BAB I 1.1 Latar Belakang Masalah Perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) sekarang ini semakin bertambah jumlahnya. Ini menunjukkan semakin banyak pula transaksi saham yang terjadi di BEI. Investor pasti menginginkan adanya tingkat pengembalian yang lebih tinggi dibandingkan pengorbanan yang telah dikeluarkan untuk mendapatkan investasi tersebut. Investasi adalah suatu istilah dengan beberapa pengertian yang berhubungan dengan keuangan dan ekonomi. Istilah tersebut berkaitan dengan akumulasi suatu bentuk aset dengan suatu harapan mendapatkan keuntungan dimasa depan. Terkadang, investasi disebut juga sebagai penanaman modal. Pasar modal merupakan tempat bagi para investor untuk melakukan aktivitas investasi. Salah satu produk investasi yang ada di pasar modal adalah investasi saham. Investor dalam menginvestasikan dananya ke suatu perusahaan (saham) akan dihadapkan pada return investasi dalam bentuk dividen dan capital gain. Capital gain merupakan keuntungan modal yang diperoleh dari selisih antara harga beli dan harga jual saham, sedangkan dividen adalah porsi laba bersih yang dibagikan oleh perusahaan kepada para pemegang saham. Besarnya jumlah dividen yang dibagikan tergantung pada besarnya laba yang diperoleh dan kebijakan dividen yang ditetapkan oleh perusahaan (Amah,2012) Apabila perusahaan memilih untuk membagikan laba sebagai dividen, maka akan mengurangi laba ditahan dan nantinya mengurangi total dana intern. Sebaliknya, jika memilih untuk menahan laba yang akan diperoleh, maka kemampuan pembentukan dana intern akan semakin besar. Oleh sebab itu, atas 1 dasar pertimbangan antara risiko dan hasil, pihak manajemen harus menetapkan kebijakan dividen yang optimal untuk menciptakan keseimbangan antara dividen saat ini dan pertumbuhan perusahaan di masa mendatang sehingga memaksimalkan harga saham (Margaretha, 2004). Kebijakan dividen adalah proses penentuan penggunaan pendapatan (earning) perusahaan dalam satu tahun untuk dibayarkan kepada para pemegang saham sebagai dividen atau untuk digunakan perusahaan tersebut sebagai laba yang ditahan (retained earnings). Disini terlihat kemungkinan timbulnya perbedaan kepentingan antara pemegang saham dan manajemen. Adanya perbedaan kepentingan ini menimbulkan permasalahan dan dalam menyelaraskan perbedaan kepentingan antara pemegang saham dan manajemen diperlukan adanya biaya yang disebut agency cost. Agency cost itu sendiri merupakan biaya yang dikeluarkan oleh pemegang saham untuk membayar agent dalam memantau dan memastikan manajer bertindak konsisten sesuai dengan persetujuan kontrak antara manajer, pemegang saham dan kreditur, dengan demikian agency cost merupakan faktor yang mempengaruhi kebijakan dividen. Agency cost terdiri dari insider ownership, dispersion of ownership, dan institutional ownership. Menurut Sjahrial (2012) kebijakan dividen merupakan suatu keputusan apakah laba yang diperoleh perusahaan akan di bagikan kepada pemegang saham sebagai dividen atau akan ditahan dalam bentuk laba ditahan guna pembiayaan investasi di masa yang akan datang. Pada tahap selanjutnya laba yang ditahan merupakan salah satu sumber dana yang paling penting untuk pembiayaan pertumbuhan perusahaan. Makin besar pembiayaan perusahaan yang berasal dari: laba yang ditahan di tambah penyusutan aktiva tetap, maka makin kuat posisi finansial perusahaan tersebut. Dari seluruh laba yang diperoleh perusahaan sebagian dibagikan kepada pemegang saham berupa dividen. Mengenai penentuan 2 besarnya dividen yang akan dibandingkan itulah yang merupakan kebijakan dividen dari pimpinan perusahaan. Kebijakan dividen sangat penting karena mempengaruhi kesempatan investasi perusahaan, harga saham, struktur finansial, arus pendanaan dan posisi likuiditas. Dengan perkataan lain, kebijakan dividen menyediakan informasi mengenai performa (performance) perusahaan. Oleh karena itu, masing-masing perusahaan menetapkan kebijakan dividend yang berbeda-beda, karena kebijakan dividen berpengaruh terhadap nilai perusahaan dalam membayar dividen kepada para pemegang sahamnya, maka perusahaan mungkin tidak dapat mempertahankan dana yang cukup untuk membiayai pertumbuhannya di masa mendatang. Sebaliknya, maka saham perusahaan menjadi tidak menarik bagi perusahaan. Oleh karena itu, perusahaan harus dapat mempertimbangkan antara besarnya laba yang akan ditahan untuk mengembangkan perusahaan (Nurmala, 2006). Pembagian dividen merupakan fenomena yang sangat menarik untuk diteliti, selain alasan pembagian dividen saham mengindikasi bahwa perusahaan sedang mengekspresikan kepercayaan diri (confidents) terhadap pemegang saham, tetapi disisi lain perusahaan tidak membagikan dividen karena perusahaan sedang mengalami kepentingan kas atau alasan perusahaan memperbesar laba ditahan untuk melakukan reinvestasi. Secara umum, pemegang saham menginginkan dividen lebih besar dari sebelumnya, sedangkan manajemen lebih suka menahan laba (retained earnings). Mereka minta pemegang saham untuk mengorbankan kepentingan mereka saat ini, demi kelangsungan perusahaan dan keuntungan jangka panjang mereka juga. Selalu terjadi argumen teoritis, yang mendukung reinvestasi laba ke dalam bisnis, bila laba ditahan tersebut bisa diandalkan menghasilkan kenaikan laba yang lebih besar. Namun, ada argumen penolak yang 3 kuat, misalnya laba tersebut adalah milik pemegang saham,dan mereka berhak mendapatkannya dalam batas yang pantas (Admin, 2012). Bagi para investor faktor stabilitas dividen akan lebih menarik daripada dividend payout ratio yang tinggi. Stabilitas ini dalam arti tetap memperhatikan tingkat pertumbuhan perusahaan, yang ditunjukan oleh koefisien arah yang positif. Bagi investor pembayaran dividen yang stabil merupakan indikator prospek perusahaan yang stabil . dengan demikian resiko perusahaan juga relatif lebih rendah dibandingkan dengan perusahaan yang tidak stabil membagikan dividen (Sartono, 2001). Dari pernyataan tersebut dapat diketahui bahwa investor menginginkan dividen yang stabil untuk setiap tahunnya, namun pada faktanya dividen yang dibagikan pada setiap perusahaan setiap tahunnya tidak stabil dan fluktuatif. Tabel 1.1 Fenomena gap Nilai rata-rata Devidend Payout Ratio Sampel pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEI periode 2008-2012 Tahun 2010 2011 2012 2013 Devidend Payout Ratio (%) 35,37 43,19 34,94 47,57 Sumber : L/K Audit 2008-2012 dan ICMD Berdasarkan tabel diatas diketahui telah terjadi fenomena gap yaitu adanya perbedaan data yang ada pada perusahaan sampel tahun 2010-2013. Pada variabel DPR pada tahun 2010 menunjukan nilai rata-rata sebesar 35,37 % hasil yang tidak 4 konsistensi pada tahun 2012 yang mengalami penurunan, namun pada periode berikutnya tahun 2013 mengalami peningkatan kembali menjadi 47,57 %. Kecenderungan menurunnya nilai DPR ini menandakan turunnya prosentase keuntungan yang dapat dinikmati oleh para investor dalam bentuk dividen. Sementara itu jika diperhatikan model harga saham untuk satu perusahaan yang mengalami pertumbuhan konstan menunjukkan bahwa pembayaran dividen yang lebih besar cenderung akan meningkatkan nilai saham. Kemudian meningkatnya harga saham berarti meningkatnya nilai perusahaan. Namun pembayaran dividen yang semakin besar juga akan mengurangi kemampuan perusahaan untuk investasi sehingga justru akan menurunkan tingkat pertumbuhan perusahaan dan selanjutnya akan menurunkan nilai saham. Dengan demikian penundaan pembayaran dividen kepada pemegang saham untuk keperluan investasi yang menguntungkan (apabila return lebih besar dari biaya modal) akan menaikkan harga saham (pada pasar modal yang sempurna). Pada pasar modal yang tidak sempurna, pembayaran dividen untuk menaikkan nilai saham akan sangat merugikan karena harus membayar biaya fluktuasi. Selanjutnya dari hasil penelitian terdahulu terdapat faktor-faktor yang mempengaruhi kebijakan dividen dihasilkan kesimpulan yang tidak konsisten. Berikut pada tabel 1.1 disajikan research gap penelitian terdahulu : Tabel 1.2 Research Gap Penelitian Terdahulu NO PENELITI DAN TAHUN VARIABEL 1 Habib Dwi Santoso dan Andri Prastiwi (2012) Variabel Dependen : Kebijakan Dividen Variabel Independen : Leverage, Pertumbuhan perusahaan, Corrateralizable 5 METODE ANALISIS Analisis : Regresi Linier Berganda, Uji t. HASIL -Leverage berpengaruh negatif dan signifikan terhadap kebijakan dividen -pertumbuhan perusahaan berpengaruh negatif dan signifikan terhadap kebjikan dividen Assets, Kepemilikan Institusional. 