PERANCANGAN KOMUNIKASI VISUAL ANIMASI EDUKASI “HIU TERAKHIR” Devina Dwita Sari Tanjung Duren Dalam 2 no. 3 Rt 003/Rw 004 11470 082122888105 [email protected] Pembimbing: Ahmad Faisal Choiril Anam Fathoni, S.Sn Johanes Baptista Permadi, S.Sn Abstract The authors will describe the life of a shark in the Indonesia's sea and what the cause of the extinction of sharks. Many of the Indonesian people who does not know that sharks are threatened with extinction in Indonesia's sea. It is in vile result from proliferation arrest by way of cutting fins of live sharks and shark bodies without fins which are returned to the sea bottom and sharks will die slowly. Yet as a predator upscale, sharks is an important role in maintaining the balance of the food chain. If the food chain out of balance it will be distorted and marine ecosystems will be economic disorder. Given this educational video, the authors hope that the people of Indonesia to capture the messages conveyed in this educational video. Keywords: Sharks, education, rescue Abstrak Disini penulis akan menjelaskan tentang kehidupan ikan hiu di perairan Indonesia dan apa penyebab punahnya ikan hiu ini. Banyak dari masyarakat Indonesia yang tidak mengetahui bahwa ikan hiu di perairan Indonesia terancam punah. Hal ini di akibatkan oleh maraknya penangkapan keji yaitu dengan cara memotong sirip ikan hiu secara hidup-hidup dan badan ikan hiu yang tanpa sirip tersebut dikembalikan lagi ke dasar laut dan ikan hiu akan mati secara perlahan-lahan. Padahal sebagai predator kelas atas, ikan hiu sangat berperan penting untuk menjaga keseimbangan rantai makanan. Apabila rantai makanan tidak seimbang maka akan ekosistem laut akan menyimpang dan akan terjadi ganguan ekonomi. Dengan adanya video edukasi ini, penulis berharap agar masyarakat Indonesia dapat menangkap pesan yang disampaikan pada video edukasi ini. Kata Kunci: Hiu, edukasi, penyelamatan PENDAHULUAN Indonesia merupakan negara maritim atau dikenal sebagai negara yang daerah teritorial lautnya lebih luas daripada daerah teritorial daratnya yaitu kepualauan dan 2/3 wilayah Indonesia merupakan lautan dan 1/3 -nya merupakan daerah daratan. Dengan kata lain negara maritim adalah negara yang menyandang predikat Negara Kepulauan. Dengan luasnya laut Indonesia tentu memiliki banyak sekali berbagai kehidupan biota, salah satunya adalah ikan hiu. Yang sangat disayangkan adalah ikan hiu di perairan Indonesia terancam punah.Padahal sebagai predator teratas, hiu mengontrol populasi hewan laut dalam rantai makanan. Populasi hiu yang sehat dan beragam berperan penting untuk menyeimbangkan ekosistem laut, termasuk menjaga kelimpahan ikan-ikan bernilai ekonomis lainnya yang kita konsumsi. Laporan TRAFFIC (www.traffic.org) selama tahun 2000-2010 menyebutkan bahwa Indonesia adalah penangkap hiu terbesar di dunia.Sebagian besar produk tersebut diekspor dalam bentuk sirip, minyak, dan kulit (Traffic, 2012).Penangkapan besar-besaran ini diakibatkan oleh tingginya permintaan pasar terhadap produk hiu, sehingga dapat menyebabkan terganggunya keseimbangan rantai makanan dalam ekosistem laut dan berdampak negatif bagi ketahanan pangan Indonesia. Penulis berharap dengan adanya film animasi edukasi ini, penonton dapat terlibat secara langsung dalam menyelamatkan populasi ikan hiu di Indonesia. METODE PENELITIAN Metode penilitian yang dilakukan oleh penulis adalah dengan mengumpulkan melalui survey online dan buku-buku yang terkait. data-data HASIL DAN BAHASAN Berdasarkan