12 BAB II LANDASAN TEORI A. Empati 1. Pengertian Empati

advertisement
12
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Empati
1.
Pengertian Empati
Menurut Watson dkk. (dalam Brigham, 1991), empati merupakan suatu
kemampuan untuk melihat suatu situasi dari sudut pandang orang lain, dengan
empati yang dimiliki berarti seseorang mengenal dan memahami emosi,
pikiran, serta sikap orang lain. Hetherington dan Parke (1986) mengemukakan
bahwa empati adalah suatu kemampuan seseorang untuk merasakan emosi
yang sama dengan emosi yang dialami oleh orang lain. Sejalan dengan
pendapat tersebut, Johnson dkk. (1983) memberikan definisi empati sebagai
kecenderungan untuk memahami kondisi atau keadaan pikiran orang lain.
Batson dan Coke (dalam Brigham, 1991) mendefinisikan empati sebagai suatu
keadaan emosional yang dimiliki seseorang yang sesuai dengan apa yang
dirasakan oleh orang lain. Empati juga merupakan kemampuan untuk
menempatkan diri dalam perasaan dan pikiran orang lain, tanpa harus secara
nyata terlibat dalam perasaan dan tanggapan orang tersebut (Koestner dan
Franz, 1990).
Empati juga didefinisikan oleh Eissenberg dan Mussen (dalam Lindgren
1974) sebagai keadaan afektif yang seolah-olah dialami sendiri yang berasal
dari keadaan atau kondisi emosi orang lain dan mirip dengan keadaan atau
emosi orang lain tersebut. Menurut Hoffman (1984), empati adalah suatu
commit to user
respons afeksi yang sepertinya dialami, tidak harus sama dengan situasi afeksi
12
12
perpustakaan.uns.ac.id
13
digilib.uns.ac.id
orang lain, tetapi lebih jelas dirasakan bagi situasi orang lain daripada situasi
diri sendiri. Empati merupakan kemampuan seseorang untuk menempatkan
diri pada perasaan dan pikiran orang lain (Hurlock, 1991).
Gottman dan Claire (2003) mengemukakan bahwa dalam bentuk yang
paling dasar empati merupakan kemampuan untuk merasakan apa yang
dirasakan oleh orang lain. Menurut Umar (1992) empati adalah salah satu
kecenderungan untuk merasakan sesuatu yang dirasakan oleh orang lain
andaikan dia dalam situasi orang lain tersebut. Suatu kecenderungan untuk
merasakan sesuatu yang dilakukan orang lain andaikata dia berada disituasi
orang tersebut (Ahmad, 1998).
Menurut Johnson dkk. (1983), orang yang lebih empatik biasanya
melukiskan dirinya sebagai orang yang lebih toleran, mampu mengendalikan
diri, ramah, mempunyai pengaruh, serta bersifat humanistik. Salah satu
karakteristik orang yang memiliki empati tinggi adalah bahwa ia lebih
berorientasi pada orang yang sedang mengalami kesulitan dan cenderung
untuk berusaha mengurangi kesulitan itu, tanpa banyak mempertimbangkan
kerugian-kerugian yang akan diperoleh, seperti pengorbanan waktu, tenaga,
atau biaya (Brigham, 1991). Empati dibangun berdasarkan kesadaran diri,
semakin terbuka seseorang kepada emosi diri sendiri, maka akan semakin
terampil seseorang membaca perasaan. Eissenberg dan Strayer (dalam Supeni,
1999) mengatakan bahwa empati telah sejak lama dianggap sebagai perilaku
yang positif terhadap orang lain. Banyak penelitian yang membuktikan bahwa
individu yang memiliki tingkat empati yang tinggi lebih banyak melakukan
commit to user
14
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
tindakan prososial dibandingkan mereka yang tingkat empati yang rendah
(Baron dan Byrne, 1997).
Setiap orang mempunyai kemampuan yang berbeda-beda dalam
berempati. Reaksi orang terhadap orang lain seringkali berdasarkan pada
pengalaman masa lalu. Seseorang biasanya akan merespons pengalaman orang
lain secara lebih empatik apabila ia mempunyai pengalaman yang mirip
dengan orang tersebut (Staub, 1978). Untuk bisa berempati, seseorang harus
mengamati dan menginterpretasikan perilaku orang lain. Ketepatan dalam
berempati bergantung pada kemampuan seseorang untuk menginterpretasi
informasi-informasi yang diberikan oleh orang lain tentang situasi internalnya
lewat perilaku dan sikap-sikap mereka (Lindgren, 1974). Menurut pendapat
Davis (1980) definisi empati adalah keampuan atau keadaan mental seseorang
untuk dapat menyadari dan memahami perasaan orang lain melalui bahasa
verbal maupun nonverbal yang muncul dimana meliputi kapasitas afektif
untuk merasakan perasaan orang lain dan kapasitas kognitif unuk memahami
perasaan serta sudut pandang orang lain.
Berdasarkan penjelasan-penjelasan di atas, empati adalah kemampuan
seseorang untuk menempatkan diri kedalam perasaan dan pikiran orang lain
serta melihat situasi dari sudut pandang orang lain, tanpa harus secara nyata
terlibat dalam perasaan dan tanggapan orang tersebut.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
2.
15
digilib.uns.ac.id
Aspek-aspek Empati
Para ahli membedakan respons empati menjadi dua komponen, yaitu
respons kognitif dan respons afektif (Koestner dan Davis, dalam Lindgren,
1974).
a. Komponen kognitif
Difokuskan pada proses-proses intelektual untuk memahami perspektif
orang lain secara tepat. Di sini, seseorang diharapkan untuk mampu
membedakan emosi-emosi orang lain dan menerima pandanganpandangan mereka.
b. Komponen afektif
Diartikan sebagai kecenderungan seseorang untuk mengalami perasaanperasaan emosional orang lain.
Selanjutnya Davis (1983) menjabarkan komponen empati tersebut menjadi
sebagai berikut:
a. Komponen kognitif, terdiri atas:
1. Perspective taking (pengambilan perspektif)
Merupakan kecenderungan seseorang untuk mengambil alih secara
spontan sudut pandang orang lain.
