stela teori fitoremediasi2

advertisement
TEORI FITOREMEDIASI
OLEH
TUMBUHAN AIR
Disbatraksikan oleh
Smno.jursntnhfpub.2014
. Ali,H., E.Khan dan M.A.Sajad. 2013. Phytoremediation of heavy metals—Concepts
and applications. Chemosphere, 91(7): 869-881.
Mobilisasi logam berat oleh manusia melalui ekstraksi bijih tambang dan
pengolahannya untuk berbagai macam aplikasi telah menyebabkan
pelepasan unsur-unsur logam ke dalam lingkungan. Karena logam berat
biasanya bersifat “non-biodegradable”, maka mereka menumpuk di
lingkungan dan kemudian mencemari rantai makanan. Kontaminasi rantai
makanan ini menimbulkan risiko bagi kesehatan manusia dan lingkungan.
Beberapa logam berat bersifat karsinogenik, mutagenik, teratogenik dan
endokrin, dan logam berat lainnya dapat menyebabkan perubahan
neurologis dan perubahan perilaku pada anak-anak. Oleh karena itu,
remediasi pencemaran logam berat menjadi sangat penting. Berbagai
metode fisik dan kimia digunakan untuk tujuan ini , metode-metode ini
mempunyai keterbatasan serius seperti biaya tinggi, padat karya, perubahan
sifat tanah dan gangguan mikroflora tanah yang asli. Sebaliknya,
fitoremediasi merupakan solusi yang lebih baik untuk masalah ini.
Fitoremediasi adalah penggunaan tanaman dan mikroba tanah yang terkait
untuk mengurangi konsentrasi atau efek racun dari kontaminan dalam
lingkungan (Ali, Khan dan Sajad, 2013). Fitoremediasi ini adalah teknologi
yang relatif baru dan dianggap murah, efektif, efisien, baru, ramah
lingkungan, dan teknologi solar-driven dqan mudah diterima oleh
. McCutcheon,S.C. dan S.E.Jørgensen. 2008.. Phytoremediation. Module in Earth
Systems and Environmental Sciences, from Encyclopedia of Ecology, 2008, pp. 27512766.
Fitoremediasi, penggunaan tanaman hijau untuk mengolah dan mengendalikan limbah di
dalam air, tanah, dan udara, merupakan bagian penting dari bidang rekayasa ekologi.
Aplikasinya secara in situ dan ex-situ ditentukan oleh situs tanah dan karakteristik air,
keberlanjutan gizi, meteorologi, hidrologi, kelayakan ekosistem, dan karakteristik
kontaminan. Fitotoksisitas dan transportasi massal atau bioavailabilitas merupakan titiktitik kritis dalam aplikasi teknologi fitoremediasi ini . Sebagian besar aplikasinya sangat
murah karena ketergantungan pada sinar matahari dan daur ulang hara in situ.
Aplikasi lahan basah, padang rumput, pertanaman, dan penanaman pohon telah
berhasil untuk berbagai jenis limbah, biasanya hadir dalam konsentrasi rendah dan tidak
bersifat fito-toksik akut. Sampah organik dan anorganik termasuk logam dan metaloid,
kontaminan xenobiotik, dan lindi-garam, air limbah, lumpur limbah, dan limbah
konvensional lainnya.
Aplikasi sistem monokultur hibrida dan ekosistem pertanaman sederhana , dan
mikroorganisme seringkali sangat tetapi sulit diterapkan dalam beberapa kasus. Selfengineering dan self-desain perlu digali dan digunakan untuk menerapkan ekosistem
yang berkelanjutan dalam mengelola limbah. Kunci keberhasilan penerapan ekosistem
yang berkelanjutan adalah pengetahuan tentang keragaman genetik dan proteomika
untuk memilih tanaman dan organisme lain untuk mengubah atau mengakumulasikan
polutan. Sebagian besar tanaman proteomes (sekitar 10 000 protein untuk semua
spesies) belum cukup dieksplorasi untuk mengoptimalkan dan memahami berbagai
. Yang,X., Y.Feng, Z.He dan P.J.Stoffella. 2005. Molecular mechanisms of heavy metal
hyperaccumulation and phytoremediation. Journal of Trace Elements in Medicine and Biology, 18(4):
339-353.
Sekelompok kecil tumbuhan hiperakumulator mampu “menyimpan” logam
berat dalam jaringan batang dan daunnya pada konsentrasi tinggi. Dalam
beberapa tahun terakhir, kemajuan ilmiah besar telah ditemukan dalam
memahami mekanisme fisiologis serapan logam dan transportasinya dalam
tubuh tanaman. Namun, masih relatif sedikit yang diketahui tentang dasardasar molekuler proses hiperakumulasi.
