Efilkom nya 16 - WordPress.com

advertisement
ETIKA FILSAFAT KOMUNIKASI
Tiga Cabang Etika dalam ilmu Komunikasi
Edwar Kevin Wiratama H 120904141
Nyimas Cintya Nike Infrilla 120904069
Siti Hajar 120904096
Jefri Aldino 120904130
Zatmiko
Inggit Larasati
Safira Dini 120904107
Debby Dessarah 120904075
Addina Islami Utami siregar 120904087
Serra Green dubonet 120904062
Fakultas Ilmu-Ilmu Sosial Ilmu Politik
Departemen Ilmu Komunikasi
Universitas Sumatera Utara
2015
Tiga Cabang Etika dalam ilmu Komunikasi
Etika merupakan pemikiran manusia yang tercakup dalam sebuah perangkat penilaian
manusia dalam menghadapi lingkungannya. Kedudukan etika dalam kebudayaan menjadi
modal penting dalam pengembangan wawasan pembangunan yang berkelanjutan. Oleh
karena itu etika di dalam kajian filsafat merupakan cabang dari aksiologi yaitu ilmu
pengetahuan yang mempelajari hakikat nilai. Salah satu bagian yang merupakan penjelasanpenjelasan dalam filsafat yang membicarakan masalah predikat baik (good) dan buruk (bad)
dalam arti susila (moral) dan asusila (immoral). Predikat-predikat tersebut tidak akan
mempunyai makna apapun (meaningless) bila tidak terwujud dalam tindakan manusia di
alam empiris.
Predikat-predikat di atas pada bentuk kualitasnya akan mengacu pada satu sisi dari dua sisi
yang saling beroposisi, yakni pada sisi baik atau susila. Apabila seseorang menganntarkan
simbol pada bentuk atribut yang sesuai dengan pendapat dan aturan umum maka dapat
dikatakan bahwa tindakan tersebut bersusila, baik dan juga etis. Sehingga pada sisi baik dan
bersusila disebut etika. Sebaliknya orang yang tidak sesuai dengan kebiasaan umum
komunitasnya maka disebut sebagai tidak baik, tidak bersusila, tidak etis dan dianggap
melanggar etika.
Cakupan etika
Untuk membuat pernyataan moral dan berdebat mengenai pembahasan etika, maka perlu
untuk menggunakan istilah atau bahasa dalam ruang lingkup etika. Kajian etika pada abad
kedua puluh banyak memfokuskan diri pada bahasan tentang makna moral dan kemungkinan
untuk menunjukkan bahwa sesuatu itu benar atau salah. Jadi, sekali manusia memutuskan
bahwa manusia itu bebas untuk membuat pilihan moral dan berbicara tentang pilihan moral
tersebut, maka manusia butuh untuk menggunakan istilah/bahasa yang semestinya digunakan
dalam mengacu suatu macam etika.
Ada tiga macam etika yang digunakan yang terdapat dalam kajian ini. Pengetahuan tentang
tiga macam etika ini diperlukan untuk membedakan dengan hati-hati, dan mengetahui mana
yang digunakan pada satu waktu untuk menghindari kerancuan. Ketiga macam etika tersebut
adalah:
(1) Etika Deskriptif (Descriptive Ethics),
(2) Etika Normatif (Normative Ethics) dan
(3) Meta Etika (Meta ethics)
1. Etika Deskriptif (Descriptive Ethics)
Etika deskriptif melukiskan tingkah laku moral dalam arti luas misalnya adat
kebiasaan,
anggapan-anggapan
tentang
baik
dan
buruk,
tindakan-tindakan
yang
diperbolehkan. Etika deskriptif mempelajari tentang moralitas yang terdapat pada individuindividu tertentu, dalam kebudayaan-kebudayaan atau subkultur-subkultur yang tertentu
dalam suatu periode sejarah, dan sebagainya. Karena etika deskriptif hanya melukiskan ia
tidak memberi penilaian. Misalnya etika deskriptif dapat mempelajari pandangan-pandangan
moral dalam Uni Soviet yang komunis dan ateis, mengapa mereka begitu permisif terhadap
pengguguran kandungan sementara mengapa sangat ketat dalam masalah pornografi. Orang
yang menyelidiki masalah ini hanya ingin mengerti perilaku moral di Uni Soviet dulu tapi
tidak memberi penilaian tentang pengguguran kandungan maupun pornografi sebagai
masalah moral.
