JURNAL AGROTEKNOS Nopember 2013 Vol. 3 No. 3. Hal 144-151 ISSN: 2087-7706 EFEKTIVITAS LIMBAH CAIR PERTANIAN SEBAGAI MEDIA PERBANYAKAN DAN FORMULASI Bacillus subtilis SEBAGAI AGENS HAYATI PATOGEN TANAMAN Effectivity of Agricultural Waste as Media Propagation and Formulation of Bacillus subtilis As Biological Agents of Plant Pathogens ANDI KHAERUNI*), ASRIANTI, ABDUL RAHMAN Jurusan Agroteknologi Fakultas Pertanian Universitas Halu Oleo, Kendari ABSTRACT This study aimed to find the best medium for formulation and storage of B. subtilis. The study consisted of two phases: (1) Selection of agricultural wastes as a propagation medium for Bacillus subtilis, (2) test for the stability of Bacillus subtilis in material formulation and its inhibition activity against Rhizoctonia solani. The second phase was conducted based on completely randomized design, consisting of five treatments, namely: 100 % medium synthetic, 100% coconut water, 75% coconut water + 25 % synthetic medium, 50% coconut water + 50% synthetic medium and 25% coconut water + 75% synthetic medium. Each treatment was repeated three times, so that there were 15 experimental units. B. subtilis ST21e isolate was formulated in liquid medium according to treatment and kept in plastic container at room temperature for 8 weeks to count the number of colonies and inhibition activity every 2 weeks. The results showed that the agricultural wastes (coconut water, tofu water and molasses) can be used as a media for B. subtilis ST21e propogation in different cell growth pattern. B. subtilis propogation in medium coconut water + 10% TSB had the best growth pattern compared to the other media. On the other hand, medium containing 25% coconut water + 75% synthetic medium was the best combination for storage medium of B. subtilis ST21e. Key words: biological agents, Bacillus subtilis, agricultural waste 1PENDAHULUAN Seiring dengan kemajuan teknologi dan ilmu pengetahuan, teknologi di bidang pertanian, termasuk pengendalian penyakit tanaman juga berkembang dengan cepat, namun perkembangannya masih terfokus pada pengendalian secara kimiawi yaitu penggunaan pestisida sintetik. Ketergantungan terhadap pestisida ini karena penggunannya praktis dan cepat. Namun disisi lain penggunaan pestisida sintetik belum mampu menyelesaikan masalah penyakit tanaman, *) Alamat Korespondensi: E-mail: [email protected] malah sering menimbulkan masalah-masalah baru, seperti terjadinya kerusakan lingkungan disamping dapat menginduksi patogen menjadi resisten terhadap pestisida yang digunakan. Oleh karena itu diperlukan alternatif yang ramah lingkungan yaitu berupa pengendalian hayati sehingga mengurangi penggunaan pestisida sintetik. Bacillus subtilis merupakan salah satu bakteri yang banyak dikembangkan sebagai agens hayati untuk mengendalikan patogen tanaman. B. subtilis termasuk bakteri gram positif, berbentuk batang, dapat tumbuh pada kondisi aerob dan anaerob. Bakteri tersebut dapat membentuk endospora dan dapat bertahan hidup dalam waktu yang lama pada kondisi lingkungan yang tidak Vol. 3 No.3, 2013 menguntungkan untuk pertumbuhannya (Woitke, 2004). Bacillus subtilis ST21e dilaporkan mampu menghambat perkembangan patogen Fusarium oxysporum, Sclerotium rolfsii, Phytopthora capsici dan Rhizoctonia solani secara in-vitro (Khaeruni et al., 2010a) dan secara in-vivo mampu menghambat penyakit layu Fusarium pada