keperawatan yang diberikannya mulai dari pengkajian, diagnosa

advertisement
MOTIVASI DAN KINERJA PERAWAT PELAKSANA
DI RUMAH SAKIT BHAYANGKARA MEDAN
Isra Wahyuni*, Diah Arruum **
*Mahasiswa Fakultas Keperawatan
**Dosen Departemen Keperawatan Dasar dan Medikal Bedah
Fakultas Keperawatan, Universitas Sumatera Utara
Phone: 085373797560
E-mail: [email protected]
Abstrak
Motivasi adalah suatu bentuk upaya perawat untuk menjalankan tugasnya sehingga dapat mencapai tujuan
bersama di tempatnya bekerja Kinerja adalah hasil dari pelaksanaan tugas yang dilakukan oleh individu
dalam suatu organisasi. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi motivasi dengan kinerja perawat
pelaksana di Rumah Sakit Bhayangkara Medan. Penelitian dilakukan dengan pendekatan cross sectional.
Jumlah sampel pada penelitian ini sebanyak 53 orang yang ditentukan dengan menggunakan teknik
purposive sampling. Analisis statistik yang digunakan adalah Uji Spearman. Hasil analisis univariat,
menunjukkan bahwa motivasi perawat pelaksana 47,2% baik dan 52,8% tidak baik, 56,6% kinerja perawat
baik dan 43,4% kinerja perawat tidak baik. Hasil analisis
bivariat menunjukkan
bahwa adamulai
hubungan
keperawatan
yang diberikannya
dari
motivasi dengan kinerja perawat pelaksana di Rumah Sakit Bhayangkara Medan dengan nilai p=0,006.
pengkajian,
diagnosa,
perencanaan,
Disarankan bagi pimpinan rumah sakit untuk mengoptimalkan penghargaan bagi perawat yang
implementasi dan evaluasi. Penelitian
memiliki kinerja baik dan menyediakan tempat istirahat yang kondusif untuk perawat pelaksana sehingga
Sihotang (2006) di Rumah Sakit Umum
dapat mradianingkatkan kinerja perawat pelaksana di RS Bhayangkara Medan.
Doloksanggul menyatakan bahwa kinerja
perawat dalam memberikan pelayanan untuk
Kata kunci: Motivasi, Kinerja Perawat
PENDAHULUAN
Motivasi merupakan bagian penting dalam
meningkatkan kinerja. Motivasi menurut teori
kebutuhan Maslow dalam Marquis dan Huston
(2010) terdiri kebutuhan fisiologis, rasa aman,
kepemilikan, harga diri dan aktualisasi diri.
Teori Maslow adalah teori yang paling sering
digunakan oleh manajer praktisi karena teori
ini logis dan secara intuitif mudah dijelaskan
(Robbins, 2001).
Kinerja menjadi isu dunia saat ini (WHO,
2006). Hasil penelitian Direktorat Keperawatan
dan PPNI mengenai kegiatan perawat diketahui
bahwa lebih dari 75% dari seluruh kegiatan
pelayanan kesehatan adalah kegiatan pelayanan
keperawatan (Depkes, 2005). Masalah umum
yang terjadi dalam pelayanan keperawatan
menurut Aditama (2003) adalah kurangnya
perawat yang memiliki pendidikan tinggi,
banyaknya perawat yang kurang ramah dan
kurangnya
kesabaran
perawat
dalam
menghadapi
pasien. Penelitian Atik, dkk
(2006) menyatakan bahwa ada hubungan
motiva
motivasi kerja dengan kinerja perawat.
Berdasarkan uraian tersebut maka
peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
tentang motivasi dengan kinerja di Rumah
Sakit Bhayangkara Medan. Melihat rumah
sakit ini memiliki latar belakang sebagai
Rumah
Sakit
“Kepolisian
Republik
Indonesia” yang memiliki tugas pokok untuk
memelihara kesehatan anggota Polri dan
memiliki tugas pokok untuk melaksanakan
kegiatan teknis tertentu yang secara langsung
berhubungan dengan pelayanan masyarakat
(Profil Rumah Sakit Bhayangkara Medan,
2011). Pada survei pendahuluan peneliti
melakukan wawancara langsung dengan
Kepala Instalasi Rawat Inap Polisi Pelayanan
Medis dan Perawat (Ka. Inst. Rawat Inap
siyanmedwat) dan
menyatakan bahwa
perawat yang bekerja di rumah sakit ini
memiliki kinerja yang masih perlu
ditingkatkan.
