Perubahan Sifat Fisik dan Sifat Mekanik Beberapa Jenis

advertisement
ABSTRAK
ADITYA NUGROHO. Perubahan Sifat Fisik dan Sifat Mekanik Beberapa Jenis
Kayu Akibat Serangan Penggerek Kayu Laut di Perairan Pulau Rambut.
Dibimbing oleh SUCAHYO SADIYO dan MOHAMMAD MUSLICH.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui intensitas serangan penggerek
kayu di laut dan perubahan sifat fisik dan mekanik serta untuk menentukan
kekuatan empat jenis kayu yaitu rasamala, nangka, karet serta batang kelapa
bagian pangkal, tengah dan ujung setelah direndam di laut selama tiga bulan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kayu yang direndam di laut selama tiga
bulan mendapat serangan penggerek dengan intensitas yang berbeda.Kayu nangka
merupakan kayu yang paling tahan terhadap serangan penggerek kayu di laut
dengan nilai rata-rata intensitas serangan sebesar 0,51% sedangkan kayu karet
merupakan kayu yang paling tidak tahan terhadap serangan penggerek kayu di
laut yang ditunjukkan dengan rata-rata intensitas serangan mencapai 68,94%.
Serangan penggerek kayu di laut mengakibatkan perubahan sifat fisik dan
mekanik sehingga kekuatan kayu juga akan berubah. Kayu rasamala yang semula
mempunyai kelas kuat (KK) II berubah menjadi KK III, KK kayu nangka tidak
berubah yaitu dengan KK IV, kayu karet mengalami perubahan dari KK III
menjadi KK V, batang kelapa bagian pangkal dan tengah mengalami penurunan
kelas kuat dari KK IV menjadi KK V, sedangkan batang kelapa bagian ujung
tetap memiliki KK terendah yaitu KK V.
Kata kunci : intensitas serangan penggerek kayu di laut, perubahan sifat fisik dan
sifat mekanik kayu
PERUBAHAN SIFAT FISIK DAN SIFAT MEKANIK
BEBERAPA JENIS KAYU
AKIBAT SERANGAN PENGGEREK KAYU LAUT
DI PERAIRAN PULAU RAMBUT
ADITYA NUGROHO
Skripsi
sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Kehutanan pada
Departemen Hasil Hutan
DEPARTEMEN HASIL HUTAN
FAKULTAS KEHUTANAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2007
iii
Judul Skripsi
Nama
NIM
: Perubahan Sifat Fisik dan Sifat Mekanik Beberapa
Jenis Kayu Akibat Serangan Penggerek Kayu Laut di
Perairan Pulau Rambut
: Aditya Nugroho
: E 24102051
Disetujui
Komisi Pembimbing
Ketua
Anggota
Ir. Sucahyo Sadiyo, M.S
NIP. 131 411 834
Drs. Mohammad Muslich, M.Sc
NIP. 080 053 301
Diketahui
Dekan Fakultas Kehutanan
Institut Pertanian Bogor
Prof. Dr. Ir. Cecep Kusmana, M.S.
NIP. 131 430 799
Tanggal Lulus :
PRAKATA
Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas segala
nikmat dan karuniaNya sehingga karya ilmiah ini berhasil diselesaikan. Tema
yang dipilih dalam penelitian ini adalah perubahan sifat fisik dan sifat mekanik
kayu, dengan judul Perubahan Sifat Fisik dan Sifat Mekanik Beberapa Jenis Kayu
Akibat Serangan Penggerek Kayu Laut di Perairan Pulau Rambut.
Dengan penuh ketulusan hati, penulis haturkan ucapan terima kasih kepada :
Ir. Sucahyo Sadiyo, M.S dan Drs. Mohammad Muslich, M.Sc selaku pembimbing
yang telah banyak memberikan saran, arahan, nasihat dan bantuan yang sangat
berharga selama pengumpulan data dan proses penulisan hingga tersusunnya
skripsi ini. Tak lupa, ungkapan terima kasih juga penulis sampaikan kepada Dr. Ir.
Sudarsono Sudomo, M.S dan Dr.Ir. Harnios Arief, M.ScF selaku dosen penguji
dari Departemen Manajemen Hutan dan Departemen Konservasi Sumber Daya
Hutan dan Ekowisata. Segala bantuan, kerjasama, pelajaran, doa, cinta dan kasih
sayang dari Bapak Sugiharto dan almarhumah Ibu Pratiwi sebagai orang tua, serta
seluruh keluarga dan sahabat (RAMALITA Crew, civitas akademika Fakultas
Kehutanan IPB khususnya keluarga besar DHH) tentunya tak akan pernah
sepenuhnya terbalas, semoga semua kebaikan yang diberikan mendapat balasan
yang berlipat ganda dari Allah SWT. Jazakumullah khoiron katsiron.
Semoga karya ilmiah ini bermanfaat.
Bogor, Maret 2007
Aditya Nugroho
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Blitar, Jawa Timur pada tanggal 10 Juni 1984 dari
Ayah Sugiharto dan almarhumah Ibu Pratiwi. Penulis merupakan putra kedua dari
dua bersaudara.
Riwayat pendidikan penulis dimulai dari TK Trisula I Blitar pada tahun
1988-1990, penulis melanjutkan pendidikan di SDN Kepanjen Lor II Blitar pada
tahun 1990-1996. Tahun 1996 penulis melanjutkan pendidikan di SLTPN 1 Blitar
dan lulus pada tahun 1999, kemudian melanjutkan pendidikan di SMUN 1 Blitar.
Pada tahun 2002, penulis menamatkan pendidikan di SMUN 1 Blitar dan
pada tahun yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui Undangan Seleksi Masuk
IPB (USMI). Penulis memilih Departemen Hasil Hutan , Fakultas Kehutanan,
Institut Pertanian Bogor dan Keteknikan Kayu sebagai bidang keahlian.
Selama masa kuliah, penulis aktif dalam berbagai lembaga kemahasiswaan
seperti ASEAN Forestry Student Association (AFSA) pada periode 2002-2006
sebagai staff Departemen Pengembangan SDM serta staff Departemen Dana
Usaha, selain itu penulis juga aktif sebagai sekretaris umum pada Himpunan
Mahasiswa Hasil Hutan periode 2005-2006. Pada tahun 2005, penulis mengikuti
Praktek Pengenalan Hutan di KPH Banyumas Timur dan KPH Banyumas Barat
(Jawa Tengah) serta Praktek Pengelolaan Hutan di KPH Ngawi (Jawa Timur).
Sedangkan pada tahun 2006, penulis melaksanakan Praktek Kerja Lapang di PT.
Austral Byna Plywood, Banjarmasin, Kalimantan Selatan selama dua bulan.
Untuk menyelesaikan tugas akhir, penulis melakukan penelitian dan
menyusun skripsi dengan judul “Perubahan Sifat Fisik dan Sifat Mekanik
Beberapa Jenis Kayu Akibat Serangan Penggerek Kayu Laut di Perairan
Pulau Rambut”.
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL................................................................................................. vii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................... viii
DAFTAR LAMPIRAN........................................................................................... x
PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
Latar belakang..................................................................................................... 1
Tujuan Penelitian ................................................................................................ 1
Manfaat Penelitian .............................................................................................. 2
Hipotesis Penelitian............................................................................................. 2
TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................................... 3
Gambaran Umum Kayu yang Digunakan ........................................................... 3
Sifat Fisik dan Sifat Mekanik Kayu .................................................................... 7
Organisme Penggerek Kayu di Laut ................................................................. 11
BAHAN DAN METODE PENELITIAN............................................................. 15
Waktu dan Tempat Penelitian ........................................................................... 15
Bahan dan Alat.................................................................................................. 15
Metode Penelitian ............................................................................................. 16
HASIL DAN PEMBAHASAN............................................................................. 22
Hasil Uji Sifat Fisik........................................................................................... 22
Hasil Uji Sifat Mekanik .................................................................................... 37
Intensitas Serangan Penggerek Kayu Di Laut................................................... 53
KESIMPULAN DAN SARAN............................................................................. 56
Kesimpulan ....................................................................................................... 56
Saran.................................................................................................................. 56
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 57
LAMPIRAN.......................................................................................................... 60
DAFTAR TABEL
No.
Halaman
1.
Perbedaan Anatomi Kayu Daun Lebar dan Batang Kelapa....................... 4
2.
Dugaan besarnya potensi produksi kayu karet Indonesia pada
1998 ........................................................................................................... 6
3.
Sifat fisik empat jenis kayu tanpa perendaman di laut ............................ 22
4.
Sifat fisik empat jenis kayu setelah direndam di laut .............................. 28
5.
Hasil Uji-T sifat fisik empat jenis kayu................................................... 32
6.
Persentase perubahan sifat fisik empat jenis kayu setelah
mengalami perendaman ........................................................................... 32
7.
Sifat mekanik empat jenis kayu tanpa perendaman di laut...................... 37
8.
Sifat mekanik empat jenis kayu setelah direndam................................... 42
9.
Hasil Uji-T sifat mekanik empat jenis kayu ............................................ 47
10.
Persentase perubahan sifat mekanik empat jenis kayu setelah
mengalami perendaman di laut................................................................ 48
11.
Intensitas serangan penggerek kayu di laut pada empat jenis kayu......... 53
DAFTAR GAMBAR
No.
Halaman
1.
Pembagian batang kelapa ........................................................................ 15
2.
Contoh uji yang tidak direndam .............................................................. 16
3.
Contoh uji yang direndam di laut ............................................................ 17
4.
Contoh uji penghitungan intensitas serangan .......................................... 18
5.
Rata-rata kadar air kesetimbangan empat jenis kayu tanpa
perendaman di laut................................................................................... 24
6.
Rata-rata berat jenis empat jenis kayu tanpa perendaman di laut............ 26
7.
Kadar air rata-rata empat jenis kayu dengan perendaman di laut............ 30
8.
Berat jenis rata-rata empat jenis kayu dengan perendaman di laut ......... 31
9.
Rata-rata kadar air empat jenis kayu sebelum dan setelah
perendaman.............................................................................................. 35
10.
Berat jenis empat jenis kayu sebelum dan setelah perendaman .............. 36
11.
Rata-rata kekakuan lentur empat jenis kayu tanpa perendaman di
laut ........................................................................................................... 37
12.
Rata-rata kekuatan lentur empat jenis kayu tanpa perendaman di
laut ........................................................................................................... 40
13.
Rata-rata keteguhan tekan sejajar serat empat jenis kayu tanpa
perendaman di laut................................................................................... 41
14.
Rata-rata kekakuan lentur empat jenis kayu setelah direndam di
laut ........................................................................................................... 43
15.
Rata-rata kekuatan lentur empat jenis kayu setelah direndam di
laut ........................................................................................................... 43
16.
Rata-rata keteguhan tekan sejajar serat empat jenis kayu setelah
direndam di laut ....................................................................................... 45
17.
Perbedaan Kekakuan Lentur Empat Jenis Kayu Sebelum dan
Setelah Perendaman................................................................................. 49
ix
18.
Perbedaan kekuatan lentur empat jenis kayu sebelum dan setelah
perendaman di laut................................................................................... 51
19.
Perbedaan keteguhan tekan sejajar serat empat jenis kayu
sebelum dan setelah perendaman di laut ................................................. 52
20.
Intensitas serangan penggerek kayu di laut pada beberapa jenis
kayu ......................................................................................................... 54
21.
Rata-rata intensitas serangan penggerek kayu laut pada empat
jenis kayu................................................................................................. 55
DAFTAR LAMPIRAN
No.
Halaman
1.
Data sifat fisik mekanik empat jenis kayu tanpa perendaman................. 60
2.
Data sifat fisik mekanik beberapa jenis kayu dengan perendaman ......... 61
3.
Hasil Uji-T sifat fisik mekanik kayu rasamala ........................................ 62
4.
Hasil Uji-T sifat fisik mekanik kayu nangka........................................... 63
5.
Hasil Uji-T sifat fisik mekanik kayu karet .............................................. 64
6.
Hasil Uji-T sifat fisik mekanik batang kelapa bagian pangkal................ 65
7.
Hasil Uji-T sifat fisik mekanik batang kelapa bagian tengah.................. 66
8.
Hasil Uji-T sifat fisik mekanik batang kelapa bagian ujung ................... 67
9.
Tabel sidik ragam sifat fisik mekanik beberapa jenis kayu tanpa
perendaman.............................................................................................. 68
10.
Uji lanjutan Duncan berat jenis beberapa jenis kayu tanpa
perendaman.............................................................................................. 68
11.
Uji lanjutan Duncan kerapatan beberapa jenis kayu tanpa
perendaman.............................................................................................. 69
12.
Uji lanjutan Duncan kadar air beberapa jenis kayu tanpa
perendaman.............................................................................................. 69
13.
Uji lanjutan Duncan MOE beberapa jenis kayu tanpa perendaman ........ 69
14.
Uji lanjutan Duncan MOR beberapa jenis kayu tanpa perendaman........ 70
15.
Uji lanjutan Duncan keteguhan tekan sejajar serat beberapa jenis
kayu tanpa perendaman ........................................................................... 70
16.
Tabel sidik ragam sifat fisik mekanik beberapa jenis kayu dengan
perendaman.............................................................................................. 70
17.
Uji lanjutan Duncan berat jenis beberapa jenis kayu dengan
perendaman.............................................................................................. 71
xi
18.
Uji lanjutan Duncan kerapatan beberapa jenis kayu dengan
perendaman.............................................................................................. 71
19.
Uji lanjutan Duncan kadar air beberapa jenis kayu dengan
perendaman.............................................................................................. 72
20.
Uji lanjutan Duncan MOE beberapa jenis kayu dengan
perendaman.............................................................................................. 72
21.
Uji lanjutan Duncan MOR beberapa jenis kayu dengan
perendaman.............................................................................................. 72
22.
Uji lanjutan Duncan keteguhan tekan sejajar serat beberapa jenis
kayu dengan perendaman ........................................................................ 73
23.
Tabel sidik ragam intensitas serangan penggerek kayu di laut
pada beberapa jenis kayu dengan perendaman........................................ 73
24.
Uji lanjutan Duncan intensitas serangan penggerek kayu di laut
pada beberapa jenis kayu dengan perendaman........................................ 73
25.
Korelasi antar intensitas serangan dan parameter lainnya pada
empat jenis kayu dengan perendaman ..................................................... 74
26.
Gambar penggerek kayu di laut yang ditemukan .................................... 75
PENDAHULUAN
Latar belakang
Indonesia merupakan negara kepulauan, sekitar 75% dari luas wilayahnya
merupakan lautan. Panjang garis pantai Indonesia kurang lebih 81.000 km atau
sekitar 14% dari panjang garis pantai dunia serta mempunyai luas lautan sekitar
5,8 juta km2. Keadaan geografis yang demikian, menjadikan transportasi perairan
laut menjadi vital dalam pemanfaatan sumber daya lautnya. Hingga saat ini,
sarana transportasi dan bangunan di laut yang digunakan masih sangat tergantung
dari bahan baku kayu.
Indonesia yang beriklim tropis dengan keadaan salinitas perairan laut yang
relatif stabil mengakibatkan aktifitas penggerek kayu di laut akan dijumpai
sepanjang tahun. Kayu yang dipakai untuk keperluan di perairan laut dapat
diserang oleh penggerek kayu di laut (marine borers). Muslich dan Sumarni
(1987) menyatakan bahwa sebagian besar jenis-jenis kayu Indonesia yang
direndam di laut di perairan Pantai Utara Jawa dalam waktu tiga bulan sudah
mendapat serangan berat oleh penggerek dari golongan Mollusca yaitu dari famili
Pholadidae dan Teredinidae.
Kebutuhan kayu yang digunakan di laut terus meningkat, sedangkan
ketersediaannya sebagai bahan baku kayu bermutu tinggi atau yang memenuhi
persyaratan sangat terbatas, dengan demikian jenis kayu lain yang kurang dikenal
(lesser known species) harus dapat dimanfaatkan sebagai kayu substitusi. Salah
satu usaha yang sedang giat dilakukan adalah pemanfaatan kayu hasil perkebunan
sebagai bahan bangunan, termasuk kayu karet dan batang kelapa.
Tersedianya kayu rakyat dan kayu hasil perkebunan yang dapat direkayasa
sifatnya melalui teknologi diharapkan dapat dimanfaatkan seoptimal mungkin
untuk mengurangi tekanan terhadap hutan alam sebagai pemasok kayu. Dengan
demikian diharapkan terciptanya manajemen hutan lestari.
Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui intensitas serangan penggerek
kayu di laut pada empat jenis kayu yaitu rasamala, nangka, karet dan batang
2
kelapa setelah direndam di laut selama tiga bulan. Selain itu juga untuk
mengetahui perubahan sifat fisik dan mekanik dari empat jenis kayu tersebut,
sehingga dapat ditentukan kekuatannya setelah direndam di laut selama tiga bulan.
Manfaat Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat digunakan sebagai informasi untuk
menentukan penggunaan jenis kayu substitusi yang sesuai dengan sifat kayu yang
dipakai untuk bangunan kelautan. Di samping itu juga untuk mengurangi
ketergantungan jenis kayu tertentu yang selama ini sering dipakai untuk bangunan
kelautan. Dengan demikian, diharapkan dapat memberikan peluang untuk
pemanfaatan limbah perkebunan berupa kayu hasil peremajaan dari pohon yang
sudah tidak produktif. Penelitian ini juga dapat digunakan sebagai dasar untuk
memberikan rekomendasi dalam menentukan teknologi yang tepat untuk
diterapkan pada kayu yang digunakan di laut.
Hipotesis Penelitian
1. Empat jenis kayu yang direndam di laut selama tiga bulan mempunyai
intensitas serangan yang berbeda terhadap penggerek kayu di laut
2. Kayu yang telah direndam di laut selama tiga bulan akan menurun
kekuatannya
TINJAUAN PUSTAKA
Gambaran Umum Kayu yang Digunakan
Kayu Kelapa
Sulc (1984) dalam Rohadi (1992) mengatakan bahwa pohon kelapa (Cocos
nucifera Linaeus) termasuk dalam famili Palmae. Sifat-sifat kayu kelapa
mendekati sifat-sifat kayu daun lebar. Pendugaan didasarkan pada sistem
klasifikasi, karena keduanya merupakan biji tertutup (Angiospermae).
Struktur dan sifat batang kelapa berbeda dengan struktur dan sifat kayu pada
umumnya. Pandit dan Ramdan (2002) menyatakan, ciri-ciri tumbuhan berkayu
diantaranya adalah mempunyai jaringan vaskuler, bersifat perennial (hidup
beberapa tahun), mempunyai batang di atas tanah yang hidup dari tahun ke tahun,
dan mengalami penebalan sekunder. Batang kelapa tidak mengalami penebalan
sekunder, oleh karena itu pada bahasan selanjutnya disebut ”batang kelapa” dan
bukan ”kayu kelapa”.
Rachman dan Karnasudirdja (1984) dalam Rohadi (1992) menyatakan
bahwa batang kelapa mempunyai sifat khusus yakni bagian luarnya mempunyai
struktur yang keras, sedangkan bagian tengahnya lunak. Hal ini disebabkan karena
penyebaran vascular bundle (kelompok sel-sel serabut) yang jauh lebih rapat pada
bagian luar batang, sehingga hanya bagian luar batang yang dapat dimanfaatkan
sebagai bahan sortimen yang baik.
Sifat-sifat khusus batang kelapa yang berbeda dengan sifat kayu daun lebar
harus dipertimbangkan dalam menentukan proses penggergajian. Sifat-sifat
tersebut adalah diameter yang relatif kecil dan struktur batang yang keras di
bagian tepi dan lunak di bagian tengahnya. Perbedaan batang kelapa dengan kayu
daun lebar terletak pada struktur anatominya, perbedaan tersebut dapat dilihat
pada Tabel 1 di bawah ini.
4
Tabel 1. Perbedaan Anatomi Kayu Daun Lebar dan Batang Kelapa
Perbedaan Anatomi
Parameter
Sel pembuluh
Kayu teras dan
gubal
Lingkaran tahun
Kayu Daun Lebar.
Batang Kelapa
sel-sel pembuluh tersusun secara
merata dan simetris pada seluruh
permukaan batangnya
sel pembuluh tersebar tidak
merata
dimana
pada
bagian pinggir lebih padat
daripada bagian tengah
terdapat pembentukan kayu teras di
bagian tengah dan kayu gubal di
bagian pinggir
terdapat lingkaran tahun yang
terbentuk
seiring
dengan
pertambahan diameter batang setiap
tahunnya
Cabang dan
mata kayu
memiliki banyak cabang sehingga
tercipta mata kayu
Kulit
batang dan kulit dapat dipisahkan
tidak terbentuk kayu teras
maupun kayu gubal
tidak memiliki lingkaran
tahun karena tidak ada
pertambahan
diameter
batang tiap tahunnya
tidak
memiliki
cabang
sehingga bebas dari mata
kayu
kulit menjadi satu dengan
batangnya
Menurut Barly (1983) dalam Rohadi (1992), dari satu pohon kelapa dapat
dihasilkan kayu gergajian sebesar 0,88-1,47 m3 (rendemen ± 40 %). Sedangkan
Setyamidjaja (1984) dalam Rohadi (1992) menyatakan bahwa seluruh tanaman
kelapa yang tersebar di Indonesia diperkirakan berjumlah 229 juta pohon. Dari
jumlah tersebut diantaranya sebesar 60 % adalah pohon yang telah melewati masa
produktif. Dengan demikian, pada saat itu volume kayu gergajian yang dapat
diperoleh dari peremajaan batang kelapa adalah sebesar 54.960.000 m3. Besarnya
jumlah kayu gergajian kelapa tersebut diharapkan dapat dimanfaatkan sebagai
salah satu alternatif untuk mengurangi ketergantungan industri perkayuan
Indonesia terhadap hutan alam sebagai pemasok bahan baku.