survey yang penulis lakukan melalui survey online surveymonkey.com bahwa 31 dari 63 responden tidak mengetahui bahwa semua jenis hiu di Indonesia terancam punah, berikut bagannya. Gambar 1 Grafik responden Tabel 1 Persentase Responden Survey Usia 21-24 13-16 17-20 25-28 29-32 Diatas 33 Jumlah Responden 43 6 6 3 3 1 Persentase 69.35% 9.68% 9.68% 4.84% 4.84% 1.61% Total 62 100% Pertanyaan yang selanjutnya penulis ajukan adalah tahukah anda bahwa semua jenis ikan hiu di Indonesia terancam punah? Gambar 2 Bagan responden yang mengetahui hiu terancam punah 49.21% responden menjawab tahu dan 50.79% menjawab tidak tahu. Pertanyaan yang selanjutnya penulis tanyakan adalah apakah anda mengetahui dampak dan akibatnya apabila ikan hiu di Indonesia habis? Gambar 3 Bagan responden akibat punahnya ikan hiu 31.75% responden menjawab tahu dan 68.25% menjawab tidak tahu.Dari hasil survey yang penulis lakukan, dapat disimpulkan bahwa masyarakat Indonesia cukup tahu bahwa ikan hiu di Indonesia terancam punah, tapi tidak mengetahui dampak dari kepunahan tersebut. Dikutip melalui buku “Tinjauan Status Perikanan Hiu Dan Upaya Konservasinya Di Indonesia” perairan Indonesia memiliki keragaman hiu yang cukup tinggi.Setidaknya 116 jenis hiu yang termasuk kedalam 25 suku ditemukan diwilayah perairan Indonesia.Namun kondisi saat ini menunjukkan bahwa hampir seluruh jenis ikan hiu yang bernilai ekonomis telah dihadapkan kepada ancaman kelangkaan. Tercatat satu jenis hiu di Indonesia yang telah dikategorikan sebagai sangat terancam langka (critically endangered), 5 jenis yang termasuk terancam langka (endangered), 23 jenis yang termasuk kategori rawan punah (vulnerable), serta 35 jenis hiu yang termasuk dalam kategori hampir terancam (near threatened). Hiu umumnya menempati posisi puncak di dalam rantai makanan di laut dan diyakini berperan penting di dalam menjaga dan mengatur keseimbangan ekosistem, sehingga apabila keberadaannya terancam di alam dikhawatirkan dapat merubah tatanan alamiah dalam struktur komunitas yang berakibat pada terganggunya keseimbangan suatu ekosistem. Data FAO melaporkan bahwa total tangkapan ikan hiu dan pari (Elasmobranchii) di dunia pada tahun 1994 mencapai 731 ribu ton. Dari jumlah tersebut, Negara-negara di Asia menyumbang 60% dari total tangkapan tersebut. Empat negara di Asia, yaitu Indonesia, India, Jepang, dan Pakistan berkontribusi sekitar 75% dari total tangkapan ikan hiu dan pari di wilayah Asia (Bonfil,2002). Bahkan Indonesia dikenal sebagai negara dengan produksi perikanan hiu dan pari terbesar di dunia, dengan kisaran tangkapan di atas 100 ribu ton tiap tahunnya.Padahal berdasarkan sifat biologinya, hiu pada umumnya memiliki laju pertumbuhan yang lambat, berumur panjang, lambat dalam mencapai matang seksual dan memiliki jumlah anakan yang sedikit. Dengan demikian, hiu menjadi sangat rentan terhadap laju kematian karena penangkapan. Sejak tahun 2002 hingga 2011, data produksi di dalam statistic perikanan nasional sudah dibagi kedalam lima kelompok jenis hiu, yaitu hiu tikus, hiu lanjaman, hiu mako, hiu martil, dan hiu botol. Perkembangan produksi kelima kelompok hiu tersebut selama kurun waktu 10 tahun. Gambar 4Tren tangkapan ikan hiu berdasarkan pengelompokan jenis di dalam Statistik Perikanan Indonesia sejak tahun 2002 hingga 2011. Pada tahun 2002, hasil tangkapan hiu yang didaratkan di Cilacap mencapai 374,6 ton dengan tangkapan rata-rata perbulan sebesar 31,2 ton. Namun pada tahun 2011 terjadi penurunan menjadi 