perlindungan obat tradisional

advertisement
Disampaikan pada tgl 3 September 2016
Di Fak. Farmasi UGM
Oleh :
Saktya Rini Hastuti, S.TP
(dewan pengurus LKY)
Perlindungan konsumen (termasuk obat tradisional)



adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian
hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen
Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau
jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi
kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun
makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan.
Pelaku usaha adalah setiap orang perseorangan atau badan
usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan
badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau
melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara
Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama
melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha
dalam berbagai bidang ekonomi.
Tujuan perlindungan konsumen






meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian
konsumen untuk melindungi diri;
mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara
menghindarkannya dari ekses negatif pemakaian barang
dan/atau jasa;
meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih,
menentukan, dan menuntut hak-haknya sebagai
konsumen;
menciptakan sistem perlindungan konsumen yang
mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan
informasi serta akses untuk mendapatkan informasi;
menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai
pentingnya perlindungan konsumen sehingga tumbuh
sikap yang jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha;
meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang
menjamin kelangsungan usaha produksi barang dan/atau
jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan, dan keselamatan
konsumen.
Landasan Peraturan terkait obat tradisional/herbal
UUPK (Undang-undang Perlindungan Konsumen)/UU No 8
tahun 1999
- Pasal 4 tentang hak-hak konsumen
- Pasal 7 tentang kewajiban pelaku usaha
- Bab IV Perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha (pasal 8)
- Bab VI Tanggung jawab pelaku usaha (pasal 19)
UU Kesehatan (UU No 36 tahun 2009)
- Bagian kelima belas (pengamanan sediaan farmasi dan alat
kesehatan) : pasal 98 sampai 108
Hak-hak konsumen









hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam
mengkonsumsi barang dan/atau jasa;
hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan
barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan
kondisi serta jaminan yang dijanjikan;
hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi
dan jaminan barang dan/atau jasa;
hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang
dan/atau jasa yang digunakan;
hak untuk mendapat advokasi, perlindungan, dan upaya
penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut;
hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;
hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur
serta tidak diskriminatif;
hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi dan/atau
penggantian apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak
sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya;
hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundangundangan lainnya.
Kewajiban pelaku usaha







beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya;
memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai
kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi
penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaannya;
memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur
serta tidak diskriminatif;
menjamin mutu barang dan/atau jasa yng diproduksi dan/atau
diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang
dan/atau jasa yang berlaku;
memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji,
dan/atau mencoba barang dan/atau tertentu serta memberi
jaminan dan/atau garansi atas barang yang dibuat dan/atau
yangdiperdagangkan;
memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas
kerugian akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan
barang dan/atau jasa yang diperdagangkan;
memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila
barang dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak
sesuai dengan perjanjian.
Perbuatan yang dilarang bagi pelaku usaha
Pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan
barang dan/atau jasa yang :
a.
tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang
dipersyaratkan dan ketentuan peraturan perundang-undangan
d. tidak sesuai dengan kondisi, jaminan, keistimewaan atau
kemajuran sebagaimana dinyatakan dalam label, etiket atau
keterangan barang dan/atau jasa tersebut;
e. tidak sesuai dengan mutu, tingkatan, komposisi, proses pengolahan,
gaya, mode, atau penggunaan tertentu sebagaimana dinyatakan
dalam label atau keterangan barang dan/atau jasa tersebut;
i. tidak memasang label atau membuat penjelasan barang yang
memuat nama barang, ukuran, berat/isi bersih atau netto,
komposisi, aturan pakai, tanggal pembuatan, akibat sampingan,
nama dan alamat pelaku usaha serta keterangan lain untuk
penggunaan yang menurut ketentuan harus dipasang/dibuat;
(1)
Lanjutan :
(2) Pelaku usaha dilarang memperdagangkan barang yang
rusak, cacat atau bekas, dan tercemar tanpa memberikan
informasi secara lengkap dan benar atas barang dimaksud.
(3) Pelaku usaha dilarang memperdagangkan sediaan farmasi
dan pangan yang rusak, cacat atau bekas dan tercemar,
dengan aau tanpa memberikan informasi secara lengkap
dan benar.
(4) Pelaku uasaha yang melakukan pelanggaran pada ayat (1)
dan ayat (2) dilarang memperdagangkan barang dan/atau
jasa tersebut serta wajib menariknya dari peredaran.
Tanggung Jawab Pelaku Usaha
 Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas
kerusakan, pencemaran, dan/atau kerugian konsumen akibat
mengkonsumsi barang dan/atau jasa yang dihasilkan atau
diperdagangkan.
 Ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa
pengembalian uang atau penggantian barang dan/atau jasa
yang sejenis atau setara nilainya, atau perawatan kesehatan
dan/atau pemberian santuanan yang sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
 Pemberian ganti rugi dilaksanakan dalam tenggang waktu 7
(tujuh) hari setelah tanggal transaksi.
Lanjutan
 Pemberian ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dan ayat (2) tidak menghapuskan kemungkinan adanya
tuntutan pidana berdasarkan pembuktian lebih lanjut
mengenai adanya unsur kesalahan.
 Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat
(2) tidak berlaku apabila pelaku usaha dapat membuktikan
bahwa kesalahan tersebut merupakan kesalahan
konsumen.
UU Kesehatan (UU NO 36 TAHUN 2009)
Pasal 104
(1) Pengamanan sediaan farmasi dan alat kesehatan diselenggarakan untuk
melindungi masyarakat dari bahaya yang disebabkan oleh penggunaan
sediaan farmasi dan alat kesehatan yang tidak memenuhi
persyaratan mutu dan/atau keamanan dan/atau khasiat/kemanfaatan.
(2) Penggunaan obat dan obat tradisional harus dilakukan secara rasional.
Pasal 105
(1) Sediaan farmasi yang berupa obat dan bahan baku obat
harus memenuhi syarat farmakope Indonesia atau buku
standar lainnya.
(2) Sediaan farmasi yang berupa obat tradisional dan
kosmetika serta alat kesehatan harus memenuhi standar
dan/atau persyaratan yang ditentukan..
Pasal 106
(1) Sediaan farmasi dan alat kesehatan hanya dapat diedarkan setelah
mendapat izin edar.
(2) Penandaan dan informasi sediaan farmasi dan alat kesehatan
harus memenuhi persyaratan objektivitas dan kelengkapan serta
tidak menyesatkan.
(3) Pemerintah berwenang mencabut izin edar dan memerintahkan
penarikan dari peredaran sediaan farmasi dan alat kesehatan yang
telah memperoleh izin edar, yang kemudian terbukti tidak
memenuhi persyaratan mutu dan/atau keamanan dan/atau
kemanfaatan, dapat disita dan dimusnahkan sesuai dengan
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Pasal 107
Ketentuan lebih lanjut mengenai pengamanan sediaan farmasi
dan alat kesehatan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
DEFINISI
OBAT TRADISIONAL adalah bahan
atau ramuan bahan yang berupa
bahan tumbuhan, bahan hewan,
bahan mineral, sediaan galenik atau
campuran dari bahan-bahan tersebut,
yang secara tradisional telah
digunakan untuk pengobatan
berdasarkan pengalaman.
Mengapa dipilih ?
1. Lebih mudah dijangkau masyarakat,
baik harga maupun ketersediaannya.
2. Sudah dipercaya sejak nenek moyang
3. Efek samping minimal
4. Kegagalan penggunaan obat modern
untuk penyakit tertentu seperti kanker
5. Semakin luas akses informasi mengenai
obat tradisional di seluruh dunia.
Aspek legal
WHO merekomendasi
penggunaan obat tradisional
termasuk obat herbal dalam
pemeliharaan kesehatan
masyarakat, pencegahan dan
pengobatan penyakit,
terutama untuk penyakit
kronis, dan degeneratif.
KLASIFIKASI OBAT TRADISIONAL
JAMU
Dibuat secara empirik berdasarkan
pengalaman
OBAT HERBAL TERSTANDAR
Bahan bakunya harus distandarisasi dan
sudah diuji farmakologi secara eksperi
mental (pada hewan coba)
FITOFARMAKA
Sama dengan obat modern bahan bakunya
harus distandarisasi dan harus melalui uji
klinik (pada manusia)
Sumber perolehan OT
1.OBAT TRADISIONAL BUATAN SENDIRI
Dikembangkan pemerintah dalam
bentuk TOGA.
2.OBAT TRADISIONAL BERASAL DARI PEMBUAT
JAMU/ HERBALIST
 Jamu gendong,Battra, Herbalist dll.
3.OBAT TRADISIONAL BUATAN INDUSTRI.
Jamu rematik, jamu singset dll.
Sesuai dengan Undang-undang Nomor 32 Tahun 2002
tentang Penyiaran Pasal 35 ayat 5 (a) yaitu isi siaran dilarang
bersifat menyesatkan dan/atau bohong. Fakta yang ada,
iklan obat herbal seringkali menyesatkan konsumen
Pada Pasal 4 bagian c UUPK konsumen mempunyai hak atas
informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan
jaminan barang dan/atau jasa. Fakta yang ada, informasi
yang didapat dari iklah sebuah produk memang sangat
minim.
Pelaku usaha juga sering mengiklankan produknya dengan
kata-kata tidak ada efek samping, yang dapat ditafsirkan
salah terhadap keamanannya dan menawarkan sesuatu janji
kesembuhan yang belum pasti.
Penggunaan kata-kata menggunakan kata-kata yang
berlebihan, seperti aman, tidak berbahaya, tidak mengandung
resiko atau efek samping tertentu, tanpa keterangan yang
lengkap. Hal tersebut bertentangan dengan Pasal 9 ayat 1
bagian j & k UUPK, pelaku usaha dilarang mengiklankan suatu
barang dan/atau jasa secara tidak benar dan/atau seolah-olah.
Iklan yang menggunakan testimoni orang tentang produk yang
bersangkutan. Ini melanggar Peraturan Menteri Kesehatan
Nomor 1787 Tahun 2010 tentang Iklan dan Publikasi layanan
kesehatan (Pasal 5) dimana iklan dan/atau publikasi pelayanan
kesehatan tidak diperbolehkan apabila bersifat memberi
testimoni dalam bentuk iklan atau publikasi di media massa.
Aturan Tata Krama dan Tata Cara Periklananan Indonesia
(TKTCI) dalam Bab II mengenai tata krama yaitu kesaksian
konsumen harus dilengkapi dengan pernyataan tertulis
berdasarkan pengalaman yang sebenarnya. Nama dan alamat
pemberi kesaksian harus dinyatakan dengan jelas dan
sebenarnya.
Jamu yang ditarik peredarannya
oleh BPOM
Disebabkan oleh :
1. Efek samping yang ditimbulkan
2. Dicampur dengan obat modern
seperti : Kortikosteroid, Furosemid
Siproheptadin
Metampiron dll.
Jamu pernah yang ditarik BPOM
1. Pacegin Kapsul Alami
2. Neo Gemuk Sehat merek: S.Munir
3. Ganoderma kapsul
4. Sela kapsul
5. Bima Kudra tablet
6. Ajib kapsul
7. Kamasutra kapsul
8. Asam Urat Flu Tulang Cap Unta
9. Akar Baru Kina Tablet
10. Ramuan Cina kapsul
Lanjutan
11. Dasa Agung Dua serbuk
12. Sesak Nafas serbuk
13. Sari Bunga Segar Bugar serbuk
14. Jawa Dwipa cap daun Samiroto
15. Pria Dewa ocema kapsul
16. Golden Herbal kapsul
17. Obat Kuat dan Tahan Lama Ratu Madu Plus
18. Pegal Linu Asam Urat cap Burung Gelatik
19. Akar Sakti Asam Urat Flu Tulang Stroke
20. Asam Urat Pegal Linu Cikungunya
lanjutanBPOM
21. Asam Urat Flu Tulang Karisma Sehat
22. Sinar Manjur SMR serbuk
23. Runrat tablet
24. Ramuan Shinshe kapsul
24. Sehat Sentosa Gemuk Sehat serbuk
25. Serbuk Dewa
26. Sumber Sehat Perempuan serbuk
27. Sumber Sehat Ambein Sehat serbuk
28. Cakra Sehat Sesak Nafas serbuk
29. Serbuk Halus Asam Urat
30. Karisma Sehat Pria dan Wanita
Jamu yang ditarik BPOM
Apa yang bisa dilakukan untuk konsumen obat herbal
 Bersikap kritis terhadap barang dan jasa yang ditawarkan,




