hiu terakhir

advertisement
PERANCANGAN KOMUNIKASI VISUAL
ANIMASI EDUKASI
“HIU TERAKHIR”
Devina Dwita Sari
Tanjung Duren Dalam 2 no. 3 Rt 003/Rw 004 11470
082122888105
[email protected]
Pembimbing:
Ahmad Faisal Choiril Anam Fathoni, S.Sn
Johanes Baptista Permadi, S.Sn
Abstract
The authors will describe the life of a shark in the Indonesia's sea and what the cause of the
extinction of sharks. Many of the Indonesian people who does not know that sharks are threatened
with extinction in Indonesia's sea. It is in vile result from proliferation arrest by way of cutting fins of
live sharks and shark bodies without fins which are returned to the sea bottom and sharks will die
slowly. Yet as a predator upscale, sharks is an important role in maintaining the balance of the food
chain. If the food chain out of balance it will be distorted and marine ecosystems will be economic
disorder. Given this educational video, the authors hope that the people of Indonesia to capture the
messages conveyed in this educational video.
Keywords: Sharks, education, rescue
Abstrak
Disini penulis akan menjelaskan tentang kehidupan ikan hiu di perairan Indonesia dan apa
penyebab punahnya ikan hiu ini. Banyak dari masyarakat Indonesia yang tidak mengetahui bahwa
ikan hiu di perairan Indonesia terancam punah. Hal ini di akibatkan oleh maraknya penangkapan keji
yaitu dengan cara memotong sirip ikan hiu secara hidup-hidup dan badan ikan hiu yang tanpa sirip
tersebut dikembalikan lagi ke dasar laut dan ikan hiu akan mati secara perlahan-lahan. Padahal
sebagai predator kelas atas, ikan hiu sangat berperan penting untuk menjaga keseimbangan rantai
makanan. Apabila rantai makanan tidak seimbang maka akan ekosistem laut akan menyimpang dan
akan terjadi ganguan ekonomi. Dengan adanya video edukasi ini, penulis berharap agar masyarakat
Indonesia dapat menangkap pesan yang disampaikan pada video edukasi ini.
Kata Kunci: Hiu, edukasi, penyelamatan
PENDAHULUAN
Indonesia merupakan negara maritim atau dikenal sebagai negara yang daerah teritorial lautnya
lebih luas daripada daerah teritorial daratnya yaitu kepualauan dan 2/3 wilayah Indonesia merupakan
lautan dan 1/3 -nya merupakan daerah daratan. Dengan kata lain negara maritim adalah negara yang
menyandang predikat Negara Kepulauan. Dengan luasnya laut Indonesia tentu memiliki banyak sekali
berbagai kehidupan biota, salah satunya adalah ikan hiu.
Yang sangat disayangkan adalah ikan hiu di perairan Indonesia terancam punah.Padahal
sebagai predator teratas, hiu mengontrol populasi hewan laut dalam rantai makanan. Populasi hiu yang
sehat dan beragam berperan penting untuk menyeimbangkan ekosistem laut, termasuk menjaga
kelimpahan ikan-ikan bernilai ekonomis lainnya yang kita konsumsi.
Laporan TRAFFIC (www.traffic.org) selama tahun 2000-2010 menyebutkan bahwa Indonesia
adalah penangkap hiu terbesar di dunia.Sebagian besar produk tersebut diekspor dalam bentuk sirip,
minyak, dan kulit (Traffic, 2012).Penangkapan besar-besaran ini diakibatkan oleh tingginya
permintaan pasar terhadap produk hiu, sehingga dapat menyebabkan terganggunya keseimbangan
rantai makanan dalam ekosistem laut dan berdampak negatif bagi ketahanan pangan Indonesia.
Penulis berharap dengan adanya film animasi edukasi ini, penonton dapat terlibat secara
langsung dalam menyelamatkan populasi ikan hiu di Indonesia.
METODE PENELITIAN
Metode penilitian yang dilakukan oleh penulis adalah dengan mengumpulkan
melalui survey online dan buku-buku yang terkait.
data-data
HASIL DAN BAHASAN
Berdasarkan survey yang penulis lakukan melalui survey online surveymonkey.com bahwa 31
dari 63 responden tidak mengetahui bahwa semua jenis hiu di Indonesia terancam punah, berikut
bagannya.
