9 BAB II KAJIAN PUSTAKA A. Konsep Diri 1. Pengertian Konsep Diri

advertisement
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Konsep Diri
1.
Pengertian Konsep Diri
William D. Brooks (Jalaluddin Rakhmat, 2007: 99) mendefinisikan konsep
diri sebagai “those physical, social, and psychological perceptions of ourselves
that we have derived from experiences and our interaction with others”. Konsep
diri adalah pandangan dan perasaan kita tentang diri kita sendiri. Persepsi ini bisa
bersifat psikologi, sosial, dan fisik. Persepsi yang bersifat psikologi misalnya
pandangan mengenai watak sendiri. Persepsi yang bersifat sosial misalnya
pandangannya tentang bagaimana orang lain menilai dirinya. Persepsi yang
bersifat fisik misalnya pandangan tentang penampilannya sendiri.
Anita Taylor (Jalaluddin Rakhmat, 2007: 100) mendefinisikan konsep diri
sebagai “all you think and feel about you, the entire complex of beliefs and
attitudes you hold about yourself”. Konsep diri meliputi apa yang kita pikirkan
tentang diri kita sendiri dan yang kita rasakan tentang diri kita sendiri.
Calhaoun dan Acocella (M. Nur Ghufron dan Rini Risnawati S, 2012: 13-14)
mendefinisikan konsep diri sebagai gambaran mental diri seseorang. Hurlock
menyatakan bahwa konsep diri merupakan gambaran seseorang mengenai dirinya
sendiri yang merupakan gabungan dari keyakinan fisik, psikologis, sosial,
emosional aspiratif, dan prestasi yang mereka capai. Burn mendefinisikan konsep
diri sebagai kesan terhadap diri sendiri secara keseluruhan yang mencakup
pendapatnya terhadap diri sendiri, pendapat tentang gambaran diri di mata orang
lain, dan pendapatnya tentang hal-hal yang dicapai.
9
Buss (Asip F. Hadipranata, dkk, 2000: 74) menyatakan bahwa konsep diri
diartikan sebagai gambaran keadaan diri sendiri yang dilakukan seseorang
terhadap dirinya sendiri. Pendapat dari Arndt mengatakan bahwa konsep diri
merupakan konsep seseorang mengenai keseluruhan tentang dirinya sendiri, baik
dari segi kejasmanian maupun psikisnya.
Menurut Hendra Surya (2007: 3) mengatakan bahwa konsep diri adalah
gambaran, cara pandang, keyakinan, pemikiran, perasaan terhadap apa yang
dimiliki orang tentang dirinya sendiri yang meliputi kemampuan, karakter diri,
sikap, perasaan, kebutuhan, tujuan hidup, dan penampilan diri. Konsep diri ini
sangat dipengaruhi oleh gabungan keyakinan karakter fisik, psikologis, sosial,
aspirasi, prestasi, dan bobot emosional yang menyertainya.
Berdasarkan beberapa pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa
konsep diri adalah gambaran, pandangan, pikiran, perasaan, mengenai diri sendiri
dan pandangan diri di mata orang lain yang meliputi keyakinan fisik, psikologis,
sosial, emosional, dan prestasi yang mereka capai.
2.
Pembentukan Konsep Diri
Elizabeth B. Hurlock (1978: 59-60) menyatakan bahwa konsep diri bersifat
hierarki. Konsep diri primer merupakan yang pertama terbentuk atas dasar
pengalaman anak di rumah. Konsep diri ini dibentuk dari berbagai konsep terpisah,
yang masing-masing merupakan hasil dari pengalaman dengan anggota keluarga.
Konsep diri primer mencakup gambaran diri (self image), baik itu fisik maupun
psikologis.Dengan meningkatnya pergaulan dengan orang di luar rumah, anak
memperoleh konsep lain tentang diri mereka. Ini membentuk konsep diri sekunder.
10
Konsep diri ini berhubungan dengan bagaimana anak melihat dirinya melalui
mata orang lain. Konsep diri ini juga akan membentuk gambaran diri (self image).
Gambaran diri (self image) merupakan cara seseorang melihat dirinya dan
berpikir mengenai dirinya. Hal ini akan berpengaruh terhadap bagaimana
seseorang berpikir, merasakan, dan berperilaku. Gambaran diri mulai muncul
pada masa balita, dimana anak-anak mulai mengembangkan kesadaran diri.
Setelah terbentuknya gambaran-gambaran diri akan terbentuk pula penilaian
terhadap harga diri. Jika anak melihat tinggi dirinya, maka akan mendapat harga
diri (self esteem) yang tinggi pula. Jika anak melihat dirinya rendah, maka akan
mendapat harga diri (self esteem) yang rendah pula. Perasaan harga diri
berkembang pada masa awal kanak-kanak dan terbentuk dari interaksi anak
dengan orang tua mereka.
Kemudian menurut Amaryllia Puspasari (2007: 19-32) terdapat beberapa
penggolongan mengenai pembentukan konsep diri.
a.
Pola pandang diri subjektif (subjective self)
Konsep diri terbentuk melalui pengenalan diri. Pengenalan diri
merupakan proses bagaimana orang melihat dirinya sendiri. Proses ini dapat
terjadi saat orang melihat bayangannya sendiri di cermin. Apa yang
dipikirkan seseorang pada proses pengenalan diri ini dapat terdiri dari
gambaran-gambaran diri (self image), baik itu potongan visual maupun
persepsi diri. Potongan visual ini seperti bentuk wajah dan tubuh yang
dicermati ketika bercermin, sedangkan persepsi diri biasanya diperoleh dari
11
komunikasi terhadap diri sendiri maupun pengalaman berinteraksi dengan
orang lain.
b. Bentuk dan bayangan tubuh (body image)
Selain melalui proses pengenalan diri yang biasa dilakukan dengan
melihat bayangan diri sendiri di cermin, pembentukan konsep diri dapat
melalui penghayatan diri terhadap bentuk fisiknya. Persepsi ataupun
pengalaman emosional dapat memberikan pengaruh terhadap bagaimana
seseorang mengenali bentuk fisiknya.
c. Perbandingan ideal (the ideal self)
Salah satu proses pengenalan diri adalah dengan membandingkan diri
dengan sosok ideal yang diharapkan. Dengan melihat sosok ideal yang
diharapkannya, seseorang akan mengacu pada sosok tersebut dalam proses
pengenalan dirinya. Pada masa anak-anak, lingkungan keluarga menjadi pusat
pembentukan konsep diri pada anak.
d.
Pembentukan diri secara sosial (the sosial self)
Proses pembentukan diri secara sosial merupakan proses dimana
seseorang mencoba untuk memahami persepsi orang lain terhadap dirinya.
Penilaian kelompok terhadap seseorang akan membentuk konsep diri pada
orang tersebut.
3.
Perkembangan Konsep Diri
Konsep diri tidak berkembang dengan sendirinya, tetapi berkembang
dengan adanya interaksi dengan orang yang lain, khususnya dengan lingkungan
sosial. Menurut Calhaoun dan Acocella (1990: 74-75), ketika lahir manusia tidak
12
memiliki konsep diri, pengetahuan tentang dirinya sendiri, harapan terhadap
dirinya sendiri, dan penilaian terhadap dirinya sendiri. Namun, secara perlahanlahan seseorang mulai dapat membedakan “aku” dan “bukan aku”. Saat itulah, ia
mulai menyadari apa yang dilakukannya seiring dengan menguatnya panca indra.
