STATUS PENGETAHUAN KEANEKARAGAMAN HAYATI TUMBUHAN PADA MASYARAKAT DI HUTAN LINDUNG SUNGAI WAIN KALIMANTAN TIMUR IBNU HAJAR SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis Status Pengetahuan Keanekaragaman Hayati Tumbuhan Pada Masyarakat Di Hutan Lindung Sungai Wain Kalimantan Timur adalah karya saya dengan arahan dari komisi pembimbing dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi mana pun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tesis ini. Bogor, Januari 2009 Ibnu Hajar NIM G 351060321 ABSTRAK Ibnu Hajar.The Status of Flora Diversity Knowledge of Local People in Sungai Wain Protected Forest, East Kalimantan. Under direction of SRI SUDARMIYATI and EKO BAROTO WALUJO. People living around forests have dependency on varieties of flora, as shown by the people of Sungai Wain Protected Forest. The utilization of flora diversity by local people will effect the sustainability of forest natural resources. This research aimed to study the knowledge status of people on flora diversity, to determine flora use value, to determine flora for conservation priority and to arrange the strategy of flora diversity conservation. Methods used were exploration survey method and partisipative observation. The result shown there were 305 species, 224 genus, and 90 family of flora known by local people. Species with highest value was ulin (Eusideroxylon zwagery T.&B.). Species for conservation priority were ulin, bangkirai (Shorea laevis Ridl.), meranti (Shorea spp), lai (Durio kutejensis Becc.), pasak bumi (Eurycoma longifolia Jack), nibung (Oncosperma tigilarium Ridl.), akar kuning (Coscinium spp), anggrek hitam (Coelogyne spp), kantong semar (Nephenthes spp), gaharu (Aquilaria microcarpa Baill.), kayu pait-pait (Quasia indica Noot.), tabat barito (Ficus deltoidea Jack) dan rotan (Calamus spp). Conservation strategies should be conducted are implementations of three main cores of conservation activities, which are save it, study it and use it. The conclusion is that people already has knowledge and highly interacted with flora diversity in which needed proper conservation strategies directed to ensure its sustainability. Keyword : status, knowledge, flora diversity, conservation RINGKASAN IBNU HAJAR. Status Pengetahuan Keanekaragaman Hayati Tumbuhan Pada Masyarakat Di Hutan Lindung Sungai Wain Kalimantan Timur. Dibimbing oleh SRI SUDARMIYATI dan EKO BAROTO WALUYO. Masyarakat di sekitar kawasan Hutan Lindung Sungai Wain (HLSW) telah lama berinteraksi dengan hutan dan sumberdaya hayati yang ada di dalamnya. Hubungan interaksi yang panjang ini tentu melahirkan berbagai kearifan dan pengetahuan dalam mengelola dan memanfaatkan sumberdaya hayati termasuk tumbuhan hutan. Pengetahuan tradisional masyarakat tentang pemanfaatan tumbuhan baik yang berasal dari dalam kawasan hutan maupun yang telah dibudidayakan masyarakat belum dikaji dengan baik. Sehingga belum diketahui secara rinci jenis tumbuhan apa saja yang telah dimanfaatkan, bentuk pemanfaatan, nilai guna keanekaragaman hayati tumbuhan yang ada bagi masyarakat. Semua itu akan menunjukan seberapa besar interaksi yang telah terjadi antara masyarakat dan HLSW. Pengelolaan hutan yang baik perlu untuk selalu memerhatikan kondisi dan tradisi masyarakat di sekitar hutan dalam setiap kegiatannya, kepentingan masyarakat lokal hendaknya menjadi pertimbangan dalam pengelolaan hutan. Masyarakat di sekitar HLSW merupakan masyarakat heterogen atau multi etnis, masyarakat yang heterogen ini tentunya memiliki keanekaragaman yang tinggi dalam kegiatan pemanfaatan keanekaragaman hayati tumbuhan. Dengan latar belakang tersebut maka perlu dilakukan penelitian mengenai status pengetahuan keanekaragaman hayati tumbuhan pada masyarakat di sekitar HLSW. Informasi ini sangat diperlukan sebagai masukan untuk pengelolaan di masa depan sehingga bentuk pengelolaan yang dilakukan dapat lebih sesuai dengan harapan dan kepentingan masyarakat. Penelitian dilakukan melalui survey eksploratif, observasi partisipatif yang disesuaikan pada sebaran penduduk setempat. Penelitian ini berusaha untuk menggali kondisi sosial, ekonomi dan budaya masyarakat, pengetahuan masyarakat terhadap keanekaragaman hayati tumbuhan, pola pemanfaatan dan keanekaragaman hayati tumbuhan yang dimanfaatkan, dan berbagai kebijakan pemerintah yang terkait dengan pola pemanfaatan dan pengelolaan HLSW. Berdasarkan berbagai informasi tersebut dilakukan analisis untuk mengetahui nilai keanekaragaman hayati tumbuhan bagi masyarakat lokal, jenis-jenis tumbuhan prioritas untuk dikonservasi dan arahan strategi konservasi tumbuhan di hutan lindung Sungai Wain. Arahan strategi konservasi ini dapat digunakan sebagai masukan bagi pemerintah dalam hal ini Badan Pengelola Hutan Lindung Sungai Wain (BPHLSW) dalam kegiatan pengelolaan hutan lindung Sungai Wain dengan tetap memerhatikan masyarakat. Penelitian didasari oleh suatu pemikiran akan perlunya pengelolaan kawasan lindung yang memerhatikan kepentingan masyarakat. Selama ini kawasan lindung merupakan kawasan yang seakan-akan menutup akses terhadap kehadiran dan kegiatan masyarakat. Pada sisi lain masyarakat seringkali juga menjadi agen perusak sumberdaya hayati di kawasan lindung. Hasil penelitian menunjukan masyarakat telah mengenal 305 jenis, 224 marga, dan 90 suku. Jenis dengan nilai guna tertinggi adalah jenis ulin (Eusideroxylon zwagery). Jenis- jenis prioritas konservasi adalah Ulin (Eusideroxylon zwagery), Bengkirai (Shorea laevis), Meranti (Shorea spp), Lai(Durio kutejensis), Pasak Bumi (Eurycoma longifolia), Nibung (Oncosperma tigilarium), Akar Kuning (Coscinium fenestratum), Anggrek Hitam (Coelogyne spp), Kantong Semar (Nephenthes spp), Gaharu (Aquilaria spp), Kayu Pait-Pait (Quasia indica), Tabat Barito (Ficus deltoidea) dan Rotan (Calamus spp). Sebagai kesimpulan bahwa masyarakat telah memiliki pengetahuan dan interaksi yang tinggi terhadap keanekaragaman hayati tumbuhan di HLSW sehingga diperlukan suatu arahan strategi konservasi yang tepat guna menjamin kelestariannya. Strategi konservasi yang dibuat hendaknya merupakan penjabaran dari tiga pokok utama kegiatan konservasi yaitu melindungi (save it), mempelajari (study it) dan memanfaatkan (use it). Kata kunci: status, pengetahuan, keanekaragaman tumbuhan, konservasi © Hak cipta milik IPB, tahun 2009 Hak cipta dilindungi Undang-undang Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan nama atau menyebutkan sumber. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik atau tinjauan suatu masalah.Pengutipan tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB. Dilarang mengumumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB STATUS PENGETAHUAN KEANEKARAGAMAN HAYATI TUMBUHAN PADA MASYARKAT DI HUTAN LINDUNG SUNGAI WAIN KALIMANTAN TIMUR IBNU HAJAR Tesis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains pada Program Studi Biologi SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 Penguji Luar Komisi : Dr. Nunik Sri Aryanti, M.Si Judul Nama NRP : Status Pengetahuan Keanekaragaman Hayati Tumbuhan Pada Masyarakat Di Hutan Lindung Sungai Wain Kalimantan Timur : Ibnu Hajar : G 351060321 Disetujui Komisi Pembimbing Dr.Ir. S.Sudarmiyati Tjitrosoedirdjo, M.Sc. Ketua Prof. Dr.Ir. Eko Baroto Walujo, M.Sc Anggota Mengetahui Ketua Program Studi Biologi Dekan Sekolah Pascasarjana Dr. Dedy Duryadi Solihin, DEA. Prof. Dr.Ir. Khairil A. Notodipuro, M.S. Tanggal Ujian : 18 Desember 2008 Tanggal Lulus: Kupersembahkan karya ini Kepada : Ayah dan Bunda, Istriku yang Sholehah yang InsyaAllah Telah menggapai cita-cita dan kemuliaanNYA sebagai Syahiidah disisiNYa Ukhti Noorhidayah Rahiimahullah, Putra dan putriku tersayang yang semoga Allah selalu menjaganya M. Albani Abdillah Hajar Rhumaisa Noorhajar & Pendamping hidupku yang baru, yang dengannya Kuberharap Bisa membuat hidupku jauh lebik baik tuk meniti jalan Ass sunnah dan atsar salafus shalih Terutama Dalam menggapai kebahagian dan keselamatan hidup di dunia dan akherat Ukhti.......................... PRAKATA Sesungguhnya segala puji (hanyalah) bagi Allah SWT, Kami memujinya, kami memohon pertolongan kepadanya, dan kami memohon ampunan (hanyalah) kepadanya. kami pun berlindung dari keburukan diri-diri kami dan kejelekan amal-amal kami. Barangsiapa yang diberi petunjuk Allah maka tiada yang dapat menyesatkannya, dan barangsiapa yang disesatkan maka tiada yang dapat memberinya petunjuk. Aku bersaksi bahwasannya tiada Ilah yang berhak disembah kecuali Allah saja, yang tiada sekutu baginya, dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hambanya dan (sekaligus) utusannya. Semoga shalawat dan salam senantiasa terlimpahkan kepada beliau dan keluarganya. Allah berfirman (yang artinya) : “Wahai orang-orang yang beriman bertaqwalah kepada Allah dengan taqwa yang sebenar-benarnya, janganlah kalian mati kecuali dalam keadaan islam.” [Ali Imraan : 102] Alhamdulillah, dengan pertolongan dan iradah Allah SWT akhirnya kami dapat menyelesaikan tesis yang berjudul: Status Pengetahuan Keanekaragaman Hayati Tumbuhan Pada Masyarakat di Hutan Lindung Sungai Wain Kalimantan Timur. Tesis ini merupakan salah satu syarat dalam menyelesaikan studi untuk memperoleh gelar Magister Sains dalam bidang keahlian Biologi. Pada kesempatan ini kami menyampaikan rasa terimakasih, jazakumullah khairan katsiro wa barokallahu fiik ( Semoga Allah SWT membalas kebaikan anda dan melimpahkan kebaikannya pada anda) atas segala kontribusi dan bantuannya kepada : Dr. Sri Sudarmiyati, M.Sc selaku ketua komisi pembimbing, Prof. Riset Dr. Eko Baroto Walujo selaku anggota komisi pembimbing yang telah banyak memberikan bimbingan dan arahan ditengah segala aktifitas dan kesibukannya yang padat selama ini, teman-teman di Badan Pengelola Hutan Lindung Sungai Wain; mbak Diana, mas Iwan, mba Ayu, mas Nono, yang telah banyak membantu dilapangan dalam pengumpulan data dan berkomunikasi dengan masyarakat, demikian juga teman-teman angkatan 2006 taksonomi; Mila, mba Ida, Ibu Endang, Ibu Susi, mba Himah, Ratman, Kang Deden atas segala masukan, dorongan dan persahabatan yang baik selama ini. Demikian pula ungkapan terimakasih dan penghargaan penulis sampaikan kepada ayah, ibu, abah, mama, Ka Ida dan Ka Didin di Banjarbaru Kalsel atas dukungan doa, kasih sayang dan bantuannya dalam merawat buah hati kami Albani dan Rhumaisa sehingga kami bisa menyelesaikan tesis ini dengan baik. Kami berharap semoga tesis ini dapat bermanfaat bagi semua pihak baik yang terkait langsung maupun tidak, dunia ilmu pengetahuan, dan juga dapat digunakan sebagai masukan dalam pengelolaan Hutan Lindung Sungai Wain, Kalimantan Timur. Sehingga potensinya yang luar biasa dapat dikonservasi, lestari dan menjadi warisan yang baik bagi generasi mendatang. Amin. Bogor, Desember 2008 Ibnu Hajar RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan pada tanggal 3 April 1978 di Kabupaten Cilacap, Jawa Tengah sebagai anak pertama dari 2 bersaudara dari ayah Aziz Darmono S.Pd dan Ibu Watoyah. Tahun 1996 penulis lulus dari SMA Negeri 7 Yogyakarta dan pada tahun yang sama diterima di Fakultas Kehutanan UGM Yogyakarta dan menamatkan pada tahun 2001. Sejak tahun 2001 sampai 2003 penulis bekerja sebagai staf pengajar pada jurusan budidaya hutan Sekolah Tinggi Pertanian Kutai Timur, Kaltim. Tahun 2003 - sekarang penulis diterima sebagai pegawai negeri sipil tepatnya staf pengajar pada jurusan manajemen hutan Fakultas Kehutanan UNMUL Samarinda, Kaltim. Tahun 2006, penulis memperoleh kesempatan untuk melanjutkan pendidikan pascasarjana pada program studi Biologi Sekolah Pascasarjana IPB. Beasiswa pendidikan diperoleh dari Beasiswa Program Pasca Sarjana (BPPS) Dirjen Dikti Depdiknas. DAFTAR ISI Hal. DAFTAR TABEL .................................................................................... xi DAFTAR GAMBAR................................................................................ xii DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................ xiii PENDAHULUAN Latar Belakang .................................................................................. Perumusan Masalah .......................................................................... Tujuan Penelitian .............................................................................. Manfaat Penelitian ............................................................................ Kerangka Pemikiran.......................................................................... 1 3 3 4 5 TINJAUAN PUSTAKA Potensi Keanekaragaman Hayati Tumbuhan Indonesia.................... Hutan dan Fungsi Hutan ................................................................... Etnobotani ......................................................................................... Indek Kepentingan Budaya............................................................... Konservasi Tumbuhan ...................................................................... 6 8 10 10 11 BAHAN DAN METODE Tempat dan Waktu Penelitian ........................................................... Bahan dan Alat.................................................................................. Analisis Data ..................................................................................... 14 14 17 HASIL DAN PEMBAHASAN Heterogenitas Masyarakat................................................................. Keanekaragaman Tumbuhan dan Pengetahuan Masyarakat............ Pemanfaatan Tumbuhan.................................................................... Nilai Guna Keanekaragaman Hayati Tumbuhan .............................. Status dan Prioritas Konservasi ........................................................ Kebijakan Pengelolaan HLSW ......................................................... 20 21 31 48 50 56 SIMPULAN DAN SARAN...................................................................... 63 DAFTAR PUSTAKA............................................................................... 67 LAMPIRAN.............................................................................................. 71 DAFTAR TABEL Halaman 1 Tahapan kegiatan dan aspek yang dikaji..................................................... . 16 2 Penggunaan tumbuhan untuk adat dan religi..... ......................................... . 28 3 Persentase responden terkait pemanfaatan tumbuhan untuk adat dan religi di HLSW...................................................................... 29 4 Sifat pemanfaata tumbuhan oleh masyarakat di HLSW................................ 31 5 Jenis-jenis tumbuhan yang banyak dimanfaatkan di HLSW......................... 34 6 Tingkat pemanfaatan tumbuhan oleh masyarakatdi HLSW.......................... 36 7 Tumbuhan untuk obat.................................................................................... 37 8 Tumbuhan obat penting di HLSW................................................................ 39 9 Tumbuhan untuk kerajinan........................................................................... 40 10 Jenis-jenis tumbuhan penting untuk konstruksi........................................... 43 11 Tumbuhan untuk penghasil arang dan kayu bakar...................................... 46 12 Tumbuhan untuk racun dan pestisida alami................................................ 47 13 Jenis-jenis dengan ICS tertinggi.................................................................. 49 14 Tumbuhan priorotas konservasi HLSW...................................................... 54 DAFTAR GAMBAR Halaman 1 Road map penelitian.................................................................................. 5 2 Keanekaragaman etnis di HLSW .............................................................. 21 3 Keanekaragaman habitus........................................................................... 23 4 Pengetahuan keanekaragaman jenis tumbuhan berdasarkan etnis......... ... 24 5 Pengetahuan keanekaragaman jenis tumbuhan berdasarkan usia ............ 25 6 Pengetahuan keanekaragaman jenis tumbuhan berdasarkan kelamin...... 26 7 Bagian tumbuhan yang dimanfaatkan masyarakat di Wain Dalam berdasarkan jumlah responden..................................... ... 34 8 Bagian tumbuhan yang dimanfaatkan masyarakat di Wain Luar berdasarkan jumlah responden........................................... 34 9 Pemanfaatan tumbuhan untuk makanan dan minuman di Wain Dalam ......................................................................................... 41 10 Pemanfaatan tumbuhan untuk makanan dan minuman di Wain Luar ............................................................................................. 41 11 Status keberadaan tumbuhan di alam.......................................... .............. 50 DAFTAR LAMPIRAN Halaman 1 Peta lokasi penelitian ............................................................................... 71 2 Nilai indek kepentingan budaya (ICS)..................................................... 72 3 Rekapitulasi pengetahuan tumbuhan masyarakat Wain Luar .................. 73 4 Rekapitulasi pengetahuan tumbuhan masyarakat Wain Dalam ............................................................................................. 83 5 Beberapa jenis tumbuhan prioritas konservasi dengan tingkat keterancaman tinggi ................................................................................. 92 6 Beberapa jenis tumbuhan prioritas konservasi khas HLSW.................... 93 PENDAHULUAN Latar Belakang Hutan merupakan satu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumberdaya hayati yang didominasi oleh pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan (UndangUndang RI No. 41 Tahun 1999). Sebagai sebuah kesatuan ekosistem, hutan memiliki tiga peran besar bagi kehidupan, yakni peran ekonomi, lingkungan, dan untuk hiburan/pendidikan. Dalam dimensi ekonomi, hutan menghasilkan berbagai produk yang memiliki nilai ekonomi. Hutan membantu mengkonservasi dan memperbaiki lingkungan hidup, menjadi tempat tinggal berbagai jenis tumbuhan dan binatang. Keindahan alam dan kedamaian di dalam hutan dapat menjadi hiburan yang sangat luar biasa dan langka. Selain itu hutan merupakan misteri ilmiah yang senantiasa memerlukan kajian dan penelitian. Keanekaragaman tumbuhan hutan memiliki banyak manfaat bagi kehidupan manusia. Pada sisi lain manusia yang mendiami sekitar maupun hidup di dalam kawasan hutan yang berinteraksi langsung dengan sumberdaya hutan memiliki pengetahuan tradisional tentang pemanfaatan tumbuhan hutan. Adanya keterpaduan antara potensi sumberdaya hayati tumbuhan yang ada dan pengetahuan tentang pemanfaatan yang bijaksana akan melahirkan hubungan timbal balik yang harmonis. Hutan Lindung Sungai Wain (HLSW) merupakan sebuah contoh unik dan khas atas tipe hutan Dipterocarpa dataran rendah, yang dulunya menutupi hampir seluruh wilayah antara Balikpapan – Samarinda. Sebagai suatu kawasan hutan hujan tropis yang masih tersisa, HLSW memberikan banyak manfaat, terutama bagi masyarakat sekitarnya, misalnya sumber daya air. Selain manfaat yang langsung terasa, manfaat yang tidak terlihat langsung adalah berupa jasa ekosistem ataupun jasa lainnya. Berdasarkan pada fungsi dan manfaatnya, kawasan hutan lindung adalah suatu kawasan hutan yang memiliki sifat khas yang mampu memberikan perlindungan kepada kawasan sekitar maupun di bawahnya sebagai pengatur tata air, pencegah erosi serta memelihara kesuburan tanah (Badan Pengelola HLSW, 2007). Masyarakat di sekitar Hutan Lindung Sungai Wain seperti halnya masyarakat sekitar hutan pada umumnya tentunya sedikit banyak juga memiliki ketergantungan terhadap sumberdaya hutan. Terdapat 30 juta penduduk yang secara langsung mengandalkan hidupnya pada sektor kehutanan dan sebagian besar hidup dengan perladangan berpindah, memancing, berburu, menebang dan menjual kayu seta mengumpulkan hasil hutan non kayu (FWI/GWF, 2001). Keanekragaman hayati tumbuhan yang ada akan memiliki hubungan keterkaitan yang erat dengan kehidupan masyarakat setempat dimana masyarakat memiliki akses langsung terhadap sumberdaya hayati tumbuhan yang ada. Masyarakat juga memiliki pengetahuan tradisional tentang pemanfaatan keanekaragaman hayati tumbuhan, akan tetapi yang disayangkan sekarang ini terdapat kecenderungan hilangnya berbagai pengetahuan tradisional diberbagai belahan dunia karena berbagai faktor (Ramirez, 2007). Pengelolaan hutan yang baik perlu untuk selalu memerhatikan kondisi dan tradisi masyarakat sekitar hutan dalam setiap kegiatannya, kepentingan masyarakat lokal hendaknya menjadi pertimbangan dalam pengelolaan hutan. Masyarakat di sekitar Hutan Lindung Sungai Wain merupakan masyarakat heterogen atau multi etnis, masyarakat yang heterogen ini tentunya memiliki keanekaragaman yang tinggi dalam kegiatan pemanfaatan keanekaragaman hayati tumbuhan. Dengan latar belakang tersebut maka perlu dilakukan penelitian mengenai status pengetahuan keanekaragaman hayati tumbuhan pada masyarakat di sekitar hutan lindung Sungai Wain. Informasi ini sangat diperlukan sebagai masukan untuk pengelolaan di masa depan sehingga bentuk pengelolaan yang dilakukan dapat lebih sesuai dengan harapan dan kepentingan masyarakat. Ketika sumberdaya hutan terdegradasi sedemikian rupa, maka upaya untuk pengelolaan hutan berasaskan kelestarian dan berbasiskan masyarakat diperlukan, mengingat pengelolaan sumberdaya hutan yang lestari telah menjadi kerangka pengelolaan yang ada dalam nilai-nilai luhur masyarakat yang tinggal di dalam atau di sekitar hutan (Handoyo, 2003). Dengan demikian mengkonservasi suatu sumberdaya bukan berarti menutup mati akses masyarakat terhadap pemanfaatannya, tetapi bagaimana membuat pola pengelolaan yang lebih sesuai dengan harapan dan kepentingan masyarakat tanpa harus merusak sumber daya yang ada. Pengelolaan kawasan yang sesuai dengan aspirasi masyarakat diharapkan akan lebih menjamin upaya pelestarian Hutan Lindung Sungai Wain di masa depan. Perumusan Masalah Masyarakat di sekitar kawasan Hutan Lindung Sungai Wain telah lama berinteraksi dengan hutan dan sumberdaya hayati yang ada di dalamnya. Hubungan interaksi yang panjang ini tentu melahirkan berbagai kearifan dan pengetahuan dalam mengelola dan memanfaatkan sumberdaya hayati termasuk tumbuhan hutan. Pengetahuan tradisional masyarakat tentang pemanfaatan tumbuhan baik yang berasal dari dalam kawasan hutan maupun yang telah dibudidayakan masyarakat di lahan mereka belum dikaji dengan baik. Sehingga belum diketahui secara rinci jenis tumbuhan apa saja yang telah dimanfaatkan, bentuk pemanfaatan, nilai guna keanekaragaman hayati tumbuhan yang ada bagi masyarakat. Semua itu akan menunjukan seberapa besar interaksi yang telah terjadi antara masyarakat dan Hutan Lindung Sungai Wain. Dalam pengelolaan hutan di harapkan hutan dapat lestari dan masyarakat di sekitarnya sejahtera. Oleh karena itu kepentingan masyarakat lokal juga harus diperhatikan. Keanekaragaman hayati tumbuhan yang ada di sekitar masyarakat tentu memiliki arti penting bagi kehidupan mereka. Permasalahan yang akan diteliti adalah tingkat pengetahuan masyarakat terhadap kanekaragaman hayati tumbuhan, pemanfaatan keanekaragaman hayati tumbuhan (jenis dan pola pemanfaatan), dan nilai keanekaragaman hayati tumbuhan yang dimanfaatkan masyarakat. