan Toraja termasuk kelompok
etnis yang banyak mengenali jenis-jenis tumbuhan untuk penyembuhannya.
Sebaliknya pengetahuan tentang anti racun hanya dimiliki oleh kelompok etnis
Buton, Jawa dan Toraja. Jenis-jenis tumbuhan anti racun ini diantaranya adalah
akar tuba (Derris eliptica), gadung (Dioscorea crispida), ipuh (Styrchnos ignatii)
dan upas (Koiledevas brevipes). Dari seluruh kelompok etnis yang tersebar di
Wain Dalam dan Wain Luar, kelompok etnis Buton di kawasan Wain Dalam
adalah mereka yang paling banyak memahami pentingnya tumbuhan untuk
berbagai keperluan pengobatan. Hampir seluruh kategori penyakit dapat diobati
dengan tumbuh-tumbuhan. Sebaliknya orang Dayak paling miskin dengan
tetumbuhan dan pemanfaatannya untuk pengobatan.
Tabel 7 Pemanfaatan tumbuhan untuk pengobatan di HLSW
Kategori
Jumlah Jenis (Wain Dalam)
2
3
4
5
6
1
2
3
5
6
7
8
-
-
18
-
6
23
-
-
-
-
-
-
-
-
18
15
18
-
19
-
-
13
11
-
-
-
-
Anti Racun
Gigi
Jumlah Jenis (Wain Luar)
1
Kanker
9
-
-
18
13
32
23
13
-
-
6
26
-
-
-
Kebugaran/stamina
54
53
54
-
90
-
26
13
-
45
-
40
10
10
Kecantikan
10
18
45
36
39
51
68
26
-
-
11
-
20
-
Kontrasepsi
-
-
18
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Luka/Infeksi
18
41.3
36
-
32
45
-
16
-
11
-
20
20
10
-
-
18
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
10
Pendengaran
Penenang
-
-
18
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Penglihatan
-
19
18
-
13
-
-
3
-
-
-
-
-
-
Penyakit Dalam
90
90
90
64
-
90
40
59
32
68
26
69
30
79
Penyakit Kulit
18
19
72
-
45
-
-
10
-
-
-
10
-
10
Pernapasan
-
4
18
-
13
23
-
3
-
17
-
10
-
-
Perut/pencernaan
-
15
72
-
19
-
13
16
16
11
26
20
-
20
Syaraf
-
-
18
-
6.4
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Keterangan :
1.Banjar; 2.Bugis; 3.Buton; 4.Dayak; 5.Jawa; 6.Toraja; 7.Madura; 8.Mandar; 9.Pasir;
-.Tidak memanfaatkan/mengenali.
Hasil perhitungan dengan menggunakan metode ICS, tercatat sebanyak
15 jenis tumbuhan obat penting dihitung berdasarkan intensitas penggunaan,
kualitas
penggunaan
dan
eksklusivitasnya.
Jenis-jenis
yang
ditemukan
keberadaannya di Wain Dalam dan Wain Luar ialah ulin (Eusideroxylon
zwagery), gaharu (Aquilaria microcarpa), pasak bumi (Eurycoma longifolia),
kantong semar (Nephenthes spp), dan akar kuning (Coscinium fenestratum).
Sedangkan lainnya, aren (Arenga pinnata), pinang (Arecca catechu), kayu manis
(Cinnamomum burmanii), pantung (Dyera costulata), dan binahong (Andredera
cordifofolia) khusus di Wain Dalam. Pisang, tabat barito (Ficus deltoidea), kunyit,
mahkota dewa (Phalerya macrocarpa), dan pulai (Alstonia scholaris) khusus di
Wain Luar (Tabel 8). Keberadaan tumbuhan obat penting yang ada di Wain
Dalam maupun di Wain Luar sebagian besar merupakan tumbuhan liar (70%).
Belum ada upaya budidaya yang intensif untuk tumbuhan seperti ulin, pasak
bumi, binahong, akar kuning, pulai, gaharu, tabat barito, kantong semar, dan
pantung.
Padahal
keberadaannya
diketahui
telah
banyak
dimanfaatkan
masyarakat. Hal ini bisa diketahui dari tingginya nilai ICS jenis-jenis tersebut,
bahkan ulin merupakan tumbuhan obat dengan nilai ICS tertinggi. Sementara itu
hasil pengamatan dilapangan keberadaan jenis-jenis tumbuhan penting tersebut
mulai sulit ditemukan (langka). Keberadaannya terbatas hanya di kawasankawasan tertentu saja di Hutan Lindung Sungai Wain. Oleh karena itu perlu ada
upaya yang serius untuk melakukan konservasi baik in-situ maupun ex-situ.
Upaya domestikasi dan budidaya secara lebih intensif dengan melibatkan
masyarakat sekitar penting untuk dilakukan guna menjamin kelestariannnya di
masa depan.
Tabel 8 Tumbuhan obat penting masyarakat di HLSW berdasarkan ICS
No
1
2
3
4
9
10
11
12
13
14
Nama Lokal
Ulin
Pisang
Pasak bumi
Tabat barito
Kantong
semar
Gaharu
Kunyit
Akar Kuning
Mahkota
dewa
Pulai
Aren
Pinang
Kayu manis
Pantung
15
Akar kuning
16
Binahong
5
6
7
8
Nama Ilmiah
Eusideroxylon zwagery T.& B.
Musa paradisiaca L.
Eurycoma longifolia Jack
Ficus deltoidea Jack
Nephenthes spp
Aquilaria microcarpa Baill.
Curcuma longa L.
Fibraurea tinctoria Lour.
Phaleria macrocarpa ( Scheff.)
Boerl.
Alstonia scholaris (L.) R.Br.
Arenga pinnata (Wurmb.) Merr.
Areca catechu L.
Cinnamomum verum J.Presl.
Dyera costulata (Miq.) Hook.
Coscinium fenestratum (Gaertn.)
Colebr.
Andredera cordifolia (Snore.)
Steenis
Nilai ICS
Wain Dalam
Wain Luar
58
52
43
30
24
30
25
24
24
24
30
36
-
18
12
-
56
50
42
33
-
24
-
18
Keterangan : -. Tidak dimanfaatkan/dikenali
Tumbuhan untuk Kerajinan
Berbagai jenis tumbuhan diketahi digunakan oleh masyarakat baik Wain
Dalam dan Wain Luar. Berdasarkan keanekaragaman pemanfaatannya, tumbuhan
untuk kerajinan dapat dikelompokan ke dalam tujuh kategori (Tabel 9). Dari
ketujuh kategori ini, jenis-jenis tumbuhan untuk bahan dasar kerajian atap rumah,
anyaman dari rotan paling banyak dikenali oleh masyarakat baik di Wain Dalam
maupun Wain Luar. Jenis-jenis itu ialah alang-alang (Imperata cylindrica), bambu
(Bambuosa spp), nipah (Nypa pructicans), pandan (Pandanus spp), Rotan
(Calamus spp), cendana (Santalum album), Daun biru (Licuala flabelum), kelapa
(Cocos nucifera), lontar (Borassus flabellifera), bendo (Artocarpus elasticus),
bamban (Donak cannaeformis) dan aren (Arenga pinnata)
Tabel 9 Pemanfaatan tumbuhan untuk kerajinan di HLSW
Macam
Kerajinan
Kerajinan Atap
daun
Kerajinan rotan
Kerajinan topi
dan tikar
Kerajinan
bambu
Kerajinan
bunga
Kerajinan
ukiran
cendana
Kerajinan
sabut kelapa
Tingkat Pemanfaatan (%)
Wain Dalam
1
2
3
4
5
6
1
Tingkat Pemanfaatan (%)
Wain Luar
2
3
5
6
7
8
9
20
36.4
20
-
28.6
-
33.3
33.3
-
21.4
33
-
-
62
100
54.6
20
-
92.9
-
33.3
33.3
20
64.3
33
-
62
62
20
22.7
-
-
35.7
-
-
12.5
-
21.4
-
-
-
12
60
22.7
20
-
42.9
25
-
4.2
-
28.6
-
-
-
37
-
-
-
-
-
-
-
4.2
-
-
-
-
-
-
-
4.6
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
20
13.6
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
Keterangan :
1.Banjar; 2.Bugis; 3.Buton; 4.Dayak; 5.Jawa; 6.Toraja; 7.Madura; 8.Mandar; 9.Pasir;
-.Tidak memanfaatkan/mengenali.
Pemanfaatan tertinggi dari sisi ragam dan kuantitas dilakukan oleh
empat etnis yaitu Banjar, Bugis, Jawa dan Pasir dengan ragam pemanfaatan
berkisar antara 4-6 bentuk (57 %-86%) dari semua kategori pemanfaatan dan
tingkat pemanfaatan berkisar antara 4% - 100%. Tingginya pemanfaatan
tumbuhan untuk kerajinan oleh empat etnis tersebut dikarenakan mereka banyak
yang bekerja secara profesional sebagai pembuat kerajinan misalnya pembuatan
kerajinan atap dengan memanfaatkan daun nipah dan rotan. Profesi ini telah
menjadi sumber penghasilan penting bagi masyarakat tersebut.
Tumbuhan untuk Bahan Makanan dan Minuman
Pemanfaatan tumbuhan sebagai sumber bahan makanan/minuman
merupakan kebutuhan primer bagi semua suku dimana makanan pokok utama
masyarakat di Sungai Wain berasal dari tumbuhan. Berdasarkan bentuk
pemanfaatannya tumbuhan yang dimanfaatkan oleh masyarakat di Sungai Wain
dapat dikelompokan kedalam lima kategori (Gambar 9 dan 10).
120
Pemanfaatan (%)
100
80
60
40
20
0
Banjar
Bugis
Buton
Dayak
Jawa
Toraja
Suku
Buah Segar
Sayur-Sayuran
Minuman
Makanan pokok
Makanan sekunder
Gambar 9 Tumbuhan sumber bahan makanan dan minuman di Wain Dalam
70
Pemanfaatan (%)
60
50
40
30
20
10
0
Banjar
Bugis
Buton
Jawa
Madura Mandar
Pasir
Toraja
Suku
Buah Segar
Sayur-Sayuran
Minuman
Makanan pokok
Makanan sekunder
Gambar 10 Tumbuhan sumber bahan makanan dan minuman di Wain Luar
Pengetahuan masyarakat akan pemanfaatan tumbuhan sebagai sumber
makanan pokok hampir seragam pada semua kelompok etnis dengan kisaran 8,3%
- 33,3%. etnis Jawa dan etnis Banjar di Wain Dalam merupakan etnis yang
tertinggi dalam hal pemanfaatan buah segar (100%), anekaragam buah telah
dikonsumsi etnis Banjar
misalnya lai (Durio kutejensis), binjai (Mangifera
caesia), kapul (Baccaurea macrocarpa), durian (Durio zibethinus) dan lahung
(Durio dulcis). Sementara untuk pemanfaatan sayur-sayuran yang paling tinggi
adalah etnis Jawa di Wain Dalam (92,86%). Sayuran yang banyak dikenal dan
dimanfaatkan etnis Jawa misalnya buncis, katuk (Sauropus androgynus), kacang
panjang (Vigna unguiculata), kalangkala (Litsea garcieae), kangkung (Ipomea
aquatica) dan nibung (Oncosperma tigilarium). Tingginya pemanfaatan akan
tumbuhan oleh etnis Jawa dikarenakan budaya Jawa sangat kental dengan budaya
pertanian yang banyak menghasilkan dan mengkonsumsi buah-buahan dan sayursayuran.
Tumbuhan untuk Konstruksi atau Bangunan
Pemanfaatan tumbuhan sebagai bahan baku konstruksi atau bangunan
masih sangat tinggi di Sungai Wain. Masyarakat Wain Dalam dan Wain Luar
masing-masing telah mengenal dan memanfaatkan
37 jenis dan 24 jenis
tumbuhan untuk konstruksi dan bangunan. Kepentingan masyarakat yang tinggi
terhadap tumbuhan ini tercermin dari nilai ICS yang tinggi terutama pada 10 jenis
tumbuhan penting yang paling banyak dipakai masyarakat (Tabel 10). Nilai ICS
menunjukan bahwa tingginya pemanfaatan tidak hanya pada intensitas tapi juga
pada aspek kualitas atau bentuk pemanfaatan yang beraneka ragam serta
ekslusivitas. Tingginya kepentingan masyarakat terhadap tumbuhan untuk
konstruksi dan bangunan ini dikarenakan sebagian besar masyarakat masih
menggunakan kayu sebagai bahan utama rumah mereka. Pemanfaatan yang lebih
tinggi pada masyarakat Wain Dalam dikarenakan sebagian besar masyarakatnya
masih menggunakan tumbuhan sebagai bahan utama dalam pembangunan rumah
tempat tinggalnya, bahkan masih banyak masyarakat yang 100% rumahnya masih
terbuat dari tumbuhan. Kondisi ini tidak terjadi pada Masyarakat Wain Luar,
karena masyarakat disini sudah banyak yang menggunakan besi, pasir dan semen
sebagai bahan utama.
Tabel 10 memperlihatkan 10 jenis tumbuhan yang diketahui memiliki
nilai ICS tinggi, baik di Wain Dalam maupun di Wain Luar. Dari jumlah tersebut
enam jenis yang secara konsisten dimanfaatkan oleh masyarakat baik di Wain
Dalam maupun Wain Luar pada semua kelompok etnis yaitu Ulin (Eusideroxylon
zwagery), Bangkirai (Shorea laevis), Kapur (Dryobalanops lanceolata), Meranti
(Shorea spp), Keruing (Dipterocarpus sp) dan Bambu (Bambuosa spp). Hanya
tercatat 4 jenis yaitu aren (Arenga pinnata), kelapa (Cocos nucifera), durian
(Durio zibethinus) dan jati (Tectona grandhis) yang spesifik di Wain Dalam dan 3
jenis spesifik (nipah, serdang, dan rotan) di Wain Luar dengan nilai ICS tinggi .
Tabel 10 Jenis-Jenis tumbuhan penting untuk konstruksi dan bangunan
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
Nama Lokal
Ulin
Aren
Bangkirai
Kapur
Meranti
Bambu
Kelapa
Durian
Keruing
Jati
Sungkai
Keruing
Nipah
Serdang
Rotan
Nama Ilmiah
Eusideroxylon zwagery T.&B.
Arenga pinnata (Wurmb.) Merr.
Shorea laevis Ridl.
Dryobalanops lanceolata Burck
Shorea spp
Bambuosa spp
Cocos nucifera L.
Durio zibethinus Murr.
Dipterocarpus sp
Tectona grandhis L. f.
Peronema canescens Jack.
Dipterocarpus spp
Nypa pructicans Wurmb.
Polydocarpus sp
Calamus spp
Nilai ICS
Wain Dalam
Wain Luar
52
58
56
40
44
40
32
40
40
40
40
37
40
32
32
52
40
40
40
40
Keterangan : -.Tidak dimanfaatkan
Hampir seluruh jenis dengan nilai ICS tinggi ini merupakan jenis yang
banyak dieksploitasi, karena selain memiliki nilai intensitas penggunaan, kualitas
penggunaan dan eksklusivitas juga memiliki nilai ekonomi bagi masyarakat di
Hutan Lindung Sungai Wain. Beberapa diantaranya merupakan jenis-jenis yang
tumbuh secara liar misalnya ulin dan bangkirai merupakan jenis tumbuhan yang
dikenal secara luas karena memiliki nilai ekonomi yang sangat tinggi. Kedua
jenis ini merupakan bahan utama untuk bangunan pada sebagian besar masyarakat
di Kalimantan Timur dan khususnya masyarakat di HLSW. Oleh karena itu
kebutuhan masyarakat akan kedua jenis tersebut sangat tinggi. Ulin dan bangkirai
yang dipanen selama ini merupakan hasil pengambilan langsung dari alam bukan
dari hasil budidaya, oleh karena itu keberadaannya
makin langka di alam
sementara eksploitasinya makin tinggi.
