PENGARUH FILTER CAHAYA DAN MEDIA TANAM

advertisement
PENGARUH FILTER CAHAYA DAN MEDIA TANAM
TERHADAP PERTUMBUHAN DAN KUALITAS PENAMPILAN
TANAMAN Sansevieria trifasciata ’Lime Streaker’
Oleh
Armita Fibriyanti
A.34303018
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2008
PENGARUH FILTER CAHAYA DAN MEDIA TANAM TERHADAP
PERTUMBUHAN DAN KUALITAS PENAMPILAN TANAMAN
Sansevieria trifasciata ’Lime Streaker’
Skripsi sebagai salah satu syarat
untuk memperoleh gelar Sarjana Pertanian
pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh
Armita Fibriyanti
A34303018
DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA
FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2008
RINGKASAN
ARMITA FIBRIYANTI. Pengaruh Filter Cahaya dan Media Tanam
terhadap Pertumbuhan dan Kualitas Penampilan Tanaman Sansevieria
trifasciata ’Lime Streaker’. Dibimbing oleh NURUL KHUMAIDA
Saat ini Sansevieria merupakan salah satu tanaman hias yang sedang
populer. Hal ini dikarenakan Sansevieria dapat menyerap polutan dan
membersihkan udara. Masalah yang sering dihadapi dalam membudidayakan
Sansevieria adalah kualitas penampilan tanaman yang kurang menarik dan
kompak. Kualitas penampilan tanaman dapat diukur dari kekontrasan warna
tanaman dan kekompakan tanaman yang dapat diukur dari pertumbuhan vegetatif
tanaman. Tanaman yang memiliki pertumbuhan dan kualitas penampilan yang
baik dapat diperoleh dengan cara mengatur kualitas cahaya dengan menggunakan
filter cahaya dan pengaturan komposisi media tanam.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh filter cahaya,
komposisi media tanam dan interaksinya terhadap pertumbuhan dan kualitas
penampilan tanaman S. trifasciata ’Lime Streaker’. Penelitian ini dilaksanakan di
rumah kaca PT. ASABI, Sentul Rest Area Jalan Tol Jagorawi Km 35 Bogor,
Laboratorium Ekofisiologi Tanaman, Departemen Agronomi dan Hortikultura,
dan Laboratorium Analisis Kimia dan Kesuburan Tanah Departemen Ilmu Tanah
dan Sumber Daya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor pada bulan
Februari 2007 – Mei 2007.
Penelitian ini menggunakan rancangan petak terbagi (split plot) dengan
rancangan lingkungan Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT) yang
terdiri atas dua faktor yaitu petak utama dan anak petak. Petak utama (P)
merupakan perlakuan bangunan filter yang terdiri dari berbagai penutup
(covering) yaitu menggunakan plastik selektif film (P1), paranet 55% (P2), plastik
transparan (P3), dan filter CuSO4 2.5% (P4). Perlakuan berbagai komposisi media
tanam (A) sebagai anak petak dengan 3 taraf perlakuan, yaitu limbah tembakau :
pasir = 1:3 (A1), pasir : arang sekam : pakis = 2 : 1 : 1 (A2), pasir = 1 (A3).
Penelitian terdiri dari empat petak utama dan tiga anak petak sehingga terdapat 12
kombinasi. Setiap kombinasi diulang sebanyak lima kali dan setiap ulangan terdiri
dari satu pot sehingga terdapat 60 satuan percobaan.
Filter cahaya berpengaruh nyata pada peubah pertambahan tinggi tanaman
induk (2 MSA) dan jumlah daun tanaman induk (1-3 MSA) dan berpengaruh
sangat nyata terhadap jumlah daun tanaman induk (4-14 MSA) dan tidak
berpengaruh terhadap lebar daun tanaman induk baik daun bagian atas, tengah,
maupun bawah.. Tanaman S.trifasciata ’Lime Streaker’ yang ditanam di bawah
filter CuSO4 2.5 % paling pendek (0.77cm) sedangkan yang tertinggi adalah
S.trifasciata ’Lime Streaker’ yang di tanam di bawah filter plastik selektif film
(0.98 cm). Pada 12 Minggu Setelah Aplikasi, tanaman induk S.trifasciata ‘Lime
Streaker’ yang ditanam di bawah filter cahaya plastik selektif film memiliki
jumlah daun paling banyak (4.87 lembar).
Perlakuan media tanam yang diberikan tidak berpengaruh pada semua
peubah yang diamati. Interaksi antara filter cahaya dan media tanam hanya
berpengaruh terhadap jumlah daun tanaman induk. Pengaruh nyata terhadap
jumlah daun tanaman induk terlihat pada 9-12 MSA dan sangat nyata pada 13 –
14 MSA. Kombinasi antara plastik selektif film dan media tanam dengan
komposisi pasir : arang sekam : pakis = 2 : 1 : 1 menghasilkan jumlah daun baru
paling banyak (5.6 lembar daun).
Tanaman S.trifasciata ‘Lime Streaker’ yang ditanam di bawah bangunan
plastik menghasilkan tunas baru paling banyak (9 tunas baru) dan media limbah
tembakau : pasir = 1:3 merupakan media yang menghasilkan tunas baru tanaman
S.trifasciata ‘Lime Streaker’ terbanyak pada akhir penelitian ini (11 tunas baru).
S.trifasciata ‘Lime Streaker’ yang ditanam dibawah filter plastik selektif
film memiliki jumlah stomata paling banyak (20.87/mm2). Namun tanaman yang
diletakkan di bawah paranet 55% memiliki persentase jumlah stomata yang
membuka lebih besar (59.06%). Stomata tanaman Sansevieria membuka pada sore
hari. Hal ini menunjukkan bahwa Sansevieria merupakan tanaman Crassulacean
Acid Metabolism (CAM). S. trifasciata ‘Lime Streaker’ yang ditanam dibawah
filter plastik selektif film dan larutan CuSO4 2.5% daunnya terlihat lebih cerah
dibandingkan dengan perlakuan lainnya. Tanaman yang kompak diperoleh pada
paranet 55% dan media tanam pasir : tembakau = 3 : 1.
Judul : PENGARUH
FILTER
CAHAYA
DAN
MEDIA
TANAM
TERHADAP PERTUMBUHAN DAN KUALITAS PENAMPILAN
TANAMAN Sansevieria trifasciata ’Lime Streaker’
Nama : Armita Fibriyanti
NRP
: A.34303018
Menyetujui,
Dosen Pembimbing
Dr. Ir. Nurul Khumaida, MSi
NIP : 132 133 964
Mengetahui.
Dekan Fakultas Pertanian
Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr
NIP : 131 124 019
Tanggal lulus :.................................
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di kota Purworejo, Jawa Tengah pada tanggal 20
Februari 1986. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara pasangan
Bapak Ngadiman dan Ibu Rubingati
Pada umur 4.5 tahun, penulis memasuki jenjang Taman Kanak-kanak
Pertiwi, Purworejo. Tahun 1997 penulis lulus dari SDN Botodaleman, Bayan,
Purworejo kemudian pada tahun 2000 penulis lulus dari SLTPN 2 Purworejo. Di
kota yang sama, selanjutnya penulis melanjutkan studi di SMUN 1 Purworejo dan
lulus tahun 2003. Tahun 2003 penulis diterima sebagai mahasiswa di Program
Studi Hortikultura Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian,
Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Mahasiswa IPB (USMI).
Tahun 2003-2004 penulis bergabung sebagai Staf Divisi Media Forum
for Scientific Studies (FORCES). Pada tahun 2004-2005 penulis aktif sebagai
bendahara
Himpunan
Mahasiswa
Agronomi
(HIMAGRON),
Organisasi
Mahasiswa Daerah Keluarga Mahasiswa Purworejo (GAMAPURI). Tahun 20052006
penulis
merupakan
Kepala
Departemen
Penyelenggara
Internal
HIMAGRON. Selain itu penulis juga aktif pada berbagai kegiatan dan kepanitiaan
yang diselenggarakan oleh berbagai organisasi di IPB. Penulis juga tercatat
sebagai penerima beasiswa Student Equity yang diberikan oleh Direktorat
Perguruan Tinggi (DIKTI) selama 8 semester.
Pada tahun 2007 penulis menjadi Asisten Praktikum Mata Kuliah Dasar
Hortikultura. Selanjutnya penulis mengikuti kegiatan magang kerja Belajar
Bekerja Terpadu Cooperative-Education Program) di Taman Sringanis yang
diselenggarakan oleh Kantor Jasa Ketenagakerjaan IPB bekerja sama dengan
DIKTI, Kementrian Negara Koperasi dan Usaha Kecil Menengah. Bulan
September – Desember 2007, penulis berkesempatan untuk mengikuti training di
University of California Davis, Amerika Serikat melalui program Beasiswa
Unggulan dari Kedutaan Besar Negara Indonesia di Washington D.C.
Selama menuntut ilmu di IPB, penulis banyak berkarya di bidang
keilmiahan mahasiswa. Pada tahun 2006 penulis meraih penghargaan sebagai
Juara III Kompetisi Bola Voli Ekspresi Muslimah, Juara I Lomba Karya Tulis
Mahasiswa (LKTM) Bidang IPA Tingkat IPB, Juara II LKTM Bidang IPA
Tingkat Wilayah B, Finalis LKTM Bidang IPA pada PIMNAS XIX di Universitas
Muhamadiyah Malang Jawa Timur, Juara Harapan I Lomba Inovasi Iptek
Mahasiswa (LIIM) UGM. Tahun 2006 dan 2007 penulis mendapatkan Juara II
Lomba Inovasi Teknologi Lingkungan (LITL) yang diselenggarakan oleh
Himpunan Mahasiswa Teknik Lingkungan ITS, dan lolos Program Kreatifitas
Mahasiswa bidang Penelitian (PKMP) dibiayai oleh DIKTI. Tahun 2007 penulis
meraih penghargaan sebagai finalis LKTM Bidang IPA tingkat IPB, finalis
Innovative Entrepreneurship Challenges 2 (IEC 2) ITB, finalis National Inovation
Contest (NIC) ITB, penerima penghargaan rektor pada hari pendidikan 2 Mei
2007 sebagai Mahasiswa Berprestasi, juara 1 Lomba Pameran Ilmiah Mahasiswa
pada PIMNAS XX di Universitas Lampung dan lolos Program Kreatifitas
Mahasiswa bidang Ilmiah (PKMI) dibiayai oleh DIKTI .
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmatNya
sehingga penelitian ini dapat terselesaikan dengan baik. Penelitian ini berjudul
Pengaruh Filter Cahaya dan Media Tanam terhadap Pertumbuhan dan Kualitas
Penampilan Tanaman Sansevieria trifasciata ’Lime Streaker’. Hasil penelitian
ini sebagian telah dipublikasikan pada Seminar Hasil Penelitian Purna Bakti
Prof. Jajah Koswara pada bulan Agustus 2007. Penyelesaian penelitian dan
penulisan skripsi ini tidak lepas dari dukungan dan bantuan banyak pihak.
Penulis ucapkan terimakasih kepada kedua orang tua, Bapak Ngadiman dan Ibu
Rubingati serta adikku, Akhmad Fuadi, yang telah memberikan dukungan baik
moril maupun materiil. Selain itu penulis mengucapkan terimakasih kepada:
1. Dr. Ir. Nurul Khumaida, MSi selaku dosen pembimbing yang telah
memberikan bimbingan dan pengarahan kepada penulis.
2. Due Like Batch III, yang telah membantu membiayai penelitian.
3. Prof. Dr. Ir. Bambang S. Purwoko, MSc. sebagai pembimbing akademik.
4. Ani Kurniawati, SP, MSi dan Ir. Ketty Suketi, MS sebagai dosen penguji
5. PT. ASABI, yang telah mengijinkan penulis untuk melaksanakan kegiatan
penelitian
ditempatnya
dan
PT
Sampoerna
yang
telah
membantu
menyediakan limbah pabrik tembakau.
6. Direktorat Jendral Perguruan Tinggi yang telah memberikan beasiswa
Student Equity dan kesempatan untuk mengikuti berbagai kompetisi
keilmiahan mahasiswa
7. Seluruh staf pengajar Departemen Agronomi dan Hortikultura
8. Teman seperjuanganku, Peni, Yani dan Wage. Teman-teman lain di
Hortikultura 40, Polkadot, Pondok Risqy, dan GAMAPURI serta temanteman lain yang telah banyak membantu, mendoakan dan memotivasi dalam
menyelesaikan skripsi ini.
Penulis berharap semoga tulisan ini dapat bermanfaat di kemudian
hari bagi pihak-pihak yang membutuhkan.
Bogor, Januari 2008
Penulis
DAFTAR ISI
Halaman
PENDAHULUAN..........................................................................................
Latar Belakang ....................................................................................
Tujuan ................................................................................................
Hipotesis..............................................................................................
1
1
2
2
TINJAUAN PUSTAKA...................................................................................
Sansevieria trifasciata ..........................................................................
Cahaya..................................................................................................
Filter Cahaya ........................................................................................
Media Tanam .......................................................................................
Penambatan CO2 pada Spesies Sukulen (Metabolisme Asam
Crassulaceae).........................................................................................
Stomata..................................................................................................
3
3
4
5
9
11
13
BAHAN DAN METODE................................................................................
Tempat dan Waktu ................................................................................
Bahan dan Alat......................................................................................
Metode Penelitian .................................................................................
Pelaksanaan ..........................................................................................
Pengamatan ...........................................................................................
15
15
15
15
16
19
HASIL DAN PEMBAHASAN........................................................................
Kondisi Umum Penelitian ....................................................................
Pertambahan Tinggi Tanaman Induk ...................................................
Jumlah Daun Tanaman Induk ...............................................................
Lebar Daun Tanaman Induk................................................................
Jumlah Tunas Baru ...............................................................................
Jumlah Stomata .....................................................................................
Perilaku Stomata ...................................................................................
Warna Daun .........................................................................................
Kekompakan Tanaman .........................................................................
Pembahasan Umum...............................................................................
23
23
28
32
35
37
39
41
42
44
46
KESIMPULAN DAN SARAN........................................................................
Kesimpulan ..........................................................................................
Saran......................................................................................................
49
49
49
DAFTAR PUSTAKA.......................................................................................
50
LAMPIRAN.....................................................................................................
53
DAFTAR TABEL
Nomor
Halaman
Teks
1. Perbandingan Rasio R/FR yang Dihasilkan CuSO4 Dengan Beberapa
Filter Cahaya Cair (Mortensen and Stromme, 1987)..............................
7
2. Iklim Makro di Wilayah Bogor Selama Penelitian Berlangsung.............
23
3. Suhu dan Kelembaban Tiap Bangunan Filter Cahaya Selama Penelitian
Berlangsung..............................................................................................
24
4. Intensitas Cahaya pada Berbagai Filter Cahaya Selama Penelitian
Berlangsung..............................................................................................
25
5. Rekapitulasi Sidik Ragam Pengaruh Filter Cahaya, Media Tanam dan
Interaksinya terhadap Pertambahan Tinggi Tanaman, Jumlah Daun dan
Lebar Daun Tanaman Induk Bagian Atas................................................
27
6. Rekapitulasi Sidik Ragam Pengaruh Filter Cahaya, Media Tanam dan
Interaksinya terhadap Lebar Daun Tanaman Induk Bagian Tengah dan
Bawah.......................................................................................................
28
7. Pengaruh Media Tanam terhadap Pertambahan Tinggi Tanaman Induk
S.trifasciata ’Lime Streaker’ pada 1, 4, 8 dan 12 MSA..........................
30
8. Kandungan Nitrogen, Fosfor, dan Kalium pada Berbagai Kombinasi
Perlakuan Media Tanam di Awal dan Akhir Penelitian..........................
31
9. Interaksi Filter Cahaya dan Media Tanam terhadap Jumlah Daun
Tanaman Induk S trifasciata ‘Lime Streaker’ pada 9 MSA....................
33
10. Interaksi Filter Cahaya dan Media Tanam terhadap Jumlah Daun
Tanaman Induk S trifasciata ‘Lime Streaker’ pada 14 MSA..................
34
11. Pengaruh Filter Cahaya terhadap Lebar Daun Tanaman Induk
S.trifasciata ‘Lime Streaker’ Bagian Atas, Tengah, dan Bawah.............
36
12. Pengaruh Media Tanam terhadap Lebar Daun Tanaman Induk
S.trifasciata ‘Lime Streaker’ Bagian Atas, Tengah, dan Bawah.............
37
13. Persentase Stomata yang Membuka pada Sore Hari...............................
42
14. Rekapitulasi Pengaruh Faktor Filter Cahaya dan Media Tanam
terhadap Kekompakan Tanaman S. trifasciata ‘Lime Streaker’..............
45
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman
Teks
1. Rentang Panjang Gelombang Cahaya Tampak ........................................
5
2. Greenhouse dengan Plastik Selektif Film sebagai Cover..........................
6
3. Kristal CuSO4............................................................................................
7
4. Outline Tanaman Crassulacean Acid Metabolism (CAM).......................
12
5. Berbagai Bangunan Filter Cahaya yang Digunakan dalam Penelitian......
17
6. Berbagai Komposisi Media Tanam yang Digunakan dalam Penelitian ...
18
7. Kriteria Kekompakan Tanaman S. trifasciata ‘Lime Streaker’.................
21
8. Pertambahan Tinggi Tanaman Induk S. trifasciata ’Lime Streaker’ pada
Perlakuan Pengaruh Filter Cahaya pada 2 MSA.......................................
