tugas kelompok pbai - Blog UB

advertisement
TUGAS NOMOR 1
1. Vitamin
Vitamin dibutuhkan untuk menjaga fungsi tubuh yang normal,
perkembangan mental, serta meningkatkan daya tahan tubuh terhadap
infeksi. Tubuh memerlukan vitamin agar dapat mengolah karbohidrat,
lemak, dan protein. Vitamin dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu vitamin yang
larut lemak dan vitamin yang larut air. Vitamin yang larut lemak adalah
vitamin A, D, E, dan K, sedangkan vitamin yang larut air adalah vitamin C,
kolin, biotin,dan vitamin B kompleks (B1, B2, B3, B5, B6, B9, B12).
Kandungan vitamin dalam beberapa makanan
VITAMIN
Vitamin A (Retinol)
B1 (Tiamin)
B2 (Riboflamin)
Asam Nikotinat
SUMBER
Hati, Minyak ikan, Susu, Sayuran hijau, wortel,
dan Tomat
Sereal, Gandum, Ragi, Susu, dan daging
Ikan, Telur, Susu, Hati, Daging, Ragi dan Sayuran
hijau
Hati, Kurma, Madu, Daging, padi-padian utuh, bijibijian berlemak, kacang-kacangan, keju, telur,
susu
Jeruk, strawberry, semangka, cabe hijau, brokoli,
Lemon, Sayuran hijau, Kentang, Tomat
Minyak ikan, susu, mentega dan telur
Vitamin C (Asam
Askorbat)
Vitamin D
(Kolkalsiferol)
Vitamin E (Tokoferol) Susu, kuning telur, tauge, dan sayuran hijau
(Sumber: Donna dkk, 2009)
Fungsi Bagi Kesehatan
- Vitamin A (Retinol) : Vitamin A membantu perkembangan daya lihat
bayi, juga berperan dalam proses kerja sel tulang. Selain itu, vitamin A
juga
dapat
memberikan
pertahanan
tubuh
terhadap
penyakit,
memelihara kesehatan mata, dan berperan dalam pembentukan sel
epitel. Vitamin A merupakan salah satu vitamin yang vital untuk
menjaga kesehatan. Vitamin A tidak hanya bertanggung jawab pada
kesehatan mata, tapi juga pada kekebalan tubuh (Goodner & Linda,
2008).
-
B1 (Tiamin) : Membantu tubuh membakar makanan untuk melepas
energi, mempertahankan kesehatan saraf, jantung, otot dan jaringan
GI, meningkatkan pertumbuhan dan perbaikan sel (Goodner & Linda,
2008).
-
B2 (Riboflamin) : Membantu tubuh membakar makanan untuk
melepas energy. Selain itu, Riboflavin (vitamin B2) juga berfungsi
melindungi tubuh dari penyakit kanker, serta mencegah migrain dan
katarak (Goodner & Linda, 2008).
-
Asam Nikotinat : Metabolisme lemak, protein, karbohidrat, kecepatan
pertumbuhan tubuh, dapat menurunkan kolesterol dan trigliserida,
mengatur sintesa tiroksin, insulin, STH (Goodner & Linda, 2008).
-
Vitamin C (Asam Askorbat) : Ada ratusan fungsi vitamin C. Akan
tetapi fungsi dasarnya adalah meningkatkan daya tahan tubuh dari
serangan penyakit dan membantu proses penyembuhan akibat luka.
Sebagai antioksidan, vitamin C mampu menetralkan racun, radikal
bebas dalam darah, dan cairan sel
tubuh. Vitamin C juga
meningkatkan sel-sel darah putih yang dapat melawan infeksi
sehingga flu dapat sembuh lebih cepat, membantu mengaktifkan asam
folat, dan membantu meningkatkan penyerapan zat besi sehinggga
mencegah anemia. Vitamin C juga berfungsi memelihara kesehatan
jaringan epitel, menjaga gigi melekat kuat pada gusi, mempercepat
penyembuhan
luka,
dan
mencegah
infeksi
pada
hidung
dan
kerongkongan(Prabantini, 2010).
-
Vitamin D (Kolkalsiferol) : Salah satu manfaat dari vitamin D adalah
membantu tubuh menyerap kalsium dari makanan. Vitamin D juga
bermanfaat bagi kekuatan tulang dan system immune. Selain itu
vitamin D juga dapat berfungsi menghancurkan bakteri dan virus yang
ada dalam tubuh kita (Goodner & Linda, 2008).
-
Vitamin E (Tokoferol) : Vitamin E memiliki manfaat yang sangat
banyak bagi manusia. Manfaat-manfaat dari vitamin E diantaranya
adalah dapat mencegah kemandulan, mencegah pendarahan pada
wanita hamil sehingga dapat mencegah keguguran. Vitamin E juga
dapat meningkatkan daya tahan tubuh, mencegah tejadinya kanker,
mengurangi stress, dan mencegah terjadinya penyakit jantung
(Goodner & Linda, 2008).
Defisiensi
-
Vitamin A (Retinol) : Defisiensi vitamin A menyebabkan buta senja
dan xeroftalmia (metaplasia kornea), salah satu penyebab kebutaan
yang umum dijumpai di Negara berkembang. Overdosis vitamin A
menurunkan keratinisasi kulit dan produksi sebum. Kulit dan rambut
menjadi kasar dan kering, disertai pembesaran hati. Pembentukan
epitel terganggu sehingga kulit pecah-pecah, xeroftalmia (kornea mata
mengering), dan infeksi (Donna dkk, 2009).
-
B1 (Tiamin) : Vitamin B1 (tiamin) ditemukan pada banyak jenis
makanan, temasuk gandum, sereal, dan daging merah. Defisiensi
terjadi dengan cepat jika asupan rendah karena hanya sedikit yang
disimpan dalam tubuh. Defisiensi menyebabkan Sindrom WrnickeKorsakoff tejadi alkoholik kronis. Terdapat ataksia, nistagmus, dan
oftalmoplegia, disertai bingung. Ketidakmampuan menyimpan ingatan
baru disertai oleh konfabulasi (psikosis Korsakoff). Terjadi iskemia dan
pendarahan kapiler pada korpus mamilaris dan disekitar aquaduktus di
otak tengah. Terjadi penurunan kadar transketolase eritrosit. Defisiensi
juga menyebabkan beri-beri dan penyakit saraf. Beriberi kin janrang
dijumpai diluar Asia. Selain ensefalopati Wernicke terdapat juga
kardiomiopati dan neuropati perifer (Rubenstein dkk, 2007).
-
B2 (Riboflamin) : Vitamin B2 (riboflavin) ditemukan pada hamper
semua makanan. Vitamin ini adalah kofaktor bagi oksidasi selular.
Defisiensi menyebabkan stomatitis angularis, glositis atrofik, dan
dermatitis seboroik. Defisiensi juga menyebabkan kulit kering, luka di
sekitar mulut, iritasi dan pecah-pecah pada sudut hidung, glositis pada
lidah, penyembuhan luka dan pertumbuhan lambat. Defisiensi
biasanya terjadi bersamaan dengan defisiensi vitamin B lain (Donna
dkk, 2009).
-
Asam Nikotinat : Defisiensi pada kulit akan menyebabkan dermatitis
bersisik pada area tubuh terbuka, penurunan berat badan, diare, sakit
kepala, mudah lupa, tidak nafsu makan dan depresi (Donna dkk,
2009).