Panca indera akan semakin menguat dan mulai membentuk gagasan tentang
hubungan antara “aku” dan bukan aku“. Seseorang mulai dapat membedakan dan
belajar tentang dunia yang bukan aku. Dalam hal ini, ia sedang membangun
konsep diri.
Kemajuan besar dalam perkembangan konsep diri terjadi ketika seseorang
mulai menggunakan bahasa, yaitu sekitar umur satu tahun. Seseorang akan
memperoleh informasi yang lebih banyak tentang dirinya dengan memahami
perkataan orang lain. Terlebih lagi, ketika seseorang belajar berpikir dengan
menggunakan kata-kata Pada saat itulah, konsep diri, baik positif maupun negatif
mulai terbentuk. Konsep diri tentu saja terus berkembang sepanjang hidup, tetapi
cenderung berkembang sepanjang garis yang telah terbentuk pada awal masa
kanak-kanak.
Calhaoun dan Acocella (1990: 76-78) mengemukakan bahwa sumber
informasi yang penting dalam pembentukan konsep diri, antara lain:
a.
Orang tua
Orang tua merupakan kontak sosial yang paling awal dan paling kuat
yang dialamai seseorang. Orang tua sangat berpengaruh terhadap diri anak.
Orang tua merupakan pihak yang pertama ia kenal dan merupakan sumber
13
informasi yang paling utama. Orang tua mengajarkan bagaimana menilai diri
sendiri.
b.
Kawan sebaya
Selain membutuhkan cinta dari orang tua, seseorang juga membutuhkan
penerimaan dari kawan sebaya. Apa yang diungkapkan oleh kawan sebaya
tentang dirinya akan menjadi penilaian terhadap dirinya.
c.
Masyarakat
Seperti halnya orang tua dan kawan sebaya, masyarakat juga
memberitahu seseorang bagaimana mendefinisikan dirinya sendiri. Dalam
masyarakat terdapat norma-norma yang akan membentuk konsep diri
seseorang, misalnya pemberian perlakuan yang berbeda pada laki-laki dan
perempuan akan membuat laki-laki dan perempuan berbeda dalam
berperilaku.
4.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Konsep Diri
Konsep diri seseorang dipengaruhi oleh banyak faktor yang beragam untuk
setiap orang. Amaryllia Puspasari (2007: 43-45) menyebutkan beberapa faktor
yang mempengaruhi konsep diri, yaitu sebagai berikut.
a.
Keterbatasan ekonomi
Lingkungan dengan keterbatasan ekonomi dapat menimbulkan masalah
perkembangan. Kesulitan hidup secara ekonomi dapat mengakibatkan konsep
diri yang rendah pada diri anak.
14
b.
Kelas sosial
Kelompok-kelompok yang menganggap dirinya kelompok minoritas,
cenderung mempunyai konsep diri yang rendah. Hal ini berkaitan dengan
rendahnya kelas sosial mereka.
Jalaluddin Rakhmat (2007: 100-104), menyatakan faktor-faktor yang
mempengaruhi konsep diri, yaitu orang lain dan kelompok rujukan.
a.
Orang lain
Konsep diri dapat terbentuk melalui penilaian orang lain. Apabila
seseorang diterima orang lain, dihormati, dan disenangi karena keadaan
dirinya sendiri, orang tersebut akan cenderung bersikap menghormati dan
menerima dirinya. Sebaliknya, apabila orang lain selalu meremehkan,
menyalahkan dan menolaknya, maka orang tersebut akan cenderung tidak
menyenangi dirinya sendiri.
Tidak semua orang lain mempunyai pengaruh yang sama terhadap diri
seseorang. Ada yang paling berpengaruh, yaitu orang-orang yang paling dekat
yang sering disebut significant others (orang yang paling penting). Ketika
masih anak-anak, mereka adalah orang tua, saudara-saudara dan orang yang
tinggal satu rumah. Dari merekalah, secara perlahan-lahan seseorang
membentuk konsep dirinya.
b.
Kelompok rujukan (reference group)
Kelompok rujukan merupakan kelompok yang mengikat diri seseorang
secara emosional. Kelompok rujukan mempengaruhi terbentuknya konsep
15
diri seseorang. Seseorang akan berperilaku dan menyesuaikan diri sesuai
dengan ciri-ciri kelompoknya agar diterima oleh kelompok tersebut.
Husdarta dan Nurlan Kusmaedi (2010: 199-201) menyatakan beberapa
faktor yang mempengaruhi konsep diri pada anak usia sekolah dasar, yaitu
sebagai berikut.
a.
Kondisi fisik
Kesehatan yang buruk ataupun cacat fisik menyebabkan anak tidak bisa
bermain atau beraktivitas seperti teman lainnya. Hal ini menyebabkan anak
berpandangan buruk terhadap dirinya sendiri. Sebaliknya, kondisi fisik yang
baik akan mengakibatkan anak berpandangan baik pada dirinya.
b.
Bentuk tubuh
Bentuk tubuh anak yang terlalu gemuk atau terlalu kurus akan
menyebabkan anak memandang dirinya berbeda dengan teman seusianya.
Sehingga membentuk konsep diri yang negatif baginya.
c.
Nama dan julukan
Nama atau julukan yang bersifat cemoohan menunjukan kelompok
minoritas pada anak yang mengakibatkan pembentukan konsep diri yang
negatif pada anak.
d.
Status sosial ekonomi
Anak dari status sosial tinggi akan merasa lebih baik dari teman-teman
sebayanya. Sebaliknya anak dari status sosial lebih rendah cenderung merasa
lebih buruk dari temn-temannya.
16
e.
Dukungan sosial
Dukungan dari teman sebaya akan mempengaruhi kepribadian anak
melalui konsep diri yang terbentuk. Anak yang paling populer dan anak yang
paling dikucilkan mendapat pengaruh yang besar pembentukan konsep
dirinya melalui dukungan teman sebanyanya ini.
f.
Keberhasilan dan kegagalan
Semakin banyak keberhasilan yang diperoleh anak, maka konsep diri
yang terbentuk semakin baik. Sebaliknya, semakin banyak kegagalan yang
diterima anak, maka konsep diri yang terbentuk semakain buruk.
g.
Intelegensi
Intelegensi yang kurang dari rata-rata membuat anak merasa kurang
dari teman-temannya. Selain itu, anak juga cenderung merasa adanya sikap
penolakan dari kelompoknya.
Dari beberapa pendapat di atas, maka dapat disimpulkan beberapa faktor
yang mempengaruhi konsep diri, yaitu
a. Orang lain
b. Kelompok rujukan
c. Kondisi fisik
d. Bentuk tubuh
e. Nama dan julukan
f. Status sosial dan ekonomi
g. Dukungan sosial
h. Keberhasilan dan kegagalan
17
i. Intelegensi
5.