Tumbuhan untuk Tanaman Hias
Tanaman hias bagi sebagian besar masyarakat di Indonesia terutama
etnis tradisional mungkin masih dianggap sebagai kebutuhan sekunder bahkan
tersier karena kebutuhannya tidak sepenting kebutuhan terhadap sandang, pangan
dan papan. Tanaman hias cukup identik dengan kemapanan tingkat ekonomi
seseorang artinya semakin mapan tingkat ekonominya biasanya tingkat perhatian
dan pemanfaatan akan tanaman hias juga akan semakin besar. Akan tetapi
masyarakat di Sungai Wain diketahui telah banyak mengenal dan memanfaatkan
tumbuhan sebagai tanaman hias. Masyarakat Wain Dalam telah mengenal 19
jenis dengan rincian 13 jenis merupakan tanaman budidaya dan 6 jenis masih
berupa tanaman liar misalnya salah satu dari dua jenis anggrek hitam (Coelogyne
pandurata) dan satu jenis kantong semar (Nephenthes ampularia). Sedangkan
masyarakat Wain Luar telah memanfaatkan 34 jenis terdiri atas 16 jenis budidaya
dan 18 liar misalnya dua jenis anggrek hitam yaitu Coelogyne pandurata dan
Coelogyne foerter_manii. Beberapa jenis kantong semar yaitu Nephenthes
mirabilis, Nephenthes ampularia, dan Nephenhtes reintwardthiana.
Pemanfaatan yang lebih tinggi pada masyarakat Wain Luar berdasarkan
hasil pengamatan langsung di lapangan menunjukan bahwa secara ekonomi
sebagian besar masyarakat Wain Luar relatif lebih mapan dibandingkan
masyarakat Wain Dalam. Hal ini bisa dilihat dari sebagian besar masyarakatnya
yang telah memiliki pekerjaan yang mapan dan perumahan yang baik. Kondisi ini
berbanding terbalik dengan masyarakat Wain Dalam di mana sebagian besar
merupakan pendatang baru dan tinggal di dalam hutan yang merupakan lahan
milik pemerintah. Artinya mereka hanya diberi hak mengelola lahan selama lima
tahun, setelah itu akan dievaluasi apakah boleh lanjut atau tidak.
Tingginya pemanfaatan tumbuhan liar sebagai tanam hias oleh
masyarakat
perlu
mendapat
perhatian
khusus
terutama
menyangkut
konservasinya, karena eksploitasi yang tinggi dari alam apalagi jika diikuti
dengan motivasi komersial akan mengancam kelestariannya. Beberapa jenis
tanaman hias yang langka, unik dan khas seperti jenis-jenis kantong semar
(Nepenthes spp) dan jenis-jenis anggrek hitam (Coelogyne spp) masih bisa
ditemukan di Hutan Lindung Sungai Wain. Jenis-jenis tersebut karena keindahan
dan kekhasannya banyak dicari masyarakat dengan berbagai tujuan baik
komersial maupun subsisten. Banyaknya jenis-jenis kantong semar di HLSW dan
juga bentuknya yang khas menjadikan kawasan ini direncanakan akan ditetapkan
sebagai pusat konservasi kantong semar dunia. Oleh karena itu keberadaannya
yang masih merupakan tumbuhan liar perlu mendapat perhatian serius terutama
menyangkut aspek konservasi dan
domestikasi dari jenis-jenis tersebut agar
terhindar dari kepunahan.
Tumbuhan untuk Sumber Energi
Belum banyaknya ketersediaan sumber energi berupa gas dan minyak,
membuat masyarakat di sekitar Hutan Lindung Sungai Wain masih memanfaatkan
sumber daya yang ada, yaitu tumbuhan. Mencari kayu bakar dan membuat arang
masih sering dijumpai. Tidak kurang dari 19 jenis tumbuhan dikenali oleh
masyarakat Wain Dalam dan 12 jenis dikenali oleh masyarakat Wain Luar untuk
keperluan energi ini (Tabel 11).
Tabel 11 Tumbuhan penghasil arang dan kayu bakar
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
Nama Lokal
Akasia
Bakau
Banditan
Bendo
Bangkirai
Durian
Halaban
Jambu batu
Jambu mete
Karamunting
Karet
Mahang
Mangga
14
15
16
17
18
19
Total
Markong
Merambung
Rambutan
Sungkai
Tengar
Ulin
Nama Ilmiah
Acasia spp
Rhizophora spp
Polyalthia sp
Artocarpus elasticus Reinw. ex Blume
Shorea laevis Ridl.
Durio zibethinus Murr.
Vitex pinnata L.
Psidium guajava L.
Anacardium occidentale L.
Melastoma malabatricum L.
Hevea brasiliensis Muell.Arg.
Macaranga spp
Mangivera indica L.
Macaranga gigantea (Reichb.f.& Zoll.)
Mull.Arg.
Vernonia arborea Ham.
Nephelium lappaceum L.
Peronema canescens Jack
Ceriops tagal (Perr.) C.B.Rob.
Eusideroxylon zwagery T.&B.
Wain
Dalam
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
19
Wain
Luar
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
12
Keterangan: -. Tidak dimanfaatkan; √. dimanfaatkan/dikenali
Kebutuhan akan arang dan kayu bakar untuk aktifitas keseharian seperti
memasak makanan, memasak air dan menyetrika pakaian bagi sebagian besar
masyarakat Wain Dalam sangat besar. Besarnya kebutuhan akan energi tersebut
dikarenakan lokasi mereka yang terletak jauh di dalam hutan yang belum
terjangkau oleh listrik. Kondisi demikian tidak terjadi pada masyarakat Wain Luar
dikarenakan listrik telah lama masuk di daerah ini, walaupun dengan alasan
ekonomi sebagian kecil dari masyarakat masih sering juga menggunakan arang
dan kayu bakar sebagi sumber energi alternatif. Oleh karena itu tingkat
pemanfaatan jumlah jenis dan frekuensi penggunaan arang dan kayu bakar
sebagai sumber energi masyarakat Wain Luar tidak sebesar masyarakat Wain
Dalam.
Tumbuhan Penghasil Racun
Masyarakat Wain Dalam mengenal enam macam tumbuhan yang
digunakan sebagai sumber racun yaitu untuk pestisida dan aktivitas berburu ikan,
rusa dan burung di hutan. Sedangkan masyarakat Wain Luar hanya mengenal satu
jenis tumbuhan untuk berburu racun (Tabel 12).
Tabel 12 Tumbuhan penghasil racun dan pestisida alami
No
Nama
Lokal
1
2
Akar tuba
Gadung
3
Gamal
Nama Ilmiah
Derris eliptica (Wallich.)
Benth.
Dioscorea hispida Dennust.
Gliricidium sepium (Jacq.)
Stead.
4
5
Ipuh
Mimba
Strychnos ignatii P.J. Bergius
Azadirachta indica A.Just.
6
Mindi
Melia Azadarach L.
7
Upas
Total
Koilodepas brevipes Merr.
Kegunaan
Racun ikan
Pestisida alami
Pestisida alami
Racun untuk
sumpit
Pestisida alami
Racun untuk
sumpit
Racun untuk
sumpit
Wain
Dalam
Wain
Luar
√
√
√
√
-
√
√
√
-
√
7
1
Keterangan: -. Tidak dimanfaatkan; √. dimanfaatkan
Tingginya pengetahuan akan tumbuhan beracun pada masyarakat Wain
Dalam disebabkan oleh dua hal yang pertama adalah faktor tempat tinggal dimana
sebagian besar masyarakat tinggal dalam kawasan hutan sehingga sangat
memungkinkan untuk melakukan aktifitas berburu binatang seperti ikan dan rusa.
Oleh karena itu tinggkat pengetahuan akan tumbuhan penghasil racun lebih
mereka
kuasai
dibandingkan masyarakat
Wain Luar, hal ini dikarenakan
kesempatan yang sama tidak didapatkan masyarakat Wain Luar. Kedua pekerjaan
sebagian besar masyarakat Wain Dalam adalah petani yang tentunya akan sering
bersentuhan dengan penggunaan pestisida baik alami maupun kimia sementara
masyarakat Wain Luar banyak yang jadi pegawai di kota
Nilai Guna Keanekaragaman Hayati Tumbuhan
Nilai Indek Kepentingan Budaya Tertinggi
Nilai keanekaragaman hayati tumbuhan bagi masyarakat di sekitar
Hutan Lindung Sungai Wain dihitung berdasarkan nilai Indek Kepentingan
Budaya atau Index Of Cultural Significance (ICS). Penilaian ICS setiap jenis
tumbuhan menggunakan teknik yang dikembangkan oleh Turner (1988) yang
dimodifikasi oleh Purwanto (2002). Teknik ini terdiri dari 3 komponen penilaian,
yaitu kualitas penggunaan (Quality of use), intensitas penggunaan (Intensity of
use) dan ekslusivitas penggunaan (Exclusivity of use). Hasil analisis ICS terhadap
seluruh jenis yang dikenali masyarakat (Lampiran 2 dan 3), maka 15 jenis
diantaranya dipilih menjadi jenis yang mendapat nilai ICS tertinggi di kedua
lokasi, baik di Wain Dalam maupun Wain Luar. Penetapan ini dilakukan dengan
memilih 10 jenis dengan nilai ICS tertinggi di masing-masing lokasi. Ke 15 jenis
itu ialah, aren (Arenga pinnata), ulin (Eusideroxylon zwagery), salak (Salacca
zalacca), bakau (Rhizophora spp), kayu manis (Cinnamomum burmanii), bambu
(Bambuosa spp), bangkirai (Shorea laevis), durian (Durio zibethinus), kapur
(Dryobalanops lanceolata), lai (Durio kutejensis), kelapa (Cocos nucifera), matoa
(Pometia pinnata), karamunting (Melastoma malabatricum), meranti (Shorea spp)
dan bandang (Borassodendron bornensis). Walupun demikian secara spesifik
hanya ada 4 jenis, aren, ulin, bambu, bangkirai merupakan jenis yang secara
sosial, ekonomi, budaya penting untuk menunjang kehidupan mereka sehari-hari
di Wain Dalam dan Wain Luar. Jenis-jenis lainnya seperti kelapa, matoa,
karamunting, meranti dan bandang penting bagi masyarakat Wain Luar.
Selanjutnya salak, bakau, kayu manis, durian, kapur penting bagi masyarakat
Wain Dalam (Tabel 13).
Tabel 13 Jenis-jenis dengan nilai ICS tertinggi pada masyarakat di HLSW
Jenis
No Nama Daerah
Nama ilmiah
Masyarakat Wain Dalam
1
Aren
Arenga pinnata (Wurmb.) Merr.
2
Ulin
Eusideroxylon zwageri T.&B.
3
Salak
Salacca zalacca (Gaertn.) Voss.
4
Bakau
Rhizospora spp
5
Kayu Manis
Cinnamomum burmanii J.Presl.
6
Bambu
Bambuosa spp
7
Bangkirai
Shorea laevis Ridl.
8
Durian
Durio zibethinus Murr.
9
Kapur
Dryobalanops lanceolata Burck.
10
Lai
Durio kutejensis (Hassk.) Becc.
Masyarakat Wain Luar
1
Ulin
Eusideroxylon zwageri T.&B.
2
3
4
5
6
Kelapa
Aren
Matoa
Durian
Karamunting
Cocos nucifera L.
Arenga pinnata (Wurmb.) Merr.
Pometia pinnata Dransf.
Durio zibethinus Murr.
Melastoma malabatricum L.
7
8
9
10
Bangkirai
Bambu
Meranti
Bandang
Shorea laevis Ridl.
Bambusa spp
Shorea spp
Borassodendron bornensis
Dransfield
QU
IU
ICS
EU
Nilai
4;4
4;3
5
4;4
4;3
4;4
4
4
4
4
4;3
5;2
5
4;3
3;4
4;3
5
5
5
5
2;2
2;2
2
2;1
2;1
1;2
2
2
2
2
56
52
50
44
42
40
40
40
40
40
4;4;
3;3
4;2
3;4
4
4;4
4;3;4
5;3
1;1
5;4
4;5
3
5;2
4;3
5
3;5
3;4
5
4;2
2;1
1;1
2;2
1;2
4
2;1
1;1;
1
2,1
2;1
2
2;2
58
4;4
4;4
4
4;2
56
52
48
48
45
44
40
40
40
Keterangan: QU : kualitas penggunaan (Quality of use),
IU : intensitas penggunaan (Intensity of use),
EU : ekslusivitas penggunaan (Exclusivity of use )
Nilai ICS menunjukan tingkat kepentingan masyarakat akan
suatu
sumberdaya termasuk tumbuhan. Makin tinggi nilai ICS berarti kepentingan
masyarakat akan suatu jenis tumbuhan juga akan makin tinggi. Jenis-jenis dengan
nilai ICS yang tinggi pada masyarakat di Hutan Sungai Wain mengarah kepada
jenis-jenis dengan kategori penggunaan sebagai sumber makanan/minuman,
konstruksi/bangunan, dan energi (bahan bakar). Tingginya pemanfaatan tersebut
karena ketiganya merupakan kebutuhan primer masyarakat. Lebih dari separoh
jenis-jenis penting tersebut yang statusnya masih liar adalah aren, ulin, bakau,
kapur, lai, karamunting, bangkirai, meranti, bandang. Dengan demikian jelas
bahwa masyarakat masih banyak melakukan eksploitasi secara langsung di alam.
Kondisi demikian jika dibiarkan terus berlangsung tentu akan membahayakan
kelestariannya. Oleh karena itu perlu dipikirkan alternatif pengelolaan dan
pemanfaatan yang bisa menjamin kelestariannya.
Status dan Prioritas Konservasi
Status Tumbuhan di Alam
Status keberadaan tumbuhan di alam juga dibedakan dalam dua kategori
yaitu liar (tumbuh sebagai tumbuhan liar di alam dan belum ditanam masyarakat
sama sekali) dan budidaya ( sudah ditanan atau dibudidayakan masyarakat). Jenis
liar (129 jenis) ditemukan lebih sedikit daripada jenis budidaya (167 jenis). Jika
dibandingkan dengan total jenis yang dimanfaatkan oleh masyarakat maka 56.8%
jenis tumbuhan yang bermanfaat merupakan jenis-jenis budidaya dan sisanya
yaitu 43,2% merupakan jenis liar (Gambar 11).
70
62.9
56.8
60
Pemanfaatan (%)
50
40
43.2
37.1
30
20
10
0
Wain Dalam
Wain Luar
Masyarakat
Liar
Budidaya
Gambar 11. Status keberadaan tumbuhan di alam
Perlu diberi catatan bahwa beberapa jenis yang statusnya liar seperti ulin
(Eusideroxylon zwagery), gaharu (Aquilaria microcarpa), kantong semar
(Nephenthes spp), anggrek hitam (Coelogyne spp), pasak bumi (Eurycoma
longifolia) dan akar kuning (Coscinium fenestratum) sudah mulai jarang
ditemukan.
Bahkan beberapa jenis merupakan jenis langka dan
dilindungi.
Jenis-jenis tumbuhan berguna di hutan Lindung sungai Wain yang tergolong
dalam daftar tumbuhan langka Indonesia adalah Aquilaria microcarpa,
Borassodendron bornensis, Durio kutejensis, Durio oxleyanus, Eusideroxylon
zwageri, Alstonia scholaris, Kompasia excelsa, Parkia roxburghii dan Fibraurea
tinctoria (Mogea et al., 2001). Beberapa jenis tumbuhan juga merupakan jenis
tumbuhan dilindungi berdasarkan UU No.5 tahun 1990.
Ulin sebagai salahsatu komponen utama penyusun vegetasi hutan pamah
di Kalimantan seringkali mendapat tekanan terhadap populasinya. Bahkan
tegakan-tegakan yang statusnya didalam kawasan konservasipun menjadi
komoditas penebangan. Hal demikian juga sering terjadi di kawasan Hutan
Lindung Sungai Wain. Di beberapa tempat penurunan potensi tersebut cenderung
drastis dan bahkan menjadi langka ( Sidiyasa & Juliaty, 2003). Oleh karena itu
dalam IUCN Red List of Threatened Species dimasukan ke dalam kategori
Vulnerable (VU A1cd+2cd) yakni kelompok jenis tumbuhan yang menghadapi
resiko yang tinggi menuju kepunahan di alam dengan dugaan pengurangan ukuran
populasi lebih dari atau sama dengan 30% hingga 50% selama 10 tahun terakhir
(IUCN, 2007). Status konservasi Ulin juga tercermin dalam daftar CITES. Ulin
tergolong dalam kelompok jenis pohon yang dievaluasi pada daftar CITES (New
CITES Listing Criteria) dengan hasil evaluasi IIBi, yang berarti bahwa tingkat
eksploitasi jenis ini di alam untuk perdagangan internasional meningkat sehingga
perlu dilestarikan (www.cites.org, 2008). Selain ulin, gaharu dan kantong semar
juga mendapat perhatian CITES. Oleh sebab itu keberadaan gaharu di Hutan
Lindung Sungai Wain, walaupun menjadi komoditas penting dalam kehidupan
sehari-hari masyarakat Wain Dalam dan Wain Luar, perlu mendapat perhatian. Di
masa depan perlu juga diperhatikan upaya konservasi baik secara ex-situ maupun
in-situ.
