BAB I 1.1 Latar Belakang Masalah Perusahaan yang terdaftar di

advertisement
BAB I
1.1 Latar Belakang Masalah
Perusahaan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) sekarang ini
semakin bertambah jumlahnya. Ini menunjukkan semakin banyak pula transaksi
saham yang terjadi di BEI. Investor pasti menginginkan adanya tingkat
pengembalian yang lebih tinggi dibandingkan pengorbanan yang telah
dikeluarkan untuk mendapatkan investasi tersebut.
Investasi adalah suatu istilah dengan beberapa pengertian yang
berhubungan dengan keuangan dan ekonomi. Istilah tersebut berkaitan dengan
akumulasi suatu bentuk aset dengan suatu harapan mendapatkan keuntungan
dimasa depan. Terkadang, investasi disebut juga sebagai penanaman modal.
Pasar modal merupakan tempat bagi para investor untuk melakukan
aktivitas investasi. Salah satu produk investasi yang ada di pasar modal adalah
investasi saham. Investor dalam menginvestasikan dananya ke suatu perusahaan
(saham) akan dihadapkan pada return investasi dalam bentuk dividen dan capital
gain. Capital gain merupakan keuntungan modal yang diperoleh dari selisih antara
harga beli dan harga jual saham, sedangkan dividen adalah porsi laba bersih yang
dibagikan oleh perusahaan kepada para pemegang saham. Besarnya jumlah
dividen yang dibagikan tergantung pada besarnya laba yang diperoleh dan
kebijakan dividen yang ditetapkan oleh perusahaan (Amah,2012)
Apabila perusahaan memilih untuk membagikan laba sebagai dividen,
maka akan mengurangi laba ditahan dan nantinya mengurangi total dana intern.
Sebaliknya, jika memilih untuk menahan laba yang akan diperoleh, maka
kemampuan pembentukan dana intern akan semakin besar. Oleh sebab itu, atas
1
dasar pertimbangan antara risiko dan hasil, pihak manajemen harus menetapkan
kebijakan dividen yang optimal untuk menciptakan keseimbangan antara dividen
saat
ini
dan
pertumbuhan
perusahaan
di
masa
mendatang
sehingga
memaksimalkan harga saham (Margaretha, 2004).
Kebijakan dividen adalah proses penentuan penggunaan pendapatan
(earning) perusahaan dalam satu tahun untuk dibayarkan kepada para pemegang
saham sebagai dividen atau untuk digunakan perusahaan tersebut sebagai laba
yang ditahan (retained earnings). Disini terlihat kemungkinan timbulnya
perbedaan kepentingan antara pemegang saham dan manajemen. Adanya
perbedaan kepentingan ini menimbulkan permasalahan dan dalam menyelaraskan
perbedaan kepentingan antara pemegang saham dan manajemen diperlukan
adanya biaya yang disebut agency cost. Agency cost itu sendiri merupakan biaya
yang dikeluarkan oleh pemegang saham untuk membayar agent dalam memantau
dan memastikan manajer bertindak konsisten sesuai dengan persetujuan kontrak
antara manajer, pemegang saham dan kreditur, dengan demikian agency cost
merupakan faktor yang mempengaruhi kebijakan dividen. Agency cost terdiri dari
insider ownership, dispersion of ownership, dan institutional ownership.
Menurut Sjahrial (2012) kebijakan dividen merupakan suatu keputusan
apakah laba yang diperoleh perusahaan akan di bagikan kepada pemegang saham
sebagai dividen atau akan ditahan dalam bentuk laba ditahan guna pembiayaan
investasi di masa yang akan datang. Pada tahap selanjutnya laba yang ditahan
merupakan salah satu sumber dana yang paling penting untuk pembiayaan
pertumbuhan perusahaan. Makin besar pembiayaan perusahaan yang berasal dari:
laba yang ditahan di tambah penyusutan aktiva tetap, maka makin kuat posisi
finansial perusahaan tersebut. Dari seluruh laba yang diperoleh perusahaan
sebagian dibagikan kepada pemegang saham berupa dividen. Mengenai penentuan
2
besarnya dividen yang akan dibandingkan itulah yang merupakan kebijakan
dividen dari pimpinan perusahaan.
Kebijakan dividen sangat penting karena mempengaruhi kesempatan
investasi perusahaan, harga saham, struktur finansial, arus pendanaan dan posisi
likuiditas. Dengan perkataan lain, kebijakan dividen menyediakan informasi
mengenai performa (performance) perusahaan. Oleh karena itu, masing-masing
perusahaan menetapkan kebijakan dividend yang berbeda-beda, karena kebijakan
dividen berpengaruh terhadap nilai perusahaan dalam membayar dividen kepada
para
pemegang
sahamnya,
maka
perusahaan
mungkin
tidak
dapat
mempertahankan dana yang cukup untuk membiayai pertumbuhannya di masa
mendatang. Sebaliknya, maka saham perusahaan menjadi tidak menarik bagi
perusahaan. Oleh karena itu, perusahaan harus dapat mempertimbangkan antara
besarnya laba yang akan ditahan untuk mengembangkan perusahaan (Nurmala,
2006).
Pembagian dividen merupakan fenomena yang sangat menarik untuk
diteliti, selain alasan pembagian dividen saham mengindikasi bahwa perusahaan
sedang mengekspresikan kepercayaan diri (confidents) terhadap pemegang saham,
tetapi disisi lain perusahaan tidak membagikan dividen karena perusahaan sedang
mengalami kepentingan kas atau alasan perusahaan memperbesar laba ditahan
untuk melakukan reinvestasi. Secara umum, pemegang saham menginginkan
dividen lebih besar dari sebelumnya, sedangkan manajemen lebih suka menahan
laba (retained earnings). Mereka minta pemegang saham untuk mengorbankan
kepentingan mereka saat ini, demi kelangsungan perusahaan dan keuntungan
jangka panjang mereka juga. Selalu terjadi argumen teoritis, yang mendukung
reinvestasi laba ke dalam bisnis, bila laba ditahan tersebut bisa diandalkan
menghasilkan kenaikan laba yang lebih besar. Namun, ada argumen penolak yang
3
kuat, misalnya laba tersebut adalah milik pemegang saham,dan mereka berhak
mendapatkannya dalam batas yang pantas (Admin, 2012).
Bagi para investor faktor stabilitas dividen akan lebih menarik daripada
dividend payout ratio yang tinggi. Stabilitas ini dalam arti tetap memperhatikan
tingkat pertumbuhan perusahaan, yang ditunjukan oleh koefisien arah yang
positif. Bagi investor pembayaran dividen yang stabil merupakan indikator
prospek perusahaan yang stabil . dengan demikian resiko perusahaan juga relatif
lebih rendah dibandingkan dengan perusahaan yang tidak stabil membagikan
dividen (Sartono, 2001). Dari pernyataan tersebut dapat diketahui bahwa investor
menginginkan dividen yang stabil untuk setiap tahunnya, namun pada faktanya
dividen yang dibagikan pada setiap perusahaan setiap tahunnya tidak stabil dan
fluktuatif.
Tabel 1.1
Fenomena gap Nilai rata-rata Devidend Payout Ratio Sampel pada
Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di BEI
periode 2008-2012
Tahun
2010
2011
2012
2013
Devidend Payout Ratio (%)
35,37
43,19
34,94
47,57
Sumber : L/K Audit 2008-2012 dan ICMD
Berdasarkan tabel diatas diketahui telah terjadi fenomena gap yaitu adanya
perbedaan data yang ada pada perusahaan sampel tahun 2010-2013. Pada variabel
DPR pada tahun 2010 menunjukan nilai rata-rata sebesar 35,37 % hasil yang tidak
4
konsistensi pada tahun 2012 yang mengalami penurunan, namun pada periode
berikutnya tahun 2013 mengalami peningkatan kembali menjadi 47,57 %.
Kecenderungan menurunnya nilai DPR ini menandakan turunnya prosentase
keuntungan yang dapat dinikmati oleh para investor dalam bentuk dividen.
Sementara itu jika diperhatikan model harga saham untuk satu perusahaan
yang mengalami pertumbuhan konstan menunjukkan bahwa pembayaran dividen
yang lebih besar cenderung akan meningkatkan nilai saham.
Kemudian
meningkatnya harga saham berarti meningkatnya nilai perusahaan. Namun
pembayaran dividen yang semakin besar juga akan mengurangi kemampuan
perusahaan untuk investasi sehingga justru akan menurunkan tingkat pertumbuhan
perusahaan dan selanjutnya akan menurunkan nilai saham. Dengan demikian
penundaan pembayaran dividen kepada pemegang saham untuk keperluan
investasi yang menguntungkan (apabila return lebih besar dari biaya modal) akan
menaikkan harga saham (pada pasar modal yang sempurna). Pada pasar modal
yang tidak sempurna, pembayaran dividen untuk menaikkan nilai saham akan
sangat merugikan karena harus membayar biaya fluktuasi.
Selanjutnya dari hasil penelitian terdahulu terdapat faktor-faktor yang
mempengaruhi kebijakan dividen dihasilkan kesimpulan yang tidak konsisten.
Berikut pada tabel 1.1 disajikan research gap penelitian terdahulu :
Tabel 1.2
Research Gap Penelitian Terdahulu
NO
PENELITI DAN TAHUN
VARIABEL
1
Habib Dwi Santoso dan
Andri Prastiwi (2012)
Variabel Dependen
:
Kebijakan
Dividen
Variabel
Independen :
Leverage,
Pertumbuhan
perusahaan,
Corrateralizable
5
METODE
ANALISIS
Analisis :
Regresi
Linier
Berganda, Uji t.
HASIL
-Leverage
berpengaruh
negatif dan
signifikan terhadap
kebijakan dividen
-pertumbuhan
perusahaan
berpengaruh
negatif dan
signifikan terhadap
kebjikan dividen
Assets,
Kepemilikan
Institusional.
