MATERI KARTU-PERSEDIAAN

advertisement
MENGELOLA
KARTU PERSEDIAAN
KOMPETENSI DASAR 1
Mempersiapkan
Pengelolaan Kartu
Persediaan
Kegiatan yang dilakukan bagian penerimaan dalam
aktivitas penerimaan barang
 Pemeriksaan terhadap kecocokan data pengirim, artinya
apakah surat pengantar barang dikeluarkan oleh pemasok
dengan alamat yang sesuai dengan nama yang tercantum
dalam surat order pembelian.
 Pemeriksaan terhadap fisik barang, meliputi pemeriksaan
spesifikasi barang (nama, jenis, type, ukuran), penghitungan
kuantitas, pemeriksaan kualitas dan kondisi barang.
 Membuat laporan penerimaan barang yang memuat
informasi hasil pemeriksaan yang benar-benar dilakukan.
Untuk kepentingan ini, tembusan surat order pembelian
yang disampaikan kepada bagian penerimaan tidak
mencantumkan kuantitas barang (blind check).
Kegiatan yang harus dilakukan bagian gudang terkait
dengan pengamanan persediaan barang
 Mempersiapkan tempat untuk menyimpan barang yang akan
diterima dengan memperhatikan sifat barang (mudah rusak, tahan
lama, kepekaan terhadap suhu udara, dan sebagainya). Kegiatan ini
dilakukan setelah menerima tembusan Surat Order Pembelian dari
bagian pembelian.
 Menerima barang beserta tembusan Laporan Penerimaan Barang
dari bagian penerimaan, kemudian mengecek kecocokan data
laporan penerimaan barang dengan tembusan surat order
pembelian.
 Menyimpan barang dengan penataan yang baik dan dengan
memperhatikan urutan keluar masuknya barang.
 Mengeluarkan barang sesuai dengan surat Bukti Permintaan dan
Pengeluaran Barang Gudang. Artinya tidak ada pengeluaran barang
gudang tanpa bukti permintaan dan pengeluaran barang.
 Mencatat kuantitas barang yang diterima dan dikeluarkan dalam
kartu gudang.
Dokumen transaksi dan bukti pendukung yang
terkait dalam pencatatan persediaan barang dagangan







Surat permintaan pembelian
Surat order pembelian
Laporan penerimaan barang
Faktur pembelian
Surat order pengiriman barang
Faktur penjualan
Memo kredit
Ada dua sistem pencatatan persediaan
barang dagangan
a. Sistem Fisik (Phisical System)
Pencatatan sistem fisik sering juga disebut pencatatan
sistem periodik (periodical system) karena persediaan
barang dagangan tidak diikuti mutasi masuk keluarnya
barang, sehingga besarnya persediaan barang dapat
diketahui dengan cara penghitungan secara fisik barang
di gudang.
b. Sistem Perpetual (Perpetual System)
Pencatatan sistem perpetual atau sistem pencatatan
terus menerus (kontinu), disebut juga dengan sistem
balance permanen. Dalam pencatatan persediaan sistem
perpetual, baik jumlah penjualan maupun biaya pokok
penjualan akan dicatat pada setiap penjualan.
Cara Pencatatan Sistem Fisik
Cara Pencatatan Sistem Perpetual
Contoh :
Berikut ini data transaksi yang berkaitan dengan persediaan barang
dagangan UD SINAR TERANG dalam bulan Desember 2009.
 Desember 1, saldo persediaan 2000 unit @ Rp4.000.
 Desember 5, dibeli barang dagangan dan PT Kencana 3000 unit @
Rp4.200 dengan syarat pembayaran 2/10, n/30.
 Desember 6, dikirim kembali barang dagangan kepada PT Kencana
500 unit @ Rp4.200 karena rusak.
 Desember 12, dijual barang dagangan kepada Tk Wijaya 2000 unit
dengan harga @ Rp5.000 harga pokok barang tersebut @ Rp4.000
syarat pembayaran 2/10, n/30.
 Desember 14, diterima kembali barang dagangan dari Tk Wijaya 300
unit karena rusak.
 Desember 15, dibayar kepada PT Kencana atas transaksi tanggal 5
Maret.
 Desember 25, diterima pembayaran dari Tk Wijaya atas transaksi
tanggal 12 Maret.
Penerapan Pencatatan Sistem Fisik
Penerapan Pencatatan Sistem Perpetual
Masalah Pemilikan Persediaan Barang
Barang-barang dalam perjalanan (Goods in Transit)
Barang-barang yang pada tanggal neraca masih dalam perjalanan
menimbulkan masalah apakah masih menjadi milik penjual atau
sudah berpindah haknya pada pembeli.
 Barang-barang yang dipisahkan (Segregated Goods)
Kadang-kadang terjadi suatu kontrak penjualan barang dalam
jumlah besar sehingga pengirimannya tidak dapat dilakukan
sekaligus. Barang-barang yang dipisahkan tersendiri dengan maksud
untuk memenuhi kontrak-kontrak atau pesanan-pesanan walaupun
belum dikirim, haknya sudah berpindah pada pembeli.
 Barang-barang konsinyasi (Consignment Goods)
Dalam cara penjualan titipan, barang-barang yang dititipkan untuk
dijualkan (dikonsinyasikan) haknya masih tetap pada yang
menitipkan sampai saat barang-barang tersebut dijual.
 Penjualan Angsuran (Installment Sales)
Dalam penjualan angsuran, hak atas barang tetap pada penjual
sampai seluruh harga jualnya dilunasi.

Penilaian Persediaan Barang Dengan Pencatatan
Sistem Fisik
Dalam pencatatan sistem fisik, nilai persediaan barang yang
tersedia dihitung secara fisik, kemudian dikalikan dengan
harga satuannya.
Harga satuan barang yang digunakan sebagai dasar
penilaian persediaan bergantung kepada metode penilaian
yang digunakan.