tomat (Khaeruni et al. 2010b); penyakit busuk batang Rhizoctonia pada kedelai (Khaeruni et. al, 2012); dan penyakit busuk akar Sklerotium pada kedelai (Nengtias et. al, 2012), sehingga sangat potensial dikembangkan sebagai agens hayati patogen tanaman. Bacillus subtilis merupakan bakteri saprofit yang mampu bertahan dan berkembang biak pada sisa-sisa bahan organik. Berdasarkan sifat tersebut sehingga bakteri ini dapat ditumbuhkan dan diperbanyak pada limbah organik cair yang tersedia melimpah di masyarakat seperti limbah air kelapa, air tahu dan molase. Giyanto et. al. (2009) menyatakan bahwa limbah cair organik sangat berpotensi sebagai media perbanyakan agens hayati karena mengandung komposisi nutrisi yang baik untuk pertumbuhan mikroba seperti karbohidrat, protein, air, asam amino, lemak, garam-garam mineral dan nutrisi lainnya. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui tentang potensi limbah cair pertanian seperti : air tahu, air kelapa dan molase sebagai media perbanyakan dan formulasi B. subtilis sebagai agens hayati. BAHAN DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian. Penelitian ini bertempat di Laboratorium Agroteknologi Unit Ilmu Hama dan Penyakit Tanaman Fakultas Pertanian Universitas Halu Oleo Kampus Bumi Tridharma Kendari yang dilaksanakan pada bulan Maret sampai dengan bulan September 2013. Bahan. Bahan-bahan digunakan dalam penelitian ini adalah limbah air kelapa, air tahu, molase, Bacillus subtilis ST21e (koleksi Laboratorium IHPT), cendawan Rhizoctonia solani, akuades, media Tryptic Soy Broth (TSB, media Tryptic Soy Agar (TSA), media Potato Dextrose Agar (PDA), agar-agar, alkohol 70%, Efektivitas Limbah Cair Pertanian 145 spritus dan media sintetik (Protease pepton dan MgSO4). Rancangan Penelitian. Rancangan penelitian hanya dilakukan pada tahap uji stabilitas dan penghambatan Bacillus subtilis ST21e secara invitro dalam bahan formulasi. Tahapan ini dilakukan berdasarkan Rancangan Acak Lengkap (RAL) yang terdiri dari 5 perlakuan dengan tiga kali ulangan sehingga terdapat 15 unit percobaan. Perlakuan yang diuji sebagai media pertumbuhan bakteri B. subtilis ST21e, yang meliputi: A=100% Media sintetik, B= 100% Air kelapa, C= 75% Air kelapa + 25% Media sintetik (3:1 v/v), D= 50% Air kelapa + 50% Media sintetik (1:1 v/v), dan E= 25% Air kelapa + 75% Media sintetik (1:3 v/v). Tahapan-tahapan pelaksanaan Penelitian: Peremajaan isolat bakteri B. subtilis ST21e. Strain bakteri Bacillus subtilis ST21e yang berasal dari stok penyimpanan (larutan glyserol 15%) dikultur ulang pada media TSA di dalam cawan petri dan diinkubasi pada suhu ruang selama 2 x 24 jam. Penyediaan media perbanyakan limbah cair pertanian dan inokulum B. subtilis ST21e. Bahan yang digunakan sebagai media perbanyakan B. subtilis yaitu limbah cair pertanian berupa: air kelapa dan air tahu segar yang diambil masing-masing dari pasar Mandonga Kendari dan tempat pengolahan tahu di Konda Kab. Konawe Selatan, serta molase yang dipesan dari industri gula di Kediri Jawa Timur. Masing-masing limbah cair pertanian secara terpisah dimasukkan dalam erlenmeyer ukuran 250 mL sebanyak 50 mL, lalu ditambahkan dengan bahan-bahan kimia TSB 10%, selanjutnya ditambahkan akuades sehingga mencapai volume 200 mL. Campuran media tersebut disterilisasi dalam autoklaf pada suhu 121oC selama 15 menit, setelah sterilisasi media didinginkan dan siap digunakan