Damianus Journal of Medicine; Vol.10 No.1 Februari 2011: hlm. 24–30. DAMIANUS Journal of Medicine TINJAUAN PUSTAKA RISIKO INFEKSI HUMAN PAPILLOMA VIRUS (HPV) PADA PENYAKIT MENULAR SEKSUAL Fransisca Tjhay Departemen Biologi, Fakultas Kedokteran Unika Atma Jaya, Jl. Pluit Raya No. 2, Jakarta Utara 14440. ABSTRACT Infection of Human Papillomavirus (HPV) in genital increased in the past two decades and is the most common cause of viral sexually transmitted disease. HPV infections that cause genital warts, the occurrence of about three times that of symptomatic genital herpes but the incidence is lower than gonorrhea infection and chlamydia. HPV is a DNA virus that infect epithelial, belong to the family Papovaviridae and by hybridization of DNA can be isolated more than 120 types. HPV can not be cultured in vitro so that research on these viruses is very limited. This infection can affect both men and women but more threatening for women, especially because as has been known that there is a relationship between certain types of HPV infection in the genital with the occurrence of cervical carcinoma in women. This is because during the course of her life, a woman experiences a change in serviks squamous metaplasia, which may occur due to the influence of physical, hormonal as in the process of pregnancy or a variety of causes such as HPV infections that can increase the likelihood of occurrence of this cervical malignancy. Diagnosis is based on clinical symptoms. Prevention with individual hygiene and the restriction of sexual activity until the partner's assessment and treatment. Treatment of physical damages, and no cytotoxic therapy can completely eradicate HPV then the goal of therapy is to get rid of warts for cosmetic reasons, improvement of signs and symptoms and not to eradicate HPV. Although often recurrent, good prognosis, which is determined by the ability to pay attention to the predisposing factors that play a role in accelerating and nourish the development of this disease such as individuals who lack hygiene; patients with immune disorders, and factor external suppress the immune system. Key words: human papilloma virus, sexually transmitted disease PENDAHULUAN Infeksi Human Papillomavirus (HPV) genital mengalami peningkatan selama dua dekade terakhir ini. Infeksi HPV yang mengakibatkan kutil genital ini adalah penyebab viral tersering pada penyakit menular seksual, terjadinya sekitar tiga kali herpes genital simptomatik, tetapi insidennya lebih rendah dari infeksi gonorrhoea dan chlamydia.1 HPV itu sendiri adalah virus DNA yang merupakan virus epiteliotropik (menginfeksi epitel) dan tergolong famili Papovaviridae dan dengan cara hibridisasi DNA, sampai saat ini telah dapat diisolasikan lebih 120 tipe HPV. HPV belum dapat dibiak dalam kultur sel (in- vitro), sehingga penelitian virus tersebut sangatlah terbatas.2 Infeksi dapat menyerang pria maupun wanita, tetapi lebih mengancam sering menyerang wanita khususnya, karena terdapat suatu hubungan antara 24 infeksi HPV genital tipe tertentu dengan terjadinya karsinoma serviks wanita. Hal ini disebabkan karena selama perjalanan hidupnya, wanita mengalami perubahan metaplasia skuamosa serviks, yang kemungkinan akibat pengaruh fisik, hormonal pada proses kehamilan atau berbagai penyebab infeksi HPV, yang dapat memperbesar kemungkinan terjadinya keganasan serviks. Berdasarkan kemungkinan terjadi displasia epitel dan keganasan, HPV dibagi menjadi HPV yang mempunyai risiko rendah dan risiko tinggi (keganasan). HPV tipe 6 dan tipe 11 paling sering ditemukan pada kondilomata akuminata eksofitik dan displasia risiko rendah.1,2 Sedangkan risiko tinggi (keganasan) didapatkan sekitar 90% kanker servikal pada wanita.3 Risiko keganasan itu sendiri terbagi menjadi onkovirus risiko rendah, risiko intermediate dan risiko tinggi.4 DAM J Med Volume 10, Nomor 1, 2011 Infeksi human papillomavirus (HPV): suatu ancaman akibat penyakit menular seksual INFEKSI HPV PADA WANITA Human Papilloma virus (HPV) atau Virus Papiloma Humanus adalah virus yang kecil, nonenveloped dengan icosahedral capsid, double-stranded circular DNA genome. 