2 Rahmawati (2011) Varibel Dependen : Kebijakan Dividen Variabel Independen : Pertumbuhan perusahaan, Kepemilikan Institusional, Resikon Perusahaan, Insider Ownership, Dispersion of Ownership 3 Nik Amah (2010) Varibel Dependen : Kebijakan Dividen Variabel Independen : Profitabilitas, Likuiditas, Kesempataan Investasi, Resiko perusahaan, Ukuran perusahaan 6 Analisis : Regresi Linier Berganda, Uji F, Uji t. Analisis : Regresi Linier Berganda, Uji F, Uji t - Corrateralizable Assets berpengaruh positif dan signifikan terhadap kebijakan dividen Kepemilikan institusional berpengaruh negatif dan signifikan terhadap kebijakan dividen (1) Insider ownership berpengaruh negatif dan tidak signifikan terhadap kebijakan dividen; (2) Institutional ownership, tingkat pertumbuhan dan risiko perusahaan berpengaruh negatif dan signifikan terhadap kebijakan dividen, (3) serta Dispersion of ownership berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap kebijakan dividen. -Profitabilitas berpengaruh positif terhadap kebijakan dividen perusahaan -Likuiditas perusahaan berpengaruh positif terhadap kebijakan dividen perusahaan -Kesempatan investasi berpengaruh negatif terhadap kebijakan dividen perusahaan -Resiko perusahaan berpengaruh positif terhadap kebijakan dividen perusahaan -Ukuran perusahaan berpengaruh positif terhadap 4 Ita Lopolusi (2013) Variabel Dependen: Kebijakan Dividen Analisis : Regresi Linier Berganda, Uji F, Uji t. Variabel Independen : Pertumbuhan perusahaan, Profitabilitas, Likuiditas, Ukuran badan usaha, Hutang, Free Cash Flow 5 Junius Menafati Waruwu Muhammad Nuryatno Amin (2014) Variabel dependen : Kebijakan dividen Variabel Independen : Kepemilikan Institusional, Insider Ownership, Dispersion Of Ownership, Siklus Kehidupan Perusahaan. Sumber : Berbagai Jurnal Penelitian 7 Analisis : Regresi Linier Berganda, Uji F, Uji t. kebijakan dividen perusahaan. -Pertumbuhan perusahaan berpengaruh negatif signifikan terhadap kebijakan dividen -Profitabilitas berpengaruh positif signifikan terhadap kebijakn dividen -Likuiditas berpengaruh positif signifikan terhadap kebijakan dividen -Ukuran badab usaha berpengaruh positif signifikan terhadap kebijiakan dividen -Hutang berpengaruh negatif signifikan terhadap kebijakan dividen -Free Cash flow berpengaruh positif signifikan terhadap kebijakan dividen -Kepemilikan institusional berpengaruh positif signifikan terhadap kebijakan dividen -Insider Ownership berpengaruh positif tidak signifikan terhadap kebijakan dividen, - Dispersion Of Ownership berpengaruh positif tidak signifikan terhadap kebijakan dividen -Siklus kehidupan perusahaan berpengaruh positif tidak signifikan terhadap kebijakan dividen Berdasarkan uraian di atas maka pada penelitian ini mengunakan teknik analisis jalur (path analysis) dan mengambil judul “ Faktor-faktor yang Mempengauhi Kebijakan Dividen Studi Pada Perusahaan Go Public di Bursa Efek Indonesia tahun 2010-2013 )”. 1.2 Rumusan Masalah Berdasarkan latar belakang sebagaimana telah diuraikan diatas, terdapat perbedaan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti terdahulu sehingga hasil-hasil penelitian tersebut belum dapat digeneralisasi dan perlu dilakukan penelitian lanjutan. Berdasarkan fenomena penurunan pembayaran dividen ini tentunya akan berpengaruh terhadap minat investor dalam menanamkan modalnya. Apabila hal ini terus terjadi maka tentunya kinerja perusahaan akan menurun. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian mengenai faktor-faktor apa saja yang dapat mempengaruhi kebijakan dividen. Perumusan masalah dari penelitian ini adalah adanya research gap dari hasil penelitian yang inkonsisten tentang pengaruh kepemilikan institusional, insider ownership dan dispersion of ownership terhadap kebijakan dividen. Secara rinci pemasalahan penelitian ini dapat diajukan pertanyaan penelitian ( research questions ) sebagai berikut : 1. Apakah kepemilikan institusional berpengaruh signifikan terhadap kebijakan dividen? 2. Apakah insider ownership berpengaruh signifikan terhadap kebijakan dividen? 3. Apakah dispersion of ownership berpengaruh signifikan terhadap kebijakan dividen? 8 1.3 Tujuan dan Kegunaan Penelitian 1.3.1 Tujuan Penelitian Sesuai dengan permasalahan yang telah diajukan, maka tujuan penelitian ini adalah : 1. Menganalisis pengaruh kepemilikan institusional terhadap kebijakan dividen 2. Menganalisis pengaruh insider ownership terhadap kebijakan dividen 3. Menganalisis pengaruh dispersion of ownership terhadap kebijakan dividen 1.3.2 Manfaat Penelitian Manfaat dari penelitian ini ada 2, yaitu sebagai berikut : 1. Manfaat Teoritis Model yang dihasilkan dalam penelitian ini yang menjelaskan tentang pengaruh kepemilikan institusional, insider ownership, dan dispersion of ownership terhadap kebijakan dividen pada perusahaan-perusahaan yang go public di Bursa Efek Indonesia yang diharapkan dapat memberikan kontribusi empiris terhadap keberlakuan signaling theory dan agency theory. 2. Manfaat Praktis Dapat menjadi salah satu sumber informasi untuk memilih investasi pada bursa saham dan mengetahui faktor apa saja yang berpengaruh terhadap kebijakan dividen. 9 3. Aspek manajerial Hasil penelitian ini bagi perusahaaan adalah dapat digunakan sebagai salah satu acuan dalam rangka memonitor kebijakan yang akan diambil manajemen maupun pemegang saham dalam penentuan kebijakan dividen. 10 BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Landasan Teori 2.1.1 Pengertian Dividen Dividen merupakan hak pemegang saham biasa (common stock) untuk mendapatkan bagian dari keuntungan perusahaan. Jika perusahaaan memutuskan untuk membagi keuntungan dalam dividen, semua pemegang saham biasa mendapatkan haknya yang sama. Pembagian dividen untuk saham preferen (Abdul, 2010). Menurut Kolb (2000) dalam Agustinus (2012) kebijakan dividen penting karena dua alasan, yaitu : Pembayaran dividen mungkin akan mempengaruhi harga saham. Pendapatan yang ditahan (retained earning) biasanya merupakan sumber tambahan modal sendiri yang terbesar dan terpenting untuk pertumbuhan perusahaan. Kedua alasan tersebut merupakan dua sisi kepentingan perusahaan yang saling bertolak belakang. Agar kedua kepentingan itu dapat terpenuhi secara optimal, manajemen perusahaan seharusnya memutuskan secara hati-hati dan teliti, terhadap kebijakan dividen yang harus dipilih. Sartono (2001) mengungkapkan tujuan pembagian dividen adalah : a. Untuk memaksimumkan kemakmuran bagi para pemegang saham. Hal ini karena sebagian investor menanamkan dananya di pasar modal untuk memperoleh dividen dan tingginya dividen yang dibayarkan akan mempengaruhi harga saham. Para investor percaya tingginya dividen yang dibayarkan berarti bahwa prospek perusahaan dimasa yang akan datang bagus. b. Untuk menunjukan likuiditas perusahaan. Dengan dibayarkan dividen, diharapkan kinerja perusahaan dimata investor bagus. Sering dijumpai bahwa 11 sebagian perusahaan memberikan dividen dalam jumlah tetap untuk setiap periode. Hal ini dilakukan karena perusahaan ingin diakui oleh investor bahwa perusahaan yang bersangkutan mampu menghadapi gejolak ekonomi dan mampu memberikan hasil kepada investor. c. Sebagian investor memandang bahwa risiko dividen lebih rendah dibanding resiko capital gain. d. Untuk memenuhi kebutuhan para pemegang saham akan pendapatan tetap yang digunakan untuk keperluan konsumsi. e. Dividen dapat digunakan sebagai alat komunikasi antara manajer dan pemegang saham. Informasi secara keseluruhan tentang kondisi internal perusahaan sering tidak diketahui oleh investor sehingga melalui dividen pertumbuhan perusahaan dan prospek perusahaan bisa diketahui. Terdapat beberapa jenis dividen yang dapat dibayarkan kepada pemegang saham, sesuai pada posisi dan kemampuan perusahaan bersangkutan. Berikut ini adalah jenis – jenis bentuk dividen menurut (Ang,1997 dalam Adnanto, 2012): a. Cash Dividend (Dividen Tunai) Cash Dividend merupakan dividen yang dibayarkan dalam bentuk uang tunai. Pada umumnya cash dividend lebih disukai oleh para pemegang saham dan lebih sering dipakai perseroan jika dibandingkan dengan jenis dividen lainnya. b. Stock Dividend (Dividen Saham) Stock Dividen adalah dividen yang dibayarkan dalam bentuk saham, bukan dalam bentuk uang tunai. Pembayaran stock dividend juga harus disarankan adanya laba atau surplus yang tersedia, dengan adanya pembayaran dividen saham ini maka jumlah saham yang beredar meningkat, namun pembayaran 12 dividen saham ini tidak akan merubah posisi likuiditas perusahaan karena yang dibayarkan oleh perusahaan bukan merupakan bagian dari arus kas perusahaan. c. Property Dividend (Dividen Barang) Property Dividend adalah dividen yang dibayarkan dalam bentuk barang (aset selain kas). Property dividend yang dibagikan ini haruslah merupakan barang yang dapat dibagi-bagi atau bagian-bagian yang Homogeny serta penyerahannya kepada pemegang saham tidak akan mengganggu kontinuitas perusahaan. d. Scrip Dividend Scrip Dividen adalah dividen yang dibayarkan dalam bentuk surat (Scrip) janji hutang. Perseroan akan membayarkan sejumlah tertentu dan pada waktu tertentu, sesuai dengan yang tercantum dalam scrip tersebut. Pembayaran dalam bentuk ini akan menyebabkan perseroan mempunyai hutang jangka pendek kepada pemegang scrip. e. Liquidating Dividend Liquidating Dividend adalah dividen yang dibagikan berdasarkan pengurangan modal perusahaan, bukan berdasarkan keuntungan yang diperoleh perusahaan. 