29
9. Pengaruh Filter Cahaya terhadap Jumlah Daun Tanaman Induk
S.trifasciata ‘Lime Streaker’ pada 1, 4, 8, 12 MSA..................................
32
10. Pengaruh Filter Cahaya terhadap Jumlah Tunas Baru Tanaman
S. trifasciata ‘Lime Streaker’ pada Akhir Pengamatan............................
37
11. Pengaruh Media Tanam terhadap Jumlah Tunas Baru Tanaman
S. trifasciata ‘Lime Streaker’ pada Akhir Pengamatan ..........................
38
12. Perbandingan Jumlah Stomata S.trifasciata ‘Lime Streaker’ pada Setiap
Perlakuan Filter Cahaya...........................................................................
39
13. Kondisi stomata Sansevieria trifasciata ’Lime Streaker’.........................
41
14. Warna Daun S. trifasciata ‘Lime Streaker’ pada Berbagai Perlakuan
Filter Cahaya............................................................................................
43
15. Kekompakan Tanaman S. trifasciata ‘Lime Streaker’ pada Berbagai
Perlakuan Filter Cahaya pada Akhir Pengamatan....................................
45
Lampiran
1. Denah Tata Letak Percobaan...................................................................
54
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Saat ini Sansevieria merupakan salah satu tanaman hias yang sedang
populer. Hal ini dikarenakan Sansevieria dapat menyerap polutan dan
membersihkan udara. Badan Penerbangan Antariksa Amerika Serikat (NASA)
dan Associated Landscape Contractors of Amerika (ALCA) telah menemukan
bahwa Sansevieria merupakan salah satu tanaman yang dapat menyerap polutan
(formaldehid, bensen, trikloroetilen) (Peart, 2003).
Sansevieria memiliki keindahan pada warna dan bentuk daun, tergantung
varietasnya. Tanaman Sansevieria yang paling umum dijumpai adalah Sansevieria
trifasciata. Masalah yang sering dihadapi dalam membudidayakan Sansevieria
adalah kualitas penampilan tanaman yang kurang menarik dan kompak. Kualitas
penampilan tanaman dapat diukur dari kekontrasan warna tanaman sedangkan
kekompakan tanaman diukur dari pertumbuhan vegetatif tanaman.
Tanaman yang kontras dan kompak ini dapat diperoleh dengan cara
mengatur kualitas cahaya yang masuk atau mengenai tanaman misalnya dengan
penggunaan filter cahaya (Rajapakse dan Wilson, 2001). Kualitas cahaya
ditentukan berdasarkan rasio panjang gelombang cahaya yang diterima oleh
tanaman. Filter cahaya yang dapat digunakan adalah plastik selektif film dan
larutan filter CuSO4.
Plastik selektif film dan larutan filter CuSO4 diketahui dapat meningkatkan
rasio penerimaan cahaya merah (R) berbanding merah jauh (FR). Aplikasi
penggunaan plastik selektif film dan larutan filter CuSO4 ini sebagai penutup
(covering) bangunan tumbuh. Penggunaan plastik selektif film dan larutan filter
CuSO4 ini diketahui dapat membentuk tajuk tanaman yang lebih kompak dan
berpenampilan menarik (McMahon dan Kelly (1993); Rajapakse dan Wilson
(2001)).
Budidaya tanaman Sansevieria memerlukan media tanam yang cocok
sehingga dapat memberikan pertumbuhan yang baik. Lingga (2005) menyatakan
bahwa media tanam yang baik bagi Sansevieria yaitu media yang bersifat porous,
sedikit kandungan bahan organik dan tidak cepat melapuk. Penggunaan media
2
tanam yang tepat bagi Sansevieria perlu diteliti sehingga dapat menghasilkan
tanaman yang memiliki penampilan menarik dan pertumbuhan baik.
TUJUAN
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mempelajari pengaruh filter cahaya,
media tanam dan interaksi keduanya terhadap pertumbuhan dan kualitas
penampilan tanaman S. trifasciata ’Lime Streaker’
HIPOTESIS
Hipotesis dalam penelitian ini yaitu:
1. Perlakuan filter cahaya akan berpengaruh terhadap pertumbuhan dan
kualitas penampilan tanaman S. trifasciata ’Lime Streaker’.
2. Perlakuan media tanam akan berpengaruh terhadap pertumbuhan dan
kualitas penampilan tanaman S. trifasciata ’Lime Streaker’.
3. Terdapat interaksi antara filter cahaya dan media tanam dalam
menghasilkan tanaman S. trifasciata ’Lime Streaker’ yang memiliki
pertumbuhan dan kualitas penampilan yang baik
TINJAUAN PUSTAKA
Sansevieria trifasciata
Di Indonesia Sansevieria dikenal dengan sebutan tanaman lidah mertua
(motherlaw in tongue’s) (Bonar, 1994). Menurut Henley, Chase, dan Osborne
(2006) Sansevieria merupakan anggota famili Agavaceae yang terdiri dari 60
spesies dan tersebar di Afrika, Arabia dan India. Spesies yang paling umum
dijumpai adalah Sansevieria trifasciata. Lingga (2005) menyatakan habitat asli
Sansevieria adalah daerah tropis kering dan mempunyai iklim gurun yang panas.
Sansevieria dapat tumbuh pada rentang suhu yang luas dan dapat bertahan
hidup di daerah panas seperti gurun. Pertumbuhan optimal dicapai pada siang hari
bertemperatur 24-29ºC dan malam hari 18-21ºC. Tanaman ini juga dapat
beradaptasi pada ruangan dengan suhu dan kelembaban yang rendah seperti pada
ruangan berpendingin (AC). Oleh karena itu Sansevieria dapat digunakan sebagai
tanaman dalam ruangan (Henley et al., 2006).
Ballare, Scopel, Casal, dan Sánchez (2002) menyatakan bahwa
pertumbuhan S.trifasciata yang ternaungi menjadi lambat, lemah, dan warna daun
menjadi lebih hijau dengan dengan garis-garis putih pada tengah daun
menghilang. Henley et al. (2006) menyatakan bahwa Sansevieria dapat tumbuh
dengan baik pada kondisi dengan pencahayaan penuh maupun pencahayaan yang
kurang. Kebutuhan cahaya Sansevieria berkisar antara 1000-10.000 footcandle
(fc), tetapi masih dapat tumbuh di lingkungan yang memiliki pencahayaan
beberapa ratus footcandle saja. Sansevieria lebih menyenangi kondisi sinar
matahari langsung untuk pertumbuhannya.
Peart (2003) menyatakan bahwa Sansevieria dapat menyerap gas beracun
(polutan) seperti formaldehid, bensen, dan trikloroetilen dari udara. Mekanisme
penyerapan polutan terjadi melalui stomata. Polutan ini masuk dalam jaringan
tumbuhan dan terlibat dalam metabolisme asam organik, gula dan asam amino
(Giese, Bauer-Doranth, Langebartels, dan Sandermann,1994). Menurut Lingga
(2005), satu tanaman Sansevieria efektif menyerap polutan dalam ruangan dengan
luas 10m2. Peart (2003) menyatakan keefektifan penggunaan tanaman
Clorophytum sebagai tanaman dalam ruang (indoor plant) untuk menyerap
4
polutan dapat mencapai 96% CO, 99% NO2 sedangkan tanaman Epripenum dapat
menyerap 75% CO. Keefektifan tanaman Sansevieria sebagai penyerap polutan
belum diketahui namun diperkirakan keefektifannya tidak jauh dari nilai tersebut.
Chamberline (1986) menyatakan penyerapan gas-gas beracun ini dipengaruhi oleh
resistensi dan mekanisme membuka dan menutupnya stomata yang sangat
dipengaruhi oleh sifat masing-masing gas.
Dariana (2005) menyatakan manfaat lain dari tanaman Sansevieria, yaitu
sebagai tanaman obat untuk menyembuhkan penyakit diare, tekanan darah tinggi,
influensa, batuk dan lain-lain. Manfaat lainnya dari tanaman Sansevieria sebagai
elemen taman dan dekorasi, bahan alternatif serat tekstil.
Cahaya
Cahaya berperan utama dalam proses fotosintesis dan fotomorfogenis
melalui fitokrom (Rajapakse dan Wilson, 2001). Fitokrom merupakan penerima
cahaya yang paling efektif dalam mengendalikan proses morfogenesis tanaman
dibandingkan dengan yang lain. Fitokrom ini dapat mendeteksi gelombang cahaya
dari 300-800 nm dengan sensitifitas maksimum pada cahaya merah (R, 600-700
nm dengan puncak penyerapan pada 660 nm) dan merah jauh (FR, 700-800 nm
dengan puncak penyerapan pada 730 nm).
Cahaya tampak (380-750 nm) tersusun atas beberapa spektrum warna
dengan panjang gelombang yang berbeda-beda. Setiap panjang gelombang
tersebut memiliki energi yang besarnya berbanding terbalik dengan panjang
gelombang (Bidwell, 1974). Pada Gambar 1 ditunjukkan rentang panjang
gelombang cahaya tampak. Ballare et al. (2002) menyatakan bahwa tanaman
melakukan fotosintesis yang efektif pada gelombang cahaya biru (410 - 500 nm)
dan merah (610 - 700 nm). Penyerapan cahaya hijau kuning (510 – 600 nm) dan
merah jauh (700 - 800 nm) terjadi dengan lemah dan banyak foton dari gelombang
cahaya ini yang berpendar. Oleh karena itu daun terlihat berwarna hijau. Namun
radiasi cahaya merah jauh (FR) tidak terlihat oleh mata karena bukan merupakan
cahaya tampak.
5
Gambar 1. Rentang Panjang Gelombang Cahaya Tampak
Sumber : Campbell et al. (1999)
Fotoreseptor fitokrom sangat respon terhadap perubahan panjang
gelombang merah (R) dan merah jauh (FR) dari spektrum cahaya tersebut.
Fitokrom berada pada dua bentuk cahaya yang dapat berubah yaitu FR aktif dan R
yang tidak aktif. Sinar merah jauh (FR) tidak efisien untuk fotosintesis, sehingga
membutuhkan penambahan cahaya dengan panjang gelombang yang lebih rendah
agar lebih efisien. Ballare et. al. (2002) menyatakan bila tanaman menerima
cahaya dengan rasio R/FR kecil, tanaman akan mengalami etiolasi. Sementara bila
rasio R/FR besar, maka tanaman akan membentuk tajuk yang kompak. Penelitian
Khattak, Pearson, dan Johnson (1999) bahwa cahaya merah (R) dapat
menyebabkan tanaman krisan menjadi lebih pendek 10% dibandingkan dengan
kontrol.
Filter Cahaya
Plastik Selektif Film
Plastik selektif film (PSF) merupakan salah satu jenis bahan sintetis yang
dapat digunakan di rumah kaca sebagai penutup (covering). Penggunaan plastik
ini sebagai penutup dapat menghasilkan tanaman yang memiliki bentuk tajuk
yang lebih kompak bila dibandingkan dengan penutup (covering) sejenis, seperti
paranet. Hal ini dikarenakan PSF dapat meningkatkan rasio panjang gelombang
cahaya merah (R) yang diterima tanaman, sehingga rasio R/FR lebih besar. PSF
akan mengabsorbsi atau merefleksikan Photosynthetically Active Radiation (PAR)
pada rentang panjang gelombang 400 - 700 nm dan mentransmisikan radiasi sinar
6
matahari merah jauh (FR) pada 700 - 3000 nm dari spektrum sinar matahari
(Rajapakse dan Wilson, 2001). Gambar konstruksi bangunan rumah kaca yang
menggunakan PSF sebagai penutup (covering) ditunjukkan pada Gambar 2
Gambar 2. Greenhouse dengan Plastik Selektif Film sebagai Cover.
Keterangan :
cover plastik selektif film
Penggunaan PSF sebagai bahan penutup atap rumah kaca memiliki
kelemahan yaitu plastik tidak dapat digunakan dalam jangka waktu lama. Plastik
mulai terdegradasi satu tahun sejak mulai pemakaian. Selain pada tanaman hias,
PSF dapat diterapkan pada industri buah dan sayur namun penggunaan PSF pada
budidaya sayuran sebagai mulsa (Rajapakse dan Wilson, 2001).
Rajapakse dan Wilson (2001) menggunakan filter cahaya merah (R) dan
merah jauh (FR) dan AR untuk mengontrol pertumbuhan tiga tanaman perenial
Salvia dan terbukti bahwa filter cahaya merah (R) dan merah jauh (FR) dapat
mempengaruhi kekompakan tanaman Salvia.
Tembaga Sulfat (CuSO4)
Tembaga sulfat (CuSO4) atau vitriol biru merupakan garam. Gambar
kristal CuSO4 disajikan pada Gambar 3. Berdasarkan penelitian Rajapakse,
McMahon dan Kelly (1993) diperoleh bahwa penggunaan filter cahaya CuSO4 6%
pada tanaman krisan dapat meningkatkan rasio cahaya R/FR yang diterima oleh
tanaman. Penambahan jumlah cahaya merah (R) mengakibatkan penurunan tinggi
tanaman krisan dan panjang internode, meningkatkan sintesis klorofil daun dan
membuat tanaman lebih kompak seperti pada penggunaan retardan (zat pengatur
tumbuh) contohnya retardan yang dapat menghambat produksi giberilin.
7
Gambar 3. Kristal CuSO4
Sumber : www.wikipedia.org
(26 Januari 2008)
Mortensen dan Stromme (1987) dan Mc Mahon (1991) dalam Young,
Margaret, Nihal, Dennis (1994) meneliti bahwa filter cahaya CuSO4 dengan
konsentrasi 2.5% meningkatkan rasio panjang gelombang R/FR 4.1 kali lipat lebih
tinggi dibandingkan dengan filter cahaya cair yang lain (air, pewarna biru, hijau
dan kuning). Filter cahaya CuSO4 dengan konsentrasi 16% meningkatkan rasio
panjang gelombang R/FR 7.2 kali lipat lebih tinggi. Secara lebih jelas hal ini
terangkum pada Tabel 1.
Tabel 1. Perbandingan Rasio R/FR yang Dihasilkan CuSO4 dengan Beberapa
Filter Cahaya Cair (Mortensen and Stromme, 1987)
Universitas
Norway
Clemson
Filter
Air
CuSO4 (2.5%)
Cairan Merah
Cairan Hijau
Cairan Kuning
Air
Udara
CuSO4 (16%)
Cairan Merah
Cairan Biru
Rasio R/FR
Kisaran Luas** Kisaran Sempit***
1.00
-4.10
-0.99
-0.82
-1.00
-1.05
1.16
1.05
1.16
7.20
3.30
1.03
1.16
0.70
0.99
Keterangan :
** R = 600-700 nm; FR = 700-800 nm
*** R = 655-665 nm; FR = 725-735 nm
Mekanisme penghambatan tinggi pada tanaman yang ditumbuhkan
dibawah bangunan filter yang terbuat dari lapisan CuSO4 adalah sebagai berikut.
Cahaya merah (R) pada bangunan filter ini menurut Rajapakse et al. (1993) lebih
banyak dibandingkan cahaya merah jauh (FR). Fitokrom, sebuah pigmen yang
mempengaruhi tingkah laku tanaman, memiliki dua bentuk struktur kimia yang
8
berbeda yang dapat saling berganti. Bentuk ini dinamakan sesuai dengan warna
cahaya yang diserap secara maksimal : Pr adalah fitokrom yang menyerap cahaya
merah (660 nm) dan Pfr fitokrom yang menyerap cahaya merah jauh (730 nm).
Ketika Pr menyerap cahaya merah (R) maka akan dikonversi ke bentuk Pfr.
Bentuk Pfr aktif ini selanjutnya akan menginisiasi respon biologis termasuk salah
satunya fotomorfogenesis, contohnya perpanjangan daun, pembukaan stomata dan
perkembangan kloroplas.
Penggunaan filter cahaya CuSO4 di rumah kaca memiliki beberapa
kelemahan. Masalah yang sering dihadapi yaitu kesulitan dalam penerapan cairan
di lapisan kaca, pengaruh tekanan dan gravitasi dan harus melakukan pergantian
larutan (Rajapakse et al. 1993).
Naungan (Paranet)
Lingga (2005) menyatakan bahwa tanaman Sansevieria yang ditempatkan
dalam ruang dengan pencahayaan 150 footcandle mengalami pertumbuhan yang
melambat dan akhirnya melemah. Bahkan S.trifasciata ’Laurentii’ mengalami
kematian fisiologis ketika ditempatkan pada ruangan dengan pencahayaan kurang
dari 150fc dalam waktu lebih dari satu minggu. Terhambatnya pertumbuhan ini
disebabkan karena jaringan tanaman mengalami etiolasi dan melemah. Penelitian
yang dilakukan oleh Mulyana (2006) pada tanaman kedelai bahwa naungan
paranet 55% meningkatkan tinggi tanaman kedelai sebesar 109.13% pada 7 MSA
tetapi menurunkan jumlah daun sebesar 38.99 % pada 8 MSA
Ada tiga cara yang dilakukan tanaman untuk beradaptasi di bawah
naungan permanen agar dapat mempertahankan keseimbangan karbon yang
positif yaitu dengan pengurangan kecepatan respirasi untuk menurunkan titik
kompensasi, peningkatan luas daun agar dapat mengabsorbsi cahaya, dan
peningkatan kecepatan fotosintesis setiap unit energi cahaya dan luas daun.
