TUGAS NOMOR 1 1. Vitamin Vitamin dibutuhkan untuk menjaga fungsi tubuh yang normal, perkembangan mental, serta meningkatkan daya tahan tubuh terhadap infeksi. Tubuh memerlukan vitamin agar dapat mengolah karbohidrat, lemak, dan protein. Vitamin dibagi menjadi 2 kelompok, yaitu vitamin yang larut lemak dan vitamin yang larut air. Vitamin yang larut lemak adalah vitamin A, D, E, dan K, sedangkan vitamin yang larut air adalah vitamin C, kolin, biotin,dan vitamin B kompleks (B1, B2, B3, B5, B6, B9, B12). Kandungan vitamin dalam beberapa makanan VITAMIN Vitamin A (Retinol) B1 (Tiamin) B2 (Riboflamin) Asam Nikotinat SUMBER Hati, Minyak ikan, Susu, Sayuran hijau, wortel, dan Tomat Sereal, Gandum, Ragi, Susu, dan daging Ikan, Telur, Susu, Hati, Daging, Ragi dan Sayuran hijau Hati, Kurma, Madu, Daging, padi-padian utuh, bijibijian berlemak, kacang-kacangan, keju, telur, susu Jeruk, strawberry, semangka, cabe hijau, brokoli, Lemon, Sayuran hijau, Kentang, Tomat Minyak ikan, susu, mentega dan telur Vitamin C (Asam Askorbat) Vitamin D (Kolkalsiferol) Vitamin E (Tokoferol) Susu, kuning telur, tauge, dan sayuran hijau (Sumber: Donna dkk, 2009) Fungsi Bagi Kesehatan - Vitamin A (Retinol) : Vitamin A membantu perkembangan daya lihat bayi, juga berperan dalam proses kerja sel tulang. Selain itu, vitamin A juga dapat memberikan pertahanan tubuh terhadap penyakit, memelihara kesehatan mata, dan berperan dalam pembentukan sel epitel. Vitamin A merupakan salah satu vitamin yang vital untuk menjaga kesehatan. Vitamin A tidak hanya bertanggung jawab pada kesehatan mata, tapi juga pada kekebalan tubuh (Goodner & Linda, 2008). - B1 (Tiamin) : Membantu tubuh membakar makanan untuk melepas energi, mempertahankan kesehatan saraf, jantung, otot dan jaringan GI, meningkatkan pertumbuhan dan perbaikan sel (Goodner & Linda, 2008). - B2 (Riboflamin) : Membantu tubuh membakar makanan untuk melepas energy. Selain itu, Riboflavin (vitamin B2) juga berfungsi melindungi tubuh dari penyakit kanker, serta mencegah migrain dan katarak (Goodner & Linda, 2008). - Asam Nikotinat : Metabolisme lemak, protein, karbohidrat, kecepatan pertumbuhan tubuh, dapat menurunkan kolesterol dan trigliserida, mengatur sintesa tiroksin, insulin, STH (Goodner & Linda, 2008). - Vitamin C (Asam Askorbat) : Ada ratusan fungsi vitamin C. Akan tetapi fungsi dasarnya adalah meningkatkan daya tahan tubuh dari serangan penyakit dan membantu proses penyembuhan akibat luka. Sebagai antioksidan, vitamin C mampu menetralkan racun, radikal bebas dalam darah, dan cairan sel tubuh. Vitamin C juga meningkatkan sel-sel darah putih yang dapat melawan infeksi sehingga flu dapat sembuh lebih cepat, membantu mengaktifkan asam folat, dan membantu meningkatkan penyerapan zat besi sehinggga mencegah anemia. Vitamin C juga berfungsi memelihara kesehatan jaringan epitel, menjaga gigi melekat kuat pada gusi, mempercepat penyembuhan luka, dan mencegah infeksi pada hidung dan kerongkongan(Prabantini, 2010). - Vitamin D (Kolkalsiferol) : Salah satu manfaat dari vitamin D adalah membantu tubuh menyerap kalsium dari makanan. Vitamin D juga bermanfaat bagi kekuatan tulang dan system immune. Selain itu vitamin D juga dapat berfungsi menghancurkan bakteri dan virus yang ada dalam tubuh kita (Goodner & Linda, 2008). - Vitamin E (Tokoferol) : Vitamin E memiliki manfaat yang sangat banyak bagi manusia. Manfaat-manfaat dari vitamin E diantaranya adalah dapat mencegah kemandulan, mencegah pendarahan pada wanita hamil sehingga dapat mencegah keguguran. Vitamin E juga dapat meningkatkan daya tahan tubuh, mencegah tejadinya kanker, mengurangi stress, dan mencegah terjadinya penyakit jantung (Goodner & Linda, 2008). Defisiensi - Vitamin A (Retinol) : Defisiensi vitamin A menyebabkan buta senja dan xeroftalmia (metaplasia kornea), salah satu penyebab kebutaan yang umum dijumpai di Negara berkembang. Overdosis vitamin A menurunkan keratinisasi kulit dan produksi sebum. Kulit dan rambut menjadi kasar dan kering, disertai pembesaran hati. Pembentukan epitel terganggu sehingga kulit pecah-pecah, xeroftalmia (kornea mata mengering), dan infeksi (Donna dkk, 2009). - B1 (Tiamin) : Vitamin B1 (tiamin) ditemukan pada banyak jenis makanan, temasuk gandum, sereal, dan daging merah. Defisiensi terjadi dengan cepat jika asupan rendah karena hanya sedikit yang disimpan dalam tubuh. Defisiensi menyebabkan Sindrom WrnickeKorsakoff tejadi alkoholik kronis. Terdapat ataksia, nistagmus, dan oftalmoplegia, disertai bingung. Ketidakmampuan menyimpan ingatan baru disertai oleh konfabulasi (psikosis Korsakoff). Terjadi iskemia dan pendarahan kapiler pada korpus mamilaris dan disekitar aquaduktus di otak tengah. Terjadi penurunan kadar transketolase eritrosit. Defisiensi juga menyebabkan beri-beri dan penyakit saraf. Beriberi kin janrang dijumpai diluar Asia. Selain ensefalopati Wernicke terdapat juga kardiomiopati dan neuropati perifer (Rubenstein dkk, 2007). - B2 (Riboflamin) : Vitamin B2 (riboflavin) ditemukan pada hamper semua makanan. Vitamin ini adalah kofaktor bagi oksidasi selular. Defisiensi menyebabkan stomatitis angularis, glositis atrofik, dan dermatitis seboroik. Defisiensi juga menyebabkan kulit kering, luka di sekitar mulut, iritasi dan pecah-pecah pada sudut hidung, glositis pada lidah, penyembuhan luka dan pertumbuhan lambat. Defisiensi biasanya terjadi bersamaan dengan defisiensi vitamin B lain (Donna dkk, 2009). - Asam Nikotinat : Defisiensi pada kulit akan menyebabkan dermatitis bersisik pada area tubuh terbuka, penurunan berat badan, diare, sakit kepala, mudah lupa, tidak nafsu makan dan depresi (Donna dkk, 2009). - Vitamin C (Asam Askorbat) : Vitamin C memiliki fungsi yang tidak kalah pentingnya dengan vitamin lain. Orang yang mengalami kekurangan vitamin C jaringan antarselnya mudah rapuh. Jaringan antarsel yang rapuh membuat pembuluh darah mudah pecah. Tubuh pun menjadi