BAB II TINJAUAN PUSTAKA 3.1. Penggunaan

advertisement
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
3.1.
Penggunaan istilah Cina, China, dan Tiongkok dan Tionghoa.
Orang Tionghoa di Medan lebih suka menggunakan kata Tionghoa, hal ini terlihat dari broadcast
melalui blackberry messages oleh PAGUYUBAN SOSIAL MARGA TIONGHOA INDONESIA
oleh Eddy (atas nama Ketua PSMTI kota Medan Halim Loe ) yang intinya :
Bahwa TIONGHOA tak mau dikatakan china/cina, karena china ada di China dengan ibu
kota Beijing, bahwa Tionghoa bangsa Indonesia ibu kotanya Jakarta. Anak - anak TIONGHOA dari
Aceh sampai Papua dapat ditempatkan dimanapun di Indonesia.
Penggunaan istilah Cina, China, dan Tiongkok adalah kontroversi penggunaan, istilah Cina,
China, dan Tiongkok secara resmi dan benar secara politis (politically correct), dan ditinjau dari
tata cara penggunaan bahasa serta hukum di Indonesia.
(http://id.wikipedia.org/wiki/Penggunaan_istilah_Cina,_China,_atau_Tiongkok_di_media_massa_d
i_Indonesia)
Istilah Cina berasal dari nama Ahala (wangsa atau dinasti) Qin (Ch'in), dinasti 'Chin' (abad
3SM) merupakan dinasti pertama yang mempersatukan seluruh daratan Tiongkok dibawah sebuah
pemerintahan pusat yang sangat kuat dan besar pengaruhnya. Walaupun masa pemerintahan dinasti
itu tidak lama (sekitar 225 SM sampai 210 SM), dinasti ini mendirikan kerajaan pertama dan
merintis bentuk kerajaan yang berjalan terus selama lebih dari 2000 tahun sampai revolusi republik
pada tahun 1913.
Kekaisaran Chin terkenal karena dibawah kaisar pertamanya Shih Huang Ti (penulisan
Kaisar Qin) dibangun pemerintahan terpusat dalam bentuk kekaisaran, dan selama pemerintahannya
dilakukan pembakuan ukuran dan berat, ketepatan, dan sistem penulisan. Kaisar itu memerintahkan
Universitas Sumatera Utara
pembangunan tembok besar sepanjang 2400 km untuk mempertahankan diri dari serangan bangsa
Barbar. Bangga akan dinasti 'Chin' yang menjadi tonggak sejarah pendirian imperium pertama,
Tembok Raksasa Cina, rintisan tulisan Chin, serta keteraturan dan ketertiban pemerintahan, orangorang yang tinggal di negeri itu menyebut diri mereka sebagai 'orang-orang dari negeri Chin,'
sehingga ketika terjadi perjumpaan dengan negara-negara Barat, negara itu disebut sebagai China
dan orangnya disebut Chinese.
Sekitar abad ke-7 bangsa Tionghoa masuk ke Indonesia pada awal abad ke-7, bangsa Inggris
menyebutnya sebagai Chinese overseas dan di Indonesia disebut sebagai "Cina perantauan",
kemudian masuk ke seluruh pelosok tanah air. Sejak abad ke-11, ratusan ribu bangsa Chin
memasuki kawasan Indonesia terutama di pesisir utara pulau Jawa, pesisir selatan dan timur
Sumatera, serta pesisir barat Kalimantan.
Pada awal kedatangan para perantau yang disebut "China baru" atau "singkeh" ini, mereka
hidup melarat karena memulai kehidupan mereka dari nol. Pola hidup mereka sangat sederhana,
hidup sangat hemat, dan terkesan kikir. Hal ini masih sering dijadikan mitos atau stereotipe orang
China bersifat pelit dan egois. Kemudian mereka membentuk koloni "kampung Cina" atau
'Pecinan’, sehingga dikenal istilah China menjadi populer. Misalnya untuk menyebut makanan
seperti dodol Cina dan petai Cina, selain itu juga untuk menyebut tempat seperti biara Cina dan
kuburan Cina. Kemudian, di kawasan perkotaan yang banyak bermukim orang Cina populer istilah
Pecinan. Dalam perbauran dengan budaya lokal dikenal wayang 'Po Te Hi' yang salah satu
tokohnya disebut sebagai 'Puteri Cina'.
(http://id.wikipedia.org/wiki/Penggunaan_istilah_Cina,_China,_dan_Tiongkok)
Menghormati dan mengikuti keinginan mayoritas masyarakat Tionghoa Medan yang lebih
suka memakai istilah Tionghoa, maka tesis ini menggunakan istilah Tionghoa.
2.2. Suku-suku / Orang-orang Tionghoa di Indonesia.
Universitas Sumatera Utara
WNI keturunan Tionghoa di Indonesia mumnya berasal dari tenggara China. Mereka
termasuk suku-suku:
(a) Hakka,
(b) Hainan,
(c) Hokkien,
(d) Kantonis,
(e) Hokchia, dan
(f) Tiochiu.
(http://id.wikipedia.org/wiki/Tionghoa-Indonesia)
Daerah asal yang terkonsentrasi di pesisir tenggara ini dapat dimengerti, karena dari sejak
zaman Dinasti Tang kota-kota pelabuhan di pesisir tenggara China memang telah menjadi bandar
perdagangan yang ramai. Quanzhou pernah tercatat sebagai bandar pelabuhan terbesar dan tersibuk
di dunia pada zaman tersebut.
Sebagian besar dari orang-orang Tionghoa di Indonesia menetap di pulau Jawa. Daerahdaerah lain dimana mereka juga menetap dalam jumlah besar selain di daerah perkotaan adalah:
Sumatra Utara, Bangka Belitung, Sumatra Selatan, Lampung, Lombok, Kalimantan Barat,
Banjarmasin dan beberapa tempat di Sulawesi Selatan dan Sulawesi Utara.
Hakka tersebar di Aceh, Sumatra Utara, Batam, Sumatra Selatan, Bangka- Belitung,
Lampung, Jawa, Kalimantan Barat, Banjarmasin, Sulawesi Selatan, Manado, Ambon dan Jayapura.
Hainan tersebar di Riau (Pekanbaru dan Batam), dan Manado. Suku Hokkien tersebar di
Sumatra Utara, Pekanbaru, Padang, Jambi, Sumatra Selatan, Bengkulu, Jawa, Bali (terutama di
Denpasar dan Singaraja), Banjarmasin, Kutai, Sumbawa, Riau.
Di Tangerang Banten, masyarakat Tionghoa telah menyatu dengan penduduk setempat dan
mengalami pembauran lewat perkawinan, sehingga warna kulit mereka terkadang lebih gelap dari
Universitas Sumatera Utara
Tionghoa yang lain. Istilah buat mereka disebut Cina Benteng. Keseniannya yang masih ada disebut
Cokek, sebuah tarian lawan jenis secara bersama dengan iringan paduan musik campuran Cina,
Jawa, Sunda dan Melayu.
Menurut penjelasan Monalisa Agustinus dalam tesisnya “Orang Tionghoa di kota Medan
dalam konteks Indonesia” bahwa orang Tionghoa yang ada di Indonesia, sebenarnya terdiri dari
berbagai suku bangsa (etnik) yang ada di negeri China. Umumnya mereka berasal dari dua provinsi
yaitu Fukien dan Kwantung, yang sangat terpencil daerah-daerahnya. Menurut seorang Antropolog
ternama, Puspa Vasanty, setiap imigran Tionghoa ke Indonesia membawa kebudayaan suku
bangsanya masing-masing bersama dengan bahasanya. Para imigran Tionghoa yang tersebar di
Indonesia ini mulai datang sekitar abad ke-16 sampai kira-kira pertengahan abad ke-19, asal dari
suku bangsa Hokkian. Mereka berasal dari Provinsi Fukien bagian selatan. Daerah ini merupakan
daerah yang sangat penting dalam pertumbuhan dagang orang Tionghoa ke seberang lautan. Orang
Hokkian dan keturunannya telah banyak berasimilasi dengan orang Indonesia di
Manggarai,
Kupang, Makassar, Kendari, Sulawesi Tengah, Manado, dan Ambon. Kantonis tersebar di Jakarta,
Makassar dan Manado. Hokchia tersebar di Jawa (terutama di Bandung, Cirebon, Banjarmasin dan
Surabaya). Tiochiu tersebar di Sumatra Utara, Riau, Sumatra Selatan, dan Kalimantan Barat
(khususnya di Pontianak dan Ketapang), (repository.usu.ac.id/bitstream/.../Chapter%20II.pdf).
2.3.
Budaya Tionghoa Tentang Orang Tua.
Budaya Tionghoa sangat dipengaruhi oleh filsafat Konfusianisme dan Taoisme.
(web.budaya-tionghoa.net).
Alasan
filsafat
mengapa
negara
Konfusianisme
Dinasti
dipilih
Han
menjadi
adalah:
Universitas Sumatera Utara
1.
Imbas
rakyat
balik
atas
mengapa
dari
tekanan
rezim
Dinasti
Konfusianisme
macam
Legalisme
merupakan
Konfusianisme
sebagai
menganut
legalisme
2.
bersifat
makanya
banyak
yang
Han
sekular,
tak
berpendapat
Konfusianisme
seharusnya
Konfusianisme
dengan
sistem
pejabat
Kira2
menjadi
tahun.
Bagian
faktor
di
filsafat
Buddhisme
yang
atau
dalam
kaitannya
dengan
kurang
pendidikan
yang
bukan
dasar
tidak
sadar
mereka.
nilai
agama
religius.
dan
dasar
negara
belum
populer
dan
dalam
kaum
dan
manusia
ajaran
Taoisme.
Ini
untuk
klop
merekrut
kekaisaran
Konfusianisme
kekaisaran
merakyat
antar
terpelajar.
diberlakukan
menyebabkan
oleh
tidak
agama.
zaman
yang
lebih
Konfusianisme
hubungan
jelas
kemudian
di
ataslah
lainnya,
pemerintahan
bagaimana
ini
negara
negara
sadar
Konfusianisme
etika
mementingkan
ujian
aliran
menjadi
mengatur
diamalkan.
penting
meletakkan
ritual-ritual
ada
kebencian
faktor
Taoisme
yang
gaya
pernah
3.
dan
seluruhnya
dalam
satu
daripada
Shihuang
kaisar
itu
Konfusianisme,
salah
diterima
Qin
Padahal,
sekular,
akan
4.
oleh
lebih
atas
merupakan
dapat
filsafat
Konfusianisme
sebenarnya
Itu
dianut
spiritual.
Shihuang
Qin
lebih
yang
nilai
Qin
di
Tiongkok
masa
Han,
dulu.
lebih
dipilih
selama
2200
sewaktu
Dinasti
Universitas Sumatera Utara
Tang-pun,
walau
tetap
Buddhisme
jalan
Agama
dan
filsafat
dianggap
sebagai
terus
beda
agama
sebagai
tipis,
negara,
Konfusianisme
filsafat
tergantung
bagaimana
negara.
cara
seseorang
mengamalkan dan memandangnya.
(http://groups.yahoo.com/group/budaya_tionghua/message/20447
Dalam filsafat Konfusianisme, berbakti (Chinese: Xiao) adalah kebajikan menghormati
orang tua dan leluhur. Bagi Konfusius, berbakti tidak hanya kesetiaan buta kepada orang tua. Dalam
melayani orang tuanya, anak yang berbakti menjunjung mereka dalam kehidupan sehari-hari, ia
membuat mereka bahagia sambil merawat mereka, dia mengurus disaat cemas mereka dalam
keadaan sakit, ia menunjukkan kesedihan besar atas kematian mereka, dan ia mengorbankan kepada
mereka dengan kesungguhan. Lebih penting daripada norma-norma xiao adalah norma-norma ren
(kebajikan) dan Yi (kebenaran).
Dalam Keluarga, Berbakti Kepada Orang Tua dicontohkan dalam kalimat seperti :
Ketika
Orang
qīn ǒu
y
jí
Tua
,
yào
xiān
Sakit
cháng
bila orang tua mengalami penyakit , obat terlebih dahulu dirasakan
zhòu yè shì , bù lí chuáng
(http://blog.budaya-tionghoa.net/kisah/2012/01/16/ketika-orang-tua-sakit/#.UQc3oPLNTFw)
Sepanjang
hari
sepanjang
malam
menjaga
,
tidak
berpisah
dari
ranjang
Ketika orang tua sakit, rasakan dulu obatnya di ujung lidah sebelum memberikan obat itu kepada
mereka; Rawat dan jagalah mereka sepanjang hari, jangan tinggalkan mereka sendirian.
Tionghoaa tradisional meyakini bahwa berbakti adalah akar perilaku yang baik dan tanpa hao,
anak-anak akan memberontak, tidak jujur dan tidak disiplin. Dengan belajar berbakti akan
Universitas Sumatera Utara
menanamkan pentingnya menjaga perdamaian dan harmoni dalam keluarga, menegakkan
perdamaian dan harmoni dalam masyarakat dan negara, karena keluarga merupakan unit utama dari
masyarakat dalam budaya Tionghoa.
Namun, Xiao memiliki konotasi lain dalam kebudayaan tradisional Tiongkok. Ini berkaitan
dengan perbudakan orang tua seseorang dan tugas anak untuk melanjutkan garis keturunan keluarga
dengan memproduksi keturunan. Hal ini juga mengacu pada pemujaan leluhur dan penghormatan
bagi semua orang yang lebih tua dari dirinya sendiri, cinta untuk saudara seseorang yang lebih tua
dan perilaku yang baik agar tidak membawa aib dan malu keluarga.
2.4. Keluarga
Keluarga (bahasa Sanskerta "kulawarga"; "ras" dan "warga" yang berarti "anggota") adalah
lingkungan
yang
terdapat
beberapa
orang
yang
masih
memiliki
hubungan
darah.
(http://id.wikipedia.org/wiki/Keluarga)
Keluarga sebagai kelompok sosial terdiri dari sejumlah individu, memiliki hubungan antar
individu, terdapat ikatan, kewajiban, tanggung jawab di antara individu tersebut.
Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala keluarga dan beberapa
orang yang terkumpul dan tinggal di suatu tempat di bawah suatu atap dalam keadaan saling
ketergantungan, (Depkes RI,1998 dalam Santun S dan Agus Citra D, 2008).
Menurut Salvicion dan Celis (1998) di dalam keluarga terdapat dua atau lebih dari dua pribadi
yang tergabung karena hubungan darah, hubungan perkawinan atau pengangkatan, di hidupnya
dalam satu rumah tangga, berinteraksi satu sama lain dan di dalam perannya masing-masing dan
menciptakan serta mempertahankan suatu kebudayaan.