195,9 ton dengan tangkapan rata-rata per bulan sebesar 16,3 ton, bahkan pada tahun 2010 hanya mencapai 31,8 ton dengan rata-rata per bulannya sebesar 2,6 ton. Sedangkan di Pelabuhan Ratu, ratarata hasil tangkapan bulanan ikan hiu pada tahun 2003 sebesar 8,1 ton, namun dalam kurun waktu lima tahun (2004-2008), rata-rata hasil tangkapannya menurun menjadi 4,1 ton perbulan atau menjadi 4,1 ton per bulan atau terjadi penurunan sebesar 51% . Gambar 5 Grafik jumlah rata-rata hasil tangkapan bulanan jenis ikan hiu yang tertangkap di Palabuhanratu dan Cilacap. Hasil pencatatan observer WWF yang di tempatkan di atas kapal tuna longline yang beroperasi dari Benoa Bali dan Bitung Sulawesi Utara, menunjukkan bahwa sebagian besar hiu yang tertangkap hanya diambil siripnya, sedangkan bagian tubuhnya dibuang ke laut.Sebagian kecil hiu yang tertangkap hanya diambil siripnya, sedangkan bagian tubuhnya, diambil sirip dan badannya tanpa kepala, diambil sirip dan hatinya, serta ada pula yang dilepaskan kembali karena ukurannya terlalu kecil.data hasil pencatatan hiu di Benoa dalam kurun waktu tahun 2006 menunjukkan terjadi peningkatan presentase jumlah hiu yang dibuang seluruh tubuhnya ke laut setelah diambil siripnya. Peningkatatn tersebut dengan kisaran antara 41-100% dari jumlah hiu yang tertangkap.Sedangkan presentase jumlah hiu yang dibuang oleh nelayan Bitung masih bervariatif antara 0-94%.Aksi pembuangan tubuh hiu ke laut tergantung dari hasil tangkapan ikan targetnya.Apabila hasil tangkapan ikan tuna melimpah, maka banyak jenis hiu yang tertangkap hanya diambil siripnya saja.Sebaliknya, apabila hasil tangkapan relative sedikit, maka hanya sedikit atau bahkan tidak ada hiu yang dibuang. Gambar 6 Persentase jumlah hiu yang tertangkap dan hanya diambil sripnya sedangkan tubuhnya dibuang kelaut (disajikan dalam %) Menurut hasil suvey WWF, terlihat bahwa musim penangkapan ikan hiu diduga berlangsung antara bulan Juli hingga Oktober.Hal tersebut diindikasikan oleh relatif tingginya hasil tangkapan harian rata-rata ikan hiu pada periodetersebut. Periode waktu yang hampir sama juga diketahui dari hasil pendataan di Cilacap dan Palabuhanratu. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa secara umum musim penangkapan ikan hiu yang optimal di wilayah perairan selatan Indonesia terjadi pada bulan Juli hingga Oktober setiap tahunnya.Periode waktu tersebut merupakan periode ketika cuaca dan kondisi perairan laut selatan cenderung bersahabat dan memungkinkan nelayan-nelayan tradisional untuk mendapatkan hasil tangkapan yang lebih besar. Secara umum, hiu merupakan predator tingkat pertama yang menempati posisi puncak dalam rantai makanan di laut. Sebagai predator puncak, hiu memangsa hewan-hewan yang berada pada tingkat tropic di bawahnya.Secara alamiah, hiu umumnya memangsa hewan-hewan yang lemah dan sakit sehingga hanya menyisakan hewan-hewan yang masih sehat untuk tetap bertahan hidup di alam.Selain itu, hiu cenderung memangsa hewan yang tersedia di alam dalam jumlah yang melimpah sehingga menjadi relatif lebih mudah di tangkap.Dengan demikan, secara tidak langsung hiu ikut menjaga dan mengatur keseimbangan ekosistem laut dengan melakukan seleksi dalam ekosistem dan mengatur jumlah populasi hewan-hewan di dalam tingkat tropic yang lebih rendah.Berkurangnya jumlah predator puncak di suatu lokasi, dapat mengakibatkan meningkatnya jumlah populasi hewan tertentu yang menjadi mangsanya, sehingga terjadi dominasi jenis tertentu yang memonopoli sumber