Diagnosis banding pada kasus jarang, lesi di apex pulmo dan

advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
Pada tahun 1924, Pancoast menerbitkan sebuah artikel tentang empat orang pasien
dengan keluhan nyeri bahu dan lengan, atrofi otot-otot intrinsik tangan dan ipsilateral . Timbul
sindroma horner terkait dengan massa di apex pulmo tersebut. Tumor pancoast adalah nonsmall cell carcinoma yang berasal dari apex pulmo dan yang sering menyebabkan tanda dan
gejala yang dikenal secara kolektif sebagai sindrom Pancoast. Manifestasi ini mungkin termasuk
nyeri bahu dan lengan, serta sindrom Horner, yang ditandai dengan anhidrosis ipsilateral dari
wajah, miosis, dan ptosis dengan penyempitan fisura palpebra sekunder kelumpuhan musculus
Muller . 1
Secara patologi tumor pancoast tergolong non–small cell carcinomas, pada pulmo sulcus
superior hanya mewakili 3 % dari semua kanker paru dan berhubungan dalam banyak kasus
dengan hasil klinis yang minimal . Terapi multimodality dengan iradiasi , kemoterapi , dan
pembedahan menawarkan kemungkinan terbaik untuk kelangsungan hidup jangka panjang dan
penyembuhan pada banyak kasus . Untuk pasien dengan tumor sulcus pulmo yang tidak operasi,
kemoradioterapi dapat membantu memperpanjang kelangsungan hidup dan memberikan bantuan
nyeri jangka panjang. Untuk menentukan tumor secara akurat dan membantu mengoptimalkan
perencanaan dan pelaksanaan terapi , maka ahli radiologi membutuhkan pengetahuan rinci
tentang manifestasi klinis dan pencitraan penyakit pada pasien dan pilihan terapi yang tersedia.
Akurasi imejing tiga dimensi dan interpretasi imejing sangat penting untuk pemetaan tumor
primer sebelum iradiasi atau reseksi bedah. Angka mortalitas atau morbiditas diperkirakan dari
angka survival 5 tahun yang didasarkan pada penurunan berat badan, keterlibatan supraklavikula
atau vertebra, stadium penyakit dan terapi bedah. 1
Adapun tujuan dari penulisan laporan kasus ini karena merupakan kasus yang jarang,
hanya 3% dari seluruh kanker paru dan kasus ini sudah proved case berdasarkan hasil patologi
anatomi. Sedangkan tujuan dari penulisan laporan kasus ini untuk lebih menajamkan diagnosis
berdasarkan foto polos dan MSCT thorax sehingga dapat membantu dalam menentukan terapi
yang akan diberikan.
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
I.
Tumor Pancoast
A. Definisi
Tumor pancoast merupakan tumor yang spesial dan unik dari tumor paru yang berlokasi di
apex pulmo dan mengenai jaringan dinding dada dan struktur inlet thorax (pleura parietal, kosta
1 dan 2 atau periosteum dan corpus vertebra 1 dan 2, persarafan terbawah dari plexus brachialis,
rantai simpatik superior dan stellata ganglion, arteri dan vena subclavia). 1,2
B. Anatomi
Thorax inlet merupakan bagian paling superior dari thorax dan merupakan batas atap
mediastinum. Batas tulang thorax inlet adalah vertebra thoracal posterior pertama, kosta satu
aspek lateral dan cartilago kosta satu dan manubrium sterni anterior. Umumnya diameter
anteroposterior 4,5-6 cm dan diameter transversal sekitar 9-11 cm. Pembuluh darah utama dari
kepala dan extremitas atas, serta trakea dan esofagus toraks akan keluar melalui thorax inlet
(Gambar 1). Regio anatomi secara skematik terbagi menjadi tiga kompartemen dari potongan
ideal yang menghubungkan ke anterior, medial dan posterior dari otot pada kosta pertama dan
kedua (Gambar 2). 1
Kompartemen anterior terletak anterior dari tempat masuknya otot ke kosta pertama dan
termasuk sternocleidomastoid platysma dan otot-otot omohyoid serta rantai limfatik. Potongan
ini juga memberikan bagian ke vena subclavia , tepat di belakang clavikula. Diantara kombinasi
vena dengan internal dan eksternal vena jugularis membentuk vena brachiocephalica yang
merupakan pertemuan vena cava superior (VCS). Pada tingkatan ini, duktus thoracicus selalu
mengalir ke VCS sementara nervus frenicus terletak pada permukaan anterior musculus asimetris
ke batas posterior dari medial musculus. Daerah ini dilintasi oleh arteri utama keluar thorax:
arteri innominata di sisi dextra, yang menimbulkan karotid dextra dan arteri subklavia dextra,
dan sinistra karotid dan subklavia arteri di sisi sinistra. Ruang ini juga ditempati oleh batangbatang pleksus brakialis dan medial, oleh saraf vagus. Akhirnya, kompartemen posterior
2
(extrascalene) terletak posterior ke sisi otot yang tidak sama panjang, medial memberikan
bagian ke arteri scapular posterior dan termasuk saraf spinalis, rantai simpatik, stellata yang
ganglion, foramen saraf dan corpus vertebra. 1
C. Epidemiologi
Tumor Pancoast mewakili 3% sampai 5% dari semua kanker paru dan secara biologis mirip
dengan gambaran khas NSCLC dengan kecenderungan mengalami metastasis yang jauh. Faktor
risiko utama yang bertanggung jawab bagi perkembangan tumor adalah merokok. Rata-rata usia
presentasi adalah dekade keenam dari kehidupan, dengan pria lebih banyak dari wanita.
Penyebab paling umum dari sindrom Pancoast adalah NSCLC dengan sel skuamosa sebagai asal,
diikuti oleh adenokarsinoma dan subtipe karsinoma sel besar. Namun, dalam beberapa studi
adenocarcinoma dilaporkan lebih sering dari subtipe sel skuamosa dan insiden sangat dominan di
negara-negara maju, bahkan mungkin merubah menjadi karsinoma sel skuamosa. Alasan yang
mendasari pergeseran ini belum sepenuhnya dipahami, tapi konsumsi rokok filter selama dekade
terakhir ini dicurigai sebagai penyebabnya. Kanker paru-paru sel kecil adalah jarang penyebab
tumor Pancoast. Kanker paru jarang pada usia dibawah 40 tahun, di atas 40 tahun akan
meningkat dengan tajam secara spesifik. Usia dengan insiden tertinggi antara usia 65 dan 79
tahun. 3,4
D. Etiologi
Mayoritas kasus sindrom pancoast adalah karsinoma paru non-sel kecil ( NSCLC ), lebih
dari 95 % terletak di sulkus superior . Varietas yang paling umum adalah
SCC dan
adenokarsinoma , karsinoma sel besar juga telah dilaporkan meskipun cukup langka (sebagian
besar kasus kurang dari 5 %) , karsinoma sel kecil juga dilaporkan . Maggi et al melaporkan
dari 60 pasien pada tahun 1994 hanya 3 pasien dengan karsinoma sel kecil. Biasanya ,
memanifestasikan karsinoma sel kecil lokasinya di sentral dari pada perifer. Meskipun NSCLC
penyebab paling umum dari sindrom pancoast, diagnosis histologis wajib ditegakkan sebelum
pengobatan definitif dimulai. 2
3
E. Patofisiologi
Tumor Pancoast adalah subset dari kanker paru-paru yang menyerang apikal dinding dada.