2
Rahmawati (2011)
Varibel Dependen :
Kebijakan Dividen
Variabel
Independen
:
Pertumbuhan
perusahaan,
Kepemilikan
Institusional,
Resikon
Perusahaan,
Insider Ownership,
Dispersion
of
Ownership
3
Nik Amah (2010)
Varibel Dependen :
Kebijakan Dividen
Variabel
Independen :
Profitabilitas,
Likuiditas,
Kesempataan
Investasi, Resiko
perusahaan,
Ukuran
perusahaan
6
Analisis :
Regresi
Linier
Berganda, Uji F,
Uji t.
Analisis :
Regresi
Linier
Berganda, Uji F,
Uji t
- Corrateralizable
Assets
berpengaruh
positif dan
signifikan terhadap
kebijakan dividen
Kepemilikan
institusional
berpengaruh
negatif dan
signifikan terhadap
kebijakan dividen
(1) Insider
ownership
berpengaruh
negatif dan tidak
signifikan terhadap
kebijakan dividen;
(2) Institutional
ownership, tingkat
pertumbuhan dan
risiko perusahaan
berpengaruh
negatif dan
signifikan terhadap
kebijakan dividen,
(3) serta
Dispersion of
ownership
berpengaruh
positif dan tidak
signifikan terhadap
kebijakan dividen.
-Profitabilitas
berpengaruh
positif
terhadap
kebijakan dividen
perusahaan
-Likuiditas
perusahaan
berpengaruh
positif
terhadap
kebijakan dividen
perusahaan
-Kesempatan
investasi
berpengaruh
negatif
terhadap
kebijakan dividen
perusahaan
-Resiko
perusahaan
berpengaruh
positif
terhadap
kebijakan dividen
perusahaan
-Ukuran
perusahaan
berpengaruh
positif
terhadap
4
Ita Lopolusi (2013)
Variabel
Dependen:
Kebijakan Dividen
Analisis : Regresi
Linier Berganda,
Uji F, Uji t.
Variabel
Independen :
Pertumbuhan
perusahaan,
Profitabilitas,
Likuiditas, Ukuran
badan
usaha,
Hutang, Free Cash
Flow
5
Junius Menafati Waruwu
Muhammad
Nuryatno
Amin (2014)
Variabel dependen
:
Kebijakan dividen
Variabel
Independen :
Kepemilikan
Institusional,
Insider Ownership,
Dispersion
Of
Ownership, Siklus
Kehidupan
Perusahaan.
Sumber : Berbagai Jurnal Penelitian
7
Analisis : Regresi
Linier Berganda,
Uji F, Uji t.
kebijakan dividen
perusahaan.
-Pertumbuhan
perusahaan
berpengaruh
negatif signifikan
terhadap kebijakan
dividen
-Profitabilitas
berpengaruh
positif signifikan
terhadap kebijakn
dividen
-Likuiditas
berpengaruh
positif signifikan
terhadap kebijakan
dividen
-Ukuran
badab
usaha berpengaruh
positif signifikan
terhadap
kebijiakan dividen
-Hutang
berpengaruh
negatif signifikan
terhadap kebijakan
dividen
-Free Cash flow
berpengaruh
positif signifikan
terhadap kebijakan
dividen
-Kepemilikan
institusional
berpengaruh
positif signifikan
terhadap kebijakan
dividen
-Insider
Ownership
berpengaruh
positif
tidak
signifikan terhadap
kebijakan dividen,
- Dispersion Of
Ownership
berpengaruh
positif
tidak
signifikan terhadap
kebijakan dividen
-Siklus kehidupan
perusahaan
berpengaruh
positif
tidak
signifikan terhadap
kebijakan dividen
Berdasarkan uraian di atas maka pada penelitian ini mengunakan teknik analisis
jalur (path analysis) dan mengambil judul “ Faktor-faktor yang Mempengauhi
Kebijakan Dividen Studi Pada Perusahaan Go Public di Bursa Efek
Indonesia tahun 2010-2013 )”.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang sebagaimana telah diuraikan diatas, terdapat
perbedaan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti terdahulu sehingga
hasil-hasil penelitian tersebut belum dapat digeneralisasi dan perlu dilakukan
penelitian lanjutan. Berdasarkan fenomena penurunan pembayaran dividen ini
tentunya akan berpengaruh terhadap minat investor dalam menanamkan
modalnya. Apabila hal ini terus terjadi maka tentunya kinerja perusahaan akan
menurun. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian mengenai faktor-faktor apa
saja yang dapat mempengaruhi kebijakan dividen. Perumusan masalah dari
penelitian ini adalah adanya research gap dari hasil penelitian yang inkonsisten
tentang pengaruh kepemilikan institusional, insider ownership dan dispersion of
ownership terhadap kebijakan dividen.
Secara rinci pemasalahan penelitian ini dapat diajukan pertanyaan
penelitian ( research questions ) sebagai berikut :
1. Apakah kepemilikan institusional berpengaruh signifikan terhadap kebijakan
dividen?
2. Apakah insider ownership berpengaruh signifikan terhadap kebijakan dividen?
3. Apakah dispersion of ownership berpengaruh signifikan terhadap kebijakan
dividen?
8
1.3 Tujuan dan Kegunaan Penelitian
1.3.1 Tujuan Penelitian
Sesuai dengan permasalahan yang telah diajukan, maka tujuan penelitian
ini adalah :
1. Menganalisis pengaruh kepemilikan institusional terhadap kebijakan
dividen
2. Menganalisis pengaruh insider ownership terhadap kebijakan dividen
3. Menganalisis pengaruh dispersion of ownership terhadap kebijakan
dividen
1.3.2 Manfaat Penelitian
Manfaat dari penelitian ini ada 2, yaitu sebagai berikut :
1. Manfaat Teoritis
Model yang dihasilkan dalam penelitian ini yang menjelaskan tentang
pengaruh kepemilikan institusional, insider ownership, dan dispersion of
ownership terhadap kebijakan dividen pada perusahaan-perusahaan yang
go public di Bursa Efek Indonesia yang diharapkan dapat memberikan
kontribusi empiris terhadap keberlakuan signaling theory dan agency
theory.
2. Manfaat Praktis
Dapat menjadi salah satu sumber informasi untuk memilih investasi pada
bursa saham dan mengetahui faktor apa saja yang berpengaruh terhadap
kebijakan dividen.
9
3. Aspek manajerial
Hasil penelitian ini bagi perusahaaan adalah dapat digunakan sebagai salah satu
acuan dalam rangka memonitor kebijakan yang akan diambil manajemen maupun
pemegang saham dalam penentuan kebijakan dividen.
10
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Landasan Teori
2.1.1
Pengertian Dividen
Dividen merupakan hak pemegang saham biasa (common stock) untuk
mendapatkan bagian dari keuntungan perusahaan. Jika perusahaaan memutuskan
untuk membagi keuntungan dalam dividen, semua pemegang saham biasa
mendapatkan haknya yang sama. Pembagian dividen untuk saham preferen
(Abdul, 2010). Menurut Kolb (2000) dalam Agustinus (2012) kebijakan dividen
penting karena dua alasan, yaitu :
Pembayaran dividen mungkin akan mempengaruhi harga saham.
Pendapatan yang ditahan (retained earning) biasanya merupakan sumber
tambahan modal sendiri yang terbesar dan terpenting untuk pertumbuhan
perusahaan. Kedua alasan tersebut merupakan dua sisi kepentingan perusahaan
yang saling bertolak belakang. Agar kedua kepentingan itu dapat terpenuhi secara
optimal, manajemen perusahaan seharusnya memutuskan secara hati-hati dan
teliti, terhadap kebijakan dividen yang harus dipilih. Sartono (2001)
mengungkapkan tujuan pembagian dividen adalah :
a.
Untuk memaksimumkan kemakmuran bagi para pemegang saham.
Hal ini karena sebagian investor menanamkan dananya di pasar modal untuk
memperoleh
dividen
dan
tingginya
dividen
yang dibayarkan
akan
mempengaruhi harga saham. Para investor percaya tingginya dividen yang
dibayarkan berarti bahwa prospek perusahaan dimasa yang akan datang bagus.
b.
Untuk menunjukan likuiditas perusahaan. Dengan dibayarkan dividen,
diharapkan kinerja perusahaan dimata investor bagus. Sering dijumpai bahwa
11
sebagian perusahaan memberikan dividen dalam jumlah tetap untuk setiap
periode. Hal ini dilakukan karena perusahaan ingin diakui oleh investor bahwa
perusahaan yang bersangkutan mampu menghadapi gejolak ekonomi dan
mampu memberikan hasil kepada investor.
c.
Sebagian investor memandang bahwa risiko dividen lebih rendah
dibanding resiko capital gain.
d.
Untuk memenuhi kebutuhan para pemegang saham akan pendapatan
tetap yang digunakan untuk keperluan konsumsi.
e.
Dividen dapat digunakan sebagai alat komunikasi antara manajer dan
pemegang saham. Informasi secara keseluruhan tentang kondisi internal
perusahaan sering tidak diketahui oleh investor sehingga melalui dividen
pertumbuhan perusahaan dan prospek perusahaan bisa diketahui.
Terdapat beberapa jenis dividen yang dapat dibayarkan kepada pemegang
saham, sesuai pada posisi dan kemampuan perusahaan bersangkutan. Berikut
ini adalah jenis – jenis bentuk dividen menurut (Ang,1997 dalam Adnanto,
2012):
a.
Cash Dividend (Dividen Tunai)
Cash Dividend merupakan dividen yang dibayarkan dalam bentuk uang tunai.
Pada umumnya cash dividend lebih disukai oleh para pemegang saham dan
lebih sering dipakai perseroan jika dibandingkan dengan jenis dividen
lainnya.
b.
