Document

advertisement
EVALUASI FRAKSI SERAT TONGKOL JAGUNG
HASIL BIOPROSES Neurospora sitophila DENGAN SUPLEMENTASI
SULPUR DAN NITROGEN
Titi Muntarti, Dinda Yolandasari,
Tidi Dhalika, Atun Budiman, Ana R.Tarmidi dan Mansyur
Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran
Jalan Raya Bandung - Sumedang Km 21 Jatinangor Sumedang 40600
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan melakukan evaluasi fraksi serat tongkol jagung hasil bioproses
menggunakan kapang Neurospora sitophila dengan suplementasi sulpur dan nitrogen. Penelitian
dilakukan menggunakan metode eksperimen dengan Rancangan Acak Lengkap dan 6 (enam)
macam imbangan suplementasi sulpur (S) dan nitrogen (N) sebagai perlakuan, yaitu : P1
suplementasi 0,04 % S dengan 1,0 % N, P2 suplementasi 0,04 % S dengan 1,5 % N, P3
suplementasi 0,06 % S dengan 1,0 % N, P4 suplementasi 0,06 % S dengan 1,5 % N, P5
suplementasi 0,08 % S dengan 1,0 % N, dan P6 suplementasi 0,08 % N dengan 1,5 % N, tiap
perlakuan diulang sebanyak 4 (empat) kali. Peubah yang diamati untuk melihat respon terhadap
perlakuan yang diberikan adalah fraksi serat yang diukur menggunakan metode Van Soest. Hasil
penelitian menunjukan bahwa imbangan suplementasi 0,04 % sulpur dengan 1,0 % nitrogen
menghasilkan kandungan fraksi serat terendah, yaitu, 50,58 % Neutral Detergent Fiber (NDF),
41,07 % Acid Detergent Fiber (ADF), 9,53 % hemiselulosa, dan 25,86 % selulosa, kecuali pada
lignin, angka terendah diperoleh pada imbangan suplementasi 0,06 % sulpur dan 1,0 % nitrogen,
yaitu 14,40 % lignin.
Kata kunci : Jagung, Neurospora sitophila, sulpur, nitrogen dan fraksi serat.
THE EVALUATION OF FIBER FRACTION IN CORN COB AS A PRODUCT
OF BIOPROCES USING Neurospora sitophila WITH SUPLEMENTATION
OF SULPUR AND NITROGEN
ABSTRACT
The research was addressed to evaluate of fiber fraction of corn cob as a product of
bioprocces using the fungi Neurospora sitophila with supplementation of sulphur and nitrogen. The
experimental methode used in this research was Completely Randomized Design consisted of sixth
combination of sulphur and nitrogen as treatment with 4 (four) replication, i.e : P1 suplementation
of 0,04 % S with 1,0 % N, P2 suplementation of 0,04 % S with 1,5 % N, P3 suplementation of 0,06
% S with 1,0 % N, P4 suplementation of 0,06 % S with 1,5 % N, P5 suplementation of 0,08 % S
with 1,0 % N, and P6 suplementation of 0,08 % S with 1,5 % N. Parameter in this research are the
fractions of fiber such determined with Van Soest methode. The result indicated that
supplementation of 0,04 % sulpur with 1,0 % nitrogen was obtained the lowest average of the
fraction of fiber, i,e 50,58 % Neutral Detergent Fiber(NDF), 41,07 % Acid Detergent Fiber(ADF),
9,53 % hemicellulosa, and 25,86 % cellulosa, exceplly for lignin, the lowest value showed at the
supplementation of 0,06 % sulpur with 1,0 % nitrogen, the content is 14,40 % lignin.
Key words : Corn, Neurospora sitophila, sulphur, nitrogen and fiber fraction.
PENDAHULUAN
Kandungan serat kasar yang tinggi pada tongkol jagung merupakan potensi yang baik untuk
dimanfaatkan sebagai sumber energi bagi ternak ruminan, tetapi nilai manfaat tongkol jagung
menjadi rendah pada saat ternak ruminan tidak mampu memecah fraksi serat menjadi molekul yang
lebih sederhana agar lebih mudah dicerna dan diserap didalam saluran pencernaan. Berdasarkan
aspek nilai nutrisinya, serat tidak mudah dicerna oleh enzim saluran pencernaan ternak (Van Soest,
1982), karena fraksi serat seperti selulosa terikat dengan lignin sehingga sulit dihidrolisis oleh
enzim pencernaan.
