BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Konsep Diri 1. Pengertian Konsep Diri William D. Brooks (Jalaluddin Rakhmat, 2007: 99) mendefinisikan konsep diri sebagai “those physical, social, and psychological perceptions of ourselves that we have derived from experiences and our interaction with others”. Konsep diri adalah pandangan dan perasaan kita tentang diri kita sendiri. Persepsi ini bisa bersifat psikologi, sosial, dan fisik. Persepsi yang bersifat psikologi misalnya pandangan mengenai watak sendiri. Persepsi yang bersifat sosial misalnya pandangannya tentang bagaimana orang lain menilai dirinya. Persepsi yang bersifat fisik misalnya pandangan tentang penampilannya sendiri. Anita Taylor (Jalaluddin Rakhmat, 2007: 100) mendefinisikan konsep diri sebagai “all you think and feel about you, the entire complex of beliefs and attitudes you hold about yourself”. Konsep diri meliputi apa yang kita pikirkan tentang diri kita sendiri dan yang kita rasakan tentang diri kita sendiri. Calhaoun dan Acocella (M. Nur Ghufron dan Rini Risnawati S, 2012: 13-14) mendefinisikan konsep diri sebagai gambaran mental diri seseorang. Hurlock menyatakan bahwa konsep diri merupakan gambaran seseorang mengenai dirinya sendiri yang merupakan gabungan dari keyakinan fisik, psikologis, sosial, emosional aspiratif, dan prestasi yang mereka capai. Burn mendefinisikan konsep diri sebagai kesan terhadap diri sendiri secara keseluruhan yang mencakup pendapatnya terhadap diri sendiri, pendapat tentang gambaran diri di mata orang lain, dan pendapatnya tentang hal-hal yang dicapai. 9 Buss (Asip F. Hadipranata, dkk, 2000: 74) menyatakan bahwa konsep diri diartikan sebagai gambaran keadaan diri sendiri yang dilakukan seseorang terhadap dirinya sendiri. Pendapat dari Arndt mengatakan bahwa konsep diri merupakan konsep seseorang mengenai keseluruhan tentang dirinya sendiri, baik dari segi kejasmanian maupun psikisnya. Menurut Hendra Surya (2007: 3) mengatakan bahwa konsep diri adalah gambaran, cara pandang, keyakinan, pemikiran, perasaan terhadap apa yang dimiliki orang tentang dirinya sendiri yang meliputi kemampuan, karakter diri, sikap, perasaan, kebutuhan, tujuan hidup, dan penampilan diri. Konsep diri ini sangat dipengaruhi oleh gabungan keyakinan karakter fisik, psikologis, sosial, aspirasi, prestasi, dan bobot emosional yang menyertainya. Berdasarkan beberapa pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa konsep diri adalah gambaran, pandangan, pikiran, perasaan, mengenai diri sendiri dan pandangan diri di mata orang lain yang meliputi keyakinan fisik, psikologis, sosial, emosional, dan prestasi yang mereka capai. 2. Pembentukan Konsep Diri Elizabeth B. Hurlock (1978: 59-60) menyatakan bahwa konsep diri bersifat hierarki. Konsep diri primer merupakan yang pertama terbentuk atas dasar pengalaman anak di rumah. Konsep diri ini dibentuk dari berbagai konsep terpisah, yang masing-masing merupakan hasil dari pengalaman dengan anggota keluarga. Konsep diri primer mencakup gambaran diri (self image), baik itu fisik maupun psikologis.Dengan meningkatnya pergaulan dengan orang di luar rumah, anak memperoleh konsep lain tentang diri mereka. Ini membentuk konsep diri sekunder. 10 Konsep diri ini berhubungan dengan bagaimana anak melihat dirinya melalui mata orang lain. Konsep diri ini juga akan membentuk gambaran diri (self image). Gambaran diri (self image) merupakan cara seseorang melihat dirinya dan berpikir mengenai dirinya. Hal ini akan berpengaruh terhadap bagaimana seseorang berpikir, merasakan, dan berperilaku. Gambaran diri mulai muncul pada masa balita, dimana anak-anak mulai mengembangkan kesadaran diri. Setelah terbentuknya gambaran-gambaran diri akan terbentuk pula penilaian terhadap harga diri. Jika anak melihat tinggi dirinya, maka akan mendapat harga diri (self esteem) yang tinggi pula. Jika anak melihat dirinya rendah, maka akan mendapat harga diri (self esteem) yang rendah pula. Perasaan harga diri berkembang pada masa awal kanak-kanak dan terbentuk dari interaksi anak dengan orang tua mereka. Kemudian menurut Amaryllia Puspasari (2007: 19-32) terdapat beberapa penggolongan mengenai pembentukan konsep diri. a. Pola pandang diri subjektif (subjective self) Konsep diri terbentuk melalui pengenalan diri. Pengenalan diri merupakan proses bagaimana orang melihat dirinya sendiri. Proses ini dapat terjadi saat orang melihat bayangannya sendiri di cermin. Apa yang dipikirkan seseorang pada proses pengenalan diri ini dapat terdiri dari gambaran-gambaran diri (self image), baik itu potongan visual maupun persepsi diri. Potongan visual ini seperti bentuk wajah dan tubuh yang dicermati ketika bercermin, sedangkan persepsi diri biasanya diperoleh dari 11 komunikasi terhadap diri sendiri maupun pengalaman berinteraksi dengan orang lain. b. Bentuk dan bayangan tubuh (body image) Selain melalui proses pengenalan diri yang biasa dilakukan dengan melihat bayangan diri sendiri di cermin, pembentukan konsep diri dapat melalui penghayatan diri terhadap bentuk fisiknya. Persepsi ataupun pengalaman emosional dapat memberikan pengaruh terhadap bagaimana seseorang mengenali bentuk fisiknya. c. Perbandingan ideal (the ideal self) Salah satu proses pengenalan diri adalah dengan membandingkan diri dengan sosok ideal yang diharapkan. Dengan melihat sosok ideal yang diharapkannya, seseorang akan mengacu pada sosok tersebut dalam proses pengenalan dirinya. Pada masa anak-anak, lingkungan keluarga menjadi pusat pembentukan konsep diri pada anak. d. Pembentukan diri secara sosial (the sosial self) Proses pembentukan diri secara sosial merupakan proses dimana seseorang mencoba untuk memahami persepsi orang lain terhadap dirinya. Penilaian kelompok terhadap seseorang akan membentuk konsep diri pada orang tersebut. 