SPESIASI ARSEN DALAM LINGKUNGAN Disbatraksikan oleh Smno.jursntnhfpub.2014 . Distribusi spesies arsenik dan kimiawinya dalam lingkungan perairan merupakan fungsi dari reaksi redoks, proses adsorpsi-desorpsi dan pelarutan fase padatan. Dalam sistem akuatik yang kompleks aktivitas bakteri harus dipertimbangkan dalam rangka untuk mengevaluasi kemungkinan mekanisme pelarutan senyawa arsenik. Konsentrasi ion dan beberapa parameter kualitas air, dan hubungan antara kehadiran arsen dan komponen kimia lainnya harus dikaji dalam rangka untuk lebih memahami hubungan di antaranya dan mendapatkan pengetahuan yang lebih komprehensif tentang geokimia arsenik dalam sistem air-tanah. Smedley P. L. and Kinniburgh D. G. (2002) A review of the source, behaviour and distribution of arsenic in natural waters. Applied Geochemistry 17, 517-568.. Arsenik adalah metalloid yang terdaftar dalam kelompok VA dari tabel periodik. Arsen di alam dalam keadaan oksidasi +V (arsenate), +III (arsenit), 0 (arsenik) dan -III (arsine). Dalam sistem akuatik, arsenik menunjukkan perilaku anionik. Dalam kasus air yang beroksigen, asam arsenik dominan hanya pada pH sangat rendah (< 2). Dalam rentang pH = 2 -11, arsenik ini berbentuk H2AsO4- dan HAsO4=. Dalam kondisi agak reduksi dan nilai-nilai pH rendah, asam arsenious dikonversi menjadi H2AsO3- dengan meningkatnya pH. Kalau pH melebihi 12 , maka HAsO3= akan muncul (Smedley dan Kinniburgh, 2002). Vance, D.B. 2001. Arsenic - Chemical Behavior and Treatment”. October, 2001. http://2the4.net/arsenicart.htm.. Dalam berbagai kondisi lingkungan alamiah, arsenik mudah berubah valensi dan bentuk kimiawinya. Beberapa kondisi yang dapat mempengaruhi valensi arsen dan spesiasinya adalah : pH lingkungan ( dalam kisaran pH = 4 - 10, As (V) spesies bermuatan negatif dalam air, dan spesies netral As(III) menjadi dominan); potensial redoks; kehadiran ion kompleks (belerang, besi, dan kalsium); aktivitas mikroba (Vance, 2001.). . National Research Council. 1999. Arsenic in Drinking Water. Washington, D.C. National Academy Press. 1999. http://www.nap.edu/catalog/6444.html. Toksisitas arsenik dan mobilitasnya telah terbukti bervariasi dengan bentuk kimiawi dan keadaan valensinya. Dalam air laut dan air permukaan, arsenit dan arsenat merupakan spesies yang dominan. Berbagai tingkat toksisitas dan kelarutan arsenik dapat dibuktikan dalam senyawa kimia yang mengandung arsenik (National Research Council, 1999). Mobilisasi arsenik dalam air tanah dikendalikan oleh beberapa reaksi yaitu pelarutan/ pengendapan, adsorpsi / ko-presipitasi, dan reduksi/ oksidasi. . Toksisitas arsenik sangat tergantung pada dua bentuk kimiawinya, yaitu arsen anorganik dan arsen organik. Spesies arsenik anorganik (arsenit dan arsenat) dalam air tanah telah menyebabkan gangguan wabah keracunan yang luar biasa di seluruh dunia. Spesies arsenik organik (biasanya MMA, DMA) merupakan metabolit yang lazim ditemukan dalam tubuh manusia dan toksisitasnya relatif rendah. Konsentrasi total arsenik tidak dapat digunakan untuk menjelaskan toksisitas arsenik dalam lingkungan. Pongratz, R. 1998. Arsenic speciation in environmental samples of contaminated soil. Science of The Total Environment, 224(1–3): 133–141. Suatu metode gabungan HPLC (kromatografi cairan berkinerja tinggi) dan spektrometri massa digunakan untuk menentukan senyawa arsenik, seperti arsenit, arsenate, asam monomethylarsonic, asam dimethylarsinic, arsenobetain dan arsenocholine dalam tanah (Pongratz, 1998). Teknik ini berhasil diterapkan untuk menganalisis sampel-sampel tanah yang terkontaminasi arsenik; arsenat ternyata merupakan komponen utamanya. Dengan bantuan aktivitas mikroba, transformasi dari arsenate menjadi arsenit, menghasilkan asam monomethylarsonik dan asam dimethylarsinik. Hasil-hasil pengukuran menunjukkan bahwa transformasi yang disebabkan oleh mikroorganisme dalam tanah yang sangat tercemar ini dapat menyebabkan detoksifikasi arsenik. Dengan demikian memungkinkan untuk menggunakan mikroorganisme dalam proses-proses fitoremediasi tanah yang terkontaminasi arsenik. . Kallio, M.P. dan P.K.G. Manninen. 