Hasil analisis kimia tongkol jagung menunjukan bahwa kandungan zat makanannya adalah
adalah 5,17 % air, 1,60 % abu, 3,88 % protein kasar, 21,29 % serat kasar, 1,06 % lemak kasar dan
72,17 % BETN. Menurut Nangole, dkk (1983), fraksi serat tongkol jagung terdiri dari 70,55 %
komponen dinding sel, 29,45 % isi sel, 57,01 % Acid Detergent Fiber (ADF),
13,54 %
hemiselulosa, dan 45,34 % selulosa, 11,67 % lignin dan 0,51 % silika. Optimalisasi nilai manfaat
tongkol jagung dapat diupayakan dengan metode fermentasi. Menurut Ganjar (1983), fermentasi
merupakan suatu proses perubahan senyawa organik seperti karbohidrat, protein, lemak dan bahan
organik lainnya dalam keadaan aerob maupun anaerob melalui kerja enzim yang dihasilkan oleh
mikroba. Dengan demikian, proses fermentasi dapat menyebabkan kerusakan dinding sel dan
terpecahnya ikatan lignoselulosa.
Hartadi, dkk (1984) menyatakan bahwa terputusnya ikatan diantara komponen dinding sel
ditandai dengan menurunnya konsentrasi fraksi serat seperti hemiselulosa, selulosa dan lignin.
Hemiselulosa akan berubah menjadi molekul yang lebih sederhana dan mudah dipecah dalam
bentuk karbohidrat sederhana. Doyle, dkk (1986) bahwa pengolahan bahan pakan menggunakan
metode fermentasi dapat juga menurunkan persentase zat penghambat pencernaan seperti Neutral
Detergent Fiber (NDF) dan lignin.
Fermentasi pada substrat yang mengandung serat tinggi pada umumnya menggunakan
metode fermentasi substrat padat. Menurut Chahal (1983), fermentasi substrat padat adalah
fermentasi yang substratnya tidak larut dan tidak mengandung air bebas. Berbagai jenis bakteri,
jamur dan ragi dapat digunakan untuk kepentingan tersebut, salah satunya adalah kapang
Neurospora sitophila Menurut Dekker (1981), kapang Neurospora sitophila yang ditumbuhkan
pada media yang mengandung selulosa akan menghasilkan enzim β-glukosidase yang memiliki
aktifitas selulolitik dan merupakan enzim terpenting dalam hidrolisis selulosa.
Proses pertumbuhan dan perkembangbiakan kapang Neurospora sitophila membutuhkan
berbagai unsur zat makanan, selain unsur karbon dibutuhkan juga nitrogen dan unsur mineral. Salah
satu unsur mineral yang dibutuhkan untuk perkembangbiakan sel kapang adalah sulpur, terutama
apabila sumber nitrogen yang digunakan dalam bentuk non protein nitrogen (NPN) seperti urea
karena sulpur dibutuhkan dalam sintesa protein mikroba khususnya sintesa asam amino gusus
sulpur (S-asam amino). Menurut Bird (1973), imbangan sulpur dan nitrogen dalam protein mikroba
berkisar antara 1 : 11 sampai dengan 1 : 22 dengan rataan nilai perbandingan 1 : 14. Sedangkan
menurut Anggorodi (1994) imbangan sulpur dan nitrogen dalam protein adalah 1 : 14. Hasil
penelitian yang dilakukan Tidi Dhalika, dkk (2003) menunjukan bahwa suplementasi sulpur dan
nitrogen pada kombinasi 0,04 % sulpur dan 1,50 % nitrogen pada fermentasi limbah padat industri
tepung tapioka (onggok) menggunakan kapang Saccharomyses cereviseae menghasilkan
peningkatan kandungan protein kasar yang cukup tinggi.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh kombinasi suplementasi sulpur dan
nitrogen pada bioproses tongkol jagung menggunakan kapang Neurospora sitophila terhadap fraksi
serat sehingga nilai nutrisinya meningkat dan dapat dimanfaatkan sebagai salah satu komponen
ransum ternak.
MATERI DAN METODE
Tongkol jagung yang digunakan dalam penelitian ini diperoleh dari Unit Pengolahan
Jagung di Kawasan Agroteknobisnis Sumedang (KAS) suatu kawasan yang dibangun atas
kerjasama Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) dengan PEMDA Sumedang.
Inokulum kapang Neurospora sitophila didapat dari pengrajin oncom di desa Pasir Reungit
kecamatan Legok Sumedang. Sulpur yang digunakan dalam penelitian ini adalah sulpur anorganik
dalam bentuk Natrium Sulpat (Na2SO4) yang diperoleh dari PT Brataco di Jalan Kelenteng
Bandung. Sumber nitrogen yang digunakan adalah Urea (CO-(NH2)2) produksi PT Kujang yang
mengandung 46,60 % nitrogen (N). Sumber karbohidrat siap pakai (readlly available carbohydrate)
yang digunakan pada proses fermentasi adalah molase yang diperoleh dari KSU Tandangsari
Tanjungsari Sumedang.