Lebih jelasnya apa yang ditulis oleh Mel Thompson akan membantu memahami pengertian
etika ini:
“This is the most straightforward form of ethics. It consists of the description of the way in
which people live and the moral choices they make. It simply presents facts. The danger with
descriptive ethics is that it may imply moral judgments by the way in which information is
presented without actually explaining the basis on which those judgments are made.”
“Ini adalah bentuk paling sederhana dari etika. Etika deskriptif ini memuat tentang cara di
mana orang hidup dan pilihan-pilihan moral yang mereka buat. Ini hanya menyajikan tentang
fakta-fakta. Bahaya dengan etika deskriptif adalah bahwa hal itu mungkin menyiratkan
penilaian moral dengan cara di mana informasi disajikan tanpa benar-benar menjelaskan
dasar penilaian yang mereka dibuat.” Etika deskriptif yaitu etika yang berusaha meneropong
secara kritis dan rasionalsikap dan prilaku manusia dan apa yang dikejar oleh manusia dalam
hidup ini sbagai sesuatuyang bernilai. Etika deskriptif memberikan fakta sebagai dasar untuk
mengambil keputusantnatang prilaku atau siikap yang mau diambil. Etika deskriptif
merupakan penggambarandan penelaahan secara utuh dan kritis tentang tingkah laku moral
manusia secara universalyang dapat kita temui sehari - hari dalam kehidupan masyarakat.
Cakupan analisanya berisikan sejumlah indikator - indikator fakta actual yang terjadi secara
apa adanya terhadapnilai dan perilaku manusia dan merupakan suatu situasi dan realita
budaya yang berkembangdi masyarakat. Hal hal yang berkaitan dengan adapt istiadat ,
kebiasaan ,anggapan
–
anggapan baik dan buruk tenggang sesuati hal,tindakan
–
tindakan yang tidak bolehdilakukan dan boleh dilakukan oleh individu tertentu ; dalam
kebudayaan kebudayaan dansubkultur
–
subkultur tertentu yang terjadi dalam suatu periode sejarah adalah merupakankajian moralitas
dalam Etika Deskriptif. Telaah dalam Etika Deskriptif tidak memberikaninterpretasi secara
tajam dan lugas, namun tidak melukiskan suatu fakta yang sedang terjadidan berkembang
dalam suatu masyarakat tertentu. Etika Deskriptif hanya membahas danmemberikan analisa
penilaiannya atas kejadian tertentu
.
Salah satu contoh etika deskriptif adalah didalam mempelajari pendangan pandanganmoral
terhadap kenyataan yang terjadi di Negara Uni Soviet yang selama ini kita kenalsebagai
Negara yang menganut faham komunis atau ateis dimana masyarakatnya begitu permisif
terhadap praktek
–
praktek pengguguran kandungan,namun disisi lain tontonanyang bersifat pornografi mereka
memberlakukan aturan aturan secara ketat. Dalam contohkasus tersebut kita menjadi paham
dan mengerti tentang realita perilaku moral yang terjadidi Uni Soviet , tapi kita tidak
memberikan masalah moral. Dalam situasi demikian , haruskita akui bahwa bagaimanapun
manusia itu pada umumnya tahu akan adanya baik dan buruk terhadap suatu hal yang tidak
boleh dan boleh dilakukan. Pengetahuan tentang baik dan buruk dalam perilaku manusia,
disebut kesadaran etis atau kesadaran moral. Dengandemikian dapat disimpulkan bahwa
kesadaran moral yang sudah timbul dan berkembangadalah ungkapan kata hati. Tindakan
(moril) manusia dalam situasi yang kongkrit tertentu berhubungan dengan kata hati yang
menilai tindakan itu atas baik dan buruknya. Kata hatimerupakan pengetrapan kesadaran
moral tindakan etis yang tertentu dalam segala situasi.Selain itu contoh etika deskriptif
seperti masyarakat jawa yang mengajarkan tatakramakepada orang yang lebih tua.
2. Etika Normatif (Normative Ethics)
Etika normatif yaitu etika yang berusaha menetapkan berbagai sikap dan pola prilaku ideal
yang seharusnya dimiliki oleh manusia dalam hidup ini sebagai sesuatu yang bernilai.
Etika normatif memberi penilaian sekaligus memberi norma sebagai dasar dankerangka
tindakan yang akan diputuskan.Dalam perbincangan dan diskusi
–
diskusi yangacapkali ditampilkan dan diugkapakan di media masa baik cetak , elektronik
maupunvirtual, kaian Etika normative yang berkaitan dengan masalah moral maerupakan
topik bahasan yang paling menarik. Berbeda dengan etika deskriptif yang bersifat
penggambaranyang melukiskan sebuah peristiwa yang terjadi dan berkembang di masyarakat.
