Pola Komunikasi Interpersonal Terapeutik Dokter

advertisement
Davis Roganda P, Pola Komunikasi Interpersonal Terapeutik Dokter Terhadap ...
ISSN 2356 - 4385
Pola Komunikasi Interpersonal Terapeutik Dokter
Terhadap Pasien Anak
Davis Roganda P1), Salman2), Prita S. Nurcandrani3)
Ilmu Komunikasi, Institut Teknologi dan Bisnis Kalbis, Jakarta
Jalan Pulo Mas Selatan Kav. 22, Jakarta Timur, DKI Jakarta 13210
1)
Email: [email protected],
2)
Email: [email protected],
3)
Email: [email protected]
Abstract: The study of therapeutic communication between doctor and child patients was based on the
communication applied by doctor in managing child patients having congenital defect when they had to
take a therapy method. This study was intended to describe the therapeutic communication practised by
the doctor toward the child patients. The frame of reference of this strudy was how the communication
pattern of the doctor with the patient viewed from the tone, eye contact, body position, interaction
distance, and touching. It was also, the way to change the patient attention when the nursery treatment
therapy would be executed. Research method used was descriptive qualitative approach with case
study. Data were collected through depth interview, observation, documentation, and literature study.
The subject of the study was the doctor treating child patients in the Clinic First Chiropractic Jakarta.
Keywords: communication pattern, therapeutic method, doctor, child patient
Abstrak: Penelitian komunikasi terapeutik antara dokter dan pasien anak, dilatar belakangi oleh
hasil ketertarikan peneliti terhadap pola komunikasi yang diterapkan oleh dokter dalam menangani
pasien anak yang memiliki penyakit bawaan dan harus mengikuti metode terapi. Perumusan masalah
penelitian ini adalah peneliti ingin menggambarkan bagaimana pola komunikasi terapeutik yang
dipraktekkan dokter terhadap pasien anak. Penelitian ini menggunakan kerangka pemikiran bagaimana
pola komunikasi dokter dengan pasien anak dilihat dari nada suara, kontak mata, posisi badan, jarak
interaksi, sentuhan dan bagaimana cara mengalihkan perhatian anak ketika akan dilakukan asuhan
terapi keperawatan. Metode penelitian ini menggunakan tipe pendekatan kualitatif deskriptif dengan
studi kasus. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah depth interview, observasi, dokumentasi
dan studi pustaka. Subyek penelitian adalah dokter yang menjalani perawatan terhadap pasien anak di
pengobatan di Klinik First Chiropractic Jakarta.
Kata Kunci: pola komunikasi, metode terapeutik, dokter, pasien anak
I. PENDAHULUAN
Seringkali kita dengar banyak masyarakat yang
kecewa atau mengeluh terhadap pelayanan rumah
sakit, klinik atau puskesmas yang disampaikan di
berbagai media. Indonesia Corruption Watch (ICW)
pernah melakukan penelitian selama November
2009 di DKI Jakarta dengan hasil menunjukkan 67
persen pasien kecewa terhadap pelayanan Rumah
Sakit. Bentuk kekecewaan pasien beragam dari soal
pelayanan administrasi yang berbelit-belit, biaya obatobatanya yang mahal, rendahnya kunjungan dokter
hingga kurang ramah dan perhatian para dokter dan
perawat terhadap pasien (http://news.detik.com/icw67-pasien-miskin-kecewa-layanan-rs). Padahal selain
obat-obatan, salah satu faktor yang mampu mendorong
kesembuhan seorang pasien ditentukan kemampuan
relasi dokter atau perawat dalam menjalankan
proses kesembuhan seorang pasien, terutama
dalam hal kemampuan komunikasi interpersonal.
Menurut Richard West (2009: 39) berinteraksi dalam
tiap hubungan memberikan kesempatan kepada
komunikator untuk memaksimalkan fungsi berbagai
macam saluran (penglihatan, pendengaran, sentuan
dan penciuman) untuk digunakan dalam sebuah
interaksi. Sehingga saluran-saluran ini berfungsi
secara simultan bagi kedua partisipan interaksi,
yang dalam hal ini pasien dan dokter. Komunikasi
interpersonal merupakan komponen terpenting
dalam proses kesembuhan. Dokter dan perawat
183
4. Jurnal Davis Salman Prita (Kom).indd 183
25/02/2016 13:59:23
Kalbisocio,Volume 2 No.2 Agustus 2015
perlu menjaga hubungan dan kerja sama yang baik
dengan pasien, karena dokter dan perawat merupakan
orang terdekat yang dapat memahami masalah
pasien secara komprehensif, sehingga pelayanan
kesehatan dapat dilakukan secara menyeluruh.
Menurut Suryani, pola asuh dalam kesehatan bentuk
komunikasi yang dilakukan dokter dan perawat
dengan pasien bukanlah komunikasi sosial biasa
yang kita lakukan sehari-hari melainkan komunikasi
yang sifatnya terapi bagi pasien. Komunikasi yang
demikian itu dalam ilmu kesehatan dikenal sebagai
Komunikasi Terapeutik yang merupakan hubungan
relasi interpersonal antara dokter atau perawat dengan
klien untuk memperoleh pengalaman belajar bersama
dalam rangka memperbaiki pengalaman emosi klien
(Suryani, 2005: 12). Selain itu menurut Stuart G.W
(1995: 64) menyatakan bahwa komunikasi terapeutik
merupakan hubungan interpersonal antara perawat
dan klien, dalam hubungan ini perawat dan klien
memperoleh pengalaman belajar bersama dalam
rangka memperbaiki pengalaman emosional klien.
Sedangkan Stuart (1995: 32) menyatakan
bahwa hubungan terapeutik menyatakan bahwa
hubungan terapeutik adalah hubungan kerjasama
yang ditandai tukar menukar perilaku, perasaan,
pikiran dan pengalaman dalam membina hubungan
intim yang terapeutik. Dimana hubungan kerjasama
yang ditandai tukar menukar perilaku, perasaan,
pikiran dan pengalaman dalam membina hubungan
intim yang terapeutik. Dapat disimpulkan bahwa
komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang
memiliki makna terapi bagi penyembuhan klien dan
dilakukan oleh perawat (helper) untuk membantu
klien mencapai kembali kondisi yang adaptif dan
positif.
Komunikasi Terapeutik banyak dilakukan kepada
para pasien yang menjalankan masa pengobatan
atau penyembuhan dengan metode terapi. Untuk itu,
dalam menjalankan metode ini seorang dokter atau
perawat harus memiliki kemampuan atau ketrampilan
komunikasi interpersonal dalam menjalankan metode
terapeutik ini, agar mudah menjalin hubungan rasa
percaya dengan pasien, mencegah terjadinya masalah
legal, memberikan kepuasan profesional dalam
pelayanan kedokteran serta citra rumah sakit, tetapi
yang paling penting telah mengamalkan ilmunya
untuk sesama manusia. Selain itu dokter dan perawat
dengan kemampuan komunikasi terapeutik yang baik
akan membuat pasien menjadi nyaman ketika dalam
asuhan penyembuhan sehingga proses kesehatan
dapat berjalan lancar dengan adanya kepercayaan
dari pasien terhadap dokter tersebut.