3. Perkembangan Konsep Diri Konsep diri tidak berkembang dengan sendirinya, tetapi berkembang dengan adanya interaksi dengan orang yang lain, khususnya dengan lingkungan sosial. Menurut Calhaoun dan Acocella (1990: 74-75), ketika lahir manusia tidak 12 memiliki konsep diri, pengetahuan tentang dirinya sendiri, harapan terhadap dirinya sendiri, dan penilaian terhadap dirinya sendiri. Namun, secara perlahanlahan seseorang mulai dapat membedakan “aku” dan “bukan aku”. Saat itulah, ia mulai menyadari apa yang dilakukannya seiring dengan menguatnya panca indra. Panca indera akan semakin menguat dan mulai membentuk gagasan tentang hubungan antara “aku” dan bukan aku“. Seseorang mulai dapat membedakan dan belajar tentang dunia yang bukan aku. Dalam hal ini, ia sedang membangun konsep diri. Kemajuan besar dalam perkembangan konsep diri terjadi ketika seseorang mulai menggunakan bahasa, yaitu sekitar umur satu tahun. Seseorang akan memperoleh informasi yang lebih banyak tentang dirinya dengan memahami perkataan orang lain. Terlebih lagi, ketika seseorang belajar berpikir dengan menggunakan kata-kata Pada saat itulah, konsep diri, baik positif maupun negatif mulai terbentuk. Konsep diri tentu saja terus berkembang sepanjang hidup, tetapi cenderung berkembang sepanjang garis yang telah terbentuk pada awal masa kanak-kanak. Calhaoun dan Acocella (1990: 76-78) mengemukakan bahwa sumber informasi yang penting dalam pembentukan konsep diri, antara lain: a. Orang tua Orang tua merupakan kontak sosial yang paling awal dan paling kuat yang dialamai seseorang. Orang tua sangat berpengaruh terhadap diri anak. Orang tua merupakan pihak yang pertama ia kenal dan merupakan sumber 13 informasi yang paling utama. Orang tua mengajarkan bagaimana menilai diri sendiri. b. Kawan sebaya Selain membutuhkan cinta dari orang tua, seseorang juga membutuhkan penerimaan dari kawan sebaya. Apa yang diungkapkan oleh kawan sebaya tentang dirinya akan menjadi penilaian terhadap dirinya. c. Masyarakat Seperti halnya orang tua dan kawan sebaya, masyarakat juga memberitahu seseorang bagaimana mendefinisikan dirinya sendiri. Dalam masyarakat terdapat norma-norma yang akan membentuk konsep diri seseorang, misalnya pemberian perlakuan yang berbeda pada laki-laki dan perempuan akan membuat laki-laki dan perempuan berbeda dalam berperilaku. 4. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Konsep Diri Konsep diri seseorang dipengaruhi oleh banyak faktor yang beragam untuk setiap orang. Amaryllia Puspasari (2007: 43-45) menyebutkan beberapa faktor yang mempengaruhi konsep diri, yaitu sebagai berikut. a. Keterbatasan ekonomi Lingkungan dengan keterbatasan ekonomi dapat menimbulkan masalah perkembangan. Kesulitan hidup secara ekonomi dapat mengakibatkan konsep diri yang rendah pada diri anak. 14 b. Kelas sosial Kelompok-kelompok yang menganggap dirinya kelompok minoritas, cenderung mempunyai konsep diri yang rendah. Hal ini berkaitan dengan rendahnya kelas sosial mereka. Jalaluddin Rakhmat (2007: 100-104), menyatakan faktor-faktor yang mempengaruhi konsep diri, yaitu orang lain dan kelompok rujukan. a. Orang lain Konsep diri dapat terbentuk melalui penilaian orang lain. Apabila seseorang diterima orang lain, dihormati, dan disenangi karena keadaan dirinya sendiri, orang tersebut akan cenderung bersikap menghormati dan menerima dirinya. Sebaliknya, apabila orang lain selalu meremehkan, menyalahkan dan menolaknya, maka orang tersebut akan cenderung tidak menyenangi dirinya sendiri. Tidak semua orang lain mempunyai pengaruh yang sama terhadap diri seseorang. Ada yang paling berpengaruh, yaitu orang-orang yang paling dekat yang sering disebut significant others (orang yang paling penting). Ketika masih anak-anak, mereka adalah orang tua, saudara-saudara dan orang yang tinggal satu rumah. Dari merekalah, secara perlahan-lahan seseorang membentuk konsep dirinya. b. Kelompok rujukan (reference group) Kelompok rujukan merupakan kelompok yang mengikat diri seseorang secara emosional. Kelompok rujukan mempengaruhi terbentuknya konsep 15 diri seseorang. Seseorang akan berperilaku dan menyesuaikan diri sesuai dengan ciri-ciri kelompoknya agar diterima oleh kelompok tersebut. Husdarta dan Nurlan Kusmaedi (2010: 199-201) menyatakan beberapa faktor yang mempengaruhi konsep diri pada anak usia sekolah dasar, yaitu sebagai berikut. a. Kondisi fisik Kesehatan yang buruk ataupun cacat fisik menyebabkan anak tidak bisa bermain atau beraktivitas seperti teman lainnya. Hal ini menyebabkan anak berpandangan buruk terhadap dirinya sendiri. Sebaliknya, kondisi fisik yang baik akan mengakibatkan anak berpandangan baik pada dirinya. b. Bentuk tubuh Bentuk tubuh anak yang terlalu gemuk atau terlalu kurus akan menyebabkan anak memandang dirinya berbeda dengan teman seusianya. Sehingga membentuk konsep diri yang negatif baginya. c. Nama dan julukan Nama atau julukan yang bersifat cemoohan menunjukan kelompok minoritas pada anak yang mengakibatkan pembentukan konsep diri yang negatif pada anak. d. Status sosial ekonomi Anak dari status sosial tinggi akan merasa lebih baik dari teman-teman sebayanya. Sebaliknya anak dari status sosial lebih rendah cenderung merasa lebih buruk dari temn-temannya. 