2.4.1. Peran Keluarga dalam Merawat Orang Tua
Universitas Sumatera Utara
Terdapat dua pilihan bagaimana untuk merawat lansia. Lansia dapat dirawat di rumah sendiri
oleh keluarganya atau dapat juga dirawat di tempat yang kita kenal sebagai rumah jompo.
Nilai kekeluargaan yang sangat dipegang erat oleh sebagian besar masyarakat Indonesia
mungkin menjadi salah satu alasan mengapa rumah jompo bukan menjadi suatu pilihan dalam
perawatan lansia. Mengirim keluarga yang sudah berumur dan memerlukan perawatan ekstra ke
rumah jompo dianggap sebagai perbuatan yang tidak terpuji. Sehingga untuk memenuhi kebutuhan
ekstra lansia tersebut mereka mempekerjakan seorang perawat untuk merawat orangtuanya di
rumah.
2.4.2. Peran Keluarga Ideal dalam Merawat Orang Tua menurut Etnis Tionghoa.
Menurut tradisi Tionghoa kuno, bahwa tanggung jawab merawat orang tua terletak di pundak
anak lelaki terbesar, dan jika seseorang sanak saudara tidak menikah, maka tanggung jawab sanak
saudara yang harus merawat orang tua tersebut. Hal ini berlaku mutlak di zaman dulu. Sehingga di
zaman dulu, orang-tua di masyarakat Tionghoa menduduki posisi paling tinggi dalam keluarga. Dan
tugas menantu dari anak lelaki pertama yang harus bertanggung jawab membantu suami merawat
orang-tuanya. Walaupun bagi kalangan orang yang mampu menggaji pembantu (istilah dulu
dayang-dayang), tetapi anak dan menantu tetap wajib mengawasi langsung keperluan dan
perawatan orang-tuanya.
(http://web.budaya-tionghoa.net/).
Universitas Sumatera Utara
2.4.3. Keluarga menurut Tradisi orang Tionghoa Tradisional.
Budaya tradisional orang Tionghoa menurut adat istiadat Tionghoa ada beberapa kriteria antara
lain, (http://weber.ucsd.edu/~dkjordan/chin/hbfamilism-u.html)
a.
Keluarga
Definisi dari Keluarga tradisional Tionghoaa, atau Jia (sehari-hari: Jiating), disebut "chia" oleh
penulis Inggris. Beberapa dari defenisi tersebut yaitu; patrilineal, patriarkal, prescriptively virilocal,
kelompok kekerabatan, dan berbagi anggaran rumah tangga umum. .
1.Patrilineal
Istilah
ini
berarti
bahwa
keturunan
dihitung
melalui
laki-laki.
Jadi seseorang adalah bukan keturunan dari kedua ibu dan ayah. Jika penguasaan warisan keluarga
adalah dari keanggotaan seseorang dari ayah. China ekstrim berpendapat bahwa seorang wanita
cukup eksplisit dihapus dari keluarga kelahirannya (nya niángjiā ) dan berafiliasi deng an keluarga
suaminya (pójiā ), ini adalah transisi yang selalu sangat jelas dilambangkan dalam adat perkawinan
lokal, meskipun ada variasi yang berbeda dari satu daerah ke daerah lainnya.
Penghormatan telah dibayarkan kepada leluhur (zǔ xiān). Dalam nenek moyang kepercayaan
orang Tionghoa lebih berprilaku hidup untuk hormat (biasanya dilihat sebagai penyajian dengan
makanan kurban, secara harfiah memberi makan), dan jika karena kegagalan untuk mempunyai
keturunan (atau, jika mengadopsi) keturunan laki-laki dianggap sebagai perilaku tidak bermoral
atau, jika disengaja, dianggap sebagai suatu kemalangan besar. Dalam agama populer, orang mati
tanpa keturunan laki-laki untuk menjaga mereka cenderung dianggap sebagai hantu berpotensi
berbahaya. Di dalam hidup sehari-hari, orang yang berusia dan jika sudah saatnya untuk menjadi
orang tua, tetapi tanpa anak-anak cenderung dipandang rendah.
2.Patriarkhal
Universitas Sumatera Utara
Istilah ini berarti bahwa keluarga adalah hirarki terorganisir, dengan kewenangan yang
dilembagakan utama yang dipegang oleh laki-laki yang paling senior, yang dianggap bertanggung
jawab atas pengelolaan tertib keluarga.
Tidak ada dua anggota keluarga Tionghoa yang sama dalam wewenang keluarga. "Sebuah
negara tidak bisa memiliki dua raja," pepatah lain yang banyak dikutip adalah, "atau keluarga dua
kepala" (Guo wu er jun, Jia Wu ER Zhu 国 无二 君, 家 无二 主.), artinya antara lain
(1) generasi senior lebih unggul dari generasi junior,
(2) orang tua lebih unggul dari yang lebih muda, dan
(3) laki-laki lebih unggul daripada wanita. ("Pria tinggi, perempuan rendah" - Nan Zun, nǚ BE
男尊女卑 ).
Secara normatif (yaitu, dalam hal apa yang dianggap kebanyakan orang sebagai bentuk yang
ideal), keluarga akan dipimpin oleh seorang pria yang lebih tua dan / atau dari generasi yang lebih
senior daripada orang lain. Namun, apapun penghormatan karena orang tua atau generasi tua, jika
itu adalah pilihan antara seorang pria dewasa dan ibunya yang janda, dapat dikatakan itu adalah
orang yang menjadi kepala rumah tangga.
Dalam praktek yang sebenarnya, tidak ada sistem keluarga dikenal dimana anggotanya tidak
memberikan kontribusi terhadap kesejahteraan kolektif dan pengambilan keputusan, dengan
pengetahuan mereka diferensial, perspektif, dan keterampilan. Jadi patriarki adalah kekuasaan dan
otoritas yang berada pada laki-laki, seperti di ayah dari keluarga. Kewenangan tersebut kemudian
berpindah dari ayah ke anak melalui generasi, dan laki-laki, pada umumnya, kontrol pengambilan
keputusan.
Hirarki keluarga sangat tegas dilambangkan dalam konsep xiao 孝 (sehari-hari: Xiaoshun
孝顺) ". subordinasi berbakti", yang biasanya diterjemahkan "berbakti," tetapi lebih tepat adalah
untuk menghindari jika muncul kehendak bentrok, diharapkan (dan hukum ditegakkan) bahwa
Universitas Sumatera Utara
kehendak keluarga yang unggul harus menang atas kehendak keluarga rendah. Hukum adat
mengadakan pembangkangan anak-anak untuk orang tua untuk menjadi pelanggaran besar, dan
pembangkangan seorang putri-di-hukum untuk orang tua mertua nya alasan untuk perceraian. Duka
atas kematian orang tua dianggap jenis terdalam dari kesedihan, dan dilakukan untuk periode
panjang berkabung. Sebaliknya, di beberapa daerah juga dianggap tidak pantas untuk berkabung
atas kematian seorang anak, karena anak telah terbukti tidak berbakti yang sangat dalam artinya.
Kisah pengorbanan heroik dalam mendukung orang tua seseorang adalah yang paling umum
dan paling penting dari cerita moral Tionghoa dan dianggap paling penting dan cocok untuk
pendidikan anak-anak.
3. Prescriptively viriloca
Istilah ini berarti bahwa ada pengharapan kuat yang dipegang adalah bahwa pasangan yang baru
menikah harus hidup dengan keluarga pengantin pria.
Ini dianggap ideal untuk semua orang dalam keluarga untuk menikah dan membawa istri
mereka untuk hidup di perkebunan keluarga dan untuk semua wanita yang lahir di keluarga untuk
menikah dan pergi meninggalkan rumah untuk hidup dengan suami mereka. Perubahan keluarga
tentu saja peristiwa yang menentukan dalam kehidupan seorang wanita, dan secara tradisional
adalah kesedihan besar di masa remajanya meninggalkan rumahnya, hanya kadang-kadang dapat
diatasi dengan rasa petualangan atau kegembiraan tentang asumsi status barunya untuk menikah.
Dibeberapa bagian barat China ada tradisi ratapan musik perempuan sampai hari-hari menjelang
pernikahan dapat dirayakan dengan sesi hati-hati terstruktur dan menangis. Ritual ini melibatkan
pengantin dan teman-teman yang belum menikah atau adik perempuan..
Kadang mungkin disekitar 20% dari semua pernikahan pengantin pria yang ikut untuk
tinggal dengan keluarga istri. (Praktek ini disebut "uxorilocality," dari kata uxor Latin "istri").
Terkadang ini hanyalah masalah kenyamanan ekonomi, tetapi sering juga hal ini terjadi karena
Universitas Sumatera Utara
keluarga istri hanya memiliki anak perempuan, dan anak perempuan ini diterima sebagai pengganti
seorang putra, kadang-kadang si menantu laki-laki mengubah nama keluarganya (yang merupakan
tindakan tercela /tidak berbakti terhadap orang tua sendiri, jika orang tua pengantin laki-laki masih
hidup) atau kadang bisa lebih menjanjikan bahwa anak pertama yang lahir pernikahan akan
mengambil nama ayah sang istri.
Karena uxorilocality memecahkan adat budaya untuk virilocality, itu dianggap sebagai
pilihan terakhir dan suami uxorilocal, apa pun prestasi pribadi mereka, cenderung dilihat dengan
kecurigaan dan cemoohan. Sebuah pernikahan jika uxorilocal diremehkan sebagai dǎozhù Miao 倒
住 苗, dan seorang pria yang menikah uxorilocally disebut sebagai "suami berlebihan" (zhuìxù
赘婿 ),
4. Kekerabatan Kelompok
"Kekerabatan" bagian ini berarti bahwa anggota keluarga yang terkait genealogis, yaitu baik
yang memiliki nenek moyang yang sama atau dengan menikah. "Kelompok" bagian ini berarti
bahwa mereka telah mengetahui batas-batas dan kegiatan bersama atau sumber daya satu sama lain
dan bahwa mereka tidak berbagi dengan orang luar.
Sebuah rumah tangga termasuk siapa pun orang yang tinggal di gedung yang sama, bisa
termasuk mungkin penyewa, pelayan, magang, kadang-kadang seorang imam penduduk atau siapa
pun, tidak dikatakan sebagai anggota rumah tangga.
Sama seperti rumah tangga dapat menggabungkan orang-orang yang bukan bagian dari
keluarga, yang dapat menggabungkan orang-orang yang bukan bagian dari rumah tangga. Banyak
orang Tionghoa di sepanjang sejarah telah hidup jauh dari keluarga untuk jangka pendek maupun
jangka panjang. Pemisahan pendek mungkin melibatkan hidup selama musim panas di sebuah
gudang kecil untuk melindungi ladang dari pencurian air irigasi, misalnya bepergian di pedesaan
Universitas Sumatera Utara
sebagai penjual. Pemisahan lagi mungkin terjadi jika anggota pergi keluarga untuk menjadi tentara
atau bisa jadi juga pergi merantau untuk belajar atau untuk mendirikan usaha di lokasi lain..
Keanggotaan dalam keluarga kadang-kadang diberikan untuk orang yang diadopsi. Dalam
kasus dimana beberapa keluarga tidak memiliki anak, Adopsi anak seorang kerabat dekat mungkin
dilakukan, meskipun ada variasi yang luas antara keluarga dalam sejauh mana anak benar-benar
berasimilasi kedalam kehidupan keluarga. Sering seorang anak mungkin diadopsi dari seorang
kerabat jauh. Disebagian besar wilayah diperiode paling lama dianggap tidak diinginkan untuk
mengadopsi anak dari keluarga yang tidak berhubungan, tetapi praktik itu sebenarnya tidak berarti
jarang, bahkan itu dianggap menguntungkan.
Berbeda lagi bagi sesame teman yang pada usia yang sama berniat untuk bersumpah setia
satu sama lain, kejadian ini yang membawa mereka kedalam hubungan persaudaraan disumpah
(atau kadang terjadi juga persaudaraan tidak disumpah). Secara teori dan kadang-kadang dalam
praktek, aliansi tersebut dihormati oleh keluarga sebagai menciptakan ikatan keluarga. Meskipun
tidak pernah sepanjang sejarah asimilasi saudara angkat benar-benar cukup untuk mengubah silsilah
resmi.
5. Berbagi Anggaran Rumah Tangga Umum
Ini berarti bahwa harta, pendapatan dan biaya dari semua anggota keluarga dikumpulkan
dan keputusan tentang distribusi sumber daya adalah bisnis yang sah dari semua anggota keluarga
dan akhirnya diambil melalui struktur otoritas patriarkal keluarga.
Dapat dikatakan bahwa anggaran umum adalah salah satu karakteristik pendefinisikan
paling penting dari keluarga Tionghoa. Salah satu efek dari kebiasaan ini adalah untuk menentukan
siapa yang masuk atau keluar dari sebuah keluarga dengan cara lain selain kekerabatan.
Kekerabatan membuat seseorang menjadi calon anggota keluarga. Namun kerabat dekat dapat
menjadi keluarga yang berbeda jika keluarga telah memutuskan untuk berhenti berbagi anggaran.
Universitas Sumatera Utara
Hal ini dimungkinkan untuk anggaran keluarga yang sama untuk digunakan bersama oleh
sebuah keluarga yang bergaqbung dalam beberapa rumah tangga. Bisa dibayangkan sebuah
keluarga dengan beberapa anggota yang tinggal di sebuah desa pertanian dan lain-lain yang tinggal
di toko mereka di sebuah kota kecil, misalnya. Di zaman modern, keluarga Tionghoa seperti telah
dipelajari bahwa yang memiliki anggota yang tinggal di beberapa negara yang berbeda, tetapi
semua tetap berbagi anggaran umum.
Berbagi anggaran adalah cara yang ketat ekonomi melihat apa keluarga bersama, tapi
berbagi juga menyentuh bidang selain ekonomi. Di bidang keagamaan, keluarga cenderung untuk
berbagi keberuntungan. Sebuah keluarga di mana satu anggota adalah mendapat sakit kronis
sementara yang lain memiliki kebiasaan buruk dan yang lainnya cenderung untuk melakukan
investasi buruk mungkin berusaha untuk memperlakukan semua ini sebagai gejala dari sakit
tunggal, ketidak-harmonisan dari keluarga secara keseluruhan.