mudah berdarah, bahkan dapat terjadi pendarahan di bawah tulang-tulang. Defisiensi juga dapat menyebabkan skorbut (ditandai dengan pendarahan gusi, gigi mudah goyah, nyeri tekan pada kalves, otot lemah, tidak nafsu makan, mudah memar, edema, dan pertumbuhan luka lambat) (Donna dkk, 2009). - Vitamin D (Kolkalsiferol) : Defisiensi menyebabkan Rakhitis (Tulang kaki menjadi bengkok) pada anak-anak, dan kerapuhan tulang pada orang dewasa. Defisinsi juga dapat menyebabkan penyakit seperti diabeter, osteoporosis, stroke (serangan jantung), dan liver (hati) (Donna dkk, 2009). - Vitamin E (Tokoferol) : Vitamin E ditemukan dalam minyak nabati. Vitamin ini memiliki khasiat antioksidan, dan terdapat pada semua membrane sel. Defisiensi yang berat menyebabkan anemia hemolitik, serta gangguan otot dan neurologis. Defisiensi juga dapat menyebabkan pendarahan dan darah sukar beku (Donna dkk, 2009). Suapan Anjuran - Vitamin A (Retinol) : Menurut hasil temuan para ahli di bawah koordinasi WHO dan pertemuan-pertemuan yang dikoordinasi oleh IVACG ( International Vitamin A Consultative Group), anjuran pemberian vitamin A adalah sebagai berikut: Bayi umur 0-6 bulan sebanyak 3 x 50.000 IU Bayi 6-11 bulan sebanyak 100.000 IU (kapsul biru) Bayi 12-59 bulan sebanyak 200.000 IU (kapsul merah) Ibu masa nifas sebesar 400.000 IU (2 x 200.000 IU pada hari yang berbeda) Ibu setelah masa nifas ( ada jugakemungkinan sebagian hamil) sebesar 10.000 IU/hari atau 25.000 IU/minggu Anjuran dosis untuk orang dewasa adalah 750 micogram - Vitamin B1 (Tiamin) : Anjuran dosis harian vitamin B1 untuk orang dewasa adalah 1 mg(Rubenstein dkk, 2007). - Vitamin B2 (Riboflavin) : Anjuran dosis harian vitamin B2 untuk orang dewasa sama dengan anjuran dosis harian pada vitamin B1 yaitu sebesar 1 mg(Rubenstein dkk, 2007). - Asam Nikotinat : Anjuran dosis harian Asam Nikotinat untuk wanita adalah 14 mg, dan untuk pria adalah 16 mg(Arta, 2013). - Vitamin C (Asam Askorbat) : Anjuran dosis harian vitamin C adalah sebagai berikut(Prabantini, 2010): Bayi berumur 0-6 bulan sebanyak 40 mg/hari Bayi berumur 7-12 bulan sebanyak 50 mg/hari Anak-anak berumur 1-3 tahun sebanyak 15 mg/hari Anak-anak berumur 4-8 tahun sebanyak 25 mg/hari Anak-anak berumur 9-13 tahun sebanyak 45 mg/hari Remaja pria/wanita umur 14-18 tahun sebanyak 75/65 mg/hari Dewasa pria/wanita umur >18 tahun sebanyak 90/75 mg/hari Ibu hamil/menuyusui sebanyak 85/120 mg/hari - Vitamin D (Kolkalsiferol) : The American Academy of Pediatrics (AAP) menyarankan agar asupan harian vitamin D untuk bayi, anakanak, dan remaja ditingkatkan dari 200 IU menjadi 400 IU karena terbukti vitamin d membantu mencegah berbagai penyakit serius. AAP juga menyarankan penggunaan suplemen makanan untuk memenuhi kebutuhan harian vitamin D, mengingat anak-anak kurrang mendapatkan vitamin D secara memadai hanya dari makanan harian mereka. - Vitamin E (Tokoferol) : Anjuran dosis harian vitamin E untuk oang dewasa adalah 10 mg(Rubenstein dkk, 2007). Kehilangan akibat pemanasan (pengolahan) dan penyimpanan - Vitamin A (Retinol) : Penanganan, penyimpanan dan pengawetan bahan pangan sering menyebabkan terjadinya perubahan nilai gizi. Selama penyimpanan kandungan vitamin A dapat menga lami penurunan terus menerus hingga menjadi rusak. Penyimpanan dalam suhu kamar kamar, penguapan air menyebabkan struktur sel yang semula utuh menjadi layu sehingga enzim askorbat oksidase akan dibebaskan dengan cara kontak langsung dengan asam askorbat dan akibatnya vitamin A mengalami kerusakan. Penyimpanan buah-buahan pada kondisi yang menyebabkan kelayuan akan menurunkan kandungan vitamin A dan C dengan cepat karena adanya proses respirasi dan oksidasi (Rahayu dkk, 2012). - Vitamin B1 (Tiamin) : Di tingkat rumah tangga proses pemasakan dengan menggoreng termasuk paling sering dilakukan. Suhu menggoreng biasanya mencapai 160oC, dan oleh karena itu sebagian zat gizi diperkirakan akan rusak. Secara alamiah beberapa jenis vitamin (B dan C) memang rentan rusak akibat pemanasan. Penggorengan dengan suhu tinggi sehingga makanan menjadi sangat matang memicu terjadinya reaksi browning (pencokelatan) dan akhirnya muncul senyawa amina-amina heterosiklis penyebab kanker. Kerusakan bisa dikurangi dengan cara menggoreng dengan suhu minyak goreng tidak melewati titik asap (suhu pada saat minyak goreng mengeluarkan asap). Hasil gorengan akan maksimal apabila suhu minyak yang digunakan sekitar 110 oC – 160oC (tergantung jenis minyaknya). - Vitamin B2 (Riboflavin) : Pengukusan dan perebusan adalah metode konvensional lainnya yang telah lama dikenal untuk memanaskan bahan makanan. Bahan makanan yang langsung terkena air rebusan akan menurun nilai gizinya terutama vitamin-vitamin larut air (B kompleks dan C), sedangkan vitamin larut lemak (A, D, E, dan K) kurang terpengaruh. Pengukusan juga akna mengurangi zat gizi namun tidak sebesar pada proses perebusan. Namun pemanasan pada proses pengukusan kadang-kadang tidak merata. Bagian tepi tumpukan biasanya mengalami pengukusan berlebihan, sementara bagian tengah kurang. - Asam Nikotinat : Pemanasan, konsentrasi dan dehidrasi mempengaruhi jumlah dan bentuk Asam Nikotinat. Pada proses penyimpanan yang baik dilakukan pada suhu ruang atau dalam lemari es dengan catatan durasi waktu yang tidak boleh lebih dari 1 minggu (Arta, 2013). - Vitamin C (Asam Askorbat) : Vitamin C merupakan zat gizi yang sangat dibutuhkan tubuh. Selain terdapat pada buah-buahan, vitamin C juga banyak ditemukan dalam sayuran hijau. Sayur daun singkong merupakan salah satu sayuran hijau yang mengandung banyak vitamin C dan cukup digemari oleh masyarakat . Setiap keluarga mempunyai kebiasaan tersendiri dalam mengolah sayur, dan biasanya menyimpan sayur matang selama beberapa waktu dan memanaskannya lagi untuk dikonsumsi kembali. Dari hasil penelitian yang ada menunjukkan bahwa proses pengolahan, kondisi penyimpanan, dan