Metode penilaian sediaan yang dapat digunakan dalam
pencatatan sistem fisik, antara lain :
 Metode Identifikasi Khusus
 Metode Rata-rata
 Metode FIFO (First In First Out)
 Metode LIFO (Last In First Out)
 Metode Taksiran
Contoh :
Berikut data UD SINAR TERANG yang menjual produk berbagai
jenis sepeda. Salah satunya adalah sepeda BMX. Selama bulan Juli
2009 transaksi yang terjadi sebagai berikut :
 Juli 1, persediaan 125 unit @ Rp 900.000 = Rp112.500.000
 Juli 4, pembelian 60 unit @ Rp 910.000 = Rp54.600.000
 Juli 10, penjualan 40 unit @ Rp1.100.000 = Rp44.000.000
 Juli 15, penjualan 80 unit @ Rp1.200.000 = Rp96.000.000
 Juli 20, pembelian 60 unit @ Rp 950.000 = Rp57.000.000
 Juli 25, penjualan 60 unit @ Rp1.200.000 = Rp72.000.000
 Juli 28, pembelian 40 unit @ Rp 960.000= Rp38.400.000
 Juli 30, penjualan 30 unit @ Rp1.150.000 = Rp34.500.000
Setelah dilakukan penghitungan fisik atas sisa barang tanggal 31 Juli
2009, di gudang masih tersedia sepeda BMX sebanyak 75 unit.
Harga pokok (nilai) barang tersebut bergantung kepada metode
penilaian persediaan yang digunakan.
Metode Identifikasi Khusus
Dengan metode ini, setiap barang yang masuk (dibeli) diberi tanda
pengenal yang menunjukkan harga satuan sesuai dengan faktur yang
diterima. Misalnya persediaan sepeda BMX sebanyak 75 unit.
Berdasarkan tanda pengenal yang ada pada setiap sepeda, misalkan
sepeda yang bersangkutan terdiri atas:
 30 unit dengan tanda pengenal Rp 960.000 per unit
 30 unit dengan tanda pengenal Rp 950.000 per unit
 15 unit dengan tanda pengenal Rp 910.000 per unit
Dari data di atas, nilai persediaan sepeda BMX pada tanggal 31 Juli
2009, dihitung sebagai berikut:
 30 x Rp 960.000 ……………………………… = Rp 28.800.000
 30 x Rp 950.000 ……………………………… = Rp 28.500.000
 5 x Rp 910.000 ………………………………. = Rp 13.650.000
Jumlah
= Rp 70.950.000
Metode Rata-rata Sederhana
Dengan metode ini, harga rata-rata per satuan barang dihitung
dengan cara membagi total harga per satuan setiap transaksi
pembelian dengan jumlah transaksi pembelian termasuk sediaan
awal periode.
Berdasarkan data sediaan pada contoh di atas, harga rata-rata tiap
kg dihitung sebagai berikut:
= Rp 1.046.250.
Dengan demikian menurut metode Rata-rata Sederhana nilai
persediaan sepeda BMX pada tanggal 31 Juli 2009 adalah sebesar
75 x Rp1.046.250 = Rp78.468.750.
Metode First In First Out (FIFO)
Menurut metode FIFO, barang yang lebih dulu masuk (dibeli) dianggap
barang yang lebih dulu keluar (dijual).
Pada contoh di muka, barang yang lebih dulu masuk adalah persediaan pada
1 Juli 2009. Barang inilah yang dianggap lebih dulu dijual. Setelah barang
tersebut habis, baru menjual barang yang masuk berikutnya. Demikian
seterusnya, sehingga persediaan barang pada akhir periode adalah sebagian
atau seluruhnya berasal dari barang yang masuk terakhir dalam periode yang
bersangkutan.
Berdasarkan contoh diatas, persediaan sepeda BMX pada 31 Juli 2009
sebanyak 75 unit.
Menurut metode FIFO, barang tersebut terdiri atas:
• 40 unit berasal dari barang yang dibeli 28 Juli.
• 35 unit berasal dari barang yang dibeli 20 Juli.
Dengan demikian nilai persediaan sepeda BMX pada 31 Juli 2009 dihitung
sebagai berikut:
• 40 unit @ Rp 960.000 …………………… = Rp 38.400.000
• 35 unit @ Rp 950.000 …………………... . = Rp 33.250.000
Jumlah ……. . = Rp 71.650.000
Metode Last In First Out (LIFO)
Menurut metode LIFO, barang yang terakhir masuk dianggap barang
yang lebih dulu keluar.
Berdasarkan contoh diatas, barang yang lebih dulu dijual pada bulan
Juli 2009 adalah barang yang dibeli tanggal 28 Juli.
Setelah barang tersebut habis, baru menjual barang yang masuk
sebelumnya yaitu yang dibeli tanggal 20 Juli.
Demikian seterusnya, sehingga persediaan pada akhir periode adalah
seluruhnya atau sebagian dari barang yang paling dulu masuk pada
periode yang bersangkutan.
Persediaan sepeda BMX pada 31 Juli 2009 sebanyak 75 unit dalam
contoh diatas, menurut metode LIFO berasal dari persediaan awal
sebanyak 75 unit.
Oleh karena itu nilai persediaan sepeda BMX pada 31 Juli 2009
dihitung sebagai berikut:
• 75 unit x Rp900.000
= Rp67.500.000
Metode Taksiran
Metode taksiran biasanya digunakan pada
supermarket yang biasa membuat laporan
keuangan bulanan (Interim), sehingga relatif
sulit dilakukan penghitungan barang secara
fisik.
Penerapan metode taksiran dapat dilakukan
dengan menggunakan :
 Metode Laba kotor.
 Metode Harga Eceran.
Metode Laba Kotor
Metode laba bruto digunakan untuk mengestimasi nilai
persediaan akhir periode atau pada saat terjadi bencana
alam atau kebakaran berdasarkan estimasi laba bruto.
Manfaat penggunaan metode laba bruto untuk
mengestimasi nilai persediaan diantaranya adalah:
 Mengestimasi nilai persediaan untuk menyusun laporan
keuangan bulanan atau kuartalan.
