SEJARAH HUBUNGAN INTERNASIONAL REVIEW FILM PERANG PASIFIK Sumber : Film “Horror In The East”, (BBC, 2006) Oleh : Hani Sulastri (0706291294) Antara Jepang dan Amerika dalam Perang Pasifik Sesuai dengan judul filmnya, Horror In The East menceritakan tentang kekejaman tentara Jepang saat terjadinya Perang Pasifik. Tentara Jepang ini memperlakukan jajahannya dengan amat sadis. Penjajahan Jepang dimulai karena populasinya yang meningkat namun sumber daya alam yang tidak cukup. Dalam hal ini, Jepang tidak mau meminta bantuan barat sehingga Jepang memutuskan untuk menjajah bangsa lain. LBB tidak menyetujui keputusan Jepang tersebut, hal ini tidak dapat diterima oleh mentri luar negeri Jepang sehingga Jepang memutuskan untuk keluar dari LBB. Bangsa Amerika yang tidak menyukai bangsa jepang melakukan embargo bahan bakar agar menyulitkan penjajahan bangsa Jepang. Dengan adanya embargo ini bangsa Jepang terjepit, sehingga terdapat dua pilihan untuknya, yaitu menyerah kepada Amerika atau menyerang Amerika. Karena budaya Jepang yang “menyerah berarti mempermalukan bangsa”, Jepang memilih untuk menyerang Amerika dengan membom Pearl Harbour. Colin Hynson dalam Buku Perang Dunia II Kisah yang Terlewatkan diceritakan bahwa rakyat Amerika sangat khawatir terhadap kekuatan Jepang sehingga pemerintah Amerika Serikat tidak membolehkan penjualan baja, besi, atau bahan bakar pesawat kepada Jepang. Sejak 25 Juli 1941, Amerika juga mencegah Jepang mendapat akses untuk uang yang mereka miliki di luar negeri. Ini berarti Jepang tidak dapat membeli metal atau bahan bakar apapun, dan akan melumpuhkan angkatan bersenjata Jepang.1 Karena sanksi–sanksi yang ketat ini, Jepang mulai membuat keputusan untuk menyerang Armada Pasifik Amerika di Pearl Harbour. Penyerangan Jepang terhadap Amerika memperuncing permusuhan diantara mereka, karena kejadian 8 Desember 1941 yang oleh orang Amerika acap disebut sebagai hari yang memalukan atau “the day that will live in infamy”2 ini merupakan awal dari peperangan hebat di kawasan Asia Pasifik, yang total akan berlangsung selama 1.351 dengan jutaan nyawa melayang. Pada awalnya, rakyat Amerika enggan untuk terlibat dalam perang dunia II. Pemerintah Amerika tetap netral dengan menerapkan politik isolasionisme. Namun, karena Colin Hynson, Perang Dunia II Kisah yang Terlewatkan,(Jakarta : PT Elex Media Komputindo, 2007), hal 18 – 19. 2 Walter Lord, “Day of infamy,” dalam P. K. Ojong, Perang Pasifik (Jakarta : Kompas, 2001), hal.322. 1 1 penjajahan yang kejam, membuat Amerika khawatir. Walaupun Amerika ingin sekali mencegah invasi Jepang, namun Amerika tidak berdaya karena rakyat Amerika tidak mau terjun kedalam kancah peperangan Pasifik, yang semata-mata hanya untuk menolong bangsa yang dijajah Jepang. Oleh karena itu, Amerika hanya mengambil lankah diplomatik saja. Dalam film Horror In The East memperlihatkan salah satu kekejaman Jepang ialah pada saat Jepang menjajah Manchuria di China pada tahun 1937. Mereka memanggil bangsa China dengan sebutan “chancorro” yang berarti lebih rendah dari manusia. Pasukan Jepang merampok rakyat China. Mereka mengambil harta berharga rakyat China, memperkorsa para wanita, membunuh para lelaki dan anak kecil dengan dibayonet. Para tentara Jepang diajarkan untuk menghilangkan rasa cinta kekasih antarsesama. Mereka tidak merasa bersalah dengan melakukan kekejaman tersebut karena bagi tentara Jepang apa yang telah mereka lakukan adalah untuk kaisar dan mereka yakin kaisar tidak akan marah dengan apa yang telah mereka lakukan. Bagi bangsa Jepang kaisar adalah wujud sebuah dewa dan mereka harus patuh dengan apa yang diperintah oleh kaisar. Tetapi yang