COVER SUMBER FOTO : Http.www.Google.go.id/ INDEKS Gambar Kulit: Anom Hamzah • Catatan Redaksi : Kritislah Pada Iklan 3 • Teliti Sebelum Percaya Iklan 4 • Wawancara : Tulus Abadi, “Tidak Ada Iklan yang Memberdayakan Konsumen” 9 • Jangan Telan Bulat-Bulat Iklan Di Media 14 • UU Perlindungan Konsumen Bisa Jerat Usaha Pers 20 • Gerbang Bahasa : Selamat Idulfitri 1427 H 26 • News and Discourse dan Implikasinya pada Etika Jurnalisme 30 • Mitos 34 MEDIA WATCH THE HABIBIE CE NT ER Penerbit: Media Center/The Habibie Center Alamat Redaksi: Jl. Kemang Selatan No.98 Jakarta Selatan Telp.: (021)781-7211 Fax.: (021)781-7212 Email: [email protected] Website:http://www.habibiecenter.or.id Penanggung Jawab :Ahmad Watik Pratiknya, Dewan Redaksi :A. Makmur Makka (Ketua) Mustofa Kamil Ridwan, Doddy Yudhista. Redaktur Pelaksana :Afdal Makkuraga Putra, Redaksi : Wenny Pahlemy, Junarto Imam Prakoso, Fetty Fajriati,Kontributor : Intantri Kusmawarni, Ichsanto Wahyudi, Teguh Apriliyanto. Usaha / Distribusi: Hadi Kuntjara, Ghazali H. Moesa. Disain Grafis : A. Mudjazir Unde. Jurnal MW The Habibie Center adalah publikasi bulanan di bawah naungan The Habibie Center. Redaksi menerima tulisan/artikel yang sesuai dengan visi dan misi jurnal ini. 2 MEDIA WATCH THE HABIBIE CENTER • No. 50 / 15 Oktober -15 November 2006 Catatan Redaksi KRITISLAH PADA IKLAN asyarakat umumnya menilai iklan hanya sebagai alat memengaruhi konsumen untuk membeli sebuah produk. Padahal iklan sudah menjadi komponen besar dalam sistem perekonomian kapitalis. Eksistensi media sangat tergantung pada pemasukan iklan. Banyak media cetak, tidak lagi menilai penting pendapatan yang diterimanya dari konsumen langganan, tetapi pendapatan yang diperoleh dari halaman-halaman yang sesak dengan iklan. Apalagi pada media elektronik, ketika radio dan televisi tidak menarik lagi iuran dari pendengar dan pemirsanya. M Iklan ternyata sebuah komoditi besar. Pada negara-negara maju seperti Amerika Serikat, pada tahun 90-an saja, negara itu telah menghabiskan 130 milyar dolar untuk iklan, atau 2 persen dari GNP negara itu pertahun. Betapa besar pengeluaran setiap perusahaan untuk bersaing menjual produksi mereka. Gerbong kegiatan dan usaha yang ikut bergerak juga sangat luar biasa. Uang yang ditebar dalam usaha marketing ini, telah memberikan penghidupan kepada usaha disain, usaha pengepakan, usaha display . Dari seluruh uang yang ditabur oleh pengusaha untuk setiap produksi, ternyata banyak terserap pada sektor, marketing dan periklanan. Dalam usaha kosmetik misalnya ternyata hanya 8 persen biaya dipakai untuk produksi, selebihnya disedot oleh marketing, pengepakan dan promosi . Yang jarang disadari adalah dampak sosial iklan itu. Bahwa iklan mode atau “fashion” telah begitu cepat merubah gaya hidup masyarakat. Bagaikan sebuah efek magis, setiap diperkenalkan sebuah bentuk mode dan diperagakan melalui media, secepat kilat ditiru oleh masyarakat. Beberapa tokoh dalam “Mazhab Frankfurt antara lain Herbert Mercuse menuding, iklan mode telah mengancam individu, demokrasi dan masyarakat. Budaya katanya tidak lagi berupa ekspresi kreativitas tetapi sudah, menjadi produk standar pabrik. Masyarakat hendaknya dalam teksnya, imaje yang usaha untuk memengaruhi menerapkan sebuah gaya tetapi tidak ada salahnya SUM BER FOT O: h ttp:w ww.g oole .com / Di Indonesia, setiap tahun triliunan rupiah dikeluarkan untuk iklan, media cetak dan media elektronik telah ikut menikmati kuwe periklanan ini, apa lagi bagi media utama (mainstream). Bagi media, iklan adalah “perang kreativitas”, keuletan dan ketrampilan seniman berkarya. Walaupun tidak semua karya periklanan efektif, banyak karya periklanan hanya sampah dan memboroskan uang. bersifat kritis membaca iklan, karena iklan, baik dipaksakannya, kata-kata dan strukturnya tidak lain adalah setiap individu untuk menerima nilai-nilai tertentu dan hidup. Masyarakat pasti tidak pasif menghadapi iklan, untuk tetap kritis. (MM) MEDIA WATCH THE HABIBIE CENTER • No. 50 / 15 Oktober -15 November 2006 3 SUMBER FOTO: Google.go.id/ Telisik Teliti Sebelum Percaya Iklan I JAMAN serba kompetitif, informasi adalah sesuatu yang vital. Kemampuan dan kecepatan seseorang mengakses dan menganalisis informasi, merupakan langkah awal menentukan untuk memenangkan persaingan hidup yang makin keras dan “gila”. Sayang, tanpa kita sadari, tiap detik dalam hidup kita dipenuhi dengan informasi yang tidak selalu menguntungkan. Salah satu sumber informasi itu adalah materi iklan yang hadir di tiap sudut kehidupan kita. Iklan ada di jalanan, D di TV, di radio, di koran, di majalah dan mungkin melalui khotbah dan ceramah-ceramah pada berbagai kesempatan. Perkembangan dunia periklanan di Indonesia saat ini memang luar biasa pesatnya. Iklan-iklan itu bukan bikinan orang bule tetapi justru hasil karya pribumi bangsa Indonesia. Kita tentu tercengang, bangga dan pantas mengacungkan jempol atas kreativitas mereka. Hanya saja, jika dicermati lebih lanjut, ternyata iklan-iklan itu tidak hanya berisi informasi berguna. Tanpa kita sadari, entah disengaja atau tidak, iklan-iklan itu juga berisi informasi menyesatkan penuh “tipuan” dan “kibulan” yang membodohi masyarakat. Berikut sedikit contoh “tipu” dan “kibul” iklan berderet materi promosi menyesatkan itu. aksi dari yang Jika Anda melintas di Jalan Gatot Subroto Jakarta, Anda tentu melihat billboard raksasa berisi iklan telepon seluler “Fren” yang menyebutkan tarif Rp 7 per 30 detik. Tetapi tahukah Anda bahwa 4 MEDIA WATCH THE HABIBIE CENTER • No. 50 / 15 Oktober -15 November 2006 berarti jauh lebih murah 41,67 % dari kartu As! Memang, jika dihitung biaya percakapan 5 detik, 39 detik, dan 62 detik, pelanggan pro XL akan mengeluarkan biaya Rp 250, Rp 500, dan Rp 750. Sedangkan untuk kartu As, biaya yg dikeluarkan Rp 100, Rp 780, dan Rp 1240. SUMBER FOTO:kompas.go.id/ Namun, sekarang kita bisa bayangkan, berapa tarif yang harus dibayar untuk biaya pembicaraan 29 detik, 59 detik, dan 89 detik? Jelas harga kartu As lebih mahal. Dengan demikian, nampak sekali adanya “penyesatan” dan “pengibulan” informasi iklan. Perusahaan telekomunikasi jaringan bergerak selular yang menggunakan teknologi CDMA, Mobile-8, hari Selasa ini (19/1) meluncurkan Paket Kartu Perdana Fren baru seharga Rp 50.000 tarif tersebut hanya berlaku di menit ke-2? “Fren” prabayar memberlakukan tarif Rp 7 per 30 detik setelah pembicaraan menginjak menit ke-2. Sedangkan pada menit pertama, tarif tetap seperti biasa yaitu Rp. 275 per 30 detik! Iklaniklan yang banyak terpampang di jalan-jalan dan pertokoan tidak menyebutkan kondisi pembicaraan menit pertama ini! Masih dari sektor telekomunikasi, Telkomsel dengan gencar mengiklankan bahwa tarif telepon dengan memakai kartu prabayar kartu As adalah lebih murah! Tarifnya sebesar Rp 20 per detik untuk sesama operatornya. Untuk meyakinkan bahwa tarif kartu As memang lebih murah dari pesaing, di dalam iklan itu juga disajikan tabel perbandingan tarif yang mesti dibayar antara kartu As dengan kartu operator lain, misalnya dengan XL Jempol yang menawarkan tarif Rp 500 per 60 detik sampai Rp250 per 30 detik untuk sesama XL. Sekilas, iklan tersebut benar adanya karena iklan Kartu As mengambil lama bicara 5 detik, 39 detik, dan 62 detik. Jelas, jika menggunakan kartu prabayar lain, yaitu XL Jempol, maka biaya yg dikeluarkan adalah untuk 30 detik, 60 detik, dan 90 detik. Dengan perhitungan tersebut kartu As memang lebih murah. Tetapi, kita jangan terkecoh. Jika kita hitung lagi dengan teliti, kartu XL Jempol menawarkan tarif Rp 500 per 60 detik sampai Rp 250 per 30 detik untuk sesama XL. Sedangkan kartu As dengan tarif Rp 20 per detik untuk sesama operatornya. Dari pembagiannya, untuk mendapatkan tarif per detik, maka tarif yang dipasang XL Jempol sebenarnya Rp 8,33 per detik. Ini Katagori iklan lain yang kerap masuk pada katagori iklan “ menyesatkan” dan “membodohi” masyarakat adalah iklan produkproduk kesehatan. Nurachman, salah seorang dokter yang membuka praktik di kawasan Margoda Depok, yang tahu banyak tentang ilmu kesehatan, geleng-geleng kepala memperhatikan bagaimana sejumlah produk kesehatan diiklankan. Dokter tersebut tercengang mendengar pengakuan seorang pasien yang terkena gejala tekanan darah rendah. Kadar darah pasien tersebut tiba-tiba turun di bawah batas normal. Setelah diselidiki, sang pasien memang sengaja mengurangi konsumsi gula. Padahal, ia dan keluarganya tidak mempunyai riwayat penyakit kencing manis atau diabetes militus. Dokter itu menjelaskan bahwa sang pasien khawatir akan mengalami kondisi buruk seperti yang diilustrasikan oleh sebuah iklan pemanis buatan bebas gula di televisi. Dalam iklan itu digambarkan sang model iklan kehilangan MEDIA WATCH THE HABIBIE CENTER • No. 50 / 15 Oktober -15 November 2006 5 Telisik Iklan tersebut memang tidak salah, tetapi itu seharusnya hanya ditujukan bagi penderita kencing manis saja. Bukan ditujukan untuk semua orang sehat yang sebenarnya tidak pantang mengkonsumsi gula. Konsumsi gula berlebih pada orang tanpa faktor risiko kencing manis tidak berisiko menimbulkan diabetes militus di kemudian hari. Pola makan tinggi gula, dalam situs produsen pengiklan ini, juga diuraikan sebagai salah satu faktor risiko diabetes militus . Padahal sepanjang Anda tidak mempunyai faktor risiko ini, maka Anda tidak perlu mengganti gula atau glukosa yang sebenarnya justru menjadi salah satu zat esensial dalam kehidupan manusia. Gula penting bagi kehidupan manusia karena merupakan zat sumber energi. Otak yang kekurangan glukosa dalam beberapa jam bahkan dapat mengalami kerusakan. Iklan produk kesehatan yang dapat dikatagorikan “menyesatkan” juga dapat dilihat dari iklan susu tinggi kalsium bagi manula yang mengalami osteoporosis. Padahal, betapapun besar tambahan kalsium ke dalam tubuh manula itu tidak akan berpengaruh secara berarti jika kadar estrogen yang seharusnya memetabolisme kalsium di dalam tubuh manula tersebut sudah jauh berkurang secara alamiah seiring dengan bertambahnya usia. Selain itu, iklan menyesatkan juga dapat dilihat pada iklan susu formula bagi bayi di bawah enam bulan. Padahal, bayi seusia ini seharusnya masih mendapatkan ASI eksklusif. Iklan ini bisa dikatagorikan telah melanggar Kode Etik Internasional Pemasaran Pengganti ASI. Iklan susu formula yang diklaim mampu meningkatkan kecerdasan ini harganya relatif mahal, dan dapat menimbulkan efek samping sukar buang air besar. tampak dengan penggambaran yang berlebihan dan serba instan, misalnya produk minuman slimming tea yang digambarkan seolah-olah secara ilmiah telah terbukti kebenarannya. Padahal, percobaan tersebut tidak jelas prosedurnya secara ilmiah. Ada lagi produk pemutih wajah yang dapat mengubah wajah wanita dalam dua minggu. Apakah ini terbukti? Apakah wanita Papua akan berubah secerah wanita ras Cina dalam