BAB VII MAKNA IMPLEMENTASI KEBIJAKAN

advertisement
210
BAB VII
MAKNA IMPLEMENTASI KEBIJAKAN PEMBELAJARAN
BAHASA INGGRIS SEKOLAH DASAR DI KOTA DENPASAR
Sudah hampir satu dasawarsa memasuki abad ke-21, bangsa Indonesia
masih menghadapi berbagai hambatan dan kesulitan untuk menyusun dan
merumuskan konsep kebijakan dan strategi yang tepat dalam upaya mencerdaskan
dan menyejahterakan warganya. Masih buruknya mutu pendidikan pada hampir
semua jenis dan tingkatan pendidikan semakin menegaskan sinyalemen di depan.
Semakin meningkatnya angka pengangguran anak-anak usia produktif yang
diakibatkan rendahnya kemampuan dasar, keterampilan, dan keahlian menjadi
cermin nyata bahwa bangsa ini masih menghadapi persoalan besar dalam bidang
pendidikan.
Kebijakan pendidikan haruslah diarahkan pada kebutuhan kekinian.
Setiap bidang keahlian yang dipilih haruslah diarahkan dalam rangka menyiapkan
individu siswa agar dapat menjawab persoalan kekinian, memahami relevansi dan
keterkaitannya dengan bidang lainnya, serta menyiapkan mereka dalam
menghadapi arus perubahan yang begitu cepat dalam bidang ekonomi, teknologi,
politik, dan sosial-budaya. Kebijakan pengajaran bahasa Inggris SD yang
dikembangkan di SD didasarkan pada upaya menyiapkan peserta didik agar
mampu menjawab kebutuhan kekinian (immediate needs), terutama dalam bidang
informasi dan ilmu pengetahuan yang tidak bisa dilepaskan dari era globalisasi.
Dunia pendidikan harus selalu mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan
dan teknologi. Bahasa Inggris merupakan salah satu bahasa international yang
210
211
mempunyai peran yang sangat penting dalam era globalisasi. Pembelajaran bahasa
Inggris sudah menjadi suatu kebutuhan pendidikan, khususnya untuk daerah yang
banyak bersentuhan
dengan dunia international, seperti Bali sebagai daerah
tujuan wisata utama di Indonesia. Adapun makna dari kebijakan pengajaran
bahasa Inggris jenjang SD di Kota Denpasar adalah sebagai berikut. (1) Peran dan
tanggung jawab pemerintah dalam menjawab perkembangan zaman. (2) Sinergi
budaya global-lokal melalui pendidikan dasar. (3) Ekologi (fungsi) bahasa asing
untuk kebermanfaatan siswa. (4) Penguatan kinerja dan kepercayaan diri siswa.
7.1 Peran dan Tanggung Jawab Pemerintah Kota dalam Menjawab
Perkembangan Zaman
Pada era globalisasi sekarang ini kita merasakan dunia ini semakin sempit
seiring dengan derasnya arus informasi, baik melaui media cetak maupun
elektronik. Untuk dapat berpartisipasi dalam era ini mau tidak mau faktor
penguasaan bahasa asing, khususnya bahasa Inggris menjadi teramat penting,
terlebih jikalau kita ingin sejajar dengan bangsa-bangsa yang sudah maju.
Tidaklah berlebihan semboyan yang mengatakan bahwa menguasai bahasa Inggris
berarti kita bisa menguasai dunia. Pernyataan ini didukung oleh data hasil
wawancara dengan bapak Ngakan Made Astagina, Kepala SD No. 1 Saraswati
Denpasar berikut ini.
“Saya sangat mendukung bahasa Inggris diberikan di sekolah dasar. Hal
ini sangat penting supaya generasi muda bangsa Indonesia bisa ikut dalam
pergaulan internasional karena bahasa Inggris dipakai secara luas di
banyak negara, terlebih dalam kehidupan pariwisata serta berbagai
pengembangan dan penyebaran IPTEK, penerbitan buku-buku ilmu
pengetahuan dan teknologi. Saya tidak pernah meneliti tentang hal ini,
tetapi kenyataan menunjukkan bahwa orang yamg mampu berbahasa
Inggris dengan aktif akan bisa bersaing dalam mencari pekerjaan di sektor
212
pariwisata. Oleh karena itu, harapan saya supaya pemerintah all out dan
jangan setengah-setengah dalam menjalankan kebijakan memberikan
pembelajaran bahasa Inggris mulai dari sekolah dasar. Dibandingkan
dengan negara tetangga, seperti: Malaysia, Filipina dan Singapura,
penguasaan bahasa Inggris kita masih kalah. Kebanyakan siswa kita
kurang berani berbicara bahasa Inggris, mereka masih baru tahapan
pengenalan. Bahasa Inggris seperti kita lihat dipakai secara luas di dunia
maya. Pemerintah harus mempunyai tanggung jawab untuk menyiapkan
sumber daya manusia yang mampu bersaing di era global ini. Hal ini bisa
dilakukan dengan lebih memperhatikan dan memantau pelaksanaan
pengajaran bahasa Inggris di lapangan. Saran saya supaya pemerintah
memberikan fasilitas pendidikan, menentukan model pembelajaran yang
cocok dan tepat untuk anak usia muda.” ( wawancara 21 September 2009).
Tuturan di atas menunjukkan kenyataan bahwa bahasa Inggris dewasa ini
dipergunakan secara luas dalam berbagai pengembangan dan penyebaran IPTEK,
di samping penerbitan buku-buku ilmu pengetahuan dan teknologi. Oleh karena
itu, pemerintah, khususnya pemerintah kota sangat berkepentingan terhadap
keberhasilan pelaksanaan pembelajaran bahasa Inggris jenjang SD dalam rangka
menyiapkan sumber daya manusia yang mampu bersaing pada tataran
internasional. Dalam teori Diskursus Kekuasaan/Pengetahuan yang mengaitkan
antara ilmu pengetahuan dan kekuasaan memandang bagaimana bahasa digunakan
pada tempatnya. Dengan mengusai bahasa, khususnya bahasa Inggris akan
memudahkan seseorang mendapatkan pengetahuan. Dengan pengetahuan
berbahasa Inggris yang baik dan benar akan memudahkan untuk mendapatkan
pekerjaan yang layak serta mampu bersaing dengan tenaga asing yang menyerbu
Indonesia dalam pasar bebas yang sudah di depan mata.
Dari uraian diatas dapat digarisbawahi betapa pentingnya bahasa Inggris
bagi tenaga-tenaga menegah dan atas untuk kepentingan pembangunan negara
kita. Kalaupun kita tidak bisa berhasil membekali tenaga menengah kita dengan
213
bahasa Inggris, minimal harus dapat
membekali tenaga atas kita, yaitu para
sarjana dengan bahasa Inggris yang cukup untuk mengembangkan ilmu mereka.
Untuk menyiapkan hal itu, kebijakan pembelajaran bahasa Inggris sekolah dasar
merupakan langkah awal agar memotivasi siswa untuk senang dengan bahasa
Inggris. Langkah awal pembelajaran bahasa Inggris haruslah menyenangkan, di
samping dapat memberikan motivasi kepada peserta didik dalam proses belajar
mengajar. Semua komponen yang terlibat dalam suatu kebijakan semestinya
memberikan dorongan serta berpartisipasi penuh dalam membuat suatu kebijakan
agar dapat berjalan dengan efektif dan efisien.
Bahasa Inggris sudah diakui sebagai bahasa internasional nomor satu. Di
Indonesia pun bahasa Inggris merupakan bahasa asing paling populer. Penguasaan
terhadap bahasa Inggris merupakan jaminan akan kesuksesan. Pemerintah secara
langsung dan tidak langsung mengakui betapa pentingnya bahasa Inggris. Alasan
klasik yang dapat diungkap adalah dengan penguasaan bahasa Inggris yang baik
maka proses alih teknologi akan dapat berjalan lebih cepat. Hal ini terjadi karena
banyak litelatur ilmu pengetahuan dan teknologi ditulis dalam bahasa Inggris.
Dalam hal ini banyak yang mengungkapkan, bahwa ketika memasuki era
globalisasi, setiap individu harus mampu mempersiapkan dirinya sebagai sumber
daya yang handal, termasuk dalam bidang ilmu pengetahuan dan teknologi
(IPTEK). Dalam kaitan ini bahasa Inggris memiliki peran yang sangat penting
tentunya dalam proses penguasaan teknologi dan informasi yang mulai masuk
serta dalam proses komunikasi. Sebagai sarana komunikasi global, bahasa Inggris
harus dikuasai secara aktif baik lisan maupun tulisan. Bahasa Inggris juga bisa
214
menjadi salah satu bekal kita dalam mencari pekerjaan. Selain itu, biasanya
perusahaan-perusahaan memakai bahasa Inggris sebagai salah satu pertimbangan
dalam menerima karyawannya.
Di Indonesia, pelajaran bahasa Inggris merupakan mata pelajaran wajib
yang mulai diajarkan di tingkat sekolah lanjutan tingkat pertama (SLTP), yaitu di
SMP dan terus dilanjutkan sampai tingkat SMA sederajat dan perguruan tinggi.
Bahasa Inggris bukan hanya dijadikan sebagai salah satu mata pelajaran di
sekolah, tetapi juga dianggap sebagai salah satu mata pelajaran “penting”.
Buktinya, bahasa Inggris adalah merupakan salah satu mata pelajaran yang
diujikan dalam ujian nasional (UN) yang soalnya berstandar nasional dan
dijadikan sebagai salah satu syarat kelulusan siswa, baik pada tingkat SMP
maupun SMA sederajat.
Bukan hanya pemerintah yang menganggap bahasa Inggris penting,
orangtua siswa juga menganggap bahasa Inggris penting bagi putra-putrinya.
Orangtua yang tergolong mampu rela mengeluarkan dana lebih agar anak-anaknya
mampu berkomunikasi dalam bahasa Inggris secara lancar, baik secara lisan
maupun tulisan. Semua ini dilakukan para orangtua agar dengan kemampuan atau
penguasaan bahasa Inggris yang baik maka anak mereka akan mampu bersaing
pada zaman atau era globalisasi yang persaingannya akan semakin ketat karena
sudah lintas negara dan lintas benua.
Mengingat peran dan fungsi bahasa Inggris yang sangat strategis dalam
dunia global, maka Pemerintah sudah tentu mempunyai peran dalam mengambil
kebijakan yang strategis dalam memfasilitasi dan membuat serta melaksanakan
215
kebijakan dalam pendidikan formal seperti membuka sekolah berstandar
international. Ada suatu kekhawatiran bahwa bahasa Inggris seolah-olah kembali
„menjajah‟ bangsa Indonesia. Hal ini merupakan penjajahan gaya baru, penjajahan
era modern. Bahasa Inggris lebih populer dibandingkan dengan bahasa persatuan
kita bahasa Indonesia. Tidak jarang kita lihat, dengar dan temukan penggunaan
bahasa Inggris yang „kebablasan‟ yang jauh dari peran dan fungsi bahasa Inggris
yang hanya sebagai bahasa asing. Jangan sampai bangsa Indonesia sudah
kehilangan sebagian dari jati dirinya dengan lebih bangga menggunakan bahasa
Inggris dibandingkan dengan menggunakan bahasa Indonesia. Jangan sampai ada
pandangan atau pendapat di kalangan pembelajar bahasa Inggris bahwa dengan
menggunakan bahasa Inggris kelihatan lebih gaya, lebih pintar, lebih “gaul”, dan
lebih percaya diri.
Sekolah berstandar internasional (SBI) maupun rintisan sekolah berstandar
internasional (RSBI) yang mulai bermunculan sekarang ini jangan sampai
membuat bahasa Inggris semakin jauh meninggalkan bahasa Indonesia sebagai
bahasa nasional. Dalam teorinya bahasa Inggris adalah bahasa pengantar dalam
menyampaikan materi pelajaran di sekolah-sekolah berstadar internasional
ataupun di rintisan sekolah berstandar internasional tersebut. Peran bahasa Inggris
sangat meningkat dalam proses belajar-mengajar karena di SBI dan RSBI
diperkenalkan penggunaan bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar dalam
menyampaikan materi pelajaran yakni mata pelajaran MIPA (Matematika, Fisika,
Biologi, dan Kimia).
