Gun Gun Gumilar, Ridha Indah Lestari, Heli Siti HM. J.Si. Tek. Kim Profil Genetik Daerah Hipervariabel I (HVI) DNA Mitokondria pada Populasi Dataran Tinggi Gun Gun Gumilar, Ridha Indah Lestari, Heli Siti HM. KBK Kimia Hayati Prodi Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan Indonesia [email protected] ABSTRAK N O T C O PY Adaptasi individu terhadap ketinggian geografis berhubungan dengan faktor genetik, salah satunya diduga mempengaruhi urutan DNA mitokondria (mtDNA). Berdasarkan hal tersebut, dalam penelitian ini dilakukan penentuan profil genetik daerah hipervariabel I (HVI) mtDNA manusia pada populasi dataran tinggi Gunung Papandayan, Garut. Tahapan yang dilakukan meliputi lisis terhadap sampel rambut, amplifikasi fragmen HVI mtDNA dengan teknik Polymerase Chain Reaction (PCR), deteksi hasil PCR dengan elektroforesis gel agarosa, penentuan urutan nukleotida dengan metode direct sequencing dan analisis hasil sekuensing dengan menggunakan program SeqMan DNASTAR. Hasil analisis terhadap 7 sampel populasi dataran tinggi menunjukkan adanya variasi mutasi. Jenis mutasi yang terjadi adalah subtitusi transisi pada tujuh sampel, subtitusi transversi pada empat sampel, delesi pada satu sampel, dan insersi pada satu sampel. Mutasi T16189C merupakan mutasi dengan frekuensi tertinggi dimana mutasi ini menyebabkan terjadinya rangkaian poli-C. Terdapat tiga sampel yang menunjukkan fenomena poli-C, dengan panjang poli-C beragam yaitu 8C, 12C dan 13C. Berdasarkan perbandingan data mutasi sampel dengan data yang telah dipublikasikan di situs database mitomap terdapat satu mutasi yang belum dipublikasikan yaitu T16063G. Hasil analisis menunjukkan mutasi ini diduga sebagai kandidat mutasi spesifik. Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjadi gambaran awal mengenai profil genetik daerah HVI mtDNA manusia pada populasi dataran tinggi di Indonesia. O Kata kunci : mtDNA, profil genetik, HVI, dataran tinggi. ABSTRACT D Adaptation of an individual towards the geographical altitude correlates with the genetic factor, among which is the sequence of mitochondrial DNA (mtDNA). Therefore, the research aims to investigate the genetic profile of the hipervaribel region (HVI) in human mtDNA of people living in the Papandayan Mountain areas, Garut, Indonesia. The research methodology include the lysis of hair samples, amplification of HVI mtDNA fragments using PCR, detection of PCR pruducts using gel agarose electrophoresis, DNA sequencing and the analysis of sequences using SeqMan DNASTAR program. This research may offer as an illustration of the genetic profile of human mtDNA in HVI area of Indonesian population living in high altitude areas. Keywords: mtDNA, genetic profile, HVI, altitude 184 Jurnal Sains dan Teknologi Kimia ISSN 2087-7412 Volume 4. No. 2 Oktober 2013, hal 184-191 C O PY partikel oksigen pada dataran tinggi lebih sedikit dibanding dataran rendah. Di sisi lain, mtDNA mengkode 13 gen untuk protein yang terlibat pada proses fosforilasi oksidatif. Proses fosforilasi oksidatif memerlukan sejumlah oksigen, sehingga jumlah partikel oksigen yang masuk kedalam tubuh akan berpengaruh terhadap proses ini. Penelitian sebelumnya meneliti bahwa mutasi pada mtDNA