Profil Genetik Daerah Hipervariabel I (HVI) DNA Mitokondria pada

advertisement
Gun Gun Gumilar, Ridha Indah Lestari, Heli Siti HM.
J.Si. Tek. Kim
Profil Genetik Daerah Hipervariabel I (HVI) DNA Mitokondria pada
Populasi Dataran Tinggi
Gun Gun Gumilar, Ridha Indah Lestari, Heli Siti HM.
KBK Kimia Hayati Prodi Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan Indonesia
[email protected]
ABSTRAK
N
O
T
C
O
PY
Adaptasi individu terhadap ketinggian geografis berhubungan dengan faktor
genetik, salah satunya diduga mempengaruhi urutan DNA mitokondria (mtDNA).
Berdasarkan hal tersebut, dalam penelitian ini dilakukan penentuan profil genetik
daerah hipervariabel I (HVI) mtDNA manusia pada populasi dataran tinggi Gunung
Papandayan, Garut. Tahapan yang dilakukan meliputi lisis terhadap sampel rambut,
amplifikasi fragmen HVI mtDNA dengan teknik Polymerase Chain Reaction
(PCR), deteksi hasil PCR dengan elektroforesis gel agarosa, penentuan urutan
nukleotida dengan metode direct sequencing dan analisis hasil sekuensing dengan
menggunakan program SeqMan DNASTAR. Hasil analisis terhadap 7 sampel
populasi dataran tinggi menunjukkan adanya variasi mutasi. Jenis mutasi yang
terjadi adalah subtitusi transisi pada tujuh sampel, subtitusi transversi pada empat
sampel, delesi pada satu sampel, dan insersi pada satu sampel. Mutasi T16189C
merupakan mutasi dengan frekuensi tertinggi dimana mutasi ini menyebabkan
terjadinya rangkaian poli-C. Terdapat tiga sampel yang menunjukkan fenomena
poli-C, dengan panjang poli-C beragam yaitu 8C, 12C dan 13C. Berdasarkan
perbandingan data mutasi sampel dengan data yang telah dipublikasikan di situs
database mitomap terdapat satu mutasi yang belum dipublikasikan yaitu T16063G.
Hasil analisis menunjukkan mutasi ini diduga sebagai kandidat mutasi spesifik.
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi gambaran awal mengenai profil
genetik daerah HVI mtDNA manusia pada populasi dataran tinggi di Indonesia.
O
Kata kunci : mtDNA, profil genetik, HVI, dataran tinggi.
ABSTRACT
D
Adaptation of an individual towards the geographical altitude correlates with the
genetic factor, among which is the sequence of mitochondrial DNA (mtDNA).
Therefore, the research aims to investigate the genetic profile of the hipervaribel
region (HVI) in human mtDNA of people living in the Papandayan Mountain
areas, Garut, Indonesia. The research methodology include the lysis of hair
samples, amplification of HVI mtDNA fragments using PCR, detection of PCR
pruducts using gel agarose electrophoresis, DNA sequencing and the analysis of
sequences using SeqMan DNASTAR program. This research may offer as an
illustration of the genetic profile of human mtDNA in HVI area of Indonesian
population living in high altitude areas.
Keywords: mtDNA, genetic profile, HVI, altitude
184
Jurnal Sains dan Teknologi Kimia
ISSN 2087-7412
Volume 4. No. 2
Oktober 2013, hal 184-191
C
O
PY
partikel oksigen pada dataran tinggi
lebih sedikit dibanding dataran rendah.
Di sisi lain, mtDNA mengkode 13 gen
untuk protein yang terlibat pada proses
fosforilasi oksidatif. Proses fosforilasi
oksidatif memerlukan sejumlah oksigen, sehingga jumlah partikel oksigen
yang masuk kedalam tubuh akan
berpengaruh terhadap proses ini.
Penelitian sebelumnya meneliti bahwa
mutasi pada mtDNA berpengaruh terhadap konsumsi oksigen oleh tubuh
(Murakami et.al, 2006).
Penelitian
tentang
variasi
mutasi pada daerah HVI telah banyak
dilakukan, salah satunya adalah
penelitian yang menunjukkan bahwa
perbedaan urutan nukleotida pada
daerah HVI/II berhubungan dengn
perbedaan urutan nukleotida pada gengen pengkode di mtDNA (Noer and
Syukriani dalam Halimatul et al.,
2009). Penelitian lain menunjukkan
terdapatnya variasi urutan gen ATPase
6 mtDNA manusia pada populasi
dataran tinggi (Halimatul et al., 2009).
