pengembangan sistem pendukung keputusan patologi

advertisement
PENGEMBANGAN SISTEM PENDUKUNG KEPUTUSAN PATOLOGI KLINIS PADA
PERANGKAT MOBILE UNTUK DIAGNOSIS PENYAKIT DENGAN GEJALA DEMAM
Sri Kusumadewi1, Linda Rosita2
1
Teknik Informatika Universitas Islam Indonesia
2
Kedokteran Universitas Islam Indonesia
Jl. Kaliurang km 14 Yogyakarta 55510
Telp (0274) 895287, fax (0274) 895007
[email protected]
Abstract. Penelitian ini bertujuan untuk membangun sebuah Model Sistem Pendukung Keputusan Patologi Klinis (SPKPK) yang mampu membantu para tenaga medis dalam memberikan keputusan diagnosis pada pasien
yang akan diimplementasikan pada smartphone berbasis Android. Penelitian dilakukan melalui beberapa tahap: 1) melakukan kajian literatur; 2) analisis dan perancangan model sistem pendukung keputusan dengan
mengambil data pada penelitian Tahun I; 3) membangun prototipe model SPKK berbasis Android; 4) mengujicoba sistem pada dokter pada rumah sakit yang menjadi rekanan peneliti. Bentuk produk akhir penelitian berupa prototipe aplikasi SPKPK berupa mobile application berbasis Android. Prototipe sudah berhasil dibuat
dan diimplementasikan pada tablet. SPKPK mampu mendiagnosis sebanyak sepuluh penyakit berdasarkan sebelas gejala. Ada dua model basis pengetahuan yang dibangun, yaitu basis pengetahuan untuk diagnosis awal
(BP1) dan basis pengetahuan untuk menentukan jenis item uji laboratorium klinik (BP2). Kedua basis pengetahuan tersebut direpresentasikan dengan menggunakan pohon keputusan. Selanjutnya dibuat juga model inference engine untuk melakukan penalaran. Ada dua inference engine yang dibuat, yaitu forward chaining untuk
proses diagnosis awal (IE1) dan backward chaining untuk penentuan item uji laboratorium klinis (IE2). Proses
pengujian telah dilakukan dan SPKPK ini telah berhasil menguji semua diagnosis awal dengan sempurna. Untuk
selanjutnya akan dilakukan pengujian aplikasi ke dokter untuk mengukur seberapa besar kinerja dari SPKPK
tersebut.
Keywords: patologi, demam, diagnosis, model, keputusan
1
Pendahuluan
1.1
Latar Belakang
Smartphone adalah perangkat mobile seperti layaknya ponsel yang tidak hanya dapat digunakan untuk
berkomunikasi melalui suara (telpon) dan SMS, namun juga dapat digunakan untuk membantu
memberikan layanan informasi lainnya bagi manusia. Beberapa aplikasi telah banyak dikembangkan
pada smartphone termasuk aplikasi yang berkaitan dengan bidang medis. Beberapa aplikasi medis
masih bersifat memberi layanan informasi dan belum dilengkapi kemampuan untuk mendukung proses
pengambilan keputusan.
Di sisi lain, sebagai negara yang terletak di daerah tropis, penyakit dengan gejala demam banyak
dijumpai di Indonesia. Demam atau seringkali dikenal dengan istilah panas badan merupakan gejala
108
yang umumnya muncul katika seseorang merasa kurang enak badan. Bahkan hampir semua penyakit
yang disebabkan oleh virus atau bakteri umumnya ditandai dengan gejala demam. Hal ini juga
didukung oleh kondisi tertentu seperti adanya musim pancaroba dan perubahan kualitas lingkungan
pemukiman. Gejala demam yang timbul begitu mirip antara satu penyakit dengan penyakit yang
lainnya sehingga diperlukan adanya diagnosis yang akurat serta dukungan pemeriksaan laboratorium
untuk memutuskan jenis penyakit yang dialami oleh pasien10.