Etiolasi merupakan strategi paling umum yang dilakukan tanaman untuk
mendapatkan cahaya (Ballaré et. al., 2002).
9
Media Tanam
Media tanam merupakan faktor penting dalam produksi tanaman hias
sebagai tempat tanaman tumbuh, berakar dan berkembang. Pemilihan media
tanam harus sesuai dengan tujuannya, sebagai media semai dan perbanyakan atau
tempat tumbuh sampai produksi (Surkati, 1987). Media tanam
yang baik
mempunyai sifat mudah ditangani, mengandung unsur yang cukup untuk
mendukung pertumbuhan tanaman, aerasi yang baik, mampu mengikat air, murah,
dan mudah didapat, bebas penyakit, hama dan gulma (Ellis dan Swaney,1947).
Media pengakaran harus memberikan kelembaban dan oksigen yang cukup.
Media tanam pasir atau air saja cukup memuaskan untuk media stek tanaman
yang mudah berakar (Harjadi, 1989).
Jenis media tanam yang digunakan terdiri atas dua macam yaitu, campuran
tanah (Soil mixes) yang mengandung tanah alami dan campuran bukan tanah
(Soilles mixes) yang tidak mengandung tanah alami. Media tanam dengan
campuran tanah, pasir, gambut, dan bahan-bahan anorganik buatan seperti
vermikulit (mika yang mengembang) dan perlit (lava volkan yang mengembang)
telah banyak digunakan. Jenis media soilles mixes sering digunakan untuk
produksi bibit tanaman hias karena sifatnya yang lebih ringan (Harjadi, 1989).
Sansevieria membutuhkan media tanam yang sama dengan jenis tanaman
sukulen lainnya. Hal ini diungkapkan dalam Lingga (2005). Media tersebut yaitu
berupa media yang porous, sedikit kandungan bahan organik, dan tidak cepat
melapuk. Media tanam yang terdiri dari pasir : arang sekam: serbuk batang pakis
dengan perbandingan 2 : 1 : 1 merupakan media tanam Sansevieria yang dapat
digunakan pada Sansevieria yang ditanam di dalam ruangan atau ditempat dengan
pencahayaan yang rendah.
Limbah Tembakau
Wikipedia Indonesia (2006) menjelaskan bahwa Tembakau (Nicotiana
spp., L.) adalah genus tanaman yang berdaun lebar yang berasal dari daerah
Amerika Utara dan Amerika Selatan. Daun dari pohon ini sering digunakan
sebagai bahan baku rokok.
10
PT Sampoerna merupakan salah satu produsen rokok di Indonesia. Pabrik
rokok ini menghasilkan limbah produksi tembakau 180 000 metric ton/musim. PT
Sampoerna menghadapi kendala dalam memanfaatkan limbah tembakau ini
karena volumenya terus bertambah namun pemanfaatan terhadap limbah ini
belum optimal (Sampoerna, 2007).
Terdapat empat jenis limbah pabrik yaitu sludge (limbah cair/padatan
setelah treatment di pengolahan limbah, seperti Lumpur), beat (potongan tangkai,
cabang, daun), furnish ash (abu, sisa bakaran limbah rokok (kertas, cengkeh,
tembakau, saos dan lain-lain) yang memiliki kandungan aluminium tinggi), dust
(debu) (Sampoerna, 2007).
Pada penelitian ini, limbah tembakau yang digunakan adalah jenis beat.
Berdasarkan analisis unsur makro dan mikro yang dilakukan oleh Balai Penelitian
Tanah tahun 2007 (Sampoerna, 2007) limbah jenis beat mengandung unsur
makro: N-organik sebesar 1.63%, NH4 (0.26%), NO3 (0.74%), P2O5 (0.56%), K2O
(12.17%), Na (0.12%), Ca (1.48%), Mg (0.42%). Unsur mikro yang terkandung
dalam limbah beat sebagai berikut; S (0.26%), Fe (130 ppm), Al (164 ppm), Mn
(90 ppm), Cu (11 ppm), Zn (14 ppm). Kadar air dalam limbah beat ini sebesar
5.37% dengan pH 5.1, kandungan C organik sebesar 39.11%.
Aplikasi pemanfaatan limbah tembakau sebagai pupuk kompos pada lahan
pisang, jagung dan padi di Kebun Raya Purwodadi Pasuruan Jawa Timur.
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (2006) menyampaikan bahwa di Kebun
Raya tersebut pemanfaatan limbah tembakau 100% dapat meningkatkan
pertumbuhan tanaman pisang, jagung dan padi. Namun untuk tanaman lain,
limbah tembakau 25 % sebaiknya dicampur dengan media tanam yang lain.
Pasir
Pasir memiliki sifat lepas dan tidak lekat. Pasir berbentuk bulat, bersudut
(angular) atau pipih. Pasir memiliki ukuran partikel yang lebih besar dari partikel
tanah yang lain yaitu 0.5 – 0.25 mm dan ruang pori yang berkisar antara 35-50%
sehingga pasir memiliki drainasi yang baik dan porositas yang besar. Oleh karena
itu media ini dapat meneruskan infiltrasi air yang cepat. Infiltrasi adalah proses
masuknya air hujan atau air irigasi ke dalam tanah (Soepardi, 1983). Pasir
11
memiliki kecepatan infiltrasi sebesar 10-3 cm/s lebih tinggi dibandingkan tanah
liat sebesar 10-5 cm/s (Flegman dan George, 1975).
Pasir merupakan salah satu media tanam yang penting seperti diungkapkan
oleh Rubatzky dan Yamaguchi (1998). Hal ini dikarenakan pasir dapat
meningkatkan ruang pori dan memperbaiki aerasi tanah.
Arang sekam
Arang sekam merupakan media tanam yang memiliki porositas yang
tinggi sehingga dapat memperbaiki aerasi dan drainase namun dapat menurunkan
kapasitas menahan air. Kemampuan menyimpan air pada sekam padi sebesar
12.3%. Nilai ini jauh lebih rendah apabila dibandingkan dengan pasir yang
memiliki kapasitas menahan air sebesar 33.7 % (Nelson, 1981).
Arang sekam berasal dari sekam yang dibakar secara tidak sempurna dan
banyak digunakan sebagai media atau campuran media tanam untuk mengurangi
bobot media dan memberikan lingkungan tumbuh yang lebih baik. Arang sekam
ini berwarna hitam akibat adanya proses pembakaran sehingga daya serap
terhadap
panas
tinggi
dan
dapat
menaikkan
suhu
dan
mempercepat
perkecambahan (Murbandono, 1993)
Penambatan CO2 pada Spesies Sukulen (Metabolisme Asam Crassulaceae)
Salisbury dan Ross (1995) menyatakan bahwa tanaman sukulen adalah
berbagai spesies tanaman yang hidup di iklim kering, mempunyai daun tebal,
kutikula tebal, dan disertai laju transpirasi rendah. Tanaman ini biasanya tidak
memiliki lapisan sel palisade yang berkembang sempurna dan sebagian besar sel
fotosintesis daun atau batang adalah mesofil bunga karang. Sel-selnya memiliki
vakuola yang cukup besar dibandingkan dengan lapisan tipis sitoplasmanya.
Pada Gambar 4 diperlihatkan transpirasi dan penambatan CO2 sepanjang
hari selama 24 jam. Pada Gambar 4 di atas menggambarkan pembukaan stomata,
pengambilan CO2, dan perubahan asam malat selama 24 jam. Stomata membuka
pada malam hari untuk mengambil CO2 dan menjaga kadar air. Gambar 4 bagian
kanan menunjukkan bahwa stomata tertutup pada siang hari, CO2 disimpan untuk
dilibatkan dalam siklus Calvin.
12
Gambar 4. Outline Tanaman Crassulacean Acid Metabolism (CAM).
Sumber: www.rhode.phsscience.org (10 September 2007)
Metabolisme CO2 pada tumbuhan sukulen tidak seperti pada tanaman
lazimnya. Metabolisme ini dikenal dengan nama Crassulacean Acid Metabolism
(CAM). Berbagai tanaman yang termasuk dalam jenis tanaman CAM yaitu famili
Orchidaceae, Bromeliaceae, Liliaceae, Euphorbiaceae, Cactaceae. Tanaman ini
biasa hidup di daerah kering, semi-kering, dan daerah epifit. Pada habitat ini,
tanaman CAM harus mengefisienkan penggunakan CO2 dan H2O. Tanaman ini
membuka stomata dan menambat CO2 menjadi asam malat pada malam hari
ketika suhu lebih sejuk dan kelembaban nisbi tinggi (Salisbury dan Ross, 1995).
Kemampuan tumbuhan untuk menjalankan CAM selain ditentukan oleh
genetik juga dipengaruhi oleh lingkungan yaitu cekaman air, ketersediaan CO2
perubahan suhu siang-malam seperti disebutkan dalam Salisbury dan Ross (1995).
Saat kondisi lingkungan sekitar sangat kering, tanaman ini bahkan tidak membuka
stomatanya baik pada malam maupun siang hari. Oksigen yang dihasilkan pada
fotosintesis digunakan untuk respirasi, begitu pula dengan CO2. Tanaman ini
memiliki kemampuan recovery yang sangat cepat bila air di lingkungan tersedia
lagi (Ransom S. L. dan Thomas M, 1960). Apabila tingkat CO2 pada malam hari
lebih rendah dibandingkan siang hari karena adanya fotosintesis maka tanaman
akan berubah ke sistem metabolit CAM. Kelembaban yang cukup, suhu yang
mendekati titik beku diikuti tingkat cahaya yang tinggi pada tengah hari
menyebabkan perubahan suhu daun sangat besar sehingga berlangsunglah CAM
(Salisbury dan Ross, 1995).
13
Ransom S. L. dan Thomas M (1960) menyatakan bahwa tipe fotosintesis
C4 dan CAM merupakan bentuk adaptasi tanaman terhadap kondisi lingkungan
yang kering karena mereka harus lebih mengefisienkan penggunaan air. Namun
antara tanaman C4 dan CAM berbeda (Salisbury dan Ross, 1995; Hopkins dan
Huner, 2004). Perbedaan ini terletak bahwa pada tumbuhan C4, pemisahan ruang
antar mesofil dan sel seludang berkas membantu pembentukan malat dan
dekarboksilasi dan keduanya terjadi pada siang hari. Namun pada tumbuhan
CAM, kedua proses ini terjadi pada malam hari sedangkan yang lainnya terjadi
pada siang hari.
Stomata
Epidermis daun memiliki sebuah pori yang berguna untuk pertukaran gas
antara ruang antar sel dan lingkungan sekitar. Pori ini sering disebut dengan
stomata. Stomata ini dikelilingi oleh sel epidermis khusus yang disebut sel
penjaga (guard cell). Stomata banyak ditemukan pada bagian daun tanaman,
namun terdapat juga di bunga, batang, akar. Fungsi utama stomata untuk
mengambil CO2 dari udara untuk proses fotosintesis dan mengendalikan proses
transpirasi. Fungsi lain dari stomata adalah untuk mengenali kandungan polutan
pada udara misalnya sulfur dioksida (SO2) (Hopkins dan Huner, 2004)
Jumlah dan distribusi stomata bervariasi pada setiap tanaman tergantung
pada spesies tanaman, posisi daun, kromosom set, dan lingkungan pertumbuhan.
Jumlah stomata berkisar antara 20 – 400 stomata/mm2. Pada tanaman herba
monokotil sebagai contoh yaitu rumput, stomata juga terdapat pada bagian bawah
(abaxial) dan juga bagian atas (adaxial) sedangkan pada tanaman dikotil, stomata
banyak terdapat pada bagian bawah daun. Pada tanaman dikotil berkayu, stomata
hanya terdapat pada bagian bawah daun sedangkan tanaman yang mengapung
diatas air (contoh : lili air) memiliki stomata hanya pada bagian atas daun
(Hopkins dan Huner, 2004).
Pembukaan stomata dipengaruhi oleh tekanan turgor sel penjaga. Apabila
tekanan turgor sel penjaga meningkat maka stomata akan membuka dan jika
tekanan turgor menurun stomata akan menutup. Pada umumnya stomata tanaman
14
akan membuka pada siang hari untuk proses fotosintesis namun pada tanaman
CAM stomata membuka pada sore atau malam hari (Salisbury dan Ross, 1995).
Stomata menutup bila selisih kandungan uap air di udara dan di ruang
antar sel melebihi titik kritis. Hal ini diduga disebabkan gradien uap yang tajam
mendorong penutupan stomata. Suhu tinggi (30 – 350C) biasanya menyebabkan
stomata menutup. Hal ini diduga sebagai respon tak langsung tumbuhan terhadap
keadaan rawan air atau disebabkan laju respirasi naik sehingga kadar CO2 dalam
daun juga naik (Salisbury dan Ross, 1995).
BAHAN DAN METODE
Tempat dan Waktu
Penelitian ini dilaksanakan di rumah kaca PT. ASABI, Sentul Rest Area
Jalan Tol Jagorawi Km 35 Desa Kedungmangu Kecamatan Babakan Madang
Kabupaten Bogor. Analisis stomata dilakukan di Laboratorium Ekofisiologi
Tanaman, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Fakultas Pertanian, Institut
Pertanian Bogor. Analisis media tanam dilakukan di Laboratorium Analisis Kimia
dan Kesuburan Tanah Departemen Ilmu Tanah dan Sumber Daya Lahan, Fakultas
Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan
Februari – Mei 2007.
Bahan dan Alat
Bahan tanaman yang digunakan adalah tanaman S.trifasciata ’Lime
Streaker’ tinggi 25-30 cm dan memiliki 3-5 daun. Filter cahaya yang digunakan
adalah plastik selektif film, paranet 55%, plastik transparan biasa dan larutan
CuSO4 2.5%. Media tanam yang digunakan adalah pasir, arang sekam, pakis, dan
limbah tembakau. Alat yang digunakan luxmeter, hygro-termometer, pot plastik
diameter 15 cm, gelas preparat, alat-alat pertanian, dan alat penunjang lainnya.
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan rancangan petak terbagi (split plot) dengan
rancangan lingkungan Rancangan Kelompok Lengkap Teracak (RKLT) yang
terdiri atas dua faktor yaitu petak utama dan anak petak. Petak utama (P)
merupakan perlakuan bangunan filter yang terdiri dari berbagai penutup
(covering) yaitu menggunakan plastik selektif film (P1), paranet 55% (P2), plastik
transparan (P3), dan filter CuSO4 2.5% (P4). Perlakuan berbagai komposisi media
tanam (A) sebagai anak petak dengan 3 taraf perlakuan, yaitu limbah tembakau :
pasir = 1:3 (A1), pasir : arang sekam : pakis = 2 : 1 : 1 (A2), pasir = 1 (A3).
Pada penelitian ini, perlakuan yang lebih diutamakan yaitu pengaruh filter
cahaya. Namun, penulis mengalami kesulitan untuk menempatkan filter cahaya
sebagai anak petak. Kondisi di lapangan tidak memungkinkan untuk membangun
16
berbagai filter cahaya dengan ukuran kecil dan dalam jumlah banyak (3 buah
bangunan untuk setiap perlakuan filter cahaya). Oleh karena itu, penulis
memodifikasi rancangan dengan cara menempatkan filter cahaya sebagai petak
utama dan komposisi media tanam sebagai anak petak.
Penelitian terdiri dari empat petak utama dan tiga anak petak sehingga
terdapat 12 kombinasi. Setiap kombinasi diulang sebanyak lima kali dan setiap
ulangan terdiri dari satu pot sehingga terdapat 60 satuan percobaan. Tata Letak
Percobaan disajikan pada Tabel Lampiran 1. Data dianalisis dengan uji F. Jika
hasil uji F berpengaruh nyata, maka akan dilakukan uji lanjut menggunakan uji
Beda Nyata Jujur (BNJ) atau Tukey pada taraf 5%.
Model aditif linier percobaan adalah sebagai berikut:
Yijk = µ + τi + βj + γk + αik + (τβ)ij + εijk
Yijk : Nilai pengamatan pada perlakuan filter cahaya ke i, komposisi media
tanam ke j dan ulangan ke k
µ
: Nilai rataan umum
τi
: Pengaruh utama perlakuan filter cahaya ke i
βj
: Pengaruh
γk
: Pengaruh ulangan ke k
αik
: Komponen
komposisi media ke j
acak dari petak utama yang menyebar normal.
(τβ)ij : Pengaruh interaksi dari filter cahaya dan komposisi media
εijk
: Pengaruh galat percobaan filter cahaya ke i, komposisi media tanam ke j
pada ulangan ke k
i = 1, 2, 3, 4
j = 1, 2, 3
k= 1, 2, 3, 4, 5
Pelaksanaan
Penelitian dilakukan melalui beberapa tahap, yaitu:
Persiapan bangunan filter cahaya
Persiapan filter cahaya yang dilakukan meliputi pembuatan dan penataan.
