66 BAB V PEMBAHASAN A. Analisis Teks 1. Tematik Tematik menunjuk pada gambaran umum dari suatu teks. Bisa juga disebut sebagai gagasan inti, ringkasan, atau yang utama dari suatu teks. Topik menggambarkan apa yang ingin diungkapkan. Topik menunjukkan konsep dominan, sentral, dan paling penting dari isi suatu teks. Oleh karena itu sering disebut sebagai tema atau topik. Tema dari wacana tersebut memberikan suatu gambaran umum mengenai pendapat yang ingin disampaikan. Secara keseluruhan, teks pidato Kenegaraan Presiden Republik Indonesia Abdurrahman Wahid di depan sidang Dewan Perwakilan Rakyat 16 Agustus 2000 memaparkan tentang konsep untuk mensejahteraan masyarakat. Konsep tersebut tergambarkan dengan jelas baik yang bersifat sosial, ekonomi, politik dan budaya. Melalui konsep tersebut Gus Dur mengharapakan masyarakat menjadi penopang utama dalam pemerintahannya sehingga akan tercapai kesejahteraan rakyat. Topik yang disampaikan oleh Gus Dur dalam teks pidato tersebut keterkaitan dengan kekuasaan, demokrasi, humanisme, kepentingan nasional, masyarakat sipil, supremasi dan penegakan hukum, penyelenggaraan pemerintah yang baik, kebebasan dan hak asasi manusia. 66 67 2. Skematik Dalam konteks penyajian wacana, bentuk dan skema teks pidato Kenegaraan Presiden Republik Indonesia Abdurrahman Wahid yang disampaikan di depan sidang Dewan Perwakilan Rakyat 16 Agustus 2000 meliputi tiga hal yaitu pembukaan, isi dan penutup. Bagian dari pembukaan biasanya terdiri dari pengertian materi pidato dan orientasi materi pidato, seperti terlihat dalam teks pidato di bawah ini: Alhamdulillah, hari ini kita kembali menyongsong Ulang Tahun Kemerdekaan Republik Indonesia yang akan kita peringati besok tanggal 17 Agustus 2000. Konvensi ketatanegaraan yang kita pelihara selama ini, dengan Presiden menyampaikan pidato di hadapan sidang pleno DPR-RI yang terhormat pada setiap tanggal 16 Agustus, adalah sesuatu yang baik. Kesempatan ini bisa kita gunakan bersama untuk melakukan refleksi atas perjalanan kita sebagai bangsa. Besok, usia kemerdekaan kita akan mencapai 55 tahun, tetapi usia kebangsaan Indonesia jauh lebih tua dari itu.1 Sebagai seorang cendikiawan muslim tentunya Gus Dur tidak lepas dari tuntunan agama yang dianutnya yaitu Islam, untuk memulai ucapannya dengan pujian atas karunia Tuhan, setelah itu Gus Dur berusaha untuk memberikan pengertian dari materi pidato kenegaraan yang ditulisnya. Di awal paragraf Gus Dur sudah menyampaikan maksud dari tulisannya, bahwa ia akan membawakan sebuah pidato kenegaraan dalam rangka untuk menyonsong ulang tahun kemerdekaan Republik Indonesia yang ke 55. Dalam kalimat pembuka itu Gus Dur juga mengharapkan 1 http://www.ri.go.id/istana/speech/ind/16agustus00.htm) 68 kepada seluruh elemen, baik elemen pemerintahan maupun elemen masyarakat agar bisa melakukan refleksi atas perjalanan Bangsa Indonesia. Bagian selanjutnya berisi uraian-uraian atau isi pidato. Dalam bagian ini, Gus Dur memberikan penjelasan, alasan bukti-bukti yang mendukung akan terciptanya sebuah negara yang damai dan sejahtera. Pada bagian ini Gus Dur telah banyak menguraikan faktor-faktor yang menghambat terjadinya ketidak stabilan dalam negara. Dalam pidato yang disampaikan, Gus Dur selaku Presiden RI-4 mempunyai tanggung jawab yang sangat besar dalam menciptakan kesejahteraan masyarakat. Salah satu upaya yang dilakukan Gus Dur, yaitu dengan mengajak kepada seluruh elemen baik pemerintah maupun masyarakat agar bisa melakukan refleksi perjalanan bangsa yang sudah berumur 55 tahun. Sebab tanpa mawas diri atau refleksi yang dilakukan oleh segenap warga bangsa ini, tidak mustahil pemerintah dan masyarakat Indonesia akan gampang mengulang berbagai kesalahan persefsi, kebijakan dan tindakan dari individu, kelompok atau golongan dibeberapa masa sebelumnya.2 Semua konsep yang dibangun Gus Dur akan menjadi bahan kontemplasi paling intensif dalam menyiapkan dan menyelenggarakan indoktrinasi falsafah pancasila.3 Kebangsaan Indonesia telah lahir dan berproses mematangkan kehadirannya di bumi nusantara ini jauh sebelum proklamasi 2 Novel Ali, Peradaban Komunikasi Politik (Potret Manusia Indonesia), Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 199, hal. 79. 3 Shaleh Isra, Prisma Pemikiran Gus Dur, Yogyakarta: LKis, 2000, hal.103. 69 kemerdekaan dilakukan. Kelahiran itu berproses dari sejak bangkitnya kesadaran eksistensial para pendahulu kita untuk membentuk komunitas politik yang secara hakiki menolak kehadiran bangsa lain yang menjajah wilayah dan masyarakat nusantara. Proses penghayatan yang terus meluas dan menyebar itulah yang kemudian membentuk kesadaran kolektif kita sebagai suatu bangsa. Dari sini terbukti bahwa kebangsaan atau nasionalisme bukanlah sesuatu yang terbentuk dan lahir secara alamiah, tetapi adalah suatu produk dari pertumbuhan sosial dan intelektual suatu masyarakat dalam suatu tahapan sejarah tertentu. Para pendiri republik ini sepakat meletakkan fondasi dari ikatan kebangsaan Indonesia pada kesamaan nasib dan kesamaan citacita. Dengan nasib yang sama, terjalinlah ikatan emosional dan moral yang kuat, yang bisa kita sebut persaudaraan sebagai bangsa. Dengan cita-cita yang sama, terbentuklah solidaritas untuk menggalang kekuatan mengejar kemajuan, mendirikan negara, membentuk pemerintahan, menegakkan hukum, dan mengembangkan kehidupan di berbagai bidang.4 Pada paragraf di atas dapat kita cermati bahwa Gus Dur melakukan konstruksi membangun sejarah,5 untuk membangun rasionalitas atas genealogi budaya, kekuatan politik, atau pun konstruksi sejarah Indonesia. Gus Dur melihat bahwa kepentingan membangun konstruksi demikian adalah untuk tujuan mengikat hubungan atau memposisikan diri di dalam komunitas-komunitas tersebut.6 Menurut Gus Dur lahirnya sebuah negara, dilatar belakangi oleh kesadaran kolektif yang dilandasi oleh ikatan emosional dan moral yang kuat terhadap hadirnya 4 http://www.ri.go.id/istana/... 5 Menurut Gus Dur, sejarah adalah masa lalu, yang tidak akan terwujud lagi kecuali diwujudkan di masa sekarang. Pembicaraan Gus Dur sebenarnya lebih pada upaya mewujudkan sejarah masa silam dalam konteks sekarang. Hal tersebut tidak dipahami seperti memindahkan barang dari satu tempat ketempat yang lain. Harus dipahami bahwa manusia telah mengalami perkembangan yang pesat, maka pemindahan sejarah masa silam ke masa sekarang, dimaksudkan melalui proses interpretasi. Transformasi, dan adaptasi. Lihat Munawar Ahmad, Ijtihad Politik Gus Dur…, hal. 257. 6 Ibid., hal. 359. 70 bangsa lain yang menjajah di Negara Indonesia. Negara merupakan hasil dari kesepakatan dan perjuangan politik dari berbagai pihak, bukan milik mayoritas ataupun pihak tertentu. Selain itu unsur-unsur pembentuk negara juga sangat komplek, beragam, dan plural. Situasi ini merupakan fakta yang tidak bisa dipungkiri, sehingga Gus Dur sadar bahwa unsur-unsur yang terlibat dalam negara harus dihargai dan diberikan hak yang sama. Hak-hak asasi manusia harus diwujudkan dalam kemampuan menghindarkan umat manusia secara keseluruhan dari kehancuran, dan dengan demikian usaha-usaha perdamaian akan tercapai.7 Proklamasi itu sendiri kita maknai sebagai puncak dari kesepakatan bangsa Indonesia untuk mewadahi kehidupan bersamanya melalui pembentukan sebuah negara kebangsaan yang merdeka, berdaulat dan demokratis. Para pendiri negara ini sejak awal telah bersepakat bahwa negara kebangsaan Indonesia yang demokratis itu bukanlah milik dari sekelompok orang, tidak terkecuali kelompok mayoritas, baik dalam artian suku, agama, maupun kelas dan kasta. Negara Republik ini adalah milik bangsa Indonesia seluruhnya. Hari ini sangat layak bagi kita sekalian untuk berbicara banyak tentang nilai-nilai kebangsaan, kemerdekaan, dan demokrasi, karena nilai-nilai tersebut akan terus menyertai perjalanan kita ke depan. Ketiganya terjalin dalam hubungan persenyawaan yang sangat kuat. Kita tidak mungkin mengembangkan demokrasi dan memberi makna pada kemerdekaan di luar bingkai kebangsaan. Demokrasi yang memberi legitimasi pada kedaulatan rakyat tidak mungkin diekspresikan secara efektif di luar formasi kebangsaan. Kedua nilai itu, kebangsaan dan demokrasi, tidak bisa hidup sempurna dalam keterpisahan. Kebangsaan tanpa demokrasi akan kehilangan dinamika hidup, dan demokrasi tanpa nasionalisme akan menjadi liar.8 7 8 Shaleh Isra, Prisma Pemikiran Gus Dur…, hal. 94. http://www.ri.go.id/istana/... 71 Pada paragraf di atas Gus Dur menjelaskan, proklamasi merupakan sebuah kesepakatan bersama yang menjunjung nilai-nilai demokrasi. Demokrasi tidak hanya merupakan sebuah suatu sistem yang mampu menjamin kebebasan advokasi saja, tetapi juga memiliki nuansa etis yang mampu menjaga lahirnya keadilan tanpa kekerasan. Hal tersebut terjadi karena mekanisme demokrasi membuka ruang dialog secara seimbang dan sejajar dari semua pihak. Bagi Gus Dur, keputusan demokrasi tidak selamamnya menuju pada suatu kesepakatan atau mufakat, tetapi yang lebih tinggi adalah munculnya pemahaman dan penghargaaan atas nilai-nilai kemanusiaan yang universal.9 Menurut Gus Dur, nasionalisme10 merupakan sebuah persyaratan yang penting untuk dapat menjamin terlaksananya pembangunan. Karena pembangunan meliputi usaha dalam menterjemahkan perasaan-perasaan nasionalisme yang kabur dan tidak teratur menjadi suatu semangat kewarganegaraan, dan menciptakan lembaga-lembaga yang dapat menterjemahkan aspirasiaspirasi nasioanalisme dan kewarganegaraan kedalam kebijaksanaan dan 9 Munawar Ahmad, Ijtihad Politik Gus Dur…, hal. 314. 10 Konsep nasionalisme menurut Gus Dur mirip dengan konsep nasionalisme para ulama yang mana meletakan wawasan atau pondasi kebangsaan yang sanat penting. Fondasi kebangsaan itu secara umum berakar kepada dua aspek, yaitu aspek normative dan historis. Aspek normative, yaitu rumusan hadis Nabi Muhammad SAW, bahwa cinta tanah air adalah bagian dari iman (hub al-waman min al-iman), kemudian dalam surah al-hujarat ayat 13. Aspek historis, yaitu selalu menghubungkan atau mendasarkan argumentasinya dengan piagam Madinah (Piagam madinah adalah salah satu mahakarya monumental dari Nabi Muhammad SAW. Walaupun hanya terdiri dari 47 pasal tapi mengandung prinsip-prinsip mendasar hidup bermasyarakat dan bernegara yang sangat modern). Lihat., Gani Jumat, Nasionalisme Ulama (Pemikiran Politik Kebangsaan Sayyid Idrus bin Salim Aljufriy, 18911969), Jakarta: Kementerian Agama RI, 2012, hal. 49-50. 72 program.11 Demokrasi model Indonesia dalam konsep Gus Dur memiliki ciri, berupa kombinasi yang integralistik dari berbagai entitas, seperti politik, budaya, rasionalitas, dan kekuatan kultural. Jadi demokrasi yang dimaksudkan oleh Gus Dur adalah suatu sistem demokrasi yang telah mengalami “pribumisasi” dengan kultural Indonesia.12 Dalam pengalaman sejarah kita sendiri, sangat jelas bahwa semangat dan citarasa kebangsaan itulah yang mengantarkan bangsa ini pada kemerdekaan, melalui mana kita memperoleh kesempatan untuk membangun sebuah sistem politik yang demokratis. Kalau pertalian nilai-nilai ini saya angkat kembali hari ini, tidak lain maksudnya agar kita, bangsa Indonesia, mau memahami bahwa iklim kebebasan politik yang kini kita bangun bukanlah sesuatu yang terpisah dari komitmen kebangsaan yang diletakkan oleh para pendiri republik ini. Dalam dua tahun terakhir ini, bangsa Indonesia memang mulai menemukan kembali hak-hak demokrasinya. Ini tampak jelas dalam hal kebebasan berekspresi, baik lisan maupun tulisan. Hadirnya begitu banyak institusi, asosiasi dan organisasi di luar formasi negara dalam dua tahun terakhir ini merupakan pertanda yang positif. Terutama jika kiprah mereka mengarah pada terbentuknya masyarakat yang mampu menolong dirinya dan menyelesaikan masalah-masalahnya sendiri, masyarakat yang mandiri secara ekonomi dan secara intelektual, atau yang lazim disebut "civil society".13 Pada kedua paragraf di atas menurut Gus Dur bahwa dalam masyarakat sipil, demokrasi menjadi sebuah keharusan yang harus dipenuhi, bukan saja karena demokrasi sangat memungkinkan terbentuknya suatu pola interaksi dan relasi politik yang berimbang dan 11 Yahya Muhaimin, Masalah-Masalah Pembangunan Politik, Yogyakarta: Gadjah Mada University Press, 1988, hal. 9. 12 Munawar Ahmad, Ijtihad Politik Gus Dur…, hal. 315. 13 http://www.ri.go.id/istana/... 73 tidak eksploitatif, melainkan lebih penting dari itu, demokrasi menciptakan penghargaan atas kondisi Bangsa Indonesia yang plural sehingga terciptalah sebuah kemerdekaan14 secara mendiri. Demokrasi dapat mempersatukan beragam kecenderungan dari kekuatan bangsa. Gus Dur menganggap demokrasi menjadi sedemikian penting dalam suatu negara yang pluralis karena kehidupan bangsa yang utuh hanya bisa tercapai dan tumbuh di dalam masyarakat sipil, yang mana menurut Gus Dur menjadi ruang belajar yang dialektis bagi pergumulan diskursus. Tegaknya masyarakat sipil bukan hanya terletak pada pola hidup berdampingan secara damai saja, melainkan pada tegaknya role of law.15 Demokrasi adalah sebuah sistem yang terbuka, mengedepankan representasi, dan dinamis. Sesuai dengan asas demokrasi, biarlah sistem itu tetap terbuka tidak perlu untuk dikhawatirkan dengan masa depan bangsa, karena yang lebih penting adalah, bagaimana kaidah-kaidah16 demokrasi itu ditegakkan.17 14 Merdeka berarti lepas atau bebas. Sekarang ini kata merdeka itu sudah digunakan oleh pihak keamanan, seperti merdeka dari penahanan atau bisa diartikan bebas. Namun kata “merdeka” disitu lebih dari bebas. Bagi semua bangsa, merdeka berarti lepas dari penjajahan. Kata ini digunakan untuk menunjukan kepada kemandirian politik, ekonomi, maupun yang lain-lainya. Lihat Muhammad Zaki, Gus Dur Presiden Republik Akhirat…, hal. 37. 15 Munawar Ahmad, Ijtihad Politik Gus Dur…, hal.317. 16 Menurut Kuntowijoyo dalam bukunya “Identitas Politik Umat Islam” menderetkan kaidah-kaidah demokrasi yang sejalan dengan visi Islam seperti ta’aruf ( saling mengenal), syura (Musyawarah), ta’awun(kerjasama), mashlahat (manfaat), adl (adil), dan taghyir ( perubahan). Lihat Denny JA, HA, Sumargono dkk, Negara Sekuler (Sebuah Polemik), Jakarta Pusat: PT Abadi, 2000, hal. 125. 17 Munawar Ahmad, Ijtihad Politik Gus Dur…, hal. 127. 74 Tetapi, seperti yang telah saya katakan tadi, sebagaimana halnya dengan kebangsaan, demokrasi pun bukanlah sesuatu yang lahir secara alamiah. Kecanggihan kita dalam membangun demokrasi akan menentukan bukan saja kualitas demokrasi itu sendiri, tetapi juga kelangsungan hidupnya. Kalau atas nama demokrasi, kita secara sadar atau tidak, membenarkan atau membiarkan terjadinya tindak kekerasan dalam masyarakat, menjadikan sikap benci dan dendam sebagai instrumen untuk menyingkirkan lawan politik, atau mengeksploitasi kelalaian dan kesalahan pemerintah di masa lalu untuk memberi pembenaran pada gerakan separatisme, bisa dipastikan bahwa makna demokrasi sebagai proses rasional untuk menyelesaikan berbagai konflik akan sulit kita wujudkan. Semua ini bisa terjadi, kalau praktik demokrasi tidak dibingkai oleh semangat kebangsaan yang merupakan kesepakatan nilai untuk secara moral dan emosional bersatu dan merasa satu. Karena itu, upaya redefinisi, reorientasi dan reproduksi atas nilainilai kebangsaan dan demokrasi tersebut sangat kita perlukan. Kepeloporan para pemimpin politik dalam membangun kesadaran dan pemahaman masyarakat atas nilai demokrasi dan kebangsaan itu sangat diperlukan, agar makna kemerdekaan sebagai pembebasan lahir batin dari segala praktik kezaliman dapat lebih mewarnai kehidupan kita sehari-hari, baik di bidang politik, maupun sosial, ekonomi dan budaya. 18 Dari paragraf di atas menurut Gus Dur, demokrasi dapat mempersatukan beragam arah kecenderungan kekuatan-kekuatan bangsa. Demokrasi dapat mengubah ketercerai-beraian arah masing-masing kelompok menjadi berputar bersama-sama menuju kedewasaan, kemajuan dan integritas bangsa.19 Penghayatan demokrasi adalah sebuah proses, yaitu proses yang ajeng dan tiada henti-hentinya, melahirkan kesanggupan bermartabat, dengan tekat atau ikrar yang menyatakan bahwa sekalipun belum atau tidak mampu untuk secara positif memberi sumbangan bagi 18 19 http://www.ri.go.id/istana/... Hanif Dhahiri, 41 Warisan Kebesaran Gus Dur…, hal. 48. 75 tegaknya demokrasi. 