Dalam mendiagnosis suatu penyakit, umumnya dokter telah memiliki mekanisme tersendiri yang
didasarkan pada pengetahuan yang dimiliki selama menduduki bangku kuliah atau pengalamanpengalamannya ketika mendiagnosis penyakit pada pasien-pasien sebelumnya. Namun pada
kenyataannya, masih cukup banyak dijumpai kasus kesalahan diagnosis atau kesalahan dalam
pengambilan keputusan terhadap penyakit9. Pada dasarnya, proses penegakan diagnosis dilakukan
melalui urutan yang jelas, yaitu dimulai dengan anamnesis, kemudian dilanjutkan dengan pemeriksaan
fisik, dan pemeriksaan penunjang apabila diperlukan. Pemeriksaan penunjang meliputi pemeriksaan
laboratorium dan radiologi. Peran pemeriksaan laboratorium dalam membuat keputusan klinis
diantaranya dalam menegakkan diagnosis, monitor terapi, dan menentukan prognosis penyakit. Dalam
menegakkan diagnosis, tidak cukup hanya mempertimbangkan anamnesis dan pemeriksaan fisik saja.
Peran pemeriksaan laboratorium sangat diperlukan untuk mengkonfirmasi dan memastikan kondisi
klinis pasien. Pemeriksaan laboratorium yang tepat dan analisis yang akurat sebenarnya sudah dapat
digunakan sebagai penentu penyakit dalam proses diagnosis, disamping juga karena alasan ekonomis
dan kemudahan9. Diagnosis laboratorium hanya membutuhkan 1-2% dari seluruh biaya perawatan
kesehatan, namun layanan laboratorium ini memberikan sumbangan paling banyak dalam memberikan
dukungan keputusan3.
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka perlu kiranya dibuat model sistem pendukung keputusan
klinis yang dapat digunakan untuk membantu diagnosis penyakit dengan gejala demam dimana
aplikasinya dapat dijalankan melalui smartphone. Penelitian ini bertujuan untuk menghasilkan
perangkat mobile sebagai media bantu untuk pengambilan keputusan diagnosis penyakit dengan gejala
demam. Melalui aplikasi ini, para profesional di bidang kesehatan diharapkan dapat terbantu ketika
akan melakukan peoses diagnosis dengan cukup membuka smartphone yang dimilikinya.
1.2
Tujuan Penelitian
Smartphone adalah perangkat mobile seperti layaknya ponsel yang tidak hanya dapat digunakan untuk
berkomunikasi melalui suara (telpon) dan SMS, namun juga dapat digunakan untuk membantu
memberikan layanan informasi lainnya bagi manusia. Beberapa aplikasi telah banyak dikembangkan
pada smartphone termasuk aplikasi yang berkaitan dengan bidang medis. Beberapa aplikasi medis
masih bersifat memberi layanan informasi dan belum dilengkapi kemampuan untuk mendukung proses
pengambilan keputusan.
109
2
Tinjauan Pustaka
Sistem Pendukung Keputusan Klinis (SPKK) merupakan perangkat lunak yang dapat menerima input
mengenai situasi klinis dan dapat menghasilkan output inferensi yang dapat membantu para praktisi
dalam mengambil keputusan1. SPKK membantu para dokter dalam mengaplikasikan informasi baru
untuk merawat pasien melalui analisis terhadap variabel-variabel klinis tertentu12. SPKK merupakan
perangkat lunak yang dirancang untuk membantu memberikan keputusan klinis bagi pasien dengan
cara mencocokkan karakteristik yang ada pada pasien dengan basis pengetahuan yang ada dalam
komputer, kemudian dokter akan memberikan penilaian atau rekomendasi klinis4. Pada SPKK
dibutuhkan basis pengetahuan klinis dan mesin inferensi (inference engine)
Basis pengetahuan medis adalah kumpulan pengetahuan medis yang terorganisasi secara sistematis
yang dapat diakses secara elektronis dan dapat diinterpretasikan oleh komputer. Basis pengetahuan
medis biasanya mengandung suatu lexicon (perbendaharaan istilah yang diperbolehkan), dan
hubungan khusus antar istilah dalam lexicon. Pengetahuan medis dapat diperoleh dari literaturliteratur medis (pengetahuan terdokumentasi), atau berasal dari para pakar pada domain tertentu
(pengalaman klinis)1.
Inference engine merupakan komponen yang bertugas untuk melakukan penalaran berdasarkan faktafakta yang diberikan dan pengetahuan yang tersedia pada basis pengetahuan8. Apabila basis
pengetahuan direpresentasikan dalam bentuk aturan (IF-THEN rule), ada dua jenis alur penalaran yang
dapat digunakan, yaitu forward chaining dan backward chaining. Pada penalaran dengan metode
forward chaining, proses pencocokan fakta atau pernyataan dimulai dari bagian sebelah kiri (IF dulu).