2. Fantasy (fantasi)
Merupakan kecenderungan untuk mengubah diri ke dalam perasaan,
pikiran, dan tindakan dari karakter-karakter khayalan yang terdapat
pada buku, layar kaca, bioskop maupun dalam permainan-permainan.
b. Komponen afektif, terdiri atas:
commit to user
1. Empathic concern (perhatian empatik)
16
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Merupakan perasaan simpati dan peduli kepada orang lain yang
ditimpa kemalangan, khususnya untuk berbagi pengalaman atau secara
tidak langsung merasakan penderitaan orang lain.
2. Personal distress (distres pribadi)
Merupakan reaksi pribadi pada situasi interpersonal terhadap
penderitaan orang lain yang meliputi perasaan terkejut, takut, cemas,
prihatin, dan tidak berdaya.
Batson dan Ahmad (2010) membagi empati ke dalam dua bentuk, yaitu:
a. Perspective taking (pengambilan perspektif), terdiri atas:
1. Imagine-self perspective (membayangkan perspektif diri sendiri)
Aktivitas
membayangkan
bagaimana
seseorang
berpikir
dan
merasakan apabila ia berada pada kondisi atau posisi orang lain.
Imajinasi tersebut berpusat pada pikiran dan perasaan diri sendiri.
2. Imagine-other perspective (membayangkan perspektif orang lain)
Merupakan kemampuan untuk membayangkan apa yang orang lain
pikirkan dan rasakan. Selain seseorang dapat membayangkan
kondisinya apabila ia berada pada posisi seperti apa yang dialami oleh
orang lain, ia juga dapat membayangkan bagaimana orang lain berpikir
dan merasakan pada situasi itu. Imajinasi tersebut didasarkan pada apa
yang orang lain katakan, lakukan, nilai-nilai, dan keinginan-keinginan
orang lain tersebut.
b. Emotional response, terdiri atas:
1. Emotion matching (kesesuaian emosi)
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
17
digilib.uns.ac.id
Menangkap emosi yang dimunculkan oleh orang lain sehingga ia
memiliki emosi yang sama dengan emosi orang lain itu.
2. Empathic concern (perhatian empatik)
Merupakan kemampuan merasakan apa yang sedang orang lain
butuhkan. Dalam literatur psikologi sosial, term empati dan empathic
concern telah sering digunakan untuk menjelaskan sebuah respons
emosional lain yang ditimbulkan oleh orang lain dan sesuai dengan
kondisi orang lain (Taufik, 2012).
Dari beberapa penjelasan tersebut, penulis mengambil aspek-aspek empati
berdasarkan aspek yang dikemukakan Davis (1983) meliputi: Perspective
taking (pengambilan perspektif), fantasi, Empathic concern (perhatian
empatik) dan Personal distress (distres pribadi).
3.
Perkembangan Empati
Daniel Goleman (2001) memaparkan penelitian Marian Radke Yarrow dan
Carolyn Zahn Waxler, menurut kedua peneliti tersebut anak-anak akan
menjadi lebih simpatik bila kedisiplinan juga menjadi suatu perhatian dengan
sungguh-sungguh atas keburukan yang disebabkan oleh kenakalan mereka.
Empati seorang anak juga dibentuk dengan meniru apa yang telah merreka
lihat. Anak-anak mengembangkan respon empati terutama untuk menolong
orang lain yang sedang kesusahan.
Berdasarkan hasil studi ditemukan bahwa akar dari empati itu sudah mulai
tumbuh sejak bayi. Pada saat ada salah satu bayi menangis, bayi yang lain pun
commit to user
akan ikut menangis, respon tersebut oleh para ahli dianggap sebagai tanda-
18
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
tanda awal empati. Para ahli psikologi perkembangan anak menemukan bahwa
bayi akan merasakan beban stress simpatik, bahkan sebelum bayi tersebut
menyadari bahwa keberadaanya terpisah dari orang lain. Bayi memiliki reaksi
akan adanya gangguan ini ditunjukan padanya. Bayi menangis bila anak lain
menangis (Golleman, 1999).
Hoffman (dalam Borba, 2008) mengemukakan bahwa perkembangan
empati anak-anak terbagi dalam tahapan yang dijelaskan sebagai berikut:
1. Tahap 1 : Empati Umum (bulan-bulan pertama kelahiran)
Pada tahap awal anak belum dapat membedakan dengan tegas antara
dirinya dan lingkungannya, sehingga anak tidak dapat memahami
penderitaan orang lain karena menganggap bahwa penderitaan itu sebagai
bagian dari dirinya.
2. Tahap 2 : Empati Egosentris (mulai usia 1 tahun)
Semakin bertambah umur, reaksi seorang anak kepada anak lain yang
sedang menderita perlahan-lahan mulai berubah. Anak sekarang
memahami ketidaknyamanan sebagai bukan bagian dari dirinya.
3. Tahap 3 : Empati Emosional (usia 2 – 6 tahun)
Pada saat usia dua atau tiga tahun, seorang anak mulai mengembangkan
kemampuan memerankan orang lain. Anak mengenali bahwa perasaan
seseorang mungkin berbeda dari perasaannya, dapat sangat baik
menemukan sumber-sumber penderitaan orang lain, dan menemukan cara
sederhana memberikan bantuan atau menunjukkan dukungan.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
19
digilib.uns.ac.id
4. Tahap 4 : Empati Kognitif (usia 6-11 tahun)
Pada tahap ini seorang anak dapat memahami persoalan dari sudut
pandang orang lain, sehingga ada peningkatan usahanya mendukung dan
membantu kebutuhan orang lain.
5. Tahap 5 : Empati Abstrak (mulai usia 12)
Pada tahap ini anak dapat memperluas empatinya melampaui hal-hal yang
diketahui secara pribadi dan mengamati langsung kelompok masyarakat
yang memang belum pernah ditemui.