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji status pengetahuan masyarakat terhadap keanekaragaman hayati tumbuhan yang ada di hutan lindung Sungai Wain dan disekitar lingkungan mereka, menilai keanekaragaman hayati tumbuhan yang dimanfaatkan, menentukan jenis-jenis tumbuhan prioritas untuk konservasi dan menyusun arahan strategi konservasi keanekaragaman hayati tumbuhan di hutan lindung Sungai Wain. Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat mendokumentasikan pengetahuan tradisional masyarakat seputar kearifan masyarakat dalam berinteraksi dengan keanekaragaman hayati tumbuhan terutama yang berada dalam kawasan hutan lindung Sungai Wain sehingga terhindar dari kepunahan, menyediakan data potensi dan prioritas konservasi keanekaragaman hayati tumbuhan berdasarkan pengetahuan tempatan, sebagai masukan dalam kebijakan pengelolaan keanekragaman hayati tumbuhan hutan lindung Sungai Wain yang lebih dapat menjamin kelestarian (Sustainaibilitas). Kerangka Penelitian Kawasan Hutan Lindung Sungai Wain, Balikpapan Kalimantan Timur memiliki potensi keanekaragaman hayati tumbuhan yang dapat dan telah dimanfaatkan oleh masyarakat di sekitarnya. Jenis, bagian dan pola pemanfaatan keanekaragaman hayati tumbuhan ini tentunya tidak terlepas dari kondisi sosial, ekonomi dan budaya masyarakat tersebut. Penelitian ini berusaha untuk menggali kondisi sosial, ekonomi dan budaya masyarakat, pengetahuan masyarakat terhadap keanekaragaman hayati tumbuhan, pola pemanfaatan dan keanekaragaman hayati tumbuhan yang dimanfaatkan, dan berbagai kebijakan pemerintah yang terkait dengan pola pemanfaatan dan pengelolaan Hutan Lindung Sungai Wain. Berdasarkan berbagai informasi tersebut dilakukan analisis untuk mengetahui nilai keanekaragaman hayati tumbuhan bagi masyarakat lokal, jenisjenis tumbuhan prioritas untuk dikonservasi dan arahan strategi konservasi tumbuhan di hutan lindung Sungai Wain. Arahan strategi konservasi ini dapat digunakan sebagai masukan bagi pemerintah dalam hal ini Badan Pengelola Hutan Lindung Sungai Wain (BPHLSW) dalam kegiatan pengelolaan hutan lindung Sungai Wain dengan tetap memerhatikan masyarakat. Penelitian didasari oleh suatu pemikiran akan perlunya pengelolaan kawasan lindung yang memerhatikan kepentingan masyarakat. Selama ini kawasan lindung merupakan kawasan yang seakan-akan menutup akses terhadap kehadiran dan kegiatan masyarakat. Pada sisi lain masyarakat seringkali juga menjadi agen perusak sumberdaya hayati di kawasan lindung. Secara skematis kerangka pemikiran dalam penelitian ini disajikan pada Gambar 1. Hutan Lindung Sungai Wain HLSW Masyarakat Sekitar Kondisi sosekbud : - mata pencaharian - jenis kelamin - usia - pendidikan - adat dan religi yang terkait dengan pemanfaatan tumbuhan Keanekaragaman hayati tumbuhan Tumbuhan berguna Pemerintah (BP-HLSW) Kebijakan - Pengelolaan - Pemanfaatan - Peranserta masyarakat Pemanfaatan tumbuhan oleh masyarakat - Jenis-jenis yang dimanfaatkan - Bentuk pemanfaatan - Bagian yang digunakan - Habitus - Intensitas penggunaan - Keterancaman - Penyebaran di alam - Status di alam - Kekhasan - Sifat pemanfaatan - Nilai ekonomi penting - ICS JENIS-JENIS PRIORITAS KONSERVASI Arahan strategi konservasi tumbuhan di HLSW Gambar 1. Kerangka Penelitian Penggalian data : - Studi literature - Wawancara Analisis Data : - Cek herbarium - Studi literature - Cek silang hasil wawancara Wawancara survey Sintesis TINJAUAN PUSTAKA Potensi Keanekaragaman Hayati Tumbuhan di Indonesia Hutan tropika Indonesia memiliki keanekaragaman hayati yang sangat tinggi di dunia. Indonesia termasuk dalam daftar negara megabiodiversiti, yang hanya tertandingi oleh Afrika dan Zaire, dan sebagian dari kekayaan hayati tersebut banyak diantaranya tidak dijumpai di belahan bumi manapun. Kekayaan Spesies Indonesia tercatat dalam urutan kesatu untuk mamalia (436 spesies, 51 % endemik), kupu-kupu (121 spesies, 44 % endemik), palem (477 spesies, 47 % endemik), keempat untuk reptil (512 spesies, 29 % endemik), kelima untuk burung (1.519) spesies, 28 % endemik), keenam untuk amphibi (270 spesies, 37 % endemik), dan ketujuh tumbuhan berbunga (29.375 spesies, 59 % endemik) (Dirjen PHKA, 2007). Keanekaragaman hayati yang sangat tinggi ini apabila dikelola dengan baik tentunya akan memberikan manfaat yang sangat besar bagi kehidupan bangsa indonesia bahkan dunia dimasa depan. Tumbuhan Obat Terdapat sekitar 1260 jenis tumbuhan yang sudah diketahui bermanfaat sebagai bahan baku obat-obatan. Tumbuhan berkhasiat obat ini dikelompokan menjadi tiga kelompok sebagai berikut ( Zuhud, Ekarelawan, dan Riswan, 1994) : 1. Tumbuhan obat tradisional merupakan spesies tumbuhan yang diketahui atau dipercayai masyarakat memiliki khasiat obat dan telah digunakan sebagai bahan baku obat tradisional, 2. Tumbuhan obat modern merupakan spesies tumbuhan yang secara ilmiah telah dibuktikan mengandung senyawa atau bahan bioaktif yang berkhasiat obat dan penggunaannya dapat dipertanggungjawabkan secara medis, 3. Tumbuhan obat potensial merupakan spesies tumbuhan yang diduga mengandung atau memiliki senyawa atau bahan bioaktif berkhasiat obat, tetapi belum dibuktikan penggunaannya secara ilmiah-medis sebagai bahan obat. Suku-suku bangsa di Indonesia memiliki pengetahuan yang berbeda-beda tentang pengobatan tradisional. Buah-buahan Buah-buahan merupakan kelompok komoditas yang besar dan beranekaragam. Verheij dan Coronel (1991) adalah jenis buah-buahan tahunan yang dapat dimakan baik dalam keadaan segar maupun yang telah dikeringkan yang umumnya dikonsumsi mentah. Buah-buahan terutama mengandung vitamin dan mineral untuk menyeimbangkan menu makan. Jenis-jenis buah-buahan tersebut diantaranya adalah salak (Zalacca salacca Bl.), pisang (Musa paradisiaca L.), rambutan (Nephelium lappaceum L.), Durian (Durio zibethinus Murr.), mangga (Mangifera indica L.) dan lain sebaginya. Sayuran Merupakan komoditas tumbuhan yang biasanya mengandung air atau dikonsumsi sebagai bahan makanan yang mengandung zat tepung dan kadang digunakan sedikit pada makanan untuk menambah rasa dan kelezatan makanan (Siemonsma dan Piluek, 1994). Jenis sayuran yang biasa dikonsumsi untuk makanan diantaranya adalah selada (Lactuca sativa L.), Katuk (Sauropus androgynus (L.) Merr. ), jenis-jenis kobis, kol (Brassica oleraceae L.), kangkung (Ipomea aquatica Forsk), dan sebagainya. Sayuran yang digunakan sebagai penambah rasa pada makanan diantaranya adalah, bawang merah (Allium cepa L.), bawang putih (Allium sativum L.), daun bawang (Allium ampeloprasum L.), seledri (Apium graveolens L.). Sedangkan jenis tumbuhan yang fungsi sekundernya sebagai sayuran antara lain pepaya (Carica papaya L), daun ubi jalar (Ipomea batatas L), jagung muda (Zea mays L), daun singkong (Manihot utillisima Pohl). Sayuran ini biasanya ditanam intensif dalam kebun dan merupakan tanaman hortikultura. Hutan dan Fungsi Hutan Definisi Hutan Hutan merupakan satu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi sumberdaya hayati yang didominasi oleh pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan lainnya tidak dapat dipisahkan (UU No. 41 Tahun 1999). Menurut Soerianegara (1977) suatu masyarakat hutan adalah sekelompok tumbuh-tumbuhan yang dikuasai pohon yang menempati suatu tempat tumbuh atau habitat, dimana terdapat hubungan timbal balik antara tumbuh-tumbuhan itu satu sama lain dan dengan lingkungannya. Berdasarkan uraian di atas kawasan hutan lindung Sungai Wain merupakan kawasan hutan yang masih baik, hal ini dapat dilihat dari kondisinya yang masih menyimpan potensi flora dan fauna yang besar dan terjaga pada kondisi alaminya. Hutan Lindung Sungai Wain (HLSW) merupakan sebuah contoh unik dan khas atas tipe hutan Dipterocarpa dataran rendah, yang dulunya menutupi hampir seluruh wilayah antara Balikpapan – Samarinda. Hutan ini merupakan kawasan hutan hujan tropis yang masih tersisa di Balikpapan. Fungsi Hutan Berdasarkan fungsi pokoknya pemerintah menetapkan hutan konservasi, hutan lindung dan hutan produksi. Hutan konservasi adalah kawasan hutan dengan ciri khas tertentu, yang mempunyai fungsi pokok pengawetan keanekargaaman tumbuhan dan satwa serta ekosistemnya. Hutan lindung adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok sebagai perlindungan sistem penyangga kehidupan untuk mengatur tata air, mencegah banjir, mengendalikan erosi, mencegah intrusi air laut dan memelihara kesuburan tanah. Hutan produksi adalah kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok memproduksi hasil hutan. (Budiman et al., 2004). Menurut Undang-Undang No. 41 tahun 1999, hutan mempunyai tiga fungsi, yaitu fungsi konservasi, fungsi lindung dan fungsi produksi. Pada Undang-Undang tersebut juga disebutkan bahwa penyelenggaraan perlindungan hutan dan konservasi alam bertujuan menjadikan hutan, kawasan hutan dan lingkungannya agar memiliki fungsi lindung, fungsi konservasi dan fungsi produksi tercapai secara optimum dan lestari. Ketergantungan masyarakat sekitar hutan terhadap sumberdaya hutan Masyarakarakat yang hidup disekitar hutan pada umumnya memiliki ketergantungan terhadap sumberdaya hutan. Terdapat 30 juta penduduk yang secara langsung mengandalkan hidupnya pada sektor kehutanan ( FWI/GFW 2001). Sebagian besar masyarakat tersebut hidup dengan perladangan berpindah, memancing, berburu, menebang dan menjual kayu seta mengumpulkan hasil hutan non kayu. Jutaan orang juga menggunakan tumbuhan hutan yang diketahui khasiatnya untuk pengobatan (FWI/GWF, 2001). Masyarakat di Papasena memanfaatkan keanekaragaman hayati untuk bahan pondok, anyaman, obat-obatan, rekreasi, masa depan, bahan berburu, dijual, pekakas, bahan perahu, bahan bangunan, lat berburu, kayu bakar, tempat berburu, makanan dan hiasan (Boissiere et al., 2004). Sedangkan Purwanto dan Walujo (1992) mengelompokan tumbuhan sebagai bahan sandang, pangan, bangunan, alat rumah tangga dan alat pertanian, tali-temali, anyam-anayaman, pelengkap upacara adat, obat-obatan dan kosmetika, sosial dan lain-lain. Masyarakat Rimba di Kawasan Hutan Bukit Dua Belas, Jambi telah berabad-abad dari dulu sampai sekarang memanfaatkan sumberdaya hutan di kawasan tersebut. Hasil penelitian Anwar (2001) memperlihatkan pemanfaatan yang mereka lakukan diiringi dengan memperhatikan aspek konservasi sumberdaya hutan yang dilakukan melalui mekanisme denda terhadap pihak yang mengambil/memanfaatkan hasil hutan yang tidak boleh ditebang atau milik pribadi pihak lain. Pelanggaran ditebus dengan membayar denda berupa kain sarung atau kain panjang, dimana jumlah denda disesuaikan dengan tingkat pelanggaran. Mekanisme denda ini berlaku bagi semua pihak yang melanggar (masyarakat rimba maupun bukan). Masyarakat Kasepuhan di sekitar Taman Nasional Gunung Halimun memiliki mata pencaharian pokok sebagian besar sebagai petani, berladang dan mengumpulkan hasil hutan ikutan (Adimihardja, Kramadibrata dan Abdullah, 1994). Sumberdaya hutan yang dimanfaatkan masyarakat Kasepuhan antara lain daun patat ( Halopegia blumei) digunakan untuk penutup padi, tepus (Achasma megalochelios) untuk bahan pembuatan atap rumah. Jenis tanaman yang dipakai sebagi lalaban dan buah-buahan diantaraya ela (Languas galanga), pakis benyeur (Eugenia cupprea), seuhang (Ficus grossularoides), kecapi (Sandoricum koetjapi) dan ceuri (Garcinia diocia). Tanaman untuk obat adalah Harereus (Rubus moluccanus) untuk obat kencing batu, hadangan (Melodorum latifolium) untuk obat diuratikum. Pemanfaatan jenis-jeis tumbuhan ini sebagian besar dipakai untuk kebutuhan keluarga dan harang yang dijual (Aritonang, 1999). Etnobotani Etnobotani memiliki banyak definisi akan tetapi secara umum dan ringkas Evans (1994) mendefinisikan bahwa etnobotani adalah suatu studi tentang pengetahuan dan penggunaan tumbuhan dalam masyarakat primitif dimasa lalu dan masa sekarang. Lebih lanjut Evans juga menjelaskan definisi yang lebih spesifik bahwa etnobotani merupakan studi tentang penggunaan, manipulasi teknologi, klasifikasi, sistem pertanian, konsep religi, teknik konservasi dan ekonomi secara umum serta nilai pentig sosial dari tumbuhan dalam masyarakat primitif. Indeks Kepentingan Budaya (Index of Cultural Significance) Indeks kepentingan budaya tumbuhan dalam kaian etnobotani merupakan suatu langkah penting dalam berbagai tipe penelitian. Kajian ini dapat membantu mengkonservasi keragaman spesies dan habitat dan memberi pengetahuan keragaman hubungan antara manusia dan tumbuhan. Spesies tumbuhan yang dianggap memiliki beberapa kaitan budaya berdasarkan pelibatannya dalam inventarisasi etnobotani menunjukan nilai sangat penting hingga tidak penting dalam suatu kebudayaan (Kartikawati, 2004). Tumbuhan yang digunakan dalam suatu budaya baik sebagai makanan, material, obat-obatan, mitologi, ritual dan lain sebagainya harus dipertimbangkan sebagai kegunaan. Semakin luas atau intensif penggunaan suatu tumbuhan semakin besar nilai budayanya. Seperti yang ditunjukan oleh Turner (1988), konsekuensinya adalah semakin banyak penggunaan suatu jenis tumbuhan daripada jenis lain, semakin besar nilainya. Turner (1988) menyatakan bahwa untuk mengukur atau mengevaluasi nilai budaya harus mempertimbangkan nilai kualitas, intensitas dan eksklusivitas. Ilmu ini dikembangkan oleh Turner untuk mengukur informasi subyektif sehingga dapat dianalisis. Lebih lanjut, keragaman individu dalam persepsi mengenai nilai budaya suatu tumbuhan harus dipertimbangkan pula. Mungkin suatu tumbuhan mempunyai relevansi dan utilitas bagi suatu kelompok orang atau individu tertentu dalam suatu kebudayaan, meskipun tumbuhan tersebut tidak diketahui dan tidak digunakan oleh populasi secara umum. Misalnya, para ahli herbal, dukun, pemburu, pembuat kerajinan dan yang lainnya mungkin memiliki pengetahuan yang khusus dan terbatas mengenai tumbuhan tertentu. Dalam beberapa kasus, tumbuhan tersebut kadangkala memiliki nilai budaya yang jauh lebih tinggi daripada yang disadari oleh populasi tersebut, karenanya bahkan tumbuhan yang diketahui oleh sedikit anggota suatu kebudayaan harus dipertimbangkan memiliki nilai. Lebih lanjut Turner (1988) menyatakan bahwa selain faktor kualitas, intensitas dan eksklusivitas, terdapat faktor keluaran yang mempengaruhi nilai budaya suatu spesies tumbuhan, yaitu pengenalan, penandaan bahasa dan reputasi. Pengenalan suatu tumbuhan secara luas oleh anggota suatu kelompok budaya dianggap sebagai indikasi derajat nilai budaya yang tinggi; sebaliknya, tumbuhan yang memiliki nilai rendah akan sedikit sekali dikenali oleh anggota populasi secara keseluruhan. Konservasi Tumbuhan Penyebab Kelangkaan dan Kepunahan Tumbuhan Laju berkurangnya keanekaragaman hayati pada masa kini, diperkirakan sama cepatnya dengan pada masa kepunahan dinosaurus, yaitu sekitar 65 juta tahun yang lalu. Tingkat kepunahan yang paling parah diperkirakan terdapat di hutan tropis, sekitar 10 juta spesies yang hidup di bumi diperkirakan 50% hingga 90% berada di hutan tropis. Dengan tingginya deforestasi maka antara 5% sampai 10% jenis di hutan tropis akan punah dalam waktu 30 tahun mendatang. Hal ini berarti kita akan mengalami kehilangan spesies tumbuhan tropis yang beragam jenisnya dan memiliki aneka keunikan dan kegunaan bagi manusia (UNEP 1995). Menurut UNEP (1995), penyebab utama kepunahan keanekaragaman hayati yang juga menjadi penyebab punahnya spesies tumbuhan antara lain disebabkan oleh: 1. Peningkatan laju populasi manusia dan konsumsi sumberdaya alam yang tidak berkelanjutan 2. Penyempitan spektrum produk yang diperdagangkan dalam bidang pertanian, kehutanan, dan perikanan. Ekonomi global yang berdasarkan prinsip persaingan dan spesialisasi telah meningkatkan keseragaman dan saling ketergantungan 3. Sistem kebijakan ekonomi yang gagal dalam memberi penghargaan kepada lingkungan dan sumberdayanya. 4. Kurangnya pengetahuan dan penerapannya. Ketidak tahuan ini terjadi akibat erosi kebudayaan tradisional yang mempunyai pemahaman tersendiri mengenai alam. 5. Sistem hukum dan kelembagaan yang mendorong eksploitasi Strategi Konservasi Keanekaragaman Hayati Undang-undang nomor 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Alam Hayati dan Ekosistemnya menyatakan bahwa konservasi sumberdaya alam hayati adalah pengelolaan sumberdaya alam hayati yang pemanfaatannya dilakukan secara bijaksana untuk menjamin kesinambungan persediaannya dengan tetap memelihara dan meningkatkan kualitas keanekaragaman dan nilainya. Konservasi ini bertujuan mengusahakan terwujudnya kelestarian sumbedaya alam hayati serta keseimbangan ekosistem, sehingga dapat lebih mendukung upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat dan mutu kehidupan manusia. Konservasi sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya dilakukan melalui kegiatan: (1) perlindungan sistem penyangga kehidupan; (2) pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa beserta ekosistemnya; (3) pemanfaatan secara lestari sumberdaya alam hayati dan ekosistemnya. Pasal 13 Undang-undang Nomor 5 Tahun 1990, menyebutkan bahwa pengawetan jenis tumbuhan dan satwa dapat dilakukan di dalam maupun di luar kawasan suaka alam. Konservasi jenis tumbuhan dan satwa di dalam kawasan (insitu) dilakukan dengan membiarkan agar populasi semua jenis tumbuhan dan satwa tetap seimbang menurut proses alami di habitatnya. Sedangkan konservasi jenis tumbuhan dan satwa di luar kawasan (exsitu) dilakukan dengan cara menjaga dan mengembangbiakan jenis tumbuhan dan satwa untuk menghindari bahaya kepunahan. Prioritas utama untuk memepertahankan ragam hayati diarahkan pada konservasi insitu, baik didalam kawasan konservasi maupun di lautan, hutan, lahan-lahan serbaguna dan lahan-lahan pertanian. Sedangkan konservasi exsitu dapat menjadi pelengkap untuk perlindungan spesies di dalam ekosistem alami dan untuk mengawetkan keragaman genetik dalam sistem pertanian. Prioritas konservasi exsitu diberikan pada spesies yang habitatnya telah rusak atau tidak bisa diamankan lagi, konservasi exsitu juga harus digunakan untuk meningkatkan spesies lokal yang hampir punah menjadi tersedia kembali di alam (Zuhud, 1999). METODE PENELITIAN Tempat dan Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan di Hutan Lindung Sungai Wain Kalimantan Timur (Lampiran 1) mulai bulan Agustus 2007 sampai dengan Maret 2008. Hutan Lindung Sungai Wain secara Administratif Pemerintahan terletak di Kelurahan Karang Joang, Kecamatan Balikpapan Utara dan Kelurahan Kariangau, Kecamatan Balikpapan Barat, Kota Balikpapan, Propinsi Kalimantan Timur. Secara geografis terletak antara 116047’ – 116055’ Bujur Timur dan 01002’ – 01010’ Lintang Selatan ( BPHLSW, 2007). Bahan dan Alat Bahan dan alat yang digunakan dalam penelitian antara lain peta kawasan Hutan Lindung Sungai Wain, gunting, parang, peralatan untuk membuat herbarium (alkohol, kantong plastik, kertas koran, kertas karton, label, tali, pres herbarium), daftar kuisioner, alat tulis, kamera, tally sheet dan perlengkapan survey lainnya. Pengumpulan Data Pengumpulan data primer dilakukan secara langsung dilapangan melalui pengamatan, pengambilan spesimen dan wawancara langsung. Data primer yang diambil meliputi data botani, data pemanfaatan tumbuhan oleh masyarakat, data kondisi sosial, ekonomi dan budaya masyarakat. Data sekunder yang dikumpulkan meliputi kondisi umum kawasan hutan lindung Sungai Wain, data pendukung sosial ekonomi masyarakat, dan berbagai literatur yang terkait kebijakan pemerintah, pengelolaan, pemanfaatan dan peran serta masyarakat sekitar kawasan Hutan Lindung Sungai Wain. Teknik Pengumpulan Data Pengumpulan data dilakukan melalui survey eksploratif, observasi partisipatif yang disesuaikan pada sebaran penduduk setempat. Kegiatan ini dilakukan langsung dalam kegiatan kehidupan sehari-hari masyarakat Sungai Wain dan bekerja sama dengan nara sumber yang dianggap memiliki pengetahuan luas atau spesifik dari adat budayanya, seperti tokoh masyarakat atau tokoh adat, ahli pengobatan tradisional, dan masyarakat yang memiliki pengetahuan terhadap tumbuh-tumbuhan. Semua informasi dicatat kemudian di cross check di lapangan, dikumpulkan dan dibuat material herbariumnya. Identifikasi material herbarium dilakukan di Herbarium Wanariset Samboja dan Herbrium Mulawarman Fakultas Kehutanan UNMUL, Samarinda. Tahapan kegiatan dalam penelitian disajikan pada Tabel 1. Survey eksploratif yang dilakukan adalah inventarisasi keanekaragaman hayati tumbuhan yang dikenal dan dimanfaatkan oleh masyarakat di dalam kawasan hutan lindung maupun di lahan masyarakat yang berada di sekitar kawasan Hutan Lindung. Pengumpulan data dilakukan melalui quisioner dan wawancara. Pengambilan sampel dilakukan dengan purposive sampling. Seleksi responden sebagai sumber informasi sangat relevan untuk penelitian etnobotani. Teknik purposive sampling merupakan tipe pengambilan sampling yang bersifat non-probability yang sangat efektif untuk mempelajari kultural tertentu dalam pengetahuan tertentu (Tongco, 2007). Teknik ini dapat digunakan baik untuk penelitian kualitatif maupun kuantitatif. Sampel atau responden dibagi ke dalam dua kelompok berdasarkan letaknya yaitu masyarakat Wain Dalam (kelompok masyarakat yang tinggal di dalam kawasan Hutan Lindung Sungai Wain) dan Wain Luar (kelompok masyarakat yang berada di sekitar kawasan Hutan Lindung Sungai Wain), Berdasarkan etnis dibagi menjadi lima etnis utama yaitu etnis Bugis, Banjar, Jawa, Buton, Toraja, dan etnis lainnya yang mungkin dijumpai di Sungai Wain. Berdasarkan jenis kelamin dibagi dua yaitu laki-laki dan perempuan sedangkan berdasarkan usia responden dibagi kedalam tiga kelompok umur yaitu : 1. 