Karena lokasi di puncak pleura , tumor menginfiltrasi jaringan yang berdekatan. Meskipun
tumor lain mungkin memiliki manifestase klinis yang sama karena lokasi tumor di thorax inlet ,
penyebab paling umum
karsinoma bronkogenik yang timbul di dekat sulkus superior dan
menyerang struktur extrathoracic berdekatan dengan ekstensi langsung . Lokasi tumor sangat
penting dibandingkan patologi atau histology, hal ini berguna untuk menentukan karakteristik
tumor. 2
Sebagian besar dari tumor Pancoast di ekstrathorakal yang berasal di lokasi perifer dengan
ekstensi plak superior apeks pulmo dan terutama melibatkan struktur dinding thorax dari
parenkim pulmo yang mendasarinya . Karsinoma bronkogenik yang terjadi dalam batas-batas
sempit cerukan dada, menyerang dengan ekstensi langsung ke pembuluh limfatik dalam fasia
endothoracic, saraf interkostal , akar bawah pleksus brakialis , ganglion stellata , rantai simpatik
dan tulang rusuk yang berdekatan dan vertebra. Karsinoma sulkus superior pulmo menghasilkan
sindrom Pancoast , sehingga menyebabkan nyeri pada bahu dan sepanjang distribusi saraf ulnar
dari lengan dan tangan. Karsinoma ini juga menyebabkan sindrom Horner . Tumor apikal pulmo
cenderung invasif lokal . Bila tidak terdapat keterlibatan nodal regional sebagai metastase,
kanker di apikal ini dapat berhasil diterapi. Tumor ini menyerang struktur tulang dada .
Menyerang vertebra thorakal pertama atau kosta pertama, kedua atau ketiga. Dalam tinjauan 60
pasien dengan tumor Pancoast , Maggi et al menemukan bukti bahwa secara radiografi 50 %
mengalami erosi ossa kosta , persentase yang hampir sama menunjukkan adanya keterlibatan
kosta pertama atau kedua dan 20 % memiliki keterlibatan kosta ketiga. Terdapat satu pasien
ketiga kostanya mengalami erosi. Tumor juga dapat menyerang korpus vertebra thorakal pertama
atau kedua atau foramen intervertebralis . Dari titik ini , tumor dapat meluas ke sumsum tulang
belakang dan menyebabkan kompresi medula spinalis , juga dapat menyerang vena atau arteri
subklavia. 2
F.
Gejala klinis
Gejala awal yang paling umum yaitu nyeri bahu yang timbul karena tumor ini berada
langsung di sebelah bawah trunkus pleksus brakialis. Akibatnya timbul nyeri yang berasal dari
4
distribusi C8-T1 (ulna, lengan bawah atau bahu), yang ditandai oleh nyeri daerah bahu, bagian
lateral. Dari penelitian Hepper sebanyak 92% pasien dengan tumor pancoast muncul dengan
keluhan nyeri, dengan rasa sakit yang sangat hebat dan menetap. Tangan, lengan atas dan bawah
makin melemah, atropi atau paresthesia. 1,5
Jika tumor Pancoast meluas ke saraf simpatis (bagian dari ganglia yang berjalan paralel
dengan vertebra) dan ganglion stelata maka akan terjadi sindroma Horner. Karakteristik dari
sindroma Horner adalah ptosis, anhidrosis, miosis pada sisi yang sakit. Beberapa penulis
menyatakan lawan sindroma Horner (midriasis dan hiperhidrosis) pada awal penyakit dapat
terjadi, hal ini mungkin disebabkan iritasi ganglion simpatik. Selain itu nyeri juga dapat
disebabkan oleh keterlibatan pleura parietal, fasia endothorak, korpus tulang belakang serta iga
satu, dua dan tiga. Nyeri akan menyebar ke atas ke arah kepala dan leher atau turun ke segi
tengah dari skapula, aksila, bagian anterior dada, lengan ipsilateral. Nyeri paling sering adalah
sepanjang distribusi nervus ulnaris. 5,6,7,8
Pada pemeriksaan fisik ditemukan peningkatan nyeri dada penderita pada saat abduksi
lengan, kelemahan otot, atrofi otot-otot tangan, hilangnya reflek triseps dan sindroma Horner.
Paraplegi mungkin dijumpai apabila terjadi pembesaran nodul supraklavikula. Jika nervus
laringeus terlibat, suara penderita akan menjadi serak, dan bila terjadi kompresi vena cava akan
tampak distensi vena-vena di leher dan tubuh bagian atas. Pada kasus yang lebih berat selain
sindrom Horner terjadi komplikasi lain berupa pleksopati brakialis dan bahkan kompresi
sumsum tulang belakang yang disebabkan oleh invasi lansung tumor ke ganglion simpatis.
Metastasis kelenjar getah bening dan sistemik jarang terjadi dibandingkan dengan karsinoma
bronkogenik tipe lain. Dari 10%-25% penderita tumor Pancoast tampak muncul penekanan saraf
spinal dan paraplegi ketika tumor ini meluas ke dalam foramen intervetebra (daerah terbuka di
antara vetebra). 5, 6, 7
5
G. Gambaran Radiologi
Pada foto polos thorax diperoleh gambaran perselubungan homogen pada apex pulmo
(apical cap, penebalan lebih dari 5mm atau massa), berhubungan atau tidak dengan invasi atau
destruksi kosta dan atau hanya vertebra, dapat dicurigai sebagai carcinoma sulcus superior
(Gambar 5). Pada foto thorax tumor dapat campuran, opasitas berasal dari kapsula apical kecil
atau penebalan pleura apical. Foto top lordotik juga dapat mendeteksi tumor. CT scan akan
memberikan informasi berupa tampak lesi di apex pulmo, yang dikonfirmasi dengan adanya
invasi lesi terhadap kosta satu dan dua dengan atau tanpa keterlibatan corpus vertebra dan adanya
invasi terhadap struktur thoracic inlet (Gambar 6) 5,7 , serta keterlibatan mediatinal limfadenopati.
