BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Tantangan global terkini adalah sejauh mana sebuah perusahaan atau organisasi untuk tetap bertahan ditengah-tengah persaingan yang semakin ketat. Menurut Fahmi (2012) untuk terus maju dan bertahan organisasi membutuhkan perubahan sebagai suatu cara atau tindakan adaptasi terhadap berbagai dinamika kontekstual. Usmara dan Dwiantara (2006) mengutip hasil penelitian Arie de Geus yang menemukan dan mengidentifikasi bahwa banyak perusahaan yang tidak dapat bertahan hidup karena mereka “tidak mampu untuk belajar dan mengadaptasikan dirinya” dengan perubahan yang terjadi disekitarnya. Sebaliknya, menurut Arie, organisasi yang sanggup bertahan dan berkembang bukan karena faktor keberuntungan melainkan karena banyak diantara mereka memiliki kapasitas untuk beradaptasi dengan cepat, mengambil tindakan dengan tepat dalam menggerakkan organisasi menuju tujuan yang hendak dicapai. Pemimpin merupakan elemen utama dalam suatu organisasi sebagai penentu kebijakan dan pengambil keputusan. Achua dan Lussier (2010) mendefinisikan kepemimpinan sebagai “the influencing process of leaders and followers to achieve organizational objectives through change”. Sedangkan, Fahmi (2012) sependapat dengan Terry mengatakan bahwa kepemimpinan sebagai “the activity of influencing people to strive wilingly for mutual objectives”. Pentingnya peran pemimpin itu dituntut mempunyai kemampuan, keahlian, ketrampilan yang strategis untuk mengendalikan dan mengantar organisasi yang dipimpinnya bergerak dijalur yang tepat tetapi juga harus memberi pengaruh dan memengaruhi. Phipps dan Burbach (2011) berpendapat bahwa fokus kepemimpinan strategis yakni pada cara pemimpin puncaknya (executive leader) memengaruhi kinerja organisasi melalui kepemimpinan mereka. Kinerja organisasi tidak akan berjalan optimal bila tidak dibangun budaya organisasi yang kondusif serta motivasi yang kontinyu terhadap kinerja setiap individu didalamnya. Penelitian yang dilakukan oleh Centre for Creative Leadership (2004) menunjukkan kepemimpinan strategis adalah tentang strategi bagaimana mengubah orang melalui visi dan nilai-nilai, budaya dan iklim, struktur dan sistem. Kepemimpinan strategis dari pengertian ini adalah kemampuan berubah yang dimiliki pemimpin untuk mengelola, mengkoordinasikan, memengaruhi dirinya dalam memotivasi dan meningkatkan kinerja orang-orang yang dipimpinnya untuk mencapai tujuan organisasi. Kemampuan berubah dari seorang pemimpin itu mengindikasikan bahwa ia memiliki pandangan yang jauh kedepan, mempunyai kecakapan untuk mengenali, memahami, mengelola bahkan menciptakan perubahan. Serfontein dan Hough (2011) memberi alasan dalam penelitiannya tentang mengapa pemimpin puncak itu harus “visioner” karena keputusan jangka pendek seorang “top management” akan menentukan kelangsungan hidup organisasi jangka panjang. Dalam hal “memfasilitasi pertumbuhan dan perkembangan karyawan maka fungsi kepemimpinan keperawatan menjadi sangat penting”, demikian pernyataan Sherman sebagaimana dikutip oleh Bagwell (2013). Leadership Institute Virginia, Sebagai direktur Nursing Sherman menyatakan bahwa ada dua hal yang dibutuhkan karyawan medik dari pemimpinnya yaitu memberi motivasi yang tepat dan berkomunikasi secara teratur. Dua hal tersebut terbukti efektif menjadi dorongan yang memastikan keberhasilan dan kinerja berkualitas dari setiap individu karyawan medis. Diposisi ini peran kepemimpinan strategis harus mempunyai kemampuan memberi motivasi terhadap orang-orang yang dipimpinnya dalam menghadapi perubahan untuk meningkatkan kemampuan atau kinerja mereka. Selain faktor kepemimpinan, budaya organisasi juga memainkan peran penting dalam memotivasi para karyawan meningkatkan kinerja mereka. Soedjono (2005) berpendapat bahwa budaya organisasi merupakan sistem yang digunakan untuk menyebarkan kepercayaan, nilai-nilai yang