1997. Speciation of mobile arsenic in soil samples as a function of pH. Science of The Total Environment, 204(2): 193-200. Arsenik (As2O5) dalam sampel tanah terkontaminasi yang dikumpulkan dari lokasi industri pengawetan kayu, diekstraksi pada pH 1-13 dan dianalisis dengan Metode Kromatografi – Spektrometri (Kallio dan Manninen, 1997). Kondisi ekstraksi dipilih untuk mensimulasikan perubahan pH yang terjadi di lingkungan perairan atau perubahan pH akibat kebocoran asam atau basa, dalam rangka untuk memberikan informasi mengenai spesies arsenik yang ada di dalam lingkungan. Fraksi mobile logam beracun dalam tanah dapat menyebabkan risiko kontaminasi dan gangguan kesehatan. Jumlah tertinggi arsenik diekstraksi pada pH tertinggi, yaitu pH 13. Pada pH 3 - 9, dalam kebanyakan sampel tanah, kurang dari 2% total arsenik dapat diekstraksi, hal ini menunjukkan bahwa perubahan pH lingkungan sangat berpengaruh dalam melepaskan sejumlah besar arsenik yang terikat pada tanah. Spesies anorganik, As (III) dan As (V), ditemukan dalam ekstraksi tanah, dan konsentrasi As (V) lebih tinggi daripada As (III) dalam semua sampel tanah. Namun demikian, telah terjadi beberapa konversi spesies, karena As (III) juga ditemukan pada ekstraksi , dan dalam larutan asli pengawet kayu arsenik berbentuk As2O5. . . Manyes, S.G., G.Jiménez, A.Padró, R.Rubio dan G.Rauret. 2002. Arsenic speciation in contaminated soils. Talanta, 58(1): 97-109. Manyes, et al. (2002) mengembangkan metode spesiasi arsenik dalam tanah, berdasarkan pada ekstraksi dengan campuran 1 mol/L asam fosfat dan 0,1 mol/L asam askorbat, dan pengukuran lebih lanjut dengan Metode kromatografi cairan kopling (LC) ultraviolet (UV ) iradiasi-hydride generation (HG) - induktif spektrometri (ICP / MS). Stabilitas spesies arsenik dalam ekstrak juga dipelajari. Metode spesiasi ini diterapkan pada beberapa tanah pertanian yang terkontaminasi dari zona Aznalcollar (Spanyol). Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa arsenat adalah spesies utama dalam semua tanah yang dianalisis dan dalam beberapa sampel ternyata juga dapat ditemukan arsenit dan spesies As-metilasi. Penentuan arsenik "pseudo-total“ dalam tanah, dilakukan dengan menerapkan ekstraksi dengan aqua regia (ISO Standard 11466). Metode spesiasi dan metode aqua regia ini diterapkan dengan beberapa bahan referensi bersertifikat (CRMS) dimana total kandungan arseniknya telah disertifikasi. Akhirnya, Metode LC-UV-HG dengan spektrometri fluoresensi atom (AFS) dapat menjadi metode yang bagus untuk menganalisis spesiasi arsenik dalam tanah sesuai dengan parameter kualitas yang layak dan pengelolaannya mudah. . . Dobran, S. dan G.J. Zagury. 