30 BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN A. KONDISI OPTIMAL

advertisement
30
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. KONDISI OPTIMAL REAKSI AMPLIFIKASI
Deteksi genom virus avian influenza pada penelitian dilakukan
menggunakan primer NA. Primer NA dipilih karena protein neuraminidase,
dikode oleh gen NA, merupakan antigen yang berperan dalam infeksi virus.
Data sekuen isolat yang digunakan untuk merancang primer adalah data
isolat yang diperoleh dari GenBank. Primer telah dirancang oleh peneliti di
Laboratorium IHVCB menggunakan strain virus influenza A/Indonesia/5/2005
(H5N1) sebagai pola cetakan. Gen NA yang digunakan dalam penelitian
memiliki ukuran sebesar 1.330 pb.
Keempat pasangan primer NA yang telah dirancang ialah pasangan
primer NIF64 + NIR320, NIF306 + NIR537, NIF600 + NIR774, dan NIF757 +
NIR975. Keempat pasangan primer dirancang berdasarkan conserve region
gen NA subtipe H5N1 pada beberapa posisi berbeda. Conserve region
adalah daerah yang memiliki susunan sekuen nukleotida yang sama dan
stabil untuk masing-masing strain AI sehingga dapat digunakan untuk
membedakan virus AI subtipe H5N1 dengan subtipe lainnya (Lisa dkk. 2006:
2). Hal tersebut dilakukan untuk mencegah terjadinya hasil negatif palsu
yang disebabkan gen NA mudah mengalami mutasi. Keberhasilan PCR
diperlihatkan dengan adanya produk PCR berupa pita DNA diharapkan untuk
Deteksi Fragmen..., Sylvia Sance Marantina, FMIPA UI, 2008
31
masing-masing pasangan primer adalah 256 pb, 231 pb, 174 pb, dan 218 pb.
Kondisi rancangan primer untuk masing-masing pasangan primer dapat
dilihat pada Tabel 1.
Optimasi PCR telah dilakukan untuk reaksi amplifikasi menggunakan
keempat pasangan primer pada penelitian pendahuluan dengan variasi suhu
annealing, konsentrasi MgCl2, dan konsentrasi primer. Optimasi PCR
dilakukan untuk mendapatkan kondisi PCR yang optimal sehingga dihasilkan
produk PCR spesifik, yaitu terbentuk pita DNA tebal dengan ukuran sesuai
yang diharapkan dan tidak terbentuk dimer primer, smear, atau multiband
(Ahmed 2006: 118).
Kisaran gradien suhu yang digunakan dalam optimasi suhu annealing
keempat pasangan primer adalah 55--61° C. Optimasi PCR menggunakan
dua konsentrasi MgCl2, yaitu 1,5 mM MgCl2 dan 2 mM MgCl2. Campuran
reaksi dengan konsentrasi akhir MgCl2 sebesar 1,5 mM tidak perlu
ditambahkan larutan 25 mM MgCl2 karena larutan 10× PCR buffer [Qiagen]
telah mengandung 1,5 mM MgCl2 (Lampiran 4). Konsentrasi MgCl2 yang
dianjurkan ada dalam campuran reaksi dengan konsentrasi dNTP sebesar
200 µM adalah 1,5 mM. Namun, konsentrasi MgCl2 antara 1,8--3,6 mM
masih memberikan hasil yang spesifik (Henegariu 1997: 1).
Optimasi konsentrasi primer yang dilakukan menggunakan dua variasi
konsentrasi primer, yaitu 0,5 µM dan 1 µM (Lampiran 5). Menurut Qiagen
(1997: 2) konsentrasi primer yang memiliki kisaran antara 0,1--0,5 µM dalam
Deteksi Fragmen..., Sylvia Sance Marantina, FMIPA UI, 2008
32
reaksi amplifikasi dapat memberikan hasil yang optimal, yaitu terbentuk
produk PCR yang spesifik. Namun demikian, Yuwono (2006: 17--19)
menyatakan bahwa konsentrasi primer sampai 1 µM masih dapat
menghasilkan produk yang spesifik, tetapi konsentrasi primer lebih tinggi dari
1 µM dapat menyebabkan terakumulasinya hasil polimerisasi non spesifik.