2.1.2 Kebijakan Dividen Menurut Sartono (2010) dalam Wicaksana (2012) kebijakan dividen (dividend policy) adalah keputusan apakah laba yang diperoleh akan dibagikan kepada pemegang saham sebagai dividen atau akan ditahan dalam bentuk laba ditahan guna pembiayaan investasi dimasa datang. Apabila perusahaan memilih 13 untuk membagikan laba sebagai dividen, maka akan mengurangi laba yang ditahan dan selanjutnya akan mengurangi total sumber dana intern atau internal financing. Nurhidayati (2006) mengemukakan bahwa informasi yang diberikan pada saat pengumuman dividen lebih berarti daripada pengumuman earning. Bagi para investor, dividen merupakan hasil yang diperoleh dari saham yang dimiliki, selain capital gain yang didapat apabila harga jual saham lebih tinggi dibanding harga belinya. Dividen tersebut didapat dari perusahaan sebagai distribusi yang dihasilkan dari operasi perusahaan. Kebijakan dividen menurut Martono dan D. Agus Harjito (2000) merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dengan keputusan pendanaan perusahaan. Kebijakan dividen (dividend policy) merupakan keputusan apakah laba yang diperoleh perusahaan pada akhir tahun akan dibagi kepada pemegang saham dalam bentuk dividen atau akan ditahan untuk menambah modal guna pembiayaan investasi di masa yang akan datang. Dr.Dermawan Sjahrial, M.M. (2002) menerangkan, perusahaan akan tumbuh dan berkembang, kemudian pada waktunya akan memperoleh keuntungan atau laba. Laba ini terdiri dari laba yang ditahan dan laba yang dibagikan.Pada tahap selanjutnya laba yang ditahan merupakan salah satu sumber dana yang paling penting untuk pembiayaan pertumbuhan perusahaan. Makin besar pembiayaan perusahaan yang berasal dari: laba yang ditahan di tambah penyusutan aset tetap, maka makin kuat posisi finansial perusahaan tersebut. Dari seluruh laba yang diperoleh perusahaan sebagian dibagikan kepada pemegang saham berupa dividen. Mengenai penentuan besarnya dividen yang akan 14 dibandingkan itulah yang merupakan kebijakan dividen dari pimpinan perusahaan. James C. Van Horne (2002) berpendapat, evaluasi pengaruh rasio pembayaran dividen terhadap kekayaan pemegang saham dapat dilakukan dengan melihat kebijakan dividen perusahaan sebagai keputusan pendanaan yang melibatkan laba di tahan. Setiap periode, perusahaan harus memutuskan apakah laba yang diperoleh akan ditahan atau didistribusikan sebagian atau seluruhnya pada pemegang saham sebagai dividen. Sepanjang perusahaan memiliki proyek investasi dengan pengembalian melebihi yang diminta, perusahaan akan menggunakan laba untuk mendanai proyek tersebut. Jika terdapat kelebihan laba setelah digunakan untuk mendanai seluruh kesempatan investasi yang diterima, kelebihan itu akan di distribusikan kepada pemegang saham dalam bentuk dividen kas. Jika tidak ada kelebihan, maka dividen tidak akan di bagikan. Kebijakan dividen dalam Werner R.Murhadi (2008:4) merupakan suatu kebijakan yang dilakukan dengan pengeluaran biaya yang cukup mahal, karena perusahaan harus menyediakan dana dalam jumlah besar untuk keperluan pembayaran dividen. Perusahaan umumnya melakukan pembayaran dividen yang stabil dan menolak untuk mengurangi pembayaran dividen. Hanya perusahaan dengan tingkat kemampuan laba yang tinggi dan prospek ke depan yang cerah, yang mampu untuk membagikan dividen. Banyak perusahaan yang selalu mengkomunikasikan bahwa perusahaannya memiliki prospektif dan menghadapi masalah keuangan sudah tentu akan kesulitan untuk membayar dividen. Hal ini berdampak pada perusahaan yang membagikan dividen, memberikan tanda pada pasar bahwa perusahaan tersebut memiliki prospek kedepan yang cerah dan mampu untuk mempertahankan tingkat kebijakan dividen yang telah ditetapkan 15 pada periode sebelumnya. Perusahaan dengan prospek ke depan yang cerah, akan memiliki harga saham yang semakin tinggi. Telah dinyatakan oleh Marlina dan Danica (2009) bahwa Kebijakan pembayaran dividen mempunyai pengaruh bagi pemegang saham dan perusahaan yang membayar dividen. Para pemegang saham umumnya menginginkan pembagian dividen yang relatif stabil karena hal tersebut akan mengurangi ketidakpastian akan hasil yang dihar apkan dari investasi yang mereka lakukan dan juga dapat meningkatkan kepercayaan saham terhadap perusahaan sehingga nilai saham juga dapat meningkat. Bagi perusahaan, pilihan untuk membagikan laba dalam bentuk dividen akan mengurangi sumber dana internalnya, sebaliknya jika perusahaan menahan labanya dalam bentuk laba ditahan maka kemampuan pembentukan dana internalnya akan semakin besar yang dapat digunakan untuk membiayai aktivitas perusahaan sehingga mengurangi ketergantungan perusahaan terhadap dana eksternal dan sekaligus akan memperkecil resiko perusahaan. Pembagian dividen yang diterima oleh pemegang saham jumlahnya tergantung pada jumlah lembar saham yang dimiliki. Pembagian dividen harus sesuai dengan kebutuhan perusahaan maupun kebutuhan pemegang saham. Pada saat perusahaan sedang mengalam i pertumbuhan (growth) dividen yang dibayarkan mungkin kecil agar memungkinkan perusahaan untuk menumpuk dana yang diperlukan pada saat pertumbuhan itu. Akan tetapi pada saat perusahaan berada pada maturity dimana penerimaan yang diperoleh sudah cukup besar, sedangkan kebutuhan penumpukan dana tidak begitu besar maka dividen yang dibayarkan dapat diperbesar. 2.1.3 16 Berbagai Macam Kebijakan Dividen Menurut Riyanto (2008) dalam Adnanto (2013) menyatakan bahwa ada macam-macam kebijakan dividen yang dilakukan oleh perusahaan antara lain sebagai berikut : 1. Kebijakan dividen yang stabil Banyak perusahaan yang menjalankan kebijakan dividen yang stabil, artinya jumlah dividen per lembar yang dibayarkan setiap tahunnya relatif tetap selama jangka waktu tertentu meskipun pendapatan per lembar saham setiap tahunnya berfluktuasi. 2. Kebijakan dividen dengan penetapan jumlah dividen minimal plus jumlah ekstra tertentu. Kebijakan ini menetapkan jumlah rupiah minimal dividen per lembar saham tiap tahunnya. Dalam keadaan keuangan yang lebih baik perusahaan akan membayarkan dividen ekstra diatas jumlah minimal tersebut. 3. Kebijakan dividen dengan penetapan dividend payout ratio yang konstan. Penetapan dividend payout ratio yang konstan, perusahaan yang menjalankan kebijakan ini misalnya 50%. Hal ini berarti bahwa jumlah dividen per lembar saham yang dibayarkan setiap tahunnya akan berfluktuasi sesuai dengan perkembangan keuntungan (netto) yang diperoleh setiap tahunnya. 4. Kebijakan dividen yang fleksibel Penetapan dividen payout ratio yang fleksibel, yang besarnya setiap tahun disesuaikan dengan posisi financial dan kebijakan dari perusahaan yang bersangkutan. 2.1.4 17 Prosedur Pembagian Dividen Didalam pembayaran dividen oleh emiten, maka emiten selalu akan mengumumkan secara resmi jadwal pelaksanaan pembayaran dividen tersebut baik dividen tunai maupun dividen saham. Tanggal-tanggal yang perlu diperhatikan didalam pembayaran dividen adalah sebagai berikut (Ang, 1997 dalam Adnanto, 2012) : 1. Tanggal Pengumuman (Declaration Date) Merupakan tanggal resmi pengumuman oleh emiten tentang bentuk dan besarnyaserta jadwal pembayaran dividen yang akan dilakukan, biasanya untuk pembagian dividen reguler. Isi pengumuman menyampaikan hal-hal yang dianggap penting yaitu : tanggal pencatatan, tanggal pembayaran, dan besarnya dividen kas per lembar. 