 Mengestimasi harga pokok persediaan yang
rusak/musnah karena kebakaran atau bencana alam
lainnya.
Langkah-langkah yang harus ditempuh untuk
mengestimasi nilai persediaan berdasarkan metode
laba bruto
 Mengestimasi tingkat laba bruto berdasarkan
pengalaman masa lalu dengan menyesuaikan perubahan
harga pokok dan harga jual dalam satu periode.
 Menghitung estimasi harga pokok penjualan dengan cara
mengurangkan penjualan bersih dengan taksiran laba
bruto.
 Menentukan taksiran nilai persediaan dengan
menggurangkan barang tersedia dijual dengan taksiran
harga pokok penjualan.
Menentukan jumlah persediaan dengan metode
laba bruto, biasanya dilakukan dalam kondisi
sebagai berikut:
 Untuk menaksir jumlah persediaan barang yang
diperlukan untuk menyusun laporan-laporan jangka
pendek, dimana penghitungan fisik tidak mungkin
dijalankan.
 Untuk menaksir jumlah persediaan barang yang rusak
karena terbakar dan menentukan jumlah barang sebelum
terjadinya kebakaran.
 Untuk mengecek jumlah persediaan yang dihitung dengan
cara-cara lain, disebut test laba bruto.
 Untuk menyusun taksiran harga pokok penjualan,
persediaan akhir dan laba bruto. Taksiran ini dihitung
sesudah dibuat budget penjualan.
Contoh :
Misalkan dari kegiatan usaha suatu perusahaan selama bulan Juli 2009,
diperoleh data antara lain sebagai berikut:
 Harga pokok barang yang disediakan untuk dijual (persediaan awal
periode ditambah pembelian neto), Rp240.000.000.
 Hasil penjualan bersih selama bulan Juli 2009, Rp264.500.000.
 Laba kotor berdasarkan pengalaman periode lalu, 40% dari jumlah
penjualan bersih.
Berdasarkan data di atas, harga pokok (nilai) persediaan barang pada
tanggal 31 Juli 2009 dihitung sebagai berikut:
Barang disediakan untuk dijual
Rp240.000.000
Hasil penjualan bersih
Rp264.500.000
Laba kotor 40% x Rp264.500.000 (Rp105.800.000)
Harga pokok barang yang dijual
(Rp158.700.000)
Nilai persediaan barang pada 31 Desember 2009 Rp 81.300.000
Metode Harga Eceran
Metode ini digunakan untuk mengestimasi nilai persediaan
berdasarkan hubungan antara barang yang tersedia dijual
dengan harga eceran dari barang yang sama.
Metode ini digunakan untuk menentukan nilai persediaan,
jika perusahaan menggunakan sistem fisik tanpa harus
melakukan perhitungan secara fisik barang di gudang.
Metode harga eceran biasanya digunakan dalam toko-toko
yang menjual bermacam-macam barang secara eceran,
termasuk toko serba ada.
Metode eceran ini memungkinkan dihitungnya jumlah
persediaan akhir tanpa mengadakan perhitungan fisik.
Prosedur Dalam Menerapkan Metode Harga Eceran
1. Hitunglah barang tersedia dijual selama satu periode baik
berdasar harga perolehan maupun harga jual eceran.
2. Hitunglah rasio harga perolehan terhadap harga eceran
dengan cara membagi barang tersedia dijual pada harga
perolehan dengan barang tersedia dijual pada harga jual
eceran.
3. Hitunglah persediaan secara eceran dengan cara
mengurangkan total penjualan selama satu periode dengan
barang tersedia dijual pada harga eceran.
4. Hitunglah estimasi nilai persediaan barang dengan cara
mengalikan rasio barang tersedia dijual pada harga
perolehan terhadap barang tersedia dijual pada harga
eceran dengan nilai persediaan pada harga jual eceran.
Metode Harga Eceran Bisa Digunakan Untuk :
 Menaksir jumlah persediaan barang untuk penyusunan
laporan keuangan jangka pendek.
 Mempercepat perhitungan fisik, karena jumlah yang
dihitung itu dicantumkan dengan harga jualnya, maka
untuk mengubahnya ke harga pokok adalah dengan
mengalikannya dengan persentase harga pokok tanpa
perlu memperhatikan masing-masing fakturnya.
 Mutasi barang dapat diawasi yaitu dengan
membandingkan hasil penghitungan fisik yang dinilai
dengan harga jual dengan hasil perhitungan dari
metode eceran.
Contoh :
Misalkan dari kegiatan operasi suatu perusahaan selama bulan Juli 2009,
diperoleh data antara lain sebagai berikut;
• Harga pokok barang yang disediakan untuk dijual dalam bulan Juli 2009
Rp235.000.000
• Taksiran harga jual seluruh barang menurut harga eceran Rp320.000.000
• Hasil penjualan selama bulan Juli 2009 Rp240.000.000
Berdasarkan data di atas, harga pokok (nilai) persediaan barang pada tanggal
31 Juli 2009 dihitung sebagai berikut:
Jumlah penjualan menurut harga eceran
Rp320.000.000
Jumlah penjualan yang sudah terjadi
Rp240.000.000
Nilai persediaan akhir periode, menurut harga eceran Rp 80.000.000
Perbandingan antara jumlah harga pembelian dengan jumlah harga eceran,
240.000.000 : 320.000.000 atau 3 : 4
Harga eceran persediaan akhir periode berjumlah Rp80.000.000
Harga pokok persediaan akhir periode :
= Rp60.000.000
Penilaian Persediaan Barang Dengan Pencatatan
Sistem Perpetual
Dalam pencatatan sistem perpetual, setiap terjadi
transaksi penjualan barang, harga pokok barang yang dijual
harus dihitung dan dicatat debet pada akun Harga Pokok
Penjualan.
Artinya penerapan metode penilaian persediaan dilakukan
pada saat terjadi transaksi penjualan, untuk menentukan
harga pokok barang yang dijual.