Percobaan dilakukan dengan metode eksperimen menggunakan Rancangan Acak Lengkap
yang terdiri dari 6 (enam) perlakuan, yaitu kombinasi suplementasi sulpur dan nitrogen pada
bioproses tongkol jagung dengan kapang Neurospora sitophila. Tarap suplementasi sulpur adalah
0,04 %, 0,06 % dan 0,08 % sedangkan tarap suplementasi nitrogen adalah 1,00 % dan 1,50 % dari
bahan kering substrat tongkol jagung dengan kombinasi suplementasi 0,04 % S dengan 1,0 % N
(P1) , suplementasi 0,04 % S dengan 1,5 % N (P2), suplementasi 0,06 % S dengan 1,0 % N (P3),
suplementasi 0,06 % S dengan 1,5 % N (P4), suplementasi 0,08 % S dengan 1,0 % N (P5), dan
suplementasi 0,08 % S dengan 1,5 % N (P6). Jumlah inokulum kapang Neurospora dan molase tebu
yang ditambahkan untuk semua perlakuan adalah 2 % dari berat bahan kering substrat tongkol
jagung. Tiap perlakuan diulang sebanyak 4 (empat) kali, sehingga diperoleh 24 satuan percobaan.
Peubah yang diamati adalah fraksi serat meliputi kandungan Neutral Detergent Fiber
(NDF), Acid Detergent Fiber (ADF), hemiselulosa, selulosa, dan lignin yang diukur dengan
menggunakan metode Van Soest (1967). Data yang diperoleh diolah menggunakan Sidik Ragam
dilanjutkan dengan uji Jarak Berganda Duncan (Steel dan Torrie,1980., Gaspersz, 1991).
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kandungan Neutral Detergent Fiber (NDF) dan Acid Detergent Fiber (ADF)
Perbedaan imbangan suplementasi sulpur dan nitrogen pada bioproses tongkol jagung
menggunakan kapang Neurospora sitophila menghasilkan kandungan NDF yang bervariasi dengan
kisaran antara 50,18 % sampai 59,13 %. Hasil sidik ragam menunjukan bahwa suplementasi sulpur
dan nitrogen memberikan pengaruh berbeda nyata (P ≤ 0,05) terhadap kandungan NDF tongkol
jagung hasil bioproses. Hasil ini menunjukan bahwa proses fermentasi tongkol jagung oleh kapang
Neurospora sitophila telah mengakibatkan terjadinya degradasi komponen dinding sel atau NDF
tongkol jagung menjadi polimer karbohidrat yang lebih sederhana akibat kerja enzim yang
dihasilkan oleh kapang Neurospora sitophila, seperti dikemukakan oleh Dekker (1981) bahwa
kapang Neurospora sitophila yang ditumbuhkan pada media yang banyak mengandung selulosa
kasar seperti tongkol jagung akan dihasilkan enzim β-glukosidase yang memiliki aktifitas selulolitik
dan merupakan enzim terpenting dalam hidrolisis selulosa.
Tabel 1. Kandungan Neutral Detergent Fiber (NDF) dan Acid Detergent Fiber (ADF)
Tongkol Jagung Hasil Bioproses Neurospora sitophila Dengan Suplementasi
Sulpur dan Nitrogen
Fraksi Serat
Perlakuan
P1
P2
P3
P4
P5
Kandungan NDF (%)
50,58 a
56,68 c
54,54 b
58,60 d
56,79 c
Kandungan ADF (%)
41,06 a
42,33 bc 41,56 ab 43,20 cd 41,14 a
Keterangan : Huruf yang sama ke arah kolom menunjukan hasil berbeda tidak nyata.
P6
55,37 b
44,34 d
Suplementasi 0,04 % sulpur dengan 1,0 % nitrogen (P1) menghasilkan rataan kandungan
NDF terendah dibandingkan dengan perlakuan yang lain, hal ini menunjukan bahwa suplementasi
sulpur dan nitrogen pada dosis tesebut dapat mendukung pertumbuhan Neurospora sitophila secara
optimal sehingga mampu melakukan aktifitas selulolitik secara maksimal. Suplementasi 0,06 %
sulpur dengan 1,0 % nitrogen (P3) dan suplementasi 0,08 % sulpur dengan 1,5 % nitrogen (P6)
menunjukan hasil yang berbeda tidak nyata, hal ini menunjukan bahwa taraf suplementasi tersebut
menghasilkan peluang yang sama bagi Neurospora sitophila untuk degradasi komponen penyusun
NDF, begitu pula halnya dengan suplementasi 0,04 % sulpur dengan1,5 % nitrogen (P2) dan
suplementasi 0,08 % sulpur dengan 1,0 % nitrogen (P5). Namun rataan kandungan NDF keduanya
berbeda nyata lebih tinggi dibandingkan dengan suplementasi 0,06 % sulpur dengan 1,0 % nitrogen
(P3) dan suplementasi 0,08 % sulpur dengan 1,5 % nitrogen (P6).
