Media Watch -50.pmd - The Habibie Center

advertisement
COVER
SUMBER FOTO : Http.www.Google.go.id/
INDEKS
Gambar Kulit: Anom Hamzah
• Catatan Redaksi : Kritislah Pada Iklan
3
• Teliti Sebelum Percaya Iklan
4
• Wawancara : Tulus Abadi, “Tidak Ada Iklan yang Memberdayakan Konsumen”
9
• Jangan Telan Bulat-Bulat Iklan Di Media
14
• UU Perlindungan Konsumen Bisa Jerat Usaha Pers
20
• Gerbang Bahasa : Selamat Idulfitri 1427 H
26
• News and Discourse dan Implikasinya pada Etika Jurnalisme
30
• Mitos
34
MEDIA
WATCH
THE HABIBIE CE NT ER
Penerbit: Media Center/The Habibie Center Alamat Redaksi: Jl. Kemang Selatan No.98
Jakarta Selatan Telp.: (021)781-7211 Fax.: (021)781-7212
Email: [email protected] Website:http://www.habibiecenter.or.id
Penanggung Jawab :Ahmad Watik Pratiknya, Dewan Redaksi :A. Makmur Makka (Ketua) Mustofa Kamil Ridwan, Doddy Yudhista. Redaktur Pelaksana :Afdal
Makkuraga Putra, Redaksi : Wenny Pahlemy, Junarto Imam Prakoso, Fetty Fajriati,Kontributor : Intantri Kusmawarni, Ichsanto Wahyudi, Teguh Apriliyanto.
Usaha / Distribusi: Hadi Kuntjara, Ghazali H. Moesa. Disain Grafis : A. Mudjazir Unde.
Jurnal MW The Habibie Center adalah publikasi bulanan di bawah naungan The Habibie Center. Redaksi
menerima tulisan/artikel yang sesuai dengan visi dan misi jurnal ini.
2
MEDIA WATCH THE HABIBIE CENTER • No. 50 / 15 Oktober -15 November 2006
Catatan Redaksi
KRITISLAH
PADA
IKLAN
asyarakat umumnya menilai iklan
hanya sebagai alat memengaruhi
konsumen untuk membeli sebuah produk. Padahal iklan sudah menjadi
komponen besar dalam sistem perekonomian kapitalis. Eksistensi media
sangat tergantung pada pemasukan iklan. Banyak media cetak, tidak lagi
menilai penting pendapatan yang diterimanya dari konsumen langganan,
tetapi pendapatan yang diperoleh dari halaman-halaman yang sesak dengan iklan.
Apalagi pada media elektronik, ketika radio dan televisi tidak menarik lagi iuran
dari pendengar dan pemirsanya.
M
Iklan ternyata sebuah komoditi besar. Pada negara-negara maju seperti Amerika
Serikat, pada tahun 90-an saja, negara itu telah menghabiskan 130 milyar dolar
untuk iklan, atau 2 persen dari GNP negara itu pertahun. Betapa besar pengeluaran
setiap perusahaan untuk bersaing menjual produksi mereka. Gerbong kegiatan dan
usaha yang ikut bergerak juga sangat luar biasa. Uang yang ditebar dalam usaha
marketing ini, telah memberikan penghidupan kepada usaha disain, usaha pengepakan,
usaha display . Dari seluruh uang yang ditabur oleh pengusaha untuk setiap produksi,
ternyata banyak terserap pada sektor, marketing dan periklanan. Dalam usaha kosmetik
misalnya ternyata hanya 8 persen biaya dipakai untuk produksi, selebihnya disedot
oleh marketing, pengepakan dan promosi .
Yang jarang disadari adalah dampak
sosial iklan itu. Bahwa iklan mode atau
“fashion” telah begitu cepat merubah
gaya hidup masyarakat.
Bagaikan
sebuah
efek
magis,
setiap
diperkenalkan sebuah bentuk mode
dan diperagakan melalui media,
secepat
kilat
ditiru
oleh
masyarakat.
Beberapa
tokoh
dalam “Mazhab Frankfurt antara
lain
Herbert
Mercuse
menuding, iklan mode telah
mengancam
individu,
demokrasi
dan
masyarakat.
Budaya katanya tidak lagi berupa ekspresi
kreativitas
tetapi sudah, menjadi produk standar
pabrik.
Masyarakat hendaknya
dalam teksnya, imaje yang
usaha untuk memengaruhi
menerapkan sebuah gaya
tetapi tidak ada salahnya
SUM
BER
FOT
O: h
ttp:w
ww.g
oole
.com
/
Di Indonesia, setiap tahun triliunan rupiah dikeluarkan untuk iklan, media cetak
dan media elektronik telah ikut menikmati kuwe periklanan ini, apa lagi bagi media
utama (mainstream). Bagi media, iklan
adalah “perang kreativitas”, keuletan
dan
ketrampilan
seniman
berkarya.
Walaupun
tidak
semua
karya periklanan efektif, banyak karya
periklanan hanya
sampah dan memboroskan uang.
bersifat kritis membaca iklan, karena iklan, baik
dipaksakannya, kata-kata dan strukturnya tidak lain adalah
setiap individu untuk menerima nilai-nilai tertentu dan
hidup.
Masyarakat pasti tidak pasif menghadapi iklan,
untuk tetap kritis. (MM)
MEDIA WATCH THE HABIBIE CENTER • No. 50 / 15 Oktober -15 November 2006
3
SUMBER FOTO: Google.go.id/
Telisik
Teliti Sebelum Percaya Iklan
I
JAMAN
serba
kompetitif,
informasi
adalah sesuatu yang
vital. Kemampuan dan
kecepatan
seseorang
mengakses
dan
menganalisis
informasi, merupakan langkah awal
menentukan untuk memenangkan
persaingan hidup yang makin keras
dan “gila”.
Sayang, tanpa kita
sadari, tiap detik dalam hidup kita
dipenuhi dengan informasi yang
tidak selalu menguntungkan. Salah
satu sumber informasi itu adalah
materi iklan yang hadir di tiap sudut
kehidupan kita. Iklan ada di jalanan,
D
di TV, di radio, di koran, di majalah
dan mungkin melalui khotbah dan
ceramah-ceramah pada berbagai
kesempatan.
Perkembangan dunia periklanan
di Indonesia saat ini memang luar
biasa pesatnya. Iklan-iklan itu
bukan bikinan orang bule tetapi
justru hasil karya pribumi bangsa
Indonesia. Kita tentu tercengang,
bangga dan pantas mengacungkan
jempol atas kreativitas mereka.
Hanya saja, jika dicermati lebih
lanjut, ternyata iklan-iklan itu tidak
hanya berisi informasi berguna.
Tanpa kita sadari, entah disengaja
atau tidak, iklan-iklan itu juga berisi
informasi
menyesatkan
penuh
“tipuan”
dan
“kibulan”
yang
membodohi
masyarakat.
Berikut sedikit contoh
“tipu” dan “kibul” iklan
berderet
materi
promosi
menyesatkan itu.
aksi
dari
yang
Jika Anda melintas di Jalan Gatot
Subroto Jakarta, Anda tentu melihat
billboard
raksasa
berisi
iklan
telepon
seluler
“Fren”
yang
menyebutkan tarif Rp 7 per 30
detik. Tetapi tahukah Anda bahwa
4 MEDIA WATCH THE HABIBIE CENTER • No. 50 / 15 Oktober -15 November 2006
berarti jauh lebih murah 41,67 %
dari kartu As!
Memang, jika dihitung biaya
percakapan 5 detik, 39 detik, dan
62 detik, pelanggan pro XL akan
mengeluarkan biaya Rp 250, Rp
500, dan Rp 750. Sedangkan untuk
kartu As, biaya yg dikeluarkan Rp
100, Rp 780, dan Rp 1240.
SUMBER FOTO:kompas.go.id/
Namun, sekarang kita bisa
bayangkan, berapa tarif yang harus
dibayar untuk biaya pembicaraan 29
detik, 59 detik, dan 89 detik? Jelas
harga kartu As lebih mahal. Dengan
demikian, nampak sekali adanya
“penyesatan”
dan
“pengibulan”
informasi iklan.
Perusahaan telekomunikasi jaringan bergerak selular
yang menggunakan teknologi CDMA, Mobile-8, hari
Selasa ini (19/1) meluncurkan Paket Kartu Perdana Fren
baru seharga Rp 50.000
tarif tersebut hanya berlaku di menit
ke-2? “Fren” prabayar memberlakukan tarif Rp 7 per 30 detik
setelah
pembicaraan
menginjak
menit ke-2. Sedangkan pada menit
pertama, tarif tetap seperti biasa
yaitu Rp. 275 per 30 detik! Iklaniklan yang banyak terpampang di
jalan-jalan dan pertokoan tidak
menyebutkan kondisi pembicaraan
menit pertama ini!
Masih dari sektor telekomunikasi, Telkomsel dengan gencar
mengiklankan bahwa tarif telepon
dengan memakai kartu prabayar
kartu As adalah lebih murah!
Tarifnya sebesar Rp 20 per detik
untuk sesama operatornya. Untuk
meyakinkan bahwa tarif kartu As
memang lebih murah dari pesaing,
di dalam iklan itu juga disajikan
tabel perbandingan tarif yang mesti
dibayar antara kartu As dengan kartu
operator lain, misalnya dengan XL
Jempol yang menawarkan tarif Rp
500 per 60 detik sampai Rp250 per
30 detik untuk sesama XL.
Sekilas, iklan tersebut benar
adanya karena iklan Kartu As
mengambil lama bicara 5 detik, 39
detik, dan 62 detik. Jelas, jika
menggunakan kartu prabayar lain,
yaitu XL Jempol, maka biaya yg
dikeluarkan adalah untuk 30 detik,
60 detik, dan 90 detik. Dengan
perhitungan
tersebut
kartu
As
memang lebih murah.
Tetapi, kita jangan terkecoh.
Jika kita hitung lagi dengan teliti,
kartu XL Jempol menawarkan tarif
Rp 500 per 60 detik sampai Rp 250
per 30 detik untuk sesama XL.
Sedangkan kartu As dengan tarif Rp
20 per detik untuk sesama
operatornya. Dari pembagiannya,
untuk mendapatkan tarif per detik,
maka tarif yang dipasang XL Jempol
sebenarnya Rp 8,33 per detik. Ini
Katagori iklan lain yang kerap
masuk
pada
katagori
iklan
“ menyesatkan”
dan
“membodohi”
masyarakat adalah iklan produkproduk
kesehatan.
Nurachman,
salah seorang dokter yang membuka
praktik di kawasan Margoda Depok,
yang tahu banyak tentang ilmu
kesehatan, geleng-geleng kepala
memperhatikan
bagaimana
sejumlah
produk
kesehatan
diiklankan.
Dokter
tersebut
tercengang mendengar pengakuan
seorang pasien yang terkena gejala
tekanan darah rendah. Kadar darah
pasien tersebut tiba-tiba turun di
bawah
batas
normal.
Setelah
diselidiki, sang pasien memang
sengaja mengurangi konsumsi gula.
Padahal, ia dan keluarganya tidak
mempunyai
riwayat
penyakit
kencing
manis
atau
diabetes
militus.
Dokter itu menjelaskan bahwa
sang
pasien
khawatir
akan
mengalami kondisi buruk seperti
yang diilustrasikan oleh sebuah
iklan pemanis buatan bebas gula di
televisi. Dalam iklan itu digambarkan sang model iklan kehilangan
MEDIA WATCH THE HABIBIE CENTER • No. 50 / 15 Oktober -15 November 2006
5
Telisik
Iklan tersebut memang tidak
salah, tetapi itu seharusnya hanya
ditujukan bagi penderita kencing
manis saja. Bukan ditujukan untuk
semua orang sehat yang sebenarnya
tidak pantang mengkonsumsi gula.
Konsumsi gula berlebih pada orang
tanpa faktor risiko kencing manis
tidak
berisiko
menimbulkan
diabetes militus di kemudian hari.
Pola makan tinggi gula, dalam situs
produsen
pengiklan
ini,
juga
diuraikan sebagai salah satu faktor
risiko diabetes militus . Padahal
sepanjang Anda tidak mempunyai
faktor risiko ini, maka Anda tidak
perlu mengganti gula atau glukosa
yang sebenarnya justru menjadi
salah satu zat esensial dalam
kehidupan manusia.
Gula penting
bagi kehidupan manusia karena
merupakan zat sumber energi. Otak
yang kekurangan glukosa dalam
beberapa
jam
bahkan
dapat
mengalami
kerusakan.
Iklan produk kesehatan yang
dapat dikatagorikan “menyesatkan”
juga dapat dilihat dari iklan susu
tinggi kalsium bagi manula yang
mengalami osteoporosis. Padahal,
betapapun besar tambahan kalsium
ke dalam tubuh manula itu tidak
akan berpengaruh secara berarti jika
kadar estrogen yang seharusnya
memetabolisme kalsium di dalam
tubuh manula tersebut sudah jauh
berkurang secara alamiah seiring
dengan bertambahnya usia.
Selain itu, iklan menyesatkan
juga dapat dilihat pada iklan susu
formula bagi bayi di bawah enam
bulan. Padahal, bayi seusia ini
seharusnya masih mendapatkan ASI
eksklusif. Iklan ini bisa dikatagorikan telah melanggar Kode Etik
Internasional Pemasaran Pengganti
ASI.
Iklan susu formula yang
diklaim
mampu
meningkatkan
kecerdasan ini harganya relatif
mahal, dan dapat menimbulkan
efek samping sukar buang air besar.
tampak dengan penggambaran yang
berlebihan
dan
serba
instan,
misalnya
produk
minuman
slimming tea yang digambarkan
seolah-olah secara ilmiah telah
terbukti
kebenarannya.
Padahal,
percobaan tersebut tidak jelas
prosedurnya secara ilmiah. Ada lagi
produk pemutih wajah yang dapat
mengubah wajah wanita dalam dua
minggu.
Apakah
ini
terbukti?
Apakah wanita Papua akan berubah
secerah wanita ras Cina dalam dua
minggu? Jelas, itu sangat menyesatkan.