Pemisahan keluarga (fēnjiā 分家) merupakan peristiwa penting. Ketika anggota keluarga
memutuskan bahwa telah cukup mandiri secara ekonomi, mereka akan menyetujui pembagian
sumber daya keluarga dan penciptaan keluarga baru dengan finansial terpisah. Biasanya ini terjadi
setelah kematian dari generasi senior yang telah meninggalkan dua bersaudara dan istri-istri mereka
dan anak-anak sebagai unit ekonomi yang umum. Meskipun mungkin ada kasih sayang alami antara
saudara-saudara, perbedaan produktivitas ekonomi dan perbedaan dalam jumlah anak-anak mereka
sering menyebabkan argumen yang paling mudah diselesaikan dengan divisi keluarga. Seorang
mediator biasanya akan menjadi pihak ketiga simpatik tetapi tertarik, secara tradisional diangkat
dari saudara wanita yang lebih tua, dan biasanya akan melakukan kontrak perjanjian untuk tertulis.
Masing-masing
unit
baru
cenderung
disebut
"segmen"
(Fen
(http://weber.ucsd.edu/~dkjordan/chin/hbfamilism-u.html).
Universitas Sumatera Utara
份).
Karena nilai budaya ditempatkan pada kesatuan keluarga, ukuran, kerjasama, dan saling
mendukung, divisi keluarga selalu dianggap sebagai peristiwa malang. Keluarga sebagai unit
ekonomi dilambangkan oleh kompor
dan pada divisi unit baru akan selalu menjaga kompor
terpisah, bahkan jika itu berarti seseorang memasak di kompor arang kecil. Sementara di tempat
lain semua orang terus menempati rumah yang sama.
Anggota keluarga yang sama kadang-kadang mungkin hidup terpisah, kadang-kadang
selama beberapa dekade pada suatu waktu tertentu. (Sebuah contoh misalnya mungkin anggota
keluarga pergi ke sekolah atau bekerja di wilayah yang berbeda.) Pasangan menikah mungkin juga
hidup terpisah. Ketika pernikahan didefinisikan oleh tugas-tugas petugas dan bukan emosi nya, ini
mungkin lebih mudah bagi
masyarakat dengan stres yang tinggi pada cinta romantis dalam
pernikahan, dan bahkan saat ini pasangan Tionghoa kadang-kadang bertahan berpisah namun
tampak heroik atau aneh bagi orang-orang dibeberapa masyarakat lainnya.
Karena keluarga adalah unit kepemilikan (bahkan sampai ke tingkat berbagi sikat gigi),
tidak ada yang cukup berhubungan dengan warisan. Sebuah perdebatan penting muncul pada awal
abad XX mengikuti gaya Barat yang diilhami hukum Barat yang berusaha untuk menjamin warisan
untuk perempuan maupun laki-laki. Hal ini ditentang keras oleh banyak tradisi berdasarkan budaya
Tionghoa, yang berpendapat bahwa tidak hak perempuan atas warisan, dan bahwa perempuan yang
diatur dalam skema tradisional bahwa mereka adalah anggota keluarga dari segmen yang suami
mereka milik. Salah satu efek dari beralih dari kepemilikan warisan dari individu dan termasuk
anak perempuan menikah sebagai pewaris sah dari orang tua mereka secara logis akan menjadi
segmentasi yang lebih besar lahan menjadi ladang yang lebih kecil dengan kepemilikan yang
berbeda. (Seperti kejadian sebenarnya berlangsung, lahan tunduk pada skema redistribusi lainnya
sepanjang abad XX, sehingga masalah warisan cenderung surut ke latar belakang.)
Universitas Sumatera Utara
Pemujaan leluhur adalah tugas pokok dari setiap Tionghoa, dan ini diikuti garis silsilah.
Dengan demikian divisi keluarga tidak berpengaruh pada kebutuhan untuk terlibat dalam pemujaan
leluhur. Pada divisi keluarga berbagi sedikit lebih besar dari properti yang diberikan satu pihak
(secara tradisional putra tertua jika ada lebih dari satu) dan masing-masing membantu menutupi
biaya pengorbanan leluhur dan batu nisan secara leluhur bersama. Bila memungkinkan, diusahakan
semua anggota keluarga dapat berkumpul di altar garis senior pada kesempatan yang membutuhkan
pemujaan leluhur.
Foto penghormatan leluhur juga diletakkan di lokasi makam, dan festival Qingming (清明)
(biasanya jatuh pada tanggal 5 April kalender Tionghoa) dikaitkan dengan makam "sweeping"
diikuti dengan pembakaran dupa penyajian makanan kurban atau hadiah lain kepada leluhur.
(Makanan korban kemudian dikonsumsi oleh anak cucu dalam pesta makam.
Idealnya keluarga termasuk garis keturunan adalah laki-laki dan istri-istri mereka dan anakanak. Istilah Tionghoa biasa hanyalah "keluarga besar" (Dajia
/大家, sehari-hari: dàjiātíng
大家庭). Ini lebih tepat daripada penggunaan populer dari "keluarga" dalam bahasa Inggris, tapi
agak kurang tepat daripada "keluarga" istilah bahasa Inggris seperti yang digunakan oleh sosiolog,
yang kadang-kadang ditempatkan kontras dengan "membendung keluarga" untuk memberikan
teknis istilah untuk lintas-budaya aplikasi.
(http://weber.ucsd.edu/~dkjordan/chin/hbfamilism-u.html).
Seperti kita ketahui bahwa orang-orang cenderung sentimental tentang hal itu, keluarga
Tionghoa yang ideal mungkin akan dipimpin oleh seorang patriark tua dan istrinya, dan termasuk
lima anak-anak mereka dan istri-istri mereka, dan anak-anak dari semua sanak saudara, termasuk
mungkin beberapa cucu dewasa yang sudah memiliki istri, tetapi tidak termasuk setiap anak
perempuan yang telah menikah keluar dan menjadi anggota keluarga lainnya.
Universitas Sumatera Utara
Karena penduduk Tionghoa meningkat hanya sangat sedikit atau tidak sama sekali menurut
sebagian besar sejarah Tionghoa, jumlah rata-rata anak-anak pasangan menikah yang ternyata
hanya sedikit lebih dari satu. Ketika ada anak kedua, ada tekanan yang besar untuk memberikan
anak itu bagi seorang kerabat yang tidak memiliki anak sama sekali atau untuk memberikan dia
sebagai suami uxorilocal (dan ahli waris) ke teman yang memiliki anak. Jadi dalam banyak kasus,
sebuah keluarga tidak mempunya banyak saudara.
Sepanjang sebagian besar sejarah Tionghoa usia rata-rata pada kematian cukup rendah, dan
bagi yang berulang tahun keenam puluh satu adalah peristiwa yang sangat dikagumi dan perlu
dirayakan. Dengan demikian, adalah perasaan senang luar biasa bagi orang tua hidup untuk melihat
cucu-cucu mereka tumbuh dewasa. Untuk alasan ini, meski tiga generasi keluarga adalah umum,
empat generasi keluarga adalah langka, dan lima generasi keluarga itu yang benar-benar luar biasa.
(Dalam pemakaman orang tua, adalah konvensional untuk menulis jumlah generasi mereka telah
dilahirkan pada lentera pemakaman, biasanya menambahkan beberapa generasi untuk membuatnya
terdengar lebih baik. Lima adalah nomor umum).
Oleh karena itu, meskipun keluarga Tionghoa yang secara normatif diperpanjang, dan
meskipun banyak orang Tionghoa menghabiskan setidaknya beberapa tahun tinggal di keluarga
kompleksitas yang cukup besar, adalah tidak biasa bagi keluarga agar sesuai dengan citra ideal dari
kelompok yang benar-benar besar kerabat yang tinggal bersama dan berbagi anggaran.
Berarti ukuran keluarga di desa-desa yang paling banyak adalah antara empat dan lima orang.
Perbedaan harus dibuat antara:
(1) garis keturunan,
(2) keturunan, dan
(3)
klan
(yang
dalam
kasus
Tionghoa,
lebih
nyaman
disebut
kelompok
marga).
Di Tionghoa, ketiga entitas dapat disebut Zu 族 (sehari-hari jiāzú 家族), yang cenderung
Universitas Sumatera Utara
menambah kebingungan. (Perhatian:.. Suku kata zu 族 yang mengacu pada sekelompok keturunan
berbeda dari suku kata zǔ 祖 yang mengacu pada leluhur penulis Inggris yang tidak menandai nada
kadang-kadang sampai tertukar).
Dalam setiap kasus, konsep dasarnya adalah bahwa seseorang (pria atau wanita) adalah
"diturunkan" dari suksesi nenek moyang. Meskipun hal ini biasanya berarti menjadi anak biologis
atau putri orang tua, adalah mungkin untuk diadopsi ke dalam (atau dikeluarkan dari) garis
keturunan, apa yang menjadi masalah adalah klasifikasi sosial, bukan biologi.
Keturunan Tionghoa yang patrilineal, yang berarti bahwa secara tradisional keturunan
dihitung melalui link laki-laki saja (dengan cara yang sama yang nama keluarga secara tradisional
turun hanya melalui link laki-laki di masyarakat). Jika seseorang Tionghoa, nenek moyang dilihat
dari keturunan ayah keluarga itu. Meskipun istri dari nenek moyang laki-laki dianggap juga sebagai
nenek moyang, ibu seseorang itu ini adalah ibu, misalnya, bukan nenek moyang dalam sistem
keturunan patrilineal. Dalam silsilah tradisional Tionghoa menikah pada wanita, bahkan ketika
mereka memproduksi anak-anak, kadang-kadang dicatat dengan hanya nama. Wanita bernama
Wang, Wanita bernama Chen, dan sebagainya.
Salah satu ciri khas keturunan patrilineal tradisional Tionghoa adalah bahwa seorang wanita
dipernikahan, diasumsikan untuk dihapus dari garis keturunan sendiri (kecuali untuk pengakuan
orang tuanya langsung dan kakek-nenek) dan berasimilasi ke dalam garis keturunan suaminya.
(Dalam sistem keturunan patrilineal yang paling terkenal di seluruh dunia, orang tetap afiliasinya
sepanjang hidup Tionghoa tidak biasa dalam hal ini).
6. Sebuah Line patrilineal Descent (Patriline)
Definisi sebuah garis keturunan patrilineal adalah garis ayah dan anak dari semua nenek
moyang laki-laki . Secara teori bisa dianganggap sebagai kembali ke global atom, atau mulai
Universitas Sumatera Utara
dari nenek moyang juga bisa menganggapnya sebagai turun temurun melalui anak-anak lakilaki, dan keturunan lagi dari anak-anak mereka, dan sebagainya.
Ukuran merupakan salah satu ciri dari garis keturunan adalah bahwa hanya ada satu orang
per generasi ketika menghitung (karena seseorang hanya memiliki satu ayah), tapi mungkin ada
banyak orang per generasi melihat ke bawah (karena seseorang mungkin memiliki banyak putra).
Meninggal merupakan ciri lainnya adalah bahwa semua generasi leluhur yang berhasil
mempunyai anak adalah dari mana generasi itu datang dan turun ke generasi berikutnya atau
mungkin tidak mempunyai anak laki-laki: sebagai garis keturunan kemungkinan kehilangan garis
keturunan di masa yang akan datang.
Agunan Lines menyatakan, karena setiap orang, leluhur atau keturunan, mungkin memiliki
saudara, dan karena saudara dari nenek moyang atau bukan dari nenek moyang, ada sejumlah baris
"jaminan" yang terdiri dari keturunan mereka. Anak kakak ayah seseorang (sepupu patrilateral
paralel, dalam antropologi) adalah jaminan bagi seseorang karena seseorang yang memiliki leluhur
(kakek.)
Sebuah Lineage patrilineal (Patrilineage)
Definisi Patrilineage adalah kelompok yang terorganisir dari keturunan nenek moyang
tunggal tertentu. Leluhur disebut sebagai nenek moyang "apikal" karena ia berada di "puncak" dari
silsilah dimana keanggotaan keturunan ditentukan, dan link keturunan untuk orang ini dikenal (atau
tetap ditulis dalam silsilah di mana mereka dapat mendongak).
7. Eksogami.
Orang Tionghoa, seperti dalam sistem keturunan lainnya, dianggap sebagai incest untuk
yang menikah (atau kawin dengan) anggota dari garis keturunan yang sama.
8. Perempuan & Satwa.
Universitas Sumatera Utara
Bagi orang Tionghoa seorang wanita merupakan anggota dari garis keturunan ayahnya saat
lahir, tetapi pada pernikahan dia dipindahkan ke garis keturunan suaminya. Sebagaimana dicatat,
lintas-budaya ini adalah pengaturan yang sangat tidak biasa. Salah satu efek dari itu adalah bahwa
hal itu biasa bagi semua anggota keluarga yang sama untuk menjadi anggota dari garis keturunan
yang sama. (Dalam sistem keturunan yang paling dikenal diseluruh dunia, anggota keluarga yang
sama berasal dari garis keturunan yang berbeda.) Perempuan biasanya tidak berpartisipasi sangat
signifikan dalam ibadah keturunan, dan tingkat ketertarikan mereka dalam garis keturunan jauh
lebih sedikit dibandingkan dengan laki-laki (meskipun mereka memasak makanan untuk makam).
(http://weber.ucsd.edu/~dkjordan/chin/hbfamilism-u.html).
Satwa dan Distribusi Geografis adalah fitur opsional dari struktur sosial Tionghoa.
Meskipun setiap orang menurut definisi memiliki garis keturunan, kelompok keturunan
diselenggarakan hampir universal dalam beberapa periode dan daerah (khususnya, selatan Kanton.)
9.
Lineage Property.
Di mana harta dibagi menurut garis turunan . Dalam beberapa kasus jika ada lebih dari
sebuah harta leluhur, atau beberapa bidang yang disewakan untuk memberikan penghasilan yang
digunakan untuk menyembah nenek moyang bersama. Dalam kasus lain garis keturunan memiliki
kepemilikan lebih besar, supaya mampu menanggung dana pinjaman, asuransi bencana, beasiswa
mahasiswa, atau bahkan sekolah untuk kepentingan anggota keturunan.
10.
Silsilah
Karena keanggotaan keturunan memiliki potensi manfaat, garis keturunan yang paling
dipertahankan adalah silsilah tertulis, yang dimulai dengan leluhur di atas mereka dan kemudian
dimasukkan semua baris yang diturunkan. Silsilah keturunan yang ditulis memungkinkan untuk
menjadi sangat jelas tentang siapa yang berhak atau siapa yang tidak berhak atas manfaat
keturunan.
