PELECEHAN SEKSUAL (Di Lihat Dari Kacamata Hukum Islam dan KUHP) Skripsi Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Syari’ah (S.Sy) OLEH Yayah Ramadyan NIM: 105045101503 KONSENTRASI KEPIDANAAN ISLAM PROGRAM STUDI JINAYAH SIYASAH FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1431 H /2010M 10 11 PELECEHAN SEKSUAL (DI LIHAT DARI KACAMATA HUKUM ISLAM DAN KUHP) Skripsi Diajukan kepada Fakultas Syariah dan Hukum untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Syari’ah (S. Sy) Oleh: Yayah Ramadyan NIM : 105045101503 Di Bawah Bimbingan : Pembimbing I Pembimbing II Dr. Hj. Mesraini. M.Ag NIP:150326895 Sri Hidayati. M.Ag NIP: 1997102151997032002 KONSENTRASI KEPIDANAAN ISLAM PROGRAM STUDI JINAYAH SIYASAH FAKULTAS SYARIAH DAN HUKUM 12 UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA 1431 H/2010 M LEMBAR PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa : 1. Sripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. 2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan sesuai dengan ketentuan-ketentuan yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidaytullah Jakarta. 3. Jika dikemudian hari terbukti bahwa karya saya ini bukan hasil karya asli saya atau merupakan hasil jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sankksi yang berlaku di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Jakarta, 8 Maret 2010 Yayah Ramadyan 13 PENGESAHAN PANITIA UJIAN Skripsi berjudul Pelecehan Seksual (Dilihat dari Kacamata Hukum Islam dan KUHP) telah diujikan dalam sidang Munaqasah Fakultas Syariah dan Hukum Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta pada 8 maret 2010. skripsi ini telah diterima sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Sarjana Syariah (S.Sy) Pada program studi kepidanaan Islam.Jakarta, 8 Maret 2010 Mengesahkan, Dekan fakultas Syariah dan Hukum Prof.DR. H. Muhammad Amin Suma, SH, MA, MM NIP: 150 210 422 PANITIA UJIAN 1. KETUA : Dr. Asmawi. M.Ag NIP:197210101997031008 (....................................) 2. SEKRETARIS : Sri Hidayati. M.Ag NIP: 1997102151997032002 (....................................) : (....................................) 3. Dr. Hj. Mesraini. M.Ag NIP:150326895 PEMBIMBING I 4. : PEMBIMBING II 5. (....................................) Sri Hidayati. M.Ag NIP: 1997102151997032002 : H. Zubir Laini, SH. NIP: 150002973 PENGUJI I 6. (....................................) : PENGUJI II (....................................) Dr. H. M. Nurul Irfan, M.Ag NIP: 150326893 14 KATA PENGANTAR ا ا ا Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Ilahi Robbi, yang telah memberikan nikmat dan hidayah-Nya sehingga penulisan skripsi ini dapat diselesaikan dengan baik. Shalawat serta salam semoga tercurahkan pada Nabi Muhammad S.A.W, serta keluarga dan para sahabat dan pengikutnya. Skripsi ini berjudul “Pelecehan Seksual (Di Lihat Dari Kacamata Hukum Islam dan KUHP)” yang disusun untuk melengkapi tugas-tugas dan syarat untuk memperoleh gelar sarjana Syariah pada program studi Jinayah Siyasah, Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Penulisan skripsi ini terselesaikan berkat bantuan dari beberapa pihak, oleh karena itu penulis menghaturkan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada : 1. Bapak Prof. Dr. H. M. Amin Suma, SH, MM, MM, Selaku Dekan Fakultas Syariah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta beserta staf-stafnya. 2. Bapak Dr. Asmawi, M.Ag dan Ibu Sri Hidayati M.Ag, selaku Ketua dan Sekretaris Program Studi Jinayah Siyasah. 3. Ibu Dr. Hj. Mesraini M.Ag dan Ibu Sri Hidayati M.Ag, selaku dosen pembimbing yang senantiasa meluangkan waktunya untuk membimbing dan mengarahkan penulis dalam rangka penulisan dan penyelesaian skiripsi ini. 15 4. Pimpinan serta para dosen yang telah mendidik penulis, selama menuntut ilmu di Fakultas Syariah dan Hukum Program Studi Jinayah Siyasah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, sehingga berkat didikan dan perhatiannya penulis dapat menyelesaikan studi yang diakhiri dengan penulisan skipsi ini. 5. Pimpinan dan staf perpustakaan Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta atas fasilitas yang di berikan guna penyelesaian skripsi ini. 6. Ayahanda dan Ibunda tercinta yang selalu berdo’a dan mendidik dengan penuh kasih sayang serta kedua kakak penulis yakni Siti Hasanah. S.Sos. M.Ec.Dev yang selalu membimbing dan telah meminjamkan laptopnya sampai larut untuk mengetik skripsi, serta Sri Rohayati S.E yang memberikan motifasi dan spirit yang tidak bosan-bosannya kepada penulis. 7. Mamang Nana yang memarahi penulis agar secepatnya menyelesaikan skripsinya dan telah mendo’akan agar selalu berada dalam lindungan Allah S.W.T; 8. Ria Lestari yang telah memberikan masukan judul skipsi ini pada penulis; 9. Teman sekolah dan teman sepermainan yang telah memberi support moril, selama dalam proses penyelesaian skripsi: Yuli Astuti S.Pd, Mayang, Toro, Sukoco, Risdianto, Suryani, Zahro, Ali, Desi, Sulis, Ediar, Beny, Agung, Sandy, Alvin, Amri, Khotib, Hendru, dan Moch. Endang Soepandi dan lain-lain yang tidak disebutkan satu persatu. 10. Rekan-rekan di Fakultas Syariah dan Hukum, khususnya program Studi Jinayah Siyasah, Pidana Islam angkatan 2005: Laili, Indah, Iin, Khusnul Anwar, Sunendi, Ahmad Jaelani, Abdul Malik, Ahmad Jaelani, Deni Junaedi, Santoso, Lukman, 16 Adi, Laila, Wiwit, Dewi, Nafis, Rina, Ifada, Rina, dan lain-lain, dan angkatan 2004: Amin Prasetyo, Fahrozi, Novi, Unay, dan program Studi Perbandingan Mazhab yang kenal dengan penulis yakni: Edi, Robi, Aldi, Mustafa, Jaelani, dan lain-lain, yang tidak disebutkan satu persatu oleh penulis. 11. Abang Zulfi yang telah mensuport dari awal ujian komprehensif hingga selesai. Penulis sangat bersyukur telah mengenal Abang Zulfi. Penulis menyadari bahwa dalam tulisan skipsi ini banyak sekali kekurangan dan kelemahannya. Oleh karena itu kritik dan saran yang sifatnya membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan skripsi ini. Hanya dengan bermunajat kepada Allah-lah penulis memohon dan berdo’a semoga amal baik serta jasa-jasa mereka diberikan balasan pahala yang berlipat ganda oleh Allah S.W.T. Amin ya Robal ‘alamin. Jakarta, 13 Dzulhijah 1430 H 30 November 2009 M Penulis 17 DAFTAR ISI Halaman KATA PENGANTAR…………………………………………......…............... DAFTAR ISI……………………………………………………....................... BAB I BAB II i iv PENDAHULUAN …………….………………………..….......... 1 A. Latar Belakang……..…………………………....................... 1 B. Pembatasan dan Perumusan Masalah ……..….................…. 6 C. Tujuan dan Manfaat Penelitian………................….............. 6 D. Review Pustaka…………………….…..…….….….............. 7 E. Metodelogi Penelitian………….……….…….........…........... 8 F. Sistematika Penulisan………………….…........……............ 9 TINJAUAN UMUM TENTANG PELECEHAN SEKSUAL .......................................................................................................... 10 A. Pengertian Pelecehan Seksual ……............................................ 10 B. Bentuk-bentuk Pelecehan Seksual............................................. 12 C. Faktor–faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Pelecehan Seksual ........................................................................................ D. Dampak Pelecehan Seksual Terhadap Korban ..................... BAB III 15 17 PELECEHAN SEKSUAL DALAM PANDANGAN HUKUM ISLAM DAN KUHP....................................................................... 20 18 A. Pandangan Hukum Islam Terhadap Perbuatan Pelecehan Seksual ...................................................................................... B. Pandangan KUHP Tentang Perbuatan Pelecehan Seksual....................................................................................... BAB IV 20 25 PERBANDINGAN ANTARA HUKUM ISLAM DAN KUHP TENTANG SANKSI PIDANA PERBUATAN PELECEHAN SEKSUAL......................................................................................... 44 A. Sanksi Pidana Bagi Pelaku Pelecehan Seksual Menurut Hukum Islam.............................................................................. 44 B. Sanksi Pidana Bagi Pelaku Pelecehan Seksual Menurut Hukum Positif............................................................................ Analisa Perbandingannya.......................................................... 61 83 PENUTUP......................................................................................... 85 A. Kesimpulan................................................................................ 85 B. Saran......................................................................................... 88 DAFTAR PUSTAKA......................................................................................... 89 C. BAB V 19 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Manusia dikenal sebagai makhluk sosial, makhluk yang hidup di dalam kehidupan yang berkelompok/bermasyarakat. Di sinilah gejala sosial yang disebut dengan pelecehan sering timbul dalam kehidupan manusia. Masalah pelecehan seksual ini merupakan persoalan reaksi jender yang sangat luas dan kompleks yang menyangkut dalam aspek kehidupan manusia seperti terdapat pada moral, agama, iman dan lain-lain. Pelecehan sering dirasakan sebagai perilaku menyimpang, karena perbuatan tersebut memaksa seseorang terlibat dalam suatu hubungan seksual atau menetapkan seseorang sebagai objek perhatian yang tidak diinginkannya. 1 Artinya, pelecehan seksual dapat berupa sikap yang tidak senonoh, seperti menyentuh anggota tubuh yang vital dan dapat pula hanya berupa kata-kata atau pernyataan yang bernuansa tidak senonoh. Sedangkan orang yang menjadi objek sentuhan atau pernyataan tersebut tidak menyenanginya. 1 Rohan Colier, Pelecehan Seksual Hubungan Dominasi Masyarakat dan Minoritas, (Yogyakarta: PT. Tiara Yogya, 1998), Cet. Ke-1 h. 4. 20 Lebih rentan lagi pelecehan seksual ini sangat luas meliputi : main mata, bersiul nakal, cubitan, humor porno, colekan, tepukan atau sentuhan di bagian tubuh tertentu, gerakan tertentu atau isyarat yang bersifat seksual, ajakan berkencan dengan imingiming atau ancaman, ajakan melakukan hubungan seksual bahkan sampai perkosaan. 2 Pelecehan seksual ini bisa sering terjadi di mana saja dan kapan saja, seperti di dalam bus kota, pabrik, supermaket, bioskop, kantor, hotel, trotoar, dan sebagainya baik pada siang hari maupun pada malam hari. Bila kita cermati lebih detail lagi yang sering menjadi korban pelecehan seksual adalah kaum hawa atau kaum perempuan, perempuan sering dilecehkan secara seksual karena ketidakberdayaannya, yang selalu berada di bawah kekuasaan kaum laki-laki. Namun ada juga yang berpendapat korban pelecehan seksual ini tidak hanya terjadi pada kaum perempuan saja, tapi ada juga korban pelecehan seksual ini terjadi pada kaum laki-laki sesuai dengan pendapat dari Beuvais, tapi menurut pendapat khaeruddin yang lebih sering dijadikan korban pelecehan seksual hanya kaum perempuan. Artinya, pelecehan seksual ini terjadi karena kaum laki-laki sangat memiliki kekuasaan dan kedudukannya di mata masyarakat, sedangkan kaum perempuan dipandang hanya sebagai pemuas atau pelampiasan hawa nafsu belaka. Selanjutnya, perempuan yang menjadi korban pelecehan seksual itu tidak hanya perempuan normal. Akan tetapi sering juga dialami oleh perempuan penyandang cacat. Yang dimaksud dengan penyandang cacat dalam Undang-undang no.4 tahun 2 Pelecehan Seksual, Http://Pelecehan.Htm 11/19/2008 21 1997 adalah setiap orang yang mempunyai kelainan pada fisik dan atau mental, yang dapat mengganggu atau merupakan rintangan atau hambatan baginya untuk melakukan kegiatan secara layak. Para penyandang cacat ini dapat dikelompokkan menjadi 3 (tiga) kelompok : 1. Penyandang cacat fisik, 2. Penyandang cacat mental dan, 3. penyandang cacat fisik dan mental.3 Salah seorang di antara wanita penyandang cacat fisik yang menjadi korban adalah “MINAH” (bukan nama sebenarnya) yang berdomisili di daerah kemayoran Jakarta Pusat,di jln. H. Jiung Rt.15/Rw. 04 No. 20.mengalami pelecehan seksual ketika dia meminta bantuan untuk menyeberangi jalan raya. Pada saat itulah dia diberlakukan tidak senonoh/dipegang payudaranya.4 Sedangkan, dalam pandangan hukum Islam tentang perilaku pelecehan seksual ini belum diatur secara tegas, karena pembahasannya belum ada dalam Al-qur’an maupun hadist, dengan demikian ketentuan hukum tentang pelecehan seksual ini masih menjadi ijtihad para ulama. Hukuman tersebut berbentuk Takzir. Bentuk hukuman tersebut dapat berupa hukuman mati, jilid, denda, pencemaran nama baik dan lain-lain. Hukuman Takzir yang dikenakan kepada pelaku pelecehan seksual harus sesuai dengan bentuk pelecehan seksual yang dilakukan, dan hukuman tersebut 3 Undang-Undang Penyandang Cacat No.4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat pasal.1 h.1 4 Swadaya Mandiri Http:// Ingin Mandiri Laporan : Dwidjo.htm diakses 22 Novenber 2008. 22 disanksikan kepada pelaku demi kemaslahatan. Karena pada dasarnya pelecehan seksual ini menyangkut akhlak seseorang baik atau buruknya. Dalam Al-qur’an hanya menjelaskan tentang zina bukan tentang pelecehan seksual. 5 Dalam hukum Islam jangankan berciuman atau memegang anggota tubuh seorang perempuan, melihat dengan menimbulkan syahwat saja tidak boleh karena akan membawa ke arah zina. Sebagaimana terdapat dalam surat Al –Isra’ ayat 32 '()* !" #$%& ⌧ (32:17/ )ا./0 +⌧,-)* 32. Dan janganlah kamu mendekati zina; Sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. dan suatu jalan yang buruk. ”(QS. Al-Isra/17:32) Tidak hanya melarang mendekati zina, tapi Islam juga memerintahkan kita untuk menjaga pandangan kepada siapa saja kecuaili dengan suami mereka, anak mereka,saudara mereka, orang tua merka, anak-anak mereka. Hal ini sessuai dengan firman Allah dalam surat An-Nur ayat 31 yang artinya: =<35 ;<=>?> A 34%!357☺&93: 12 B<7J)K2& ;<=?⌧H I B<3C%DEFG )J7 5 U B<7J R SAT MNO3PFQA B<3C7☺2AZ[ WX=Y, )JV35 MNO3PFQA B<_`aK \] G bcJ3R2Q3 U B<7J R SAT 5 Ali Akbar. “Seksualitas Ditinjau dari Hukum Islam”, (Jakarta: Ghali indonesia, 1982),cet pertama h.5 23 3'( ' G bcJd( ' G bcJd(VFG G bcJ3e2 G bcJ3e2 3'(VFG bcJ3f; WgK G B<J3f; G B<J3f);G WgK G =4j]9 5 5 G B<Jd(Dhi MNk32Q%lR G B<7J!%)☺AG ;<35 3" Fq4r nopG XF⌧m 01H3uv G st)< \] )J=? A x MNO3w( WX=Y{ 3'(Dh3zV 3yfqF Wk3HA'I 5 ;y]92,3 B<J9KFqo ]n |2 \ B<J3R SAT <35 M!357☺ AG 2a3C }( (31 :42/ ) اّر.0 M79H2 'j9)2 “Katakanlah kepada wanita yang beriman hendaklah ia menahan pandangannya, memelihara kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya kecuali yang biasa (tampak) dari padanya. dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau puteraputera suami mereka, atau Saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanitawanita Islam, atau budak- budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, Hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung” (Q.S. AnNur/24:31) Adapun jika ketidaksengajaan maka hal itu tidaklah berdosa, tapi pandangan selanjutnya apabila disertai dengan syahwat atau nafsu seksual maka tidak diperbolehkan Hukum Islam belum menjelaskan sanksi untuk memidanakan pelaku pelecehan seksual, apakah takzir, had, seperti hukuman pada perbuatan zina. Karena belum dijelaskan secara terperinci oleh masyarakat. Oleh karena itu bagi pelaku pelecehan seksual akan dikenakan hukuman takzir. Bentuk hukuman takzir ini akan diserahkan kepada penguasa atau hakim yang berhak untuk memutuskan suatu perkara. 