20 demokrasi telah menjadi sebuah pilihan terbaik dalam trional, Gus Dur menegaskan bahwa demokrasi sebagaimana halnya dengan negara tidaklah pernah sempurna dan memuaskan. Kerelaan untuk menerima kenyataan ini justeru membangkitkan tekad untuk selalu mengusahakan perbaikan terus menerus, agar menghampiri kesempurnaan sekaligus menjaga agar tidak terjadi kemerosotan dan kemacetan, apalagi penyimpangan yang tidak perlu.21 Demokrasi yang ditawarkan oleh Gus Dur tidak hanya dalam bentuk prosedur-formal, tetapi juga dalam bentuk kultur etis. Demokrasi menjadi ruang presentasi publik yang mampu melahirkan jawaban-jawaban bagi penyelesaian persoalan-persoalan bangsa, karena didalam demokrasi akan tercipta pelbagai tawaran yang memungkinkan terjadinya choice and exit secara variatif.22 Hadirin yang berbahagia, Adalah sesuatu yang ironis kalau dalam suasana memperingati hari kemerdekaan kali ini, masih cukup banyak warga bangsa kita yang terpuruk dalam keprihatinan akibat belum merdeka dari rasa takut akan keselamatan diri dan keluarganya. Para pengungsi dari daerah-daerah konflik dan kerusuhan, mengalami hal ini dari hari ke hari. Kaum miskin di perkotaan pun belum sepenuhnya merdeka dari rasa takut tergusur dan terusir dari tempat tinggalnya, yang secara legal dan sosial mungkin memang tidak layak dipertahankan. Merdeka dari penderitaan berkepanjangan, masih belum pula dikecap oleh saudara-saudara kita yang berada dalam kondisi kemiskinan struktural. Kita menyadari bersama, bahwa pembangunan selama ini belum sepenuhnya mampu memberi kesejahteraan yang adil bagi seluruh lapisan masyarakat. Kita pun belum berhasil mencabut akar-akar kemiskinan dan penderitaan yang tertanam di tengah20 Ibid., hal. 50. 21 Ibid., hal. 49. 22 Ibid., hal. 321. 76 tengah masyarakat. Ini antara lain disebabkan karena kemiskinan sebagai fenomena multidimensional harus didekati secara holistik, dan membutuhkan keterlibatan semua pihak dalam penanggulangannya. Upaya itu mencakup penyediaan lapangan kerja yang seluas mungkin, peningkatan akses pelayanan kesehatan dan pendidikan, serta akses akan prasarana dasar yang layak dan terjangkau. Tantangan yang kita hadapi dalam menangani masalah kesejahteraan rakyat memang berat. Upaya memberdayakan masyarakat miskin itu harus dilakukan agar mereka lebih mampu mengatasi sendiri masalah-masalahnya. Untuk itu, kepada mereka perlu dibuka akses informasi, kebebasan berorganisasi dan kesempatan berpartisipasi dalam pengambilan keputusan yang menyangkut dirinya sendiri. 23 Kesejahteraan menurut Gus Dur merupakan tujuan negara. Struktur negara merupakan perangkat politik guna mendistribusikan kesejahteraan secara meluas dan merata. Kesejahteraan dalam kontek ini adalah menjaga dan menyediakan pembangunan demi kelangsungan kesejahteraan hidup manusia secara mendasar. Mengingat keterbatasan negara dalam menjangkau daerah-daerah terpencil atau masyarakat bawah, maka negara harus memaksimalkan lembaga-lembaga swadaya masyarakat guna mencapai tingkat distribusi yang maksimal. 24 Dengan perlakuan yang adil di muka hukum, terwujudnya persamaan hak dan derajat bagi warga negara bisa terjamin. Persamaan inilah yang menjadi jaminan terciptanya keadilan sosial yang sebenarnya. Jadi, kesejahteraan dan kebahagian akan tercapai jika negara mampu menegakkan role of law secara maksimal dan menjunjung tinggi 23 24 http://www.ri.go.id/istana/... Munawar Ahmad, Ijtihad Politik Gus Dur…, hal. 320. 77 supremasi hokum.25 Konsep tersebut dikenal dengan maqashid asysyariah. Dengan konsep tersebut Gus Dur menjadi seorang demokrat, budayawan, pembela yang lemah, pengayom minoritas dan pelindung bagi mereka yang disesat-sesatkan. Konsep tersebut juga yang menjadi dasar Gus Dur untuk mengambil anti kekerasan dalam segala hal.26 Dengan begitu pola yang digunakan oleh Gus Dur adalah metode keseimbangan dengan menekankan kepada terciptanya keharmonisan. Karena dalam teorinya suatu kondisi harmonis ada dalam masyarakat jika dan bila kebudayaan, kepribadian, dan sistem sosial “cocok” secara normative dan struktur sehingga variable-variabel polanya memuaskan..27 Transformasi dari ketergantungan menuju kemandirian ini yang perlu kita usahakan bersama. Pengalaman dalam menghadapi krisis ekonomi selama tiga tahun terakhir, menyadarkan kita betapa ketergantungan masyarakat yang demikian kuat kepada pemerintah telah melumpuhkan potensi kreativitas masyarakat untuk bangkit mengatasi krisis. Karena itu, pemerintah mempunyai komitmen tinggi untuk mengurangi dominasi perannya. Apa yang dapat dilakukan oleh masyarakat sendiri tidak perlu lagi dilakukan oleh pemerintah, dan semua aparat pemerintah perlu meningkatkan kemampuannya untuk berfungsi sebagai fasilitator. Kita semua perlu menyadari betapa pentingnya membangun sebuah masyarakat yang bertumpu pada kemampuannya sendiri, bergantung pada inisiatifnya sendiri, dan percaya pada dirinya sendiri. Di berbagai lingkar kebudayaan dan kehidupan rakyat sehari-hari masyarakat kita, sesungguhnya masih terdapat banyak kearifan, ketetapan hati, serta semangat pantang menyerah dalam menghadapi kesulitan. Di tengah rakyat, kita masih bisa menemukan tenaga hidup yang sesungguhnya, yang dapat 25 Ibid., hal. 320-321. 26 Hanif Dhahiri,41 Warisan Kebesaran Gus Dur…, hal. 122. 27 Pahrurroji M. Bukhori, Membebaskan Agama Dari Negara…, hal. 137. 78 menjamin kelangsungan eksistensi bangsa dan negara yang kita cintai ini. Karena itu, memang memprihatinkan bahwa setelah lebih dari 50 tahun merdeka, kita belum cukup sukses dalam menata hubungan antar kelompok, suku, ras dan pemeluk agama. Patut disayangkan, bahwa darah masih mengalir, rasa dendam dan benci masih tertanam dalam hati sejumlah tertentu generasi penerus kemerdekaan, justru di saat rasa kebangsaan kita sedang teruji berat di tengah terpaan globalisasi.28 Gus Dur sangat menaruh perhatian terhadap peran kekuasanya sebagai presiden. Kekuasaan yang melekat pada dirinya merupakan faktor utama untuk melakukan suatu perubahan. Melalui kekuasaanya itulah, perubahan yang mendasar dapat dilakukan, sebuah tranformasi ketergantungan masyarakat berubah menjadi kemandirian. Kesadaran politik yang dibangun oleh Gus Dur merupakan sebuah interpretasi kepada masyarakat agar kesadaran politik tersebut menjadi bekal untuk memahami pola kekuasaan didalam lingkup yang lebih luas yaitu negara. Pemahaman yang diberikan oleh Gus Dur tidak lepas dari liberalisme yaitu mementingkan hak-hak dasar manusia atas kehidupan. Liberalisme memberi ruang kesadaran akan lahirnya norma, kedaulatan hukum, dan keadilan tanpa memandang asal usul etnis, budaya dan agama. Gus Dur sangat apresiatif terhadap paham liberalisme yang menempatkan manusia sebagai makhluk yang bebas dan berdaulat. Menurut Gus Dur dengan kebebasan yang dimilikinya, manusia bisa berkembang menjadi individu yang kreatif dan produktif sehingga mampu mengemban tugas mulia 28 http://www.ri.go.id/istana/... 79 sebagai khalifah di muka bumi.29 Karena itu semua kemajemukan bisa mendapatkan hak hidup damai serta masing-masing menyusun ke Indonesia baru mampu memberikan sumbangan-sumbangan terbaik bagi bangsa.30 Maka, tugas kita ke depan adalah menata kembali hubungan antar kelompok dalam format yang lebih kreatif dan manusiawi. Kita perlu merumuskan sebuah agenda nasional untuk rekonsiliasi, dialog dan komunikasi, demi memulihkan hubungan antar warga masyarakat di berbagai daerah. Kita juga perlu membangkitkan respon kultural terhadap macetnya komunikasi politik masyarakat kita di beberapa tempat. Walaupun disharmoni sosial masih terus berlangsung, terutama di wilayah Maluku dan Maluku Utara, tidak seyogianya kita berputus asa. Nilai-nilai budaya kita yang banyak mengandung kearifan untuk menghargai orang atau kelompok lain, belum punah. Perbedaan suku, agama, ras, ataupun golongan selama ini telah biasa kita lihat sebagai bagian azasi dari kemajemukan. Banyak di antara kita yang menyadari bahwa konflik yang terjadi itu bukanlah sesuatu yang asli. Ia merupakan produk dari tangantangan kotor yang dengan licik memanfaatkan kelengahan masyarakat terhadap nilai-nilai budayanya sendiri, akibat terjadinya pergesekan kepentingan yang akut dalam hubunganhubungan sosial, politik dan ekonomi masyarakat setempat. Maka, kalau sikap dan relasi baru yang berlandaskan semangat persaudaraan sebagai bangsa dapat dibangun kembali, dimana setiap golongan dan orang per orang memperoleh penghargaan akan hak dan martabatnya, ada harapan konflik itu akan bisa diselesaikan.31 Secara sederhana Gus Dur, hendak menjelaskan bahwa semua elemen menjadi unsur untuk pembentukan negara, sehingga diantara elemen-elemen tersebut tidak semestinya saling menonjolkan atas yang 29 Hanif Dhahiri, 41 Warisan Kebesaran Gus Dur…, hal. 69-70. 30 Muhammad Zakki, Gus Dur…, hal. 31. 31 http://www.ri.go.id/istana/... 80 lain. Karena masing-masing memberikan konstribusi untuk semua. Integralisme Indonesia tidak hanya dibangun oleh unsur suku, ras, dan budaya tetapi juga oleh agama. Baik agama wahyu maupun non wahyu seperti kejawen yang turut terlibat dalam pembentukan Pancasila dan Bineka Tunggal Ika. Bagi Gus Dur, terjadinya konflik yang terjadi di wilayah Maluku dan Maluku Utara, salah satu faktor utamanya adalah akibat lahirnya sikap berang dan militansi buta dalam memahami agama.32 Di sisi lain, agama sendiri tidak di fungsikan secara “transformatife” kedalam fakta sosial yang sebenarnya. Fakta sosial yang serba beragama, baik budaya, ekonomi, maupun status sosial mencirikan agama hanya dipahami sebagai dogma yang eksklusif. Melalui pemikirannya yang progresif, Gus Dur menolak gerakan yang mencabut lokalitas dengan menggantikannya dengan nilai-nilai yang berasal dari luar. Hal ini juga menjadi alasan kenapa Gus Dur menolak gerakan Islam formalis atau fundamentalis yang hendak pemberangusan nilai-nilai lokal dari Indonesia.33 Menurut Gus Dur dengan adanya gerakan Islam formalis atau fundamentalis tersebut hanya akan meninggalkan semangat kebangsaan yang telah lama mempersatukan sebagai bangsa sejak berabad-abad yang lalu. Hal tersebutlah yang seharusnya senantiasa kita ingat sebagai bagian 32 Gus Dur tidak setuju dengan pendirian laskar-laskar agama untuk menyelesaikan konflik-konflik tersebut. Secara tegas ia mengatakan perjuangan hak asasi manusia, demokrasi, dan kedaulatan hukum adalah perjuangan universal dan bukan hanya menjadi hak atau claim satu-satunya sebuah agama. Bagi Gus Dur masyarakat dirangsang untuk tidak terlalu memikirkan manifestasi simbol dari agama dalam kehidupan, tetapi lebih mementingkan kepada esensinya. Keadilan bagi Gus Dur adalah milik semua bangsa, dan harus ditegakkan umat beragama. Lihat Muhammad Rifai, Gus Du)…, hal. 102. 33 Munawar Ahmad, Ijtihad Politik Gus Dur…, hal. 329. 81 terpenting dari sejarah kita sebagai bangsa. Inilah modal bangsa kita untuk merengkuh kehidupan masa depan.34 Secara eksplisit pemikiran politik Gus Dur menunjukan pemikiran “Kiri Islam”35 yang gigih mempromosikan pemikiran alternatif berbasis mengedepankan persamaan, keadilan, kebebasan dan sikap egaliter ditengah masyarakat Indonesia. Pada saat yang sama, kita juga memerlukan keberanian untuk melakukan koreksi menyeluruh terhadap kesalahan-kesalahan bersama di masa lampau. Hanya dengan itu, kita bisa mengayunkan langkah dan mulai membangun masa depan baru secara bersama sebagai warga bangsa. Saya yakin bahwa moralitas budaya semacam inilah yang akan bisa menyelamatkan kita dari bahaya disintegrasi bangsa. Saudara Ketua, para Wakil Ketua, Anggota DPR-RI yang terhormat, dan Hadirin yang saya hormati, Sejalan dengan semangat untuk menata kembali kehidupan berbangsa dan memperbaharui kembali kesepakatan-kesepakatan kita, di bidang ekonomi pun kita ditantang untuk membangun kembali tatanan perekonomian nasional. Krisis yang melanda telah merusak banyak sendi penting dari perekonomian nasional kita. Akibatnya, banyak bagian dari masyarakat kita yang belum pernah menikmati hasil pembangunan selama ini, bahkan makin menderita akibat krisis ekonomi. Untuk menata dan membangun kembali perekonomian setelah krisis itu, kita akan secara konsisten melandaskannya pada prinsip demokrasi ekonomi, yakni jalan menuju kemakmuran bagi semua orang. Upaya pemulihan ekonomi, dengan demikian, tidak hanya sekedar mengembalikan kinerja ekonomi dalam bentuk tercapainya pertumbuhan yang tinggi, namun yang tidak kalah pentingnya adalah menciptakan kebersamaan dan partisipasi rakyat secara nyata dalam proses pembangunan. Dengan cara itu, kita akan 34 Muhammad Zakki. Gus Dur…, hal. 39. 35 Istilah “Kiri Islam” diartikan sebagai ideologi aktivisme memang tepat untuk Tan Malaka, karena ia merupakan representasi dari dua ideologi marxisme dan juga Islam. Namun Istilah “Kiri Islam” mendapat pengertian baru setelah Shimogaki menjelaskan konsep Hassan Hanafi, bahwa kiri Islam menjadi ideologi intelektualisme dengan ciri tiga pilar, yakni Islam klasik, penentangan terhadap peradaban Barat, dan analisis terhadap realitas dunia Islam. Lihat Munawar Ahmad, Ijtihad Politik Gus Dur…, hal. 5. 82 mewujudkan keadilan dan membuka kesempatan yang lebih luas bagi masyarakat untuk menikmati kemakmuran. 36 Kedua paragraf di atas menunjukan semangat perubahan yang ingin dilakukan oleh Gus Dur. Kesadaran Gus Dur untuk melakukan perubahan di Indonesia melalui kekuasan sudah dipahaminya sejak 1970an. Menurut Gus Dur kemamuran masyarakat terletak pada keberanian seorang pemimpin. Menurut Gus Dur ketegasan dan keberanian itulah seseorang pemimpin mampu membuat banyak terobosan dan pembaharuan yang nyata dalam kehidupan bangsa. Bagi Gus Dur tugas utama seorang pemimpin adalah mewujudkan perdamaian, keadilan dan kesejahteraan rakyat, bukan menghiasi dengan citra keberhasilan yang semu, tetapi justeru membawa banyak kerusakan ditengah masyarakat.37 Gus Dur percaya bahwa untuk menjadikan Indonesia agar memperoleh kematangan sebagai suatu bangsa, ia harus berani menghadapi musuh-musuh imanejer dan mengganti kecurigaan dengan persehabatan dan dialog. Hal itu dilakukan untuk menghapus kecurigaan karena Gus Dur berencana untuk secepatnya mengadakan hubungan diplomatik dengan Israel.38 Pembangunan kembali perekonomian kita ditujukan untuk menciptakan keseimbangan antara pertumbuhan dan keadilan, efisiensi dan pemberdayaan, efektifitas dan kualitas kehidupan. Pada saat yang sama, krisis yang telah menginjak tahun ketiga mengharuskan kita untuk melakukan berbagai kebijakan pemulihan yang sering menimbulkan dampak yang berat bagi 36 http://www.ri.go.id/istana/... 37 Hanif Dhahiri, 41 Warisan Kebesaran Gus Dur, hal. 96. 38 Greg Barton, Biografi Gus Dur…, hal. 380. 83 kehidupan ekonomi dan sosial, serta peka secara politik. Empat pilar program pemulihan yang telah saya sampaikan dalam pidato di depan Sidang Tahunan MPR minggu yang lalu akan kita laksanakan, yakni: satu, menjaga stabilitas makro; dua, memperkuat dan membangun kembali institusi ekonomi; tiga, meneruskan kebijakan dan penyesuaian struktural; dan empat, melindungi kelompok miskin dan pemberdayaan ekonomi lemah. Landasan demokrasi ekonomi yang diartikan sebagai kemakmuran bagi semua, memiliki dua elemen penting, yakni kemakmuran dan kesempatan bagi seluruh warga masyarakat untuk menikmatinya. Kemakmuran yang dicapai semata-mata melalui pertumbuhan ekonomi yang tinggi, pasti tidak akan terjaga kelangsungannya. Ini terlihat dari pengalaman kita sendiri sepanjang krisis ekonomi. Pertumbuhan ekonomi yang menjadi landasan penciptaan kemakmuran, ternyata runtuh bersama faktor-faktor pendukungnya akibat goyahnya stabilitas makro, rapuhnya institusi akibat pengelolaan yang buruk (bad governance), distorsi kebijakan struktural, dan lemahnya kualitas sumber daya manusia akibat kemiskinan dan tidak adanya akses terhadap pendidikan, teknologi, informasi dan kesehatan.39 Dari paragraf di atas, Gus Dur hendak memberikan sebuah tawaran progresivitasnya untuk melakukan perubahan dalam perekonomian negara atau disebut merdeka secara ekonomi.40 Ia melakukan lintas batas sikap sebagai seorang presiden, menjadi seseorang yang menawarkan kemajuan-kemajuan sosial-politik kedalam perekonomian masyarakat. Yang disebut oleh Gus Dur empat pilar program pemulihan yakni; Satu, menjaga stabilitas makro; Dua, memperkuat dan membangun kembali institusi ekonomi; Tiga, meneruskan kebijakan dan penyesuaian struktural; dan Empat, melindungi 39 http://www.ri.go.id/istana/... 