Dari pemaparan diatas, maka dalam penelitian
ini ingin melihat gambaran pola komunikasi
interpersonal melalui metode terapeutik yang
dilakukan para dokter terhadap pasien, khususnya
pasien anak. Hal ini dilakukan mengingat dalam
melakukan komunikasi dengan seorang pasien anak,
sangat berbeda dengan pasien dewasa dalam hal
metode yang digunakan di rumah sakit, walaupun
memiliki jenis penyakit yang sama, karena anak
memiliki sifat dan karakter yang berbeda dengan
pasien dewasa. Untuk itu perlu metode komunikasi
khusus dalam menangani pasien anak.
Komunikasi interpersonal melalui metode
terapeutik yang diterapkan dokter dalam memberikan
asuhan serta pelayanan kesehatan pada pasien dewasa
pasti berbeda dengan penanganan pada pasien anak.
Dalam berkomunikasi dengan anak, dokter perlu
memperhatikan berbagai aspek diantaranya usia
tumbuh kembang anak, kondisi psikologis anak,
metode berkomunikasi dengan anak, serta peran orang
tua dalam membantu proses komunikasi dengan anak
sehingga bisa didapatkan informasi yang benar dan
akurat yang kelak digunakan sebagai acuan dalan
proses pengobatan.
II. METODE PENELITIAN
A. Pengertian Komunikasi Interpersonal
Komunikasi
antarpribadi
(Interpersonal
communication) adalah komunikasi antar individuindividu adalah interaksi tatap muka antar dua
atau beberapa orang, dimana pengirim dapat
menyampaikan pesan secara langsung dan penerima
pesan dapat menerima dan menanggapi secara
langsung pula (Littlejohn, 2009: 280). Pendapat
senada dikemukakan oleh Dedy Mulyana (2011: 81)
bahwa komunikasi interpersonal atau komunikasi
antarpribadi adalah komunikasi antara orang-orang
secara tatap muka, yang memungkinkan setiap
pesertanya menangkap reaksi orang lain secara
langsung, baik secara verbal maupun nonverbal.
Konteks komunikasi interpersonal pun beragam,
seperti yang dikemukakan oleh Richard West
(2009: 36) bahwa konteks interpersonal banyak
membahas bagaimana hubungan dimulai, bagaimana
mempertahankan suatu hubungan dan keretakan
suatu hubungan.
B. Teori Komunikasi Interpersonal
Menurut Richard West (2009: 35), terdapat
beberapa teori komunikasi interpersonal (antarpribadi)
yang cukup penting untuk dibahas dan dibicarakan saat
184
4. Jurnal Davis Salman Prita (Kom).indd 184
25/02/2016 13:59:23
Davis Roganda P, Pola Komunikasi Interpersonal Terapeutik Dokter Terhadap ...
ini antara lain dari sisi pesan-pesan antarpribadi atau
interpersonal messages yang termasuk didalamnya
adalah Teori Interaksionisme Simbolik (Symbolic
Interactionism Theory) dari George Herbert Mead,
Teori Pelanggaran Harapan (Expectancy Violation
Theory) dari Judee K. Burgoon, Teori Kebohongan
Antarpribadi (Interpersonal Deception Theory) dari
Buller dan Burgoon, Teori Proses Kognitif (Cognitive
Processing Theory), berupa konstruktivisme atau
constructivism dari Delia. Selain itu pengembangan
hubungan atau relationship development berupa Teori
Penetrasi Sosial (Social Penetration Theory) dari
Altman and Taylor dan Teori Reduksi Ketidakpastian
(Uncertainty Reduction Theory) dari Berger and
Calabrese. Pengaruh, antara lain berupa Teori
Disonansi Kognitif atau Cognitive Dissonance Theory
dari Festinger, Teori Keseimbangan atau Balance
Theory dari Fritz Heider, dan Teori Kesesuaian atau
Congruity Theory dari Osgood dan Tannenbaum.
Dari sekian banyak teori komunikasi antarpribadi
ini, dalam penelitian ini hanya fokus pada Teori
Pengurangan Ketidakpastian oleh Charles Berger dan
Richard Calabrese dan Teori Penetrasi Sosial sebagai
sebuah konsep tentang pengembangan hubungan
yang diterapkan oleh Irwin Altman and Dalmas
Taylor (West, 2009: 196). Hal ini didasari dengan
titik fokus pada permasalahan yang diangkat dalam
penelitian ini yaitu ingin menggambarkan bagaimana
pola komunikasi terapeutik yang dipraktekkan dokter
terhadap pasien anak. Penelitian ini menggunakan
kerangka pemikiran bagaimana pola komunikasi
dokter dengan pasien anak dilihat dari nada suara,
kontak mata, posisi badan, jarak interaksi, sentuhan
dan bagaimana cara mengalihkan perhatian anak
ketika akan dilakukan asuhan terapi keperawatan.
a. Teori Penetrasi Sosial
Teori ini menggambarkan suatu pola
pengembangan hubungan, sebuah proses yang
mereka identifikasi sebagai penetrasi sosial.
Penetrasi sosial merujuk pada sebuah proses ikatan
hubungan dimana individu-individu bergerak dari
komunikasi superfisial menuju ke komunikasi
yang lebih intim. Keintiman yang dimaksud disini
adalah lebih dari sekedar dari keintiman fisik, tetapi
termasuk juga keintiman intelektual dan emosional
hingga pada batasan dimana pasangan melakukan
aktivitas bersama. Proses penetrasi sosial, karenanya
mencakup didalamnya perilaku verbal (kata-kata
yang kita gunakan), perilaku nonverbal (postur tubuh
kita) dan berilaku yang berorientasi pada lingkungan
(ruang antara komunikator, objek fisik yang ada
didalam lingkungan dan sebagainya).
Daya tarik teori ini menurut West (2009: 197)
adalah pendekatan langsung pada hubungan dengan
beberapa asumsi teori yaitu:
lHubungan-hubungan mengalami kemajuan dari
tidak intim menjadi intim
l Secara umum, perkembangan hubungan sistematis
dan diprediksi
lPerkembangan hubungan mencakup depenetrasi
(penarikan diri) dan disolusi
lPembukaan diri adalah inti dari perkembangan
hubungan
b.Teori Pengurangan Ketidakpastian
Teori ini merupakan bagian dari komunikasi
interpersonal yang tampak pada dua orang yang
pertama kali bertemu. Dua orang yang baru pertama
kali bertemu dan memulai percakapan singkat akan
memunculkan banyak penilaian subjektif yang
kemudian menimbulkan pertanyaan – pertanyaan.
Timbulnya pertanyaan akan memunculkan dugaan
– dugaan positif maupun negatif, sehingga pada
akhirnya akan memunculkan berbagai ketidakpastian.
Inilah dasar pencetusan Teori Pengurangan
Ketidakpastian (Uncertainty Reduction Theory) oleh
Charles Berger dan Richard Calabrese (Morisan,
2009: 25). Komunikasi merupakan alat yang
digunakan untuk mengurangi ketidakpastian yang
ada. Bagaimana penggunaan komunikasi itu sendiri
sebagai pengurang ketidakpastian merupakan tujuan
dari Teori Pengurangan Ketidakpastian.
Ketidakpastian memiliki 2 tipe, antara lain:
1.
Ketidakpastian Kognitif, yaitu ketidakpastian
yang dihubungkan dengan keyakinan atau sikap.
Keyakinan atau penilaian ini bisa dianut diri
sendiri atau orang lain.
2. Ketidakpastian Perilaku, yaitu ketidakpastian yang
memiliki batasan perilaku – perilaku yang dapat
diprediksi.
Pengurangan ketidakpastian dapat dilakukan
dengan 2 subproses:
1.