15 - 23 tahun (dianggap belum banyak menerima nilai-nilai sosial, budaya) 2. 24 - 59 tahun ( proses pematangan sampai matang dalam adaptasi nilai-nilai) 3. > 59 tahun ( dianggap kemampuan extrativisme mulai menurun) Penentuan jumlah sampel mengacu pada nomogram Harry King (Sugiyono, 2007) yang memungkinkan untuk dipakai pada populasi sebanyak 2000 orang, Tingkat ketelitian yang diambil sebesar 90% atau tingkat kesalahan 10%. Data prosentase suku yang ada dimasyarakat hasil penelitian terdahulu digunakan sebagai acuan dalam penyebaran kuesioner di lapangan. Tabel 1. Tahapan Kegiatan dan Aspek yang Dikaji Dalam Pengumpulan Data Tahapan Kegiatan Aspek Pengamatan Metode Pengumpulan Data A.Pengumpulan 1. Studi Literatur data sekunder 1. Kondisi umum lokasi 2. Vegetasi yang ada dilokasi 3. Kondisi sosekbud 4. Kebijakan terkait B. Wawancara 1. Data Sosekbud Masyarakat 1. Survey lapangan a. Mata pencaharian 2. Kuesioner b. Jenis kelamin 3. Identifikasi di Herbarium c. Usia 4. Analisis data d. Pendidikan g. Adat dan Religi terkait 2. Data Pemanfaatan Tumbuhan a. Nama jenis tumbuhan b. Tujuan pemanfaatan c. Bagian yang digunakan d. Habitus C. Nilai Kehati 1. Nilai guna ( ICS ) 1. Analisis data 1. Keterancaman 1. Studi literatur tumbuhan prioritas 2. Penyebaran di alam 2. Survey Konservasi 3. Status di alam 3. Wawancara 4. Kekhasan 4. Analisis data 5. Sifat Pemanfaatan 5. Sintesis Tumbuhan D. Penentuan jenis 6. Nilai Ekonomi Penting 7. ICS Kuisioner tersebut juga mengumpulkan informasi mengenai sumberdaya tumbuhan (jenis-jenis tumbuhan) yang penting bagi masyarakat dan kategori kegunaan tumbuhan yang dilakukan oleh masyarakat. Selanjutnya dilakukan skoring untuk menilai jenis tumbuhan dari masing-masing kategori sebagaimana yang ditetapkan masyarakat. Hasil skoring dan alasan yang dikemukakan masyarakat dimanfaatkan untuk memahami dengan lebih baik sesuatu yang menjadi prioritas lokal. Analisa Data Identifikasi Spesimen Data yang berkaitan dengan morfologi dan identifikasi spesimen yang belum diketahui jenisnya dilakukan di Herbarium Wanariset Samboja dan Herbarium Mulawarman Fakultas Kehutanan UNMUL Samarinda, Kaltim. Analisis Data Primer dan Sekunder Analisa data dilakukan secara kualitatif dan kuantitatif. Analisa kualitatif dilakukan dengan mentabulasi dan mengklasifikasikan data yang diperoleh kemudian dianalisa secara deskriptif. Dengan demikian akan diketahui sejauh mana tingkat pengetahuan masyarakat terhadap jenis-jenis tumbuhan yang memiliki nilai manfaat, bentuk pemanfaatannya dan informasi lainnya. Sedangkan analisa kuantitatif dilakukan untuk mencari nilai guna jenis-jenis tumbuhan yang ada dengan menggunakan perhitungan indek kepentingan budaya atau Index Of Cultural Significance (ICS). Penentuan prioritas jenis tumbuhan yang akan dikonservasi dapat dilakukan dengan mempertimbangkan hal-hal berikut: Kartikawati (2004) mengemukakan empat hal yang bisa dipertimbangkan yaitu: Indek kepentingan budaya, penyebaran, status di alam dan sifat pemanfaatan oleh masyarakat. Primack et al, 1998 mengemukakan tiga kriteria yang dapat digunakan untuk menentukan prioritas konservasi bagi perlindungan jenis dan komunitas, yaitu kekhasan, keterancaman dan kegunaan. Sedangkan Vijay (1998) dalam Gunawan (2003), mengemukakan bahwa dalam pemilihan jenis untuk konservasi dikenal istilah species kunci (key species) termasuk species kunci bagi sosial ekonomi. Species kunci bagi sosial ekonomi berkaitan dengan pemanfaatannya seperti (1) sebagai komoditas ekonomi yang penting seperti kayu, pangan, pakan ternak, serat dan obat-obatan (2) sumber genetik, (3) memiliki nilai budaya dan (4) bermanfaat dalam pengelolaan lingkungan. Dengan mempertimbangkan hal-hal tersebut diatas maka penentuan tumbuhan prioritas konservasi di HLSW didasarkan pada kriteria berikut: 1. Keterancaman 2. Penyebaran di alam 3. Status di alam 4. Kekhasan/keunikan 5. Sifat pemanfaatan 6. Nilai ekonomi penting 7. Nilai guna tumbuhan bagi masyarakat (ICS) Indeks Kepentingan Budaya ( Index of Cultural Significance ) Nilai keanekaragaman hayati tumbuhan bagi masyarakat sekitar dihitung berdasarkan nilai Indek Kepentingan Budaya atau Index Of Cultural Significance (ICS). Penilaian ICS setiap jenis tumbuhan menggunakan teknik yang dikembangkan oleh Turner (1988) yang dimodifikasi oleh Purwanto (2002). Teknik ini terdiri dari 3 komponen penilaian, yaitu kualitas penggunaan ( Quality of use ), intensitas penggunaan ( Intensity of use ) dan eklusivitas penggunaan (Exclusivity of use ). Nilai penggunaan dari tiga komponen tersebut dapat dilihat pada lampiran 2. Penilaian ICS dihitung dengan menggunakan rumus sebagai berikut: ICS = Σ n (q x i x e )ni i =1 Suatu jenis tumbuhan yang memiliki kegunaan lebih dari satu maka formula perhitungannya menjadi sebagai berikut: ICS = Σ n (q1 x i1 x e1 )n1 + (q2 x i2 x e2 ) n2 + ...................+ (qn x in x en )n i =1 Keterangan: ICS : Index of Cultural Significance q : nilai kualitas (quality value) i : nilai intensitas ( intensity value ) e : nilai ekslusivitas (exclusivity value) Penyebaran Keanekaragaman Hayati Tumbuhan Data penilaian penyebaran jenis tumbuhan dilakukan berdasarkan hasil pengamatan masyarakat (Kartikawati, 2004 ), yaitu: a. penyebaran jenis-jenis tumbuhan yang diasumsikan sedikit atau terbatas karena keberadaannya secara alamiah sudah jarang dan atau hanya ditemukan pada jarak tempuh yang relatif jauh dari kawasan pemukiman (skor 2). b. Penyebaran jenis-jenis tumbuhan yang diasumsikan banyak dan mudah ditemukan karena biasanya terdapat di pahumaan hingga sekitar pemukiman (skor 1) Status Di Alam Status keberadaan di alam dibedakan dalam dua kategori yaitu liar (tumbuh sebagai tumbuhan liar di alam dan belum ditanam masyarakat sama sekali) dan Budidaya (sudah ditanam atau dibudidayakan masyarakat) dengan skoring sebagai berikut: a. Liar, skor 2 b. Budidaya, skor 1 Sifat Pemanfaatan Oleh Masyarakat Berdasarkan sifat pemanfaatannya oleh masyarakat ini tumbuhan dibagi dalam dua kategori (Kartikawati ,2004)yaitu: a. Komersial : masyarakat telah memanfaatkan jenis tumbuhan untuk mendapat keuntungan finansial dengan cara dijual, skor 2 b. Subsisten, artinya, masyarakat hanya memanfaatkan jenis tumbuhan sesuai kebutuhan, skor 1 Penyusunan Status Pengetahuan Keanekaragaman Hayati Tumbuhan Masyarakat Hutan Lindung Sungai Wain Hasil identifikasi jenis disusun dan dianalisis sesuai dengan kegunaannya. Status pengetahuan masyarakat merupakan gabungan dari hasil pengamatan, wawancara dan studi literatur yang mendukung untuk ditabulasikan secara sistematis dan dianalisis secara deskriptif. HASIL DAN PEMBAHASAN Heterogenitas Masyarakat di Hutan Lindung Sungai Wain Masyarakat di kawasan Hutan Lindung Sungai Wain dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu masyarakat Wain Dalam dan masyarakat Wain Luar. Masyarakat Wain Dalam adalah masyarakat yang bermukim di dalam kawasan Hutan Lindung Sungai Wain. Lokasi pemukiman tepat berada di dalam kawasan zona pemanfaatan, dimana masyarakat di kawasan ini masih diperbolehkan melakukan kegiatan budidaya pertanian dengan ijin dari pemerintah daerah melalui Badan Pengelola Hutan Lidung Sungai Wain. Sedangkan masyarakat Wain Luar adalah masyarakat yang tempat tinggalnya berada di sekitar atau berbatasan langsung dengan Hutan Lindung Sungai Wain. Dengan demikian kepemilikannya berada di luar kawasan hutan lindung. Beragam etnis tinggal di kawasan ini. Gambar 2 menunjukkan keragaman berbagai kelompok etnis yang terdapat di Hutan Lindung Sungai Wain. Terdapat 5 kelompok etnis yang terdapat di lokasi Wain Dalam dan Wain Luar yaitu: Bugis, Jawa, Banjar, Toraja, Buton. Sedangkan kelompok etnis yang lain misal Dayak hanya ada di Wain Dalam, Pasir, Mandar dan Madura hanya terdapat di Wain Luar. Dari sejumlah kelompok etnis tersebut Pasir dan Dayak adalah etnis asli dari Kalimantan. Sementara kelompok etnis dari luar Kalimantan adalah Jawa, Bugis, Buton, Mandar, Madura dan Toraja. Pola persebaran seperti yang tertera pada Gambar 2 menunjukan bahwa masyarakat Wain Luar memiliki keragaman etnis yang lebih tinggi daripada masyarakat Wain Dalam. Hal ini mengindikasikan bahwa: - Faktor aksesibilitas secara langsung ataupun tidak langsung berpengaruh terhadap banyak sedikitnya jumlah penduduk/pemukim, termasuk didalamnya adalah kelompok etnisnya; - Faktor legalitas lahan menjadi daya tarik terhadap kemapanan penguasaan terhadap lahan. Dengan demikian faktor hutan lindung menjadi salah satu pertimbangan dalam menentukan pilihan untuk bertempat tinggal atau bermukim; - Faktor waktu bermukim rupanya juga sangat berpengaruh terhadap keragaman etnis yang bermukim. Masyarakat Wain Luar jauh lebih lama bertempat tinggal dibandingkan dengan masyarakat Wain Dalam yang baru bermukim, jauh sebelum kawasan ini ditetapkan sebagai kawasan hutan lindung. Keragam an Etnis Masyarakat Wain Dalam Keragam an Etnis Masyarakat Wain Luar Dayak 2% Mandar 8% Madura 6% Toraja 3% Jaw a 30% Pasir 8% Toraja 4% Banjar 21% Jaw a 29% Banjar 8% Bugis 31% Buton 6% Bugis 42% Buton 2% Gambar 2 Keanekaragaman etnis di Hutan Lindung Sungai Wain Keanekaragaman Tumbuhan dan Pengetahuan Masyarakat Keanekaragaman Tumbuhan Keanekaragaman Jenis Keanekaragaman hayati tumbuhan yang dikenali oleh masyarakat di Hutan Lindung Sungai Wain yang disarikan berdasarkan pengetahuan sembilan kelompok etnis tercuplik tercatat sebanyak 305 jenis, 224 marga, dan 90 suku tumbuhan. Dari total jenis itu, 221 jenis, 181 marga dan 78 suku tumbuhan, dikenali oleh masyarakat Wain Dalam (Lampiran 3) dan 196 jenis, 161 marga dan 73 suku tumbuhan dikenali oleh masyarakat Wain Luar (Lampiran 4). Kekayaan pengetahuan masyarakat ini tidak terlepas dari lingkungan yang mengelelinginya. Perbedaan angka antara Wain Dalam dan Wain Luar lebih banyak disebabkan karena letak dan latar belakang mata pencahariannya. Sebagian besar profesi masyarakat Wain Dalam adalah petani dan mengambil hasil hutan, profesi ini mengharuskan tingkat pengenalan yang tinggi terhadap tumbuhan. Berdasarkan 90 suku yang dicatat, Arecaceae (16 jenis), Orchidaceae (16 jenis), Euphorbiaceae (13 jenis), Arecaceae (16 jenis), Moraceae (13 jenis), Orchidaceae (16 jenis) dan Zingiberaceae (12 jenis) merupakan suku tumbuhan yang memiliki kekayaan jenis tertinggi di bandingkan dengan suku lainnya. Sementara itu beberapa jenis pohon yang dianggap penting bagi masyarakat adalah bangkirai (Shorea Laevis), ulin (Eusideroxylon zwageri), meranti (Shorea spp) dari suku Dipterocarpaceae dan gaharu (Aquilaria microcarpa) dari suku Thymelaeaceae. Tumbuhan yang dianggap memiliki kekhasan dan keunikan juga terdapat di kawasan ini yaitu beberapa jenis kantong semar (Nephenthes spp) dari suku Nephentaceae dan beberapa jenis anggrek hitam (Coelogyne spp) dari suku Orchidaceae (Lampiran 5). Keanekaragaman Habitus Tumbuhan Terdapat 10 habitus dikenali oleh masyarakat Wain Dalam maupun Wain Luar. Dari sejumlah itu hanya habitus pohon dan herba yang paling banyak dikenali (Gambar 3.). Hal ini wajar bagi masyarakat yang bermukim disekitar hutan, pohon merupakan komponen utama penyusun vegetasi hutan. Dengan demikian pengenalan pohon lebih baik dibandingkan dengan habitus lainnya. Begitu pula karena mereka umumnya adalah bertani, maka habitus herba juga memegang peran penting dalam kehidupannya. Dengan demikian herba juga merupakan habitus yang banyak dikenali. Khususnya masyarakat Wain Dalam ternyata tidak mengenali jamur dan paku dalam kelompok tumbuhan berguna. Masyarakat Wain Luar telah mengenal habitus jamur, besar kemungkinan karena kelompok jamur telah dikenal dalam menu makanan harian mereka, dan bahkan sudah ada anggota masyarakat yang mencoba membudidayakannya untuk tujuan komersial. Liana dan rotan termasuk habitus yang banyak dikenali, baik masyarakat Wain Dalam maupun Wain Luar. Selain karena kegunaannya, kedua kelompok habitus tadi sering dijumpai disekitar pemukiman dan jenis-jenis yang tergolong ke dalam dua habitus tadi memiliki nilai guna yang cukup tinggi dalam kehidupan keseharian mereka. 120 Jum lah Jenis 100 80 60 Wain Luar 40 Wain Dalam 20 rb a Lia na Ep ipi t Pa lem Ba m bu Ja m ur Pa k Pa u nd an Ro ta n ho Po He n 0 Habitus Gambar 3 Keanekaragaman habitus tumbuhan berguna di HLSW Pengetahuan Masyarakat Tentang Keanekaragaman Jenis Berdasarkan Kelompok Etnis Status pengetahuan dan pengelolaan sumber daya hayati termasuk di dalamnya pengetahuan tentang keanekaragaman jenis tumbuh-tumbuhan berbeda antara kelompok etnis satu dengan lainnya. Perbedaan ini selain disebabkan karena adat dan kebiasaan tetapi juga pengaruh faktor lingkungan. Terdapat 9 kelompok etnis yang tersebar baik di Wain Dalam maupun Wain Luar. Berdasarkan pengetahuan mereka tentang jenis-jenis tumbuhan, tiga kelompok etnis yaitu Jawa, Bugis, dan Buton memiliki tingkat pengetahuan tentang jenisjenis tumbuhan relatif lebih tinggi dibandingkan enam kelompok etnis lainnya (Gambar 4.). Perbedaan ini banyak dipengaruhi oleh latar belakang kehidupannya. Hampir seluruh responden yang mewakili ketiga kelompok etnis ini (Jawa, Bugis, Buton) adalah petani. Jarang dan bahkan sangat sedikit mereka yang berprofesi sebagai pegawai. Sebaliknya ke enam kelompok etnis yang lain (Banjar, Toraja, Madura, Dayak, Mandar, Pasir) umumnya adalah pedagang, pegawai dan kuli bangunan atau buruh di kota. Dengan demikian pengetahuan mereka tentang dunia tetumbuhan dan pemanfaatannya juga terbatas. 180 167 Jumlah Jenis 128 125 Jawa 132 140 Bugis 160 111 120 100 73 80 75 66 60 44 40 65 59 33 28 22 20 Wain Dalam Buton Banjar Toraja Pasir Madura Mandar Bugis Buton Jawa Toraja Dayak Banjar 0 Wain Luar Suku Gambar 4 Pengetahuan terhadap keanekaragaman jenis tumbuhan berguna berdasarkan kelompok etnis Tradisi yang kental dengan budaya pertanian seperti yang ditekuni oleh etnis Jawa menyebabkan kelompok etnis ini lebih banyak mengenali hal-hal yang terkait dengan tumbuh-tumbuhan berguna. Oleh karena itu etnis Jawa merupakan kelompok etnis dengan tingkat pengetahuan jenis yang tertinggi. Etnis Bugis dan Buton, walaupun mereka lebih dikenal dengan tradisi nelayannya, akan tetapi sifat budayanya cukup terbuka dengan berbagai pembaharuan serta mudahnya mereka beradaptasi dengan lingkungan, mereka menetapkan kehidupannya sebagai petani. Dengan demikian wajar kalau mereka lebih memahami dan banyak mengetahui tentang jenis-jenis tumbuhan berguna. Sebaliknya etnis Dayak yang semestinya mereka memahami dan banyak mengetahui tentang tumbuh-tumbuhan, namun karena mereka adalah kaum muda yang profesinya sebagai pegawai, sehingga mereka kurang begitu baik dalam mengenali dunia tumbuhan dengan berbagai aspeknya. Pengetahuan Berdasarkan Usia Faktor usia sangat berperan dalam hal pengenalan dunia tetumbuhan. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pada tingkat usia 24 – 59 tahun, mereka lebih banyak tahu dibandingkan dengan kelompok usia dibawahnya atau diatasnya (Gambar 5). Rupanya faktor kematangan jiwa dan faktor-faktor pengalaman mempengaruhi tingkat pengetahuan masyarakat terhadap pengenalan tumbuhtumbuhan ini. Pada usia yang relatif masih muda (15 – 23 tahun), umumnya mereka masih dalam taraf pengenalan sampai pada akhirnya tingkat pematangan jiwa dan kematangan dalam adaptasi terhadap lingkungan termasuk di dalamnya adalah pematangan pengenalan tumbuhan terjadi pada usia 24 – 59 tahun. Pada akhirnya pada usia lebih dari 60 tahun upaya merefleksi pengetahuan mereka tentang tumbuhanpun mulai menurun. Hal ini dibuktikan oleh kelompok etnis di Wain Dalam dan Wain Luar, pada usia muda dengan taraf pengenalan, mereka baru mampu mengenal 97 jenis (Wain Dalam), 83 jenis (Wain Luar). Kemudian meningkat menjadi 174 jenis (Wain Dalam), 146 jenis (Wain Luar) sejalan dengan kematangan jiwanya. Pada akhirnya kembali menurun menjadi 56 jenis (Wain Dalam), 37 jenis (Wain Luar) sebagai akibat menurunnya daya ingat yang Jumlah Jenis secara psikologi berpengaruh terhadap pengenalan jenis itu sendiri. 200 180 160 140 120 100 80 60 40 20 0 15 - 23 24 - 59 > 60 15 - 23 Wain Dalam 24 - 59 > 60 Wain Luar Tingkat Usia Gambar 5 Pengetahuan terhadap keanekaragaman jenis tumbuhan berguna berdasarkan tingkat usia masyarakat Pengetahuan Berdasarkan Jenis Kelamin Hasil penelitian memperlihatkan bahwa tingkat pengetahuan jenis kaum laki-laki di Wain Dalam Maupun di Wain Luar cenderung lebih tinggi dari kaum wanita (Gambar 6). Jumlah Jenis 250 200 150 100 50 0 laki-laki perempuan laki-laki Wain Dalam perempuan Wain Luar Jenis Kelam in Gambar 6 Pengetahuan terhadap keanekaragaman jenis tumbuhan berguna masyarakat berdasarkan jenis kelamin Kaum laki-laki di Wain Dalam mengenal dan memanfaatkan tidak kurang dari 205 jenis tumbuhan, sementara wanita hanya 196 jenis tumbuhan, sedangkan di Wain Luar laki-laki mengenal 186 jenis sementara wanita 157 jenis. Tumbuhan yang terkait dengan aktifitas gender laki-laki seperti berburu, meramu dan pertukangan biasanya tidak banyak diketahui oleh kaum wanita. Misalnya pengetahuan akan tumbuhan untuk berburu, racun ikan, racun sumpit seperti ipuh (Strychnos ignatii) dan upas (Koilodepas brevipes), pengetahuan terhadap jenis tumbuhan untuk bangunan atau pertukangan seperti mangerawan (Hopea mengerawan), meranti putih (Shorea lamelata), angsana (Pterocarpus indicus), dan berbagai jenis rotan seperti rotan cacing (Calamus melanoloma), rotan sega (Calamus caesius), rotan merah (Korthalasia echinometra) kebanyakan diketahui hanya oleh kaum laki-laki. Kaum wanita lebih banyak mengetahui jenis-jenis yang terkait dengan sumber bahan makanan, bumbu, dan sayuran seperti bawang putih (Allium sativum), kunyit putih (Curcuma zedoaria), kulur (Arthocarus artilis), salam (Syzigium polyanthum), labu merah (Cucurbita moschata), dan sawi (Brassica rapa). Kaum wanita banyak yang mengenal jenis-jenis tersebut karena tumbuhan tersebut banyak digunakan dalam aktifitas rumah tangga. Hal ini serupa dengan masyarakat di Tanjung Jan, Kalimantan Timur. Kaum lelaki di kawasan ini juga kebanyakan mengenali sumberdaya tumbuhan berupa kayu untuk pertukangan, rotan, dan tumbuhan obat. Sementara kaum wanitanya kebanyakan mengenali tumbuhan untuk makanan seperti rebung bambu dan rotan, paku-pakuan yang dapat di makan, kangkung, dll (Nanang et al., 2004). Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa jenis kelamin akan mempengaruhi tingkat pengetahuan masyarakat terhadap keanekaragaman hayati tumbuhan, hal ini dibuktikan dimana tumbuhan yang terkait dengan aktifitas gender laki-laki yang memerlukan kekuatan dan ketrampilan khusus sebagian besar tidak diketahui oleh kaum wanita. Pengetahuan Berdasarkan Adat dan Religi Masyarakat di dalam dan sekitar hutan diketahui memiliki keterkaitan dengan tumbuhan dalam adat dan religi kehidupannya. Masyarakat Dayak Bukit di Loksado, Kalimantan Selatan memanfaatkan beberapa jenis tumbuhan untuk keperluan adat dan religi mereka, terutama untuk upacara-upacara yang terkait dengan budaya huma (Noorhidayah, 2003). Demikian pula masyarakat Dayak Bukit yang ada di daerah pegunungan meratus (Kartikawati, 2004). Masyarakat juga masih banyak yang mempercayai tumbuhan tertentu sebagai simbol mistis. Masyarakat di Hutan Lindung Sungai Wain sama dengan kebanyakan etnis lainnya di Kalimantan memiliki pengetahuan yang cukup tentang anekaragam jenis tumbuhan untuk keperluan adat dan religi tertentu. Tabel 2 memperlihatkan terdapat 8 kelompok penggunaan yang berkaitan dengan adat dan religi. Masing-masing adalah yang berkaitan dengan upacara mendirikan rumah, kematian, kehamilan, pengobatan, perkawinan, makhluk halus, peribadatan dan khitanan. Berdasarkan persentase jumlah responden, kelompok etnis Banjar, Jawa dan Bugis tercatat sebagai kelompok etnis yang banyak mengenali anekaragam penggunaan tumbuhan. Masyarakat Banjar mengenal tumbuhan yang berkenaan dengan adat dan religi misalnya untuk perkawinan, kematian, kehamilan, pengobatan, makhluk halus. Kemudian masyarakat Jawa mengenalnya untuk mendirikan rumah, kehamilan, perkawinan, kematian, peribadatan. Selanjutnya masyarakat Bugis mengenalnya untuk mendirikan rumah, kehamilan, perkawinan, kematian, pengobatan, makhluk halus dan khitanan. Dengan demikian jelas bahwa dalam kaitannya dengan adat dan religi, tumbuhan umumnya dimanfaatkan hanya untuk keperluan-keperluan tertentu. Masyarakat Dayak yang justru sangat kental dengan adat dan religi, ternyata hasil penelitian ini tidak menunjukkan angka yang signifikan bahkan cenderung tidak mengetahui samasekali tentang tumbuhan untuk keperluan adat dan religi. Besar kemungkinannya karena mereka (responden) adalah orang yang relatif masih muda dan berprofesi sebagai karyawan swasta di kota-kota terdekat. Tabel 2 Penggunaan tumbuhan untuk adat dan religi di HLSW Kategori Ritual Pendirian rumah Kehamilan Perkawinan Peribadatan Kematian Pengobatan Makhluk halus Khitan 1 Wain dalam 2 3 4 5 3 2 4 1 4 3 1 3 3 1 3 4 6 3 1 1 1 - - 4 3 7 1 3 4 1 2 Jumlah jenis/etnis Wain Luar 6 1 2 3 5 6 7 1 1 2 1 1 1 1 1 1 1 0 0 1 0 1 3 2 6 1 1 2 1 2 - 4 1 3 1 1 1 1 2 - 1 1 1 8 9 1 1 2 1 1 1 2 1 1 1 1 2 Keterangan : 1.Banjar; 2.Bugis; 3.Buton; 4.Dayak; 5.Jawa; 6.Toraja; 7.Madura; 8.Mandar; 9.Pasir; -.Tidak menggunakan/mengenali. Begitu pula kelompok etnis Buton di Wain Luar, sama dengan masyarakat Dayak, yang selain populasinya sangat terbatas juga sebagian besar adalah kuli bangunan di kota. Latar belakang ini pula yang sangat mempengaruhi pengetahuan mereka terhadap tumbuhan yang berkenaan dengan pemanfaatannya untuk adat dan religi. Etnis Bugis dan Banjar di Wain Dalam merupakan kelompok etnis yang paling banyak pengetahuannya terhadap pemanfaatan tumbuhan untuk adat dan religi. Etnis Bugis mengetahui 7 ragam pemanfaatan (87,5%) dan etnis Banjar mengetahui 6 (75%) dari 8 kategorisasi penggunaan tumbuhan untuk adat dan religi yang dikenal masyarakat. Sementara di Wain Luar yang paling tinggi adalah etnis Bugis dan Jawa masing-masing mengetahui 4 (50%). Jika kita bandingkan antara Wain Dalam dan Wain Luar maka etnis Bugis dapat dikatakan sebagai etnis yang paling tinggi tingkat pengetahuannya dengan menguasai 87,5% dari kategorisasi pengetahuan akan penggunaan tumbuhan untuk adat dan religi yang merupakan gabungan dari keseluruhan pengetahuan etnis yang ada. Tingginya pengetahuan etnis Bugis selain dikarenakan karena keberadaan etnis ini yang dominan baik di Wain Dalam maupun Wain Luar, hal ini juga menunjukan bahwa orang-orang Bugis masih relatip memegang teguh adat dan religinya walaupun mereka tinggal jauh dari tanah kelahirannya dan telah berinteraksi dengan beragam etnis lainnya. Tabel 3 Persentase jumlah responden terkait dengan pemanfaatan tumbuhan untuk keperluan adat dan religi di Wain Dalam dan Wain Luar Persentase jumlah responden Wain Dalam Nama Ilmiah 1 2 3 4 Wain Luar 5 6 1 2 3 5 6 7 8 9 Allium ascalonicum L. 20 8 - - 7 - - - - - - - - - Allium sativum L. - - - - 7 - - - - - - - - - Tetrastigma pubinerve (miq.) Planch 20 - - - - - - - - - - - - - Ficus benjamina L. - - - - 14 - - 12 - - - - - - Aquilaria Baill. microcarpa 40 - 20 - - 25 - 4 - 7 - - - - Cocos nucifera L 60 29 - - 36 25 17 21 - 14 - 13 33 12 Moringa oleifera Lamk. 20 12 - - 14 - - - - - - - - - Cananga odorata (Lam.) hook. F.Thomson - - - - 14 - - 4 - - - - - - Rosa sinensis L. - - - - 14 - - 13 - - - - - - Jasminum sambac (L.) Ait. - - - - 7 26 - 4 - - - - - - Piper nigrum L. 20 8 - - - - - - - - - - - - Ananas comosus L. 20 - - - - - - - - - - - - - Oryza sativa L. - - - - 7 - - - - 7 - - - - Pandanus sp - - - - 14 25 - 17 - - - - - 13 Areca catechu L. 40 33 - - 35 - - 4 - 7 - 13 - 13 Musa paradisiaca L. 40 8 - - 50 - - 4 - 7 - - - 13 Salacca (Gaertn.) - - - - - - - zalacca Voss - - - - - 25 - Cymbopogon nardus (L.) Rendle - 4 20 - - - - - - - - - - - Piper betle L. 20 12 - - 14 25 - - - - - - - - 40 8 - - 14 - - 8 - 7 - 13 - - - - - - - - - 4 - - - - - - Saccharum L. officinarum Artocarpus heterophylus Lamm. Keterangan : 1.Banjar; 2.Bugis; 3.Buton; 4.Dayak; 5.Jawa; 6.Toraja; 7.Madura; 8.Mandar; 9.Pasir; -.Tidak menggunakan/mengenali. Berdasarkan jenisnya masyarakat telah mengetahui 21 jenis tumbuhan yang digunakan untuk keperluan adat dan religi. Masyarakat Wain Dalam mengetahui 20 jenis sedangkan masyarakat Wain Luar hanya 12 jenis (Tabel 3). Pemanfaatan tumbuhan paling banyak adalah dalam rangka ritual kehamilan atau kelahiran. Terdapat sekitar 8 jenis tumbuhan yang dimanfaatkan dalam berbagai kegiatan terkait dengan pra dan pasca persalinan baik untuk ibu maupun bayinya. Jenis-jenis tumbuhan tersebut antara lain adalah kelapa (Cocos nucifera) tebu (Saccharum officinarum), nanas (Ananas comosus), pinang (Areca catechu), jariangau (Acorus calamus), buah agar (Scapium macropadum) dan belaran (Tetrastigma pubinerve). Jenis-jenis tersebut digunakan untuk keperluan adat dalam upacara bukan sesuatu yang bersifat untuk perawatan atau obat. Berbeda dengan hal tersebut, masyarakat di Minahasa telah memanfaatkan berbagai tumbuhan untuk perawatan sebelum dan sesudah melahirkan (Zumsteg, 2005). Jenis yang paling dikenal oleh semua etnis adalah kelapa. Kelapa telah dikenali oleh 7 dari 9 suku yang ada (77,8%) dalam kegiatan ritual mereka. Hal ini berkorelasi positif dengan ritual favorit yang merupakan ritual paling dikenal oleh semua etnis yaitu perkawinan (Gambar 8 dan 9). Daun kelapa yang muda dan dikenal dengan sebutan janur kuning banyak digunakan pada ritual perkawinan. Terdapat 6 dari 9 kelompok etnis (66,67%) yang telah menggunakan janur kuning sebagai hiasan dekorasi dan simbol dalam acara pernikahan. Perkawinan sebagai sebuah acara yang penuh kebahagiaan dan kenangan bagi semua orang dari semua tingkat usia dan etnis menjadikan kelapa sebagai tumbuhan yang paling banyak dikenal dan diingat orang. Hasil pengamatan di lapangan juga membuktikan bahwa sebagian besar tumbuhan yang dimanfaatkan untuk keperluan adat dan religi adalah tumbuhan yang telah dibudidayakan. Beberapa tumbuhan dapat digunakan pada beberapa keperluan adat dan sebaliknya satu keperluan adat dapat memerlukan lebih dari satu jenis tumbuhan. Pengetahuan ini diturunkan dari generasi ke generasi berikutnya. Kepentingan terhadap suatu jenis tumbuhan dalam rangka adat atau religi akan menyebabkan orang cenderung melestarikan jenis tersebut dengan cara menanamnya baik di ladang, kebun atau halaman rumahnya. Sehingga tanpa disadari masyarakat telah melakukan upaya domestikasi suatu jenis tumbuhan dan berkontribusi terhadap konservasi jenis tersebut. Oleh karena itu adat dan religi masyarakat jika ditempatkan secara tepat dapat dijadikan sebagai salah satu bahan pertimbangan pengambilan suatu kebijakan atau keputusan dalam rangka konservasi tumbuhan. Pemanfaatan Tumbuhan Oleh Masyarakat Sifat Pemanfaatan Berdasarkan sifat pemanfaatannya tumbuhan dikelompokan dalam dua kategori yaitu komersial dan subsisten. . Tumbuhan dikelompokan komersial jika masyarakat telah memanfaatkan jenis tumbuhan tersebut untuk mendapatkan keuntungan finansial dengan cara dijual. Sedangkan pemanfaatan bersifat subsisten hanya untuk memenuhi kebutuhan hidup saja tanpa upaya untuk mencari keuntungan finansial. Hasil analisis terhadap pengelompokan ini menunjukkan bahwa dari total jenis yang diketahui pemanfaatannya (305 jenis) terdapat di Wain Dalam maupun Wain Luar. Dari jumlah tersebut, 149 jenis diantaranya bersifat komersial dan 156 jenis bersifat subsisten. Jenis-jenis yang bersifat komersial, dari 149 jenis, 112 jenis diantaranya (75.2%) terdapat di Wain Dalam, 80 jenis (53.7%) terdapat di Wain Luar. Kemudian yang sifatnya subsisten, dari total 156 jenis, 110 jenis diantaranya (70.5%) terdapat di Wain Dalam dan 116 jenis (74.4%) terdapat di Wain Luar (Tabel 4) Tabel 4 Sifat pemanfaatan tumbuhan oleh masyarakat di HLSW HLSW Wain Dalam Wain Luar Kelompok Jumlah Jenis (%) Jumlah Jenis (%) Jumlah Jenis (%) Komersial 149 48,9 112 37 80 26 Subsisten 156 51.1 110 36 116 39 Total 305 100 222 73 196 64 Diantara jenis-jenis yang komersial, memiliki jumlah Orchidaceae adalah suku yang jenis terbanyak (11 jenis). Berikutnya suku Arecaceae (10 jenis), Dipterocarpaceae (8 jenis), Euphorbiaceae (8 jenis), Moraceae (8 jenis) dan Zingiberaceae (8 jenis). Sedangkan jenis-jenis yang dimanfaatkan secara subsisten Araceae (9 jenis) adalah suku yang memiliki jumlah jenis terbesar, disusul oleh Leguminosae (6 jenis), Zingiberaceae(6 jenis), Anonaceae (5 jenis) dan Apocynaceae (5 jenis). Angka pada Tabel 4 memperlihatkan bahwa secara kumulatif pemanfaatan tumbuhan baik yang komersial maupun subsisten relatif nilainya sama. Ini menunjukkan bahwa ketergantungan masyarakat Wain Dalam dan Wain Luar terhadap sumberdaya di lingkungannya masih cukup tinggi, terutama hasil-hasil hutan dari kawasan Hutan Lindung. Sementara kegiatan komersialisasi produk hasil-hasil yang berasal dari tumbuhan juga cukup tinggi. Ini menunjukkan bahwa sebagian besar masyarakat masih bertumpu pada hasil-hasil pertanian sebagai usaha mendapatkan nilai ekonomi. Contoh jenis-jenis yang komersial misalnya, aren (Arenga pinnata), padi (Oryza sativa), jagung (Zea mays), pisang (Musa paradisiaca), jahe (Zingiber officinale), salak (Salacca zalacca), sayur-sayuran dan kelapa (Cocos nucifera). Sebaliknya tidak sedikit jenis-jenis liar yang bernilai ekonomi tinggi juga menjadi andalan ekonomi mereka. Diantaranya adalah jenis-jenis kayu seperti lahung (Durio dulcis), ulin (Eusideroxylon zwagery), bangkirai (Shorea laevis), laban (Vitex pinnata), meranti (Shorea spp) dan gaharu (Aquilaria microcarpa). Selain itu dicatat pula beberapa jenis hasil hutan non kayu yang dikomersilkan seperti jenis-jenis rotan (Calamus spp), daun nipah (Nypa pructicans), gaharu, pasak bumi (Eurycoma longifolia), akar kuning (Coscinium fenestratum) dan tumbuhan hias terutama beberapa jenis kantong semar (Nephenthes spp) dan anggrek hitam (Coelogyne spp). Komersialisasi tumbuhan liar di HLSW di masa depan apabila dibiarkan tanpa ada upaya konservasi bisa mengancam kelestarian tumbuhan liar tersebut. Pemanfaatan Bagian Tumbuhan Bagian tumbuhan merupakan hal penting untuk diketahui dalam kaitannya dengan cara penggunaan atau dalam proses pemanenan, terutama untuk jenis-jenis yang liar. Asumsi yang mendasari pemikiran ini khusus untuk tumbuhan liar adalah jika bagian–bagian yang dimanfaatkan itu dapat menyebabkan keterbatasan ketersediaannya di alam, tentu harus mendapat perhatian akan keberlanjutan pelestariannya. Berdasarkan hasil penelitian ini tercatat sebanyak 12 kategori bagian tumbuhan yang dimanfaatkan (Gambar 7 dan 8). Untuk jenis-jenis tanaman budidaya melalui 12 kategori bagian tumbuhan yang dimanfaatkan tadi tidak akan menimbulkan permasalahan. Berbeda dengan tumbuhan liar, permasalahan muncul jika pemanfaatannya menimbulkan kerusakan. Contoh yang sering dijumpai di Hutan Lindung Sungai Wain adalah, pemanfaatan batang ulin, meranti, benkirai, kapur, keruing dengan cara menebang seluruh bagian tumbuhan, pemanfaatan seluruh bagian tumbuhan seperti pada pemanenan anggrek hitam, kantong semar, lama kelamaan akan mengakibatkan penyusutan populasinya. Sama halnya jika jenis tumbuhan itu yang dimanfaatkan adalah akarnya, seperti akar pasak bumi, kulit batangnya seperti pada akar kuning, dengan sendirinya cara pengambilannya dapat mengakibatkan kematian pada individu tumbuhan tersebut (Tabel 5). Hasil tabulasi berdasarkan data kuesioner yang didistribusikan ke semua kelompok etnis di kawasan ini. Buah, batang dan daun merupakan bagian tumbuhan yang paling tinggi pemanfaatannya. Masyarakat Wain Dalam dan Wain Luar lebih banyak memanfaatkan bagian buah, batang, dan daun dibandingkan dengan bagian lainnya. rimpang 3% Umbut 1% umbi 3% kulit 2% biji 1% getah 1% bunga 3% Buah 30% semua bagian 15% akar 1% Batang/ranting 20% Daun 20% Gambar 7 Bagian tumbuhan yang dimanfaatkan masyarakat Wain Dalam berdasarkan jumlah responden biji 1% umbi 1% kulit 2% rimpang bunga 5% 4% umbut 2% Buah 29% semua bagian 26% akar 2% Daun 11% Batang/ranting 17% Gambar 8 Bagian tumbuhan yang dimanfaatkan masyarakat Wain Luar berdasarkan jumlah responden Tingginya pemanfaatan bagian buah dan batang dari tumbuhan dikarenakan bagian ini merupakan sumber kebutuhan primer masyarakat terutama kebutuhan akan pangan dan papan. Tabel 5 Jenis-jenis tumbuhan yang banyak di manfaatkan masyarakat di HLSW Nama lokal Padi Aren Alpukat Asam jawa Salak Durian Jagung Ulin Bangkirai Meranti Kapur Keruing Lontar Nipah Bayam Kantong semar Anggrek hitam Nama ilmiah Oryza sativa L Arenga pinata (Wurmb) Merr. Persea gratissima P.Mill Tamarindus indicus L. Salacca zalacca (Gaertn.) Voss Durio zibethinus Murr. Zea mays L. Eusideroxylon zwagery T.& B. Shorea laevis Ridl. Shorea spp. Dryobalanops lanceolata Burck Dipterocarpus sp Borassus flabellifera L. Nipa fructicans Wurmb. Amaranthus spp Nephenthes spp Coelogyne spp Bagian buah buah buah buah buah bua buah batang batang batang batang batang daun daun daun semua bagian semua bagian Pemanfaatan makanan pokok makanan sekunder makanan sekunder bumbu masak Makanan sekunder makanan sekunder makanan pokok konstruksi/bangunan konstruksi/bangunan konstruksi/bangunan konstruksi/bangunan konstruksi/bangunan atap atap makanan/obat tanaman hias tanaman hias Kategori Pemanfaatan Pengetahuan masyarakat Wain Dalam dan Wain Luar terhadap keanekaragaman hayati tumbuhan berguna dapat dikelompokan kedalam 11 kategori pemanfaatan (Tabel 6). Jumlah pengelompokan ini lebih sedikit dibandingkan dengan kategori yang dihasilkan oleh Sheil et al. (2004) yang mengklasifikasikan 15 kategori untuk masyarakat Dayak di Kalimantan Timur, dan Nanang, (2004) mengklasifikasikan 13 kategori pemanfaatan kehati tumbuhan yang dimanfaatkan oleh masyarakat Muara Jawa, Kalimantan Timur. Perbedaan jumlah kategori ini disebabkan karena perbedaan tingkat pengetahuan antar etnis-etnis tersebut dan juga perbedaan kategorisasi yang dilakukan oleh peneliti. Nanang, (2004) membagi buah-buahan, sayuran dan madu sebagai kelompok yang terpisah satu dengan lainnya sedangkan dalam kategorisasi yang dibuat di HLSW ketiganya termasuk dalam satu kategori besar yaitu makanan dan minuman. Demikian pula pada kategorisai yang dilakukan Sheil et al.( 2004) kayu untuk konstruksi dibagi ke dalam tiga kategori yaitu konstruksi berat, ringan dan kapal semantara di HLSW dijadikan satu kategori saja yaitu konstruksi dan bangunan. Tabel 6 di bawah ini menggambarkan bahwa dari 11 kategori yang dikenali masyarakat, etnis Jawa, Bugis, Banjar tercatat sebagai kelompok etnis yang paling kaya dengan pengetahuan tentang keanekaragaman jenis tumbuhan untuk masing-masing kategori. Diantara kelompok etnis yang miskin dengan pengetahuan tumbuhan dan pemanfaatannya adalah etnis Dayak. Miskinnya pengetahuan ini bukan karena tidak menhayati pentingnya tumbuhan dalam kehidupan sehari-harinya, akan tetapi lebih karena profesinya pegawai yang menjadikan mereka kurang mengenali jenis itu beserta pemanfaatannya. Sementara itu dari 11 kategori pemanfaatan, yang paling umum dikenali jenisjenisnya adalah kategori makanan dan minuman, bahan banungan dan konstruksi, tanaman hias dan bahan obat-obatan tradisional. Tabel 6 Tingkat pemanfaatan tumbuhan oleh masyarakat di HLSW Pemanfaatan Makanan dan minuman Bumbu masak, rempah-rempah dan penyedap rasa Bahan bangunan dan Konstruksi Tanaman hias Bahan obat tradisional Kayu bakar/arang Bahan Kerajinan (tikar, topi, dll) Keperluan adat dan religi Peneduh, penghijauan Racun Hijauan makanan ternak Jumlah Jenis (Wain Dalam) 1 2 3 4 5 6 24 33 15 3 7 12 4 1 Jumlah Jenis (Wain Luar) 2 3 5 6 7 8 15 9 6 34 10 21 27 29 28 8 22 3 - 12 3 3 8 4 9 4 3 - 3 24 7 5 5 6 3 21 8 9 4 8 9 20 15 13 18 16 17 4 3 14 3 - 15 12 6 11 58 9 18 8 12 2 56 9 19 5 19 5 43 7 34 4 63 5 9 3 27 4 8 6 25 6 2 7 1 - 5 1 5 8 3 12 2 2 2 4 6 11 4 1 9 3 10 12 5 11 4 5 1 7 7 1 4 2 6 1 2 - 5 5 3 3 5 1 3 2 8 - 9 3 2 2 4 - 3 - 6 - 7 9 6 2 11 5 5 2 4 9 3 6 1 7 Keterangan : 1.Banjar; 2.Bugis; 3.Buton; 4.Dayak; 5.Jawa; 6.Toraja; 7.Madura; 8.Mandar; 9.Pasir; -.Tidak memanfaatkan/mengenali. 28 Tumbuhan untuk Obat Pemanfaatan tumbuhan untuk kepentingan pengobatan merupakan salah satu bentuk pengetahuan yang paling umum dikenali oleh masyarakat, baik di Wain Dalam maupun Wain Luar. Tidak kurang dari 90 jenis tumbuhan dikenali masyarakat Wain Dalam dan 79 jenis tumbuhan dikenali masyarakat Wain Luar bermanfaat untuk keperluan obat-obatan tradisional. Diantara jenis-jenis tersebut suku dengan jumlah jenis terbanyak adalah Zingiberaceae (7 jenis); temu ireng (Curcuma colorata), temu kuning (Curcuma domestica). Selanjutnya suku Euphorbiaceae (4 jenis); meniran (Phylanthus niruri), kemiri (Aleurites molucana) dan Lauraceae (4 jenis); Alpukat (Persea americana), kayu manis (Cinnamomum burmanii). Berdasarkan ragam pengobatan yang ada pada masyarakat maka pengetahuan pengobatan masyarakat dapat dikelompokan kedalam 15 kelompok pengobatan (Tabel 7). Jenis-jenis tumbuhan untuk kepentingan pengobatan penyakit dalam dan kebugaran tercatat sebagai jenis yang paling banyak dikenali oleh hampir seluruh kelompok etnis di Sungai Wain. Khusus untuk penyakit dalam, orang-orang Banjar, Bugis, Buton, Pasir dan Toraja termasuk kelompok etnis yang banyak mengenali jenis-jenis tumbuhan untuk penyembuhannya. Sebaliknya pengetahuan tentang anti racun hanya dimiliki oleh kelompok etnis Buton, Jawa dan Toraja. Jenis-jenis tumbuhan anti racun ini diantaranya adalah akar tuba (Derris eliptica), gadung (Dioscorea crispida), ipuh (Styrchnos ignatii) dan upas (Koiledevas brevipes). Dari seluruh kelompok etnis yang tersebar di Wain Dalam dan Wain Luar, kelompok etnis Buton di kawasan Wain Dalam adalah mereka yang paling banyak memahami pentingnya tumbuhan untuk berbagai keperluan pengobatan. Hampir seluruh kategori penyakit dapat diobati dengan tumbuh-tumbuhan. Sebaliknya orang Dayak paling miskin dengan tetumbuhan dan pemanfaatannya untuk pengobatan. Tabel 7 Pemanfaatan tumbuhan untuk pengobatan di HLSW Kategori Jumlah Jenis (Wain Dalam) 2 3 4 5 6 1 2 3 5 6 7 8 - - 18 - 6 23 - - - - - - - - 18 15 18 - 19 - - 13 11 - - - - Anti Racun Gigi Jumlah Jenis (Wain Luar) 1 Kanker 9 - - 18 13 32 23 13 - - 6 26 - - - Kebugaran/stamina 54 53 54 - 90 - 26 13 - 45 - 40 10 10 Kecantikan 10 18 45 36 39 51 68 26 - - 11 - 20 - Kontrasepsi - - 18 - - - - - - - - - - - Luka/Infeksi 18 41.3 36 - 32 45 - 16 - 11 - 20 20 10 - - 18 - - - - - - - - - - 10 Pendengaran Penenang - - 18 - - - - - - - - - - Penglihatan - 19 18 - 13 - - 3 - - - - - - Penyakit Dalam 90 90 90 64 - 90 40 59 32 68 26 69 30 79 Penyakit Kulit 18 19 72 - 45 - - 10 - - - 10 - 10 Pernapasan - 4 18 - 13 23 - 3 - 17 - 10 - - Perut/pencernaan - 15 72 - 19 - 13 16 16 11 26 20 - 20 Syaraf - - 18 - 6.4 - - - - - - - - - Keterangan : 1.Banjar; 2.Bugis; 3.Buton; 4.Dayak; 5.Jawa; 6.Toraja; 7.Madura; 8.Mandar; 9.Pasir; -.Tidak memanfaatkan/mengenali. Hasil perhitungan dengan menggunakan metode ICS, tercatat sebanyak 15 jenis tumbuhan obat penting dihitung berdasarkan intensitas penggunaan, kualitas penggunaan dan eksklusivitasnya. Jenis-jenis yang ditemukan keberadaannya di Wain Dalam dan Wain Luar ialah ulin (Eusideroxylon zwagery), gaharu (Aquilaria microcarpa), pasak bumi (Eurycoma longifolia), kantong semar (Nephenthes spp), dan akar kuning (Coscinium fenestratum). Sedangkan lainnya, aren (Arenga pinnata), pinang (Arecca catechu), kayu manis (Cinnamomum burmanii), pantung (Dyera costulata), dan binahong (Andredera cordifofolia) khusus di Wain Dalam. Pisang, tabat barito (Ficus deltoidea), kunyit, mahkota dewa (Phalerya macrocarpa), dan pulai (Alstonia scholaris) khusus di Wain Luar (Tabel 8). Keberadaan tumbuhan obat penting yang ada di Wain Dalam maupun di Wain Luar sebagian besar merupakan tumbuhan liar (70%). Belum ada upaya budidaya yang intensif untuk tumbuhan seperti ulin, pasak bumi, binahong, akar kuning, pulai, gaharu, tabat barito, kantong semar, dan pantung. Padahal keberadaannya diketahui telah banyak dimanfaatkan masyarakat. Hal ini bisa diketahui dari tingginya nilai ICS jenis-jenis tersebut, bahkan ulin merupakan tumbuhan obat dengan nilai ICS tertinggi. Sementara itu hasil pengamatan dilapangan keberadaan jenis-jenis tumbuhan penting tersebut mulai sulit ditemukan (langka). Keberadaannya terbatas hanya di kawasankawasan tertentu saja di Hutan Lindung Sungai Wain. Oleh karena itu perlu ada upaya yang serius untuk melakukan konservasi baik in-situ maupun ex-situ. Upaya domestikasi dan budidaya secara lebih intensif dengan melibatkan masyarakat sekitar penting untuk dilakukan guna menjamin kelestariannnya di masa depan. Tabel 8 Tumbuhan obat penting masyarakat di HLSW berdasarkan ICS No 1 2 3 4 9 10 11 12 13 14 Nama Lokal Ulin Pisang Pasak bumi Tabat barito Kantong semar Gaharu Kunyit Akar Kuning Mahkota dewa Pulai Aren Pinang Kayu manis Pantung 15 Akar kuning 16 Binahong 5 6 7 8 Nama Ilmiah Eusideroxylon zwagery T.& B. Musa paradisiaca L. Eurycoma longifolia Jack Ficus deltoidea Jack Nephenthes spp Aquilaria microcarpa Baill. Curcuma longa L. Fibraurea tinctoria Lour. Phaleria macrocarpa ( Scheff.) Boerl. Alstonia scholaris (L.) R.Br. Arenga pinnata (Wurmb.) Merr. Areca catechu L. Cinnamomum verum J.Presl. Dyera costulata (Miq.) Hook. Coscinium fenestratum (Gaertn.) Colebr. Andredera cordifolia (Snore.) Steenis Nilai ICS Wain Dalam Wain Luar 58 52 43 30 24 30 25 24 24 24 30 36 - 18 12 - 56 50 42 33 - 24 - 18 Keterangan : -. Tidak dimanfaatkan/dikenali Tumbuhan untuk Kerajinan Berbagai jenis tumbuhan diketahi digunakan oleh masyarakat baik Wain Dalam dan Wain Luar. Berdasarkan keanekaragaman pemanfaatannya, tumbuhan untuk kerajinan dapat dikelompokan ke dalam tujuh kategori (Tabel 9). Dari ketujuh kategori ini, jenis-jenis tumbuhan untuk bahan dasar kerajian atap rumah, anyaman dari rotan paling banyak dikenali oleh masyarakat baik di Wain Dalam maupun Wain Luar. Jenis-jenis itu ialah alang-alang (Imperata cylindrica), bambu (Bambuosa spp), nipah (Nypa pructicans), pandan (Pandanus spp), Rotan (Calamus spp), cendana (Santalum album), Daun biru (Licuala flabelum), kelapa (Cocos nucifera), lontar (Borassus flabellifera), bendo (Artocarpus elasticus), bamban (Donak cannaeformis) dan aren (Arenga pinnata) Tabel 9 Pemanfaatan tumbuhan untuk kerajinan di HLSW Macam Kerajinan Kerajinan Atap daun Kerajinan rotan Kerajinan topi dan tikar Kerajinan bambu Kerajinan bunga Kerajinan ukiran cendana Kerajinan sabut kelapa Tingkat Pemanfaatan (%) Wain Dalam 1 2 3 4 5 6 1 Tingkat Pemanfaatan (%) Wain Luar 2 3 5 6 7 8 9 20 36.4 20 - 28.6 - 33.3 33.3 - 21.4 33 - - 62 100 54.6 20 - 92.9 - 33.3 33.3 20 64.3 33 - 62 62 20 22.7 - - 35.7 - - 12.5 - 21.4 - - - 12 60 22.7 20 - 42.9 25 - 4.2 - 28.6 - - - 37 - - - - - - - 4.2 - - - - - - - 4.6 - - - - - - - - - - - - 20 13.6 - - - - - - - - - - - - Keterangan : 1.Banjar; 2.Bugis; 3.Buton; 4.Dayak; 5.Jawa; 6.Toraja; 7.Madura; 8.Mandar; 9.Pasir; -.Tidak memanfaatkan/mengenali. Pemanfaatan tertinggi dari sisi ragam dan kuantitas dilakukan oleh empat etnis yaitu Banjar, Bugis, Jawa dan Pasir dengan ragam pemanfaatan berkisar antara 4-6 bentuk (57 %-86%) dari semua kategori pemanfaatan dan tingkat pemanfaatan berkisar antara 4% - 100%. Tingginya pemanfaatan tumbuhan untuk kerajinan oleh empat etnis tersebut dikarenakan mereka banyak yang bekerja secara profesional sebagai pembuat kerajinan misalnya pembuatan kerajinan atap dengan memanfaatkan daun nipah dan rotan. Profesi ini telah menjadi sumber penghasilan penting bagi masyarakat tersebut. Tumbuhan untuk Bahan Makanan dan Minuman Pemanfaatan tumbuhan sebagai sumber bahan makanan/minuman merupakan kebutuhan primer bagi semua suku dimana makanan pokok utama masyarakat di Sungai Wain berasal dari tumbuhan. Berdasarkan bentuk pemanfaatannya tumbuhan yang dimanfaatkan oleh masyarakat di Sungai Wain dapat dikelompokan kedalam lima kategori (Gambar 9 dan 10). 