lamanya penyimpanan berpengaruh nyata terhadap retensi vitamin C pada sayur. Pemanasan dan pemanasan ulang mengakibatkan terjadinya penurunan retensi vitamin c pada sayuran. Penyimpanan dan pemanasan ulang mengakibatkan makin besarnya kehilangan vitamin C pada sayur(Paroke, 2001). - Vitamin D (Kolkasiferol) : Stabilitas vitamin D dipengaruhi oleh pelarut pada saat vitamin tersebut dilarutkan, namun akan stabil apabila dalam bentuk kristal disimpan dalam botol gelas tidak tembus pandang. Pada umumnya vitamin D stabil terhadap panas, asam dan oksigen. Vitamin ini akan rusak secara perlahan-lahan apabila suasana sedikit alkali, terutama dengan adanya udara dan cahaya. Vitamin D stabil pada pemanasan namun akan rusak bila pemanasan terlalu tinggi dan dengan penyimpanan suhu ruang yang tidak terlalu lama ( Palupi, dkk, 2007). - Vitamin E (Tokoferol) : Tokoferol bersifat stabil pada proses perebusan asam tanpa adanya oksigen dan juga akan stabil terhadap sinat tampak (visible light). Vitamin ini bersifat tidak stabil pada suhu kamar dengan adanya oksigen, alkali, garam feri dan ketika terekspos pada sinar ultra violet. Diduga kehilangan tokoferol terjadi ketika terjadi oksidasi lemak dalam proses penggorengan terendam (deep-fat frying). Hal ini terutama disebabkan karena terjadi destruksi tokoferol oleh derivat asam lemak yang secara kimia aktif, yang terbentuk selama pemanasan dan oksidasi ( Palupi, dkk, 2007). TUGAS NOMER 2 A. Kalsium 1. Kandungan dalam beberapa produk makanan Bahan makanan yang mengandung tinggi kalium yaitu buah dan sayur. Kandungan kalium tinggi antara lain terdapat pada air kelapa, pisang, alpukat, tomat, nangka, dll. Berikut kandungan kalium beberapa bahan makanan (dalam mg/ 100 gram bahan makanan) antara lain: (Goodner & Linda, 2008). Bahan makanan Pisang Alpukat Pepaya Apel merah Peterseli Daun pepaya muda Bayam Kapri Kembang kol Kandungan kalium (mg) 435 278 221 203 900 652 416 370 349 2. Fungsi bagi kesehatan Kalsium mempunyai peran vital pada tulang sehingga dapat mencegah timbulnya osteoporosis. Namun kalsium yang berada di luar tulang pun mempunyai peran yang besar, antara lain mendukung kegiatan enzim, hormon, syaraf dan darah. Selain itu, untuk mempertahankan kepadatan tulang, menjaga irama jantung, transmisi impuls saraf, kontraksi otot, kontrol tekanan darah, dan berperan dalam proses pembekuan darah (Goodner & Linda, 2008). 3. Defisiensi Kurangnya konsumsi makanan yang mengandung kalsium dapat menyebabkan osteoporisis yaitu pengeroposan massa tulang umumnya terjadi seiring bertambahnya usia. Kekurangan kalsium dapat memicu kontraksi otot yang tidak stabil sehingga mengakibatkan kram otot. Sebuah penelitian baru menunjukkan, orang yang mengalami hipertensi kebanyakan juga mengalami kekurangan kalsium dalam tubuhnya.. Rickets merupakan pembengkokan tulang akibat kurangnya asupan kalsium pada tulang yang masih bertumbuh. Kekurangan kalsium bisa menyebabkan transmisi tersebut berjalan dengan tidak lancar, maka terjadinya penurunan kognitif (Goodner & Linda, 2008). 4. Suapan anjuran Sumber kalsium dalam makanan, seperti sayuran hijau, kacang, biji-bijian, dan buah-buahan mengandung jumlah kalsium yang lebih kecil atau cenderung dikonsumsi secara rutin untuk dimasukkan dalam perhitungan asupan kalsium harian yang cepat dan mudah. Rata-rata pola makan orang Amerika mengandung sekitar 250 mg kalsium per hari dari sumber bukan olahan susu dan tidak diperkaya dengan kalsium. Jumlah kebutuhan kalsium dapat dibedakan berdasar jenis kelamin dan usia. Menurut salah satu dokter ahli gizi, kebutuhan kalsium yag dibutuhkan orang Indonesia rata-rata adalah 500-800 mg per hari. Pada usia lanjut dan wanita menopause dianjurkan asupan kalsium per hari adalah 1.000 mg (Goodner & Linda, 2008). 5. Kehilangan akibat pemanasan (pengolahan) dan penyimpanan Pada proses pengolahan crackers yang menggunakan pemanasan terjadi kehilangan protein dan berkurangnya kadar kalsium. Kandungan protein selama pengolahan pada penelitian ini berkisar antara 12-56,66%. Kehilangan protein dengan nama karena proses pemanasan dikenal reaksi Maillard. Selain proses pemanggangan, adanya kontak dengan udara bebas pada saat proses penggilingan dan pencetakan adonan crackers dapat menyebabkan terjadinya oksidasi yang berperan dalam menurunkan kadar betakaroten. (Goodner & Linda, 2008). B. Kalsium 1. Kandungan dalam beberapa produk makanan Bahan makanan yang mengandung tinggi kalium yaitu buah dan sayur. Kandungan kalium tinggi antara lain terdapat pada air kelapa, pisang, alpukat, tomat, nangka, dll. Berikut kandungan kalium beberapa bahan makanan (dalam mg/ 100 gram bahan makanan) antara lain: (Arta, 2013). Bahan makanan Pisang Alpukat Pepaya Apel merah Peterseli Daun pepaya muda Bayam Kapri Kembang kol Kandungan kalium (mg) 435 278 221 203 900 652 416 370 349 2. Fungsi bagi kesehatan Kalsium mempunyai peran vital pada tulang sehingga dapat mencegah timbulnya osteoporosis. Namun kalsium yang berada di luar tulang pun mempunyai peran yang besar, antara lain mendukung kegiatan enzim, hormon, syaraf dan darah. Selain itu, untuk mempertahankan kepadatan tulang, menjaga irama jantung, transmisi impuls saraf, kontraksi otot, kontrol tekanan darah, dan berperan dalam proses pembekuan darah (Rubenstein dkk, 2007). 3. Defisiensi Kurangnya konsumsi makanan yang mengandung kalsium dapat menyebabkan osteoporisis yaitu pengeroposan massa tulang umumnya terjadi seiring bertambahnya usia. Kekurangan kalsium dapat memicu kontraksi otot yang tidak stabil sehingga mengakibatkan kram otot. Sebuah penelitian baru menunjukkan, orang yang mengalami hipertensi kebanyakan juga mengalami kekurangan kalsium dalam tubuhnya.. Rickets merupakan pembengkokan tulang akibat kurangnya asupan kalsium pada tulang yang masih bertumbuh. Kekurangan kalsium bisa menyebabkan transmisi tersebut berjalan dengan tidak lancar, maka terjadinya penurunan kognitif (Arta, 2013). 