24 Di Indonesia perkara yang berkait dengan kriminal dan kejahatan asusila diputuskan berdasarkan ketentuan-ketentuan yang terdapat dalam KUHP yang diadopsi dari hukum Belanda. Meskipun demikian, berkaitan dengan perkara pelecehan seksual dengan ketentuan sanksi pidana yang terdapat dalam KUHP dinilai belum memadai, bahkan istilah pelecehan seksual tidak ditemukan dalam KUHP. Penanganan yuridis kasus-kasus pelecehan seksual mengalami hambatan-hambatan, terutama menyangkut rumusan tindak pidana ataupun deliknya Dengan kata lain, baik dalam hukum Islam maupun dalam KUHP belum ada ketegasan perlindungan bagi korban pelecehan seksual. Oleh karena itu, penulis tertarik meneliti persoalan tersebut dalam bentuk skripsi dengan judul “PELECEHAN SEKSUAL (DI LIHAT DARI KACAMATA HUKUM ISLAM DENGAN KUHP)” B. Pembatasan dan Perumusan Masalah Agar tidak terjadi kesimpangsiuran masalah, maka penulis akan membatasi masalah yang akan dibahas adalah tentang sanksi pidana bagi pelaku pelecehan seksual menurut Hukum Islam dan KUHP. Berdasarkan pembatasan masalah di atas, penulis merumuskan masalah sebagai berikut: 1. Bagaimana pandangan Hukum Islam terhadap perbutan pelecehan seksual? 2. Bagaimana pandangan KUHP tentang perbuatan pelecehan seksual? 3. Apakah perbedaan dan persamaan antara Hukum Islam dan KUHP tentang sanksi pidana perbuatan pelecehan seksual? 25 C. Tujuan dan Manfaat penelitian Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Untuk mengetahui pandangan Hukum Islam terhadap perbuatan pelecehan seksual. 2. Untuk mengetahui pandangan KUHP tentang perbuatan pelecehan seksual. 3. Untuk mengetahui perbedaan dan persamaan antara Hukum Islam dan KUHP tentang sanksi pidana perbuatan pelecehan seksual. Dari penelitian ini diharapkan mendapatkan manfaat yaitu: 1. Agar dapat mengetahui pandangan mengenai perbuatan pelecehan seksual menurut hukum Islam dan hukum Positif. 2. Agar dapat mengetahui perbandingan –perbandingan antara hukum Islam dan KUHP mengenai perbuatan pelecehan seksual. C. Review Pustaka Penulis menggunakan beberapa buku yang berkaitan dengan masalah itu di antaranya adalah : Pertama Suparman Marzuki, Eko Prasetyo Aromaelmina Martha yang berjudul “Pelecehan Seksual (Pergumulan Antara Tradisi Hukum dan Kekuasaan), Yogyakarta: Pustaka Pelajar, FH UII, Desember, 1995. Cetakan pertama, yang isinya adalah Seksualitas dalam Perspektif Metafisika Fiqh, Seksualitas dalam Perspektif Metafisika Agama, Kejahatan Kesusilaan dan Pelecehan Seksual dalam Perspektif Kriminologi dan Viktimologi. 26 Kedua Abrarana Nadhiya, yang berjudul Pelecehan dan Kekerasan Seksual: Analisa Isi Surat Kabar, 1977, yang isinya mengenai berbagai macam Pelecehan Seksual dan kekerasan yang terdapat dari Koran Kompas, Media Massa. Dari berbagai karya tulis di atas, penulis melihat masih ada sisi-sisi lain yang dapat menjadi bahan penelitian dalam penulisan skripsi ini. Di antaranya adalah belum adanya pembahasan mengenai sanksi pidana bagi pelecehan seksual menurut perspektif hukum Islam dan KUHP, apalagi memperbandingkan antara keduanya. C. Metode Penelitian Jenis penelitian yang digunakan oleh penulis dalam skripsi ini adalah metode deskriptif analisis, yaitu metode penelitian ilmiah yang menggunakan data dengan tujuan tertentu dan dianalisis serta dijabarkan guna mengetahui kebenaran dari data yang diperoleh. Teknik pengumpulan datanya diperoleh dari studi kepustakaan. Pengumpulan data yang diperoleh dari buku-buku, majalah, dokumen-dokumen, media cetak, bahkan dari internet yang berhubungan dengan judul skripsi ini yang mana digunakan dengan penelitian sekunder. Teknis analisis data, penulis menggunakan teknis content analisis, yaitu menganalisa masalah pokok yang diteliti menurut isinya. Sedangkan teknik penulisan skripsi ini berpedoman pada buku “Pedoman tulisan skripsi”, dan disertai yang disusun oleh Fakultas Syariah dan Hukum tahun 2007. 27 G. Sistematika Penulisan. Penulisan skripsi ini terdiri dari lima bab yang terdiri dari sub-sub bab sebagai berikut : BAB I : Merupakan bab pendahuluan yang terdiri dari : Latar Belakang Masalah, Pembatasan dan Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat Penelitian, Metodelogi Penelitian, dan sistematika Penulisan Merupakan tinjauan umum tentang pelecehan seksual, yang di BAB II : Dalamnya membahas tentang pengertian dari pelecehan seksual, bentuk-bentuk pelecehan seksual, faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya pelecehan seksual BAB III : Merupakan pembahasan tentang pelecehan seksual dalam pandangan hukum Islam dan KUHP yang di dalamnya membahas tentang pandangan hukum Islam terhadap perbuatan pelecehan seksual dan pandangan KUHP tentang perbuatan pelecehan seksual. BAB IV : Merupakan perbandingan antara hukum Islam dan KUHP tentang sanksi pidana perbuatan. Yang didalamnya membahas tentang sanksi pida na bagi pelaku pelecehan seksual menurut Hukum Islam dan KUHP BAB V : Merupakan bab penutup yang berisikan kesimpulan dan saran-saran. 28 BAB II TINJAUAN UMUM TENTANG PELECEHAN SEKSUAL . Pengertian Pelecehan Seksual Pelecehan seksual nampaknya merupakan istilah yang baru. Istilah tersebut muncul di Amerika sepanjang tahun 70-an mengikuti pergerakan kaum perempuan. Pada tahun 1980-an istilah pelecehan seksual telah umum dipakai di Inggris. Karena perempuan makin banyak memasuki dunia kerja, tingkat pelecehan seksual semakin meningkat baik setelah terbentuknya kesempatan luas atau disebabkan laki-laki semakin terancam dan melakukan pelecehan seksual agar perempuan tetap berada dalam genggamannya.6 Pelecehan seksual dirasakan sebagai perilaku intimidasi, karena perbuatan tersebut memaksa seseorang terlibat dalam suatu hubungan seksual atau menempatkan seseorang sebagai objek perhatian seksual yang tidak diinginkannya7. Sedangkan menurut tim penulis dari Departemen Pendidikan dan Budaya dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, kata pelecehan seksual itu dapat di bagi dua, yaitu kata pelecehan dan seksual.8 Dalam Kamus Bahasa Indonesia ini pelecehan berasal 6 Rohan Coier, Pelecehan Seksual Hubungan Dominasi Mayoritas dan Minoritas, (Yogyakarta : PT. Tiara Yogya, 1998), Cet. Ke- ,1 h.2 7 8 Rohan Colier, Ibid. h.4 Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 1996), Cet Ke-1, h507 29 dari kata leceh yang berarti memandang rendah, menghinakan atau tak berharga. Sedangkan kata seksual berasal dari kata seks. Seks, sangat sering diartikan sebagai jenis kelamin biologis, yaitu: laki-laki dan perempuan. Jadi kata seksual (kata sifat) adalah sifat suatu hal yang berkenaan dengan seks atau jenis kelamin, dan hal yang berkenaan dengan perkara persetubuhan antara laki-laki dengan perempuan, serta hal-hal lainnya yang mengandung unsur yang bersifat hasrat atau nafsu seksual. 9 Dengan demikian pelecehan seksual menurut kamus besar bahasa Indonesia adalah dua kata yang dijadikan satu yang bermakna merendahkan, menghinakan kaum perempuan. Jika kata pelecehan seksual kata sifat merendahkan suatu hal yang berkenaan dengan perkara persetubuhan antara laki-laki dengan perempuan, yang mengandung unsur sifat hasrat atau hawa nafsu. Dalam pengertian pelecehan seksual ini sangat banyak yang diberikan orang dalam kontek kalimat. Namun, dari semua pengertian itu dapat di pahami bahwa pelecehan seksual mengacu pada perbuatan yang dapat dirasakan oleh korbannya tidak menyenangkan, karena perbuatan tersebut bersifat intimidasi, menghina atau tidak menghargai dengan membuat seseorang sebagai objek pelampiasan seksual. Menurut Beuvais10 pelecehan seksual ini tidak hanya terjadi pada kaum wanita saja tetapi pada kaum laki-laki juga bisa saja terjadi korban pelecehan seksual. Dan juga Beuvais ini mengelompokkan menjadi empat kelompok yang menjadi pelecehan seksual antara lain: laki-laki melecehkan perempuan, 9 Depdikbud kamus Besar Bahasa Indonesia. Ibid. H. 507 10 Beuvais adalah pakar hukum dari belanda 30 perempuan melecehkan laki-laki, heteroseksual melecehkan homoseksual, dan, homoseksual melecehkan heteroseksual.11 Sasaran pelecehan seksual tidak hanya wanita muda, yang cantik dan bodinya sangat menggairahkan. 12 Akan tetapi juga wanita paruh baya yang mempunyai kekurangan dalam fisiknya. Sering sekali pelaku pelecehan seksual tidak memandang fisik atau usia korban, yang ada hanyalah bagaimana para penikmat syahwat ini dapat melampiaskannya. Perempuan yang sering dijadikan korban adalah perempuan yang masih belia atau remaja, yang masih mudah tidak memiliki cacat pada anggota tubuh, sedangkan laki-laki yang sering melakukan pelecehan seksual adalah laki-laki yang tidak memiliki moral. A. Bentuk-bentuk Pelecehan Seksual Ada beberapa bentuk pelecehan seksual yang berdasarkan tingkatan antara lain 1). Tingkatan pertama : Gender Harassment adalah pernyataan atau tingkah laku yang bersifat merendahkan seseorang berdasarkan jenis kelamin (sexist). Bentuk-bentuknya antara lain : cerita porno atau gurauan yang mengganggu; kata-kata seksual yang kasar dan ditujukan kepada seseorang; kata-kata rayuan tentang penampilan seseorang, tubuh, atau kehidupan seseorang; memandang secara terus menerus, mengerlingkan mata atau melirik dengan 11 Khaeruddin, Pelecehan Seksual Terhadap Istri, (Yogyakarta: Pusat Penelitian Kependudukan Universitas Gajah Mada, 1999), cet. Ke-1 h.3 12 WWW. Pelecehan-Seksual-dengan-Mengeluarkan.htm 11/19/2008 31 cara yang pantas; memperlihatkan, memakai, atau menyebarkan benda-benda yang tidak senonoh seperti gambar, buku, video porno, memperlakukan seseorang dengan cara berbeda karena berjenis kelamin tertentu, seperti mengistimewakan, tidak mengacuhkan atau mengabaikan berdasarkan jender; serta kalimat-kalimat yang merendahkan tentang pilihan karir perempuan 2). Tingkatan kedua: Seduction Behavior adalah rayuan atau permintaan yang tidak senonoh bersifat seksual atau bersifat merendahkan tanpa adanya suatu ancaman. Bentuk-bentuknya antara lain: pembicaraan mengenai hal-hal yang bersifat pribadi atau bersifat seksualitas; tindakan untuk merayu seseorang; perhatian seksualitas seseorang, usaha menjalin hubungan romantis dengan seseorang; ajakan untuk berbuat tidak senonoh atau asusila; mengganggu privasi seseorang secara sengaja menjadikan seseorang sebagai sasaran sindiran dari suatu pembicaraan seksual, mengucapkan kalimat seksual yang kasar dan menganggu seseorang serta menyebarkan gosip seksual seseorang. 3). Tingkatan ketiga: Sexsual Bribery yaitu ajakan melakukan hal-hal yang berkenaan dengan perhatian seksual disertai dengan janji untuk mendapatkan imbalan-imbalan tertentu. Misalnya: hadiah kenaikan gaji atau jabatan. Bentuk-bentuknya antara lain: secara halus menyuap seseorang dengan janji imbalan tertentu untuk melakukan tindakan-tindakan seksual, misalnya: dipeluk, diraba, dicium, dibelai. Secara langsung atau terang-terangan menjanjikan hadiah untuk melayani keinginan seksual seseorang, pemaksaan tindakan seksual karena memberikan janji atau hadiah, serta secara nyata 32 memberikan hadiah kepada seseorang karena bersedia melayani secara seksual. 4). Tingkatan keempat: Sexual Coercion atau Threat yaitu adanya tekanan untuk melakukan hal-hal bersifat seksual dengan disertai ancaman baik secara halus maupun langsung. Bentuk-bentuknya adalah ancaman secara halus dengan pemberian semacam hukuman karena menolak keinginan seksual seseorang, ancaman secara langsung atau terang-terangan dengan harapan seseorang mau melakukan tindakan seksual meskipun tindakan tersebut belum terjadi, melakukan tindakan seksual dengan seseorang yang merasa takut karena ancaman atau hukuman yang diberikannya, serta akibat buruk yang diterima seseorang secara nyata karena menolak tindakan seksual dari seseorang. 1) Tingkatan kelima: Sexual Imposition yang serangan atau paksaan bersifat seksual dan dilakukan secara kasar atau terang-terangan. Bentuk-bentuknya adalah dengan sengaja memaksa menyentuh, berusaha mendorong atau memegang tubuh seseorang. Misalnya, menyentuh anggota tubuh yang vital dan sebagainya serta dengan sengaja memaksa untuk melakukan hubungan seksual. Adapun bentuk-bentuk pelecehan seksual yang lebih serius tingkatannya antara lain: b. Serious Froms of Harassment adalah pelecehan seksual yang bersifat serius seperti tekanan untuk melakukan hubungan seksual melalui telepon atau surat, perkosaan dan penyiksaan seksual. 33 c. Less Serious Froms of Harassment adalah pelecehan seksual yang bersifat tidak serius seperti memandangi korban atau menyentuh bagian tubuh dengan sengaja.13 C. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Terjadinya Pelecehan Seksual. Pelecehan seksual dan bentuk-bentuknya dapat terjadi karena beberapa faktor. Diantara faktor tersebut adalah : 1. Dominasi hubungan laki-laki dan perempuan yang tidak seimbang. Manusia adalah Zon Politicon, manusia adalah makhluk sosial. Dalam kehidupan sehari-hari, laki-laki dan perempuan selalu hidup berdampingan, dan saling membutuhkan. Pada hakekatnya antara laki-laki dan perempuan memiliki kedudukan dan hak yang sama. Namun kenyataan yang tumbuh dan berkembang di dalam masyarakat memperlihatkan lain. Banyak fakta yang memperlihatkan ketimpangan relasi jender, posisi laki-laki dan perempuan cenderung berbeda dalam sekian banyak aspek kehidupan. Ketimpangan jender adalah perbedaan peran dan hak perempuan dengan laki-laki. Laki-laki mempunyai “Hak istimewa”, dan dinilai sebagai subjek yang cakap hukum, sedangkan perempuan sebagai makhluk pasif, lemah dan objek kehidupan. Akibatnya, laki-laki tidak jarang menjadikan perempuan sebagai “barang” milik laki-laki yang berhak diperlakukan semena-mena, termasuk dengan cara kekerasan.14 13 Sandra S. Tangri. Martha R. Burt dan Leanor B. Johnson. SeksualHarassment At Work:Three Explanatory Models. h.89-110 14 Kedudukan dan Nilai Perempuan. HTTP:// www.Pendidikan .net. 34 Dengan demikian laki-laki memiliki kekuasaan terhadap perempuan bukan saja karena dia berada di posisi senior di lembaga-lembaga atau tempat kerja, tetapi karena kedudukan sosial-kulturnya di masyarakat. Di sepanjang waktu pelecehan seksual sering terjadi ketika laki-laki menyalahgunakan kekuasaan yang mereka miliki. 15 2. Perempuan dipandang sebagai objek pelampiasan seksual Sepanjang kehidupannya perempuan digambarkan sebagai makhluk yang lemah dan tak berdaya, yang selalu membutuhkan perlindungan. Sejak masa silam dan masa Jahiliyah perempuan digambarkan sebagai barang hidup, yang begitu rendah dan tak berharga. Kalaupun diakui keberadaannya sebagai manusia sangat berbeda jenis dengan laki-laki. Sebagai objek, perempuan diperlakukan saat dijadikan pelampiasan hawa nafsu laki-laki. Hal ini tidak berbeda dengan zaman yang dikatakan telah modern, pandangan ini masih melekat meskipun ada pembebasan dan emansipasi terhadap hak-hak perempuan telah berkembang. Perempuan tetap dipandang sebagai objek seksualitas.16 2. Rasa iseng disebabkan kurangnya etika dan moral yang kurang baik. Banyak di antara remaja yang mengatakan bahwa mengganggu dan menggoda kaum perempuan, seperti siut suit, ucapan salam yang menggoda, hanya sekedar iseng sambil nongkrong di pinggir jalan. Jadi, tidak ada maksud serius. Hal itu tentunya saja dapat disebabkan kurangnya etika dan moral yang 15 16 Rohan Colier. Ibid. h. 31 Ahmaad Husnan, Keadilan Islam antara Wanita dan Laki-laki. (Solo: Al-Husna, 1995), Cet. Ke-1. h. 43-55 35 erat kaitannya dengan iman yang disertai akhlak yang mulia, karena orang yang beretika dan bermoral baik, tidak mungkin berani melakukan hal-hal yang sangat kurang sopan, karena apa yang dilakukan membuat objek pelecehan merasa sangat direndahkan. Dengan rasa iseng tersebut mereka-mereka tidak peduli apakah orang yang menjadi korban pelecehan seksual yang berpakaian sopan ataupun tidak, dalam kasus menunjukkan gadis berjilbab pun bisa dapat dijadikan korban. D. Dampak Pelecehan Seksual Terhadap Korban Secara umum dampak yang sering terjadi pada korban pelecehan seksual adalah minder atau ingin menjauh dari orang-orang atau mengurung diri. Hal tersebut terjadi karena korban merasa malu, menyalahkan diri sendiri, merasa minder dan direndahkan oleh masyarakat, dan sebagainya. Tidak banyak yang bisa dilakukan korban kecuali berusaha untuk mengurangi agar tidak kembali menjadi sasaran empuk dari laki-laki yang bermoral rendah. Tetapi ada juga orang yang berpendidikan memiliki moral yang sangat rendah. Dampak dalam kehidupan pribadi dan sosial korban merasa direndahkan, hubungan keluarga atau bersosialisasi sangat sulit membina hubungan kembali terutama pada pria karena adanya rasa takut. Pada saat penyerangan berlangsung, korban tidak percaya dan menganggap penyerangan pelecehan seksual hanya terjadi pada orang lain, bukan dirinya, kemudian muncul rasa takut, minder atau menutupi bagian-bagian tubuh yang dapat menimbulkan untuk mengundang pelaku untuk melakukan pelecehan seksual. 