-
Vitamin C (Asam Askorbat) : Vitamin C memiliki fungsi yang tidak
kalah pentingnya dengan vitamin lain. Orang yang mengalami
kekurangan vitamin C jaringan antarselnya mudah rapuh. Jaringan
antarsel yang rapuh membuat pembuluh darah mudah pecah. Tubuh
pun menjadi mudah berdarah, bahkan dapat terjadi pendarahan di
bawah tulang-tulang. Defisiensi juga dapat menyebabkan skorbut
(ditandai dengan pendarahan gusi, gigi mudah goyah, nyeri tekan
pada kalves, otot lemah, tidak nafsu makan, mudah memar, edema,
dan pertumbuhan luka lambat) (Donna dkk, 2009).
-
Vitamin D (Kolkalsiferol) : Defisiensi menyebabkan Rakhitis (Tulang
kaki menjadi bengkok) pada anak-anak, dan kerapuhan tulang pada
orang dewasa. Defisinsi juga dapat menyebabkan penyakit seperti
diabeter, osteoporosis, stroke (serangan jantung), dan liver (hati)
(Donna dkk, 2009).
-
Vitamin E (Tokoferol) : Vitamin E ditemukan dalam minyak nabati.
Vitamin ini memiliki khasiat antioksidan, dan terdapat pada semua
membrane sel. Defisiensi yang berat menyebabkan anemia hemolitik,
serta
gangguan
otot
dan
neurologis.
Defisiensi
juga
dapat
menyebabkan pendarahan dan darah sukar beku (Donna dkk, 2009).
Suapan Anjuran
-
Vitamin A (Retinol) : Menurut hasil temuan para ahli di bawah
koordinasi WHO dan pertemuan-pertemuan yang dikoordinasi oleh
IVACG ( International Vitamin A Consultative Group), anjuran
pemberian vitamin A adalah sebagai berikut:
 Bayi umur 0-6 bulan sebanyak 3 x 50.000 IU
 Bayi 6-11 bulan sebanyak 100.000 IU (kapsul biru)
 Bayi 12-59 bulan sebanyak 200.000 IU (kapsul merah)
 Ibu masa nifas sebesar 400.000 IU (2 x 200.000 IU pada hari yang
berbeda)
 Ibu setelah masa nifas ( ada jugakemungkinan sebagian hamil)
sebesar 10.000 IU/hari atau 25.000 IU/minggu
 Anjuran dosis untuk orang dewasa adalah 750 micogram
-
Vitamin B1 (Tiamin) : Anjuran dosis harian vitamin B1 untuk orang
dewasa adalah 1 mg(Rubenstein dkk, 2007).
-
Vitamin B2 (Riboflavin) : Anjuran dosis harian vitamin B2 untuk orang
dewasa sama dengan anjuran dosis harian pada vitamin B1 yaitu
sebesar 1 mg(Rubenstein dkk, 2007).
-
Asam Nikotinat : Anjuran dosis harian Asam Nikotinat untuk wanita
adalah 14 mg, dan untuk pria adalah 16 mg(Arta, 2013).
-
Vitamin C (Asam Askorbat) : Anjuran dosis harian vitamin C adalah
sebagai berikut(Prabantini, 2010):
 Bayi berumur 0-6 bulan sebanyak 40 mg/hari
 Bayi berumur 7-12 bulan sebanyak 50 mg/hari
 Anak-anak berumur 1-3 tahun sebanyak 15 mg/hari
 Anak-anak berumur 4-8 tahun sebanyak 25 mg/hari
 Anak-anak berumur 9-13 tahun sebanyak 45 mg/hari
 Remaja pria/wanita umur 14-18 tahun sebanyak 75/65 mg/hari
 Dewasa pria/wanita umur >18 tahun sebanyak 90/75 mg/hari
 Ibu hamil/menuyusui sebanyak 85/120 mg/hari
-
Vitamin D (Kolkalsiferol) : The American Academy of Pediatrics
(AAP) menyarankan agar asupan harian vitamin D untuk bayi, anakanak, dan remaja ditingkatkan dari 200 IU menjadi 400 IU karena
terbukti vitamin d membantu mencegah berbagai penyakit serius. AAP
juga menyarankan penggunaan suplemen makanan untuk memenuhi
kebutuhan
harian
vitamin
D,
mengingat
anak-anak
kurrang
mendapatkan vitamin D secara memadai hanya dari makanan harian
mereka.
-
Vitamin E (Tokoferol) : Anjuran dosis harian vitamin E untuk oang
dewasa adalah 10 mg(Rubenstein dkk, 2007).
Kehilangan akibat pemanasan (pengolahan) dan penyimpanan
-
Vitamin A (Retinol) : Penanganan, penyimpanan dan pengawetan
bahan pangan sering menyebabkan terjadinya perubahan nilai gizi.
Selama penyimpanan kandungan vitamin A dapat menga lami
penurunan terus menerus hingga menjadi rusak. Penyimpanan dalam
suhu kamar kamar, penguapan air menyebabkan struktur sel yang
semula utuh menjadi layu sehingga enzim askorbat oksidase akan
dibebaskan dengan cara kontak langsung dengan asam askorbat dan
akibatnya vitamin A mengalami kerusakan. Penyimpanan buah-buahan
pada
kondisi
yang
menyebabkan
kelayuan
akan
menurunkan
kandungan vitamin A dan C dengan cepat karena adanya proses
respirasi dan oksidasi (Rahayu dkk, 2012).
-
Vitamin B1 (Tiamin) : Di tingkat rumah tangga proses pemasakan
dengan
menggoreng
termasuk
paling
sering
dilakukan.
Suhu
menggoreng biasanya mencapai 160oC, dan oleh karena itu sebagian
zat gizi diperkirakan akan rusak. Secara alamiah beberapa jenis
vitamin (B dan C) memang rentan rusak akibat pemanasan.
Penggorengan dengan suhu tinggi sehingga makanan menjadi sangat
matang memicu terjadinya reaksi browning (pencokelatan) dan
akhirnya muncul senyawa amina-amina heterosiklis penyebab kanker.
Kerusakan bisa dikurangi dengan cara menggoreng dengan suhu
minyak goreng tidak melewati titik asap (suhu pada saat minyak
goreng mengeluarkan asap). Hasil gorengan akan maksimal apabila
suhu minyak yang digunakan sekitar 110 oC – 160oC (tergantung jenis
minyaknya).
-
Vitamin B2 (Riboflavin) : Pengukusan dan perebusan adalah metode
konvensional lainnya yang telah lama dikenal untuk memanaskan
bahan makanan. Bahan makanan yang langsung terkena air rebusan
akan menurun nilai gizinya terutama vitamin-vitamin larut air (B
kompleks dan C), sedangkan vitamin larut lemak (A, D, E, dan K)
kurang terpengaruh. Pengukusan juga akna mengurangi zat gizi
namun tidak sebesar pada proses perebusan. Namun pemanasan
pada proses pengukusan kadang-kadang tidak merata. Bagian tepi
tumpukan biasanya mengalami pengukusan berlebihan, sementara
bagian tengah kurang.
-
Asam Nikotinat : Pemanasan, konsentrasi dan dehidrasi mempengaruhi jumlah dan bentuk Asam Nikotinat. Pada proses penyimpanan yang baik dilakukan pada suhu ruang atau dalam lemari es
dengan catatan durasi waktu yang tidak boleh lebih dari 1 minggu
(Arta, 2013).
