66 BAB V PEMBAHASAN A. Analisis Teks 1. Tematik Tematik

advertisement
66
BAB V
PEMBAHASAN
A. Analisis Teks
1. Tematik
Tematik menunjuk pada gambaran umum dari suatu teks. Bisa
juga disebut sebagai gagasan inti, ringkasan, atau yang utama dari suatu
teks. Topik menggambarkan apa yang ingin diungkapkan. Topik
menunjukkan konsep dominan, sentral, dan paling penting dari isi suatu
teks. Oleh karena itu sering disebut sebagai tema atau topik. Tema dari
wacana tersebut memberikan suatu gambaran umum mengenai pendapat
yang ingin disampaikan. Secara keseluruhan, teks pidato Kenegaraan
Presiden Republik Indonesia Abdurrahman Wahid di depan sidang Dewan
Perwakilan Rakyat 16 Agustus 2000 memaparkan tentang konsep untuk
mensejahteraan masyarakat. Konsep tersebut tergambarkan dengan jelas
baik yang bersifat sosial, ekonomi, politik dan budaya. Melalui konsep
tersebut Gus Dur mengharapakan masyarakat menjadi penopang utama
dalam pemerintahannya sehingga akan tercapai kesejahteraan rakyat.
Topik yang disampaikan oleh Gus Dur dalam teks pidato tersebut
keterkaitan dengan kekuasaan, demokrasi, humanisme, kepentingan
nasional,
masyarakat
sipil,
supremasi
dan
penegakan
hukum,
penyelenggaraan pemerintah yang baik, kebebasan dan hak asasi manusia.
66
67
2. Skematik
Dalam konteks penyajian wacana, bentuk dan skema teks pidato
Kenegaraan Presiden Republik Indonesia Abdurrahman Wahid yang
disampaikan di depan sidang Dewan Perwakilan Rakyat 16 Agustus 2000
meliputi tiga hal yaitu pembukaan, isi dan penutup. Bagian dari
pembukaan biasanya terdiri dari pengertian materi pidato dan orientasi
materi pidato, seperti terlihat dalam teks pidato di bawah ini:
Alhamdulillah, hari ini kita kembali menyongsong Ulang Tahun
Kemerdekaan Republik Indonesia yang akan kita peringati besok
tanggal 17 Agustus 2000. Konvensi ketatanegaraan yang kita
pelihara selama ini, dengan Presiden menyampaikan pidato di
hadapan sidang pleno DPR-RI yang terhormat pada setiap tanggal
16 Agustus, adalah sesuatu yang baik. Kesempatan ini bisa kita
gunakan bersama untuk melakukan refleksi atas perjalanan kita
sebagai bangsa. Besok, usia kemerdekaan kita akan mencapai 55
tahun, tetapi usia kebangsaan Indonesia jauh lebih tua dari itu.1
Sebagai seorang cendikiawan muslim tentunya Gus Dur tidak
lepas dari tuntunan agama yang dianutnya yaitu Islam, untuk memulai
ucapannya dengan pujian atas karunia Tuhan, setelah itu Gus Dur berusaha
untuk memberikan pengertian dari materi pidato kenegaraan yang
ditulisnya. Di awal paragraf Gus Dur sudah menyampaikan maksud dari
tulisannya, bahwa ia akan membawakan sebuah pidato kenegaraan dalam
rangka untuk menyonsong ulang tahun kemerdekaan Republik Indonesia
yang ke 55. Dalam kalimat pembuka itu Gus Dur juga mengharapkan
1
http://www.ri.go.id/istana/speech/ind/16agustus00.htm)
68
kepada seluruh elemen, baik elemen pemerintahan maupun elemen
masyarakat agar bisa melakukan refleksi atas perjalanan Bangsa Indonesia.
Bagian selanjutnya berisi uraian-uraian atau isi pidato. Dalam
bagian ini, Gus Dur memberikan penjelasan, alasan bukti-bukti yang
mendukung akan terciptanya sebuah negara yang damai dan sejahtera.
Pada bagian ini Gus Dur telah banyak menguraikan faktor-faktor yang
menghambat terjadinya ketidak stabilan dalam negara.
Dalam pidato yang disampaikan, Gus Dur selaku Presiden RI-4
mempunyai tanggung jawab yang sangat besar dalam menciptakan
kesejahteraan masyarakat. Salah satu upaya yang dilakukan Gus Dur, yaitu
dengan mengajak kepada seluruh elemen baik pemerintah maupun
masyarakat agar bisa melakukan refleksi perjalanan bangsa yang sudah
berumur 55 tahun. Sebab tanpa mawas diri atau refleksi yang dilakukan
oleh segenap warga bangsa ini, tidak mustahil pemerintah dan masyarakat
Indonesia akan gampang mengulang berbagai kesalahan persefsi,
kebijakan dan tindakan dari individu, kelompok atau golongan dibeberapa
masa sebelumnya.2 Semua konsep yang dibangun Gus Dur akan menjadi
bahan
kontemplasi
paling
intensif
dalam
menyiapkan
dan
menyelenggarakan indoktrinasi falsafah pancasila.3
Kebangsaan Indonesia telah lahir dan berproses mematangkan
kehadirannya di bumi nusantara ini jauh sebelum proklamasi
2
Novel Ali, Peradaban Komunikasi Politik (Potret Manusia Indonesia), Bandung: PT
Remaja Rosdakarya, 199, hal. 79.
3
Shaleh Isra, Prisma Pemikiran Gus Dur, Yogyakarta: LKis, 2000, hal.103.
69
kemerdekaan dilakukan. Kelahiran itu berproses dari sejak
bangkitnya kesadaran eksistensial para pendahulu kita untuk
membentuk komunitas politik yang secara hakiki menolak
kehadiran bangsa lain yang menjajah wilayah dan masyarakat
nusantara. Proses penghayatan yang terus meluas dan menyebar
itulah yang kemudian membentuk kesadaran kolektif kita sebagai
suatu bangsa. Dari sini terbukti bahwa kebangsaan atau
nasionalisme bukanlah sesuatu yang terbentuk dan lahir secara
alamiah, tetapi adalah suatu produk dari pertumbuhan sosial dan
intelektual suatu masyarakat dalam suatu tahapan sejarah tertentu.
Para pendiri republik ini sepakat meletakkan fondasi dari ikatan
kebangsaan Indonesia pada kesamaan nasib dan kesamaan citacita. Dengan nasib yang sama, terjalinlah ikatan emosional dan
moral yang kuat, yang bisa kita sebut persaudaraan sebagai
bangsa. Dengan cita-cita yang sama, terbentuklah solidaritas
untuk menggalang kekuatan mengejar kemajuan, mendirikan
negara, membentuk pemerintahan, menegakkan hukum, dan
mengembangkan kehidupan di berbagai bidang.4
Pada paragraf di atas dapat kita cermati bahwa Gus Dur
melakukan
konstruksi
membangun
sejarah,5
untuk
membangun
rasionalitas atas genealogi budaya, kekuatan politik, atau pun konstruksi
sejarah Indonesia. Gus Dur melihat bahwa kepentingan membangun
konstruksi demikian adalah untuk tujuan mengikat hubungan atau
memposisikan diri di dalam komunitas-komunitas tersebut.6 Menurut Gus
Dur lahirnya sebuah negara, dilatar belakangi oleh kesadaran kolektif yang
dilandasi oleh ikatan emosional dan moral yang kuat terhadap hadirnya
4
http://www.ri.go.id/istana/...
5
Menurut Gus Dur, sejarah adalah masa lalu, yang tidak akan terwujud lagi kecuali
diwujudkan di masa sekarang. Pembicaraan Gus Dur sebenarnya lebih pada upaya
mewujudkan sejarah masa silam dalam konteks sekarang. Hal tersebut tidak dipahami seperti
memindahkan barang dari satu tempat ketempat yang lain. Harus dipahami bahwa manusia
telah mengalami perkembangan yang pesat, maka pemindahan sejarah masa silam ke masa
sekarang, dimaksudkan melalui proses interpretasi. Transformasi, dan adaptasi. Lihat
Munawar Ahmad, Ijtihad Politik Gus Dur…, hal. 257.
6
Ibid., hal. 359.
70
bangsa lain yang menjajah di Negara Indonesia. Negara merupakan hasil
dari kesepakatan dan perjuangan politik dari berbagai pihak, bukan milik
mayoritas ataupun pihak tertentu. Selain itu unsur-unsur pembentuk negara
juga sangat komplek, beragam, dan plural. Situasi ini merupakan fakta
yang tidak bisa dipungkiri, sehingga Gus Dur sadar bahwa unsur-unsur
yang terlibat dalam negara harus dihargai dan diberikan hak yang sama.
Hak-hak
asasi
manusia
harus
diwujudkan
dalam
kemampuan
menghindarkan umat manusia secara keseluruhan dari kehancuran, dan
dengan demikian usaha-usaha perdamaian akan tercapai.7
Proklamasi itu sendiri kita maknai sebagai puncak dari
kesepakatan bangsa Indonesia untuk mewadahi kehidupan
bersamanya melalui pembentukan sebuah negara kebangsaan
yang merdeka, berdaulat dan demokratis. Para pendiri negara ini
sejak awal telah bersepakat bahwa negara kebangsaan Indonesia
yang demokratis itu bukanlah milik dari sekelompok orang, tidak
terkecuali kelompok mayoritas, baik dalam artian suku, agama,
maupun kelas dan kasta. Negara Republik ini adalah milik bangsa
Indonesia seluruhnya.
Hari ini sangat layak bagi kita sekalian untuk berbicara banyak
tentang nilai-nilai kebangsaan, kemerdekaan, dan demokrasi,
karena nilai-nilai tersebut akan terus menyertai perjalanan kita ke
depan. Ketiganya terjalin dalam hubungan persenyawaan yang
sangat kuat. Kita tidak mungkin mengembangkan demokrasi dan
memberi makna pada kemerdekaan di luar bingkai kebangsaan.
Demokrasi yang memberi legitimasi pada kedaulatan rakyat tidak
mungkin diekspresikan secara efektif di luar formasi kebangsaan.
Kedua nilai itu, kebangsaan dan demokrasi, tidak bisa hidup
sempurna dalam keterpisahan. Kebangsaan tanpa demokrasi akan
kehilangan dinamika hidup, dan demokrasi tanpa nasionalisme
akan menjadi liar.8
7
8
Shaleh Isra, Prisma Pemikiran Gus Dur…, hal. 94.
http://www.ri.go.id/istana/...
71
Pada paragraf di atas Gus Dur menjelaskan, proklamasi
merupakan sebuah kesepakatan bersama yang menjunjung nilai-nilai
demokrasi. Demokrasi tidak hanya merupakan sebuah suatu sistem yang
mampu menjamin kebebasan advokasi saja, tetapi juga memiliki nuansa
etis yang mampu menjaga lahirnya keadilan tanpa kekerasan. Hal tersebut
terjadi karena mekanisme demokrasi membuka ruang dialog secara
seimbang dan sejajar dari semua pihak. Bagi Gus Dur, keputusan
demokrasi tidak selamamnya menuju pada suatu kesepakatan atau
mufakat, tetapi yang lebih tinggi adalah munculnya pemahaman dan
penghargaaan atas nilai-nilai kemanusiaan yang universal.9 Menurut Gus
Dur, nasionalisme10 merupakan sebuah persyaratan yang penting untuk
dapat menjamin terlaksananya pembangunan. Karena pembangunan
meliputi usaha dalam menterjemahkan perasaan-perasaan nasionalisme
yang kabur dan tidak teratur menjadi suatu semangat kewarganegaraan,
dan menciptakan lembaga-lembaga yang dapat menterjemahkan aspirasiaspirasi nasioanalisme dan kewarganegaraan kedalam kebijaksanaan dan
9
Munawar Ahmad, Ijtihad Politik Gus Dur…, hal. 314.
10
Konsep nasionalisme menurut Gus Dur mirip dengan konsep nasionalisme para
ulama yang mana meletakan wawasan atau pondasi kebangsaan yang sanat penting. Fondasi
kebangsaan itu secara umum berakar kepada dua aspek, yaitu aspek normative dan historis.
Aspek normative, yaitu rumusan hadis Nabi Muhammad SAW, bahwa cinta tanah air adalah
bagian dari iman (hub al-waman min al-iman), kemudian dalam surah al-hujarat ayat 13.
Aspek historis, yaitu selalu menghubungkan atau mendasarkan argumentasinya dengan
piagam Madinah (Piagam madinah adalah salah satu mahakarya monumental dari Nabi
Muhammad SAW. Walaupun hanya terdiri dari 47 pasal tapi mengandung prinsip-prinsip
mendasar hidup bermasyarakat dan bernegara yang sangat modern). Lihat., Gani Jumat,
Nasionalisme Ulama (Pemikiran Politik Kebangsaan Sayyid Idrus bin Salim Aljufriy, 18911969), Jakarta: Kementerian Agama RI, 2012, hal. 49-50.
72
program.11 Demokrasi model Indonesia dalam konsep Gus Dur memiliki
ciri, berupa kombinasi yang integralistik dari berbagai entitas, seperti
politik, budaya, rasionalitas, dan kekuatan kultural. Jadi demokrasi yang
dimaksudkan oleh Gus Dur adalah suatu sistem demokrasi yang telah
mengalami “pribumisasi” dengan kultural Indonesia.12
Dalam pengalaman sejarah kita sendiri, sangat jelas bahwa
semangat dan citarasa kebangsaan itulah yang mengantarkan
bangsa ini pada kemerdekaan, melalui mana kita memperoleh
kesempatan untuk membangun sebuah sistem politik yang
demokratis. Kalau pertalian nilai-nilai ini saya angkat kembali
hari ini, tidak lain maksudnya agar kita, bangsa Indonesia, mau
memahami bahwa iklim kebebasan politik yang kini kita bangun
bukanlah sesuatu yang terpisah dari komitmen kebangsaan yang
diletakkan oleh para pendiri republik ini. Dalam dua tahun
terakhir ini, bangsa Indonesia memang mulai menemukan kembali
hak-hak demokrasinya. Ini tampak jelas dalam hal kebebasan
berekspresi, baik lisan maupun tulisan.
Hadirnya begitu banyak institusi, asosiasi dan organisasi di luar
formasi negara dalam dua tahun terakhir ini merupakan pertanda
yang positif. Terutama jika kiprah mereka mengarah pada
terbentuknya masyarakat yang mampu menolong dirinya dan
menyelesaikan masalah-masalahnya sendiri, masyarakat yang
mandiri secara ekonomi dan secara intelektual, atau yang lazim
disebut "civil society".13
Pada kedua paragraf di atas menurut Gus Dur bahwa dalam
masyarakat sipil, demokrasi menjadi sebuah keharusan yang harus
dipenuhi,
bukan
saja
karena
demokrasi
sangat
memungkinkan
terbentuknya suatu pola interaksi dan relasi politik yang berimbang dan
11
Yahya Muhaimin, Masalah-Masalah Pembangunan Politik, Yogyakarta: Gadjah
Mada University Press, 1988, hal. 9.
12
Munawar Ahmad, Ijtihad Politik Gus Dur…, hal. 315.
13
http://www.ri.go.id/istana/...
73
tidak eksploitatif, melainkan lebih penting dari itu, demokrasi menciptakan
penghargaan atas kondisi Bangsa Indonesia yang plural sehingga
terciptalah sebuah kemerdekaan14 secara mendiri. Demokrasi dapat
mempersatukan beragam kecenderungan dari kekuatan bangsa. Gus Dur
menganggap demokrasi menjadi sedemikian penting dalam suatu negara
yang pluralis karena kehidupan bangsa yang utuh hanya bisa tercapai dan
tumbuh di dalam masyarakat sipil, yang mana menurut Gus Dur menjadi
ruang belajar yang dialektis bagi pergumulan diskursus. Tegaknya
masyarakat sipil bukan hanya terletak pada pola hidup berdampingan
secara damai saja, melainkan pada tegaknya role of law.15 Demokrasi
adalah sebuah sistem yang terbuka, mengedepankan representasi, dan
dinamis. Sesuai dengan asas demokrasi, biarlah sistem itu tetap terbuka
tidak perlu untuk dikhawatirkan dengan masa depan bangsa, karena yang
lebih penting adalah, bagaimana kaidah-kaidah16
demokrasi itu
ditegakkan.17
14
Merdeka berarti lepas atau bebas. Sekarang ini kata merdeka itu sudah digunakan
oleh pihak keamanan, seperti merdeka dari penahanan atau bisa diartikan bebas. Namun kata
“merdeka” disitu lebih dari bebas. Bagi semua bangsa, merdeka berarti lepas dari penjajahan.
Kata ini digunakan untuk menunjukan kepada kemandirian politik, ekonomi, maupun yang
lain-lainya. Lihat Muhammad Zaki, Gus Dur Presiden Republik Akhirat…, hal. 37.
15
Munawar Ahmad, Ijtihad Politik Gus Dur…, hal.317.
16
Menurut Kuntowijoyo dalam bukunya “Identitas Politik Umat Islam” menderetkan
kaidah-kaidah demokrasi yang sejalan dengan visi Islam seperti ta’aruf ( saling mengenal),
syura (Musyawarah), ta’awun(kerjasama), mashlahat (manfaat), adl (adil), dan taghyir (
perubahan). Lihat Denny JA, HA, Sumargono dkk, Negara Sekuler (Sebuah Polemik), Jakarta
Pusat: PT Abadi, 2000, hal. 125.
17
Munawar Ahmad, Ijtihad Politik Gus Dur…, hal. 127.
74
Tetapi, seperti yang telah saya katakan tadi, sebagaimana halnya
dengan kebangsaan, demokrasi pun bukanlah sesuatu yang lahir
secara alamiah. Kecanggihan kita dalam membangun demokrasi
akan menentukan bukan saja kualitas demokrasi itu sendiri, tetapi
juga kelangsungan hidupnya. Kalau atas nama demokrasi, kita
secara sadar atau tidak, membenarkan atau membiarkan
terjadinya tindak kekerasan dalam masyarakat, menjadikan sikap
benci dan dendam sebagai instrumen untuk menyingkirkan lawan
politik, atau mengeksploitasi kelalaian dan kesalahan pemerintah
di masa lalu untuk memberi pembenaran pada gerakan
separatisme, bisa dipastikan bahwa makna demokrasi sebagai
proses rasional untuk menyelesaikan berbagai konflik akan sulit
kita wujudkan. Semua ini bisa terjadi, kalau praktik demokrasi
tidak dibingkai oleh semangat kebangsaan yang merupakan
kesepakatan nilai untuk secara moral dan emosional bersatu dan
merasa satu.
Karena itu, upaya redefinisi, reorientasi dan reproduksi atas nilainilai kebangsaan dan demokrasi tersebut sangat kita perlukan.
Kepeloporan para pemimpin politik dalam membangun
kesadaran dan pemahaman masyarakat atas nilai demokrasi dan
kebangsaan itu sangat diperlukan, agar makna kemerdekaan
sebagai pembebasan lahir batin dari segala praktik kezaliman
dapat lebih mewarnai kehidupan kita sehari-hari, baik di bidang
politik, maupun sosial, ekonomi dan budaya. 18
Dari paragraf di atas menurut Gus Dur, demokrasi dapat
mempersatukan beragam arah kecenderungan kekuatan-kekuatan bangsa.
Demokrasi dapat mengubah ketercerai-beraian arah masing-masing
kelompok menjadi berputar bersama-sama menuju kedewasaan, kemajuan
dan integritas bangsa.19 Penghayatan demokrasi adalah sebuah proses,
yaitu proses yang ajeng dan tiada henti-hentinya, melahirkan kesanggupan
bermartabat, dengan tekat atau ikrar yang menyatakan bahwa sekalipun
belum atau tidak mampu untuk secara positif memberi sumbangan bagi
18
19
http://www.ri.go.id/istana/...