36 BAB III PELECEHAN SEKSUAL DALAM PANDANGAN HUKUM ISLAM DAN KUHP C. Pandangan Hukum Islam Terhadap Perbuatan Pelecehan Seksual Dalam agama Islam perbuatan pelecehan seksual ini sangat tidak terpuji. Agama Islam adalah agama yang sangat fitrah, universal yang paling kafah sepanjang zaman. Agama yang mampu menjawab tantangan zaman, mengatasi setiap permasalahan hidup dan kehidupan manusia. universalitas dalam hukum Islam sudah mencakup keseluruhan aspek kehidupan manusia dari yang paling besar dan paling kecil. Salah satunya adalah menyangkut dengan etika, moral, dan akhlak dan interaksi atau pergaulan antar manusia, sehingga permasalahan–permasalahan yang sering timbul dari pergaulan sosial masyarakat seperti pelecehan seksual yang dapat dihindari. Dalam agama Islam sifat ini dipandang sebagai perbuatan tercela karena agama Islam telah mengajarkan kepada setiap umat-Nya untuk saling hormatmenghormati kepada siapapun tanpa melihat posisi dan jabatan seseorang. Dalam makna pelecehan seksual ini sudah dapat kita pahami pada bab sebelumnya. Sementara, ketentuan aktifitas seksual tersebut dalam agama Islam hanya boleh dilakukan dengan jalur yang telah ditentukan, yakni melalui jalur pernikahan yang sah, dengan mengikuti syarat dan ketentuan yang telah 37 ditentukan oleh Allah SWT yang telah menciptakan manusia dengan disertai hawa nafsu, hal ini dapat kita lihat dalam surat Al-Imran ayat 14: 9 !93 <zAT Mc35 3yf)J# Wk3! - 3'(Dh3zV X3v%V s9)Cw( Mc35 v!7☺ 01,) 3"U>3H sx%)2R 3" 5Dh7☺ 7% R 5 M3f j 3SF) ,qP \,) ch ])PV3 ( (14 :3/ )ان.0 s })☺ Dijadikan indah pada (pandangan) manusia kecintaan kepada apa-apa yang diingini, yaitu: wanita-wanita, anak-anak, harta yang banyak dari jenis emas, perak, kuda pilihan, binatang-binatang ternak.17dan sawah ladang. Itulah kesenangan hidup di dunia, dan di sisi Allah-lah tempat kembali yang baik (surga). (QS. Al-Imran/3:14) Dengan kata lain manusia tidak dapat lepas dari unsur nafsu karena dengan adanya unsur tersebut manusia dapat melanjutkan dan memperbanyak keturunannya. 18 Dengan demikian manusia tidak dapat lepas dari unsur nafsu seksual karena adanya unsur ini manusia dapat melanjutkan dan memperbanyak keturunannya. 19 Tetapi bukan berarti manusia boleh melakukan aktifitas tersebut sesuka hati. Bila 17 Yang dimaksud dengan binatang ternak di sini adalah binatang-binatang yang termasuk jenis unta, lembu, kambing, dan biri-biri 18 Jalaludin et.al, “Pengantar Ilmu Jiwa Agama”, (Jakarta: Cv Pustaka, 1989), Cet .Ke1, h. 11 19 Jalaludin et.al, Ibid. h.11. 38 aktifitas seksual dilakukan di luar jalur yang telah ditentukan, seperti yang telah dilakukan oleh orang-orang yang hanya menuruti hawa nafsu dan keinginan mereka, maka hubungan seksual tersebut disebut zina. Agar manusia menjauh dari perbuatan yang dapat mendekati zina maka Allah S.W.T. telah memberi ramburambu melalui Firman-Nya, adapun dalam surat Al-Isra ayat 32 yang berbunyi : '()* !" #$%& ⌧ (32:17/ )اا./0 +⌧,-)* “Dan janganlah kamu mendekati zina; Sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. dan suatu jalan yang buruk.”(QS. Al-Isra/17: 32) Bila ayat di atas dipahami dan diaplikasikan maka dengan sendirinya perbuatan yang dapat menyebabkan perbuatan zina dapat dihindari. Adapun di antara aktivitas atau perbuatan yang dapat menyebabkan zina adalah bentukbentuk perbuatan pelecehan seksual seperti memandang wanita dari atas hingga bawah, lelucon seksual yang menyinggung perasaan, gambar atau foto yang pornografis dan bentuk-bentuk yang lain seperti yang telah disebutkan dalam bab sebelumnya tentang bentuk-bentuk pelecehan seksual. Pelecehan seksual merupakan permasalahan yang timbul dalam pergaulan sosial masyarakat. Untuk itu ajaran agama Islam telah memberi aturan-aturan dalam pergaulan sosial masyarakat seperti sopan santun, etika berpakaian dan memandang seseorang dalam berinteraksi atau bergaul. Dengan demikian pelecehan seksual ini merupakan bentuk perbuatan yang dianggap sebagai perbuatan yang bermoral rendah, karena moral merupakan tata kelakuan seseorang yang berinteraksi dan bergaul. Dengan demikian ukuran moral yang sangat tinggi dapat diukur dari pengakuan masyarakat bahwa suatu perbuatan 39 tersebut tidak dianggap menyalahi aturan dan kebiasaan yang ada di dalam masyarakat, apa yang patut dan apa yang tidak patut untuk dilakukan.20 Dalam ajaran agama Islam jangankan mencium atau memegang anggota badan seseorang perempuan, melihat dengan menimbulkan syahwat saja tidak boleh, karena dikhawatirkan dapat menimbulkan dan mendekati zina. Hal ini ditegaskan oleh Allah dalam Firman-Nya surat An-Nur ayat 31: =<35 ;<=>?> A 34%!357☺&93: 12 ;<=?⌧H I B<3C%DEFG B<7J R SAT MNO3PFQA B<7J)K2& WX=Y, )JV35 )J7 5 U B<_`aK \] B<3C7☺2AZ[ U B<7J R SAT MNO3PFQA bcJd( ' G bcJ3R2Q3 G bcJ3e2 3'( ' G 3'(VFG G bcJd(VFG G B<J3f; G bcJ3e2 WgK G bcJ3f; WgK G B<Jd(Dhi G B<J3f);G G B<7J!%)☺AG =4j]9 5 5 nopG XF⌧m MNk32Q%lR G st)< ;<35 3" Fq4r x MNO3w( 01H3uv 3yfqF \] )J=? A WX=Y{ 3'(Dh3zV 5 ;y]92,3 B<J9KFqo \ B<J3R SAT <35 Wk3HA'I 2a3C }( ]n |2 'j9)2 M!357☺ AG (31 :42/ ) اّر.0 M79H2 “Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera suami mereka, atau Saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita Islam, atau budak- budak yang 20 Cet 1, h. 90 A. Gunawan Setiardja, Dialektika Hukum dan Moral , (Joyakarta: Kanisius, 1990), 40 mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang aurat wanita. dan janganlah mereka memukulkan kakinya agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah, Hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.” (An-Nur /24:31) Dalam sebuah syair disebutkan: “ Semua peristiwa (perzinaan) itu bermula dari memandang. Dan api yang besar itu berasal dari percikan api yang sangat kecil” Dari konteks syair tersebut dapat kita pahami bahwa tindakan pelecehan seksual yang tampak sangat sepele sebenarnya dapat menyulut perbuatan yang sangat besar lagi, yaitu seperti terjadinya perzinaan. Untuk itulah Nabi S.A.W menganjurkan kepada umatnya untuk menikah. Hal ini tentunya dimaksudkan untuk mencegah dari perbuatan zina. Meskipun pernikahan dalam agama Islam bukan hanya sekedar untuk memenuhi hasrat seksual. Hadist Nabi tersebut adalah : و+,#- ا'ءة0 ع ﻡ2,ﻡ اﺱ, ی ﻡ( ا(' ب:# وﺱ%#! ل ر ﺱل ا:و ! ا ﻡ د ل ا'@ ر%? A و?>ء )ا% % ءﻥ- , م5 ی%#- =2, وﻡ ی.0 ج4# 5 وا5'# ّ67 أ%ءﻥ:- ,ج (1400 : #; و ﻡ6050ي “ dDari Ibnu Mas’ud ia berkata, Rasulullah berkata kepada kami “Wahai para pemuda, barangsiapa diantara kamu yang sanggup menikah, maka menikahlah, karena nikah itu dapat memundukkan pandangan dan membersihkan fajri (kemaluan) maka barang siapa yang belum mampu, hendaklah mengerjakan shaum (puasa) karena shaum itu dapat mencegah dari perbuatan zina,” (Riwayat Al- Bukhari dan Muslim) 41 Hadist di atas merupakan salah satu cara yang dianjurkan oleh Rasulullah SAW bagaimana seharusnya nafsu syahwat atau hasrat seksual itu disalurkan dengan tidak menyalahi aturan agama yang telah digariskan. D. Pandangan KUHP Terhadap Perbuatan Pelecehan Seksual Dalam pandangan KUHP terhadap perbuatan pelecehan seksual ini sudah dapat dikenakan sanksi pidana yang terdapat di dalamnya. Namun masih tidakjelas mengenai ketentuan-ketentuan sanksinya. Perbuatan pelecehan seksual ini dapat dikenakan sanksi pidana dan denda sesuai di dalam KUHP mengenai perbuatan asusila dan kejahatan kesusilaan. Jika kita kaitkan dengan masalah jender, pelanggaran ini sangat erat kaitannya dengan tindakan kekerasan fisik maupun integritas mental seseorang dan cenderung merupakan kekerasan fisik. Jadi, dalam pelecehan seksual telah diatur secara umum dalam KUHP pasal 281-282. Bahkan dalam pasal 285. 21 Yang berbunyikan: “Barangsiapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seseorang wanita bersetubuh dengan dia diluar perkawinan, diancam karena melakukan perkosaan dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun”. 22 Dan masih juga terdapat dalam RUU KUHP membahas mengenai sanksi atau hukuman bagi pelaku pelecehan seksual tapi masih secara umum, tidak menspesifikasikan secara khusus, dalam kejahatan seksual terdapat dalam RUU KUHP terdapat pada bab tindak pidana kesusilaan dalam mencakup 56 pasal 21 22 h.111-112 Http //: Cara Melawan Pelecehan Seksual. Htm Jum’at 10 Oktober 2003 Andi Hamzah, KUHP dan KUHAP, (Jakarta: PT. Rineka Cipta,2004), Cet. Ke-XI. 42 (467-504), terbagi dalam sepuluh bagian, seperti: pelanggaran kesusilaan itu sendiri, pornografi dan pornoaksi, perkosaan, zina dan perbuatan cabul.23 Dalam pasal-pasal ini yang mengenai kejahatan terhadap kesusilaan terdapat dalam pasal 281 yang berisikan antara lain: Diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau pidana denda paling banyak Empat Ribu Lima Ratus Rupiah : a. Barangsiapa dengan sengaja di muka umum melanggar kesusilaan; a. Barangsiapa dengan sengaja dan di depan orang lain yang ada di situ bertentangan dengan kehendaknya, melanggar kesusilaan. Selain pasal 281 terdapat juga pasal yang lain, yang mengenai kejahatan terhadap kesusilaan terdapat pula dalam pasal 282, yang berisikan antara lain: a) Barangsiapa menyiarkan, mempertunjukkan atau menempel di muka umum tulisan, gambaran atau benda yang telah diketahui isinya melanggar kesusilaan, atau barangsiapa dengan maksud untuk disiarkan, dipertunjukkan atau ditempelkan di muka umum, membuat tulisan, gambaran atau benda tersebut, memasukkannya ke dalam negeri, meneruskannya, mengeluarkannya dari dalam negeri, atau memiliki persediaan, ataupun barangsiapa secara terang-terangan atau dengan mengedarkan surat tanpa diminta, menawarkan atau menunjukkannya sebagai bisa diperoleh, diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun enam bulan atau pidana denda paling tinggi Empat Ribu Lima Ratus Rupiah. 23 Http //: Cara Melawan Pelecehan Seksual. Htm Jum’at 10 Oktober 2003 43 b). Barangsiapa menyiarkan, mempertunjukkan atau menempelkan di muka umum tulisan, gambaran atau benda yang melanggar kesusilaan, ataupun barang siapa dengan maksud untuk disiarkan, dipertunjukkan atau ditempelkan di muka umum, membikin, memasukkan ke dalam negeri, meneruskan mengeluarkannya dari negeri, atau memiliki persediaan, ataupun barangsiapa secara terang-terangan atau dengan mengedarkan surat tanpa diminta, menawarkan, atau menunjuk sebagai bisa diperoleh, diancam, jika ada alasan kuat baginya untuk menduga, bahwa tulisan, gambaran atau benda itu melanggar kesusilaan, dengan pidana paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak Empat Ribu Lima Ratus Rupiah. c). Kalau yang bersalah melakukan kejahatan tersebut dalam ayat pertama sebagai pencarian atau kebiasaan, dijatuhkan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau pidana denda paling banyak Tujuh Puluh Lima Ribu Rupiah. 24 Selain dalam pasal-pasal di atas masih terdapat pula pasal-pasal lainnya yang mengenai kejahatan terhadap kesusilaan yakni pelecehan seksual di dalam KUHP antara lain: Pasal yang mengenai pencabulan. Pasal 289 yang berisikan mengenai Barangsiapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seorang untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul, diancaman 24 Andi Hamzah, KUHP dan KUHAP, Ibid, h.111-112 44 karena melakukan perbuatan yang menyerang kehormatan kesusilaan, dengan pidana penjara paling lam sembilan tahun Pasal 290, Diancam dengan pidana penjara paling lam tujuh tahun: 0. Barangsiapa melakukan perbuatan cabul dengan seorang, padahal diketahuinya bahwa orang itu pingsan atau tidak berdaya; 0. Barangsiapa melakukan perbuatan cabul dengan seorang, padahal diketahuinya atau sepatutnya harus diduganya, bahwa umurnya belum lima belas tahun atau kalau umurnya tidakjelas, yang bersangkutan belum waktunya kawin; 0. Barangsiapa membujuk seseorang yang diketahuinya atau sepatutnya harus diduganya bahwa umurnya belum l;ima belas tahun taua kalau umurnya tidak jelas yang bersangkutan belum waktunya untuk dikawin, untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul, atau bersetubuh di luar perkawinan dengan orang lain. Pasal 291. 1. Jika salah satu kejahatan berdasarkan pasal 286, 287, 289, dan 290 mengakibatkan luka-luka berat, dijatuhkan pidana penjara paling lama dua belas tahun. 2. Jika salah satu kejahatan berdasarkan pasal 285, 286, 287, 289, 290 mengakibatkan kematian, dijatuhkan pidana penjaralama lima belas tahun. Pasal 292. 45 Orang dewasa yang melakukan perbuatan cabul dengan orang lain sesama kelamin, yang diketahuinya atau sepatutnya harus diduganya belum dewasa, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun. Pasal 293. 1. Barangsiapa dengan memberi atau menjanjikan uang atau barang, menyalahgunakan wibawa yang timbul dari hubungan keadaan, atau dengan penyesatan sengaja menggerakkan seorang belum dewasa dan baik tingkah lakunya untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul dengan dia, padahal tentang belum kedewasaanya, diketahui atau selayaknya harus diduganya, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun. 2. Penuntutan hanya dilakukan atas pengaduan orang yang terhadap dirinya dilakukan kejahatan itu. 3. Tenggang waktu tersebut dalam pasal 74 bagi pengaduan ini adalah masingmasing sembilan bulan dan dua belas bulan. Pasal 294. (1). Barangsiapa melakukan perbuatan cabul dengan anaknya, anak tirinya, anak angkatnya, anak di bawah pengawasannya yang belum dewasa, atau dengan orang yang belum dewasa yang pemeriliharaannya, pendidikannya dan penjagaanya diserahkan kepadanya ataupun dengan bujangannya atau bawahanya yang belum dewasa, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun. (2). Diancam dengan pidana yang sama: 46 1. Pegawai negeri yang melakukan perbuatan cabul dengan orang yang karena jabatan nya adalah bawahannya, atau dengan orang yang penjagaannya dipercayakan atau diserahkan kepadanya. 2. Pengurus, dokter, guru, pegawai, pengawas, atau pesuruh dalam penjara, tempat pekerjaan negara, tempat pendidikan, rumah piatu, rumah sakit, rumah sakit jiwa atau lembaga sosial, yang melakukan perbuatan cabul dengan orang yang dimasukkan kedalamnya. Pasal 295. (1). Diancam: 1. Dengan pidana penjara paling lama tahun barangsiapa dengan sengaja menyebabkan atau memudahkan dilakukannya perbuatan cabul oleh anaknya, anak tirinya, anak angkatnya, atau anak yang di bawah pengawasannya yang belum dewasa, atau oleh orang yang belum dewasa yang pemeliharaannya, pendidikan, atau penjagaannya diserahkan kepadanya, ataupun oleh bujangannya atau bawahanya yang belum cukup umur, dengan orang lain; 2. Dengan pidana penjara paling lama empat tahun barangsiapa dengan dengan sengaja menghubungkan atau memudahkan perbuatan cabul, kecuali yang tersebut dalam butir 1 di atas, yang dilakukan oleh orang yang diketahuinya belum dewasa atau yang sepatutnya harus diduganya demikian, dengan orang lain. Pasal 296. 