Davis Roganda P, Pola Komunikasi Interpersonal Terapeutik Dokter Terhadap ... ISSN 2356 - 4385 Pola Komunikasi Interpersonal Terapeutik Dokter Terhadap Pasien Anak Davis Roganda P1), Salman2), Prita S. Nurcandrani3) Ilmu Komunikasi, Institut Teknologi dan Bisnis Kalbis, Jakarta Jalan Pulo Mas Selatan Kav. 22, Jakarta Timur, DKI Jakarta 13210 1) Email: [email protected], 2) Email: [email protected], 3) Email: [email protected] Abstract: The study of therapeutic communication between doctor and child patients was based on the communication applied by doctor in managing child patients having congenital defect when they had to take a therapy method. This study was intended to describe the therapeutic communication practised by the doctor toward the child patients. The frame of reference of this strudy was how the communication pattern of the doctor with the patient viewed from the tone, eye contact, body position, interaction distance, and touching. It was also, the way to change the patient attention when the nursery treatment therapy would be executed. Research method used was descriptive qualitative approach with case study. Data were collected through depth interview, observation, documentation, and literature study. The subject of the study was the doctor treating child patients in the Clinic First Chiropractic Jakarta. Keywords: communication pattern, therapeutic method, doctor, child patient Abstrak: Penelitian komunikasi terapeutik antara dokter dan pasien anak, dilatar belakangi oleh hasil ketertarikan peneliti terhadap pola komunikasi yang diterapkan oleh dokter dalam menangani pasien anak yang memiliki penyakit bawaan dan harus mengikuti metode terapi. Perumusan masalah penelitian ini adalah peneliti ingin menggambarkan bagaimana pola komunikasi terapeutik yang dipraktekkan dokter terhadap pasien anak. Penelitian ini menggunakan kerangka pemikiran bagaimana pola komunikasi dokter dengan pasien anak dilihat dari nada suara, kontak mata, posisi badan, jarak interaksi, sentuhan dan bagaimana cara mengalihkan perhatian anak ketika akan dilakukan asuhan terapi keperawatan. Metode penelitian ini menggunakan tipe pendekatan kualitatif deskriptif dengan studi kasus. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah depth interview, observasi, dokumentasi dan studi pustaka. Subyek penelitian adalah dokter yang menjalani perawatan terhadap pasien anak di pengobatan di Klinik First Chiropractic Jakarta. Kata Kunci: pola komunikasi, metode terapeutik, dokter, pasien anak I. PENDAHULUAN Seringkali kita dengar banyak masyarakat yang kecewa atau mengeluh terhadap pelayanan rumah sakit, klinik atau puskesmas yang disampaikan di berbagai media. Indonesia Corruption Watch (ICW) pernah melakukan penelitian selama November 2009 di DKI Jakarta dengan hasil menunjukkan 67 persen pasien kecewa terhadap pelayanan Rumah Sakit. Bentuk kekecewaan pasien beragam dari soal pelayanan administrasi yang berbelit-belit, biaya obatobatanya yang mahal, rendahnya kunjungan dokter hingga kurang ramah dan perhatian para dokter dan perawat terhadap pasien (http://news.detik.com/icw67-pasien-miskin-kecewa-layanan-rs). Padahal selain obat-obatan, salah satu faktor yang mampu mendorong kesembuhan seorang pasien ditentukan kemampuan relasi dokter atau perawat dalam menjalankan proses kesembuhan seorang pasien, terutama dalam hal kemampuan komunikasi interpersonal. Menurut Richard West (2009: 39) berinteraksi dalam tiap hubungan memberikan kesempatan kepada komunikator untuk memaksimalkan fungsi berbagai macam saluran (penglihatan, pendengaran, sentuan dan penciuman) untuk digunakan dalam sebuah interaksi. Sehingga saluran-saluran ini berfungsi secara simultan bagi kedua partisipan interaksi, yang dalam hal ini pasien dan dokter. Komunikasi interpersonal merupakan komponen terpenting dalam proses kesembuhan. Dokter dan perawat 183 4. Jurnal Davis Salman Prita (Kom).indd 183 25/02/2016 13:59:23 Kalbisocio,Volume 2 No.2 Agustus 2015 perlu menjaga hubungan dan kerja sama yang baik dengan pasien, karena dokter dan perawat merupakan orang terdekat yang dapat memahami masalah pasien secara komprehensif, sehingga pelayanan kesehatan dapat dilakukan secara menyeluruh. Menurut Suryani, pola asuh dalam kesehatan bentuk komunikasi yang dilakukan dokter dan perawat dengan pasien bukanlah komunikasi sosial biasa yang kita lakukan sehari-hari melainkan komunikasi yang sifatnya terapi bagi pasien. Komunikasi yang demikian itu dalam ilmu kesehatan dikenal sebagai Komunikasi Terapeutik yang merupakan hubungan relasi interpersonal antara dokter atau perawat dengan klien untuk memperoleh pengalaman belajar bersama dalam rangka memperbaiki pengalaman emosi klien (Suryani, 2005: 12). Selain itu menurut Stuart G.W (1995: 64) menyatakan bahwa komunikasi terapeutik merupakan hubungan interpersonal antara perawat dan klien, dalam hubungan ini perawat dan klien memperoleh pengalaman belajar bersama dalam rangka memperbaiki pengalaman emosional klien. Sedangkan Stuart (1995: 32) menyatakan bahwa hubungan terapeutik menyatakan bahwa hubungan terapeutik adalah hubungan kerjasama yang ditandai tukar menukar perilaku, perasaan, pikiran dan pengalaman dalam membina hubungan intim yang terapeutik. Dimana hubungan kerjasama yang ditandai tukar menukar perilaku, perasaan, pikiran dan pengalaman dalam membina hubungan intim yang terapeutik. Dapat disimpulkan bahwa komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang memiliki makna terapi bagi penyembuhan klien dan dilakukan oleh perawat (helper) untuk membantu klien mencapai kembali kondisi yang adaptif dan positif. Komunikasi Terapeutik banyak dilakukan kepada para pasien yang menjalankan masa pengobatan atau penyembuhan dengan metode terapi. Untuk itu, dalam menjalankan metode ini seorang dokter atau perawat harus memiliki kemampuan atau ketrampilan komunikasi interpersonal dalam menjalankan metode terapeutik ini, agar mudah menjalin hubungan rasa percaya dengan pasien, mencegah terjadinya masalah legal, memberikan kepuasan profesional dalam pelayanan kedokteran serta citra rumah sakit, tetapi yang paling penting telah mengamalkan ilmunya untuk sesama manusia. Selain itu dokter dan perawat dengan kemampuan komunikasi terapeutik yang baik akan membuat pasien