Hanif Dhahiri, 41 Warisan Kebesaran Gus Dur…, hal. 48.
75
tegaknya demokrasi. 20 demokrasi telah menjadi sebuah pilihan terbaik
dalam trional, Gus Dur menegaskan bahwa demokrasi sebagaimana halnya
dengan negara tidaklah pernah sempurna dan memuaskan. Kerelaan untuk
menerima kenyataan ini justeru membangkitkan tekad untuk selalu
mengusahakan perbaikan terus menerus, agar menghampiri kesempurnaan
sekaligus menjaga agar tidak terjadi kemerosotan dan kemacetan, apalagi
penyimpangan yang tidak perlu.21 Demokrasi yang ditawarkan oleh Gus
Dur tidak hanya dalam bentuk prosedur-formal, tetapi juga dalam bentuk
kultur etis. Demokrasi menjadi ruang presentasi publik yang mampu
melahirkan jawaban-jawaban bagi penyelesaian persoalan-persoalan
bangsa, karena didalam demokrasi akan tercipta pelbagai tawaran yang
memungkinkan terjadinya choice and exit secara variatif.22
Hadirin yang berbahagia,
Adalah sesuatu yang ironis kalau dalam suasana memperingati
hari kemerdekaan kali ini, masih cukup banyak warga bangsa
kita yang terpuruk dalam keprihatinan akibat belum merdeka dari
rasa takut akan keselamatan diri dan keluarganya. Para pengungsi
dari daerah-daerah konflik dan kerusuhan, mengalami hal ini dari
hari ke hari. Kaum miskin di perkotaan pun belum sepenuhnya
merdeka dari rasa takut tergusur dan terusir dari tempat
tinggalnya, yang secara legal dan sosial mungkin memang tidak
layak dipertahankan. Merdeka dari penderitaan berkepanjangan,
masih belum pula dikecap oleh saudara-saudara kita yang berada
dalam kondisi kemiskinan struktural.
Kita menyadari bersama, bahwa pembangunan selama ini belum
sepenuhnya mampu memberi kesejahteraan yang adil bagi
seluruh lapisan masyarakat. Kita pun belum berhasil mencabut
akar-akar kemiskinan dan penderitaan yang tertanam di tengah20
Ibid., hal. 50.
21
Ibid., hal. 49.
22
Ibid., hal. 321.
76
tengah masyarakat. Ini antara lain disebabkan karena kemiskinan
sebagai fenomena multidimensional harus didekati secara
holistik, dan membutuhkan keterlibatan semua pihak dalam
penanggulangannya. Upaya itu mencakup penyediaan lapangan
kerja yang seluas mungkin, peningkatan akses pelayanan
kesehatan dan pendidikan, serta akses akan prasarana dasar yang
layak dan terjangkau.
Tantangan yang kita hadapi dalam menangani masalah
kesejahteraan rakyat memang berat. Upaya memberdayakan
masyarakat miskin itu harus dilakukan agar mereka lebih mampu
mengatasi sendiri masalah-masalahnya. Untuk itu, kepada
mereka perlu dibuka akses informasi, kebebasan berorganisasi
dan kesempatan berpartisipasi dalam pengambilan keputusan
yang menyangkut dirinya sendiri. 23
Kesejahteraan menurut Gus Dur merupakan tujuan negara.
Struktur negara merupakan perangkat politik guna mendistribusikan
kesejahteraan secara meluas dan merata. Kesejahteraan dalam kontek ini
adalah menjaga dan menyediakan pembangunan demi kelangsungan
kesejahteraan hidup manusia secara mendasar. Mengingat keterbatasan
negara dalam menjangkau daerah-daerah terpencil atau masyarakat bawah,
maka
negara
harus
memaksimalkan
lembaga-lembaga
swadaya
masyarakat guna mencapai tingkat distribusi yang maksimal. 24
Dengan perlakuan yang adil di muka hukum, terwujudnya
persamaan hak dan derajat bagi warga negara bisa terjamin. Persamaan
inilah yang menjadi jaminan terciptanya keadilan sosial yang sebenarnya.
Jadi, kesejahteraan dan kebahagian akan tercapai jika negara mampu
menegakkan role of law secara maksimal dan menjunjung tinggi
23
24
http://www.ri.go.id/istana/...
Munawar Ahmad, Ijtihad Politik Gus Dur…, hal. 320.
77
supremasi hokum.25 Konsep tersebut dikenal dengan maqashid asysyariah. Dengan konsep tersebut Gus Dur menjadi seorang demokrat,
budayawan, pembela yang lemah, pengayom minoritas dan pelindung bagi
mereka yang disesat-sesatkan. Konsep tersebut juga yang menjadi dasar
Gus Dur untuk mengambil anti kekerasan dalam segala hal.26 Dengan
begitu pola yang digunakan oleh Gus Dur adalah metode keseimbangan
dengan menekankan kepada terciptanya keharmonisan. Karena dalam
teorinya suatu kondisi harmonis ada dalam masyarakat jika dan bila
kebudayaan, kepribadian, dan sistem sosial “cocok” secara normative dan
struktur sehingga variable-variabel polanya memuaskan..27
Transformasi dari ketergantungan menuju kemandirian ini yang
perlu kita usahakan bersama. Pengalaman dalam menghadapi
krisis ekonomi selama tiga tahun terakhir, menyadarkan kita
betapa ketergantungan masyarakat yang demikian kuat kepada
pemerintah telah melumpuhkan potensi kreativitas masyarakat
untuk bangkit mengatasi krisis.
Karena itu, pemerintah mempunyai komitmen tinggi untuk
mengurangi dominasi perannya. Apa yang dapat dilakukan oleh
masyarakat sendiri tidak perlu lagi dilakukan oleh pemerintah,
dan
semua
aparat
pemerintah
perlu
meningkatkan
kemampuannya untuk berfungsi sebagai fasilitator. Kita semua
perlu menyadari betapa pentingnya membangun sebuah
masyarakat yang bertumpu pada kemampuannya sendiri,
bergantung pada inisiatifnya sendiri, dan percaya pada dirinya
sendiri.
Di berbagai lingkar kebudayaan dan kehidupan rakyat sehari-hari
masyarakat kita, sesungguhnya masih terdapat banyak kearifan,
ketetapan hati, serta semangat pantang menyerah dalam
menghadapi kesulitan. Di tengah rakyat, kita masih bisa
menemukan tenaga hidup yang sesungguhnya, yang dapat
25
Ibid., hal. 320-321.
26
Hanif Dhahiri,41 Warisan Kebesaran Gus Dur…, hal. 122.
27
Pahrurroji M. Bukhori, Membebaskan Agama Dari Negara…, hal. 137.
78
menjamin kelangsungan eksistensi bangsa dan negara yang kita
cintai ini. Karena itu, memang memprihatinkan bahwa setelah
lebih dari 50 tahun merdeka, kita belum cukup sukses dalam
menata hubungan antar kelompok, suku, ras dan pemeluk agama.
Patut disayangkan, bahwa darah masih mengalir, rasa dendam
dan benci masih tertanam dalam hati sejumlah tertentu generasi
penerus kemerdekaan, justru di saat rasa kebangsaan kita sedang
teruji berat di tengah terpaan globalisasi.28
Gus Dur sangat menaruh perhatian terhadap peran kekuasanya
sebagai presiden. Kekuasaan yang melekat pada dirinya merupakan faktor
utama untuk melakukan suatu perubahan. Melalui kekuasaanya itulah,
perubahan
yang
mendasar
dapat
dilakukan,
sebuah
tranformasi
ketergantungan masyarakat berubah menjadi kemandirian. Kesadaran
politik yang dibangun oleh Gus Dur merupakan sebuah interpretasi kepada
masyarakat agar kesadaran politik tersebut menjadi bekal untuk
memahami pola kekuasaan didalam lingkup yang lebih luas yaitu negara.
Pemahaman yang diberikan oleh Gus Dur tidak lepas dari liberalisme yaitu
mementingkan hak-hak dasar manusia atas kehidupan. Liberalisme
memberi ruang kesadaran akan lahirnya norma, kedaulatan hukum, dan
keadilan tanpa memandang asal usul etnis, budaya dan agama. Gus Dur
sangat apresiatif terhadap paham liberalisme yang menempatkan manusia
sebagai makhluk yang bebas dan berdaulat. Menurut Gus Dur dengan
kebebasan yang dimilikinya, manusia bisa berkembang menjadi individu
yang kreatif dan produktif sehingga mampu mengemban tugas mulia
28
http://www.ri.go.id/istana/...
79
sebagai khalifah di muka bumi.29 Karena itu semua kemajemukan bisa
mendapatkan hak hidup damai serta masing-masing menyusun ke
Indonesia baru mampu memberikan sumbangan-sumbangan terbaik bagi
bangsa.30
Maka, tugas kita ke depan adalah menata kembali hubungan
antar kelompok dalam format yang lebih kreatif dan manusiawi.
Kita perlu merumuskan sebuah agenda nasional untuk
rekonsiliasi, dialog dan komunikasi, demi memulihkan hubungan
antar warga masyarakat di berbagai daerah. Kita juga perlu
membangkitkan respon kultural terhadap macetnya komunikasi
politik masyarakat kita di beberapa tempat.
Walaupun disharmoni sosial masih terus berlangsung, terutama
di wilayah Maluku dan Maluku Utara, tidak seyogianya kita
berputus asa. Nilai-nilai budaya kita yang banyak mengandung
kearifan untuk menghargai orang atau kelompok lain, belum
punah. Perbedaan suku, agama, ras, ataupun golongan selama ini
telah biasa kita lihat sebagai bagian azasi dari kemajemukan.
Banyak di antara kita yang menyadari bahwa konflik yang terjadi
itu bukanlah sesuatu yang asli. Ia merupakan produk dari tangantangan kotor yang dengan licik memanfaatkan kelengahan
masyarakat terhadap nilai-nilai budayanya sendiri, akibat
terjadinya pergesekan kepentingan yang akut dalam hubunganhubungan sosial, politik dan ekonomi masyarakat setempat.
Maka, kalau sikap dan relasi baru yang berlandaskan semangat
persaudaraan sebagai bangsa dapat dibangun kembali, dimana
setiap golongan dan orang per orang memperoleh penghargaan
akan hak dan martabatnya, ada harapan konflik itu akan bisa
diselesaikan.31
Secara sederhana Gus Dur, hendak menjelaskan bahwa semua
elemen menjadi unsur untuk pembentukan negara, sehingga diantara
elemen-elemen tersebut tidak semestinya saling menonjolkan atas yang
29
Hanif Dhahiri, 41 Warisan Kebesaran Gus Dur…, hal. 69-70.
30
Muhammad Zakki, Gus Dur…, hal. 31.
31
http://www.ri.go.id/istana/...
80
lain. Karena masing-masing memberikan konstribusi untuk semua.
Integralisme Indonesia tidak hanya dibangun oleh unsur suku, ras, dan
budaya tetapi juga oleh agama. Baik agama wahyu maupun non wahyu
seperti kejawen yang turut terlibat dalam pembentukan Pancasila dan
Bineka Tunggal Ika. Bagi Gus Dur, terjadinya konflik yang terjadi di
wilayah Maluku dan Maluku Utara, salah satu faktor utamanya adalah
akibat lahirnya sikap berang dan militansi buta dalam memahami agama.32
Di sisi lain, agama sendiri tidak di fungsikan secara “transformatife”
kedalam fakta sosial yang sebenarnya. Fakta sosial yang serba beragama,
baik budaya, ekonomi, maupun status sosial mencirikan agama hanya
dipahami sebagai dogma yang eksklusif. Melalui pemikirannya yang
progresif, Gus Dur menolak gerakan yang mencabut lokalitas dengan
menggantikannya dengan nilai-nilai yang berasal dari luar. Hal ini juga
menjadi alasan kenapa Gus Dur menolak gerakan Islam formalis atau
fundamentalis
yang hendak pemberangusan nilai-nilai lokal dari
Indonesia.33 Menurut Gus Dur dengan adanya gerakan Islam formalis atau
fundamentalis tersebut hanya akan meninggalkan semangat kebangsaan
yang telah lama mempersatukan sebagai bangsa sejak berabad-abad yang
lalu. Hal tersebutlah yang seharusnya senantiasa kita ingat sebagai bagian
32
Gus Dur tidak setuju dengan pendirian laskar-laskar agama untuk menyelesaikan
konflik-konflik tersebut. Secara tegas ia mengatakan perjuangan hak asasi manusia,
demokrasi, dan kedaulatan hukum adalah perjuangan universal dan bukan hanya menjadi hak
atau claim satu-satunya sebuah agama. Bagi Gus Dur masyarakat dirangsang untuk tidak
terlalu memikirkan manifestasi simbol dari agama dalam kehidupan, tetapi lebih
mementingkan kepada esensinya. Keadilan bagi Gus Dur adalah milik semua bangsa, dan
harus ditegakkan umat beragama. Lihat Muhammad Rifai, Gus Du)…, hal. 102.
33
Munawar Ahmad, Ijtihad Politik Gus Dur…, hal. 329.
81
terpenting dari sejarah kita sebagai bangsa. Inilah modal bangsa kita untuk
merengkuh kehidupan masa depan.34 Secara eksplisit pemikiran politik
Gus
Dur
menunjukan
pemikiran
“Kiri
Islam”35
yang
gigih
mempromosikan pemikiran alternatif berbasis mengedepankan persamaan,
keadilan, kebebasan dan sikap egaliter ditengah masyarakat Indonesia.
Pada saat yang sama, kita juga memerlukan keberanian untuk
melakukan koreksi menyeluruh terhadap kesalahan-kesalahan
bersama di masa lampau. Hanya dengan itu, kita bisa
mengayunkan langkah dan mulai membangun masa depan baru
secara bersama sebagai warga bangsa. Saya yakin bahwa
moralitas budaya semacam inilah yang akan bisa menyelamatkan
kita dari bahaya disintegrasi bangsa.
Saudara Ketua, para Wakil Ketua, Anggota DPR-RI yang
terhormat, dan Hadirin yang saya hormati,
Sejalan dengan semangat untuk menata kembali kehidupan
berbangsa dan memperbaharui kembali kesepakatan-kesepakatan
kita, di bidang ekonomi pun kita ditantang untuk membangun
kembali tatanan perekonomian nasional. Krisis yang melanda
telah merusak banyak sendi penting dari perekonomian nasional
kita. Akibatnya, banyak bagian dari masyarakat kita yang belum
pernah menikmati hasil pembangunan selama ini, bahkan makin
menderita akibat krisis ekonomi. Untuk menata dan membangun
kembali perekonomian setelah krisis itu, kita akan secara
konsisten melandaskannya pada prinsip demokrasi ekonomi,
yakni jalan menuju kemakmuran bagi semua orang. Upaya
pemulihan ekonomi, dengan demikian, tidak hanya sekedar
mengembalikan kinerja ekonomi dalam bentuk tercapainya
pertumbuhan yang tinggi, namun yang tidak kalah pentingnya
adalah menciptakan kebersamaan dan partisipasi rakyat secara
nyata dalam proses pembangunan. Dengan cara itu, kita akan
34
Muhammad Zakki. Gus Dur…, hal. 39.
35
Istilah “Kiri Islam” diartikan sebagai ideologi aktivisme memang tepat untuk Tan
Malaka, karena ia merupakan representasi dari dua ideologi marxisme dan juga Islam. Namun
Istilah “Kiri Islam” mendapat pengertian baru setelah Shimogaki menjelaskan konsep Hassan
Hanafi, bahwa kiri Islam menjadi ideologi intelektualisme dengan ciri tiga pilar, yakni Islam
klasik, penentangan terhadap peradaban Barat, dan analisis terhadap realitas dunia Islam.
Lihat Munawar Ahmad, Ijtihad Politik Gus Dur…, hal. 5.
82
mewujudkan keadilan dan membuka kesempatan yang lebih luas
bagi masyarakat untuk menikmati kemakmuran. 36
Kedua paragraf di atas menunjukan semangat perubahan yang
ingin dilakukan oleh Gus Dur. Kesadaran Gus Dur untuk melakukan
perubahan di Indonesia melalui kekuasan sudah dipahaminya sejak 1970an. Menurut Gus Dur kemamuran masyarakat terletak pada keberanian
seorang pemimpin. Menurut Gus Dur ketegasan dan keberanian itulah
seseorang pemimpin mampu membuat banyak terobosan dan pembaharuan
yang nyata dalam kehidupan bangsa. Bagi Gus Dur tugas utama seorang
pemimpin adalah mewujudkan perdamaian, keadilan dan kesejahteraan
rakyat, bukan menghiasi dengan citra keberhasilan yang semu, tetapi
justeru membawa banyak kerusakan ditengah masyarakat.37 Gus Dur
percaya bahwa untuk menjadikan Indonesia agar memperoleh kematangan
sebagai suatu bangsa, ia harus berani menghadapi musuh-musuh imanejer
dan mengganti kecurigaan dengan persehabatan dan dialog. Hal itu
dilakukan untuk menghapus kecurigaan karena Gus Dur berencana untuk
secepatnya mengadakan hubungan diplomatik dengan Israel.38
Pembangunan kembali perekonomian kita ditujukan untuk
menciptakan keseimbangan antara pertumbuhan dan keadilan,
efisiensi dan pemberdayaan, efektifitas dan kualitas kehidupan.
Pada saat yang sama, krisis yang telah menginjak tahun ketiga
mengharuskan kita untuk melakukan berbagai kebijakan
pemulihan yang sering menimbulkan dampak yang berat bagi
36
http://www.ri.go.id/istana/...
37
Hanif Dhahiri, 41 Warisan Kebesaran Gus Dur, hal. 96.
38
Greg Barton, Biografi Gus Dur…, hal. 380.
83
kehidupan ekonomi dan sosial, serta peka secara politik. Empat
pilar program pemulihan yang telah saya sampaikan dalam pidato
di depan Sidang Tahunan MPR minggu yang lalu akan kita
laksanakan, yakni: satu, menjaga stabilitas makro; dua,
memperkuat dan membangun kembali institusi ekonomi; tiga,
meneruskan kebijakan dan penyesuaian struktural; dan empat,
melindungi kelompok miskin dan pemberdayaan ekonomi lemah.
Landasan demokrasi ekonomi yang diartikan sebagai
kemakmuran bagi semua, memiliki dua elemen penting, yakni
kemakmuran dan kesempatan bagi seluruh warga masyarakat
untuk menikmatinya. Kemakmuran yang dicapai semata-mata
melalui pertumbuhan ekonomi yang tinggi, pasti tidak akan
terjaga kelangsungannya. Ini terlihat dari pengalaman kita sendiri
sepanjang krisis ekonomi. Pertumbuhan ekonomi yang menjadi
landasan penciptaan kemakmuran, ternyata runtuh bersama
faktor-faktor pendukungnya akibat goyahnya stabilitas makro,
rapuhnya institusi akibat pengelolaan yang buruk (bad
governance), distorsi kebijakan struktural, dan lemahnya kualitas
sumber daya manusia akibat kemiskinan dan tidak adanya akses
terhadap pendidikan, teknologi, informasi dan kesehatan.39
Dari paragraf di atas, Gus Dur hendak memberikan sebuah
tawaran
progresivitasnya
untuk
melakukan
perubahan
dalam
perekonomian negara atau disebut merdeka secara ekonomi.40 Ia
melakukan lintas batas sikap sebagai seorang presiden, menjadi seseorang
yang
menawarkan
kemajuan-kemajuan
sosial-politik
kedalam
perekonomian masyarakat. Yang disebut oleh Gus Dur empat pilar
program pemulihan yakni; Satu, menjaga stabilitas makro; Dua,
memperkuat
dan
membangun
kembali
institusi
ekonomi;
Tiga,
meneruskan kebijakan dan penyesuaian struktural; dan Empat, melindungi
39
http://www.ri.go.id/istana/...
