Anomali Iklim Global, La-Nina dan El-Nino Akhir-akhir ini telinga kita menjadi kian akrab dengan istilah La-Nina dan El-Nino. Apa dan bagaimana terjadinya? Tulisan ini mencoba memberikan jawabannya. I (Afrika Barat) lebih dominan dibanding sirkulasi udara zonal, khususnya angin zonal yang bertiup dari dan ke wilayah Lautan Pasifik ekuator. Keadaan ini menjadi penyebab terjadinya penyimpangan iklim ElNino dan La-Nina . Kondisi suhu permukaan laut (sea surface temperature, SST) di Pasifik ekuator sangat berpengaruh terhadap sirkulasi angin zonal yang terjadi di kawasan mulai dari Indonesia hingga Amerika Selatan. Pada suatu ketika, suhu permukaan laut Pasifik ekuator tengah dan timur lebih tinggi dari rata-ratanya. Kondisi inilah yang disebut El-Nino. Sebaliknya, bila suhu permukaan Lautan Pasifik ekuator tengah dan timur lebih rendah dari rata-ratanya, maka kondisi tersebut dinama- NINO3.4 SST Anomali klim Indonesia dikendalikan oleh tiga sistem peredaran (sirkulasi) angin global dan lokal, yaitu sirkulasi secara meridional (angin pasat atau trade wind), sirkulasi secara zonal (angin monsoon), dan sirkulasi secara lokal (angin lokal). Dominasi masing-masing sistem sirkulasi udara tersebut sangat tergantung pada musim dan dinamika atmosfer global. Pada kondisi normal, angin pasat dan monsoon Asia lebih dominan sesuai dengan dinamika Inter Tropical Convergence Zone (ITCZ). Pada saat anomali iklim, pengaruh sistem sirkulasi udara secara zonal Asia Pasifik yang dikendalikan oleh El Nino Southern Oscillation (ENSO) sebagai perbedaan tekanan udara antara Darwin (Australia) dan Tahiti NINO3.4 SST Anomali 3 2.5 2 1.5 1 -0.5 0 -0.5 -1 -1.5 -2 Jan50 Jan60 Jan70 Jan80 Jan90 Jan00 Jan10 Time kan La-Nina. Pada Gambar 1 disajikan pola kejadian El-Nino dan LaNina dalam kaitannya dengan fluktuasi anomali SST pada periode 1950-2001. El-Nino juga berkaitan langsung dengan perbedaan tekanan udara di wilayah Indonesia (bagian barat Lautan Pasifik dan bagian timur lautan Pasifik). Variasi perbedaan tekanan timur-barat dihubungkan dengan sirkulasi Walker yang merupakan sebuah variasi interannual yang tidak teratur. Gejala El-Nino sendiri sebenarnya merupakan interaksi proses fisika laut (atmosfer), sehingga kemudian dikenal dengan nama ENSO, berasal dari ElNino (fenomena laut) dan Southern Oscillation (fenomena atmosfer). Akibat adanya perubahan suhu permukaan laut di Pasifik ekuator, maka terjadi pula perubahan arah angin dan pergeseran kolom penaikan dan penurunan udara dari sirkulasi Walker. Karena adanya perbedaan kenampakan anomali suhu permukaan laut dan osilasi selatan (Southern Oscillation) di Pasifik antara satu titik dengan titik lainnya, maka kawasan Pasifik ekuator kemudian dibagi menjadi empat zona yang dikenal dengan zona NINO-1, NINO-2, NINO-3, dan NINO-4 (Gambar 2). Zona NINO-1 terletak antara ekuator (0o) hingga 5o LS dan 80-90o BB; zona NINO-2 antara 5-10o LS dan 80-90o BB; zona NINO-3 antara 5o LU-5o LS dan 90-150o BB; dan zona NINO-4 antara 5o LU-5o LS dan 150o BB160o BT. Zona yang paling berkaitan erat dengan kondisi iklim di Indonesia adalah NINO-3 (Puslitbangtanak ). Gambar 1. Pola kejadian El-Nino dan La-Nina pada periode 1950-2001. 160 oE 150oW Untuk informasi lebih lanjut hubungi: 90 oW 0o 10oS Gambar 2. Zona El-Nino di Pasifik ekuator. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat Jln. Ir. H. Juanda No. 98 Bogor 16123 Telepon : (0251) 323012 Faksimile : (0251) 311256 E-mail : [email protected]. net.id 1