PERAN IPTEK DALAM PENINGKATAN PRODUKTIVITAS TERNAK

advertisement
PERAN IPTEK DALAM PENINGKATAN PRODUKTIVITAS TERNAK LOKAL
Syahruddin Said
Pusat Penelitian Bioteknologi – LIPI
Jalan Raya Bogor Km. 46 Cibinong 16911
Email : [email protected]
ABSTRACT
Science and Technology is a determinant factor of economic development has to
be confidence from the experts. Technology in a country can develop properly if it has
a powerfulof human resources (HR), healthy and smart. HR can be obtained by
fulfilling the consumption of animal protein. Therefore, the presence of animal protein
is very important, so that the increase in productivity of livestock to be very strategic.
In this paper a review will cover the role of science and technology in improving
productivity of local livestock. Will also discuss the various issues surrounding the
livestock research and development activities and food security. Furthermore, we will
review the role of LIPI in the implementation science and technology in the field of
animal husbandry in Indonesia.
Key Words : Science and technology, Protein, Productivity, local livestock.
ABSTRAK
Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) merupakan factor penentu
perkembangan ekonomi sudah menjadi keyakinan para ahli. Teknologi dalam sutau
negara dapat berkembang dengan baik apabila memiliki sumberdaya manusia (SDM)
yang handal, sehat dan cerdas. SDM tersebut dapat diperoleh melalui pemenuhi
konsumsi protein hewani. Melihat posisi keberadaan protein hewani sangat penting,
sehingga peningkatan produktivitas ternak menjadi sangat strategis. Pada tulisan ini
merupakan review akan mengulas peran IPTEK dalam peningkatan produktivitas
ternak local. Juga akan membahas berbagai permasalahan seputar kegiatan litbang
peternakan dan ketahanan pangan. Selanjutnya akan mengulas peran LIPI dalam
implementasi IPTEK peternakan di Indonesia.
Kata Kunci : IPTEK, SDM, Protein Hewani, Produktivitas, Ternak lokal.
PENDAHULUAN
Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (IPTEK) merupakan factor penentu
perkembangan ekonomi sudah menjadi keyakinan para ahli. David Ricardo dalam
Hasta (2011) meyakini bahwa keterbatasan sumberdaya untuk memenuhi kebutuhan
manusia yang jumlahnya semakin meledak, akan mampu diselesaikan dengan
bantuan teknologi. Hall dan Jones (1999) membandingkan peranan teknologi antara
lima negara terkaya dengan lima negara termiskin di dunia. Hasilnya menunjukkan
bahwa kemampuan teknologi lima negara terkaya adalah 12,18 kali lipat lima negara
termiskin, sedangkan output per tenaga kerja lima negara terkaya 31,7 kali lipat lima
negara termiskin.
1
Bagaimana peran teknologi dalam perkembangan ekonomi suatu negara dapat
dilihat dari nilai total factor productivity (TFP) (Hasta, 2011). Apabila dibandingkan
dengan negara tetangga, TFP Indonesia selama jangka waktu 1960-1994 hanya
mencapai rata-rata 0,8%, masih dibawah laju TFP yang dicapai Taiwan (2,0%),
Thailand (1,8%), Korea Selatan (1,5%), Singapura (1,5%) dan Malaysia (0,9%), namun
lebih baik dari Filipina (-0,4%). Selanjutnya Sarel (1997) mendapatkan laju TFP
Indonesia dalam rentang waktu (1978-1996) telah mencapai angka 1,2%, namun tetap
masih dibawah Singapura, Thailand dan Malaysia, bahkan peningkatan laju TFP yang
diraih Singapura dan Malaysia jauh lebih pesat dibandingkan Indonesia.
Teknologi dalam sutau negara dapat berkembang dengan baik apabila memiliki
sumberdaya manusia (SDM)yang handal, sehat dan cerdas. SDM tersebut dapat
diperoleh melalui pemenuhi konsumsi protein hewani. UNICEF mengakui bahwa
perbaikan gizi yang didasarkan pada pemenuhan kebutuhan protein memiliki
kontribusi sekitar 50% dalam pertumbuhan ekonomi negara-negara maju. Kandungan
gizi yang dimiliki protein hewani, baik telur maupun daging lebih tinggi
dibandingkan makanan yang paling digemari masyarakat Indonesia yaitu tempe dan
susu. Protein telur sekitar 12,5%, daging ayam mencapai 18,5%, sedangkan protein
nabati seperti tempe dan tahu masing-masing hanya 11% dan 7,5% (Daryanto, 2009).