40
Merdeka secara ekonomi berarti sama sekali tidak bergantung kepada negara lain
dalam segala hal. Secara politik bebas dari penjajah pihak lain. Contonya lepasnya Indonesia
dari penjajahan kolonial Belanda sehingga bangsa kita mampu segera mengembangkan
budaya politik, ekonomi, maupun lainya. Lihat Muhammad Zakki, Gus Dur…, hal. 37.
84
kelompok miskin dan pemberdayaan ekonomi lemah. Ini sebenarnya
merupakan eksperimentasi, yang pada kenyataanya, perubahan struktural
kekuasaan negara merupakan pekerjaan yang sangat sulit untuk dilakukan.
Melalui persoalan-persoalan yang dihadapi, tampaknya Gus Dur belajar
melakukan eksperimentasi pemikiran politiknya guna memahami proses
perubahan struktural pada level negara.
Untuk menciptakan kemakmuran, pertumbuhan ekonomi
merupakan suatu prasyarat. Meskipun demikian, pertumbuhan
yang akan kita pulihkan itu haruslah berlandaskan pada fondasi
baru yakni kondisi institusi publik yang bersih dan kredibel,
institusi ekonomi seperti perbankan dan badan usaha yang sehat
dan dikelola dengan baik, serta kelengkapan peraturan dan
penegakan hukum untuk menjaga mekanisme pasar yang efektif
dan berkeadilan. Untuk itu, upaya kita dalam pemulihan dan
restrukturisasi ekonomi yang telah dilakukan dalam sepuluh
bulan ini akan terus kita jalankan secara konsisten dan dengan
disiplin yang tinggi.
Elemen kedua dalam demokrasi ekonomi adalah kesempatan
yang sama bagi seluruh masyarakat untuk ikut menciptakan dan
menikmati kemakmuran. Ini terkait erat dengan konsep keadilan
ekonomi. Keikutsertaan masyarakat dalam proses penciptaan
kemakmuran dan menikmati hasil pembangunan di masa lalu
memang sangat terbatas, akibat pola pengambilan keputusan dan
penguasaan yang sangat sentralistik, disertai praktik korupsi,
kolusi dan nepotisme. Koreksi terhadap praktik buruk tersebut
perlu dilakukan, dan pelaksanaan desentralisasi kekuasaan, akan
menjawab permasalahan keadilan, yaitu terciptanya kesempatan
ekonomi yang sama bagi seluruh warga negara Indonesia dari
lapisan, golongan dan daerah mana saja. 41
Dari paragraf di atas sepertinya Gus Dur menawarkan prosedur
pembenahan negara yang diarahkan terutama pada restrukturisasi
ekonomi. Hal ini logis karena Gus Dur melihat faktor struktural kuasa
41
http://www.ri.go.id/istana/...
85
dnegara sangat dominan dan otokratif mempengaruhi maju mundurnya
perkembangan perekonomian negara. Prosedur awal yang dilakukan
adalah meyakinkan negara terhadap kondisi rawan dalam terjadinya
praktik buruk yang dilakukan oleh petinggi negara dan demokrasi
ekonomi. Terhadap langkah ini Gus Dur menunjuk keadilan ekonomi
sebagai target yang harus dicapai oleh masyarakat dalam proses
penciptaan kemakmuran dan menikmati hasil pembangunan yang sangat
terbatas. Gus Dur melakukan analisis terhadap elite kuasa yang cenderung
menciptakan pengambilan keputusan dan penguasaan yang sangat
sentralistik, disertai praktik korupsi, kolusi dan nepotisme. Menurut Gus
Dur KKN merupakan dosa inti rezim terdahulu. Menurutnya ada tiga
menterinya yang terlibat dalam praktik tersebut. Salah satu upaya yang
dilakukan oleh Gus Dur dalam demokrasi ekonomi adalah dengan
melakukan kunjungan ke Beijing. Kunjungan tersebut dimaksudkan untuk
melakukan kerjasama dalam bidang perekonomian. Gus Dur berharap
bahwa dengan kunjungannya ke Beijing, ia akan memberikan tanda positif
terhadap masyarakat Indonesia.42
Berbagai instrumen untuk melaksanakan tujuan keadilan
ekonomi akan terus ditingkatkan kualitas dan kuantitasnya.
Pertama, anggaran negara yang lebih memihak kepada
masyarakat miskin dan kelompok ekonomi lemah akan terus
ditingkatkan. Pemihakan itu terlihat dalam bentuk alokasi untuk
perbaikan mutu sumber daya manusia melalui pendidikan,
latihan, dan perbaikan kualitas kesehatan, termasuk perbaikan
lingkungan hidup serta program jaring pengaman sosial. Sama
pentingnya dengan upaya itu, pemerintah akan terus melakukan
42
Greg Barton, Biografi Gus Dur…, hal. 381.
86
perbaikan dan pembangunan infrastruktur agar mobilisasi faktor
produksi dapat berjalan semakin baik, aman dan lancar.
Instrumen lain yang dapat digunakan adalah kebijakan
penyaluran kredit dan kebijakan penanaman modal. Perbankan
yang telah direkapitalisasi agar mengutamakan penyaluran
kreditnya pada kelompok ekonomi lemah. Kedua instrumen
tersebut akan dikembangkan tanpa melanggar rambu-rambu
kehati-hatian, baik pada anggaran negara maupun dalam aturan
perbankan. Pada akhirnya, upaya pemberdayaan dan pemihakan
hanya akan berhasil apabila kesempatan partisipasi masyarakat
memang dirancang untuk selalu dibuka seluas-luasnya dan
seadil-adilnya dalam pengelolaan kegiatan ekonomi.43
Pada kedua paragraf di atas sepertinya Gus Dur menawarkan
alternatif upaya pemecahan permasalahan yang sedang dihadapi oleh
negara. Pertama, anggaran negara yang lebih memihak kepada masyarakat
miskin dan kelompok ekonomi lemah akan terus ditingkatkan. Pemihakan
itu terlihat dalam bentuk alokasi untuk perbaikan mutu sumber daya
manusia melalui pendidikan, latihan, dan perbaikan kualitas kesehatan,
termasuk perbaikan lingkungan hidup serta program jaring pengaman
sosial. Kedua,
kebijakan penyaluran kredit dan kebijakan penanaman
modal akan dikembangkan tanpa melanggar rambu-rambu kehati-hatian,
baik pada anggaran negara maupun dalam aturan perbank-an. Penjelasan
ini tampaknya didasari oleh upaya keadilan ekonomi yang dilakukan di
beberapa
intrumen yang dilaksanakan. Secara eksplisit, Gus Dur
melakukan pembaharuan dalam demokrasi ekonomi. Secara implisit, Gus
Dur melakukan pembelaan terhadap masyarakat miskin dan kelompok
43
http://www.ri.go.id/istana/...
87
ekonomi kelas bawah atau lemah yang selama ini cenderung hak-hak
mereka dirampas oleh elit pemerintah yang tidak bertanggung jawab.
Landasan peraturan dan kepastian hukum harus disiapkan, agar
rancangan kebijakan yang ideal dapat terwujud. Unsur terpenting
dalam menciptakan kepastian hukum adalah penegakan hukum
yang dirasakan masih belum memadai dan harus menjadi bagian
penting dalam program mewujudkan keadilan bagi masyarakat.
Kita bersama-sama perlu memulai dan menyelesaikan tugas berat
tersebut, baik dalam menyempurnakan perundang- undangan,
membenahi sistim dan lembaga peradilan maupun dalam upaya
memberantas kejahatan dan penyelewengan-penyelewengan
hukum lainnya.
Aspirasi masyarakat agar lebih banyak tugas dan fungsi
pemerintahan dilimpahkan ke daerah, disertai implikasi
keuangannya, akan menjadi tema penting dalam pengelolaan
kenegaraan mulai saat ini. Desentralisasi kewenangan dan
keuangan ke daerah akan semakin mendekatkan pemerintah
kepada masyarakat yang harus dilayaninya. Proses itu
memerlukan peningkatan kapasitas dan akuntabilitas publik, dan
akan
menumbuhkan
semangat
ikut
memiliki
dan
bertanggungjawab dari masyarakat terhadap penyelenggaraan
pemerintahan di daerah. Untuk mencegah kemungkinan
penyalah-gunaan wewenang, kita sedang dan akan menciptakan
rambu-rambu obyektif yang diperlukan. Ini penting, agar
kepentingan masyarakat terlindungi dan pertanggungjawaban
publik dapat tercapai.44
Gus Dur menjelaskan bagaimana landasan peraturan dan
kepastian hukum harus disiapkan. Gus Dur mengkritisi peran para elit
negara khususnya lembaga peradilan yang selama ini hanya menjadi
penyeleweng hukum tanpa dilandasi dengan yuridis yang jelas. Gus Dur
secara tegas merampingkan departemen-departemennya dan memulai
proses reformasi agar mereka dapat secara berangsur-angsur ikut serta
44
http://www.ri.go.id/istana/...
88
dalam permasalahan tersebut.45 Walaupun Gus Dur menyatakan rasa
optimismenya bahwa ia akan bisa menyelesaikan masalah-masalah yang
telah dan sedang terjadi, ia sebenarnya tahu bahwa ia tengah memasuki
kapasitas, akuntabilitas publik dalam aspirasi masyarakat. Prioritas
utamanya
adalah
mencoba
untuk
melakukan
penyelenggaraan
pemerintahan di daerah dengan tujuan agar kepentingan masyarakat
terlindungi dan pertanggung jawaban publik dapat tercapai.
Pembangunan kembali perekonomian kita untuk mencapai citacita kemerdekaan, dilaksanakan dalam lingkungan global yang
terus berubah. Globalisasi ekonomi menghendaki diterapkannya
prinsip-prinsip universal, seperti pengelolaan yang baik (good
governance), penerapan dan perlindungan hak azasi manusia,
serta perlindungan dan pemeliharaan lingkungan hidup. Karena
itu, pengelolaan perekonomian harus berdasar pada aturan yang
lebih adil, tegas, dan pasti, demi melindungi kepentingan pekerja,
konsumen, dan lingkungan hidup. Kepentingan-kepentingan itu
sama bobotnya dan sejalan dengan kepentingan pemerintah
sendiri. Pada saat yang sama, ia pun harus seimbang dengan
kepentingan investor dan pelaku usaha.46
Penjelasan ini mengindikasikan bahwa Gus Dur menempatkan
globalisasi ekonomi di dalam masyarakat Indonesia sebagai lingkaran
kecil yang berada dalam lingkaran besar, karena didalamnya terdapat
proses pembentukan karakter good governance. Gus Dur tampaknya
melihat globalisasi ekonomi sebagai subkultural yang bertujuan untuk
mencapai cita-cita kemerdekaan. Pola ini dipandang perlu dijelaskan oleh
Gus Dur, karena melalui pola ini ia dapat memberikan pemahaman kepada
45
Greg Barton, Biografi Gus Dur…, hal. 382.
46
http://www.ri.go.id/istana/...
89
masyarakat yang relatife berpikiran negative terhadap pemimpin negara
atas kebijakan-kebijakan yang telah dilakukan.
Saudara Ketua, para Wakil Ketua dan Anggota Dewan yang
terhormat, hadirin yang saya muliakan,
Beban yang dipikul oleh pemerintah ke depan, sangatlah berat.
Di atas pundak setiap pemimpin pemerintahan Indonesia saat ini,
baik pada tingkat nasional maupun daerah dan desa, terpikul
beban untuk mencegah terjadinya atau berlanjutnya proses
disintegrasi bangsa, akibat gerakan separatisme dan konflik sosial
yang berlarut-larut.
Karena itu, saya mengharapkan agar para pemimpin
pemerintahan itu benar-benar memahami aspirasi masyarakatnya,
mencermati setiap perubahan yang terjadi di lingkungannya, serta
memelihara komunikasinya dengan masyarakat luas. Kita semua
harus pandai membangun pertalian batin dengan masyarakat,
bermusyawarah dengan semua pihak dalam menyelesaikan
berbagai masalah. Namun apabila semua upaya damai untuk
mengatasi konflik gagal tercapai, adalah menjadi kewajiban
pemerintah untuk menugaskan alat negara mengambil tindakan
tegas sesuai dengan aturan hukum yang berlaku.
Selain dari beban politik untuk mencegah disintegrasi itu,
pemerintah juga sangat sadar akan tanggungjawabnya untuk
segera membawa bangsa dan negara ini keluar dari krisis
ekonomi dan keuangan yang sudah berlangsung cukup lama.
Pemerintah pun tidak lupa akan perannya yang semakin
dibutuhkan untuk membawa bangsa ini masuk ke lingkungan
pergaulan global secara terhormat, yang juga berarti menyiapkan
masyarakat bangsa kita agar mampu mengambil manfaat dari
globalisasi itu. Ini berarti bahwa perhatian pada pengembangan
sumber daya manusia, baik melalui pendidikan, pengembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi maupun melalui perbaikan
kondisi kesehatan, harus diperbesar.47
Melalui penjelasan diatas, Gus Dur ingin menunjukan apa yang
telah diucapkan menjadi sikap dari pemerintah pusat maupun daerah untuk
memikul beban yang menjadi tanggung jawab bersama dalam mencegah
terjadinya atau berlanjutnya proses disintegrasi bangsa. Tampaknya Gus
47
Ibid.
90
Dur ingin bercermin dari kearifan pemerintah dalam kehidupan pluralitas
tanpa terjebak oleh modernisasi, tetapi justeru untuk menguatkan akar
budaya setempat sebagai modal yang perlu dikembangkan. Seperti
membangun komunikasi dengan masyarakat luas, membangun pertalian
batin dengan masyarakat, bermusyawarah dengan semua pihak dalam
menyelesaikan berbagai masalah. Namun secara sadar Gus Dur mengakui
bahwa akan tanggung jawabnya untuk segera membawa bangsa dan
negara ini keluar dari krisis ekonomi dan keuangan yang sudah
berlangsung cukup lama. Gus Dur dengan semangat memperhatikan
pemulihan ekonomi dan juga pemulihan seperti itu akan membantu
mereka yang benar-benar dalam keadaan sulit. Juga Gus Dur bukanlah
seseorang yang tidak serius dalam menangi masalah ekonomi karena
mempunyai posisi yang telah difikirkannya secara baik. Ketika berhadapan
dengan sekian banyak masalah yang telah membuat Indonesia terpuruk,
tidak dapat selalu terlihat dengan jelas apa yang dapat atau seharusnya
dikerjakan. Masalahnya bukanlah mencari pemercahan yang secara teknis
seharusnya dibuat, melainkan mencari pemecahan yang dapat dijalankan
secara politis.48
Dalam rangka itu semua, saya telah merancang kebijakan
restrukturisasi pemerintahan untuk lebih mempertajam fokus dan
prioritas kebijakan nasional di berbagai bidang. Di samping
untuk mewujudkan implementasi otonomi daerah yang akan
sepenuhnya efektif pada bulan Januari 2001, restrukturisasi ini
juga merupakan langkah yang saya pandang tepat untuk lebih
memudahkan pengambilan keputusan dan penetapan kebijakan.
48
Greg Barton, Biografi Gus Dur…, hal. 404.
91
Beberapa sektor pemerintahan yang di masa lalu terpisah,
walaupun fungsi dan wewenangnya berhimpitan, akan
ditempatkan di bawah atap yang sama. Restrukturisasi ini juga
diharapkan mengakhiri praktik duplikasi kebijakan yang selama
ini sulit dihindari akibat adanya dua atau lebih departemen dan
instansi yang menggarap bidang yang sama. Inti dari
restrukturisasi itu adalah efisiensi administrasi, profesionalisme
dalam perumusan berbagai kebijakan dan efektifitas tindakan
operasional dalam mengatasi berbagai masalah.49
Gus Dur memiliki kekuatan dan bukti yang kuat untuk melakukan
perubahan dalam restrukturisasi pemerintahan. Konsep tersebut lebih
ditunjukan kepada sektor pemerintahan yang selama ini dipandang fungsi
dan wewenangnya berhimpitan. Pertama yang dilakukan oleh Gus Dur
adalah menutup Departemen Penerangan (Deppen) karena menurut Gus
Dur kehadiran departemen ini lebih banyak meruginya daripada
manfaatnya,
baik
karena
pendekatanya bersifat stalinis terhadap
pengendalian informasi maupun karena kebiasaan yang telah berurat akar
untuk memeras dari penerbitan media.50 Yang kedua Depertemen Sosial
(Depsos), karena menurut Gus Dur departemen tersebut telah banyak
melakukan kekeliruan, seperti anggapanya terhadap permasalahan yang
terjadi pada masyarakat. Menurut departemen ini permasalahan yang
terjadi dalam masyarakat itu sudah menjadi tanggung jawab masyarakat,
biarlah masyarakat yang mengurusnya. Gus Dur khawatir terhadap
49
50
http://www.ri.go.id/istana/...
Greg Barton, Biografi Gus Dur…, hal. 382.
92
lembaga ini karena dikhawatirkan akan memperpanjang tali birokrasi yang
tidak perlu.51
Pemerintah pada dasarnya menyadari bahwa dengan
implementasi otonomi daerah, bukan saja kewenangan
pemerintah nasional mengalami pengurangan, tetapi juga alokasi
dana yang akan diterimanya akan lebih sedikit dibanding tahuntahun sebelumnya. Kenyataan ini mengharuskan dilakukannya
perampingan organisasi dan birokrasi, serta penyesuaian alokasi
anggaran dan prioritas penggunaannya. Proses restrukturisasi dan
perampingan ini akan dilakukan secermat mungkin guna
mencegah kemungkinan timbulnya masalah baru yang tidak
perlu. Realisasi dari rencana di atas mempersyaratkan menteri
dan pejabat yang berkualitas tinggi dan pembagian tugas
kepemimpinan pemerintahan yang lebih proporsional dan efektif.
Insya Allah dalam waktu dekat, pemerintah hasil restrukturisasi
itu akan hadir bersama saudara-saudara.
Walaupun tekad membangun pemerintahan yang baik melandasi
kehadiran kabinet baru tersebut, saya percaya bahwa kiprah dan
kualitas pengabdian mereka juga sangat tergantung dari kuatnya
dukungan wakil-wakil rakyat di DPR sebagai mitra kerja
pemerintah, serta luasnya penerimaan masyarakat terhadap setiap
langkah yang akan diambil oleh pemerintah.52
Menurut Gus Dur pembangunan daerah merupakan bagian
integral dari pembangunan nasional tidak bisa dilepaskan dari prinsip
otonomi daerah. Sebagai daerah otonom, daerah mempunyai kewenangan
dan
tanggung
jawab
menyelenggarakan
kepentingan
masyarakat
berdasarkan prinsip keterbukaan, partisipasi masyarakat, dan pertanggung
jawaban kepada masyarakat.
51
Arief Mudatsir Mandan, Jejak Langkah Guru Bangsa…, hal. 121.
52
http://www.ri.go.id/istana/...
93
Untuk mendukung penyelenggaraan otonomi daerah53 diperlukan
kewenangan yang luas, nyata, dan bertanggung jawab didaerah secara
proporsional dan berkeadilan, jauh dari praktek korupsi, kolusi, nepotisme
serta adanya perimbangan antara keungan pemerintah pusat dan daerah.