47 Barangsiapa dengan sengaja menyebabkan atau memudahkan perbuatan cabul dengan orang lain, dan menjadikannya sebagai pencaharian atau kebiasaan, diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau pidana denda paling banyak lima belas ribu rupiah. Pasal-pasal tentang penghubungan pencabulan Pasal 295. (1). Diancam: 1. Dengan pidana penjara paling lama tahun barangsiapa dengan sengaja menyebabkan atau memudahkan dilakukannya perbuatan cabul oleh anaknya, anak tirinya, anak angkatnya, atau anak yang di bawah pengawasannya yang belum dewasa, atau oleh orang yang belum dewasa yang pemeliharaannya, pendidikan, atau penjagaannya diserahkan kepadanya, ataupun oleh bujangannya atau bawahanya yang belum cukup umur, dengan orang lain; Pasal 298. (1) Dalam hal pemidanaan berdasarkan salah satu kejahatan dalam pasal 281, 284-290, dan pasal 292-297, pencabutan hak berdasarkan pasal 35 No.1-5 dapat dinyatakan. (2) Jika yang bersalah melakukan salah satu kejahatan berdasrkan pasal 292297 dalam melakukan pencahariannya, maka hak untuk melakukan pencaharian itu dapat dicabut. Pasal 506 48 Barangsiapa menarik keuntungan dari perbuatan cabul seorang wanita dan menjadikannya sebagai pencaharian, diancam dengan pidana kurungan paling lama satu tahun. Pasal-pasal mengenai kejahatan terhadap kesopanan Pasal 281. Diancam pidana dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau pidana denda paling banyak Empat Ribu Lima Ratus Rupiah : 0. Barangsiapa dengan sengaja di muka umum melanggar kesusilaan; 0. Barangsiapa dengan sengaja dan di depan orang lain yang ada di situ bertentangan dengan kehendaknya, melanggar kesusilaan. Pasal 282. 1). Barangsiapa menyiarkan, mempertunjukkan atau menempel di muka umum tulisan, gambaran atau benda yang telah diketahui isinya melanggar kesusilaan, atau barangsiapa dengan maksud untuk disiarkan, dipertunjukkan atau ditempelkan dimuka umum, membuat tulisan, gambaran atau benda tersebut, memasukkannya ke dalam negeri, meneruskannya, mengeluarkannya dari dalam negeri, atau memiliki persediaan, ataupun barangsiapa secara terang-terangan atau dengan mengedarkan surat tanpa diminta, menawarkan atau menunjukkannya sebagai bisa diperoleh, diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun enam bulan atau pidana denda paling tinggi Empat Ribu Lima Ratus Rupiah. 49 2). Barangsiapa menyiarkan, mempertunjukkan atau menempelkan di muka umum tulisan, gambaran atau benda yang melanggar kesusilaan, ataupun barang siapa dengan maksud untuk disiarkan, dipertunjukkan atau ditempelkan di muka umum, membikin, memasukkan ke dalam negeri, meneruskan mengeluarkannya dari negeri, atau memiliki persediaan, ataupun barang siapa secara terang-terangan atau dengan mengedarkan surat tanpa diminta, menawarkan, atau menunjuk sebagai bisa diperoleh, diancam, jika ada alasan kuat baginya untuk menduga, bahwa tulisan, gambaran atau benda itu melanggar kesusilaan, dengan pidana paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak Empat Ribu Lima Ratus Rupiah. 3). Kalau yang bersalah melakukan kejahatan tersebut dalam ayat pertama sebagai pencarian atau kebiasaan, dijatuhkan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau pidana denda paling banyak Tujuh Puluh Lima Ribu Rupiah. 25 Pasal 283 1). Diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak sembilan ribu rupiah, barang siapa menawarkan, memberikan untuk terus maupun untuk sementara waktu, menyerahkan atau memperlihatkan tulisan, gambaran atau benda yang melanggar kesusilaan, maupun alat untuk mencegah atau menggugurkan kehamilan 25 Andi Hamzah, KUHP dan KUHAP, Ibid, h.111-112 50 kepada seseorang yang belum dewasa, dan yang dapat diketahui atau sepatutnya harus diduga bahwa umurnya belum tujuh belas tahun, jika isi tulisan, gambaran, benda atau alat itu telah diketahuinya. 2). Diancam dengan pidana yang sama, barang siapa membaca isi tulisan yang melanggar kesusilaan di muka orang yang belum dewasa sebagaimana dimaksud dalam ayat yang lalu, jika isi tadi telah diketahuinya. 3). Diancam dengan pidana penjara paling lama empat bulan atau pidana kurungan paling lama tiga bulan atau pidana denda paling banyak sembilan ribu rupiah, barangsiapa menawarkan, memberikan untuk terus maupun untuk sementara waktu, kesusilaan, maupun alat untuk mencegah atau menggugurkan kehamilan kepada seseorang yang belum dewasa sebagaimana dimaksud dalam ayat pertama, jika ada alasan kuat baginya untuk menduga, bahwa tulisan, gambaran atau benda yang melanggar kesusilaan atau alat itu adalah alat untuk mencegah kehamilan. Pasal 284 (1). Diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan: 1. a. Seorang pria yang telah kawin yang melakukan mukah (overspel), padahal diketahui bahwa pasal 27 BW berlaku baginya, b. Seorang wanita yang telah kawin yang melakukan mukah; 2. a. Seorang pria yang turut serta melakukan perbuatan itu, padahal diketahuinya bahwa yang turut bersalah telah kawin. 51 b. Seorang wanita yang telah kawin yang turut serta melakukan perbuatan itu, padahal diketahui olehnya bahwa yang turut bersalah telah kawin dan pasal 27 BW berlaku baginya. (2). Tidak dilakukan penuntutan melainnkan atas pengaduan suami/isteri yang tercemar, dan bilamana bagi mereka berlaku pasal 27 BW, dalam tenggang waktu tigabulan diikuti dengan permintaan bercerai ataau berpisah meja dan ranjang karena alasan itu juga. (3). Terhadap pengaduan ini tidak berlaku pasal 72, 73, dan 75. (4). Pengaduan dapat ditarik kembali selama pemeriksaan dalam sidang pengadilan belum dimulai. (5). Jika bagi suami isteri berlaku pasal 27 BW, pengaduan tidak diindahkan selam perkawinan belum diputuskankarena perceraian atau sebelum putusan yang menyatakan pisah meja atau ranjang menjadi tetap. Pasal 285. Barangsiapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seorang wanita bersetubuh dengan dia di luar perkawinan, diancam karena melakukan perkosaan dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun. Pasal 286. Barangsiapa bersetubuh dengan seorang wanita di luar perkawinan, padahal diketahui bahwa wanita itu diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun. Pasal 287. 52 1. Barangsiapa bersetubuh dengan seorang wanita di luar perkawinan, padahal diketahuinya sepatutnyaharus diduganya bahwa umurnya belum lima belas tahun, atau kalau umurnya tidakjelas, bahwa belum waktunya untuk dikawinkan, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun. 2. Penuntutan hanya dilakukan atas pengaduan, kecuali jika umur wanita belum sampai dua belas tahun atau jika ada salah satu hal bedasarkan pasal 291 dan pasal 294. Pasal 288. 1. Barangsiapa dalam perkawinan bersetubuh dengan wanita yang diketahuinya atau sepatutnya harus diduganya bahwa yang bersangkutan belum waktunya untuk dikawin, apabila perbuatan itu mengakibatkan luka-luka, diancam dengan pidana penjara paling lama emapat tahun. 2. Jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat, dijatuhkan pidana penjara paling lama delapan tahun. 3. Jika mengakibatkan mati, dijatuhkan pidana penjara paling lam dua belas tahun. Pasal 289. Barangsiapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seorang untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul, diancaman karena melakukan perbuatan yang menyerang kehormatan kesusilaan, dengan pidana penjara paling lam sembilan tahun. Pasal 290. Diancam dengan pidana penjara paling lam tujuh tahun: 53 1. Barangsiapa melakukan perbuatan cabul dengan seorang, padahal diketahuinya bahwa orang itu pingsan atau tidak berdaya; 0. Barangsiapa melakukan perbuatan cabul dengan seorang, padahal diketahuinya atau sepatutnya harus diduganya, bahwa umurnya belum lima belas tahun atau kalau umurnya tidakjelas, yang bersangkutan belum waktunya kawin; 0. Barangsiapa membujuk seseorang yang diketahuinya atau sepatutnya harus diduganya bahwa umurnya belum l;ima belas tahun taua kalau umurnya tidak jelas yang bersangkutan belum waktunya untuk dikawin, untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul, atau bersetubuh di luar perkawinan dengan orang lain. Pasal 291. 1. Jika salah satu kejahatan berdasarkan pasal 286, 287, 289, dan 290 mengakibatkan luka-luka berat, dijatuhkan pidana penjara paling lama dua belas tahun. 2. Jika salah satu kejahatan berdasarkan pasal 285, 286, 287, 289, 290 mengakibatkan kematian, dijatuhkan pidana penjaralama lima belas tahun. Pasal 292. Orang dewasa yang melakukan perbuatan cabul dengan orang lain sesama kelamin, yang diketahuinya atau sepatutnya harus diduganya belum dewasa, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun. Pasal 293. 54 1. Barangsiapa dengan memberi atau menjanjikan uang atau barang, menyalahgunakan wibawa yang timbul dari hubungan keadaan, atau dengan penyesatan sengaja menggerakkan seorang belum dewasa dan baik tingkah lakunya untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul dengan dia, padahal tentang belum kedewasaanya, diketahui atau selayaknya harus diduganya, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun. 2. Penuntutan hanya dilakukan atas pengaduan orang yang terhadap dirinya dilakukan kejahatan itu. 3. Tenggang waktu tersebut dalam pasal 74 bagi pengaduan ini adalah masingmasing sembilan bulan dan dua belas bulan. Pasal 294. (1). Barangsiapa melakukan perbuatan cabul dengan anaknya, anak tirinya, anak angkatnya, anak di bawah pengawasannya yang belum dewasa, atau dengan orang yang belum dewasa yang pemeriliharaannya, pendidikannya dan penjagaanya diserahkan kepadanya ataupun dengan bujangannya atau bawahanya yang belum dewasa, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun. (2). Diancam dengan pidana yang sama: 1. Pegawai negeri yang melakukan perbuatan cabul dengan orang yang karena jabatan nya adalah bawahannya, atau dengan orang yang penjagaannya dipercayakan atau diserahkan kepadanya. 55 2. pengurus, dokter, guru, pegawai, pengawas, atau pesuruh dalam penjara, tempat pekerjaan negara, tempat pendidikan, rumah piatu, rumah sakit, rumah sakit jiwa atau lembaga sosial, yang melakukan perbuatan cabul dengan orang yang dimasukkan kedalamnya. Pasal 295. (1). Diancam: 1. Dengan pidana penjara paling lama tahun barangsiapa dengan sengaja menyebabkan atau memudahkan dilakukannya perbuatan cabul oleh anaknya, anak tirinya, anak angkatnya, atau anak yang di bawah pengawasannya yang belum dewasa, atau oleh orang yang belum dewasa yang pemeliharaannya, pendidikan, atau penjagaannya diserahkan kepadanya, ataupun oleh bujangannya atau bawahanya yang belum cukup umur, dengan orang lain; 2. Dengan pidana penjara paling lama empat tahun barangsiapa dengan dengan sengaja menghubungkan atau memudahkan perbuatan cabul, kecuali yang tersebut dalam butir 1 di atas, yang dilakukan oleh orang yang diketahuinya belum dewasa atau yang sepatutnya harus diduganya demikian, dengan orang lain. Pasal 296. Barangsiapa dengan sengaja menyebabkan atau memudahkan perbuatan cabul dengan orang lain, dan menjadikannya sebagai pencaharian atau kebiasaan, diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau pidana denda paling banyak lima belas ribu rupiah. 56 Pasal 297. Perdaganagan wanita dan perdagangan anak laki-laki yang belum dewasa, diancam pidana penjara paling lama enam tahun. Pasal 298. (1) Dalam hal pemidanaan berdasarkan salah satu kejahatan dalam pasal 281, 284-290, dan pasal 292-297, pencabutan hak berdasarkan pasal 35 No.1-5 dapat dinyatakan. (2) Jika yang bersalah melakukan salah satu kejahatan berdasrkan pasal 292297 dalam melakukan pencahariannya, maka hak untuk melakukan pencaharian itu dapat dicabut. Pasal 299 . 0. Barangsiapa dengan sengaja mengobati seorang wanita atau menyuruh supaya diobati,dengan diberitahukan atau ditimbulkan harapan bahwa karena pengobatan itu hamilnya dapat digugurkan, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidanadenda paling banyak empat puluh lima ribu rupiah. 0. Jika yang bersalah berbuat demikian untuk mencari keuntungan, atau menjadikan perbuatan tersebut sebagai pencaharian atau kebiasaan, atau jika dia seorang tabib, bidan atau juru obat, pidananya dapat ditambah sepertiganya. 0. Jika yang bersalah melakukan kejahatan tersebut dalam menjalankan pencaharian, maka dapat dicabut haknya untuk melakukan pencaharian itu; dan pelanggaran kkesusilaan dalam pasal-pasal dibawah ini. 57 Paasal 532. Diancam dengan pidana kurungan paling lama tiga hari atau pidana denda paling banyak dua ratus dua puluh lima rupiah: 1. Barangsiapa di muka umum menyanyikan lagu-lagu ynag melanggar kesusilaan; 2. Barangsiapa di muka umum mengadakan pidato yang melanggar kesusilaan; 3. Barangsiapa di tempat yang terlihat dari jalan umum mengadakan tulisan atau gambaran yang melanggar kesusilaan. Pasal 533. Diancam dengan pidana kurungan paling lama dua bulan atau pidana denda paling banyak tiga ribu rupiah: 1. Barangsiapa di tempat untuk lalu lintas umum dengan terang-terangan mempertunjukkan atau menempelkan tulisan dengan judul, kulit atau i si yang dibikin terbaca, maupun gambar atau denda, yang mampu membangkitkan nafsu birahi para remaja; 2. Barangsiapa di tempat untuk lalau lintas umum dengan terang-terangan memperdengarkan isi tulisan yang mampu membangkitkan nafsu birahi para remaja; 3. Barangsiapa secara terang-terangan atau tanpa diminta menawarakan suatu tulisan, gambar atau barang yang dapat merangsang nafsu birahi para remaja maupun secara terang-terangan atau dengan menyiarkan tulisan tanpa diminta, menunjukkan sebagai bisa didapat, tulisan atau gambar yang dapat membangkitkan nafsu birahi para remaja; 58 4. Barangsiapa menawarkan, memberikan untuk terus atau sementara waktu, menyerahkan atau memperlihatkan gambar atau benda yang demikian, pada seorang belum dewasa dan di bawah umur tujuh belas tahun; 0. Barangsiapa memperdagangkan isi tulisan yang demikian di muka seorang yang belum dewas dan di bawah umur tujuh belas tahun. 26 Selain dalam KUHP masih terdapat pula dalam RUU KUHP yang berisikan mengenai kejahatan seksual terdapat pada bab Tindak Pidana Kesusilaan dalam mencakup 56 pasal yakni dari pasal 467-504, terbagi dalam sepuluh bagian, seperti: pelanggaran kesusilaan itu sendiri, pornografi dan pornoaksi, zina, dan perbuatan cabul.27 Dengan merujuk pasal-pasal tersebut. Maka pelecehan seksual yang ada di Indonesia dapat dikategorikan ke dalam dua kelompok, pelecehan seksual berat dan pelecehan seksual yang ringan. Dalam penulisan skripsi ini pelecehan seksual adalah tindak pidana pelecehan seksual ringan, sedangkan yang di maksud dengan pelecehan seksual berat adalah dalam bentuk pemerkosaan , pencabulan yang dalam skripsi ini dikategorikan sebagai kejahatan seksual. Apabila merujuk dalam pasal-pasal tersebut, bentuk pelecehan seksual seperti suit suit sulit dicarikan hukumannya, karena dalam pasal-pasal yang telah disebutkan tidak ada ketentuan yang jelas mengenai pelecehan seksual secara umum, khususnya mengenai suit-suit. Namun, perbuatan tersebut dalam masyarakat dapat dikategorikan sebagai perbuatan yang kurang sopan. Tetapi, hal 26 27 Htt//: Cara Melawan Pelecehan Seksua.htm, jum’at 10 oktober 2003 Http//: Ibid 59 ini telah menjadi sesuatu yang sering terjadi dan terkadang masyarakat mentolelir perbuatan tersebut sebagai perbuatan yang dikategorikan bukan sebagai kejahatan seksual. Jadi hukuman bagi pelaku pelecehan seksual telah diatur dalam pasal-pasal tersebut di atas yang telah dijelaskan di dalam KUHP walaupun masih belum jelas ketentuan-ketentuannya. 