Yang et al. (2005) mengkaji mekanisme seluler (molekuler) toleransi logam
(hiperakumulasi) oleh tumbuhan hiperakumulator. Proses utama yang
terlibat dalam hiperakumulasi logam dari tanah ke dalam tanaman meliputi:
(a) bioaktivasi logam dalam rizosfer melalui interaksi akar-mikroba; (b)
meningkatkan serapan oleh transporter logam dalam membran plasma; (c)
detoksifikasi logam dengan mendistribusikan ke dalam sistem apoplasts
seperti pengikatan pada dinding sel dan khelasi logam dalam sitoplasma
dengan berbagai ligan, seperti fitokhelatin, metallothioneins, ikatan protein
logam; (d) penyerapan logam ke dalam vakuola oleh transporter tonoplast.
Anderson, L.S. dan M.M.Walsh. 2007. Arsenic uptake by common marsh fern Thelypteris palustris and
its potential for phytoremediation. Science of The Total Environment, 379(2–3): 263-265..
Anderson dan Walsh (2007) mengkaji budidaya hidroponik dan budidaya
tanah pakis-rawa Thelypteris palustris, untuk menyelidiki potensinya dalam
fitoremediasi arsen (As) pada air atau tanah yang tercemar. Hasil analisis
ICP-MS menunjukkan bahwa akar dan daun mengakumulasi arsenik hingga
100 kali konsentrasi dalam larutan pengolahan 250 mg / L dan 500 mg / L
arsenik, tetapi nilai-nilai ini bervariasi secara luas dan tidak ada perbedaan
yang signifikan dalam hal konsentrasi daun di antara perlakuan kontrol (tidak
ada arsenik) dan perlakuan pengolahan. Tanaman yang terpapar 500 mg / L
menunjukkan gejala nekrosis pada daunnya, hal ini menunjukkan bahwa
pakis Thelypteris palustris bukan calon yang baik untuk fitoremediasi situs
yang terkontaminasi arsenik (Anderson dan Walsh, 2007) .
Wei,C.Y. dan T.B. Chen. 2006. Arsenic accumulation by two brake ferns growing on an arsenic mine
and their potential in phytoremediation. Chemosphere, 63(6): 1048-1053.
.
Di daerah sekitar tambang arsenik di Provinsi Hunan China selatan, tanah
nya seringkali mengandung kadar arsenik yang tinggi. Wei dan Chen (2006)
melakukan survei lapangan untuk menentukan akumulasi arsenik dalam
delapan jenis pakis Kreta (Pteris cretica) dan 16 pakis Cina (Pteris vittata)
yang tumbuh di daerah ini. Tiga faktor yang dianalisis adalah : konsentrasi
arsenik pada bagian atas tanah (daun), faktor bioakumulasi (BF, rasio arsenik
dalam daun dan dalam tanah) dan faktor translokasi (TF; rasio arsenik dalam
daun dan dalam akar). Konsentrasi arsenik dalam daun pakis Cina sebesar 3
- 704 mg /kg, BFS sebesar 0,06 - 7,43 dan TF sebesar 0,17- 3,98,
sedangkan pada pakis Kreta sebesar 149-694 mg/kg, 1,34-6,62 dan 1,002,61. Hasil survei ini menunjukkan bahwa kedua pakis ini mampu
mengakumulasikan arsenik dalam kondisi lapangan. Dengan sebagian besar
arseniknya terakumulasi dalam daun, pakis ini memiliki potensi untuk
digunakan dalam fitoremediasi tanah-tanah yang terkontaminasi arsenik.
. Baldwin,P.R. dan D.J. Butcher. 2007. Phytoremediation of arsenic by two
hyperaccumulators in a hydroponic environment. Microchemical Journal, 85(2): 297-300.
Fito-filtrasi melibatkan penggunaan tumbuhan untuk menghilangkan senyawa
beracun dari air. Arsenik adalah unsur yang sangat penting terhadap kualitas
lingkungan dan toksikologi karena efeknya terhadap kesehatan manusia.
Baldwin dan Butcher (2007) melakukan penelitian sistem hidroponik di
laboratorium untuk mengkarakterisasi fitofiltrasi dalam penyerapan arsenik
dan hara-makro oleh dua tumbuhan hiperakumulator arsenik, Pteris cretica
cv Mayii (Pakis bulan) dan Pteris vittata (Pakis Cina). Arsenik terbukti secara
istimewa menumpuk lebih banyak dalam daun dan batang P. cretica cv Mayii
dibandingkan dengan akarnua. Serapan kalsium dan fosfor dibandingkan
antara tanaman kontrol (larutan hara) dan tanaman yang terpapar arsenik
(III) (larutan hara diperkaya arsen(III)). Perbedaan yang signifikan
konsentrasi hara-makro terjadi pada akar, batang, dan daun , antara
tanaman kontrol dan tanaman yang trpapar arsenik. Kandungan arsenik dari
tanaman P. vittata yang terpapar larutan hidroponik yang mengandung
arsenik(III) dan arsen(V) ternyata tidak berbeda nyata.
. Favas, P.J.C., J. Pratas dan M.N.V. Prasad. 2012. Accumulation of arsenic by aquatic plants in largescale field conditions: Opportunities for phytoremediation and bioindication. Science of The Total
Environment, 433(Sept.): 390-397.
.
Favas, Pratas dan Prasad (2012) meneliti potensi tumbuhan air untuk
bioindikator As dan / atau fitofiltrasi arsenik dari air yang terkontaminasi.