Bangunan filter cahaya terdiri dari empat buah untuk masing-masing perlakuan,
yaitu bangunan dengan atap (covering) plastik selektif film, paranet 55%, plastik
17
transparan biasa, dan bangunan yang beratap aquarium kaca yang berisi larutan
CuSO4 2.5%. Tinggi larutan CuSO4 2.5% pada aquarium kaca adalah 0.8 cm. Di
atas aquarium kaca tersebut ditutupi oleh selembar kaca dengan tujuan untuk
menghindari terjadinya penguapan dan masuknya air hujan. Keempat bangunan
filter cahaya tersebut diletakkan berdekatan dalam satu area. Gambar berbagai
filter cahaya dalam penelitian ini ditunjukkan pada Gambar 5.
Gambar 5. Berbagai Bangunan Filter Cahaya yang Digunakan dalam Penelitian
Keterangan: Tanda
menunjukkan filter cahaya digunakan sebagai penutup (covering)
Pemilihan penggunaan plastik selektif film dan larutan CuSO4 sebagai
filter cahaya didasarkan pada kemampuannya untuk meningkatkan rasio
penerimaan cahaya R/FR sedangkan paranet 55% dan plastik transparan
digunakan sebagai pembanding.
Persiapan bahan tanaman dan media tanam
Tanaman S.trifasciata ’Lime Streaker’ yang memiliki kondisi seragam
diperoleh dengan cara membelinya dari nurseri tanaman hias di wilayah Bogor.
Kondisi seragam ini meliputi umur, tinggi, dan jumlah daun tanaman yang sama.
18
Media tanam limbah tembakau diperoleh dari pabrik rokok PT. Sampoerna di
Jawa Timur, sedangkan pasir, pakis dan arang sekam diperoleh dari toko pertanian
‘Tani Jaya’ Bogor. Limbah tembakau yang digunakan merupakan limbah yang
berasal dari pabrik rokok PT Sampoerna yang berupa selats. Sebelum penelitian
dimulai, limbah tembakau ini dikomposkan terlebih dahulu menggunakan EM4
selama satu bulan. Namun sebelumnya limbah tembakau ini telah dikomposkan
terlebih dahulu di PT Sampoerna sebelum dikirimkan ke penulis. Media tanam
dipersiapkan sesuai dengan perlakuan yang telah ditentukan sebelumnya. Gambar
berbagai komposisi media tanam yang digunakan dalam penelitian ini disajikan
dalam Gambar 6.
A1: Limbah tembakau :
pasir = 1: 3
A2: pasir : arang sekam :
pakis = 2 : 1 : 1
A3: pasir = 1
Gambar 6. Berbagai Komposisi Media Tanam yang Digunakan dalam Penelitian
Pemilihan penggunaan limbah tembakau sebagai komponen media tanam
dalam penelitian ini didasarkan karena adanya kerjasama dari tim penulis dengan
PT Sampoerna untuk membantu mengurangi volume limbah tembakau di PT
Sampoerna. Harapan selanjutnya, limbah tembakau ini dapat digunakan sebagai
kompos dan dapat diaplikasikan pada tanaman.
Komposisi media tanam yang digunakan dalam penelitian ini adalah
limbah tembakau : pasir = 1 : 3, pasir : arang sekam : pakis = 2 : 1 : 1, pasir = 1.
Sebelum menggunakan media tanam limbah tembakau : pasir = 1 : 3, penulis telah
menggunakan media tanam limbah tembakau : pasir = 1 : 1. Namun tanaman
S.trifasciata ’Lime Streaker’ yang ditanam pada media limbah tembakau : pasir =
1 : 1 mengalami kebusukan sehingga penulis akhirnya menggunakan media tanam
limbah tembakau : pasir = 1 : 3. Pemilihan penggunaan media tanam pasir : arang
sekam : pakis = 2 : 1 : 1 didasarkan pada Lingga (2005). Pemilihan penggunaan
19
media tanam pasir = 1 didasarkan pada habitat asli Sansevieria yang berasal dari
gurun (Henley et al., 2006).
Penanaman bahan tanaman dan pemeliharaan
Setelah semua bahan tanaman dan media telah siap, maka selanjutnya
tanaman ditanam sesuai dengan perlakuan yang telah ditentukan. Kemudian
tanaman dipindah ke setiap bangunan filter cahaya. Pemeliharaan yang dilakukan
meliputi penyiraman, penyiangan, pemupukan dan pengendalian hama dan
penyakit.
Penyiraman
dilakukan
sesuai
kebutuhan
dengan
volume
250ml/tanaman. Pengendalian gulma dilakukan secara manual menggunakan
sabit. Pemupukan menggunakan pupuk daun Growmore (NPK 20:20:20) dosis
2.5g/L dengan volume 7 ml/tanaman. Pemupukan ini dilakukan pada sore hari
pada saat stomata S.trifasciata ’Lime Streaker’ membuka dan dilakukan setiap
minggu. Pemupukan dilakukan dengan cara menyemprotkan pupuk langsung ke
daun tanaman.
Pengamatan
Data di peroleh dari pengamatan dan pengukuran baik yang dilakukan di
laboratorium maupun lapangan menggunakan metode-metode yang telah
ditentukan. Berikut ini adalah peubah yang diamati pada penelitian ini yaitu :
1.
Tinggi tanaman induk
Pengamatan terhadap tinggi tanaman dilakukan setiap minggu dari 1-14
Minggu Setelah Aplikasi (MSA). Peubah ini diukur dari satu centimeter di
atas permukaan media tanam hingga ujung daun terpanjang. Pada
pengolahan data tinggi tanaman induk digunakan pertambahan tinggi
tanaman.
2.
Lebar daun tanaman induk
Pengamatan lebar daun dilakukan setiap minggu dari 1-14 MSA. Lebar daun
yang dihitung merupakan lebar daun tanaman S.trifasciata ’Lime Streaker’
pada bagian atas, tengah, dan bawah. Setiap bagian lebar daun pada atas,
tengah, dan bawah yang diamati diberi tanda garis.
20
3.
Jumlah daun per roset tanaman induk
Pengamatan terhadap jumlah daun per roset dilakukan setiap minggu selama
14 MSA. Jumlah daun per roset diperoleh dengan menghitung semua daun
yang sudah terbuka penuh.
4.
Jumlah tunas baru
Jumlah tunas baru diperoleh dengan menghitung semua tunas baru yang
sudah muncul di atas permukaan media tanam. Pengamatan terhadap peubah
ini dilakukan setiap minggu sejak munculnya tunas baru. Waktu muncul
tunas baru pada setiap tanaman induk berbeda-beda.
5.
Jumlah stomata dan perilaku stomata.
Pengamatan stomata dilakukan satu kali pengamatan selama penelitian yaitu
pada 3 MSA. Perilaku stomata diamati pada pukul 09.00 WIB dan pukul
17.00 WIB. Tanaman penelitian berada di Sentul, Bogor namun
Laboratorium Ekofisiologi yang merupakan tempat untuk meneliti jumlah
dan perilaku stomata berada di Darmaga Bogor. Oleh karena itu diperlukan
metode tertentu untuk mengamati stomata ini sehingga data yang diperoleh
lebih akurat. Secara lebih jelas, metode pengamatan jumlah dan perilaku
stomata disajikan pada Lampiran 2.
Pengamatan jumlah dan perilaku stomata diamati keesokan harinya setelah
dilakukan pengambilan contoh. Pengamatan jumlah dan perilaku stomata
dilakukan dengan menggunakan mikroskop perbesaran 20 kali dengan luas
bidang pandang 0.6174 mm2.
6. Warna Daun
Peubah warna daun diukar secara visual dengan cara melihat kecerahan dan
kekontrasan warna daun S. trifasciata ’Lime Streaker’. Tanaman difoto pada
akhir pengamatan dengan intensitas cahaya, hari dan kamera yang sama.
7. Kekompakan Tanaman
Kekompakan tanaman S.trifasciata ’Lime Streaker’ diamati dengan cara
menyusun kriteria kekompakan tanaman terlebih dahulu seperti ditunjukkan
pada Gambar 7. Kekompakan di tentukan pada akhir pengamatan (14
MSA). Berdasarkan kriteria tersebut dapat ditentukan kekompakan tanaman
S.trifasciata ’Lime Streaker’ yang diteliti. Tanaman kompak yang
21
dikehendaki adalah tanaman yang pendek, berdaun lebar, memiliki jumlah
daun dan tunas baru yang banyak. Tinggi tanaman harus sesuai dengan lebar
pot. Kriteria ini didasarkan pada survei di nurseri tanaman hias dan
komunikasi pribadi antara penulis, penjual tanaman hias, maupun para
konsumen.
4
3
2
1
Gambar 7. Kriteria Kekompakan Tanaman S.trifasciata ‘Lime Streaker’
Keterangan:
4 = Sangat kompak. Tanaman memiliki tinggi 1.5-2 kali diameter pot atau 22.530 cm, tanaman padat dan memiliki tajuk rapi, tertata dan tidak menyebar,
memiliki jumlah daun minimal 5 lembar, lebar daun 5-6 cm
3 = Kompak. Tanaman memiliki tinggi kurang 1.5-2 kali diameter pot atau 22.530 cm, tanaman padat dan memiliki tajuk rapi, tertata dan tidak menyebar,
memiliki jumlah daun 4-5 lembar, lebar daun 4-5 cm
2 = Agak kompak. Tanaman memiliki tinggi kurang atau lebih dari 1.5-2 kali
diameter pot atau kurang atau lebih dari 22.5-30 cm, tanaman kurang padat
dan memiliki tajuk agak rapi, tertata dan sedikit menyebar, memiliki jumlah
daun minimal 4-5 lembar, lebar daun 3-4 cm
1 = Kurang kompak. Tanaman memiliki tinggi kurang atau lebih dari 1.5-2 kali
diameter pot atau kurang atau lebih dari 22.5-30 cm, tanaman kurang padat
dan memiliki tajuk kurang rapi, kurang tertata dan menyebar, memiliki
jumlah daun kurang dari 3 lembar, lebar daun 4 cm
Selama penelitian berlangsung, kelembaban relatif, suhu dan intensitas
cahaya matahari yang diterima di dalam bangunan filter cahaya diukur.
22
Kelembaban relatif dan suhu diukur dengan menggunakan hygro-termometer
setiap hari selama penelitian berlangsung. Kelembapan relatif dan suhu diukur
diukur satu kali dalam sehari yaitu pada rentang pukul 12.00-13.00 di setiap
bangunan filter. Intensitas cahaya matahari diukur dengan luxmeter. Pengukuran
intensitas cahaya matahari dilakukan satu kali selama penelitian berlangsung yaitu
pada saat hari cerah (siang hari) di setiap bangunan filter dan ruangan terbuka.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kondisi Umum Penelitian
Penelitian dilaksanakan pada bulan Februari – Mei 2007 pada waktu
musim penghujan dengan suhu rata-rata selama penelitian sekitar 25.6oC (Tabel 2)
dan termasuk suhu yang sesuai untuk pertumbuhan Sansevieria, seperti yang
dikemukakan oleh Henley et al. (2006) bahwa Sansevieria dapat tumbuh pada
rentang suhu yang luas dan mampu bertahan hidup di daerah panas seperti gurun.
Pertumbuhan optimal tanaman Sansevieria dicapai pada siang hari dengan suhu
24-29ºC dan malam hari 18-21ºC. Suhu mikro di dalam bangunan filter rata-rata
sebesar 35.77 ºC (Tabel 3). Intensitas cahaya rata-rata selama penelitian
berdasarkan data dari Stasiun Klimatologi sebesar 251.3 kal/cm2/hari (Tabel 2).
Menurut Henley et al. (2006) intensitas cahaya optimum untuk fotosintesis
tanaman Sansevieria pada lahan terbuka 71 664 – 89 850 kal/cm2/hari (fc)
sedangkan pada naungan (shade house) antara 8 958 – 53 748 kal/cm2/hari.
Data iklim yang diperoleh adalah data iklim lokasi penelitian secara makro
dan mikro. Data iklim makro (Tabel 2) diperoleh dari Stasiun Klimatologi
Darmaga Bogor untuk wilayah Bogor sedangkan data iklim mikro merupakan
data iklim yang diteliti di lokasi penelitian.
Tabel 2. Iklim Makro di Wilayah Bogor Selama Penelitian Berlangsung
Bulan
Februari
Maret
April
Mei
Rata-rata
Suhu
(°C)
25.1
25.7
25.8
26.0
25.6
Kelembaban
Nisbi (%)
87
86
85
86
86.2
Intensitas
(kal/cm2/hari)
254
240
257
254
251.3
Hari
Hujan
18
24
29
19
22.5
Curah Hujan
(mm/bulan)
611
276
473
198
389.6
Sumber: Stasiun Klimatologi, Darmaga (2007)
Data merupakan rataan dari pengukuran setiap hari
Data iklim mikro yang diamati selama penelitian meliputi suhu,
kelembaban dan intensitas cahaya. Suhu dan kelembaban udara diukur setiap hari
selama penelitian berlangsung sedangkan intensitas cahaya diukur satu kali
selama penelitian pada saat hari cerah. Pada Tabel 3 disajikan mengenai data suhu
dan kelembaban di lokasi penelitian selama penelitian berlangsung.
24
Tabel 3. Suhu dan Kelembaban Tiap Bangunan Filter Cahaya Selama Penelitian
Berlangsung
Filter Cahaya
Rata-rata
Plastik
Paranet 55%
Plastik
CuSO4
Selektif Film
Suhu
RH
Suhu
RH
Suhu
RH
Suhu
RH
Suhu
RH
(°C)
(%)
(°C)
(%)
(°C)
(%)
(°C)
(%)
(°C)
(%)
Februari
35.61
54.73
34.69
51.88
38.44
62.02
36.22
51.85 36.24 55.12
Maret
35.04
55.20
33.85
51.82
36.56
66.16
33.19
49.52 34.66 55.68
April
37.17
54.08
34.59
50.28
38.73
63.19
36.55
49.58 36.76 54.28
Mei
33.00
54.67
34.67
51.33
42.33
63.79
31.67
50.32 35.42 55.03
Rata-rata
35.21
54.67
34.45
51.33
34.41
50.32 35.77 55.03
39.02
63.79
Keterangan: Pengamatan dilakukan setiap hari selama penelitian pada rentang pukul 12.00-13.00
Data primer merupakan rataan dari pengukuran setiap hari
Bulan
Suhu tertinggi (39.02ºC) selama penelitian diperoleh pada bangunan
plastik sedangkan yang terendah (34.45ºC) pada bangunan paranet 55%. Rasio
R/FR yang besar pada filter larutan CuSO4 2.5% dan plastik selektif film
menyebabkan suhu lebih rendah. Panjang gelombang inframerah diketahui
sebagai elemen panas dari matahari sehingga dengan meningkatnya rasio R/FR
dapat mengurangi panas yang berada dalam filter tersebut. Pada bangunan dengan
penutup (covering) plastik, energi yang masuk ke dalam bangunan tidak dapat
keluar lagi karena terhalang plastik sehingga energi yang ada di dalamnya terus
bertambah. Akibatnya, suhu yang ada di dalam bangunan plastik pun lebih tinggi
dibanding dengan bangunan lainnya. Dilihat dari konstruksi bangunannya,
bangunan dengan penutup (covering) plastik tidak memiliki ruang pertukaran
udara yang baik. Berbeda dengan konstruksi bangunan pada ketiga filter cahaya
lainnya yang lain. Pada ketiga bangunan yang lain, semua sisi bangunan dipasang
kawat kasa sehingga terjadi pertukaran udara dengan lancar dan suhu mejadi lebih
rendah.
Kelembaban rata-rata tertinggi (63.79%) diperoleh pada bangunan filter
plastik sedangkan yang terendah pada filter larutan CuSO4 2.5%. Dilihat dari
konstruksi bangunannya, bangunan dengan penutup (covering) plastik selektif
film merupakan bangunan yang paling tinggi. Hal ini memungkinkan terjadinya
pertukaran udara yang lebih baik dibandingkan ketiga bangunan yang lain.
Bangunan dengan penutup (covering) larutan CuSO4 2.5% merupakan bangunan
25
yang paling pendek sehingga pertukaran udara tidak lancar dan kelembaban
relatifnya paling rendah.
Pada Tabel 4 disajikan data pengukuran intensitas cahaya. Intensitas
cahaya terendah terdapat pada bangunan yang beratap (covering) plastik selektif
film (30 386.30 kal/cm2/hari) diikuti oleh filter CuSO4 2.5%, paranet 55%, dan
plastik. Intensitas cahaya yang rendah pada bangunan rumah kaca dengan penutup
(covering) plastik selektif film diduga disebabkan oleh adanya beberapa pohon
durian yang mengelilingi bangunan filter tersebut. Selain itu, filter cahaya plastik
selektif film yang digunakan juga sudah tidak bagus (ditumbuhi oleh lumut)
sehingga tidak dapat meneruskan seluruh cahaya.
