PENGARUH INVESTASI INFRASTRUKTUR JALAN TERHADAP PERTUMBUHAN EKONOMI WILAYAH DI KABUPATEN PESISIR SELATAN PROVINSI SUMATERA BARAT Youdhi Permadi Ma’ruf1, Ir. Jeluddin Daud, M.Eng2 Departemen Teknik Sipil, Universitas Sumatera Utara, Jl.Perpustakaan No.1 Kampus USU Medan Email: [email protected] Staff Pengajar Departemen Teknik Sipil, Universitas Sumatera Utara, Jl.Perpustakaan No.1 Kampus USU Medan Email: [email protected] ABSTRAK Pembangunan infrastruktur pekerjaan umum, termasuk infrastruktur jalan, merupakan suatu kegiatan yang amat penting dalam upaya meningkatkan pertumbuhan ekonomi suatu daerah. Keberadaan pekerjaan umum tersebut akan mendorong terjadinya peningkatan produktivitas bagi faktor-faktor produksi, dan sebaliknya apabila keberadaan infrastruktur tersebut diabaikan maka akan terjadi penurunan produktivitas. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan korelasi atau pengaruh perkembangan infrastruktur jalan terhadap pertumbuhan ekonomi wilayah di Kabupaten Pesisir Selatan. Dan melalui penelitian ini, indikator-indikator yang berkorelasi kuat diharapkan dapat digunakan dalam mengkaji kebijakan yang bersifat nasional maupun regional, sehingga dapat ditunjukkan pengaruh investasi di bidang infrastruktur pekerjaan umum, khususnya infrastruktur jalan terhadap keberhasilan pembangunan di bidang ekonomi. Penelitian ini menggunakan metode Analisis Uji Korelasi dan Regresi yang bertujuan untuk melihat keeratan hubungan antara dua variabel atau lebih. Sementara data yang digunakan adalah data sekunder yaitu menyangkut data-data lima indikator bidang infrastruktur pekerjaan umum, yang meliputi sub sektor bidang Bina Marga dan Sumber Daya Air. Selanjutnya adalah data-data Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) beserta sembilan komponennya sebagai indikator pertumbuhan ekonomi menurut pendekatan pendapatan. Hubungan indikator pertumbuhan ekonomi dan indikator infrastruktur dinyatakan secara eksplisit melalui sebuah korelasi. Korelasi yang diperoleh dapat berupa korelasi kuat (signifikan) positif atau negatif, serta korelasi lemah (tidak signifikan) posistif atau negatif. Korelasi yang dihasilkan dapat digunakan sebagai alat untuk mendapatkan nilai ramalan/prediksi, yang selanjutnya dibentuk atas dasar sebuah model umum atau model generik, yang menjelaskan variabel-variabel yang terlibat. Hasil penelitian menunjukkan bahwa infrastruktur pekerjaan umum, termasuk infrastruktur jalan memberikan kontribusi positif bagi pertumbuhan ekonomi wilayah. Dari penelitian ini juga diketahui bahwa infrastruktur jalan berkontribusi positif pada delapan macam indikator pertumbuhan ekonomi, yaitu: (a) Jasa, (b) Transportasi dan Komunikasi, (c) Industri Pengolahan, (d) Pertambangan dan Penggalian, (e) Konstruksi/Bangunan, (f) Pertanian, Peternakan, Kehutanan, dan Perikanan, (g) Listrik, Gas, dan Air Bersih, serta (h) Perdagangan, Hotel, dan Restoran. Walaupun demikian, kontribusi infrastruktur jalan terhadap pertumbuhan ekonomi tidak terlepas dari adanya infrastruktur pekerjaan umum yang lain. Kata Kunci : infrastruktur jalan, indikator PDRB, pertumbuhan ekonomi. ABSTRAK Construction of public works infrastructure, including road infrastructure, is an activity which is very important in promoting the economic growth of a region. The existence of public works will encourage an increase in productivity for the factors of production, and vice versa if the existence of the neglected infrastructure there will be a decrease in productivity. This study aims to explain the correlation or influence the development of road infrastructure to local economic growth in the South Coastal District. And through this research, the indicators correlate strongly expected to be used in reviewing policies, national and regional, so it can be shown to influence investment in public works infrastructure, particularly road infrastructure to the success of economic development. This study uses Test Correlation and Regression Analysis which aims to look at the relationship between two or more variables. While the data used are secondary data that the statistics of the five indicators of public works infrastructure, which includes the sub-sector fields of Highways and Water Resources. Next is the data of Gross Regional Domestic Product (GDP) and its nine component as an indicator of economic growth according to the income approach. Relationship indicators of economic growth and infrastructure indicators explicitly expressed through a correlation. Correlation can be obtained strong correlation (significant) positive or negative, and the correlation is weak (not significant) positive or negative. The resulting correlation can be used as a tool to get the value of forecast / prediction, which was established on the basis of a common model or a generic model, which explains the variables involved. The results showed that the public works infrastructure, including road infrastructure contributes positively to economic growth in the region. Of this study also note that the positive contribution of road infrastructure on eight kinds of indicators of economic growth, namely: (a) Services, (b) Transportation and Communications, (c) Manufacturing, (d) Mining and Quarrying, (e) Construction / Building , (f) Agriculture, Livestock, Forestry, and Fisheries, (g) Electricity, Gas, and