Berdasarkan hal tersebut maka
dilakukan penentuan variasi mutasi
daerah HVI mtDNA manusia pada
populasi dataran tinggi Gunung
Papandayan, Garut. Hasil penelitian ini
nantinya dapat digunakan sebagai
pijakan dalam menentukan profil
genetik mtDNA populasi dataran
tinggi.
D
O
N
O
T
PENDAHULUAN
Dalam kondisi terentu, Manusia
dapat menjaga fungsi fisiologis tubuh
untuk beradaptasi dengan lingkungannya, contohnya ketinggian geografis.
Proses ini diduga mempengaruhi level
genetik dari individu yang bersangkutan. Hal ini dapat terlihat dari penelitian yang dilakukan oleh Simonson et
al. (2010), yang menunjukkan bahwa
dua gen orang di dataran tinggi Tibet
berbeda dengan gen orang yang tinggal
di dataran rendah. Adanya perbedaan
ini mengindikasikan bahwa faktor
genetik dipengaruhi faktor geografi.
Ketika ketinggian bertambah maka
manusia akan meningkatkan frekuensi
pernafasan dan denyut jantung
(Pelupessi, 2010). Jumlah hemoglobin
dalam darah juga bertambah karena
faktor
ketinggian
(Martin
and
Windsor, 2008).
Profil genetik manusia dapat
dilihat dari DNA inti atau DNA mitokondria (mtDNA). DNA inti memiliki
3 milyar pasang basa sedangkan (pb)
mtDNA memiliki 16.569 pb. Sejak
mitokondria diketahui sebagai organel
tempat berlangsungnya sebagian besar
reaksi-reaksi metabolik maka mtDNA
banyak dijadikan fokus dalam berbagai
penelitian. Variasi mutasi mtDNA
yang tinggi juga dijadikan latar
belakang dalam berbagai penelitian.
Variasi mutasi
yang tinggi pada
mtDNA terdapat pada daerah D-loop
(Chen, 2009). D-loop terdiri atas dua
daerah hipervariabel I (HVI) pada
posisi nukleotida 16024-16383 dan
daerah hipervariabel II (HVII) pada
posisi nukleotida 57-372.
Tekanan oksigen di udara pada
pada dataran tinggi lebih rendah
dibanding tekanan oksigen di dataran
rendah (Martin and Windsor, 2008).
Hal tersebut menyebabkan jumlah
METODOLOGI PENELITIAN
Penelitian ini meliputi tahapan
pengumpulan sampel mentah mtDNA
manusia, lisis sampel, amplifikasi
daerah D-loop mtDNA dengan teknik
Polymerase Chain Reaction (PCR),
deteksi hasil PCR, sekuensing dan
analisis hasil sekuensing.
Pengumpulan sampel dilakukan di dataran tinggi Gunung Papan-
185
Gun Gun Gumilar, Ridha Indah Lestari, Heli Siti HM.
C
O
PY
agarosa 1% (h/v) menggunakan alat
mini sub TM DNA Electrophoresis cell
(TM minicell). Penentuan konsentrasi
DNA
dilakukan
dengan
cara
membandingkan intensitas pita yang
dianalisis terhadap pita-pita dari
marker yang konsentrasinya telah
ditentukan sebelumnya. Marker yang
digunakan
adalah
pUC19/HinfI.
Marker ini memiliki lima pita yang
masing-masing berukuran 1419 pb,
517 pb, 396 pb, 214 pb, dan 75 pb
(Gumilar, 2005).
Setelah didapatkan hasil positif
berdasarkan deteksi menggunakan
elektroforesis gel agarosa, selanjutnya
dilakukan proses sekuensing di
laboratorium
Macrogen,
Inc
Advancing Through Genomics Korea.
Analisis hasil sekuensing dilakukan
dengan membandingkan urutan basa
(nukleotida) sampel terhadap urutan
nukleotida standar Cambridge hasil
revisi, revised Cambridge Reference
Sequence (rCRS), dengan bantuan
program
SeqMantm
versi
4
DNASTAR.
