BAB V KESIMPULAN Keberagaman kota Yogyakarta mengkondisikan kota ini menjadi kota yang plural dan memunculkan komunitas-komunitas dengan karakteritik masing-masing. Komunitas pecinta senam menjadi salah satu dari sekian banyaknya komunitaskomunitas yang ada di Yogyakarta. Beberapa aspek positif dan aspek negatif pun bermunculan dengan adanya komunitas senam tersebut. Aspek positif yang timbul di antaranya adalah kesadaran masyarakat akan pentingnya kesehatan dan kebugaran tubuh, menambah keterampilan dengan adanya sekolah instruktur senam, membuka lapangan pekerjaan bagi para instruktur senam dan pemilik sanggar senam, serta meningkatkan potensi wirausaha bagi kaum muda. Dari sekian banyak aspek positif tersebut, ada segelintir pihak yang memposisikan diri tidak pada tempatnya sehingga memunculkan aspek-aspek negatif. Senam dan sanggar senam begitu juga elemen di dalamnya (member dan instruktur) telah mengalami pergeseran makna. Senam tidak lagi melulu soal kesehatan tubuh, namun telah berubah menjadi arena persaingan bagi yang mampu dan bagi yang tidak mampu. Secara kasat mata, persaingan tersebut adalah pakaian senam, aksesoris senam, serta sepatu senam. Munculnya budaya hedonisme menjadi akibat dari persaingan tersebut. Aspek negatif kedua adalah pola pikir menyimpang terkait dengan keberadaan tubuh. Masalah pertubuhan dan tampilan luar bagi perempuan dan lakilaki tidak hanya menyita pikiran untuk kepentingan pribadinya saja. Secara naluriah, disadari maupun tidak disadari, hal semacam ini akan menimbulkan persaingan di 75 kalangan mereka. Mereka berlomba-lomba menjadi sempurna. Berbagai kasus telah membuktikan fenomena tersebut. Jika diamati, sesuai dengan tema dalam penulisan skripsi ini, fenomena dan aroma persaingan ini terlihat sekali dalam dunia persenaman. Ini menjadi salah satu sisi lain dalam dunia persenaman di kota-kota besar. Tidak dapat dipungkiri bahwa senam merupakan salah satu cara yang dipilih oleh sebagian perempuan dan laki-laki untuk membentuk tampilan luar tubuh mereka. Baik perempuan maupun laki-laki berusaha menciptakan tubuh mereka sesuai dengan keinginan mereka. Implikasi yang terjadi adalah adanya kasus aneroxia karena perempuan ingin langsing dengan cara memforsir latihan senam mereka melebihi aturan yang semestinya. Atau laki-laki yang ingin membentuk tubuh ideal melakukan senam dan fitness seharian penuh tanpa istirahat. Aturanaturan tentang olahraga yang baik dilanggar dan proses instant ingin mereka capai dengan mengabaikan kesehatan. Kelompok ini menyatakan bahwa tubuh adalah bagian dari aspek kesenian dan menempatkan tubuh pada tataran tertinggi. Aspek negatif yang ketiga adalah munculnya perilaku seksual yang menyimpang. Aspek ketiga inilah yang dibahas oleh penulis dalam skripsi ini. Setidaknya ada empat kasus perilaku seks menyimpang dalam penelitian ini, yakni homoseksualitas, perselingkuhan, pekerja seks komersial, dan adanya instruktur senam yang haus pujian serta gemar dikelilingi oleh perempuan-perempuan. Pada kasus terakhir ditambah dengan adanya perilaku seksual yang menjurus ke arah fethihisme/ pemujaan. Keempat perilaku seks menyimpang tersebut kemudian dikaitkan dengan keberadaan sanggar senam sebagai ruang publik. Muncullah sebuah judul “Perilaku Seks Menyimpang Para Member dan Instruktur Senam di 76 Sanggar Senam”. Dari pernyataan di atas, patahlah sudah pepatah Mens Sana in Corpore Sano, bahwa di dalam tubuh yang sehat terdapat pula jiwa yang sehat. Perilaku menyimpang tersebut justru dilakukan oleh pihak-pihak yang keadaan secara fisik sehat, namun jiwa nya tidak sehat. Tentunya banyak faktor eksternal yang ikut berkontribusi. Sanggar senam diposisikan sebagai ruang publik karena termasuk tempat yang dapat diakses oleh semua pihak, bersifat terbuka, dan merupakan ruang tukar pikiran di kalangan pecinta olahraga senam. Kehadirannya membawa banyak perubahan bagi komunitas di dalamnya. Aspek positif yang tercipta adalah menjadi tempat tukar pendapat bersama, berlatih fisik bersama, meningkatkan persahabatan, menambah teman, serta menjadi ajang sosialisasi bagi banyak orang yang memiliki kesamaan minat. Sedangkan aspek negatif yang muncul adalah penyalahgunaan sanggar senam tersebut menjadi tempat bertemunya pasangan selingkuh, tempat terjadinya transaksi seksual, tempat bergosip ria, dan menjadi tempat menggunjing satu sama lain. Pada konteks ini, sanggar senam hanyalah sebuah ruang publik yang disalahgunakan oleh sebagian pihak. Keberadaannya yang secara fisik berupa bangunan ruangan tertutup bukan sebagai fasilitas untuku melakukan perilaku menyimpang yang dilakukan oleh sebagian pihak tersebut. Data yang diperoleh penulis, tidak ada satupun sanggar senam yang didirikan dengan tujuan sebagai sarana perilaku seksual yang menyimpang. Pada kasus ini yang bermasalah adalah moral. Homoseksual, perselingkuhan, pekerja seks komersial, laki-laki yang haus pujian, fethihisme, dan pelaku penyimpangan seksual lainnya dapat ditemukan di mana saja. Bukan hanya di kalangan komunitas ini. 77