60 BAB IV PERBANDINGAN PANDANGAN HUKUM ISLAM DAN HUKUM POSITIF D. Sanksi Pidana Bagi Pelaku Pelecehan Seksual Menurut Hukum Islam Dalam hukum Islam perbuatan yang dapat mengakibatkan kerugian bagi orang lain atau masyarakat, baik anggota badan maupun jiwa, harta, benda, perasaan, dan keamanan, yang dapat dikatakan sebagai perbuatan jarimah. Dalam hukum Islam tujuan pokok dari penjatuhan hukuman ialah pencegahan (ar-rad’u waz-zajru), pengajaran serta pendidikan (al-islah wattahzid).28 Adapun yang dimaksud dengan pencegahan ialah mencegah diri si pelaku agar tidak mengulangi perbuatannya dan mencegah diri orang lain dari perbuatan demikian. Dalam hukum Islam penjatuhan hukuman juga bertujuan membentuk masyarakat yang baik yang dikuasai oleh rasa saling menghormati dan saling mencintai antar sesama anggotanya dengan mengetahui batas-batas hak dan kewajibannya. Ditinjau dari segi perbuatannya, tindak pidana (jarimah) dibedakan menjadi beberapa tindak pidana (jarimah) antara lain: 1. Jarimah hudud 2. Jarimah qishas dan diyat 3. Jarimah takzir. 28 1, h. 279 A. Hanafi, Asas-asas Hukum Pidana Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1967), C et. Ke- 61 1. Hukuman hudud yaitu hukuman yang diancam dengan had dan lebih ditentukan oleh syara. Dan menjadi hak Allah. Hukuman ini telah ditentukan oleh syara’ dan tidak ada batas minimal dan maksimal, hukuman ini tidak bisa lepas oleh perseorangan (orang yang menjadi korban atau keluarganya) atau masyarakat yang diwakili oleh negara. 3. Jarimah qishash dan diyat Qishash dapat diartikan sebagai pembalasan setimpal dengan perbuatannya. Qishash merupakan hukuman yang sesuai dengan perbuatannya. Untuk mewujudkan keamanan dan ketertiban, hukuman qishash dapat lebih menjamin. 29 Sedangkan jarimah diyat adalah harta yang wajib diberikan sebagai pengganti kerugian sebab membunuh atau melukai. 3. Hukuman takzir adalah pidana diluar had dan qishash atau diyat dan hukuman itu dilaksanakan oleh penguasa dalam negara. Hukum Islam telah mengatur seluruh aspek kehidupan manusia, agar dengan aturan-aturan tersebut ketentaraman dan kedamaian bisa dicapai. Ketentuan-ketentuan hukum Islam tersebut ada yang global dan ada yang terperinci. Menyangkut tindakan pelecehan seksual dalam hukum Islam tidak terdapat aturan dan ketentuan yang jelas mengenai sanksi dan hukumnya secara terperinci, karena baik dalam Al-qur’an maupun dalam hadist istilah pelecehan seksual tidak dapat ditemukan. Dalam syariat Islam perbuatan yang belum terdapat ketentuan hukum tersebut menjadi ijtihad para ulama yang akan menghasilkan ketentuan hukum terhadap permasalahan yang dihadapi dengan 29 A. Hanafi, Asas-asas Hukum Pidana Islam, Ibid, h, 305 62 mengacu pada ketentuan Al-qur’an dan hadist. Produk hukum tersebut dapat berbentuk takzir, yaitu jenis hukuman yang tidak ditentukan oleh nash baik dalam Al-qur’an maupun hadist, diberlakukan kepada orang yang berbuat maksiat atau melakukan jenis pidana tertentu yang tidak ada sanksi atau kifaratnya, baik yang berkaitan dengan Allah S.W.T seperti makan disiang hari pada bulan Ramadhan tanpa udzur, meninggalkan shalat, mengkonsumsi riba dan melemparkan najis di tengah jalan umum, maupun yang berkaitan dengan hak manusia seperti menyetubuhi istri melalui dubur, menyogok hakim, menghina atau melecehkan orang lain dan lain-lain.30 Dengan demikian hukuman bagi pelaku pelecehan seksual akan diserahkan kepada seorang hakim atau penguasa yang berhak untuk menentukan perkara tersebut. Apabila ada tindakan pelecehan seksual yang sedang berlangsung menjadi sebuah hubungan seksual yang tentunya di luar pernikahan yang sah, maka akan dikenakan hukuman had karena perbuatan tersebut dikategorikan sebagai perbuatan zina. Adapun perzinaan yang ada dalam kehidupan masyarakat dapat dibedakan menjadi dua, yaitu : Pertama, menurut sarjana hukum positf dan aparat penegak hukum bahwa hubungan kelamin yang termasuk perzinaan dalam pasal 284 adalah apabila dilakukan oleh : 1. Seorang laki-laki beristri dengan perempuan yang bukan istrinya, 30 Wahdah Az-Zuhaili , Al-Fiqh Al-Islam Wa Adillatuh, (Beirut: Dar Al-Fikr, 1997), Cet. Ke-4, Jilid VII, h. 5483 63 2. Seorang perempuan yang bersuami dengan laki-laki yang bukan suaminya, 3. Seorang perjaka atau duda dengan istri orang lain, 4. Seorang gadis atau janda dengan suami orang lain. Adapun perzinaan yang dilakukan oleh laki-laki dan perempuan yang masing-masing belum menikah atau tidak terikat tali pernikahan menurut KUHP tidak disebut sebagai perzinaan tapi disebut Perselingkuhan dan pemerkosaan. Karena dalam KUHP ini tidak menjelaskan secara detail dan spesifikasi mengenai arti dari zina itu sendiri. Kedua, menurut para sarjana muslim atau para ulama bahwa bentuk hubungan kelamin yang dilakukan di luar pernikahan yang sah termasuk kategori zina.31 Sedangkan menurut arti bahasa adalah persetubuhan yang diharamkan, dan zina menurut Syar’i ialah persetubuhan yang dilakukan oleh seorang laki-laki dengan seorang perempuan melalui (pada) vagina di luar nikah dan bukan nikah syuhat. Sedangkan menurut kamus besar bahasa Indonesia zina adalah perbuatan bersenggama antara laki-laki dan perempuan yang tidak terikat oleh hubungan pernikahan (perkawinan) atau perbuatan bersenggama seorang laki-laki yang terikat perkawinan dengan seorang perempuan yang bukan istrinya atau seorang perempuan yang terikat perkawinan dengan seorang laki-laki yang bukan isterinya. 31 32 Makna zina semakin luas dengan adanya hadist Rasullah SAW yang Abdul Ghofar Hasyim, Islam dan Problem Sosial Sekitar Pergaulan Muda Mudi, (Jakarta : Aksara Press, 2002), Cet. ke-1, h.73. 32 Muh. Abduh malik , Perilaku Zina, Pandangan Hukum Islam dan KUHP, (Jakarta: Bulan Bintang, 2003), Cet. Pertama, h. 25 64 menterjemahkan zina tidak hanya coitus seperti yang disebutkan dalam Abu Hurairah: ﻥ+ ﻡ ا%J ا ادمF#! K, إن ا آ:# وﺱ%#! اF# ﺹH' ل ا ه ی ة ! ا ج4 واFT,( وﺕF, ﺕV4 واW2 ن ا# وزﻥ اJ ﻥ ا ا+-: N O ﻡP Qأدرك ذ 33 ( )روا[ ا'@ ر ى% ّY0 وی%# آQ# ق ذY5ی Artinya: Sesungguhnya Allah telah mencatat atas anak Adam nasibnya dari perzinaan dan dia pasti mengalaminya. Kedua mata zinanya melihat, kedua telinga zinanya mendengar, lidah zinanya bicara, tangan zinanya memaksa (memegang dengan keras) kaki zinanya melangkah (berjalan) dan hati yang berhasrat dan berharap. Semua itu dibenarkan (direalisir) oleh kelamin atau digagalkannya. (HR.Al-Bukhari dan Muslim). Menyangkut hukuman bagi pezina, Islam telah memberi aturan-aturan yang jelas mengenai had zina. Bagi pezina muhsan (laki-laki dan perempuan yang telah menikah) berzina, maka hukumannya adalah dicambuk seratus kali dan dirajam. Sedangkan bagi pezina yang ghairu muhsan (laki-laki dan perempuan yang belum menikah) maka hukumannya adalah dicambuk seratus kali dan diasingkan selama satu tahun. Allah SWT berfirman dalam surat An-Nur ayat 2 dan 3 : 2",3 QP3]f 1' ?=K& &)K "35 )☺_3z5 0WO3a W "&&Gq )☺_` ' ,2&o }( !352 '!' }( $;R) 3F, "⌧Hd( )☺_`⌧, =P"_=a ./0 Wk3!357☺ ;<3z5 !"⌧ X=5 G f"a3)T U 7⌧$j! A 33 Imam Bukhari, Shahih Bukhari, (Beirut: Haida, 1997), Cet. Ke-1, Jilid IV, h. 1964 65 U ()J7$j! A 2",3 )Q3f \ X=5 G t)T (2 3: 24 / ّ )ا.0 Wk3!357☺ ] 2. Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, Maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya seratus dali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan orang-orang yang beriman. 3. Laki-laki yang berzina tidak mengawini melainkan perempuan yang berzina, atau perempuan yang musyrik; dan perempuan yang berzina tidak dikawini melainkan oleh laki-laki yang berzina atau laki-laki musyrik, dan yang demikian itu diharamkan atas oran-orang yang mukmin34(Q.S. An-nur/24: 2 dan 3) Selain hukuman yang telah disebutkan dalam Al-qur’an di atas, dalam sebuah hadist Rasulullah S.A.W pun bersabda : “Dengarkanlah aku, Allah telah menetapkan hukuman bagi mereka itu, perawan dan perjaka yang berzina maka dikenakan hukuman cambuk sebanyak seratus kali dan diasingkan selama satu tahun, sedangkan pria yang sudah tidak perjaka dan perempuan yang tidak perawan (yang keduanya pernah bersetubuh dalam status kawin) maka dijatuhi hukuman cambuk dan dirajam”. (HR. Muslim). Pada dasarnya penetapan perbuatan zina itu ada tiga hal pertama, pengakuan, kedua, sumpah dari saksi-saksi dan ketiga, qorinah (indikasi-indikasi tertentu). 34 Maksud ayat ini ialah: tidak pantas orang yang beriman kawin dengan yang berzina, demikian pula sebaliknya. 66 Adapun pengakuan, jika orang berzina itu orang yang berakal dan mencapai usia baligh mengaku tanpa paksaan bahwa suatu kali ia telah berzina, baginya dijatuhi hukuman had. Menurut Imam Syafi’i hukuman had bagi orang kafir dan orang muslim adalah bentuknya sama, yakni dicambuk sebanyak seratus kali dan diasingkan. Diriwayatkan dari Abdullah bin umar ra. Rasulullah S.A.W telah menghukum rajam dua orang yahudi yang telah berzina (HR. Al-Bukhari dan Muslim), sedangkan mengenai pengakuan cukup satu kali alasannya adalah sebuah hadist tentang Unais yang disuruh merajam seorang perempuan setelah sekali mengaku. Pendapat yang sama pula dikemukakan oleh Imam Malik. Hal kedua mengenai penetapan perbuatan zina yaitu persaksian dan sumpah saksi-saksi. Untuk membuktikan seseorang telah berzina dapat juga dilakukan dengan pernyataan telah menyaksikan dengan mata kepala sendiri terjadinya perbuatan zina. Penyaksian dengan mata kepala sendiri ini dilakukan oleh empat orang saksi yang disyaratkan telah melihat dengan mata kepalanya sendiri. Demi menghindari dari adanya tuduhan sewenang-wenang terhadap seseorang karena dendam atau untuk mempermalukan orang atau untuk menjatuhkan martabat seseorang, maka bukti kesaksian atas terjadinya perbuatan zina mempunyai syarat-syarat yang ketat. Sayyid Sabiq mengemukakan ada sepuluh syarat yang harus ada dalam persyaratan jarimah zina yaitu :35 35 Sayyid Sabiq, Fiqh Sunnah, (Lubhan : Darul Fikr, 1981), Jilid Ke II . h. 353-356 67 1. Saksi harus berjumlah empat orang, jika kurang dari empat orang maka persaksiannya tidak dapat diterima, berdasarkan firman Allah An-Nur 24 ayat 4 : 34%VDE7☺ 5F A WO3w( 3")2 Fqo 2&o A x y2x x2C7P9=K& '()P"_?l 29 Q ! &)K Wk3!% x \ VP G ¢)P%"_)l Fy¡ ?$h%⌧H y2C )Q£%opG (3: 24 / ّ )ا.0 36 4. Dan orang-orang yang menuduh wanita-wanita yang baik-baik (berbuat zina) dan mereka tidak mendatangkan empat orang saksi, Maka deralah mereka (yang menuduh itu) delapan puluh kali dera, dan janganlah kamu terima kesaksian mereka buat selama-lamanya. dan mereka Itulah orang-orang yang fasik. (Q.S. An-Nur/24:3) 2. Saksi itu sudah baligh. Tanda-tanda baligh itu apabila telah berusia lima belas tahun atau pernah mengalami mimpi jimak dengan lawan jenisnya atau datangnya haid bagi perempuan. 3. Semua saksi adalah orang yang berakal sehat. Karena itu tidak diterima persaksian orang gila atau persaksian orang yang kurang waras akalnya. 4. Keadilan, saksi itu harus terdiri dari orang-orang adil. 5. Saksi itu beragama Islam, baik kesaksian itu untuk orang Islam maupun non Islam. Persyaratan ini telah disepakati oleh Imam-imam Mazhab. 6. Saksi itu mengetahui peristiwa tersebut secara mendetail. Mereka menyaksikan secara gamblang, nyata dengan masuknya penis ke dalam 36 Yang dimaksud wanita-wanita yang baik disini adalah wanita-wanita yang suci, akil balig dan muslimah 68 vagina perempuan seperti masuknya celak mata pada celupannya.37 Dasar pemakaian syariat ini adalah tindakan dan perkataan Rasullullah S.A.W ketika memeriksa perkara Ma’iz, jalan ceritanya adalah sebagai berikut: Barang kali engkau menciumnya, atau engkau elus-elus, atau engkau melihat kemaluannya? ‘tidak, ya Rasullullah, jawab Ma’iz. Kemudian nabi kembali menanyainya dengan kata-kata yang lebih jelas lagi, dan minta dijawab secara jelas pula.” Baik, ya Rasulullah, “jawab Ma’iz begitu. Begitu pulakah masuknya penis ke dalam vaginanya? Tanya Rasulullah selanjutnya. Ya, jawab Ma’iz lagi. 1. Dalam memberikan kesaksian, para saksi menggunakan kata-kata yang jelas, tidak dengan kata-kata sindiran. Dasarnya adalah hadist tersebut di atas. 1. Saksi berada pada satu tempat di tempat terjadinya perbuatan zina. Jadi tidak ada perbedaan waktu dan tempat penyaksian dengan waktu dan tempat perbuatan zina. Jika saksi-saksi itu datang menyaksikan secara terpisah pisah maka kesaksian mereka tidak dapat diterima. 1. Saksi-saksi itu disyaratkan semuanya laki-laki dan tidak dapat diterima kesaksian perempuan untuk perbuatan zina. 1. Kesaksian itu tidak kadaluarsa. Apabila kesaksian orang-orang yang menyaksikan terjadinya perbuatan zina tidak diberikan pada waktu perkara digelar, tetapi setelah lewat waktu maka kesaksian itu sudah tidak objektif lagi karena sudah disertai unsur objektif, seperti rasa dengki, dendam, atau kasihan. Imam Abu Hanifah menetapkan satu tahun 37 Wahbah Az-Zuhaili, Ibid. h. 5699-5777 69 sebagai batasan kadaluarsa, jika melewati masa satu tahun persaksian zina itu tidak dapat diterima. Sedangkan ulama yang lain tidak menetapkan hal ini, persaksian telah lewat satu tahun lebih, persaksian mereka tetap berlaku. Hal terakhir yang bisa dijadikan pembuktian perbuatan zina adalah qarinah atau indikasi-indikasi tertentu. Menurut Djazuli, qarinah yang dapat dianggap sebagai barang bukti perzinaan adalah jelasnya kehamilan pada wanita yang tidak bersuami, qarinah yang seperti ini pernah diungkapkan sahabat Nabi, Umar bin Khattab ra. berkata: ”zina itu ada dua macam zina rahasia dan zina jelas. Zina rahasia harus disaksikan oleh empat orang saksi, sedangkan zina yang jelas itu adalah dengan hamilnya perempuan yang tidak bersuami atau dengan pengakuan”. Selain ada pembuktian lain yang bisa dipertanggungn jawabkan keakuratannya, yaitu, melalui ilmu pengetahuan teknologi kedokteran forensic. Apabila ditemukan sperma dan DNA (Desoxy Ribo Acid) di dalam rahim wanita yang bukan milik suaminya atau ditemukannya sperma atau DNA pria di dalam rahim wanita yang belum menikah, maka jelaslah bahwa ia telah melakukan perzinaan.38 Adapun yang menjadi syarat-syarat agar seseorang yang telah berzina dapat dikenakan hukuman zina adalah : 1. Orang yang berzina itu adalah orang yang berakal waras, 2. Orang yang berzina itu sudah cukup umur (baligh), 38 Djazuli, Fiqh Jinayah, Upaya Penggulangan Kejahatan dalam Hukum Islam, (Jakarta : PT. Grafindo, 2002), h. 81 70 3. Zina itu dilakukan dalam keadaan tidak terpaksa, tetapi atas kemauannya sendiri, 4. Orang yang berzina itu tahu bahwa zina itu diharamkan. Dengan demikian, hukuman tidak dapat dijatuhkan dan tidak dapat dilaksanakan terhadap anak kecil, orang gila atau orang yang dipaksa melakukan zina. Hal ini didasarkan atas sabda Nabi S.A.W yang diriwayatkan oleh Aisyah ra: >] یF, و ! ا^ ن#,O یF, H'5_ و! ا,, یF, ` ث ! اbc ! #]= ا-ر 39 (آ.O)زوا[ ا'@ رى وا “Tidaklah dicatat atas tiga hal: dari orang yang tidur hingga ia terjaga (bangun) dari anak-anak hingga ia baligh, dan dari orang gila hingga waras”. Adapun dasar bagi disyaratkannya pengetahuan si pelanggar bahwa zina adalah haram karena hukuman itu merupakan konsekwensi atau kelaziman dari suatu larangan yang sewajarnya ada. Dengan kata lain si pelanggar mengetahui akibat perbuatan zinanya akan dikenakan hukuman berupa hukuman had atau dirajam. Alasan lainnya karena Nabi S.A.W, dalam kasus perzinaan Ma’iz, melakukan Interogasi terlebih dahulu dengan menanyakan kepadanya : “tahukah engkau, apa itu zina?’ selain itu , alasan berikutnya adalah praktik Khalifah Umar bin Al Khattab sewaktu menghukum seorang jariah yang dilaporkan telah melakukan zina. Setibanya Jariah itu di hadapan beliau, diayun-ayunkannya cemeti itu kearah wanita itu seraya menanyakan “hai pelacur, telah berzinakah engkau? Ya, saya telah berzina dengan gaus, dengan bayaran dua dirham ’jawab si wanita’. Mendengar keterangan