dua minggu? Jelas, itu sangat menyesatkan. Iklan property perumahan dan apartemen juga penuh dengan gambaran “serba indah”. Padahal, kondisi di lapangan ternyata tidak se-”wah” yang digambarkan dalam iklan-iklan produk tersebut. Gambar bangunan apartemen dan rumah bisa jadi tidak seiindah dengan maket. Lokasi apartemen dan kawasan perumahan bisa jadi tidak sedekat dan sestrategis yang digambarkan dalam peta iklan. Contoh aksi “tipu- Iklan menyesatkan tersebut juga Bapak/Ibu/Saudara pengunjung yang kami hormati, Merupakan suatu kehormatan bagi kami atas kunjungan ke website ini sehingga kami dapat menyajikan informasi tentang pengembangan perumahan PURI PENGAYOMAN Pekanbaru. Hunian Eksklusif berupa 10 unit TOWNHOUSE dan 1 petak KAPLING SIAP BANGUN yang sedang kami bangun ini terletak sangat strategis di pusat kota dan kami persiapkan sedemikan rupa untuk memenuhi kepuasan pemilik. Dapat dikatakan properti ini BEST BUY, baik untuk HUNIAN sendiri maupun sebagai suatu INVESTASI produktif anda. 6 MEDIA WATCH THE HABIBIE CENTER • No. 50 / 15 Oktober -15 November 2006 SUMBER FOTO: http:www.puri-pengayoman.tripat.com/ penglihatan alias kebutaan, sampai kehilangan nyawa gara-gara mengkonsumsi gula! tipu” iklan ini sesungguhnya akan semakin banyak saja jika dideretkan dalam sebuah daftar. ***** Pentingnya posisi iklan sebagai alat pemasaran untuk mengkomunikasikan produk atau jasa memang tidak terbantahkan. Melalui iklan itulah, maksud produsen untuk menyampaikan informasi agar dapat membujuk, mengingatkan dan menguatkan produk dan jasa yang mereka jual dapat tercapai. Tujuan akhir sebuah iklan bagi produsen adalah untuk mempengaruhi sikap, persepsi, pengetahuan, dan perilaku konsumen untuk membeli dan menggunakan produknya. Iklan merupakan salah satu sumber informasi konsumen untuk mengambil keputusan. Iklan memberikan informasi mengenai macam-macam produk dan merek sehingga konsumen mempunyai sejumlah alternatif pilihan sebelum menentukan keputusan untuk mengkonsumsi produk atau jasa yang dibutuhkan. Masyarakat modern tidak dapat lepas dari derasnya iklan produk dan jasa ini. Tetapi, mengapa iklan sering disalahkan karena menawarkan informasi yang menyesatkan dan merugikan masyarakat? Derasnya iklan di media juga dianggap sebagai sumber tumbuhnya budaya konsumtif di tengah masyarakat. Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Tulus Abadi mengatakan yang harus dikritisi dan ditentang bukan masalah iklan, tetapi yang perlu dipersoalkan adalah bagaimana iklan dapat berperan selain sebagai media marketing jug a dapat digunakan untuk memberdayakan masyarakat sebagai konsumen. Pelaku usaha seharusnya mempunyai peran untuk itu. “Jangan sampai konsumen dibenturkan dengan perilakuperilaku bahwa produk tertentu bagus sehingga harus dikonsumsi secara terus menerus akibat pemberian gambaran-gambaran yang menyesatkan atau menipu,” pesannya. Dalam konteks perlindungan konsumen seperti yang telah diatur pada UU No. 8 1999, Tulus mengamati tidak ada iklan yang saat ini beredar luas di media cetak maupun elektronik yang dapat mencerdaskan konsumen. Masalahnya, urai Tulus, adalah bukan sekadar apakah sebuah iklan telah melanggar etika atau hukum positif Indonesia, tetapi bagaimana iklan tersebut dapat memberdayaan konsumen. “Iklan yang baik seharusnya ikut mendidik dan menyejahterakan konsumen agar tahu tentang hak-haknya. Jadi, konsumen bukan sekadar dicekoki dengan upaya untuk membeli produk,” katanya. Tulus lalu membuat ilustrasi, misalnya untuk iklan coklat atau permen yang sangat tinggi kandungan gulanya, sebaiknya diakhiri dengan himbauan agar konsumen untuk rajin menggosok gigi setelah makan produk-produk tersebut atau ketika menjelang tidur. “ Jika itu dilakukan maka di satu sisi iklan tersebut menawarkan produk tetapi di sisi lain produk ini juga menjelaskan dampak makanan tersebut sehingga perlu direspon dengan perilaku yang lebih baik agar dampaknya bisa berkurang.” Tulus bahkan menilai iklan- iklan yang saat ini meluber di media justru berandil besar untuk mendorong pola hidup yang lebih konsumtif di tengah masyarakat. Ia lalu memberikan contoh tentang iklan sejumlah produk yang digunakan untuk membersihkan pakaian. Untuk membersihkan pakaian, ada kecenderungan konsumen tidak cukup dengan mencuci dengan detergen. Setelah itu masih perlu diberi produk pelembut dan pewangi. Itu pun belum cukup. Setelah itu, masih perlu disetrika dan diberi cairan lagi ketika disetrika. Jika pakaian disimpan harus memakai kapur barus dan akhirnya harus ditambah parfum. “Dulu konsumen tidak terpikirkan, tetapi setelah dibombardir iklan, konsumen harus memikirkan kebutuhan yang berlapis-lapis. Kalau tidak, mereka beripiran tidak afdol.” Tulus menyadari adanya perbedaan perspektif antara perspektif pengiklan dengan perspektif konsumen atau gerakan konsumen. Namun, yang paling ia risaukan adalah banyaknya iklan yang dapat menipu dan menyesatkan konsumen. Salah satu bentuk iklan yang saat ini banyak diadukan di YLKI berkaitan dengan iklan tarif pesawat. Tulus menjelaskan, di media cetak atau elektronik, misalnya untuk terbang ke Banjarmasin hanya dikenakan tarif Rp 99,99 ribu rupiah. Praktik iklan menyesatkan ini dilakukan semua maskapai. “Iklan-iklan itu tidak memberi penjelasan apakah semua tarifnya begitu atau hanya berapa persen dari kursi yang dijual. Kenapa menawarkan seperti itu? Konsumen banyak menelpon ke YLKI. Setelah mereka membeli kok tidak ada harga yang disebutkan di MEDIA WATCH THE HABIBIE CENTER • No. 50 / 15 Oktober -15 November 2006 7 Telisik iklan?” Ketua Hukum dan Perundangundangan Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia (PPPI) Hery Margono menguraikan ketentuan norma etika yang disepakati di bidang periklanan adalah Etika Pariwara Indonesia (EPI). Penyusunan dan penegakan EPI dilakukan sejalan dengan prinsipprinsip swakramawi ( selfyang dianut oleh regulation) industri periklanan secara universal. Itu artinya EPI disusun, disepakati, dan ditegakkan oleh para pelakunya sendiri yaitu antara pengiklan, perusahaan periklanan dan media periklanan. Untuk menegakkan etika periklanan di PPPI, jelas Hery, dibentuklah Badan Pengawas Periklanan (BPP). Berdasarkan kasus-kasus pelanggaran iklan yang ditangani oleh BPP, pelanggaran Etika Pariwara Indonesia cenderung meningkat. Selama kurun waktu tahun 2000-2002 terdapat 28 kasus pelanggaran, tahun 2003-2005 meningkat menjadi 51 kasus pelanggaran. Sejak FebruariAgustus 2006, BPP telah menetapkan 11 kasus pelanggaran, 15 iklan masih dalam proses dan 5 iklan yang dilaporkan ke BPP dinyatakan tidak melanggar. “Berdasarkan UU No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen pasal 17, pelaku usaha periklanan dilarang memproduksi iklan yang melanggar etika dan atau ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai periklanan. Dengan demikian, jika iklan tersebut melanggar etika periklanan berarti melanggar hukum positif,” urai Hery. Hery menjelaskan pada umumnya bentuk-bentuk pelanggaran terdiri atas: penggunaan kata superlatif tanpa dukungan bukti yang kuat, penggunaan atribut profesi (misalnya profesi dokter atau peneliti) atau “setting” tertentu yang menyesatkan atau mengelabui khalayak. Selain itu, Hery juga melihat adanya beberapa iklan yang telah mengolah temuan-temuan riset tanpa menyinggung sumber, metode dan waktu riset seolah-olah mengesankan suatu kebenaran. “Pelanggaran lain adalah berkaitan dengan peniruan bagian dari iklan pesaing, penggunaan logo pesaing, penampilan iklan TV yang muncul berturutan lebih dari 2 kali, dan penampilan kegiatan yang berbahaya,” katanya. Beberapa kasus, jelas Hery, sudah ditangani oleh Badan Pengawas Periklanan PPPI, baik dipanggil secara langsung maupun tertulis. Hal tersebut ditempuh bertujuan untuk memberikan arahan yang benar tentang aturan-aturan atau pedoman yang dipakai dalam kegiatan periklanan di Indonesia. “Pada umumnya anggota-anggota PPPI selalu menanggapi dengan baik karena sasarannya adalah untuk menciptakan iklim berusaha atau bersaing yang sehat,’’ katanya. Sementara itu, Tulus berharap pemerintah seharusnya lebih proaktif mengawasi dan menegakkan etika periklanan yang semakin lama semakin banyak dilanggar oleh pelaku usaha tersebut. Pemerintah, urainya, melalui sejumlah instansi terkait harus dapat melakukan pengawasan. “Kalau dalam kaitannya dengan bahan makanan adalah Badan POM. Berkaitan dengan iklan perumahan adalah tanggungjawab REI atau Menteri Perumahan Rakyat. Bisa juga Departemen Perdagangan atau Departemen Perindustrian,” jelasnya. Tulus berharap pembuatan iklan harus memperhatikan berbagai aspek multi kulturan, jangan hanya memperhatikan marketing nya saja. Para pembuat iklan harus cermat apakah ada potensi pelanggaran budaya di dalam iklan tersebut. “Memang tidak mudah membuat iklan yang bermutu. Iklan yang baik tidak hanya sekadar eye catching saja. Kebanyakan iklan kita hanya bergerak di situ, tidak ada upaya untuk pemberdayaan konsumen atau penghormatan kepada suku atau terhadap satu agama,” katanya. Hery menambahkan sesuai prinsip, EPI mengharapkan adanya kesetaraan antara keharusan untuk melindungi konsumen atau masyarakat dengan keharusan untuk dapat melindungi para pelaku periklanan agar dapat berprofesi dan berusaha sekaligus dapat memperoleh imbalan dari profesi atau usaha tersebut secara wajar. Dengan demikian, papar Hery, para pembuat iklan tidak boleh hanya mementingkan kepentingan bisnis tanpa memperhatikan kepentingan lingkungan, dan demikian sebaliknya. “Sesungguhnya kalau pembuat iklan melakukan pelanggaran EPI baik sengaja maupun tidak disengaja akan banyak mengalami kerugian, diantaranya iklan tersebut tidak boleh mengikuti Citra Pariwara, padahal mendapatkan penghargaan pada ajang Citra Pariwara merupakan kebanggaan bagi insan kreatif,” pesan Hery. ( Teguh A p r i l y a n t oo) 8 MEDIA WATCH THE HABIBIE CENTER • No. 50 / 15 Oktober -15 November 2006 Wawancara Wawancara : Tulus Abadi, Pengurus Harian YLKI “Tidak Ada Iklan yang Memberdayakan Konsumen” KLAN tidak dapat dilepaskan di era modern. Iklan adalah media marketing yang ampuh bagi produsen atau pelaku usaha untuk membuat barang dan jasa yang mereka jual laku. Namun, Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi melihat hampir semua iklan yang saat ini meluberi media cetak dan elektronik di Indonesia gagal bertindak sebagai media untuk memberdayakan konsumen. “Melalui bombardir iklan, konsumen dibenturkan dengan perilaku-perilaku bahwa produk tersebut bagus sehingga harus dikonsumsi secara terus menerus akibat pemberian gambaran-gambaran yang menyesatkan atau menipu,’’jelasnya ketika diwawancarai di kantornya di Jalan Pembangunan, Duret Tiga Jakarta Selatan. Berikut petikan lengkap hasil wawancara tersebut. I Bagaimana Anda menilai kualitas iklan baik di media cetak maupun elektronik