1 HPV berdiameter sekitar 55 nm dengan panjang genom 8 kbp, dengan delapan ORFs (Open Reading Frames) pada satu untai. HPV tidak dapat diisolasi, maka klasifikasinya berdasarkan derajat homologi DNAnya (seberapa dekat kecocokan sekuens dari nukleotidanya).3 Infeksi HPV pada wanita terjadi pada daerah vulva, dinding vagina, serviks, perianal dan perineum. Lesi tipikal adalah rata dengan tipe intraepitelial. Sulit, membedakan secara klinis antara lesi oleh virus papilloma dan bentuk lain displasia servikal.3,5 Epidemiologi Angka infeksi HPV tinggi dan mengalami peningkatan, lebih dari 40 juta orang dewasa yang aktif secara seksual di Amerika Serikat mengidap virus ini. Didapatkan sekitar 500.000 kasus pertahunnya. 6 Sekitar 30–60% orang akan mengalami infeksi HPV di kehidupannya, tetapi prevalensi klinis kurang daripada 1%.5 Prevalensi kutil genital populasi umum sangat terbatas. Lima persen wanita menikah pada King County, Washington, dilaporkan memiliki riwayat kutil genital. Infeksi subklinik biasa terjadi. DNA HPV ditemukan pada sekitar 6% pria dan 10% wanita tanpa tanda klinis infeksi. Kebanyakan kasus terdiagnosis pada dewasa muda usia 16–25 tahun.1 Adanya faktorfaktor seperti kehamilan, pasangan seksual multipel, infeksi vagina (seperti kandidiasis, trikomoniasis atau vaginosis bakterial), immunosupresi dan pasien diabetik akan meningkatkan risiko angka kejadian infeksi.6,7 Tahun 1996, infeksi HPV adalah diagnosis tersering penyakit menular seksual viral di Inggris.3 Di Amerika Serikat kenaikan sekitar delapan kali insiden kutil genital pada periode 1950–1954 dan 1975–1978 (dari 13 per 100.000 menjadi 106 per 100.000), selama tahun-tahun ini juga terdapat kenaikan penyakit menular seksual lainnya di Eropa dan Amerika Utara dan terjadi juga peningkatan populasi dewasa muda yang aktif secara seksual. Di Kuopio, Finlandia tahun 1985–1986 dengan fokus wanita usia 22 tahun melalui pemeriksaan sitologik Pap smear didapatkan prevalensi infeksi HPV sekitar 3% dari 1.289 wanita pada awal penelitian dan insiden 1.069 wanita yang diikuti selama setahun diperkirakan menjadi 7%. Penelitian Rochester (1970), Minnesota dilaporkan insiden kutil genital sekitar 1,06 dari 1.000 populasi. Di Boras, Swedia (1990), insiden kutil genital diperkirakan 2,4 per 1.000 populasi. Penelitian di Rochester dan Boras, insiden kutil genital 30% sampai 40% lebih tinggi wanita dibandingkan pria. Walaupun penelitian ini berbasis populasi, insiden akan diperkirakan lebih rendah, karena sensitivitas sitologik dan diagnosis klinis kedua infeksi ini, lebih rendah daripada sensitifitas diagnosis berdasarkan deteksi DNA dari HPV. Disayangkan, populasi berbasis insiden deteksi DNA HPV tidak pernah dipublikasikan.8 Etiologi Human Papilloma Virus (HPV) tergolong famili Papovaviridae.2,9 Penyebab infeksi tersering adalah HPV serotipe 6 dan 11. 6 HPV adalah virus DNA epiteliotropik (menginfeksi epitel, menginduksi proliferasi sel epitel atau papilloma), juga menyebabkan lesi mukokutaneus genital pria maupun wanita.2,4,7,8. Infeksi terjadi spesifik genus atau spesies dan partikel virus nonenveloped, mempunyai simetri icosahedral encapsidate dengan genom untai ganda sirkular yang berhubungan dengan histon seluler. Berbeda dengan kelompok virus lainnya, tipe tidak berdasarkan perbedaan antigen tetapi lebih ke homologi DNA. Berdasarkan kriteria Papillomavirus Nomenclature Committee dinyatakan bahwa penetapan tipe, paling sedikit memiliki 90% homologi kumpulan E6, E7 dan L1 ORF (Open Reading Frame) DNA sekuens. Sekitar ratusan HPV dideteksi dengan PCR (Polymerase Chain Reaction) dan sekitar 75 