Penelitian menggunakan teknik two-step RT-PCR dengan gen target
NA. Teknik two-step RT-PCR memiliki kelebihan, yaitu penggunaan cDNA
sebagai cetakan dalam PCR bersifat lebih stabil daripada RNA. Gula
deoxyribose bersifat kurang reaktif karena adanya ikatan CH sehingga lebih
stabil pada kondisi basa. Deoxyribonucleic acid (DNA) juga memiliki small
grooves yang dapat merusak enzim pendegradasi DNA (Qiagen 2004: 14).
Cetakan DNA yang digunakan berupa cDNA. Complementer
deoxyribonucleic acid (cDNA) dihasilkan oleh reaksi RT-PCR menggunakan
enzim omniscript reverse transcriptase. Enzim omniscript reverse
transcriptase memiliki afinitas yang tinggi terhadap RNA sehingga dapat
meningkatkan efisiensi dan sensitivitas reaksi reverse transcription pada
berbagai cetakan DNA serta meningkatkan jumlah produk cDNA yang
dihasilkan (Qiagen 2004: 3). Reaksi amplifikasi menggunakan enzim HotStar Taq DNA polymerase, yang dapat meningkatkan spesifisitas PCR
dengan cara mereduksi terbentuknya produk non-spesifik dan dimer primer
(Qiagen 2005: 7). Siklus yang digunakan pada reaksi amplifikasi dengan
Hot-Star PCR sebanyak 35 siklus dengan tujuan memperoleh jumlah
Deteksi Fragmen..., Sylvia Sance Marantina, FMIPA UI, 2008
33
amplikon lebih banyak sehingga pita DNA yang dihasilkan lebih tebal (Innis &
Gelfand 1990: 6).
Berdasarkan hasil optimasi PCR, reaksi uji spesifisitas PCR dilakukan
pada konsentrasi MgCl2 2 mM dan konsentrasi primer 1 µM karena pita DNA
yang dihasilkan spesifik, yaitu menghasilkan pita DNA tebal dan tidak
terbentuk smear (Gambar 8, Lajur 1, 2, 3, dan 6). Suhu annealing yang
digunakan berbeda untuk masing-masing pasangan primer. Reaksi PCR
menggunakan primer NIF64 + NIR320 dilakukan pada kondisi suhu annealing
55,2° C, primer NIF306 + NIR537 pada kondisi suhu annealing 57,6° C,
primer NIF600 + NIR774 pada kondisi suhu annealing 58,6° C, dan primer
NIF757 + NIR975 pada kondisi suhu annealing 56° C. Setiap pasangan
primer memerlukan suhu annealing berbeda untuk menempel pada cetakan
DNA. Faktor yang memengaruhi suhu annealing primer adalah persentase
kandungan G dan C masing-masing pasangan primer (Brinkmann 2007: 1).
Reaksi uji sensitivitas PCR dilakukan pada konsentrasi MgCl2 4 mM
dan konsentrasi primer 1 µM, kondisi suhu annealing untuk masing-masing
pasangan primer sama dengan yang digunakan pada uji spesifisitas.
Penggunaan buffer 1/3 TE untuk pengenceran konsentrasi cDNA pada uji
sensitivitas memengaruhi ketebalan pita DNA yang dihasilkan, yaitu menjadi
lebih tipis (Gambar 9, Lajur 1, 4, 7,dan 10). Hal tersebut karena buffer 1/3 TE
mengandung EDTA, yaitu suatu molekul yang dapat mengikat ion Mg2+.
Pengikatan ion Mg2+ dapat memengaruhi reaksi PCR karena ion tersebut
Deteksi Fragmen..., Sylvia Sance Marantina, FMIPA UI, 2008
34
berfungsi sebagai kofaktor untuk mengkatalisis reaksi enzim Taq DNA
polymerase sehingga menyebabkan perlekatan primer dengan cetakan DNA
(Ramesha & Khosravinia 2007: 184). Reaksi PCR menggunakan konsentrasi
MgCl2 4 mM menghasilkan produk PCR lebih spesifik (Gambar 9, Lajur 3, 6,
9, dan 12). Hal tersebut terlihat dengan terbentuknya pita DNA lebih tebal
pada produk PCR.