16 e. Dukungan sosial Dukungan dari teman sebaya akan mempengaruhi kepribadian anak melalui konsep diri yang terbentuk. Anak yang paling populer dan anak yang paling dikucilkan mendapat pengaruh yang besar pembentukan konsep dirinya melalui dukungan teman sebanyanya ini. f. Keberhasilan dan kegagalan Semakin banyak keberhasilan yang diperoleh anak, maka konsep diri yang terbentuk semakin baik. Sebaliknya, semakin banyak kegagalan yang diterima anak, maka konsep diri yang terbentuk semakain buruk. g. Intelegensi Intelegensi yang kurang dari rata-rata membuat anak merasa kurang dari teman-temannya. Selain itu, anak juga cenderung merasa adanya sikap penolakan dari kelompoknya. Dari beberapa pendapat di atas, maka dapat disimpulkan beberapa faktor yang mempengaruhi konsep diri, yaitu a. Orang lain b. Kelompok rujukan c. Kondisi fisik d. Bentuk tubuh e. Nama dan julukan f. Status sosial dan ekonomi g. Dukungan sosial h. Keberhasilan dan kegagalan 17 i. Intelegensi 5. Konsep Diri Positif dan Negatif Konsep diri menurut Calhaoun dan Acocella (M. Nur Ghufron dan Rini Risnawati S, 2012: 19-20), dibagi menjadi konsep diri positif dan konsep diri negatif. Konsep diri positif adalah penerimaan yang mengarah individu ke arah sifat yang rendah hati, dermawan, dan tidak egois. Orang dengan konsep diri positif dapat memahami dan menerima sejumlah fakta yang bermacam-macam tentang dirinya sendiri baik yang merupakan kekurangan maupun kelebihan. Sedangkan, konsep diri negatif merupakan pandangan seseorang terhadap dirinya yang tidak teratur, tidak memiliki kestabilan, dan keutuhan diri. Selain itu, bisa juga konsep diri yang terlalu stabil dan terlalu teratur (kaku). Ciri-ciri orang yang memiliki konsep diri positif menurut Jalaluddin Rakhmat (2007: 105), yaitu sebagai berikut. a. Yakin akan kemampuannya dalam mengatasi masalah. b. Merasa setara dengan orang lain. c. Menerima pujian tanpa rasa malu. d. Menyadari bahwa setiap orang memiliki berbagai perasaan, keinginan, dan perilaku yang tidak seluruhnya disetujui masyarakat. e. Mampu memperbaiki dirinya karena ia sanggup mengungkapkan aspekaspek kepribadian yang tidak disenanginya dan berusaha mengubahnya. Ciri-ciri orang yang memiliki konsep diri negatif menurut Jalaluddin Rakhmat (2007: 105), yaitu sebagai berikut. a. Peka terhadap kritik. 18 b. Responsif terhadap pujian. c. Punya sikap hiperkritis. d. Cenderung merasa tidak disukai orang lain. e. Pesimis terhadap kompetisi. Terdapat beberapa kondisi yang perlu diperhatikan guru saat pembelajaran di kelas agar tumbuh konsep diri positif pada siswa, antara lain sebagai berikut. a. Hindari labeling yang negatif. b. Jangan mengancam dan menghukum secara psikologis. c. Berikan motivasi bahwa setiap anak memiliki kemampuan dan kekuatan yang berbeda. d. Pupuk perasaan berarti bagi siswa. e. Hargai setiap usaha siswa di kelas. Setiap usaha sekecil apapun akan mewarnai identitas diri siswa(Tim Pustaka Familia, 2006: 36-37). 6. Pengukuran Konsep Diri pada Anak Berdasarkan teori Shavelson, seorang ahli Psikologi Perkembangan yaitu Herbert W. Marsh mengembangkan alat ukur untuk mengukur konsep diri pada anak. Teori Shavelson (Amaryllia Puspasari, 2007: 57-94) memberikan penjelasan lengkap mengenai proses penggolongan jenis konsep diri yang ada pada anak. Hal ini yang dijadikan sebagai dasar dalam membuat alat ukur untuk mengukur konsep diri pada anak. a. Konsep diri kemampuan fisik Konsep diri kemampuan fisik adalah kemampuan seseorang untuk mendeskripsikan dirinya dalam melakukan kegiatan yang bersifat menguji kemampuan fisik, seperti olahraga dan latihan-latihan fisik. 19 b. Konsep diri penampilan fisik Konsep diri penampilan fisik adalah deskripsi seseorang terhadap penampilan fisiknya. Proses deskripsi ini bisa dilakukan melalui penilaian diri sendiri, penilaian yang dilakukan dengan membandingkan diri dengan orang lain, ataupun dari kumpulan pendapat orang lain mengenai diri kita. c. Konsep diri hubungan dengan lawan jenis Konsep diri hubungan dengan lawan jenis adalah deskripsi diri dalam membangun proses sosial dengan kelompok orang yang merupakan lawan jenis dari orang tersebut. d. Konsep diri hubungan dengan teman sesama jenis kelamin Konsep diri hubungan dengan teman sesama jenis kelamin merupakan deskripsi diri dari proses hubungan dengan teman yang memiliki jenis kelamin sama. Bedanya dengan konsep diri hubungan dengan lawan jenis yaitu aspek sosialnya. Aspek sosial tersebut menyangkur kelompok orang yang diajak untuk berkomunikasi sosial. e. Konsep diri hubungan dengan orang tua Konsep diri hubungan dengan orang tua merupakan gambaran anak dalam mendeskripsikan dirinya terhadap hubungannya dengan orang tuanya sendiri. f. Konsep diri terhadap sikap jujur dan percaya Konsep diri terhadap sikap jujur dan percaya merupakan gambaran anak dalam mendeskripsikan dirinya terhadap sikap jujur dan percaya kepada orang lain. Pembentukan konsep diri ini sangat penting karena pemahaman 20 deskripsi diri itu sendiri sangat berhubungan dengan tingkat kejujuran dan kepercayaan seseorang terhadap orang lain. g. Konsep diri kestabilan emosi Konsep diri kestabilan emosi merupakan gambaran terhadap proses pengendalian emosi pada diri seseorang. Seseorang yang sulit mengendalikan emosi dapat dilihat dari perilakunya, seperti mudah marah, selalu merasa khawatir, dan mudah resah. h. Konsep diri akademis Matematika Konsep diri akademis Matematika merupakan gambaran terhadap kemampuan akademik seseorang dalam bidang Matematika. Konsep diri ini sangat berpengaruh terhadap pengemabnag diri anak usia sekolah dalam hal kemampuan akademis dan pemahaman dirinya sendiri. i. Konsep diri kemampuan verbal Konsep diri kemampuan verbal merupakan gambaran seseorang mengenai kemampuan dalam berkomunikasi dengan orang lain. Konsep diri ini dapat digambarkan secara akademis melalui kemampuan anak dalam memahami bahasa. j. Konsep diri akademis umum Konsep diri akademis umum merupakan gambaran seseorang terhadap kemampuan akademisnya. Pada anak usia sekolah, konsep diri ini dapat digunakan untuk mengembangkan konsep diri yang ia miliki. 