Penalaran dimulai dari fakta terlebih dahulu untuk menguji kebenaran hipotesis. Sebaliknya, pada
penalaran dengan metode backward chaining, proses pencocokan fakta atau pernyataan dimulai dari
bagian sebelah kanan (THEN dulu). Penalaran dimulai dari hipotesis terlebih dahulu, dan untuk menguji
kebenaran hipotesis tersebut dicari harus dicari fakta-fakta yang ada dalam basis pengetahuan.
Ada tiga pilar utama untuk meningkatkan layanan perawatan kesehatan melalui SPKK 6, yaitu
pengetahuan terbaik akan diperoleh pada saat dibutuhkan, banyak diadopsi & digunakan secara
efektif, serta senantiasa dilakukan perbaikan secara terus-menerus baik metode maupun pengetahuan
yang digunakan. Beberapa aplikasi SPKK telah dikembangkan di berbagai negara. Beberapa SPKK yang
dibangun di berbagai area dengan tujuan untuk peningkatan pelayanan kesehatan antara lain2.
Thorman (2010) telah melakukan riset untuk menilai aplikasi kesehatan apa saja yang paling banyak
diminati oleh masyarakat pada perangkat mobile berbasis Android. Sebanyak 1200 aplikasi telah
diidentifikasi11. Aplikasi isi berkaitan dengan tugas dokter, perawat dan mahasiswa yang berkecimpung
di bidang kesehatan. Thorman mendapatkan delapanbelas kategori (enampuluh aplikasi) paling favorit
110
3
Gambaran Umum Sistem
Sistem Pendukung Keputusan Patologi Klinis ini membantu tenaga medis dalam menangani dua tugas
utama, yaitu:
1. Diagnosis awal dilakukan oleh dokter dengan mempertimbangkan hasil anamnesis dan pemeriksaan
fisik pasien serta dukungan dari SPKK. Untuk mendapatkan rekomendasi penyakit yang sesuai pada
diagnosis awal ini digunakan perangkat mobile dalam bentuk smartphone.
2. Untuk mendapatkan diagnosis akhir, dokter akan menyarankan untuk melakukan serangkaian uji di
laboratorium patologi. Item apa saja yang harus diujikan akan didukung oleh SPKK. Selanjutnya SPKK
akan merekomendasikan hasil yang dapat membantu dokter dalam menentukan diagnosis akhir ini
dengan menggunakan perangkat mobile dalam bentuk smartphone juga.
Sistem Pendukung Keputusan Klinis berbasis Mobile
3
Hasil Diagnosis Awal
(jenis penyakit
beserta probabilitasnya)
2
Fakta,
hasil anamnesis
9 Hasil diagnosis akhir
1 Anamnesis
Dokter
6 Item uji laboratorium
Pasien
8 Hasil uji
5
7 Uji laboratorium
Rekomendasi
Item uji
laboratorium
Petugas
Laboratorium
4
Fakta,
Jenis (kategori) penyakit
Gambar 1. Gambaran umum sistem.
Adapun langkah-langkah secara lebih mendetil dalam perjalanan proses yang ada pada sistem adalah
sebagai berikut (Gambar 1):
1. Dokter melakukan anamnesis terhadap pasien yang datang.
111
2. Dokter menggunakan SPKK untuk menentukan jenis (kategori) penyakit yang dialami pasien
berdasarkan hasil anamnesis dan fakta-fakta pendukung yang lainnya.
3. SPKK akan mencari pengetahuan-pengetahuan yang relevan dengan hasil anamnesis dan faktafakta pendukung lainnya pada BP1, untuk mendapatkan solusi yang terbaik.
4. Jenis penyakit yang terpilih tersebut akan dijadikan sebagai masukan pada SPKK untuk
ditentukan item uji laboratorium apa saja yang harus dilakukan oleh pasien.
5. SPKK akan mencari pengetahuan-pengetahuan yang relevan dengan jenis penyakit terpilih
pada BP2, untuk mendapatkan solusi yang terbaik. IE2 akan menghasilkan item uji
laboratorium yang direkomendasi.
6. Dengan mempertimbangkan hasil pada poin (5), dokter akan menyarankan kepada petugas
laboratorium untuk melakukan uji laboratorium. Proses ini juga dilakukan dengan
menggunakan smartphone.