B. ANALISIS HASIL UJI SENSITIVITAS PCR
Strain virus influenza A/chicken/Indonesia/2006 (H5N1) digunakan
sebagai cetakan pembuatan cDNA untuk uji sensitivitas PCR. Konsentrasi
cDNA yang digunakan ialah 10 ng/µl. Hasil pengukuran konsentrasi cDNA
dapat dilihat pada Tabel 2. Uji sensitivitas PCR dalam penelitian
menggunakan beberapa konsentrasi cDNA, yaitu 0,1 pg/µl, 1 pg/µl, 0,01
ng/µl, 0,1 ng/µl, 1 ng/µl, dan 10 ng/µl (Pan dkk. 2001: 134). Pengenceran
dilakukan menggunakan buffer 1/3 TE dengan tujuan agar cDNA tidak
mengalami degradasi saat penyimpanan (Harley 2005: 410). Cetakan DNA
merupakan faktor yang memengaruhi keberhasilan amplifikasi, jika cetakan
DNA mengalami degradasi maka primer tidak dapat menempel pada tahap
annealing sehingga reaksi amplifikasi tidak berlangsung dan menyebabkan
hasil negatif palsu (false negative results) berupa tidak terbentuknya pita
DNA (Sambrook & Russell 2001: 8.5).
Validitas hasil PCR untuk uji diagnostik penyakit yang disebabkan oleh
infeksi virus atau bakteri ditentukan oleh reproduktivitas hasil PCR yang
Deteksi Fragmen..., Sylvia Sance Marantina, FMIPA UI, 2008
35
diperoleh. Reproduktivitas ditentukan dengan melakukan pengulangan
reaksi beberapa kali menggunakan protokol, reagen, serta kontrol yang sama
tetapi dilakukan pada waktu atau oleh orang berbeda, jika hasil yang
diperoleh sama, maka hasil yang diperoleh memiliki tingkat validitas tinggi
(McNerney 1997: 1). Berdasarkan hal tersebut, pengulangan reaksi
amplifikasi sebanyak lima kali dilakukan dalam uji sensitivitas PCR dalam
penelitian sehingga hasil yang diperoleh diharapkan memiliki validitas tinggi.
Berdasarkan hasil penelitian, masing-masing primer memiliki
sensitivitas berbeda. Reaksi amplifikasi menggunakan pasangan primer
NIF306 + NIR537 memiliki sensitivitas paling tinggi karena mampu
mendeteksi gen NA dengan konsentrasi cDNA terendah sebesar 1 pg/µl.
Reaksi amplifikasi menggunakan pasangan primer NIF64 + NIR320 memiliki
sensitivitas paling rendah karena hanya mampu mendeteksi gen NA dengan
konsentrasi cDNA terendah sebesar 0,1 ng/µl. Ringkasan hasil yang
diperoleh pada uji sensitivitas PCR menggunakan keempat pasangan primer
dapat dilihat pada Tabel 3.
1. Analisis hasil uji sensitivitas PCR pasangan primer NIF64 + NIR320
Reaksi amplifikasi menggunakan pasangan primer NIF64 + NIR320
menghasilkan produk PCR berupa pita DNA dengan ukuran 256 pb pada
konsentrasi cDNA terendah sebesar 0,1 ng/µl (Gambar 10a, Lajur 3).
Pengulangan lima kali reaksi amplifikasi yang dilakukan menunjukkan hasil
sama. Pita DNA dihasilkan memiliki ketebalan berbeda untuk setiap
Deteksi Fragmen..., Sylvia Sance Marantina, FMIPA UI, 2008
36
konsentrasi cDNA yang digunakan. Kontrol negatif reaksi memperlihatkan
tidak terbentuk pita DNA. Hal tersebut menunjukkan bahwa reaksi tidak
mengalami kontaminasi.