Hoffman (dalam Goleman, 1999) menyatakan bahwa akar moralitas
berada dalam empati karena dengan seseorang dapat merasa seperti dalam
berbagai kesusahan, maka ia akan tergerak untuk membantu. Empati tidak
hanya membuat seseorang menjadi orangtua, kekasih, anggota keluarga, dan
rekan kerja yang memahami, mencintai, dan peduli, tetapi juga manusia yang
lebih baik. Orang-orang yang tidak kenal, sama sekali asing, mulai menjadi
penting karena ketika melihat dan mendengar penderitaan mereka, empati
dapat membuat seseorang menjadi merasakan dan ingin menanggapi serta
membantu dengan berbagai cara (Segal, 1997). Setiap orang yang mempunyai
empati yang baik dapat membaca pesan nonverbal dari orang-orang yang
berada di sekitarnya seperti dari ekspresi wajah, nada bicara, ataupun dari
gerak-gerik tubuh seseorang (Goleman, 1999). Hoffman berpendapat bahwa
empati merupakan respons afektif seseorang yang sangat sesuai dengan situasi
orang lain yang diamati. Empati adalah suatu bentuk keterampilan, sehingga
empati adalah suatu hal yang bisa dipelajari (Mayeroff dalam Egan, 1990).
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
4.
20
digilib.uns.ac.id
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Perkembangan Empati
Denham (dalam Borba, 2008) mengemukakan faktor-faktor yang pada
umumnya dapat mendorang pengembangan empati adalah sebagai berikut:
a. Usia
Kemampuan untuk memahami perspektif orang lain akan meningkat
seiring dengan bertambahnya usia. Anak yang lebih besar umumnya lebih
dapat berempati daripada anak masih kecil.
b. Gender
Denham (dalam Borba, 2008) mengemukakan bahwa anak yang masih
kecil cenderung lebih berempati terhadap teman yang memiliki gender
sama, karena memiliki banyak kesamaan. Empati anak perempuan dinilai
lebih tinggi dibandingkan dengan anak laki-laki, menurut penelitian yang
dilakukan Garton dan Gringart (2005).
c. Intelegensia
Anak yang lebih cerdas biasanya lebih dapat menenangkan orang lain
karena lebih dapat memahami kebutuhan orang lain dan berusaha mencari
cara untuk membantu.
d. Pemahaman emosional
Anak-anak yang secara bebas mengekspresikan emosi biasanya lebih
berempati karena lebih mampu memahami degan tepat perasaan orang
lain.
e. Orangtua yang berempati
Anak-anak yang memiliki orangtua yang berempati cenderung akan
commit to user
menjadi anak-anak yang berempati pula karena mencontoh perilaku
perpustakaan.uns.ac.id
21
digilib.uns.ac.id
orangtua. Cara orangtua menunjukkan empati dan mengungkapkan
perasaan akan ditiru oleh anak karena menurut teori pembelajaran social
anak akan mempelajari perilaku melalui pengamatan.
f. Rasa aman secara emosional
Anak-anak yang asertif dan mudah menyesuaikan diri cenderung suka
membantu orang lain.
g. Temperamen
Anak-anak yang ceria dan mudah bergaul biasanya lebih dapat berempati
terhadap orang lain yang sedang stress.
h. Persamaan kondisi
Anak-anak akan lebih mudah berempati terhadap orang lain yang memiliki
kondisi yang sama dengan dirinya.
i. Ikatan
Anak-anak akan lebih dapat berempati terhadap teman daripada orang
belum dikenalnya.
Ginting (2009) menyebutkan pula faktor-faktor yang mempengaruhi
perkembangan empati, yaitu:
a. Jenis kelamin
Berdasarkan beberapa penelitian diketahui, bahwa perempuan mempunyai
tingkat empati yang lebih tinggi apabila dibandingkan dengan laki-laki.
Persepsi stereotip ini didasarkan pada kepercayaan bahwa perempuan lebih
nurturance (bersifat memelihara) dan lebih interpersonal dibandingkan
laki-laki (Parsons dan Bales dalam Eissenberg dan Strayer, 1987).
commit to user
Penelitian yang dilakukan oleh Marcus (Eissenberg dan Strayer, 1987)
perpustakaan.uns.ac.id
22
digilib.uns.ac.id
berupa cerita hipotetik yang diajukan untuk melihat respons empati.
Didapatkan bahwa anak perempuan lebih empatik dalam merespons secara
verbal keadaan distres orang lain. Beck (1995) dalam penelitiannya
menemukan hasil ada perbedaan dalam hubungan antara orientasi
eksternal dan internal. Perempuan lebih berorientasi eksternal (orientasi
pada orang lain), sedangkan laki-laki lebih berorientasi internal (orientasi
pada diri sendiri).
b. Keluarga
Perkembangan empati lebih besar terjadi pada lingkungan keluarga yang
memberikan kepuasan pada kebutuhan emosional anak dan tidak terlalu
mementingkan kepentingan pribadi, mendorong anak untuk mengalami
emosi dan mengekspresikan emosinya, memberikan kesempatan unutk
mengobservasi dan berinteraksi dengan orang lain sehingga mengasah
kepekaan dan kemampuan emosi (Barnett dkk., 1979).
c. Pola asuh
Franz (dalam Koetsner, 1990) menemukan adanya hubungan yang kuat
antara pola asuh pada awal masa anak-anak dengan empathic concern.
Anak yang mempunyai ayah yang terlibat baik dalam pengasuhan serta ibu
yang sabar dalam menghadapi ketergantungan anak (tolerance of
dependency), maka anak tersebut akan mempunyai empati yang lebih
tinggi.
d. Usia
Kemampuan berempati akan semakin bertambah dengan meningkatnya
commit to user
usia, karena bertambahnya pengalaman perspektif seseorang (Mussen
23
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dkk., 1989). Usia juga akan mempengaruhi proses kematangan kognitif
dalam diri seseorang.
e. Kepribadian
Individu yang mempunyai kebutuhan afiliasi tinggi akan mempunyai
tingkat empati dan nilai prososial yang tinggi pula (Koestner, 1990).