40 Merdeka secara ekonomi berarti sama sekali tidak bergantung kepada negara lain dalam segala hal. Secara politik bebas dari penjajah pihak lain. Contonya lepasnya Indonesia dari penjajahan kolonial Belanda sehingga bangsa kita mampu segera mengembangkan budaya politik, ekonomi, maupun lainya. Lihat Muhammad Zakki, Gus Dur…, hal. 37. 84 kelompok miskin dan pemberdayaan ekonomi lemah. Ini sebenarnya merupakan eksperimentasi, yang pada kenyataanya, perubahan struktural kekuasaan negara merupakan pekerjaan yang sangat sulit untuk dilakukan. Melalui persoalan-persoalan yang dihadapi, tampaknya Gus Dur belajar melakukan eksperimentasi pemikiran politiknya guna memahami proses perubahan struktural pada level negara. Untuk menciptakan kemakmuran, pertumbuhan ekonomi merupakan suatu prasyarat. Meskipun demikian, pertumbuhan yang akan kita pulihkan itu haruslah berlandaskan pada fondasi baru yakni kondisi institusi publik yang bersih dan kredibel, institusi ekonomi seperti perbankan dan badan usaha yang sehat dan dikelola dengan baik, serta kelengkapan peraturan dan penegakan hukum untuk menjaga mekanisme pasar yang efektif dan berkeadilan. Untuk itu, upaya kita dalam pemulihan dan restrukturisasi ekonomi yang telah dilakukan dalam sepuluh bulan ini akan terus kita jalankan secara konsisten dan dengan disiplin yang tinggi. Elemen kedua dalam demokrasi ekonomi adalah kesempatan yang sama bagi seluruh masyarakat untuk ikut menciptakan dan menikmati kemakmuran. Ini terkait erat dengan konsep keadilan ekonomi. Keikutsertaan masyarakat dalam proses penciptaan kemakmuran dan menikmati hasil pembangunan di masa lalu memang sangat terbatas, akibat pola pengambilan keputusan dan penguasaan yang sangat sentralistik, disertai praktik korupsi, kolusi dan nepotisme. Koreksi terhadap praktik buruk tersebut perlu dilakukan, dan pelaksanaan desentralisasi kekuasaan, akan menjawab permasalahan keadilan, yaitu terciptanya kesempatan ekonomi yang sama bagi seluruh warga negara Indonesia dari lapisan, golongan dan daerah mana saja. 41 Dari paragraf di atas sepertinya Gus Dur menawarkan prosedur pembenahan negara yang diarahkan terutama pada restrukturisasi ekonomi. Hal ini logis karena Gus Dur melihat faktor struktural kuasa 41 http://www.ri.go.id/istana/... 85 dnegara sangat dominan dan otokratif mempengaruhi maju mundurnya perkembangan perekonomian negara. Prosedur awal yang dilakukan adalah meyakinkan negara terhadap kondisi rawan dalam terjadinya praktik buruk yang dilakukan oleh petinggi negara dan demokrasi ekonomi. Terhadap langkah ini Gus Dur menunjuk keadilan ekonomi sebagai target yang harus dicapai oleh masyarakat dalam proses penciptaan kemakmuran dan menikmati hasil pembangunan yang sangat terbatas. Gus Dur melakukan analisis terhadap elite kuasa yang cenderung menciptakan pengambilan keputusan dan penguasaan yang sangat sentralistik, disertai praktik korupsi, kolusi dan nepotisme. Menurut Gus Dur KKN merupakan dosa inti rezim terdahulu. Menurutnya ada tiga menterinya yang terlibat dalam praktik tersebut. Salah satu upaya yang dilakukan oleh Gus Dur dalam demokrasi ekonomi adalah dengan melakukan kunjungan ke Beijing. Kunjungan tersebut dimaksudkan untuk melakukan kerjasama dalam bidang perekonomian. Gus Dur berharap bahwa dengan kunjungannya ke Beijing, ia akan memberikan tanda positif terhadap masyarakat Indonesia.42 Berbagai instrumen untuk melaksanakan tujuan keadilan ekonomi akan terus ditingkatkan kualitas dan kuantitasnya. Pertama, anggaran negara yang lebih memihak kepada masyarakat miskin dan kelompok ekonomi lemah akan terus ditingkatkan. Pemihakan itu terlihat dalam bentuk alokasi untuk perbaikan mutu sumber daya manusia melalui pendidikan, latihan, dan perbaikan kualitas kesehatan, termasuk perbaikan lingkungan hidup serta program jaring pengaman sosial. Sama pentingnya dengan upaya itu, pemerintah akan terus melakukan 42 Greg Barton, Biografi Gus Dur…, hal. 381. 86 perbaikan dan pembangunan infrastruktur agar mobilisasi faktor produksi dapat berjalan semakin baik, aman dan lancar. Instrumen lain yang dapat digunakan adalah kebijakan penyaluran kredit dan kebijakan penanaman modal. Perbankan yang telah direkapitalisasi agar mengutamakan penyaluran kreditnya pada kelompok ekonomi lemah. Kedua instrumen tersebut akan dikembangkan tanpa melanggar rambu-rambu kehati-hatian, baik pada anggaran negara maupun dalam aturan perbankan. Pada akhirnya, upaya pemberdayaan dan pemihakan hanya akan berhasil apabila kesempatan partisipasi masyarakat memang dirancang untuk selalu dibuka seluas-luasnya dan seadil-adilnya dalam pengelolaan kegiatan ekonomi.43 Pada kedua paragraf di atas sepertinya Gus Dur menawarkan alternatif upaya pemecahan permasalahan yang sedang dihadapi oleh negara. Pertama, anggaran negara yang lebih memihak kepada masyarakat miskin dan kelompok ekonomi lemah akan terus ditingkatkan. Pemihakan itu terlihat dalam bentuk alokasi untuk perbaikan mutu sumber daya manusia melalui pendidikan, latihan, dan perbaikan kualitas kesehatan, termasuk perbaikan lingkungan hidup serta program jaring pengaman sosial. Kedua, kebijakan penyaluran kredit dan kebijakan penanaman modal akan dikembangkan tanpa melanggar rambu-rambu kehati-hatian, baik pada anggaran negara maupun dalam aturan perbank-an. Penjelasan ini tampaknya didasari oleh upaya keadilan ekonomi yang dilakukan di beberapa intrumen yang dilaksanakan. Secara eksplisit, Gus Dur melakukan pembaharuan dalam demokrasi ekonomi. Secara implisit, Gus Dur melakukan pembelaan terhadap masyarakat miskin dan kelompok 43 http://www.ri.go.id/istana/... 87 ekonomi kelas bawah atau lemah yang selama ini cenderung hak-hak mereka dirampas oleh elit pemerintah yang tidak bertanggung jawab. Landasan peraturan dan kepastian hukum harus disiapkan, agar rancangan kebijakan yang ideal dapat terwujud. Unsur terpenting dalam menciptakan kepastian hukum adalah penegakan hukum yang dirasakan masih belum memadai dan harus menjadi bagian penting dalam program mewujudkan keadilan bagi masyarakat. Kita bersama-sama perlu memulai dan menyelesaikan tugas berat tersebut, baik dalam menyempurnakan perundang- undangan, membenahi sistim dan lembaga peradilan maupun dalam upaya memberantas kejahatan dan penyelewengan-penyelewengan hukum lainnya. Aspirasi masyarakat agar lebih banyak tugas dan fungsi pemerintahan dilimpahkan ke daerah, disertai implikasi keuangannya, akan menjadi tema penting dalam pengelolaan kenegaraan mulai saat ini. Desentralisasi kewenangan dan keuangan ke daerah akan semakin mendekatkan pemerintah kepada masyarakat yang harus dilayaninya. Proses itu memerlukan peningkatan kapasitas dan akuntabilitas publik, dan akan menumbuhkan semangat ikut memiliki dan bertanggungjawab dari masyarakat terhadap penyelenggaraan pemerintahan di daerah. Untuk mencegah kemungkinan penyalah-gunaan wewenang, kita sedang dan akan menciptakan rambu-rambu obyektif yang diperlukan. Ini penting, agar kepentingan masyarakat terlindungi dan pertanggungjawaban publik dapat tercapai.44 Gus Dur menjelaskan bagaimana landasan peraturan dan kepastian hukum harus disiapkan. Gus Dur mengkritisi peran para elit negara khususnya lembaga peradilan yang selama ini hanya menjadi penyeleweng hukum tanpa dilandasi dengan yuridis yang jelas. Gus Dur secara tegas merampingkan departemen-departemennya dan memulai proses reformasi agar mereka dapat secara berangsur-angsur ikut serta 44 http://www.ri.go.id/istana/... 88 dalam permasalahan tersebut.45 Walaupun Gus Dur menyatakan rasa optimismenya bahwa ia akan bisa menyelesaikan masalah-masalah yang telah dan sedang terjadi, ia sebenarnya tahu bahwa ia tengah memasuki kapasitas, akuntabilitas publik dalam aspirasi masyarakat. Prioritas utamanya adalah mencoba untuk melakukan penyelenggaraan pemerintahan di daerah dengan tujuan agar kepentingan masyarakat terlindungi dan pertanggung jawaban publik dapat tercapai. Pembangunan kembali perekonomian kita untuk mencapai citacita kemerdekaan, dilaksanakan dalam lingkungan global yang terus berubah. Globalisasi ekonomi menghendaki diterapkannya prinsip-prinsip universal, seperti pengelolaan yang baik (good governance), penerapan dan perlindungan hak azasi manusia, serta perlindungan dan pemeliharaan lingkungan hidup. Karena itu, pengelolaan perekonomian harus berdasar pada aturan yang lebih adil, tegas, dan pasti, demi melindungi kepentingan pekerja, konsumen, dan lingkungan hidup. Kepentingan-kepentingan itu sama bobotnya dan sejalan dengan kepentingan pemerintah sendiri. Pada saat yang sama, ia pun harus seimbang dengan kepentingan investor dan pelaku usaha.46 Penjelasan ini mengindikasikan bahwa Gus Dur menempatkan globalisasi ekonomi di dalam masyarakat Indonesia sebagai lingkaran kecil yang berada dalam lingkaran besar, karena didalamnya terdapat proses pembentukan karakter good governance. Gus Dur tampaknya melihat globalisasi ekonomi sebagai subkultural yang bertujuan untuk mencapai cita-cita kemerdekaan. Pola ini dipandang perlu dijelaskan oleh Gus Dur, karena melalui pola ini ia dapat memberikan pemahaman kepada 45 Greg Barton, Biografi Gus Dur…, hal. 382. 46 http://www.ri.go.id/istana/... 89 masyarakat yang relatife berpikiran negative terhadap pemimpin negara atas kebijakan-kebijakan yang telah dilakukan. Saudara Ketua, para Wakil Ketua dan Anggota Dewan yang terhormat, hadirin yang saya muliakan, Beban yang dipikul oleh pemerintah ke depan, sangatlah berat. Di atas pundak setiap pemimpin pemerintahan Indonesia saat ini, baik pada tingkat nasional maupun daerah dan desa, terpikul beban untuk mencegah terjadinya atau berlanjutnya proses disintegrasi bangsa, akibat gerakan separatisme dan konflik sosial yang berlarut-larut. Karena itu, saya mengharapkan agar para pemimpin pemerintahan itu benar-benar memahami aspirasi masyarakatnya, mencermati setiap perubahan yang terjadi di lingkungannya, serta memelihara komunikasinya dengan masyarakat luas. Kita semua harus pandai membangun pertalian batin dengan masyarakat, bermusyawarah dengan semua pihak dalam menyelesaikan berbagai masalah. Namun apabila semua upaya damai untuk mengatasi konflik gagal tercapai, adalah menjadi kewajiban pemerintah untuk menugaskan alat negara mengambil tindakan tegas sesuai dengan aturan hukum yang berlaku. Selain dari beban politik untuk mencegah disintegrasi itu, pemerintah juga sangat sadar akan tanggungjawabnya untuk segera membawa bangsa dan negara ini keluar dari krisis ekonomi dan keuangan yang sudah berlangsung cukup lama. Pemerintah pun tidak lupa akan perannya yang semakin dibutuhkan untuk membawa bangsa ini masuk ke lingkungan pergaulan global secara terhormat, yang juga berarti menyiapkan masyarakat bangsa kita agar mampu mengambil manfaat dari globalisasi itu. Ini berarti bahwa perhatian pada pengembangan sumber daya manusia, baik melalui pendidikan, pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi maupun melalui perbaikan kondisi kesehatan, harus diperbesar.47 Melalui penjelasan diatas, Gus Dur ingin menunjukan apa yang telah diucapkan menjadi sikap dari pemerintah pusat maupun daerah untuk memikul beban yang menjadi tanggung jawab bersama dalam mencegah terjadinya atau berlanjutnya proses disintegrasi bangsa. Tampaknya Gus 47 Ibid. 90 Dur ingin bercermin dari kearifan pemerintah dalam kehidupan pluralitas tanpa terjebak oleh modernisasi, tetapi justeru untuk menguatkan akar budaya setempat sebagai modal yang perlu dikembangkan. Seperti membangun komunikasi dengan masyarakat luas, membangun pertalian batin dengan masyarakat, bermusyawarah dengan semua pihak dalam menyelesaikan berbagai masalah. Namun secara sadar Gus Dur mengakui bahwa akan tanggung jawabnya untuk segera membawa bangsa dan negara ini keluar dari krisis ekonomi dan keuangan yang sudah berlangsung cukup lama. Gus Dur dengan semangat memperhatikan pemulihan ekonomi dan juga pemulihan seperti itu akan membantu mereka yang benar-benar dalam keadaan sulit. Juga Gus Dur bukanlah seseorang yang tidak serius dalam menangi masalah ekonomi karena mempunyai posisi yang telah difikirkannya secara baik. Ketika berhadapan dengan sekian banyak masalah yang telah membuat Indonesia terpuruk, tidak dapat selalu terlihat dengan jelas apa yang dapat atau seharusnya dikerjakan. Masalahnya bukanlah mencari pemercahan yang secara teknis seharusnya dibuat, melainkan mencari pemecahan yang dapat dijalankan secara politis.48 Dalam rangka itu semua, saya telah merancang kebijakan restrukturisasi pemerintahan untuk lebih mempertajam fokus dan prioritas kebijakan nasional di berbagai bidang. Di samping untuk mewujudkan implementasi otonomi daerah yang akan sepenuhnya efektif pada bulan Januari 2001, restrukturisasi ini juga merupakan langkah yang saya pandang tepat untuk lebih memudahkan pengambilan keputusan dan penetapan kebijakan. 48 Greg Barton, Biografi Gus Dur…, hal. 404. 91 Beberapa sektor pemerintahan yang di masa lalu terpisah, walaupun fungsi dan wewenangnya berhimpitan, akan ditempatkan di bawah atap yang sama. Restrukturisasi ini juga diharapkan mengakhiri praktik duplikasi kebijakan yang selama ini sulit dihindari akibat adanya dua atau lebih departemen dan instansi yang menggarap bidang yang sama. Inti dari restrukturisasi itu adalah efisiensi administrasi, profesionalisme dalam perumusan berbagai kebijakan dan efektifitas tindakan operasional dalam mengatasi berbagai masalah.49 Gus Dur memiliki kekuatan dan bukti yang kuat untuk melakukan perubahan dalam restrukturisasi pemerintahan. Konsep tersebut lebih ditunjukan kepada sektor pemerintahan yang selama ini dipandang fungsi dan wewenangnya berhimpitan. Pertama yang dilakukan oleh Gus Dur adalah menutup Departemen Penerangan (Deppen) karena menurut Gus Dur kehadiran departemen ini lebih banyak meruginya daripada manfaatnya, baik karena pendekatanya bersifat stalinis terhadap pengendalian informasi maupun karena kebiasaan yang telah berurat akar untuk memeras dari penerbitan media.50 Yang kedua Depertemen Sosial (Depsos), karena menurut Gus Dur departemen tersebut telah banyak melakukan kekeliruan, seperti anggapanya terhadap permasalahan yang terjadi pada masyarakat. Menurut departemen ini permasalahan yang terjadi dalam masyarakat itu sudah menjadi tanggung jawab masyarakat, biarlah masyarakat yang mengurusnya. Gus Dur khawatir terhadap 49 50 http://www.ri.go.id/istana/... Greg Barton, Biografi Gus Dur…, hal. 382. 92 lembaga ini karena dikhawatirkan akan memperpanjang tali birokrasi yang tidak perlu.51 Pemerintah pada dasarnya menyadari bahwa dengan implementasi otonomi daerah, bukan saja kewenangan pemerintah nasional mengalami pengurangan, tetapi juga alokasi dana yang akan diterimanya akan lebih sedikit dibanding tahuntahun sebelumnya. Kenyataan ini mengharuskan dilakukannya perampingan organisasi dan birokrasi, serta penyesuaian alokasi anggaran dan prioritas penggunaannya. Proses restrukturisasi dan perampingan ini akan dilakukan secermat mungkin guna mencegah kemungkinan timbulnya masalah baru yang tidak perlu. Realisasi dari rencana di atas mempersyaratkan menteri dan pejabat yang berkualitas tinggi dan pembagian tugas kepemimpinan pemerintahan yang lebih proporsional dan efektif. Insya Allah dalam waktu dekat, pemerintah hasil restrukturisasi itu akan hadir bersama saudara-saudara. Walaupun tekad membangun pemerintahan yang baik melandasi kehadiran kabinet baru tersebut, saya percaya bahwa kiprah dan kualitas pengabdian mereka juga sangat tergantung dari kuatnya dukungan wakil-wakil rakyat di DPR sebagai mitra kerja pemerintah, serta luasnya penerimaan masyarakat terhadap setiap langkah yang akan diambil oleh pemerintah.52 Menurut Gus Dur pembangunan daerah merupakan bagian integral dari pembangunan nasional tidak bisa dilepaskan dari prinsip otonomi daerah. Sebagai daerah otonom, daerah mempunyai kewenangan dan tanggung jawab menyelenggarakan kepentingan masyarakat berdasarkan prinsip keterbukaan, partisipasi masyarakat, dan pertanggung jawaban kepada masyarakat. 51 Arief Mudatsir Mandan, Jejak Langkah Guru Bangsa…, hal. 121. 52 http://www.ri.go.id/istana/... 