Reaksi amplifikasi menggunakan pasangan primer NIF64 + NIR320
hanya mampu mendeteksi gen NA dengan konsentrasi cDNA terendah
sebesar 0,1 ng/µl. Hal tersebut dapat disebabkan oleh kondisi primer yang
dirancang atau kondisi reaksi amplifikasi belum optimal. Salah satu faktor
dari kondisi rancangan primer yang memengaruhi sensitivitas PCR adalah
persentase kandungan G dan C. Persentase kandungan G dan C yang baik
untuk primer adalah sekitar 40--60% (PREMIER Biosoft 2007: 1), sedangkan
persentase kandungan G dan C untuk pasangan primer NIF64 +NIR320
adalah di bawah 40%, yaitu 37%. Persentase kandungan G dan C
menentukan Tm dari suatu primer, yaitu suhu pada saat sebagian DNA untai
ganda memisah menjadi untai tunggal. Nilai Tm tersebut akan menentukan
suhu annealing yang dibutuhkan primer untuk menempel pada cetakan DNA
dan melakukan proses amplifikasi. Nilai Tm terlalu rendah dapat
menyebabkan primer tidak dapat bekerja pada suhu tinggi, sedangkan nilai
Tm terlalu tinggi dapat menyebabkan penempelan primer bukan pada daerah
target (mispriming) sehingga produk yang dihasilkan menjadi tidak spesifik
(Prezioso 2007: 1).
Konsentrasi primer yang tinggi kemungkinan juga menjadi penyebab
tidak terbentuknya produk PCR yang diharapkan. Pasangan-pasangan
primer yang berkomplemen pada daerah ujung 3’ dapat saling menempel dan
Deteksi Fragmen..., Sylvia Sance Marantina, FMIPA UI, 2008
37
memengaruhi sensitivitas PCR. Primer-primer dapat menempel pada ujung
3’ berkomplemen karena konsentrasi primer terlalu tinggi dalam reaksi
(Muladno 2002: 66). Menurut Qiagen (2005: 15), konsentrasi cetakan DNA
yang dianjurkan ada dalam campuran reaksi dengan konsentrasi primer
antara 0,1--0,5 µM adalah ≤ 0,01 µg/µl. Pengenceran cetakan DNA
menyebabkan konsentrasi cDNA menjadi lebih rendah sehingga
perbandingan antara konsentrasi primer dan cetakan DNA menjadi berubah
dalam reaksi.
Faktor lain yang diduga memengaruhi sensitivitas PCR pasangan
primer NIF64 + NIR320 adalah ukuran fragmen spesifik amplifikasi lebih
panjang dibandingkan ukuran fragmen spesifik pasangan primer lainnya.
Ukuran fragmen spesifik untuk pasangan primer NIF64 + NIR320 adalah
256 pb, sedangkan ukuran fragmen spesifik untuk ketiga pasangan primer
lainnya yaitu, 174 pb, 218 pb, dan 231 pb. Menurut Davis dkk. (1994: 119),
proses amplifikasi akan lebih efisien untuk fragmen pendek yang diapit oleh
beberapa primer oligonukleotida. Fragmen cetakan DNA yang panjang
kurang efisien karena fragmen tersebut dapat berasosiasi kembali dengan
untai komplemen dengan cepat dan membentuk untai ganda sehingga
memengaruhi proses penempelan primer pada cetakan DNA. Hal tersebut
dapat menghambat reaksi amplifikasi sehingga tidak terbentuk produk PCR
yang diharapkan.
Deteksi Fragmen..., Sylvia Sance Marantina, FMIPA UI, 2008
38
2. Analisis hasil uji sensitivitas PCR pasangan primer NIF306 + NIR537
Pengulangan tiga kali reaksi amplifikasi menggunakan pasangan
primer NIF306 + NIR537 dari pengulangan lima kali yang dilakukan
menunjukkan hasil sama, yaitu menghasilkan produk PCR berupa pita DNA
dengan ukuran 231 pb pada konsentrasi cDNA terendah sebesar 1 pg/µl
(Gambar 10b, Lajur 5). Pita DNA dihasilkan memiliki ketebalan berbeda
untuk setiap konsentrasi cDNA yang digunakan. Kontrol negatif reaksi yang
digunakan menunjukkan hasil negatif, yaitu tidak terbentuk pita DNA.