Metode penilaian sediaan yang dapat digunakan dalam
pencatatan sistem perpetual, antara lain :
 Metode FIFO (First In First Out)
 Metode LIFO (Last In First Out)
 Metode Rata-rata Bergerak (Moving Average Method)
Contoh :
Misalkan UD CAHAYA ABADI menjual berbagai jenis kain. Data
mengenai persediaan barang kain jenis sutera, untuk bulan
Desember 2009 sebagai berikut:
 Des 1, persediaan 120 unit @ Rp54.000 =
Rp 6.480.000.
 Des 5, pembelian 180 unit @ Rp60.000 =
Rp10.800.000.
 Des 10, penjualan 200 unit.
 Des 16, pembelian 200 unit @ Rp63.000 =
Rp12.600.000.
 Des 20, pembelian 120 unit @ Rp64.000 =
Rp 7.680.000.
 Des 26, penjualan 280 unit.
Metode First In First Out (FIFO)
Menurut metode FIFO, harga pokok barang yang dijual dihitung dengan
anggapan bahwa barang yang pertama masuk adalah barang yang dijual
lebih dulu.
Kekurangannya diambil dari barang yang masuk berikutnya.
Dari data persediaan di atas, kain sutera yang dijual dalam bulan desember
2009, terdiri atas:
 200 unit penjualan tanggal 10 Desember.
 280 unit penjualan tanggal 26 Desember.
Harga pokok barang tersebut dihitung sebagai berikut:
Harga pokok kain sutera yang dijual tanggal 10 Desember, sebanyak 200
unit, terdiri atas:
 120 unit dari persediaan awal bulan.
Harga pokok barang tersebut 120 x Rp54.000
= Rp 6.480.000
 Kekurangan sebanyak 80 unit diambil dari pembelian tanggal
5 Desember. Harga pokok barang 80 x Rp60.000
= Rp 4.800.000
Jumlah
Rp11.280.000
Lanjutan .....
Harga pokok kain sutera yang dijual tanggal 26 Desember sebanyak 280
unit, terdiri atas:
 100 unit dari sisa barang tanggal 5 Desember.
Harga pokok barang tersebut 100 x Rp60.000
= Rp 6.000.000
 Kekurangan sebanyak 180 unit diambil dari pembelian
tanggal 16 Desember.
Harga pokok barang 180 x Rp63.000
= Rp11.340.000
Jumlah
Rp17.340.000
Dari hasil perhitungan di atas, harga pokok kain sutera yang dijual selama
bulan Desember 2009, menurut metode FIFO adalah:
Harga pokok penjualan tanggal 10 Desember 2009 = Rp11.280.000
Harga pokok penjualan tanggal 26 Desember 2009 = Rp17.340.000
Jumlah
Rp28.620.000
Metode Last In First Out (LIFO)
Menurut metode LIFO, harga pokok barang yang dijual dihitung dengan
anggapan bahwa barang yang terakhir masuk adalah barang yang dijual
lebih dulu.
Kekurangannya diambil dari barang yang masuk sebelumnya.
Dari data persediaan pada contoh di atas, harga pokok penjualan kain
sutera yang dijual dalam bulan desember 2009, sebagai berikut:
Harga pokok kain sutera yang dijual tanggal 10 Desember, sebanyak 200
unit, terdiri atas:
 180 unit dari barang yang dibeli tanggal 5 Desember
merupakan barang yang terakhir masuk sebelum terjadi penjualan.
Harga pokok barang tersebut 180 x Rp60.000
= Rp10.800.000
 Kekurangan sebanyak 20 unit diambil dari barang
yang masuk sebelumnya (persediaan awal)
Harga pokok barang 20 x Rp54.000
= Rp 2.080.000
Jumlah
Rp11.880.000
Lanjutan .....
Harga pokok kain sutera yang dijual tanggal 26 Desember sebanyak 280
unit, terdiri atas:
 120 unit dari barang yang dibeli tanggal 20 Desember
Harga pokok barang tersebut 120 x Rp64.000
= Rp 7.680.000
 Kekurangan sebanyak 160 unit diambil dari barang
yang dibeli tanggal 16 Desember.
Harga pokok barang 160 x Rp63.000
= Rp10.080.000
Jumlah
Rp17.760.000
Dari hasil perhitungan di atas, harga pokok kain sutera yang dijual selama
bulan Desember 2009, menurut metode LIFO adalah:
Harga pokok penjualan tanggal 10 Desember 2009
= Rp11.880.000
Harga pokok penjualan tanggal 26 Desember 2009
= Rp17.760.000
Jumlah
Rp29.640.000
Metode Rata-rata
Dalam metode pencatatan perpetual, metode rata-rata disebut metode Rata-rata
Bergerak (Moving Average Method) karena setiap terjadi transaksi pembelian, harga
rata-rata per satuan barang harus dihitung, sehingga harga rata-rata per satuan
akan berubah-ubah.
Harga pokok rata-rata per satuan barang yang dijual adalah harga pokok rata-rata
per satuan yang berlaku pada saat terjadi transaksi penjualan.
Sebagai ilustrasi, merujuk kepada data persediaan kain sutera pada contoh di atas,
harga pokok kain sutera yang dijual tanggal 10 Desember 2009, dihitung berikut.
Persediaan, 1 Desember
120 unit
harga rata-rata tiap unit Rp54.000
= Rp 6.480.000
Pembelian, 5 Desember
180 unit
harga beli tiap unit Rp60.000
= Rp10.800.000
300 unit Rp17.280.000
Harga pokok rata-rata tiap unit:
= Rp57.600
Harga pokok rata-rata yang berlaku pada saat terjadi transaksi penjualan tanggal
10 Desember 2009 adalah Rp57.600, sehingga harga pokok kain sutera yang
dijual tanggal 10 Desember (200 unit) adalah sebesar 200 x Rp57.600 =
Rp11.520.000.