Tumbuhan Prioritas Konservasi di Hutan Lindung Sungai Wain
Adanya keterpaduan antara potensi sumberdaya hayati yang ada dan
pemanfaatan yang bijaksana akan melahirkan hubungan timbal balik yang
harmonis. Pemahaman tentang bagaimana masyarakat lokal menggunakan dan
memanajemen sumberdaya alam sangat penting untuk mendukung konservasi.
Pemahaman ini dapat dihasilkan dari studi yang mengkaji bagaimana masyarakat
lokal menggunakan hutan, melakukan kegiatan budidaya, menilai sumberdaya
alam dan memandang perubahan lingkungannya (Duchelle, 2007; Lynam et al.,
2003; Boissiere et al., 2004).
Pengetahuan masyarakat tentang pengelolaan
sumberdaya alam termasuk tumbuhan perlu didokumentasikan agar tidak punah,
karena kecenderungan hilangnya pengetahuan tradisional ini mulai terasa
diberbagai belahan dunia.
Ramirez (2007) mengemukakan bahwa terdapat
kecenderungan hilangnya pengetahuan masyarakat tradisional di berbagai tempat
di dunia oleh berbagai faktor.
Penentuan prioritas jenis tumbuhan yang akan dikonservasi dilakukan
dengan memperhatikan beberapa hal penting yang terkait dengan tumbuhan
tersebut. Kartikawati (2004) mengemukakan empat hal penting yang bisa
dipertimbangkan yaitu nilai indek kepentingan budaya (ICS), penyebaran dan
status di alam serta sifat pemanfaatan oleh masyarakat. Vijay (1998) dalam
Gunawan (2003), mengemukakan bahwa dalam pemilihan jenis untuk konservasi
dikenal istilah species kunci (key species) termasuk species kunci bagi sosial
ekonomi. Species kunci bagi sosial ekonomi berkaitan dengan pemanfaatannya
seperti (1) sebagai komoditas ekonomi yang penting seperti kayu, pangan, pakan
ternak, serat dan obat-obatan (2) sumber genetik, (3) memiliki nilai budaya dan
(4) bermanfaat dalam pengelolaan lingkungan. Sementara Primack (1998)
mengungkapkan tiga kriteria yang dapat digunakan untuk menentukan prioritas
konservasi bagi perlindungan jenis dan komunitas, yaitu kekhasan, keterancaman
dan kegunaan.
Suatu jenis yang menghadapi ancaman kepunahan akan lebih penting
untuk mendapat prioritas konservasi dibandingkan jenis yang tidak terancam
kepunahan. Suatu komunitas hayati akan mendapatkan prioritas yang lebih tinggi
bagi konservasi bila ia lebih banyak tersusun atas jenis endemik dari pada jenis
yang umum serta tersebar luas, artinya makin sedikit penyebaran suatu jenis di
alam maka makin perlu untuk dikonservasi karena resiko kepunahannya akan
makin tinggi. Jenis-jenis yang masih dalam keadaan liar akan lebih rentan untuk
punah dibandingkan dengan jenis-jenis yang sudah berhasil dibudidayakan,
apalagi pemanfaatannya oleh masyarakat sudah bersifat komersial dan diketahui
memiliki nilai ekonomi yang penting.
Suatu jenis juga dapat diberi nilai konservasi yang lebih tinggi bila secara
taksonomis ia bersifat unik. Mempertimbangkan hal-hal tersebut diatas maka
penentuan tumbuhan prioritas konservasi HLSW didasarkan pada dua kriteria
utama yaitu keterancaman dan penyebarannya di alam. Keterangan akan status,
kekhasan, sifat pemanfaatan, nilai ekonomi penting, dan nilai indek kepentingan
budaya (ICS) dari suatu jenis tumbuhan diperlukan sebagai kriteria tambahan
untuk mempertajam analisis dalam rangka penentuan prioritas konservasi
tumbuhan HLSW. Dengan mempertimbangkan dua kriteria utama dan lima
kriteria tambahan tersebut diatas maka dapat diketahui jenis-jenis tumbuhan yang
menjadi tumbuhan prioritas konservasi di HLSW (Tabel 14).
Tabel 14 Tumbuhan prioritas konservasi di Hutan Lindung Sungai Wain
Nama
lokal
Nama ilmiah
Keterangan
KT
PA
SA
KHS
SP
NEP
ICS
RP
K
++++
ST
L
++++
K
1
+++
ST
L
+++
K
+++
+
+++
52
Bangkirai
Eusideroxylon
zwagery T.&B.
Shorea laevis Ridl.
40
2
Anggrek
hitam
Coelogyne
pandurata Lindl.
+++
ST
L
++++
K
++
20
3
Gaharu
Aquilaria
microcarpa Baill.
+++
ST
L
+++
K
+++
16
4
Kantong
semar
Pasak
bumi
Nephenthes spp
+++
ST
L
++++
K
+
20
5
Eurycoma
longifolia Jack
+++
ST
L
++
K
++
24
6
Meranti
Shorea spp
++
ST
L
++
K
++
40
9
Lai
Durio kutejensis
(Hassk) Becc.
+
ST
L
+++
K
+
40
10
Akar
kuning
Fibraurea tinctoria
Lour.
+++
ST
L
+
K
++
24
7
Kayu paitpait
Quasia indica
(Gaertn.) Noot.
+++
ST
L
+
K
+
24
8
Wain Luar
Ulin
Eusideroxylon
zwagery T.&B.
++++
ST
L
++++
K
++++
58
1
Bangkirai
Shorea laevis Ridl.
+++
ST
L
+++
K
+++
44
2
Nibung
+
ST
L
++
K
-
48.5
10
Rotan
Oncosperma
tigilarium (Jack)
Ridl.
Calamus spp
++
ST
L
+++
K
+++
32
6
Pasak
bumi
Eurycoma
longifolia Jack
++
ST
L
++
K
++
30
8
Tabat
barito
Akar
kuning
Ficus
deltoidea
Jack
Coscinium
fenestratum
(Gaertn.) Colebr.
++
ST
L
+++
K
++
30
7
++
ST
L
++
K
++
24
9
Anggrek
hitam
Kantong
semar
Gaharu
Coelogyne
pandurata Lindl.
Nephenthes spp
+++
ST
L
++++
K
++
20
4
++
ST
L
++++
K
+
20
5
Aquilaria
microcarpa Baill
+++
ST
L
+++
K
++++
8
3
Wain Dalam
Ulin
Keterangan:
+ . tingkat kekhasan/keterancaman/nilai ekonomi penting; KT.keterancaman; PA. penyebaran di alam;
SA. Status; SP. sifat pemanfaatan KHS. Kekhasan; NEP. nilai ekonomi penting; ICS. indek kepentingan
budaya; ST. sedikit; RPK. ranking prioritas konservasi; L. liar; K. komersial.
Jenis-jenis (Tabel 14) merupakan jenis tumbuhan yang perlu mendapat
prioritas untuk konservasi dikarenakan keberadaannya di alam sangat terancam
dan penyebarannya makin sedikit. Faktor lainnya adalah
keberadaan jenis
tersebut yang masih merupakan tumbuhan liar, memiliki kekhasan dan nilai
ekonomi penting, tingkat kepentingan masyarakat yang besar dan tercermin dari
nilai ICS
serta adanya motivasi komersial pada sebagian masyarakat.
Kepentingan yang tinggi dan pengambilan yang dilakukan secara langsung dari
alam untuk tujuan komersial akan mengancam kelestarian jenis-jenis tersebut.
Penyebaran yang sedikit dan belum dibudidayakan juga dapat mengarah pada
kelangkaan jenis.
Ulin merupakan jenis pohon yang paling prioritas untuk dikonservasi, hal
ini dikarenakan tingkat keterancaman ulin sangat tinggi dan penyebarannya juga
sangat sedikit bahkan kini kebanyakan hanya bisa ditemukan dikawasan
konservasi. Ulin juga merupakan jenis pohon yang paling bernilai dan paling
banyak digunakan masyarakat untuk berbagai keperluan. Beberapa jenis
walaupun memiliki nilai ICS yang rendah (seperti kantung semar dan anggrek
hitam) akan tetapi dilihat dari kekhasannya sebagai ciri khas utama dari tumbuhan
yang ada di Hutan Lindung Sungai Wain bahkan Kalimantan Timur menjadikan
jenis ini termasuk jenis yang perlu mendapat prioritas konservasi.
Konservasi tumbuhan berguna yang menjadi prioritas di HLSW dapat
dilakukan secara in situ maupun ex-situ. Konservasi secara in-situ dilakukan
didalam kawasan hutan. Hal ini sebagaimana dikemukakan Kartikawati (2004),
yang menyatakan beberapa usaha dalam rangka konservasi in-situ tumbuhan
berguna kawasa hutan pegunungan meratus, kalimantan selatan. Usaha-usaha
tersebut adalah (1) menetapkan status perlindungan jenis ke dalam kategori yang
lebih luas untuk mengakomodasi persyaratan CITES, (2) mengembangkan
budidaya dan model-model pemanfaatan yang tidak mengganggu populasi, (3)
mengembangkan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan dan pengendalian
pemanfaatan jenis, (4) pemanfaatan kawasan hutan, (5) melaksanakan
inventarisasi potensi jenis-jenis tumbuhan prioritas, (6) mengembangkan jaringan
kerja dengan parapihak dan (7) pendidikan konservasi dan pengembangan
kegiatan penelitian.
Hutan Lindung Sungai Wain Kaltim dalam beberapa aspek memiliki
kesamaan dengan hutan lindung Pegunungan Meratus Kalsel, terutama dalam hal
tingginya potensi flora dan fauna serta ancaman kelestarian oleh aktifitas
masyarakat yang tidak bertanggungjawab. Oleh karena itu upaya-upaya
konservasi di hutan lindung pegunungan meratus bisa dijadikan sebagai
pertimbangan dalam menentukan langkah yang tepat konservasi tumbuhan di
hutan lindung sungai wain. Beberapa tindakan konservasi dapat dilakukan dalam
rangka penyelamatan jenis-jenis tumbuhan prioritas maupun tumbuhan- tumbuhan
lainnya di Hutan Lindung Sungai Wain. Tindakan-tindakan tersebut pada
dasarnya merupakan penjabaran dari tiga pokok utama kegiatan konservasi yang
mencakup melindungi (save it), mempelajari (study it) dan memanfaatkan (use it).
Kebijakan Pengelolaan Hutan Lindung Sungai Wain
Permasalahan dan Solusi Alternatif Konservasi HLSW
Kawasan Hutan Lindung Sungai Wain yang memiliki keanekaragaman
sumber daya alam hayati dan ekosistem yang unik dan khas, di dalam upaya
pengelolaan, pelestarian dan pengamanannya masih mempunyai berbagai
permasalahan yang terkait dengan deforestasi hutan. Deforestasi yang terjadi
akibat ilegal loging maupun konversi lahan hutan untuk berbagai penggunaan,
telah menyebabkan kerusakan lingkungan yang dapat mengancam kelestarian
keanekaragaman hayati yang ada di Hutan Lindung Sungai Wain . Deforestasi
terjadi diakibatkan selain oleh faktor bencana alam terutama disebabkan oleh
adanya aktivitas manusia yang tidak berpihak pada kelestarian lingkungan hidup.
Aktivitas ini bisa dilakukan di sekitar kawasan, bahkan di dalam kawasan hutan
lindung itu sendiri. Beberapa permasalahan yang mengancam kelestarian
keanekaragaman hayati HLSW antara lain sebagai berikut:
1) Keberadaan Jalan Balikpapan–Samarinda
Keberadaan jalan arteri Balikpapan – Samarinda yang berbatasan langsung
dengan kawasan HLSW sepanjang 4 Km (antara Km. 20 – 24) membawa
suatu konsekuensi yaitu adanya kemudahan akses menuju HLSW.
Perambahan lahan (untuk pemukiman, ladang maupun kebun), pencurian kayu
dan perburuan liar merupakan dampak yang muncul dengan adanya akses
jalan tersebut, sementara laju pertambahan penduduk di sekitar kawasan sulit
terbendung.
Beberapa upaya yang bisa dilakukan untuk mengatasi masalah ini antara
lain perlu ditetapkannya kawasan zona penyangga antara kawasan hutan
lindung dengan jalan, sehingga laju deforestasi bisa dikendalikan dan tidak
merambat ke zona inti. Koordinasi antara instansi terkait yang berwenang
hendaknya dilakukan secara intensif guna menangani masalah pelanggaran
batas pemanfaatan lahan. Pembuatan pagar pembatas yang baik antara
kawasan dan jalan seperti yang sudah dilakukan dibeberapa tempat akan
mengurangi laju perusakan kawasan.
2) Penebangan dan Pencurian Kayu Secara Liar ( illegal loging )
Penebangan liar berskala kecil terjadi pada kurun waktu yang teratur dan
meningkat setelah kebakaran lahan hutan pada tahun 1997–1998. hingga saat
ini lebih dari 2000 pohon bangkirai (Shorea laevis) dan ulin (Eusideroxylon
zwageri) telah hilang, begitu pula halnya dengan sejumlah pohon dari jenis
meranti (Shorea sp. dan Dipterocarpus spp.). Beberapa kelompok pengumpul
gaharu diketahui juga datang memasuki kawasan hutan lindung dan
bertanggung jawab atas penebangan lebih dari 500 pohon gaharu (Aquilaria
malaccencis) dan ini merupakan sebagian besar dari populasi pohon gaharu
yang ada dan akan mengancam keberadaan spesies tersebut (BPHLSW, 2007).
Pencurian kayu yang dilakukan secara liar di dalam kawasan HLSW
adalah masalah yang hingga saat ini masih terjadi. Kegiatan tersebut
umumnya tidak saja dilakukan oleh masyarakat sekitar kawasan bahkan
kebanyakan justru dilakukan oleh masyarakat luar (desa atau daerah lain).
Upaya yang bisa dilakukan untuk mengatasi penebangan dan pencurian liar
adalah dengan peningkatan kegiatan pengamanan kawasan baik kuantitas
maupun kualitas dengan melibatkan seluruh komponen terkait baik dari
masyarakat maupun pemerintah, penegakan hukum secara tegas bagi para
pelaku baik masyarakat biasa maupun oknum aparat (sipil,polisi dan militer).
3) Pembangunan Jembatan Teluk Balikpapan
Rencana pembangunan jembatan Teluk Balikpapan merupakan salah satu
prioritas dalam upaya peningkatan pelayanan jalan lintas “Kalimantan Poros
Selatan” yang berada di Wilayah Kalimantan Timur.
Khusus untuk Wilayah Balikpapan, hampir sepenuhnya posisi jalan yang
akan dibangun berbatasan langsung dengan Kawasan HLSW yang berada di
Bagian Selatan dan Barat kawasan. Rencana pembangunan jembatan Teluk
Balikpapan berarti membangun sarana angkutan dan perekonomian bagi
masyarakat luas, akan tetapi kemudahan tersebut akan dimanfaatkan oleh
sekelompok masyarakat dengan cara merambah dan memiliki lahan secara
tidak sah disepanjang jalan.