Dibandingkan negara ASEAN lainnya, konsumsi protein hewani penduduk
Indonesia jauh diurutan bawah. Menurut data FAO (2006) mencatat rata-rata
konsumsi daging penduduk Indonesia sekitar 4,5 kg/kap/tahun, Malaysia (38,5),
Thailand (14), Filipina (8,5), Singapura (28). Konsumsi telur tah jauh beda. Indonesia
dengan tingkat konsumsi 67 butir/kap/tahun masih lebih rendah dibanding Thailand
(93 butir) dan Cina (304 butir). Demikian juga konsumsi susu, Indonesia ada di 7
kg/kap/tahun, sementara Malaysia 20 kg/kap/tahun, apalagi masyarakat AS, sudah
100 kg/kap/tahun.
Berdasarkan road map pencapaian swasembada daging sapi tahun 2014,
ditargetkan penyediaan daging sapi produksi lokal sebesar 420,3 ribu ton (90%) dan
dari impor sapi bakalan setara daging dan impor daging sebesasr 46,6 ribu ton (10%)
(Blue Print P2SDS 2014). Sapai saat ini Indonesia masih mengimpor sapi bakalan dan
daging sapi sekitar 30% dari kebutuhan. Dari data ini menunjukkan perlu usaha keras
untuk meningkatkan produksi sapi dan daging dalam negeri. Peran IPTEK dalam
peningkatan populasi dan mutu genetik ternak serta produktivitas ternak local
Indonesia untuk memenuhi kebutuhan daging nasional menjadi sangat strategis.
Pada tulisan ini merupakan review akan mengulas peran IPTEK dalam
peningkatan produktivitas ternak local. Juga akan membahas berbagai permasalahan
seputar kegiatan litbang peternakan dan ketahanan pangan. Selanjutnya akan
mengulas peran LIPI dalam implementasi IPTEK peternakan di Indonesia.
KEGIATAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PETERNAKAN DAN
KETAHANAN PANGAN
Kegiatan penelitian dan pengembangan peternakan
Sebagaimana yang telah dirumuskan dalam Lokakarya Nasional Bioteknologi
Peternakan tahun 1995, pengertian bioteknologi peternakan dapat diartikan sebagai
pemanfaatan proses biologis melalui rekayasa genetik dan rekayasa proses untuk
menghasilkan ternak dan produk peternakan yang berkualitas.
2
Dalam apalikasi bioteknologi peternakan di Indonesia, ruang lingkupnya
meliputi:
1. Bioteknologi reproduksi dan genetic antara lain:
(a)
(b)
(c)
(d)
Pemuliaan Ternak,
Inseminasi Buatan (IB),
Transfer Embrio (TE),
Mikromanipulasi embrio yang mencakup rekayasa proses dan
rekayasa genetik (transgenics)
2. Bioteknologi pakan, mencakup: pakan hijauan, konsentrat, probiotik
3. Bioteknologi kesehatan hewan, meliputi; vaksin, sera, diagnostik, antibiotik
dan hormon
4. Bioteknologi produk-produk ternak, meliputi; pengolahan susu, daging,
kulit dan teknologi proses.
Penguasaan teknologi peternakan di Indonesia berkembang dengan baik,
beberapa diantaranya yang telah diaplikasikan secara meluas adalah aplikasi teknologi
reproduksi inseminasi buatan menggunakan sperma sexing dan teknologi embrio
transfer. Adapun skema pelaksanaan IB sexing dan Transfer embrio dapat dilihat pada
Gambar 1 dan 2.
LIPI
INSEMINASI BUATAN DENGAN SPERMA SEXING
PILIH JANTAN ATAU BETINA
• Teknologi IB menggunakan sperma sexing akan menghasilkan anak sapi dengan jenis
kelamin sesuai harapan (pilih jantan atau betina).