berkembang dalam organisasi untuk mengarahkan perilaku individu yang terkait didalamnya. Budaya organisasi dapat mengakibatkan tinggi atau rendahnya kinerja karyawan yang ada dalam perusahaankarena itu harus dibuat, dikokohkan, disosialisasikan bahkan dapat diubah supaya berfungsi secara efektif dan maksimal dalam memberi motivasi untuk peningkatan kualitas kinerja karyawan. Motivasi sebagai salah satu faktor yang dapat memengaruhi kinerja karyawan diciptakan dari budaya organisasi yang khas itu. Robbins et al. (2008) mendefinisikan motivasi sebagai keinginan “untuk melakukan” sebagai wujud kesediaan melakukan upaya terbaik untuk tujuan organisasi dengan mengkondisikan kemampuan untuk memenuhi kebutuhan individual. Motivasi bisa berasal dari dalam diri seseorang maupun dari luar dirinya. Mengutip pendapat Soroso, Fahmi (2012) memilah dan menyebut motivasi ekstrinsik sebagai sesuatu yang datang dari luar diri seseorang, mendorongnya memiliki semangat untuk merubah perilaku yang dimiliki saat ini ke arah yang lebih baik. Sedangkan motivasi intrinsik adalah dorongan yang muncul dari diri seseorang yang mempengaruhinya melakukan sesuatu yang bernilai. Motivasi yang baik dan tepat akan menghasilkan performa yang baik pula. Sebab sekalipun semua fasilitas telah disediakan namun tanpa adanya motivasi, pekerjaan apapun tidak akan terlaksana dengaan baik. Beberapa penelitian menemukan bahwa gaji dan promosi penting untuk diperhatikan dalam memotivasi karyawan, namun bukan satu-satunya motivasi yang dibutuhkan untuk meningkatkan kinerjanya. Dalam meningkatkan kinerja karyawan sinergitas diperlukan untuk membangun kesamaan persepsi terhadap apa yang menjadi tujuan akhir dari organisasi sesuai dengan visi dan misi yang dirancang. Dan kinerja karyawan akan optimal dan maksimal bila terdapat penilaian kinerja yang sistematis, terukur dan terencana. Menurut Prawirosentono (2000), kinerja adalah hasil kerja yang dicapai seseorang atau sekelompok orang dalam organisasi sesuai dengan job description dari tugas, tanggung jawab dan wewenang masing-masing. Sedangkan Mahmudi (2005) mengemukakan pendapatnya mengenai pengertian kinerja yakni sebagai konstruksi multidimensional yang terdiri dari banyak faktor yang memengaruhi seperti personal, kepemimpinan, tim, sistem kerja atau kultur dan faktor kontekstual. Sementara Mahsun (2006) mendefinisikan kinerja sebagai gambaran mengenai sejauh mana pencapaian organisasi dalam melaksanakan program-programnya, kebijakan yang diambil dalam mewujudkan sasaran, tujuan, sebagaimana yang tertuang dalam strategic serta visi dan misi organisasi planningnya. Berfungsinya kepemimpinan strategis dan budaya yang kondusif dalam organisasi dapat memotivasi karyawan meningkatkan kinerjanya. UU RI Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit mendefinisikan rumah sakit sebagai “institusi pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan secara paripurna, yang penyelenggaraannya bertujuan mempermudah akses masyarakat untuk mendapatkan pelayanan kesehatan; memberikan perlindungan terhadap keselamatan pasien, masyarakat, lingkungan rumah sakit dan sumber daya manusia di rumah sakit; meningkatkan mutu dan mempertahankan standar pelayanan rumah sakit dan memberikan kepastian hukum kepada pasien, masyarakat dan tugas rumah sakit adalah paripurna. Dengan sumber daya manusia rumah sakit”. Sedangkan memberikan pelayanan kesehatan perorangan secara fungsi-fungsinya yakni “a. menyelenggarakan pelayanan pengobatan dan pemulihan kesehatan sesuai dengan standar pelayanan rumah sakit; b. memelihara dan meningkatkan kesehatan perorangan melalui pelayanan kesehatan yang paripurna tingkat kedua dan ketiga sesuai kebutuhan medis; c. menyelenggarakan pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia dalam rangka peningkatan kemampuan dalam pemberian pelayanan kesehatan; dan d. menyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta penapisan teknologi bidang kesehatan dalam rangka peningkatan pelayanan kesehatan dengan memperhatikan etika ilmu pengetahuan bidang kesehatan” Menilik acuan undang-undang tersebut, penyelenggaraan pelayanan kesehatan di Rumah Sakit Umum Monompia perlu ditingkatkan dari waktu ke waktu dan ditata sesuai dengan manajemen organisasi pada umumnya. Kehadiran RSU Monompia di Kotamobagu, khususnya dan di daerah Bolaang Mongondow pada umumnya telah mampu bersama-sama dengan rumah sakit lainnya mengatasi kebutuhan pelayanan kesehatan masyarakat baik yang sifatnya rawat jalan maupun rujukan/rawat inap. Hal ini ditunjang dengan tersedianya fasilitas dan tenaga medis yang cukup memadai dan didukung dengan suasana nyaman serta lingkungan yang tenang membuat rumah sakit ini menjadi pilihan masyarakat. masyarakat ini langkah-langkah adalah peluang strategis. bagi Melihat pihak rumah perkembangan sakit dan Kepercayaan untuk mengambil pertumbuhan yang menggembirakan itu, maka pengelolaan dan penataan internal dan eksternal RSU Monompia menjadi prioritas utama pihak manajemen. Faktor-faktor kepemimpinan, budaya organisasi, motivasi kerja guna meningkatkan kinerja karyawannya merupakan hal yang mutlak mendapat perhatian yang serius. Ditengah-tengah pertumbuhan dan perkembangan yang cepat itu ditemukan beberapa kondisi yang merupakan kelemahan sekaligus tantangan untuk dibenahi. Pertama, terkait dengan masalah pemimpin yang tidak full-time Penjabat direktur RSU Monompia bukan tenaga tetap, tetapi masih aktif sebagai dokter PNS di rumah sakit daerah. Dan sudah menjabat sejak tahun 2007 sampai sekarang. Akhirnya, dengan alasan urgensi, beberapa urusan ditangani oleh pihak pemimpin yayasan yang merasa turut bertanggungjawab atas penyelenggaraan pelayanan RSU Monompia. Ketidakjelasan pembagian peran dan tanggung jawab kepemimpinan turut menjadi faktor penyebab persoalan ini. Masalah kedua terkait dengan budaya organisasi yakni pengenalan dan pemahaman karyawan tentang visi, misi, nilai dan sistem yang diberlakukan masih kurang. Sementara profesionalitas dan ketaatan padaa peraturan merupakan bagian dari budaya organisasi di rumah sakit ini dituntut dilakukan oleh 63 % karyawan medik khususnya perawat dengan masa kerja dibawah 5 tahun. Dipihak lain, terjadi turn-over terutama 2 tahun terakhir ini sejumlah 12 orang. Alasan karyawan keluar dari rumah sakit ini adalah karena diterima menjadi pegawai negeri, mengindikasikan bahwa secara finansial para karyawan membutuhkan penghasilan lebih baik, keamanan dan kenyamanan status sebagai tenaga kerja tetap. Ketiga, terkait dengan motivasi bekerja yakni kurangnya motivasi dari direktur dan standar pengupahan/sistem pengupahan yang diterapkan belum sesuai harapan. Keempat, terkait dengan kinerja karyawan. 97,3 % status karyawan medik dirumah sakit ini bersifat tenaga lepas/tenaga part-time. Ketidakjelasan status karyawan menjadi pergumulan tersendiri bagi karyawan berdampak pada pengupahan tetapi peluang untuk resign dan bagi rumah sakit berpengaruh pada motivasi dan budaya organisasi. Sementara itu format penilaian kinerja yang baku masih digodok oleh pihak yayasan. Hal ini berarti belum dapat diketahui faktor-faktor apa sajakah yang memengaruhi motivasi kerja serta dampaknya pada kinerja karyawan medis di RSU Monompia ini. Dari paparan latar belakang dan permasalahan diatas maka penelitian ini hendak melakukan kajian terhadap faktor-faktor yang memengaruhi motivasi kerja yaitu kepemimpinan strategis dan budaya organisasi serta dampaknya terhadap peningkatan kinerja karyawan, kajian terhadap faktor-faktor yang secara langsung memengaruhi kinerja karyawan yaitu motivasi kerja dan kajian terhadap bagaimana kepemimpinan strategis dan budaya organisasi memengaruhi motivasi kerja dan berdampak pada kinerja karyawan medik pada Rumah Sakit Umum Monompia Kotamobagu. 