menjadi nyaman ketika dalam asuhan penyembuhan sehingga proses kesehatan dapat berjalan lancar dengan adanya kepercayaan dari pasien terhadap dokter tersebut. Dari pemaparan diatas, maka dalam penelitian ini ingin melihat gambaran pola komunikasi interpersonal melalui metode terapeutik yang dilakukan para dokter terhadap pasien, khususnya pasien anak. Hal ini dilakukan mengingat dalam melakukan komunikasi dengan seorang pasien anak, sangat berbeda dengan pasien dewasa dalam hal metode yang digunakan di rumah sakit, walaupun memiliki jenis penyakit yang sama, karena anak memiliki sifat dan karakter yang berbeda dengan pasien dewasa. Untuk itu perlu metode komunikasi khusus dalam menangani pasien anak. Komunikasi interpersonal melalui metode terapeutik yang diterapkan dokter dalam memberikan asuhan serta pelayanan kesehatan pada pasien dewasa pasti berbeda dengan penanganan pada pasien anak. Dalam berkomunikasi dengan anak, dokter perlu memperhatikan berbagai aspek diantaranya usia tumbuh kembang anak, kondisi psikologis anak, metode berkomunikasi dengan anak, serta peran orang tua dalam membantu proses komunikasi dengan anak sehingga bisa didapatkan informasi yang benar dan akurat yang kelak digunakan sebagai acuan dalan proses pengobatan. II. METODE PENELITIAN A. Pengertian Komunikasi Interpersonal Komunikasi antarpribadi (Interpersonal communication) adalah komunikasi antar individuindividu adalah interaksi tatap muka antar dua atau beberapa orang, dimana pengirim dapat menyampaikan pesan secara langsung dan penerima pesan dapat menerima dan menanggapi secara langsung pula (Littlejohn, 2009: 280). Pendapat senada dikemukakan oleh Dedy Mulyana (2011: 81) bahwa komunikasi interpersonal atau komunikasi antarpribadi adalah komunikasi antara orang-orang secara tatap muka, yang memungkinkan setiap pesertanya menangkap reaksi orang lain secara langsung, baik secara verbal maupun nonverbal. Konteks komunikasi interpersonal pun beragam, seperti yang dikemukakan oleh Richard West (2009: 36) bahwa konteks interpersonal banyak membahas bagaimana hubungan dimulai, bagaimana mempertahankan suatu hubungan dan keretakan suatu hubungan. B. Teori Komunikasi Interpersonal Menurut Richard West (2009: 35), terdapat beberapa teori komunikasi interpersonal (antarpribadi) yang cukup penting untuk dibahas dan dibicarakan saat 184 4. Jurnal Davis Salman Prita (Kom).indd 184 25/02/2016 13:59:23 Davis Roganda P, Pola Komunikasi Interpersonal Terapeutik Dokter Terhadap ... ini antara lain dari sisi pesan-pesan antarpribadi atau interpersonal messages yang termasuk didalamnya adalah Teori Interaksionisme Simbolik (Symbolic Interactionism Theory) dari George Herbert Mead, Teori Pelanggaran Harapan (Expectancy Violation Theory) dari Judee K. Burgoon, Teori Kebohongan Antarpribadi (Interpersonal Deception Theory) dari Buller dan Burgoon, Teori Proses Kognitif (Cognitive Processing Theory), berupa konstruktivisme atau constructivism dari Delia. Selain itu pengembangan hubungan atau relationship development berupa Teori Penetrasi Sosial (Social Penetration Theory) dari Altman and Taylor dan Teori Reduksi Ketidakpastian (Uncertainty Reduction Theory) dari Berger and Calabrese. Pengaruh, antara lain berupa Teori Disonansi Kognitif atau Cognitive Dissonance Theory dari Festinger, Teori Keseimbangan atau Balance Theory dari Fritz Heider, dan Teori Kesesuaian atau Congruity Theory dari Osgood dan Tannenbaum. Dari sekian banyak teori komunikasi antarpribadi ini, dalam penelitian ini hanya fokus pada Teori Pengurangan Ketidakpastian oleh Charles Berger dan Richard Calabrese dan Teori Penetrasi Sosial sebagai sebuah konsep tentang pengembangan hubungan yang diterapkan oleh Irwin Altman and Dalmas Taylor (West, 2009: 196). Hal ini didasari dengan titik fokus pada permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini yaitu ingin menggambarkan bagaimana pola komunikasi terapeutik yang dipraktekkan dokter terhadap pasien anak. Penelitian ini menggunakan kerangka pemikiran bagaimana pola komunikasi dokter dengan pasien anak dilihat dari nada suara, kontak mata, posisi badan, jarak interaksi, sentuhan dan bagaimana cara mengalihkan perhatian anak ketika akan dilakukan asuhan terapi keperawatan. a. Teori Penetrasi Sosial Teori ini menggambarkan suatu pola pengembangan hubungan, sebuah proses yang mereka identifikasi sebagai penetrasi sosial. Penetrasi sosial merujuk pada sebuah proses ikatan hubungan dimana individu-individu bergerak dari komunikasi superfisial menuju ke komunikasi yang lebih intim. Keintiman yang dimaksud disini adalah lebih dari sekedar dari keintiman fisik, tetapi termasuk juga keintiman intelektual dan emosional hingga pada batasan dimana pasangan melakukan aktivitas bersama. Proses penetrasi sosial, karenanya mencakup didalamnya perilaku verbal (kata-kata yang kita gunakan), perilaku nonverbal (postur tubuh kita) dan berilaku yang berorientasi pada lingkungan (ruang antara komunikator, objek fisik yang ada didalam lingkungan dan sebagainya). Daya tarik teori ini menurut West (2009: 197) adalah pendekatan langsung pada hubungan dengan beberapa asumsi teori yaitu: lHubungan-hubungan mengalami kemajuan dari tidak intim menjadi intim l Secara umum, perkembangan hubungan sistematis dan diprediksi lPerkembangan hubungan mencakup depenetrasi (penarikan diri) dan disolusi lPembukaan diri adalah inti dari perkembangan hubungan b.Teori Pengurangan Ketidakpastian Teori ini merupakan bagian dari komunikasi interpersonal yang tampak pada dua orang yang pertama kali bertemu. Dua orang yang baru pertama kali bertemu dan memulai percakapan singkat akan memunculkan banyak penilaian subjektif yang kemudian menimbulkan pertanyaan – pertanyaan. Timbulnya pertanyaan akan memunculkan dugaan – dugaan positif maupun negatif, sehingga pada akhirnya akan memunculkan berbagai ketidakpastian. Inilah dasar pencetusan Teori Pengurangan Ketidakpastian (Uncertainty Reduction Theory) oleh Charles Berger dan Richard Calabrese (Morisan, 2009: 25). Komunikasi merupakan alat yang digunakan untuk mengurangi ketidakpastian yang ada. Bagaimana penggunaan komunikasi itu sendiri sebagai pengurang ketidakpastian merupakan tujuan dari Teori Pengurangan Ketidakpastian. Ketidakpastian memiliki 2 tipe, antara lain: 1. Ketidakpastian Kognitif, yaitu ketidakpastian yang dihubungkan dengan keyakinan atau sikap. Keyakinan atau penilaian ini bisa dianut diri sendiri atau orang lain. 2. Ketidakpastian Perilaku, yaitu ketidakpastian yang memiliki batasan perilaku – perilaku yang dapat diprediksi. Pengurangan ketidakpastian dapat dilakukan dengan 2 subproses: 1. Prediksi yaitu kemampuan memperkirakan kemungkinan perilaku yang mungkin muncul sehingga membentuk sebuah kepastian. 