• Sangat strategis untuk peternakan sapi susu (pilih betina) dan sapi daging (pilih jantan).
• Menentukan struktur populasi dalam suatu kawasan peternakan sapi.
SAPI JANTANUNGGUL
KOLEKSI SPERMA
PEMISAHAN SPERMA
Larutan
sperma;
300X10 6 ; 1ml
BSA 5% ; 2 ml;
sperma X
Sapi Potong
HASIL IB SEXING
Sapi Perah
Penampungan
Pengenceran
Evaluasi Sperma
Puslit Bioteknologi LIPI telah berhasil mengaplikasikan teknologi
sperma sexing dengan hasil S/C (IB per konsepsi) 1,37 dengan
tingkat keberhasilan kelahiran sesuai dengan harapan adalah 81%
(Said dkk., 2005)C
BSA 10% ; 2 ml;
sperma Y
Sperma X dan Y
PEMBEKUAN DAN
PENYIMPANAN
KERJASAMA
1. Capacity Building : Pengembangan SDM, Design/
model Industri peternakan
2. Alih teknologi
3. Konsultansi perencanaan kegiatan
KELOMPOK HEWAN
PUSLIT BIOTEKNOLOGI - LIPI
LIPI
Gambar 1. Skema pelaksanaan teknologi inseminasi buatan menggunakan sperma
sexing
Teknologi IB sexing sangat strategis dalam peningkatan produktivitas ternak
lokal karena jenis kelamin anak dapat ditentukan jantan atau betina. Sehingga
teknologi ini dapat diaplikasikan untuk keperluan peternakan sapi perah, sapi potong
atau untuk keperluan breeding. Puslit Bioteknologi LIPI telah berhasil
mengaplikasikan teknologi IB sexing dengan S/C = 1,37 dengan tingkat kesesuaian
anak sebesar 81% (Said dkk., 2005).
3
TEKNOLOGI TRANSFER EMBRIO
LIPI
• Mengoptimalkan pemanfaatan pejantan dan betina unggul dalam memproduksi bibit unggul
ternak
• Melalui teknologi transfer embrio seekor betina mampu memberikan keturunan > 25 ekor
per tahun
SKEMA PELAKSANAAN TRANSFER EMBRIO
EVALUASI
EMBRIO
KERJASAMA
TRANSFER
EMBRIO
HASIL TRANSFER
EMBRIO (KEMBAR)
EMBRIO
MORULA
1. Capacity Building :
Pengembangan
SDM, Design/model
Industri peternakan
2. Alih teknologi
3. Konsultansi
perencanaan
kegiatan
LIPI
EMBRIO BEKU
KELOMPOK HEWAN
PUSLIT BIOTEKNOLOGI - LIPI
Gambar 2. Skema pelaksanaan teknologi embrio transfer
Aplikasi teknologi embrio transfer untuk mengoptimalkan pemanfaatan
pejantan dan betina unggul dalam rangka percepatan atau peningkatan populasi bibit
unggul ternak. Melalui teknologi ini seekor betina unggul memiliki potensi
memberikan keturunan lebih dari 25 ekor per tahun.
Dalam upaya peningkatan produktivitas dan nilai tambah industry peternakan,
Puslit Bioteknologi telah mendesain model industry peternakan di daerah :
1. Model industry peternakan berbasis unit prosesing daging di Sumatera Barat
2. Model industry peternakan berbasis unit prosesing susu di Jawa Barat
3. Model industry peternakan berbasis unit prosesing sperm di Sulawesi Selatan
Diharapkan model industry peternakan ini mampu menggerakkan agribisnis
peternakan dari hulu sampai hilir.
IPTEK dan Ketahanan Pangan
Teknologi hanya akan memberikan kontribusi jika ia digunakan dalam proses
produksi barang/jasa untuk meningkatkan kualitas hidup umat manusia, termasuk
dalam upaya penyediaan pangan yang cukup, bergizi, aman, dan sesuai selera
konsumen serta terjangkau secara fisik dan ekonomi bagi setiap individu sehingga
ketahanan pangan dapat dicapai.
