PENGGUNAAN ENZIM PAPAIN SEBAGAI BAHAN TENDERIZER

advertisement
PENGGUNAAN ENZIM PAPAIN SEBAGAI BAHAN
TENDERIZER DAGING
Oleh : Tedi Akhdiat
RINGKASAN
Daging biasanya kalau diolah memerlukan waktu yang lama dan hasil akhir
dari proses pengolahan daging yang diinginkan adalah keempukan (tenderness) dari
daging yang baik. Untuk mengurangi waktu pemasakan dan diinginkan daging yang
empuk, maka biasanya daging sebelum diolah diberikan perlakuan khusus yaitu salah
satunya dengan mencampurkan enzim papain.
Keempukan daging dapat distimulasi oleh zat pengempuk daging yang
berupa enzim proteolitik, yaitu enzim yang dapat menguraikan protein. Papain
adalah enzim enzim yang berasal dari getah daun pepaya. Papain ini merupakan
salah satu enzim proteolitik atau protease.
Kerja dari enzim papain salah satunya sangat dipengaruhi oleh suhu, karena
apabila digunakan suhu yang tinggi maka enzim papain akan terdenaturasi, sehinga
enzim akan rusak demikian juga kalau suhunya rendah maka enzim tidak aktif
bekerja. Enzim papain bekerja aktif pada suhu 38 – 800 C.
Proses pengempukan daging terjadi karena adanya hidrolisis rantai protein
serabut otot dan tenunan pengikat. Selama proses pengempukan terjadi perubahanperubahan berupa menipis dan hancurnya sarkolema, serta lepasnya keterikatan
serabut otot, sehingga dihasilkan jaringan yang lunak.
A. PENDAHULUAN
A.1. Latar Belakang
Daging adalah salah satu hasil ternak yang hampir tidak dapat dipisahkan dari
kehidupan manusia sebagai sumber protein hewani yang kandungan gizinya lengkap.
Adapun komposisi kimia daging secara umum yaitu : air 75 % (68 – 80 %) ; protein
19 % (16 – 22 %) ; substansi non protein yang larut 3,5 % dan lemak 2,5 % (Forrest
dkk., 1975).
Daging dapat diolah dengan cara digoreng, dipanggang, disate, atau diolah
menjadi produk lain seperti corned, sosis, dendeng abon dan lain-lain. Produk daging
olahan yang akan dikonsumsi sangat dipengaruhi oleh kualitas daging. Sedangkan
kualitas daging itu sendiri sangat dipengaruhi oleh faktor genetik dan lingkungan
serta tatalaksana sebelum pemotong dan sesudah pemotong
Hasil akhir dari proses pengolahan salah satunya diinginkan keempukan
(tenderness) daging yang baik tanpa mengurangi gizi proteinnya. Sedangkan untuk
memperoleh keempukan daging tersebut memerlukan waktu pengolahan yang lama.
Hal ini disebabkan jaringan otot dari daging mengandung colagen dan elastin yang
dapat mempengaruhi keempukan daging.
Untuk mengurangi waktu pengolahan serta memperoleh keempukan daging
yang baik serta tanpa mengurangi gizi proteinnya, sebelumnya daging dicampur
bahan pengempuk (tenderizer). Menurut Winarno (1995), keempukan daging dapat
distimulasi oleh zat pengempuk daging yang berupa enzim proteolitik, yaitu enzim
yang dapat mengurai protein, salah satunya yaitu enzim papain yang berasal dari
getah daun atau buah pepaya. Papain ini merupakan salah satu enzim proteolitik atau
protease yaitu enzim yang dapat menguraikan atau memecah rantai protein daging.
Hidrolisis enzim papain mengakibatkan struktur daging menjadi terbuka,
protein miofibril dan sarkoplasma hancur, ikatan antar serabut otot berkurang dan
memendek, serabut otot mudah putus, volume antar ruang serabut otot mengembang,
akibatnya pH daging dan kemampuan protein daging dalam mengikat air menurun
dan akhirnya mengindikasikan daging jadi empuk Fogle. dkk., 1982).