Prediksi yaitu kemampuan memperkirakan
kemungkinan perilaku yang mungkin muncul
sehingga membentuk sebuah kepastian.
2.Penjelasan yaitu kemampuan mengartikan makna
dari tindakan tidak pasti.
Keduanya ini membutuhkan suatu keahlian
dan pengalaman yang dapat dijadikan acuan dalam
menghadapi ketidakpastian yang muncul. Menurut
Berger & Calabrese, tujuh konsep dapat digunakan
sebagai alat pengurang ketidakpastian seperti: output
verbal, kehangatan nonverbal, percarian informasi
(bertanya), pembukaan diri, resiprositas pembukaan
diri, kesamaan , dan kesukaan (West, 2009: 183).
185
4. Jurnal Davis Salman Prita (Kom).indd 185
25/02/2016 13:59:23
Kalbisocio,Volume 2 No.2 Agustus 2015
C. Komunikasi Terapeutik
1. Pengertian Komunikasi Terapeutik
Pada profesi keperawatan komunikasi menjadi
sangat penting karena komunikasi merupakan alat
dalam melaksanakan proses keperawatan. Menurut
Stuart dalam asuhan keperawatan, komunikasi
ditujukan untuk mengubah perilaku klien dalam
mencapai tingkat kesehatan yang optimal. Karena
bertujuan untuk terapi maka komunikasi dalam
keperawatan disebut komunikasi terapeutik. (Suryani,
2005: 12)
2. Tujuan Komunikasi Terapeutik
Adapun tujuan dari komunikasi terapeutik
adalah sebagai berikut (Suryani, 2005: 13-14)
a.Realisasi diri, penerimaan diri dan peningkatan
penghormatan diri. Melalui komunikasi
terapeutik diharapkan terjadi perubahan
dalam diri klien. Klien yang tadinya tidak bisa
menerima diri apa adanya atau merasa rendah
diri, setelah berkomunikasi terapeutik dengan
perawat akan mampu menerima dirinya.
b.Kemampuan membina hubungan interperso nal
yang tidak superficial dan saling bergantung
dengan orang lain. Melalui komunikasi terapeutik, klien belajar bagaimana menerima dan
diterima orang lain. Dengan komunikasi yang
terbuka, jujur dan menerima klien apa adanya,
perawat akan dapat meningkatkan kemampuan
klien dalam membina hubungan saling percaya.
Abraham dan Shanley mengemukakan bahwa
hubungan mendalam yang digunakan dalam
proses interaksi antara perawat dan klien merupakan area untuk mengekspresikan kebutuhan,
memecahkan masalah dan meningkatkan kemampuan koping.
c.Peningkatan fungsi dan kemampuan untuk
memuaskan kebutuhan serta mencapai tujuan
yang realistis.
Terkadang klien menetapkan ideal diri atau
tujuan yang terlalu tinggi tanpa mengukur
kemampuannya. Individu yang merasa
kenyataan dirinya mendekati ideal diri
mempunyai harga diri yang tinggi sedangkan
individu yang merasa kenyataan hidupnya
jauh dari ideal dirinya akan merasa rendah diri.
Dalam kasus seperti ini, peran perawat adalah
membimbing klien dalam membuat tujuan yang
realistis dan meningkatkan kemampuan klien
memenuhi kebutuhan dirinya.
d.
Rasa identitas personal yang jelas dan
peningkatan integritas diri.
Melalui komunikasi terapeutik diharapkan
perawat dapat membantu klien meningkatkan
integritas dirinya dan identitas diri yang jelas.
Dalam hal ini perawat berusaha menggali
semua aspek kehidupan klien dimasa sekarang
dan masa lalu. Kemudian perawat membantu
meningkatkan integritas diri klien melalui
komunikasinya dengan klien.
D. Prinsip Dasar Komunikasi Terapeutik
1. Hubungan perawat atau dokter dengan klien adalah
hubungan terapeutik yang saling menguntungkan.
Hubungan ini didasarkan pada prinsip “humanity
of nurse and clients”. Kualitas hubungan perawat
atau dokter-klien ditentukan oleh bagaimana
perawat atau dokter mendefinisikan dirinya
sebagai manusia (human). Hubungan perawat
atau dokter dengan klien tidak hanya sekedar
hubungan seorang penolong dengan kliennya tapi
lebih dari itu, yaitu hubungan antar manusia yang
bemartabat.
2.Perawat atau dokter harus menghargai keunikan
klien. Tiap individu mempunyai karakter yang
berbeda-beda. Karena itu perawat perlu memahami
perasaan dan prilaku klien dengan melihat
perbedaan latar belakang keluarga, budaya dan
keunikan setiap individu.
3.Semua komunikasi yang dilakukan harus dapat
menjaga harga diri pemberi maupun penerima
pesan, dalam hal ini perawat atau dokter harus
mampu menjaga harga dirinya dan harga diri klien.
4.
Komunikasi yang menciptakan tumbuhnya
hubungan saling percaya (trust) harus dicapai
terlebih dahulu sebelum menggali permasalahan
dan memberikan alternatif pemecahan masalah.
Hubungan saling percaya antara perawat atau
dokter dan klien adalah kunci dari komunikasi
terapeutik (Suryani, 2005: 14-15).
Keterampilan komunikasi yang baik akan
membedakan antara asuhan keperawatan ratarata dengan asuhan keperawatan yang sangat baik.
Hubungan terapeutik antara pasien dan dokter atau
perawat membentuk dasar bagi asuhan keperawatan
di seluruh spektrum sehat, sakit, dan pemulihan.
Prinsip yang mendasari hubungan terapeutik
adalah sama tanpa memandang lama kontak: rasa
hormat, kesungguhan, empati, mendengarkan aktif,
kepercayaan dan kerahasiaan (Suryani, 2005: 89).
1.Rasa Hormat
Pandangan Positif Tanpa Syarat
Carl Rogers (Suryani, 2005: 93) mendefinisikan
rasa hormat atau pandangan positif tanpa syarat
sebagai kemampuan untuk menerima kepercayaan
186
4. Jurnal Davis Salman Prita (Kom).indd 186
25/02/2016 13:59:23
Davis Roganda P, Pola Komunikasi Interpersonal Terapeutik Dokter Terhadap ...
orang lain diatas perasaan pribadi anda. Tujuan
keperawaratan adalah untuk memperhitungkan
gejala, perasaan, nilai-nilai dan kepercayaan pasien
dengan penuh hormat, bekerja dengan pasien untuk
merencanakan tujuan pengobatan.
Cara untuk menunjukan rasa hormat:
Perkenalan diri dengan menyebutkan nama dan status
profesi anda serta sematkan tanda pengenal anda
(pin nama).
lTanyai pasien, ia ingin dipanggil bagaimana.
Selalu awali dengan nama formal (misalnya, Tn.,
Nn. Ny.), dan kemudian gunakan nama sesuai
keinginannya.
lAturlah kenyamanan, kesopanan dan privasi bagi
pasien.
lSiapkan pasien sebelum melakukan prosedur
apapun, terutama yang melibatkan ruang pribadi/
ketidaknyamanan.
lBerkomunikasilah dengan pasien dengan cara
menunjukkan keinginan untuk mendengarkan,
memahami dan membantu.