berpengaruh terhadap konsumsi oksigen oleh tubuh (Murakami et.al, 2006). Penelitian tentang variasi mutasi pada daerah HVI telah banyak dilakukan, salah satunya adalah penelitian yang menunjukkan bahwa perbedaan urutan nukleotida pada daerah HVI/II berhubungan dengn perbedaan urutan nukleotida pada gengen pengkode di mtDNA (Noer and Syukriani dalam Halimatul et al., 2009). Penelitian lain menunjukkan terdapatnya variasi urutan gen ATPase 6 mtDNA manusia pada populasi dataran tinggi (Halimatul et al., 2009). Berdasarkan hal tersebut maka dilakukan penentuan variasi mutasi daerah HVI mtDNA manusia pada populasi dataran tinggi Gunung Papandayan, Garut. Hasil penelitian ini nantinya dapat digunakan sebagai pijakan dalam menentukan profil genetik mtDNA populasi dataran tinggi. D O N O T PENDAHULUAN Dalam kondisi terentu, Manusia dapat menjaga fungsi fisiologis tubuh untuk beradaptasi dengan lingkungannya, contohnya ketinggian geografis. Proses ini diduga mempengaruhi level genetik dari individu yang bersangkutan. Hal ini dapat terlihat dari penelitian yang dilakukan oleh Simonson et al. (2010), yang menunjukkan bahwa dua gen orang di dataran tinggi Tibet berbeda dengan gen orang yang tinggal di dataran rendah. Adanya perbedaan ini mengindikasikan bahwa faktor genetik dipengaruhi faktor geografi. Ketika ketinggian bertambah maka manusia akan meningkatkan frekuensi pernafasan dan denyut jantung (Pelupessi, 2010). Jumlah hemoglobin dalam darah juga bertambah karena faktor ketinggian (Martin and Windsor, 2008). Profil genetik manusia dapat dilihat dari DNA inti atau DNA mitokondria (mtDNA). DNA inti memiliki 3 milyar pasang basa sedangkan (pb) mtDNA memiliki 16.569 pb. Sejak mitokondria diketahui sebagai organel tempat berlangsungnya sebagian besar reaksi-reaksi metabolik maka mtDNA banyak dijadikan fokus dalam berbagai penelitian. Variasi mutasi mtDNA yang tinggi juga dijadikan latar belakang dalam berbagai penelitian. Variasi mutasi yang tinggi pada mtDNA terdapat pada daerah D-loop (Chen, 2009). D-loop terdiri atas dua daerah hipervariabel I (HVI) pada posisi nukleotida 16024-16383 dan daerah hipervariabel II (HVII) pada posisi nukleotida 57-372. Tekanan oksigen di udara pada pada dataran tinggi lebih rendah dibanding tekanan oksigen di dataran rendah (Martin and Windsor, 2008). Hal tersebut menyebabkan jumlah METODOLOGI PENELITIAN Penelitian ini meliputi tahapan pengumpulan sampel mentah mtDNA manusia, lisis sampel, amplifikasi daerah D-loop mtDNA dengan teknik Polymerase Chain Reaction (PCR), deteksi hasil PCR, sekuensing dan analisis hasil sekuensing. Pengumpulan sampel dilakukan di dataran tinggi Gunung Papan- 185 Gun Gun Gumilar, Ridha Indah Lestari, Heli Siti HM. C O PY agarosa 1% (h/v) menggunakan alat mini sub TM DNA Electrophoresis cell (TM minicell). Penentuan konsentrasi DNA dilakukan dengan cara membandingkan intensitas pita yang dianalisis terhadap pita-pita dari marker yang konsentrasinya telah ditentukan sebelumnya. Marker yang digunakan adalah pUC19/HinfI. Marker ini memiliki lima pita yang masing-masing berukuran 1419 pb, 517 pb, 396 pb, 214 pb, dan 75 pb (Gumilar, 2005). Setelah didapatkan hasil positif berdasarkan deteksi menggunakan elektroforesis gel