-
Vitamin C (Asam Askorbat) : Vitamin C merupakan zat gizi yang
sangat dibutuhkan tubuh. Selain terdapat pada buah-buahan, vitamin
C juga banyak ditemukan dalam sayuran hijau. Sayur daun singkong
merupakan salah satu sayuran hijau yang mengandung banyak
vitamin C dan cukup digemari oleh masyarakat . Setiap keluarga
mempunyai kebiasaan tersendiri dalam mengolah sayur, dan biasanya
menyimpan
sayur
matang
selama
beberapa
waktu
dan
memanaskannya lagi untuk dikonsumsi kembali. Dari hasil penelitian
yang
ada
menunjukkan
bahwa
proses
pengolahan,
kondisi
penyimpanan, dan lamanya penyimpanan berpengaruh nyata terhadap
retensi vitamin C pada sayur. Pemanasan dan pemanasan ulang
mengakibatkan terjadinya penurunan retensi vitamin c pada sayuran.
Penyimpanan dan pemanasan ulang mengakibatkan makin besarnya
kehilangan vitamin C pada sayur(Paroke, 2001).
-
Vitamin D (Kolkasiferol) : Stabilitas vitamin D dipengaruhi oleh
pelarut pada saat vitamin tersebut dilarutkan, namun akan stabil
apabila dalam bentuk kristal disimpan dalam botol gelas tidak tembus
pandang. Pada umumnya vitamin D stabil terhadap panas, asam dan
oksigen. Vitamin ini akan rusak secara perlahan-lahan apabila
suasana sedikit alkali, terutama dengan adanya udara dan cahaya.
Vitamin D stabil pada pemanasan namun akan rusak bila pemanasan
terlalu tinggi dan dengan penyimpanan suhu ruang yang tidak terlalu
lama ( Palupi, dkk, 2007).
-
Vitamin E (Tokoferol) : Tokoferol bersifat stabil pada proses
perebusan asam tanpa adanya oksigen dan juga akan stabil terhadap
sinat tampak (visible light). Vitamin ini bersifat tidak stabil pada suhu
kamar dengan adanya oksigen, alkali, garam feri dan ketika terekspos
pada sinar ultra violet. Diduga kehilangan tokoferol terjadi ketika terjadi
oksidasi lemak dalam proses penggorengan terendam (deep-fat
frying). Hal ini terutama disebabkan karena terjadi destruksi tokoferol
oleh derivat asam lemak yang secara kimia aktif, yang terbentuk
selama pemanasan dan oksidasi ( Palupi, dkk, 2007).
TUGAS NOMER 2
A. Kalsium
1. Kandungan dalam beberapa produk makanan
Bahan makanan yang mengandung tinggi kalium yaitu
buah dan sayur. Kandungan kalium tinggi antara lain
terdapat pada air kelapa, pisang, alpukat, tomat, nangka, dll.
Berikut kandungan kalium beberapa bahan makanan (dalam
mg/ 100 gram bahan makanan) antara lain: (Goodner &
Linda, 2008).
Bahan makanan
Pisang
Alpukat
Pepaya
Apel merah
Peterseli
Daun pepaya muda
Bayam
Kapri
Kembang kol
Kandungan kalium (mg)
435
278
221
203
900
652
416
370
349
2. Fungsi bagi kesehatan
Kalsium mempunyai peran vital pada tulang sehingga
dapat mencegah timbulnya osteoporosis.
Namun kalsium
yang berada di luar tulang pun mempunyai peran yang
besar, antara lain mendukung kegiatan enzim, hormon,
syaraf dan darah. Selain itu, untuk mempertahankan
kepadatan tulang, menjaga irama jantung, transmisi impuls
saraf, kontraksi otot, kontrol tekanan darah, dan berperan
dalam proses pembekuan darah (Goodner & Linda, 2008).
3. Defisiensi
Kurangnya konsumsi makanan yang mengandung
kalsium
dapat
menyebabkan
osteoporisis
yaitu
pengeroposan massa tulang umumnya terjadi seiring
bertambahnya usia. Kekurangan kalsium dapat memicu
kontraksi otot yang tidak stabil sehingga mengakibatkan
kram otot. Sebuah penelitian baru menunjukkan, orang yang
mengalami
hipertensi
kebanyakan
juga
mengalami
kekurangan kalsium dalam tubuhnya.. Rickets merupakan
pembengkokan tulang akibat kurangnya asupan kalsium
pada tulang yang masih bertumbuh. Kekurangan kalsium
bisa menyebabkan transmisi tersebut berjalan dengan tidak
lancar, maka terjadinya penurunan kognitif (Goodner &
Linda, 2008).
4. Suapan anjuran
Sumber kalsium dalam makanan, seperti sayuran
hijau, kacang, biji-bijian, dan buah-buahan mengandung
jumlah kalsium yang lebih kecil atau cenderung dikonsumsi
secara rutin untuk dimasukkan dalam perhitungan asupan
kalsium harian yang cepat dan mudah. Rata-rata pola makan
orang Amerika mengandung sekitar 250 mg kalsium per hari
dari sumber bukan olahan susu dan tidak diperkaya dengan
kalsium.
Jumlah
kebutuhan
kalsium dapat
dibedakan
berdasar jenis kelamin dan usia. Menurut salah satu dokter
ahli gizi, kebutuhan kalsium yag dibutuhkan orang Indonesia
rata-rata adalah 500-800 mg per hari. Pada usia lanjut dan
wanita menopause dianjurkan asupan kalsium per hari
adalah 1.000 mg (Goodner & Linda, 2008).
5. Kehilangan
akibat
pemanasan
(pengolahan)
dan
penyimpanan
Pada
proses
pengolahan
crackers
yang
menggunakan pemanasan terjadi kehilangan protein dan
berkurangnya kadar kalsium. Kandungan protein selama
pengolahan pada penelitian ini berkisar antara 12-56,66%.
Kehilangan protein
dengan
nama
karena proses pemanasan dikenal
reaksi
Maillard.
Selain
proses
pemanggangan, adanya kontak dengan udara bebas pada
saat proses penggilingan dan pencetakan adonan crackers
dapat menyebabkan terjadinya oksidasi yang berperan
dalam menurunkan kadar betakaroten. (Goodner & Linda,
2008).
B. Kalsium
1. Kandungan dalam beberapa produk makanan
Bahan makanan yang mengandung tinggi kalium yaitu
buah dan sayur. Kandungan kalium tinggi antara lain
terdapat pada air kelapa, pisang, alpukat, tomat, nangka, dll.
Berikut kandungan kalium beberapa bahan makanan (dalam
mg/ 100 gram bahan makanan) antara lain: (Arta, 2013).
Bahan makanan
Pisang
Alpukat
Pepaya
Apel merah
Peterseli
Daun pepaya muda
Bayam
Kapri
Kembang kol
Kandungan kalium (mg)
435
278
221
203
900
652
416
370
349
2. Fungsi bagi kesehatan
Kalsium mempunyai peran vital pada tulang sehingga
dapat mencegah timbulnya osteoporosis.
Namun kalsium
yang berada di luar tulang pun mempunyai peran yang
besar, antara lain mendukung kegiatan enzim, hormon,
syaraf dan darah. Selain itu, untuk mempertahankan
kepadatan tulang, menjaga irama jantung, transmisi impuls
saraf, kontraksi otot, kontrol tekanan darah, dan berperan
dalam proses pembekuan darah (Rubenstein dkk, 2007).