Perkebunan kelapa di Indonesia sebagian besar usia pohonnya sudah
melebihi usia produktif yaitu diatas 60 tahun. Dengan demikian, perkebunan
kelapa memerlukan peremajaan. Menurut Abdulrachman (1982) dalam Rohadi
(1992), peremajaan tanaman kelapa tidak dapat berhasil dengan baik jika pohonpohon kelapa yang tua tidak ditebang, karena pohon-pohon tersebut disinyalir
akan dijadikan inang bagi hama dan penyakit. Hama dan penyakit tersebut akan
menyerang bagian batang kelapa yang masih muda. Batang kelapa hasil tebangan
5
ini juga akan membawa dampak negatif jika tidak dimanfaatkan karena akan
semakin mempermudah perkembangan hama dan penyakit.
Menurut Said (1986) dalam Rohadi (1992), kayu kelapa varietas genjah
kurang awet dibandingkan dengan varietas dalam dengan ratio keawetan 36,61%.
Dalam hal ini, batang kelapa varietas genjah termasuk dalam kelas awet IV-V,
sedangkan varietas dalam termasuk kelas awet III-IV.
Kayu Karet
Kayu karet (Hevea brasiliensis Muell. Arg) termasuk famili Euphorbiaceae
dan sering disebut para atau balam (Heyne dalam Martawijaya, 1972). Penyebaran
kayu karet ini meliputi pulau Kalimantan, Sumatera dan Jawa dalam perkebunan
milik pemerintah atau perkebunan rakyat. Sedangkan Rachman (1989)
menyatakan bahwa kayu karet setelah berumur 25-30 tahun, pohon tidak lagi
menghasilkan lateks secara produktif sehingga perlu diremajakan.
Menurut Martawijaya (1972), ciri ciri dan sifat umum kayu karet adalah
sebagai berikut : kayu teras pada waktu masih segar berwarna keputih-putihan
yang lama kelamaan menjadi coklat muda keperangan, sedangkan kayu gubalnya
berwarna putih, tetapi tidak jelas batasnya dengan kayu keras, kayu berserat lurus
dengan tekstur agak kasar dan rapat, lingkaran tumbuhnya tampak jelas karena
warna kayu awal lebih terang daripada kayu akhir, kayu agak lunak dan
mempunyai bau asam yang khas. Sel pembuluh (pori) kayu karet tersusun dalam
pola tata baur. Pori umumnya soliter dan berganda radial yang terdiri atas 2-4 sel;
kadang-kadang 5-8 sel. Ukuran pori tergolong agak kecil sampai agak besar,
berjumlah sekitar 3-4 per mm2. Kayu karet mempunyai kandungan selulosa
52,88%, lignin 25,3%, pentosan 19,5%, kadar silika 0,02%. Lebih lanjut
dikatakan bahwa kayu karet termasuk jenis kayu berserat pendek (1,33 mm) akan
tetapi berdinding relatif tipis (2,5 μ) dan lumennya agak lebar. Kayu karet mudah
dikerjakan terutama dibelah dan digergaji tanpa menimbulkan kesulitan, serta
mudah diserut sampai licin, tetapi cenderung pecah jika dipaku (Burgess, 1966
dalam Martawijaya, 1972). Kayu ini memiliki kerapatan 0,47-0,56 g/cm3.
Potensi kayu karet, ditentukan antara lain oleh luas areal kebun karet yang
ditebang untuk peremajaan, penanaman komoditas atau lahannya digunakan untuk
kepentingan lain. Barly (2001) mengasumsikan bahwa penebangan kebun karet
6
untuk peremajaan adalah 1% untuk kebun rakyat, 3% untuk perkebunan swasta,
dan 5% untuuk perkebunan negara. Produksi kayu bulat adalah 40-42 m3/ha untuk
perkebunan rakyat dan 33-37 m3/ha untuk perkebunan swasta dan negara.
Berdasarkan asumsi dari luas areal yang ada dapat diduga besarnya produksi kayu
karet di Indonesia seperti Tabel 2 di bawah ini.
Tabel 2. Dugaan besarnya potensi produksi kayu karet Indonesia pada 1998
Produksi kayu
Jumlah Produksi
Luas
Peremajaan
(m3/Ha
(m3)
Areal
(%)
(Ha)
A
B
A
B
1
Rakyat
2547750
1
42
40
1070055 1019100
2
Negara
286960
5
33
75
473464 1176100
3
Swasta
241350
3
33
75
238937
543038
Jumlah
3076060
1782456 2638238
Sumber : Direktorat Jenderal Bina Produksi Perkebunan 1998 (Barly, 2001); A = berdasarkan
keterangan pabrik pengolah kayu karet; B = Berdasarkan data Dinas Perkebunan
Dati I Sumatera Utara
No
Jenis
Perkebunan
Kayu Nangka
Kayu nangka (Artocarpus heterophyllus Lamk.) merupakan famili
Moraceae (Burgess, 1966 dalam Isrianto, 1997). Kayu nangka di Pulau Jawa
banyak digunakan untuk membuat tiang bangunan, kentongan, lesung dan bahan
untuk meubel. Di Bali dan Makasar kayu tersebut sering digunakan untuk tiangtiang rumah raja. Kayu nangka juga tidak disenangi serangga dan tidak mudah
pecah karena pengaruh cuaca laut. Kayu nangka mempunyai sifat kayu agak berat,
agak padat atau padat (Heyne, 1987 dalam Isrianto, 1997). Kayu nangka
mempunyai berat jenis maksimum 0,71 dan berat jenis minimum adalah 0,55
dengan berat jenis rata-rata 0,61 dan kelas kuat II-III (Anonymous, 1981 dalam
Isrianto, 1997).
Kayu Rasamala
Martawijaya et al.(1989) menyatakan bahwa kayu Rasamala (Altingia
excelsa Noronha) termasuk dalam famili Hamamelidaceae. Rasamala memiliki
nama daerah Mala, Rasamala beureum, rasamala bodas, bodi rimbo, cemara itam,
rasamala abang, semalo, tulason. Rasamala memiliki daerah penyebaran di
Sumatera Utara, Sumatera Barat, Bengkulu dan Jawa Barat.
Pohon Rasamala dapat mencapai tinggi sampai 50 meter dengan panjang
batang bebas cabang antara 15-30 meter dan berbanir. Kulit luar berwarna coklat
7
muda atau kelabu merah, sedikit mengelupas. Ciri umum kayu rasamala adalah
kayu teras berwarna merah daging, coklat merah sampai coklat hitam. Sedangkan
kayu gubalnya berwarna lebih muda dan tidak mempunyai batas yang jelas
dengan kayu teras. Kayu ini memiliki tekstur yang halus, arah serat lurus tetapi
seringkali terpilin agak berpadu dan kadang-kadang berombak. Jika diraba maka
akan terasa bahwa permukaan kayu licin atau agak licin. Menghasilkan aroma
kayu yang segar berbau asam (Martawijaya et al., 1989).
Sifat fisis rasamala antara lain memiliki berat jenis 0,81 (0,61 – 0,9),
sedangkan untuk sifat mekanisnya, kayu rasa memiliki nilai MOE antara 7200092000 kg/cm2 dan keteguhan tekan sesejajar arah serat antara 401-598 kg/cm2
sehingga dapat dikelompokkan dalam kelas kuat II-III. Kayu rasamala termasuk
kelas awet II.
Jika dilihat dari sifat kimia, maka kayu rasamala memiliki kadar selulosa
sebesar 46,1 %, lignin sebesar 30%, pentosan 16,7 %, kadar abu 1,4 %, dan silika
sebesar 0,7%. Sedangkan kelarutan zat ekstraktif dalam alkohol-benzena sebesar
1,5 %, dalam air dingin sebesar 2,4 %, dalam air panas sebesar 2,8 % dan dalam
NaOH 1% sebesar 14,4 % (Martawijaya et al., 1989).
Sifat Fisik dan Sifat Mekanik Kayu
Sifat fisik kayu
Sifat fisik dan sifat mekanik perlu diperhatikan dalam penggunaan kayu
sebagai bahan bangunan. Diantara sifat fisik yang penting adalah kadar air dan
berat jenis kayu yang berpengaruh terhadap sifat mekanis kayu.
Kadar air. Kadar air adalah banyaknya air yang terkandung dalam kayu,
yang dinyatakan dalam persentase terhadap berat kering tanur (Brown et al,
1952). Untuk pengujian terhadap KA kayu umumnya digunakan KA kering udara.
Nilai kadar air kayu merupakan perbandingan antara air yang terkandung dalam
kayu dengan berat kering tanur kayu tersebut.
Kayu merupakan bahan yang higroskopis, yaitu bersifat mudah mengikat
dan melepas uap air dari udara sekelilingnya, sampai kayu mengalami kadar air
kesetimbangan dengan sekitarnya. Gugus OH yang terdapat dalam selulosa,
8
hemiselulosa dan lignin dengan ikatan hidrogen yang dimilikinya mampu
mengikat air.
Keberadaan air dalam kayu ada dua macam. Air bebas dalam kayu yaitu air
yang terdapat dalam rongga sel dan air ikatan yang merupakan air yang terdapat di
dalam dinding sel, terikat dengan ikatan hidrogen. Keberadaan air dalam kayu
dapat menyebabkan kadar air kayu berada dalam beberapa kondisi yaitu KA
maksimum, KA titik jenuh serat, KA kering tanur dan KA kesetimbangan
(Equilibrium Moisture Content).
Kadar air ini sangat penting untuk diketahui karena kadar air sangat
berpengaruh terhadap sifat fisik mekanik dan sifat lain (daya hantar panas, daya
hantar listrik dan lain sebagainya). Perubahan kadar air di atas titik jenuh serat
hingga maksimum tidak akan merubah sifat kayu. Sedangkan perubahan kadar air
di bawah titik jenuh serat akan menyebabkan terjadi perubahan sifat, karena
perubahan kadar air terjadi dalam dinding sel kayu sehingga mengakibatkan
pengkakuan, pengerasan, pengerutan pada dinding sel.
Pengujian dalam penelitian ini diusahakan semua contoh uji dalam keadaan
KA kesetimbangan, yaitu keadaan dimana kayu tidak melepas atau mengikat uap
air dari udara sekelilingnya karena terjadi keseimbangan dengan kelembaban
udara sekelilingnya. Dengan demikian diharapkan perbedaan kekuatan antar jenis
kayu tidak dipengaruhi oleh kadar air.
Kerapatan
dan
berat
jenis
kayu.
Kerapatan
kayu
merupakan
perbandingan antara massa atau berat kayu dengan volumenya. Kerapatan kayu
didefinisikan sebagai jumlah bahan penyusun dinding sel kayu maupun zat-zat
kayu lainnya, dimana bahan tersebut memberikan sifat kekuatan pada kayu.
Kerapatan kayu identik dengan Berat Jenis (BJ). Berat jenis merupakan nilai
perbandingan antara kerapatan kayu dengan kerapatan benda standar. Sebagai
benda standar digunakan air destilata pada suhu 4oC yang mempunyai kerapatan 1
gram/cm3 (Brown et al, 1952).
SNI
03-3527-1994
menggunakan
beberapa
mengenai
mutu
dan
ukuran
parameter
dari
sifat
fisik
kayu
bangunan
mekanik
untuk
mengklasifikasikan kayu dalam lima kelas awet. Sifat fisik yang digunakan adalah
BJ. Sedangkan kadar air perlu diperhatikan untuk menduga penurunan kekuatan
9
kayu dimana KA di bawah titik jenuh serat akan sangat mempengaruhi kekuatan
kayu.
Hal yang mempengaruhi kerapatan dan berat jenis adalah komposisi
penyusun kayu. Kayu tersusun oleh komponen kimia struktural yang dominan
terhadap komponen kimia non struktural. Komponen kimia struktural terdiri dari
holoselulosa dan lignin yang memberikan sifat kekuatan pada kayu. Sedangkan
komponen kimia non struktural terdiri dari bahan organik berupa zat ekstraktif
dan bahan anorganik berupa mineral. Dengan demikian, tidak selamanya kayu
dengan berat jenis tinggi akan mempunyai kekuatan yang tinggi pula karena
tingginya berat jenis dimungkinkan oleh banyaknya komponen kimia non
struktural yang tidak bersifat memberikan kekuatan pada kayu.
Sifat Mekanik Kayu
Kollman, Kuenzi dan Stamn (1975) menyatakan bahwa, sifat mekanik kayu
adalah sifat yang berhubungan dengan kekuatan dan kekakuan kayu. Sifat
kekuatan merupakan ukuran kemampuan kayu untuk menahan beban atau gayagaya luar yang bekerja padanya dan cenderung merubah bentuk dan ukuran kayu
tersebut.
Menurut Kollman dan Cote (1968) sifat mekanik kayu yang dapat
digunakan untuk menilai kayu adalah kekakuan lentur (static bonding strength),
keteguhan tekan (compressive strength), keteguhan tarik (tensile strength),
keteguhan geser (shearing strength), kekakuan(stiffness), keuletan (toughness),
kekerasan (hardness) dan ketahanan belah (cleavage resistance).
Sifat mekanik kayu yang biasa dipakai dalam menduga kekuatan kayu
adalah kekuatan lentur (MOR) dan kekakuan lentur (MOE). Hubungan antara sifat
fisik dan sifat mekanik atau antar sifat mekanik dapat digunakan untuk menduga
keteguhan kayu. Khoirunnisa (2003) menyebutkan bahwa MOE cukup baik
digunakan untuk menduga kekuatan lentur (MOR) dan juga keteguhan tekan
sejajar serat.
Kekuatan lentur (Modulus of Rupture). Kekuatan lentur merupakan nilai
keteguhan kayu utuh dan produk-produk yang dibuat dari kayu yang dihitung
pada beban maksimum, dalam uji kekakuan lentur (Haygreen dan Bowyer, 1982).
10
Dengan kata lain kekuatan lentur merupakan sifat kekuatan kayu dalam
menentukan beban yang dapat dipikul oleh suatu balok atau gelagar.
Dalam melakukan pengujian sifat mekanik kayu perlu diperhatikan
karakteristik kayu yang diuji terutama sifat berdasarkan ketiga arah sumbunya.
Hal itu disebabkan kayu memiliki sifat mekanis yang berbeda untuk ketiga arah
sumbunya atau lebih dikenal sebagai sifat ortrotopis kayu. Kekuatan kayu berbeda
dalam arah longitudinal, tangensial dan radial. Namun sifat-sifat dalam arah radial
dan tangensial umumnya tidak berbeda banyak. Untuk tujuan rekayasa, suatu nilai
kekuatan yang sama digunakan untuk arah radial dan tangensial yang biasa
disebut sebagai sifat tegak lurus serat (Haygreen dan Bowyer, 1982). Disamping
itu, kekuatan kayu yang menahan beban ternyata lebih besar pada arah
longitudinal daripada arah lainnya (Dumanau, 1990).
Kekakuan lentur (Modulus of Elasticity). Balok kayu yang mendapat gaya
luar yang cukup besar cenderung akan mengalami kerusakan atau perubahan
bentuk (deformasi). Pada batas tertentu perubahan ini berbanding lurus dengan
tegangan yang terjadi. Batas ini dikenal dengan batas proporsi. Di bawah batas
proporsi terdapat daerah elastis, dimana bila beban tersebut dilepaskan maka
balok kayu akan kembali ke bentuk semula. Keadaan ini menyatakan sifat
kekakuan dari balok tersebut. Sifat kekakuan ini merupakan ukuran kemampuan
kayu untuk menahan perubahan bentuk yang terjadi, umumnya dinyatakan dalam
bentuk Modulus of Elasticity (MOE), yang merupakan perbandingan antara beban
dengan deformasi per satuan luas.
Keteguhan Tekan (Compressive strength). Mardikanto (1979) dalam
Samputra (2004) menyatakan bahwa, keteguhan tekan maksimum merupakan
kemampuan sampel untuk menahan beban yang diberikan padanya secara
perlahan-lahan yang semakin lama semakin membesar sampai terjadi kerusakan.
Besarnya keteguhan ini sama dengan besarnya beban maksimum dibagi dengan
luas penampang dimana beban tersebut bekerja.
Pengujian tekan biasanya dilakukan pada arah sejajar serat dan arah tegak
lurus serat. Seringkali hanya keteguhan tekan sejajar serat maksimum yang dicari
dalam pengujian, yaitu merupakan ukuran kemampuan kayu untuk menahan
beban sejajar serat yang diberikan sampai terjadi kerusakan.
11
Organisme Penggerek Kayu di Laut
Nicholas (1987) menyatakan bahwa binatang penggerek yang menyerang
kayu di laut dikenal dengan nama marine borers. Masyarakat nelayan Indonesia,
khususnya di kawasan perairan timur Indonesia memberi nama binatang ini
dengan sebutan tambelo, begitu juga masyarakat nelayan Manado. Binatang
perusak bangunan-bangunan di laut ini dibedakan menjadi dua kelompok utama
yaitu golongan Mollusca dan Crustaceae.
Mollusca. Muslich dan Sumarni (1987) menyatakan bahwa golongan
Mollusca terdiri dari dua famili yaitu Pholadidae dan Teredinidae. Penggerek
kayu di laut yang termasuk famili Teredinidae adalah genus Teredo dan Bankia,
sedangkan famili Pholadidae terdiri atas genus Martesia dan Xylophaga.
Perbedaan Teredinidae dan Pholadidae secara umum dapat dilihat dari bentuk
tubuh, lubang gereknya serta caranya menyerang pada kayu.
Bagian tubuh Teredinidae yang lunak terletak pada bagian luar cangkangya,
memanjang seperti cacing, kepalanya dilengkapi dengan sepasang cangkuk yang
keras dan berbentuk seperti sabit. Pada bagian ujung belakang tubuh Teredinidae
terdapat palet yang melekat pada siphon. Siphon berfungsi sebagai alat
metabolisme dan komunikasi. Sedangkan palet berguna untuk menutup
dan
membuka lubang pada permukaan kayu. Palet tersebut sangat penting untuk
identifikasi jenis. Lubang gerek Teredinidae dilapisi oleh zat kapur dan besarnya
sesuai dengan ukuran tubuhnya. Lubang gerek berbentuk terowongan-terowongan
yang memanjang searah serat kayu. Ukuran tubuh Teredinidae tergantung dari
kepadatan populasinya dalam kayu. Teredo dan Bankia sering disebut shipworms.
Pada tahap larva, binatang ini mirip tiram atau kerang dan mengalami
metamorfose menjadi binatang seperti cacing ketika mengebor kayu. Anggota dari
golongan ini menyebabkan kerusakan kayu dengan cepat di lingkungan laut yang
luas. Anonymous (1972) dalam Muslich dan Sumarni (1988) menambahkan,
Teredo dan Bankia selama stadium larva menempatkan diri sebagai plankton,
berenang di permukaan air laut untuk mendapatkan kayu yang cocok sebagai
tempat tinggalnya. Kemudian binatang ini membuat lubang kecil yang tidak
berarti pada permukaan kayu. Lubang biasanya dibuat tegak lurus terhadap arah
serat kayu kemudian membelok sejajar dengan arah serat kayu. Secara terus
12
menerus binatang ini memperpanjang lubang gereknya di dalam kayu, dinding
saluran dilapisi dengan zat kapur. Besar saluran lubang gerek sesuai dengan besar
tubuhnya. Ukuran tubuh binatang ini dipengaruhi pula oleh kepadatan populasi di
dalam kayu. Apabila serangan pada kayu sangat berat maka saluran yang
dibuatnya menjadi tidak beraturan sehingga menyerupai sarang lebah.
Pholadidae memiliki bagian tubuh lunak yang terdapat dalam bagian dalam
cangkang. Martesia memiliki ukuran tubuh yang dapat mencapai panjang 2,5 cm
dengan diameter 2 cm, sedangkan Xylophaga panjangnya tidak lebih dari 40 mm,
cangkoknya tidak bergaris. Pholadidae mengebor kayu bukan untuk memperoleh
makanan tetapi hanya sebagai tempat tinggal. Tak jarang dijumpai Pholadidae
membuat lubang pada batu dan merusak kabel kawat dalam laut. Kerusakan yang
diakibatkan oleh Pholadidae mudah dikenali dengan adanya pengikisan pada
permukaan kayu serta lubang gerek yang dangkal.
Laju serangan Pholadidae lebih lambat dibandingkan Teredinidae, kedua
famili tersebut mempunyai ciri yang berbeda dalam merusak kayu. Teredinidae
merusak kayu untuk dijadikan sumber makanan, terutama jenis kayu yang banyak
mengandung selulosa. Ciri-ciri kerusakan akibat Teredinidae berupa noda-noda
kecil di bagian permukaan kayu, sedangkan di bagian dalam sudah sangat parah.
Southwell dan Bultman (1971) dalam Muslich dan Sumarni (1988) menyatakan
bahwa Pholadidae merusak kayu hanya digunakan sebagai tempat tinggalnya.
Kerusakan akibat serangan Pholadidae berupa lubang gerek yang dangkal, tegak
lurus pada permukaan kayu dan besarnya sesuai dengan ukuran cangkuknya.
Crustaceae. Crustaceae terdiri dari tiga genera yaitu Limnoria, Chelura dan
Sphaeroma. Crustaceae banyak dijumpai menyerang kayu yang berada pada batas
pasang surut air laut. Contoh jenis kayu yang sering diserang oleh Crustaceae
adalah kayu yang dipergunakan secara vertikal seperti tiang dermaga dan tiang
pancang pelabuhan.