2006. Arsenic speciation and mobilization in CCA- contaminated soils: Influence of organic matter content. Science of The Total Environment, 364(1–3): 239-250. Dobran dan Zagury (2006) melakukan percobaan inkubasi di laboratorium untuk mengetahui pengaruh kandungan bahan organik terhadap spesiasi arsen dan mobilisasinya dalam tanah yang terkontaminasi arsenat tembaga dikrom (CCA). Penelitian ini dilakukan dengan empat tanah yang tercemar CCA sintetis, dengan berbagai kandungan bahan organik (campuran gambut dan pupuk kandang unggas) bervariasi 0,5% - 15% (b / b), dalam kondisi lengas-tanah tak jenuh dan aerobik selama 40 hari. Perubahan spesies arsenik yang larut air (As(V), As (III), MMAA, DMAA) dipantau dari waktu ke waktu dalam ekstrak tanah dengan Metode HPLC-ICP-MS dan dalam fase padatan tanah (As(III), As (V )) dengan metode ekstraksi. Terlepas dari kandungan bahan organik tanah, As (V) adalah bentuk dominan yang terikat padatan tanah dan spesies arsenik dalam fase larutan. Namun demikian, selama 40 hari, kandungan bahan organik tanah yang tinggi (7,5% dan 15%) mampu mendorong pembentukan As (III) yang terikat tanah. Selain itu, total arsenik larut air berkorelasi positif dengan karbon organik terlarut (r2 = 0,88). Namun demikian, kandungan bahan organik tidak mempengaruhi spesiasi arsenik dalam fraksi larutan; baik reduksi As (V) maupun arsenik biomethylation terjadi dalam kurun waktu 40 hari. Peningkatan kandungan karbon organik terlarut mendorong pelarutan As (V) dan As (III) dalam tanah. Juga, dari waktu ke waktu, kandungan bahan organik tanah sebesar 7,5% dan 15% mensyaratkan keberadaan As (V) larut-air, mungkin karena tingginya . . Ruokolainen, M., M. Pantsar-Kallio, A. Haapa dan T. Kairesalo. 2000.Leaching, runoff and speciation of arsenic in a laboratory mesocosm. Science of The Total Environment, 258(3): 139147. Ruokolainen et al. (2000) mengkaji pencucian dan limpasan arsen (As) dari tanah yang terkontaminasi limbah industri pengolahan kayu, dan perilaku polutan dalam ekosistem air tawar, dalam sistem mesocosms tanah-air-sedimen di laboratorium (0,9 m3, total volume air 200 liter). Selama percobaan empat bulan jumlah pencucian dan limpasan As dari tanah irigasi adalah sekitar 40 mg, yaitu sekitar 0,6% dari total kadar As dalam tanah. Dari total beban As, 7,5% tetap berada dalam air; 44% diendapkan dalam sedimen dangkal (kedalaman air 5-30 cm); dan 48,5% diendapkan ke sedimen yang lebih dalam (kedalaman air 80 cm). Berbqagai spesies arsenik; arsenit [As(III)], arsenat [As(V)], asam monomethylarsonic (MMAA) dan asam dimethylarsinic (DMAA), dianalisis dari air irigasi dan air limpasan; air dalam mesocosm; dan air dalam pori sedimen, dianalisis dengan menggunakan Metode Kromatografi-induktif spektrometri massa plasma (IC-ICP-MS). Total jumlah arsenik dalam tanah, air dan sedimen ditentukan dengan metode ICP-MS. Arsenik tercuci keluar dari tanah sebagai As(V). Dalam air mesocosm As(V) merupakan spesies terlarut yang dominan, tetapi juga terdeteksi adanya DMAA dan spesies As yang terikat partikel. Dalam sedimen dangkal, As (V) merupakan spesies yang paling berlimpah bersama-sama dengan DMAA, sedangkan pada sedimen air dalam As(III) adalah spesies dominan. . Zhang, W., Y. Cai, C. Tu dan L.Q. Ma. 2002. . Arsenic speciation and distribution in an arsenic hyperaccumulating plant. Science of The Total Environment, 300(1–3): 167-177. Tanah yang terkontaminasi arsenik merupakan salah satu sumber utama polutan arsenik dalam air minum. Fitoremediasi berbasis tanaman dikembangkan untuk menghilangkan kontaminan beracun dari tanah dan air, teknologi ini telah menerima banyak perhatian dari para ilmuwan. Meskipun sejumlah tanaman telah diidentifikasi sebagai hyperaccumulators untuk phytoextraction berbagai logam, dan beberapa jenis tanaman telah digunakan dalam aplikasi lapangan, namun belum ada hiperakumulator untuk arsenik yang telah dilaporkan sebelumnya hingga ditemukannya jenis Pakis-Brake (Pteris vittata), yang dapat hyperaccumulate arsenik dari tanah. Zhang et al. (2002) mengkaji teknologi fitoremediasi untuk mengolah tanah yang terkontaminasi arsenik. Spesiasi dan distribusi arsenik dalam tanaman dapat memberikan