Oleh karena itu para pengambil kebijakan hendaknya berusaha mencari
alternatif ataupun solusi yang lebih baik secara ekonomi maupun ekologis
sehingga pembangunan ekonomi yang dilakukan tidak harus mengorbankan
kelestarian lingkungan misalnya dengan cara memindahkan lokasi jembatan
ketempat lain yang tidak berbatasan langsung dengan HLSW tetapi secara
ekonomi masih menguntungkan. Karena apapun alasannya suatu kawasan
konservasi atau kawasan yang dilindungi tidak dapat dirubah dan digantikan
kondisinya baik dari segi jenis maupun habitatnya itu sendiri
4) Rencana Pengembangan Kawasan Andalan Sasamba
Keberadaan Hutan Lindung Sungai Wain pada kajian proyek ini sangat
diabaikan. Kawasan Hutan Lindung Sungai Wain direncanakan sebagai areal
terbuka bagi pengembangan kawasan industri dimana berdasarkan pada
Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi (RTRWP) Kalimantan Timur
“Rencana Pengembangan Kawasan Andalan Sasamba” ditetapkan sebagai
salah satu dari 8 kawasan strategis/andalan yang direncanakan di Kalimantan
Timur dengan cakupan wilayah Samarinda, Sanga-Sanga, Muara Jawa, dan
Balikpapan (BPHLSW, 2007). Perlu ada upaya serius dari segenap komponen
masyarakat agar pemerintah mengkaji ulang dan merevisi kajian proyek
tersebut dan memasukan arti penting keberadaan HLSW baik secara ekonomi
maupun ekologi dimana keberadaannya merupakan sesuatu yang tak ternilai
dan tergantikan dimasa depan.
Kerusakan lingkungan yang bisa ditimbulkan sebagai akibat dari berbagai
kejadian tersebut diatas akan memberikan dampak ekologi yang besar bagi Hutan
Lindung Sungai Wain. Kawasan Hutan Lindung Sungai Wain yang mempunyai
keragaman gen, spesies dan habitat yang sangat khas akan mengalami penurunan
dan perubahan nilai ekologi apabila kegiatan tersebut terus berlangsung.
Deforestasi akan menyebabkan rusaknya berbagai habitat mahluk hidup di alam,
kerusakan habitat akan menyebabkan terganggunya pertumbuhan jenis-jenis
tumbuhan hutan bahkan dapat secara langsung menyebabkan kemusnahan jenis.
Teori species-area relationship menyatakan jika 50% dari areal hutan rusak,
sekitar 10% jenis tumbuhan yang hidup di area tersebut akan punah. Jika 90%
habitat rusak, area akan kehilangan 50% jenis dan jika 99% habitat hilang, maka
75% jenis akan hilang (Primarck et al., 1998).
Deforestasi mengurangi
keanekaragaman jenis dan mengikis dasar genetik dari banyak jenis pohon hutan,
termasuk jenis yang dimanfaatkan secara tradisional oleh masyarakat lokal untuk
keperluan rumah tangga dan pangan (Leakey & Newton, 1994).
Kebijakan Pemerintah Daerah Terkait Konservasi HLSW
Upaya pengelolaan dan penyelamatan HLSW tersebut diusahakan
dengan melalui berbagai kebijaksanaan pengelolaan dan pengembangan HLSW
yang didasarkan pada kebijakan pengelolaan kawasan lindung di Indonesia pada
umumnya yaitu diarahkan untuk mencapai tujuan agar kawasan yang dimaksud
mempunyai fungsi perlindungan terhadap sistem penyangga kehidupan,
pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa, serta pemanfaatan secara
lestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya. Di dalam pelaksanaannya
diupayakan agar kawasan lindung tersebut bebas dari segala gangguan dan
permasalahan, dikelola dengan baik dan dapat memberikan manfaat yang sebesarbesarnya bagi masyarakat sekitar pada khususnya dan masyarakat luas pada
umumnya.
Komitmen yang dicetuskan bersama pada tanggal 15 Maret 2001 di Aula
Kantor Walikota Balikpapan menghasilkan suatu kesepakatan bersama yaitu
berupa “Deklarasi Penyelamatan Hutan Lindung Sungai Wain” dan rekomendasi
untuk segera membentuk “Badan Pengelola” yang independen yang selanjutnya
secara teknis dan di rumuskan oleh suatu tim khusus dengan tetap melibatkan para
pihak (stakeholders) dalam pengambilan keputusan. Dalam mencapai tujuan dan
sasaran yang telah ditetapkan, maka pemerintah Kota Balikpapan beserta semua
pihak berkepentingan dengan HLSW telah menetapkan kebijakan yang menjadi
dasar bagi Badan Pengelola, pihak-pihak terkait, dan masyarakat untuk bersikap
dan bertindak. Kebijakan tersebut adalah (BHLSW, 2007):
1. HLSW harus diselamatkan dan dikembalikan sesuai fungsinya untuk
daerah tangkapan air serta kawasan perlindungan flora dan fauna, serta
dimanfaatkan untuk pendidikan lingkungan dan ekowisata sehingga
mampu
membantu
penyediaan
air
bagi
warga
Balikpapan
dan
meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
2. HLSW dikelola oleh Badan Pelaksana yang terdiri dari unsur Dewan
Pengarah yang mewakili berbagai pihak berkepentingan dan Unit
Pelaksana yang terdiri dari pengurus yang dikontrak untuk jangka waktu
tertentu dan bekerja secara professional. Hal ini terwujud dalam SK
Walikota Balikpapan No. 6 tahun 2001 tentang pendirian Badan
Pengelola.
3. Berbagai unsur pemerintahan membantu dan berkordinasi dengan Badan
Pengelola untuk menyelesaian masalah dan sinergi kebijakan pengelolaan
di dalam dan sekitar kawasan.
Badan Pengelola (BP) yang telah dirancang bersama-sama tersebut
mempunyai prinsip dasar sebagai berikut :
1. BP adalah perwujudan pengelolaan yang terintegrasi untuk HLSW dengan
melibatkan semua pihak terkait (stakeholder).
2. Badan Pengelola HLSW bersifat independent, mengelola anggaran sendiri
yang bersumber dari APBD Balikpapan, Dana Internasional, sumbangan
masyarakat, usaha sendiri yang tidak akan merusak kelestarian sumber
daya alam serta ekosistem kawasan.
3. Badan Pengelola HLSW untuk pertama kali dibentuk dengan Surat
Keputusan Walikota Balikpapan.
4. Untuk selanjutnya agar Badan tersebut mempunyai kekuatan hukum pasti,
dengan persetujuan DPRD dapat dibuatkan Peraturan Daerah (PERDA)
yang akan mengatur tugas dan kewenangan dari pada Badan Pengelola itu
sendiri.
5. Badan Pengelola bertanggung jawab kepada Walikota Balikpapan dengan
cara membuat laporan berkala untuk semua pihak dan akan dilakukan
audit secara terbuka.
6. Agar dapat diperoleh suatu hasil yang maksimal, Badan Pengelola HLSW
tersebut akan terdiri dari unsur “Dewan Pengarah” dan “Unit Pelaksana
Harian”.
7. Dewan Pengarah terdiri dari berbagai pihak yang mempunyai kepentingan
langsung dengan Kawasan HLSW dan akan mempunyai fungsi utama
memberikan arahan strategis maupun kebijakan pengelolaan kawasan.
8. Sedangkan secara teknis pengelolaan HLSW akan dikelola oleh
“Pelaksana Harian (Badan Eksekutif)” yang dapat bekerja secara
professional dengan harapan pengelolaan HLSW akan tersusun dan
terencana dengan maksimal sehingga fungsi dan manfaat kawasan hutan
lindung tersebut dapat
memberikan hasil yang optimal bagi sekitar,
masyarakat Kota Balikpapan, serta dapat menjadi contoh bagi sebuah
manajemen pengelolaan kawasan perlindungan alam di Kalimantan Timur
khususnya dan di Indonesia pada umumnya.
Badan Pengelola yang dibentuk tersebut merupakan suatu bentuk
kerjasama atau koordinasi agar pihak-pihak yang selama ini “secara sendirisendiri” telah melakukan kegiatan di Kawasan HLSW dapat bahu membahu
menyelamatkan kawasan tersebut dengan satu tujuan dapat tercapai hasil yang
lebih maksimal. Agar lebih memiliki kekuatan secara hukum maka komitmen dan
kebijakan pemerintah tersebut ditindak lanjuti dalam bentuk yang lebih konkrit
dengan
dikeluarkannya Perda Kota Balikpapan No. 11
tahun 2004
yang
mengukuhkan keberadaan HLSW dan menetapkan asas serta tujuan pengelolaan
HLSW. Asas pengelolaan HLSW adalah manfaat dan lestari, kerakyatan,
keadilan, kebersamaan, keterbukaan, keterpaduan, dan berkelanjutan yang
dilaksanakan secara partisipatif, demokratis, profesional, dan bertanggungjawab.
Sedangkan tujuan pengelolaan kawasan HLSW adalah :
-
menjamin keberadaan hutan untuk seluruh kawasan yang ditetapkan
-
memaksimalkan seluruh fungsi kawasan
-
meningkatkan pemberdayaan masyarakat sekitar
-
meningkatkan daya dukung daerah aliran sungai (DAS)
-
menjamin pemanfaatan yang berkeadilan, berkelanjutan, dan lestari.
Semua komitmen dan berbagai kebijakan tersebut diatas merupakan
wujud nyata upaya serius pemerintah daerah Balikpapan untuk menyelamatkan
dan melestarikan keberadaan HLSW beserta segenap fungsi dan potensinya di
masa depan.
SIMPULAN DAN SARAN
SIMPULAN
Hutan Lindung Sungai Wain memiliki keanekaragaman hayati tumbuhan
dan etnis yang tinggi. Data hasil penelitian menunjukan terdapat 9 kelompok etnis
yaitu Banjar, Bugis, Buton, Dayak, Jawa, Madura, Mandar, Pasir dan Toraja..
Masing-masing etnis memiliki tingkat pengetahuan dan pemanfaatan yang
beragam terhadap keanekaragaman hayati tumbuhan. Pengetahuan masyarakat
akan tumbuhan berguna semuanya terangkum dalam 11 kelompok penggunaan
yaitu sebagai bahan makanan dan minuman, bangunan/konstruksi, obat
tradisional, tanaman hias, kerajinan, adat dan religi, bumbu masak/penyedap,
energi, peneduh, hijauan makanan ternak dan racun.
Keanekaragaman hayati tumbuhan yang diketahui dan dimanfaatkan oleh
masyarakat di HLSW secara keseluruhan, dari ke sembilan kelompok etnis
diketahui tidak kurang dari 309 jenis tumbuhan, 224 marga, dan 90 suku.
Sementara itu dari seluruh jumlah jenis yang dikenali itu, 221 jenis, 181 marga
dan 78 suku, dikenali oleh masyarakat Wain Dalam dan 196 jenis tumbuhan, 161
marga dan 73 suku dimanfaatkan oleh masyarakat Wain Luar. Keanekaragaman
jenis tertinggi terdapat pada suku Arecaceae (16 jenis), Orchidaceae (16 jenis),
Euphorbiaceae (13 jenis), Arecaceae (16 jenis), Moraceae (13 jenis), Orchidaceae
(16 jenis) dan Zingiberaceae (12 jenis). Jenis dengan nilai guna tertinggi menurut
masyarakat adalah jenis ulin (Eusideroxylon zwageri). Berdasarkan pertimbangan
terhadap aspek keterancaman, penyebaran di alam, status, kekhasan, sifat
pemanfaatan, nilai ekonomi penting dan nilai guna tumbuhan (ICS), maka
diperoleh 14 jenis terpenting yang menjadi prioritas konservasi di HLSW yaitu
Ulin (Eusideroxylon zwageri), Bengkirai (Shorea laevis), Meranti (Shorea spp),
Lai (Durio kutejensis), Pasak Bumi (Eurycoma longifolia), Nibung (Oncosperma
tigilarium), Akar Kuning (Coscinium fenestratum dan Fibraurea tinctoria),
Anggrek Hitam (Coelogyne spp), Kantong Semar (Nephenthes spp), Gaharu
(Aquilaria microcarpa), Kayu Pait-Pait (Quasia indica), Tabat Barito (Ficus
deltoidea), dan Rotan. (Calamus spp) .
Strategi konservasi tumbuhan HLSW hendaknya sejalan dengan strategi
konservasi alam secara umum dikarenakan tumbuhan merupakan salah satu
bagian penting dari komponen alam. Strategi konservasi alam merupakan
penjabaran dari tiga pokok utama kegiatan konservasi yaitu melindungi (save it),
mempelajari (study it) dan memanfaatkan (use it), adapun tujuannya adalah untuk
menjaga berlangsungnya proses ekologis yang esensial dan sistem penunjang
kehidupan, pengawetan keanekaragaman sumber genetik dan plasma nutfah, dan
menjamin kelestarian pemanfaatan jenis dan ekosistem. Oleh karena itu strategi
konservasi keanekaragaman hayati tumbuhan HLSW hendaknya diarahkan
sebagai berikut:
1. Pelestarian keanekaragaman hayati tumbuhan HLSW secara utuh baik
genetik, jenis dan ekosistemnya ( save it) dengan cara:
a. Mengawetkan atau melestarikan sebanyak mungkin tumbuhan langka
yang menjadi prioritas konservasi. Misalnya ulin (Eusideroxylon zwageri),
anggrek hitam (Coelogyne spp), gaharu (Aquilaria microcarpa), kantong
semar (Nephenthes spp), pasak bumi (Eurycoma longifolia), dan
lai
(Durio kutejensis).
b. Menetapkan zona tertentu dalam kawasan HLSW untuk perlindungan
(konservasi in-situ ). Misalnya: perlindungan habitat ulin (Eusideroxylon
zwageri), habitat pasak bumi (Eurycoma longifolia), habitat kantong semar
(Nephenthes spp), habitat anggrek hitam (Coelogyne spp), keunikan dan
keindahan alam pada ekosistem mangrove, dll.
c. Penerapan upaya perlindungan di luar kawasan konservasi ( konservasi
ex-situ ). Misalnya: pembangunan kebun botani, kebun koleksi, cagar
budaya dan museum botani pada zona penyangga HLSW.
d. Menetapkan produksi dan pemanfaatan dari spesies dan ekosistem sesuai
kemampuannya serta melakukan restorasi ekologi pada habitat dan
komunitas tumbuhan yang terdegradasi. Misalnya : penetapan waktu dan
batasan pengambilan daun nipah (Nypa pructicans) untuk usaha kerajinan
atap
masyarakat
Wain
Luar.
Melakukan
restorasi
habitat
ulin
(Eusideroxylon zwageri), bangkirai (Shorea laevis), gaharu (Aquilaria
microcarpa) dan meranti (Shorea spp) yang rusak akibat pencurian oleh
masyarakat.
e. Mengkoordinasikan
program
perlindungan
secara
nasional
dan
internasional serta pembuatan peraturan daerah untuk perlindungan spesies
tumbuhan tertentu yang dianggap terancam punah, langka, khas dan unik
HLSW. Misalnya : peraturan daerah khusus yang mengatur pemanfaatan
anggrek hitam dan kantong semar yang
merupakan tumbuhan khas
HLSW
2. Peningkatan kegiatan riset (study it) yang terkait dengan potensi, konservasi,
pengelolaan dan pemanfaatan tumbuhan serta masyarakat di HLSW baik
secara kuantitas maupun kualitas. Misalnya : mengembangkan teknik-teknik
budidaya dan pemuliaan tumbuhan liar HLSW sehingga bisa dihasilkan bibit
yang unggul dan teknik budidaya yang efektif dan efisien.
3. Pemanfaatan secara lestari (use it) keanekaragaman hayati tumbuhan guna
peningkatan
kesadaran
dan
kesejahteraan
masyarakat
dengan
cara
peningkatan peran serta masyarakat dalam kegiatan pengelolaan, pemanfaatan
dan pengamanan kawasan HLSW.
SARAN
Hutan Lindung Sungai Wain (HLSW) merupakan hutan hujan tropis
dataran rendah yang tersisa antara Balikpapan dan Samarinda. Kondisinya masih
baik dan alami dengan
potensi yang tinggi akan keanekaragaman hayati
tumbuhan. Berbagai permasalahan yang muncul baik dari masyarakat maupun
akibat kebijakan pemerintah datang mengancam keberadaan kelestarian HLSW di
masa depan. Oleh karena itu perlu dilakukan upaya konservasi dengan
mengikutsertakan semua komponen yang terlibat baik secara langsung maupun
tidak langsung dalam upaya pelestarian HLSW. Kegiatan konservasi yang
dilakukan agar efektif hendaknya dilakukan secara utuh dengan melakukan tiga
kegiatan utama konservasi yaitu pengamanan (save it), penelitian (study it) dan
pemanfaatan (use it).