93 Untuk mendukung penyelenggaraan otonomi daerah53 diperlukan kewenangan yang luas, nyata, dan bertanggung jawab didaerah secara proporsional dan berkeadilan, jauh dari praktek korupsi, kolusi, nepotisme serta adanya perimbangan antara keungan pemerintah pusat dan daerah. Sehingga pemerintah pusat memutuskan untuk mensahkan Undangundang Nomor 22 tahun 1999 tentang pemerintah daerah, Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah, serta Undang-undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme.54 Pemerintahan yang baru itu akan saya bebani tanggungjawab untuk menyelesaikan masalah-masalah politik, ekonomi, dan sosial yang secara garis besar telah saya kemukakan tadi. Dari setiap pribadi menteri, pemerintah membutuhkan semacam komitmen moral untuk memberi pengabdian terbaiknya demi menyelamatkan kehidupan bangsa di berbagai bidang dan memberi makna pada kemerdekaan yang kita capai dengan susah payah serta pengorbanan yang besar ini.55 Selain uraian pada bagian isi pidato, Gus Dur juga berusaha untuk membatasi ruang lingkup pembicaraannya, artinya tidak terlalu melebar pada permasalahan yang lain. Gus Dur hanya menyampaikan ucapan 53 Meskipun penerapan prinsip otonomi daerah itu syarat dengan potensi konflik. Misalnya, pada kasus Surabaya dan Pasuruan. Sudah sekian lama sumber mata air dari Pasuruan yang menjadi sumber air minum untuk kota Surabaya. Pedahal selama ini tidak ada kompensasi dari Surabaya. Dengan adanya penerapan otonomi daerah tersebut munculah tuntutan dari Pesuruan. Muhammad Zakki, Gus Dur…, hal. 33. 54 Redaksi Sinar Grafika, Undang-undang Otonomi Daerah 1999, Jakarta: Sinar Grafika, 1999, hal. v. 55 http://www.ri.go.id/istana/... 94 terima kasih atas kerja sama antara elemen pemerintah dan masyarakat. Seperti terlihat dibawah ini: Itulah hal-hal yang saya pandang penting untuk saya sampaikan dihadapan sidang yang mulia ini. Mudah-mudahan dengan semangat kebangsaan, kemerdekaan dan demokrasi yang menyelimuti kehadiran kita di gedung ini, kita bisa menciptakan kesepakatan-kesepakatan baru dalam mengoptimalkan pengabdian kita bersama kepada bangsa dan negara RI yang kita cintai bersama. Dirgahayu Republik Indonesia. Semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa bersama kita, amin.56 Secara keseluruhan struktur teks pidato yang dibuat Gus Dur sudah cukup lengkap, artinya mengandung bagian-bagian yang tersusun dengan baik, yaitu bagian pembuka, isi dan penutup. Terkait dengan wacana yang terbangun pada teks pidato Kenegaraan Presiden Republik Indonesia Abdurrahman Wahid yang disampaikan di depan sidang Dewan Perwakilan Rakyat 16 Agustus 2000. Secara umum dalam isi pidato tersebut menggambarkan respon Abdurahman Wahid atas beberapa kejadian yang menimpa atau sedang dalam proses perbaikan dalam tatanan pemerintah dan masyarakat. 3. Semantik Semantik dalam skema Van Dijk dikategorikan sebagai makna lokal dimana makna yang muncul tersebut merupakan hasil dari hubungan antar kalimat dan antar proposisi yang membangun makna tertentu dalam suatu bangunan teks. ada beberapa bagian yang mempengaruhi yang dapat mempengaruhi dalam elemen semantik ini seperti latar, detil, 56 Ibid. 95 maksud. Secara semantik terdapat tiga hal pokok yang dijelaskan, yang pertama adalah mengenai kemerdekaan. Kedua mengenai demokrasi. Ketiga mengenai kebangsaan. Kemerdekaan tidak bisa dipisahkan dalam kehidupan berbangsa dan negara dimana kemerdekaan merupakan sebuah keharusan yang harus ditegakan baik secara individu mapun kelompok. Demokrasi merupakan sebuah kesepakatan para pendiri negara untuk meletakan kehidupan bersama berdasarkan atas falsapah pancasila. Demokrasi memberikan legitimasi pada kedaulatan rakyat tidak mungkin diekspresikan secara efektif di luar formasi kebangsaan. Kedua nilai itu, kebangsaan dan demokrasi, tidak bisa hidup sempurna dalam keterpisahan. Kebangsaan tanpa demokrasi akan kehilangan dinamika hidup, dan demokrasi tanpa nasionalisme akan menjadi liar. Menumbuhkan sikap kebangsaan memang suatu hal yang menjadi tujuan utama Gus Dur. Melalui sikap kebangsaan tersebut, maka hal-hal lain yang dilakukan oleh Gus Dur dapat dengan mudah diterima oleh rakyat tentunya. Akan tetapi mempertahankan sikap kebangsaan tersebut merupakan hal yang lebih rumit. Seperti yang telah disampaikan dalam korpus di bawah ini; Kebangsaan Indonesia telah lahir dan berproses mematangkan kehadirannya di bumi nusantara ini jauh sebelum proklamasi kemerdekaan dilakukan. Kelahiran itu berproses dari sejak bangkitnya kesadaran eksistensial para pendahulu kita untuk membentuk komunitas politik yang secara hakiki menolak kehadiran bangsa lain yang menjajah wilayah dan masyarakat nusantara. Proses penghayatan yang terus meluas dan menyebar itulah yang kemudian membentuk kesadaran kolektif kita sebagai suatu bangsa. Dari sini terbukti bahwa kebangsaan atau 96 nasionalisme bukanlah sesuatu yang terbentuk dan lahir secara alamiah, tetapi adalah suatu produk dari pertumbuhan sosial dan intelektual suatu masyarakat dalam suatu tahapan sejarah tertentu.57 Dari korpus di atas terlihat dari ungkapan “Kebangsaan atau nasionalisme bukanlah sesuatu yang terbentuk dan lahir secara alamiah”. Bahwa nasionalisme merupakan sebuah proses penghayatan yang selalu dilakukan untuk menjaga lahirnya sikap berang terhadap negara. Wacana yang hendak dibangun oleh Gus Dur dalam elemen latar terkait pidato yang disampaikan adalah pemposisian Gus Dur sebagai presiden yang mendapat banyak kritikan maupun isu yang berkembang di masyarakat. Di mana kritikan maupun isu tersebut kemudian menjadi salah satu materi Gus Dur dalam pidato yang disampaikan di depan anggota DPR/MPR pada tanggal 16 Agustus 2000. Gus Dur hendak membawa pembaca untuk memahami bagaimana sikap pemerintah dan masyarakat dalam membangun sebuah tatanan pemerintah yang baik dari segi politik, ekonomi dan sosial. Dalam teks pidato tersebut Gus Dur terlihat sebagai sosok presiden yang kerap berkeluh kesah akan berbagai isu maupun kritikan yang menimpanya. Seperti pada korpus dibawah ini; Kita menyadari bersama, bahwa pembangunan selama ini belum sepenuhnya mampu memberi kesejahteraan yang adil bagi seluruh lapisan masyarakat. Kita pun belum berhasil mencabut akar-akar kemiskinan dan penderitaan yang tertanam di tengahtengah masyarakat. Ini antara lain disebabkan karena kemiskinan sebagai fenomena multidimensional harus didekati secara holistik, 57 Ibid. 97 dan membutuhkan keterlibatan semua pihak dalam penanggulangannya. Upaya itu mencakup penyediaan lapangan kerja yang seluas mungkin, peningkatan akses pelayanan kesehatan dan pendidikan, serta akses akan prasarana dasar yang layak dan terjangkau.58 Pada korpus di atas “Kita menyadari bersama” terlihat selama kepemimpinannya Gus Dur mendapat kritikan-kritikan dari berbagai pihak sehingga dalam kesempatan tersebut Gus Dur secara sadar mengakui bahwa apa yang telah dikritik oleh pihak lain menjadi landasan berpikir Gus Dur dalam menghadapi permasalahan yang terjadi. Melalui wacana yang diangkatnya tersebut Gus Dur menjadi mesin penggerak untuk menegakan nilai-nilai nasionalisme, kemerdekaan dan demokrasi. Secara aspek detil dalam teks pidato tersebut Gus Dur terlihat sebagai sosok yang mempunyai tanggung jawab yang besar atas realitas yang terjadi pada masa kepemimpinannya. Dalam teks pidato tersebut tergambar bahwa Gus Dur sebagai presiden sangat berharap sekali kepada semua elemen atas partisipasi dan dukungan dalam pemerintahannya. Sehingga hal tersebut sangat menguntungkan sekali bagi semua kalangan yang mempunyai komitmen dan konsep untuk mencapai sebuah kesejahterakan masyarakat. Secara maksud, dalam teks pidato kenegaraan tersebut Gus Dur sangat jelas sekali memaparkan nilai-nilai nasionalisme, kemerdekaan dan demokrasi. Semua itu Gus Dur lakukan beradasarkan atas kepentingan 58 Ibid. 98 bersama. Tidak ada kepentingan yang hanya menguntungkan dari pihak Gus Dur dalam hal ini sebagai presiden. 4. Sintaksis Cara maupun strategi dalam menampilkan sosok sebagai seorang pemimpin baik dilihat dari positif maupun negatif dilakukan dengan memanipulasi politik menggunakan sintaksis (kalimat). Dalam memanupulasi kalimat dilakukan seperti dengan pemakaian kata ganti, aturan tata kata, kategori sintaksis yang spesifik, pemakaian kalimat aktif atau pasif, peletakan anak kalimat, pemakaian kalimat yang kompleks, dan sebagainya. Terkait dengan penelitian ini penulis memfokuskan pada komunikasi politik Gus Dur dalam teks pidato Kenegaraan Presiden Republik Indonesia yang disampaikan di depan sidang Dewan Perwakilan Rakyat 16 Agustus 2000. Sintaksis dalam teks tersebut dapat dilihat pada bentuk kalimat, koherensi, maupun kata ganti. Bentuk kalimat yang digunakan oleh Gus Dur dalam teks pidato kenegaraan tersebut menggunakan kalimat aktif. Pada umumnya pokok yang dipandang penting oleh Gus Dur selalu diletakan pada bagian awal kalimat. Seperti korpus di bawah ini; Para pendiri republik ini sepakat meletakkan fondasi dari ikatan kebangsaan Indonesia pada kesamaan nasib dan kesamaan cita-cita. Dengan nasib yang sama, terjalinlah ikatan emosional dan moral yang kuat, yang bisa kita sebut persaudaraan sebagai bangsa. Dengan cita-cita yang sama, terbentuklah solidaritas untuk menggalang kekuatan mengejar kemajuan, mendirikan negara, membentuk pemerintahan, menegakkan hukum, dan mengembangkan kehidupan di berbagai bidang.59 59 Ibid. 99 Bentuk kalimat dalam korpus di atas “Para pendiri republik ini sepakat” menggambarkan akan sikap penghormatan dan penghargaan yang diberikan oleh Gus Dur kepada para pendiri bangsa yang telah meletakan fondasi kemerdekaan di atas segala-galanya. Tidak ada kepentingan apapun. Baik kelompok maupun golongan ras, suku, agama dan budaya. Semuanya merupakan penopang berdirinya negara kesatuan Republik Indonesia. Jadi tidak berhak antara satu dengan yang lainya saling menonjolkan dan saling memarjinalkan. Sikap tersebut dilakukan oleh Gus Dur dengan mengharapkan suatu balasan maupun timbal balik dari rakyat, yaitu ikut berpartisipasi dalam membangun kemandirian Bangsa Indonesia yang akan berlangsung. Hal ini menunjukkan bahwa segala-hal yang dilakukan selama proses kepemimpinannya merupakan suatu-hal yang bukan tanpa pamrih. Dapat dikatakan keramahan maupun sikap komunikasi Gus Dur lain yang ditunjukkan kepada rakyat memang merupakan salah satu strategi Gus Dur dalam mendulang harapan untuk mencapai suatu kemakmuran dan kemandirian suatu bangsa. Sikap-sikap tersebut merupakan salah satu strategi komunikasi politik yang dilakukan Gus Dur. Secara koherensi pembeda dalam teks pidato yang disampaikan oleh Gus Dur tersebut cermin dari kepentingannya dalam menjelaskan bagaimana seharusnya yang dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat. Melalui koherensi tersebut dapat dilihat suatu hal yang diperbandingkan satu sama lain. Pembanding inilah yang merupakan suatu proses 100 pembentukan wacana untuk melakukan proses berpikir ulang. Koherensi pembanding tersebut dapat dilihat seperti pada korpus di bawah ini: Dalam pengalaman sejarah kita sendiri, sangat jelas bahwa semangat dan citarasa kebangsaan itulah yang mengantarkan bangsa ini pada kemerdekaan, melalui mana kita memperoleh kesempatan untuk membangun sebuah sistem politik yang demokratis. Kalau pertalian nilai-nilai ini saya angkat kembali hari ini, tidak lain maksudnya agar kita, bangsa Indonesia, mau memahami bahwa iklim kebebasan politik yang kini kita bangun bukanlah sesuatu yang terpisah dari komitmen kebangsaan yang diletakkan oleh para pendiri republik ini. Dalam dua tahun terakhir ini, bangsa Indonesia memang mulai menemukan kembali hak-hak demokrasinya. Ini tampak jelas dalam hal kebebasan berekspresi, baik lisan maupun tulisan.60 Sintaksis dalam korpus di atas dapat dilihat melalui sisi koherensi pembanding. Dalam teks pidato seperti dalam korpus di atas menggambarkan suatu bentuk pembandingan situasional khususnya dalam dunia politik saat ini dengan dunia politik pada masa lampau. Kata “ Dalam dua tahun terakhir ini, bangsa Indonesia memang mulai menemukan kembali hak-hak demokrasinya. Ini tampak jelas dalam hal kebebasan berekspresi, baik lisan maupun tulisan”, memperkuat koherensi pembanding tersebut. Kata tersebut menunjukkan suatu penegasan akan kalimat yang telah disampaikan sebelumnya. Secara kata ganti yang digunakan oleh Gus Dur dalam teks pidato tersebut merupakan alat yang digunakannya untuk menunjukan seperti apa kapasitas Gus Dur sebagai kepala pemerintahan. Dalam mengungkapkan sikapnya, Gus Dur dapat menggunakan kata ganti “saya” dan “kita” yang menggambarkan sikap resmi Gus Dur semata-mata. 60 Ibid. 101 Pemakaian kata yang digunakan oleh Gus Dur dalam teks pidato tersebut seperti “kita” mempunyai implikasi menumbuhkan solidaritas. Permasalahan yang terjadi baik social, budaya dan politik merupakan tanggung jawab bersama. Tidak hanya menjadi tanggung jawab elemen pemerintah dan tidak hanya menjadi tugas elemen masyarakat. Namun antara pemerintah dan masyarakat mempunyai ikatan yang rekat. Seperti pada korpus di bawah ini; Hari ini sangat layak bagi kita sekalian untuk berbicara banyak tentang nilai-nilai kebangsaan, kemerdekaan, dan demokrasi, karena nilai-nilai tersebut akan terus menyertai perjalanan kita ke depan. Ketiganya terjalin dalam hubungan persenyawaan yang sangat kuat. Kita tidak mungkin mengembangkan demokrasi dan memberi makna pada kemerdekaan di luar bingkai kebangsaan. Demokrasi yang memberi legitimasi pada kedaulatan rakyat tidak mungkin diekspresikan secara efektif di luar formasi kebangsaan. Kedua nilai itu, kebangsaan dan demokrasi, tidak bisa hidup sempurna dalam keterpisahan. Kebangsaan tanpa demokrasi akan kehilangan dinamika hidup, dan demokrasi tanpa nasionalisme akan menjadi liar.61 Pada korpus di atas Gus Dur menggunakan kata “Kita” agar tercipta rasa persaudaraan, sehingga Gus Dur dan khalayak mempunyai presepsi yang sama. Dalam kalimat tersebut tidak ada perbedaan antara pemerintah dan masyarakat. Ini merupakan tekhnik Gus Dur untuk mengambil perhatian masyarakat dalam rangka untuk memupuk dan memelihara rasa solidaritas , agar dalam membangun sebuah pemerintahan yang baik dapat tercapai sesuai dengan impian dan harapan. 61 Ibid. 102 5. Stilistik Stilistik memusatkan perhatian pada style dimana lebih mencermati pada cara yang digunakan oleh Gus Dur untuk menyatakan maksudnya dengan menggunakan bahasa sebagai sarananya. Dengan kata lain, style dapat diterjemahkan sebagai gaya bahasa. Gaya bahasa sendiri adalah cara menggunakan bahasa dalam konteks tertentu oleh orang tertentu dan dengan tujuan tertentu pula. Dalam hal ini, gaya bahasa yang digunakan Gus Dur dalam teks-teks pidato kenegaraan ini juga memiliki gaya bahasa tertentu. Pada korpus dibawah ini: Karena itu, saya mengharapkan agar para pemimpin pemerintahan itu benar-benar memahami aspirasi masyarakatnya, mencermati setiap perubahan yang terjadi di lingkungannya, serta memelihara komunikasinya dengan masyarakat luas. Kita semua harus pandai membangun pertalian batin dengan masyarakat, bermusyawarah dengan semua pihak dalam menyelesaikan berbagai masalah. Namun apabila semua upaya damai untuk mengatasi konflik gagal tercapai, adalah menjadi kewajiban pemerintah untuk menugaskan alat negara mengambil tindakan tegas sesuai dengan aturan hukum yang berlaku.62 Pada korpus di atas “pertalian” merupakan dari salah satu pilihan kata yang digunakan oleh Gus Dur untuk menyatakan maksudnya dari kata “hubungan”. Melalui kata pertalian tersebut terlihat bahwa komunikasi politik Gus Dur bersifat persuasif. Karena kata pertalian tersebut melebih menunjuk kepada fungsi suatu benda yang mana seperti halnya tali. Tali tidak hanya digunkan untuk menghubungkan antara satu dengan yang lainnya namun tali juga berfungsi untuk mendekatkan dan merekatkan sesuatu. Aspek dari kata pertalian tersebut lebih kepada bukti yang nyata. 62 Ibid. 103 Dengan gaya bahasa tersebut, Gus Dur mengutarakan maksud dan tujuannya. Seperti halnya pada pemilihan kosa kata (leksikon) yang semuanya menunjukkan atau menegaskan mengenai usaha-usaha yang dilakukan Gus Dur sebagai seorang presiden. Gaya bahasa Gus Dur dalam menyampaikan suatu hal tertentu. Dalam teks-teks pidato kenegaraan tersebut diwarnai dengan kosa kata (leksikon) yang pada dasarnya digunakan untuk menegaskan akan sikap, perbuatan, maupun segala hal yang terkait dengan Gus Dur sebagai seorang Presiden. 