1
dengan nilai p= 0,006 dan koefisien korelasi
0,370.
METODE
Desain penelitian dalam penelitian ini
adalah deskriptif korelasi dengan pendekatan
cross-sectional. Jumlah sampel sebanyak 53
perawat di rumah sakit Bhayangkara Medan.
Uji validitas menggunakan uji validitas
konstruk dan reliabilitas menggunakan
cronbach alfa. Analisa data dalam penelitian
ini menggunakan uji Spearman.
Pembahasan
Hasil analisis univariat yang diperoleh
dari hasil penelitian menunjukkan bahwa
hampir tidak ada perbedaan persentase
perawat yang memiliki motivasi baik dengan
perawat pelaksana yang memiliki motivasi
tidak baik.
Hasil
analisis
motivasi
perawat
dinyatakan baik, hal ini didukung dengan
analisis pada item kuisioner tentang
kebutuhan fisiologis menunjukkan bahwa
mayoritas perawat pelaksana 52,8% dapat
mengambil cuti sesuai dengan jadwal yang
ditetapkan. Handoko (2003) menyatakan
bahwa cuti termasuk ke dalam pemenuhan
kebutuhan fisiologis perawat di tempat kerja.
Rumah
Sakit
Bhayangkara
Medan
memberikan jatah cuti 14 hari dalam satu
tahun dan hak cuti tersebut dapat digunakan
oleh para perawat pada waktu yang
diinginkan.
Hasil analisis item kuisioner selanjutnya
tentang kebutuhan rasa aman menunjukkan
bahwa mayoritas perawat 50,9% menyatakan
pimpinan merealisasikan keluhan-keluhan
yang disampaikan oleh perawat. Hal tersebut
sejalan dengan teori yang dikemukakan oleh
Griffin (2004) bahwa kebutuhan rasa aman
akan terpenuhi, apabila pimpinan menerima
keluhan-keluhan terkait pekerjaan dari para
karyawan. Mayoritas perawat 67,9% yang
menyatakan bahwa mereka tidak pernah
merasa malas berkomunikasi dengan teman
sejawat di tempat kerja.
Berdasarkan analisis pada item kuisioner
menunjukkan bahwa mayoritas perawat
62,3% menyatakan mereka
mendapat
dukungan dari teman sejawat selama bekerja
di Rumah Sakit Bhayangkara Medan. Winardi
(2001) menyatakan bahwa kebutuhankebutuhan akan harga diri mencakup
kebutuhan
yang
berkaitan
dengan
penghargaan dari pihak lain, apresiasi
terhadap dirinya dan respek yang diberikan
oleh orang lain. Hal ini menunjukkan bahwa
adanya dukungan dari rekan kerja dapat
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Tabel 1. Distribusi Frekuensi Motivasi
Perawat Pelaksana
Variabel
Motivasi
Kategori
Baik
Tidak baik
f
25
28
%
47,2
52,8
Berdasarkan Tabel 1 menunjukkan bahwa
hampir tidak ada perbedaan antara perawat
yang memiliki motivasi tidak baik dan
perawat yang memiliki motivasi baik di
Rumah Sakit Bhayangkara Medan.
Tabel 2. Distribusi Frekuensi Kinerja Perawat
Pelaksana
Variabel
Kinerja
perawat
Kategori
Baik
Tidak baik
F
30
23
%
56,6
43,4
Berdasarkan Tabel 2 dapat dilihat bahwa
mayoritas perawat menunjukkan kinerja yang
baik dan sebagian perawat lainnya
memperlihatkan kinerja tidak baik. Tetapi,
perbedaan persentase kinerja tersebut tidak
terlalu signifikan.
Tabel 3. Analisis Hubungan Motivasi dengan
Kinerja Perawat Pelaksana
Motivasi
R
P
Kinerja Perawat
0,370
0,006*
* P < 0,05
Hasil analisis pada Tabel 3 menunjukkan
ada hubungan motivasi dengan kinerja
perawat pelaksana di RS Bhayangkara Medan
2
meningkatkan motivasi karyawan dalam
bekerja. Berdasarkan wawancara yang
dilakukan oleh peneliti pada survei awal pada
Oktober 2011 dengan lima orang perawat
pelaksana di Rumah Sakit Bhayangkara
Medan diketahui bahwa mereka mendapatkan
dukungan moral dari teman sejawat selama
menyelesaikan pekerjaan di Rumah Sakit
Bhayangkara Medan.
