6 BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Penyakit Infeksi Penyakit infeksi adalah penyakit yang nyata secara klinik yaitu tanda-tanda dan gejala-gejala medis karakteristik penyakit yang terjadi akibat dari infeksi, keberadaan dan pertumbuhan agen biologik patogenik pada organisme host individu. Dalam hal tertentu, penyakit infeksi dapat berlangsung sepanjang waktu. Patogen penginfeksi meliputi virus, bakteri, jamur, protozoa, parasit multi-seluler dan protein yang menyimpang yang dikenal sebagai virion. Patogen-patogen ini merupakan penyebab epidemi penyakit dalam artian bahwa tanpa patogen, tidak ada epidemi infeksi terjadi. Penularan patogen terjadi dengan berbagai cara yang meliputi kontak fisik, makanan yang terkontaminasi, cairan tubuh, benda, inhalasi yang ada di udara atau melalui organisme vektor. Penyakit infeksi yang sangat infektif ada kalanya disebut menular dan dapat dengan mudah ditularkan melalui kontak dengan orang yang sakit.10,18,24 2.1.1 Human Immunodeficiency Virus Sebenarnya virus HIV sama seperti virus yang lain seperti virus flu, tetapi jika virus flu bisa disembuhkan dengan sistem imun tubuh, berbeda dengan virus HIV. Pada virus HIV, sistem imun tidak bisa menyingkirkannya. Maka virus HIV akan terus menetap di dalam tubuh penderita hingga meninggal. Virus HIV dapat hidup dan tinggal di dalam tubuh penderita dalam jangka waktu yang sangat lama. Virus HIV menyerang T-sel dan CD4 sel di dalam sistem imun tubuh, yang merupakan kunci penting dari sistem imun. Karena tugas T-sel dan CD4 sel adalah untuk melawan infeksi dan penyakit yang masuk kedalam tubuh dan menyerang sistem imun. Tetapi pada kasus HIV, T-sel dan CD4 sel lah yang diserang, dengan cara menduplikasi T-sel dan CD4 sel menjadi virus HIV lalu menghancurkan sistem imun tubuh. Jika CD4 sel sudah terlalu banyak hancur, sehingga sistem imun tubuh tidak bisa melawan virus HIV lagi, maka infeksi ini akan berlanjut menjadi AIDS, yang Universitas Sumatera Utara 7 merupakan tingkatan akhir dari penyakit HIV. Dalam struktur virion HIV yang matang terdapat dua molekul RNA virus dibagian tengah disertai dengan tiga enzim penting yaitu: reverse transcriptase, integrase dan protease. Yang mengelilingi inti adalah nucleocapsid yang terdiri dari protein-protein.11,15,19 (Gambar 1). Gambar 1. Virus HIV19 2.1.2 Hepatitis B Virus hepatitis B adalah suatu virus DNA yang berlapis ganda dengan diameter 42 nm. Bagian luar dari virus ini terdiri dari HBsAg, sedangkan bagian dalam adalah nukleokapsid yang terdiri dari HBcAg. Virus hepatitis B termasuk virus Hepadna yaitu virus DNA yang secara spesifik menyerang hati. Struktur dan organisasi genetik VHB tersusun dengan baik. Genom VHB merupakan genom kecil yang berupa sepasang rantai DNA berbentuk sirkuler dengan panjang rantai yang tidak sama. Genom tersebut terdiri dari HBsAg, HBeAg, HBcAg dan HBxAg. 12,14,20,22,26 (Gambar 2). Gambar 2. Virus hepatitis B20 Universitas Sumatera Utara 8 2.1.3 Hepatitis C Virus hepatitis C menyerang organ hati. Hepatitis C dapat terjadi karena komplikasi dari hepatitis yang lain, cirrhosis, kanker hati dan transplantasi organ hati. Virus hepatitis C diklasifikasikan ke dalam famili Flaviviridae, diambil dari bahasa latin Flavus. Semua virus dari famili ini dapat membuat penyakit jaundice yaitu penyakit kuning. Virus hepatitis C tidak menghancurkan sel hepatosit dari organ hati. Tetapi seperti penyakit periodontitis, kerusakan yang ditimbulkan oleh virus hepatitis C adalah peradangan akibat dari reaksi sistem imun tubuh yang diserangnya. 