informasi penting untuk memahami mekanisme akumulasi arsenik, translokasi, dan transformasinya. Dalam penelitian ini, sampel tanaman setelah 20 minggu pertumbuhan dalam tanah yang terkontaminasi arsenik digunakan untuk menganalisis spesiasi dan distribusi arsenik. Campuran metanol / air (1:1) digunakan untuk mengekstrak arsenik dari jaringan tanaman. Recovery 85 -100% diperoleh untuk sebagian besar bagian tubuh tanaman (rimpang, kepala biola, daun muda dan daun tua) kecuali akar, yang menunjukkan efisiensi ekstraksi As sekitar 60%. Hasil penelitian ini juga menunjukkan kemampuan pakis-Brake sebagai hiperakumulator arsenik. Tanaman ini mampu metransfer arsenik secara cepat dari tanah ke dalam biomasa bagian tanaman atas tanah , meskipun konsentrasi arsen dalam akarnya relatif rendah. Arsenik yang dominan adalah spesies arsen anorganik; dan dihipotesiskan bahwa tanaman menyerap arsenik dalam bentuk arsenat [As (V)] dan arsenat ini dikonversi menjadi arsenit [As (III)] di dalam tubuh tanaman. Mekanisme penyerapan arsenik, translokasi, dan transformasinya di dalam tubuh tanaman masih hareus dikaji secara mendalam dan terus-menerus. . . Smedley, P.L. dan D.G Kinniburgh. 2002. A review of the source, behaviour and distribution of arsenic in natural waters. Applied Geochemistry, 17(5): 517-568. Kisaran konsentrasi As yang ditemukan dalam ekosistem perairan alamiah berkisar mulai dari kurang 0,5 mg/liter hinggga lebih dari 5000 mg/liter (. Smedley dan Kinniburgh, 2002). Konsentrasi khas dalam air tawar kurang dari 10 mg/liter dan seringkali kurang dari 1 mg/liter. Di daerah-daerah tertentu, lebih dari 10% sumur mengalami ‘kontaminasi As' (kalau kandungan As nya melebihi 50 mg/liter) dan dalam kasus-kasus terburuk, angka ini dapat melebihi 90%. Daerah yang tanahnya kaya arsen telah ditemukan di Argentina, Chili, Meksiko, Cina dan Hungaria, dan di West Bengal (India), Bangladesh dan Vietnam. Skala masalah dalam hal populasi yang terpapar konsentrasi As tinggi adalah di Cekungan Bengal dengan lebih dari 40 juta orang terpapar air minum yang mengandung As 'berlebihan‘. Masalah air-tanah yang terkontaminasi As secara alamiah ini cenderung ditemukan dalam dua jenis lingkungan, yaitu : pertama, sekungan dalam atau cekungan tertutup di daerah kering atau semi-kering, dan ke dua, zone akuifer reduksi di daerah alluvium. Kedua lingkungan ini cenderung mengandung sedimen geologis muda dan berada di dataran rendah dimana aliran air-tanah relatif lambat. Air tanah yang kaya Arsenik juga ditemukan di daerah panas-bumi dan, dalam skala yang lebih lokal, di daerah dimana dilakukan kegiatan pertambangan dan oksidasi mineral sulfida. Biasanya kandungan As dalam akuifer tidak menjadi sangat tinggi, biasanya dalam kisaran 1-20 mg /kg. Tampaknya ada dua yang jenis 'pemicu' yang dapat menyebabkan pelepasan As dalam skala besar. Pemicu pertama adalah berkembangnya kondisi pH tinggi (> 8,5) di lingkungan semi-arid atau kering dan biasanya sebagai akibat dari efek gabungan . . Fitz,W.J. dan W.W. Wenzel. 2002. Arsenic transformations in the soil–rhizosphere– plant system: fundamentals and potential application to phytoremediation. Journal of Biotechnology, 99(3): 259-278. Fitz dan Wenzel (2002 ) mempelajari proses-proses utama yang berpotensi mempengaruhi perilaku arsenik dalam rizosfer tanaman. Interaksi rizosfir dianggap memainkan peran kunci dalam mengendalikan bioavailabilitas As bagi tanaman dan hal ini sangat penting dalam teknologi fitoremediasi. Kemajuan substansial telah ditemukan ke arah pemahaman proses transformasi As dalam tanah. Namun demikian, masih sedikit sekali informasi yang tersedia yang secara langsung mengenai perilaku As dalam rizosfer tanaman. Fitz dan Wenzel (2002 ) mengusulkan sebuah model konseptual tentang perilaku As dalam sistem tanah-rhizosfer tanaman dengan mengintegrasikan informasi ilmiah yang tersedia dalam berbagai disiplin. Dengan menggunakan model ini dalam studi tentang hyperaccumulation As, diharapkan dapat diungkapkan proses-proses rhizosfer untuk pengembangan teknologi fitoremediasi bagi tanah-tanah yang tercemar As. . Rodas, D.S., J.L.G.Ariza, I.Giráldez, A.Velasco dan E.Morales. 