216
Seorang peneliti bahasa, Dendy Sugono mengatakan bahwa penggunaan
bahasa sebagai bahasa pengantar pendidikan di sekolah melanggar UndangUndang Dasar 1945. Menurutnya, sejumlah sekolah bertaraf international (SBI)
dan rintisan sekolah bertaraf international (RSBI) menempatkan bahasa asing
sebagai bahasa pengantar pendidikan (Kompas, 8 November 2010). Hal ini sudah
tentu bertentangan dengan Pasal 33, Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional dan Pasal 29, Undang-Undang No 24 Tahun
2009 tentang Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan.
Dendy juga mengatakan, “Penggunaan bahasa asing sebagai bahasa pengantar
pendidikan akan mereduksi peran bahasa Indonesia dari dunia keilmuan dan
kehidupan masa depan bangsa”. Menurut dia, internasionalisasi standar
pendidikan Indonesia hanya sebatas kulit, bukan substansi mutu pendidikan
tersebut. “Internasionalisasi standar pendidikan seharusnya menyentuh mutu
pendidikan dan wawasan para siswanya, tidak sebatas pada penggunaan bahasa
asing di sekolah”, ucapnya.
Untuk mempermudah pemahaman siswa terhadap materi pelajaran di
sekolah, hindari penggunaan bahasa asing, seperti bahasa Inggris. Dengan bahasa
asing, siswa dikhawatirkan justru akan bingung dan tidak mengerti persoalan atau
malah salah pengertian. Jadi, output pengajaran bahasa Inggris bukan untuk
mengganti posisi bahasa Indonesia sebagai bahasa pengantar pendidikan di
sekolah, tetapi tujuan mempelajari bahasa asing adalah untuk memenuhi tuntutan
era globalisasi yang menempatkan bahasa Inggris pada posisi yang sangat penting
sebagai alat komunikasi dalam berbagai kegiatan dan aktivitas internasional.
217
Menurut Abhisit Vejjajiva, ilmu pengetahuan apa pun akan lebih cepat dimengerti
siswa jika disampaikan dalam bahasa mereka sendiri. Hal ini diungkapkannya
dalam diskusi konferensi international mengenai Language, Education, and the
Millenium Development Goals (MDGs) di Bangkok, Thailand.
Kekhawatiran yang sama juga disampaikan oleh Direktur InternasinalLead Asia Catherine Young. Jika siswa tidak mengerti bahasa pengantar yang
digunakan di sekolahnya, lambat laun minat dan semangat anak bisa menurun dan
berakhir dengan drop out (Kompas,11 Nopember 2010). Menurut Helen,
mengajarkan bahasa asing di jenjang pendidikan dasar tidaklah salah, asalkan
menjadi salah satu mata pelajaran dan bukan bahasa pengantar. Banyak orangtua
berloma-lomba mendidik anak mereka dengan bahasa asing, tetapi lupa bahwa
bahasa Indonesia adalah bahasa yang dapat membentuk karakter dan kepribadian
bangsa. Bahasa asing sebagai bahasa pengantar tidak bisa dijadikan ukuran mutu
suatu sekolah. Dalam hal ini yang penting adalah benahi metode pengajaran, cara
belajar siswa, dan cara guru mengajar. Kuncinya, buatlah anak nyaman belajar di
sekolah dengan bahasa lokal, nasional, dan asing.
7.2 Sinergi Budaya Global-Lokal Melalui Pendidikan Dasar
Ada anggapan selama ini bahwa proses globalisasi akan membuat dunia
seragam serta akan menghapus identitas dan jati diri suatu bangsa. Kebudayaan
lokal dan etnis akan ditelan oleh kekuatan budaya besar atau kekuatan budaya
global. Anggapan atau jalan pikiran yang demikian tidak sepenuhnya benar.
Kemajuan teknologi komunikasi memang telah membuat batas-batas dan jarak
menjadi hilang dan tidak berguna. Kemajuan ilmu pengetahuan dan teknolgi telah
218
membuat surutnya peranan kekuasaan ideologi dan kekuasaan negara. Kita tengah
memasuki abad XXI atau memasuki milenium III. Perubahan abad dan perubahan
milenium ini diramalkan akan membawa perubahan pula terhadap struktur
ekonomi, struktur kekuasaan, dan struktur kebudayaan dunia. Fenomena paling
menonjol yang sedang terjadi pada kurun waktu ini adalah terjadinya proses
globalisasi. Proses perubahan inilah yang disebut Alvin Toffler sebagai
gelombang ketiga, setelah berlangsung gelombang pertama (agrikultur), dan
gelombang kedua (industri). Perubahan yang demikian menyebabkan terjadinya
pergeseran kekuasaan dari pusat kekuasaan yang bersumber pada tanah, kemudian
pada kapital atau modal, selanjutnya (dalam gelombang ketiga) kepada
penguasaan terhadap informasi (ilmu pengetahuan dan tekhnologi). Pernyataan
tersebut sejalan dengan pandangan seorang guru bahasa Inggris I Nyoman Nuada,
yakni sebagai berikut.
“Era globalisasi menuntut setiap individu untuk mempersiapkan sumber
daya yang handal. Peranan bahasa Inggris sangat diperlukan. baik dalam
menguasai teknologi komunikasi maupun dalam berinteraksi secara
langsung. Sebagai sarana komunikasi global, bahasa Inggris harus dikuasai
secara aktif, baik lisan maupun tulisan. Sebagai bahasa pergaulan dunia
bahasa Inggris bukan hanya sebagai kebutuhan akademis karena
penguasaannya hanya terbatas pada aspek pengetahuan bahasa, melainkan
sebagai media komunikasi global” (wawancara 8 September 2009).
Data wawancara tersebut menunjukkan representasi budaya global dunia dewasa
ini menunjukkan adanya hubungan yang kuat antara peran bahasa Inggris dengan
proses munculnya suatu budaya menjadi budaya global. Alaistar Pennycook
(1995) mengindikasikan bahwa bahasa, dalam hal ini bahasa Inggris, telah
menjadi alat yang sangat ampuh untuk menyebarkan budaya penutur bahasa
tersebut ke seluruh dunia. Itulah sebabnya ketika ditelusuri ke belakang kita akan
219
menemukan bahwa hampir seluruh budaya populer yang sifatnya mendunia pada
hari ini berasal dari negara-negara yang penduduknya berbahasa Inggris, terutama
Amerika Serikat.
Salah satu upaya yang perlu mendapatkan dukungan dan pemikiran yang
terus-menerus adalah upaya mengubah sikap dan kebijakan kita terhadap bahasa
Inggris sebagai bahasa internasional. Dari segi sikap sudah saatnya terjadi
perubahan sikap mental kita sebagai pengguna bahasa Inggris sebagai bahasa
asing atau sebagai orang-orang yang selama ini secara sadar atau tidak sadar telah
mengasosiasikan diri kita dengan budaya penutur asli bahasa Inggris. Persepsi
bahwa cara berbicara atau cara menulis kita dalam bahasa Inggris haruslah seperti
cara berbicara atau cara menulis orang Amerika misalnya, sudah tidak lagi relevan
dengan kenyataan bahwa bahasa Inggris adalah sebuah bahasa internasional
dengan jumlah pengguna bukan penutur aslinya. Sudah jauh lebih banyak jumlah
penutur bahasa Inggris sebagai bahasa kedua dari pada mereka yang
menggunakannya sebagai bahasa pertama (Whitehead, 2007:11).
Salah satu akibat status bahasa Inggris sebagai bahasa internasional adalah
perlunya usaha untuk saling memahami dan saling belajar, baik secara linguistik
maupun budaya dari semua pengguna bahasa Inggris, baik yang menggunakannya
sebagai bahasa pertama, bahasa kedua, maupun bahasa asing. Perubahan sikap
mental ini menjadi isu penting karena dengan terus-menerusnya exposure
(pengenalan) budaya global saat ini ke tengah masyarakat, maka secara gradual,
persepsi, cara berpikir, dan akhirnya tindakan-tindakan kita akan semakin jauh
dari akar budaya kita sendiri yang sesungguhnya juga memiliki daya dorong untuk
220
mengantarkan kita menjadi orang-orang yang maju. Membangun kemasan baru
budaya nasional dalam bahasa Inggris, selain bahasa verbal dan nasional, menjadi
tuntutan global.
Dengan kata lain, perubahan sikap mental ini diperlukan agar kita tidak
terjebak untuk terus-menerus mengadopsi kemajuan dan budaya global (baik yang
dianggap positif maupun negatif) yang ada dewasa ini. Perubahan sikap mental ini
diperlukan agar kita bisa menginovasi dan mengkreasi kemajuan atau minimal
bisa mengadaptasikan kemajuan dan budaya global yang ada hari ini dalam
koridor budaya lokal yang kita miliki. Oleh karena itu, bahasa Inggris sebagai
bahasa internasional, dengan segala pengaruh yang dimilikinya, seharusnya
dijadikan alat untuk mencapai kemajuan yang berbasiskan budaya lokal/nasional.
Kebijakan pengajaran bahasa Inggris jenjang SD yang telah dilaksanakan
sudah tentu akan mampu menghadapi proses globalisasi atau di dalam era pasar
bebas yang sebentar lagi akan tiba. Berpikir lokal, bertindak global, dan
menempatkan bahasa Inggris sebagai sesuatu yang penting pada era globalisasi.
Proses berpikir tidak akan mungkin dilakukan tanpa bahasa. Bahasa Inggris yang
dipakai secara luas akan
mempunyai peran yang sangat penting dalam
mensinergikan antara budaya global dan lokal. Di dalam sejarahnya, bahasa
Inggris telah berkembang cukup menarik. Bahasa Inggris yang tadinya hanya
merupakan bahasa yang dipakai oleh negara Inggris dan negara jajahannya, tetapi
sekarang dipelajari dan dipakai secara luas oleh banyak negara sebagai bahasa
kedua.
221
Salah satu kekhawatiran dalam melaksanakan pengajaran bahasa Inggris
jenjang SD adalah adanya anggapan bahwa pengajaran bahasa Inggris tersebut
akan merusak budaya lokal dan identitas kebangsaan karena bahasa Inggris
mempunyai peran yang sangat strategis dalam era globalisasi. Dengan derasnya
arus globalisasi dikhawatirkan budaya bangsa, khususnya budaya lokal akan
mulai terkikis. Budaya asing kini kian mewabah dan mulai mengikis eksistensi
budaya lokal yang sarat makna. Agar eksistensi budaya lokal tetap kukuh, maka
diperlukan pemertahanan budaya lokal. Fenomena anak usia sekolah yang senang
dengan budaya asing menjadikan kewaspadaan untuk mengangkat dan
melestarikan budaya lokal agar menjadi bagian integratif dalam pembelajaran
bahasa, khususnya pembelajaran bahasa Inggris di SD.
Budaya lokal merupakan budaya yang dimiliki oleh suatu wilayah dan
mencerminkan keadan sosial di wilayahnya. Beberapa hal yang termasuk budaya
lokal, seperti: cerita rakyat, lagu daerah, ritual kedaerahan, adat istiadat daerah,
dan segala sesuatu yang bersifat kedaerahan. Penulis sebelumnya mengatakan
pentingnya menjadikan kekayaan lokal agar dijadikan bahan pengajaran bahasa
Inggris di sekolah. Hal ini dilakukan dalam upaya penanaman nilai-nilai yang
terkandung dalam budaya lokal, seperti nilai religius, nilai moral, dan khususnya
nilai kebangsaan kepada peserta didik. Pada akhirnya, penanaman nilai-nilai
budaya lokal dalam pembelajaran bahasa Inggris diharapkan akan mengimbangi
pengaruh budaya asing yang semakin mewabah pada masyarakat kita.