2. Tanggal Cum Dividend (Cum Dividend Date) Merupakan tanggal hari terakhir perdagangan saham yang masih melekat hak untuk mendapatkan dividen baik dividen tunai maupun dividen saham. 3. Tanggal Ex Dividend (Ex Dividend Date) Merupakan tanggal dimana perdangangan saham sudah tidak melekat lagi hak untuk memperoleh dividen. Jadi jika investor membeli saham pada tanggal ini atau sesudahnya, maka investor tersebut tidak dapat mendaftarkan namanya untuk mendapatkan dividen. 4. Tanggal Pencatatan dalam daftar pemegang saham (Date of Record) Merupakan tanggal dimana investor harus terdaftar sebagai pemegang saham perusahaan publik atau emiten sehingga mempunyai hak yang diperuntukan bagi pemegang saham, sedangkan pemegang saham yang tidak terdaftar pada tanggal pencatatan tidak diberikan hak untuk mendapatkan dividen. 5. Tanggal Pembayaran (Payment Date) 18 Merupakan tanggal dimana para pemegang saham sudah dapat mengambil dividen yang diumumkan oleh emiten. Jika pada tanggal tersebut para investor sudah dapat mengambil dividen sesuai dengan bentuk dividen yang telah diumumkan oleh emiten baik dividen tunai maupun dividen saham. 2.1.5 Teori Keagenan (Agency Theory) Teori keagenan (Meckling, 1986 dalam Rosdini, 2009) menjelaskan bahwa agency relationship atau hubungan keagenan merupakan suatu kontrak dimana satu orang atau lebih (prinsipal) melibatkan orang lain (agen) untuk melakukan jasa tertentu atas nama prinsipal serta melibatkan pedelegasian wewenang kepada agen untuk pengambilan keputusan yang terbaik bagi prinsipal. Kepentingan manajer dan kepentingan pemegang saham sering kali bertentangan, sehingga bisa menyebabkan terjadi konflik diantara keduanya. Hal ini terjadi karena manajer berusaha untuk mengutamakan kepentingan pribadinya yang tidak sesuai dengan keinginan pemegang saham dimana kepentingan manajer dapat menambah biaya perusahaan yang mengurangi keuntungan perusahaan. Dengan menurunnya keuntungan perusahaan menyebabkan penerimaan pemegang saham juga menurun. Konflik yang terjadi ini dapat dikurangi dengan adanya suatu mekanisme kontrol atau pengawasan sehingga dapat mensejajarkan kepentingankepentingan tersebut. Mekanisme pengawasan menimbulkan adanya biaya keagenan (agency cost). Salah satu upaya yang dilakukan untuk mengurangi adanya biaya keagenan adalah dengan pembayaran dividen yang dapat menjadi bonding bagi manajer, pembagian dividen ini membuat pemegang saham mendapatkan pendapatan tambahan selain dari capital gain, dividen juga membuat pemegang saham mempunyai kepastian pendapatan. 19 Teori keagenan merupakan basis teori yang mendasari praktik bisnis perusahaan yang dipakai selama ini. Teori tersebut berakar dari sinergi teori ekonomi, teori keputusan, sosiologi, dan teori organisasi. Prinsip utama teori ini menyatakan adanya hubungan kerja antara pihak yang memberi wewenang yaitu investor dengan pihak yang menerima wewenang (agensi) yaitu manajer. Pemisahan pemilik dan manajemen di dalam literatur akuntansi disebut dengan Agency Theory (teori keagenan). Teori ini merupakan salah satu teori yang muncul dalam perkembangan riset akuntansi yang merupakan modifikasi dari perkembangan model akuntansi keuangan dengan menambahkan aspek perilaku manusia dalam model ekonomi. Teori agensi mendasarkan hubungan kontrak antara pemegang saham/pemilik dan manajemen/manajer. Menurut teori ini hubungan antara pemilik dan manajer pada hakekatnya sukar tercipta karena adanya kepentingan yang saling bertentangan. Dalam teori keagenan (agency theory), hubungan agensi muncul ketika satu orang atau lebih (principal) memperkerjakan orang lain (agent) untuk memberikan suatu jasa dan kemudian mendelegasikan wewenang pengambilan keputusan kepada agent tersebut. Hubungan antara principal dan agent dapat mengarah pada kondisi ketidakseimbangan informasi (asymmetrical information) karena agent berada pada posisi yang memiliki informasi yang lebih banyak tentang perusahaan dibandingkan dengan principal. Dengan asumsi bahwa individu-individu bertindak untuk memaksimalkan kepentingan diri sendiri, maka dengan informasi asimetri yang dimilikinya akan mendorong agent untuk menyembunyikan beberapa informasi yang tidak diketahui principal. Dalam kondisi yang asimetri tersebut, agent dapat mempengaruhi angka-angka akuntansi yang disajikan dalam laporan keuangan dengan cara melakukan manajemen laba. 20 Salah satu cara yang di gunakan untuk memonitor masalah kontrak dan membatasi perilaku opportunistic manajemen adalah corporate governance. Prinsip-prinsip pokok corporate governance yang perlu diperhatikan untuk terselenggaranya praktik good corporate governance adalah; transparansi(transparency), akuntabilitas(accountability), keadilan(fairness), dan responsibilitas(responsibility). Corporate governance diarahkan untuk mengurangi asimetri informasi antara principal dan agent yang pada akhirnya diharapkan dapat meminimalkan tindakan manajemen laba. Kemudian, masalah keagenan juga akan timbul jika pihak manajemen atau agen perusahaan tidak atau kurang memiliki saham biasa perusahaan tersebut. Karena dengan keadaan ini menjadikan pihak manajemen tidak lagi berupaya untuk memaksimumkan keuntungan perusahaan dan mereka berusaha untuk mengambil keuntungan dari beban yang ditanggung oleh pemegang saham. Cara yang dilakukan pihak manajemen adalah dalam bentuk peningkatan kekayaan dan juga dalam bentuk kesenangan dan fasilitas perusahaan. Diterangkan oleh Jensen dan Meckling (1976), Jensen (1986), Weston dan Brigham (1994), bahwa masalah keagenan dapat terjadi dalam 2 bentuk hubungan, yaitu; (1)antara pemegang saham dan manajer, dan (2)antara pemegang saham dan kreditor. Jika suatu perusahaan berbentuk perusahaan perorangan yang dikelola sendiri oleh pemiliknya, maka dapat diasumsikan bahwa manajer– pemilik tersebut akan mengambil setiap tindakan yang mungkin, untuk memperbaiki kesejahteraannya, terutama diukur dalam bentuk peningkatan kekayaan perorangan dan juga dalam bentuk kesenangan dan fasilitas eksekutif. Tetapi, jika manajer mempunyai porsi sebagai pemilik dan mereka mengurangi hak kepemilikannya dengan membentuk perseroan dan menjual sebagian saham perusahaan kepada pihak luar, maka pertentangan kepentingan bisa segera timbul. 21 Keadaan ini menjadikan manajer mungkin saja tidak sedemikian gigih lagi untuk memaksimumkan kekayaan pemegang saham karena jatahnya atas kekayaan tersebut telah berkurang sesuai dengan pengurangan kepemilikan mereka. Atau mungkin saja manajer menetapkan gaji yang besar bagi dirinya atau menambah fasilitas eksekutif, karena sebagian di antaranya akan menjadi beban pemegang saham lainnya. Konflik antara pemegang saham dengan kreditur Kreditur menerima uang dalam jumlah tetap dari perusahaan (bunga hutang), sedangkan pendapatan pemegang saham bergantung pada besaran laba perusahaan. Dalam situasi ini, kreditur lebih memperhatikan kemampuan perusahaan untuk membayar kembali utangnya, dan pemegang saham lebih memperhatikankemampuan perusahaan untuk memperoleh kembalian yang besar adalah melakukaninvestasi pada proyek ± proyek yang berisiko. Apabila pelaksanaan proyek yang berisiko itu berhasil maka kreditur tidak dapat menikmati keberhasilan tersebut, tetapiapabila proyek mengalami kegagalan, kreditur mungkin akan menderita kerugianakibat dari ketidakmampuan pemegang saham untuk memenuhi kewajibannya.Untuk mengantisipasi kemungkinan rugi, maka kreditur melakukan pembatasan penggunaan hutang oleh manajer. Salah satu pembatasan adalah membatasi jumlah penggunaan hutang untuk investasi dalam proyek baru. Konflik antara pemegang saham dengan pihak manajemenWalaupun telah dilakukan kontrak kerja yang sah antara pihak principal dan agent, namun di sisi lain pihak agent memiliki pengetahuan yang lebih banyak mengenai perusahaan (full information) dibandingkan dengan pengetahuan yang dimiliki oleh pihak principal. Pengetahuan yang lebih banyak dimiliki oleh pihak agent dibandingkan dengan pengetahuan yang dimiliki oleh pihak principal ini membuat terbentuknya suatu asimetri information atau asymetric information. 