Suplementasi 0,06 % sulpur dengan 1,5 % nitrogen (P4) menghasilkan rataan kandungan
NDF yang berbeda nyata lebih tinggi dibandingkan perlakuan lainnya. Hal ini menunjukan bahwa
suplementasi sulpur dengan nitrogen pada taraf tersebut telah melewati dosis optimum bagi
pertumbuhan kapang Neurospora sitophila, sehingga kelebihan suplementasi sulpur dan nitrogen
tidak dapat dimanfaatkan dan ada kemungkinan membentuk senyawa lain yang bersifat toksik yang
dapat menghambat pertumbuhan kapang yang mengakibatkan aktifitas enzim yang melakukan
degradasi terhadap komponen NDF menjadi berkurang. Menurut Rahman (1989), pada proses
fermentasi formulasi medium merupakan aspek yang penting. Komponen medium harus memenuhi
kebutuhan elemen dasar serta pembentukan biomassa dan produk fermentasi serta dapat
menyediakan energi yang cukup untuk biosintesa dan pemeliharaan sel.
Fraksi NDF merupakan komponen terbesar dalam tongkol jagung, perubahan yang terjadi
pada fraksi serat ini selama proses fermentasi mencerminkan kinerja enzim selulolitik yang
dihasilkan Neurospora sitophila diantaranya adalah β-glukosidase, enzim ini berperan dalam
hidrolisa selubiosa selooligomer pendek lainnya menjadi glukosa. Pola penurunan kandungan NDF
yang fluktuatif juga memperlihatkan bahwa suplementasi sulpur dan nitrogen memiliki peran dalam
proses fermentasi, diantaranya untuk pertumbuhan dan aktifitas Neurospora sitophila dalam
menghasilkan enzim yang mampu mendegradasi bahan organik dalam bentuk polimer karbohidrat
seperti fraksi serat (hemiselulosa dan selulosa) menjadi monosakarida (glukosa, fruktosa dan
galaktosa), seperti dikemukakan oleh Reksohadiprodjo (1988), bahwa menurunnya kandungan
dinding sel disebabkan oleh degradasi fraksi hemiselulosa dan selulosa sehingga mengakibatkan
kedua fraksi tersebut larut oleh larutan detergent neutral.
Sumber nitrogen dibutuhkan untuk mendapatkan pertumbuhan dan perkembangbiakan
mikroba yang tinggi, sehingga aktifitas enzim yang disekresikan maksimal, Menurut Wang (1982),
urea merupakan salah satu sumber nitrogen yang cukup baik dalam produksi CMCase dan βglukosidase. Elemen lain yang dibutuhkan untuk pertumbuhan dan perkembangbiakan mikroba
pada saat fermentasi berlangsung adalah unsur mineral sulpur. Menurut Georgievskii (1982), unsur
mineral sulpur dibutuhkan mikroba untuk memecah selulosa, pemanfaatan sumber nitrogen bukan
protein dan sintesis beberapa vitamin B, serta menurut
Parakkasi (1999) berfungsi sebagai
komponen sel mikroba dan pembentukan asam amino gugus sulpur seperti methionine, sistine, dan
sisteine. Jika selama fermentasi berlangsung kondisi medium mencapai keseimbangan ideal, maka
dapat dikatakan bahwa kebutuhan elemen dasar serta pembentukan biomassa dan produk fermentasi
dapat terpenuhi. Sehingga laju degradasi enzim yang dihasilkan oleh kapang Neurospora sitophila
dengan suplementasi sulpur dan nitrogen berjalan maksimal, dan imbangan suplementasi sulpur dan
nitrogen terbaik yang mampu melakukan degradasi secara optimal dihasilkan dari proses fermentasi
dengan suplementasi 0,04 % sulpur dan 1 % nitrogen (P1).
Berdasarkaan hasil uji sidik ragam dapat diketahui bahwa suplementasi sulpur dan nitrogen
pada biokonversi dengan kapang Neurospora sitophila memberikan pengaruh berbeda nyata
terhadap kandungan ADF tongkol jagung. Hal ini diduga terjadi karena enzim yang dihasilkan
Neurospora sitophila yaitu xilanase dan selulase mampu melakukan degradasi hemiselulosa dan
selulosa, sehingga kandungan kedua fraksi serat ini menurun yang selanjutnya akan mempengaruhi
kandungan ADF tongkol jagung.