Iklan property perumahan dan
apartemen juga penuh dengan
gambaran “serba indah”. Padahal,
kondisi di lapangan ternyata tidak
se-”wah” yang digambarkan dalam
iklan-iklan produk tersebut. Gambar
bangunan apartemen dan rumah bisa
jadi tidak seiindah dengan maket.
Lokasi apartemen dan kawasan
perumahan bisa jadi tidak sedekat
dan sestrategis yang digambarkan
dalam peta iklan. Contoh aksi “tipu-
Iklan menyesatkan tersebut juga
Bapak/Ibu/Saudara
pengunjung
yang kami hormati,
Merupakan suatu kehormatan
bagi kami atas kunjungan ke
website ini sehingga kami dapat
menyajikan informasi tentang
pengembangan perumahan PURI
PENGAYOMAN
Pekanbaru.
Hunian Eksklusif berupa 10 unit
TOWNHOUSE dan 1 petak
KAPLING SIAP BANGUN yang
sedang kami bangun ini terletak
sangat strategis di pusat kota dan
kami persiapkan sedemikan rupa
untuk memenuhi kepuasan
pemilik. Dapat dikatakan
properti ini BEST BUY, baik untuk
HUNIAN sendiri maupun sebagai
suatu INVESTASI produktif anda.
6 MEDIA WATCH THE HABIBIE CENTER • No. 50 / 15 Oktober -15 November 2006
SUMBER FOTO: http:www.puri-pengayoman.tripat.com/
penglihatan alias kebutaan, sampai
kehilangan
nyawa
gara-gara
mengkonsumsi
gula!
tipu” iklan ini sesungguhnya akan
semakin
banyak
saja
jika
dideretkan dalam sebuah daftar.
*****
Pentingnya posisi iklan sebagai
alat
pemasaran
untuk
mengkomunikasikan produk atau jasa
memang
tidak
terbantahkan.
Melalui
iklan itulah,
maksud
produsen
untuk
menyampaikan
informasi agar dapat membujuk,
mengingatkan
dan
menguatkan
produk dan jasa yang mereka jual
dapat tercapai. Tujuan akhir sebuah
iklan bagi produsen adalah untuk
mempengaruhi
sikap,
persepsi,
pengetahuan,
dan
perilaku
konsumen
untuk
membeli
dan
menggunakan
produknya.
Iklan
merupakan salah satu sumber
informasi
konsumen
untuk
mengambil
keputusan.
Iklan
memberikan
informasi
mengenai
macam-macam produk dan merek
sehingga
konsumen
mempunyai
sejumlah alternatif pilihan sebelum
menentukan
keputusan
untuk
mengkonsumsi produk atau jasa
yang dibutuhkan.
Masyarakat modern tidak dapat
lepas dari derasnya iklan produk
dan jasa ini. Tetapi, mengapa iklan
sering
disalahkan
karena
menawarkan
informasi
yang
menyesatkan
dan
merugikan
masyarakat?
Derasnya iklan di
media
juga
dianggap
sebagai
sumber
tumbuhnya
budaya
konsumtif di tengah masyarakat.
Pengurus
Harian
Yayasan
Lembaga
Konsumen
Indonesia
(YLKI) Tulus Abadi mengatakan
yang harus dikritisi dan ditentang
bukan masalah iklan, tetapi yang
perlu
dipersoalkan
adalah
bagaimana iklan dapat berperan
selain sebagai media marketing
jug a
dapat
digunakan
untuk
memberdayakan
masyarakat
sebagai konsumen.
Pelaku usaha
seharusnya mempunyai peran untuk
itu. “Jangan sampai konsumen
dibenturkan
dengan
perilakuperilaku bahwa produk tertentu
bagus sehingga harus dikonsumsi
secara
terus
menerus
akibat
pemberian
gambaran-gambaran
yang menyesatkan atau menipu,”
pesannya.
Dalam
konteks
perlindungan
konsumen seperti yang telah diatur
pada UU No. 8 1999, Tulus
mengamati tidak ada iklan yang saat
ini beredar luas di media cetak
maupun elektronik yang dapat
mencerdaskan konsumen. Masalahnya, urai Tulus, adalah bukan
sekadar apakah sebuah iklan telah
melanggar etika atau hukum positif
Indonesia, tetapi bagaimana iklan
tersebut
dapat
memberdayaan
konsumen.
“Iklan
yang
baik
seharusnya
ikut
mendidik
dan
menyejahterakan konsumen agar
tahu tentang hak-haknya. Jadi,
konsumen bukan sekadar dicekoki
dengan
upaya
untuk
membeli
produk,” katanya.
Tulus lalu membuat ilustrasi,
misalnya untuk iklan coklat atau
permen
yang
sangat
tinggi
kandungan
gulanya,
sebaiknya
diakhiri dengan himbauan agar
konsumen untuk rajin menggosok
gigi setelah makan produk-produk
tersebut atau ketika menjelang
tidur. “ Jika itu dilakukan maka di
satu sisi iklan tersebut menawarkan
produk tetapi di sisi lain produk ini
juga menjelaskan dampak makanan
tersebut sehingga perlu direspon
dengan perilaku yang lebih baik
agar dampaknya bisa berkurang.”
Tulus
bahkan
menilai
iklan-
iklan yang saat ini meluber di media
justru
berandil
besar
untuk
mendorong pola hidup yang lebih
konsumtif di tengah masyarakat. Ia
lalu memberikan contoh tentang
iklan
sejumlah
produk
yang
digunakan
untuk
membersihkan
pakaian.
Untuk
membersihkan
pakaian,
ada
kecenderungan
konsumen tidak cukup dengan
mencuci dengan detergen. Setelah
itu masih perlu diberi produk
pelembut dan pewangi. Itu pun
belum cukup. Setelah itu, masih
perlu disetrika dan diberi cairan lagi
ketika
disetrika.
Jika
pakaian
disimpan harus memakai kapur
barus dan akhirnya harus ditambah
parfum. “Dulu konsumen tidak
terpikirkan,
tetapi
setelah
dibombardir iklan, konsumen harus
memikirkan
kebutuhan
yang
berlapis-lapis. Kalau tidak, mereka
beripiran tidak afdol.”
Tulus
menyadari
adanya
perbedaan
perspektif
antara
perspektif
pengiklan
dengan
perspektif konsumen atau gerakan
konsumen. Namun, yang paling ia
risaukan adalah banyaknya iklan
yang
dapat
menipu
dan
menyesatkan konsumen. Salah satu
bentuk iklan yang saat ini banyak
diadukan di YLKI berkaitan dengan
iklan
tarif
pesawat.
Tulus
menjelaskan, di media cetak atau
elektronik, misalnya untuk terbang
ke Banjarmasin hanya dikenakan
tarif Rp 99,99 ribu rupiah. Praktik
iklan menyesatkan ini dilakukan
semua maskapai. “Iklan-iklan itu
tidak memberi penjelasan apakah
semua tarifnya begitu atau hanya
berapa persen dari kursi yang dijual.
Kenapa menawarkan seperti itu?
Konsumen banyak menelpon ke
YLKI. Setelah mereka membeli kok
tidak ada harga yang disebutkan di
MEDIA WATCH THE HABIBIE CENTER • No. 50 / 15 Oktober -15 November 2006
7
Telisik
iklan?”
Ketua Hukum dan Perundangundangan Persatuan Perusahaan
Periklanan Indonesia (PPPI) Hery
Margono
menguraikan
ketentuan
norma etika yang disepakati di
bidang periklanan adalah Etika
Pariwara
Indonesia
(EPI).
Penyusunan dan penegakan EPI
dilakukan sejalan dengan prinsipprinsip
swakramawi
( selfyang
dianut
oleh
regulation)
industri periklanan secara universal.
Itu artinya EPI disusun, disepakati,
dan ditegakkan oleh para pelakunya
sendiri yaitu antara pengiklan,
perusahaan periklanan dan media
periklanan.
Untuk
menegakkan
etika
periklanan di PPPI, jelas Hery,
dibentuklah
Badan
Pengawas
Periklanan
(BPP).
Berdasarkan
kasus-kasus pelanggaran iklan yang
ditangani oleh BPP,
pelanggaran
Etika Pariwara Indonesia cenderung
meningkat. Selama kurun waktu
tahun 2000-2002 terdapat 28 kasus
pelanggaran, tahun 2003-2005
meningkat
menjadi
51
kasus
pelanggaran.
Sejak
FebruariAgustus
2006,
BPP
telah
menetapkan 11 kasus pelanggaran,
15 iklan masih dalam proses dan 5
iklan yang dilaporkan ke BPP
dinyatakan
tidak
melanggar.
“Berdasarkan UU No. 8 Tahun 1999
tentang
Perlindungan
Konsumen
pasal 17, pelaku usaha periklanan
dilarang memproduksi iklan yang
melanggar etika dan atau ketentuan
peraturan
perundang-undangan
mengenai
periklanan.
Dengan
demikian,
jika
iklan
tersebut
melanggar etika periklanan berarti
melanggar hukum positif,” urai
Hery.
Hery
menjelaskan
pada
umumnya bentuk-bentuk pelanggaran terdiri atas: penggunaan kata
superlatif tanpa dukungan bukti
yang kuat,
penggunaan atribut
profesi (misalnya profesi dokter
atau peneliti) atau “setting” tertentu
yang menyesatkan atau mengelabui
khalayak. Selain itu, Hery juga
melihat adanya beberapa iklan yang
telah
mengolah
temuan-temuan
riset tanpa menyinggung sumber,
metode dan waktu riset seolah-olah
mengesankan suatu kebenaran.
“Pelanggaran
lain
adalah
berkaitan dengan peniruan bagian
dari iklan pesaing, penggunaan logo
pesaing, penampilan iklan TV yang
muncul berturutan lebih dari 2 kali,
dan
penampilan kegiatan yang
berbahaya,” katanya.
Beberapa kasus, jelas Hery,
sudah
ditangani
oleh
Badan
Pengawas Periklanan PPPI, baik
dipanggil secara langsung maupun
tertulis. Hal tersebut ditempuh
bertujuan untuk memberikan arahan
yang benar tentang aturan-aturan
atau pedoman yang dipakai dalam
kegiatan periklanan di Indonesia.
“Pada umumnya anggota-anggota
PPPI selalu menanggapi dengan
baik karena sasarannya adalah untuk
menciptakan iklim berusaha atau
bersaing yang sehat,’’ katanya.
Sementara itu, Tulus berharap
pemerintah
seharusnya
lebih
proaktif mengawasi dan menegakkan etika periklanan yang semakin
lama semakin banyak dilanggar
oleh
pelaku
usaha
tersebut.
Pemerintah,
urainya,
melalui
sejumlah instansi terkait harus dapat
melakukan
pengawasan.
“Kalau
dalam kaitannya dengan bahan
makanan
adalah
Badan
POM.
Berkaitan dengan iklan perumahan
adalah tanggungjawab REI atau
Menteri Perumahan Rakyat. Bisa
juga Departemen Perdagangan atau
Departemen
Perindustrian,”
jelasnya.
Tulus berharap pembuatan iklan
harus
memperhatikan
berbagai
aspek multi kulturan, jangan hanya
memperhatikan marketing nya saja.
Para pembuat iklan harus cermat
apakah ada potensi pelanggaran
budaya di dalam iklan tersebut.
“Memang tidak mudah membuat
iklan yang bermutu. Iklan yang baik
tidak hanya sekadar eye catching
saja. Kebanyakan iklan kita hanya
bergerak di situ, tidak ada upaya
untuk
pemberdayaan
konsumen
atau penghormatan kepada suku
atau terhadap satu agama,” katanya.
Hery
menambahkan
sesuai
prinsip, EPI mengharapkan adanya
kesetaraan antara keharusan untuk
melindungi
konsumen
atau
masyarakat
dengan
keharusan
untuk
dapat
melindungi
para
pelaku
periklanan
agar
dapat
berprofesi dan berusaha sekaligus
dapat memperoleh imbalan dari
profesi atau usaha tersebut secara
wajar.
Dengan demikian, papar Hery,
para pembuat iklan tidak boleh
hanya mementingkan kepentingan
bisnis
tanpa
memperhatikan
kepentingan
lingkungan,
dan
demikian sebaliknya. “Sesungguhnya kalau pembuat iklan melakukan
pelanggaran EPI baik sengaja
maupun
tidak
disengaja
akan
banyak
mengalami
kerugian,
diantaranya iklan tersebut tidak
boleh mengikuti Citra Pariwara,
padahal mendapatkan penghargaan
pada
ajang
Citra
Pariwara
merupakan kebanggaan bagi insan
kreatif,”
pesan
Hery.
( Teguh
A p r i l y a n t oo)
8 MEDIA WATCH THE HABIBIE CENTER • No. 50 / 15 Oktober -15 November 2006
Wawancara
Wawancara : Tulus Abadi, Pengurus Harian YLKI
“Tidak Ada Iklan yang
Memberdayakan Konsumen”
KLAN tidak dapat dilepaskan di era modern.
Iklan adalah media marketing yang ampuh bagi
produsen atau pelaku usaha untuk membuat
barang dan jasa yang mereka jual laku. Namun,
Pengurus Harian YLKI Tulus Abadi melihat
hampir
semua iklan yang saat ini meluberi media cetak dan
elektronik di Indonesia gagal bertindak sebagai
media
untuk
memberdayakan
konsumen.
“Melalui
bombardir
iklan,
konsumen
dibenturkan
dengan
perilaku-perilaku
bahwa produk tersebut bagus sehingga
harus dikonsumsi secara terus menerus
akibat
pemberian
gambaran-gambaran
yang menyesatkan atau menipu,’’jelasnya
ketika diwawancarai di kantornya di Jalan
Pembangunan, Duret Tiga Jakarta Selatan.
Berikut petikan lengkap hasil wawancara
tersebut.
I
Bagaimana Anda menilai kualitas iklan
baik di media cetak maupun elektronik
akhir-akhir ini?
Dalam
konteks
perlindungan
konsumen,
sesuai
UndangUndang No: 8 tahun 1999
tentang
Perlindungan
Konsumen,
sejauh
pengamatan
saya,
tidak ada iklan yang
m a m p u
mencerdaskan
konsumen. Jadi,
ini bukan sekadar apakah iklan itu telah melanggar
etika atau hukum positif Indonesia. Dalam konteks
pemberdayaan konsumen, hampir tidak ada iklan untuk
itu. Mungkin perspektifnya berbeda antara perspektif
pengiklan dan perspektif konsumen atau dengan
gerakan konsumen.