22 2.1.6 Hubungan teori keagenan dengan Dividend payment Dividen dapat digunakan untuk memperkecil masalah keagenan antara manajer dan pemegang saham (Jensen, et al 1992 dalam Chasanah, 2008). Agency theory muncul setelah fenomena terpisahnya kepemilikan perusahaan dengan pengelolahan terdapat dimana,-mana khususnya pada perusahaan-perusahaan besar yang modern, dimana satu atau lebih individu (pemilik) menggaji individu lain (agen) untuk bertindak atas namanya, mendelegasikan kekuasaan untuk membuat keputusan kepada agen. Dalam manajemen keuangan, hubungan keagenan muncul antara pemegang saham dengan manajer, dan antara pemegang saham dengan kreditor. Karena tidak semua keuntungan akan dapat dinikmati oleh manajer, mereka tidak akan hanya berkonsentrasi pada maksimum kemakmuran pemegang saham (Brigham, 1996 dalam Chasanah, 2008). Perbedaan kepentingan antara manajer dan pemegang saham sangat rentan terjadi. Penyebabnya karena para pengambil keputusan tidak perlu menanggung resiko akibat adanya kesalahan dalam pengambilan keputusan bisnis, begitu pula jika mereka tidak dapat meningkatkan nilai perusahaan. Resiko tersebut sepenuhnya ditanggung oleh para pemilik. Karena tidak menanggung resiko dan tidak mendapat tekanan dari pihak lain dalam mengamankan investasi para pemegang saham, maka pihak manajemen cenderung membuat keputusan yang tidak optimal. Adanya kepentingan berbeda sering memunculkan konflik kepentingan antara pemegang saham dengan manajer yang sering disebut dengan Agency Conflict (Meckling, 1976 dalam Chasanah, 2008). 2.1.7 Kepemilikan Institusional (Institutional ownership) 23 Institutional ownership memiliki kemampuan lebih dari investor individu, khususnya pemegang saham institusional dengan kapasitas besar atau di atas 5%. Institutional ownership diasumsikan memiliki orientasi investasi jangka panjang yang besar, karena institutional ownership umumnya bertindak sebagai pihak yang memantau perusahaan. Menurut Wahidahwati (2002) dalam journal of accounting research menyatakan bahwa, institutional ownership adalah proporsi saham yang dimiliki oleh institusi pada akhir tahun yang dapat diukur dari persentase (%). Pihak lembaga memegang peran besar dalam memantau kegiatan manajemen perusahaan (Jensen dan Mockling, 1976). Dalam hubungannya dengan kebijakan dividen, menurut Djumahir (2009), ketika kepemilikan saham oleh pihak lain (lembaga) menurun maka akan meningkatkan kebijakan dividen perusahaan. Hal ini karena peningkatan ukuran distribusi kepemilikan saham suatu perusahaan akan mempengaruhi jumlah dividen dalam setiap lembar saham. Penyebaran kepemilikan saham di Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dapat menentukan keputusan berapa banyak dividen yang akan dibayarkan kepada pemegang saham. Institutional ownership tidak berpengaruh secara parsial terhadap kebijakan dividen. Artinya adalah ukuran kepemilikan saham dari investor institusi luar perusahaan tidak berpengaruh kepada jumlah yang didistribusikan dalam bentuk dividen per saham pada akhir tahun. Hal ini dikarenakan, investor institusi memiliki keinginan yang terkadang berbeda dari keinginan umum investor lainnya. Investasi ke depan umumnya jangka panjang, sehingga mereka lebih memilih perusahaan yang menginvestasikan kembali keuntungan daripada perusahaan yang membayar sebagian besar laba untuk dividen (Djumahir, 2009). 2.1.8 Insider ownership 24 Insider ownership merupakan suatu bagian atau persentase saham yang dimiliki orang dalam atau manajemen perusahaan terhadap seluruh saham yang dikeluarkan oleh perusahaan (Rozeff, 1992). Pada dasarnya fungsi insider ownership terkait dengan pengawasan tambahan terhadap manajer dari perusahaan, karena biaya yang ditimbulkan oleh insider ownership itu berasal dari alokasi biaya kekayaan mereka untuk perusahaan. Disisi lain, manajer juga memiliki kecenderungan untuk menggunakan utang yang tinggi yang dilakukan dengan didasarkan pada kepentingan oportunitas mereka dan bukan dari pemaksimalan nilai perusahaan. Tindakan yang dilakukan manajer akan membawa pengaruh dalam bentuk meningkatnya resiko kepailitan perusahaan, karena beban bunga pinjaman yang tinggi sehingga agency cost dari utang juga akan tinggi. Maqsudi (2004) dalam penelitiannya berargumen bahwa insider ownership akan secara negatif berkaitan dengan agency cost apabila persentase dari insider ownership lebih tinggi dan agency cost menjadi lebih kecil. Hal ini selanjutnya akan membawa pengaruh pada kebijakan dividen, dimana insider ownership menghasilkan hubungan yang negatif. Apabila kebijakan dividen tinggi, persentase kepemilikan yang dipegang oleh para manajer akan menjadi lebih kecil. Tingginya tingkat insider ownership yang berarti bertambahnya jumlah pemegang saham atau pemilik yang mengelola perusahaan, maka divergensi kepentingan antara para pemilik dengan jumlah manajer yang lebih sedikit dan para pemilik akan bertindak dengan lebih hati-hati dalam mengelola resiko, karena semua tindakannya akan dilakukan oleh mereka sendiri. Situasi ini mengakibatkan menurunnya masalah agensi. 2.1.9 Dispersion of Ownership 25 Dispersion of ownership merupakan jumlah penyebaran kepemilikan saham dari semua saham yang telah dikeluarkan di dalam suatu perusahaan (Djumahir, 2009). Dispersion of ownership merupakan persentase saham yang dimiliki oleh investor individu di luar manajemen selain pemerintah, dan lembaga-lembaga asing, dan antara keluarga (Alsaeed, 2006). Sehubungan dengan kebijakan dividen, Maqsudi (2004) dalam jurnal ekonomi dan bisnis menyatakan bahwa, dispersion of ownership tidak sesuai untuk memberikan pengaruh terhadap kebijakan dividen. Hal ini diindikasikan dengan suatu peningkatan kepemilikan dispersi, maka kebijakan dividen akan menurun. Dengan meningkatnya penyebaran jumlah saham, maka jumlah dividen dari perusahan yang harus dibagikan kepada para pemegang saham akan lebih besar didapatkan oleh publik, akan lebih besar atau dapat dikatakan penurunan kebijakan dividen. Menurut Djumahir (2009), bahwa dispersion of ownership (penyebaran kepemilikan saham) pengaruh parsial terhadap kebijakan dividen berarti besarnya distribusi kepemilikan saham dari suatu perusahaan mempengaruhi besarnya jumlah dividen ada setiap lembar. Penyebaran kepemilikan saham dalam Rapat Umum Para pemegang Saham (RUPS) dapat menentukan berapa besar dividen yang akan dibayarkan kepada para pemegang saham. 2.2 Hubungan Logis Antar Variabel dan Perumusan Hipotesis 2.2.1 Pengaruh Kepemilikan Instituioanal tehadap Kebijakan Dividen Kepemilikan institusional adalah proporsi saham yang dimiliki oleh pihak institusi pada akhir tahun yang diukur dalam prosentase (Listyani,2003) dalam (Dewi,2008). Pada suatu institusi yang biasanya mempunyai saham yang cukup besar yang mencerminkan kekuasaan, mempunyai kemampuan untuk melakukan 26 intervensi terhadap jalannya perusahaan terutama pada pihak manajemen jika menyangkut tentang return yang akan dibagikan kepada pemegang saham (Sutoyo,2011) Jika kepemilikan institusional dalam sebuah perusahaan jumlahnya besar, maka akan lebih memilih untuk mengalokasikan keuntungan yang didapatkan perusahaan dalam bentuk dividen serta dengan prosentase yang lebih stabil (Pribadi dan Sampurno,2012). Penelitian yang dilakukan oleh Pribadi dan Sampurno (2012) mnyatakan bahwa kepmilikan institusional berpengaruh signifikan terhadap kebijakan dividen. Dengan demikian hipotesis yang akan diuji adalah : H1 : Kepemilikan institusional berpengaruh signifikan terhadap kebijakan dividen. 2.2.2 Pengaruh Insider Ownership tehadap Kebijakan Dividen Insider ownership adalah pemilik perusahaan sekaligus menjadi pe nge lola perusahaan. Demsey & Laber (1992) seperti dikutip Kartini & Ro mlah (2006), menyatakan bahwa pembayaran dividen adalah bagian dari monitoring perusahaan yang berarti perusahaan cenderung membayar di viden tinggi, jika manajer memiliki proporsi saham lebih rendah. Pe netapan dividen rendah disebabkan manajer memiliki harapan investasi di masa mendatang yang dibiayai dari sumber internal. Apabila sebagian pemegang saham menyukai dividen tinggi, maka menimbulkan perbedaan kepen tingan, sehingga diperlukan peningkatan dividen. Perusahaan dengan menetapkan persentase kepemilikan manajeri al yang besar, membayar dividen dalam jumlah kecil, sedangkan pada persentase kepemilikan manajerial kecil menetapkan dividen pada jumlah 27 besar. Semakin besar insider ownership, perbedaan kepentingan antara pemegang saham dengan pengelola perusahaan semakin kecil dan dapat menghindari perilaku opportunistik manajer, karena mereka akan ikut menanggung konsekuensi yang dilakukan, hal ini akan menurunkan masalah keagenan. Menurut Moh’d, Perry & Rimbey (1995) seperti dikutip Susilawati (2000), dividen sebagai salah satu mekanisme untuk menurunkan masalah keagenan. Jika masalah keagenan sudah turun sebagai akibat dari peningkatan jumlah saham yang dimiliki insider, maka dividen tidak perlu dibayarkan pada tingkat rasio tinggi. Berdasarkan konsep teori dan penelitian tersebut, maka dapat diajukan hipotesis alternatif kedua (H2) sebagai berikut: H2 : Insider ownership berpengaruh signifikan terhadap kebijakan dividen. 