2.Penjelasan yaitu kemampuan mengartikan makna dari tindakan tidak pasti. Keduanya ini membutuhkan suatu keahlian dan pengalaman yang dapat dijadikan acuan dalam menghadapi ketidakpastian yang muncul. Menurut Berger & Calabrese, tujuh konsep dapat digunakan sebagai alat pengurang ketidakpastian seperti: output verbal, kehangatan nonverbal, percarian informasi (bertanya), pembukaan diri, resiprositas pembukaan diri, kesamaan , dan kesukaan (West, 2009: 183). 185 4. Jurnal Davis Salman Prita (Kom).indd 185 25/02/2016 13:59:23 Kalbisocio,Volume 2 No.2 Agustus 2015 C. Komunikasi Terapeutik 1. Pengertian Komunikasi Terapeutik Pada profesi keperawatan komunikasi menjadi sangat penting karena komunikasi merupakan alat dalam melaksanakan proses keperawatan. Menurut Stuart dalam asuhan keperawatan, komunikasi ditujukan untuk mengubah perilaku klien dalam mencapai tingkat kesehatan yang optimal. Karena bertujuan untuk terapi maka komunikasi dalam keperawatan disebut komunikasi terapeutik. (Suryani, 2005: 12) 2. Tujuan Komunikasi Terapeutik Adapun tujuan dari komunikasi terapeutik adalah sebagai berikut (Suryani, 2005: 13-14) a.Realisasi diri, penerimaan diri dan peningkatan penghormatan diri. Melalui komunikasi terapeutik diharapkan terjadi perubahan dalam diri klien. Klien yang tadinya tidak bisa menerima diri apa adanya atau merasa rendah diri, setelah berkomunikasi terapeutik dengan perawat akan mampu menerima dirinya. b.Kemampuan membina hubungan interperso nal yang tidak superficial dan saling bergantung dengan orang lain. Melalui komunikasi terapeutik, klien belajar bagaimana menerima dan diterima orang lain. Dengan komunikasi yang terbuka, jujur dan menerima klien apa adanya, perawat akan dapat meningkatkan kemampuan klien dalam membina hubungan saling percaya. Abraham dan Shanley mengemukakan bahwa hubungan mendalam yang digunakan dalam proses interaksi antara perawat dan klien merupakan area untuk mengekspresikan kebutuhan, memecahkan masalah dan meningkatkan kemampuan koping. c.Peningkatan fungsi dan kemampuan untuk memuaskan kebutuhan serta mencapai tujuan yang realistis. Terkadang klien menetapkan ideal diri atau tujuan yang terlalu tinggi tanpa mengukur kemampuannya. Individu yang merasa kenyataan dirinya mendekati ideal diri mempunyai harga diri yang tinggi sedangkan individu yang merasa kenyataan hidupnya jauh dari ideal dirinya akan merasa rendah diri. Dalam kasus seperti ini, peran perawat adalah membimbing klien dalam membuat tujuan yang realistis dan meningkatkan kemampuan klien memenuhi kebutuhan dirinya. d. Rasa identitas personal yang jelas dan peningkatan integritas diri. Melalui komunikasi terapeutik diharapkan perawat dapat membantu klien meningkatkan integritas dirinya dan identitas diri yang jelas. Dalam hal ini perawat berusaha menggali semua aspek kehidupan klien dimasa sekarang dan masa lalu. Kemudian perawat membantu meningkatkan integritas diri klien melalui komunikasinya dengan klien. D. Prinsip Dasar Komunikasi Terapeutik 1. Hubungan perawat atau dokter dengan klien adalah hubungan terapeutik yang saling menguntungkan. Hubungan ini didasarkan pada prinsip “humanity of nurse and clients”. Kualitas hubungan perawat atau dokter-klien ditentukan oleh bagaimana perawat atau dokter mendefinisikan dirinya sebagai manusia (human). Hubungan perawat atau dokter dengan klien tidak hanya sekedar hubungan seorang penolong dengan kliennya tapi lebih dari itu, yaitu hubungan antar manusia yang bemartabat. 2.Perawat atau dokter harus menghargai keunikan klien. Tiap individu mempunyai karakter yang berbeda-beda. Karena itu perawat perlu memahami perasaan dan prilaku klien dengan melihat perbedaan latar belakang keluarga, budaya dan keunikan setiap individu. 3.Semua komunikasi yang dilakukan harus dapat menjaga harga diri pemberi maupun penerima pesan, dalam hal ini perawat atau dokter harus mampu menjaga harga dirinya dan harga diri klien. 4. Komunikasi yang menciptakan tumbuhnya hubungan saling percaya (trust) harus dicapai terlebih dahulu sebelum menggali permasalahan dan memberikan alternatif pemecahan masalah. Hubungan saling percaya antara perawat atau dokter dan klien adalah kunci dari komunikasi terapeutik (Suryani, 2005: 14-15). Keterampilan komunikasi yang baik akan membedakan antara asuhan keperawatan ratarata dengan asuhan keperawatan yang sangat baik. Hubungan terapeutik antara pasien dan dokter atau perawat membentuk dasar bagi asuhan keperawatan di seluruh spektrum sehat, sakit, dan pemulihan. Prinsip yang mendasari hubungan terapeutik adalah sama tanpa memandang lama kontak: rasa hormat, kesungguhan, empati, mendengarkan aktif, kepercayaan dan kerahasiaan (Suryani, 2005: 89). 1.Rasa Hormat Pandangan Positif Tanpa Syarat Carl Rogers (Suryani, 2005: 93) mendefinisikan rasa hormat atau pandangan positif tanpa syarat sebagai kemampuan untuk menerima kepercayaan 186 4. Jurnal Davis Salman Prita (Kom).indd 186 25/02/2016 13:59:23 Davis Roganda P, Pola Komunikasi Interpersonal Terapeutik Dokter Terhadap ... orang lain diatas perasaan pribadi anda. Tujuan keperawaratan adalah untuk memperhitungkan gejala, perasaan, nilai-nilai dan kepercayaan pasien dengan penuh hormat, bekerja dengan pasien untuk merencanakan tujuan pengobatan. Cara untuk menunjukan rasa hormat: Perkenalan diri dengan menyebutkan nama dan status profesi anda serta sematkan tanda pengenal anda (pin nama). lTanyai pasien, ia ingin dipanggil bagaimana. Selalu awali dengan nama formal (misalnya, Tn., Nn. Ny.), dan kemudian gunakan nama sesuai keinginannya. lAturlah kenyamanan, kesopanan dan privasi bagi pasien. lSiapkan pasien sebelum melakukan prosedur apapun, terutama yang melibatkan ruang pribadi/ ketidaknyamanan. lBerkomunikasilah dengan pasien dengan cara menunjukkan keinginan untuk mendengarkan, memahami dan membantu. 