Untuk dapat digunakan, teknologi harus dikembangkan dengan mengenali
terlebih dahulu pengguna potensialnya. Dalam konteks upaya pencapaian ketahanan
pangan, maka pengguna primer teknologi tersebut adalah peternak. Pengguna
sekundernya adalah pengolah bahan pangan segar menjadi produk pangan olahan.
Kebutuhan dan persoalan nyata yang dihadapi oleh para pengguna perlu dipahami
secara komprehensif terlebih dahulu, agar solusi teknologi yang ditawarkan diminati
oleh para pengguna.
Sering terjadi dimana peneliti melakukan aktivitas penelitian tanpa melihat
kebutuhan penggunanya dan kemampuan adopsi pengguna teknologi. Sehingga
teknologi yang dihasilkan oleh penyedia dalam hal ini peneliti tidak dapat diterima
4
oleh masyarakat. Oleh karena itu kapasitas adopsi para pengguna teknologi
peternakan harus setaradengan teknologi yang dikembangkan agar proses adopsi
dapat berlangsung. Kapasitas adopsi pengguna tersebut perlu dilihat dari kemampuan
teknis, manajerial, finansial, dan sosiokultural. Banyak teknologi peternakan di masa
lalu yang diintroduksikan kepada para pengguna(terutama pengguna primer) tetapi
tidak digunakan dalam proses produksi pangan sebagai akibat dari tidak padunya
antara teknologi yang diintroduksikan dengan kebutuhan dan/atau kapasitas adopsi
pihak pengguna.
Faktor penyebab kondisi ketahanan pangan sulit dicapai salah satunya adalah
karena teknologi belum berkontribusi secara efektif. Hal ini terutama disebabkan
karena teknologi yang dikembangkan belum selaras dengan kebutuhan dan persoalan
nyata yang dihadapi para penggunanya, atau karena tidak mempertimbangkan
kapasitas adopsi para penggunanya.
Ketahanan pangan berbasis peternakan tercapai jika seluruh individu rakyat
Indonesia mempunyai akses (secara fisik dan finansial) untuk mendapatkan pangan
asal hewan untuk memenuhi konsumsi protein hewani mereka agar dapat hidup sehat
dan produktif. Declaration of Human Right Tahun 1948 dan World Conference of Human
Right Tahun 1993 menyatakan bahwa setiap individu berhak memperoleh pangan
yang cukup, artinya akses atas pangan merupakan hak asasi manusia (HAM) (Jafar
Hafsah, 2011).
Jika konsisten dengan ini, maka pembangunan peternakan harus lebih
berorientasi pada upaya pemenuhan permintaan pasar domestik. Kemandirian dalam
pemenuhan pangan domestic merupakan modal dasar dalam menangkal dampak
krisis global. Aktor produsen pangan asal ternak sejati adalah peternak, pembudidaya
ternak. Peningkatan produksi pangan nasional tidak pernah akan tercapai jika tanpa
kontribusi nyata dari para pelaku ini. Demikian pula status swasembada dan
ketahanan pangan tidak akan pernah dapat dicapai jika tanpa kontrbusi dari para
pelaku nyata di lapangan ini. Oleh sebab itu,teknologi yang dikembangkan perlu
‘lebih bersahabat’ dan diarahkan untuk memudahkan para peternak atau
pembudidaya ternak dalam memproduksi pangan.
Teknologi yang lebih bersahabat dalam persepsi peternak dan pelaku produksi
pangan lainnya adalah teknologi yang secara teknis mudah dioperasikan dan secara
ekonomis lebih menguntungkan dibandingkan dengan cara tradisional. Faktor
penyebab kegagalan dalam introduksi teknologi pertanian/pangan yang paling umum
adalah bukan karena kendala teknis, tetapi sering disebabkan karena biaya
operasionalnya yang tinggi sehingga tidak menguntungkan bagi petani.
Tantangan kedepan dalam menciptakan teknologi adalah teknologi yang lebih
efisien, tidak menyebabkan ongkos produksi lebih mahal dibandingkan dengan caracara tradisional yang telah diterapkan, dan menjamin peningkatan keuntungan bagi
pengguna primer yang mengadopsinya.