Berdasarkan analisis pada item kuisioner
tentang kebutuhan harga diri selanjutnya
didapatkan bahwa 49,1% perawat menyatakan
mendapat dukungan dari pimpinan selama
bekerja di rumah sakit. Hasil penelitian
Radiani (2009) menyatakan tidak adanya
dukungan dari pimpinan menyebabkan
perawat tidak termotivasi untuk melaksanakan
pendokumentasian dengan lengkap. Hal ini
sejalan dengan Daft (2003) juga menyatakan
bahwa dalam ruang lingkup organisasi,
kebutuhan akan penghargaan dapat dipenuhi
dengan memberikan pengakuan dan pujian
atas kontribusi yang baik dari karyawan.
Hasil analisis pada item kuisioner tentang
kebutuhan harga diri didapatkan bahwa 64,2%
perawat menyatakan pimpinan di rumah sakit
memberikan kesempatan kepada para perawat
untuk naik pangkat. Griffin (2004) yang
menyatakan bahwa pemberian kesempatan
kepada perawat untuk dapat naik pangkat
merupakan suatu upaya manajer dalam
memenuhi kebutuhan harga diri perawat
pelaksana.
Berdasarkan analisis pada item kuisioner
tentang kebutuhan aktualisasi diri didapatkan
54,7% perawat menyatakan bahwa pelatihan
yang
diadakan
rumah
sakit
dapat
meningkatkan
kompetensinya.
Hasil
penelitian Maliya & Susilaningsih (2009)
menyatakan
bahwa
adanya
pelatihan
menggambarkan
adanya
peningkatan
pengetahuan staf keperawatan. Berdasarkan
wawancara yang dilakukan kepada perawat
pelaksana ketika pengumpulan data pada
Bulan Juni 2012 diketahui bahwa Rumah
Sakit Bhayangkara Medan memperhatikan
kualitas perawat dengan mengatur jadwal
pelatihan yang dapat diikuti oleh setiap
perawat
dalam
upaya
meningkatkan
pengetahuan dan skill para perawat di rumah
sakit. 49,1% perawat menyatakan bahwa
pimpinan selalu mendukung para perawat
untuk melanjutkan pendidikan formal. Robbin
(2008) menjelaskan bahwa kebutuhan
aktualisasi diri meliputi pertumbuhan.
Berdasarkan hasil wawancara pada Bulan Juni
2012 dengan lima orang perawat pelaksana
diketahui bahwa pimpinan Rumah Sakit
Bhayangkara Medan selalu memberikan
dukungan kepada perawat yang ingin
melanjutkan pendidikan.
Hasil analisis motivasi tidak baik
didukung dengan hasil analisis item kuisioner
selanjutnya menunjukkan bahwa mayoritas
perawat pelaksana mayoritas perawat 56,6%
menyatakan kalau mereka memiliki tempat
beristirahat yang tidak baik di tempat kerja.
Handoko (2003) menyatakan bahwa periode
istirahat dan ruang istirahat juga termasuk ke
dalam pemenuhan kebutuhan fisiologis
perawat di tempat kerja. Berdasarkan hasil
wawancara peneliti pada bulan Juli kepada 5
orang perawat pelaksana di salah satu ruang
rawat diketahui bahwa ruang istirahat untuk
perawat tidak digunakan lagi karena sudah
berubah fungsi menjadi tempat penyimpanan
barang seperti tempat tidur, kasur dan lain
sebagainya.
Berdasarkan wawancara yang dilakukan
peneliti pada waktu pengumpulan data awal,
perawat pelaksana menyatakan bahwa rumah
sakit tidak memberikan upah lembur bagi
perawat yang telah bekerja lebih daari jam
kerja yang telah ditetapkan. Hal ini tidak
sesuai dengan keputusan Peraturan Menteri
Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik
Indonesia (2005) yang menyatakan bahwa
perusahaan yang mempekerjakan karyawan
melebihi waktu kerja, wajib membayar upah
lembur. Kondisi lain yang mempengaruhi hal
ini yaitu adanya ruang rawat inap khusus bagi
tahanan, sehingga perawat merasa keamanan
dirinya terancam. Hal ini didukung oleh hasil
analisis
pada
item
kuisioner
yang
menunjukkan
bahwa
17%
perawat
menyatakan kadang-kadang mereka merasa
tidak aman bekerja di rumah sakit ini.