12,20,22,26 2.1.4 Tuberkulosis Tuberkulosis adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini biasanya menyerang paru-paru, tetapi pada kasus tertentu dapat juga menyerang organ tubuh lain seperti ginjal, tulang dan otak. Tidak semua orang yang tertular bakteri ini akan menjadi sakit tuberkulosis. Ketika seseorang tertular, jika sistem imun mereka kuat maka sistem imunnya akan menahan pertumbuhan bakteri ini di dalam tubuh. Hal ini disebut dengan TB laten. Penderita TB laten tidak akan mengalami sakit ataupun gejala yang lain dan penderita ini juga tidak dapat menularkan penyakit TB ke orang lain. Tetapi jika sistem imun di dalam tubuh menjadi lemah karena sesuatu hal sehingga bakteri TB di dalam tubuhnya menjadi aktif, maka orang tersebut akan sakit dan menderita penyakit TB. Pada beberapa kasus, banyak orang yang tidak menyadari bahwa mereka telah tertular bakteri TB, karena sistem imun mereka dapat menahan pertumbuhan dari bakteri ini sehingga mereka tidak akan merasakan sakit sama sekali. Oleh karena itu, bagi orang dengan sistem imun yang lemah seperti penderita HIV, orang yang sudah tertular bakteri ini dalam kurun waktu 2 tahun atau lebih, mempunyai penyakit sistemik, pecandu alkohol atau orang dengan kondisi imun tubuh yang sulit dalam melawan bakteri ini kemungkinan tertular dan menderita TB jauh lebih tinggi dari pada orang lain dengan sistem imun normal.13,21 Universitas Sumatera Utara 9 2.1.5 Patofisiologi 2.1.5.1 Patofisiologi HIV Secara ringkas perjalanan infeksi HIV dapat dijelaskan dalam tiga fase, yaitu: 1. Fase dini akut yang ditandai oleh viremia sepintas, penyebaran virus yang meluas pada jaringan limfoid, penurunan temporer sel-sel T CD4+ dengan diikuti oleh serokonversi dan pengendalian replikasi virus lewat pembentukan sel T antivirus CD8+. Pemulihan klinis dan jumlah sel-T CD4+ yang mendekati normal terjadi dalam waktu 6 hingga 12 minggu. Muatan virus pada akhir fase akut mencerminkan keseimbangan antara produksi HIV dan pertahanan hospes. Titik acuan virus ini merupakan prediktor penting untuk meramalkan kecepatan perjalanan penyakit HIV. 2. Fase pertengahan yang kronis ditandai oleh masa latensi klinis dengan replikasi virus yang intensif dan berlanjut terutama di dalam jaringan limfoid, walaupun jumlah CD4+ hanya menurun secara bertahap akibat regenerasi sel-sel T yang cepat. Pasien dalam fase ini dapat menunjukkan pembesaran limfonodi yang menyeluruh dan persisten tanpa disertai gejala konstitusional. Fase ini dapat berjalan selama bertahun-tahun selama 7-10 tahun. 3. Progresi akhir menjadi penyakit AIDS ditandai oleh penurunan pertahanan tubuh hospes secara cepat yang dimanifestasikan lewat jumlah CD4+ yang rendah, penurunan berat badan, diare, infeksi oportunistik dan neoplasma sekunder. 11,15,19 (Gambar 3). Gambar 3. Patofisiologi HIV19 Universitas Sumatera Utara 10 2.1.5.2 Patofisiologi Hepatitis B Infeksi VHB terjadi bila partikel utuh VHB berhasil masuk kedalam hepatosit. Kemudian kode genetik VHB akan masuk kedalam inti sel hati dan kode genetik VHB akan masuk kedalam inti sel hati dan kode genetik itu akan memerintahkan sel hati untuk membuat protein-protein yang merupakan komponen VHB. Masuknya virus hepatitis B dimulai dengan menempelnya partikel Dane pada hepatosit. Selanjutnya translasi pre-genom RNA akan menghasilkan protein core (HBcAg), HBeAg dan enzim polymerase. Selanjutnya akan terjadi proses up-take pre-genom RNA kedalam HBcAg. Proses maturasi genom dimulai dengan proses reversed transcription pre-genom RNA menjadi DNA. Proses ini terjadi bersamaan dengan degradasi pre-genom RNA. Proses maturasi genom berikutnya adalah sintesa DNA lalu terjadi proses envelopment partikel core yang telah mengalami proses maturasi genom. Proses ini terjadi di dalam endoplasmik retikulum. Disamping itu terjadi juga sintesa partikel VHB lainnya yaitu partikel tubular dan pertikel bentuk bulat. Selanjutnya melalui apartus Golgi disekresi partikel VHB, yaitu partikel Dane yang berbentuk tubular dan bulat. Disamping itu hepatosit juga akan mensekresi HBeAg langsung kedalam sirkulasi darah karena HBeAg bukan merupakan bagian partikel VHB. 12,20,22,26 (Gambar 4). Gambar 4. Patofisiologi hepatitis B27 Universitas Sumatera Utara 11 2.1.5.3 Patofisiologi Hepatitis C Virus hepatitis C adalah virus yang mengandung RNA rantai tunggal. Jika VHC masuk kedalam darah virus ini akan mencapai