sebagai media uji pertumbuhan. Penyediaan inokulum B. subtilis ST21e dilakukan dengan membuat suspensi B. subtilis umur 48 jam dalam akuades steril kemudian ditentukan nilai optical densitynya (OD=1,00) dengan menggunakan spektrofotometer UV-VIS pada panjang gelombang 550 nm. Perbanyakan Bacillus subtilis ST21e dalam media limbah cair pertanian. Sebanyak 10 mL suspensi inokulum B. subtilis ST21e tersebut dimasukkan ke dalam masing-masing media perbanyakan yang berisi limbah cair pertanian yang berbeda dan diinkubasi pada suhu ruang di dalam shaker dengan kecepatan 200 rpm selama 146 KHAERUNI ET AL. 48 jam untuk mengukur pertumbuhan bakteri dan jumlah koloni bakteri. Perlakuan yang diuji adalah media limbah cair pertanian yang terdiri dari : Media limbah air kelapa + 10% TSB; Media limbah air tahu + 10% TSB; Media molase + 10% TSB; dan 4. TSB 100%. Uji Stabilitas dan Penghambatan B. subtilis ST21e dalam Bahan Formulasi Uji stabilitas B. subtilis ST21e dalam bahan formulasi. Pada tahapan ini digunakan limbah air kelapa sebagai media formulasi (hasil terbaik pada tahap penelitian I). Kultur bakteri B. subtilis ST21e yang berumur 48 jam disuspensikan dengan akuades steril hingga mencapai kerapatan sel 10-10 CFU/mL. Sebanyak 40 mL suspensi bakteri ditambahkan ke dalam media air kelapa hingga volume akhir mencapai 200 mL, lalu disimpan dalam jerigen plastik volume 250 mL dan diletakkan pada suhu ruang sesuai dengan rancangan percobaan yang digunakan, untuk dihitung perkembangan bakteri antagonis B. subtilis dan daya hambatnya setiap 2 minggu selama 2 bulan penyimpanan. Uji daya hambat B. subtilis ST21e secara invitro setelah penyimpanan dalam bahan formulasi. Untuk mengetahui pengaruh bahan formulasi terhadap aktivitas penghambatan bakteri B. subtilis ST21e selama penyimpanan 2 bulan, maka dilakukan uji daya hambat terhadap patogen Rhizoctonia solani dengan metode uji ganda. Bacillus subtilis yang diisolasi dari setiap perlakuan pada setiap waktu pengamatan diremajakan pada media TSA. Masing-masing isolat B. subtilis yang diuji digoreskan memanjang pada media PDA dengan jarak 3 cm dari tepi cawan, lalu diinkubasi pada suhu ruang. Potongan medium PDA padat dengan diameter 0,5 cm yang ditumbuhi hifa R. solani digunakan sebagai inokulum dan diinfestasi pada cawan petri yang berisi medium PDA yang sebelumnya telah diinokulasikaan bakteri antagonis B. subtilis umur 24 jam secara berlawanan dengan jarak 3 cm. Setiap isolat agens antagonis B. subtilis dari perlakuan yang berbeda diulang 3 kali. Kultur kembali diinkubasi dalam ruang bersuhu 260280C selama 3 hari untuk dilakukan pengamatan daya hambat agens antagonis terhadap patogen uji. Variabel Penelitian. Variabel penelitian yang diamati pada penelitian ini yaitu : 1. Kerapatan sel bakteri B. subtilis ST21e dalam media cair, dihitung dengan cara: diukur berdasarkan nilai absorbansi (Optical Density) dengan alat spektrofotomer UV-VIS pada panjang gelombang 550 nm pada pada J. AGROTEKNOS umur 5 jam, 10 jam, 15 jam, 20 jam dan 25 jam pertumbuhan, 2. Jumlah koloni (log CFU/mL) B. subtilis ST21e pada media perbanyakan pada umur 48 jam. Perhitungan jumlah koloni dilakukan dengan pembiakan pada media TSA melalui metode pengenceran berseri. Jumlah koloni yang tumbuh selanjutnya dikonversikan ke dalam bentuk log CFU/mL, 3. Jumlah koloni B. subtilis ST21e pada media formulasi air kelapa pada umur 2, 4, 6 dan 8 minggu. Bahan formulasi terlebih dahulu dihomogenkan dengan cara mengocok hingga tercampur secara merata, lalu diambil sebanyak 1 mL bahan formulasi dan diencerkan ke dalam air steril hingga mencapai pengenceran 10-10 lalu ditumbuhkan pada media TSA dan diinkubasi pada suhu ruang. Perhitungan jumlah koloni (log CFU/mL) B. subtilis pada umur 2 hari setelah inkubasi (HSI). 