Dari segi kebijakan, khususnya dalam hal pengajaran bahasa Inggris,
diperlukan pendekatan yang komprehensif dan kontekstual karena dalam proses
222
pengajaran suatu bahasa asing yang terjadi bukanlah semata-mata pembelajaran
bahasa tetapi pada saat yang sama juga terjadi pembelajaran dan transfer nilainilai budaya, prinsip hidup, dan pola pikir. Proses pendidikan dan peningkatan
kualifikasi guru bahasa Inggris, buku, dan metodologi pengajaran perlu mendapat
muatan-muatan lokal, di samping pengenalan nilai-nilai global/universal. Sikap
proporsional tentunya diperlukan, dalam hal ini agar proses pengajaran bahasa
Inggris mempunyai kontribusi yang signifikan terhadap kehidupan dan
perkembangan budaya nasional dan terbentuknya perubahan sikap mental yang
mendorong orang untuk mengkreasi, menginovasi, serta mengadaptasi kemajuan.
Bangsa Indonesia tidak akan mungkin mengelak dari globalisasi, sebagai
konsekuensi zaman globalisasi. Dalam hal ini yang bisa kita lakukan hanyalah
meminimalisasi dampak negatif globalisasi. Globalisasi dan modernisasi pasti
terjadi dan tidak terelakkan. Era globalisasi yang diboncengi neoliberalisme dan
modernisasi melaju diiringi pesatnya revolusi IPTEK (Ilmu pengetahuan dan
teknologi).
Dunia
tanpa
batas
menganut
aliran
kebebasan,
kebebasan
berkreativitas, kebebasan berpendapat, dan kebebasan berekspresi. Apabila kita
duduk di suatu kursi akan melihat dan berkomunikasi dengan orang di tempat
yang paling jauh di dunia luar sana, maka kemajuan teknologi informasi dan
telekomunikasi mendekatkan jarak dan waktu. Kondisi tersebut secara tidak
langsung telah melahirkan budaya baru dan memengaruhi tatanan budaya
masyarakat Indonesia. Era globalisasi seperti sekarang ini akan berpengaruh
terhadap segala bidang kehidupan, termasuk di dalamnya adalah bidang
pendidikan dan kebudayaan. Salah satu kekuatan utama dalam bidang pendidikan
223
dan kebudayaan adalah masalah identitas bangsa. Oleh karena itu, jati diri bangsa
adalah sesuatu yang harus mati-matian diperjuangkan. Jangan sampai jati diri
bangsa ini lama-lama luntur seiring dengan derasnya arus informasi dari luar.
Fenomena pengglobalan dunia harus disikapi dengan arif dan positif
thinking karena globalisasi dan modernisasi sangat diperlukan dan bermanfaat
bagi kemajuan bangsa. Namun, kita tidak boleh lengah dan terlena karena era
keterbukaan dan kebebasan itu juga menimbulkan pengaruh negatif yang akan
merusak budaya bangsa. Menolak globalisasi bukanlah pilihan tepat. Oleh karena
hal itu berarti menghambat kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi. Bukankah
kita tidak mau ketinggalan dalam IPTEK dengan negara lain. Akan tetapi perlu
kecerdasan dalam menjaring dan menyaring efek globalisasi. Akses kemajuan
teknologi informatika dan komunikasi dapat dimanfaatkan sebagai pelestari dan
pengembang nilai-nilai budaya lokal. Dengan munculnya era globalisasi ini, maka
semakin disadari pula pentingnya mempertahankan budaya yang dimiliki oleh
bangsa Indonesia.
Harus diakui, aktor utama dalam proses globalisasi masa kini adalah
negara-negara maju. Mereka berupaya mengekspor nilai-nilai lokal di negaranya
untuk disebarkan ke seluruh dunia sebagai nilai-nilai global. Mereka dapat dengan
mudah melakukan hal itu karena mereka menguasai arus teknologi informasi dan
komunikasi lintas batas negara-bangsa. Sebaliknya, pada saat yang sama, negaranegara berkembang seperti negara kita tidak mampu menyebarkan nilai-nilai
lokalnya
karena
daya
kompetitifnya
rendah.
Akibatnya,
negara-negara
berkembang hanya menjadi penonton bagi masuk dan berkembangnya nilai-nilai
224
negara maju yang dianggap nilai-nilai global ke wilayah negaranya. Dengan
derasnya arus globalisasi ini dikhawatirkan budaya bangsa, khususnya budaya
lokal akan mulai terkikis sedikit demi sedikit. Budaya asing kini kian mewabah
dan mulai mengikis eksistensi budaya lokal yang sarat makna. Agar eksistensi
budaya lokal tetap kukuh, maka diperlukan pemertahanan budaya lokal.
Fenomena anak usia sekolah yang senang dengan budaya asing menjadikan
kewaspadaan untuk mengangkat dan melestarikan budaya lokal agar menjadi
bagian integratif dalam pemelajaran bahasa Inggris di sekolah. Dengan
mengintegrasikan budaya lokal ke dalam pemelajaran bahasa Inggris di sekolah
diharapkan jati diri bangsa akan tetap kukuh. Upaya-upaya pembangunan jati diri
bangsa Indonesia, termasuk di dalamnya penghargaan pada nilai budaya dan
bahasa, nilai-nilai solidaritas sosial, kekeluargaan, dan rasa cinta tanah air
dirasakan semakin memudar.
Pudarnya budaya bangsa disebabkan oleh banyak faktor. Dalam
kenyataannya di dalam struktur masyarakat terjadi ketimpangan sosial, baik
dilihat dari status maupun tingkat pendapatan. Kesenjangan sosial yang semakin
melebar itu menyebabkan orang kehilangan harga diri. Budaya lokal yang lebih
sesuai dengan karakter bangsa semakin sulit dicernakan, sementara itu budaya
global lebih mudah merasuk. Pengintegrasian budaya lokal ke dalam
pembelajaran bahasa Inggris sungguh amat penting. Hal ini dilakukan dalam
upaya penanaman nilai-nilai yang terkandung dalam budaya lokal dan juga
sekaligus untuk meminimalisasi pengaruh negatif budaya luar, khususnya budaya
Barat yang dibawa oleh globalisasi. Globalisasi yang tidak terhindarkan harus
225
diantisipasi dengan pembangunan budaya yang berkarakter penguatan jati diri dan
kearifan lokal yang dijadikan sebagai dasar pijakan dalam penyusunan strategi
dalam pelestarian dan pengembangan budaya. Upaya memperkuat jati diri daerah
dapat dilakukan melalui penanaman nilai-nilai budaya lokal dalam pemelajaran
bahasa Inggris di sekolah. Guru bahasa Inggris harus mampu mengemas materi
pelajaran bahasa Inggris supaya unsur-unsur budaya lokal dimasukkan dalam
bahan ajar sehingga budaya lokal dan budaya global bersinergi lewat
pembelajaran bahasa Inggris yang dimulai dari sekolah dasar. Pernyataan tersebut
di atas juga didukung oleh seorang guru bahasa Inggris SD No 1 Sumerta Ni Putu
Suarningsih, yakni sebagai berikut.
“Pada umumnya siswa senang belajar bahasa Inggris lewat gambargambar yang berwarna dengan bantuan alat peraga. Sebagai seorang guru,
saya berusaha untuk menyiapkan materi pengajaran supaya menarik
sehingga siswa senang belajar bahasa Inggris. Di samping
mempergunakan buku ajar yang ada di pasaran, saya lebih banyak
membuat bahan ajar sendiri dengan mengemas materi pelajaran bahasa
Inggris dengan memasukkan unsur-unsur budaya lokal dalam bahan ajar.
Dengan demikian, maka budaya lokal dan budaya global bersinergi lewat
pembelajaran bahasa Inggris mulai dari sekolah dasar.” (wawancara 14
September 2009).
Data tersebut di atas mengindikasikan bahwa nilai-nilai budaya lokal harus
dipertahankan melalui pendidikan. Guru bahasa Inggris harus selalu creative dan
inovatif dalam menyajikan materi pengajaran untuk siswa SD. Materi atau bahan
ajar sebaiknya memanfaatkan lingkungan sekolah atau lingkungan sosial. Hal ini
sejalan dengan teori Perkembangan Psikologi Piaget yang memandang anak
sebagai
individu
lingkungannya
yang
dan
aktif
sehingga
bagaimana
perkembangan mentalnya.
dapat
lingkungan
mengambil
sekitar
peran
berpengaruh
dalam
pada
226
Budaya lahir dan dikembangkan oleh manusia melalui akal dan pikiran,
kebiasaan dan tradisi. Setiap manusia memiliki kebudayaan tersendiri, bahkan
budaya diklaim sebagai hak paten manusia. Kebudayan merupakan hasil belajar
yang sangat bergantung pada pengembangan kemampuan manusia yang unik yang
memanfaatkan simbol, tanda-tanda, atau isyarat yang tidak ada paksaan atau
hubungan alamiah dengan hal-hal yang mereka pertahankan. Dengan demikian,
setiap manusia, baik individu maupun kelompok dapat mengembangkan
kebudayaan sesuai dengan cipta, rasa, dan karsa masing-masing.
Era globalisasi yang ditandai dengan percepatan perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi yang semakin canggih mengakibatkan seakan-akan
dunia merupakan sebuah perkampungan global tanpa sekat dan tanpa batas yang
jelas. Era globalisasi tersebut telah memberikan kesempatan kepada dunia dan
manusia yang hidup di dalamnya untuk berinteraksi dan berkomunikasi dari
berbagai ujung dunia yang berbeda, tanpa hambatan ruang dan waktu. Akibat
gelala tersebut dikhawatirkan justru kebudayaan dari luarlah yang membentuk
anak didik karena mereka umumnya (masih) belum bisa membedakan mana yang
baik dan mana yang buruk. Seolah-olah bagi mereka budaya yang datangnya dari
barat itu baik adanya. Pada hal tidak semua yang datangya dari Barat itu baik,
justru sebaliknya banyak pula budaya yang kurang baik, terutama yang
bertentangan dengan nilai-nilai budaya luhur bangsa kita. Sifat individual, sikap
permisif terhadap seks merupakan contoh budaya yang datangnya dari luar tentu
tidak sesuai dengan budaya bangsa kita. Salah satu cara untuk memperkenalkan
nilai-nilai luhur bangsa adalah dengan memperkenalkan budaya lokal kepada anak
227
didik kita. Nilai-nilai budaya lokal ini adalah jiwa dari kebudayaan lokal dan
menjadi dasar dari segenap wujud kebudayaan di daerahnya.
Budaya lokal yang beraneka ragam merupakan warisan budaya yang wajib
dilestarikan. Ketika bangsa lain yang hanya mempunyai sedikit warisan budaya
lokal berusaha keras untuk melestarikannya demi sebuah identitas, maka sungguh
naif jika kita yang memiliki banyak warisan budaya lokal lantas mengabaikan
pelestariannya. Dengan kata lain, kearifan lokal adalah jawaban kreatif terhadap
situasi geografis-geopolitis, historis, dan situasional yang bersifat lokal (Saini,
2005). Kearifan lokal adalah pandangan hidup dan ilmu pengetahuan serta
berbagai strategi kehidupan yang berwujud aktivitas yang dilakukan oleh
masyarakat lokal dalam menjawab berbagai masalah dalam pemenuhan kebutuhan
mereka. Dalam era otonomi daerah sudah selayaknya dan memang seharusnya
budaya lokal diperkenalkan kepada anak-anak kita. Bahkan dalam penyusunan
kurikulum di tingkat pendidikan SD dan menengah pun sudah selayaknya
mengintegrasikan budaya lokal ke dalam mata pelajaran, terutama mata pelajaran
bahasa Inggris yang sudah diterapkan di SD di Kota Denpasar. Hal ini dilakukan
untuk memperkecil pengaruh globalisasi yang semakin mengikis budaya bangsa
7.3 Ekologi Bahasa Asing untuk Kebermanfaatan Siswa
Pada era globalisasi ini, bahasa Inggris sudah wajib untuk dipelajari. Oleh
karena itu, pelajaran bahasa Inggris perlu diberikan kepada anak sejak dini.