Limnoria memiliki panjang 1-2 cm, sedangkan lebarnya 0,5-1 cm,
bentuknya seperti selop, kepalanya kecil, tubuhnya bersekmen dan berakhir
dengan ekor yang bentuknya seperti papan yang berguna untuk menutup lubang
bilamana binatang ini terganggu. Serangan Limnoria pada kayu disebut dengan
“gribble”, menyebabkan kerusakan kayu dengan jalan mengebor dan membuat
13
serambi kecil untuk tempat tinggalnya. Kedalaman lubang serangan biasanya
tidak lebih dari 15 mm dan binatang ini bisa bergerak dengan bebas. Serangan
Limnoria memperlihatkan gambaran seperti bunga karang. Besar kecilnya gerakan
air laut mempengaruhi aktifitas Limnoria, semakin besar gerakan air laut akan
mendorong Limnoria membuat lubang tempat berlindung sehingga akan
memperluas kerusakan pada kayu.
Chelura memiliki bentuk dan cara hidup yang sangat mirip dengan
Limnoria, tetapi ukurannya lebih besar. Chelura hidup bersama dalam satu sarang
dengan Limnoria dan keduanya hidup bersimbiose. Sphaeroma juga memiliki
bentuk yang mirip dengan Limnoria , tetapi memiliki ukuran yang lebih panjang
dan lebih gemuk. Binatang ini mempunyai panjang 5-15mm, diameternya 5 mm
dan membuat lubang gerek dengan diameter kurang lebih 10 mm dan kedalaman
70-100 mm.
Kondisi lingkungan. Penggerek kayu di laut tersebar secara luas di seluruh
dunia terutama di perairan tropis. Penggerek laut ini telah mengakibatkan
kerugian yang besar. Walaupun banyak cara telah dipakai untuk mengatasi
serangan penggerek kayu di laut, namun kerusakan yang ditaksir mencapai 50 juta
US$ setiap tahun pada bangunan pelabuhan sepanjang pantai di Amerika Serikat.
Disamping kerugian biaya, masih ada kerugian lain yaitu dermaga-dermaga tidak
dapat dipakai selama jangka waktu dalam pembangunannya kembali (Nicholas,
1987).
Muslich dan Sumarni (1987) menyatakan bahwa dalam perairan yang
mempunyai salinitas dengan fluktuasi yang menyolok sangat berpengaruh pada
perkembangan serangan penggerek kayu. Turner (1966) dalam Muslich dan
Sumarni (1988) menambahkan, temperatur dan salinitas adalah merupakan faktor
pembatas dalam lingkungan laut. Temperatur merupakan salah satu sarana penting
selama musim kawin, setiap species mempunyai temperatur optimum untuk
bertelur dan perkembangan larvanya. Demikian juga untuk kelangsungan
hidupnya, setiap species juga mempunyai batas toleransi pada salinitas tertentu.
Fluktuasi temperatur dan salinitas pada setiap daerah berbeda-beda. Hal ini
mengakibatkan aktifitas serangan penggerek kayu di laut pada setiap daerah tidak
sama. Sebagai contoh, tiang-tiang dermaga dari kayu Greenheart yang digunakan
14
di pelabuhan Liverpool, Inggris selama 80 tahun dinilai masih dalam keadaan
baik, akan tetapi di pelabuhan Salem, Inggris dan pelabuhan-pelabuhan di India
ternyata jenis kayu yang sama hanya bisa bertahan selama 4-10 tahun saja.
Keawetan kayu terhadap serangan penggerek kayu di laut. Intensitas
serangan penggerek kayu di laut tergantung dari keawetan jenis kayu yang
diserang. Keawetan kayu adalah daya tahan suatu jenis kayu terhadap organisme
perusak kayu seperti jamur, serangga dan penggerek di laut. Keawetan kayu
dipengaruhi oleh umur pohon, kandungan zat ekstraktif, letak kayu dalam batang
(teras dan gubal), kecepatan tumbuh dan lainnya. Selain itu, keawetan kayu
dipengaruhi juga tempat dimana kayu itu digunakan, asal pohon, varietas, jenis
pohon, perlakuan silvikultur, demikian juga faktor lingkungan seperti suhu dan
kelembaban.
Menurut Martawidjaya (1971) dalam Rohadi (1992), keawetan kayu tidak
berhubungan dengan berat jenis, melainkan lebih banyak ditentukan oleh
kandungan zat ekstraktifnya, seperti : phenol, tanin, alkaloid, saponine, chinon
dan damar yang kesemuanya dapat bersifat racun terhadap makhluk perusak kayu.
Tobing (1977) menyatakan bahwa keawetan kayu diartikan sebagai daya tahan
kayu terhadap serangan faktor perusak kayu dari golongan biologis. Southwell
dan Bultman (1971) dalam Muslich dan Sumarni (1988) menambahkan bahwa,
kandungan silika, kerapatan atau kekerasan tinggi dan kandungan zat ekstraktif
yang bersifat racun dapat mendukung ketahanan terhadap serangan Teredinidae,
tetapi tidak menghalangi serangan Pholadidae.
BAHAN DAN METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian di
laksanakan
di
Laboratorium Keteknikan
Kayu
dan
Laboratorium Kayu Solid, Departemen Hasil Hutan, Fakultas Kehutanan, Institut
Pertanian Bogor serta kawasan Konservasi Sumberdaya Alam Pulau Rambut.
Penelitian ini dilaksanakan kurang lebih selama 6 bulan, terhitung dari bulan Juli
2006 sampai dengan bulan Desember 2006.
Bahan dan Alat
Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah kayu karet (Hevea
brasiliensis Muell. Arg), rasamala (Altingia excelsa Noronha), nangka
(Artocarpus heterophyllus Lamk.) dan batang kelapa (Cocos nucifera L.). Batang
kelapa dibedakan menjadi tiga bagian yaitu bagian pangkal, tengah dan ujung.
Bagian pangkal, tengah dan ujung batang kelapa yang digunakan adalah 33%,
33%-66% dan 66%-99% bagian batang di atas tanah dari panjang batang total.
Pembagian batang kelapa dapat dilihat pada Gambar 1 di bawah ini.
66%-99%
33%-66%
33%>
Gambar 1. Pembagian batang kelapa
16
Bahan pembantu yang diperlukan untuk merakit contoh uji adalah tali plastik dan
pipa paralon sebagai penyekat antar contoh uji
Alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah Universal Testing
Machine (UTM) merk Instron, UTM merk Baldwin, gergaji mesin, circular saw,
mesin bor, mesin serut, oven, moisture meter, caliper, mikroskop berkamera,
timbangan, meteran, software pengolah data statistik SPSS 11.5 for Windows, alat
tulis, hand counter dan kalkulator.
Metode Penelitian
Pembuatan Contoh Uji
Contoh uji yang tidak direndam di laut (kontrol). Metode pengujian sifat
fisis yang meliputi berat jenis, kerapatan, kadar air dan sifat mekanik yang
meliputi kekakuan lentur, kekuatan lentur dan keteguhan tekan sejajar serat
didasarkan pada standar Amerika yaitu, American Society for Testing and
Materials (ASTM) D 143-94 (Reapproved 2000) Standard Test Methods for
Small Clear Specimens of Timber. Ukuran contoh uji sifat fisik dan mekanik dapat
dilihat pada Gambar 2 di bawah ini.
76 cm
20 cm
5 cm
5 cm
Contoh uji MOE & MOR
5 cm
5 cm
Contoh uji
keteguhan tekan sejajar serat
5 cm
5 cm
5 cm
Contoh uji BJ,
Kerapatan dan KA
Gambar 2. Contoh uji yang tidak direndam
17
Contoh uji yang direndam di laut. Ukuran contoh uji yang direndam di
laut merupakan penyesuaian antara standar (ASTM) D 143-94 (Reapproved 2000)
dengan standar Keawetan 200 Jenis Kayu Indonesia Terhadap Penggerek di Laut
yang disusun oleh Muslich dan Sumarni (2005). Penyesuaian ukuran contoh uji
ini dimaksudkan agar dapat dilakukan pengujian sifat fisik mekanik dan sekaligus
untuk penghitungan intensitas serangan penggerek kayu di laut. Ukuran contoh uji
yang dipasang di laut ini dibagi menjadi dua potong balok dengan ukuran masingmasing 5 x 5 x 76 cm3 untuk pengujian kekakuan lentur dan kekuatan lentur serta
5 x 5 x 20 cm3 untuk pengujian keteguhan tekan sejajar arah serat. Pengujian sifat
fisik menggunakan ukuran 5 x 5 x 5 cm3 yang diambil dari sisa pengujian
kekakuan dan kekuatan lentur.
Penyusunan contoh uji menjadi rakit sesuai yang dilakukan oleh Muslich
dan Sumarni (1987). Ukuran contoh uji dan susunan rakit yang direndam di laut
dapat dilihat pada Gambar 3 di bawah ini.
tali plastik
selang plastik
76 cm
20 cm
5 cm
Lubang bor ø
1 cm
5 cm
5 cm
Gambar 3. Contoh uji yang direndam di laut
18
Contoh uji yang sudah dirakit dipasang di perairan Pulau Rambut secara
horizontal dan terletak di bawah garis surut air laut, seperti yang telah dilakukan
oleh Muslich dan Sumarni (1987). Setelah 3 bulan, contoh uji diambil dan
dilakukan penilaian terhadap intensitas serangan penggerek kayu di laut. Setelah
dilakukan pengujian sifat fisik dan mekanik kayu, kemudian contoh uji dibelah
menjadi tiga bagian seperti Gambar 4 di bawah ini untuk menghitung intensitas
serangan penggerek kayu laut.
dibelah
5 cm
1,5 cm
Gambar 4. Contoh uji penghitungan intensitas serangan
Intensitas serangan dapat diperoleh melalui rumus sebagai berikut :
IS =
luas _ serangan _ pada _ permukaan _ kayu
x 100%
luas _ permukaan _ kayu _ total
Intensitas serangan dalam satu contoh uji dihitung dengan rumus :
IStotal =
IS1 + IS 2 + ... + IS n
n
Dimana :
IStotal = intensitas serangan total dalam satu contoh uji
ISn
= intensitas serangan kedalaman bagian kayu ke-n
n
= jumlah pembagian kedalaman kayu
Untuk identifikasi jenis penggerek yang menyerang contoh uji dilakukan
pengamatan struktur cangkuk dan bentuk palet dari penggerek serta bekas lubang
gerek pada contoh uji. Identifikasi jenis penggerek tersebut dilakukan sesuai
dengan klasifikasi yang disusun oleh Turner (1966 dan 1971).
19
Pengujian Sifat Fisis
Kadar air. Contoh uji berukuran 5 x 5 x 5 cm3 ditimbang untuk mengetahui
berat kering udara. Kemudian contoh uji dimasukkan oven pada suhu 103 ± 2 oC
selama 24 jam. Setelah 24 jam, contoh uji dimasukkan ke dalam desikator selama
kurang lebih 15 menit kemudian ditimbang untuk mengetahui berat kering tanur
kayu.
Kadar air kayu yang diuji pada penelitian ini dihitung menggunakan rumus
sebagai berikut :
KA =
BKU − BKT
x100%
BKT
Dimana :
KA
= Kadar air (%)
BKU = Berat kering udara (gram)
BKT = Berat kering tanur (gram)
Kerapatan dan berat jenis kayu. Contoh uji berukuran 5 x 5 x 5 cm3
ditimbang untuk mengetahui berat kering udara dan diukur volumenya. Kemudian
contoh uji dimasukkan oven pada suhu 103 oC selama 24 jam. Setelah 24 jam,
contoh uji dimasukkan ke dalam desikator selama kurang lebih 15 menit
kemudian ditimbang untuk mengetahui berat kering tanur kayu.
Nilai kerapatan pada kondisi kering udara dihitung dengan menggunakan
rumus sebagai berikut :
ρ=
BKU
VKU
Dimana :
Ρ
= Kerapatan (g/cm3)
BKU = Berat kering udara (g)
VKU = Volume kering udara (cm3)
Sedangkan nilai berat jenis pada kondisi kering udara dihitung berdasarkan rumus
sebagai berikut :
BJ =
BKT
BVKU
20
Dimana :
BJ
= Berat Jenis
BKT = Berat kering tanur (g)
BVKU = berat air yang dipindahkan oleh volume kering udara (g)
Pengujian Sifat Mekanis
Kekakuan lentur dan kekuatan lentur. Pengujian kekakuan dan kekuatan
lentur menggunakan metode one point loading. Metode ini meletakkan beban di
tengah-tengah contoh uji yang terletak horizontal. Nilai kekakuan lentur dapat
dihitung dengan rumus sebagai berikut :
MOE =
(ΔP)( L3 )
4(Δd )bh 3
Dimana :
MOE = Kekakuan lentur (kg/cm2)
Δd = selisih defleksi (cm)
ΔP
= selisih beban pada daerah proporsi (kg)
b = lebar contoh uji (cm)
L
= jarak sangga (cm)
h
= tebal contoh uji (cm)
Sedangkan nilai kekuatan lentur dapat dihitung menggunakan rumus sebagai
berikut :
MOR =
3PL
2bh 2
Dimana :
MOR = Kekuatan lentur (kg/cm2)
b = lebar contoh uji (cm)
P
= Beban maksimum saat kayu rusak (kg)
h = tebal contoh uji (cm)
L
= Jarak sangga (cm)
Keteguhan tekan sejajar serat. Contoh uji berukuran 5 x 5 x 20 cm3 diatur
secara vertikal dan diberikan beban secara perlahan-lahan kepadanya hingga
terjadi kerusakan. Arah beban yang diberikan searah dengan arah serat kayu. Nilai
keteguhan tekan sejajar serat dapat dihitung menggunakan rumus sebagai berikut :
σ tekan sejajar serat =
Pmaks
(kg/cm2)
A
21
Dimana :
P maks
= beban maksimum sampai terjadi kerusakan (kg)
A
= luas penampang contoh uji yang ditekan (cm2)
Rancangan Percobaan
Analisis data menggunakan software SPSS 11.5 for Windows dengan uji
anova (rancangan acak lengkap) dilanjutkan dengan uji lanjutan Duncan untuk
mengetahui pengaruh faktor jenis kayu dalam pendugaan kekuatan kayu. Serta
menggunakan uji-t saling bebas untuk mengetahui perbandingan nilai tengah yang
menyatakan perubahan kekuatan kayu dalam satu jenis kayu pada tiap jenis
rendaman. Untuk rancangan acak lengkap, model umum yang digunakan adalah
sebagai berikut :
Yij = µ + τi + εij
Dimana :
Yij
: Nilai kekuatan kayu pada uji ke-i ulangan ke-j
µ
: Nilai rata-rata kekuatan kayu berdasarkan uji coba kekuatan
τi
: Pengaruh jenis kayu ke-i terhadap kekuatan kayu
i
: rasamala; nangka; karet; batang kelapa bagian pangkal, tengah
dan ujung
j
: 1, 2, 3, 4, 5
εij
: Galat satuan percobaan pada uji ke-i ulangan ke-j
Hipotesis yang akan diuji dalam penelitian ini adalah :
Kekuatan kayu dari beberapa jenis kayu yang diuji pada masing-masing tipe
perendaman mempunyai kekuatan yang berbeda.
H0
: τi = 0, artinya bahwa tidak ada perbedaan kekuatan antar jenis kayu
H1
: τi ≠ 0, artinya bahwa paling tidak terdapat satu pasang jenis kayu yang
berbeda kekuatannya.
Untuk Uji-T, hipotesis yang diuji adalah :
H0
: μi = μi, artinya bahwa tidak terdapat perubahan kekuatan kayu setelah
direndam di laut
H1
: μi ≠ μi, artinya bahwa terdapat perubahan kekuatan kayu setelah
direndam di laut
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil Uji Sifat Fisik
Sifat fisik empat jenis kayu tanpa perendaman di laut
Sifat fisik kayu sangat berpengaruh dan mempunyai hubungan yang positif
terhadap sifat mekanik kayu. Oleh karena itu perhitungan sifat fisik kayu tidak
dapat dilepaskan kaitannya dengan sifat mekanik dalam pendugaan kelas kuat
kayu.
Data hasil pengukuran dan perhitungan mengenai sifat fisik keempat jenis
kayu yang tidak direndam secara lengkap disajikan pada Lampiran 1, sedangkan
secara ringkas dapat dilihat dalam Tabel 3 di bawah ini.
Tabel 3. Sifat fisik empat jenis kayu tanpa perendaman di laut
Sifat fisik
Kadar Air
(%)
BJ
Kerapatan
(g/cm3)
Min.
Maks.
Rata-rata
Min.
Maks.
Rata-rata
Min.
Maks.
Rata-rata
Rasamala
Nangka
12.61
14.21
13.10
0.77
0.87
0.84
0.87
0.99
0.96
11.43
12.86
12.18
0.44
0.58
0.53
0.49
0.65
0.60
Jenis kayu
Kelapa
Karet
(pangkal)
12.13
13.53
12.77
14.67
12.52
14.26
0.47
0.43
0.59
0.79
0.53
0.60
0.53
0.50
0.67
0.90
0.60
0.69
Kelapa
(tengah)
12.96
13.29
13.12
0.43
0.64
0.54
0.49
0.73
0.61
Kelapa
(ujung)
14.36
15.76
15.10
0.24
0.37
0.29
0.28
0.43
0.33
Kadar Air. Berdasarkan Tabel 3 diatas, empat jenis kayu yang diteliti
memiliki kadar air dengan kisaran nilai rata-rata antara 11,43% hingga 15,76%.
Kadar air yang dimiliki oleh kayu berfluktuatif, hal ini dikarenakan kayu memiliki
sifat higroskopis dimana sifat ini mempengaruhi kemampuan kayu untuk melepas
dan mengikat kandungan air dari udara sekitar. Sifat ini dimiliki kayu untuk
menyesuaikan keadaan dengan keadaan lingkungan sekitar. Faktor yang
mempengaruhi sifat ini adalah suhu dan kelembaban relatif dari udara sekitar.
Kadar air sangat mempengaruhi kekuatan kayu.
Kadar air empat jenis kayu yang diteliti berada dalam keadaan kadar air
kesetimbangan (KAK), yaitu suatu keadaan dimana rongga sel kayu tidak terisi air
dan sebagian dinding sel kayu terisi oleh air terikat. Selain itu KAK menunjukkan
23
bahwa kayu berada dalam keadaan setimbang dengan kelembaban relatif dan suhu
yang terdapat disekitarnya. KA kayu pada keadaan ini relatif tidak melepas
ataupun mengikat uap air yang ada di sekitarnya kecuali terjadi perubahan
kelembaban relatif dan suhu pada tempat kayu digunakan.
Keadaan empat jenis kayu dalam kadar air kesetimbangan ini dikarenakan
oleh pengeringan dengan cara diangin-anginkan pada suhu kamar dan
dikondisikan semua contoh uji mendapat perlakuan yang sama. Pengkondisian ini
dimaksudkan agar kayu mempunyai dimensi dan sifat fisik mekanik yang stabil
pada saat diuji. Keempat jenis kayu diharapkan dan diperkirakan stabil nilai KA
yang dimilikinya karena KA kayu dapat mempengaruhi sifat-sifat lain yang
dimiliki kayu. Sifat-sifat yang dipengaruhi oleh KA kayu diantaranya adalah
berat, kembang susut dan yang paling penting adalah kekuatan atau sifat mekanik
kayu. Nilai rata-rata KA keempat jenis kayu dikatakan stabil karena rata-rata
KAK kayu di daerah Bogor berkisar antara 12-19%.
Berdasarkan uji statistik (Lampiran 9 dan Lampiran 12), jenis kayu
berpengaruh sangat nyata terhadap perbedaan kadar air kayu. Kayu nangka dan
kayu karet merupakan jenis kayu yang memiliki KA paling rendah, sedangkan
kayu karet, rasamala dan batang kelapa bagian tengah memiliki KA yang tidak
berbeda nyata, batang kelapa bagian pangkal memiliki KA yang lebih besar
daripada batang kelapa bagian tengah dan batang kelapa bagian ujung memiliki
KA yang paling besar. Perbedaan ini dapat diakibatkan oleh hubungan antara
komponen kimia nonstruktural penyusun kayu dengan sifat kayu serta hubungan
komponen kimia struktural penyusun kayu dengan sifat kayu.
Komponen kimia nonstruktural penyusun kayu yang dapat mempengaruhi
sifat kayu adalah terdapatnya zat ekstraktif kayu. Persentase jumlah dan jenis zat
ekstraktif kayu bervariasi antar jenis kayu. Zat ekstraktif kayu sebagian besar
terdapat dalam lumen sel dan sebagian kecil merembesi dinding sel kayu. Salah
satu kelompok jenis zat ekstraktif adalah berupa lilin dimana lilin berfungsi
sebagai water repellent yang menolak atau tidak bisa mengikat air. Komponen
struktural penyusun kayu yang mempengaruhi sifat kayu diantaranya adalah tebal
dinding sel. Keadaan KAK menunjukkan bahwa air yang terdapat dalam kayu
24
berada pada dinding sel kayu. Tebal dinding sel kayu yang berbeda antar jenis
kayu menyebabkan daya tampung air dalam dinding sel kayu juga berbeda.
Kerapatan kayu juga mempengaruhi cepat lambatnya perubahan kadar air
yang terjadi. Semakin tinggi kerapatan kayu maka semakin lambat perubahan
kadar air, hal ini dikarenakan oleh energi untuk melepaskan uap air yang
terkandung dalam dinding sel semakin besar jika dibandingkan kayu dengan
kerapatan rendah.