Penilaian Persediaan Barang Dengan
Metode Nilai Pengganti
Dalam hal persediaan pada akhir periode dinilai dengan
metode nilai pengganti, persediaan umumnya dinilai
berdasarkan harga terendah antara harga beli (pokok) dan
harga pasar.
Penerapan metode nilai pengganti tidak hanya berorientasi
kepada data harga barang yang sudah terjadi di masa lalu
(harga historis), tetapi juga berdasarkan harga pasar pada
saat dilakukan penilaian persediaan.
Dalam penerapan metode nilai pengganti, kesulitan
ditemui apabila persediaan terdiri atas barang yang banyak
jenisnya, sehingga jenis-jenis persediaan barang harus
dikelompokkan lebih dahulu.
Contoh penerapan metode nilai pengganti tidak hanya
berorientasi kepada data harga barang yang sudah terjadi di
masa lalu, tetapi juga berdasarkan harga pasar pada saat
dilakukan penilaian persediaan
Misalnya persediaan barang X pada tanggal 31 Desember 2009,
sebanyak 2.000 unit dengan harga tiap unit Rp12.500.
Harga pasar barang X pada 31 Desember 2009, Rp11.000 per unit.
Harga pokok (cost) persediaan pada contoh di atas, 2.000 x
Rp12.500 = Rp25.000.000.
Sementara harga pasarnya sebesar 2.000 x Rp11.000 =
Rp22.000.000.
Dengan demikian harga pasar lebih rendah daripada harga pokok.
Jika persediaan dinilai dengan metode nilai pengganti, nilai
persediaan barang X dalam neraca 31 Desember 2009 harus
diinformasikan sebesar Rp22.000.000.
Contoh penerapan metode nilai pengganti dalam penentuan
nilai persediaan yang terdiri atas bermacam-macam jenis barang
Misalkan suatu perusahaan pada tanggal 31 Desember 2009 memiliki
persediaan barang yang sudah dikelompokkan sebagai berikut:
Lanjutan .....
Penerapan metode harga terendah antara harga beli dengan harga pasar terhadap
kelompok-kelompok persediaan di atas, dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut:
1. Diterapkan kepada setiap jenis barang
Berdasarkan data pada daftar di atas, harga terendah untuk tiap jenis barang:
Barang A-1, harga pasar
Rp 40.500.000
Barang A-2, harga beli
Rp 36.000.000
Barang B-1, harga beli
Rp 27.000.000
Barang B-2, harga pasar
Rp 19.500.000
Jumlah harga terendah untuk tiap jenis barang
Rp123.000.000
Nilai persediaan diinformasikan dalam neraca 31 Desember 2009, Rp123.00.000
2. Diterapkan terhadap masing-masing kelompok persediaan barang
Dari data pada daftar di atas, harga terendah untuk masing-masing kelompok:
Barang A, harga pasar
Rp 79.500.000
Barang B, harga beli
Rp 48.000.000
Nilai persediaan dalam neraca 31 Des 2009
Rp127.500.000
3. Diterapkan terhadap seluruh persediaan barang
Harga terendah untuk seluruh jenis persediaan pada daftar di atas adalah harga
pasar yaitu sebesar Rp132.000.000, sehingga persediaan dalam neraca 31 Desember
2009 diinformasikan sebesar Rp132.000.000.
KOMPETENSI DASAR 2
Mengidentifikasi Data
Mutasi Persediaan Barang
Dalam mengelola kartu persediaan data-data yang
mempengaruhi perubahan nilai persediaan antara lain :
Pembelian barang dagangan baik secara tunai maupun
secara kredit akan menambah jumlah persediaan.
 Retur pembelian barang dagangan baik secara tunai
maupun secara kredit akan mengurangi jumlah
persediaan.
 Penjualan barang dagangan baik secara tunai maupun
secara kredit akan mengurangi jumlah persediaan.
 Retur penjualan barang dagangan baik secara tunai
maupun secara kredit akan mengurangi jumlah
persediaan.

Contoh :
Berikut data yang ada pada UD SINAR TERANG mengenai
barang dagangan dalam bulan Juli 2009
Lanjutan .....
Berdasarkan data transaksi di atas dapat
diidentifikasi sebagai berikut :
Lanjutan .....
Lanjutan .....
KOMPETENSI DASAR 3
Membukukan Mutasi
Persediaan Barang Dagangan
ke Kartu Persediaan
Sebagai contoh berdasarkan transaksi yang terjadi pada UD SINAR
TERANG di atas akan dibuat Kartu Persediaan sebagai berikut:
Metode FIFO
Lanjutan .....
Metode FIFO
Lanjutan .....
Metode FIFO
Sebagai contoh berdasarkan transaksi yang terjadi pada UD SINAR
TERANG di atas akan dibuat Kartu Persediaan sebagai berikut:
Metode LIFO
Lanjutan .....
Metode LIFO
Lanjutan .....
Metode LIFO
KOMPETENSI DASAR 4
Membuat Laporan Persediaan
Barang Dagangan
Membuat Laporan Persediaan Barang Dagangan





Salah satu tugas Bagian Kartu Persediaan adalah secara
periodik membuat laporan persediaan barang.
Dalam pencatatan sistem perpetual, mutasi setiap jenis
barang tampak dalam kartu persediaan, sehingga laporan
persediaan barang dapat dibuat berdasarkan data kartu
persediaan.
Dalam pencatatan sistem fisik, laporan persediaan dibuat
setelah dilakukan pemeriksaan barang secara fisik.
Laporan persediaan dapat dibuat dengan menginformasikan
saldo awal periode, mutasi selama periode, dan saldo akhir
periode, dapat juga dibuat dengan hanya menginformasikan
saldo akhir periode.
Barang dagangan yang dimiliki perusahaan perlu dibuat
laporannya yang akan tampak dalam laporan keuangan.
Berdasarkan data persediaan barang dagangan UD SINAR
TERANG dapat dibuat laporan persediaan barang dagangan
sebagai berikut :
1. Dengan metode penilaian FIFO
Lanjutan ......