Peranan bahasa Inggris lebih terasa diperlukan anak-anak di kota, terutama di
kota-kota besar. Indonesia memang belum mewajibkan bahasa Inggris sebagai
bahasa kedua, tetapi kelihatannya kita sedang menuju ke sana. Jadi,
228
mempersiapkan anak lebih awal akan jauh lebih baik karena anak sudah siap
apabila masa itu sudah datang. Selain itu, manfaat yang lain adalah pada saat ini
buku dan bacaan yang bagus untuk mereka, banyak berbahasa Inggris. Mereka
akan lebih diuntungkan apabila menguasai bahasa Inggris karena akan lebih
banyak memperoleh informasi. Data hasil wawancara dengan Ibu Desak Made
Astri, Kepala SD 5 Saraswati Denpasar, yakni memberikan tanggapan seperti
berikut ini.
“Pendapat saya tentang pembelajaran bahasa Inggris di sekolah dasar
sangat perlu dan penting sekali untuk diajarkan dari kelas satu. Apalagi
dalam pengembangan kurikulum muatan lokal, sekolah dapat memberikan
pelajaran bahasa Inggris. Kami memberikan pelajaran bahasa Inggris
dengan pertimbangan bahasa Inggris sangat membantu siswa dalam IT,
terutama dalam pelajaran komputer dan membuka internet. Bahasa Inggris
sudah diberikan di sekolah kami jauh sebelum ada kebijakan tentang
mulok di SD. Bahasa Inggris sangat perlu untuk diajarkan sejak usia dini
tanpa mengesampingkan bahasa ibu dan bahasa Indonesia yang siswa
sudah kuasai.” (wawancara 1 Oktober 209).
Data di atas menunjukkan bahwa bahasa Inggris sangat bermanfaat bagi siswa
pada era globalisasi ini. Ungkapan ini sesuai dengan teori Pengetahuan/Kekuasaan
Foucault yang menekankan pada pentingnya kekuasaan dan pengetahuan (cara
tertentu penggunaan bahasa) yang saling terjalin antara satu dengan yang lain
dalam discourse. Penggunaan ruang sebagai satu fenomena bahasa dalam satu
discourse, tidak terlepas dari bentuk-bentuk kekuasaan yang beroperasi di
baliknya. Siswa yang mempunyai kemampuan bahasa Inggris yang baik akan
lebih mudah dalam mengakses internet. Dalam era Posmodern ini sumber ilmu
pengetahuan akan sangat mudah diperoleh dari internet. Oleh karena itu,
mempelajari bahasa Inggris sejak SD akan bermanfaat bagi siswa dalam
menempuh pendidikan pada jenjang yang lebih tinggi. Demikian juga siswa yang
229
mampu berbahasa Inggris dengan aktif akan lebih mudah untuk mendapatkan
pekerjaan, di samping mampu bersaing dengan tenaga asing yang dengan bebas
masuk ke Indonesia.
Menguasai bahasa Inggris dengan baik tidak berarti menghilangkan
kemampuan berbicara bahasa ibu, dalam hal ini bahasa Indonesia. Alangkah
baiknya apabila kemampuan bahasa Inggrisnya diimbangi dengan kemampuan
bahasa Indonesia yang baik pula. Memberikan pelajaran bahasa Inggris kepada
siswa SD jangan sampai mengorbankan bahasa ibu untuk menguasai bahasa
Inggris. Mereka pada umumnya menguasai bahasa Indonesia terlebih dulu baru
belajar bahasa Inggris. Dalam belajar bahasa Inggris, siswa diharapkan tetap
mempertahankan kemampuan mereka dalam berbahasa Indonesia yang baik dan
benar. Demikian pula dalam belajar bahasa Inggris, siswa tidak mesti berbahasa
Inggris seperti orang Inggris atau Amerika. Ingat bahwa bahasa Inggris pun
memiliki beragam dialek. Coba perhatikan percakapan bahasa Inggris orang dari
Inggris, Amerika, Skotlandia atau Australia. Mereka memiliki ciri khas sendiri
dalam bahasa Inggrisnya. Hal itu tidak menghalangi mereka dalam berkomunikasi
dengan penutur bahasa Inggris dari negara lain.
Sebagai alat untuk mengekspresikan pikiran dan perasaan, alangkah
indahnya bila seorang anak dapat mengekspresikan pikiran dan perasaannya
dalam berbagai bahasa secara baik dan benar, syukur bila juga dapat dilakukan
dengan penyesuaian terhadap budaya dari pengguna bahasa asing tersebut. Dalam
hal ini apabila sedang berbahasa Indonesia, ungkapkan pikiran dan perasaan
230
dengan cara Indonesia. Begitu juga bila sedang menggunakan bahasa Inggris
lakukan dengan cara Inggris.
Setiap ada seminar ataupun konferensi berkenaan dengan pengajaran dan
pembelajaran bahasa Inggris di Indonesia, yang menjadi salah satu pertimbangan
adalah kesadaran bahwa bahasa, termasuk bahasa Inggris di dalamnya merupakan
kebutuhan dasar bagi manusia, baik secara lokal, nasional, maupun global. Dalam
kehidupan sehari-hari, manusia menggunakan bahasa untuk menyatakan isi hati
dan akal pikirannya dalam berinteraksi antara satu dengan yang lain. Oleh karena
itu, pembelajaran bahasa telah mempunyai posisi yang terus bertambah penting
sebagai medium antarindividu dan antarbangsa dalam pertukaran budaya serta
transaksi pengalaman dan kepentingan bersama. Umat manusia yang datang dari
latar belakang budaya dapat berbagi pandangan dan wawasan serta pengalaman
hidup melalui penggunaan bahasa. Dalam hal ini, karena bahasa Inggris
merupakan lingua franca pada tataran global, maka bahasa Inggris memainkan
peran yang cukup menentukan dalam menjembatani pemahaman bersama
antarbangsa
dan
sekaligus
dalam
menghidupkan
keseluruhan
interaksi
antarindividu dan antarbangsa itu sendiri.
Era globalisasi dan kemajuan dunia dalam berbagai aspek budaya dan
teknologi telah mendorong minat yang terus meningkat dalam belajar bahasa,
terutama dalam belajar bahasa Inggris. Oleh karena itu, kemahiran yang baik
dalam berbahasa Inggris menjadi isu penting. Untuk itu, tampaknya amat
signifikan apabila melakukan penelaahan dan pembahasan tentang peranan
pengajaran dan pembelajaran bahasa Inggris dalam kehidupan dan pembangunan
231
yang melibatkan kiprah serta interaksi manusia, baik secara individu maupun
dalam kelompoknya.
Bahasa Inggris eksistensinya sangat penting. Hal ini bisa dirasakan jika
terkait dengan keperluan berbagai referensi buku ilmu pengetahuan dan diplomasi
internasional. Dalam hal ini mengajarkan bahasa Inggris sebagai bahasa asing
pada anak usia dini membutuhkan perhatian yang lebih serius. Proses belajar
mengajar akan berhasil apabila ada tenaga pengajar yang mumpuni dan kondisi
sekolah yang baik terkait pengajaran bahasa asing.
Dalam meningkatkan mutu pengajaran bahasa Inggris sebagai bahasa
asing di Indonesia, telah ada salah satu organisasi profesi yang sudah diakui oleh
pemerintah, yaitu TEFLIN yang dirancang menjadi suatu organisasi intelektual
yang bermakna dengan memunculkan pertanyaan penting bertalian dengan
kualitas pengajaran dan pembelajaran bahasa Inggris di Indonesia. Oleh karena
diyakini bahwa pengkajian dan penelusuran serta pembahasan mendalam tentang
hal ini akan dapat memberikan kontribusi yang lebih baik lagi terhadap upaya
menyeluruh dalam meningkatkan mutu pendidikan bahasa Inggris khususnya dan
terhadap pendidikan secara keseluruhan pada umumnya.
Keberadaan bahasa Inggris sebagai bahasa asing (English as a foreign
language ( EFL) diakui merupakan alat ampuh untuk memperlengkapi siswa dan
mahasiswa dalam mengantisipasi tantangan persaingan global. Dalam hal ini EFL
telah mempermudah siswa dan mahasiswa untuk mengakses informasi global
karena bahasa Inggris digunakan hampir oleh semua sumber informasi dan
teknologi, begitu juga pasar kerja dan berbagai ranah komunikasi global. Akan
232
tetapi, di balik posisi penting bahasa Inggris itu, masih tercecer berbagai isu, baik
pada tingkat lokal, nasional maupun global yang memerlukan kajian dan bahasan
serius dalam setiap pertemuan, misalnya, seperti konferensi TEFLIN yang secara
rutin diselenggarakan di Indonesia yang membahas tentang dampak yang
mungkin ditimbulkannya, baik pada ranah kebijakan maupun pada tataran
implementasi di ruang kelas. Isu kapan dan bagaimana mengajarkan bahasa
Inggris bagi anak-anak Indonesia agar tidak mengganggu proses pembelajaran
bahasa ibu atau bahasa Indonesianya sampai pada bentuk belajar-mengajar
bilingual seperti yang akan diterapkan pada sekolah yang berlabel rintisan sekolah
berstandar internasional (RSBI). Hal ini memerlukan bahasan para ahli dan
praktisi bahasa Inggris agar tujuan akhir dalam meningkatkan mutu pendidikan
secara keseluruhan dapat tercapai dengan baik.
7.4 Penguatan Kinerja dan Kepercayaan Diri Siswa
Dalam hal ini harus diakui bahwa sistem pendidikan yang dibangun sejauh
ini belum banyak berperan dalam membantu menyelesaikan persoalan bangsa.
Secara umum, lulusan pendidikan menengah masih belum dibekali dengan
kemampuan dan keterampilan yang memadai agar dapat masuk pasar kerja,
karena kondisinya sudah semakin terintegrasi dengan pasar global sehingga sangat
kompetitif. Oleh karena itu, upaya Depdiknas untuk memperkenalkan bahasa
Inggris lebih awal, yaitu tentang pengajaran bahasa Inggris di SD adalah suatu
kebijakan yang tepat dalam rangka menyiapkan sumber daya yang mampu
bersaing di tataran global. Seorang siswi SD 1 Harapan bernama Prima
233
Camaradhiva mendukung pelajaran bahasa Inggris di sekolah dasar. Lebih jauh
dia mengatakan seperti di bawah ini.
“Saya sangat senang bahasa Inggris diberikan mulai dari sekolah dasar.
Saya juga ikut les privat di luar pelajaran sekolah untuk memperlancar
kemampuan berkomunikasi dengan teman sekelas atupun teman-teman di
tempat kursus. Saya sangat kagum dengan orang yang mampu berbicara
dengan bahasa Inggris sehingga saya semangat belajar di luar kelas. Jam
pelajaran di sekolah tidak cukup untuk mempraktikkan bahasa Inggris
karena waktu yang ada tidak untuk bercakap-cakap. Saya mempunyai citacita bekerja di kapal pesiar atau di hotel. Orang bilang bahwa orang yang
mampu berbahasa Inggris dengan lancar akan mampu mendapatkan
pekerjaan yang bagus dan gaji tinggi. Saya juga belajar bahasa Inggris
untuk internet.” (wawancara 15 september 2009).
Data wawancara tersebut di atas menunjukkan bahwa bahasa Inggris akan sangat
diperlukan dalam era globalisasi atau pasar bebas yang sudah didisepakai oleh
banyak negara di kawasan Asia Fasific. Orang yang mampu berbahasa Inggris
dengan aktif, baik lisan maupun tulisan akan mempunyai peluang yang lebih dari
yang lain. Sesuai dengan teori Diskursus Kekuasaan/Pengetahuan Foucault, yang
lebih tertarik pada bagaimana bahasa digunakan dan bagaimana penggunaan
bahasa diartikulasikan dalam suatu praktik budaya dan praktik sosial. Orang yang
menguasai bahasa, khususnya bahasa Inggris akan mampu menguasai ilmu
pengetahuan dan orang yang mempunyai ilmu pengetahuan akan mempunyai
kekuasaan serta dapat mendominasi pekerjaan.