2005. Arsenic speciation in river and estuarine waters from southwest Spain. Science of The Total Environment, 345(1–3): 207-217. . Rodas et al. (2005) melakukan survei spesiasi arsen pada sampel air dari Tinto dan Odiel Rivers (barat daya Spanyol), hingga zone muara sungainya. Kedua sungai ini dipengaruhi oleh drainase asam tambang (AMD) dan memberikan masukan logam berat ke dalam muara, yang juga mengalami pembuangan air limbah industri. Spesies arsenik yang dianalisis adalah arsenit (As (III)), arsenat (As (V)), monomethylarsonic (MMA) dan dimethylarsinic (DMA) , dengan menggunakan metode kromatografi cairan (HPLC-HGICP-MS). Peubah lainnya yang diukur adalah pH, salinitas, potensial redoks dan O2 terlarut. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa air drainase asam-tambang selama musim dingin di sepanjang bagian atas Sungai Tinto menyebabkan konsentrasi arsenik anorganik terlarut yang tinggi, hingga 600 mg /liter As(III) dan 200 mg /liter As(V). Selama musim panas, As (III) menurun karena berkurangnya masukan dari air asam tambang dan juga karena oksidasi menjadi As (V). Selain itu, kondisi asam yang ekstrim (pH 2.3-2-6) tidak memungkinkan aktivitas biologis yang cukup untuk menghasilkan konsentrasi spesies-spesies arsenik-metilasi. Konsentrasi arsenik dalam Sungai Odiel selalu 5-10 kali lebih rendah daripada konsentrasi As di Sungai Tinto, kadar arsenik biasanya di bawah 100 mg /liter, didominasi oleh As (V); hal ini menunjukkan bahwa aliran sungai kurang dipengaruhi oleh air asam tambang. Konsentrasi spesies arsenik anorganik tertinggi ditemukan pada aliran sungai yang melintasi lokasi tambang, sesuai dengan nilai tertinggi As(III). Aktivitas biologis yang signifikan di sungai ini menghasilkan spesies As-metilasi yang terdeteksi di sepanjang jalur air, dengan konsentrasi tertinggi di bagian hilir sungai, . . Bhattacharya, P., A.H. Welch, K.G. Stollenwerk, M.J. McLaughlin, J. Bundschuh dan G. Panaullah. 2007. Arsenic in the environment: Biology and Chemistry. Science of The Total Environment, 379(2–3): 109-120. Distribusi Arsen (As) dan toksikologi nya dalam lingkungan merupakan masalah yang serius, jutaan orang di seluruh dunia terpengaruh oleh toksikosis As ini. Sumber kontaminasi As bersifat alamiah dan antropogenik , dan skala kontaminasi As ini berkisar dari lokal hingga regional. Ada banyak bidang penelitian yang sedang aktif dilakukan untuk mengatasi masalah kontaminasi As. Hal ini termasuk metode baru skrining As di lapangan, menentukan epidemiologi As pada manusia, dan mengidentifikasi risiko paparan As di bidang pertanian. Remediasi pasokan air yang tercemar As sangat penting dan penelitian penilaian potensi perbaikan alamiah serta fitoremediasi. Bidang lain penelitian mikrobiologis diarahkan untuk proses mediasi interaksi biogeokimia As dalam lingkungan. Pada tahun 2005, sebuah konferensi diadakan untuk mempertemukan ilmuwan yang terlibat dalam banyak bidang yang berbeda –beda dalam penelitian As. Bhattacharya et al. (2007) mengkaji masalah – masalah As yang telah lama diteliti oleh para peneliti, dan temuan-temuan baru yang disajikan dalam konferensi ini. Tulisan ini memberikan latar belakang ilmiah bagi isu-isu yang dibahas dalam konferensi , bersama-sama dengan kajian isu-isu kontemporer dan sejarah pencemaran As serta dampaknya terhadap kesehatan manusia. . Huang, J.W. dan E. Matzner. 