Tabel 4. Intensitas Cahaya pada Berbagai Filter Cahaya Selama Penelitian
Berlangsung
Filter Cahaya
Plastik Selektif Film
Paranet
Plastik
CuSO4 2.5%
Tanpa filter
Intensitas cahaya (kal/cm2/hari)
30 386.3
133 360.7
150 721.5
105 109.9
271 250.4
Keterangan: Pengamatan dilakukan satu kali selama penelitian pada saat hari cerah
(siang hari). Data merupakan rataan dari empat kali pengukuran
Beberapa kendala yang dihadapi selama penelitian ini adalah robohnya
salah satu bangunan filter cahaya karena angin kencang sehingga tim peneliti
harus membangunnya kembali. Selain itu juga ditemui hama dan penyakit yang
ditemui pada tanaman antara lain busuk rimpang (Aspergilus niger), busuk basah
(Erwinia carotovora), bercak kering (Sclerotium rolfsii), thrips (Herciothrips
feronalis), kutu daun (Aphis glycine), belalang, siput. Pengendalian hama dan
penyakit dilakukan secara kimiawi dengan insektisida Decis 2.5 EC dengan
konsentrasi 2 ml/l dan fungisida Dhitane konsentrasi 2 ml/l. Pengendalian
dilakukan pada 2 dan 3 MSA. Gulma yang ditemui di lahan penelitian adalah
babadotan (Ageratum conizoides), jarong lalaki (Stachitarpheta indica), meniran
(Phyllanthus niruri), putri malu (Mimosa pudica), patikan (Euphorbia hirta),
papahitan (Axonophus compresus), Cyperus spp.. Pengendalian gulma dilakukan
seminggu sekali dengan cara manual.
26
Kendala lain yang dihadapi yaitu mahalnya harga bahan dan alat
penelitian. Harga serbuk CuSO4 yang mahal (Rp 400 000.00/250 gram)
menyebabkan perlakuan larutan CuSO4 hanya diberikan pada bagian atas (atap)
bangunan saja. Akibatnya pada pagi dan sore hari cahaya matahari yang masuk ke
dalam bangunan filter tidak tersaring dengan baik. Oleh karena itu, tanaman
diletakkan di bagian tengah bangunan sehingga diharapkan tanaman mendapat
rasio cahaya R/FR yang sama. Selain itu, aquarium kaca dengan ukuran
240cmx180cmx0.8cm diperoleh dengan harga Rp. 1 500 000.00. Rak untuk
menyangga aquarium kaca tersebut dengan ukuran 240 cm x 180 cm x 180 cm
diperoleh dengan harga Rp 1 200 000.00
Pengukuran kualitas cahaya yaitu besarnya nilai R/FR pada penelitian ini
hanya didasarkan pada hasil penelitian Clemson dan Norway University
(Mortensen dan Stromme (1987) dan Mc Mahon (1991) dalam Young et al.
(1994). Oleh karena itu dibutuhkan alat pengukur kualitas cahaya yang khusus
(spektroradiometer) sehingga hasil penelitian ini lebih akurat.
Setiap tanaman penelitian disiram dengan volume yang seragam.
Bangunan paranet 55% merupakan satu-satunya bangunan yang tidak berpenutup
rapat. Pada bagian atas terdapat celah-celah yang memungkinkan masuknya air
hujan. Akibatnya jumlah air yang diterima oleh S.trifasciata ‘Lime Streaker’ yang
ditumbuhkan di paranet 55% lebih besar dari perlakuan yang lain.
Secara umum, kondisi per tanaman selama penelitian cukup baik.
Rekapitulasi sidik ragam terhadap seluruh peubah yang diamati disajikan pada
Tabel 4 dan 5. Filter cahaya berpengaruh nyata pada peubah pertambahan tinggi
tanaman induk (2 MSA) dan jumlah daun tanaman induk (1-3 MSA) dan
berpengaruh sangat nyata terhadap jumlah daun tanaman induk (4-14 MSA).
Filter cahaya tidak berpengaruh terhadap lebar daun tanaman induk bagian atas,
tengah maupun bawah. Peubah tinggi, lebar dan jumlah daun tunas baru yang
dihasilkan tidak dapat diolah karena tidak semua tanaman S.trifasciata ‘Lime
Streaker’ menghasilkan tunas baru. Oleh karena itu pengamatan terhadap ketiga
peubah ini tidak dapat disajikan. Namun pengamatan terhadap jumlah tunas baru
yang muncul pada setiap perlakuan dapat disajikan dengan cara menghitung
jumlah total tunas baru yang muncul pada akhir pengamatan (14 MSA).
27
Tabel 5. Rekapitulasi Sidik Ragam Pengaruh Filter Cahaya, Media Tanam dan
Interaksinya terhadap Pertambahan Tinggi Tanaman Induk, Jumlah
Daun dan Lebar Daun Tanaman Induk Bagian Atas.
Peubah
Pertambahan
Tinggi Tanaman
Induk
Jumlah Daun
Tanaman Induk
Lebar Daun
Tanaman Induk
Bagian Atas
Keterangan:
KK: Koefisien Keragaman
a) : Hasil Transformasi √x+0.5
MSA : Minggu Setelah Aplikasi
MSA
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
Filter (P)
tn
*
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
*
*
*
**
**
**
**
**
**
**
**
**
**
**
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
Media (A)
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
P*A
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
*
*
*
*
**
**
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
KK
24.37 a)
21.06 a)
20.97 a)
25.04 a)
18.25 a)
22.39 a)
17.93 a)
21.19 a)
13.92 a)
6.52 a)
12 a)
12.13 a)
9.86 a)
34.71
32.64
31.97
30.70
29.43
30.02
29.26
28.31
26.33
25
24.46
25.86
26.32
25.22
22.43
22.50
22.30
21.62
21.74
21.64
21.45
21.19
21.41
21.40
21.35
21.37
21.37
21.25
tn : tidak berbeda nyata pada uji Tukey 5%
* : berbeda nyata pada α= 5 %
** : berbeda nyata pada α= 1 %
28
Tabel 6. Rekapitulasi Sidik Ragam Pengaruh Filter Cahaya, Media Tanam dan
Interaksinya terhadap Lebar Daun Tanaman Induk Bagian Tengah dan
Bawah.
Peubah
Lebar Daun
Tanaman Induk
Bagian Tengah
Lebar Daun
Tanaman Induk
Bagian Bawah
Keterangan:
KK: Koefisien Keragaman
a) : Hasil Transformasi √x+0.5
MSA : Minggu Setelah Aplikasi
MSA
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
Filter (P)
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
Media (A)
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
P*A
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
tn
KK
22.12
21.75
21.59
21.71
21.81
21.80
21.64
21.80
21.60
21.70
21.67
21.44
21.45
21.20
27.57
25.65
25.66
25.33
25.10
25.19
26.55
26.77
26.10
26.23
25.88
25.96
25.59
25.43
tn : tidak berbeda nyata pada uji Tukey 5%
* : berbeda nyata pada α= 5 %
** : berbeda nyata pada α= 1 %
Pertambahan Tinggi Tanaman Induk
Berdasarkan rekapitulasi sidik ragam pada Tabel 4, filter cahaya tidak
berpengaruh nyata pada pertambahan tinggi tanaman induk S.trifasciata ‘Lime
Streaker’ sejak awal sampai akhir pengamatan kecuali pada 2 MSA. Media tanam
juga tidak berpengaruh pada pertambahan tinggi tanaman induk S.trifasciata
‘Lime Streaker’. Interaksi antara filter cahaya dan media tanam tidak berpengaruh
terhadap tinggi tanaman induk S. trifasciata ‘Lime Streaker’.
29
Pada 2 MSA, perlakuan filter cahaya berpengaruh nyata pada peubah
pertambahan tinggi tanaman. Berikut disajikan hasil uji lanjut pengaruh filter
Pertambahan Tinggi Tanaman (cm
cahaya pada peubah pertambahan tinggi tanaman induk pada 2 MSA (Gambar 8).
1
0,95
0,9
0,85
0,8
0,75
0,7
Plastik Selektif
Film
Paranet
Plastik
CuSO4
Filter Cahaya
Gambar 8. Pertambahan Tinggi Tanaman Induk S. trifasciata ’Lime Streaker’
pada Perlakuan Pengaruh Filter Cahaya pada 2 MSA
Tanaman S.trifasciata ’Lime Streaker’ yang ditumbuhkan di bawah
bangunan filter plastik selektif film lebih tinggi dibandingkan dengan tanaman
yang ditumbuhkan di bawah bangunan filter cahaya yang lain. Hasil penelitian ini
berbeda dengan hasil penelitian sebelumnya yang disampaikan oleh Wilson dan
Rajapakse (2001) bahwa tinggi tanaman Salvia longispicata, Salvia splendens,
dan Salvia leucantha Cav yang ditumbuhkan pada bangunan dengan penutup
plastik selektif film lebih rendah 17-36 % dibandingkan dengan Salvia yang
ditumbuhkan pada bangunan dengan penutup plastik biasa.
Tanaman S.trifasciata ’Lime Streaker’ yang paling pendek diperoleh pada
tanaman yang ditumbuhkan di bawah bangunan filter larutan CuSO4 2.5%.
Penelitian lain yang dilakukan Mc Mahon dan Kelly (2006) bahwa tanaman
poinsettia (Euphorbia pulcherrima 'Glory') yang ditumbuhkan di bawah bangunan
filter CuSO4 lebih rendah 32% dibandingkan tanaman kontrol.
Pada penelitian ini, seharusnya tanaman yang ditumbuhkan pada bangunan
filter dengan penutup plastik selektif film dan larutan CuSO4 2.5% memiliki
pertambahan tinggi tanaman yang rendah. Namun pada tanaman yang
30
ditumbuhkan dibawah filter plastik selektif film, tanaman S.trifasciata ’Lime
Streaker’ justru memiliki pertambahan tinggi yang paling besar. Hal ini diduga
karena intensitas cahaya pada plastik selektif film yang rendah (30 386.30 kal/cm /
hari) sehingga tanaman mengalami etiolasi. Pada bangunan filter dengan penutup
larutan CuSO4 2.5% memiliki pertambahan tinggi yang paling rendah meskipun
intensitas cahaya yang diterima besar (105 109.9 kal/cm /hari).
Selain itu, diduga tanaman S.trifasciata ’Lime Streaker’ tidak sensitif
terhadap perlakuan perubahan rasio R/FR yang diterimanya melalui filter selektif
film dan CuSO4 2.5%. Hasil penelitian ini sama dengan penelitian yang telah
dilakukan oleh Lestari (2007) bahwa tanaman Sansevieria trifasciata ‘Laurentii’
yang ditumbuhkan di bawah perlakuan filter selektif film memiliki pertambahan
tinggi terbesar setiap minggunya.
Media tanam tidak berpengaruh pada pertambahan tinggi tanaman induk
S.trifasciata ’Lime Streaker’ sampai akhir pengamatan. Pada Tabel 7 disajikan
hasil pengamatan pengaruh media tanam terhadap pertambahan tinggi tanaman
induk S.trifasciata ’Lime Streaker’ pada 1, 4, 8 dan 12 MSA.
Tabel 7. Pengaruh Media Tanam terhadap Pertambahan Tinggi Tanaman Induk
S.trifasciata ’Lime Streaker’ pada 1, 4, 8 dan 12 MSA
Perlakuan Media Tanam
1
Limbah tembakau : pasir = 1:3
Pasir : arang sekam : pakis = 2 : 1 : 1
Pasir = 1
1.19
1.07
1.00
Umur (MSA)
4
8
12
............cm............
0.88 0.87 0.77
0.81 0.76 0.72
0.80 0.76 0.71
Berdasarkan Tabel 7, terlihat bahwa media tanam dapat menurunkan
pertambahan tinggi tanaman induk S.trifasciata ‘Lime Streaker’ hingga akhir
pengamatan. Media tanam pasir : arang sekam : pakis = 2 : 1 : 1 dan media pasir =
1 memiliki pertambahan tinggi tanaman induk S.trifasciata ‘Lime Streaker’
terendah yaitu 0.72 cm dan 0.71 cm pada 12 MSA.
Media tanam pasir : arang sekam : pakis = 2 : 1 : 1 dan media pasir = 1
mengandung kombinasi unsur-unsur makro seperti ditampilkan pada Tabel 8.
Pada kedua media tanam ini, unsur nitrogen yang terkandung tidak sebanyak pada
media tanam pasir : tembakau = 3 : 1 yaitu 1.30 %. Hal inilah yang diduga
31
menyebabkan tanaman S.trifasciata ‘Lime Streaker’ yang ditanam pada media
pasir : arang sekam : pakis = 2 : 1 : 1 dan media pasir = 1 lebih rendah dari media
tanam pasir : tembakau = 3 : 1. Pernyataan ini dikuatkan oleh Sampoerna (2007)
bahwa limbah pabrik jenis beat mengandung unsur N-organik sebesar 1.63%
Tabel 8. Kandungan Nitrogen, Fosfor, dan Kalium pada Berbagai Kombinasi
Perlakuan Media Tanam di Awal dan Akhir Penelitian
Filter Cahaya
Plastik
Selektif Film
Paranet 55%
Plastik
CuSO4 2.5%
Jenis Media
Nitrogen (%) Fosfor (%)
Awal Penelitian
Tembakau
1.30
0.04
Arang Sekam
0.65
0.09
Pasir
0.12
0.02
Pakis
0.50
0.03
Akhir Penelitian (14 MSA)
a1
0.08
0.04
a2
0.32
0.05
a3
0.04
0.05
a1
0.08
0.04
a2
0.19
0.04
a3
0.10
0.05
a1
0.09
0.06
a2
0.24
0.05
a3
0.06
0.06
a1
0.06
0.05
a2
0.22
0.08
a3
0.06
0.06
Kalium (%)
3.75
2.54
1.27
1.05
0.83
0.27
0.20
0.27
0.18
0.16
0.28
0.19
0.18
0.40
0.18
0.13
Keterangan: a1= Pasir : tembakau = 3:1
a2= Pasir:arang sekam:pakis = 2:1:1
a3= Pasir = 1
Sumber :
Data primer diperoleh dari analisis media tanam yang dilakukan di Laboratorium
Kimia dan Kesuburan Tanah Departemen Ilmu Tanah dan Sumber Daya Lahan,
Institut Pertanian Bogor.
Lingga (2005) merekomendasikan kebutuhan kebutuhan nitrat (NO3),
fosfor (P) dan kalium (K) untuk Sansevieria secara berturut-turut sebesar 30-39,
4-7, 120-199 ppm. Henley et al. (2006) menyebutkan bahwa nitrogen merupakan
unsur yang paling penting dalam budidaya Sansevieria. Unsur nitrogen berperan
dalam vase pertumbuhan vegetatif. Tanaman Sansevieria merupakan tanaman hias
daun sehingga pertumbuhan vegetatifnya lebih penting daripada pertumbuhan
generatifnya.
32
Jumlah Daun Tanaman Induk
Filter cahaya berpengaruh nyata pada 1, 2, dan 3 MSA dan berpengaruh
sangat nyata pada 4 – 14 MSA pada jumlah daun tanaman induk S.trifasciata
‘Lime Streaker’ yang diamati. Pada Gambar 9, ditunjukkan mengenai pengaruh
filter cahaya terhadap jumlah daun tanaman induk.
6
Jumlah Daun
5
4
3
2
1
0
1
2
3
Minggu S etelah Aplikasi
plastik selektif film
paranet 55 %
plastik
4
larutan CuSO4
Gambar 9. Pengaruh Filter Cahaya terhadap Jumlah Daun Tanaman Induk
S.trifasciata ‘Lime Streaker’ pada 1, 4, 8, 12 MSA
Pada 12 MSA, tanaman induk S.trifasciata ‘Lime Streaker’ yang ditanam
di bawah filter cahaya plastik selektif film memiliki jumlah daun terbanyak (4.87
lembar) dan sangat berbeda nyata dengan tanaman yang ditanam dibawah filter
plastik (3.27 lembar). S.trifasciata ‘Lime Streaker’ yang ditanam di bawah filter
cahaya plastik selektif film menerima intensitas cahaya yang paling sesuai dengan
kebutuhannya yaitu sebesar 30 386.30 kal/cm2/hari. Sesuai dengan pernyataan
Henley et al. (2006) bahwa intensitas cahaya optimum untuk fotosintesis tanaman
Sansevieria pada lahan terbuka 71 664 – 89 850 kal/cm2/hari (fc). Oleh karena itu
S.trifasciata ‘Lime Streaker’ yang ditanam di bawah filter cahaya plastik selektif
film berfotosintesis dengan baik sehingga dapat memproduksi daun lebih banyak
dibandingkan dengan S.trifasciata ‘Lime Streaker’ yang ditanam di bawah filter
plastik yang menerima intensitas cahaya sebesar 150 721.5 kal/cm2/hari.
Tanaman yang ditanam di dalam bangunan dengan penutup (covering)
plastik selektif film dan larutan CuSO4 memiliki jumlah daun yang lebih banyak
(Gambar 10) dibandingkan dengan dua perlakuan yang lainnya. Penggunaan filter
cahaya CuSO4 dan plastik selektif film memiliki fungsi yang sama yaitu
33
meningkatkan rasio penerimaan cahaya merah : merah jauh oleh tanaman.