Pembangunan sekolah kejuruan yang sedang digalak sekarang ini oleh
pemerintah haruslah diarahkan pada kebutuhan kekinian. Oleh karena dunia saat
ini dilanda krisis pangan dan energi. Krisis itu dipandang akan berlangsung lama
dan menyerang semua negara, baik kaya maupun miskin. Sebagai negara agraris
dengan kekayaan alam yang melimpah,
bangsa ini diharapkan dapat
234
menyejahterakan rakyatnya dan menyumbang untuk kemakmuran masyarakat
dunia. Untuk mewujudkan keinginan mulia di depan, Depdiknas harus cerdas dan
cermat dalam menentukan pilihan pendidikan keterampilan yang akan ditawarkan.
Setiap bidang keahlian yang dipilih haruslah diarahkan dalam rangka menyiapkan
individu siswa agar dapat menjawab persoalan kekinian, memahami relevansi dan
keterkaitannya dengan bidang lainnya, serta menyiapkan mereka dalam
menghadapi arus perubahan yang begitu cepat dalam bidang ekonomi, teknologi,
politik, dan sosial budaya. Seluruh program pendidikan kejuruan yang
dikembangkan hendaknya didasarkan pada upaya menyiapkan peserta didik agar
mampu menjawab kebutuhan kekinian (immediate needs), yakni setelah para
siswa tamat sekolah kejuruan apa pun jurusannya harus mempunyai keterampilan
berbahasa Inggris yang bagus.
Dengan adanya kebijakan pemberian bahasa Inggris lebih awal
diharapkan, baik tamatan sekolah kejuruan maupun umum akan mampu bersaing
untuk merebutkan peluang kerja yang tersedia pada era globalisasi atau pasar
bebas saat ini. Oleh karena kenyataan menunjukkan bahwa kemampuan berbahasa
Inggris tamatan sekolah menengah kita masih kalah dibandingkan dengan negara
tetangga kita seperti Malaysia, singapura dan Filipina, walaupun penguasaan
bidang lainnya seperti pengetahuan matematika dan IPA boleh dikatakan masih
diperhitungkan dalam ajang Olimpiade yang memang rutin diadakan. Jadi,
menguasai bahasa Inggris dengan baik bagi tamatan sekolah umum ataupun
kejuruan akan memberikan nilai tambah dan memberikan kepercayaan tersendiri
bagi sumber daya manusia dalam persaingan untuk merebut peluang kerja saat ini.
235
Pasar kerja saat ini mengharuskan seseorang memiliki keterampilan dan
penguasaan bahasa Inggris yang baik, terutama untuk merebut peluang kerja,
khususnya di sektor pariwisata. Jadi, dalam hal menyiapkan sumber daya manusia
saat ini, pemerintah melalui kebijakannya harus dapat melihat dan menilai
kemampuan daerah, khususnya dalam menyediakan sarana belajar yang memadai,
sumber daya kependidikan yang andal, dan prospek penyediaan lapangan
pekerjaan baru bagi siswa lulusan sekolah kejuruan. Desain program hendaknya
dapat disesuaikan dengan arah dan perkembangan pembangunan wilayah.
Perkembangan teknologi yang merambah hampir semua sektor kehidupan
akhir-akhir ini semakin memantapkan kedudukan bahasa Inggris sebagai salah
satu bahasa internasional. Kontak antarbangsa yang semakin sering terjadi akibat
semakin mudah, murah, dan cepatnya sarana transportasi jelas memerlukan alat
komunikasi (bahasa) yang dipahami oleh kedua belah pihak. Dalam hal ini,
bahasa Inggris menduduki tempat teratas karena banyaknya orang asing yang
menggunakannya sebagai bahasa antarbangsa.
Bahasa Inggris dibutuhkan bukan saja oleh mereka yang harus
berhubungan dengan orang asing melainkan juga oleh mereka yang ingin
menguasai iptek. Agar tidak ketinggalan zaman (ketinggalan informasi mutakhir),
mereka harus rajin mengikuti perkembangan mutakhir di bidang ilmu yang
digelutinya melalui artikel atau makalah yang ditulis oleh rekan-rekan seprofesi
mereka di berbagai negara. Kendatipun artikel atau makalah itu ada juga yang
ditulis dalam bahasa lain, tetapi sebagian besar ditulis dalam bahasa Inggris.
Adanya internet telah semakin memudahkan mereka untuk mendapatkan artikel
236
terbaru di bidangnya. Oleh karena itu, kalau kita ingin memanfaatkan berbagai
peluang yang terbuka akibat kemajuan teknologi yang telah dan akan terus
berlangsung ini, kita perlu menguasai salah satu bahasa internasional itu dan yang
paling banyak dipakai di dunia ini adalah bahasa Inggris. Dengan penguasaan
bahasa Inggris, kita akan dapat menguasai iptek karena banyaknya karya ilmiah
yang ditulis dalam bahasa itu. Dengan keterampilan berbahasa Inggris, kita juga
akan mampu memanfaatkan peluang yang terbuka akibat pasar bebas untuk
bekerja di luar negeri.
7.5 Temuan Penelitian
Penelitian ini menemukan beberapa hal yang berkaitan dengan pengajaran
bahasa Inggris di SD Kota Denpasar, yakni sebagai berikut.
Pertama, Dinas Pendidikan tingkat provinsi ataupun kabupaten belum
membuat surat keputusan yang memberikan petunjuk yang jelas tentang kebijakan
yang dilaksanakan berkenaan dengan pemberian bahasa Inggris di SD. Rupanya
Pemerintah Provinsi Bali hanya meneruskan kebijakan dari pusat. Akibatnya,
pelaksanaan di lapangan sangat bervariasi. Sebagian sekolah, baik negeri maupun
swasta memberikan pelajaran sesuai dengan ketentuan dari pusat, yaitu dimulai
dari kelas empat sampai kelas enam, di samping banyak pula yang memberikan
pelajaran bahasa Inggris mulai kelas satu. Sekolah yang memberikan pelajaran
bahasa Inggris dari kelas satu ini adalah pada umumnya adalah atas inisiatif
sekolah bekerja sama dengan komite sekolah.
Akibat dari ketidakjelasan ini banyak pelanggaran dalam pelaksanaannya.
Sekolah yang memberikan pelajaran bahasa Inggris dari kelas empat sudah tentu
237
memiliki kurikulum dan silabus dari Kementrian Pendidikan Nasional, tetapi yang
memberikan dari kelas satu tidak ada kurikulumnya. Oleh karena tidak ada
pedoman yang jelas, maka pelaksanannya tidak seragam dan sangat bervariasi.
Dalam hal ini sekolah yang mempunyai finansial yang kuat sudah tentu mampu
memberikan pelajaran bahasa yang bagus. Akan tetapi, sekolah yang masih paspasan hasil pembelajaran bahasa Inggrisnya kurang bagus sehingga dikhawatirkan
anak akan membenci bahasa tersebut. Hal ini mengakibatkan mereka kesulitan
mengikuti pelajaran bahasa Inggris pada jenjang yang lebih tinggi.
Kedua, ternyata pemberian bahasa Inggris di sekolah dasar kurang
dipertimbangkan dengan matang. Dalam hal ini tidak tersedianya guru bahasa
Inggris yang khusus dipersiapkan untuk mengajarkan bahasa Inggris bagi
pembelajar pemula. Guru yang ada saat ini masih banyak yang belum mempunyai
latar belakang S1 bahasa Inggris tamatan LPTK. Dalam hal ini kalaupun ada,
mereka tidak dirancang untuk menjadi guru bahasa Inggris bagi pembelajar muda
atau siswa SD. Sampai saat ini, pemerintah kota tidak bisa atau belum
memberikan bantuan guru bahasa Inggris yang berstatus PNS, baik untuk sekolah
negeri
maupun
swasta.
Disdikpora
kota
tidak
memantau
pelaksanaan
pembelajaran bahasa Inggris ini sampai tingkat satuan pendidikan SD. Pelatihan
guru tidak dilaksanakan secara terjadwal, di samping sekolah berjalan sendiri
dalam pelaksanaan BPM. Kebijakan pemerintah kota tersebut belum bersipat
operasional sehingga pelaksanaannya tidak efektif dan efisien.
Ketiga, pemerintah kota belum maksimal dalam memberikan bantuan yang
ada kaitannya dengan pembelajaran bahasa Inggris, seperti: laboratorium bahasa,
238
alat peraga (visual aids), dan pengadaan guru bahasa Inggris (PNS). Mereka
mengatakan pelajaran bahasa Inggris akan mudah dan menarik apabila
disampaikan oleh guru dalam bentuk gambar, film dan lewat alat peraga serta
permainan. Pemerintah kota kurang atau tidak mengawal kebijakan pembelajaran
bahasa Inggris sampai pada pelaksanaan di lapangan. Sepertinya kebijakan
tersebut dilepas begitu saja tanpa ada pemantauan dalam implementasinya di
satuan pendidikan SD. Akibatnya, hasil pembelajaran bahasa Inggris antara satu
sekolah dengan sekolah lainnya sangat beragam.
Keempat, Disdikpora kota tidak memantau dan memberikan bimbingan
teknis terkait dengan implementasi kebijakan pembelajaran bahasa Inggris di SD.
Oleh karena di lapangan menunjukkan bahwa ada ketidakseragaman dalam
memulai pembelajaran bahasa Inggris. Dalam hal ini ada sekolah yang
memberikan pembelajaran bahasa Inggris sejak kelas satu, di samping ada pula
yang memberikan sejak kelas empat. Kurikulum yang ada adalah kurikulum untuk
kelas empat sampai kelas enam sedangkan kurikulum bahasa Inggris untuk kelas
satu sampai kelas tiga belum ada. Kurikulum untuk kelas satu sampai kelas tiga
ini diserahkan kepada masing-masing sekolah atau dibuat oleh perkumpulan guru
bahasa Inggris di tingkat kecamatan. Hal ini mengakibatkan hasil pembelajaran
sangat bervariasi antara satu sekolah dengan sekolah lainnya.
Kelima, kebijakan pembelajaran bahasa Inggris yang diterapkan belum
didasarkan pada analisis yang cermat dan hanya meneruskan kebijakan dari atas
yang menyebabkan pelaksanaannya tidak optimal. Di samping itu Disdikpora kota
tidak menetapkan metode tertentu untuk diterapkan pada pembelajar pemula.
239
Umumnya mereka memilih metode yang dianggap bisa mengantarkan materi
pelajaran dan dapat dipahami oleh siswa. Mereka menyebutkan metode guru,
metode campuran, atau metode gado-gado. Hal ini merupakan konsekuensi dari
tidak adanya dasar kebijakan/ landasan hukum yang digunakan. Mereka sangat
berharap ada metode tertentu yang direkomendasikan oleh Disdikpora kota yang
disepakati oleh para guru pengajar bahasa Inggris. Di samping itu, mereka sangat
mengharapkan adanya forum guru bahasa Inggris di tingkat kota ataupun
kecamatan sehingga dapat mencarikan solusi terhadap kendala yang dihadapi
dalam memberikan pelajaran bahasa Inggris.
Keenam, beberapa guru bahasa Inggris tidak bergelar S1, mereka masih
sedang berkuliah ataupun tamatan D2. Mereka yang bergelar S1 tidak seluruhnya
tamatan FKIP/IKIP sehingga belum menguasai pedagogik dalam pengelolaan
kelas. Selain itu Disdikpora kota belum maksimal dalam memberikan penataran
atau lokakarya dalam meningkatkan kemampuan guru bahasa Inggris untuk
pembelajar pemula. Kalaupun ada, hal itu adalah atas inisiatif para guru bahasa
Inggris yang dilaksanakan pada tingkat kecamatan, bukan dari Disdikpora
pemerintah kota. Jadi, mereka sangat mengharapkan adanya lokakarya atau
penataran yang ada kaitannya dengan pengajaran bahasa Inggris yang
dikoordinasikan oleh Diknas kota. Para guru mengharapkan supaya ada LPTK
yang khusus mencetak guru bahasa Inggris untuk pembelajar muda (english for
young learners). Mereka menganggap bahasa Inggris harus diajarkan dengan baik
dari awal sehingga siswa mempunyai minat belajar bahasa Inggris pada
240
tingkat/jenjang sekolah yang lebih tinggi. Oleh karena apabila pendidikan awal
tidak bagus, mereka tidak akan tertarik untuk belajar bahasa Inggris.