Lebih dari 71 spesies tumbuhan air dikumpulkan dari 200 titik sampling di
perairan. Spesies Ranunculus trichophyllus, Ranunculus peltatus subsp.
saniculifolius, Lemna minor, Azolla carolininia, dan Juncus effusus,
menunjukkan korelasi positif sangat signifikan dengan keberadaan arsenik
dalam air. Spesies ini dapat berfungsi sebagai bioindikator arsenik.
Konsentrasi tertinggi arsenik ditemukan pada Callitriche lusitanica (2346 mg
/ kg DW), Callitriche brutia (523 mg / kg DW), L. minor (430 mg / kg DW), A.
carolininia (397 mg / kg DW), R. trichophyllus (354 mg / kg DW), Callitriche
stagnalis (354 mg / kg DW) dan Fontinalis antipyretica (346 mg / kg DW).
Hasil penelitian ini menunjukkan potensi penggunaan jenis-jenis tumbuhan
air ini untuk fitofiltrasi arsenik melalui sistem lahan basah buatan atau
pemeliharaan jenis tumbuhan ini ke dalam badan air alami (Favas, Pratas
dan Prasad, 2012).
. . Shoji, R., R. Yajima dan Y. Yano . 2008. Arsenic speciation for the phytoremediation
by the Chinese brake fern, Pteris vittata. Journal of Environmental Sciences, 20(12):
1463-1468.
Shoji, Yajima dan Yano (2008) mengkaji spesiasi Arsen (As) untuk
fitoremediasi dengan tumbuhan pakis Cina. Mekanisme tanaman
menginduksi pembentukan senyawa thiol (SH) dan protein akibat
keterpaparan As dalam hubungannya dengan serapan As dan fosfat ke
dalam sel tanaman. Pteris vittata secara efisien dapat mereduksi As(V)
menjadi As(III) dengan menghasilkan ensim reduktase dan mensintesis thiol
yang menyebabkan produksi fitokhelatin. Selanjutnya, Pteris vittata dapat
mengendalikan konsentrasi fosfat dalam sel sesuai dengan konsentrasi
arsenit dan arsenat.
. Vamerali,T., M. Bandiera, L. Coletto, F. Zanetti, N.M.Dickinson dan G.Mosca . 2009.
Phytoremediation trials on metal- and arsenic-contaminated pyrite wastes (Torviscosa,
Italy). Environmental Pollution, 157(3): 887-894.
Di sebuah situs di Udine, Italia, lapisan (setebal 0,7 m) limbah yang
terkontaminasi As, Co, Cu, Pb dan Zn yang berasal dari penggorengan
mineral untuk ekstraksi sulfur telah ditutupi dengan lapisan tanah berkerikil
yang tidak tercemar setebal 0,15 m (Vamerali, et al., 2009). Studi ini
mengkaji apakah fitoremediasi biomassa berkayu merupakan pilihan
manajemen yang realistis. Dengan membandingkan pembajakan dan
subsoiling (kedalaman 0,35 m), pertumbuhan Populus dan Salix dan serapan
hara mikro dipelajari dalam percobaan pot dan uji-coba lapangan. Perbedaan
spesies bersifat marjinal dan pemilihan spesies tidak kritis. Gangguan
produktivitas bagian tumbuhan di atas tanah dan rendahnya translokasi hara
mikro menunjukkan bahwa penyerapan kontaminan yang “bioavailable”
ternyata tidak layak.
Temuan yang paling signifikan adalah pertumbuhan akar-akar kasar dan
akar-akar halus dalam lapisan permukaan yang menyediakan “tampungan”
yang signifikan untuk hara mikro. Peneliti menyimpulkan bahwa fitostabilisasi
dan imobilisasi yang efektif unsur logam dan As dapat dicapai di lokasi
dengan perbaikan tanah yang dikombinasikan dengan penanaman spesies
kayu. Keyakinan untuk mencapai remediasi berkelanjutan dan jangka
. . Wan,X., M.Lei, Y.Liu, Z.Huang, T. Chen dan D.Gao. 2013. A comparison of arsenic accumulation and
tolerance among four populations of Pteris vittata from habitats with a gradient of arsenic concentration.
Science of The Total Environment, 442(January): 143-151.