3. Defisiensi
Kurangnya konsumsi makanan yang mengandung
kalsium
dapat
menyebabkan
osteoporisis
yaitu
pengeroposan massa tulang umumnya terjadi seiring
bertambahnya usia. Kekurangan kalsium dapat memicu
kontraksi otot yang tidak stabil sehingga mengakibatkan
kram otot. Sebuah penelitian baru menunjukkan, orang yang
mengalami
hipertensi
kebanyakan
juga
mengalami
kekurangan kalsium dalam tubuhnya.. Rickets merupakan
pembengkokan tulang akibat kurangnya asupan kalsium
pada tulang yang masih bertumbuh. Kekurangan kalsium
bisa menyebabkan transmisi tersebut berjalan dengan tidak
lancar, maka terjadinya penurunan kognitif (Arta, 2013).
4. Suapan anjuran
Sumber kalsium dalam makanan, seperti sayuran
hijau, kacang, biji-bijian, dan buah-buahan mengandung
jumlah kalsium yang lebih kecil atau cenderung dikonsumsi
secara rutin untuk dimasukkan dalam perhitungan asupan
kalsium harian yang cepat dan mudah. Rata-rata pola makan
orang Amerika mengandung sekitar 250 mg kalsium per hari
dari sumber bukan olahan susu dan tidak diperkaya dengan
kalsium.
Jumlah
kebutuhan
kalsium dapat
dibedakan
berdasar jenis kelamin dan usia. Menurut salah satu dokter
ahli gizi, kebutuhan kalsium yag dibutuhkan orang Indonesia
rata-rata adalah 500-800 mg per hari. Pada usia lanjut dan
wanita menopause dianjurkan asupan kalsium per hari
adalah 1.000 mg (Prabantini, 2010)
5. Kehilangan
akibat
pemanasan
(pengolahan)
dan
penyimpanan
Pada
proses
pengolahan
crackers
yang
menggunakan pemanasan terjadi kehilangan protein dan
berkurangnya kadar kalsium. Kandungan protein selama
pengolahan pada penelitian ini berkisar antara 12-56,66%.
Kehilangan protein
dengan
nama
karena proses pemanasan dikenal
reaksi
Maillard.
Selain
proses
pemanggangan, adanya kontak dengan udara bebas pada
saat proses penggilingan dan pencetakan adonan crackers
dapat menyebabkan terjadinya oksidasi yang berperan
dalam menurunkan kadar betakaroten (Rubenstein dkk,
2007).
C. Natrium
1. Kandungan dalam beberapa produk makanan
Natrium atau sodium adalah sebuah mineral yang
ditemukan dalam tubuh dan dalam banyak makanan.
Makanan lain yang mengandung tinggi natrium yaitu : keju,
margarin, dan mentega (Palupi, dkk. 2007)
Berikut informasi mengenai kandungan natrium dalam beberapa
makanan :
Makanan
Hamburger
Bumbu sop
Take away
chicken
Tomato/ chili
sauce
Keju
French fries
Ukuran
Regular
1 blok kecil
Kandungan natrium
800 mg
700 mg
400 mg
1 sdm
300 mg
30 gram
1 kotak
sedang
200 mg
150 mg
2. Fungsi bagi kesehatan
Fungsi natrium bagi tubuh adalah untuk mencegah
menurunnya kandungan cairan ekstraseluler akibat tekanan
osmotik dalam cairan tubuh menurun. Volume cairan,
termasuk tekanan darah akan menurun. nsur Na terdapat
pada garam dapur (NaCl), susu, dan telur. Na berfungsi
memelihara
tekananosmosis
sel,
pH, serta
mengatur
permeabilitas membran sel. Selain itu, Na mempunyai
peranan dalam konduksi impuls dari saraf (Palupi, dkk.
2007)
3. Defisiensi
Kekurangan konsumsi natrium akan menyebabkan
ganguan
pada
ginjal,
perubahan
nilai
osmotik,
dan
perubahan suhu tubuh. Hal-hal tersebut akan menimbulkan
gejala hipertensi (tekanan darah meningkat). Kurangnya
konsumsi natrium dapat menyebabkan volume darah
menurun yang membuat tekanan darah menurun, denyut
jantung meningkat, pusing, kadang-kadang disertai kram
otot, lemas, lelah, kehilangan selera makan, daya ingat
menurun, daya tahan terhadap infeksi menurun, luka sukar
sembuh, gangguan penglihatan, rambut tidak sehat dan
terbelah ujungnya, serta terbentuknya bercak-bercak putih di
kuku (Rahayu, dkk. 2012)
4. Suapan anjuran
Kebutuhan National Research Council of The National
Academy of Sciences merekomendasikan konsumsi natrium
per hari sebanyak 1.100-3.300 mg. Jumlah tersebut setara
dengan ½-1½ sendok teh garam dapur per hari. Untuk orang
yang menderita hipertensi, konsumsi natrium dianjurkan
tidak lebih dari 2.300 mg perhari. Jumlah tersebut sama
dengan 6 gram NaCl atau lebih kurang satu sendok teh
garam
dapur.
American
Heart
Association
(AHA)
merekomendasikan konsumsi Na bagi orang dewasa tidak
lebih dari 2.400 mg/hari, yaitu setara dengan satu sendok
teh garam dapur sehari. Menurut United States Department
of Agriculture (USDA), rata-rata kebutuhan natrium ibu hamil
sekitar 2.400 mg dalam sehari, kira-kira setara dengan satu
sendok teh (Rahayu, dkk. 2012)
5. Kehilangan
akibat
pemanasan
(pengolahan)
dan
pemanasan
akan
penyimpanan
Semakin
menyebabkan
lama
kandungan
proses
natrium
semakin
rendah.
Kerusakan pangan yang disebabkan perlakuan kimia
biasanya saling terkait dengan jenis kerusakan lainnya.
Pencetus kerusakan pangan yang menyebabkan perubahan
kimia pangan dapat dipengaruhi suhu selama reaksi
berlangsung; oksigen yang mempercepat reaksi oksidasi;
reaksi biologis seperti enzimatik; pH yang mempengaruhi
denaturasi protein atau perubahan warna dan adanya logam
yang menjadi prekursor reaksi serta penyimpanan yang
terlalu lama (Paroke, Oktalien H. 2001).
D. Iodin
Iodine adalah unsur kimia dengan nomor atom 53 dan
massa atom 126,9044. Iodine bukamn unsur logam, dalam
bentuk padat berwarna abu-abu kehitaman, sedangkan
dalam bentuk gas berwarna ungu. Mempunyai titik lebur
113,5° C dan titik didih 184,35°. Iodine ditemukan pada
tahun 1811 oleh B. Courtulis. Iodine bersuber dari air asin
pada sumur garam dan endapat laut tua, dari yodidanya
yang dibuat
dengan menggunakan
asam
sulfat
dan
oksidator.
Penggunaan iodine ini adalah dalam dunia kedokteran untuk
pengobatan / pencegahan penyakit gondok dan luka luar.
Senyawanya digunakan dalam industry kimia, kadangkadang digunakan dalam fotografi. Dalam biologi iodine
terkumpul
dalam
kelenjar
gondok
hewan
vertebrata.
(Herawati, Heti & Sri Widowati. 2009)
Iodin adalah zat makanan yang sangat penting
kepada kehidupan manusia. Ia diperlukan untuk merangsang
proses pembesaran, perkembangan saraf dan pembentukan
sel-sel otak terutama kanak-kanak. Kekurangan zat iodin
dalam badan akan menjejaskan kesihatan, terutama sekali
kecerdasan otak (Ginting, Nurzainah & Elsegustri P. 2008).