7.6 Refleksi
Sebagai pengajar dan sekaligus pemerhati pengajaran bahasa khususnya
bahasa Inggris, sudah sepantasnyalah penulis harus berbangga dan salut atas
perhatian pemerintah dan lembaga-lembaga pendidikan yang telah mulai
mengajarkan bahasa Inggris sejak dini. Keputusan mengajarkan bahasa Inggris
sejak dini bisa menjadi suatu keputusan yang tepat atau bisa menjadi kurang tepat
untuk beberapa konteks tertentu, seperti faktor kesiapan sekolah, lingkungan dan
sumber daya pendukung lainnya. Dalam hal ini perhatian penulis tertuju pada
pelaksanaan kebijakan pengajaran bahasa Inggris di SD. Setiap orangtua pasti
bangga jika memiliki anak yang pandai. Sebaliknya sekolah akan bangga ketika
bisa membekali siswanya dengan kemampuan yang maksimal, salah satunya
adalah penguasaan bahasa asing, dalam hal ini bahasa Inggris. Bahasa Inggris
telah menjadi primadona, bahkan unggulan pada beberapa sekolah. Dalam al ini
hendaknya sekolah tidak hanya menjadi robot pelaksana, tetapi ikut berperan aktif
agar program ini bisa berjalan dengan baik.
Dari segi kebijakan, khususnya dalam hal pengajaran bahasa Inggris,
diperlukan pendekatan yang komprehensif dan kontekstual karena dalam proses
pengajaran suatu bahasa asing yang terjadi bukanlah semata-mata pembelajaran
bahasa, tetapi pada saat yang sama juga terjadi pembelajaran dan transfer nilainilai budaya, prinsip hidup, dan pola pikir. Proses pendidikan dan peningkatan
kualifikasi guru bahasa Inggris, buku, dan metodologi pengajaran perlu mendapat
241
muatan-muatan lokal, di samping pengenalan nilai-nilai global/universal. Sikap
proporsional tentunya diperlukan dalam hal ini agar proses pengajaran bahasa
Inggris mempunyai kontribusi yang signifikan terhadap terbentuknya perubahan
sikap mental yang mendorong orang untuk mengkreasi, menginovasi, dan
mengadaptasi kemajuan.
Sudah hampir satu dasawarsa memasuki abad ke-21, tetapi bangsa
Indonesia masih menghadapi berbagai hambatan dan kesulitan untuk menyusun
dan merumuskan konsep kebijakan dan strategi yang solid dalam upaya
mencerdaskan dan menyejahterakan warganya. Masih buruknya mutu pendidikan
pada hampir semua jenis dan jenjang pendidikan semakin menegaskan sinyalemen
di depan. Semakin meningkatnya angka pengangguran anak-anak usia produktif
yang diakibatkan rendahnya kemampuan dasar, keterampilan, dan keahlian
menjadi cermin nyata bahwa bangsa ini masih menghadapi persoalan besar dalam
bidang pendidikan. Dalam hal ini harus diakui bahwa sistem pendidikan yang
dibangun sejauh ini belum banyak berperan dalam membantu menyelesaikan
persoalan bangsa.
Secara umum, lulusan pendidikan menengah masih belum dibekali dengan
kemampuan dan keterampilan yang memadai agar dapat masuk pasar kerja, yang
kondisinya sudah semakin terintegrasi dengan pasar global sehingga sangat
kompetitif. Oleh karena itu, upaya Depdiknas untuk kembali menggalakkan
program pendidikan linking school and work melalui konsolidasi, intensifikasi,
diversifikasi, dan ekspansi program pendidikan keterampilan (vocational skills)
pada jenjang pendidikan menengah (SMK) patut untuk diapresiasi dan didukung.
242
Namun, dukungan yang diberikan harus dalam semangat untuk menumbuhkan
kemandirian, tanggung jawab, kejujuran, dan memperkuat kemampuan dasar serta
keterampilan teknis pada siswa sehingga mereka mampu menjawab tuntutan dunia
kerja modern. Dalam hal ini yang tidak kalah pentingnya adalah tamatan siswa
sekolah kejuruan tersebut setidaknya mempunyai kemampuan berbahasa Inggris
yang baik agar dapat merebut peluang kerja yang menuntut kemampuan seseorang
supaya mampu berbahasa Inggris dengan baik.
Kurikulum tingkat satuan pendidikan (KTSP) merupakan model
kurikulum yang dikeluarkan oleh pemerintah sebagai penyempurnaan kurikulum
berbasis kompetensi (KBK). Kurikulum ini lahir sejalan dengan tuntutan
perkembangan yang menghendaki desentralisasi, otonomi, fleksibilitas, dan
keluwesan dalam penyelenggaraan pendidikan. Pengalaman selama ini dengan
sistem pendidikan yang sentralistik telah menimbulkan ketergantungan yang
sangat tinggi terhadap pusat sehingga kemandirian dan kreativitas sekolah tidak
tumbuh. Di samping itu, pendidikan pun cenderung menjauhkan siswa-siswi dari
lingkungan sekitarnya. Oleh karena itu, dibutuhkan pendekatan baru berupa
desentralisasi yang ditandai dengan pemberian kewenangan kepada sekolah untuk
mengelola sekolahnya. Desentralisasi pendidikan bertujuan meningkatkan mutu
layanan dan kinerja pendidikan, baik pemerataan, kualitas, relevansi, maupun
efisiensi pendidikan. Selain itu, desentralisai juga dimaksudkan untuk mengurangi
beban pemerintah pusat yang berlebihan; mengurangi kemacetan-kemacetan jalurjalur komunikasi; meningkatkan kemandirian, demokrasi, daya tanggap,
243
akuntabilitas, kreativitas, inovasi, dan prakarsa; di samping meningkatkan
pemberdayaan dalam pengelolaan dan kepemimpinan pendidikan.
Potensi pengajaran bahasa Inggris di SD untuk menunjang kesuksesan
siswa dalam mempelajari bahasa internasional ini di sekolah lanjutan sangatlah
besar. Semakin dini peserta didik mempelajari bahasa Inggris diharapkan semakin
mudah mereka menguasainya pada masa yang akan datang. Dalam hal ini guru
merupakan pelaksana yang harus mampu menerjemahkan komponen kurikulum,
yaitu tujuan, metodologi, materi, dan evaluasi yang menjadi kegiatan praktis di
kelas bahasa Inggris. Oleh karena itu, guru SD yang mengajarkan bahasa Inggris
atau guru bahasa Inggris yang mengajar di SD harus memiliki kemampuan dan
keterampilan berbahasa Inggris yang mumpuni dan menguasai teknik-teknik
mengajar bahasa Inggris yang sesuai untuk anak-anak. Hal ini sangat ditekankan
oleh Fillmore (2000.34) karena dari hasil penelitiannya ditemukan bahwa anakanak yang berhasil dalam pemerolehan bahasa Inggris adalah mereka yang sering
berinteraksi dengan orang-orang yang menguasai bahasa Inggris dengan baik.
Dengan kata lain, guru harus menguasai bahasa Inggris dan pembelajarannya agar
dapat mengevaluasi ketepatan berbagai metode, materi, dan pendekatan sehingga
dapat membantu siswanya supaya berhasil.
Satu hal yang perlu segera ditangani adalah membantu guru dalam
meningkatkan kemampuan dan keterampilan berbahasa Inggris dan metodologi
pengajaran untuk anak usia muda (6–12 tahun). Dengan adanya
program
pengajaran bahasa Inggris untuk anak, tidak hanya SD, bahkan TK dan play
group pun belajar bahasa Inggris sehingga ada permintaan yang banyak untuk
244
guru bahasa Inggris. Dengan demikian, pelatihan guru EYL perlu direncanakan
dengan baik. Selain kaitan ini, sebenarnya Wallace (1995) menawarkan tiga
bentuk pelatihan guru yang cukup banyak dikenal orang, yaitu (1) pelatihan oleh
ahli dan guru dalam melihat, menirukan teknik-teknik yang didemonstrasikan
dengan mengikuti petunjuk pelatih; (2) model ilmu terapan, dalam hal ini peserta
pelatihan menerima ilmu/teori dan diterapkan, kemudian diperbaiki secara
periodik berdasarkan temuan-temuan pengetahuan yang ada; (3) model refleksi,
peserta pelatihan telah terbiasa dengan konsep, istilah, temuan riset, teori, dan
keterampilan yang banyak dikenal. Seorang guru bahasa Inggris untuk anak-anak
seharusnya dapat berbahasa Inggris dengan baik, dapat mengelola kegiatan
individual, baik secara berpasangan maupun berkelompok. Selanjutnya, setelah
kegiatan dipraktikkan, maka dapat dilakukan refleksi untuk melihat apakah yang
telah dilakukan dapat berjalan dengan baik atau ternyata tidak seperti yang
diharapkan.
Berdasarkan permasalahan-permasalahan tersebut di atas, penulis mencoba
memberikan beberapa pandangan atau alternatif yang dapat dipergunakan sebagai
solusi terbaik, yakni sebagai berikut (1) Guru bahasa Inggris harus mempunyai
“modal dasar” penguasaan bahasa Inggris (2) Modal dasar tersebut dapat
diperoleh melalui pendidikan formal dengan melanjutkan pendidikan ke jenjang
yang lebih tinggi ataupun nonformal, seperti: kursus, penataran, atau seminar.
Seirama dengan laju pembangunan, usaha belajar mengajar bahasa asing
memperoleh arti yang semakin penting. Oleh karena bahasa asing cenderung
menjadi motor perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Tantangan itu
245
patut dijawab oleh para pengajar bahasa asing dengan memperbaharui dan
memperluas wawasan di bidang didaktik dan metodik. Agar masalah yang selama
ini terjadi di kalangan para pelajar, yakni anggapan bahwa bahasa asing hanya
sebagai beban dan pelajaran yang ditakuti dan membosankan, dapat diatasi.
Masalah yang juga sering menghantui para pembelajar bahasa asing adalah rasa
takut untuk membuat kesalahan, sehingga menimbulkan rasa takut untuk
berbicara dan mengemukakan pendapatnya dalam bahasa asing yang mereka
pelajari. Untuk itu diperlukan metode yang dapat mengantisipasi masalah-masalah
tersebut.
Guru merupakan faktor yang
sangat menentukan keberhasilan siswa.
Guru yang baik dapat memakai buku ataupun metode apa saja dengan baik. Akan
tetapi, guru yang baik memang tidak mudah dicari karena bakat guru tidak
terdapat pada setiap guru. Memang ada beberapa persyaratan bagi seorang guru,
antara lain ia harus menguasai bahasa yang diajarkannya dalam keempat
keterampilan yang mendekati penutur
asli. Di samping itu, ia juga harus
mengetahui teori tentang pengajaran bahasa, psikologi belajar, dan latar belakang
kebudayaan bahasa yang diajarkannya.
Sebagai guru bahasa atau calon guru bahasa perlu mengetahui berbagai
macam metode pengajaran bahasa, terutama suatu metode yang sekarang ini
sedang didengung-dengungkan dalam pengajaran bahasa di sekolah-sekolah dan
perguruan tinggi di Indonesia. Pengetahuan tentang metode mengajar setidaktidaknya akan membantu seorang guru dalam menyampaikan materi pengajaran
kepada anak didiknya. Berdasarkan data yang penulis dapatkan dari guru bahasa
246
Inggris dan informasi dari kepala sekolah bahwa pemilihan metode pengajaran
sangat menentukan keberhasilan dalam proses belajar mengajar. Istilah metode
dalam pengajaran bahasa berarti perencanaan secara menyeluruh menyajikan
materi pelajaran dengan teratur. Dalam hal ini tidak ada satu bagian pun dari
perencanaan pengajaran itu bersifat kontradiktif. Selanjutnya, metode bersifat
prosedural, dalam arti penerapan suatu metode mesti dikerjakan melalui langkahlangkah yang teratur dan bertahap, yakni dari penyusunan perencanaan
pengajaran, penyajian pelajaran, proses belajar mengajar, dan penilaian hasil
belajar.