2. Dengan metode penilaian LIFO
KOMPETENSI DASAR 5
Membukukan
Selisih Persediaan
Dokumen yang digunakan dalam penghitungan fisik persediaan
1. Kartu Penghitungan Fisik (inventory tag)
Dokumen ini digunakan untuk merekam hasil penghitungan fisik
persediaan.
Dalam penghitungan fisik persediaan, setiap jenis persediaan dihitung dua
kali secara independen oleh penghitung (counter) dan pengecek (checker).
Kartu penghitung fisik dibagi menjadi tiga bagian :
 Bagian ke-3 kartu penghitungan fisik (bagian bawah) disediakan untuk
merekam data hasil penghitungan oleh penghitung pertama.
 Bagian ke-2 (bagian tengah) kartu tersebut digunakan untuk merekam
hasil penghitungan yang dilakukan oleh penghitung kedua (pengecek).
 Bagian ke-1 (bagian atas) kartu tersebut digunakan untuk memberi
tanda jenis persediaan yang telah dihitung dengan cara
menggantungkan bagian kartu tersebut pada tempat penyimpanan
barang yang bersangkutan.
Data yang direkam dalam bagian ke-2 kartu penghitungan fisik dicatat ke
dalam daftar hasil penghitungan fisik setelah data dalam bagian ke-2
diperiksa kecocokannya dengan data yang dicatat dalam bagian ke-3 kartu
tersebut.
Contoh Kartu Penghitungan Fisik (Inventory Tag)
Lanjutan .....
2. Daftar Hasil Penghitungan Fisik (Inventory Summary Sheet)
Dokumen ini digunakan untuk meringkas data yang telah direkam dalam bagian
ke-2 kartu penghitungan fisik.
Data yang disalin dari bagian ke-2 kartu penghitungan fisik ke dalam daftar ini
adalah nomor kartu penghitungan fisik, nomor kode persediaan, nama
persediaan, kuantitas, dan satuan.
Dokumen ini diisi dengan harga pokok per satuan dan harga pokok total tiap
jenis persediaan oleh Bagian Kartu persediaan berdasarkan data yang dicatat
dalam kartu persediaan.
Daftar hasil penghitungan fisik persediaan yang telah selesai diproses kemudian
ditandatangani oleh Ketua Panitia Penghitungan Fisik dan diotorisasi oleh
Direktur Utama.
Daftar ini kemudian digunakan untuk meminta pertanggungjawaban dari Bagian
Gudang mengenai pelaksanaan fungsi penyimpanan barang gudang dan
pertanggunggjawaban dari Bagian Kartu persediaan mengenai keandalan
penyelenggaraan catatan akuntansi persediaan.
Berdasarkan informasi yang ter cantum dalam kolom harga pokok total pada
daftar hasil penghitungan fisik dilakukan adjustment terhadap data kuantitas dan
saldo harga pokok yang dicatat dalam kartu persediaan yang bersangkutan.
Contoh Daftar Hasil Penghitungan Fisik
(Inventory Summary Sheet)
Lanjutan .....
3. Bukti Memorial
Dokumen ini merupakan dokumen sumber yang
digunakan untuk membukukan adjustment rekening
persediaan sebagai akibat dari hasil penghitungan fisik
ke dalam jurnal umum.
Data yang digunakan sebagai dasar pembuatan bukti
memorial ini adalah selisih jumlah kolom harga
pokok total dalam daftar hasil penghitunagn fisik
dengan saldo harga pokok persediaan yang
bersangkutan menurut kartu persediaan.
Catatan akuntansi yang digunakan dalam
penghitungan fisik persediaan
Kartu Persediaan digunakan untuk mencatat
adjustment terhadap data persediaan (kuantitas dan
harga pokok total) yang tercantum dalam kartu
persediaan oleh Bagian Kartu Persediaan.
2) Kartu Gudang digunakan untuk mencatat adjustment
terhadap data persediaan (kuantitas) yang tercantum
dalam kartu gudang oleh Bagian Gudang.
3) Jurnal Umum digunakan untuk mencatat jurnal
adjustment rekening persediaan karena adanya
perbedaan antara saldo yang dicatat dalam rekening
persediaan dengan saldo menurut penghitungan fisik.
1)
Fungsi yang terkait dalam penghitungan fisik persediaan
1) Panitia Penghitungan Fisik Persediaan
Panitia ini berfungsi untuk melaksanakan penghitungan fisik persediaan da
menyerahkan hasil penghitungan tersebut kepada Bagian Kartu Persediaan
untuk digunakan sebagai dasar adjustment terhadap catatan persediaan
dalam kartu persediaan.
2) Fungsi Akuntansi
Fungsi akuntansi bertanggung jawab untuk (1) mencantumkan harga pokok
satuan persediaan yang dihitung ke dalam daftar hasil penghitungan fisik, (2)
mengalikan kuantitas dan harga pokok per satuan yang tercantum dalam
daftar hasil penghitungan fisik, (3) mencantumkan harga pokok total daftar
hasil penghitungan fisik, (4) melakukan adjustment terhadap kartu
persediaan berdasar data hasil penghitungan fisik persediaan, (5) membuat
bukti memorial untuk mencatat adjustment data persediaan dalam jurnal
umum berdasarkan hasil penghitungan fisik peresediaan.
3) Fungsi Gudang
Fungsi gudang bertanggung jawab untuk melakukan adjustment data
kuantitas persediaan yang dicatat dalam kartu gudang berdasarkan hasil
penghitungan fisik persediaan.
Jaringan prosedur yang membentuk sistem
penghitungan fisik persediaan
1. Prosedur Penghitungan Fisik
Dalam prosedur ini tiap jenis persediaan di gudang dihitung oleh penghitung dan
pengecek secara independen yang hasilnya dicatat dalam kartu penghitungan fisik.
2. Prosedur Kompilasi
Dalam prosedur ini pemegang kartu penghitungan fisik melakukan perbandingan
data yang dicatat dalam bagian ke-3 dan bagian ke-2 kartu penghitungan fisik ke
dalam daftar penghitungan fisik.