Konsep Diri Positif dan Negatif
Konsep diri menurut Calhaoun dan Acocella (M. Nur Ghufron dan Rini
Risnawati S, 2012: 19-20), dibagi menjadi konsep diri positif dan konsep diri
negatif. Konsep diri positif adalah penerimaan yang mengarah individu ke arah
sifat yang rendah hati, dermawan, dan tidak egois. Orang dengan konsep diri
positif dapat memahami dan menerima sejumlah fakta yang bermacam-macam
tentang dirinya sendiri baik yang merupakan kekurangan maupun kelebihan.
Sedangkan, konsep diri negatif merupakan pandangan seseorang terhadap dirinya
yang tidak teratur, tidak memiliki kestabilan, dan keutuhan diri. Selain itu, bisa
juga konsep diri yang terlalu stabil dan terlalu teratur (kaku).
Ciri-ciri orang yang memiliki konsep diri positif menurut Jalaluddin
Rakhmat (2007: 105), yaitu sebagai berikut.
a. Yakin akan kemampuannya dalam mengatasi masalah.
b. Merasa setara dengan orang lain.
c. Menerima pujian tanpa rasa malu.
d. Menyadari bahwa setiap orang memiliki berbagai perasaan, keinginan,
dan perilaku yang tidak seluruhnya disetujui masyarakat.
e. Mampu memperbaiki dirinya karena ia sanggup mengungkapkan aspekaspek kepribadian yang tidak disenanginya dan berusaha mengubahnya.
Ciri-ciri orang yang memiliki konsep diri negatif menurut Jalaluddin
Rakhmat (2007: 105), yaitu sebagai berikut.
a. Peka terhadap kritik.
18
b. Responsif terhadap pujian.
c. Punya sikap hiperkritis.
d. Cenderung merasa tidak disukai orang lain.
e. Pesimis terhadap kompetisi.
Terdapat beberapa kondisi yang perlu diperhatikan guru saat pembelajaran
di kelas agar tumbuh konsep diri positif pada siswa, antara lain sebagai berikut.
a. Hindari labeling yang negatif.
b. Jangan mengancam dan menghukum secara psikologis.
c. Berikan motivasi bahwa setiap anak memiliki kemampuan dan
kekuatan yang berbeda.
d. Pupuk perasaan berarti bagi siswa.
e. Hargai setiap usaha siswa di kelas. Setiap usaha sekecil apapun akan
mewarnai identitas diri siswa(Tim Pustaka Familia, 2006: 36-37).
6.
Pengukuran Konsep Diri pada Anak
Berdasarkan teori Shavelson, seorang ahli Psikologi Perkembangan yaitu
Herbert W. Marsh mengembangkan alat ukur untuk mengukur konsep diri pada
anak. Teori Shavelson (Amaryllia Puspasari, 2007: 57-94) memberikan penjelasan
lengkap mengenai proses penggolongan jenis konsep diri yang ada pada anak. Hal
ini yang dijadikan sebagai dasar dalam membuat alat ukur untuk mengukur
konsep diri pada anak.
a.
Konsep diri kemampuan fisik
Konsep diri kemampuan fisik adalah kemampuan seseorang untuk
mendeskripsikan dirinya dalam melakukan kegiatan yang bersifat menguji
kemampuan fisik, seperti olahraga dan latihan-latihan fisik.
19
b.
Konsep diri penampilan fisik
Konsep diri penampilan fisik adalah deskripsi seseorang terhadap
penampilan fisiknya. Proses deskripsi ini bisa dilakukan melalui penilaian diri
sendiri, penilaian yang dilakukan dengan membandingkan diri dengan orang
lain, ataupun dari kumpulan pendapat orang lain mengenai diri kita.
c.
Konsep diri hubungan dengan lawan jenis
Konsep diri hubungan dengan lawan jenis adalah deskripsi diri dalam
membangun proses sosial dengan kelompok orang yang merupakan lawan
jenis dari orang tersebut.
d.
Konsep diri hubungan dengan teman sesama jenis kelamin
Konsep diri hubungan dengan teman sesama jenis kelamin merupakan
deskripsi diri dari proses hubungan dengan teman yang memiliki jenis
kelamin sama. Bedanya dengan konsep diri hubungan dengan lawan jenis
yaitu aspek sosialnya. Aspek sosial tersebut menyangkur kelompok orang
yang diajak untuk berkomunikasi sosial.
e.
Konsep diri hubungan dengan orang tua
Konsep diri hubungan dengan orang tua merupakan gambaran anak
dalam mendeskripsikan dirinya terhadap hubungannya dengan orang tuanya
sendiri.
f.
Konsep diri terhadap sikap jujur dan percaya
Konsep diri terhadap sikap jujur dan percaya merupakan gambaran
anak dalam mendeskripsikan dirinya terhadap sikap jujur dan percaya kepada
orang lain. Pembentukan konsep diri ini sangat penting karena pemahaman
20
deskripsi diri itu sendiri sangat berhubungan dengan tingkat kejujuran dan
kepercayaan seseorang terhadap orang lain.
g.
Konsep diri kestabilan emosi
Konsep diri kestabilan emosi merupakan gambaran terhadap proses
pengendalian emosi pada diri seseorang. Seseorang yang sulit mengendalikan
emosi dapat dilihat dari perilakunya, seperti mudah marah, selalu merasa
khawatir, dan mudah resah.
h.
Konsep diri akademis Matematika
Konsep diri akademis Matematika merupakan gambaran terhadap
kemampuan akademik seseorang dalam bidang Matematika. Konsep diri ini
sangat berpengaruh terhadap pengemabnag diri anak usia sekolah dalam hal
kemampuan akademis dan pemahaman dirinya sendiri.
i.
Konsep diri kemampuan verbal
Konsep diri kemampuan verbal merupakan gambaran seseorang
mengenai kemampuan dalam berkomunikasi dengan orang lain. Konsep diri
ini dapat digambarkan secara akademis melalui kemampuan anak dalam
memahami bahasa.
j.
Konsep diri akademis umum
Konsep diri akademis umum merupakan gambaran seseorang terhadap
kemampuan akademisnya. Pada anak usia sekolah, konsep diri ini dapat
digunakan untuk mengembangkan konsep diri yang ia miliki.
21
k.
Konsep diri umum
Konsep diri umum merupakan gambaran terhadap pemahaman dirinya
secara umum, tanpa spesifikasi secara khusus.
B. Kepercayaan Diri
1.
Pengertian Kepercayaan Diri
Willis (M. Nur Ghufron dan Rini Risnawati S, 2012: 34) mengatakan bahwa
kepercayaan diri adalah keyakinan bahwa seseorang mampu menanggulangi suatu
masalah
dengan
situasi
terbaik
dan
dapat
memberikan
sesuatu
yang
menyenangkan bagi orang lain.
Lauster (M. Nur Ghufron dan Rini Risnawati S, 2012: 34) menyatakan
bahwa kepercayaan diri merupakan salah satu aspek kepribadian yang berupa
keyakinan akan kemampuan diri sendiri sehingga tidak terpengaruh oleh orang
lain, optimis, toleran, dan bertanggung jawab.
Anthony (M. Nur Ghufron dan Rini Risnawati S, 2012: 34) berpendapat
bahwa kepercayaan diri merupakan sikap pada diri seseorang yang dapat
mengembangkan kesadaran diri, berpikir positif, dan memiliki kemandirian.