O
T
dayan yang mempunyai ketinggian
±2400 dpl. Sampel diperoleh dengan
mengambil masing-masing 5-7 helai
sel folikel akar rambut dari 7 orang
penduduk sekitar. Selanjutnya untuk
mendapatkan templat PCR, sel akar
rambut
tersebut
dilisis
dengan
menambahkan pereaksi buffer lisis,
ddH2O dan enzim proteinase K. Proses
lisis dilakukan selama 1 jam pada suhu
55 0C.
Sebelum dilakukan analisis
lebih lanjut, dilakukan proses (perbanyakan) fragmen mtDNA, dimana
daerah D-loop (yang meliputi daerah
HVI)
dijadikan
target
proses
amplifikasi. Pereaksi PCR yang terdiri
templat mtDNA hasil lisis; primer M1
dan HV2R (Tabel 1); buffer PCR 10 x
(500 mM KCl, 100 mM Tris-HCl pH 9
pada suhu 25˚C; 1,0% Triton X-100;
15 mM MgCl2); enzim Taq DNA
Polimerase; campuran dNTP; serta
ddH2O steril sehingga volumenya
mencapai 25μL. Proses PCR dilakukan
sebanyak 30 siklus dengan menggunakan mesin GeneAmp® PCR System
2700. Tiap siklus terdiri atas tahap
denaturasi pada suhu 94˚C selama satu
menit, tahap annealing pada suhu 50°C
selama satu menit dan tahap
polimerase pada suhu 72°C selama 1
menit.
J.Si. Tek. Kim
N
HASIL DAN PEMBAHASAN
O
Fragmen Hasil Amplifikasi mtDNA
Hasil
amplifikasi
mtDNA
menggunakan teknik PCR berupa
cairan tidak berwarna yang di dalamnya terdapat fragmen-fragmen mtDNA
dengan panjang basa (pb) tertentu.
Hasil proses PCR ini kemudian
dideteksi dengan elektroforesis gel
agarosa 0,1 %. Dengan elektroforesis
dapat diprediksi panjang fragmen (
pasang basa) mtDNA yang diidentifikasi. Hasil elektroforesis gel
agarosa sampel yang telah divisualisasi
dengan lampu UV dapat dilihat pada
Gambar 1. Untuk dapat melihat DNA
hasil PCR dengan lampu UV
D
Tabel 1. Urutan Basa Nukleotida Primer
Primer
Urutan 5’ ke
3’
Ukuran
M1
CACCATT
AGCACCC
AAAGCTCTGTTAA
AAGTGCA
TACCGCC-
20 nukleotida
HV2R
21 nukleotida
Deteksi hasil PCR dilakukan
menggunakan
elektroforesis
gel
186
Volume 4. No. 2
Oktober 2013, hal 184-191
C
O
Gambar 1. Visualisasi Elektroforesis Gel
Agarosa dengan Lampu UV. Fragmen 0,9 kb
mtDNA ditunjukkan pada lajur 2 sampai 6
dengan kode sampel masing-masing DT-01,
DT-06, DT-07, DT-10 dan DT-11. Marker
yang digunakan pUC19/HinfI (pada lajur 1)
yang menghasilkan 5 fragmen. Kontrol positif
dan negatif proses PCR ditunjukkan pada lajur
7 dan lajur 8.
Variasi Mutasi Daerah HVI mtDNA
Manusia Dataran Tinggi
Adanya mutasi pada daerah
HVI mtDNA diketahui dengan membandingkan elektroforegram sampel
populasi dataran tinggi dengan urutan
nukleotida standar rCRS (revised Cambridge Reference Sequence). Urutan
standar CRS adalah urutan nukleotida
mtDNA yang pertama kali dipublikasikan dan dijadikan standar variasi
mutasi. Analisis jenis dan posisi mutasi
yang terjadi dilakukan dengan menggunakan program SeqMan DNASTAR.
Berdasarkan
perbandingan
antara urutan HVI mtDNA tujuh
sampel dengan rCRS, diperoleh variasi
jenis dan posisi mutasi. Gambar 2.
menunjukkan salah satu contoh
analisis jenis dan posisi mutasi yang
terdeteksi pada sampel DT-01. Bagian
elektroforegram yang dilingkari menunjukkan urutan nukleotida sampel
yang berbeda dengan urutan nukleotida standar. Perbedaan itu yang me-
D
O
N
O
T
sebelumnya gel agarosa ditambahkan
larutan etidium bromida (EtBr). EtBr
akan mengikat DNA dengan cara
menginsersi diantara pasangan basa
dan menghasilkan warna ketika diilumunasi dengan cahaya UV.