Universitas Sumatera Utara
Altar Leluhur Pemujaan merupakan kegiatan kolektif utama silsilah adalah pemujaan
leluhur, dan selalu harus melakukan pemujaan leluhur. Banyak keturunan akan mempertahankan
bahkan membuat secara sederhana sebuath "hall" (tang 堂) untuk tujuan ini, biasanya dengan
ketentuan untuk penyimpanan permanen papan nama leluhur. Prosedur yang paling umum adalah
untuk anggota memindahkan papan nama dari altar keluarga ke ruang silsilah untuk papan nama
leluhur yang semakin tua. Di beberapa daerah ada aturan umum tentang ini dimana papan nama
selama lima generasi lama akan dipindahkan keluar dari rumah-rumah pribadi dan masuk ke aula
kelenteng, misalnya.
Di daerah lain papan nama akan dipindahkan keaula setiap kali direhabilitasi. Dalam
beberapa kasus anggota yang ingin menempatkan papan nama di aula akan membayar untuk
mendapatkan hak istimewa, menyumbang biaya penghasilan dan pemeliharaan aula. Tidak jarang
papan nama yang dibuat ulang atau dikonsolidasikan dengan persyaratan penutup (seperti "lima
generasi") ketika dipindah ke aula.
b. Kelas sosial
Karena garis keturunan didasarkan pada kekerabatan dan karena garis keturunan yang
berbeda dari leluhur di puncak leluhur, mungkin bernasib berbeda dengan berlalunya generasi, garis
keturunan banyak silang-potong kelas-kelas sosial. Sampai-sampai anggota kaya cenderung untuk
menyediakan sumber daya keturunan yang digunakan oleh warga miskin, hal ini cenderung untuk
mendaur ulang kekayaan dan mengurangi perbedaan kelas sosial, tetapi juga berpotensi
mengasingkan anggota kaya dari garis keturunan sebab organisasi-organisasi ini mulai menguras
keuangan. "Anti-miskin" diusahakan dengan tindakan kadang-kadang termasuk pembayaran biaya
supaya semua orang dapat menikmati manfaat penuh dari keturunan.
c. Garis keturunan & Politik.
Universitas Sumatera Utara
Pada waktu dan tempat dimana garis keturunan yang kuat, mereka kadang-kadang
dibebankan oleh pemerintah dengan fungsi administratif lokal mulai dari pengumpulan pajak untuk
penyelesaian sengketa atau pertahanan. Ada tradisi garis keturunan melengkapi dokumen silsilah
mereka dengan " petunjuk keluarga " (Jiashun 家 顺), perintah moral yang diturunkan oleh anggota
lansia kepada keturunan mereka, kadang-kadang dengan aturan untuk menjalankan bisnis
keturunan, dan sering dengan instruksi umum pada kewarganegaraan dan perilaku moral.
Garis keturunan akan ikut merasa kehilangan muka jika anggota mereka terlibat dalam
tindakan ilegal atau tidak bermoral dan mereka memiliki ketentuan untuk menghukum anggota
yang bersalah dan jika perlu, dapat mengeluarkan anggota dan mencoreng nama mereka dari silsilah
tertulis karena telah membuat malu keluarga dan leluhur.
11. Lineage Manfaat
Silsilah berusaha untuk menujang kesejahteraan anggotanya dan untuk itu mungkin harus
dilakukan dengan mengorbankan non-anggota keluarga, konflik antara garis keturunan sudah tidak
biasa atau jarang terjadi. Di daerah dan pada saat-saat ketika garis keturunan telah kuat, perang
lokal telah menjadi hal yang hanya terjadi sesekali. Bahkan ketika kekerasan terbuka terjadi, ada
kecenderungan untuk tinggal dengan silsilah-teman menjadi lebih nyaman, ketika ada terjadi
ketegangan antar-keturunan. Hasilnya, bahkan sekarang ini, adalah adanya satu keturunan desa,
atau desa-desa dimana penduduk kebanyakan adalah anggota dari garis keturunan yang dominan.
12.
Lineage Divisi
Garis keturunan biasanya tidak bisa membagi, seperti keluarga, tapi karena nenek moyang
pun bisa diambil sebagai leluhur di puncak dari garis keturunan baru, jika terjadi divisi keturunan
adalah untuk kelompok kerja yang
berkontribusi untuk bergabung dalam keluarga sebagai
sumbangan dari garis keturunan baru akan dipusatkan pada tingkat rendah keturunan leluhur
termasuk menentukan tempat "orang yang tepat" dan mengeluarkan orang yang dikecualikan "orang
Universitas Sumatera Utara
yang salah." Ketika Lineage B dipusatkan pada leluhur di puncak genealogis lebih rendah daripada
yang Lineage A (yaitu, ketika nenek moyang Lineage A adalah leluhur nenek moyang Lineage B),
Lineage B dikatakan sebagai "cabang" (fang方) dari Lineage A. kosakata yang sama kadangkadang digunakan dengan nama multi-rumah keluarga.)
a). Garis keturunan di abad XX.
Garis keturunan yang dimiliki, setidaknya dalam konsep, dirasakan lebih bergengsi (kecuali
selama periode komunis), dan beberapa orang Tionghoa rela mengakui bahwa sistem ini tidak
universal di China, meskipun tidak dilakukan secara terang-terangan. Dalam banyak kasus, hal ini
berasal dari garis keturunan membingungkan dengan klan (marga). Bahkan, "silsilah sistem" begitu
rapuh pada saat Komunis berkuasa bahwa langkah-langkah resmi tidak ada yang perlu diambil
untuk mengakhiri garis keturunan yang telah terorganisir seperti tetap. Setelah pemilikan kekayaan
pribadi dibatasi, garis keturunan biasanya kehilangan basis keuangan mereka dan runtuh sendiri.
13. Clan A
Sebuah klan, sebagai istilah yang digunakan saat ini oleh para antropolog,
adalah keturunan wannabe. Artinya, itu adalah kelompok properti-holding yang terdiri dari
keturunan dari leluhur di puncak, tetapi rincian dari garis keturunan dari nenek moyang yang tidak
diketahui. Dalam beberapa kasus leluhur jelas mitos dan dalam beberapa masyarakat nenek
moyang yang bergabung bahkan mungkin yang bukan manusia.
b). Clans & Nama Jelas.
Di China, klan diciptakan atas dasar nama secara umum, biasanya menegaskan keturunan
umum dari orang kuno atau fiktif dari nama itu.
Beberapa kelompok nama seperti itu dianggap eksklusif, mencerminkan dirinya sebagai
cabang (fang) dari sebuah klan yang lebih besar secara imajinasi. Mereka juga mengecualikan
beberapa orang dari nama yang sama. Tetapi lebih sering mereka mau bergabung, dengan siapa saja
Universitas Sumatera Utara
dari nama yang sama. Bagi klan yang sama dapat berpotensi berpartisipasi dalam setiap kegiatan.
(Kebingungan dapat dihindari jika seseorang hanya panggilan entitas klan seperti "kelompok
nama.").
14. Clan Manfaat.
Clan memberikan kegunaan dimana orang Tionghoa yang melakukan perjalanan jauh dari
daerah asal mereka bisa menemukan kerabat jauh dan mendapatkan bantuan persediaan naungan
hidup dari jika diperlukan. Dalam perluasan China dari utara Sungai Yangzi ke bagian selatan
China, dan kemudian dalam migrasi orang Tionghoa dari China ke Asia Tenggara dan bagian lain
dari dunia, sebuah perangkat saling membantu yang mendasar telah menjadi sebuah asosiasi atas
dasar yang sama nama.
15. Clan Leluhur Pemujaan.
Meskipun pemujaan leluhur di puncak diduga terjadi pada klan, Jika berkurangnya catatan
silsilah untuk dapat menghubungkan anggota lain dan cabang satu sama lain, untuk membuat data
nenek moyang yang lebih spesifik, menyembah leluhur seperti data yang kurang jelas ini adalah
kurang umum dilakukan (bahkan berpotensi memalukan dalam beberapa kasus), dan klan yang
pasti berpusat pada perlindungan saling membantu dan berfungsi menanggung risiko bersama, dan
jika jelas berasal dari garis keturunan lebih jelas maka lebih diutamanka pada pemujaan leluhur.
Tidak semua orang Tionghoa bisa hidup bersama dengan kelompok keluarga. Banjir,
kebakaran, kelaparan, perang, kejahatan, wabah, maupun peraturan dari hukum pemerintah, sakit
jiwa, dan pengabaian yang disengaja untuk melakukan adat istiadat sosial adalah semua alasan
mengapa beberapa individu mungkin dibiarkan mengembara dunia tanpa ikatan keluarga.
Orang-orang di luar garis keluarga biasanya dipandang dengan campuran kasihan,
kecurigaan, dan penghinaan.Mereka tidak mampu mencapai posisi keamanan ekonomi atau prestise
Universitas Sumatera Utara
sosial, dan cenderung untuk hidup di lingkungan pinggiran masyarakat sebagai pelacur, pengemis,
dan buruh harian lepas..
Pengecualian utama adalah untuk yang menggabungkan diri dengan dunia agama, terutama
bagi agama Buddha. Seseorang mungkin mengambil sumpah agama Buddha (dan menerima bekas
luka inisiasi dengan membakar dupa kerucut kecil di kulit kepala yang membuat sumpah sulit untuk
membalikkan ke status sosial umum). Kelompok seperti ini dihapus dari keluarga asli mereka (jika
ada) dan mereka selama-lamanya menjadi pendeta Buddha sebagai biarawan dan biarawati.
Seorang bhikkhu atau bhikkhuni yang sepenuhnya disucikan menerima nama julukan
shi(释), suku kata pertama dari nama lengkap dari Buddha Shakyamuni (Shìji
āmóuní / 释迦牟尼).
Mereka mengambil resiko menawarkan "leluhur" penghormatan ke saluran ulama sebelumnya, dan
pada gilirannya harus dihormati di kuil "leluhur" altar oleh garis keturunan yang berikutnya.
Ulama yang telah sepenuhnya disucikan, diizinkan untuk mengubah biara-biara, secara teori
ulama akan membawa surat pensucian mereka supaya bisa dipasang ke kelompok biara kemanapun
mereka pergi. Hidup tidak dianggap berpiknik bagi mereka, sebaliknya mereka diizinkan untuk
tidak sendiri dan diberikan ikatan sumpah oleh otoritas mereka untuk ratusan pembatasan perilaku.
Mereka biasanya bekerja keras di kebun biara atau pekerjaan keagamaan seperti membaca kitab
suci. Namun mereka memiliki penghiburan bahwa mereka mendapatkan pahala agama, dan mereka
jarang kelaparan.
Selain ulama yang disucikan, vihara juga adalah rumah bagi orang tidak menikah, anak yang
terlantar, ditinggalkan orang tua, perempuan yang hidupnya berantakan, dan orang lain yang tidak
mengambil sumpah sebagai biarawan, tapi tidak punya tempat lain untuk menetap (atau dalam
beberapa kasus hanya lebih suka memilih suasana biara). Kategori-kategori yang paling penting
adalah: Anak terlantar (dianggap sebagai "murid kecil" istilah umum xiǎo Shami / 小 沙弥 ).
Universitas Sumatera Utara
Menikah, bercerai, dianiaya, atau wanita yang ditinggalkan, yang mengambil sumpah pisah
dari rumah biasanya disebut zhāigū (斋 孤) atau biksuni, bagi "anak yatim vegetarian." Zhāigū
tidak diizinkan untuk mengubah biara-biara dan cenderung hanya ditugaskan untuk bekerja sebagai
pembantu di kantor biara. Beberapa akhirnya memilih untuk mengambil sumpah penuh dan menjadi
biarawati penuh.
Tidak semua tempat hunian biarawan dimaksudkan sebagai lembaga ortodoks. Prinsipprinsip organisasi umum kadang-kadang dipelajari oleh masyarakat sektarian atau bahkan nonagama untuk memberikan perlindungan kepada orang-orang (khususnya wanita) di luar sistem
keluarga.
Biara kadang menjadi tempat tampungan, sebagai rumah sakit jiwa untuk yang cacat badan
dan sakit jiwa, dan secara umum sebagai tempat penampungan bagi orang-orang tidak mampu
merawat diri mereka sendiri. Dalam seluruh dunia, perawatan untuk orang-orang seperti dalam
masyarakat pramodern adalah mengejutkan pemahaman modern, tapi orang Tionghoa Buddha
melakukan apa yang mereka bisa lakukan, walaupun tidak banyak.
Pernah ada kasus di salah satu biara dan terlihat seorang "wanita gila" menakutkan yang
mengalami kekerasan yang telah disimpan selama puluhan tahun dikurung dalam gubuk kecil yang
dibangun oleh kakak kandungnya.
16. Nilai.
Apakah orang di luar keluarga memiliki nilai yang sama tentang keluarga yang dimiliki
Tionghoa lainnya? Satu studi berdasarkan wawancara pada tahun 1970 dengan bahasa Hakka pada
biarawati dan pelacur di Taiwan menemukan bahwa pada umumnya mereka mengikuti tradisi
Tionghoa umum tentang keluarga, dan mereka juga berbagi pandangan sosial umum dari diri
mereka sebagai kegagalan tragis.
Universitas Sumatera Utara
Dalam kebanyakan kasus kisah hidup mereka yang terlibat kemiskinan yang parah,
kematian prematur, suami kasar, alkoholisme keluarga, dan sejumlah keadaan yang tak diinginkan
lainnya. Wawancara yang sama secara kolektif sepertinya menyiratkan (tetapi tidak untuk
menunjukkan) bahwa perempuan yang dulunya didorong untuk prostitusi mungkin telah cenderung
menjadi zhāigū di kemudian hari, (Hsiu-Kuen Fan Tsung 1.977 Moms, biarawati Dan Pelacur:
Alternatif Extrafamilial untuk Perempuan Desa di Taiwan Ph.D. disertasi, Antropology, UCSD)
17. Perkawinan
Sesuatu yang mengajarkan tentang sistem keluarga tradisional Tionghoa untuk mahasiswa
di California tentang seksual dengan antusias diikuti kuliah oleh mahasiswa tanpa diminta.
(1) apakah bangsa Tionghoa tidak dapat dipaksa (mungkin dengan intervensi bersenjata) untuk
berhenti menggunakan comblang dan
(2) apakah ada homoseksual alternatif untuk hidup bagi yang telah menikah.
Jawaban atas kedua pertanyaan itu adalah tidak bisa dan tidak ada, dalam halini berarti
adalah sangat sukar untuk merubah akar kebudayaan yang sudah sangat mengikat lama dalam
tradisi hidup orang Tionghoa.