Menurut Kumara, kepercayaan diri merupakan ciri kepribadian yang mengandung
arti keyakinan terhadap kemampuan sendiri.
Kepercayaan diri menurut Branden (Asip F. Hadipranata, dkk, 2000: 75)
yaitu kepercayaan seseorang pada kemampuan yang ada dalam dirinya. Misiak
dan Sexton menyatakan bahwa orang yang mempunyai kepercayaan diri adalah
orang yang yakin akan kemampuannya dirinya, orang yang mandiri, dan orang
yang tidak suka meminta bantuan kepada pihak lain.
22
Thursan Hakim (2005: 6) mengartikan percaya diri sebagai suatu keyakinan
seseorang terhadap segala aspek kelebihan yang dimilikinya dan keyakinan
tersebut membuatnya merasa mampu untuk bisa mencapai berbagai tujuan
didalam hidupnya.
Menurut Anita Lie (2004: 4), percaya diri berarti yakin akan
kemampuannya untuk menyelesaikan suatu pekerjaan atau masalah. Seseorang
yang memiliki kepercayaan diri, akan merasa dirinya berharga dan mempunyai
kemampuan untuk menjalani hidup, mempertimbangkan berbagai pilihan dan
membuat keputusannya sendiri. Selain itu, orang yang percaya diri mempunyai
keberanian dan kemampuan untuk meningkatkan prestasinya.
Berdasarkan beberapa pengertian kepercayaan diri di atas, maka dapat
disimpulkan bahwa kepercayaan diri merupakan salah satu aspek kepribadian
yang
berupa
keyakinan
terhadap
kemampuannya
sendiri,
yakin
akan
kemampuannya dalam menyelesaikan masalah, dapat mengembangkan kesadaran
diri, berpikir positif, memiliki kemandirian, optimis, toleran, dan bertanggung
jawab.
2.
Proses Pembentukan Rasa Percaya Diri
Kepercayaan diri tidak muncul begitu saja tanpa proses. Kepercayaan diri
terbentuk melalui proses tertentu di dalam diri seseorang. Menurut Thursan
Hakim (2005: 6), terbentuknya kepercayaan diri dimulai dari terbentuknya
kepribadian yang baik dalam diri seseorang yang memunculkan kelebihankelebihan tertentu. Pemahaman seseorang terhadap kelebihan yang dimilikinya itu,
akan menimbulkan keyakinan pada dirinya bahwa ia mampu berbuat segala
23
sesuatu dengan memanfaatkan kelebihannya tersebut. Selain kelebihan, seseorang
tentu dilahirkan dengan kekurangan. Orang yang mampu memberikan reaksi
positif terhadap kelemahan yang dimilikinya, akan memiliki rasa percaya diri
yang baik. Dalam kesehariannya, ia akan menggunakan kelebihan yang
dimilikinya dengan baik.
Munculnya rasa ketidakpercayaan diri dalam diri seseorang juga melalui
proses yang panjang. Menurut Thursan Hakim (2005: 9), awal munculnya rasa
tidak percaya diri terbentuk dari lingkungan keluarga. Seseorang dilahirkan tidak
mungkin tanpa kekurangan. Terbentuknya berbagai kekurangan dalam aspek
kepribadian seseorang dapat meliputi berbagai aspek, seperti mental, fisik, sosial,
atau ekonomi. Pemahaman yang negatif terhadap kekurangan dirinya, tanpa
meyakini bahwa ia juga mempunyai kelebihan, akan menimbulkan rasa tidak
percaya diri. Akibatnya ia menjalani kehidupan sosialnya dengan bersikap negatif
pula, seperti suka menyendiri, lari dari tanggung jawab, mengisolasi diri dari
kelomok, dan lainnya yang justru semakin memperkuat rasa tidak percaya dirinya.
3.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kepercayaan Diri
Kepercayaan diri dipengaruhi oleh beberapa faktor. Menurut M. Nur
Ghufron dan Rini Risnawati S (2012: 37-38) sebagai berikut.
a.
Konsep diri
Menurut Anthony (M. Nur Ghufron dan Rini Risnawati S, 2012: 37)
terbentuknya kepercayaan diri pada seseorang diawali dengan perkembangan
konsep diri yang diperoleh dalam pergaulannya dalam suatu kelompok.
24
Menguatkan pendapat tersebut, Hendra Surya (2007: 3) mengatakan
bahwa munculnyagejala tidak percaya diri pada anak ketika akan melakukan
sesuatu terkait dengan persepsi diri dan konsep diri. Tidak percaya diri berarti
ungkapan untuk mengartikan pernyataan ketidakmampuan anak untuk
melaksanakan atau mengerjakan sesuatu. Anak berpikir dan menilai negatif
dirinya sendiri sehingga muncul perasaaan tidak menyenangkan dan
dorongan
atau
kecenderungan
untuk
menghindari
apa
yang
akan
dilaksanakannya itu. Jadi, untuk membangun kepercayaan diri anak, terlebih
dahulu harus membenahi, mengarahkan, dan mengembangkan konsep diri
positif pada anak.
Amaryllia Puspasari (2007: 6) mengatakan bahwa seseorang yang
memiliki konsep diri positif, akan memiliki perasaaan positif dalam dirinya.
Perasaan positif inilah yang menyebabkan adanya perkembangan komunikasi
yang lebih baik pada diri seseorang. Sebaliknya, konsep diri yang negatif
pada seseorang akan memunculkan persepsi negatif, yang akan menimbulkan
rendahnya percaya diri.
b.
Harga diri
Harga diri adalah penilaian seseorang yang dilakukan terhadap dirinya
sendiri. Konsep diri yang positif akan membentuk harga diri yang positif pula.
Harga diri seseorang akan mempengaruhi tingkat kepercayaan diri seseorang.
c.
Pengalaman
Anthony (M. Nur Ghufron dan Rini Risnawati S, 2012: 37) menyatakan
bahwa pengalaman masa lalu adalah hal terpenting untuk mengembangkan
25
kepribadian sehat. Pengalaman dapat menjadi faktor munculnya rasa percaya
diri pada diri seseorang. Begitu pula sebaliknya, pengalaman juga dapat
menjadi faktor yang menyebabkan menurunnya rasa percaya diri seseorang.
d.
Pendidikan
Tingkat pendidikan akan mempengaruhi kepercayaan diri seseorang.
Tingkat pendidikan yang rendah akan menjadikan orang tersebut tergantung
dan berada di bawah kekuasaan orang lain yang tingkat pendidikannya lebih
tinggi darinya. Sebaliknya, orang yang mempunyai pendidikan yang tinggi
akan memiliki tingkat kepercayaan diri yang lebih dibandingkan dengan yang
berpendidikan rendah.
Menurut Thursan Hakim (2005: 12-24), terdapat beberapa kondisi yang
mempengaruhi rasa percaya diri seseorang, yaitu sebagai berikut.
a.
Kelainan fisik
Kelainan fisik dapat menjadikan seseorang menjadi tidak percaya diri
apabila disikapi dengan negatif. Ia akan merasakan kekurangan yang ada pada
dirinya tersebut dan membanding-bandingkan dengan orang lain. Apabila
tidak disikapi dengan sikap positif, maka akan timbul rasa tidak percaya diri.
b.