Water, and (h) Trade, Hotels and Restaurants. However, the contribution of infrastructure to economic growth can not be separated from the other public works infrastructure. Keywords: road infrastructure, indicators of GDP, economic growth PENDAHULUAN Latar Belakang Pesisir Selatan adalah salah satu kabupaten di Propinsi Sumatera Barat yang di sebelah utara berbatasan dengan Kota Padang, sebelah selatan dengan Propinsi Bengkulu, sebelah timur dengan Kabupaten Solok dan Propinsi Jambi, dan sebelah barat dengan Samudera Indonesia. Secara Astronomis letak Pesisir Selatan adalah pada 00 59–20 28, 6’ lintang selatan, dan 1000 19’–1010 18’ bujur timur. Sebagai kebutuhan vital untuk transportasi, infrastruktur jalan di Pesisir Selatan terus ditingkatkan pembangunannya. Pengembangan wilayah di kabupaten Pesisir Selatan merupakan faktor penting dalam upaya meningkatkan perekonomian masayarakat yang sekarang masih tergolong sebagai kabupaten tertinggal di Provinsi Sumatera Barat ditinjau dari segi perekonomian dan kesejahteraan masyarakatnya. Pengembangan di sektor transportasi ini di tujukan untuk mendukung pengembangan wilayah kabupaten Pesisir Selatan yang nantinya diharapkan dapat membuka isolasi dan mendorong pengentasan kemiskinan. Berdasarkan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Pesisir Selatan 2010-2030, menyatakan bahwa Kabupaten Pesisir Selatan mempunyai karakteristik alam dan sumberdaya manusia menjadi potensi keunggulan komparatif untuk mengembangkan komoditi unggulan pertanian, perikanan dan kelautan, pariwisata, pertambangan, serta industri pengolahan bahan baku lokal dan kerajinan. Kabupaten Pesisir Selatan memiliki garis pantai yang panjang (sebagai sumberdaya alam) yang menyimpan sejumlah potensi pengembangan yang dapat dijadikan sebagai kekuatan pembangunan lainnya. Kegiatan perikanan tangkap dan budidaya perairan pantai, pariwisata serta pengembangan pelabuhan laut pada beberapa lokasi strategis, yang didukung dengan kawasan industri, merupakan potensi-potensi yang dapat dikembangkan di kawasan tersebut. Kabupaten Pesisir Selatan juga merupakan salah satu daerah lumbung pangan Provinsi Sumatera Barat, seperti potensi padi, perikanan, peternakan dan perkebunan. Maka, perlu diambil langkah strategis yaitu dengan meningkatkan akses-akses wilayah yang belum berkembang melalui pembangunan jaringan jalan kabupaten. Strategi yang perlu diterapkan dalam rangka “Pembangun prasarana dan sarana wilayah yang berkualitas untuk pemenuhan hak dasar dan dalam rangka pewujudan tujuan penataan ruang yang berimbang yaitu dengan membangun prasarana dan sarana transportasi yang mampu mendorong pertumbuhan ekonomi kawasan secara signifikan dan berimbang. Tujuan Penelitian Adapun Tujuan dari penelitian ini adalah: 1. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan korelasi atau pengaruh perkembangan infrastruktur pekerjaan umum, terutama infrastruktur jalan terhadap pertumbuhan ekonomi wilayah di Kabupaten Pesisir Selatan. 2. Untuk menganalisa indikator-indikator pertumbuhan ekonomi wilayah apa saja yang dipengaruhi oleh infrastruktur jalan. TINJAUAN PUSTAKA Infrastruktur Pada dasarnya, infrastruktur memiliki arti yang berbeda-beda tergantung dari konteksnya namun demikian, umumnya infrastruktur ini dipahami sebagai suatu produk fisik, seperti: jalan, jaringan drainase, jaringan air minum dan instalasi listrik yang terkait dengan konteks infrastruktur sipil dan perkotaan. Akan tetapi, definisi infrastruktur tidak hanya meliputi pengertian seperti di atas, prosedur operasi serta kebijakan pembangunan juga merupakan salah satu jenis infrastruktur. Pembahasan ini kemudian dikenal istilah Hard Infrastructure dan Soft Infrastructure, yang pada akhirnya kedua jenis infrastruktur ini saling terkait dalam menciptakan layanan infrastruktur secara utuh. Berdasarkan definisi tersebut infrastruktur memiliki cakupan yang lebih luas (Soerjo, 2007, dikutip oleh Arman, 2008). Infrastruktur Pekerjaan Umum Menurut Menteri Pekerjaan Umum Republik Indonesia (2004), Infrastruktur PU berperan vital dalam mendukung pertumbuhan ekonomi nasional terutama sebagai katalisator di antara proses produksi, pasar dan konsumen akhir yang keberadaannya dapat merefleksikan kemampuan berproduksi masyarakat dan tingkat kesejahteraan masyarakat serta merupakan modal sosial bagi masyarakat dalam melakukan aktivitasnya. Ketersediaan infrastruktur Pekerjaan Umum yang merupakan bangunan fisik untuk kepentingan umum dan keselamatan umum, seperti: jalan, irigasi, air bersih, sanitasi dan berbagai bangunan pelengkap kegiatan permukiman lainnya, merupakan prasyarat agar berputarnya roda ekonomi dengan baik. Agar infrastruktur PU dapat berfungsi sesuai peran pentingnya tersebut, berbagai upaya sedang dilakukan untuk dapat menyediakan infrastruktur PU yang handal, bermanfaat dan berkelanjutan dalam mendukung ekonomi agar terwujudnya Indonesia yang lebih sejahtera. Indikator Infrastruktur Pekerjaan Umum Menurut Kenastri (2007), infrastruktur Pekerjaan Umum di Indonesia diklasifikasikan ke dalam tiga jenis, yaitu : 1. 2. 