daya yang ada di dalam suatu komunitas.Dengan demikian, keberadaan predator dalam suatu ekosistem dapat enjaga keragaman dan kekayaan jenis di alam. Tidak banyak yang menyadari dan mengetahui kenyataan bahwa ikan hiu merupakan eksotik yang harus dijaga kelestariannya.Hanya beberapa ikan hiu yang bersifat agresif, atau dalam artian dapat membahayakan jiwa manusia apabila didekati, diantaranya adalah hiu macan, hiu putih, hiu lembu, hiu sirip putih, hiu biru/karet, dan hiu koboy. Namun pada dasarnya hiu cenderung akan menghindari kontak dengan manusia dan cenderung pergi menjauh apabila ada penyelam di sekitarnya, kecuali apabila mereka merasa terancam atau terganggu karena kehadiran manusian tersebut. Hasil penelitian mencatat bahwa jumlah korban manusia akibat serangan hiu masih jauh lebih sedikit dari orang yang tewas tenggelam dilaut ataupun celaka karena menginjak bulu babi atau hewan lainnya ketika bermain di pantai. Dengan demikian ancaman hiu bukanlah merupakan hal utama yang mengancam keselamatan manusia ketika berada di laut.Kenyataan yang sebenarnya adalah ikan hiulah yang sekarang ini terancam oleh adanya aktvitas manusia seperti upaya penangkapan dan perburuan sirip hiu, serta tindakan perusakan habitat dan pencemaran lingkungan. Seiring dengan semakin meningkatnya aktivitas penangkapan hiu oleh manusia, keberadaan hiu di alam semakin terancam dan populasinya semakin lama semakin menurun.Berdasarkan hasil penelitian, berkurangnya hiu di dalam suatu ekosistem berdampak pada berubahnya tatanan alamiah dalam struktur komunitas yang berakibat pada terganggunya keseimbangan suatu ekosistem. Sebagai contoh, di dalam ekosistem terumbu karang, hilangnya ikan hiu sebagai predator puncak di perairan terumbu karang di wilayah Karibia mengakibatkan meningkatnya populasi ikan-ikan herbivora dan omnivora di lokasi tersebut yang mengakibatkan vegetasu di laut menjadi berjurang sehingga ikanikan yang masih muda dan biota bentik lainnya kehilangan makanan dan tempat perlindungannya. Hal ini akhirnya berdampak pada kolapsnya ekosistem terumbu karang tersebut (Bascompte et al., 2005). Dengan demikian, mempertahankan keseimbangan di dalam ekosistem sangatlah penting karena semua organisme yang hidup di dalamnya saling membutuhkan dan saling ketergantungan satu sama lain. Dikutip dari “Tinjauan Status Perikanan Hiu Dan Upaya Konservasinya di Indonesia” sirip hiu merupakan bagian yang paling bernilai tinggi dari tubuh hiu. Sirip hiu umumnya digunakan untuk sup yang merupakan sajian bergengsi di restoran-restoran seafood di beberapa kota besar di Indonesia seperti Jakarta, Semarang, dan Surabaya dengan harga satu porsi sirip hiu mencapai Rp.500.000,-. Walaupun masyarakat Cina selama berabad-abad mempercayai kandungan dari sirip ikan hiu membawa banyak manfaat, namun sebenarnya makanan tersebut tidak memiliki rasa sama sekali. Sirip hiulebih digemari oleh beberapa kelompok masyarakat karena teksturnya yang kenyal, berurat dan berserabut, namun terlepas dari itu, alasan utama dari mengkonsumsi sirip hiu sebenarnya hanya ingin menjaga gengsi dan dianggap sebagai masyarakat berkelas karena sup sirip hiu merupakan hidangan khusus raja-raja di Cina tempo dulu. Namun demikian, hal ini tidak bisa dijadikan alasan untuk membunuh ikan hiu. Berdasarkan hasil penelitian Food and Nutrition Information Center, sirip hiu tidak mengandung banyak nutrisi.Sirip umumnya terdiri dari tulang rawan, yang secara umum tidak mengandung vitamin, namun mengandung glukosamin