Stock Dividend (Dividen Saham)
Stock Dividen adalah dividen yang dibayarkan dalam bentuk saham, bukan
dalam bentuk uang tunai. Pembayaran stock dividend juga harus disarankan
adanya laba atau surplus yang tersedia, dengan adanya pembayaran dividen
saham ini maka jumlah saham yang beredar meningkat, namun pembayaran
12
dividen saham ini tidak akan merubah posisi likuiditas perusahaan karena
yang dibayarkan oleh perusahaan bukan merupakan bagian dari arus kas
perusahaan.
c.
Property Dividend (Dividen Barang)
Property Dividend adalah dividen yang dibayarkan dalam bentuk barang (aset
selain kas). Property dividend yang dibagikan ini haruslah merupakan barang
yang
dapat
dibagi-bagi
atau
bagian-bagian
yang
Homogeny
serta
penyerahannya kepada pemegang saham tidak akan mengganggu kontinuitas
perusahaan.
d.
Scrip Dividend
Scrip Dividen adalah dividen yang dibayarkan dalam bentuk surat (Scrip)
janji hutang. Perseroan akan membayarkan sejumlah tertentu dan pada waktu
tertentu, sesuai dengan yang tercantum dalam scrip tersebut. Pembayaran
dalam bentuk ini akan menyebabkan perseroan mempunyai hutang jangka
pendek kepada pemegang scrip.
e.
Liquidating Dividend
Liquidating
Dividend
adalah
dividen
yang
dibagikan
berdasarkan
pengurangan modal perusahaan, bukan berdasarkan keuntungan yang
diperoleh perusahaan.
2.1.2
Kebijakan Dividen
Menurut Sartono (2010) dalam Wicaksana (2012) kebijakan dividen
(dividend policy) adalah keputusan apakah laba yang diperoleh akan dibagikan
kepada pemegang saham sebagai dividen atau akan ditahan dalam bentuk laba
ditahan guna pembiayaan investasi dimasa datang. Apabila perusahaan memilih
13
untuk membagikan laba sebagai dividen, maka akan mengurangi laba yang
ditahan dan selanjutnya akan mengurangi total sumber dana intern atau internal
financing.
Nurhidayati (2006) mengemukakan bahwa informasi yang diberikan pada
saat pengumuman dividen lebih berarti daripada pengumuman earning. Bagi para
investor, dividen merupakan hasil yang diperoleh dari saham yang dimiliki, selain
capital gain yang didapat apabila harga jual saham lebih tinggi dibanding harga
belinya. Dividen tersebut didapat dari perusahaan sebagai distribusi yang
dihasilkan dari operasi perusahaan.
Kebijakan dividen menurut Martono dan D. Agus Harjito (2000)
merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dengan keputusan pendanaan
perusahaan. Kebijakan dividen (dividend policy) merupakan keputusan apakah
laba yang diperoleh perusahaan pada akhir tahun akan dibagi kepada pemegang
saham dalam bentuk dividen atau akan ditahan untuk menambah modal guna
pembiayaan investasi di masa yang akan datang.
Dr.Dermawan Sjahrial, M.M. (2002) menerangkan, perusahaan akan
tumbuh dan berkembang, kemudian pada waktunya akan memperoleh keuntungan
atau laba. Laba ini terdiri dari laba yang ditahan dan laba yang dibagikan.Pada
tahap selanjutnya laba yang ditahan merupakan salah satu sumber dana yang
paling penting untuk pembiayaan pertumbuhan perusahaan. Makin besar
pembiayaan perusahaan yang berasal dari: laba yang ditahan di tambah
penyusutan aset tetap, maka makin kuat posisi finansial perusahaan tersebut. Dari
seluruh laba yang diperoleh perusahaan sebagian dibagikan kepada pemegang
saham berupa dividen. Mengenai penentuan besarnya dividen yang akan
14
dibandingkan itulah yang merupakan kebijakan dividen dari pimpinan
perusahaan.
James C. Van Horne (2002) berpendapat, evaluasi pengaruh rasio
pembayaran dividen terhadap kekayaan pemegang saham dapat dilakukan dengan
melihat kebijakan dividen perusahaan sebagai keputusan pendanaan yang
melibatkan laba di tahan. Setiap periode, perusahaan harus memutuskan apakah
laba yang diperoleh akan ditahan atau didistribusikan sebagian atau seluruhnya
pada pemegang saham sebagai dividen. Sepanjang perusahaan memiliki proyek
investasi dengan pengembalian melebihi yang diminta, perusahaan akan
menggunakan laba untuk mendanai proyek tersebut. Jika terdapat kelebihan laba
setelah digunakan untuk mendanai seluruh kesempatan investasi yang diterima,
kelebihan itu akan di distribusikan kepada pemegang saham dalam bentuk dividen
kas. Jika tidak ada kelebihan, maka dividen tidak akan di bagikan.
Kebijakan dividen dalam Werner R.Murhadi (2008:4) merupakan suatu
kebijakan yang dilakukan dengan pengeluaran biaya yang cukup mahal, karena
perusahaan harus menyediakan dana dalam jumlah besar untuk keperluan
pembayaran dividen. Perusahaan umumnya melakukan pembayaran dividen yang
stabil dan menolak untuk mengurangi pembayaran dividen. Hanya perusahaan
dengan tingkat kemampuan laba yang tinggi dan prospek ke depan yang cerah,
yang mampu untuk membagikan dividen. Banyak perusahaan yang selalu
mengkomunikasikan bahwa perusahaannya memiliki prospektif dan menghadapi
masalah keuangan sudah tentu akan kesulitan untuk membayar dividen. Hal ini
berdampak pada perusahaan yang membagikan dividen, memberikan tanda pada
pasar bahwa perusahaan tersebut memiliki prospek kedepan yang cerah dan
mampu untuk mempertahankan tingkat kebijakan dividen yang telah ditetapkan
15
pada periode sebelumnya. Perusahaan dengan prospek ke depan yang cerah, akan
memiliki harga saham yang semakin tinggi.
Telah dinyatakan oleh Marlina dan Danica (2009) bahwa Kebijakan
pembayaran dividen mempunyai pengaruh bagi pemegang saham dan perusahaan
yang membayar dividen. Para pemegang saham umumnya menginginkan
pembagian dividen yang relatif stabil karena hal tersebut akan mengurangi
ketidakpastian akan hasil yang dihar apkan dari investasi yang mereka lakukan
dan juga dapat meningkatkan kepercayaan saham terhadap perusahaan sehingga
nilai saham juga dapat meningkat. Bagi perusahaan, pilihan untuk membagikan
laba dalam bentuk dividen akan mengurangi sumber dana internalnya, sebaliknya
jika perusahaan menahan labanya dalam bentuk laba ditahan maka kemampuan
pembentukan dana internalnya akan semakin besar yang dapat digunakan untuk
membiayai aktivitas perusahaan sehingga mengurangi ketergantungan perusahaan
terhadap dana eksternal dan sekaligus akan memperkecil resiko perusahaan.
Pembagian dividen yang diterima oleh pemegang saham jumlahnya
tergantung pada jumlah lembar saham yang dimiliki. Pembagian dividen harus
sesuai dengan kebutuhan perusahaan maupun kebutuhan pemegang saham. Pada
saat perusahaan sedang mengalam i pertumbuhan (growth) dividen yang
dibayarkan mungkin kecil agar memungkinkan perusahaan untuk menumpuk dana
yang diperlukan pada saat pertumbuhan itu. Akan tetapi pada saat perusahaan
berada pada maturity dimana penerimaan yang diperoleh sudah cukup besar,
sedangkan kebutuhan penumpukan dana tidak begitu besar maka dividen yang
dibayarkan dapat diperbesar.
2.1.3
16
Berbagai Macam Kebijakan Dividen
Menurut Riyanto (2008) dalam Adnanto (2013) menyatakan bahwa ada
macam-macam kebijakan dividen yang dilakukan oleh perusahaan antara lain
sebagai berikut :
1.
Kebijakan dividen yang stabil
Banyak perusahaan yang menjalankan kebijakan dividen yang stabil, artinya
jumlah dividen per lembar yang dibayarkan setiap tahunnya relatif tetap
selama jangka waktu tertentu meskipun pendapatan per lembar saham setiap
tahunnya berfluktuasi.
2.
Kebijakan dividen dengan penetapan jumlah dividen minimal plus jumlah
ekstra tertentu.
Kebijakan ini menetapkan jumlah rupiah minimal dividen per lembar saham
tiap tahunnya. Dalam keadaan keuangan yang lebih baik perusahaan akan
membayarkan dividen ekstra diatas jumlah minimal tersebut.
3.
Kebijakan dividen dengan penetapan dividend payout ratio yang konstan.
Penetapan dividend payout ratio yang konstan, perusahaan yang menjalankan
kebijakan ini misalnya 50%. Hal ini berarti bahwa jumlah dividen per lembar
saham yang dibayarkan setiap tahunnya akan berfluktuasi sesuai dengan
perkembangan keuntungan (netto) yang diperoleh setiap tahunnya.
4.
Kebijakan dividen yang fleksibel
Penetapan dividen payout ratio yang fleksibel, yang besarnya setiap tahun
disesuaikan dengan posisi financial dan kebijakan dari perusahaan yang
bersangkutan.
2.1.4
17
Prosedur Pembagian Dividen
Didalam pembayaran dividen oleh emiten, maka emiten selalu akan
mengumumkan secara resmi jadwal pelaksanaan pembayaran dividen tersebut
baik dividen tunai maupun dividen saham. Tanggal-tanggal yang perlu
diperhatikan didalam pembayaran dividen adalah sebagai berikut (Ang, 1997
dalam Adnanto, 2012) :
1. Tanggal Pengumuman (Declaration Date)
Merupakan tanggal resmi pengumuman oleh emiten tentang bentuk dan
besarnyaserta jadwal pembayaran dividen yang akan dilakukan, biasanya
untuk pembagian dividen reguler. Isi pengumuman menyampaikan hal-hal
yang dianggap penting yaitu : tanggal pencatatan, tanggal pembayaran, dan
besarnya dividen kas per lembar.