3. Infrastruktur Jalan Infrastruktur Pengairan Infrastruktur Air Minum dan Sanitasi. Infrastruktur jalan Jalan merupakan infrastruktur yang sangat dibutuhkan bagi transportasi darat. Fungsi jalan adalah sebagai penghubung satu wilayah dengan wilayah lainnya. Jalan merupakan infrastruktur yang paling berperan dalam perekonomian nasional. Besarnya mobilitas ekonomi tahun 2002 yang melalui jaringan jalan nasional dan propinsi rata-rata perhari dapat mencapai sekitar 201 juta kendaraan-kilometer (Bappenas, 2003, dikutip oleh Kenastri, 2007). Hal ini belum termasuk mobilitas ekonomi yang mempergunakan jaringan jalan kabupaten sepanjang 240 ribu kilometer serta jaringan jalan desa. Artinya adalah infrastruktur jalan memberikan kontribusi yang cukup besar terhadap perekonomian nasional. Infrastruktur Pengairan Pada umumnya pembangunan infrastruktur sumberdaya air tidak berdiri sendiri tetapi terkait dengan pembangunan sektor-sektor lainnya karena infrastruktur merupakan penunjang atau pendukung pembangunan sektor-sektor tersebut. Pembangunan infrastruktur sumberdaya air banyak memberikan dukungan yang besar antara lain untuk pembangunan pertanian, perkebunan, pengendalian banjir,penyediaan air baku perkotaan dan industri, serta pembangkit listrik tenaga air (PLTA). Infrastruktur Air Minum dan Sanitasi Air merupakan sumber kehidupan bagi seluruh makhluk di dunia ini. Kebutuhan akan air oleh manusia menyangkut dua hal, yaitu air untuk kehidupan kita sebagai makhluk hayati dan air untuk kehidupan kita sebagai manusia yang berbudaya (Otto Soemarwoto, dikutip oleh Kenastri, 2007). Kebutuhan air untuk memenuhi kehidupan hayati secara langsung diperlukan dalam produksi bahan makanan kita, seperti untuk tanaman padi, sayur-sayuran, holitkultura, kehidupan ikan, ternak dan sebagainya. Selain itu, air diperlukan oleh industri baik untuk proses pendinginan mesin dan pengangkutan limbah.Manusia sebagai makhluk yang berbudaya memerlukan air untuk keperluan mandi, mencuci, memasak, dan sebagainya. Oleh karena itu, permasalahan air dan penyehatan lingkungan (sanitation) harus menjadi perhatian, baik oleh pemerintah maupun masyarakat. Ketersediaan air minum yang semakin terbatas dan langka (scarcity) menyebabkan sebagian masyarakat Indonesia belum mampu menikmati atau mengakses pada sumber air minum yang sehat dan bersih. Di samping itu, kondisi di atas diperparah dengan belum terbangunnya budaya untuk hidup sehat dari masyarakat dan sistem penyehatan lingkungan yang baik, seperti limbah, persampahan, dan drainase. Hal ini dapat berdampak buruk terhadap kesehatan masyarakat. Pertumbuhan Ekonomi Wilayah Pertumbuhan ekonomi regional adalah peningkatan volume variabel ekonomi dari satu sub sistem spasial suatu bangsa atau negara. Seringkali dipakai istilah lain yang mempunyai arti yang sama dengan pertumbuhan ekonomi yaitu pembangunan ekonomi atau pengembangan ekonomi. Ada beberapa variabel yang dapat dipilih sebagai indikator atau pengukur pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan dapat diartikan sebagai suatu peningkatan dalam kemakmuran suatu kawasan. Peningkatan ini meliputi baik kepada kapasitas produksi ataupun volume riil produksi (Adisasmita, 2010). Pertumbuhan ekonomi juga dapat dinyatakan sebagai peningkatan dalam sejumlah komoditas yang dapat digunakan atau diperoleh di suatu daerah. Konsep ini menyangkut pengaruh perdagangan yaitu dapat diperolehnya komoditas sebagai suplai hasil akhir yang meningkat melalui pertukaran antar kawasan. Dalam konteks kewilayahan, setiap wilayah juga menjadikan pertumbuhan ekonomi sebagai target ekonomi makro. Pertumbuhan ekonomi wilayah menjadi faktor yang paling penting dalam keberhasilan perekonomian suatu wilayah untuk jangka panjang. Pertumbuhan ekonomi sangat dibutuhkan dan dianggap sebagai sumber peningkatan standar hidup (standard of living) penduduk yang jumlahnya terus meningkat, dimana proses pertumbuhan ekonomi wilayah secara garis besarnya dipengaruhi oleh dua macam faktor, yakni faktor ekonomi dan non ekonomi. Pertumbuhan ekonomi suatu wilayah sangat tergantung pada sumber alamnya, sumberdaya manusia, kapital, usaha, teknologi dan sebagainya. Semua itu merupakan faktor-faktor ekonomi, tetapi pertumbuhan ekonomi tidak mungkin bisa terjadi selama lembaga sosial dan budaya, kondisi politik dan keamanan serta nilai-nilai moral dalam suatu bangsa tidak menunjang. Dengan kata lain tanpa adanya dukungan faktor-faktor non ekonomi semacam itu secara baik, maka pertumbuhan ekonomi kemungkinan tidak terwujud. Menghitung laju pertumbuhan ekonomi pada suatu wilayah berdasarkan konsep pendapatan regional atau PDRB (Produk Domestik Regional Bruto). Pertumbuhan ekonomi suatu wilayah sangat tergantung pada sumber alamnya, sumberdaya manusia, kapital, usaha, teknologi dan sebagainya. Semua itu merupakan faktor-faktor ekonomi, tetapi pertumbuhan ekonomi tidak mungkin bisa terjadi selama lembaga sosial dan budaya, kondisi politik dan keamanan serta nilai-nilai moral dalam suatu bangsa tidak menunjang. Dengan kata lain tanpa adanya dukungan faktor-faktor non ekonomi semacam itu secara baik, maka pertumbuhan ekonomi kemungkinan tidak terwujud. Dalam konsep makroekonomi, pengeluaran pemerintah (government expenditure) untuk pembelian barang dan jasa merupakan injeksi terhadap perekonomian yang berdampak pada pertumbuhan ekonomi. Pengeluaran pemerintah merupakan pengeluaran eksogen yang besarnya ditentukan oleh sejauhmana ketersediaan anggaran pemerintah yang diperoleh dari pajak (fiscal policy). Suatu injeksi pegeluaran pemerintah dalam hal ini pembangunan infrastruktur