Peran pangan termasuk pangan asal ternak begitu besar sebagai bahan makanan,
sumber mata pencaharian, berperan dalam perekonomian, perdagangan, bahan baku
industri, sosial, budaya, termasuk politik. Karena vitalnya peran pangan dalam suatu
negara sehingga pangan dikategorikan sebagai komoditi politik strategis.
Dalam suatu negara yang merdeka dan berdaulat, salah satu persyaratan yang
mutlak harus dipenuhi adalah berdaulat dibidang pangan. Kedaulatan merupakan
substansi dari suatu kemerdekaan. Kedaulatan terkandung didalamnya kemandirian,
harga diri, harkat dan martabat. Mengutip pernyataan founding father Muhammad
Hatta “...hanya suatu bangsa yang telah menyingkirkan perasaan tergantung saja yang
5
tidak takut akan hari depan. Hanya suatu bangsa yang faham akan harga dirinya
maka cakrawalanya akan terang benderang...” (Jafar Hafsah, 2011). Terkait dengan
pentingnya pangan terhadap kelangsungan suatu bangsa yang berdaulat, Presiden
George W. Bush dalam Future Farmers of America, 27 Juli 2001 di Washington DC
menegaskan “It’s important for our nation to build – to grow foodstuff, to feed our people. Can
you imagine a country that was enable to grow enough food to feed the people? It would be a
nation subject to international pressure. It would be a nation risk. So when we are talking about
American Agriculture, we are really talking about a nation security issue” (Revitalisasi
Pertanian dan Dialog Peradaban, 2006).
PERAN PUSLIT BIOTEKNOLOGI – LIPI DALAM IMPLEMENTASI IPTEK
PETERNAKAN DI INDONESIA
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia menyadari, bahwa praktek peternakan
yang tidak dilandasi ilmu pengetahuan mendasar akan terus menurunkan populasi
dan memperburuk kualitas genetika ternak di Indonesia yang pada akhirnya akan
semakin tergantung kepada pihak asing dalam rangka memenuhi kebutuhan protein
hewani bagi rakyat Indonesia. Keadaan ini jika dibiarkan terus menerus juga akan
menurunkan konsumsi protein dan dapat berakibat pada penurunan kualitas dan
kecerdasan rakyat Indonesia.
Pusat Penelitian Bioteknologi LIPI pada tahun 1993 telah mendapat kepercayaan
oleh pemerintah dengan dikukukannya sebagai pusat unggulan bioteknologi
pertanian II oleh Menteri Negara Riset dan Teknologi. Dalam perkembangannya Pusat
Penelitian Bioteknologi LIPI telah turut aktif dan terlibat dalam pembangunan
peternakan di Indonesia dengan membentuk Forum Komunikasi Industri Peternakan
Modern dengan visi menjembatani berbagai kepentingan pengguna (stakeholders)
bidang peternakan dalam upaya mendukung terwujudnya Industri Peternakan
Modern Berbasis Sumberdaya Lokal.
Dengan SDM yang dimiliki ini, Puslit Bioteknologi LIPI telah mampu melakukan
kegiatan riset peternakan yang strategis, riset yang dikerjakan adalah riset yang cukup
mendasar namun dapat diaplikasikan di masyarakat yang didanai dari dana APBN
dan dana kerjasama luar negeri. Sejak tahun 1992, Puslit Bioteknologi LIPI telah
melakukan kerjasama riset dengan Peternakan Tri “S” Tapos untuk meningkatkan
populasi dan mutu genetic ternak melalui aplikasi teknologi reproduksi inseminasi
buatan (IB) dan transfer embrio (TE) di Indonesia. Kegiatan ini menjadi cikal bakal
kegiatan transfer embrio di daerah dan telah tercatat berbagai keberhasilan kelahiran
sapi unggul hasil embrio transfer. Puslit Bioteknologi LIPI juga turut berperan dalam
pembentukan Balai Embrio Ternak Cipelang, balai dibawah koordinasi Direktorat
Jenderal Peternakan. Setahun kemudian tepatnya tahun 1993, Puslit Bioteknologi LIPI
dikukuhkan sebagai Pusat Unggulan Bioteknologi Pertanian II oleh Menteri Negara
Riset dan Teknologi. Kelompok peneliti hewan telah turut memberikan kontribusi
nyata dalam pengukuhan ini.
