885 Potensi antibakteri pegagan untuk penyakit bercak merah ... (Desy Sugiani) POTENSI ANTIBAKTERI PEGAGAN Centella Asiatical [L] Urb. UNTUK PENYAKIT BERCAK MERAH (Haemorragic septicaemia) AKIBAT INFEKSI Aeromonas hydrophila PADA IKAN LELE (Clarias gariepinus) Desy Sugiani, Angela Mariana Lusiastuti, dan Uni Purwaningsih Balai Riset Perikanan Budidaya Air Tawar Jl. Raya Sempur No. 1, Bogor E-mail: [email protected] ABSTRAK Semenjak tahun 1980 penyakit bercak merah (Haemorragic septicaemia) atau MAS (Motile Aeromonas Septicaemia) akibat infeksi bakteri bakteri A. hydrophila menjadi penyakit endemis di Indonesia. Usaha pengendalian penyakit bakterial dapat dilakukan dengan cara pencegahan (preventif) dan pengobatan (kuratif). Alternatif yang menjanjikan untuk masa depan adalah tumbuhan berguna. Hal ini disebabkan karena obat kemoterapi serta obat kimia lainnya mempunyai efek samping yang mengganggu keseimbangan kesehatan dan alam. Herbal therapy harus menjadi kecenderungan bagi upaya pengendalian penyakit ikan di masa mendatang. Kandungan bahan aktif hasil pengekstrasian pegagan segar; 6,34% kadar air; 5,37% kadar abu; 0,23% kadar abu tak larut asam; 39,33% kadar sari dalam air; 24,83% kadar sari dalam alkohol; 1,39% kadar asiaticosid. Anti-bakteri pegagan (asiaticosid) Centella asiatical [L] Urb. dapat digunakan untuk menanggulangi penyakit bercak merah (Haemorragic septicaemia) akibat infeksi Aeromonas hydrophila pada ikan lele (Clarias gariepinus). Konsentrasi yang efektif menghambat pertumbuhan bakteri dari ekstrak bahan herbal berada di bawah nilai LC50-24 (5.623,41 mg/L) dengan dosis efektif 250 mg/L. KATA KUNCI: A. hydrophila, pegagan Centella asiatical [L] Urb., bahan aktif, dosis PENDAHULUAN Pada beberapa komoditas perikanan budidaya sering terjadi serangan penyakit bakterial yang dapat mematikan benih dan induk ikan hingga 50%-100% (Supriyadi et al., 2003). Jenis bakteri yang banyak dijumpai menyerang ikan budidaya adalah Aeromonas hydrophila, bakteri ini dapat menyerang ikan budidaya di kolam tanah dan karamba. Komoditas air tawar yang terinfeksi dari jenis ikan mas (Cyprinus carpio), patin (Pangasius sp.), nilem (Osteochyllus hasselti) dan terutama pada komoditas ikan lele (Clarias gariepinus). Penyakit bercak merah telah menimbulkan kematian pada larva ikan mas sebanyak 125 ton di Jawa Barat pada tahun 1980. Wabah ini kemudian menyebar ke Daerah Jawa Tengah, Jawa Timur, D.I. Yogyakarta, Sulawesi Utara, dan Sulawesi Selatan (Djadjadireja et al., 1982), sampai saat ini masih sering dilaporkan adanya kasus kematian ikan karena penyakit bercak merah (Haemorragic septicaemia). Pegagan (Centella asiatical [L] Urb.) (Gambar 1) telah dimanfaatkan sebagai obat tradisional baik bentuk bahan segar, kering maupun dalam bentuk ramuan jamu. Pada kegiatan perikanan pegagan digunakan sebagai obat untuk dropsy, ulcer, rontok ekor (tail-rot), rontok sirip (fin-rot), luka kemerahan, Gambar 1. Pegagan Centella asiatica Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2010 886 neon tetra disease, cloudy eyes, dan bacteria related diseases (Asiamaya, 2005; Januwati & Yusron, 2005; Kuntari, 2005). Kandungan senyawa yang dimiliki pegagan, yaitu asiaticoside, thankuniside, medecassoside, brahmoside, brahminoside, madastic acid, vitamin B1, B2, dan B6. Dari berbagai penelitian in vitro menunjukkan kemampuan pegagan menghancurkan berbagai bakteri penyebab infeksi, seperti Staphylococcus aureus, Escherichia coli, Pseudomonas aeruginosa, Salmonella typhi, dan sejenisnya. Senyawa asiaticoside membuat pegagan tak hanya dapat menghambat pertumbuhan bakteri tuberkolosis, tapi juga berpotensi sebagai imunomodulator/peningkat daya tahan tubuh (Widowati, 2009). METODE Riset ini dilakukan pada skala laboratorium. Ikan uji yang digunakan adalah benih ikan lele ukuran 35-50 g/ekor dan ikan mas ukuran 50-75 g/ekor dan bebas dari patogen target atau telah diketahui jenis-jenis bakteri yang menginfeksinya. Pembuatan Larutan Herbal Pembuatan ekstrak daun nimba Azadirachta indica hanya dilakukan untuk mendapat konsentrasi larutan dengan berat kering. Metode kerjanya adalah sebagai berikut: 1. Herbal (Daun nimba simplisia dan pegagan segar) di-blender hingga hancur, lalu disaring dengan saringan kasar. 