Sedangkan individu yang mempunyai self direction, need for achievement,
dan need of power tinggi akan mempunyai tingkat empati yang rendah.
f. Variasi situasi, pengalaman, dan objek respons
Tinggi
rendahnya
kemampuan berempati
seseorang akan sangat
dipengaruhi oleh situasi, pengalaman, dan respons empati yang diberikan.
Secara umum anak akan lebih berempati pada orang lain yang lebih mirip
dengan dirinya dibandingkan dengan orang yang mempunyai perbedaan
dengan dirinya (Krebs, 1987).
g. Derajat kematangan
Gunarsa dan Gunarsa (1979) mengatakan bahwa empati itu dipengaruhi
oleh derajat kematangan. Maksud derajat kematangan adalah besarnya
kemampuan seseorang dalam memandang sesuatu secara proporsional.
h. Sosialisasi
Semakin banyak dan semakin intensif seorang individu melakukan
sosialisasi, maka akan semakin terasah kepekaannya terhadap emosi orang
lain. Matthews (dalam Hoffman, 1996) menyatakan beberapa hal yang
menjadikan sosialisasi sebagai komponen yang berpengaruh terhadap
empati, yaitu:
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
24
digilib.uns.ac.id
1) Sosialisasi membuat seseorang mangalami banyak emosi,
2) Sosialisasi dapat membuat seseorang mengamati secara langsung situasi
internal orang lain,
3) Sosialisasi dapat membuka terjadinya proses role taking,
4) Dalam sosialisasi banyak afeksi sehingga seseorang akan menjadi lebih
terbuka terhadap kebutuhan emosi orang lain,
5) Dalam sosialisasi ditemukan banyak model yang dapat memberikan
banyak contoh kebiasaan prososial dan perasaan empati yang
dinyatakan secara verbal.
Ada pula usaha-usaha yang dapat meningkatkan empati anak (Baumrind
dalam Eissenberg dan Mussen, 1989), yaitu:
a. Kehangatan dan keterlibatan
Adanya sikap orangtua yang hangat terhadap anak yang ditunjukkan oleh
kepekaan, tanggapan terhadap kebutuhan anak, dan ekspresi afeksi.
b. Kontrol
Orangtua memberikan batasan dan kontrol terhadap perilaku dan aktivitas
anak, tetapi hal itu tidak mengekang atau membebaskan anak. Penerapan
aturan atau kontrol dilakukan dengan memberikan penjelasan yang
rasional pada anak, melibatkan pemahaman anak, dan bersifat terbuka.
c. Tuntutan kematangan
Orangtua menuntut anak agar anak-anaknya mandiri dan bertanggung
jawab. Orangtua menginginkan anak memiliki kematangan sosial,
intelektual, dan emosi. Salah satu cara untuk melatih kematangan tersebut
commit to user
25
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
adalah
memberikan
anak
tanggung
jawab
terhadap
tugas-tugas
kerumahtanggaan.
d. Komunikasi
Terdapat komunikasi dua arah antara orangtua dan anak. Orangtua
mengajak anak berbicara, berdikusi, dan memberi kesempatan anak untuk
mengemukakan pendapat dan perasaannya.
Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa ada beberapa
faktor yang mempengaruhi perkembangan empati, yaitu: jenis kelamin,
keluarga, pola asuh, usia, kepribadian, derajat kematangan, sosialisasi, variasi
situasi, pengalaman, dan objek respons. Orangtua dan pendidik berperan
penting dalam proses peningkatan empati pada anak. Komunikasi yang
hangat, kontrol terhadap perilaku, mengajak anak berdiskusi dan memberikan
anak kesempatan untuk mengemukakan pendapat dan perasaannya akan
membuat anak matang secara sosial, intelektual, dan emosi.
5.
Langkah-langkah Membangun Empati
Samsulridjal dan Supartondo (2004) mengemukakan tentang langkahlangkah menumbuhkan kemampuan berempati yaitu :
a. Berkonsentrasi menangkap perasaan dengan cara memusatkan perhatian
dan meningkatkan kepedulian terhadap orang lain.
b. Peduli dengan orang lain dengan menganggap penting dan menghormati
keberadaanya.
commit to user
26
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
c. Menghormati orang lain yang sedang berperilaku, salah satunya dilakukan
dengan cara mendengarkan keluhan dan ikut merasakan perasaan orang
lain.
d. Berlatih menilai perasaan orang lain dengan tujuan meningkatkan
ketrampilan menilai perasaan, sehingga akan mempermudah menghadapi
situasi perasaan orang lain yang berbeda-beda.
Langkah-langkah memupuk empati pada anak juga dikemukakan oleh
Gottman dan DeClaire (2003) antara lain:
a. Menyadari emosi anak tersebut
Melatih empati diperlukan kesadaran dari diri individu untuk merasakan
emosi, kesadaran yang mudah adalah mengenali emosi diri dengan
mengindentifikasi perasaan-perasaan yang ada, baru kemudian hadirnya
emosi-emosi orang lain
b. Mengenali emosi sebagai peluang untuk menjadi akrab dan untuk
mengajarkan pada anak
Kesadaran bahwa setiap anak memiliki sisi emosi yang berbeda, membuat
orangtua memberikan respon yang berbeda pada tiap anak. Dengan
mengenali emosi anak, akan menolong orangtua mempelajari bagaimana
memahami permasalahan yang ada pada seorang anak.
c. Mendengarkan dengan penuh empati perasaan anak
Memahami dan mendengarkan anak mengungkapkan pendapat akan lebih
bermanfaat dari pada mengajukan pertanyaan yang mengandung unsur
menyelidik.
commit to user
d. Mendorong anak untuk memberi nama emosi dalam kata-kata
27
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Member nama emosi dalam kata-kata ini merupakan hal mudah namun
sangat penting dalam menolong anak mengenali emosinya sendiri.