disuatu daerah tidak hanya menaikkan pendapatan di daerah yang bersangkutan, tetapi juga menyebarkan kekuatan pendorong kepada daerah daerah sekitarnya yang saling berhubungan melalui kenaikan impor. Pengeluaran pemerintah biasanya ditujukan pada upaya penyediaan infrastruktur berupa fasilitas umum, maupun berupa transfer langsung yang ditujukan untuk mengatasi masalah kemiskinan dan kesenjangan pendapatan. Teori Pertumbuhan Ekonomi Menurut Adisasmita (2010), ada lima macam teori pertumbuhan ekonomi wilayah, yaitu: 1. Teori Ekonomi Klasik Aliran klasik muncul pada akhir abad 18 dipelopori oleh Adam Smith yang berpendapat bahwa pertumbuhan ekonomi disebabkan karena faktor kemajuan teknologi dan perkembangan jumlah penduduk. Kemajuan teknologi bergantung pada pembentukan modal. Dengan adanya akumulasi modal akan memungkinkan dilaksanakannya spesialisasi atau pembagian kerja sehingga produktivitas tenaga kerja dapat ditingkatkan. Dampaknya akan mendorong penambahan investasi dan persediaan modal yang selanjutnya diharapkan meningkatkan kemajuan teknologi dan menambah pendapatan. Bertambahnya pendapatan berarti meningkatnya kemakmuran dan kesejahteraan penduduk. Peningkatan kemakmuran mendorong peningkatan jumlah penduduk memnyebabkan berlakunya hukum pertambahan hasil yang semakin berkurang, yang selanjutnya menurunkan akumulasi modal. 2. Teori Neo Klasik Aliran Neo Klasik menggantikan aliran Klasik. Ahli-ahli Neo Klasik banyak menyumbangkan pemikiran mengenai teori pertumbuhan ekonomi, yaitu sebagai berikut: 3. 4. 5. Akumulasi modal merupakan faktor penting dalam pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi merupakan proses yang gradual. Pertumbuhan ekonomi merupakan proses yang harmonis dan kumulatif. Aliran Neo Klasik merasa optimis terhadap pertumbuhan (perkembangan). Teori Keynes dan Pasca Keynes Menurut Keynes, karena upah bergerak lamban, maka sistem kapitalisme tidak akan secara otomatis menuju kepada keseimbangan penggunaan tenaga kerja secara penuh (full-employment equillibrium). Akibat yang ditimbulkan adalah justru sebaliknya (equillibrium underemployment) yang dapat diperbaiki melalui kebijakan. Fiskal atau moneter untuk meningkatkan permintaan agregat. Aliran Pasca Keynes memperluas teori Keynes menjadi teori output dan kesempatan kerja dalam jangka panjang, yang menganalisis fluktuasi janka pendek untuk mengetahui adanya perkembangan jangka panjang. Apabila jumlah penduduk bertambah, maka pendapatan per kapita akan berkurang, kecuali bila pendapatan riil juga bertambah. Selanjutnya bila angkatan kerja berkembang, maka output harus bertambah juga untuk mempertahankan kesempatan kerja penuh. Bila terjadi investasi, maka pendapatan riil juga harus bertambah pula untuk mencegah terjadinya kapasitas yang menganggur (iddle-capacity). Teori Basis Ekspor Teori basis ekspor adalah bentuk model pendapatan yang paling sederhana. Teori ini sebenarnya tidak dapat digolongkan sebagai bagian dari ekonomi makro interregional karena teori ini menyederhanakan suatu sistem regional menjadi dua bagian, yaitu daerah yang bersangkutan dan daerah-daerah lainnya. Aktivitas dalam perekonomian regional digolongkan dalam dua sektor kegiatan yakni aktivitas basis dan non basis. Aktivitas basis merupakan kegiatan yang melakukan aktivitas yang berorientasi ekspor (barang dan jasa) ke luar batas wilayah perekonomian yang bersangkutan. Kegiatan non basis dalah kegiatan yang menyediakan barang dan jasa yang dibutuhkan oleh masyarakat yang berada dalam batas wilayah perekonomian yang bersangkutan. Luas lingkup produksi dan pemasarannya adalah bersifat lokal. Teori Sektor Salah satu teori pertumbuhan wilayah yang paling sederhana adalah teori sektor. Teori ini dikembangkan berdasar hipotesis Clark Fisher yang mengemukakan bahwa kenaikan pendapatan per kapita akan dibarengi oleh penurunan dalam proporsi sumberdaya yang digunakan dalam sektor pertanian (sektor primer) dan kenaikan dalam sektor industri manufaktur (sektor sekunder) dan kemudian dalam industri jasa (sektor tersier). Laju pertumbuhan dalam sektor yang mengalami perubahan, dianggap sebagai determinan utama dari perkembangan suatu wilayah. Alasan dari perubahan atau pergesaran sktor tersebut dapat dilihat dari sisi permintaan dan sisi penawaran. Pada sisi permintaan, yaitu elastisitas pendapatan dari permintaan untuk barang dan jasa yang disuplai oleh industri manufaktur dan industri jasa, adalah lebih tinggi dibandingkan untuk produk-produk primer. Maka pendapatan yang meningkat akan diikuti oleh perpindahan sumberdaya dari sektor primer ke sektor manufaktur dan jasa. Sisi penawara, yaitu perpindahan sumberdaya tenaga kerja dan modal dilakukan sebagai akibat dari perbedaan tingkat pertumbuhan produktivitas dalam sektor-sektor tersebut. Kelompok sektor sekunder dan tersier menikmati kemajuan yang lebih besar dalam tingkat produktivitas. Hal ini akan mendorong peningkatan pendapatan dan produktivitas yang lebih cepat, karena produktivitas yang lebih tinggi baik untuk tenaga kerja lokal maupun untuk modal, dan penghasilan yang lebih tinggi tersebut memungkinkan untuk melakukan relokasi sumberdaya. Produk Domestik Bruto (PDB) PDB diyakini sebagai indikator ekonomi terbaik dalam menilai perkembangan ekonomi suatu negara. Perhitungan pendapatan nasional ini mempunyai ukuran makro utama tentang kondisi