Para ahlietika normative dalam bahasannya tidak bertindak sebagai penonton netral saja,
tetapi yang bersangkutan melibatkan diri dengan kajian penilaian tentang perilaku manusia.
Penilaian baik dan buruk mengenai tindakan individu atau kelompok masyarakat tertentu
dalam etikanormatif selalu dikaitkan dengan norma
–
norma yang dapat menuntun manusia untuk bertindak secara baik dan menghindarkan hal
hal yang buruk sesuai dengan kaidah dannorma yang disepakati dan berlaku di masyarakat.
Dalam pembahasan etika normative,seorang ahli memberikan suatu argumentasi argumentasi
yang mengemukakan latar belakang mengapa suatu perilaku dianggap baik atau buruk
sisertai analisis moral yangdianggap benar dan salah yang bertumpu kepada norma
–
norma atau prinsip prinsip etisyang dapat dipertanggungjawabkan baik secara keilmuan
maupun empiris. Para halimemberikan penilaian objektif yang mempertimbangkan seluruh
situasi dari individu ataukelompok masyarakat yang melakukan suatu tindakan didasari acuan
–
acuan yang meliputikondisi fisik, psikologi , pendidikan , budaya dan sebagainya. Nilai
Normatif adalah suatuhal yang preskretif (memerintahkan) , jadi merupakan suatu hal
–
hal yang tidak dapatditawar
–
tawar lagi karena memberlakukan suatu kondisi perilaku individu atau kelompok masyarakat
disadari oleh suatu penilaian moral.Kita ketahui bahwa etika memberikan pegangan dan
orientasi dalam menjalanikehidupan kita di dunia ini. Artinya suatu tindakan manusia selalu
mempunyai suatu tujuantertentu yang ingin dicapainya. Artinya ada arah dan sasaran dari
tindakan atas hidup yangdijalankan. Timbul pertanyaan : Apakah bobot moral atau baik
buruknya suatu indakanterletak pada nilai moral tindakan itu sendiri ataukah terletak pada
baik buruk serta besar kecilnya tujuan yang ingin dicapat itu. Kemudian kita dihadapi
denhgan realita kehidupanyang memberikan kepada kita alternative pilihan untuk
menyelamatkan keadaan , yang bisamenjadi argumentasi moral tentang baik dan buruknya
perbuatan tersebut. Disini kita berhadapan dengan dua teori etika yang dikenal sebagai etika
deontologi dan etikateleology.Contoh dari Etika Normatif. ada etika yang bersifat individual
seperti kejujuran,disiplin diri,mengerjakan tugas. Selain itu contoh etika normative adalah
etika dalam berbisnis
Etika normatif merupakan bagian terpenting dari etika dan bidang dimana
berlangsung diskusi-diskusi yang paling menarik tentang masalah-masalah moral. Para ahli
(etika) bersangkutan tidak bertindak sebagai penonton netral seperti halnya dalam etika
deskriptif, tapi dia melibatkan diri dengan mengemukakan penilaian tentang perilaku
manusia. Misalnya pada suatu negara yang melegalkan prostitusi, ia tidak lagi hanya sekedar
membatasi diri dengan memandang fungsi prostitusi dalam negara tersebut, tapi bahkan
menolak prostitusi tersebut sebagai suatu lembaga yang bertentangan dengan martabat
wanita, biarpun dalam praktek belum tentu dapat diberantas sampai tuntas.
Penilaian kasus di atas tersebut dibentuk berlandaskan norma-norma. “Martabat
manusia harus dihormati” dapat dianggap sebagai contoh tentang norma semacam itu. Tentu
saja etika deskriptif ini sekaligus berbicara tentang norma-norma, seperti halnya bila ia
membahas tabu-tabu yang terdapat dalam suatu masyarakat primitif. Etika normatif pada
hakikatnya meninggalkan sikap netral itu dengan mendasarkan pendiriannya atas norma.
Demikian juga tentang norma-norma yang diterima dalam suatu masyarakat atau diterima
oleh seorang lain ia berani mempertanyakan apakah norma-norma itu benar atau tidak.
“This ethics is concerned with ideas about whether what human thinks, say or do is right or
wrong, about justice and about how people should live. It examines the choices people make
and the values and reasoning that lie behind them. This is sometimes called substantive
ethics. Almost all moral argument, when it is concerned with the rights or wrongs of
particular issues, is of this kind”.