Orangtua dapat merumuskan masalah dari berbagai perasaan yang ada
seperti cemas, sakit hati, marah, senang, takut dan lain-lain.
e. Menentukan batas-batas sambil menolang anak memecahkan masalahnya
Menurut Borba (2008), langkah-langkah untuk membangun empati anak
adalah sebagai berikut:
a. Membangkitkan keadaran anak memahami emosi dan meningkatkan
pembendaharaan ungkapan emosi
Daya empati anak sebagian besar terhambat karena anak tidak mampu
mengidentifikasi dan mengekspresikan emosinya (Borba 2008). Terdapat
4 hal yang perlu dilakukan untuk membantu anak memahami emosi yaitu
dengan “TALK”, yang diuraikan sebagai berikut:
T-Time in : perhatikan perasaan anak dan dengarkan dengan empati
A-Acknowledge : ketahui penyebab timbulnya empati
L-Label : kenali perasaan anak
K-Kindle : cari pemecahan masalah untuk memenuhi kebutuhannya
Keempat hal tersebut tidak harus diterapkan secara berurutan, cukup
diterapkan secara wajar dalam percakapan dengan anak.
b. Meningkatkan kepekaan anak terhadap perasaan orang lain
Individu yang peka adalah individu yang mampu melihat gejala emosi
yang ditunjukan oleh orang lain, menginterpretasikan emosi dan mampu
mengambil tindakan yang tepat. Terdapat
commit to user
menumbuhkan kepekaan anak, yaitu:
beberapa cara untuk
28
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
-
Memuji anak ketika melakukan perbuatan baik dan menunjukkan
kepekaan
-
Menunjukkan efek sikap peka yang dilakukan anak
-
Mengajak anak untuk memperhatikan tanda-tanda emosi nonverbal
-
Sering mengajukan pertanyaan, “Bagaimana perasaan orang itu?”
-
Mengajukan pertanyaan yang memancing anak memahami perasaan
dan kebutuhan orang lain
-
Mengungkapkan perasaan orangtua kepada anak dan jelaskan mengapa
merasa demikian.
c. Mengembangkan empati terhadap sudut pandang orang lain
Stotland (dalam Borba, 2008) melakukan penelitian dan menemukan
bahwa
empati
dapat
ditumbuhkan
dengan
mendorong
anak
membayangkan apa yang dirasakan oleh orang lain. Terdapat beberapa
cara untuk membantu anak membayangkan apa yang dipikirkan dan
dirasakan orang lain serta melihat hal-hal di luar dirinya, yaitu :
-
Bertukar peran agar merasakan apa yang dirasakan orang lain
-
Menggunakan teknik, “Cobalah berada di posisiku”
-
Meminta anak membayangkan apa yang dirasakan orang lain dalam
kondisi tertentu.
Empati terbentuk ketika orang dapat menyadari dan mengenali berbagai
bentuk emosi. Dari berbagai pendapat yang dikemukaan para ahli di atas,
maka dapat disimpulkan bahwa langkah-langkah menumbuhkan empati pada
anak
yaitu
membangkitkan kesadaran anak
commit to user
memahami
emosi
dan
meningkatkan perbendaharaan ungkapan emosi, meningkatkan kepekaan anak
29
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
terhadap perasaan orang lain, serta mengembangkan empati terhadap sudut
pandang orang lain.
commit to user
30
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
B. Dongeng
1. Pengertian Dongeng
Dongeng merupakan cerita rakyat yang tidak dianggap benar-benar terjadi
oleh yang mempunyai cerita, dan dongeng tidak terikat waktu maupun tempat.
Dongeng dibacakan terutama sebagai suatu hiburan, walaupun banyak juga
dongeng yang menceritakan kebenaran, berisi ajaran moral, bahkan sindiran
(Agus, 2008).
Mendongeng berbeda dengan bercerita, bercerita adalah suatu seni dalam
menyampaikan suatu ilmu, pesan, nasehat kepada orang lain baik anak,
remaja, dewasa, maupun orangtua. Sedangkan mendongeng lebih banyak
disisipi khayalan yang dikembangkan dengan menarik (Mal, 2008). Cerita
juga dapat diartikan sebagai peristiwa yang disampaikan baik berasal dari
kejadian nyata (non-fiksi) ataupun tidak nyata (fiksi), peristiwa yang
disampaikan secara tertulis dan lisan dari kejadian nyata atau pun tidak nyata.
Sedangkan dongeng berarti cerita rekaan, tidak nyata, atau fiksi dan dongeng
merupakan hasil karya berdasarkan rekayasa imajinatif seorang penulis (Hana,
2011). Artinya dongeng sudah pasti cerita dan cerita belum tentu dongeng.
Secara luas, mendongeng dapat diartikan sebagai membacakan cerita atau
mengkomunikasikan cerita kepada anak. Dongeng biasanya disampaikan
kepada anak sebelum tidur hingga anak tertidur pulas, dengan cara bercerita
langsung maupun dengan membaca buku dongeng. Oleh karena itu sebaiknya
dongeng yang disampaikan memiliki efek positif yang tinggi bagi
commit to user
perkembangan mental anak.
31
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Dongeng adalah aktivitas yang sangat disukai oleh anak-anak, metode
bercerita menjadi efektif karena cerita pada umumnya lebih berkesan daripada
nasihat sehingga cerita itu terekam jauh lebih kuat di dalam memori seorang
anak. Bercerita menjadi suatu yang penting bagi anak karena:
a. Bercerita adalah alat pendidikan budi pekerti yang paling mudah dicerna
anak.
b. Bercerita adalah metode dan materi yang dapat diintegrasikan dengan
dasar ketrampilan lain, yakni berbicara, membaca, dan menulis.
c. Bercerita memberi ruang lingkup yang bebas pada anak untuk
mengembangkan kemampuan bersimpati dan berempati.
d. Bercerita memberikan pelajaran budaya dan budi pekerti yang memiliki
efek yang lebih kuat daripada yang diberikan melalui penuturan atau
perintah langsung.
e. Bercerita memberi contoh pada anak bagaimana menyikapi suatu
permasalahan dengan baik sekaligus memberi pelajaran tentang cara
mengendalikan keinginan-keinginan yang dinilai negatif oleh masyarakat.
2. Macam-macam Dongeng
Dongeng memiliki beberapa jenis, diantaranya yaitu:
1. Mite
Menurut Poerwadarminto (1985) mite adalah cerita yang berhubungan
dengan kepercayaan masyarakat yang tidak dapat dibuktikan
kebenarannya.