1. Kandungan dalam beberapa makanan
BUAH
SAYURAN
Semangka 1,0 μg/100g
Pepaya
Pisang
Bayam
SUMBER LAIN
83-650,00
Kerang-
79,76
μg/100g
kerangan
μg/100g
Udang
2,2 μg/100g
Daging
5,0 μg/100g
Susu sapi
4,7-9,9
0,01-14,51
Kacang
1,0-9,0
μg/100g
panjang
μg/100g
0,01-1,395
Wortel
7,0-19,3
μg/100g
μg/100g
Buncis
4,2 μg/100g
μg/100g
Kol/kubis
2,0 μg/100g
Telur
9,33
μg/100g
Sawi
12,0 μg/100g
Beras
23,3
μg/100g
Taoge
2,12-16,55
Singkong
2,1 μg/100g
μg/100g
2. Fungsi
Fungsi iodin yang diketahui ialah sebagai
bahagian perlu kepada hormon tairod. Hormon tairod
mengatur
banyak
aktiviti
berlainan
termasuk
tumbesaran, pembiakan , fungsi neuromuskular,
pertumbuhan kulit dan rambut, metabolisma selular,
dan
menolong
melepaskan
tenaga
ke
dalam
sel.Badan kita biasanya mengandungi 20 – 30mgs
iodin. Lebih kurang 60% daripadanya terdapat dalam
kilang tairod, selebihnya didapati pada keseluruhan
tisu badan , terutamanya dalam ovari, otot dan darah
(Herawati, Heti & Sri Widowati. 2009).
3. Defisiensi
Ketika seseorang kekurangan Iodium, maka
konsentrasi hormon tiroid menurun dan hormon
perangsang tiroid/TSH meningkat agar kelenjar tiroid
mampu menyerap. bila pembesaran ini menampak
dinamakan
Bila
gondok
terdapat
secara
sederhana.
meluas
di
suatu
daerah
dinamakan gondok endemik, gejala kekurangan
Iodium adalah malas dan lamban, kelenjartiroid
membesar, pada ibu hamil dapat mengganggu
pertumbuhan dan perkembangan janin.
Suplemen Iodium dalam sosis tinggi dapat
menyebabkan pembesaran kelenjar tiroid, seperti
halnya kekurangan iodium. Dalam keadaan berat hal
ini
dapat
menutup
jalan
pernafasan
sehingga
menimbulkan sesak nafas Oleh sebab itu konsumsi
normal pada Iodium hanya sebanyak 100-150 ug
sehari (Herawati, Heti & Sri Widowati. 2009).
4. Suapan anjuran
Dewasa hanya memerlukan 150 mikrogram
(μg) iodin setiap hari. Jumlah ini amat sedikit
seumpama satu kepala pin peniti kecil. Memakan
makanan
yang
kaya
dengan
zat
iodin
atau
menggunakan garam beriodin di dalam masakan
boleh memenuhi keperluan zat iodin harian kita
(Herawati, Heti & Sri Widowati. 2009).
5. Kehilangan akibat pemanasan (pengolahan) dan
penyimpanan
Retensi yodium pada garam beryodium di
Indonesia selama 6 bulan umumnya masih cukup
stabil walaupun menunjukkan fluktuasi. Besarnya
KIO3 yang hilang dari garam selama 6 bulan secara
rata-rata adalah 6.4% untuk yang disimpan dalam
wadah tertutup dan hanya 2 % untuk yang disimpan
dalam wadah terbuka. Untuk menyimpan garam beryodium tidak diperlukan kemasan yang kedap udara,
tetapi cukup kemasan yang kedap air atau tidak bocor
(Herawati, Heti & Sri Widowati. 2009).
TUGAS NOMOR 3
1. Jurnal Karbohidrat
(KARAKTERISTIK BERAS MUTIARA DARI UBI JALAR (Ipomea
batatas))
 Cara Pembuatan Produk :
 Metode Pembuatan Produk dan Indikator Kualitas Produk yang
Diuji :
a. Analisis dan Karakteristik Bahan Baku, Formula tepung dan produk
Beras Mutiara
Tepung, pati dan formula bahan baku beras mutiara dianalisis sifat fisik
meliputi derajat putih dan uji amilografi (Bhattacharya, 1979). Sedangkan
untuk sifat fisik beras mutiara meliputi bobot 1000 butir, daya serap air
(Syamsir, 2006) dan densitas kamba (Wirakartakusumah et al., 1992).
Sifat kimia bahan baku formula dan produk beras mutiara meliputi analisis
proksimat (AOAC, 2006), kadar amilosa (Juliano, 1972), kadar serat
pangan (Asp et al., 1983) dan daya cerna pati in vitro (Muchtadi, 1989).
b. Uji Organoleptik
Uji organoleptik terhadap beras mutiara mentah meliputi warna, aroma,
dan penampakan secara umum. Sedangkan untuk beras mutiara matang
parameter yang diuji adalah tekstur, rasa, warna, aroma, dan penampakan
secara umum. Panelis berjumlah 25 orang dan metode hedonis skoring
dengan 7 skala angka numerik, (1 sangat suka, 2 agak suka, 3 suka, 4
netral, 5 tidak suka, 6 agak tidak suka, dan 7 sangat tidak suka).
c. Rancangan Percobaan
Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap
(RAL) dengan perlakuan tunggal yaitu formula bahan baku (tepung ubi
jalar : pati ubi jalar). Empat taraf rasio yang digunakan yaitu tepung : pati =
60:40; 70:30; 80:20 dan 90:10, dengan 3 ulangan.
 Hasil dan Pembahasan :
A. Karakteristik Fisik
1. Analisis Warna
Hasil penelitian menunjukkan bahwa formula tepung:pati = 90:10
mempunyai derajat putih rendah dan tidak berbeda nyata dengan derajat
putih tepung ubi jalarnya.
Formula tepung : pati = 60:40 mempunyai derajat putih paling tinggi,
meskipun tidak berbeda nyata dengan tepung:pati = 70:30 dan tepung:pati
= 80:20. Derajat putih pati ubi jalar paling tinggi sehingga meningkatnya
rasio pati menyebabkan derajat putih cenderung semakin tinggi. Secara
keseluruhan nilai derajat putih keempat formula berbeda nyata dengan
derajat putih pati ubi jalar.
2. Sifat Amilografi
Hasil analisis amilografi terlihat suhu awal gelatinisasi pada ubi jalar
berkisar antara 76,5-91,5ºC (Tabel 2). Suhu awal gelatinisasi pati ubi jalar
lebih rendah dibandingkan suhu gelatinisasi tepung ubi jalar. Hal ini
menyebabkan terjadinya peningkatan suhu awal gelatinisasi dengan
penambahan jumlah tepung ubi jalar pada formulasi.
3. Rendemen Beras Mutiara
Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin kecil jumlah pati yang
digunakan dalam formula,rendemen total yang dihasilkan semakin kecil.
Hal ini diduga karena pati berperan dalam melekatkannya campuran
bahan, sehingga berkurangnya jumlah pati menyebabkan pembutiran
menjadi lebih sulit dan berdampak pada menurunnya rendemen beras
mutiara yang dihasilkan (Gambar 3).
4. Daya Serap Air
Hasil analisis Daya Serap Air (DSA) menunjukkan adanya perbedaan
nyata antar keempat produk beras mutiara ubi jalar (Tabel 3).
Daya serap air dipengaruhi oleh komposisi pati di dalam bahan pangan.
Tabel 3 menunjukkan semakin besar kandungan pati dalam bahan, maka
semakin besar pula DSAnya. Beras mutiara yang diformulasi dari tepung
dan pati dengan rasio 60:40 memiliki DSA tertinggi, yakni 186,67%,
sedangkan beras mutiara yang berasal dari tepung dan pati dengan rasio
90:10 memiliki DSA terendah, yakni 23,33%. Pengaruh peningkatan
kandungan pati terhadap peningkatan nilai DSA terkait dengan peranan
komposisi amilosa-amilopektin di dalam pati. Harper (1981) menyatakan
bahan pangan dengan kadar pati yang tinggi akan semakin mudah
menyerap air akibat tersedianya molekul amilopektin jumlah air yang
terserap ke dalam bahan pangan semakin banyak.