Magnetic resonance imaging
(MRI)
sama efektifnya dengan CT scan dapat medeteksi
mediastinal limfadenopati yang terlibat, imejingnya lebih akurat dalam mengidentifikasi invasi
tumor ke dinding thorax dan lebih unggul dibandingkan CT scan dalam keterlibatan tumor
terhadap plexus brachialis, vena subclavia, corpus vertebra dan canalis spinalis.9
H. Diagnosis
Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan gejala klinis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan
penunjang berupa pemeriksaan sputum 11-20% dari kasus. Pemeriksaan
bronchoscopy
fiberoptic dengan analisa sitologi dan biopsy dapat menegakkan diagnosis sekitar 30-40% dari
kasus. Berdasarkan panduan klinis ACCP untuk mendiagnosis dan terapi carcinoma sulcus
superior, diagnosis jaringan dari massa selalu menjadi baku emas untuk menegakkan diagnosis
akhir, termasuk carcinoma sulcus superior lainnya, hingga akhirnya dapt menegakkan sindroma
Pancoast – Tobias atau small cell carcinoma dan dapat merencanakan strategi untuk terapi.
Diagnosis jaringan massa biasanya dilakukan dengan aspirasi jarum halus (AJH) dengan
panduan CT percutaneus, lebih dari 90% kasus dan merupakan modalitas pilihan utama untuk
diagnosis. Pilihan lain berupa aspirasi jarum halus (AJH), dengan panduan ultrasound
percutaneus. 1,5
I.
Diagnosis banding
Diagnosis banding pada kasus jarang, lesi di apex pulmo dan menimbulkan manifestasi
klinis radiologi yang sama dengan carcinoma sulcus superior. Termasuk di dalamnya gambaran
mesotelioma pleura menyebabkan destruksi tulang apical thorax, yang menghasilkan manifestasi
6
klinis dan gambaran radiologis yang sama. Pada foto thorax, 95 % pasien dengan mesothelioma
memiliki efusi pleura sebagai satu-satunya temuan (Gambar 16). Penebalan pleura biasanya
lobulated, dan terdapatnya plak pleura yang terkalsifikasi diduga akibat paparan asbestos
sebelumnya. Perbedaan penting dari metastasis adalah mesothelioma selalu unilateral (gambar
17), dan secara umum terdapat volume loss pada hemithorax yang terlibat. CT secara tepat dapat
menunjukkan infiltrasi tumor ke struktur lain, seperti dinding dada, mediastinum dan diafragma,
yang merupakan faktor penting untuk perencanaan pembedahan. Mesotelioma cenderung
menyebar melalu saluran yang tercipta akibat trokar chest tube dan torakoskopi. Potongan CT
yang lebih bawah dapat menunjukkan kalsifikasi difus pada metastasis ke liver.9
Meskipun beberapa temuan yang cukup khas, tidak ada yang patognomonik untuk penyakit
ini. Mesothelioma merupaka tumor ganas pleura yang jarang, terkait dengan paparan asbestos
dan memiliki prognosis buruk, dengan tingkat harapan hidup mencapai 12 bulan. Masa latensi
dari mulai paparan asbestos sekitar 30-45 tahun, sehingga tumor biasanya terjadi pada laki-laki
usia 50-70 tahun.Mesotelioma merupakan keganasan pada pleura, dengan insidensi 2000-3000
kasus per tahun di Amerika Serikat. 10
Diagnosis banding lainnya yaitu tuberkulosis paru minimal yaitu luas opasitas yang
kelihatan tidak melebihi daerah yang dibatasi daerah median, apek dan iga 2 depan. Namun lesi
dapat ditemukan dimana saja tidak harus berada dalam daerah tersebut diatas. Tuberkulosis paru
minimal merupakan bagian dari tuberculosis sekunder atau tuberkuloasis re-infeksi. 20
J. Penatalaksanaan
Terapi tumor sulcus superior pertama kali dilakukan dengan pembedahan dan setelah
operasi dilakukan radioterapi, di laporkan oleh Chardack dan MacCallum pada tahun 1961,
terdapat 16 pasien dengan terapi kombinasi, radiasi preoperative dan pembedahan. Sejak saat itu,
telah dilakukan radioterapi atau pembedahan, dengan atau tanpa kombinasi. Umumnya terapi
yang dilakukan yaitu preoperative radioterapi lalu diikuti dengan pembedahan dari tumor sulcus
superior. Dosis radiasi yang diberikan antara 2000 sampai 6500 cGy. Radioterapi dapat
digunakan sebagai terapi primer, terutama pada pasien-pasien yang inoperable tumor sulcus
superior, direkomendasikan 6000cGy untuk radioterapi primer. Tidak ditemukan korelasi antara
dosis terapi dengan angka survival. Pembedahan biasanya dilakukan setelah dua sampai empat
7
minggu setelah radioterapi. Keuntungan yang diperoleh dari
preoperative radioterapi yaitu
ukuran tumor dapat mengecil. Terapi pembedahan dari tumor sulcus superior biasanya dengan
metode reseksi en blok tumor dan dinding thorax. Umumnya reseksi tumor dilakukan dengan
lubectomy atau segmentectomy. Namun demikian metode reseksi pulmo tidak menunjukkan
efek hasil yang lebih menurut sebagian besar penelitian, lobectomy merupakan pilihan untuk
carcinoma bronchogenic dan dapat menurunkan rekurensi lokal. 1,2,3,5
Awal tahun 1990an standar terapi dari tumor pancoast ( supererior sulcus tumor (SST)
berdasarkan modalitas terapi pembedahan, radioterapi atau kombinasi dari keduanya).
Keterlibatan limfadenopati mediastinal akan mempengaruhi prognosis. Kemoterapi untuk
nonsmall cell lung cancer (NSCLC) diteliti pada decade terakhir. Banyak penelitian yang
memperlihatkan keuntungan pada pasien dengan stadium IIIA/B NSCLC. 6,11
H. Prognosis
Prognosis berhubungan dengan sebagian faktor klinis. Prognosis jelek karena terdapat
keterlibatan mediatinal limfadenopati, corpus vertebra dan pembuluh darah serta timbulnya
sindroma horner. Temuan histologis merupakan indikator prognostic untuk survival masih
kontoversial. Faktor utama lain yang mempengaruhi prognosis pasien dengan tumor Pancoast
yang menjalani terapi kuratif secara inten (pengobatan trimodalitas) adalah T-status tumor dan
khususnya invasi tulang belakang (buruk untuk tumor T4), respon terhadap pengobatan induksi
dan yang paling penting, kelengkapan reseksi. Reseksi komplit sangat tergantung kepada Tstatus tumor dan respon tumor terhadap terapi induksi. Reseksi komplit ini merupakan faktor
penting dalam menentukan kesembuhan. Penderita tumor Pancoast yang di terapi dengan
preoperative radioterapi dan dilakukan reseksi bedah, bertahan hidup sekitar 5 tahun, 20%-35%
kasus. Sedangkan penderita yang mendapat radioterapi primer, ketahanan hidup sekitar 0%-29%
kasus. Prognosis jelek bila pada tumor Pancoast ditemukan sindroma Horner, ekstensi tumor ke
bagian basal leher, korpus vertebra atau ke pembuluh-pembuluh besar atau ditemukan
pembesaran kelenjar getah bening mediastenal. 5,11,12
8
II. Sindroma Horner
A. Definisi
Merupakan gangguan transmisi nervus simpatik ke mata dengan trias klasik berupa miosis,
parsial ptosis dan berkeringat pada hemifacialis (contoh anhidrosis). 13,14,15,16,17
B. Anatomi
Terdapat tiga jalur neuro oculosimpatik yang diawali dari hipotalamus dan berakhir di
mata.13,14,16,17
Sentral
Rantai pertama neuron masuk dari dorsal hipotalamus ke caudal lalu masuk ke batang otak,
melewati nukleus nervus IV. Serabut saraf akan melintasi aspek anterior pontomedullary dari
daerah lokus seruleus di dasar ventrikel IV lalu ke anterior nucleus ke olivary inferior. Pada saat
ini
ipsilateral dari
traktus spinotalamikus dan struktur vestibular berada berdekatan. Saat
mencapai spinal cord cervicalis, perintah pertama serabut saraf aspek lateral sampai dorsal gray
matter ke sinaps pertama, lokasi setinggi C8-T2 (juga disebut pusat ciliospinal dari Budge).
