MENGENAL MUSIK KERONCONG Drs. F. Dhanang Guritno, M.Sn Widyaiswara Seni Musik P4TK SB Yogyakarta Gambar.www.google.com Musik keroncong hingga saat ini masih ada, dan punya komunitas tersendiri yang menyukainya, baik sebagai seniman pencipta, pemain musik keroncong itu sendiri, maupun sekedar penikmat saja. Dari sejarah musik keroncong maupun bentuk karya seninya yang berupa lagu-lagu, barangkali sangat jarang anak-anak muda jaman sekarang yang benar-benar mengenal jenis lagu yang termasuk keroncong. Keroncong pada saat ini memang agak kurang dikenal oleh anak muda, digali ketika mereka harus melakukan penelitian entah sebagai tulisan ilmiah, skripsi ataupun bentuk yang lain. Berbeda pada zaman-zaman dahulu sekitar dekade 50an hingga 70an kebanyakan anak muda pada waktu itu kenal dan suka bermain musik keroncong, sehingga mereka paham betul pada bentuk-bentuk lagu yang termasuk dalam musik keroncong. Pembahasan Secara historis keroncong banyak mendapat pengaruh dari musik portugis. Jenis musik ini telah begitu populer jauh sebelum musik populer yang lain ada di Indonesia. Tentang hal ini Triyono Bramantyo dalam bukunya Disseminasi Musik Barat di Timur mengungkapkan: “ Jejak terakhir dari keseluruhan bukti penyebaran musik Barat di Indonesia adalah keroncong. Keroncong adalah bentuk musik yang paling populer, yang sejarahnya terlepas dari unsur keagamaan. Begitu populernya musik ini sehingga dikenal luas dan sangat dihargai di seluruh pulau jawa dan pulau-pulau lain. Ada sejumlah kelompok ansambel amatir di sebuah kota kecil di Jawa. Belakangan ini, musik aliran ini berkembang menjadi bermacam-macam gaya, dari keroncong asli hingga langgam jawa, keroncong populer, keroncong Jazz, dan lain-lain…” (Bramantyo Triyono, 2004: 98). Tokoh-tokoh musik keroncong antara lain, Kusbini (1903-1991). Gesang (1916-2010) dan lain-lain. Pada tahun-tahun 1950 hingga1970an an adalah tahun emas bagi musik keroncong. Tokoh keroncong yang aktif pada waktu itu ada nama-nama Waljinah dari Solo dengan Orkes keroncong Bintang Surakarta, Sedangkan dari Jakarta dikenal nama Orkes Keroncong Bintang Jakarta pimpinan Budiman BJ. Selain itu di setiap kota besar hingga desa-desa di berbagai tempat bisa dipastikan ada grup keroncong yang lumayan banyak. Pada tahun-tahun itu, radio-radio swasta maupun RRI gencar melakukan siaran lagulagu keroncong baik menyiarkan secara langsung maupun rekaman. Karena banyaknya grupgrup yang akan melakukan siaran sehingga setiap tahun RRI menyelenggarakan seleksi grupgrup keroncong yang akan menjadi grup pembantu siaran. Begitu populernya jenis musik keroncong pada waktu itu sehingga kebanyakan orang mengenal beraneka macam lagu keroncong. Penyanyi Keroncong yang populer hingga saat ini antara lain; Waljinah, Tuti trisedya, Indah susanti, Sundari Sukoco, Toto Salmon, Mus Mulyadi dan lain-lain. Instrumen musik yang digunakan Musik Keroncong dianggap mempunyai karakteristik Indonesia karena mempunyai ciri permainan yang agak mirip dengan gamelan, di mana alat musik cello dimainkan seperti permainan kendang, walaupun aslinya alat ini termasuk instrumen gesek, tetapi dalam keroncong dimainkan dipetik atau pizzicato. Kontra Bass juga dipetik dianggap gong seperti pada gamelan. Pada keroncong alat musik selain biola dan flute dimainkan secara bersautan seperti dalam gamelan. Penyanyi dalam menyanyi banyak meniru suara pesinden. Pada awalnya alat musik yang dimainkan untuk mengiringi lagu keroncong hanyalah musik dawai, seperti biola, ukulele, dan celo. Alat musik perkusi jarang dipakai. Perlengkapan alat musik seperti ini masih dipakai oleh Keroncong Tugu, yaitu komunitas keroncong keturunan budak Portugis dari Ambon yang tinggal di kampung Tugu, Jakarta Utara. Selanjutnya musik ini berkembang ke daerah selatan di Kemayoran dan Gambir oleh orang Betawi yang berbaur dengan musik Tanjidor pada tahun 1880-1920. Pada tahun 1920-1960, pusat perkembangan musik keroncong pindah ke daerah Solo dan musiknya pun menjadi lebih lambat sesuai dengan sifat orang Jawa. Pada saat ini, alat musik yang dipakai dalam orkes keroncong sudah berkembang sebagai berikut: 1. Ukulele sering disebut Cuk. Memiliki dawai 3 (nilon) yang mempunyai urutan nada open string dawai no 1 E, dawai no 2 B, dawai no 3 G. Bunyi crong-crong dari alat ini, menyebabkan disebut keroncong yang ditemukan pada tahun 1878 di hawai dan merupakan awal mula musik keroncong. 