4. Suapan anjuran Sumber kalsium dalam makanan, seperti sayuran hijau, kacang, biji-bijian, dan buah-buahan mengandung jumlah kalsium yang lebih kecil atau cenderung dikonsumsi secara rutin untuk dimasukkan dalam perhitungan asupan kalsium harian yang cepat dan mudah. Rata-rata pola makan orang Amerika mengandung sekitar 250 mg kalsium per hari dari sumber bukan olahan susu dan tidak diperkaya dengan kalsium. Jumlah kebutuhan kalsium dapat dibedakan berdasar jenis kelamin dan usia. Menurut salah satu dokter ahli gizi, kebutuhan kalsium yag dibutuhkan orang Indonesia rata-rata adalah 500-800 mg per hari. Pada usia lanjut dan wanita menopause dianjurkan asupan kalsium per hari adalah 1.000 mg (Prabantini, 2010) 5. Kehilangan akibat pemanasan (pengolahan) dan penyimpanan Pada proses pengolahan crackers yang menggunakan pemanasan terjadi kehilangan protein dan berkurangnya kadar kalsium. Kandungan protein selama pengolahan pada penelitian ini berkisar antara 12-56,66%. Kehilangan protein dengan nama karena proses pemanasan dikenal reaksi Maillard. Selain proses pemanggangan, adanya kontak dengan udara bebas pada saat proses penggilingan dan pencetakan adonan crackers dapat menyebabkan terjadinya oksidasi yang berperan dalam menurunkan kadar betakaroten (Rubenstein dkk, 2007). C. Natrium 1. Kandungan dalam beberapa produk makanan Natrium atau sodium adalah sebuah mineral yang ditemukan dalam tubuh dan dalam banyak makanan. Makanan lain yang mengandung tinggi natrium yaitu : keju, margarin, dan mentega (Palupi, dkk. 2007) Berikut informasi mengenai kandungan natrium dalam beberapa makanan : Makanan Hamburger Bumbu sop Take away chicken Tomato/ chili sauce Keju French fries Ukuran Regular 1 blok kecil Kandungan natrium 800 mg 700 mg 400 mg 1 sdm 300 mg 30 gram 1 kotak sedang 200 mg 150 mg 2. Fungsi bagi kesehatan Fungsi natrium bagi tubuh adalah untuk mencegah menurunnya kandungan cairan ekstraseluler akibat tekanan osmotik dalam cairan tubuh menurun. Volume cairan, termasuk tekanan darah akan menurun. nsur Na terdapat pada garam dapur (NaCl), susu, dan telur. Na berfungsi memelihara tekananosmosis sel, pH, serta mengatur permeabilitas membran sel. Selain itu, Na mempunyai peranan dalam konduksi impuls dari saraf (Palupi, dkk. 2007) 3. Defisiensi Kekurangan konsumsi natrium akan menyebabkan ganguan pada ginjal, perubahan nilai osmotik, dan perubahan suhu tubuh. Hal-hal tersebut akan menimbulkan gejala hipertensi (tekanan darah meningkat). Kurangnya konsumsi natrium dapat menyebabkan volume darah menurun yang membuat tekanan darah menurun, denyut jantung meningkat, pusing, kadang-kadang disertai kram otot, lemas, lelah, kehilangan selera makan, daya ingat menurun, daya tahan terhadap infeksi menurun, luka sukar sembuh, gangguan penglihatan, rambut tidak sehat dan terbelah ujungnya, serta terbentuknya bercak-bercak putih di kuku (Rahayu, dkk. 2012) 4. Suapan anjuran Kebutuhan National Research Council of The National Academy of Sciences merekomendasikan konsumsi natrium per hari sebanyak 1.100-3.300 mg. Jumlah tersebut setara dengan ½-1½ sendok teh garam dapur per hari. Untuk orang yang menderita hipertensi, konsumsi natrium dianjurkan tidak lebih dari 2.300 mg perhari. Jumlah tersebut sama dengan 6 gram NaCl atau lebih kurang satu sendok teh garam dapur. American Heart Association (AHA) merekomendasikan konsumsi Na bagi orang dewasa tidak lebih dari 2.400 mg/hari, yaitu setara dengan satu sendok teh garam dapur sehari. Menurut United States Department of Agriculture (USDA), rata-rata kebutuhan natrium ibu hamil sekitar 2.400 mg dalam sehari, kira-kira setara dengan satu sendok teh (Rahayu, dkk. 2012) 5. Kehilangan akibat pemanasan (pengolahan) dan pemanasan akan penyimpanan Semakin menyebabkan lama kandungan proses natrium semakin rendah. Kerusakan pangan yang disebabkan perlakuan kimia biasanya saling terkait dengan jenis kerusakan lainnya. Pencetus kerusakan pangan yang menyebabkan perubahan kimia pangan dapat dipengaruhi suhu selama reaksi berlangsung; oksigen yang mempercepat reaksi oksidasi; reaksi biologis seperti enzimatik; pH yang mempengaruhi denaturasi protein atau perubahan warna dan adanya logam yang menjadi prekursor reaksi serta penyimpanan yang terlalu lama (Paroke, Oktalien H. 2001). D. Iodin Iodine adalah unsur kimia dengan nomor atom 53 dan massa atom 126,9044. Iodine bukamn unsur logam, dalam bentuk padat berwarna abu-abu kehitaman, sedangkan dalam bentuk gas berwarna ungu. Mempunyai titik lebur 113,5° C dan titik didih 184,35°. Iodine ditemukan pada tahun 1811 oleh B. Courtulis. Iodine bersuber dari air asin pada sumur garam dan endapat laut tua, dari yodidanya yang dibuat dengan menggunakan asam sulfat dan oksidator. Penggunaan iodine ini adalah dalam dunia kedokteran untuk pengobatan / pencegahan penyakit gondok dan luka luar. Senyawanya digunakan dalam industry kimia, kadangkadang digunakan dalam fotografi. Dalam biologi iodine terkumpul dalam kelenjar gondok hewan vertebrata. (Herawati, Heti & Sri Widowati. 2009) Iodin adalah zat makanan yang sangat penting kepada kehidupan manusia. Ia diperlukan untuk merangsang proses pembesaran, perkembangan saraf dan pembentukan sel-sel otak terutama kanak-kanak. Kekurangan zat iodin dalam badan akan menjejaskan kesihatan, terutama sekali kecerdasan otak (Ginting, Nurzainah & Elsegustri P. 2008). 