agarosa, selanjutnya dilakukan proses sekuensing di laboratorium Macrogen, Inc Advancing Through Genomics Korea. Analisis hasil sekuensing dilakukan dengan membandingkan urutan basa (nukleotida) sampel terhadap urutan nukleotida standar Cambridge hasil revisi, revised Cambridge Reference Sequence (rCRS), dengan bantuan program SeqMantm versi 4 DNASTAR. O T dayan yang mempunyai ketinggian ±2400 dpl. Sampel diperoleh dengan mengambil masing-masing 5-7 helai sel folikel akar rambut dari 7 orang penduduk sekitar. Selanjutnya untuk mendapatkan templat PCR, sel akar rambut tersebut dilisis dengan menambahkan pereaksi buffer lisis, ddH2O dan enzim proteinase K. Proses lisis dilakukan selama 1 jam pada suhu 55 0C. Sebelum dilakukan analisis lebih lanjut, dilakukan proses (perbanyakan) fragmen mtDNA, dimana daerah D-loop (yang meliputi daerah HVI) dijadikan target proses amplifikasi. Pereaksi PCR yang terdiri templat mtDNA hasil lisis; primer M1 dan HV2R (Tabel 1); buffer PCR 10 x (500 mM KCl, 100 mM Tris-HCl pH 9 pada suhu 25˚C; 1,0% Triton X-100; 15 mM MgCl2); enzim Taq DNA Polimerase; campuran dNTP; serta ddH2O steril sehingga volumenya mencapai 25μL. Proses PCR dilakukan sebanyak 30 siklus dengan menggunakan mesin GeneAmp® PCR System 2700. Tiap siklus terdiri atas tahap denaturasi pada suhu 94˚C selama satu menit, tahap annealing pada suhu 50°C selama satu menit dan tahap polimerase pada suhu 72°C selama 1 menit. J.Si. Tek. Kim N HASIL DAN PEMBAHASAN O Fragmen Hasil Amplifikasi mtDNA Hasil amplifikasi mtDNA menggunakan teknik PCR berupa cairan tidak berwarna yang di dalamnya terdapat fragmen-fragmen mtDNA dengan panjang basa (pb) tertentu. Hasil proses PCR ini kemudian dideteksi dengan elektroforesis gel agarosa 0,1 %. Dengan elektroforesis dapat diprediksi panjang fragmen ( pasang basa) mtDNA yang diidentifikasi. Hasil elektroforesis gel agarosa sampel yang telah divisualisasi dengan lampu UV dapat dilihat pada Gambar 1. Untuk dapat melihat DNA hasil PCR dengan lampu UV D Tabel 1. Urutan Basa Nukleotida Primer Primer Urutan 5’ ke 3’ Ukuran M1 CACCATT AGCACCC AAAGCTCTGTTAA AAGTGCA TACCGCC- 20 nukleotida HV2R 21 nukleotida Deteksi hasil PCR dilakukan menggunakan elektroforesis gel 186 Volume 4. No. 2 Oktober 2013, hal 184-191 C O Gambar 1. Visualisasi Elektroforesis Gel Agarosa dengan Lampu UV. Fragmen 0,9 kb mtDNA ditunjukkan pada lajur 2 sampai 6 dengan kode sampel masing-masing DT-01, DT-06, DT-07, DT-10 dan DT-11. Marker yang digunakan pUC19/HinfI (pada lajur 1) yang menghasilkan 5 fragmen. Kontrol positif dan negatif proses PCR ditunjukkan pada lajur 7 dan lajur 8. Variasi Mutasi Daerah HVI mtDNA Manusia Dataran Tinggi Adanya mutasi pada daerah HVI mtDNA diketahui dengan membandingkan elektroforegram sampel populasi dataran tinggi dengan urutan nukleotida standar rCRS (revised Cambridge Reference Sequence). Urutan standar CRS adalah urutan nukleotida mtDNA yang pertama kali dipublikasikan dan dijadikan standar variasi mutasi. Analisis jenis dan posisi mutasi yang terjadi dilakukan dengan menggunakan program SeqMan DNASTAR. Berdasarkan perbandingan antara urutan HVI mtDNA tujuh sampel dengan rCRS, diperoleh variasi jenis dan posisi mutasi. Gambar 2. menunjukkan salah