Dalam kaitannya dengan kegiatan pengamanan kawasan (save it),
pengamanan yang dilakukan hendaknya tidak hanya menggunakan aparat
keamanan saja (polisi dan TNI) tapi juga melibatkan peran serta masyarakat
secara aktif. Kegiatan penelitian (study it) perlu ditingkatkan selama ini penelitian
masih sangat kurang. Badan Pengelola Hutan Lindung Sungai Wain sebagai
institusi yang bertanggungjawab langsung belum memiliki data
potensi
keanekaragaman hayati HLSW dan juga data sosial ekonomi masyarakat HLSW
secara lengkap sebagai hasil suatu studi yang menyeluruh dan berkala.
Pengetahuan akan kedua data tersebut sangat penting bagi pengelola dalam
menentukan arah dan kebijakan pengelolaan HLSW. Penelitian bisa dilakukan
dengan menjalin kerjasama dengan lembaga penelitian maupun universitas yang
terkait. Masyarakat diberikan kesempatan dan akses dalam kegiatan pemanfaatan
(use it) keanekaragaman hayati tumbuhan HLSW sehingga masyarakat dapat
merasakan manfaat dari keberadaan HLSW. Kegiatan pemanfaatan ini hendaknya
diatur dalam suatu peraturan dan mekanisme yang jelas dengan tetap
memperhatikan aspek utama yaitu kelestarian sumberdaya tumbuhan tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Adimihardja, K., A.M Kramadibrata, dan O.S. Abdullah. 1994. Laporan akhir
Penelitian Hubungan Timbal Balik Masyarakat Pedesaan dengan Hutan
di Kawasan Gunung Halimun Jawa Barat. Kerjasama Badan
Perencanaan Pembangunan Daerah Propinsi Daerah Tingkat I Jawa
Barat dengan UPT Indonesia Resource Centre for Indigenous
Knowledge (INRIK) Universitas Padjajaran Bandung.
Anwar, S. 2001. Analisis Kelembagaan Pengelolaan Hutan Masyarakat Rimba
(Studi Kasus di Kawasan Hutan Bukit Dua Belas, Jambi). Tesis pada
Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor. Tidak diterbitkan
Aritonang, T.H.R. 1999. Peluang Budidaya Tumbuhan Taman Nasional Gunung
Halimun oleh Masyarakat Desa Sirnarasa. Skripsi pada jurusan
Konservasi Sumberdaya Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian
Bogor. Bogor. Tidak diterbitkan.
Badan Pengelola Hutan Lindung Sungai Wain. 2007. Renstra Pengelolan Hutan
Lindung Sungai Wain.
Boissiere, M. et al. 2004. Pentingnya sumberdaya alam bagi masyarakat lokal di
daerah aliran sungai Mamberamo, Papua dan implikasinya bagi
konservasi. 2004. Journal of tropical etnobiology. Volume 1 (2) hal
76 - 95 .
Budiman, H. et al . 2004. Panduan Kegiatan Magang Calon Pegawai Negeri
Sipil Departemen Kehutanan di Taman Nasional.
Departemen
Kehutanan dan Conservation Training and Resource Centre. Jakarta.
262p.
CITES. 2008. Tree Species Evaluation Using the New CITES Listing Criteria.
www.cites.org. [ 2 Juli 2008]
Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam. 2008. Konservasi
Keanekaragaman Hayati. http://www.ditjenphka.go.id/kkh.php [19 Des
2007 ]
Duchelle, 2007. Observation on Natural Resource Use and Conservation by The
Shuar in Ecuador’s Cordillera Del Co’ndor. Journal of Ethnobotany
Research and Applications 5:005-023.
Evans, R.S. 1994. The importance of ethnobotany in environmental conservation.
American. Journal of Economics and Sociology. 6:004-020.
FWI/GWF. 2001. Potret Keadaan Hutan Indonesia. Forest Watch Indonesia dan
Global Forest Watch. Bogor, Indonesia. Washington D.C. Amerika
Serikat.
Gunawan, H, 2003. Konservasi Jenis Flora di Indonesia Masih dipandang Sebelah
Mata?. EBONI (9): 25 - 39
Handoyo. 2003. Pemetaan Masyarakat Adat beserta system pengelolaan
sumberdaya hutanya sebagai asset nasional. Buletin Penelitian dan
Pengembangan Kehutanan Vol. 4 (2). Hal 119 – 143.
Imang, N., A. D. Gani., Y. Yokota, S. Tetsuya and A. Mochizuki. 2004. Forest
management and community participation in Mataliba’. In Nanang, M
and G. S. Devung (eds). Local People in Forest Management and The
Politics of Participation. Institute for Global Environmental Strategis
(IGES). Kanagawa.
IUCN. 2007. IUCN Red List of Threatened Species. [www.iucnredlist.org.] [2
Juli 2008].
Kartikawati, S.M. 2004. Pemanfaatan Sumberdaya Tumbuhan Oleh Masyarakat
Dayak Meratus di Kawasan Hutan Pegunungan Meratus, Kabupaten
Hulu Sungai Tengah. Thesis. Sekolah Pascasarja Institut Pertanian
Bogor. Tidak Dipublikasikan.
Leakey, R.R.B. & A. C. Newton., 1994. Domestication of Tropical Trees For
Timber and non-Timber Products, France, United Nations Educational,
Scientific and Cultural Organization.
Lynam, T., R. Cunliffe., I. Mapaure and I. Bwerinofa. 2003. Assessment of the
value of woodland landscape function to local communities in
Gorongosa and Muaza District, Sofala Province, Mozambique. CIFOR.
Bogor.
Mogea, J. P., J. Gandawidjaya, H. Wiriadinata, R. E. Nasution dan Irawati. 2001.
Tumbuhan Langka Indonesia. Pusat Penelitian dan Pengembangan
Biologi –LIPI. Bogor.
Nanang, M., Rujehan., A. Riyantone and S. Nanang. 2004. Forest management
and community participation in Tanjung Jan. In Nanang, M and G. S.
Devung (eds). Local People in Forest Management and The Politics of
Participation. Institute for Global Environmental Strategis (IGES).
Kanagawa.
Noorhidayah, 2003. Perencanaan Interpretasi Lingkungan untuk Ekoturisme di
Kawasan Wisata Loksado Kabupaten Hulu Sungai Selatan Provinsi
Kalimantan Selatan. Thesis. Program Pasca Sarja Institut Pertanian
Bogor. Tidak Dipublikasikan.
Primack, R.B., J. Supriatna, M.Indrawan & P. Kramadibrata, 1998.
Konservasi, Jakarta, Yayasan Obor Indonesia
Biologi
Purwanto, Y. dan E.B. Walujo. 1992. Etnobotani Suku Dani di Lembah Baliem :
Tinjauan Terhadap Pengetahuan dan Pemanfaatan Sumberdaya
Tumbuhan. Prosiding Seminar dan Lokakarya Nasional Etnobotano I.
Cisarua, Bogor.
Purwanto, Y. 2002. The Evaluation of the Cultural Significance of Plants in
Ethnobotanical Study of Dany-Baliem, Irian Jaya, Indonesia. Makalah
disampaikan dalam International of Symposium on Land Management
and Biodiversity in Southeast Asia. Organized by Hokkaido University,
Sapporo Japan and Research Centre for Biology the Indonesia Institute
of Science. Indonesia. 16 hal.
Ramirez, C. R. 2007. Ethnobonaty and the loss of traditional knowledge in the
21st century. Journal of Ethnobotany Research and Applications 5 : 245
- 247
Rujehan, F. Pambudhi and Setiawati. 2004. Forest management and community
participation in Engkuni-Pasek. In Nanang, M and G. S. Devung (eds).
Local People in Forest Management and The Politics of Participation.
Institute for Global Environmental Strategis (IGES). Kanagawa.
Ramirez, C. R. 2007. Ethnobonaty and the loss of traditional knowledge in the
21st century. Journal of Ethnobotany Research and Applications 5 : 245
- 247
Sheild, D. et al 2004. Mengeksplorasi keanekeragaman hayati, lingkungan dan
pandangan masyarakat lokal mengenai berbagai lansekap hutan; metodemetode penilaian lanskap hutan secara multi disipliner, CIFOR, Bogor,
101p.
Sidiyasa,K. dan N. Juliaty. 2003. Pohon ulin (Eusideroxylon zwageri T. & B.)
dengan berbagai aspeknya. Balai Penelitian dan Pengembangan
Kehutanan Kalimantan. Samarinda.
Siemonsma J.S and K.Piluek. 1994. Vegetables. Plant Resources Of South-East
Asia, No. 8. Prosea Indonesia. Bogor. Hal : 17-26
Soerianegara, I. 1977. Pengelolaan Sumberdaya Alam bagian II. Jurusan
Pengelolaan Sumber Daya alam dan Lingkungan. Sekolah Pascasarjana
IPB. Bogor.
Sugiyono, 2007. Statistika Untuk Penelitian. CV Alfabeta, Bandung
Tongco, M.D.C. 2007. Purposive sampling as a Tool for Informant Selection.
Journal of Ethnobotany Research and Applications 5 : 147 -158
Turner, N.J. 1988. The Importance of a Rose : Evaluating the Cultural
Significance of Plants in Thompson and Lillooet Interior Salish Journal
of American Anthropology.
Undang- Undang Republik Indonesia No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan.
2008. Departemen Kehutanan. www.dephut.go.id/informasi/UndangUndang. [ 23 Des 2008]
Undang-Undang Republik Indonesia No.5 tahun 1990 tentang Konservasi
Sumberdaya Hayati dan Ekosistemnya. 2008. Departemen Kehutanan.
www.dephut.go.id/files/undang-undang [23 Des 2008]
[UNEP]
United Nations Environment Programme.
Keanekaragaman Hayati Global. WRI. Washington.
1995.
Strategi
Verheej, E.W.M., and R.E. Coronel. 1991. Edible Fruit and Nuts. Plant Resources
Of South-East Asia, No.2. PROSEA Indonesia. Bogor. 446p.
Zumsteg, I. S. 2005. Plants and Traditions used in prenatal and postnatal care
in Minahasa, North Sulawesi, Indonesia. Diploma Thesis. University of
Zurich Institute of Systematic Botany. Zurich.
Zuhud, E.A.M. 1999. Strategi Konservasi Tumbuhan Obat Hutan Tropika
Indonesia. Bahan Kuliah Mata Ajaran Konservasi Tumbuhan Obat Hutan
Tropika Indonesia. Laboratorium
Konservasi Tumbuhan, Jurusan
Konservasi Sumberdaya Hutan IPB. Bogor.
Zuhud, E.A.M. , Ekarelawan dan S Riswan. 1994. Hutan Tropika Indonesia
sebagai Sumber Keanekragaman Plasma Nutfah Tumbuhan Obat dalam
Zuhud, E.A.M., dan Haryanto (eds). Pelestarian Pemanfaatan
Keanekaragaman Tumbuhan Obat Hutan Tropika Indonesia. Jurusan
Konservasi Sumberdaya Hutan IPB. Bogor.
LAMPIRAN
Lampiran 1 Peta lokasi penelitian
Gambar 2. Peta rencana lokasi penelitian di Hutan Lindung Sungai Wain, Kota
Balikpapan, Provinsi Kalimantan Timur (Sumber : Badan Pengelola
Hutan Lindung Sungai Wain, 2006)
Lampiran 2 Nilai Indek Kepentingan Budaya ( ICS )
A
Kualitas Penggunaan ( quality of Use )
Skor
( Nilai )
1
Bahan makanan pokok atau utama
5
2
Bahan makanan sekunder (akar, batang, buah, umbi, daun, bunga, kecambah,
4
pucuk,biji,tunas, minuman ) dan material utama (kayu untuk konstruksi, kulit
kayu untuk bahan wadah, bahan pakaian, kayu bakar, serat untuk tali temali,
kerajinan tangan, teknologi sederhana )
3
Penggunaan lainnya yang berkaitan dengan makanan (penambah rasa, aroma,
3
bumbu-bumbuan, pemanis, pembungkus, pakan, stimulant, dll), material
sekunder (penyamak, pengawet, pewangi, pewarna, getah, kosmetik, dll),
obat-obatan,kosmetika, deodoran, pembersih, tikar, alas, pengelap, pakan
ternak dan makanan hewan ?
4
Rritual, mitologi, rekreasi, tanaman hias
2
5
Tumbuhan yang dikenal namun tidak digunakan secara khusus atau dianggap
1
istimewa dalam hal apapun
B
Intensitas Penggunaan ( intensity of use )
1
Sangat tinggi (very high intensity), sangat berpengaruh terhadap pola hidup
5
harian atau tahunan, tumbuhan seringkali dengan sengaja dipelihara melalui
modifikasi habita; meramu dan atau perdagangan produk tumbuhan sebagai
kegiatan budidaya primer
2
Intensitas penggunaan cukup tinggi (moderatly high use ); sering
4
dicari/digunakan dan seringkali mempengaruhi kegiatan budaya harian dan
atau perdagangan.
3
Intensitas penggunaan menengah (medium use intensity ); secara teratur
3
dicari, terkadang mempengaruhi pola hidup harian atau musiman, meramu
dan atau perdagangan kegiatan budidaya yang relatif sering dilakukan
4
Intensitas penggunaan rendah ( low use intensity ) terkadang digunakan;
2
dampak terhadap pola hidup harian atau musiman rendah
5
Intensitas penggunaan minimal ( minimal use intensity ); jarang digunakan
1
dan dampak terhadap pola hidup harian atau musiman dapat diabaikan
C
Eklusivitas Penggunaan ( exclusivity of use )
1
Jenis tumbuhan yang paling banyak dipilih dalam peran budaya tertentu
2
2
Salah satu dari banyak jenis tumbuhan yang dipilih dengan ekslusivitas rata-
1
rata (digunakan untuk sebagian besar penggunaan)
3
Sumber sekunder dengan ekslusivitas rendah dalam peran budaya tertentu
0.5
73
Lampiran 3 Rekapitulasi pengetahuan keanekaragaman hayati tumbuhan pada masyarakat Wain Dalam
Nama Lokal
Nama ilmiah
Kegunaan
Jumlah
ICS
PRN
SPM
adas
Foeniculum vulgare Mill.
makanan sekunder
QU
4
IU
3
EU
1
12
24
1
2
SA
1
bumbu penyedap rasa
3
4
1
12
2
Agathis
Agathis bornensis Warb.
konstruksi
4
1
1
4
4
2
1
aglonema
Aglonema spp.
tanaman hias
2
2
1
4
4
1
1
1
akar kuning
Fibraurea tinctoria Lour.
obat malaria, kulit,stamina dan luka
3
4
2
24
24
2
2
2
akasia
Acassia spp.
konstruksi dan kayu bakar
4
4
0.5
8
8
1
1
1
alang-alang
Imperata cylindrica (L.) Beauw.
makanan ternak, obat kanker,ginjal,kencing batu
3
3
1
9
9
1
1
2
alpukat
Persea gratissima P. Mill
makanan
4
2
0.5
4
16
1
2
1
obat darah tinggi
3
4
1
12
anggrek hitam
Coelogyne pandurata Lindl.
tanaman hias
2
5
2
20
20
2
2
2
anggrek merpati
sda
2
3
1
6
6
1
2
1
anggrek tebu
Dendrobium crumenatum Sw.
Grammatophyllum speciosum
Blume
sda
2
3
1
6
6
2
1
2
anggrung
Trema orientalis (L.) Blume
makanan ternak
3
4
1
12
12
1
1
2
anturium
Anthurium spp
tanaman hias
2
1
0.5
1
1
2
2
1
aren
Arenga pinnata (Wurmb.) Merr.