1. Kandungan dalam beberapa makanan BUAH SAYURAN Semangka 1,0 μg/100g Pepaya Pisang Bayam SUMBER LAIN 83-650,00 Kerang- 79,76 μg/100g kerangan μg/100g Udang 2,2 μg/100g Daging 5,0 μg/100g Susu sapi 4,7-9,9 0,01-14,51 Kacang 1,0-9,0 μg/100g panjang μg/100g 0,01-1,395 Wortel 7,0-19,3 μg/100g μg/100g Buncis 4,2 μg/100g μg/100g Kol/kubis 2,0 μg/100g Telur 9,33 μg/100g Sawi 12,0 μg/100g Beras 23,3 μg/100g Taoge 2,12-16,55 Singkong 2,1 μg/100g μg/100g 2. Fungsi Fungsi iodin yang diketahui ialah sebagai bahagian perlu kepada hormon tairod. Hormon tairod mengatur banyak aktiviti berlainan termasuk tumbesaran, pembiakan , fungsi neuromuskular, pertumbuhan kulit dan rambut, metabolisma selular, dan menolong melepaskan tenaga ke dalam sel.Badan kita biasanya mengandungi 20 – 30mgs iodin. Lebih kurang 60% daripadanya terdapat dalam kilang tairod, selebihnya didapati pada keseluruhan tisu badan , terutamanya dalam ovari, otot dan darah (Herawati, Heti & Sri Widowati. 2009). 3. Defisiensi Ketika seseorang kekurangan Iodium, maka konsentrasi hormon tiroid menurun dan hormon perangsang tiroid/TSH meningkat agar kelenjar tiroid mampu menyerap. bila pembesaran ini menampak dinamakan Bila gondok terdapat secara sederhana. meluas di suatu daerah dinamakan gondok endemik, gejala kekurangan Iodium adalah malas dan lamban, kelenjartiroid membesar, pada ibu hamil dapat mengganggu pertumbuhan dan perkembangan janin. Suplemen Iodium dalam sosis tinggi dapat menyebabkan pembesaran kelenjar tiroid, seperti halnya kekurangan iodium. Dalam keadaan berat hal ini dapat menutup jalan pernafasan sehingga menimbulkan sesak nafas Oleh sebab itu konsumsi normal pada Iodium hanya sebanyak 100-150 ug sehari (Herawati, Heti & Sri Widowati. 2009). 4. Suapan anjuran Dewasa hanya memerlukan 150 mikrogram (μg) iodin setiap hari. Jumlah ini amat sedikit seumpama satu kepala pin peniti kecil. Memakan makanan yang kaya dengan zat iodin atau menggunakan garam beriodin di dalam masakan boleh memenuhi keperluan zat iodin harian kita (Herawati, Heti & Sri Widowati. 2009). 5. Kehilangan akibat pemanasan (pengolahan) dan penyimpanan Retensi yodium pada garam beryodium di Indonesia selama 6 bulan umumnya masih cukup stabil walaupun menunjukkan fluktuasi. Besarnya KIO3 yang hilang dari garam selama 6 bulan secara rata-rata adalah 6.4% untuk yang disimpan dalam wadah tertutup dan hanya 2 % untuk yang disimpan dalam wadah terbuka. Untuk menyimpan garam beryodium tidak diperlukan kemasan yang kedap udara, tetapi cukup kemasan yang kedap air atau tidak bocor (Herawati, Heti & Sri Widowati. 2009). TUGAS NOMOR 3 1. Jurnal Karbohidrat (KARAKTERISTIK BERAS MUTIARA DARI UBI JALAR (Ipomea batatas)) Cara Pembuatan Produk : Metode Pembuatan Produk dan Indikator Kualitas Produk yang Diuji : a. Analisis dan Karakteristik Bahan Baku, Formula tepung dan produk Beras Mutiara Tepung, pati dan formula bahan baku beras mutiara dianalisis sifat fisik meliputi derajat putih dan uji amilografi (Bhattacharya, 1979). Sedangkan untuk sifat fisik beras mutiara meliputi bobot 1000 butir, daya serap air (Syamsir, 2006) dan densitas kamba (Wirakartakusumah et al., 1992). Sifat kimia bahan baku formula dan produk beras mutiara meliputi analisis proksimat (AOAC, 2006), kadar amilosa (Juliano, 1972), kadar serat pangan (Asp et al., 1983) dan daya cerna pati in vitro (Muchtadi, 1989). b. Uji Organoleptik Uji organoleptik terhadap beras mutiara mentah meliputi warna, aroma, dan penampakan secara umum. Sedangkan untuk beras mutiara matang parameter yang diuji adalah tekstur, rasa, warna, aroma, dan penampakan secara umum. Panelis berjumlah 25 orang dan metode hedonis skoring dengan 7 skala angka numerik, (1 sangat suka, 2 agak suka, 3 suka, 4 netral, 5 tidak suka, 6 agak tidak suka, dan 7 sangat tidak suka). c. Rancangan Percobaan Rancangan percobaan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan perlakuan tunggal yaitu formula bahan baku (tepung ubi jalar : pati ubi jalar). Empat taraf rasio yang digunakan yaitu tepung : pati = 60:40; 70:30; 80:20 dan 90:10, dengan 3 ulangan. Hasil dan Pembahasan : A. Karakteristik Fisik 1. Analisis Warna Hasil penelitian menunjukkan bahwa formula tepung:pati = 90:10 mempunyai derajat putih rendah dan tidak berbeda nyata dengan derajat putih tepung ubi jalarnya. Formula tepung : pati = 60:40 mempunyai derajat putih paling tinggi, meskipun tidak berbeda nyata dengan tepung:pati = 70:30 dan tepung:pati = 80:20. Derajat putih pati ubi jalar paling tinggi sehingga meningkatnya rasio pati menyebabkan derajat putih cenderung semakin tinggi. Secara keseluruhan nilai derajat putih keempat formula berbeda nyata dengan derajat putih pati ubi jalar. 2. Sifat Amilografi Hasil analisis amilografi terlihat suhu awal gelatinisasi pada ubi jalar berkisar antara 76,5-91,5ºC (Tabel 2). Suhu awal gelatinisasi pati ubi jalar lebih rendah dibandingkan suhu gelatinisasi tepung ubi jalar. Hal ini menyebabkan terjadinya peningkatan suhu awal gelatinisasi dengan penambahan jumlah tepung ubi jalar pada formulasi. 3. Rendemen Beras Mutiara Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin kecil jumlah pati yang digunakan dalam formula,rendemen total yang dihasilkan semakin kecil. Hal ini diduga karena pati berperan dalam melekatkannya campuran bahan, sehingga berkurangnya jumlah pati menyebabkan pembutiran menjadi lebih sulit dan berdampak pada menurunnya rendemen beras mutiara yang dihasilkan (Gambar 3). 4. Daya Serap Air Hasil analisis Daya Serap Air (DSA) menunjukkan adanya perbedaan nyata antar keempat produk beras mutiara ubi jalar (Tabel 3). Daya serap air dipengaruhi oleh komposisi pati di dalam bahan pangan. Tabel 3 menunjukkan semakin besar kandungan pati dalam bahan, maka semakin besar pula DSAnya. Beras mutiara yang diformulasi dari tepung dan pati dengan rasio 60:40 memiliki DSA tertinggi, yakni 186,67%, sedangkan beras mutiara yang berasal dari tepung dan pati dengan rasio 90:10 memiliki DSA terendah, yakni 23,33%. Pengaruh peningkatan kandungan pati terhadap peningkatan nilai DSA terkait dengan peranan komposisi amilosa-amilopektin di dalam pati. Harper (1981) menyatakan bahan pangan dengan kadar pati yang tinggi akan semakin mudah menyerap air akibat tersedianya molekul amilopektin jumlah air yang terserap ke dalam bahan pangan semakin banyak. 