tipe genom secara molekuler diklon dan disekuens secara lengkap. Lebih 30 tipe HPV menginfeksi traktus genital.8 HPV yang mempunyai risiko keganasan, terbagi menjadi risiko rendah onkovirus yaitu HPV tipe 6, 11, 42, 43, dan 44; risiko intermediate onkovirus, yaitu HPV tipe 31, 33, 35, 51, 52 dan 58, sedangkan risiko tinggi onkovirus adalah HPV tipe 16, 18, 45, dan 56.4 Patogenesis Virus Papilloma hanya dapat bertambah banyak pada epitel skuamosa bertingkat, tidak dapat tumbuh pada kultur sel biasa. Serangan terjadi pada peralihan epitel kolumnar kanal servikal dengan epitel skuamosa bertingkat serviks bagian luar.3 Kutil jinak adalah tumor self-limiting yang akan mengalami regresi setelah beberapa lama. Keistimewaan kutil kulit jinak adalah hiperkeratosis (proliferasi yang masif dari lapisan keratin dermis). Awal formasi kutil mungkin, trauma epitel dan masuknya virus ke dalam satu atau beberapa sel dari lapisan germinal basal. Secara karakteristik, infeksi HPV epitel mempunyai lapisan hyperplastic DAM J Med Volume 10, Nomor 1, 2011 25 DAMIANUS Journal of Medicine prickle cell (acanthosis) dengan stratum korneum yang terdiri dari satu atau dua lapisan sel parakeratotik. Papila dermal memanjang dan terdapat batasan tajam dengan dermis. Infeksi virus menstimulasi perkembangan sel, menghasilkan ketebalan irregular lapisan sel dan lapisan granular yang terdiri dari sel dengan HPV intranuklear. Sel ini, yang disebut dengan koilocytes, merupakan sel skuamosa matur, yang menunjukkan perubahan kromatin nuklear dan halos vakuolar perinuklear dan menonjol pada hapusan Papanicolaou (Pap smears) dari sel servikal yang terkelupas dari wanita dengan infeksi HPV servikal. Adanya koilocytes ini merupakan marker histologik dari virus.1,3,8,10 Terkenanya HPV pada dewasa biasanya terjadi melalui kontak kulit ke kulit (umumnya kontak seksual dengan pasangan yang memiliki infeksi klinis atau subklinis), dengan inkubasi 3 minggu sampai 8 bulan, rata-rata sekitar 3 bulan.1,6 Kutil menyebar secara difus ke seluruh daerah vulva. Pertumbuhan veruka akan menimbulkan bentuk lain atau gabungan, membentuk perkembangan cauliflower besar, yang mempengaruhi kulit, dibanding labia mayora, perineum dan daerah perianal. Perkembangan akan terlihat pada wanita usia reproduksi, sebagian besar penularan secara seksual. 10 Infeksi seringkali asimptomatik dan menjadi karier beberapa tahun, mungkin seumur hidup. Pada penelitian, kutil genital timbul hampir dua pertiga kontak pasien yang memiliki kutil genital kasat mata, dalam tiga bulan sejak dimulainya hubungan seksual.11 Virus dapat menginfeksi kulit vulva, perineum, dinding vagina, serviks dan rektum, sedangkan kontak orogenital dapat menyebabkan kutil di mulut atau bibir.11,12 Kutil sering multipel, secara perlahan membesar ukurannya, dapat menyebar secara langsung ke kulit perianal tanpa terjadinya hubungan anal sex.11 Integrasi sekuens HPV ke dalam genom seluler seringkali menyertai progresivitas keganasan. Peran HPV sebagai penyebab kanker anogenital, diketahui berdasarkan hasil banyak penelitian molekuler dan epidemiologi. Meskipun karsinoma serviks, penis, vagina, vulva, dan anus secara morfologi sama dan diakibatkan oleh transmisi seksual, tetapi insiden kanker serviks 5–50 kali lebih tinggi daripada kanker skuamosa traktus genitalis lainnya, kecuali kanker anus pada pria homoseksual. Lebih sering terjadinya kanker serviks dan kanker anus pria homoseksual daripada kanker traktus lain, karena HPV belum diketahui secara jelas. Kedua tipe kanker ini meningkat pada daerah epitel metaplastik yang umumnya terjadi karena infeksi HPV. Metaplasia merupakan proses berubahnya epitel kolumnar yang menghasilkan mukus pada porsio ektoserviks 26 saat lahir, diganti epitel skuamosa. Permukaan endoserviks dan ektoserviks mengalami perubahan secara dramatik berupa metaplasia skuamosa selama perjalanan hidup