Kontaminasi Arsen (As) dapat menimbulkan risiko tinggi bagi kesehatan
manusia. Fitoremediasi berdasarkan hiperakumulator As pakis Pteris vittata
telah digunakan di daerah lahan pertanian yang terkontaminasi As di Cina
selatan. Namun demikian, alasan terjadinya perbedaan penyerapan As di
antara P. populasi vittata masih belum jelas. Wan et al. (2013) meneliti spora
dari empat populasi P.vittata yang dikumpulkan dari empat lokasi dengan
berbagai konsentrasi As-tanah (108 mg/kg - 7527 mg/kg) dan kemudian
dibiakkan dalam lingkungan yang terkendali untuk menganalisis
kemampuannya mengakumulasikan As dan toleransinya terhadap As. Hasil
penelitian ini menunjukkan bahwa populasi dari habitat miskin As
menunjukkan konsnetrasi As dalam daunnya 80% lebih besar dibandingkan
dengan populasi dari habitat kaya As. Di sisi lain, populasi dari habitat kaya
As menghasilkan biomasa sekitar lima kali lebih besar dibandingkan dengan
populasi dari habitat yang miskin As, bila keduanya terpapar cekaman As
yang sama. Dengan demikian, akumulasi As dan toleransi pakis P. vittata
merupakan dua proses yang bersifat independen. Investigasi lebih lanjut
mengungkapkan bahwa penyerapan As dan konversi spesies As terjadi di
dalam akar merupakan dua proses penting yang menjembatani konsnetrasi
Francesconi,K., P. Visoottiviseth, W. Sridokchan dan W.Goessler. 2002. Arsenic species
in an arsenic hyperaccumulating fern, Pityrogramma calomelanos: a potential
phytoremediator of arsenic-contaminated soils. Science of The Total Environment,
. 27-35..
284(1–3):
Francesconi et al. (2002) mempelajari tumbuhan pakis Pityrogramma
calomelanos hiperakumulator arsenik yang banyak tumbuh pada tanah-tanah
yang terkontaminasi arsenik di distrik Ron Phibun Thailand selatan. Pakis P.
calomelanos ini mengakumulasikan arsenik terutama dalam daunnya (hingga
8350 mg As / g biomassa kering) sedangkan rhizoidnya mengandung
konsentrasi As terendah (88-310 mg As / g biomassa kering). Spesies
arsenik dalam ekstrak air dari tanaman pakis dan tanah ditentukan dengan
Metode Kromatografi caira, bertekanan tinggi digabungkan dengan
spektrometer induktif (HPLC-ICPMS) yang berfungsi sebagai detektor khusus
arsenik. Hanya sebagian kecil dari arsenik (6,1-12%) dalam tanah yang
dapat diekstraksi ke dalam air, dan sebagian besar arsen ini (> 97%) berupa
arsenat. Spesies arsenik dalam rhizoids pakis adalah sekitar 60% dapat
diekstrak dengan air, 95% berupa arsenat. Sebaliknya, arsenik dalam daun
pakis mudah diekstraksi ke dalam air (86-93%) dan berupa arsenit (60-72%)
dan sisanya berupa arsenat. Methylarsonate dan dimethylarsinate terdeteksi
dalam jumlah kecil pada dua sampel pakis. Perkiraan awal potensi
fitoremediasi menunjukkan bahwa P. calomelanos mungkin menyerap sekitar
. . Lyubenova, L., P.Pongrac, K.V.Mikuš, G.K.Mezek, P.Vavpetič, N.Grlj, M.Regvar,
P.Pelicon dan P.Schröder. 2013. The fate of arsenic, cadmium and lead in Typha
latifolia: A case study on the applicability of micro-PIXE in plant ionomics. Journal of
Hazardous Materials, 248–249(March): 371-378.
. Lyubenova et al. (2013) mempelajari serapan, akumulasi dan distribusi
unsur-unsur beracun dalam tumbuhan , dalam kaitannya untuk desain
strategi fitoremediasi yang efektif, terutama dalam kasus pencemaran multielemen. Dengan menggunakan Metode mikro-proton diinduksi emisi sinar-X,
distribusi spasial Na, Mg, Al, Si, P, S, Cl, K, Ca, Mn, Fe, Zn, As, Br, Rb, Sr, Cd
dan Pb secara kuantitatif terdeteksi dalam akar dan rimpang spesies
tumbuhan lahan basah, Typha latifolia, yang diperlakukan dengan campuran
100 μM masing-masing As, Cd dan Pb, secara bersama-sama. Konsentrasi
tertinggi dari As, Cd dan Pb ditemukan dalam akar T. latifolia, dan
distribusinya spesifik jaringan. Arsenik terdeteksi dalam rhizodermis akar, dan
di dalam rimpang ternyata mayoritas As berada dalam jaringan pembuluh.
Hal ini menunjukkan bahwa As dalam tumbuhan T. latifolia sangat mobil.
Spesies Cd terdeteksi dalam exodermis akar, dan dalam jaringan pembuluh
serta epidermis rimpang. Konsentrasi Pb tertinggi terdeteksi dalam
rhizodermis akar dan exodermis akar, serta dalam epidermis rimpang.
. . Pandey, V.C. 2012. Phytoremediation of heavy metals from fly ash pond by Azolla
caroliniana. Ecotoxicology and Environmental Safety, 82(August): 8-12.
Pandey (2012) meneliti kelimpahan alami tumbuhan Azolla carolininia (pakis
air) pada kolam permukaan logam yang diperkaya dengan abu-terbang (FA)
yang mencerminkan karakteristik toksi-toleransinya. Hasil penelitian ini
menunjukkan efisiensi A. carolininia untuk fitoremediasi kolam FA karena
faktor biokonsentrasinya yang lebih tinggi. Konsentrasi logam berkisar 175538 dan 86 -753 mg/kg dalam akar dan daun. Faktor biokonsentrasi (BCF)
dari semua logam dalam akar dan daun berkisar antara 1,7 - 18.6 dan 1,811,0, semua nilai lebih besar dari satu dan menunjukkan potensi A.
carolininia untuk mengakumulasikan logam. Faktor translokasi (TF) berkisar
0,37-1,4 untuk berbagai logam berat. Hasil lapangan membuktikan bahwa A.
carolininia adalah akumulator logam berat dan dapat digunakan untuk
fitoremediasi kolam FA.