Kondisi ekonomi
Seseorang dengan kondisi ekonomi yang kurang dapat menyebabkan
munculnya rasa tidak percaya diri dalam dirinya. Hal ini disebabkan
ketakutannya apabila tidak diterima oleh lingkungan sekitarnya, terlebih lagi
apabila lingkungan sekitarnya tergolong kalangan ekonomi menengah ke atas.
26
c.
Status sosial
Status sosial terkait dengan tingkatan-tingkatan tertentu dalam
masyarakat, seperti jabatan, pangkat, golongan, atau keningratan. Sama
halnya dengan seseorang dengan kondisi ekonomi yang kurang, status sosial
seseorang yang rendah dapat menyebabkan rendahnya kepercayaan diri
seseorang. Rasa tidak percaya diri untuk bisa diterima dalam interaksi sosial
dengan golongan yang lebih tinggi bisa dialami oleh orang status sosial yang
lebih rendah.
d.
Kecerdasan
Kecerdasan seseorang akan terliahat saat berinteraksi dengan orang lain
melalui komunikasi lisan. Orang yang cerdas akan mudah menyesuaikan diri
dengan lingkungan tempat ia berada. Kurangnya wawasan akan membuat
orang kesulitan berkomunikasi dengan orang lain yang lebih intelek. Hal ini
dapat menyebabkan seseorang merasa tidak percaya diri untuk bergabung
dengan kelompok tertentu.
e.
Pendidikan keluarga
Pendidikan keluarga merupakan pendidikan yang pertama dan utama
dalam membentuk perkebangan pribadi setiap orang. Apabila sejak kecil,
anak sudah mendapatkan pemahaman tentang mahkluk sosial yang
kedudukannya sama dengan orang lain, maka ia akan memiliki rasa percaya
diri. Sebaliknya, apabila ia memahami dirinya secara negatif dan memandang
dirinya memiliki kekurangan dibanding orang lain, maka akan muncul rasa
tidak percaya diri dalam dirinya.
27
Berdasarkan paparan di atas, maka dapat disimpulkan faktor-faktor yang
mempengaruhi kepercayaan diri yaitu:
a. Konsep diri
b. Harga diri
c. Pengalaman
d. Pendidikan
e. Kelainan fisik
f. Kondisi ekonomi
g. Status sosial
h. Kecerdasan
i. Pendidikan keluarga
4.
Karakteristik Kepercayaan Diri
Lauster (M. Nur Ghufron dan Rini Risnawati S, 2012: 35-36) menyatakan
orang yang memiliki kepercayaan diri positif ditunjukkan melalui sikap berikut ini.
a.
Keyakinan kemampuan diri
Keyakinan pada kemampuan diri adalah sikap positif seseorang tentang
dirinya. Seseorang yang percaya diri, akan merasa yakin terhadap
kemampuannya sendiri dan mampu bersungguh-sungguh akan apa yang
dilakukannya.
b.
Optimis
Optimis adalah sikap positif yang dimiliki seseorang yang selalu
berpandangan baik dalam menghadapi segala hal tentang diri dan
kemampuannya.
28
c. Objektif
Objektif berarti memandang suatu permasalahan sesuai dengan
kebenaran yang semestinya, bukan menurut kebenaran pribadi atau menurut
pendapat dirinya sendiri.
d.
Bertanggung jawab
Bertanggung jawab adalah kesediaan untuk menanggung segala sesuatu
yang telah menjadi konsekuensinya. Apa yang telah ia perbuat, berani ia
pertanggungjawabkan.
e.
Rasional dan realistis
Rasional dan realistis adalah analisis terhadap suatu masalah, suatu hal,
dan suatu kejadian menggunakan pemikiran yang dapat diterima akal dan
juga sesuai dengan kenyataannya. Rasional berarti memandang suatu
permasalahan sesuai dengan akal sehat dan dapat diterima oleh akal.
Sedangkan realistis berarti memandang suatu masalah sesuai dengan
kenyaatan.
5.
Ketidakpercayaan Diri Siswa Sekolah Dasar
Tanda-tanda tidak percaya diri pada siswa Sekolah Dasar dapat dilihat dari
tingkah lakunya, antara lain sebagai berikut (Thursan Hakim, 2005: 46-70).
a.
Cenderung enggan menghadapi kesulitan
Gejala ini akan terlihat ketika siswa menghadapi suatu hal dengan
tingkat kesulitan tinggi. Siswa tidak mau belajar walaupun disuruh orang
tuanya, belajar dengan waktu sedikit walaupun akan menghadapi ujian,
sering menolak apabila disuruh orang tua melakukan suatu pekerjaan, dan
29
lain sebagainya. Hal ini kemungkinan karena banyaknya fasilitas yang
diberikan orang tuanya. Akibatnya, siswa hanya mau mengerjakan hal-hal
yang menyenangkan dan tidak percaya diri untuk melakukan kegiatan
positif dengan tingkat kesulitan tertentu.
b.
Tidak bisa mengerjakan pekerjaan rumah tanpa dibantu
Salah satu rasa tidak percaya diri pada siswa ditunjukkan dengan
seringnya siswa meminta bantuan saat mengerjakan pekerjaan rumah. Siswa
merasa bahwa pekerjaan rumah sebagai satu beban dan membuatnya tidak
percaya diri untuk bisa mengerjakan sendiri. Ia cenderung meminta bantuan
orang lain dalam mengerjakan pekerjaan rumah.
c.
Merasa pelajaran sekolah sebagai beban
Siswa yang tidak percaya diri akan merasa pelajaran sekolah menjadi
beban dan membuatnya kurang yakin untuk bisa menghadapinya. Gejala ini
bisa dilihat dari berbagai tingkah laku siswa, seperti sulit dibangunkan untuk
pergi ke sekolah, malas belajar, tidak tertib di kelas, tidak peduli dengan PR,
tidak serius dalam mempersiapkan diri menghadapi ujian, dan malas
mempersiapkan buku pelajaran.
d.
Takut menghadapi temannya yang nakal
Siswa dapat memperlihatkan gejala tidak percaya diri dalam bentuk
kurang memiliki rasa aman, seperti merasa takut menghadapi temannya yang
nakal.
30
e.
Takut menghadapi guru
Setiap siswa mempunyai tingkat kepercayaan diri dan keberanian yang
berbeda dalam menghadapi orang dewasa, terutama guru di sekolah. Ada
kalanya, guru yang mempunyai disiplin tinggi dan emosi tinggi, kurang
menyadari bahwa sikap mereka bisa membuat siswa-siswanya takut. Pada
siswa tertentu, ketakutan ini bisa terjadi secara berlebihan dan menimbulkan
rasa tidak percaya diri.
Ketidakpercayaan diri pada siswa tersebut, antara lain dapat terlihat saat
siswa grogi setiap kali menjawab pertanyaan gurunya, gugup ketika tampil di
depan kelas, tidak berani memandang ke depan pada saat guru mengajar,
bahkan ada yang tidak berani pergi ke sekolah.
f.