hepatosit dan limfosit B. Hanya di dalam sel hati VHC dapat berkembang biak. VHC yang masuk kedalam hepatosit akan mengikat reseptor permukaan sel yang spesifik. Kemudian protein inti dari virus ini menembus dinding sel secara kimiawi. Di dalam hepatosit, selaput virus (nukleokapsid) melarut dalam sitoplasma dan keluarlah RNA VHC. Virus lalu membuat hepatosit memproduksi protein-protein yang dibutuhkan virus untuk berfungsi dan berkembang biak. Setelah proses ini, virus dapat menggandakan dirinya dalam jumlah besar. Setiap virus akan berinteraksi dengan protein struktural dalam sel hingga akan melapisi inti virus baru. Kemudian virus dewasa akan dikeluarkan hepatosit ke pembuluh darah menembus membran sel.12,20,22,26 (Gambar 5). Gambar 5. Patofisiologi Hepatitis C27 2.1.5.4 Patofisiologi TBC Setelah terjadi infeksi melalui saluran nafas, di dalam gelembung paru (alveoli) berlangsung reaksi perandangan setempat dengan timbulnya benjolan-benjolan kecil (tuberkel). Sering kali sistem pertahanan tubuh yang sehat dapat memberantas basil dengan cara menyelubunginnya dengan jaringan pengikat. Sel-sel makrofag memfagositosis bakteri tuberkulosis yang terinhalasi setelah terjadi pengikatan lipoarabinomanan dinding bakteri di samping pengikatan komplemen yang Universitas Sumatera Utara 12 melakukan opsonisasi pada bakteri tersebut. Di dalam sel-sel makrofag, bakteri tuberkulosis menyekat fusi fogosom-lisosom sehingga memungkinkan proliferasi bakteri tanpa terkendali dalam fogosom. Dalam waktu 2-4 minggu sesudah infeksi, limfosit T yang spesifik untuk bakteri tuberkulosis mengadakan profilerasi dan memproduksi IFN-ɤ.13,21,25 (Gambar 6). Gambar 6. Patofisiologi TBC28 2.1.6 Penyebaran 2.1.6.1 Penyebaran HIV Virus HIV adalah virus yang ditularkan melalui perpindahan darah atau cairan tubuh seperti air mani, cairan sebelum mani, cairan rektal, cairan vagina dan juga air susu ibu (ASI). Cairan tubuh ini harus masuk melalui selaput lendir ataupun jaringan kulit yang terbuka karena suatu hal seperti luka. Selaput lendir adalah jaringan epitel yang mensekresi lendir dan yang melapisi banyak rongga tubuh seperti di dalam rectum, vagina, penis yang terbuka, ataupun rongga mulut.11,15,19 (Gambar 7). Gambar 7. Penyebaran Virus HIV29 Universitas Sumatera Utara 13 2.1.6.2 Penyebaran Hepatitis B Virus hepatitis B ditularkan melalui darah atau dari cairan tubuh penderita, sama seperti virus HIV. Virus hepatitis B banyak ditularkan melalui jarum suntik, meskipun di daerah yang berendimitas tinggi, penularan dari ibu ke anak melalui masa kehamilan ataupun dari masa anak-anak juga cukup tinggi. Virus hepatitis B dapat bertahan di luar dari lingkungan tubuh selama 7 hari, dalam kurun waktu ini virus hepatitis B masih dapat menularkan virus kepada orang yang tidak dilindungi oleh vaksin hepatitis B. Virus hepatitis B tidak dapat menyebar melalui makanan ataupun minuman, karena virus ini hanya menyebar melalui darah ataupun cairan tubuh.12,20,26 (Gambar 8). Gambar 8. Penyebaran Hepatitis B30 2.1.6.3 Penyebaran Hepatitis C Virus hepatitis C paling sering ditularkan melalui paparan langsung atau dengan darah yang terinfeksi. Meskipun lebih jarang, penularan dari ibu anak ataupun dari paparan seksual cukup jarang. Virus hepatitis C juga ditularkan melalui darah atau cairan tubuh, oleh karena itu virus ini tidak menular melalui makanan ataupun dari minuman dan juga dari bersentuhan seperti berpelukan. Virus ini juga tidak menular melalui air susu ibu. Jadi penularan dari ibu ke anak terjadi jika ibu yang sedang mengandung terinfeksi oleh virus hepatitis C, maka anak pun akan terkena virus hepatitis C.12,20,26 Universitas Sumatera Utara 14 2.1.6.4 Penyebaran TBC Penyakit tuberkulosis menyebar melalui udara (droplet). Ketika penderita tuberkulosis batuk, bersin, berbicara ataupun bernyanyi udara yang keluar dari mulut akan mengandung mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini dapat juga menyebar dari aerosol atau cipratan saliva dari mulut karena perawatan dokter gigi. Hal ini akan menyebabkan orang sekitar yang menghirup akan tertular tuberkulosis. Bakteri mycobacterium tuberculosis tidak menyebar melalui berpegangan tangan dan berpelukan.13,17,21,25. 