2. Tanggal Cum Dividend (Cum Dividend Date)
Merupakan tanggal hari terakhir perdagangan saham yang masih melekat hak
untuk mendapatkan dividen baik dividen tunai maupun dividen saham.
3. Tanggal Ex Dividend (Ex Dividend Date)
Merupakan tanggal dimana perdangangan saham sudah tidak melekat lagi hak
untuk memperoleh dividen. Jadi jika investor membeli saham pada tanggal
ini atau sesudahnya, maka investor tersebut tidak dapat mendaftarkan
namanya untuk mendapatkan dividen.
4. Tanggal Pencatatan dalam daftar pemegang saham (Date of Record)
Merupakan tanggal dimana investor harus terdaftar sebagai pemegang saham
perusahaan publik atau emiten sehingga mempunyai hak yang diperuntukan
bagi pemegang saham, sedangkan pemegang saham yang tidak terdaftar pada
tanggal pencatatan tidak diberikan hak untuk mendapatkan dividen.
5. Tanggal Pembayaran (Payment Date)
18
Merupakan tanggal dimana para pemegang saham sudah dapat mengambil
dividen yang diumumkan oleh emiten. Jika pada tanggal tersebut para
investor sudah dapat mengambil dividen sesuai dengan bentuk dividen yang
telah diumumkan oleh emiten baik dividen tunai maupun dividen saham.
2.1.5
Teori Keagenan (Agency Theory)
Teori keagenan (Meckling, 1986 dalam Rosdini, 2009) menjelaskan bahwa
agency relationship atau hubungan keagenan merupakan suatu kontrak dimana
satu orang atau lebih (prinsipal) melibatkan orang lain (agen) untuk melakukan
jasa tertentu atas nama prinsipal serta melibatkan pedelegasian wewenang kepada
agen untuk pengambilan keputusan yang terbaik bagi prinsipal. Kepentingan
manajer dan kepentingan pemegang saham sering kali bertentangan, sehingga bisa
menyebabkan terjadi konflik diantara keduanya. Hal ini terjadi karena manajer
berusaha untuk mengutamakan kepentingan pribadinya yang tidak sesuai dengan
keinginan pemegang saham dimana kepentingan manajer dapat menambah biaya
perusahaan yang mengurangi keuntungan perusahaan. Dengan menurunnya
keuntungan perusahaan menyebabkan penerimaan pemegang saham juga
menurun. Konflik yang terjadi ini dapat dikurangi dengan adanya suatu
mekanisme kontrol atau pengawasan sehingga dapat mensejajarkan kepentingankepentingan tersebut. Mekanisme pengawasan menimbulkan adanya biaya
keagenan (agency cost). Salah satu upaya yang dilakukan untuk mengurangi
adanya biaya keagenan adalah dengan pembayaran dividen yang dapat menjadi
bonding bagi manajer, pembagian dividen
ini membuat pemegang saham
mendapatkan pendapatan tambahan selain dari capital gain, dividen juga membuat
pemegang saham mempunyai kepastian pendapatan.
19
Teori keagenan merupakan basis teori yang mendasari praktik bisnis
perusahaan yang dipakai selama ini. Teori tersebut berakar dari sinergi teori
ekonomi, teori keputusan, sosiologi, dan teori organisasi. Prinsip utama teori ini
menyatakan adanya hubungan kerja antara pihak yang memberi wewenang yaitu
investor dengan pihak yang menerima wewenang (agensi) yaitu manajer.
Pemisahan pemilik dan manajemen di dalam literatur akuntansi disebut
dengan Agency Theory (teori keagenan). Teori ini merupakan salah satu teori yang
muncul dalam perkembangan riset akuntansi yang merupakan modifikasi dari
perkembangan model akuntansi keuangan dengan menambahkan aspek perilaku
manusia dalam model ekonomi. Teori agensi mendasarkan hubungan kontrak
antara pemegang saham/pemilik dan manajemen/manajer. Menurut teori ini
hubungan antara pemilik dan manajer pada hakekatnya sukar tercipta karena
adanya kepentingan yang saling bertentangan.
Dalam teori keagenan (agency theory), hubungan agensi muncul ketika
satu orang atau lebih (principal) memperkerjakan orang lain (agent) untuk
memberikan suatu jasa dan kemudian mendelegasikan wewenang pengambilan
keputusan kepada agent tersebut. Hubungan antara principal dan agent dapat
mengarah pada kondisi ketidakseimbangan informasi (asymmetrical information)
karena agent berada pada posisi yang memiliki informasi yang lebih banyak
tentang perusahaan dibandingkan dengan principal. Dengan asumsi bahwa
individu-individu bertindak untuk memaksimalkan kepentingan diri sendiri, maka
dengan informasi asimetri yang dimilikinya akan mendorong agent untuk
menyembunyikan beberapa informasi yang tidak diketahui principal. Dalam
kondisi yang asimetri tersebut, agent dapat mempengaruhi angka-angka akuntansi
yang disajikan dalam laporan keuangan dengan cara melakukan manajemen laba.
20
Salah satu cara yang di gunakan untuk memonitor masalah kontrak dan
membatasi perilaku opportunistic manajemen adalah corporate governance.
Prinsip-prinsip pokok corporate governance yang perlu diperhatikan untuk
terselenggaranya
praktik
good
corporate
governance
adalah;
transparansi(transparency), akuntabilitas(accountability), keadilan(fairness), dan
responsibilitas(responsibility).
Corporate
governance
diarahkan
untuk
mengurangi asimetri informasi antara principal dan agent yang pada akhirnya
diharapkan dapat meminimalkan tindakan manajemen laba.
Kemudian, masalah keagenan juga akan timbul jika pihak manajemen atau
agen perusahaan tidak atau kurang memiliki saham biasa perusahaan tersebut.
Karena dengan keadaan ini menjadikan pihak manajemen tidak lagi berupaya
untuk memaksimumkan keuntungan perusahaan dan mereka berusaha untuk
mengambil keuntungan dari beban yang ditanggung oleh pemegang saham. Cara
yang dilakukan pihak manajemen adalah dalam bentuk peningkatan kekayaan dan
juga dalam bentuk kesenangan dan fasilitas perusahaan.
Diterangkan oleh Jensen dan Meckling (1976), Jensen (1986), Weston dan
Brigham (1994), bahwa masalah keagenan dapat terjadi dalam 2 bentuk
hubungan, yaitu; (1)antara pemegang saham dan manajer, dan (2)antara pemegang
saham dan kreditor. Jika suatu perusahaan berbentuk perusahaan perorangan yang
dikelola sendiri oleh pemiliknya, maka dapat diasumsikan bahwa manajer–
pemilik tersebut akan mengambil setiap tindakan yang mungkin, untuk
memperbaiki kesejahteraannya, terutama diukur dalam bentuk peningkatan
kekayaan perorangan dan juga dalam bentuk kesenangan dan fasilitas eksekutif.
Tetapi, jika manajer mempunyai porsi sebagai pemilik dan mereka mengurangi
hak kepemilikannya dengan membentuk perseroan dan menjual sebagian saham
perusahaan kepada pihak luar, maka pertentangan kepentingan bisa segera timbul.
21
Keadaan ini menjadikan manajer mungkin saja tidak sedemikian gigih lagi untuk
memaksimumkan kekayaan pemegang saham karena jatahnya atas kekayaan
tersebut telah berkurang sesuai dengan pengurangan kepemilikan mereka. Atau
mungkin saja manajer menetapkan gaji yang besar bagi dirinya atau menambah
fasilitas eksekutif, karena sebagian di antaranya akan menjadi beban pemegang
saham lainnya.
Konflik antara pemegang saham dengan kreditur Kreditur menerima uang
dalam jumlah tetap dari perusahaan (bunga hutang), sedangkan pendapatan
pemegang saham bergantung pada besaran laba perusahaan. Dalam situasi ini,
kreditur lebih memperhatikan kemampuan perusahaan untuk membayar kembali
utangnya, dan pemegang saham lebih memperhatikankemampuan perusahaan
untuk memperoleh kembalian yang besar adalah melakukaninvestasi pada proyek
± proyek yang berisiko. Apabila pelaksanaan proyek yang berisiko itu berhasil
maka kreditur tidak dapat menikmati keberhasilan tersebut, tetapiapabila proyek
mengalami kegagalan, kreditur mungkin akan menderita kerugianakibat dari
ketidakmampuan pemegang saham untuk memenuhi kewajibannya.Untuk
mengantisipasi
kemungkinan
rugi,
maka
kreditur
melakukan
pembatasan penggunaan hutang oleh manajer. Salah satu pembatasan adalah
membatasi jumlah penggunaan hutang untuk investasi dalam proyek baru. Konflik
antara pemegang saham dengan pihak manajemenWalaupun telah dilakukan
kontrak kerja yang sah antara pihak principal dan agent, namun di sisi lain pihak
agent memiliki pengetahuan yang lebih banyak mengenai perusahaan (full
information) dibandingkan dengan pengetahuan yang dimiliki oleh pihak
principal. Pengetahuan yang lebih banyak dimiliki oleh pihak agent dibandingkan
dengan pengetahuan yang dimiliki oleh pihak principal ini membuat terbentuknya
suatu asimetri information atau asymetric information.
22
2.1.6
Hubungan teori keagenan dengan Dividend payment
Dividen dapat digunakan untuk memperkecil masalah keagenan antara
manajer dan pemegang saham (Jensen, et al 1992 dalam Chasanah, 2008). Agency
theory muncul setelah fenomena terpisahnya kepemilikan perusahaan dengan
pengelolahan terdapat dimana,-mana khususnya pada perusahaan-perusahaan
besar yang modern, dimana satu atau lebih individu (pemilik) menggaji individu
lain (agen) untuk bertindak atas namanya, mendelegasikan kekuasaan untuk
membuat keputusan kepada agen.