18. Diatur Pernikahan
Pernikahan Tradisional Tionghoa bukanlah persatuan bebas dari dua orang dewasa muda
untuk membangun rumah tangga baru. Sebaliknya hal itu dianggap sebagai idealnya kesatuan
keluarga nama keluarga yang berbeda untuk tujuan memberikan keturunan salah satu dari mereka
(pengantin pria) dan beberapa tingkat saling menguntungkan untuk keduanya. Untuk tujuan praktis,
itu adalah gerakan seorang wanita dari keluarga kelahirannya (niángjiā 娘家) ke keluarganya
tempat ia menikah dan asimilasi ke dalam keluarga yang
menikahi dirinya sebagai anggota
produktif secara ekonomi dari tempat keluarga dan ibu dari anak-anak suaminya. (Pentingnya hal
ini menjadi perpindahan yang didramatisasi dalam prosesi rumit ritual-bertatahkan dari mempelai
Universitas Sumatera Utara
wanita dan mas kawinnya ke tempat tinggal baru suaminya dengan proses yang menunjukkan
pengantin wanita dengan baju adat pengantin dengan tertutup kain tipis menutupi muka pengantin
wanita, yang dijemput dengan tandu tertutup kain bordir warna merah, diikuti oleh tandu sederhana
dari mak comblang nya).
Jika kita berpikir tentang kendala struktural sosial ini, adalah lebih berguna kalau kita
memikirkan pengantin wanita menikah menjadi seperti seorang “karyawan perusahaan” yang baru
direkrut disbanding seperti menjadi pengantin di zaman modern. Seorang wanita dewasa sangat
tergantung nasibnya pada orang tuanya atau orang lain yang cenderung menguntungkan diri sendiri
dan berupaya untuk menemukan "pekerjaan" yang terbaik, dan keluarga yang "mempekerjakan"
seorang mak comblang berusaha untuk mendapatkan "pekerja" terbaik yang tersedia. Seperti
dengan segala sesuatu yang lain, keputusan terakhir tergantung dengan pengambil keputusan
ditangan senior di setiap keluarga, meskipun dalam prakteknya kadang-kadang kedua orang tua
mempelai pria lebih berpotensial dalam menentukan pilihan atau bisa juga pengantin memiliki
suara, dan bahkan tak jarang orang-orang muda sendiri berani menyuarakan pendapatnya kepada
penasehat .
Chinese teater, cerita rakyat, dan fiksi penuh dengan cerita perkawinan yang dilakukan oleh
orang-orang korban percintaan yang tidak dapat berkonsultasi dengan siapa pun. Itu mungkin
sebagian besar fantasi, tetapi juga menunjukkan bahwa kita tidak harus membayangkan sistem
sepenuhnya kaku.
Meskipun teman-teman dan hubungan terus-menerus harus diwaspadai terhadap pasangan
baik bagi anak laki-laki maupun perempuan, kadang-kadang bantuan profesional diperlukan
(terutama jika salah satu memiliki anak hanya sedikit), dan profesional comblang (méirén 媒人)
adalah bantuan profesionalnya.
Universitas Sumatera Utara
Dikisahkan seorang gadis yang memenuhi syarat disekitar tahun 1900 melayani teh ke mak
comblang profesional, dengan dua orang tua cemas mencari di sebelah kanan. (Orang dengan
punggung kepada kami lebih mungkin putra keluarga dari calon mempelai pria.) Artis yang
merangkap juga profesi sebagai mak comblang profesional, yang sudah terbiasa bergaul dengan
orang-orang berkualitas tinggi, dan karenanya kemungkinan untuk mengetahui pasangan yang lebih
berpotensi dan yang layak. Meskipun sering dicurigai berbohong kepada klien dalam kepentingan
mempercepat proses perjodohan, comblang juga kadang-kadang dirayakan, yang paling terkenal
dan paling simpatik dari mereka menjadi Hóngniáng (红娘), yang namanya telah menjadi terkenal
sebagai comblang yang digunakan saat comblang melakukannya sebagai profesi sehari-hari .
19. Perceraian
Akhir hukum kerajaan keluarga, berdasarkan aturan sebelumnya moral dan hukum,
disediakan tujuh alasan untuk perceraian dan tiga perlindungan terhadap perceraian, yang mudah
untuk memahaminya dengan contoh disebutkan dari sebuah perusahaan mempekerjakan seorang
pekerja. Pada intinya. anggota keluarga baru harus membuktikan dirinya sebagai seorang pemain
tim yang berharga, mampu melakukan pekerjaan yang direkrut, dari bergaul dengan anggota lain
dari keluarga, dan memajukan (atau tetap tidak menghalangi) kepentingan keluarga. Ketika berada
di keluarga untuk jangka waktu yang wajar, diikat dengan percobaan keras dan tidak bisa lagi
dipisahkan.
Tujuh Alasan untuk Perceraian (qi Chu 七出). Sebagaimana diutarakan dalam UU Imperial.
Dilihat dari sudut pandang perusahaan modern yaitu:
1) Dia membangkang kepada kedua orang tua mertua
(Bu shun fùmǔ / 不顺 父母) Dia
membangkang terhadap kekuasaan.
2) Dia
gagal
untuk
melahirkan
seorang
(Wu zǐ / 无 子) Dia gagal dalam pekerjaan utama yang dia dipekerjakan.
Universitas Sumatera Utara
putra.
3) Dia adalah cabul dan vulgar.
4) (Yínpì 淫 僻) Dia menarik komentar yang tidak menguntungkan dan menyinggung
klien.
5) Dia iri.
6) (Jíwù 嫉妒) Dia menabur perselisihan di antara staf.
7) Dia khianat sakit
8) (EJI / 恶疾) Dia tidak mampu melakukan tugasnya yang ditugaskan.
9) Dia banyak bicara.
10) (Duōkǒushé 多 口舌) Dia mengungkapkan rahasia perusahaan kepada pihak luar.
11) Dia cenderung pencuri.(Qièdào 窃盗).
2.4.4. Perbandingan Keluarga Budaya Tionghoa dengan Budaya Lain.
Pada umumnya konsep keluarga semua suku di dunia menganut system patrilineal, kecuali ada
lima suku lain didunia yang menganut system matrilineal.
“Sistim garis keturunan dari ibu (matrilineal) hanya dianut oleh lima suku bangsa di dunia,
sedangkan ratusan ribu suku bangsa lainnya menganut garis keturunan dari ayah (patrilineal). “
(http://www.merdeka.com/pernik/garis-keturunan-matrilineal-hanya-dianut-lima-suku-di-dunia2ovaq0u.html).
Salah satu suku bangsa penganut matrilineal adalah Minangkabau yang berlaku hingga kini,
demikian rangkuman pendapat fungsionaris Lembaga Kerapatan Adat Minangkabau (LKAAM)
Sumbar dan peneliti dari FKIP Universitas Bung Hatta (UBH) dalam diktat materi ajar Budaya
Alam Minangkabau (BAM) di Padang.
(http://www.merdeka.com/pernik/garis-keturunan-matrilineal-hanya-dianut-lima-suku-di-dunia2ovaq0u.html).
Selain suku Minangkabau, sistim matrilineal juga dianut oleh sekelompok kecil masyarakat
suku perkampungan Danau Nyana di Afrika, suku Iroquois Indian Amerika, suku Negeri Sembilan
Malaysia dan suku Babemba di Rhodesia India.
Universitas Sumatera Utara
Perbedaan lain dua sistim ini, terletak pada jumlah kekerabatan dimana patrilineal hanya
memiliki satu bentuk keluarga inti yang terdiri dari ayah, ibu dan anak. Sedangkan matrilineal lebih
luas, selain memiliki keluarga inti (ayah, ibu dan anak--red) juga punya keluarga kaum (extended
family)
dan
keluarga
batih
(nuclear
family).
(http://myquran.org/forum/index.php?topic=20615.20;wap2)
2.5. Perubahan Sosial.
Perubahan sosial budaya adalah sebuah gejala berubahnya struktur sosial dan pola budaya
dalam suatu masyarakat. Perubahan sosial budaya merupakan gejala umum yang terjadi disepanjang
masa dalam setiap masyarakat. Perubahan itu terjadi sesuai dengan hakikat dan sifat dasar manusia
yang selalu ingin mengadakan perubahan. Hirschman mengatakan bahwa kebosanan manusia
sebenarnya merupakan penyebab dari perubahan.
Perubahan sosial budaya terjadi karena beberapa faktor. Di antaranya komunikasi, cara dan
pola pikir masyarakat, faktor internal lain seperti perubahan jumlah penduduk, penemuan baru,
terjadinya konflik atau revolusi dan faktor eksternal seperti bencana alam dan perubahan iklim,
peperangan, dan pengaruh kebudayaan masyarakat lain.
Ada
pula
beberapa faktor yang menghambat terjadinya perubahan,
misalnya kurang intensifnya hubungan komunikasi dengan masyarakat lain, perkembangan IPTEK
yang lambat, sifat masyarakat yang sangat tradisional, ada kepentingan-kepentingan yang tertanam
dengan kuat dalam masyarakat, prasangka negatif terhadap hal-hal yang baru seperti rasa takut jika
terjadi kegoyahan pada masyarakat bila terjadi perubahan, hambatan ideologis dan pengaruh adat
atau kebiasaan.
Universitas Sumatera Utara
Kecenderungan terjadinya perubahan-perubahan sosial merupakan gejala yang
wajar yang timbul dari pergaulan hidup manusia didalam masyarakat. Perubahanperubahan sosial akan terus berlangsung sepanjang masih terjadi interaksi antarmanusia
dan antarmasyarakat. Perubahan sosial terjadi karena adanya perubahan dalam unsurunsur yang mempertahankan keseimbangan masyarakat, seperti perubahan dalam unsur
- unsur geografis, biologis, ekonomis, dan kebudayaan. Perubahan-perubahan tersebut
dilakukan untuk menyesuaikan dengan perkembangan zaman yang dinamis.
(http://alfinnitihardjo.ohlog.com/ )
2.6. Beberapa teori yang berkaitan dengan perubahan sosial.
1. Teori Konflik (Conflict Theory).
Dua tokoh yang pemikirannya menjadi pedoman dalam Teori Konflik ini adalah Karl Marx dan
Ralf Dahrendorf.
Menurut pandangan teori ini, pertentangan atau konflik bermula dari pertikaian kelas antara
kelompok yang menguasai modal atau pemerintahan dengan kelompok yang tertindas secara
materiil, sehingga akan mengarah pada perubahan sosial. Teori ini memiliki prinsip bahwa konflik
sosial dan perubahan sosial selalu melekat pada struktur masyarakat.
Teori ini menilai bahwa sesuatu yang konstan atau tetap adalah konflik sosial bukan perubahan
sosial. Karena perubahan hanyalah merupakan akibat dari adanya konflik tersebut. Karena konflik
berlangsung terus menerus, maka perubahan juga akan mengikutinya
(http://alfinnitihardjo.ohlog.com/teori-teori-perubahan-sosial.oh112689.html.)
Secara lebih rinci, pandangan Teori Konflik lebih menitik-beratkan pada hal berikut ini:
a.
Setiap masyarakat terus-menerus berubah.
b.
Setiap komponen masyarakat biasanya menunjang perubahan masyarakat.
Universitas Sumatera Utara
c.
Setiap masyarakat biasanya berada dalam ketegangan dan konflik.
d.
Kestabilan sosial akan tergantung pada tekanan terhadap golongan yang satu oleh
golongan yang lainnya.
2.
Teori Fungsionalis ( Functionalist Theory ).
Teori ini diperkenalkan oleh Auguste Comte, Herbert Spencer dan Emile Durkheim.
Emile Durkheim (1858-1917) dalam seorang ahli sosiologi Perancis dalam Durkheim 1915,
1964 mengatakan bahwa konsep teori ini berkembang dari cultural lag (kesenjangan budaya).
Teori Fungsionalis menjelaskan bahwa perubahan sosial tidak lepas dari hubungan antara
unsur-unsur kebudayaan dalam masyarakat. Menurut teori ini, beberapa unsur kebudayaan
bisa saja berubah dengan sangat cepat. Sementara unsur yang lainnya tidak dapat mengikuti
kecepatan perubahan unsur tersebut. Maka, yang terjadi adalah ketertinggalan unsur yang
berubah secara perlahan tersebut. Ketertinggalan ini menyebabkan kesenjangan sosial atau
cultural lag .
(http://alfinnitihardjo.ohlog.com/teori-teori-perubahan-sosial.oh112689.htm.)
Para penganut Teori Fungsionalis lebih menerima perubahan sosial sebagai sesuatu yang
konstan dan tidak memerlukan penjelasan. Perubahan dianggap sebagai suatu hal yang
mengacaukan keseimbangan masyarakat. Proses pengacauan ini berhenti pada saat perubahan itu
telah diintegrasikan dalam kebudayaan. Apabila perubahan itu ternyata bermanfaat, maka
perubahan itu bersifat fungsional dan akhirnya diterima oleh masyarakat, tetapi apabila terbukti
disfungsional atau tidak bermanfaat, perubahan akan ditolak. Tokoh dari teori ini adalah William
Ogburn.
Secara lebih ringkas, pandangan Teori Fungsionalis adalah sebagai berikut:
a.
Setiap masyarakat relatif bersifat stabil.
b.
Setiap komponen masyarakat biasanya menunjang kestabilan masyarakat.
Universitas Sumatera Utara
c.
Setiap masyarakat biasanya relatif terintegrasi.
d.
Kestabilan sosial sangat tergantung pada kesepakatan bersama (konsensus) di kalangan
anggota kelompok masyarakat.
3. Teori Siklus ( Cyclical Theory )
Teori ini mencoba melihat bahwa suatu perubahan sosial itu tidak dapat dikendalikan
sepenuhnya oleh siapapun dan oleh apapun. Karena dalam setiap masyarakat terdapat perputaran
atau siklus yang harus diikutinya. Menurut teori ini kebangkitan dan kemunduran suatu kebudayaan
atau kehidupan sosial merupakan hal yang wajar dan tidak dapat dihindari.