13,14,16,17
Preganglionik
Rantai kedua neuron keluar dari spinal cord setinggi C8 ke T2 akar ventral . Serabut saraf
melintasi ke arah inferior ( sering menyatu dengan ganglion thoracal pertama kemudian
membentuk cervico-thoracal atau ganglion stellate) dan ganglia cervical medialis ke sinaps
ganglion cervicalis superior. Area ganglia ini berefek ke trunkus simpatik. Ganglion cervicalis
inferior terletak diantara dasar prosesus transversus setinggi vertebra cervical tujuh dan kosta
pertama.. Ganglion cervical medial berhubungan dengan inferior ganglion cervical oleh dua atau
lebih cord , yang dapat memiliki beragam bentuk. Sinap serabut saraf pada ganglion cervical
superior, dekat denga angulus mandibula dan bifurcatio arteri carotis. 13,14,17
9
Postganglionik
Rantai ketiga neuron meninggalkan ganglion cervicalis superior membentuk
plexus
simpatikus, nervus carotis interna. Percabangan postganglionik mempengaruhi vasokontriksi dan
keringat pada wajah dan leher; sekresi glandula salivatorius; dilatasi pupil; dan otot-otot polos di
atas dan bawah kelopak mata . Pada canalis carotis, nervus carotis interna dibagi ke cabang
medial dan lateral membentuk plexus carotis. Cabang medial terletak di sebelah medial dari
arteri carotis internal dalam sinus cavernosus. Percabangan akan mensuplai ke oculomotor,
trochlear, ophthalmicdan nervus abdusen dan juga ganglion silliary. Cabang lateral berhubungan
dengan ganglion trigeminal dan saraf abducens . Serabut saraf akan melanjutkan tanpa bersinaps
melalui fisura orbital superior dan ganglion silliary ke dalam orbital untuk memasok pembuluh
darah bola mata . Dalam orbital : 1) Percabangan simpatis dari nervus nasosilliary menyebabkan
dilatasi pupil; 2) Serabut saraf yang berasal dari nervus oculomotor memasok otot polos untuk
elevasi minimal dan retraksi pada palpebra superior dan inferior (musculus Muller’s); dan 3)
Serabut saraf simpatik menginervasi glandula lakrimalis. Serat sudomotor bertanggung jawab
atas vasokonstriksi dan berkeringat di dahi mengikuti pleksus carotis interna. 13,14,16,17
C. Gejala klinis
Palpebra superior ipsilateral jatuh (ptosis), miosis, sunken globe (enophthalmus), anhidrosis
facialis ipsilateral. Ptosis disebabkan oleh denervasi musculus Mullers’s, sebagai elevator
asesoris palpebra superior yang hanya dapat elevasi sekitar 2mm. Denervasi simpatis
berhubungan dengan palpebra inferior menyebabkan elevasi. Miosis pupil disebabkan hilangnya
kontrol keseimbangan antara sistema simpatis
musculus dilatators iris dengan sistema
parasimpatis yang menyebakan konstruksi musculus iris. Anisokor (perbedaan ukuran diameter
pupil) berdasarkan reflek cahaya. Jika jalur oculosimpatis menginterupsi dibawah gangion
cervicalis superior (sentral atau preganglionic), maka akan menyebabkan anhidrosis ipsilateral.
Ini dapat disebabkan oleh suplai serabut saraf kelenjar keringat diikuti aliran arteri carotis
external. 13,14,16,17
10
D. Etiologi
Sindroma horner dapat terjadi secara kongenital, acquired atau herediter (autosomal
dominan). Gangguan serabut simpatis sentral (contoh diantara hypothalamus dan serabut yang
keluar dari spinal cord (C8 ke T2) atau perifer (contoh rantai simpatis cervicalis, pada ganglion
cervical superior atau sepanjang arteri carotis). Umumnya lesi yang disebabkan oleh sindroma
horner mengganggu serabut preganglionik yang mengalir melewati thorax superior. Seluruh lesi
menghasilkan disfungsi simpatis postganglionic di intracranial atau intraorbital karena ganglia
cervicalis superior dekat dengan cranium. Berdasarkan hasil patologi anatomi pada sindroma
horner preganglionik insidensi keganasan tinggi, sedangkan postganglionik penyebabnya benign
(contoh : vaskularisasi pada penderita sakit kepala). Penyebab sindroma horner berdasarkan
lesinya di klasifikasikan menjadi tiga. Klasifikasi pertama terdiri dari arnold-chiari
malformation, basal meningitis (contoh syphilis), basal skull tumors, cerebral vascular accident
(cva)/wallenberg syndrome (lateral medullary syndrome), penyakit demielinisasi (contoh
multiple sclerosis), lesi pada hipothalamus atau medulla, intrapontine hemorrhage, trauma leher
(contoh dislokasi vertebra cervical atau trauma arteri vertebra disecting) – sindroma horner yang
berhubungan dengan trauma spinal cord, syringomyelia. Kalsifikasi kedua terdiri dari tumor
pancoast, trauma jalan lahir yang menyebabkan injury pada plexus brachialis inferior, corpus
cervical, aneurisma atau dissecting aorta, lesi di subclavia atau arteri carotis, kateterisasi vena
sentral, trauma atau akibat tindakan bedah (contoh insisi redical pada leher, thyroidectomy,
carotid angiography atau bypass grafting arteri coronary or coronary artery), chest tubes,
lymphadenopathy (contoh hodgkin disease, leukemia, tuberculosis atau tumor mediastinum),
abses mandibula, lesi pada telinga tegah (contoh acute otitis media), neuroblastoma. Klasifikasi
ketiga terdiri dari disecting arteri carotis interna (berhubungan dengan sudden ipsilateral facialis
atau nyeri leher), raeder syndrome (paratrigeminal syndrome) – paresis oculosympathetic dan
nyeri ipsilateral facialis
yang melibatkan trigeminal dan nervus oculomotor, fistula carotis
cavernosus, migraine, herpes zoster.15
E. Patofisiologi
Sindroma horner sentral dapat di identifikasi pada basis yang berhubungan dengan tanda
dan gejala pada hypothalamus, batang otak atau spinal cord, sehingga memudahkan menentukan
lokasi lesi. Sindroma horner sentral merupakan bagian dari sindroma medullar lateral dari
11
infarksi arteri cerebellar posteroinferior atau arteri vertebral distal. Kelainan neurologis lainnya
dysphagia, kebas pada ipsilateral fasialis, kebas contralateral dan extremitas, cerebellar ataxia
dan nystagmus. Sindroma horner preganglionik sering disebabkan oleh trauma atau tumor.