Dalam manajemen keuangan, hubungan keagenan muncul antara
pemegang saham dengan manajer, dan antara pemegang saham dengan kreditor.
Karena tidak semua keuntungan akan dapat dinikmati oleh manajer, mereka tidak
akan hanya berkonsentrasi pada maksimum kemakmuran pemegang saham
(Brigham, 1996 dalam Chasanah, 2008). Perbedaan kepentingan antara manajer
dan pemegang saham sangat rentan terjadi. Penyebabnya karena para pengambil
keputusan tidak perlu menanggung resiko akibat adanya kesalahan dalam
pengambilan keputusan bisnis, begitu pula jika mereka tidak dapat meningkatkan
nilai perusahaan. Resiko tersebut sepenuhnya ditanggung oleh para pemilik.
Karena tidak menanggung resiko dan tidak mendapat tekanan dari pihak lain
dalam mengamankan investasi para pemegang saham, maka pihak manajemen
cenderung membuat keputusan yang tidak optimal. Adanya kepentingan berbeda
sering memunculkan konflik kepentingan antara pemegang saham dengan
manajer yang sering disebut dengan Agency Conflict (Meckling, 1976 dalam
Chasanah, 2008).
2.1.7 Kepemilikan Institusional (Institutional ownership)
23
Institutional ownership memiliki kemampuan lebih dari investor individu,
khususnya pemegang saham institusional dengan kapasitas besar atau di atas 5%.
Institutional ownership diasumsikan memiliki orientasi investasi jangka panjang
yang besar, karena institutional ownership umumnya bertindak sebagai pihak
yang memantau perusahaan. Menurut Wahidahwati (2002) dalam journal of
accounting research menyatakan bahwa, institutional ownership adalah proporsi
saham yang dimiliki oleh institusi pada akhir tahun yang dapat diukur dari
persentase (%). Pihak lembaga memegang peran besar dalam memantau kegiatan
manajemen perusahaan (Jensen dan Mockling, 1976). Dalam hubungannya
dengan kebijakan dividen, menurut Djumahir (2009), ketika kepemilikan saham
oleh pihak lain (lembaga) menurun maka akan meningkatkan kebijakan dividen
perusahaan. Hal ini karena peningkatan ukuran distribusi kepemilikan saham
suatu perusahaan akan mempengaruhi jumlah dividen dalam setiap lembar saham.
Penyebaran kepemilikan saham di Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) dapat
menentukan keputusan berapa banyak dividen yang akan dibayarkan kepada
pemegang saham. Institutional ownership tidak berpengaruh secara parsial
terhadap kebijakan dividen. Artinya adalah ukuran kepemilikan saham dari
investor institusi luar perusahaan tidak berpengaruh kepada jumlah yang
didistribusikan dalam bentuk dividen per saham pada akhir tahun. Hal ini
dikarenakan, investor institusi memiliki keinginan yang terkadang berbeda dari
keinginan umum investor lainnya. Investasi ke depan umumnya jangka panjang,
sehingga mereka lebih memilih perusahaan yang menginvestasikan kembali
keuntungan daripada perusahaan yang membayar sebagian besar laba untuk
dividen (Djumahir, 2009).
2.1.8 Insider ownership
24
Insider ownership merupakan suatu bagian atau persentase saham yang
dimiliki orang dalam atau manajemen perusahaan terhadap seluruh saham yang
dikeluarkan oleh perusahaan (Rozeff, 1992). Pada dasarnya fungsi insider
ownership terkait dengan pengawasan tambahan terhadap manajer dari
perusahaan, karena biaya yang ditimbulkan oleh insider ownership itu berasal dari
alokasi biaya kekayaan mereka untuk perusahaan. Disisi lain, manajer juga
memiliki kecenderungan untuk menggunakan utang yang tinggi yang dilakukan
dengan didasarkan pada kepentingan oportunitas mereka dan bukan dari
pemaksimalan nilai perusahaan. Tindakan yang dilakukan manajer akan
membawa pengaruh dalam bentuk meningkatnya resiko kepailitan perusahaan,
karena beban bunga pinjaman yang tinggi sehingga agency cost dari utang juga
akan tinggi. Maqsudi (2004) dalam penelitiannya berargumen bahwa insider
ownership akan secara negatif berkaitan dengan agency cost apabila persentase
dari insider ownership lebih tinggi dan agency cost menjadi lebih kecil. Hal ini
selanjutnya akan membawa pengaruh pada kebijakan dividen, dimana insider
ownership menghasilkan hubungan yang negatif. Apabila kebijakan dividen
tinggi, persentase kepemilikan yang dipegang oleh para manajer akan menjadi
lebih kecil. Tingginya tingkat insider ownership yang berarti bertambahnya
jumlah pemegang saham atau pemilik yang mengelola perusahaan, maka
divergensi kepentingan antara para pemilik dengan jumlah manajer yang lebih
sedikit dan para pemilik akan bertindak dengan lebih hati-hati dalam mengelola
resiko, karena semua tindakannya akan dilakukan oleh mereka sendiri. Situasi ini
mengakibatkan menurunnya masalah agensi.
2.1.9 Dispersion of Ownership
25
Dispersion of ownership merupakan jumlah penyebaran kepemilikan
saham dari semua saham yang telah dikeluarkan di dalam suatu perusahaan
(Djumahir, 2009). Dispersion of ownership merupakan persentase saham yang
dimiliki oleh investor individu di luar manajemen selain pemerintah, dan
lembaga-lembaga asing, dan antara keluarga (Alsaeed, 2006). Sehubungan dengan
kebijakan dividen, Maqsudi (2004) dalam jurnal ekonomi dan bisnis menyatakan
bahwa, dispersion of ownership tidak sesuai untuk memberikan pengaruh
terhadap kebijakan dividen. Hal ini diindikasikan dengan suatu peningkatan
kepemilikan dispersi, maka kebijakan dividen akan menurun. Dengan
meningkatnya penyebaran jumlah saham, maka jumlah dividen dari perusahan
yang harus dibagikan kepada para pemegang saham
akan lebih besar didapatkan oleh publik, akan lebih besar atau dapat
dikatakan penurunan kebijakan dividen. Menurut Djumahir (2009), bahwa
dispersion of ownership (penyebaran kepemilikan saham) pengaruh parsial
terhadap kebijakan dividen berarti besarnya distribusi kepemilikan saham dari
suatu perusahaan mempengaruhi besarnya jumlah dividen ada setiap lembar.
Penyebaran kepemilikan saham dalam Rapat Umum Para pemegang Saham
(RUPS) dapat menentukan berapa besar dividen yang akan dibayarkan kepada
para pemegang saham.
2.2 Hubungan Logis Antar Variabel dan Perumusan Hipotesis
2.2.1
Pengaruh Kepemilikan Instituioanal tehadap Kebijakan Dividen
Kepemilikan institusional adalah proporsi saham yang dimiliki oleh pihak
institusi pada akhir tahun yang diukur dalam prosentase (Listyani,2003) dalam
(Dewi,2008). Pada suatu institusi yang biasanya mempunyai saham yang cukup
besar yang mencerminkan kekuasaan, mempunyai kemampuan untuk melakukan
26
intervensi terhadap jalannya perusahaan terutama pada pihak manajemen jika
menyangkut tentang return yang akan dibagikan kepada pemegang saham
(Sutoyo,2011)
Jika kepemilikan institusional dalam sebuah perusahaan jumlahnya besar, maka
akan lebih memilih untuk mengalokasikan keuntungan yang didapatkan
perusahaan dalam bentuk dividen
serta dengan prosentase yang lebih stabil
(Pribadi dan Sampurno,2012). Penelitian yang dilakukan oleh Pribadi dan
Sampurno (2012) mnyatakan bahwa kepmilikan institusional berpengaruh
signifikan terhadap kebijakan dividen. Dengan demikian hipotesis yang akan diuji
adalah :
H1 : Kepemilikan institusional berpengaruh signifikan terhadap kebijakan
dividen.
2.2.2 Pengaruh Insider Ownership tehadap Kebijakan Dividen
Insider ownership adalah pemilik perusahaan sekaligus menjadi pe nge lola perusahaan. Demsey & Laber (1992) seperti dikutip Kartini & Ro mlah
(2006), menyatakan bahwa pembayaran dividen adalah bagian dari monitoring
perusahaan yang berarti perusahaan cenderung membayar di viden
tinggi, jika manajer memiliki proporsi saham lebih rendah. Pe netapan dividen
rendah disebabkan manajer memiliki harapan investasi di masa mendatang
yang dibiayai dari sumber internal. Apabila sebagian pemegang saham
menyukai dividen tinggi, maka menimbulkan perbedaan kepen tingan,
sehingga diperlukan peningkatan dividen.
Perusahaan dengan menetapkan persentase kepemilikan manajeri al
yang besar, membayar dividen dalam jumlah kecil, sedangkan pada persentase
kepemilikan manajerial kecil menetapkan dividen pada jumlah
27
besar. Semakin besar insider ownership, perbedaan kepentingan antara pemegang
saham dengan pengelola perusahaan semakin kecil dan dapat
menghindari perilaku
opportunistik manajer, karena mereka akan ikut
menanggung
konsekuensi yang dilakukan, hal ini akan menurunkan masalah
keagenan. Menurut Moh’d, Perry & Rimbey (1995) seperti dikutip Susilawati
(2000), dividen sebagai salah satu mekanisme untuk menurunkan
masalah keagenan. Jika masalah keagenan sudah turun sebagai akibat dari
peningkatan jumlah saham yang dimiliki insider, maka dividen tidak perlu
dibayarkan pada tingkat rasio tinggi. Berdasarkan konsep teori dan penelitian
tersebut, maka dapat diajukan hipotesis alternatif kedua (H2) sebagai berikut:
H2 : Insider ownership berpengaruh signifikan terhadap kebijakan dividen.