56
1
2
1
15
1
1
2
makanan sekunder
4
4
2
32
kerajinan, atap rumah
4
3
2
24
bumbu masak
3
4
1
12
asam jawa
Tamarindus indicus L.
obat penyedot racun ular/kelabang
3
2
0.5
3
asoka
Saraca asoca (Roxb.) Wild.
tanaman hias
2
2
0.5
2
2
2
1
1
aster
Crhysanthinum indicum L.
tanaman hias
2
2
0.5
2
2
2
1
1
bakau
Rhizophora sp.
kayu bakar
4
4
2
32
44
2
2
2
arang
4
3
1
12
bamban
Donax cannaeformis (G. Forst.)
buat kerajinan bakul
4
3
1
12
12
2
2
2
bambu
Bambuosa spp.
makanan sekunder
4
4
1
16
40
1
1
1
tikar, kerajinan
4
3
2
24
2
bandang
Borassodendron bornensis
Dransfield
makanan
4
3
2
24
24
2
2
banditan
Polyalthia sp.
kayu bakar
4
4
1
16
16
2
1
2
banggris
Koompasia excelsa (Bacc.)
bangunan
4
3
1
12
12
2
1
2
74
Taubert.
bangle
Zingiber purpureum Roxb.
penambah nafsu makan
3
3
0.5
4.5
4.5
2
1
1
bawang merah
Allium ascalonicum L.
bumbu masak
3
5
1
15
24.5
1
2
1
1.5
26
1
2
1
bawang putih
Allium sativum L.
obat mag
3
1
0.5
ritual tolak bala dan hujan pada pernikahan,
2
2
2
8
bumbu masak
3
5
1
15
obat mag
3
1
1
3
tolak bala dan hujan pada pernikahan,
2
2
2
8
bayam
Amaranthus spp
sayuran
4
4
1
16
16
1
2
1
bayam merah
obat tambah darah
3
3
1
9
9
2
1
1
belaran
Amaranthus tricolor L.
Tetrastigma pubinerve (Miq.)
Planch.
untuk upacara kelahiran
2
3
1
6
6
2
1
2
belimbing
Averrhoa carambola L.
makanan
4
3
1
12
12
1
1
1
belimbing tunjuk
Averrhoa bilimbi L.
darah tinggi
3
2
1
6
6
2
1
1
beluntas
Pluchea indica L.
obat bau badan, pelancar asi dan darah
3
3
2
18
18
2
2
1
benalu jeruk
Loranthus ferrugineus Roxb.
Scurrulla atropurea (BL.)
Danser.
Artocarpus elasticus Reinw.ex
Blume
abat kanker
3
3
2
18
18
2
2
2
obat kanker
3
3
2
18
18
2
2
2
makanan ternak
3
3
0.5
4.5
4.5
2
1
2
Shorea laevis Ridl.
Dieffenbachia sequine
(Jacquine) Schott
konstruksi
4
5
2
40
40
2
2
2
tanaman hias
2
2
0.5
2
2
2
1
1
Ficus benjamina L.
Andredera cordifolia (Snore)
Stenis
peneduh, penghijauan
2
3
1
6
6
2
1
2
obat penyakit dalam, lecet, rematik
3
3
2
18
18
2
1
2
binjai
brotowali
(penawar
sampai)
buah agar
(mangkokmangkok)
Mangifera caesia Jack.
makanan
4
4
1
16
16
2
2
2
Tinospora tuberculata L.
obat/jamu, malaria
3
5
2
30
30
2
2
2
Scapium macropodum (Miq.)
Blumee ex K.Heynee.
untuk upacara kelahiran
3
2
1
6
6
2
1
2
buncis
makanan/sayur
4
4
1
16
16
1
2
1
bungur
Phaseolus vulgaris L.
Lagerstromia speciosa (L.)
Pers.
bangunan/konstruksi
4
3
0.5
6
6
2
1
2
cabe
Capsium annum L.
kembung
3
5
2
30
30
1
2
1
benalu teh
bendo
bengkirai
beras tumpah
beringin
binahong
75
cabe rawit
bumbu
3
5
2
30
tolak bala
2
2
0.5
2
32
1
2
1
konstruksi
4
3
0.5
cempedak
Thuja orientalis L.
Arthocarpus champeden (Lour.)
Spreng.
6
6
2
1
1
sek.food
4
4
cendana
Santalum album L.
bangunan
3
1
2
32
32
1
2
1
1
3
19
2
2
1
kerajinan
4
cengkeh
Syzygium aromaticum (L.)
Merril & Perry
2
2
16
kembung
3
3
1
9
9
2
1
1
ceplukan
Physallis peraviana L.
cocor bebek
Kalanchoe pinnata (Lam.) Pers
darah tinggi, kencing manis
3
4
2
24
24
2
1
2
obat penurun panas
3
1
0.5
1.5
1.5
2
1
daun biru
1
Licuala flabellum Mart
topi
4
2
1
8
8
2
1
2
dringo
Acorus calamus L.
pestisida alami
3
2
1
6
6
2
1
2
durian
makanan
4
5
2
40
40
1
2
1
flamboyan
Durio zibethinus Murr.
Delinix regia (Bojer ex Hook.)
Raf.
peneduh/penghijauan
2
3
2
12
12
2
1
2
gadung
Dioscorea hispida Dennust.
pestisida alami
3
2
2
12
12
2
1
2
gaharu
sesaji,menyambut malaikat, wewangian
2
4
2
16
16
2
2
2
gamal
Aquilaria microcarpa Baill.
Gliricidion sepium (Jacq.)
Stead.
makanan ternak, pestisida alami
3
4
0.5
6
6
1
2
1
gambas
Luffa acutangula Roxb.
makanan/sayur
4
4
2
32
32
1
2
1
ganyong
Canna discolor L.
makanan
4
3
1
12
12
2
1
1
gelinggang
obat mag & penambah darah
3
1
0.5
1.5
1.5
2
1
1
ginseng jawa
Cassia alata L.
Talinum paniculatum (Jaca.)
Gaertn.
penambah napsu makan
3
5
2
30
30
1
1
1
halaban
Vitex pinnata L.
kayu bakar
4
4
2
32
32
2
1
2
ipuh
Jabon/
Klampayan
Strychnos ignatii P.J. Bergius
Anthocephalus Cadamba
(Roxb.) Miq.
racun sumpit
3
3
2
18
18
2
1
2
bangunan
4
3
1
12
12
1
2
2
jagung
Zea mays L.
makanan manusia
5
4
1
20
29
1
2
1
makanan ternak
3
3
1
9
jahe
Zingiber officinale Rose.
stamina
3
4
1
12
12
1
2
1
jahe merah
Zingiber officinale Rose.
polip, pilek
3
4
1
12
12
1
2
1
jambu batu
Psidium guajava L.
makanan sekunder
4
4
1
16
29
1
2
1
kayu bakar
4
1
1
4
Cemara kipas
Capsium frutescens L.
76
jambu mete
Anacardium occidentale L.
obat-obatan
3
3
1
9
makanan sekunder
4
4
1
16
kayu bakar
4
1
1
4
29
1
2
1
obat berak darah
3
3
1
9
jarak pagar
Jatropa curcas L.
obat sakit gigi, sariawan
3
3
1
9
9
2
1
1
jati
Tectona grandhis L.f.
Archidendron jiringa
(Jack.)Nielsen.
furniture, bangunan
4
4
2
32
32
1
2
1
17
1
2
2
jengkol
penghitam rambut
3
2
0.5
3
makanan
4
3
0.5
6
bangunan
4
2
1
8
jerango/jariangau
Acorus calamus L.
tolak bala untuk orang setelah melahirkan
2
2
1
4
4
2
1
2
jeruk manis
Citrus sinensis Osbeck
minuman jus
4
4
1
16
19
1
2
1
obat mual
3
2
0.5
3
3
1
2
1
jeruk nipis
Citrus aurantifolia (Christm.)
Swingle
sesak napas/paru-paru
3
2
0.5
3
jewawut
Panicum sp
obat diabetes
3
2
0.5
3
3
2
1
1
jintan
Eryngium foetidum (Dc.) Craib.
bumbu
3
3
1
9
18
2
1
1
obat
3
3
1
9
penghijauan/peneduh
2
3
1
6
6
1
1
1
1
johar
Cassia siamea Lamk.
kaca piring
Gardenia angustifolia (L.) Merr.
kolesterol, kencing manis
3
3
2
18
18
2
1
kacang panjang
Vigna unguiculata (L.) Verdo
makanan/sayuran
4
4
1
16
16
1
2
1
kacang tanah
makanan
4
4
1
16
16
1
2
1
Kacabeling
Arachis hypogaea L.
Clerodendrum buchanani
(Roxb.) Walp.
ginjal, kencing batu
3
4
2
24
24
2
1
1
kamboja
Adenium obesum Row.
tanaman hias
2
2
0.5
2
2
1
2
1
kangkung
Ipomea aquatic Forsk.
makanan ternak
3
4
1
12
28
1
2
1
sayuran
4
4
1
16
kantong semar
Nephentes ampularia jack
tanaman hias
2
5
2
20
20
2
2
2
Kenuar
bangunan
4
4
1
16
16
2
1
2
kapul
Shorea johorensis Foxw.
Baccaurea macrocarpa (Miq.)
Muell. Arg.
makanan
4
3
0.5
6
6
2
1
2
kapulaga
Amomum cardamomum L.
obat
3
3
1
9
9
1
1
1
kapur
Dryobalanops lanceolata Burck
bangunan, konstruksi
4
5
2
40
40
2
2
2
karamunting
Melastoma affine L.
makanan sekunder
4
2
1
8
37
1
1
2
77
kayu bakar
4
5
1
makan ternak
3
3
1
20
9
karet
Havea brasiliensis Muell.Arg.
kayu bakar
4
4
1
16
16
1
1
1
kariwaya
Ficus sp.
bangunan
4
4
1
16
16
2
1
2
katuk
Sauropus androgynus (L.) Merr.
Scorodocarpus borneensis
Becc.
sayuran
4
5
1
20
20
1
2
1
obat demam
3
2
1
6
22
2
1
2
bangunan
4
4
1
16
minuman
4
3
2
24
42
2
2
1
rempah-rempah/bumbu
3
4
1
12
obat mag
3
2
1
6
kayu bawang
kayu manis
Cinnamomum burmanii J.Presl.
kayu pait-pait
Quasia indica (Gaertn.) Noot
obat sakit gigi
3
4
2
24
24
2
1
2
kayu putih
kayu
sahang/hitam
Melaleuca leucadendron L.
obat
3
2
1
6
6
2
1
1
Dyospiros sp.
gatal-gatal, kanker, penyakit dalam
3
4
2
24
24
2
2
2
kecapi
Sandoricum koetjape Merr.
makanan
4
4
1
16
16
2
2
2
kedondong
Spondias dulcis Forst.
rematik dan flu hongkong
3
3
1
9
9
1
1
1
keladi
Alocasia sp.
tanaman hias
2
3
1
6
18
1
1
1
makanan
4
3
1
12
makanan
4
3
1
12
12
2
1
2
kelampayan
Stenochlaena palustris (Burm.)
Bedd.
Antocephalus Cadamba (Roxb.)
Mia.
kelapa
Cocos nucifera L.
upacara adat, potong rambut bayi
2
3
2
12
keledang
Arthocarpus lancifolius Roxb.
makanan
4
4
1
kelengkeng
Dimocarpus longan Lour.
makanan
4
4
kelor
Moringa oleifera Lamk.
Sayuran,
4
obat,penghilang susuk&ilmu hitam
kemangi
Ocimum sanctum L.
obat sakit perut
kembang sepatu
Hibiscus rosa-sinensis L.
anti ketombe
tanaman hias
2
3
1
6
kembayau
Canarium adontophylum Miq.
makanan
4
3
1
kemiri
Aleurites molucana (L.) Willd.
bangunan,
4
3
1
Kelakai
bangunan
4
4
2
32
32
2
2
2
makanan, minuman
4
5
1
20
37
1
2
1
16
16
2
1
2
2
32
32
2
2
1
3
1
12
24
1
1
1
3
2
2
12
3
3
1
9
9
1
1
1
3
2
1
6
12
2
2
1
12
12
2
1
2
12
36
2
2
1
78
bumbu masak
3
4
2
24
obat ginjal
3
2
0.5
3
kenanga
Cananga odorata (Lam.) Hook.
F. Thamson
tanaman hias
2
2
1
4
kencur
Kaemferia galangal L.
obat pegal-pegal
3
4
2
kerantungan
Durio oxleyanus Griff.
makanan
4
4
keruing
Dipterocarpus sp.
konstruksi
4
ketapang
Terminalia catappa L.
peneduh, penghijauan
2
penghitam rambut,obat mag, batuk
kopi
Coffea Arabica L.
7
2
1
1
24
24
1
1
1
2
32
32
2
1
2
5
1
20
20
1
2
2
4
0.5
4
5.5
1
1
1
3
1
0.5
1.5
35
1
2
1
minuman
4
4
2
32
obat luka
3
2
0.5
3
krisan
Pyrethrum indicum Cass.
tanaman hias
2
1
0.5
1
1
1
1
1
krokotan
darah tinggi
3
4
2
24
24
2
1
2
kulur
Portulaca sp
Arthocarpus altilis (Parbinson)
Forberg
makanan
4
5
1
20
20
1
2
1
kumis kucing
Orthisiphon aristatus Bl.Mid.
jerawat, plek hitam, kencing batu,ginjal
3
3
1
9
9
1
1
1
kunyit
Curcuma longa L.
jamu/obat, luka dalam, ambeyen, kista
3
5
1
15
30
1
2
1
kunyit hitam
Curcuma domestica L.
11
2
2
1
obat mag
3
3
1
9
kunyit putih
Curcuma zedoaria L.
batuk
3
4
2
24
24
2
2
1
kweni
Mangifera odorata Griff.
makanan
4
3
1
12
12
2
1
2
lahung
Durio dulcis Becc.
sek food
4
4
2
32
32
2
2
2
lai
Durio kutejensis (Hassk.) Becc.
sda
4
5
2
40
40
2
2
2
lamtoro
Leucaena glauca (L.) Benth.
makanan ternak
3
4
1
12
12
1
1
1
langsat
Lansium domesticum Correa
sek food
4
4
2
32
32
2
2
1
laos
Alpinia galangal (L.) Willd
obat panu
3
4
1
12
16.5
1
1
1
makanan ternak
3
3
0.5
4.5
bumbu
3
5
1
15
tanaman hias
2
2
0.5
2
lavender
Lavandula sp
obat anti nyamuk
3
3
1
9
9
2
1
1
lidah buaya
Aloe vera L.
makanan, obat rambut
4
2
1
8
14
1
1
1
obat rambut
3
2
1
6
lontar
Borassus flabellifera L.
atap
4
3
2
24
24
2
1
2
lukut
Asplenium sp.
tanaman hias
2
3
2
12
12
2
2
2
79
mahang
mahkota dewa
Macaranga sp.
Phalerya macrocarpa (Scheef.)
