BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Infeksi adalah masuk dan berkembang biaknya suatu mikroorganisme di dalam jaringan tubuh (Hartati, 2012). Infeksi merupakan penyakit yang dapat ditularkan dari satu orang ke orang atau dari hewan ke manusia. Infeksi disebabkan oleh berbagai mikroorganisme yaitu bakteri, virus, riketsia, jamur dan protozoa. Organisme ini dapat menyerang ke seluruh tubuh (Gibson, 1996). Contoh bakteri yang dapat menyebabkan penyakit infeksi adalah Staphylococcus epidermidis dan Shigella sonnei (Jawetz et al., 2001). Staphylococcus epidermidis merupakan anggota flora normal kulit manusia, saluran pernafasan, dan saluran pencernaan. Staphylococcus epidermidis dapat menyebabkan infeksi kulit ringan yang disertai pembentukan abses (Syahrurahman et al., 1994). Kira-kira 75% infeksi yang terjadi pada manusia disebabkan oleh Staphylococcus epidermidis (Jawetz et al., 2001). Staphylococcus epidermidis sering menjadi penyebab penyakit jerawat dan puru (Volk dan Wheeler, 1984). Shigella sonnei adalah bakteri patogen usus yang menyebabkan disentri (Syahrurahman et al., 1994). Shigella sonnei menyebabkan infeksi yang ringan pada orang dewasa, tetapi dapat menyebabkan diare yang hebat pada bayi yang baru lahir (Volk dan Wheeler, 1984). Disentri menular melalui tinja dengan adanya kontak tangan ke mulut dan melalui vektor insekta misalnya lalat (Shulman et al., 1994). Menurut Orhue dan Momoh (2013) infeksi yang disebabkan oleh mikroorganisme patogen menjadi penyebab utama kematian terutama di negaranegara berkembang. Keadaan ini semakin rumit karena semakin bertambahnya resistensi bakteri terhadap antibiotik yang tersedia (Nirosha dan Mangalanayaki, 2013). Hal ini menjadi alasan untuk mencari sumber baru antibakteri yang lebih efektif, terjangkau, dan mudah didapat (Adekunle dan Adekunle, 2009). 1 2 Antimikroba yang berasal dari tumbuhan berpotensi memiliki efek terapeutik dan efektif untuk pengobatan penyakit menular. Antibakteri dari tumbuhan memiliki efek samping yang lebih sedikit dibandingkan antibakteri sintetik (Joshi dan Edington, 1990 dalam Joshi et al., 2009). Salah satu tanaman yang berkhasiat sebagai antibakteri adalah pepaya (Sukadana et al., 2008). Pepaya (Carica papaya L.) dapat digunakan untuk pengobatan berbagai macam penyakit, misalnya konstipasi, antivirus, antijamur, dan antibakteri (Aravin et al., 2013). Hasil dari bebrapa penelitian menunjukkan bahwa tanaman pepaya dapat digunakan sebagai bahan alternatif untuk terapi antibakteri (Adriana et al., 2007 dalam Orhue dan Momoh, 2013). Biji pepaya mengandung senyawa triterpenoid (Sukadana et al., 2008), alkaloid, flavonoid, saponin, dan tanin yang berkhasiat sebagai antibakteri (Okoye, 2011). Menurut penelitian yang telah dilakukan Orhue dan Momoh (2013) ekstrak etanol biji pepaya dengan konsentrasi hambat minimum (KHM) sebesar 28,0 mg/mL memiliki aktivitas antibakteri terhadap Staphylococcus aureus, Escherichia coli, dan Pseudomonas aeruginosa. Ekstrak metanol biji pepaya mempunyai aktivitas antibakteri terhadap Shigella flexneri, Staphylococcus aureus, dan Escherichia coli dengan diameter zona hambat masing-masing sebesar 10,67 mm, 12,67 mm, dan 12,67 mm dan dengan konsentrasi 8 