2.2.3 Pengaruh Dispersion of Ownership tehadap Kebijakan Dividen Dispersion of ownership merupakan pemegang saham biasa atau di sebut pemilik luar yang diwakili oleh jumlah pemegang saham. Setiap pemegang saham diwakili oleh satu kelompok. Dispersion of ownership diwakili oleh variance kepemilikan saham oleh kelompok pemegang saham, yang menunjukkan bahwa nilai dispersion of ownership yang kecil berarti kepemilikan saham di perusahaan semakin terkonsentrasi pada satu atau beberapa pemegang saham saja. Semakin terkonsentrasinya kepemilikan saham ini akan mempermudah monitoring dan kontrol terhadap kebijakan yang diambil pengelola perusahaan, sehingga dapat mengurangi masalah keagenan dan ini akan berimplikasi pada pembayaran dividen yang rendah. Untuk itu dapat dapat diajukan hipotesis sebagai berikut : 2.3 Penelitian Terdahulu 28 NO PENELITI TAHUN DAN VARIABEL 1 Habib Dwi Santoso Variabel dan Andri Prastiwi Dependen : (2012) Kebijakan Dividen Variabel Independen : Leverage, Pertumbuhan perusahaan, Corrateralizable Assets, Kepemilikan Institusional. 29 METODE ANALISIS HASIL Analisis : Regresi Linier Berganda, Uji t. -Leverage berpengaruh negatif dan signifikan terhadap kebijakan dividen -pertumbuhan perusahaan berpengaruh negatif dan signifikan terhadap kebjikan dividen - Corrateralizable Assets berpengaruh positif dan signifikan terhadap kebijakan dividen -Kepemilikan institusional berpengaruh 2 Rahmawati (2011) 3 Nik Amah (2010) 30 Varibel Dependen : Kebijakan Dividen Analisis : Regresi Linier Berganda, Uji F, Uji t. (1) Insider ownership berpengaruh negatif dan tidak signifikan Variabel terhadap Independen : kebijakan Pertumbuhan dividen; (2) perusahaan, Institutional Kepemilikan ownership, Institusional, tingkat Resikon pertumbuhan dan Perusahaan, risiko perusahaan Insider berpengaruh Ownership, negatif dan Dispersion of signifikan Ownership terhadap kebijakan dividen, (3) serta Dispersion of ownership berpengaruh positif dan tidak signifikan terhadap kebijakan dividen. Varibel Analisis : -Profitabilitas Dependen : Regresi Linier berpengaruh Kebijakan Berganda, Uji positif terhadap Dividen F, Uji t. kebijakan dividen Variabel perusahaan Independen : -Likuiditas Profitabilitas, perusahaan Likuiditas, berpengaruh Kesempataan positif terhadap Investasi, Resiko kebijakan dividen perusahaan, perusahaan Ukuran -Kesempatan perusahaan investasi berpengaruh negatif terhadap kebijakan dividen perusahaan -Resiko perusahaan berpengaruh positif terhadap kebijakan dividen perusahaan -Ukuran perusahaan berpengaruh positif terhadap kebijakan dividen perusahaan. 4 5 31 Ita Lopolusi (2013) Variabel Dependen: Kebijakan Dividen Analisis : Regresi Linier Berganda, Uji F, Uji t. -Pertumbuhan perusahaan berpengaruh negatif signifikan terhadap Variabel kebijakan dividen Independen : -Profitabilitas Pertumbuhan berpengaruh perusahaan, positif signifikan Profitabilitas, terhadap kebijakn Likuiditas, dividen Ukuran badan -Likuiditas usaha, Hutang, berpengaruh Free Cash Flow positif signifikan terhadap kebijakan dividen -Ukuran badab usaha berpengaruh positif signifikan terhadap kebijiakan dividen -Hutang berpengaruh negatif signifikan terhadap kebijakan dividen -Free Cash flow berpengaruh positif signifikan terhadap kebijakan dividen Junius Menafati Variabel Analisis : -Kepemilikan Waruwu dependen : Regresi Linier institusional Muhammad Kebijakan Berganda, Uji berpengaruh Nuryatno Amin dividen F, Uji t. positif signifikan (2014) terhadap Variabel kebijakan dividen Independen : -Insider Kepemilikan Ownership Institusional, berpengaruh Insider positif tidak Ownership, signifikan Dispersion Of terhadap Ownership, kebijakan Siklus dividen, Kehidupan - Dispersion Of Perusahaan. Ownership berpengaruh positif tidak signifikan terhadap kebijakan dividen -Siklus kehidupan perusahaan berpengaruh positif tidak signifikan terhadap kebijakan dividen Sumber : Berbagai Jurnal Penelitian 2.4 Kerangka Pemikiran Menurut Crutchly et. al. (1999) dalam Dewi (2008) semakin tinggi kepemilikan institusional (INSTIT) maka semakin kuat kontrol eksternal terhadap perusahaan sehingga mengurangi biaya keagenan dan perusahaan akan cenderung memberikan dividen yang rendah. Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran: 32 Hipotesis Dari perumusan hipotesis dan teori yang sudah dijelaskan diatas, dapat ditarik hipotesis sebagai berikut : H1 : Insider ownership berpengaruh terhadap kebijakan dividen H2 : Institusional ownership berpengaruh terhadap kebijakan dividen H3 : Dispersion of ownership berpengaruh terhadap kebijakan dividen. 33 BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional Berdasarkan pada obyek penelitian yang dalam hal ini adalah perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2010-2013. Penelitian ini akan menganalisis secara empiris tentang agency cost yang diproksi dengan variabel, yaitu Kepemilikan Institusional (Intitusional Ownership, Insider Ownership, dan Dispersion of Ownership). Sehingga perlu dilakukan pengujian atas hipotesis-hipotesis yang telah dikemukakan, dan pengujian hipotesis dilakukan sesuai dengan variabel-variabel yang diteliti dalam penelititan ini agar mendapatkan hasil yang akurat. 3.1.1 Variabel Penelitian Variabel penelitian adalah suatu atribut atau sifat atau nilai dari orang, obyek, atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2008 dalam Wicaksana, 2012). Variabel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Variabel bebas (independent variable) Variabel bebas dalam penelitian ini adalah agency cost yang diproksikan dengan insider ownership, dispersion of ownership, dan institutional ownership serta siklus kehidupan perusahaan. a. Insider Ownership Merupakan pemilik sekaligus pengelola perusahaan atau semua pihak yang mempunyai kesempatan untuk terlibat dalam pengambilan kebijaksanaan dan 34 mempunyai akses langsung terhadap informasi dalam perusahaan, dengan menggunakan skala rasio. (Demsetz dan Lehn 1985) b. Kepemilikan Institusional Merupakan proporsi jumlah saham investor berbentuk institusi (perusahaan) yang membeli saham perusahaan go public yang diperdagangkan di bursa efek, yang ditetapkan dalam (%), dengan menggunakan skala rasio. (Wahidahwati 2002). c. Dispersion of Ownership Merupakan jumlah pemegang saham dari perusahaan yang go public, yang tersebar di publik, dimana setiap pemegang saham mewakili satu kelompok, diukur melalui jumlah common stockholders (saham yang dimiliki publik) yang dikonversikan ke dalam natural log (logaritma natural atau Ln), dengan menggunakan skala rasio. (Mollah et al 2000). Tabel 3.1 Variabel Penelititan dan Difinisi Operasional No 35 NAMA VARIABEL DEFINISI VARIABEL INDIKATOR SUMBER 1. Insider Ownership Pemilik sekaligus Ins-Own= pengelola perusahaan atau semua pihak yang mempunyai kesempatan untuk terlibat dalam pengambilan kebijaksanaan 2. Kepemilikan proporsi jumlah saham Inst-Own=x X100% Institusional investor berbentuk institusi (perusahaan) yang membeli saham perusahaan go public yang diperdagangkan di bursa efek, yang ditetapkan dalam (%), dengan menggunakan skala rasio. 3. Dispersion jumlah pemegang saham of dari perusahaan yang Ownership go public, yang tersebar di publik, dimana setiap pemegang saham mewakili satu kelompok, diukur melalui jumlah common stockhold ers (saham yang dimiliki publik) yang dikonversikan ke dalam natural log (logaritma natural atau Ln), dengan menggunakan skala rasio. 4. Kebijakan Dividen adalah pembagian Deviden laba yang diperoleh DPS perusahaan kepada para DPR =---------x100% pemegang saham yang EPS sebanding dengan proporsi saham yang dimiliki Sumber : Berbagai Jurnal Penelitian Demsetz dan Lehn 1985 Wahidahwati 2002 Mollah 2000 Riyanto, (2001) 3.2 Objek Penelitian, Unit Sampel, Populasi, Dan Penentuan Sampel 3.2.1 Objek Penelitian dan Unit Sampel Obyek penelitian dan unit sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun 2010-2013. 