Gambar 1 Grafik responden
Tabel 1 Persentase Responden Survey
Usia
21-24
13-16
17-20
25-28
29-32
Diatas 33
Jumlah Responden
43
6
6
3
3
1
Persentase
69.35%
9.68%
9.68%
4.84%
4.84%
1.61%
Total
62
100%
Pertanyaan yang selanjutnya penulis ajukan adalah tahukah anda bahwa semua jenis ikan hiu di
Indonesia terancam punah?
Gambar 2 Bagan responden yang mengetahui hiu terancam punah
49.21% responden menjawab tahu dan 50.79% menjawab tidak tahu.
Pertanyaan yang selanjutnya penulis tanyakan adalah apakah anda mengetahui dampak dan
akibatnya apabila ikan hiu di Indonesia habis?
Gambar 3 Bagan responden akibat punahnya ikan hiu
31.75% responden menjawab tahu dan 68.25% menjawab tidak tahu.Dari hasil survey yang
penulis lakukan, dapat disimpulkan bahwa masyarakat Indonesia cukup tahu bahwa ikan hiu di
Indonesia terancam punah, tapi tidak mengetahui dampak dari kepunahan tersebut.
Dikutip melalui buku “Tinjauan Status Perikanan Hiu Dan Upaya Konservasinya Di
Indonesia” perairan Indonesia memiliki keragaman hiu yang cukup tinggi.Setidaknya 116 jenis hiu
yang termasuk kedalam 25 suku ditemukan diwilayah perairan Indonesia.Namun kondisi saat ini
menunjukkan bahwa hampir seluruh jenis ikan hiu yang bernilai ekonomis telah dihadapkan kepada
ancaman kelangkaan.
Tercatat satu jenis hiu di Indonesia yang telah dikategorikan sebagai sangat terancam langka
(critically endangered), 5 jenis yang termasuk terancam langka (endangered), 23 jenis yang termasuk
kategori rawan punah (vulnerable), serta 35 jenis hiu yang termasuk dalam kategori hampir terancam
(near threatened). Hiu umumnya menempati posisi puncak di dalam rantai makanan di laut dan
diyakini berperan penting di dalam menjaga dan mengatur keseimbangan ekosistem, sehingga apabila
keberadaannya terancam di alam dikhawatirkan dapat merubah tatanan alamiah dalam struktur
komunitas yang berakibat pada terganggunya keseimbangan suatu ekosistem.
Data FAO melaporkan bahwa total tangkapan ikan hiu dan pari (Elasmobranchii) di dunia
pada tahun 1994 mencapai 731 ribu ton. Dari jumlah tersebut, Negara-negara di Asia menyumbang
60% dari total tangkapan tersebut. Empat negara di Asia, yaitu Indonesia, India, Jepang, dan Pakistan
berkontribusi sekitar 75% dari total tangkapan ikan hiu dan pari di wilayah Asia (Bonfil,2002).
Bahkan Indonesia dikenal sebagai negara dengan produksi perikanan hiu dan pari terbesar di
dunia, dengan kisaran tangkapan di atas 100 ribu ton tiap tahunnya.Padahal berdasarkan sifat
biologinya, hiu pada umumnya memiliki laju pertumbuhan yang lambat, berumur panjang, lambat
dalam mencapai matang seksual dan memiliki jumlah anakan yang sedikit. Dengan demikian, hiu
menjadi sangat rentan terhadap laju kematian karena penangkapan.
Sejak tahun 2002 hingga 2011, data produksi di dalam statistic perikanan nasional sudah dibagi
kedalam lima kelompok jenis hiu, yaitu hiu tikus, hiu lanjaman, hiu mako, hiu martil, dan hiu botol.
Perkembangan produksi kelima kelompok hiu tersebut selama kurun waktu 10 tahun.
Gambar 4Tren tangkapan ikan hiu berdasarkan pengelompokan jenis di dalam Statistik
Perikanan Indonesia sejak tahun 2002 hingga 2011.