“Etika ini berkaitan dengan ide-ide tentang apakah apa yang manusia pikirkan, katakan atau
lakukan itu benar atau salah, tentang keadilan dan tentang bagaimana orang harus hidup.
Etika ini memberikan penilaian tentang pilihan dan nilai-nilai (perbuatan) yang orang telah
orang perbuat dan penalaran yang mendasari (perbuatan) mereka. Etika ini terkadang juga
disebut sebagai etika substantif. Hampir semua argumen moral, ketika itu berkaitan dengan
mana yang benar dan yang salah tentang isu-isu tertentu, adalah bagian dari etika ini.”
Etika normatif pada perkembangannya dibagi lagi menjadi dua, yakni etika umum dan etika
khusus:
1. Etika umum memandang tema-tema umum seperti: apa itu norma etis? Jika ada
banyak norma etis, bagaimana hubungannya satu sama lain? Mengapa norma moral
mengikat kita? Apa itu nilai dan
kekhususan nilai moral? Bagaimana hubungan
antara tanggung jawab manusia dan kebebasannya?
2. Etika terapan (applied ethics) adalah etika yang berusaha menerapkan prinsip-prinsip
etis yang umum atas wilayah perilaku manusia yang khusus. Istilah-istilah yang
digunakan adalah istilah yang lazim dalam k0nteks logika, dapat dikatakan juga
bahwa dalam etika khusus itu premis normatif dikaitkan dengan premis faktual untuk
sampai pada suatu kesimpulan etis yang bersifat normatif juga.
Ada beberapa teori yang terdapat dalam etika normatif ini, mereka adalah sebagaimana
berikut:
1. Virtue theory merupakan teori etika yang menyatakan bahwa moralitas berisi tentang
hal-hal yang secara pasti sudah menjadi aturan-aturan main sebuah perilaku seperti
halnya jangan membunuh dan jangan mencuri.
2. Nonconsequantialist/Deontological Theory: teori etika yang menyatakan bahwa
sebagai manusia merasakan akan adanya kewajiban-kewajiban yang jelas seperti
kewajiban akan perhatian terhadap anak dan tidak melakukan pembunuhan. Teori
Deontologis secara spesifik mendasarkan moral pada prinsip-prinsip kewajiban
(principles of obligation). Teori ini disebut deontologis karena berasal dari bahasa
Yunani “deon”, atau dalam bahasa inggris duty (kewajiban). Teori ini terkadang juga
disebut sebagai teori nonconsequentialist karena yang menjadi pertimbangan adalah
murni tentang adanya kewajiban, terlepas dari pertimbangan tentang konsekuensi
yang akan ditimbulkan dari perilaku yang dikerjakan.
3. Consequentialist/Teleological Theories: teori etika yang menyatakan bahwa pada
umumnya yang menentukan tentang pertanggung jawaban moral adalah pertimbangan
mengenai konsekuensi dari perbuatan yang dilakukan. Teori consequentialist juga
disebut teleological theories, yang berasal dari bahasa Yunani telos, atau berarti end
dalam bahasa Inggris, karena hasil akhir dari perbuatan yang menjadi faktor
pertimbangan utama dari moralitas.
3)
Metaetika (Metethics)
Cara lain untuk mempraktekkan etika sebagai ilmu adalah metaetika: awalan meta (dari
bahasa Yunani) memiliki arti “melebihi”/“melampaui”. Istilah ini diciptakan untuk
menunjukkan bahwa yang dibahas disini bukanlah moralitas secara langsung. Metaetika
seolah bergerak pada taraf lebih tinggi daripada perilaku etis, yaitu pada taraf “bahasa etis”
atau bahasa-bahasa yang digunakan di bidang moral. Bisa juga dikatakan bahwa metaetika
mempelajari logika khusus dari ucapan-ucapan etis. Dipandang dari segi tata bahasa, rupanya
kalimat etis tidak berbeda dari kalimat-kalimat jenis lain (khususnya kalimat yang
mengungkapkan fakta). Tapi studi lebih mendalam menunjukkan bahwa kalimat-kalimat
etika – dan pada umumnya bahasa etika – mempunyai ciri-ciri tertentu yang tidak dimiliki
oleh kalimat-kalimat lain. Metaetika mengarahkan perhatiannya kepada arti khusus dari
bahasa etika itu.
“It is possible in ethics to stand back from moral statements and ask:
What does it mean to say that something is right or wrong?
Are there any objective criteria by which I can assess moral statements?
What is moral language? Is it a statement about fact of any kind?