Nilai rata-rata KAK empat jenis kayu berbeda nyata, namun demikian nilai
ini masih dalam kisaran nilai KAK. Kadar air kayu pada keadaan ini dapat
digunakan sebagai dasar untuk mengambil kesimpulan bahwa kadar air bukan
penyebab perbedaan sifat mekanik yang dimiliki keempat jenis kayu tersebut.
13,10
12,18
12,52
NANGKA
KARET
16,00
RASAMALA
14,26
15,57
13,12
12,00
8,00
KELAPA
(UJUNG)
0,00
KELAPA
(TENGAH)
4,00
KELAPA
(PANGKAL)
Kadar Air (%)
20,00
Jenis Kayu
Gambar 5. Rata-rata kadar air kesetimbangan empat jenis kayu tanpa perendaman
di laut
Berat Jenis dan Kerapatan. Dalam Standar Nasional Indonesia (SNI) 03-
3527-1994 mengenai mutu dan ukuran kayu bangunan terdapat klasifikasi
kekuatan kayu bangunan dalam keadaan kering udara. Empat jenis kayu yang
tidak direndam di laut berdasarkan berat jenisnya dapat diklasifikasikan
kekuatannya berdasarkan SNI 03-3527-1994.
Dari data hasil pengujian di atas (Tabel 3), berat jenis kayu rasamala tanpa
perendaman berkisar antara 0,77 hingga 0,87 dengan nilai rata-rata sebesar 0,84.
Kayu rasamala ini dapat digolongkan kedalam kelas kuat (KK) II yang memiliki
kisaran nilai BJ antara 0,6-0,9. Nilai ini juga sesuai dengan Martawijaya et
al.(1989) yang menyatakan bahwa BJ kayu rasamala adalah sebesar 0,81 (0,610,9). Sedangkan berat jenis kayu nangka dalam kondisi tanpa perendaman antara
25
0,44 hingga 0,58 dengan nilai rata-rata sebesar 0,53 sehingga kayu nangka dapat
digolongkan kedalam KK III yang memiliki kisaran nilai BJ antara 0,4-0,6. Begitu
juga halnya dengan kayu karet yang termasuk ke dalam kelas kuat III. Untuk
batang kelapa bagian tengah dan pangkal sama-sama dapat digolongkan menjadi
kelas kuat II-III. Batang kelapa bagian tengah dan pangkal termasuk ke dalam dua
kelas kuat. Sesuai aturan yang ada, maka kelas kuat ditentukan pada nilai terendah
sehingga batang kelapa bagian tengah dan pangkal termasuk ke dalam kelas kuat
III. Nilai berat jenis terkecil dimiliki oleh batang kelapa bagian ujung dengan
kisaran nilai antara 0,24-0,37 dengan nilai rata-rata sebesar 0,29. Batang kelapa
bagian ujung berdasar berat jenis termasuk dalam KK V.
Uji statistik (Lampiran 9, Lampiran 10 dan Lampiran 11), menunjukkan
bahwa jenis kayu berpengaruh sangat nyata terhadap berat jenis dan kerapatan
empat jenis kayu yang digunakan dalam penelitian ini pada taraf kepercayaan
95%. Oleh karena itu dilakukan uji lanjut Duncan untuk melihat perbedaan empat
jenis kayu tersebut.
Uji Duncan tersebut memperlihatkan bahwa urutan kayu yang memiliki
nilai rata-rata BJ dan kerapatan dari tertinggi hingga terendah adalah kayu
rasamala, batang kelapa bagian pangkal, batang kelapa bagian tengah, kayu karet,
kayu nangka dan batang kelapa bagian ujung. Kayu rasamala memiliki nilai berat
jenis dan kerapatan yang tertinggi dan berbeda nyata dengan jenis lainnya. Kayu
yang tidak berbeda nyata berat jenis dan kerapatannya adalah batang kelapa
bagian pangkal dan tengah, kayu karet, kayu nangka. Batang kelapa bagian ujung
memiliki berat jenis dan kerapatan yang terkecil dan berbeda nyata dengan jenis
kayu lainnya.
Kerapatan kayu adalah perbandingan antara massa atau berat kayu terhadap
volumenya. Kerapatan kayu ini dipengaruhi oleh kerapatan struktur dasar
penyusun kayu, kadar air serta mineral dan zat ekstraktif. Dengan kata lain,
kerapatan kayu adalah perbandingan antara massa atau berat kayu terhadap
volumenya yang dipengaruhi oleh kadar air. Kerapatan kayu identik dengan berat
jenis kayu. Berat jenis kayu adalah perbandingan antara kerapatan kayu dengan
kerapatan air pada suhu 4oC. Untuk mengurangi kesimpangsiuran, dipakai berat
26
kering tanur sebagai standar perhitungan BJ, sedangkan volumenya pada keadaan
kering udara.
Berat Jenis
0,90
0,84
0,53
0,60
0,53
0,60
0,54
0,29
0,30
KELAPA
(UJUNG)
KELAPA
(TENGAH)
KELAPA
(PANGKAL)
KARET
NANGKA
RASAMALA
0,00
Jenis Kayu
Gambar 6. Rata-rata berat jenis empat jenis kayu tanpa perendaman di laut
Berat jenis dan kerapatan kayu berbeda antar jenis kayu. Hal ini disebabkan
oleh beberapa faktor yang mempengaruhi kerapatan kayu yaitu kerapatan struktur
dasar kimia struktural penyusun kayu serta sedikit banyaknya struktur dasar kimia
nonstruktural penyusun kayu yang berupa mineral dan zat ekstraktif yang
terkandung dalam kayu. Faktor ini berbeda antar jenis kayu yang disebabkan oleh
proses metabolisme yang berbeda antar tanaman, kondisi tempat tumbuh, iklim
dan cuaca. Faktor ini sangat berpengaruh pada keragaman sifat antar jenis maupun
dalam satu jenis kayu.
Kerapatan struktur dasar kimia struktural penyusun kayu merupakan faktor
pemberi kekuatan pada kayu. Selulosa, holoselulosa dan lignin adalah penyusun
sel kayu yang termasuk dalam hal ini. Sel yang paling besar jumlahnya dalam
kayu adalah sel serabut dimana sel inilah yang memberikan kekuatan kayu.
Susunan antar sel yang semakin rapat akan menyebabkan berat jenis dan
kerapatan semakin meningkat karena hal ini berarti rongga sel dalam kayu
semakin kecil. Setelah itu, dimensi sel seperti tebal dinding sel serabut, panjang
sel serabut juga turut menentukan dalam kekuatan kayu.
Sedangkan struktur dasar kimia nonstruktural adalah faktor yang
mempengaruhi berat jenis dan kerapatan kayu tetapi tidak memberikan fungsi
27
kekuatan pada kayu. Termasuk dalam hal ini adalah mineral dan zat ekstraktif
kayu.
Keragaman sifat fisik dalam satu batang pohon kelapa disebabkan oleh
kerapatan struktur penyusun batang yang berbeda pada tiap bagian. Sudarna
(1990) menyatakan bahwa penampang lintang batang kelapa terdiri dari tiga
bagian. Bagian paling luar setebal 0,5 cm adalah kulit, di bagian dalam dari kulit
terdapat jaringan perifer yang terbagi menjadi dua lapisan yaitu endoperifer dan
eksoperifer. Eksoperifer setebal 0,5-1 cm terdiri dari sejumlah besar jaringan
serabut, sedangkan endoperifer merupakan lapisan yang berwarna hitam dan keras
yang sebagian besar terdiri dari sejumlah ikatan pembuluh, bagian paling dalam
adalah jaringan sentral yang berwarna putih kecoklatan dan agak lunak, sebagian
besar terdiri dari jaringan parenkim.
Tebal jaringan perifer ternyata bervariasi menurut ketinggian dalam batang,
semakin ke arah vertikal jaringan perifernya semakin tipis. Selain itu, tebal
jaringan perifer antara pohon cenderung berbeda dimana pohon yang berdiameter
kecil mempunyai jaringan perifer yang lebih tebal dibandingkan dengan pohon
berdiameter besar.
Secara makroskopis tampak adanya perbedaan kerapatan ikatan pembuluh
baik antar kedalaman maupun antar ketinggian dalam batang, di mana semakin ke
arah sentral kerapatan ikatan pembuluh semakin berkurang, sedangkan semakin
ke arah vertikal batang kerapatan ikatan pembuluh ini bertambah. Diameter ikatan
pembuluh juga bervariasi antar kedalaman dan ketinggian batang. Meskipun
frekuensi ikatan pembuluh meningkat searah vertikal batang tetapi diameter ikatan
pembuluh berkurang semakin ke arah atas batang. Hal inilah yang mengakibatkan
kekuatan batang kelapa semakin menurun dari bagian pangkal ke bagian ujung
batang dan dari bagian tepi ke bagian dalam batang.
Sifat fisik empat jenis kayu dengan perendaman di laut
Data hasil pengukuran dan perhitungan mengenai kadar air, berat jenis dan
kerapatan keempat jenis kayu setelah direndam di laut selama tiga bulan secara
lengkap disajikan pada Lampiran 2. Sedangkan nilai rata-rata sifat fisik keempat
jenis kayu setelah diserang oleh penggerek kayu laut dapat dilihat pada Tabel 4.
28
Tabel 4. Sifat fisik empat jenis kayu setelah direndam di laut
Sifat fisik
Kadar Air
(%)
BJ
Kerapatan
(g/cm3)
Min.
Maks.
Ratarata
Min.
Maks.
Ratarata
Min.
Maks.
Ratarata
Rasamala
Nangka
15.56
19.52
13.03
14.85
Jenis kayu
Kelapa
Karet
(pangkal)
18.10
18.67
21.37
36.26
17.09
14.20
19.50
0.71
0.83
0.48
0.54
0.79
Kelapa
(tengah)
17.80
24.37
Kelapa
(ujung)
25.87
39.01
26.24
21.82
32.01
0.30
0.49
0.26
0.55
0.36
0.52
0.22
0.30
0.51
0.39
0.41
0.43
0.27
0.82
1.00
0.55
0.61
0.36
0.59
0.36
0.66
0.45
0.62
0.30
0.38
0.92
0.58
0.47
0.52
0.52
0.35
Kadar Air. Dari tabel diatas dapat dilihat bahwa kayu rasamala, kayu
nangka dan kayu karet berada dalam keadaan kadar air kesetimbangan. Kadar air
kesetimbangan ini menandakan bahwa kayu memiliki stabilitas dimensi yang
tinggi dan kekuatannya optimal karena kadar airnya sudah sesuai dengan
kelembaban relatif dan suhu lingkungan sekitarnya. Kadar air tiga jenis kayu
tersebut berada di bawah kadar air Titik Jenuh Serat yang berarti bahwa rongga
sel sudah tidak berisi air dan sebagian dinding sel terisi air. Kekuatan kayu
meningkat jika terjadi penurunan kadar air di bawah kadar air titik jenuh serat
hingga batas tertentu, begitu juga sebaliknya, kekuatan kayu akan menurun seiring
dengan bertambahnya kadar air hingga kadar air titik jenuh serat. Perubahan kadar
air di atas titik jenuh serat tidak akan mempengaruhi perubahan kekuatan kayu.
Ketiga bagian batang kelapa memiliki kadar air yang relatif lebih tinggi bila
dibandingkan dengan ketiga jenis kayu lainnya. Batang kelapa bagian pangkal,
tengah dan ujung termasuk dalam kayu basah karena kadar airnya berada di atas
20%. Hal ini berarti kadar air mempengaruhi kekuatan kayu pada saat pengujian.
Uji statistik (Lampiran 16), menunjukkan bahwa jenis kayu berpengaruh
sangat nyata terhadap kadar air kayu dengan perendaman di laut pada taraf nyata
95%. Oleh karena itu, perlu dilakukan uji statistik lanjutan untuk melihat
perbedaan rata-rata kadar air kayu antar jenis kayu yang digunakan dalam
penelitian ini. Berdasarkan uji lanjut Duncan (Lampiran 19), urutan kadar air
paling tinggi hingga paling rendah adalah batang kelapa bagian ujung yang
berbeda nyata dengan jenis kayu lainnya, kemudian diikuti batang kelapa bagian
29
pangkal, batang kelapa bagian tengah, kayu karet, kayu rasamala dan kayu
nangka. Kayu nangka memiliki kadar air terendah dan berbeda nyata dengan kayu
lainnya. Kayu yang tidak berbeda nyata kadar airnya adalah kayu rasamala dan
karet; kayu rasamala, kayu karet dan batang kelapa bagian tengah; serta batang
kelapa bagian tengah dan pangkal.
Nilai kadar air kayu yang direndam di laut berbeda dengan kadar air kayu
yang tidak direndam di laut. Perubahan ini disebabkan oleh beberapa faktor.
Komponen kimia non struktural penyusun kayu, dalam hal ini adalah zat
ekstraktif, dapat rusak karena perendaman dalam air laut. Kayu yang direndam di
laut mencapai kadar air maksimum dimana seluruh dinding sel dan rongga sel
kayu terisi oleh air laut. Seperti diketahui sebelumnya, bahwa zat ekstraktif kayu
ada yang larut dalam air dan larut dalam pelarut organik. Sebagian besar zat
ekstraktif diduga larut dalam air, sedangkan zat ekstraktif yang tidak larut dalam
air terbawa oleh pergerakan air laut yang semakin bebas akibat dari aktifitas
penggerek kayu laut. Oleh karena itu, terjadi peningkatan kadar air pada kayu
setelah diangkat dari laut karena zat ekstraktif yang bersifat menolak air (water
repellent) diduga tercuci (leaching) oleh air laut.
Serangan penggerek kayu di laut juga dapat mengakibatkan perbedaan kadar
air kesetimbangan pada kayu setelah perendaman di laut. Lubang masuknya
penggerek kayu laut pada saat masih berupa larva merupakan akses masuknya
benda asing ke dalam kayu. Benda asing yang ditemukan dalam kayu selain
penggerek laut itu adalah pasir, serpihan kayu yang tidak dicerna secara sempurna
oleh penggerek kayu di laut serta garam. Garam yang terdeposit dalam kayu
menyebabkan kayu setelah direndam di laut memiliki kadar air tinggi karena
garam mempunyai sifat mengikat air.
Pada kayu yang tidak awet seperti kayu karet, lubang gerek ini hampir
menyebar pada seluruh bagian kayu. Lubang gerek ini menambah jumlah ruang
kosong dalam kayu. Ruang kosong ini menyebabkan luas permukaan kayu yang
kontak dengan udara luar semakin banyak. Penambahan luas permukaan ini
menyebabkan kayu sangat peka terhadap perubahan suhu dan kelembaban relatif
dari lingkungan sekitarnya.
30
K ad ar A ir (% )
40.00
32.01
26.24
30.00
20.00
17.09
21.82
19.50
14.20
10.00
K E LA P A
(U J U N G )
K E LA P A
(T E N G A H )
K E LA P A
(P A N G K A L)
K A RE T
NA NGK A
R A S A M A LA
0.00
Jenis Kayu
Gambar 7. Kadar air rata-rata empat jenis kayu dengan perendaman di laut
Berat Jenis dan Kerapatan. Dalam SNI 03-3527-1994 mengenai mutu dan
ukuran kayu bangunan terdapat klasifikasi kekuatan
kayu bangunan dalam
keadaan kering udara. Keempat jenis kayu yang setelah direndam tersebut
berdasarkan berat jenisnya dapat diklasifikasikan kekuatannya berdasarkan SNI
03-3527-1994 tersebut.
Berdasarkan Tabel 4, berat jenis kayu rasamala dalam kondisi setelah
perendaman menunjukkan keberadaan kayu dalam kelompok kelas kuat II. Nilai
BJ kayu rasamala setelah perendaman memiliki nilai terendah 0,71 dan nilai
tertinggi 0,83 dengan nilai rata-rata 0,79. Kayu nangka dengan nilai berat jenis
yang dimilikinya menunjukkan keberadaan kayu dalam kelompok kelas kuat III.
Sedangkan kayu karet setelah mengalami perendaman termasuk dalam kelas kuat
V dengan nilai rata-rata sebesar 0,39 serta nilai berat jenis terendah dan terbesar
masing-masing adalah 0,30 dan 0,49. Sama halnya dengan kayu karet, batang
kelapa bagian pangkal dan bagian ujung termasuk dalam kelas kuat V. Sedangkan
batang kelapa bagian tengah dengan berat jenis yang dimilikinya dapat
digolongkan dalam kelas kuat IV.
31
Berat Jenis
1,00
0,80
0,79
0,51
0,60
0,39
0,41
0,43
0,40
0,27
0,20
KELAPA
(UJUNG)
KELAPA
(TENGAH)
KELAPA
(PANGKAL)
KARET
NANGKA
RASAMALA
0,00
Jenis Kayu
Gambar 8. Berat jenis rata-rata empat jenis kayu dengan perendaman di laut
Uji statistik (Lampiran 16) menunjukkan bahwa jenis kayu berpengaruh
sangat nyata terhadap perbedaan berat jenis dan kerapatan empat jenis kayu yang
direndam di air laut pada taraf kepercayaan 95%. Oleh karena itu dilakukan uji
lanjut Duncan untuk melihat perbedaan empat jenis kayu tersebut.
Berdasarkan uji lanjut tersebut (Lampiran 17), urutan berat jenis mulai dari
yang terbesar hingga yang terkecil adalah kayu rasamala, kayu nangka, batang
kelapa bagian tengah, batang kelapa bagian pangkal, kayu karet dan batang kelapa
bagian ujung. Sedangkan kelompok kayu yang tidak berbeda nyata satu sama
lainnya adalah kayu nangka dan batang kelapa bagian tengah; batang kelapa
bagian tengah, batang kelapa bagian pangkal dan kayu karet. Kayu rasamala
dengan berat jenis kayu tertinggi berbeda nyata dengan jenis kayu lainnya, begitu
juga batang kelapa bagian ujung dengan berat jenis terkecil berbeda nyata dengan
jenis kayu lainnya.
Kayu yang telah mengalami perendaman di laut selama tiga bulan memiliki
berat jenis yang hampir sama dengan kayu yang tidak direndam. Meskipun
seluruh jenis kayu yang digunakan dalam penelitian ini mengalami serangan oleh
penggerek kayu laut tetapi hal ini tidak mengakibatkan perubahan berat jenis
kayu. Faktor-faktor yang menyebabkan berat jenis kayu tidak berbeda setelah
direndam selama tiga bulan akan dibahas pada bab selanjutnya.
32
Perubahan sifat fisik empat jenis kayu setelah direndam di laut
Perendaman empat jenis kayu di laut menyebabkan perubahan sifat fisik
yang dimilikinya, terutama dikarenakan oleh serangan penggerek kayu di laut
(Tabel 5). Untuk melihat perbedaan sifat fisik kayu yang tidak direndam dengan
kayu yang direndam di laut digunakan metode statistika uji-T untuk
membandingkan rata-rata parameter yang diamati.
Tabel 5. Hasil Uji-T sifat fisik empat jenis kayu
Sifat fisik
Jenis Kayu
Rata-rata KA
(%)
(A)
13.10
12.18
12.52
(B)
17.09
14.20
19.50
Beda
ratarata
KA
A-B
-3.99
-2.02
-6.98
Rata-rata BJ
(A)
0.84
0.53
0.53
(B)
0.79
0.51
0.39
Beda
ratarata BJ
A-B
0.06
0.02
0.14
Rata-rata
Kerapatan
(g/cm3)
(A)
0.96
0.60
0.60
(B)
0.92
0.58
0.47
Beda
rata-rata
Kerapatan
A-B
0.04
0.01
0.13
Rasamala
Nangka
Karet
Kelapa
14.26 26.24 -11.98 0.60 0.41
0.19
0.69
0.52
0.17
(pangkal)
Kelapa
13.12 21.82
0.54 0.43
0.11
0.61
0.52
0.09
-8.70
(tengah)
Kelapa
15.10 32.01 -16.91 0.29 0.27
0.02
0.33
0.35
-0.02
(ujung)
Keterangan : A = rata-rata sebelum perendaman; B = rata-rata setelah perendaman; angka yang
dicetak tebal menyatakan perbedaan yang nyata secara statistik; angka minus (-)
menyatakan peningkatan nilai
Besarnya perubahan rata-rata sifat fisik empat jenis kayu yang direndam
dan tidak direndam di laut dapat dinyatakan dalam persentase, seperti yang
disajikan dalam Tabel 6.
Tabel 6. Persentase perubahan sifat fisik empat jenis kayu setelah mengalami
perendaman
Sifat fisik
KA (%)
BJ (%)
Kerapatan (%)
Rasamala
-30.43
7.02
3.69
Nangka
-16.55
3.57
1.85
Karet
-55.71
26.85
22.43
Kelapa (pangkal)
-83.99
31.51
25.11
Kelapa (tengah)
-66.33
20.08
14.18
Kelapa (ujung)
-111.951
6.92
-6.30
Keterangan : tanda minus (-) berarti terjadi kenaikan nilai pada parameter setelah perendaman
Jenis Kayu
Parameter yang diuji pada kayu yang direndam di laut umumnya tidak
berbeda nyata, kecuali kadar air serta berat jenis dan kerapatan pada kayu karet.
Seluruh kayu mendapat serangan penggerek kayu laut dengan intensitas ringan
33
hingga berat tetapi hal ini tidak merubah sifat fisik kayu. Uji korelasi (Lampiran
25) mempertegas perubahan ini. Intensitas serangan tidak menunjukkan adanya
korelasi dengan sifat fisik yang diuji. Hal ini berarti bahwa, perubahan nilai
intensitas serangan penggerek kayu laut tidak diikuti oleh perubahan sifat fisik
dengan pola yang sama.