suatu negara. Pada umumnya, perbandingan kondisi antar negara dapat dilihat dari pendapatan nasional negara tersebut sebagai gambaran bagi Bank Dunia untuk menentukan apakah suatu negara berada dalam kelompok negara maju atau berkembang melalui pengelompokkan besarnya PDB. Dan PDB suatu negara sama dengan total pengeluaran atas barang dan jasa dalam perekonomian (Herlambang, 2001, dikutip oleh Jukriadi, 2012). Menurut Samuelson (2002), dalam Jukriadi (2012), PDB adalah jumlah output total yang dihasilkan dalam batas wilayah suatu negara dalam satu tahun. PDB mengukur nilai barang dan jasa yang diproduksi di wilayah suatu negara tanpa membedakan kewarganegaraan pada suatu periode waktu tertentu. Dengan demikian warga negara yang bekerja di negara lain, pendapatannya tidak dimasukkan kedalam PDB. Sebagai gambaran, PDB Indonesia baik oleh warga negara Indonesia (WNI) maupun warga negara asing (WNA) yang ada di Indonesia tetapi tidak diikutsertakan produk WNI di luar negeri (Herlambang, 2001). PDB juga didefinisikan sebagai nilai barang dan jasa dalam suatu negara yang diproduksi oleh faktor-faktor produksi milik warga negara tersebut dan warga negara asing. Sedangkan Wijaya (1997), menyatakan bahwa PDB adalah nilai uang berdasarkan harga pasar dari semua barang-barang dan jasa-jasa yang diproduksi oleh suatu perekonomian dalam suatu periode waktu tertentu biasanya satu tahun. Secara umum PDB dapat diartikan sebagai nilai akhir barang-barang dan jasa yang diproduksi di dalam suatu negara selama periode tertentu (Sukirno, 2002, dikutip oleh Jukriadi, 2012). Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Salah satu indikator penting untuk mengetahui kondisi ekonomi di suatu daerah dalam suatu periode tertentu adalah data Produk Domestik Regional Bruto (PDRB), baik atas dasar harga berlaku maupun atas dasar harga konstan. PDRB pada dasarnya merupakan jumlah nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh unit usaha dalam suatu daerah tertentu, atau merupakan jumlah nilai barang dan jasa akhir yang dihasilkan oleh seluruh unit ekonomi (Bojonegoro Dalam Angka, 2011). PDRB atas dasar harga berlaku menggambarkan nilai tambah barang dan jasa yang dihitung menggunakan harga yang berlaku pada setiap tahun, Sedangkan PDRB atas dasar harga konstan menunjukkan nilai tambah barang dan jasa tersebut yang dihitung menggunakan harga yang berlaku pada satu tahun tertentu sebagai dasar. Pembangunan ekonomi yang dilaksanakan baik di daerah perkotaan maupun daerah pedesaan dalam periode jangka waktu tertentu akan membawa suatu perubahan yaitu tingkat pertumbuhan ekonomi yang diikuti oleh perubahan-perubahan dalam struktur dan corak kegiatan ekonomi suatu wilayah atau yang lebih dikenal dengan perubahan struktur ekonomi. Struktur ekonomi dapat diartikan sebagai sebaran/distribusi dari masing-masing komponen yang membentuk ekonomi suatu wilayah dan biasanya disajikan dalam bentuk persentase. Pertumbuhan ekonomi adalah ukuran dinamis yang digunakan untuk melihat movement atau perubahan tingkat ekonomi antar periode. Perubahan atau movement ini diukur dengan satu ukuran / satu periode yang disebut kondisi ekonomi pada tahun dasar. Struktur PDRB Menurut Sektor Produksi Santosa (2005) mengemukakan bahwa struktur PDRB menurut sektor produksi mencakup 9 sektor yaitu: (1). Pertanian, peternakan, kehutanan dan perikanan, (2) Pertambangan dan penggalian, (3) Industri pengolahan, (4) Listrik, gas dan air bersih, (5) Bangunan, (6) Perdagangan, hotel dan restoran, (7) Transportasi dan komunikasi, (8) Keuangan, persewaan dan jasa perusahaan, (9) Jasa-jasa. Kaitan Investasi Infrastruktur dengan Pertumbuhan Ekonomi Regional Kajian teori ekonomi pembangunan menurut Marsuki (2005) dan Sjafrizal (2008), dikutip oleh Arman (2008), dikatakan bahwa untuk menciptakan dan meningkatkan kegiatan ekonomi diperlukan sarana infrastruktur yang memadai. Ilustrasinya sederhana, seandainya semula tidak ada akses jalan lalu dibuat jalan maka dengan akses tersebut akan meningkatkan aktivitas perekonomian. Contoh lain di suatu komunitas bisnis, semula tidak ada listrik maka dengan adanya listrik kegiatan ekonomi di komunitas tersebut akan meningkat. Fungsi strategis infrastruktur jelas tidak diragukan lagi tanpa pembangunan infrastruktur yang mencukupi, kegiatan investasi pembangunan lainnya seperti kegiatan produksi, jelas tidak akan meningkat secara signifikan. Infrastruktur fisik, terutama jaringan jalan sebagai pembentuk struktur ruang nasional memiliki keterkaitan yang sangat kuat dengan pertumbuhan ekonomi suatu wilayah maupun sosial budaya kehidupan masyarakat. Dalam konteks ekonomi, jalan sebagai modal sosial masyarakat merupakan tempat bertumpu perkembangan ekonomi, sehingga pertumbuhan ekonomi yang tinggi sulit dicapai tanpa ketersediaan jalan yang memadai. Tambunan (2005), dikutip oleh Arman (2008), menegaskan bahwa manfaat ekonomi infrastruktur jalan sangat tinggi apabila infrastruktur tersebut dibangun tepat untuk melayani kebutuhan masyarakat dan dunia usaha yang berkembang. Tambunan (2005) juga menunjukkan bahwa manfaat variabel infrastruktur (diukur dengan panjang jalan aspal atau paved road) terhadap peningkatan beragam tanaman pangan di Pulau Jawa jauh lebih signifikan berpengaruh terhadap produksi tanaman pangan dibandingkan dengan pembangunan pengairan. Haris (2010) menyatakan bahwa infrastruktur merupakan roda penggerak pertumbuhan ekonomi. Dari alokasi pembiayaan publik dan swasta, infrastruktur dipandang sebagai lokomotif pembangunan nasional dan daerah. Secara ekonomi makro ketersediaan dari jasa pelayanan infrastruktur mempengaruhi marginal productivity of private capital, sedangkan dalam konteks ekonomi mikro, ketersediaan jasa pelayanan infrastruktur berpengaruh terhadap pengurangan biaya produksi. Secara langsung atau tidak langsung,masing-masing infrastruktur fisik memberi kontribusi pada pertumbuhan perekonomian suatu wilayah. Seperti keberadaan infrastruktur jalan memiliki peran sangat vital dalam mendukung berlangsungnya aktivitas sektor-sektor lain,dan berperan sebagai prasarana pergerakan angkutan bahan mentah untuk produksi,maupun prasarana pergerakan distribusi pemasaran barang dan jasa yang dihasilkan. METODE PENELITIAN Teknik Pengumpulan Data Data penelitian ini hanyalah menggunakan dan mengandalkan sumber data sekunder. Sumber data sekunder yang dibutuhkan adalah menyangkut data-data lima indikator bidang infrastruktur pekerjaan umum, yang meliputi sub sektor bidang Bina Marga dan Sumber Daya Air. Indikator-indikator infrastruktur pekerjaan umum di Kabupaten Pesisir Selatan meliputi : Jumlah panjang jalan dan jembatan Panjang jalan mantap Luas areal teririgasi Suplai air minum Pelayanan sampah Selanjutnya adalah data-data Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) beserta sembilan komponennya sebagai indikator pertumbuhan ekonomi menurut pendekatan pendapatan, meliputi : Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Pertanian,peternakan,kehutanan dan perikanan Pertambangan dan penggalian Industri pengolahan Bangunan Listrik,gas dan air bersih Perdagangan,hotel dan restoran Transportasi dan komunikasi Keuangan,persewaan dan jasa perusahaan Jasa-jasa Data-data tersebut diperoleh melalui Badan Pusat Statistik (BPS) Kabupaten Pesisir Selatan, Dinas Pekerjaan Umum (PU) Kabupaten Pesisir Selatan, Dinas Pengembangan Sumber Daya Air (PSDA) Kabupaten Pesisir Selatan, Bappeda Kabupaten Pesisir Selatan serta literatur maupun hasil penelitian yang relevan untuk mendukung pembahasan penelitian ini. Semua data-data tersebut dikumpulkan selama rentang waktu lima tahun, yakni dari tahun 2006 sampai dengan tahun 2010. Teknik Pengolahan Data Hubungan indikator pertumbuhan ekonomi dan indikator infrastruktur dinyatakan secara eksplisit melalui sebuah korelasi. Korelasi yang diperoleh dapat berupa korelasi kuat (signifikan) positif atau negatif, serta korelasi lemah (tidak signifikan) posistif atau negatif. Korelasi dibangun berdasarkan ketersediaan data secara series. Data series tersebut adalah data untuk indikator pertumbuhan ekonomi maupun indikator infrastruktur. Korelasi yang dihasilkan dapat digunakan sebagai alat untuk mendapatkan nilai ramalan/prediksi (Santosa, 2005). Metode peramalan dibentuk atas dasar sebuah model umum atau model generik, yang menjelaskan variabel-variabel yang terlibat. Secara umum ada dua jenis variabel, yaitu variabel bebas dan variabel terikat. Jika variabel bebas diberi notasi X, maka variabel tidak bebas/terikat diberi notasi Y. Sedangkan variabel Y dipengaruhi tidak saja oleh satu variabel X tetapi banyak variabel X, maka model generik tersebut adalah sebagai berikut : Y = f (X1. X2, X3, ......Xn,) Dengan menggunakan metode peramalan/estimasi regresi,bentuk model tersebut menjadi : Y = a + b1 x1 + b2 x2 + b3 x3 +........+ bn xn Dengan : Y = PDB/PDRB (indikator pertumbuhan ekonomi) a, b1, b2, b3 = konstanta regresi x1, x2, x3 = indikator-indikator infrastruktur bidang pekerjaan umum yang berpengaruh tinggi. Untuk mengolah data dalam penelitian ini digunakan bantuan komputer dengan menggunakan program SPSS for Windows. Untuk melihat trend yang ada digambarkan scatter-plot data yang diperoleh. Data yang digunakan pada penggambaran ini adalah data variabel bebas indikator-indikator infrastruktur pekerjaan umum dan data variabel tidak bebas pertumbuhan ekonomi PDRB. Gambaran yang didapat akan memberikan indikasi awal adanya hubungan dan jenis korelasi yang ada pada variabel-variabel tersebut. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN PDRB serta sembilan komponennya sebagai indikator pertumbuhan ekonomi menurut pendekatan, adalah jumlah balas jasa yang diterima oleh faktor-faktor produksi yang aktif dalam proses produksi di suatu wilayah regional dalam jangka waktu tertentu. Faktor-faktor produksi tersebut melibatkan tenaga kerja, tanah, modal, dan kewiraswastaan. Sedangkan balas jasa faktor produksi berupa surplus usaha (bunga, modal, keuntungan, sewa tanah, upah, dan gaji). Tahun Pertanian, Peternakan, Kehutanan, dan Peternakan Pertambangan dan Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas, dan Air Bersih Bangunan Perdagangan, Hotel, dan Restoran Transportasi dan Komunikasi Keuangan, Persewaan, dan Jasa Perusahaan Jasa-jasa PDRB (dalam juta rupiah) 2006 936.914,02 42.553,14 337.753,43 19.242,01 118.745,23 537.017,52 89.725,77 101.426,50 470.942,64 2.654.320,26 2007 1.087.676,75 51.376,83 396.563,29 22.372,75 141.494,37 629.860,04 104.341,69 117.256,82 531.976,90 3.082.919,44 2008 1.256.403,88 61.825,23 467.871,23 25.881,88 172.644,31 745.979,88 120.791,09 135.925,91 600.545,16 3.587.868,57 2009 1.418.756,29 71.041,91 532.876,51 29.006,29 