Sehingga pemerintah pusat memutuskan untuk mensahkan Undangundang Nomor 22 tahun 1999 tentang pemerintah daerah, Undang-undang
Nomor 25 Tahun 1999 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah
pusat dan daerah, serta Undang-undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang
penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi, dan
nepotisme.54
Pemerintahan yang baru itu akan saya bebani tanggungjawab
untuk menyelesaikan masalah-masalah politik, ekonomi, dan
sosial yang secara garis besar telah saya kemukakan tadi. Dari
setiap pribadi menteri, pemerintah membutuhkan semacam
komitmen moral untuk memberi pengabdian terbaiknya demi
menyelamatkan kehidupan bangsa di berbagai bidang dan
memberi makna pada kemerdekaan yang kita capai dengan susah
payah serta pengorbanan yang besar ini.55
Selain uraian pada bagian isi pidato, Gus Dur juga berusaha untuk
membatasi ruang lingkup pembicaraannya, artinya tidak terlalu melebar
pada permasalahan yang lain. Gus Dur hanya menyampaikan ucapan
53
Meskipun penerapan prinsip otonomi daerah itu syarat dengan potensi konflik.
Misalnya, pada kasus Surabaya dan Pasuruan. Sudah sekian lama sumber mata air dari
Pasuruan yang menjadi sumber air minum untuk kota Surabaya. Pedahal selama ini tidak ada
kompensasi dari Surabaya. Dengan adanya penerapan otonomi daerah tersebut munculah
tuntutan dari Pesuruan. Muhammad Zakki, Gus Dur…, hal. 33.
54
Redaksi Sinar Grafika, Undang-undang Otonomi Daerah 1999, Jakarta: Sinar
Grafika, 1999, hal. v.
55
http://www.ri.go.id/istana/...
94
terima kasih atas kerja sama antara elemen pemerintah dan masyarakat.
Seperti terlihat dibawah ini:
Itulah hal-hal yang saya pandang penting untuk saya sampaikan
dihadapan sidang yang mulia ini. Mudah-mudahan dengan
semangat kebangsaan, kemerdekaan dan demokrasi yang
menyelimuti kehadiran kita di gedung ini, kita bisa menciptakan
kesepakatan-kesepakatan baru dalam mengoptimalkan pengabdian
kita bersama kepada bangsa dan negara RI yang kita cintai
bersama. Dirgahayu Republik Indonesia. Semoga Tuhan Yang
Maha Esa senantiasa bersama kita, amin.56
Secara keseluruhan struktur teks pidato yang dibuat Gus Dur
sudah cukup lengkap, artinya mengandung bagian-bagian yang tersusun
dengan baik, yaitu bagian pembuka, isi dan penutup. Terkait dengan
wacana yang terbangun pada teks pidato Kenegaraan Presiden Republik
Indonesia Abdurrahman Wahid yang disampaikan di depan sidang Dewan
Perwakilan Rakyat 16 Agustus 2000. Secara umum dalam isi pidato
tersebut menggambarkan respon Abdurahman Wahid atas beberapa
kejadian yang menimpa atau sedang dalam proses perbaikan dalam tatanan
pemerintah dan masyarakat.
3. Semantik
Semantik dalam skema Van Dijk dikategorikan sebagai makna
lokal dimana makna yang muncul tersebut merupakan hasil dari hubungan
antar kalimat dan antar proposisi yang membangun makna tertentu dalam
suatu bangunan teks. ada beberapa bagian yang mempengaruhi yang
dapat mempengaruhi dalam elemen semantik ini seperti latar, detil,
56
Ibid.
95
maksud. Secara semantik terdapat tiga hal pokok yang dijelaskan, yang
pertama adalah mengenai kemerdekaan. Kedua mengenai demokrasi.
Ketiga mengenai kebangsaan. Kemerdekaan tidak bisa dipisahkan dalam
kehidupan berbangsa dan negara dimana kemerdekaan merupakan sebuah
keharusan yang harus ditegakan baik secara individu mapun kelompok.
Demokrasi merupakan sebuah kesepakatan para pendiri negara
untuk meletakan kehidupan bersama berdasarkan atas falsapah pancasila.
Demokrasi memberikan legitimasi pada kedaulatan rakyat tidak mungkin
diekspresikan secara efektif di luar formasi kebangsaan. Kedua nilai itu,
kebangsaan dan demokrasi, tidak bisa hidup sempurna dalam keterpisahan.
Kebangsaan tanpa demokrasi akan kehilangan dinamika hidup, dan
demokrasi tanpa nasionalisme akan menjadi liar.
Menumbuhkan sikap kebangsaan memang suatu hal yang menjadi
tujuan utama Gus Dur. Melalui sikap kebangsaan tersebut, maka hal-hal
lain yang dilakukan oleh Gus Dur dapat dengan mudah diterima oleh
rakyat tentunya. Akan tetapi mempertahankan sikap kebangsaan tersebut
merupakan hal yang lebih rumit. Seperti yang telah disampaikan dalam
korpus di bawah ini;
Kebangsaan Indonesia telah lahir dan berproses mematangkan
kehadirannya di bumi nusantara ini jauh sebelum proklamasi
kemerdekaan dilakukan. Kelahiran itu berproses dari sejak
bangkitnya kesadaran eksistensial para pendahulu kita untuk
membentuk komunitas politik yang secara hakiki menolak
kehadiran bangsa lain yang menjajah wilayah dan masyarakat
nusantara. Proses penghayatan yang terus meluas dan menyebar
itulah yang kemudian membentuk kesadaran kolektif kita sebagai
suatu bangsa. Dari sini terbukti bahwa kebangsaan atau
96
nasionalisme bukanlah sesuatu yang terbentuk dan lahir
secara alamiah, tetapi adalah suatu produk dari pertumbuhan
sosial dan intelektual suatu masyarakat dalam suatu tahapan
sejarah tertentu.57
Dari korpus di atas terlihat dari ungkapan “Kebangsaan atau
nasionalisme bukanlah sesuatu yang terbentuk dan lahir secara
alamiah”. Bahwa nasionalisme merupakan sebuah proses penghayatan
yang selalu dilakukan untuk menjaga lahirnya sikap berang terhadap
negara.
Wacana yang hendak dibangun oleh Gus Dur dalam elemen latar
terkait pidato yang disampaikan adalah pemposisian Gus Dur sebagai
presiden yang mendapat banyak kritikan maupun isu yang berkembang di
masyarakat. Di mana kritikan maupun isu tersebut kemudian menjadi
salah satu materi Gus Dur dalam pidato yang disampaikan di depan
anggota DPR/MPR pada tanggal 16 Agustus 2000. Gus Dur hendak
membawa pembaca untuk memahami bagaimana sikap pemerintah dan
masyarakat dalam membangun sebuah tatanan pemerintah yang baik dari
segi politik, ekonomi dan sosial. Dalam teks pidato tersebut Gus Dur
terlihat sebagai sosok presiden yang kerap berkeluh kesah akan berbagai
isu maupun kritikan yang menimpanya. Seperti pada korpus dibawah ini;
Kita menyadari bersama, bahwa pembangunan selama ini
belum sepenuhnya mampu memberi kesejahteraan yang adil bagi
seluruh lapisan masyarakat. Kita pun belum berhasil mencabut
akar-akar kemiskinan dan penderitaan yang tertanam di tengahtengah masyarakat. Ini antara lain disebabkan karena kemiskinan
sebagai fenomena multidimensional harus didekati secara holistik,
57
Ibid.
97
dan
membutuhkan
keterlibatan
semua
pihak
dalam
penanggulangannya. Upaya itu mencakup penyediaan lapangan
kerja yang seluas mungkin, peningkatan akses pelayanan
kesehatan dan pendidikan, serta akses akan prasarana dasar yang
layak dan terjangkau.58
Pada korpus di atas “Kita menyadari bersama” terlihat selama
kepemimpinannya Gus Dur mendapat kritikan-kritikan dari berbagai pihak
sehingga dalam kesempatan tersebut Gus Dur secara sadar mengakui
bahwa apa yang telah dikritik oleh pihak lain menjadi landasan berpikir
Gus Dur dalam menghadapi permasalahan yang terjadi. Melalui wacana
yang diangkatnya tersebut Gus Dur menjadi mesin penggerak untuk
menegakan nilai-nilai nasionalisme, kemerdekaan dan demokrasi.
Secara aspek detil dalam teks pidato tersebut Gus Dur terlihat
sebagai sosok yang mempunyai tanggung jawab yang besar atas realitas
yang terjadi pada masa kepemimpinannya. Dalam teks pidato tersebut
tergambar bahwa Gus Dur sebagai presiden sangat berharap sekali kepada
semua elemen atas partisipasi dan dukungan dalam pemerintahannya.
Sehingga hal tersebut sangat menguntungkan sekali bagi semua kalangan
yang mempunyai komitmen dan konsep untuk mencapai sebuah
kesejahterakan masyarakat.
Secara maksud, dalam teks pidato kenegaraan tersebut Gus Dur
sangat jelas sekali memaparkan nilai-nilai nasionalisme, kemerdekaan dan
demokrasi. Semua itu Gus Dur lakukan beradasarkan atas kepentingan
58
Ibid.
98
bersama. Tidak ada kepentingan yang hanya menguntungkan dari pihak
Gus Dur dalam hal ini sebagai presiden.
4. Sintaksis
Cara maupun strategi dalam menampilkan sosok sebagai seorang
pemimpin baik dilihat dari positif maupun negatif dilakukan dengan
memanipulasi
politik
menggunakan
sintaksis
(kalimat).
Dalam
memanupulasi kalimat dilakukan seperti dengan pemakaian kata ganti,
aturan tata kata, kategori sintaksis yang spesifik, pemakaian kalimat aktif
atau pasif, peletakan anak kalimat, pemakaian kalimat yang kompleks, dan
sebagainya. Terkait dengan penelitian ini penulis memfokuskan pada
komunikasi politik Gus Dur dalam teks pidato Kenegaraan Presiden
Republik Indonesia yang disampaikan di depan sidang Dewan Perwakilan
Rakyat 16 Agustus 2000. Sintaksis dalam teks tersebut dapat dilihat pada
bentuk kalimat, koherensi, maupun kata ganti.
Bentuk kalimat yang digunakan oleh Gus Dur dalam teks pidato
kenegaraan tersebut menggunakan kalimat aktif. Pada umumnya pokok
yang dipandang penting oleh Gus Dur selalu diletakan pada bagian awal
kalimat. Seperti korpus di bawah ini;
Para pendiri republik ini sepakat meletakkan fondasi dari
ikatan kebangsaan Indonesia pada kesamaan nasib dan kesamaan
cita-cita. Dengan nasib yang sama, terjalinlah ikatan emosional
dan moral yang kuat, yang bisa kita sebut persaudaraan sebagai
bangsa. Dengan cita-cita yang sama, terbentuklah solidaritas
untuk menggalang kekuatan mengejar kemajuan, mendirikan
negara, membentuk pemerintahan, menegakkan hukum, dan
mengembangkan kehidupan di berbagai bidang.59
59
Ibid.
99
Bentuk kalimat dalam korpus di atas “Para pendiri republik ini
sepakat” menggambarkan akan sikap penghormatan dan penghargaan
yang diberikan oleh Gus Dur kepada para pendiri bangsa yang telah
meletakan fondasi kemerdekaan di atas segala-galanya. Tidak ada
kepentingan apapun. Baik kelompok maupun golongan ras, suku, agama
dan budaya. Semuanya merupakan penopang berdirinya negara kesatuan
Republik Indonesia. Jadi tidak berhak antara satu dengan yang lainya
saling menonjolkan dan saling memarjinalkan. Sikap tersebut dilakukan
oleh Gus Dur dengan mengharapkan suatu balasan maupun timbal balik
dari rakyat, yaitu ikut berpartisipasi dalam membangun kemandirian
Bangsa Indonesia yang akan berlangsung. Hal ini menunjukkan bahwa
segala-hal yang dilakukan selama proses kepemimpinannya merupakan
suatu-hal yang bukan tanpa pamrih.
Dapat dikatakan keramahan maupun sikap komunikasi Gus Dur
lain yang ditunjukkan kepada rakyat memang merupakan salah satu
strategi Gus Dur dalam mendulang harapan untuk mencapai suatu
kemakmuran dan kemandirian suatu bangsa. Sikap-sikap tersebut
merupakan salah satu strategi komunikasi politik yang dilakukan Gus Dur.
Secara koherensi pembeda dalam teks pidato yang disampaikan
oleh Gus Dur tersebut cermin dari kepentingannya dalam menjelaskan
bagaimana seharusnya yang dilakukan oleh pemerintah dan masyarakat.
Melalui koherensi tersebut dapat dilihat suatu hal yang diperbandingkan
satu sama lain. Pembanding inilah yang merupakan suatu proses
100
pembentukan wacana untuk melakukan proses berpikir ulang. Koherensi
pembanding tersebut dapat dilihat seperti pada korpus di bawah ini:
Dalam pengalaman sejarah kita sendiri, sangat jelas bahwa
semangat dan citarasa kebangsaan itulah yang mengantarkan
bangsa ini pada kemerdekaan, melalui mana kita memperoleh
kesempatan untuk membangun sebuah sistem politik yang
demokratis. Kalau pertalian nilai-nilai ini saya angkat kembali
hari ini, tidak lain maksudnya agar kita, bangsa Indonesia, mau
memahami bahwa iklim kebebasan politik yang kini kita bangun
bukanlah sesuatu yang terpisah dari komitmen kebangsaan yang
diletakkan oleh para pendiri republik ini. Dalam dua tahun
terakhir ini, bangsa Indonesia memang mulai menemukan
kembali hak-hak demokrasinya. Ini tampak jelas dalam hal
kebebasan berekspresi, baik lisan maupun tulisan.60
Sintaksis dalam korpus di atas dapat dilihat melalui sisi koherensi
pembanding.
Dalam teks pidato
seperti dalam
korpus di atas
menggambarkan suatu bentuk pembandingan situasional khususnya dalam
dunia politik saat ini dengan dunia politik pada masa lampau. Kata “
Dalam dua tahun terakhir ini, bangsa Indonesia memang mulai
menemukan kembali hak-hak demokrasinya. Ini tampak jelas dalam
hal kebebasan berekspresi, baik lisan maupun tulisan”, memperkuat
koherensi pembanding tersebut. Kata tersebut menunjukkan suatu
penegasan akan kalimat yang telah disampaikan sebelumnya.
Secara kata ganti yang digunakan oleh Gus Dur dalam teks pidato
tersebut merupakan alat yang digunakannya untuk menunjukan seperti apa
kapasitas Gus Dur sebagai kepala pemerintahan. Dalam mengungkapkan
sikapnya, Gus Dur dapat menggunakan kata ganti “saya” dan “kita” yang
menggambarkan sikap resmi Gus Dur semata-mata.
60
Ibid.
101
Pemakaian kata yang digunakan oleh Gus Dur dalam teks pidato
tersebut seperti “kita” mempunyai implikasi menumbuhkan solidaritas.
Permasalahan yang terjadi baik social, budaya dan politik merupakan
tanggung jawab bersama. Tidak hanya menjadi tanggung jawab elemen
pemerintah dan tidak hanya menjadi tugas elemen masyarakat. Namun
antara pemerintah dan masyarakat mempunyai ikatan yang rekat. Seperti
pada korpus di bawah ini;
Hari ini sangat layak bagi kita sekalian untuk berbicara banyak
tentang nilai-nilai kebangsaan, kemerdekaan, dan demokrasi,
karena nilai-nilai tersebut akan terus menyertai perjalanan kita ke
depan. Ketiganya terjalin dalam hubungan persenyawaan yang
sangat kuat. Kita tidak mungkin mengembangkan demokrasi dan
memberi makna pada kemerdekaan di luar bingkai kebangsaan.
Demokrasi yang memberi legitimasi pada kedaulatan rakyat tidak
mungkin diekspresikan secara efektif di luar formasi kebangsaan.
Kedua nilai itu, kebangsaan dan demokrasi, tidak bisa hidup
sempurna dalam keterpisahan. Kebangsaan tanpa demokrasi akan
kehilangan dinamika hidup, dan demokrasi tanpa nasionalisme
akan menjadi liar.61
Pada korpus di atas Gus Dur menggunakan kata “Kita” agar
tercipta rasa persaudaraan, sehingga Gus Dur dan khalayak mempunyai
presepsi yang sama. Dalam kalimat tersebut tidak ada perbedaan antara
pemerintah dan masyarakat. Ini merupakan tekhnik Gus Dur untuk
mengambil perhatian masyarakat dalam rangka untuk memupuk dan
memelihara rasa solidaritas , agar dalam membangun sebuah pemerintahan
yang baik dapat tercapai sesuai dengan impian dan harapan.
61
Ibid.
102
5. Stilistik
Stilistik memusatkan
perhatian
pada
style
dimana
lebih
mencermati pada cara yang digunakan oleh Gus Dur untuk menyatakan
maksudnya dengan menggunakan bahasa sebagai sarananya. Dengan kata
lain, style dapat diterjemahkan sebagai gaya bahasa. Gaya bahasa sendiri
adalah cara menggunakan bahasa dalam konteks tertentu oleh orang
tertentu dan dengan tujuan tertentu pula. Dalam hal ini, gaya bahasa yang
digunakan Gus Dur dalam teks-teks pidato kenegaraan ini juga memiliki
gaya bahasa tertentu. Pada korpus dibawah ini:
Karena itu, saya mengharapkan agar para pemimpin
pemerintahan itu benar-benar memahami aspirasi masyarakatnya,
mencermati setiap perubahan yang terjadi di lingkungannya, serta
memelihara komunikasinya dengan masyarakat luas. Kita semua
harus pandai membangun pertalian batin dengan masyarakat,
bermusyawarah dengan semua pihak dalam menyelesaikan
berbagai masalah. Namun apabila semua upaya damai untuk
mengatasi konflik gagal tercapai, adalah menjadi kewajiban
pemerintah untuk menugaskan alat negara mengambil tindakan
tegas sesuai dengan aturan hukum yang berlaku.62
Pada korpus di atas “pertalian” merupakan dari salah satu pilihan
kata yang digunakan oleh Gus Dur untuk menyatakan maksudnya dari kata
“hubungan”. Melalui kata pertalian tersebut terlihat bahwa komunikasi
politik Gus Dur bersifat persuasif. Karena kata pertalian tersebut melebih
menunjuk kepada fungsi suatu benda yang mana seperti halnya tali. Tali
tidak hanya digunkan untuk menghubungkan antara satu dengan yang
lainnya namun tali juga berfungsi untuk mendekatkan dan merekatkan
sesuatu. Aspek dari kata pertalian tersebut lebih kepada bukti yang nyata.
62
Ibid.
103
Dengan gaya bahasa tersebut, Gus Dur mengutarakan maksud dan
tujuannya. Seperti halnya pada pemilihan kosa kata (leksikon) yang
semuanya menunjukkan atau menegaskan mengenai usaha-usaha yang
dilakukan Gus Dur sebagai seorang presiden. Gaya bahasa Gus Dur dalam
menyampaikan suatu hal tertentu. Dalam teks-teks pidato kenegaraan
tersebut diwarnai dengan kosa kata (leksikon) yang pada dasarnya
digunakan untuk menegaskan akan sikap, perbuatan, maupun segala hal
yang terkait dengan Gus Dur sebagai seorang Presiden.