Suplementasi 0,04 % sulpur dengan 1,50 % nitrogen (P2) menghasilkan rataan kandungan
ADF paling rendah, meskipun secara statistik tidak menunjukan perbedaan yang nyata dengan
perlakuan suplementasi 0,08 % sulpur dengan 1,0 % nitrogen.(P5) dan suplementasi 0,06 % sulpur
dengan 1,0 % nitrogen (P3). Hal ini menunjukan bahwa bahwa pada taraf suplementasi 0,04 %
sulpur dengan 1,50 % nitrogen (P2), kapang Neurospora sitophila dapat tumbuh secara optimal
sehingga enzim yang dihasilkannya mampu melakukan aktifitas selulolitik secara maksimal.
Suplementasi nitrogen sebesar 1,0 % pada proses fermentasi menggunakan kapang Neurospora
sitophila diduga merupakan dosis optimum bagi pertumbuhan kapang Neurospora sitophila untuk
degradasi komponen ADF. Hal ini ditunjukan dengan adanya pola penurunan kandungan ADF yang
meningkat pada perlakuan yang ditambahkan 1,0 % nitrogen dibandingkan dengan suplementasi
1,50 % nitrogen.
Rataan kandungan ADF paling tinggi dihasilkan pada suplementasi 0,08 % sulpur dengan
1,50 % nitrogen (P6). Pada taraf suplementasi ini, dosis yang diberikan diduga telah melewati
angka kebutuhan nutrisi bagi pertumbuhan kapang Neurospora sitophila. Kelebihan sulpur dan
nitrogen yang tidak dimanfaatkan memunculkan senyawa baru seperti seperti ammonium sulpat
atau (NH4)2SO4 akibat penggabungan NH3 dari urea dengan SO4 yang akan menghasilkan suasana
asam. Suasana asam yang terbentuk akan berpengaruh terhadap kondisi pH optium bagi
pertumbuhan kapang Neurospora sitophila, apabila suasana asam melewati pH optimum bagi
pertumbuhan kapang akan mengganggu pertumbuhan dan perkembangbiakannya. Sehingga enzim
yang dihasilkan untuk degradasi fraksi serat khususnya Acid Detergent Fiber menjadi berkurang,
seperti dikemukakan oleh Tripathi dan Yadav (1992) bahwa salah satu faktor yang menentukan
keberhasilan proses fermentasi selain faktor nutrisi substrat adalah faktor fisik, diantaranya pH.
Menurut Steinkraus, dkk (1965), kisaran pH optimum bagi pertumbuhan dan perkembangan kapang
Neurospora sitophila adalah 4,5 – 6,0.
Hasil penelitian ini menunjukan bahwa suplementasi 0,04 % sulpur dengan 1,0 % nitrogen
(P1) mampu meningkatkan aktifitas enzim pemecah dinding sel yang dihasilkan oleh kapang
Neurospora sitophila selama proses fermentasi berlangsung secara optimal. Hal ini menunjukan
bahwa enzim yang dihasilkan kapang Neurospora sitophila mulai menyerang ikatan hidrogen dan
merengggangkan ikatan lignohemiselulosa dan lignoselulosa. Akibatnya kandungan hemiselulosa
terlarut mulai meningkat, sehingga jumlah ADF menjadi berkurang. Penurunan kandungan ADF
memberikan indikasi bahwa degradasi hemiselulosa dan selulosa telah berlangsung. Keadaan
tersebut akan menyebabkan jumlah material isi sel yang larut meningkat, dan akhirnya struktur
dinding sel substrat tongkol jagung menjadi lebih rapuh dibandingkan tongkol jagung tanpa
fermentasi.
Kandungan Hemiselulosa, Selulosa dan Lignin.
Rataan kisaran kandungan hemiselulosa pada berbagai taraf suplementasi sulpur dan
nitrogen pada bioproses tongkol jagung menggunakan kapang Neurospora sitophila adalah 9,53 %
sampai 15,65 %. Hasil uji sidik ragam menunjukan bahwa suplementasi sulpur dengan nitrogen
pada proses fermentasi tongkol jagung memberikan pengaruh berbeda nyata (P ≤ 0,05) terhadap
kandungan hemiselulosa produk fermentasinya. Melalui suplementasi sulpur dengan nitrogen maka
pertumbuhan Neurospora sitophila akan lebih banyak sehingga dihasilkan sejumlah enzim,
diantaranya xilanase yang dapat merombak hemiselulosa menjadi karbohidrat yang lebih sederhana,
adanya perombakan ini diperlihatkan dengan terjadinya penurunan hemiselulosa produk fermentasi
tongkol jagung.