2.Kesungguhan Kemampuan untuk menjadi diri sendiri didalam peran professional disebut kesungguhan, karena kesungguhan sebagai kesesuaian, contohnya, memiliki sisi profesional sejalan dengan sisi pribadi. Hal ini tidak terlalu mudah, terutama saat pertama memulainya di situasi klinis. Selain itu perawat atau dokter tidak boleh mengekspresikan penilaiannya mengenai pasien atau nilai-nilai mereka. Kesungguhan merupakan hal yang sangat diharapkan ketika bekerja di asuhan kesehatan karena hal ini memungkinkan penggabungan rasa kemanusiaan dan kesejatian kedalam asuhan keperawatan. 3.Empati Keperawatan sering diartikan sebagai memberikan asuhan penuh empati atau kasih sayang kepada pasien. Empati adalah kasih sayang teredukasi atau pemahaman intelektual dari keadaan emosional orang lain. Hal ini dapat diartikan sebagai keinginan perawat untuk memahami apa yang dialami pasien dari perspektif pasien. Empati memberikan kemampuan untuk benar-benar melihat dunia dari sudut pandang pasien tanpa mengalami sisi emosionalnya. Pemahaman ini memungkinkan perawat untuk mengidentifikasi masalah pasien dengan lebih jelas dan melakukan intervensi dengan lebih spesifik. Memfasilitasi kepercayaan; lDengarkan dengan teliti; pasien akan merasa dipahami dan diperhatikan. lPerlakukan pasien dengan penuh hormat; pasien akan merasa sebagai manusia berharga. lBersikaplah jujur dan konsisten; pasien akan merasa perawat dapat dipercaya. lLanjutkan komitmen perawat; pasien akan merasa asuhan perawat dapat diprediksi dan diandalkan. lMiliki sikap menerima; pasien akan merasa lebih nyaman berbagi informasi siri mereka. 4.Kepercayaan Terciptanya kepercayaan adalah dasar dari semua hubungan interpersonal dan sangat penting dalam hubungan terapeutik. Kepercayaan merupakan “ketergantungan pada konsistensi, kesamaan dan kesinambungan pengalaman yang dihasilkan oleh hal-hal dan orang-orang yang sudah dikenal dan dapat diduga.” 5.Kerahasiaan Perawat atau dokter memiliki tanggung jawab moral dan legal untuk tidak membagi informasi pasien dengan orang lain, kecuali pada situasi tertentu. Menjaga informasi pasien tetap rahasia termasuk tidak berbicara di tempat umum dimana informasi tersebut dapat terdengar, seperti tangga berjalan dan kantin. Satu-satunya alasan kerahasiaan pasien dapat dilanggar menurut Sheldon (2010: 49) adalah: Kecurigaan pelecehan anak dibawah umur atau orang usia lanjut; Perbuatan kriminal; dan Ancaman untuk menyakiti diri sendiri atau orang lain. III. METODE PENELITIAN A. Pendekatan Penelitian Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan metode studi kasus. Penelitian kualitatif adalah penelitian yang bersifat deskriptif dan cenderung menggunakan analisis dengan pendekatan induktif. Peneliti menggunakan pendekatan kualitatif yaitu karena peneliti belum mengetahui situasi sebenarnya dilapangan, selain itu yang akan diteliti adalah pola komunikasi terapeutik antara dokter dan pasien anak sehingga peneliti ingin lebih memahami situasi secara mendalam pola komunikasi yang terjadi. Penelitian ini menggunakan empat jenis teknik pengumpulan data yaitu dengan depth interview, observasi, dokumentasi dan studi pustaka. (Moleong, 2004: 34) Jenis dan sumber data yaitu data primer diperoleh dari depth interview dan observasi, sedangkan data sekunder diperoleh dari hasil studi pustaka berasal dari berbagai sumber buku dan website. Sumber data primer dapat dilakukan dengan mewawancarai 187 4. Jurnal Davis Salman Prita (Kom).indd 187 25/02/2016 13:59:24 Kalbisocio,Volume 2 No.2 Agustus 2015 langsung para dokter yang terlibat dalam komunikasi terapeutik. Sedangkan lokasi penelitian dilakukan di Klinik First Chiropractic Jakarta, yaitu klinik yang melayani terapi gangguan pada sistem syaraf tubuh khususnya pada pasien anak-anak usia 6 – 12 tahun. Klinik tersebut beralamat di Mall Taman Anggrek, Jl. Tanjung Duren Timur II, Jakarta Barat. B. Teknik Analisis Data Analisis data kualitatif adalah upaya yang dilakukan dengan jalan bekerja dengan data, mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi satuan yang dapat dikelola, mensintesiskannya, mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang penting dan apa yang dipelajari dan memutuskan apa yang dapat diceritakan kepada orang lain. Analisis data terdiri dari: a. Analisis Data Sebelum di Lapangan b. Analisis Data Selama di Lapangan Analisis data sebelum memasuki lapangan dilakukan terhadap data yang diperoleh dari studi pendahuluan atau data sekunder yang akan digunakan untuk menentukan fokus penelitian. Namun, fokus penelitian ini, bersifat sementara dan akan berkembang setelah peneliti memasuki lapangan. Untuk analisis selama dilapangan yaitu mengunakan model Milles and Huberman (Pawito, 2008: 37) yang terdiri dari tahapan yaitu : a.Data Reduction (Reduksi Data) adalah proses merangkum, memilih hal-hal yang pokok, memfokuskan pada hal-hal penting selanjutnya mencari tema dan polanya. Reduksi data meliputi: 1.Meringkas data 2.Mengkode 3.Menelusur tema 4.Membuat gugus-gugus b.Data Display (Penyajian Data) adalah kegiatan ketika sekumpulan informasi disusun, sehingga memberi kemungkinan akan adanya penarikan kesimpulan dan pengambilan tindakan. Penyajian data bisa dilakukan dalam bentuk uraian singkat, bagan, hubungan antar kategori, flow chart atau gambar. Bentuk penyajian data kualitatif: 1.Teks naratif : berbentuk catatan lapangan 2.Matriks, grafik, jaringan dan bagan. Bentukbentuk ini menggabungkan informasi yang tersusun dalam suatu bentuk yang padu dan mudah diraih, sehingga memudahkan untuk melihat apa yang terjadi, apakah kesimpulan sudah tepat atau sebaliknya melakukan analisis kembali. c. Conduction Drawing Verification yaitu kesimpulan awal dalam penelitian kualitatif masih bersifat sementara dan akan berubah bila terdapat buktibukti baru. Namun jika kesimpulan pada tahap awal didukung oleh bukti valid dan konsisten saat peneliti kembali ke lapangan maka kesimpulan tersebut kesimpulan yang kredibel. Kredibel itu juga di verifikasi selama penelitian berlangsung dengan cara : 1.Memikir ulang selama penulisan 2.Tinjauan ulang catatan lapangan 3.Tinjauan kembali dan tukar pikiran antar teman sejawat untuk mengembangkan kesepakatan intersubjektif 4.Upaya-upaya yang luas untuk menempatkan salinan suatu temuan dalam