Tidak berani tampil di depan kelas
Ketidakberanian siswa tampil di depan kelas merupakan salah satu
bentuk adanya rasa tidak percaya diri. Misalnya, siswa menolak setia kali
guru menyuruhnya untuk bernyanyi, mengerjakan soal, atau membaca. Hal
ini
kemungkinan
karena
siswa
kurang
dibiasakan
untuk
berani
mengekspresikan isi hatinya dan beradaptasi dengan berbagai situasi seperti
interaksi dengan banyak orang.
g.
Tidak berani bertanya dan menyatakan pendapat
Ketidakpercayaan diri siswa dalam bentuk ketidakberanian untuk
bertanya dan menyatakan pendapat banyak terjadi di sekolah. Dalam proses
pembelajaran, seringkali terjadi ketika seorang guru memberikan kesempatan
pada muridnya untuk bertanya, sebagian besar dari mereka tidak berani
31
bertanya sekalipun belum mengerti pelajaran yang diterangkan guru.
Demikian pula, ketika mereka diberi kesempatan untuk menyatakan pendapat,
sebagian besar tidak berani melakukannya.
h.
Mudah panik dalam menghadapi masalah
Ada kalanya, siswa memperlihatkan gejala mudah panik, bingung, atau
menghindar setiap kali menghadapi masalah. Sikap itu biasanya bukan
disebabkan masalah yang dihadapinya sangat sulit, tetapi lebih sering karena
adanya rasa tidak percaya diri bahwa ia akan mampu mengatasi masalah.
i.
Sering mengisolasi diri
Mengisolasi diri atau sebaliknya diisolasi oleh teman-temannya sering
dialami oleh siswa tertentu di dalam lingkungan sekolah. Siswa lebih banyak
diam dan mengisolasi diri. Ia juga biasa menjadi korban dari gurauan dan
ejekan teman-temannya.
j.
Cenderung mundur dalam menghadapi masalah
Orang dengan rasa percaya diri akan bisa menghadapi tantangan. Ada
kalanya, siswa tertentu memperlihatkan gejala tidak bisa menghadapi
tantangan, misalnya malas mengerjakan PR, selalu meminta bantuan orang
lain untuk mengerjakan PR padahal belum mencoba sendiri mengerjakannya,
sering mencontek saat menghadapi tes atau ulangan, sulit bergaul dengan
orang yang baru dikenal, tidak berani menjawab pertanyaan sekalipun bisa
menjawab.
32
6.
Menumbuhkan Kepercayaan Diri Siswa
Percaya diri merupakan modal dasar seorang anak dalam memenuhi
berbagai kebutuhannya sendiri. Banyak hal yang dapat dilakukan dalam
menumbuhkan rasa percaya diri pada siswa. Kepercayaan diri bukan dipaksakan,
melainkan ditumbuhkan. Berikut ini beberapa hal yang dapat dilakukan untuk
menumbuhkan kepercayaan diri pada siswa (Anita Lie, 2004: 70-99).
a.
Memberi semangat dan dorongan bagi kemajuan siswa
Anak usia sekolah dasar mempunyai kebutuhan untuk membuktikan
kemampuan dan prestasinya. Ia mengharapkan orang-orang yang dekat
dengannya bisa mengakui prestasinya. Guru dapat memberi pujian atau
hadiah bagi siswa sebagai pendorong semangat.
b.
Memahami beban dan kesulitannya serta beri ruang untuk kegagalan
Tidak setiap siswa mampu mengukir prestasi terus menerus.
Adakalanya, siswa mengalami kegagalan, misalnya nilai ulangannya jelek
atau kalah dalam suatu perlombaan. Ketika siswa mengalami kegagalan,
jangan mencemooh atau menjatuhkannya agar siswa tidak patah semangat.
Siswa perlu diajak memikirkan sebab-sebab kegagalannya sehingga ia tidak
melakukannya di kemudian hari.
c.
Memberikan tanggung jawab pada anak untuk melakukan pekerjaan rutin
Sebenarnya sejak dini, secara alamiah anak mempunyai dorongan untuk
bertanggungjawab atas diri mereka sendiri. Sayangnya, orang tua sering
terlalu memanjakan anak. Di sekolah, guru dapat mengajarkan siswa untuk
33
memikul tanggung jawab, misalnya melaksanakan tugas piket, meberikan
tugas rutin, dan lain-lain.
d.
Melibatkan siswa dalam perencanaan sebuah kegiatan
Melibatkan siswa dalam perencanaan kegiatan di sekolah, misalnya
karya wisata mempunyai tujuan. Pertama, siswa akan merasa berharga dan
berguna.Keterlibatan siswa akan membuatan kegiatan lebih berkesan. Kedua,
kegiatan ini merupakan kesempatan untuk membuat siswa bisa melihat
relevansi dari semua pengetahuan yang ia dapatkan dengan kehidupan seharihari.
e.
Memberi kesempatan untuk berhadapan dengan orang lain
Siswa perlu dibimbing untuk berinteraksi dengan orang lain agar
tumbuh kepercayaan diri. Setelah siswa belajar berinteraksi dengan guru dan
teman-temannya di kelas, siswa perlu diberi kesempatan untuk berinteraksi
dengan warga sekolah lain, seperti guru lain, kepala sekolah, penjaga sekolah,
dan kakak maupun adik kelasnya. Hal ini dapat menumbuhkan kepercayaan
diri siswa karena ia sudah mulai belajar berani berhadapan dengan orang lain.
f.
Mengajarkan pada siswa untuk mengatur keuangannya sendiri
Kemampuan mengatur keuangan dapat diajarkan sejak dini. Siswa perlu
diajarkan sesuai dengan tahap perkembangan mereka. Pada anak usia 6-12
tahun, siswa sudah bisa secara bertahap mengelola keuangannya sendiri agar
mampu belajar bertanggung jawab.
34
g.
Memberi ruang untuk perbedaan pendapat dan keinginan
Guru maupun orang tua perlu memahami bahwa setiap siswa
merupakan pribadi yang bebas. Bebas yang dimaksud yaitu kebebasan
berpikir dan berperasaan. Siswa yang mempunyai kebebasan berpikir dan
berperasaan akan tumbuh menjadi manusia yang percaya diri. Oleh karenanya,
biasakan untuk menghargai siswa dan memberikan kebebasan sesuai dengan
tahapan perkembangannya.
h.
Menjadi teman yang baik bagi siswa
Guru perlu menjadi teman yang baik dalam situasi tertentu. Kadangkala
siswa membutuhkan orang lain yang bisa diajak bicara dan mau mengerti
permasalahannya.
i.
Mengajarkan
pada
siswa
bahwa
untuk
mendapatkan
sesuatu
membutuhkan usaha
Guru perlu memotivasi dan mengajarkan untuk berusaha dan berjuang
agar bisa mendapatkan sesuatu yang berharga. Pengalaman perjuangan ini
meningkatkan proses pendewasaan siswa. Siswa akan merasakan kebanggan
pada dirinya sendiri ketika ia berhasil mendapatkan sesuatu melalui sebuah
perjuangan.
j.