7. Petugas akan melakukan uji laboratorium.
8. Petugas menyerahkan hasil uji laboratorium kepada dokter.
9. Dokter menyampaikan hasil diagnosis akhir kepada pasien.
4
Model Basis Pengetahuan
Sistem pendukung keputusan patologi klinis ini membutuhkan basis pengetahuan dan mesin inferensi
untuk mendiagnosa penyakit. Basis pengetahuan berisi fakta-fakta yang dibutuhkan oleh sistem,
sedangkan mesin inferensi digunakan untuk menganalisa fakta-fakta yang dimasukkan pengguna
sehingga dapat ditentukan suatu kesimpulan. Data yang diperlukan sebagai isi basis pengetahuan
terdiri dari penyakit, gejala penyakit, dan hubungan antara keduanya (diagnosis) yang merupakan hasil
dari penelitian yang telah dilakukan sebelumnya5. Data yang diperoleh dari rekam medis kemudian
dioleh dengan menggunakan metode ID3.
Ada dua model keputusan yang dibuat yaitu model basis pengetahuan dan mesin inferensi. Basis
pengetahuan dibuat dalam dua model, yaitu basis pengetahuan I untuk diagnosis awal (BP1) dan basis
pengetahuan II untuk penentuan item uji dalam rangka membantu diagnosis akhir (BP2). Kedua model
dibuat dalam bentuk pohon keputusan dengan metode ID3. Metode ini dilengkapi dengan seleksi fitur
sehingga pada BP1, tidak semua gejala yang ditawarkan akan dilibatkan sebagai node pohon
keputusan. Berikut merupakan gejala-gejala yang digunakan setelah dilakukan seleksi fitur:
G1: Sering buang air besar konsentrasi cair
G2: Batuk
G3: Retraksi (kontraksi yang terjadi pada otot perut dan iga)
G4: Nyeri dada
G5: Sakit kepala
G6: Pilek
G7: Faring Keputihan
G8: Kulit Kemerahan
G9: Ruam Kulit
112
G10: Nafsu makan berkurang
G11: Turgor kulit menurun
Gambar 2 menunjukkan pohon keputusan pada BP1. Sebagai contoh, jika pasien mengalami gejala
sering buang air besar konsentrasi cair (G1), nafsu makan berkurang (G10) dan turgor kulit menurun
(G11) maka pasien tersebut dimungkinkan terdiagnosis diare. Jika pasien tidak sering buang air besai
konsentrasi cair (G1), batuk (G2), tidak mengalami retraksi (G2), dan mengalami nyeri dada (G4) maka
pasien tersebut dimungkinkan terdiagnosis pneumonia.
G1
Y
Y
Y
Diare
G10
G11
Y
Dengue
Fever
Y
T
Sepsis
T
G8
T
T
Tyfoid
Fever
Y
G3
Bronkhiolitis
G2
T
T
Y
Pneumonia
Y
G4
T
G9
G5
Y
Bronkhitis
T
Y
Bronkhitis
G6
G7
T
Y
T
Y
Rubella
Faringitis
Akut
Dengue
Fever
G8
T
Pneumonia
T
Asma
Gambar 2. Basis pengetahuan diagnosis awal penyakit (BP1).
Hal serupa dilakukan pada BP2, tidak semua item uji yang ditawarkan akan dilibatkan semua sebagai
node pada pohon keputusan. Seleksi fitur hanya akan melibatkan node-node yang memiliki banyak
kontribusi dalam mendukung hipotesis. Berikut merupakan beberapa item uji yang digunakan setelah
dilakukan seleksi fitur:
LT : Limfosit T
MN :
Monosit
LB : Limfosit B
PU :
Protein Urine
HT : Hematokrit
HB :
Haemoglobin
ER : Eritrosit
MCV
: MCV
AT : Trombosit
AL :
Leukosit
113
Kurang
LT
Lebih
Normal
Kurang
Positif
Tyfoid
Fever
PU
HT
Negatif
Faringitis
Akut
Normal
Lebih
Kurang
Normal
Kurang
ER
Kurang
Kurang
HB
AT
Lebih
Kurang
AL
Lebih
Normal
Kurang
Dengue
Fever
Normal
Kurang
HB
Lebih
Lebih
Asma
AT
MN
HT
Kurang
Normal
AT
Lebih
Bronkhitis
Kurang
HT
Normal
Kurang
Faringitis
Akut
Tyfoid
fever
AL
Kurang
AT
LB
Diare
Normal
Dengue
Fever
Kurang
MCV
Rubella
Normal Lebih
Normal
AL
Normal
Kurang
Lebih
Faringitis
Akut
Pneumonia
Bronkhitis
Tyfoid
fever
Kurang
AT
Normal
Dengue
Fever
Kurang
Tyfoid
fever
Lebih
Tyfoid
fever
Pneumonia
Normal
Dengue
Fever
Sepsis
Lebih
Pneumonia
Bronkhitis
Dengue
Fever
Tyfoid
fever
Bronkhiolitis
Gambar 3. Basis pengetahuan uji klinis (BP2).