µg/mL (Ocloo, 2012). Hasil penelitian yang telah dilakukan oleh Rahman et al. (2011) menyatakan bahwa ekstrak etanol batang pepaya dengan konsentrasi 10 mg/mL memiliki aktivitas antibakteri terhadap Salmonella typhi dengan diameter zona hambat sebesar 14,00 mm. Ekstrak etanol biji pepaya dengan konsentrasi 10 mg/mL memiliki kemampuan menghambat Streptococcus pyogenes (bakteri Gram positif) dan Escherichia coli (bakteri Gram negatif) dengan diameter zona hambat berturut-turut sebesar 9 mm dan 8,5 mm (Martiasih et al., 2014). Berdasarkan kedua hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan bahwa dengan konsentrasi yang sama ekstrak etanol batang pepaya memiliki aktivitas antibakteri yang lebih baik dibandingkan dengan ekstrak etanol biji pepaya. 3 Berdasarkan uraian tersebut, penelitian ini dilakukan untuk membandingkan aktivitas antibakteri ekstrak etanol biji dengan batang pepaya terhadap bakteri Gram positif yaitu Staphylococcus epidermidis dan bakteri Gram negatif yaitu Shigella sonnei. B. Perumusan Masalah Berdasarkan latar belakang di atas dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut: 1. Bagaimana aktivitas antibakteri ekstrak etanol biji jika dibandingkan dengan ekstrak etanol batang pepaya terhadap Staphylococcus epidermidis dan Shigella sonnei? 2. Golongan senyawa apa yang terkandung dalam ekstrak etanol biji dan batang pepaya yang memiliki aktivitas antibakteri terhadap Staphylococcus epidermidis dan Shigella sonnei? C. Tujuan Penelitian Penelitian ini bertujuan untuk: 1. Membandingkan aktivitas antibakteri ekstrak etanol biji dengan batang pepaya terhadap Staphylococcus epidermidis dan Shigella sonnei. 2. Mengidentifikasi senyawa dalam ekstrak etanol biji dan batang pepaya yang mempunyai aktivitas antibakteri terhadap Staphylococcus epidermidis dan Shigella sonnei. D. Tinjauan Pustaka 1. Tanaman a. Klasifikasi Klasifikasi tanaman pepaya menurut Rukmana (1995) adalah sebagai berikut: Kingdom : Plantae (Tumbuh-tumbuhan) Divisi : Spermatophyta (Tumbuhan berbiji) 4 Sub-divisi : Angiospermae (Biji tertutup) Kelas : Dicotyledonae (Biji berkeping dua) Ordo : Caricales Famili : Caricaceae Spesies : Carica papaya L. b. Kandungan Kimia Buah pepaya mengandung karbohidrat, protein, vitamin A, vitamin C, sumber karoten, vitamin B, kalium, dan magnesium (Agoes, 2010). Daun mengandung karpain (Aravin et al., 2013), alkaloid, pseudokarpain, dehidrokarpain, kolin, karposida, vitamin C dan E (Boshra & Tajul 2013). Biji mengandung alkaloid, glikosida (Akujobi et al., 2010), protein, karpain, benzilisotiosinat, benzilglukosinolat, glukotropakolin, benziltiourea, hentriakontan, β-sitostrol, enzim mirosin (Boshra & Tajul 2013), triterpenoid (Sukadana et al., 2008), flavonoid, tanin, saponin dan fenol (Okoye, 2011). Akar mengandung karposida dan enzim mirosin (Boshra & Tajul 2013). Batang mengandung alkaloid, saponin, tanin, dan steroid (Stephen et al., 2013), flavonoid (Oladimeji et al., 2007), dan antrakinon (Setyawan, 2009). Gambar 1. Sruktur karpain c. Efek Farmakologi Biji pepaya secara tradisional dapat digunakan sebagai obat cacing gelang, gangguan pencernaan, penyakit kulit, obat masuk angin, dan kontrasepsi pria (Martiasih et al., 2014), antimikroba, obat maag kronis, dan antiinflamasi (Jagadeesh dan Shalini, 2014). Daun sebagai antimikroba, antikanker, dan trombositopenia. Buah sebagai antimikroba, antimalaria, antihipertensi, hepatoprotektif, antioksidan, dan penyembuhan ulkus. Akar sebagai antimikroba dan diuretik (Jagadeesh dan Shalini, 2014). Batang mempunyai aktivitas antibakteri (Rahman et al., 2011). 