Semua sampel memberikan
hasil amplifikasi fragmen berukuran
sekitar 0,9 kb yang terletak di antara
pita fragmen 517 pb dan pita fragmen
1419 pb standar pUC19/HinfI. Gambar
1 memperlihatkan pita fragmen sampel
DT-01, DT-06, DT-07, DT-10 dan DT11 masing-masing pada lajur 2-6.
Demikian juga pada sampel DT17 dan
DT-19 memperlihatkan pita fragmen
yang sama (gambar tidak ditunjukkan).
Ukuran pita fragmen 0,9 kb
merupakan fragmen D-loop mtDNA.
Hal ini dikarenakan ketika proses PCR
digunakan primer M1 dan HV2R yang
dapat mengenali fragmen D-loop
mtDNA manusia. Kontrol positif
proses PCR digunakan sampel mtDNA
yang sudah berhasil diamplifikasi pada
kondisi PCR yang sama. Kontrol
positif memberikan hasil amplifikasi
fragmen berukuran sekitar 0,9 kb.
Menunjukkan bahwa proses PCR
berjalan dengan baik dan sesuai.
Kontrol positif juga berfungsi sebagai
kontrol proses lisis sampel. Jika pita
fragmen sampel tidak muncul, sedangkan pada pita fragmen kontrol positif
muncul maka kesalahan terjadi pada
proses lisis atau memang didalam
sampel jumlah mtDNA sangat sedikit.
Pada kontrol negatif digunakan ddH2O
steril sebagai pengganti templat.
Kontrol negatif berfungsi untuk
mengetahui kemungkinan terdapatnya
kontaminan dalam campuran reaksi
PCR. Tidak munculnya pita kontrol
negatif pada hasil amplifikasi menunjukkan bahwa semua pita yang muncul
bukan berasal dari kontaminan.
PY
Jurnal Sains dan Teknologi Kimia
ISSN 2087-7412
187
Gun Gun Gumilar, Ridha Indah Lestari, Heli Siti HM.
J.Si. Tek. Kim
Mutasi pada posisi 16183 yaitu
mutasi insersi dimana pada urutan
nukleotida standar tidak terdapat basa
nukleotida sedangkan pada urutan
nukleotida sampel DT01 terdapat basa
sitosin (16183.1C). Mutasi pada posisi
16189 yaitu mutasi delesi dimana pada
urutan nukleotida standar terdapat basa
nukleotida, sedangkan pada urutan
nukleotida sampel DT01 tidak terdapat
basa nukleotida (16189del). Dengan
cara yang sama semua sampel dianalisis
menggunakan
program
SeqMan DNASTAR. Data hasil analisis
pada semua sampel populasi dataran
tinggi dapat dilihat pada Tabel 2.
N
O
T
C
O
PY
nunjukkan terdapat mutasi pada
sampel DT-01.
Pada gambar terlihat urutan
complete genom yang merupakan
nukleotida rCRS dan sampel DT-01.
Berdasarkan hasil analisis dapat diketahui terdapat mutasi subtitusi transisi
C16147T, insersi pada posisi 16183.1C
dan delesi pada posisi 16189.D.
Berdasarkan
Gambar
2,
diketahui terdapat tiga mutasi pada
sampel DT-01. Mutasi pada posisi
16147 yaitu mutasi subtitusi transisi,
dimana pada urutan nukleotida standar
terdapat basa sitosin sedangkan pada
urutan nukleotida sampel DT01
terdapat basa timin (C16147T).
D
O
Gambar 2. Tampilan Program Seqman Untuk Mengetahui Adanya Mutasi pada Sampel DT-01.
188
Jurnal Sains dan Teknologi Kimia
ISSN 2087-7412
Volume 4. No. 2
Oktober 2013, hal 184-191
C
O
PY
mutasi paling sedikit terdapat pada
sampel DT-10 yaitu sebanyak 2
mutasi.