Deteksi gen NA dengan PCR memiliki keterbatasan, yaitu dapat
memberikan hasil negatif palsu (false negative result) dan hasil positif palsu
(false positive result). Hasil negatif palsu diperoleh jika pada reaksi PCR
sebelumnya terbentuk pita DNA yang diharapkan, tetapi hasil PCR yang baru
menunjukkan tidak terbentuknya pita DNA. Hasil positif palsu diperoleh jika
pada reaksi PCR sebelumnya tidak terbentuk pita DNA yang diharapkan,
tetapi hasil PCR yang baru menunjukkan terbentuknya pita DNA (OIE
2008: 5).
Hasil negatif palsu terjadi pada pengulangan ke-4 dan ke-5 reaksi
PCR menggunakan pasangan primer NIF306 + NIR537. Reaksi amplifikasi
pada pengulangan ke-4 menggunakan pasangan primer NIF306 + NIR537
hanya dapat menghasilkan pita DNA dengan konsentrasi cDNA minimal
sebesar 0,1 ng/µl (Gambar 11a, Lajur 3). Reaksi amplifikasi pada
pengulangan ke-5 menggunakan pasangan primer NIF306 + NIR537 dapat
Deteksi Fragmen..., Sylvia Sance Marantina, FMIPA UI, 2008
39
menghasilkan pita DNA dengan konsentrasi cDNA minimal sebesar 0,1 pg/µl,
tetapi pita DNA tidak muncul pada hasil amplifikasi menggunakan konsentrasi
cDNA 1 ng/µl (Gambar 11b, Lajur 2). Hasil negatif palsu dapat terjadi karena
homogenitas cDNA. Cetakan DNA yang digunakan kemungkinan tidak
homogen karena tidak dilakukan vorteks pada tabung cetakan DNA sebelum
ditambahkan ke dalam campuran reaksi sehingga jumlah sampel DNA dalam
campuran reaksi menjadi terlalu kecil. Hasil negatif palsu juga dapat
disebabkan proses reaksi amplifikasi tidak berjalan dengan baik akibat
adanya inhibitor dalam campuran reaksi (Karuniawati 2008: 3).
3. Analisis hasil uji sensitivitas PCR pasangan primer NIF600 + NIR774
Berdasarkan hasil penelitian, pengulangan tiga kali reaksi amplifikasi
menggunakan pasangan primer NIF600 + NIR774 dari pengulangan lima kali
yang dilakukan menunjukkan hasil sama, yaitu menghasilkan produk PCR
berupa pita DNA dengan ukuran 174 pb pada konsentrasi cDNA terendah
sebesar 0,01 ng/µl (Gambar 12, Lajur 4). Pita DNA dihasilkan memiliki
ketebalan berbeda untuk setiap konsentrasi cDNA. Kontrol negatif reaksi
tidak membentuk pita DNA.
Hasil negatif palsu terjadi pada pengulangan ke-2 reaksi PCR
menggunakan pasangan primer NIF600 + NIR774. Reaksi amplifikasi pada
pengulangan ke-2 menggunakan pasangan primer NIF600 + NIR774
menghasilkan pita DNA sampai konsentrasi cDNA minimal sebesar 1 pg/µl,
tetapi pita DNA tidak muncul pada konsentrasi 0,01 ng/µl dan ditemukan
Deteksi Fragmen..., Sylvia Sance Marantina, FMIPA UI, 2008
40
produk dimer (Gambar 13a, Lajur 4). Faktor yang menyebabkan kekeliruan
pada hasil yang diperoleh kemungkinan karena kesalahan pada saat
pengambilan volume reagen (pipetting errors). Hal tersebut ditunjukkan
dengan terbentuknya dimer primer. Produk dimer dapat terjadi karena
konsentrasi primer terlalu tinggi. Konsentrasi primer tinggi dapat
meningkatkan mispriming, akumulasi produk amplifikasi tidak spesifik, dan
meningkatkan kemungkinan terjadinya reaksi amplifikasi antar primer yang
akan menghasilkan produk dimer (Innis & Gelfand 1990: 7).