2.Kesungguhan
Kemampuan untuk menjadi diri sendiri
didalam peran professional disebut kesungguhan,
karena kesungguhan sebagai kesesuaian, contohnya,
memiliki sisi profesional sejalan dengan sisi
pribadi. Hal ini tidak terlalu mudah, terutama saat
pertama memulainya di situasi klinis. Selain itu
perawat atau dokter tidak boleh mengekspresikan
penilaiannya mengenai pasien atau nilai-nilai mereka.
Kesungguhan merupakan hal yang sangat diharapkan
ketika bekerja di asuhan kesehatan karena hal ini
memungkinkan penggabungan rasa kemanusiaan dan
kesejatian kedalam asuhan keperawatan.
3.Empati
Keperawatan
sering
diartikan
sebagai
memberikan asuhan penuh empati atau kasih
sayang kepada pasien. Empati adalah kasih sayang
teredukasi atau pemahaman intelektual dari keadaan
emosional orang lain. Hal ini dapat diartikan
sebagai keinginan perawat untuk memahami apa
yang dialami pasien dari perspektif pasien. Empati
memberikan kemampuan untuk benar-benar melihat
dunia dari sudut pandang pasien tanpa mengalami
sisi emosionalnya. Pemahaman ini memungkinkan
perawat untuk mengidentifikasi masalah pasien
dengan lebih jelas dan melakukan intervensi dengan
lebih spesifik.
Memfasilitasi kepercayaan;
lDengarkan dengan teliti; pasien akan merasa
dipahami dan diperhatikan.
lPerlakukan
pasien dengan penuh hormat; pasien
akan merasa sebagai manusia berharga.
lBersikaplah jujur dan konsisten; pasien akan
merasa perawat dapat dipercaya.
lLanjutkan komitmen perawat; pasien akan merasa
asuhan perawat dapat diprediksi dan diandalkan.
lMiliki sikap menerima; pasien akan merasa lebih
nyaman berbagi informasi siri mereka.
4.Kepercayaan
Terciptanya kepercayaan adalah dasar dari
semua hubungan interpersonal dan sangat penting
dalam hubungan terapeutik. Kepercayaan merupakan
“ketergantungan pada konsistensi, kesamaan dan
kesinambungan pengalaman yang dihasilkan oleh
hal-hal dan orang-orang yang sudah dikenal dan
dapat diduga.”
5.Kerahasiaan
Perawat atau dokter memiliki tanggung jawab
moral dan legal untuk tidak membagi informasi
pasien dengan orang lain, kecuali pada situasi tertentu.
Menjaga informasi pasien tetap rahasia termasuk
tidak berbicara di tempat umum dimana informasi
tersebut dapat terdengar, seperti tangga berjalan
dan kantin. Satu-satunya alasan kerahasiaan pasien
dapat dilanggar menurut Sheldon (2010: 49) adalah:
Kecurigaan pelecehan anak dibawah umur atau orang
usia lanjut; Perbuatan kriminal; dan Ancaman untuk
menyakiti diri sendiri atau orang lain.
III. METODE PENELITIAN
A. Pendekatan Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif
dengan metode studi kasus. Penelitian kualitatif
adalah penelitian yang bersifat deskriptif dan
cenderung
menggunakan
analisis
dengan
pendekatan induktif.
Peneliti
menggunakan
pendekatan kualitatif yaitu karena peneliti belum
mengetahui situasi sebenarnya dilapangan, selain itu
yang akan diteliti adalah pola komunikasi terapeutik
antara dokter dan pasien anak sehingga peneliti
ingin lebih memahami situasi secara mendalam pola
komunikasi yang terjadi. Penelitian ini menggunakan
empat jenis teknik pengumpulan data yaitu dengan
depth interview, observasi, dokumentasi dan studi
pustaka. (Moleong, 2004: 34)
Jenis dan sumber data yaitu data primer diperoleh
dari depth interview dan observasi, sedangkan data
sekunder diperoleh dari hasil studi pustaka berasal
dari berbagai sumber buku dan website. Sumber
data primer dapat dilakukan dengan mewawancarai
187
4. Jurnal Davis Salman Prita (Kom).indd 187
25/02/2016 13:59:24
Kalbisocio,Volume 2 No.2 Agustus 2015
langsung para dokter yang terlibat dalam komunikasi
terapeutik. Sedangkan lokasi penelitian dilakukan di
Klinik First Chiropractic Jakarta, yaitu klinik yang
melayani terapi gangguan pada sistem syaraf tubuh
khususnya pada pasien anak-anak usia 6 – 12 tahun.
Klinik tersebut beralamat di Mall Taman Anggrek, Jl.
Tanjung Duren Timur II, Jakarta Barat.
B. Teknik Analisis Data
Analisis data kualitatif adalah upaya yang
dilakukan dengan jalan bekerja dengan data,
mengorganisasikan data, memilah-milahnya menjadi
satuan yang dapat dikelola, mensintesiskannya,
mencari dan menemukan pola, menemukan apa yang
penting dan apa yang dipelajari dan memutuskan apa
yang dapat diceritakan kepada orang lain.
Analisis data terdiri dari:
a. Analisis Data Sebelum di Lapangan
b. Analisis Data Selama di Lapangan
Analisis data sebelum memasuki lapangan
dilakukan terhadap data yang diperoleh dari studi
pendahuluan atau data sekunder yang akan digunakan
untuk menentukan fokus penelitian. Namun,
fokus penelitian ini, bersifat sementara dan akan
berkembang setelah peneliti memasuki lapangan.
Untuk analisis selama dilapangan yaitu
mengunakan model Milles and Huberman (Pawito,
2008: 37) yang terdiri dari tahapan yaitu :
a.Data Reduction (Reduksi Data) adalah proses
merangkum, memilih hal-hal yang pokok,
memfokuskan pada hal-hal penting selanjutnya
mencari tema dan polanya. Reduksi data meliputi:
1.Meringkas data
2.Mengkode
3.Menelusur tema
4.Membuat gugus-gugus
b.Data Display (Penyajian Data) adalah kegiatan
ketika sekumpulan informasi disusun, sehingga
memberi kemungkinan akan adanya penarikan
kesimpulan dan pengambilan tindakan. Penyajian
data bisa dilakukan dalam bentuk uraian singkat,
bagan, hubungan antar kategori, flow chart atau
gambar. Bentuk penyajian data kualitatif:
1.Teks naratif : berbentuk catatan lapangan
2.Matriks, grafik, jaringan dan bagan. Bentukbentuk ini menggabungkan informasi yang
tersusun dalam suatu bentuk yang padu dan
mudah diraih, sehingga memudahkan untuk
melihat apa yang terjadi, apakah kesimpulan
sudah tepat atau sebaliknya melakukan analisis
kembali.
c. Conduction Drawing Verification yaitu kesimpulan
awal dalam penelitian kualitatif masih bersifat
sementara dan akan berubah bila terdapat buktibukti baru. Namun jika kesimpulan pada tahap
awal didukung oleh bukti valid dan konsisten saat
peneliti kembali ke lapangan maka kesimpulan
tersebut kesimpulan yang kredibel. Kredibel itu
juga di verifikasi selama penelitian berlangsung
dengan cara :
1.Memikir ulang selama penulisan
2.Tinjauan ulang catatan lapangan
3.Tinjauan kembali dan tukar pikiran antar teman
sejawat untuk mengembangkan kesepakatan
intersubjektif
4.Upaya-upaya yang luas untuk menempatkan
salinan suatu temuan dalam seperangkat data
yang lain.