Berdasarkan Tabel 2, diketahui
dari tujuh sampel yang disekuensing
terdapat tiga sampel yang memiliki
mutasi
T16189C.
Mutasi
ini
menyebabkan terjadinya rangkaian
poli-C pada urutan nukleotida sampel
DT-07, DT-10 dan DT-11. Mutasi
T16189C merupakan mutasi dengan
tingkat frekuensi kemunculan tertinggi.
Berdasarkan Gambar 3 terlihat
bahwa rangkaian poli-C sampel DT-07
adalah sebanyak 13 basa, sampel DT10 sebanyak 8 basa. Berdasarkan
analisis yang sama diketahui sampel
DT-11 memiliki rangkaian poli-C
sebanyak 12 basa. Walaupun tingkat
frekuensi kemunculannya tertinggi,
namun mutasi ini diduga bukan mutasi
spesifik untuk populasi dataran tinggi,
karena poli-C juga ditemukan pada
populasi dataran rendah (Nurafianti,
2010).
D
O
N
O
T
Berdasarkan Tabel 2, diketahui
variasi mutasi yang terjadi dengan
jenis mutasi yang terjadi yaitu subtitusi
transisi terdapat pada tujuh sampel,
subtitusi transversi pada empat sampel,
delesi pada satu sampel dan insersi
pada satu sampel. Jenis mutasi
subtitusi transisi yang terjadi yaitu
tujuh mutasi subtitusi transisi basa
sitosin menjadi basa timin, tiga belas
mutasi subtitusi transisi basa timin
menjadi sitosin, tiga mutasi subtitusi
transisi adenin menjadi basa guanin
dan tiga mutasi subtitusi transisi
guanin menjadi basa adenin. Jenis
mutasi subtitusi transversi yang terjadi
yaitu tiga mutasi subtitusi transversi
basa adenin menjadi sitosin. Jenis
mutasi insersi yang terjadi yaitu satu
mutasi insersi dengan satu basa sitosin.
Jenis mutasi delesi yang terjadi yaitu
satu mutasi delesi basa timin. Mutasi
yang terjadi pada tiap sampel berkisar
antara 2-8 mutasi tiap sampel. Mutasi
paling banyak terdapat pada sampel
DT-19 yaitu sebanyak 8 mutasi dan
Gambar 3. Elektroforegram Sampel dengan Rangkaian Poli-C.
dipublikasikan sebelumnya. Perbandingan mutasi sampel terhadap database
mitomap dilaporkan dalam Tabel 3.
Setelah melakukan perbandingan dengan data mutasi yang telah
dipublikasikan pada situs pencarian
database mitomap, terdapat 32 mutasi
Perbandingan Mutasi HVI mtDNA
dengan Data Mitomap
Perbandingan data mutasi hasil
penelitian dengan database mitomap
dilakukan untuk mengetahui apakah
jenis mutasi yang terjadi merupakan
mutasi baru atau sudah pernah
189
Gun Gun Gumilar, Ridha Indah Lestari, Heli Siti HM.
J.Si. Tek. Kim
pada posisi C16061G, G16129A,
T16172C,
C16223T,
C16234T,
C16256T, T16304C, A16309G dan
T16362. Selain kanker mulut, ada pula
mutasi
dari
sampel
yang
mengindikasikan adanya penyakit
tumor, yaitu mutasi pada posisi
C16147T. Rangkaian poli-C terjadi
pada sampel DT-07 dan DT-10 yang
disebabkan mutasi T16189C.
PY
yang telah dipublikasikan dan terdapat
satu mutasi yang belum dipublikasikan, yaitu pada mutasi T16063G.
Mutasi ini diduga sebagai kandidat
mutasi spesifik dengan cara memperbanyak jumlah sampel dalam populasi.