120 Pemanfaatan (%) 100 80 60 40 20 0 Banjar Bugis Buton Dayak Jawa Toraja Suku Buah Segar Sayur-Sayuran Minuman Makanan pokok Makanan sekunder Gambar 9 Tumbuhan sumber bahan makanan dan minuman di Wain Dalam 70 Pemanfaatan (%) 60 50 40 30 20 10 0 Banjar Bugis Buton Jawa Madura Mandar Pasir Toraja Suku Buah Segar Sayur-Sayuran Minuman Makanan pokok Makanan sekunder Gambar 10 Tumbuhan sumber bahan makanan dan minuman di Wain Luar Pengetahuan masyarakat akan pemanfaatan tumbuhan sebagai sumber makanan pokok hampir seragam pada semua kelompok etnis dengan kisaran 8,3% - 33,3%. etnis Jawa dan etnis Banjar di Wain Dalam merupakan etnis yang tertinggi dalam hal pemanfaatan buah segar (100%), anekaragam buah telah dikonsumsi etnis Banjar misalnya lai (Durio kutejensis), binjai (Mangifera caesia), kapul (Baccaurea macrocarpa), durian (Durio zibethinus) dan lahung (Durio dulcis). Sementara untuk pemanfaatan sayur-sayuran yang paling tinggi adalah etnis Jawa di Wain Dalam (92,86%). Sayuran yang banyak dikenal dan dimanfaatkan etnis Jawa misalnya buncis, katuk (Sauropus androgynus), kacang panjang (Vigna unguiculata), kalangkala (Litsea garcieae), kangkung (Ipomea aquatica) dan nibung (Oncosperma tigilarium). Tingginya pemanfaatan akan tumbuhan oleh etnis Jawa dikarenakan budaya Jawa sangat kental dengan budaya pertanian yang banyak menghasilkan dan mengkonsumsi buah-buahan dan sayursayuran. Tumbuhan untuk Konstruksi atau Bangunan Pemanfaatan tumbuhan sebagai bahan baku konstruksi atau bangunan masih sangat tinggi di Sungai Wain. Masyarakat Wain Dalam dan Wain Luar masing-masing telah mengenal dan memanfaatkan 37 jenis dan 24 jenis tumbuhan untuk konstruksi dan bangunan. Kepentingan masyarakat yang tinggi terhadap tumbuhan ini tercermin dari nilai ICS yang tinggi terutama pada 10 jenis tumbuhan penting yang paling banyak dipakai masyarakat (Tabel 10). Nilai ICS menunjukan bahwa tingginya pemanfaatan tidak hanya pada intensitas tapi juga pada aspek kualitas atau bentuk pemanfaatan yang beraneka ragam serta ekslusivitas. Tingginya kepentingan masyarakat terhadap tumbuhan untuk konstruksi dan bangunan ini dikarenakan sebagian besar masyarakat masih menggunakan kayu sebagai bahan utama rumah mereka. Pemanfaatan yang lebih tinggi pada masyarakat Wain Dalam dikarenakan sebagian besar masyarakatnya masih menggunakan tumbuhan sebagai bahan utama dalam pembangunan rumah tempat tinggalnya, bahkan masih banyak masyarakat yang 100% rumahnya masih terbuat dari tumbuhan. Kondisi ini tidak terjadi pada Masyarakat Wain Luar, karena masyarakat disini sudah banyak yang menggunakan besi, pasir dan semen sebagai bahan utama. Tabel 10 memperlihatkan 10 jenis tumbuhan yang diketahui memiliki nilai ICS tinggi, baik di Wain Dalam maupun di Wain Luar. Dari jumlah tersebut enam jenis yang secara konsisten dimanfaatkan oleh masyarakat baik di Wain Dalam maupun Wain Luar pada semua kelompok etnis yaitu Ulin (Eusideroxylon zwagery), Bangkirai (Shorea laevis), Kapur (Dryobalanops lanceolata), Meranti (Shorea spp), Keruing (Dipterocarpus sp) dan Bambu (Bambuosa spp). Hanya tercatat 4 jenis yaitu aren (Arenga pinnata), kelapa (Cocos nucifera), durian (Durio zibethinus) dan jati (Tectona grandhis) yang spesifik di Wain Dalam dan 3 jenis spesifik (nipah, serdang, dan rotan) di Wain Luar dengan nilai ICS tinggi . Tabel 10 Jenis-Jenis tumbuhan penting untuk konstruksi dan bangunan No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 Nama Lokal Ulin Aren Bangkirai Kapur Meranti Bambu Kelapa Durian Keruing Jati Sungkai Keruing Nipah Serdang Rotan Nama Ilmiah Eusideroxylon zwagery T.&B. Arenga pinnata (Wurmb.) Merr. Shorea laevis Ridl. Dryobalanops lanceolata Burck Shorea spp Bambuosa spp Cocos nucifera L. Durio zibethinus Murr. Dipterocarpus sp Tectona grandhis L. f. Peronema canescens Jack. Dipterocarpus spp Nypa pructicans Wurmb. Polydocarpus sp Calamus spp Nilai ICS Wain Dalam Wain Luar 52 58 56 40 44 40 32 40 40 40 40 37 40 32 32 52 40 40 40 40 Keterangan : -.Tidak dimanfaatkan Hampir seluruh jenis dengan nilai ICS tinggi ini merupakan jenis yang banyak dieksploitasi, karena selain memiliki nilai intensitas penggunaan, kualitas penggunaan dan eksklusivitas juga memiliki nilai ekonomi bagi masyarakat di Hutan Lindung Sungai Wain. Beberapa diantaranya merupakan jenis-jenis yang tumbuh secara liar misalnya ulin dan bangkirai merupakan jenis tumbuhan yang dikenal secara luas karena memiliki nilai ekonomi yang sangat tinggi. Kedua jenis ini merupakan bahan utama untuk bangunan pada sebagian besar masyarakat di Kalimantan Timur dan khususnya masyarakat di HLSW. Oleh karena itu kebutuhan masyarakat akan kedua jenis tersebut sangat tinggi. Ulin dan bangkirai yang dipanen selama ini merupakan hasil pengambilan langsung dari alam bukan dari hasil budidaya, oleh karena itu keberadaannya makin langka di alam sementara eksploitasinya makin tinggi. Tumbuhan untuk Tanaman Hias Tanaman hias bagi sebagian besar masyarakat di Indonesia terutama etnis tradisional mungkin masih dianggap sebagai kebutuhan sekunder bahkan tersier karena kebutuhannya tidak sepenting kebutuhan terhadap sandang, pangan dan papan. Tanaman hias cukup identik dengan kemapanan tingkat ekonomi seseorang artinya semakin mapan tingkat ekonominya biasanya tingkat perhatian dan pemanfaatan akan tanaman hias juga akan semakin besar. Akan tetapi masyarakat di Sungai Wain diketahui telah banyak mengenal dan memanfaatkan tumbuhan sebagai tanaman hias. Masyarakat Wain Dalam telah mengenal 19 jenis dengan rincian 13 jenis merupakan tanaman budidaya dan 6 jenis masih berupa tanaman liar misalnya salah satu dari dua jenis anggrek hitam (Coelogyne pandurata) dan satu jenis kantong semar (Nephenthes ampularia). Sedangkan masyarakat Wain Luar telah memanfaatkan 34 jenis terdiri atas 16 jenis budidaya dan 18 liar misalnya dua jenis anggrek hitam yaitu Coelogyne pandurata dan Coelogyne foerter_manii. Beberapa jenis kantong semar yaitu Nephenthes mirabilis, Nephenthes ampularia, dan Nephenhtes reintwardthiana. Pemanfaatan yang lebih tinggi pada masyarakat Wain Luar berdasarkan hasil pengamatan langsung di lapangan menunjukan bahwa secara ekonomi sebagian besar masyarakat Wain Luar relatif lebih mapan dibandingkan masyarakat Wain Dalam. Hal ini bisa dilihat dari sebagian besar masyarakatnya yang telah memiliki pekerjaan yang mapan dan perumahan yang baik. Kondisi ini berbanding terbalik dengan masyarakat Wain Dalam di mana sebagian besar merupakan pendatang baru dan tinggal di dalam hutan yang merupakan lahan milik pemerintah. Artinya mereka hanya diberi hak mengelola lahan selama lima tahun, setelah itu akan dievaluasi apakah boleh lanjut atau tidak. Tingginya pemanfaatan tumbuhan liar sebagai tanam hias oleh masyarakat perlu mendapat perhatian khusus terutama menyangkut konservasinya, karena eksploitasi yang tinggi dari alam apalagi jika diikuti dengan motivasi komersial akan mengancam kelestariannya. Beberapa jenis tanaman hias yang langka, unik dan khas seperti jenis-jenis kantong semar (Nepenthes spp) dan jenis-jenis anggrek hitam (Coelogyne spp) masih bisa ditemukan di Hutan Lindung Sungai Wain. Jenis-jenis tersebut karena keindahan dan kekhasannya banyak dicari masyarakat dengan berbagai tujuan baik komersial maupun subsisten. Banyaknya jenis-jenis kantong semar di HLSW dan juga bentuknya yang khas menjadikan kawasan ini direncanakan akan ditetapkan sebagai pusat konservasi kantong semar dunia. Oleh karena itu keberadaannya yang masih merupakan tumbuhan liar perlu mendapat perhatian serius terutama menyangkut aspek konservasi dan domestikasi dari jenis-jenis tersebut agar terhindar dari kepunahan. Tumbuhan untuk Sumber Energi Belum banyaknya ketersediaan sumber energi berupa gas dan minyak, membuat masyarakat di sekitar Hutan Lindung Sungai Wain masih memanfaatkan sumber daya yang ada, yaitu tumbuhan. Mencari kayu bakar dan membuat arang masih sering dijumpai. Tidak kurang dari 19 jenis tumbuhan dikenali oleh masyarakat Wain Dalam dan 12 jenis dikenali oleh masyarakat Wain Luar untuk keperluan energi ini (Tabel 11). Tabel 11 Tumbuhan penghasil arang dan kayu bakar No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 Nama Lokal Akasia Bakau Banditan Bendo Bangkirai Durian Halaban Jambu batu Jambu mete Karamunting Karet Mahang Mangga 14 15 16 17 18 19 Total Markong Merambung Rambutan Sungkai Tengar Ulin Nama Ilmiah Acasia spp Rhizophora spp Polyalthia sp Artocarpus elasticus Reinw. ex Blume Shorea laevis Ridl. Durio zibethinus Murr. Vitex pinnata L. Psidium guajava L. Anacardium occidentale L. Melastoma malabatricum L. Hevea brasiliensis Muell.Arg. Macaranga spp Mangivera indica L. Macaranga gigantea (Reichb.f.& Zoll.) Mull.Arg. Vernonia arborea Ham. Nephelium lappaceum L. Peronema canescens Jack Ceriops tagal (Perr.) C.B.Rob. Eusideroxylon zwagery T.&B. Wain Dalam √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ 19 Wain Luar √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ 12 Keterangan: -. Tidak dimanfaatkan; √. dimanfaatkan/dikenali Kebutuhan akan arang dan kayu bakar untuk aktifitas keseharian seperti memasak makanan, memasak air dan menyetrika pakaian bagi sebagian besar masyarakat Wain Dalam sangat besar. Besarnya kebutuhan akan energi tersebut dikarenakan lokasi mereka yang terletak jauh di dalam hutan yang belum terjangkau oleh listrik. Kondisi demikian tidak terjadi pada masyarakat Wain Luar dikarenakan listrik telah lama masuk di daerah ini, walaupun dengan alasan ekonomi sebagian kecil dari masyarakat masih sering juga menggunakan arang dan kayu bakar sebagi sumber energi alternatif. Oleh karena itu tingkat pemanfaatan jumlah jenis dan frekuensi penggunaan arang dan kayu bakar sebagai sumber energi masyarakat Wain Luar tidak sebesar masyarakat Wain Dalam. Tumbuhan Penghasil Racun Masyarakat Wain Dalam mengenal enam macam tumbuhan yang digunakan sebagai sumber racun yaitu untuk pestisida dan aktivitas berburu ikan, rusa dan burung di hutan. Sedangkan masyarakat Wain Luar hanya mengenal satu jenis tumbuhan untuk berburu racun (Tabel 12). Tabel 12 Tumbuhan penghasil racun dan pestisida alami No Nama Lokal 1 2 Akar tuba Gadung 3 Gamal Nama Ilmiah Derris eliptica (Wallich.) Benth. Dioscorea hispida Dennust. Gliricidium sepium (Jacq.) Stead. 4 5 Ipuh Mimba Strychnos ignatii P.J. Bergius Azadirachta indica A.Just. 6 Mindi Melia Azadarach L. 7 Upas Total Koilodepas brevipes Merr. Kegunaan Racun ikan Pestisida alami Pestisida alami Racun untuk sumpit Pestisida alami Racun untuk sumpit Racun untuk sumpit Wain Dalam Wain Luar √ √ √ √ - √ √ √ - √ 7 1 Keterangan: -. Tidak dimanfaatkan; √. dimanfaatkan Tingginya pengetahuan akan tumbuhan beracun pada masyarakat Wain Dalam disebabkan oleh dua hal yang pertama adalah faktor tempat tinggal dimana sebagian besar masyarakat tinggal dalam kawasan hutan sehingga sangat memungkinkan untuk melakukan aktifitas berburu binatang seperti ikan dan rusa. Oleh karena itu tinggkat pengetahuan akan tumbuhan penghasil racun lebih mereka kuasai dibandingkan masyarakat Wain Luar, hal ini dikarenakan kesempatan yang sama tidak didapatkan masyarakat Wain Luar. Kedua pekerjaan sebagian besar masyarakat Wain Dalam adalah petani yang tentunya akan sering bersentuhan dengan penggunaan pestisida baik alami maupun kimia sementara masyarakat Wain Luar banyak yang jadi pegawai di kota Nilai Guna Keanekaragaman Hayati Tumbuhan Nilai Indek Kepentingan Budaya Tertinggi Nilai keanekaragaman hayati tumbuhan bagi masyarakat di sekitar Hutan Lindung Sungai Wain dihitung berdasarkan nilai Indek Kepentingan Budaya atau Index Of Cultural Significance (ICS). Penilaian ICS setiap jenis tumbuhan menggunakan teknik yang dikembangkan oleh Turner (1988) yang dimodifikasi oleh Purwanto (2002). Teknik ini terdiri dari 3 komponen penilaian, yaitu kualitas penggunaan (Quality of use), intensitas penggunaan (Intensity of use) dan ekslusivitas penggunaan (Exclusivity of use). Hasil analisis ICS terhadap seluruh jenis yang dikenali masyarakat (Lampiran 2 dan 3), maka 15 jenis diantaranya dipilih menjadi jenis yang mendapat nilai ICS tertinggi di kedua lokasi, baik di Wain Dalam maupun Wain Luar. Penetapan ini dilakukan dengan memilih 10 jenis dengan nilai ICS tertinggi di masing-masing lokasi. Ke 15 jenis itu ialah, aren (Arenga pinnata), ulin (Eusideroxylon zwagery), salak (Salacca zalacca), bakau (Rhizophora spp), kayu manis (Cinnamomum burmanii), bambu (Bambuosa spp), bangkirai (Shorea laevis), durian (Durio zibethinus), kapur (Dryobalanops lanceolata), lai (Durio kutejensis), kelapa (Cocos nucifera), matoa (Pometia pinnata), karamunting (Melastoma malabatricum), meranti (Shorea spp) dan bandang (Borassodendron bornensis). Walupun demikian secara spesifik hanya ada 4 jenis, aren, ulin, bambu, bangkirai merupakan jenis yang secara sosial, ekonomi, budaya penting untuk menunjang kehidupan mereka sehari-hari di Wain Dalam dan Wain Luar. Jenis-jenis lainnya seperti kelapa, matoa, karamunting, meranti dan bandang penting bagi masyarakat Wain Luar. Selanjutnya salak, bakau, kayu manis, durian, kapur penting bagi masyarakat Wain Dalam (Tabel 13). Tabel 13 Jenis-jenis dengan nilai ICS tertinggi pada masyarakat di HLSW Jenis No Nama Daerah Nama ilmiah Masyarakat Wain Dalam 1 Aren Arenga pinnata (Wurmb.) Merr. 2 Ulin Eusideroxylon zwageri T.&B. 3 Salak Salacca zalacca (Gaertn.) Voss. 4 Bakau Rhizospora spp 5 Kayu Manis Cinnamomum burmanii J.Presl. 6 Bambu Bambuosa spp 7 Bangkirai Shorea laevis Ridl. 8 Durian Durio zibethinus Murr. 9 Kapur Dryobalanops lanceolata Burck. 10 Lai Durio kutejensis (Hassk.) Becc. Masyarakat Wain Luar 1 Ulin Eusideroxylon zwageri T.&B. 2 3 4 5 6 Kelapa Aren Matoa Durian Karamunting Cocos nucifera L. Arenga pinnata (Wurmb.) Merr. Pometia pinnata Dransf. Durio zibethinus Murr. Melastoma malabatricum L. 7 8 9 10 Bangkirai Bambu Meranti Bandang Shorea laevis Ridl. Bambusa spp Shorea spp Borassodendron bornensis Dransfield QU IU ICS EU Nilai 4;4 4;3 5 4;4 4;3 4;4 4 4 4 4 4;3 5;2 5 4;3 3;4 4;3 5 5 5 5 2;2 2;2 2 2;1 2;1 1;2 2 2 2 2 56 52 50 44 42 40 40 40 40 40 4;4; 3;3 4;2 3;4 4 4;4 4;3;4 5;3 1;1 5;4 4;5 3 5;2 4;3 5 3;5 3;4 5 4;2 2;1 1;1 2;2 1;2 4 2;1 1;1; 1 2,1 2;1 2 2;2 58 4;4 4;4 4 4;2 56 52 48 48 45 44 40 40 40 Keterangan: QU : kualitas penggunaan (Quality of use), IU : intensitas penggunaan (Intensity of use), EU : ekslusivitas penggunaan (Exclusivity of use ) Nilai ICS menunjukan tingkat kepentingan masyarakat akan suatu sumberdaya termasuk tumbuhan. Makin tinggi nilai ICS berarti kepentingan masyarakat akan suatu jenis tumbuhan juga akan makin tinggi. Jenis-jenis dengan nilai ICS yang tinggi pada masyarakat di Hutan Sungai Wain mengarah kepada jenis-jenis dengan kategori penggunaan sebagai sumber makanan/minuman, konstruksi/bangunan, dan energi (bahan bakar). Tingginya pemanfaatan tersebut karena ketiganya merupakan kebutuhan primer masyarakat. Lebih dari separoh jenis-jenis penting tersebut yang statusnya masih liar adalah aren, ulin, bakau, kapur, lai, karamunting, bangkirai, meranti, bandang. Dengan demikian jelas bahwa masyarakat masih banyak melakukan eksploitasi secara langsung di alam. Kondisi demikian jika dibiarkan terus berlangsung tentu akan membahayakan kelestariannya. Oleh karena itu perlu dipikirkan alternatif pengelolaan dan pemanfaatan yang bisa menjamin kelestariannya. Status dan Prioritas Konservasi Status Tumbuhan di Alam Status keberadaan tumbuhan di alam juga dibedakan dalam dua kategori yaitu liar (tumbuh sebagai tumbuhan liar di alam dan belum ditanam masyarakat sama sekali) dan budidaya ( sudah ditanan atau dibudidayakan masyarakat). Jenis liar (129 jenis) ditemukan lebih sedikit daripada jenis budidaya (167 jenis). Jika dibandingkan dengan total jenis yang dimanfaatkan oleh masyarakat maka 56.8% jenis tumbuhan yang bermanfaat merupakan jenis-jenis budidaya dan sisanya yaitu 43,2% merupakan jenis liar (Gambar 11). 70 62.9 56.8 60 Pemanfaatan (%) 50 40 43.2 37.1 30 20 10 0 Wain Dalam Wain Luar Masyarakat Liar Budidaya Gambar 11. Status keberadaan tumbuhan di alam Perlu diberi catatan bahwa beberapa jenis yang statusnya liar seperti ulin (Eusideroxylon zwagery), gaharu (Aquilaria microcarpa), kantong semar (Nephenthes spp), anggrek hitam (Coelogyne spp), pasak bumi (Eurycoma longifolia) dan akar kuning (Coscinium fenestratum) sudah mulai jarang ditemukan. Bahkan beberapa jenis merupakan jenis langka dan dilindungi. Jenis-jenis tumbuhan berguna di hutan Lindung sungai Wain yang tergolong dalam daftar tumbuhan langka Indonesia adalah Aquilaria microcarpa, Borassodendron bornensis, Durio kutejensis, Durio oxleyanus, Eusideroxylon zwageri, Alstonia scholaris, Kompasia excelsa, Parkia roxburghii dan Fibraurea tinctoria (Mogea et al., 2001). Beberapa jenis tumbuhan juga merupakan jenis tumbuhan dilindungi berdasarkan UU No.5 tahun 1990. Ulin sebagai salahsatu komponen utama penyusun vegetasi hutan pamah di Kalimantan seringkali mendapat tekanan terhadap populasinya. Bahkan tegakan-tegakan yang statusnya didalam kawasan konservasipun menjadi komoditas penebangan. Hal demikian juga sering terjadi di kawasan Hutan Lindung Sungai Wain. Di beberapa tempat penurunan potensi tersebut cenderung drastis dan bahkan menjadi langka ( Sidiyasa & Juliaty, 2003). Oleh karena itu dalam IUCN Red List of Threatened Species dimasukan ke dalam kategori Vulnerable (VU A1cd+2cd) yakni kelompok jenis tumbuhan yang menghadapi resiko yang tinggi menuju kepunahan di alam dengan dugaan pengurangan ukuran populasi lebih dari atau sama dengan 30% hingga 50% selama 10 tahun terakhir (IUCN, 2007). Status konservasi Ulin juga tercermin dalam daftar CITES. Ulin tergolong dalam kelompok jenis pohon yang dievaluasi pada daftar CITES (New CITES Listing Criteria) dengan hasil evaluasi IIBi, yang berarti bahwa tingkat eksploitasi jenis ini di alam untuk perdagangan internasional meningkat sehingga perlu dilestarikan (www.cites.org, 2008). Selain ulin, gaharu dan kantong semar juga mendapat perhatian CITES. Oleh sebab itu keberadaan gaharu di Hutan Lindung Sungai Wain, walaupun menjadi komoditas penting dalam kehidupan sehari-hari masyarakat Wain Dalam dan Wain Luar, perlu mendapat perhatian. Di masa depan perlu juga diperhatikan upaya konservasi baik secara ex-situ maupun in-situ. Tumbuhan Prioritas Konservasi di Hutan Lindung Sungai Wain Adanya keterpaduan antara potensi sumberdaya hayati yang ada dan pemanfaatan yang bijaksana akan melahirkan hubungan timbal balik yang harmonis. Pemahaman tentang bagaimana masyarakat lokal menggunakan dan memanajemen sumberdaya alam sangat penting untuk mendukung konservasi. Pemahaman ini dapat dihasilkan dari studi yang mengkaji bagaimana masyarakat lokal menggunakan hutan, melakukan kegiatan budidaya, menilai sumberdaya alam dan memandang perubahan lingkungannya (Duchelle, 2007; Lynam et al., 2003; Boissiere et al., 2004). Pengetahuan masyarakat tentang pengelolaan sumberdaya alam termasuk tumbuhan perlu didokumentasikan agar tidak punah, karena kecenderungan hilangnya pengetahuan tradisional ini mulai terasa diberbagai belahan dunia. Ramirez (2007) mengemukakan bahwa terdapat kecenderungan hilangnya pengetahuan masyarakat tradisional di berbagai tempat di dunia oleh berbagai faktor. Penentuan prioritas jenis tumbuhan yang akan dikonservasi dilakukan dengan memperhatikan beberapa hal penting yang terkait dengan tumbuhan tersebut. Kartikawati (2004) mengemukakan empat hal penting yang bisa dipertimbangkan yaitu nilai indek kepentingan budaya (ICS), penyebaran dan status di alam serta sifat pemanfaatan oleh masyarakat. Vijay (1998) dalam Gunawan (2003), mengemukakan bahwa dalam pemilihan jenis untuk konservasi dikenal istilah species kunci (key species) termasuk species kunci bagi sosial ekonomi. Species kunci bagi sosial ekonomi berkaitan dengan pemanfaatannya seperti (1) sebagai komoditas ekonomi yang penting seperti kayu, pangan, pakan ternak, serat dan obat-obatan (2) sumber genetik, (3) memiliki nilai budaya dan (4) bermanfaat dalam pengelolaan lingkungan. Sementara Primack (1998) mengungkapkan tiga kriteria yang dapat digunakan untuk menentukan prioritas konservasi bagi perlindungan jenis dan komunitas, yaitu kekhasan, keterancaman dan kegunaan. Suatu jenis yang menghadapi ancaman kepunahan akan lebih penting untuk mendapat prioritas konservasi dibandingkan jenis yang tidak terancam kepunahan. Suatu komunitas hayati akan mendapatkan prioritas yang lebih tinggi bagi konservasi bila ia lebih banyak tersusun atas jenis endemik dari pada jenis yang umum serta tersebar luas, artinya makin sedikit penyebaran suatu jenis di alam maka makin perlu untuk dikonservasi karena resiko kepunahannya akan makin tinggi. Jenis-jenis yang masih dalam keadaan liar akan lebih rentan untuk punah dibandingkan dengan jenis-jenis yang sudah berhasil dibudidayakan, apalagi pemanfaatannya oleh masyarakat sudah bersifat komersial dan diketahui memiliki nilai ekonomi yang penting. Suatu jenis juga dapat diberi nilai konservasi yang lebih tinggi bila secara taksonomis ia bersifat unik. Mempertimbangkan hal-hal tersebut diatas maka penentuan tumbuhan prioritas konservasi HLSW didasarkan pada dua kriteria utama yaitu keterancaman dan penyebarannya di alam. Keterangan akan status, kekhasan, sifat pemanfaatan, nilai ekonomi penting, dan nilai indek kepentingan budaya (ICS) dari suatu jenis tumbuhan diperlukan sebagai kriteria tambahan untuk mempertajam analisis dalam rangka penentuan prioritas konservasi tumbuhan HLSW. Dengan mempertimbangkan dua kriteria utama dan lima kriteria tambahan tersebut diatas maka dapat diketahui jenis-jenis tumbuhan yang menjadi tumbuhan prioritas konservasi di HLSW (Tabel 14). Tabel 14 Tumbuhan prioritas konservasi di Hutan Lindung Sungai Wain Nama lokal Nama ilmiah Keterangan KT PA SA KHS SP NEP ICS RP K ++++ ST L ++++ K 1 +++ ST L +++ K +++ + +++ 52 Bangkirai Eusideroxylon zwagery T.