Sebagai salah satu tanggungjawab LIPI terhadap masyarakat, sejak tahun 2003
Puslit Bioteknologi LIPI telah melaksanakan kegiatan pemberdayaan masyarakat
melalui program IPTEKDA LIPI. Kegiatan IPTEKDA LIPI dalam bidang peternakan
ini focus terhadap aplikasi hasil riset bioteknologi peternakan di masyarakat.
Kegaiatan aplikasi IB sexing, teknologi transfer embrio, teknologi pakan, teknologi
pengolahan susu adalah bagian kegiatan dari IPTEKDA LIPI di bidang peternakan.
Selain itu, juga dikembangkan sistim produksi peternakan, pengembangan pertanian
6
terpadu berbasis peternakan. Dalam kegiatan ini diperkenalkan suatu model
peternakan dengan sistim zero waste.
Berbekal dari kegiatan dan pengalaman Puslit Bioteknologi LIPI
mengembangkan riset dan teknologi dibidang peternakan di Indonesia, masyarakat
dan pemerintah Indonesia memberikan kepercayaan untuk mendapatkan bantuan soft
loan dari Pemerintah Spanyol. Soft loan ini akan digunakan untuk mempercepat
pembangunan peternakan di Indonesia. Dengan perbaikan dan peningkatan sarana
laboratorium peternakan di LIPI di Universitas dan Balai IB Daerah di 3 Provinsi
(Puslit Bioteknologi LIPI, Jawa Barat, Sumatera Barat dan Sulawesi Selatan)
diharapkan mampu meningkatkan kapasitas peneliti Indonesia di bidang peternakan,
meningkatkan kerjasama riset dan aplikasi teknologi peternakan baik nasional
maupun internasional sehingga swasembada dan kecukupan pemenuhi konsumsi
protein hewani dapat tercapai.
Dalam perkembangannya LIPI telah melakukan kegiatan penelitian peternakan
tersebar hampir diseluruh Indonesia. Dalam kurung waktu 2 dekade (1992-2012) LIPI
telah turut dalam pembangunan peternakan dengan melakukan penelitian dan
pemberdayaan masyarakat Indonesia di 21 provinsi, 77 Kabupaten/Kota dan tidak
kurang dari 144 kelompok ternak binaan.
Strategi yang digunakan dalam menyelesaikan masalah di bidang agribisnis
khususnya sektor peternakan adalah dengan mempercepat populasi ternak dalam
rangka pemenuhan kebutuhan daging dan susu nasional. Perencanaan strategis
program pengembangan peternakan selama lima tahun ke depan ditujukan untuk
kegiatan-kegiatan berikut:
a. Perbaikan infrastruktur penelitian melalui peningkatan sarana peralatan
laboratorium yang handal dan peningkatan kapasitas peneliti dan penelitian di
bidang peternakan.
b. Melakukan jejaring kerjasama riset peternakan antara lembaga riset dan
perguruan tinggi untuk mecari solusi percepatan peningkatan populasi dan
mutu genetik ternak dalam rangka pencapaian swasembada daging dan susu
nasional
c. Meningkatkan kemampuan sumberdaya manusia peternakan di daerah baik
tenaga teknis maupun masyarakat peternakan secara umum melalui program
training dan penyebaran informasi teknologi peternakan secara rutin dan
konsisten.
d. Melakukan perbaikan kordinasi kepada semua stakeholder peternakan.
Dengan komunikasi dan kordinasi yang baik akan lebih memudahkan
melakukan program terpadu dalam menyelesaikan persoaalan peternakan di
Indonesia.
Kontribusi Nyata
Puslit Bioteknologi-LIPI dalam menjalankan perannya dalam turut berkontribusi
dalam pembangunan peternakan nasional, beberapa kontribusi nyata yang telah
diperoleh adalah :
1. Pembentukan Pusat Pengolahan Pakan Ternak Ruminansia (P3TR).Disadari
bahwa tantangan pembangunan peternakan menuju swasembada daging dan
susu nasional sangat besar. Berdasarkan analisis para pakar bahwa salah satu
kritikal point pembangunan peternakan adalah masalah ketersediaan pakan
berkualitas. Lahan pengembalaan dan HMT semakin terbatas, disisi lain limbah
7
2.