6. Retoris Retoris pada dasarnya adalah gaya atau cara penekanan yang dilakukan dalam bentuk tulisan. Elemen-elemen yang diteliti sendiri meliputi grafis, metafora, dan ekspresi. Elemen ini merupakan bagian untuk memeriksa apa yang ditekankan atau ditonjolkan oleh Gus Dur yang dapat diamati dari teks pidato Kenegaraan Presiden Republik Indonesia Abdurrahman Wahid yang disampaikan di depan sidang Dewan Perwakilan Rakyat 16 Agustus 2000. Dalam wacana teks, grafis biasanya muncul melalui bagian tulisan yang dibuat lain dibandingkan dengan tulisan yang lain. Misalnya, pemakaian huruf tebal, huruf miring, garis bawah, maupun huruf yang dibuat dengan ukuran yang lebih besar. Bagian-bagian yang ditonjolkan merupakan penekanan kepada khalayak akan pentingnya pesan tersebut. Bagian yang dicetak berbeda merupakan bagian penting yang ingin disampaikan dan mendapat perhatian lebih dari khalayak atau pembaca. 104 Dari aspek grafis, dalam teks pidato kenegaraan yang disampaikan oleh Gus Dur merupakan upaya dan strategi untuk menyakinkan kepada khalayak bahwa peristiwa itu benar adanya. Dalam teks pidato kenegaraan tersebut Gus Dur hendak menonjolkan bagaimana pemerintahan yang baik sesuai dengan yang diharapkan dan didambakan itu. Seperti pada korpus dibawah ini; Hadirnya begitu banyak institusi, asosiasi dan organisasi di luar formasi negara dalam dua tahun terakhir ini merupakan pertanda yang positif. Terutama jika kiprah mereka mengarah pada terbentuknya masyarakat yang mampu menolong dirinya dan menyelesaikan masalah-masalahnya sendiri, masyarakat yang mandiri secara ekonomi dan secara intelektual, atau yang lazim disebut "civil society".63 Pada korpus di atas terlihat penekanan yang dilakukan oleh Gus Dur seperti pada kalimat “"civil society". Kalimat tersebut bentuk ekspresi Gus Dur terhadap keinginannya untuk menyelesaikan masalah-masalah yang terjadi pada saat itu dalam rangka menuju kepada kematangan politik, kemandirian masyarakat secara ekonomi dan intelektual. Dari aspek metafora, dalam teks pidato yang disampaikan Gus Dur merupakan dari aspek komunikasi politik Gus Dur dalam memberikan pemahaman yang mudah bagi masyarakatnya dengan menggunakan sebuah ungkapan seperti pada korpus di bawah ini; Pembangunan kembali perekonomian kita untuk mencapai citacita kemerdekaan, dilaksanakan dalam lingkungan global yang terus berubah. Globalisasi ekonomi menghendaki diterapkannya prinsip-prinsip universal, seperti pengelolaan yang baik (good 63 Ibid. 105 governance), penerapan dan perlindungan hak azasi manusia, serta perlindungan dan pemeliharaan lingkungan hidup.64 Dalam korpus di atas terlihat Gus Dur menggunakan sebuah ungkapan “good governance” untuk menyatakan pemerintahan yang baik berdasarkan asas keterbukaan, kejujuran dan keadilan. Melalui kata tersebut Gus Dur ingin menekankan arti sebuah pemerintahan yang baik berlandaskan kepada nilai norma-norma yang berlaku dalam kehidupan sehari-hari. B. Analisis Kognisi Konteks 1. Kekuasaan Topik kekuasaan merupakan pembicaraan utama pertama wacana dalam komunikasi politik Abdurrahman Wahid. Kekuasaan dihayati sebagai kemampuan mempengaruhi orang lain, baik karena ketentuan formal (wewenang), maupun karena sosok kepemimpinan seseorang (kharisma). Penggunaan kewenangan harus transparan dan disebarkan. Kewenangan tidak boleh digunakan untuk mengendala kebebasan dan melanggar hak-hak asasi manusia. Kekuasaan pemerintah tidak boleh digunakan secara sewenang-wenang karena harus mempertimbangkan dampaknya bagi manusia. Kekuasaan kharismatik justru harus digunakan untuk mencegah segala bentuk kekerasan dan pelanggaran terhadap hakhak asasi manusia. Walaupun tekad membangun pemerintahan yang baik melandasi kehadiran kabinet baru tersebut, saya percaya bahwa kiprah dan 64 Ibid. 106 kualitas pengabdian mereka juga sangat tergantung dari kuatnya dukungan wakil-wakil rakyat di DPR sebagai mitra kerja pemerintah, serta luasnya penerimaan masyarakat terhadap setiap langkah yang akan diambil oleh pemerintah. Pemerintahan yang baru itu akan saya bebani tanggungjawab untuk menyelesaikan masalah-masalah politik, ekonomi, dan sosial yang secara garis besar telah saya kemukakan tadi. Dari setiap pribadi menteri, pemerintah membutuhkan semacam komitmen moral untuk memberi pengabdian terbaiknya demi menyelamatkan kehidupan bangsa di berbagai bidang dan memberi makna pada kemerdekaan yang kita capai dengan susah payah serta pengorbanan yang besar ini.65 Pada 23 Agustus, Gus Dur mengumumkan kabinet baru meskipun Megawati ingin pengumuman ditunda. Megawati menunjukan ketidak senangannya dengan tidak hadir pada pengumuman kabinet tersebut.66 Kabinet pertama Gus Dur adalah Kabinet Persatuan Nasional.67 Gus Dur kemudian melakukan dua reformasi pemerintahan. Pertama, membubarkan Departemen Penerangan karena depertemen ini merupakan senjata utama pada rezim Soeharto dalam menguasai media dan menurut Gus Dur Deppen tersebut telah banyak melakukan kesalahan dan kekeliruan seperti sarang pemerasan terhadap kebebasan pers. Kedua, Departemen Sosial dilikuidasi, karena menurut Gus Dur departemen ini beranggapan bahwa masalah sosial yang terjadi dalam masyarakat, itu merupakan tanggung jawab dan harus dipecahakan oleh masyarakat sendiri. Artinya masalah itu 65 Ibid. 66 Muhammad Rifai, Gus Dur…, hal. 81 67 Kabinet Persatuan Nasional adalah kabinet koalisi yang meliputi anggota berbagai partai politik: PDI-P, PKB, Golkar, PPP, PAN, dan Partai Keadilan (PK), Non-partisan dan TNI juga bergabung dalam kabinet ini. Lihat Ibid., hal. 81. 107 biarlah diurus oleh masyarakat. Kekhawatiran inilah menurut Gus Dur, yang nantinya akan menjadi sebuah lembaga yang akan memperpanjang tali birokrasi yang tidak perlu.68 Jelas kebijakan ini mengundang kontroversi. Ketika masalah ini ditanyakan oleh DPR, Gus Dur malah mengatakan bahwa lembaga DPR tidak ubahnya seperti taman kanak-kanak. Meski membuat marah para anggota dewan, sejumlah pengamat justru membenarkan kritik Gus Dur yang melihat DPR selama ini lebih banyak meminta, suka ribut tetapi malas berfikir dengan sungguh-sungguh tak ubahnya sifat anak-anak.69 2. Demokrasi Demokrasi merupakan topik utama dalam wacana komunikasi politik Abdurrahman Wahid. Demokrasi adalah sistem pemerintahan yang memiliki kedaulatan adalah rakyat. Menurut Gus Dur, rakyat adalah penilai paling penting bagi kinerja presiden. Lembaga perwakilan (DPR dan MPR) merupakan sebuah institusi yang berfungsi untuk menjadi pengawal bagi presiden serta forum pertanggung-jawaban presiden kepada rakyat. Pemilu merupakan bentuk partisipasi masyarakat terhadap pesta demokrasi yang terjadi dalam sistem pemerintahan Indonesia. Sebagai presiden, Gus Dur menyadari dirinya sangat populis dan mendapat dukungan politik dari rakyat. Berikut adalah petikan pernyataan Gus Dur yang disajikan beserta konteks yang melingkupinya. 68 Arief Mudatsir Mandan, Jejak Langkah Guru Bangsa…, hal 121. 69 Ibid., hal. 121. 108 mungkin mengembangkan demokrasi dan memberi makna pada kemerdekaan di luar bingkai kebangsaan. Demokrasi yang memberi legitimasi pada kedaulatan rakyat tidak mungkin diekspresikan secara efektif di luar formasi kebangsaan. Kedua nilai itu, kebangsaan dan demokrasi, tidak bisa hidup sempurna dalam keterpisahan. Kebangsaan tanpa demokrasi akan kehilangan dinamika hidup, dan demokrasi tanpa nasionalisme akan menjadi liar. Demokrasi tidak hanya merupakan sebuah suatu sistem yang mampu menjamin kebebasan advokasi saja, tetapi juga memiliki nuansa etis yang mampu menjaga lahirnya keadilan tanpa kekerasan. Hal tersebut terjadi karena mekanisme demokrasi membuka ruang dialog secara seimbang dan sejajar dari semua pihak. Bagi Gus Dur, keputusan demokrasi tidak selamamnya menuju pada suatu kesepakatan atau mufakat, tetapi yang lebih tinggi adalah munculnya pemahaman dan penghargaaan atas nilai-nilai kemanusiaan yang universal.70 Demokrasi model Indonesia dalam konsep Gus Dur memiliki ciri, berupa kombinasi yang integralistik dari berbagai entitas, seperti politik, budaya, rasionalitas, dan kekuatan kultural. Jadi demokrasi yang dimaksudkan oleh Gus Dur adalah suatu sistem demokrasi yang telah mengalami “pribumisasi” dengan kultural Indonesia.71 Pemikiran Gus Dur tentang demokrasi tidaklah hanya persoalan bagaimana menjaganya secara prosedural. Hal tersebut memang penting, tetapi lebih penting lagi adalah bagaimana kita menjiwai nilai-nilai 70 Munawar Ahmad, Ijtihad Politik Gus Dur…, hal. 314 71 Ibid., hal. 315. 109 demokrasi sehingga proses dialog, musyawarah menjadi hal utama dalam menata pergaulan dan menata perekonomian, budaya dan politik kita yang majemuk sehingga terjalin suatu hubungan yang saling menguntungkan.72 Gagasan subtansi demokrasi sangat penting ketika persoalan hukum masih terpaku hal-hal prosedural yang ditinggalkan. Artinya, aspek keadilan yang menjadi spirit demokrasi hanya menjadi kerangka tanpa daging, tanpa darah, dan tanpa ruh. Kasus-kasus hukum ditanah air Indonesia akhir-akhir ini menjadi catatan yang menarik untuk menilai hal tersebut. Bagaimana proses kasus-kasus hukum para koruptor di tanah air Indonesia tercinta ini berjalan sangat alot, banyak yang lolos. Namun maling ayam, maling semangka, dan maling kakao, berjalan cepat dan cepat dipidana atau diperjarakan.73 Menteri Agama yang baru merupakan seorang akademisi NU yang kompeten dan dipercaya. Gus Dur menaruh harapan kepada Menteri Agama yang baru tersebut untuk lebih berfikir yang progresif untuk mengembalikan kegiatan-kegiatan yang dijalankan. Dinyatakan oleh Gus Dur bahwa masalah-masalah seperti pengaturan haji, merupakan salah satu yang perlu untuk di perbaiki. Dinyatakan Gus Dur bahwa masalahmasalah seperti pengaturan haji, salah satu masalah di depertemen ini yang dianggap menjadi ladang korupsi, hendaknya diserahkan ke sektor swasta. Bagi Gus Dur satu-satunya tugas dari departemen ini adalah bahwa ia 72 Muhammad Rifai, Gus Dur…, hal. 91. 73 Ibid., hal. 91-92. 110 lebih baik membantu masyarakat agama, dari pada melakukan campur tangan dalam masalah keagamaan.74 Pada maret 1991 Gus Dur bersama para koleganya mendirikan Forum Demokrasi, tujuannya adalah untuk memperjuangkan tegaknya demokrasi di Indnesia baik pada level kelembagaan maupun kesadaran mayarakat. Hal ini terbukti ketika terjadinya kasus Monitor75 dan berdirinya ICMI76 pada desember 1990. 3. Kebebasan dan penghormatan hak asasi manusia. Dalam teks pidato kenegaraan Presiden Abdurrahman Wahid yang disampaikan di depan sidang Dewan Perwakilan Rakyat 16 agustus 2000 terungkap pernyataan-pernyataan wacana komunikasi politiknya. Menurut Gus Dur kekuasaan formal tidak boleh digunakan untuk mengendala kebebasan dan melanggar hak asasi manusia. Berikut adalah petikan pernyataan Gus Dur yang disajikan beserta konteks yang melingkupinya. Dalam pengalaman sejarah kita sendiri, sangat jelas bahwa semangat dan citarasa kebangsaan itulah yang mengantarkan bangsa ini pada kemerdekaan, melalui mana kita memperoleh kesempatan untuk membangun sebuah sistem politik yang demokratis. Kalau pertalian nilai-nilai ini saya angkat kembali hari 74 Grek Barton. Biografi Gus Dur…, hal. 382-383. 75 Kasus Monitor pada bulan oktober 1990, dimana kantor tabloid tersebut telah dirusak massa yang mengatas namakan Islam gara-gara sebuah surveinya yang menyinggung perasaan umat Islam. Menurut Gus Dur, kasus tersebut menunjukan bahwa beberapa kelompok masyarakat ingin memanipulasi isu-isu agama untuk mengedepankan kepentingan mereka. Lihat Hanif Dhahiri, 41 Warisan Kebesaran Gus Dur…, hal. 48-49. 76 Menurut Gus Dur ICMI merupakan alat eksploitasi politik terhadap agama yang mengutamakan kepentingan nasional. ICMI akan mengalienasikan non-muslim dan memperburuk pembelahan dan salah paham yang kuat dalam masyarakat Indonesia selama ini antara kelompok keagamaan. Kesukuan dan budaya yang berbeda. Lihat Ibid., hal. 49. 111 ini, tidak lain maksudnya agar kita, bangsa Indonesia, mau memahami bahwa iklim kebebasan politik yang kini kita bangun bukanlah sesuatu yang terpisah dari komitmen kebangsaan yang diletakkan oleh para pendiri republik ini. Barangkali Gus Dur menganggap bahwa sumber kritis dan keterbelakangan bangsa ini tiadanya ruang keterbukaan. Lebih dahsyat lagi, Tap XXV/MPR/196677 mengunci kuat-kuat ketertutupan itu, mengeksploitasi rakyat dengan ancaman Tap itu, dan membangun word view masyarakat sejalan dengan itu. Jalan untuk membebaskan bangsa ini bagi Gus Dur adalah mengubah tersebut menjadi “jalan putar teoritis” yang bisa digunakan untuk membangun bangsa ini secara revolusioner yang sangat berpengaruh dengan penemuan “jalan putar teoritis” yang berupa materialisme historis. Dengan teori revolusioner ini Gus Dur ingin memulai mengajak rakyat bangkit, membangun Indonesia secara kritis. Dan melihat masa lalu secara adil. Itulah sebabnya mengapa ia perlu “memproklamirkan”. Gus Dur ingin membongkar pembangunanisme dan membebaskan masyarakat dari belenggu Orde Baru dengan mencoba menampilkan lawanya sehingga masyarakat bisa membaca orde itu secara kritis.78 Dengan merombak Tap XXV/MPRS/1966 Gus Dur juga ingin menunjukan kepada masyarakat bahwa belajar Marxisme tidak tabu, kita 77 Soal pelarangan Partai Komunis Indonesia dan Pelarangan penyebaran ajaran Komunisme, Marxisme dan Leninisme. Lihat Ibid., hal. 71. 78 Mudjia Rahardjo, Mengapa Gus Dur Jatuh?( Suatu Kajian Bahasa Dalam Wacana Politik), cet I, Surabaya: Lutfansah Mediatama, 2005, hal. 88. 112 bisa mengambil beberapa teori darinya yang barang kali bisa diterafkan di Indonesia, sambil mengkritisi kekurangan-kekurangannya. Dengan komunisme itu pula bangsa ini melahirkan praktik revolusioner berupa pemetaan penghasilan, keadilan, kemakmuran, sejahtera umum, menghilangkan hak antara yang kaya dan yang miskin, dan membuat semua orang saudara.79 Meski usulan tersebut ditolak, Gus Dur telah berhasil membuka mata dan kesadaran masyarakat tentang banyak hal. Gus Dur sesungguhnya sedang menggugah kesadaran tentang penghargaan terhadap hak-hak hidup manusia, hak untuk berfikir dan sekaligus mengingatkan bahwa konstitusi kita juga menghormati dan melindungi itu semua.80 Gus Dur juga secara resmi mencabut Instruksi Presiden Nomor 14 tahun 1967 yang melarang segala aktivitas berbau Tionghoa dan Surat Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor 477/74054/BA. 01. 2/4683/95. Dengan demikian berarti Gus Dur mengakui agama Konghucu, dan memberikan kebebasan kepada para penganut agama ini (yang kebanyakan warga China) untuk merayakan hari imlek dan tahun baru menurut dengan adat dan tradisi mereka. Berbagai kesenian khas China seperti barongsai pun segera marak digelar dimana-mana.81 79 Ibid., hal. 88. 80 Ibid., hal. 72. 81 Arief Mudatsir Mandan, Jejak Langkah Guru Bangsa…, hal. 125. 113 Kembali pengakuan hak-hak asasi manusia, termasuk misalnya, untuk berkumpul dan mengemukakan pendapat merupakan komunikasi politik yang dibangun oleh Gus Dur. Berikut adalah petikan pernyataan Gus Dur yang disajikan beserta konteks yang melingkupinya. Dalam dua tahun terakhir ini, bangsa Indonesia memang mulai menemukan kembali hak-hak demokrasinya. Ini tampak jelas dalam hal kebebasan berekspresi, baik lisan maupun tulisan. Pada bulan September bendera bintang kejora berkibar di Papua Barat. Gus Dur membolehkan bendera bintang kejora dikibarkan asalkan bendera tersebut dibawah bendera Indonesia.82 Gus Dur tidak hanya menyetujui berkibarnya bendera bintang kejora tersebut namun Gus Dur juga membiayai bagi dilakukannya Kongres Rakyat Papua. Gus Dur bahkan menyempatkan untuk menghabisakan malam menyambut tahun baru 2001 di tanah Papua tersebut. Pada malam itu Gus Dur memberikan penjelasan terhadap masyarakat Papua bahwa Irian berasal dari kata Arab yang berarti “telanjang” dan merupakan cara yang menyinggung perasaan bila digunakan untuk menyebut orang yang mendiami provinsi tersebut.83 Gus Dur mengembalikan nama Papua. Meski belum diproses secara resmi, tetapi pernyataan Gus Dur diterima sebagai bentuk keinginan baik pemerintah untuk menghargai warga Papua dengan segala identitas dan harga diri mereka. Tetapi disebagian kalangan tentara garis keras 82 Muhammad Rifai, Gus Dur…, hal. 81. 