itu bertanyalah Umar kepada sahabat-sahabat 39 Imam Bukhori, Shahih Bukhori, Ibid, h. 2194 71 Nabi yang kebetulan hadir di situ : bagaimanakah pendapat kalian tentang hukuman yang harus dijatuhkan atas wanita ini ? dia harus dirajam jawab Ali ra, yang digaris bawahi oleh Abdurahman bin Auf. Menurut saya, kata Utsman bin Affan, dia rupanya menganggap zina yang dilakukan itu hanya perbuatan yang biasa-biasa saja, tidak melanggar hukum. Oleh karena itu, engkau harus menghukumnya dengan hukuman yang seringan-ringannya dan tidak memukulnya. Sebab hukuman pukulan atau rajam hanyalah dijatuhkan atas orang yang sudah mengetahui hukum-hukum Allah S.W.T, “kata Utsman dan dibenarkan juga oleh Umar40 Dengan demikian hukuman zina ini tidak dapat diberlakukan terhadap yang telah melakukan perbuatan zina apabila orang tersebut benar-benar tidak mengetahui ketetapan atas hukuman terhadap perbuatan yang telah dilakukannya. Upaya melawan hukum adalah qasdhu adalah perbuatan yang apa bila dilakukan mengancam daruriyat yakni Agama, Jiwa, Akal, Harta, Keturunan. Dengan demikian sanksi pidana bagi pelaku pelecehan seksual ini di berlakukan hukuman takzir merupakan jarimah yang ditentukan oleh penguasa, baik bentuk, macam atau pun sanksinya. Jadi jarimah takzir sangat berbeda dengan jarimah hudud dan qishas. Selain itu jarimah takzir berkaitan dengan perkembangan masyarakat dan kemaslahatan. Sehingga dengan adanya jarimah takzir memberi kesempatan kepada para hakim atau penguasa yang berhak memutuskan suatu perkara untuk berijtihad, untuk menentukan apa yang akan 40 Sayyid Sabiq, Ibid, h. 113 72 dijatuhkan hukuman kepada pembuat jarimah sesuai dengan bentuk jarimah dan keadaan si pembuat jarimah.41 Dilihat dari bentuk-bentuk jarimah, maka suatu perbuatan pelecehan seksual dapat dikatakan jarimah takzir karena baik dalam Al-qur’an maupun Hadist bentuk perbuatan hukumannya tidak dapat ditentukan. Kewenangan untuk menentukan hukuman takzir berada di tangan penguasa setempat, sehingga jenis hukumannya pun beragam sesuai dengan situasi dan kondisi setempat, bisa dipenjara, ditahan, dipermalukan, bahkan bisa dengan cara dihukum mati dalam kasus sodomi bagi mazhab Maliki42 dan kasus membunuh orang dengan benda tumpul menurut mazhab Hanafi.43 Untuk mengetahui hukuman apa yang dapat diberlakukan kepada pelaku pelecehan seksual dalam bentuk takzir, maka di sini akan diuraikan bentuk-bentuk hukum takzir 1. Hukuman penjara kurungan. Dalam hukuman syariat Islam terdapat dua macam hukuman penjara kurungan. Pertama hukuman penjara terbatas, batas terendah hukuman penjara ini adalah satu hari, sedangkan batas tertinggi terjadi perbedaan pendapat di kalangan ulama. Mazhab Syafi’i menetapkan batas tertinggi satu tahun, karena mereka menyamakannya dengan pengasingan dalam jarimah zina. Fuqaha lainnya menyerahkan batasan tersebut kepada penguasa negara. kedua hukuman penjara tidak 41 Rahmat Hakim, Hukum Pidana Islam. (Pustaka Setia: Bandung , 2000), Cet. Ke-1 42 Wahbah Az-Zuhaili, Ibid. h. 5600 43 Wahbah Az-Zuhaili, Ibid. h.5594 h.26-32 73 terbatas, ulama sepakat bahwa hukuman penjara ini tidak ditentukan masanya terlebih dahulu, melainkan dapat berlangsung terus sampai terhukum mati atau tobat dan baik untuk pribadinya.44 2. Hukuman pengasingan. Hukuman pengasingan dalam jarimah takzir dijatuhkan apabila perbuatan pelaku dapat menjalar atau merugikan orang lain. Menurut ulama Syafi’iyah masa pengasingan dalam hukum takzir tidak lebih dari satu tahun, hal ini agar tidak melebihi masa pengasingan dalam hukuman had. Sedangkan Imam Ahmad berpendapat masa pengasingan dalam takzir boleh lebih dari satu tahun, karena pengasingan di sini adalah hukuman takzir bukan hukuman had. 3. Hukuman pengucilan. Hukuman pengucilan pernah dilakukan oleh Rasulullah SAW terhadap tiga orang yang tidak ikut serta dalam perang tabuk. Mereka dikucilkan selama lima puluh hari tanpa diajak bicara. 4. Hukuman ancaman, teguran, dan peringatan. Ancaman merupakan salah satu hukuman takzir, dengan syarat akan membawa hasil dan bukan ancaman kosong, seperti ancaman akan dijilid, dipenjara atau akan dijatuhi hukuman yang sangat berat. Teguran juga merupakan hukuman takzir. Hukuman ini pernah dilakukan oleh Rasulullah SAW terhadap sahabatnya Abuzar yang memaki-maki orang lain, menghina orang lain tersebut dengan menyebut-nyebut ibunya, maka berkata Rasulullah SAW “wahai Abuzar, engkau telah menghina dia dan ibunya. Engkau adalah orang yang masih dihadapi masa jahiliah”. Hukum 44 Ahmad Hanafi, Ibid. h 306 74 peringatan ditetapkan oleh syari’at Islam dengan jalan memberi nasehat. Hal ini terdapat dalam Al-qur’an dalam surat An-Nisa tentang isteri yang membangkang; “isteri yang kamu khawatirkan akan membangkang, maka berilah ia peringatan”.45 5. Hukuman denda. Di kalangan fuqaha terdapat perbedaan pendapat tentang apakah “denda” bisa dijadikan hukuman umum untuk setiap jarimah atau tidak. Bagi fuqaha yang tidak membolehkannya beralasan bahwa hukuman denda mula-mula ditetapkan pada zaman Rasulullah SAW kemudian dibatalkan. Selain itu hukuman tersebut bukan cara yang baik untuk memberantas jarimah dan dikhawatirkan hukuman tersebut justru akan memberikan peluang bagi penguasa yang tidak benar untuk mengambil harta terhukum. Bagi fuqaha yang membolehkan hukuman denda sebagai hukuman umum beralasan bahwa hukuman itu memberikan ikatan tertentu, yaitu dengan menahan harta si pelaku terlebih dahulu, sedangkan si pelaku sendiri ditahan. Jika ia sudah menyadari perbuatannya, maka hartanya dikembalikan, dan jika ia tidak sadar maka harta tersebut digunakan untuk lapangan kebaikan.46 6. Hukuman pencemaran. Hukuman ini berbentuk penyiaran kesalahan, keburukan seseorang yang telah melakukan perbuatan tercela, seperti menipu dan lain-lain. Pada masa lalu upaya membeberkan kesalahan orang yang telah melakukan suatu kejahatan dilakukan melalui teriakan di pasar atau di tempat keramaian umum. Tujuannya adalah agar 45 Ahmad Hanafi, Ibid. h.315-316 Ahmad Hanafi, Ibid. h320 46 75 khalayak ramai mengetahui perbuatan orang tersebut dan menghindari kontak dengan dia supaya terhindar dari akibatnya. Pada masa sekarang upaya itu dapat dilakukan melalui media massa, baik cetak maupun elektronik. Pengumuman tersebut merupakan peringatan bagi masyarakat agar hati-hati terhadap orang yang disebutkan dalam pengumuman itu.47 Jika dihubungkan dengan bentuk-bentuk hukuman takzir di atas maka ada hubungannya dengan pelecehan seksual antara lain mengenai hukuman penjara kurungan dengan pengasingan ialah pelecehan seksual berat. Yang mana telah diuraikan pada bab sebelumnya mengenai dengan pelecehan seksual berat yakni termasuk dalam pemerkosaan, zina pencabulan. Sedangkan hukuman pengucilan, hukuman ancaman, teguran, dan peringatan, dan hukuman denda, dan hukuman pencemaran termasuk juga hubungan dengan pelecehan seksual ringan. Yang mana telah diuraikan juga pada bab terdahulu mengenai arti dari pelecehan seksual ringan. Yang termasuk dengan pelecehan seksual ringan ialah tindakan seksual ringan seperti ucapan salam yang menggoda, dan lain sebagainya. Dari berbagai macam bentuk hukuman takzir yang telah diuraikan, maka salah satu hukuman atas pelaku pelecehan seksual dapat diterapkan. Bentuk hukuman takzir yang disanksikan atas pelaku pelecehan seksual tentunya harus sesuai dengan bentuk pelecehan seksual yang dilakukan, dan hukuman tersebut diharapkan dapat memberi kesadaran atau pelajaran bagi pelaku sehingga ia tidak melakukan pelecehan seksual lagi. Begitu pula bagi orang lain yang mungkin saja 47 Rahmat Hakim, Ibid. h.168 76 akan melakukan pelecehan seksual, diharapkan orang tersebut segera membatalkan perbuatannya dengan adanya pemberlakuan hukuman takzir. Hukuman takzir yang diharapkan dapat memberikan kesadaran bagi para pelaku yang melakukan perbuatan yang dianggap menunggu orang lain, seperti perbuatan pelecehan yang pantas diberi sanksi atas perbuatannya dapat terhapus apabila si pelaku meninggal dunia, pemaafan dari orang yang dirugikan, taubatnya si pelaku dan kadaluarsa yaitu, lewatnya waktu tertentu setelah terjadinya perbuatan si pelaku. Hapusnya hukuman takzir jika si pelaku meninggal berlaku bila sanksi takzir yang dijalani adalah berupa sanksi badan atau sanksi yang berkaitan dengan pribadi, seperti hukuman buang dan celaan, karena pemaafan dibedakan antara jarimah yang terkait dengan hak Allah atau hak masyarakat dan jarimah yang berkaitan dengan hak perorangan. Hukuman takzir yang berkaitan dengan hak perorangan dapat terhapus dengan pemaafan, tetapi jika berkaitan dengan hak Allah sangat tergantung pada kemaslahatan, artinya bila ulil amri melihat adanya kemaslahatan yang lebih besar dengan memberikan maaf pada si pelaku, maka ulil amri dapat memaafkannya.48 Hukuman takzir yang telah disebutkan merupakan upaya hukum Islam bagaimana sepantasnya pelaku pelecehan seksual dapat dikenakan sanksi dan hal ini juga merupakan upaya hukum Islam untuk mereduksi perbuatan pelecehan seksual. E. Sanksi Pidana Bagi Pelaku Pelecehan Seksual Menurut KUHP 48 Rahmat Hakim, Ibid. h.231 77 Dalam tindakan yang sebagaimana telah tercantum dalam KUHP, sejak pada zaman hindia Belanda sampai sekarang, merupakan sesuatu yang dibuat oleh orang yang menimbulkan akibat pada orang lain baik merasa tidak senang, cidera ataupun matinya seseorang. Menurut Moeljanto, perbuatan pidana menurut wujud dan sifatnya sanggat bertentangan dengan cara atau ketertiban yang dikehendaki oleh hakim, yakni perbuatan hukum atau melawan hukum.49 Lebih lanjut lagi moeljatno mengatakan bahwa perkataan, perbuatan, yaitu suatu pengertian abstrak yang menunjukkan kepada kedua keadaan konkrit. Pertama adanya jaminan yang tertentu, dan yang kedua adanya orang yang berbuat yang menimbulkan kejadian itu.50 Di dalam KUHP pasal 10 terdapat ada dua macam jenis hukuman sebagaimana sudah tercantum didalamnya: Pidana terdiri atas : a. Pidana pokok: 1. Pidana mati; 2. Pidana penjara; 3. Pidana kurungan; 4. Pidana denda; 5. Pidana tutupan. 51 49 Moeljatno. Asas-asas Hukum Pidana , (Jakarta : Aneka Cipta,1993), h.2 50 Moeljatno, Ibid, h 54 51 Di atur dalam Undang-undang No.20 tahun 1946 78 b. Pidana tambahan: 1. Pencabutan hak-hak tertentu; 2. Perampasan barang-barang tertentu; 3. Pengumuman putusan hakim.52 1. Pidana mati, pidana mati ini dilaksanakan oleh algojo di tempat gantungan dengan menyertakan tali yang terikat ditiang gantungan pada leher terpidana kemudian menjatuhkan papan tempat terpidan berdiri. 3. Pidana penjara, yakni pidana seumur hidup atau sementara ditentukan minimum dan maksimum lamanya penjara berjumlah 15 tahun atau 20 tahun untuk batas yang paling akhir.53 3. Pidana denda, pidana denda ini diancam sering kali sebagai alternatif dengan hukuman kurungan terhadap hampir semua pelanggar hukum dalam buku II KUHP, terhadap semua kejahatan ringan. hukuman denda diancam sebagai alternatif dengan hukuman penjara, pidana denda paling sedikit tiga rupiah tujuh puluh lima sen (UU No. 15 (Prp) tahun 1960) jika pidana denda tidak dibayar maka diganti dengan pidana kurungan. KUHP dibuat dan diberlakukan sebagai perlindungan kepada setiap warga Negara agar dapat menberikan rasa aman dari semua perbuatan yang dapat 52 Andi Hamzah, KUHP dan KUHAP, (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2004), Cet.Ke- XI. 53 Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, (Bandung: PT. Citra h. 6 Aditya Bakti, 1996), Cet.Ke-1, h. 173 79 mengganggu dan mengancamnya. Adanya sanksi dalam hukum diharapkan dapat memberikan perlindungan kepada setiap manusia dari berbagai gangguan tersebut. Berkaitan dengan pelecehan seksual yang terjadi di Indonesia belum terdapat ketentuan hukumnya dalam KUHP yang jelas. Namun perlu dicatat dan diingat bahwa hukum itu sendiri hanya merupakan salah satu kaidah sosial atau norma yang telah ada di dalam masyarakat. Walaupun dalam KUHP telah membahas mengenai pelecehan seksual tersebut, namun hanya mencakup mengenai ; pornografi, perbuatan cabul, perkosaan, pelacuran, perdagangan perempuan, aborsi54, maupun penggunaan anak di bawah umur untuk pekerjaan bahaya. Jika dikaitkan dengan masalah jender, pelanggaran kesusilaan erat kaitannya dengan tindakan kekerasan fisik maupun integritas mental seseorang dan cenderung merupakan dengan kekerasan fisik. Jadi, dalam pelecehan seksual telah diatur secara umum dalam KUHP pasal 281-282. Bahkan dalam pasal 285.55 Dalam pasal-pasal ini yang mengenai kejahtan terhadap kesusilaan terdapat dalam pasal 281 yang berisikan antara lain: Diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau pidana denda paling banyak Empat Ribu Lima Ratus Rupiah : c. Barangsiapa dengan sengaja di muka umum melanggar kesusilaan; 54 Aborsi dalam hukum Islam adalah analisa maqasdhu al-Syariah adalah hal-hal yang bila dilakukan akan mengancam daruriyat yakni Agama, Jiwa, Akal, Harta, Keturunan 55 Htt//: Cara Melawan Pelecehan Seksual. htm, Jum’at 10 Oktobet 2003 80 d. Barangsiapa dengan sengaja dan di depan orang lain yang ada di situ bertentangan dengan kehendaknya, melanggar kesusilaan. Selain pasal 281 terdapat juga pasal yang lain, yang mengenai kejahatan terhadap kesusilaan terdapat pula dalam pasal 282, yang berisikan antara lain: a) Barangsiapa menyiarkan, mempertunjukkan atau menempel di muka umum tulisan, gambaran atau benda yang telah diketahui isinya melanggar kesusilaan, atau barangsiapa dengan maksud untuk disiarkan, dipertunjukkan atau ditempelkan dimuka umum, membuat tulisan, gambaran atau benda tersebut, memasukkannya ke dalam negeri, meneruskannya, mengeluarkannya dari dalam negeri, atau memiliki persediaan, ataupun barangsiapa secara terang-terangan atau dengan mengedarkan surat tanpa diminta, menawarkan atau menunjukkannya sebagai bisa diperoleh, diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun enam bulan atau pidana denda paling tinggi Empat Ribu Lima Ratus Rupiah. b). Barang siapa menyiarkan, mempertunjukkan atau menempelkan di muka umum tulisan, gambaran atau benda yang melanggar kesusilaan, ataupun barang siapa dengan maksud untuk disiarkan, dipertunjukkan atau ditempelkan di muka umum, membikin, memasukkan ke dalam negeri, meneruskan mengeluarkannya dari negeri, atau memiliki persediaan, ataupun barang siapa secara terang-terangan atau dengan mengedarkan surat tanpa diminta, menawarkan, atau menunjuk sebagai bisa diperoleh, diancam, jika ada alasan kuat baginya untuk menduga, bahwa tulisan, gambaran atau benda itu 81 melanggar kesusilaan, dengan pidana paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak Empat Ribu Lima Ratus Rupiah. c). Kalau yang bersalah melakukan kejahatan tersebut dalam ayat pertama sebagai pencarian atau kebiasaan, dijatuhkan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau pidana denda paling banyak Tujuh Puluh Lima Ribu Rupiah.56 Selain dalam pasal-pasal di atas masih terdapat dalam pasal yang mengenai pelecehan seksual di dalam KUHP antara lain: 281 yang berisikan antara lain: Diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau pidana denda paling banyak Empat Ribu Lima Ratus Rupiah : a. Barangsiapa dengan sengaja di muka umum melanggar kesusilaan; a. Barangsiapa dengan sengaja dan di depan orang lain yang ada di situ bertentangan dengan kehendaknya, melanggar kesusilaan. Selain pasal 281 terdapat juga pasal yang lain, yang mengenai kejahatan terhadap kesusilaan terdapat pula dalam pasal 282, yang berisikan antara lain: a) Barangsiapa menyiarkan, mempertunjukkan atau menempel di muka umum tulisan, gambaran atau benda yang telah diketahui isinya melanggar kesusilaan, atau barangsiapa dengan maksud untuk disiarkan, dipertunjukkan atau ditempelkan dimuka umum, membuat tulisan, gambaran atau benda tersebut, memasukkannya ke dalam negeri, meneruskannya, mengeluarkannya dari dalam negeri, atau memiliki 56 Andi Hamzah, KUHP dan KUHAP, Ibid, h. 111-112 82 persediaan, ataupun barangsiapa secara terang-terangan atau dengan mengedarkan surat tanpa diminta, menawarkan atau menunjukkannya sebagai bisa diperoleh, diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun enam bulan atau pidana denda paling tinggi Empat Ribu Lima Ratus Rupiah. b). Barangsiapa menyiarkan, mempertunjukkan atau menempelkan di muka umum tulisan, gambaran atau benda yang melanggar kesusilaan, ataupun barang siapa dengan maksud untuk disiarkan, dipertunjukkan atau ditempelkan di muka umum, membikin, memasukkan ke dalam negeri, meneruskan mengeluarkannya dari negeri, atau memiliki persediaan, ataupun barang siapa secara terang-terangan atau dengan mengedarkan surat tanpa diminta, menawarkan, atau menunjuk sebagai bisa diperoleh, diancam, jika ada alasan kuat baginya untuk menduga, bahwa tulisan, gambaran atau benda itu melanggar kesusilaan, dengan pidana paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak Empat Ribu Lima Ratus Rupiah. c). Kalau yang bersalah melakukan kejahatan tersebut dalam ayat pertama sebagai pencarian atau kebiasaan, dijatuhkan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau pidana denda paling banyak Tujuh Puluh Lima Ribu Rupiah. 