2. Herbal yang sudah dihaluskan lalu ditimbang sebanyak x g (sesuai dengan konsentrasi larutan yang akan dibuat), dicampurkan dengan aquadest steril dalam gelas ukur, kemudian dihomogenkan. 3. Setelah homogen saring dengan kain steril untuk memisahkan cairan dengan ampasnya. 4. Ekstrak yang diperoleh lalu di sentrifuge dengan putaran 4.500 rpm selama 15 menit, kemudian simpan dalam botol schott steril untuk stok awal ekstrak. Uji MIC Pengamatan uji sensitivitas antibakteri menggunakan metode zona hambat dan uji MIC (Minimum Inhibitor Concentration). Pengamatan uji sensitivitas antibakteri dilakukan untuk mengamati daya hambat pegagan terhadap bakteri A. hydrophila. Uji LC50 Uji in vivo dilakukan dengan pengamatan uji LC50 pegagan terhadap lele dumbo. Pengamatan uji LC 50 dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui besarnya konsentrasi herbal yang dapat mengakibatkan 50% mortalitas ikan. Pengujian dilakukan dengan menggunakan enam perlakuan dan diulang sebanyak dua kali. Perlakuan tersebut yaitu larutan pegagan maupun nimba dengan konsentrasi 10.000, 5.000, 1.000, 500, 250, dan kontrol (0) mg/L. Pengamatan yang dilakukan adalah banyaknya mortalitas ikan setelah 24–96 jam, yang kemudian dianalisis dengan menggunakan analisis probit untuk mengetahui besarnya LC50-24. Uji Efektivitas Pegagan pada Ikan Metode penelitian yang digunakan adalah metode eksperimental. Rancangan penelitian berupa Rancangan acak lengkap (RAL) dengan lima perlakuan diulang sebanyak tiga kali. Perlakuan yang diberikan adalah konsentrasi pegagan yang berbeda berdasarkan hasil penelitian pendahuluan di mana nilainya berada di bawah nilai LC50 (1.000, 500, 250, dan 125 mg/L), pemberian ekstrak herbal dilakukan setiap hari selama 1 minggu. HASIL DAN BAHASAN Hasil uji kandungan bahan aktif dari ekstrak dilakukan di Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik BALITRO–Cimanggu (Tabel 1). Pemberian pegagan dapat menghambat pertumbuhan koloni bakteri A. hydrophila (Tabel 2) yaitu: 500, 250, dan 125 mg/L. Penurunan kepadatan bakteri dengan bertambahnya konsentrasi herbal disebabkan oleh suatu senyawa yang bersifat antagonis di mana pada konsetrasi tinggi dapat menghambat pertumbuhan bakteri, sedangkan pada konsentrasi rendah 887 Potensi antibakteri pegagan untuk penyakit bercak merah ... (Desy Sugiani) Tabel 1. Kandungan pegagan hasil pengekstraksian Jenis contoh Pegagan (akar+batang) Jenis pengujian/ pemeriksaan Kadar air Kadar abu Kadar abu tak larut asam Kadar sari dalam air Kadar sari dalam alkohol Kadar asiaticosid Hasil pengujian/ pemeriksaan (%) Busuk Segar 7,16 9,58 0,40 19,42 9,84 0,23 6,34 5,37 0,23 39,33 24,83 1,39 Tabel 2. Konsentrasi pegagan terhadap jumlah bakteri Aeromonas hydrophila Perlakuan (mg/L) Kepadatan bakteri 0 (kontrol) 125 250 500 1000 4,5 x 1010 2,2 x 1010 2,5 x 109 1,6 x 109 0,9 x 108 kurang dapat menghambat pertumbuhan bakteri. Dengan konsentrasi penghambat yang semakin tinggi, kemampuan antibakterial juga semakin besar sehingga lebih aktif menghambat pertumbuhan bakteri. Terjadinya penghambatan pertumbuhan koloni A. hydrophila oleh pegagan disebabkan oleh senyawa asiaticoside. Aktivitas penghambatan pertumbuhan bakteri disebabkan adanya senyawa antibakteri pada pegagan yaitu asiaticoside. Mekanisme