akhir-akhir ini? Dalam konteks perlindungan konsumen, sesuai UndangUndang No: 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, sejauh pengamatan saya, tidak ada iklan yang m a m p u mencerdaskan konsumen. Jadi, ini bukan sekadar apakah iklan itu telah melanggar etika atau hukum positif Indonesia. Dalam konteks pemberdayaan konsumen, hampir tidak ada iklan untuk itu. Mungkin perspektifnya berbeda antara perspektif pengiklan dan perspektif konsumen atau dengan gerakan konsumen. Apa kriteria sebuah iklan dapat dinilai baik? Iklan yang baik seharusnya ikut mendidik dan menyejahterakan konsumen agar mereka mengetahui hakhaknya sebagai konsumen. Jadi, konsumen bukan s e k a d a r d i c e k o k i d e n g a n u p a y a u n t u k membeli Tulus Abadi MEDIA WATCH THE HABIBIE CENTER • No. 50 / 15 Oktober -15 November 2006 9 produ k atau produk-produk konsumtif tertentu. terhadap Iklan makanan anak-anak misalnya, memaparkan bagaimana rasa produk itu untuk anak-anak itu. Apakah makanan itu mengandung coklat atau susu yang rasanya terasa manis sekali, mengandung zat-zat tambahan lainnya, itu tidak terungkap. Iklaniklan semacam itu tidak pernah ada yang merekomendasikan apakah anak-anak tersebut setelah makan produk tersebut harus rajin menggosok gigi. Padahal, di luar negeri, hal itu sudah dibarengi dengan pemberian pesan seperti itu. Masih dari iklan produk makanan anak-anak, seperti produk sereal, makanan ringan dan craker. Saya melihat masih tidak ada yang mengajak atau memberikan porsi bahwa yang lebih baik bukan makanan itu tetapi juga harus memperhatikan komposisi empat sehat lima sempurna. “Dengan bombardir iklan, seolah–olah, produk makanan ringan itu sudah sempurna. Tidak ada anjuran makan sesuai porsi empat sehat lima sempurna,’’ katanya. Porsi iklan anak, saya lihat juga sudah berlebihan. Untuk hari minggu misalnya, seratus persen semua iklan ditujukan untuk anak. Secara etika itu tidak boleh tetapi itu masih saja dilakukan. Itu terjadi tanpa kontrol memadai. Bagaimana pelanggaran iklan amati? bentuk-bentuk yang Anda Potensi pelanggaran di dalam iklan ada dua perspektif. Pertama, pelanggaran pada substansi iklan. Kedua, pelanggaran pada persuasi iklan . Pelanggaran pada perspektif substansi iklan, saya melihat akhirakhir ini secara umum tidak ada yang menonjol. Sebuah iklan bisa saja mengklaim suatu produk dapat menyembuhkan suatu penyakit tertentu, atau bisa membersihkan badan atau pakaian, kalau didekati dengan pendekatan hukum, itu belum bisa dikejar. Kendati demikian, saya melihat ada sejumlah materi iklan yang memiliki kesan adanya penipuan atau pengelabuan terhadap konsumen. Yang paling merisaukan dan banyak diadukan ke YLKI adalah mengenai iklan tarif pesawat terbang. Di media cetak atau elektronik, misalnya diiklankan terbang ke Banjarmasin hanya Rp 99,99 ribu. Pelanggaran ini dilakukan semua maskapai penerbangan. Akhir-akhir ini, iklan sangat mencolok dilakukan Air Asia. Di dalam iklan itu tidak diberi penjelasan apakah semua tarifnya begitu atau hanya berapa persen dari seat atau kursi yang dijual dengan harga itu. Kenapa perusahaan menawarkan seperti itu? Iklan itu menyesatkan karena seolah-olah harga itu berlaku untuk semua seat. Secara hukum, perbedaan antara iklan semacam itu apakah bentuk penipuan atau gimmick marketing, itu sangat tipis. Memang benar, perusahaan itu menjual dengan harga sekian tetapi itu hanya berlaku untuk satu atau dua seat . Itu kan hanya untuk menarik agar konsumen naik ke airline tertentu. Banyak konsumen yang tertipu bagaimanapun alasannya. Ketika ditelepon ternyata tidak ada. Seharusnya diumumkan siapa yang dapat seat murah itu. Jangan-jangan mem ang tidak dijual. Iklan-iklan menyesatkan juga dapat ditemui pada iklan-iklan lewat SMS dari operator telepon. Iklan itu sangat-sangat menipu. Indosat misalnya, karena saya memakai operator ini, sering memberikan SMS semacam kuis yang menawarkan macam-macam hadiah, misalnya hadiah liburan ke Bangkok, hadian Honda Jazz dan lain-lain. Itu semacam kuis SMS yang dilaksanakan operator nya sendiri. Saya sering dapat kiriman SMS untuk mengirim SMS sebanyak mungkin untuk mendapatkan hadiah. Sebagai konsumen, saya tidak pernah tahu siapa yang memenangkan undian itu. Padahal, dalam konteks perlindungan konsumen, setiap undian harus diumumkan pemenangnya di media massa. Bagaimana dengan iklan makanan? penilaian Anda obat-obatan dan Saya melihat adanya dua pelanggaran yaitu pelanggaran substantif dan pelanggaran persuasi. Pelanggaran substanstif yang bisa dijerat hukum, misalnya iklan pemutih wajah yang menjanjikan akan dapat memutihkan wajah hanya dalam bebeapa minggu misalnya. Itu banyak pengaduan sebab efek krim pemutih itu ternyata tidak banyak membantu memutihkan wajah. Mestinya diumumkan bahwa dalam lima minggu krim pemutih tsb apa bekerja pada kondisi tertentu, misalnya apakah pemakainya di kamar terus dan tidak boleh kena sinar matahari? Harus ada persyaratan-persyaratan tetapi di dalam iklan itu tidak pernah dijelaskan. 10 MEDIA WATCH THE HABIBIE CENTER • No. 50 / 15 Oktober -15 November 2006 Wawancara Sementara itu, pelanggaran persuasi misalnya tampak pada macam-macam iklan sampo yang menjanjikan rambut pemakai langsung hitam dan dapat berkilaukilau. Itu pelanggaran dalam konteks persuasif. Pelanggaran macam ini, lebih pada etika. PPPI atau asosiasi lain harus aktif untuk menertibkan iklan yang menyesatkan semacam itu. Kalau kita bicara iklan saya menilai hampir semua iklan tidak mampu memberdayakan konsumen. Konsumen hanya dieskploitasi untuk komersialisasi saja. Media massa terutama TV berpengaruh sangat besar sehingga konsumen menjadi begitu konsumtif. Lalu, bagaimana dengan iklan perumahan? Itu juga sering dikeluhkan konsumen. Mulai dari informasi peta yang jauh lebih dekat dan strategis maupun banyaknya keluhan dalam arti ketidaksesuaian antara kondisi perumahan atau apartemen di dalam iklan dengan faktanya. Di iklan dijanjikan akan dibangun fasos dan fasum seperti masjid atau fasilitas sosial lainnya, ternyata setelah jadi, fasilitasfasilitas tersebut tidak ada. Pengembang mengatakan itu harus dibangun oleh warga. Peta iklan perumahan juga sering menyesatkan. Ada klaim tertentu yang menipu, misalnya dikatakan jarak komplesk 15 menit dari jalan tol, misalnya antara Bintaro dengan Jalan tol semanggi. Definisi 15 menit itu seperti apa? Apakah menggunakan mobil pribadi, atau angkot? Apakah itu dilak ukan pada hari libur atau hari kerja? Kalaupun dilakukan pada hari kerja itu dilakukan pada jam berapa? Ini penting dijelaskan karena dalam konteks Jakarta, persyaratanprsyaratan semacam itu sangat berpengaruh. Kami pernah menyelidiki iklan semacam ini. Iklan itu ternyata dilakukan pada jam-jam di luar jam kerja. Itu pun terjadi pada hari Minggu. Apa kita memang hanya keluar pada Sabtu dan Minggu saja? Di iklan itu tidak disebutkan bahwa 15 menit itu dilaksankan pada hari minggu dan di luar jam kerja. Caracara seperti itu menyesatkan. Apakah Anda memang tidak melihat arti penting sebuah iklan? Saya tidak anti iklan karena sebenarnya mempunyai fungsi ideal sebagai sumber informasi untuk memasarkan sebuah produk dengan kualitas tertentu. Dalam era modern, iklan tidak dapat dilepaskan. Bukan iklannya yang harus ditentang tetapi bagaimana iklan itu selain sebagai media marketing juga sebagai media untuk memberdayakan masyarakat sebagai konsumen. Kontribusi dari produsen atau pelaku usaha seharusnya mempunyai peran untuk itu. Bukannya konsumen dibenturkan dengan perilakuperilaku bahwa produk ini bagus sehingga harus dikonsumsi secara terus menerus akibat pemberian gambaran-gambaran yang menyesatkan atau menipu. Bisa jadi, konsumen sebenarnya tidak memerlukan produk itu. Dari sisi kebutuhan minimum, mereka tidak membutuhkan produk itu. Tetapi, karena dibombardir dengan iklan, perilaku konsumen akhirnya berubah bahwa produk itu akhirnya harus dibeli. Dulu, ketika mencuci belum ada pelembut pakaian. Sekarang, ibu-ibu setelah mencuci harus memakai pelembut pakaian. Setelah itu, ketika pakaian disetrika, maka harus memakai produk trika untuk melicinkan pakaian. Padahal isinya hanya sekadar air. Ketika pakaian disimpan, maka harus memakai kapur barus atau pewangi. Lalu, terakhir disemprotkan parfum dan sebagainya. Kondisi itu akhirnya menyebabkan kebutuhan masyarakat menjadi berlapis-lapis. Padahal, itu sebenarnya tidak terlalu urgent. Dulu konsumen tidak terpikirkan macam-macam kebutuhan semacam itu. Tetapi, setelah dibombardir iklan, konsumen harus memikirkan kebutuhan yang berlapis-lapis. Kalau tidak, konsumen merasa belum afdol. Siapa yang gungjawab? harus bertang- Pengawasan dalam arti resmi ya harus dilaksanakan oleh pemerintah yang dibagi-bagi lagi berdasarkan sektornya. Kalau berkaitan dengan bahan makanan adalah tanggungjawab Badan POM. Jika berkaitan dengan perumahan adalah tanggung jawab REI atau Menteri Perumahan Rakyat. Bisa juga menjadi tanggung jawab Departemen Perdagangan atau Departemen Perindustrian. Itu tergantung komoditas. Badan Perlindungan Konsumen Nasional juga dapat berperan. Dalam konteks organisasi periklanan, PPPI juga dapat MEDIA WATCH THE HABIBIE CENTER • No. 50 / 15 Oktober -15 November 2006 11 berperan lebih berkaitan dengan konteks etika bukan hukum. Misalnya, ada beriklan rokok Sampurna yang mengilustrasikan dengan kartun anak-anak. Dari segi hukum tidak melanggar tetapi dari segi etika, apa yang dilakukan Sampurna itu telah melanggar. Karena dengan ilustrasi seperti itu dapat menjangkau dunia anakanak karena kartun sangat disukai anak-anak. Karena itu, dapat diasumsikan bahwa Sampurna adalah produk yang ditujukan ke anak-anak. Waktu itu, banyak yang protes sehingga ditarik sebab anak-anak tidak pantas jadi objek iklan rokok. Selain rokok berbahaya, iklan rokok memang tidak boleh diperuntukkan untuk anak-anak baik langsung atau tidak langsung. Kasus iklan Taufik Savalas yang mengiklankan minuman energi dimana ia dipanggul anak kecil. Iklan itu diprotes orang banyak khususnya dari Komnas Anak karena itu jelas-jelas menyesatkan karena tidak mungkin dan itu mencitrakan penindasan dan ekspolitasi anakanak. Apakah anak-anak itu kuat, sehingga dapat menggendong Taufik yang gemuk itu. Itu kan penipuan selain sebagai gambaran eksploitasi anak. Pembuatan iklan harus memperhatikan berbagai aspek dan adanya multi kultur. Jangan hanya memperhatikan marketingnya saja tetapi harus memperhatikan apakah ada potensi pelanggaran budaya, sosial, etnis dan sebagainya. Memang tidak mudah membuat iklan yang bermutu, ikan yang tidak hanya sekadar eye catching saja. Kebanyakan iklan kita hanya bergerak di situ, tidak ada upaya untuk pemberdayaan konsumen atau penghormatan kepada suku, satu agama. Misalnya, teman saya pernah protes dengan iklan Mc Donald tentang resepsi pernikahan itu. Pernikahan adalah ritual