6. Retoris
Retoris pada dasarnya adalah gaya atau cara penekanan yang
dilakukan dalam bentuk tulisan. Elemen-elemen yang diteliti sendiri
meliputi grafis, metafora, dan ekspresi. Elemen ini merupakan bagian
untuk memeriksa apa yang ditekankan atau ditonjolkan oleh Gus Dur yang
dapat diamati dari teks pidato Kenegaraan Presiden Republik Indonesia
Abdurrahman Wahid yang disampaikan di depan sidang Dewan
Perwakilan Rakyat 16 Agustus 2000. Dalam wacana teks, grafis biasanya
muncul melalui bagian tulisan yang dibuat lain dibandingkan dengan
tulisan yang lain. Misalnya, pemakaian huruf tebal, huruf miring, garis
bawah, maupun huruf yang dibuat dengan ukuran yang lebih besar.
Bagian-bagian yang ditonjolkan merupakan penekanan kepada khalayak
akan pentingnya pesan tersebut. Bagian yang dicetak berbeda merupakan
bagian penting yang ingin disampaikan dan mendapat perhatian lebih dari
khalayak atau pembaca.
104
Dari aspek grafis, dalam teks pidato kenegaraan yang disampaikan
oleh Gus Dur merupakan upaya dan strategi untuk menyakinkan kepada
khalayak bahwa peristiwa itu benar adanya. Dalam teks pidato kenegaraan
tersebut Gus Dur hendak menonjolkan bagaimana pemerintahan yang baik
sesuai dengan yang diharapkan dan didambakan itu. Seperti pada korpus
dibawah ini;
Hadirnya begitu banyak institusi, asosiasi dan organisasi di luar
formasi negara dalam dua tahun terakhir ini merupakan pertanda
yang positif. Terutama jika kiprah mereka mengarah pada
terbentuknya masyarakat yang mampu menolong dirinya dan
menyelesaikan masalah-masalahnya sendiri, masyarakat yang
mandiri secara ekonomi dan secara intelektual, atau yang lazim
disebut "civil society".63
Pada korpus di atas terlihat penekanan yang dilakukan oleh Gus
Dur seperti pada kalimat “"civil society". Kalimat tersebut bentuk ekspresi
Gus Dur terhadap keinginannya untuk menyelesaikan masalah-masalah
yang terjadi pada saat itu dalam rangka menuju kepada kematangan
politik, kemandirian masyarakat secara ekonomi dan intelektual.
Dari aspek metafora, dalam teks pidato yang disampaikan Gus
Dur merupakan dari aspek komunikasi politik Gus Dur dalam memberikan
pemahaman yang mudah bagi masyarakatnya dengan menggunakan
sebuah ungkapan seperti pada korpus di bawah ini;
Pembangunan kembali perekonomian kita untuk mencapai citacita kemerdekaan, dilaksanakan dalam lingkungan global yang
terus berubah. Globalisasi ekonomi menghendaki diterapkannya
prinsip-prinsip universal, seperti pengelolaan yang baik (good
63
Ibid.
105
governance), penerapan dan perlindungan hak azasi manusia,
serta perlindungan dan pemeliharaan lingkungan hidup.64
Dalam korpus di atas terlihat Gus Dur menggunakan sebuah
ungkapan “good governance” untuk menyatakan pemerintahan yang baik
berdasarkan asas keterbukaan, kejujuran dan keadilan. Melalui kata
tersebut Gus Dur ingin menekankan arti sebuah pemerintahan yang baik
berlandaskan kepada nilai norma-norma yang berlaku dalam kehidupan
sehari-hari.
B. Analisis Kognisi Konteks
1. Kekuasaan
Topik kekuasaan merupakan pembicaraan utama pertama wacana
dalam komunikasi politik Abdurrahman Wahid. Kekuasaan dihayati
sebagai kemampuan mempengaruhi orang lain, baik karena ketentuan
formal (wewenang), maupun karena sosok kepemimpinan seseorang
(kharisma). Penggunaan kewenangan harus transparan dan disebarkan.
Kewenangan tidak boleh digunakan untuk mengendala kebebasan dan
melanggar hak-hak asasi manusia. Kekuasaan pemerintah tidak boleh
digunakan secara sewenang-wenang karena harus mempertimbangkan
dampaknya bagi manusia. Kekuasaan kharismatik justru harus digunakan
untuk mencegah segala bentuk kekerasan dan pelanggaran terhadap hakhak asasi manusia.
Walaupun tekad membangun pemerintahan yang baik melandasi
kehadiran kabinet baru tersebut, saya percaya bahwa kiprah dan
64
Ibid.
106
kualitas pengabdian mereka juga sangat tergantung dari kuatnya
dukungan wakil-wakil rakyat di DPR sebagai mitra kerja
pemerintah, serta luasnya penerimaan masyarakat terhadap setiap
langkah yang akan diambil oleh pemerintah.
Pemerintahan yang baru itu akan saya bebani tanggungjawab
untuk menyelesaikan masalah-masalah politik, ekonomi, dan
sosial yang secara garis besar telah saya kemukakan tadi. Dari
setiap pribadi menteri, pemerintah membutuhkan semacam
komitmen moral untuk memberi pengabdian terbaiknya demi
menyelamatkan kehidupan bangsa di berbagai bidang dan
memberi makna pada kemerdekaan yang kita capai dengan susah
payah serta pengorbanan yang besar ini.65
Pada 23 Agustus, Gus Dur mengumumkan kabinet baru meskipun
Megawati ingin pengumuman ditunda. Megawati menunjukan ketidak
senangannya dengan tidak hadir pada pengumuman kabinet tersebut.66
Kabinet pertama Gus Dur adalah Kabinet Persatuan Nasional.67 Gus Dur
kemudian melakukan dua reformasi pemerintahan. Pertama, membubarkan
Departemen Penerangan karena depertemen ini merupakan senjata utama
pada rezim Soeharto dalam menguasai media dan menurut Gus Dur
Deppen tersebut telah banyak melakukan kesalahan dan kekeliruan seperti
sarang pemerasan terhadap kebebasan pers. Kedua, Departemen Sosial
dilikuidasi, karena menurut Gus Dur departemen ini beranggapan bahwa
masalah sosial yang terjadi dalam masyarakat, itu merupakan tanggung
jawab dan harus dipecahakan oleh masyarakat sendiri. Artinya masalah itu
65
Ibid.
66
Muhammad Rifai, Gus Dur…, hal. 81
67
Kabinet Persatuan Nasional adalah kabinet koalisi yang meliputi anggota berbagai
partai politik: PDI-P, PKB, Golkar, PPP, PAN, dan Partai Keadilan (PK), Non-partisan dan
TNI juga bergabung dalam kabinet ini. Lihat Ibid., hal. 81.
107
biarlah diurus oleh masyarakat. Kekhawatiran inilah menurut Gus Dur,
yang nantinya akan menjadi sebuah lembaga yang akan memperpanjang
tali birokrasi yang tidak perlu.68
Jelas kebijakan ini mengundang kontroversi. Ketika masalah ini
ditanyakan oleh DPR, Gus Dur malah mengatakan bahwa lembaga DPR
tidak ubahnya seperti taman kanak-kanak. Meski membuat marah para
anggota dewan, sejumlah pengamat justru membenarkan kritik Gus Dur
yang melihat DPR selama ini lebih banyak meminta, suka ribut tetapi
malas berfikir dengan sungguh-sungguh tak ubahnya sifat anak-anak.69
2. Demokrasi
Demokrasi merupakan topik utama dalam wacana komunikasi
politik Abdurrahman Wahid. Demokrasi adalah sistem pemerintahan yang
memiliki kedaulatan adalah rakyat. Menurut Gus Dur, rakyat adalah
penilai paling penting bagi kinerja presiden. Lembaga perwakilan (DPR
dan MPR) merupakan sebuah institusi yang berfungsi untuk menjadi
pengawal bagi presiden serta forum pertanggung-jawaban presiden kepada
rakyat. Pemilu merupakan bentuk partisipasi masyarakat terhadap pesta
demokrasi yang terjadi dalam sistem pemerintahan Indonesia. Sebagai
presiden, Gus Dur menyadari dirinya sangat populis dan mendapat
dukungan politik dari rakyat. Berikut adalah petikan pernyataan Gus Dur
yang disajikan beserta konteks yang melingkupinya.
68
Arief Mudatsir Mandan, Jejak Langkah Guru Bangsa…, hal 121.
69
Ibid., hal. 121.
108
mungkin mengembangkan demokrasi dan memberi makna pada
kemerdekaan di luar bingkai kebangsaan. Demokrasi yang
memberi legitimasi pada kedaulatan rakyat tidak mungkin
diekspresikan secara efektif di luar formasi kebangsaan. Kedua
nilai itu, kebangsaan dan demokrasi, tidak bisa hidup sempurna
dalam keterpisahan. Kebangsaan tanpa demokrasi akan kehilangan
dinamika hidup, dan demokrasi tanpa nasionalisme akan menjadi
liar.
Demokrasi tidak
hanya merupakan sebuah suatu sistem yang
mampu menjamin kebebasan advokasi saja, tetapi juga memiliki nuansa
etis yang mampu menjaga lahirnya keadilan tanpa kekerasan. Hal tersebut
terjadi karena mekanisme demokrasi membuka ruang dialog secara
seimbang dan sejajar dari semua pihak. Bagi Gus Dur, keputusan
demokrasi tidak selamamnya menuju pada suatu kesepakatan atau
mufakat, tetapi yang lebih tinggi adalah munculnya pemahaman dan
penghargaaan atas nilai-nilai kemanusiaan yang universal.70 Demokrasi
model Indonesia dalam konsep Gus Dur memiliki ciri, berupa kombinasi
yang integralistik dari berbagai entitas, seperti politik, budaya, rasionalitas,
dan kekuatan kultural. Jadi demokrasi yang dimaksudkan oleh Gus Dur
adalah suatu sistem demokrasi yang telah mengalami “pribumisasi”
dengan kultural Indonesia.71
Pemikiran Gus Dur tentang demokrasi tidaklah hanya persoalan
bagaimana menjaganya secara prosedural. Hal tersebut memang penting,
tetapi lebih penting lagi adalah bagaimana kita menjiwai nilai-nilai
70
Munawar Ahmad, Ijtihad Politik Gus Dur…, hal. 314
71
Ibid., hal. 315.
109
demokrasi sehingga proses dialog, musyawarah menjadi hal utama dalam
menata pergaulan dan menata perekonomian, budaya dan politik kita yang
majemuk sehingga terjalin suatu hubungan yang saling menguntungkan.72
Gagasan subtansi demokrasi sangat penting ketika persoalan
hukum masih terpaku hal-hal prosedural yang ditinggalkan. Artinya, aspek
keadilan yang menjadi spirit demokrasi hanya menjadi kerangka tanpa
daging, tanpa darah, dan tanpa ruh. Kasus-kasus hukum ditanah air
Indonesia akhir-akhir ini menjadi catatan yang menarik untuk menilai hal
tersebut. Bagaimana proses kasus-kasus hukum para koruptor di tanah air
Indonesia tercinta ini berjalan sangat alot, banyak yang lolos. Namun
maling ayam, maling semangka, dan maling kakao, berjalan cepat dan
cepat dipidana atau diperjarakan.73
Menteri Agama yang baru merupakan seorang akademisi NU yang
kompeten dan dipercaya. Gus Dur menaruh harapan kepada Menteri
Agama yang baru tersebut untuk lebih berfikir yang progresif untuk
mengembalikan kegiatan-kegiatan yang dijalankan. Dinyatakan oleh Gus
Dur bahwa masalah-masalah seperti pengaturan haji, merupakan salah satu
yang perlu untuk di perbaiki. Dinyatakan Gus Dur bahwa masalahmasalah seperti pengaturan haji, salah satu masalah di depertemen ini yang
dianggap menjadi ladang korupsi, hendaknya diserahkan ke sektor swasta.
Bagi Gus Dur satu-satunya tugas dari departemen ini adalah bahwa ia
72
Muhammad Rifai, Gus Dur…, hal. 91.
73
Ibid., hal. 91-92.
110
lebih baik membantu masyarakat agama, dari pada melakukan campur
tangan dalam masalah keagamaan.74
Pada maret 1991 Gus Dur bersama para koleganya mendirikan
Forum Demokrasi, tujuannya adalah untuk memperjuangkan tegaknya
demokrasi di Indnesia baik pada level kelembagaan maupun kesadaran
mayarakat. Hal ini terbukti ketika terjadinya kasus Monitor75 dan
berdirinya ICMI76 pada desember 1990.
3. Kebebasan dan penghormatan hak asasi manusia.
Dalam teks pidato kenegaraan Presiden Abdurrahman Wahid yang
disampaikan di depan sidang Dewan Perwakilan Rakyat 16 agustus 2000
terungkap pernyataan-pernyataan wacana komunikasi politiknya. Menurut
Gus Dur kekuasaan formal tidak boleh digunakan untuk mengendala
kebebasan dan melanggar hak asasi manusia. Berikut adalah petikan
pernyataan Gus Dur yang disajikan beserta konteks yang melingkupinya.
Dalam pengalaman sejarah kita sendiri, sangat jelas bahwa
semangat dan citarasa kebangsaan itulah yang mengantarkan
bangsa ini pada kemerdekaan, melalui mana kita memperoleh
kesempatan untuk membangun sebuah sistem politik yang
demokratis. Kalau pertalian nilai-nilai ini saya angkat kembali hari
74
Grek Barton. Biografi Gus Dur…, hal. 382-383.
75
Kasus Monitor pada bulan oktober 1990, dimana kantor tabloid tersebut telah dirusak
massa yang mengatas namakan Islam gara-gara sebuah surveinya yang menyinggung perasaan
umat Islam. Menurut Gus Dur, kasus tersebut menunjukan bahwa beberapa kelompok
masyarakat ingin memanipulasi isu-isu agama untuk mengedepankan kepentingan mereka.
Lihat Hanif Dhahiri, 41 Warisan Kebesaran Gus Dur…, hal. 48-49.
76
Menurut Gus Dur ICMI merupakan alat eksploitasi politik terhadap agama yang
mengutamakan kepentingan nasional. ICMI akan mengalienasikan non-muslim dan
memperburuk pembelahan dan salah paham yang kuat dalam masyarakat Indonesia selama ini
antara kelompok keagamaan. Kesukuan dan budaya yang berbeda. Lihat Ibid., hal. 49.
111
ini, tidak lain maksudnya agar kita, bangsa Indonesia, mau
memahami bahwa iklim kebebasan politik yang kini kita bangun
bukanlah sesuatu yang terpisah dari komitmen kebangsaan yang
diletakkan oleh para pendiri republik ini.
Barangkali Gus Dur menganggap bahwa sumber kritis dan
keterbelakangan bangsa ini tiadanya ruang keterbukaan. Lebih dahsyat
lagi, Tap XXV/MPR/196677 mengunci kuat-kuat ketertutupan itu,
mengeksploitasi rakyat dengan ancaman Tap itu, dan membangun word
view masyarakat sejalan dengan itu.
Jalan untuk membebaskan bangsa ini bagi Gus Dur adalah
mengubah tersebut menjadi “jalan putar teoritis” yang bisa digunakan
untuk membangun bangsa ini secara revolusioner yang sangat berpengaruh
dengan penemuan “jalan putar teoritis” yang berupa materialisme historis.
Dengan teori revolusioner ini Gus Dur ingin memulai mengajak
rakyat bangkit, membangun Indonesia secara kritis. Dan melihat masa lalu
secara adil. Itulah sebabnya mengapa ia perlu “memproklamirkan”. Gus
Dur ingin membongkar pembangunanisme dan membebaskan masyarakat
dari belenggu Orde Baru dengan mencoba menampilkan lawanya sehingga
masyarakat bisa membaca orde itu secara kritis.78
Dengan merombak Tap XXV/MPRS/1966 Gus Dur juga ingin
menunjukan kepada masyarakat bahwa belajar Marxisme tidak tabu, kita
77
Soal pelarangan Partai Komunis Indonesia dan Pelarangan penyebaran ajaran
Komunisme, Marxisme dan Leninisme. Lihat Ibid., hal. 71.
78
Mudjia Rahardjo, Mengapa Gus Dur Jatuh?( Suatu Kajian Bahasa Dalam Wacana
Politik), cet I, Surabaya: Lutfansah Mediatama, 2005, hal. 88.
112
bisa mengambil beberapa teori darinya yang barang kali bisa diterafkan di
Indonesia,
sambil
mengkritisi
kekurangan-kekurangannya.
Dengan
komunisme itu pula bangsa ini melahirkan praktik revolusioner berupa
pemetaan
penghasilan,
keadilan,
kemakmuran,
sejahtera
umum,
menghilangkan hak antara yang kaya dan yang miskin, dan membuat
semua orang saudara.79 Meski usulan tersebut ditolak, Gus Dur telah
berhasil membuka mata dan kesadaran masyarakat tentang banyak hal.
Gus Dur sesungguhnya sedang menggugah kesadaran tentang penghargaan
terhadap hak-hak hidup manusia, hak untuk berfikir dan sekaligus
mengingatkan bahwa konstitusi kita juga menghormati dan melindungi itu
semua.80
Gus Dur juga secara resmi mencabut Instruksi Presiden Nomor 14
tahun 1967 yang melarang segala aktivitas berbau Tionghoa dan Surat
Edaran Menteri Dalam Negeri Nomor 477/74054/BA. 01. 2/4683/95.
Dengan demikian berarti Gus Dur mengakui agama Konghucu, dan
memberikan kebebasan kepada para penganut agama ini (yang
kebanyakan warga China) untuk merayakan hari imlek dan tahun baru
menurut dengan adat dan tradisi mereka. Berbagai kesenian khas China
seperti barongsai pun segera marak digelar dimana-mana.81
79
Ibid., hal. 88.
80
Ibid., hal. 72.
81
Arief Mudatsir Mandan, Jejak Langkah Guru Bangsa…, hal. 125.
113
Kembali pengakuan hak-hak asasi manusia, termasuk misalnya,
untuk berkumpul dan mengemukakan pendapat merupakan komunikasi
politik yang dibangun oleh Gus Dur. Berikut adalah petikan pernyataan
Gus Dur yang disajikan beserta konteks yang melingkupinya.
Dalam dua tahun terakhir ini, bangsa Indonesia memang mulai
menemukan kembali hak-hak demokrasinya. Ini tampak jelas
dalam hal kebebasan berekspresi, baik lisan maupun tulisan.
Pada bulan September bendera bintang kejora berkibar di Papua
Barat. Gus Dur membolehkan bendera bintang kejora dikibarkan asalkan
bendera tersebut dibawah bendera Indonesia.82 Gus Dur tidak hanya
menyetujui berkibarnya bendera bintang kejora tersebut namun Gus Dur
juga membiayai bagi dilakukannya Kongres Rakyat Papua. Gus Dur
bahkan menyempatkan untuk menghabisakan malam menyambut tahun
baru 2001 di tanah Papua tersebut. Pada malam itu Gus Dur memberikan
penjelasan terhadap masyarakat Papua bahwa Irian berasal dari kata Arab
yang berarti “telanjang” dan merupakan cara yang menyinggung perasaan
bila digunakan untuk menyebut orang yang mendiami provinsi tersebut.83
Gus Dur mengembalikan nama Papua. Meski belum diproses
secara resmi, tetapi pernyataan Gus Dur diterima sebagai bentuk keinginan
baik pemerintah untuk menghargai warga Papua dengan segala identitas
dan harga diri mereka. Tetapi disebagian kalangan tentara garis keras
82
Muhammad Rifai, Gus Dur…, hal. 81.
83
Arief Mudatsir Mandan, Jejak Langkah Guru Bangsa…,hal. 124.