2.1.7 Gejala dan Tanda Klinis 2.1.7.1 Gejala dan Tanda Klinis HIV Pada awal gejala, setelah 2-4 minggu setelah tertular pasien akan merasakan gejala flu berat, gejala ini disebut dengan Acute Retroviral Syndrome (ARS) yang merupakan respon umum dari sistem imun terhadap virus HIV. Gejala flu berat yang sering terjadi pada tahap awal adalah demam, sakit tenggorokan, mudah lelah, sakit dan ngilu pada otot dan sendi-sendi dan sakit kepala.11 Setelah beberapa lama, pasien akan memasuki tahap klinis laten. Pada tahap ini pasien sama sekali tidak akan merasakan adanya gejala di dalam tubuhnya atau hanya gejala kecil yang dirasakan. Hal ini terjadi karena virus HIV akan berdiam di dalam tubuh dan sedikit menduplikasikan virusnya. Tetapi walaupun dalam fase laten, virus HIV tidak mati dan dapat juga menular. Fase ini dapat terjadi selama puluhan tahun, bahkan ada yang bisa lebih cepat.11 Pada fase terakhir, HIV akan berlanjut menjadi AIDS yang memiliki gejala penurunan berat tubuh secara signifikan, demam tinggi dan tidak sembuh, keringat yang banyak di malam hari, kelelahan yang parah dan tidak dapat dijelaskan secara pasti, pembengkakan kelenjar limfe (di ketiak, selangkangan atau leher), diare yang berlangsung lebih dari seminggu, luka pada (mulut, anus, dan alat kelamin), pneumonia, terdapat bercak berwarna (merah, coklat, merah muda atau keunguan di bawah kulit atau di dalam mulut, hidung atau kelopak mata), kehilangan memori, depresi dan gangguan neurologis lainnya (Gambar 9). Pada penderita HIV, terdapat Universitas Sumatera Utara 15 gejala yang terjadi di dalam rongga mulutnya seperti jamur, histoplasmosis, cryptococcus neoformans, herpes simpleks, herpes zoster, human papillomavirus lesions, cytomegalovirus, hairy leukoplakia dan epstein-barr virus, penyakit periodontal, mycobacterium avium-intracellulare, lesi neoplastik, lymphoma, ulser dan xerostomia.11,15,19 (Gambar 10). Gambar 9. Gejala Klinis HIV19 Gambar 10. Manifestasi Oral HIV19 2.1.7.2 Gejala dan Tanda Klinis Hepatitis B Langkah awal dalam mendiagnosa adalah dengan melakukan anamnesa dan pemeriksaan jasmani seperti melihat tanda-tanda klinis dan manifestasi rongga mulut yang ada. Dapat juga dengan melihat hasil pemeriksaan darah dimana pada penderita hepatitis B kadar transaminase serum sangat tinggi (SGPT atau ALT lebih dari 500IU/ ml) dan biasanya dipastikan dengan positifnya IgM- anti HBc dengan titer tinggi. Peningkatan SGOT/SGPT pada penderita hepatitis sebanyak 3 -10 kali normal. Pada infeksi VHB akut, kadar AST (SGOT), ALT dan bilirubin serum dapat cepat berubah, demikian pula dengan penanda virusnya sehingga pada suatu saat semua antigen (HbsAg dan HbeAg) dapat terdeteksi.12,20 Universitas Sumatera Utara 16 Pada penyakit hepatitis B jarang dijumpai adanya gejala dan tanda klinis. Ketika penderita pertama sekali terinfeksi virus hepatitis B, jarang menyadari bahwa mereka terinfeksi sehingga penderita juga jarang menyadari bahwa mereka juga menularkan penyakit hepatitis B. Umumnya respon imun tubuh terhadap virus hepatitis B berbeda-beda, sehingga diperlukan pemeriksaan klinis seperti pemeriksaan darah rutin untuk memastikan terdapatnya virus ini di dalam tubuh. Walaupun begitu gejala ringan yang mungkin dapat terjadi adalah demam, kelelahan, nyeri dan sakit pada sendi, kehilangan nafsu makan, mual dan juga muntah. Dapat juga terjadi gejala berat yang memerlukan penanganan yang serius seperti mual dan muntah yang berlebihan, mata dan kulit yang menguning dan juga perut yang kembung dan membengkak.12,20,26. Pada penderita hepatitis B, penderita mengalami bercak putih seperti lichen planus, sindrom sjörgen dan sialadenitis, beberapa kasus juga terlihat kanker di mulutnya. Selain itu, pasien yang menderita kanker