4. Daya hambat isolat B. subtilis ST21e terhadap cendawan patogen (Rhizoctonia solani), dilakukan pada umur 3 hari setelah uji tantang dengan mengukur jari-jari pertumbuhan patogen. Rumus untuk mengetahui daya hambat bakteri terhadap patogen uji menurut Nielsen et al. (1998) adalah: DH = (R1 - R2) / R1 x 100%, dimana DH = Daya hambat bakteri B. subtilis terhadap patogen uji (%), R1 = Jari-jari pertumbuhan patogen ke arah tepi cawan (cm), dan R2 = Jari-jari pertumbuhan patogen ke arah bakteri (cm). Analisis Data. Data pada tahap pertama dianalisis secara sederhana dengan membandingkan pola pertumbuhan B. subtilis ST21e pada setiap jenis media cair yang digunakan, sedangkan data hasil pengamatan pada tahap kedua dianalisis menggunakan analisis sidik ragam. Apabila terdapat pengaruh nyata pada perlakuan maka dilakukan uji lanjut menggunakan Uji BNT. HASIL DAN PEMBAHASAN Nilai absorbansi (Optical Density) B. subtilis ST21e dalam berbagai media limbah cair. Hasil pengukuran absorbansi pertumbuhan B. subtilis ST21e pada berbagai media cair limbah pertanian pada pengamatan 5 jam pertama hingga 25 jam terakhir disajikan pada Tabel 1, sedangkan pola pertumbuhannya disajikan pada Gambar 2. Vol. 3 No.3, 2013 Efektivitas Limbah Cair Pertanian 147 Tabel 1. Nilai absorbansi (OD) B. subtilis ST21e dalam berbagai media perlakuan No. 1. 2. 3. 4. Perlakuan Limbah Pertanian Air Kelapa + 10% TSB Air Tahu + 10% TSB Molase + 10% TSB TSB 100% 5 0,041 0,047 0,041 0,275 Nilai OD pada Waktu Pengukuran (jam) 10 15 20 25 0,046 0,222 0,275 0,329 0,056 0,459 0,414 0,305 0,535 0,072 0,045 0,047 0,724 1,078 1,114 1,011 Gambar 2. Grafik Pertumbuhan B. subtilis ST21e pada berbagai media cair Hasil pengamatan Tabel 1 menunjukkan bahwa pada dasarnya agens hayati B. subtilis ST21e dapat tumbuh dan berkembang pada berbagai media limbah cair pertanian seperti air kelapa, air tahu dan molase, hal ini ditandai dengan terjadinya peningkatan nilai absorbansi kerapatan sel bakteri pada semua media yang digunakan. Hasil pengukuran kerapatan sel (OD) menunjukkan bahwa dari awal pengamatan hingga diakhir pengamatan pertumbuhan tertinggi bakteri terdapat pada media cair berbahan kimia sintetik (TSB), namun dari grafik pola pertumbuhan menunjukkan bahwa kerapatan sel bakteri dalam media TSB 100% mengalami penurunan setelah pertumbuhan 20 jam, hal yang sama terjadi pada media perbanyakan limbah air tahu dan molase. Sebaliknya pada media perbanyakan yang menggunakan air kelapa + 10% media TSB, secara konsistensi terus mengalami peningkatan pertumbuhan yang baik hingga akhir pengamatan, dengan nilai OD pada waktu pertumbuhan 5 jam pertama hingga 25 jam berturut-turut 0,041; 0,046; 0,222; 0,275 dan 0,329. Jumlah koloni pada berbagai media limbah cair. Hasil perhitungan rata-rata jumlah koloni B. subtilis ST21e dari berbagai media limbah cair pada pengamatan umur pertumbuhan 24 jam disajikan pada Tabel 2. Tabel 2. Rata-rata jumlah koloni B. subtilis ST21e dari berbagai media cair pada umur 25 jam No. 1 2 3 4 