Apa kriteria sebuah iklan
dapat dinilai baik?
Iklan
yang
baik
seharusnya ikut mendidik
dan
menyejahterakan
konsumen agar mereka
mengetahui
hakhaknya
sebagai
konsumen.
Jadi,
konsumen bukan
s e k a d a r
d i c e k o k i
d e n g a n
u p a y a
u n t u k
membeli
Tulus Abadi
MEDIA WATCH THE HABIBIE CENTER • No. 50 / 15 Oktober -15 November 2006
9
produ k atau
produk-produk
konsumtif
tertentu.
terhadap
Iklan
makanan
anak-anak
misalnya, memaparkan bagaimana
rasa produk itu untuk anak-anak
itu.
Apakah
makanan
itu
mengandung coklat atau susu yang
rasanya
terasa
manis
sekali,
mengandung
zat-zat
tambahan
lainnya, itu tidak terungkap. Iklaniklan semacam itu tidak pernah ada
yang
merekomendasikan
apakah
anak-anak tersebut setelah makan
produk
tersebut
harus
rajin
menggosok gigi. Padahal, di luar
negeri, hal itu sudah dibarengi
dengan pemberian pesan seperti
itu.
Masih
dari
iklan
produk
makanan anak-anak, seperti produk
sereal, makanan ringan dan craker.
Saya melihat masih tidak ada yang
mengajak atau memberikan porsi
bahwa yang lebih baik bukan
makanan itu tetapi juga harus
memperhatikan
komposisi
empat
sehat lima sempurna. “Dengan
bombardir
iklan,
seolah–olah,
produk makanan ringan itu sudah
sempurna. Tidak ada anjuran makan
sesuai porsi empat sehat lima
sempurna,’’ katanya.
Porsi iklan anak, saya lihat juga
sudah
berlebihan.
Untuk
hari
minggu misalnya, seratus persen
semua iklan ditujukan untuk anak.
Secara etika itu tidak boleh tetapi
itu masih saja dilakukan. Itu terjadi
tanpa kontrol memadai.
Bagaimana
pelanggaran
iklan
amati?
bentuk-bentuk
yang
Anda
Potensi pelanggaran di dalam
iklan ada dua perspektif. Pertama,
pelanggaran pada substansi iklan.
Kedua, pelanggaran pada persuasi
iklan . Pelanggaran pada perspektif
substansi iklan, saya melihat akhirakhir ini secara umum tidak ada
yang menonjol. Sebuah iklan bisa
saja mengklaim suatu produk dapat
menyembuhkan
suatu
penyakit
tertentu, atau bisa membersihkan
badan atau pakaian, kalau didekati
dengan
pendekatan hukum, itu
belum bisa dikejar.
Kendati demikian, saya melihat
ada sejumlah materi iklan yang
memiliki kesan adanya penipuan
atau
pengelabuan
terhadap
konsumen. Yang paling merisaukan
dan banyak diadukan ke YLKI
adalah mengenai iklan tarif pesawat
terbang.
Di media cetak atau
elektronik,
misalnya
diiklankan
terbang ke Banjarmasin hanya Rp
99,99 ribu.
Pelanggaran ini
dilakukan
semua
maskapai
penerbangan. Akhir-akhir ini, iklan
sangat mencolok dilakukan Air
Asia. Di dalam iklan itu tidak diberi
penjelasan apakah semua tarifnya
begitu atau hanya berapa persen
dari seat atau
kursi yang dijual
dengan
harga
itu.
Kenapa
perusahaan menawarkan seperti itu?
Iklan
itu
menyesatkan
karena
seolah-olah harga itu berlaku untuk
semua seat.
Secara hukum, perbedaan antara
iklan semacam itu apakah bentuk
penipuan atau gimmick marketing,
itu sangat tipis. Memang benar,
perusahaan itu menjual dengan
harga sekian tetapi itu hanya
berlaku untuk satu atau dua seat .
Itu kan hanya untuk menarik agar
konsumen naik ke airline tertentu.
Banyak konsumen yang tertipu
bagaimanapun alasannya. Ketika
ditelepon
ternyata
tidak
ada.
Seharusnya diumumkan siapa yang
dapat seat murah itu. Jangan-jangan
mem ang
tidak
dijual.
Iklan-iklan menyesatkan juga
dapat ditemui pada iklan-iklan lewat
SMS dari operator telepon. Iklan itu
sangat-sangat
menipu.
Indosat
misalnya, karena saya memakai
operator ini, sering memberikan
SMS
semacam
kuis
yang
menawarkan
macam-macam
hadiah, misalnya hadiah liburan ke
Bangkok, hadian Honda Jazz dan
lain-lain. Itu semacam kuis SMS
yang dilaksanakan operator nya
sendiri. Saya sering dapat kiriman
SMS
untuk
mengirim
SMS
sebanyak
mungkin
untuk
mendapatkan hadiah.
Sebagai
konsumen, saya tidak pernah tahu
siapa yang memenangkan undian
itu.
Padahal, dalam konteks
perlindungan
konsumen,
setiap
undian
harus
diumumkan
pemenangnya di media massa.
Bagaimana
dengan iklan
makanan?
penilaian
Anda
obat-obatan dan
Saya
melihat
adanya
dua
pelanggaran
yaitu
pelanggaran
substantif dan pelanggaran persuasi.
Pelanggaran substanstif yang bisa
dijerat
hukum,
misalnya
iklan
pemutih wajah yang menjanjikan
akan dapat memutihkan wajah
hanya
dalam
bebeapa
minggu
misalnya. Itu banyak pengaduan
sebab efek krim pemutih itu
ternyata tidak banyak membantu
memutihkan
wajah.
Mestinya
diumumkan bahwa dalam lima
minggu krim pemutih tsb apa
bekerja pada kondisi tertentu,
misalnya apakah pemakainya di
kamar terus dan tidak boleh kena
sinar
matahari?
Harus
ada
persyaratan-persyaratan tetapi
di
dalam iklan itu tidak pernah
dijelaskan.
10 MEDIA WATCH THE HABIBIE CENTER • No. 50 / 15 Oktober -15 November 2006
Wawancara
Sementara
itu,
pelanggaran
persuasi misalnya tampak pada
macam-macam iklan sampo yang
menjanjikan
rambut
pemakai
langsung hitam dan dapat berkilaukilau.
Itu
pelanggaran
dalam
konteks
persuasif.
Pelanggaran
macam ini, lebih pada etika. PPPI
atau asosiasi lain harus aktif untuk
menertibkan iklan yang menyesatkan semacam itu.
Kalau kita bicara iklan saya
menilai hampir semua iklan tidak
mampu
memberdayakan
konsumen.
Konsumen
hanya
dieskploitasi untuk komersialisasi
saja. Media massa terutama TV
berpengaruh sangat besar sehingga
konsumen
menjadi
begitu
konsumtif.
Lalu, bagaimana dengan iklan
perumahan?
Itu
juga
sering
dikeluhkan
konsumen.
Mulai dari informasi
peta yang jauh lebih dekat dan
strategis
maupun
banyaknya
keluhan dalam arti ketidaksesuaian
antara kondisi perumahan atau
apartemen di dalam iklan dengan
faktanya.
Di
iklan
dijanjikan
akan
dibangun fasos dan fasum seperti
masjid atau fasilitas sosial lainnya,
ternyata setelah jadi, fasilitasfasilitas
tersebut
tidak
ada.
Pengembang mengatakan itu harus
dibangun oleh warga.
Peta iklan perumahan juga
sering menyesatkan. Ada klaim
tertentu yang menipu, misalnya
dikatakan jarak komplesk 15 menit
dari jalan tol, misalnya antara
Bintaro dengan Jalan tol semanggi.
Definisi 15 menit itu seperti apa?
Apakah
menggunakan
mobil
pribadi, atau angkot? Apakah itu
dilak ukan pada hari libur atau hari
kerja? Kalaupun dilakukan pada hari
kerja itu dilakukan pada jam berapa?
Ini penting dijelaskan karena dalam
konteks
Jakarta,
persyaratanprsyaratan semacam itu sangat
berpengaruh.
Kami pernah menyelidiki iklan
semacam ini. Iklan itu ternyata
dilakukan pada jam-jam di luar jam
kerja. Itu pun terjadi pada hari
Minggu. Apa kita memang hanya
keluar pada Sabtu dan Minggu saja?
Di iklan itu tidak disebutkan bahwa
15 menit itu dilaksankan pada hari
minggu dan di luar jam kerja. Caracara seperti itu menyesatkan.
Apakah Anda memang tidak
melihat arti penting sebuah iklan?
Saya tidak anti iklan karena
sebenarnya
mempunyai
fungsi
ideal sebagai sumber informasi
untuk memasarkan sebuah produk
dengan kualitas tertentu. Dalam era
modern,
iklan
tidak
dapat
dilepaskan.
Bukan iklannya yang
harus ditentang tetapi bagaimana
iklan itu selain sebagai media
marketing juga sebagai media
untuk memberdayakan masyarakat
sebagai konsumen. Kontribusi dari
produsen
atau
pelaku
usaha
seharusnya mempunyai peran untuk
itu.
Bukannya
konsumen
dibenturkan
dengan
perilakuperilaku bahwa produk ini bagus
sehingga harus dikonsumsi secara
terus menerus akibat pemberian
gambaran-gambaran
yang
menyesatkan atau menipu.
Bisa jadi, konsumen sebenarnya
tidak memerlukan produk itu. Dari
sisi kebutuhan minimum, mereka
tidak membutuhkan produk itu.
Tetapi, karena dibombardir dengan
iklan, perilaku konsumen akhirnya
berubah bahwa produk itu akhirnya
harus dibeli.
Dulu, ketika mencuci belum
ada pelembut pakaian. Sekarang,
ibu-ibu setelah mencuci harus
memakai
pelembut
pakaian.
Setelah
itu,
ketika
pakaian
disetrika, maka harus memakai
produk
trika
untuk
melicinkan
pakaian.
Padahal isinya hanya
sekadar air.
Ketika pakaian
disimpan, maka harus memakai
kapur barus atau pewangi. Lalu,
terakhir disemprotkan parfum dan
sebagainya. Kondisi itu akhirnya
menyebabkan
kebutuhan
masyarakat menjadi berlapis-lapis.
Padahal, itu sebenarnya tidak terlalu
urgent.
Dulu
konsumen
tidak
terpikirkan
macam-macam
kebutuhan semacam itu. Tetapi,
setelah
dibombardir
iklan,
konsumen
harus
memikirkan
kebutuhan
yang
berlapis-lapis.
Kalau tidak, konsumen merasa
belum afdol.
Siapa yang
gungjawab?
harus
bertang-
Pengawasan dalam arti resmi ya
harus dilaksanakan oleh pemerintah
yang dibagi-bagi lagi berdasarkan
sektornya. Kalau berkaitan dengan
bahan
makanan
adalah
tanggungjawab Badan POM. Jika
berkaitan dengan perumahan adalah
tanggung jawab REI atau Menteri
Perumahan
Rakyat.
Bisa
juga
menjadi
tanggung
jawab
Departemen
Perdagangan
atau
Departemen
Perindustrian.
Itu
tergantung komoditas.
Badan Perlindungan Konsumen
Nasional juga dapat berperan.
Dalam
konteks
organisasi
periklanan,
PPPI
juga
dapat
MEDIA WATCH THE HABIBIE CENTER • No. 50 / 15 Oktober -15 November 2006
11
berperan lebih berkaitan dengan
konteks etika bukan hukum.
Misalnya, ada beriklan rokok
Sampurna yang mengilustrasikan
dengan kartun anak-anak. Dari
segi hukum tidak melanggar tetapi
dari segi etika, apa yang dilakukan
Sampurna itu telah melanggar.
Karena dengan ilustrasi seperti itu
dapat menjangkau dunia anakanak karena kartun sangat disukai
anak-anak. Karena itu, dapat
diasumsikan
bahwa
Sampurna
adalah produk yang ditujukan ke
anak-anak. Waktu itu, banyak
yang protes sehingga ditarik sebab
anak-anak tidak pantas jadi objek
iklan
rokok.
Selain
rokok
berbahaya, iklan rokok memang
tidak boleh diperuntukkan untuk
anak-anak baik langsung atau tidak
langsung.
Kasus iklan Taufik Savalas yang
mengiklankan
minuman
energi
dimana ia dipanggul anak kecil.
Iklan itu diprotes orang banyak
khususnya dari Komnas Anak
karena
itu
jelas-jelas
menyesatkan
karena
tidak
mungkin dan itu mencitrakan
penindasan dan ekspolitasi anakanak. Apakah anak-anak itu kuat,
sehingga
dapat
menggendong
Taufik yang gemuk itu. Itu kan
penipuan selain sebagai gambaran
eksploitasi anak.
Pembuatan
iklan
harus
memperhatikan
berbagai
aspek
dan adanya multi kultur. Jangan
hanya
memperhatikan
marketingnya saja tetapi harus
memperhatikan
apakah
ada
potensi
pelanggaran
budaya,
sosial, etnis dan sebagainya.
Memang tidak mudah membuat
iklan yang bermutu, ikan yang
tidak hanya sekadar eye catching
saja. Kebanyakan iklan kita hanya
bergerak di situ, tidak ada upaya
untuk
pemberdayaan
konsumen
atau penghormatan kepada suku,
satu agama.
Misalnya,
teman saya pernah
protes dengan iklan Mc Donald
tentang resepsi pernikahan itu.
Pernikahan adalah ritual yang sakral
dan penting tetapi kenapa orang
Islam kok diam saja ada iklan yang
mengemukakan mas kawin dengan
nomor
telepon
pemesanan
hamburger dan paha ayam goreng.
Masyarakat masih sangat awam
sehingga perlu adanya penjelasan
soal hak dan kewajiban mereka.
Tetapi,
petugas
kreatif
iklan
mengeksploitasi
ketidaktahuan
masyarakat
sehingga
tidak
memberikan produk iklan yang
membuat masyarakat lebih cerdas.
Bagaimana
tanggungjawab
dengan
media?
