BioTrends Vol.1 No.1 Tahun 2015 PERAN BIOINFORMATIKA DALAM DESAIN KANDIDAT MOLEKUL OBAT Gita Syahputra Laboratorium Rekayasa Genetika Terapan dan Desain Protein Pusat Penelitian Bioteknologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) email: [email protected] / [email protected] S eiring perkembangan zaman dan pesatnya perkembangan teknologi internet hampir di seluruh dunia, membantu kemudahan masyarakat mendapatkan berbagai informasi ilmiah. Bioinformatika adalah ilmu interdisiplin yang menerapkan teknik komputasi untuk memecahkan masalah keilmuan seperti kimia, biologi, kedokteran, farmasi, yang dipecahkan dalam metode statistika dan matematika. Paulien Hogeweg merupakan tokoh yang menciptakan istilah bioinformatika pada tahun 1970. Perkembangan bioinformatika yang awalnya hanya menitikberatkan pada informasi sekuens DNA kini berkembang pesat dengan munculnya cabang – cabang ilmu terkait dengan bioinformatika, seperti biofisika, kimia komputasi, medikal komputasi, dan lain - lain. Salah satu pemanfaatan bidang bioinformatika adalah dapat diaplikasikan untuk mendesain kandidat molekul obat (drug design). Desain kandidat molekul obat (drug design) dilakukan untuk menentukan aktivitas suatu kandidat molekul obat dengan bioinformatika. Penelitian melalui bioinformatika tidak terlepas dari hasil penelitian kimia teoritis. Peran bioinformatika dalam desain molekul obat adalah membantu memudahkan menghitung sifat molekul yang kompleks melalui algoritma tertentu yang dilakukan dalam bahasa pemrograman. Selain itu desain molekul obat dengan bantuan komputasi dapat mengkaji hal yang tidak dapat dijangkau dalam skala laboratorium, seperti menentukan asam – asam amino yang terlibat dalam reaksi enzimatik (Syahputra, G dkk., 2014), melihat kondisi folding dan unfolding suatu protein/enzim (Sawitri, K.N dkk, 2014), melihat panjang ikatan dan jenis ikatan kimia yang terlibat dalam reaksi pada desain molekul obat (Arwansyah dkk, 2014), dan melakukan simulasi molecular dynamic pada suhu dan waktu tertentu (Sawitri K.N dkk, 2014). Keuntungan lainnya adalah desain molekul obat melalui pendekatan bioinformatika dapat menekan biaya dan meminimalisasi waktu yang diperlukan dalam proses penemuan kandidat molekul obat. Mc Govern SL dan Shoicet BK (2003) telah melakukan seleksi 9500 senyawa berukuran kecil melalui seleksi bioinformatika (virtual screening) dengan metode simulasi docking. Desain kandidat molekul obat efektif dan efisien apabila peneliti ingin memilih beberapa kandidat molekul obat dengan aktivitas yang diharapkan dari ratusan kandidat molekul obat yang tersedia (virtual screening). Desain kandidat obat melalui bioinformatika dapat digunakan untuk melakukan optimasi dari aktivitas, geometri struktur molekul, dan reaktivitas suatu kandidat molekul obat (Kroemer, 2007). Keuntungannya, peneliti dapat mengetahui lebih awal aktivitas kandidat molekul obat sebelum sintesis dan uji skala laboratorium dilakukan. Hal tersebut untuk menghindari keadaan bahwa senyawa kandidat obat tersebut tidak memiliki aktivitas yang diharapkan. Desain kandidat molekul obat dapat dilakukan dengan dua metode yang saling melengkapi. Metode tersebut adalah LBDD (ligand-based drug design) yang merupakan desain kandidat molekul obat dengan memanfaatkan informasi ligan, seperti sifat fisikokimia, hidrofobik, dan lain - lain. Metode yang kedua adalah SBDD (structure-based drug design) yang merupakan desain kandidat molekul obat dengan memanfaatkan informasi struktur target (reseptor), seperti prediksi sisi aktif tempat berikatannya molekul obat (Chatelain, E 2011 & Ioset, J R ; Hajduk, P.J & Greer, J, 2009). Dalam desain kandidat molekul obat terdapat istilah ligan dan reseptor. Ligan merupakan senyawa aktif yang terikat pada asam-asam amino suatu protein, dan ligan berupa molekul 26 organik, contohnya adalah kurkumin dan tetrasiklin. Adapun reseptor merupakan molekul tempat terikatnya ligan, umumnya memiliki ukuran molekul yang besar, contohnya adalah enzim dan protein. Teknik yang umum digunakan dalam mendesain kandidat molekul obat melalui pendekatan bioinformatika adalah simulasi docking. Simulasi docking yang termasuk bagian dari metode SBDD ini dapat dilakukan dengan menggunakan beberapa aplikasi seperti DOCK, AutoDock, FlexX, GOLD, GLIDE, dan lain - lain (Alonso H dkk, 2006). Aplikasi simulasi docking dibedakan pada algoritma yang digunakan dalam penghitungannya, untuk AutoDock menggunakan algoritma Lamarckian GA, untuk DOCK menggunakan shape matching (sphere images), sedangkan FlexX menggunakan incremental construction (Kroemer, 2007). Simulasi docking dapat membantu dalam pelaksanaan virtual screening kandidat molekul obat (ligan) dengan melihat interaksi antara