5. Densitas Kamba
Informasi densitas kamba suatu produk dapat digunakan sebagai acuan
besarnya volume yang dibutuhkan persatuan bobot produk tersebut.
Densitas kamba beras mutiara pada berbagai perlakuan ditunjukkan
dalam Tabel 3. Secara statistik tidak terdapat perbedaan yang nyata antar
perlakuan. Dengan demikian perbedaan rasio formulasi beras mutiara
tidak mempengaruhi nilai densitas kamba beras mutiara yang dihasilkan.
6. Bobot Seribu Butir
Analisis bobot seribu butir menunjukkan bahwa bobot seribu butir tidak
berbeda nyata antar keempat produk beras mutiara. Hal ini
mengindikasikan bahwa hasil produksi beras mutiara memiliki
keseragaman ukuran. Tabel 3 menunjukkan bahwa bobot seribu butir
beras mutiara tidak dipengaruhi oleh peningkatan rasio pati yang
digunakan.
B. Karakteristik Sifat Kimia
1. Komposisi Kimia
Hasil analisis komposisi kimia keempat formula bahan baku dan beras
mutiara disajikan pada Tabel 4. Hasil analisis kadar air menunjukkan
bahwa kadar air keempat formula bahan baku tidak berbeda
mempengaruhi kadar air dari bahan baku tersebut. Berdasarkan kadar air
keempat formula bahan baku ubi jalar berkisar antara 7,69-7,90% dan
memenuhi standar mutu tepung (SNI) yaitu maksimum 15%. Sedangkan
kadar air dari beras mutiara berkisar antara 5,75-6,65% (Tabel4). masih
berada jauh dibawah 12%, sehingga masih dibawah kadar air
pertumbuhan kapang. Kadar air beras mutiara lebih kecil dibandingkan
bahan baku karena telah melalui proses penyangraian dan pengeringan
dalam oven setelah pembutiran menjadi beras mutiara.
2. Kadar Serat Pangan
Keempat formula memiliki kadar serat pangan larut (SPL) berkisar 3,705,10% dan kadar serat pangan tidak larut (SPTL) berkisar 6,30-9,20%
(Tabel 5). Kadar SPL dan SPTL menunjukkan adanya perbedaan nyata
antar keempat formula ubi jalar. Hal ini disebabkan adanya perbedaan
jumlah pati yang digunakan. Pati mengandung serat sangat rendah jika
dibandingkan tepung, karena pada proses ekstraksi pati, sebagian serat
dalam ukuran besar yang terdapat dalam ampas telah dipisahkan,
sedangkan sebagian serat yang berukuran kecil terbawa dalam air
bersama-sama protein larut air
3. Kadar Amilosa dan Daya Cerna Pati in Vitro
Kadar amilosa memiliki hubungan erat terhadap tekstur nasi. Beras
berkadar amilosa sedang menghasilkan nasi yang lunak, sedangkan
beras berkadar amilosa tinggi menghasilkan nasi yang pera dan tidak
lengket (Juliano 1979). Pada Gambar 4. terlihat kandungan amilosa
keempat formula ubi jalar berkisar antara 32,0-34,50%. Berdasarkan
tersebut, umbi termasuk dalam kelompok amilosa tinggi. Kadar amilosa
beras dikelompokkan menjadi 3 yaitu kelompok amilosa rendah (<10<20%); sedang (20-25%) dan tinggi (>25%) (Juliano 1972).
C. Uji Organoleptik
Dari hasil uji organoleptik beras mutiara mentah parameter aroma
menunjukkan bahwa, aroma tidak berbeda nyata, sedangkan warna
berbeda nyata. Secara keseluruhan, beras mutiara ubi jalar matang yang
disukai panelis adalah formula 80:20. Parameter tekstur/kelengketan
formula 80:20 tidak berbeda nyata dengan formula 90:10 dan disukai
panelis. Demikian juga pada parameter rasa beras mutiara matang panelis
menyukai formula 80:20 yang tidak berbeda nyata dengan formula 90:10.
Dari keseluruhan hasil uji organoleptik beras mutiara ubi jalar mentah dan
matang keempat formula tepung maka terpilih formula 80:20.
Kesimpulan :
1. Berdasarkan uji organoleptik dan hasil analisis sifat kimianya, formula
beras mutiara ubi jalar yang terpilih adalah formula tepung:pati = 80:20.
2. Kadar serat pangan larut dan tidak larut dari beras mutiara ubi jalar
adalah 4,79 dan 7,14% (b/b).
3. Formula terpilih mempunyai kadar protein 2,26%, lemak 0,81%,
karbohidrat 90,25%, amilosa 31,69 % dan daya cerna pati 54,85% (b/b).
4. Beras mutiara ubi jalar dapat dijadikan pangan pokok alternatif dan
mempunyai nilai gizi yang baik.
2. Jurnal Lemak (Kajian Penurunan Titik Leleh Lilin Lebah ( Apis
cerana ) Dalam Pembuatan Margarin Oles Rendah Kalori
 Cara Pembuatan Produk :
 Metode Pembuatan Produk dan Indikator kualitas produk yang
diuji:
Metode yang digunakan adalah metode eksperimen yang terdiri dari 3
tahap meliputi : 1. Memperlajari pengaruh pencampuran lilin lebah dengan
minyak olein, sserta penambahan pelarut lemak, pengemulsi, penstabil
dan air terhadap penurunan titik leleh campuran lilin lebah dan olein, 2.
Reaksi transesterifikasi lilin lebah secara enzimatik, dan 3. Proses
formulasi dan pembuatan margarin oles rendah kalori dari lilin lebah
dengan maupun tanpa transesterifikasi. Margarin tanf dihasilkan
selanjutnya dilakukan analisis terhadap : kadar air metode oven (AOAC,
1995), Aw(Aw-meter), bilangan asam dan asam lemak bebas (AOAC,
1995), konsistensi (Seta Penetrometer Universal), morfologi kristal lemak
(Mikroskop polarisasi-Olympus BH2), sineresis, pertumbuhan jamur dan
sifat organoleptik (rasa, aroma, warna dan daya oles) secara visual.
 Hasil dan Pembahasan
Pengaruh Bahan Campuran Terhadap Titik leleh Lilin Lebah
Titik leleh didefinisikan sebagai temperatur saat sampel dalam pipa kapiler
mulai menjadi cairan jernih. Menurut Tulloch (1980) lilin lebah memiliki titik
leleh sekitar 63-65⁰C, dipengaruhi komponen penyusunannya yang terdiri
dari hidrokarbon (14%), monoester (35%), diester (14%), triester (3%),
hidroksi mononster (4%), hidroksi poliester (8%), asam bebas (12%),
asam ester (1%), asam poliester (1%), alkohol bebas (1%) dan senyawa
yang belum diketahui (6%).