&B. Shorea laevis Ridl. 40 2 Anggrek hitam Coelogyne pandurata Lindl. +++ ST L ++++ K ++ 20 3 Gaharu Aquilaria microcarpa Baill. +++ ST L +++ K +++ 16 4 Kantong semar Pasak bumi Nephenthes spp +++ ST L ++++ K + 20 5 Eurycoma longifolia Jack +++ ST L ++ K ++ 24 6 Meranti Shorea spp ++ ST L ++ K ++ 40 9 Lai Durio kutejensis (Hassk) Becc. + ST L +++ K + 40 10 Akar kuning Fibraurea tinctoria Lour. +++ ST L + K ++ 24 7 Kayu paitpait Quasia indica (Gaertn.) Noot. +++ ST L + K + 24 8 Wain Luar Ulin Eusideroxylon zwagery T.&B. ++++ ST L ++++ K ++++ 58 1 Bangkirai Shorea laevis Ridl. +++ ST L +++ K +++ 44 2 Nibung + ST L ++ K - 48.5 10 Rotan Oncosperma tigilarium (Jack) Ridl. Calamus spp ++ ST L +++ K +++ 32 6 Pasak bumi Eurycoma longifolia Jack ++ ST L ++ K ++ 30 8 Tabat barito Akar kuning Ficus deltoidea Jack Coscinium fenestratum (Gaertn.) Colebr. ++ ST L +++ K ++ 30 7 ++ ST L ++ K ++ 24 9 Anggrek hitam Kantong semar Gaharu Coelogyne pandurata Lindl. Nephenthes spp +++ ST L ++++ K ++ 20 4 ++ ST L ++++ K + 20 5 Aquilaria microcarpa Baill +++ ST L +++ K ++++ 8 3 Wain Dalam Ulin Keterangan: + . tingkat kekhasan/keterancaman/nilai ekonomi penting; KT.keterancaman; PA. penyebaran di alam; SA. Status; SP. sifat pemanfaatan KHS. Kekhasan; NEP. nilai ekonomi penting; ICS. indek kepentingan budaya; ST. sedikit; RPK. ranking prioritas konservasi; L. liar; K. komersial. Jenis-jenis (Tabel 14) merupakan jenis tumbuhan yang perlu mendapat prioritas untuk konservasi dikarenakan keberadaannya di alam sangat terancam dan penyebarannya makin sedikit. Faktor lainnya adalah keberadaan jenis tersebut yang masih merupakan tumbuhan liar, memiliki kekhasan dan nilai ekonomi penting, tingkat kepentingan masyarakat yang besar dan tercermin dari nilai ICS serta adanya motivasi komersial pada sebagian masyarakat. Kepentingan yang tinggi dan pengambilan yang dilakukan secara langsung dari alam untuk tujuan komersial akan mengancam kelestarian jenis-jenis tersebut. Penyebaran yang sedikit dan belum dibudidayakan juga dapat mengarah pada kelangkaan jenis. Ulin merupakan jenis pohon yang paling prioritas untuk dikonservasi, hal ini dikarenakan tingkat keterancaman ulin sangat tinggi dan penyebarannya juga sangat sedikit bahkan kini kebanyakan hanya bisa ditemukan dikawasan konservasi. Ulin juga merupakan jenis pohon yang paling bernilai dan paling banyak digunakan masyarakat untuk berbagai keperluan. Beberapa jenis walaupun memiliki nilai ICS yang rendah (seperti kantung semar dan anggrek hitam) akan tetapi dilihat dari kekhasannya sebagai ciri khas utama dari tumbuhan yang ada di Hutan Lindung Sungai Wain bahkan Kalimantan Timur menjadikan jenis ini termasuk jenis yang perlu mendapat prioritas konservasi. Konservasi tumbuhan berguna yang menjadi prioritas di HLSW dapat dilakukan secara in situ maupun ex-situ. Konservasi secara in-situ dilakukan didalam kawasan hutan. Hal ini sebagaimana dikemukakan Kartikawati (2004), yang menyatakan beberapa usaha dalam rangka konservasi in-situ tumbuhan berguna kawasa hutan pegunungan meratus, kalimantan selatan. Usaha-usaha tersebut adalah (1) menetapkan status perlindungan jenis ke dalam kategori yang lebih luas untuk mengakomodasi persyaratan CITES, (2) mengembangkan budidaya dan model-model pemanfaatan yang tidak mengganggu populasi, (3) mengembangkan partisipasi masyarakat dalam pengelolaan dan pengendalian pemanfaatan jenis, (4) pemanfaatan kawasan hutan, (5) melaksanakan inventarisasi potensi jenis-jenis tumbuhan prioritas, (6) mengembangkan jaringan kerja dengan parapihak dan (7) pendidikan konservasi dan pengembangan kegiatan penelitian. Hutan Lindung Sungai Wain Kaltim dalam beberapa aspek memiliki kesamaan dengan hutan lindung Pegunungan Meratus Kalsel, terutama dalam hal tingginya potensi flora dan fauna serta ancaman kelestarian oleh aktifitas masyarakat yang tidak bertanggungjawab. Oleh karena itu upaya-upaya konservasi di hutan lindung pegunungan meratus bisa dijadikan sebagai pertimbangan dalam menentukan langkah yang tepat konservasi tumbuhan di hutan lindung sungai wain. Beberapa tindakan konservasi dapat dilakukan dalam rangka penyelamatan jenis-jenis tumbuhan prioritas maupun tumbuhan- tumbuhan lainnya di Hutan Lindung Sungai Wain. Tindakan-tindakan tersebut pada dasarnya merupakan penjabaran dari tiga pokok utama kegiatan konservasi yang mencakup melindungi (save it), mempelajari (study it) dan memanfaatkan (use it). Kebijakan Pengelolaan Hutan Lindung Sungai Wain Permasalahan dan Solusi Alternatif Konservasi HLSW Kawasan Hutan Lindung Sungai Wain yang memiliki keanekaragaman sumber daya alam hayati dan ekosistem yang unik dan khas, di dalam upaya pengelolaan, pelestarian dan pengamanannya masih mempunyai berbagai permasalahan yang terkait dengan deforestasi hutan. Deforestasi yang terjadi akibat ilegal loging maupun konversi lahan hutan untuk berbagai penggunaan, telah menyebabkan kerusakan lingkungan yang dapat mengancam kelestarian keanekaragaman hayati yang ada di Hutan Lindung Sungai Wain . Deforestasi terjadi diakibatkan selain oleh faktor bencana alam terutama disebabkan oleh adanya aktivitas manusia yang tidak berpihak pada kelestarian lingkungan hidup. Aktivitas ini bisa dilakukan di sekitar kawasan, bahkan di dalam kawasan hutan lindung itu sendiri. Beberapa permasalahan yang mengancam kelestarian keanekaragaman hayati HLSW antara lain sebagai berikut: 1) Keberadaan Jalan Balikpapan–Samarinda Keberadaan jalan arteri Balikpapan – Samarinda yang berbatasan langsung dengan kawasan HLSW sepanjang 4 Km (antara Km. 20 – 24) membawa suatu konsekuensi yaitu adanya kemudahan akses menuju HLSW. Perambahan lahan (untuk pemukiman, ladang maupun kebun), pencurian kayu dan perburuan liar merupakan dampak yang muncul dengan adanya akses jalan tersebut, sementara laju pertambahan penduduk di sekitar kawasan sulit terbendung. Beberapa upaya yang bisa dilakukan untuk mengatasi masalah ini antara lain perlu ditetapkannya kawasan zona penyangga antara kawasan hutan lindung dengan jalan, sehingga laju deforestasi bisa dikendalikan dan tidak merambat ke zona inti. Koordinasi antara instansi terkait yang berwenang hendaknya dilakukan secara intensif guna menangani masalah pelanggaran batas pemanfaatan lahan. Pembuatan pagar pembatas yang baik antara kawasan dan jalan seperti yang sudah dilakukan dibeberapa tempat akan mengurangi laju perusakan kawasan. 2) Penebangan dan Pencurian Kayu Secara Liar ( illegal loging ) Penebangan liar berskala kecil terjadi pada kurun waktu yang teratur dan meningkat setelah kebakaran lahan hutan pada tahun 1997–1998. hingga saat ini lebih dari 2000 pohon bangkirai (Shorea laevis) dan ulin (Eusideroxylon zwageri) telah hilang, begitu pula halnya dengan sejumlah pohon dari jenis meranti (Shorea sp. dan Dipterocarpus spp.). Beberapa kelompok pengumpul gaharu diketahui juga datang memasuki kawasan hutan lindung dan bertanggung jawab atas penebangan lebih dari 500 pohon gaharu (Aquilaria malaccencis) dan ini merupakan sebagian besar dari populasi pohon gaharu yang ada dan akan mengancam keberadaan spesies tersebut (BPHLSW, 2007). Pencurian kayu yang dilakukan secara liar di dalam kawasan HLSW adalah masalah yang hingga saat ini masih terjadi. Kegiatan tersebut umumnya tidak saja dilakukan oleh masyarakat sekitar kawasan bahkan kebanyakan justru dilakukan oleh masyarakat luar (desa atau daerah lain). Upaya yang bisa dilakukan untuk mengatasi penebangan dan pencurian liar adalah dengan peningkatan kegiatan pengamanan kawasan baik kuantitas maupun kualitas dengan melibatkan seluruh komponen terkait baik dari masyarakat maupun pemerintah, penegakan hukum secara tegas bagi para pelaku baik masyarakat biasa maupun oknum aparat (sipil,polisi dan militer). 3) Pembangunan Jembatan Teluk Balikpapan Rencana pembangunan jembatan Teluk Balikpapan merupakan salah satu prioritas dalam upaya peningkatan pelayanan jalan lintas “Kalimantan Poros Selatan” yang berada di Wilayah Kalimantan Timur. Khusus untuk Wilayah Balikpapan, hampir sepenuhnya posisi jalan yang akan dibangun berbatasan langsung dengan Kawasan HLSW yang berada di Bagian Selatan dan Barat kawasan. Rencana pembangunan jembatan Teluk Balikpapan berarti membangun sarana angkutan dan perekonomian bagi masyarakat luas, akan tetapi kemudahan tersebut akan dimanfaatkan oleh sekelompok masyarakat dengan cara merambah dan memiliki lahan secara tidak sah disepanjang jalan. Oleh karena itu para pengambil kebijakan hendaknya berusaha mencari alternatif ataupun solusi yang lebih baik secara ekonomi maupun ekologis sehingga pembangunan ekonomi yang dilakukan tidak harus mengorbankan kelestarian lingkungan misalnya dengan cara memindahkan lokasi jembatan ketempat lain yang tidak berbatasan langsung dengan HLSW tetapi secara ekonomi masih menguntungkan. Karena apapun alasannya suatu kawasan konservasi atau kawasan yang dilindungi tidak dapat dirubah dan digantikan kondisinya baik dari segi jenis maupun habitatnya itu sendiri 4) Rencana Pengembangan Kawasan Andalan Sasamba Keberadaan Hutan Lindung Sungai Wain pada kajian proyek ini sangat diabaikan. Kawasan Hutan Lindung Sungai Wain direncanakan sebagai areal terbuka bagi pengembangan kawasan industri dimana berdasarkan pada Rencana Tata Ruang Wilayah Propinsi (RTRWP) Kalimantan Timur “Rencana Pengembangan Kawasan Andalan Sasamba” ditetapkan sebagai salah satu dari 8 kawasan strategis/andalan yang direncanakan di Kalimantan Timur dengan cakupan wilayah Samarinda, Sanga-Sanga, Muara Jawa, dan Balikpapan (BPHLSW, 2007). Perlu ada upaya serius dari segenap komponen masyarakat agar pemerintah mengkaji ulang dan merevisi kajian proyek tersebut dan memasukan arti penting keberadaan HLSW baik secara ekonomi maupun ekologi dimana keberadaannya merupakan sesuatu yang tak ternilai dan tergantikan dimasa depan. Kerusakan lingkungan yang bisa ditimbulkan sebagai akibat dari berbagai kejadian tersebut diatas akan memberikan dampak ekologi yang besar bagi Hutan Lindung Sungai Wain. Kawasan Hutan Lindung Sungai Wain yang mempunyai keragaman gen, spesies dan habitat yang sangat khas akan mengalami penurunan dan perubahan nilai ekologi apabila kegiatan tersebut terus berlangsung. Deforestasi akan menyebabkan rusaknya berbagai habitat mahluk hidup di alam, kerusakan habitat akan menyebabkan terganggunya pertumbuhan jenis-jenis tumbuhan hutan bahkan dapat secara langsung menyebabkan kemusnahan jenis. Teori species-area relationship menyatakan jika 50% dari areal hutan rusak, sekitar 10% jenis tumbuhan yang hidup di area tersebut akan punah. Jika 90% habitat rusak, area akan kehilangan 50% jenis dan jika 99% habitat hilang, maka 75% jenis akan hilang (Primarck et al., 1998). Deforestasi mengurangi keanekaragaman jenis dan mengikis dasar genetik dari banyak jenis pohon hutan, termasuk jenis yang dimanfaatkan secara tradisional oleh masyarakat lokal untuk keperluan rumah tangga dan pangan (Leakey & Newton, 1994). Kebijakan Pemerintah Daerah Terkait Konservasi HLSW Upaya pengelolaan dan penyelamatan HLSW tersebut diusahakan dengan melalui berbagai kebijaksanaan pengelolaan dan pengembangan HLSW yang didasarkan pada kebijakan pengelolaan kawasan lindung di Indonesia pada umumnya yaitu diarahkan untuk mencapai tujuan agar kawasan yang dimaksud mempunyai fungsi perlindungan terhadap sistem penyangga kehidupan, pengawetan keanekaragaman jenis tumbuhan dan satwa, serta pemanfaatan secara lestari sumber daya alam hayati dan ekosistemnya. Di dalam pelaksanaannya diupayakan agar kawasan lindung tersebut bebas dari segala gangguan dan permasalahan, dikelola dengan baik dan dapat memberikan manfaat yang sebesarbesarnya bagi masyarakat sekitar pada khususnya dan masyarakat luas pada umumnya. Komitmen yang dicetuskan bersama pada tanggal 15 Maret 2001 di Aula Kantor Walikota Balikpapan menghasilkan suatu kesepakatan bersama yaitu berupa “Deklarasi Penyelamatan Hutan Lindung Sungai Wain” dan rekomendasi untuk segera membentuk “Badan Pengelola” yang independen yang selanjutnya secara teknis dan di rumuskan oleh suatu tim khusus dengan tetap melibatkan para pihak (stakeholders) dalam pengambilan keputusan. Dalam mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan, maka pemerintah Kota Balikpapan beserta semua pihak berkepentingan dengan HLSW telah menetapkan kebijakan yang menjadi dasar bagi Badan Pengelola, pihak-pihak terkait, dan masyarakat untuk bersikap dan bertindak. Kebijakan tersebut adalah (BHLSW, 2007): 1. HLSW harus diselamatkan dan dikembalikan sesuai fungsinya untuk daerah tangkapan air serta kawasan perlindungan flora dan fauna, serta dimanfaatkan untuk pendidikan lingkungan dan ekowisata sehingga mampu membantu penyediaan air bagi warga Balikpapan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat. 2. HLSW dikelola oleh Badan Pelaksana yang terdiri dari unsur Dewan Pengarah yang mewakili berbagai pihak berkepentingan dan Unit Pelaksana yang terdiri dari pengurus yang dikontrak untuk jangka waktu tertentu dan bekerja secara professional. Hal ini terwujud dalam SK Walikota Balikpapan No. 6 tahun 2001 tentang pendirian Badan Pengelola. 3. Berbagai unsur pemerintahan membantu dan berkordinasi dengan Badan Pengelola untuk menyelesaian masalah dan sinergi kebijakan pengelolaan di dalam dan sekitar kawasan. Badan Pengelola (BP) yang telah dirancang bersama-sama tersebut mempunyai prinsip dasar sebagai berikut : 1. BP adalah perwujudan pengelolaan yang terintegrasi untuk HLSW dengan melibatkan semua pihak terkait (stakeholder). 2. Badan Pengelola HLSW bersifat independent, mengelola anggaran sendiri yang bersumber dari APBD Balikpapan, Dana Internasional, sumbangan masyarakat, usaha sendiri yang tidak akan merusak kelestarian sumber daya alam serta ekosistem kawasan. 3. Badan Pengelola HLSW untuk pertama kali dibentuk dengan Surat Keputusan Walikota Balikpapan. 4. Untuk selanjutnya agar Badan tersebut mempunyai kekuatan hukum pasti, dengan persetujuan DPRD dapat dibuatkan Peraturan Daerah (PERDA) yang akan mengatur tugas dan kewenangan dari pada Badan Pengelola itu sendiri. 5. Badan Pengelola bertanggung jawab kepada Walikota Balikpapan dengan cara membuat laporan berkala untuk semua pihak dan akan dilakukan audit secara terbuka. 6. Agar dapat diperoleh suatu hasil yang maksimal, Badan Pengelola HLSW tersebut akan terdiri dari unsur “Dewan Pengarah” dan “Unit Pelaksana Harian”. 7. Dewan Pengarah terdiri dari berbagai pihak yang mempunyai kepentingan langsung dengan Kawasan HLSW dan akan mempunyai fungsi utama memberikan arahan strategis maupun kebijakan pengelolaan kawasan. 8. Sedangkan secara teknis pengelolaan HLSW akan dikelola oleh “Pelaksana Harian (Badan Eksekutif)” yang dapat bekerja secara professional dengan harapan pengelolaan HLSW akan tersusun dan terencana dengan maksimal sehingga fungsi dan manfaat kawasan hutan lindung tersebut dapat memberikan hasil yang optimal bagi sekitar, masyarakat Kota Balikpapan, serta dapat menjadi contoh bagi sebuah manajemen pengelolaan kawasan perlindungan alam di Kalimantan Timur khususnya dan di Indonesia pada umumnya. Badan Pengelola yang dibentuk tersebut merupakan suatu bentuk kerjasama atau koordinasi agar pihak-pihak yang selama ini “secara sendirisendiri” telah melakukan kegiatan di Kawasan HLSW dapat bahu membahu menyelamatkan kawasan tersebut dengan satu tujuan dapat tercapai hasil yang lebih maksimal. Agar lebih memiliki kekuatan secara hukum maka komitmen dan kebijakan pemerintah tersebut ditindak lanjuti dalam bentuk yang lebih konkrit dengan dikeluarkannya Perda Kota Balikpapan No. 11 tahun 2004 yang mengukuhkan keberadaan HLSW dan menetapkan asas serta tujuan pengelolaan HLSW. Asas pengelolaan HLSW adalah manfaat dan lestari, kerakyatan, keadilan, kebersamaan, keterbukaan, keterpaduan, dan berkelanjutan yang dilaksanakan secara partisipatif, demokratis, profesional, dan bertanggungjawab. Sedangkan tujuan pengelolaan kawasan HLSW adalah : - menjamin keberadaan hutan untuk seluruh kawasan yang ditetapkan - memaksimalkan seluruh fungsi kawasan - meningkatkan pemberdayaan masyarakat sekitar - meningkatkan daya dukung daerah aliran sungai (DAS) - menjamin pemanfaatan yang berkeadilan, berkelanjutan, dan lestari. Semua komitmen dan berbagai kebijakan tersebut diatas merupakan wujud nyata upaya serius pemerintah daerah Balikpapan untuk menyelamatkan dan melestarikan keberadaan HLSW beserta segenap fungsi dan potensinya di masa depan. SIMPULAN DAN SARAN SIMPULAN Hutan Lindung Sungai Wain memiliki keanekaragaman hayati tumbuhan dan etnis yang tinggi. Data hasil penelitian menunjukan terdapat 9 kelompok etnis yaitu Banjar, Bugis, Buton, Dayak, Jawa, Madura, Mandar, Pasir dan Toraja.. Masing-masing etnis memiliki tingkat pengetahuan dan pemanfaatan yang beragam terhadap keanekaragaman hayati tumbuhan. Pengetahuan masyarakat akan tumbuhan berguna semuanya terangkum dalam 11 kelompok penggunaan yaitu sebagai bahan makanan dan minuman, bangunan/konstruksi, obat tradisional, tanaman hias, kerajinan, adat dan religi, bumbu masak/penyedap, energi, peneduh, hijauan makanan ternak dan racun. Keanekaragaman hayati tumbuhan yang diketahui dan dimanfaatkan oleh masyarakat di HLSW secara keseluruhan, dari ke sembilan kelompok etnis diketahui tidak kurang dari 309 jenis tumbuhan, 224 marga, dan 90 suku. Sementara itu dari seluruh jumlah jenis yang dikenali itu, 221 jenis, 181 marga dan 78 suku, dikenali oleh masyarakat Wain Dalam dan 196 jenis tumbuhan, 161 marga dan 73 suku dimanfaatkan oleh masyarakat Wain Luar. Keanekaragaman jenis tertinggi terdapat pada suku Arecaceae (16 jenis), Orchidaceae (16 jenis), Euphorbiaceae (13 jenis), Arecaceae (16 jenis), Moraceae (13 jenis), Orchidaceae (16 jenis) dan Zingiberaceae (12 jenis). Jenis dengan nilai guna tertinggi menurut masyarakat adalah jenis ulin (Eusideroxylon zwageri). Berdasarkan pertimbangan terhadap aspek keterancaman, penyebaran di alam, status, kekhasan, sifat pemanfaatan, nilai ekonomi penting dan nilai guna tumbuhan (ICS), maka diperoleh 14 jenis terpenting yang menjadi prioritas konservasi di HLSW yaitu Ulin (Eusideroxylon zwageri), Bengkirai (Shorea laevis), Meranti (Shorea spp), Lai (Durio kutejensis), Pasak Bumi (Eurycoma longifolia), Nibung (Oncosperma tigilarium), Akar Kuning (Coscinium fenestratum dan Fibraurea tinctoria), Anggrek Hitam (Coelogyne spp), Kantong Semar (Nephenthes spp), Gaharu (Aquilaria microcarpa), Kayu Pait-Pait (Quasia indica), Tabat Barito (Ficus deltoidea), dan Rotan. (Calamus spp) . Strategi konservasi tumbuhan HLSW hendaknya sejalan dengan strategi konservasi alam secara umum dikarenakan tumbuhan merupakan salah satu bagian penting dari komponen alam. Strategi konservasi alam merupakan penjabaran dari tiga pokok utama kegiatan konservasi yaitu melindungi (save it), mempelajari (study it) dan memanfaatkan (use it), adapun tujuannya adalah untuk menjaga berlangsungnya proses ekologis yang esensial dan sistem penunjang kehidupan, pengawetan keanekaragaman sumber genetik dan plasma nutfah, dan menjamin kelestarian pemanfaatan jenis dan ekosistem. Oleh karena itu strategi konservasi keanekaragaman hayati tumbuhan HLSW hendaknya diarahkan sebagai berikut: 1. Pelestarian keanekaragaman hayati tumbuhan HLSW secara utuh baik genetik, jenis dan ekosistemnya ( save it) dengan cara: a. Mengawetkan atau melestarikan sebanyak mungkin tumbuhan langka yang menjadi prioritas konservasi. Misalnya ulin (Eusideroxylon zwageri), anggrek hitam (Coelogyne spp), gaharu (Aquilaria microcarpa), kantong semar (Nephenthes spp), pasak bumi (Eurycoma longifolia), dan lai (Durio kutejensis). b. Menetapkan zona tertentu dalam kawasan HLSW untuk perlindungan (konservasi in-situ ). Misalnya: perlindungan habitat ulin (Eusideroxylon zwageri), habitat pasak bumi (Eurycoma longifolia), habitat kantong semar (Nephenthes spp), habitat anggrek hitam (Coelogyne spp), keunikan dan keindahan alam pada ekosistem mangrove, dll. c. Penerapan upaya perlindungan di luar kawasan konservasi ( konservasi ex-situ ). Misalnya: pembangunan kebun botani, kebun koleksi, cagar budaya dan museum botani pada zona penyangga HLSW. d. Menetapkan produksi dan pemanfaatan dari spesies dan ekosistem sesuai kemampuannya serta melakukan restorasi ekologi pada habitat dan komunitas tumbuhan yang terdegradasi. Misalnya : penetapan waktu dan batasan pengambilan daun nipah (Nypa pructicans) untuk usaha kerajinan atap masyarakat Wain Luar. Melakukan restorasi habitat ulin (Eusideroxylon zwageri), bangkirai (Shorea laevis), gaharu (Aquilaria microcarpa) dan meranti (Shorea spp) yang rusak akibat pencurian oleh masyarakat. e. Mengkoordinasikan program perlindungan secara nasional dan internasional serta pembuatan peraturan daerah untuk perlindungan spesies tumbuhan tertentu yang dianggap terancam punah, langka, khas dan unik HLSW. Misalnya : peraturan daerah khusus yang mengatur pemanfaatan anggrek hitam dan kantong semar yang merupakan tumbuhan khas HLSW 2. Peningkatan kegiatan riset (study it) yang terkait dengan potensi, konservasi, pengelolaan dan pemanfaatan tumbuhan serta masyarakat di HLSW baik secara kuantitas maupun kualitas. Misalnya : mengembangkan teknik-teknik budidaya dan pemuliaan tumbuhan liar HLSW sehingga bisa dihasilkan bibit yang unggul dan teknik budidaya yang efektif dan efisien. 