3
Berdasarkan hasil wawancara peneliti
kepada perawat pelaksana pada salah satu
ruang rawat inap di Rumah Sakit Bhayangkara
Medan pada saat pengumpulan data Bulan
Juni 2012 diketahui bahwa tindakan asuhan
keperawatan yang seharusnya menjadi
tanggung jawab bersama dalam satu shift jaga
tidak dilakukan dengan bersama, akan tetapi
ada beberapa perawat yang telah dianggap
lebih senior dan mengerti yang akan lebih
sering melakukan asuhan keperawatan.
disamping itu, pihak rumah sakit hanya
memberikan kesempatan bagi perawatnya
untuk melanjutkan pendidikan namun tidak
diikuti dengan dukungan financial kepada
perawat
pelaksana
untuk
membiayai
pendidikannya.
Berdasarkan hasil analisis data di Rumah
Sakit Bhayangkara Medan didapatkan data
bahwa 56,6% perawat memiliki kinerja yang
baik dan 43,4% menunjukkan kinerja yang
tidak baik. Perawat pelaksana yang memiliki
kinerja baik dapat dilihat dari item kuisioner
dimana 60,5% perawat mempersepsikan
bahwa telah membuat dokumentasi asuhan
keperawatan dengan baik dan sesuai standar,
(49,1%) di Rumah Sakit Bhayangkara Medan
merasa telah membuat diagnosa keperawatan
menggunakan PE/PES dengan baik, 69,8%
perawat
pelaksana
di
Rumah
sakit
Bhayangkara Medan mempersepsikan telah
membuat perencanaan berdasarkan prioritas
dan telah saling bekerjasama dengan tim
kesehatan lain dalam melakukan tindakan,
73,6% perawat mempersepsikan bahwa
mereka telah mengevaluasi kondisi klien
dengan
baik. Hasil penelitian Lestari,
Sulisnadewi dan Suwardana (2009) di rumah
sakit yang berbeda menyatakan bahwa 37%
diagnosa yang dirumuskan perawat dalam
kategori baik, 83,3% perawat telah mampu
menyusun rencana keperawatan dengan baik,
96,7% tindakan yang dilaksanakan perawat
dievaluasi dan ditulis pada lembar status
pasien.
Hasil analisis kinerja tidak baik didukung
dengan analisis pada item kuesioner yang
menunjukkan bahwa 50,9% perawat tidak
memeriksa kesehatan fisik klien dengan baik
dan 35,8% perawat menentukan masalah baru
pada klien dengan tidak baik.
Berdasarkan uji Spearman diperoleh nilai
p= 0,006 <0,05. Hal ini menunjukkan bahwa
ada hubungan motivasi dengan kinerja
perawat pelaksana di Rumah Sakit
Bhayangkara Medan. Hal ini sejalan dengan
penelitian Hendrarni (2008) yang menyatakan
bahwa ada pengaruh motivasi dengan kinerja
asuhan keperawatan dalam implementasi dan
dokumentasi perawat pelaksana.
Hal ini sesuai dengan teori yang
dikemukakan oleh
Mangkuprawira, dkk
(2007) bahwa motivasi merupakan faktor
intrinsik yang mempengaruhi kinerja.
Demikian pula dengan Rivai dan Basri (2005)
menyatakan bahwa faktor internal yang
dihubungkan dengan sifat-sifat individu yang
dapat mempengaruhi kinerja salah satunya
adalah motivasi. Penelitian Sihotang (2006) di
Rumah Sakit Umum Doloksanggul yang
meneliti hubungan motivasi kerja terhadap
kinerja perawat dalam memberikan pelayanan
untuk pasien.
Berdasarkan analisis tersebut dapat
diketahui bahwa semakin baik motivasi yang
dimiliki perawat pelaksana maka akan
semakin baik pula kinerja perawat yang
dihasilkan. Begitu juga sebaliknya, semakin
tidak baik motivasi perawat maka semakin
tidak baik pula kinerja perawat yang
dihasilkan.