. . McSweeney, N.J. dan L.Forbes. 2014. Arsenic-interacting plant proteins as templates
for arsenic specific flotation collectors? A review. Minerals Engineering, 64(October ): 6777.
Mineral yang mengandung arsenik lazim terjadi dalam bijih tambang
yang mengandung timbal, nikel, emas dan tembaga. Karena
kesamaan dalam sifat permukaan mineral logam-sulfida dengan
mineral arsenik, maka pemisahan selektif arsenik dari bijih tersebut
dengan flotasi tetap menantang. Arsenik juga terdapat di manamana dalam lingkungan alam dan sangat beracun bagi semua
bentuk kehidupan. Namun demikian, jenis tumbuhan tertentu telah
mengembangkan mekanisme yang memungkinkannya untuk tumbuh
di tanah yang kaya arsenik, dengan hiper-akumulasi arsenik dalam
akar dan daunnya. McSweeney dan Forbes (2014) membahas
fungsi biologis arsenik dalam tanaman hiper-akumulasi dan
mengidentifikasi biomolekul kunci yang terlibat dalam penyerapan,
detoksifikasi dan penyimpanan spesies arsenik dalam tanaman.
January, M.C., T.J. Cutright, H. Van Keulen dan R. Wei. 2008. Hydroponic phytoremediation of Cd, Cr,
Ni, As, and Fe: Can Helianthus annuus hyperaccumulate multiple heavy metals?. Chemosphere, 70(3):
531-537.
January et al. (2008) meneliti bunga matahari yang dipapar larutan hara
yang terkontaminasi 3, 4, atau 5 logam berat, dengan dan tanpa EDTA.
Bunga matahari menunjukkan preferensi serapan logam Cd = Cr > Ni, Cr >
Cd > Ni > As dan Fe >> As> Cd> Ni> Cr tanpa EDTA ; dan Cr> Cd> Ni, Fe >>
As> Cd> Cr> Ni dengan perlakuan EDTA. Serapan As tidak terpengaruh oleh
logam lainnya, tetapi arsenik ini menurunan konsentrasi Cd dan Ni dalam
batang. Kehadiran Fe meningkatkan translokasi logam lainnya. Secara
umum, EDTA berfungsi sebagai halangan untuk penyerapan logam. Pada
percobaan dengan semua lima logam berat tersebut, EDTA menurunkan Cd
dalam akar dan batang sebesar 2,11-1,36 dan 2,83-2,32 mg/g biomassa.
Pada kondisi yang sama, Ni dalam batang menurun 1,98-0,94 mg/g, total
serapan logam menurun dari 14,95 mg hingga 13,89 mg, dan biomassa total
menurun dari 2,38 g menjadi 1,99 g. Hasil penelitian ini menunjukkan efek
negatif secara keseluruhan akibat penambahan EDTA. Namun tidak diketahui
apakah efek negatif ini disebabkan oleh toksisitas yang ditimbulkan oleh
EDTA atau karena rusaknya ikatan fitokhelatin-logam. Temuan yang paling
penting adalah kemampuan bunga matahari untuk mencapai status
hiperakumulator untuk As dan Cd dalam semua kondisi (January et al.,
Najjapak, S., M. Meetam, M.Kruatrachue, P.Pokethitiyook dan K.Nathalang. 2013. Phytoremediation
potential of charophytes: Bioaccumulation and toxicity studies of cadmium, lead and zinc. Journal of
Environmental Sciences, 25(3): 596-604..
Najjapak, et al. (2013) meneliti kemampuan charophytes air tawar, yaitu
Chara aculeolata dan Nitella opaca dalam penyerapan kadmium (Cd), timbal
(Pb) dan seng (Zn) dari air limbah. Jenis algae C. aculeolata dan N. opaca
terpapar berbagai konsentrasi Cd (0,25 dan 0,5 mg / L), Pb (5 dan 10 mg / L)
dan Zn (5 dan 10 mg / L) dalam sistem hidroponik selama enam hari. Jenis
tumbuhan C. aculeolata lebih toleran terhadap Cd dan Pb daripada N. opaca.
Tingkat pertumbuhan relatif algae N. opaca secara drastis berkurang pada
konsentrasi tinggi Cd dan Pb, meskipun keduanya toleran terhadap Zn.