Sehubungan dengan hal ini, Mackey ( 1965) mengemukakan lima belas
macam metode pengajaran bahasa, yaitu (1) direct method, (2) eclectic method,
(3) natural method, (4) unit method, (5) pyschological method, (6) language
control method, (7) phonetic method, (8) mimicry –memorization method, (9)
reading method, (10) practice-theory method, (11) grammar method, (12)
cognitive method, (13) translation method, (14) dual- language method, dan (15)
grammar-translation method.
Sebagian dari metode-metode tersebut telah
dikenal guru bahasa. Namun, mungkin ada beberapa metode yang belum dikenal
karena metode tersebut memang tidak begitu populer.
Berbeda dengan Mackey, Richard dan Rodger (1986) mengemukakan
delapan macam metode pengajaran bahasa, yaitu (1) the oral approach and
situational language teaching, (2) the audiolingual method, (3) communicative
language teaching, (4) total physical response, ( 5) silent way, (6) community
language learning, (7) the natural approach, dan (8) suggestopedia. Kedelapan
247
metode tersebut adalah metode-metode pengajaran bahasa yang dapat dikatakan
sebagai hasil perkembangan mutakhir dalam pengajaran bahasa. Beberapa di
antaranya sekarang ini merupakan metode yang bayak dipakai dalam pengajaran
bahasa, misalnya, natural approach dan communicative language teaching.
Dari sekian metode yang muncul dapat dikatakan bahwa metode
pengajaran bahasa bergerak seperti mode pakaian yang diciptakan, yakni dipakai
dan diganti. Dulu orang pernah mengagumi grammar translation method, direct
method, reading method, audio-lingual approach, natural method, dan sekarang
yang
sedang
didengung-dengungkan
adalah
communicative
approach
(Finocchiaro, 1973).
Pembelajaran bahasa asing dengan menggunakan pendekatan komunikatif
dapat memotivasi pembelajar bahasa asing apabila langkah-langkah yang
ditempuh dapat dijadikan wadah bagi para pembelajar untuk mempraktikkan
bahasa yang dipelajari. Misalnya, pembelajar berdialog/berinteraksi dalam
kelompok-kelompok kecil dengan memanfaatkan materi yang tersedia, baik dalam
buku teks maupun dari sumber yang lain. Dalam hal ini untuk mencapai tujuan
pembelajaran bahasa asing yang komunikatif, perlu adanya perubahan didaktik
metodik yang mengarah pada interaksi sosial serta mengajak pembelajar untuk
terlibat dalam proses belajar-mengajar.
Proses belajar mengajar seperti di atas lebih mengarah pada CBSA (cara
belajar siswa aktif). Dalam kaitan ini T. Raka Joni (1984 : 17) mengemukakan
bahwa proses belajar-mengajar yang mengarah pada CBSA memiliki indikator
sebagai berikut. (1) Sejauh mana siswa berani memprakarsai untuk mengambil
248
inisiatif tanpa secara eksplisit diminta oleh guru, misalnya dalam menentukan
langkah langkah belajar, mencari sumber bacaan dan lain-lain. (2) Sejauh mana
siswa melibatkan diri secara mental dalam kegiatan belajar yang sedang
berlangsung. (3) Sejauh mana guru dapat mengubah kedudukannya dari seorang
yang memimpin dan mengatur segalanya menjadi seorang pendamping
(fasilitator) yang siap membantu siswa apabila dibutuhkan. (4) Sejauh mana siswa
dapat belajar langsung lewat pengalamannya dalam proses belajar-mengajar. (5)
sejauhmana bentuk dan alat kegiatan belajar mngajar bervariasi. (6) Sejauh mana
tingkat kualias interaksi antara siswa, baik intelektual maupun emosional. Keenam
indikator di atas dapat dijadikan sebagai acuan untuk menciptakan interaksi sosial
dalam pembelajaran bahasa asing sehingga tercipta proses belajar-mengajar yang
efektif dan efisien sesuai dengan harapan pengajar dan pembelajar.
Pada masa lalu guru identik dengan orang yang mempunyai kekuasaan
untuk mengatur sumber ilmu, sumber informasi, dan sumber-sumber lainnya.
Kalau kita mengingat masa lampau ketika duduk di bangku sekolah, maka yang
sering terjadi pada saat guru mengajar adalah guru berdiri di depan kelas, guru
bertanya, guru memberikan pekerjaan rumah, guru menerangkan, guru
mengoreksi, menyalahkan, dan sesekali memuji. Semua hal yang dilakukan
tersebut menyebabkan siswa kurang mendapat kesempatan untuk aktif, bahkan
sebaliknya siswa hanya menirukan, kurang diajak berbicara, lebih banyak diminta
diam, di samping siswa menjadi kehilangan motivasi belajarnya, karena lebih
didorong untuk menutup diri. Dengan kata lain guru selalu menjadi titik pusat
seperti pemeran utama dalam panggung sandiwara. Hal ini mungkin dapat disebut
249
CBGA (cara belajar guru aktif) karena tidak adanya interaksi siswa-guru, siswa
dengan siswa, tetapi lebih banyak terjadi aksi guru. Sistem pengajaran yang
demikian dapat menciptakan suasana proses belajar-mengajar yang otoriter dan
membosankan.
Metode komunikatif (comunicative language teaching) menjadi semakin
penting di bidang didaktik pengajaran bahasa asing. Akibat dari pembaharuan
tersebut, metode pengajaran otoriter semakin dijauhi. Sebagai gantinya
berkembang metode pengajaran dan latihan yang bersifat sosial interaktif serta
mengajak siswa untuk aktif dalam proses belajar mengajar. Sejak tahun 80-an
pengajaran bahasa asing yang mengutamakan interaksi semakin mendapat
perhatian. Dalam hal ini yang dimaksud dengan interaktif menurut Ekadewi
(1993:23) adalah semua kegiatan belajar mengajar yang mengarah kepada
interaksi antar siswa, termasuk interaksi siswa-guru, yakni mengarah pada
komunikasi yang sesuai dengan minat dan keperluan siswa, yang mengarahkan
siswa untuk mandiri berperan aktif dan bertanggung jawab atas segala pendapat
dan tindakannya, dan yang mengajak siswa untuk bekerja sama dalam kerja
kelompok karena mementingkan interaksi antar anggota kelompoknya.
Adapun bentuk dan jenis kegiatan interaksi sosial adalah seperti:
berdialog, bermain peran, bermain lakon-lakon pendek yang lucu, berdiskusi,
berdebat, melakukan percakapan melalui telepon, melakukan percakapan
langsung/bertatap muka, seolah-olah berwawancara di radio dan televisi, dan lainlain. Dengan menggunakan bentuk dan jenis kegiatan yang mengarah pada
interaksi sosial seperti di atas, pembelajar bahasa asing akan belajar dengan
250
perasaan senang dan gembira, sehingga rasa takut dan bosan yang selama ini
dirasakan para pembelajar bahasa asing akan hilang dengan sendirinya.
Dalam hal ini, sebaiknya guru berperan sebagai sutradara dan penulis
skenario, dalam arti guru merencanakan adegan-adegan dan menentukan
urutannya, sementara para siswa bertindak sebagai pemerannya sehingga
pembelajar lebih banyak beraktivitas dan berinteraksi antarmereka. Kegiatan
interaksi sosial dalam pembelajaran bahasa asing itu dapat dijalankan secara
efektif. Hal ini sangat ditentukan oleh guru sebagai motivator dan fasilitatornya.
Untuk itu, guru harus untuk memahami arti fungsional dan sosial bahasa yang
diajarkannya sehingga siswa tidak lagi diajarkan untuk mereproduksi atau
memproduksi pola kalimat-pola kalimat yang kaku , dalam arti tidak ada
hubungan antara satu dengan yang lainnya serta tidak mudah ditransfer dalam
situasi yang nyata. Pengajar hendaknya dapat menciptakan iklim pengajaran
bahasa dalam bentuk interaksi yang komunikatif dalam kelas dengan membawa
materi yang bisa membawa aspek-aspek dari luar ke dalam kelas.
Selain itu, perlu diingat bahwa kelas tempat pengajaran bahasa itu
disajikan, sudah merupakan kontek sosial (the classroom as a social context) yang
harus dimanfaatkan dalam proses interaksi belajar mengajar bahasa asing tersebut.
Misalnya, bahasa asing tersebut digunakan untuk memberi salam kepada siswa
atau dalam menyampaikan instruksi-instruksi ataupun mengajukan pertanyaanpertanyaan atau menjawaab pertanyaan. Pola kalimat yang digunakan tidak perlu
terlalu kompleks, tetapi hendaknya mampu menyampaikan makna pesan yang
terkandung di dalamnya (Metty, 1990:18). Oleh karena dengan menciptakan
251
suasana hubungan interaksi sosial di dalam kelas sudah mencerminkan sikap guru
sebagai fasilitator dalam proses belajar-mengajar dan semakin jauh dari sikap
guru yang mengarah pada tindakan otoriter. Dengan demikian, perasaan takut dan
malu untuk mengutarakan pendapat dan pertanyaan dengan menggunakan bahasa
asing yang diajarkan secara spontanitas akan hilang dan mereka seolah-olah
terlibat langsung kapan dan di mana bahasa asing itu digunakan.
Pergantian fase perlu sekali dilakukan mengingat pada umumnya
kemampuan manusia untuk berkonsentrasi penuh atas suatu fenomena hanyalah
kurang lebih dua puluh menit. Dalam hal ini tentunya tidak mudah untuk
mengalihkan kebiasaan mengajar yang berpusat pada guru menjadi berpusat pada
siswa. Metode ini menuntut beberapa hal dari siswa, misalnya spontanitas,
aktivitas, keberanian menanggung risiko, serta tanggung jawab. Meskipun begitu
hendaknya para pengajar tidak berputus asa. Pengajar harus sabar dalam mencoba
membiasakan pembelajar berperan aktif pada proses belajar-mengajar. Selain itu
para pembelajar perlu diajak untuk menemukan sendiri jawaban/keterangan yang
mereka butuhkan. Hal ini akan menimbulkan kebanggaan tersendiri sehingga
mereka semakin termotivasi. Di samping itu dalam kerja kelompok siswa
mempunyai lebih banyak kesempatan berbicara dan lebih berani mengungkapkan
diri sehingga siswa pemalu terbawa juga untuk aktif. Fase-fase tersebut di atas
dilakukan agar para pembelajar bahasa asing tidak bosan dan tidak jenuh, di
samping diharapkan dapat memberikan penyegaran kembali kepada pembelajar
yang pada umumnya semakin lama menerima materi pelajaran semakin menurun
konsentrasinya.
252
Guru hanya menerangkan hal-hal yang penting untuk diterangkan.
Biasanya pembelajar akan berbicara atau belajar untuk berbicara kalau pengajar
sedang tidak berbicara. Jadi guru perlu berusaha menahan diri, menerangkan
seperlunya saja dan memberikan kesempatan kepada siswa untuk lebih banyak
berperan aktif. Hanya hal-hal yang mutlak perlu yang harus diterangkan. Soal
yang tersusun baik dan jelas tujuannya akan mudah dipahami. Dalam hal ini
apabila siswa bertanya dan meminta penjelasan atas soal tersebut, barulah guru
menerangkannya. Memberi waktu kepada pembelajar untuk berpikir akan dapat
lebih berarti daripada aktivitas bicara tanpa henti. Oleh karena di sini pun terdapat
aktivitas, yakni di kepala para pembelajar. Pelajaran bisa efektif jika para siswa
tidak pasif dan sekadar belajar menghafal, tetapi aktif dan kreatif dalam mencerna
materi pelajaran yang disajikan, di samping mampu mengalihkannya ke dalam
konteks sosial yang lain.