Boerl.)
mahoni
Switenia mahagonia L.
mangga
Mangifera foetida L.
kayu bakar
4
4
2
32
32
2
1
2
darah tinggi
3
3
2
18
18
1
1
1
22
1
2
1
28
1
2
1
1
bangunan/konstruksi
4
4
1
16
obat malaria
3
2
1
6
makanan sekunder
4
5
1
20
kayu bakar
4
2
1
8
mangggis
Garcinia mangostana L.
makanan
4
4
2
32
32
2
2
mangkokan
Nothopanax scutellaium Merr.
penghitam rambut
3
3
0.5
4.5
4.5
2
1
2
maritam
Nephelium spp.
makan
4
4
1
16
16
1
2
1
markung
Macaranga gigantea
bangunan
4
5
1
20
20
1
2
1
matoa
Pomettia pinnata Dransfield
makanan
4
3
1
12
12
2
1
2
mawar
Rosa sienensis L.
tanaman hias
2
1
0.5
1
1
2
1
1
medang
Cinamomum porecctum L.
bangunan
4
4
1
16
16
2
1
2
melati
Jasminum sambac (L.) Ait.
perlengkapan ritual kematian, pewangi
2
3
2
12
18
2
1
1
tanaman hias
2
3
1
6
melon
Cucumis melo L.
makanan
4
4
2
32
32
1
2
1
mengkudu
Morinda citrifolia L.
obat diabetes, pestisida, darah tinggi
3
2
1
6
6
2
1
1
meniran
Phyllantus urinaria L.
obat
3
3
1
9
9
2
1
2
merambung
Vernonia arborea
kayu bakar
4
4
1
16
16
2
1
2
meranti
Shorea spp.
bangunan/konstruksi
4
5
2
40
40
2
2
2
merica
Piper nigrum L.
bumbu masak
3
5
2
30
39
1
2
1
obat mag
3
3
1
9
mimba
Azadirachta indica A.Just
pestisida alami
3
2
2
12
12
2
1
2
mindi
Melia azadarach L.
sda
3
2
2
12
12
2
1
2
nanas
Ananas comosus L.
makanan
4
5
1
20
28
1
2
1
perlengkapan upacara kelahiran
2
2
2
8
makanan ternak
3
4
1
12
28
1
2
1
makanan sekunder
4
4
1
16
2
nangka
Arthocarpus heterophyllus Lam.
nibung
Oncosperma tigilarium (Jack)
ridl.
makanan
4
4
2
32
32
2
1
nipah
Nypa pructicans Wurmb.
atap
4
5
1
20
20
1
2
2
padi
Oryza sativa L.
makanan pokok
5
5
1
25
25
1
2
1
80
pantung
Dyera costulata Hook. F.
furniture,
4
3
2
24
obat sakit gigi, demam, perut
3
3
1
9
33
2
2
2
paria
Momordica charantia L.
makanan/sayur
4
4
1
16
16
1
2
1
pasak bumi
Eurycoma longifolia Jack
obat malaria, stamina, pegel linu
3
4
2
24
24
2
2
2
pasang
Lithocarpus sp.
bangunan
4
4
1
16
16
2
1
2
pepaya
Carica papaya L.
makanan
4
5
1
20
26
1
2
1
obat malaria
3
2
1
6
petai
Parkia speciosa Hassk.
makanan, bangunan
4
3
1
12
12
1
2
1
pinang
Areca catechu L.
makanan
4
4
2
32
38
2
1
1
obat bengkak
3
2
1
6
adat mandi pengantin
2
3
2
12
pinus
Pinus merkusii Jungh &
Devriese.
bangunan, konstruksi
4
2
1
8
8
1
1
1
pisang
Musa paradisiacal L.
makanan
5
4
1
20
27
1
2
1
obat luka
3
1
1
3
Adat dalam pembuatan rumah baru
2
1
2
4
21
2
1
2
polantan
Alstonia scholaris (L.) R. Br.
bangunan
4
3
1
12
obat malaria
3
3
1
9
tikar
4
3
2
24
24
2
1
2
makanan
4
4
2
32
32
2
2
2
rambai
Eleochris dulcis (Burmy.) Trin.
Ex. Hensch.
Baccaurea motleyana (Muell.
Arg.)
rambutan
Nephelium spp.
sek food
4
4
1
16
16
1
2
1
randu
Ceiba pentandra (L.)
makanan ternak, obat dan benang
3
2
0.5
3
3
1
1
1
Rotan manau
kerajinan
4
3
2
24
24
2
1
2
makanan ternak
3
4
1
12
12
1
2
1
rumput kalanjana
Calamus manan
Pennisetum purpureum
Schumach.
Brachiaria mutica (Forssk.)
Stapf.)
makanan ternak
3
4
1
12
12
1
1
1
rumput wedusan
Ageratum conyzoides L.
makanan ternak,obat luka
3
4
1
12
12
1
1
1
sagu
Metroxylon sago Rottb.
atap, makanan
4
4
2
32
32
2
2
2
salak
makanan (manisan, jus, buah segar)
5
5
2
50
50
1
2
1
salam
Salacca zalacca ( Gaertn.) Voss
Eyzigium polyanthum (Wight.)
Walp.
bumbu masak
3
5
2
30
30
2
1
1
sambiloto
Androgaphis paniculata Ness.
paru-paru, penyakit dalam
3
4
2
24
24
2
2
2
purun tikus
rumput gajah
81
sawit
Elaeis gueneensis Jack.
minyak
4
3
2
24
24
1
2
1
sawo
Achras zapota L.
obat diare
3
4
1
12
12
1
2
1
selasih
Ocinum basillicum L.
minuman es serut
4
3
1
12
18
1
2
1
obat turun panas
3
2
1
6
seledri
Avium graveolens L
sayuran
4
4
1
16
22
1
2
1
obat darah tinggi
3
2
1
6
semangka
Citrullus lanatus (Thumb.)
Matsum&Nakai
makanan, dijual
4
4
1
16
16
1
2
1
sembung
Blumea balsmifera L.
obat malaria, kram, kesemutan
3
3
2
18
18
2
1
2
sengon
Paraserientes palcataria
penghijauan
2
4
0.5
4
16
1
2
1
bangunan
4
3
1
12
bumbu masak
3
5
0.5
7.5
13.5
1
2
1
obat demam
3
2
1
6
4
4
1
16
24
2
2
2
16
1
2
1
serai
Cymbopogon nardus (L.)
Rendle.
serdang
Polydocarpus sp
makanan
atap
4
2
1
8
singkong
Manihot utilissima Pohl.
4
4
1
16
sirih
Piper betle L
makanan
obat keputihan, paru-paru,bau badan, obat gatal,
mata
3
5
2
30
30
1
1
1
sirsak
Annona muricata L.
makanan,
4
3
1
12
18
1
2
1
obat darah tinggi & kolesterol
3
2
1
6
sonokeling
Pterocarpus indicus Willd.
bangunan/konstruksi
4
4
2
32
32
2
2
1
sri rejeki
Aglonema sp
tanaman hias
2
3
1
6
6
1
2
1
srikaya
makanan
4
3
1
12
12
1
1
1
suji
Annona squamosa L.
Dracasna angusticolia (Medik.)
Roxb.
pelengkap masakan
3
4
2
24
24
1
1
1
sukun
Arthocarpus communis Forst.
makanan
4
5
1
20
20
1
2
1
suren
Toona surreani (Blume) Merr.
bangunan
4
1
0.5
2
2
2
1
1
tampang
Artlocarpus communis Trecul.
peneduh/penghijauan
1
3
1
3
3
2
1
1
tapak dara
Cataranthus roseus (L.) G. Den.
kencing batu
3
3
2
18
18
2
1
1
tapak liman
Elephantopus scaber L.
obat
3
3
2
18
18
2
1
1
tebu
Saccharum officinarum L.
minuman
4
3
1
12
20
1
2
1
simbol rumah baru, upacara kelahiran
2
2
2
8
obat darah kijangan
3
3
1
9
9
1
2
1
tebu merah
Saccharum sp.
82
temu ireng
Curcuma colorata Valefon.
obat/jamu, cacingan
3
4
2
24
24
2
2
1
temu kuning
Curcuma domestica Val.
sda
3
4
2
24
24
2
2
1
temu lawak
Curcuma xanthorriza L.
obat, obat ambayen
3
4
2
24
24
2
2
1
tengar
Ceriops tagal (Perr.)
kayu bakar
4
4
1
16
16
2
1
2
terkini
Euphorbia sp.
tanaman hias
2
3
1
6
6
1
2
1
timun
Cucumis sativus L.
makanan
4
4
1
16
16
1
2
1
tomat
Lycopersicon esculentum Mill.
makanan
4
4
1
16
16
1
2
1
trembesi
Pithecolobium saman Benth.
bangunan
4
4
1
16
16
2
2
2
tuba
Derris eliptica Benth.
racun penangkap ikan
3
3
2
18
18
2
1
2
ubi jalar
Ipomoa batatas L.
makanan
4
4
1
16
16
1
2
1
ulin
Eusideroxylon zwageri T. et B.
konstruksi
4
5
2
40
40
2
2
2
penyubur rambut, pencegah uban, obat mag
3
2
2
12
12
upas
Koilodepas brevipes Merr.
racun ,berburu, menangka burung
3
3
2
18
18
2
1
2
vanili
Vanilia planifolia Andrews.
pewangi
3
4
1
12
12
2
2
1
wortel
Daucus carota L.
makanan/sayur
4
4
1
16
16
1
2
1
Keterangan :
QU
: Quality of Use ( Kualitas Penggunaan)
IU
: Intensity of Use ( Intensitas Penggunaan)
EU
: Exclusivity of Use (Ekslusivitas Penggunaan)
ICS
: Index of Cultural Significance (Indek kepentingan Budaya)
PRN : Penyebaran di Alam
SPM : Sifat Pemanfaatan di Alam
SA
: Status di Alam
83
Lampiran 4 Rekapitulasi pengetahuan keanekaragaman hayati tumbuhan masyarakat Wain Luar
Nama Lokal
Nama Ilmiah
aglonema
Aglaonema spp
tanaman hias
2
2
1
4
4
1
1
1
akar kuning
Fibraurea tinctoria Lour.
3
4
2
24
24
2
2
2
akar kuning
Coscinium fenestratum Gaertn.
obat liver
jamu, obat cacing, sakit kuning, gangguan
pencernaan
3
4
2
24
24
2
2
2
akar tuba
Derris elliptica (Wallich.) Benth.
racun ikan
3
5
2
30
30
2
1
2
akasia
Accacia sp.
kayu bakar
4
5
1
20
28
1
1
2
23
1
1
2
22
2
1
1
2
alang-alang
Imperata cylindrical (L.) Beauw.
Kegunaan
QU
IU
EU
Jumlah
ICS
bangunan
4
1
0.5
2
penghijauan
2
3
1
6
obat asma, darah tinggi
3
1
1
3
hiasan
2
2
1
4
atap
4
2
2
16
4
4
1
16
PRN
SPM
SA
alpukat
Persea Americana P.Mill.
makanan
obat darah tinggi
3
2
1
6
anggrek
Claderia viridiflora Hook.f.
tanaman hias
2
3
1
6
6
2
2
anggrek hitam
Coelogyne foerter_manii
tanaman hias
2
4
2
16
16
2
2
2
anggrek
Dendrobium jacobsonii J.J.Sm.
tanaman hias
2
3
1
6
6
2
2
2
anggrek
tanaman hias
2
3
1
6
6
2
2
2
anggrek dupa
Dendrobium lamelatum
Bulbophyllum patens King ex
Hook.f.
tanaman hias
2
3
1
6
6
2
2
2
anggrek panda
Vanda tricolor Lindl.
tan hias
2
3
1
6
6
2
2
2
anggrek
Vanilla planifolia B.D.Jack
tan hias
2
3
1
6
6
2
2
2
anggrek hitam
Coelogyne pandurata Lindl.
tanaman hias
2
5
2
20
20
2
2
2
anggrek tanah
Spathoglottis plicata Bl.
tanaman hias
2
4
1
8
8
2
2
2
anggrek pandan
Cymbidium bicolor Lindl.
tanaman hias
2
3
2
12
12
2
1
2
anggur
Vitis spp
makanan
4
1
1
4
4
2
1
1
angsana
Pterocarpus indicus Wild.
peneduh
3
3
1
9
9
2
1
1
aren
Arenga pinnata (Wurmb.) Merr.
peluruh air seni dan haid
3
4
1
12
52
1
2
1
makanan
4
5
2
40
Tamarindus indica L.
obat panas, obat kuat
3
4
2
24
24
2
1
2
Mangifera odorata Griffith.
makanan
4
3
1
12
12
1
1
2
asam jawa
asam
putaran/kweni
84
bakau
Rhizophora sp.
kayu bakar
4
2
2
16
arang
4
2
2
16
32
1
1
2
3
2
0.5
3
3
1
1
1
40
1
1
2
40
2
1
2
44
2
2
2
bakung
Crinum asiaticum L.
peluruh keringat, obat mata
bambu-bambuan
Bambuosa spp.
kerajinan, furniture
4
3
2
24
konstruksi
4
4
1
16
makanan
4
4
2
32
Peneduh
2
2
2
8
kayu bakar
4
3
2
24
bandang
Borassodendron bornensis
Dransfield
bangkirai
Shorea laevis Ridl.
bangunan
4
5
1
20
bayam
Amaranthus sp
sayuran
4
3
2
24
24
1
1
1
begonia
Begonia sp
tanaman hias
2
2
0.5
2
2
1
1
1
belimbing
Averrhoa carambola L.
makanan
4
2
0.5
4
4
1
1
1
beluntas
Pluchea indica L
obat darah tinggi dan jamu
3
3
2
18
18
2
1
1
benalu jeruk
Loranthus ferrugineus Roxb.
Artocarpus elasticus Reinw.ex
Blume
obat kanker
3
2
2
12
12
2
1
2
kayu bakar
4
4
2
32
40
1
2
2
kerajinan
4
2
1
8
pohon keramat, peneduh
2
2
2
8
8
2
1
2
bendo
beringin
Ficus benjamina L.
berokan
Ageratum conyzoides L
obat luka
3
1
0.5
1.5
1.5
1
1
2
binjai
Mangifera caesia Jack
makanan
4
3
1
12
12
2
2
2
bougenville
brotowali/penawar
sampai
Bougenville spp
tanaman hias
2
2
0.5
2
2
1
1
1
Tinospora tuberculata L.
pegel linu, malaria, liver, kencing manis
2
4
2
16
16
2
1
2
buah kijang
Irvingia malayana Oliv.
obat malaria
2
3
2
12
24
2
1
2
makanan
4
3
1
12
buncis
Phaseolus vulgaris L.
makanan
4
4
1
16
16
1
2
1
bunga tahi ayam
Lantana camara L.
tanaman hias
2
2
0.5
2
2
1
1
1
cabe
Capsium annum L.
bumbu, obat rematik
3
5
1
15
15
1
2
1
cempaka
Michelia champaca L.
Artocharpus champeden (Lour.)
Spreng.
Syzygium aromaticum (L.) Merril
& perry.
obat sariawan
2
2
1
4
4
2
1
1
makanan, peneduh
4
4
2
32
32
1
2
1
sakit gigi, batuk, pelega perut
3
3
1
9
9
1
2
1
cempedak
cengkeh
85
cocor bebek
Kalanchoe pinnata (lam.) Pers.
jamu, penurun panas, radang telinga
3
4
2
24
24
2
1
daun biru
Licuala flabellum Mart.
tanaman hias
2
2
1
4
4
2
1
2
daun kentut
Paederia sp.
perut kembung, wasir
3
2
1
6
6
2
1
2
durian
Durio zibethinus Murr.
48
1
2
1
24
1
2
1
makanan sekunder
4
5
2
40
kayu bakar
4
2
1
8
makanan
4
3
2
24
1
durian ha ha
Neesia sinandra
eceng gondok
Eichhornia crassipes Solms
tanaman hias, obat alergi dan biduren
2
1
0.5
1
1
1
1
2
gaharu
Aquilaria microcarpa Baill.
sembahyang, dupa, pengusir mahluk halus
2
2
2
8
8
2
2
2
gambas
Luffa acutangula Roxb.
sayuran
4
4
1
16
16
1
2
1
gelombang cinta
tanaman hias
2
1
1
2
2
2
1
1
ginseng jawa
Anthurium sp.
Talinum paniculatum
(jacq.)Gaertn.)
untuk stamina
3
4
1
12
12
1
1
1
jagung
Zea mays L
5
4
1
20
20
1
2
1
jahe
Zingiber officinale Kosl.
makanan, pelancar asi
minyak gosok, bumbu, jamu, minuman, obat
pegel linu, masuk angin, penghangat badan
3
3
1
9
9
1
2
1
jahe merah
Zingiber sp.
obat kuat
3
3
1
9
9
1
2
1
jambu air
Syzygium sp.
makanan
4
3
1
12
12
1
1
1
jambu biji
Psidium guajava L.
25
1
1
1
jambu mete
makanan
4
4
1
16
, obat diare dan demam berdarah
3
3
1
9
diare
3
3
2
18
18
2
1
1
makanan
4
2
1
8
8
2
1
2
jamur kuping hitam
Anacardium occidentale L.
Auricularia polytricha (Mont.)
Sacc.
jarak pagar
Jatropa curcas L.
obat kembung, kutu air, sakit gigi
3
2
1
6
6
1
1
1
jati
Tectona grandis L.f.
Archidendron cliperaria (Jack)
Nielsen
bangunan
4
4
2
32
32
2
2
1
makanan sekunder
4
3
0.5
6
15
1
1
1
obat kudis, luka, bisul
3
3
1
9
1
16
22
1
1
1
jengkol hutan
jeruk manis
Citrus sinensis Osbeck.
makanan
4
4
pengusir pacet, obat nyamuk
3
2
1
6
1
1
1
jeruk bali
obat luka
3
2
0.5
3
3
2
1
1
jeruk nipis
Citrus grandis (L.)Osbeck
Citrus aurantifolia (Christm.)