wanita, yang kemungkinan akibat pengaruh fisik, hormonal atau berbagai penyebab infeksi seperti HPV. Perubahan terjadi pada batas epitel skuamosa dan epitel kolumnar (squamouscolumnar junction) yang menyusut cepat ke dalam kanalis endoserviks, daerah ini dinamakan daerah transformasi (transformation zone), yang di dalam epitel metaplasia ini, sebagian besar patologi serviks seperti awal kanker, dapat terjadi. Konsep lesi pre kanker pertama kali didapatkan, sebagai sel epitel normal yang berdekatan dengan karsinoma skuamosa invasif, diganti dengan lapisan sel tebal, yang secara morfologis identik sel tumor invasif, daerah ini dinamakan Carcinoma in situ (CIS). Bentuk lain lesi serviks tidak begitu jelas perbedaan morfologinya dengan CIS, yaitu displasia, dinamakan Cervical intraepithelial neoplasia (CIN), keadaan ini sebagai perubahan morfologi paling awal yang berhubungan dengan karsinoma serviks. Yang tergolong lesi epithelial serviks non invasif adalah displasia ringan, sedang dan berat atau CIS. E6 dan E7 adalah dua gen viral yang selalu berada dan diekspresikan pada tumor, kedua onkoprotein ini dari tipe risiko tinggi, bukan tipe risiko rendah, yang cukup digunakan untuk kultur. Penelitian menunjukkan, E6 dan E7 dapat mandiri memperpanjang jangka waktu hidup sel pada kultur dan juga melibatkan perubahan selular. HPV sel epitel, secara umum tidak tumorigenik tetapi jangka waktu lama kultur, dapat spontan menumbuhkan derivat tumorigenik atau dapat terinduksi pengobatan karsinogen. Onkoprotein E6, E7 pada HPV risiko tinggi memberikan beberapa fungsi kritis perkembangan neoplasia. Pertama, E7 mengacaukan sinyal secara normal mencegah masuknya sel ke dalam fase sintesis (S), saat sel meninggalkan lapisan basal. Meningkatnya jumlah sel yang berproliferasi, meningkatkan juga jumlah sel yang menjadi target perubahan genetika, yang selanjutnya menjadi neoplasia. Kedua, E6, E7 menyebabkan kerusakan DNA dan mengganggu sinyal pertumbuhan lainnya. Inaktifasi siklus sel menyebabkan instabilitas genetika dan kegagalan untuk mengeliminasi sel yang berpotensi perubahan merusak, yang berperanan dalam perkembangan neoplasia. Ketiga, E6 mengaktifkan ekspresi telomerase, sehingga proliferasi sel terus berlanjut. Perkembangan kanker invasif memerlukan aktivasi gen yang DAM J Med Volume 10, Nomor 1, 2011 Infeksi human papillomavirus (HPV): suatu ancaman akibat penyakit menular seksual menyebabkan penetrasi pada membran basalis, merubah interaksi dengan matriks sehingga terjadi pertumbuhan stroma dan jaringan lain, serta keperluan faktor pertumbuhan baru. Perubahan sitogenetika menyertai tumorigenisitas. Inaktivasi menyebabkan instabilitas genetika yang berlanjut menimbulkan perubahan genetika baru yang diperlukan untuk tumorigenisitas. Walaupun demikian, tidaklah jelas apakah onkogen virus mendorong ekspresi gen secara langsung pada proses invasif dan metastase. Data epidemiologi menunjukkan bahwa pada beberapa infeksi HPV, terjadi regresi spontan, perkembangan menjadi lesi intraepitelial berhubungan dengan persistensi virus. Gen HPV mampu menetap pada sel normal dan tidak mengadakan transformasi. Hal ini menunjukkan perubahan sekunder berperan penting pada karsinogenesis serviks berkaitan HPV, yang dapat terjadi sebagai konsekuensi langsung infeksi HPV atau tidak langsung melalui peranan kofaktor alami (innate) atau yang didapat (acquired). Penelitian epidemiologi saat ini difokuskan pada kofaktor yang dapat menerangkan perjalanan alami infeksi HPV dan hubungan terbentuknya lesi dan kanker serviks. Faktorfaktor tersebut: merokok, penggunaan kontrasepsi hormonal, koinfeksi penyakit menular seksual lainnya (HIV, Chlamydia), faktor pertumbuhan, imunitas hospes. Faktor lain yang berperan pada kanker serviks meliputi smegma, infeksi berulang, kontak seksual pertama pada usia lebih muda, dan pasangan seksual yang banyak.8 Manifestasi