201.134,64 864.417,96 138.815,53 155.821,44 677.819,13 4.089.689,70 2010 1.598.633,81 77.296,52 596.456,27 31.331,33 236.248,51 991.514,19 158.539,90 174.671,57 754.475,74 4.619.167,84 Sementara, indikator-indikator infrastruktur dalam lingkup sektor Pekerjaan Umum Kabupaten Pesisir Selatan meliputi jumlah panjang jalan dan jembatan, jalan mantap, luas areal teririgasi, suplai air minum dan pelayanan sampah. Total Panjang Jalan & Jembatan Panjang Jalan Mantap Luas Areal Beririgasi Suplai Air Minum Pengolahan Sampah (km) (km) (ha) (liter/detik) (% pengolahan) 2006 1.338,50 426,10 71.820,00 38,13 44,20 2007 1.342,50 426,10 71.820,00 37,77 49,20 2008 1.346,70 441,40 66.338,50 39,66 54,20 2009 2.126,19 651,19 66.338,50 40,51 59,20 2010 2.126,19 651,19 63.662,50 46,81 64,20 Tahun Jumlah panjang jalan adalah jumlah total infrastruktur fisik jalan yang telah dibangun di Kabupaten Pesisir Selatan selama periode pengamatan. Sedangkan yang dimaksud dengan jalan mantap adalah panjang jalan dengan kondisi baik dan sedang. Infrastruktur jalan ini merupakan suatu prasarana penting dalam menunjang transportasi darat, karena fungsi strategis yang dimilikinya adalah sebagai penghubung satu daerah dengan daerah lainnnya. Jalan sebagai penghubung antara sentra-sentra produksi dengan daerah pemasaran dirasakan sangat bermanfaat dalam rangka meningkatkan perekonomian di suatu wilayah. Luas areal teririgasi adalah jumlah areal pertanian dalam satuan hektar yang mendapatkan fasilitas irigasi, baik teknis, irigasi non teknis, maupun irigasi sederhana. Suplai air minum adalah banyaknya air yang dialirkan oleh PDAM untuk setiap detiknya (lt/dt). Pelayanan sampah adalah jumlah penduduk yang memperoleh pelayanan pembuangan sampah oleh Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Pesisir Selatan. Trend Hubungan Indikator Pertumbuhan Ekonomi dan Indikator Pekerjaan Umum Untuk melihat trend yang ada digambarkan scatter plot data yang diperoleh. Scatter Plot merupakan grafik yang menggambarkan hubungan antara dua variabel. Data yang digunakan pada penggambaran ini adalah data variabel bebas indikator-indikator infrastruktur pekerjaan umum dan data variabel tidak bebas pertumbuhan ekonomi PDRB. Gambaran yang didapat akan memberikan indikasi awal adanya hubungan jenis korelasi yang ada pada variabel-variabel tersebut. 2200 2009 2010 Total Panjang Jalan dan Jembatan(km) 2100 2000 1900 1800 1700 1600 1500 2006 1400 2007 2008 1300 5000000 PDRB (juta) 4500000 4000000 3500000 3000000 2500000 1200 2009 2010 5000000 PDRB (juta) 4500000 2008 4000000 2007 3000000 2006 3500000 700 650 600 550 500 450 400 2500000 Total Jalan Mantap (km) Grafik Hubungan PDRB dengan Total Panjang Jalan dan Jembatan 2006 74000 72000 70000 68000 66000 64000 62000 2007 2008 2009 Grafik Hubungan PDRB dengan Luas Areal Teririgasi 5000000 4500000 PDRB (juta) 4000000 3500000 3000000 2010 2500000 Luas Areal Teririgasi (ha) Grafik Hubungan PDRB dengan Total Panjang Jalan Mantap 45 43 2008 41 2006 39 2009 2007 5000000 4500000 PDRB (juta) 4000000 3500000 3000000 37 2500000 Suplai Air Minum (lt/dt) 2010 47 2010 90 2009 80 2008 70 2007 60 2006 50 5000000 4500000 PDRB (juta) 4000000 3500000 3000000 40 2500000 Pelayanan Persampahan (%) Grafik Hubungan PDRB dengan Suplai Air Minum Grafik Hubungan PDRB dengan Pelayanan Sampah Secara umum bila diperhatikan dari gambar diatas, diagram scatter plot antara PDRB dengan Total Panjang Jalan dan Jembatan menunjukkan pola penyebaran data yang menggambarkan trend pertumbuhan positif setiap tahunnya mulai dari tahun 2006 sampai tahun 2010. Tetapi pertumbuhan yang sangat signifikan terjadi antara tahun 2008 dan tahun 2009. Diagram scatter plot hubungan PDRB dengan Total Panjang Jalan Mantap juga menunjukkan trend pertumbuhan positif setiap tahunnya. Dan pertumbuhan yang sangat signifikan juga terjadi antara tahun 2008 dan tahun 2009. Pada diagram hubungan antara PDRB dengan Luas Areal Terigasi, ditunjukkan bahwa pola penyebaran data menggambarkan pertumbuhan negatif. Pertumbuhan negatif terus terjadi dari tahun 2006 sampai tahun 2010, dengan pertumbuhan yang sangat signifikan terjadi dua periode, yaitu antara tahun 2007 dan tahun 2008, serta antara tahun 2009 dan tahun 2010. Hubungan PDRB dan Suplai air minum seperti yang dapat dilihat dari diagram scatter plot diatas, menunjukkan pola penyebaran data yang menggambarkan trend antara pertumbuhan positif dan negatif. Pertumbuhan negatif terlihat terjadi antara tahun 2006 dan tahun 2007. Sementara pada tahuntahun selanjutnya, terlihat trend pertumbuhan yang positif sampai dengan tahun 2010. Selanjutnya pada hubungan antara PDRB dengan Pelayanan Persampahan, diagram scatter plot menunjukkan pola penyebaran data yang menggambarkan trend pertumbuhan positif setiap tahunnya, mulai dari tahun 2006 sampai dengan tahun 2010. Korelasi Indikator Pertumbuhan Ekonomi dengan Indikator Pekerjaan Umum Dari hasil analisis, dapat disimpulkan bahwa: 1. Hubungan antara PDRB dengan Total Panjang Jalan dan Jembatan di Kabupaten Pesisir Selatan sangat kuat, yang ditunjukkan dengan angka pearson correlation sebesar 0,877 (Sugiono, 2007). Hal ini berarti dengan adanya pertambahan panjang jalan dan jembatan turut meningkatkan PDRB Kabupaten Pesisir Selatan. 