yang sakral dan penting tetapi kenapa orang Islam kok diam saja ada iklan yang mengemukakan mas kawin dengan nomor telepon pemesanan hamburger dan paha ayam goreng. Masyarakat masih sangat awam sehingga perlu adanya penjelasan soal hak dan kewajiban mereka. Tetapi, petugas kreatif iklan mengeksploitasi ketidaktahuan masyarakat sehingga tidak memberikan produk iklan yang membuat masyarakat lebih cerdas. Bagaimana tanggungjawab dengan media? Pengawasan iklan selain dilakukan oleh lembaga yang berkompeten di bidang iklan dapat dilakukan oleh lembaga yang terkait, seperti oleh Dewan Pers untuk media cetak dan Komisi Penyiaran untuk media elektronik. Peran lembaga-lembaga itu selama ini hanya terfokus pada isi media dan isi pemberitaan. Mereka belum bergerak untuk mencermati sisi iklan. Isi sebuah media pada dasarnya ada dua yaitu materi berita dan materi iklan. Dewan Pers dan Komisi Penyiaran, hanya bertugas pada pemberitaan bukan pada materi iklan. Sebagai contoh, seperti yang saya tulis di “Warta Konsumen” tentang iklan baris di “Rakyat Merdeka” yang sangat jorok. Judul di iklan baris disebut sebagai pijat refleksi atau pijat kesehatan. Setelah saya baca satu per satu ternyata itu tidak ada kaitannya dengan pijat refleksi dan pijat kesehatan. Iklan itu menulis tentang wanita kulit putih, seksi, montok, ukuran bra nomor sekian, dan belum melahirkan. Itu relevensinya apa? Itu jelas bukan pijat kesehatan. Lalu, ada akses langsung kepada konsumen karena ada handphon yang bisa diakses oleh siapapun. Iklan itu sudah merupakan pelacuran yang sangat terbuka. Di negara seliberal Amerika pun tidak begitu caranya. Ini sebenanrya tanggungjawab Dewan Pers. Jika pelanggaran dilakukan media televisi, itu seharusnya tanggungjawab Komisi Penyiaran. YLKI pernah mengajukan kasus iklan yang melanggat hukum ke pengadilan? Banyak. Terakhir, kami melakukan legal standing iklan rokok. Ini adalah gugatan publik yang dilakukan oleh lembaga swadaya mansyarakat atas nama masyarakat. Kami menggugat produsen rokok. Ada Jarum dan Sampurna. Kami juga mengugat media massa yang memuat iklan rokok tersebut serta biro iklannya. Mereka kami gugat dengan delik atau dalil bahwa iklan itu melanggar jam tayang. Berdasar ketentuan yang berlaku, iklan rokok khusus ditayangkan pada jam-jam tertentu, yaitu antara jam setengah sepuluh malam sampai jam lima pagi waktu setempat. Ternyata, setelah kami monitor banyak iklan rokok yang ditayangkan sebelum dan setelah jam itu. Sudah kami somasi tetapi mereka membandel. Kami menggugat dan sampai 12 MEDIA WATCH THE HABIBIE CENTER • No. 50 / 15 Oktober -15 November 2006 Wawancara sekarang sampai pada tingkat kasasi. Secara hukum perdata, kami dikalahkan dengan alasan bukti yang kami gunakan bukan bukti langsung karena kami menggunakan data dari AC Nielsen. Pegadilan tidak mau menerima bukti itu padahal dalam kasus yang sama perusahaan rokok juga mengajukan bukti dari pihak ketiga dan ternyata itu dikabulkan. Menurut hakim, seharusnya dilakukan oleh YLKI sendiri. Justru yang kami percaya ya dari AC Nielsen karena klaimnya adalah sebuah lembaga independen untuk memonitoring iklan. Untuk Pengadilan Tingkat Pertama, kami dikalahkan dan putusan ini dikuatkan di tingkat Pengadilan Tinggi Jakarta. Sekarang keputusan ada di tinggal kasasi. Sekarang, media TV merasa ada yang memonitor soal jam tayang iklan rokok. Setelah gugatan, RCTI masih sempat menayangkan iklan rokok jam tiga sore. Stasiun TV itu langsung merasa bersalah dan meminta maaf atas pemasangan iklan ini di TV tersebut. Sehari kemudian, RCTI meminta maaf ke PPPI dan YLKI. Ini kan menandakan gugatan tidak main-main karena ada lembaga yang memonitor iklaniklan itu. Kami juga pernah menggugat iklan rokok “Pall Mall” di Solo yang mengadakan lomba gadis telanjang. Dalam promosi rokok itu, ada peragaan busana bagi gadis yang bisa membuka baju paling minim. Pemenangnya akan diberi hadiah Rp 500 ribu. Itu sekitar tahun 2000-an. Itu sampai pengadilan.Yang saya persoalkan kalau sampai ada anak kecil yang menonton. Kita memakai legal standing dengan teman-teman di Solo. Sebagian gugatan dimenangkan dan mempunyai dampak. Dalam sebuah gugatan publik, yang paling mulia atau strategis bukan kalah menangnya tetapi juga proses dari gugatan dan dampak dari gugatan itu yang harus perhitungkan. Setelah kasus itu, promosi “Pal Mall” di sepuluh kota dihentikan. Itu dampak yang sudah efekstif. Country Directur BAT di Indonesia ditarik. Pekerja kreatif iklan sering dibatasi oleh durasi iklan TV yang sempit dan mahal. Bagaimana pendapat Anda tentang keluhan ini? Soal waktu slot iklan adalah soal teknis. Banyak iklan yang dibuat dalam waktu yang lama. Kalau hanya memperhatikan slot iklan yang maksimum 30 detik maka akan ada beberapa detik untuk memberikan informasi tambahan yang penting. Iklan obat sudah lumayan karena mengatakan dalam waktu tiga hari jika tidak sembuh maka disarankan untuk menghubungi dokter Anda. Itu adalah suatu informasi yang sangat bagus sehingga ketika konsumen minum obat sakit kepala, setelah tiga hari tidak sembuh ya jangan terus minum obat itu. Konsumen diharapkan terus pergi ke dokter. Tanpa informasi itu, mungkin akan membuat konsumen minumum obat itu. Setelah ada peringatan itu, konsumen jadi sadar harus menempuh cara lain. Namun, seperti yang telah saya sebutkan sebelumnya, ketika anakanak dibombardir dengam makanan–makanan yang meng- andung gula dan coklat tinggi, itu seharusnya ada tugas tambahan untuk rajin mengosok gigi terutama menjelang tidur. Itu seharusnya tidak membutuhkan waktu yang lama dari slot iklan di TV yang hanya 30 detik itu. Itu misalnya bisa diambil lima detik atau berapa. Jadi, ada tanggungjawab untuk memberdayakan konsumen. Itu juga tanggungjawab produsen. Ada tips untuk konsumen agar tertipu dengan tidak iklan menyesatkan? Saya ingat tulisan Emha Ainun Najib. Lama sekali. Syarat utama iklan itu menipu. Karena itu, definisi dalam konsumen ketika konsumen melihat ada produk baru yang ditayangkan di media maka jangan langsung dipercaya. Itu masih sebuah ilustrasi awal dari produk. Kalau ingin membeli dan mengkonsumsi harus ada rujukan lain apakah membaca brosurnya, belajar dari teman dan lain-lain. Atau, bisa juga dengan membandingkan dengan produk lain. Jangan sampai ada produk baru langsung dibeli tanpa melihat detail lebih dalam. Anggap saja, dalam setiap iklan, ada potensi untuk mengelabuhi. Misalnya, iklan pesawat itu , mengapa tidak disebutkan hanya menyediakan dua seat atau mengunakan pesawat Boeng 737 seri 200. Kalau menggunakan pesawat baru ditulis tetapi kalau pesawat tua tidak ditulis. Ini ada apa? Kenapa tidak diiklankan? Kenapa tidak diberitahukan? Itu patut diduga ada apa-apanya? Teguh A prilyanto (Teguh prilyanto). MEDIA WATCH THE HABIBIE CENTER • No. 50 / 15 Oktober -15 November 2006 13 Telisik JANGAN TELAN IKLAN DI “Jangan telan bulatbulat”, bila kita menyasihkan iklan di media massa. Karena tidak semua iklan di media massa berniat baik. Banyak diantaranya yang nyata-nyata menipu konsumen. Zaim Zaidi, dalam bukunya yang berjudul Jangan Telan Bulat-bulat, yang diterbitkan oleh PIRAC tahun 2003, mengemukakan sembilan persoalan yang ada di sekitas iklan. Berikut petikannya: SUMBER FOTO: Gatra, Imam Sukamto Obat nyamuk HIT dan Shelltox yang memakai zat kimia berbahaya diklorvos ditarik dari peredaran. Padahal, Deptan sudah melarang sejak 2004. Hit coba mengecoh dengan label baru.(Sumber: Gatra 21 Juni 2006) BULAT-BULAT MEDIA 1. Mengajarkan nilai-nilai atau kebiasaan baru. Menurut Zaidi tugas iklan adalah menjual sebanyakbanyaknya. Karena itu iklan sangat lazim menjajakan nilai-nilai konsumtif dan hedonistik. Tidak heran banyak iklan yang menganjurkan pemakaian produk tertentu “secara teratur” atau “setiap hari,” atau “setiap saat.” Tidak sedikit pesan-pesan iklan tersebut ditujukan agar secara perlahan-lahan terbangun kebiasaan baru, yang pada dasarnya membuat kita semua mengkonsumsi lebih banyak. Mungkin kita masih ingat promosi pemakaian kartu kredit yang dilakukan oleh salah satu bank dengan terang-terangan mengajarkan agar orang berbelanja sampai sepuas-puasnya. Slogan yang dipakainya “ Shop till you drop”. Iklan juga mengajarkan lebih dari sekedar perubahan kebiasaan. Sejumlah iklan dengan cukup jelas secara visual bahkan mengasahkan, kalau tidak mau dikatakan mengajarkan permisifme (keserbabolehan), misalnya dalam hubungan pria-wanita yang belum menikah atau hal-hal lain yang menurut nilai masyarakat Indonesia belum dapat diterima. Produk parfum, kondom dan rokok adalah contoh-contoh yang dapat ditemukan dalam hal penggambaran permisifisme. Sebaliknya, ada iklan-iklan yang mendiskriditkan nilai-nilai atau kebiasaan tertentu. Misalnya iklan obat pelangsing dan penurun berat badan, yang menggambarkan bahwa berolah raga untuk melangsingkan dan menurunkan berat badan adalah capek, kuno dan 14 MEDIA WATCH THE HABIBIE CENTER • No. 50 / 15 Oktober -15 November 2006 repot. Slogan yang sering digunakan “tinggalkan cara lama anda, beralihlah ke….” Padahal, justru cara lama itulah yang efektif menurut kesehatan. 2. lama menuju kantor Anda bekerja. Berapa kerugian Anda sebagai kosumen? Mungkin waktu yang terbuang, bensin, tenaga, yang sungguh bernilai. 