3.
pertanian dan agroindustry pertanian dan pangan sangat besar, melihat hal
tersebut, LIPI berinisiasi membentuk Pusat Pengolahan Pakan Ternak
Ruminansia (P3TR). P3TR ini diharapkan mampu menyediakan pakan ternak
berkualitas berbasis limbah pertanian. Pada tahun ini (2013) P3TR telah
diterima dan menjadi eselon III dibawah Dinas Peternakan dan Kesehatan
Hewan Prov Nusa Tenggara Barat.
Membangun Unit Prosesing Daging di Payakumbuh Sumatera Barat. LIPI
secara konsisten turut mengembangkan peternakan nasional, bekerjasama
dengan Pemerintah Daerah Sumatera Barat membangun unit prosesing daging
di Payakumbuh. Saat ini sedang dalam proses instalasi dan Pemda telah
membentuk UPT Rumah Potong Hewan (eselon III).
Inisiasi Pembentukan Central Milk Testing Laboratory (CMT). Demikian halnya
dengan persusuan nasional, juga masih terdapat banyak masalah. LIPI
mencoba menginisiasi membentuk Central Milk Testing Laboratory (CMT). CMT
akan menjadi laboratorium pembanding (advokasi dan rujukan) dan
diharapkan menjadi lembaga independen tidak hanya berpihak kepada
peternak, Juga dapat membantu Industri Pengolahan Susu (IPS) untuk
mendapatkan bahan baku sesuai standar. Dewan Susu Nasional mengharapkan
LIPI mampu menjadi pihak ketiga yang memiliki otoritas dalam menganalisa
susu.
PENUTUP
Teknologi dalam sutau negara dapat berkembang dengan baik apabila memiliki
sumberdaya manusia (SDM) yang handal, sehat dan cerdas. SDM tersebut dapat
diperoleh melalui pemenuhi konsumsi protein hewani.UNICEF mengakui bahwa
perbaikan gizi yang didasarkan pada pemenuhan kebutuhan protein memiliki
kontribusi sekitar 50% dalam pertumbuhan ekonomi negara-negara maju.Sehingga
teknologi harus mampu meningkatkan produktivitas ternak local sebagai sumber
protein asal ternak. Penerapan IPTEK peternakan nyata meningkatkan produktivitas
ternak. Dalam kurung waktu 2 dekade (1992-2012) LIPI telah turut dalam
pembangunan peternakan dengan melakukan penelitian dan pemberdayaan
masyarakat Indonesia di 21 provinsi, 77 Kabupaten/Kota dan tidak kurang dari 144
kelompok ternak binaan.
DAFTAR PUSTAKA
Anonimous. 2006. Revitalisasi Pertanian dan Dialog Peradaban. 2006. PT. Kompas Media
Nusantara, Jakarta.
Anonimous. 2010. Blue Print Program Percepatan Swasembada Daging Sapi 2014. Direktoraj
Jenderal Petrnakan dan Kesehatan Hewan, Kementerian Pertanian RI.
Anonimous. 2006. Livestock Report. Food and Agricultural Organization of The United Nation.
Rome, 2006.
Daryanto, A. 2009. Dinamika Daya Saing Industri Peternakan. IPB Pres. Bogor 2009.
Hafsah, M.J. 2011. Mewujudkan Indonesia Berdaulat Pangan. PT. Pustaka Sinar Harapan.
Jakarta 2011.
8
Hall and Jones. 1999. Why Do Some Countries Produce So Much More Output Per Worker Than
Other ?. University California Los Angeles.
Said, S., E.M. Kaiindan B. Tappa. 2005. Produksi anak sapi potong dan sapi perah berjenis
kelamin sesuai harapan. Prosiding Seminar Nasional Industri Peternakan Modern II.
Mataram 19-20 Juli 2005. Hal. 209-216.
Sarel, M. 1997. Growt and Productivity in ASEAN Counties. International Monetary Fund
working paper 97/97, 1997.
9
Download