Pengawasan
iklan
selain
dilakukan
oleh
lembaga
yang
berkompeten di bidang iklan dapat
dilakukan
oleh
lembaga
yang
terkait, seperti oleh Dewan Pers
untuk media cetak dan Komisi
Penyiaran untuk media elektronik.
Peran lembaga-lembaga itu selama
ini hanya terfokus pada isi media
dan isi pemberitaan. Mereka belum
bergerak untuk mencermati sisi
iklan. Isi sebuah media
pada
dasarnya ada dua yaitu materi berita
dan materi iklan. Dewan Pers dan
Komisi Penyiaran, hanya bertugas
pada pemberitaan bukan pada
materi iklan.
Sebagai contoh, seperti yang
saya tulis di “Warta Konsumen”
tentang iklan baris di “Rakyat
Merdeka” yang sangat jorok. Judul
di iklan baris disebut sebagai pijat
refleksi atau pijat kesehatan. Setelah
saya baca satu per satu ternyata itu
tidak ada kaitannya dengan pijat
refleksi dan pijat kesehatan. Iklan
itu menulis tentang wanita kulit
putih, seksi, montok, ukuran bra
nomor
sekian,
dan
belum
melahirkan. Itu relevensinya apa?
Itu jelas bukan pijat kesehatan.
Lalu, ada akses langsung kepada
konsumen karena ada handphon
yang bisa diakses oleh siapapun.
Iklan
itu
sudah
merupakan
pelacuran yang sangat terbuka. Di
negara seliberal Amerika pun tidak
begitu caranya.
Ini sebenanrya tanggungjawab
Dewan Pers. Jika pelanggaran
dilakukan
media
televisi,
itu
seharusnya tanggungjawab Komisi
Penyiaran.
YLKI pernah mengajukan kasus
iklan yang melanggat hukum ke
pengadilan?
Banyak.
Terakhir,
kami
melakukan legal standing iklan
rokok. Ini adalah
gugatan publik
yang
dilakukan
oleh
lembaga
swadaya mansyarakat atas nama
masyarakat.
Kami
menggugat
produsen rokok. Ada Jarum dan
Sampurna. Kami juga mengugat
media massa yang memuat iklan
rokok tersebut serta biro iklannya.
Mereka kami gugat dengan delik
atau
dalil
bahwa
iklan
itu
melanggar jam tayang. Berdasar
ketentuan yang berlaku, iklan rokok
khusus ditayangkan pada jam-jam
tertentu, yaitu antara jam setengah
sepuluh malam sampai jam lima
pagi waktu setempat. Ternyata,
setelah kami monitor banyak iklan
rokok yang ditayangkan sebelum
dan setelah jam itu. Sudah kami
somasi tetapi mereka membandel.
Kami
menggugat
dan
sampai
12 MEDIA WATCH THE HABIBIE CENTER • No. 50 / 15 Oktober -15 November 2006
Wawancara
sekarang sampai pada tingkat kasasi.
Secara hukum perdata, kami
dikalahkan dengan alasan bukti
yang kami gunakan bukan bukti
langsung
karena
kami
menggunakan data dari AC Nielsen.
Pegadilan tidak mau menerima
bukti itu padahal dalam kasus yang
sama
perusahaan
rokok
juga
mengajukan bukti dari pihak ketiga
dan
ternyata
itu
dikabulkan.
Menurut
hakim,
seharusnya
dilakukan oleh YLKI sendiri. Justru
yang kami percaya
ya dari AC
Nielsen karena klaimnya adalah
sebuah lembaga independen untuk
memonitoring
iklan.
Untuk
Pengadilan
Tingkat
Pertama, kami dikalahkan dan
putusan ini dikuatkan di tingkat
Pengadilan Tinggi Jakarta. Sekarang
keputusan ada di tinggal kasasi.
Sekarang, media TV merasa ada
yang memonitor soal jam tayang
iklan rokok. Setelah gugatan, RCTI
masih sempat menayangkan iklan
rokok jam tiga sore. Stasiun TV itu
langsung merasa bersalah dan
meminta maaf atas pemasangan
iklan ini di TV tersebut. Sehari
kemudian, RCTI meminta maaf ke
PPPI dan YLKI. Ini kan menandakan
gugatan tidak main-main karena
ada lembaga yang memonitor iklaniklan itu.
Kami juga pernah menggugat
iklan rokok “Pall Mall” di Solo yang
mengadakan lomba gadis telanjang.
Dalam promosi rokok itu, ada
peragaan busana bagi gadis yang
bisa membuka baju paling minim.
Pemenangnya akan diberi hadiah Rp
500 ribu. Itu sekitar tahun 2000-an.
Itu sampai pengadilan.Yang saya
persoalkan kalau sampai ada anak
kecil
yang
menonton.
Kita
memakai legal standing dengan
teman-teman di Solo.
Sebagian
gugatan
dimenangkan
dan
mempunyai dampak. Dalam sebuah
gugatan publik, yang paling mulia
atau
strategis
bukan
kalah
menangnya tetapi juga proses dari
gugatan dan dampak dari gugatan
itu
yang
harus
perhitungkan.
Setelah kasus itu, promosi “Pal
Mall” di sepuluh kota dihentikan.
Itu dampak yang sudah efekstif.
Country Directur BAT di Indonesia
ditarik.
Pekerja kreatif iklan sering
dibatasi oleh durasi iklan TV yang
sempit dan mahal. Bagaimana
pendapat Anda tentang keluhan
ini?
Soal waktu slot iklan adalah soal
teknis. Banyak iklan yang dibuat
dalam waktu yang lama.
Kalau
hanya memperhatikan slot iklan
yang maksimum 30 detik maka
akan ada beberapa detik untuk
memberikan
informasi
tambahan
yang penting.
Iklan obat sudah lumayan karena
mengatakan dalam waktu tiga hari
jika tidak sembuh maka disarankan
untuk menghubungi dokter Anda.
Itu adalah suatu informasi yang
sangat
bagus
sehingga
ketika
konsumen minum obat sakit kepala,
setelah tiga hari tidak sembuh ya
jangan terus minum obat itu.
Konsumen diharapkan terus pergi ke
dokter.
Tanpa
informasi
itu,
mungkin akan membuat konsumen
minumum obat itu. Setelah ada
peringatan itu, konsumen jadi sadar
harus menempuh cara lain.
Namun, seperti yang telah saya
sebutkan sebelumnya, ketika anakanak
dibombardir
dengam
makanan–makanan
yang
meng-
andung gula dan coklat tinggi, itu
seharusnya ada tugas tambahan
untuk rajin mengosok gigi terutama
menjelang tidur. Itu seharusnya
tidak membutuhkan waktu yang
lama dari slot iklan di TV yang
hanya 30 detik itu. Itu misalnya bisa
diambil lima detik atau berapa.
Jadi, ada tanggungjawab untuk
memberdayakan
konsumen.
Itu
juga tanggungjawab produsen.
Ada tips untuk konsumen agar
tertipu
dengan
tidak
iklan
menyesatkan?
Saya ingat tulisan Emha Ainun
Najib. Lama sekali. Syarat utama
iklan itu menipu. Karena itu,
definisi dalam konsumen ketika
konsumen melihat ada produk baru
yang ditayangkan di media maka
jangan langsung dipercaya. Itu
masih sebuah ilustrasi awal dari
produk. Kalau ingin membeli dan
mengkonsumsi harus ada rujukan
lain apakah membaca brosurnya,
belajar dari teman dan lain-lain.
Atau, bisa juga dengan membandingkan dengan produk lain.
Jangan sampai ada produk baru
langsung dibeli tanpa melihat detail
lebih dalam.
Anggap saja, dalam setiap iklan,
ada potensi untuk mengelabuhi.
Misalnya, iklan pesawat itu ,
mengapa tidak disebutkan hanya
menyediakan
dua
seat
atau
mengunakan pesawat Boeng 737
seri 200. Kalau menggunakan
pesawat baru ditulis tetapi kalau
pesawat tua tidak ditulis. Ini ada
apa? Kenapa tidak diiklankan?
Kenapa tidak diberitahukan? Itu
patut diduga ada apa-apanya?
Teguh A prilyanto
(Teguh
prilyanto).
MEDIA WATCH THE HABIBIE CENTER • No. 50 / 15 Oktober -15 November 2006
13
Telisik
JANGAN
TELAN
IKLAN DI
“Jangan telan bulatbulat”, bila kita
menyasihkan iklan di
media massa. Karena tidak
semua iklan di media
massa berniat baik.
Banyak diantaranya yang
nyata-nyata menipu
konsumen.
Zaim Zaidi,
dalam bukunya yang
berjudul Jangan Telan
Bulat-bulat, yang
diterbitkan oleh PIRAC
tahun 2003,
mengemukakan
sembilan
persoalan yang ada di
sekitas iklan. Berikut
petikannya:
SUMBER FOTO: Gatra, Imam Sukamto
Obat nyamuk HIT dan
Shelltox yang memakai zat
kimia berbahaya diklorvos
ditarik dari peredaran.
Padahal, Deptan sudah
melarang sejak 2004. Hit
coba mengecoh dengan
label baru.(Sumber: Gatra 21
Juni 2006)
BULAT-BULAT
MEDIA
1. Mengajarkan nilai-nilai atau
kebiasaan baru.
Menurut
Zaidi
tugas
iklan
adalah
menjual
sebanyakbanyaknya. Karena itu iklan sangat
lazim
menjajakan
nilai-nilai
konsumtif dan hedonistik. Tidak
heran
banyak
iklan
yang
menganjurkan pemakaian produk
tertentu “secara teratur” atau “setiap
hari,” atau “setiap saat.” Tidak
sedikit pesan-pesan iklan tersebut
ditujukan agar secara perlahan-lahan
terbangun kebiasaan baru, yang
pada dasarnya membuat kita semua
mengkonsumsi
lebih
banyak.
Mungkin kita masih ingat promosi
pemakaian
kartu
kredit
yang
dilakukan oleh salah satu bank
dengan terang-terangan mengajarkan agar orang berbelanja sampai
sepuas-puasnya.
Slogan
yang
dipakainya “ Shop till you drop”.
Iklan juga mengajarkan lebih
dari sekedar perubahan kebiasaan.
Sejumlah iklan dengan cukup jelas
secara visual bahkan mengasahkan,
kalau
tidak
mau
dikatakan
mengajarkan permisifme (keserbabolehan),
misalnya
dalam
hubungan pria-wanita yang belum
menikah atau hal-hal lain yang
menurut nilai masyarakat Indonesia
belum
dapat
diterima.
Produk
parfum, kondom dan rokok adalah
contoh-contoh
yang
dapat
ditemukan
dalam
hal
penggambaran
permisifisme.
Sebaliknya,
ada
iklan-iklan
yang
mendiskriditkan
nilai-nilai
atau kebiasaan tertentu. Misalnya
iklan obat pelangsing dan penurun
berat badan, yang menggambarkan
bahwa
berolah
raga
untuk
melangsingkan
dan
menurunkan
berat badan adalah capek, kuno dan
14 MEDIA WATCH THE HABIBIE CENTER • No. 50 / 15 Oktober -15 November 2006
repot. Slogan yang sering digunakan
“tinggalkan
cara
lama
anda,
beralihlah ke….” Padahal, justru
cara lama itulah yang efektif
menurut kesehatan.
2.
lama menuju kantor Anda bekerja.
Berapa kerugian Anda sebagai
kosumen? Mungkin waktu yang
terbuang, bensin, tenaga, yang
sungguh bernilai.
3.
Mengecoh atau janji kosong.
Dalam amatan Zaidi banyak
iklan yang ditampilkan dengan
informasi yang tidak lengkap hingga
mengecoh
konsumen.
Contohnya
iklan perumahan yang menyebutkan lokasi, dengan gambaran peta
yang tidak proporsional, dan jarak
tempuh
yang
tidak
jelas
patokannya. Misalnya 10 menit jadi
tol Semanggi, atau 15 menit dari
Bundaran HI. Padahal ukuran waktu
tersebut dicatat, misalnya, pada hari
libur
atau
dengan
kecepatan
tertentu
atau
di
luar
waktu
keramaian lalu lintas.
Contoh pengecohan yang lain
adalah iklan-iklan kredit mobil dan
motor, yang hanya menyebutkan
“dengan down payment Rp 20 juta
Anda
dapat
membaw
apulang
mobil. “ Atau “ Dapatkan sepeda
motor
impian
Anda
dengan
potongan DP Rp 1 juta ….. ”
Padahal di balik itu banyak
persyaratan-persyaratan lain yang
dapat
menjebak
konsumen,
misalnya bunga yang tinggi, cicilan
yang
mahal.
Akibat
ketidak
lengkapan ini salah-salah seoerang
konsumen dapat terjebak utang
yang memberatkan.
Iklan semacam ini oleh pencipta
atau
pemasangnya
boleh
jadi
dianggap
kurang
bermasalah,
karena hanya “tidak lengkap.” Tapi
lain
halnya
bagi
konsumen.
Bayangkan, sekali Anda memutuskan membeli rumah di lokasi
tertentu, yang ternyata kemudian
mem erlukan waktu yang begitu
Menyembunyikan
sesuatu
Banyak produk konsumen selain
bermanfaat juga membawa efek
samping yang negativf, bahkan
tidak sedikitnya berbahaya. Pada
umumnya
iklan-iklan
produk
seperti ini tidak mengungkapkan,
dengan kata lain menyembunyikan,
efek samping tersebut. Contohcontoh produk seperti ini misalnya
adalah penyedep masakan (MSG),
deterjen, pelembut pakaian, bahanbahan kimia rumah tangga lain.
Efek sampin produk tersebut, bagi
kalangan tertentu bisa sangat fatal,
misalnya memicu muncul kanker,
asma, alerg kulit dsb.
menyediakan informasi yang cukup
dan jelas bagi kita dapat dilihat dari
cara mereka menyajikan informasi
“kotak peringatan” pada iklan obatobat bebas. Sebaimana ditetapkan
oleh pemerintah setiap iklan obat,
baik dalam bentuk cetak maupun
elektronika,
harus
menyertakan
kotak peringatan tersebut. Isinya
paling tidak menyangkut dua hal,
yakni peringatan agar membaca
aturan
pakai,
dan
untuk
menghubungi dokter bila sakit
berlanjut.