114
khawatir apa yang dilakukan oleh Gus Dur bisa sangat membahayakan
eksistensi negara kesatuan RI, yang sebelumnya sudah kehilangan Timor
Timur. Gus Dur sendiri sangat yakin dengan persoalan bisa diselesaikan
dengan cara-cara tanpa kekerasan. 84
4. Humanisme anti kekerasan
Menurut Gus Dur kepentingan politik tidak boleh berada di atas
penghormatan terhadap nilai kemanusiaan. Demikianpun penggunaan
kekuasaan pemerintah tidak bisa digunakan secara sewenang-wenang
karena harus mempertimbangkan dampaknya bagi manusia. Karena itu
jeda kemanusian harus menjadi pilihan untuk ”menghentikan” segala
bentuk kekerasan yang mengancam harkat kemanusiaan.85 Berikut adalah
petikan pernyataan Gus Dur yang disajikan beserta konteks yang
melingkupinya.
Walaupun disharmoni sosial masih terus berlangsung, terutama di
wilayah Maluku dan Maluku Utara, tidak seyogianya kita berputus
asa. Nilai-nilai budaya kita yang banyak mengandung kearifan
untuk menghargai orang atau kelompok lain, belum punah.
Perbedaan suku, agama, ras, ataupun golongan selama ini telah
biasa kita lihat sebagai bagian azasi dari kemajemukan.
Pada bulan April, ada suatu fenomena mengganggu yang
tampaknya tak dapat dihentikan oleh Gus Dur. Diguncang oleh
serangkaian demonstrasi yang menuntut adanya perdamaian di Ambon dan
84
Ibid., hal 124-125.
85
Mudjia Rahardjo, Mengapa Gus Dur Jatuh..., hal. 89.
115
Maluku yang mempersalahkan pemerintah dan kelompok Kristen sebagai
pihak-pihak yang tidak berbuat apa-apa untuk perdamaian. Demonstrasidemonstrasi ini dilakukan oleh kaum Islam Kanan. Pada bulan April,
fenomena ini berubah lebih mnyeramkan dan mengamcam karena ribuan
orang yang menamakan Laskar Jihad ternyata mendapatkan pelatihan
disebuah tempat di Bogor.86 Pada saat itu semakin jelas bahwa Laskar
Jihad didukung oleh oknum TNI dan juga kemungkinan didanai oleh
mantan menteri terakhir Soeharto.87
Pada September, Gus Dur menyatakan darurat militer di Maluku
karena kondisi di sana semakin memburuk.88 Atas persoalan yang terjadi
di Maluku tersebut, Gus Dur selaku Presiden RI ke- 4 selalu
mengupayakan penyelesaiannnya. Penyelesaian yang terjadi di daerah
tersebut tidak mudah, karena berakar sejak zaman Belanda di mana
golongan Kristen ketika itu mendapat perlakuan istimewa dari Belanda
untuk menduduki menjadi anggota militer.89
Ketika Soeharto berkuasa dan juga BJ Habibie. keadaan terbalik di
mana kaum muslimin menduduki berbagai posisi sementara ketika Kristen
memprotes mereka dihadapi dengan kekerasan. Karena itu menurut Gus
Dur kekerasan yang terjadi pada saat itu tidaklah mungkin harus dihadapi
86
Grek Barton. Biografi Gus Dur…, hal. 402.
87
Muhammad Rifai, Gus Dur…, hal. 81.
88
Ibid.
89
Mudjia Rahardjo, Mengapa Gus Dur Jatuh?.., hal. 89.
116
dengan kekerasan pula dan itu pula sebabnya pemerintah saat ini tidak bisa
begitu saja mengganti para pejabat yang bertugas di Maluku.90
Apa yang ditekankan dari komunikasi politik Gus Dur tentang
humanisme tersebut merupakan sebagai tindakan praktis dalam kehidupan
sehari-hari adalah mencegah terjadinya kekerasan dan meningkatkan
upaya rekonsiliasi dan dialog. Tak heran kalau Gus Dur selalu mengecam
aksi-aksi walaupun aksi tersebut mengatas namakan agama Islam yang
melakukan kekerasan dalam memecahkan masalah, seperti menyerbu
tempat hiburan, memukuli para pekerja seks komersial (PSK).91
Dengan perlakuan yang adil dimuka hukum, terwujudnya
persamaan hak dan derajat bagi warga negara bisa terjamin. Persamaan
inilah yang menjadi jaminan terciptanya keadilan sosial yang sebenarnya.
Konsep tersebut dikenal dengan maqashid asy-syariah. Dengan konsep
tersebut Gus Dur menjadi seorang demokrat, budayawan, pembela yang
lemah, pengayom minoritas dan pelindung bagi mereka yang disesatsesatkan. Konsep tersebut juga yang menjadi dasar Gus Dur untuk
mengambil anti kekerasan dalam segala hal.92 Dengan begitu pola yang
digunakan oleh Gus Dur adalah metode keseimbangan dengan
menekankan kepada terciptanya keharmonisan. Karena dalam teorinya
suatu kondisi harmonis ada dalam masyarakat jika dan bila kebudayaan,
90
Ibid., hal. 90.
91
Muhammad Rifai, Gus Dur…, hal. 95.
92
Hanif Dhahiri,41 Warisan Kebesaran Gus Dur…, hal. 122.
117
kepribadian, dan sistem sosial “cocok” secara normative dan struktur
sehingga variable-variabel polanya memuaskan.93
Melalui komunikasi politik humanisme, Gus Dur begitu akrab
dengan kelompok-kelompok di luar Islam. Keterlibatan dalam Fordem dan
keterbukaannya dalam memenuhi undangan,94 tidak terkecuali dari
penganut agama lain. Melalui pemahamanya terhadap humanisme
tersebutlah Gus Dur sangat menolak setiap bentuk kekerasan politik,
apalagi di dalamnya berdemensi agama. Misalnya konflik berdarah di
Ambon seta Situbondo, yang ditolaknya adalah melibatkan agama untuk
melakukan kekerasan konflik tersebut.95
5. Penegakan Hukum dan Supramasi Hukum
Penegakan hukum merupakan nilai yang berusaha dikembangkan
oleh Gus Dur dalam wacana komunikasi politiknya. Sebenarnya Gus Dur
benar-benar menyadari bahwa sebagai presiden era reformasi, dia dibebani
sejumlah agenda reformasi yang salah satunya adalah penegakan hukum.
Berikut adalah petikan pernyataan Gus Dur yang disajikan beserta konteks
yang melingkupinya.
93
Pahrurroji M. Bukhori, Membebaskan Agama Dari Negara…, hal. 137.
94
Pada Maret, Gus Dur mengunjungi Timor Leste. Pada April Gus Dur mengunjungi
Afrika Selatan dalam perjalanan kuba untuk menghadiri pertemuan G-77, sebelum kembali
melewati Meksiko dan Hong Kong. Pada Juni, Gus Dur sekali lagi mengunjungi Amerika,
Jepang, Prancis,Iran, Pakistan, dan mesir sebagai tambahan baru ke dalam daftar negaranegara yang dikunjunginya. Lihat Muhammad Rifai, Gus Dur…, hal. 78.
95
Ibid., hal. 101.
118
Untuk menciptakan kemakmuran, pertumbuhan ekonomi
merupakan suatu prasyarat. Meskipun demikian, pertumbuhan
yang akan kita pulihkan itu haruslah berlandaskan pada fondasi
baru yakni kondisi institusi publik yang bersih dan kredibel,
institusi ekonomi seperti perbankan dan badan usaha yang sehat
dan dikelola dengan baik, serta kelengkapan peraturan dan
penegakan hukum untuk menjaga mekanisme pasar yang efektif
dan berkeadilan
Landasan peraturan dan kepastian hukum harus disiapkan, agar
rancangan kebijakan yang ideal dapat terwujud. Unsur terpenting
dalam menciptakan kepastian hukum adalah penegakan hukum
yang dirasakan masih belum memadai dan harus menjadi bagian
penting dalam program mewujudkan keadilan bagi masyarakat
Terhadap
pertanyaan
gugatan
mahasiswa
yang
menuduh
pemerintah sekarang tidak serius menjalankan agenda reformasi, presiden
mengatakan hal itu juga tidak benar. Reformasi menjadi tanggung jawab
semua pihak dan benar pemerintah telah kedodoran menjalankan agenda
itu.
Menurut Gus Dur, menjalankan reformasi di bidang hukum tidak
mudah. Gus Dur langsung mengungkapkan bahwa akhir-akhir ini
pemerintahpun terutama presiden sering dihujani tuduhan telah melakukan
KKN atau korupsi. Gus Dur mengatakan secara hukum dirinya tidak ada
masalah dengan upaya menemukan bukti-bukti hukum.96
Dalam pandangan Gus Dur, supremasi hukum hanya bisa tegak
jika ada tiga unsur yang berfungsi secara efektif, yaitu konstitusi, peradilan
bebas dan hak uji peraturan perundang-undangan. Sudah sejak lama ketika
Orde Baru masih berkuasa, Gus Dur memang mengimpikan adanya
96
Mudjia Rahardjo, Mengapa Gus Dur Jatuh?..., hal. 91-92.
119
lembaga yang bisa menguji peraturan perundang-undangan. Lahirnya
Mahkamah Konstitusi (MK) menjadikan salah satu impian Gus Dur
terwujud di Indonesia.97
Konstitusi menurut Gus Dur pada hakikatnya mengatur tentang
kekuasaan dan hubungan kekuasaan di dalam negara. Konstitusi memberi
batas yang tegas pada wewenang kekuasaan negara dan sekaligus
meneguhkan hak-hak warga negara, berikut menjamin perlindungan
baginya.
Konstitusi dibuat untuk
menjamin
warga
negara
dari
kemungkinan kesewenang-wenangan kekuasaan negara. Bagi Gu Dur
efektivitas kontitusi bagi kepentingan warga negara hanya akan tecapai
jika ditopang oleh suatu lembaga peradilan yang bebas (independent
judiciary) yang pada saat bersamaan berwenang mengadili gugatan
pelaksanaan hak konstitusi warga negara dan menciptakan suatu lembaga
penguji kesesuaian peraturan perundang-undangan dengan konstitusi,
apakah itu Mahkamah Agung atau Mahkamah Kontitusi tersendiri. 98
6. Penegakan hak-hak masyarakat sipil.
Pembentukan
masyarakat
sipil
dengan
menghormati
dan
menghargai kekebasan warga negara merupakan topik besar dalam wacana
komunikasi politik Gus Dur sebagai presiden, tugas utama Gus Dur adalah
menciptakan kebebasan bagi seluruh warga negara. Menciptakan
kebebasan berarti mengakui dan menghormati hak-hak asasi manusia dan
97
Hanif Dhahiri, 41 Warisan Kebesaran Gus Dur…, hal. 129-130.
98
Ibid.,
120
menegakkan hak-hak sipil masyarakat. Setiap manusia berkebebasan
untuk berbicara, melakukan apapun yang dinilai baik, berkumpul atau
berorganisasi dan berpolitik sesuai dengan aspirasinya, serta berpartisipasi
politik secara otonom.
Penegakan hak-hak masyarakat sipil, termasuk di dalamnya hak
untuk berkegiatan politik dalam suasana demokratik, merupakan nilai-nilai
yang secara diskursif berupaya diintroduksi oleh Gus Dur. Tentu ini tidak
mengherankan karena jauh sebelum dia menjadi presiden, dia adalah ketua
Forum Demokrasi.99 Berikut adalah petikan pernyataan Gus Dur yang
disajikan beserta konteks yang melingkupinya.
Terutama jika kiprah mereka mengarah pada terbentuknya
masyarakat yang mampu menolong dirinya dan menyelesaikan
masalah-masalahnya sendiri, masyarakat yang mandiri secara
ekonomi dan secara intelektual, atau yang lazim disebut "civil
society".
Gus Dur bukanlah seorang yang tidak serius menangi masalah
ekonomi oleh karena kalau dia berbicara secara garis besar maka masalah
ekonomi mempunyai posisi yang telah difikirkannya dengan baik.
Masalahnya bukanlah mencari pemecahan yang secara teknis seharusnya
dibuat, melainkan mencari pemecahan yang dapat dijalankan secara
politis. Banyak penasihat ekonomi Gus Dur menekankan agar ia bertindak
keras terhadap koruptor dan menghukum mereka yang terlibat. Selama ini
Gus Dur enggan bertindak terlalu cepat oleh karena ia mempunyai
beberapa alasan. Pertama, belum memadainya sistem hukum di Indonesia
99
Mudjia Rahardjo, Mengapa Gus Dur Jatuh?..., hal. 103.
121
untuk pelaksanaan. Kedua, Gus Dur dapat dibujuk oleh para pelobi bahwa
banyak dari pengusaha-pengusaha ini, walaupun memang koruptor,
memang kunci bagi pemulihan ekonomi jangka pendek hingga menengah.
Walaupun orang-orang ini harus diadili kemudian, bantuan mereka sangat
diperlukan pada saat itu untuk memutar kembali roda perekonomian.
Ketiga, Gus Dur berada dibawah tekanan agar ia menghentikan penutupan
terhadap kasus-kasus korupsi yang berkaitan dengan orang-orang ini dan
unsur-unsur lainya yang mempunyai koneksi yang erat dengan rezim yang
terdahulu. Keempat, Gus Dur tidak yakin bahwa teori-teori ekonomi neoliberal merupakan jawaban bagi pemulihan ekonomi di Indonesia. Gus
Dur merasa ragu dan khawatir atas biaya sosial dari cara ini, yang didesak
oleh tim ekonominya.100
Menurut Gus Dur suara rakyat adalah suara Tuhan. Sehingga dia
mengungkapkan bahwa suara rakyat adalah suara yang menentukan. Gus
Dur memandang dirinya sebagai presiden memperoleh legitimasi
politiknya secara langsung dari rakyat melalui pemilu presiden. Menurut
Gus Dur rakyat kini sudah mencapai proses demokratisasi. Di mana suara
rakyat adalah suara yang menentukan, bukan suara siapa-siapa. Apakah
dengan demikian warga kita yang diinjak-injak, diperkosa bahkan lalu
dibunuh. Seperti pada saat Gus Dur mengingatkan seorang kiai yang
hendak pidato di Indramayu terpaksa harus dibatalkan karena tempat
pertemuaanya diobrak-abrik oleh pemuda Siliwangi. Beberapa banyak
100
Greg Barton, Biografi Gus Dur…, hal. 404-405.
122
kaum ibu yang diperkosa oleh orang-orang yang sedang berkuasa waktu
itu.101
Komitmen Gus Dur terhadap penguawatan civil society, yang
merupakan salah satu prasyarat bagi terwujudnya demokrasi. Sehingga
Gus Dur berharap kepada masyarakat untuk bersikap mandiri dan bersikap
adil dalam menghadapi semua permasalahan yang terjadi. Hal tersebut
dimaksudkan untuk mengurangi dominasi negara dan agar rakyat tidak
sepenuhnya menggantungkan pemerintah yang justru menjadikan mereka
sendiri hanya sebagai objek.102 Tegaknya masyarakat sipil bukan hanya
terletak pada pola hidup berdampingan secara damai saja, melainkan pada
tegaknya role of law.103
7. Penyelenggaraan Pemerintah yang Baik
Penyelenggaraan pemerintah yang baik merupakan topik keempat
besar
dalam
wacana
komunikasi
politik
Abdurrahman
Wahid.
Penyelenggaraan pemerintah yang baik berciri memiliki akuntabilitas
publik, dekonsentrasi, kekuasaan atau wewenang, transparansi penggunaan
wewenang, pemisahan antara agama dan politik, pemisahan antara
professional dengan personal , berdasarkan penalaran logik, berdasarkan
asas profesionalisme dan kompentensi. Dalam konteks Indonesia pasca
101
Mudjia Rahardjo, Mengapa Gus Dur Jatuh?..., hal. 104.
102
Irwan Suhanda (ed), Gus Dur Santri Par Excellence, Jakarta: PT Kompas Media
Nusantara, 2010, hal. 247.
103
Munawar Ahmad, Ijtihad Politik Gus Dur…, hal. 317.
123
Orde Baru, selain transparan, pemerintah yang baik harus mampu
melaksanakan agenda reformasi.
8. Kepentingan Nasional
Kepentingan nasional merupakan topik kelima dalam wacana
komunikasi politik Abdurrahman Wahid. Politisi harus menjadi negarawan
yang menjaga kelestarian dasar negara, keutuhan wilayah dan kesatuan
nasional. Untuk kebersamaan sosial, kesediaan untuk melakukan
rekonsiliasi nasional, dan menjaga stabilitas nasional harus dilakukan oleh
para politisi. Para politisi tidak boleh mementingkan golongan dan
perseorangan. Berikut adalah petikan pernyataan Gus Dur yang disajikan
beserta konteks yang melingkupinya.
Melalui perhelatan akbar ini kita tengah diuji apakah kita semua,
terutama para pemimpin dan elit politik, dapat membangun
semangat persatuan dan kebersamaan baru, yang sesungguhnya
merupakan jiwa dan nilai fundamental yang diwariskan oleh para
pendahulu dan pejuang republik, untuk bersama-sama mengatasi
semua permasalahan nasional, demi rakyat Indonesia yang kita
cintai bersama.
Menurut Gus Dur pembangunan daerah merupakan bagian integral
dari pembangunan nasional tidak bisa dilepaskan dari prinsip otonomi
daerah. Sebagai daerah otonom, daerah mempunyai kewenangan dan
tanggung jawab menyelenggarakan kepentingan masyarakat berdasarkan
prinsip keterbukaan, partisipasi masyarakat, dan pertanggung jawaban
kepada masyarakat.
124
pUntuk mendukung penyelenggaraan otonomi daerah104 diperlukan
kewenangan yang luas, nyata, dan bertanggung jawab didaerah secara
proporsional dan berkeadilan, jauh dari praktek korupsi, kolusi, nepotisme
serta adanya perimbangan antara keungan pemerintah pusat dan daerah.
Sehingga pemerintah pusat memutuskan untuk mensahkan Undangundang Nomor 22 tahun 1999 tentang pemerintah daerah, Undang-undang
Nomor 25 Tahun 1999 tentang perimbangan keuangan antara pemerintah
pusat dan daerah, serta Undang-undang Nomor 28 Tahun 1999 tentang
penyelenggaraan Negara yang bersih dan bebas dari korupsi, kolusi, dan
nepotisme.105
C. Analisis Kognisi Sosial
Dari segi kultural, Gus Dur melintasi tiga model lapisan budaya.
Pertama, Gus Dur bersentuhan dengan kultural pesantren yang sangat
hierarkis, tertutup dan penuh denga etika yang serba formal.106 Kedua, dunia
Timur Tengah yang terbuka dan keras.107 Ketiga, budaya barat yang liberal,
104
Meskipun penerapan prinsip otonomi daerah itu syarat dengan potensi konflik.
Misalnya, pada kasus Surabaya dan Pasuruan. Sudah sekian lama sumber mata air dari
Pasuruan yang menjadi sumber air minum untuk kota Surabaya. Pedahal selama ini tidak ada
kompensasi dari Surabaya. Dengan adanya penerapan otonomi daerah tersebut munculah
tuntutan dari Pesuruan. Lihat Muhammad Zakki, Gus Dur…, hal. 33.
105
Redaksi Sinar Grafika, Undang-undang Otonomi Daerah 1999…, hal. v.
106
Dalam tradisi pesantren, kesenian dan musik yang relatif bisa diterima adalah jenis
musik diba, barzanji, hadrah. Begitu pula ketika Gus Dur belajar di pesantren Magelang, ia
berkenalan dengan khazanah dan budaya lokal setempat, seperti wayang, jathilan, kubro
siswa, dan kesenian ludruk. Lihat Muhammad Rifa’i, Gus Dur…, hal. 105-106.