seperangkat data yang lain. IV. PEMBAHASAN A. Hasil Penelitian Pada tanggal 6 November 2014 penulis melakukan wawancara dengan nara sumber di lokasi penelitian, yaitu Klinik First Chiropractic Jakarta di Mall Taman Anggrek, Jl. Tanjung Duren Timur II, Jakarta Barat. Ditemui langsung, dr. Michael Lee Wohlgemuth yang berkebangsaan Amerika tersebut tampak senang menerima kami. Walaupun terdapat perbedaan bahasa dan budaya dengan penulis, namun tidak ada kesulitan yang berarti saat mengambil data dan menggali beberapa fakta yang ada. Berikut akan penulis uraikan hasil wawancara yang berlangsung selama kurang lebih satu jam tersebut. Pada kesehariannya, nara sumber menggunakan bahasa asing (bahasa Inggris) dalam berkomunikasi. Hal tersebut diungkapkannya juga saat berkomunikasi dengan keluarga pasien dan pasien menggunakan bahasa tersebut dan diakuinya bahwa nara sumber tidak dapat berkomunikasi dengan Bahasa Indonesia dengan lancar walaupun sudah cukup lama tinggal di Indonesia. Oleh karena itu, pihak klinik menyediakan translater yang merangkap asisten dokter pada saat melakukan komunikasi terapeutik. Dalam melakukan komunikasi terapeutik, narasumber biasanya menjelaskan perkembangan atau keadaan pasien melalui orang tua pasien karena anak-anak biasanya tidak memahami Bahasa Inggris yang digunakan oleh nara sumber. Namun sayangnya, orang tua pasien juga seringkali tidak memahami bahasa Inggris. Apabila orang tua pasien tidak mengerti pula dengan apa yang diucapkan dokter, maka dokter lebih cenderung menggunakan translater (penerjemah bahasa) yakni salah satu karyawan yang 188 4. Jurnal Davis Salman Prita (Kom).indd 188 25/02/2016 13:59:24 Davis Roganda P, Pola Komunikasi Interpersonal Terapeutik Dokter Terhadap ... ada di klinik tersebut untuk melakukan sambung bicara antara pasien anak atau orangtua pasien anak kepada dokter. Dalam penyampaiannya, nara sumber menggunakan bahasa verbal tulisan dan lisan untuk lebih memudahkan dalam berkomunikasi. Setelah itu, orang tua pasien akan menjelaskan kondisi kesehatan pada pasien atau anak mereka. Dengan itu, pasien akan dapat mengerti apa yang dimaksudkan oleh dokter, sehingga menghindari kesalahpahaman yang terjadi saat melakukan terapi. Pada saat melakukan terapi atau yang lebih dikenal dengan adjustment, narasumber atau dokter tidak hanya menggunakan bahasa secara verbal, namun justru akan lebih sering menggunakan bahasa tubuh dan ekspresi wajah (nonverbal) untuk mendapatkan perhatian dari pasien anak agar mereka tertarik. Di samping itu, diharapkan adjustment akan lebih dilaksanakan dengan maksimal karena pendekatan dengan menggunakan komunikasi non verbal tidak membuat mereka merasa takut atau cemas saat akan melakukan terapi. Dalam perlakuan yang diberikan oleh dokter kepada pasien anak yang baru atau yang pasien anak yang lama, sama saja. Tidak ada perbedaan atau perlakuan khusus yang diberikan dokter kepada pasien anak, karena dokter lebih cenderung bersikap tidak membedakan dengan pasien umum lainnya baik dalam hal pelayanan dan lain sebagainya. Dalam pelaksaan komunikasi non verbal untuk menarik pasien anak menjadi percaya, dokter akan lebih memberikan pasien anak kebebasan dalam ruangan praktek (klinik). Tidak semua pasien anak akan langsung patuh untuk melakukan terapi, beberapa di antara mereka membutuhkan suasana yang nyaman dan kondisi yang kondusif. Biasanya terjadi pada pasien anak usia 1-5 tahun, hal ini disebabkan pasien belum dapat diberi pengertian mengapa mereka harus datang dan melakukan terapi. Jika hal ini terjadi, dokter tidak melakukan pemaksaan kepada pasien anak. Justru narasumber akan memberikan waktu yang pasien butuhkan untuk mendapatkan suasana nyaman. Maka apabila pasien anak berlarian didalam klinik, bermain ataupun menyentuh berbagai hal yang ada didalam ruangan klinik tersebut untuk mereka ketahui dokter hanya membiarkan saja. Disaat pasien rasanya sudah merasa nyaman dan tenang barulah dokter memberikan tindakan adjustment. Tindakan terapi tersebut pun tidak harus berada di atas bed pemeriksaan. Dimanapun pasien anak tersebut berada tindakan terapi sesegera mungkin dapat diberikan agar anak tidak takut atau merasa tertekan saat melakukan terapi. Secara umum sebelum pasien melakukan terapi di Klinik First Chiropractic Jakarta, dokter terlebih dahulu akan mempelajari hasil rongent yang diberikan pasien kepada dokter. Apabila pasien belum melakukan rongent maka dokter akan memberikan surat rujukan ke rumah sakit yang ditentukan oleh dokter tersebut. Proses terapi yang akan dilakukan oleh dokter tidak melalui tidakan operasi atau memberikan pasien obat resep. Hal tersebut disebabkan dokter tidak menganjurkan untuk mengkonsumsi obat apapun itu atau melegalkan tindakan operasi baik skala kecil ataupun skala besar. Pada terapan komunikasi non verbal yang berupa penggunaan pakaian atau style berpakaian dokter di Klinik First Chiropractic Jakarta sangat unik. Mereka berpakaian lebih santai hanya dengan mengenakan Polo Shirt yang berbordirkan nama pada sisi kiri bajunya. Pada hari-hari tertentu pun mereka menggunakan kemeja batik atau bahkan mengunakan sepatu olah raga agar terkesan dinamis. Mereka tidak terlihat seperti dokter saat menangani pasien pada umumnya dengan menggunakan jas dokter yang pada umumnya berwarna putih. Pihak klinik beranggapan bahwa pasien anak khususnya akan cenderung lebih khawatir dan takut saat akan berhadapan dengan dokter dengan menggunakan kostum tersebut. Maka di klinik tersebut semua dokter menggunakan kostum yang lebih santai namun masih terlihat kewibawaannya saat berhadapan dengan pasien. Dalam proses penanganan pasien anakpun dokter memperhatikan pula perilaku dari pasien tersebut dan dokter telah memperkirakan tindakan serta berbagai hal lainnya yang akan dilakukan kepada pasien anak dalam proses terapi berlangsung. Ketenangan dan kenyamanan adalah suasana yang sangat dibutuhkan oleh pasien anak. Dokterpun telah banyak mempelajari mengenai kondisi situasi perasaan anak saat pertama kali mereka saling berhadapan (antara pasien dan dokter). Dokter juga sangat terbuka kepada orangtua pasien anak atau bahkan pasien anak sekalipun dengan menceritakan pengalaman pribadinya yang pernah ia alami saat menangani pasien diluar Indonesia. Sebelumnya dokter pernah melakukan prakteknya di Inggris, Australia dan Amerika. Dengan senang hati dokter menceritakan pengalamannya yang unik saat melaksanakan adjustment agar anak juga merasa teralihkan perhatiannya. Tentunya juga dengan bantuan orang tua yang pandai menggunakan Bahasa Inggris atau bantuan translater. Dokter merasa tidak merasa kesulitan dalam penggunaan bahasa verbal maupun non verbal saat berhadapan dengan pasien dan keluarga pasien. 