5. Densitas Kamba Informasi densitas kamba suatu produk dapat digunakan sebagai acuan besarnya volume yang dibutuhkan persatuan bobot produk tersebut. Densitas kamba beras mutiara pada berbagai perlakuan ditunjukkan dalam Tabel 3. Secara statistik tidak terdapat perbedaan yang nyata antar perlakuan. Dengan demikian perbedaan rasio formulasi beras mutiara tidak mempengaruhi nilai densitas kamba beras mutiara yang dihasilkan. 6. Bobot Seribu Butir Analisis bobot seribu butir menunjukkan bahwa bobot seribu butir tidak berbeda nyata antar keempat produk beras mutiara. Hal ini mengindikasikan bahwa hasil produksi beras mutiara memiliki keseragaman ukuran. Tabel 3 menunjukkan bahwa bobot seribu butir beras mutiara tidak dipengaruhi oleh peningkatan rasio pati yang digunakan. B. Karakteristik Sifat Kimia 1. Komposisi Kimia Hasil analisis komposisi kimia keempat formula bahan baku dan beras mutiara disajikan pada Tabel 4. Hasil analisis kadar air menunjukkan bahwa kadar air keempat formula bahan baku tidak berbeda mempengaruhi kadar air dari bahan baku tersebut. Berdasarkan kadar air keempat formula bahan baku ubi jalar berkisar antara 7,69-7,90% dan memenuhi standar mutu tepung (SNI) yaitu maksimum 15%. Sedangkan kadar air dari beras mutiara berkisar antara 5,75-6,65% (Tabel4). masih berada jauh dibawah 12%, sehingga masih dibawah kadar air pertumbuhan kapang. Kadar air beras mutiara lebih kecil dibandingkan bahan baku karena telah melalui proses penyangraian dan pengeringan dalam oven setelah pembutiran menjadi beras mutiara. 2. Kadar Serat Pangan Keempat formula memiliki kadar serat pangan larut (SPL) berkisar 3,705,10% dan kadar serat pangan tidak larut (SPTL) berkisar 6,30-9,20% (Tabel 5). Kadar SPL dan SPTL menunjukkan adanya perbedaan nyata antar keempat formula ubi jalar. Hal ini disebabkan adanya perbedaan jumlah pati yang digunakan. Pati mengandung serat sangat rendah jika dibandingkan tepung, karena pada proses ekstraksi pati, sebagian serat dalam ukuran besar yang terdapat dalam ampas telah dipisahkan, sedangkan sebagian serat yang berukuran kecil terbawa dalam air bersama-sama protein larut air 3. Kadar Amilosa dan Daya Cerna Pati in Vitro Kadar amilosa memiliki hubungan erat terhadap tekstur nasi. Beras berkadar amilosa sedang menghasilkan nasi yang lunak, sedangkan beras berkadar amilosa tinggi menghasilkan nasi yang pera dan tidak lengket (Juliano 1979). Pada Gambar 4. terlihat kandungan amilosa keempat formula ubi jalar berkisar antara 32,0-34,50%. Berdasarkan tersebut, umbi termasuk dalam kelompok amilosa tinggi. Kadar amilosa beras dikelompokkan menjadi 3 yaitu kelompok amilosa rendah (<10<20%); sedang (20-25%) dan tinggi (>25%) (Juliano 1972). C. Uji Organoleptik Dari hasil uji organoleptik beras mutiara mentah parameter aroma menunjukkan bahwa, aroma tidak berbeda nyata, sedangkan warna berbeda nyata. Secara keseluruhan, beras mutiara ubi jalar matang yang disukai panelis adalah formula 80:20. Parameter tekstur/kelengketan formula 80:20 tidak berbeda nyata dengan formula 90:10 dan disukai panelis. Demikian juga pada parameter rasa beras mutiara matang panelis menyukai formula 80:20 yang tidak berbeda nyata dengan formula 90:10. Dari keseluruhan hasil uji organoleptik beras mutiara ubi jalar mentah dan matang keempat formula tepung maka terpilih formula 80:20. Kesimpulan : 1. Berdasarkan uji organoleptik dan hasil analisis sifat kimianya, formula beras mutiara ubi jalar yang terpilih adalah formula tepung:pati = 80:20. 2. Kadar serat pangan larut dan tidak larut dari beras mutiara ubi jalar adalah 4,79 dan 7,14% (b/b). 3. Formula terpilih mempunyai kadar protein 2,26%, lemak 0,81%, karbohidrat 90,25%, amilosa 31,69 % dan daya cerna pati 54,85% (b/b). 4. Beras mutiara ubi jalar dapat dijadikan pangan pokok alternatif dan mempunyai nilai gizi yang baik. 2. Jurnal Lemak (Kajian Penurunan Titik Leleh Lilin Lebah ( Apis cerana ) Dalam Pembuatan Margarin Oles Rendah Kalori Cara Pembuatan Produk : Metode Pembuatan Produk dan Indikator kualitas produk yang diuji: Metode yang digunakan adalah metode eksperimen yang terdiri dari 3 tahap meliputi : 1. Memperlajari pengaruh pencampuran lilin lebah dengan minyak olein, sserta penambahan pelarut lemak, pengemulsi, penstabil dan air terhadap penurunan titik leleh campuran lilin lebah dan olein, 2. Reaksi transesterifikasi lilin lebah secara enzimatik, dan 3. Proses formulasi dan pembuatan margarin oles rendah kalori dari lilin lebah dengan maupun tanpa transesterifikasi. Margarin tanf dihasilkan selanjutnya dilakukan analisis terhadap : kadar air metode oven (AOAC, 1995), Aw(Aw-meter), bilangan asam dan asam lemak bebas (AOAC, 1995), konsistensi (Seta Penetrometer Universal), morfologi kristal lemak (Mikroskop polarisasi-Olympus BH2), sineresis, pertumbuhan jamur dan sifat organoleptik (rasa, aroma, warna dan daya oles) secara visual. Hasil dan Pembahasan Pengaruh Bahan Campuran Terhadap Titik leleh Lilin Lebah Titik leleh didefinisikan sebagai temperatur saat sampel dalam pipa kapiler mulai menjadi cairan jernih. Menurut Tulloch (1980) lilin lebah memiliki titik leleh sekitar 63-65⁰C, dipengaruhi komponen penyusunannya yang terdiri dari hidrokarbon (14%), monoester (35%), diester (14%), triester (3%), hidroksi mononster (4%), hidroksi poliester (8%), asam bebas (12%), asam ester (1%), asam poliester (1%), alkohol bebas (1%) dan senyawa yang belum diketahui (6%). Pengaruh Transesterifikasi dengan Lipozyme IM 20 (Mucor miehei) Transesterifikasi merupakan proses untuk memodifikasi komposisi dan fisik lemak. Dalam proses ini dihasikan suatu lemak dengan karakteristik yang berbeda-beda. Bilangan iod menyatakan besarnya jumlah iod yang diserap menunjukkan derajat ketidakjenuhan lemak. Sesudah proses transesterifikasi bilangan iod sebelum dan sesudah cenderung tidak mempengaruhi perubahan, dan selanjutnya bilangan iod hasil transesterifikasi cenderung meningkat