21 k. Konsep diri umum Konsep diri umum merupakan gambaran terhadap pemahaman dirinya secara umum, tanpa spesifikasi secara khusus. B. Kepercayaan Diri 1. Pengertian Kepercayaan Diri Willis (M. Nur Ghufron dan Rini Risnawati S, 2012: 34) mengatakan bahwa kepercayaan diri adalah keyakinan bahwa seseorang mampu menanggulangi suatu masalah dengan situasi terbaik dan dapat memberikan sesuatu yang menyenangkan bagi orang lain. Lauster (M. Nur Ghufron dan Rini Risnawati S, 2012: 34) menyatakan bahwa kepercayaan diri merupakan salah satu aspek kepribadian yang berupa keyakinan akan kemampuan diri sendiri sehingga tidak terpengaruh oleh orang lain, optimis, toleran, dan bertanggung jawab. Anthony (M. Nur Ghufron dan Rini Risnawati S, 2012: 34) berpendapat bahwa kepercayaan diri merupakan sikap pada diri seseorang yang dapat mengembangkan kesadaran diri, berpikir positif, dan memiliki kemandirian. Menurut Kumara, kepercayaan diri merupakan ciri kepribadian yang mengandung arti keyakinan terhadap kemampuan sendiri. Kepercayaan diri menurut Branden (Asip F. Hadipranata, dkk, 2000: 75) yaitu kepercayaan seseorang pada kemampuan yang ada dalam dirinya. Misiak dan Sexton menyatakan bahwa orang yang mempunyai kepercayaan diri adalah orang yang yakin akan kemampuannya dirinya, orang yang mandiri, dan orang yang tidak suka meminta bantuan kepada pihak lain. 22 Thursan Hakim (2005: 6) mengartikan percaya diri sebagai suatu keyakinan seseorang terhadap segala aspek kelebihan yang dimilikinya dan keyakinan tersebut membuatnya merasa mampu untuk bisa mencapai berbagai tujuan didalam hidupnya. Menurut Anita Lie (2004: 4), percaya diri berarti yakin akan kemampuannya untuk menyelesaikan suatu pekerjaan atau masalah. Seseorang yang memiliki kepercayaan diri, akan merasa dirinya berharga dan mempunyai kemampuan untuk menjalani hidup, mempertimbangkan berbagai pilihan dan membuat keputusannya sendiri. Selain itu, orang yang percaya diri mempunyai keberanian dan kemampuan untuk meningkatkan prestasinya. Berdasarkan beberapa pengertian kepercayaan diri di atas, maka dapat disimpulkan bahwa kepercayaan diri merupakan salah satu aspek kepribadian yang berupa keyakinan terhadap kemampuannya sendiri, yakin akan kemampuannya dalam menyelesaikan masalah, dapat mengembangkan kesadaran diri, berpikir positif, memiliki kemandirian, optimis, toleran, dan bertanggung jawab. 2. Proses Pembentukan Rasa Percaya Diri Kepercayaan diri tidak muncul begitu saja tanpa proses. Kepercayaan diri terbentuk melalui proses tertentu di dalam diri seseorang. Menurut Thursan Hakim (2005: 6), terbentuknya kepercayaan diri dimulai dari terbentuknya kepribadian yang baik dalam diri seseorang yang memunculkan kelebihankelebihan tertentu. Pemahaman seseorang terhadap kelebihan yang dimilikinya itu, akan menimbulkan keyakinan pada dirinya bahwa ia mampu berbuat segala 23 sesuatu dengan memanfaatkan kelebihannya tersebut. Selain kelebihan, seseorang tentu dilahirkan dengan kekurangan. Orang yang mampu memberikan reaksi positif terhadap kelemahan yang dimilikinya, akan memiliki rasa percaya diri yang baik. Dalam kesehariannya, ia akan menggunakan kelebihan yang dimilikinya dengan baik. Munculnya rasa ketidakpercayaan diri dalam diri seseorang juga melalui proses yang panjang. Menurut Thursan Hakim (2005: 9), awal munculnya rasa tidak percaya diri terbentuk dari lingkungan keluarga. Seseorang dilahirkan tidak mungkin tanpa kekurangan. Terbentuknya berbagai kekurangan dalam aspek kepribadian seseorang dapat meliputi berbagai aspek, seperti mental, fisik, sosial, atau ekonomi. Pemahaman yang negatif terhadap kekurangan dirinya, tanpa meyakini bahwa ia juga mempunyai kelebihan, akan menimbulkan rasa tidak percaya diri. Akibatnya ia menjalani kehidupan sosialnya dengan bersikap negatif pula, seperti suka menyendiri, lari dari tanggung jawab, mengisolasi diri dari kelomok, dan lainnya yang justru semakin memperkuat rasa tidak percaya dirinya. 3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepercayaan Diri Kepercayaan diri dipengaruhi oleh beberapa faktor. Menurut M. Nur Ghufron dan Rini Risnawati S (2012: 37-38) sebagai berikut. a. Konsep diri Menurut Anthony (M. Nur Ghufron dan Rini Risnawati S, 2012: 37) terbentuknya kepercayaan diri pada seseorang diawali dengan perkembangan konsep diri yang diperoleh dalam pergaulannya dalam suatu kelompok. 24 Menguatkan pendapat tersebut, Hendra Surya (2007: 3) mengatakan bahwa munculnyagejala tidak percaya diri pada anak ketika akan melakukan sesuatu terkait dengan persepsi diri dan konsep diri. Tidak percaya diri berarti ungkapan untuk mengartikan pernyataan ketidakmampuan anak untuk melaksanakan atau mengerjakan sesuatu. Anak berpikir dan menilai negatif dirinya sendiri sehingga muncul perasaaan tidak menyenangkan dan dorongan atau kecenderungan untuk menghindari apa yang akan dilaksanakannya itu. Jadi, untuk membangun kepercayaan diri anak, terlebih dahulu harus membenahi, mengarahkan, dan mengembangkan konsep diri positif pada anak. Amaryllia Puspasari (2007: 6) mengatakan bahwa seseorang yang memiliki konsep diri positif, akan memiliki perasaaan positif dalam dirinya. Perasaan positif inilah yang menyebabkan adanya perkembangan komunikasi yang lebih baik pada diri seseorang. Sebaliknya, konsep diri yang negatif pada seseorang akan memunculkan persepsi negatif, yang akan menimbulkan rendahnya percaya diri. b. Harga diri Harga diri adalah penilaian seseorang yang dilakukan terhadap dirinya sendiri. Konsep diri yang positif akan membentuk harga diri yang positif pula. Harga diri seseorang akan mempengaruhi tingkat kepercayaan diri seseorang. c. Pengalaman Anthony (M. Nur Ghufron dan Rini Risnawati S, 2012: 37) menyatakan bahwa pengalaman masa lalu adalah hal terpenting untuk mengembangkan 25 kepribadian sehat. Pengalaman dapat menjadi faktor munculnya rasa percaya diri pada diri seseorang. Begitu pula sebaliknya, pengalaman juga dapat menjadi faktor yang menyebabkan menurunnya rasa percaya diri seseorang. d. Pendidikan Tingkat pendidikan akan mempengaruhi kepercayaan diri seseorang. Tingkat pendidikan yang rendah akan menjadikan orang tersebut tergantung dan berada di bawah kekuasaan orang lain yang tingkat pendidikannya lebih tinggi darinya. Sebaliknya, orang yang mempunyai pendidikan yang tinggi akan memiliki tingkat kepercayaan diri yang lebih dibandingkan dengan yang berpendidikan rendah. Menurut Thursan Hakim (2005: 12-24), terdapat beberapa kondisi yang mempengaruhi rasa percaya diri seseorang, yaitu sebagai berikut. a. Kelainan fisik Kelainan fisik dapat