Faktor yang sangat mempengaruhi kerjanya enzim yaitu suhu dan konsentrasi
enzim. Apabila penggunaan enzim papain dalam suhu tinggi, maka enzim tidak dapat
berfungsi malahan akan terdenaturasi, juga kalau digunakan dalam suhu yang dingin
(rendah) maka enzim tidak aktif. Sedangkan kalau konsentrasi enzimnya rendah
maka proses perombakan protein lambat, sebaliknya konsentrasi enzimnya terlalu
tinggi maka proses perombakan cepat tetapi tidak ekonomis. Drabble
(1960)
menyatakan bahwa papain dapat bekerja aktif pada suhu 38 – 800 C dan konsentrasi
enzim yang dipergunakan untuk perendaman berkisar 0,005 – 0,5 persen.
B. TINJAUAN PUSTAKA
B.1. Struktur Otot
Secara umum tubuh ternak tesusun dari tiga tipe jaringan yaitu otot, jaringan
ikat fibrus dan lemak adipose. Ketiga jaringan ini tersusun dari sel-sel didalam
matriks yang mengandung serabut (Swatland, 1984). Menurut Soeparno (1992)
bahwa kolagen merupakan protein utama jaringan ikat, sehingga kolagen ini
mempunyai peranan penting terhadap kualitas daging atau tenderness daging.
Otot tersusun dari banyak ikatan serabut otot (fasiculi), fasiculi ini terdiri atas
serabut-serabut otot, sedangkan serabut-serabut otot ini tersusun dari banyak fibril
yang disebut miofibril dan miofibril ini tersusun dari banyak filamen yang disebut
miofilamen. Jaringan ikat otot tersusun dari epimisium yang terdapat disekeliling
otot, perimisium terletak diantara fasiculi dan endomisium yang terdapat disekeliling
sel otot (serabut otot).
Setiap jaringan ikat terdiri dari serabut-serabut kolagen endomesium
mengelilingi membran sel (sarkolema), serabut-serabut kolagen endomesium sangat
kecil dan sering disebut serabut retikuler (Soeparno, 1992). Struktur otot ini dapat
dilihat pada gambar 1.
B.2. Tenderness dan pH Daging
Keempukan (tenderness) daging merupakan salah satu faktor yang
mempengaruhi kualitas daging. Sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi
kualitas daging antara lain
1). Ante Mortem
a. Bangsa atau jenis ternak dan jenis kelamin, mempengaruhi keempukan daging.
b. Umur dan berat tubuh, mempunyai hubungan yang erat satu dengan yang
lainnya. Bertambahnya umur dan berat tubuh maka akan terjadi peningkatan
depot lemak, persentase otot dan tulang.
c. Nutrisi, dengan pemberian ransum yang sesuai untuk penggemukan sapi maka
akan mempengaruhi kualitas daging.
2). Post Mortem
a. Aging (pelayuan) dapat mempengaruhi tenderness daging sapi. Biasanya
pelayuan daging disimpan pada temperatur 0 – 30 C. Selama pelayuan akan
terjadi denaturasi protein di dalam otot oleh enzim-enzim proteolitik,
sehingga akan menyebabkan daging jadi empuk
b. Metode pemasakan, temperatur dan lama pemanasan. Misalnya daging
panggang sapi, pemanasannya dilakukan pada oven listrik dengan temperatur
1600 C sampai temperatur internal daging mencapai 800 C (Prost dkk., 1975),
akan lebih cepat bila dibandingkan dengan pemasakan yang menggunakan air
(digodog).
3). Penggunaan tenderizer, biasanya bahan yang digunakan sebagai tenderizer bisa
berupa papain, bromelin, ficin
Penurunan pH daging tergantung dari banyak atau sedikitnya cadangan
glikogen sebelum ternak itu dipotong. pH ultimat normal dari daging sekitar 5,5, dan
pada umumnya glikogen berkurang pada pH antara 5,4 – 5,5 (Lawrie, 1979).
Penurunan pH post mortem mempunyai hubungan yang erat dengan
temperatur penyimpanan yaitu makin tinggi temperatur penyimpanan maka akan
meningkatkan laju penurunan pH, sedangkan temperatur rendah akan menghambat
laju penurunan pH daging (Soeparno, 1992).
B.3. Enzim Papain Pengaruhnya Terhadap Daging
Enzim papain merupakan enzim proteolitik golongan protease yang
memerlukan substrat protein dengan titik serangnya pada bagian ikatan-ikatan
peptida (Miller, 1958).
Menurut Arief (1975), semua bagian dari tanaman pepaya seperti buah, daun,
dan batangnya mengandung enzim papain dalam getahnya. Getah pepaya dengan
proses tertentu dapat dibuat dalam bentuk yang lebih stabil yaitu dalam bentuk
papain kasar (crude papain) dan papain murni (cristal papain). Di dalam getah
pepaya terdapat komposisi enzim-enzim yaitu papain 10 %, kimopapain 45 %, dan
lisozim 20 %, tapi biasanya lebih dikenal sebagai enzim papain (Winarno, 1995).