dengan bertaambahnya kadar olein, yang mengkontribusi ikatan rangkap. Asam lemak yang derajat ketidakjenuhannya tinggi mempunyai titik cair yang lebih rendah, sehingga akan menurunkan titik leleh hasil transesterifikasi. Hasil analisis bilangan asam pada lilin lebah menunjukkan jumlah asam bebas dan asam ester, pada minyak olein akibat hidrolisis gliserida. Sedangkan bilangan asam dan asam lemak bebas pada lemak hasil transesterifikasi menyatakan kadar asam lemak yang merupakan hasil reaksi transesterifikasi yang terjadi antara lilin lebah dan munyak olein. Peningkatan konsentrasi olein dalam proses transesterifikasi lilin lebah/olein (40:60) semakin meningkat kadar semua asam lemak dibanding hasil transesterifikasi lilin lebah/olein 50:50, kecuali C20, C22 dan komponen tidak diketahui semakin menurun. Dengan demikian penambahan olein dalam proses transesetrifikasi lilin lebah dapat mengkontribusi komponen asam lemak yang dapat dimetilasi, sehingga lebih meningkatkan jumlah komponen yang diketahui menjadi 67,16%. Formulasi Margarin Oles Rendah Kalori dari Lilin Lebah Margarin merupakan emulsi air dalam minyak yang menyerupai mentega, (penampakan dan komposisi), dan digunakan sebagai alternatif pengganti mentega. Karakteristik dan sifat margarin dipengaruhi oleh sifat fisik dan struktur dari komponen penyusunnya. Kandungan air dalam bahan makanan mempengaruhi daya tahan makanan terhadap serangan mikroorganisme, yang dinyatakan dengan AW(aktivitas air) yaitu jumlah air bebas dalam bahan pangan yang dapat digunakan oleh mikroorganisme untuk pertumbuhannya. Tingginya kadar air juga akan mempengaruhi kestabilan emulsi dengan terjadinya sineresis dan kerusakan produk oleh jamur. Sifat fisik margarin meliputi titik leleh, morfologi kristal, kandungan lemak padat, konsistensi dan warna, dimana kristalisasi dan profil titik leleh berperan dalam penampakan produk akhir. Menurut Bumbalough (1992) dan Winarno (1997) lemak menunjukkan pola polimorfis yang dapat mengkristal menjadi lebuh dari satubentuk, tergantung pada kondisi terbentuknya kristal, perlakuan terhadap lemak sesudah kristalisasi dan komponen asam lemak. Jumlah lemak padat dalam lemak cair dan perubahan suhu akan mempengaruhi sifat plastis margarin, yang ditunjukkan oleh kurva kandungan lemak padat yang menurun tajam pada kisaran suhu 0-40 C. Kesimpulan : Pencampuran dengan minyak olein dapat menurunkan titik leleh lilin lebah dari 64⁰C menjadi 58,5⁰C, dan dengan penambahan pelarut lemak, pengemulsi, penstabil dan air dapat menurunkan titik leleh campuran lilin lebah dan olein dari 58,5⁰C menjadi 54⁰C. Transesterifikasi lilin lebah dan minyak olein pada perbandingan 50:50 dengan menggunakan katalis Lipozyme IM 20 dari Mucor meihei, pada suhu 78,5⁰C dengan kecepatan 200 rpm selama 24 jam menghasilkan lemak dengan konsistensi yang lebih lunak, serta titik leleh dan kandungan lemak padat (40⁰C) yang lebih rendah dari bahan awal. Lilin lebah baik dengan mapaun tanpa transesterifikasi dengan minyak olein dapat dibuat margarin oles rendah kalori dengan nilai masing-masing 12,3% dan 50,5%, dengan karakteristik fisik dan organoleptik yang menyerupai margarin komersial sebagai pembanding yaitu pada nilai Aw, kestabilan emulsi, ukuran kristal, serta rasa, aroma, warna, kehalusan, kelengketan, dan daya oles, sedaangkan titik lelehnya masing-masing cukup tinggi yaitu sekitar 53-55⁰C. 3. Jurnal Protein (Pengaruh Temperatur Dalam Pembuatan Yoghurt dari Berbagai Jenis Susu Dengan Menggunakan Lactobacillus Bulgaricus dan Streptococcus Thermophilus). Cara Pembuatan : Pada pelaksanaan penelitian, susu sapi dan kerbau segar dikumpulkan dari peternak, sementara susu skim dan full krim dilarutkan sebanyak 500g dalam 462,5 ml air masak. Banyaknya susu yang digunakan adalah 500 cc untuk tiap jenis susu. Susu sapi dan kerbau dipasteurisasi selama 30 menit pada suhu 60-70°C. Kemudian bakteri biakan ditimbang sebanyak 50g untuk setiap perlakuan. Setiap susu yang sudah diberi biakan ditutup dalam wadah dan dimasukkan ke dalam inkubator bersuhu 30°C dan dibiarkan selama 20 jam. Setelah itu wadah yang berisi susu yang sudah berubah menjadi yoghurt dikeluarkan dari inkubator, dibiarkan sebentar pada suhu kamar dan dimasukkan ke refrigerator bersuhu 5°C. Untuk perlakuan temperatur 37°C, proses awalnya sama, hanya saja wadah yang sudah berisi susu dimasukkan ke inkubator bersuhu 37°C selama 10-11 jam. Berikutnya perlakuan bersuhu 44°C, wadah berisi susu dimasukkan ke dalam inkubator bersuhu 44°C selama 8 jam dan terakhir perlakuan 51°C dimasukkan ke dalam inkubator bersuhu 51°C selama 6 jam. Sesudah susu berubah menjadi yoghurt selalu disimpan di dalam refrigerator untuk menghambat perkembangbiakan yang berlebihan agar yoghurt tidak menjadi terlalu asam. Metode pembuatan produk dan indikator kualitas produk yang di uji : Metode penilitian yang digunakan adalah rancangan acak kelompok (RAK) faktorial 4x4 dengan 2 (dua) kali ulangan. Faktor yang diteliti adalah faktor Temperatur (T) yaitu T1 (30°C), T2 (37°C), T3 (44°C) dan T4 (51°C). Selain faktor temperatur adalah jenis susu (S) yaitu S1 (susu skim), S2 (susu sapi segar), S3 (susu full krim), dan S4 (susu kerbau segar). Adapun peubah yang diamati adalah secara fisik yaitu warna, yaitu warna sebelum dan sesudah susu ditambah dengan bakteri. Selain itu adalah tekstur, yaitu dilihat bagaimana interaksi antara jenis susu dan temperatur berpengaruh terhadap tekstur dari hasil akhir yoghurt tersebut. Juga rasa yaitu dengan keempat jenis susu yang digunakan maka akan diuji rasa mana yang paling disukai oleh panelis yang mewakili berbagai tingkatan usia, ekonomi, dan latar belakang budaya yang berbeda. Selain peubah yang disebut di atas, peubah lainnya adalah uji biologi, yaitu untuk mengetahui ada tidaknya aktivitas bakteri untuk setiap level temperatur yang dicobakan. Pengambilan data dari uji