Media Pertumbuhan Air Kelapa + 10% TSB Air Tahu + 10% TSB Molase + 10% TSB TSB100% Jumlah koloni (log CFU/mL) 15,35 15,04 15,13 15,43 148 KHAERUNI ET AL. J. AGROTEKNOS Rata-rata hasil pengamatan pada Tabel 2 menunjukkan bahwa jumlah koloni B. subtilis ST21e dalam berbagai media berkisar antara log 15,04 sampai log 15,43 CFU/mL. Jumlah koloni tertinggi didapatkan pada media perbanyakan TSB 100% yaitu log 15,43 CFU/mL, namun nilai tersebut tidak jauh berbeda dengan jumlah koloni yang terdapat pada perlakuan air kelapa + 10% TSB yaitu log 15,35 CFU/mL. Berdasarkan kurva pertumbuhan dan jumlah koloni B. subtilis ST21e pada waktu pengamatan 25 jam, didapatkan bahwa media limbah cair yang terbaik sebagai media perbanyakan B. subtilis adalah media limbah air kelapa. Limbah inilah yang selanjutnya digunakan sebagai bahan formulasi pada tahap selanjutnya (kedua). Jumlah koloni Bacillus subtilis ST21e dalam bahan formulasi air kelapa. Hasil uji rataan jumlah koloni B. subtilis pada berbagai perlakuan konsentrasi air kelapa pada pengamatan minggu ke 2, 4, 6 dan 8 dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Jumlah koloni B. subtilis ST21e pada berbagai perlakuan konsentrasi media air kelapa No . Perlakuan 1. 2. 3. 4. 5. (A) 100% MS (B) 100% Air kelapa (C) 75% Air kelapa + 25% MS (D) 50% Air kelapa + 50% MS (E) 25% Air kelapa + 75% MS Rata-rata jumlah koloni (log CFU/mL) B. subtilis pada penyimpanan minggu ke2 4 6 8 a bc bc 13,20 12,57 12,17 12,08ab b c c 12,58 12,12 11,51 11,50b 13,38a 12,07c 10,90c 11,86b a ab ab 13,11 12,95 13,08 12,58a 13,41a 13,31a 13,60a 12,50a Keterangan: MS = Media sintetik. Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama berbeda tidak nyata dalam uji BNT pada taraf kepercayaan 95% Berdasarkan uji lanjut hasil pengamatan pada Tabel 3, menunjukkan bahwa jumlah koloni B. subtilis tertinggi pada umur 2 minggu setelah penyimpanan dalam bahan formulasi terlihat pada perlakuan konsentrasi air kelapa 25% yaitu log 13,41 CFU/mL. Nilai tersebut berbeda tidak nyata dengan perlakuan media air kelapa 50%, 75% dan 100% MS, namun berbeda nyata dengan perlakuan konsentrasi air kelapa 100%. Rata-rata jumlah koloni B. subtilis pada umur 4 dan 6 minggu setelah penyimpanan jumlah koloni tertinggi diperlihatkan pada perlakuan air kelapa konsentrasi 25% yaitu log 13,31 CFU/mL dan log 13,60 CFU/mL, kedua nilai tersebut berbeda tidak nyata dengan perlakuan air kelapa konsentrasi 50%, namun berbeda nyata terhadap perlakuan lainnya. Sementara pada umur 8 minggu jumlah koloni bakteri tertinggi tetap ditunjukkan pada perlakuan air kelapa konsentrasi 50% yaitu log 12,58 CFU/mL. Persentase Daya Hambat Bacillus subtilis ST21e terhadap Rhizoctonia solani. Hasil rataan daya hambat B. subtilis pada berbagai perlakuan konsentrasi air kelapa pada pengamatan minggu ke 2, 4, 6 dan 8 setelah penyimpanan dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 4. Daya hambat B. subtilis ST21e terhadap patogen Rhizoctonia solani pada pengamatan 2 sampai 8 minggu setelah masa penyimpanan. No . Perlakuan 1. 2. 3. 4. 