Memang dalam iklan
obat bukan sama sekali menghapus
peringatan ini, tapi menayangkannya hanya dalam hitungan detik
atau
menampilkannya
dalam
ukuran yang kecil yang nyaris tidak
kelihatan, bahkan tidak sedikit yang
tidak
mencamtumkan
peringatan
tersebut.
Iklan-iklan obat batuk dapat kita
Salah satunya contohnya
ialah mungkin Anda masih
ingat iklan obat nyamuk
semprot
merek
“HIT.”
Dengan
iklan
berslogan
“lebih murah namun baik
ini” ternyata mengandung
bahan kimia senyawa fosfor,
beklo fosfor dan diklorovos.
Bahan
kimia
tersebut
memiliki
efek
samping
terhadap penyakit kanker
hati dan lambung. Iklan
produk
tersebut
hanya
mengedepankan
aspek
murahnya
tanpa
pernah
memberi tahu ke konsumen
bahwa bahan kimia yang
digunakannya
ternyata
berbahaya bagi kesehatan.
Kini produk tersebut sudah
dilarang beredar oleh pihak
berwenang.
dan
Kurangnya itikad baik produsen
pemasang
iklan
dalam
“Contoh iklan yang tidak menentukan
label peringatan “Baca aturan pakai bila
sakit berlanjut hubungi dokter”. Di muat
di harian Indopos.
MEDIA WATCH THE HABIBIE CENTER • No. 50 / 15 Oktober -15 November 2006
15
Telisik
ambil
sebagai
contoh.
Pada
umumnya obat batuk diiklankan
dengan begitu “gampang,” seolaholah asal diberi obat tertentu yang
diiklankan, pasti akan cespleng,
batuk
hilang
dengan
instant.
Promosi
obat
batuk
dilakukan
sedemikian rupa seolah-olah obatobat ini tidak memberikan efek
samping sama sekali. Padahal obat
batuk banyak jenisnya, dan banyak
diantaranya
yang
menimbulkan
efek samping yang tidak ringan.
Demikian pun untuk iklan obat
kulit
dan
pemutih
yang
mengandung antara lain: Merkuri
(Hg), Hidroquinon > 2 %, zat
warna Rhodamin B, Merah K.3, Zat
Warna, Substratum, Zat pengawet
dan tabir Surya.
Menurut
peringatan
yang
dikeluarkan oleh Pengawasan Obat
dan Makanan (POM) bahwa merkuri
(Hg) /Air Raksa termasuk logam
berat
berbahaya,
yang
dalam
konsentrasi kecilpun dapat bersifat
racun. Pemakaian Merkuri (Hg)
dalam
krim
pemutih
dapat
menimbulkan berbagai hal, mulai
dari perubahan warna kulit yang
pada akhirnya dapat menyebabkan
bintik-bintik
hitam
pada
kulit,
alergi, iritasi kulit serta pemakaian
dengan
dosis
tinggi
dapat
menyebabkan kerusakan permanen
otak,
ginjal,
dan
gangguan
perkembangan
janin
bahkan
paparan jangka pendek dalam dosis
tinggi juga dapat menyebabkan
muntah-muntah,
diare
dan
kerusakan
paru-paru
serta
merupakan zat karsinogenik (dapat
menyebabkan
kanker)
pada
manusia.
Sementara,
hidroquinon
termasuk golongan obat keras yang
hanya dapat digunakan berdasarkan
resep dokter. Bahaya pemakaian
obat keras ini tanpa pengawasan
dokter dapat menyebabkan iritasi
kulit, kulit menjadi merah dan rasa
terbakar juga dapat menyebabkan
kelainan pada ginjal (nephropathy),
kanker darah (leukemia) dan kanker
sel hati ( hepatocelluler adenoma).
dep artemen
kesehatan,
harus
disebutkan
“Mengandung
Babi,”
bahkan perlu diberi gambar kepala
babi warna merah. Banyak pula
iklan produk yang tidak jelas
mencamtumkan label halal pada
produknya.
Adapun bahan pewarna Merah
K.10 ( Rhodamin B ) dan Merah K.3
(CI Pigment Red 53 : D&C Red No.
8 : 15585) merupakan zat warna
sintetis
yang
pada
umumnya
digunakan sebagai zat warna kertas,
tekstil atau tinta. Zat warna ini dapat
menyebabkan iritasi pada saluran
pernapasan dan merupakan zat
karsinogenik (dapat menyebabkan
kanker) serta Rhodamin dalam
konsentrasi
tinggi
dapat
menyebabkan kerusakan pada hati.
Bisa
dibayangkan
betapa
berbahayanya bahan-bahan tersebut
bagi kesehatan manusia.
Iklan-iklan
sangat
lazim
mengeksploitasi anak-anak, yang
merupakan sosok paling sering
muncul dalam iklan. Di layar teve,
terutama pada acara-acara hari
minguu yang disajikan untuk anakanak dan keluarga, kita dapat
saksikan pengeskpolitasian tersebut
secara luar biasa untuk produkproduk
tertentu.
Anak-anak
diperalat bukan cuma dalam iklan
produk untuk anak-anak, tetapi juga
produk untuk orang dewasa, atau
keluarga, seperti rumah, mobil,
bank dan sebagainya.
Sejenis
dengan iklan obatobatan adalah iklan jamu-jamuan.
Banyak iklan jamu mengajukan
klaim-klaim
berlebihan,
atau
bahkan tanpa bukti kemanjura,
karena jamu pada umumnya belum
mengalami uji klinis. Tidak jarang
iklan-iklan yang dipasang tabib
yang
menawarkan
jamu
yang
mampu mengobati “seribu satu jenis
penyakit,
mulai
dari
menghilangkan kutil, asma, kanker,
sampai lemah syahwat. Padahal itu
tadi, produk jamu-jamuan bukan
saja
acap
belum
terbukti
kemanjurannya.
Bentuk peringatan lain yang tak
kalah penting dan harus diberikan
kepada konsumen adalah bila suatu
produk mengandung zat haram
bagi kaum muslimin. Suatu produk
yang mengandung daging atau
unsur babi, menurut peraturan
4.
Mengeksploitasi
anak-anak
Salah satu contoh iklan yang
mengeksploitasi anak-anak adalah
iklan susu Milkuat yang dibintangi
oleh komedian Taufik Savalas.
Dalam
iklan
tersebut
divisualisasikan komedian berbadan
tambun itu, seorang ayah melihat
suatu acara di kerumunan dengan
berdiri
dan
menginjak
pundak
anaknya
sambil
berjoget.
Digambarkan bahwa si anak jadi
kuat menyanggah ayahnya karena
minum susu Milkuat.
Iklan
tersebut
kemudian
diprotes oleh Dr. Seto Mulyadi,
ketua
Komisi
Nasional
Perlindungan Anak. Menurut Kak
Seto, walaupun visualisasi adegan
itu merupakan trik kamera, tapi
penayangan iklan itu bisa menjadi
preseden buruk. Sebab, seolah-olah
kepentingan ayah lebih diutamakan
daripada kepentingan anak. “Si ayah
mau lihat, nah karena si anak minum
16 MEDIA WATCH THE HABIBIE CENTER • No. 50 / 15 Oktober -15 November 2006
susu tertentu maka jadi kuat,
sehingga boleh diinjak Ini suatu
gambaran yang salah, anak yang
seharusnya
dilindungi,
harus
dijunjung tinggi dan dihormati, kok
malah diinjak-injak seperti itu”
katanya. ( Warta Kota, 22 Feb 2006).
Lanjut Seto, bila hal semacam
itu
terus
dibiarkan,
akan
menimbulkan
paradigma
yang
keliru dan akan terus bertahan,
yakni anak itu milik orang dewasa
yang
boleh
dieksploitasi
demi
kepentingan orangtua, sehingga dia
boleh diinjak. Bila paradigma keliru
itu terus dibiarkan akan membuat
tidak sehat pembentukan suatu
opini atau pandangan orang dewasa,
seolah-olah anak boleh dijadikan
properti bagi orang dewasa.
Memang
bagi
produsen
kelompok
anak-anak
dipandang
sebagai potensi pasar yang sangat
besar. Secara lansung atau tidak
kelompok anak
menjadi sasaran
pemasaran yang sangat “empuk.”
Jumlah dan jenis produk yang
ditawarkan untuk keperluan anakanak akan sama, kalau tidak malah
lebih banyak, ketimbang produk
dan jasa untuk orang dewasa. Setiap
kebutuhan orang dewasa, mulai dari
pakaian, keperluan pribadi seperti
sikat gigi, shampoo, memiliki versi
“junior”-nya.
Bentuk lain pemanfaatan anakanak adalah dalam iklan yang tidak
ada kaitannya dengan kebutuhan
anak.
Misalnya
promosi
suatu
produk perbankan, rumah, peralatan
dapur
dan
sebagainya,
yang
mengekspoitasi
kehadiran
anak
dalam
gambaran
iklan
untuk
memperkuat daya persuasinya. Ini
tentu bermasalah, dalam Tata Krama
Periklanan dengan tegas diingatkan
pemakaian
an ak-anak
untuk
promosi produk dan jasa yang tidak
berkaitan dengan kepentinga anak
harus dihindari.
5.
Mengeksploitasi
Wanita
Seorang
perempuan
muda
dengan
tubuh
yang
seksi
menggunakan baju medel backless
yang dibalut dengan selendang
sehingga
menutupi
bagian
punggung dan dan dada perempuan
tersebut. Tiba-tiba angin bertiup
kencang sehingga menerbangkan
selendang si perempuan. Nah..
ternyata
punggung
perempuan
tersebut
penuh
dengan
bekas
kerokan.
Kemudian
muncul
sekelompok
pemuda
dengan
tertawa sambil mengatakan “masuk
angin?, minum Orangin.” Iklan
tersebut
seolah-olah
meledek
siperempuan cantik itu karena
masing mengerok badanya akibat
masuk angin. Nah… pertanyannya
adalah mengapa harus wanita?
Bila kita perhatikan hampir
semua produk yang dilempat ke
pasar
menggunakan
perempuan
sebagai ‘umpan’. Mulai dari mobilmobil mewah sampai permen yang
dijual
eceran
dipinggir
jalan,
perempuan
seolah
dijadikan
sebagai
bagian
dari
barang
dagangan
itu.
Ironisnya,
yang
diekspose selalu sifat-sifat fisik yang
cenderung sensual. Sesuatu yang
sebetulnya tidak ada hubungan
dengan
sensualitas
perempuan,
malah
dipaksa
disambungsambungkan.
Pembaca
bisa
menemukan
banyak
Apa
hubungannya
minyak
oli,
cat
rumah, pompa air dan permen
dengan
pusar
perempuan
dan
sensualitas wanita.
Nah, dalam hal ini kaum wanita
dimanfaatkan
sebagai
pemanis,
pelengkap, atau lebih baruk dari
i tu .
Wanita-wanita memang biasa
ditampilkan bersama produk-produk
yang sama sekali tidaj berhubungan
dengan secara fungsional dengan
kewanitaan. Umumnya berpakaian
minim atau sensual.
Atau dalam
hal ini kaum wanita dimanfaatkan
sebagai “pemanis,” pelengkap, atau
lebih buruk dari sekedar pemuas
fantasi seksual kaum pria. Produkproduk yang diasosiasikan dengan
kejantanan pria dan ditujukan untuk
pria dewasa senantiasa diiklankan
dengan mengeksploitasi wanita.
6. Mengelabui dan Membodohi
Mungkin masih segar dalam
ingatan kita kasus pencemaran di
Teluk Buyat yang dilakukan oleh
perusahaan
pertambangan
Newmont
yang
berasal
dari
Amerika Serikat itu.
Pada Media Indonesia dan The
Jakarta Post 14 Oktober 2004,
sekitar
seperempat
halaman
Newmont
melansir
iklan
advertorial dengan judul “ Studi
WHO Menyimpulkan Tidak ada
Pencemaran di Teluk Buyat”.
Statemen
tersebut
menciptakan
kesan yang keliru kepada pembaca
seolah-olah studi WHO tersebut
menyimpulkan tidak ada masalah
pencemaran
di
Teluk
Buyat. Ternyata Dari perbandingan
antara siaran pers yang dikeluarkan
oleh Departemen Kesehatan dan
iklan
advertorial
Newmont
tersebut,
terdapat
pengambilan
kesimpulan yang berbeda dan
berlebihan dilakukan oleh pihak
Newmont.
Hasil studi WHO tersebut dan
siaran pers Departemen Kesehatan
tidak
mengambil
kesimpulan
sebagaimana
judul
advertorial
MEDIA WATCH THE HABIBIE CENTER • No. 50 / 15 Oktober -15 November 2006
17
Telisik
Newmont
pada
media
massa
tersebut. Siaran pers Departemen
Kesehatan
tidak
menyimpulkan
bahwa tidak terjadi pencemaran
lingkungan di Teluk Buyat. Siaran
pers
Departemen
Kesehatan
tersebut juga tidak menyimpulkan
bahwa di Teluk Buyat tidak ada
terdapat masalah kesehatan sama
sekali. Kesimpulan yang diambil
pada studi WHO tersebut dibatasi
pada
keberadaan
penyakit
Minamata saja. Hal ini sesuai
dengan batasan ruang lingkup studi
dan jenis sampel yang dianalisa.
Sampel yang diambil hanya sampel
rambut, dan sampel air.
Untuk
dapat
sampai
pada
kesimpulan
sebagaimana
judul
advertorial Newmont tersebut diatas
maka sampel dan parameter yang
dianalisa haruslah lebih menyeluruh.
Perlu
diambil
seluruh
parameter
biologi
dan
fisika
kimiawi di Teluk Buyat.
Perlu
dihitung pemaparan logam berat
melalui air, udara, dan konsumsi
atas sejumlah logam berat. Hal
inilah yang sedang dianalisa dalam
Tim
Terpadu.
Sebagaimana
diketahui,
pihak
Departemen
Kesehatan pun baru merencanakan
audit kesehatan menyeluruh di
Buyat dan sekitarnya dalam waktu
dekat.
Oleh karena itu
advertorial
Newmont pada sejumlah media
massa yang menyimpulkan tidak
terjadi pencemaran adalah keliru
dan tanpa dasar. Ini merupakan
penyampaian informasi yang sesat
kepada masyarakat.