2.2.3 Pengaruh Dispersion of Ownership tehadap Kebijakan Dividen
Dispersion of ownership merupakan pemegang saham biasa atau di sebut
pemilik luar yang diwakili oleh jumlah pemegang saham. Setiap pemegang
saham diwakili oleh satu kelompok. Dispersion of ownership diwakili oleh
variance kepemilikan saham oleh kelompok pemegang saham, yang menunjukkan
bahwa nilai dispersion of ownership yang kecil berarti kepemilikan saham
di perusahaan semakin terkonsentrasi pada satu atau beberapa pemegang
saham saja. Semakin terkonsentrasinya kepemilikan saham ini akan
mempermudah monitoring dan kontrol terhadap kebijakan yang diambil
pengelola perusahaan, sehingga dapat mengurangi masalah keagenan dan
ini akan berimplikasi pada pembayaran dividen yang rendah. Untuk itu dapat
dapat diajukan hipotesis sebagai berikut :
2.3 Penelitian Terdahulu
28
NO
PENELITI
TAHUN
DAN VARIABEL
1
Habib Dwi Santoso Variabel
dan Andri Prastiwi Dependen :
(2012)
Kebijakan
Dividen
Variabel
Independen :
Leverage,
Pertumbuhan
perusahaan,
Corrateralizable
Assets,
Kepemilikan
Institusional.
29
METODE
ANALISIS
HASIL
Analisis :
Regresi Linier
Berganda, Uji
t.
-Leverage
berpengaruh
negatif dan
signifikan
terhadap
kebijakan dividen
-pertumbuhan
perusahaan
berpengaruh
negatif dan
signifikan
terhadap kebjikan
dividen
- Corrateralizable
Assets
berpengaruh
positif dan
signifikan
terhadap
kebijakan dividen
-Kepemilikan
institusional
berpengaruh
2
Rahmawati (2011)
3
Nik Amah (2010)
30
Varibel
Dependen :
Kebijakan
Dividen
Analisis :
Regresi Linier
Berganda, Uji
F, Uji t.
(1) Insider
ownership
berpengaruh
negatif dan tidak
signifikan
Variabel
terhadap
Independen
:
kebijakan
Pertumbuhan
dividen; (2)
perusahaan,
Institutional
Kepemilikan
ownership,
Institusional,
tingkat
Resikon
pertumbuhan dan
Perusahaan,
risiko perusahaan
Insider
berpengaruh
Ownership,
negatif dan
Dispersion
of
signifikan
Ownership
terhadap
kebijakan dividen,
(3) serta
Dispersion of
ownership
berpengaruh
positif dan tidak
signifikan
terhadap
kebijakan dividen.
Varibel
Analisis :
-Profitabilitas
Dependen :
Regresi Linier berpengaruh
Kebijakan
Berganda, Uji positif terhadap
Dividen
F, Uji t.
kebijakan dividen
Variabel
perusahaan
Independen :
-Likuiditas
Profitabilitas,
perusahaan
Likuiditas,
berpengaruh
Kesempataan
positif terhadap
Investasi, Resiko
kebijakan dividen
perusahaan,
perusahaan
Ukuran
-Kesempatan
perusahaan
investasi
berpengaruh
negatif terhadap
kebijakan dividen
perusahaan
-Resiko
perusahaan
berpengaruh
positif terhadap
kebijakan dividen
perusahaan
-Ukuran
perusahaan
berpengaruh
positif terhadap
kebijakan dividen
perusahaan.
4
5
31
Ita Lopolusi (2013)
Variabel
Dependen:
Kebijakan
Dividen
Analisis
:
Regresi Linier
Berganda, Uji
F, Uji t.
-Pertumbuhan
perusahaan
berpengaruh
negatif signifikan
terhadap
Variabel
kebijakan dividen
Independen :
-Profitabilitas
Pertumbuhan
berpengaruh
perusahaan,
positif signifikan
Profitabilitas,
terhadap kebijakn
Likuiditas,
dividen
Ukuran
badan
-Likuiditas
usaha, Hutang,
berpengaruh
Free Cash Flow
positif signifikan
terhadap
kebijakan dividen
-Ukuran
badab
usaha
berpengaruh
positif signifikan
terhadap
kebijiakan
dividen
-Hutang
berpengaruh
negatif signifikan
terhadap
kebijakan dividen
-Free Cash flow
berpengaruh
positif signifikan
terhadap
kebijakan dividen
Junius
Menafati Variabel
Analisis
: -Kepemilikan
Waruwu
dependen :
Regresi Linier institusional
Muhammad
Kebijakan
Berganda, Uji berpengaruh
Nuryatno
Amin dividen
F, Uji t.
positif signifikan
(2014)
terhadap
Variabel
kebijakan dividen
Independen :
-Insider
Kepemilikan
Ownership
Institusional,
berpengaruh
Insider
positif
tidak
Ownership,
signifikan
Dispersion
Of
terhadap
Ownership,
kebijakan
Siklus
dividen,
Kehidupan
- Dispersion Of
Perusahaan.
Ownership
berpengaruh
positif
tidak
signifikan
terhadap
kebijakan dividen
-Siklus kehidupan
perusahaan
berpengaruh
positif
tidak
signifikan
terhadap
kebijakan dividen
Sumber : Berbagai Jurnal Penelitian
2.4 Kerangka Pemikiran
Menurut Crutchly et. al. (1999) dalam Dewi (2008) semakin tinggi
kepemilikan institusional (INSTIT) maka semakin kuat kontrol eksternal terhadap
perusahaan sehingga mengurangi biaya keagenan dan perusahaan akan cenderung
memberikan dividen yang rendah.
Gambar 2.1
Kerangka Pemikiran:
32
Hipotesis
Dari perumusan hipotesis dan teori yang sudah dijelaskan diatas, dapat ditarik
hipotesis sebagai berikut :
H1 : Insider ownership berpengaruh terhadap kebijakan dividen
H2 : Institusional ownership berpengaruh terhadap kebijakan dividen
H3 : Dispersion of ownership berpengaruh terhadap kebijakan dividen.
33
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Variabel Penelitian dan Definisi Operasional
Berdasarkan pada obyek penelitian yang dalam hal ini adalah perusahaan
manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia tahun 2010-2013. Penelitian
ini akan menganalisis secara empiris tentang agency cost yang diproksi dengan
variabel, yaitu Kepemilikan Institusional (Intitusional Ownership, Insider
Ownership, dan Dispersion of Ownership). Sehingga perlu dilakukan pengujian
atas hipotesis-hipotesis yang telah dikemukakan, dan pengujian hipotesis
dilakukan sesuai dengan variabel-variabel yang diteliti dalam penelititan ini agar
mendapatkan hasil yang akurat.
3.1.1 Variabel Penelitian
Variabel penelitian adalah suatu atribut atau sifat atau nilai dari orang,
obyek, atau kegiatan yang mempunyai variasi tertentu yang ditetapkan oleh
peneliti untuk dipelajari dan ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2008 dalam
Wicaksana, 2012).
Variabel dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Variabel bebas (independent variable)
Variabel bebas dalam penelitian ini adalah agency cost yang diproksikan dengan
insider ownership, dispersion of ownership, dan institutional ownership serta
siklus kehidupan perusahaan.
a. Insider Ownership
Merupakan pemilik sekaligus pengelola perusahaan atau semua pihak yang
mempunyai kesempatan untuk terlibat dalam pengambilan kebijaksanaan dan
34
mempunyai akses langsung terhadap informasi dalam perusahaan, dengan
menggunakan skala rasio. (Demsetz dan Lehn 1985)
b. Kepemilikan Institusional
Merupakan proporsi jumlah saham investor berbentuk institusi (perusahaan) yang
membeli saham perusahaan go public yang diperdagangkan di bursa efek, yang
ditetapkan dalam (%), dengan menggunakan skala rasio. (Wahidahwati 2002).
c. Dispersion of Ownership
Merupakan jumlah pemegang saham dari perusahaan yang go public, yang
tersebar di publik, dimana setiap pemegang saham mewakili satu kelompok,
diukur melalui jumlah common stockholders (saham yang dimiliki publik) yang
dikonversikan ke dalam natural log (logaritma natural atau Ln), dengan
menggunakan skala rasio. (Mollah et al 2000).
Tabel 3.1
Variabel Penelititan dan Difinisi Operasional
No
35
NAMA
VARIABEL
DEFINISI VARIABEL
INDIKATOR
SUMBER
1.
Insider
Ownership
Pemilik sekaligus
Ins-Own=
pengelola perusahaan atau
semua pihak yang
mempunyai kesempatan
untuk terlibat dalam
pengambilan kebijaksanaan
2. Kepemilikan proporsi jumlah saham
Inst-Own=x X100%
Institusional investor berbentuk institusi
(perusahaan) yang membeli
saham perusahaan go
public yang
diperdagangkan di bursa
efek, yang ditetapkan
dalam (%), dengan
menggunakan skala rasio.
3.
Dispersion jumlah pemegang saham
of
dari perusahaan yang
Ownership go public, yang tersebar di
publik, dimana setiap
pemegang saham mewakili
satu kelompok, diukur
melalui jumlah common
stockhold ers (saham yang
dimiliki publik) yang
dikonversikan ke dalam
natural log (logaritma
natural atau Ln), dengan
menggunakan skala rasio.
4. Kebijakan
Dividen adalah pembagian
Deviden
laba yang diperoleh
DPS
perusahaan kepada para
DPR =---------x100%
pemegang saham yang
EPS
sebanding dengan proporsi
saham yang dimiliki
Sumber : Berbagai Jurnal Penelitian
Demsetz dan
Lehn 1985
Wahidahwati
2002
Mollah 2000
Riyanto,
(2001)
3.2 Objek Penelitian, Unit Sampel, Populasi, Dan Penentuan Sampel
3.2.1 Objek Penelitian dan Unit Sampel
Obyek penelitian dan unit sampel yang digunakan dalam penelitian ini
adalah perusahaan manufaktur yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI)
tahun 2010-2013.