senyawa asiaticoside terhadap pertumbuhan A. hydrophila yaitu senyawa asiaticoside yang terdapat pada pegagan bekerja dengan cara mendenaturasi protein dan merusak membran sel dengan cara melarutkan lemak yang terdapat pada dinding sel karena senyawa ini mampu melakukan migrasi dari fase cair ke fase lemak. Terjadinya kerusakan pada membran sel mengakibatkan terhambatnya aktivitas dan biosintesa enzim-enzim spesfik yang diperlukan dalam reaksi metabolisme dan kondisi ini pada akhirnya menyebabkan kematian pada bakteri. Berdasarkan hasil uji LC50-24 pegagan terhadap lele dumbo dihasilkan nilai LC50-24 sebesar 5.623,41 mg/L. Kerusakan Tubuh Berdasarkan hasil pengamatan, pada hari petama yaitu sekitar empat jam setelah diinfeksi dengan bakteri A. hydrophila 107 cfu/mL, lele pada semua perlakuan mengalami radang di daerah penyuntikan dan selanjutnya pada hari ke-2 berkembang menjadi tukak dan laju mortalitas yang meningkat drastis. Perkembangan tukak terus meningkat sampai hari ke-7, mulai dari kulit yang terkelupas, sirip yang rusak, dan mengalami pendarahan hingga daging terlepas dari tubuhnya. Pada hari ke-8 ikan yang bertahan hidup mulai mengalami penyembuhan tukak dengan hilangnya pendarahan di daerah tukak dan menutupnya tukak. Terjadinya penyembuhan didukung zat aktif yang terkandung dalam pegagan yang dapat melawan infeksi A. hydrophila salah satunya adalah flavonoid. Flavonoid bersifat antiinflamasi dan membantu mengurangi rasa sakit bila terjadi pendarahan atau pembengkakan. Selain itu, flavonoid juga memacu sistem imun karena leukosit sebagai pemakan benda asing lebih cepat dihasilkan dan sitem limfe lebih cepat diaktifkan (Angka et al., 1982). 888 Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2010 Diferensial Leukosit Dari hasil pengamatan terhadap diferensial leukosit ikan uji pada masa aklimatisasi, ternyata proporsi limfosit menunjukkan jumlah yang paling tinggi pada semua perlakuan dibandingkan dengan jumlah monosit atau neutrofil. Rukyani et al. (1997) mengatakan bahwa adanya peningkatan intensitas infeksi oleh patogen tertentu akan memicu kebutuhan sel darah putih dan peningkatan kebutuhan tersebut mengakibatkan adanya pengurangan jumlah sel agen penyedia zat kebal tubuh yaitu limfosit. Nilai neutrofil pada akhir pengamatan akhir menurun dibandingkan dengan minggu pertama uji tantang. Penurunan nilai neutrofil ini diperkirakan karena berkurangnya infeksi akibat aktivitas serangan antigen. Hal ini sesuai dengan pendapat Guyton & Hall (1997) dalam Martiani (2008), bahwa setelah proses infeksi dapat ditekan, sel-sel mati dan jaringan nekrotik yang salah satunya mengandung neutrofil yang telah mati secara bertahap akan mengalami autolisis dalam beberapa hari. Tabel 3. Persentase diferensial leukosit (Limfosit, Monosit, dan Neutrofil) Sampling Perlakuan Limfosit Rata-Rata (%) Monosit Masa Aklimatisasi Rata-rata A B C D E A B C D 74,2 42,3 43,6 47 10,3 13 91 37 95 10 9 2 1 6 2 0,5 3 1 2 1 Masa Perendaman dengan Pegagan Masa Pengamatan Neutrofil 16,8 73 54 46 88,3 86,5 6 62 3 89 Indeks Fagositosis Dari hasil pengamatan indeks fagositosis dalam darah ikan uji, terlihat bahwa rata-rata nilai sel fagosit pada kelompok ikan yang direndam pegagan pada masa perlakuan (perlakuan A, B, C, D) lebih tinggi dibandingkan dengan kelompok tanpa pemberian pegagan (perlakuan E). Perbedaan yang terdapat antara ikan yang direndam pegagan dengan ikan yang tidak direndam pegagan mengindikasikan bahwa ikan uji yang direndam pegagan memiliki kemampuan pertahanan nonspesifik yang lebih baik dibandingkan dengan ikan uji tanpa direndam pegagan. (Tabel 4). Tabel 4. Rata-rata nilai fagositosis sel fagosit fungsional darah ikan uji Perlakuan Nilai sel fagosit fungsional pada tiap perlakuan (%) Masa