Trauma yang disebabkan oleh injury sering iatrogenic, trauma lahir, anestesi spinal epidural dan
trauma pembedahan. 15
Tumor dari apex pulmo dapat disebabkan oleh sindroma horner disertai dengan keluhan
nyeri bahun dan lengan, disebut dengan sindroma pancoast. Berdasarkan etiologi, terdapat dua
imejing yang ditemukan pada pasien sindroma horner preganglionik. Ketika ditemukan lesi pada
pulmo, mediastinum atau regio colli aspek anterior, setalah kontras maka tampak penyangatan
pada lesi. Lesi yang disebabkan oleh sindroma horner postganglionic dikategorikan menjadi tiga,
termasuk arteri carotis interna, basis cranii, sinus cavernosus dan apex orbital. Disecting arteri
carotis merupakan penyebab utama dari sindoma horner postganglionic. 15
F.
Diagnosis
Diagnosis hanya berdasarkan temuan klinis saja dan tidak membutuhkan pemeriksaan
biological maupun pemeriksaan imejing. Meskipun demikian, untuk terapi selanjutnya imejing
neurovaskuler dan test farmakologis di butuhkan untuk menentukan lokasi lesi atau evaluasi
derajat miosis. Tes farmakologis yang dilakukan diantaranya dengan topikal cocaine 4-10%,
pada mata normal terjadi dilatasi sedangkan pada sindroma horner, dilatasi sangat berkurang.
Cocaine memblokir epineparine yang dilepaskan oleh neuron simpatik ketiga. Lesi jaras simpatik
menyebabkan berkurangnya epinephrine yang dilepaskan oleh neuron sehingga pupil sisi
tersebut tidak akan dilatasi. Cara lain dengan paredrin 1% (Hidroksi amfetamin ) untuk
menentukan lokasi lesi. Efek paredrine melepaskan nor-epinephrine dari terminal presinaptik.
Pada lesi postganglioner, saraf terminal mengalami degenerasi sehingga terjadi gangguan dilatasi
pupil, sedangkan pada lesi preganglion, jaras postganglion masih intak sehingga mengakibatkan
dilatasi pupil. Modalitas imejing yang dapat digunakan untuk mendeteksi sindroma horner yaitu
computerized tomography (CT) termasuk computerized tomography angiography (CTA)
dengan sensitifitas 80 % , magnetic resonance imaging (MRI) dengan sensitifitas 78-84%.
14,16,18,19
12
G. Terapi
Secara umum, terapi sindrom horner tergantung pada penyebab penyakit yang
mendasarinya. Pada banyak kasus, terapi yang efektif belum diketahui. Intervensi pembedahan
termasuk bedah saraf dan bedah vaskuler pada pasien dengan aneurisma yang disebabkan
sindroma horner sangat potensial. 15,16
13
BAB III
LAPORAN KASUS
Seorang laki-laki usia 48 tahun datang ke RS Sardjito dengan keluhan utama nyeri pada
lengan kanan. Pasien merupakan rujukan dari rumah sakit di Jayapura, dengan diagnosis dari
rumah sakit sebelumnya dengan tumor pancoast.
8 bulan sebelum masuk rumah sakit pasien mengeluh nyeri pada lengan kanan yang
dirasakan menjalar sampai ke tulang belikat dan bahu, kadang – kadang kesemutan dan terasa
lebih lemah . Tidak di jumpai riwayat trauma sebelumnya, nyeri tidak di pengaruhi dengan
aktifitas. Nyeri pada tulang-tulang lain tidak ditemukan. Nyeri dada kanan di jumpai, kadang –
kadang sesak. Pasien tidak demam, kadang – kadang batuk, tetapi tidak berdarah. Riwayat
merokok di jumpai 8 bulan yang lalu, sekarang sudah berhenti. Lalu pasien berobat ke dokter
spasialis penyakit dalam dan diberi obat anti nyeri, keluhan tidak membaik.
4 bulan sebelum masuk rumah sakit pasien mulai mengeluh lengan kanan lemas, tidak kuat
untuk bekerja dan muncul benjolan di leher kanan yang dirasakan semakin besar, kelopak mata
kiri mulai jatuh, agak sulit diangkat, penglihatan kabur.
1 bulan sebelum masuk rumah sakit, berat badan menurun, lebih kurang 5kg dalam 3 bulan.
Keluhan semakin memberat, pasien berobat di rumah sakit di Jayapura, opname 6 hari, di foto
thorax dan USG thorax oleh dokter spesialis penyakit dalam, di diagnosis dengan tumor
pancoast, pasien di rujuk ke RS. Sardjito.
Pada hari pertama perawatan nyeri pada lengan kanan yang menjalar ke punggung. Pada
pemeriksaan fisik, kondisi umum sedang, composmentis. Vital sign : TD 110/70mmHg, HR
88x/m, RR 20x/m, T 36,7 ᵒC. Kepala : wajah sisi kanan tidak berkeringat. Mata : slight ptosis OS
(+), konjungtiva anemis (-), pupil mitosis dextra 2mm, sinistra 3mm. Leher JVP tidak
meningkat, collar stokes (+), supraclavicula dextra teraba massa (+), ukuran 4x4x2 cm, mobile,
konsistensi kenyal, nyeri (-). Cor, inspeksi ictus cordis tidak terlihat, palpasi ictus cordis teraba 2
jari medius LMCS SIC V, perkusi cardiomegali (-), auskultasi bising (-), S1-2 murni. Pulmo,
inspeksi retraksi (-), venektasi (-), asimetris, pulmo dextra lebih rendah dari pulmo sinistra,
palpasi stem femitus dextra > sinistra pada apex pulmo dextra, perkusi redup pada apex pulmo
14
dextra, auskultasi vesikuler melemah pada lapangan pulmo dextra. Abdomen (H/L) normal.
Extremitas superior dextra clubbing finger. Pada pemeriksaan laboratorium di peroleh hasil Hb
13,2 g/dL, AL 9,48. 103/µl, AT 437. 103/µl, AE 4,82. 103/µl, Albumin 2,29 g/dl, BUN 7 mg/dl,
Cratinin 0,83 mg/dl, SGOT 39 U/L, SGPT 39 U/L, Na 132 mmol/L, K 3,1 mmol/ L, Cl 90
mmol/L, GDS 117 mg/dl
Pada hari yang sama, tanggal 30 juli 2012 dilakukan pemeriksaan foto polos thorax dengan
hasil tumor Pancoast pulmo dextra yang mendestruksi kosta I, II, III dextra, besar cor normal.