menjadikan seseorang menjadi tidak percaya diri apabila disikapi dengan negatif. Ia akan merasakan kekurangan yang ada pada dirinya tersebut dan membanding-bandingkan dengan orang lain. Apabila tidak disikapi dengan sikap positif, maka akan timbul rasa tidak percaya diri. b. Kondisi ekonomi Seseorang dengan kondisi ekonomi yang kurang dapat menyebabkan munculnya rasa tidak percaya diri dalam dirinya. Hal ini disebabkan ketakutannya apabila tidak diterima oleh lingkungan sekitarnya, terlebih lagi apabila lingkungan sekitarnya tergolong kalangan ekonomi menengah ke atas. 26 c. Status sosial Status sosial terkait dengan tingkatan-tingkatan tertentu dalam masyarakat, seperti jabatan, pangkat, golongan, atau keningratan. Sama halnya dengan seseorang dengan kondisi ekonomi yang kurang, status sosial seseorang yang rendah dapat menyebabkan rendahnya kepercayaan diri seseorang. Rasa tidak percaya diri untuk bisa diterima dalam interaksi sosial dengan golongan yang lebih tinggi bisa dialami oleh orang status sosial yang lebih rendah. d. Kecerdasan Kecerdasan seseorang akan terliahat saat berinteraksi dengan orang lain melalui komunikasi lisan. Orang yang cerdas akan mudah menyesuaikan diri dengan lingkungan tempat ia berada. Kurangnya wawasan akan membuat orang kesulitan berkomunikasi dengan orang lain yang lebih intelek. Hal ini dapat menyebabkan seseorang merasa tidak percaya diri untuk bergabung dengan kelompok tertentu. e. Pendidikan keluarga Pendidikan keluarga merupakan pendidikan yang pertama dan utama dalam membentuk perkebangan pribadi setiap orang. Apabila sejak kecil, anak sudah mendapatkan pemahaman tentang mahkluk sosial yang kedudukannya sama dengan orang lain, maka ia akan memiliki rasa percaya diri. Sebaliknya, apabila ia memahami dirinya secara negatif dan memandang dirinya memiliki kekurangan dibanding orang lain, maka akan muncul rasa tidak percaya diri dalam dirinya. 27 Berdasarkan paparan di atas, maka dapat disimpulkan faktor-faktor yang mempengaruhi kepercayaan diri yaitu: a. Konsep diri b. Harga diri c. Pengalaman d. Pendidikan e. Kelainan fisik f. Kondisi ekonomi g. Status sosial h. Kecerdasan i. Pendidikan keluarga 4. Karakteristik Kepercayaan Diri Lauster (M. Nur Ghufron dan Rini Risnawati S, 2012: 35-36) menyatakan orang yang memiliki kepercayaan diri positif ditunjukkan melalui sikap berikut ini. a. Keyakinan kemampuan diri Keyakinan pada kemampuan diri adalah sikap positif seseorang tentang dirinya. Seseorang yang percaya diri, akan merasa yakin terhadap kemampuannya sendiri dan mampu bersungguh-sungguh akan apa yang dilakukannya. b. Optimis Optimis adalah sikap positif yang dimiliki seseorang yang selalu berpandangan baik dalam menghadapi segala hal tentang diri dan kemampuannya. 28 c. Objektif Objektif berarti memandang suatu permasalahan sesuai dengan kebenaran yang semestinya, bukan menurut kebenaran pribadi atau menurut pendapat dirinya sendiri. d. Bertanggung jawab Bertanggung jawab adalah kesediaan untuk menanggung segala sesuatu yang telah menjadi konsekuensinya. Apa yang telah ia perbuat, berani ia pertanggungjawabkan. e. Rasional dan realistis Rasional dan realistis adalah analisis terhadap suatu masalah, suatu hal, dan suatu kejadian menggunakan pemikiran yang dapat diterima akal dan juga sesuai dengan kenyataannya. Rasional berarti memandang suatu permasalahan sesuai dengan akal sehat dan dapat diterima oleh akal. Sedangkan realistis berarti memandang suatu masalah sesuai dengan kenyaatan. 5. Ketidakpercayaan Diri Siswa Sekolah Dasar Tanda-tanda tidak percaya diri pada siswa Sekolah Dasar dapat dilihat dari tingkah lakunya, antara lain sebagai berikut (Thursan Hakim, 2005: 46-70). a. Cenderung enggan menghadapi kesulitan Gejala ini akan terlihat ketika siswa menghadapi suatu hal dengan tingkat kesulitan tinggi. Siswa tidak mau belajar walaupun disuruh orang tuanya, belajar dengan waktu sedikit walaupun akan menghadapi ujian, sering menolak apabila disuruh orang tua melakukan suatu pekerjaan, dan 29 lain sebagainya. Hal ini kemungkinan karena banyaknya fasilitas yang diberikan orang tuanya. Akibatnya, siswa hanya mau mengerjakan hal-hal yang menyenangkan dan tidak percaya diri untuk melakukan kegiatan positif dengan tingkat kesulitan tertentu. b. Tidak bisa mengerjakan pekerjaan rumah tanpa dibantu Salah satu rasa tidak percaya diri pada siswa ditunjukkan dengan seringnya siswa meminta bantuan saat mengerjakan pekerjaan rumah. Siswa merasa bahwa pekerjaan rumah sebagai satu beban dan membuatnya tidak percaya diri untuk bisa mengerjakan sendiri. Ia cenderung meminta bantuan orang lain dalam mengerjakan pekerjaan rumah. c. Merasa pelajaran sekolah sebagai beban Siswa yang tidak percaya diri akan merasa pelajaran sekolah menjadi beban dan membuatnya kurang yakin untuk bisa menghadapinya. Gejala ini bisa dilihat dari berbagai tingkah laku siswa, seperti sulit dibangunkan untuk pergi ke sekolah, malas belajar, tidak tertib di kelas, tidak peduli dengan PR, tidak serius dalam mempersiapkan diri menghadapi ujian, dan malas mempersiapkan buku pelajaran. d. Takut menghadapi temannya yang nakal Siswa dapat memperlihatkan gejala tidak percaya diri dalam bentuk kurang memiliki rasa aman, seperti merasa takut menghadapi temannya yang nakal. 