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
32
digilib.uns.ac.id
2. Dongeng futuristik (modern)
Dongeng futuristik (modern) disebut juga dongeng fantasi. Dongeng
ini biasanya bercerita tentang suatu yang fantastik atau tentang masa
depan.
3. Fabel
Fabel merupakan dongeng tentang binatang yang digambarkan seperti
manusia (perilaku kehidupan hewan yang menceritakan atau menyidir
kehidupan manusia). Binatang-binatang dalam cerita ini dapat
berbicara dan berakal budi seperti manusia (Mal, 2008).
4. Dongeng sejarah
Dongeng sejarah biasanya terkait dengan suatu peristiwa sejarah.
Dongeng ini banyak yang bertema tetang kepahlawanan. Seperti
tentang perjuangan merebut kemerdekaan Indonesia. Dongeng sejarah
disebut juga dengan sage. Menurut Poerwadarminto (1985) sage
adalah cerita yang mendasarkan peristiwa sejarah yang telah
bercampur dengan fantasi rakyat.
5. Dongeng Terapai (Traumatic Healing)
Dongeng ini ditujukan kepada anak-anak yang telah mengalami suatu
bencana atau anak-anak yang sedang sakit. Dongeng ini membuat
rileks saraf-saraf otak dan menenangkan hati mereka.
3. Tahap-Tahap Menyajikan Dongeng Sesuai Usia Anak
Hana (2011) menjelaskan bahwa, tahapan anak untuk mendapatkan
commit to user
dongeng sesuai dengan perkembangannya yaitu :
perpustakaan.uns.ac.id
33
digilib.uns.ac.id
1. Di dalam kandungan
Sejak indera pendengaran bayi mulai berfungsi dalam kandungan,
dongeng sudah dapat dibacakan kepadanya. Meskipun bayi belum bisa
memahami betul apa yang anda ceritakan tetapi perubahan ekspresi dan
intonasi dapat memancingnya untuk mengeksplorasi lebih lanjut dongeng
yang diceritakan.
2. Bayi usia 6 bulan hingga anak usia 2 tahun
Anak di usia ini belum dapat berfantasi atau mengartikan sebuah cerita
dengan luas, namun anak dapat memahami suatu cerita tersebut dengan
mudah melalui ekspresi pembawa cerita. Memasuki usianya yang ke 2
tahun, anak sudah mulai dapat menangkap isi sebuah dongeng dan
menghafal suatu dongeng, sehingga dia dapat mengingat dan mengulang
kembali dongeng yang didengarnya.
3. Anak usia 2 – 4 tahun
Anak diusia 2 – 4 tahun berada dalam fase pembentukan, dia sangat suka
mempelajari tentang manusia dan kehidupan yang membuat anak diusia
ini senang meniru tingkah laku orang dewasa. Anak sudah pandai
berfantasi yang puncaknya pada usia 4 tahun. Anak sudah mualai dapat
mengagumi dan suka membayangkan dirinya sebagai tokoh di dalam
dongeng yang didengarnya.
4. Anak usia 4 – 7 tahun
Anak di usia ini sudah dapat dikenalkan dongeng-dongeng yang lebih
kompleks. Di usia 7 tahun anak dapat diajarkan untuk membaca dongeng
commit to user
sendiri, dengan membaca cerita kesukaannya atau majalah yang
34
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
digemarinya. Di usia ini anak juga lebih menyukai cerita tentang masa
kecil orangtua atau neneknya, cerita tentang bagaimana orangtuanya
melalui masa-masa sedih maupun gembira. Disinilah anak dapat
ditanamkan budi pekerti, dan nilai-nilai luhur, menanamkan moral, serta
melatih berpikir rasional praktis.
5. Anak usia 8 – 12 tahun
Karakter anak diusia ini sudah mulai kompleks dan mulai menyukai intrik.
Cerita yang berbau petualangan dan sedikit roman dapat diberikan.
Pada saat mendengarkan dongeng, pastikan anak sudah dalam posisi
dan kondisi yang nyaman.
4. Teknik bercerita
Hana (2011) menjelaskan bahwa terdapat beberapa teknik mendongeng,
antara lain:
1. Membaca dari buku cerita
Teknik membaca dongeng secara langsung dari buku cerita. Teknik ini
dilakukan dengan menggunakan buku cerita yang sarat akan pesan-pesan
baik di dalamnya.
2. Mendongeng dengan ilustrasi dari buku
Teknik ini hanya menggunakan ilustrasi dari buku cerita yang diplih.
Ilustrasi harus menarik dan lucu sehingga anak dapat mendengarkan dan
memusatkan konsentrasinya.
commit to user
35
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
3. Menceritakan dongeng
Mendongeng merupakan suatu cara untuk meneruskan warisan suatu
budaya yang bernilai luhur dari suatu generasi ke generasi. Menceritakan
dongeng tersebut kepada anak membantu anak mengenal budaya
leluhurnya dan menyerap pesan-pesan yang terkandung di dalamnya.
4. Mendongeng dengan menggunakan boneka
Pemilihan teknik ini tergantung pada usia dan pengalaman anak. Boneka
yang digunakan mewakili tokoh yang ada didalam cerita yang
disampaikan.
5. Dramatissasi atas suatu dongeng
Teknik ini digunakan untuk memainkan perwatakan tokoh dalam dongeng
yang disukai anak. Anak akan turut serta memainkan watak tokoh yang dia
sukai sesuai imajinasinya.
6. Mendongeng sambil memainkan jari-jari tangan
Jari-jari tangan akan dapat menggambarkan tokoh yang berada dalam
cerita tersebut.