5. (A) 100% MS (B) 100% Air kelapa (C) 75% air kelapa + 25% MS (D) 50% air kelapa + 50% MS (E) 25% air kelapa + 75% MS Rata-rata daya hambat B. subtilis (%) pada penyimpanan minggu ke2 4 6 8 c tn a 47,41 46,66 60,74 11,11c 62,96a 48,89 tn 53,33a 17,04c bc tn a 54,07 39,26 59,26 48,15ab 57,04ab 51,11 tn 48,15a 52,59a ab tn b 56,30 38,52 17,78 40,00ab Keterangan: MS = Media sintetik. Angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom yang sama berbeda tidak nyata dalam uji BNT pada taraf kepercayaan 95% Vol. 3 No.3, 2013 Hasil pengamatan pada Tabel 4, menunjukkan bahwa B. subtilis ST212e dalam penyimpanan pada berbagai konsentrasi limbah kelapa masih memiliki daya hambat terhadap R. solani hingga akhir pengamatan (8 minggu setelah penyimpanan), dengan persentase daya hambat yang berbeda-beda. Perlakuan yang memperlihatkan konsistensi daya hambat yang relatif stabil dengan aktivitas daya hambat di atas 40% ialah perlakuan dengan media penyimpanan air kelapa 50% . Perlakuan ini juga memperlihatkan daya hambat tertinggi pada masa penyimpanan 8 minggu yaitu 52,59% yang berbeda nyata dengan perlakuan MS 100% dan media air kelapa 100%, namun berbeda tidak nyata dengan konsentrasi air kelapa 25% dan 75%. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa pola pertumbuhan B. subtilis ST21e pada setiap media biakan yang digunakan menghasilkan kerapatan sel (OD) yang berbeda-beda. Perbedaan kerapatan sel pada masing-masing media diduga disebabkan oleh perbedaan kandungan nutrisi pada media tersebut, baik dari segi kuantitas maupun kualitasnya. Menurut Giyanto et al. (2009) salah satu faktor penting yang mempengaruhi pertumbuhan bakteri selain kondisi untuk pertumbuhan seperti suhu, pH, kadar air, aerasi dan agitasi, juga sangat ditentukan oleh kandungan nutrisi media perbanyakannya. Pada Tabel 1 dan Gambar 2 dapat dilihat bahwa dari tiga jenis limbah pertanian yang digunakan, yang terbaik digunakan sebagai media perbanyakan dan penyimpanan B. subtilis ST21e adalah media air kelapa + 10% TSB, media cair ini menunjukkan konsistensi peningkatan pertumbuhan hal ini diperlihatkan dengan nilai OD pada selama masa pertumbuhan 25 jam, sementara media yang mengandung air tahu dan molase hanya memperlihatkan peningkatan OD pada awal pertumbuhan, penurunan nilai OD pada media air tahu mulai terjadi setelah 15 jam pertumbuhan, sedangkan pada media molase terjadi setelah 10 jam pertumbuhan. Hasil ini semakin diperkuat dari hasil perhitungan populasi B. subtilis diakhir pengamatan yang menunjukkan jumlah koloni pada media air Efektivitas Limbah Cair Pertanian 149 kelapa + 10% TSB, cenderung lebih tinggi yaitu berkisar pada nilai log 15,35 CFU/mL setelah media TSB 100%, sementara populasi pada media TSB 100% setara dengan log 15,43 CFU/mL, suatu perbedaan nilai yang tidak signifikan. Peningkatan jumlah bakteri dalam media air kelapa + 10% TSB diduga karena kandungan nutrisi untuk pertumbuhan bakteri tersedia cukup banyak, dimana sumber nutrisi ini berasal dari air kelapa dan media TSB. Menurut Vigliar et al. (2006) air kelapa mempunyai komposisi nutrisi yang lengkap berupa 95,5% air; 4% karbohidrat; 0,1% lemak; 0,02% kalsium; 0,01% fosfor; 0,5% besi, asam amino, vitamin C, vitamin B kompleks dan garam-garam mineral. Kandungan nutrisi yang lengkap pada air kelapa menyebabkan pertumbuhan populasi/jumlah koloni B. subtilis cukup baik dan stabil selama dalam proses penyimpanan. Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa penyimpanan bahan formulasi bakteri pada umur 2, 4, 6 dan 8 minggu memberikan pengaruh yang berbeda terhadap pertumbuhan jumlah koloni B. subtilis ST21e. Hal ini menggambarkan bahwa waktu penyimpanan dapat mempengaruhi pertumbuhan jumlah sel B. subtilis. Berdasarkan hasil penelitian rata-rata pertumbuhan sel bakteri yang tinggi untuk semua perlakuan terjadi pada umur penyimpanan 2 minggu. Sedangkan pada umur penyimpanan 4 dan 6 minggu rata-rata pertumbuhan tertinggi hanya diperlihatkan pada perlakuan 25% air kelapa + 75% MS dan 50% air kelapa + 50% MS. Sementara pengamatan pada minggu ke-8 rata-rata pertumbuhan bakteri pada semua perlakuan cenderung memperlihatkan penurunan jumlah koloni/sel (lihat Tabel 4). Penurunan jumlah sel diduga adanya pengaruh komposisi nutrisi yang dibutuhkan oleh bakteri baik dari segi kualitas maupun kuantitasnya. Semakin berkurang nutrisi di dalam media maka jumlah sel semakin menurun. Berkurangnya komposis nutrisi dalam media karena nutrisi tersebut dimanfaatkan oleh bakteri untuk perkembangbiakannya. Kematian bakteri disebabkan karena zat makanan yang 150 KHAERUNI ET AL. diperlukan berkurang (Dwijoseputro, 2003). Hal ini menunjukkan bahwa komposisi media berperan penting dalam pertumbuhan B. subtilis. Secara umum pertumbuhan B. subtilis yang paling baik diperlihatkan pada perlakuan media 25% air kelapa + 75% MS. Peningkatan jumlah bakteri disebabkan karena nutrisi untuk pertumbuhan tersedia cukup banyak, dimana sumber nutrisi ini berasal dari air kelapa dan media sintetik. Pertumbuhan B. subtilis ST21e pada setiap media perlakuan menunjukkan jumlah koloni yang berbeda (berfluktuasi). Hal ini dikarenakan di dalam setiap perlakuan memiliki konsentrasi kandungan nutrisi yang berbeda-beda. Kandungan nutrisi pada setiap media sangat menentukan viabilitas sel bakteri tersebut. Perbedaan nutrisi yang tersedia pada media berpengaruh terhadap pembentukan sel mikroorganisme (Giyanto et. al., 2009). Uji antagonis B. subtilis ST21e terhadap Rhizoctonia solani secara in-vitro ditujukan untuk mengetahui pengaruh bahan formulasi yang diuji terhadap aktivitas antagonis B. subtilis terhadap patogen selama masa penyimpanan 8 minggu. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan yang menggunakan media cair 50% air kelapa + 50% MS secara konsisten memperlihatkan daya hambat relatif stabil (±50%) terhadap R. solani selama masa penyimpanan 8 minggu dalam bahan formulasi, sementara perlakuan lain memiliki daya hambat yang berfluktuasi, hal ini diduga adanya pengaruh dari lamanya penyimpanan dan kandungan nutrisi yang tersedia dalam formulasi terhadap produksi antibiotik oleh B. subtilis. Menurut Giyanto et al. (2009) lama penyimpanan suatu formulasi dapat mempengaruhi konsentrasi nutrisi yang ada sehingga secara tidak langsung dapat berpengaruh terhadap aktivitas antagonis suatu agens hayati. Hal ini menunjukkan bahwa konsentrasi media cair air kelapa berpengaruh pada aktifitas antagonis B. subtilis terhadap patogen. Pada uji daya hambat yang dilakukan pada umur penyimpanan 2-8 minggu terlihat perbedaan antara miselium cendawan yang tumbuh berdekatan dengan agens antagonis dengan miselium yang tidak berdekatan J. AGROTEKNOS dengan agen antagonis. Pertumbuhan miselium yang berdekatan dengan B. subtilis terlihat lebih tebal dan pendek dibandingkan dengan miselium yang tidak berdekatan dengan B. subtilis. Hal ini diduga bahwa bakteri tersebut dapat menekan pertumbuhan R. solani melalui aktivitas antifungal kitinolitik yaitu enzim yang dapat mendegradasi dinding sel cendawan sehingga pertumbuhan cendawan tidak optimal (terhambat). Hal ini sejalan dengan penelitian