Menurut Wilson dalam www.clemson.edu bahwa cahaya merah dapat
meningkatkan konsentrasi sitokinin pada tanaman. Besarnya konsentrasi sitokinin
pada tanaman akan mempengaruhi proses organogenesis tanaman yaitu
kemampuan tanaman untuk beregenerasi atau berdeferensiasi membentuk
sejumlah morfogenik dari organ. Seperti diungkapkan oleh Wattimena et al.
(1999) bahwa sitokinin berperan dalam pembelahan sel, morfogenesis, dan
pembentukan tunas. Terbentuknya sejumlah daun baru tanaman S. trifasciata
‘Lime Streaker’ pada filter cahaya CuSO4 dan Plastik Selektif Film, diduga juga
dipengaruhi oleh rangsangan sitokinin ini.
Lestari (2007) telah melakukan penelitian pada tanaman S. trifasciata
‘laurentii’ dengan hasil penelitian bahwa tanaman S. trifasciata ‘laurentii’ yang
diletakkan di bawah filter selektif film dan CuSO4 2.5% menghasilkan lebih
sedikit daun dibandingkan perlakuan plastik dan paranet 55%. Hasil penelitian
Lestari (2007) ini berbeda dengan hasil penelitian yang telah dilakukan oleh
penulis. Hal ini diduga karena tanaman Sansevieria termasuk tanaman yang
kurang sensitif dan efektif terhadap perlakuan gelombang cahaya R/FR
Tabel 9. Interaksi Filter Cahaya dan Media Tanam terhadap Jumlah Daun
Tanaman Induk S trifasciata ‘Lime Streaker’ pada 9 MSA
Media
Tanam
A1
A2
A3
Rataan
Plastik Selektif Film
3.80abc
5.20a
4.00abc
4.33i
Filter Cahaya
Paranet 55 % Plastik
3.80abc
3.20bc
4.40ab
2.60c
3.00bc
3.20bc
3.73i
3.00i
CuSO4 2.5%
4.00abc
3.20bc
4.60ab
3.93i
Rataan
3.7j
3.85j
3.7j
Keterangan : angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom dan baris yang sama tidak
berbeda nyata pada uji lanjut BNJ 5%
A1= Pasir : tembakau = 3:1
A2= Pasir: arang sekam : pakis = 2:1:1
A3= Pasir = 1
Media tanam tidak berpengaruh sejak awal sampai akhir pengamatan.
Interkasi antara filter cahaya dan media tanam mulai berpengaruh nyata pada 9 12 MSA dan berpengaruh sangat nyata pada 13 dan 14 MSA. Pada Tabel 9
disajikan tabel interaksi filter cahaya dan media tanam terhadap jumlah daun
tanaman induk S.trifasciata ‘Lime Streaker’ pada 9 MSA.
34
Pada 9 MSA, tanaman S.trifasciata ‘Lime Streaker’ yang di tanam pada
media tanam pasir: arang sekam : pakis = 2:1:1 dan ditumbuhkan di bawah
bangunan filter plastik selektif film memiliki jumlah daun tanaman induk yang
paling banyak (5.20 lembar) di bandingkan dengan kombinasi perlakuan yang
lain. Namun jika tanaman S.trifasciata ‘Lime Streaker’ di tanam pada media
tanam pasir: arang sekam : pakis = 2:1:1 dan ditumbuhkan di bawah bangunan
filter plastik, jumlah daun tanaman induknya paling sedikit (2.60 lembar).
Tabel 10. Interaksi Filter Cahaya dan Media Tanam terhadap Jumlah Daun
Tanaman Induk S trifasciata ‘Lime Streaker’ pada 14 MSA
Media
Tanam
A1
A2
A3
Rataan
Plastik Selektif Film
4.20abc
5.60a
5.00ab
4.93i
Filter Cahaya
Paranet 55 % Plastik
4.20abc
4.00bcd
4.60abc
2.60d
3.20cd
3.20cd
4.33ij
3.30j
CuSO4 2.5%
4.80ab
3.20cd
5.20ab
4.02ij
Rataan
4.3k
4k
4.11k
Keterangan : angka-angka yang diikuti huruf yang sama pada kolom dan baris yang sama tidak
berbeda nyata pada uji lanjut BNJ 5%
A1= Pasir : tembakau = 3:1
A2= Pasir: arang sekam : pakis = 2:1:1
A3= Pasir = 1
Respon yang sama terlihat pada 14 MSA (Tabel 10), tanaman S.trifasciata
‘Lime Streaker’ yang di tanam pada media tanam pasir: arang sekam : pakis =
2:1:1 dan ditumbuhkan di bawah bangunan filter plastik selektif film lebih banyak
memiliki daun dibandingkan dengan tanaman S.trifasciata ‘Lime Streaker’
ditumbuhkan di bawah bangunan filter paranet 55% dan filter CuSO4 2.5%.
Namun pada tanaman S.trifasciata ‘Lime Streaker’ yang ditanam pada media
tanam pasir = 1 dan ditumbuhkan di bawah bangunan filter plastik selektif film
dan filter CuSO4 2.5% berbeda dengan tanaman yang ditumbuhkan di bawah filter
paranet 55% dan plastik. Pada minggu yang sama, tanaman S.trifasciata ‘Lime
Streaker’ yang di tanam pada media tanam pasir: arang sekam : pakis = 2:1:1 dan
ditumbuhkan di bawah bangunan filter CuSO4 2.5% memiliki jumlah daun (3.2)
yang lebih rendah dibandingkan dengan tanaman yang ditanam pada media tanam
yang lainnya.
Intensitas cahaya pada bangunan plastik selektif film sebesar 30 386.30
2
kal/cm /hari diduga merupakan nilai intensitas cahaya yang paling sesuai untuk
pertumbuhan tanaman S.trifasciata ‘Lime Streaker’ terutama dalam menghasilkan
35
daun baru. Intensitas cahaya yang sesuai ini akan menghasilkan fotosintat yang
cukup bagi tanaman S.trifasciata ‘Lime Streaker’ dalam mendeferensiasikan
setiap selnya untuk membentuk daun baru.
Media tanam pasir: arang sekam : pakis = 2:1:1 merupakan media tanam
yang porous, drainase baik dan mampu memegang air dengan cukup baik. Selain
itu, dari faktor ketersediaan nutrisi dalam media tanam, komposisi media tanam
pasir : arang sekam : pakis = 2 : 1 : 1 memberikan ketersediaan unsur makro
nitrogen (0.32%), fosfor (0.05%), dan kalium (0.27%) yang paling mendekati
kebutuhan unsur hara tanaman Sansevieria. Henley et al. (2006) menyebutkan
kebutuhan unsur nitrogen dalam Sansevieria adalah 1.7-3.0 %, fosfor 0.15-0.3 %,
dan kalium 2.0-3.0 %. Unsur-unsur dalam media tanam pasir : arang sekam :
pakis (a2) = 2 : 1 : 1 ini tidak tercuci jika diletakkan di bawah filter cahaya plastik
selektif film.
Lebar Daun Tanaman Induk
Berdasarkan Tabel 5 dan 6, perlakuan media tanam, filter cahaya maupun
interaksinya tidak berpengaruh nyata pada lebar daun tanaman induk S.trifasciata
‘Lime Streaker’ bagian atas, tengah, maupun bawah sejak awal sampai akhir
pengamatan.
Pada peubah lebar daun dilakukan penghitungan terhadap selisih lebar
daun antara akhir pengamatan (14 MSA) dan awal pengamatan (1 MSA). Hal ini
dilakukan untuk mengetahui seberapa besar pengaruh perlakuan terhadap lebar
daun. Pada awal penelitian, lebar daun tanaman tidak sama sehingga
penghitungan selisih ini berguna untuk menghindari terjadinya kebiasan hasil.
Berikut disajikan pengaruh filter cahaya terhadap lebar daun tanaman induk
S.trifasciata ‘Lime Streaker’ bagian atas, tengah, dan bawah (Tabel 11).
Berdasarkan Tabel 11 pada akhir pengamatan daun tanaman S.trifasciata
‘Lime Streaker’ bagian atas paling lebar diperoleh pada bangunan filter paranet
55% dan plastik sedangkan daun bagian tengah dan bawah yang terlebar
diperoleh pada bangunan filter paranet 55%. Tanaman S.trifasciata ‘Lime
Streaker’ yang ditumbuhkan pada paranet 55% memiliki daun yang terlebar
sebagai mekanisme adaptasi tanaman terhadap cekaman naungan yaitu
36
kekurangan cahaya. Hasil penelitian ini sama dengan Lestari (2007) bahwa
S.trifasciata ‘Laurentii’ yang ditumbuhkan pada paranet 55% memiliki daun yang
terlebar dibandingkan dengan filter cahaya yang lainnya.
Tabel 11. Pengaruh Filter Cahaya terhadap Lebar Daun Tanaman Induk
S.trifasciata ‘Lime Streaker’ Bagian Atas, Tengah, dan Bawah
Filter Cahaya
1
Plastik Selektif Film
Paranet 55%
Plastik
CuSO4 2.5%
3.41
3.87
3.39
3.75
Plastik Selektif Film
Paranet 55%
Plastik
CuSO4 2.5%
5.09
4.90
4.68
5.01
Plastik Selektif Film
Paranet 55%
Plastik
CuSO4 2.5%
3.65
3.27
3.64
3.85
Umur (MSA)
5
10
.........cm.........
Bagian Atas
3.69 3.75
4.28 4.43
3.81 3.95
4.09 4.21
Bagian Tengah
5.27 5.31
5.07 5.24
4.89 5.05
5.15 5.35
Bagian Bawah
3.68 3.80
3.39 3.71
3.72 3.85
3.84 3.92
14
Selisih
(14 MSA-1 MSA)
3.79
4.45
3.97
4.24
0.38
0.58
0.58
0.49
5.38
5.35
5.09
5.41
0.29
0.45
0.41
0.40
3.83
3.79
3.89
3.96
0.18
0.52
0.25
0.11
Media tanam tidak berpengaruh terhadap peubah lebar daun baik daun
bagian atas, tengah maupun bawah. Pada Tabel 13 disajikan mengenai pengaruh
media tanam terhadap lebar daun tanaman induk S.trifasciata ‘Lime Streaker’
bagian atas, tengah dan bawah pada 1, 5, 10, dan 14 MSA.
Berdasarkan Tabel 12, pada akhir pengamatan daun tanaman S.trifasciata
‘Lime Streaker’ bagian atas paling lebar diperoleh pada perlakuan limbah
tembakau : pasir = 1:3 dan pasir : arang sekam : pakis = 2 : 1 : 1 sedangkan daun
bagian tengah yang memiliki selisih lebar daun terbesar adalah tanaman yang
ditanam pada media tanam tembakau : pasir = 1:3. Selisih lebar tanaman yang
paling besar pada daun bagian bawah didapatkan pada tanaman yang ditanam
pada media pasir.
37
Tabel 12. Pengaruh Media Tanam terhadap Lebar Daun Tanaman Induk
S.trifasciata ‘Lime Streaker’ Bagian Atas, Tengah, dan Bawah
Media Tanam
1
Limbah tembakau : pasir = 1:3
Pasir : arang sekam : pakis = 2 : 1 : 1
Pasir = 1
3.48
3.82
3.52
Limbah tembakau : pasir = 1:3
Pasir : arang sekam : pakis = 2 : 1 : 1
Pasir = 1
4.87
5.02
4.88
Limbah tembakau : pasir = 1:3
Pasir : arang sekam : pakis = 2 : 1 : 1
Pasir = 1
3.71
3.60
3.51
Umur (MSA)
5
10
.........cm.........
Bagian Atas
3.86 3.98
4.23 4.33
3.82 3.95
Bagian Atas
5.07 5.28
5.18 5.30
5.04 5.14
Bagian Atas
3.77 3.87
3.64 3.79
3.57 3.80
14
Selisih
(14 MSA-1 MSA)
4.02
4.36
3.97
0.54
0.54
0.40
5.32
5.40
5.20
0.45
0.38
0.32
3.92
3.88
3.81
0.21
0.28
0.30
Jumlah Tunas Baru
Pada peubah jumlah tunas baru tidak dilakukan uji F karena keterbatasan
data. Tidak semua tanaman S.trifasciata ‘Lime Streaker’ yang diujikan
menghasilkan tunas baru. Namun pada akhir pengamatan (14 MSA) dihitung
jumlah tunas baru yang muncul setiap perlakuan. Pada Gambar 10 disajikan
mengenai pengaruh filter cahaya terhadap jumlah tunas baru yang muncul pada
akhir pengamatan.
Jumlah Daun
10
8
6
4
2
0
Plastik Selektif Paranet 55 %
Film
Plastik
CuSO4 2,5%
Filter Cahaya
Gambar 10. Pengaruh Filter Cahaya terhadap Jumlah Tunas Baru Tanaman
S. trifasciata ‘Lime Streaker’ pada Akhir Pengamatan
38
Filter cahaya plastik merupakan filter cahaya yang paling berpengaruh
terhadap jumlah tunas baru yang dihasilkan. Hal ini dapat dilihat dari jumlah tunas
baru yang muncul pada plastik (9 tunas baru) paling banyak secara berturut-turut
diikuti oleh filter larutan CuSO4 2.5 %, plastik selektif film, dan paranet. Hasil
penelitian ini sama dengan penelitian yang dilakukan Lestari (2007) bahwa
tanaman dalam filter plastik menghasilkan jumlah tunas terbanyak.
Penelitian yang dilakukan oleh Rajapakse dan Wilson (2006) menyatakan
bahwa larutan CuSO4 dapat meningkatkan daya berkecambah benih, mengurangi
pemanjangan batang, dan meningkatkan pertumbuhan tunas lateral. Sifat larutan
CuSO4 ini tidak berbeda dengan plastik selektif film. Pada penelitian ini, jumlah
tunas baru tanaman S.trifasciata ‘Lime Streaker’ yang dihasilkan pada bangunan
filter dengan penutup larutan CuSO4 dan plastik selektif film hampir sama. Kedua
bangunan filter ini dapat meningkatkan rasio panjang gelombang merah (R) dan
infra merah (FR) sehingga tanaman lebih banyak menerima gelombang merah
dibanding infra merah. Cahaya merah akan mengaktifkan fitokrom merah menjadi
fitokrom merah jauh yang dapat merangsang perkecambahan dan meningkatkan
pertumbuhan tunas lateral.
Media tanam merupakan salah satu faktor yang berperan dalam proses
pertumbuhan tanaman. Pada Gambar 11 berikut disajikan mengenai pengaruh
media tanam terhadap jumlah tunas baru yang muncul pada akhir pengamatan.
Jumlah Tunas Baru
12
10
8
6
4
2
0
pasir : tembakau = 1:3
pasir : arang sekam :
pakis = 2 : 1 : 1
pasir = 1
Media Tanam
Gambar 11. Pengaruh Media Tanam terhadap Jumlah Tunas Baru Total Tanaman
S. trifasciata ‘Lime Streaker’ pada Akhir Pengamatan
39
Media limbah tembakau : pasir = 1:3 merupakan media yang paling
berperanannya dalam menghasilkan tunas baru tanaman S.trifasciata ‘Lime
Streaker’ terbanyak pada akhir penelitian ini. Hasil penelitian ini bertentangan
dengan
pernyataan
Lingga
(2005)
bahwa
tanaman
Sansevieria
tidak
membutuhkan bahan organik yang banyak untuk pertumbuhannya. Faktor yang
diduga mempengaruhi hal ini adalah kandungan nitrogen (1.3%) dan kalium
(3.75%) yang cukup tinggi dibandingkan dengan media tanam yang lain. Peranan
unsur nitrogen menurut Soepardi (1983) salah satunya untuk merangsang
pertumbuhan vegetatif tanaman. Leiwakabessy dan Sutandi (1998) menyatakan
peranan unsur kalium untuk pembelahan sel, fotosintesis, translokasi fotosintat.
Jumlah Stomata
Contoh stomata diambil dari daun tanaman S.trifasciata ‘Lime Streaker’
pada setiap perlakuan filter cahaya. Sampel diamati dari bagian atas maupun
bawah daun serta bagian hijau maupun kuning daun. Contoh stomata diambil pada
tiga titik yang berbeda pada masing-masing bagian tersebut. Pengulangan
dilakukan 3 kali. Hasil yang didapat disajikan pada Gambar 12 berikut.
24,00
Jumlah Stomata
23,00
22,00
21,00
Hijau atas
20,00
Hijau bawah
19,00
Kuning atas
Kuning bawah
18,00
17,00
16,00
Plastik Selektif Film
Paranet 55%
Plastik
CuSO4
Filter Cahaya
Gambar 12. Perbandingan Jumlah Stomata S.trifasciata ‘Lime Streaker’ pada
Setiap Perlakuan Filter Cahaya.
Tanaman S.trifasciata ‘Lime Streaker’ yang ditumbuhkan di bawah
bangunan filter plastik selektif film memiliki jumlah stomata rata-rata
(20.87/mm2) paling banyak dibandingkan dengan perlakuan filter cahaya yang
lain. Secara berturut-turut jumlah stomata rata-rata yang terdapat pada ketiga
40
perlakuan yang lain adalah sebagai berikut: plastik 20.11/mm2, larutan CuSO4
19.21/mm2, paranet 55% 18.92/mm2.