3. Mengecoh atau janji kosong. Dalam amatan Zaidi banyak iklan yang ditampilkan dengan informasi yang tidak lengkap hingga mengecoh konsumen. Contohnya iklan perumahan yang menyebutkan lokasi, dengan gambaran peta yang tidak proporsional, dan jarak tempuh yang tidak jelas patokannya. Misalnya 10 menit jadi tol Semanggi, atau 15 menit dari Bundaran HI. Padahal ukuran waktu tersebut dicatat, misalnya, pada hari libur atau dengan kecepatan tertentu atau di luar waktu keramaian lalu lintas. Contoh pengecohan yang lain adalah iklan-iklan kredit mobil dan motor, yang hanya menyebutkan “dengan down payment Rp 20 juta Anda dapat membaw apulang mobil. “ Atau “ Dapatkan sepeda motor impian Anda dengan potongan DP Rp 1 juta ….. ” Padahal di balik itu banyak persyaratan-persyaratan lain yang dapat menjebak konsumen, misalnya bunga yang tinggi, cicilan yang mahal. Akibat ketidak lengkapan ini salah-salah seoerang konsumen dapat terjebak utang yang memberatkan. Iklan semacam ini oleh pencipta atau pemasangnya boleh jadi dianggap kurang bermasalah, karena hanya “tidak lengkap.” Tapi lain halnya bagi konsumen. Bayangkan, sekali Anda memutuskan membeli rumah di lokasi tertentu, yang ternyata kemudian mem erlukan waktu yang begitu Menyembunyikan sesuatu Banyak produk konsumen selain bermanfaat juga membawa efek samping yang negativf, bahkan tidak sedikitnya berbahaya. Pada umumnya iklan-iklan produk seperti ini tidak mengungkapkan, dengan kata lain menyembunyikan, efek samping tersebut. Contohcontoh produk seperti ini misalnya adalah penyedep masakan (MSG), deterjen, pelembut pakaian, bahanbahan kimia rumah tangga lain. Efek sampin produk tersebut, bagi kalangan tertentu bisa sangat fatal, misalnya memicu muncul kanker, asma, alerg kulit dsb. menyediakan informasi yang cukup dan jelas bagi kita dapat dilihat dari cara mereka menyajikan informasi “kotak peringatan” pada iklan obatobat bebas. Sebaimana ditetapkan oleh pemerintah setiap iklan obat, baik dalam bentuk cetak maupun elektronika, harus menyertakan kotak peringatan tersebut. Isinya paling tidak menyangkut dua hal, yakni peringatan agar membaca aturan pakai, dan untuk menghubungi dokter bila sakit berlanjut. Memang dalam iklan obat bukan sama sekali menghapus peringatan ini, tapi menayangkannya hanya dalam hitungan detik atau menampilkannya dalam ukuran yang kecil yang nyaris tidak kelihatan, bahkan tidak sedikit yang tidak mencamtumkan peringatan tersebut. Iklan-iklan obat batuk dapat kita Salah satunya contohnya ialah mungkin Anda masih ingat iklan obat nyamuk semprot merek “HIT.” Dengan iklan berslogan “lebih murah namun baik ini” ternyata mengandung bahan kimia senyawa fosfor, beklo fosfor dan diklorovos. Bahan kimia tersebut memiliki efek samping terhadap penyakit kanker hati dan lambung. Iklan produk tersebut hanya mengedepankan aspek murahnya tanpa pernah memberi tahu ke konsumen bahwa bahan kimia yang digunakannya ternyata berbahaya bagi kesehatan. Kini produk tersebut sudah dilarang beredar oleh pihak berwenang. dan Kurangnya itikad baik produsen pemasang iklan dalam “Contoh iklan yang tidak menentukan label peringatan “Baca aturan pakai bila sakit berlanjut hubungi dokter”. Di muat di harian Indopos. MEDIA WATCH THE HABIBIE CENTER • No. 50 / 15 Oktober -15 November 2006 15 Telisik ambil sebagai contoh. Pada umumnya obat batuk diiklankan dengan begitu “gampang,” seolaholah asal diberi obat tertentu yang diiklankan, pasti akan cespleng, batuk hilang dengan instant. Promosi obat batuk dilakukan sedemikian rupa seolah-olah obatobat ini tidak memberikan efek samping sama sekali. Padahal obat batuk banyak jenisnya, dan banyak diantaranya yang menimbulkan efek samping yang tidak ringan. Demikian pun untuk iklan obat kulit dan pemutih yang mengandung antara lain: Merkuri (Hg), Hidroquinon > 2 %, zat warna Rhodamin B, Merah K.3, Zat Warna, Substratum, Zat pengawet dan tabir Surya. Menurut peringatan yang dikeluarkan oleh Pengawasan Obat dan Makanan (POM) bahwa merkuri (Hg) /Air Raksa termasuk logam berat berbahaya, yang dalam konsentrasi kecilpun dapat bersifat racun. Pemakaian Merkuri (Hg) dalam krim pemutih dapat menimbulkan berbagai hal, mulai dari perubahan warna kulit yang pada akhirnya dapat menyebabkan bintik-bintik hitam pada kulit, alergi, iritasi kulit serta pemakaian dengan dosis tinggi dapat menyebabkan kerusakan permanen otak, ginjal, dan gangguan perkembangan janin bahkan paparan jangka pendek dalam dosis tinggi juga dapat menyebabkan muntah-muntah, diare dan kerusakan paru-paru serta merupakan zat karsinogenik (dapat menyebabkan kanker) pada manusia. Sementara, hidroquinon termasuk golongan obat keras yang hanya dapat digunakan berdasarkan resep dokter. Bahaya pemakaian obat keras ini tanpa pengawasan dokter dapat menyebabkan iritasi kulit, kulit menjadi merah dan rasa terbakar juga dapat menyebabkan kelainan pada ginjal (nephropathy), kanker darah (leukemia) dan kanker sel hati ( hepatocelluler adenoma). dep artemen kesehatan, harus disebutkan “Mengandung Babi,” bahkan perlu diberi gambar kepala babi warna merah. Banyak pula iklan produk yang tidak jelas mencamtumkan label halal pada produknya. Adapun bahan pewarna Merah K.10 ( Rhodamin B ) dan Merah K.3 (CI Pigment Red 53 : D&C Red No. 8 : 15585) merupakan zat warna sintetis yang pada umumnya digunakan sebagai zat warna kertas, tekstil atau tinta. Zat warna ini dapat menyebabkan iritasi pada saluran pernapasan dan merupakan zat karsinogenik (dapat menyebabkan kanker) serta Rhodamin dalam konsentrasi tinggi dapat menyebabkan kerusakan pada hati. Bisa dibayangkan betapa berbahayanya bahan-bahan tersebut bagi kesehatan manusia. Iklan-iklan sangat lazim mengeksploitasi anak-anak, yang merupakan sosok paling sering muncul dalam iklan. Di layar teve, terutama pada acara-acara hari minguu yang disajikan untuk anakanak dan keluarga, kita dapat saksikan pengeskpolitasian tersebut secara luar biasa untuk produkproduk tertentu. Anak-anak diperalat bukan cuma dalam iklan produk untuk anak-anak, tetapi juga produk untuk orang dewasa, atau keluarga, seperti rumah, mobil, bank dan sebagainya. Sejenis dengan iklan obatobatan adalah iklan jamu-jamuan. Banyak iklan jamu mengajukan klaim-klaim berlebihan, atau bahkan tanpa bukti kemanjura, karena jamu pada umumnya belum mengalami uji klinis. Tidak jarang iklan-iklan yang dipasang tabib yang menawarkan jamu yang mampu mengobati “seribu satu jenis penyakit, mulai dari menghilangkan kutil, asma, kanker, sampai lemah syahwat. Padahal itu tadi, produk jamu-jamuan bukan saja acap belum terbukti kemanjurannya. Bentuk peringatan lain yang tak kalah penting dan harus diberikan kepada konsumen adalah bila suatu produk mengandung zat haram bagi kaum muslimin. Suatu produk yang mengandung daging atau unsur babi, menurut peraturan 4. Mengeksploitasi anak-anak Salah satu contoh iklan yang mengeksploitasi anak-anak adalah iklan susu Milkuat yang dibintangi oleh komedian Taufik Savalas. Dalam iklan tersebut divisualisasikan komedian berbadan tambun itu, seorang ayah melihat suatu acara di kerumunan dengan berdiri dan menginjak pundak anaknya sambil berjoget. Digambarkan bahwa si anak jadi kuat menyanggah ayahnya karena minum susu Milkuat. Iklan tersebut kemudian diprotes oleh Dr. Seto Mulyadi, ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak. Menurut Kak Seto, walaupun visualisasi adegan itu merupakan trik kamera, tapi penayangan iklan itu bisa menjadi preseden buruk. Sebab, seolah-olah kepentingan ayah lebih diutamakan daripada kepentingan anak. “Si ayah mau lihat, nah karena si anak minum 16 MEDIA WATCH THE HABIBIE CENTER • No. 50 / 15 Oktober -15 November 2006 susu tertentu maka jadi kuat, sehingga boleh diinjak Ini suatu gambaran yang salah, anak yang seharusnya dilindungi, harus dijunjung tinggi dan dihormati, kok malah diinjak-injak seperti itu” katanya. ( Warta Kota, 22 Feb 2006). Lanjut Seto, bila hal semacam itu terus dibiarkan, akan menimbulkan paradigma yang keliru dan akan terus bertahan, yakni anak itu milik orang dewasa yang boleh dieksploitasi demi kepentingan orangtua, sehingga dia boleh diinjak. Bila paradigma keliru itu terus dibiarkan akan membuat tidak sehat pembentukan suatu opini atau pandangan orang dewasa, seolah-olah anak boleh dijadikan properti bagi orang dewasa. Memang bagi produsen kelompok anak-anak dipandang sebagai potensi pasar yang sangat besar. Secara lansung atau tidak kelompok anak menjadi sasaran pemasaran yang sangat “empuk.” Jumlah dan jenis produk yang ditawarkan untuk keperluan anakanak akan sama, kalau tidak malah lebih banyak, ketimbang produk dan jasa untuk orang dewasa. Setiap kebutuhan orang dewasa, mulai dari pakaian, keperluan pribadi seperti sikat gigi, shampoo, memiliki versi “junior”-nya. Bentuk lain pemanfaatan anakanak adalah dalam iklan yang tidak ada kaitannya dengan kebutuhan anak. Misalnya promosi suatu produk perbankan, rumah, peralatan dapur dan sebagainya, yang mengekspoitasi kehadiran anak dalam gambaran iklan untuk memperkuat daya persuasinya. Ini tentu bermasalah, dalam Tata Krama Periklanan dengan tegas diingatkan pemakaian an ak-anak untuk promosi produk dan jasa yang tidak berkaitan dengan kepentinga anak harus dihindari. 5. Mengeksploitasi Wanita Seorang perempuan muda dengan tubuh yang seksi menggunakan baju medel backless yang dibalut dengan selendang sehingga menutupi bagian punggung dan dan dada perempuan tersebut. Tiba-tiba angin bertiup kencang sehingga menerbangkan selendang si perempuan. Nah.. ternyata punggung perempuan tersebut penuh dengan bekas kerokan. Kemudian muncul sekelompok pemuda dengan tertawa sambil mengatakan “masuk angin?, minum Orangin.” Iklan tersebut seolah-olah meledek siperempuan cantik itu karena masing mengerok badanya akibat masuk angin. Nah… pertanyannya adalah mengapa harus wanita? Bila kita perhatikan hampir semua produk yang dilempat ke pasar menggunakan perempuan sebagai ‘umpan’. Mulai dari mobilmobil mewah sampai permen yang dijual eceran dipinggir jalan, perempuan seolah dijadikan sebagai bagian dari barang dagangan itu. Ironisnya, yang diekspose selalu sifat-sifat fisik yang cenderung sensual. Sesuatu yang sebetulnya tidak ada hubungan dengan sensualitas perempuan, malah dipaksa disambungsambungkan. Pembaca bisa menemukan banyak Apa hubungannya minyak oli, cat rumah, pompa air dan permen dengan pusar perempuan dan sensualitas wanita. Nah, dalam hal ini kaum wanita dimanfaatkan sebagai pemanis, pelengkap, atau lebih baruk dari i tu . Wanita-wanita memang biasa ditampilkan bersama produk-produk yang sama sekali tidaj berhubungan dengan secara fungsional dengan kewanitaan. Umumnya berpakaian minim atau sensual. Atau dalam hal ini kaum wanita dimanfaatkan sebagai “pemanis,” pelengkap, atau lebih buruk dari sekedar pemuas fantasi seksual kaum pria. Produkproduk yang diasosiasikan dengan kejantanan pria dan ditujukan untuk pria dewasa senantiasa diiklankan dengan mengeksploitasi wanita. 