3. Prosedur Penentuan Harga Pokok Persediaan
Dalam prosedur ini Bagian kartu Persediaan mengisi harga pokok per satuan tiap
jenis persediaan yang tercantum dalam daftar penghitungan fisik berdasarkan
informasi dalam kartu persediaan yang bersangkutan serrta mengalikan harga pokok
persatuan tersebut dengan kkuantitas hasil penghitungan fisik untuk mendapatkan
total harga pokok persediaan yang dihitung.
4. Prosedur Adjustment
Dalam prosedur ini Bagian kartu persediaan melakukan adjustment terhadap data
persediaan yang tercantum dalam kartu persediaan berdasarkan data hasil
penghitungan fisik persediaan yang tercantum dalam daftar hasil penghitungan fisik
persediaan. Dalam prosedur ini pula bagian gudang melakukan adjustment terhadap
data kuantitas persediaan yang tercatat dalam kartu gudang.
Sistem otorisasi dan prosedur pencatatan
penghitungan fisik persediaan
1) Daftar hasil penghitungan fisik persediaan ditandatangani
oleh Ketua Panitia Penghitungan Fisik Persediaan.
2) Daftar hasil penghitungan fisik persediaan ditandatangani
oleh Ketua Panitia Penghitungan Fisik Persediaan.
3) Pencatatan hasil penghitungan fisik persediaan didasarkan
atas kartu penghitunagn fisik yang telah diteliti
kebenaranyya oleh pemegang kartu penghitungan fisik.
4) Harga satuan yang dicantumkan dalam daftar hasil
penghitungan fisik berasal dari kartu persediaan yang
bersangkutan.
5) Adjustment terhadap kartu persediaan didasarkan pada
informasi (kuantitas maupun harga pokok total) tiap jenis
persediaan yang tercantum dalam daftar penghitungan fisik.
Metode penilaian persediaan dalam
penghitungan fisik persediaan
1)
Metode Identifikasi Khusus
Dengan metode ini setiap barang yang masuk atau dibeli diberi
tanda pengenal yang menunjukkan harga per satuan sesuai dengan
faktur pembeliannya.
Contoh:
Berikut ini data persediaan yang dimiliki UD Kencana dalam bulan
Januari 2009:
Lanjutan .....
Setelah diadakan perhitungan barang yang ada sebagai berikut:
Jumlah penjualan dalam bulan Januari 22.500 unit perhitungan.
Misalkan barang yang masih ada tersebut adalah:
A Barang yang dibeli tanggal 20 Januari 4000 unit B Barang yang
dibeli tanggal 25 Januari 2500 unit.
Maka nilai persediaan akhir adalah:
 A 4000 unit @ Rp 1.250
= Rp 5.000.000
 B 2500 unit @ Rp 1.300
= Rp 3.250.000
Nilai persediaan barang akhir
= Rp 8.250.000
2) Metode Rata-rata
a. Metode rata-rata sederhana
Dengan metode ini harga rata-rata per unit barang
dihitung dengan menjumlahkan harga per satuan tiap
transaksi pembelian awal dibagi jumlah transaksi
pembelian termasuk persediaan awal.
Berdasarkan data di atas nilai persediaan dapat dihitung
sebagai berikut:
= Rp 1.170
Nilai persediaan dengan metode rata-rata sederhana
adalah:
6500 unit x Rp 1.170 = Rp 7.605.000
Lanjutan .....
b. Metode rata-rata tertimbang
Dengan metode ini harga rata-rata per satuan barang
dihitung dengan membagi jumlah harga barang yang
tersedia untuk dijual dengan jumlah kuantitas barang.
Harga rata-rata=
=
Rp 1.169
Nilai persediaan adalah = 6.500 x Rp1.169 = Rp7.598.500
Lanjutan .....
3) Metode Masuk Pertama Keluar Pertama (MPKP)
Dalam metode MPKP (FIFO) beranggapan bahwa barang
yang masuk lebih dulu dianggap yang lebih dulu keluar.
Berdasarkan contoh di atas nilai persediaan dengan
metode FIFO adalah sebagai berikut:
Barang yang masih ada adalah 6500 unit
Nilai persediaan barang tersebut adalah:
Lanjutan .....
4) Metode Masuk Terakhir Keluar Pertama (MTKP)
Dalam Metode MTKP atau LIFO beranggapan bahwa
barang yang masuk terakhir dianggap yang lebih dulu
keluar.
Berdasarkan contoh di atas persediaan dengan metode
LIFO adalah:
Praktik yang sehat dalam penghitungan
fisik persediaan
Penghitungan fisik setiap jenis persediaan dilakukan dua
kali secara independen, pertama kali oleh penghitung dan
kedua kali oleh pengecek.
 Kuantitas dan data persediaan yang lain yang tercantum
dalam bagian ke-3 dan bagian ke-2 kartu penghitungan
fisik dicocokkan oleh fungsi pemegang kartu
penghitungan fisik sebelum data yang tercantum dalam
bagian ke-2 kartu penghitungan fisik dicatat dalam daftar
hasil penghitungan fisik.
 Peralatan dan metode yang digunakan untuk mengukur
dan menghitung kuantitas persediaan harus dijamin
ketelitiannya.

Dokumen dan kelengkapan lain yang diperlukan dalam
pengelolaan administrasi gudang
1) Tembusan Surat Order Pembelian yang diterima dari
bagian pembelian,
2) Tembusan Laporan Penerimaan Barang yang diterima
dari bagian penerimaan beserta barang yang
bersangkutan,
3) Surat Order Pengiriman Barang yang diterima dari
bagian order penjualan (penjualan kredit),
4) Tembusan faktur yang diterima dari bagian order
penjualan (penjualan tunai),
5) Kartu gudang sebagai tempat mencatat mutasi kuantum
tiap jenis barang.
