Resensi Buku Politik Multikulturalisme_Menggugat

advertisement
RESENSI BUKU “POLITIK
MULTIKULTURALISME” - Menggugat
Realitas Kebangsaan
Judul Buku
: POLITIK MULTIKULTURALISME,
Menggugat Realitas Kebangsaan
Penulis
: Robert W. Hefner
Penerbit
: Impulse, Kanisius, Yogyakarta
Cetakan
: Pertama
Tahun Terbit : 2007
Tebal Buku
: 507 Halaman
ISBN
: 978-979-21-1664-9
Buku yang mendapat sebutan buku bunga rampai ini merupakan proyek tiga
negara (Indonesia, Malaysia, Singapura). Di tulis oleh masing-masing negara yang
merupakan hasil wawancara lapangan pada akhir 1998-1999 untuk mengukur
denyut-denyut pluralisme baru. Proyek ini diharapkan bisa mengatasi kekurangankekurangan dalam literatur yang sekarang ada tentang kewarganegaraan dan
partisipasi warga negara.
SINOPSIS
Pada awal era modern, para teoris liberal barat merasa pesimis terhadap
prospek-prospek tata pemerintah demokratis di negara-negara yang sangat
1
RESENSI: Politik Multikulturalisme, Menggugat Realitas Kebangsaan
ARI SRI SUBEKTI / K6413009
majemuk. Dan baru tahun-tahun sesudah perang dunia dua rasa pesimisme tersebut
mengalami kebangkitan.
Bagi dunia barat tantangan pluraliame budaya yang paling menonjol yaitu
di British Malaya dan Hindia Belanda, tempat itu dianggap sebagai lokus klasik
bagi konsep bentukan baru tentang masyarakat majemuk. Di kawasan tersebut ada
orang-orang China, India, dan Melayu.
Beberapa peneliti Barat masih menggambarkan Barat sebagai pembawa
toleransi pluralisme penakluk dunia. Kolonialisme Eropa meletakkan fondasi bagi
identitas-identitas “masyarakat plural” yang bersifat oposisional dan kaku. Jika
sebelumnya sistem perdagangan dimaritim itu terbuka multi etnis, religius maka
penaklukan Eropa menggregasikan sistem ekonomi menurut garis-garis etnis.
Kebijakan kolonia Eropa adalah sentra bagi politik dan kebudayaan pluralisme
yang sedang muncul di kawasan itu. Pemerintah kolonial merangsang suatu
persaingan segitiga antara para bangsawan, islam, dan nasionalis populer.
Di Asia Tenggara dulu sebelum bangsa Barat datang merupakan salah satu
titik temu peradaban dunia yang besar. Kepulauan – kepulauan itu mengembangkan
sebuah pola etnisitas yang saling merembes dan berpayung untuk mendampinginya.
Bukti mengenai sifat pluralisme dikawasan ini yakni penggunakan bahasa Melayu
di semua daerah Asia Tenggara.
Setelah nation building (pembentukan bangsa) dan market making
(penciptaan pasar) setelah dua generasi wajah pluralisme diketiga negara itu
berubah banyak. Ekonomi tumbuh, masyarakat mengalami deferensiasi, dan
terbentuk organisasi-organisasi kemasyarakatan baru. Organisasi-organisasi itu
mengartikulasikan kepentingan-kepentingan melayu. Ketika terancam oleh
keterampilan-keterampilan urban dan China, maka elit melayu melalui organisasi
tersebut memblokir upaya-upaya China untuk mendapatkan hak-hak warga negara.
Di Malaysia penduduk melayu secara politik dominan tetapi terpecah belah.
Pada tahun 1980-an orang-orang melayu merapatkan barisan untuk menghadapi
2
RESENSI: Politik Multikulturalisme, Menggugat Realitas Kebangsaan
ARI SRI SUBEKTI / K6413009
orang-orang non melayu, tetapi beberapa partai Islam yang mengkritik program
“Melayu no. Satu pokoknya” itu karena sebagai hal yang tidak islami.
Tidak ada banyak keraguan mengenai sifat kewarganegaraan di Malaysia
setelah merdeka. Orang-orang China dan India yang memenuhi kependudukan
tertentu diberi hak-hak warga negara dengan imbalan menerima dominasi Melayu
dalam Politik dan Kebudayaan. Agama dan etnisitas tetap sentral bagi perumusanperumusan resmi mengenai kewarganegaraan di Malaysia. Konstitusi malaysia
mengidentifikasikan orang-orang melayu sebagai penerima keuntungn dari
program-program istimewa negara.
Di Singapura, situasi kultural dan politik singapura berbeda jauh dari kedua
negara tetangganya, Malaysia apalagi Indonesia. Penduduk Malaysia dan Indonesia
didominasi Pribumi dan muslim, sedangkan penduduk di Singapura 77%
didominasi orang-orang keturunan China.
Mayoritas warga negara selama tahun-tahun awal kemerdekaan bersedia
mengorbankan kebebasan personal demi pertumbuhan ekonomi dan keamanan bagi
negara mereka yang lemah. Singapura tidak mengalami pengkotak-kotakan
fondasional seperti kedua tetangganya. Meritokrasi dan kewarganegaraan yang
tidak dibedakan-bedakan menurut etnis.
Di Indonesia, mengawali karier politiknya dengan konstitusi yang sangat
republik dan piagam yang paling inklusif untuk kewarganegaraan. Sayangnya
Indonesia sudah lama menghadapi kesulitan memperoleh praktek politik elite yang
bisa menandingi cita-cita politiknya yang muluk. Dalam menggerakkan kekuatankekuatan yang tidak beradab di zaman rezim pak Harto itu Indonesia mengancam
akan menghancurkan sumber beradapan besar yang telah lama ada dalam
masyarakat Indonesia dan dalam gerakan pro-Islam demokratis.
Buku ini sangat bermanfaat bagi mereka yang ingin mempelajari sejarah
kewarganegaraan di tiga negara tersebut, dengan metode wawancara masingmasing negara dengan seratus sampai dua ratus aktor terkemuka di empat bidang
3
RESENSI: Politik Multikulturalisme, Menggugat Realitas Kebangsaan
ARI SRI SUBEKTI / K6413009
sosial utama, buku ini sangatlah kompleks pengetahuan. Akan tetapi buku ini juga
memiliki kekurangan, sama halnya dengan buku pengetahuan terjemahan lainnya,
sebagian bahasa yang digunakan sulit dipahami dan harus diulang-ulang supaya
paham.
4
RESENSI: Politik Multikulturalisme, Menggugat Realitas Kebangsaan
ARI SRI SUBEKTI / K6413009
Download