Menghargai hasil karya siswa
Hal kecil yang dapat dilakukan guru atas hasil karya siswa yaitu
memberikan pujian. Selain itu, agar siswa merasa hail karyanya dihargai,
guru dapat memajang hasil karya siswa di sudut ruang kelas atau di papan
sekolah. Hal ini dapat menumbuhkan rasa percaya diri pada siswa.
35
C. Karakteristik Siswa Sekolah Dasar
Siswa sekolah dasar berada pada masa kanak-kanak akhir yang umumnya
berusia 6 sampai 12 tahun. Dilihat dari perkembangannya, karakteristik siswa
sekolah dasar yang berada pada masa kanak-kanak akhir yaitu sebagai berikut
(Desmita, 2010: 153-188).
1.
Fisik
Secara fisik, pertumbuhan anak pada masa kanak-kanak akhir relatif lambat
dan seragam, sebelum mengalami perkembangan pesar pada masa pubertas.
Pertumbuhan fisik anak lebih terlihat pada peningkatan berat badan daripada
pertambahan panjang badannya. Pertumbuhan fisik ini akan memberikan
kemampuan pada anak untuk berpartisipasi dalam aktivitas-aktivitas baru. Anak
akan lebih cepat dalam berlari dan semakin pandai melompat.
2. Kognitif
Menurut Piaget, pemikiran anak usia sekolah dasar termasuk dalam
operasional konkret. Anak sudah mampu berpikir logis terhadap benda-benda atau
objek yang sifatnya konkret. Dan juga, mulai mampu memecahkan masalahmasalah yang bersifat konkret. Disini terlihat pemikiran anak sudah mulai
berkembang.
Dilihat dari perkembangan bahasa, perbendaharaan kosa kata anak usia
sekolah dasar yang ia pergunakan dalam percakapan ataupun tulisan, sudah
meningkat. Peningkatan perbendaharaan kosa kata ini, didapatkan dari berbagai
pelajaran di sekolah, bacaan, pembicaraan dengan anak-anak lain, serta melalui
radio dan televisi. Selain peningkatan dalam perbendaharaan kosa kata, anak usia
36
sekolah dasar juga lebih analitis terhadap kata-kata. Hal ini memungkinkan anak
menambah kosa kata yang lebih abstrak ke dalam perbendaharaan katanya.
3. Psikososial
Pada usia anak sekolah dasar, kehidupan psikososial anak akan semakin
kompleks. Sekolah dan guru menjadi aspek penting dalam perkembangan
psiokososialnya, di samping hubungan dengan keluarga dan teman sebaya yang
masih tetap mempengaruhi kehidupan anak. Berikut ini beberapa aspek penting
dalam perkembangan psikososial anak usia akhir yang berada pada masa kanakkanak akhir.
a.
Konsep diri
Konsep diri anak pada usia sekolah dasar mengalami perubahan yang
sangat pesat. Pada usia ini, anak lebih memahami dirinya melalui
karakteristik internal dibandingkan karakteristik ekternal. Anak lebih
memandang dirinya pada aspek psikologis, seperti sifat kepribadian, misalnya
pintar, pemarah, dibanding karateristik dirinya secara fisik, misalnya rambut
panjang, warna mata, dan lainnnya.
Secara sosial, konsep diri anak juga meningkat. Livesly & Bromley
(Desmita, 2010: 181) mengatakan bahwa anak-anak sekolah dasar seringkali
menjadikan
kelompok-kelompok
sosial
sebagai
acuan
dalam
mendeskripsikan dirinya. Dengan artian, anak akan mendeskripsikan dirinya
sesuai dengan kelompok sosial yang ia ikuti, seperti seorang pramuka,
kelompok paduan suara, bisa juga kelompok yang ia bentuk sendiri, misalnya
ia dan dua teman karibnya.
37
Selain itu, anak sekolah dasar juga mengacu pada perbandingan sosial
dalam mendeskripsikan dirinya. Anak-anak cenderung membedakan dirinya
dengan orang lain secara komparatif daripada secara absolut. Anak tidak lagi
memandang dirinya tentang apa yang dapat ia lakukan dan tidak dapat ia
lakukan, tetapi memandang apa yang dapat ia lakukan dibanding dengan apa
yang dapat orang lain lakukan. Apabila ia memandang dirinya lebih buruk
dari orang lain, maka ia akan merasa rendah diri.
b.
Hubungan dengan teman sebaya
Interaksi dengan teman sebaya merupakan kegiatan yang menyita
waktu anak usia sekolah dasar. Semakin bertambah usia, semakin banyak
waktu yang ia habiskan untuk berinteraksi bersama teman sebayanya.
c.
Pembentukan kelompok
Usia anak sekolah dasar sering disebut usia kelompok. Ia biasanya
berinteksi dengan teman sebayanya melalui kegiatan kelompok. Anak sekolah
dasar akan berusaha agar ia bisa diterima dan disenangi oleh kelompoknya.
d.
Sekolah
Sekolah memegang peranan penting dalam perkembangan anak sekolah
dasar. Waktunya banyak dihabiskan di sekolah. Interaksi dengan teman dan
guru akan mengembangkan kemampuan kognitif, sosial, dan juga konsep diri
anak.
Rita Eka Izzaty, dkk. (2008: 105-115) menyatakan pula karakteristik anak
pada masa kanak-kanak akhir. Masa kanak-kanak akhir sering disebut sebagai
masa usia sekolah atau masa sekolah dasar.
38
1.
Fisik
Pertumbuhan fisik anak cenderung lebih stabil. Anak bertambah tinggi,
bertambah berat, menjadi lebih kuat, serta belajar banyak keterampilan.
Pertumbuhan fisik setiap anak akan bervariasi. Hal ini salah satunya dipengaruhi
oleh faktor asupan gizi yang diberikan pada anak.
2. Kognitif
Pada masa operasional konkret, anak dapat melakukan pekerjaan yang lebih
tinggi daipada masa sebelumnya. Kemampuan berpikir anak meningkat. Anak
sudah lebih mampu berpikir logis, belajar, mengingat dan berkomunikasi. Dalam
hal ini, kemampuan berpikir anak berkembang dari sederhana ke tingkat yang
lebih rumit.
3.
Bahasa
Perkembangan bahasa anak terus meningkat pada masa ini. Selain
peningkatan perbendaharaan kata, anak juga belajar memilih kata yang tepat
untuk penggunaan tertentu. Anak juga mulai belajar berkomunikasi dengan
berbicara dengan baik pada orang lain.
4. Moral
Perkembangan moral anak ditandai dengan adanya kemampuan anak untuk
memahami aturan, norma, etika yang berlaku di masyarakat. Perkembangan moral
ini dipengaruhi oleh pola asuh orang tua dan perilaku orang-orang disekitarnya.
5. Emosi
Emosi anak sekolah dasar berkembang seiring dengan berkembangnya
interaksi dengan teman sebaya dan juga teman sekolah. Anak berusaha
39
menghindari emosi yang kurang baik agar diterima oleh teman-temannya.
Menurut Hurlock, ungkapan emosi yang muncul pada anak usia sekolah dasar
yaitu amarah, takut, cemburu, ingin tahu, iri hati, gembira, sedih, dan kasih
sayang.
6.
Sosial
Dari segi sosial, interaksi anak sudah mulai berkembang. Interaksi dengan
keluarga, teman sebaya, sekolah memiliki peran penting bagi anak. Anak banyak
terlibat dalam aktivitas bermain dengan teman sebayanya maupun teman sekolah.