Pada tanggal 31 juli 2012 dilakukan AJH diperoleh hasil mikroskopis sel epithelial atipi,
polimorf, berkelompok sebagian tersebar. Ukuran sel sedang sampai besar, sitoplasma cukup,
bervakuola. Inti bulat, oval, umumnya vesikuler dengan anak inti sel jelas. Latar belakang
eritrosit, leukosit, pmn, limfosit. Kesan sitologi ditemukan sel ganas, NSCLC dikesankan sebagai
Adenocarsinoma. Dihari yang sama dilakukan pemeriksaan ENMG, diperoleh hasil neuropati
plexus brachialis sisi kanan dengan degenerasi axonal dan demielinisasi di medius dan ulna
dextra kesan severe. Pada tanggal 3 agustus 2012, dilakukan pemeriksaan MSCT Thorax,
diperoleh hasil massa pulmo dextra segmen 1, 2, 3 dengan destruksi kosta 1, 2, 3, prosesus
transversus vertebra thoracal 1, 2, 3 dan os scapula dextra aspek spina superior, menyokong
gambaran tumor pancoast pulmo dextra, effusi pleura dextra, tak tampak limfadenopati, tak
tampak kelainan pada mediastinum.
Dari hasil pemeriksaan fisik, foto thorax, AJH, ENMG dan MSCT thorax pasien di
diagnosis tumor pancoast dengan horner syndrome, NSCLC tipe adenocarsinoma dan disertai
dengan monoparese extremitas superior dextra. Pasien direncanakan untuk dilakukan kemoterapi
dengan carboplastin dan paclitaxel, serta radioterapi.
15
BAB IV
PEMBAHASAN
Pada tahun 1924, Pancoast menerbitkan sebuah artikel tentang empat pasien dengan keluhan
nyeri bahu dan lengan, atrofi otot-otot intrinsik tangan dan ipsilateral . Timbul sindroma horner
terkait dengan massa di apex pulmo tersebut. Tumor pancoast adalah non-small cell carcinoma
yang berasal dari apex pulmo dan yang sering menyebabkan tanda dan gejala yang secara
kolektif dikenal sebagai sindrom Pancoast. Manifestasi ini mungkin termasuk nyeri bahu dan
lengan, serta sindrom Horner, yang ditandai dengan anhidrosis ipsilateral dari wajah, miosis, dan
ptosis dengan penyempitan fisura palpebra sekunder kelumpuhan otot Muller. 1
Tumor pancoast lebih sering mengenai pria dibandingkan wanita, ditemukan pada usia di
atas 40 tahun, usia dengan insiden tertinggi antara usia 65 dan 79 tahun. Pada laporan kasus ini
tumor pancoast diderita oleh pria usia 48 tahun, sesuai dengan epidemiologi gambaran tumor
pancoast. Pasien ini juga mempunyai riwayat merokok, salah satu sebab pemicu kanker paru. 4
Pasien datang dengan keluhan utama nyeri pada tangan kanan yang dirasakan menjalar
sampai ke tulang belikat dan bahu, kadang – kadang kesemutan dan terasa lebih lemah. Hal ini
dapat disebabkan karena tumor ini berada langsung di sebelah bawah trunkus pleksus brakialis,
berasal dari distribusi C8-T1 (ulna, lengan bawah atau bahu), biasanya nyeri bahu terutama
bagian lateral. Berdasarkan penelitian Hepper, 92% pasien dengan tumor pancoast muncul
keluhan nyeri, dengan rasa sakit yang sangat hebat dan menetap. Nyeri dapat bertambah karena
terdapat destruksi kosta 1, 2, 3, prosesus transverses vertebra thoracal 1, 2, 3 dan os scapula
dextra aspek spina superior berdasarkan hasil foto polos thorax dan MSCT thorax pasien. 5,6,7,8
Jika tumor Pancoast meluas ke saraf simpatis (bagian dari ganglia yang berjalan paralel
dengan vertebra) dan ganglion stelata maka akan terjadi sindroma Horner. Karakteristik dari
sindroma Horner adalah ptosis, anhidrosis, enophthalmus dan miosis pada sisi yang sakit.
Beberapa penulis menyatakan lawan sindroma Horner (midriasis dan hiperhidrosis) pada awal
penyakit dapat terjadi, hal ini mungkin disebabkan iritasi ganglion simpatik.
Pada pasien
ditemukan mata ptosis, miosis dan anhidrosis pada wajah bagian kanan, sehingga memenuhi
kretaria sindroma horner. Berdasarkan tipe sindroma horner, maka pada pasien ini tergolong tipe
16
preganglionik. Insidensi malignancy tinggi berdasarkan hasil patologi anatomi dan pada pasien
ini dari hasil sitologi di temukan sel ganas. 5,6,7,8,11
Dari hasil foto polos thorax pada pasien ini diperoleh hasil tampak opasitas homogen di
apex pulmo dextra, batas tegas, ukuran lk. 4,8 x3,6 cm, bentuk membulat, tepi irregular, acute
angle (+), yang mendestruksi kosta I dextra aspek antero posterior, kosta II dextra aspek
posterolateral, kosta III dextra aspek posterior yang dikesankan sebagai tumor Pancoast pulmo
dextra yang mendestruksi kosta I, II, III dextra. Hal ini sesuai dengan literatur bahwa ditemukan
lesi di apex pulmo, yang dikonfirmasi dengan adanya invasi lesi terhadap kosta satu dan dua
dengan atau tanpa keterlibatan corpus vertebra dan adanya invasi terhadap struktur thoracic inlet
dan gambaran lesi juga sesuai dengan hasil MSCT thorax pasien ini, yaitu lesi isodens, bentuk
amorf, batas tegas, tepi irregular, ukuran craniocaudal lk 3 cm, anteroposterior lk. 5cm, dan
mediolateral 5 cm di segmen 1, 2, 3 pulmo dextra yang mendestruksi costa 1, 2, 3, prosesus
transversus vertebra thoracalis 1, 2, 3 dan os scapula dextra aspek posterior, serta tampak efussi
pleura dextra di basal hemithorax dextra yang menyokong gambaran pulmonal metastase,
subpleural type. Foto top lordotik juga dapat untuk mendignosis tumor pancoast, tetapi pada
kasus ini tidak diperlukan karena gambaran tumor pancoast sudah sangat khas, kemungkinan
foto top lordotik diperlukan bila lesi tumor ukurannya kecil atau hanya terdapat penebalan pada
apical cap, penebalan kurang dari 5mm.