189 4. Jurnal Davis Salman Prita (Kom).indd 189 25/02/2016 13:59:24 Kalbisocio,Volume 2 No.2 Agustus 2015 Narasumber menganggap bahwa pasien anak di seluruh dunia itu sama, mereka akan lebih agresif apabila orangtuanya akan membawa mereka ke dokter. Saat penanganannyapun mereka sedikit lebih sulit dan terlampau manja dibandingkan pasien dewasa. Walaupun dalam penuturannya, narasumber menyatakan bahwa terdapat sedikit perbedaan antara anak-anak Indonesia dibanding dengan anak-anak di luar Indonesia di mana dokter tersebut pernah melakukan praktek. Dokter beranggapan bahwa pasien anak di Indonesia lebih mudah diberikan arahan dan mereka sangat dengan senang hati saat akan berhadapan dengan dokter. Selain itu juga pasien tidak manja, dan tidak menolak saat akan diberikan tindakan terapi oleh dokter. Sehingga dokter merasa lebih mudah untuk menguasai situasi dan kondisi pasien anakanak tersebut. Diluar masa terapi, pasien anak tetap dalam pengawasan dokter. Secara berkala, pihak klinik akan menghubungi pihak pasien dan menanyakan perihal perkembangan kondisi yang diderita pasien anak. Dokter merasa sangat senang dengan respon yang diberikan oleh orang tua pasien anak atau pasien anak tentang perkembangan kondisi mereka. Dalam hal penindaklanjutan mengenai kesan pasien dan orang tua pasien mengenai terapi yang dilakukan oleh dokter, pihak klinik memberikan kuisioner untuk diisi untuk melihat keefektifan terapi yang telah diberikan. B. Pembahasan Komunikasi terapeutik merupakan jenis komunikasi yang khas terdapat dalam ranah komunikasi kesehatan. Namun, pada dasarnya komunikasi terapeutik adalah komunikasi interpersonal yang melibatkan dokter dan pasien dalam asuhan keperawatan (Suryani, 2005: 12). Seperti halnya yang dilakukan oleh dokter Michael Lee Wohlgemuth pada Klinik First Chiropractic Jakarta, dia melakukan komunikasi yang lebih bersifat interpersonal untuk mencapai suatu tingkat kesehatan yang optimal. Seperti pada tag line dari klinik tersebut yaitu A natural drug-free approach to optimal health, rupanya klinik ini telah mencapai tujuan komunikasi teraputik. Menilik kesehariannya di mana narasumber menggunakan bahasa asing (bahasa inggris) dalam berkomunikasi, pihak klinik menyediakan translater yang merangkap asisten dokter pada saat melakukan komunikasi terapeutik. Di mana diketahui tidak semua pasien atau orang tua pasien memahami bahasa Inggris. Ditambah lagi dengan budaya dan perlakuan yang berbeda antara dokter dengan pasien karena perbedaan budaya. Klinik ini cukup menghargai pasien dan dapat mengakomodir segala keinginan pasien atas berbagai keluhan penyakitnya. Hal ini senada dengan prinsip dasar komunikasi terapeutik (Suryani, 2005: 13-14) di mana dikatakan perawat atau dokter harus menghargai keunikan klien. Tiap individu mempunyai karakter yang berbeda-beda. Karena itu perawat perlu memahami perasaan dan prilaku klien dengan melihat perbedaan latar belakang keluarga, budaya dan keunikan setiap individu. Dalam melakukan komunikasi terapeutik, narasumber biasanya menjelaskan perkembangan atau keadaan pasien melalui orang tua pasien karena anak-anak biasanya tidak memahami Bahasa Inggris yang digunakan oleh narasumber. Namun sayangnya, orang tua pasien juga seringkali tidak memahami bahasa Inggris. Apabila orang tua pasien tidak mengerti pula dengan apa yang diucapkan dokter, maka dokter lebih cenderung menggunakan translater (penerjemah bahasa) yakni salah satu karyawan yang ada di klinik tersebut untuk melakukan sambung bicara antara pasien anak atau orangtua pasien anak kepada dokter. Dalam penyampaiannya, narasumber menggunakan bahasa verbal tulisan dan lisan untuk lebih memudahkan dalam berkomunikasi. Sesuai dengan prinsip komunikasi terapeutik, dokter berusaha untuk empati, hormat dan sungguh-sungguh walaupun memiliki perbedaan latar belakang, budaya, dan bahasa. Pada saat melakukan terapi atau yang lebih dikenal dengan adjustment, narasumber atau dokter tidak hanya menggunakan bahasa secara verbal, namun justru akan lebih sering menggunakan bahasa tubuh dan ekspresi wajah (nonverbal) untuk mendapatkan perhatian dari pasien anak agar mereka tertarik. Dalam proses pengurangan ketidakpastian, dokter membutuhkan suatu keahlian dan pengalaman yang dapat dijadikan sebagai acuan dalam menghadapi ketidakpastian yang mungkin muncul. Menurut Berger & Calabrese (Morisan, 2009: 28), terdapat tujuh konsep lain yang dapat digunakan sebagai alat pengurang ketidakpastian seperti: output verbal, kehangatan nonverbal, percarian informasi (bertanya), pembukaan diri, resiprositas pembukaan diri, kesamaan, dan kesukaan. Berdasarkan hasil penelitian narasumber telah melakukan hal-hal tersebut. Narasumber menyatakan bahwa adjustment akan lebih dilaksanakan dengan maksimal karena pendekatan dengan menggunakan komunikasi non verbal tidak membuat mereka merasa takut atau cemas saat akan melakukan terapi. 190 4. Jurnal Davis Salman Prita (Kom).indd 190 25/02/2016 13:59:24 Davis Roganda P, Pola Komunikasi Interpersonal Terapeutik Dokter Terhadap ... Dalam pelaksaan komunikasi non verbal untuk menarik pasien anak menjadi percaya, dokter akan lebih memberikan pasien anak kebebasan dalam ruangan praktek (klinik). Terciptanya kepercayaan adalah dasar dari semua hubungan interpersonal dan sangat penting dalam hubungan terapeutik. Tidak semua pasien anak akan langsung patuh untuk melakukan terapi, beberapa di antara mereka membutuhkan suasana yang nyaman dan kondisi yang kondusif. Biasanya terjadi pada pasien anak usia 1-5 tahun, hal ini disebabkan pasien belum dapat diberi pengertian mengapa mereka harus datang dan melakukan terapi. Jika hal ini terjadi, dokter tidak melakukan pemaksaan kepada pasien anak. Justru narasumber akan memberikan waktu yang pasien butuhkan untuk mendapatkan suasana nyaman. Sebenarnya, ini adalah saat di mana