Kedua makroalga ini menunjukkan penurunan kandungan kloroplas, klorofil
dan kandungan karotenoid setelah paparan Cd dan Pb, sedangkan paparan
Zn hanya sedikit berpengaruh. Bioakumulasi Cd dan Pb lebih tinggi pada
algae N. opaca (1544,3 mg / g pada 0,5 mg / L Cd, 21.657,0 mg / g pada 10
mg / L Pb), sedangkan akumulasi Zn yang lebih tinggi terjadi pada algae C.
aculeolata (6.703,5 mg/g pada 10 mg/L Zn). Selain itu, tingginya nilai faktor
biokonsentrasi (> 1000) untuk Cd dan Pb terjadi pada kedua spesies algae
ini. Jenis C. aculeolata menunjukkan persentase penyerapan Cd dan Pb (>
95%) lebih tinggi daripada jenis N. opaca, dan tampaknya menjadi pilihan
yang lebih baik untuk penyerapan Cd dan Pb dari limbah cair karena
. Sasmaz, A. dan M.Sasmaz . 2009. The phytoremediation potential for strontium of indigenous plants
growing in a mining area. Environmental and Experimental Botany, 67(1): 139-144.
.
Sasmaz dan Sasmaz (2009) meneliti distribusi dan akumulasi strontium (Sr)
dalam daun dan akar Euphorbia macroclada (EU), Verbascum
cheiranthifolium (VR), dan Astragalus gummifer (AS), sehubungan dengan
penggunaannya dalam fitoremediasi. Sampel tanaman dan tanah
dikumpulkan dari daerah pertambangan Keban dan dianalisis dengan metode
ICP-MS untuk Sr. Nilai rata-rata Sr dalam daun, akar dan tanah, masingmasing, sebesar 453, 243 dan 398 mg/kg untuk tumbuhan E. macroclada;
149, 106 dan 398 mg/kg untuk V. cheiranthifolium; dan 278, 223 dan 469 mg/
kg untuk A. gummifer. Faktor pengayaan untuk root (ECR) dan untuk daun
(ECS) tanaman ini ternyata lebih kecil dari 1 atau mendekati 1, kecuali untuk
daun E. macroclada. Faktor translokasi rata-rata (TLF) dari tanaman ini lebih
besar dari 1, dan 2,08 untuk E. macroclada, 1,47 untuk V. cheiranthifolium,
1,18 untuk A. gummifer. Dengan demikian terlihat bahwa daun-daun
tanaman ini dapat menjadi bioakumulator yang efisien untuk Sr dan dapat
digunakan dalam membersihkan atau merehabilitasi tanah yang
terkontaminasi Sr karena faktor translokasinya sangat tinggi (Sasmaz dan
Sasmaz , 2009) .
Agunbiade,F.O., B.I.Olu-Owolabi dan K.O. Adebowale. 2009. Phytoremediation potential of
Eichornia crassipes in metal-contaminated coastal water. Bioresource Technology, 100(19):45214526.
Agunbiade, et al. (2009) melakukan penelitian untuk mengevaluasi potensi
Eichornia crassipes untuk digunakan dalam fitoremediasi di wilayah pesisir
yang terkontaminasi logam. Sepuluh logam, As, Cd, Cu, Cr, Fe, Mn, Ni, Pb,
Zn, dan V dinilai dalam air , dalam akar dan daun tanaman dari daerah
pesisir Ondo State, Nigeria. Nilai-nilai ini digunakan untuk mengevaluasi
faktor pengayaan (EF) dan faktor translokasi (TF) dalam tubuh tanaman.
Konsentrasi kritis logam lebih rendah dari yang ditentukan untuk
mengklasifikasikan tanaman sebagai akumulator , tetapi EF dan TF
mengungkapkan bahwa tanaman mengakumulasikan logam beracun Cr, Cd,
Pb dan As , dalam akar dan daunnya hingga konsnetrasi tinggi. Hal ini
menunjukkan bahwa tanaman yang memproduksi banyak biomassa di
permukaan air dan tidak dimakan oleh hewan dapat berfungsi sebagai
tanaman fito-ekstraksi dan rhizofiltrasoi dalam teknologi fitoremediasi.
.
. Phytoremediation of water contaminated with mercury using Typha domingensis
in constructed wetland
Original Research ArticleChemosphere, Volume 103, May 2014, Pages 228-233Marcos
Vinícius Teles Gomes, Roberto Rodrigues de Souza, Vinícius Silva Teles, Érica Araújo
Mendes
The presence of mercury in aquatic environments is a matter of concern by part of the
scientific community and public health organizations worldwide due to its persistence
and toxicity. The phytoremediation consists in a group of technologies based on the use
of natural occurrence or genetically modified plants, in order to reduce, remove, break or
immobilize pollutants and working as an alternative to replace conventional effluent
treatment methods due to its sustainability – low cost of maintenance and energy. The
current study provides information about a pilot scale experiment designed to evaluate
the potential of the aquatic macrophyte Typha domingensis in a constructed wetland with
subsurface flow for phytoremediation of water contaminated with mercury. The efficiency
in the reduction of the heavy metal concentration in wetlands, and the relative metal
sorption by the T. domingensis, varied according to the exposure time. The continued
rate of the system was 7 times higher than the control line, demonstrating a better
performance and reducing 99.6 ± 0.4% of the mercury presents in the water
contaminated. When compared to other species, the results showed that the T.
domingensis demonstrated a higher mercury accumulation (273.3515 ± 0.7234 mg kg−1)
when the transfer coefficient was 7750.9864 ± 569.5468 L kg−1. The results in this
.