Kandungan hemiselulosa paling rendah dicapai pada suplementasi 0,04 % sulpur dengan
1,00 % nitrogen (P1). Hal ini disebabkan karena pada taraf suplementasi tersebut, diduga
pertumbuhan dan perkembangbiakan kapang Neurospora sitophila mencapai titik maksimal
sehingga konsentrasi enzim xilanase yang bekerja dalam degradasi hemiselulosa meningkat. Enzim
xilanase
yang dihasilkan oleh
Neurospora
sitophila
kemungkinan
dapat
menguraikan
lignohemiselulosa. Jouany (1991) menyatakan bahwa beberapa enzim yang berperan dalam
hidrolisa hemiselulosa adalah arabinase, β-galaktosidase, mannase dan xilanase. Lebih lanjut
dikemukakan oleh Dekker (1983) bahwa enzim xilanase akan merombak hemiselulosa menjadi
xilosa, arabinosa, dan asam glukuronat. Menurut Sudarti (1986), kapang Neurospora sp yang
tumbuh pada oncom merah (ampas tahu) ternyata dapat menurunkan kadar total dietary fiber
sebesar 26,16 % dan hemiselulosa sebesar 93,01 %.
Tabel 2. Kandungan Hemiselulosa, Selulosa dan Lignin Tongkol Jagung
Hasil Bioproses Neurospora sitophila dengan Suplementasi
Sulpur dan Nitrogen
Fraksi Serat
Perlakuan
P1
P2
P3
P4
P5
Hemiselulosa
9,53 a
14,34 bc 12,99 b
15,40 c
15,65 c
Selulosa
25,86 a
26,77 bc 27,16 c
27,01 bc 26,21 ab
Lignin
15,19 bc 15,57 c 14,40 a
16,19 d
14,93 b
Keterangan : Huruf yang sama ke arah kolom menunjukan hasil berbeda tidak nyata.
P6
11,03 a
27,39 c
16,95 e
Kisaran kandungan selulosa produk biomassa tongkol jagung hasil fermentasi
menggunakan kapang Neurospora sitophila dengan suplementasi sulpur dan nitrogen adalah 25,86
% sampai 26,77%. Secara umum terlihat bahwa rataan kandungan selulosa tongkol jagung hasil
fermentasi menggunakan Neurospora sitophila lebih rendah dibandingkan tongkol jagung tanpa
fermentasi, yaitu sebesar 28,60 %. Hasil uji statistik menunjukan bahwa suplementasi sulpur dan
nitrogen pada tongkol jagung yang diolah menggunakan metode fermentasi kapang Neurospora
sitophila memberikan pengaruh terhadap kandungan selulosa. Hal ini terjadi karena pada saat
fermentasi, enzim selulase yang dihasilkan oleh Neurospora sitophila mampu melakukan degradasi
terhadap selulosa sehingga kandungan selulosa tongkol jagung menurun.
Kandungan selulosa paling rendah terjadi pada suplementasi 0,04 % sulpur dan 1,00 %
nitrogen (P1), hal ini diduga akibat kerja enzim selulase pada perlakuan tersebut bekerja secara
optimal memecah ikatan lignoselulosa dan struktur kristal selulosa sehingga dengan lepasnya ikatan
tersebut selulosa menjadi lebih mudah dipecah. Selain itu, pemecahan ikatan lignoselulosa juga
diduga sudah mulai terjadi saat pra perlakuan yaitu pada saat penggilingan dan pemanasan. Menurut
Chang, dkk (1981), penggilingan bahan berserat dapat mengurangi ukuran partikel, merusak
struktur kristal dan memutuskan ikatan kimia dari rantai panjang molekulnya. Akan tetapi degradasi
selulosa akan lebih optimal pada saat proses fermentasi yang dibantu oleh kerja enzim selulase yang
dihasilkan oleh Neurospora sitophila.
Menurut Jouany (1991), ada tiga macam enzim yang berperan dalam hidrolisa selulosa,
yaitu endo-1,4–β–glukanase, sellobiohydrolase dan β– glukosidase. Enzim endo-1,4–β–glukanase
menyerang secara acak selulosa dengan cepat memotong rantai panjang untuk menghasilkan
sellooligosaharida.
Sellobiohydrolase melakukan degradasi selulosa untuk melepaskan unit-unit
selobiosa. Sedangkan β–glukosidase melakukan hidrolisa selobiosa dan dapat memecah
oligosakarida dengan sedikit polimerisasi kedalam glukosa. Anggorodi (1984), menyatakan bahwa
enzim β–glukosidase dapat mencerna dan merombak selulosa menjadi disakarida yaitu selobiosa
yang selanjutnya akan dihidrolisis menjadi monosakarida, yaitu glukosa.