Terdapat pula trik mendongeng agar lebih menarik dengan beberapa cara,
diantaranya menggunakan kata-kata yang mudah dipahami anak, mengatur
intonasi, mengoptimalkan gerakan tangan, gerakan mata, mimic muka,
menggunakan alat peraga, melibatkan gambaran perasaan, dan berbagai
improvisasi lainnya. Dengan menggunakan trik tersebut anak akan mudah
memahami isi cerita yang dibawakan.
commit to user
36
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
5. Manfaat Dongeng
Dongeng merupakan sarana yang dapat membantu tumbuh kembang anak,
dapat memberikan teladan yang baik bagi anak, memberikan contoh sikap atau
perbuatan terpuji yang harus dikembangkan dan sikap atau perbuatan buruk
yang tidak boleh dilakukan anak. Dengan dongeng kita juga dapat memotivasi
anak. Biasanya, seorang anak ketika mendengarkan cerita berimajinasi sebagai
tokoh protagonis yang berhasil memecahkan masalah dalam cerita tersebut.
Seorang anak senantiasa membayangkan dirinya sebagai jagoan dalam sebuah
cerita. Di sinilah kesempatan untuk dapat menyemangati dan memotivasi anak
melalui
sebuah dongeng.
Dengan dongeng juga mengajarkan
cara
berkomunikasi. Keuntungan lain, membacakan dongeng atau cerita bagi anak
yang belum dapat berbicara juga dapat menjadi media pembelajaran bagi si
anak untuk berbicara. Dengan menceritakan dongeng maka akan merangsang
kemampuan berkomunikasi verbal anak. Dongeng dapat memperluas
wawasan dan pengalaman hidup anak (Bunata, 2004). Menurut Robbins dkk
(dalam Irenaningtyas 2001), ada beberapa keuntungan yang dapat diperoleh
anak saat mendengarkan bacaan cerita, antara lain isi cerita dapat digunakan
sebagai sarana pendidikan, anak dapat ikut berpikir tentang cara penyelesaian
masalah melalui jalan cerita, anak dapat mengenal kata-kata baru sehingga
dapat menambah kosa kata, mengenalkan nuansa bahasa kepada anak, anak
dapat berkonsentrasi dan berimajinasi.
Mendongeng adalah aktivitas yang sangat bermanfaat, beberapa manfaat
dongeng untuk anak adalah (Fadhila, 2012) :
commit to user
1. Merangsang kekuatan berpikir
37
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
Dongeng merangsang dan menggugah kekuatan berpikir, anak dapat
membentuk visualisasinya sendiri dari cerita yang didengarnya. Ia dapat
membayangkan seperti apa tokoh-tokoh maupun situasi yang muncul dari
dalam
dongeng
tersebut,
dan
lama-kelamaan
anak
akan
dapat
mengembangkan kreatifitasnya sendiri.
2. Sebagai media efektif
Dongeng merupakan media yang efektif untuk menanamkan berbagai nilai
etika kepada anak bahkan untuk memenuhi rasa empati. Misalnya nilai
nilai kejujuran, rendah hati, kesetiakawanan, dan kerja keras, juga tentang
kebiasaan sehari-hari yang baik, seperti berdoa, makan sayur, makan buah,
dan menggosok gigi. Anak juga diharapkan lebih mudah menyerap
berbagai nilai karena dongeng tidak bersikap meminta atau menngurui,
tokoh cerita dalam dongeng tersebutlah yang diharapkan menjadi contoh
atau teladan bagi anak.
3. Mengasah kepekaan anak terhadap bunyi-bunyian
Saat mendongeng, bakat akrobatik dalam suara sangat berguna. Saat
menirukan suara seorang nenek yang gemetar dan tidak terlalu jelas
misalnya. Suara seorang anak, seorang bapak, atau binatang berbeda dalam
membawakannya. Kata-kata yang lebih dipertegas atau diberikan tekanan
intonasi yang tepat, akan lebih berarti dan mengena dalam sebuah
dongeng.
4. Menumbuhkan minat baca
Dongeng dapat menjadi langkah awal untuk menumbuhkan minat baca
commit to user
pada anak. Setelah mendengar dongeng yang dia senangi, diharapkan ank
perpustakaan.uns.ac.id
38
digilib.uns.ac.id
juga tertarik untuk mencari tahu sendiri dengan membaca sendiri dongeng
yang mungkin digemarinya.
Tanpa disadari, orangtua (khususnya ibu) yang sering membacakan atau
bercerita kepada anaknya sejak kecil, ternyata mampu menciptakan anakanak yang mencintai buku dan gemar membaca ketika mereka sudah besar
(Asfandiyar, 2007).
5. Menumbuhkan rasa empati
Tokoh-tokoh yang berada dalam suatu dongeng atau yang disampaikan
pendongeng akan terasa hidup. Anak akan terbiasa membedakan antara
tokoh yang satu dengan tokoh yang lain. Bahkan anak akan menjadikan
tokoh yang baik menjadi idolanya. Dongeng akan menumbuhkan rasa
empati dengan membangkitkan emosi dan dapat menjadi contoh teladan
dalam kehidupan apabila tersampaikan dengan tepat. Hal ini akan
berdampak besar dalam proses perkembangan anak.
Mendongeng juga membantu perkembangan psikologis dan kecerdasan
emosional anak, serta beberapa manfaat lain (Soelastri Soekirno kompas.com,
5 Oktober 2012) yaitu:
1. Mengembangkan imajinasi anak
Dunia anak adalah dunia yang penuh imajinasi. Anak usia 3-7 tahun
memiliki “dunia”-nya sendiri, bahkan mempunyai teman khayalan sebagai
teman mereka bermain. Hal ini sebenarnya tidak salah karena bisa
membantu proses perkembangan mereka. Namun, sebaiknya orangtua
tetap mengontrol imajinasi meeka agar tetap positif, salah satunya melalui
commit to user
perpustakaan.uns.ac.id
39
digilib.uns.ac.id
pembacaan dongeng. Melalui dongeng yang dibacakan sang ibu, imajinasi
anak akan diarahkan dengan lebih baik.
2. Meningkatkan keterampilan berbahasa
Mendengarkan dongeng merupakan salah satu stimulasi dini yang bisa
digunakan untuk merangsang keterampilan berbahasa pada anak. Menurut
penelitian, anak perempuan lebih cepat menguasai kemampuan berbahasa
dibandingkan anak laki-laki. Hal ini disebabkan karena anak perempuan
memiliki fokus dan konsentrasi yang lebih baik daripada laki-laki.