hati berisiko untuk terkena penyakit periodontal, stomatitis, kandidiasis dan leukoplakia.12,14 (Gambar 11). Gambar 11. Manifestasi Oral Hepatitis B33 2.1.7.3 Gejala dan Tanda Klinis Hepatitis C Pada penderita hepatitis C, biasanya tidak dijumpai adanya gejala dan tanda klinis khusus. Namun 25%-32% kasus hepatitis C akut dapat dijumpai gejala dan tanda klinis yang sama dengan penyakit hepatitis B seperti demam, flu, sakit dan ngilu pada sendi, kehilangan nafsu makan, warna urin yang menghitam, rasa sakit di daerah organ hati, penurunan berat badan, depresi, mual dan mata atau kulit yang menguning. Hal ini terjadi karena pada penderita hepatitis C biasanya terlebih dahulu menderita penyakit hepatitis B.12,20,26 Universitas Sumatera Utara 17 Infeksi oleh VHC dapat diidentifikasi dengan memeriksa antibodi yang dibentuk tubuh terhadap VHC bila virus ini menginfeksi dan memeriksa partikel virus dengan pemeriksaan molekuler. Tidak seperti hepatitis B, pemeriksaan konvensional untuk mendeteksi antigen VHC tidak tersedia. Diagnosis infeksi VHC membutuhkan pemeriksaan baik antibodi (anti-VHC) maupun VHC RNA. Pemeriksaan ini ditandatai dengan peningkatan ALT dan durasinya karena berguna untuk mengetahui kadar virus dalam darah. Setelah paparan akut, VHC RNA biasanya terdeteksi dalam serum sebelum antibodi. VHC RNA dapat diidentifikasi paling cepat dua minggu setelah paparan, sedangkan anti-VHC biasanya tidak terdeteksi sebelum minggu ke 8 sampai 12. Pemeriksaan yang dapat dilakukan adalah dengan pemeriksaan Enzyme-Linked Immunosorbent Assay (ELISA) dan Recombinant Immuno Blot Assay (RIBA). Pemeriksaan lain yang dapat dilakukan adalah Polymerase Chain Reaction (PCR). Pemeriksaan ini mendeteksi sejumlah kecil zat genetik dari virus hepatitis C.12,20 Manifestasi oral pada penyakit hepatitis C, terdapat kemiripan seperti pada hepatitis B yaitu terdapat adanya bercak putih lichen planus, sindrom sjörgen, sialadenitis dan kanker mulut. Tetapi pada hepatitis C, mungkin terdapat faktor diabetes sendiri akibat komplikasi dari kerja organ hati yang sudah rusak. Pada penderita yang mengalami diabetes terdapat gejala dan tanda klinis khusus seperti meningkatnya penyakit periodontal, stomatitis, kandidiasis, cheliatis, leukoplakia dan karies gigi yang juga terdapat pada penderita hepatitis C.12,14 2.1.7.4 Gejala dan Tanda Klinis TBC Penderita penyakit TB akan mengalami batuk parah yang disertai dengan darah dan dahak selama kurang lebih 3 minggu atau bahkan lebih. Penderita juga akan merasakan sakit di dada, sakit atau kelelahan, kehilangan berat badan, kurang nafsu makan, menggigil, demam dan berkeringat dingin di malam hari.13,25 Pada penderita tuberkulosis, jarang ditemukan adanya manifestasi di rongga mulutnya. Pada penelitian sebelumnya, hanya ditemukan kurang dari 1% penderita yang mengalami manifestasi di rongga mulutnya. Hal ini terjadi karena cairan saliva Universitas Sumatera Utara 18 yang memiliki efek perlindungan. Hal ini menjelaskan terdapat sedikitnya lesi mulut pada penderita tuberkulosis. Walaupun di dalam rongga mulut penderita tuberkulosis terdapat banyak bakteri-bakteri yang ditemukan. Bakteri yang berada di dalam rongga mulut pada penderita tuberkulosis berasal dari dahak yang terinfeksi. Tuberkulosis rongga mulut dapat primer ataupun sekunder. Pada umumnya lesi tuberkulosis terletak di lidah, gingiva, dasar mulut, palatum, bibir dan mukosa bukal. Lesi di lidah dapat menyebabkan makroglosia dan memberi kesan glositis.13 2.2Standard Precautions 2.2.1 Definisi Standard precautions adalah suatu prosedur kontrol infeksi atau infeksi silang dan tindakan pencegahan yang bertujuan untuk mencegah perpindahan penyakit melalui darah dan cairan tubuh untuk mencegah cedera dan juga penanganan yang tepat dari perawatan terhadap pasien dan juga dari permukaan yang terkontaminasi. Konsep dari standard precautions untuk kedokteraan gigi pertama sekali diperkenalkan pada tahun 1980-an. Prosedur standard precautions