83 Arief Mudatsir Mandan, Jejak Langkah Guru Bangsa…,hal. 124. 114 khawatir apa yang dilakukan oleh Gus Dur bisa sangat membahayakan eksistensi negara kesatuan RI, yang sebelumnya sudah kehilangan Timor Timur. Gus Dur sendiri sangat yakin dengan persoalan bisa diselesaikan dengan cara-cara tanpa kekerasan. 84 4. Humanisme anti kekerasan Menurut Gus Dur kepentingan politik tidak boleh berada di atas penghormatan terhadap nilai kemanusiaan. Demikianpun penggunaan kekuasaan pemerintah tidak bisa digunakan secara sewenang-wenang karena harus mempertimbangkan dampaknya bagi manusia. Karena itu jeda kemanusian harus menjadi pilihan untuk ”menghentikan” segala bentuk kekerasan yang mengancam harkat kemanusiaan.85 Berikut adalah petikan pernyataan Gus Dur yang disajikan beserta konteks yang melingkupinya. Walaupun disharmoni sosial masih terus berlangsung, terutama di wilayah Maluku dan Maluku Utara, tidak seyogianya kita berputus asa. Nilai-nilai budaya kita yang banyak mengandung kearifan untuk menghargai orang atau kelompok lain, belum punah. Perbedaan suku, agama, ras, ataupun golongan selama ini telah biasa kita lihat sebagai bagian azasi dari kemajemukan. Pada bulan April, ada suatu fenomena mengganggu yang tampaknya tak dapat dihentikan oleh Gus Dur. Diguncang oleh serangkaian demonstrasi yang menuntut adanya perdamaian di Ambon dan 84 Ibid., hal 124-125. 85 Mudjia Rahardjo, Mengapa Gus Dur Jatuh..., hal. 89. 115 Maluku yang mempersalahkan pemerintah dan kelompok Kristen sebagai pihak-pihak yang tidak berbuat apa-apa untuk perdamaian. Demonstrasidemonstrasi ini dilakukan oleh kaum Islam Kanan. Pada bulan April, fenomena ini berubah lebih mnyeramkan dan mengamcam karena ribuan orang yang menamakan Laskar Jihad ternyata mendapatkan pelatihan disebuah tempat di Bogor.86 Pada saat itu semakin jelas bahwa Laskar Jihad didukung oleh oknum TNI dan juga kemungkinan didanai oleh mantan menteri terakhir Soeharto.87 Pada September, Gus Dur menyatakan darurat militer di Maluku karena kondisi di sana semakin memburuk.88 Atas persoalan yang terjadi di Maluku tersebut, Gus Dur selaku Presiden RI ke- 4 selalu mengupayakan penyelesaiannnya. Penyelesaian yang terjadi di daerah tersebut tidak mudah, karena berakar sejak zaman Belanda di mana golongan Kristen ketika itu mendapat perlakuan istimewa dari Belanda untuk menduduki menjadi anggota militer.89 Ketika Soeharto berkuasa dan juga BJ Habibie. keadaan terbalik di mana kaum muslimin menduduki berbagai posisi sementara ketika Kristen memprotes mereka dihadapi dengan kekerasan. Karena itu menurut Gus Dur kekerasan yang terjadi pada saat itu tidaklah mungkin harus dihadapi 86 Grek Barton. Biografi Gus Dur…, hal. 402. 87 Muhammad Rifai, Gus Dur…, hal. 81. 88 Ibid. 89 Mudjia Rahardjo, Mengapa Gus Dur Jatuh?.., hal. 89. 116 dengan kekerasan pula dan itu pula sebabnya pemerintah saat ini tidak bisa begitu saja mengganti para pejabat yang bertugas di Maluku.90 Apa yang ditekankan dari komunikasi politik Gus Dur tentang humanisme tersebut merupakan sebagai tindakan praktis dalam kehidupan sehari-hari adalah mencegah terjadinya kekerasan dan meningkatkan upaya rekonsiliasi dan dialog. Tak heran kalau Gus Dur selalu mengecam aksi-aksi walaupun aksi tersebut mengatas namakan agama Islam yang melakukan kekerasan dalam memecahkan masalah, seperti menyerbu tempat hiburan, memukuli para pekerja seks komersial (PSK).91 Dengan perlakuan yang adil dimuka hukum, terwujudnya persamaan hak dan derajat bagi warga negara bisa terjamin. Persamaan inilah yang menjadi jaminan terciptanya keadilan sosial yang sebenarnya. Konsep tersebut dikenal dengan maqashid asy-syariah. Dengan konsep tersebut Gus Dur menjadi seorang demokrat, budayawan, pembela yang lemah, pengayom minoritas dan pelindung bagi mereka yang disesatsesatkan. Konsep tersebut juga yang menjadi dasar Gus Dur untuk mengambil anti kekerasan dalam segala hal.92 Dengan begitu pola yang digunakan oleh Gus Dur adalah metode keseimbangan dengan menekankan kepada terciptanya keharmonisan. Karena dalam teorinya suatu kondisi harmonis ada dalam masyarakat jika dan bila kebudayaan, 90 Ibid., hal. 90. 91 Muhammad Rifai, Gus Dur…, hal. 95. 92 Hanif Dhahiri,41 Warisan Kebesaran Gus Dur…, hal. 122. 117 kepribadian, dan sistem sosial “cocok” secara normative dan struktur sehingga variable-variabel polanya memuaskan.93 Melalui komunikasi politik humanisme, Gus Dur begitu akrab dengan kelompok-kelompok di luar Islam. Keterlibatan dalam Fordem dan keterbukaannya dalam memenuhi undangan,94 tidak terkecuali dari penganut agama lain. Melalui pemahamanya terhadap humanisme tersebutlah Gus Dur sangat menolak setiap bentuk kekerasan politik, apalagi di dalamnya berdemensi agama. Misalnya konflik berdarah di Ambon seta Situbondo, yang ditolaknya adalah melibatkan agama untuk melakukan kekerasan konflik tersebut.95 5. Penegakan Hukum dan Supramasi Hukum Penegakan hukum merupakan nilai yang berusaha dikembangkan oleh Gus Dur dalam wacana komunikasi politiknya. Sebenarnya Gus Dur benar-benar menyadari bahwa sebagai presiden era reformasi, dia dibebani sejumlah agenda reformasi yang salah satunya adalah penegakan hukum. Berikut adalah petikan pernyataan Gus Dur yang disajikan beserta konteks yang melingkupinya. 93 Pahrurroji M. Bukhori, Membebaskan Agama Dari Negara…, hal. 137. 94 Pada Maret, Gus Dur mengunjungi Timor Leste. Pada April Gus Dur mengunjungi Afrika Selatan dalam perjalanan kuba untuk menghadiri pertemuan G-77, sebelum kembali melewati Meksiko dan Hong Kong. Pada Juni, Gus Dur sekali lagi mengunjungi Amerika, Jepang, Prancis,Iran, Pakistan, dan mesir sebagai tambahan baru ke dalam daftar negaranegara yang dikunjunginya. Lihat Muhammad Rifai, Gus Dur…, hal. 78. 95 Ibid., hal. 101. 118 Untuk menciptakan kemakmuran, pertumbuhan ekonomi merupakan suatu prasyarat. Meskipun demikian, pertumbuhan yang akan kita pulihkan itu haruslah berlandaskan pada fondasi baru yakni kondisi institusi publik yang bersih dan kredibel, institusi ekonomi seperti perbankan dan badan usaha yang sehat dan dikelola dengan baik, serta kelengkapan peraturan dan penegakan hukum untuk menjaga mekanisme pasar yang efektif dan berkeadilan Landasan peraturan dan kepastian hukum harus disiapkan, agar rancangan kebijakan yang ideal dapat terwujud. Unsur terpenting dalam menciptakan kepastian hukum adalah penegakan hukum yang dirasakan masih belum memadai dan harus menjadi bagian penting dalam program mewujudkan keadilan bagi masyarakat Terhadap pertanyaan gugatan mahasiswa yang menuduh pemerintah sekarang tidak serius menjalankan agenda reformasi, presiden mengatakan hal itu juga tidak benar. Reformasi menjadi tanggung jawab semua pihak dan benar pemerintah telah kedodoran menjalankan agenda itu. Menurut Gus Dur, menjalankan reformasi di bidang hukum tidak mudah. Gus Dur langsung mengungkapkan bahwa akhir-akhir ini pemerintahpun terutama presiden sering dihujani tuduhan telah melakukan KKN atau korupsi. Gus Dur mengatakan secara hukum dirinya tidak ada masalah dengan upaya menemukan bukti-bukti hukum.96 Dalam pandangan Gus Dur, supremasi hukum hanya bisa tegak jika ada tiga unsur yang berfungsi secara efektif, yaitu konstitusi, peradilan bebas dan hak uji peraturan perundang-undangan. Sudah sejak lama ketika Orde Baru masih berkuasa, Gus Dur memang mengimpikan adanya 96 Mudjia Rahardjo, Mengapa Gus Dur Jatuh?..., hal. 91-92. 119 lembaga yang bisa menguji peraturan perundang-undangan. Lahirnya Mahkamah Konstitusi (MK) menjadikan salah satu impian Gus Dur terwujud di Indonesia.97 Konstitusi menurut Gus Dur pada hakikatnya mengatur tentang kekuasaan dan hubungan kekuasaan di dalam negara. Konstitusi memberi batas yang tegas pada wewenang kekuasaan negara dan sekaligus meneguhkan hak-hak warga negara, berikut menjamin perlindungan baginya. Konstitusi dibuat untuk menjamin warga negara dari kemungkinan kesewenang-wenangan kekuasaan negara. Bagi Gu Dur efektivitas kontitusi bagi kepentingan warga negara hanya akan tecapai jika ditopang oleh suatu lembaga peradilan yang bebas (independent judiciary) yang pada saat bersamaan berwenang mengadili gugatan pelaksanaan hak konstitusi warga negara dan menciptakan suatu lembaga penguji kesesuaian peraturan perundang-undangan dengan konstitusi, apakah itu Mahkamah Agung atau Mahkamah Kontitusi tersendiri. 98 6. Penegakan hak-hak masyarakat sipil. Pembentukan masyarakat sipil dengan menghormati dan menghargai kekebasan warga negara merupakan topik besar dalam wacana komunikasi politik Gus Dur sebagai presiden, tugas utama Gus Dur adalah menciptakan kebebasan bagi seluruh warga negara. Menciptakan kebebasan berarti mengakui dan menghormati hak-hak asasi manusia dan 97 Hanif Dhahiri, 41 Warisan Kebesaran Gus Dur…, hal. 129-130. 98 Ibid., 120 menegakkan hak-hak sipil masyarakat. Setiap manusia berkebebasan untuk berbicara, melakukan apapun yang dinilai baik, berkumpul atau berorganisasi dan berpolitik sesuai dengan aspirasinya, serta berpartisipasi politik secara otonom. Penegakan hak-hak masyarakat sipil, termasuk di dalamnya hak untuk berkegiatan politik dalam suasana demokratik, merupakan nilai-nilai yang secara diskursif berupaya diintroduksi oleh Gus Dur. Tentu ini tidak mengherankan karena jauh sebelum dia menjadi presiden, dia adalah ketua Forum Demokrasi.99 Berikut adalah petikan pernyataan Gus Dur yang disajikan beserta konteks yang melingkupinya. Terutama jika kiprah mereka mengarah pada terbentuknya masyarakat yang mampu menolong dirinya dan menyelesaikan masalah-masalahnya sendiri, masyarakat yang mandiri secara ekonomi dan secara intelektual, atau yang lazim disebut "civil society". Gus Dur bukanlah seorang yang tidak serius menangi masalah ekonomi oleh karena kalau dia berbicara secara garis besar maka masalah ekonomi mempunyai posisi yang telah difikirkannya dengan baik. Masalahnya bukanlah mencari pemecahan yang secara teknis seharusnya dibuat, melainkan mencari pemecahan yang dapat dijalankan secara politis. Banyak penasihat ekonomi Gus Dur menekankan agar ia bertindak keras terhadap koruptor dan menghukum mereka yang terlibat. Selama ini Gus Dur enggan bertindak terlalu cepat oleh karena ia mempunyai beberapa alasan. Pertama, belum memadainya sistem hukum di Indonesia 99 Mudjia Rahardjo, Mengapa Gus Dur Jatuh?..., hal. 103. 121 untuk pelaksanaan. Kedua, Gus Dur dapat dibujuk oleh para pelobi bahwa banyak dari pengusaha-pengusaha ini, walaupun memang koruptor, memang kunci bagi pemulihan ekonomi jangka pendek hingga menengah. Walaupun orang-orang ini harus diadili kemudian, bantuan mereka sangat diperlukan pada saat itu untuk memutar kembali roda perekonomian. Ketiga, Gus Dur berada dibawah tekanan agar ia menghentikan penutupan terhadap kasus-kasus korupsi yang berkaitan dengan orang-orang ini dan unsur-unsur lainya yang mempunyai koneksi yang erat dengan rezim yang terdahulu. Keempat, Gus Dur tidak yakin bahwa teori-teori ekonomi neoliberal merupakan jawaban bagi pemulihan ekonomi di Indonesia. Gus Dur merasa ragu dan khawatir atas biaya sosial dari cara ini, yang didesak oleh tim ekonominya.100 Menurut Gus Dur suara rakyat adalah suara Tuhan. Sehingga dia mengungkapkan bahwa suara rakyat adalah suara yang menentukan. Gus Dur memandang dirinya sebagai presiden memperoleh legitimasi politiknya secara langsung dari rakyat melalui pemilu presiden. Menurut Gus Dur rakyat kini sudah mencapai proses demokratisasi. Di mana suara rakyat adalah suara yang menentukan, bukan suara siapa-siapa. Apakah dengan demikian warga kita yang diinjak-injak, diperkosa bahkan lalu dibunuh. Seperti pada saat Gus Dur mengingatkan seorang kiai yang hendak pidato di Indramayu terpaksa harus dibatalkan karena tempat pertemuaanya diobrak-abrik oleh pemuda Siliwangi. Beberapa banyak 100 Greg Barton, Biografi Gus Dur…, hal. 404-405. 122 kaum ibu yang diperkosa oleh orang-orang yang sedang berkuasa waktu itu.101 Komitmen Gus Dur terhadap penguawatan civil society, yang merupakan salah satu prasyarat bagi terwujudnya demokrasi. Sehingga Gus Dur berharap kepada masyarakat untuk bersikap mandiri dan bersikap adil dalam menghadapi semua permasalahan yang terjadi. Hal tersebut dimaksudkan untuk mengurangi dominasi negara dan agar rakyat tidak sepenuhnya menggantungkan pemerintah yang justru menjadikan mereka sendiri hanya sebagai objek.102 Tegaknya masyarakat sipil bukan hanya terletak pada pola hidup berdampingan secara damai saja, melainkan pada tegaknya role of law.103 7. Penyelenggaraan Pemerintah yang Baik Penyelenggaraan pemerintah yang baik merupakan topik keempat besar dalam wacana komunikasi politik Abdurrahman Wahid. Penyelenggaraan pemerintah yang baik berciri memiliki akuntabilitas publik, dekonsentrasi, kekuasaan atau wewenang, transparansi penggunaan wewenang, pemisahan antara agama dan politik, pemisahan antara professional dengan personal , berdasarkan penalaran logik, berdasarkan asas profesionalisme dan kompentensi. Dalam konteks Indonesia pasca 101 Mudjia Rahardjo, Mengapa Gus Dur Jatuh?..., hal. 104. 102 Irwan Suhanda (ed), Gus Dur Santri Par Excellence, Jakarta: PT Kompas Media Nusantara, 2010, hal. 247. 103 Munawar Ahmad, Ijtihad Politik Gus Dur…, hal. 317. 123 Orde Baru, selain transparan, pemerintah yang baik harus mampu melaksanakan agenda reformasi. 8. Kepentingan Nasional Kepentingan nasional merupakan topik kelima dalam wacana komunikasi politik Abdurrahman Wahid. Politisi harus menjadi negarawan yang menjaga kelestarian dasar negara, keutuhan wilayah dan kesatuan nasional. Untuk kebersamaan sosial, kesediaan untuk melakukan rekonsiliasi nasional, dan menjaga stabilitas nasional harus dilakukan oleh para politisi. Para politisi tidak boleh mementingkan golongan dan perseorangan. Berikut adalah petikan pernyataan Gus Dur yang disajikan beserta konteks yang melingkupinya. Melalui perhelatan akbar ini kita tengah diuji apakah kita semua, terutama para pemimpin dan elit politik, dapat membangun semangat persatuan dan kebersamaan baru, yang sesungguhnya merupakan jiwa dan nilai fundamental yang diwariskan oleh para pendahulu dan pejuang republik, untuk bersama-sama mengatasi semua permasalahan nasional, demi rakyat Indonesia yang kita cintai bersama. Menurut Gus Dur pembangunan daerah merupakan bagian integral dari pembangunan nasional tidak bisa dilepaskan dari prinsip otonomi daerah. Sebagai daerah otonom, daerah mempunyai kewenangan dan tanggung jawab menyelenggarakan kepentingan masyarakat berdasarkan prinsip keterbukaan, partisipasi masyarakat, dan pertanggung jawaban kepada masyarakat. 124 pUntuk mendukung penyelenggaraan otonomi daerah104 diperlukan kewenangan yang luas, nyata, dan bertanggung jawab didaerah secara proporsional dan berkeadilan, jauh dari praktek korupsi, kolusi, nepotisme serta adanya perimbangan antara keungan pemerintah pusat dan daerah. Sehingga pemerintah pusat memutuskan untuk mensahkan Undangundang Nomor 22 tahun 1999 tentang pemerintah daerah, Undang-undang Nomor 25 Tahun 1999 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah pusat dan daerah, serta Undang-undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang penyelenggaraan Negara yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme.105 C. Analisis Kognisi Sosial Dari segi kultural, Gus Dur melintasi tiga model lapisan budaya. Pertama, Gus Dur bersentuhan dengan kultural pesantren yang sangat hierarkis, tertutup dan penuh denga etika yang serba formal.106 Kedua, dunia Timur Tengah yang terbuka dan keras.107 Ketiga, budaya barat yang liberal, 104 Meskipun penerapan prinsip otonomi daerah itu syarat dengan potensi konflik. Misalnya, pada kasus Surabaya dan Pasuruan. Sudah sekian lama sumber mata air dari Pasuruan yang menjadi sumber air minum untuk kota Surabaya. Pedahal selama ini tidak ada kompensasi dari Surabaya. Dengan adanya penerapan otonomi daerah tersebut munculah tuntutan dari Pesuruan. Lihat Muhammad Zakki, Gus Dur…, hal. 33. 105 Redaksi Sinar Grafika, Undang-undang Otonomi Daerah 1999…, hal. v. 106 Dalam tradisi pesantren, kesenian dan musik yang relatif bisa diterima adalah jenis musik diba, barzanji, hadrah. Begitu pula ketika Gus Dur belajar di pesantren Magelang, ia berkenalan dengan khazanah dan budaya lokal setempat, seperti wayang, jathilan, kubro siswa, dan kesenian ludruk. Lihat Muhammad Rifa’i, Gus Dur…, hal. 105-106. 