Pada tahun 2002, hasil tangkapan hiu yang didaratkan di Cilacap mencapai 374,6 ton dengan
tangkapan rata-rata perbulan sebesar 31,2 ton. Namun pada tahun 2011 terjadi penurunan menjadi
195,9 ton dengan tangkapan rata-rata per bulan sebesar 16,3 ton, bahkan pada tahun 2010 hanya
mencapai 31,8 ton dengan rata-rata per bulannya sebesar 2,6 ton. Sedangkan di Pelabuhan Ratu, ratarata hasil tangkapan bulanan ikan hiu pada tahun 2003 sebesar 8,1 ton, namun dalam kurun waktu
lima tahun (2004-2008), rata-rata hasil tangkapannya menurun menjadi 4,1 ton perbulan atau menjadi
4,1 ton per bulan atau terjadi penurunan sebesar 51% .
Gambar 5 Grafik jumlah rata-rata hasil tangkapan bulanan jenis ikan hiu yang tertangkap di
Palabuhanratu dan Cilacap.
Hasil pencatatan observer WWF yang di tempatkan di atas kapal tuna longline yang beroperasi
dari Benoa Bali dan Bitung Sulawesi Utara, menunjukkan bahwa sebagian besar hiu yang tertangkap
hanya diambil siripnya, sedangkan bagian tubuhnya dibuang ke laut.Sebagian kecil hiu yang
tertangkap hanya diambil siripnya, sedangkan bagian tubuhnya, diambil sirip dan badannya tanpa
kepala, diambil sirip dan hatinya, serta ada pula yang dilepaskan kembali karena ukurannya terlalu
kecil.data hasil pencatatan hiu di Benoa dalam kurun waktu tahun 2006 menunjukkan terjadi
peningkatan presentase jumlah hiu yang dibuang seluruh tubuhnya ke laut setelah diambil siripnya.
Peningkatatn tersebut dengan kisaran antara 41-100% dari jumlah hiu yang tertangkap.Sedangkan
presentase jumlah hiu yang dibuang oleh nelayan Bitung masih bervariatif antara 0-94%.Aksi
pembuangan tubuh hiu ke laut tergantung dari hasil tangkapan ikan targetnya.Apabila hasil tangkapan
ikan tuna melimpah, maka banyak jenis hiu yang tertangkap hanya diambil siripnya saja.Sebaliknya,
apabila hasil tangkapan relative sedikit, maka hanya sedikit atau bahkan tidak ada hiu yang dibuang.
Gambar 6 Persentase jumlah hiu yang tertangkap dan hanya diambil sripnya sedangkan
tubuhnya dibuang kelaut (disajikan dalam %)
Menurut hasil suvey WWF, terlihat bahwa musim penangkapan ikan hiu diduga berlangsung
antara bulan Juli hingga Oktober.Hal tersebut diindikasikan oleh relatif tingginya hasil tangkapan
harian rata-rata ikan hiu pada periodetersebut. Periode waktu yang hampir sama juga diketahui dari
hasil pendataan di Cilacap dan Palabuhanratu.
Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa secara umum musim penangkapan ikan hiu yang
optimal di wilayah perairan selatan Indonesia terjadi pada bulan Juli hingga Oktober setiap
tahunnya.Periode waktu tersebut merupakan periode ketika cuaca dan kondisi perairan laut selatan
cenderung bersahabat dan memungkinkan nelayan-nelayan tradisional untuk mendapatkan hasil
tangkapan yang lebih besar.
Secara umum, hiu merupakan predator tingkat pertama yang menempati posisi puncak dalam
rantai makanan di laut. Sebagai predator puncak, hiu memangsa hewan-hewan yang berada pada
tingkat tropic di bawahnya.Secara alamiah, hiu umumnya memangsa hewan-hewan yang lemah dan
sakit sehingga hanya menyisakan hewan-hewan yang masih sehat untuk tetap bertahan hidup di
alam.Selain itu, hiu cenderung memangsa hewan yang tersedia di alam dalam jumlah yang melimpah
sehingga menjadi relatif lebih mudah di tangkap.Dengan demikan, secara tidak langsung hiu ikut
menjaga dan mengatur keseimbangan ekosistem laut dengan melakukan seleksi dalam ekosistem dan
mengatur jumlah populasi hewan-hewan di dalam tingkat tropic yang lebih rendah.Berkurangnya
jumlah predator puncak di suatu lokasi, dapat mengakibatkan meningkatnya jumlah populasi hewan
tertentu yang menjadi mangsanya, sehingga terjadi dominasi jenis tertentu yang memonopoli sumber
daya yang ada di dalam suatu komunitas.Dengan demikian, keberadaan predator dalam suatu
ekosistem dapat enjaga keragaman dan kekayaan jenis di alam.