klinis Infeksi HPV subklinis Spektrum klinis infeksi HPV genital adalah luas, yang teridentifikasi dengan pembesaran atau biopsi tidak adanya epitel keseluruhan sampai variasi mikrolesi, terlihat dengan alat kolposkopi. Spektrum ini terjadi berhubungan beberapa faktor, seperti genotipe viral, letak infeksi (risiko displasia berat dan akhirnya kanker invasif yang terdapat pada area transformasi epitel skuamosa ke kolumnar serviks) dan host yang sakit. Infeksi HPV di genital (misalnya vulva) cenderung berhubungan infeksi pada tempat lainnya (misalnya vagina).1 Kutil genital pada wanita Kondiloma eksofitik secara tipikal tampak pertama kali pada fourchette, berbatasan labia dan akan menyebar cepat ke bagian lain dari vulva; sekitar 20% kasus kondiloma juga akan tampak pada perineum dan perianal. Setiap bagian vagina akan terpengaruhi dan pada vagina beberapa wanita secara keseluruhan akan didapatkan jaringan kondilomatosa. Kutil papular akan mempengaruhi bagian luar genital seperti labia mayora dan perineum. Kondiloma eksofitik ser-viks terlihat pada sekitar 6% wanita dengan kutil vulvar dan adakalanya terjadi hanya sendiri.1 Individu dengan kutil genital jarang dilaporkan mempunyai tanda selain tonjolan yang muncul pada genitalianya, seringkali multipel dan peningkatan ukuran secara perlahan. Adakalanya, pasien melaporkan rasa gatal, terbakar, nyeri atau perdarahan. Mungkin kebanyakan individu dengan kutil genital tidak sadar akan kemun-culannya. Pada kutil genital terdapat abnormal vaginal discharge, kemungkinan disebabkan bersamaan infeksi vagina seperti vaginosis bakterial dan bukan HPV, biasanya di daerah introitis, vulva, perineum, perianal, serviks, dinding vagina, area pubis, paha atas dan lipatan krural. Terdapat empat tipe morfologi dari kutil genital, antara lain kondilomata akuminata. Jenis ini terutama terdapat pada daerah lipatan yang lembab, sebagian epitel keratinisasi, kelainan kulit berupa vegetasi bertangkai dengan permukaan berjonjot-jonjot seperti jari, kemerahan jika baru, tetapi agak kehitaman jika telah lama, permukaan berjonjot (papilomatosa) sehingga pada vegetasi yang besar dapat dilakukan percobaan sondase, jika timbul infeksi sekunder warna kemerahan, berubah menjadi keabu-abuan dan berbau tidak enak. Beberapa kutil dapat bersatu membentuk lesi lebih besar sehingga tampak seperti kembang kol, gambaran cauliflowerlike. Lesi besar ini sering dijumpai pada wanita yang mengalami fluor albus, pada wanita hamil, atau pada keadaan imunitas terganggu. Tidak ada rasa sakit (asimptomatik, kecuali terkena trauma atau infeksi sekunder), lunak, biasanya lesi simetri melewati garis tengah area genital. Kondilomatosa vaginitis menyebabkan permukaan kasar vagina, disertai penonjolan putih mukosa vagina berwarna merah muda. Vaginal discharge, pruritus dan perdarahan poskoital adalah gejala yang biasanya bersama dengan kondiloma yang kemerahan. Kondiloma akuminata bibir, lidah atau palatum adalah manifestasi yang jarang dari infeksi genital HPV. Beberapa pasien kondilomata oral akan bersamaan kutil genital atau anal, kebanyakan terdapat riwayat oral seks. Transmisi HPV melalui kontak orogenital, mungkin terjadi. Dijumpai pula bentuk klinis lain yang telah diketahui berhubungan dengan keganasan pada genitalia, yakni Giant Condyoma Buschke-Lowenstein. Bentuk ini diklasifikasi sebagai karsinoma sel skuamosa keganas- DAM J Med Volume 10, Nomor 1, 2011 27 DAMIANUS Journal of Medicine an derajat rendah. Hubungan kondilomata akuminata dengan Giant condyloma diketahui dengan ditemukannya HPV tipe 6 dan tipe 11. Pada wanita kadang terdapat pada vulva dan anus. Tampak sebagai kondilom besar, bersifat invasif lokal, destruksi dan tidak bermetastasis. Histologis, Giant condyloma tidak berbeda dengan kondilomata akuminata. Giant condyloma umumnya refrakter terhadap pengobatan. Beberapa individu yang mengalami