2. Ukulele yang memiliki 4 (baja) sering disebut Cak. Pada awalnya alat yang dipakai adalah banjo berukur kecil. 3. Gitar akustik berdawai baja (bukan nilon) yang berfungsi sebagai gitar melodi yang dimainkan dengan gaya kontrapuntis (anti melodi). 4. Biola adalah alat yang menggantikan rebab. Mengendalikan melodi dan filler 5. Flute menggantikan suling bambu. Bersama biola mengendalikan melodi dan filler 6. Cello menggantikan kendang. Cello memakai dawai nilon dimainkan dengancara dipetik, untuk menghasilkan suara menyerupai kendang dengan mengikuti akor yang dimainkan. 7. Kontrabas berdawai nilon menggantikan gong yang dimainkan dengan dipetik. Dewasa ini Kontra bass sering juga diganti dengan Bass gitar elektrik. Musik keroncong yang masih asli adalah ansambel atau bermain alat musik bersama dimana kebanyakan para pemain mengembangkan permainan dari alat musiknya sendirisendiri. Nada-nada yang dimainkan kebanyakan adalah pengembangan dari akor-akor yang telah disepakati progresinya sesuai dengan jenis lagunya. Jenis lagu keroncong antara lain, Keroncong Asli, Langgam dan Stambul. Untuk pemain pengiring yakni Cuk, Cak, Gitar, Cello dan Bass, apabila menggunakan partitur kebanyakan hanyalah simbol-simbol akor yang ditulis seperti kebanyakan pada tulisan pemain rhythm section pada band musik populer. Sedangkan pemain biola dan flute biasanya menguasai notasi melodinya. Permainan filler dari flute dan biola biasanya secara improvisasi dan tidak tertulis. Kecuali jika repertoarnya sudah dirransemen untuk beberapa instrumen musik yang harus bermain bersama, biasanya membaca partitur. Misalnya Biola berjumlah 4 orang pemain, flute 2 orang pemain dan sebagainya. Lagu-lagu keroncong yang populer Lagu berirama keroncong terdiri dari 3 jenis yaitu Langgam Keroncong, Keroncong Asli dan Stambul. Lagu-lagu yang termasuk langgam antara lain: Bengawan Solo, Dinda Bestari, Pahlawan Merdeka, Di Tepinya Sungai Serayu, Jembatan Merah dan lain-lain. Selain itu terdapat juga langgam jawa seperti Yen ing tawang ono lintang, Nyidam Sari dan lain-lain yang kini juga populer sebagai lagu campursari. Lagu-lagu yang termasuk Keroncong Asli antara lain: Bandar Jakarta, Tanah Airku, Suci, dan lain-lain. Sedangkan yang termasuk Stambul antara lain, Baju biru, Kecewa, Jauh di Mata, dan lain-lain. Kesimpulan Musik keroncong musik asli di negara kita Indonesia, dimana secara historis keroncong banyak mendapat pengaruh dari musik portugis. Jenis musik ini telah begitu populer jauh sebelum musik populer lain ada di Indonesia. Dan begitu populernya musik ini pada zamannya, sehingga banyak grup-grup bermunculan baik di kota-kota maupun pelosok-pelosok daerah. Dengan begitu masyarakat pada waktu itu sangat mengenal musik keroncong. Berbeda dengan kondisi pada saat ini, musik populer sangat mendominasi industri musik yang disukai kaum muda, sedangkan musik keroncong kurang begitu dikenal anak-anak muda. Sulit dibayangkan untuk bisa mengebal musik keroncong ini jika tidak sering mendengarkan, mengamati atau bahkan memainkan lagu-lagu jenis keroncong tersebut. Kiranya perlu sebagai apresiasi bagi anak-anak muda jaman sekarang, diperkenalkan dengan jalan banyak di tanyangkan di media-media elektronik, atau bahkan diperkenalkan melalui pendidikan dengan memasukkan musik keroncong pada pelajaran seni budaya dalam kurikulum sekolah. Gambar.www.google.com Gambar.www.google.com DAFTAR PUSTAKA Bramantyo Triyono, Disseminasi Musik Barat di Timur, Penerbit Yayasan Untuk Indonesia,Yogyakarta, 2004. Echols John M. dan Hasan Sadily, Kamus Inggris Indonesia, PT.Gramedia, Jakarta, 1992. Hausser, Arnold, The Sociology of art, The University of Chicago Press, 1985 Mack, Dieter, Sejarah Musik jilid 4, PML, Yogyakarta, 2004.(a) ----------, Musik Kontemporer dan Persoalan Interkultural Budaya, ARTI, Bandung, 2004.(b) www.beritaanda.com Biodata penulis Drs. F. Dhanang Guritno M.Sn, saat ini merupakan Widyaiswara di PPPPTK Seni dan Budaya Yogyakarta. Meraih gelar Sarjana Pendidikan di IKIP Yogyakarta Program Studi Pendidikan Seni Musik Tahun 1990, dan meraih gelar Magister Seni (MSn) Pengkajian Seni Musik di Pasca Sarjana Institut Seni Indonesia Yogyakarta pada tahun 2006.