107 Di Kairo Gus Dur banyak menyalurkan hobinya, seperti mengikuti pertandingan sepak bola, membaca di perpustakaan-perpustakaan yang besar, menonton film-film Prancis, dan ikut serta dalam diskusi-diskusi di kedai-kedai kopi yang sangat menarik. Di Baghdad, Gus Dur belajar tentang sejarah, tradisi, dan komunitas Yahudi. Dalam belajar, hal ini ia bersahabat dengan Ramin (seorang pemikir liberal dan terbuka, dari komunitas kecil Yahudi 125 rasional dan sekuler.108 Kesemuanya itulah yang masuk dan membentuk dalam pribadi Gus Dur. Disisi lain posisi sebagai “pewaris” dari pendiri NU, tentu berpengaruh terhadap psikologi Gus Dur. Ditambah lagi harapan tafaulan orangtua terhadap anak laki-laki sulung. Dalam psikologi keluarga, kondisi demikian akan melahirkan sikap yang overconvidence akibat dukungan sosial yang besar sebagai konsekuensi atas perannya di masa depan. Pola asuh yang lebih banyak diperankan oleh sang ayah telah membentuk Gus Dur sebagai anak yang mandiri sekaligus bandel. Ayahnya sangat menyayangi Gus Dur dengan membiarkan tindakan apapun yang dilakukan Gus Dur selama itu tidak menyalahi aturan agama. Berbeda dengan sang ibu yang lebih sering mengatur dengan cara “kekerasan”. Diskusi sering dilakukan dalam keluarga Kiai Wahid. Antara Kiai Wahid dan Sholehah terdapat kesamaan persefsi didalam mendidik anak mereka, yaitu: dengan pola demokratis dan menghindari pendidikan otoriter. Namun tanpa kontrol yang ketat anak-anak akan mudah tumbuh liar dan bebas.109 Pola asuhan demikian memang Irak di Baghdad). Mereka berdua sering bertukar gagasan yang terkadang secara khusus dilakukan oleh mereka berdua saja. Dari Ramin tersebut Gus Dur belajar menghormati Yudaisme dan memahami pandangan agama Yahudi serta keprihatinan politik dan sosial orang-orang Yahudi yang hidup dalam diaspra sebagai kaum minoritas yang sering disiksa. Lihat Ibid., hal. 34-35. 108 Di Eropa Gus Dur tidak memperoleh pendidikan yang formal, namun ia memperoleh pengalaman penting tentang wawasan pengetahuan Barat. Pikiran-pikiran Barat yang semula hanya ia baca melalui buku-buku di Yogyakarta, Mesir dan Baghdad, akhirnya dapat ia jelajahi secara langsung. Bahkan ia juga berdiskusi dengan para ilmuwan-ilmuwan Eropa. Bagi Gus Dur itu merupakan kesempatan penting bagi pembangunan wawasan pemikirannya sendiri. Lihat Arief Mudatsir Mandan, Jejak Langkah Guru Bangsa Abdurrahman Wahid…, hal. 55. 109 Munawar Ahmad, Ijtihad Politik Gus Dur…, hal. 108-109. 126 menjadikan tumbuhnya anak-anak secara maksimal dan membekas kedalam kepribadian Gus Dur. Sifat ini berkontribusi kuat terhadap kontruksi ke“nyeleneh”-an dan keberanian Gus Dur di kemudian hari untuk melakukan positioning dan zig-zag politik. Kuatnya arogan dan tidak mau diatur menjadi alasan bahwa sikap dan pendapat Gus Dur merupakan ekspresi genuine dari dirinya, tidak berasal dari “pembisik” seperti yang dituduhkan ketika dia menjadi Presdien RI ke- 4 dalam mengambil kebijakan. 110 Diantara pemikiran keagamaan Kia Wahid yang berpengaruh terhadap pemikiran komunikasi politik Gus Dur, adalah;111 1. Menolak fanatisme (ta’asshub), karena menurut Kia Wahid dianggap sebagai kepercayaan yang membabi buta terhadap ajaran, dan menolak segala pendapat lain dari yang dianutnya. Umat islam zaman dahulu tidak mengenal ta’asshub; Islam adalah demokratis, tidak menolak perbedaan pendapat. Tidak ada buku yang demokratis selain Al-Qur’an. Timbulnya kata fanatisme dalam Islam dikembangkan oleh Barat setelah mereka tidak dapat menembus keteguhan pendirian umat Islam dengan hujjah, lalu mencari cara untuk menuduh Islam sebagai fanatik, dalam pengertian stereotyping. 2. Mengedepankan raionalitas dan kebersamaan atau nasionalisme. Seperti pendapatnya terhadap masalah kebangsaan di Indonesia. 110 Ibid., hal. 374-375. 111 Ibid., hal. 77-78. 127 3. NU menurut oleh Kiai Wahid sebagai kelompok kepentingan seperti partai politik, bukan sekedar tempat berkumpulnya para kiai. Baginya, NU memiliki potensi politik yang luar biasa, terutama dalam hal menjalin hubungan antar daerah dan membangun kekuatan mentalitasnya. Meskipun demikian, ia sadar bahwa NU merupakan perkumpulan orang tua yang geraknya lambat, tidak terasa, dan tidak revolusioner. 4. Egaliter, yaitu mengedepankan sikap akomodatif ketika memperlakukan perbedaan dikalangan rakyat Indonesia. Kiai Wahid menyadari bahwa sikap dasar dari semua agama adalah mengajarkan tasamuh atau toleransi. Pancasila dipandang sebagai sikap tasamuh dari agama-agama besar di Indonesia, namun juga mengakomodasi aspirasi dari sebagian rakyat Indonesia yang ingin menegakkan agamanya sesuai dengan syari’atnya. Keempat watak inilah yang diterima oleh Gus Dur dari perilaku dan pemikiran politik ayahnya, dan berpengaruh kuat terhadap pembentukan karakter pemikiran politik Gus Dur, karena:112 1. Anak sulung laki-laki dari seorang kiai merupakan harapan bagi Kiai Wahid untuk meneruskan cita-cita keluarganya. Selama 12 tahun, Gus Dur mendapat pendidikan tentang kehidupan dari ayahnya secara langsung. Meskipun ayahnya seorang kiai, Gus Dur merasakan 112 Ibid., hal.. 82-83. 128 kehidupan yang liberal dari ayahnya, baik dalam bertindak maupun berfikir. 2. Pendidikan politik dari ayahnya bersifat natural, yaitu dengan cara mempertemukannya dengan berbagai tokoh pergerakan, baik yang Islam, nasionalis maupun komunis. Melalui perbincangan dengan mereka, Gus Dur dapat merekam berbagai kegelisahan politik yang sedang mereka perjuangkan. Pertemuan-pertemuan yang dilakukan di Menteng menjadi pusat peredaran isu-isu politik di Indonesia. Keadaan ini menjadi sebab kenapa rumah mereka di Menteng memiliki arti penting bagi keluarga mereka. Selain itu, mereka sadar bahwa rumah tersebut merupakan media rekonsilliasi antar tokoh beda aliran untuk bertemu, berbincang, dan merumbuk. Ini tidak lepas dari figur ayahnya yang mampu menjadi perekat dari berbagai golongan dan pihak. 3. Peranan Kiai Wahid sebagai tokoh pergerakan nasional telah membentuk pemikiran yang progresif, yang selalu ingin mengadakan perubahan dan tidak bergantung pada tradisi, tetapi mengandalkan pekerjaan serta rasional dalam pemikiran. Pergaulan politiknya semamkin mematangkan sikap ini, meskipun ia berperan dalam organisasi Islam yang keras (Masyumi) serta bertemu dengan orang-orang keras juga, seperti Natsir, Kartosoewirjo, dan Ki Bagus Hadikoesoemo. Namun semua itu tidak menyebabkan dirinya kaku dalam memahami agama. Kemampuan mengambil jarak antara agama sebagai ideologi dan sebagai keyakinan, 129 fmembuat Kiai Wahid lebih mengedepankan cara rasional, progresip dan egaliter. Sejarah hidup keluarga Kiai Wahid telah melahirkan suatu manifestasi nasib terhadap Gus Dur. Manifestasi nasib yang difahami Gus Dur bahwa dirinya harus menjadi pemimpin besar di Indonesia terbentuklah setelah ia menyaksikan sendiri ayahnya sebagai sosok yang ideal, meninggal dengan cara yang tragis dan memilukan. Kebanggaan atas ayahnya menguat ketika ia menyaksikan banyak rakyat yang mencintai ayahnya dan turut bergabung ketika pemakaman di langsungkan. Peneguhan atas kesadaran ini juga diperkuat oleh sang ibu, yang mengharapkan Gus Dur menjadi penerus sang ayah di segala bidang.113 Tidak diragukan lagi bahwa intelektualitas Gus Dur berkembang karena bacaan-bacaannya (buku). Di antara buku-buku yang berpengaruh kuat terhadap pemikiran dan kepribadian komunikasi politik Gus Dur, berbagai sumber diantaranya adalah: Das Kapital (Karl Max),114 What is to Be Done? (Lenin),115 buku-buku karya Ernest Hemingway,116 Wiliam Faulkner,117 113 Ibid., hal. 375. 114 Buku Das Kapital merupakan traktat buku ekonomi-politik yang ditulis oleh Karl Max. buku ini mengkritik kekuasaan kapitalisme yang melanda Eropa saat itu, dengan berbasis kepada teori-teori ekonomi klasik. Dalam buku ini Gus Dur menemukan cara berfikir yang diaelektis model Karl Max, yaitu dialektika-matearialisme, sebagai cara pandang yang efektif untuk mengkritisi gejala sosial yang ditemukannya dikemudian hari. Pola pikir yang mendasarkan kepada pertentangan antara struktur yang kuat (superstruktur) dan struktur yang lemah (suprastruktur) menginginkan Gus Dur untuk bisa menempatkan ide-ide solutif atau tawaran kreatifnya secara luas. Selanjutnya, pemikiran strukturalis ini memungkinkan dirinya untuk segera mendeteksi kelemahan suatu struktur secara sistemik dan rasional. Lihat Ibid., hal. 112. 115 Buku What is to Be Done? Lenin mengajarkan penerapan ide Marxis dalam Das Kapital menjadi suatu gerakan sosial (social movement). Lenin menerangkan unsur-unsur kecukupan bagi lahirnya gerakan sosial, yang antara lain adalah adanya ketidak adilan akibat 130 Wiliam Durant,118 buku biografi Presiden Amerika (Hendry S. Truman),119 buku Biografi Mahatma Gandhi,120 Al-Islam wa al-Ushul Hukm (Ali Abu ar- tidak meratanya distribusi kapital sebagai akibat revolusi industri. Analisis kritis tersebut akhirnya melahirkan gerakan yang kuat sebagai program dari Bolshevik dibantu oleh militer Jerman yang berhasil meruntuhkan kekuasaan Tsar Nicholas II pada 1918. Buku tersebut telah memberikan wawasan kepada Gus Dur dalam memahami dan mengembangkan syarat dan konsekuensinya dari sebuah gerakan sosial, termasuk mengenai cara mengelola partai kecil bisa menjadi pemenang melalui networking terhadap berbagai afiliasi nasional dan internasional, serta melakukan perlawanan terselubung melalui wacana-wacana kritis. Lihat Ibid., hal.. 113. 116 Melalui novel-novel karya Ernest Hemingway, Gus Dur belajar tentang kehidupan yang sederhana dari seorang manusia, tentang keceriaan, spritualitas, rasa sakit, dan sentimental seperti dalam karya The Sun Also Rises. Lihat Ibid., hal. 115. 117 Melalui William Faulkner, Gus Dur banyak belajar mengenai sastra, keindahan berbahasa, sola kemanusiaan, dan terutama korban perang. Perlakuan tidak adil karena ada perbedaan yang disengaja telah melahirkan penderitaan yang berlarut-larut bagi manusia. Melalui Faulkner mengajarkan kepada Gus Dur bahwa formalisme merupakan akar penderitaan manusia dari masa ke masa. Lihat Ibid., hal.. 115-116. 118 Melalui karya-karya Wiliam Durant, Gus Dur belajar tentang cara melakukan pendekatan yang komprehensif terhadap suatu masalah dengan melalui pendekatan yang integral, secara leluasa nenemukan hubungan antarfaktor yang saling berkaitan di dalam pertumbuhan sebuah peradaban. Karya tersebut dijadikan Gus Dur sebagai cara pandang dalam kasus kesejahteraan, juga dijadikan model penulisan yang komprehensif, berbicara dalam multi-aspek sangat mungkin karena Gus Dur adalah seorang kolumnis yang suka membaca. Lihat Ibid., hal. 115-116 119 Biografi Presiden Amerika Henry S. Truman (8 Mei 1884 – 26 Desember 1972). Yang paling terkesan bagi Gus Dur adalah Prestasi Truman yang paling dikenang oleh sejarah yaitu dengan penggunaan bom atom terhadap Hiroshima dam Nagasaki (1945) untuk mengakhiri perang Dunia II, penandatanganan Marshall Plan untuk membangun Eropa di awal perang dingin, pembentukan PBB, dan serangan red scare dalam perang Korea. Ia terkenal dengan kata-kata dan tindakan yang berani sehingga reputasi politiknya menjadi catatan sejarah bagi perkembangan Amerika dikemudian hari. Lihat Ibid., hal. 116. 120 Melalui buku biografi Mahatma Gandhi tersebut Gus Dur belajar tentang suatu bentuk perlawanan politik non-violence politics, yang berbeda dari teori Marxian, yang keras dan revolusioner. Meskipun bersifat non-violence politics, jenis perlawanan ini terbukti berhasil dilakukan untuk mengubah wajah India. Gus Dur melihat bahwa model perlawanan ini didasarkan pada pemberdayaan nilai-nilai lokal, local wisdom, sebagai isi dalam perjuangannya. Pola ini relatif tidak merenggut jiwa yang banyak dibanding dengan pola Marxian dan Leninisme, namun efektivitasnya memiliki tingkat keberhasilan yang hampir sama, yakni adanya perubahan. Jadi melalui Gandi, Gus Dur menyerap pola perjuangan berbasis kultural dan humanis untuk melakukan kritik terhadap rezim penguasa. Lihat Ibid., hal. 116-117. 131 Raziq),121 Ethicca Nicomacea (Aristoteles),122 serta masalah-masalah wayang, komik, film, dan sepak bola.123 Menjelang akhir akhir tahun 1965, pekerjaan di keduataan besar memberikan kepada Gus Dur, tantangan yang tidak pernah diharapkan dan juga trauma.124 Bagi Gus Dur pengalaman di Mesir telah banyak memberikan alasan untuk banyak merasakan kehidupan yang diakuinya dalam memberikan manfaat baik dari segi positif maupun negative125 bagi pengembangan 121 Buku dari khasanah Islam yang bejudul Al-Islam wa al-Ushul Hukm, karya Syaih Ali Abu ar-Raziq (1888-1966) yang menginspirasi Gus Dur. Buku ini diterbitkan sebagai respon terhadap gerakan Kamal Pasha at-Taturk, yang menggulingkan Kekhalifahan Usmaniah terakhir (1935) di Turki. Respons ar-Raziq sangat kontroversial karena justru memberi mendukung terhadap konsep “tidak ada Negara Islam” dalam agama Islam. Tak pelak arRaziq mendapat serangan dari umat Islam Turqi, terutama dari Rasyid Ridha (1985-1935) melalui tulisannya Al-Khilafa. Bagi Gus Dur, buku Al-Islam wa Ushul Hukm memberi wawasan tentang relasi agama dan negara, yang rasional, sistemis, dan sekuler. Lihat Ibid., hal. 117 122 Buku yang dikarang oleh Aristoles yang berjudul Ethicca Nicomacea turut menggugah kesadaran Gus Dur. Dalam buku ini, Aristoteles mengembangkan beberapa konsep mendasar tentang perbuaran bajik manusia. Suatu kebajikan dapat disebut sebagai kebajikan jika ia tidak hanya berupa kebaikan dalam pikiran, tetapi difungsikan untuk kebahagiaan dalam kehidupan yang baik (eudaimonia). Untuk mendapatkan kebaikan hidup, seseorang harus hidup secara seimbang dan mampu menghindari akibat yang merugikan. Untuk menghasilkakn eudaimonia, manusia harus mengembangkan apa yang disebut Aristoteles golden mean atau keseimbangan di antara kedua kenyataan. Bagi Aristoteles, semua orang memiliki potensi dan tujuan hidup yang sama, yakni kebaikan. Buku tersebut menjadi landasan bagi Gus Dur untuk memahami makna agama yang sebenarnya. Agama ditujukan kepada kesejahteraan umat manusia, termasuk hukum-hukum yang dibawanya. Melalui konsep yang dipaparkan oleh Aristoteles dalam buku tersebut, Gus Dur memahami bagaimana syari’at diterapkan dalam kehidupan nyata. Konsep tersebutlah yang menjadi landasan Gus Dur dalam memahami maqashid syar’iah. Lihat Ibid., hal. 117 123 Melalui wayang, Gus Dur lebih mengenal jauh tentang budaya Jawa, kepemimpinan Jawa, dan antropologi Jawa, sebagai suku yang dianggap dominan di Indonesia. Sedangkan melalui sepak bola, Gus Dur banyak menyaksikan perjuangan hidup yang keras dan terkadang ajaib, penuh kejutan, dan juga memahami bagaimana memiliki mental juara. Selain berjuang untuk menang, juga harus siap kalah, baik secara individu maupun kelompok. Lihat Ibid., hal. 118. 124 Greg Barton, Biografi Gus Dur…, hal. 94. 125 Ketika di Kairo banyak tekanan-tekanan batin yang dihadapi Gus Dur. Seperti, akademiknya yang tidak memuaskan karena selama setahun 1965, perhatianya terfokus kepada persoalan kudeta 30 September 1965 dan yang sangat menyedihkan-NU dan GP Ansor 132 wawasan intelektualnya. Bagi Gus Dur, pengalaman di Mesir telah banyak memberikan alasan untuk merasa putus asa, bahwa masyarakat muslim akan mudah menghindari polarisasi dan ekstremisme agama, seperti pemerintahan Gamal Abdul Nasser yang selalu diingatnya. Gus Dur memperhatikan Mesir dalam memperlakukan pemikir Islam seperti Sayyid Quthub. Pada saat yang sama Gus Dur melihat bahwa pemikiran Islam bersifat ekstremis dan naif. Maka ia mulai mempelajari pemikiran Hasan Al-Banna, Ali Syari’ati yang ide-idenya menginspirasi revolusi Iran, dan Sayyid Quthub. Gus Dur berkesimpulan bahwa pemikiran mereka kurang terbuka terhadap kebenaran yang berasal dari sumber lain. Hal tersebut sangat bertentangan denga latar belakang pendidikan Gus Dur. Sang ayah yang pluralis dan ibu mendorong sikap intelektualitas menjadikan Gus Dur tumbuh dengan kepercayaan.126 Walaupun Al-Qur’an dan Hadist merupakan sumber dan acuan terakhir bagi kebenaran agama, bagi Gus Dur masih terdapat kebenaran lain yang bisa dipertemukan dari sekian banyak hasil kebudayaan manusia.127 Islam (Al-Qur’an) itu bersifat universal dan abadi, namun ia tetap harus terus menerus diinterpretasikan ulang untuk merespon zaman yang terus berubah dan berbeda. Zaman pasca indutri menjelang abad ke-21 ini jelaslah berbeda, secara ekonomi, politik dan cultural, dengan zaman ketika Islam pertama kali diduga terlibat dalam pembunuhan tersebut. Gus Dur merasa putus asa, bahwa masyarakat tidak akan pernah dewasa dengan sikap-sikap primordialistik dan merasa benar sendiri. Gus Dur juga merasa tertekan dengan pekerjaannya di kedutaan. Seteliti apapun dalam membuat melaporkan mengenai mahasiswa di Kairo, sangat mungkin laporan itu digunakan untuk melakukan penganiayaan dan penindasan terhadap teman-temanya sendiri. Lihat Ibid., hal. 99. 