36
3.2.2 Populasi dan Penentuan Sampel
Populasi merupakan wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/subyek
yang
mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh
peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulannya (Sugiyono, 2008
dalam Wicaksana, 2012). Populasi dalam penelititan ini meliputi perusahaan
manufaktur yang selalu terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun 2010-2013.
Pengambilan sampel dalam penelitian ini dilakukan dengan metode purposive
sampling dengan tujuan untuk mendapatkan sampel yang representatif dengan
kriteria sebagai berikut :
1. Perusahaan manufaktur yang terdaftar di BEI periode tahun 2010-2013 yang
memiliki informasi data keuangan yang lengkap yang berkaitan dengan
variabel penelitian ini (Intitusional Ownership, Insider Ownership, dan
Dispersion of Ownership)
2. Perusahaan yang tidak membagikan dividennya secara kontinyu periode tahun
2010-2013.
37
3.3 Jenis Dan Sumber Data
3.3.1 Jenis Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data yang berupa angka
atau nominal (Sugiyono, 2008 dalam Wicaksana, 2012). Data yang mengacu pada
data kuantitatif yaitu sejumlah data-data keuangan pada suatu perusahaan. Jenis
data dalam penelititan ini adalah data kuantitatif karena merupakan sejumlah datadata dari perusahaan manufaktur tahun 2010-2013. Data diperoleh dari Pusat
Informasi Pasar Modal (PIPM) Bursa Efek Indonesia (BEI) tahun 2010-2013.
3.3.2 Sumber Data
a. Jika data yang diperlukan adalah data Sekunder
Sumber data dalam penelitian ini adalah data sekunder (Secondary Data).
Data sekunder adalah data yang tidak diperoleh langsung dari sumbernya
melainkan melalui media perantara yang diperoleh dan dicatat oleh pihak lain
(Sugiyono, 2008 dalam Wicaksana, 2012). Data sekunder pada umumnya berupa
bukti, catatan atau laporan historis yang telah tersusundalam arsip (data
dokumenter), baik yang dipublikasikan maupun tidak dipublikasikan. Data
sekunder diperoleh dari Pusat Informasi Pasar Modal (PIPM) Bursa Efek
Indonesia (BEI) selama 4 tahun berturut-turut yaitu laporan keuangan tahunan
periode tahun 2010-2013 untuk menentukan perusahaan mana saja yang
memenuhi kriteria sampel dan annual report tahun 2010-2013 untuk mengetahui
data mengenai variabel-variabel.
3.4 Metode Pengumpulan
3.4.1 Metode Dokumentasi
38
Metode pengumpulan data dalam penelititan ini menggunakan metode
dokumentasi. Dokumentasi adalah mencari dan mendapatkan data-data dengan
melalui data-data dari prasasti, naskah-naskah kearsipan, gambar dan lain
sebagainya (Sugiyono, 2008 dalam Wicaksana, 2012). Dokumentasi tersebut
berupa : laporan keuangan yang diperoleh dari indonesian capital market
directory (ICMD) tahunan periode tahun 2010-2013.
3.5 Metode Analisis
Analisis data yang digunakan untuk menguji hipotesis dalam penelititan ini
adalah menggunakan analisis data kuantitatif. Analisis data kuantitatif adalah
analisis data yang menggunakan data yang berbentuk angka-angka yang diperoleh
dari hasil pengukuran dan penjumlahan. Teknis analisis data yang digunakan
dalam penelititan ini adalah metode analisis regresi berganda yang sebelumnya
dilakukan uji asumsi klasik yang meliputi : uji normalitas, uji heteroskedastisitas,
uji multikolinearitas, dan uji autokorelasi.
3.5.1 Analisis Deskriptif
Analisis deskriptif dilakukan untuk memberi gambaran mengenai obyek
penelititan dan deskripsi mengenai variabel-variabel penelitian (cash ratio, return
on assets, growth, firm size, debt to equity ratio, earning per share, total assets
turn over). Ukuran yang ditentukan adalah mean, standar deviasi, minimal,
maksimal. Statistik deskriptif mendekripsikan data menjadi sebuah informasi yang
lebih jelas dan mudah dipahami. Statistik deskriptif dugunakan untuk
mengembangkan profil perusahaan yang menjadi sampel statistik berhubungan
dengan pengumpulan dan peningkatan data, serta penyajian hasil peningkatan
tersebut (Ghozali, 2012).
39
3.5.2 Uji Asumsi Klasik
Tujuan pengujian asumsi klasik ini adalah untuk menguji dan mengetahui
kelayakan atas model regresi yang digunakan dalam penelitian ini. Pengujian ini
juga digunakan untuk memastikan bahwa model regresi yang digunakan di dalam
model ini benar-benar bebas dari adanya gejala heteroskedastisitas,gejala
multikolinearitas, dan gejala autokorelasi. Serta untuk memastikan bahwa data
yang dihasilkan berdistribusi normal (Ghozali, 2012). Proses pengujian asumsi
klasik dilakukan bersama dengan proses uji regresi sehingga langkah-langkah
kerja yang sama dengan uji regresi.
3.5.2.1 Uji normalitas
Menurut Ghozali (2012) uji normalitas bertujuan untuk menguji apakah
variabel pengganggu atau residual dalam model regresi memiliki distribusi
normal. Seperti diketahui bahwa uji t dan uji f mengasumsikan bahwa nilai
residual mengikuti distribusi normal. Jika asumsi ini dilanggar maka uji statistik
menjadi tidak valid untuk jumlah sampel yang kecil. Cara yang dapat digunakan
untuk mendekteksi apakah residual berdistribusi normal atau tidak menurut
Ghozali
(2012)
yaitu
dengan
melakukan
uji
stastistik
non-parametrik
Kolmogorov-Smirnov (K-S). Uji K-S dilakukan dengan melihat tingkat signifikan
dari Kolmogorov-Smirnov (K-S). Jika signifikansinya lebih dari 0,05 maka
dinyatakan normal. Selain itu, uji K-S juga dilakukan dengan membuat hipotesis:
H0
: Data residual berdistribusi normal
H1
: Data residual tidak berdistribusi normal
3.5.2.2 Uji Multikolonearitas
40
Ghozali (2012) mengemukakan bahwa uji multikolonearitas bertujuan
untuk menguji apakah ditemukan adanya korelasi antar variabel bebas
(independen) pada model regresi yang tidak terjadi korelasi. Model regresi yang
baik merupakan model regresi yang tidak terjadi korelasi. Jika variabel
independen pada suatu penelitian saling berkorelasi, maka variabel-variabel ini
tidak ortogonal. Variabel ortogonal merupakan variabel indenpenden yang
korelasinya antar sesama variabel independen nol. Cara untuk mendeteksi ada
atau tidaknya multikolonearitas dalam model regresi menurut Ghozali (2012)
yaitu:
a. Nilai R² yang dihasilkan oleh estimasi model regresi empiris sangat tinggi,
tetapi secara individual variabel independend banyak yang tidak signifikan
dalam mempengaruhi variabel dependend.
b. Menganalisis matriks korelasi variabel-variabel independend. Jika antar
variabel independend ada korelasi yang cukup tinggi (umumnya diatas
0.90), maka hal ini mengindikasikan adanya multikolonearitas dapat
disebabkan karena adanya efek kombinasi dua atau lebih dari variabel
independend.
c. Multikolinearitas dapat juga dilihat dari nilai tolerance dan lawannya
variansi inflation factor (VIF). Kedua ukuran ini menunjukan setiap
variabel independen lainnya. Dalam pengertian sederhana setiap variabel
independen menjadi variabel independen (terikat) dan diregres terhadap
variabel independen lainnya. Tolerance mengukur variabilitas variabel
independen yang terpilih yang tidak dijelaskan oleh variabel independen
lainnya. Jadi nilai tolerance yang rendah sama dengan nilai VIF tinggi
(karena VIF = 1/Tolerance). Nilai cutoff yang umum dipakai untuk
menunjukan adanya multikolonearitas adalah nilai tolerance < 0.10 atau
41
nilai VIF >10. Setiap peneliti harus menentukan tingkat kolinearitas yang
masih dapat ditolerir. Misalnya nilai tolerance = 0.10 sama dengan tingkat
kolonearitas 0.95. Walaupun multikolonearitas dapat dideteksi dengan
nilai Tolerance dan VIF, tetapi masih tetap tidak diketahui variabel
independen mana sajakah yang saling berkorelasi.
3.5.2.3 Uji Autokorelasi
Uji autokorelasi menurut ghozali (2012) bertujuan untuk menguji apakah
dalam model regresi linear ada korelasi antara kesalahan pengganggu pada
periode t dengan kesalahan pengganggu pada periode t-1 (sebelumnya). Jika
terjadi korelasi, maka dinamakan ada masalah autokorelasi. Autokorelasi muncul
karena observasi (pengamatan) yang berurutan sepanjang waktu berkaitan satu
sama lainnya. Masalah observasi ke observasi lainnya. Hal ini sering ditemukan
pada data runtut waktu (time series) karena ‘‘gangguan” pada individu / kelompok
cenderung mempengaruhi “gangguan” pada individu / kelompok yang sama pada
periode berikutnya.