penurunan imunitas, disebabkan HIV, terapi immunosupresi, penyakit Hodgkin's atau kehamilan akan berkembang menjadi Giant condyloma. Papulosis Bowenoid Berupa papul likenoid coklat kemerahan dan dapat berkonfluens menjadi plakat. Adapula lesi yang berbentuk makula eritematosa dan lesi mirip leukoplakia atau lesi subklinis. Umumnya lesi multiple, kadangkala berpigmentasi. Berbeda dengan kondilomata akuminata, permukaan lesi papulosis Bowenoid ini biasanya halus atau hanya sedikit papilomatosa. Histopatologik, mirip penyakit Bowen dengan inti yang berkelompok, sel raksasa diskeratotik dan sebagian mitotik atipik. Dalam perjalanan penyakitnya, papulosis Bowenoid jarang menjadi ganas dan cenderung untuk regresi spontan. Lesi skuamosa intraepitelial (SILs) serviks ini terdapat pada pertemuan antara servikal skuamosa kolumnar, dapat dideteksi dengan pemeriksaan rutin sitologik pada pertemuan antara servikal skuamosa kolumnar. 1,2,5,6,7,8,11 Diagnosis dan diagnosis banding Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinis. Pada lesi yang meragukan dapat dilakukan pemeriksaan penunjang dengan:1,2,4,5,9,12 Tes asam asetat Bubuhkan asam asetat 5% dengan lidi kapas pada lesi yang dicurigai, beberapa menit lesi berubah warna menjadi putih (acetowhite). Perubahan warna pada lesi di daerah perianal perlu waktu lebih lama (sekitar 15 menit) Kolposkopi Pemeriksaan terutama untuk melihat lesi kondilomata akuminata subklinis, laten atau lesi prekanker yang disebabkan oleh HPV dan kadang-kadang dilakukan bersama tes asam asetat. Dengan kolposkopi servikal, lesi yang tampak putih opak dengan batas yang tajam setelah aplikasi dengan asam asetat (epitel opak acetowhite dengan batas tajam), berhubungan 28 dengan HPV. Demikian pula dengan leukoplakia dan lesi satelit, yang berlainan dari pertemuan skuamosa kolumnar, berhubungan dengan HPV, demikian pula vulva dan vagina. Pemeriksaan histopatologi Pada kondilomata akuminata eksofitik, pemeriksaan mikroskop cahaya akan memperlihatkan gambaran papilomatosis, akantosis, rete ridges yang memanjang, menebal, parakeratosis dan vakuolisasi sitoplasma (koilositosis). Biopsi harus dilakukan pada kutil atipikal atau persisten untuk menyingkirkan karsinoma. Papanicolaou smears (Pap smears) Dua sampai empat persen ditunjukkan sel patognomonik- koilocyte (atau sel halo). Sel skuamosa yang terkelupas mempunyai kerutan, sedikit nukleus piknotik dikelilingi zona cerah perinuklear atau halo. Pap smears dengan perubahan ini menunjukkan lesi skuamosa intraepitelial tingkat rendah. Wanita dengan kutil servikal tidak boleh diberi pengobatan sebelum ada hasil hapusan Papanicolaou sebagai petunjuk terapi. Polymerase Chain Reaction (PCR) University of Washington melaporkan bahwa HPV DNA dideteksi dengan PCR pada spesimen genital swab dari sekitar 50% pria dan wanita STD klinik, kebanyakan dari mereka, secara makroskopik atau kolposkopi bersih, tidak ditemukan adanya infeksi HPV. Diagnosis Banding Harus dibedakan dari semua kelainan berbentuk papul di daerah genital, baik lesi karena variasi anatomi, infeksi maupun neoplasma jinak dan ganas,1,2,7,9,12 yaitu pertama, kondiloma lata (flat-topped condyloma lata): sifilis stadium II. Lesi berupa papul-papul, permukaan lebih halus, lebih bulat daripada kondilomata akuminata, pada daerah lipatan lembab seperti anus dan vulva, ditemukan banyak Treponema pallidum. Kedua, Karsinoma sel skuamosa: vegetasi seperti kembang kol, mudah berdarah, berbau, kadangkadang sulit dibedakan dengan kondilomata akuminata. Ketiga, veruka vulgaris: vegetasi tidak bertangkai, kering, warna abu-abu atau sama dengan warna kulit Keempat, vestibular micropapillomatosis: mikropapilla normal dari inner labia minora. DAM J Med Volume 10, Nomor 1, 2011 Infeksi human papillomavirus (HPV): suatu ancaman akibat penyakit menular seksual Terapi Dengan menjaga kebersihan individu dan