Tidak banyak yang menyadari dan mengetahui kenyataan bahwa ikan hiu merupakan eksotik
yang harus dijaga kelestariannya.Hanya beberapa ikan hiu yang bersifat agresif, atau dalam artian
dapat membahayakan jiwa manusia apabila didekati, diantaranya adalah hiu macan, hiu putih, hiu
lembu, hiu sirip putih, hiu biru/karet, dan hiu koboy. Namun pada dasarnya hiu cenderung akan
menghindari kontak dengan manusia dan cenderung pergi menjauh apabila ada penyelam di
sekitarnya, kecuali apabila mereka merasa terancam atau terganggu karena kehadiran manusian
tersebut.
Hasil penelitian mencatat bahwa jumlah korban manusia akibat serangan hiu masih jauh lebih
sedikit dari orang yang tewas tenggelam dilaut ataupun celaka karena menginjak bulu babi atau hewan
lainnya ketika bermain di pantai. Dengan demikian ancaman hiu bukanlah merupakan hal utama yang
mengancam keselamatan manusia ketika berada di laut.Kenyataan yang sebenarnya adalah ikan hiulah yang sekarang ini terancam oleh adanya aktvitas manusia seperti upaya penangkapan dan
perburuan sirip hiu, serta tindakan perusakan habitat dan pencemaran lingkungan.
Seiring dengan semakin meningkatnya aktivitas penangkapan hiu oleh manusia, keberadaan
hiu di alam semakin terancam dan populasinya semakin lama semakin menurun.Berdasarkan hasil
penelitian, berkurangnya hiu di dalam suatu ekosistem berdampak pada berubahnya tatanan alamiah
dalam struktur komunitas yang berakibat pada terganggunya keseimbangan suatu ekosistem. Sebagai
contoh, di dalam ekosistem terumbu karang, hilangnya ikan hiu sebagai predator puncak di perairan
terumbu karang di wilayah Karibia mengakibatkan meningkatnya populasi ikan-ikan herbivora dan
omnivora di lokasi tersebut yang mengakibatkan vegetasu di laut menjadi berjurang sehingga ikanikan yang masih muda dan biota bentik lainnya kehilangan makanan dan tempat perlindungannya. Hal
ini akhirnya berdampak pada kolapsnya ekosistem terumbu karang tersebut (Bascompte et al., 2005).
Dengan demikian, mempertahankan keseimbangan di dalam ekosistem sangatlah penting karena
semua organisme yang hidup di dalamnya saling membutuhkan dan saling ketergantungan satu sama
lain.
Dikutip dari “Tinjauan Status Perikanan Hiu Dan Upaya Konservasinya di Indonesia” sirip hiu
merupakan bagian yang paling bernilai tinggi dari tubuh hiu. Sirip hiu umumnya digunakan untuk sup
yang merupakan sajian bergengsi di restoran-restoran seafood di beberapa kota besar di Indonesia
seperti Jakarta, Semarang, dan Surabaya dengan harga satu porsi sirip hiu mencapai Rp.500.000,-.
Walaupun masyarakat Cina selama berabad-abad mempercayai kandungan dari sirip ikan hiu
membawa banyak manfaat, namun sebenarnya makanan tersebut tidak memiliki rasa sama sekali.
Sirip hiulebih digemari oleh beberapa kelompok masyarakat karena teksturnya yang kenyal, berurat
dan berserabut, namun terlepas dari itu, alasan utama dari mengkonsumsi sirip hiu sebenarnya hanya
ingin menjaga gengsi dan dianggap sebagai masyarakat berkelas karena sup sirip hiu merupakan
hidangan khusus raja-raja di Cina tempo dulu. Namun demikian, hal ini tidak bisa dijadikan alasan
untuk membunuh ikan hiu.