IV. PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian
Pada tanggal 6 November 2014 penulis
melakukan wawancara dengan nara sumber di lokasi
penelitian, yaitu Klinik First Chiropractic Jakarta di
Mall Taman Anggrek, Jl. Tanjung Duren Timur II,
Jakarta Barat. Ditemui langsung, dr. Michael Lee
Wohlgemuth yang berkebangsaan Amerika tersebut
tampak senang menerima kami. Walaupun terdapat
perbedaan bahasa dan budaya dengan penulis, namun
tidak ada kesulitan yang berarti saat mengambil data
dan menggali beberapa fakta yang ada. Berikut akan
penulis uraikan hasil wawancara yang berlangsung
selama kurang lebih satu jam tersebut. Pada
kesehariannya, nara sumber menggunakan bahasa
asing (bahasa Inggris) dalam berkomunikasi. Hal
tersebut diungkapkannya juga saat berkomunikasi
dengan keluarga pasien dan pasien menggunakan
bahasa tersebut dan diakuinya bahwa nara sumber
tidak dapat berkomunikasi dengan Bahasa Indonesia
dengan lancar walaupun sudah cukup lama tinggal di
Indonesia. Oleh karena itu, pihak klinik menyediakan
translater yang merangkap asisten dokter pada saat
melakukan komunikasi terapeutik.
Dalam melakukan komunikasi terapeutik,
narasumber biasanya menjelaskan perkembangan
atau keadaan pasien melalui orang tua pasien karena
anak-anak biasanya tidak memahami Bahasa Inggris
yang digunakan oleh nara sumber. Namun sayangnya,
orang tua pasien juga seringkali tidak memahami
bahasa Inggris. Apabila orang tua pasien tidak
mengerti pula dengan apa yang diucapkan dokter,
maka dokter lebih cenderung menggunakan translater
(penerjemah bahasa) yakni salah satu karyawan yang
188
4. Jurnal Davis Salman Prita (Kom).indd 188
25/02/2016 13:59:24
Davis Roganda P, Pola Komunikasi Interpersonal Terapeutik Dokter Terhadap ...
ada di klinik tersebut untuk melakukan sambung
bicara antara pasien anak atau orangtua pasien anak
kepada dokter. Dalam penyampaiannya, nara sumber
menggunakan bahasa verbal tulisan dan lisan untuk
lebih memudahkan dalam berkomunikasi. Setelah itu,
orang tua pasien akan menjelaskan kondisi kesehatan
pada pasien atau anak mereka. Dengan itu, pasien
akan dapat mengerti apa yang dimaksudkan oleh
dokter, sehingga menghindari kesalahpahaman yang
terjadi saat melakukan terapi.
Pada saat melakukan terapi atau yang lebih
dikenal dengan adjustment, narasumber atau dokter
tidak hanya menggunakan bahasa secara verbal,
namun justru akan lebih sering menggunakan
bahasa tubuh dan ekspresi wajah (nonverbal) untuk
mendapatkan perhatian dari pasien anak agar mereka
tertarik. Di samping itu, diharapkan adjustment
akan lebih dilaksanakan dengan maksimal karena
pendekatan dengan menggunakan komunikasi non
verbal tidak membuat mereka merasa takut atau
cemas saat akan melakukan terapi. Dalam perlakuan
yang diberikan oleh dokter kepada pasien anak yang
baru atau yang pasien anak yang lama, sama saja.
Tidak ada perbedaan atau perlakuan khusus yang
diberikan dokter kepada pasien anak, karena dokter
lebih cenderung bersikap tidak membedakan dengan
pasien umum lainnya baik dalam hal pelayanan dan
lain sebagainya.
Dalam pelaksaan komunikasi non verbal untuk
menarik pasien anak menjadi percaya, dokter akan
lebih memberikan pasien anak kebebasan dalam
ruangan praktek (klinik). Tidak semua pasien anak
akan langsung patuh untuk melakukan terapi, beberapa
di antara mereka membutuhkan suasana yang nyaman
dan kondisi yang kondusif. Biasanya terjadi pada
pasien anak usia 1-5 tahun, hal ini disebabkan pasien
belum dapat diberi pengertian mengapa mereka harus
datang dan melakukan terapi. Jika hal ini terjadi,
dokter tidak melakukan pemaksaan kepada pasien
anak. Justru narasumber akan memberikan waktu
yang pasien butuhkan untuk mendapatkan suasana
nyaman. Maka apabila pasien anak berlarian didalam
klinik, bermain ataupun menyentuh berbagai hal yang
ada didalam ruangan klinik tersebut untuk mereka
ketahui dokter hanya membiarkan saja. Disaat pasien
rasanya sudah merasa nyaman dan tenang barulah
dokter memberikan tindakan adjustment. Tindakan
terapi tersebut pun tidak harus berada di atas bed
pemeriksaan. Dimanapun pasien anak tersebut berada
tindakan terapi sesegera mungkin dapat diberikan
agar anak tidak takut atau merasa tertekan saat
melakukan terapi.
Secara umum sebelum pasien melakukan
terapi di Klinik First Chiropractic Jakarta, dokter
terlebih dahulu akan mempelajari hasil rongent yang
diberikan pasien kepada dokter. Apabila pasien belum
melakukan rongent maka dokter akan memberikan
surat rujukan ke rumah sakit yang ditentukan oleh
dokter tersebut. Proses terapi yang akan dilakukan oleh
dokter tidak melalui tidakan operasi atau memberikan
pasien obat resep. Hal tersebut disebabkan dokter
tidak menganjurkan untuk mengkonsumsi obat
apapun itu atau melegalkan tindakan operasi baik
skala kecil ataupun skala besar.
Pada terapan komunikasi non verbal yang
berupa penggunaan pakaian atau style berpakaian
dokter di Klinik First Chiropractic Jakarta sangat
unik. Mereka berpakaian lebih santai hanya dengan
mengenakan Polo Shirt yang berbordirkan nama pada
sisi kiri bajunya. Pada hari-hari tertentu pun mereka
menggunakan kemeja batik atau bahkan mengunakan
sepatu olah raga agar terkesan dinamis. Mereka tidak
terlihat seperti dokter saat menangani pasien pada
umumnya dengan menggunakan jas dokter yang pada
umumnya berwarna putih. Pihak klinik beranggapan
bahwa pasien anak khususnya akan cenderung lebih
khawatir dan takut saat akan berhadapan dengan
dokter dengan menggunakan kostum tersebut.
Maka di klinik tersebut semua dokter menggunakan
kostum yang lebih santai namun masih terlihat
kewibawaannya saat berhadapan dengan pasien.
Dalam proses penanganan pasien anakpun dokter
memperhatikan pula perilaku dari pasien tersebut dan
dokter telah memperkirakan tindakan serta berbagai
hal lainnya yang akan dilakukan kepada pasien anak
dalam proses terapi berlangsung. Ketenangan dan
kenyamanan adalah suasana yang sangat dibutuhkan
oleh pasien anak. Dokterpun telah banyak mempelajari
mengenai kondisi situasi perasaan anak saat pertama
kali mereka saling berhadapan (antara pasien dan
dokter). Dokter juga sangat terbuka kepada orangtua
pasien anak atau bahkan pasien anak sekalipun dengan
menceritakan pengalaman pribadinya yang pernah
ia alami saat menangani pasien diluar Indonesia.
Sebelumnya dokter pernah melakukan prakteknya
di Inggris, Australia dan Amerika. Dengan senang
hati dokter menceritakan pengalamannya yang unik
saat melaksanakan adjustment agar anak juga merasa
teralihkan perhatiannya. Tentunya juga dengan
bantuan orang tua yang pandai menggunakan Bahasa
Inggris atau bantuan translater.