Perubahan kadar air. Empat jenis kayu yang tidak direndam di laut telah
mengalami pengeringan dengan cara diangin-anginkan pada suhu kamar, begitu
juga kayu yang direndam di laut telah dikeringkan dalam kilang pengering hingga
mencapai kering udara. Penyeragaman kondisi pengeringan ini dimaksudkan agar
pada saat pengukuran kadar air empat jenis kayu yang direndam dan tidak
direndam mempunyai kondisi yang sama.
Kayu rasamala, kayu nangka dan kayu karet setelah direndam di laut
mengalami kenaikan kadar air setelah dikeringudarakan, tetapi kadar air ketiga
jenis kayu ini tetap berada pada kisaran nilai kering udara di daerah Bogor yaitu
sekitar 12 - 19%. Dari ketiga jenis kayu ini, kayu karet merupakan jenis kayu
yang mengalami kenaikan kadar air paling besar, yaitu sebesar 55,71% dengan
nilai rata-rata kadar air sebesar 19,50%.
Batang kelapa pada tiap bagiannya mengalami kenaikan kadar air yang
cukup tinggi. Kadar air kering udara batang kelapa setelah direndam di laut berada
pada kisaran nilai antara 20 - 30% sehingga batang kelapa ini dapat dikatakan
sebagai kayu basah. Batang kelapa bagian ujung merupakan batang kelapa yang
memiliki kadar air tertinggi dengan nilai rata-rata sebesar 32,00%.
Tabel 5 memperlihatkan bahwa empat jenis kayu yang direndam di laut
mengalami kenaikan kadar air kering udara jika dibandingkan dengan kadar
airnya sebelum direndam di laut. Gambaran perubahan kadar air ini secara lebih
jelas disajikan pada Gambar 9. Uji statistik (uji-T) mempertegas keadaan ini yaitu
seluruh jenis kayu yang digunakan dalam penelitian ini mengalami perubahan
kadar air yang berbeda nyata dengan keadaan awalnya.
Perubahan ini disebabkan oleh beberapa faktor. Kayu yang direndam di laut
mencapai kadar air maksimum dimana seluruh dinding sel dan rongga sel dalam
kayu terisi oleh air laut. Dinding sel kayu yang direndam di laut bisa rusak karena
sifat air laut yang memiliki salinitas tinggi. Komponen kimia non struktural
34
penyusun kayu, dalam hal ini adalah zat ekstraktif, dapat rusak karena pelarutan
atau pencucian oleh air laut. Disamping itu, diduga arus laut yang kuat dapat
mencuci zat ekstraktif yang terdapat dalam kayu. Seperti diketahui sebelumnya,
bahwa zat ekstraktif kayu ada yang bersifat menolak air. Oleh karena itu, terjadi
peningkatan kadar air pada kayu setelah diangkat dari laut. Serangan penggerek
kayu di laut juga dapat mengakibatkan perubahan kadar air kayu. Penggerek kayu
laut meninggalkan lubang gerek. Pada kayu yang tidak awet seperti kayu karet,
lubang gerek ini hampir menyebar pada seluruh bagian kayu. Lubang gerek ini
menambah jumlah ruang kosong dalam kayu. Ruang kosong ini menyebabkan
luas permukaan kayu yang kontak dengan udara luar semakin banyak.
Penambahan luas permukaan ini menyebabkan kayu sangat peka terhadap
perubahan suhu dan kelembaban relatif dari lingkungan sekitar.
Lubang masuknya penggerek kayu laut pada saat masih berupa larva
merupakan akses masuknya benda asing ke dalam kayu. Benda asing yang
ditemukan dalam kayu selain penggerek laut itu sendiri adalah pasir, serpihan
kayu yang tidak dicerna secara sempurna oleh penggerek kayu laut serta garam.
Garam mempunyai sifat mengikat air. Garam yang terdeposit dalam kayu juga
merupakan faktor yang menyebabkan kayu setelah direndam di laut memiliki
kadar air tinggi.
Meskipun demikian, kadar air kesetimbangan batang kelapa memiliki nilai
yang relatif tinggi dibandingkan tiga jenis kayu lainnya. Hal ini dikarenakan
batang kelapa mempunyai ciri khas dalam penyebaran sel penyusun batangnya.
Bagian sentral batang lebih banyak disusun oleh jaringan parenkim yang
berfungsi menyimpan hasil metabolisme pohon, sedangkan bagian tepi
didominasi oleh ikatan pembuluh yang memberi sifat kekuatan pada batang
kelapa. Ikatan pembuluh ini bersifat keras, kuat dan tidak mudah rusak. Adanya
konsentrasi sel berdasar fungsi ini menyebabkan kadar air batang kelapa lebih
tinggi dari jenis kayu lain.
32,01
TANPA PERENDAMAN
DENGAN PERENDAMAN
KELAPA
(U J U N G )
KELAPA
(T EN G AH )
KELAPA
(P AN G K AL)
KAR ET
26,24
21,82
17,09
14,20
19,50
15,57
13,10
14,26
12,52
13,12
12,18
N AN G KA
35,00
30,00
25,00
20,00
15,00
10,00
5,00
0,00
R A S A M A LA
K a d a r A ir (% )
35
Jenis Kayu
Gambar 9. Rata-rata kadar air empat jenis kayu sebelum dan setelah perendaman
Perubahan berat jenis dan kerapatan. Tabel 5 menunjukkan bahwa
semua jenis kayu kecuali kayu karet tidak mengalami perubahan berat jenis dan
kerapatan secara nyata meski semua jenis mendapat serangan penggerek kayu
laut. Hal ini dimungkinkan karena pada saat pengukuran berat kering tanur
ataupun berat kering udara untuk mendapatkan nilai berat jenis maupun kerapatan,
kayu tidak murni hanya terdiri dari zat penyusunnya saja. Penggerek kayu telah
menambah lubang pada permukaan kayu pada saat melakukan penetrasi ke dalam
kayu. Lubang ini merupakan tempat masuknya pasir ataupun benda asing lainnya
yang terbawa oleh arus air laut. Benda asing ini mengisi ruang-ruang atau lubang
gerek dalam kayu yang ditimbulkan oleh penggerek kayu laut. Selain itu,
Teredinidae merusak kayu karena kayu menjadi sumber makanan, terutama jenis
kayu yang banyak mengandung selulosa (Turner, 1966 dalam Muslich dan
Sumarni, 1988). Selulosa merupakan struktur utama penyusun kayu sehingga jika
selulosa merupakan makanan utama penggerek kayu di laut maka berat jenis dan
kerapatan kayu dimungkinkan mengalami penurunan. Selain itu, hasil
metabolisme penggerek kayu laut juga terdeposit dalam kayu. Hasil metabolisme
yang terdapat dalam kayu adalah kapur yang melapisi lubang gerek, palet dan
cangkuk dari famili Teredinidae, cangkang dari famili Pholadidae serta tubuh
penggerek kayu laut itu sendiri. Selain itu masih terdapat serpihan-serpihan kayu
yang tidak dicerna sempurna oleh penggerek kayu laut. Semua zat yang berada
dalam kayu tersebut mempengaruhi berat kayu meskipun tidak bersifat struktural
36
terhadap kayu. Sedangkan kayu karet mengalami penurunan berat jenis karena
kerusakan yang diakibatkan penggerek kayu laut sangat parah. Benda asing yang
masuk ke dalam kayu karet tidak sebanyak massa kayu yang hilang yang dicerna
oleh penggerek kayu laut. Hal ini mengakibatkan berat jenis dan kerapatan kayu
karet menurun sebesar 26,85%.
Berdasarkan Tabel 5, semua jenis kayu mengalami penurunan berat jenis
dan kerapatan. Pada batang kelapa bagian ujung justru mengalami kenaikan
kerapatan sebesar 6,30%. Kenaikan nilai kerapatan ini disebabkan oleh variasi
penyebaran vascular bundle pada batang kelapa. Batang kelapa semakin ke ujung
semakin mengecil diameternya, dan frekuensi ikatan pembuluhnya semakin
banyak. Hal ini menyebabkan kesulitan pemilihan batang kelapa bagian ujung
yang seragam. Selain itu, air yang terdapat pada batang kelapa bagian ujung turut
mempengaruhi berat awal kayu sehingga kerapatannya meningkat.
Dari Gambar 10 dapat dilihat bahwa batang kelapa bagian pangkal
mengalami penurunan lebih besar daripada penurunan berat jenis pada kayu karet
tetapi batang kelapa bagian pangkal tidak mengalami perubahan berat jenis yang
nyata. Hal ini dapat diakibatkan oleh selang nilai berat jenis batang kelapa bagian
pangkal yang lebar. Nilai berat jenis yang bervariasi ini disebabkan oleh
penyebaran ikatan pembuluh pada batang kelapa yang memiliki ciri khas dimana
bagian tepi lebih keras dibandingkan bagian dalam.
B e ra t J e nis
0,90
0,84
0,79
0,53 0,51 0,53
0,60
0,60
0,39
0,54
0,41
0,43
TANPA PERENDAMAN
0,29 0,27
0,30
DENGAN PERENDAMAN
KELAPA
(U JU N G)
KELAPA
(TE N GA H )
KELAPA
(P A N GK A L )
KAR ET
N A N GK A
R ASAMALA
0,00
Jenis Kayu
Gambar 10. Berat jenis empat jenis kayu sebelum dan setelah perendaman
Hasil Uji Sifat Mekanik
Sifat mekanik empat jenis kayu tanpa perendaman di laut
Sifat mekanik yang dibahas pada penelitian ini adalah kekakuan lentur
(MOE), kekuatan lentur (MOR) dan keteguhan tekan sejajar serat. Data hasil
pengukuran dan perhitungan kekakuan lentur, kekuatan lentur dan keteguhan
tekan sejajar serat secara lengkap disajikan pada Lampiran 1. Berikut adalah data
hasil pengukuran dan penghitungan sifat mekanik empat jenis kayu yang diuji
sebelum perendaman.
Tabel 7. Sifat mekanik empat jenis kayu tanpa perendaman di laut
Sifat Mekanik
(kg/cm2)
MOE
MOR
Tekan
Sejajar
Serat
Min.
Maks.
Rata-rata
Min.
Maks.
Rata-rata
Min.
Maks.
Rata-rata
Rasamala
Nangka
120563
166256
141094
1072
1299
1161
434
645
535
66607
78782
73567
451
672
553
369
408
388
Jenis kayu
Kelapa
Karet
(pangkal)
64154
49657
97579
77946
78732
62859
327
400
790
561
484
482
300
220
343
464
327
296
Kelapa
(tengah)
48578
82820
63203
378
591
464
117
380
245
Kelapa
(ujung)
6014
18223
9815
599
172
99
31
135
73
Kekakuan Lentur (Modulus of Elasticity). Dari Tabel 7 dapat dilihat
bahwa kekakuan lentur empat jenis kayu bervariasi. Penentuan kelas kuat kayu
yang didasarkan atas berat jenis, kekakuan lentur dan kekuatan lentur dalam
penelitian ini menggunakan SNI 03-3527-1994 mengenai mutu dan ukuran kayu
bangunan kering udara sebagai acuan.
Kekakuan Lentur
(kg/cm2)
150000
141094
120000
90000
73568
78732
62860
63204
60000
30000
9815
KELAPA
(UJUNG)
KELAPA
(TENGAH)
KELAPA
(PANGKAL)
KARET
NANGKA
RASAMALA
0
Jenis Kayu
Gambar 11. Rata-rata kekakuan lentur empat jenis kayu tanpa perendaman di laut
38
Kayu rasamala dengan nilai rata-rata kekakuan lentur sebesar 141094
kg/cm2 dapat diklasifikasikan sebagai kayu dengan kelas kuat II. Urutan kedua
kelas kuat kayu dalam empat jenis kayu yang digunakan dalam penelitian ini
adalah kayu karet yang memiliki nilai rata-rata kekakuan lentur sebesar 78732
kg/cm2 dengan kelas kuat III. Kelas kuat IV dimiliki oleh kayu nangka, batang
kelapa bagian pangkal dan batang kelapa tengah. Kayu-kayu ini nilai tengah
kekakuan lenturnya tidak jauh berbeda. Batang kelapa bagian ujung memiliki nilai
terkecil dengan rata-rata kekakuan lentur sebesar 9815 kg/cm2.
Berdasarkan tabel sidik ragam (Lampiran 9), jenis kayu sangat berpengaruh
terhadap kekakuan lentur yang dimiliki oleh kayu pada taraf kepercayaan 95%.
Untuk melihat
perbedaan kekakuan lentur empat jenis kayu digunakan uji
lanjutan Duncan (Lampiran 13). Kayu rasamala memiliki nilai tertinggi di antara
kayu yang digunakan dalam penelitian. Kekakuan lentur kayu rasamala berbeda
nyata dengan jenis kayu lainnya. Kayu-kayu yang kekakuan lenturnya tidak
berbeda nyata adalah kayu karet, kayu nangka, batang kelapa bagian tengah dan
batang kelapa bagian pangkal. Sedangkan batang kelapa bagian ujung memiliki
kekakuan lentur terkecil dan berbeda nyata dengan jenis kayu lain yang digunakan
dalam penelitian ini.
Sifat mekanik suatu kayu tidak dapat dilepaskan kaitannya dengan sifat fisik
yang dimilikinya. Struktur-struktur penyusun kayu yang bersifat struktural
maupun non struktural memberikan sifat fisik kayu. Sifat fisik ini dapat digunakan
dalam menduga sifat mekaniknya meskipun tidak selamanya korelasi antara sifat
fisik dan sifat mekanik selalu positif. Khoirunnisa (2003) menyatakan bahwa, sifat
fisik dan sifat mekanik yang diperoleh pada kayu kering udara secara umum
mempunyai keeratan hubungan yang lebih baik daripada kayu basah. Hal ini
sesuai dengan sifat fisik empat jenis kayu yang digunakan dalam penelitian ini.
Keseluruhan contoh uji berada dalam keadaan kering udara, berkisar antara 12%19%. Begitu juga dengan berat jenis masing-masing kayu yang berbeda maka sifat
mekanik dalam hal ini adalah kekakuan lentur, juga berbeda.
Kekuatan Lentur (Modulus of Rupture). Dari Tabel 7 dapat dilihat bahwa
kekuatan lentur empat jenis kayu bervariasi. Kekuatan lentur paling tinggi dimiliki
oleh kayu rasamala dengan rata-rata kekuatan lentur sebesar 1161 kg/cm2
39
sehingga dapat diklasifikasikan dalam kelas kuat II. Sedangkan nilai kekuatan
paling rendah dimiliki oleh batang kelapa bagian ujung dengan rata-rata sebesar
99 kg/cm2 sehingga diklasifikasikan dalam kelas kuat V. Jenis kayu lain selain
kayu rasamala dan batang kelapa bagian ujung memiliki kelas kuat yang sama
yaitu kelas kuat III. Kekuatan kayu berdasar kekuatan lentur yang sama adalah
kayu nangka, kayu karet batang kelapa bagian pangkal dan batang kelapa bagian
tengah dengan rata-rata masing-masing adalah sebesar 553 kg/cm2, 484 kg/cm2,
482 kg/cm2 dan 464 kg/cm2.
Berdasarkan tabel sidik ragam (Lampiran 9), jenis kayu sangat berpengaruh
terhadap kekuatan lentur (MOR) pada taraf kepercayaan 95%. Perbedaan
kekuatan lentur antar jenis kayu dapat dianalisis melalui uji lanjutan Duncan
(Lampiran 14). Dari uji lanjut ini, kayu rasamala memiliki nilai tertinggi dan
berbeda nyata dengan jenis kayu lainnya yang dipakai dalam penelitian ini. Nilai
rata-rata kekuatan lentur paling kecil dan berbeda nyata dengan jenis kayu lain
adalah batang kelapa bagian ujung. Sedangkan kayu nangka, kayu karet, batang
kelapa bagian tengah dan batang kelapa bagian pangkal memiliki rata-rata
kekuatan lentur yang tidak berbeda dan nilainya di bawah kekuatan lentur kayu
rasamala.
Khoirunnisa (2003) menyatakan bahwa, MOE cukup baik digunakan untuk
menduga kekuatan lentur (MOR) dan juga keteguhan tekan sejajar serat.
Surjokusumo (1987) menambahkan, hasil penelitian terhadap berbagai indikator
kekuatan kayu membuktikan bahwa MOE merupakan salah satu indikator yang
mempunyai korelasi tinggi dalam hubungannya dengan MOR. Dinyatakan pula
bahwa disamping mudah mengukurnya, indikator ini sangat peka terhadap cacat
kayu, seperti mata kayu, serat miring, kayu rapuh dan sebagainya. Kedua
pernyataan di atas sesuai dengan hasil penelitian ini. Pada umumnya, semakin
tinggi kekakuan lentur maka semakin tinggi pula kekuatan lenturnya. Hal ini
dikarenakan kekuatan lentur diperoleh ketika kayu menerima beban maksimum
sehingga mengalami kerusakan, sedangkan kekakuan lentur diperoleh saat kayu
menerima beban maksimum tanpa mengalami perubahan bentuk yang permanen
(beban di bawah batas proporsinya).
40
Kekuatan lentur
(kg/cm2)
1250
1161
1000
750
553
485
482
500
464
250
100
KELAPA
(UJUNG)
KELAPA
(TENGAH)
KELAPA
(PANGKAL)
KARET
NANGKA
RASAMALA
0
Jenis Kayu
Gambar 12. Rata-rata kekuatan lentur empat jenis kayu tanpa perendaman di laut
Keteguhan Tekan Sejajar Serat. Keteguhan tekan sejajar serat adalah
salah satu sifat mekanik kayu yang digunakan sebagai salah satu parameter untuk
menentukan klasifikasi kekuatan kayu. Sifat mekanik ini dapat digunakan untuk
menentukan beban yang dapat dipikul suatu tiang atau pancang yang pendek.
Berdasarkan Tabel 7 dan SNI 03-3527-1994 mengenai mutu dan ukuran
kayu bangunan, dapat diketahui kelas kuat kayu dengan keteguhan tekan sejajar
serat sebagai parameternya. Kayu dengan kelas kuat tertinggi dalam penelitian ini
adalah kayu rasamala dengan rata-rata keteguhan tekan sejajar serat sebesar 535
kg/cm2 yang termasuk dalam kelas kuat II. Sedangkan yang merupakan kelas kuat
III adalah kayu nangka, kayu karet dan batang kelapa bagian pangkal. Sedangkan
batang kelapa bagian tengah termasuk kelas kuat IV dengan rata-rata keteguhan
tekan sejajar serat 245 kg/cm2. Nilai terkecil keteguhan tekan sejajar serat adalah
batang kelapa dengan rata-rata sebesar 73 kg/cm2 sehingga termasuk dalam kelas
kuat V.
Menurut tabel sidik ragam (Lampiran 9), jenis kayu sangat berpengaruh
terhadap keteguhan tekan sejajar serat pada taraf kepercayaan 95%. Pengaruh
jenis kayu tersebut mengakibatkan perbedaan yang dapat dilihat melalui uji
lanjutan Duncan (Lampiran 15). Melalui uji beda tersebut, dapat dikatakan bahwa
kayu yang memiliki keteguhan tekan sejajar serat yang berbeda nyata dengan jenis
kayu lainnya adalah kayu rasamala dan batang kelapa bagian ujung. Kayu
rasamala memiliki rata-rata keteguhan tekan sejajar serat tertinggi dan batang
kelapa bagian ujung memiliki rata-rata keteguhan tekan sejajar serat terendah.
41
Sedangkan batang kelapa bagian tengah tidak berbeda nyata dengan kayu karet
dan batang kelapa bagian pangkal. Kayu nangka juga tidak berbeda nyata dengan
kayu karet dan batang kelapa bagian pangkal tetapi rata-rata keteguhan tekan
sejajar serat kayu nangka lebih besar dan berbeda nyata dengan batang kelapa
600
536
388
450
328
297
300
245
150
74
KELAPA
(UJUNG)
KELAPA
(TENGAH)
KELAPA
(PANGKAL)
KARET
NANGKA
0
RASAMALA
Keteguhan tekan // serat
(kg/cm2)
bagian tengah.
Jenis Kayu
Gambar 13. Rata-rata keteguhan tekan sejajar serat empat jenis kayu tanpa
perendaman di laut
Keteguhan tekan sejajar serat adalah ukuran kemampuan kayu dimana
beban yang bekerja sejajar arah serat kayu. Keteguhan tekan sejajar serat
memperlihatkan kemampuan kayu dalam mempertahankan bentuk kayu dari
perpendekan. Pengukuran keteguhan tekan sejajar serat sangat peka terhadap
cacat kayu berupa mata kayu atau lubang dalam contoh uji. Ruang kosong yang
terdapat dalam contoh uji keteguhan tekan sejajar serat menyebabkan distribusi
beban yang diterima contoh uji tidak merata sehingga menurunkan kekuatan. Sifat
fisik kayu dalam hal ini berat jenis sangat mempengaruhi keteguhan tekan sejajar
serat. Pada umumnya semakin tinggi berat jenis suatu kayu maka semakin tinggi
pula keteguhan tekan sejajar serat kayu tersebut. Hal ini dikarenakan berat jenis
yang tinggi menggambarkan kepadatan struktur penyusun kayu yang tinggi,
sehingga jika terdapat dua beban yang bekerja pada kedua ujung kayu maka beban
tersebut akan terdistribusi secara merata ke seluruh bagian kayu.