Berdasarkan hasil penelitian Food and Nutrition Information Center, sirip hiu tidak
mengandung banyak nutrisi.Sirip umumnya terdiri dari tulang rawan, yang secara umum tidak
mengandung vitamin, namun mengandung glukosamin dan kondroitin.Para pelaku pengobatan
alternatif meyakini bahwa sirip hiu memiliki zat yang dapat memerangi kanker. Menurut National
Cancer Institute, hanya satu penelitian klinis terhadap tulang rawan hiu sebagai cara perawatan kanker
pada manusia yang pernah dipublikasikan di jurnal terkemuka dan itupun menunjukkan bahwa tulang
rawan hiu tidak efektif melawan kanker. Hasil penelitian lain melaporkan bahwa perawatan tambahan
terhadap pasien yang mendapatkan kemoterapi dengan memberikan beberapa dosis ekstrak tulang
rawan dari sirip ikan hiu dalam jumlah yang berbeda terhadap 282 pasien tidak memberikan hasil
yang positif (Lu, 2010).
Sebaliknya, sirip hiu diduga mengandung merkuri dalam dosis yang cukup
berbahaya.Kandungan merkuri tersebut hadir akibat polusi di perairan Samudera. Sebagai pemuncak
rantai makanan, hiu berpotensi mengandung merkuri lebih tinggi dibanding makhluk laut lainnya
yang terakumulasi melalui proses makan memakan. Sebagai gambaran, Wild Aid, sebuah kelompok
pengamat lingkungan, pada laporannya tahun 2001 mengungkapkan bahwa mereka menemukan
merkuri dalam level yang sangat berbahaya pada sirip hiu yang ditemukan di Thailand, yaitu
mencapai 42%. Angka tersebut jauh lebih tinggi dibanding batas aman kandungan merkuri pada
makanan bagi tubuh manusia yang ditetapkan oleh Badan Kesehatan Dunia (WHO), yaitu tidak
melebihi 0,5 ppm. Pada umumnya kandungan merkuri pada sirip hiu berkisar antara 0,3-2.6 µg/g atau
dugaan rata-rata kandungannya sebesar 2,3 µg/g. Sedangkan WHO telah menentukan batas konsumsi
methyl merkuri yang aman dikonsumsi manusia adalah 1.6 µg/kg bobot tubuh, apabila berat tubuh
seseorang sebesar 60 kg, maka batas konsumsi asupan merkuri yang masih dapat ditoleransi tiap
minggunya adalah sebesar 96 µg.
Hasil penelitian Leung (2007) menunjukkan bahwa apabila dalam satu minggu seseorang
mengkonsumsi satu mangkuk sup dengan kandungan sirip hiu sebesar 40 gram, maka jumlah asupan
merkuri yang masuk ke dalam tubuhnya telah melewati batas maksimum toleransi dan dapat
membahayakan kesehatannya karena merkuri dapat terakumulasi di dalam tubuh manusia, khususnya
di dalam sel otak. Dengan kata lain, pada hakikatnya sirip hiu justru berbahaya bagi kesehatan,
bukannya membawa manfaat bagi manusia yang mengkonsumsinya. Selain sirip, hasil penelitian
lainnya menyebutkan bahwa tubuh hiu memiliki kandungan urea 2-2,5 % dari total daging, sedangkan
ikan bertulang sejati (Teleostei) hanya mengandung urea 0,05 %. Tingginya kandungan urea dalam
tubuh ikan hiu disebabkan secara biologis hiu tidak memiliki kantung kemih (vesica urinaria) dalam
sistem pembuangan urinnya, namun mensekresikan kelebihan urea dalam tubuhnya melalui kulitnya.
Kandungan urea dalam tubuh hiu akan larut jika direndam dalam larutan NaCl 10% dan asam asetat
2% selama 30 menit. Teknik lainnya untuk menghilangkan kadar urea dalam daging hiu tersebut
adalah dengan menjadikannya sebagai ikan asin, atau dengan cara dibakar, diasap atau dipindang
seperti yang biasa dilakukan oleh masyarakat di beberapa daerah di Indonesia. Namun diperlukan
keahlian dan penanganannya khusus dalam memasak daging hiu tersebut agar kandungan urea
tersebut tidak turut serta dikonsumsi.
SWOT
Berikut adalah analisa dengan sistem SWOT yang dilakukan oleh penulis:
• Strenght
Belum adanya animasi edukasi mengenai ikan hiu di Indonesia, kebanyakan melalui media cetak
ataupun film dokumenter.