dan kondroitin.Para pelaku pengobatan alternatif meyakini bahwa sirip hiu memiliki zat yang dapat memerangi kanker. Menurut National Cancer Institute, hanya satu penelitian klinis terhadap tulang rawan hiu sebagai cara perawatan kanker pada manusia yang pernah dipublikasikan di jurnal terkemuka dan itupun menunjukkan bahwa tulang rawan hiu tidak efektif melawan kanker. Hasil penelitian lain melaporkan bahwa perawatan tambahan terhadap pasien yang mendapatkan kemoterapi dengan memberikan beberapa dosis ekstrak tulang rawan dari sirip ikan hiu dalam jumlah yang berbeda terhadap 282 pasien tidak memberikan hasil yang positif (Lu, 2010). Sebaliknya, sirip hiu diduga mengandung merkuri dalam dosis yang cukup berbahaya.Kandungan merkuri tersebut hadir akibat polusi di perairan Samudera. Sebagai pemuncak rantai makanan, hiu berpotensi mengandung merkuri lebih tinggi dibanding makhluk laut lainnya yang terakumulasi melalui proses makan memakan. Sebagai gambaran, Wild Aid, sebuah kelompok pengamat lingkungan, pada laporannya tahun 2001 mengungkapkan bahwa mereka menemukan merkuri dalam level yang sangat berbahaya pada sirip hiu yang ditemukan di Thailand, yaitu mencapai 42%. Angka tersebut jauh lebih tinggi dibanding batas aman kandungan merkuri pada makanan bagi tubuh manusia yang ditetapkan oleh Badan Kesehatan Dunia (WHO), yaitu tidak melebihi 0,5 ppm. Pada umumnya kandungan merkuri pada sirip hiu berkisar antara 0,3-2.6 µg/g atau dugaan rata-rata kandungannya sebesar 2,3 µg/g. Sedangkan WHO telah menentukan batas konsumsi methyl merkuri yang aman dikonsumsi manusia adalah 1.6 µg/kg bobot tubuh, apabila berat tubuh seseorang sebesar 60 kg, maka batas konsumsi asupan merkuri yang masih dapat ditoleransi tiap minggunya adalah sebesar 96 µg. Hasil penelitian Leung (2007) menunjukkan bahwa apabila dalam satu minggu seseorang mengkonsumsi satu mangkuk sup dengan kandungan sirip hiu sebesar 40 gram, maka jumlah asupan merkuri yang masuk ke dalam tubuhnya telah melewati batas maksimum toleransi dan dapat membahayakan kesehatannya karena merkuri dapat terakumulasi di dalam tubuh manusia, khususnya di dalam sel otak. Dengan kata lain, pada hakikatnya sirip hiu justru berbahaya bagi kesehatan, bukannya membawa manfaat bagi manusia yang mengkonsumsinya. Selain sirip, hasil penelitian lainnya menyebutkan bahwa tubuh hiu memiliki kandungan urea 2-2,5 % dari total daging, sedangkan ikan bertulang sejati (Teleostei) hanya mengandung urea 0,05 %. Tingginya kandungan urea dalam tubuh ikan hiu disebabkan secara biologis hiu tidak memiliki kantung kemih (vesica urinaria) dalam sistem pembuangan urinnya, namun mensekresikan kelebihan urea dalam tubuhnya melalui kulitnya. Kandungan urea dalam tubuh hiu akan larut jika direndam dalam larutan NaCl 10% dan asam asetat 2% selama 30 menit. Teknik lainnya untuk menghilangkan kadar urea dalam daging hiu tersebut adalah dengan menjadikannya sebagai ikan asin, atau dengan cara dibakar, diasap atau dipindang seperti yang biasa dilakukan oleh masyarakat di beberapa daerah di Indonesia. Namun diperlukan keahlian dan penanganannya khusus dalam memasak daging hiu tersebut agar kandungan urea tersebut tidak turut serta dikonsumsi. SWOT Berikut adalah analisa dengan sistem SWOT yang dilakukan oleh penulis: • Strenght Belum adanya animasi edukasi mengenai ikan hiu di Indonesia, kebanyakan melalui media cetak ataupun film dokumenter. • Weakness Data sulit didapatkan, karena pemerintah belum memaksimalkan peraturan mengenai