Dokter merasa tidak merasa kesulitan dalam
penggunaan bahasa verbal maupun non verbal saat
berhadapan dengan pasien dan keluarga pasien.
189
4. Jurnal Davis Salman Prita (Kom).indd 189
25/02/2016 13:59:24
Kalbisocio,Volume 2 No.2 Agustus 2015
Narasumber menganggap bahwa pasien anak di
seluruh dunia itu sama, mereka akan lebih agresif
apabila orangtuanya akan membawa mereka ke
dokter. Saat penanganannyapun mereka sedikit lebih
sulit dan terlampau manja dibandingkan pasien
dewasa. Walaupun dalam penuturannya, narasumber
menyatakan bahwa terdapat sedikit perbedaan antara
anak-anak Indonesia dibanding dengan anak-anak
di luar Indonesia di mana dokter tersebut pernah
melakukan praktek.
Dokter beranggapan bahwa pasien anak di
Indonesia lebih mudah diberikan arahan dan mereka
sangat dengan senang hati saat akan berhadapan
dengan dokter. Selain itu juga pasien tidak manja,
dan tidak menolak saat akan diberikan tindakan terapi
oleh dokter. Sehingga dokter merasa lebih mudah
untuk menguasai situasi dan kondisi pasien anakanak tersebut.
Diluar masa terapi, pasien anak tetap dalam
pengawasan dokter. Secara berkala, pihak klinik akan
menghubungi pihak pasien dan menanyakan perihal
perkembangan kondisi yang diderita pasien anak.
Dokter merasa sangat senang dengan respon yang
diberikan oleh orang tua pasien anak atau pasien anak
tentang perkembangan kondisi mereka. Dalam hal
penindaklanjutan mengenai kesan pasien dan orang
tua pasien mengenai terapi yang dilakukan oleh
dokter, pihak klinik memberikan kuisioner untuk diisi
untuk melihat keefektifan terapi yang telah diberikan.
B. Pembahasan
Komunikasi terapeutik merupakan jenis
komunikasi yang khas terdapat dalam ranah
komunikasi kesehatan. Namun, pada dasarnya
komunikasi
terapeutik
adalah
komunikasi
interpersonal yang melibatkan dokter dan pasien
dalam asuhan keperawatan (Suryani, 2005: 12).
Seperti halnya yang dilakukan oleh dokter Michael
Lee Wohlgemuth pada Klinik First Chiropractic
Jakarta, dia melakukan komunikasi yang lebih
bersifat interpersonal untuk mencapai suatu tingkat
kesehatan yang optimal. Seperti pada tag line dari
klinik tersebut yaitu A natural drug-free approach
to optimal health, rupanya klinik ini telah mencapai
tujuan komunikasi teraputik.
Menilik kesehariannya di mana narasumber
menggunakan bahasa asing (bahasa inggris) dalam
berkomunikasi, pihak klinik menyediakan translater
yang merangkap asisten dokter pada saat melakukan
komunikasi terapeutik. Di mana diketahui tidak
semua pasien atau orang tua pasien memahami bahasa
Inggris. Ditambah lagi dengan budaya dan perlakuan
yang berbeda antara dokter dengan pasien karena
perbedaan budaya. Klinik ini cukup menghargai
pasien dan dapat mengakomodir segala keinginan
pasien atas berbagai keluhan penyakitnya. Hal ini
senada dengan prinsip dasar komunikasi terapeutik
(Suryani, 2005: 13-14) di mana dikatakan perawat
atau dokter harus menghargai keunikan klien. Tiap
individu mempunyai karakter yang berbeda-beda.
Karena itu perawat perlu memahami perasaan dan
prilaku klien dengan melihat perbedaan latar belakang
keluarga, budaya dan keunikan setiap individu.
Dalam melakukan komunikasi terapeutik,
narasumber biasanya menjelaskan perkembangan
atau keadaan pasien melalui orang tua pasien karena
anak-anak biasanya tidak memahami Bahasa Inggris
yang digunakan oleh narasumber. Namun sayangnya,
orang tua pasien juga seringkali tidak memahami
bahasa Inggris. Apabila orang tua pasien tidak
mengerti pula dengan apa yang diucapkan dokter,
maka dokter lebih cenderung menggunakan translater
(penerjemah bahasa) yakni salah satu karyawan yang
ada di klinik tersebut untuk melakukan sambung
bicara antara pasien anak atau orangtua pasien anak
kepada dokter. Dalam penyampaiannya, narasumber
menggunakan bahasa verbal tulisan dan lisan untuk
lebih memudahkan dalam berkomunikasi. Sesuai
dengan prinsip komunikasi terapeutik, dokter
berusaha untuk empati, hormat dan sungguh-sungguh
walaupun memiliki perbedaan latar belakang, budaya,
dan bahasa.
Pada saat melakukan terapi atau yang lebih
dikenal dengan adjustment, narasumber atau dokter
tidak hanya menggunakan bahasa secara verbal,
namun justru akan lebih sering menggunakan
bahasa tubuh dan ekspresi wajah (nonverbal) untuk
mendapatkan perhatian dari pasien anak agar mereka
tertarik. Dalam proses pengurangan ketidakpastian,
dokter membutuhkan suatu keahlian dan pengalaman
yang dapat dijadikan sebagai acuan dalam
menghadapi ketidakpastian yang mungkin muncul.
Menurut Berger & Calabrese (Morisan, 2009: 28),
terdapat tujuh konsep lain yang dapat digunakan
sebagai alat pengurang ketidakpastian seperti: output
verbal, kehangatan nonverbal, percarian informasi
(bertanya), pembukaan diri, resiprositas pembukaan
diri, kesamaan, dan kesukaan. Berdasarkan hasil
penelitian narasumber telah melakukan hal-hal
tersebut. Narasumber menyatakan bahwa adjustment
akan lebih dilaksanakan dengan maksimal karena
pendekatan dengan menggunakan komunikasi non
verbal tidak membuat mereka merasa takut atau
cemas saat akan melakukan terapi.
190
4. Jurnal Davis Salman Prita (Kom).indd 190
25/02/2016 13:59:24
Davis Roganda P, Pola Komunikasi Interpersonal Terapeutik Dokter Terhadap ...
Dalam pelaksaan komunikasi non verbal untuk
menarik pasien anak menjadi percaya, dokter akan
lebih memberikan pasien anak kebebasan dalam
ruangan praktek (klinik). Terciptanya kepercayaan
adalah dasar dari semua hubungan interpersonal
dan sangat penting dalam hubungan terapeutik.
Tidak semua pasien anak akan langsung patuh
untuk melakukan terapi, beberapa di antara mereka
membutuhkan suasana yang nyaman dan kondisi
yang kondusif. Biasanya terjadi pada pasien anak
usia 1-5 tahun, hal ini disebabkan pasien belum
dapat diberi pengertian mengapa mereka harus
datang dan melakukan terapi. Jika hal ini terjadi,
dokter tidak melakukan pemaksaan kepada pasien
anak. Justru narasumber akan memberikan waktu
yang pasien butuhkan untuk mendapatkan suasana
nyaman. Sebenarnya, ini adalah saat di mana terjadi
ketidakpastian antara pasien dengan dokter. Ada
rasa takut dan cemas akan perlakuan yang nantinya
yang akan diterima oleh pasien. Dua orang yang baru
pertama kali bertemu dan memulai percakapan singkat
akan memunculkan banyak penilaian subjektif yang
kemudian menimbulkan pertanyaan – pertanyaan.