5 2. Bakteri Nama bakteri berasal dari bahasa Yunani bacterion yang berarti tongkat atau batang. Sekarang istilah tersebut dipakai untuk menyebut sekelompok mikroorganisme yang bersel satu, tidak berklorofil (meskipun ada kecualinya), berbiak dengan pembelahan diri, serta demikian kecilnya sehingga hanya tampak dengan mikroskop (Dwidjoseputro, 1989). Bakteri termasuk organisme prokariotik yang bersifat khas. Tubuhnya bersifat uniseluler. Secara umum, sel-selnya mempunyai pola bentuk 3 macam, yaitu bulat (kokus), batang (basil), dan spiral (spirilum) (Suendra et al., 1991). a. Staphylococcus epidermidis Sistem klasifikasi Staphylococcus epidermidis menurut Todar (2012) sebagai berikut: Kingdom : Bacteria Divisi : Firmicutes Kelas : Bacilli Ordo : Bacillales Famili : Staphylococcaceae Genus : Staphylococcus Spesies : Staphylococcus epidermidis Staphylococcus adalah sel berbentuk kluster yang tersusun dalam kelompok yang tidak teratur seperti anggur dan merupakan Gram positif. Staphylococcus tidak bergerak, tidak membentuk spora, memfermentasikan karbohidrat, menghasilkan asam laktat, dan tidak menghasilkan gas. Bakteri ini tumbuh paling cepat pada suhu 37°C. Pembentukan koloni pada Staphylococcus epidermidis biasanya berwarna abu-abu hingga putih (Jawetz et al., 2001). Staphylococcus epidermidis bersifat tidak invansif, tidak hemolitik, koagulase protein dan tidak meragi manitol (Jawetz et al., 1992). Bakteri ini dapat menyebabkan infeksi kulit ringan yang disertai pembentukan abses (Syahrurahman et al., 1994), jerawat, dan puru. Organisme ini menjadi patogen oportunis yang menyebabkan infeksi nosokomial pada persendian, 6 pembuluh darah (Volk dan Wheeler, 1984), dan menyebabkan penyakit pada orang yang mengalami penurunan daya tahan tubuh (Jawetz et al., 2001). Staphylococcus epidermidis merupakan penyebab endokarditis bakterial, terutama pada pasien dengan katup jantung buatan dan pada pecandu narkotika (Elliott et al., 2013). Bakteri menyebabkan infeksi dengan berbagai reaksi. Pada infeksi Staphylococcus terjadi reaksi inflamasi yang kuat, terlokalisir, dan nyeri (Jawetz et al., 2001). Meningkatnya pemakaian alat implan plastik terutama kateter vena sentral menyebabkan Staphylococcus epidermidis menjadi salah satu organisme yang paling sering ditemukan pada biakan darah. Organisme ini mengolonisasi alat plastik dengan melekat erat ke permukaan artifisial dan menghasilkan lapisan lendir untuk mempermudah perlekatan (Elliott et al., 2013). Staphylococcus epidermidis seringkali resisten terhadap antibiotik penisilin, tetrasiklin, aminoglikosida (Jawetz et al., 2001), flukloksasilin, dan eritromisin sehingga perlu diberikan antibiotik glikopeptida (vankomisin) (Elliott et al., 2013). b. Shigella sonnei Sistem klasifikasi Shigella sonnei menurut Todar (2012) sebagai berikut: Kingdom : Bacteria Divisi : Proteobacteria