6. Mengelabui dan Membodohi Mungkin masih segar dalam ingatan kita kasus pencemaran di Teluk Buyat yang dilakukan oleh perusahaan pertambangan Newmont yang berasal dari Amerika Serikat itu. Pada Media Indonesia dan The Jakarta Post 14 Oktober 2004, sekitar seperempat halaman Newmont melansir iklan advertorial dengan judul “ Studi WHO Menyimpulkan Tidak ada Pencemaran di Teluk Buyat”. Statemen tersebut menciptakan kesan yang keliru kepada pembaca seolah-olah studi WHO tersebut menyimpulkan tidak ada masalah pencemaran di Teluk Buyat. Ternyata Dari perbandingan antara siaran pers yang dikeluarkan oleh Departemen Kesehatan dan iklan advertorial Newmont tersebut, terdapat pengambilan kesimpulan yang berbeda dan berlebihan dilakukan oleh pihak Newmont. Hasil studi WHO tersebut dan siaran pers Departemen Kesehatan tidak mengambil kesimpulan sebagaimana judul advertorial MEDIA WATCH THE HABIBIE CENTER • No. 50 / 15 Oktober -15 November 2006 17 Telisik Newmont pada media massa tersebut. Siaran pers Departemen Kesehatan tidak menyimpulkan bahwa tidak terjadi pencemaran lingkungan di Teluk Buyat. Siaran pers Departemen Kesehatan tersebut juga tidak menyimpulkan bahwa di Teluk Buyat tidak ada terdapat masalah kesehatan sama sekali. Kesimpulan yang diambil pada studi WHO tersebut dibatasi pada keberadaan penyakit Minamata saja. Hal ini sesuai dengan batasan ruang lingkup studi dan jenis sampel yang dianalisa. Sampel yang diambil hanya sampel rambut, dan sampel air. Untuk dapat sampai pada kesimpulan sebagaimana judul advertorial Newmont tersebut diatas maka sampel dan parameter yang dianalisa haruslah lebih menyeluruh. Perlu diambil seluruh parameter biologi dan fisika kimiawi di Teluk Buyat. Perlu dihitung pemaparan logam berat melalui air, udara, dan konsumsi atas sejumlah logam berat. Hal inilah yang sedang dianalisa dalam Tim Terpadu. Sebagaimana diketahui, pihak Departemen Kesehatan pun baru merencanakan audit kesehatan menyeluruh di Buyat dan sekitarnya dalam waktu dekat. Oleh karena itu advertorial Newmont pada sejumlah media massa yang menyimpulkan tidak terjadi pencemaran adalah keliru dan tanpa dasar. Ini merupakan penyampaian informasi yang sesat kepada masyarakat. Contoh lainnya, mungkin pembaca masih ingat iklan sebuah rokok dengan selogan “ Bikin Hidup Lebih Hidup .” Slogan tersebut seolah-olah menggambarkan rokok membuat orang hidup! Namun kenyataanya justru rokoklah yang menjadi pembunuh nomor satu. Iklan tersebut tentu tidak masuk akal. Dari dunia medis, diakui bahwa Tar adalah substansi hidrokarbon yang bersifat lengket dan menempel pada paru-paru, nikotin adalah zat adiktif yang mempengaruhi syaraf dan peredaran darah (zat ini bersifat karsinogen, dan mampu memicu kanker paruparu yang mematikan), dan karbon monoksida adalah zat yang mengikat hemoglobin dalam darah, membuat darah tidak mampu mengikat oksigen. Selain itu, efek racun pada rokok membuat pengisap asap rokok mengalami risiko (dibanding yang tidak mengisap asap rokok) yaitu: (1) 14 x menderita kanker paru-paru, mulut, dan juga tenggorokan, (2) 4 x menderita kanker esophagus, (3) 2 x kanker kandung kemih, (4) 2 x serangan jantung, (5) rokok juga meningkatkan resiko kefatalan bagi penderita pneumonia dan gagal jantung, serta tekanan darah tinggi. Kecenderungan iklan untuk mengelabui dan membodohi masyarakat ini sangat umum. Mungkin kecenderungan ini yang paling mudah ditemukan pada iklan. Bentuk-bentuk pembedohan dilakukan oleh kalangan periklanan antara lain dengan mengutip pandapat ahli atau hasil penelitian yang belum jelas kebenarannya, menyebutkan istilah-istilah yang kurang mudah dimengerti oleh publik atau menggunakan kata-kata yang berlebihan. Cara lain untuk membodohi konsumen adalah dengan me- nampilkan serangkaian (testimoni). kesaksian Mengeksploitasi 7. Profesional Kaum Masih ingat iklan sebuah jamu obat masuk angin “ orang pintar minum Tolak Angin ” Iklan ini menampilkan Dr. Renal Kasali, pakar manajemen pemasaran dan Setiawan Djodi, pengusaha nasional, berusaha mempersuasi publik untuk mengkonsumsi jamu tolak angin produksi pabrik Sido Muncul bila terkena gejala-gejala masuk angin. Atau iklan minyak pelumas “oli Anda Top One j u g a khan.” Iklan ini menggunakan berbagai lapisan profesi, mulai dari artis hingga atlet hingga untuk melakukan testimony yang mengakui keunggulan pelumas merek Top One. Atau iklan Kedua jenis produk di atas hanyalah contoh kecil dimana kaum professional seperti dokter, ahli gisi, psikolog, dosen, pengusaha tampil sebagai bintang iklan. Beberapa waktu yang lalu kita menyaksikan penampilan dokter yang sekaligus jadi foto model untuk iklan-iklan yang berkaitan dengan produk kesehatan, jamu, atau perawatan tubuh. Ada pula dokter wanita yang mengiklankan susu berkalsium tinggi. Menurut Martius Widjajanta, Ketua Lembaga Pemberdayaan Konsumen Kesehatan Indonesia, pengunaan atribut yang melibatkan tenaga kesehatan, atau memberi kesan medis tertentu terhadap suatu produk adalah melanggara kode etik periklanan. “Produk tidak boleh diiklankan oleh atau dengan menggunakan tenaga kesehatan maupun atrib ut-atributnya sekalip un ha nya stetoskop,’’ tegas Marius 18 MEDIA WATCH THE HABIBIE CENTER • No. 50 / 15 Oktober -15 November 2006 seperti yang dikutip oleh Republika, 3 Maret 2001. harian 8. Mengeksplotasi Kesaksian Suami saya menyarankan untuk memakai produk GINSANA G115, katanya sudah banyak yang membuktikan khasiat GINSANA G115. Hasilnya menakjubkan, berat badan saya sekarang berkurang 5 kg, setelah pemakaian selama kurang lebih 2 bulan. Sepertinya sayapun merasa awet muda dan bugar setiap saat. Terimakasih GINSANA G11. Teks diatas adalah kutipan dari sebuah iklan produk kesehatan berupa kapsul yang merupakan kesaksian salah satu konsumennya, Ibu Hetty P, di Solo, yang diterbitkan salah satu majalah wanita. Begitulah, demi menarik konsumen untuk membeli suatu produk produsen menciptakan iklan dengan beragam bentuk dan “bumbu penyedap”. Salah satu bentuk iklan yang akhir-akhir ini semakin banyak ditayangkan oleh produsen, baik dalam media cetak maupun elektronik, adalah dalam bentuk kesaksian para konsumen, seperti halnya ibu Hetty ini. Agak berbeda dari iklan-iklan pada umumnya yang menonjolkan aspek visual, iklan kesaksian justru menonjolkan aspek verbal. Tampilannya pun cenderung dirancang secara “bersahaja” dan tampak apa adanya, ditampilkan sebagai sesuatu yang sangat alamiah. Aneka produk mulai dari multivitamin untuk anak-anak, deterjen, sampo, sabun mandi, sampai alat peninggi badan diiklankan melalui kesaksian ini. Bagi pemesan iklan pemanfaatan kesaksian (ko nsumen) semacam itu memang memberi setidaknya dua keuntungan sekaligus. Pertama, dampak persuasifnya kepada konsumen yang lebih kuat, karena berkesan merupakan “pengalaman dan bukti nyata dari konsumen”. Dengan cara ini diharapkan lebih banyak lagi konsumen yang mempercayai dan mengikuti jejak si saksi dalam mengkonsumsi produk tersebut. Kedua, dengan memakai kesakian konsumen, pemesan iklan tidak perlu mengeluarkan uang terlalu banyak untuk membayar bintang iklan. “Bintang-bintang” iklan yang ditampilkan dalam kesaksian justru konsumen biasa, bukan kaum selebritis yang tentu harus dibayar sangat mahal. Banyak sekali contoh kesaksian dalam iklan lainnya yang dapat disajikan. Misalnya kesaksian para ibu yang menyatakan bahwa anakanaknya menjadi cerdas dan pintar setelah mengkonsumsi multivitamin tertentu, seperti hanya ibu Hetty diatas memberi kesaksian untuk dirinya. Atau, meski seseorang tidak mengklaim khasiat tertentu dari suatu produk, setidaknya ia menyataka produk bersangkutan sebagai pilihannya. Ada juga iklan kesaksian yang dikombinasi dengan “pertunjukan” atau demonstrasi kelebihan khasiat suatu merk produk (ambillah contoh krim pengusir nyamuk) bandingkan merk lain. Persoalan kita adalah: bagaimanakah kebenaran kesaksian semacam itu dapat terjamin ? 9 . Melancarkan Perang Iklan Ada sejumlah contoh konkrik yang dapat disajikan di sini akan berlangsungnya perang iklan. Iklan satu merek obat nyamuk baker yan ditampilkan dengan mempromosikan keungulannya sampil si pengiklan membuang obat nyamuk baker lain, atau iklan sabun detergen yag disajikan dengan cara “tes cuci kembali” dalam perbandingan dengan merek lainnya. Memang perbandingan seperti ini barangkali belum dapat dikatakan terjadi secara langsung, karena tidak merujuk pada merek tertentu secara eksplesit. Namun demikian, untuk produk lain, perbandingan serupa yang tanpa menyebut merek pun bisa dengan mudah dikenali sebagai perbandingan lansung. Beberapa waktu yang lalu kita pernah disugukan perang iklan antara dua merek produk kacang garing. Untuk menyaingi satu merek yang nampkanya telah mengusai pasar, produsen kacang garing kedua mempromosikan produknya sebagai “bebas kolestrol.” Kita tahu iklan ini kemudian dilawan oleh produsen pertama dengan iklan yang “meluruskan” klaim produsen pertama, bahwa kacang memang “pemberian Tuhan yang bebas kolestrol” Perang iklan sejati bukan hanya dominasi produk makanan, obatobatan dan alat rumah tangga. Belakangan ini perang iklan sudah memasuki wilayah hukum dan peradilan. Tahun lalu kita menyaksikan pertaruangan iklan dua lawyer ternama, yakni Lucas dan Amis Syamsuddin. Kedua saling berbatah melalui iklan di media massa mengenai penetapan Pengadilan Tinggi DKI yang membatalkan eksekusi gadai saham yang dilakukan Deutsche Bank Aktiengesellschaft (Deutsche Bank) berdasarkan penetapan Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. (Afdal Makkuraga P u t r a ) MEDIA WATCH THE HABIBIE CENTER • No. 50 / 15 Oktober -15 November 2006 19 SUMBER FOTO: Friedrich Naumann Stiftung Telisik UU PERLINDUNGAN KONSUMEN BISA JERAT USAHA PERS anggal 20 April 1999 adalah hari yang bersejarah bagi konsumen Indonesia, karena pada tanggal tersebut Undang-Undang Perlindungan Konsumen (UUPK) disahkan oleh Presiden B.J Habibie. Setahun kemudian, tepatnya 20 April 2000, Undang-Undang No.8 tahun 1999 tentang Perlindungan konsumen mulai diberlakukan. UU ini diharapkan akan melindungi konsumen Indonesia. T Kehadiran UUPK kala itu sempat mengundang kekhawatiran pihak produsen dan pelaku usaha. Mereka khawatir, jangan-jangan produksi usaha mereka akan terganggu terkena syarat-syarat yang dalam UUPK tersebut. ada Lalu siapa yang disebut konsumen dan pelaku usaha itu ? Konsumen menurut definisi UUPK adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan. Sedangkan yang dimaksud pelaku usaha adalah “setiap orang perorangan atau badan usaha, baik yang berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi’ (Pasal 1 butir 3 UUPK). Karena usaha pers juga merupakan bisnis informasi, yang berarti juga merupakan penyelenggara kegiatan usaha dibidang ekonomi, maka ia juga harus tunduk pada UUPK tersebut. Perlunya perlindungan hukum bagi konsumen disebabkan oleh bebera pa hal. Pertama, pem- 20 MEDIA WATCH THE HABIBIE CENTER • No. 50 / 15 Oktober -15 November 2006 bangunan dan perkembangan ekonomi, khususnya industri dan jasa telah menghasilkan berbagai variasi barang dan /atau jasa. Globalisasi dan perdagangan bebas yang ditunjang teknologi telah memperluas ruang, tempat dan waktu. Tetapi dengan kondisi ini dapat mengakibatkan pelaku usaha dan konsumen menjadi tidak berimbang dan posisi konsumen sangat lemah. Konsumen acap kali menjadi objek aktifitas bisnis untuk mendapatkan keuntungan besar dengan berbagai cara, seperti promosi, penjualan, penerapan perjanjian standar yang merugikan konsumen dan lain-lain. Faktor utama kelemahan konsumen adalah tingkat kesadaran konsumen itu sendiri. Oleh karenanya UUPK menjadi landasan yang kuat bagi pemerintah dan Lembaga Perlindungan Konsumen untuk melakukan pemberdayaan konsumen. Kedua, piranti hukum yang demikian tidaklah dimaksudkan untuk mematikan usaha para pelaku usaha, tetapi justru sebaliknya dapat mendorong iklim usaha yang sehat. UUPK ini didasarkan atas asas dan tujuan sebagai berikut : Perlindungan konsumen berasaskan manfaat, keadilan, keseimbangan keamanan dan keselamatan konsumen, serta kepastian hukum (Pasal 2). Sedangkan tujuan UUPK sebagaimana tertulis dalam Pasal 3 antara lain : a . Meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri b . Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkan dari ekses negatif pemakaian barang dan/atau jasa c . Me ningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan dan menuntut hakhaknya sebagai konsumen. d . Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan “ Kondisi ini dapat mengakibatkan pelaku usaha dan konsumen menjadi tidak berimbang dan posisi konsumen sangat lemah. Konsumen acap kali menjadi objek aktifitas bisnis untuk mendapatkan keuntungan besar dengan berbagai cara, seperti promosi, penjualan, penerapan perjanjian standar yang merugikan konsumen dan lainlain. informasi serta akses untuk mendapatkan informasi. e . Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap jujur dan bertanggung jawab dalam berusaha. f . Meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa, yang menjamin kelangsungan usaha produksi barang dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan dan keselamatan konsumen. Hak dan Kewajiban Konsumen dan Pelaku Usaha Sebelum adanya UUPK ini, masyarakat seringkali dikondisikan pada sesuatu yang tidak menggenakkan. Jaminan atas perlindungan dan keamanan barang dan jasa yang diperolehnya diabaikan oleh pelaku usaha, sehingga kesan konsumen dieksploitasi oleh produsen tampak sekali. Konsumen dibuat tak berdaya untuk menuntut hak yang semestinya mereka peroleh Dalam hak-hak UUPK, konsumen diatur dalam pasal 4: a . hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa; b . hak untuk memilih barang dan/ atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan; c . hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang d a n / a t a u jasa; d . hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan; e . hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut; f . hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen; g . hak unduk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif; h . hak untuk mendapatkan MEDIA WATCH THE HABIBIE CENTER • No. 50 / 15 Oktober -15 November 2006 21 Telisik kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian, apabila barang dan/ atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya; i . hak hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundangundangan lainnya. Sebelum adanya UUPK itu, konsumen sering dirugikan dengan klausula baku. Klausula baku adalah setiap aturan, ketentuan dan syaratsyarat yang telah dipersiapkan dan ditetapkan terlebih dahulu secara sepihak oleh pelaku usaha yang dituangkan dalam suatu dokumen dan/atau perjanjian yang mengikat dan wajib dipenuhi oleh konsumen. Kasus-kasus seperti barang tidak dikembalikan sering terjadi karena secara sepihak, pihak produsen dan pelaku usaha mencamtumkan perjanjian tersebut dalam kemasannya. Misalnya “barang yang sudah dibeli tidak bisa dikembalikan lagi.” Sementara dalam UUPK, ketentuan klausula baku diatur dalam Bab V pasal 18 yang berbunyi: ( 1 ) Pelaku usaha dalam menawarkan barang dan/atau jasa yang ditujukan untuk diperdagangkan dilarang membuat atau mencantumkan klausula baku pada setiap dokumen dan/atau perjanjian apabila: a . menyatakan pengalihan tanggung jawab pelaku usaha; b . menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali barang yang dibeli konsumen; c . menyatakan bahwa pelaku usaha berhak menolak penyerahan kembali uang yang dibayarkan atas barang dan/atau jasa yang dibeli oleh kons umen; d . menyatakan pemberian kuasa dari konsumen kepada pelaku usaha baik secara langsung maupun tidak langsung untuk melakukan segala tindakan sepihak yang berkaitan dengan barang yang dibeli oleh konsumen secara angsuran; e . mengatur perihal pembuktian atas hilangnya kegunaan barang atau pemanfaatan jasa yang dibeli oleh konsumen; Konsumen dirugikan klausula “ sering dengan baku, misalnya barang yang sudah dibeli tidak bisa dikembalikan ditukarkan atau lagil. Padahal ketentuan ini dilarang dalam UUPK. f . memberi hak kepada pelaku usaha untuk mengurangi manfaat jasa atau mengurangi harta kekayaan konsumen yang menjadi obyek jual beli jasa; g . menyatakan tunduknya konsumen kepada peraturan yang berupa aturan baru,tambahan, lanjutan dan/atau pengubahan lanjutan yang dibuat sepihak oleh pelaku usaha dalam masa konsumen memanfaatkan jasa yang dibelinya; h . menyatakan bahwa konsumen memberi kuasa kepada pelaku usaha untuk pembebanan hak tanggungan, hak gadai, atau hak jaminan terhadap barang yangdibeli oleh konsumen secara angsuran. (2) Pelaku usaha dilarang mencantumkan klausula baku yang letak atau bentuknya sulit terlihat atau tidak dapat dibaca secara jelas, atau yang pengungkapannya sulit dimengerti. (3) Setiap klausula baku yang telah ditetapkan oleh pelaku usaha pada dokumen atau perjanjian yang memenuhi ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) dinyatakan batal demi hukum. (4) Pelaku usaha wajib menyesuaikan klausula baku yang bertentangan dengan undangundang ini. Selain ketentuan tentang klausula baku, pelaku usaha juga dilarang melakukan perbuatan seperti diatur dalam pasal 8 UUPK antara lain: ( 1 ) Pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa yang: a . tidak memenuhi atau tidak sesuai dengan standar yang dipersyaratkan dan ketentuan peraturan perundangundangan; b . tidak sesuai dengan berat bersih, isi bersih atau netto, dan jumlah dalam hitungan sebagaimana yang dinyatakan dalam label atau etiket barang tersebut; c . tidak sesuai dengan ukuran, takaran, timbangan dan jumlah dalam hitungan menurut ukuran yang sebenarnya; d . tidak sesuai dengan kondisi, 22 MEDIA WATCH THE HABIBIE CENTER • No. 50 / 15 Oktober -15 November 2006 SUMBER FOTO: Friedrich Nauman Stiftung a . membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur pemakaian atau pemanfaatan barang dan/atau jasa, demi keamanan dan keselamatan; b . beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan/ atau jasa; c . membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati; d . mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan konsumen secara patut. e. f. g. h. i. jaminan, keistimewaan atau kemanjuran sebagaimana dinyatakan dalam label, etiket atau keterangan barang dan/atau jasa tersebut tidak sesuai dengan mutu, tingkatan, komposisi, proses pengolahan, gaya, mode, atau penggunaan tertentu sebagaimana dinyatakan dalam label atau keterangan barang dan/ atau jasa tersebut; tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label, etiket, keterangan, iklan atau promosi penjualan barang dan/atau jasa tersebut; tidak mencantumkan tanggal kadaluwarsa atau jangka waktu penggunaan/ pemanfaatan yang paling baik atas barang tertentu; tidak mengikuti ketentuan berproduksi secara halal, sebagaimana pernyataan “halal” yang dicantumkan dalam label; tidak memasang label atau membuat penjelasan barang yang memuat nama barang, ukuran, berat/isi bersih atau netto, komposisi, aturan pakai, tanggal pembuatan, akibat sampingan, nama dan alamat pelaku usaha serta keterangan lain untuk penggunaan yang menurut ketentuan harus dipasang/ dibuat; j . tidak mencantumkan informasi dan/atau petunjuk penggunaan barang dalam bahasa Indonesia sesuai dengan ketentuan perundangundangan yang berlaku. Seperti disebutkan di awal bahwa ada kekhawatiran dari pelaku usaha bahwa mereka akan terhambat dalam menjalankan usahanya dengan adanya UUPK ini. Padahal, mungkin ini hanya disebabkan oleh persepsi yang salah tentang UUPK, karena UUPK juga melindungi hak-hak pelaku usaha, yang antara lain adalah: (4) Pelaku usaha yang melakukan pelanggaran pada ayat (1) dan ayat (2) dilarang memperdagangkan barang dan/atau jasa tersebut serta wajib menariknya dari peredaran. a . hak untuk menerima pembayaran yang sesuai dengan kesepakatan mengenai kondisi dan nilai tukar barang dan/atau jasa yang diperdagangkan; b . hak untuk mendapat perlindungan hukum dari tindakan konsumen yang beritikad tidak baik; c . hak untuk melakukan pembelaan diri sepatutnya di dalam penyelesaian hukum sengketa konsumen; d . hak untuk rehabilitasi nama baik apabila terbukti secara hukum bahwa kerugian konsumen tidak diakibatkan oleh barang dan/atau jasa yang diperdagangkan; e . hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundangundangan lainnya. Mengenai kewajiban konsumen, diatur dalam UUPK pasal 5. Kewajiban komsumen ini adalah: Di masa datang konsumen diharapkan akan lebih kritis dalam mengknsumsi arang/atau jasa, (2) Pelaku usaha dilarang memperdagangkan barang yang rusak, cacat atau bekas, dan tercemar tanpa memberikan informasi secara lengkap dan benar atas barang dimaksud. (3) Pelaku usaha dilarang memperdagangkan sediaan farmasi dan pangan yang rusak, cacat atau bekas dan tercemar, dengan atau tanpa memberikan informasi secara lengkap dan benar. MEDIA WATCH THE HABIBIE CENTER • No. 50 / 15 Oktober -15 November 2006 23 Telisik karena sudah adanya hukum yang melindungi mereka. Sementara pihak pelaku usaha harus menjaga kredibilitasnya di mata konsumen. Dengan kredibiitas yang baik tentu mereka akan menjadi pelaku usaha yang kuat. Salah satu usaha untuk menciptakan kredibilitas di mata konsumen adalah dengan memperhatikan dan melaksanakan pasal-pasal yang ada dalam UUPK. Salah satu pasal yang harus diperhatikan adalah pasal 7 tentang kewajiban pelaku usaha. Dalam UUPK pasal 7 tersebut kewajibankewajibannya adalah: a . beritikad baik dalam melakukan kegiatan usahanya; b . memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/ atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan; c . memperlakukan atau melayani konsumen secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif; d . menjamin mutu barang dan/atau jasa yang diproduksi dan/atau diperdagangkan berdasarkan ketentuan standar mutu barang dan/atau jasa yang berlaku; e . memberi kesempatan kepada konsumen untuk menguji, dan/ atau mencoba barang dan/atau jasa tertentu serta memberi jaminan dan/atau garansi atas barang yang dibuat dan/atau yang diperdagangkan; f . memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian atas kerugian akibat penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang diperdagangkan; g . memberi kompensasi, ganti rugi dan/atau penggantian apabila barang dan/atau jasa yang diterima atau dimanfaatkan tidak sesuai dengan perjanjian. Mengenai pengawasan terhadap barang dan atau jasa yang diperdagangkan dan perilaku pelaku usaha, dalam UUPK diatur pada pasal 30 ayat 1 yang berbunyi “Pengawasan terhadap penyelenggaraan perlindungan konsumen serta penerapan ketentuan peraturan perundangundangannya diselenggarakan oleh “ Pelaku usaha memberikan wajib informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau memberi penggunaan, dan jasa serta penjelasan perbaikan pem eliharaan. pemerintah, masyarakat,dan lembaga perlindungan konsumen swadaya masyarakat.” Lembaga perlindungan konsumen bisa mengajukan gugatan secara perdata kepada para pelaku usaha atas persoalan-persoalan perlindungan konsumen. Iklan dan Pelaku Usaha Tanggung Jawab Globalisasi dan demokratisasi