36 3.2.2 Populasi dan Penentuan Sampel Populasi merupakan wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2008 dalam Wicaksana, 2012). Populasi dalam penelititan ini meliputi perusahaan manufaktur yang selalu terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun 2010-2013. Pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan metode purposive sampling dengan tujuan untuk mendapatkan sampel yang representatif dengan kriteria sebagai berikut : 1. Perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI periode tahun 2010-2013 yang memiliki informasi data keuangan yang lengkap yang berkaitan dengan variabel penelitian ini (Intitusional Ownership, Insider Ownership, dan Dispersion of Ownership) 2. Perusahaan yang tidak membagikan dividennya secara kontinyu periode tahun 2010-2013. 37 3.3 Jenis Dan Sumber Data 3.3.1 Jenis Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data yang berupa angka atau nominal (Sugiyono, 2008 dalam Wicaksana, 2012). Data yang mengacu pada data kuantitatif yaitu sejumlah data-data keuangan pada suatu perusahaan. Jenis data dalam penelititan ini adalah data kuantitatif karena merupakan sejumlah datadata dari perusahaan manufaktur tahun 2010-2013. Data diperoleh dari Pusat Informasi Pasar Modal (PIPM) Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun 2010-2013. 3.3.2 Sumber Data a. Jika data yang diperlukan adalah data Sekunder Sumber data dalam penelitian ini adalah data sekunder (Secondary Data). Data sekunder adalah data yang tidak diperoleh langsung dari sumbernya melainkan melalui media perantara yang diperoleh dan dicatat oleh pihak lain (Sugiyono, 2008 dalam Wicaksana, 2012). Data sekunder pada umumnya berupa bukti, catatan atau laporan historis yang telah tersusundalam arsip (data dokumenter), baik yang dipublikasikan maupun tidak dipublikasikan. Data sekunder diperoleh dari Pusat Informasi Pasar Modal (PIPM) Bursa Efek Indonesia (BEI) selama 4 tahun berturut-turut yaitu laporan keuangan tahunan periode tahun 2010-2013 untuk menentukan perusahaan mana saja yang memenuhi kriteria sampel dan annual report tahun 2010-2013 untuk mengetahui data mengenai variabel-variabel. 3.4 Metode Pengumpulan 3.4.1 Metode Dokumentasi 38 Metode pengumpulan data dalam penelititan ini menggunakan metode dokumentasi. Dokumentasi adalah mencari dan mendapatkan data-data dengan melalui data-data dari prasasti, naskah-naskah kearsipan, gambar dan lain sebagainya (Sugiyono, 2008 dalam Wicaksana, 2012). Dokumentasi tersebut berupa : laporan keuangan yang diperoleh dari indonesian capital market directory (ICMD) tahunan periode tahun 2010-2013. 3.5 Metode Analisis Analisis data yang digunakan untuk menguji hipotesis dalam penelititan ini adalah menggunakan analisis data kuantitatif. Analisis data kuantitatif adalah analisis data yang menggunakan data yang berbentuk angka-angka yang diperoleh dari hasil pengukuran dan penjumlahan. Teknis analisis data yang digunakan dalam penelititan ini adalah metode analisis regresi berganda yang sebelumnya dilakukan uji asumsi klasik yang meliputi : uji normalitas, uji heteroskedastisitas, uji multikolinearitas, dan uji autokorelasi. 3.5.1 Analisis Deskriptif Analisis deskriptif dilakukan untuk memberi gambaran mengenai obyek penelititan dan deskripsi mengenai variabel-variabel penelitian (cash ratio, return on assets, growth, firm size, debt to equity ratio, earning per share, total assets turn over). Ukuran yang ditentukan adalah mean, standar deviasi, minimal, maksimal. Statistik deskriptif mendekripsikan data menjadi sebuah informasi yang lebih jelas dan mudah dipahami. Statistik deskriptif dugunakan untuk mengembangkan profil perusahaan yang menjadi sampel statistik berhubungan dengan pengumpulan dan peningkatan data, serta penyajian hasil peningkatan tersebut (Ghozali, 2012). 39 3.5.2 Uji Asumsi Klasik Tujuan pengujian asumsi klasik ini adalah untuk menguji dan mengetahui kelayakan atas model regresi yang digunakan dalam penelitian ini. Pengujian ini juga digunakan untuk memastikan bahwa model regresi yang digunakan di dalam model ini benar-benar bebas dari adanya gejala heteroskedastisitas,gejala multikolinearitas, dan gejala autokorelasi. Serta untuk memastikan bahwa data yang dihasilkan berdistribusi normal (Ghozali, 2012). Proses pengujian asumsi klasik dilakukan bersama dengan proses uji regresi sehingga langkah-langkah kerja yang sama dengan uji regresi. 3.5.2.1 Uji normalitas Menurut Ghozali (2012) uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah variabel pengganggu atau residual dalam model regresi memiliki distribusi normal. Seperti diketahui bahwa uji t dan uji f mengasumsikan bahwa nilai residual mengikuti distribusi normal. Jika asumsi ini dilanggar maka uji statistik menjadi tidak valid untuk jumlah sampel yang kecil. Cara yang dapat digunakan untuk mendekteksi apakah residual berdistribusi normal atau tidak menurut Ghozali (2012) yaitu dengan melakukan uji stastistik non-parametrik Kolmogorov-Smirnov (K-S). Uji K-S dilakukan dengan melihat tingkat signifikan dari Kolmogorov-Smirnov (K-S). Jika signifikansinya lebih dari 0,05 maka dinyatakan normal. Selain itu, uji K-S juga dilakukan dengan membuat hipotesis: H0 : Data residual berdistribusi normal H1 : Data residual tidak berdistribusi normal 3.5.2.2 Uji Multikolonearitas 40 Ghozali (2012) mengemukakan bahwa uji multikolonearitas bertujuan untuk menguji apakah ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas (independen) pada model regresi yang tidak terjadi korelasi. Model regresi yang baik merupakan model regresi yang tidak terjadi korelasi. Jika variabel independen pada suatu penelitian saling berkorelasi, maka variabel-variabel ini tidak ortogonal. Variabel ortogonal merupakan variabel indenpenden yang korelasinya antar sesama variabel independen nol. Cara untuk mendeteksi ada atau tidaknya multikolonearitas dalam model regresi menurut Ghozali (2012) yaitu: a. Nilai R² yang dihasilkan oleh estimasi model regresi empiris sangat tinggi, tetapi secara individual variabel independend banyak yang tidak signifikan dalam mempengaruhi variabel dependend. b. Menganalisis matriks korelasi variabel-variabel independend. Jika antar variabel independend ada korelasi yang cukup tinggi (umumnya diatas 0.90), maka hal ini mengindikasikan adanya multikolonearitas dapat disebabkan karena adanya efek kombinasi dua atau lebih dari variabel independend. c. Multikolinearitas dapat juga dilihat dari nilai tolerance dan lawannya variansi inflation factor (VIF). Kedua ukuran ini menunjukan setiap variabel independen lainnya. Dalam pengertian sederhana setiap variabel independen menjadi variabel independen (terikat) dan diregres terhadap variabel independen lainnya. Tolerance mengukur variabilitas variabel independen yang terpilih yang tidak dijelaskan oleh variabel independen lainnya. Jadi nilai tolerance yang rendah sama dengan nilai VIF tinggi (karena VIF = 1/Tolerance). Nilai cutoff yang umum dipakai untuk menunjukan adanya multikolonearitas adalah nilai tolerance < 0.10 atau 41 nilai VIF >10. Setiap peneliti harus menentukan tingkat kolinearitas yang masih dapat ditolerir. Misalnya nilai tolerance = 0.10 sama dengan tingkat kolonearitas 0.95. Walaupun multikolonearitas dapat dideteksi dengan nilai Tolerance dan VIF, tetapi masih tetap tidak diketahui variabel independen mana sajakah yang saling berkorelasi. 