Sementara itu, beberapa bentuk Teori Siklus adalah sebagai berikut.
a. Teori Oswald Spengler (1880-1936)
Menurut teori ini, pertumbuhan manusia mengalami empat tahapan, yaitu anak-anak,
remaja, dewasa, dan tua. Setiap tahapan tersebut oleh Spengler digunakan untuk menjelaskan
perkembangan masyarakat, bahwa setiap peradaban besar mengalami proses kelahiran,
pertumbuhan, dan keruntuhan. Proses siklus ini memakan waktu sekitar seribu tahun.
b. Teori Pitirim A. Sorokin (1889-1968)
Sorokin berpandangan bahwa semua peradaban besar berada dalam siklus tiga sistem
kebudayaan yang berputar tanpa akhir. Siklus tiga sistem kebudayaan ini adalah kebudayaan
ideasional, idealistis, dan sensasi.
1)
Kebudayaan ideasional, yaitu kebudayaan yang didasari oleh nilai-nilai dan kepercayaan
terhadap kekuatan supranatural.
2)
Kebudayaan idealistis, yaitu kebudayaan dimana kepercayaan terhadap unsur adikodrati
(supranatural) dan rasionalitas yang berdasarkan fakta bergabung dalam menciptakan
masyarakat ideal.
Universitas Sumatera Utara
3)
Kebudayaan sensasi, yaitu kebudayaan di mana sensasi merupakan tolok ukur dari kenyataan
dan tujuan hidup.
c. Teori Arnold Toynbee (1889-1975)
Toynbee menilai bahwa peradaban besar berada dalam siklus kelahiran, pertumbuhan,
keruntuhan, dan akhirnya kematian. Beberapa peradaban besar menurut Toynbee telah mengalami
kepunahan kecuali peradaban Barat, yang dewasa ini beralih menuju ketahap kepunahannya.
4.
Teori Diferensiasi.
Teori Emile Durkheim tentang Diferensiasi (division of labor) barangkali bisa juga
dipakai sebagai bahan perbandingan. Durkheim berpendapat bahwa semakin majemuk suatu
masyarakat, semakin lebih memungkinkan terjadinya diferensiasi. Ia mencontohkan, jika keluarga
misalnya mengambil segala macam pendidikan dan semua unit pekerjaan, padahal di lain pihak
masyarakat semakin sophisticated, maka dibutuhkan institusi lain yang mengambil porsi pekerjaan
dalam keluarga itu. Kondisi semacam ini menimbulkan kesulitan dalam masyarakat yang sudah
terikat dengan norma, dan terjadilah anomic karena ikatan keluarga menjadi renggang, pendidikan
harus dilakukan diluar. Sebab keluarga itu tidak bisa mendidik lagi, terjadilah proses diferensiasi
yang menekankan suatu perubahan.
(http://alfinnitihardjo.ohlog.com/teori-teori-perubahan-sosial.oh112689.html.)
2.7. Kajian Perubahan Sosial dalam Pembangunan
Studi perubahan sosial dan pembangunan merupakan salah satu bidang kajian yang sangat
penting dalam ilmu pengetahuan, oleh sebab itu telah banyak dilakukan kajian tentang perubahan
sosial dalam pembangunan antara lain Jurnal tentang Modernisasi dan perubahan sosial masyarakat
dalam pembangunan pertanian yang merupakan suatu tinjauan sosiologis, oleh Hadriana Marhaeni
Munthe. Bahwa penggunaan teknologi telah merubah hubungan sosial. Putusnya hubungan antara
pemilik tanah dan para pekerja membuat perbedaan antara kelas kaya dan miskin.
Universitas Sumatera Utara
Abdila Khusus (http://abdilahkhusu.blogspot.com) berpendapat bahwa :
Sudut pandang yang terjadi antar kelompok sosial dengan respon masyarakat terhadap globalisasi.
Globalisasi akan menimbulkan gejala perubahan terhadap kelompok sosial yang bersangkutan. Pada
setiap gejala perubahan akan menimbulkan konflik atau perbedaan yang menerima dan menolak
arus globalisasi tersebut.
Dampak globalisasi terhadap budaya Indonesia yaitu:
1. Dampak positif globalisasi yaitu;
a. Di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi, melalui sarana telekomunikasi seperti radio,
televisi, film, dan sarana elektronik lainnya
b. Di bidang sumber daya manusia, globalisasi menumbuhkan kinerja yang berwawasan luas
dan beretos kerja tinggi
c. Di bidang sosial budaya, globalisasi dapat menumbuhkan dinamika yang terbuka dan
tanggap terhadap unsur-unsur pembaruan
2. Dampak negatif globalisasi
a. Guncangan budaya
b. Ketimpangan budaya
c. Pergeseran nilai-nilai budaya yang menimbulkan anomie.
(Émile Durkheim, sosiolog perintis Prancis abad ke-19 menggunakan kata ini dalam bukunya yang
menguraikan sebab-sebab bunuh diri untuk menggambarkan keadaan atau kekacauan dalam diri
individu, yang dicirikan oleh ketidakhadiran atau berkurangnya standar atau nilai-nilai)
(http://id.wikipedia.org/wiki/Anomie#Anomie_sebagai_kekacauan_pada_diri_individu)
Agus Santoso tentang Perubahan sosial, modernisasi dan pembangunan, bahwa Perubahan
sosial dapat diketahui apabila telah terjadi dalam masyarakat dengan membandingkan keadaan pada
Universitas Sumatera Utara
dua atau lebih rentang waktu yang berbeda. Misalnya struktur masyarakat Indonesia pada masa pra
kemerdekaan, setelah merdeka, orde lama, orde baru, reformasi, dan seterusya.
Yang harus dipahami adalah bahwa suatu hal baru yang sekarang ini bersifat radikal, mungkin
saja beberapa tahun mendatang akan menjadi konvensional, dan beberapa tahun lagi akan menjadi
tradisional.
Bahwa perubahan sosial dapat dipastikan terjadi dalam masyarakat, karena adanya ciri-ciri
sebagai berikut :
a.
Tidak ada masyarakat yang berhenti berkembang, setiap masyarakat pasti berubah, hanya ada
yang cepat dan ada yang lambat
b.
Perubahan yang terjadi pada lembaga sosial tertentu akan diikuti perubahan pada lembaga lain
c.
Perubahan sosial yang cepat akan mengakibatkan disorganisasi sosial
d.
Disorganisasi sosial akan diikuti oleh re-organisasi melalui berbagai adaptasi dan akomodasi
e.
Perubahan tidak dapat dibatasi hanya pada bidang kebendaan atau spiritual saja, keduanya akan
kait-mengkait.
2.8. Faktor-faktor perubahan sosial.
Neil J. Smelser berpendapat bahwa perubahan sosial merupakan bagian dari perubahan budaya.
Perubahan dalam kebudayaan mencakup semua bagian, yaitu meliputi kesenian, ilmu pengetahuan,
teknologi, filsafat, dan lainnya. Dalam setiap prakteknya di lapangan, perubahan sosial dapat terjadi
sangat lambat maupun sangat cepat. Hal ini tergantung pada faktor-faktor yang menunjang
perubahan sosial dalam masyarakat tersebut. Pada konsep-konsep yang ada, faktor-faktor ini dibagi
menjadi 2, yakni faktor pendukung dan faktor penghambat. Faktor-faktor ini lah yang menentukan
bagaimana
laju
perubahan
sosial
dalam
masyarakat.
(http://prasetyowidi.wordpress.com/2010/01/03/faktor-pendukung-dan-penghambat-perubahansosial/)
Universitas Sumatera Utara
a. Internal Factor ( Faktor Dalam )
Internal factor (faktor dalam) adalah faktor-faktor yang berasal dari dalam masyarakat itu yang
menyebabkan timbulnya perubahan pada masyarakat itu sendiri baik secara individu, kelompok
ataupun organisasi. Berikut ini sebab-sebab perubahan sosial yang bersumber dari dalam
masyarakat.
Adapun penyebab faktor perubahan sosial dalam adalah :
1)
Dinamika penduduk, yaitu pertambahan dan penurunan jumlah penduduk. Pertambahan
penduduk yang sangat cepat akan mengakibatkan perubahan dalam struktur masyarakat,
khususnya dalam lembaga kemasyarakatannya. Salah satu contohnya disini adalah orang akan
mengenal hak milik atas tanah, mengenal sistem bagi hasil, dan yang lainnya dimana
sebelumnya mereka tidak pernah mengenal. Sedangkan berkurangnya jumlah penduduk akan
berakibat terjadinya kekosongan baik dalam pembagian kerja, maupun stratifikasi sosial. Hal
tersebut akan mempengaruhi lembaga-lembaga kemasyarakatan yang ada.
2)
Adanya penemuan-penemuan baru yang berkembang di masyarakat, baik penemuan yang
bersifat baru (discovery) ataupun penemuan baru yang bersifat menyempurnakan dari bentuk
penemuan lama (invention). Suatu proses sosial dan kebudayaan yang besar, tetapi terjadi
dalam jangka waktu yang tidak terlalu lama disebut dengan inovasi. Proses tersebut meliputi
suatu penemuan baru, jalannya unsur kebudayaan baru yang tersebar ke lain-lain bagian
masyarakat, dan cara-cara unsur kebudayaan baru yang diterima, dipelajari dan akhirnya
dipakai dalam masyarakat yang bersangkutan. Penemuan baru sebagai akibat terjadinya
perubahan-perubahan dapat dibedakan dalam pengertian discovery dan invention. Discovery
adalah penemuan unsur kebudayaan yang baru, baik berupa alat ataupun yang berupa gagasan
yang diciptakan oleh seorang individu atau serangkaian ciptaan para individu. Discovery
Universitas Sumatera Utara
sendiri akan berubah menjadi invention, jika masyarakat sudah mengakui, menerima serta
menerapkan penemuan baru tersebut.
3)
Munculnya berbagai bentuk pertentangan (conflict) dalam masyarakat. Pertentangan ini bisa
terjadi antara individu dengan kelompok atau antara kelompok dengan kelompok. Misalnya
saja pertentangan antara generasi muda dengan generasi tua. Generasi muda pada umumnya
lebih senang menerima unsur-unsur kebudayaan asing dan sebaliknya generasi tua tidak
menyenangi hal tersebut. Keadaan seperti ini pasti mengakibatkan perubahan dalam
masyarakat.
4)
Terjadinya pemberontakan atau revolusi sehingga mampu membuat terjadinya perubahanperubahan besar. Revolusi yang terjadi pada suatu masyarakat akan membawa akibat
berubahnya segala tata cara yang berlaku pada lembaga-lembaga kemasyarakatannya. Biasanya
hal ini diakibatkan karena adanya kebijaksanaan atau ide-ide yang berbeda. Misalnya, Revolusi
Rusia (Oktober 1917) yang mampu menggulingkan pemerintahan ke kaisaran dan
mengubahnya menjadi sistem diktator proletariat yang dilandaskan pada doktrin Marxis.
Revolusi tersebut menyebabkan perubahan yang mendasar, baik dari tatanan negara hingga
tatanan dalam keluarga.
b. External Factor (Faktor luar)
Selain internal factor (factor dalam), pada masyarakat juga dikenal external factor. External
factor (faktor luar) adalah faktor-faktor yang berasal dari luar masyarakat yang menyebabkan
timbulnya perubahan pada masyarakat. Berikut ini sebab-sebab perubahan sosial yang bersumber
dari luar masyarakat (sebab ekstern).
Adapun penyebab faktor luar adalah :
1) Adanya pengaruh bencana alam. Kondisi ini terkadang memaksa masyarakat suatu daerah
untuk mengungsi meninggalkan tanah kelahirannya. Apabila masyarakat tersebut mendiami
Universitas Sumatera Utara
tempat tinggal yang baru, maka mereka harus menyesuaikan diri dengan keadaan alam dan
lingkungan yang baru tersebut. Hal ini kemungkinan besar juga dapat memengaruhi perubahan
pada struktur dan pola kelembagaannya.
2) Adanya peperangan, baik perang saudara maupun perang antar negara dapat menyebabkan
perubahan, karena pihak yang menang biasanya akan dapat memaksakan ideologi dan
kebudayaannya kepada pihak yang kalah. Misalnya, terjadinya perang antar suku ataupun
Negara. Hal ini akan berakibat munculnya perubahan-perubahan pada suku atau negara yang
kalah. Pada umunya mereka yang menang akan memaksakan kebiasaan-kebiasaan yang biasa
dilakukan oleh masyarakatnya atau kebudayaan yang dimilikinya kepada suku atau negara yang
mengalami kekalahan. Contohnya, jepang yang kalah perang dalam Perang Dunia II,
masyarakatnya mengalami perubahan-perubahan yang sangat berarti.
3) Adanya pengaruh kebudayaan masyarakat lain. Bertemunya dua kebudayaan yang berbeda akan
menghasilkan perubahan. Jika pengaruh suatu kebudayaan dapat diterima tanpa paksaan, maka
disebut demonstration effect. Jika pengaruh suatu kebudayaan saling menolak, maka disebut
cultural animosity. Adanya proses penerimaan pengaruh kebudayaan asing ini disebut dengan
akulturasi. Jika suatu kebudayaan mempunyai taraf yang lebih tinggi dari kebudayaan lain,
maka akan muncul proses imitasi yang lambat laun unsur-unsur kebudayaan asli dapat bergeser
atau diganti oleh unsur-unsur kebudayaan baru tersebut. Pengaruh-pengaruh itu dapat timbul
melalui proses perdagangan dan penyebaran agama.
(http://prasetyowidi.wordpress.com/2010/01/03/faktor-pendukung-dan-penghambat-perubahansosial/)
Faktor-faktor perubahan ini juga sebagian hampir mirip dengan fkator yang mempengaruhi
kehidupan masyarakat keturunan Tionghoa di Medan, sebagai logika dari kehidupan masyarakat
pada umumnya.
Universitas Sumatera Utara
a.
Faktor Pendukung dan Penghalang Proses Perubahan
1. Faktor pendorong terjadinya perubahan
Terjadinya suatu proses perubahan pada masyarakat, diakibatkan adanya faktor yang
mendorongnya sehingga menyebabkan timbulnya perubahan. Faktor pendorong tersebut menurut
Soerjono Soekanto antara lain:
a.
Kontak dengan kebudayaan lain.
Salah satu proses yang menyangkut hal ini adalah diffusion (difusi). Difusi adalah proses
penyebaran unsur-unsur kebudayaan dari individu kepada individu lain. Dengan proses tersebut
manusia mampu untuk menghimpun penemuan-penemuan baru yang telah dihasilkan. Dengan
terjadinya difusi, suatu penemuan baru yang telah diterima oleh masyarakat dapat diteruskan
dan disebar luaskan kepada semua masyarakat, hingga seluruh masyarakat dapat merasakan
manfaatnya. Proses difusi dapat menyebabkan lancarnya proses perubahan, karena difusi
memperkaya dan menambah unsur-unsur kebudayaan yang seringkali memerlukan perubahanperubahan dalam lembaga-lembaga kemasyarakatan yang lama dengan yang baru.
b. Sistem pendidikan formal yang maju.