Mesothelioma merupakan diagnosis banding dari tumor pancoast. Berupa gambaran lesi di
pleura menyebabkan destruksi tulang apical thorax, yang menghasilkan manifestasi klinis dan
gambaran radiologis yang sama dengan tumor pancoast. Pada foto thorax, 95 % pasien dengan
mesothelioma memiliki efusi pleura sebagai satu-satunya temuan. Penebalan pleura biasanya
lobulated, dan terdapatnya plak pleura yang terkalsifikasi diduga akibat paparan asbestos
sebelumnya. Perbedaan penting dari metastasis adalah mesothelioma selalu unilateral 9,10. Namun
dalam literatur tidak disebutkan secara spesifik letak tumor. Diagnosis banding lainnya yaitu TB
paru minimal, luas opasitas yang terlihat tidak melebihi daerah yang dibatasi oleh garis
median,
apeks,
dan
dua
iga
depan.
Tuberkulosis
tuberkulosis sekunder atau tuberkulosis re-infeksi
20
minimal merupakan bagian dari
. Pada laporan kasus ini, gambaran tumor
pancoast sudah sangat khas berdasarkan foto polos thorax dan MSCT thorax sehingga diagnosis
banding mesothelioma dapat disingkirkan.
17
Hasil pemeriksaan ENMG, diperoleh neuropati plexus brachialis sisi kanan dengan
degenerasi axonal dan demielinisasi di medius dan ulna dextra, ini menunjukkan terjadi
komplikasi dari sindroma horner. Ditemukannya nodul pada supraclavicula dextra, memungkin
dapat terjadi paraplegi dan jika nervus laringeus terlibat, suara penderita akan menjadi serak, dan
bila terjadi kompresi vena cava akan tampak distensi vena-vena di leher dan tubuh bagian atas.
Mayoritas kasus sindrom pancoast adalah karsinoma paru non-sel kecil ( NSCLC ), lebih
dari 95 % terletak di sulkus superior . Varietas yang paling umum adalah
SCC dan
adenokarsinoma , karsinoma sel besar juga telah dilaporkan meskipun cukup langka (sebagian
besar kasus kurang dari 5 %) , karsinoma sel kecil juga dilaporkan . Maggi et al melaporkan
dari 60 pasien pada tahun 1994 hanya 3 pasien dengan karsinoma sel kecil. Biasanya ,
memanifestasikan karsinoma sel kecil lokasinya di sentral dari pada perifer. Pada pasien ini dari
hasil pemeriksaan AJH di peroleh hasil NSCLC dikesankan sebagai Adenocarsinoma.
Awal tahun 1990an standar terapi dari tumor pancoast ( supererior sulcus tumor (SST))
berdasarkan modalitas terapi pembedahan, radioterapi atau kombinasi dari keduanya).
Keuntungan yang diperoleh dari preoperative radioterapi yaitu ukuran tumor dapat mengecil.
Radioterapi dapat digunakan sebagai terapi primer, terutama pada pasien-pasien yang inoperable.
Dosis 2000 sampai 8000cGy dapat diberikan, namun direcomendasikan 6000cGy utuk
radioterapi primer. 7. Pada pasien ini terapi yang dilakukan kemoterapi dengan carboplastin dan
paclitaxel, serta radioterapi. Faktor utama yang mempengaruhi prognosis pasien dengan tumor
Pancoast yang menjalani terapi kuratif secara inten pengobatan trimodalitas. Penderita tumor
Pancoast yang di terapi dengan preoperative radioterapi dan dilakukan reseksi bedah, ketahuan
hidup 5 tahun sekitar 20%-35%. Sedangkan penderita yang mendapat radio terapi primer,
ketahanan hidup sekitar 0%-29%. Prognosis jelek bila pada tumor Pancoast ditemukan sindroma
Horner, ekstensi tumor ke bagian basal leher, korpus vertebra atau ke pembuluh-pembuluh besar
atau ditemukan pembesaran kelenjar getah bening mediastenal. 1,2,3,5
Prognosis pasien ini dubia et malam karena telah timbul gejala sindoma horner, benjolan
pada supraclavicula dextra, neuropati plexus brachialis sisi kanan dengan degenerasi axonal dan
demielinisasi di medius dan ulna dextra, dari hasil AJH juga ditemukan sel ganas, hasil foto
polos thorax dan MSCT thorax hasil massa pulmo dextra segmen 1, 2, 3 dengan destruksi kosta
1, 2, 3, prosesus transversus vertebra thoracal 1, 2, 3 dan os scapula dextra aspek spina superior,
18
menyokong gambaran tumor pancoast pulmo dextra serta effusi pleura dextra yang menyokong
gambaran pulmonal metastase.5,1
19
BAB V
KESIMPULAN
Telah dilaporkan pasien pria, usia 48 tahun di diagnosis dengan tumor pancoast. Pada
tumor pancoast terdapat gejala klasik yang disebut sindroma horner. Diagnosis pasien ditegakkan
berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, foto polos thorax, MSCT thorax, ENMG dan AJH.
Dari foto polos pada pasien ini sudah menunjukkan gambaran khas dari tumor pancoast yaitu
perselubungan homogen di apex pulmo dextra disertai dengan destruksi kosta 1, 2, 3, prosesus
transversus vertebra thoracal 1, 2, 3 dan os scapula dextra aspek spina superior. Sama halnya
dengan hasil MSCT thorax, hanya pada MSCT thorax telah terdapat gambaran effusi pleura
dextra sangat mungkin merupakan pulmonal metastase. Tumor Pancoast mewakili 3% sampai
5% dari semua kanker paru dan secara biologis mirip dengan gambaran khas NSCLC. Hal ini
menunjukkan bahwa walaupun tumor pancoast merupakan kasus yang jarang, namun dengan
foto polos thorax diagnosis tumor pancoast sudah dapat ditegakkan.
20
DAFTAR PUSTAKA
1. Foroulis CN, Zarogoulidis P, Darwiche K, Katsikogiannis N, Machairiotis N,
Karapantzos I, et al. Superior sulcus (Pancoast) tumors: current evidence on diagnosis
and radical treatment. J Thorac Dis 2013 Sep;5(Suppl 4):S342-S358.
2. Panagopoulos N, Leivaditis V, Koletsis E, Prokakis C, Alexopoulos P, Baltayiannis N,
et al. Pancoast tumors: characteristics and preoperative assessment. J Thorac Dis 2014
Mar;6(Suppl 1):S108-S115.
3. Spaggiari L, D'Aiuto M, Veronesi G, Leo F, Solli P, Elena LM, et al. Anterior approach
for Pancoast tumor resection. Multimed Man Cardiothorac Surg 2007 Jan
1;2007(1018):mmcts
4. Edward W. Bouchard, MD; Steven Falen, MD, PhD; Paul L. Molina, MD. Lung
cancer: A radiologic overview. Applied radiology. August 2002 :7-19
5. Selimm. Arcasoy, M.D., andjamesr. Jett, M.D. Superior Pulmonary Sulcus Tumors and
Pancoast’s
Syndrome.
The
New
England
Journal
of
Medicine
November
6;1997:S1370-6
6. Archie VC, Thomas CR, Jr. Superior sulcus tumors: a mini-review. Oncologist
2004;9(5):550-5.