Swingle.
obat batuk, demam anak kecil
3
2
1
6
6
2
2
1
kaca piring
Gardenia angustifolia (L.) Merr.
tanaman hias
2
2
1
4
4
2
1
1
kacang panjang
Vigna unguiculata (L.) Verdo.
sayuran
4
4
1
16
16
1
2
1
86
kacang tanah
Arachis hypogaea L.
makanan
4
4
1
16
16
1
2
kadaka
Asplenium sp.
obat demam, folio
3
2
2
12
12
1
1
1
2
kalangkala
Litsea garciae Vidal
makanan
4
3
2
24
24
2
1
2
kamboja
Adenium obesum Row.
tanaman hias
2
1
1
2
2
2
1
1
kangkung
Ipomoe aquatica Forsk.
sayuran
4
4
1
16
16
1
2
1
kantong semar
tanaman hias
2
5
2
20
20
2
2
2
kantong semar
Nephenthes ampularia Jack
Nepenthes mirabilis (Lour.)
Druce
tanaman hias
2
4
2
16
16
2
2
2
kantong semar
Nepenthes reinwardtiana Miq.
tanaman hias
2
4
2
16
16
2
2
2
kapuk randu
Ceiba petandra L.Gaertn.
patah tulang, batuk, asma, amandel, demam
3
4
1
12
12
2
1
1
makanan ternak
3
3
1
9
23
kapul
Baccaurea macrocarpa (Miq.)
Muell.Arg.
makanan
4
3
2
24
2
1
2
kapur
Dryobalanops lanceolata Burck
bangunan
4
4
2
32
32
2
2
2
kapur merah
Dryobalanops beccarii Dyer.
bangunan
4
4
2
32
32
2
2
2
karamunting
Melastoma affine L.
makanan sekunder
4
4
1
16
45
1
1
2
obat luka
3
3
1
9
kayu bakar
4
5
1
20
katuk
Sauropus androgynus (L.) Merr.
memperlancar asi, obat malaria dan ginjal
3
2
1
6
6
2
1
1
kayu manis
Cinamomum burmanii J.Presl.
3
4
1
12
12
2
1
2
kayu putih
Melaleuca leucadendron L.
obat sesak nafas
obat sesak nafas, kembung, bangunan,
minyak kayu putih
3
2
1
6
6
2
1
1
kembang sepatu
Hibiscus rosa-sinensis L.
tanaman hias
2
1
1
2
2
1
1
1
kecapi
Sandoricum koetjape Merr.
makanan
4
4
2
32
40
1
2
1
bangunan
4
2
1
8
1
kecubung
Datura fastuosa L.
sesak nafas, nyeri haid
3
2
1
6
6
2
1
kedondong
Spondias pinnata (L.f.) Kurz
mencret, sariawan
3
3
1
9
9
1
2
1
keladi
Alocasia spp
tanaman hias
2
2
0.5
2
2
1
1
1
kelapa
Cocos nucifera L.
1
2
1
kemangi
kembang
semangkuk
makanan
4
5
2
40
40
ritual penganten dan wanita hamil
2
4
2
16
16
Ocimum sanctum L.
penenang
3
2
1
6
6
1
1
1
Scapium longiflorum Ridl.
minuman
4
2
2
16
22
2
1
2
obat kontrasepsi
3
2
1
6
87
kenanga
Cananga odorata (Lam.)
Hook.f.&Thomson
obat nyeri haid, bunga untuk memandikan
orang meninggal dan bunga untuk makan
3
4
2
24
24
1
1
1
kencur
Kaemferia galangal L,
obat pegel linu, penamba nafs makan
3
4
2
24
24
1
2
1
kenikir
Cosmos caudatus Kunth.
tanaman hias
2
2
0.5
2
8
1
1
1
obat batuk
3
2
1
6
kepi-kepi
Fagraea racemosa Jack
peneduh
2
2
1
4
4
1
1
2
keranji
Diallium spp.
bangunan
4
2
1
8
8
1
1
2
kerantungan
makanan
4
5
2
40
40
2
1
2
keruing
Durio oxleyanus Griff
Dipterocarpus cornutus
C.F.Gaertn.
bangunan
4
5
2
40
40
2
2
2
ketapang
Terminalia catapa L
peneduh, obat disentri
2
3
2
12
12
1
1
1
ketapang gunung
Terminalia foetidissima Griffth
peneduh
2
3
2
12
12
1
1
1
kopi
Coffea Arabica L.
minuman, penyegar badan
4
3
1
12
12
1
2
1
krokot
Portulaca sp
asma
3
1
2
6
6
2
1
2
kumis kucing
Orthisiphon aristatus BL.Miq.
kencing manis, jamu
3
2
2
12
12
2
1
1
kunyit
Curcuma longa L.
antibiotik, pegel linu, jamu, filek
3
4
2
24
24
1
2
1
kuping gajah
Anthurium crystallinum Lindl
obat bengkak tenggorokan, mag
3
1
1
3
3
2
1
1
kupu-kupu
Bauhinia acuminate L.
tanaman hias
2
1
1
2
2
2
1
2
laban
Vitex pinnata L.
kayu bakar
4
4
2
32
40
2
2
2
arang
4
2
1
8
labu merah
Cucurbita moschata (Duchesne
ex Lam.) Duchesne ex Poir.
makanan
4
4
1
16
16
1
2
1
lahung
Durio dulcis Becc.
makanan
4
1
1
4
4
2
1
2
lai
makanan
4
3
2
24
24
2
2
2
lamtoro
Durio kutejensis (Hassk.) Becc.
Leucaena leucocephala
(lmk.)De Wit)
obat cacing, makanan ternak
3
3
2
18
18
2
1
2
langsat
Lansium domisticum Corr.
makanan
4
3
2
24
24
2
1
2
lavender
Lavandula spp
obat nyamuk, tanaman hias
2
2
1
4
4
1
1
1
lengkeng
Dimocarpus longan Lour.
makanan
4
3
2
24
24
2
1
2
lengkuas
Alpinia galangal (L.) Willd.
makanan ternak, bumbu
3
3
0.5
4.5
4.5
2
1
1
lengkuas merah
Alpinia purpurata K.Schum.
obat kuat, jamu, obat paru-paru
3
3
1
9
9
1
1
1
lidah buaya
Aloe vera L.
Phalerya macrocarpa (Scheef.)
Boerl.)
tanaman hias
2
2
1
4
4
1
1
1
segala penyakit
3
2
1
6
6
2
1
1
mahkotadewa
88
mahoni
Swietenia mahagoni L.
bangunan
4
4
1
16
16
2
2
1
mangga
Mangifera foetida L.
makanan
4
3
1
12
20
1
1
1
kayu bakar
4
2
1
8
manggis
Garcinia mangostana L.
makanan
4
3
1
12
12
2
2
2
Srikaya
obat kencing nanah
3
2
1
6
6
2
1
1
markong
Annona squamosa L.
Macaranga gigantea
(Reichb.f.&Zoll.) Mull.Arg.
kayu bakar
4
5
1
20
20
1
2
2
matoa
Pomettia pinnata Dransfield
makanan
4
3
4
48
48
1
1
1
mawar
Rosa sienensis L.
tanaman hias
2
4
1
8
23
2
1
1
12
perlengkapan doa
2
3
2
obat jerawat dan keputihan
3
1
1
3
medang
Cinamomum porecctum L.
bangunan
4
3
1
12
12
1
1
2
melati
Jasminum sambac L.
obat liver, bunga untuk tabur bunga
3
2
2
12
12
2
1
1
melinjo
Gnetum gnemon L.
14
2
1
1
20
1
2
2
makanan
4
2
1
8
peluruh air seni
3
2
1
6
bangunan
4
5
1
20
mangerawan
Hopea mengarawan Miq.
meniran
Phyllanthus niruri L.
pegel linu
3
2
1
6
6
2
1
1
meranti putih
merkabang/meranti
merah
Shorea lamelata Foxw.
bangunan
4
5
2
40
40
1
2
2
Shorea acuminate Dyer
bangunan
4
5
2
40
40
2
2
2
nanas
Ananas comosus Merr.
makanan
4
3
2
24
24
1
2
1
nangka
Artocarpus heterophylus Lamm.
makanan sekunder
4
5
2
40
52
1
1
1
makanan ternak
3
4
1
12
bangunan
4
3
2
24
24
2
1
2
makanan sekunder
4
5
2
40
49
2
1
2
makanan ternak
3
3
0.5
4.5
natu
nibung
Palaquium dasypyllum Piere ex
Dubard
Oncosperma tigilarium (Jack)
Ridl.
peneduh
2
2
1
4
nipah
Nyfa fructican Wurmb.
atap
4
5
2
40
40
1
2
2
padi
Oryza sativa L.
makanan
5
5
2
50
50
1
2
1
pakis haji
Cycas circinalis L.
disentri
3
3
1
9
9
2
1
2
pandan hutan
Pandanus sp.
tikar, anyaman, topi
4
2
1
8
8
1
2
2
pare
Momordica charantia L.
makanan
4
2
1
8
14
1
2
1
89
obat demam
sakit tulang, gatal, disentri, diabetes, rematik,
malaria, sakit pinggang, demam, luka baru
3
2
1
6
3
5
2
30
30
pasak bumi
Eurycoma longifolia Jack
2
2
2
pepaya
Carica papaya L.
obat demam, gatal-gatal, nafsu makan
3
4
2
24
pete
Parkia specioca Hassk.
makanan
4
3
0.5
6
24
1
2
1
6
1
2
petik tanjung
Mimusop elengi L.
peneduh
2
1
0.5
1
1
1
2
1
1
pinang
Areca catechu L.
mandi tujuh bulan, memperkecil perut
2
4
pisang
Musa paradisiacal L.
makanan
4
5
2
16
16
2
1
2
1
20
43
1
2
pembungkus
3
1
5
1
15
makanan ternak
malaria,sakit perut, batuk, disentri,
melancarkan kelahiran
3
3
1
9
3
2
2
12
12
2
1
2
2
pulai
Alstonia scholaris ( L.) R.Br.
pulai
Alstonia spectabilis R.Br.
luka
3
2
2
12
12
2
1
rambai
Baccaurea motleyana Hook.f.
makanan
4
2
1
8
8
2
2
2
Rambai gigi
Phsycotria celebica Miq.
makanan sekunder
4
3
1
12
24
2
1
2
rambutan
Nephelium spp
1
2
1
makanan
4
3
1
12
kayu bakar
4
3
1
12
12
resak
Vatica rassak Blume
bangunan
4
3
1
12
12
2
1
2
rotan cacing
Calamus melanoloma Mart.
bubu
4
5
2
40
40
2
2
2
rotan merah
Korthalsia echinometra Becc.
pancing
4
5
2
40
40
2
2
2
rotan ronti
makanan
4
5
2
40
40
2
2
2
rotan semambu
Calamus caesius Blume
Calamus ornatus Blume ex
Schult.
bubu
4
5
2
40
40
2
2
2
rotan sega
Calamus caesius Blume
kerajinan
4
5
2
40
40
2
2
2
rukam
sakit mata
3
2
1
6
6
2
1
2
rumput gajah
Flacourtia rukam Zoll.&Moritzi
Pennisetum purpureum
Schumach.
HMT
3
3
1
9
9
1
1
1
sagu
Metroxylon sago Rottb.
makanan
4
3
1
12
12
1
2
2
salak
makanan
3
3
1
9
9
1
2
1
salam
Salacca zalacca ( Gaertn.) Voss
Syzigium polyanthum (Wight.)
walp.
asam urat
3
4
1
12
12
1
2
1
sambung nyawa
Gynura procumbens Merr.
retak tulang
3
2
0.5
3
3
1
1
1
sawi
Brassica rapa L.
sayuran
4
3
1
12
12
1
2
1
sawo kecik
Manilkara kauki (L.) Dubard.
tanaman hias
2
3
1
6
6
1
1
1
90
seledri
semangka
Avium graveolens L.
Citrus lanatus (thunb.)
Matsumura & Nakai
sembung
Blumea balsamifera (L.) DC.
jamu, sesak napas, gigitan ular, kejang perut
3
2
2
12
12
1
1
2
sempayang
Mangifera sp.
Paraserianthes falcataria (L.)
Nielsen
makanan
4
3
1
12
12
2
1
2
sengon
sesak napas
3
3
0.5
4.5
4.5
1
2
1
makanan
4
3
1
12
12
1
2
1
bangunan
4
2
1
8
8
1
1
1
tanaman hias
2
1
1
2
2
1
1
1
serai
Aglonema sp.
Cymbopogon nardus
(L..)Rendle
sesaji, obat nyamuk dan semut
2
2
1
4
4
1
1
1
serdang
Polydocarpus sp.
atap
4
4
1
16
40
2
2
2
tikar
3
2
2
12
1
sepril/sri rejeki
makanan sekunder
4
3
1
12
singkong
Manihot utilisima Pohl.
makanan
4
4
1
16
16
1
2
sirih
Piper betle L.
obat kewanitaan, radang tenggorokan
3
3
2
18
18
1
1
1
sirsak
Annona muricata L.
makanan,
4
3
1
12
18
1
1
1
sakit kepala, mimisan
3
2
1
6
soka
Ixora coccinea L.
bengkak, luka baru
3
2
1
6
tanaman hias
2
2
1
4
1
1
1
10
1
1
1
1
srikaya
Annona squamosa L.
sakit kepala
3
1
0.5
1.5
1.5
2
1
sukun
Arthocarpus communis Forst.
makanan
4
4
2
32
32
1
2
1
sungkai
Peronema canescens Jack
bangunan
4
5
2
40
52
1
2
1
kayu bakar
4
3
1
12
suplir
Adiantum capillus-veneris L.
tan hias
2
2
1
4
4
1
1
1
tabat barito
obat luka
3
5
2
30
30
2
2
2
Tarap
Ficus deltoidea Jack
Paratocarpus venenosa
(Zoll.&Mor.) Becc.
makanan sekunder
4
3
1
12
12
2
1
2
tebu
Saccharum officinarum L.
makanan
4
3
1
12
18
1
1
1
,tolak bala pendirian rumah, religi 7 bulanan
2
2
2
8
1
1
1
temu giring
Curcuma heyneana Val.&v.Zijp.
cacingan
3
2
1
6
6
2
1
1
temu lawak
Curcuma xanthorriza L.
jamu, penyegar badan, napsu makan
3
2
1
6
6
2
1
1
terkini
Euphorbia sp.
tan hias
2
3
1
6
6
1
1
1
terung pipit
Solanum verbascifolum L.
batuk kering
3
3
1
9
9
1
1
1
timun
Cucumis sativus L.
makanan
4
3
1
12
12
1
1
1
91
tomat
Lycopersicon esculentum Mill.
makanan
4
3
1
12
12
1
1
1
ubi jalar
Ipomoa batatas L.
makanan
4
4
1
16
16
1
2
1
ulin
Eusideroxylon zwagery T.et B.
bangunan
4
5
2
40
58
2
2
2
kayu bakar
4
3
1
12
obat krumut
3
1
1
3
obat restung
3
1
1
3
Keterangan :
QU
: Quality of Use ( Kualitas Penggunaan)
IU
: Intensity of Use ( Intensitas Penggunaan)
EU
: Exclusivity of Use (Ekslusivitas Penggunaan)
ICS
: Index of Cultural Significance (Indek kepentingan Budaya)
PRN : Penyebaran di Alam
SPM : Sifat Pemanfaatan di Alam
SA
: Status di Alam
92
Lampiran 5
Beberapa jenis tumbuhan prioritas konservasi dengan tingkat
keterancaman tinggi
a
b
c
d
e
f
Keterangan Gambar: a & b. buah dan batang ulin (Eusideroxylon zwageri); c & d.
batang dan daun akar kuning (Fibraurea tinctoria); e & f. batang dan daun
meranti (Shorea sp.)
93
Lampiran 6 Beberapa jenis tumbuhan prioritas konservasi khas HLSW
a
b
c
d
Keterangan Gambar: a. pasak bumi (Eurycoma longifolia); b. kayu pait-pait
(Quasia indica); c. anggrek hitam (Coelogyne pandurata); d. kantong semar
(Nepenthes sp.)
Download