1.2. Perumusan Masalah Penelitian terhadap elemen-elemen organisasi seperti kepemimpinan strategis dan budaya organisasi berpengaruh terhadap motivasi serta dampaknya pada peningkatan kinerja karyawan sudah pernah dilakukan terutama di organisasi profit. Dengan pendekatan dan obyek penelitian berbeda beberapa penelitian telah dilakukan sebelumnya terkait dengan masalah yang ditemui dalam penelitiannya. Utami (2011) dalam penelitiannya menyimpulkan bahwa terdapat korelasi positif dan signifikan antara gaya kepemimpinan transformasional dengan motivasi kerja karyawan. Penelitian yang dilakukan terhadap karyawan perusahaan ini menunjukkan bahwa gaya kepemimpinan memengaruhi motivasi kerja karyawan. Sedangkan Laswitarni (2010) meneliti tentang hubungan antara budaya organisasi dan motivasi kerja karyawan perusahaan menyimpulkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan dan positif. Komunikasi menjadi indikator yang harus dikembangkan untuk membangun budaya organisasi yang memotivasi karyawan. Kiruju dan Mukuru (2013) menyimpulkan bahwa ada korelasi positif yang signifikan antara motivasi dengan kinerja karyawan administrasi di Kenya. Artinya bahwa meningkatkan motivasi terhadap karyawan secara positif meningkatkan kinerjanya. Kamaliah dan Rifqi (2013) mendapati bahwa gaya kepemimpinan, budaya organisasi dan motivasi kerja yang efektif dan tepat mampu meningkatkan kinerja karyawan akuntan pemerintah. Mencermati latar belakang dan hasil penelitian terdahulu maka penelitian ini difokuskan pada kepemimpinan strategis sebagai pola kepemimpinan yang punya ciri berbeda dari kepemimpinan transformasional, melihat budaya organisasi, motivasi kerja serta kinerja karyawan medik di rumah sakit yang berciri khusus. Sebagaimana telah dibahas dalam latar belakang maka rumusan masalah dalam penelitian ini adalah : 1. Apakah terdapat pengaruh kepemimpinan strategis terhadap motivasi kerja karyawan RSU Monompia Kotamobagu? 2. Apakah terdapat pengaruh budaya organisasi terhadap motivasi kerja karyawan RSU Monompia Kotamobagu? 3. Apakah terdapat pengaruh motivasi terhadap kinerja karyawan karyawan RSU Monompia Kotamobagu? 4. Apakah terdapat pengaruh kepemimpinan strategis terhadap kinerja karyawan RSU Monompia Kotamobagu dengan motivasi kerja sebagai variabel pemediasi? 5. Apakah terdapat pengaruh budaya organisasi terhadap kinerja karyawan RSU Monompia Kotamobagu dengan motivasi kerja sebagai variabel pemediasi? 1.3. Tujuan Penelitian Dari rumusan masalah diatas maka tujuan penelitian ini adalah: 1. Untuk mengetahui dan menguji pengaruh kepemimpinan strategis terhadap motivasi karyawan di RSU Monompia Kotamobagu. 2 Untuk mengetahui dan menguji pengaruh budaya organisasi terhadap motivasi karyawan di RSU Monompia Kotamobagu. 3 Untuk mengetahui dan menguji pengaruh motivasi terhadap kinerja karyawan di RSU Monompia Kotamobagu. 4 Untuk mengetahui dan menguji pengaruh kepemimpinan strategis terhadap kinerja karyawan dengan motivasi sebagai variabel pemediasi. 5 Untuk mengetahui dan menguji pengaruh budaya organisasi terhadap kinerja karyawan dengan motivasi sebagai variabel pemediasi. 1.4. Manfaat Penelitian Adapun manfaat penelitian ini diharapkan memberikan 1. Kontribusi terhadap pengembangan teori manajemen sumber daya manusia terkait dengan teori kepemimpinan strategis, budaya organisasi, motivasi dan kinerja karyawan dapat diterapkan di organisasi non profit dengan karakteristik tertentu. 2. Kontribusi terhadap penelitian mendatang terutama faktor-faktor yang memengaruhi motivasi kerja dan meningkatkan kinerja karyawan 3. Sumbangan pemikiran bagi pihak Yayasan Kesehatan Monompia GMIBM, Rumah Sakit Umum Monompia Kotamobagu: direktur dan karyawan medik tentang kajian faktor-faktor kepemimpinan strategis, budaya organisasi, motivasi dan kinerja karyawan berdampak positif meningkatkan pelayanan bagi gereja dan masyarakat. dalam rangka