Timbulnya pertanyaan akan memunculkan dugaan
– dugaan positif maupun negatif, sehingga pada
akhirnya akan memunculkan berbagai ketidakpastian.
Untuk mengurangi situasi yang tidak pasti tersebut
Charles Berger dan Richard Calabrese (Morisan,
2009: 41) menyatakan bahwa komunikasi merupakan
alat yang digunakan untuk mengurangi ketidakpastian
yang ada, baik itu komunikasi non verbal maupun
non verbal. Bagaimana penggunaan komunikasi itu
sendiri sebagai pengurang ketidakpastian merupakan
tujuan dari Teori Pengurangan Ketidakpastian.
Maka apabila pasien anak berlarian didalam
klinik, bermain ataupun menyentuh berbagai hal yang
ada didalam ruangan klinik tersebut untuk mereka
ketahui dokter hanya membiarkan saja. Disaat pasien
rasanya sudah merasa nyaman dan tenang barulah
dokter memberikan tindakan adjustment. Tindakan
terapi tersebut pun tidak harus berada di atas bed
pemeriksaan. Dimanapun pasien anak tersebut
berada tindakan terapi sesegera mungkin dapat
diberikan agar anak tidak takut atau merasa tertekan
saat melakukan terapi. Di tahap inilah terjadi sebuah
pengembangan hubungan, di mana sebuah proses
yang diidentifikasi sebagai penetrasi sosial. Penetrasi
sosial merujuk pada sebuah proses ikatan hubungan
dimana individu-individu bergerak dari komunikasi
superfisial menuju ke komunikasi yang lebih intim
(West, 2009: 197). Keintiman yang dimaksud disini
adalah lebih dari sekedar dari keintiman fisik, tetapi
termasuk juga keintiman intelektual dan emosional
hingga pada batasan dimana pasangan melakukan
aktivitas bersama.
Hubungan terapeutik antara pasien dan
dokter atau perawat membentuk dasar bagi asuhan
keperawatan di seluruh spektrum sehat, sakit, dan
pemulihan (Suryani, 2005: 89). Secara umum sebelum
pasien melakukan terapi di Klinik First Chiropractic
Jakarta, dokter akan melakukan beberapa hal dasar
seperti meminta pasien untuk melakukan rongent.
Setelah itu, dokter akan mempelajari hasil rongent
yang diberikan pasien. Apabila pasien belum
melakukan rongent maka dokter akan memberikan
surat rujukan ke rumah sakit yang ditentukan oleh
dokter tersebut. Tujuan dari proses rongent adalah
untuk memastikan tindakan yang harus dilaksanakan.
Alasan ini tentunya memberikan kepercayaan pada
pasien bahwa dokter akan menangani tepat pada
sasaran. Setelah itu baru dilakukan proses adjustment.
Proses terapi yang akan dilakukan oleh dokter tidak
melalui tidakan operasi atau memberikan pasien
obat resep. Hal tersebut disebabkan dokter tidak
menganjurkan untuk mengkonsumsi obat apapun itu
atau melegalkan tindakan operasi baik skala kecil
ataupun skala besar. Hal ini sesuai dengan prinsip yang
mendasari hubungan terapeutik yaitu kesungguhan,
empati, dan kepercayaan (Suryani, 2005: 89)
Keterampilan komunikasi yang baik akan
membedakan antara asuhan keperawatan ratarata dengan asuhan keperawatan yang sangat
baik. Keterampilan komunikasi tidak hanya pada
kemampuan verbal saja, akan tetapi juga mencakup
kemampuan non verbal. Seperti pada terapan
komunikasi non verbal yang berupa penggunaan
pakaian atau style berpakaian, dokter di Klinik First
Chiropractic Jakarta sangat unik. Mereka berpakaian
lebih santai hanya dengan mengenakan Polo Shirt
yang berbordirkan nama pada sisi kiri bajunya.
Pada hari-hari tertentu pun mereka menggunakan
kemeja batik atau bahkan mengunakan sepatu olah
raga agar terkesan dinamis. Mereka tidak terlihat
seperti dokter saat menangani pasien pada umumnya
dengan menggunakan jas dokter yang pada umumnya
berwarna putih.
Menurut West (2009: 197) dalam teori
Penetrasi sosial; secara umum perkembangan
hubungan bersifat sistematis dan dapat diprediksi.
Di dalam proses penanganan pasien anak dokter
memperhatikan perilaku dari pasien tersebut dan
dokter telah memperkirakan tindakan serta berbagai
hal lainnya yang akan dilakukan kepada pasien anak
dalam proses terapi berlangsung. Hal ini terjadi
191
4. Jurnal Davis Salman Prita (Kom).indd 191
25/02/2016 13:59:24
Kalbisocio,Volume 2 No.2 Agustus 2015
karena pengalaman narasumber yang telah lebih
dari 20 tahun menangani pasien anak. Ketenangan
dan kenyamanan adalah suasana yang sangat
dibutuhkan oleh pasien anak. Dokterpun telah banyak
mempelajari mengenai kondisi situasi perasaan anak
saat pertama kali mereka saling berhadapan (antara
pasien dan dokter). Dokter juga sangat terbuka
kepada orangtua pasien anak atau bahkan pasien
anak sekalipun dengan menceritakan pengalaman
pribadinya yang pernah ia alami saat menangani
pasien diluar Indonesia. Pada teori penetrasi sosial,
terdapat pendekatan langsung pada hubungan dengan
beberapa asumsi teori diantaranya West (2009:
197) hubungan-hubungan mengalami kemajuan
dari tidak intim menjadi intim dan pembukaan diri
adalah inti dari perkembangan hubungan. Dalam
membangun hubungan, dokter menceritakan
pengalamannya dalam praktek chiropractic-nya.
Sebelumnya dokter pernah melakukan prakteknya
di Inggris, Australia dan Amerika. Dengan senang
hati dokter menceritakan pengalamannya yang unik
saat melaksanakan adjustment agar anak juga merasa
teralihkan perhatiannya.
Pada prinsip hubungan terapeutik, Carl
Rogers (Suryani, 2005: 93) mendefinisikan rasa
hormat atau pandangan positif tanpa syarat sebagai
kemampuan untuk menerima kepercayaan orang lain
diatas perasaan pribadi anda. Tujuan keperawaratan
adalah untuk memperhitungkan gejala, perasaan,
nilai-nilai dan kepercayaan pasien dengan penuh
hormat, bekerja dengan pasien untuk merencanakan
tujuan pengobatan. Seperti pada penelitian ini,
narasumber menganggap bahwa pasien anak di
seluruh dunia itu sama, mereka akan lebih agresif
apabila orangtuanya akan membawa mereka ke
dokter. Saat penanganannyapun mereka sedikit lebih
sulit dan terlampau manja dibandingkan pasien
dewasa. Walaupun dalam penuturannya, nara sumber
menyatakan bahwa terdapat sedikit perbedaan antara
anak-anak Indonesia dibanding dengan anak-anak
di luar Indonesia di mana dokter tersebut pernah
melakukan praktek. Dokter beranggapan bahwa
pasien anak di Indonesia lebih mudah diberikan
arahan dan mereka sangat dengan senang hati saat
akan berhadapan dengan dokter. Selain itu juga
pasien tidak manja, dan tidak menolak saat akan
diberikan tindakan terapi oleh dokter. Sehingga
dokter merasa lebih mudah untuk menguasai situasi
dan kondisi pasien anak tersebut. Diluar masa terapi,
pasien anak tetap dalam pengawasan dokter. Secara
berkala, pihak klinik akan menghubungi pihak pasien
dan menanyakan perihal perkembangan kondisi yang
diderita pasien anak. Terciptanya kepercayaan adalah
dasar dari semua hubungan interpersonal dan sangat
penting dalam hubungan terapeutik. Kepercayaan
merupakan “ketergantungan pada konsistensi,
kesamaan dan kesinambungan pengalaman yang
dihasilkan oleh hal-hal dan orang-orang yang sudah
dikenal dan dapat diduga.”