Enzim Papain mempunyai pH dan suhu optimum masing-masing 5 – 7 dan
100 C sampai 700 C (Arief, 1975). Sedangkan keaktifan enzim papain hanya menurun
20 persen pada pemanasan 700 C selama 30 menit pada pH 7 dan menjadi tidak aktif
diatas suhu 70 – 850 C.
Hidrolisis protein daging oleh enzim papain yang terbesar yaitu pada
miofibril sarkloplasma dengan komponen miofibril sarkoplasma dan stroma yang
paling mudah dihidrolisis adalah bagian aktin dan yang paling sulit adalah myosin,
sedangkan untuk kolagen sulit dihidrolisis karena memiliki struktur dasar yang alot
dan kuat (Folge dkk., 1982).
Proses pengempukan daging dengan menggunakan enzim papain akan terjadi
perubahan-perubahan yaitu berupa hancurnya sarkolema, diikuti larutnya nucleus
dan terjadi penurunan ikatan antar serabut otot, sehingga serabut otot terputus-putus
dan sifatnya mudah dipisah-pisahkan, akibatnya daging menjadi lunak (Price, 1971).
Menurut Drabble (1960), papain dapat bekerja aktif pada suhu 38 – 800 C
(1000 F – 1750 F) dan konsentrasi enzim ideal yang dapat digunakan sebagai larutan
perendam berkisar 0,005 – 0,05 % (b/v).
Daging yang diberi enzim perlu didiamkan sebelum dimasak, menurut
Ashbrook (1955) potongan daging dengan tebal 1,27 cm perlu didiamkan selama 30
menit pada suhu kamar dan daging yang tebal 2,54 cm perlu didiamkan selama 60
menit, sedangkan untuk segumpal daging diperlukan waktu 120 – 180 menit.
Penyebaran enzim tergantung pada waktu, suhu, dan konsentrasi enzim.
Lamanya pemberian enzim papain pada daging sapi umumnya berkisar 30 – 80
menit (Schwimmer, 1981).
C. KESIMPULAN
1). Enzim papain dapat memperpendek atau mempercepat waktu pengolahan daging.
2). Kerja dari enzim papain dipengaruhi antara lain : suhu, konsentrasi enzim, pH
daging dan besar kecilnya potongan-potongan daging.
3). Enzim papain merupakan enzim proteolitik yang dapat memecah atau
menghancurkan rantai protein serabut otot dan tenunan pengikat, sehingga
daging akan menjadi lunak
DAFTAR PUSTAKA
Anna Poedjiadi. 1988. Dasar-dasar Biokimia. Yayasan Cendrawasih. Bandung
Arief H.P. 1975. Papain. Bulletin Biokimia (1) Tahun I Mei 1975. Fakultas
Kedokteran Hewan IPB. Bogor
Fogle D.R., R.F. Plimton, H.W. Ockerman, L. Jarenback and T. Persson. 1982.
Tenderization of Beef. Effect of Enzyme, Level Enzyme and Cooking
Method. Journal of Food Science 47 : 1113 – 1117.
Forrest J.C., E.D. Aberle, H.D. Hendrick, M.D. Judge and R.A. Merkel. 1975.
Principles of Meat Science. W.H. Freeman and Company. San Francisco.
Lawrie R.A. 1979. Meat Science. Pergamon Press. Oxford. London.
Miller A.R. 1958. Meat Hygiene. Second Edition. Lea and Febiger. Philadelphia
Price J.F. 1971. The Science of Meat and Meat Products. Third Edition. W.H.
Freeman Company. San Francisco.
Prost E., Pelczynska E. And Kotula A.W. 1975. J. Anim Scin. 41 ; 534
Soeparno. 1992. Ilmu dan Teknologi Daging. Fakultas Peternakan UGM. Gajah
Mada University Press.
Swatland H.J. 1984. Structure and Development of Meat Animals Prentice Hall Inc.
Englewood Cliffs. New Jersey.
Schwimmer S. 1981. Source Book of Enzymologi. The Avi Publishing Company
Inc. Westport Connecticut. USA.
Winarno F.G. 1995. Enzim Pangan. Cetakan ke 2. PT. Gramedia. Jakarta
Download