107
Di Kairo Gus Dur banyak menyalurkan hobinya, seperti mengikuti pertandingan
sepak bola, membaca di perpustakaan-perpustakaan yang besar, menonton film-film Prancis,
dan ikut serta dalam diskusi-diskusi di kedai-kedai kopi yang sangat menarik. Di Baghdad,
Gus Dur belajar tentang sejarah, tradisi, dan komunitas Yahudi. Dalam belajar, hal ini ia
bersahabat dengan Ramin (seorang pemikir liberal dan terbuka, dari komunitas kecil Yahudi
125
rasional dan sekuler.108 Kesemuanya itulah yang masuk dan membentuk
dalam pribadi Gus Dur.
Disisi lain posisi sebagai “pewaris” dari pendiri NU, tentu
berpengaruh terhadap psikologi Gus Dur. Ditambah lagi harapan tafaulan
orangtua terhadap anak laki-laki sulung. Dalam psikologi keluarga, kondisi
demikian akan melahirkan sikap yang overconvidence akibat dukungan sosial
yang besar sebagai konsekuensi atas perannya di masa depan. Pola asuh yang
lebih banyak diperankan oleh sang ayah telah membentuk Gus Dur sebagai
anak yang mandiri sekaligus bandel. Ayahnya sangat menyayangi Gus Dur
dengan membiarkan tindakan apapun yang dilakukan Gus Dur selama itu
tidak menyalahi aturan agama. Berbeda dengan sang ibu yang lebih sering
mengatur dengan cara “kekerasan”. Diskusi sering dilakukan dalam keluarga
Kiai Wahid. Antara Kiai Wahid dan Sholehah terdapat kesamaan persefsi
didalam mendidik anak mereka, yaitu: dengan pola demokratis dan
menghindari pendidikan otoriter. Namun tanpa kontrol yang ketat anak-anak
akan mudah tumbuh liar dan bebas.109 Pola asuhan demikian memang
Irak di Baghdad). Mereka berdua sering bertukar gagasan yang terkadang secara khusus
dilakukan oleh mereka berdua saja. Dari Ramin tersebut Gus Dur belajar menghormati
Yudaisme dan memahami pandangan agama Yahudi serta keprihatinan politik dan sosial
orang-orang Yahudi yang hidup dalam diaspra sebagai kaum minoritas yang sering disiksa.
Lihat Ibid., hal. 34-35.
108
Di Eropa Gus Dur tidak memperoleh pendidikan yang formal, namun ia memperoleh
pengalaman penting tentang wawasan pengetahuan Barat. Pikiran-pikiran Barat yang semula
hanya ia baca melalui buku-buku di Yogyakarta, Mesir dan Baghdad, akhirnya dapat ia
jelajahi secara langsung. Bahkan ia juga berdiskusi dengan para ilmuwan-ilmuwan Eropa.
Bagi Gus Dur itu merupakan kesempatan penting bagi pembangunan wawasan pemikirannya
sendiri. Lihat Arief Mudatsir Mandan, Jejak Langkah Guru Bangsa Abdurrahman Wahid…,
hal. 55.
109
Munawar Ahmad, Ijtihad Politik Gus Dur…, hal. 108-109.
126
menjadikan tumbuhnya anak-anak secara maksimal dan membekas kedalam
kepribadian Gus Dur. Sifat ini berkontribusi kuat terhadap kontruksi ke“nyeleneh”-an dan keberanian Gus Dur di kemudian hari untuk melakukan
positioning dan zig-zag politik. Kuatnya arogan dan tidak mau diatur menjadi
alasan bahwa sikap dan pendapat Gus Dur merupakan ekspresi genuine dari
dirinya, tidak berasal dari “pembisik” seperti yang dituduhkan ketika dia
menjadi Presdien RI ke- 4 dalam mengambil kebijakan. 110 Diantara pemikiran
keagamaan Kia Wahid yang berpengaruh terhadap pemikiran komunikasi
politik Gus Dur, adalah;111
1. Menolak fanatisme (ta’asshub), karena menurut Kia Wahid dianggap
sebagai kepercayaan yang membabi buta terhadap ajaran, dan menolak
segala pendapat lain dari yang dianutnya. Umat islam zaman dahulu
tidak mengenal ta’asshub; Islam adalah demokratis, tidak menolak
perbedaan pendapat. Tidak ada buku yang demokratis selain Al-Qur’an.
Timbulnya kata fanatisme dalam Islam dikembangkan oleh Barat setelah
mereka tidak dapat menembus keteguhan pendirian umat Islam dengan
hujjah, lalu mencari cara untuk menuduh Islam sebagai fanatik, dalam
pengertian stereotyping.
2. Mengedepankan raionalitas dan kebersamaan atau nasionalisme. Seperti
pendapatnya terhadap masalah kebangsaan di Indonesia.
110
Ibid., hal. 374-375.
111
Ibid., hal. 77-78.
127
3. NU menurut oleh Kiai Wahid sebagai kelompok kepentingan seperti
partai politik, bukan sekedar tempat berkumpulnya para kiai. Baginya,
NU memiliki potensi politik yang luar biasa, terutama dalam hal
menjalin
hubungan
antar
daerah
dan
membangun
kekuatan
mentalitasnya. Meskipun demikian, ia sadar bahwa NU merupakan
perkumpulan orang tua yang geraknya lambat, tidak terasa, dan tidak
revolusioner.
4. Egaliter, yaitu mengedepankan sikap akomodatif ketika memperlakukan
perbedaan dikalangan rakyat Indonesia. Kiai Wahid menyadari bahwa
sikap dasar dari semua agama adalah mengajarkan tasamuh atau
toleransi. Pancasila dipandang sebagai sikap tasamuh dari agama-agama
besar di Indonesia, namun juga mengakomodasi aspirasi dari sebagian
rakyat Indonesia yang ingin menegakkan agamanya sesuai dengan
syari’atnya.
Keempat watak inilah yang diterima oleh Gus Dur dari perilaku dan
pemikiran politik ayahnya, dan berpengaruh kuat terhadap pembentukan
karakter pemikiran politik Gus Dur, karena:112
1. Anak sulung laki-laki dari seorang kiai merupakan harapan bagi Kiai
Wahid untuk meneruskan cita-cita keluarganya. Selama 12 tahun, Gus
Dur mendapat pendidikan tentang kehidupan dari ayahnya secara
langsung. Meskipun ayahnya seorang kiai, Gus Dur merasakan
112
Ibid., hal.. 82-83.
128
kehidupan yang liberal dari ayahnya, baik dalam bertindak maupun
berfikir.
2. Pendidikan politik dari ayahnya bersifat natural, yaitu dengan cara
mempertemukannya dengan berbagai tokoh pergerakan, baik yang
Islam, nasionalis maupun komunis. Melalui perbincangan dengan
mereka, Gus Dur dapat merekam berbagai kegelisahan politik yang
sedang mereka perjuangkan. Pertemuan-pertemuan yang dilakukan di
Menteng menjadi pusat peredaran isu-isu politik di Indonesia. Keadaan
ini menjadi sebab kenapa rumah mereka di Menteng memiliki arti
penting bagi keluarga mereka. Selain itu, mereka sadar bahwa rumah
tersebut merupakan media rekonsilliasi antar tokoh beda aliran untuk
bertemu, berbincang, dan merumbuk. Ini tidak lepas dari figur ayahnya
yang mampu menjadi perekat dari berbagai golongan dan pihak.
3. Peranan Kiai Wahid sebagai tokoh pergerakan nasional telah membentuk
pemikiran yang progresif, yang selalu ingin mengadakan perubahan dan
tidak bergantung pada tradisi, tetapi mengandalkan pekerjaan serta
rasional dalam pemikiran. Pergaulan politiknya semamkin mematangkan
sikap ini, meskipun ia berperan dalam organisasi Islam yang keras
(Masyumi) serta bertemu dengan orang-orang keras juga, seperti Natsir,
Kartosoewirjo, dan Ki Bagus Hadikoesoemo. Namun semua itu tidak
menyebabkan dirinya kaku dalam memahami agama. Kemampuan
mengambil jarak antara agama sebagai ideologi dan sebagai keyakinan,
129
fmembuat Kiai Wahid lebih mengedepankan cara rasional, progresip dan
egaliter.
Sejarah hidup keluarga Kiai Wahid telah melahirkan suatu manifestasi
nasib terhadap Gus Dur. Manifestasi nasib yang difahami Gus Dur bahwa
dirinya harus menjadi pemimpin besar di Indonesia terbentuklah setelah ia
menyaksikan sendiri ayahnya sebagai sosok yang ideal, meninggal dengan
cara yang tragis dan memilukan. Kebanggaan atas ayahnya menguat ketika ia
menyaksikan banyak rakyat yang mencintai ayahnya dan turut bergabung
ketika pemakaman di langsungkan. Peneguhan atas kesadaran ini juga
diperkuat oleh sang ibu, yang mengharapkan Gus Dur menjadi penerus sang
ayah di segala bidang.113
Tidak diragukan lagi bahwa intelektualitas Gus Dur berkembang
karena bacaan-bacaannya (buku). Di antara buku-buku yang berpengaruh kuat
terhadap pemikiran dan kepribadian komunikasi politik Gus Dur, berbagai
sumber diantaranya adalah: Das Kapital (Karl Max),114 What is to Be Done?
(Lenin),115 buku-buku karya Ernest Hemingway,116 Wiliam Faulkner,117
113
Ibid., hal. 375.
114
Buku Das Kapital merupakan traktat buku ekonomi-politik yang ditulis oleh Karl
Max. buku ini mengkritik kekuasaan kapitalisme yang melanda Eropa saat itu, dengan
berbasis kepada teori-teori ekonomi klasik. Dalam buku ini Gus Dur menemukan cara berfikir
yang diaelektis model Karl Max, yaitu dialektika-matearialisme, sebagai cara pandang yang
efektif untuk mengkritisi gejala sosial yang ditemukannya dikemudian hari. Pola pikir yang
mendasarkan kepada pertentangan antara struktur yang kuat (superstruktur) dan struktur yang
lemah (suprastruktur) menginginkan Gus Dur untuk bisa menempatkan ide-ide solutif atau
tawaran kreatifnya secara luas. Selanjutnya, pemikiran strukturalis ini memungkinkan dirinya
untuk segera mendeteksi kelemahan suatu struktur secara sistemik dan rasional. Lihat Ibid.,
hal. 112.
115
Buku What is to Be Done? Lenin mengajarkan penerapan ide Marxis dalam Das
Kapital menjadi suatu gerakan sosial (social movement). Lenin menerangkan unsur-unsur
kecukupan bagi lahirnya gerakan sosial, yang antara lain adalah adanya ketidak adilan akibat
130
Wiliam Durant,118 buku biografi Presiden Amerika (Hendry S. Truman),119
buku Biografi Mahatma Gandhi,120 Al-Islam wa al-Ushul Hukm (Ali Abu ar-
tidak meratanya distribusi kapital sebagai akibat revolusi industri. Analisis kritis tersebut
akhirnya melahirkan gerakan yang kuat sebagai program dari Bolshevik dibantu oleh militer
Jerman yang berhasil meruntuhkan kekuasaan Tsar Nicholas II pada 1918. Buku tersebut telah
memberikan wawasan kepada Gus Dur dalam memahami dan mengembangkan syarat dan
konsekuensinya dari sebuah gerakan sosial, termasuk mengenai cara mengelola partai kecil
bisa menjadi pemenang melalui networking terhadap berbagai afiliasi nasional dan
internasional, serta melakukan perlawanan terselubung melalui wacana-wacana kritis. Lihat
Ibid., hal.. 113.
116
Melalui novel-novel karya Ernest Hemingway, Gus Dur belajar tentang kehidupan
yang sederhana dari seorang manusia, tentang keceriaan, spritualitas, rasa sakit, dan
sentimental seperti dalam karya The Sun Also Rises. Lihat Ibid., hal. 115.
117
Melalui William Faulkner, Gus Dur banyak belajar mengenai sastra, keindahan
berbahasa, sola kemanusiaan, dan terutama korban perang. Perlakuan tidak adil karena ada
perbedaan yang disengaja telah melahirkan penderitaan yang berlarut-larut bagi manusia.
Melalui Faulkner mengajarkan kepada Gus Dur bahwa formalisme merupakan akar
penderitaan manusia dari masa ke masa. Lihat Ibid., hal.. 115-116.
118
Melalui karya-karya Wiliam Durant, Gus Dur belajar tentang cara melakukan
pendekatan yang komprehensif terhadap suatu masalah dengan melalui pendekatan yang
integral, secara leluasa nenemukan hubungan antarfaktor yang saling berkaitan di dalam
pertumbuhan sebuah peradaban. Karya tersebut dijadikan Gus Dur sebagai cara pandang
dalam kasus kesejahteraan, juga dijadikan model penulisan yang komprehensif, berbicara
dalam multi-aspek sangat mungkin karena Gus Dur adalah seorang kolumnis yang suka
membaca. Lihat Ibid., hal. 115-116
119
Biografi Presiden Amerika Henry S. Truman (8 Mei 1884 – 26 Desember 1972).
Yang paling terkesan bagi Gus Dur adalah Prestasi Truman yang paling dikenang oleh sejarah
yaitu dengan penggunaan bom atom terhadap Hiroshima dam Nagasaki (1945) untuk
mengakhiri perang Dunia II, penandatanganan Marshall Plan untuk membangun Eropa di
awal perang dingin, pembentukan PBB, dan serangan red scare dalam perang Korea. Ia
terkenal dengan kata-kata dan tindakan yang berani sehingga reputasi politiknya menjadi
catatan sejarah bagi perkembangan Amerika dikemudian hari. Lihat Ibid., hal. 116.
120
Melalui buku biografi Mahatma Gandhi tersebut Gus Dur belajar tentang suatu
bentuk perlawanan politik non-violence politics, yang berbeda dari teori Marxian, yang keras
dan revolusioner. Meskipun bersifat non-violence politics, jenis perlawanan ini terbukti
berhasil dilakukan untuk mengubah wajah India. Gus Dur melihat bahwa model perlawanan
ini didasarkan pada pemberdayaan nilai-nilai lokal, local wisdom, sebagai isi dalam
perjuangannya. Pola ini relatif tidak merenggut jiwa yang banyak dibanding dengan pola
Marxian dan Leninisme, namun efektivitasnya memiliki tingkat keberhasilan yang hampir
sama, yakni adanya perubahan. Jadi melalui Gandi, Gus Dur menyerap pola perjuangan
berbasis kultural dan humanis untuk melakukan kritik terhadap rezim penguasa. Lihat Ibid.,
hal. 116-117.
131
Raziq),121 Ethicca Nicomacea (Aristoteles),122 serta masalah-masalah wayang,
komik, film, dan sepak bola.123
Menjelang akhir akhir tahun 1965, pekerjaan di keduataan besar
memberikan kepada Gus Dur, tantangan yang tidak pernah diharapkan dan
juga trauma.124 Bagi Gus Dur pengalaman di Mesir telah banyak memberikan
alasan untuk banyak merasakan kehidupan yang diakuinya dalam memberikan
manfaat baik dari segi positif maupun negative125 bagi pengembangan
121
Buku dari khasanah Islam yang bejudul Al-Islam wa al-Ushul Hukm, karya Syaih Ali
Abu ar-Raziq (1888-1966) yang menginspirasi Gus Dur. Buku ini diterbitkan sebagai respon
terhadap gerakan Kamal Pasha at-Taturk, yang menggulingkan Kekhalifahan Usmaniah
terakhir (1935) di Turki. Respons ar-Raziq sangat kontroversial karena justru memberi
mendukung terhadap konsep “tidak ada Negara Islam” dalam agama Islam. Tak pelak arRaziq mendapat serangan dari umat Islam Turqi, terutama dari Rasyid Ridha (1985-1935)
melalui tulisannya Al-Khilafa. Bagi Gus Dur, buku Al-Islam wa Ushul Hukm memberi
wawasan tentang relasi agama dan negara, yang rasional, sistemis, dan sekuler. Lihat Ibid.,
hal. 117
122
Buku yang dikarang oleh Aristoles yang berjudul Ethicca Nicomacea turut
menggugah kesadaran Gus Dur. Dalam buku ini, Aristoteles mengembangkan beberapa
konsep mendasar tentang perbuaran bajik manusia. Suatu kebajikan dapat disebut sebagai
kebajikan jika ia tidak hanya berupa kebaikan dalam pikiran, tetapi difungsikan untuk
kebahagiaan dalam kehidupan yang baik (eudaimonia). Untuk mendapatkan kebaikan hidup,
seseorang harus hidup secara seimbang dan mampu menghindari akibat yang merugikan.
Untuk menghasilkakn eudaimonia, manusia harus mengembangkan apa yang disebut
Aristoteles golden mean atau keseimbangan di antara kedua kenyataan. Bagi Aristoteles,
semua orang memiliki potensi dan tujuan hidup yang sama, yakni kebaikan. Buku tersebut
menjadi landasan bagi Gus Dur untuk memahami makna agama yang sebenarnya. Agama
ditujukan kepada kesejahteraan umat manusia, termasuk hukum-hukum yang dibawanya.
Melalui konsep yang dipaparkan oleh Aristoteles dalam buku tersebut, Gus Dur memahami
bagaimana syari’at diterapkan dalam kehidupan nyata. Konsep tersebutlah yang menjadi
landasan Gus Dur dalam memahami maqashid syar’iah. Lihat Ibid., hal. 117
123
Melalui wayang, Gus Dur lebih mengenal jauh tentang budaya Jawa, kepemimpinan
Jawa, dan antropologi Jawa, sebagai suku yang dianggap dominan di Indonesia. Sedangkan
melalui sepak bola, Gus Dur banyak menyaksikan perjuangan hidup yang keras dan terkadang
ajaib, penuh kejutan, dan juga memahami bagaimana memiliki mental juara. Selain berjuang
untuk menang, juga harus siap kalah, baik secara individu maupun kelompok. Lihat Ibid., hal.
118.
124
Greg Barton, Biografi Gus Dur…, hal. 94.
125
Ketika di Kairo banyak tekanan-tekanan batin yang dihadapi Gus Dur. Seperti,
akademiknya yang tidak memuaskan karena selama setahun 1965, perhatianya terfokus
kepada persoalan kudeta 30 September 1965 dan yang sangat menyedihkan-NU dan GP Ansor
132
wawasan intelektualnya. Bagi Gus Dur, pengalaman di Mesir telah banyak
memberikan alasan untuk merasa putus asa, bahwa masyarakat muslim akan
mudah menghindari polarisasi dan ekstremisme agama, seperti pemerintahan
Gamal Abdul Nasser yang selalu diingatnya. Gus Dur memperhatikan Mesir
dalam memperlakukan pemikir Islam seperti Sayyid Quthub.
Pada saat yang sama Gus Dur melihat bahwa pemikiran Islam bersifat
ekstremis dan naif. Maka ia mulai mempelajari pemikiran Hasan Al-Banna,
Ali Syari’ati yang ide-idenya menginspirasi revolusi Iran, dan Sayyid Quthub.