Pengaruh Transesterifikasi dengan Lipozyme IM 20 (Mucor miehei)
Transesterifikasi merupakan proses untuk memodifikasi komposisi dan
fisik lemak. Dalam proses ini dihasikan suatu lemak dengan karakteristik
yang berbeda-beda. Bilangan iod menyatakan besarnya jumlah iod yang
diserap menunjukkan derajat ketidakjenuhan lemak. Sesudah proses
transesterifikasi bilangan iod sebelum dan sesudah cenderung tidak
mempengaruhi perubahan, dan selanjutnya bilangan iod hasil
transesterifikasi cenderung meningkat dengan bertaambahnya kadar
olein, yang mengkontribusi ikatan rangkap. Asam lemak yang derajat
ketidakjenuhannya tinggi mempunyai titik cair yang lebih rendah, sehingga
akan menurunkan titik leleh hasil transesterifikasi. Hasil analisis bilangan
asam pada lilin lebah menunjukkan jumlah asam bebas dan asam ester,
pada minyak olein akibat hidrolisis gliserida. Sedangkan bilangan asam
dan asam lemak bebas pada lemak hasil transesterifikasi menyatakan
kadar asam lemak yang merupakan hasil reaksi transesterifikasi yang
terjadi antara lilin lebah dan munyak olein. Peningkatan konsentrasi olein
dalam proses transesterifikasi lilin lebah/olein (40:60) semakin meningkat
kadar semua asam lemak dibanding hasil transesterifikasi lilin lebah/olein
50:50, kecuali C20, C22 dan komponen tidak diketahui semakin menurun.
Dengan demikian penambahan olein dalam proses transesetrifikasi lilin
lebah dapat mengkontribusi komponen asam lemak yang dapat dimetilasi,
sehingga lebih meningkatkan jumlah komponen yang diketahui menjadi
67,16%.
Formulasi Margarin Oles Rendah Kalori dari Lilin Lebah
Margarin merupakan emulsi air dalam minyak yang menyerupai mentega,
(penampakan dan komposisi), dan digunakan sebagai alternatif pengganti
mentega. Karakteristik dan sifat margarin dipengaruhi oleh sifat fisik dan
struktur dari komponen penyusunnya. Kandungan air dalam bahan
makanan mempengaruhi daya tahan makanan terhadap serangan
mikroorganisme, yang dinyatakan dengan AW(aktivitas air) yaitu jumlah
air bebas dalam bahan pangan yang dapat digunakan oleh
mikroorganisme untuk pertumbuhannya. Tingginya kadar air juga akan
mempengaruhi kestabilan emulsi dengan terjadinya sineresis dan
kerusakan produk oleh jamur. Sifat fisik margarin meliputi titik leleh,
morfologi kristal, kandungan lemak padat, konsistensi dan warna, dimana
kristalisasi dan profil titik leleh berperan dalam penampakan produk akhir.
Menurut Bumbalough (1992) dan Winarno (1997) lemak menunjukkan
pola polimorfis yang dapat mengkristal menjadi lebuh dari satubentuk,
tergantung pada kondisi terbentuknya kristal, perlakuan terhadap lemak
sesudah kristalisasi dan komponen asam lemak. Jumlah lemak padat
dalam lemak cair dan perubahan suhu akan mempengaruhi sifat plastis
margarin, yang ditunjukkan oleh kurva kandungan lemak padat yang
menurun tajam pada kisaran suhu 0-40 C.
Kesimpulan :
Pencampuran dengan minyak olein dapat menurunkan titik leleh lilin lebah
dari 64⁰C menjadi 58,5⁰C, dan dengan penambahan pelarut lemak,
pengemulsi, penstabil dan air dapat menurunkan titik leleh campuran lilin
lebah dan olein dari 58,5⁰C menjadi 54⁰C.
Transesterifikasi lilin lebah dan minyak olein pada perbandingan 50:50
dengan menggunakan katalis Lipozyme IM 20 dari Mucor meihei, pada
suhu 78,5⁰C dengan kecepatan 200 rpm selama 24 jam menghasilkan
lemak dengan konsistensi yang lebih lunak, serta titik leleh dan
kandungan lemak padat (40⁰C) yang lebih rendah dari bahan awal.
Lilin lebah baik dengan mapaun tanpa transesterifikasi dengan minyak
olein dapat dibuat margarin oles rendah kalori dengan nilai masing-masing
12,3% dan 50,5%, dengan karakteristik fisik dan organoleptik yang
menyerupai margarin komersial sebagai pembanding yaitu pada nilai Aw,
kestabilan emulsi, ukuran kristal, serta rasa, aroma, warna, kehalusan,
kelengketan, dan daya oles, sedaangkan titik lelehnya masing-masing
cukup tinggi yaitu sekitar 53-55⁰C.
3. Jurnal Protein (Pengaruh Temperatur Dalam Pembuatan Yoghurt
dari Berbagai Jenis Susu Dengan Menggunakan Lactobacillus
Bulgaricus dan Streptococcus Thermophilus).
 Cara Pembuatan :
Pada pelaksanaan penelitian, susu sapi dan kerbau segar dikumpulkan
dari peternak, sementara susu skim dan full krim dilarutkan sebanyak
500g dalam 462,5 ml air masak. Banyaknya susu yang digunakan adalah
500 cc untuk tiap jenis susu. Susu sapi dan kerbau dipasteurisasi selama
30 menit pada suhu 60-70°C. Kemudian bakteri biakan ditimbang
sebanyak 50g untuk setiap perlakuan. Setiap susu yang sudah diberi
biakan ditutup dalam wadah dan dimasukkan ke dalam inkubator bersuhu
30°C dan dibiarkan selama 20 jam. Setelah itu wadah yang berisi susu
yang sudah berubah menjadi yoghurt dikeluarkan dari inkubator, dibiarkan
sebentar pada suhu kamar dan dimasukkan ke refrigerator bersuhu 5°C.
Untuk perlakuan temperatur 37°C, proses awalnya sama, hanya saja
wadah yang sudah berisi susu dimasukkan ke inkubator bersuhu 37°C
selama 10-11 jam. Berikutnya perlakuan bersuhu 44°C, wadah berisi susu
dimasukkan ke dalam inkubator bersuhu 44°C selama 8 jam dan terakhir
perlakuan 51°C dimasukkan ke dalam inkubator bersuhu 51°C selama 6
jam. Sesudah susu berubah menjadi yoghurt selalu disimpan di dalam
refrigerator untuk menghambat perkembangbiakan yang berlebihan agar
yoghurt tidak menjadi terlalu asam.
 Metode pembuatan produk dan indikator kualitas produk yang di
uji :
Metode penilitian yang digunakan adalah rancangan acak kelompok
(RAK) faktorial 4x4 dengan 2 (dua) kali ulangan. Faktor yang diteliti adalah
faktor Temperatur (T) yaitu T1 (30°C), T2 (37°C), T3 (44°C) dan T4
(51°C). Selain faktor temperatur adalah jenis susu (S) yaitu S1 (susu
skim), S2 (susu sapi segar), S3 (susu full krim), dan S4 (susu kerbau
segar). Adapun peubah yang diamati adalah secara fisik yaitu warna, yaitu
warna sebelum dan sesudah susu ditambah dengan bakteri. Selain itu
adalah tekstur, yaitu dilihat bagaimana interaksi antara jenis susu dan
temperatur berpengaruh terhadap tekstur dari hasil akhir yoghurt tersebut.
Juga rasa yaitu dengan keempat jenis susu yang digunakan maka akan
diuji rasa mana yang paling disukai oleh panelis yang mewakili berbagai
tingkatan usia, ekonomi, dan latar belakang budaya yang berbeda. Selain
peubah yang disebut di atas, peubah lainnya adalah uji biologi, yaitu untuk
mengetahui ada tidaknya aktivitas bakteri untuk setiap level temperatur
yang dicobakan. Pengambilan data dari uji organoleptik terdiri atas:
Selain uji di atas, dilakukan juga uji mikrobiologik untuk mengetahui ada
tidaknya aktivitas bakteri untuk setiap perlakuan temperatur.