30 e. Takut menghadapi guru Setiap siswa mempunyai tingkat kepercayaan diri dan keberanian yang berbeda dalam menghadapi orang dewasa, terutama guru di sekolah. Ada kalanya, guru yang mempunyai disiplin tinggi dan emosi tinggi, kurang menyadari bahwa sikap mereka bisa membuat siswa-siswanya takut. Pada siswa tertentu, ketakutan ini bisa terjadi secara berlebihan dan menimbulkan rasa tidak percaya diri. Ketidakpercayaan diri pada siswa tersebut, antara lain dapat terlihat saat siswa grogi setiap kali menjawab pertanyaan gurunya, gugup ketika tampil di depan kelas, tidak berani memandang ke depan pada saat guru mengajar, bahkan ada yang tidak berani pergi ke sekolah. f. Tidak berani tampil di depan kelas Ketidakberanian siswa tampil di depan kelas merupakan salah satu bentuk adanya rasa tidak percaya diri. Misalnya, siswa menolak setia kali guru menyuruhnya untuk bernyanyi, mengerjakan soal, atau membaca. Hal ini kemungkinan karena siswa kurang dibiasakan untuk berani mengekspresikan isi hatinya dan beradaptasi dengan berbagai situasi seperti interaksi dengan banyak orang. g. Tidak berani bertanya dan menyatakan pendapat Ketidakpercayaan diri siswa dalam bentuk ketidakberanian untuk bertanya dan menyatakan pendapat banyak terjadi di sekolah. Dalam proses pembelajaran, seringkali terjadi ketika seorang guru memberikan kesempatan pada muridnya untuk bertanya, sebagian besar dari mereka tidak berani 31 bertanya sekalipun belum mengerti pelajaran yang diterangkan guru. Demikian pula, ketika mereka diberi kesempatan untuk menyatakan pendapat, sebagian besar tidak berani melakukannya. h. Mudah panik dalam menghadapi masalah Ada kalanya, siswa memperlihatkan gejala mudah panik, bingung, atau menghindar setiap kali menghadapi masalah. Sikap itu biasanya bukan disebabkan masalah yang dihadapinya sangat sulit, tetapi lebih sering karena adanya rasa tidak percaya diri bahwa ia akan mampu mengatasi masalah. i. Sering mengisolasi diri Mengisolasi diri atau sebaliknya diisolasi oleh teman-temannya sering dialami oleh siswa tertentu di dalam lingkungan sekolah. Siswa lebih banyak diam dan mengisolasi diri. Ia juga biasa menjadi korban dari gurauan dan ejekan teman-temannya. j. Cenderung mundur dalam menghadapi masalah Orang dengan rasa percaya diri akan bisa menghadapi tantangan. Ada kalanya, siswa tertentu memperlihatkan gejala tidak bisa menghadapi tantangan, misalnya malas mengerjakan PR, selalu meminta bantuan orang lain untuk mengerjakan PR padahal belum mencoba sendiri mengerjakannya, sering mencontek saat menghadapi tes atau ulangan, sulit bergaul dengan orang yang baru dikenal, tidak berani menjawab pertanyaan sekalipun bisa menjawab. 32 6. Menumbuhkan Kepercayaan Diri Siswa Percaya diri merupakan modal dasar seorang anak dalam memenuhi berbagai kebutuhannya sendiri. Banyak hal yang dapat dilakukan dalam menumbuhkan rasa percaya diri pada siswa. Kepercayaan diri bukan dipaksakan, melainkan ditumbuhkan. Berikut ini beberapa hal yang dapat dilakukan untuk menumbuhkan kepercayaan diri pada siswa (Anita Lie, 2004: 70-99). a. Memberi semangat dan dorongan bagi kemajuan siswa Anak usia sekolah dasar mempunyai kebutuhan untuk membuktikan kemampuan dan prestasinya. Ia mengharapkan orang-orang yang dekat dengannya bisa mengakui prestasinya. Guru dapat memberi pujian atau hadiah bagi siswa sebagai pendorong semangat. b. Memahami beban dan kesulitannya serta beri ruang untuk kegagalan Tidak setiap siswa mampu mengukir prestasi terus menerus. Adakalanya, siswa mengalami kegagalan, misalnya nilai ulangannya jelek atau kalah dalam suatu perlombaan. Ketika siswa mengalami kegagalan, jangan mencemooh atau menjatuhkannya agar siswa tidak patah semangat. Siswa perlu diajak memikirkan sebab-sebab kegagalannya sehingga ia tidak melakukannya di kemudian hari. c. Memberikan tanggung jawab pada anak untuk melakukan pekerjaan rutin Sebenarnya sejak dini, secara alamiah anak mempunyai dorongan untuk bertanggungjawab atas diri mereka sendiri. Sayangnya, orang tua sering terlalu memanjakan anak. Di sekolah, guru dapat mengajarkan siswa untuk 33 memikul tanggung jawab, misalnya melaksanakan tugas piket, meberikan tugas rutin, dan lain-lain. d. Melibatkan siswa dalam perencanaan sebuah kegiatan Melibatkan siswa dalam perencanaan kegiatan di sekolah, misalnya karya wisata mempunyai tujuan. Pertama, siswa akan merasa berharga dan berguna.Keterlibatan siswa akan membuatan kegiatan lebih berkesan. Kedua, kegiatan ini merupakan kesempatan untuk membuat siswa bisa melihat relevansi dari semua pengetahuan yang ia dapatkan dengan kehidupan seharihari. e. Memberi kesempatan untuk berhadapan dengan orang lain Siswa perlu dibimbing untuk berinteraksi dengan orang lain agar tumbuh kepercayaan diri. Setelah siswa belajar berinteraksi dengan guru dan teman-temannya di kelas, siswa perlu diberi kesempatan untuk berinteraksi dengan warga sekolah lain, seperti guru lain, kepala sekolah, penjaga sekolah, dan kakak maupun adik kelasnya. Hal ini dapat menumbuhkan kepercayaan diri siswa karena ia sudah mulai belajar berani berhadapan dengan orang lain. f. Mengajarkan pada siswa untuk mengatur keuangannya sendiri Kemampuan mengatur keuangan dapat diajarkan sejak dini. Siswa perlu diajarkan sesuai dengan tahap perkembangan mereka. Pada anak usia 6-12 tahun, siswa sudah bisa secara bertahap mengelola keuangannya sendiri agar mampu belajar bertanggung jawab. 34 g. Memberi ruang untuk perbedaan pendapat dan keinginan Guru maupun orang tua perlu memahami bahwa setiap siswa merupakan pribadi yang bebas. Bebas yang dimaksud yaitu kebebasan berpikir dan berperasaan. Siswa yang mempunyai kebebasan berpikir dan berperasaan akan tumbuh menjadi manusia yang percaya diri. Oleh karenanya, biasakan untuk menghargai siswa dan memberikan kebebasan sesuai dengan tahapan perkembangannya. h. Menjadi teman yang baik bagi siswa Guru perlu menjadi teman yang baik dalam situasi tertentu. Kadangkala siswa membutuhkan orang lain yang bisa diajak bicara dan mau mengerti permasalahannya. i. Mengajarkan pada siswa bahwa untuk mendapatkan sesuatu membutuhkan usaha Guru perlu memotivasi dan mengajarkan untuk berusaha dan berjuang agar bisa mendapatkan sesuatu yang berharga. Pengalaman perjuangan ini meningkatkan proses pendewasaan siswa. Siswa akan merasakan kebanggan pada dirinya sendiri ketika ia berhasil mendapatkan sesuatu melalui sebuah perjuangan. j. Menghargai hasil karya siswa Hal kecil yang dapat dilakukan guru atas hasil karya siswa yaitu memberikan pujian. Selain itu, agar siswa merasa hail karyanya dihargai, guru dapat memajang hasil karya siswa di sudut ruang kelas atau di papan sekolah. Hal ini dapat menumbuhkan rasa percaya diri pada siswa. 