terdiri dari mencuci tangan, tindakan asepsis, desinfeksi, imunisasi, pembuangan limbah dan penggunaan alat perlindungan diri seperti penggunaan sarung tangan, kacamata, pelindung wajah (masker) dan pakaian pelindung.9 Pada tahun 1996, CDC (Centers for Disease Control and Prevention) memperluas konsep dan mengubah istilah standard precautions. CDC menambahkan prinsip universal di dalam standard precautions. Konsep universal dimaksudkan adalah tindakan precautions dilakukan ketika merawat semua pasien terlepas dari sejarah kesehatan mereka terdahulu, penyakit yang diderita pasien sekarang dan juga kemungkinan risiko penyakit yang mungkin ditularkan nantinya tanpa terkecuali. CDC merancang standard precautions untuk melindungi HCP (Health Care Professional) dan pasien dari pathogen yang dapat menyebar oleh darah atau cairan tubuh lainnya, eksresi atau sekresi. HCP (Health Care Professional) adalah tenaga kesehatan yang terinfeksi dengan atau pekerjaannya yang dapat terpapar penyakit menular.9,16 Universitas Sumatera Utara 19 Tindakan standard precautions menurut CDC berlaku untuk kontak dengan darah, semua cairan tubuh (kecuali keringat), luka terbuka dan membran mukosa. Saliva selalu dianggap sebagai bahan yang berpotensi infeksius dalam kontrol infeksi. Dengan demikian tidak ada perbedaan operasional dalam praktek dokter gigi klinis.9,24 2.2.2 Penerapan Standard Precautions Untuk tindakan pencegahan, CDC merekomendasikan untuk melakukan tindakan pencegahan umum untuk mencegah pemaparan infeksi yaitu dengan melakukan: 9,16,24 (Gambar 12). 1. Gunakan standard precautions untuk semua jenis pasien tanpa terkecuali. 2. Pertimbangkan penggunaan benda-benda tajam (jarum, skaler, bur, pisau bedah dan kawat) karena jika terpapar dengan darah atau saliva pasien berpotensi terinfeksi dan mengendalikan teknik dan praktek kerja untuk menghindari cedera. 3. Menerapkan secara tertulis program menyeluruh yang dirancang untuk meminimalkan dan mengelola risiko yang berkaitan dengan darah dan cairan tubuh. 4. Mengidentifikasi, mengevaluasi dan memilih alat-alat dengan tingkat keamanan yang tinggi. Gambar 12. Standard Precautions39 Universitas Sumatera Utara 20 Penerapan standard precautions terdiri atas cuci tangan, penggunaan sarung tangan, memakai jas dokter/lab, sterilisasi dan desinfeksi, penempatan pasien dan perlakuan khusus. (Tabel 1). Tabel 1. Standard precautions9 Standard Precautions CDC Semua pasien Darah, cairan tubuh, sekresi dan eksresi Cuci tangan rutin sebelum dan sesudah melakukan Cuci tangan tindakan. Gunakan sabun dan cairan antiseptik. Gunakan sarung tangan steril pada saat melakukan Sarung tangan tindakan. Gunakan 1 sarung tangan untuk 1 pasien yang berbeda. Gunakan jas kerja yang bersih dan steril untuk melindungi Jas dokter/ Lab tubuh dan kulit dari darah dan cairan tubuh. Lakukan sterilisasi dan desinfeksi sebelum dan sesudah Peralatan tindakan pada alat yang digunakan. Perlakuan khusus Berhati-hati dalam memasang, menggunakan dan terhadap penularan membuang benda-benda tajam seperti jarum suntik dan infeksi darah pisau bedah. Gunakan ruangan khusus untuk pasien yang membutuhkan Penempatan pasien perlakuan khusus seperti pada pasien yang memiliki penyakit tuberkulosis. Masker, kacamata dan penutup wajah untuk melindungi mata, hidung dan mulut dari darah, zat tubuh, sekresi dan ekskresi. 1. 2. American Dental Association mengemukakan hal-hal yang harus dilakukan sebagai standard precaution adalah dengan melakukan:9,16,17 1. Sarung tangan harus dipakai sewaktu merawat pasien dan digunakan hanya untuk sekali pakai. (Gambar 13). Gambar 13. Penggunaan Sarung Tangan40 Universitas Sumatera Utara 21 2. Masker harus dipakai untuk melindungi mukosa mulut dan hidung dari percikan darah dan air ludah. Sebaiknya menggunakan masker N95 karena lebih baik dari masker bedah biasa. Masker N95 terbuat dari bahan yang solid dan dapat menyaring hingga 95% udara. Digunakan hanya untuk sekali pakai. (Gambar 14). Gambar 