sebenarnya, kaisar tidak mengetahui apa yang sebenarnya terjadi disana karena banyak hal yang ditutupi dalam militeris Jepang. Hal ini diperkuat oleh P. K. Ojong dalam buku Perang Pasifik bahwa kebanyakan pemimpin–pemimpin tentara Jepang selalu menutupi yang terjadi, terutama yang memalukan dengan memberikan keterangan yang sedikit sekali apabila terjadi suatu peperangan. Film ini juga menceritakan tentang kebencian Jepang terhadap Amerika, para orang tua mengajarkan kepada anak–anak untuk membela bangsa dengan membenci bangsa barat. Tentara–tentara Jepang juga mendoktrin rakyatnya untuk membela tanah air Jepang walau dengan nyawa sekalipun. Sambil menjerit-jerit Banzai (Hiduplah Kerjaan Jepang 10.000 tahun), Shichisei Hokoku (Tujuh Hidup untuk Tanah Air) pada medan perang Saipan berarti “Tiap Jepang harus bunuh 7 Amerika”3. Mereka menyerbu, dengan granat tangan, bayonet, senapan, pedang bahkan pentungan. Bagi mereka menyerah kepada lawan adalah hal yang memalukan dan bunuh diri adalah suatu kehormatan. Sehingga apabila terdapat rakyat Jepang tertangkap oleh tentara Amerika, mereka lebih memilih meledakan granat tangan pada perut, dada, atau kepalanya. Pada film Horror In The East terlihat bahwa yang menjadi penjahat perang adalah Kaisar Hirohito karena kekejaman yang dilakukan oleh bangsa Jepang mengatasnamakan Kaisar yang dianggap oleh rakyatnya sebagai dewa. Terbunuhnya berjuta–juta manusia pada perang pasifik dikarenakan oleh keinginan Jepang untuk menguasai Asia Timur dan sekali lagi tentara Jepang membunuh, memperkosa wanita adalah untuk Kaisar. Sehingga dalam film ini 3 Ibid. Hal. 257 2 peran Kaisar amat besar dalam menentukan arah peperangan Jepang. Namun dalam buku Perang Pasifik yang ditulis oleh P. K. Ojong yang berperan dalam perang pasifik dalam pihak Jepang adalah militeris Jepang, terutama pemimpin-pemimpinnya. Banyak tindakan bodoh dari Amerika yang digunakan milteris Japang untuk mengobarkan semangat rakyat. Dalam Konferensi Angkatan Laut di Washington tahun 1921, Amerika–Inggris menentukan bahwa perbandingan tonase diantara kapal–kapal besar (capital ships, yaitu kapal tempur) di Amerika– Inggris Jepang sebagai 5–5-3. Diskriminasi ini tentu digunakan sebaik–baiknya oleh kaum militeris Jepang sebagai propaganda : “ Nah lihatlah, betapa Amerika ingin selalu menekan kita; armada kita Cuma boleh sekuat 60 % dari armadanya. Apakah harga kita cuma 60% dibandingkan dengan orang Amerika?” Suatu tindakan bodoh lain dari Amerika ialah undang– undang imigrasinya dari tahun 1924 yang menutup pintu serapat–rapatnya bagi imigrasi orang Jepang, tetapi orang yang berkulit putih boleh masuk, meskipun dibatasi. Tindakan diskriminasi Amerika ini tentu melukai hati orang Jepang.4 Dari hal-hal seperti inilah timbul kebencian rakyat Jepang terhadap bangsa Amerika dan juga menambah semangat rakyat untuk berperang agar menguasai asia timur. Dalam penjajahan apabila Jepang terbilang kejam, menurut penulis Amerika pun kejam. Dalam hal ini, kedua–duanya sama–sama telah membunuh jutaan orang dalam perang pasifik. Jepang dengan pemboman Pearl Harbour dan Amerika dengan pemboman Hiroshima dan Nagasaki. Namun, militeris Jepang lebih licik dan lebih tidak manusiawi terhadap jajahannya dibandingkan dengan militeris negara lain. Tindakan–tindakan militeris Jepang di China tahun 1937 menyatakan bahwa penempatan tentara Jepang (stationing of Japanese Troops)5 adalah buat menjamin “perdamaian”–sebuah perkataan yang sering diperkosa, seperti juga dibawah naungan “perdamaian” wanita–wanita di kota Nanking (The Nangkin Rope) diperkosa serdadu Jepang. Yang lebih parah lagi, anak–anak kecil dicekokkin kebencian dan