Khaeruni et. al. (2010a) yang menyatakan bahwa bakteri Bacillus subtilis ST21e mampu menghasilkan enzim protease dan kitinase yang berperan sebagai enzim pengurai dinding sel patogen. Aktivitas antagonis B. subtilis terjadi melalui beberapa mekanisme antara lain yaitu produksi senyawa anti mikroba, kompetisi nutrisi (karbon dan nitrogen) dan ruang tempat infeksi (Liu et. al. 2009; Supartono, et. al., 2011). SIMPULAN Berdasarkan hasil disimpulkan bahwa: penelitian dapat 1. Limbah pertanian air kelapa, air tahu dan molase dapat digunakan sebagai media perbanyakan agens hayati Bacillus subtilis ST21e dengan pola pertumbuhan sel yang berbeda-beda. Namun limbah yang paling efektif dijadikan sebagai media perbanyakan adalah limbah air kelapa. 2. Dari 3 limbah cair pertanian yang digunakan, limbah cair yang terbaik sebagai media perbanyakan Bacillus subtilis ST21e adalah limbah air kelapa + 10% TSB karena secara konsisten memperlihatkan pola pertumbuhan yang terus meningkat hingga 25 jam pertumbuhan. 3. Penggunaan limbah air kelapa 25% - 50% merupakan konsentrasi terbaik untuk media formulasi Bacillus subtilis ST21e, karena mampu memperlihatkan jumlah koloni bakteri yang tertinggi tanpa menurunkan aktifitas antagonis secara drastis pada masa penyimpanan 8 minggu. Vol. 3 No.3, 2013 Efektivitas Limbah Cair Pertanian DAFTAR PUSTAKA Dwidjoseputro, D., 2003. Dasar-dasar Mikrobiologi, Edisi 14. Djambatan. Jakarta Giyanto A, Suhendar dan Rustam. 2009. Kajian pembiakan bakteri kitinolitik Pseudomonas fluorescens dan Bacillus sp. pada limbah organik dan formulasinya sebagai pestisida hayati (BIOPesticide). Prosiding seminar hasil penelitian. IPB Khaeruni A., Sutariati GAK, Wahyuni S. 2010a. Karakterisasi dan uji aktifitas bakteri rizosfer lahan ultisol sebagai pemacu pertumbuhan tanaman dan agensia hayati cendawan patogen tular tanah secara in-vitro. Jurnal Hama dan Penyakit Tanaman Tropika, 10(2):123-130. Khaeruni A., Sutariati GAK, Wahyuni S. 2010b. Potensi rizobakteria indigenus tanah podsolik merah kuning sebagai agens pengendali hayati penyakit layu Fusarium dan pemacu pertumbuhan tanaman mentimun. Jurnal Fitomedika, 7(1):25-30. Khaeruni A., Rahman A. 2012. Penggunaan bakteri kitinolitik sebagai agens biokontrol penyakit busuk batang oleh Rhizoctonia solani pada kedelai. Jurnal Fitopatologi Indonesia, 8(2):37-41. 151 Kumar RS et al. 2005. Characterization of fungal metabolite produced by a new strain Pseudomonas aeruginosa PUPa3 that exhibits broad-spectrum antifungal activity and biofertilizing traits. Journal of Applied Microbiology, 98:145-154. Liu X., Pang J., Yang Z. 2009. The biocontrol effect of Trichoderma and Bacillus subtilis SY1. Journal of Agricultural Science, 1(2):132-136. Nengtias, SP., Darwis, Khaeruni A. 2012. Potensi rizobakteri indigenous tanah ultisol sebagai agen pengendali hayati penyakit layu sklerotium dan pemacu pertumbuhan tanaman. Berkala Penelitian Agronomi, 1(2): 148-155. Supartono, Wijaya N., Herlina L., Ratnaningsih E., 2011. Produksi antibiotik oleh Baciluus subtilis M10 dalam media urea-sarbitol. Reaktor Vol 13(3):185-193 Vigliar R, Sdepanian VL, Neto UF. 2006. Biochemichal profile of coconut water from coconut palms planted in inland region. Journal de Pediatria 82(4):308-312 Woitke, M. 2004. Bacillus subtilis as growth promotor in hydroponically grown tomatoes under saline conditions. Acta Hort 659:363-369.