S.trifasciata ‘Lime Streaker’ yang ditanam dibawah filter plastik selektif
film memiliki jumlah stomata paling banyak. Sutarmi (1983) menyatakan bahwa
pada tanaman yang menerima intensitas cahaya rendah menghasilkan jumlah
stomata lebih banyak. Intensitas cahaya pada bangunan filter plastik selektif film
yaitu sebesar 30 386.3 (kal/cm2/hari) lebih rendah daripada perlakuan filter cahaya
lainnya. Hal inilah yang diduga sebagai penyebab jumlah stomata pada
S.trifasciata ‘Lime Streaker’ yang ditanam di bawah filter plastik selektif film
lebih tinggi dibandingkan perlakuan filter cahaya yang lain. Namun, penelitian
Rajapakse et al. (1993) pada Chrysanthemum menyatakan bahwa pemberian sinar
merah dapat mengurangi jumlah stomata.
Pada tanaman Sansevieria yang lain, yaitu S.trifasciata ’Lilian True’
tanaman hasil stek yang diberi perlakuan filter CuSO4 2.5% memiliki jumlah
stomata terbanyak, yakni stomata 10.59 per mm2, diikuti filter plastik (8.08), filter
paranet 55% (6.66), dan filter selektif film (6.60) (Lestari, 2007). Fahn (1991)
menjelaskan bahwa jumlah stomata per milimeter persegi dapat berbeda pada
tumbuhan yang berlainan walaupun mereka masih satu spesies.
Jumlah stomata S.trifasciata ‘Lime Streaker’ lebih banyak terdapat pada
daun tanaman yang berwarna kuning dan terletak di bagian bawah daun (21.69/
mm2) diikuti oleh hijau bawah (20.46/mm2), kuning atas (18.63/ mm2), hijau atas
(18.35/ mm2). Secara umum, jumlah stomata S.trifasciata ‘Lime Streaker’ lebih
banyak terdapat pada bagian daun berwarna kuning dan terletak di bagian bawah
daun. Hopskin dan Huner (2004) menguatkan bahwa stomata pada tanaman secara
umum banyak terdapat pada bagian permukaan bawah daun. Namun pada
tanaman herba monokotil stomata terletak pada bagian atas (adaxial) maupun
bawah (abaxial)
Sansevieria merupakan tanaman yang dikenal mampu menyerap polutan
(Peart, 2003). Mekanisme penyerapan polutan terjadi melalui stomata (Giese et
al., 1994). Oleh karena itu, semakin banyak jumlah stomata, tanaman ini
diharapkan lebih efektif dalam menyerap polutan
41
Perilaku Stomata
Pengamatan terhadap peubah perilaku stomata dilakukan pada pagi (09.00
WIB) dan sore hari (17.00 WIB). Sampel diamati dari bagian atas maupun bawah
daun serta bagian hijau maupun kuning daun. Berdasarkan pengamatan yang telah
dilakukan, tanaman stomata Sansevieria membuka pada sore hari yaitu sekitar
pukul 17.00 sedangkan pada pagi harinya stomata menutup. Hal ini senada dengan
pernyataan Lingga (2005) bahwa Sansevieria memiliki stomata yang banyak
membuka pada sore hari. Pada Gambar 13 berikut merupakan hasil pengamatan
kondisi pembukaan stomata pada pagi dan sore hari selama pengamatan.
(a)
(b)
Gambar 13. Kondisi stomata Sansevieria trifasciata ’Lime Streaker’
(a) Stomata menutup pada pagi hari (pkl 09.00)
(b) Stomata membuka pada sore hari (pkl 17.00)
Hal ini menunjukkan bahwa Sansevieria merupakan tanaman sukulen yang
memiliki metabolisme sistem Crassulacean Acid Metabolism (CAM). Salisbury
dan Ross (1995) menjelaskan bahwa stomata pada tanaman CAM hanya
membuka pada malam hari (pada saat itu tingkat evaporasi lebih rendah) dan
menutup sepanjang hari untuk mengefisienkan penggunaan air.
Sansevieria memiki habitat asli pada daerah kering atau gurun (Lingga,
2005 dan Henley et al., 2006). Pada habitat tersebut Sansevieria harus
mengefisienkan penggunaan air dan CO2 untuk fotosintesis dengan cara menutup
stomata pada pagi dan siang hari. Lingga (2005) menyebutkan bahwa Sansevieria
termasuk tanaman bertipe fotosintesis CAM. Hal ini dibuktikan pada penelitian
ini bahwa stomata tanaman Sansevieria membuka pada sore hari yaitu sekitar
pukul 17.00 WIB. Pada waktu tersebut, suhu lingkungan lebih sejuk dan
42
kelembaban nisbi tinggi sehingga jika Sansevieria membuka stomatanya maka
Sansevieria tidak terlalu kehilangan air dan CO2 (Salisbury dan Ross, 1992).
Tanaman yang diletakkan di bawah paranet 55% memiliki persentase
jumlah total stomata membuka lebih besar dibandingkan perlakuan filter lainnya,
yaitu sebesar 59.06% (Tabel 13). Persentase pembukaan stomata pada filter
CuSO4 dan plastik selektif film lebih rendah dari paranet 55%, masing-masing
sebesar 16.57% dan 14.02 %. Persentase pembukaan stomata yang terdapat pada
daun tanaman yang berwarna hijau pada bagian atas daun lebih besar (44.68%)
Tabel 13. Persentase Stomata yang Membuka pada Sore Hari
Filter Cahaya
Plastik Selektif Film
Paranet 55%
Plastik
CuSO4
Rataan
Hijau
Atas
Hijau
Kuning
Kuning
Bawah
Atas
Bawah
..........................%......................
3.60
33.60
0
18.86
85.97
64.91
18.95
68.62
55.33
47.16
25.29
32.14
33.82
32.47
0
0
44.54
11.06
29.91
44.68
Rataan
14.02
59.06
39.98
16.57
Dalimunthe (2007) menyatakan bahwa cahaya merah turut mempengaruhi
pembukaan stomata. Pada filter CuSO4 dan plastik selektif film yang diduga
memiliki cahaya merah lebih tinggi justru persentase pembukaan stomatanya lebih
rendah dari perlakuan paranet 55%. Cahaya merah selain merangsang masuknya
ion kalium ke sel penjaga, juga berperan dalam pemecahan molekul pati untuk
menghasilkan fosfoenol piruvat (PEP) yang dapat menerima CO2 untuk
membentuk asam malat (Lakitan, 2004).
Warna Daun
Secara umum, kualitas warna daun Sansevieria antar perlakuan hampir
sama. Tidak ada kekontrasan warna yang terlalu mencolok. Namun pada tanaman
S.trifasciata ‘Lime Streaker’ yang ditanam dibawah filter plastik selektif film dan
larutan CuSO4 2.5% daunnya terlihat lebih cerah dibandingkan dengan filter
cahaya paranet 55 % dan plastik seperti ditunjukkan pada Gambar 14.
43
Plastik Selektif Film
Paranet 55%
Plastik
CuSO4 2.5%
Gambar 14. Warna Daun S. trifasciata ‘Lime Streaker’ pada Berbagai Perlakuan
Filter Cahaya
Keterangan: Gambar diambil pada keadaan pencahayaan, hari dan kamera yang sama.
Cahaya merupakan faktor penting bagi pertumbuhan dan perkembangan
tanaman, karena selain berperan dominan pada proses fotosintesis, cahaya juga
dapat berfungsi untuk mengendalikan proses morfogenesis tanaman (Salisbury
dan Ross, 1995). Penyerapan cahaya hijau kuning (510 – 600 nm) terjadi dengan
lemah dan banyak foton dari gelombang cahaya ini yang berpendar. Oleh karena
itu daun terlihat berwarna hijau. Namun radiasi cahaya merah jauh tidak terlihat
oleh mata karena cahaya merah jauh ini bukan merupakan cahaya tampak.
Menurut Rajapakse et al. (1993) filter CuSO4 dapat menurunkan panjang
gelombang merah jauh yang ditransmisikan oleh cahaya dan meningkatkan
jumlah cahaya merah yang akan diterima tanaman. Besarnya rasio antara panjang
cahaya merah (R) : merah jauh (FR) yang diterima tanaman akan berpengaruh
pada fisiologi dan morfologi tanaman. Pengaruh yang sama diberikan oleh plastik
selektif film.
Pada penelitian ini, tanaman S.trifasciata ‘Lime Streaker’ yang ditanam
dibawah filter plastik selektif film dan larutan CuSO4 2.5% daunnya terlihat lebih
cerah dibandingkan dengan perlakuan yang lain. Hal ini dapat meningkatkan
kualitas penampilan dari tanaman S.trifasciata ‘Lime Streaker’ ini. Tanaman akan
terlihat lebih menarik, eksotik, dan indah. Apabila penelitian ini diterapkan maka
diharapkan dapat meningkatkan nilai jual tanaman Sansevieria.
Pengamatan terhadap peubah warna daun dapat menggunakan pengolahan
citra yaitu sebuah proses pengolahan dan analisis citra yang banyak melibatkan
44
persepsi visual. Penelitian yang mempelajari penggunaan pengolahan citra untuk
menentukan kualitas tanaman Sansevieria belum pernah dilakukan sebelumnya.
Oleh karena itu, penggunaan pengolahan citra pada tanaman Sansevieria perlu
diteliti sehingga kualitas warna yang diukur menjadi lebih akurat.
Kekompakan Tanaman
Ukuran tanaman Sansevieria seringkali tidak seragam sehingga sering
menyulitkan pemanfaatannya sebagai elemen dekorasi. Menurut Sachs dalam
Dasoju, Evans, dan Whipker (1998) tinggi optimal tanaman pot adalah 1.5-2 kali
lebar pot. Kualitas tanaman S.trifasciata ‘Lime Streaker’ yang diinginkan adalah
yang memiliki tinggi tanaman proporsional dengan jumlah daun yang banyak.
Acuan untuk penentuan kekompakan tanaman S.trifasciata ‘Lime Streaker’
dijabarkan di bagian bahan dan metode (Gambar 7).
Seluruh peubah vegetatif yang diamati berperan dalam menentukan
kekompakan tanaman. Kekompakan tanaman dalam penelitian ini dilihat dari
perlakuan yang memberikan pertambahan tinggi tanaman terkecil, jumlah daun
terbanyak, lebar daun terlebar dan memiliki jumlah anak terbanyak. Kemudian
dari setiap perlakuan ditentukan rataannya. Rekapitulasi pengaruh filter cahaya
dan media tanam terhadap berbagai peubah yang mempengaruhi kekompakan
tanaman S. trifasciata ‘Lime Streaker’ ditunjukkan pada Tabel 14.
Ballare et. al. (2002) menyatakan bila rasio R/FR besar, maka tanaman
akan membentuk tajuk yang kompak. Pada penelitian ini tanaman yang ditanam
pada filter cahaya CuSO4 dan plastik selektif film tidak lebih kompak
dibandingkan paranet 55% dan plastik. Khattak et al. (1999) menyatakan bahwa
cahaya merah jauh dapat menyebabkan tanaman krisan menjadi lebih pendek 10%
dibandingkan dengan kontrol. Menurut Rajapakse et al. (1993) penggunaan filter
CuSO4 6% pada tanaman krisan dalam rumah kaca dapat mengurangi tinggi dan
panjang internode, meningkatkan klorofil daun dan tanaman menjadi lebih
kompak.
45
Tabel 14. Rekapitulasi Pengaruh Faktor Filter Cahaya dan Media Tanam terhadap
Kekompakan Tanaman S.trifasciata ‘Lime Streaker’
Peubah
Pertambahan tinggi tanaman induk
Jumlah daun tanaman induk
Lebar daun atas tanaman induk
Lebar daun tengah tanaman induk
Lebar daun bawah tanaman induk
Jumlah tunas baru
Rataan
P1
1
4
1
1
2
2
1.83
Keterangan: P1 = Plastik Selektif Film
P2 = Paranet 55%
P3 = Plastik
P4 = CuSO4 2.5%
4 = sangat kompak
3 = kompak
P2
3
3
3
4
4
1
3
Perlakuan
P3
P4
A1 A2 A3
2
4
2
3
2
1
2
3
1
2
3
1
2
2
1
3
2
3
2
1
3
1
1
2
3
4
3
3
1
2
2.67 2.17 2.33 1.83 1.83
A1= Pasir : tembakau = 3:1
A2= Pasir : arang sekam : pakis = 2:1:1
A3= Pasir = 1
2 = agak kompak
1 = kurang kompak
Tanaman S.trifasciata ‘Lime Streaker’ yang kompak pada penelitian ini
justru didapatkan pada tanaman yang ditanam pada paranet 55%. Hal ini
dimungkinkan karena S.trifasciata ‘Lime Streaker’ mengalami etiolasi sehingga
memiliki daun lebar namun memiliki pertambahan tinggi tanaman yang tidak
banyak. Secara umum, tanaman yang ditanam dibawah naungan akan lebih tinggi
untuk mendapatkan cahaya dan lebih lemah. Pada Gambar 15 disajikan gambar
mengenai hasil perlakuan filter cahaya dan media tanam terhadap kekompakan
daun pada akhir pengamatan.
30 cm
20 cm
plastik
paranet
selektif film
plastik
CuSO4
Gambar 15. Kekompakan Tanaman S.trifasciata ‘Lime Streaker’ pada Berbagai
Perlakuan Filter Cahaya pada Akhir Pengamatan.
46
Media tanam tidak berpengaruh terhadap semua peubah. Namun
berdasarkan Tabel 14, rataan tertinggi untuk peubah kekompakan tanaman
diperoleh pada media tanam tembakau : pasir = 1 : 3. Hal ini diduga karena
media tanam tembakau : pasir = 1 : 3 memiliki ketersediaan unsur makro dan
mikro yang mendekati kebutuhan Sansevieria. Namun Henley et al. (2004) dan
Lingga (2005) menyatakan bahwa tanaman Sansevieria merupakan tanaman asli
gurun dan tidak membutuhkan banyak bahan organik. Oleh karena itu diperlukan
adanya kajian dan penelitian lebih lanjut sehingga diperoleh informasi yang lebih
akurat.
Pembahasan Umum
Secara umum, kondisi tanaman selama penelitian cukup baik. Filter
cahaya berpengaruh nyata pada peubah pertambahan tinggi tanaman induk (2
MSA) dan jumlah daun tanaman induk (1-3 MSA) dan berpengaruh sangat nyata
terhadap jumlah daun tanaman induk (4-14 MSA). Namun filter cahaya tidak
berpengaruh terhadap lebar daun tanaman induk baik daun bagian atas, tengah
maupn bawah. Perlakuan media tanam yang diberikan tidak berpengaruh pada
semua peubah yang diamati. Kombinasi perlakuan antara filter cahaya dan media
tanam hanya berpengaruh nyata terhadap jumlah daun tanaman induk pada 9-12
MSA dan sangat nyata pada 13 – 14 MSA.
Tanaman induk S.trifasciata ’Lime Streaker’ yang paling pendek diperoleh
pada tanaman yang ditumbuhkan di bawah bangunan filter larutan CuSO4 2.5%.
Hal di atas senada dengan penelitian Mortensen dan Stromme (1987) dan Mc
Mahon (1991) dalam Young et al. (1994) bahwa filter cahaya CuSO4 dengan
konsentrasi 2.5% dapat menekan pertumbuhan tanaman.
Tanaman induk S.trifasciata ‘Lime Streaker’ yang ditanam didalam
bangunan dengan penutup (covering) plastik selektif film dan larutan CuSO4
memiliki jumlah daun yang lebih banyak. Penggunaan filter cahaya CuSO4 dan
plastik selektif film memiliki fungsi yang sama yaitu meningkatkan rasio
penerimaan cahaya R/FR oleh tanaman. Wilson dalam www.clemson.edu cahaya
merah meningkatkan konsentrasi sitokinin pada tanaman
47
Kombinasi antara media tanam pasir: arang sekam : pakis = 2:1:1 dan
filter
plastik selektif film menghasilkan tanaman induk
S.trifasciata ‘Lime
Streaker’ yang memiliki jumlah daun paling banyak (5.60 lembar) di bandingkan
dengan kombinasi perlakuan yang lain. Intensitas cahaya pada bangunan plastik
selektif film (30 386.30 kal/cm2/hari) diduga sesuai untuk pertumbuhan tanaman
S.trifasciata ‘Lime Streaker’ terutama dalam menghasilkan daun baru.
S.trifasciata ‘Lime Streaker’ akan berfotosintesis untuk membentuk daun baru.
Komposisi media tanam pasir : arang sekam : pakis = 2 : 1 : 1 memberikan
ketersediaan unsur makro nitrogen (0.32%), fosfor (0.05%), dan kalium (0.27%)
yang paling mendekati kebutuhan unsur hara Sansevieria. Henley et al. (2006)
menyebutkan kebutuhan unsur nitrogen dalam Sansevieria adalah 1.7-3.0 %,
fosfor 0.15-0.3 %, dan kalium 2.0-3.0 %. Selain itu, unsur-unsur dalam media
tanam pasir : arang sekam : pakis = 2 : 1 : 1 ini tidak tercuci jika diletakkan di
bawah filter cahaya plastik selektif film.