terjadi ketidakpastian antara pasien dengan dokter. Ada rasa takut dan cemas akan perlakuan yang nantinya yang akan diterima oleh pasien. Dua orang yang baru pertama kali bertemu dan memulai percakapan singkat akan memunculkan banyak penilaian subjektif yang kemudian menimbulkan pertanyaan – pertanyaan. Timbulnya pertanyaan akan memunculkan dugaan – dugaan positif maupun negatif, sehingga pada akhirnya akan memunculkan berbagai ketidakpastian. Untuk mengurangi situasi yang tidak pasti tersebut Charles Berger dan Richard Calabrese (Morisan, 2009: 41) menyatakan bahwa komunikasi merupakan alat yang digunakan untuk mengurangi ketidakpastian yang ada, baik itu komunikasi non verbal maupun non verbal. Bagaimana penggunaan komunikasi itu sendiri sebagai pengurang ketidakpastian merupakan tujuan dari Teori Pengurangan Ketidakpastian. Maka apabila pasien anak berlarian didalam klinik, bermain ataupun menyentuh berbagai hal yang ada didalam ruangan klinik tersebut untuk mereka ketahui dokter hanya membiarkan saja. Disaat pasien rasanya sudah merasa nyaman dan tenang barulah dokter memberikan tindakan adjustment. Tindakan terapi tersebut pun tidak harus berada di atas bed pemeriksaan. Dimanapun pasien anak tersebut berada tindakan terapi sesegera mungkin dapat diberikan agar anak tidak takut atau merasa tertekan saat melakukan terapi. Di tahap inilah terjadi sebuah pengembangan hubungan, di mana sebuah proses yang diidentifikasi sebagai penetrasi sosial. Penetrasi sosial merujuk pada sebuah proses ikatan hubungan dimana individu-individu bergerak dari komunikasi superfisial menuju ke komunikasi yang lebih intim (West, 2009: 197). Keintiman yang dimaksud disini adalah lebih dari sekedar dari keintiman fisik, tetapi termasuk juga keintiman intelektual dan emosional hingga pada batasan dimana pasangan melakukan aktivitas bersama. Hubungan terapeutik antara pasien dan dokter atau perawat membentuk dasar bagi asuhan keperawatan di seluruh spektrum sehat, sakit, dan pemulihan (Suryani, 2005: 89). Secara umum sebelum pasien melakukan terapi di Klinik First Chiropractic Jakarta, dokter akan melakukan beberapa hal dasar seperti meminta pasien untuk melakukan rongent. Setelah itu, dokter akan mempelajari hasil rongent yang diberikan pasien. Apabila pasien belum melakukan rongent maka dokter akan memberikan surat rujukan ke rumah sakit yang ditentukan oleh dokter tersebut. Tujuan dari proses rongent adalah untuk memastikan tindakan yang harus dilaksanakan. Alasan ini tentunya memberikan kepercayaan pada pasien bahwa dokter akan menangani tepat pada sasaran. Setelah itu baru dilakukan proses adjustment. Proses terapi yang akan dilakukan oleh dokter tidak melalui tidakan operasi atau memberikan pasien obat resep. Hal tersebut disebabkan dokter tidak menganjurkan untuk mengkonsumsi obat apapun itu atau melegalkan tindakan operasi baik skala kecil ataupun skala besar. Hal ini sesuai dengan prinsip yang mendasari hubungan terapeutik yaitu kesungguhan, empati, dan kepercayaan (Suryani, 2005: 89) Keterampilan komunikasi yang baik akan membedakan antara asuhan keperawatan ratarata dengan asuhan keperawatan yang sangat baik. Keterampilan komunikasi tidak hanya pada kemampuan verbal saja, akan tetapi juga mencakup kemampuan non verbal. Seperti pada terapan komunikasi non verbal yang berupa penggunaan pakaian atau style berpakaian, dokter di Klinik First Chiropractic Jakarta sangat unik. Mereka berpakaian lebih santai hanya dengan mengenakan Polo Shirt yang berbordirkan nama pada sisi kiri bajunya. Pada hari-hari tertentu pun mereka menggunakan kemeja batik atau bahkan mengunakan sepatu olah raga agar terkesan dinamis. Mereka tidak terlihat seperti dokter saat menangani pasien pada umumnya dengan menggunakan jas dokter yang pada umumnya berwarna putih. Menurut West (2009: 197) dalam teori Penetrasi sosial; secara umum perkembangan hubungan bersifat sistematis dan dapat diprediksi. Di dalam proses penanganan pasien anak dokter memperhatikan perilaku dari pasien tersebut dan dokter telah memperkirakan tindakan serta berbagai hal lainnya yang akan dilakukan kepada pasien anak dalam proses terapi berlangsung. Hal ini terjadi 191 4. Jurnal Davis Salman Prita (Kom).indd 191 25/02/2016 13:59:24 Kalbisocio,Volume 2 No.2 Agustus 2015 karena pengalaman narasumber yang telah lebih dari 20 tahun menangani pasien anak. Ketenangan dan kenyamanan adalah suasana yang sangat dibutuhkan oleh pasien anak. Dokterpun telah banyak mempelajari mengenai kondisi situasi perasaan anak saat pertama kali mereka saling berhadapan (antara pasien dan dokter). Dokter juga sangat terbuka kepada orangtua pasien anak atau bahkan pasien anak sekalipun dengan menceritakan pengalaman pribadinya yang pernah ia alami saat menangani pasien diluar Indonesia. Pada teori penetrasi sosial, terdapat pendekatan langsung pada hubungan dengan beberapa asumsi teori diantaranya West (2009: 197) hubungan-hubungan mengalami kemajuan dari tidak intim menjadi intim dan pembukaan diri adalah inti dari perkembangan hubungan. Dalam membangun hubungan, dokter menceritakan pengalamannya dalam praktek chiropractic-nya. Sebelumnya dokter pernah melakukan prakteknya di Inggris, Australia dan Amerika. Dengan senang hati dokter menceritakan pengalamannya yang unik saat melaksanakan adjustment agar anak juga merasa teralihkan perhatiannya. Pada prinsip hubungan terapeutik, Carl Rogers (Suryani, 2005: 93) mendefinisikan rasa hormat atau pandangan positif tanpa syarat sebagai kemampuan untuk menerima kepercayaan orang lain diatas perasaan pribadi anda. Tujuan keperawaratan adalah untuk memperhitungkan gejala, perasaan, nilai-nilai dan kepercayaan pasien dengan penuh hormat, bekerja dengan pasien untuk merencanakan tujuan pengobatan. Seperti pada penelitian ini, narasumber menganggap bahwa pasien anak di seluruh dunia itu sama, mereka akan lebih agresif apabila orangtuanya akan membawa mereka ke dokter. Saat penanganannyapun mereka sedikit lebih sulit dan terlampau manja dibandingkan pasien dewasa. Walaupun dalam penuturannya, nara sumber menyatakan bahwa terdapat sedikit perbedaan antara anak-anak Indonesia dibanding dengan anak-anak di luar Indonesia di mana dokter tersebut pernah melakukan praktek. Dokter beranggapan bahwa pasien anak di Indonesia lebih