Kapang Neurospora sitophila akan lebih banyak menghasilkan enzim selulase apabila
kebutuhan nutrisi dalam bentuk karbon, nitrogen dan sulpur bagi pertumbuhan dan
perkembangbiakannya dapat terpenuhi sehingga enzim yang dihasilkan akan lebih aktif melakukan
degradasi selulosa. Kebutuhan niitrogen bagi mikroba penghasil selulosa biasanya dapat dipenuhi
dari urea. Irawadi (1991) mengemukakan bahwa urea dibutuhkan untuk meningkatkan aktifitas
selulase selama proses fermentasi, Urea yang ditambahkan kedalam bahan pakan akan mengalami
ureolitik menjadi ammonia (NH4) dan CO2. Ammonia yang dihasilkan juga dapat menghancurkan
ikatan lignohemiselulosa dan lignoselulosa sehingga kecernaan bahan pakan tersebut meningkat.
Secara umum terlihat bahwa rataan kandungan lignin tongkol jagung hasil fermentasi
Neurospora sitophila antara 14,40 % sampai 16,95 % lebih rendah dibandingkan kandungan lignin
tongkol jagung tanpa fermentasi sebesar 20,98 %. Hasil uji statistik menunjukan bahwa fermentasi
menggunakan kapang Neurospora sitophila dengan suplementasi sulpur dan nitrogen memberikan
pengaruh terhadap penurunan kandungan lignin tongkol jagung. Hal ini disebabkan karena pada
saat fermentasi, enzim yang dihasilkan oleh Neurospora sitophila mampu melakukan degradasi
lignin sehingga kandungan lignin mengalami penurunan.
Kandungan lignin paling rendah terjadi pada suplementasi 0,06 % sulpur dengan 1,00 %
nitrogen (P3), diduga enzim lignase dapat bekerja optimal. Penurunan kandungan lignin diduga
akibat adanya aktifitas enzim lignase selama proses fermentasi yang dihasilkan oleh Neurospora
sitophila. Penelitian Irawadi (1991) menunjukan bahwa kapang Neurospora sp yang diisolasi dari
tandan kosong kelapa sawit dan ditumbuhkan selama sepuluh hari pada media padat berupa
campuran ampas dan tandan kosong kelapa sawit mampu menurunkan jumlah lignin dari 27,40 %
menjadi 14,50 %. Adapun enzim-enzim yang berperan dalam degradasi lignin terdiri atas beberapa
enzim yang bekerja bersama-sama, yaitu ligninolitik oksidase, fenol oksidase, β-etherase dan
demetoxilase. Menurut Amer dan Stephen (1982), Neurospora sp merupakan kapang kelas
Ascomycetes yang merupakan soft roth fungi yang dapat melakukan degradasi terhadap lignin dan
bahan lignoselulitik. Soft roth fungi kebanyakan bersifat termofilik dan cukup baik melakukan
degradasi lignin jika diinkubasi pada suhu tinggi.
KESIMPULAN DAN SARAN
Suplementasi sulpur dan nitrogen pada bioproses tongkol jagung menggunakan kapang
Neurospora sitophila dapat menurunkan fraksi serat yang terdapat didalam tongkol jagung.
Suplementasi 0,04 % sulpur dengan 1,00 % nitrogen menghasilkan kandungan fraksi serat terendah,
yaitu 50,58 % Neutral Detergent Fiber, 41,06 % Acid Detergent Fiber, 9,53 % hemiselulosa, dan
25,86 % selulosa, kecuali pada lignin kandungan terendah dicapai dengan meningkatnya
suplementasi sulpur menjadi 0,06 % sehingga diperoleh kandungan lignin terendah, yaitu 14,40 %.
Upaya penurunan fraksi serat pada tongkol jagung dapat dilakukan dengan bioproses
menggunakan kapang Neurospora sitophila dengan menambahkan kombinasi suplementasi 0,04 %
sampai 0,06 % sulpur dengan 1,00 % nitrogen.
UCAPAN TERIMAKASIH
Penulis mengucapkan terimakasih kepada PT Indofood Sukses Makmur Tbk yang telah
memberikan kesempatan kepada penulis untuk berperan serta pada kegiatan BOGASARI
NUGRAHA RESEARCH GRANT VIII – 2005 sehingga penulis mendapat bantuan dana penelitian
dan penelitian ini dapat terlaksana dengan baik. Ucapan terima kasih juga disampaikan kepada
Dekan dan Kepala beserta staf Laboratorium Nutrisi Ternak Ruminan dan Kimia Makanan Ternak
Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran atas segala dukungan dan bantuan yang telah diberikan
sehingga penelitian dapat dikerjakan dengan lancar. Semoga amal baik yang telah diberikan
mendapat limpahan pahala dari Alloh SWT yang maha memberi, Amien.