Does a moral statement simply express a person’s wishes or hopes about what should
happen?
In what sense can a moral statement be said to be either true or false?
Question like those are not concerned with the content of off moral discourse, but with its
meaning. Now this fits in very closely with much twentieth century philosophy, which has
explored the nature of language and the way in which statements can be shown to be true or
false. Looking at moral statements in this way is called meta ethics.”
“Hal ini dimungkinkan dalam etika untuk mempertanyakan atas pernyataan-pernyataan moral
dan bertanya:
Apa artinya mengatakan sesuatu yang benar atau salah?
Apakah ada kriteria obyektif yang bisa saya pergunakan dalam menilai pernyataan moral?
Apa sebenarnya bahasa moral? Apakah pernyataan tentang fakta ataukah yang lain?
Apakah pernyataan moral yang secara sederhana mengungkapkan keinginan seseorang atau
harapan tentang apa yang sebaiknya terjadi/dilakukan?
Dalam hal/pengertian apa pernyataan moral dapat dikatakan benar atau salah?
Pertanyaan seperti di atas tidak peduli dengan isi dari wacana moral melainkan dengan
artinya. Bentuk etika semacam ini sangat erat kaitannya dengan diskursus filsafat abad kedua
puluh, yang telah menyelidiki sifat bahasa dan cara di mana pernyataan dapat ditampilkan
untuk menjadi benar atau salah. Melihat pernyataan moral dalam cara ini disebut meta etika.”
Namun lebih dari pada hal di atas sebenarnya ada tiga bahasan penting dalam meta ethics:
(1) Metaphysical: yang membicarakan apakah moralitas exist secara independen dari
manusia;
(2) Psychological: membahas tentang apa yang mendorong/memotivasi manusia untuk
bermoral;
(3) Linguistic: yang fokus terhadap bahasa makna istilah-istilah kunci tentang etika.
Fungsi Etika
Studi etika – dalam istilah praktis – menawarkan dua hal. Pertama, membantu
seseorang untuk menghargai pilihan yang diperbuat oleh orang lain, dan mengevaluasi
justifikasi yang diberikan terhadap pilihan-pilihan yang diperbuat orang lain tersebut. Kedua,
melibatkan kepekaan akan kesadaran moral seseorang – pengamatan secara sadar mengenai
nilai-nilai dan pilihan perilaku yang diperbuat manusia—bagaimana pilihan perilaku tersebut
akan membentuk diri manusia, lebih jauh lagi, pilihan tersebut akan mengantarkannya kepada
kehidupan yang akan datang.
Etika dalam prakteknya, cenderung untuk memulai dengan mengamati pilihan-pilihan moral
yang orang orang perbuat dan alasan yang mendasari pilihan mereka. Inilah yang
menghasilkan teori tentang apa yang dilakukan, atau bagaimana seharusnya, sebagai dasar
bagi pilihan moral. Demikian juga mendalami beberapa implikasi-implikasi yang ada dari
teori ini, dan mengembalikannya ke situasi aktual, melihat mereka lebih hati-hati dalam
pandangan dari berbagai teori-teori umum.
Filsafat moral adalah salah satu pendekatan yang unik dalam lingkupnya dan kedalamannya
mempertanyakan tentang permasalahan yang muncul dan kaiffiyyah menjawabnya. Memang,
hampir pasti bahwa seseorang tidak dapat memahami moralitas sepenuhnya tanpa melahirkan
pertanyaan-pertanyaan filosofis tentang moral.
Para filosof Yunani kuno membedakan pengetahuan (knowledge) dari hikmah (wisdom), di
mana pengetahuan itu dipahami untuk kemudian menjadi sesuatu yang dapat diajarkan.
Pengetahuan itu penting dan dibutuhkan untuk memperoleh hikmah. Tetapi tidak dengan
sendirinya pengetahuan akan menjamin hadirnya kebijaksanaan, unsur-unsur lain yang
dibutuhkan selain pengetahuan adalah pemahaman, wawasan, penilaian yang baik dan
mengasah kemampuan untuk hidup dengan baik dan perilaku baik. Banyak orang
berpendidikan, pada kenyataannya, tidak layak dalam membuat keputusan praktis dalam
kehidupan mereka dan mereka tidak terasa lebih baik secara moral dalam menjalani
kehidupan. Mereka memiliki pengetahuan, tetapi kurang kebijaksanaan. Melalui filsafat
moral, orang diharapkan akan senantiasa cinta dan mengejar kebijaksanaan dalam hal moral.
Download