Pada data crossection (silang waktu), masalah autokorelasi relatif jarang
terjadi karena “gangguan” pada observasi
yang berbeda berasal
dari
individu/kelompok yang berbeda. Model regresi yang baik merupakan regresi
yang bebas dari autokorelasi. Cara yang dapat digunakan untuk mendeteksi ada
atau tidaknya autokorelasi menurut ghozali (2012) yaitu dengan uji DurbinWatson (DW test) yang digunakan untuk autokorelasi tingkat satu (first order
autocorelation) dan mensyaratkan adanya intercept (konstanta) dalam model
regresi dan tidak ada variabel lag diantara variabel independen. Hipotesis yang
akan diuji adalah :
H0
42
: tidak ada autokorelasi (r=0)
HA
: ada autokorelasi (r≠0)
Tabel 3.2
Uji Utokorelasi
Hipotesis nol
Tidak ada autokorelasi
positif
Tidak ada autokorelasi
positif
Tidak ada autokorelasi
negatif
Tidak ada autokorelasi
negatif
Tidak ada autokorelasi
positif atau negatif
Sumber : Ghozali, 2012
Keputusan
Jika
Tolak
0< d <dl
No desicion
dl ≤ d ≤ du
Tolak
4 – dl < d,4
No desicion
4 – du ≤ d ≤ 4 – d1
Tidak ditolak
du < d <4 - du
3.5.2.4 Uji heteroskedastisitas
Uji heteroskedastisitas bertujuan menguji apakah dalam model regresi
terjadi ketidaksamaan variance dari residual suatu pengamatan yang lain. Jika
variance dari residual suatu pengamatan ke pengalaman lain tetap, maka disebut
homoskedastisitas dan jika berbeda disebut heteroskedastisitas. Model regresi
yang homoskedastisitas atau tidak terjadi heteroskedastisitas. Kebanyakan data
crossection mengandung situasi heteroskedastisitas karena data ini menghimpun
data yang mewakili berbagai ukuran (Ghozali, 2012). Park mengemukakan
metode bahwa variance (S 2), kemudian ditaksir dengan menggunakan residual Ut
sebagai proksi, merupakan fungsi dari variabel-variabel independend yang
dinyatakan dalam persamaan sebagai berikut :
LnU2i = α + β LnXi + vi
3.5.3
Analisis Regresi Berganda
Hubungan fungsional antara variabel dependen dengan lebih dari satu
variabel independen dapat digunakan teknik regresi berganda dengan bantuan
43
program SPSS 19. Berdasarkan rumusan masalah dan kerangka teoritis yang
disajikan sebelumnya, maka model yang digunakan adalah sebagai berikut :
Y = a + β1X1+ β2X2+ β3X3 + e
Keterangan :
Y
= Tingkat Devidend Payout Ratio
a
= Konstanta
β
= koefisien regresi
X1
= Insider Ownership
X2
= Kepemilikan Institusional
X3
= Dispersion of Ownership
e
= Variabel residual
3.5.4
Uji Hipotesis
Untuk membuktikan kebenaran hipotesis yang diajukan maka digunakan
regresi linear berganda, dengan formulasi sebagai berikut :
DPR = a +b1 Ins-Own +b2Inst-Own +Variance +e
Keterangan :
DPR
= dividen payout ratio
a
= konstanta
b1,b2,b3
= koefisien regresi
e
= error
Menurut Ghozali (2012), ketetapan fungsi regresi sample dalam menaksir
nilai aktual dapat diukur dari nilai koefisien determinasi, nilai statistik t.
Perhitungan statistik disebut signifikan apabila nilai uji statistiknya berada dalam
daerah kritis (daerah dimana H0 ditolak). Sebaliknya disebut tidak signifikan bila
44
nilai uji statistiknya berada dalam daerah dimana H0 diterima. Berikut
merupakan definisi dan koefisien determinasi, nilai statistik F, dan nilai statistik t:
1. Uji signifikansi simultan ( uji statistik F)
Uji F menurut Ghozali (2012) menunjukan apakah semua variabel
independen yang dimasukan dalam model mempunyai pengaruh secara
bersama- sama terhadap variabel dependen. Maka hipotesis yang diajukan
adalah:
H0 : tidak ada pengaruh yang signifikan secara simultan dari seluruh variabel
independen terhadap variabel dependen.
HA: ada pengaruh yang signifikan secara simultan dari seluruh variabel
independen terhadap variabel dependen.
Dasar analisisnya yaitu :
a.
HA diterima jika signifikansi < α maka H0 ditolak
b.
HA ditolak jika signifikansi >α maka H0 diterima
2. Uji signifikansi parameter individual (uji statistik t)
Menurut Ghozalli (2012) uji statistik t pada dasarnya menunjukan sejauh
mana pengaruh satu variabel penjelas / independen secara individual dalam
menerangkan variasi variabel dependen. Berdasarkan uji yang akan dilakukan
dengan uji statistik t maka hipotesis yang akan diajukan yaitu :
H0 : tidak ada pengaruh yang signifikan secara parsial dari variabel
independen terhadap variabel dependen.
HA : ada pengaruh yang signifikan secara parsial dari varibel independen
terhadap variabel dependen.
Dasar analisisnya yaitu :
45
a. HA diterima jika signifikansi < α maka H0 ditolak
b. HA ditolak jika signifikansi > α maka H0 diterima.
3. Koefisien determinasi
Koefisien determinasi (R²) mengukur seberapa jauh kemampuan
model dalam menerangkan variasi variabel independend. Nilai koefisien
dterminasi adalah antara nol dan satu. Nilai R² yang kecil berarti kemampuan
varibel-variabel independend dalam menjelaskan variansi variabel dependend
sangat terbatas. Nilai yang mendekati satu berarti variabel-variabel
independend memberikan hampir semua informasi yang dibutuhkan untuk
memprediksi variasi variabel dependend. Secara umum koefisien determinasi
untuk data silang (crossection) relatif rendah karena adanya variasi yang besar
antara masing-masing pengamatan, sedangkan untuk data runtun waktu (time
series) biasanya mempunyai nilai koefisien determinasi yang tinggi (Ghozali,
2012.
46
DAFTAR PUSTAKA
Adnanto, 2012, “Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Dividend Payout Ratio :
pada saham indeks LQ-45 yang Terdaftar di BEI periode 2008-2010”,
Tesis, STIKUBANK, Semarang.
Amah, Nik (2012). “Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Dividend Policy
Perusahaan Go Public Di Indonesia”. Jurnal Akuntansi dan Pendidikan,
Vol 1. No.1. Oktober 2012. Pendidikan Akuntansi IKIP PGRI Madiun.
Aryani, Ni Luh Gita. (2001). “Pengaruh Faktor – Faktor Keagenan dan FaktorFaktor yang Mempengaruhi Biaya Transaksi terhadap Rasio Pembayaran
Dividen”. Tesis tidak diterbitkan. Program Pasca Sarjana Universitas
Gadjah Mada.
Embara, Cecilia Triana, Ni Luh & Ida Bagus (2012) “Variabel-Variabel Yang
Berpengaruh Terhadap Kebijakan Dividen Serta Harga Saham Pada
Perusahaan Manufaktur Di Bursa Efek Indonesia”. Jurnal Manajemen,
Strategi Bisnis dan Wirausaha Vol 6 No.2 Agustus 2012. Fakultas
Ekonomi Universitas Udayana (UNUD), Bali, Indonesia.
Gujarati, D. 2001. Ekonometrika Dasar. Jakarta: Erlangga.
Hanafi, Mamduh M. (2004). Manajemen Keuangan. Yogyakarta: BPFE.
Kartini & Romlah. 2006. “Analisa Pengaruh Faktor-Faktor Keagenan dan FaktorFaktor Biaya Transaksi terhadap Rasio Pembayaran Dividen”. Jurnal
Aplikasi Bisnis Vol 6, No 9, September 2006. Hlm 689-702.
Lopolusi, Ita (2013). “Analisis Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kebijakan
Deviden Sektor Manufaktur yang Terdaftar di PT Bursa Efek Indonesia
Periode 2007-2011. Jurnal Ilmiah Mahasiswa Universitas Surabaya Vol.2
No.1 (2013). Fakultas Bisnis dan Ekonomika Universitas Surabaya.
Margaretha, Farah. (2004). Teori dan Aplikasi Manajemen Keuangan. Jakarta: PT
Gramedia Widisarana Indonesia.
Norhayati, 2010, “Empirical analysis of Determinants of dividend Payment :
Profotability and Liqudity” .Accounting Research.
Raharjo, Fitriana Santo. (2005). “Analisis Dampak Faktor-Faktor Keagenan dan
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Biaya Transaksi terhadap Rasio
Pembayaran Dividen”. Skripsi tidak diterbitkan. Fakultas Ekonomi
Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
Rahmawati, Christina Heti Tri (2011) “Pengaruh Insider Ownership, Institutional
Ownership, Dispersion Of Ownership, Tingkat Pertumbuhan Perusahaan,
Dan Risiko Perusahaan Terhadap Kebijakan Dividen Pada Perusahaan
Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Periode 2003-2006”. Program
Studi Manajemen, Fakultas Ekonomi Universitas Katolik Widya Mandala
Madiun.
10
Santoso, Habib Dwi dan Andri Prastiwi (2012). “Analisis Faktor-Faktor Yang
Mempengaruhi Kebijakan Dividen (Studi Empiris Pada Perusahaan
Manufaktur Yang Terdaftar Di Bursa Efek Indonesia Periode 20072009)”. Vol.1. No.1 Hal.1-12 Tahun 2012. Jurusan Akuntansi Fakultas
Ekonomika dan Bisnis Universitas Diponegoro.
Sartono, Agus. 2001. Manajemen Keuangan Teori dan Aplikasi. Edisi Empat,
BPFE: Yogyakarta.
Sudarma, M., 2004, Pengaruh Struktur Kepemilikan Saham, Faktor Intern dan
Faktor Esktern terhadap Struktur Modal dan Nilai Perusahaan (Studi pada
Industri yang Go-Public di Bursa Efek Jakarta),Disertasi, Universitas
Brawijaya.
Waruwu, Junius Menafati (2014). “Pengaruh Agency Cost Dan Siklus Kehidupan
Perusahaan Terhadap Kebijakan Dividen Pada Perusahaan Terdaftar Di
Bursa Efek Indonesia Tahun 2009-2011”. Jurnal Akuntansi Vol.1 No.1.
10
Download