Kemampuan awal yang dikuasai anak-anak adalah kemampuan verbal,
sehingga otak kanan mereka lebih berkembang dan keterampilan
berbahasanya lebih terlatih. Selain itu, kisah-kisah dongeng yang positif
akan membantu anak bertutur kata dalam bahasa yang sopan.
3. Meningkatkan minat baca anak
Secara tak langsung, anak-anak yang memiliki ketertarikan pada dongeng
akan memiliki rasa penasaran yang lebih tinggi. Cara yang paling mudah
untuk mendongeng adalah dengan membacakan buku cerita kepada
mereka. Ketika tertarik pada dongeng, mereka menjadi lebih tertarik pada
buku-buku cerita bergambar. Dengan sendirinya, minat baca mereka juga
meningkat.
4. Membangun kecerdasan emosional
Selain mendekatkan keakraban ibu dan anak, mendongeng ternyata bisa
membangun kecerdasan emosional anak. Anak-anak akan belajar tentang
nilai-nilai moral dalam kehidupan. Anak-anak kecil sulit untuk belajar
commit to user
tentang berbagai hal yang abstrak, seperti kebaikan pada sesama. Tetapi
40
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
dengan dongeng, anak akan terbantu dalam memahami nilai-nilai
emosional pada sesama.
Anak-anak sekarang ini kebanyakan hanya memiliki kepandaian kognitif
saja, padahal kepandaian emosional juga dibutuhkan untuk bersosialisasi
dan berbuat baik pada sesama sebagai bekal kehidupan mereka.
5. Membentuk anak yang mampu berempati
Stimulasi melalui dongeng akan mampu merangsang kepekaan anak usia
3-7 tahun terhadap berbagai situasi sosial. Mereka akan belajar untuk lebih
berempati pada lingkungan sekitarnya. Stimulasi akan lebih baik jika
dilakukan dengan merangsang indera pendengaran dibandingkan visual.
Stimulasi visual melalui televisi atau game memang akan merangsang
kepandaian visual, namun tidak akan merangsang kepekaan perasaan dan
empati anak. Dengan pendengaran, dan cerita-cerita yang mendidik, anak
akan lebih mudah menyerap nilai-nilai positif dan berempati dengan orang
lain.
C. Pengaruh Dongeng Terhadap Empati Anak
Dongeng merupakan suatu cerita yang imajinatif dan bersifat khayalan
karangan sang pendongeng. Anak lebih menyukai dongeng karena pada usia
ini anak lebih senang paada hal-hal yang bersifat imajinatif sehingga pengaruh
atau stimulus positif dapat masuk dengan mudah apalagi tentang pembentukan
karakteristik positif seperti empati, bahasa, minat membaca, dan kekuatan
berfikir.
Saat
anak
suka
mendengarkan
commit to user
dongeng,
maka
ia
dapat
menghilangkan rasa tegang, mood yang buruk dan berbagai perasaan negatif
perpustakaan.uns.ac.id
41
digilib.uns.ac.id
lainnya. Artinya dongeng telah membantu anak dalam mengatasi masalah
emosi (Hana, 2011).
Ketika mendengarkan dongeng yang menggambarkan perasaan, anak akan
ikut memahami apa yang ada dalam perasaannya dan merasakan apa yang ada
di dalam perasaan tokoh atau orang lain. Tokoh-tokoh yang berada dalam
suatu dongeng akan terasa hidup dan anak akan terbiasa membedakan antara
tokoh yang satu dengan tokoh yang lain. Bahkan anak akan menjadikan tokoh
yang baik menjadi idolanya. Dengan memahami tokoh, anak akan dapat
memahami dirinya. Dia akan mulai berpikir dan akan mampu membedakan
antara orang baik dengan orang jahat, orangtua dengan anak-anak, laki-laki
dan perempuan. Tentu saja akan menjadi pelajaran yang sangat berharga dan
disaat anak tumbuh dewasa, dia akan belajar menghormati perbedaan (Mal,
2008). Seseorang dapat menjadi empatik kepada karakter fiktif sebagaimana
kepada korban pada kehidupan nyata (Baron dan Byrne, 2005).
Mendongeng memiliki manfaat untuk merangsang kekuatan berpikir,
sebagai media efektif, mengasah kepekaan anak terhadap bunyi-bunyian,
menumbuhkan minat baca, dan juga menumbuhkan rasa empati.
Menurut Ahmad (1998) empati ialah suatu kecenderungan untuk
merasakan sesuatu yang dilakukan orang lain andaikata dia berada disituasi
orang tersebut. Eissenberg dan Mussen (dalam Lindgren 1974) mengatakan
bahwa empati sebagai keadaan afektif yang seolah-olah dialami sendiri yang
berasal dari keadaan atau kondisi emosi orang lain dan mirip dengan keadaan
atau emosi orang lain tersebut. Empati merupakan kemampuan seseorang
commit to user
untuk menempatkan diri kedalam perasaan dan pikiran orang lain serta
42
digilib.uns.ac.id
perpustakaan.uns.ac.id
melihat situasi dari sudut pandang orang lain, tanpa harus secara nyata terlibat
dalam perasaan dan tanggapan orang tersebut. Di dalam dongeng anak dapat
seolah-olah menjadi tokoh didalamnya dan inilah yang akan mengajarkan
anak dengan tentang rasa empati.
D. Kerangka Pemikiran
Rendahnya
empati pada anak
Pemberian Dongeng
Empati anak
meningkat
Gambar 1.
Kerangka Pemikiran Efektivitas Dongeng Untuk Meningkatkan Empti Pada
Siswa-siswi kelas IV dan V di SD Negeri Baturono Surakarta
E. Hipotesis
Berdasar uraian di atas, maka hipotesis penelitian ini adalah:
“Dengan pemberian dongeng akan efektif untuk meningkatkan empati
pada Siswa-siswi kelas IV dan V di SD Negeri Baturono Surakarta”.
commit to user
Download