pembatasan aktivitas seksual sampai pasangannya diperiksa dan diobati. Terapi yang ada secara fisik merusak, secara kimia sitotoksik dan tidak ada terapi yang sepenuhnya dapat memberantas HPV. Oleh karena itu, tujuan terapi adalah menyingkirkan kutil untuk alasan kosmetik dan perbaikan dari tanda dan gejala, bukan untuk membasmi HPV, juga berdasarkan pilihan dan kenyamanan pasien. Terapi mahal, beracun dan prosedurnya mengakibatkan jaringan parut hendaknya dihindarkan. Pasangan seksual seharusnya diperiksakan juga untuk eviden kutil dan penyakit menular seksual lainnya. Pasien dengan kutil anal atau genital harus mengetahui, mereka dapat menularkan pada pasangan seksualnya.1,5,7 hari sampai lesi hilang. Sebaiknya penderita tidak miksi selama dua jam setelah pengobatan. Tindakan bedah Terdiri dari bedah skalpel, bedah listrik (elektrokauterisasi), bedah beku (N2 cair, N2O cair) dan bedah laser (CO2 laser). Elektrokauterisasi adalah terapi alternatif paling efektif untuk menghilangkan kutil tetapi sering mengakibatkan jaringan parut. Dengan laser karbondioksida ini, luka lebih cepat sembuh dan meninggalkan sedikit jaringan parut, bila dibandingkan elektrokauterisasi, biasa hanya berguna untuk menangani kutil ekstensif dan pasien yang tidak respon krioterapi. Krioterapi, tidak beracun, tidak membutuhkan anestesi dan jika digunakan secara tepat tidak mengakibatkan jaringan parut. Interferon Podofilin 10–25% dalam campuran larutan benzoin Biasanya membutuhkan pemakaian multipel lebih dari berminggu-minggu sampai bulanan dan seringkali mengalami kegagalan. Setelah melindungi kulit di sekitar lesi dengan vaselin agar tidak terjadi iritasi, oleskan tingtur podofilin pada lesi, biarkan selama 4– 6 jam, kemudian cuci. Pemberian obat dilakukan seminggu dua kali sampai lesi hilang. Pada lesi hiperkeratotik, pemberian podofilin tidak memberi hasil memuaskan. Untuk menghindari keracunan sistemik, volume total dari larutan podofilin pemakaiannya dibatasi kurang dari 0,5 ml setiap pemberian karena akan diabsorpsi, bersifat toksik dan kurang dari 10 cm2 setiap pemberian. Jika kutil tetap ada setelah tiga kali pengobatan, pengobatan hendaknya diganti ke krioterapi dan dipertimbangkan untuk dilakukan biopsi. Podofilotoksin 0,5% (podofiloks), merupakan zat aktif yang terdapat di dalam podofilin. Setelah pemakaian podofiloks, dalam beberapa hari akan terjadi destruksi jaringan kondilomata akuminata. Reaksi iritasi pada pemakaian podofiloks, jarang terjadi dibanding podofilin dan reaksi sistemik belum pernah dilaporkan. Obat ini dioleskan sendiri oleh penderita sebanyak dua kali sehari selama tiga hari berturut-turut. Asam Trikloroasetat (80–90%) Diberikan seperti pada kutil genital eksternal/perianal. Pemberiannya, seminggu sekali dan hati-hati karena dapat menimbulkan ulkus yang dalam. Dapat diberikan kepada wanita hamil. Krim 5–Fuorourasil 1–5% Obat ini terutama untuk kondilomata akuminata yang terletak di atas meatus urethra. Pemberiannya setiap Bekerja dengan cara mencegah perkembangan viral dan selular, pemberian dengan suntikan (intramuskular atau intralesi) atau bentuk krim, dapat diberikan bersama pengobatan lain. Secara klinis terbukti bahwa interferon alfa, beta, dan gama bermanfaat dalam pengobatan infeksi HPV. Dosis interferon alfa yang diberikan adalah 4–6 kali 10 mega IU intramuskular, 3 kali seminggu selama 6 minggu. Interferon beta diberikan dengan dosis 2 kali 10 mega IU intramuskular selama 10 hari berturut-turut. Efek sampingnya adalah demam, mialgia, dan sakit kepala. Bentuk krim lebih baik daripada suntikan karena suntikan menyebabkan nyeri. Immunoterapi Pada penderita dengan lesi yang luas dan resisten terhadap pengobatan dapat diberikan pengobatan bersama imunomodulator. Prognosis Walaupun sering residif, prognosisnya baik. Prognosis ditentukan pula oleh kemampuan untuk memperhatikan faktor predisposisi