14. Masker N9541 3. Mata harus dilindungi dengan semacam kacamata dari percikan darah dan air ludah. (Gambar 15). Gambar 15. Kacamata42 4. Metode sterilisasi untuk membunuh mikroba harus digunakan pada alat-alat kedokteran gigi seperti autoklaf, oven pemanasan kering, sterilisasi uap kimia dan sterilisasi kimia. (Gambar 16). Gambar 16. Autoklaf44 Universitas Sumatera Utara 22 5. Harus diperhatikan untuk membersihkan instrumen dan tempat kerja. Dalam hal ini termasuk menggosok dengan cairan deterjen dan mengelap dengan cairan desinfektan seperti iodine atau klorin karena kedua golongan cairan desinfektan ini efektif dalam membunuh virus HIV dan hepatitis. Iodine terkandung di dalam etanol, betadine dan H2O2. Sedangkan ethanol terkandung di dalam cairan pemutih (Gambar 17). Gambar 17. Cairan Iodine43 6. Bahan-bahan disposibel yang telah digunakan harus dipegang dengan hatihati dan dikumpulkan dalam suatu kantung plastik, untuk mengurangi berkontak dengan manusia. Alat-alat tajam seperti jarum atau skalpel harus dimasukkan ke kaleng atau wadah yang tidak mudah berlubang sebelum dibuang ke dalam kantung plastik. 2.2.3 Kontrol Infeksi Pada penangan hepatitis B dan hepatitis C disarankan untuk menggunakan standard precautions sama seperti pasien normal. Sedangkan untuk HIV dan tuberkulosis disarankan untuk menggunakan protokol standard precautions yang normal dan ditambahkan juga tindakan khusus untuk kasus HIV dan tuberkulosis. Untuk imunisasi, karena pada hepatitis C dan HIV tidak ada imunisasi maka hanya hepatitis B yang diperlukan tindakan imunisasi kepada seluruh HCP.9,16,23 Menurut CDC, tindakan yang harus dilakukan oleh semua praktisi kesehatan untuk mencegah penularan penyakit hepatitis B melalui darah adalah dengan melakukan:9,16,23 Universitas Sumatera Utara 23 1. Melakukan imunisasi kepada seluruh praktisi kesehatan yang berpotensi tertular virus hepatitis B. (Gambar 18). 2. Selalu menggunakan imunisasi hepatitis B, melakukan test serulogi dan melakukan tindakan kontrol dan cek kesehatan rutin yang disarankan oleh CDC. 3. Melakukan test anti-HBs 1-2 bulan setelah melakukan imunisasi hepatitis B tahap ke 3. 4. Seluruh praktisi kesehatan harus melakukan imunisasi hepatitis B sebanyak 3 kali dan dievaluasi untuk melihat apakah HBsAg-positif jika tidak ada respon dari antibodi. 5. Melakukan tes anti-HBs kembali setelah vaksinasi yang ke 2. Jika tidak ada reaksi maka dilakukan tes HBsAg. 6. Menganjurkan untuk melakukan tindakan pencegahan kepada yang memiliki hasil HBsAg-negatif karena rentan tertular virus hepatitis B. 7. Melakukan edukasi kepada seluruh karyawan tentang risiko penularan virus hepatitis B dan ketersediaan vaksinnya. Bagi karyawan yang menolak imunisasi harus menandatangani formulir penolakan untuk disimpan. Gambar 18. Imunisasi Hepatitis B45 Jika praktisi kesehatan yang telah melakukan imunisasi hepatitis B 7 tahun sebelumnya sebaiknya juga dilakukan pemeriksaan serologi untuk melihat kadar HBsAg di dalam darah, karena imunisasi hepatitis B hanya dapat bertahan selama 812 tahun. Jika hasil HBsAg dibawah dari 10mIU/ml sebaiknya dilakukan booster untuk meningkatkan kembali kadar HBsAg dalam darah.23 Universitas Sumatera Utara 24 Perlakuan khusus dilakukan untuk menangani pasien yang menderita penyakit HIV seperti:9,16,17,23 1. Cuci tangan dengan sabun. Dikombinasikan menggunakan bahan antiseptik perpaduan alkohol dengan betadine yang lebih efektif dalam membunuh virus dan bakteri. 2. Menggunakan alat instrumen seperti sarung tangan, masker, penutup kepala, baju pelindung, jarum suntik dan skalpel sekali pakai. 3. Kaca mata pelindung, masker N95, penutup kepala dan baju pelindung dipakai untuk melindungi kulit dari cipratan ludah dan darah. 4. Menggunakan isolator karet (rubber dam) yang akan mengurangi jumlah bakteri bila digunakan semprotan air. 5. Melindungi permukaan kerja. 6. Meminimalisir penggunaan benda-benda tajam dalam melakukan perawatan. 