35 C. Karakteristik Siswa Sekolah Dasar Siswa sekolah dasar berada pada masa kanak-kanak akhir yang umumnya berusia 6 sampai 12 tahun. Dilihat dari perkembangannya, karakteristik siswa sekolah dasar yang berada pada masa kanak-kanak akhir yaitu sebagai berikut (Desmita, 2010: 153-188). 1. Fisik Secara fisik, pertumbuhan anak pada masa kanak-kanak akhir relatif lambat dan seragam, sebelum mengalami perkembangan pesar pada masa pubertas. Pertumbuhan fisik anak lebih terlihat pada peningkatan berat badan daripada pertambahan panjang badannya. Pertumbuhan fisik ini akan memberikan kemampuan pada anak untuk berpartisipasi dalam aktivitas-aktivitas baru. Anak akan lebih cepat dalam berlari dan semakin pandai melompat. 2. Kognitif Menurut Piaget, pemikiran anak usia sekolah dasar termasuk dalam operasional konkret. Anak sudah mampu berpikir logis terhadap benda-benda atau objek yang sifatnya konkret. Dan juga, mulai mampu memecahkan masalahmasalah yang bersifat konkret. Disini terlihat pemikiran anak sudah mulai berkembang. Dilihat dari perkembangan bahasa, perbendaharaan kosa kata anak usia sekolah dasar yang ia pergunakan dalam percakapan ataupun tulisan, sudah meningkat. Peningkatan perbendaharaan kosa kata ini, didapatkan dari berbagai pelajaran di sekolah, bacaan, pembicaraan dengan anak-anak lain, serta melalui radio dan televisi. Selain peningkatan dalam perbendaharaan kosa kata, anak usia 36 sekolah dasar juga lebih analitis terhadap kata-kata. Hal ini memungkinkan anak menambah kosa kata yang lebih abstrak ke dalam perbendaharaan katanya. 3. Psikososial Pada usia anak sekolah dasar, kehidupan psikososial anak akan semakin kompleks. Sekolah dan guru menjadi aspek penting dalam perkembangan psiokososialnya, di samping hubungan dengan keluarga dan teman sebaya yang masih tetap mempengaruhi kehidupan anak. Berikut ini beberapa aspek penting dalam perkembangan psikososial anak usia akhir yang berada pada masa kanakkanak akhir. a. Konsep diri Konsep diri anak pada usia sekolah dasar mengalami perubahan yang sangat pesat. Pada usia ini, anak lebih memahami dirinya melalui karakteristik internal dibandingkan karakteristik ekternal. Anak lebih memandang dirinya pada aspek psikologis, seperti sifat kepribadian, misalnya pintar, pemarah, dibanding karateristik dirinya secara fisik, misalnya rambut panjang, warna mata, dan lainnnya. Secara sosial, konsep diri anak juga meningkat. Livesly & Bromley (Desmita, 2010: 181) mengatakan bahwa anak-anak sekolah dasar seringkali menjadikan kelompok-kelompok sosial sebagai acuan dalam mendeskripsikan dirinya. Dengan artian, anak akan mendeskripsikan dirinya sesuai dengan kelompok sosial yang ia ikuti, seperti seorang pramuka, kelompok paduan suara, bisa juga kelompok yang ia bentuk sendiri, misalnya ia dan dua teman karibnya. 37 Selain itu, anak sekolah dasar juga mengacu pada perbandingan sosial dalam mendeskripsikan dirinya. Anak-anak cenderung membedakan dirinya dengan orang lain secara komparatif daripada secara absolut. Anak tidak lagi memandang dirinya tentang apa yang dapat ia lakukan dan tidak dapat ia lakukan, tetapi memandang apa yang dapat ia lakukan dibanding dengan apa yang dapat orang lain lakukan. Apabila ia memandang dirinya lebih buruk dari orang lain, maka ia akan merasa rendah diri. b. Hubungan dengan teman sebaya Interaksi dengan teman sebaya merupakan kegiatan yang menyita waktu anak usia sekolah dasar. Semakin bertambah usia, semakin banyak waktu yang ia habiskan untuk berinteraksi bersama teman sebayanya. c. Pembentukan kelompok Usia anak sekolah dasar sering disebut usia kelompok. Ia biasanya berinteksi dengan teman sebayanya melalui kegiatan kelompok. Anak sekolah dasar akan berusaha agar ia bisa diterima dan disenangi oleh kelompoknya. d. Sekolah Sekolah memegang peranan penting dalam perkembangan anak sekolah dasar. Waktunya banyak dihabiskan di sekolah. Interaksi dengan teman dan guru akan mengembangkan kemampuan kognitif, sosial, dan juga konsep diri anak. Rita Eka Izzaty, dkk. (2008: 105-115) menyatakan pula karakteristik anak pada masa kanak-kanak akhir. Masa kanak-kanak akhir sering disebut sebagai masa usia sekolah atau masa sekolah dasar. 38 1. Fisik Pertumbuhan fisik anak cenderung lebih stabil. Anak bertambah tinggi, bertambah berat, menjadi lebih kuat, serta belajar banyak keterampilan. Pertumbuhan fisik setiap anak akan bervariasi. Hal ini salah satunya dipengaruhi oleh faktor asupan gizi yang diberikan pada anak. 2. Kognitif Pada masa operasional konkret, anak dapat melakukan pekerjaan yang lebih tinggi daipada masa sebelumnya. Kemampuan berpikir anak meningkat. Anak sudah lebih mampu berpikir logis, belajar, mengingat dan berkomunikasi. Dalam hal ini, kemampuan berpikir anak berkembang dari sederhana ke tingkat yang lebih rumit. 3. Bahasa Perkembangan bahasa anak terus meningkat pada masa ini. Selain peningkatan perbendaharaan kata, anak juga belajar memilih kata yang tepat untuk penggunaan tertentu. Anak juga mulai belajar berkomunikasi dengan berbicara dengan baik pada orang lain. 4. Moral Perkembangan moral anak ditandai dengan adanya kemampuan anak untuk memahami aturan, norma, etika yang berlaku di masyarakat. Perkembangan moral ini dipengaruhi oleh pola asuh orang tua dan perilaku orang-orang disekitarnya. 5. Emosi Emosi anak sekolah dasar berkembang seiring dengan berkembangnya interaksi dengan teman sebaya dan juga teman sekolah. Anak berusaha 39 menghindari emosi yang kurang baik agar diterima oleh teman-temannya. Menurut Hurlock, ungkapan emosi yang muncul pada anak usia sekolah dasar yaitu amarah, takut, cemburu, ingin tahu, iri hati, gembira, sedih, dan kasih sayang. 