ligan dan reseptor. Interaksi yang dijadikan parameter adalah dengan mengetahui ikatan antara ligan dengan reseptor, konformasi ligan saat berikatan dengan reseptor, serta evaluasi dengan melihat afinitas ligan dengan reseptor berdasarkan energi bebas Gibbs (∆G). Ikatan antara ligan dengan reseptor dikatakan baik apabila ligan terikat secara kimiawi pada asam-asam amino yang berada di wilayah sisi pengikat pada reseptor, seperti adanya ikatan hidrogen, van der Waals, wilayah hidrofobik, dan lain lain. Adapun konformasi ligan dapat mempengaruhi afinitas ligan dengan reseptor. Afinitas yang baik dapat dilihat pada ilustrasi berikut: BioTrends Vol.1 No.1 Tahun 2015 Biofisika, Vol 10(1) pp 48-58, 2014 K. N. Sawitri, S.T. Wahyudi, T. Sumaryada, Molecular Dynamics Simulation and Unfolding Process of a full 1GB1protein, Jurnal Biofisika, Vol 10(1) pp 59-64, 2014 Gambar 1. Ilustrasi Docking. A, B, dan C adalah molekul kecil (ligan) yang akan dilakukan simulasi docking pada reseptor (R) (Kroemer, 2007) Gambar 1 menjelaskan bahwa konformasi dengan afinitas terbaik secara berurutan adalah RA, RC1, RC2, RB. Interaksi pada RA merupakan contoh konformasi yang baik yang dapat dipilih sebagai kandidat molekul obat. Energi bebas Gibbs (∆G) yang dihasilkan dalam simulasi docking menghitung energi ikat antara ligan dengan reseptor, makin rendah nilai ∆G mendeskripsikan bahwa makin baik afinitas yang terjadi antara ligan dengan reseptor (Kroemer, 2007) Simulasi docking telah dilakukan untuk melihat aktivitas kurkumin dan analognya sebagai inhibitor dari enzim 12-lipoksigenase (Syahputra, G dkk, 2014). Penelitian tersebut menggunakan ligan kurkumin, demetoksi kurkumin, bisdemetoksi kurkumin dan menambahkan dua senyawa analog (analog 1 dan analog 2) dengan enzim 12lipoksigenase sebagai reseptornya. Hasil yang didapatkan adalah senyawa analog 1 merupakan ligan dengan aktivitas terbaik yang dibuktikan dengan ∆G sebesar -8,8 kcal/mol (paling rendah dari ligan yang lain), serta memiliki ikatan kimiawi dan konformasi yang baik. Simulasi docking dapat digunakan untuk mengetahui interaksi kandidat molekul obat dengan reseptor sel. Kandidat molekul obat terpilih tidak serta merta disetujui untuk disintesis di laboratorium. Analisis perlu dilakukan untuk mengetahui prediksi sifat toksisitas kandidat molekul obat terpilih. Analisis dilanjutkan dengan metode QSAR (Quantitative Structure–Activity Relationship) yang merupakan perpaduan antara statistika dengan sifat fisikokimia kandidat molekul obat dengan bantuan komputer dalam hal perhitungan persamaan dalam memprediksi suatu senyawa (Hansch dkk, 2002). Hasil penelitian (Syahputra, G (2014) menyatakan bahwa senyawa analog 1 yang merupakan kandidat obat terbaik dalam simulasi docking, tetapi setelah analisis dengan QSAR dilakukan ternyata memiliki sifat toksisitas yang buruk. Hal tersebut menegaskan bahwa memilih kandidat molekul obat dipengaruhi oleh beberapa faktor, selain hasil dari simulasi docking sifat toksisitasnya juga perlu dianalisis. Dapat disimpulkan bahwa desain kandidat molekul obat dapat dilakukan dengan bioinformatika dengan teknik simulasi docking untuk membantu melakukan virtual screening, mendesain, mengevaluasi, dan memprediksi kandidat molekul obat sebelum penelitian skala laboratorium dilakukan. Adapun kelemahan dari simulasi docking adalah peralatan komputer dengan spesifikasi yang memadai perlu diadakan, serta peneliti yang mampu menguasai beberapa sistem operasi di luar Windows, karena beberapa perangkat lunak untuk mendesain kandidat molekul obat tahap lanjut menggunakan sistem operasi Linux, seperti NAMD (NAnoscale Molecular Dynamics). Bioinformatika dapat memangkas waktu dan biaya dalam alur penelitian mencari kandidat molekul obat hingga didapatkan obat yang dapat digunakan masyarakat. Referensi Arwansyah, L. Ambarsari, T. Sumaryada, Simulasi Docking Senyawa Kurkumin dan Analognya Sebagai Inhibitor Reseptor Androgen pada Kanker Prostat, Current Biochemistry, Vol 1 (1) : 14-24, ISSN : 2355-7877, 2014. G. Syahputra, L. Ambarsari, T. Sumaryada, Docking Simulation of Curcumin and Its Analogs as Inhibitors on 12Lipoxygenase Enzymes, Jurnal 27 E. Chatelain, J. R. Ioset. Drug Discov. Dev. Ther.5, 175, 2011 P. J. Hajduk, J. Greer. Nat. Rev. Drug Discov.6, 211, 2007 H. Alonso, A. Bliznyuk, J. Gready. Combining Docking and Molecular Dynamic Simulations in Drug Design, Medical Research Review, Vol 26 (5): 531-568, 2006 R.T Kroemer. Structure-Based Drug Design: Docking and Scoring. Current Protein and Peptide Science Vol 8(4): 312-328, 2007 Hansch, C, Hoekman, D, Leo A, Weininger D, Selassie C D. Chem-Bioinformatics: Comparative QSAR at the Interface between Chemistry and Biology, Chem Review, 102, 783, 2002