organoleptik terdiri atas: Selain uji di atas, dilakukan juga uji mikrobiologik untuk mengetahui ada tidaknya aktivitas bakteri untuk setiap perlakuan temperatur. Hasil dan Pembahasan : Jenis susu S2 (susu sapi segar) dan S3 (susu full krim) memiliki skala warna yang paling tinggi, yaitu kuning tua. Hal ini disebabkan jenis susu sapi segar dan susu full krim memiliki komposisi yang tidak jauh berbeda, hanya saja susu full krim telah melalui proses pengolahan seperti pengeringan sehingga sekitar 97% zat padatnya (Potter, 1986). Bahkan beberapa produk susu full krim mendapat penambahan bahan nutrisi lain sehingga lebih lengkap.Warna yoghurt ternyata dipengaruhi oleh makanan yang dikonsumsi oleh ternak. Makanan hijauan adalah sumber yang baik bagi beta karoten di mana warna kuning pada karoten tersebut akan terdapat dalam lemak air susu. Hal ini yang menyebabkan mengapa yoghurt dari susu skim warnanya cenderung lebih putih karena kandungan lemaknya rendah, sementara karoten yang menyumbangkan warna kuning tersebut berasal dari lemak susu.Yoghurt yang baik memiliki tekstur yang lembut seperti bubur, tidak terlalu encer dan tidak pula terlalu padat (Legowo, 2002). Faktor berbagai level temperatur dan jenis susu serta interaksi dari kedua faktor tersebut terhadap tekstur yoghurt menunjukkan perbedaan yang sangat nyata. Perlakuan dengan temperatur 44°C dengan memakai susu full krim menunjukkan perbedaan sangat nyata terhadap perlakuan dengan temperatur 44°C memakai susu skim. Artinya pada temteratur optimum untuk berkembang biak, susu skim yang kandungan lemaknya sebagian sudah dibuang memiliki tekstur yang lebih encer daripada susu full krim.Tekstur yoghurt susu kerbau adalah yang paling padat dikarenakan susu kerbau memiliki kandungan lemak yang lebih tinggi dibandingkan jenis susu lainnya.Dari tiap perlakuan di mana total rataan yang paling tinggi adalah pada perlakuan dengan menggunakan susu full krim dan yang terendah dihasilkan pada yoghurt berbahan susu kerbau. Hal ini berarti yoghurt berbahan susu full krim lebih disukai dari yang berbahan susu kerbau. Ini terjadi karena masyarakat Indonesia lebih mengenal dan lebih sering mengkonsumsi susu sapi dan berbagai produk hasil olahannya seperti susu skim dan full krim daripada susu kerbau.Rasa yang dihasilkan oleh yoghurt berbahan susu kerbau cenderung lebih asam dibanding berbahan susu full krim, karena produksi asam oleh bakteri lebih cepat dikarenakan bakteri yang juga berkembang lebih cepat (Davies and Law, 1984) pada susu kerbau dibandingkan dengan jenis susu lainnya. Rasa asam pada yoghurt merupakan indikasi perkembangbiakan dari percampuran bakteri yang berjalan baik dan cepat (Driessen, 1981). Rasa asam pada yoghurt juga menunjukkan bahwa adanya asam laktat yang telah terbentuk sebagai hasil kerja dari bakteri (Eckles, 1980). Menurut Adnan (1984) keasaman yang tercapai dapat mengganggu pertumbuhan bakteri yang tidak dikehendaki, terutama bakteri yang menyebabkan diare seperti Clostridium difficile pada orang dewasa dan Rotavirus pada anak-anak.Pada uji mikrobiologik disimpulkan bahwa pada semua level temperatur tetap dengan adanya penggumpalan pada tekstur yoghurt serta aromanya yang asam. Pada tekstur yang encer atau tidak padat, maka kemungkinan besar bakteri tidak berkembang optimal (suhu 30°C) atau bakteri sebagian mati (suhu 51°C). Kesimpulan : 1.Temperatur 30°C, 37°C, 44°C, dan 51°C yang digunakan sebagai suhu inkubasi berpengaruh terhadap warna, tekstur yoghurt sedangkan pada rasa tidak berpengaruh. 2.Jenis susu sapi segar, susu kerbau segar, susu full krim, dan susu skim yang digunakan sebagai bahan dasar yoghurt berpengaruh terhadap warna, tekstur, rasa yoghurt. 3.Ada interaksi yang nyata antara temperatur °C dan jenis susu yang digunakan. 4.Hasil yang paling baik diperoleh pada temperatur 44°C dengan pemakaian susu sapi full krim sebagai bahan dasarnya. DAFTAR PUSTAKA Arta, Katerina. 2013. http://khatherinearta.wordpress.com/2008/02/07/kebutuhanvitaminsehari/. Diakses tanggal 4 November pukul 14.20. Donna, dkk. 2009. Buku Ajar Keperawatan Pediatrik. Jakarta: Buku Kedokteran EGC. Ginting, Nurzainah & Elsegustri P. 2008. Pengaruh Temperatur dalam Pembuatan Yoghurt dari Berbagai Jenis Susu dengan Menggunakan Lactobacillus Bulgaricus dan Streptococcus Thermophilus. Vol 1 no 2. Jurnal Agribisnis Peternakan Goodner, Linda. 2008. Panduan Tindakan Keperawatan Klinik Praktis. Jakarta: Erlangga. Herawati, Heti & Sri Widowati. 2009. Karakteristik Beras Mutiara Dari Ubi Jalar (Ipomea batatas). Vol 5. Buletin Teknologi Pascapanen Pertanian. Palupi, dkk. 2007. Pengaruh Pengolahan terhadap Nilai Gizi Pangan. Modul e-Learning ENBP, Departemen Ilmu & Teknologi PanganFateta-IPB. Paroke, Oktalien H. 2009. Pengaruh Proses Pengolahan, Penyimpanan dan Pemanasan Ulang Terhadap Kandungan Vitamin C Sayur. Bogor: Institut Pertanian Bogor. Prabantini, Dwi. 2010. Makanan Pendamping ASI. Yogyakarta: ANDI OFFSET. Rahayu, dkk. 2012. Kadar Vitamin dan Mineral dalam Buah Segar dan Manisan Basah Karika Dieng (Carica pubescens Lenne & K.Koch). Jurnal Biosaintifika 4 (2) (2012). Rubenstein, dkk. 2007. Kedokteran Klinis. Jakarta: Erlangga. Sarungallo, dkk. 2002. Kajian Penurunan Titik Leleh Lebah (Apis cerana) Dalam Pembuatan Margarin Oles Rendah Kalori. Vol XIII No 2. Jurnal Teknologi Industri Pangan. LAMPIRAN TUGAS KELOMPOK PENGETAHUAN BAHAN AGROINDUSTRI Dosen Pengampu: Arie Febrianto Mulyadi, STP, MP. NAMA KELOMPOK: 1. Alif Akbar Adhani (125100307111040) https://blog.ub.ac.id/anggota/alifdhani/ 2. Sigit Sugiarto (125100301111094) https://blog.ub.ac.id/anggota/sugiartosigit/ 3. W. Agsti Kumala Dewi (125100307111062) https://blog.ub.ac.id/anggota/agstie/ 4. Ika Wahyu Erwinda (125100307111028) https://blog.ub.ac.id/anggota/winda10/ KELAS: F JURUSAN TEKNOLOGI INDUSTRI PERTANIAN FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA MALANG 2013