Prosedur penerimaan dan pengeluaran barang gudang
Penerimaan Barang
Dalam hubungan dengan aktivitas penerimaan barang, kegiatan
yang dilakukan bagian gudang adalah sebagai berikut:
1) Menerima tembusan surat order pembelian dari bagian
pembelian sebagai pemberitahuan untuk mempersiapkan
tempat penyimpanan barang yang sudah dipesan.
2) Menerima barang beserta tembusan laporan penerimaan
barang dari bagian penerimaan.
3) Memeriksa kecocokkan data laporan penerimaan barang
dengan data surat order pembelian.
4) Mencatat barang yang diterima dalam kartu gudang yang
bersangkutan.
5) Menyimpan dan mengamankan barang yang diterima.
Lanjutan .....
Pengeluaran Barang
Dalam hubungan dengan aktivitas pengeluaran barang, kegiatan
yang dilakukan bagian gudang adalah sebagai berikut:
1) Menerima faktur penjualan tunai bagian order penjualan.
2) Menerima surat order pengiriman barang dari bagian order
penjualan dalam penjualan kredit.
3) Menyiapkan barang sesuai dengan yang tercantum dalam
faktur penjualan tunai atau surat order pengiriman.
4) Menyerahkan barang beserta tembusan faktur penjualan
tunai kepada bagian pengiriman.
5) Menyerahkan barang beserta surat order pengiriman
kepada bagian pengiriman (dalam penjualan kredit).
6) Mencatat faktur penjualan tunai atau surat order
pengiriman dalam kartu gudang.
Pencatatan mutasi barang dalam kartu gudang
Kartu gudang berfungsi sebagai tempat mencatat mutasi (keluar
masuknya) kuantitas tiap jenis barang sehingga kuantitas
persediaan barang setiap waktu dapat diketahui.
Oleh karena dari pengelolaan kartu gudang dapat dibuat laporan
kuantitas persediaan setiap jenis barang secara periodik.
Dokumen pendukung pencatatan dalam kartu gudang adalah
sebagai berikut :
 Tembusan laporan penerimaan barang, dicatat sebagai mutasi
masuk.
 Tembusan faktur penjualan tunai, dicatat sebagai mutasi keluar.
 Surat order pengiriman, dicatat sebagai mutasi keluar.
 Tembusan memo kredit sebagai bukti transaksi pembelian
retur, dicatat sebagai mutasi keluar.
Contoh :
Sebagai ilustrasi pencatatan mutasi barang dalam kartu gudang,
misalkan data mutasi barang C jenis C-1 pada suatu perusahaan
dalam bulan Desember 2009, sebagai berikut :
Desember 1, persediaan awal bulan 4.200 unit
Desember 4, faktur penjualan tunai No. 442 sebanyak 3.000 unit
Desember 8, laporan penerimaan barang (LPB) No. 211 sebanyak
4.500 unit
Desember 15, surat order pengiriman (SPP) No. 182 sebanyak
4.000 unit
Desember 18, laporan penerimaan barang (LPB) No. 213 sebanyak
3.500 unit
Desember 24, surat order pengiriman (SPP) No. 186 sebanyak
4.000 unit
Desember 28, laporan penerimaan barang (LPB) No. 216 sebanyak
4.500 unit
Lanjutan .....
Data mutasi barang C-1 dalam bulan Desember 2009, dapat dicatat
dalam bentuk kartu gudang seperti tampak berikut ini:
Laporan Persediaan Gudang
Laporan persediaan gudang dapat dibuat berdasarkan kartu gudang,
dalam artian tidak dibuat berdasarkan hasil pemeriksaan barang secara
fisik.
Dalam hal demikian, laporan dapat dibuat dengan menginformasikan
sisa awal periode, mutasi masuk, mutasi keluar dan sisa akhir periode.
Contoh laporan persediaan gudang :
Pencatatan Selisih Kuantitas Persediaan
Sering terjadi selisih antara barang menurut kartu gudang
dengan kuantitas barang menurut hasil penghitungan fisik
barang.
Selisih kuantitas barang bisa timbul karena kesalahan
penghitungan fisik barang saat terjadi mutasi, kerusakan,
karena barang susut jika satuannya kg, atau kekeliruan
pencatatan dalam kartu gudang.
Dalam hal terjadi selisih kuantitas barang antara data kartu
gudang dengan hasil penghitungan fisik, sepanjang selisih
yang timbul dipandang tidak cukup berarti (wajar),
kuantitas barang yang dilaporkan adalah kuantitas menurut
hasil penghitungan fisik yang sudah diverifikasi.
Dengan demikian catatan dalam kartu gudang harus
diubah, disesuaikan dengan hasil penghitungan fisik.
Contoh :
Misalnya kartu gudang untuk barang C-1 dan C-2
pada tanggal 31 Desember 2009 menunjukkan sisa
masing-masing sebanyak 5.700 unit dan 5.150 unit.
Hasil penghitungan fisik sisa barang C-1 sebanyak
5.710 unit dan barang C-2 sebanyak 5.145 unit.
Dengan demikian untuk barang C-1 terdapat selisih
lebih sebanyak 10 unit, sementara untuk barang C2 selisih kurang sebanyak 5 unit.
Lanjutan .....
Selisih tersebut dicatat dalam kartu gudang sebagai berikut.
PT.MULYA yang menggunakan Sistem Balans permanen
/Perpetual dalam pencatatan persediaan barang .pada bulan
Maret 2008 mempunyai data yang berhubungan dengan
persediaan barang dagangan sebagai berikut :
Maret 1. persediaan 4000 unit @ 8000
 Maret 4. Pembelian 3000 unit @ 8500
 Maret 7. Penjualan 5000 unit
 Maret13. Pembelian 4000 unit @ 9000
 Maret 15. Pembelian 6000 unit @ 9500
 Maret 20.Penjualan
5000 unit
 Maret 25. Penjualan 2000 unit
 Maret 31. pembelian 3000 unit @ 10.000
Tentukan besarnya nile persediaan barang dagangan
pada tanggal 31 maret 2008 dengan Kartu Persedian
metode FIFO,LIFO,

Download