Pengaruh pemberian ekstrak pertambahan bobot

advertisement
BAB IV
HASIL PEMBAHASAN
Pengaruh pemberian ekstrak etanol purwoceng (Pimpinella alpina) terhadap
pertambahan bobot badan tikus betina bunting pada umur kebuntingan 0-13 hari
dapat dilihat pada Tabel 22.. Meskipun data yang dihasilkan tidak menunjukan
perbedaan yang nyata (p > 0,05) namun jika dilihat dalam grafik, tikus yang
diberikan purwoceng cenderung lebih cepat pertambahan bobot badannya
dibandingkan dengan tikus kontrol. Penambahan bobot badan diamati 2 hari sekali.
Tabel 2. Rata-rata bobot badan tikus yang telah diberi ekstrak etanol akar purwoceng
selama 13 hari
Gambar 4. Grafik Pertambahan Bobot Badan Tikus
18
Balitro (2011) menyebutkan melalui uji fitokimia pada purwoceng didapatkan
zat-zat antara lain alkaloid,
tanin, flavonoid, triterfenoid, steroid dan glikosida.
Penelitian Taufiqqurrachman (1999) juga telah membuktikan bahwa pemberian
ekstrak purwoceng pada tikus jantan tersebut meningkatkan kadar testosteron karena
di dalam purwoceng terdapat salah satu bahan aktif yakni berupa steroid. Zat tersebut
menjadi pemicu peningkatan hormon testosteron pada tikus. Flavonoid yang
dikandung oleh purwoceng merupakan suatu senyawa yang bersifat estrogenik
(Baraas dan Juffri 1997), yang mampu berfungsi seperti estrogen dalam tubuh yang
akan meningkatkan efek estrogen. Dalam hal ini berarti purwoceng memiliki 2 bahan
aktif yang berpengaruh seperti estrogen di dalam tubuh yakni flavonoid dan steroid.
Flavonoid yang bersifat estrogenik dapat menduduki reseptor estrogen yang berada di
dalam tubuh dan menimbulkan efek seperti estrogen. Sedangkan steroid merupakan
prekursor hormon testosteron, yang kemudian diubah menjadi estrogen. Jika
dibandingkan ke duanya, flavonoid lebih berpengaruh lebih besar dibandingkan
steroid karena dalam hasil pengujiannya menunjukan positif kuat, sedangkan steroid
positif lemah.
Pada sistem hormon reproduksi tikus betina, testosteron diubah menjadi
estrogen dalam rantai pembentukannya. Hampir semua testosteron dan progesteron
akan diubah menjadi estrogen oleh sel - sel granulose pada ovarium. Selama fase
luteal lebih banyak progesteron yang dibentuk, jumlah ini berperan pada sekresi
progesteron yang banyak pada waktu tersebut. Testosteron yang disekresikan oleh
ovarium adalah sekitar seperlimabelas dari testoteron yang disekresikan oleh testis
(Guyton dan Hall 1997).
Sintesis hormon estrogen terjadi didalam sel-sel theka dan sel-sel granulose
ovarium,
dimana kolesterol merupakan zat pembakal dari hormon ini, yang
pembentukannya melalui serangkaian reaksi enzimatik (Guyton dan Hall 1997). LH
diketahui berperan dalam sel theka untuk meningkatkan aktivitas enzim pembelah
rantai sisi kolesterol melalui pengaktifan ATP menjadi cAMP, dan dengan melalui
beberapa
proses
androstenedion
reaksi
enzimatik
terbentuklah
androstenedion,
kemudian
yang dibentuk dalam sel theka masuk kedalam sel granulose,
19
selanjutnya melakukan
aromatisasi membentuk estron dan estradiol 17 β
(Cunningham dan Klein 2007).
Kolesterol adalah prekursor estrogen yang umum pada transport dan
metabolisme
estrogen.
Aktivitas
enzim
17β
hidroksidehidrogenase
akan
mengkonversi androstenedion menjadi testoteron yang mana bukan merupakan
produksi terbesar yang dihasilkan dari ovarium. Biosintesis pembentukan estrogen
dari testosteron dapat terjadi ketika terjadi oksidasi pada C19 dan kemudian pada C19
terjadi pula pembuangan gugusan metil (CH3) - nya (demethylisasi) dan kemudian
sebagai tahap akhir terjadi aromatisasi pada cincin A sehingga menghasilkan
estradiol-17 (Djosoebagio 1990). Estradiol juga meningkat sampai mencapai jumlah
yang cukup banyak dari androstenedion melalui estone. Androgen bebas dikonversi
di perifer untuk menjadi bebas, misalnya di kulit dan sel adiposa (Jacob dan Baziad
1994).