Kelas : Gamma Proteobacteria Ordo : Enterobacteriales Famili : Enterobacteriaceae Genus : Shigella Spesies : Shigella sonnei Shigella adalah bakteri patogen usus penyebab disentri (Syahrurahman et al., 1994). Habitat alami Shigella terbatas pada saluran intestinal manusia dan binatang menyusui yang memproduksi disentri basillus. Shigella merupakan batang Gram negatif, bentuk coccobacili terjadi 7 pada perbenihan muda. Bentuk koloninya cembung, bundar, dan transparan (Jawetz et al., 2001). Salah satu spesies Shigella adalah Shigella sonnei. Shigella tidak memfermentasi laktosa. Ketidakmampuan untuk memfermentasikan laktosa diperlihatkan oleh Shigella dalam media diferensial. Shigella membentuk asam dari karbohidrat tetapi jarang memproduksi gas (Jawetz et al., 2001). Shigella sonnei memfermentasi laktosa tetapi lambat (Radji, 2011). Shigella merupakan bakteri patogen yang menginvasi enterosit kolon sehinga dapat menimbulkan diare mukoid berdarah. Gejalanya demam tinggi, kram abdomen yang akhirnya diare berlendir dan berdarah (Sears et al., 2011). Mekanisme Shigella dapat menimbulkan sakit adalah bakteri masuk menembus lapisan sel epitel permukaan mukosa usus di daerah ileum terminal dan kolon, kemudian bakteri berkembang biak. Reaksi tubuh akibat adanya bakteri dengan terjadi peradangan yang diikuti kematian sel dan pengelupasan lapisan, kemudian terjadilah tukak (Syahrurahman et al., 1994). 3. Antibakteri Antibakteri adalah senyawa organik yang terjadi secara natural atau sintetik yang menghambat atau merusak bakteri tertentu, umumnya pada konsentrasi rendah (Jawetz et al., 2001). Jika antibakteri hanya efektif melawan bakteri Gram positif saja atau Gram negatif saja disebut antibakteri spektrum sempit (narrow spectrum). Tetapi jika efektif melawan bakteri Gram positif dan Gram negatif disebut antibakteri spektrum luas (broad spectrum) (Priyanto, 2008). Berkembangnya resistensi bakteri terhadap antibiotik sintetik menyebabkan pencarian sumber baru antibiotik yang efektif dan efisien. Hasil dari penelitian memberikan bukti bahwa beberapa tanaman dapat menjadi sumber baru antibakteri. Suatu penelitian menunjukkan bahwa obat dari tanaman dapat memerangi mikroorganisme patogen, contohnya daun dan akar pepaya (Nirosha dan Mangalanayaki, 2013). Antibakteri dari tumbuhan memiliki efek samping yang lebih sedikit dibandingkan antibakteri sintetik (Joshi dan Edington, 1990 dalam Joshi et al., 2009). 8 E. Landasan Teori Batang pepaya diketahui memiliki aktivitas antibakteri. Ekstrak etanol batang pepaya memiliki aktivitas antibakteri terhadap Salmonella typhi dengan diameter zona hambat sebesar 12,00 mm pada konsentrasi 5 mg/mL dan 14,00 mm pada konsentrasi 10 mg/mL (Rahman et al., 2011). Ekstrak metanol batang pepaya dengan konsentrasi 15 mg/mL memiliki aktivitas antibakteri terhadap Bacillus subtilis, Staphylococcus aureus, Escherichia coli, Salmonella typhi, dan Klebsiella pneumonie dengan diameter zona hambat berturut-turut sebesar 13,00 mm, 14,00 mm, 11,50 mm, 12,00 mm, dan 11,00 mm (Oladimeji et al., 2007). Batang pepaya mengandung alkaloid, saponin, tanin, steroid (Stephen et al., 2013), flavonoid (Oladimeji et al., 2007), dan antrakinon yang berkhasiat sebagai antibakteri (Setyawan, 2009). Selain batang pepaya, biji pepaya juga memiliki aktivitas antibakteri. Ekstrak etanol biji pepaya mentah memiliki zona hambat sebesar 12,00 mm terhadap Staphylococcus aureus, 10,00 mm terhadap Escherichia coli, 11,00 mm terhadap Pseudomonas aeruginosa dan 8,00 mm terhadap Proteus species. Ekstrak etanol biji pepaya matang memiliki zona hambat sebesar 10,00 mm terhadap Staphylococcus aureus dan 8,00 mm terhadap Pseudomonas aeruginosa. Ekstrak air biji pepaya mentah menghasilkan zona hambat dengan diameter sebesar 8,00 mm terhadap Staphylococcus aureus, 6,00 mm terhadap Escherichia coli, 8,00 mm terhadap Pseudomonas aeruginosa, 7,00 mm terhadap Proteus species dan tidak memiliki aktivitas antibakteri terhadap Enterococcus faecalis. Ekstrak air biji pepaya matang menghasilkan zona hambat dengan diameter sebesar 7,00 mm terhadap Staphylococcus aureus, 6,00 mm terhadap Pseudomonas aeruginosa, dan 6,00 mm Proteus species. Dari penelitian tersebut disimpulkan bahwa ekstrak etanol biji pepaya mempunyai aktivitas antibakteri yang lebih kuat daripada ekstrak air biji pepaya. Biji pepaya mengandung alkaloid dan glikosida yang berkhasiat sebagai antibakteri (Akujobi et al., 2010). Ekstrak metanol biji pepaya dengan konsentrasi 8 µg/mL memiliki aktivitas antibakteri terhadap Shigella flexneri, Staphylococcus aureus, dan 9 Escherichia coli dengan diameter zona hambat masing-masing sebesar 10,67 mm, 12,67 mm, dan 12,67 mm. Ekstrak aseton biji pepaya dengan konsentrasi dan bakteri uji yang sama seperti ekstrak metanol memiliki diameter zona hambat masing-masing sebesar 11,67 mm, 13,33 mm, dan 12,67 mm (Ocloo, 2012). Ekstrak etanol biji pepaya memiliki aktivitas antibakteri terhadap Staphylococcus aureus, Escherichia coli, Salmonella typhi, dan Pseudomonas aeruginosa dengan diameter zona hambat berturut-turut sebesar 13,00 mm, 17,00 mm, 16,00 mm, dan 16,00 mm. Senyawa yang berkhasiat sebagai antibakteri adalah flavonoid, tanin, saponin dan fenol (Okoye, 2011). Berdasarkan penelitian Sukadana et al. (2008) diketahui bahwa ekstrak n-heksan biji pepaya yang berwana putih mengandung senyawa triterpenoid aldehida yang mempunyai potensi sebagai antibakteri pada konsentrasi 1.000 ppm terhadap bakteri uji Escherichia coli dan Staphylococcus aureus dengan diameter zona hambat masing-masing sebesar 10 mm dan 7 mm. Ekstrak etanol biji pepaya memiliki aktivitas antibakteri terhadap Staphylococcus aureus, Escherichia coli, dan Pseudomonas aeruginosa dengan konsentrasi hambat minimum (KHM) sebesar 28,0 mg/mL (Orhue dan Momoh, 2013). Ekstrak etanol biji pepaya dengan konsentrasi 10 mg/mL dapat menghambat Escherichia coli dan Streptococcus pyogenes dengan diameter zona hambat berturut-turut sebesar 9 mm dan 8,5 mm (Martiasih et al., 2014). F. Hipotesis 1. Ekstrak etanol batang pepaya memiliki aktivitas antibakteri lebih tinggi dibandingkan dengan ekstrak etanol biji pepaya. 2. Ekstrak etanol biji pepaya mengandung senyawa alkaloid, saponin, flavonoid, glikosida, fenolik, dan tanin, dan ekstrak etanol batang pepaya mengandung senyawa alkaloid, tanin, saponin, flavonoid, antrakinon, dan steroid yang mempunyai aktivitas antibakteri terhadap Staphylococcus epidermidis dan Shigella sonnei.