3.5.2.3 Uji Autokorelasi Uji autokorelasi menurut ghozali (2012) bertujuan untuk menguji apakah dalam model regresi linear ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada periode t dengan kesalahan pengganggu pada periode t-1 (sebelumnya). Jika terjadi korelasi, maka dinamakan ada masalah autokorelasi. Autokorelasi muncul karena observasi (pengamatan) yang berurutan sepanjang waktu berkaitan satu sama lainnya. Masalah observasi ke observasi lainnya. Hal ini sering ditemukan pada data runtut waktu (time series) karena ‘‘gangguan” pada individu / kelompok cenderung mempengaruhi “gangguan” pada individu / kelompok yang sama pada periode berikutnya. Pada data crossection (silang waktu), masalah autokorelasi relatif jarang terjadi karena “gangguan” pada observasi yang berbeda berasal dari individu/kelompok yang berbeda. Model regresi yang baik merupakan regresi yang bebas dari autokorelasi. Cara yang dapat digunakan untuk mendeteksi ada atau tidaknya autokorelasi menurut ghozali (2012) yaitu dengan uji DurbinWatson (DW test) yang digunakan untuk autokorelasi tingkat satu (first order autocorelation) dan mensyaratkan adanya intercept (konstanta) dalam model regresi dan tidak ada variabel lag diantara variabel independen. Hipotesis yang akan diuji adalah : H0 42 : tidak ada autokorelasi (r=0) HA : ada autokorelasi (r≠0) Tabel 3.2 Uji Utokorelasi Hipotesis nol Tidak ada autokorelasi positif Tidak ada autokorelasi positif Tidak ada autokorelasi negatif Tidak ada autokorelasi negatif Tidak ada autokorelasi positif atau negatif Sumber : Ghozali, 2012 Keputusan Jika Tolak 0< d <dl No desicion dl ≤ d ≤ du Tolak 4 – dl < d,4 No desicion 4 – du ≤ d ≤ 4 – d1 Tidak ditolak du < d <4 - du 3.5.2.4 Uji heteroskedastisitas Uji heteroskedastisitas bertujuan menguji apakah dalam model regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual suatu pengamatan yang lain. Jika variance dari residual suatu pengamatan ke pengalaman lain tetap, maka disebut homoskedastisitas dan jika berbeda disebut heteroskedastisitas. Model regresi yang homoskedastisitas atau tidak terjadi heteroskedastisitas. Kebanyakan data crossection mengandung situasi heteroskedastisitas karena data ini menghimpun data yang mewakili berbagai ukuran (Ghozali, 2012). Park mengemukakan metode bahwa variance (S 2), kemudian ditaksir dengan menggunakan residual Ut sebagai proksi, merupakan fungsi dari variabel-variabel independend yang dinyatakan dalam persamaan sebagai berikut : LnU2i = α + β LnXi + vi 3.5.3 Analisis Regresi Berganda Hubungan fungsional antara variabel dependen dengan lebih dari satu variabel independen dapat digunakan teknik regresi berganda dengan bantuan 43 program SPSS 19. Berdasarkan rumusan masalah dan kerangka teoritis yang disajikan sebelumnya, maka model yang digunakan adalah sebagai berikut : Y = a + β1X1+ β2X2+ β3X3 + e Keterangan : Y = Tingkat Devidend Payout Ratio a = Konstanta β = koefisien regresi X1 = Insider Ownership X2 = Kepemilikan Institusional X3 = Dispersion of Ownership e = Variabel residual 3.5.4 Uji Hipotesis Untuk membuktikan kebenaran hipotesis yang diajukan maka digunakan regresi linear berganda, dengan formulasi sebagai berikut : DPR = a +b1 Ins-Own +b2Inst-Own +Variance +e Keterangan : DPR = dividen payout ratio a = konstanta b1,b2,b3 = koefisien regresi e = error Menurut Ghozali (2012), ketetapan fungsi regresi sample dalam menaksir nilai aktual dapat diukur dari nilai koefisien determinasi, nilai statistik t. Perhitungan statistik disebut signifikan apabila nilai uji statistiknya berada dalam daerah kritis (daerah dimana H0 ditolak). Sebaliknya disebut tidak signifikan bila 44 nilai uji statistiknya berada dalam daerah dimana H0 diterima. Berikut merupakan definisi dan koefisien determinasi, nilai statistik F, dan nilai statistik t: 1. Uji signifikansi simultan ( uji statistik F) Uji F menurut Ghozali (2012) menunjukan apakah semua variabel independen yang dimasukan dalam model mempunyai pengaruh secara bersama- sama terhadap variabel dependen. Maka hipotesis yang diajukan adalah: H0 : tidak ada pengaruh yang signifikan secara simultan dari seluruh variabel independen terhadap variabel dependen. HA: ada pengaruh yang signifikan secara simultan dari seluruh variabel independen terhadap variabel dependen. Dasar analisisnya yaitu : a. HA diterima jika signifikansi < α maka H0 ditolak b. HA ditolak jika signifikansi >α maka H0 diterima 2. Uji signifikansi parameter individual (uji statistik t) Menurut Ghozalli (2012) uji statistik t pada dasarnya menunjukan sejauh mana pengaruh satu variabel penjelas / independen secara individual dalam menerangkan variasi variabel dependen. Berdasarkan uji yang akan dilakukan dengan uji statistik t maka hipotesis yang akan diajukan yaitu : H0 : tidak ada pengaruh yang signifikan secara parsial dari variabel independen terhadap variabel dependen. HA : ada pengaruh yang signifikan secara parsial dari varibel independen terhadap variabel dependen. Dasar analisisnya yaitu : 45 a. HA diterima jika signifikansi < α maka H0 ditolak b. HA ditolak jika signifikansi > α maka H0 diterima. 3. Koefisien determinasi Koefisien determinasi (R²) mengukur seberapa jauh kemampuan model dalam menerangkan variasi variabel independend. Nilai koefisien dterminasi adalah antara nol dan satu. Nilai R² yang kecil berarti kemampuan varibel-variabel independend dalam menjelaskan variansi variabel dependend sangat terbatas. Nilai yang mendekati satu berarti variabel-variabel independend memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk memprediksi variasi variabel dependend. Secara umum koefisien determinasi untuk data silang (crossection) relatif rendah karena adanya variasi yang besar antara masing-masing pengamatan, sedangkan untuk data runtun waktu (time series) biasanya mempunyai nilai koefisien determinasi yang tinggi (Ghozali, 2012. 46 DAFTAR PUSTAKA Adnanto, 2012, “Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Dividend Payout Ratio : pada saham indeks LQ-45 yang Terdaftar di BEI periode 2008-2010”, Tesis, STIKUBANK, Semarang. Amah, Nik (2012). “Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Dividend Policy Perusahaan Go Public Di Indonesia”. Jurnal Akuntansi dan Pendidikan, Vol 1. No.1. Oktober 2012. Pendidikan Akuntansi IKIP PGRI Madiun. Aryani, Ni Luh Gita. (2001). “Pengaruh Faktor – Faktor Keagenan dan FaktorFaktor yang Mempengaruhi Biaya Transaksi terhadap Rasio Pembayaran Dividen”. Tesis tidak diterbitkan. Program Pasca Sarjana Universitas Gadjah Mada. Embara, Cecilia Triana, Ni Luh & Ida Bagus (2012) “Variabel-Variabel Yang Berpengaruh Terhadap Kebijakan Dividen Serta Harga Saham Pada Perusahaan Manufaktur Di Bursa Efek Indonesia”. Jurnal Manajemen, Strategi Bisnis dan Wirausaha Vol 6 No.2 Agustus 2012. Fakultas Ekonomi Universitas Udayana (UNUD), Bali, Indonesia. Gujarati, D. 2001. Ekonometrika Dasar. Jakarta: Erlangga. Hanafi, Mamduh M. (2004). Manajemen Keuangan. Yogyakarta: BPFE. Kartini & Romlah. 2006. “Analisa Pengaruh Faktor-Faktor Keagenan dan FaktorFaktor Biaya Transaksi terhadap Rasio Pembayaran Dividen”. Jurnal Aplikasi Bisnis Vol 6, No 9, September 2006. Hlm 689-702. Lopolusi, Ita (2013). “Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kebijakan Deviden Sektor Manufaktur yang Terdaftar di PT Bursa Efek Indonesia Periode 2007-2011. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya Vol.2 No.1 (2013). Fakultas Bisnis dan Ekonomika Universitas Surabaya. Margaretha, Farah. (2004). Teori dan Aplikasi Manajemen Keuangan. Jakarta: PT Gramedia Widisarana Indonesia. Norhayati, 2010, “Empirical analysis of Determinants of dividend Payment : Profotability and Liqudity” .Accounting Research. Raharjo, Fitriana Santo. (2005). “Analisis Dampak Faktor-Faktor Keagenan dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Biaya Transaksi terhadap Rasio Pembayaran Dividen”. Skripsi tidak diterbitkan. Fakultas Ekonomi Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Rahmawati, Christina Heti Tri (2011) “Pengaruh Insider Ownership, Institutional Ownership, Dispersion Of Ownership, Tingkat Pertumbuhan Perusahaan, Dan Risiko Perusahaan Terhadap Kebijakan Dividen Pada Perusahaan Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Periode 2003-2006”. Program Studi Manajemen, Fakultas Ekonomi Universitas Katolik Widya Mandala Madiun. 10 Santoso, Habib Dwi dan Andri Prastiwi (2012). “Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kebijakan Dividen (Studi Empiris Pada Perusahaan Manufaktur Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Periode 20072009)”. Vol.1. No.1 Hal.1-12 Tahun 2012. Jurusan Akuntansi Fakultas Ekonomika dan Bisnis Universitas Diponegoro. Sartono, Agus. 2001. Manajemen Keuangan Teori dan Aplikasi. Edisi Empat, BPFE: Yogyakarta. Sudarma, M., 2004, Pengaruh Struktur Kepemilikan Saham, Faktor Intern dan Faktor Esktern terhadap Struktur Modal dan Nilai Perusahaan (Studi pada Industri yang Go-Public di Bursa Efek Jakarta),Disertasi, Universitas Brawijaya. Waruwu, Junius Menafati (2014). “Pengaruh Agency Cost Dan Siklus Kehidupan Perusahaan Terhadap Kebijakan Dividen Pada Perusahaan Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Tahun 2009-2011”. Jurnal Akuntansi Vol.1 No.1. 10