Gambar 3 menunjukkan pohon keputusan pada BP2. Sebagai contoh, jika uji laboratorium
menunjukkan LT kurang, HT kurang dan PU positif maka pasien dimungkinkan terdiagnosis tyfoid-fever.
Jika uji laboratorium menunjukkan LT lebih, AL kurang dan HT lebih maka pasien dimungkinkan
terdiagnosis dengue-fever.
5
Model Inference Engine
Model inference engine I (IE1) akan menggunakan metode forward chaining untuk menentukan
diagnosis awal (kategori penyakit). Sehingga proses penalaran akan dimulai dengan menanyakan
sejumlah gejala secara berurutan untuk menghasilkan keputusan berupa diagnosis awal penyakit.
Sebagai contoh untuk apabila pasien mengalami gejala sering buang air besar konsentrasi cair (G1),
maka proses pelacakan akan dilanjutkan ke gejala nafsu makan berkurang (G10). Jika G2 benar maka
proses pelacakan akan dilanjutkan ke turgor kulit menurun (G11). Jika G11 benar maka pasien tersebut
dimungkinkan terdiagnosis diare.
Sedangkan model inference engine II (IE2), akan digunakan metode backward chaining untuk
menentukan rekomendasi jenis item uji apa saja yang harus dilakukan untuk diagnosis akhir. Sebagai
contoh untuk apabila pasien terdiagnosis diare maka perlu dipastikan kebenaran bahwa AT kurang, HT
normal, HB kurang dan LT normal. Demikian pula apabila pasien terdiagnosis bronkhitis maka perlu
dipastikan kebenaran bahwa MCV kurang, AT normal, HB normal dan LT normal; atau AL lebih, AT
lebih, HB normal dan LT normal; atau HB lebih dan LT normal.
6
Implementasi dan Pengujian
Prototipe telah dibuat berbasis Android. Aplikasi ini dapat digunakan oleh dokter, petugas laboratorium
klinis maupun mahasiswa kedokteran yang sedang CoAs. Antarmuka aplikasi ini dibuat cukup
sederhana sehingga memudahkan dalam peoses pengoperasian.
114
Pengujian aplikasi dilakukan dengan cara memberikan input data gejala pada aplikasi kemudian aplikasi
akam memberikan hasil berupa kemungkinan diagnosis dan item uji laboratorium yang akan dilakukan.
Sebagai contoh apabila pasien mengalami gejala sering buang air besar konsentrasi cair (Gambar 4),
nafsu makan berkurang (Gambar 5) dan turgor kulit menurun (Gambar 6), maka pasien tersebut
dimungkinkan terdiagnosis diare (Gambar 7).
Gambar 4. Gejala pertama dijawab Ya.
Gambar 5. Gejala kedua dijawab Ya.
Gambar 6. Gejala ketiga dijawab Ya.
Gambar 7. Hasil diagnosis awal: “Diare”.
Sehingga uji laboratorium yang direkomendasikan adalah trombosit kurang, hematokrit normal,
haemoglobin kurang dan limfosit normal (Gambar 8).
Gambar 8. Daftar uji laboratorium klinis untuk gejala awal “Diare”.
115
Aplikasi ini juga telah diujikan ke pungguna yaitu dokter spesialis patologi klinis. Dokter memberikan
respon positif terhadap aplikasi ini sebagai media yang dapat membatu aktivitasnya dalam melakukan
diagnosis penyakit.
7
Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian yang telah dilakukan adalah sebagai berikut:
1. Pohon keputusan, dapat diterapkan sebagai basis pengetahuan untuk menentukan jenis uji laboratorium yang
relevan berdasarkan diagnosis awal dan diaplikasikan pada Android.