SIMPULAN DAN SARAN
Motivasi perawat di Rumah Sakit
Bhayangkara Medan berdasarkan hasil
penelitian diketahui bahwa hampir tidak ada
perbedaan motivasi perawat pelaksana. Dan
mayoritas perawat pelaksana memiliki kinerja
yang baik. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa ada hubungan motivasi dengan kinerja
perawat pelaksana di Rumah Sakit
Bhayangkara Medan.
Disarankan bagi pimpinan rumah sakit
untuk mengoptimalkan penghargaan bagi
perawat yang memiliki kinerja baik dan
menyediakan tempat istirahat yang kondusif
untuk perawat pelaksana.
4
Mangkuprawira, dkk. (2007). Manajemen
Mutu Sumber Daya Manusia. Jakarta:
Ghalia Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Aditama,
T.Y.
(2003).
Manajemen
Administrasi Rumah Sakit. (Edisi 2).
Jakarta: Universitas Indonesia.
Atik,
Marquis, L.B, & Huston J,C. (2010).
Kepemimpinan
dan
Manajemen
Keperawatan Teori & Aplikasi. Jakarta:
EGC.
dkk. (2008). Hubungan Motivasi
Perawat dengan Kinerja Perawat di
Ruang Rawat Inap Rumah Sakit
Daerah Panembahan. Dibuka pada
tanggal
5
Juli
2012
dari
www.pdf.com.
Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan
Transmigrasi Republik Indonesia.
(2005). Waktu Kerja Lembur Dan
Upah Kerja Lembur. Dibuka pada
tanggal 2 Juli dari www.pdf.com.
Daft, R.L. (2003). Manajemen (Jilid 2, Edisi
6). Jakarta: Penerbit salemba Empat.
Profil RS Bhayangkara Medan. (2011).
Depkes.
(2005).
Keputusan
Menteri
Kesehatan
RI
Nomor
836/MENKES/SK/2005,
tentang
Pedoman Pengembangan Manajemen
Kinerja Perawat dan Bidan. Jakarta
Radiani, E. (2009). Analisis Motivasi Perawat
dalam Pendokumentasian Asuhan
Keperawatan di puskesmas rawat
inap Kabupaten ciamis. Semarang:
Universitas Diponegoro.
Rivai, V., & Basri, A.F.M. (2005).
Performance Appraisal (Cetakan I).
Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.
Griffin. (2004). Manajemen. (Jilid 2. Edisi 7).
Jakarta: Erlangga.
Handoko, T.H. (2003). Manajemen. (Edisi 2,
Cetakan ke-18). Yogyakarta: BPFE.
Robbins, S.P. (2001). Organizational
Behavior. (Terjemahan. Jilid I. Edisi
8.). Jakarta: PT Bhuana Ilmu Populer.
Hendrarni, W. (2008). Pengaruh Motivasi
Kerja terhadap Kinerja Asuhan
Keperawatan dalam Pengkajian dan
Implementasi Pelaksana di Rumah
Sakit Bhayangkara Medan. Medan:
Universitas Sumatera Utara.
Robbins, S.P., & Judge, A.T. (2008).
Organizational
Behavior.
(Terjemahan. Buku 2. Edisi 12.).
Jakarta: Salemba Empat.
Sihotang, B.F. (2006). Pengaruh Motivasi
Terhadap
Produktifitas
Kerja
Perawat di Rumah Sakit Umum
Doloksanggul. Skripsi FKM USU.
Medan.
Lestari, Sulisnadewi dan Suwardana (2009).
Hubungan Tingkat Pengetahuan
Perawat
dengan
Pelaksanaan
Dokumentasi Proses Keperawatan.
Dibuka pada tanggal 4 Juli 2012 dari
www.pdf.com.
Winardi. (2001). Motivasi dan Pemotivasian.
Jakarta: Raja Grafindo Persada.
Maliya, A., & Susilaningsih, Z.E. (2009).
Pelatihan Ronde Kasus Untuk
Meningkatkan
Kinerja
Staf
Keperawatan di Rumah Sakit Umum
PKU Muhammadiyah Surakarta.
Dibuka pada tanggal 4 Juli 2012 dari
www.pdf.com.
World Health Organisation. (2006). Pelatihan
Ketrampilan
Manajerial
Sistem
Pengembangan Manajemen Kinerja
Klinis (SPMKK). Jakarta.
5
Download