yang berperan mempercepat dan menyuburkan perkembangan penyakit ini, seperti kebersihan individu, adanya fluor albus, pasien dengan gangguan imunitas seperti pasien transplantasi, pasien AIDS atau pasien hamil. Faktor eksternal yang menekan sistim imun (steroid, merokok, defisiensi metabolik dan infeksi virus lainnya seperti herpes) dapat berefek sama. Beberapa tipe (16,18,31,33,35, dan lainnya) adalah berhubungan dengan perkembangan neoplasia servikal. Sekitar 90% pasien karsinoma sel skuamosa servikal didapatkan adanya DNA HPV pada jaringan servikalnya. DAM J Med Volume 10, Nomor 1, 2011 29 DAMIANUS Journal of Medicine Sekarang ini terpikir bahwa kokarsinogen seperti rokok, virus-virus lainnya, atau faktor nutrisi diperlukan sebelum terjadinya transformasi malignansi.6,9 KESIMPULAN Dua dekade terakhir ini, infeksi Human Papillomavirus (HPV) genital mengalami peningkatan dan merupakan penyebab viral tersering, pada penyakit menular seksual. HPV adalah virus DNA epiteliotropik, dengan cara hibridisasi DNA dapat diisolasikan lebih 120 tipe. HPV belum dapat dibiak dalam kultur sel (in vitro), sehingga penelitian virus tersebut sangatlah terbatas. Infeksi wanita terjadi di vulva, dinding vagina , serviks, perianal, perineum, mulut atau bibir. Manifestasi klinis adalah infeksi HPV subklinis; kutil genital wanita (terdiri dari kondilomata akuminata, kutil papular, kutil keratotik dan papula flat-topped); lesi skuamosa intraepitelial (SILs). Bentuk yang berhubungan dengan keganasan genitalia yaitu: Giant condyoma BuschkeLowenstein, Papulosis Bowenoid. Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala klinis, sedangkan lesi meragukan dilakukan pemeriksaan penunjang. Pencegahan dengan kebersihan individu dan pembatasan aktivitas seksual sampai pasangannya diperiksa dan diobati. Pengobatan secara fisik merusak, sitotoksik dan tidak ada terapi yang sepenuhnya dapat memberantas HPV, tujuan terapi adalah menyingkirkan kutil untuk alasan kosmetik, perbaikan tanda dan gejala dan bukan untuk membasmi HPV. Walaupun sering residif namun prognosisnya baik. 7. Alexander CJ, Smith J. Infections of the Genital Tract. In: Bankowski B, Hearne A, Lambrou N, et.al. The Johns Hopkins Manual of Gynecology and Obstetrics, 2 nd ed. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins; 2002: 289. 8. Koutsky LA, Kiviat NB. Genital Human Papillomavirus. In: Holmes K, Sparling P, Mardh P, et.al, Sexually Transmitted Diseases, 3rd ed. USA: McGraw-Hill Companies, Inc, 1999: 347–56. 9. Handoko RP. Penyakit Virus: Kondiloma Akuminatum. Dalam: Djuanda A, Djuanda S, Hamzah M, et.al., Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, edisi kedua. Jakarta : Balai Penerbit FKUI, 1993: 97–8. 10. Howkins, Bourne, Shaw’s Textbook of Gynaecology, 12th ed. New Delhi: B.I.Churchill Livingstone, 1999: 80–82. 11. Campbell S, Monga A, Gynaecology by Ten Teachers, 17th ed. London: Arnold, 2000: 198–9. 12. Berkow R, The Merck Manual of Diagnosis and Therapy, 16th ed. New York : Merck Research Laboratories; 1992: 271–2. DAFTAR PUSTAKA 1. Adimora A, Hamilton H, Holmes K, et.al. Sexually Transmitted Diseases, 2nd ed. Singapore: McGrawHill Companies, Inc, 1994: 162–73. 2. Zubier F. Kondilomata Akuminata. Dalam: Daili S, Makes W, Zubier F, et.al. Penyakit Menular Seksual, edisi kedua. Jakarta : Balai Penerbit FKUI; 2001: 125– 29. 3. Collier L, Oxford J, Human Virology, 2nd ed. New York: Oxford University Press Inc; 2000: 113–20. 4. Nanda K. Sexually Transmitted Diseases. In: Beck W, Obstetrics and Gynecology, 4th ed. Maryland: Williams & Wilkins, 1997: 331–2. 5. DeCherney A, Nathan L, Current Obstetric & Gynecologic Diagnosis & Treatment, 9th ed. India : McGrawHill Companies, Inc, 2003: 657–8. 6. Smith P. Netter ’s Obstetrics, Gynecology and Women’s Health, First edition. USA : Icon Learning Systems, 2003: 509–11. 30 DAM J Med Volume 10, Nomor 1, 2011