Pada dasarnya pendidikan memberikan nilai-nilai tertentu bagi individu, selain untuk
memberikan wawasan serta menerima hal-hal baru, juga memberikan bagaimana caranya dapat
berfikir secara ilmiah. Pendidikan juga mengajarkan kepada individu untuk dapat berfikir secara
obyektif. Hal seperti ini akan dapat membantu setiap manusia untuk menilai apakah kebudayaan
masyarakatnya akan dapat memenuhi kebutuhan zaman atau tidak.
c. Sikap menghargai hasil karya seseorang dan keinginan untuk maju.
Universitas Sumatera Utara
Bila sikap itu telah dikenal secara luas oleh masyarakat, maka masyarakat akan dapat menjadi
pendorong bagi terjadinya penemuan-penemuan baru. Contohnya hadiah nobel, menjadi
pendorong untuk melahirkan karya-karya yang belum pernah dibuat.
d. Toleransi terhadap perbuatan-perbuatan yang menyimpang (deviation).
Adanya toleransi tersebut berakibat perbuatan-perbuatan yang menyimpang itu akan melembaga
dan akhirnya dapat menjadi kebiasaan yang terus menerus dilakukan oleh masyarakat.
e. Sistem terbuka pada lapisan masyarakat.
Adanya sistem yang terbuka didalam lapisan masyarakat akan dapat menimbulkan terdapatnya
gerak sosial vertikal yang luas atau berarti memberi kesempatan kepada para individu untuk
maju atas dasar kemampuan sendiri. Hal seperti ini akan berakibat seseorang mengadakan
identifikasi dengan orang-orang yang memiliki status yang lebih tinggi. Identifikasi adalah suatu
tingkah laku dari seseorang, hingga orang tersebut merasa memiliki kedudukan yang sama
dengan orang yang dianggapnya memiliki golongan yang lebih tinggi. Hal ini dilakukannya
agar ia dapat diperlakukan sama dengan orang yang dianggapnya memiliki status yang tinggi
tersebut.
f. Adanya penduduk yang heterogen.
Terdapatnya penduduk yang memiliki latar belakang kelompok-kelompok sosial yang berbedabeda, misalnya ideology dan ras yang berbeda akan mudah menyebar terjadinya konflik.
Terjdinya konflik ini akan dapat menjadi pendorong perubahan-perubahan sosial didalam
masyarakat.
g. Ketidakpuasan masyarakat terhadap bidang - bidang kehidupan tertentu.
Terjadinya ketidak-puasan dalam masyarakat sampai berlangsung dalam waktu yang panjang,
juga akan mengakibatkan revolusi dalam kehidupan masyarakat.
h. Adanya orientasi ke masa depan.
Universitas Sumatera Utara
Adanya pemikiran-pemikiran yang mengutamakan masa yang akan datang, dapat berakibat
mulai terjadinya perubahan-perubahan dalam sistem sosial yang ada. Karena apa yang
dilakukan
harus
diorientasikan
pada
perubahan
di
masa
yang
akan
datang.
(http://prasetyowidi.wordpress.com/2010/01/03/faktor-pendukung-dan-penghambat-perubahansosial/)
2.Faktor Penghalang Proses Perubahan
Di dalam proses perubhan tidak selamanya hanya terdapat faktor pendorong saja, tetapi juga
ada faktor penghambat terjadinya proses perubahan tersebut. Faktor penghalang tersebut antara lain:
a.
Perkembangan ilmu pengetahuan yang lambat.
Terlambatnya ilmu pengetahuan dapat diakibatkan karena suatu masyarakat tersebut hidup
dalam keterasingan dan dapat pula karena ditindas oleh masyarakat lain.
b.
Sikap masyarakat yang tradisional
Adanya suatu sikap yang membanggakan dan mempertahankan tradisi-tradisi lama dari suatu
masyarakat akan berpengaruh pada terjadinya proses perubahan. Karena adanya anggapan
bahwa perubahan yang akan terjadi belum tentu lebih baik dari yang sudah ada.
c.
Adanya kepentingan yang telah tertanam dengan kuatnya.
Organisasi sosial yang telah mengenal sistem lapisan dapat dipastikan akan ada sekelompok
individu yang memanfaatkan kedudukan dalam proses perubahan tersebut. Contohnya dalam
masyarakat feodal dan juga pada masyarakat yang sedang mengalami transisi. Pada
masyarakat yang mengalami transisi, tentunya ada golongan-golongan dalam masyarakat yang
Universitas Sumatera Utara
dianggap sebagai pelopor proses transisi. Karena selalu mengidentifikasi diri dengan usahausaha dan jasa-jasanya, sulit bagi mereka untuk melepaskan kedudukannya didalam suatu
proses perubahan.
d.
Kurangnya hubungan dengan masyarakat lain.
Biasanya terjadi dalam suatu masyarakat yang kehidupannya terasing sehingga membawa
akibat suatu masyarakat tidak akan mengetahui terjadinya perkembangan-perkembangan yang
ada pada masyarakat yang lainnya. Jadi, masyarakat tidak mendapatkan bahan perbandingan
yang lebih baik untuk dibandingkan dengan pola-pola yang telah ada di masyarakat.
e.
Adanya prasangka buruk terhadap hal-hal baru.
Anggapan seperti ini biasanya terjadi pada masyarakat yang pernah mengalami hal yang pahit
dari masyarakat lain. Jadi bila hal-hal yang baru dan berasal dari masyarakat yang pernah
membuat suatu masyarakat tersebut menderita, maka masyarakat itu akan memiliki prasangka
buruk terhadap hal yang baru tersebut. Karena adanya kekhawatiran kalau hal yang baru
tersebut diikuti dapat menimbulkan kepahitan atau penderitaan lagi.
f.
Adanya hambatan yang bersifat ideologis.
Hambatan ini biasanya terjadi karena adanya usaha-usaha untuk merubah unsur-unsur
kebudayaan rohaniah. Karena akan diartikan sebagai usaha yang bertentangan dengan ideologi
masyarakat yang telah menjadi dasar yang kokoh bagi masyarakat tersebut.
g.
Adat atau kebiasaan
Biasanya pola perilaku yang sudah menjadi adat bagi suatu masyarakat akan selalu dipatuhi
dan dijalankan dengan baik. Apabila pola perilaku yang sudah menjadi adat tersebut sudah
tidak dapat lagi digunakan, maka akan sulit untuk merubahnya. Oleh karena itu masyarakat
Universitas Sumatera Utara
tersebut akan mempertahankan alat yang dianggapnya telah membawa sesuatu yang baik bagi
pendahulu-pendahulunya.
(http://prasetyowidi.wordpress.com/2010/01/03/faktor-pendukung-dan-penghambatperubahan-sosial/)
Faktor-faktor yang menghalangi terjadinya proses perubahan tersebut, secara umum memang
akan merugikan masyarakat itu sendiri. Karena setiap anggota dari suatu masyarakat umumnya
memiliki keinginan untuk mendapatkan sesuatu yang lebih daripada yang sudah didapatnya. Hal
tersebut tidak akan diperolehnya jika masyarakat tersebut tidak mendapatkan adanya perubahanperubahan dan hal-hal yang baru.
Faktor penghambat dari proses perubahan sosial ini, oleh Margono Slamet dikatakannya
sebagai kekuatan pengganggu atau kekuatan bertahan yang ada didalam masyarakat. kekuatan
bertahan adalah kekuatan yang bersumber dari bagian-bagian masyarakat yang:
1. Menentang segala macam bentuk perubahan. Biasanya golongan yang paling rendah dalam
masyarakat selalu menolak perubahan, karena mereka memerlukan kepastian untuk hari
esok. Mereka tidak yakin bahwa perubahan akan membawa perubahan untuk hari esok.
2. Menentang tipe perubahan tertentu saja, misalnya ada golongan yang menentang
pelaksanaan keluarga berencana, akan tetapi tidak menentang pembangunan-pembangunan
lainnya.
3. Sudah puas dengan keadaan yang ada.
4. Beranggapan bahwa sumber perubahan tersebut tidak tepat. Golongan ini pada dasarnya
tidak menentang perubahan itu sendiri, akan tetapi tidak menerima perubahan tersebut. Oleh
karena itu orang yang menimbulkan gagasan perubahan tidak dapat mereka terima. Hal ini
dapat dihindari dengan jalan menggunakan pihak ketiga sebagai penyampai gagasan tersebut
kepada masyarakat.
Universitas Sumatera Utara
5. Kekurangan atau tidak tersedianya sumber daya yang diperlukan untuk melaksanakan
perubahan yang diinginkan.
(http://www.library.upnvj.ac.id/pdf/2s1keperawatan/205312026/bab2.pdf )
Kekuatan pengganggu ini bersumber dari:
1. Kekuatan-kekuatan didalam masyarakat yang bersaing untuk memperoleh dukungan seluruh
masyarakat dalam proses pembangunan. Hal ini dapat menimbulkan perpecahan, yang dapat
mengganggu pelaksanaan pembangunan.
2. Kesulitan atau kekomplekkan perubahan yang berakibat lambatnya penerimaan masyarakat
terhadap perubahan yang akan dilakukan. Perbaikan gizi, keluarga berencana, konservasi
hutan dan lain-lain, adalah beberapa contoh dari bagian itu.
3. Kekurangan sumber daya yang diperlukan dalam bentuk kekurangan pengetahuan, tenaga
ahli, keterampilan, pengertian, biaya dan sarana serta yang lainnya.
(http://prasetyowidi.wordpress.com/2010/01/03/faktor-pendukung-dan-penghambatperubahan-sosial/)
2.9. Nilai Sosial
Nilai sosial adalah nilai yang dianut oleh suatu masyarakat mengenai apa yang dianggap
baik dan apa yang dianggap buruk oleh masyarakat.(http://id.wikipedia.org/wiki/Nilai_sosial)
Dalam Kamus Sosiologi yang disusun oleh Soerjono Soekanto disebutkan bahwa nilai
(value) adalah konsepsi-konsepsi abstrak di dalam diri manusia, mengenai apa yang dianggap baik
dan apa yang dianggap buruk. Horton dan Hunt (1987) menyatakan bahwa nilai adalah gagasan
mengenai apakah suatu pengalaman itu berarti apa tidak berarti. Dalam rumusan lain, nilai
merupakan anggapan terhadap sesuatu hal, apakah sesuatu itu pantas atau tidak pantas, penting atau
tidak penting, mulia ataukah hina. Sesuatu itu dapat berupa benda, orang, tindakan, pengalaman dan
seterusnya,
(http://agsasman3yk.wordpress.com/2009/09/01/nilai-dan-norma-sosial/).
Universitas Sumatera Utara
Untuk menentukan sesuatu itu dikatakan baik atau buruk, pantas atau tidak pantas harus
melalui proses menimbang. Hal ini tentu sangat dipengaruhi oleh kebudayaan yang dianut
masyarakat. Tak heran apabila antara masyarakat yang satu dan masyarakat yang lain terdapat
perbedaan tata nilai.
Adapun ciri - ciri nilai sosial di antaranya sebagai berikut:
a)
Merupakan konstruksi masyarakat sebagai hasil interaksi antar warga masyarakat.
b) Disebarkan di antara warga masyarakat (bukan bawaan lahir).
c)
Terbentuk melalui sosialisasi (proses belajar)
d) Merupakan bagian dari usaha pemenuhan kebutuhan dan kepuasan sosial manusia.
e)
Bervariasi antara kebudayaan yang satu dengan kebudayaan yang lain.
f)
Dapat memengaruhi pengembangan diri sosial
g) Memiliki pengaruh yang berbeda antarwarga masyarakat.
h) Cenderung berkaitan satu sama lain dan membentuk sistem nilai.
(http://id.wikipedia.org/wiki/Nilai_sosial)
2.10. Proses Menua
Proses menua merupakan tahap lanjut dari suatu kehidupan yang ditandai dengan menurunnya
kemampuan tubuh untuk beradaptasi terhadap stres atau pengaruh lingkungan, dimulai dari
kemunduran secara fisik maupun psikis (kejiwaan), atau yang lazim dikatakan adalah keuzuran.
Pada zaman dahulu, usia lanjut di diidentikkan/di cirikan sebagai suatu masa dimana seseorang
sudah tidak mampu melakukan apapun, tidak menyenangkan, dianggap bodoh sehingga
ditertawakan, loyo, sulit hidup dengan orang lain, tidak bermanfaat dan berbagai pendapat lain yang
menyudutkan usia lanjut.
Universitas Sumatera Utara
Pada perkembangan sekarang ini, pendapat tersebut mulai tergeser dengan suatu pengertian
bahwa masa tua merupakan suatu hal yang wajar dan tetap dapat menjalani sisa hidupnya dengan
tenang, aman, sejahtera dan berguna bagi lingkungannya.
Proses menua ( menjadi tua = aging) adalah proses menghilangnya secara perlahan-lahan
kemampuan tubuh untuk mengganti sel yang rusak dan mempertahankan struktur dan fungsi
normalnya sehingga tidak dapat bertahan terhadap rangsangan (misalnya penyakit) dan tidak
mampu memperbaiki kerusakan yang di derita. Artinya, seseorang yang sudah mendekati tua akan
kehilangan daya tahan tubuhnya.
Proses menua ini tidaklah berasal dari perubahan dari satu sisi saja, akan tetapi terdapat
berbagai faktor yang berkaitan yang menyebabkan seseorang menjadi tua, misalnya pengaruh
tubuh, lingkungan, budaya gaya hidup yang salah dan lain-lain.
Terdapat berbagai pendapat tentang terjadinya proses menua, salah satunya adalah teori jam
genetik. Mereka berpendapat bahwa dalam tubuh kita telah terdapat suatu program tertentu yang
terus berputar seperti jarum jam, bila jam ini berhenti maka kita akan meninggal dunia meski tanpa
disertai kecelakaan atau penyakit.
Selain pendapat diatas, beberapa ahli juga mengatakan bahwa menua disebabkan karena
adanya pengaruh radiasi, zat kimia dan perubahan kekebalan tubuh sehingga akan memperpendek
umur. Disamping itu, berkurangnya proses tubuh untuk mendapatkan kalori/tenaga sudah berkurang
sehingga pertumbuhan dan perpanjangan umur terhambat.
(http://www.library.upnvj.ac.id/pdf/2s1keperawatan/205312026/bab2.pdf ).