42
Sifat mekanik empat jenis kayu setelah direndam di laut
Nilai rata-rata sifat mekanik empat jenis kayu setelah diserang oleh
penggerek kayu di laut dapat dilihat pada Tabel 8. Sedangkan data hasil
pengukuran dan perhitungan mengenai sifat mekanik dari empat jenis kayu yang
diteliti pada keadaan setelah direndam di laut secara lengkap disajikan pada
Lampiran 2. Berdasarkan tabel sidik ragam (Lampiran 16), dinyatakan bahwa
jenis kayu berpengaruh nyata terhadap sifat mekanik kayu yang direndam dan
diserang penggerek kayu laut pada taraf kepercayaan 95%. Uji lanjutan Duncan
dilakukan untuk melihat seberapa besar pengaruh jenis kayu terhadap sifat
mekanik kayu (Lampiran 20, Lampiran 21 dan Lampiran 22).
Tabel 8. Sifat mekanik empat jenis kayu setelah direndam
Sifat Mekanik
(kg/cm2)
MOE
MOR
Tkn //
Srt
Min.
Maks.
Rata-rata
Min.
Maks.
Rata-rata
Min.
Maks.
Rata-rata
Rasamala
Nangka
64022
133500
102659
588
920
747
246
502
351
59052
71060
63852
421
795
571
300
371
338
Jenis kayu
Kelapa
Karet
(pangkal)
12146
13447
54450
68870
29628
36141
55
128
263
395
145
261
15
50
98
404
42
194
Kelapa
(tengah)
19743
44213
30445
1181
286
175
47
160
101
Kelapa
(ujung)
3233
30492
13920
24
238
100
43
143
98
Nilai kekakuan lentur empat jenis kayu yang direndam di laut dan
mengalami serangan penggerek di laut yang paling tinggi adalah kayu rasamala
diikuti oleh nangka, batang kelapa bagian pangkal, batang kelapa bagian tengah,
kayu karet dan nilai paling kecil terdapat pada batang kelapa bagian ujung. Urutan
kekakuan lentur ini berbeda dengan kayu pada kondisi sebelum perendaman dan
bebas cacat yang diuji pada awal penelitian. Kayu rasamala yang diserang
penggerek kayu di laut mempunyai kelas kuat berdasarkan kekakuan lentur
sebagai kelas kuat III, sedangkan kayu nangka memiliki kelas kuat IV. Jenis kayu
lain dalam penelitian ini yang diserang penggerek kayu di laut memiliki kelas kuat
V.
Uji lanjut Duncan pada Lampiran 20 menyajikan data bahwa terdapat tiga
kelompok kayu yang nilai kekakuan lenturnya tidak berbeda nyata di dalam
masing-masing kelompok tersebut dan berbeda nyata antar kelompok yang ada.
43
Kelompok pertama adalah kayu rasamala dengan nilai MOE tertinggi
dibandingkan jenis kayu lainnya. Sedangkan kelompok kedua dengan nilai
kekakuan lenturnya berada di bawah kayu rasamala adalah nangka. Sedangkan
batang kelapa bagian pangkal, batang kelapa bagian tengah, karet dan batang
kelapa bagian ujung memiliki nilai kekakuan lentur yang tidak berbeda nyata.
Kekakuan Lentur
(kg/cm2)
120000
102659
90000
63853
60000
29629
36142
30446
30000
13921
KELAPA
(UJUNG)
KELAPA
(TENGAH)
KELAPA
(PANGKAL)
RASAMALA
NANGKA
KARET
0
Jenis Kayu
Gambar 14. Rata-rata kekakuan lentur empat jenis kayu setelah direndam di laut
Urutan kekuatan kayu yang diserang penggerek kayu di laut berdasarkan
kekuatan lentur kayu sama dengan kekakuan kayu tersebut. Sedangkan kelas
kuatnya berbeda, untuk kayu rasamala dan kayu nangka memiliki kelas kuat III
dan jenis kayu lainnya memiliki kelas kuat V. Hal ini dikarenakan kekakuan
lentur dan kekuatan lentur mempunyai hubungan positif dan memiliki korelasi
yang cukup tinggi (Khoirunnisa, 2003).
Kekuatan Lentur
(kg/cm2)
800
747
571
600
400
262
176
145
200
101
KELAPA
(UJUNG)
KELAPA
(TENGAH)
KELAPA
(PANGKAL)
KARET
NANGKA
RASAMALA
0
Jenis kayu
Gambar 15. Rata-rata kekuatan lentur empat jenis kayu setelah direndam di laut
44
Berdasarkan Lampiran 21 tentang hasil uji lanjutan Duncan mengenai
kekuatan lentur juga dapat dilihat perbedan antar jenis kayu. Berbeda dengan
kekakuan lentur, kekuatan lentur menyebabkan nilai kekakuan lentur diantara
keempat jenis kayu memiliki empat kelompok dimana di dalam masing-masing
kelompok tersebut tidak berbeda nyata. Kelompok pertama dengan kekuatan
lentur tertinggi hanya terdiri dari kayu rasamala yang paling tinggi kekuatan
lenturnya dan berbeda nyata dengan jenis kayu lainnya. Kelompok kedua juga
hanya terdiri dari satu jenis kayu yaitu kayu nangka. Batang kelapa bagian
pangkal memiliki kekuatan lentur yang tidak berbeda nyata dengan batang kelapa
bagian tengah dan kayu karet. Sedangkan batang kelapa bagian ujung dengan
kekuatan lentur terkecil juga tidak berbeda nyata dengan batang kelapa bagian
tengah dan kayu karet.
Kekuatan kayu berdasarkan keteguhan tekan sejajar serat memiliki urutan
yang sama dengan kekuatan kayu berdasarkan kekakuan lentur dan kekuatan
lentur. Kayu terkuat dalam keteguhan tekan sejajar serat adalah kayu rasamala
hingga termasuk dalam kelas kuat III diikuti oleh kayu nangka dan masih
termasuk dalam kelas kuat III. Kelas kuat IV dimiliki oleh batang kelapa bagian
pangkal. Sedangkan kayu karet, batang kelapa bagian tengah dan batang kelapa
bagian ujung memiliki kelas kuat V.
Perbedaan keteguhan tekan sejajar serat empat jenis kayu yang diteliti dapat
dilihat pada Lampiran 22. Kayu rasamala dan kayu nangka memiliki keteguhan
tekan sejajar serat yang tidak berbeda secara statistik. Keteguhan tekan sejajar
serat kedua jenis kayu ini merupakan yang tertinggi diantara jenis kayu lainnya.
Batang kelapa bagian pangkal, bagian tengah dan bagian ujung keteguhan tekan
sejajar seratnya tidak berbeda nyata, tetapi berada di bawah kayu rasamala dan
nangka dan berbeda nyata dengannya. Keteguhan tekan sejajar serat terendah
dimiliki oleh kayu karet. Meskipun memiliki nilai paling rendah, kayu karet tidak
berbeda nyata keteguhan sejajar seratnya dengan batang kelapa bagian tengah dan
batang kelapa bagian ujung.
45
Keteguhan tekan // serat
(kg/cm 2)
400
352
350
300
339
250
194
200
150
102
100
50
98
42
0
RASAMALA
NANGKA
KARET
KELAPA
KELAPA
(PANGKAL) (TENGAH)
KELAPA
(UJUNG)
Jenis Kayu
Gambar 16. Rata-rata keteguhan tekan sejajar serat empat jenis kayu setelah
direndam di laut
Sifat mekanik empat jenis kayu yang direndam di laut tetap bervariasi sama
halnya pada keadaan awal sebelum kayu direndam dan belum mendapat serangan
penggerek kayu di laut. Keawetan alami kayu sebagian besar lebih ditentukan
oleh ada atau tidaknya zat ekstraktif. Zat ekstraktif ada yang bersifat racun untuk
mempertahankan sifat-sifat kayu dari degradasi yang diakibatkan oleh faktor
perusak biologis. Sedangkan struktur anatomi mempertahankan kekuatan kayu
karena struktur penyusun sel dan dimensi sel mempengaruhi permeabilitas kayu
untuk dimasuki air laut yang bersifat korosif yang dapat menyebabkan tercucinya
zat ekstraktif dalam kayu.
Pada kekuatan lentur terdapat tiga gaya yang bekerja secara bersama-sama.
Setengah bagian ke atas dari contoh uji mengalami gaya tekan ketika mendapat
beban dan gaya tekan maksimum terletak pada permukaan kayu bagian atas. Gaya
geser maksimum terdapat pada sumbu horizontal di tengah contoh uji (bidang
netral) dan gaya tarik maksimum terdapat pada bagian bawah contoh uji.
Prianto (2001) mengungkapkan bahwa, hubungan antar sifat fisik dan
mekanik atau antar sifat mekanik dapat digunakan untuk menduga keteguhan
kayu. Korelasi hubungan antar sifat-sifat tersebut yang tinggi dapat dijadikan
dasar untuk menemukan alat dan cara pendugaan kualita berbagai sifat keteguhan
46
kayu. Khoirunnisa (2003) menambahkan, kekakuan lentur dan kekuatan lentur
mempunyai hubungan positif dan memiliki korelasi yang cukup tinggi.
Penelitian terhadap berbagai indikator kekuatan kayu membuktikan bahwa
kekakuan lentur merupakan salah satu indikator yang mempunyai korelasi yang
tinggi dengan kekuatan lentur. Kekakuan lentur merupakan indikator yang sangat
peka terhadap adanya cacat pada sepotong kayu, seperti mata kayu, serat miring,
kayu rapuh, dan sebagainya. Indikator ini mempunyai korelasi yang tinggi dalam
hubungannya dengan keteguhan tekan sejajar serat serta dengan keteguhan tekan
tegak lurus serat (Prianto, 2001).
Hubungan antar sifat fisik dan mekanik atau antar sifat mekanik ini dapat
disebabkan oleh sifat fisik yang dimiliki kayu, terutama berat jenis. Pada
dasarnya, sifat mekanik sangat berhubungan dengan berat jenis. Kekuatan dan
kekakuan lentur kayu meningkat seiring meningkatnya berat jenis pada kondisi
kayu bebas cacat (Khoirunnisa, 2003). Haygreen dan Bowyer (1996) menyatakan
bahwa, sangat dimungkinkan untuk membuat suatu perkiraan kekuatan yang baik
hanya berdasarkan atas berat jenis tanpa mengetahui spesiesnya.
Sifat mekanik kayu yang sudah direndam dan mendapat serangan penggerek
kayu di laut memiliki kekuatan yang beragam dan urutan kekuatannya tidak sama
jika dibandingkan dengan kayu dengan jenis yang sama pada kondisi awal
sebelum direndam di laut. Perbedaaan kekuatan antara dua perlakuan ini dapat
disebabkan oleh kandungan zat penyusun kayu non struktural seperti zat ekstraktif
dan kandungan mineral antar jenis kayu yang berbeda. Zat ekstraktif ini sangat
menentukan ketahanan kayu dari serangan penggerek kayu laut. Oleh karena itu,
belum dapat dipastikan bahwa kayu yang kekuatannya lebih tinggi akan tetap
lebih kuat jika dibandingkan dengan kayu yang kurang kuat jika keduanya
digunakan dalam laut.
Perubahan sifat mekanik empat jenis kayu setelah direndam di laut
Perendaman empat jenis kayu di laut menyebabkan perubahan sifat mekanik
yang dimilikinya. Besarnya perubahan sifat mekanik empat jenis kayu dapat
dilihat pada Tabel 9. Untuk melihat besarnya perubahan sifat mekanik antara kayu
yang tidak direndam dan kayu yang direndam di laut, digunakan metode statistika
uji-T untuk membandingkan rata-rata parameter yang diamati.
47
Tabel 9. Hasil Uji-T sifat mekanik empat jenis kayu
Sifat mekanik (kg/cm3)
Jenis
Kayu
Rata-rata
Kekakuan Lentur
(MOE)
Beda
ratarata
MOE
Rata-rata
Kekuatan
Lentur
(MOR)
Beda
ratarata
MOR
Rata-rata
Tkn //
Serat
Beda
ratarata
Tkn //
Serat
A-B
(A)
(B)
A-B
(A)
(B)
A-B
(A) (B)
Rasamala 141093 102659 38434 1161 747
535 351
414
184
Nangka
73567
63852
9715
553 571
-18
388 338
50
Karet
78732
29628 49104 484 145
327 42
339
285
Kelapa
(pangkal)
62859
36141 26718 482 261
296 194
102
221
Kelapa
(tengah)
63203
30445 32758 464 175
245 101
289
144
Kelapa
(ujung)
9815
13920 -4105
99
100
-1
73
98
-25
Keterangan : A = rata-rata sebelum perendaman; B = rata-rata setelah perendaman; angka yang
dicetak tebal menyatakan perbedaan yang nyata secara statistik
Perubahan sifat mekanik empat jenis kayu yang digunakan dalam penelitian
ini disebabkan oleh serangan penggerek kayu di laut. Hal ini didukung oleh hasil
uji korelasi (Lampiran 25) yang menyatakan bahwa terdapat hubungan yang erat
antara intensitas serangan penggerek kayu laut dengan sifat mekanik kayu yang
diuji. Hubungan paling erat yaitu antara intensitas serangan dengan keteguhan
tekan sejajar serat yang memiliki koefisien korelasi -0,612 dan kekuatan lentur
dengan intensitas serangan penggerek kayu laut memiliki koefisien korelasi
sebesar -0,503 pada taraf kepercayaan 99%. Sedangkan kekakuan lentur dengan
intensitas serangan penggerek kayu laut memiliki koefisien korelasi sebesar minus
(–) 0,404 pada taraf kepercayaan 95%. Korelasi yang nyata ini menyatakan bahwa
perubahan nilai intensitas serangan diikuti oleh perubahan sifat mekanik kayu
dengan pola yang sama, nilai minus menyatakan bahwa semakin besar intensitas
serangan maka semakin kecil sifat mekanik kayu tersebut. Beda rata-rata sifat
mekanik empat jenis kayu dapat dinyatakan dalam persentase disajikan pada
Tabel 10 di bawah ini.
48
Tabel 10. Persentase perubahan sifat mekanik empat jenis kayu setelah mengalami
perendaman di laut
Jenis Kayu
Rasamala
Nangka
Karet
Kelapa (pangkal)
Kelapa (tengah)
Kelapa (ujung)
MOE
27.24
13.21
62.37
42.5
51.83
-41.82
Perubahan Sifat Mekanik (%)
MOR
Tkn // Serat
35.66
34.39
-3.25
12.89
70.04
87.16
45.85
34.46
62.28
58.78
-1.01
-34.25
Perubahan kekakuan lentur empat jenis kayu setelah di rendam di laut
Empat jenis kayu yang direndam di laut mendapat serangan penggerek kayu
di laut sehingga kekuatannya berubah. Perubahan kekuatan ini digambarkan
dengan sifat mekanik yang mengalami perubahan seperti dapat dilihat pada Tabel
9.
Hampir seluruh jenis kayu yang direndam di laut mengalami perubahan
kekakuan lentur. Hanya kayu nangka dan batang kelapa bagian ujung yang tidak
mengalami perubahan kekakuan lentur secara nyata. Kayu nangka cenderung
mengalami penurunan kekuatan setelah direndam di laut selama tiga bulan,
meskipun penurunan ini tidak tidak menunjukkan perbedaan yang nyata secara
statistik. Kekakuan lentur kayu nangka yang cenderung menurun ini diduga
diakibatkan oleh kondisi contoh uji yang beragam karena sifat kayu yang
bervariasi dalam satu jenis bahkan dalam satu pohon.
Kenaikan kekakuan lentur terjadi pada batang kelapa bagian ujung sebesar
41,82% meskipun batang kelapa bagian ujung ini juga mendapatkan serangan
penggerek kayu di laut. Batang kelapa bagian ujung mendapat serangan
penggerek kayu di laut yang lebih besar daripada kayu nangka, tetapi hal ini tidak
menyebabkan turunnya kekakuan lentur, sebaliknya, yang terjadi adalah kenaikan
kekakuan lentur. Kenaikan kekakuan lentur pada batang kelapa bagian ujung ini
dapat disebabkan oleh variasi distribusi sel penyusun kayu. Sudarna (1990)
menyatakan bahwa pada penampang melintang batang kelapa tampak sejumlah
besar ikatan pembuluh menyerupai tanduk tersebar di antara jaringan parenkim.
Secara makroskopis tampak adanya perbedaan kerapatan ikatan pembuluh baik
antar kedalaman maupun antar ketinggian dalam batang, dimana semakin ke arah
sentral kerapatan ikatan pembuluh semakin berkurang, sedangkan sedangkan
49
semakin ke arah vertikal batang kerapatan ikatan pembuluh ini makin bertambah.
Diameter ikatan pembuluh batang kelapa semakin meningkat jika kedalaman
batang kelapa semakin ke arah sentral. Pada bagian perifer, diameter ikatan
pembuluh (vascular bundle) semakin kecil ke arah vertikal. Diameter batang
kelapa semakin ke arah vertikal semakin kecil, hal ini menyebebkan kesulitan
untuk mendapatkan contoh uji dengan keadaan seragam pada bagian tepi
seluruhnya. Kesulitan ini dapat menyebabkan batang kelapa bagian ujung yang
diserang penggerek kayu di laut memiliki nilai kekakuan lentur yang lebih tinggi
daripada kondisi awalnya.
Jenis kayu yang digunakan dalam penelitian ini selain batang kelapa bagian
ujung, semuanya mengalami penurunan kekakuan lentur. Urutan kekuatan kayu
yang direndam di laut dan diserang penggerek kayu laut dimulai yang paling
tinggi hingga paling rendah adalah kayu rasamala, kayu nangka, batang kelapa
K e k a k u a n le n tu r (k g /c m 2 )
bagian pangkal, batang kelapa bagian tengah dan kayu karet.
160000
140000
120000
100000
141094
102659
TANPA PERENDAMAN
78732
73568
80000
60000
40000
63853
62860
29629
36142
63204
DENGAN PERENDAMAN
30446
9815 13921
20000
0
RASAMALA
NANGKA
KARET
KELAPA
(PANGKAL)
KELAPA
(TENGAH)
KELAPA
(UJUNG)
Jenis Kayu
Gambar 17. Perbedaan Kekakuan Lentur Empat Jenis Kayu Sebelum dan Setelah
Perendaman
Perbedaan perubahan kekakuan lentur ini diakibatkan oleh intensitas
serangan penggerek kayu di laut yang berbeda pula antar jenisnya. Perbedaan
intensitas serangan antar jenis kayu disebabkan oleh perbedaan variasi
karakteristik dan sifat khas antar jenis kayu yang sangat beragam. Sifat khas antar
jenis kayu berbeda yang dapat ditunjukkan dalam beberapa hal, diantaranya
adalah sifat fisik dan mekanik (berat, kekerasan, kekuatan, keterawetan), serta
kandungan zat ekstraktif yang berbeda jenis dan jumlahnya antar jenis kayu. Zat
50
ekstraktif inilah yang diperkirakan mampu mencegah serangan penggerek kayu
laut. Martawidjaya (1971) dalam Rohadi (1992) menambahkan, keawetan kayu
tidak berhubungan dengan berat jenis, melainkan lebih banyak ditentukan oleh
kandungan zat ekstraktifnya, seperti : phenol, tanin, alkaloid, saponine, chinon
dan damar yang kesemuanya bersifat racun terhadap makhluk perusak kayu.
Penurunan nilai MOE ini sebagian besar diakibatkan oleh penggerek kayu di
laut. Muslich dan Sumarni (1988) menyatakan, marine borers secara terus
menerus memperpanjang lubang gereknya di dalam kayu, besar saluran lubang
gerek sesuai dengan besar tubuhnya. Besar dan bentuk lubang gerek akibat
serangan penggerek tersebut yang terdapat dalam kayu tergantung oleh kepadatan
populasi di dalam kayu. Apabila serangan yang diderita kayu sangat berat, maka
saluran yang dibuatnya menjadi tidak beraturan sehingga menyerupai sarang
lebah. Arah lubang gerek sejajar dengan arah serat kayu. Sementara itu, setengah
kayu bagian atas ketika diuji untuk mendapatkan nilai MOE dan MOR, akan
mengalami tegangan tekan dan setengah kayu bagian bawah mengalami tegangan
tarik. Jadi, lubang gerek yang dibentuk oleh marine borers akan menciptakan
ruang kosong di dalam kayu yang akan mengurangi kekuatan kayu. Beban yang
diterima kayu (aksi) akan mendapat reaksi berupa distribusi beban pada seluruh
bagian kayu, jika terdapat ruang kosong akibat lubang gerek marine borers maka
beban hanya akan terdistribusi pada massa kayu yang tersisa.
Selain itu, Teredinidae merusak kayu karena kayu menjadi sumber
makanan, terutama jenis kayu yang banyak mengandung selulosa (Turner, 1966
dalam Muslich dan Sumarni, 1988). Selulosa merupakan komponen kimia
struktural penyusun kayu, artinya jika banyak selulosa yang hilang dimakan
penggerek kayu laut maka kekuatan kayu juga akan menurun.
Sedangkan dalam persentase, di mana nilainya merupakan perbandingan
antara selisih perubahan kekuatan dengan kekuatan awalnya. Penurunan paling
besar hingga paling kecil adalah kayu karet, batang kelapa bagian pangkal, batang
kelapa bagian tengah, kayu rasamala dan kayu nangka. Dengan diketahuinya
penurunan kekuatan ini maka dapat diperkirakan masa pakai kayu dalam
penggunaannya di laut. Persentase penurunan kekuatan ini tidak dapat digunakan
sebagai acuan untuk menentukan kekuatan kayu secara umum karena kekuatan
51
awal tiap kayu berbeda. Sebagai contoh, untuk kayu rasamala yang selisih
kekakuan lenturnya dalam penggunaan di laut selama tiga bulan sebesar 38434
kg/cm2 hanya mengalami penurunan sebesar 27,24%, sedangkan batang kelapa
bagian pangkal yang memiliki selisih kekakuan lentur sebesar 26718 kg/cm2
mempunyai penurunan yang lebih besar dalam persentase dibandingkan dengan
kayu rasamala yaitu sebesar 42,50%.