3. Pemanfaatan secara lestari (use it) keanekaragaman hayati tumbuhan guna peningkatan kesadaran dan kesejahteraan masyarakat dengan cara peningkatan peran serta masyarakat dalam kegiatan pengelolaan, pemanfaatan dan pengamanan kawasan HLSW. SARAN Hutan Lindung Sungai Wain (HLSW) merupakan hutan hujan tropis dataran rendah yang tersisa antara Balikpapan dan Samarinda. Kondisinya masih baik dan alami dengan potensi yang tinggi akan keanekaragaman hayati tumbuhan. Berbagai permasalahan yang muncul baik dari masyarakat maupun akibat kebijakan pemerintah datang mengancam keberadaan kelestarian HLSW di masa depan. Oleh karena itu perlu dilakukan upaya konservasi dengan mengikutsertakan semua komponen yang terlibat baik secara langsung maupun tidak langsung dalam upaya pelestarian HLSW. Kegiatan konservasi yang dilakukan agar efektif hendaknya dilakukan secara utuh dengan melakukan tiga kegiatan utama konservasi yaitu pengamanan (save it), penelitian (study it) dan pemanfaatan (use it). Dalam kaitannya dengan kegiatan pengamanan kawasan (save it), pengamanan yang dilakukan hendaknya tidak hanya menggunakan aparat keamanan saja (polisi dan TNI) tapi juga melibatkan peran serta masyarakat secara aktif. Kegiatan penelitian (study it) perlu ditingkatkan selama ini penelitian masih sangat kurang. Badan Pengelola Hutan Lindung Sungai Wain sebagai institusi yang bertanggungjawab langsung belum memiliki data potensi keanekaragaman hayati HLSW dan juga data sosial ekonomi masyarakat HLSW secara lengkap sebagai hasil suatu studi yang menyeluruh dan berkala. Pengetahuan akan kedua data tersebut sangat penting bagi pengelola dalam menentukan arah dan kebijakan pengelolaan HLSW. Penelitian bisa dilakukan dengan menjalin kerjasama dengan lembaga penelitian maupun universitas yang terkait. Masyarakat diberikan kesempatan dan akses dalam kegiatan pemanfaatan (use it) keanekaragaman hayati tumbuhan HLSW sehingga masyarakat dapat merasakan manfaat dari keberadaan HLSW. Kegiatan pemanfaatan ini hendaknya diatur dalam suatu peraturan dan mekanisme yang jelas dengan tetap memperhatikan aspek utama yaitu kelestarian sumberdaya tumbuhan tersebut. DAFTAR PUSTAKA Adimihardja, K., A.M Kramadibrata, dan O.S. Abdullah. 1994. Laporan akhir Penelitian Hubungan Timbal Balik Masyarakat Pedesaan dengan Hutan di Kawasan Gunung Halimun Jawa Barat. Kerjasama Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Propinsi Daerah Tingkat I Jawa Barat dengan UPT Indonesia Resource Centre for Indigenous Knowledge (INRIK) Universitas Padjajaran Bandung. Anwar, S. 2001. Analisis Kelembagaan Pengelolaan Hutan Masyarakat Rimba (Studi Kasus di Kawasan Hutan Bukit Dua Belas, Jambi). Tesis pada Program Pascasarjana Institut Pertanian Bogor. Bogor. Tidak diterbitkan Aritonang, T.H.R. 1999. Peluang Budidaya Tumbuhan Taman Nasional Gunung Halimun oleh Masyarakat Desa Sirnarasa. Skripsi pada jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut Pertanian Bogor. Bogor. Tidak diterbitkan. Badan Pengelola Hutan Lindung Sungai Wain. 2007. Renstra Pengelolan Hutan Lindung Sungai Wain. Boissiere, M. et al. 2004. Pentingnya sumberdaya alam bagi masyarakat lokal di daerah aliran sungai Mamberamo, Papua dan implikasinya bagi konservasi. 2004. Journal of tropical etnobiology. Volume 1 (2) hal 76 - 95 . Budiman, H. et al . 2004. Panduan Kegiatan Magang Calon Pegawai Negeri Sipil Departemen Kehutanan di Taman Nasional. Departemen Kehutanan dan Conservation Training and Resource Centre. Jakarta. 262p. CITES. 2008. Tree Species Evaluation Using the New CITES Listing Criteria. www.cites.org. [ 2 Juli 2008] Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam. 2008. Konservasi Keanekaragaman Hayati. http://www.ditjenphka.go.id/kkh.php [19 Des 2007 ] Duchelle, 2007. Observation on Natural Resource Use and Conservation by The Shuar in Ecuador’s Cordillera Del Co’ndor. Journal of Ethnobotany Research and Applications 5:005-023. Evans, R.S. 1994. The importance of ethnobotany in environmental conservation. American. Journal of Economics and Sociology. 6:004-020. FWI/GWF. 2001. Potret Keadaan Hutan Indonesia. Forest Watch Indonesia dan Global Forest Watch. Bogor, Indonesia. Washington D.C. Amerika Serikat. Gunawan, H, 2003. Konservasi Jenis Flora di Indonesia Masih dipandang Sebelah Mata?. EBONI (9): 25 - 39 Handoyo. 2003. Pemetaan Masyarakat Adat beserta system pengelolaan sumberdaya hutanya sebagai asset nasional. Buletin Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Vol. 4 (2). Hal 119 – 143. Imang, N., A. D. Gani., Y. Yokota, S. Tetsuya and A. Mochizuki. 2004. Forest management and community participation in Mataliba’. In Nanang, M and G. S. Devung (eds). Local People in Forest Management and The Politics of Participation. Institute for Global Environmental Strategis (IGES). Kanagawa. IUCN. 2007. IUCN Red List of Threatened Species. [www.iucnredlist.org.] [2 Juli 2008]. Kartikawati, S.M. 2004. Pemanfaatan Sumberdaya Tumbuhan Oleh Masyarakat Dayak Meratus di Kawasan Hutan Pegunungan Meratus, Kabupaten Hulu Sungai Tengah. Thesis. Sekolah Pascasarja Institut Pertanian Bogor. Tidak Dipublikasikan. Leakey, R.R.B. & A. C. Newton., 1994. Domestication of Tropical Trees For Timber and non-Timber Products, France, United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization. Lynam, T., R. Cunliffe., I. Mapaure and I. Bwerinofa. 2003. Assessment of the value of woodland landscape function to local communities in Gorongosa and Muaza District, Sofala Province, Mozambique. CIFOR. Bogor. Mogea, J. P., J. Gandawidjaya, H. Wiriadinata, R. E. Nasution dan Irawati. 2001. Tumbuhan Langka Indonesia. Pusat Penelitian dan Pengembangan Biologi –LIPI. Bogor. Nanang, M., Rujehan., A. Riyantone and S. Nanang. 2004. Forest management and community participation in Tanjung Jan. In Nanang, M and G. S. Devung (eds). Local People in Forest Management and The Politics of Participation. Institute for Global Environmental Strategis (IGES). Kanagawa. Noorhidayah, 2003. Perencanaan Interpretasi Lingkungan untuk Ekoturisme di Kawasan Wisata Loksado Kabupaten Hulu Sungai Selatan Provinsi Kalimantan Selatan. Thesis. Program Pasca Sarja Institut Pertanian Bogor. Tidak Dipublikasikan. Primack, R.B., J. Supriatna, M.Indrawan & P. Kramadibrata, 1998. Konservasi, Jakarta, Yayasan Obor Indonesia Biologi Purwanto, Y. dan E.B. Walujo. 1992. Etnobotani Suku Dani di Lembah Baliem : Tinjauan Terhadap Pengetahuan dan Pemanfaatan Sumberdaya Tumbuhan. Prosiding Seminar dan Lokakarya Nasional Etnobotano I. Cisarua, Bogor. Purwanto, Y. 2002. The Evaluation of the Cultural Significance of Plants in Ethnobotanical Study of Dany-Baliem, Irian Jaya, Indonesia. Makalah disampaikan dalam International of Symposium on Land Management and Biodiversity in Southeast Asia. Organized by Hokkaido University, Sapporo Japan and Research Centre for Biology the Indonesia Institute of Science. Indonesia. 16 hal. Ramirez, C. R. 2007. Ethnobonaty and the loss of traditional knowledge in the 21st century. Journal of Ethnobotany Research and Applications 5 : 245 - 247 Rujehan, F. Pambudhi and Setiawati. 2004. Forest management and community participation in Engkuni-Pasek. In Nanang, M and G. S. Devung (eds). Local People in Forest Management and The Politics of Participation. Institute for Global Environmental Strategis (IGES). Kanagawa. Ramirez, C. R. 2007. Ethnobonaty and the loss of traditional knowledge in the 21st century. Journal of Ethnobotany Research and Applications 5 : 245 - 247 Sheild, D. et al 2004. Mengeksplorasi keanekeragaman hayati, lingkungan dan pandangan masyarakat lokal mengenai berbagai lansekap hutan; metodemetode penilaian lanskap hutan secara multi disipliner, CIFOR, Bogor, 101p. Sidiyasa,K. dan N. Juliaty. 2003. Pohon ulin (Eusideroxylon zwageri T. & B.) dengan berbagai aspeknya. Balai Penelitian dan Pengembangan Kehutanan Kalimantan. Samarinda. Siemonsma J.S and K.Piluek. 1994. Vegetables. Plant Resources Of South-East Asia, No. 8. Prosea Indonesia. Bogor. Hal : 17-26 Soerianegara, I. 1977. Pengelolaan Sumberdaya Alam bagian II. Jurusan Pengelolaan Sumber Daya alam dan Lingkungan. Sekolah Pascasarjana IPB. Bogor. Sugiyono, 2007. Statistika Untuk Penelitian. CV Alfabeta, Bandung Tongco, M.D.C. 2007. Purposive sampling as a Tool for Informant Selection. Journal of Ethnobotany Research and Applications 5 : 147 -158 Turner, N.J. 1988. The Importance of a Rose : Evaluating the Cultural Significance of Plants in Thompson and Lillooet Interior Salish Journal of American Anthropology. Undang- Undang Republik Indonesia No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan. 2008. Departemen Kehutanan. www.dephut.go.id/informasi/UndangUndang. [ 23 Des 2008] Undang-Undang Republik Indonesia No.5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumberdaya Hayati dan Ekosistemnya. 2008. Departemen Kehutanan. www.dephut.go.id/files/undang-undang [23 Des 2008] [UNEP] United Nations Environment Programme. Keanekaragaman Hayati Global. WRI. Washington. 1995. Strategi Verheej, E.W.M., and R.E. Coronel. 1991. Edible Fruit and Nuts. Plant Resources Of South-East Asia, No.2. PROSEA Indonesia. Bogor. 446p. Zumsteg, I. S. 2005. Plants and Traditions used in prenatal and postnatal care in Minahasa, North Sulawesi, Indonesia. Diploma Thesis. University of Zurich Institute of Systematic Botany. Zurich. Zuhud, E.A.M. 1999. Strategi Konservasi Tumbuhan Obat Hutan Tropika Indonesia. Bahan Kuliah Mata Ajaran Konservasi Tumbuhan Obat Hutan Tropika Indonesia. Laboratorium Konservasi Tumbuhan, Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan IPB. Bogor. Zuhud, E.A.M. , Ekarelawan dan S Riswan. 1994. Hutan Tropika Indonesia sebagai Sumber Keanekragaman Plasma Nutfah Tumbuhan Obat dalam Zuhud, E.A.M., dan Haryanto (eds). Pelestarian Pemanfaatan Keanekaragaman Tumbuhan Obat Hutan Tropika Indonesia. Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan IPB. Bogor. LAMPIRAN Lampiran 1 Peta lokasi penelitian Gambar 2. Peta rencana lokasi penelitian di Hutan Lindung Sungai Wain, Kota Balikpapan, Provinsi Kalimantan Timur (Sumber : Badan Pengelola Hutan Lindung Sungai Wain, 2006) Lampiran 2 Nilai Indek Kepentingan Budaya ( ICS ) A Kualitas Penggunaan ( quality of Use ) Skor ( Nilai ) 1 Bahan makanan pokok atau utama 5 2 Bahan makanan sekunder (akar, batang, buah, umbi, daun, bunga, kecambah, 4 pucuk,biji,tunas, minuman ) dan material utama (kayu untuk konstruksi, kulit kayu untuk bahan wadah, bahan pakaian, kayu bakar, serat untuk tali temali, kerajinan tangan, teknologi sederhana ) 3 Penggunaan lainnya yang berkaitan dengan makanan (penambah rasa, aroma, 3 bumbu-bumbuan, pemanis, pembungkus, pakan, stimulant, dll), material sekunder (penyamak, pengawet, pewangi, pewarna, getah, kosmetik, dll), obat-obatan,kosmetika, deodoran, pembersih, tikar, alas, pengelap, pakan ternak dan makanan hewan ? 4 Rritual, mitologi, rekreasi, tanaman hias 2 5 Tumbuhan yang dikenal namun tidak digunakan secara khusus atau dianggap 1 istimewa dalam hal apapun B Intensitas Penggunaan ( intensity of use ) 1 Sangat tinggi (very high intensity), sangat berpengaruh terhadap pola hidup 5 harian atau tahunan, tumbuhan seringkali dengan sengaja dipelihara melalui modifikasi habita; meramu dan atau perdagangan produk tumbuhan sebagai kegiatan budidaya primer 2 Intensitas penggunaan cukup tinggi (moderatly high use ); sering 4 dicari/digunakan dan seringkali mempengaruhi kegiatan budaya harian dan atau perdagangan. 3 Intensitas penggunaan menengah (medium use intensity ); secara teratur 3 dicari, terkadang mempengaruhi pola hidup harian atau musiman, meramu dan atau perdagangan kegiatan budidaya yang relatif sering dilakukan 4 Intensitas penggunaan rendah ( low use intensity ) terkadang digunakan; 2 dampak terhadap pola hidup harian atau musiman rendah 5 Intensitas penggunaan minimal ( minimal use intensity ); jarang digunakan 1 dan dampak terhadap pola hidup harian atau musiman dapat diabaikan C Eklusivitas Penggunaan ( exclusivity of use ) 1 Jenis tumbuhan yang paling banyak dipilih dalam peran budaya tertentu 2 2 Salah satu dari banyak jenis tumbuhan yang dipilih dengan ekslusivitas rata- 1 rata (digunakan untuk sebagian besar penggunaan) 3 Sumber sekunder dengan ekslusivitas rendah dalam peran budaya tertentu 0.5 73 Lampiran 3 Rekapitulasi pengetahuan keanekaragaman hayati tumbuhan pada masyarakat Wain Dalam Nama Lokal Nama ilmiah Kegunaan Jumlah ICS PRN SPM adas Foeniculum vulgare Mill. makanan sekunder QU 4 IU 3 EU 1 12 24 1 2 SA 1 bumbu penyedap rasa 3 4 1 12 2 Agathis Agathis bornensis Warb. konstruksi 4 1 1 4 4 2 1 aglonema Aglonema spp. tanaman hias 2 2 1 4 4 1 1 1 akar kuning Fibraurea tinctoria Lour. obat malaria, kulit,stamina dan luka 3 4 2 24 24 2 2 2 akasia Acassia spp. konstruksi dan kayu bakar 4 4 0.5 8 8 1 1 1 alang-alang Imperata cylindrica (L.) Beauw. makanan ternak, obat kanker,ginjal,kencing batu 3 3 1 9 9 1 1 2 alpukat Persea gratissima P. Mill makanan 4 2 0.5 4 16 1 2 1 obat darah tinggi 3 4 1 12 anggrek hitam Coelogyne pandurata Lindl. tanaman hias 2 5 2 20 20 2 2 2 anggrek merpati sda 2 3 1 6 6 1 2 1 anggrek tebu Dendrobium crumenatum Sw. Grammatophyllum speciosum Blume sda 2 3 1 6 6 2 1 2 anggrung Trema orientalis (L.) Blume makanan ternak 3 4 1 12 12 1 1 2 anturium Anthurium spp tanaman hias 2 1 0.5 1 1 2 2 1 aren Arenga pinnata (Wurmb.) Merr. 56 1 2 1 15 1 1 2 makanan sekunder 4 4 2 32 kerajinan, atap rumah 4 3 2 24 bumbu masak 3 4 1 12 asam jawa Tamarindus indicus L. obat penyedot racun ular/kelabang 3 2 0.5 3 asoka Saraca asoca (Roxb.) Wild. tanaman hias 2 2 0.5 2 2 2 1 1 aster Crhysanthinum indicum L. tanaman hias 2 2 0.5 2 2 2 1 1 bakau Rhizophora sp. kayu bakar 4 4 2 32 44 2 2 2 arang 4 3 1 12 bamban Donax cannaeformis (G. Forst.) buat kerajinan bakul 4 3 1 12 12 2 2 2 bambu Bambuosa spp. makanan sekunder 4 4 1 16 40 1 1 1 tikar, kerajinan 4 3 2 24 2 bandang Borassodendron bornensis Dransfield makanan 4 3 2 24 24 2 2 banditan Polyalthia sp. kayu bakar 4 4 1 16 16 2 1 2 banggris Koompasia excelsa (Bacc.) bangunan 4 3 1 12 12 2 1 2 74 Taubert. bangle Zingiber purpureum Roxb. penambah nafsu makan 3 3 0.5 4.5 4.5 2 1 1 bawang merah Allium ascalonicum L. bumbu masak 3 5 1 15 24.5 1 2 1 1.5 26 1 2 1 bawang putih Allium sativum L. obat mag 3 1 0.5 ritual tolak bala dan hujan pada pernikahan, 2 2 2 8 bumbu masak 3 5 1 15 obat mag 3 1 1 3 tolak bala dan hujan pada pernikahan, 2 2 2 8 bayam Amaranthus spp sayuran 4 4 1 16 16 1 2 1 bayam merah obat tambah darah 3 3 1 9 9 2 1 1 belaran Amaranthus tricolor L. Tetrastigma pubinerve (Miq.) Planch. untuk upacara kelahiran 2 3 1 6 6 2 1 2 belimbing Averrhoa carambola L. makanan 4 3 1 12 12 1 1 1 belimbing tunjuk Averrhoa bilimbi L. darah tinggi 3 2 1 6 6 2 1 1 beluntas Pluchea indica L. obat bau badan, pelancar asi dan darah 3 3 2 18 18 2 2 1 benalu jeruk Loranthus ferrugineus Roxb. Scurrulla atropurea (BL.) Danser. Artocarpus elasticus Reinw.ex Blume abat kanker 3 3 2 18 18 2 2 2 obat kanker 3 3 2 18 18 2 2 2 makanan ternak 3 3 0.5 4.5 4.5 2 1 2 Shorea laevis Ridl. Dieffenbachia sequine (Jacquine) Schott konstruksi 4 5 2 40 40 2 2 2 tanaman hias 2 2 0.5 2 2 2 1 1 Ficus benjamina L. Andredera cordifolia (Snore) Stenis peneduh, penghijauan 2 3 1 6 6 2 1 2 obat penyakit dalam, lecet, rematik 3 3 2 18 18 2 1 2 binjai brotowali (penawar sampai) buah agar (mangkokmangkok) Mangifera caesia Jack. makanan 4 4 1 16 16 2 2 2 Tinospora tuberculata L. obat/jamu, malaria 3 5 2 30 30 2 2 2 Scapium macropodum (Miq.) Blumee ex K.Heynee. untuk upacara kelahiran 3 2 1 6 6 2 1 2 buncis makanan/sayur 4 4 1 16 16 1 2 1 bungur Phaseolus vulgaris L. Lagerstromia speciosa (L.) Pers. bangunan/konstruksi 4 3 0.5 6 6 2 1 2 cabe Capsium annum L. kembung 3 5 2 30 30 1 2 1 benalu teh bendo bengkirai beras tumpah beringin binahong 75 cabe rawit bumbu 3 5 2 30 tolak bala 2 2 0.5 2 32 1 2 1 konstruksi 4 3 0.5 cempedak Thuja orientalis L. Arthocarpus champeden (Lour.) Spreng. 6 6 2 1 1 sek.food 4 4 cendana Santalum album L. bangunan 3 1 2 32 32 1 2 1 1 3 19 2 2 1 kerajinan 4 cengkeh Syzygium aromaticum (L.) Merril & Perry 2 2 16 kembung 3 3 1 9 9 2 1 1 ceplukan Physallis peraviana L. cocor bebek Kalanchoe pinnata (Lam.) Pers darah tinggi, kencing manis 3 4 2 24 24 2 1 2 obat penurun panas 3 1 0.5 1.5 1.5 2 1 daun biru 1 Licuala flabellum Mart topi 4 2 1 8 8 2 1 2 dringo Acorus calamus L. pestisida alami 3 2 1 6 6 2 1 2 durian makanan 4 5 2 40 40 1 2 1 flamboyan Durio zibethinus Murr. Delinix regia (Bojer ex Hook.) Raf. peneduh/penghijauan 2 3 2 12 12 2 1 2 gadung Dioscorea hispida Dennust. pestisida alami 3 2 2 12 12 2 1 2 gaharu sesaji,menyambut malaikat, wewangian 2 4 2 16 16 2 2 2 gamal Aquilaria microcarpa Baill. Gliricidion sepium (Jacq.) Stead. makanan ternak, pestisida alami 3 4 0.5 6 6 1 2 1 gambas Luffa acutangula Roxb. makanan/sayur 4 4 2 32 32 1 2 1 ganyong Canna discolor L. makanan 4 3 1 12 12 2 1 1 gelinggang obat mag & penambah darah 3 1 0.5 1.5 1.5 2 1 1 ginseng jawa Cassia alata L. Talinum paniculatum (Jaca.) Gaertn. penambah napsu makan 3 5 2 30 30 1 1 1 halaban Vitex pinnata L. kayu bakar 4 4 2 32 32 2 1 2 ipuh Jabon/ Klampayan Strychnos ignatii P.J. Bergius Anthocephalus Cadamba (Roxb.) Miq. racun sumpit 3 3 2 18 18 2 1 2 bangunan 4 3 1 12 12 1 2 2 jagung Zea mays L. makanan manusia 5 4 1 20 29 1 2 1 makanan ternak 3 3 1 9 jahe Zingiber officinale Rose. stamina 3 4 1 12 12 1 2 1 jahe merah Zingiber officinale Rose. polip, pilek 3 4 1 12 12 1 2 1 jambu batu Psidium guajava L. makanan sekunder 4 4 1 16 29 1 2 1 kayu bakar 4 1 1 4 Cemara kipas Capsium frutescens L. 76 jambu mete Anacardium occidentale L. obat-obatan 3 3 1 9 makanan sekunder 4 4 1 16 kayu bakar 4 1 1 4 29 1 2 1 obat berak darah 3 3 1 9 jarak pagar Jatropa curcas L. obat sakit gigi, sariawan 3 3 1 9 9 2 1 1 jati Tectona grandhis L.f. Archidendron jiringa (Jack.)Nielsen. furniture, bangunan 4 4 2 32 32 1 2 1 17 1 2 2 jengkol penghitam rambut 3 2 0.5 3 makanan 4 3 0.5 6 bangunan 4 2 1 8 jerango/jariangau Acorus calamus L. tolak bala untuk orang setelah melahirkan 2 2 1 4 4 2 1 2 jeruk manis Citrus sinensis Osbeck minuman jus 4 4 1 16 19 1 2 1 obat mual 3 2 0.5 3 3 1 2 1 jeruk nipis Citrus aurantifolia (Christm.) Swingle sesak napas/paru-paru 3 2 0.5 3 jewawut Panicum sp obat diabetes 3 2 0.5 3 3 2 1 1 jintan Eryngium foetidum (Dc.) Craib. bumbu 3 3 1 9 18 2 1 1 obat 3 3 1 9 penghijauan/peneduh 2 3 1 6 6 1 1 1 1 johar Cassia siamea Lamk. kaca piring Gardenia angustifolia (L.) Merr. kolesterol, kencing manis 3 3 2 18 18 2 1 kacang panjang Vigna unguiculata (L.) Verdo makanan/sayuran 4 4 1 16 16 1 2 1 kacang tanah makanan 4 4 1 16 16 1 2 1 Kacabeling Arachis hypogaea L. Clerodendrum buchanani (Roxb.) Walp. ginjal, kencing batu 3 4 2 24 24 2 1 1 kamboja Adenium obesum Row. tanaman hias 2 2 0.5 2 2 1 2 1 kangkung Ipomea aquatic Forsk. makanan ternak 3 4 1 12 28 1 2 1 sayuran 4 4 1 16 kantong semar Nephentes ampularia jack tanaman hias 2 5 2 20 20 2 2 2 Kenuar bangunan 4 4 1 16 16 2 1 2 kapul Shorea johorensis Foxw. Baccaurea macrocarpa (Miq.) Muell. Arg. makanan 4 3 0.5 6 6 2 1 2 kapulaga Amomum cardamomum L. obat 3 3 1 9 9 1 1 1 kapur Dryobalanops lanceolata Burck bangunan, konstruksi 4 5 2 40 40 2 2 2 karamunting Melastoma affine L. makanan sekunder 4 2 1 8 37 1 1 2 77 kayu bakar 4 5 1 makan ternak 3 3 1 20 9 karet Havea brasiliensis Muell.Arg. kayu bakar 4 4 1 16 16 1 1 1 kariwaya Ficus sp. bangunan 4 4 1 16 16 2 1 2 katuk Sauropus androgynus (L.) Merr. Scorodocarpus borneensis Becc. sayuran 4 5 1 20 20 1 2 1 obat demam 3 2 1 6 22 2 1 2 bangunan 4 4 1 16 minuman 4 3 2 24 42 2 2 1 rempah-rempah/bumbu 3 4 1 12 obat mag 3 2 1 6 kayu bawang kayu manis Cinnamomum burmanii J.Presl. kayu pait-pait Quasia indica (Gaertn.) Noot obat sakit gigi 3 4 2 24 24 2 1 2 kayu putih kayu sahang/hitam Melaleuca leucadendron L. obat 3 2 1 6 6 2 1 1 Dyospiros sp. gatal-gatal, kanker, penyakit dalam 3 4 2 24 24 2 2 2 kecapi Sandoricum koetjape Merr. makanan 4 4 1 16 16 2 2 2 kedondong Spondias dulcis Forst. rematik dan flu hongkong 3 3 1 9 9 1 1 1 keladi Alocasia sp. tanaman hias 2 3 1 6 18 1 1 1 makanan 4 3 1 12 makanan 4 3 1 12 12 2 1 2 kelampayan Stenochlaena palustris (Burm.) Bedd. Antocephalus Cadamba (Roxb.) Mia. kelapa Cocos nucifera L. upacara adat, potong rambut bayi 2 3 2 12 keledang Arthocarpus lancifolius Roxb. makanan 4 4 1 kelengkeng Dimocarpus longan Lour. makanan 4 4 kelor Moringa oleifera Lamk. Sayuran, 4 obat,penghilang susuk&ilmu hitam kemangi Ocimum sanctum L. obat sakit perut kembang sepatu Hibiscus rosa-sinensis L. anti ketombe tanaman hias 2 3 1 6 kembayau Canarium adontophylum Miq. makanan 4 3 1 kemiri Aleurites molucana (L.) Willd. bangunan, 4 3 1 Kelakai bangunan 4 4 2 32 32 2 2 2 makanan, minuman 4 5 1 20 37 1 2 1 16 16 2 1 2 2 32 32 2 2 1 3 1 12 24 1 1 1 3 2 2 12 3 3 1 9 9 1 1 1 3 2 1 6 12 2 2 1 12 12 2 1 2 12 36 2 2 1 78 bumbu masak 3 4 2 24 obat ginjal 3 2 0.5 3 kenanga Cananga odorata (Lam.) Hook. F. Thamson tanaman hias 2 2 1 4 kencur Kaemferia galangal L. obat pegal-pegal 3 4 2 kerantungan Durio oxleyanus Griff. makanan 4 4 keruing Dipterocarpus sp. konstruksi 4 ketapang Terminalia catappa L. peneduh, penghijauan 2 penghitam rambut,obat mag, batuk kopi Coffea Arabica L. 7 2 1 1 24 24 1 1 1 2 32 32 2 1 2 5 1 20 20 1 2 2 4 0.5 4 5.5 1 1 1 3 1 0.5 1.5 35 1 2 1 minuman 4 4 2 32 obat luka 3 2 0.5 3 krisan Pyrethrum indicum Cass. tanaman hias 2 1 0.5 1 1 1 1 1 krokotan darah tinggi 3 4 2 24 24 2 1 2 kulur Portulaca sp Arthocarpus altilis (Parbinson) Forberg makanan 4 5 1 20 20 1 2 1 kumis kucing Orthisiphon aristatus Bl.Mid. jerawat, plek hitam, kencing batu,ginjal 3 3 1 9 9 1 1 1 kunyit Curcuma longa L. jamu/obat, luka dalam, ambeyen, kista 3 5 1 15 30 1 2 1 kunyit hitam Curcuma domestica L. 11 2 2 1 obat mag 3 3 1 9 kunyit putih Curcuma zedoaria L. batuk 3 4 2 24 24 2 2 1 kweni Mangifera odorata Griff. makanan 4 3 1 12 12 2 1 2 lahung Durio dulcis Becc. sek food 4 4 2 32 32 2 2 2 lai Durio kutejensis (Hassk.) Becc. sda 4 5 2 40 40 2 2 2 lamtoro Leucaena glauca (L.) Benth. makanan ternak 3 4 1 12 12 1 1 1 langsat Lansium domesticum Correa sek food 4 4 2 32 32 2 2 1 laos Alpinia galangal (L.) Willd obat panu 3 4 1 12 16.5 1 1 1 makanan ternak 3 3 0.5 4.5 bumbu 3 5 1 15 tanaman hias 2 2 0.5 2 lavender Lavandula sp obat anti nyamuk 3 3 1 9 9 2 1 1 lidah buaya Aloe vera L. makanan, obat rambut 4 2 1 8 14 1 1 1 obat rambut 3 2 1 6 lontar Borassus flabellifera L. atap 4 3 2 24 24 2 1 2 lukut Asplenium sp. tanaman hias 2 3 2 12 12 2 2 2 79 mahang mahkota dewa Macaranga sp. Phalerya macrocarpa (Scheef.) Boerl.) mahoni Switenia mahagonia L. mangga Mangifera foetida L. kayu bakar 4 4 2 32 32 2 1 2 darah tinggi 3 3 2 18 18 1 1 1 22 1 2 1 28 1 2 1 1 bangunan/konstruksi 4 4 1 16 obat malaria 3 2 1 6 makanan sekunder 4 5 1 20 kayu bakar 4 2 1 8 mangggis Garcinia mangostana L. makanan 4 4 2 32 32 2 2 mangkokan Nothopanax scutellaium Merr. penghitam rambut 3 3 0.5 4.5 4.5 2 1 2 maritam Nephelium spp. makan 4 4 1 16 16 1 2 1 markung Macaranga gigantea bangunan 4 5 1 20 20 1 2 1 matoa Pomettia pinnata Dransfield makanan 4 3 1 12 12 2 1 2 mawar Rosa sienensis L. tanaman hias 2 1 0.5 1 1 2 1 1 medang Cinamomum porecctum L. bangunan 4 4 1 16 16 2 1 2 melati Jasminum sambac (L.) Ait. perlengkapan ritual kematian, pewangi 2 3 2 12 18 2 1 1 tanaman hias 2 3 1 6 melon Cucumis melo L. makanan 4 4 2 32 32 1 2 1 mengkudu Morinda citrifolia L. obat diabetes, pestisida, darah tinggi 3 2 1 6 6 2 1 1 meniran Phyllantus urinaria L. obat 3 3 1 9 9 2 1 2 merambung Vernonia arborea kayu bakar 4 4 1 16 16 2 1 2 meranti Shorea spp. bangunan/konstruksi 4 5 2 40 40 2 2 2 merica Piper nigrum L. bumbu masak 3 5 2 30 39 1 2 1 obat mag 3 3 1 9 mimba Azadirachta indica A.Just pestisida alami 3 2 2 12 12 2 1 2 mindi Melia azadarach L. sda 3 2 2 12 12 2 1 2 nanas Ananas comosus L. makanan 4 5 1 20 28 1 2 1 perlengkapan upacara kelahiran 2 2 2 8 makanan ternak 3 4 1 12 28 1 2 1 makanan sekunder 4 4 1 16 2 nangka Arthocarpus heterophyllus Lam. nibung Oncosperma tigilarium (Jack) ridl. makanan 4 4 2 32 32 2 1 nipah Nypa pructicans Wurmb. atap 4 5 1 20 20 1 2 2 padi Oryza sativa L. makanan pokok 5 5 1 25 25 1 2 1 80 pantung Dyera costulata Hook. F. furniture, 4 3 2 24 obat sakit gigi, demam, perut 3 3 1 9 33 2 2 2 paria Momordica charantia L. makanan/sayur 4 4 1 16 16 1 2 1 pasak bumi Eurycoma longifolia Jack obat malaria, stamina, pegel linu 3 4 2 24 24 2 2 2 pasang Lithocarpus sp. bangunan 4 4 1 16 16 2 1 2 pepaya Carica papaya L. makanan 4 5 1 20 26 1 2 1 obat malaria 3 2 1 6 petai Parkia speciosa Hassk. makanan, bangunan 4 3 1 12 12 1 2 1 pinang Areca catechu L. makanan 4 4 2 32 38 2 1 1 obat bengkak 3 2 1 6 adat mandi pengantin 2 3 2 12 pinus Pinus merkusii Jungh & Devriese. bangunan, konstruksi 4 2 1 8 8 1 1 1 pisang Musa paradisiacal L. makanan 5 4 1 20 27 1 2 1 obat luka 3 1 1 3 Adat dalam pembuatan rumah baru 2 1 2 4 21 2 1 2 polantan Alstonia scholaris (L.) R. Br. bangunan 4 3 1 12 obat malaria 3 3 1 9 tikar 4 3 2 24 24 2 1 2 makanan 4 4 2 32 32 2 2 2 rambai Eleochris dulcis (Burmy.) Trin. Ex. Hensch. Baccaurea motleyana (Muell. Arg.) rambutan Nephelium spp. sek food 4 4 1 16 16 1 2 1 randu Ceiba pentandra (L.) makanan ternak, obat dan benang 3 2 0.5 3 3 1 1 1 Rotan manau kerajinan 4 3 2 24 24 2 1 2 makanan ternak 3 4 1 12 12 1 2 1 rumput kalanjana Calamus manan Pennisetum purpureum Schumach. Brachiaria mutica (Forssk.) Stapf.) makanan ternak 3 4 1 12 12 1 1 1 rumput wedusan Ageratum conyzoides L. makanan ternak,obat luka 3 4 1 12 12 1 1 1 sagu Metroxylon sago Rottb. atap, makanan 4 4 2 32 32 2 2 2 salak makanan (manisan, jus, buah segar) 5 5 2 50 50 1 2 1 salam Salacca zalacca ( Gaertn.) Voss Eyzigium polyanthum (Wight.) Walp. bumbu masak 3 5 2 30 30 2 1 1 sambiloto Androgaphis paniculata Ness. paru-paru, penyakit dalam 3 4 2 24 24 2 2 2 purun tikus rumput gajah 81 sawit Elaeis gueneensis Jack. minyak 4 3 2 24 24 1 2 1 sawo Achras zapota L. obat diare 3 4 1 12 12 1 2 1 selasih Ocinum basillicum L. minuman es serut 4 3 1 12 18 1 2 1 obat turun panas 3 2 1 6 seledri Avium graveolens L sayuran 4 4 1 16 22 1 2 1 obat darah tinggi 3 2 1 6 semangka Citrullus lanatus (Thumb.) Matsum&Nakai makanan, dijual 4 4 1 16 16 1 2 1 sembung Blumea balsmifera L. obat malaria, kram, kesemutan 3 3 2 18 18 2 1 2 sengon Paraserientes palcataria penghijauan 2 4 0.5 4 16 1 2 1 bangunan 4 3 1 12 bumbu masak 3 5 0.5 7.5 13.5 1 2 1 obat demam 3 2 1 6 4 4 1 16 24 2 2 2 16 1 2 1 serai Cymbopogon nardus (L.) Rendle. serdang Polydocarpus sp makanan atap 4 2 1 8 singkong Manihot utilissima Pohl. 4 4 1 16 sirih Piper betle L makanan obat keputihan, paru-paru,bau badan, obat gatal, mata 3 5 2 30 30 1 1 1 sirsak Annona muricata L. makanan, 4 3 1 12 18 1 2 1 obat darah tinggi & kolesterol 3 2 1 6 sonokeling Pterocarpus indicus Willd. bangunan/konstruksi 4 4 2 32 32 2 2 1 sri rejeki Aglonema sp tanaman hias 2 3 1 6 6 1 2 1 srikaya makanan 4 3 1 12 12 1 1 1 suji Annona squamosa L. Dracasna angusticolia (Medik.) Roxb. pelengkap masakan 3 4 2 24 24 1 1 1 sukun Arthocarpus communis Forst. makanan 4 5 1 20 20 1 2 1 suren Toona surreani (Blume) Merr. bangunan 4 1 0.5 2 2 2 1 1 tampang Artlocarpus communis Trecul. peneduh/penghijauan 1 3 1 3 3 2 1 1 tapak dara Cataranthus roseus (L.) G. Den. kencing batu 3 3 2 18 18 2 1 1 tapak liman Elephantopus scaber L. obat 3 3 2 18 18 2 1 1 tebu Saccharum officinarum L. minuman 4 3 1 12 20 1 2 1 simbol rumah baru, upacara kelahiran 2 2 2 8 obat darah kijangan 3 3 1 9 9 1 2 1 tebu merah Saccharum sp. 82 temu ireng Curcuma colorata Valefon. obat/jamu, cacingan 3 4 2 24 24 2 2 1 temu kuning Curcuma domestica Val. sda 3 4 2 24 24 2 2 1 temu lawak Curcuma xanthorriza L. obat, obat ambayen 3 4 2 24 24 2 2 1 tengar Ceriops tagal (Perr.) kayu bakar 4 4 1 16 16 2 1 2 terkini Euphorbia sp. tanaman hias 2 3 1 6 6 1 2 1 timun Cucumis sativus L. makanan 4 4 1 16 16 1 2 1 tomat Lycopersicon esculentum Mill. makanan 4 4 1 16 16 1 2 1 trembesi Pithecolobium saman Benth. bangunan 4 4 1 16 16 2 2 2 tuba Derris eliptica Benth. racun penangkap ikan 3 3 2 18 18 2 1 2 ubi jalar Ipomoa batatas L. makanan 4 4 1 16 16 1 2 1 ulin Eusideroxylon zwageri T. et B. konstruksi 4 5 2 40 40 2 2 2 penyubur rambut, pencegah uban, obat mag 3 2 2 12 12 upas Koilodepas brevipes Merr. racun ,berburu, menangka burung 3 3 2 18 18 2 1 2 vanili Vanilia planifolia Andrews. pewangi 3 4 1 12 12 2 2 1 wortel Daucus carota L. makanan/sayur 4 4 1 16 16 1 2 1 Keterangan : QU : Quality of Use ( Kualitas Penggunaan) IU : Intensity of Use ( Intensitas Penggunaan) EU : Exclusivity of Use (Ekslusivitas Penggunaan) ICS : Index of Cultural Significance (Indek kepentingan Budaya) PRN : Penyebaran di Alam SPM : Sifat Pemanfaatan di Alam SA : Status di Alam 83 Lampiran 4 Rekapitulasi pengetahuan keanekaragaman hayati tumbuhan masyarakat Wain Luar Nama Lokal Nama Ilmiah aglonema Aglaonema spp tanaman hias 2 2 1 4 4 1 1 1 akar kuning Fibraurea tinctoria Lour. 3 4 2 24 24 2 2 2 akar kuning Coscinium fenestratum Gaertn. obat liver jamu, obat cacing, sakit kuning, gangguan pencernaan 3 4 2 24 24 2 2 2 akar tuba Derris elliptica (Wallich.) Benth. racun ikan 3 5 2 30 30 2 1 2 akasia Accacia sp. kayu bakar 4 5 1 20 28 1 1 2 23 1 1 2 22 2 1 1 2 alang-alang Imperata cylindrical (L.) Beauw. Kegunaan QU IU EU Jumlah ICS bangunan 4 1 0.5 2 penghijauan 2 3 1 6 obat asma, darah tinggi 3 1 1 3 hiasan 2 2 1 4 atap 4 2 2 16 4 4 1 16 PRN SPM SA alpukat Persea Americana P.Mill. makanan obat darah tinggi 3 2 1 6 anggrek Claderia viridiflora Hook.f. tanaman hias 2 3 1 6 6 2 2 anggrek hitam Coelogyne foerter_manii tanaman hias 2 4 2 16 16 2 2 2 anggrek Dendrobium jacobsonii J.J.Sm. tanaman hias 2 3 1 6 6 2 2 2 anggrek tanaman hias 2 3 1 6 6 2 2 2 anggrek dupa Dendrobium lamelatum Bulbophyllum patens King ex Hook.f. tanaman hias 2 3 1 6 6 2 2 2 anggrek panda Vanda tricolor Lindl. tan hias 2 3 1 6 6 2 2 2 anggrek Vanilla planifolia B.D.Jack tan hias 2 3 1 6 6 2 2 2 anggrek hitam Coelogyne pandurata Lindl. tanaman hias 2 5 2 20 20 2 2 2 anggrek tanah Spathoglottis plicata Bl. tanaman hias 2 4 1 8 8 2 2 2 anggrek pandan Cymbidium bicolor Lindl. tanaman hias 2 3 2 12 12 2 1 2 anggur Vitis spp makanan 4 1 1 4 4 2 1 1 angsana Pterocarpus indicus Wild. peneduh 3 3 1 9 9 2 1 1 aren Arenga pinnata (Wurmb.) Merr. peluruh air seni dan haid 3 4 1 12 52 1 2 1 makanan 4 5 2 40 Tamarindus indica L. obat panas, obat kuat 3 4 2 24 24 2 1 2 Mangifera odorata Griffith. makanan 4 3 1 12 12 1 1 2 asam jawa asam putaran/kweni 84 bakau Rhizophora sp. kayu bakar 4 2 2 16 arang 4 2 2 16 32 1 1 2 3 2 0.5 3 3 1 1 1 40 1 1 2 40 2 1 2 44 2 2 2 bakung Crinum asiaticum L. peluruh keringat, obat mata bambu-bambuan Bambuosa spp. kerajinan, furniture 4 3 2 24 konstruksi 4 4 1 16 makanan 4 4 2 32 Peneduh 2 2 2 8 kayu bakar 4 3 2 24 bandang Borassodendron bornensis Dransfield bangkirai Shorea laevis Ridl. bangunan 4 5 1 20 bayam Amaranthus sp sayuran 4 3 2 24 24 1 1 1 begonia Begonia sp tanaman hias 2 2 0.5 2 2 1 1 1 belimbing Averrhoa carambola L. makanan 4 2 0.5 4 4 1 1 1 beluntas Pluchea indica L obat darah tinggi dan jamu 3 3 2 18 18 2 1 1 benalu jeruk Loranthus ferrugineus Roxb. Artocarpus elasticus Reinw.ex Blume obat kanker 3 2 2 12 12 2 1 2 kayu bakar 4 4 2 32 40 1 2 2 kerajinan 4 2 1 8 pohon keramat, peneduh 2 2 2 8 8 2 1 2 bendo beringin Ficus benjamina L. berokan Ageratum conyzoides L obat luka 3 1 0.5 1.5 1.5 1 1 2 binjai Mangifera caesia Jack makanan 4 3 1 12 12 2 2 2 bougenville brotowali/penawar sampai Bougenville spp tanaman hias 2 2 0.5 2 2 1 1 1 Tinospora tuberculata L. pegel linu, malaria, liver, kencing manis 2 4 2 16 16 2 1 2 buah kijang Irvingia malayana Oliv. obat malaria 2 3 2 12 24 2 1 2 makanan 4 3 1 12 buncis Phaseolus vulgaris L. makanan 4 4 1 16 16 1 2 1 bunga tahi ayam Lantana camara L. tanaman hias 2 2 0.5 2 2 1 1 1 cabe Capsium annum L. bumbu, obat rematik 3 5 1 15 15 1 2 1 cempaka Michelia champaca L. Artocharpus champeden (Lour.) Spreng. Syzygium aromaticum (L.) Merril & perry. obat sariawan 2 2 1 4 4 2 1 1 makanan, peneduh 4 4 2 32 32 1 2 1 sakit gigi, batuk, pelega perut 3 3 1 9 9 1 2 1 cempedak cengkeh 85 cocor bebek Kalanchoe pinnata (lam.) Pers. jamu, penurun panas, radang telinga 3 4 2 24 24 2 1 daun biru Licuala flabellum Mart. tanaman hias 2 2 1 4 4 2 1 2 daun kentut Paederia sp. perut kembung, wasir 3 2 1 6 6 2 1 2 durian Durio zibethinus Murr. 48 1 2 1 24 1 2 1 makanan sekunder 4 5 2 40 kayu bakar 4 2 1 8 makanan 4 3 2 24 1 durian ha ha Neesia sinandra eceng gondok Eichhornia crassipes Solms tanaman hias, obat alergi dan biduren 2 1 0.5 1 1 1 1 2 gaharu Aquilaria microcarpa Baill. sembahyang, dupa, pengusir mahluk halus 2 2 2 8 8 2 2 2 gambas Luffa acutangula Roxb. sayuran 4 4 1 16 16 1 2 1 gelombang cinta tanaman hias 2 1 1 2 2 2 1 1 ginseng jawa Anthurium sp. Talinum paniculatum (jacq.)Gaertn.) untuk stamina 3 4 1 12 12 1 1 1 jagung Zea mays L 5 4 1 20 20 1 2 1 jahe Zingiber officinale Kosl. makanan, pelancar asi minyak gosok, bumbu, jamu, minuman, obat pegel linu, masuk angin, penghangat badan 3 3 1 9 9 1 2 1 jahe merah Zingiber sp. obat kuat 3 3 1 9 9 1 2 1 jambu air Syzygium sp. makanan 4 3 1 12 12 1 1 1 jambu biji Psidium guajava L. 25 1 1 1 jambu mete makanan 4 4 1 16 , obat diare dan demam berdarah 3 3 1 9 diare 3 3 2 18 18 2 1 1 makanan 4 2 1 8 8 2 1 2 jamur kuping hitam Anacardium occidentale L. Auricularia polytricha (Mont.) Sacc. jarak pagar Jatropa curcas L. obat kembung, kutu air, sakit gigi 3 2 1 6 6 1 1 1 jati Tectona grandis L.f. Archidendron cliperaria (Jack) Nielsen bangunan 4 4 2 32 32 2 2 1 makanan sekunder 4 3 0.5 6 15 1 1 1 obat kudis, luka, bisul 3 3 1 9 1 16 22 1 1 1 jengkol hutan jeruk manis Citrus sinensis Osbeck. makanan 4 4 pengusir pacet, obat nyamuk 3 2 1 6 1 1 1 jeruk bali obat luka 3 2 0.5 3 3 2 1 1 jeruk nipis Citrus grandis (L.)Osbeck Citrus aurantifolia (Christm.) Swingle. obat batuk, demam anak kecil 3 2 1 6 6 2 2 1 kaca piring Gardenia angustifolia (L.) Merr. tanaman hias 2 2 1 4 4 2 1 1 kacang panjang Vigna unguiculata (L.) Verdo. sayuran 4 4 1 16 16 1 2 1 86 kacang tanah Arachis hypogaea L. makanan 4 4 1 16 16 1 2 kadaka Asplenium sp. obat demam, folio 3 2 2 12 12 1 1 1 2 kalangkala Litsea garciae Vidal makanan 4 3 2 24 24 2 1 2 kamboja Adenium obesum Row. tanaman hias 2 1 1 2 2 2 1 1 kangkung Ipomoe aquatica Forsk. sayuran 4 4 1 16 16 1 2 1 kantong semar tanaman hias 2 5 2 20 20 2 2 2 kantong semar Nephenthes ampularia Jack Nepenthes mirabilis (Lour.) Druce tanaman hias 2 4 2 16 16 2 2 2 kantong semar Nepenthes reinwardtiana Miq. tanaman hias 2 4 2 16 16 2 2 2 kapuk randu Ceiba petandra L.Gaertn. patah tulang, batuk, asma, amandel, demam 3 4 1 12 12 2 1 1 makanan ternak 3 3 1 9 23 kapul Baccaurea macrocarpa (Miq.) Muell.Arg. makanan 4 3 2 24 2 1 2 kapur Dryobalanops lanceolata Burck bangunan 4 4 2 32 32 2 2 2 kapur merah Dryobalanops beccarii Dyer. bangunan 4 4 2 32 32 2 2 2 karamunting Melastoma affine L. makanan sekunder 4 4 1 16 45 1 1 2 obat luka 3 3 1 9 kayu bakar 4 5 1 20 katuk Sauropus androgynus (L.) Merr. memperlancar asi, obat malaria dan ginjal 3 2 1 6 6 2 1 1 kayu manis Cinamomum burmanii J.Presl. 3 4 1 12 12 2 1 2 kayu putih Melaleuca leucadendron L. obat sesak nafas obat sesak nafas, kembung, bangunan, minyak kayu putih 3 2 1 6 6 2 1 1 kembang sepatu Hibiscus rosa-sinensis L. tanaman hias 2 1 1 2 2 1 1 1 kecapi Sandoricum koetjape Merr. makanan 4 4 2 32 40 1 2 1 bangunan 4 2 1 8 1 kecubung Datura fastuosa L. sesak nafas, nyeri haid 3 2 1 6 6 2 1 kedondong Spondias pinnata (L.f.) Kurz mencret, sariawan 3 3 1 9 9 1 2 1 keladi Alocasia spp tanaman hias 2 2 0.5 2 2 1 1 1 kelapa Cocos nucifera L. 1 2 1 kemangi kembang semangkuk makanan 4 5 2 40 40 ritual penganten dan wanita hamil 2 4 2 16 16 Ocimum sanctum L. penenang 3 2 1 6 6 1 1 1 Scapium longiflorum Ridl. minuman 4 2 2 16 22 2 1 2 obat kontrasepsi 3 2 1 6 87 kenanga Cananga odorata (Lam.) Hook.f.&Thomson obat nyeri haid, bunga untuk memandikan orang meninggal dan bunga untuk makan 3 4 2 24 24 1 1 1 kencur Kaemferia galangal L, obat pegel linu, penamba nafs makan 3 4 2 24 24 1 2 1 kenikir Cosmos caudatus Kunth. tanaman hias 2 2 0.5 2 8 1 1 1 obat batuk 3 2 1 6 kepi-kepi Fagraea racemosa Jack peneduh 2 2 1 4 4 1 1 2 keranji Diallium spp. bangunan 4 2 1 8 8 1 1 2 kerantungan makanan 4 5 2 40 40 2 1 2 keruing Durio oxleyanus Griff Dipterocarpus cornutus C.F.Gaertn. bangunan 4 5 2 40 40 2 2 2 ketapang Terminalia catapa L peneduh, obat disentri 2 3 2 12 12 1 1 1 ketapang gunung Terminalia foetidissima Griffth peneduh 2 3 2 12 12 1 1 1 kopi Coffea Arabica L. minuman, penyegar badan 4 3 1 12 12 1 2 1 krokot Portulaca sp asma 3 1 2 6 6 2 1 2 kumis kucing Orthisiphon aristatus BL.Miq. kencing manis, jamu 3 2 2 12 12 2 1 1 kunyit Curcuma longa L. antibiotik, pegel linu, jamu, filek 3 4 2 24 24 1 2 1 kuping gajah Anthurium crystallinum Lindl obat bengkak tenggorokan, mag 3 1 1 3 3 2 1 1 kupu-kupu Bauhinia acuminate L. tanaman hias 2 1 1 2 2 2 1 2 laban Vitex pinnata L. kayu bakar 4 4 2 32 40 2 2 2 arang 4 2 1 8 labu merah Cucurbita moschata (Duchesne ex Lam.) Duchesne ex Poir. makanan 4 4 1 16 16 1 2 1 lahung Durio dulcis Becc. makanan 4 1 1 4 4 2 1 2 lai makanan 4 3 2 24 24 2 2 2 lamtoro Durio kutejensis (Hassk.) Becc. Leucaena leucocephala (lmk.)De Wit) obat cacing, makanan ternak 3 3 2 18 18 2 1 2 langsat Lansium domisticum Corr. makanan 4 3 2 24 24 2 1 2 lavender Lavandula spp obat nyamuk, tanaman hias 2 2 1 4 4 1 1 1 lengkeng Dimocarpus longan Lour. makanan 4 3 2 24 24 2 1 2 lengkuas Alpinia galangal (L.) Willd. makanan ternak, bumbu 3 3 0.5 4.5 4.5 2 1 1 lengkuas merah Alpinia purpurata K.Schum. obat kuat, jamu, obat paru-paru 3 3 1 9 9 1 1 1 lidah buaya Aloe vera L. Phalerya macrocarpa (Scheef.) Boerl.) tanaman hias 2 2 1 4 4 1 1 1 segala penyakit 3 2 1 6 6 2 1 1 mahkotadewa 88 mahoni Swietenia mahagoni L. bangunan 4 4 1 16 16 2 2 1 mangga Mangifera foetida L. makanan 4 3 1 12 20 1 1 1 kayu bakar 4 2 1 8 manggis Garcinia mangostana L. makanan 4 3 1 12 12 2 2 2 Srikaya obat kencing nanah 3 2 1 6 6 2 1 1 markong Annona squamosa L. Macaranga gigantea (Reichb.f.&Zoll.) Mull.Arg. kayu bakar 4 5 1 20 20 1 2 2 matoa Pomettia pinnata Dransfield makanan 4 3 4 48 48 1 1 1 mawar Rosa sienensis L. tanaman hias 2 4 1 8 23 2 1 1 12 perlengkapan doa 2 3 2 obat jerawat dan keputihan 3 1 1 3 medang Cinamomum porecctum L. bangunan 4 3 1 12 12 1 1 2 melati Jasminum sambac L. obat liver, bunga untuk tabur bunga 3 2 2 12 12 2 1 1 melinjo Gnetum gnemon L. 14 2 1 1 20 1 2 2 makanan 4 2 1 8 peluruh air seni 3 2 1 6 bangunan 4 5 1 20 mangerawan Hopea mengarawan Miq. meniran Phyllanthus niruri L. pegel linu 3 2 1 6 6 2 1 1 meranti putih merkabang/meranti merah Shorea lamelata Foxw. bangunan 4 5 2 40 40 1 2 2 Shorea acuminate Dyer bangunan 4 5 2 40 40 2 2 2 nanas Ananas comosus Merr. makanan 4 3 2 24 24 1 2 1 nangka Artocarpus heterophylus Lamm. makanan sekunder 4 5 2 40 52 1 1 1 makanan ternak 3 4 1 12 bangunan 4 3 2 24 24 2 1 2 makanan sekunder 4 5 2 40 49 2 1 2 makanan ternak 3 3 0.5 4.5 natu nibung Palaquium dasypyllum Piere ex Dubard Oncosperma tigilarium (Jack) Ridl. peneduh 2 2 1 4 nipah Nyfa fructican Wurmb. atap 4 5 2 40 40 1 2 2 padi Oryza sativa L. makanan 5 5 2 50 50 1 2 1 pakis haji Cycas circinalis L. disentri 3 3 1 9 9 2 1 2 pandan hutan Pandanus sp. tikar, anyaman, topi 4 2 1 8 8 1 2 2 pare Momordica charantia L. makanan 4 2 1 8 14 1 2 1 89 obat demam sakit tulang, gatal, disentri, diabetes, rematik, malaria, sakit pinggang, demam, luka baru 3 2 1 6 3 5 2 30 30 pasak bumi Eurycoma longifolia Jack 2 2 2 pepaya Carica papaya L. obat demam, gatal-gatal, nafsu makan 3 4 2 24 pete Parkia specioca Hassk. makanan 4 3 0.5 6 24 1 2 1 6 1 2 petik tanjung Mimusop elengi L. peneduh 2 1 0.5 1 1 1 2 1 1 pinang Areca catechu L. mandi tujuh bulan, memperkecil perut 2 4 pisang Musa paradisiacal L. makanan 4 5 2 16 16 2 1 2 1 20 43 1 2 pembungkus 3 1 5 1 15 makanan ternak malaria,sakit perut, batuk, disentri, melancarkan kelahiran 3 3 1 9 3 2 2 12 12 2 1 2 2 pulai Alstonia scholaris ( L.) R.Br. pulai Alstonia spectabilis R.Br. luka 3 2 2 12 12 2 1 rambai Baccaurea motleyana Hook.f. makanan 4 2 1 8 8 2 2 2 Rambai gigi Phsycotria celebica Miq. makanan sekunder 4 3 1 12 24 2 1 2 rambutan Nephelium spp 1 2 1 makanan 4 3 1 12 kayu bakar 4 3 1 12 12 resak Vatica rassak Blume bangunan 4 3 1 12 12 2 1 2 rotan cacing Calamus melanoloma Mart. bubu 4 5 2 40 40 2 2 2 rotan merah Korthalsia echinometra Becc. pancing 4 5 2 40 40 2 2 2 rotan ronti makanan 4 5 2 40 40 2 2 2 rotan semambu Calamus caesius Blume Calamus ornatus Blume ex Schult. bubu 4 5 2 40 40 2 2 2 rotan sega Calamus caesius Blume kerajinan 4 5 2 40 40 2 2 2 rukam sakit mata 3 2 1 6 6 2 1 2 rumput gajah Flacourtia rukam Zoll.&Moritzi Pennisetum purpureum Schumach. HMT 3 3 1 9 9 1 1 1 sagu Metroxylon sago Rottb. makanan 4 3 1 12 12 1 2 2 salak makanan 3 3 1 9 9 1 2 1 salam Salacca zalacca ( Gaertn.) Voss Syzigium polyanthum (Wight.) walp. asam urat 3 4 1 12 12 1 2 1 sambung nyawa Gynura procumbens Merr. retak tulang 3 2 0.5 3 3 1 1 1 sawi Brassica rapa L. sayuran 4 3 1 12 12 1 2 1 sawo kecik Manilkara kauki (L.) Dubard. tanaman hias 2 3 1 6 6 1 1 1 90 seledri semangka Avium graveolens L. Citrus lanatus (thunb.) Matsumura & Nakai sembung Blumea balsamifera (L.) DC. jamu, sesak napas, gigitan ular, kejang perut 3 2 2 12 12 1 1 2 sempayang Mangifera sp. Paraserianthes falcataria (L.) Nielsen makanan 4 3 1 12 12 2 1 2 sengon sesak napas 3 3 0.5 4.5 4.5 1 2 1 makanan 4 3 1 12 12 1 2 1 bangunan 4 2 1 8 8 1 1 1 tanaman hias 2 1 1 2 2 1 1 1 serai Aglonema sp. Cymbopogon nardus (L..)Rendle sesaji, obat nyamuk dan semut 2 2 1 4 4 1 1 1 serdang Polydocarpus sp. atap 4 4 1 16 40 2 2 2 tikar 3 2 2 12 1 sepril/sri rejeki makanan sekunder 4 3 1 12 singkong Manihot utilisima Pohl. makanan 4 4 1 16 16 1 2 sirih Piper betle L. obat kewanitaan, radang tenggorokan 3 3 2 18 18 1 1 1 sirsak Annona muricata L. makanan, 4 3 1 12 18 1 1 1 sakit kepala, mimisan 3 2 1 6 soka Ixora coccinea L. bengkak, luka baru 3 2 1 6 tanaman hias 2 2 1 4 1 1 1 10 1 1 1 1 srikaya Annona squamosa L. sakit kepala 3 1 0.5 1.5 1.5 2 1 sukun Arthocarpus communis Forst. makanan 4 4 2 32 32 1 2 1 sungkai Peronema canescens Jack bangunan 4 5 2 40 52 1 2 1 kayu bakar 4 3 1 12 suplir Adiantum capillus-veneris L. tan hias 2 2 1 4 4 1 1 1 tabat barito obat luka 3 5 2 30 30 2 2 2 Tarap Ficus deltoidea Jack Paratocarpus venenosa (Zoll.&Mor.) Becc. makanan sekunder 4 3 1 12 12 2 1 2 tebu Saccharum officinarum L. makanan 4 3 1 12 18 1 1 1 ,tolak bala pendirian rumah, religi 7 bulanan 2 2 2 8 1 1 1 temu giring Curcuma heyneana Val.&v.Zijp. cacingan 3 2 1 6 6 2 1 1 temu lawak Curcuma xanthorriza L. jamu, penyegar badan, napsu makan 3 2 1 6 6 2 1 1 terkini Euphorbia sp. tan hias 2 3 1 6 6 1 1 1 terung pipit Solanum verbascifolum L. batuk kering 3 3 1 9 9 1 1 1 timun Cucumis sativus L. makanan 4 3 1 12 12 1 1 1 91 tomat Lycopersicon esculentum Mill. makanan 4 3 1 12 12 1 1 1 ubi jalar Ipomoa batatas L. makanan 4 4 1 16 16 1 2 1 ulin Eusideroxylon zwagery T.et B. bangunan 4 5 2 40 58 2 2 2 kayu bakar 4 3 1 12 obat krumut 3 1 1 3 obat restung 3 1 1 3 Keterangan : QU : Quality of Use ( Kualitas Penggunaan) IU : Intensity of Use ( Intensitas Penggunaan) EU : Exclusivity of Use (Ekslusivitas Penggunaan) ICS : Index of Cultural Significance (Indek kepentingan Budaya) PRN : Penyebaran di Alam SPM : Sifat Pemanfaatan di Alam SA : Status di Alam 92 Lampiran 5 Beberapa jenis tumbuhan prioritas konservasi dengan tingkat keterancaman tinggi a b c d e f Keterangan Gambar: a & b. buah dan batang ulin (Eusideroxylon zwageri); c & d. batang dan daun akar kuning (Fibraurea tinctoria); e & f. batang dan daun meranti (Shorea sp.) 93 Lampiran 6 Beberapa jenis tumbuhan prioritas konservasi khas HLSW a b c d Keterangan Gambar: a. pasak bumi (Eurycoma longifolia); b. kayu pait-pait (Quasia indica); c. anggrek hitam (Coelogyne pandurata); d. kantong semar (Nepenthes sp.)