57 57 Andi Hamzah, KUHP dan KUHAP, Ibid, h.111-112 83 Selain dalam pasal-pasal di atas masih terdapat pula pasal-pasal lainnya yang mengenai kejahatan terhadap kesusilaan yakni pelecehan seksual di dalam KUHP antara lain: Pasal yang mengenai pencabulan. Pasal 289 yang berisikan mengenai Barangsiapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seorang untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul, diancaman karena melakukan perbuatan yang menyerang kehormatan kesusilaan, dengan pidana penjara paling lam sembilan tahun Pasal 290 Diancam dengan pidana penjara paling lam tujuh tahun: 10. Barangsiapa melakukan perbuatan cabul dengan seorang, padahal diketahuinya bahwa orang itu pingsan atau tidak berdaya; 10. Barangsiapa melakukan perbuatan cabul dengan seorang, padahal diketahuinya atau sepatutnya harus diduganya, bahwa umurnya belum lima belas tahun atau kalau umurnya tidakjelas, yang bersangkutan belum waktunya kawin; 10. Barangsiapa membujuk seseorang yang diketahuinya atau sepatutnya harus diduganya bahwa umurnya belum l;ima belas tahun taua kalau umurnya tidak jelas yang bersangkutan belum waktunya untuk dikawin, untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul, atau bersetubuh di luar perkawinan dengan orang lain. Pasal 291. 84 1. Jika salah satu kejahatan berdasarkan pasal 286, 287, 289, dan 290 mengakibatkan luka-luka berat, dijatuhkan pidana penjara paling lama dua belas tahun. 2. Jika salah satu kejahatan berdasarkan pasal 285, 286, 287, 289, 290 mengakibatkan kematian, dijatuhkan pidana penjaralama lima belas tahun. Pasal 292. Orang dewasa yang melakukan perbuatan cabul dengan orang lain sesama kelamin, yang diketahuinya atau sepatutnya harus diduganya belum dewasa, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun. Pasal 293. 1. Barangsiapa dengan memberi atau menjanjikan uang atau barang, menyalahgunakan wibawa yang timbul dari hubungan keadaan, atau dengan penyesatan sengaja menggerakkan seorang belum dewasa dan baik tingkah lakunya untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul dengan dia, padahal tentang belum kedewasaanya, diketahui atau selayaknya harus diduganya, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun. 2. Penuntutan hanya dilakukan atas pengaduan orang yang terhadap dirinya dilakukan kejahatan itu. 3. Tenggang waktu tersebut dalam pasal 74 bagi pengaduan ini adalah masingmasing sembilan bulan dan dua belas bulan. Pasal 294. 85 (1). Barangsiapa melakukan perbuatan cabul dengan anaknya, anak tirinya, anak angkatnya, anak di bawah pengawasannya yang belum dewasa, atau dengan orang yang belum dewasa yang pemeriliharaannya, pendidikannya dan penjagaanya diserahkan kepadanya ataupun dengan bujangannya atau bawahanya yang belum dewasa, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun. (2). Diancam dengan pidana yang sama: 1. Pegawai negeri yang melakukan perbuatan cabul dengan orang yang karena jabatan nya adalah bawahannya, atau dengan orang yang penjagaannya dipercayakan atau diserahkan kepadanya. 2. pengurus, dokter, guru, pegawai, pengawas, atau pesuruh dalam penjara, tempat pekerjaan negara, tempat pendidikan, rumah piatu, rumah sakit, rumah sakit jiwa atau lembaga sosial, yang melakukan perbuatan cabul dengan orang yang dimasukkan kedalamnya. Pasal 295. (1). Diancam: 1. Dengan pidana penjara paling lama tahun barangsiapa dengan sengaja menyebabkan atau memudahkan dilakukannya perbuatan cabul oleh anaknya, anak tirinya, anak angkatnya, atau anak yang di bawah pengawasannya yang belum dewasa, atau oleh orang yang belum dewasa yang pemeliharaannya, pendidikan, atau penjagaannya diserahkan kepadanya, ataupun oleh bujangannya atau bawahanya yang belum cukup umur, dengan orang lain; 86 2. Dengan pidana penjara paling lama empat tahun barangsiapa dengan dengan sengaja menghubungkan atau memudahkan perbuatan cabul, kecuali yang tersebut dalam butir 1 di atas, yang dilakukan oleh orang yang diketahuinya belum dewasa atau yang sepatutnya harus diduganya demikian, dengan orang lain. Pasal 296. Barangsiapa dengan sengaja menyebabkan atau memudahkan perbuatan cabul dengan orang lain, dan menjadikannya sebagai pencaharian atau kebiasaan, diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau pidana denda paling banyak lima belas ribu rupiah. Pasal-pasal tentang penghubungan pencabulan Pasal 295. (1). Diancam: 1. Dengan pidana penjara paling lama tahun barangsiapa dengan sengaja menyebabkan atau memudahkan dilakukannya perbuatan cabul oleh anaknya, anak tirinya, anak angkatnya, atau anak yang di bawah pengawasannya yang belum dewasa, atau oleh orang yang belum dewasa yang pemeliharaannya, pendidikan, atau penjagaannya diserahkan kepadanya, ataupun oleh bujangannya atau bawahanya yang belum cukup umur, dengan orang lain; Pasal 298. 87 (1) Dalam hal pemidanaan berdasarkan salah satu kejahatan dalam pasal 281, 284-290, dan pasal 292-297, pencabutan hak berdasarkan pasal 35 No.1-5 dapat dinyatakan. (2) Jika yang bersalah melakukan salah satu kejahatan berdasrkan pasal 292297 dalam melakukan pencahariannya, maka hak untuk melakukan pencaharian itu dapat dicabut. Pasal 506 Barangsiapa menarik keuntungan dari perbuatan cabul seorang wanita dan menjadikannya sebagai pencaharian, diancam dengan pidana kurungan paling lama satu tahun. Pasal-pasal mengenai kejahatan terhadap kesopanan Pasal 281. Diancam pidana dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau pidana denda paling banyak Empat Ribu Lima Ratus Rupiah : 0. Barangsiapa dengan sengaja di muka umum melanggar kesusilaan; 0. Barangsiapa dengan sengaja dan di depan orang lain yang ada di situ bertentangan dengan kehendaknya, melanggar kesusilaan. Pasal 282. 1). Barangsiapa menyiarkan, mempertunjukkan atau menempel di muka umum tulisan, gambaran atau benda yang telah diketahui isinya melanggar kesusilaan, atau barangsiapa dengan maksud untuk disiarkan, dipertunjukkan atau ditempelkan dimuka umum, membuat tulisan, gambaran atau benda tersebut, memasukkannya ke dalam negeri, 88 meneruskannya, mengeluarkannya dari dalam negeri, atau memiliki persediaan, ataupun barangsiapa secara terang-terangan atau dengan mengedarkan surat tanpa diminta, menawarkan atau menunjukkannya sebagai bisa diperoleh, diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun enam bulan atau pidana denda paling tinggi Empat Ribu Lima Ratus Rupiah. 2). Barangsiapa menyiarkan, mempertunjukkan atau menempelkan di muka umum tulisan, gambaran atau benda yang melanggar kesusilaan, ataupun barang siapa dengan maksud untuk disiarkan, dipertunjukkan atau ditempelkan di muka umum, membikin, memasukkan ke dalam negeri, meneruskan mengeluarkannya dari negeri, atau memiliki persediaan, ataupun barang siapa secara terang-terangan atau dengan mengedarkan surat tanpa diminta, menawarkan, atau menunjuk sebagai bisa diperoleh, diancam, jika ada alasan kuat baginya untuk menduga, bahwa tulisan, gambaran atau benda itu melanggar kesusilaan, dengan pidana paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak Empat Ribu Lima Ratus Rupiah. 3). Kalau yang bersalah melakukan kejahatan tersebut dalam ayat pertama sebagai pencarian atau kebiasaan, dijatuhkan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau pidana denda paling banyak Tujuh Puluh Lima Ribu Rupiah. 58 Pasal 283 58 Andi Hamzah, KUHP dan KUHAP, Ibid, h.111-112 89 1). Diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan atau pidana denda paling banyak sembilan ribu rupiah, barang siapa menawarkan, memberikan untuk terus maupun untuk sementara waktu, menyerahkan atau memperlihatkan tulisan, gambaran atau benda yang melanggar kesusilaan, maupun alat untuk mencegah atau menggugurkan kehamilan kepada seseorang yang belum dewasa, dan yang dapat diketahui atau sepatutnya harus diduga bahwa umurnya belum tujuh belas tahun, jika isi tulisan, gambaran, benda atau alat itu telah diketahuinya. 2). Diancam dengan pidana yang sama, barang siapa membaca isi tulisan yang melanggar kesusilaan di muka orang yang belum dewasa sebagaimana dimaksud dalam ayat yang lalu, jika isi tadi telah diketahuinya. 3). Diancam dengan pidana penjara paling lama empat bulan atau pidana kurungan paling lama tiga bulan atau pidana denda paling banyak sembilan ribu rupiah, barangsiapa menawarkan, memberikan untuk terus maupun untuk sementara waktu, kesusilaan, maupun alat untuk mencegah atau menggugurkan kehamilan kepada seseorang yang belum dewasa sebagaimana dimaksud dalam ayat pertama, jika ada alasan kuat baginya untuk menduga, bahwa tulisan, gambaran atau benda yang melanggar kesusilaan atau alat itu adalah alat untuk mencegah kehamilan. Pasal 284 (1). Diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan: 90 1. a. Seorang pria yang telah kawin yang melakukan mukah (overspel), padahal diketahui bahwa pasal 27 BW59 berlaku baginya, b. Seorang wanita yang telah kawin yang melakukan mukah; 2. a. Seorang pria yang turut serta melakukan perbuatan itu, padahal diketahuinya bahwa yang turut bersalah telah kawin. b. Seorang wanita yang telah kawin yang turut serta melakukan perbuatan itu, padahal diketahui olehnya bahwa yang turut bersalah telah kawin dan pasal 27 BW berlaku baginya. (2). Tidak dilakukan penuntutan melainnkan atas pengaduan suami/isteri yang tercemar, dan bilamana bagi mereka berlaku pasal 27 BW, dalam tenggang waktu tigabulan diikuti dengan permintaan bercerai ataau berpisah meja dan ranjang karena alasan itu juga. (3). Terhadap pengaduan ini tidak berlaku pasal 72, 73, dan 75. (4). Pengaduan dapat ditarik kembali selama pemeriksaan dalam sidang pengadilan belum dimulai. (5). Jika bagi suami isteri berlaku pasal 27 BW, pengaduan tidak diindahkan selama perkawinan belum diputuskan karena perceraian atau sebelum putusan yang menyatakan pisah meja atau ranjang menjadi tetap. Pasal 285. 59 Pasal 27 BW yang berisikan dalam waktu yang sama seorang laki hanya diperbolehkan mempunyai satu orang perempuan sebagai isterinya, seorang perempuan hanya satu orang laki sebagai suaminya. 91 Barangsiapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seorang wanita bersetubuh dengan dia di luar perkawinan, diancam karena melakukan perkosaan dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun. Pasal 286. Barangsiapa bersetubuh dengan seorang wanita di luar perkawinan, padahal diketahui bahwa wanita itu diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun. Pasal 287. 1. barangsiapa bersetubuh dengan seorang wanita di luar perkawinan, padahal diketahuinya sepatutnyaharus diduganya bahwa umurnya belum lima belas tahun, atau kalau umurnya tidakjelas, bahwa belum waktunya untuk dikawinkan, diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun. 2. penuntutan hanya dilakukan atas pengaduan, kecuali jika umur wanita belum sampai dua belas tahun atau jika ada salah satu hal bedasarkan pasal 291 dan Pasal 294. pasal288. 1. Barangsiapa dalam perkawinan bersetubuh dengan wanita yang diketahuinya atau sepatutnya harus diduganya bahwa yang bersangkutan belum waktunya untuk dikawin, apabila perbuatan itu mengakibatkan luka-luka, diancam dengan pidana penjara paling lama emapat tahun. 2. Jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat, dijatuhkan pidana penjara paling lama delapan tahun. 92 3. Jika mengakibatkan mati, dijatuhkan pidana penjara paling lam dua belas tahun. Pasal 289. Barangsiapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seorang untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul, diancaman karena melakukan perbuatan yang menyerang kehormatan kesusilaan, dengan pidana penjara paling lam sembilan tahun. Pasal 290. Diancam dengan pidana penjara paling lam tujuh tahun: 0. Barangsiapa melakukan perbuatan cabul dengan seorang, padahal diketahuinya bahwa orang itu pingsan atau tidak berdaya; 0. Barangsiapa melakukan perbuatan cabul dengan seorang, padahal diketahuinya atau sepatutnya harus diduganya, bahwa umurnya belum lima belas tahun atau kalau umurnya tidakjelas, yang bersangkutan belum waktunya kawin; 0. Barangsiapa membujuk seseorang yang diketahuinya atau sepatutnya harus diduganya bahwa umurnya belum l;ima belas tahun taua kalau umurnya tidak jelas yang bersangkutan belum waktunya untuk dikawin, untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul, atau bersetubuh di luar perkawinan dengan orang lain. Pasal 291. 93 1. Jika salah satu kejahatan berdasarkan pasal 286, 287, 289, dan 290 mengakibatkan luka-luka berat, dijatuhkan pidana penjara paling lama dua belas tahun. 2. Jika salah satu kejahatan berdasarkan pasal 285, 286, 287, 289, 290 mengakibatkan kematian, dijatuhkan pidana penjaralama lima belas tahun. Pasal 292. Orang dewasa yang melakukan perbuatan cabul dengan orang lain sesama kelamin, yang diketahuinya atau sepatutnya harus diduganya belum dewasa, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun. Pasal 293. 1. Barangsiapa dengan memberi atau menjanjikan uang atau barang, menyalahgunakan wibawa yang timbul dari hubungan keadaan, atau dengan penyesatan sengaja menggerakkan seorang belum dewasa dan baik tingkah lakunya untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul dengan dia, padahal tentang belum kedewasaanya, diketahui atau selayaknya harus diduganya, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun. 2. Penuntutan hanya dilakukan atas pengaduan orang yang terhadap dirinya dilakukan kejahatan itu. 3. Tenggang waktu tersebut dalam pasal 74 bagi pengaduan ini adalah masingmasing sembilan bulan dan dua belas bulan. Pasal 294. 94 (1). Barangsiapa melakukan perbuatan cabul dengan anaknya, anak tirinya, anak angkatnya, anak di bawah pengawasannya yang belum dewasa, atau dengan orang yang belum dewasa yang pemeriliharaannya, pendidikannya dan penjagaanya diserahkan kepadanya ataupun dengan bujangannya atau bawahanya yang belum dewasa, diancam dengan pidana penjara paling lama lima tahun. (2). Diancam dengan pidana yang sama: 1. Pegawai negeri yang melakukan perbuatan cabul dengan orang yang karena jabatan nya adalah bawahannya, atau dengan orang yang penjagaannya dipercayakan atau diserahkan kepadanya. 