satu contoh analisis jenis dan posisi mutasi yang terdeteksi pada sampel DT-01. Bagian elektroforegram yang dilingkari menunjukkan urutan nukleotida sampel yang berbeda dengan urutan nukleotida standar. Perbedaan itu yang me- D O N O T sebelumnya gel agarosa ditambahkan larutan etidium bromida (EtBr). EtBr akan mengikat DNA dengan cara menginsersi diantara pasangan basa dan menghasilkan warna ketika diilumunasi dengan cahaya UV. Semua sampel memberikan hasil amplifikasi fragmen berukuran sekitar 0,9 kb yang terletak di antara pita fragmen 517 pb dan pita fragmen 1419 pb standar pUC19/HinfI. Gambar 1 memperlihatkan pita fragmen sampel DT-01, DT-06, DT-07, DT-10 dan DT11 masing-masing pada lajur 2-6. Demikian juga pada sampel DT17 dan DT-19 memperlihatkan pita fragmen yang sama (gambar tidak ditunjukkan). Ukuran pita fragmen 0,9 kb merupakan fragmen D-loop mtDNA. Hal ini dikarenakan ketika proses PCR digunakan primer M1 dan HV2R yang dapat mengenali fragmen D-loop mtDNA manusia. Kontrol positif proses PCR digunakan sampel mtDNA yang sudah berhasil diamplifikasi pada kondisi PCR yang sama. Kontrol positif memberikan hasil amplifikasi fragmen berukuran sekitar 0,9 kb. Menunjukkan bahwa proses PCR berjalan dengan baik dan sesuai. Kontrol positif juga berfungsi sebagai kontrol proses lisis sampel. Jika pita fragmen sampel tidak muncul, sedangkan pada pita fragmen kontrol positif muncul maka kesalahan terjadi pada proses lisis atau memang didalam sampel jumlah mtDNA sangat sedikit. Pada kontrol negatif digunakan ddH2O steril sebagai pengganti templat. Kontrol negatif berfungsi untuk mengetahui kemungkinan terdapatnya kontaminan dalam campuran reaksi PCR. Tidak munculnya pita kontrol negatif pada hasil amplifikasi menunjukkan bahwa semua pita yang muncul bukan berasal dari kontaminan. PY Jurnal Sains dan Teknologi Kimia ISSN 2087-7412 187 Gun Gun Gumilar, Ridha Indah Lestari, Heli Siti HM. J.Si. Tek. Kim Mutasi pada posisi 16183 yaitu mutasi insersi dimana pada urutan nukleotida standar tidak terdapat basa nukleotida sedangkan pada urutan nukleotida sampel DT01 terdapat basa sitosin (16183.1C). Mutasi pada posisi 16189 yaitu mutasi delesi dimana pada urutan nukleotida standar terdapat basa nukleotida, sedangkan pada urutan nukleotida sampel DT01 tidak terdapat basa nukleotida (16189del). Dengan cara yang sama semua sampel dianalisis menggunakan program SeqMan DNASTAR. Data hasil analisis pada semua sampel populasi dataran tinggi dapat dilihat pada Tabel 2. N O T C O PY nunjukkan terdapat mutasi pada sampel DT-01. Pada gambar terlihat urutan complete genom yang merupakan nukleotida rCRS dan sampel DT-01. Berdasarkan hasil analisis dapat diketahui terdapat mutasi subtitusi transisi C16147T, insersi pada posisi 16183.1C dan delesi pada posisi 16189.D. Berdasarkan Gambar 2, diketahui terdapat tiga mutasi pada sampel DT-01. Mutasi pada posisi 16147 yaitu mutasi subtitusi transisi, dimana pada urutan nukleotida standar terdapat basa sitosin sedangkan pada urutan nukleotida sampel DT01 terdapat basa timin (C16147T). D O Gambar 2. Tampilan Program Seqman Untuk Mengetahui Adanya Mutasi pada Sampel DT-01. 