Gus Dur berkesimpulan bahwa pemikiran mereka kurang terbuka terhadap
kebenaran yang berasal dari sumber lain. Hal tersebut sangat bertentangan
denga latar belakang pendidikan Gus Dur. Sang ayah yang pluralis dan ibu
mendorong sikap intelektualitas menjadikan Gus Dur tumbuh dengan
kepercayaan.126 Walaupun Al-Qur’an dan Hadist merupakan sumber dan
acuan terakhir bagi kebenaran agama, bagi Gus Dur masih terdapat kebenaran
lain yang bisa dipertemukan dari sekian banyak hasil kebudayaan manusia.127
Islam (Al-Qur’an) itu bersifat universal dan abadi, namun ia tetap harus terus
menerus diinterpretasikan ulang untuk merespon zaman yang terus berubah
dan berbeda. Zaman pasca indutri menjelang abad ke-21 ini jelaslah berbeda,
secara ekonomi, politik dan cultural, dengan zaman ketika Islam pertama kali
diduga terlibat dalam pembunuhan tersebut. Gus Dur merasa putus asa, bahwa masyarakat
tidak akan pernah dewasa dengan sikap-sikap primordialistik dan merasa benar sendiri. Gus
Dur juga merasa tertekan dengan pekerjaannya di kedutaan. Seteliti apapun dalam membuat
melaporkan mengenai mahasiswa di Kairo, sangat mungkin laporan itu digunakan untuk
melakukan penganiayaan dan penindasan terhadap teman-temanya sendiri. Lihat Ibid., hal. 99.
126
Ibid., hal. 100.
127
Munawar Ahmad, Idjitah Politik Gus Dur…, hal. 95- 96.
133
turun di era sebelum industri, lebih dari seribu tahun lalu. Isi dan subtansi
ajaran agama Islam jauh lebih penting dari pada bentuk dan labelnya. Dengan
menekankan subtansi ajaran moral, sangat mudah untuk kaum subtansialis
mencari common groud dengan penganut agama dan kaum moralis lainya
untuk membentuk aturan publik bersama.128
Budaya
dalam
komunikasi politik
Gus
Dur dalam
struktur
kesadarannya dibangun oleh budaya politik yang diciptakan oleh para kiai di
dalam tubuh NU. Adanya hubungan mutualisme-parasitisme atau hubungan
kerja yang saling menguntungkan sekaligus menguras sumber daya masingmasing telah menjadikan alasan mengapa para kiai melibatkan diri dalam
dunia politik.129 NU hingga saat ini telah menjadi basis kekuatan politik yang
secara simultan mampu mempengaruhi kebijakan politik pada zamannya.130
Seperti ketertarikan Belanda terhadap kiai Hasyim, bukan semata-mata karena
kharisma individualnya, melainkan juga posisinya di tubuh NU. Pengaruh
kaidah fiqh memang peranan penting bagi setiap perilaku politik NU. Prinsipprinsip yang paling sering dijadikan dasar pengambilan keputusan politik NU,
antara lain:131
1. Kebijaksanaan, yaitu menetapkan kebijaksanaan yang kondusif untuk
memperoleh maslahat atau menghindari kerugian. Ada tiga kaidah dalam
meminimalisir resiko; Dar’ al-mafasid muqaddam ‘ala jalb al-masalih
128
Denny JA, Ahmad Sumargono dkk, Negara Sekuler (Sebuah Polemik)…, Hal. 121.
129
Munawar Ahmad, Idjitah Politik Gus Dur…, hal. 104-105
130
Ibid., hal. 104
131
Ibid., hal. 106-108
134
(menghindari
bahaya
lebih
diutamakan
dari
pada
penegakan
kemaslahatan). Akhaffud-dararain (memilih kesalahan yang dosanya
lebih ringan). Bahaya tidak boleh dihilangkan dengan bahaya (lain).
Saddudz-dzari’ah, yang menurut Kiai Achmad Siddiq berarti “menutup
jalan menuju cahaya”.
2. Keluwesan,
yang
merupakan
wujud
dari
kaidah
fiqh
untuk
meminimalisir risiko. Setiap perkembangan memerlukan perhitungan
baru tentang untung ruginya, sehingga sikap sebelumnya dapat
dipertimbangkan lagi untuk menggantikan dengan sikap yang baru.
Adapun kaidahnya adalah “dalam keadaan darurat memperbolehkan hal
yang semula dilarang” dan “sesuatu yang tidak tercapai seluruhnya,
jangan ditinggalkan/dibuang semuanya”.
3. Moderatisme, yang diartikan sebagai suatu keinginan untuk menghindari
tingkatan-tingkatan ekstrem dan sikap hati-hati dalam bertindak dan
menyatakan pendapat. “politik jalan tengah” ini biasa disebut oleh ulama
sebagai manifestasi dari sikap politik Sunni, yakni: Tawassuth dan
I’tidal, yakni sikap jalan tengah yang berintikan keharusan menjunjung
tinggi prinsip berlaku adil dalam kehidupan, berdasarkan Al-Qur’an
surah Al-Baqarah ayat 143. Tawazun, yaitu sikap seimbang dalam
berhikmah selaras dengan kepentingan sejarah, berdasarkan Al-Qur’an
surah Ali-Imbran ayat 112. Tasamuh, yaitu toleran terhadap perbedaan,
baik dalam masalah agama, terutama masalah furu (khilafiyah),
berdasarkan hadist Nabi, “Perbedaan diantara umatku adalah rahmat”
135
Amar Ma’ruf dan Nahi Mungkar, yaitu memiliki kepekaan untuk
mendorong perbuatan baik, berguna dan bermanfaat bagi kehidupan
bersama. Dalil ini berdasarkan Al-Qur’an surah Ali-Imbran ayat 104.
Kontruksi doktrin politik Sunni yang moderat tersebutlah sangat
memungkinkan bagi interpretasi elitis para kiai sehingga membentuk budaya
komunikasi politik Gus Dur.
Luasnya pergaulan Gus Dur mengantarkannya bertemu dengan
kalangan yang seide dalam konteks pemikiran keagamaan yang progresif.
Kesamaan cara pandang itulah mejadi media berkumpulnya para pemikir
keagamaan yang progresif, yang di kemudian hari mendukung posisi Gus Dur
dalam kenyelenehannya, baik dalam bidang agama dan politik. Seperti Djohan
Effendi, Ahmad Wahid, Nurcholis Madjid, dan juga orang-orang yang
bergabung dalam gerakan kritisisme, seperti LP3ES. Juga teman-temannya
sewaktu berada di Mesir, Baghdad, dan Belanda, termasuk Abdul Wahid
Kadungga.132
Berdasarkan penelitian yang sudah penulis jabarkan di atas,
keseluruhan dari analisis wacana baik yang meliputi analisis teks, konteks, dan
kognisi sosial maka masing-masing memberikan makna tersendiri. maka dapat
diambil benang merahnya, bahwa teks pidato Kenegaraan Presiden Republik
Indonesia Abdurrahman Wahid yang disampaikan di depan sidang Dewan
Perwakilan Rakyat 16 Agustus 2000 secara analisis wacana dapat ditarik suatu
indikasi
132
yang
menjelaskan
Ibid., hal. 101.
komitmen
seseorang
pemimpin
untuk
136
mensejahterakan rakyatnya dengan membangun sebuah ideologi yang sangat
mendasar tehadap permasalahan yang terjadi dalam masyarakat.
Melalui analisis teks, komunikasi politik Gus Dur yang kompleks
dilihat melalui sisi lain yaitu cendikiawan muslim menjadi objek utamanya.
Hal tersebut menjadi bukti kuat atas komunikasi politik Gus Dur yang selalu
digunakan dalam teks pidatonya. Secara teks, analisis wacana mengenai
komunikasi politik Gus Dur memberikan suatu makna bahwasanya dalam
mensejahterakan rakyatnya memang penuh dengan suatu trik atau segala cara
untuk memperolehnya tanpa melihat status sosial maupun strata sosial.
Melalui teks yang disampaikan banyak mengandung suatu pengungkapan
realitas yang terjadi pada saat sebelum dan masih dalam proses
kepemimpinannya. Baik yang bersangkutan dengan kehidupan perekonomian,
politik, sosial, budaya dan agama.
Gus Dur selaku Presiden Republik
Indonesia yang ke-4, tergambarkan sebagai sosok cendikiawan muslim
Indonesia yang sekaligus menjadi politikus yang responsive terhadap realitas
yang ada. Dalam arti merespon realitas dengan melakukan perombakan
kabinet, menegaskan arti kekuasaan, demokrasi, hak asasi manusia,
pluralisme, liberalisme, nasionalisme. Selain itu, Gus Dur juga digambarkan
sebagai politikus yang eksploitatif. Gus Dur tergambarkan pandai dalam
pemanfaatan segala sumber daya yang ada di sekitarnya. Baik itu sumber daya
manusia, finansial, maupun kondisi masyarakat kecil yang ada.
Melalui aspek konteks sosial, persepsi yang terbentuk di masyarakat
merupakan persepsi positif dan negatif atas pemerintahan yang terjadi selama
137
Gus Dur menjadi presiden. Hal tersebut disebabkan oleh ciri khas sikap Gus
Dur yang selalu nyeleneh dan menjadi kontroversi dalam masyarakat luas
terlebih-lebih dikalangan NU, karena salah satu faktornya adalah ketika Gus
Dur memutuskan suatu pendapat atau hukum bisa berubah sesuai dengan
alasan yang kuat dalam rangka menyikapi perubahan kondisi dan kebutuhan
manusia yang bersifat dinamis.133 Misalnya suatu ketika seorang aktivis ornop
Abangan, yang juga temanya, meminta nasihatnya bagaimana ia harus
memberi salam pada suatu pertemuan publik oleh karena ia merasa tidak tepat
menggunakan salam standar kaum muslimin (Assalamualaikum). Gus Dur
memberi nasihat agar temanya itu tidak memberikan dirinya tertekan dengan
cukup menggunakan “selamat pagi”. Ia menjelaskan kepada temanya itu
bahwa akar kata “selamat” sama dengan kata Arab salaam dan “selamat pagi”
menyampaikan penegertian yang sama dengan Assalamualaikum.134 Makna
yang didapat secara konteks sosial menunjukkan bahwasanya proses
komunikasi politik Gus Dur dalam mencapai kemandirian dan kemakmuran
negara merupakan hal yang penuh dengan trik maupun cara dalam proses
pencapainya. Proses untuk memperoleh kemandirian dan kemakmuran
tersebut dilakukan melalui berbagai cara yang positif. Salah satu proses yang
ada merupakan proses kemandirian dan kemakmuran rakyat, dimana efeknya
tidak dapat dirasakan sekejap mata melainkan melalui berbagai proses dan
waktu yang panjang. Secara konteks sosial, makna yang dapat diambil dari
teks pidato kenegaraan Abdurahman wahid adalah proses dalam kehidupan
133
Hanif Dhahiri, 41 Warisan Kebesaran Gus Dur…, hal. 77.
134
Muhammad Rifa’I, Gus Dur …, hal. 121-122.
138
pematangan negara merupakan suatu hal yang dapat dijadikan sebagai suatu
cara pandang lain guna mencari suatu proses kesenergitasan antara pemerintah
dan masyarakat.
Makna yang didapat secara kognisi sosial menunjukkan bahwasanya
dari segi kultural, Gus Dur melintasi tiga model lapisan budaya. Petama, Gus
Dur bersentuhan dengan kultural pesantren yang sangat hierarkis, tertutup dan
penuh denga etika yang serba formal. Kedua, dunia Timur Tengah yang
terbuka dan keras. Ketiga, budaya barat yang liberal, rasional dan sekuler
sehingga dalam menyikapi permasalahan keterkaitan dengan konsep yang
dibangun untuk mensejahterakan rakyatnya tanpa mengenal suku, budaya, ras
dan agama. Langkah yang dilaksanakan oleh Gus Dur salah satunya yaitu
dengan memberikan kepada masyarakat pemahaman terkait dengan kehidupan
yang plural dan demokratis.
Aspek tindakan, terkait dengan karakateristik wacana kritis, terlihat
dalam teks pidato Kenegaraan Presiden Republik Indonesia Abdurrahman
Wahid di depan sidang Dewan Perwakilan Rakyat 16 Agustus 2000, wacana
yang terbangun bertujuan bereaksi. Artinya, teks yang dibangun oleh Gus Dur
merupakan wacana yang bereaksi atas aktivitas kehidupan seorang presiden
yang mempunyai peranan dan fungsi untuk melakukan sebuah perubahan
dalam menata Bangsa Indonesia yang lebih baik.
Sedangkan melalui aspek konteks, wacana dalam pidato tersebut
terbangun berdasarkan kepada situasi dan kondisi pada saat itu. Pada saat itu
masyarakat berada dalam kondisi yang sangat menggentingkan. Baik dari segi
139
politik, ekonomi dan budaya. Dari segi politik disebabkan karena kelemahan
elit politik untuk saling bekerja sama satu sama lain dan hanya mementingkan
dari golongan mereka itu sendiri. Dari segi ekonomi masyarakat akan mudah
tergoda untuk melakukan tindakan-tindakan kekerasan seperti huru hara,
pemberontakan, pembunuhan politis, revolusi, dan lain sebagainya.
Secara historis, wacana dibentuk berdasarkan pengalaman Gus Dur
sebagai seorang cendikiawan muslim yang memutuskan utuk terjun dalam
parlemen pemerintahan. Pengalaman-pengalaman hidup Gus Dur menjadi
penggerak
dalam
komunikasi
politiknya,
sebagaimana
yang
ada
dituangkannya kedalam teks pidato kenegaraan tersebut merupakan dari aspek
keluwesan Gus Dur terhadap pengetahuan yang mengarah pada pembentukan
karakter diri sebagai seorang yang kontroversial namun sangat mudah diterima
oleh masyarakat. Oleh karena itu, kognisi sosial dan konteks sosial dalam teks
pidato ini terarah pada keberanian Gus Dur dalam melakukan revolusi
terhadap kemandirian bangsa yang semakin memudar dan terkikis sehingga
akan mencapai sebuah negara yang makmur, sejahtera dan mandiri. Sebagai
seorang presiden, komunikasi politik Gus Dur juga menjadi suatu proses
berpikir yang cenderung tidak memihak meskipun dia berlatar belakang
seorang cendikiawan yang dilahiran dari organisasi Islam yang besar (NU).
Kalau dicermati dengan seksama secara ideologi, semua komunikasi
politik Gus Dur pada hakikatnya untuk mewujudkan kesejahteraan dalam
rangka untuk mencapai sebuah kemaslahatan dalam kehidupan umat dan
masyarakat
secara
keseluruhan
tanpa
mengenal
perbedaan
dengan
140
berlandaskan kepada konsep ajaran Islam, yaitu konsep “as-siyasah assyar’iyyah/ maqashid asy-syariah.”135 Namun berbeda dengan kalangan
modernis dan fundamentalis yang ingin menerapkan syariat secara formal
dalam kehidupan masyarakat, Gus Dur memilih menerafkan syariat dengan
mengedepankan pesan moral dan subtansi ajaranya yang bersifat universal.
Bagi Gus Dur, formalisasi syariat bukan hanya akan merugikan bangsa
yang majemuk secara keseluruhan, tetapi juga merugikan umat Islam sendiri.
Formalisasi akan membawa syariat sebagai alat untuk “menghukum” umat
Islam sendiri atau paling jauh warga bangsa sendiri. politik pemberlakukan
syariat memang mampu membaca riak-riak kecil di permukaan politik dalam
negeri, tetapi gagal membaca gerak struktur dalam sistem dunia di mana
sistem hegemonik dan dominatif mengeksploitasi secara nyata.136
Kalau kita ringkas pandangan-pandangan Gus Dur terkait dengan
syariat, maka pesan moral dan tujuan utama syariat. Pertama, bahwa syariat
diturunkan untuk mewujudkan kemaslahatan umat secara umum dan menjadi
rahmat bagi seluruh alam. Pesan syariat adalah bagaimana manusia
menciptakan tatanan sosial yang adil, sejahtera dan penuh keseimbangan.
Kedua, syariat diturunkan untuk memberi kemudahan dalam kehidupan
manusia, bukan mempersulitnya. Karena itulah Gus Dur merumuskan ushul
135
Dengan teori as-siyasah as-syar’iyyah tersebut, ajaran Islam menampakkan watak
universalismenya dan kepedulian terhadap penghormatan kepada seluruh manusia. Salah satu
ajaran yang dengan baik menampilkan universalisme Islam ada lima buah jaminan dasar (alkulliyat al-khamsah) yang diberikan agama samawi terakhir ini kepada warga mayarakat, baik
secara perorangan maupun sebagai kelompok, yaitu jaminan atas jiwa, keyakinan, hak milik,
keluarga dan profesi. Lihat Hanif Dhakiri, 41 Warisan Kebesaran Gusdur…, hal. 138-139.
136
Ibid., hal. 162-163.
141
al-fiqh
dan
qawaid
fiqhiyyah
sebagai
daerah
sangga
dalam
mengimplementasikan syariat yang menampung kebutuhan masa dan tempat
dalam merumuskan keputusan hukum agama itu sendiri. Ketiga, pesan syariat
diturunkan kepada manusia untuk melindungi hak-hak dasar mereka sendiri
sebagai individu dan warga masyarakat. Perlindungan itu diwujudkan dalam
pemberian jaminan atas jiwa, harta, profesi, keyakinan dan akal mereka,
sehingga manusia bisa tumbuh dan berkembang sebagai makhluk Tuhan yang
mendapat amanah untuk menjaga dan melestarikan bumi ini.137
Dengan komunikasi politik berbasis fiqih dan ushul fiqih itu, Gus Dur
menunjukkan betapa luhur dan mulia ajaran Islam. Orientasi utama
komunikasi politik Gus Dur adalah mewujudkan kemaslahatan di tengah
masyarakat dan dengan sendirinya mencerminkan kecintaan Gus Dur kepada
kemanusiaan. Orientasi seperti itulah membuat Gus Dur mudah bisa diterima
semua golongan dan pada saat yang sama menjadi guru bangsa bagi semua
agama dan masyarakat.
Posisi seperti itu bisa diraih karena bahasa dan gaya politik Gus Dur
merupakan akumulasi dari pengetahuan yang bersifat menyeluruh tentang
berbagai bidang kehidupan masyarakat. Pengetahuan dan kepeduliannya
tentang berbagai bidang kehidupan masyarakat itu mempunyai tempat sendirisendiri dalam totalitas keyakinannya, namun saling menunjang dan saling
melengkapi. Pengetahuan dan kepedulian tentang suatu hal yang tidak menjadi
factor tandingan terhadap hal yang lain. Karena itu Gus Dur bisa mengayomi
137
Ibid., hal. 163-164.
142
berbagai aspirasi keagamaan dan keyakinan sekaligus menjadikan kehidupan
bersama sebagai wahana pematangan dan dinamisasi pemikiran.138
Ada empat level bahasa politik yang diterapkan oleh Gus Dur untuk
membangun komunikasi dengan berbagai golongan masyarakat. Pertama,
bahasa harafiah (‘ibarah) yang ditujukan untuk masyarakat umum (‘awam).
Dengan bahasa tersebut masyarakat awam mudah menerima apa yang
disampaikan oleh Gus Dur. Sehingga masyarakat sangat bersimpatik sekali
terhadap Gus Dur. Kedua, bahasa berupa perbandingan (isyarah) yang
ditujukan bagi kalangan cerdik dan pandai (khawwas). Dengan bahasa ini Gus
Dur bisa berbicara tentang berbagai topic dengan kaum intelektual baik dalam
maupun luar negeri. Ketiga, bahasa politik yang mengandung makna
tersembunyi yang berhubungan dengan dunia diluar indera (lathaif). Bahasa
demikian biasa dipakai oleh mereka yang diakui masyarakat sabagai kekasih
Allah (aulia). Dengan bahasa ini Gus Dur bisa berkomunikasi dengan kiai-kiai
yang di anggap sebagai wali oleh masyarakatnya. Keempat, bahasa politik
tinggi yang hanya bisa dipahami oleh Gus Dur sendiri dan tokoh-tokoh politik
tertentu yang sangat terbatas.139
138
139
Ibid., hal. 74.
Ibid., hal. 152-153.
Download