Pada penelitian ini, perlakuan filter cahaya dan media tanam tidak banyak
berpengaruh pada berbagai peubah yang diamati. Hal ini diduga karena
Sansevieria merupakan tanaman yang kurang sensitif terhadap perlakuan
gelombang cahaya R/FR dan memiliki pertumbuhan lambat. Selain itu waktu
pengamatan yang terlalu singkat diduga sebagai faktor lainnya. Keterbatasan alat
dan bahan turut mempengaruhi hasil penelitian ini. Harga alat dan bahan dalam
penelitian ini cukup mahal sehingga cukup sulit untuk mendapatkan hasil yang
akurat. Faktor iklim mikro disekitar area penelitian yang tidak seragam turut
mempengaruhi hasil penelitian ini.
Tanaman S.trifasciata ‘Lime Streaker’ yang ditanam di bawah bangunan
plastik menghasilkan tunas baru paling banyak (9 tunas baru) dan media limbah
tembakau : pasir = 1:3 merupakan media yang menghasilkan tunas baru tanaman
S.trifasciata ‘Lime Streaker’ terbanyak pada akhir penelitian ini (11 tunas baru).
S.trifasciata ‘Lime Streaker’ yang ditanam dibawah filter plastik selektif
film memiliki jumlah stomata paling banyak (20.87/mm2) dan
lebih banyak
terdapat pada daun tanaman yang berwarna kuning dan terletak di bagian bawah
daun (21.69/ mm2). Tanaman yang diletakkan di bawah paranet 55 % memiliki
persentase jumlah stomata yang membuka lebih besar dibandingkan perlakuan
48
filter lainnya, yaitu sebesar 59.06% dan lebih besar pada daun tanaman yang
berwarna hijau pada bagian atas daun (44.68%). Hasil penelitian ini berbeda
dengan pernyataan Rajapakse, McMahon, dan J. W. Kelly (1993) dan Dalimunthe
(2007) bahwa sinar merah dapat mengurangi jumlah dan pembukaan stomata.
Stomata tanaman Sansevieria membuka pada sore hari yaitu pukul sekitar
pukul 17.00. Hal ini senada dengan pernyataan Lingga (2005) bahwa Sansevieria
memiliki stomata yang banyak membuka pada sore hari dan sekaligus
menunjukkan bahwa Sansevieria merupakan tanaman sukulen yang memiliki
metabolisme sistem Crassulacean Acid Metabolism (CAM). Salisbury dan Ross
(1995) menjelaskan bahwa stomata pada tanaman CAM hanya membuka pada
malam hari (pada saat itu tingkat evaporasi lebih rendah) dan menutup sepanjang
hari untuk mengefisienkan penggunaan air
Tanaman S. trifasciata ‘Lime Streaker’ yang ditanam dibawah filter
plastik selektif film dan larutan CuSO4 2.5% daunnya terlihat lebih cerah. Hal ini
karena penyerapan cahaya hijau kuning (510 – 600 nm) pada tanaman yang
ditumbuhkan di bawah filter plastik selektif film dan larutan CuSO4 2.5% terjadi
dengan lemah dan banyak foton dari gelombang cahaya ini yang berpendar akibat
adanya cahaya merah yang lebih tinggi.
Pada penelitian ini tanaman yang kompak diperoleh pada tanaman yang
ditanam di paranet 55% dan media tanam pasir : tembakau = 3 : 1. Penggunaan
media tanam pasir : tembakau = 3 : 1 memang menghasilkan tanaman yang
lebihkompak namun jika menggunakan media limbah tembakau ini sebaiknya
tidak terlalu banyak karena tanaman Sansevieria tidak menyukai terlalu banyak
bahan organik. Untuk mendapatkan Sansevieria yang lebih kompak perlu diteliti
lebih lanjut mengenai penggunaan filter cahaya dan media tanam sehingga
diperoleh informasi yang lebih akurat.
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Pada penelitian ini dapat disimpulkan bahwa :
1. Filter cahaya berpengaruh pada peubah pertambahan tinggi tanaman induk
dan jumlah daun tanaman induk. Tanaman S.trifasciata ’Lime Streaker’
yang di tanam di bawah filter CuSO4 2.5%
paling pendek (0.77cm)
dibandingkan dengan filter yang lain sedangkan yang tertinggi adalah
tanaman S.trifasciata ’Lime Streaker’ yang di tanam di bawah filter plastik
selektif film (0.98 cm).
2. Media tanam tidak berpengaruh pada semua peubah yang diamati.
3. Interaksi antara filter cahaya dan media tanam hanya berpengaruh terhadap
peubah jumlah daun tanaman induk. Kombinasi antara plastik selektif film
dan media tanam dengan komposisi pasir : arang sekam : pakis = 2 : 1 : 1
menghasilkan jumlah daun baru paling banyak (5.6 lembar daun).
4. S.trifasciata ‘Lime Streaker’ yang ditanam dibawah filter plastik selektif
film dan larutan CuSO4 2.5% memiliki daun yang lebih cerah dibandingkan
dengan perlakuan lainnya.
5. Tanaman yang kompak diperoleh pada paranet 55% dan media tanam pasir :
tembakau = 3 : 1
Saran
Pada penelitian selanjutnya disarankan untuk membangun filter cahaya
dalam kondisi yang seragam. Untuk mengukur rasio R/FR sebaiknya
menggunakan alat pengukur kualitas cahaya (spektroradiometer). Perlu digunakan
metoda dan alat khusus (pengolahan citra) untuk menentukan tingkat kecerahan
dan kekontrasan warna tanaman. Penggunaan berbagai filter cahaya berwarna
lainnya juga perlu diteliti untuk menambah khasanah ilmu pengetahuan dan
mempelajari keefektifannya dalam menghasilkan tanaman yang memiliki
pertumbuhan dan kualitas penampilan yang baik. Selain itu juga perlu melihat
pengaruh berbagai macam filter cahaya pada berbagai jenis tanaman hias lain.
DAFTAR PUSTAKA
Ballare, C. L. A. Scopel, J. J. Casal and R. A. Sánchez. 2002. Know They
Neighbour Trough Phytocrome. www.plantphys.net. 23 Maret 2006.
Bidwell, R.G.S. 1974. Plant Physiology. Macmillan Publishing Co., Inc. 643 p.
Bonar, A. 1994. Indoor Conservatory and Greenhouse Gardening. Cassell.
London.
Chamberlain. 1986. Deposition of gases and particles on vegetation and soils. p
189-209. In: A. H. Legge and S. V. Krupa. (Eds.). Air Pollutants and
Their Effect on The Terrestrial Ecosystem. John Wiley and son. New
York.
Campbell, N. A., J. B. Reece. L. G. Mitchell. 1999. Biologi. Erlangga. Jakarta
Cemy, T.A., Shumin Li, N.C Rajapakse,. 2000. Greenhouse product news. 4(10).
Dalimunthe,A. 2004. Stomata: Biosintesis, Mekanisme Kerja, dan Peranannya
dalam Metabolisme. Program Studi Kehutanan Universitas Sumatra Utara.
USU Digital library. 29 Juli 2007.
Dariana, A. 2005. Tumbuhan Obat dan Khasiatnya. Seri 2. Penebar Swadaya.
Depok.
Dasoju, S. M. R. Evans, and B. E. Whipker. 1998. Paclobutrazol drenches control
growth of potted sunflower. Hortech (8):235-237
Decoteau, D. 1998. Plant Physiology: Manipulating Plant Growth with Solar
Radiation. Greenhouse Glazing & Solar Radiation Transmission
Workshop. Rutgers University.
Ellis, C. and M. W. Swaney. 1947. Soilless Growth of Plants. Reinhold
Publishing Corporation. New York. 277p.
Fahn, A. 1991. Anatomi Tumbuhan. Universitas Gajah Mada. Yogyakarta. 943
hal.
Flegmann, A. W., and A. T. George. 1975. Soils and Other Growth Media. The
Macmillan Press.
Fletcher, J.M., A. Tatsiopoulou, P. Hadley, F.J. Davis, and R.G.C. Henbest. 2002.
Growth, Yield and Development of Strawberry Cv ‘ Elsanta’ Under Novel
Photoselective Film Clad Greenhouses. ISHS Acta Horticulturae 633
Gardner, F. P., R. B. Pearce, R. L. Mitchell. 1991. Fisiologi Tanaman Budidaya.
Jakarta. UI Press.
Giese, M., U. Bauer-Doranth, C. Langebartels and H. Sandermann, Jr. 1994.
Detoxification of Formaldehyde by the Spider Plant (Chlorophytum
comosum L.) and by soybean (Glycine max L.) cell suspension cultures,
Plant Physiology. 104:1301-1309.
Harjadi, S. S. 1989. Dasar-Dasar Hortikultura. Departemen Agronomi dan
Hortikultura. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
51
Henley, R.W., A.R. Chase, and L.S. Osborne. 2006. Sansevieria Production
Guide. Central Florida Research and Education Center University of
Florida. Florida.
Hopkins, W. G. dan N. P. A. Huner. 2004. Introduction to Plant Physiology. John
Wiley and Sons, Inc. New York. 559 p.
Julianti, E. D. 2003. Hujan Emas di Ladang Sansevieria. Trubus 405:94-95
Khattak, A. M., S. Pearson, C. B. Johnson. 1999. The effect of spectral filters and
nitrogen dose on the growth of chrysanthemum (Chrysantemum
morifolium Ramat., cv. Snowdon). The Journal of Horticultural Science
and Biotechnology Trustees 74(2):206-212.
Lakitan, B. 1996. Fisiologi Pertumbuhan dan Perkembangan Tanaman. Grafindo
Persada. Jakarta. 217 hal.
Leiwakabessy, F. M. dan A. Sutandi. 1998. Pupuk dan Pemupukan. Departemen
Tanah. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI). 2006. Limbah Tembakau
Dimanfaatkan untuk Kompos. www.lipi.go.id. 31 Agustus 2006.
Lestari, P. 2007. Penggunaan Beberapa Filter Cahaya dan Cara Perbanyakan
Vegetatif Untuk Memperbaiki Kualitas Fenotipe Bibit Sanseivieria
trifasciata ‘Laurentii’ dan ‘Lilian True’. Skripsi. Departemen Agronomi
dan Hortikultura. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. 94 hal.
Lingga, L. 2005. Panduan Praktis Budidaya Sanseviera. AgroMedia Pustaka.
Depok
McMahon, M J and J. W. Kelly. 2006. Influence of Spectral Filters on Growth of
Euphorbia pulcherrima 'Glory'. Department of Horticulture and Crop
Science, The Ohio State University. Ohio
Mortensen, L. M., E. Stromme, Z. Sebesta and Wenner. 1987. Growth chamber
with control of light quality. Norwegian Journal of Agricultural Science
1:15.
Murbandono, H. S. L. 1993. Membuat Kompos. Penebar Swadaya. Jakarta. 44hal.
Mulyana, N. 2006. Adaptasi Morfologi, Anatomi, dan Fisiologi Empat Genotipe
Kedelai (Glycine Max (L) Merr.) pada Kondisi Cekaman Naungan. Skripsi.
Departemen Agronomi dan Hortikultura. IPB. Bogor.
Peart, V. 2003. Indoor Air Quality in Florida:Houseplants to Fight Pollution.
Department of Family, Youth and Community Sciences. Florida
Cooperative Extension Service. Institute of Food and Agricultural
Sciences. University of Florida. Florida.
Rajapakse, N. C., McMahon, and J. W. Kelly. 1993. End of Day to Far-Red Light
Reverses the Height Reduction of Chrysanthemum Induced by Copper
Sulfate Spectral Filters. Department of Horticulture. Clemson University.
Rajapakse, N. C. and S. Wilson. 2001. Growth Regulating Photoselective
Greenhouse Covers. http://www.clemson.edu. 10 Februari 2006.
52
Ransom, S. L. and Thomas M. 1960. Crassulacean acid metabolism. Annual Rev
Plant Physiol 11: 81-110
Rubatzky, V. E. and M. Yamaguchi. 1998. Sayuran Dunia 1. Penerbit ITB.
Bandung. 313 hal.
Salisbury, F. B. dan C. W. Ross. 1995. Fisiologi Tumbuhan (Terjemahan Plant
Physiology.). Jilid 2. Penerbit ITB. Bandung.
Sampoerna. 2007. Potensi Pemanfaatan Limbah Pabrik PT HMS Sampoerna. PT
Sampoerna.( Tidak dipublikasikan)
Sopandie, D., Trikoesoemaningtyas, dan N. Khumaida. 2005. Fisiologi, genetika
dan molekuler adaptasi kedelai terhadap intensitas cahaya rendah:
pengembangan varietas unggul kedelai sebagai tanaman sela. Departemen
Agonomi dan Hortikultura, IPB. Bogor. (Tidak dipublikasikan)
Soepardi, G. 1983. Sifat dan Ciri Tanah. Jurusan Tanah. Fakultas Pertanian.
Institut Pertanian Bogor.
Surkati, A. 1987. Aplikasi Teknologi pada Produksi Bunga. Jurusan Budidaya
Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Bogor. 18 hal.
Sutarmi, S. 1983. Botani Umum Jilid II. Angkasa. Bandung. 180 hal.
Young, R. E., Margaret J. Mc., Nihal C. R., and Dennis R. D. 1994. Spectral
Filtering for Plant Production. International Lighting in Controlled
Environments Workshop.
Wattimena, G. A., L. W. Gunawan, N. A. Mattjik, E. Syamsudin, N. M. A.
Wiendi. A. Ernawati. 1992. Bioteknologi Tanaman. Pusat Antar
Universitas Bioteknologi. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Wilson, S. 2006. Application of Photomorphogenesis Research to Horticultural
Systems. http://www.clemson.edu
Wilson, S.and N. Rajapakse. 2001. Use of photoselective plastic films to control
growth of three perennial salvias. J. Appl. Hort., 3(2):71-74.
Wikipedia. 2006. Tembakau. http://id.wikipedia.org. 11 Oktober 2006
LAMPIRAN
54
Lampiran 1. Denah Tata Letak Percobaan
P1A2
P1A1
P1A3
P3A2
P3A3
P3A1
P2A1
P2A3
P2A2
P2A2
P2A3
P2A1
P4A1
P4A2
P4A3
Keterangan: P1 = Plastik Selektif Film
P2 = Paranet 55%
P3 = Plastik
P4 = CuSO4 2.5%
Ulangan 1
P3A2
P2A3
P3A1
P2A1
P3A3
P2A2
Ulangan 2
P2A1
P1A3
P2A2
P1A2
P2A3
P1A1
Ulangan 3
P1A2
P4A1
P1A3
P4A3
P1A1
P4A1
Ulangan 4
P1A1
P3A1
P1A3
P3A2
P1A2
P3A3
Ulangan 5
P1A2
P2A1
P1A1
P2A2
P1A3
P2A3
P4A1
P4A2
P4A3
P4A2
P4A1
P4A3
P3A1
P3A2
P3A3
P4A3
P4A1
P4A2
P3A1
P3A3
P3A2
A1= Pasir : tembakau = 3:1
A2= Pasir : arang sekam : pakis = 2:1:1
A3= Pasir = 1
55
Lampiran 2. Metode Pengamatan Jumlah dan Perilaku Stomata
Bahan : Daun S. trifasciata ‘Lime Streaker’ dan cat kuku bening.
Alat
: Kaca objek, selotif, dan mikroskop.
Metode:
a. Daun S. trifasciata ‘Lime Streaker’ bagian bawah dan atas serta bagian
daun yang berwarna kuning dan hijau diolesi cat kuku bening selebar
selotip kecil secara merata dan tipis sehingga mudah diangkat.
b. Lapisan cat kuku bening yang telah kering tersebut selanjutnya dikelupas
dengan cara menempelkan selotif di bagian atas cata kuku bening kemudia
ditarik (diangkat).
c. Potongan selotif yang mengandung lapisan cat kuku bening (epidermis
daun) tersebut ditempelkan pada kaca objek
d. Preparat selanjutnya diamati di bawah mikroskop dengan pembesaran
100x20
e. Jumlah stomata yang terlihat dalam bidang pandang dihitung setiap
masing-masing perlakuan sehingga didapat jumlah stomata per luas bidang
pandang tersebut. Pengamatan diulang sebanyak tiga kali dengan cara
mengeser bidang pandang namun tetap pada kaca objek yang sama.
f. Perilaku membuka dan menutupnya stomata juga diamati seperti layaknya
mengamati jumlah stomata diatas. Setelah dihitung jumlah stomata yang
membuka selanjutnya dihitung persentase pembukaan stomata.
Persentase pembukaan stomata = Jumlah stomata membuka X 100 %
Jumlah seluruh stomata
g. Diameter bidang pandang pada pembesaran 100 x 10 diukur menggunakan
mikrometer untuk menghitung luas bidang pandang tersebut
h. Luas bidang pandang dihitung dengan rumus: A = π d2
4
Keterangan: A = Luas bidang pandang, π = tetapan (3.14) dan
d = diameter bidang pandang
Download