aklimatisasi - 65,8 Masa perendaman dengan larutan pegagan setelah diinfeksi dengan Aeromonas hydrophila A B C D E 30 36 24 28,6 24 Masa pengamatan setelah direndam dengan larutan pegagan A B C D 55 81 61 80 Pengamatan 889 Potensi antibakteri pegagan untuk penyakit bercak merah ... (Desy Sugiani) Sintasan Dari hasil uji sensitivitas antibakteri pegagan dengan konsentrasi 1.000 mg/L yang dapat menghambat pertumbuhan bakteri paling tinggi dan hasil uji LC50-24 yaitu konsentrasi 5.623,41 mg/ L yang sudah bisa mematikan ikan sebesar 50% dalam waktu 24 jam. Perlakuan untuk melihat efektivitas bahan aktif herbal terhadap ikan yang terinfeksi bakteri menggunakan dosis < 1.000 mg/ L. Hasil pengamatan terhadap mortalitas dan rata-rata tingkat sintasan ikan uji selama dua minggu menunjukkan bahwa setiap perlakuan memperlihatkan mortalitas dan rata-rata tingkat sintasan yang berbeda. Tabel 5. Sintasan lele dumbo Perlakuan Sintasan (%) A B C D E 1,85a 9,25a 1,85a 3,70a 0a Gambar 2. Grafik mortalitas lele dumbo Pada Gambar terlihat pada hari pertama sudah terjadi kematian ikan di mana nilai paling tinggi berada pada perlakuan E (kontrol) dan nilai paling rendah terdapat pada perlakuan C (250 mg/L). KESIMPULAN Anti-bakteri pegagan (asiaticosid) Centella asiatical [L] Urb. dapat digunakan untuk menanggulangi penyakit bercak merah (Haemorragic septicaemia) akibat infeksi Aeromonas hydrophila pada ikan lele (Clarias gariepinus). Konsentrasi yang efektif menghambat pertumbuhan bakteri dari ekstrak bahan herbal berada di bawah nilai LC50-24 (5.623,41 mg/L) dengan dosis efektif 250 mg/L. DAFTAR ACUAN Angka, S.L., Pramono, S.U., Pasaribu, F.H., & Alifuddin, M. 1982. Isolasi dan Identifikasi Jasad Renik Penyebab Epidemi Penyakit Bercak Merah Ikan di Jawa Barat. Buletin Perikanan, 1(1): 1-14. Asiamaya. 2005. Pegagan ( Centella asiatica Urban). http://www.asiamaya.com/jamu/isi/ pegagan_centellaasiatica.htm. Diakses pada tanggal 6 Juli 2009. Djadjadireja, R., Panjaitan, T.H., Rukyani, A. Sorono, A., Satiani, D., & Supriyadi, H. 1983. Country reports : Indonesia. Dalam : Fish Quarantine and Fish Diseases in Southest Asia. IDRC, Canada, hlm. 19-30. Harikrishnan, R., Rani, M.N., & Balasundaram, C. 2003. Hematological and biochemical parameters in common carp, Cyprinus carpio, following herbal treatment for Aeromonas hydrophila infection. Department of Animal Science, Bharathidasan University, Tiruchirapalli 620 024, Tamil Nadu, India Published by Elsevier Science B.V. Prosiding Forum Inovasi Teknologi Akuakultur 2010 890 Januwati, M. & Yusron, M. 2005. Budidaya Tanaman Pegagan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatika. http://www.balitro.go.id. Diakses pada tanggal 12 Mei 2009. Kuntari, R. 2005. Aktivitas Antibakteri dan Antioksidan Ekstrak Metanol Tanaman Pegagan (Centella asiatica). Skripsi. Departemen Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Institut Pertanian Bogor, 19 hlm. Martiani, I. 2008. Pengaruh Pemberian Vaksin Koi Herpes Virus (KHV) Dari Donor Inang Terhadap Respon Kekebalan Tubuh Ikan Mas (Cyprinus carpio Linn). Skripsi. Jurusan Perikanan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Universitas Padjadjaran. Jatinangor, 70 hlm. Rukyani, A., Silvia., E., Sunarto., A., & Taukhid. 1997. Peningkatan Respon Kebal Non-Spesifik pada Ikan Lele Dumbo (Clarias sp.) dengan Pemberian Imunostimulan (β-Glucan). J. Pen. Perik. Indonesia, (1). Supriyadi, H., Taufik, P., & Taukhid. 2003. Karakterisasi Patogen, Inang Spesifik, dan Sebaran Mycobacteriosis. J. Pen. Perik. Indonesia, 9(2): 39-45. Widowati, L. 2009. Pegagan: Dari Penumpas TBC sampai Peningkat Daya ingat. http://resepherbal.esalim.com/2009/02/pegagan-dari-penumpas-tbc-sampai-peningkat-daya-ingat/. Diakses pada tanggal 21 Juni 2009.