2007. Mobile arsenic species in unpolluted and polluted soils. Science of The Total Environment, 377(2–3): 308-318. Huang dan Matzner (2007) mempelajari perilaku total arsen (As) dan spesies-spesies As dalam tanah dalam kaitannya dengan kualitas air minum. Untuk memperkirakan relevansi spesies As-organik dan mobilitasnya berbagai spesies As, peneliti ini mengevaluasi distribusi vertikal spesies As organik dan As anorganik dalam dua dua lahan kering yang terkontaminasi As. Asam Dimethylarsinic (6 ng As /g), trimethylarsine oksida (1,5 ng As / g), Spesies As organik yang tidak dikenal (3 ng As /g) dan arsenobetain (15 ng As /g), terdeteksi dalam tanah-tanah hutan. Arsenobetain merupakan spesies As-organik yang dominan di tanah hutan yang tidak tercemar dan tanah yang tercemar. Tidak ada spesies As-organik yang terdeteksi di dalam tanah padang rumput yang terkontaminasi. Spesies As-organik dapat berkontribusi hingga 30% dari fraksi mobile di tanah hutan yang tercemar, tetapi tidak pernah melebihi 9% pada tanah mineral yang tercemar. Konsentrasi tertinggi spesies As-organik ditemukan di tanah hutan. Konsentrasi arsenit yang tertinggi di temukan pada topsoil dan dapat mewakili sampai 36% dari total As yang dapat diekstrak. Konsentrasi arsenat juga tertinggi pada lapisan Oa di tanah-tanah hutan dan menurun tajam di tanah mineral. Tanah-tanah hutan diselidiki mengandung sejumlah spesies As-organik. Spesies AsOrganik dalam tanah-tanah hutan tampaknya merupakan hasil dari guguran serasah dan dipertahankan di lantai hutan. Konsentrasi relatif tinggi arsenit yang dapat diekstrak, salah satu spesies As yang paling beracun, dan keberadaan arsenat di lantai hutan., menimbulkan risiko transfernya memasuki perairan permukaan melalui limpasan air hujan di permukaan tanah. . Arsenik merupakan unsur kimia yang snagat unik di antara unsur-unsur metaloid berat dan unsur-unsur pembentuk oxyanion (misalnya arsenik, selenium, antimon, molibdenum, vanadium, kromium, uranium, renium) dalam hal sensitivitasnya terhadap proses mobilisasi pada nilai-nilai pH yang lazim ditemukan dalam air-tanah (pH 6,5-8,5) dan pada kondisi lingkungan oksidasi dan reduksi. Arsenik dalam lingkungan dapat memiliki beberapa keadaan-oksidasi (-3, 0, +3 dan +5), tetapi dalam perairan alami biasanya arsenik ditemukan dalam bentuk anorganik oksianion trivalen arsenit (As(III)) atau pentavalent arsenat (As (V)). Bentuk arsenik organik dapat diproduksi oleh aktivitas biologis, terutama di perairan permukaan, tetapi jarang menjapai konsentrasi kuantitatif yang penting. Bentuk As organik juga dapat terjadi kalau perairan dipengaruhi oleh limbah industri. . Potensial redoks (Eh) dan pH merupakan faktor yang paling penting mengendalikan spesiasi arsenik. Dalam kondisi oksidasi, H2AsO4- dominan pada pH rendah (kurang dari pH 6.9), sedangkan pada pH yang lebih tinggi, HAsO4= menjadi dominan (H3AsO40 dan AsO43- mungkin ada dalam kondisi yang sangat asam dan kondisi basa). Pada kondisi reduksi dengan pH kurang dari pH 9,2, spesies arsenit tanpa muatan H3AsO3 menjadi bentuk yang dominan. Distribusi spesies arsenik merupakan fungsi dari pH. Dalam prakteknya, kebanyakan studi spesiasi arsenik tidak mempertimbangkan tingkat protonasi. Dengan adanya konsentrasi belerang reduksi yang sangat tinggi, spesies arsenik sulfida terlarut dapat menjadi signifikan. Kondisi reduksi dan masam cocok untuk pengendapan orpiment (As2S3), realgar (ASS) atau