Melalui kegiatan ini, anak akan mendapatkan pengalaman berharga. Bermain
secara berkelompok memberikan peluang dan pelajaran pada anak untuk
berinteraksi, bertenggang rasa dengan sesama teman.
Senada dengan pendapat di atas, Anita Lie (2004: 65-66) juga
mengungkapkan karakteristik siswa sekolah dasar yang berada pada usia sekitar
6-12 tahun dilihat dari perkembangannya, yaitu sebagai berikut.
1.
Kognitif
Daya konsentrasi anak usia sekolah dasar sudah meningkat. Anak bisa
berpikir dengan lebih baik dan membentuk sistem logika. Selain itu, anak juga
mampu berimajinasi dengan baik. Anak sudah menyadari adanya peraturan,
seperti aturan dalam permainan dan aturan dalam masyarakat.
2.
Sosial
Dilihat dari segi sosial, anak usia sekolah dasar mulai belajar bekerja sama
dengan temannya. Anak mulai menyadari bahwa hidup tidak hanya untuk bermain
saja. Mereka mulai sadar bahwa dalam hidup juga membutuhkan orang lain.
40
Selain itu, anak juga mulai membandingkan dirinya dengan anak lain. Ia ingin
memiliki apa yang dimiliki anak lain atau ingin melakukan apa yang anak lain
bisa lakukan. Apabila tidak terpenuhi, maka ia akan rendah diri.
3.
Moral
Anak menilai moral yang baik adalah yang dapat menyenangkan atau
membantu orang lain. Anak berusaha melakukan hal yang disukai orang di
sekitarnya dengan maksud untuk mencari persetujuan tentang apa yang baik atau
tidak baik untuk dilakukan. Pada masa ini, anak akan menghormatiorang tua dan
gurunya serta cenderung untuk tidak menentang.
D. Penelitian yang Relevan
Budi Andayani dan Tina Afiatin (1996) dalam penelitiannya yang dimuat di
Jurnal Psikologi 1996, XXIII (2) yang berjudul Konsep Diri, Harga Diri, dan
Kepercayaan Diri Remaja. Kepercayaan diri merupakan salah satu aspek
kepribadian yang penting dalam kehidupan manusia. Dari pendapat para ahli
konsep diri dan harga diri mempunyai hubungan dengan tinggi rendahnya
kepercayaan diri. Penelitian tersebut membuktikan secara empirik hubungan
antara konsep diri, harga diri, dan kepercayaan diri. Subjek penelitian siswa SMP
PIRI Ngabean sebanyak 208 orang, data diolah dengan analisis product moment
dari Pearson. Diperoleh dukungan terhadap hipotesis penelitian yaitu bahwa ada
hubungan yang positif antara konsep diri dan kepercayaan diri sebesar rxy=0,808
(p<0,01); dan ada hubungan positif antara harga diri dengan kepercayaan diri
sebesar rxy=0,606 (p<0,01).
41
E. Kerangka Pikir
Kepercayaan diri merupakan salah satu aspek kepribadian yang penting
ditanamkan sejak dini. Banyak masalah yang timbul akibat tidak percaya diri.
Siswa yang mencontek merupakan salah satu contoh bahwa siswa tersebut tidak
percaya pada kemampuannya sendiri. Masih banyak contoh lain yang
menggambarkan masalah kepercayaan diri ini.
Kepercayaan diri tidak muncul dengan sendirinya. Kepercayaan diri
terbentuk dari interaksi dengan lingkungannya, terutama lingkungan keluarga.
Lingkungan
keluarga
memegang
peranan
penting
dalam
pembentukan
kepercayaan diri anak, karena lingkungan keluaraga merupakan lingkungan
pertama dan utama dalam perkembangan kepribadian anak.
Banyak faktor yang mempengaruhi kepercayaan diri, salah satunya yaitu
konsep diri. Konsep diri merupakan gambaran, pandangan, pikiran, perasaan,
mengenai diri sendiri dan
pandangan diri di mata orang lain yang meliputi
keyakinan fisik, psikologis, sosial, emosional, dan prestasi yang mereka capai.
Siswa yang tidak percaya diri mempunyai gambaran negatif pada dirinya
sendiri. Tidak percaya diri berarti ungkapan untuk mengartikan pernyataan
ketidakmampuan siswa untuk mengerjakan sesuatu. Siswa berpikir dan menilai
negatif dirinya sendiri sehingga muncul perasaaan tidak menyenangkan dan
dorongan atau kecenderungan untuk menghindari apa yang akan dilaksanakannya
itu. Dengan kata lain, konsep diri yang rendah pada siswa ini akan memunculkan
persepsi negatif, yang tentunya akan menimbulkan rendahnya percaya diri.
42
Siswa yang memandang dirinya bodoh, akan merasa bahwa ia tidak mampu
mengerjakan soal. Karena dalam dirinya sudah tertanam persepsi negatif maka
akhirnya muncul rasa tidak percaya akan kemampuannya sendiri. Akibatnya siswa
tersebut mencontek saat mengerjakan soal ulangan atau mengerjakan soal
seadanya, tidak mau berusaha terlebih dahulu. Siswa yang memandang bahwa
dirinya jelek dapat menjadi tidak percaya diri ketika tampil di depan temantemannya. Siswa yang menganggap dirinya adalah anak yang nakal, akan
bertingkah tidak menyenangkan dan menganggu teman-temannya.
Lain halnya dengan siswa yang mempunyai konsep positif pada dirinya
sendiri. Siswa yang memiliki konsep diri positif, tentu akan memiliki perasaaan
positif dalam dirinya. Perasaan positif inilah yang menyebabkan adanya
perkembangan komunikasi maupun identitas diri yang lebih baik pada diri
seseorang sehingga menimbulkan rasa percaya diri.
Paradigma penelitian yang berupa pola pikir hubungan antara dua variabel
adalah seperti berikut:
X
Y
Y
Gambar 1. Paradigma Penelitian
(Sugiyono, 2010: 216)
X : Konsep Diri
Y : Kepercayaan Diri
F. Hipotesis Penelitian
Hipotesis
yaitu suatu jawaban
yang bersifat sementara terhadap
permasalahan penelitian, sampai terbukti melalui data yang terkumpul. Setelah
43
mendalami permasalahan penelitian, maka membuat teori sementara yang
kebenarannya masih perlu diuji (Suharsimi Arikunto, 2006: 71).
Berdasarkan macam rumusan masalah dalam penelitian ini, terdapat dua
hipotesis deskriptif dan satu hipotesis asosiatif. Bila terdapat kesulitan dalam
merumuskan hipotesis deskriptif, maka hipotesis tersebut tidak perlu dirumuskan,
tetapi rumusan masalahnya saja yang harus dijawab dengan perhitungan statistik
(Sugiyono, 2010: 216).
Dalam penelitian ini, hipotesis asosiatif
yang diajukan yaitu: “Ada
pengaruh positif dan signifikan antara konsep diri terhadap kepercayaan diri siswa
kelas V SD se-Gugus Sadewa Kecamatan Temanggung”.
44
Download