2. Hubungan antara PDRB dengan Panjang Jalan Mantap di Kabupaten Pesisir Selatan sangat kuat, yang ditunjukkan dengan angka pearson correlation sebesar 0,892. Hal ini berarti dengan adanya pertambahan panjang jalan mantap juga turut meningkatkan PDRB Kabupaten Pesisir Selatan. 3. Hubungan antara PDRB dengan Luas Areal Beririgasi di Kabupaten Pesisir Selatan sangat kuat, yang ditunjukkan dengan angka pearson correlation sebesar -0,945. Tanda negatif menunjukkan bahwa dengan semakin menurunnya luas areal beririgasi, justru membuat PDRB semakin meningkat. 4. Hubungan antara PDRB dengan Suplai Air Minum di Kabupaten Pesisir Selatan sangat kuat, yang ditunjukkan dengan angka pearson correlation sebesar 0,883. Hal ini berarti dengan meningkatnya suplai air minum juga turut meningkatkan PDRB Kabupaten Pesisir Selatan. 5. Hubungan antara PDRB dengan Persampahan di Kabupaten Pesisir Selatan sangat kuat, yang ditunjukkan dengan angka pearson correlation sebesar 0,999. Hal ini berarti dengan bertambahnya persentase pengolahan sampah juga turut meningkatkan PDRB Kabupaten Pesisir Selatan. Analisis Regresi Dari analisis regresi, diketahui bahwa indikator infrastruktur jalan di Kabupaten Pesisir Selatan mempunyai pengaruh yang sangat signifikan terhadap delapan indikator pertumbuhan ekonomi/PDRB di wilayah tersebut. Delapan indikator PDRB itu adalah: 1. Jasa-jasa 2. Transportasi dan Komunikasi 3. Industri Pengolahan 4. Pertambangan dan Penggalian 5. Konstruksi / Bangunan 6. Pertanian, Peternakan, Kehutanan, Perikanan 7. Listrik, Gas, dan Air Bersih, dan 8. Perdagangan, Hotel, dan Restoran. KESIMPULAN DAN SARAN Kesimpulan Berdasarkan hasil penelitian tersebut, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Hasil analisis trend dan korelasi dalam kurun waktu 2006 sampai dengan tahun 2010 menunjukkan adanya korelasi positif antara pertumbuhan ekonomi dengan lima variabel infrastruktur pekerjaan umum. Lima variabel infrastruktur pekerjaan umum tersebut yaitu: (a) Total Panjang Jalan dan Jembatan, (b) Total Jalan Mantap, (c) Luas Areal Teririgasi, (d) Suplai Air Minum, (e) Pelayanan Sampah. . 2. Berdasarkan analisis regresi (dengan tingkat signifikansi 0.05), diketahui bahwa dua indikator infrastruktur jalan, yaitu Jumlah Panjang Jalan dan Jembatan, serta Total Jalan Mantap, memberikan pengaruh yang signifikan terhadap delapan macam indikator pertumbuhan ekonomi, yaitu: (a) Jasa, (b) Transportasi dan Komunikasi, (c) Industri Pengolahan, (d) Pertambangan dan Penggalian, (e) Konstruksi/Bangunan, (f) Pertanian, Peternakan, Kehutanan, dan Perikanan, (g) Listrik, Gas, dan Air Bersih, serta (h) Perdagangan, Hotel, dan Restoran. 3. Pertumbuhan ekonomi yang terjadi di Kabupaten Pesisir Selatan merupakan hasil kontribusi bersama-sama antara infrastruktur Jalan dan infrastruktur lainnya seperti infrastruktur Sumber Daya Air serta infrastruktur Cipta Karya. Saran Berikut saran yang dapat diberikan dari kajian ini: 1. Untuk mendapatkan hasil yang lebih baik dalam analisis korelasi serta analisis regresi, sebaiknya melibatkan data series yang lebih panjang dan valid. 2. Metode pendekatan yang sama dapat digunakan untuk data yang berasal dari daerah lain dengan tetap memperhatikan validasi data yang digunakan. DAFTAR PUSTAKA Adisasmita, R, (2005), “Pembangunan Kawasan dan Tata Ruang”, Graha Ilmu, Yogyakarta. Adisasmita, R, (2010), “Dasar-Dasar Ekonomi Wilayah”, Graha Ilmu, Yogyakarta. Anonim, (2001), ”Keputusan Presiden RI tahun 2001 Nomor 81 tentang Komite Kebijakan Percepatan Pembangunan Infrastruktur”. Bappeda, (2010). Pemerintah Daerah Tingkat II Kabupaten Pesisir Selatan, “Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Kabupaten Pesisir Selatan”. Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi, (2001). “Tiga Pilar Pengembangan Wilayah”, Direktorat Kebijaksanaan Teknologi untuk Pengembangan Wilayah BPPT, Jakarta. Badan Pusat Statistik, (2010), “ Pesisir Selatan Dalam Angka”, Painan. Badan Pusat Statistik, (2011), “Bojonegoro Dalam Angka, Bojonegoro. Delis, A, (2008), “Peran Infrastruktur Sebagai Pendorong Dinamika Ekonomi Sektoral dan Regional Berbasis Pertanian”, Disertasi Pasca Sarjana IPB. Haris, A, (2005), “Pengaruh Penatagunaan Tanah Terhadap Keberhasilan Pembangunan Infrastruktur dan Ekonomi”, Direktorat Tata Ruang dan Pertanahan, Bappenas. Hasibuan, S, (2010), “Faktor-faktor yang Mempengaruhi Laju Inflasi dengan Menggunakan Regresi Berganda”, Tesis Sarjana USU. Jukriadi, M, (2012), “Makalah Teori Perdagangan Internasional”, Universitas Muhammadiyah Makassar. Kenastri, (2007), “Perumusan Strategi Pembangunan dan Pembiayaan Infrastruktur Skala Besar”, Tesis Pasca Sarjana IPB. Matondang, Z, (2012), “Uji Korelasi dan Korelasi dengan SPSS”. Menteri Pekerjaan Umum RI, (2005), “Pengembangan Infrastruktur di Indonesia”, Seminar Nasional Majalah Teknik Sipil UGM, Yogyakarta. Santosa, W & Van Roy, S, (2005), “Korelasi Investasi Infrastruktur Jalan Terhadap Pertumbuhan Ekonomi Regional”, Universitas Katolik Parahyangan. Siregar, Parmonangan, (2004), “Pengaruh Transportasi Terhadap Pengembangan Ekonomi Wilayah di Kabupaten Toba Samosir”, Tesis Pasca Sarjana USU. Simposium XII FSTPT, (2009), “ Kajian Dampak Infrastruktur Jalan Terhadap Pembangunan Ekonomi dan Pengembangan Wilayah”, Universitas Kristen Petra Surabaya. Sugiharto, (2010), “Pembangunan dan Pengembangan Wilayah”, USU Press, Medan. Warpani, S, (1984), “Analisa Kota dan Daerah”, ITB, Bandung.