mineral sulfida lain yang mengandung arsenik. Oleh karena itu biasanya air kaya arsenik tidak terjadi kalau ada banyak sulfida bebas. Spesies thioarsenite lebih penting pada pH netral dan alkalis dengan adanya konsentrasi sulfida yang sangat tinggi. . Kebanyakan penelitian spesiasi arsenik di perairan alami berusaha untuk memisahkan spesies anorganik menjadi As(III) dan As(V) biasanya dengan pemisahan kromatografi atau dengan memanfaatkan reduksi yang relatif lambat dari As(V) dengan bantuan natrium borohidrida. Beberapa penelitian juga dilakukan untuk mengukur spesies arsenik organik. Pemisahan spesies arsenik dapat dilaksanakan di lapangan untuk menghindari masalah preservasi spesies arsenik untuk analisis laboratorium. Preservasi spesies arsenik ini juga dapat dilakukan dengan HCl dan asam askorbat. . Dalam air hujan biasanya kondisi oksidasi arsenik bervariasi sesuai dengan sumber arsenik. Bentuk arsenik yang dominan adalah As (III)2O3 kalau polutan arsenik dalam air hujan ini berasal dari smelter, pembakaran batu bara dan sumber vulkanik; sedangkan spesies organik dapat diperoleh melalui penguapan dari tanah; arsine (As(III-)H3) dapat berasal dari tempat pembuangan sampah dan tanah-tanah reduksi (tanah gambut) dan arsenat mungkin juga berasal dari aerosol laut. Bentuk-bentuk arsenik reduksi dapat mengalami oksidasi oleh O2 di atmosfer dan reaksi-reaksi dengan SO2 atmosfer atau O3. . Reaksi redoks sangat penting untuk mengendalikan perilaku spesies arsenik yang ada dalam perairan alami. Namun demikian dalam praktiknya kesetimbangan redoks hanya dapat dicapai secara perlahan-lahan. Proses pelarutan reduktif secara lengkap bentuk Fe (III) oksida dalam sedimen anoksik dalam ekosistem danau memerlukan waktu lebih dari 1000 tahun. Perhitungan kesetimbangan termodinamika memprediksi bahwa As(V) lebih mendominasi daripada As(III) dalam berbagai kondisi, kecuali pada kondisi sangat reduktif. Namun demikian, perilaku teoritis ini tidak selalu terjadi secara kuantitatif dalam perairan alami, dimana pasangan redoks yang berbeda dapat menunjukkan potensial redoks yang berbeda (nilai Eh), hal ini mencerminkan ketidakseimbangan termodinamika. Misalnya, As(III) dapat ditemukan dalam kondisi oksidasi; dalam air laut yang beroksigen, rasio As (V) / As(III) berada pada kisaran 1015 -1026 ; sedangkan rasio sebesar 0,1250 ditemukan dalam proses-proses transformasi biologis. Oksidasi As(III) oleh oksigen terlarut, disebut proses oksigenasi, merupakan reaksi yang sangat lambat. Peruiode half-life untuk proses oksigenasi As(III) dalam air laut dapat berlangsung beberapa bulan hingga sekitar satu tahun. . . Penelitian laboratorium menunjukkan bahwa kinetika oksigenasi As (III) berlangsung paling lambat dalam kondisi agak masam, sekitar pH 5, sehingga sampel air seringkali diasamkan hingga pH 5 untuk preservasi spesies arsenik ini. Laju reaksi dalam rentang pH 8-12,5 dipengaruhi oleh konsentrasi (aktivitas) spesies H2AsO3 dalam larutan. Waktu paruh untuk As (III) dalam perairan alami adalah 1-3 tahun , meskipun mungkin saja menjadi lebih besar karena adanya 'spesies yang tidak dikenal' atau partikel oksida, terutama oksida mangan. Oksida mangan dapat meningkatkan laju oksidasi As (III) dengan waktu-paruh sekitar 10-20 menit dalam kondisi ada partikel mangan-oksida. Fenomena ini dapat dimanfaatkan dalam proses penghapusan As (III) dari air minum. Laju oksidasi tidak tergantung pada konsentrasi oksigen terlarut, tetapi dikendalikan oleh laju reaksi permukaan. Masscheleyn, P.H., R.D. Delaune dan W.H. Patrick, Jr..1991. Effect of Redox Potential and pH on Arsenic Speciation and Solubility in a Contaminated