Hardjoprajonto (1995) menyebutkan pada metabolisme tubuh, estrogen
menambah sintesis dan sekresi hormon pertumbuhan sehingga dapat menstimulir
pertumbuhan sel – sel dalam tubuh, mempercepat pertambahan bobot badan,
merangsang korteks adrenal untuk lebih banyak meningkatkan metabolisme protein
karena resistensi nitrogen meningkat. Guyton dan Hall (1997) menyebutkan bahwa
penambahan bobot badan pada kehamilan terjadi karena pertambahan bobot organ
uterus dan payudara serta bobot fetus yang dipengaruhi oleh sekresi hormon estrogen
pada masa kebuntingan. Estrogen berperan pada proliferasi sel dan pertumbuhan
jaringan organ-organ kelamin dan jaringan lain yang berkaitan dengan reproduksi.
Menurut Manalu dan Sumaryadi (1995) estradiol dan progesteron berperan pada
pertumbuhan dan perkembangan fetus terutama pada periode awal kebuntingan
melalui perangsangan dan pemesatan pertumbuhan dan perkembangan kelenjar uterus
untuk mempersiapkan sekresi susu uterus sebelum implantasi terjadi. Selama masa
kebuntingan terdapat berbagai macam faktor yang sangat kompleks antara lain
hereditas, besar dan umur induk, nutrisi, jumlah anak seperindukan, posisi fetus di
dalam koruna uteri, plasenta dan perkembangan embrio dan endometrium sebelum
implantasi (Toelihere 1985)
20
Estrogen menimbulkan terjadinya proliferasi sel dan pertumbuhan jaringan
organ-organ kelamin dan jaringan lain yang berkaitan dengan reproduksi.
Pertambahan bobot badan dapat disebabkan oleh bertambah besarnya ovarium, tuba
fallopii, uterus, dan vagina yang semakin membesar. Genitalia eksterna juga
membesar, dengan deposisi lemak pada mons pubis dan labia mayora dan disertai
pembesaran labia minora. Estrogen mengubah epitel vagina dari tipe kuboid menjadi
bertingkat. Estrogen juga menyebabkan proliferasi yang nyata terhadap stroma
endometrium dan sangat meningkatkan perkembangan kelenjar endometrium yang
nantinya akan dimanfaatkan untuk membantu memberi nutrisi pada ovum yang
berimplantasi. Estrogen juga berpengaruh pada mukosa yang membatasi tuba fallopii
yakni menyebabkan kelenjar berproliferasi serta menyebabkan jumlah sel-sel epitel
bersilia yang membatasi tuba fallopii bertambah banyak (Guyton dan Hall 1997).
Aksi lain estrogen adalah menyebabkan terjadinya penggabungan awal dari
epifisis dengan batang tulang dari tulang panjang. Kedua osteoklas dan osteoblas
mengekspresikan reseptor estrogen dan merupakan target langsung untuk estrogen,
tetapi keseluruhan, estrogen diklasifikasikan sebagai agen-agen antiresoptif. (Guyton
dan Hall 1997). Dalam keadaan normal estrogen dalam sirkulasi mencapai sel
osteoblas, dan beraktivitas melalui reseptor yang terdapat di dalam sitosol sel
tersebut,mengakibatkan menurunnya sekresi sitokin seperti:Interleukin-1 (IL-1),
Interleukin-6 (IL-6) dan Tumor Necrosis Factor-Alpha (TNF-a), merupakan sitokin
yang berfungsi dalam penyerapan tulang. Di lain pihak estrogen meningkatkan
sekresi Transforming Growth Factor b (TGF-b), yang merupakan satu-satunya faktor
pertumbuhan (growth factor) yang merupakan mediator untuk menarik sel osteoblas
ke tempat lubang tulang yang telah diserap oleh sel osteoklas. Osteoblas merupakan
sel target utama dari estrogen, untuk melepaskan beberapa faktor pertumbuhan dan
sitokin (Waters et al. 1999).
Defisiensi estrogen meningkatkan produksi interleukin-6, interleukin-1, dan
tumor nekrosis faktor pada osteoblas dan sel-sel stromal turunan tulang lainnya.
Faktor faktor ini secara tidak langsung menstimulasi diferensiasi osteoklas. Pada
ekstrak tulang dari wanita-wanita postmenopause dengan osteoporosis, konsentrasi
21
interleukin-6 dan interleukin-1 mRNA juga tinggi. Defisiensi estrogen dikenal untuk
mengakselerasikan pengeroposan tulang dan meningkatkan suseptibilitas
untuk
fraktur. Terapi estrogen mengurangi pengeroposan tulang dan mereduksi risiko
fraktur pada wanita-wanita dengan osteoporosis dan selanjutnya tanpa kondisi ini
untuk lamanya terapi (Gruber et al. 2002).
Estrogen selain penting dalam berbagai aspek pertumbuhan, perkembangan,
dan membedakan morfologi alat kelamin jantan dan betina (karakter kelamin primer)
juga penting untuk perkembangan dan tingkah laku seksual dan reproduksi (karakter
kelamin sekunder), dan dapat merangsang pertumbuhan jaringan tubuh. Jika
dibandingkan dengan hormon androgen yang lebih berperan menunjang pertumbuhan
secara umum, khususnya dalam
pembentukan protein, hormon estrogen lebih
berpotensi pada kebanyakan hewan bertulang belakang (Guyton dan Hall 1997).