Contoh
lainnya,
mungkin
pembaca masih ingat iklan sebuah
rokok dengan selogan “ Bikin Hidup
Lebih Hidup .” Slogan tersebut
seolah-olah menggambarkan rokok
membuat
orang
hidup!
Namun
kenyataanya justru rokoklah yang
menjadi pembunuh nomor satu.
Iklan tersebut tentu tidak masuk
akal.
Dari dunia medis, diakui bahwa
Tar adalah substansi hidrokarbon
yang
bersifat
lengket
dan
menempel pada paru-paru, nikotin
adalah zat adiktif yang mempengaruhi syaraf dan peredaran
darah (zat ini bersifat karsinogen,
dan mampu memicu kanker paruparu yang mematikan), dan karbon
monoksida
adalah
zat
yang
mengikat hemoglobin dalam darah,
membuat
darah
tidak
mampu
mengikat oksigen.
Selain itu, efek racun pada
rokok membuat pengisap asap
rokok mengalami risiko (dibanding
yang tidak mengisap asap rokok)
yaitu: (1) 14 x menderita kanker
paru-paru,
mulut,
dan
juga
tenggorokan, (2) 4 x menderita
kanker esophagus, (3) 2 x kanker
kandung kemih, (4) 2 x serangan
jantung, (5) rokok juga meningkatkan resiko kefatalan bagi penderita
pneumonia dan gagal jantung, serta
tekanan darah tinggi.
Kecenderungan
iklan
untuk
mengelabui
dan
membodohi
masyarakat
ini
sangat
umum.
Mungkin kecenderungan ini yang
paling mudah ditemukan pada
iklan. Bentuk-bentuk pembedohan
dilakukan oleh kalangan periklanan
antara
lain
dengan
mengutip
pandapat ahli atau hasil penelitian
yang belum jelas kebenarannya,
menyebutkan
istilah-istilah
yang
kurang mudah dimengerti oleh
publik atau menggunakan kata-kata
yang berlebihan.
Cara lain untuk membodohi
konsumen adalah dengan me-
nampilkan serangkaian
(testimoni).
kesaksian
Mengeksploitasi
7.
Profesional
Kaum
Masih ingat iklan sebuah jamu
obat masuk angin “ orang pintar
minum Tolak Angin ” Iklan ini
menampilkan Dr. Renal Kasali,
pakar manajemen pemasaran dan
Setiawan
Djodi,
pengusaha
nasional,
berusaha
mempersuasi
publik untuk mengkonsumsi jamu
tolak angin produksi pabrik Sido
Muncul bila terkena gejala-gejala
masuk angin.
Atau iklan minyak
pelumas “oli Anda Top One j u g a
khan.”
Iklan
ini
menggunakan
berbagai lapisan profesi, mulai dari
artis hingga atlet hingga
untuk
melakukan
testimony
yang
mengakui
keunggulan
pelumas
merek Top One. Atau iklan
Kedua
jenis produk di atas
hanyalah contoh kecil dimana kaum
professional
seperti
dokter, ahli
gisi, psikolog, dosen, pengusaha
tampil sebagai bintang iklan.
Beberapa waktu yang lalu kita
menyaksikan
penampilan
dokter
yang sekaligus jadi foto model
untuk iklan-iklan yang berkaitan
dengan produk kesehatan, jamu,
atau perawatan tubuh. Ada pula
dokter wanita yang mengiklankan
susu berkalsium tinggi.
Menurut
Martius
Widjajanta,
Ketua
Lembaga
Pemberdayaan
Konsumen
Kesehatan
Indonesia,
pengunaan atribut yang melibatkan
tenaga kesehatan, atau memberi
kesan medis tertentu terhadap suatu
produk adalah melanggara kode etik
periklanan. “Produk tidak boleh
diiklankan
oleh
atau
dengan
menggunakan
tenaga
kesehatan
maupun atrib ut-atributnya
sekalip un ha nya stetoskop,’’ tegas Marius
18 MEDIA WATCH THE HABIBIE CENTER • No. 50 / 15 Oktober -15 November 2006
seperti yang dikutip oleh
Republika, 3 Maret 2001.
harian
8. Mengeksplotasi Kesaksian
Suami
saya
menyarankan
untuk memakai produk GINSANA
G115, katanya sudah banyak yang
membuktikan
khasiat
GINSANA
G115.
Hasilnya
menakjubkan,
berat
badan
saya
sekarang
berkurang 5 kg, setelah pemakaian
selama kurang lebih 2 bulan.
Sepertinya sayapun merasa awet
muda dan bugar setiap saat.
Terimakasih GINSANA G11.
Teks diatas adalah kutipan dari
sebuah iklan produk kesehatan
berupa kapsul yang merupakan
kesaksian salah satu konsumennya,
Ibu Hetty P, di Solo, yang diterbitkan salah satu majalah wanita.
Begitulah, demi menarik konsumen
untuk
membeli
suatu
produk
produsen menciptakan iklan dengan
beragam
bentuk
dan
“bumbu
penyedap”. Salah satu bentuk iklan
yang akhir-akhir ini semakin banyak
ditayangkan oleh produsen, baik
dalam
media
cetak
maupun
elektronik, adalah dalam bentuk
kesaksian para konsumen, seperti
halnya ibu Hetty ini.
Agak berbeda dari iklan-iklan
pada umumnya yang menonjolkan
aspek visual, iklan kesaksian justru
menonjolkan
aspek
verbal.
Tampilannya
pun
cenderung
dirancang secara “bersahaja” dan
tampak apa adanya, ditampilkan
sebagai
sesuatu
yang
sangat
alamiah. Aneka produk mulai dari
multivitamin
untuk
anak-anak,
deterjen, sampo, sabun mandi,
sampai
alat
peninggi
badan
diiklankan melalui kesaksian ini.
Bagi pemesan iklan pemanfaatan kesaksian (ko nsumen) semacam
itu memang memberi setidaknya
dua keuntungan sekaligus. Pertama,
dampak
persuasifnya
kepada
konsumen yang lebih kuat, karena
berkesan merupakan “pengalaman
dan bukti nyata dari konsumen”.
Dengan cara ini diharapkan lebih
banyak
lagi
konsumen
yang
mempercayai dan mengikuti jejak
si
saksi
dalam
mengkonsumsi
produk tersebut. Kedua, dengan
memakai
kesakian
konsumen,
pemesan
iklan
tidak
perlu
mengeluarkan uang terlalu banyak
untuk membayar bintang iklan.
“Bintang-bintang”
iklan
yang
ditampilkan dalam kesaksian justru
konsumen
biasa,
bukan
kaum
selebritis yang tentu harus dibayar
sangat mahal.
Banyak sekali contoh kesaksian
dalam iklan lainnya yang dapat
disajikan. Misalnya kesaksian para
ibu yang menyatakan bahwa anakanaknya menjadi cerdas dan pintar
setelah
mengkonsumsi
multivitamin tertentu, seperti hanya ibu
Hetty diatas memberi kesaksian
untuk dirinya. Atau, meski seseorang tidak mengklaim khasiat
tertentu
dari
suatu
produk,
setidaknya ia menyataka produk
bersangkutan sebagai pilihannya.
Ada juga iklan kesaksian yang
dikombinasi dengan “pertunjukan”
atau demonstrasi kelebihan khasiat
suatu
merk
produk
(ambillah
contoh krim pengusir nyamuk)
bandingkan merk lain. Persoalan
kita
adalah:
bagaimanakah
kebenaran kesaksian semacam itu
dapat terjamin ?
9 . Melancarkan Perang Iklan
Ada sejumlah contoh
konkrik
yang dapat disajikan di sini akan
berlangsungnya perang iklan. Iklan
satu merek obat nyamuk baker yan
ditampilkan dengan mempromosikan
keungulannya
sampil
si
pengiklan membuang obat nyamuk
baker lain, atau iklan sabun
detergen yag disajikan dengan cara
“tes
cuci
kembali”
dalam
perbandingan
dengan
merek
lainnya.
Memang
perbandingan
seperti ini barangkali belum dapat
dikatakan terjadi secara langsung,
karena tidak merujuk pada merek
tertentu secara eksplesit. Namun
demikian,
untuk
produk
lain,
perbandingan serupa yang tanpa
menyebut merek pun bisa dengan
mudah
dikenali
sebagai
perbandingan lansung.
Beberapa waktu yang lalu kita
pernah disugukan perang iklan
antara dua merek produk kacang
garing.
Untuk
menyaingi
satu
merek
yang nampkanya telah
mengusai pasar, produsen kacang
garing
kedua
mempromosikan
produknya
sebagai
“bebas
kolestrol.” Kita tahu iklan ini
kemudian dilawan oleh produsen
pertama
dengan
iklan
yang
“meluruskan”
klaim
produsen
pertama, bahwa kacang memang
“pemberian Tuhan yang bebas
kolestrol”
Perang iklan sejati bukan hanya
dominasi produk makanan, obatobatan dan alat rumah tangga.
Belakangan ini perang iklan sudah
memasuki
wilayah
hukum
dan
peradilan.
Tahun
lalu
kita
menyaksikan
pertaruangan
iklan
dua lawyer ternama, yakni Lucas
dan Amis Syamsuddin.
Kedua
saling berbatah melalui iklan di
media massa mengenai penetapan
Pengadilan
Tinggi
DKI
yang
membatalkan eksekusi gadai saham
yang dilakukan Deutsche Bank
Aktiengesellschaft (Deutsche Bank)
berdasarkan penetapan Pengadilan
Negeri Jakarta Selatan. (Afdal
Makkuraga P u t r a )
MEDIA WATCH THE HABIBIE CENTER • No. 50 / 15 Oktober -15 November 2006
19
SUMBER FOTO: Friedrich Naumann Stiftung
Telisik
UU
PERLINDUNGAN
KONSUMEN
BISA JERAT USAHA PERS
anggal 20 April 1999 adalah
hari yang bersejarah bagi
konsumen
Indonesia,
karena
pada
tanggal
tersebut
Undang-Undang
Perlindungan
Konsumen
(UUPK)
disahkan oleh Presiden B.J Habibie.
Setahun kemudian, tepatnya 20
April 2000, Undang-Undang No.8
tahun 1999 tentang Perlindungan
konsumen mulai diberlakukan. UU
ini diharapkan akan melindungi
konsumen Indonesia.
T
Kehadiran UUPK kala itu sempat
mengundang
kekhawatiran
pihak
produsen dan pelaku usaha. Mereka
khawatir, jangan-jangan produksi
usaha mereka akan terganggu
terkena syarat-syarat yang
dalam UUPK tersebut.
ada
Lalu
siapa
yang
disebut
konsumen dan pelaku usaha itu ?
Konsumen
menurut
definisi
UUPK adalah setiap orang pemakai
barang dan/atau jasa yang tersedia
dalam
masyarakat,
baik
bagi
kepentingan diri sendiri, keluarga,
orang lain, maupun makhluk hidup
lain dan tidak untuk diperdagangkan.
Sedangkan
yang
dimaksud
pelaku usaha adalah “setiap orang
perorangan atau badan usaha, baik
yang
berbentuk
badan
hukum
maupun bukan badan hukum yang
didirikan dan berkedudukan atau
melakukan kegiatan dalam wilayah
hukum negara Republik Indonesia,
baik sendiri maupun bersama-sama
melalui
perjanjian
menyelenggarakan kegiatan usaha dalam
berbagai bidang ekonomi’ (Pasal 1
butir 3 UUPK).
Karena
usaha
pers
juga
merupakan bisnis informasi, yang
berarti juga merupakan penyelenggara
kegiatan
usaha
dibidang
ekonomi, maka ia juga harus tunduk
pada UUPK tersebut.
Perlunya perlindungan hukum
bagi konsumen disebabkan oleh
bebera pa
hal.
Pertama,
pem-
20 MEDIA WATCH THE HABIBIE CENTER • No. 50 / 15 Oktober -15 November 2006
bangunan
dan
perkembangan
ekonomi, khususnya industri dan
jasa telah menghasilkan berbagai
variasi barang dan /atau jasa.
Globalisasi dan perdagangan bebas
yang ditunjang teknologi telah
memperluas ruang, tempat dan
waktu. Tetapi dengan kondisi ini
dapat mengakibatkan pelaku usaha
dan
konsumen
menjadi
tidak
berimbang dan posisi konsumen
sangat lemah. Konsumen acap kali
menjadi objek aktifitas bisnis untuk
mendapatkan
keuntungan
besar
dengan berbagai cara, seperti
promosi,
penjualan,
penerapan
perjanjian standar yang merugikan
konsumen dan lain-lain. Faktor
utama kelemahan konsumen adalah
tingkat kesadaran konsumen itu
sendiri. Oleh karenanya UUPK
menjadi landasan yang kuat bagi
pemerintah
dan
Lembaga
Perlindungan
Konsumen
untuk
melakukan
pemberdayaan
konsumen.
Kedua, piranti hukum yang
demikian
tidaklah
dimaksudkan
untuk mematikan usaha para pelaku
usaha, tetapi justru sebaliknya dapat
mendorong iklim usaha yang sehat.
UUPK ini didasarkan atas asas
dan tujuan sebagai berikut :
Perlindungan konsumen berasaskan
manfaat, keadilan, keseimbangan
keamanan
dan
keselamatan
konsumen, serta kepastian hukum
(Pasal 2). Sedangkan tujuan UUPK
sebagaimana tertulis dalam Pasal 3
antara lain :
a . Meningkatkan
kesadaran,
kemampuan
dan
kemandirian
konsumen untuk melindungi diri
b . Mengangkat harkat dan martabat
konsumen dengan cara menghindarkan dari ekses negatif
pemakaian barang dan/atau jasa
c . Me ningkatkan
pemberdayaan
konsumen
dalam
memilih,
menentukan dan menuntut hakhaknya sebagai konsumen.
d . Menciptakan
sistem
perlindungan
konsumen
yang
mengandung
unsur
kepastian
hukum
dan
keterbukaan
“
Kondisi ini dapat
mengakibatkan
pelaku usaha dan
konsumen menjadi
tidak berimbang dan
posisi konsumen
sangat lemah.