 Hasil dan Pembahasan :
Jenis susu S2 (susu sapi segar) dan S3 (susu full krim) memiliki skala
warna yang paling tinggi, yaitu kuning tua. Hal ini disebabkan jenis susu
sapi segar dan susu full krim memiliki komposisi yang tidak jauh berbeda,
hanya saja susu full krim telah melalui proses pengolahan seperti
pengeringan sehingga sekitar 97% zat padatnya (Potter, 1986). Bahkan
beberapa produk susu full krim mendapat penambahan bahan nutrisi lain
sehingga lebih lengkap.Warna yoghurt ternyata dipengaruhi oleh makanan
yang dikonsumsi oleh ternak. Makanan hijauan adalah sumber yang baik
bagi beta karoten di mana warna kuning pada karoten tersebut akan
terdapat dalam lemak air susu. Hal ini yang menyebabkan mengapa
yoghurt dari susu skim warnanya cenderung lebih putih karena kandungan
lemaknya rendah, sementara karoten yang menyumbangkan warna
kuning tersebut berasal dari lemak susu.Yoghurt yang baik memiliki
tekstur yang lembut seperti bubur, tidak terlalu encer dan tidak pula terlalu
padat (Legowo, 2002). Faktor berbagai level temperatur dan jenis susu
serta interaksi dari kedua faktor tersebut terhadap tekstur yoghurt
menunjukkan
perbedaan
yang
sangat
nyata.
Perlakuan
dengan
temperatur 44°C dengan memakai susu full krim menunjukkan perbedaan
sangat nyata terhadap perlakuan dengan temperatur 44°C memakai susu
skim. Artinya pada temteratur optimum untuk berkembang biak, susu skim
yang kandungan lemaknya sebagian sudah dibuang memiliki tekstur yang
lebih encer daripada susu full krim.Tekstur yoghurt susu kerbau adalah
yang paling padat dikarenakan susu kerbau memiliki kandungan lemak
yang lebih tinggi dibandingkan jenis susu lainnya.Dari tiap perlakuan di
mana total rataan yang paling tinggi adalah pada perlakuan dengan
menggunakan susu full krim dan yang terendah dihasilkan pada yoghurt
berbahan susu kerbau. Hal ini berarti yoghurt berbahan susu full krim lebih
disukai dari yang berbahan susu kerbau. Ini terjadi karena masyarakat
Indonesia lebih mengenal dan lebih sering mengkonsumsi susu sapi dan
berbagai produk hasil olahannya seperti susu skim dan full krim daripada
susu kerbau.Rasa yang dihasilkan oleh yoghurt berbahan susu kerbau
cenderung lebih asam dibanding berbahan susu full krim, karena produksi
asam oleh bakteri lebih cepat dikarenakan bakteri yang juga berkembang
lebih cepat (Davies and Law, 1984) pada susu kerbau dibandingkan
dengan jenis susu lainnya. Rasa asam pada yoghurt merupakan indikasi
perkembangbiakan dari percampuran bakteri yang berjalan baik dan cepat
(Driessen, 1981). Rasa asam pada yoghurt juga menunjukkan bahwa
adanya asam laktat yang telah terbentuk sebagai hasil kerja dari bakteri
(Eckles, 1980). Menurut Adnan (1984) keasaman yang tercapai dapat
mengganggu pertumbuhan bakteri yang tidak dikehendaki, terutama
bakteri yang menyebabkan diare seperti Clostridium difficile pada orang
dewasa dan Rotavirus pada anak-anak.Pada uji mikrobiologik disimpulkan
bahwa pada semua level temperatur tetap dengan adanya penggumpalan
pada tekstur yoghurt serta aromanya yang asam. Pada tekstur yang encer
atau tidak padat, maka kemungkinan besar bakteri tidak berkembang
optimal (suhu 30°C) atau bakteri sebagian mati (suhu 51°C).
Kesimpulan :
1.Temperatur 30°C, 37°C, 44°C, dan 51°C yang digunakan sebagai suhu
inkubasi berpengaruh terhadap warna, tekstur yoghurt sedangkan pada
rasa tidak berpengaruh.
2.Jenis susu sapi segar, susu kerbau segar, susu full krim, dan susu skim
yang digunakan sebagai bahan dasar yoghurt berpengaruh terhadap
warna, tekstur, rasa yoghurt.
3.Ada interaksi yang nyata antara temperatur °C dan jenis susu yang
digunakan.
4.Hasil yang paling baik diperoleh pada temperatur 44°C dengan
pemakaian susu sapi full krim sebagai bahan dasarnya.
DAFTAR PUSTAKA
Arta, Katerina. 2013.
http://khatherinearta.wordpress.com/2008/02/07/kebutuhanvitaminsehari/. Diakses tanggal 4 November pukul 14.20.
Donna, dkk. 2009. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik. Jakarta: Buku
Kedokteran EGC.
Ginting, Nurzainah & Elsegustri P. 2008. Pengaruh Temperatur dalam
Pembuatan Yoghurt dari Berbagai Jenis Susu dengan
Menggunakan Lactobacillus Bulgaricus dan Streptococcus
Thermophilus. Vol 1 no 2. Jurnal Agribisnis Peternakan
Goodner, Linda. 2008. Panduan Tindakan Keperawatan Klinik Praktis.
Jakarta: Erlangga.
Herawati, Heti & Sri Widowati. 2009. Karakteristik Beras Mutiara Dari Ubi
Jalar (Ipomea batatas). Vol 5. Buletin Teknologi Pascapanen
Pertanian.
Palupi, dkk. 2007. Pengaruh Pengolahan terhadap Nilai Gizi Pangan.
Modul e-Learning ENBP, Departemen Ilmu & Teknologi PanganFateta-IPB.
Paroke, Oktalien H. 2009. Pengaruh Proses Pengolahan, Penyimpanan
dan Pemanasan Ulang Terhadap Kandungan Vitamin C Sayur.
Bogor: Institut Pertanian Bogor.
Prabantini, Dwi. 2010. Makanan Pendamping ASI. Yogyakarta: ANDI
OFFSET.
Rahayu, dkk. 2012. Kadar Vitamin dan Mineral dalam Buah Segar dan
Manisan Basah Karika Dieng (Carica pubescens Lenne & K.Koch).
Jurnal Biosaintifika 4 (2) (2012).
Rubenstein, dkk. 2007. Kedokteran Klinis. Jakarta: Erlangga.
Sarungallo, dkk. 2002. Kajian Penurunan Titik Leleh Lebah (Apis cerana)
Dalam Pembuatan Margarin Oles Rendah Kalori. Vol XIII No 2.
Jurnal Teknologi Industri Pangan.
LAMPIRAN
TUGAS KELOMPOK
PENGETAHUAN BAHAN AGROINDUSTRI
Dosen Pengampu: Arie Febrianto Mulyadi, STP, MP.
NAMA KELOMPOK:
1. Alif Akbar Adhani
(125100307111040)
https://blog.ub.ac.id/anggota/alifdhani/
2. Sigit Sugiarto
(125100301111094)
https://blog.ub.ac.id/anggota/sugiartosigit/
3. W. Agsti Kumala Dewi (125100307111062)
https://blog.ub.ac.id/anggota/agstie/
4. Ika Wahyu Erwinda
(125100307111028)
https://blog.ub.ac.id/anggota/winda10/
KELAS: F
JURUSAN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN
FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2013
Download