IV. SIMPULAN
Komunikasi terapeutik merupakan jenis komunikasi
yang khas terdapat dalam ranah komunikasi kesehatan.
Namun, pada dasarnya komunikasi terapeutik adalah
komunikasi interpersonal yang melibatkan dokter
dan pasien dalam asuhan keperawatan (Suryani,
2005: 12). Seperti halnya yang dilakukan oleh
dokter Michael Lee Wohlgemuth pada Klinik First
Chiropractic Jakarta, dia melakukan komunikasi
yang lebih bersifat interpersonal untuk mencapai
suatu tingkat kesehatan yang optimal. Seperti pada
tag line dari klinik tersebut yaitu A natural drug-free
approach to optimal health, rupanya klinik ini telah
mencapai tujuan komunikasi teraputik.
Dalam penyampaiannya, narasumber menggunakan bahasa verbal tulisan dan lisan untuk lebih memudahkan dalam berkomunikasi. Setelah itu,
orang tua pasien akan menjelaskan kondisi kesehatan
pada pasien atau anak mereka. Pada saat melakukan
terapi atau yang lebih dikenal dengan adjustment,
nara sumber atau dokter tidak hanya menggunakan
bahasa secara verbal, namun justru akan lebih sering
menggunakan bahasa tubuh dan ekspresi wajah (nonverbal) untuk mendapatkan perhatian dari pasien anak
agar mereka tertarik. Dalam pelaksaan komunikasi
non verbal untuk menarik pasien anak menjadi percaya, dokter akan lebih memberikan pasien anak kebebasan dalam ruangan praktek (klinik). Tidak semua
pasien anak akan langsung patuh untuk melakukan
terapi, beberapa di antara mereka membutuhkan suasana yang nyaman dan kondisi yang kondusif. Biasanya terjadi pada pasien anak usia 1-5 tahun, hal
ini disebabkan pasien belum dapat diberi pengertian
mengapa mereka harus datang dan melakukan terapi. Disaat pasien rasanya sudah merasa nyaman dan
tenang barulah dokter memberikan tindakan adjustment. Tindakan terapi tersebut pun tidak harus berada di atas bed pemeriksaan. Dimanapun pasien anak
tersebut berada tindakan terapi sesegera mungkin
dapat diberikan agar anak tidak takut atau merasa tertekan saat melakukan terapi.
Pada terapan komunikasi non verbal yang
berupa penggunaan pakaian atau style berpakaian,
dokter di Klinik First Chiropractic Jakarta sangat
192
4. Jurnal Davis Salman Prita (Kom).indd 192
25/02/2016 13:59:24
Davis Roganda P, Pola Komunikasi Interpersonal Terapeutik Dokter Terhadap ...
unik. Mereka berpakaian lebih santai hanya dengan
mengenakan Polo Shirt yang berbordirkan nama pada
sisi kiri bajunya. Pada hari-hari tertentu pun mereka
menggunakan kemeja batik atau bahkan mengunakan
sepatu olah raga agar terkesan dinamis. Mereka tidak
terlihat seperti dokter saat menangani pasien pada
umumnya dengan menggunakan jas dokter yang
berwarna putih. Pihak klinik beranggapan bahwa
pasien anak khususnya akan cenderung lebih khawatir
dan takut saat akan berhadapan dengan dokter dengan
menggunakan kostum tersebut. Maka di klinik
tersebut semua dokter menggunakan kostum yang
lebih santai namun masih terlihat kewibawaannya
saat berhadapan dengan pasien mereka.
Dokter merasa tidak merasa kesulitan dalam
penggunaan bahasa verbal maupun non verbal saat
berhadapan dengan pasien dan keluarga pasien.
Nara sumber menganggap bahwa pasien anak di
seluruh dunia itu sama, mereka akan lebih agresif
apabila orangtuanya akan membawa mereka ke
dokter. Saat penanganannyapun mereka sedikit lebih
sulit dan terlampau manja dibandingkan pasien
dewasa. Walaupun dalam penuturannya, narasumber
menyatakan bahwa terdapat sedikit perbedaan antara
anak-anak Indonesia dibanding dengan anak-anak
di luar Indonesia di mana dokter tersebut pernah
melakukan praktek. Dokter beranggapan bahwa
pasien anak di Indonesia lebih mudah diberikan
arahan dan mereka sangat dengan senang hati saat
akan berhadapan dengan dokter. Selain itu juga pasien
tidak manja, dan tidak menolak saat akan diberikan
tindakan terapi oleh dokter. Sehingga dokter merasa
lebih mudah untuk menguasai situasi dan kondisi
pasien anak tersebut.
Diluar masa terapi, pasien anak tetap dalam
pengawasan dokter. Secara berkala, pihak klinik akan
menghubungi pihak pasien dan menanyakan perihal
perkembangan kondisi yang diderita pasien anak.
Dokter merasa sangat senang dengan respon yang
diberikan oleh orang tua pasien anak atau pasien anak
tentang perkembangan kondisi mereka. Dalam hal
penindaklanjutan mengenai kesan pasien dan orang
tua pasien mengenai terapi yang dilakukan oleh
dokter, pihak klinik memberikan kuisioner untuk diisi
untuk melihat keefektifan terapi yang telah diberikan.
V. DAFTAR RUJUKAN
Mulyana, D. (2011). Ilmu Komunikasi. Bandung: PT.
.
Rosdakarya
Littlejohn, S. & Karen A. F. (2009). Teori Komunikasi. Jakarta
: Penerbit Salemba Humanika
Moleong, L.J. (2004). Metodologi Penelitian Kualitatif.
Bandung : Penerbit Remaja Rosda Karya.
Morisan, M.A. & Wardhany, C. (2009). Teori Komunikasi.
Jakarta: Penerbit Ghalia Indonesia
Pawito. (2008).Penelitian Komunikasi Kualitatif. Yogyakarta:
LKIS
Sheldon, L. (2010). Komunikasi Untuk Keperawatan. Jakarta:
Erlangga
Supartini, Y. (2002). Buku Ajar Konsep Dasar Keperawatan
Anak. Jakarta: Kedokteran EGC.
Suryani. (2005). Komunikasi Terapeutik : Teori dan Praktik.
Jakarta: Kedokteran EGC.
Stuart, G.W & Sundeen S.J. (1995). Principles and Practise of
Psychiatric Nursing. St. Louis: Mosby Year Book
West, R. & Lynn H. T. (2009). Pengantar Teori Komunikasi:
Analisis dan Aplikasi. Jakarta: Penerbit Salemba
Humanika
Pasien Miskin Kecewa Layanan RS [online] diakses 3 Juni
2014 dari http://news.detik.com/icw-67-pasien-miskinkecewa-layanan-rs
193
4. Jurnal Davis Salman Prita (Kom).indd 193
25/02/2016 13:59:24
Download