termasuk kritis terhadap iklan yang ada di media
massa/elektronik
Berani untuk menyatakan tidak terhadap tawaran yang
diberikan ke kita
Teliti sebelum membeli sebuah produk, apalagi produk obat
herbal : apa kandungannya, apa manfaatnya, apakah efek
samping bagi kita
Baca label kemasan dengan baik dan cermat
Periksa kembali dengan cermat, apakah kita memang benarbenar membutuhkan obat herbal yang akan kita beli, ataukah
sekedar berkeinginan karena terbujuk oleh iklan atau rayuan
penjualnya
Peran Lembaga Konsumen
- Sosialisasi kesetaraan gender (kesetaraan laki-laki dan
-
-
-
perempuan; kesetaraan produsen-konsumen) ke masyarakat
Sosialisasi sediaan farmasi (termasuk obat herbal) yang sehat
dan aman ke masyarakat
Kampanye penggunaan sediaan farmasi (termasuk obat) yang
rasional
Pendidikan ke konsumen tentang hak-hak konsumen lewat
berbagai media masa (elektronik dan cetak)
Pengorganisasian konsumen agar bisa menjadi kelompok
konsumen sadar
Advokasi ke pelaku kebijakan tentang dukungan kebijakan
yang melindungi konsumen
Menerima pengaduan sengketa konsumen dan berupaya
untuk menyelesaian lewat jalur mediasi
TERIMA KASIH
Download