menuntut adanya keterbukaan dalam sistem perekonomian. Dan ini me mbuka terjadinya persaingan yang ketat antar pelaku usaha dalam memasarkan produk dan jasanya. Dalam rangka itu, maka diperlukan suatu cara untuk mensosialisasikan barang atau jasa agar produknya dipilih atau dikonsumsi oleh masyarakat. Usaha yang disering dilakukan oleh pelaku usaha adalah melalui iklan atau promosi tanpa atau melalui media massa. Di bagian lain masyarakat mempunyai hak untuk memperoleh informasi tentang barang dan/atau jasa yang akan dikonsumsinya. UUPK mengatur hal ini pada pasal 4 butir f yang berbunyi; hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan /atau jasa. Untuk menjembatani dua kepentingan tersebut, iklan mungkin adalah salah satu solusinya. Walaupun memang iklan selama ini justru sering dipergunakan untuk memanfaatkan kelemahan-kelemahan konsumen. Hal demikian disokong pula oleh perilaku pelaku usaha periklanan. Karena persingan yang ketat diantara usaha periklanan, akhirnya mereka pun tidak selektif dalam menerima pesanan iklan. Pelaku usaha periklanan terkesan tidak mempedulikan apakah informasinya akurat atau apakah akan mengakibatkan dampak buruk terhadap masyarakat. Akhirnya sering kali iklan menipu dan merugikan masyarakat juga melanggar etika dan norma-norma dalam masyarakat. Mengenai iklan dan promosi, UUPK mengatur dalam pasal 17: (1) Pelaku usaha periklanan dilarang memprodu ksi iklan yang: 24 MEDIA WATCH THE HABIBIE CENTER • No. 50 / 15 Oktober -15 November 2006 a . mengelabui konsumen mengenai kualitas, kuantitas, bahan, kegunaan dan harga barang dan/atau tarif jasa serta ketepatan waktu penerimaan barang dan/atau jasa; b . mengelabui jaminan/garansi terhadap barang dan/atau jasa; c . memuat informasi yang keliru, salah, atau tidak tepat mengenai barang dan/atau jasa; d . tidak memuat informasi mengenai risiko pemakaian barang dan/atau jasa; e . mengeksploitasi kejadian dan/ atau seseorang tanpa seizin yang berwenang atau persetujuan yang bersangkutan; f . melanggar etika dan/atau ketentuan peraturan perundangundangan mengenai periklanan. (2) Pelaku usaha periklanan dilarang melanjutkan peredaran iklan yang telah melanggar ketentuan pada ayat (1). Dalam UUPK pasal 20 disebutkan bahwa pelaku usaha periklanan bertanggung jawab atas iklan yang diproduksi dan segala akibat yang ditimbulkan oleh iklan tersebut. Dalam kasus periklanan ada tiga aktor yang terlibat, yaitu perusahaan pemasang iklan, perusahaan pembuat iklan dan perusahaan pers yang menyiarkan iklan. Bagi para pelaku yang melanggar kententuan-ketentuan pasal 17 dan 20 akan dikenakan sanksi. Adapun sanksi yang akan dikenakan diatur pada pasal 60, 61 dan 62. Pasal 60 menyebutkan, bagi pelaku usaha yang melanggar pasal 20 akan dikenakan sanksi administrasi berupa penetapan ganti rugi paling banyak Rp 200 juta. Tata cara penatapan sanksi administrasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diatur lebih lanjut dalam peraturan perundang-undangan. Selain sanksi admnistrasi, juga dikenakan sanksi pidana terhadap pelaku usaha dan/atau pengurusnya (pasal 61) Sementara bagi pelaku usaha yang melanggar pasal 17 ayat 1 huruf d dan huruf f dipidana dengan pidana penjara paling lama dua tahun atau pidana denda paling banyak Rp 500 juta terhadap pelanggaran yang mengakibatkan luka berat, sakit berat, cacat atau kematian diberlakukan ketentuan pidana yang berlaku pasal 62 ayat Af dal Makkuraga Putra 2 da 3.(Af Putra) The Habibie Center Keluarga Besar The Habibie Center Mengucapkan Selamat Hari Raya Idul Fitri 1427 H Minal Aidin Wal Faidzin Mohon Maaf Lahir dan Batin MEDIA WATCH THE HABIBIE CENTER • No. 50 / 15 Oktober -15 November 2006 25 Bahasa GERBANG BAHASA Oleh : H. Zaenal Arifin* Selamat Idulfitri 1427 H Umat Islam Indonesia dan umat Islam di 120 negara di dunia yang jumlahnya tidak kurang dari 1,5 miliar merayakan hari bahagia, yaitu hari Idulfitri, 1 Syawal 1427 H. Biasanya, sejak malam sebelum tiba hari yang dinanti-nantikan tersebut, umat Islam sudah mengumandangkan tasbih, tahmid, dan takbir di surausurau, musala, masjid, atau di lapangan terbuka. Pada pagi harinya umat Islam berduyun-duyun menuju tempat salat Idulfitri dengan sangat bergembira. Kegembiraan mereka tercermin dari muka yang ceria dengan senyum tersungging setiap bertemu dengan jamaah yang lain dan tercermin pula dari pakaian yang dikenakan. Biasanya, anakanak memakai baju baru, sandal baru, dan serba baru, sedangkan orang tua memakai pakaian yang bersih walaupun tidak baru. Tercium aroma wewangian yang ditebarkan jamaah yang setelah sampai di tempat salat Id, mereka U duduk bersimpuh menghadap Mereka pagi itu melaksanakan Idulfitri dan menyimak dengan pesan-pesan yang disampaikan khatib. Ilahi. salat baik oleh Sudah sangat lazim dari tahun ke tahun, untuk menyambut hari raya umat Islam itu, di pinggirpinggir jalan atau di gapura, atau di gedung-gedung, baik di kota besar, kota sedang, maupun di kota kecil, bahkan di pelosok desa terpencil sekalipun dipampangkan kain rentang atau spanduk. Sangat masuk akal bahwa kain rentang atau spanduk itu berisi ucapan menyambut hari Lebaran. Dan, masuk akal pula jika dalam spanduk itu banyak digunakan kata yang bernuansa Islami, yang lazimnya kata yang berasal dari bahasa Arab. Bagi umat Islam bahasa Arab merupakan bahasa Alquran dan bahasa wahyu. Sebagian besar umat Islam Indonesia dapat membaca dan melafalkan ayat-ayat Ilahi dengan baik dengan alunan suara yang merdu walaupun di antara mereka tidak mengerti arti yang dibaca. Umat Islam sudah terbiasa melaksanakan salat lima waktu dengan bacaan bahasa Arab, mulai niat hingga salam, semuanya dalam bahasa Arab. Setelah niat salat, kemudian takbiratul ihram, membaca doa iftitah , membaca Fatihah, dan membaca sebuah surat pendek. Mereka hafal bacaan salat di luar kepala, tetapi sebagian mereka tidak mengerti arti yang dibaca. Memang bahasa Arab tergolong bahasa yang rumit. Selain tata bahasanya sangat sulit, huruf Arabnya pun tidak mudah dipelajari, terutama oleh mereka yang sudah terbiasa menulis dengan huruf Latin. Menulis huruf Arab dari kanan ke kiri yang berlainan dengan kebanyakan bahasa dunia yang ditulis dari kiri ke kanan. Tidak kurang dari 80% warga Indonesia beragama Islam. Kitab suci dan hadis Nabi ditulis dalam 26 MEDIA WATCH THE HABIBIE CENTER • No. 50 / 15 Oktober -15 November 2006 bahasa Arab. Akan tetapi, perlu kita sadari bersama, sebagian umat Islam Indonesia tidak bisa memahami tulisan Arab, jangankan artinya, membacanya pun banyak yang tidak bisa. Itulah sebabnya, untuk membantu mereka, seperti kita lihat dalam acara tahlilan dan wirid, ayatayat Alquran, terutama surah Yasin, banyak ditulis dengan huruf Latin, seperti berikut ini. Surah Yasin Yaasiin. Wal-Qur’aanil hakiim. Innaka la minal mursaliin. ’Alaa shiroothim mustaqiim. Tanziilal ‘Aziizir Rahiim. Li tundzira qaumam maa undzira aabaa-uhum fahum ghaafiluun. Artinya: 1. Hanya Allahlah yang mengetahui arti Yaa Siin . 2. Demi Alquran yang penuh hikmah. 3. Sesungguhnya kamu adalah salah seorang dari rasul-rasul. 4. (Yang berada) di atas jalan yang lurus. 5. (Sebagai wahyu) yang diturunkan oleh Yang Maha Perkasa lagi Maha Penyayang. 6. Agar kamu memberi peringatan kepada kaum yang bapak-bapak mereka belum pernah diberi peringatan, karena itu mereka lalai. Sering menjadi bahan pergunjingan atau bahan intermezo , orang yang tidak bisa membaca huruf Arab, dalam tahlilan dia membaca surah Yasin versi transliterasinya, yaitu yang sudah ditransliterasi (dialihhurufkan) menjadi huruf Latin. Dia melafalkan Ya asi in ((bunyi a dilafalkan dua kali dan bunyi i juga dilafalkan dua kali), padahal lafal yang benar adalah Ya sin ((bunyi a dan i dilafalkan sekali saja, tetapi ghaafiluun panjang). Kata dilafalkan geha afilu un, padahal lafal yang benar adalah gofilun. Selain ada kesalahan melafalkan huruf Arab yang ditransliterasi, juga sebagian penulis Islam keliru dalam menuliskan unsur serapan ArabIndonesia, seperti yang dilukiskan dalam spanduk, kain rentang, gapura, papan nama, dan dalam buku, atau majalah Islam. Berikut didaftar beberapa contoh penulisan unsur serapan Arab yang keliru dalam spanduk menyambut hari raya umat Islam, Lebaran. . 1. Selamat Hari Raya I’edul Fithri 1427 H Mohon Ma’af Lahir Bathin 2. Mari Kita Sambut Hari Raya Fitri 1427 H 1 Syawal 1427 H. Mohon Ma’af Lahir Bathin Dari contoh-contoh tadi terdapat kata-kata serapan dari bahasa Arab yang penulisannya tidak sesuai dengan kaidah penulisan bahasa Indonesia. Kata-kata yang dimaksud adalah I’edul Fitri, ma’af, bathin. Kata-kata tersebut sudah diserap ke dalam bahasa Indonesia dan sudah menjadi “warga” Indonesia dengan dimasukkannya ke dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia . Karena kata-kata tersebut sudah menjadi “warga” Indonesia, seyogianya penulisannya pun mengikuti aturan tata ejaan bahasa Indonesia. Penulisan unsur serapan yang benar adalah Idulfitri (Kata Idulfitri dituliskan serangkai dan tanpa dibubuhi tanda koma dan tanpa huruf e setelah huruf I ). Kemudian, tidak perlu digunakan kata raya karena id sudah berarti ’raya’. (Kata Idulfitri dapat diartikan ’hari hari raya fitri dan dapat juga diartikan kembali ke kesucian). Di samping digunakan kata Idulfitri , hari besar Islam ini biasa juga disebut hari Lebaran . Kata maaf tidak perlu diberi tanda koma karena sekarang bukan bahasa Arab, melainkan sudah menjadi bahasa Indonesia. Penulisan kata batin yang benar adalah tanpa diberi huruf h pada huruf t., jadi batin saja karena dalam abjad kita tidak terdapat bunyi th, dl, dh, gh, dan ts. ts.. Dengan demikian, spanduk tadi harus dituliskan sebagai berikut. 1a. Selamat Hari Idulfithri 1427 H Mohon Maaf Lahir Batin 1b. Selamat Hari Lebaran 1427 H Mohon Maaf Lahir Batin 2a. Mari Kita Sambut Hari Raya Fitri 1427 H 1 Syawal 1427 H. Mohon Maaf Lahir Batin 2b. Mari Kita Sambut Hari Lebaran 1427 H 1 Syawal 1427 H. Mohon Maaf Lahir Batin Spanduk lain yang bergambar Dr. H. Fauzi Bowo, Wakil Gubernur DKI Jakarta, bertuliskan sebagai berikut. 3. Marhaban ya Ramadhan Selamat Menunaikan Ibadah Puasa 1427 H 4.Jadikan Bulan Puasa Bulan Shodaqoh Amal Ma’ruf Nahi Munkar Spanduk 3 sebaiknya ditulis dengan Marhaban ya Ramadan dengan dicetak miring karena masih bahasa Arab atau Selamat Datang Bulan Ramadan (sudah diindonesiakan). Kemudian, spanduk 4 sebaiknya kata shodaqoh diindonesiakan menjadi sedekah. Amar Ma’ruf Nahi Ungkapan Munkar ( dicetak miring karena masih bahasa Arab yang artinya ’menyuruh berbuat kebajikan dan mencegah kemunkaran; dalam bahasa aslinya amar, bukan amal). Kedua kain rentang itu harus dituliskan sebagai berikut. 3a. Marhaban ya Ramadhan Selamat Menunaikan Ibadah Puasa 1427 H atau 3b. Selamat Datang Bulan Ramadan Selamat Menunaikan Ibadah MEDIA WATCH THE HABIBIE CENTER • No. 50 / 15 Oktober -15 November 2006 27