Soil. Environ. Sci. Technol., 25(8): 14141419. Masscheleyn, Delaune dan Patrick (1991) mempelajari pengaruh potensial redoks dan pH pada spesiasi arsen dan kelarutan spesies As dalam tanah yang terkontaminasi. Perubahan di keadaan oksidasi arsenik, yang dipengaruhi oleh potensial redoks dan pH, sangat mempengaruhi kelarutannya dalam tanah. Pada tingkat yang lebih tinggi potensial redoks tanah (500-200 mV), kelarutan arsenik relatif rendah dan bagian utama (6598%) dari arsenik dalam larutan tanah berupa As(V). Kondisi pH alkalis, atau reduksi As(V) menjadi As(III), melepaskan proporsi besar arsenik ke dalam larutan tanah. Dalam kondisi tanah cukup reduksi (0-100 mV), kelarutan arsenik dikendalikan oleh kelarutan oxyhydroxida besi. Arsenik dikaitkan lagi [As (V)] dengan oxyhydroxides besi dan dilepaskan kalau oksida ini mengalami pelarutan. Kalau kondisi reduksi sampai -200 mV, kandungan arsenik larut meningkat 13 kali lipat dibandingkan dengan 500 mV. Kinetika lambat terjadi dalam transformasi As(V) - As (III) dan konsentrasi Mn yang tinggi menunjukkan bahwa, pada kondisi tanah reduksi, kelarutan arsenik dapat dikendalikan oleh Mn3(AsO4)2. Richtera,P., R.Seguel, I. Ahumada, R. Verdugo, J. Narvaez dan Y. Shibatac. 2004. ARSENIC SPECIATION IN ENVIRONMENTAL SAMPLES OF A MINING IMPACTED SECTOR OF CENTRAL CHILE . Chil. Chem. Soc., 49 (4): 333-339. Kehadiran konsentrasi tinggi arsenik dan tembaga ditentukan oleh kondisi matriks lingkungan (air sungai, sedimen sungai, dan tanah); hal ini menunjukkan dampak nyata dari kegiatan pertambangan tembaga di seluruh wilayah, khususnya lingkungan di sekitar industri pertambangan ini. Kehadiran arsenik dalam air dan sedimen mungkin karena drainase air asam tambang, tingkat polusi berkurang dengan meningkatnya jarak dari sumber. Dalam kasus tanah, mungkin terkena dampak oleh irigasi yang menggunakan air sungai tercemar. Namun demikian, nilai-nilai konsentrasi yang tinggi pada situs yang jauh dari sumber menunjukkan bahwa polusi tanah lebih berkaitan dengan partikel udara yang masuk ke dalam tanah. Richtera et al. (2004) melakukan studi spesiasi arsenik pada sampel air sungai dan dalam jaringan ikan (Ikan Kingclip hitam, Ikan Hake Chili dan Ikan Croaker) dan kerang-kerangan, sampel-sampel ini dikumpulkan dari Samudera Pasifik, dekat dengan muara sungai Cachapoal. Dalam sampel air, arsenik terutama hadir sebagai As(V); spesies arsenik organik (MMAA dan DMAA) tidak terdeteksi. Pada ikan, sekitar 80% dari arsenik berbentuk arsenobetain. Sharma, V.K. dan M. Sohn. 2009. Aquatic arsenic: Toxicity, speciation, transformations, and remediation. Environment International , 35 (2009): 743–759. Sharma dan Sohn (2009) mengkaji dan menganalisis toksisitas, spesiasi dan biogeokimia arsenik dalam sistem lingkungan perairan. Toksisitas arsen sangat tergantung pada spesiasi kimiawinya. Pengaruh pH, Eh, adsorpsi permukaan, mediasi biologis, bahan organik, dan zat-zat anorganik sulfida dan fosfat , secara bersama-sama menentukan dinamika spesies-spesies arsenik. Jumlah spesies arsenik yang berbeda ditemukan dalam sampel lingkungan dan pengetahuan tentang transformasi di antara spesies arsenik juga telah meningkat selama beberapa dekade terakhir ini sebagai akibat dari penemuan metode analisis baru dan akurat. Perubahan spesies arsenik dan total kandungan arsenik dalam bahan makanan selama proses pengolahan telah memunculkan risiko yang terkait dengan makanan olahan dan makanan yang belum diolah. Penghapusan arsenik dari air dengan menggunakan adsorben, oksidasi kimia, fotolisis dan teknik oksidasi fotokatalitik merupakan teknologi prospektif yang menjanjikan untuk mengatasi pencemaran arsenik..