• Weakness
Data sulit didapatkan, karena pemerintah belum memaksimalkan peraturan mengenai populasi
ikan hiu di Indonesia.
• Opportunity
Besarnya peluang untuk didukung oleh berbagai organisasi (contohnya WWF Indonesia dan
berbagai kampanye).
• Threat
Masyarakat sudah menikmati film dokumenter atau film edukasi dari luar negeri sehingga sulit
untuk menerima film edukasi dari Indonesia.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Indonesia mempunyai banyak keanekaragam kehidupan laut baik tumbuhan dan hewan
laut.Semua tumbuhan dan hewan yang hidup di laut saling bergantung satu sama lainnya, apabila
salah satu spesies punah maka spesies yang lainnya tidak mampu bertahan hidup. Akan sangat
disayangkan apabila tumbuhan atau hewan laut tersebut punah.
Banyak yang tidak mengetahui bahwa semua spesies ikan hiu di Indonesia mengalami
kepunahan dan yang lebih disayangkan lagi hal ini terjadi karena perbuatan manusia sendiri. Dengan
adanya film animasi “Hiu Terakhir” memberikan informasi kepada penonton agar berhenti untuk
memburu hiu, berhenti mengkonsumsi bukan semata-mata untuk ikan hiu itu sendiri tapi juga untuk
keberlangsungan ekosistem di Indonesia.
Saran
Secara pengalaman penulis memang belum kaya, namun penulis mempunyai saran agar
perkembangan film animasi di Indonesia. Ada baiknya apabila Indonesia mulai berpikir secara keras
dan mengambil jalan yang lebih serius bagaimana caranya agar dunia kreativitas ini turut dikenal oleh
negara yang jauh lebih terkenal pada bidang tersebut. Dunia kreativitas sendiri berperan sangat besar
pada perkembangan negara. Komunikasi dan kreativitas bisa membantu negara untuk bersosialisasi,
meningkatkan peluang dan keinginan masyarakat muda untuk bersaing dengan dunia kreatif.
Dalam hal pengerjaan animasi yang bisa penulis katakan hal yang paling penting adalah
rajinlah belajar dan banyak melihat refrensi bagaimana sebuah film animasi yang bagus dibuat dari
awal. Jangan malu untuk menanyakan pendapat orang lain, karena bidang kreatif bukan ilmu pasti
yang dinilai salah atau benar melainkan bagus atau tidak. Akan lebih baik apabila pendapat orang lain
kita terima dan diterapkan pada film animasi kita karena orang-orang tersebutlah yang akan menonton
film animasi kita.
REFERENSI
Abercrombie, D. & Chapman, D. 2012. Indentifying shark fins: Oceanic, whitetip, porbeagle and
hammerheads. PEW Environment Group, Washington, 8 pp.
Adrim, M., Fahmi., Balkis. S. dan Maha, R.N. 2006. keragaman jenis pari di Indonesia.
Ardiyansah, S.T. 2010. 12 Prinsip Animasi.3 Maret 2014. Website: http://dkv.binus.ac.id.
Brown, Blain. (2012). Cinemtography: Theory and Practice: Image Making For Cinematographers
and Directors.
Diene, E, Papalia. Sally, Wendkos, Olds. Ruth, Duskin, Feldman. (2008). Human Development.
Mohammad Atik Fajardin. 2013. Populasi hiu terancam punah. 18 November
2013http://nasional.sindonews.com/
Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.01/MEN/2009 tentang Wilayah Pengelolaan
Perikanan Repulik Indonesia.
Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor.12/2012 Tentang Usaha
Perikanan Tangkap di laut Lepas.
Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2007 tentang Konservasi Sumber Daya Ikan.
Rakhmat, Jalaludin. (2005). Psikologi Komunikasi. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya .
Rizzo, J. (2012) Samudera: Erlangga .
WWF. Tinjauan Status Perikanan Hiu Dan Upaya Konservasinya Di Indonesia.
RIWAYAT PENULIS
DEVINA DWITA SARIlahir di Bangka pada 28 Agustus 1993. Penulis menamatkan S1 di
Univeritas Bina Nusantara dalam bidang Desain Komunikasi Visual, Animasi pada 2014.
Download