Dalam hal ini hendaknya guru tidak selalu berharap keadaan pembelajar
selalu/langsung siap dengan jawaban. Apabila soal-soal yang diajukan cukup jelas
dan sesuai dengan tingkat kemampuan pembelajar, pastilah pengajar akan
mendapatkan jawaban walaupun terkadang agak lama. Oleh karena itu, perlu
ditunggu sebentar, tidak langsung dialihkan kepada pembelajar yang lain, jika ada
pembelajar yang tidak lancar menjawab. Kebebasan berpikir mereka perlu
dikembangkan untuk menemukan jawabannya. Apabila terjadi kesalahan di antara
jawaban mereka perlu didiskusikan di dalam kelas sehingga mereka dapat
mengoreksi kesalahannya sendiri, kemudian menemukan jawabannya. Tindakan
tersebut dimaksudkan agar guru tidak terkesan memonopoli adegan-adegan di
253
dalam kelas sehingga seorang siswa akan merasa bangga jika mampu menemukan
jawaban sendiri. Menemukan jawaban sendiri akan lebih mudah diingat daripada
hasil di drill oleh orang lain.
Dalam kaitan ini Menolerir kesalahan bukan berarti pengajar mendiamkan
saja kesalahan yang dibuat oleh pembelajar, melainkan membicarakan dan
mengoreksinya sesuai dengan tujuan latihan. Koreksi kesalahan hendaknya sesuai
dengan tujuan latihan terkait. Sehubungan dengan hal ini Ekadewi (1993:24)
misalnya menyatakan bahwa pada saat siswa memberikan jawaban dalam bentuk
pertanyaan-pertanyaan yang saling terkait, sebaiknya guru tidak memotong untuk
mengoreksi. Oleh karena hal ini akan mengacaukan konsentrasi siswa terhadap
apa yang akan disampaikannya, dalam hal ini sebaiknya kesalahan tidak
dikomentari. Kesalahan adalah normal, tidak seorang pun berniat untuk
membuatnya. Oleh karena jawaban walaupun salah merupakan hasil suatu usaha.
Di samping itu, kesalahan juga mempunyai arti diagnosis bagi guru karena dengan
menganalisis suatu kesalahan guru dapat menemukan letak kelemahan dalam
penguasaan materi. Pujian, bantuan, dan penghargaan atas usaha siswa biasanya
mempertebal rasa percaya diri siswa, di samping meningkatkan saling percaya
antara siswa dan guru. Sebaliknya, kritik dari pihak guru yang berlebihan kadangkadang lebih memungkinkan untuk mendatangkan rasa khawatir dan takut untuk
membuat kesalahan ketika pembelajar akan mengemukakan pendapatnya
sehingga kreativitas mereka terganggu. Sebaiknya kritik semacam ini dihindari
oleh para pengajar. Apabila pada diri pembelajar terdapat rasa khawatir dan takut
salah untuk mengemukakan pendapatnya, hal ini dapat mengganggu konsenterasi
254
dan kreativitasnya. Dengan demikian, proses interaksi sosial di dalam kelas akan
terganggu sehingga harapan untuk berinteraksi dengan bahasa yang diajarkan sulit
tercapai.
Pengajar dan pembelajar sebaiknya berusaha menggunakan bahasa asing
yang dipelajari. Penggunaan bahasa asing yang diajarkan bertujuan agar siswa
dapat merasakan bahwa keterbatasan kosa kata bukanlah hambatan utnuk
bekomunikasi. Di samping itu, agar siswa berlatih untuk berpikir dan berbicara
dengan bahasa yang mereka pelajari. Oleh karena hal ini akan mempersiapkan
mereka untuk dapat bereaksi secara wajar dalam situasi komunikasi yang riil.
Sehubungan dengan hal ini Littlewood (1983:17) menyatakan seperti berikut.
“The Learners ultimate objective is to take part in communication with
another. Their motivation to learn is more likely to be sustained if they can
see how their classroom learning is reated to his objective and helps to
achieve it with increasing sucsess”.
Tuturan di atas menunjukkan bahwa motivasi belajar seseorang akan dapat
dikembangkan dan dipertahankan apabila pengajaran dalam kelas itu benar-benar
memenuhi kebutuhan mereka, yakni kemampuan berkomunikasi dengan bahasa
yang dipelajari. Dengan demikian, mereka akan merasa bangga karena dapat
berinteraksi dengan bahasa yang dipelajari sehingga dorongan untuk belajar
bahasa asing akan semakin meningkat.
Motivasi adalah salah satu faktor penunjang dalam belajar. Motivasi
bahkan merupakan penentu untuk mencapai keberhasilan belajar. Oleh karena itu,
siswa perlu dimotivasi, baik terhadap mata pelajaran maupun terhadap materinya.
Dalam kaitan ini J.S. Bruner, seorang ahli psikologi pendidikan dan ahli psikologi
belajar, mengemukakan bahwa motivasi merupakan salah satu dari empat tema
255
pendidikan, di samping stuktur pengetahuan kesiapan dan nilai intuisi dalam
proses pendidikan. Selanjutnya, menurut Bruner (dalam RW Dahar, 1988:119)”,
pengalaman-pengalaman
pendidikan
yang
merangsang
motivasi
adalah
pengalaman-pengalaman tempat para siswa berpartisipasi secara aktif dalam
menghadapi alamnya. Dalam hal ini timbulnya kebutuhan menyebabkan
timbulnya keinginan pada seseorang untuk memenuhinya atau merealisasikannya
dalam berbagai bentuk kegiatan. Motivasi merupakan bentuk-bentuk yang ada
dalam otak manusia yang berfungsi sebagai alat pendorong untuk melakukan
sesuatu guna memenuhi kebutuhannya. Sehubungan dengan hal ini, seorang guru
yang baik akan berusaha mengidentifikasi kebutuhan siswanya sebagai titik tolak
dalam menciptakan proses belajar-mengajar yang dapat menimbulkan bahkan
memperkuat motivasi belajar siswanya. Oleh karena motivasi pada hakikatnya
sebagai modal dasar dalam mencapai keberhasilan belajar. Fungsi pengajaran itu
hendaknya ditunjukkan dengan jelas oleh guru sehingga para siswa sungguhsungguh menyadari pentingnya atau makna dari sesuatu yang dipelajarinya.
Apabila pembelajar mengetahui pentingnya menguasai materi pelajaran bahasa
asing yang dipelajari, maka mereka akan berusaha untuk mencapai apa yang
diinginkan.
Guru sebaiknya tidak meremehkan pengetahuan umum dan pengetahuan
yang sudah dikuasi siswa sebelumnya. Seorang siswa akan senang untuk aktif
berbicara jika ia merasa dapat menceritakan hal-hal yang sudah diketahuinya
dalam percakapan di dalam kelas sesuai dengan pengetahuan yang dimiliki.
Bahkan pada situasi interaksi yang tidak terlalu formal terkadang seorang siswa
256
lebih banyak aktif sehingga terjadilah komunikasi dalam arti yang sebenarnya
antara siswa dengan siswa atau juga antara siswa dengan guru. Namun, untuk
memulai tema baru, guru seharusnya sudah mengetahui sampai sejauh mana siswa
mempunyai pengetahuan di bidang itu. Pengetahuan awal siswa diakomodasikan
dan diaktifkan kembali, karena akan sia-sia usaha guru menerangkan tema baru
jika siswa tidak mempunyai pengetahuan dasar untuk menguasainya. Sebaliknya,
siswa akan cepat merasa bosan jika tidak mendapat tambahan pengetahuan.
Kemampuan dasar untuk menguasai materi yang akan diajarkan sangat
penting diketahui oleh para pengajar agar para pembelajar dengan mudah
menerima materi yang akan disajikan. Apabila pembelajar belum memiliki
pengetahuan dasar tentang materi yang akan diajarkan, maka sebaiknya para
pengajar memberikan pemanasan materi yang lalu atau materi dasar yang dapat
menunjang materi yang akan diterangkan. Dengan demikian, pembelajar akan
lebih mudah memahami materi yang akan disajikan.
Tujuan pembahasan suatu materi perlu diketahui oleh siswa. Untuk
meningkatkan semangat belajar ada baiknya jika siswa mengetahui arti dan tujuan
pembahasan suatu materi. Jika siswa mengetahui perlunya materi tersebut,
tentunya rasa ingin tahu akan lebih besar. Karena adanya rasa ingin tahu itulah
menyebabkan timbulnya daya tarik yang kuat. Dalam hal ini siklus yang dikenal
dalam psikologi belajar adalah daya tarik, motivasi, dan keberhasilan daya tarik.
Sehubungan dengan pentingnya perhatian dan minat terhadap materi pelajaran T.
Hardjono (1980:3) menegaskan bahwa perhatian merupakan salah satu
persyaratan dasar dalam belajar agar berhasil. Oleh karena tanpa menaruh
257
perhatian, siswa tidak akan bisa menyerap materi pengajaran dan tidak akan bisa
memproduksinya secara kreatif. Selanjutnya dikatakan bahwa perhatian siswa di
kelas sebagian besar tergantung dari besarnya minat terhadap materi pelajaran.
Adapun minat dapat timbul karena dua faktor, yaitu dorongan untuk memperoleh
pengetahuan dan sikap emosional positif terhadap sesuatu. Untuk itu, tujuan
pembahasan materi baru perlu diterangkan pada awal pembahasan materi tersebut
agar pembelajar tahu tentang pentingnya materi yang akan dipelajari. Apabila
mereka merasa membutuhkan materi yang akan dipelajari, maka dorongan untuk
memperoleh pengetahuan yang dibutuhkan tersebut akan disikapi dengan
emosional positif, yakni dengan aktivitas praktis dan efektif sesuai dengan
harapan siswa. Dengan demikian, tujuan pembelajaran bahasa asing mudah
tercapai.
Sesekali guru perlu juga minta umpan balik dari para siswa. Hal ini
diperlukan sebagai bahan evaluasi atas pengajarannya yang sudah diberikan.
Namun jangan sampai siswa merasa bahwa feedback itu tidak diperhatikan.
Hendaknya kritik-kritik yang relevan dapat dijadikan acuan dalam mengadakan
perubahan ke arah perbaikan sehingga semakin timbul rasa saling percaya, saling
membutuhkan, serta saling membantu yang tentunya akan menambah kesenangan
belajar dan mengajar. Dalam hal ini prasyarat utama untuk mencapai keberhasilan
belajar-mengajar adalah keterbukaan antara pengajar sebagai sutradara dan
pembelajar sebagai aktor. Apabila keterbukaan itu selalu dilakukan, maka masingmasing pihak, baik pengajar maupun pembelajar akan berusaha untuk selalu
258
meningkatkan kekurangan-kekurangannya sekaligus mencari solusi terhadap
masalah-masalah yang terjadi dalam proses pembelajaran bahasa asing.
Aktivitas praktis dan efektif yang sesuai dengan harapan siswa antara lain
adalah kegiatan yang melibatkan mereka secara langsung dalam pemakaian
bahasa asing itu untuk berinteraksi sosial. Hal ini terlihat dari pengalaman
sederhana dalam kehidupan sehari-hari. Misalnya, betapa bangganya seorang
siswa yang baru memperoleh bahasa asing di sekolahnya apabila ia sudah bisa
menyapa seorang turis asing serta berdialog singkat dengannya. Dari pengalaman
itu terbukti betapa pentingnya kegiatan interaksi sosial dalam memotivasi seorang
yang sedang belajar bahasa asing. Pengajaran bahasa asing tidak hanya
menyangkut bahasa itu dan kemampuan menggunakannya, tetapi menyangkut
sikap orang yang belajar dan mengajar, dalam arti sikap keterbukaan atau
kesediaan berkomunikasi dengan orang lain dalam situasi budaya yang bahasanya
sedang dipelajari. Belajar bahasa scara komunikatif berarti belajar menggunakan
bahasa itu untuk berinteraksi dalam situasi yang nyata. Pengajaran bahasa asing
yang memberi kesempatan sebanyak-banyaknya untuk dilatihkan pada interaksi
sosial dalam pengajaran bahasa akan lebih mencapai tujuan akan hakikat bahasa
itu sendiri, yakni sebagai alat komunikasi.
259
Download