Perubahan kekuatan lentur dan keteguhan tekan sejajar serat empat jenis
kayu setelah direndam di laut
Kekuatan lentur kayu nangka dan batang kelapa bagian ujung antara
sebelum dan sesudah perendaman di laut tidak mengalami perbedaan nyata.
Sedangkan jenis kayu lainnya yang digunakan dalam penelitian ini mengalami
perubahan sehingga mengakibatkan perbedaan yang nyata setelah direndam di
laut dan mendapat serangan penggerek kayu di laut.
Keku atan L en tu r (kg /cm 2)
1400
1200
1161
1000
800
747
TANPA PERENDAMAN
553 571
600
485
400
464
262
145
200
DENGAN PERENDAMAN
482
176
100
101
0
RASAMALA
NANGKA
KARET
KELAPA
(PANGKAL)
KELAPA
(TENGAH)
KELAPA
(UJUNG)
Jenis Kayu
Gambar 18. Perbedaan kekuatan lentur empat jenis kayu sebelum dan setelah
perendaman di laut
Keteguhan tekan sejajar serat empat jenis kayu yang direndam di laut yang
tidak berbeda nyata dengan kayu yang tidak direndam di laut terdapat pada batang
kelapa bagian pangkal dan batang kelapa bagian ujung.
Keteguhan Tekan S ejajar S erat
(kg/cm 2)
52
600
536
500
400
352
388 339
297
328
300
TANPA PERENDAMAN
245
DENGAN PERENDAMAN
194
200
102
100
74 98
42
0
RASAMALA
NANGKA
KARET
KELAPA
(PANGKAL)
KELAPA
(TENGAH)
KELAPA
(UJUNG)
Jenis Kayu
Gambar 19. Perbedaan keteguhan tekan sejajar serat empat jenis kayu sebelum
dan setelah perendaman di laut
Khoirunnisa (2003) dalam penelitiannya menyatakan bahwa, berdasarkan
koefisien korelasi dan nilai determinasi, MOE mempunyai hubungan yang erat
terhadap MOR dan keteguhan tekan sejajar serat baik pada kondisi basah maupun
kering udara. Surjokusumo (1987) menambahkan, hasil penelitian terhadap
berbagai indikator kekuatan kayu membuktikan bahwa MOE merupakan salah
satu indikator yang mempunyai korelasi tinggi dalam hubungannya dengan MOR.
Dinyatakan pula bahwa disamping mudah mengukurnya indikator ini sangat peka
terhadap cacat kayu, seperti mata kayu, serat miring, kayu rapuh dan sebagainya.
Pada umumnya atau pada kayu bebas cacat, beban yang diterima kayu akan
disebar secara merata ke seluruh bagian kayu. Nilai MOE dapat digunakan
sebagai penduga untuk mengetahui sifat mekanik kayu lainnya. Semakin tinggi
nilai MOE maka semakin tinggi pula sifat mekanik kayu lainnya. Untuk
pengukuran sifat mekanik kayu yang diserang penggerek kayu di laut agak
berbeda, belum tentu kayu yang memiliki MOE tinggi akan semakin tinggi pula
nilai sifat mekanik lainnya. Hal ini dikarenakan pada setiap contoh uji yang diukur
kekuatannya selain MOE memiliki ukuran yang berbeda dan dalam ukuran yang
berbeda itu dimungkinkan sebaran dan intensitas serangan penggerek kayu di laut
tidak sama dengan sebaran dan intensitas serangan penggerek kayu di laut yang
terdapat pada contoh uji untuk MOE. Hal ini yang menyebabkan urutan MOE dari
yang tertinggi sampai paling rendah tidak diikuti urutan kekuatan yang sama
untuk sifat mekanik lainnya.
Intensitas Serangan Penggerek Kayu Di Laut
Beberapa jenis kayu yang direndam di laut selama tiga bulan menunjukkan
bahwa intensitas serangan penggerek kayu di laut beragam. Kayu nangka
merupakan kayu yang paling tahan terhadap serangan penggerek kayu di laut,
sedangkan kayu yang intensitas serangannya paling besar adalah kayu karet.
Intensitas serangan kayu pada empat jenis kayu yang digunakan dalam penelitian
ini secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 11 di bawah ini.
Tabel 11. Intensitas serangan penggerek kayu di laut pada empat jenis kayu
Intensitas
Serangan
Rata-rata
(%)
Min. (%)
Maks. (%)
Rasamala
Nangka
Karet
Kelapa
(pangkal)
Kelapa
(tengah)
Kelapa
(ujung)
13.37
0.51
68.94
7.77
16.16
23.99
7.71
0.00
38.15
5.38
11.05
6.05
23.10
1.05
92.22
13.20
23.83
36.58
Berdasarkan uji statistik, jenis kayu berpengaruh nyata terhadap intensitas
serangan penggerek kayu di laut (Lampiran 24). Kayu nangka memiliki intensitas
serangan yang paling rendah dan intensitas serangan terbesar didapatkan pada
kayu karet. Perbedaan intensitas serangan ini disebabkan oleh banyak hal,
diantaranya adalah kandungan dan komponen penyusun kayu. Martawidjaya
(1971) dalam Rohadi (1992) mengatakan bahwa keawetan kayu tidak
berhubungan dengan berat jenis, melainkan lebih banyak ditentukan oleh
kandungan zat ekstraktifnya, seperti : phenol, tanin, alkaloid, saponine, chinon
dan damar yang kesemuanya bersifat racun terhadap makhluk perusak kayu. Uji
korelasi mempertegas pernyataan tersebut, sifat fisik kayu yang diantaranya
adalah berat jenis dan kerapatan tidak memiliki korelasi yang nyata dengan
intensitas serangan penggerek kayu di laut. Sebagai contoh, kayu nangka
memiliki berat jenis lebih kecil daripada kayu rasamala tetapi kayu nangka lebih
tahan terhadap serangan penggerek kayu di laut daripada kayu rasamala.
Sedangkan Southwell dan Bultman (1971) dalam Muslich dan Sumarni
(1988) menambahkan bahwa, kandungan silika, kerapatan atau kekerasan tinggi
dan kandungan zat ekstraktif yang bersifat racun dapat mendukung ketahanan
serangan Teredinidae, tetapi tidak menghalangi serangan Pholadidae. Hal ini
sesuai dengan hasil yang didapatkan pada pengamatan bahwa kayu rasamala
54
lebih tahan terhadap serangan penggerek kayu di laut daripada kayu karet.
Pernyataan ini didukung oleh Burgess (1966) dalam Martawijaya (1972) yang
menyatakan bahwa kayu rasamala memiliki kadar silika 0,7% dan kayu karet
yang hanya memiliki kadar silika sebesar 0,02%.
Keterangan : dari bawah ke atas adalah batang kelapa bagian ujung, batang
kelapa bagian tengah, batang kelapa bagian pangkal, kayu karet,
kayu nangka, kayu rasamala
Gambar 20. Intensitas serangan penggerek kayu di laut pada beberapa jenis kayu
Berdasarkan identifikasi pada lubang gereknya maka dapat diketahui
bahwa penggerek yang menyerang kayu nangka sebagian besar berasal dari
famili Pholadidae. Jenis kayu lainnya memiliki nilai intensitas serangan lebih
berat dan diserang oleh famili Pholadidae dan Teredinidae. Serangan famili
Pholadidae dan Teredinidae pada contoh uji dapat dibedakan dengan jelas.
Lubang gerek yang dihasilkan oleh serangan Pholadidae memiliki kedalaman
yang dangkal dan memiliki arah tegak lurus serat kayu, sedangkan serangan
Teredinidae mengakibatkan lubang gerek yang dalam, panjang dan memiliki arah
yang searah dengan serat kayu. Southwell dan Bultman (1971) dalam Muslich
dan Sumarni (1988) menyatakan bahwa Pholadidae merusak kayu karena kayu
hanya digunakan sebagai tempat tinggalnya. Selain itu, Turner (1966) dalam
Muslich dan Sumarni (1988) menyatakan bahwa Teredinidae merusak kayu
55
karena kayu menjadi sumber makanan dan tempat tinggal, terutama jenis kayu
yang banyak mengandung selulosa. Oleh karena itu, kayu yang tahan terhadap
serangan Teredinidae belum tentu tahan terhadap serangan Pholadidae.
Teredinidae merusak kayu lebih cepat, sedangkan Pholadidae berkembang lebih
lambat. Hal ini sesuai dengan hasil pengamatan bahwa kayu nangka diduga
memiliki zat ekstraktif yang beracun sehingga Teredinidae tidak menyerang
tetapi keberadaan zat ekstraktif tersebut tidak menghalangi serangan famili
Pholadidae. Kayu nangka belum mengalami perubahan sifat fisik dan sifat
In t e n s it a s S e ra n g a n ( % )
mekanik karena serangan famili Pholadidae berkembang lambat.
80,00
70,00
60,00
50,00
40,00
30,00
20,00
10,00
0,00
68,94
23,99
13,37
16,16
7,77
0,51
RASAMALA
NANGKA
KARET
KELAPA
(PANGKAL)
KELAPA (TENGAH) KELAPA (UJUNG)
Jenis Kayu
Gambar 21. Rata-rata intensitas serangan penggerek kayu laut pada empat jenis
kayu
Jenis penggerek kayu laut yang menyerang empat jenis kayu
Hasil identifikasi organisme penggerek kayu yang menyerang contoh uji di
laut yaitu berasal dari golongan Mollusca. Species penggerek tersebut yaitu
Teredo bartschi Clapp, Dicyathifer manni Wright dan Bankia campanellata
Moll/Roch dari famili Teredinidae. Sedangkan species lainnya yaitu Martesia
striata Linne dari famili Pholadidae.
Disamping itu, ditemukan species lain dari golongan Crustaceae yaitu
Sphaeroma sp dari famili Sphaeromatidae. Binatang ini tidak menyerang contoh
uji yang direndam di laut melainkan secara tidak sengaja ikut terangkat ke
permukaan saat contoh uji diambil dari laut. Sphaeroma sp biasa menyerang kayu
yang digunakan sebagai tiang pancang atau bangunan laut lainnya pada bagian di
antara batas pasang surut air laut.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Keempat jenis kayu yang direndam di Perairan Pulau Rambut selama tiga
bulan mendapat serangan penggerek kayu di laut dengan intensitas yang berbeda.
Rata-rata intensitas serangan paling ringan sampai dengan paling berat, secara
berurutan yaitu kayu nangka (0,51%), batang kelapa bagian pangkal (7,77%),
kayu rasamala (13,37%), batang kelapa bagian tengah (16,16%), batang kelapa
bagian ujung (23,99%) dan kayu karet (68,94%).
Perendaman kayu di perairan laut Pulau Rambut mengakibatkan perubahan
sifat fisik dan sifat mekanik kayu tersebut. Kayu rasamala mengalami penurunan
kelas kuat (KK) dari KK II menjadi KK III, sedangkan kayu nangka memiliki KK
IV dan tidak mengalami penurunan KK setelah perendaman. Kayu karet
mengalami penurunan KK paling besar yaitu dari KK III menjadi KK V. Batang
kelapa bagian pangkal dan batang kelapa bagian tengah mengalami penurunan
dari semula dengan KK IV menjadi KK V. Batang kelapa bagian ujung tidak
mengalami penurunan KK, karena batang kelapa bagian ujung dalam kondisi awal
sudah memiliki KK paling rendah yaitu KK V.
Saran
Jenis kayu yang tidak tahan terhadap serangan penggerek kayu di laut
seperti kayu karet, batang kelapa dan kayu rasamala dalam pemakaiannya sebagai
bahan bangunan laut perlu diawetkan. Pengawetan kayu harus mengunakan
metode yang benar sehingga didapatkan manfaat berupa umur pemakaian kayu di
laut yang meningkat serta tidak menimbulkan pencemaran lingkungan yang
berbahaya bagi biota laut.
DAFTAR PUSTAKA
Anonymous. 1990. Standar Nasional Indonesia (SNI) 03-3527-1994 Mutu dan
Ukuran Kayu Bangunan. Dewan Standardisasi Nasional. Jakarta
Barly, 2001. Pengolahan Kayu Karet Untuk Bahan Baku Mebel dan Bahan
Kerajinan. Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Pusat
Penelitian dan Pengembangan Teknologi Hasil Hutan.
Brown, H.P., A.J. Panshin and C.C. Forsaith.1952. Textbook of Wood
Technology.Vol. II. Mc.Graw-Hill Book Company. New York.
Dumanauw, J. F. 1990. Mengenal Kayu. Seri Perkayuan. Pendidikan Industri
Kayu Atas-Semarang. Kanisius.Yogyakarta.
Haygreen, J.G. & J.L. Bowyer. 1982. Forest Product and Wood Science, an
Introduction. Diterjemahkan oleh A.H. Sutjipto, 1993. Gadjah Mada
University Press. Yogyakarta. 719 hal.
Hunt G.M. & G.A. Garrat. 1986. Pengawetan Kayu. Edisi 1. Diterjemahkan oleh
Mohamad Yusuf. Akademika Pressindo. Jakarta.
Isrianto. 1997. Kajian Struktur Anatomi dan Sifat Fisik Kayu Nangka.
Departemen Hasil Hutan. Fakultas Kehutanan. IPB. Bogor. Skripsi. Tidak
Dipublikasikan.
Khoirunnisa, N. I. 2003. Hubungan Antara Sifat Fisis dan Mekanis Tujuh Jenis
Kayu Kurang Dikenal (Lesser Known Species) dari Jawa Barat. Jurusan
Teknologi Hasil Hutan. Fakultas Kehutanan. IPB. Bogor. Skripsi. Tidak
dipublikasikan.
Kollman, Franz F. P. And Wilfred A. Cote,Jr. 1968. Principle of Wood Science
and Technology Volume I-II. New York.
, Kuenzi E.W. and Stamn A.J. 1975. Principle of Wood Science and
Technology. Vol II. Wood Based Material. Heidelberg. Germany.
Martawijaya, A. 1972. Keawetan dan Pengawetan Kayu Karet (Hevea brasiliensis
Muell.). Laporan No.1. Lembaga Penelitian Hasil Hutan. Pusat Penelitian
dan Pengembangan Hasil Hutan. Bogor.
Martawijaya. A., I. Kartasujana, Y. I. Mandang, K. Kadir dan S. A. Prawira.,
1989. Atlas Kayu Indonesia Jilid I. Balai Penelitian dan Pengembangan
Hasil Hutan, Badan Penelitian dan Pengembangan Kehutanan. Bogor.
58
Mattjik, A. A. dan M. Sumertajaya. 2002. Perancangan Percobaan dengan
Aplikasi SAS dan Minitab Jilid I. IPB Press. Bogor.
Muslich, M. dan G. Sumarni. 1987. Pengaruh Salinitas terhadap Serangan
Penggerek Kayu di Laut pada Beberapa Jenis Kayu. Jurnal Penelitian
Hasil Hutan. Vol. 4 (2) : 46-49. Pusat Litbang Hasil Hutan. Bogor.
. 1988. Intensitas dan Tipe Serangan Penggerek Kayu di Perairan Pulau
Rambut dan Puntung Jawa. Jurnal Penelitian Hasil Hutan, Vol. 5, No. 3.
Pusat Litbang Hasil Hutan. Bogor.
. 1988. Pengaruh Kondisi Lingkungan terhadap Serangan Penggerek
Kayu di Laut. Jurnal Penelitian Hasil Hutan, Vol. V, No. 5. Pusat Litbang
Hasil Hutan. Bogor.
. 1988. Laju Serangan Pholadidae dan Teredinidae pada Beberapa Jenis
Kayu. Jurnal Penelitian Hasil Hutan, Vol. V, No. 7. Pusat Litbang Hasil
Hutan. Bogor.
. 2005. Keawetan 200 Jenis Kayu Indonesia Terhadap Penggerek di Laut.
Jurnal Penelitian Hasil Hutan, Vol. 23, No. 3. Pusat Litbang Hasil Hutan.
Bogor.
Nicholas, D.D. 1987. Kemunduran (Deteriorasi) Kayu dan Pencegahannya
Dengan Perlakuan-perlakuan Pengawetan. Diterjemahkan oleh Haryanto
Yoedodibroto-Yogyakarta. Airlangga University Press. Surabaya.
Pandit, I. K. N. dan H. Ramdan. 2002. Anatomi Kayu: Pengantar Sifat Kayu
Sebagai Bahan Baku. Yayasan Penerbit Fakultas Kehutanan, Fakultas
Kehutanan IPB. Bogor.
Prianto, A.H. 2001. Hubungan Beberapa Sifat Fisis dan Mekanis Sepuluh Jenis
Kayu Asal Jawa Barat Untuk Rekayasa Bangunan. Jurusan Teknologi
Hasil Hutan. Fakultas Kehutanan. IPB. Bogor. Skripsi. Tidak
dipublikasikan.
Rohadi, Rudi. 1992. Konsumsi dan Pemanfaatan Kayu Kelapa (Cocos nucifera
L.) (Studi Kasus di Kabupaten Ciamis dan Kabupaten Sleman).Jurusan
Teknologi Hasil Hutan. Fakultas Kehutanan. IPB. Bogor. Skripsi. Tidak
dipublikasikan.
Samputra, P. I. 2004. Sifat Mekanis Kayu Rasamala pada Beberapa Bagian
Lambung Kapal Gillnet. Program Studi Pemanfaatan Sumberdaya
Perikanan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. IPB. Bogor. Skripsi.
Tidak dipublikasikan.
Sudarna, N. S. 1990. Anatomi Batang Kelapa (Cocos nucifera L.). Jurnal
Penelitian Hasil Hutan, Vol. 7,No. 3. Pusat Litbang Hasil Hutan.Bogor.
59
Turner, R.D. 1966. A Survey and Illustrated Catalogue of The Teredinidae.
Harvard University, Cambridge, Mass.
, 1971. Identification of Marine Wood-Boring Mollusks. Marine Borers,
Fungi and Fouling Organisms of Wood. Organisation for Economics Cooperation and Development, Paris.
Tobing T. L. 1977. Pengawetan Kayu. Lembaga Kerjasama Fakultas Kehutanan.
Institut Pertanian Bogor.