6. Sosial Dari segi sosial, interaksi anak sudah mulai berkembang. Interaksi dengan keluarga, teman sebaya, sekolah memiliki peran penting bagi anak. Anak banyak terlibat dalam aktivitas bermain dengan teman sebayanya maupun teman sekolah. Melalui kegiatan ini, anak akan mendapatkan pengalaman berharga. Bermain secara berkelompok memberikan peluang dan pelajaran pada anak untuk berinteraksi, bertenggang rasa dengan sesama teman. Senada dengan pendapat di atas, Anita Lie (2004: 65-66) juga mengungkapkan karakteristik siswa sekolah dasar yang berada pada usia sekitar 6-12 tahun dilihat dari perkembangannya, yaitu sebagai berikut. 1. Kognitif Daya konsentrasi anak usia sekolah dasar sudah meningkat. Anak bisa berpikir dengan lebih baik dan membentuk sistem logika. Selain itu, anak juga mampu berimajinasi dengan baik. Anak sudah menyadari adanya peraturan, seperti aturan dalam permainan dan aturan dalam masyarakat. 2. Sosial Dilihat dari segi sosial, anak usia sekolah dasar mulai belajar bekerja sama dengan temannya. Anak mulai menyadari bahwa hidup tidak hanya untuk bermain saja. Mereka mulai sadar bahwa dalam hidup juga membutuhkan orang lain. 40 Selain itu, anak juga mulai membandingkan dirinya dengan anak lain. Ia ingin memiliki apa yang dimiliki anak lain atau ingin melakukan apa yang anak lain bisa lakukan. Apabila tidak terpenuhi, maka ia akan rendah diri. 3. Moral Anak menilai moral yang baik adalah yang dapat menyenangkan atau membantu orang lain. Anak berusaha melakukan hal yang disukai orang di sekitarnya dengan maksud untuk mencari persetujuan tentang apa yang baik atau tidak baik untuk dilakukan. Pada masa ini, anak akan menghormatiorang tua dan gurunya serta cenderung untuk tidak menentang. D. Penelitian yang Relevan Budi Andayani dan Tina Afiatin (1996) dalam penelitiannya yang dimuat di Jurnal Psikologi 1996, XXIII (2) yang berjudul Konsep Diri, Harga Diri, dan Kepercayaan Diri Remaja. Kepercayaan diri merupakan salah satu aspek kepribadian yang penting dalam kehidupan manusia. Dari pendapat para ahli konsep diri dan harga diri mempunyai hubungan dengan tinggi rendahnya kepercayaan diri. Penelitian tersebut membuktikan secara empirik hubungan antara konsep diri, harga diri, dan kepercayaan diri. Subjek penelitian siswa SMP PIRI Ngabean sebanyak 208 orang, data diolah dengan analisis product moment dari Pearson. Diperoleh dukungan terhadap hipotesis penelitian yaitu bahwa ada hubungan yang positif antara konsep diri dan kepercayaan diri sebesar rxy=0,808 (p<0,01); dan ada hubungan positif antara harga diri dengan kepercayaan diri sebesar rxy=0,606 (p<0,01). 41 E. Kerangka Pikir Kepercayaan diri merupakan salah satu aspek kepribadian yang penting ditanamkan sejak dini. Banyak masalah yang timbul akibat tidak percaya diri. Siswa yang mencontek merupakan salah satu contoh bahwa siswa tersebut tidak percaya pada kemampuannya sendiri. Masih banyak contoh lain yang menggambarkan masalah kepercayaan diri ini. Kepercayaan diri tidak muncul dengan sendirinya. Kepercayaan diri terbentuk dari interaksi dengan lingkungannya, terutama lingkungan keluarga. Lingkungan keluarga memegang peranan penting dalam pembentukan kepercayaan diri anak, karena lingkungan keluaraga merupakan lingkungan pertama dan utama dalam perkembangan kepribadian anak. Banyak faktor yang mempengaruhi kepercayaan diri, salah satunya yaitu konsep diri. Konsep diri merupakan gambaran, pandangan, pikiran, perasaan, mengenai diri sendiri dan pandangan diri di mata orang lain yang meliputi keyakinan fisik, psikologis, sosial, emosional, dan prestasi yang mereka capai. Siswa yang tidak percaya diri mempunyai gambaran negatif pada dirinya sendiri. Tidak percaya diri berarti ungkapan untuk mengartikan pernyataan ketidakmampuan siswa untuk mengerjakan sesuatu. Siswa berpikir dan menilai negatif dirinya sendiri sehingga muncul perasaaan tidak menyenangkan dan dorongan atau kecenderungan untuk menghindari apa yang akan dilaksanakannya itu. Dengan kata lain, konsep diri yang rendah pada siswa ini akan memunculkan persepsi negatif, yang tentunya akan menimbulkan rendahnya percaya diri. 42 Siswa yang memandang dirinya bodoh, akan merasa bahwa ia tidak mampu mengerjakan soal. Karena dalam dirinya sudah tertanam persepsi negatif maka akhirnya muncul rasa tidak percaya akan kemampuannya sendiri. Akibatnya siswa tersebut mencontek saat mengerjakan soal ulangan atau mengerjakan soal seadanya, tidak mau berusaha terlebih dahulu. Siswa yang memandang bahwa dirinya jelek dapat menjadi tidak percaya diri ketika tampil di depan temantemannya. Siswa yang menganggap dirinya adalah anak yang nakal, akan bertingkah tidak menyenangkan dan menganggu teman-temannya. Lain halnya dengan siswa yang mempunyai konsep positif pada dirinya sendiri. Siswa yang memiliki konsep diri positif, tentu akan memiliki perasaaan positif dalam dirinya. Perasaan positif inilah yang menyebabkan adanya perkembangan komunikasi maupun identitas diri yang lebih baik pada diri seseorang sehingga menimbulkan rasa percaya diri. Paradigma penelitian yang berupa pola pikir hubungan antara dua variabel adalah seperti berikut: X Y Y Gambar 1. Paradigma Penelitian (Sugiyono, 2010: 216) X : Konsep Diri Y : Kepercayaan Diri F. Hipotesis Penelitian Hipotesis yaitu suatu jawaban yang bersifat sementara terhadap permasalahan penelitian, sampai terbukti melalui data yang terkumpul. Setelah 43 mendalami permasalahan penelitian, maka membuat teori sementara yang kebenarannya masih perlu diuji (Suharsimi Arikunto, 2006: 71). Berdasarkan macam rumusan masalah dalam penelitian ini, terdapat dua hipotesis deskriptif dan satu hipotesis asosiatif. Bila terdapat kesulitan dalam merumuskan hipotesis deskriptif, maka hipotesis tersebut tidak perlu dirumuskan, tetapi rumusan masalahnya saja yang harus dijawab dengan perhitungan statistik (Sugiyono, 2010: 216). Dalam penelitian ini, hipotesis asosiatif yang diajukan yaitu: “Ada pengaruh positif dan signifikan antara konsep diri terhadap kepercayaan diri siswa kelas V SD se-Gugus Sadewa Kecamatan Temanggung”. 44