DAFTAR PUSTAKA
Amer G.I and W. D. Stephen, 1982. Microbiologi of Lignin Degradation. Dalam D. Perlman (Ed).
Annual Report on Fermentation Processes. Vol 4. Academic Press, New York.
Anggorodi. R. 1984. Ilmu Makanan Ternak Umum. Cetakan ke 5. Penerbit PT. Gramedia Pustaka
Utama, Jakarta.
Bird. P.R. 1973. Sulpur Metabolism and Exretion Studi in Ruminan. Aust. J. Biol Sci. Vol 25.
Chahal. D.S. 1983. Solid State Fermentation with Trichoderma reesei for Cellulose Production.
Appl. Environ Microbial. 49 (1) : 205 – 210.
Chang, S.T., and P.G. Miles. 1981. Edible Mushroom and Their Cultivation. CRC. Press. Inc., Boca
Raton, Florida.
Dekker R.F.H. 1981. Induction, Localization and Characterization of β-D-glukosidase Produced by
a Species of Monilla. J. of General Microbiologi. 127:177-184.
Doyle P.T., C. Davendra., and G.R. Pearce. 1986. Rice Straw as a Feed For Ruminant. The
Australian Development Assistance Bureau, Canberra.
Ganjar I. 1983. Perkembangan Mikrobiologi dan Bioteknologi di Indonesia. PERHIMI, Jakarta.
Gaspersz. V. 1991. Teknik Analisis Dalam Penelitian dan Percobaan. Edisi Pertama. Penerbit
Tarsito, Bandung.
Georgievskii V.I. 1982. Mineral Nutrition of Animals. Studies in The Agricultural and Food
Science. English, 161.
Hartadi H., R. Reksohadiprodjo., dan A.D Tillman. 1984. Komposisi Pakan Untuk Indonesia.
Cetakan Kedua. Gadjah Mada University Press, Yogjakarta.
Irawadi. T.T. 1991. Selulase. Pusat Antar Universitas, Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Jouany J.P., and K. Usida. 1991. Rumen Microbial Metabolism and Ruminant Digestion. Institut
National de La Recherche Agronomique Paris. 16 – 22, 110 – 122, 246 – 251.
Nangole F.N., H.K. Male., and A.N. Said. 1983. Chemical Composition, Digestibility and Feeding
Value of Maize Cob. Animal Feeds Science and Technology. Elsevier Science Publisher B.V.
Amsterdam. 9. 121.130.
Parakkasi. A. 1999. Ilmu Gizi dan MakananTernak Ruminansia. Penerbit UI Press, Jakarta.
Rahman A. 1989. Pengantar Teknologi Fermentasi. PAU Pangan dan Gizi. IPB, Bogor.
Reksohadiprodjo S. 1988. Pakan Ternak Gembala. Badan Penerbit. Fakultas Ekonomi UGM,
Jogyakarta.
Steel R.G.D., dan Torrie,1980. Prinsip dan Prosedure Analisis Suatu Pendekatan Biometrika. Edisi
Kedua. Penerbit PT Gramedia.
Steinkraus, K.H., C.Y. Lee, and P.A. Buck. 1965. Soybean Fermentation by The Oncom Mold
Neurospora. Food Tech. Vol 19 No. 8 : 119 – 120.
Tidi Dhalika, B. Ayuningsih, A. Budiman. 2003. Komposisi Nutrisi Produk Fermentasi Onggok
Oleh Ragi Saccharomyses cereviseae Dengan Suplementasi Nitrogen dan Sulpur. Laporan
Penelitian. Lembaga Penelitian Universitas Padjadjaran, Bandung
Tripathi J.P., and J.S. Yadav. 1992. Optimation of Solid Substrate Fermentation of Wheat Straw
into Feed By Pleurotus astereatus. A Pilot Effort. J. Anim. Feed Sci and Tech. 37 : 59.
Van Soest 1967. Use of Detergent in The Analysis of Fibrous Feeds. Agricultural Research Center,
Beltsville.
Van Soest P.J. 1982. Nutritional Ecology of The Ruminant. O and B Book Inc. Oregon, USA.
Wang C.W. 1982. Cellulolityc Enzymes of Volvoriella volvacea. Dalam Shay S.T. and T.H.
Quimio (Ed). Tropical Mushroom Biological Nature and Cultivation Methods. The Chinese
University Press, Hongkong.
Download