Konsumen acap kali
menjadi objek
aktifitas bisnis untuk
mendapatkan
keuntungan besar
dengan berbagai cara,
seperti promosi,
penjualan, penerapan
perjanjian standar
yang merugikan
konsumen dan lainlain.
informasi serta akses untuk
mendapatkan
informasi.
e . Menumbuhkan kesadaran pelaku
usaha
mengenai
pentingnya
perlindungan
konsumen
sehingga tumbuh sikap jujur dan
bertanggung
jawab
dalam
berusaha.
f . Meningkatkan
kualitas
barang
dan/atau jasa, yang menjamin
kelangsungan
usaha
produksi
barang dan/atau jasa, kesehatan,
kenyamanan,
keamanan
dan
keselamatan
konsumen.
Hak dan Kewajiban Konsumen
dan Pelaku Usaha
Sebelum adanya UUPK ini,
masyarakat seringkali dikondisikan
pada
sesuatu
yang
tidak
menggenakkan.
Jaminan
atas
perlindungan dan keamanan barang
dan
jasa
yang
diperolehnya
diabaikan
oleh
pelaku
usaha,
sehingga
kesan
konsumen
dieksploitasi oleh produsen tampak
sekali.
Konsumen
dibuat
tak
berdaya untuk menuntut hak yang
semestinya mereka peroleh
Dalam
hak-hak
UUPK,
konsumen diatur dalam pasal 4:
a . hak atas kenyamanan, keamanan,
dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa;
b . hak untuk memilih barang dan/
atau jasa serta mendapatkan
barang dan/atau jasa tersebut
sesuai dengan nilai tukar dan
kondisi
serta
jaminan
yang
dijanjikan;
c . hak atas informasi yang benar,
jelas, dan jujur mengenai kondisi
dan jaminan barang d a n / a t a u
jasa;
d . hak untuk didengar pendapat dan
keluhannya atas barang dan/atau
jasa yang digunakan;
e . hak
untuk
mendapatkan
advokasi,
perlindungan,
dan
upaya
penyelesaian
sengketa
perlindungan konsumen secara
patut;
f . hak untuk mendapat pembinaan
dan pendidikan konsumen;
g . hak unduk diperlakukan atau
dilayani secara benar dan jujur
serta tidak diskriminatif;
h . hak
untuk
mendapatkan
MEDIA WATCH THE HABIBIE CENTER • No. 50 / 15 Oktober -15 November 2006
21
Telisik
kompensasi, ganti rugi dan/atau
penggantian, apabila barang dan/
atau jasa yang diterima tidak
sesuai dengan perjanjian atau
tidak sebagaimana mestinya;
i . hak hak yang diatur dalam
ketentuan
peraturan
perundangundangan
lainnya.
Sebelum adanya UUPK itu,
konsumen sering dirugikan dengan
klausula baku. Klausula baku adalah
setiap aturan, ketentuan dan syaratsyarat yang telah dipersiapkan dan
ditetapkan terlebih dahulu secara
sepihak oleh pelaku usaha yang
dituangkan dalam suatu dokumen
dan/atau perjanjian yang mengikat
dan wajib dipenuhi oleh konsumen.
Kasus-kasus seperti barang tidak
dikembalikan sering terjadi karena
secara sepihak, pihak produsen dan
pelaku
usaha
mencamtumkan
perjanjian
tersebut
dalam
kemasannya.
Misalnya
“barang
yang sudah dibeli tidak bisa
dikembalikan
lagi.”
Sementara
dalam UUPK, ketentuan klausula
baku diatur dalam Bab V pasal 18
yang berbunyi:
( 1 ) Pelaku
usaha
dalam
menawarkan barang dan/atau jasa
yang ditujukan untuk diperdagangkan
dilarang
membuat
atau
mencantumkan klausula baku pada
setiap dokumen dan/atau perjanjian
apabila:
a . menyatakan
pengalihan
tanggung jawab pelaku usaha;
b . menyatakan bahwa pelaku usaha
berhak
menolak
penyerahan
kembali barang yang dibeli
konsumen;
c . menyatakan bahwa pelaku usaha
berhak
menolak
penyerahan
kembali uang yang dibayarkan
atas barang dan/atau jasa yang
dibeli oleh kons umen;
d . menyatakan
pemberian
kuasa
dari konsumen kepada pelaku
usaha baik secara
langsung maupun tidak langsung
untuk
melakukan
segala
tindakan sepihak yang berkaitan
dengan barang yang dibeli oleh
konsumen secara angsuran;
e . mengatur
perihal
pembuktian
atas hilangnya kegunaan barang
atau pemanfaatan jasa yang dibeli
oleh konsumen;
Konsumen
dirugikan
klausula
“
sering
dengan
baku,
misalnya barang yang
sudah dibeli tidak bisa
dikembalikan
ditukarkan
atau
lagil.
Padahal ketentuan ini
dilarang dalam UUPK.
f . memberi hak kepada pelaku
usaha untuk mengurangi manfaat
jasa atau mengurangi harta
kekayaan
konsumen
yang
menjadi obyek jual beli jasa;
g . menyatakan
tunduknya
konsumen kepada peraturan yang
berupa aturan baru,tambahan,
lanjutan dan/atau pengubahan
lanjutan yang dibuat sepihak oleh
pelaku
usaha
dalam
masa
konsumen memanfaatkan jasa
yang dibelinya;
h . menyatakan
bahwa
konsumen
memberi kuasa kepada pelaku
usaha untuk pembebanan hak
tanggungan, hak gadai, atau hak
jaminan
terhadap
barang
yangdibeli oleh konsumen secara
angsuran.
(2) Pelaku
usaha
dilarang
mencantumkan klausula baku yang
letak atau bentuknya sulit terlihat
atau tidak dapat dibaca secara jelas,
atau yang pengungkapannya sulit
dimengerti.
(3) Setiap klausula baku yang
telah ditetapkan oleh pelaku usaha
pada dokumen atau perjanjian yang
memenuhi ketentuan sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2)
dinyatakan batal demi hukum.
(4) Pelaku
usaha
wajib
menyesuaikan klausula baku yang
bertentangan
dengan
undangundang ini.
Selain
ketentuan
tentang
klausula baku, pelaku usaha juga
dilarang
melakukan
perbuatan
seperti diatur dalam pasal 8 UUPK
antara lain:
( 1 ) Pelaku
usaha
dilarang
memproduksi
dan/atau
memperdagangkan barang dan/atau jasa
yang:
a . tidak memenuhi atau tidak sesuai
dengan standar yang dipersyaratkan dan ketentuan peraturan
perundangundangan;
b . tidak sesuai dengan berat bersih,
isi bersih atau netto, dan jumlah
dalam
hitungan
sebagaimana
yang dinyatakan dalam label atau
etiket barang tersebut;
c . tidak sesuai dengan ukuran,
takaran, timbangan dan jumlah
dalam hitungan menurut ukuran
yang sebenarnya;
d . tidak sesuai dengan kondisi,
22 MEDIA WATCH THE HABIBIE CENTER • No. 50 / 15 Oktober -15 November 2006
SUMBER FOTO: Friedrich Nauman Stiftung
a . membaca
atau
mengikuti
petunjuk informasi dan prosedur
pemakaian
atau
pemanfaatan
barang dan/atau jasa, demi
keamanan dan keselamatan;
b . beritikad baik dalam melakukan
transaksi pembelian barang dan/
atau jasa;
c . membayar sesuai dengan nilai
tukar yang disepakati;
d . mengikuti upaya penyelesaian
hukum
sengketa
perlindungan
konsumen secara patut.
e.
f.
g.
h.
i.
jaminan,
keistimewaan
atau
kemanjuran
sebagaimana
dinyatakan dalam label, etiket
atau keterangan barang dan/atau
jasa tersebut
tidak
sesuai
dengan
mutu,
tingkatan,
komposisi,
proses
pengolahan, gaya, mode, atau
penggunaan
tertentu
sebagaimana dinyatakan dalam
label atau keterangan barang dan/
atau jasa tersebut;
tidak sesuai dengan janji yang
dinyatakan dalam label, etiket,
keterangan, iklan atau promosi
penjualan barang dan/atau jasa
tersebut;
tidak
mencantumkan
tanggal
kadaluwarsa atau jangka waktu
penggunaan/ pemanfaatan yang
paling baik atas barang tertentu;
tidak
mengikuti
ketentuan
berproduksi
secara
halal,
sebagaimana pernyataan “halal”
yang dicantumkan dalam label;
tidak
memasang
label
atau
membuat penjelasan barang yang
memuat nama barang, ukuran,
berat/isi bersih atau netto,
komposisi, aturan pakai, tanggal
pembuatan, akibat sampingan,
nama dan alamat pelaku usaha
serta keterangan lain untuk
penggunaan
yang
menurut
ketentuan harus dipasang/ dibuat;
j . tidak mencantumkan informasi
dan/atau petunjuk penggunaan
barang dalam bahasa Indonesia
sesuai
dengan
ketentuan
perundangundangan
yang
berlaku.
Seperti disebutkan di awal
bahwa
ada
kekhawatiran
dari
pelaku usaha bahwa mereka akan
terhambat
dalam
menjalankan
usahanya dengan adanya UUPK ini.
Padahal,
mungkin
ini
hanya
disebabkan oleh persepsi yang salah
tentang UUPK, karena UUPK juga
melindungi hak-hak pelaku usaha,
yang antara lain adalah:
(4) Pelaku
usaha
yang
melakukan pelanggaran pada ayat
(1)
dan
ayat
(2)
dilarang
memperdagangkan barang dan/atau
jasa tersebut serta wajib menariknya
dari peredaran.
a . hak untuk menerima pembayaran
yang sesuai dengan kesepakatan
mengenai kondisi dan nilai tukar
barang dan/atau jasa yang
diperdagangkan;
b . hak
untuk
mendapat
perlindungan
hukum
dari
tindakan
konsumen
yang
beritikad tidak baik;
c . hak untuk melakukan pembelaan
diri
sepatutnya
di
dalam
penyelesaian hukum sengketa
konsumen;
d . hak untuk rehabilitasi nama baik
apabila terbukti secara hukum
bahwa kerugian konsumen tidak
diakibatkan oleh barang dan/atau
jasa yang diperdagangkan;
e . hak-hak
yang
diatur
dalam
ketentuan peraturan perundangundangan lainnya.
Mengenai kewajiban konsumen,
diatur dalam UUPK pasal 5.
Kewajiban komsumen ini adalah:
Di masa datang konsumen
diharapkan akan lebih kritis dalam
mengknsumsi
arang/atau
jasa,
(2) Pelaku
usaha
dilarang
memperdagangkan
barang
yang
rusak, cacat atau bekas, dan
tercemar
tanpa
memberikan
informasi secara lengkap dan benar
atas barang dimaksud.
(3) Pelaku
usaha
dilarang
memperdagangkan sediaan farmasi
dan pangan yang rusak, cacat atau
bekas dan tercemar, dengan atau
tanpa memberikan informasi secara
lengkap dan benar.
MEDIA WATCH THE HABIBIE CENTER • No. 50 / 15 Oktober -15 November 2006
23
Telisik
karena sudah adanya hukum yang
melindungi
mereka.
Sementara
pihak pelaku usaha harus menjaga
kredibilitasnya di mata konsumen.
Dengan kredibiitas yang baik tentu
mereka akan menjadi pelaku usaha
yang kuat. Salah satu usaha untuk
menciptakan kredibilitas di mata
konsumen
adalah
dengan
memperhatikan dan melaksanakan
pasal-pasal yang ada dalam UUPK.
Salah satu pasal yang harus
diperhatikan adalah pasal 7 tentang
kewajiban pelaku usaha. Dalam
UUPK pasal 7 tersebut kewajibankewajibannya adalah:
a . beritikad baik dalam melakukan
kegiatan usahanya;
b . memberikan
informasi
yang
benar, jelas dan jujur mengenai
kondisi dan jaminan barang dan/
atau
jasa
serta
memberi
penjelasan
penggunaan,
perbaikan dan pemeliharaan;
c . memperlakukan
atau
melayani
konsumen secara benar dan jujur
serta tidak diskriminatif;
d . menjamin mutu barang dan/atau
jasa yang diproduksi dan/atau
diperdagangkan
berdasarkan
ketentuan standar mutu barang
dan/atau jasa yang berlaku;
e . memberi
kesempatan
kepada
konsumen untuk menguji, dan/
atau mencoba barang dan/atau jasa
tertentu serta memberi jaminan
dan/atau garansi atas barang yang
dibuat
dan/atau
yang
diperdagangkan;
f . memberi kompensasi, ganti rugi
dan/atau
penggantian
atas
kerugian
akibat
penggunaan,
pemakaian
dan
pemanfaatan
barang
dan/atau
jasa
yang
diperdagangkan;
g . memberi kompensasi, ganti rugi
dan/atau
penggantian
apabila
barang dan/atau jasa yang diterima
atau dimanfaatkan tidak sesuai
dengan perjanjian.
Mengenai pengawasan terhadap
barang
dan
atau
jasa
yang
diperdagangkan
dan
perilaku
pelaku usaha, dalam UUPK diatur
pada pasal 30 ayat 1 yang berbunyi
“Pengawasan
terhadap
penyelenggaraan
perlindungan
konsumen
serta
penerapan
ketentuan
peraturan
perundangundangannya diselenggarakan oleh
“
Pelaku
usaha
memberikan
wajib
informasi
yang benar, jelas dan
jujur
mengenai
kondisi
dan
jaminan
barang
dan/atau
memberi
penggunaan,
dan
jasa
serta
penjelasan
perbaikan
pem eliharaan.
pemerintah,
masyarakat,dan
lembaga
perlindungan
konsumen
swadaya
masyarakat.”
Lembaga
perlindungan
konsumen
bisa
mengajukan gugatan secara perdata
kepada para pelaku usaha atas
persoalan-persoalan
perlindungan
konsumen.
Iklan dan
Pelaku Usaha
Tanggung
Jawab
Globalisasi dan demokratisasi
menuntut
adanya
keterbukaan
dalam sistem perekonomian. Dan
ini me mbuka terjadinya persaingan
yang ketat antar pelaku usaha dalam
memasarkan produk dan jasanya.