2. Pengurus, dokter, guru, pegawai, pengawas, atau pesuruh dalam penjara, tempat pekerjaan negara, tempat pendidikan, rumah piatu, rumah sakit, rumah sakit jiwa atau lembaga sosial, yang melakukan perbuatan cabul dengan orang yang dimasukkan kedalamnya. Pasal 295. (1). Diancam: 1. Dengan pidana penjara paling lama tahun barangsiapa dengan sengaja menyebabkan atau memudahkan dilakukannya perbuatan cabul oleh anaknya, anak tirinya, anak angkatnya, atau anak yang di bawah pengawasannya yang belum dewasa, atau oleh orang yang belum dewasa yang pemeliharaannya, pendidikan, atau penjagaannya diserahkan kepadanya, ataupun oleh bujangannya atau bawahanya yang belum cukup umur, dengan orang lain; 95 2. Dengan pidana penjara paling lama empat tahun barangsiapa dengan dengan sengaja menghubungkan atau memudahkan perbuatan cabul, kecuali yang tersebut dalam butir 1 di atas, yang dilakukan oleh orang yang diketahuinya belum dewasa atau yang sepatutnya harus diduganya demikian, dengan orang lain. Pasal 296. Barangsiapa dengan sengaja menyebabkan atau memudahkan perbuatan cabul dengan orang lain, dan menjadikannya sebagai pencaharian atau kebiasaan, diancam dengan pidana penjara paling lama satu tahun empat bulan atau pidana denda paling banyak lima belas ribu rupiah. Pasal 297. Perdaganagan wanita dan perdagangan anak laki-laki yang belum dewasa, diancam pidana penjara paling lama enam tahun. Pasal 298. (1) Dalam hal pemidanaan berdasarkan salah satu kejahatan dalam pasal 281, 284-290, dan pasal 292-297, pencabutan hak berdasarkan pasal 35 No.1-5 dapat dinyatakan. (2) Jika yang bersalah melakukan salah satu kejahatan berdasrkan pasal 292297 dalam melakukan pencahariannya, maka hak untuk melakukan pencaharian itu dapat dicabut. Pasal 299 . 4. Barangsiapa dengan sengaja mengobati seorang wanita atau menyuruh supaya diobati,dengan diberitahukan atau ditimbulkan harapan bahwa 96 karena pengobatan itu hamilnya dapat digugurkan, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidanadenda paling banyak empat puluh lima ribu rupiah. 5. Jika yang bersalah berbuat demikian untuk mencari keuntungan, atau menjadikan perbuatan tersebut sebagai pencaharian atau kebiasaan, atau jika dia seorang tabib, bidan atau juru obat, pidananya dapat ditambah sepertiganya. 6. Jika yang bersalah melakukan kejahatan tersebut dalam menjalankan pencaharian, maka dapat dicabut haknya untuk melakukan pencaharian itu; dan pelanggaran kkesusilaan dalam pasal-pasal dibawah ini. Paasal 532. Diancam dengan pidana kurungan paling lama tiga hari atau pidana denda paling banyak dua ratus dua puluh lima rupiah: 4. Barangsiapa di muka umum menyanyikan lagu-lagu ynag melanggar kesusilaan; 5. Barangsiapa di muka umum mengadakan pidato yang melanggar kesusilaan; 6. Barangsiapa di tempat yang terlihat dari jalan umum mengadakan tulisan atau gambaran yang melanggar kesusilaan. Pasal 533. Diancam dengan pidana kurungan paling lama dua bulan atau pidana denda paling banyak tiga ribu rupiah: 6. Barangsiapa di tempat untuk lalu lintas umum dengan terang-terangan mempertunjukkan atau menempelkan tulisan dengan judul, kulit atau i si 97 yang dibikin terbaca, maupun gambar atau denda, yang mampu membangkitkan nafsu birahi para remaja; 0. Barangsiapa di tempat untuk lalau lintas umum dengan terang-terangan memperdengarkan isi tulisan yang mampu membangkitkan nafsu birahi para remaja; 0. Barangsiapa secara terang-terangan atau tanpa diminta menawarakan suatu tulisan, gambar atau barang yang dapat merangsang nafsu birahi para remaja maupun secara terang-terangan atau dengan menyiarkan tulisan tanpa diminta, menunjukkan sebagai bisa didapat, tulisan atau gambar yang dapat membangkitkan nafsu birahi para remaja; 0. Barangsiapa menawarkan, memberikan untuk terus atau sementara waktu, menyerahkan atau memperlihatkan gambar atau benda yang demikian, pada seorang belum dewasa dan di bawah umur tujuh belas tahun; 0. Barangsiapa memperdagangkan isi tulisan yang demikian di muka seorang yang belum dewas dan di bawah umur tujuh belas tahun. 60 Apabila dikaitkan dengan pasal-pasal di atas dengan pelanggaran kesusilaan dan kejahatan kesusilaan. Namun, selama ini pasal-pasal yang dipakai atau digunakan sebagai penetapan terhadap perbuatan pelecehan seksual. Walau dari beberapa sisi cara tersebut masih kurang tepat jika benar-benar dikaitkan dengann pengertian pelecehan seksual pada zaman sekarang ini. Dan apabila kita merujuk ke dalam pasal-pasal tersebut, pelecehan seksual yang terdapat di Indonesia dapat dikategorikan ke dalam dua kelompok, pelecehan 60 Htt//: Cara Melawan Pelecehan Seksua.htm, jum’at 10 oktober 2003 98 seksual berat dan ringan. Yang dimaksud dengan pelecehan berat ialah dalam bentuk pemerkosaan, pencabulan yang dalam skripsi ini dapat dikategorikan sebagai kejahatan seksual. Sedangkan pelecehan seksual ringan adalah tindak pidana seksual ringan. Apabila merujuk pada pasal-pasal tersebut ke bentuk pelecehan seksual seperti suit-suit sulit dicarikan sanksi hukumnya, karena dalam pasal-pasal yang telah disebutkan tidak ada ketentuan yang jelas mengenai pelecehan seksual secara umum, khususnya mengenai suit-suit. Namun perbuatan tersebut dalam masyarakat bisa dikategorikan sebagai perbuatan yang kurang sopan. Tetapi dalam hal ini sepertinya telah menjadi sesuatau yang sering terjadi dan terkadang masyarakat mentolelir perbuatan tersebut sebagai perbuatan yang dikategorikan bukan sebagai kejahatan seksual. Jadi hukuman bagi pelaku pelecehan seksual telah diatur dalam pasal-pasal tersebut di atas yang telah dijelaskan di dalam KUHP masih ketidakjelasan ketentuan-ketentuannya. F. Analisa Perbandingan Adapun analisa perbandingan, dalam hal ini penulis membandingkan bagaimana ketentuan hukum bagi korban pelecehan seksual dalam hukum Islam dan KUHP. Dapat dilihat dari persamaan dan perbedaannya: 1). Persamaan kedua Hukum Adapun analisis persamaan dari kedua hukum antara KUHP maupun Hukum mengenai sanksi pelaku pelecehan seksual yakni sama-sama mempunyai ketidakjelasan dalam mencari ketentuan hukumnya baik dalam hukum Islam 99 maupun dalam KUHP. Dalam hukum Islam mengenai sanksi pelaku pelecehan seksual diserahkan kepada penguasa atau hakim dan begitu pula dalam KUHP mengenai sanksi pelaku pelecehan seksual juga tidak ada pasal yang secara spesifik membahas masalah ini. 2). Perbedaan kedua Hukum Perbedaannya sangat jelas di mana dalam hukum Islam dan KUHP. Dalam hukum Islam merupakan hukum yang berisikan norma-norma yang berasal dari Allah sebagai syari. Dalam konsep ini Allah adalah norma yang bersifat omnicident61 dan transsendental62. Karena itu, kebenarannya mutlak dan pasti. Dalam kebenaran mutlak itulah dapat dikenakan sanksi yang sangat hakiki. Kaitannya dengan masalah kejahatan kesusilaan, yakni selain dikenakan sanksi juga dikenakan denda atau dera yang dibebankan pelaku atau yang berbuat. Sedangkan dalam KUHP pelaku pelecehan seksual ini dapat dikenakan sanksi pidana dan denda sesuai di dalam KUHP mengenai perbuatan asusila dan kejahatan kesusilaan. Jika kita kaitkan dengan masalah jender, pelanggaran ini sangat erat kaitannya dengan tindakan kekerasan fisik maupun integritas mental seseorang dan cenderung merupakan kekerasan fisik. Jadi, dalam pelecehan seksual telah diatur secara umum dalam KUHP pasal 281-282. Bahkan dalam pasal 285.63 Yang berbunyikan: “Barangsiapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seseorang wanita bersetubuh dengan dia diluar perkawinan, 61 Omnicident adalah Maha Mengetahui 62 Transsedental adalah Maha Mendengar 63 Http //: Cara Melawan Pelecehan Seksual. Htm Jum’at 10 Oktober 2003 100 diancam karena melakukan perkosaan dengan pidana penjara paling lama dua belas tahun”.64 64 h.111-112 Andi Hamzah, KUHP dan KUHAP, (Jakarta: PT. Rineka Cipta,2004), Cet. Ke-XI. 101 BAB V PENUTUP A. Kesimpulan Berdasarkan pembahasan mengenai sanksi pidana pelecehan seksual (di lihat dari kacamata hukum Islam dan KUHP) penulis menyimpulkan sebagai berikut: 1. Dalam hukum Islam, sama seperti halnya dalam KUHP, tidak terdapat ketentuan-ketentuan hukuman yang jelas dan terperinci mengenai hukuman tindak pelecehan seksual, baik dalam Al-Qur’an maupun Hadist. Dengan demikian hukuman bagi tindakan pelecehan seksual akan dikenakan hukuman takzir, yaitu jenis hukuman yang tidak terdapat dalam ketentuan nash baik dalam Al-Qur’an maupun Hadist, hukuman ini diberlakukan kepada orang yang berbuat maksiat atau melakukan jenis pidana tertentu yang tidak ada sanksi dan kifaratnya, baik yang berkaitan dengan hak Allah seperti pada umumnya di dalam masyarakat yakni makan di siang hari pada saat bulan Ramadhan tanpa udzur, meninggalkan shalat, maupun hak manusia seperti menyetubuhi istri melalui dubur, menyogok hakim, melecehkan orang lain atau menghina dan lain-lain. Bentuk hukuman takzir tersebut akan diserahkan kepada penguasa atau hakim yang berhak untuk memutuskan perkara tersebut. Jika pelecehan tersebut telah terjadi pemaksaan hubungan seksual, 102 maka dalam hukum Islam akan dikenakan hukuman had karena hukuman tersebut sudah dikategorikan sebagai perbuatan zina. 2. Dalam KUHP tindakan atau perbutan pelecehan seksual dapat dirumuskan sebagai perbuatan yang melanggar hukum, karena perbuatan tersebut dapat merugikan dan menggagu orang lain. Dalam KUHP semua bentuk atau macam yang mengganggu orang lain dapat dikenakan sanksi. Dalam hal ini perbuatan pelecehan seksual dapat dikenakan sanksi dalam KUHP dapat dikatakan kriminalitas yang akhirnya dapat diberikan sanksi. Namun, pelecehan seksual merupakan perbuatan yang dapat dianggap menggangu orang lain tersebut tidak lepas dari pandangan masyarakat. Jadi perbuatan pelecehan seksual dapat di kenakan pidana jika dipandang oleh masyarakat mengakui bahwa pelecehan seksual tersebut merupakan perbuatan yang sangat pantas dihukum. Di dalam KUHP mengatur hukum pidana mengenai perbuatan pelaku pelecehan seksual dimasukkan pada tindak pidana kejahatan kesusilaan dalam Bab XV, buku kedua dan pelanggaran kesusilaan dalam Bab IV buku ketiga, seperti pemaksaan yang tidak menyenangkan, perbuatan cabul, perzinaan, perkosaan dan penghinaan. Namun, hal ini tidak dapat begitu saja disamakan dengan pengertian pelecehan seksual yang sudah berkembang saat ini. Dan begitu pula bila pasal-pasal dalam Bab yang telah ditelusuri satu persatu maka akan sulit untuk menerapkan pasal-pasal tersebut pada perbuatan pelecehan seksual. Bila pelecehan seksual ini telah berlangsung terjadi sebuah pemaksaan hubungan seksual maka hukumannya 103 dikenakan hukuman pemerkosaan yang sesuai dengan pasal-pasal yang telah ditentukan dalam KUHP. 3. Dalam KUHP dan hukum Islam sangat jelas mempunyai persamaan mengenai sanksi pelaku pelecehan seksual yakni sama-sama belum jelas dalam ketentuan hukumnya baik dalam hukum Islam maupun dalam KUHP, sedangkan perbedaannya sangat jelas di mana dalam hukum Islam dan KUHP. Dalam hukum Islam merupakan hukum yang berisikan norma-norma yang berasal dari Allah sebagai syari. Dalam konsep ini Allah adalah norma yang bersifat omnicident dan transsendental. Karena itu, kebenarannya mutlak dan pasti. Dalam kebenaran mutlak itulah dapat dikenakan sanksi yang sangat hakiki. Kaitannya dengan masalah kejahatan kesusilaan, yakni selain di kenakan sanksi juga di kenakan denda atau dera yang dibebankan kepada pelaku atau yang berbuat. Sedangkan dalam KUHP pelaku kejahatan asusila, yakni sanksi pidana bagi pelaku karena erat kaitannya dengan tindakan kekerasan fisik maupun integritas seorang wanita dan cenderung merupakan kekerasan fisik maupun mental. Dalam hal ini telah diatur secara umum dalam KUHP pasal 281-282 yang ber bunyikan” pasal 281 berisikan diantaranya adalah: Diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau pidana denda paling banyak Empat Ribu Lima Ratus Rupiah. 104 E. Saran-saran Dalam pembahasan skripsi ini penulis menyadari terdapat banyak kekurangan-kekurangan, akan tetapi penulis juga menemui beberapa manfaat dari hasil pembahasannya, sehingga penulis dapat memberikan saran-saran yang mungkin saja bermanfaat. 0. Untuk dapat menghindari dari perbuatan pelecehan seksual hendaknya setiap individu memulai dari diri sendiri, dapat dicegah dari hal sekecil apapun mulai dari sekarang. 0. Para tokoh agama hendaknya memberikan bimbingan dan siraman rohani keagama kepada setiap individu maupun perorangan agar terbentuknya pribadi moral yang baik dan berakhlak mulia, sehingga tidak terjadi pelaku atau perbuatan pelecehan seksual. 0. Pemerintah atau lembaga penegak hukum hendaknya dapat mengatasi peristiwa pelecehan seksual, yaitu dengan membuat atau membentuk Undang-undang khusus pelecehan seksual yang dapat diberlakukan bagi pelaku pelecehan tersebut, sebagaimana sudah terdapat di negara-negara uni eropa. 105 DAFTAR PUSTAKA Al-Qur’anul Karim Akbar Ali, Seksualitas di tinjau dari Hukum Islam”. Jakarta: Ghali Indonesia, 1982, Cet.Pertama. . Gunawan Setiardja, Dialektika Hukum dan Mora , Joyakarta: Kkanisius, 1990, Cet 1 Abu Malik Kamal. Fiqih Sunnah Wanita 1. Jakarta: Pena Pundit Aksara, 2007, Cet. Ke-I Ali, Zainudin. Hukum Pidana Islam. Jakarta: PT. Sinar Grafika, 2007. Az-Zuhaili, Wahbah. Al-Fiqh Al-Islami Wa Adillatuh. Beriut: Dar Al-Fikr, 1997 Cet. Keempat. Barda Nawawi Arief. Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1996, Cet. Ke-1. Bukhori, Imam. Shahih Bukhari. Beriut: Haida, 1997. Colier Rohan. ”Pelecehan Seksual: Hubungan Dominasi Mayoritas dan Minoritas”. Jogyakarta : PT. Tiara Yogya, 1998, Cet. Ke-1 Depdikbud, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: Balai Pustaka, 1996, Cet Ke-1 Djazuli, Fiqh Jinayah. Upaya Penanggulangan Kejahatan dalam Hukum Islam. Jakarta: PT . Grafindo, 2002. Fausiah, Fitri. ” Psikologi Abnormal Klinik Dewasa”. Jakarta: UIP, 2005. Hamzah, Andi. KUHP dan KUHAP. Jakarta: PT. Rineka Cipta, 2004, Cet. Ke-11. 106 Hanafi, Ahmad. Asas-asas Hukum Pidana Islam. Jakarta: PT. Bulan Bintang. Cet. Ke-1 Hasyim, Abdul Ghafar. Islam dan Problem Sosial Sekitar Pergaulan Muda-Mudi. Jakarta: Aksara Press, 2002. Hathout, Harsa. ” Revolusi Seksual Perempuan”. Jakarta: Mizan, 2005. Husnan, Ahmad. Keadilan Islam Antara Wanita dan Laki-laki. Solo: Al-Husna, 1995. Cet. Ke-1. Http:// id.Wikipedia.Org/Wiki/Tunanetra. Htm. Http:// Sanksi Pelecehan. Htm. Jalaludin, et all. Pengantar Ilmu Jiwa Agama. Jakarta: CV. Pustaka. Khaerudin. Pelecehan Teksual terhadap Istri, Jogyakarta: Pusat Penelitian Kedudukan, Universita Gajah Maga, 1999, Cet. Ke-1 Kartono, Kartini. Psikologi Abnormal dan Abnormalitas Seksual. Bandung: Mandar Maju, 1989. Menikmati Syahwat Merajalela di KRL, http://Pelecehan-Seksual-denganMengeluarkan. htm 11/19/2008. Moeljatno. Asas-asas Hukum Pidana Islam. Jakarta: Aneka Cipta, 1993. Muh. Abduh malik , Perilaku Zina, Pandangan Hukum Islam dan KUHP, Jakarta: Bulan Bintang, 2003, Cet. Pertama. Pelecehan Seksual, http://Pelecehan. htm 11/19/2008. Qadir, Abdul Audah. Diterjemahkan oleh Alie Yafie, Ensiklopedi Hukum Pidana. Rahmat, Hakim, Hukum Pidana Islam. Bandung:Pustaka Setia , 2000, Cet. Ke-1 107 Supanto.” Kebijakan Hukum Pidana Mengenai Pelecehan Seksual”. Yogyakarta: Foundation dengan Pusat Penelitian Kependudukan UGM, 1999. Cet. Ke-1. Syafrudin, Ayap. ” Islam dan Pendidikan Seks”. Solo: CV. Pustaka Mantiq, 1991. Cet. Ke-1. Sayyid, Sabiq. Fiqh Sunnah. Lubhan: Darul Fiqr, 1981. Swadaya Mandiri. http:// Ingin Mandiri Laporan : Dwidjo.htm. Diakses, 22 novenber 2008. Umar, Marzuki Sa’abah. ”Perilaku Seks Menyimpang dan Seksualitas Kontemporer Umat Islam”. Yogyakarta: Juni 2001, UII Press, Cet. Pertama. Undang-Undang No.4 Tahun 1997 tentang Penyandang Cacat. Kutipan: Media Elektronik Sekretariat Negara Tahun 1997 Yusuf , Al-Qordawi. Fatwa-fatwa Kontemporer. Jakarta: GIP, 1995.