LAMPIRAN
Lampiran 1. Data sifat fisik mekanik empat jenis kayu tanpa perendaman
Ulangan
Jenis Kayu
BJ
Kerapatan
(g/cm3)
KA
(%)
MOE
(kg/cm2)
MOR
(kg/cm2)
1
1
1
Rasamala
Nangka
Karet
Kelapa
(pangkal)
Kelapa
(tengah)
Kelapa
(ujung)
Rasamala
Nangka
Karet
Kelapa
(pangkal)
Kelapa
(tengah)
Kelapa
(ujung)
Rasamala
Nangka
Karet
Kelapa
(pangkal)
Kelapa
(tengah)
Kelapa
(ujung)
Rasamala
Nangka
Karet
Kelapa
(pangkal)
Kelapa
(tengah)
Kelapa
(ujung)
Rasamala
Nangka
Karet
Kelapa
(pangkal)
Kelapa
(tengah)
Kelapa
(ujung)
0.85
0.44
0.51
0.97
0.49
0.57
13.11
11.43
12.77
142387
67524
64155
1207
673
414
Tekan //
serat
(kg/cm2)
558
409
337
0.49
0.56
13.53
60760
463
245
0.43
0.49
12.96
48578
416
381
0.24
0.77
0.57
0.52
0.28
0.87
0.64
0.58
15.76
12.61
12.01
12.69
6985
145587
66607
88936
87
1073
580
433
32
605
369
333
0.54
0.61
14.36
65859
465
221
0.52
0.59
13.11
49046
379
303
0.37
0.87
0.52
0.47
0.43
0.99
0.58
0.53
14.36
12.87
12.30
12.36
18224
130674
78783
76334
173
1122
452
459
136
435
374
301
0.43
0.50
14.23
49657
401
258
0.50
0.56
13.06
62320
445
129
0.27
0.86
0.58
0.59
0.31
0.97
0.65
0.66
14.82
12.71
12.30
12.13
6173
166257
67540
66657
59
1299
542
327
70
645
408
344
0.79
0.90
14.67
77947
561
296
0.59
0.67
13.15
73253
490
296
0.24
0.86
0.55
0.59
0.28
0.99
0.62
0.67
15.58
14.21
12.86
12.66
11679
120564
72241
97579
120
1105
519
790
72
434
381
324
0.77
0.88
14.50
60077
522
465
0.64
0.73
13.29
82821
591
118
0.30
0.35
15.00
6015
59
59
1
1
1
2
2
2
2
2
2
3
3
3
3
3
3
4
4
4
4
4
4
5
5
5
5
5
5
61
Lampiran 2. Data sifat fisik mekanik beberapa jenis kayu dengan perendaman
Ulangan
1
1
1
1
1
1
2
2
2
2
2
2
3
3
3
3
3
3
4
4
4
4
4
4
5
5
5
5
5
5
Jenis Kayu
Rasamala
Nangka
Karet
Kelapa
(pangkal)
Kelapa
(tengah)
Kelapa
(ujung)
Rasamala
Nangka
Karet
Kelapa
(pangkal)
Kelapa
(tengah)
Kelapa
(ujung)
Rasamala
Nangka
Karet
Kelapa
(pangkal)
Kelapa
(tengah)
Kelapa
(ujung)
Rasamala
Nangka
Karet
Kelapa
(pangkal)
Kelapa
(tengah)
Kelapa
(ujung)
Rasamala
Nangka
Karet
Kelapa
(pangkal)
Kelapa
(tengah)
Kelapa
(ujung)
BJ
Kerapatan
(g/cm3)
KA
(%)
MOE
(kg/cm2)
MOR
(kg/cm2)
0.78
0.50
0.42
0.91
0.56
0.50
15.58
13.03
19.37
64023
59765
31162
621
421
156
Tekan //
Serat
(kg/cm2)
300
371
37
0.26
0.36
36.26
16051
128
51
0.37
0.46
24.37
19744
120
48
0.24
0.83
0.54
0.49
0.33
1.00
0.61
0.59
39.01
19.52
14.45
18.63
30493
105807
68490
54450
239
767
796
264
44
437
319
98
0.41
0.53
27.90
43479
351
178
0.36
0.45
24.07
23535
118
65
0.28
0.79
0.51
0.44
0.36
0.91
0.59
0.52
29.17
15.56
14.85
18.10
3234
115123
71060
24727
24
839
469
140
67
272
301
31
0.44
0.54
24.29
13448
130
186
0.46
0.56
21.10
33595
182
112
0.30
0.71
0.48
0.30
0.37
0.82
0.55
0.36
25.87
15.79
14.40
20.04
13519
94845
60895
12147
81
588
561
55
116
247
335
16
0.40
0.49
24.06
38859
305
153
0.52
0.62
17.80
44214
286
160
0.30
0.82
0.54
0.30
0.38
0.97
0.61
0.37
27.78
18.97
14.26
21.37
12638
133500
59053
25658
85
921
610
111
143
503
367
30
0.55
0.66
18.67
68871
396
404
0.43
0.52
21.73
31143
172
123
0.22
0.30
38.22
9719
74
123
62
Lampiran 3. Hasil Uji-T sifat fisik mekanik kayu rasamala
Levene's Test
for Equality of
Variances
t-test for Equality of Means
Parameter
F
Sig.
t
Sig. (2tailed)
df
Mean
Difference
Std. Error
Difference
95% Confidence
Interval of the
Difference
Lower
berat
jenis
Equal
variances
assumed
0.04
2
0.842
Equal
variances
not
assumed
Kerapatan
3
(g/cm )
Equal
variances
assumed
0.55
3
0.478
Equal
variances
not
assumed
kadar air
(%)
Equal
variances
assumed
22.1
65
0.002
Equal
variances
not
assumed
kekakuan
lentur
Equal
variances
assumed
0.56
4
0.474
Upper
2.098
8
0.069
0.059
0.028
-0.006
0.124
2.098
7.75
4
0.07
0.059
0.028
-0.006
0.125
0.939
8
0.375
0.035
0.038
-0.051
0.122
0.939
7.17
0.378
0.035
0.038
-0.053
0.124
-4.273
8
0.003
-3.988
0.933
-6.140
-1.836
-4.273
4.84
2
0.009
-3.988
0.933
-6.410
-1.565
2.768
8
0.024
38434
13884
6418
70451
2.768
6.96
6
0.028
38434
13884
5572
71297
5.482
8
0.001
414
75
240
588
5.482
6.85
8
0.001
414
75
234
593
2.775
8
0.024
184
66
31
337
2.775
7.85
3
0.025
184
66
31
337
2
(kg/cm )
Equal
variances
not
assumed
kekuatan
lentur
Equal
variances
assumed
1.51
4
0.254
2
(kg/cm )
Equal
variances
not
assumed
keteguhan
tekan
Equal
variances
assumed
0.33
9
0.577
(kg/cm2)
Equal
variances
not
assumed
63
Lampiran 4. Hasil Uji-T sifat fisik mekanik kayu nangka
Levene's Test for
Equality of
Variances
Parameter
F
Sig.
t
df
t-test for Equality of Means
Std.
Sig.
Mean
Error
(2Differe
Differe
tailed)
nce
nce
95% Confidence
Interval of the
Difference
Lower
berat jenis
Equal
variances
assumed
2.257
0.171
Equal
variances
not
assumed
Kerapatan
3
(g/cm )
Equal
variances
assumed
2.071
0.188
Equal
variances
not
assumed
kadar air
(%)
Equal
variances
assumed
0.169
0.692
Equal
variances
not
assumed
kekakuan
lentur
Equal
variances
assumed
0.33
0.581
Upper
0.685
8.00
0.513
0.02
0.03
-0.04
0.08
0.685
5.56
0.521
0.02
0.03
-0.05
0.09
0.345
8.00
0.739
0.01
0.03
-0.06
0.08
0.345
5.66
0.742
0.01
0.03
-0.07
0.09
-5.212
8.00
0.001
-2.02
0.39
-2.91
-1.12
-5.212
7.43
0.001
-2.02
0.39
-2.92
-1.11
1.988
8.00
0.082
6686
3364
-1071
14444
1.988
7.95
0.082
6686
3364
-1080
14452
-0.243
8.00
0.814
-18
75
-190
154
-0.243
6.28
0.816
-18
75
-199
163
3.078
8.00
0.015
49
16
12
86
3.078
6.71
0.019
49
16
11
88
2
(kg/cm )
Equal
variances
not
assumed
kekuatan
lentur
Equal
variances
assumed
1.103
0.324
2
(kg/cm )
Equal
variances
not
assumed
keteguhan
tekan
Equal
variances
assumed
1.5
0.256
2
(kg/cm )
Equal
variances
not
assumed
64
Lampiran 5. Hasil Uji-T sifat fisik mekanik kayu karet
Levene's Test for
Equality of
Variances
Parameter
F
Sig.
t
df
t-test for Equality of Means
Std.
Mean
Error
Sig. (2Differe
Differe
tailed)
nce
nce
95% Confidence
Interval of the
Difference
Lower
berat jenis
Kerapatan
(g/cm3)
kadar air
(%)
kekakuan
lentur
Equal
variances
assumed
Equal
variances
not
assumed
Equal
variances
assumed
Equal
variances
not
assumed
Equal
variances
assumed
5.671
0.114
0.044
0.042
0.843
Equal
variances
not
assumed
Equal
variances
assumed
(kg/cm2)
keteguhan
tekan
3.146
0.125
Equal
variances
not
assumed
Equal
variances
assumed
(kg/cm2)
kekuatan
lentur
2.944
1.608
0.24
Equal
variances
not
assumed
Equal
variances
assumed
(kg/cm2)
1.023
Equal
variances
not
assumed
0.341
Upper
3.14
8.00
0.014
0.14
0.05
0.04
0.25
3.14
6.63
0.017
0.14
0.05
0.03
0.25
2.59
8.00
0.032
0.13
0.05
0.01
0.25
2.59
6.53
0.038
0.13
0.05
0.01
0.26
-11.95
8.00
0
-6.98
0.58
-8.32
-5.63
-11.95
4.35
0
-6.98
0.58
-8.55
-5.41
5.19
8.00
0.001
49103
9453
27304
70902
5.19
7.95
0.001
49103
9453
27281
70926
3.92
8.00
0.004
340
87
140
539
3.92
5.43
0.01
340
87
122
557
17.57
8.00
0
285
16
248
323
17.57
6.00
0
285
16
246
325
65
Lampiran 6. Hasil Uji-T sifat fisik mekanik batang kelapa bagian pangkal
Parameter
Levene's Test for
Equality of
Variances
F
Sig.
t-test for Equality of Means
t
df
Sig. (2tailed)
Mean
Differe
nce
Std. Error
Difference
95% Confidence
Interval of the
Difference
Lower
berat
jenis
Upper
Equal
variances
assumed
3.586
0.095
2.20
8.00
0.059
0.19
0.09
-0.01
0.39
2.20
6.74
0.065
0.19
0.09
-0.02
0.40
1.79
8.00
0.111
0.17
0.10
-0.05
0.40
1.79
6.30
0.121
0.17
0.10
-0.06
0.41
-4.11
8.00
0.003
-11.98
2.91
-18.69
-5.26
-4.11
4.04
0.014
-11.98
2.91
-20.04
-3.92
2.40
8.00
0.043
26718
11122
1070
52367
2.40
5.58
0.056
26718
11122
-998
54435
3.54
8.00
0.008
220
62
77
364
3.54
5.81
0.013
220
62
67
374
1.42
8.00
0.194
103
72
-64
270
1.42
7.45
0.197
103
72
-67
272
Equal
variances
not
assumed
Kerapata
n
Equal
variances
assumed
(g/cm3)
4.976
0.056
Equal
variances
not
assumed
kadar air
(%)
Equal
variances
assumed
6.362
0.036
Equal
variances
not
assumed
kekakuan
lentur
Equal
variances
assumed
(kg/cm2)
2.61
0.145
Equal
variances
not
assumed
kekuatan
lentur
Equal
variances
assumed
(kg/cm2)
6.693
0.032
Equal
variances
not
assumed
keteguha
n tekan
Equal
variances
assumed
(kg/cm2)
0.12
0.738
Equal
variances
not
assumed
66
Lampiran 7. Hasil Uji-T sifat fisik mekanik batang kelapa bagian tengah
Levene's Test for
Equality of
Variances
Parameter
F
Sig.
t
df
t-test for Equality of Means
Std.
Mean
Error
Sig. (2Differe
Differe
tailed)
nce
nce
95% Confidence
Interval of the
Difference
Lower
berat
jenis
Equal
variances
assumed
0.273
0.616
Upper
2.29
8.00
0.052
0.11
0.05
0.00
0.22
2.29
7.73
0.053
0.11
0.05
0.00
0.22
1.66
8.00
0.136
0.09
0.05
-0.03
0.21
1.66
7.44
0.139
0.09
0.05
-0.04
0.21
-7.31
8.00
0
-8.70
1.19
-11.44
-5.96
-7.31
4.02
0.002
-8.70
1.19
-12.00
-5.40
4.12
8.00
0.003
32758
7947
14431
51084
4.12
6.77
0.005
32758
7947
13834
51681
6.05
8.00
0
288
48
178
398
6.05
7.75
0
288
48
178
399
2.57
8.00
0.033
144
56
15
272
2.57
5.19
0.048
144
56
1
286
Equal
variances
not
assumed
Kerapatan
(g/cm3)
Equal
variances
assumed
0.506
0.497
Equal
variances
not
assumed
kadar air
(%)
Equal
variances
assumed
6.948
0.03
Equal
variances
not
assumed
kekakuan
lentur
Equal
variances
assumed
(kg/cm2)
1.495
0.256
Equal
variances
not
assumed
kekuatan
lentur
Equal
variances
assumed
(kg/cm2)
0.267
0.619
Equal
variances
not
assumed
keteguhan
tekan
Equal
variances
assumed
(kg/cm2)
9.269
0.016
Equal
variances
not
assumed
67
Lampiran 8. Hasil Uji-T sifat fisik mekanik batang kelapa bagian ujung
Levene's Test for
Equality of
Variances
Sumber Keragaman
F
Sig.
t
df
t-test for Equality of Means
Std.
Mean
Error
Sig. (2Differe
Differe
tailed)
nce
nce
95% Confidence
Interval of the
Difference
Lower
Equal
variances
assumed
berat
jenis
0.655
0.442
Equal
variances
not
assumed
Kerapatan
(g/cm3)
Equal
variances
assumed
1.701
0.228
Equal
variances
not
assumed
kadar air
(%)
Equal
variances
assumed
39.363
0
Equal
variances
not
assumed
kekakuan
lentur
Equal
variances
assumed
0.593
0.463
Upper
0.69
8.00
0.512
0.02
0.03
-0.05
0.09
0.69
6.90
0.515
0.02
0.03
-0.05
0.09
-0.68
8.00
0.517
-0.02
0.03
-0.09
0.05
-0.68
6.08
0.523
-0.02
0.03
-0.10
0.05
-6.12
8.00
0
-16.91
2.76
-23.28
-10.54
-6.12
4.07
0.003
-16.91
2.76
-24.53
-9.29
-0.81
8.00
0.443
-4105
5090
-15843
7632
-0.81
6.01
0.451
-4105
5090
-16557
8346
-0.02
8.00
0.982
-1
42
-98
96
-0.02
6.49
0.982
-1
42
-102
100
-0.98
8.00
0.356
-25
25
-83
34
-0.98
7.94
0.356
-25
25
-83
34
(kg/cm2)
Equal
variances
not
assumed
kekuatan
lentur
Equal
variances
assumed
0.492
0.503
(kg/cm2)
Equal
variances
not
assumed
keteguhan
tekan
Equal
variances
assumed
0.515
0.493
2
(kg/cm )
Equal
variances
not
assumed
68
Lampiran 9. Tabel sidik ragam sifat fisik mekanik beberapa jenis kayu tanpa
perendaman
ANOVA
Sumber Keragaman
berat jenis
Jumlah Kuadrat
Derajat
Bebas
Kuadrat
Tengah
F
Sig.
Perlakuan
0.80
5.00
0.16
21.83
0.000
0.18
0.97
24.00
29.00
0.01
1.01
5.00
0.20
20.95
0.000
0.23
1.24
24.00
29.00
0.01
30.30
5.00
6.06
5.17
35.46
24.00
29.00
0.22
28.14
0.000
44218950431
3546771955
47765722386
5
24
29
8843790086
147782165
60
0.000
2960069
237965
3198035
5
592014
60
0.000
24
29
9915
587375
138793
726168
5
24
29
117475
5783
20
0.000
Sisa
Kerapatan
(g/cm3)
Total
Perlakuan
Sisa
Total
kadar air
(%)
kekakuan
lentur
(kg/cm2)
kekuatan
lentur
(kg/cm2)
keteguhan
tekan
(kg/cm2)
Perlakuan
Sisa
Total
Perlakuan
Sisa
Total
Perlakuan
Sisa
Total
Perlakuan
Sisa
Total
Lampiran 10. Uji lanjutan Duncan berat jenis beberapa jenis kayu tanpa
perendaman
jenis kayu
Subset for alpha = .05
N
1
kelapa
(ujung)
nangka
karet
kelapa
(tengah)
kelapa
(pangkal)
rasamala
Sig.
5
2
3
0.29
5
5
0.53
0.53
5
0.54
5
0.60
5
0.84
1
0.23
1
69
Lampiran 11. Uji lanjutan Duncan kerapatan beberapa jenis kayu tanpa
perendaman
jenis kayu
N
Subset for alpha = .05
2
1
kelapa
(ujung)
5
nangka
karet
5
5
0.60
0.60
kelapa
(tengah)
5
0.61
kelapa
(pangkal)
5
0.69
rasamala
5
3
0.33
0.96
Sig.
1
0.17
1
Lampiran 12. Uji lanjutan Duncan kadar air beberapa jenis kayu tanpa
perendaman
jenis kayu
Subset for alpha = .05
N
1
2
nangka
5
12.18
karet
5
12.52
rasamala
5
13.10
kelapa
tengah
5
13.12
kelapa
pangkal
5
kelapa
ujung
5
3
4
12.52
14.26
15.10
Sig.
0.255
0.067
1
1
Lampiran 13. Uji lanjutan Duncan MOE beberapa jenis kayu tanpa
perendaman
jenis kayu
Subset for alpha = .05
N
1
2
kelapa ujung
5
kelapa
pangkal
5
62860
kelapa
tengah
5
63204
nangka
5
70539
karet
5
78732
rasamala
5
Sig.
3
9815
141094
1
0.069
1
70
Lampiran 14. Uji lanjutan Duncan MOR beberapa jenis kayu tanpa perendaman
Subset for alpha = .05
jenis kayu
N
kelapa ujung
5
kelapa
tengah
5
464
kelapa
pangkal
5
482
karet
5
485
nangka
5
553
rasamala
5
1
2
3
100
1161
Sig.
1
0.208
1
Lampiran 15. Uji lanjutan Duncan keteguhan tekan sejajar serat beberapa jenis
kayu tanpa perendaman
jenis kayu
Subset for alpha = .05
N
1
2
3
4
kelapa
ujung
5
kelapa
tengah
5
245
kelapa
pangkal
5
297
297
karet
5
328
328
nangka
5
rasamala
5
74
388
536
Sig.
1
0.118
0.085
1
Lampiran 16. Tabel sidik ragam sifat fisik mekanik beberapa jenis kayu dengan
perendaman
ANOVA
Sumber Keragaman
berat jenis
kerapatan
kadar air
kekakuan
lentur
Jumlah
Kuadrat
Derajat bebas
Kuadrat
tengah
Perlakuan
0.77
5
0.15
Sisa
Total
Perlakuan
Sisa
Total
Perlakuan
Sisa
Total
0.11
0.88
0.93
0.13
1.06
1046.06
372.64
1418.70
24
29
5
24
29
5
24
29
0.00
Perlakuan
25825879972
Sisa
Total
6577697747
32403577719
F
Sig.
34.218
0.000
0.19
0.01
34.046
0.000
209.21
15.53
13.474
0.000
5
5165175994
18.846
0.000
24
29
274070739
71
kekuatan
lentur
keteguhan
tekan
Perlakuan
1738037
5
347607
Sisa
Total
296108
2034145
24
29
12338
Perlakuan
431174
5
86235
Sisa
Total
139805
570979
24
29
5825
28.174
0.000
14.804
0.000
Lampiran 17. Uji lanjutan Duncan berat jenis beberapa jenis kayu dengan
perendaman
jenis kayu
Subset for alpha = .05
N
1
2
kelapa
(ujung)
5
karet
5
0.39
kelapa
(pangkal)
5
0.41
kelapa
(tengah)
5
0.43
nangka
5
rasamala
5
3
4
0.27
0.43
0.51
0.79
Sig.
1
0.398
0.065
1
Lampiran 18. Uji lanjutan Duncan kerapatan beberapa jenis kayu dengan
perendaman
Subset for alpha = .05
jenis kayu
N
1
2
3
kelapa (ujung)
5
karet
5
0.47
kelapa
(pangkal)
5
0.52
0.52
kelapa
(tengah)
5
0.52
0.52
nangka
5
rasamala
5
Sig.
4
0.35
0.58
0.92
1
0.274
0.187
1
72
Lampiran 19. Uji lanjutan Duncan kadar air beberapa jenis kayu dengan
perendaman
jenis kayu
Subset for alpha = .05
N
1
2
3
nangka
5
14.20
rasamala
5
17.09
17.09
karet
5
19.50
19.50
kelapa (tengah)
5
kelapa (pangkal)
5
kelapa (ujung)
5
21.82
4
21.82
26.24
32.01
Sig.
0.054
0.084
0.089
1
Lampiran 20. Uji lanjutan Duncan MOE beberapa jenis kayu dengan perendaman
jenis kayu
Subset for alpha = .05
N
1
kelapa (ujung)
5
13921
karet
5
29629
kelapa (tengah)
5
30446
kelapa (pangkal)
5
36142
nangka
rasamala
5
5
2
3
63853
102659
Sig.
0.062
1
1
Lampiran 21. Uji lanjutan Duncan MOR beberapa jenis kayu dengan perendaman
Subset for alpha = .05
jenis kayu
N
kelapa (ujung)
5
101
karet
5
145
145
kelapa (tengah)
5
176
176
kelapa (pangkal)
5
nangka
5
rasamala
5
Sig.
1
2
3
4
262
571
747
0.323
0.128
1
1
73
Lampiran 22. Uji lanjutan Duncan keteguhan tekan sejajar serat beberapa jenis
kayu dengan perendaman
Jenis Kayu
Subset for alpha = .05
N
1
2
3
karet
5
42
kelapa (ujung)
5
98
98
kelapa (tengah)
5
102
102
kelapa (pangkal)
5
nangka
5
339
Rasamala
5
352
194
Sig.
0.255
0.071
0.791
Lampiran 23. Tabel sidik ragam intensitas serangan penggerek kayu di laut pada
beberapa jenis kayu dengan perendaman
ANOVA
Sumber
Keragaman
Between Groups
Within Groups
Total
Jumlah
Kuadrat
Derajat
bebas
Kuadrat
Tengah
14900.979
2609.445
17510.423
5
24
29
2980.196
108.727
F
Sig.
27.410
.000
Lampiran 24. Uji lanjutan Duncan intensitas serangan penggerek kayu di laut pada
beberapa jenis kayu dengan perendaman
Jenis Kayu
N
Subset for alpha = .05
1
2
3
nangka
kelapa
(pangkal)
rasamala
kelapa
(tengah)
5
0.51
5
7.77
7.77
5
13.37
13.37
13.37
16.16
16.16
kelapa (ujung)
5
karet
Sig.
5
5
4
23.99
0.076
0.241
0.14
68.94
1
74
Lampiran 25. Korelasi antar intensitas serangan dan parameter lainnya pada empat jenis kayu dengan perendaman
Parameter
intensitas
serangan
berat
jenis
kerapatan
Correlations
kadar
kekakuan
air
lentur
kekuatan
lentur
keteguhan
tekan
Pearson
Correlation
1,000
-0,339
-0,353
0,032
-0,404*
-0,503**
-0,612**
intensitas
Sig. (2serangan
tailed)
.
0,067
0,055
0,867
0,027
0,005
0,000
N
30,000 30,000
30,000 30,000
30,000
30,000
30,000
Keterangan : * = terdapat korelasi nyata (selang kepercayaan 95%); ** = terdapat korelasi yang sangat nyata (selang
kepercayaan 99%)
75
Lampiran 26. Gambar penggerek kayu di laut yang ditemukan
Martessia striata Linne.
Palet Bankia campanellata Moll/Roch.
Sphaeroma sp. (tampak atas)
Dicyathifer manni Wright.
Palet Teredo bartschi Clapp.
Sphaeroma sp. (tampak bawah)
Download