Menurut Guyton dan Hall (1997) estrogen mempengaruhi perkembangan
fetus dan akan mengontrol pertumbuhan fetus serta pembelahan sel untuk kemudian
mengalami differensiasi jaringan (Fowden 1995). Estrogen meningkatkan laju
kecepatan metabolisme dan peningkatan jumlah deposit lemak dalam jaringan
subkutan. Efek estrogen pada kelenjar mamae adalah menyebabkan perkembangan
jaringan stroma kelenjar mamae, pertumbuhan sistem duktus yang luas dan deposit
lemak pada kelenjar mamae. Estrogen mempengaruhi perkembangan lobules dan
alveoli. Bentuk kelenjar mamae juga dipengaruhi oleh adanya hormon ini. Pada
tulang rangka estrogen menyebabkan meningkatnya aktivitas osteoblastik. Estrogen
bersirkulasi di dalam darah hanya beberapa menit sebelum estrogen dibawa ke sel
target. Pada saat masul kedalam sel, estrogen berkombinasi dengan protein reseptor
dalam waktu 10 sampai 15 detik di dalam sitoplasma dan kemudian dalam bentuk
kombinasi dengan protein ini, estrogen mengaktifkan gugus dari DNA kromosom.
Pengaktifan ini segera memulai proses transkripsi oleh karena itu RNA mulai
diproduksi dalam waktu beberapa menit. Selain itu, setelah beberapa jam DNA yang
baru mungkin juga akan diproduksi, akhirnya menyebabkan terjadinya pembelahan
sel. RNA berdifusi ke dalam sitoplasma, di sini RNA sangat meningkatkan
pembentukan protein dan mengubah fungsi selular. Target organ yang dituju oleh
22
estrogen hampir seluruhnya merupakan organ khusus seperti uterus, kelenjar mamae,
tulang rangka dan daerah-daerah tubuh yang berlemak (Guyton dan Hall 1997).
Purwoceng dalam penelitian ini diberikan dalam 13 hari yaitu saat masa
praplasentasi, menurut Widyastuti et al. (2006) pada masa tersebut adalah masa
pembentukan organ yaitu pada hari ke 7 sampai dengan hari ke 17, sehingga ekstrak
etanol purwoceng yang diberikan membantu organogenesis terkait dengan fungsi
estrogen dalam meningkatkan proliferasi sel. Bobot badan induk akan dipengaruhi
oleh bobot anak (fetus) dan lingkungan uterusnya. Pada awal kebuntingan estrogen
berperan dalam penebalan dinding endometrium atau fase proliferasi uterus.
Penambahan purwoceng yang diduga mempunyai efek estrogenik yang dapat
mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan uterus secara langsung dan secara
tidak langsung akan mempengaruhi bobot induk. Pengaruh estrogenik dapat timbul
karena adanya reseptor estrogen yang dapat berpasangan dengan flavonoid.
Flavonoid termasuk dalam golongan fitoestrogen, yang merupakan suatu substrat
dari tanaman yang memiliki aktivitas biologi yang sama dengan estrogen endogen
(Glover dan Assinder 2006). Menurut Jefferson et al. (2002), fitoestrogen memiliki
banyak kesamaan pada dua gugus –OH dan mempunyai gugus fenol serta jarak
antara gugus hidroksil yang sama dengan inti estrogen endogen sehingga dapat
berikatan dengan reseptor estrogen di tulang (Dewell et al. 2002). Menurut Dewell et
al. (2002) fitoestrogen dapat mengurangi gejala menopause, memperbaiki kadar
lipid atau lemak dalam plasma, menghambat perkembangan ateriosklerosis, serta
menghambat pertumbuhan sel-sel tumor atau kanker pada payudara dan
endometrium. Dalam hal ini berarti flavonoid memiliki efek yang sama dengan
estrogen. Flavonoid dapat berikatan dengan reseptor estrogen sebagai bagian dari
aktivitas hormonal. Fitoestrogen menstimulasi aktivitas osteoblas melalui aktivitas
reseptor-reseptor estrogen dan mampu meningkatkan produksi hormon pertumbuhan
insulin-like growth factors-1 (IGF-1) yang memiliki hubungan positif terhadap
pembentukan massa tulang.
Pada saat kadar estrogen menurun, akan
terdapat
banyak kelebihan reseptor estrogen yang tidak terikat, walaupun afinitasnya rendah,
fitoestrogen dapat berikatan dengan reseptor tersebut.
Jika tubuh mendapatkan
23
asupan fitoestrogen maka akan terjadi pengaruh pengikatan
fitoestrogen dengan
reseptor estrogen, sehingga dapat mengurangi simptom menopause (Rachman dan
Baziad 1996).
Download