188 Jurnal Sains dan Teknologi Kimia ISSN 2087-7412 Volume 4. No. 2 Oktober 2013, hal 184-191 C O PY mutasi paling sedikit terdapat pada sampel DT-10 yaitu sebanyak 2 mutasi. Berdasarkan Tabel 2, diketahui dari tujuh sampel yang disekuensing terdapat tiga sampel yang memiliki mutasi T16189C. Mutasi ini menyebabkan terjadinya rangkaian poli-C pada urutan nukleotida sampel DT-07, DT-10 dan DT-11. Mutasi T16189C merupakan mutasi dengan tingkat frekuensi kemunculan tertinggi. Berdasarkan Gambar 3 terlihat bahwa rangkaian poli-C sampel DT-07 adalah sebanyak 13 basa, sampel DT10 sebanyak 8 basa. Berdasarkan analisis yang sama diketahui sampel DT-11 memiliki rangkaian poli-C sebanyak 12 basa. Walaupun tingkat frekuensi kemunculannya tertinggi, namun mutasi ini diduga bukan mutasi spesifik untuk populasi dataran tinggi, karena poli-C juga ditemukan pada populasi dataran rendah (Nurafianti, 2010). D O N O T Berdasarkan Tabel 2, diketahui variasi mutasi yang terjadi dengan jenis mutasi yang terjadi yaitu subtitusi transisi terdapat pada tujuh sampel, subtitusi transversi pada empat sampel, delesi pada satu sampel dan insersi pada satu sampel. Jenis mutasi subtitusi transisi yang terjadi yaitu tujuh mutasi subtitusi transisi basa sitosin menjadi basa timin, tiga belas mutasi subtitusi transisi basa timin menjadi sitosin, tiga mutasi subtitusi transisi adenin menjadi basa guanin dan tiga mutasi subtitusi transisi guanin menjadi basa adenin. Jenis mutasi subtitusi transversi yang terjadi yaitu tiga mutasi subtitusi transversi basa adenin menjadi sitosin. Jenis mutasi insersi yang terjadi yaitu satu mutasi insersi dengan satu basa sitosin. Jenis mutasi delesi yang terjadi yaitu satu mutasi delesi basa timin. Mutasi yang terjadi pada tiap sampel berkisar antara 2-8 mutasi tiap sampel. Mutasi paling banyak terdapat pada sampel DT-19 yaitu sebanyak 8 mutasi dan Gambar 3. Elektroforegram Sampel dengan Rangkaian Poli-C. dipublikasikan sebelumnya. Perbandingan mutasi sampel terhadap database mitomap dilaporkan dalam Tabel 3. Setelah melakukan perbandingan dengan data mutasi yang telah dipublikasikan pada situs pencarian database mitomap, terdapat 32 mutasi Perbandingan Mutasi HVI mtDNA dengan Data Mitomap Perbandingan data mutasi hasil penelitian dengan database mitomap dilakukan untuk mengetahui apakah jenis mutasi yang terjadi merupakan mutasi baru atau sudah pernah 189 Gun Gun Gumilar, Ridha Indah Lestari, Heli Siti HM. J.Si. Tek. Kim pada posisi C16061G, G16129A, T16172C, C16223T, C16234T, C16256T, T16304C, A16309G dan T16362. Selain kanker mulut, ada pula mutasi dari sampel yang mengindikasikan adanya penyakit tumor, yaitu mutasi pada posisi C16147T. Rangkaian poli-C terjadi pada sampel DT-07 dan DT-10 yang disebabkan mutasi T16189C. PY yang telah dipublikasikan dan terdapat satu mutasi yang belum dipublikasikan, yaitu pada mutasi T16063G. Mutasi ini diduga sebagai kandidat mutasi spesifik dengan cara memperbanyak jumlah sampel dalam populasi. Variasi mutasi yang muncul pada sampel sebagian besar merupakan jenis mutasi yang mengindikasikan adanya penyakit kanker mulut. Mutasi tersebut di antaranya adalah mutasi Tabel 3. Daftar Mutasi Sampel yang Telah dan Belum Dipublikasikan pada Data Mitomap 2 DT-06 3 DT-07 DT-10 5 DT-11 N 4 DT-17 D O 6 7 C16147T 