bahkan seorang murid sekolah setingkat SMP di Jepang saat itu dilatih untuk menyerang tentara Amerika hanya dengan bersenjata bambu runcing.6 Hal itu dikarenakan program cuci otak yang dilakukan sebagian pimpinan militer Jepang yang mendiskreditkan Amerika sebagai pihak yang kejam dan sadis; baik terhadap warga tanah jajahan (Jepang, bila sampai kalah perang), maupun terhadap tawanan perang (tentara Jepang, bila tertangkap). Karena itu, tiap serdadu Jepang dicekoki keyakinan bahwa lebih baik bertempur sampai mati daripada tertangkap. Hal itu terlihat dengan pembentukan pasukan Kamikaze, yaitu pasukan bunuh diri angkatan udara Morison, “The Rising Sun in the Pasific”. dalam P. K. Ojong, Perang Pasifik (Jakarta : Kompas, 2001). hlm. 326 Ibid. hlm. 324 6 Rayendra Alamsyah, Kaisar tak Rela Jepang Jadi Debu, diakses dari : http://www.pikiranrakyat.com/cetak/2006/082006/07/teropong/lainnya06.htm, pada tanggal 15 September 2007, pukul 15.09 4 5 3 dengan sengaja menabrakan diri pada kapal–kapal sekutu yang berjumlah ribuan. Menurut filsafat hidup, kamikaze adalah tidakan yang tidak berguna dan juga berlawanan dengan hukum tuhan. Namun, jika dilihat dari sudut pragmatis semata-mata, sedikitnya Kamikaze itu lebih “logis”7. Karena apabila pilotnya mati, matinya tidak percuma karena lawannya juga ikut mati atau kapalnya rusak atau tenggelam. Dan memang inilah tujuan peperangan. Tapi mengenai caranya, ada perbedaan antara Jepang dan Amerika. Amerika lebih melihat segi kemanusiaan karena Amerikalah dilihat dari sejarah yang mencetus Hak Asasi Manusia, jadi cara–cara militeris Jepang lebih tidak manusiawi dibanding Amerika. Di dalam film Horror In The East dan Buku Perang Pasifik P. K. Ojong sama–sama memperlihatkan semangat juang rakyat Jepang dalam membela bangsa. Dalam strategi perang, Jepanglah yang hebat. Tiap kali suatu negeri mendapatkan yang istimewa, segera negeri yang lain pun mendapatkan pula. Satu negeri mempunyai radar, tak lama kemudian semua negeri memilikinya. Hebatnya jenis pesawat terbang suatu negeri, segera diatasi oleh negeri lain. Jepang mempunyai barisan Kamikaze, tetapi dalam hal ini negeri–negeri lain tidak bisa dan tidak mau menandingi Jepang. Diketahui bahwa bangsa jepang adalah bangsa yang tidak mau menyerah sebelum titik penghabisan. Apapun akan mereka lakukan untuk mendapatkan kemenangan. Namun, pada akhirnya perang pasifik terselasaikan dengan ditandai penjatuhan bom atom di Hiroshima dan Nagasaki. Bom–bom itu menewaskan sekitar 120.000 manusia8 dan mengakibatkan menyerahnya Jepang tanpa syarat pada tanggal 15 Agustus 1945 dengan menerima isi Deklarasi Postdam ke hadapan panglima perang sekutu Amerika di kawasan Pasifik, Jendral Douglas McArthur. Disebutkan dalam film Horror In The East bahwa penjahat perang dalam hal ini adalah Kaisar Hirohito yang merupakan alasan para tentara Jepang mengapa mereka berbuat kejam. Namun, penulis tetap berkayakinan bahwa yang paling bersalah dalan hal ini adalah panglima–panglima tingi tentara Jepang. Terutama panglima yang memutuskan untuk membom Pearl Harbour yang menyebabkan perang pasifik ini menjadi lebih luas karena keikutsertakan Amerika ke dalam perang. Dan juga karena telah mendokrinasikan rakyatnya untuk membenci Amerika, sehingga rakyak–rakyat tersebut rela mati untuk mempertahankan bangsanya dari tangan Amerika sehingga mencetuskan beberapa peperangan yang tidak sedikit nyawa manusia melayang dan anak–anak pun menjadi korban. Mungkin apabila Jepang tidak mengikutsertakan bangsa Amerika dalam kancah perang dunia II, korban yang berjatuhan tidak banyak seperti ini. 7 8 P. K. Ojong, op.cit. hlm. 292 Colyn Hinson, op.cit. hlm. 29 4