2. Motor inferensi dengan metode forward chaining dapat digunakan untuk melakukan penalaran dalam rangka
diagnosis awal pasien, dengan didasarkan pada basis pengetahuan dan fakta-fakta yang ada pada pasien yang
diaplikasikan pada Android.
3. Motor inferensi dengan metode backward chaining dapat digunakan untuk melakukan penalaran untuk menentukan item uji laboratorium, dengan didasarkan pada basis pengetahuan dan fakta-fakta yang ada pada pasien yang diaplikasikan pada Android.
4. Secara umum Sistem Pendukung Keputusan Patologi Klinis (SPKPK) berbasis Android dapat diterapkan untuk
diagnosis penyakit dengan gejala demam.
8
Pustaka
1. Bemmel J.H.N., & Musen M.A. (1997). Modelling of Decision Support in Handbook of Medical Informatics. Diegem: Bohn
Stafleu Van Loghum
2. Berner E.S. (2009). Clinical Decision Support Systems: State of the Art. Tersedia pada AHRQ Agency for Healthcare Research and Quality, http://healthit.ahrq.gov/images/ jun09cdsreview/09_0069_ef.html diakses tanggal 10 September
2011.
3. Hilbourne L.H. (2010). Pathologies Future: A View from Leader in Health Care. Tersedia pada American Society For Clinical
Pathology, http://www.ascpresources.org/e-books/future/files/future.pdf diakses tanggal 17 Agustus 2011.
4. Hunt D., Haynes B.L.R., Hanna S.E. & Smith K. (1998). Effects of Computer-Based Clinical Decision Support Systems on
Physician Performance and Patient Outcomes (A Systematic Review). JAMA, vol. 280, no. 15, pp: 1339-1346.
5. Mulyati, S. Dan Kusumadewi, S. (2012). Model Sistem Pendukung Keputusan Untuk Diagnosis Penyakit Anak Dengan Gejala Demam Menggunakan Naive Bayesian Classification. Prosiding Seminar Nasional Informatika Medis. Yogyakarta: Jurusan Teknik Informatika.
6. Osheroff J.A., Teich J.M., Middleton B., Steven E.B., Wrigth A., dan Detmer D.E. (2007). A Roadmap for National Action On
Clinical Decision Support. J Am Med Inform Assoc. 2007 Mar-Apr; 14(2):141-5. Tersedia pada http://www.ncbi.
nlm.nih.gov/ pubmed/17213487 diakses tanggal 05 September 2011.
7. Ramnarayan P., Kulkarni G., Tomlinson A., & Britto J. (2004). ISABEL: A Novel Internet-Delivered Clinical Decision Support
System Healthcare Computing. Tersedia pada http://www.health-informatics.org/hc2004/P28_Ramnara yan, diakses pada tanggal 12 Nopember 2004.
8. Rich E., dan Kevin K. (1991). Artificial Intelligence. New York: McGraw-hill Inc.
9. Speicher C.E. & Smith J.W. (1996). Pemilihan Uji Laboratorium yang Efektif: Choosing Effective Laboratory Tests. Terjemahan. Jakarta: EGC. Tersedia pada
http://books.google.co.id/books?id=oe1InBky1Y4C&printsec=frontcover&source=gbs_ge_summary_r&cad=0#v=onepage
&q&f=false, diakses tanggal 17 Agustus 2011.
116
10. Sudayasa I.P. (2010). Diagnosis Banding Penyakit dengan Gejala Demam. Tersedia pada SobatSehat.com,
http://www.sobatsehat.com/kesehatan-umum/5-diagnosis-banding-penyakit-dengan-gejala-demam/, diakses pada
tanggal 17 Agustus 2011.
11. Thorman C. (2010). The Best Android Apps for Doctors, Nurses and Health Care Professionals. Tersedia pada Software Advice, http://blog.softwareadvice.com/ articles/medical/the-best-android-apps-for-doctors-nurses-and-health-careprofessionals-1062810/ diakses tanggal 11 September 2011.
12. Trowbridge, and Weingarten. (2005). Clinical Decision Support Systems. Tersedia pada AHRQ Agency for Healthcare Research and Quality, http://www.ahrq.gov/CLINIC/PTSAFETY/ chap53.htm diakses tanggal 10 September 2007.
117
Download