. Joint effects of arsenic and cadmium on plant growth and metal bioaccumulation: A potential
Cd-hyperaccumulator and As-excluder Bidens pilosa L
Original Research ArticleJournal of Hazardous Materials, Volume 165, Issues 1–3, 15 June 2009,
Pages 1023-1028Yue-bing Sun, Qi-xing Zhou, Wei-tao Liu, Jing An, Zhi-Qiang Xu, Lin Wang
Joint effects of arsenic (As) and cadmium (Cd) on the growth of Bidens pilosa L. and its uptake and
accumulation of As and Cd were investigated using the field pot-culture experiment. The results showed
that single Cd (≤25 mg kg−1) and As (≤50 mg kg−1) treatments could promote the growth of B. pilosa,
resulting in 34.5–104.4% and 21.0–43.0%, respectively, increase in the dry biomass of shoots while
compared with that under the control conditions. However, under the co-contamination of As and Cd,
there was an antagonistic effect on the growth of the plant. The concentrations of As and Cd
accumulated in tissues of the plant increased with an increase of As and Cd in soils. In particular, the
levels of Cd in stems and leaves reached 103.0 and 110.0 mg kg−1, respectively, when soil Cd was
10 mg kg−1. Furthermore, the BF and TF values of Cd were greater than 1.0. However, the highest
content of As in roots of the plant was only 13.5 mg kg−1 when soil As was at a high level, i.e.
125 mg kg−1, and the TF values of As were less than 0.1, indicating that B. pilosa can be considered as
a potential Cd hyperaccumulator and As excluder. The presence of As had inhibitory effects on Cd
absorption by the plant, in particular, the accumulation of Cd in stems, leaves and shoots decreased
significantly, with 42.8–53.1, 49.3–66.4 and 37.6–59.5%, respectively, reduction when the level of soil
As was up to 125 mg kg−1 compared with that under no addition of As. Whereas, when Cd was added
to soils, it could facilitate As accumulation in tissues of the plants and the As concentrations in shoots
increased with increasing Cd spiked in soils. The interactive effects of Cd and As may be potential for
phytoremediation of Cd and/or As contamination soils.
Efek gabungan dari arsen (As) dan kadmium (Cd) terhadap pertumbuhan Bidens pilosa L. dan serapan
.
The phytoremediation ability of a polyculture constructed wetland to
treat boron from mine effluent.
Original Research ArticleJournal of Hazardous Materials, Volumes 252–253,
15 May 2013, Pages 132-141Onur Can Türker, Harun Böcük, Anıl Yakar
This study focuses on describing the ability of a small-scale, subsurface-flow-polyculture-constructed
wetland (PCW) to treat boron (B) mine effluent from the world's largest borax mine (Kırka, Turkey)
under field conditions. This application is among the first effluent treatment methods of this type in both
Turkey and the world. This study represents an important resource on how subsurface-flow-constructed
wetlands could be used to treat B mine effluents in the field conditions. To this end, an experimental
wetland was vegetated with common reed (Phragmites australis) and cattails (Typha latifolia), and mine
effluent was moved through the wetland. The results of the present study show that B concentrations of
the mine effluent decreased from 187 to 123 mg l−1 (32% removal rate) on average. The T. latifolia
individuals absorbed a total of 250 mg kg−1 whereas P. australis in the PCW absorbed a total of
38 mg kg−1 B during the research period.
.
Penelitian ini berfokus pada menggambarkan kemampuan dari skala kecil,
bawah permukaan-flow-polikultur-constructed wetland (PCW) untuk
mengobati boron (B) limbah tambang dari terbesar di dunia tambang boraks
(Kırka, Turki) di bawah kondisi lapangan. Aplikasi ini merupakan salah satu
metode pengolahan limbah pertama dari jenis ini di Turki dan dunia.
Penelitian ini merupakan sumber penting tentang bagaimana permukaan-
.
. Phytoremediation: modeling plant uptake and contaminant transport in the soil–
plant–atmosphere continuum
Original Research ArticleJournal of Hydrology, Volume 266, Issues 1–2, 5 September
2002, Pages 66-82Ying Ouyang
Phytoremediation is an emerging technology that uses plants and their associated
rhizospheric microorganisms to remove, degrade, detoxify, or contain contaminants
located in the soil, sediments, groundwater, surface water, and even the atmosphere.
This study investigates phytoremediation of 1,4-dioxane from a contaminated sandy soil
by a poplar cutting, which is associated with water flow in the soil as well as water
movement and 1,4-dioxane translocation in the xylem and phloem systems. An existing
one-dimensional mathematical model for coupled transport of water, heat, and solutes in
the soil–plant–atmosphere continuum (CTSPAC) is modified for the purpose of this
study. The model is calibrated with the laboratory experimental measurements prior to its
applications. A simulation scenario is then performed to investigate phytoremediation of
1,4-dioxane by a poplar cutting in response to daily water flow and 1,4-dioxane transport
for a simulation period of 7 days. Simulation shows that 1,4-dioxane concentration is high
in leaves and low in roots with the stem in between. However, 1,4-dioxane mass in the
stem (60%) is higher than that of leaves (28%) and roots (12%). This occurs because the
stem volume used in this study is larger than those of leaves and roots. The simulation
further reveals that about 30% of the soil 1,4-dioxane is removed within 7 days, resulting
mainly from root uptake. A plot of the 1,4-dioxane concentrations in plant compartments
.