Dalam rangka itu, maka diperlukan
suatu cara untuk mensosialisasikan
barang atau jasa agar produknya
dipilih
atau
dikonsumsi
oleh
masyarakat.
Usaha yang disering
dilakukan oleh pelaku usaha adalah
melalui iklan atau promosi tanpa
atau melalui media massa.
Di
bagian
lain
masyarakat
mempunyai hak untuk memperoleh
informasi tentang barang dan/atau
jasa yang akan dikonsumsinya.
UUPK mengatur hal ini pada pasal
4 butir f yang berbunyi; hak atas
informasi yang benar, jelas, dan
jujur mengenai kondisi dan jaminan
barang dan /atau jasa.
Untuk
menjembatani
dua
kepentingan
tersebut,
iklan
mungkin
adalah
salah
satu
solusinya. Walaupun memang iklan
selama ini justru sering dipergunakan
untuk
memanfaatkan
kelemahan-kelemahan
konsumen.
Hal demikian disokong pula oleh
perilaku pelaku usaha periklanan.
Karena
persingan
yang
ketat
diantara usaha periklanan, akhirnya
mereka pun tidak selektif dalam
menerima pesanan iklan. Pelaku
usaha periklanan terkesan tidak
mempedulikan apakah informasinya akurat atau apakah akan
mengakibatkan
dampak
buruk
terhadap
masyarakat.
Akhirnya
sering kali iklan menipu dan
merugikan
masyarakat
juga
melanggar etika dan norma-norma
dalam masyarakat.
Mengenai iklan dan promosi,
UUPK mengatur dalam pasal 17:
(1) Pelaku usaha periklanan
dilarang memprodu ksi iklan yang:
24 MEDIA WATCH THE HABIBIE CENTER • No. 50 / 15 Oktober -15 November 2006
a . mengelabui
konsumen
mengenai
kualitas,
kuantitas,
bahan, kegunaan dan harga
barang dan/atau tarif jasa serta
ketepatan
waktu
penerimaan
barang dan/atau jasa;
b . mengelabui
jaminan/garansi
terhadap barang dan/atau jasa;
c . memuat informasi yang keliru,
salah, atau tidak tepat mengenai
barang dan/atau jasa;
d . tidak
memuat
informasi
mengenai
risiko
pemakaian
barang dan/atau jasa;
e . mengeksploitasi kejadian dan/
atau seseorang tanpa seizin yang
berwenang atau persetujuan yang
bersangkutan;
f . melanggar
etika
dan/atau
ketentuan peraturan perundangundangan mengenai periklanan.
(2)
Pelaku
usaha
periklanan
dilarang
melanjutkan
peredaran
iklan
yang
telah
melanggar
ketentuan pada ayat (1).
Dalam
UUPK
pasal
20
disebutkan bahwa pelaku usaha
periklanan bertanggung jawab atas
iklan yang diproduksi dan segala
akibat yang ditimbulkan oleh iklan
tersebut. Dalam kasus periklanan
ada tiga aktor yang terlibat, yaitu
perusahaan
pemasang
iklan,
perusahaan pembuat iklan dan
perusahaan pers yang menyiarkan
iklan. Bagi para pelaku yang
melanggar
kententuan-ketentuan
pasal 17 dan 20 akan dikenakan
sanksi. Adapun sanksi yang akan
dikenakan diatur pada pasal 60, 61
dan 62.
Pasal 60 menyebutkan, bagi
pelaku usaha yang melanggar pasal
20
akan
dikenakan
sanksi
administrasi berupa penetapan ganti
rugi paling banyak Rp 200 juta. Tata
cara penatapan sanksi administrasi
sebagaimana dimaksud pada ayat
(1) diatur lebih lanjut dalam
peraturan
perundang-undangan.
Selain sanksi admnistrasi, juga
dikenakan sanksi pidana terhadap
pelaku usaha dan/atau pengurusnya
(pasal 61)
Sementara bagi pelaku usaha
yang melanggar pasal 17 ayat 1
huruf d dan huruf f dipidana dengan
pidana penjara paling lama dua
tahun atau pidana
denda paling
banyak Rp 500 juta terhadap
pelanggaran yang mengakibatkan
luka berat, sakit berat, cacat atau
kematian diberlakukan ketentuan
pidana yang berlaku pasal 62 ayat
Af dal Makkuraga Putra
2 da 3.(Af
Putra)
The Habibie Center
Keluarga Besar
The Habibie Center
Mengucapkan Selamat
Hari Raya Idul Fitri 1427 H
Minal Aidin Wal Faidzin
Mohon Maaf Lahir dan Batin
MEDIA WATCH THE HABIBIE CENTER • No. 50 / 15 Oktober -15 November 2006
25
Bahasa
GERBANG BAHASA
Oleh : H. Zaenal Arifin*
Selamat Idulfitri 1427 H
Umat Islam Indonesia
dan umat Islam di 120
negara di dunia yang
jumlahnya tidak kurang
dari 1,5 miliar merayakan hari bahagia, yaitu hari Idulfitri,
1 Syawal 1427 H. Biasanya, sejak
malam sebelum tiba hari yang
dinanti-nantikan
tersebut,
umat
Islam
sudah
mengumandangkan
tasbih, tahmid, dan takbir di surausurau, musala, masjid, atau di
lapangan terbuka. Pada pagi harinya
umat
Islam
berduyun-duyun
menuju tempat salat Idulfitri dengan
sangat bergembira. Kegembiraan
mereka tercermin dari muka yang
ceria dengan senyum tersungging
setiap bertemu dengan jamaah yang
lain dan tercermin pula dari pakaian
yang dikenakan. Biasanya, anakanak memakai baju baru, sandal
baru, dan serba baru, sedangkan
orang tua memakai pakaian yang
bersih
walaupun
tidak
baru.
Tercium aroma wewangian yang
ditebarkan jamaah yang setelah
sampai di tempat salat Id, mereka
U
duduk bersimpuh menghadap
Mereka pagi itu melaksanakan
Idulfitri dan menyimak dengan
pesan-pesan yang disampaikan
khatib.
Ilahi.
salat
baik
oleh
Sudah sangat lazim dari tahun
ke tahun, untuk menyambut hari
raya umat Islam itu, di pinggirpinggir jalan atau di gapura, atau di
gedung-gedung, baik di kota besar,
kota sedang, maupun di kota kecil,
bahkan di pelosok desa terpencil
sekalipun
dipampangkan
kain
rentang atau spanduk. Sangat masuk
akal bahwa kain rentang atau
spanduk
itu
berisi
ucapan
menyambut hari Lebaran. Dan,
masuk akal pula jika dalam spanduk
itu banyak digunakan kata yang
bernuansa Islami, yang lazimnya
kata yang berasal dari bahasa Arab.
Bagi umat Islam bahasa Arab
merupakan bahasa Alquran dan
bahasa wahyu. Sebagian besar umat
Islam Indonesia dapat membaca dan
melafalkan ayat-ayat Ilahi dengan
baik dengan alunan suara yang
merdu walaupun di antara mereka
tidak mengerti arti yang dibaca.
Umat
Islam
sudah
terbiasa
melaksanakan salat lima waktu
dengan bacaan bahasa Arab, mulai
niat hingga salam, semuanya dalam
bahasa Arab. Setelah niat salat,
kemudian
takbiratul
ihram,
membaca doa iftitah , membaca
Fatihah, dan membaca sebuah surat
pendek. Mereka hafal bacaan salat
di luar kepala, tetapi sebagian
mereka tidak mengerti arti yang
dibaca.
Memang bahasa Arab tergolong
bahasa yang rumit. Selain tata
bahasanya
sangat
sulit,
huruf
Arabnya
pun
tidak
mudah
dipelajari,
terutama oleh mereka
yang sudah terbiasa menulis dengan
huruf Latin. Menulis huruf Arab dari
kanan ke kiri yang berlainan dengan
kebanyakan bahasa dunia yang
ditulis dari kiri ke kanan.
Tidak kurang dari 80% warga
Indonesia beragama Islam. Kitab
suci dan hadis Nabi ditulis dalam
26 MEDIA WATCH THE HABIBIE CENTER • No. 50 / 15 Oktober -15 November 2006
bahasa Arab. Akan tetapi, perlu kita
sadari bersama, sebagian umat Islam
Indonesia tidak bisa memahami
tulisan Arab, jangankan artinya,
membacanya pun banyak yang
tidak bisa. Itulah sebabnya, untuk
membantu mereka, seperti kita lihat
dalam acara tahlilan dan wirid, ayatayat Alquran, terutama surah Yasin,
banyak ditulis dengan huruf Latin,
seperti berikut ini.
Surah Yasin
Yaasiin. Wal-Qur’aanil hakiim.
Innaka la minal mursaliin. ’Alaa
shiroothim
mustaqiim.
Tanziilal
‘Aziizir
Rahiim.
Li
tundzira
qaumam maa undzira aabaa-uhum
fahum ghaafiluun.
Artinya:
1.
Hanya
Allahlah
yang
mengetahui arti Yaa Siin . 2. Demi
Alquran yang penuh hikmah. 3.
Sesungguhnya kamu adalah salah
seorang dari rasul-rasul. 4. (Yang
berada) di atas jalan yang lurus. 5.
(Sebagai wahyu) yang diturunkan
oleh Yang Maha Perkasa lagi Maha
Penyayang. 6. Agar kamu memberi
peringatan kepada kaum yang
bapak-bapak mereka belum pernah
diberi peringatan, karena itu mereka
lalai.
Sering menjadi bahan pergunjingan atau bahan intermezo ,
orang yang tidak bisa membaca
huruf Arab, dalam tahlilan dia
membaca surah Yasin
versi
transliterasinya, yaitu yang sudah
ditransliterasi
(dialihhurufkan)
menjadi huruf Latin. Dia melafalkan
Ya asi in ((bunyi a dilafalkan dua
kali dan bunyi i juga dilafalkan dua
kali), padahal lafal yang benar
adalah Ya sin ((bunyi a dan i
dilafalkan
sekali
saja,
tetapi
ghaafiluun
panjang).
Kata
dilafalkan geha afilu un, padahal
lafal yang benar adalah gofilun.
Selain ada kesalahan melafalkan
huruf Arab yang ditransliterasi, juga
sebagian penulis Islam keliru dalam
menuliskan unsur serapan ArabIndonesia, seperti yang dilukiskan
dalam
spanduk,
kain
rentang,
gapura, papan nama, dan dalam
buku, atau majalah Islam. Berikut
didaftar beberapa contoh penulisan
unsur serapan Arab yang keliru
dalam spanduk menyambut hari raya
umat Islam, Lebaran. .
1. Selamat Hari Raya I’edul Fithri
1427 H
Mohon Ma’af Lahir Bathin
2. Mari Kita Sambut Hari Raya Fitri
1427 H 1 Syawal 1427 H. Mohon
Ma’af Lahir Bathin
Dari contoh-contoh tadi terdapat
kata-kata serapan dari bahasa Arab
yang penulisannya tidak sesuai
dengan kaidah penulisan bahasa
Indonesia. Kata-kata yang dimaksud
adalah I’edul Fitri, ma’af, bathin.
Kata-kata tersebut sudah diserap ke
dalam bahasa Indonesia dan sudah
menjadi “warga” Indonesia dengan
dimasukkannya ke dalam Kamus
Besar Bahasa Indonesia . Karena
kata-kata tersebut sudah menjadi
“warga”
Indonesia,
seyogianya
penulisannya pun mengikuti aturan
tata
ejaan
bahasa
Indonesia.
Penulisan unsur serapan yang benar
adalah Idulfitri
(Kata Idulfitri
dituliskan serangkai dan tanpa
dibubuhi tanda koma dan tanpa
huruf e setelah huruf I ). Kemudian,
tidak perlu digunakan kata raya
karena id sudah berarti ’raya’. (Kata
Idulfitri dapat diartikan ’hari
hari raya
fitri dan dapat juga diartikan
kembali ke kesucian). Di samping
digunakan kata Idulfitri , hari besar
Islam ini biasa juga disebut hari
Lebaran .
Kata maaf tidak perlu
diberi tanda koma karena sekarang
bukan bahasa Arab, melainkan
sudah menjadi bahasa Indonesia.
Penulisan kata batin yang benar
adalah tanpa diberi huruf h pada
huruf t., jadi batin
saja karena
dalam abjad kita tidak terdapat
bunyi th, dl, dh, gh, dan ts.
ts.. Dengan
demikian,
spanduk
tadi
harus
dituliskan sebagai berikut.
1a. Selamat Hari Idulfithri 1427 H
Mohon Maaf Lahir Batin
1b. Selamat Hari Lebaran 1427 H
Mohon Maaf Lahir Batin
2a. Mari Kita Sambut Hari Raya Fitri
1427 H
1 Syawal 1427 H. Mohon Maaf
Lahir Batin
2b. Mari Kita Sambut Hari Lebaran
1427 H 1 Syawal 1427 H. Mohon
Maaf Lahir Batin
Spanduk lain yang bergambar
Dr. H. Fauzi Bowo, Wakil Gubernur
DKI Jakarta,
bertuliskan sebagai
berikut.
3. Marhaban ya Ramadhan
Selamat Menunaikan Ibadah
Puasa 1427 H
4.Jadikan
Bulan
Puasa
Bulan
Shodaqoh
Amal Ma’ruf Nahi Munkar
Spanduk 3 sebaiknya ditulis
dengan Marhaban ya Ramadan
dengan dicetak miring karena masih
bahasa Arab atau Selamat Datang
Bulan
Ramadan
(sudah
diindonesiakan).
Kemudian,
spanduk 4 sebaiknya kata shodaqoh
diindonesiakan menjadi sedekah.
Amar
Ma’ruf
Nahi
Ungkapan
Munkar ( dicetak miring karena
masih bahasa Arab yang artinya
’menyuruh berbuat kebajikan dan
mencegah
kemunkaran;
dalam
bahasa aslinya amar, bukan amal).
Kedua kain rentang itu harus
dituliskan sebagai berikut.
3a. Marhaban ya Ramadhan
Selamat Menunaikan Ibadah
Puasa 1427 H atau
3b. Selamat Datang Bulan Ramadan
Selamat Menunaikan Ibadah
MEDIA WATCH THE HABIBIE CENTER • No. 50 / 15 Oktober -15 November 2006
27
Download