mudah diberikan arahan dan mereka sangat dengan senang hati saat akan berhadapan dengan dokter. Selain itu juga pasien tidak manja, dan tidak menolak saat akan diberikan tindakan terapi oleh dokter. Sehingga dokter merasa lebih mudah untuk menguasai situasi dan kondisi pasien anak tersebut. Diluar masa terapi, pasien anak tetap dalam pengawasan dokter. Secara berkala, pihak klinik akan menghubungi pihak pasien dan menanyakan perihal perkembangan kondisi yang diderita pasien anak. Terciptanya kepercayaan adalah dasar dari semua hubungan interpersonal dan sangat penting dalam hubungan terapeutik. Kepercayaan merupakan “ketergantungan pada konsistensi, kesamaan dan kesinambungan pengalaman yang dihasilkan oleh hal-hal dan orang-orang yang sudah dikenal dan dapat diduga.” IV. SIMPULAN Komunikasi terapeutik merupakan jenis komunikasi yang khas terdapat dalam ranah komunikasi kesehatan. Namun, pada dasarnya komunikasi terapeutik adalah komunikasi interpersonal yang melibatkan dokter dan pasien dalam asuhan keperawatan (Suryani, 2005: 12). Seperti halnya yang dilakukan oleh dokter Michael Lee Wohlgemuth pada Klinik First Chiropractic Jakarta, dia melakukan komunikasi yang lebih bersifat interpersonal untuk mencapai suatu tingkat kesehatan yang optimal. Seperti pada tag line dari klinik tersebut yaitu A natural drug-free approach to optimal health, rupanya klinik ini telah mencapai tujuan komunikasi teraputik. Dalam penyampaiannya, narasumber menggunakan bahasa verbal tulisan dan lisan untuk lebih memudahkan dalam berkomunikasi. Setelah itu, orang tua pasien akan menjelaskan kondisi kesehatan pada pasien atau anak mereka. Pada saat melakukan terapi atau yang lebih dikenal dengan adjustment, nara sumber atau dokter tidak hanya menggunakan bahasa secara verbal, namun justru akan lebih sering menggunakan bahasa tubuh dan ekspresi wajah (nonverbal) untuk mendapatkan perhatian dari pasien anak agar mereka tertarik. Dalam pelaksaan komunikasi non verbal untuk menarik pasien anak menjadi percaya, dokter akan lebih memberikan pasien anak kebebasan dalam ruangan praktek (klinik). Tidak semua pasien anak akan langsung patuh untuk melakukan terapi, beberapa di antara mereka membutuhkan suasana yang nyaman dan kondisi yang kondusif. Biasanya terjadi pada pasien anak usia 1-5 tahun, hal ini disebabkan pasien belum dapat diberi pengertian mengapa mereka harus datang dan melakukan terapi. Disaat pasien rasanya sudah merasa nyaman dan tenang barulah dokter memberikan tindakan adjustment. Tindakan terapi tersebut pun tidak harus berada di atas bed pemeriksaan. Dimanapun pasien anak tersebut berada tindakan terapi sesegera mungkin dapat diberikan agar anak tidak takut atau merasa tertekan saat melakukan terapi. Pada terapan komunikasi non verbal yang berupa penggunaan pakaian atau style berpakaian, dokter di Klinik First Chiropractic Jakarta sangat 192 4. Jurnal Davis Salman Prita (Kom).indd 192 25/02/2016 13:59:24 Davis Roganda P, Pola Komunikasi Interpersonal Terapeutik Dokter Terhadap ... unik. Mereka berpakaian lebih santai hanya dengan mengenakan Polo Shirt yang berbordirkan nama pada sisi kiri bajunya. Pada hari-hari tertentu pun mereka menggunakan kemeja batik atau bahkan mengunakan sepatu olah raga agar terkesan dinamis. Mereka tidak terlihat seperti dokter saat menangani pasien pada umumnya dengan menggunakan jas dokter yang berwarna putih. Pihak klinik beranggapan bahwa pasien anak khususnya akan cenderung lebih khawatir dan takut saat akan berhadapan dengan dokter dengan menggunakan kostum tersebut. Maka di klinik tersebut semua dokter menggunakan kostum yang lebih santai namun masih terlihat kewibawaannya saat berhadapan dengan pasien mereka. Dokter merasa tidak merasa kesulitan dalam penggunaan bahasa verbal maupun non verbal saat berhadapan dengan pasien dan keluarga pasien. Nara sumber menganggap bahwa pasien anak di seluruh dunia itu sama, mereka akan lebih agresif apabila orangtuanya akan membawa mereka ke dokter. Saat penanganannyapun mereka sedikit lebih sulit dan terlampau manja dibandingkan pasien dewasa. Walaupun dalam penuturannya, narasumber menyatakan bahwa terdapat sedikit perbedaan antara anak-anak Indonesia dibanding dengan anak-anak di luar Indonesia di mana dokter tersebut pernah melakukan praktek. Dokter beranggapan bahwa pasien anak di Indonesia lebih mudah diberikan arahan dan mereka sangat dengan senang hati saat akan berhadapan dengan dokter. Selain itu juga pasien tidak manja, dan tidak menolak saat akan diberikan tindakan terapi oleh dokter. Sehingga dokter merasa lebih mudah untuk menguasai situasi dan kondisi pasien anak tersebut. Diluar masa terapi, pasien anak tetap dalam pengawasan dokter. Secara berkala, pihak klinik akan menghubungi pihak pasien dan menanyakan perihal perkembangan kondisi yang diderita pasien anak. Dokter merasa sangat senang dengan respon yang diberikan oleh orang tua pasien anak atau pasien anak tentang perkembangan kondisi mereka. Dalam hal penindaklanjutan mengenai kesan pasien dan orang tua pasien mengenai terapi yang dilakukan oleh dokter, pihak klinik memberikan kuisioner untuk diisi untuk melihat keefektifan terapi yang telah diberikan. V. DAFTAR RUJUKAN Mulyana, D. (2011). Ilmu Komunikasi. Bandung: PT. . Rosdakarya Littlejohn, S. & Karen A. F. (2009). Teori Komunikasi. Jakarta : Penerbit Salemba Humanika Moleong, L.J. (2004). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : Penerbit Remaja Rosda Karya. Morisan, M.A. & Wardhany, C. (2009). Teori Komunikasi. Jakarta: Penerbit Ghalia Indonesia Pawito. (2008).Penelitian Komunikasi Kualitatif. Yogyakarta: LKIS Sheldon, L. (2010). Komunikasi Untuk Keperawatan. Jakarta: Erlangga Supartini, Y. (2002). Buku Ajar Konsep Dasar Keperawatan Anak. Jakarta: Kedokteran EGC. Suryani. (2005). Komunikasi Terapeutik : Teori dan Praktik. Jakarta: Kedokteran EGC. Stuart, G.W & Sundeen S.J. (1995). Principles and Practise of Psychiatric Nursing. St. Louis: Mosby Year Book West, R. & Lynn H. T. (2009). Pengantar Teori Komunikasi: Analisis dan Aplikasi. Jakarta: Penerbit Salemba Humanika Pasien Miskin Kecewa Layanan RS [online] diakses 3 Juni 2014 dari http://news.detik.com/icw-67-pasien-miskinkecewa-layanan-rs 193 4. Jurnal Davis Salman Prita (Kom).indd 193 25/02/2016 13:59:24