populasi ikan hiu di Indonesia. • Opportunity Besarnya peluang untuk didukung oleh berbagai organisasi (contohnya WWF Indonesia dan berbagai kampanye). • Threat Masyarakat sudah menikmati film dokumenter atau film edukasi dari luar negeri sehingga sulit untuk menerima film edukasi dari Indonesia. SIMPULAN DAN SARAN Simpulan Indonesia mempunyai banyak keanekaragam kehidupan laut baik tumbuhan dan hewan laut.Semua tumbuhan dan hewan yang hidup di laut saling bergantung satu sama lainnya, apabila salah satu spesies punah maka spesies yang lainnya tidak mampu bertahan hidup. Akan sangat disayangkan apabila tumbuhan atau hewan laut tersebut punah. Banyak yang tidak mengetahui bahwa semua spesies ikan hiu di Indonesia mengalami kepunahan dan yang lebih disayangkan lagi hal ini terjadi karena perbuatan manusia sendiri. Dengan adanya film animasi “Hiu Terakhir” memberikan informasi kepada penonton agar berhenti untuk memburu hiu, berhenti mengkonsumsi bukan semata-mata untuk ikan hiu itu sendiri tapi juga untuk keberlangsungan ekosistem di Indonesia. Saran Secara pengalaman penulis memang belum kaya, namun penulis mempunyai saran agar perkembangan film animasi di Indonesia. Ada baiknya apabila Indonesia mulai berpikir secara keras dan mengambil jalan yang lebih serius bagaimana caranya agar dunia kreativitas ini turut dikenal oleh negara yang jauh lebih terkenal pada bidang tersebut. Dunia kreativitas sendiri berperan sangat besar pada perkembangan negara. Komunikasi dan kreativitas bisa membantu negara untuk bersosialisasi, meningkatkan peluang dan keinginan masyarakat muda untuk bersaing dengan dunia kreatif. Dalam hal pengerjaan animasi yang bisa penulis katakan hal yang paling penting adalah rajinlah belajar dan banyak melihat refrensi bagaimana sebuah film animasi yang bagus dibuat dari awal. Jangan malu untuk menanyakan pendapat orang lain, karena bidang kreatif bukan ilmu pasti yang dinilai salah atau benar melainkan bagus atau tidak. Akan lebih baik apabila pendapat orang lain kita terima dan diterapkan pada film animasi kita karena orang-orang tersebutlah yang akan menonton film animasi kita. REFERENSI Abercrombie, D. & Chapman, D. 2012. Indentifying shark fins: Oceanic, whitetip, porbeagle and hammerheads. PEW Environment Group, Washington, 8 pp. Adrim, M., Fahmi., Balkis. S. dan Maha, R.N. 2006. keragaman jenis pari di Indonesia. Ardiyansah, S.T. 2010. 12 Prinsip Animasi.3 Maret 2014. Website: http://dkv.binus.ac.id. Brown, Blain. (2012). Cinemtography: Theory and Practice: Image Making For Cinematographers and Directors. Diene, E, Papalia. Sally, Wendkos, Olds. Ruth, Duskin, Feldman. (2008). Human Development. Mohammad Atik Fajardin. 2013. Populasi hiu terancam punah. 18 November 2013http://nasional.sindonews.com/ Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.01/MEN/2009 tentang Wilayah Pengelolaan Perikanan Repulik Indonesia. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor.12/2012 Tentang Usaha Perikanan Tangkap di laut Lepas. Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2007 tentang Konservasi Sumber Daya Ikan. Rakhmat, Jalaludin. (2005). Psikologi Komunikasi. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya . Rizzo, J. (2012) Samudera: Erlangga . WWF. Tinjauan Status Perikanan Hiu Dan Upaya Konservasinya Di Indonesia. RIWAYAT PENULIS DEVINA DWITA SARIlahir di Bangka pada 28 Agustus 1993. Penulis menamatkan S1 di Univeritas Bina Nusantara dalam bidang Desain Komunikasi Visual, Animasi pada 2014.