Universitas Sumatera Utara
2.10.1.Teori – Teori Proses Menua
1. Teori Biologis
Proses penuaan merupakan proses secara berangsur yang mengakibatkan perubahan secara
komulatif dan merupakan perubahan serta berakhir dengan kematian. Teori biologis tentang
penuaan dibagi menjadi :
a. Teori Instrinsik
Teori ini berkaitan dengan usia timbul akibat penyebab dalam diri sendiri.
b. Teori Ekstrinsik
Teori
ini
menjelaskan
bahwa
perubahan
yang
terjadi
diakibatkan
pengaruh
lingkungan.(http://www.library.upnvj.ac.id/pdf/2s1keperawatan/205312026/bab2.pdf)
2.Teori Sosial
Salah satu teori sosial yang berkenaan dengan proses penuaan adalah teori pembebasan (
disengagement teori ). Teori tersebut menerangkan bahwa dengan berubahnya usi seseorang secara
berangsur – angsur mulai melepaskan diri dari kehidupan sosialnya. Keadaan ini mengakibatkan
interaksi sosial lansia menurun, baik secara kualitatif maupun kuantitasnya sehingga sering terjadi
kehilangan ganda yaitu :
a. Kehilangan peran (Loss of Role)
b. Hambatan kontak sosial (Restraction of Contact & Relationships)
c. Berkurangnya
komitmen
(Reduced
Commitment
to
Social
Mores
&
Values)
(http://www.library.upnvj.ac.id/pdf/2s1keperawatan/205312026/bab2.pdf)
3. Teori Psikologi
Universitas Sumatera Utara
Teori tugas perkembangan : Menurut ( Hangskerst, 1992 ) bahwa setiap individu harus
memperhatikan tugas perkembangan yang spesifik pada tiap tahap kehidupan yang akan
memberikan perasaan bahagia dan sukses. Tugas perkembangan yang spesifik ini tergantung pada
maturasi fisik, penghargaan kultural
masyarakat dan nilai serta aspirasi individu. Tugas
perkembangan pada dewasa tua meliputi penerimaan adanya penurunan kekuatan
fisik dan
kesehatan, penerimaan masa pensiun dan penurunan income.penerimaan adanya kematian dari
pasangannya dan orang – orang yang berarti bagi dirinya. Mempertahankan hubungan dengan
group yang seusianya, adopsi dan adaptasi deengan peran sosial secara fleksibel dan
mempertahankan kehidupan secara memuaskan.
(http://www.library.upnvj.ac.id/pdf/2s1keperawatan/205312026/bab2.pdf).
2.10.2.Pembagian Kelompok Usia Lanjut
1. Departemen Kesehatan RI
Depkes RI membagi usia lanjut menjadi 3 kelompok, yaitu:
a. Masa Virilitas/menjelang usia lanjut
: 45-54 tahun
b. Masa Prasenium/ usia lanjut
: 55-64 tahun
c. Masa Senium/usia lanjut
: 65 tahun
(http://depkes.go.id/)
2. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO)
a. Usia Lanjut
: 60-74 tahun
b. Usia Tua
: 75-89 tahun
c. Usia Sangat Lanjut
: 90 tahun, (www.who.int/).
2.11. Pengertian Lanjut Usia
Universitas Sumatera Utara
Proses menua merupakan suatu yang fisiologis, yang akan dialami oleh setiap orang.
Batasan orang dikatakan lansia berdasarkan UU No.13 tahun 1998 adalah 60 tahun. Depkes dikutip
dari Azis (1994) lebih lanjut membuat penggolongan lansia menjadi 3 (tiga) kelompok yakni:
1. Kelompok lansia dini (55-64 tahun), yakni keompok yang baru memasuki lansia
2. Kelompok lansia (65 tahun keatas)
3. Kelompok lansia resiko tinggi, yakni lansia yang berusia lebih dari 70 tahun.
(http://www.kemsos.go.id/modules.php?name=News&file=article&sid=647)
2.11.1.Perubahan-Perubahan yang Terjadi pada Lansia
1. Perubahan Fisik
1) Sistem pernafasan pada lansia.
a. Otot pernafasan kaku dan kehilangan kekuatan, sehingga volume udara inspirasi
berkurang, sehingga pernafasan cepat dan dangkal.
b. Penurunan aktivitas silia menyebabkan penurunan reaksi batuk sehingga potensial terjadi
penumpukan sekret.
c. Penurunan aktivitas paru ( mengembang & mengempisnya ) sehingga jumlah udara
pernafasan yang masuk keparu mengalami penurunan, kalau pada pernafasan yang tenang
kira kira 500 ml.
d. Alveoli semakin melebar dan jumlahnya berkurang ( luas permukaan normal 50 m²),
menyebabkan terganggunya proses difusi.
e. Penurunan oksigen (O 2 ) Arteri menjadi 75 mmHg menggangu prose oksigenasi dari
hemoglobin, sehingga O 2 tidak terangkut semua kejaringan.
f. CO 2 (carbon dioxide) pada arteri tidak berganti sehingga komposisi O 2 dalam arteri juga
menurun yang lama kelamaan menjadi racun pada tubuh sendiri.
Universitas Sumatera Utara
g. kemampuan batuk berkurang, sehingga pengeluaran sekret & corpus alium dari saluran
nafas berkurang sehingga potensial terjadinya obstruksi, (Nurgiwiati.E. (1994)
Perubahan-Perubahan Psikososial Pada Usia Lanjut).
2) Sistem persyarafan.
a. Cepatnya menurunkan hubungan persyarafan.
b. Lambat dalam merespon dan waktu untuk berfikir.
c. Mengecilnya syaraf panca indera.
d. Berkurangnya penglihatan, hilangnya pendengaran, mengecilnya syaraf pencium &
perasa lebih sensitif terhadap perubahan suhu dengan rendahnya ketahanan terhadap
dingin.
2.Perubahan panca-indera
1) Penglihatan
a. Kornea lebih berbentuk skeris.
b. Sfingter pupil timbul sklerosis dan hilangnya respon terhadap sinar
c. Lensa lebih suram ( kekeruhan pada lensa ).
d. Meningkatnya ambang pengamatan sinar : daya adaptasi terhadap kegelapan lebih
lambat, susah melihat dalam cahaya gelap.
e. Hilangnya daya akomodasi.
f. Menurunnya lapang pandang & berkurangnya luas pandang.
g. Menurunnya daya membedakan warna biru atau warna hijau pada skala.
2) Pendengaran.
a. Presbiakusis (gangguan pada pendengaran)
Universitas Sumatera Utara
Hilangnya kemampuan (daya) pendengaran pada telinga dalam, terutama terhadap bunyi
suara, antara lain nada nada yang tinggi, suara yang tidak jelas, sulit mengerti kata kata, 50 %
terjadi pada usia diatas umur 65 tahun.
b. Membran timpani menjadi atropi menyebabkan otosklerosis.
c. Terjadinya pengumpulan serumen, dapat mengeras karena meningkatnya kreatin.
3) Pengecap dan penghidu.
a. Menurunnya kemampuan pengecap.
b. Menurunnya kemampuan penghidu sehingga mengakibatkan selera makan berkurang.
4) Peraba.
a. Kemunduran dalam merasakan sakit.
b. Kemunduran dalam merasakan tekanan, panas dan dingin.
c. Perubahan cardiovaskuler pada usia lanjut, (Nurgiwiati.E. (1994) Perubahan-Perubahan
Psikososial Pada Usia Lanjut.)
3.Perubahan-perubahan mental
Faktor-faktor yang mempengaruhi perubahan mental adalah :
a. Pertama-tama perubahan fisik, khususnya organ perasa.
b. kesehatan umum
c. Tingkat pendidikan
d. Keturunan (herediter)
e. Lingkungan, (Nurgiwiati.E. (1994) Perubahan-Perubahan Psikososial Pada Usia Lanjut).
Perubahan kepribadian yang drastis keadaan ini jarang terjadi lebih sering berupa ungkapan
yang tulus dari perasaan seseorang, kekakuan mungkin oleh karena faktor lain seperti penyakitpenyakit.
Universitas Sumatera Utara
a) Kenangan (memory) ada dua;
1) kenangan jangka panjang, berjam-jam sampai berhari-hari yang lalu, mencakup beberapa
perubahan,
2) Kenangan jangka pendek atau seketika (0-10 menit), kenangan buruk.
Intelegentia Quation;
b) Tidak berubah dengan informasi matematika dan perkataan verbal,
c) berkurangnya penampilan,persepsi dan keterampilan psikomotorterjadi perubahan pada daya
membayangkan, karena tekanan-tekanan dari faktro waktu.
(repository.usu.ac.id/bitstream/.../Chapter%20I.pdf)
4.Pengaruh proses penuaan pada fungsi psikososial.
a. perubahan fisik, sosial mengakibatkan timbulnya penurunan fungsi, kemunduran orientasi,
penglihatan, pendengaran mengakibatkan kurangnya percaya diri pada fungsi mereka.
b. Mundurnya daya ingat, penurunan degenerasi sel-sel otak.
c. Gangguan halusinasi.
d. Lebih mengambil jarak dalam berinteraksi.
e. Fungsi psikososial, seperti kemampuan berfikir dan gambaran diri, (Nurgiwiati.E. (1994)
Perubahan-Perubahan Psikososial Pada Usia Lanjut).
2.11.2.Konsep Gangguan Harga Diri
Gangguan harga diri adalah suatu keadaan dimana individu mengalami atau beresiko
mengalami evaluasi diri yang negatif tentang kemampuan atau diri (Carpenito, 1999). Harga diri
merupakan satu dari empat komponen konsep diri. Gangguan konsep diri merupakan kategori
diagnostik umum.
Universitas Sumatera Utara
Batasan karakteristik ganguan harga diri (Carpenitto) :
a. Pengungkapan diri negative
b. Ekpresi malu atau rasa bersalah
c. Ekpresi diri sebagai seorang yang tidak dapat mengatasi suatu situasi.
d. Merasionalisasi penolakan
e. Ketidakmampuan untuk menentukan tujuan
f. Pemecahan masalah yang buruk
g. Menunjukkan gejala depresi (gangguan tidur, gangguan makan)
h. Mencari jaminan secara berlebihan
i. Perilaku penyalahgunaan diri
j. Menolak mencoba situasi baru
k. Mengingkari masalah-masalah nyata
l. Proyeksi rasa bersalah/ tanggungjawab terhadap masalah
m. Merasionalisasikan kegagalan pribadi
n. Hipersensivitas terhadap kritik ringan
o. Penuh kata-kata yang muluk.
Gangguan harga diri merupakan kejadian episodik atau masalah kronis. Kegagalan untuk
memecahkan suatu masalah atau stress berurutan dapat menimbulkan harga diri rendah kronis.
Faktor-faktor
tersebut
dapat
terjadi
sepanjang
waktu.
(repository.usu.ac.id/bitstream/.../Chapter%20I.pdf)
2.11.3. Permasalahan yang Dihadapi Lansia
Problematik yang dialami oleh lansia sangat beragam, antara lain dapat ditinjau dari aspek
psikologis, biologis, sosial, spiritual, budaya dan ekonomi. Berikut ini adalah penjelasan singkat
Universitas Sumatera Utara
Bp. Rusli dalam tesisnya “ PENTINGNYA LATIHAN FISIK BAGI MANUSIA USIA LANJUT ”
.
(http://digilib.unm.ac.id/files/disk1/6/universitas%20negeri%20makassar-digilib-unm-rusli-283-11.ully.pdf)
a.Aspek psikologis
Kehilangan hubungan dengan teman-teman dan famili (hal ini disebabkan karena ruang
geraknya yang terbatas, atau teman-teman dan keluarganya sudah banyak yang meninggal).
b. Aspek biologis
Merasa mempunyai keadaan fisik lemah dan tak berdaya, sehingga harus tergantung pada orang
lain. Penurunan kemampuan berpikir, menjadi sering lupa/pikun, status sosioekonomi rendah
beresiko lebih tinggi mengalami penurunan kemampuan kognitif. Penurunan kognitif berlangsung
lambat pada mereka yang terus-menerus belajar dan terstimulasi. Terjadi gangguan depresif, yaitu
menurunnya konsentrasi dan fisik, gangguan tidur (khususnya bangun pagi terlalu cepat dan sering
terbangun [multiple awakenings]), nafsu makan menurun, penurunan berat badan, dan masalahmasalah pada tubuh. Menurunnya kemampuan berpikir pada penderita lanjut usia yang mengalami
depresi berhubungan dengan sindrom demensia pada depresi (dementia syndrome of depression
[pseudodementia]), yang dapat disalahartikan sebagai demensia yang sebenarnya (true dementia).
Pseudodemensia terjadi pada 15% penderita depresi lansia dan 25 – 50% pada pederita dementia
mengalami depresi.
c. Aspek sosial
Universitas Sumatera Utara
Ada perasaan merepotkan orang lain, perasaan terkucilkan. Kehilangan status (dulu mempunyai
jabatan posisi yang cukup tinggi, lengkap dengan segala fasilitasnya), kehilangan teman/kenalan
atau relasi, kehilangan pekerjaan atau kegiatan. Mencari teman baru untuk menggantikan suami
atau isteri yang telah meninggal atau pergi jauh atau cacat, mengembangkan kegiatan baru untuk
mengisi waktu luang yang semakin bertambah
d. Aspek spiritual
Agama atau kepercayaannya makin terintegrasi dalam kehidupannya, lansia makin matur dalam
kehidupan keagamaannya (hal ini terlihat dalam cara berfikir dan bertindak dalam kehidupan
sehari-hari). Perkembangan spiritual ini ditunjukkan dengan cara memberikan contoh cara
mencintai dan keadilan (semakin bijaksana). Merasa semakin dekat akan kematian (sense
oawareness of mortality), menjadi lebih mendekatkan diri kepada sang pencipta.
e. Aspek budaya
Aspek budaya yang dilihat melalui pendekatan olahraga yaitu wanita lansia yang masih aktif
berolahraga, masih dipandang negatif oleh olahraga pria.
f. Aspek ekonomi
Merasa tidak mampu karena menurunnya keadaan ekonomi akibat pemberhentian dari jabatan
(economic deprivation), meningkatnya biaya hidup pada penghasilan yang sulit, bertambahnya
biaya pengobatan karena adanya penyakit kronis dan terjadi angguan gizi akibat kehilangan jabatan.
(http://digilib.unm.ac.id/files/disk1/6/universitas%20negeri%20makassar-digilib-unm-rusli-283-11.ully.pdf)
Universitas Sumatera Utara
Download