Hasil positif palsu terjadi pada pengulangan ke-3 reaksi PCR
menggunakan pasangan primer NIF600 + NIR774. Reaksi amplifikasi pada
pengulangan ke-3 menggunakan pasangan primer NIF600 + NIR774
menghasilkan pita DNA dengan konsentrasi cDNA terendah sebesar 1 pg/µl,
tetapi pita DNA dihasilkan lebih tebal dibandingkan pita DNA dengan
konsentrasi cDNA 0,01 ng/µl (Gambar 13b, Lajur 4 dan 5). Hasil positif palsu
yang diperoleh pada hasil PCR dapat disebabkan kontaminasi DNA pada
saat memasukkan sampel ke dalam sumur gel elektroforesis. Kontaminasi
DNA terutama terjadi akibat carry over, yaitu amplikon atau DNA dari reaksi
PCR sebelumnya mengkontaminasi reagen atau pipet yang digunakan (OIE
2008: 4).
Berdasarkan ukuran fragmen spesifik yang diamplifikasi, seharusnya
reaksi amplifikasi menggunakan pasangan primer NIF600 + NIR774 memiliki
sensitivitas lebih tinggi daripada pasangan primer lainnya. Hal tersebut
karena ukuran fragmen spesifik yang diamplifikasi menggunakan pasangan
Deteksi Fragmen..., Sylvia Sance Marantina, FMIPA UI, 2008
41
primer NIF600 + NIR774 memiliki ukuran paling pendek (174 pb)
dibandingkan ukuran fragmen spesifik pasangan primer lainnya. Fragmen
cetakan DNA yang pendek lebih efisien digunakan dalam reaksi amplifikasi
dibandingkan fragmen cetakan DNA yang panjang (Davis dkk. 1994: 119).
4. Analisis hasil uji sensitivitas PCR pasangan primer NIF757 + NIR975
Reaksi amplifikasi untuk uji sensitivitas menggunakan pasangan
primer NIF757 + NIR975 menghasilkan produk PCR berupa pita DNA dengan
ukuran 218 pb pada konsentrasi cDNA terendah sebesar 0,01 ng/µl (Gambar
14a, Lajur 4). Pengulangan empat kali reaksi amplifikasi menggunakan
pasangan primer NIF757 + NIR975 dari pengulangan lima kali yang dilakukan
menunjukkan hasil sama. Pita DNA dihasilkan memiliki ketebalan berbeda
untuk setiap konsentrasi cDNA dan kontrol negatif reaksi menunjukkan tidak
terbentuknya pita DNA.
Hasil positif palsu terjadi pada pengulangan ke-4 reaksi PCR
menggunakan pasangan primer NIF757 + NIR975. Reaksi amplifikasi pada
pengulangan ke-4 menggunakan pasangan primer NIF757 + NIR975 dapat
menghasilkan pita DNA dengan konsentrasi cDNA terendah sebesar
0,1 pg/µl, tetapi pita DNA yang dihasilkan mempunyai ketebalan sama
dengan pita DNA pada konsentrasi cDNA 10 ng/µl (Gambar 14b, Lajur 1
dan 6). Hasil positif palsu yang diperoleh pada hasil PCR dapat disebabkan
kontaminasi DNA pada saat memasukkan sampel ke dalam sumur gel
Deteksi Fragmen..., Sylvia Sance Marantina, FMIPA UI, 2008
42
elektroforesis atau homogenitas cDNA yang dimasukkan ke dalam campuran
reaksi (Karuniawati 2008: 3).
C. ANALISIS HASIL UJI SPESIFISITAS PCR
Uji spesifisitas penting dilakukan untuk verifikasi PCR yang digunakan
pada uji diagnostik penyakit infeksi sehingga dapat menghasilkan data
dengan kualitas baik dan mencegah terjadinya kesalahan dalam diagnosis.
Uji spesifisitas PCR keempat pasangan primer dilakukan menggunakan
sampel dari beberapa subtipe virus avian influenza, yaitu H5N1, H1N1, dan
H3N2. Penggunaan sampel beberapa bakteri saluran pernapasan atas, yaitu
S. pneumonia, N. meningitidis, dan H. influenzae dilakukan untuk melihat
adanya reaksi silang antara keempat pasang primer yang digunakan
terhadap gen bakteri. Ringkasan hasil yang diperoleh pada uji spesifisitas
PCR menggunakan keempat pasangan primer dapat dilihat pada Tabel 4.