7. Berhati-hati dalam menggunakan benda tajam seperti skalpel, sonde dan jarum suntik. Untuk virus tuberkulosis, usahakan agar tidak menggunakan alat scaling ultra sonik untuk mengurangi aerosol atau cipratan yang terjadi dan penggunaan rubber dam dapat menjadi salah satu tindakan pencegahannya. CDC membagi tindakan pencegahan penyakit TBC menjadi 3 hal utama:9 1. Pencegahan administratif. Dengan melakukan tindakan edukasi kepada seluruh HCP dan staff yang berkepentingan tentang penyakit tuberkulosis dan cara penularannya. Pelatihan terhadap tindakan pencegahan penyebaran tuberkulosis. 2. Pencegahan alat dan ruangan. Menggunakan sirkulasi udara yang baik pada tempat kerja dipercaya dapat mencegah penyebaran bakteri tuberkulosis. Gunakan jendela yang besar dan juga ventilasi udara di tempat yang tinggi sebagai sirkulasi udara. Gunakan juga sinar ultraviolet sebagai sterilisasi dan desinfektan alat untuk membunuh bakteri yang mungkin menetap di alat dan tempat kerja. Untuk membunuh virus tuberkulosis gunakan lampu sinar ultraviolet di tengah ruangan sebesar 20nwatt/cm2 selama 15 menit ataupun lebih dengan luas ruangan sebesar 7,5 m X 5,5 m persegi. Ketinggian ruangan juga sangat berpengaruh. Semakin luas dan Universitas Sumatera Utara 25 tinggi ruangan, semakin kuat watt lampu dan lama penggunaan yang dibutuhkan. (Gambar 19). Gambar 19. Lampu Sinar Ultraviolet46 3. Proteksi diri. Gunakan masker tipe N95 untuk mencegah bakteri tuberkulosis terhirup dan gunakan masker 1 kali untuk 1 pasien yang berbeda. Gunakan juga kacamata dan alat pelindung diri lainnya untuk mencegah bakteri tuberkulosis menetap di tubuh. Perawatan sederhana dapat dilakukan pada penderita TBC yang telah dilakukan perawatan TBC setelah 15 hari karena pada perawatan TBC, penderita akan diberi obat antibiotik selama 2 minggu untuk mengurangi bakteri. Namun sebaiknya perawatan yang dapat menimbulkan infeksi silang ditunda terlebih dahulu sampai penderita TBC telah dirawat dengan obat TBC selama 3 bulan. Karena pada perawatan pnyakit TBC terdapat fase intensif selama 3 bulan dimana fase ini kadar bakteri mycobacterium tuberculosis pada penderita masih sangat tinggi. 53 2.2.4 Risiko Kerja HCP harus memiliki pedoman pengendalian yang menyarankan tentang pajanan kerja yang mungkin terjadi, termasuk intruksi tertulis yang jelas tentang tindakan yang tepat untuk hal yang tidak diinginkan terjadi seperti terluka karena jarum suntik dan terpapar dengan darah ataupun cairan tubuh pasien. Hal-hal yang harus dilakukan adalah dengan:9,23 1. Basuh dan cuci bagian yang terkena darah ataupun cairan tubuh dengan sabun, cairan antiseptik juga disarankan jika bagian yang terkena adalah kulit tubuh. 2. Jika mata yang terkena, masukkan cairan air bersih ataupun cairan salin. Universitas Sumatera Utara 26 3. Jika rongga mulut yang terkena, berkumur-kumur dengan air bersih. 4. Konsultasi dengan dokter spesialis untuk memeriksakan kondisi tubuh dan lakukan test darah rutin. Menghindari paparan darah ataupun cairan tubuh, serta perlindungan dengan imunisasi, tetap merupakan strategi utama untuk mengurangi risiko infeksi yang diperoleh, tetapi pajanan masih dapat terjadi karena kecelakaan kerja yang terjadi. Kombinasi standard precautions, tekhnik kerja, praktek kerja dan kontrol administratif adalah cara terbaik untuk meminimalkan pajanan kerja. Kebijakan dan prosedur tertulis untuk memfasilitasi pelaporan yang cepat, evaluasi, konseling, pengobatan dan tindakan medis yang lebih lanjut dari semua pajanan kerja harus tersedia bagi semua praktisi kesehatan tanpa terkecuali.9,23 2.3 Kerangka Teori Penyakit Infeksi : 1. 2. 3. 4. HIV Hepatitis B Hepatitis C TBC Risiko Infeksi Silang Dari Pasien ke Dokter Dari Dokter ke Pasien Dari Pasien ke Pasien Pencegahan Operator Standard Precautions Pengetahuan Keterampilan Universitas Sumatera Utara 27 2.4 Kerangka Konsep Tingkat pengetahuan mahasiswa kepaniteraan klinik FKG USU. Kontrol infeksi penyakit HIV, hepatitis B, hepatitis C dan TBC. Universitas Sumatera Utara