7. Chandrasekhar, AJ. Pancoast tumor. Stritch School of Medicine. Loyola University
Chicago. July 23rd 2007. http://www.LayolaUniversityMedicalEducationNetwork.com
8. Netter, FH. The ciba collection of medical illustrations. Divertie MB ed. New York:
Ciba 1979; 163-4.
9. Tamara Hussein-Jelen, Alexander A. Bankier, Ronald L. Eisenberg. Solid Pleural
Lesions. AJR 2012 June:198: 512-20.
10. Tamer DO, Salk I, Tas F, Epozturk K, Gumus C, Akkurt I, et al. Thoracic computed
tomography findings in malignant mesothelioma. Iran J Radiol 2012 Nov;9(4):209-11.
11. Marra A, Eberhardt W, Pottgen C, Theegarten D, Korfee S, Gauler T, et al. Induction
chemotherapy, concurrent chemoradiation and surgery for Pancoast tumour. Eur Respir
J 2007 Jan;29(1):117-26.
12. Peedell C, Dunning J, Bapusamy A. Is there a standard of care for the radical
management of non-small cell lung cancer involving the apical chest wall (Pancoast
tumours)? Clin Oncol (R Coll Radiol ) 2010 Jun;22(5):334-46.
21
13. George A, Haydar AA, Adams WM. Imaging of Horner's syndrome. Clin Radiol 2008
May;63(5):499-505.
14. Guillaume JE, Gowreesunker P. Horner's syndrome in the prone position--a case report.
Acta Anaesthesiol Belg 2013;64(3):119-21.
15. Author: Christopher M Bardorf, MD, MS; Chief Editor: Hampton Roy Sr, MD . Horner
syndrome.
Available
from
http://emedicine.medscape.com/article/1220091-
overview#showall
16. Horner syndrome. Available from http://eyewiki.aao.org/Horner%27s_syndrome
17. Pereira B, Silva T, Luiz H, Manita I, Raimundo L, Portugal J. Horner syndrome as a
manifestation of thyroid carcinoma: a rare association. Arq Bras Endocrinol Metabol
2013 Aug;57(6):483-5.
18. Cooper-Knock J, Pepper I, Hodgson T, Sharrack B. Early diagnosis of Horner
syndrome using topical apraclonidine. J Neuroophthalmol 2011 Sep;31(3):214-6.
19. Borgman CJ. Horner syndrome secondary to internal carotid artery dissection after a
short-distance endurance run: A case study and review. J Optom 2012 Oct;5(4):209-16.
20. Rasad, S dkk, Tumor Ganas Paru dalam Radiologi Diagnostik, FK UI, Jakarta,
2001, Hal. 144-9
22
LAMPIRAN
Gambar 1
Anatomi thorax inlet
Gambar 2
Tiga komparteman thoracic inlet : Kompartemen anterior (dari sternum
anterior sampai potongan muskulus) subclavia dan vena jugularis
interna, kompartemen medialis (dari anterior sampai posterior potongan
musculus) arteri subclavia dan percabangan plexus bracialis dan
kompartemen posterior (potongan medialis musculus) percabangan
plexus brachialis, rantai simpatis dan ganglion stellate.
Christophoros N. Foroulis et al, 2013
Gambar 3
23
Trunkus nervus utama dan percabangan plexus brachialis, rantai
paravrtebra simpatik dan gangliom stellata. Area tinta merah :
daerah tumor.
Gambar 4
Anatomi sistema oculosimpatis. AS : ansa subclavia ;
ECA : external carotid artery ; ICA : internal carotid
artery ; ICG : inferior cervical ganglion ; MCG : middle
cervical ganglion ; SCG : superior cervical ganglion ;
FON : first order neuron ; SON : second-order neuron ;
TON : third-order neuron. Courtesy from Elsevier.
J.-E. GuillaumE et al, 2013
Gambar 5
Foto polos thorax, tampak tumor pancost pada apical cup
pulmo sinistra (dari departemen bedah cardiothorax,
AHEPA University Hospital)
Christophoros N. Foroulis et al, 2013
24
Gambar 6
CT scan thorax , menunjukkan pada dinidng apical thorax
terdapat tumor yang berhubungan dengan sindroma horner
(dari departemen bedah cardiothorax, AHEPA University
Hospital)
Christophoros N. Foroulis et al, 2013
Gambar 7
Foto polos thorax PA view (gambar A),
Computed Tomographic Imajing (gambar B),
Sagittal view
T1 -Weighted Magnetic
Resonance Imajing (gambar C) pada pasien
dengan tumor sulcus superior dextra , tampak
opasitas abnormal pada apex pulmo dextra.
Lokasi tumor di posterior dari apex (panah
pada gambar B dan C), encasing the upper ribs
and abutting the subscapularis muscle…. ,
tidak terdapat invasi tumor ke plexus brachialis
atau struktur vaskuler utama pada axillaris
(gambar C)
The New England Journal of Medicine Volume 337 Number 19
25
Gambar 8
Diagnosis farmakologis dan lokasi sindroma horner. Dengan penetesan kokain 10%. Kokain
akan reuptake norepinerpin pada sinaptik jungtion dari serabut prostaglandin dan musculus
dilator iris, menyebabkan dilatasi pupil tetapi pada sindroma horner pupil tidak mengalami
dilatasi. 1% hydroxyamphetamine solution masuk ke norepineprin dari sinaptik simpatik
terminal, dilatasi pupil terjadi pada sindroma horner jika hanya neuron postganglionik intak.
Jasi 1% hydroxyamphetamine solution dapat digunakan sebagai diagnosis banding sentral dan
preganglionik dari lesi post ganglionik.
Jeong Hyun Lee et al
Gambar 9
Foto thorax PA dan lateral view :
Tumor pancoast pulmo dextra yang
mendestruksi costa 1, 2, 3 dextra. Besar
cor dalam batas normal
26
Gambar 10
Foto MSCT thorax, sagital, coronal dan axial view : Massa
pulmo dextra segmen 1, 2, 3 dengan destruksi kosta 1, 2, 3,
prosesus transversus vertebra thoracal 1, 2, 3 dan os scapula
dextra aspek spina superior, menyokong gambaran tumor
pancoast pulmo dextra, effusi pleura dextra, tak tampak
limfadenopati, tak tampak kelainan pada mediastinum
27
Tabel 1
Christopher J. Borgman, 2012
Gambar 11
Mesotelioma difus. Foto torak yang didapat setelah
torokosintesis menunjukkan massa lobulated besar
(tanda panah)
Tamara Hussein-Jelen et al, 2012
Gambar 12
Mesotelioma. Gambar CT potongan axial
menunjukkan penebalan pleura noduler
yang eksstensif dengan distribusi unitaleral
Tamara Hussein-Jelen et al, 2012
28
Gambar 13
Awan-awan dan bercak-bercak pada lapangan
paru kanan atas
Rasad, S et al, 2001
29
Download