Reaksi silang penting dilakukan pada uji spesifisitas PCR untuk
menghindari kesalahan diagnosis. Reaksi silang ditunjukkan oleh
kemampuan primer untuk bereaksi dengan gen bakteri patogen saluran
pernapasan (Payungporn dkk. 2006: 145). Reaksi silang PCR yang positif
diperlihatkan dengan terbentuknya pita DNA sesuai ukuran yang diharapkan
untuk masing-masing primer. Hasil reaksi silang positif menunjukkan bahwa
primer yang dirancang tidak dapat membedakan gen virus AI dengan gen
bakteri patogen saluran pernapasan (Payungporn dkk. 2006: 145).
Deteksi Fragmen..., Sylvia Sance Marantina, FMIPA UI, 2008
43
1. Analisis hasil uji spesifisitas menggunakan strain H5N1, H1N1, dan H3N2
Uji spesifisitas menggunakan strain H5N1 dari berbagai tahun sampel
(tahun 2005, 2006, dan 2007) perlu dilakukan karena gen NA virus AI mudah
mengalami mutasi titik (antigenic drift) sehingga dapat menimbulkan hasil
negatif palsu dalam pendeteksian. Mutasi titik pada protein neuraminidase
(NA) virus influenza, dapat terjadi setiap beberapa tahun (Capua & Alexander
2002: 2--3). Hasil uji spesifisitas keempat pasang primer menggunakan
sampel strain H5N1 dari tahun yang berbeda memperlihatkan terbentuknya
pita DNA dari hasil reaksi amplifikasi (Gambar 15, 16, 17, 18, Lajur 1, 2, dan
3).
Hasil uji spesifisitas PCR keempat pasang primer menggunakan
cetakan DNA strain AI subtipe H1N1 tidak menghasilkan pita DNA. Subtipe
H1N1 dan H5N1 memiliki subtipe gen NA yang sama, yaitu N1, tetapi produk
PCR tidak dihasilkan pada reaksi amplifikasi menggunakan subtipe H1N1
sebagai cetakan DNA (Gambar 15, 16, 17, dan 18, Lajur 4). Hal tersebut
karena susunan nukleotida primer yang dirancang spesifik untuk gen NA
subtipe N1 pada strain H5N1 dan memiliki perbedaan conserve region
dengan strain H1N1. Primer NA yang dirancang hanya akan mengenali
conserve region NA pada strain H5N1.
Uji spesifisitas menggunakan gen NA virus AI subtipe H3N2 perlu
dilakukan karena subtipe H3N2 merupakan subtipe virus AI yang paling
sering menginfeksi dan menimbulkan penyakit influenza pada manusia di
Deteksi Fragmen..., Sylvia Sance Marantina, FMIPA UI, 2008
44
Indonesia. Uji spesifisitas menggunakan cetakan DNA subtipe H3N2 tidak
menghasilkan pita DNA (Gambar 15, 16, 17, dan 18, Lajur 5). Hal tersebut
menunjukkan posisi conserve region yang dijadikan acuan dalam
perancangan primer bersifat spesifik hanya dapat ditemukan pada subtipe
H5N1. Hasil multiple alignment yang telah dilakukan oleh peneliti di IHVCB
saat perancangan primer menggunakan beberapa isolat H5N2, H6N1, H5N1,
H3N1, dan H1N1 menunjukkan bahwa primer bersifat spesifik terhadap
subtipe H5N1 (Widyaningtyas, komunikasi pribadi, 15 April 2008).