16183.1C 16189D T16217C C16261T A16293C G16310A C16192T T16288C T16304C A16309G T16104C A16182C T16189C G16129A T16189C DT-19 Jumlah mutasi T16104C A16183C T16189C A16158G T16217C C16223T C16234T T16288C T16362C T16061G T16063G C16108T G16129A A16162G T16172C C16193T T16304C Jumlah mutasi O DT-01 C 1 Jenis mutasi T Kode sampel O No Hasil perbandingan dengan data mitomap Telah Belum dipublikasikan dipublika sikan √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ √ 7 4 3 2 3 6 √ √ √ √ √ √ √ 32 190 8 1 33 Jurnal Sains dan Teknologi Kimia ISSN 2087-7412 Volume 4. No. 2 Oktober 2013, hal 184-191 C O PY Halimatul, H.S., Syukriani, Y.F., Noer, A.S., Gumilar, G., (2009), “Profile of mtDNA ATPase 6 Gene in Human Population of High Altitude”, Biosainstifika, 2, 1, 83-95. Martin D. and Windsor J., (2008), “From mountain to bedside: understanding the clinical relevance of human acclimatisation to high-altitude hypoxia”. Postgrad Med J., 84, 622–627. Murakami, H., Ajisaka, R., Hayashi, J., Kuno, S., (2006), “The Influence of ATP Synthase 8, 6 Gene Polymorphisms on the Individual Difference of Endurance Capacity or its Trainability”, International Journal of Sport and Health Science, 4, 472-479. Nurafianti, W., (2010). Variasi Mutasi Daerah Hipervariabel I DNA Mitokondria Manusia pada Populasi Dataran Rendah. Skripsi pada Program Studi Kimia FPMIPA Universitas Pendidikan Indonesia: tidak diterbitkan. Pelupessy, Wendri Wildiartoni Pattiawira, (2010), Ketinggian dan dampaknya Terhadap Tubuh Manusia. Medical Article [Online], Tersedia: http://jembatankesehatan.com/ta g/dr-wendri-wildiartonipattiawira pelupessy/ [12 Agustus 2010]. Simonson TS, Yang Y, Huff CD, Yun H, Qin G, Witherspoon DJ, Bai Z, Lorenzo FR, Xing J, Jorde LB, Prchal JT, Ge R., (2010), “Genetic evidence for highaltitude adaptation in Tibet”, Science, 329 (5987):72-5, Epub 2010 May 13. N O T KESIMPULAN Berdasarkan analisis terhadap urutan HVI mtDNA dari 7 sampel populasi dataran tinggi, diperoleh terdapatnya variasi mutasi. Jenis mutasi yang terjadi adalah subtitusi transisi pada tujuh sampel, subtitusi transversi pada empat sampel, delesi pada satu sampel dan insersi pada satu sampel. Mutasi T16189C merupakan mutasi dengan frekuensi tertinggi dimana mutasi ini menyebabkan terjadinya rangkaian poli-C. Terdapat tiga sampel yang menunjukkan fenomena poli-C dengan panjang poliC beragam yaitu 8C, 12C dan 13C. Berdasarkan perbandingan data mutasi sampel dengan data yang telah dipublikasikan di situs database mitomap, terdapat satu mutasi yang belum dipublikasikan, yaitu T16063G. Hasil analisis menunjukkan mutasi ini diduga sebagai kandidat mutasi spesifik. Secara keseluruhan, hasil penelitian ini dapat menjadi gambaran awal profil genetik populasi dataran tinggi berdasarkan analisis mtDNA. D O DAFTAR PUSTAKA Chen, Jin-Bor et al. (2009). “Lack of association between mutations of gene-encoding mitochondrial D310 (displacement loop) mononucleotide repeat and oxidative stress in chronic dialysis patients in Taiwan”. Journal of Negative Results in BioMedicine 2009, 8:10. Gumilar, G., (2005), Varian Non Delesi 9 Pasang Basa DNA Mitokondria Manusia, Tesis pada Departemen Kimia Institut Teknologi Bandung: tidak diterbitkan. 191