126 Ibid., hal. 100. 127 Munawar Ahmad, Idjitah Politik Gus Dur…, hal. 95- 96. 133 turun di era sebelum industri, lebih dari seribu tahun lalu. Isi dan subtansi ajaran agama Islam jauh lebih penting dari pada bentuk dan labelnya. Dengan menekankan subtansi ajaran moral, sangat mudah untuk kaum subtansialis mencari common groud dengan penganut agama dan kaum moralis lainya untuk membentuk aturan publik bersama.128 Budaya dalam komunikasi politik Gus Dur dalam struktur kesadarannya dibangun oleh budaya politik yang diciptakan oleh para kiai di dalam tubuh NU. Adanya hubungan mutualisme-parasitisme atau hubungan kerja yang saling menguntungkan sekaligus menguras sumber daya masingmasing telah menjadikan alasan mengapa para kiai melibatkan diri dalam dunia politik.129 NU hingga saat ini telah menjadi basis kekuatan politik yang secara simultan mampu mempengaruhi kebijakan politik pada zamannya.130 Seperti ketertarikan Belanda terhadap kiai Hasyim, bukan semata-mata karena kharisma individualnya, melainkan juga posisinya di tubuh NU. Pengaruh kaidah fiqh memang peranan penting bagi setiap perilaku politik NU. Prinsipprinsip yang paling sering dijadikan dasar pengambilan keputusan politik NU, antara lain:131 1. Kebijaksanaan, yaitu menetapkan kebijaksanaan yang kondusif untuk memperoleh maslahat atau menghindari kerugian. Ada tiga kaidah dalam meminimalisir resiko; Dar’ al-mafasid muqaddam ‘ala jalb al-masalih 128 Denny JA, Ahmad Sumargono dkk, Negara Sekuler (Sebuah Polemik)…, Hal. 121. 129 Munawar Ahmad, Idjitah Politik Gus Dur…, hal. 104-105 130 Ibid., hal. 104 131 Ibid., hal. 106-108 134 (menghindari bahaya lebih diutamakan dari pada penegakan kemaslahatan). Akhaffud-dararain (memilih kesalahan yang dosanya lebih ringan). Bahaya tidak boleh dihilangkan dengan bahaya (lain). Saddudz-dzari’ah, yang menurut Kiai Achmad Siddiq berarti “menutup jalan menuju cahaya”. 2. Keluwesan, yang merupakan wujud dari kaidah fiqh untuk meminimalisir risiko. Setiap perkembangan memerlukan perhitungan baru tentang untung ruginya, sehingga sikap sebelumnya dapat dipertimbangkan lagi untuk menggantikan dengan sikap yang baru. Adapun kaidahnya adalah “dalam keadaan darurat memperbolehkan hal yang semula dilarang” dan “sesuatu yang tidak tercapai seluruhnya, jangan ditinggalkan/dibuang semuanya”. 3. Moderatisme, yang diartikan sebagai suatu keinginan untuk menghindari tingkatan-tingkatan ekstrem dan sikap hati-hati dalam bertindak dan menyatakan pendapat. “politik jalan tengah” ini biasa disebut oleh ulama sebagai manifestasi dari sikap politik Sunni, yakni: Tawassuth dan I’tidal, yakni sikap jalan tengah yang berintikan keharusan menjunjung tinggi prinsip berlaku adil dalam kehidupan, berdasarkan Al-Qur’an surah Al-Baqarah ayat 143. Tawazun, yaitu sikap seimbang dalam berhikmah selaras dengan kepentingan sejarah, berdasarkan Al-Qur’an surah Ali-Imbran ayat 112. Tasamuh, yaitu toleran terhadap perbedaan, baik dalam masalah agama, terutama masalah furu (khilafiyah), berdasarkan hadist Nabi, “Perbedaan diantara umatku adalah rahmat” 135 Amar Ma’ruf dan Nahi Mungkar, yaitu memiliki kepekaan untuk mendorong perbuatan baik, berguna dan bermanfaat bagi kehidupan bersama. Dalil ini berdasarkan Al-Qur’an surah Ali-Imbran ayat 104. Kontruksi doktrin politik Sunni yang moderat tersebutlah sangat memungkinkan bagi interpretasi elitis para kiai sehingga membentuk budaya komunikasi politik Gus Dur. Luasnya pergaulan Gus Dur mengantarkannya bertemu dengan kalangan yang seide dalam konteks pemikiran keagamaan yang progresif. Kesamaan cara pandang itulah mejadi media berkumpulnya para pemikir keagamaan yang progresif, yang di kemudian hari mendukung posisi Gus Dur dalam kenyelenehannya, baik dalam bidang agama dan politik. Seperti Djohan Effendi, Ahmad Wahid, Nurcholis Madjid, dan juga orang-orang yang bergabung dalam gerakan kritisisme, seperti LP3ES. Juga teman-temannya sewaktu berada di Mesir, Baghdad, dan Belanda, termasuk Abdul Wahid Kadungga.132 Berdasarkan penelitian yang sudah penulis jabarkan di atas, keseluruhan dari analisis wacana baik yang meliputi analisis teks, konteks, dan kognisi sosial maka masing-masing memberikan makna tersendiri. maka dapat diambil benang merahnya, bahwa teks pidato Kenegaraan Presiden Republik Indonesia Abdurrahman Wahid yang disampaikan di depan sidang Dewan Perwakilan Rakyat 16 Agustus 2000 secara analisis wacana dapat ditarik suatu indikasi 132 yang menjelaskan Ibid., hal. 101. komitmen seseorang pemimpin untuk 136 mensejahterakan rakyatnya dengan membangun sebuah ideologi yang sangat mendasar tehadap permasalahan yang terjadi dalam masyarakat. Melalui analisis teks, komunikasi politik Gus Dur yang kompleks dilihat melalui sisi lain yaitu cendikiawan muslim menjadi objek utamanya. Hal tersebut menjadi bukti kuat atas komunikasi politik Gus Dur yang selalu digunakan dalam teks pidatonya. Secara teks, analisis wacana mengenai komunikasi politik Gus Dur memberikan suatu makna bahwasanya dalam mensejahterakan rakyatnya memang penuh dengan suatu trik atau segala cara untuk memperolehnya tanpa melihat status sosial maupun strata sosial. Melalui teks yang disampaikan banyak mengandung suatu pengungkapan realitas yang terjadi pada saat sebelum dan masih dalam proses kepemimpinannya. Baik yang bersangkutan dengan kehidupan perekonomian, politik, sosial, budaya dan agama. Gus Dur selaku Presiden Republik Indonesia yang ke-4, tergambarkan sebagai sosok cendikiawan muslim Indonesia yang sekaligus menjadi politikus yang responsive terhadap realitas yang ada. Dalam arti merespon realitas dengan melakukan perombakan kabinet, menegaskan arti kekuasaan, demokrasi, hak asasi manusia, pluralisme, liberalisme, nasionalisme. Selain itu, Gus Dur juga digambarkan sebagai politikus yang eksploitatif. Gus Dur tergambarkan pandai dalam pemanfaatan segala sumber daya yang ada di sekitarnya. Baik itu sumber daya manusia, finansial, maupun kondisi masyarakat kecil yang ada. Melalui aspek konteks sosial, persepsi yang terbentuk di masyarakat merupakan persepsi positif dan negatif atas pemerintahan yang terjadi selama 137 Gus Dur menjadi presiden. Hal tersebut disebabkan oleh ciri khas sikap Gus Dur yang selalu nyeleneh dan menjadi kontroversi dalam masyarakat luas terlebih-lebih dikalangan NU, karena salah satu faktornya adalah ketika Gus Dur memutuskan suatu pendapat atau hukum bisa berubah sesuai dengan alasan yang kuat dalam rangka menyikapi perubahan kondisi dan kebutuhan manusia yang bersifat dinamis.133 Misalnya suatu ketika seorang aktivis ornop Abangan, yang juga temanya, meminta nasihatnya bagaimana ia harus memberi salam pada suatu pertemuan publik oleh karena ia merasa tidak tepat menggunakan salam standar kaum muslimin (Assalamualaikum). Gus Dur memberi nasihat agar temanya itu tidak memberikan dirinya tertekan dengan cukup menggunakan “selamat pagi”. Ia menjelaskan kepada temanya itu bahwa akar kata “selamat” sama dengan kata Arab salaam dan “selamat pagi” menyampaikan penegertian yang sama dengan Assalamualaikum.134 Makna yang didapat secara konteks sosial menunjukkan bahwasanya proses komunikasi politik Gus Dur dalam mencapai kemandirian dan kemakmuran negara merupakan hal yang penuh dengan trik maupun cara dalam proses pencapainya. Proses untuk memperoleh kemandirian dan kemakmuran tersebut dilakukan melalui berbagai cara yang positif. Salah satu proses yang ada merupakan proses kemandirian dan kemakmuran rakyat, dimana efeknya tidak dapat dirasakan sekejap mata melainkan melalui berbagai proses dan waktu yang panjang. Secara konteks sosial, makna yang dapat diambil dari teks pidato kenegaraan Abdurahman wahid adalah proses dalam kehidupan 133 Hanif Dhahiri, 41 Warisan Kebesaran Gus Dur…, hal. 77. 134 Muhammad Rifa’I, Gus Dur …, hal. 121-122. 138 pematangan negara merupakan suatu hal yang dapat dijadikan sebagai suatu cara pandang lain guna mencari suatu proses kesenergitasan antara pemerintah dan masyarakat. Makna yang didapat secara kognisi sosial menunjukkan bahwasanya dari segi kultural, Gus Dur melintasi tiga model lapisan budaya. Petama, Gus Dur bersentuhan dengan kultural pesantren yang sangat hierarkis, tertutup dan penuh denga etika yang serba formal. Kedua, dunia Timur Tengah yang terbuka dan keras. Ketiga, budaya barat yang liberal, rasional dan sekuler sehingga dalam menyikapi permasalahan keterkaitan dengan konsep yang dibangun untuk mensejahterakan rakyatnya tanpa mengenal suku, budaya, ras dan agama. Langkah yang dilaksanakan oleh Gus Dur salah satunya yaitu dengan memberikan kepada masyarakat pemahaman terkait dengan kehidupan yang plural dan demokratis. Aspek tindakan, terkait dengan karakateristik wacana kritis, terlihat dalam teks pidato Kenegaraan Presiden Republik Indonesia Abdurrahman Wahid di depan sidang Dewan Perwakilan Rakyat 16 Agustus 2000, wacana yang terbangun bertujuan bereaksi. Artinya, teks yang dibangun oleh Gus Dur merupakan wacana yang bereaksi atas aktivitas kehidupan seorang presiden yang mempunyai peranan dan fungsi untuk melakukan sebuah perubahan dalam menata Bangsa Indonesia yang lebih baik. Sedangkan melalui aspek konteks, wacana dalam pidato tersebut terbangun berdasarkan kepada situasi dan kondisi pada saat itu. Pada saat itu masyarakat berada dalam kondisi yang sangat menggentingkan. Baik dari segi 139 politik, ekonomi dan budaya. Dari segi politik disebabkan karena kelemahan elit politik untuk saling bekerja sama satu sama lain dan hanya mementingkan dari golongan mereka itu sendiri. Dari segi ekonomi masyarakat akan mudah tergoda untuk melakukan tindakan-tindakan kekerasan seperti huru hara, pemberontakan, pembunuhan politis, revolusi, dan lain sebagainya. Secara historis, wacana dibentuk berdasarkan pengalaman Gus Dur sebagai seorang cendikiawan muslim yang memutuskan utuk terjun dalam parlemen pemerintahan. Pengalaman-pengalaman hidup Gus Dur menjadi penggerak dalam komunikasi politiknya, sebagaimana yang ada dituangkannya kedalam teks pidato kenegaraan tersebut merupakan dari aspek keluwesan Gus Dur terhadap pengetahuan yang mengarah pada pembentukan karakter diri sebagai seorang yang kontroversial namun sangat mudah diterima oleh masyarakat. Oleh karena itu, kognisi sosial dan konteks sosial dalam teks pidato ini terarah pada keberanian Gus Dur dalam melakukan revolusi terhadap kemandirian bangsa yang semakin memudar dan terkikis sehingga akan mencapai sebuah negara yang makmur, sejahtera dan mandiri. Sebagai seorang presiden, komunikasi politik Gus Dur juga menjadi suatu proses berpikir yang cenderung tidak memihak meskipun dia berlatar belakang seorang cendikiawan yang dilahiran dari organisasi Islam yang besar (NU). Kalau dicermati dengan seksama secara ideologi, semua komunikasi politik Gus Dur pada hakikatnya untuk mewujudkan kesejahteraan dalam rangka untuk mencapai sebuah kemaslahatan dalam kehidupan umat dan masyarakat secara keseluruhan tanpa mengenal perbedaan dengan 140 berlandaskan kepada konsep ajaran Islam, yaitu konsep “as-siyasah assyar’iyyah/ maqashid asy-syariah.”135 Namun berbeda dengan kalangan modernis dan fundamentalis yang ingin menerapkan syariat secara formal dalam kehidupan masyarakat, Gus Dur memilih menerafkan syariat dengan mengedepankan pesan moral dan subtansi ajaranya yang bersifat universal. Bagi Gus Dur, formalisasi syariat bukan hanya akan merugikan bangsa yang majemuk secara keseluruhan, tetapi juga merugikan umat Islam sendiri. Formalisasi akan membawa syariat sebagai alat untuk “menghukum” umat Islam sendiri atau paling jauh warga bangsa sendiri. politik pemberlakukan syariat memang mampu membaca riak-riak kecil di permukaan politik dalam negeri, tetapi gagal membaca gerak struktur dalam sistem dunia di mana sistem hegemonik dan dominatif mengeksploitasi secara nyata.136 Kalau kita ringkas pandangan-pandangan Gus Dur terkait dengan syariat, maka pesan moral dan tujuan utama syariat. Pertama, bahwa syariat diturunkan untuk mewujudkan kemaslahatan umat secara umum dan menjadi rahmat bagi seluruh alam. Pesan syariat adalah bagaimana manusia menciptakan tatanan sosial yang adil, sejahtera dan penuh keseimbangan. Kedua, syariat diturunkan untuk memberi kemudahan dalam kehidupan manusia, bukan mempersulitnya. Karena itulah Gus Dur merumuskan ushul 135 Dengan teori as-siyasah as-syar’iyyah tersebut, ajaran Islam menampakkan watak universalismenya dan kepedulian terhadap penghormatan kepada seluruh manusia. Salah satu ajaran yang dengan baik menampilkan universalisme Islam ada lima buah jaminan dasar (alkulliyat al-khamsah) yang diberikan agama samawi terakhir ini kepada warga mayarakat, baik secara perorangan maupun sebagai kelompok, yaitu jaminan atas jiwa, keyakinan, hak milik, keluarga dan profesi. Lihat Hanif Dhakiri, 41 Warisan Kebesaran Gusdur…, hal. 138-139. 136 Ibid., hal. 162-163. 141 al-fiqh dan qawaid fiqhiyyah sebagai daerah sangga dalam mengimplementasikan syariat yang menampung kebutuhan masa dan tempat dalam merumuskan keputusan hukum agama itu sendiri. Ketiga, pesan syariat diturunkan kepada manusia untuk melindungi hak-hak dasar mereka sendiri sebagai individu dan warga masyarakat. Perlindungan itu diwujudkan dalam pemberian jaminan atas jiwa, harta, profesi, keyakinan dan akal mereka, sehingga manusia bisa tumbuh dan berkembang sebagai makhluk Tuhan yang mendapat amanah untuk menjaga dan melestarikan bumi ini.137 Dengan komunikasi politik berbasis fiqih dan ushul fiqih itu, Gus Dur menunjukkan betapa luhur dan mulia ajaran Islam. Orientasi utama komunikasi politik Gus Dur adalah mewujudkan kemaslahatan di tengah masyarakat dan dengan sendirinya mencerminkan kecintaan Gus Dur kepada kemanusiaan. Orientasi seperti itulah membuat Gus Dur mudah bisa diterima semua golongan dan pada saat yang sama menjadi guru bangsa bagi semua agama dan masyarakat. Posisi seperti itu bisa diraih karena bahasa dan gaya politik Gus Dur merupakan akumulasi dari pengetahuan yang bersifat menyeluruh tentang berbagai bidang kehidupan masyarakat. Pengetahuan dan kepeduliannya tentang berbagai bidang kehidupan masyarakat itu mempunyai tempat sendirisendiri dalam totalitas keyakinannya, namun saling menunjang dan saling melengkapi. Pengetahuan dan kepedulian tentang suatu hal yang tidak menjadi factor tandingan terhadap hal yang lain. Karena itu Gus Dur bisa mengayomi 137 Ibid., hal. 163-164. 142 berbagai aspirasi keagamaan dan keyakinan sekaligus menjadikan kehidupan bersama sebagai wahana pematangan dan dinamisasi pemikiran.138 Ada empat level bahasa politik yang diterapkan oleh Gus Dur untuk membangun komunikasi dengan berbagai golongan masyarakat. Pertama, bahasa harafiah (‘ibarah) yang ditujukan untuk masyarakat umum (‘awam). Dengan bahasa tersebut masyarakat awam mudah menerima apa yang disampaikan oleh Gus Dur. Sehingga masyarakat sangat bersimpatik sekali terhadap Gus Dur. Kedua, bahasa berupa perbandingan (isyarah) yang ditujukan bagi kalangan cerdik dan pandai (khawwas). Dengan bahasa ini Gus Dur bisa berbicara tentang berbagai topic dengan kaum intelektual baik dalam maupun luar negeri. Ketiga, bahasa politik yang mengandung makna tersembunyi yang berhubungan dengan dunia diluar indera (lathaif). Bahasa demikian biasa dipakai oleh mereka yang diakui masyarakat sabagai kekasih Allah (aulia). Dengan bahasa ini Gus Dur bisa berkomunikasi dengan kiai-kiai yang di anggap sebagai wali oleh masyarakatnya. Keempat, bahasa politik tinggi yang hanya bisa dipahami oleh Gus Dur sendiri dan tokoh-tokoh politik tertentu yang sangat terbatas.139 138 139 Ibid., hal. 74. Ibid., hal. 152-153.