. Arsenic accumulation by Talinum cuneifolium – application for phytoremediation of arseniccontaminated soils of Patancheru, Hyderabad, India
Review ArticleTrace Metals and other Contaminants in the Environment, Volume 9, 2007, Pages 315337K. Chandra Sekhar, C.T. Kamala, N.S. Chary, A.B. Mukherjee
In recent years, due to increased use of metal-containing raw materials and population growth, many
regions of the Indian subcontinent have been contaminated with metals. Metal contamination poses the
most significant potential threat to the environment and the human health due to their known toxicity.
Many sites in the industrial region of Patancheru near Hyderabad, Andhra Pradesh (AP), and
Rajnandagaon district of Chhatisgarh State, India, are polluted with high concentrations of trace metals
including As, inorganic chemicals, and organic compounds. Large amounts of As have been reported in
landfills and groundwater in many regions of the world. Many people live in the Bengal Delta Plain,
which is contaminated with high concentration of As (>10 μg/l) in drinking water. In most soils, As is
generally found in relatively low level, but in industrial and contaminated sites, its concentration may be
quite high. Among the different remediation technologies, phytoremediation of metal-contaminated soils
offers a cost-effective alternative and its importance is increasing for clean-up of metal-contaminated
ecosystems.
This study was carried out with a hyperaccumulating plant Talinum cuneifolium, which belongs to the
family Portulacaceae, for removal of As from soil. The ability of this plant to accumulate As in roots and
shoots was studied under pot experimental conditions. The results showed that As accumulation
reached maximum in the roots during the first 1–3 weeks. After a period of 1 month, the leaf As
concentration increased, compared to the roots and stems. The plant could withstand As concentrations
up to 2000 mg/kg DW, though phytotoxic symptoms appeared later on. In addition, we studied the effect
of various metals (Pb, Cr, Co, Cu, Zn, Cd, and Fe), and anions (carbonate, acetate, phosphate, nitrate,
sulfate, and chloride). We also used various chemical modifiers such as N + P + K fertilizer and citrate
.
. Phytoremediation of stable Cs from solutions by Calendula alata,
Amaranthus chlorostachys and Chenopodium album
Original Research ArticleEcotoxicology and Environmental Safety, Volume
74, Issue 7, October 2011, Pages 2036-2039Roxana Moogouei, Mehdi
Borghei, Reza Arjmandi
Uptake rate of 133Cs, at three different concentrations of CsCl, by Calendula alata, Amaranthus
chlorostachys and Chenopodium album plants grown outdoors was studied. These plants grow
abundantly in semi-arid regions and their varieties exist in many parts of the world. When exposed to
lowest Cs concentration 68 percent Cs was remediated by Chenopodium album. 133Cs accumulation in
shoots of Amaranthus chlorostachys reached its highest value of 2146.2 mg kg−1 at a 133Cs supply level
of 3.95 mg l−1 of feed solution. The highest concentration ratio value was 4.89 for Amaranthus
chlorostachys, whereas for the other tests it ranged from 0.74 to 3.33. Furthermore uptake of 133Cs by
all three species increased with increasing metal concentrations. The results also indicated that
hydroponically grown Calendula alata, Amaranthus chlorostachys and Chenopodium album could be
used as potential candidate plants for phytoremediation of solutions contaminated with Cs.
.
Metal uptake, transport and release by wetland plants: implications for
phytoremediation and restoration.
Review ArticleEnvironment International, Volume 30, Issue 5, July 2004, Pages 685700Judith S. Weis, Peddrick Weis
Marshes have been proposed as sites for phytoremediation of metals. The fate of metals
within plant tissues is a critical issue for effectiveness of this process. In this paper we
review studies that investigate the effects of plants on metals in wetlands. While most of
these marsh plant species are similar in metal uptake patterns and in concentrating
metals primarily in roots, some species retain more of their metal burden in belowground
structures than other species, which redistribute a greater proportion of metals into
aboveground tissues, especially leaves. Storage in roots is most beneficial for
phytostabilization of the metal contaminants, which are least available when
concentrated below ground. Plants may alter the speciation of metals and may also
suffer toxic effects as a result of accumulating them. Metals in leaves may be excreted
through salt glands and thereby returned to the marsh environment. Metal concentrations
of leaf and stem litter may become enriched in metals over time, due in part to cation
adsorption or to incorporation of fine particles with adsorbed metals. Several studies
suggest that metals in litter are available to deposit feeders and, thus, can enter
estuarine food webs. Marshes, therefore, can be sources and well as sinks for metal
contaminants. Phragmites australis, an invasive species in the northeast U.S. sequesters
more metals belowground than the native Spartina alterniflora, which also releases more
Download