Variasi mutasi yang muncul
pada sampel sebagian besar merupakan
jenis mutasi yang mengindikasikan
adanya penyakit kanker mulut. Mutasi
tersebut di antaranya adalah mutasi
Tabel 3. Daftar Mutasi Sampel yang Telah dan Belum Dipublikasikan pada Data
Mitomap
2
DT-06
3
DT-07
DT-10
5
DT-11
N
4
DT-17
D
O
6
7
C16147T
16183.1C
16189D
T16217C
C16261T
A16293C
G16310A
C16192T
T16288C
T16304C
A16309G
T16104C
A16182C
T16189C
G16129A
T16189C
DT-19
Jumlah mutasi
T16104C
A16183C
T16189C
A16158G
T16217C
C16223T
C16234T
T16288C
T16362C
T16061G
T16063G
C16108T
G16129A
A16162G
T16172C
C16193T
T16304C
Jumlah mutasi
O
DT-01
C
1
Jenis mutasi
T
Kode sampel
O
No
Hasil perbandingan dengan
data mitomap
Telah
Belum
dipublikasikan dipublika
sikan
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
√
7
4
3
2
3
6
√
√
√
√
√
√
√
32
190
8
1
33
Jurnal Sains dan Teknologi Kimia
ISSN 2087-7412
Volume 4. No. 2
Oktober 2013, hal 184-191
C
O
PY
Halimatul, H.S., Syukriani, Y.F., Noer,
A.S., Gumilar, G., (2009),
“Profile of mtDNA ATPase 6
Gene in Human Population of
High Altitude”, Biosainstifika,
2, 1, 83-95.
Martin D. and Windsor J., (2008),
“From mountain to bedside:
understanding
the
clinical
relevance
of
human
acclimatisation to high-altitude
hypoxia”. Postgrad Med J., 84,
622–627.
Murakami, H., Ajisaka, R., Hayashi, J.,
Kuno, S., (2006), “The Influence
of ATP Synthase 8, 6 Gene
Polymorphisms on the Individual
Difference
of
Endurance
Capacity or its Trainability”,
International Journal of Sport
and Health Science, 4, 472-479.
Nurafianti, W., (2010). Variasi Mutasi
Daerah Hipervariabel I DNA
Mitokondria Manusia pada
Populasi
Dataran
Rendah.
Skripsi pada Program Studi
Kimia FPMIPA Universitas
Pendidikan Indonesia: tidak
diterbitkan.
Pelupessy,
Wendri
Wildiartoni
Pattiawira, (2010), Ketinggian
dan dampaknya Terhadap Tubuh
Manusia.
Medical
Article
[Online],
Tersedia:
http://jembatankesehatan.com/ta
g/dr-wendri-wildiartonipattiawira
pelupessy/
[12
Agustus 2010].
Simonson TS, Yang Y, Huff CD, Yun
H, Qin G, Witherspoon DJ, Bai
Z, Lorenzo FR, Xing J, Jorde
LB, Prchal JT, Ge R., (2010),
“Genetic evidence for highaltitude adaptation in Tibet”,
Science, 329 (5987):72-5, Epub
2010
May
13.
N
O
T
KESIMPULAN
Berdasarkan analisis terhadap
urutan HVI mtDNA dari 7 sampel
populasi dataran tinggi, diperoleh
terdapatnya variasi mutasi. Jenis
mutasi yang terjadi adalah subtitusi
transisi pada tujuh sampel, subtitusi
transversi pada empat sampel, delesi
pada satu sampel dan insersi pada satu
sampel.
Mutasi T16189C merupakan
mutasi dengan frekuensi tertinggi
dimana mutasi ini menyebabkan
terjadinya rangkaian poli-C. Terdapat
tiga sampel yang menunjukkan
fenomena poli-C dengan panjang poliC beragam yaitu 8C, 12C dan 13C.
Berdasarkan perbandingan data
mutasi sampel dengan data yang telah
dipublikasikan di situs database
mitomap, terdapat satu mutasi yang
belum dipublikasikan, yaitu T16063G.
Hasil analisis menunjukkan mutasi ini
diduga sebagai kandidat mutasi
spesifik. Secara keseluruhan, hasil
penelitian ini dapat menjadi gambaran
awal profil genetik populasi dataran
tinggi berdasarkan analisis mtDNA.
D
O
DAFTAR PUSTAKA
Chen, Jin-Bor et al. (2009). “Lack of
association between mutations
of gene-encoding mitochondrial
D310 (displacement loop)
mononucleotide repeat and
oxidative stress in chronic
dialysis patients in Taiwan”.
Journal of Negative Results in
BioMedicine 2009, 8:10.
Gumilar, G., (2005), Varian Non
Delesi 9 Pasang Basa DNA
Mitokondria Manusia, Tesis
pada Departemen Kimia Institut
Teknologi Bandung: tidak
diterbitkan.
191
Download