2. Analisis hasil uji spesifisitas menggunakan gen bakteri
Uji spesifisitas menggunakan gen bakteri saluran pernapasan, yaitu
S. pneumonia, N. meningitidis, dan H. influenzae dilakukan karena ketiga
bakteri tersebut dapat ditemukan pada saluran pernapasan bagian atas
manusia dan menimbulkan penyakit yang memiliki gejala mirip dengan infeksi
virus AI. Ketiga bakteri tersebut merupakan flora normal yang terdapat pada
nasofaring manusia. Infeksi bakteri S. pneumonia, N. meningitidis,
H. influenzae, dan virus AI menimbulkan gejala demam tinggi, batuk, sakit
kepala, dan sakit pada tenggorokan. Streptococcus pneumonia,
H. influenzae, dan virus AI merupakan mikroorganisme yang dapat
menyebabkan penyakit pneumonia pada manusia (Chamberlain 2002: 1).
Streptococcus pneumonia mengekspresikan glikoprotein permukaan,
yaitu neuraminidase (NA) yang memiliki kemampuan untuk memecah sialic
acid pada substrat yang mengandung reseptor N-acetylneuraminic acid α-2,3
Deteksi Fragmen..., Sylvia Sance Marantina, FMIPA UI, 2008
45
galactose, N-acetylneuraminic acid α-2,6 galactose, dan N-acetylneuraminic
acid α-2,6 N-acetylgalactosamine. Neisseria meningitidis dan H. influenzae
tidak mengekspresikan neuraminidase, tetapi memiliki lipooligosakarida
(LOS) yang mengekspresikan sialyltransferase. Sialyltransferase berfungsi
untuk memperoleh N-acetylneuraminic acid (NANA) dari cytidine
monophospho-N-acetylneuraminic acid. N-acetylneuraminic acid (NANA)
yang terdapat pada terminal LOS meningkatkan resistensi bakteri terhadap
sistem antibodi manusia (Brooks dkk. 2006: 424).
Reaksi silang yang dilakukan menggunakan keempat pasangan primer
terhadap gen bakteri juga menunjukkan hasil negatif. Pita DNA tidak
terbentuk pada hasil amplifikasi menggunakan gen bakteri sebagai cetakan
DNA (Gambar 15, 16, 17, 18, Lajur 7, 8, dan 9). Berdasarkan hasil PCR,
dapat diketahui bahwa tidak ada daerah yang bersifat komplementer dengan
primer yang telah dirancang pada genom bakteri. Primer tidak dapat
menempel pada cetakan DNA saat tahap annealing tanpa adanya daerah
DNA yang komplementer dengan primer sehingga tidak akan terbentuk
produk PCR (Sambrook & Russell 2001: 8.5). Hal tersebut menunjukkan
primer memiliki spesifisitas tinggi dan dapat membedakan AI subtipe H5N1
dari patogen saluran pernapasan yang lain.
Spesifisitas PCR yang tinggi dipengaruhi oleh kondisi primer yang
dirancang terutama ukuran panjang primer, kondisi reaksi amplifikasi yang
optimal, dan cetakan DNA. Keempat pasangan primer yang dirancang
memiliki ukuran panjang 18--21 pb. Menurut Prezioso (2007: 1), primer yang
Deteksi Fragmen..., Sylvia Sance Marantina, FMIPA UI, 2008
46
memiliki ukuran panjang 18--24 pb akan menghasilkan produk PCR spesifik
karena akan mempermudah proses penempelan primer dengan cetakan
DNA pada suhu annealing.
Berdasarkan hasil penelitian, keempat pasangan primer, yaitu NIF64 +
NIR320, NIF306 + NIR537, NIF600 + NIF747, dan NIF757 + NIR 975 dapat
mendeteksi gen NA dengan spesifisitas yang tinggi terhadap virus AI subtipe
H5N1, tetapi pasangan primer NIF306 + NIR537 dapat mendeteksi gen NA
virus AI dengan sensitivitas PCR paling tinggi dibandingkan ketiga pasangan
primer lainnya. Pasangan primer tersebut paling baik digunakan untuk uji
diagnostik dini infeksi virus AI subtipe H5N1 dengan RT-PCR karena hanya
membutuhkan konsentrasi DNA sampel yang rendah. Uji diagnostik dini
bermanfaat untuk mencegah penularan dan membantu penanganan pasien
sehingga dapat menurunkan angka kematian pasien akibat infeksi AI subtipe
H5N1.
Deteksi Fragmen..., Sylvia Sance Marantina, FMIPA UI, 2008
Download